Post on 18-Feb-2022
PETUNJUK PRAKTIKUM KOROSI
Windy Zamrudy SigitUdjiana
ii
Petunjuk Praktikum Korosi
Petunjuk Praktikum Korosi
Penulis:
Windi Zamrudy Sigit Udjiana
Penerbit:
Polinema Press
iii
Petunjuk Praktikum Korosi
PETUNJUK
PRAKTIKUM KOROSI
Hak Cipta © Windi Zamrudy
Hak Cipta © Sigit Udjiana
Hak Terbit pada POLINEMA PRESS
Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang
Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141
Telp. (0341) 404424, 404425
Fax. (0341) 404420
UPT. Percetakan dan Penerbitan
Gedung AU ground floor
polinemapress@gmail.com
www.polinemapress.org
press.polinema.ac.id
Anggota APPTI (Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia) no.
207/KTA/2016
Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) no. 177/JTI/2017
Cetakan Pertama, Juli 2021
ISBN : 978-623-6562-97-0
viii; 85 hlm.; 15,5 x 23 cm
Setting & Layout : Putra Fanda Hita
Cover Design : Putra Fanda Hita
Penyunting : Abd. Muqit
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini
dalam bentuk dan dengan cara apapun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari
penerbit. Pengutipan harap menyebutkan sumber.
iv
Petunjuk Praktikum Korosi
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta
1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000
(seratus juta rupiah).
2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
v
Petunjuk Praktikum Korosi
PRAKATA
Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadlirat Tuhan Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang, yang tiada henti melimpahkan rahmat
serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan buku
“Petunjuk Praktikum Korosi”. Dengan waktu yang singkat penulis
berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya, namun masih
dirasakan banyak kekurangan dan belum dapat memenuhi harapan para
pembaca buku ini.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: Bapak Drs. Awan
Setiawan, MM., selaku Direktur Politeknik Negeri Malang, Bapak Ervan
Rohadi, ST., M. Eng., Ph.D. selaku Kepala UPT P2M, dan semua pihak
yang memberi dorongan dan semangat dalam penyelesaian buku ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan model pembelajaran ini masih
sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran penyempurnaan
buku model pembelajaran ini disambut dengan senang hati dan rasa
terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga buku model pembelajaran ini
dapat menjadi sumbangsih yang bermanfaat baik untuk pribadi penulis
maupun untuk Politeknik Negeri Malang.
Penyusun
September, 2021
vi
Petunjuk Praktikum Korosi
KATA PENGANTAR
Korosi sebagai bagian dari salah satu disiplin ilmu kimia harus
diketahui oleh masyarakat sehingga dapat mengamankan material
besi itu dari perkaratan untuk menghindari kerusakan lebih cepat.
Disiplin ilmu ini tentu saja wajib dipelajari oleh mahasiswa
khususnya pada jurusan teknik kimia untuk memberikan
perlindungan terhadap benda berbahan besi sebagai keahliannya.
Korosi adalah kerusakan atau kehancuran material akibat adanya
reaksi kimia disekitar lingkungannya. Secara umum korosi dapat
dibedakan menjadi korosi basah dan korosi kering. Korosi
disebabkan adanya faktor kimia fisika, metarulgi, elektrokimia dan
termodinamika. Menurut Manurung (2016: 74), bahwa Korosi
dibagi ke dalam 8 kategori: korosi umum, korosi galvanik, korosi
celah, korosi sumur, korosi batas butir, korosi selektif, korosi erosi,
dan korosi tegangan.
Modul Kuliah ”Pengetahuan dan Pengendalian Korosi” yang
ditulis oleh saudara Drs. S. Sigit Udjiana, MSi., dari JurusanTeknik
Kimia Politeknik Negeri Malang ini secara umum dapat memberi
pencerahan bagi masyarakat dalam mengenali lingkungan sehari-
hari yang selalu bersentuhan dan mengunakan material dari bahan
besi. Istilah korosi yang dikenal oleh masyarakat awam disebut
sebagai perkaratan yang banyak terjadi pada logam besi ternyata
tidak terjadi begitu saja melainkan berproses sesuai dengan keadaan
lingkungan sekitar.
Penulis buku ini berharap mahasiswa dapat mengetahui
tentang: (1) jenis korosi ditinjau dari berbagai klasifikasinya; (2)
memahami proses terjadinya korosi ditinjau dari Ilmu Kimia
sekaligus dapat mengendalikan korosi secara kimia; (3) dapat
melakukan pengujian laju korosi dengan metode kehilangan berat;
(4) memahami dan mampu menjelaskan empat prinsip dasar
perlindungan tehadap korosi, yaitu perencanaan/ pemilihan bahan,
proteksi katodik, coating dan inhibisi.
vii
Petunjuk Praktikum Korosi
Konten buku ini baru sebagian kecil dari disiplin ilmu yang
dikehendaki dan pembahasannya disesuaikan dengan silabus
pembelajaran secara bertahap. Namun sebagai modul pembelajaran,
saya menyatakan buku ini sangat praktis untuk dijadikan rujukan
dalam mempelajari korosi bagi mahasiswa. Pembahsannya selain
bersifat teoritis juga dilengkapi dengan praktikum penggunaan
inhibitor dalam proteksi korosi logam dan praktikum proteksi
katodik untuk membuktikan kegunaannya. Dengan kelengkapan
antara teori dan praktikum ini, mahasiswa dapat mengetahui secara
praktis proses korosi untuk dijadikan bahan pencerahan bagi
masyarakat sekitar dalam mengurangi korosi untuk menyelamatkan
kerusakan dan kebahayaan yang lebih besar akibat korosi. Salamat
membaca, menyimak dan mempraktikkan.
Bogor, 20 September 2021
Asessor/Editor/Trainer/Penulis,
Dr. H. Abdu Rahmat Rosyadi, S.H., M.H
Nomor Pokok Asessor:
viii
Petunjuk Praktikum Korosi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................ i
Prakata .................................................................................................... v
Daftar Isi ................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
BAB II JENIS JENIS KOROSI .......................................................... 12
BAB III ILMU KIMIA KOROSI ........................................................ 33
BAB IV PENGUKURAN LAJU KOROSI ......................................... 59
BAB V METODE PENGENDALIAN KOROSI ............................... 73
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 1
BAB I PENDAHULUAN
Kompetensi Umum:
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa dapat mengetahui adanya
bahaya korosi, memahami dasar teori terjadinya korosi, arti penting
dilakukannya pengendalian korosi, mengetahui berbagai metode
pengendalian korosi dan dapat melakukan simulasi laboratorium tentang
cara-cara pengendalian korosi.
Kompetensi Khusus:
Setelah memperlajari bagian ini mahasiswa mengetahui arti korosi dan
bahaya serta kerugian yang dapat timbul jika terjadi kegagalan akibat
korosi
Diskripsi:
Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan dasar pengetahuan kepada
mahasiswa tentang korosi secara umum, bahaya dan kerugian yang
timbul akibat korosi, teori kimia tentang terjadinya korosi, cara
menghitung laju korosi, dan berbagai metode pengendalian korosi.
1.1 Bahan Teknik
Material teknik adalah semua bahan yang digunakan untuk membangun
struktur seperti bangunan rumah, pabrik, perkantoran, pertokoan,
jembatan; juga untuk membangun instalasi seperti: sistem pipa penyediaan
air minum, pipa minyak, dan juga untuk membuat peralatan. Material
teknik dibagi menjadi beberapa golongan.
1) Logam.
Logam dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu: baja dan non baja
(1) Baja merupakan material teknik yang berbasis besi: Ada
beberapa jenis baja, antara lain baja karbon dan baja tahan
karat (stainless steel)
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 2
(2) Non baja: terdiri bahan-bahan logam lain yang berbasis
aluminum, tembaga, nikel dan sebagainya.
2) Keramik
pengertian keramik terbaru mencakup semua bahan bukan logam dan
anorganik yang berbentuk padat.
Keramik adalah produk yang terbuat dari bahan galian anorganik non-
logam yang telah mengalami proses panas yang tinggi. Bahan jadinya
mempunyai struktur kristalin dan non-kristalin atau campuran dari
padanya" (Praptopo Sumitro, dkk, 1984:15).
Termasuk dalam golongan keramik adalah: porselain, terakota, batu
bata, genting, semen, batu kali, pasir dan semua bahan yang berasal
dari mineral.
3) Polimer
Merupakan bahan organik yang berantai molekul panjang. Di bagi
menjadi dua kelompok yaitu:
1) Polimer alam : polimer yang tersedia secara alami di alam.
Contoh: karet alam (dari monomer-monomer 2-
metil-1,3-butadiena/isoprena), selulosa (dari
monomer-monomer glukosa), protein (dari
monomer-monomer asam amino), amilum.
2) Polimer sintetik: polimer buatan hasil sintetis indukstri/pabrikan.
Contoh: nilon (dari asam adipat dengan
heksametilena), PVC (dari vinil klorida),
polietilena, poliester (dari diasil klorida dengan
alkanadiol),PS (polisterina), PET (Polietilin
Terephthalat).
4) Komposit
Komposit adalah suatu material yang terdiri dari campuran atau
kombinasi dua atau lebih material baik secara mikro atau makro,
dimana sifat material yang tersebut berbeda bentuk dan komposisi
kimia dari zat asalnya (Smith, 1996).
Menurut definisi
• Komposit adalah struktur yang dibuat dari bahan-bahan yang
berbeda-beda, ciri-cirinya pun tetap terbawa setelah
komponen terbentuk sepenuhnya.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 3
• Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua
atau lebih material sehingga dihasilkan material
komposit yang mempunyai sifat mekanik dan
karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya.
(1) Komposit adalah bahan teknik yang merupakan gabungan
beberapa bahan dasar tersebut di atas.
(2) Partikel board merupakan komposit yang tersusun atas potongan-
potongan kayu dan lem. Keduanya adalah polimer.
(3) Atap fiber merupakan gabungan antara serat-serat kaca dan resin.
(4) Tiang beton atau kolom beton bertulang merupakan komposit
yang tersusun atas baja dan keramik.
Gambar 1.1 Klasifikasi Material Teknik
MATERIAL TEKNIK
LOGAM KERAMIK POLIMER KOMPOSIT
BA
JA
NO
N B
AJA
AL
AM
BU
AT
AN
Semua bahan dari
mineral: Porselain,
bata,genting, batu
kali, semen, pasir
Gabungan dari
beberapa bahan
logam, keramik
dan polimer
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 4
1.2. Pengertian Korosi
Korosi didefinisikan sebagai penurunan kualitas atau kerusakan material
teknik, khususnya logam akibat berinteraksi dengan lingkungan. Memang
istilah korosi sering kali diartikan sebagai kerusakan logam. Istilah lain
dari korosi antara lain, karatan, teyeng; dan dalam bahasa Inggris sering
disebut sebagai stain, atau rust, selain istilah corrosion sendiri. Tetapi
kerusakan material akibat interaksinya dengan lingkungan tidak hanya
dialami oleh logam, melainkan semua material dapat mengalami kerusakan
karena berinteraksi dengan lingkungan.
Gambar 1.2 Arca dan bangunan dari batu (keramik) rusak karena
lingkungan
Gambar 1.3 Kerusakan pada ban (polimer alam)
Korosi merupakan peristiwa alam yang pasti terjadi dan tidak dapat
dicegah. Semua jenis bahan pasti akan mengalami kerusakan, karena
dalam waktu yang lama, atau bisa saja lebih singkat ‘termakan’ oleh usia.
Istilah yang biasa diucapkan oleh orang kebanyakan itu sebenarnya
mengandung pengertian bahwa kerusakan merupakan interaksi dengan
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 5
lingkungan, dan orang hanya menunggu waktu saja sampai benda yang
rusak itu sudah benar-benar tidak tidak bisa digunakan lagi.
Gambar 1.4 Korosi pada logam
Kerusakan logam, secara kimia merupakan akibat reaksi oksidasi oleh
lingkungan. Berbagai macam bentuk oksidasi bisa terjadi terhadap baja.
Fe + H2O → Fe(OH)2 + H2
Fe + H+ → Fe2+ + H2
Fe + O2 → FeO
Polimer dapat mengalami kerusakan akibat adanya sinar ultra violet dari
matahari yang mendegradasi molekul-molekul.
Keramik, yang pada dasarnya batu mengalami kerusakan akibat adanya
hujan asam
CaCO3 + H+ + CO2 → Ca(HCO3)2 larut
Upaya orang, baik dengan pendekatan sain maupun teknologi tidak mampu
mencegah terjadinya korosi tetapi bermaksud agar usia benda dapat
diperpanjang dengan menghambat proses kerusakan karena korosi.
1.3. Contoh-contoh kasus korosi
Mengapa korosi harus dihambat? Istilah lain yang lebih populer untuk kata
‘dihambat’ adalah ‘dikendalikan. Manusia tidak mungkin dapat melawan
kodrat alam, mencegah kerusakan. Sebagaimana manusia dapat mati
karena fungsi yang mendukung kehidupan menjadi semakin lemah, dan
akhirnya hilang sama sekali, demikian juga barang-barang hasil rekayasa
manusia, juga akan berakhir masa pakainya. Apa bila peralatan yang sudah
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 6
mengalami penurunan kualitas melampaui batas yang diijinkan, maka akan
dapat menimbulkan bahaya, jika dipaksakan untuk dioperasikan terus.
Beberapa catatan kecelakaan telah terjadi akibat korosi. Gagalnya fungsi
kendali, roda pendarat, robeknya dinding, semuanya tjadi karena umur
pesawat yang sudah melampaui umur aman, sehingga proses korosi juga
sudah terlampau parah. Dinding atas (atap) pesawat Boeing 737-200 Aloha
Airline, flight 243, yang mengalami korosi lelah (fatigue corrosion) setelah
terbang 89.090 kali, lepas ketika pesawat itu terbang pada ketinggian
24000 kaki, pada 28 April 1988 (www.aloha.net)
Gambar 1.5 Aloha Airline lepas atapnya ketika sedang terbang 24.000
kaki
Papan luncur Wahana Atlantis Taman Impian Jaya Ancol yang runtuh
akibat korosi semen pada tanggal 25 September 2011
Jembatan Kartanegara Kutai runtuh pada tanggal 26 Nopember 2011
akibat korosi, dan menewaskan 20 orang
Sepanjang tahun 2013 ini pemerintah kota Malang, yang dibantu pihak
polisi lalu lintas mengambil kebijaksanaan pemakaian jembatan rangka
baja Sukarno-Hatta Malang, yang ditengarai mengalami pelemahan daya
dukung karena salah satu tali baja pengikatnya putus, akibat korosi.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 7
Gambar 1.6 Reruntuhan wahana Atlantis Jaya Ancol
Gambar 1.7 Jembatan Kutai Kartanegara Roboh, 26 Nopember 2011
Sebagai gambaran untuk pembanding, kerugian finansial akibat
korosi di Amerika adalah sebagai berikut:
o kerusakan akibat semua jenis korosi di beberapa negara negara
industri mencapai 3-5 % dari Gross National Product (GNP)
o Untuk semua sektor industri total biayanya adalah $ 82.5 miliar
di tahun 1975 dan $ 296.0 miliar di tahun 1995
o Dari total biaya yang harus dikeluarkan akibat korosi tersebut
beberapa porsi yang cukup signifikan dapat dihindari
(avoidable) apabila langkah-langkah pengendalian dilakukan
secara baik. Biaya ekonomi yang disebabkan oleh korosi di USA
untuk tahun 1975 dan 1995 dibeberapa sektor ditunjukkan pada
tabel berikut ini:
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 8
Tabel 1. Pemborosan biaya Industri akibat korosi di Amerika
Industri
Biaya dalam miliar dolar
(kurs tahun 1995)
1975 1995
Kendaraan bemotor
Total
Dapat dihindari (Avoidable)
Persentase, %
31.4
23.1
73
94.0
65.0
69
Pesawat terbang
Total
Dapat dihindari (Avoidable)
Persentase,%
3.0
0.6
20
13.0
3.0
23
Industri-industri lainnya
Total
Dapat dihindari (Avoidable)
Prosentase,%
47.6
9.3
19
189.0
36.0
19
Semua Industri
Total
Dapat dihindari (Avoidable)
Persentase,%
82.5
33.0
40
296
104
35
Sumber: Bambang Widyanto, 2003
Kesimpulan: korosi adalah proses dan peristiwa yang dapat
mengakibatkan bahaya, dan jika dibiarkan dapat menimbulkan kerugian
yang besar kepada berbagai fihak.
1.4. Rangkuman
Tanya-1 : Apakah korosi itu?
Jawab-1
: Korosi adalah proses penurunan kualititas bahan teknik
akibat berinteraksi dengan lingkungan.
T-2 : Apakah yang dimaksud dengan bahan teknik
J-2 : Bahan teknik adalah semua jenis bahan yang
digunakan untuk membangun struktur (bangunan),
instalasi dan membuat peralatan
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 9
T-3 : Apa sajakah yang termasuk bahan teknik?
J-3 : Yang termasuk bahan teknik dapat diklasifikasikan
dalam 4 (empat) kelompok yaitu: (1) Logam, (2)
polimer, (3) keramik dan (3)komposit.
T-4 : Apakah yang dimaksud dengan penurunan kualitas?
J-4 : Yang dimaksud dengan penurunan kualitas akibat
korosi antara lain
1. perubahan penampilan
2. penipisan
3. Pembentukan retakan
4. penurunan daya dukung
T-5 : Apakah peristiwa korosi dialami oleh semua jenis
bahan?
J-5 : Ya, semua jenis bahan dapat mengalami korosi
Logam mengalami korosi dengan reaksi oksidasi
Polimer mengalami degradasi molekul oleh sinar UV
Keramik mengalami pengikisan oleh adanya hujan
asam
T-6 : Apakah korosi dapat dicegah sama sekali?
J-6 : Tidak, karena korosi pasti akan terjadi dan tidak dapat
dicegah, karena semua benda di dunia ini akan
mengalami kerusakan.
Yang dapat dilakukan adalah mengendalikan korosi
agar proses kerusakan berjalan lebih lambat, sehingga
umur alat menjadi lebih panjang.
T-7 : Mengapa korosi harus dikendalikan?
J-7 : Karena korosi dapat menimbulkan kerugian dan
membahayakan jiwa.
T-8 : Apa sajakah bahaya korosi
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 10
J-8 : Korosi dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan
kegagalan proses
Keduanya disebut kegagalan akibat korosi.
T-9 : Apa sajakah bentuk kerugian karena adanya kegagalan
akibat korosi?
J-9 : Kerugian karena adanya kegagalan akibat korosi bisa
berupa yang bersifat ekonomis dan yang bersifat non
ekonomis
T-10 : Apakah yang tergolong kerugian ekonomis:
J-10 : Yang tergolong kerugian ekonomis,
Alat yang rusak harus diganti: berarti membeli alat
baru – biaya pemasangan alat.
Selama alat belum terpasang : kegiatan produksi
terhenti, tidak berproduksi berarti tidak pemasukan.
Sementara itu banyak karyawan yang terpaksa dinon
aktifkan karena tidak ada pekerjaan.
T-11 : Apa sajakah yang tergolong kerugian non ekonomis
J-11 : Yang tergolong kerugian non ekonomis adalah
Hilangnya nyawa karyawan yang mengalami
kecelakaan (meninggal)
Karyawan cacat tetap, hilangnya kepercayaan rekan
bisnis.
T-12 : Siapa sajakah yang dirugikan jika terjadi kegagalan
akibat korosi?
J-12 : Fihak manajemen, karyawan, rekan bisnis, konsumen,
dan masyarakat.
T-13 : Adakah contoh kegagalan akibat korosi
J-13 : Ada, banyak sekali. Di tingkat dunia ada peristiwa
meledaknya Reaktor nuklir Chernobyl Ukrania,
meledaknya pabrik kimia Union Carbide India, di
Indonesia runtuhnya wahana Atlantik Jaya Ancol,
Jebolnya atap KRL Jabotabek, ambrolnya jembatan
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 11
Kartanegara di Kutai, Gejala melemahnya Jembatan
rangka baja Sukarno-Hatta Malang.
Tugas:
Mencari artikel tentang peristiwa kegagalan akibat korosi. Waktu
kejadian tidak boleh lebih dari dua tahun terakhir, dari sumber yang
alamatnya jelas, dan dapat diakses dengan mudah. Dikumpulkan minggu
depan berupa hard copy dan soft copy.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 12
BAB II JENIS-JENIS KOROSI
Kompetensi Khusus:
Setelah memperlajari bagian ini mahasiswa mengetahui berbagai jenis
korosi ditinjau dari berbagai cara klasifikasinya.
2.1 Hakikat Pembelajaran
Korosi merupakan peristiwa yang pasti terjadi, peristiwa yang tidak
mungkin bisa dihindari. Setiap material akan mengalami penurunan
kualitas. Logam apapun pasti akan mengalami oksidasi. Perhiasan dari
emas yang tergolong logam mulia tidak selamanya mengkilap. Pada saat
tertentu perlu dipoles untuk menyingkirkan oksida yang menutupi kilau
emas itu. Baja konstruksi tidak akan bertahan lama kalau terhadap bahan
itu tidak diperlakukan apa-apa untuk menghambat korosi. Pasangan batu
pada bangunan-bangunan, demikian juga batu-batu yang terpasang pada
candi-candi dan kuil-kuil suatu saat juga perlu direnovasi. Interaksi dengan
lingkungan selalu akan menyebabkan penurunan kualitas bahan. Jadi
korosi merupakan suatu peristiwa yang tidak mungkin dapat dicegah.
Upaya untuk mengatasi korosi yang dapat dilakukan hanyalah upaya untuk
menghambat agar laju korosi tidak terlalu tinggi, dan pada saat yang sudah
diperhitungkan sebelumnya, upaya untuk menghambat laju korosi itu tidak
diperlukan lagi karena material itu sudah harus diganti karena proses
korosi yang berjalan meskipun lambat telah menyebabkan material
konstruksi telah melampaui batas amannya.
Di samping faktor lingkungan, ketahanan suatu material terhadap
korosi juga dipengaruhi atau didukung oleh faktor-faktor lain seperti: jenis
material, beban kerja, temperatur kerja, dan waktu (umur) alat. Jenis-jenis
korosi dapat digolongkan berdasarkan beberapa tinjauan:
2.2. Klasifikasi Lingkungan
2.2.1 Korosi basah / aqueous corrosion atau wet corrosion
Adalah korosi yang terjadi di dalam lingkungan air atau larutan. Ada
beberapa jenis lingkungan air antara lain: air sungai, air rawa, air
limbah, air laut, dan lain-lain. Korosi yang terjadi pada logam yang
tertanam di dalam tanah atau lumpur tergolong korosi basah.
Korosifitas atau tingkat kemampuan menyebabkan korosi lingkungan
air sangat tergantung dari kadungan bahan yang terlarut di dalam air:
Bahan-bahan yang sangat dominan sebagai penyebab korosi logam
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 13
antara lain: ion hidrogen atau tingkat keasaman, atau konsentrasi H+
yang dapat dideteksi dengan Ph, oksigen, dan klor.
Gambar 2.1Korosi basah pada dinding bagian dalam pipa air
pendingin
2.2.2 Korosi atmosferik / atmospheric corrosion
Lingkungan atmosferik merupakan campuran fasa gas dan uap air.
Keadaan atmosfer dalam hubungannya dengan pengaruhnya terhadap
proses korosi tidak lepas dari keadaan lingkungan di bawah dan di
sekitar atmosfer itu. Hal ini disebabkan karena setiap lingkungan
menghasilkan pencemaran / emisi gas ke udara yang berbeda-beda.
Berdasarkan lingkungannya ini ada beberapa penggolongan atmosfer
antara lain:
• atmosfer pegunungan
• atmosfer pemukiman penduduk kota
• atmosfer daerah industri
• atmosfer lautan.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 14
Gambar 2.2 Korosi atmosferik pada alat katrol
Kemungkinan juga terjadi kombinasi lingkungan yang dapat
memperparah pengaruh lingkungan tersebut terhadap terjadinya korosi
di atmosfer. Udara di daerah industri yang berada dipinggir pantai
merupakan udara yang paling korosif (dapat menyebabkan terjadinya
korosi). Contoh kota industri yang berada di pinggir pantai adalah Kota
Gresik. Di kota ini terdapat banayk pabrik, diantaranya dua Pabrik
Kimia terbesar di Jawa Timur yaitu: “Petrokimia” dan “Semen Gresik”
2.2.3 Korosi kering / dry corrosion
Proses korosi ini terjadi pada daerah yang tidak mungkin terdapat fasa
air. Daerah yang memungkinkan terjadinya korosi kering misalnya:
dapur ketel uap bertekanan rendah (saturated steam boiler, 120 -
150oC) cerobong asap, dan kenalpot. Pada daerah ini korosi terjadi
karena reaksi oksidasi.
Gambar 2.3 Korosi kering
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 15
2.2.4 Korosi temperatur tinggi / High Temperatur Corrosion
Korosi temperatur tinggi terjadi pada temperatur di atas 500oC. Daerah
yang temperaturnya di atas 500 oC antara lain pada dapur super heated
boiler (ketel bertekanan tinggi), reaktor nuklir dan lain-lain. Pada
daerah ini bahan terkorosi karena mengalami reaksi-reaksi oksidasi,
sulfidasi, karburasi (reaksi dengan karbon) dan nitridasi.
Gambar 2.4 Korosi Temperatur Tinggi
2.3. Klasifikasi Beban Kerja
Jenis-jenis korosi berikut ini merupakan jenis-jenis korosi yang
terjadinya tetap disebabkan oleh karena pengaruh lingkungan.
Beban kerja yang diterima secara terus menerus akan
meningkatkan laju korosi dan menga-rahkan kepada bentuk
kerusakan yang kasat mata.
2.3.1 Korosi Tegang atau Stress Corrosion Cracking (SCC)
Visualisasi SCC berupa retakan pada bagian ujung tekukan
logam. Korosi ini terjadi pada material logam yang mengalami
pembebanan statis secara terus menerus, misalnya pada bagian-
bagian pelat logam yang ditekuk 180o atau yang biasa disebut U-
bend. Logam-logam murni bersifat relatif lebih tahan terhadap
SCC. Agar laju korosi dapat dihambat pada permukaan logam
harus terdapat lapisan (film) pasif oksida. Adanya spesi-spesi
terlarut akan membantu terjadinya SCC. Sebagai contoh
stainless steel rentan terhadap larutan klorida panas, kuningan
rentan terhadap larutan amonia, dan baja karbon rentan terhadap
larutan-larutan nitrat.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 16
Gambar 2.5 Korosi Stress (SCC)
2.3.2 Korosi Lelah atau Corrosion Fatigue Cracking
Korosi terjadi pada bagian-bagian dari mesin yang mengalami
pembebanan siklis kontinyu. Pada kendaraan bagian ini misalnya
adalah velg roda, shockbreaker, sayap pesawat terbang. Sebagian
kecelakaan pesawat terbang disebabkan oleh karena bagian tersebut
telah mengalami korosi lanjut dan melampaui batas aman. Pada bagian
patahan meninggalkan jejak yang berupa garis pantai atau beach mark.
Gambar 2.6 Korosi lelah (CFC)
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 17
(a) (b)
Gambar 2.7 (a) “Garis pantai” pada patahan, dan (b) struktur
mikroskopis korosi lelah
Kerentanan dan laju terjadinya retak-lelah tanpa korosi kimia biasanya
akan meningkat dengan adanya lingkungan yang korosif.
Korosi Lelah /fatigue dapat dicegah dengan cara :
Menggunakan inhibitor
Memilih bahan yang tepat atau memilih bahan yang kuat
korosi.
2.4. Klasifikasi Bentuk Kerusakan
2.4.1 Korosi merata / uniform corrosion
Kerusakan logam berupa penipisan diseluruh permukaan logam secara
merata diseluruh permukaan. Korosi jenis terjadi karena dua faktor yaitu:
faktor kerataan pemaparan dan faktor metalurgi (homogenitas paduan
logam).
Gambar 2.8 Skema Korosi merata atau uniform corrosion
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 18
Gambar 2.9 Korosi merata pada tiang baja
Korosi atmosferik dan baja media asam merupakan korosi yang lajunya
merata di seluruh permukaan. Ditinjau dari pandangan teknis, sehubungan
dengan kepentingan perancangan dan perawatan alat, korosi merata
merupakan korosi yang lebih diharapkan (ingat korosi adalah proses yang
tidak dapat dicegah!), karena merupakan jenis korosi yang predictable.
2.4.2 Korosi Galvanis / Galvanic corrosion
Pada sambungan logam-logam dari jenis yang berbeda sering kali salah
satu logam akan mengalami korosi lebih parah sementara logam
pasangannya terproteksi. Hal ini terjadi karena dua jenis logam apa saja
yang berada di dalam media korosif akan membentuk Sel Galvanis, suatu
sistem sel pembangkit tegangan yang terjadi apabila dua jenis logam
berbeda berada dalam suatu larutan elektrolit.
Dalam sistem sel ini logam yang lebih aktif akan mengalami oksidasi, dan
logam yang lebih mulia (nobel) akan terlindungi dari proses korosi.
Deret Galvanis adalah deret keaktivan relatif logam-logam, yang
susunannya mirip dengan Deret Volta.
Logam lebih nobel logam lebih
aktif
Gambar 2.10 Skema Korosi Galvanis
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 19
Gambar 2.11 Korosi Galvanis pada sambungan pipa dari bahan logam
yang berbeda
Metode-metode pengendalian yang dilakukan dalam korosi ini adalah:
menekan terjadinya reaksi kimia atau elektrokimianya seperti
reaksi anoda dan katoda
mengisolasi logam dari lingkungannya
mengurangi ion hidrogen di dalam lingkungan yang di kenal
dengan mineralisasi
mengurangi oksigen yang larut dalam air (dissolved oxygen)
mencegah kontak dari dua material yang tidak sejenis
memilih logam-logam yang memiliki unsur-unsur yang
berdekatan
mencegah celah atau menutup celah
mengadakan proteksi katodik, dengan menempelkan anoda umpan
(SACP).
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 20
Tabel 2.1 Deret Galvanis dalam Air laut
Katodik (nobel)
platina
emas
grafit
titanium
perak
zirkon
AISI Tipe 316, 317 stainless steels (passive)
AISI Tipe 304 stainless steel (passive)
AISI Tipe 430 stainless steel (passive)
Nikel (passive)
Tembaga-nikel (70-30)
Perunggu
Tembaga
Kuningan
Kuningan laut
Timah
Timbal
AISI Tipe 316, 317 stainless steels (active)
AISI Tipe 304 stainless steel (active)
Besi cor
Baja atau besi
Paduan Al 2024
Kadmium
Paduan Al 1100
Seng
Magnesium dan paduan magnesium
anodik (aktif)
2.4.3 Korosi celah / Crevice Corrosion
Korosi tehadap suatu paduan logam sering kali terjadi lebih cepat apabila
paduan itu berada pada celah-celah sempit yang terbentuk karena kontak
antar material. Material pertama adalah logam yang mengalami korosi,
sedangkan material kedua, bisa jadi berupa baut pengikat yang berasal
dari jenis logam yang sama atau berbeda, atau bisa berupa
kotoran/endapan lumpur dan pasir, atau bisa juga sekat-sekat atau
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 21
packing dari bahan non-logam. Korosi pada celah ini disebabkan karena
adanya air hujan dan embun yang terjebak, sementara ditempat lain yang
lebih terbuka air hujan dan embun dapat langsung mengalir lepas. Proses
korosi pada celah yang terbentuk dari logam-logam yang berbeda akan
lebih cepat karena didukung juga oleh adanya efek galvanis.
Gambar 2.12 Skema Korosi celah Gambar 2.13 Korosi Celah yang
terjadi antara klem logam dan pipa pvc
Cara pengendalian korosi celah adalah sebagai berikut:
hindari pemakaian sambungan paku keeling atau baut,
gunakan sambungan las.
gunakan gasket non absorbing.
usahakan menghindari daerah dengan aliran udara.
dikeringkan bagian yang basah
dibersihkan kotoran yang ada
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 22
2.4.4 Korosi sumuran /Pitting corrosion
Serangan terlokalisir yang terjadi pada permukaan yang secara umum
mempunyai ketahanan tinggi terhadap korosi akan menghasilkan
korosi yang berbentuk sumuran. Bentuk sumuran itu bervariasi, bisa
berbentuk lubang dalam atau deep, (1), lubang dangkal atau shallow,
(2), lubang berongga atau undercut, (3).
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 23
Gambar 2.14 Bentuk-bentuk korosi sumuran.
(a) (b)
(c)
Gambar 2.15 (a) Tampak permukaan, (b) gambar mikroskopis korosi
sumuran, dan (c) mekanisme pitting corrosion
Sumuran yang terbentuk akan menyebabkan terjadinya korosi celah
dalam stainless steel karena sumuran itu sendiri merupakan celah yang
dapat menghalangi transportasi larutan antara bagian luar sumuran dan
bagian dalam yang bersifat sebagai anoda karena larutannya banyak
mengandung ion klorida.
Korosi sumuran merupakan korosi yang paling berbahaya karena
ukuran sumuran yang sangat kecil seringkali tidak kasat mata, sampai
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 24
keadaan terkorosi diketahui setelah terjadi suatu kegagalan berupa
kebocoran atau kecelakaan kerja lainnya karena daya dukung yang
sudah berada jauh di bawah batas aman.
Metode pengendalian korosi sumuran adalah sebagai berikut:
Hindari permukaan logam dari goresan.
Perhalus permukaan logam.
Menghindari komposisi material dari berbagai jenis logam.
2.4.5 Retakan karena Pengaruh Lingkungan/ Environmentally
Induced Cracking
Terjadinya retakan rapuh pada paduan logam yang berada dalam
lingkungan yang menyebabkan sangat sedikit korosi merata disebut
sebagai Environmentally Induced Cracking (EIC),
Tiga korosi yang saling berhubungan tetapi menyebabkan tipe
kegagalan yang sangat berbeda-beda dan termasuk dalam EIC antara
lain:
Stress Corrosion Cracking (SCC),
Corrosion Fatigue Cracking (CFC) dan
Hydrogen Induced Cracking (HIC).
SCC dan CFC termasuk juga korosi yang disebabkan oleh adanya
pengaruh beban kerja. Istilah-istilah lain untuk HIC:
hydrogen embrittlement (penggetasan hidrogen),
hydrogen assisted cracking (retakan yang dibantu
hidrogen),
hydrogen stress cracking (retakan karena tekanan hidrogen).
Mekanisme SCC: terjadi akibat adanya hubungan dari 3 faktor
komponen, yaitu (1) bahan rentan terhadap korosi, (2) adanya larutan
elektrolit (lingkungan) dan (3) adanya tegangan.
Sebagai contoh:
tembaga dan paduan rentan terhadap senyawa amonia,
baja ringan rentan terhadap larutan alkali, dan
baja tahan karat rentan terhadap klorida.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 25
HIC disebabkan oleh difusi hidrogen ke dalam kisi-kisi paduan. Ini
terjadi ketika berlangsung reaksi evolusi hidrogen,
2H+ + 2e- → H2 (1)
yang menghasilkan atom-atom hidrogen pada permukaan logam
selama proses korosi kimia, elektroplating, pembersihan permukaan
logam menggunakan asam (pickling), juga pada proteksi katodik.
Meskipun sering kali SCC menunjukkan adanya banyak
percabangan retakan, tetapi semua jenis retakan menunjukkan
penampakan yang sangat mirip antara satu dengan lainnya.
Pengaruh polarisasi katoda, dimana logam dibanjiri elektron
sehingga menjadi kurang aktif, retakan HIC justru akan mengalami
percepatan laju sementara SCC dan CFC mengalami perlambatan.
HIC pada umumnya mendominasi retakan SCC pada:
baja karbon rendah,
baja stainless,
paduan Aluminium, dan
paduan Titanium yang terlah mendapat perlakuan panas atau
pekerjaan dingin yang mendekati kekuatan penuh.
Beberapa pabrik pesawat terbang dan pesawat ruang angkasa telah
melakukan penelitian secara ekstensif dan menyimpulkan bahwa
HIC juga memberikan kontribusi untuk menghilangkan umur lelah
(fatigue life) pada paduan-paduan berkekuatan tinggi tersebut.
Cara pengendalian korosi tegangan adalah:
turunkan besarnya tegangan
turunkan tegangan sisa termal
kurangi beban luar atau perbesar area potongan
penggunaan inhibitor.
2.4.6 Kerusakan oleh Hidrogen
Terjadinya retakan HIC dan penurunan duktilitas (sifat dapat bentuk)
oleh hidrogen berkadar rendah dapat dikembalikan sampai beberapa
tingkat jika hidrogen dibiarkan lepas dengan cara peningkatan
temperatur. Jika kadar hidrogen lebih tinggi, kerusakan yang
ditimbul-kannya bersifat irreversibel.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 26
Serangan hidrogen adalah reaksi antara hidrogen dengan
senyawa-senyawa karbida dalam baja membentuk gas metan.
Proses yang disebut dekarburasi ini akan menghasilkan voids atau
lubang-lobang kosongan dalam baja, dan surface blister yaitu
permukaan logam yang melepuh atau retakan hidrogen akan menjadi
jelas jika hidrogen internal yang mengisi void meletus ke
permukaan.
surface blister
voids
Gambar 2.16 Skema Kerusakan oleh hidrogen (HIC)
Void terbentuk jika atom-atom hidrogen bermigrasi dari permukaan
masuk dan mengisi internal defect (cacat dalam), dimana gas hidrogen
akan mengalami nukleasi dan menghasilkan tekanan dalam yang cukup
untuk menyebabkan deformasi dan perpecahan lokal dari logam.
Gambar 2.17 Korosi Hydrogen Damage Corrosion / Hydrogen Induced
Cracking
Pembentukan hidrida dapat menyebabkan kerapuhan logam-logam
aktif seperti titanium (Ti), zirkonium (Zr), magnesium (Mg),
tantalum (Ta), niobium (Nb), vanadium (V), uranium (U), dan
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 27
thorium (Th). Mekanisme kerusakan oleh hidrogen lainnya juga
pada logam-logam ini dapat diuraikan dengan cara yang sama.
2.4.7 Korosi intergranular
Intergranular Corrosion (IGC) atau Intergaranular Attact (IGA) atau korosi
batas butir adalah serangan korosi pada daerah sepanjang batas butir atau
daerah sekitarnya tanda serangan cukup besar terhadap butirnya sendiri.
Seperti diketahui logam merupakan susunan butiran-butiran kristal seperti
butiran pasir yang menyusun batu pasir. Butiran-butiran tersebut saling terikat
yang kemudian membentuk mikrostruktur. Adanya serangan korosi batas
butir menyebabkan butiran menjadi lemah terutama di batas butir sehingga
logam kehilangan kekuatan dan daktilitas.
Impurities atau pengotor yang reaktif dapat menyebabkan segregasi atau
pengecilan partikel atau pasivasi terhadap unsur-unsur semacam krom (Cr),
sehingga akan menghilang dari batas butir. Sebagai akibatnya pada daerah
batas butir menjadi kurang tahan terhadap korosi, sehingga laju korosi pada
daerah ini cukup untuk menyebabkan lepasnya butiran logam dari permukaan.
Intergranular Corrosion (IGC) yang kadang juga disebut serangan
intergranular, merupakan masalah umum pada beberapa sistem paduan.
Bentuk IGC yang sangat dikenal terjadi pada baja stainless austenitik yang
apabila mendapat perlakuan panas akan merenggangkan batas butir Cr karena
terjadi reaksi metalurgis dengan karbon. Akibatnya struktur logam menjadi
rentan terhadap IGC. Pada rentangan temperatur 425-815oC karbida-
karbida krom (terutama Cr23
C6) akan mengendap pada batas butir dan
merenggangkan batas butir dekat struktur kristal Cr. Jika kandungan Cr
berada dibawah 10% maka ketahanan terhadap korosi akan hilang dan akan
menjadi lokasi yang pertama mengalami korosi. Kerentanan terhadap IGC
merupakan masalah umum dalam pengelasan baja stainless.
Cara pengendalian korosi batas butir adalah:
turunkan kadar karbon dibawah 0,03%.
tambahkan paduan yang dapat mengikat karbon.
pendinginan cepat dari temperatur tinggi.
pelarutan karbida melalui pemanasan.
hindari pengelasan.
2.4.8 Dealloying dan Dezincification
Unsur penyusun paduan yang lebih aktif (secara elektrokimia negatif) dari
pada unsur mayor (solvent) akan mengalami korosi lebih cepat. Fenomena
semacam ini kadang-kadang disebut sebagai leaching atau pemisahan.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 28
Dealloying pada kuningan yang dikenal sebagai Dezinci-fication
merupakan contohyang paling sering disebutkan.
Seng (Zn) yang merupakan logam aktif, jauh lebih aktif dari pada tembaga
sangat mudah lepas dari paduan kuningan, dan meningggalkan tembaga
murni yang porous dengan sifat mekanik yang jelek. Dezincification yang
membentuk lapisan merata di permukaan biasanya mudah diamati dengan
timbulnya warna merah tembaga.
Contoh dealloying lainnya dikenal sebagai korosi grafitik, merupakan
pelepasan selektif besi dari besi cor abu-abu, meninggalkan jaringan porous
grafit inert yang dapat digores dengan pisau.
Korosi grafitik pada awalnya diketahui terjadi pada pipa besi tuang yang
ditanam dan peristiwa ini ketahuan setelah puluhan tahun pemakaian.
Jika pipa tua yang tergrafitisasi ini digoyah maka akan melepaskan bahan
kimia berbahaya yang dapat mengkontaminasi tanah disekitar atau dapat
menyebabkan ledakan yang fatal dan kebakaran.
Gambar 2.18 Korosi selektif/ korosi intergranular
2.4.9 Korosi Erosi
Kombinasi dari fluida yang korosif dan laju alir yang tinggi akan
menghasilkan korosi erosi. Aliran yang lambat dan stagnan akan
menghasilkan laju korosi yang sedang-sedang saja, tetapi laju aliran yang
lebih cepat secara fisik akan mengerosi dan menyingkirkan produk korosi
yang bersifat protektif, akibatnya paduan akan terbuka dan mengalami
korosi dengan laju lebih cepat.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 29
Paduan berkekuatan rendah yang mengandalkan perlindungan korosinya
pada terbentuknya produk korosi protektif pada permukaan akan menjadi
sangat rentan terhadap korosi erosi ini. Serangan korosi secara umum
mengikuti arah dari aliran lokal dan turbulensi (ulegan) yang tidak teratur
disekitar permukaan. Korosi erosi merupakan masalah yang sering timbul
pada pipa baja dengan uap yang mengalir dan membawa tetes-tetes air.
Gambar 2.19 Skema korosi erosi
(a) (b)
Gambar 2.20 (a) Korosi erosi dan (b) fretting
Cara pengendalian korosi erosi adalah:
hindari partikel abrasive pada fluida.
kurangi kecepatan aliran fluida.
Kavitasi merupakan kasus khusus dari korosi erosi ini. Ini terjadi dimana
laju alir begitu tinggi sehingga akan terjadi penurunan tekanan pada aliran
yang cukup untuk nukleasi gelembung-gelembung uap air yang kemudian
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 30
dapat meledak di permukaan. Ledakan ini dapat menyebabkan tekanan
yang sangat besar dan dapat merusak lapisan pelindung dan bahkan dapat
melepaskan partikel-partikel dari logam itu sendiri.
Serangan ini menyebabkan terbentuknya lubang-lubang kecil yang kasar.
Kavitasi terjadi pada bilah-bilah turbin, impeler pompa, propeler kapal,
dan pada tabung serta pipa dimana sering terjadi perubahan tekanan yang
besar.
Fretting merupakan tipe lain dari korosi erosi, tetapi terjadi dalam media
berfase uap. Erosi terjadi karena adanya gerakan kecil yang berulang-
ulang, sering kali berupa vibrasi antara logam yang mengalami korosi dan
material padat lain yang bersentuhan dan membebaninya.
Gerakan ini menyebabkan abrasi atau pengelupasan lapisan oksida pada
permukaan, dan lagi terbukanya permukaan logam ini akan menyebabkan
terbentuknya oksida yang nanti akan terkelupas juga.
Gambar 2.21 Kavitasi pada baling-baling kapal
2.5. Rangkuman
Jenis-jenis korosi di bedakan berdasarkan
1) Lingkungannya:
(1) Korosi basah
(2) korosi kering
(3) korosi temperatur tinggi
(4) korosi atmosferik
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 31
2) Berdasakan beban kerja
(1) Beban dinamis menyebabkan korosi lelah atau Corrosion
Fatigue Cracking (CFC)
(2) Beban statis menyebabkan korosi stress atau Stress Corrosion
Cracking (SCC)
3) Berdasarkan bentuk kerusakannya
(1) Korosi merata (uniform corrosion)
(2) Korosi Galvanis (Galvanic corrosion)
(3) Korosi Celah (Crevice corrosion)
(4) Korosi sumuran (pitting corrosion)
(5) Intergranular
(6) Dealloying dan dezincification
(7) Retakan akibat pengaruh lingkungan (Environment Induced
Cracking)
(8) Hydrogen Induced Cracking (HIC) atau Hydrogen Damage
Corrosion (HDC)
(9) korosi erosi, kavitasi dan fretting
2.6. Tugas Praktikum
Judul Praktikum 1: Deret Galvanis
Tujuan : Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa memahami bahwa
logam-logam memiliki perbedaan potensial .
Alat:
1. Pengukur Potensial DC (AVO meter)
2. Gelas Kimia 250 ml.
Bahan:
• Berbagai jenis logam: Besi, Tembaga, Seng, Aluminum, Timah,
Kuningan, Nikel dan batang karbon
• Air kran
• Garam dapur.
Cara kerja:
1) Siapkan air kran atau larutan garam ke dalam gelas kimia
2) Aturlah alat pengukur pada tombol DC Volt
3) Masukkan dua jenis logam ke dalam gelas kimia
4) Ukurlah beda potensial ke dua logam tersebut dengan
menempelkan masing-masing colokan negatif dan positif. Jika
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 32
Jarum menyimpang ke kiri (atau jika angka menunjukkan negatif
untuk AVO meter digital), segera balik posisi pengukuran. Catat
data hasil pengukuran, catat pula posisi masing-masing logam
pada colokan negatif atau positif.
5) Ulangi langkah ke-4 dengan mengganti salah satu logam. Ulangi
percobaan ini sehingga dari semua pasangan logam didapatkan
data perbedaan potensialnya
6) Susunlah logam-logam tersebut dalam sebuah Deret Galvanis,
berdasarkan skor jumlah masing-masing berada pada posisi alat
ukur positif atau negatif.
7) petunjuk: logam yang lebih aktif adalah logam yang dalam
pengukuran berada pada posisi negatif alat ukur.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 33
BAB III ILMU KIMIA KOROSI
Kompetensi Khusus:
Setelah mempelajari bagian ini mahasiswa dapat memahami proses
terjadinya korosi ditinjau dari Ilmu Kimia, dan dapat memahami konsep
pengendalian korosi secara kimia.
3.1 Sel Elektrokimia
Yang akan dipelajari dalam Bab ini adalah korosi yang terjadi pada
logam yang berada di dalam media air. Sistem korosi dalam media air
merupakan sistem sel elektrokimia yang di dalamnya selalu terdapat
komponen-komponen sel itu yaitu sepasang bagian-bagian yang bertindak
sebagai anoda, dan katoda, serta serta adanya konduktor yang
menghubungkan kedua bagian tersebut di luar media berpelarut air
sebagai elektrolitnya. Anoda dan katoda adalah dua komponen yang harus
mempunyai perbedaan potensial listrik.
Sebuah sel elektrokimia adalah rangkaian yang secara nyata tersusun
atas dua logam berbeda, yang boleh dipastikan mempunyai perbedaan
potensial elektrokimia. Percobaan yang sudah dilakukan pada Bab II
cukup membuktikan bahwa dua logam berbeda, apapun logamnya, akan
selalu menunjukkan adanya perbedaan potensial.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 34
(a) (b)
Gambar 3.1 (a) Arus electron dan (b) arus listrik Sel Galvanis Baja-
Tembaga
Pada Gambar 3.1. sepasang logam baja dan tembaga yang tersusun
sedemikian sehingga membentuk sel galvanis, maka secara spontan baja
yang merupakan logam lebih aktif dari pada tembaga akan teroksidasi dan
melepaskan ion Fe2+ ke dalam larutan. Dalam reaksi oksidasi ini atom besi,
Fe, melepaskan dua buah electron sehingga berubah menjadi ion besi, Fe2+.
Elektron akan mengalir ke arah logam tembaga melalui kabel konduktor
yang berada di luar elektrolit. Jadi arah aliran elektron ini berlawanan arah
dengan arah aliran ion Fe2+, sesuai dengan teori ilmu listrik, bahwa arah
arus listrik adalah berlawanan dengan arah aliran elektron.
Proses elektrokimia ini merupakan model sederhana dari proses terjadinya
korosi pada logam di dalam media elektrolit. Dalam model di atas logam
besi yang mengalami oksidasi merupakan Anoda dari sistem sel
elektrokimia itu, sedangkan tembaga merupakan katodanya. Anoda
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 35
merupakan logam yang mengalami oksidasi, sedangkan katoda hanya
merupakan tempat terjadinya reaksi reduksi.
Fe → F2+ + 2e– (1)
Tembaga dalam sel di atas hanya merupakan tempat terjadinya reaksi
reduksi, sebab yang mengalami reduksi adalah media elektrolit yang pada
dasarnya adalah air. Beberapa kemungkinan reaksi reduksi yang terjadi
pada katoda antara lain:
Jika elektrolit netral kemungkinan reaksi reduksi itu adalah sebagai
berikut:
2H2O + 2e- → (2H+ + 2OH- ) + 2e- → H2 + 2OH- (2)
Untuk air yang bersifat asam, kemungkinan reaksinya adalah sebagai
berikut:
2H3O+ + 2e- → H2 + H2O (3)
Jika di dalam air mengandung oksigen atau bahan lain yang dapat
direduksi, kemungkinan reaksinya adalah sebagai berikut:
2H2O + O2 + 4e- → 4OH- (4)
2H2O + Cl2 + 2e- → (2H2O + 2Cl-) → 2H+ + 2OH- + 2Cl- (5)
Dari pembahasan di atas maka berlakulah ketentuan umum yaitu: apabila
dua jenis logam tersusun dalam sebuah sel elektrokimia seperti di atas,
yang kita kenal sebagai sebuah sel galvanis, maka logam yang lebih aktif
akan mengalami korosi, sedangkan logam yang lebih nobel akan
terproteksi. Ketentuan ini merupakan konsep pemikiran dilakukannya
perlindungan terhadap korosi dengan metode Proteksi Katodik.
3.2 Korosi pada logam tunggal
Sistem korosi seperti digambarkan di atas secara nyata berlaku untuk
korosi galvanis, yang di dalamnya secara nyata terdapat sepasang logam
yang berbeda yang membentuk sistem elektrokimia.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 36
Gambar 3.2 Korosi yang terjadi pada sambungan logam berbeda
Tentu akan timbul pertanyaan, bagaimana terjadinya korosi pada logam
tunggal?. Yang dimaksud dengan logam tunggal adalah logam sejenis
yang tidak bersentuhan maupun disambung dengan logam lain. Meskipun
logam tersusun atas atom-atom sejenis, tetapi sebenarnya tetapi secara
mikroskopis, sebatang logam itu merupakan kumpulan dari butir-butir
kristal-kristal yang tersusun secara kompak dan rapat. Di antara butir-butir
kristal itu terdapat batas butir, yang terdiri atas oksida logam, yang
menjadi perekat butir-butir kristal. Ketika permukaan logam terpapar ke
dalam suatu elektrolit, meskipun ukurannya juga mikroskopis, misalnya
kelembaban yang membasahi permukaan, maka butiran kristal dan batas
butir secara bersama-sama membentuk sel elektrokimia. Batas butir yang
bersifat anodik, akan menjadi titik pusat terjadinya korosi. Jadi pada
permukaan logam apapun terdapat titik-titik yang bersifat anodik dan
titik-titik yang bersifat katodik. Jika permukaan logam terpapar pada
elektrolit maka syarat untuk terjadinya korosi, yaitu adanya (1) anoda, (2)
katoda, (3) elektrolit, dan (4) konduktor sudah terpenuhi, karena bagian
dalam dari logam yang tidak bersentuhan dengan elektrolit menjadi
konduktor yang meneruskan aliran elektron hasil oksidasi logam.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 37
Gambar 3.3 Scanning Electron Microscope dari baja
inisiasi Media
korosif
korosi (tetes
air + pengotor)
daerah daerah daerah
katodik anodik katodik
Gambar 3.4 Sel elektrokimia pada logam murni yang telah
terkorosi
3.3 Mekanisme korosi
Berikut ini akan dibahas mekanisme untuk beberapa jenis korosi
yang terjadi berdasarkan prinsip elektrokimia antara lain: korosi galvanis,
korosi merata, korosi celah, korosi sumuran.
Mekanisme korosi galvanis.
Dua logam yang berbeda dan membentuk kopel (gandengan) jika
pada gandengnan kedua logam itu terdapat media korosif misalnya tetesan
air hujan dan sebagainya, maka dengan sendirinya akan membentuk
sistem elektrokimia yang menyebabkan logam aktif mengalami korosi
sementara logam yang lebih mulia akan terproteksi. Sambungan logam
besi dan zinc yang terpapar pada media elektrolit akan membuat besi
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 38
aman dari korosi. Besi akan mendapat gilirannya terkorosi setelah semua
zinc yang menempel padanya habis terkorosi
Gambar 3.5 Sel elektrokimia pada sambungan galvanis
Mekanisme korosi celah
Korosi celah adalah korosi yang terjadi pada daerah celahan atau daerah
yang tersembunyi pada permukaan logam yang berada dalam lingkungan
korosif. Korosi ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi oksigen
antara daerah celahan dan sekitarnya. Berdasarkan mekanisme korosi, ada
dua kemungkinan yang dapat mengakibatkan terbentuknya korosi celah
antara lain:
1) Perbedaan konsentrasi oksigen
Larutan yang berada dalam celah terisolasi dari larutan di luar celah
menyebabkan kandungan oksigen menjadi rendah. Sedangkan larutan
yang ada di luar celah secara kontinyu dapat menyerap oksigen dari udara,
sehingga konsentrasinya tetap tinggi.
Terjadinya perbedaan konsentrasi oksigen ini menyebabkan terbentuknya
sel korosi, yaitu: daerah dalam celahan menjadi anodik, dan daerah di luar
celahan menjadi katodik.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 39
2) Konsentrasi ion logam
Demikian pula perbedaan konsentrasi ion logam di dalam dan di luar celah
menyebabkan terbentuknya sel korosi; bagian dalam celah menjadi lebih
anodik
(a) tahap inisiasi (b) tahap propagasi
Gambar 3.6. Mekanisme korosi celah
Korosi celah dapat terjadi dalam berbagai jenis lingkungan, akan tetapi
adanya ion klorida dapat menyebabkan tingkat kerusakan akibat korosi ini
lebih parah. Umumnya logam-logam yang membentuk lapisan pasif,
seperti baja tahan karat dan aluminium lebih peka terhadap korosi celah.
Mekanisme reaksi korosi celah pada tahap awal reaksi berlangsung merata
di seluruh permukaan logam termasuk di sekitar dan di dalam celahan itu,
yaitu:
M → Mn+ + ne- (1)
2H2O + O2 + 4e- → 4OH- (4)
Setelah interval waktu tertentu konsentrasi oksigen di dalam celahan
menjadi sangat rendah, sehingga reduksi oksigen berhenti. Untuk
mengimbangi muatan positif yang dihasilkan reaksi anodik, terjadi
migrasi ion klorida ke dalam celahan membentuk garam klorida, MCl, dan
garam klorida ini akan terhidrolisis:
MCl + H2O → MOH + H+ + Cl- (6)
Terbentuknya ion hidrogen dan ion klrida menyebabkan laju kerusakan /
pelarutan logam M meningkat. Reaksi tersebut berlangsung terus menerus
karena bersifat otokatalitik.
O2
Cl- N
MO2
OM
O2
O
O2
Cl- N
O2
OMMM
O2 O2
O O
e
O e
MM
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 40
Meningkatnya reaksi anodik di bagian celahan, akan meningkatkan reaksi
reduksi di oksigen yang berlangsung di permukaan di sekitar celahan,
sehingga permukaan luar di sekitar celahan akan terproteksi secara
katodik.
Mekanisme Korosi Sumuran
Korosi sumuran terjadi karena serangan intensif setempat. Umumnya
ukuran sumuran ini relatif kecil dan tumbuh mengikuti arah gravitasi,
dengan diameter lebih kecil dari pada kedalamannya. Kerusakan logam
yang disebabkan korosi sumuran sangat berbahaya terhadap peralatan
karena dapat menginisiasi kerusakan setempat yang menjalar dan dapat
berakibat fatal.
Korosi sumuran dapat terjadi oleh beberapa penyebab di antaranya:
1) Cacat / goresan yang dilanjutkan dengan adanya genangan atau tetesan
air pada permukaan logam.
2) Adanya debu atau endapan-endapan kotoran yang kontak dengan
logam yang selanjutnya membentuk media elektrolit dan
menyebabkan serangan lokal.
3) Adanya inklusi logam-logam lain di dalam logam seperti slag (bijih
logam) dan sulfida di dalam baja.
Tahap propagasi dari sumuran melibatkan pelarutan logam di daerah
sumuran. Mekanismenya adalah sebagai berikut;
Reaksi anodik berlangsung di dalam sumuran, pada bagian dasar:
M → Mn+ + ne- (1)
Reaksi katodik berlangsung di permukaan logam di sekitar sumuran:
2H2O + O2 + 4e- → 4OH- (4)
kenaikan konsentrasi ion logam Mn+ di dalam sumuran menyebabkan
migrasi ion klorida ke dalam sumuran membentuk garam klorida, MCl,
sehingga semakin tinggi dan sebagian mengalami hidrolisis:
MCl + H2O → MOH + H+ + Cl- (6)
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 41
Gambar 3.7 Mekanisme korosi sumuran
Terbentuknya ion hidrogen dan ion klorida ini menjadikan konsentrasi
asam di dalam sumuran meningkat sehingga reaksi anodik menjadi lebih
cepat. Reaksi ini berlangsung terus-menerus karena bersifat otokatalitik.
Konsentrasi oksigen di dalam sumuran terus menurun sampai mendekati
nol, dan reduksi terhadap oksigen pun tidak berlangsung lagi. Dengan
demikian reduksi oksigen berlangsung dipermukaan di sekitar sumuran,
sehingga permukaan tersebut akan terproteksi secara katodik.
Secara praktis, korosi sumuran terjadi dalam lingkungan yang
mengandung ion klorida. Klorida dari garam tembaga (CuCl) dan besi
(FeCl3) lebih agresif dari pada klorida dari garam natrium (NaCl) dan
kalsium (CaCl2). Hal ini disebabkan karena tembaga klorida dan besi
klorida tidak membutuhkan oksigen untuk memulai terjadinya reaksi. Ion-
ion logam dari garam-garam tersebut dapat direduksi langsung, seperti
reaksi berikut ini;
Cu2+ + 2e → Cu (7)
Fe3+ + e→ Fe2+ (8)
Dalam kondisi larutan diam (tergenang) korosi sumuran cenderung terjadi,
sedangkan dalam kondisi larutan mengalir kecenderungan akan menurun.
Baja tahan karat lebih peka terhadap korosi sumuran dibandingkan logam
lainnya.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 42
3.4 Termodinamika Korosi
Korosi dalam larutan berbasis air merupakan korosi kimia, yaitu korosi
yang melibatkan pertukaran elektron atau muatan. Perubahan potensial
elektrokimia atau aktivitas elektron atau ketersedian permukaan akan
berpengaruh terhadap laju reaksi korosi. Termodinamika memberikan
penjelasan mengenai perubahan energi yang terjadi dalam reaksi-reaksi
elektrokimia dari korosi. Perubahan energi ini akan menjadi daya dorong
dan pengendali arah reaksi spontan. Jadi dengan termodinamika dapat
ditentukan kondisi-kondisi mana yang dapat dibuat agar korosi dapat
dicegah. Termodinamika tidak menentukan berapa laju korosi yang sedang
berlangsung. Laju korosi hanya ditentukan dengan hukum-hukum kinetika.
Gambar 3.8. Skema struktur permukaan elektroda dan kapasitor
padanannya
Sebuah logam konduktif yang mengandung elektron-elektron mobil
membentuk antar muka yang komplek dengan larutan berbasis air.
Molekul H2O yang tidak simetris dan polar, di mana atom-atom H berkutub
_
_
_
_
_
_
_
+
+
+
+
+
Inner layer of polar
Water molecules
elec
tro
de
Outer Helholtz
layer
Solvated
cation
+
+
+
+
+
+
+
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 43
positif, dan O negatif, tertarik ke permukaan logam konduktif itu
membentuk lapisan pelarut yang polaritasnya terarah, sehingga akan
menghalangi mendekatnya spesi-spesi bermuatan atau ion-ion dari
larutan. Ion-ion juga melindungi dirinya dengan molekul-molekul air
sehingga membatasi jaraknya dengan permukaan konduktif. Bidang antar
muka antara kation-kation dengan permukaan logam bermuatan negatif
sering kali disebut sebagai bidang luar Helmholtz seperti ditunjukkan pada
Gambar 3.8. Medan listrik pada struktru lapisan rangkap mencegah
pertukaran muatan, dan oleh karenanya membatasi reaksi elektro-kimia pada
permukaan.
Energi Bebas dan Potensial Elektroda.
Marilah kita ambil sebuah contoh, pada reaksi korosi logam seng dalam
larutan asam klorida berikut:
Zn + 2HCl → ZnCl2 + H2 (9)
Dalam setiap reaksi semacam ini akan selalu terjadi perubahan energi
bebas, G. Bila jumlah energi yang dikandung oleh produk reaksi lebih
rendah dari pada reaktan, maka G negatif, dan hal ini menunjukkan
bahwa reaksi spontan. Reaksi antara logam seng dan larutan asam klorida
di atas sebenarnya adalah reaksi logam dan ion-ion, oleh karenya dapat
juga dituliskan sebagai berikut:
Zn + 2H+ → Zn2+ + H2 (10)
Reaksi tersebut dapat dipecah menjadi dua reaksi elektrokimia setengah-
sel, yaitu:
Zn → Zn2+ + 2e- (11)
dan
2H+ + 2e- → H2 (12)
yang melibatkan pertukaran elektron-elektron, e-. Penjumlahan reaksi-
reaksi (11) dan (12) akan menghasilkan reaksi (12).
Perubahan energi bebas, G, berkaitan dengan potensial elektrokimia, E,
seperti dapat dilihat pada persamaan dasar berikut:
G = - nFE (13)
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 44
n = jumlah mol elektron yang dipertukarkan, dan
F = konstanta Faraday yang besarnya 96.500 colomb/mol.
Dengan demikian kita mempunyai persamaan dasar yang menghubungkan
antara muatan dan potensial terhadap perubahan energi bebas. Dari
persamaan reaksi (11) dan (12), dapat kita ketahui bahwa nilai n adalah 2,
dan merupakan bilangan oksidasi dari reaksi (9). Tanda negatif (-) dalam
persamaan (13) menunjukkan arti yang sebaliknya yaitu jika potensialnya
positif, akan menghasilkan perubahan energi bebas, G, bernilai negatif
yang merupakan syarat untuk terjadinya suatu reaksi spontan.
Reaksi (11) adalah suatu reaksi oksidasi, dalam reaksi ini terjadi kenaikaan
bilangan oksidasi dari 0 menjadi +2, yang secara elektrokimia
didefinisikan dengan istilah sebagai sebuah reaksi anodik.
Sedangkan reaksi (12) adalah reaksi reduksi, dalam reaksi ini terjadi
penurunan bilangan oksidasi hidrogen dari +1 ke 0, dan didefinisikan
secara elektrokimi sebagai reaksi katodik.
Reaksi-reaksi setengah sel itu, (11) dan (12), juga mengalami perubahan
energi bebas, G, yang analog terhadap potensial anoda, ea, dan potensial
katoda, ec; dan jumlah potensial-potensial ini sama dengan E, yang nilainya
sama dengan potensial elektrokimia pada persamaan (13)
E = ea + ec (14)
Potensial ea dan ec →biasanya disebut dengan istilah yang berbeda-beda
antara lain potensial setengah sel, elektroda tunggal atau potensial
reduksi/oksidasi. Ketiga istilah itu dalam literatur sering diterima sebagai
sinonim dan sering membingungkan.
Penggunaan salah satu istilah dari ketiganya itu biasanya dengan
pengertian yang memerlukan penjelasan tersendiri, tetapi untuk istilah
potensial elektroda setengah sel nampaknya mempunyai arti yang jelas
dan dengan mudah dapat dikenali dan akan banyak digunakan hal di buku
ini.
Jika produk dan reaktan dalam reaksi-reaksi (11) dan (12) dalam kondisi
standart maka nilai potensial elektroda setengah sel dinyatakan dengan
tanda o
ae dan o
ce . Aktivitas dari masing-masing reaktan dan produk
didefinisikan sebagai kesatuan untuk keadaan standar. Untuk larutan encer
atau dengan solute yang terpisah seperti banyak kejadian pada peristiwa
korosi aktivitas dinyatakan dengan pendekatan konsentrasi. Untuk bahan
padat aktivitasnya dinyatakan dengan angka 1, dan untuk gas tekanan 1
atm diambil sebagai keadaan standart.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 45
3.5 Polarisasi
Reaksi kimia semacam reaksi (11) dan (12) berlangsung dengan laju
terbatas. Apabila elektron tersedia cukup untuk reaksi (12) maka potensial
poermukaan menjadi lebih negatif, seolah-olah adanya kelebihan elektron
itu dengan muatan negatifnya terakumulasi pada antara-muka
logam/larutan yang siap mengadakan reaksi. Akan tetapi reaksi yang trjadi
tidak cukup cepat untuk mengakomodasi kelebihan elektron itu. Kelebihan
muatan negatif ini disebut sebagai polarisasi katodik. Sejalan dengan itu
defisiensi elektron seperti yang dibebaskan melalui reaksi (11) pada antar
muka logam menyebabkan polarisasi positif yang disebut sebagai
polarisasi anodik. Sejalan dengan bertambahnya polarisasi positif,
kecenderungan anoda untuk larut (mengalami reaksi oksidasi) juga
bertambah besar. Polarisasi positif pada anoda menunjukkan adanya
driving force atau dorongan tambahan untuk terjadinya korosi seperti pada
reaksi (11). Apabila potensial permukaan lebih positif maka korosifitas
larutan menjadi bertambah karena meningkatnya polarisasi anodik.
E
Ecorr LAJU KOROSI
Gambar 3.9. Skema polarisasi anodik, a
Dalam elektrolit berpelarut air, permukaan akan mencapai potential yang
mantap, Ecorr, yang tergantung kepada kemampuan dan laju pertukaran
elek-tron yang mengikuti reaksi-reaksi katodik dan anodik. Potensial
permukaan akan naik di atas Ecorr menjadi E, reaksi anodik atau reaksi
korosi umumnya meningkat seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9.
Polarisasi anodik didefinisi-kan sebagai = E – Ecorr. Tanpa adanya
polarisasi sidikit kenaikan potensial akan menyebabkan kenaikan laju
korosi yang sangat besar.
(-)
PO
TEN
SIA
L→(+
)
a
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 46
3.6 Pasivasi
Untuk kebanyakan logam, termasuk besi, nikel, krom, titanium, dan kobalt,
laju korosinya akan menurun ketika potensial permukaan berada diatas
potensial kritis Ep seprti ditunjukkan pada Gambar 3.10. Ketahanan
terhadap korosi di atas Ep ini berada di antara daerah-daerah yang
mempunyai daya korosi besar (dikarenakan adanya polarisasi anodik yang
tinggi) disebut sebagai pasivitas. Dibawah Ep logam-logam terkorosi
dengan laju yang relatif tinggi. Laju korosi pada daerah pasif ini sangat
rendah, yaitu 103 sampai dengan 106 kali lebih kecil dibandingkan dengan
laju korosinya.
p
asif
Ep
aktif
1 10 102 103 104 105 106 107
LAJU KOROSI
Gambar 3.10 Pasivitas pada potensial di atas potensial Ep
Pasivitas ini disebabkan karena terbentuknya film pelindung yang sangat
tipis, yang berupa oksida terhidrasi, produk korosi yang menempel pada
permukaan dan bertindak sebagai barrier (isolator) sehingga reaksi anodik
lebih lanjut tidak terjadi. Tergantung kepada po tensial atau daya oksidasi
larutan, sebuah paduan logam menempati daerah pasif di atas Ep atau
daerah aktif di bawahnya. Sebagai contoh SS tipe 304 pasif pada daerah
teraerasi tetapi menjadi aktif ini jika berada di air laut yang tidak teraerasi.
(-)
PO
TEN
SIA
L→(+
)
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 47
Gaya Gerak Listrik (emf)
Sebuah daftar dalam tabel berikut berisi potensial elektrode setengah sel
yang merupakan dasar dari deret Gaya Gerak Listrik (GGL) atau
electromotive forc, emf. Masing-masing reaksi setengah sel yang tertera
dalam Tabel 3.1 ini menunjukkan interest tertentu dalam korosi.
Tabel 3.1 Potensial Gaya Gerak Listrik Standar (Potensial
Reduksi)
Reaksi Potensial standar, eo
(volt vs SHE)
Mulia Au3+ + 3e- → Au +1,498
Cl2 + 2e- → 2 Cl- +1,358
O2 + 4H+ + 4e- → 2H2O (pH 0) +1,229
Pt3+ + 3e- → Pt +1,200
O2 + 2H2O + 4e- → 4OH- (pH 7)a +0,820
Ag+ + e- → Ag +0,799
Hg+2
2 + 2e- → Hg +0,788
Fe3+ + e- → Fe2+ +0,771
O2 + 2H2O + 4e- → 4OH- (pH 14) +0,401
Cu2+ + 2e- → Cu +0,337
Sn4+ + 2e- → Sn2+ 0,15
2H+ + 2e- → H2 0,000
Pb2+ + 2e- → Pb -0,126
Sn2+ + 2e- → Sn -0,136
Ni2+ + 2e- → Ni -0,250
Co2+ + 2e- → Co -0,277
Reaksi Potensial standar, eo
(volt vs SHE)
Cd2+ + 2e- → Cd -0,403
Fe2+ + 2e- → Fe -0,440
Cr3+ + 3e- → Cr -0,744
Zn2+ + 2e- → Zn -0,763
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 48
2H2O + 2e- → H2 + 2OH- -0,828
Al3+ + 3e- → Al -1,662
Mg2+ + 2e- → Mg -2,363
Na+ + e- → Na -2,714
Aktif K+ + e- → K -2,925 aNot a standard state but included for reference
Sumber: A. J. deBethune and N.S. Loud, Standard Electrode Potentials
and temperature Coeficients at 25oC, Clifford A. Hampel,
Skokie, 1ll, 1964
Seperti ditunjukkan pada tabel, ujung atas dari deret GGL ini diberi nama
ujung mulia, nama yang diturunkan dari istilah populer logam mulia Au
dan Pt. Setara dengan itu ujung bawah diberi nama ujung aktif, sesuai
dengan istilah anggota paling ujung adalah logam-logam aktif Na dan K.
Pengukuran nilai mutlak potensial elektroda setengah sel adalah hal yang
tidak mungkin dilakukan. Pengukuran potensial elektroda setengah sel
harus meli-batkan dua sel tunggal. Jadi untuk menentukan harga GGL
suatu setengah sel, satu-satunya cara ialah dengan pengukuran nisbi
(relatif) yaitu elektroda lain yang dipasangkan berperan sebagai elektroda
pembanding. Dalam keadaan standart titik nol atau titik acuan nilai GGL
digunakan potensial setengah sel dari setengah reaksi sel hidrogen, 2/ HH
e +
. Nilai sebenarnya dari 2/ HH
e + , tetapi hal ini dibuat fdemikian hanya untuk
memudahkan saja, sebab jika dihitung menggunakan persamaan (13)
besarnya energi bebas dari persamaan reaksi (12) juga tidak sama dengan
nol.
Potensial elektroda setengah sel pembanding ditetapkan menggunakan
Elektroda Hidrogen Standar atau Standard Hydrogen Electrode (SHE).
Tetapi dengan nilai potensial setengah sel yang sudah diketahui dapat juga
digunakan elektroda pembanding lain yaitu: Saturated Calomel Electrode
(eSCE=0,241V), dari kalomel (Hg2Cl2), copper-coppersulfate electrode
yang biasa digunakan di lapangan dengan harga CuCu
e/2+ = 0,340-
log[Cu2+]. Koreksi terhadap aktivitas Cu2+ pada konsentrasi pekat
menempatkan potensial pada 0,318volt versus SHE, atau untuk tujuan
praktis dilapangan digunakan angka 0,3 volt.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 49
Efek konsentrasi terhadap potensial elektroda
Sel-sel elektroda standar dibuat sangat hati-hati untuk
mendapatkan hasil pengukuran yang tepat. Dari kebanyakan kondisi
korosif hanya sedikit yang secara kebetulan sesuai dengan kondisi
termodinamika seperti yang ditunjukkan untuk setengah sel. Keadaan
standar diperlukan oleh semua reaktan dan produk pada satuan aktivitas.
Oleh karena itu beberapa alat harus disediakan untuk menghitung potensial
elektroda setengah sel yang mungkin menyimpang dari nilainya dalam
keadaan standar. Marilah kita ambil sebuah reaksi setengah sel umum
berikut ini:
aA + mH+ + ne- → bB + dH2O (15)
yang berasal dari satuan aktivitas yang dapat diprediksi dari persamaan
Nernst, yang diturunkan sebagai berikut:
Perubahan energi bebas pada keadaan standar, Go, dan keadaan non
standa r, G, untuk reaksi (15)
Go = (bo
BG + do
OHG2
) - (ao
AG + do
HG + )
dan
G = (b BG + d OHG2
) - (a AG + d +HG )
Dari perubahan energi bebas dalam keadaan standar dan keadaan non
standar di atas didapatkan:
G -Go = (b BG + d OHG2
) - (a AG + d +HG ) -(b
o
BG + do
OHG2
) - (ao
AG + d
o
HG + ) (16)
Sebagai contoh untuk produk A, dengan konsentrasi [A] yang
memungkinkan untuk melakukan reaksi, yang selanjutnya disebut
aktivitas dari A, dihubung-kan terhadap perubahan energi bebas dari
keadaan standar, (GA-o
AG ) maka
(GA-o
AG ) = aRT ln [A] = RT ln [A]a,
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 50
dengan R adalah konstanta gas dan T adalah temperatur mutlak. Substitusi
persamaan ini dengan parameter yang ekivalen untuk reaktan dan produk
lain ke dalam persamaan (18) didapatkan:
G -Go = RT lnma
db
HA
OHB
][][
][][ 2
+
jika disubstitusikan G = -nFe dan Go = -nFeo menjadi ekivalen dengan
e = eo - ma
db
HA
OHB
nF
RT
][][
][][ln 2
+ (17)
Persamaan (17) dikenal dengan persamaan Nernst. Untuk kemudahan
biasanya persamaan itu diubah menjadi
e = eo + db
ma
OHB
HA
nF
RT
][][
][][log
3,2
2
+
(18)
Jika nilai dari masing-masing konstanta disubstitusikan nilai kuantitatif
2,3RT/F adalah 0,059V pada 25oC. Dalam larutan berpelarut air nilai
aktivitas air 1, dan dengan mengingat bahwa pH = - log[H+] persamaan
(18) menjadi
e = eo + pHn
m
B
A
n b
a
059,0][
][log
059,0− (19)
Penentuan arah reaksi dengan penentuan energi bebas
Untuk memprediksi arah suatu reaksi elektrokimia spontan, pertama-tama
reaksi harus dipisahkan menjadi reaksi-reaksi setengah selnya. Untuk
reaksi
Zn + 2HCl → ZnCl2 + H2 (9)
yang dapat dipisah menjadi reaksi-reaksi setengah sel seperti berikut ini:
Zn → Zn2+ + 2e- (11)
dan
2H+ + 2e- → H2 (12)
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 51
arah reaksi spontan dapat diturunkan secara konvensional denngan cara
menghitung junlah aljabar potensial elektroda setengnah selnya, yang
menghasilkan potensial sel, E
E = ea + ec (14)
yang kemudian dapat disubstitusikan ke dalam persamaan (13) untuk
mengetahui besarnya perubahan energi bebas, G. Jika nilai E positif
berarti nilai G negatif, hal ini menunjukkan bahwa reaksi dengan arah
yang dituliskan berlangsung spontan. Tetapi haruslah ditekankan bahwa
reaksi yang spontan tidak berarti harus berjalan cepat.
Biasanya untuk menghitung nilai ea dan ec harus digunakan persamaan
Nernst. Akan tetapi dalam contoh di atas semua reaksi setengah sel, untuk
tujuan memudahkan, diasumsikan pada keadaan standar, sehingga
potensial elektroda sel dapat langsung diambil dari Tabel 3.1.
Dalam contoh di atas reaksi (11) merupakan reaksi oksidasi. Oleh karena
itu jika disubstitusikan pada persamaan (14) maka tanda dari nilai potensial
elek-troda setengah selnya harus dibalik, (+) jadi (-) dan sebaliknya.
Sedangkan reaksi (12) adalah reaksi reduksi, maka nilai potensial elektroda
setengah sel dapat langsung diambil dari tabel (12) tanpa harus mengubah
tandanya. Untuk contoh itu;
Zn → Zn2+ + 2e- ea = +0,763
2H+ + 2e- → H2 ec = 0,000 +
Zn + 2HCl → ZnCl2 + H2 E = + 0,763
Dengan demikian berarti harga G negatif, dan ini menunjukkan bahwa
reaksi (9) seperti yang dituliskan itu berlangsung spontan.
Tugas:
Perhatikan reaksi berikut ini: 3Pb + 2Al3+ → 3Pb2+ + 3 Al.
Selidikilah, apakah arah reaksi sudah sesuai untuk reaksi yang berlangsung
spontan?
Penentuan arah reaksi dengan pengamatan
Prosedur penentuan arah reaksi seperti diuraikan di atas merupakan
prosedur yang banyak digunakan. Tetapi prosedur berikut mungkin dapat
digunakan sebagai pilihan. Sebuah aturan yang masuk akal berikut ini
berasal dari hasil perhitungan energi bebas:
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 52
“reaksi setengah sel dengan potensial elektroda ½ sel yang lebih aktif
(lebih negatif) selalu bertindak sebagai bagian yang teroksidasi, sedangkan
yang lainnya, yaitu yang potensial eletroda ½ selnya lebih mulia (lebih
positif) akan merupakan bagian yang tereduksi”
Dengan memperhatikan posisi masing-masing reaksi dalam Tabel
3.1. maka dapat dipastikan bahwa untuk reaksi antara Zn dan H+, Zn
merupakan bagian yang terosidasi dan H+ merupakan bagian yang
tereduksi. Untuk Reaksi antara Al dan Pb, karena posisi Al lebih aktif,
maka Al akan merupakan bagian yang mengalami oksidasi, dan Pb
merupakan bagian yang tereduksi.
3.7 Diagram Potensial vs pH (Diagram Pourbaix)
Penggunaan dan keterbatasan-keterbatasan
Diagram potensial vs pH mungkin dapat dibayangkan sebagai sebuah peta
yang menunjukkan kondisi kebasaan atau keasaman dari larutan sebagai
fungsi stabil yang ada dalam suatu sistem elektrokimia. Garis-garis
pembatas pada diagram ini memisahkan daerah-derah kestabilan yang
diturunkan dari persamaan Nernst (19). Diagram ini dapat diaplikasikan
dalam banyak hal seperti pada sel bahan bakar, baterei, elektroplating, dan
metalurgi ekstraktif. Tetapi pembahasan dalam masalah ini dibatasi pada
aspek-aspek yang berkaitan dengan korosi logam yang berada dalam
elektrolit berpelarut air. Prof. Marcel Pourbaix adalah orang pertama yang
memperkenalkan aplikasi diagram ini.
Diagram Pourbaix menunjukkan reaksi dan produk-produk reaksi setelah
kondisi kesetimbangan tercapai, dengan asumsi semua reaksi yang
mendahului telah diperhitungkan. Koleksi diagram-diagram semacam ini
oleh Pourbaix memberikan banyak sistem kesetimbangan yang lengkap
dari kebanyakan reaksi yang terjadi di dalam air murni. Hal yang menarik
adalah adanya peta kondisi dalam diagram ini yang secara termodinamika
tidak memungkinkan terjadinya korosi. Oleh karena itu untuk beberapa
kasus potensial atau pH dapat diatur untuk menghindari terjadinya korosi.
Untuk kondisi biasa pada daerah-daerah tertentu di dalam diagram itu
korosi dapat terjadi, tetapi laju korosi tidak dapat diprediksi.
Termodinamika lebih berguna pada temperatur tinggi karena korosi dapat
berlangsung dengan laju lebih tinggi dan kesetimbangan dapat lebih cepat
tercapai. Walaupun diagram Pourbaix menyajikan fase-fase stabil dari
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 53
kondisi tertentu, fase-fase lain yang secara termodinamika tidak stabil dan
mendahului fase stabil itu, bisa jadi masih ada, sebab dikomposisinya
berlangsung lambat.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa termodinamika dan diagram
Pourbaix yang diturunkan dari termodinamika tidak dapat memberikan
informasi tentang laju korosi.
Air dan Oksigen terlarut
Marilah kita perhatikan kembali kesetimbangan antara gas hidrogen dan
larutan asam dalam persamaan (12) berikut:
2H+ + 2e- → H2 (12)
Sebuah reaksi yang ekivalen dengan persamaan (14) dalam larutan netral
atau basa adalah:
2H2O + 2e- → H2 + 2OH- {a}
merupakan persamaan reaksi (12) yang pada kedua sisinya ditambah
dengan ion OH–
dengan jumlah yang sama. Jadi pada pH tinggi dimana
ion OH– lebih dominan dari pada ion H+, sehingga persamaan itu menjadi
lebih cocok untuk dipertimbangkan.
Persamaan
pHee o
HHHH059,0
22 //−= ++ (20)
yang diturunkan dari persamaan (19) menunjukkan ketergantungan dari
poten-sial elektroda setengah sel terhadap pH. Persamaan (20) dapat diplot
pada diagram potensial / pH Pourbaix dan diberi label sebagai reaksi {a}.
Dari persamaan (20) itu dapat diharapkan bahwa o
HHe
2/+ = 0 pada pH 0
dan slope dari diagram itu adalah 0,059 V
Pada potensial reduksi lebih positif terhadap o
OHOe22 / (lebih mulia) di
dalam berbagai pH, air menjadi tidak stabil dan teroksidasi menjadi O2. Di
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 54
bawah o
OHOe22 / air stabil, dan jika ada oksigen terlarut akan tereduksi
menjadi air.
Akhirnya diagram ini di bagi menjadi tiga daerah yaitu:
Daerah atas : air bersifat anodik, terelektrolisis menjadi gas
O2.
Daerah bawah : air bersifat katodik terelektrolisis menjadi gas
H2.
Daerah tengah : air stabil dan tidak mengalami elektrolisis.
Gambar 3.11 Digram Potensial vs pH kondisi stabilitas air
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 55
Berikut ini Diagram stabilitas logam-logam terkorosi
a) Baja
a) Alumunium
b) Nikel
c) Tembaga
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 56
Gambar 3.12. Diagram Pourbaix
untuk a) baja, b) Alumunium, c)
Nikel, d) Tembaga e) Zinc
d) Zinc
3.8. Rangkuman
1) Korosi kimia adalah korosi yang terjadi di dalam media air.
2) Media air berarti juga berada di dalam tanah basah, atau di dalam
udara lembab.
3) Korosi kimia terjadi apabila logam berada dalam sistem
elektrokimia, yang di dalamnya terdapat anoda, katoda, elektrolit,
dan konduktor.
4) Pasangan dua logam berbeda jika membentuk sel galvanism aka
logam yang lebih aktif akan terkorosi sedangkan logam yang lebih
nobel akan terproteksi.
5) Korosi dalam media air dipengaruhi oleh banyak factor antara lain,
suhu, pH, konsentrasi, dan adanya kandungan zat-zat lain yang
dapat memperparah korosi, seperti oksigen dan ion klorida.
3.9 Tugas Praktikum:
Judul Praktikum II: SEL GALVANIS
Tujuan: Setelah melaksanakan praktikum ini mahasiswa memahami
adanya proses reaksi redoks di dalam sistem elektrokimia yang
tersusun atas dua jenis logam
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 57
Alat :
• Gelas Kimia 250 ml
• kabel dengan penjepit buaya
• pH meter
• Beberapa batang logam
• pipa U
• selotip
Bahan : Air, NaCl, indicator pp
Cara kerja: (A)
1) Siapkan larutan garam dapur, NaCl, kira-kira 0,5 gram dalam 100
ml liter air
2) tambahkan beberapa tetes indicator pp dalam larutan tersebut
3) masukkan larutan tersebuit ke dalam sebuah pipa U, kira-kira 1
cm dari ujung pipa.
4) pasang / tempelkan pipa U tersebut dengan menggunakan selotip
di papan tulis putih.
5) masukkan batang seng di salah satu ujung pipa U, dan batang
tembaga di ujung yang lain, keduanya dihubungkan dengan kabel
berpenjepit buaya.
6) amati dan catat waktu yang diperlukan untuk mulai timbul warna
merah di permukaan dari salah satu elektroda.
Sambil menunggu hasil pengamatan kerjakan cara kerja (B) berikut
ini
Cara kerja (B)
1) Siapkan larutan garam dalam gelas kimia (sisa pekerjaan A.
langkah 1)
2) masukkan dua logam yang berbeda pada sisi-sisi yang berbeda
3) hubungkan kedua logam dengan kabel berpenjepit buaya
4) masukkan ‘probe’ pH meter ke dalam larutan dekat/hampir
nempel dengan katoda.
5) catat perubahan pH setiap menit, mulai dari menit pertama,
selama paling tidak 30 menit
Tugas
1) Catat data dan buat pembahasan
2) Tuliskan persamaan reaksi yang terjadi pada masing-masing
elektroda
3) Buat kesimpulan dari percobaan ini.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 58
a) Percobaan A b)Percobaan B
pH meter
Gambar 3.14. Sel Galvanis a) Percobaan A logam seng dan tembaga
diujung pipa U, b) percobaan B logam seng dan tembaga di
dalam beaker glass diukur pH larutan
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 59
BAB IV
PENGUKURAN LAJU KOROSI
Kompetensi Khusus:
Setelah mempelajari bagian ini mahasiswa dapat melakukan pengujian laju
korosi dengan metode kehilangan berat.
4.1. Pendahuluan
Dalam teknologi korosi cara pengujian untuk penentuan laju
korosi yang paling mendasar adalah metode pemaparan (exposure testing),
dengan penekanan pada anggapan bahwa korosi yang terjadi adalah korosi
merata. Dalam metode ini terhadap kupon-kupon sampel dikerjakan
perlakuan yang sama atau mirip dengan pemaparan yang akan dialami oleh
material dalam aplikasi, kemudian diukur berapa massa yang hilang akibat
korosi. Oleh karena itu metode ini disebut juga dengan metode kehilangan
berat atau weight loss method.
4.2. Tujuan Penentuan Laju Korosi
Pengujian laju korosi paling tidak mempunyai salah satu dari
tujuan-tujuan berikut ini
1) Seleksi bahan, yaitu untuk memilih bahan logam atau paduan yang
terbaik untuk aplikasi tertentu.
2) Mengevaluasi bahan paduan baru (produk dari inovasi baru)
3) Membantu mengevaluasi dan mengembangkan paduan tahan
korosi.
4) Memberikan verifikasi bahwa bahan atau paduan yang akan
dikirim sudah melalui mekanisme spesifikasi kendali mutu.
5) Mengevaluasi lingkungan dan kendali-kendalinya (mis. Inhibitor)
6) Mencari cara yang paling ekonomis untuk mengurangi korosi.
7) Mempelajari mekanisme korosi.
4.3. Preparasi sampel
Kupon-kupon sampel dibuat dari persediaan pelat bahan paduan
yang baiasa digunakan untuk pembuatan konstruksi. Bentuk kupon sampel
biasanya segi empat, tetapi juga berbentuk bulat seperti koin. Cara paling
murah dalam pembuatan kupon adalah dengan cara pengeplongan
(punching), atau pengguntingan, yang menghasilkan bagian tepi sampel
mengalami perlakuan mekanik dingin. Karena perlakuan mekanik dingin
ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laju korosi, maka paling
tidak bagian tepi kupon ini harus digosok agar ketebalannya rata.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 60
Kupon-kupon sampel yang berbetuk koin dapat diproduksi
secara lebih efisien, dengan dimensi yang lebih seragam, tetapi
menghasilkan limbah lebih banyak pula. Sedangkan kupon berbentuk segi
empat lebih sedikit menyisakan bahan sisa tetapi, kecenderungan untuk
tidak seragam lebih besar.
Kupon sampel (koin)
Sisa/sampah
(terbuang/recycled)
Kupon segi empat
Semua bagian digunakan
(tidak menyisakan sampah)
Gambar 4.1. Dua macam bentuk kupon sampel
Perlakuan akhir terhadap permukaan sebelum dilakukan
pengujian laju korosi merupakan langkah penting yang harus dilakukan
secara sistematis. Penggosokan menggunakan ampelas biasanya
menggunakan kertas ampelas jenis karbida atau kertas diamond 120 grit.
Untuk tujuan penelitian biasanya dilakukan juga pemolesan permukaan
dan pemolesan elektrokimia, tetapi akan memakan biaya yang jauh lebih
mahal. Pengampelasan biasanya dilakukan dalam keadaan basah untuk
menghindari efek panas yang dapat menyebabkan kerusakan struktur
metalurgi kristal logam. Semua pekerjaan perlakuan akhir ini harus
dilakukan secara sangat hati-hati untuk mencegah terjadinya penempelan
bahan asing pada permukaan. Pada setiap langkah harus digunakan kertas
gosok yang bersih.
Perlu ditambahkan bahwa terhadap setiap sampel sebelum
dipaparkan perlu dilakukan pengukuran beratnya dalam satuan 60illigram,
dan luas seluruh permukaan terpapar dalam satuan inci kuadrat. Data ini
diperlukan untuk perhitungan laju korosi.
4.4. Pemaparan sampel (Specimen exposure)
Dalam penentuan laju korosi secara eksperimen pemaparan dapat
dilakukan dengan dua kemungkinan cara yaitu:
1) Pemaparan pada lingkungan nyata/sebenarnya
2) Pemaparan dengan lingkungan simulatif.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 61
4.5.1. Pemaparan pada lingkungan sebenarnya:
Sejumlah spesimen di gantung berjajar pada rak dan kaitan dari
kayu atau bahan apa saja selain logam, kemudian ditempatkan pada
lingkungan dimana material itu akan diaplikasikan. Jumlah spesimen
tergantung berapa kali dalam penelitian itu akan dilakukan. Misalnya akan
dilakukan penelitian terhadap perilaku korosi logam L di daerah tertentu,
misalnya: pasar, terminal, ataupun peternakan, selama setahun. Jika
pengamatan akan dilakukan tiap mingu maka diperlukan 52 spesimen,
tetapi jika akan dilakukan pengamatan tiap satu bulan sekali berarti
diperlukan 12 spesimen. Jumlah spesimen akan bertambah jika jenis
logam merupakan variabel.
Paduan L1: →
Paduan L2: →
Paduan L3: →
Sampel utk ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑
Pengamatan ke: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gambar 4.2. Rak sampel untuk pemaparan di luar ruangan / di lapangan
4.5.2. Pemaparan dalam lingkungan Simulatif.
Sampel disusun dalam tatakan dan dimasukkan dalam tabung simulator.
Lingkungan di dalam tabung itu diupayakan mendekati keadaan yang ada
di lapangan. Variasi-variasi yang ada di lingkungan, seperti tingkat
keasaman, kelembaban dan sedapat mungkin dikendalikan, atau paling
tidak dapat diketahui perubahannya.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 62
A
B
C
D
E
F
G
Gambar 4.3. Bejana untuk pemaparan simulatif
A: Kondensor, B: Thermometer, C: penggelembung gas, D: sampel
dalam zona uap (atmosferik), E: sampel tercelup sebagian, F: sampel
tercelup, G: mantel pemanas.
4.5. Pencucian sampel.
Permukaan sampel yang sudah dipaparkan harus dibersihkan dari
semua produk korosi dan benda-benda asing sebelum dilakukan
pengukuran berat akhir. Pekerjaan ini harus dilakukan secara sangat hati-
hati. Pembersihan permukaan dapat dilakukan secara mekanik, atau secara
kimia, dan yang sering adalah kedua-duanya. Idealnya permukaan yang
sudah dibersihkan itu bebas dari semua produk korosi tetapi tidak sampai
menghilangkan bagian yang tidak mengalami korosi, tetapi hal ini jarang
dapat dicapai. Untuk mendekati tujuan ini biasanya pembersihan
permukaan dari produk korosi dilakukan dengan cara pencucian secara
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 63
berulang-ulang menggunakan larutan kimia tertentu, sambil diselingi
pengeringan dan penimbangan. Setelah didapatkan berat konstan
pencucian dapt dihentikan (lihat Gambar 4). Ekstrapolasi dari periode
kehilangan berat (BC) menuju awal pencucian di dapatkan titik D
merupakan angka yang paling akurat untuk berat yang hilang dari kupon.
Gambar 4.4 Skema kehilangan berat selama pencucian sampel.
(Dari B.J. Moniz, Process Industries Corrosion, B.J. Moniz and W.I.
Pollock, eds., NACE, Houston, p 69, 1986. Reprinted by permission,
National Association of Corrosion Engineers.)
Reagen untuk pencucian sampel.
Untuk mengetahui laju korosi setelah sampel dipaparkan, maka terhadap
sampel perlu dilakukan pencucian dengan prosedur yang benar. Pencucian
kadang-kadang hanya dilakukan dengan pencelupan ke dalam larutan
pencuci dingin diselingi dengan pengeringan, dikerjakan secara berulang-
ulang sampai didapatkan berat konstan. Untuk paduan tertentu kadang
perlu disekrab bahkan larutan perlu dipanaskan.
Tabel 5.2 Reagen yang disarankan untuk digunakan sebagai bahan
pencuci
Material Bahan
pencuci
Waktu
Menit)
Temp.( oC) Catatan
Aluminium
dan paduan Al
HNO3 70%
atau
2-3 ruangan Diikuti dengan
skrab ringan
WEI
GH
T LO
SS
JUMLAH PENGULANGAN PENCUCIAN A
B
C
D
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 64
2%CrO3,
5%H3PO3
10 79-85 Digunakan jika
lapisan oksida tahan
thd HNO3. Tindakan
diikuti dengan
Pencucian dengan
HNO3
Tembaga dan
paduan
tembaga
HCl 15-20%
atau
2-3 ruangan Diikuti dengan
skrab ringan
H2SO4 5-10% 2-3 ruangan Diikuti dengan
skrab ringan
Besi dan Baja NaOH 20%+
200g/L debu
Zn
5 mendidih -
atau
50g/LHCl pkt,
SnCl2, + 20g/L
SbCl3
Sampai
bersih
dingin -
Stainless steel HNO3 10% Smp
bersih
60 Hindarkan kontak
dg klorida
Nikel dan
paduannya
HCl 15-20%
atau
Smp
bersih
ruangan
H2SO4 10% Smp
bersih
ruangan
4.6. Satuan-satuan dan Perhitungan laju korosi
Laju korosi dinyatakan dalam mils (1 mil = 0,001 inci) per tahun atau
sering disingkat MPY, yang dapat dihitung dengan rumus
Laju korosi, r = DAT
W534 (mpy) (5.1)
W = berat yang hilang dalam satuan milimeter (mm),
D = densitas sampel dalam satuan gram/cm3,
A = luas seluruh permukaan terpapar dengan satuan in2, dan
T = waktu dalam satuan jam.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 65
Tabel 5.1. Kriteria Laju Korosi
Ketahanan
korosi relatif
(Kriteria)
Laju Korosi dalam satuan ...
mpy mm/th μm/th nm/jam pm/dtk
Luar biasa
(Outstanding) 1 0,002 25 2 1
Sangat baik
(Excellent) 1-5
0,002 -
0,1 25 - 100 2 -10 1 - 5
Baik
(Good) 5 - 20 0,1 - 0,5
100 -
500 10 - 50 5 - 20
Sedang
(Fair) 20 - 50 0,5 - 1
500 -
1000 50 - 150 20 - 50
Buruk
(Poor)
50 -
200 1 - 5
1000 -
5000 150 - 500 50 - 200
Parah
(unacceptable) 200+ 5+ 5000+ 500+ 200+
Latihan:
1. Dari manakah angka 534 pada rumus laju korosi (5.1) diturunkan
2. Sebuah pelat baja karbon yang berukuran lebar 3 cm, panjang 5 cm
dan tebal 2 mm dan dengan densitas 7,90 diuji laju korosinya di bawah
atmosfer terbuka. Setelah persis 30 hari pelat tersebut dibersihkan dari
kerak produk korosi dan ditimbang, ternyata mengalami penurunan
berat sebesar 4 mg. Hitung laju korosi pelat baja tersebut?
Tabel 5.3. Densitas dan berat ekivalen logam dan paduan
Logam/
Paduan
Lambang atom
/bil. oksidasi
Densitas
(gram/cm3)
Berat
ekuivalen
Laju
korosi
setara dg
1 μA/cm2
Logam
murni
Besi Fe/2 7,87 27,92 0,46
Nikel Ni/2 8,90 29,36 0,43
Tembaga Cu/2 8,96 31,77 0,46
Aluminium Al/3 2,70 8,99 0,43
Timbal Pb/2 11,34 103,59 1,12
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 66
Logam/
Paduan
Lambang atom
/bil. oksidasi
Densitas
(gram/cm3)
Berat
ekuivalen
Laju
korosi
setara dg
1 μA/cm2
Seng Zn/2 7,13 2,68 0,59
Timah Sn/2 7,3 59,34 1,05
Titanium Ti/2 4,51 23,95 0,69
Zirkonium Zr/4 6,5 22,80 0,75
Paduan Aluminium
AA1100 Al/3 2,71 8,99 0.43
AA2024 Al/3, Mg/2 2,77 9,42 0,44
Cu/2
AA3004 Al/3, Mg/2 2,72 9,07 0,43
AA5052 Al/3, Mg/2 2,68 9,05 0,44
AA6070 Al/3, Mg/2 2,71 8,98 0,43
AA6061 Al/3, Mg/2 2,70 9,01 0,43
AA7072 Al/3, Zn/2 2,72 9,06 0,43
AA7075 Al/3, Mg/2 2,80 9,55 0,44
Zn/2, Cu/2
Paduan tembaga
CDA110 Cu/2 8,96 31,77 0,46
CDA260 Cu/2, Zn/2 8,39 32,04 0,49
CDA280 Cu/2, Zn/2 8,39 32,11 0,49
CDA444 Cu/2, Sn/4 8,52 32,00 0,48
CDA687 Cu/2, Zn/2, Al/3 8,33 30,29 0,47
CDA608 Cu/2, Al/3 8,16 27,76 0,44
CDA510 Cu/2, Sn/4 8,86 31,66 0,46
CDA524 Cu/2, Sn/4 8,86 31,55 0,46
CDA655 Cu/2, Si/2 8,52 28,51 0,43
CDA706 Cu/2, Ni/2 9,94 31,55 0,46
CDA715 Cu/2, Ni/2 9,94 30,98 0,45
CDA752 Cu/2, Ni/2, Zn/2 9,94 31,46 0,45
Stainless steel
304 Fe/2, Cr/3, Ni/2 7,9 25,12 0,41
321 Fe/2, Cr/3, Ni/2 7,9 25,13 0,41
309 Fe/2, Cr/3, Ni/2 7,9 24,62 0,41
316 Fe/2, Cr/3,
Ni/2, Mo/3
8,0 25,5 0,41
430 Fe/2, Fe/2 7,7 25,30 0,42
446 Fe/2, Cr/3 7,6 24,22 0,41
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 67
Logam/
Paduan
Lambang atom
/bil. oksidasi
Densitas
(gram/cm3)
Berat
ekuivalen
Laju
korosi
setara dg
1 μA/cm2
20Cb3 Fe/2, Cr/3,
Mo/3, Cu/1
7,97 23,98 0,39
Paduan Nikel
200 Ni/2, 8,89 29,36 0,43
400 Ni/2, Cu/2 8,84 30,12 0,44
600 Ni/2, Fe/2, Fe/2 8,51 26,41 0,40
825 Ni/2, Fe/2, Cr/3,
Mo/3, Cu/1
8,14 25,52 0,40
B Ni/2, Mo/3,
Fe/2
9,22 30,05 0,42
C-276 Ni/2, Fe/2, Cr/3,
Mo/3, W/4
8,89 27,09 0,39
G Ni/2, Fe/2, Cr/3,
Mo/3, Cu/1,
Nb/4, Mn/2
8,27 25,46 0,40
Sumber: Proposed Standard, ASTM G01.11, dengan ijin, ASTM,
Philadelphia
4.7. Pengukuran laju korosi pada benda kerja terpasang.
Adalah tidak mungkin untuk melakukan pengukuran laju korosi
terhadap benda kerja terpasang dengan metoda kehilangan berat seperti
dilakukan terhadap sampel paduan. Sedangkan untuk instalasi terpasang,
pengukuran laju korosi hanya mungkin dilakukan terhadap instalasi
terendam air atau tertanam dalam media tanah. Terhadap instalasi atau
konstruksi yang terpapar di udara, penentuan laju korosi hanya dapat
dilakukan dengan cara pengujian sampel material sebelum terpasang
menggunakan metode weiht loss seperti sudah diuraikan didepan.
Metode pengukuran laju korosi terhadap instalasi tertanam dan
terendam menggunakan prinsip Kinetika Elektrokimia dalam mana
kesetaraan antara perubahan kimia dan kuantitas energi listrik akibat reaksi
kimia itu diperhitungkan. Dalam prinsip ini digunakan Hukum Faraday
yang menghubungkan antara massa logam yang mengalami reaksi redoks
terhadap jumlah listrik yang digunakan dalam proses kimia itu.
Hukum Faraday, menyatakan dengan
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 68
Fn
atIm
.
..= (5.2)
Keterangan:
M = massa logam yang bereaksi ( gram)
I = kuat arus(amper)
t = waktu (detik)
a = massa atom
n = bilangan ekuivalensi atau bilangan oksidasi
F = bilangan Faraday, yang besarnya adalah 96.500
coulomb/ekuivalen
Sebagai contoh apabila digunakan seng sebagai anoda, dengan
persamaan reaksi oksidasi seng
Zn → Zn2+ + 2e- (5.3)
maka nilai dari n dalam persamaan (5.2) adalah 2. Jika laju korosi
didefinisikan sebagai laju kehilangan berat per-luas (A) per-waktu (t),
maka persamaan (5.2) itu dapat dimodifikasi menjadi persamaan laju
korosi:
nF
ia
tA
mr == (5.4)
dimana i adalah rapat arus, yang merupakan hasil pembagian antara
kuat arus I dan luas permukaan A, jadi A
Ii = , dengan satuan
amper/cm2. Oleh karena itu rapat arus lebih sering digunakan dalam
perhitungan laju korosi dibandingkan kuat arus.
Tetapi berdasarkan definisi yang disepakati bahwa laju korosi
adalah laju penipisan persatuan waktu, maka persamaan laju korosi
dapat diturunkan dengan membagi persamaan (5.4) dengan densitas
paduan (D), dan
nD
air 129,0= (mpy) (5.5)
dengan satuan-satuan i dalam μA/cm2. Laju korosi besi yang
menghasilkan rapat arus 1 μA/cm2 adalah:
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 69
46,0)87,7)(2(
)1)(8,55(129,0 ==r mpy
Nilai a/n disebut sebagai berat ekuivalen. Untuk paduan berat
ekivalen ditentukan jika komposisi paduan diketahui. Dalam hal ini
digunakan persamaan sebagai berikut
)()/
(i
ii
ii
EQa
nf
na
fiN == (5.6)
Sebagai contoh, untuk paduan SS 304 yang mengandung Cr (19%,
a=52, n=3), Ni (9,25%, a=58,71, n=2) dan Fe(71,75%, a=55,85, n-2)
maka
0.03772885,55
)2)(7175,0(
71,58
)3)(0925,0(
52
)2)(19,0(=++=EQN
Jadi jika paduan SS 304 yang mempunyai berat jenis 7,9 gram/cm3 ini
mengalami korosi dan menghasilkan rapat arus sebesar 1 μA/cm2
maka laju korosinya adalah
0.432819,7
)037728,0(129,0
1
==−
r mpy
Dalam praktek di lapangan, alat yang digunakan sudah diprogram
sedemikian rupa dengan masukan data semua variabel yang melekat
pada jenis paduan, sehingga alat langsung membaca laju korosi.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 70
Gambar 4.5. Berbagai model alat pengukur laju korosi atau
corrosionmeter
4.11. Tugas Praktikum
Judul : Penentuan Laju Korosi
Tujuan : Setelah melaksanakan tugas percobaan ini mahasiswa
memahami adanya pengaruh lingkungan terhadap laju korosi
bahan
Bahan:
1) spesimen pelat besi berbentuk kartu 4 buah
3. larutan asam
4. larutan basa
5. kapas
6. air teh
Alat:
1) 1. Mistar sorong 1 buah
2) 2. gelas Kimia 250 ml 3 buah
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 71
3) 3. pH meter 1 buah
4) Neraca Analitik
Cara kerja:
1. Ukur dimensi setiap spesimen menggunakan mistar sorong, sehingga
anda mendapatkan data luas area dalam satuan in2.
2. Cuci bersih spesimen dan keringkan menggunakan pemanas.
Dinginkan dan timbang dan catat datanya.
3. Siapkan tiga gelas kimia yang bersih. Isi masing-masing dengan kira2 1
cm dari dasar.
• Salah satu ditetesi dengan larutan asam hingga pHnya kira-kira 5-
6
• Salah satu ditetesi dengan larutan basa hingga pHnya kira-kira 8-
9
• Satu gelas Kimia yang lain dibiarkan netral.
4. Masukkan kapas secukupnya dan secara merata sehingga tidak ada
genangan larutan. Catat jam dan tanggal.
5. Letakkan spesimen di atas kapas, dan tutup rapat menggunakan palstik
dan karet gelang.
6. Simpan percobaan anda LANJUTKAN PENGAMATAN ANDA
MINGGU DEPAN.
7. Ambillah spsimen yang anda kerjakan minggu yang lalu.
8. Cuci bersih, keringkan dengan pemanas, dinginkan dan timbang.
9. Buat hitungan laju korosi. DAT
Wr
534= (mpy)
10. Buat Pembahasan dan Kesimpulan
Tabel data
No
Awal Pemaparan
Jam: tanggal:
Pengamatan
Jam: Tanggal:
P
(in)
L
(in)
t
(in)
A
(in2) pH
Wo
(mg)
Wt
(mg)
T
(jam)
Laju Korosi
(mpy)
1
2
3
4
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 72
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 73
BAB V METODE PENGENDALIAN KOROSI
Kompetensi Khusus:
Setelah mempelajari bagian ini mahasiswa memahami dan mampu
menjelaskan empat prinsip dasar perlindungan tehadap korosi: yaitu
perencanaan/ pemilihan bahan, proteksi katodik, coating dan inhibisi
5.1. Pendahuluan
Seperti telah diuraikan di depan bahwa peristiwa korosi terhadap
logam tidak mungkin dapat dicegah sama sekali. Usaha yang dapat
dilakukan untuk memperpanjang umur ekonomis bahan hanyalah berupa
penendalian, yaitu suatu upaya agar proses kerusakan terhadap bahan dapat
selambat mungkin sehingga diperoleh umur ekonomis yang sepanjang
mungkin. Pada dasarnya jenis upaya pengendalian terhadap korosi sangat
tergantung kepada beberapa faktor antara lain:
1) Bahan atau material yang digunakan dalam konstruksi
2) Lingkungan: meliputi lingkungan pedesaan, perkotaan, pantai dan
daerah industri.
3) Jenis media: tanah, lumpur, pasir, air, air laut, dan atmosfer
4) Iklim: tropis, sub tropis atau yang lain
5) Faktor kondisi dan beban kerja: temperatur, kelembaban, dan
keasaman.
Pada prinsipnya pengendalian korosi adalah upaya meminimalkan
faktor-faktor yang dapat menyebabkan korosi. Dengan prinsip itu maka
cara-cara pennngendalian korosi dapat dibedakan menjadi:
1. Memilih bahan yang sesuai
Ketahanan material tertentu terhadap lingkungan tertentu berbeda
dengan bahan lain dalam lingkungan yang sama. Setiap jenis bahan
dibuat dengan rancangan agar mempunyai sifat-sifat tertentu sesuai
dengan kebutuhan teknik, termasuk ketahanan terhadap korosi. Baja
SS 304 adalah baja tahan karat pada atmosfer biasa, tetapi untuk
atmosfer yang banyak mengandung klorida atau gas klor digunakan SS
316.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 74
2. Mengisolasi bahan dari lingkungan
Apabila korosi didefinisikan kerusakan akibat pengaruh lingkungan,
maka upaya pengendaliannya adalah mengisolasi material sejauh
mungkin dengan lingkungan. Pengecatan bahan dengan berbagai jenis
cat adalah upaya pencegahan korosi dengan prinsip ini.
3. Mengubah sifat bahan lebih tahan korosi.
Jika pengaruh lingkungan atau kontak dengan lingkungan atau media
tidak mungkin dihindari, dan upaya pemilihan bahan yang cocok telah
dilakukan, agar pengnendalian korosi dapat lebih optimal dapat
diusahakan agar sifat bahan menjadi lebih tahan terhadap lingkungan
atau media. Upaya ini dilakukan dengan cara membuat potensial
korosi menjadi lebih kecil dengan cara mengubah potensial permukaan
material, dengan cara polarisasi. Perlindungan korosi dengan cara ini
disebut sebagai perlindungan katodik. Perlindungan katodik berarti
mengubah potensial bahan dari anodik menjadi katodik dengan cara
membanjiri elektron. Ada dua cara perlindungan katodik, yaitu:
dengan penggunaan anoda korban dan dengan impress current.
4. Mengubah sifat media
Upaya yang lainnya adalah membuat media yang korosif menjadi
media yang lebih ramah atau kurang korosif. Upaya ini dilakukan
dengan membubuhkan bahan kimia yang disebut inhibitor. Bahan
kimia yang ditambahkan ke dalam media ini berdasarkan
pertimbangan ekonomis dan efek racunnya haruslah sesedikit
mungkin.
Meskipun setiap cara perlindungan mempunyai mekanisme pengendalian
yang berbeda-beda berdasarkan upaya untuk pengendalian korosi yang
penyebabnya berbeda-beda pula, akan tetapi dalam prakteknya tidak
pernah ada upaya tunggal dalam pengendalian korosi ini. Setiap upaya
pengendalian korosi selalu berlapis, melakukan lebih dari satu jenis upaya.
Misalnya pemasangan sistem jaringan pipa penyalur minyak: Pipa-pipa itu
sebelum dipasang sudah dilapisi coating, setelah dipasang dilindungi
dengan proteksi katodik, dan pada bahan minyak yang dialirkan selalu
dibubuhi inhibitor untuk mengurangi daya korosi mionyak terhadap bahan
pipa. Jadi pada pipe-line dilakukan seluruh prosedur perlindungan korosi.
Berikut ini akan diuraikan secara lebih detail mengenai upaya-upaya
pengendalian korositersebut:
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 75
5.2. Pengendalian korosi dengan cara seleksi material
Cara pengendalian korosi yang paling efektif dan menghemat waktu adalah
perencanaan dan penentuan spesifikasi faktor-faktor penyebab korosi,
seperti telah disebutkan di atas. Pemilihan bahan teknik merupakan salah
satu cara pengendalian korosi yang tidak boleh diabaikan, sebab setiap
bahan mempunyai karakteristik yang berbeda.
1) Baja karbon dan baja paduan berkadar rendah.
Baja karbon adalah paduan besi dengan kandungan karbon 0,05 s/d 1%.
Baja paduan berkadara rendah mengandung logam lain dengan kadar
rendah biasanya di bawah 2%. Pembuatan baja jenis ini ditujuakan untuk
memperbaiki sifat-sifat mekanik. Baja karbon dan baja paduan berkadar
rendah umumnya bukan bahan berharga mahal, sementara kisaran
kekuatan dan kekerasannya (strength and hardness) terentang luas dan
dibuat dengan memvariasikan kandungan karbon, kandungan logam
paduan, dan perlakuan panas. Baja karbon dan baja paduan berkadar
rendah diperkuat dengan ukuran dan distribusi partikel karbida, dan
pembentukan martensite britel dan keras, apabila austenite didinginkan
secara cepat dari temperatur di atas 723oC ke temperatur kamar. Struktur
baja yang berupa kubus berpusat badan (bcc) mengarahkan ke sifat transisi
dari dapat dibentuk (ductile) dan rapuh (brittle). Baja karbon dan baja
paduan berkadar rendah mempunyai ketahanan korosi yang rendah, dan
seringkali memerlukan perlindungan secara coating, bahkan jika
digunakan pada lingkungan yang non-korosif sekalipun. Bahan ini
biasanya digunakan untuk membangun kapal tepai harus dilakukan perlin-
dungan secara coating dan katodik.
Baja karbon aman digunakan untuk membuat tangki asam sulfat
dengan konsentrasi di atas 65%. Perilaku paduan besi berkadar rendah di
dalam air netral teraerasi sangat mirip dengan baja karbon, tetapi
penambahan Cu, Ni, Si, dan Cr dapat memperbaiki ketahanan korosi
material ini. Bahan ini pasif dalam kondisi lingkuangan basa.
Dalam unit refining dalam industri petroleum, baja karbon dan baja
paduan berkadar rendah mengalami korosi dari jenis Hydrogen cracking,
dan blistering
2) Baja Tahan Karat (stainless steel)
Paduan berbasis besi dengan kandungan krom, Cr, minimal 10,5%
disebut baja tahan karat atau stainless steel. SS diklasifikasikan dalam
kelompok:
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 76
− feritik,
− austetik,
− duplex,
− martensit, dan
− Precipitation hardening.
Tipe-tipe Stainless Steel:
SS 405 dan 409 banyak digunakan dalam muffler dan converter di dalam
automotif, pada lapisan pendukung tabung air bertekanan tinggi dalam
generator nuklir
SS 304 banyak digunakan secara sukses untuk bagian valve, tangkai
pompa, baut-baut pengeras pada konstruksi rendah klor. Pemakaian SS
304 dalam lingkungan laut menyebabkan korosi celah, sumuran. Paduan
ini mengandung Cr + 16%
SS 316 memperbaiki sifat 304 di dalam lingkungan laut, yaitu dengan
peningkatan kandungan Cr menjadi minimal 25%, dan molibdenum.
Secara fisik baja SS 304 dan SS 316 tidak menampakkan perbedaan, tetapi
jelas keduanya adalah bahan yang berbeda karakter dan harganya. Agar
konsumen tidak dirugikan sebaiknya apabila melakukan pembelian,
diminta juga hasil uji laboratorium yang menyertai dikapalkannya material
tersebut. Berikut ini contoh sertifikat hasil uji laboratorium terhadap suatu
bahan:
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 77
Gambar 5.1. Sertifikat hasil pengujian material teknik
5.3. Pengendalian Korosi Dengan Protective Coating
1) Ruang Linmgkup
Bagian ini meliputi:
(1) Mekanisme pengendalian korosi dengan coating
(2) Komposisi coating
(3) Macam-macam tipe coating
(4) Mekanisme pengeringan atau curing
(5) Beberapa kriteria dalam coating.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 78
Sasaran yang harus dikuasai oleh mahasiswa:
Tiga mekanisme dasar dari pengendalian korosi dengan cara
coating
Sifat-sifat film yang diperlukan untuk memberikan perlindungan
yang baik
Bagaimana coating dapat bertindak sebagai proteksi galvanis
Tiga mekanisme dasar pembentukan film
Tiga tipe generik yang dapat digunakan
Kriteria seleksi dalam coating dan kondisi yang baik untuk
masing-masing sistem coating.
2) Tujuan dan sasaran
Seperti telah diketahui di depan bahwa korosi yang merupakan reaksi
elektrokimia yang terjadinya dikendalikan oleh empat faktor-faktor
berikut ini: anoda, katoda, elektrolit dan konduktor. Coating dapat
mengendalikan korosi dengan cara-cara berikut ini:
a. Menjadi lapisan yang mengisolasi elektrolit dari logam (barrier
prot.)
b. Bertindak sebagai inhibitor untuk mengendalikan reaksi anodik
(korosi)
c. Menyediakan proteksi katodik deengan mengubah daerah anoda
menjadi katoda.
Pelindung antarmuka atau Barrier Protection
Kebanyakan coating menyediakan perlindungan terhadap logam
dengan cara membentuk pembatas antarmuka antara logam dan
elektrolit untuk menjadi isolasi listrik di antara mereka. Untuk
melindungi baja konstruksi dan bahan lainnya biasanya dilakukan
dengan barrier protection dengan cara melapisi permukaan yang
tujuannya untuk mengurangi kontak dengan udara lembab dan
penetrasi garam.
Tidak ada bahan organik yang bersifat impermeabel sempurna
terhadap elektrolit. Oleh karena itu dalam coating harus:
1) Ada kombinassi antara ketebalan dan impermeabilitas.
2) Bebas diskontinuitas atau holiday
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 79
Inhibitive Pigment Protection (perlindungan dengan pigmen inhibitif)
Beberapa pigmen yang digunakan dalam primer mengontrol korosi
dengan bertindak sebagai atau membentuk bahan kimia inhibitor
korosi. Bahan kimia yang diambil dari pigmen itu biasanya sedikit
larut dalam air. Mungkin sudah sangat dikenal pigmen inhibitif itu
adalah timbal-merah (meni), selama bertahun-tahun merupakan bahan
coating berbasis (berpelarut) minyak yang sangat efektif. Sejumlah
kecil timbal akan bereaksi dengan minyak dan membentuk sabun
timbal, yang merupakan inhibitor sangat efektif untuk korosi. Untuk
bahan kromat, reaksi serupa tidak diperlukan, kromat sudah dapat
bertindak sebagai inhibitor tanpa reaksi itu.
Meskipun pigmen yang mengandung timbal dan kromat telah
digunakan sebagai primer inhibitor bertahun-tahun, tetapi saat ini
sudah jarang digunakan lagi karena alasan kesehatan dan yang
berkaitan dengan kepen-tingan lingkungan. Oleh karena itu untuk
keperluan coating kapal zn-kromat (TT-P-645) telah dimodifikasi
menjadi satu jenis bahan coating yang mengandung seng dan molibdat
sebagai pigmen inhibitor.
Proteksi Katodik atau Proteksi galvanik
Zing-rich coating mengandung partikel-partikel seng halus sangat
pekat yang menyediakan sifat proteksi galvanis terhadap permukaan
baja. Partikel-partikel itu bertindak sebagai anoda dengan terlebih
dahulu mengalami korosi untuk mengubah daerah anoda pada baja
menjadi daerah katoda. Agar langkah ini dapat berjalan efektif muatan
seng harus cukup tinggi sehingga setiap partikel, satu terhadap lainnya
merupakan sambungan listrik yang terhubung dengan baja.
Cat seng anorganik membentuk film yang relatif porous, yang
melindungi baja secara galvanis. Begitu seng mengalami reaksi
oksidasi (dikurbankan), produk reaksinya akan mengisi rongga-rongga
pori untuk membentuk lapisan pelindung (barrier). Jika lapisan
pelindung ini tergores dan menyebabkan permukaan baja terpapar ke
lingkungan, maka perlindungan galvanis akan bekerja sampai goresan
itu tertutup kembali.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 80
Gambar 5.2. Cat jenis Zinc Rich
Sistem perlindungan total
Sistem coating biasanya akan terdiri atas dua atau lebih pelapisan.
Masing-masing dapat menyediakan satu atau lebih mekanisme
perlindungan korosi seperti yang telah diuraikan di atas, atau
mempunyai sifat-sifat yang diinginkan.
Primer menyediakan pigmen inhibitor
Lapisan tambahan (additional) dapat berfungsi sebagai lapisan
pelindung (barrier)
Lapisan terakhir (finish) berfungsi sebagai pelindung terhadap
cuaca (matahari dan hujan), yang secara pelahan akan mengikis
lapisan barrier.
Primer
Ada empat jenis primer yaitu:
1) Surface tolerant coating
2) Universal primers
3) Direct to metal coating (DTMs)
4) Preconstruction primers.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 81
Surface tolerant coating
Primer ini dibuat untuk aplikasi pada perrmukaan yang tidak dapat
dipersiapkan secara sempurna, khususnya dimana penggosokan tidak
dapat dilakukan. Kontaminan-kontaminan yang mungkin tertinggal
sebelum pengecatan adalah uap air, minyak, atau produk-produk korosi.
Contoh Surface tolerant coating
Drying oil/alkyd coating-good wetting penetration
Epoxy mastic-good wetting
Penetrating epoxies/polyurethanes-penetration
Moisture-curing polyurethane-reacting with moisture
Universal Primers
Primer universal merupakan istilah umum, yang bisa jadi mempunyai
arti lain untuk orang yang berbeda. Kebanyakan orang mengira bahwa
primer adalah lapisan pengikat, sementara orang yang lain lagi berfikir
bahwa primer adalah Surface tolerant coat.
Direct to Metal (DTM)
Istilah DTM pertama digunakan oleh sebuah pabrik yang memproduksi
cat yang dapat langsung diaplikasik an pada permukaan yang telah
dipersiapkan tanpa primer. Dewasa ini, istilah ini digunakan untuk segala
macam cat logam yang tidak memerlukan primer sebelum aplikasi.
Preconstruction primers.
Juga sering disebut hold coats atau holding primer, merupakan lapisan
tipis yang diaplikasikan untuk membersihkan baja yang akan dipasang
untuk konstruksi. Setelah konstruksi terpasang, lapisan ini digosok
ringan, kemudian dilakukan coating secara total. Aplikasi precon-
struction primers dimaksudkan untuk meminimalkan atau menghindari
penggosokan di lapanngan. Preconstruction primers seperti seng anor-
ganik atau alkyd digunakan secara ekstensif pada pembuatan kapal.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 82
Gambar 5.3. Beberapa jenis cat primer
Sifat-sifat lapisan yang diinginkan
Untuk menyediakan perlindungan dengan jangka waktu yang
lama terhadap logam dan bahan lainnya, cat harus mempunyai beberapa
sifat antara lain:
1. Mempunyai adhesi yang baik terhadap bahan dan antar coat
2. Mempunyai permeabilitas rendah terhadap listrik (isolator)
3. Ketabalan merata, Kontinyu, bebas holiday
4. Fleksibilitas tinggi
5. Tahan goresan
6. Tahan cuasa
7. Tahan terhadap air, minyak, dan bahan kimia lainnya.
8. Tahan terhadap pertumbuhan biologis
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 83
Gaya adhesi cat
Semua cat harus mempunyai gaya adhesi minimum terhadap
bahan agar dapat memberikan perlindungan dalam waktu yang lama.
Ikatan terhadap bahan yang dilindungi (logam, kayu, baja, lapisan cat lain
dan sebagainya) biasanya ikatan sekunder setelah ikatan kimia. Pelapisan
fosfat terhadap baja terjadi ikatan kimia primer. Galvanisasi celup panas
akan membentuk ikatan logam yang sangnat kuat.
Salah satu versi pengujian menggunakan pita, tape test (ASTM
D 3359, Methode A): tanda “×” digoreskan diatas cat yang diaplikasikan
di atas bahan, kemudian diatas tanda itu direkatkan sebuah pita selotif
rentan tekanan yang secara tiba-tiba ditarik dengan sudut 180oC. Luas
robekan cat kemudian dipelajari dengan membandingkannya
menggunakan standar.
Versi lain dari tape test ini adalah ASTM D 3359, methode B;
Dalam metode ini dibuat enam kisi goresan dengan arah yang berbeda-
beda. Setelah pita selotif yang direkatkan ditarik, daerah kisi yang robek
dibandingkan dengan standar. Untuk membuat goresan digunakan pisau
khusus dari baja berlapis krom.
ASTM D 6677 merupakan variasi dari ASTM D 3359 metode A.
Dalam metode ini yang untuk menguji adhesi cat digunakan pisau yang
berbeda-beda.
Gambar 5.4. Tape test (ASTM D 3359, ASTM D 6677)
Dalam tes tarik lepas atau Dolty Test (ASTM D 4541), sebuah
boneka logam diikatkan pada permukaan yang dicat dengan posisi tegak
lurus menggunakan bahan adhesif, biasanya dua komponen epoksi.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 84
Setelah adhesifnya membentuk ikatan kimia, sebuah gaya dikenakan
secara bertahap sampai boneka itu lepas.
Gambar 5.5. Dolty Test (ASTM 4541 / ISO 4624)
Permeabilitas Cat
Permeabilitas cat organik terhadap elektroli sangat bervariasi, demikian
juga dengan kemampuannya untuk memberikan perlindungan sebagai
barrier. Permeabilitas rendah penting untuk aplikasi tertentu seperti untuk
pengecatan daerah terendam yang biasanya menyebabkan cat melepuh
atau rusak.
Kontinyuitas film
Sifat cat terbaik yang diinginkan adalah kemampuan untuk membentuk
keseragaman ketebalan, kontinyuitas lapisan yaitu pengecatan yang
menutup seluruh permukaan (free holiday). Ketidak sempurnaan
pengecatan dapat menyebabkan penetrasi elektrolit pada batas
perlindungan. Viskositas yang bagus dan tingkat kebasahan cat akan
meminimalkan terbentuknya lubang jarum dan daerah yang pengecatannya
tipis, dimana biasanya akan terjadi cacat untuk yang pertama kali.
Kekerasan
Kekerasan pengecatan bisa jadi merupakan sifat yang sangat penting,
seperti halnya kesempurnaan pengeringan cat. Paling sering untuk
pengukuran kekerasan digunakan metoda kekerasan pensil (ASTM D
3363). Pensil paling lunak dari satu seri pensil yang bervariasi
kekerasannya yang digunakan untuk menggores cat, merupakan ukuran
kekerasan cat.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 85
Untuk lapisan cat lebih tebal (30 mils [750m] ), yaitu untuk lapisan karet,
plastik, dapat digunakan Test Barcol (ASTM D2583) dan Durometer
(ASTM D2240). Test ini mengukur kedalaman penetrasi probe.
(a) (b)
Gambar 5.6. Pengujian kekerasan cat (a) Test Barcol (ASTM D2583) dan
(b) Durometer ( ASTM D2240)
Fleksibilitas
Fleksibilitas cat dapat ditentukan dengan membengkokkan panel yang
dicat melingkari sebuah batang silendrik atau kerucut (ASTM D522 atau
FTMS 6221). Yang diharapkan cat mempunyai fleksibilitas yang tinggi
sehingga mudah direnggangkan atau dikerutkan mengikuti perubahan
bentuk bahan. Tetapi tetap harus ada kompromi antara fleksibilitas dan
kekakuan.
Gambar 5.7. Alat testing flesibilitas Cat (ASTM D522)
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 86
Tahan lecet
Dalam beberapa kondisi aplikasi, ketahan terhadap abrasi penting. Cat
seng anorganik merupakan beberapa diantara cat industri paling tahan
lecet. Untuk pengujian ketahanan lecet cat industri digunakan metode
Taber (ASTM D4060), dan untuk cat arsitektur digunakan metode menurut
ASTM D 968.
Gambar 5.8. Taber Test untuk ketahanan lecet (ASTM D4060)
Tahan cuaca
Semua bahan organik akan rusak jika terpapar pada sinar ultra violet dari
matahari. Sinar UV ini akan memutuskan ikatan kimia dalam bahan
organik itu. Kelembaban, misalnya karena adanya hujan, juga akan
mempercepat kerusakan cat organik misalnya: poliuretan alifatis, atau
akrilik.
Untuk melakukan penujian ketahanan terhadap cuaca dilakukan dengan
metode “accelerated weathering” (pengaruh cuaca yang dipercepat), dalam
metode ini digunakan alat-alat:
Weather meter (ASTM G 23 AND G 26) yang dapat mensimulasi
cuaca luar dengan membuat putaran cahaya, panas, dan kelembaban.
Salt fog chamber (ASTM D117) penyemprot larutan netral atau sedikit
asam yang mengandung NaCl 5%
Test siklis dengan pembasahan periodik
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 87
Kabinet kelembaban (ASTM D 2247) memaparkan panel cat kepada
udara hangat, kelembaban 100% atau kondensasi hanngat.
Ketahanan terhadap bahan kimia
Permukaan bagian dalam yang menyimpan air, bahan bakar, atau bahan
kimia haruslah dilapisi dengan cat yang tahan terhadap bahan-bahan itu.
Ketahanan terhadap pertumbuhan biologi
Permukaan yang dicat , untuk daerah tropis dan subtropis hendaknya
dibubuhi bahan mildewcida untuk mencegah tumbuhan yang merusak.
Pengujian Mildewsida (mildewcides) telah dibuktikan manfaatnya oleh
Environmental Protection Agency dan telah diijinkan oleh American
Society for Testing Material (ASTM). Senyawa-senyawa merkuri yang
pada masa lalu dapat digunakan dengan sangat efektif, kini tidak lagi
digunakan dengan alasan kesehatan dan keamanan lingkungan.
Gambar 5.9. Contoh mildewcide
Pengecatan dengan antifouling diaplikasikan untuk bagian bawah air dari
kapal laut dan struktur kelautan lainnya, untuk mengendalikan sentuhan
dan tumbuhnya biota laut.
Cat antifouling yang sekarang banyak digunakan di daerah laut adalah cat
ablatif (self polishing) yang mengandung oksida tembaga. Ketika kapal
bergerak di air, cat secara pelan-pelan melepaskan oksida tembaga ini.
Salah satu tipe cat ablatif adalah MIL-P-24647
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 88
Cat ablatif merupakan produk komponen termoplastik (setipe dengan
resin poliamida dan plasticizer) tersedia dalam warna merah dan hitam. Cat
mengnandung 50% V/V padatan dan di aplikasikan 2 atau 3 kali, masing-
masing dengan ketebalan 5 mils (127 m) film kering.
Komponen Cat Dan Fungsinya
Cat organik mempunyai tiga komponen dasar: solvent, binder dan
pigment. Tidak semua cat mengandung semua komponen ini. Cat
transparan adalah cat tanpa pigmen. Ada juga cat tanda solvent atau 100%
cat padat, tetapi tidak pernah ada cat organik yang bebas binder (bahan
pengikat)
Kadan-kadang cat dibedakan ke dalam dua komponen dengan
mengkombinasikan solvent dan binder terlarut, dengan sebutan media atau
vehicle, atau komponen cair. Solvent disebut sebagai media volatil
sedangkan binder disebut sebagai media volatil.
Pigment merupakan bagian padat dan berbobot lebih berat, sehingga
cenderung mengendap di dasar kontainer selama cat disimpan.
Karena hanya solvent yang akan hilang selama proses pengeringan
sempurna atau curing maka pigmen dan binder yang tertinggal sering kali
disebut padatan cat yang langsung terkait dengan ketebalan pengecatan.
Solvent
Pelarut organik digunakan untuk melarutkan bahan binder dan mengurangi
viskositas (kekentalan) cat, sehingga aplikasi cat mudah dilakukan.
Solvent juga mengontrol pengeringan lapisan basah, serta adhesi dan daya
tahan film kering. Binder yang kurang dapat larut memerlukan solvent
yang kuat.
Campuran solvent biasanya digunakan untuk mengatur penguapan dan
pembentukan film, dan seringkali digunakan oleh pabrik untuk membuat
kombinasi kedua sifat tersebut.
Pelarut-pelarut organik yang digunakan sebagai solvent adalah:
Ketone
Ester
Hidrokarbon aromatis (toluen, ksilen)
Hidrokarbon alifatis (spiritus mineral)
Binder
Binder sering kali disebut resin, adalah komponen pembentuk film cat.
Setelah cat mengalami kering sempurna binder merupakan polimer padat
berbobot molekul besar. Contoh binder yang sering digunakan adalah:
alkyd, acrylic, dan polimer epoxy.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 89
Binder membasahi partikel pigmen dan mengikatnya satu dengan yang
lainnya, dan terhadap bahan yang dicat. Binder adalah komponen yang
paling menentukan sifat cat secara total.
Sifat-sifat penting yang harus dimiliki oleh binder adalah:
Mekanisme dan waktu curing
Perilaku pada lingkungan yang berbeda
Perilaku pada bahan yang berbeda
Kekompakan dengan lapisan cat lain
Fleksibilitas dan kekuatan
Ketahanan cuaca
Gaya adhesi
Kemudahan aplikasi, dan perbaikan.
Pigment
Pigmen merupakan komponen dengan porsi yang paling berat.
Pigmen-pigmen tanah alam (mis: kaolin, magnesium, silikat, kalsium
karbonat) cenderung leih tahan terhadap sinar ultra violet matahari dari
pada pigmen-pigmen organik sintesis. Pigmen dapat menyediakan sifat-
sifat berikut:
Opacity (keburaman, sifat tak tembus cahaya)
Warna
Ketahanan korosi
Sifat cat ketika basah (viskositas)
Ketahanan terhadap kelembaban dan cuaca
Tingkat Gloss (kilap)
Penguatan
Sifat ketahanan terhadap korosi
Inhibitive pigments
Oksida seng
Seng fosfat
Seng molibdat
Kalsium borosilikat
Seng fosfosilikat
Barium metaborat
Aditif
Aditif dapat ditambahkan ke dalam cat untuk mendapatkan sifat-sifat terten
tu. Aditif ini bisa merupakan bagian komponen dari binder atau pigmen,
tergantung apakah bahan itu cair atau padat.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 90
Contoh-contoh bahan-bahan aditif fase cair:
Wetting agents untuk membantu mendispersi komponen
Additives to prevent settling, skining, or other deterioration
(kerusakan)
Biocide
Driers to accelerate curing of oil based coating
Plasticizer
5.4. Pengendalian korosi dengan Proteksi Katodik
Prinsip dan aplikasi
Pengendalian korosi dengan metode Proteksi katodik pada dasarnya adalah
mengubah sifat bahan yang tadinya anodik, mudah teroksidasi, menjadi
katodik. Cara pengubahan sifat ini adalah dengan prinsip polarisasi, yaitu
bahan atau material dibuat menjadi lebih negatif dengan membanjirinya
dengan elektron. Dengan demikian kelebihan potensial positif yang berasal
dari sifat alami bahan yang menyebabkan bahan teroksidasi, atau
melepaskan elektronnya, akan digantikan oleh elektron yang
“digelontorkan” kepadanya, sehingga reaksi oksidasi dapat diminimalkan.
Pemakaian proteksi katodik ini khususnya adalah pada konstruksi yang
terendam air (badan kapal) dan terpendam (sistem pemipaan atau pipe line)
Ada dua cara membuat benda kerja menjadi lebih negatif, yaitu
dengan cara:
1) Pemakaian anoda korban (sacrificial anode cathodic protection,
SACP)
2) Pemakaian arus tekan (impressed current cathodic protection, ICCP)
Proteksi katodik dengan anoda korban
Proteksi katodik ini dihasilkan dari polarisasi katodik akibat permukaan
logam aktif yang terkorosi. Polarisasi katodik dari potensial korosi, Ecorr,
menurunkan laju reaksi dengan adanya kelebihan elektron, yang
digelontor dari reaksi anodik logam lain yang lebih aktif.
Logam-logam yang biasanya digunakan untuk anoda korban adalah
Aluminium, Seng, Magnesium atau merupakan campuran dari logam-
logam itu. Logam-logam ini dikenal mempunyai potensial oksidasi lebih
tinggi dari pada besi. Oksidasi terhadap anoda korban ini akan
menghasilkan elektron yang akan dialirkan ke permukaan benda yang
dilindungi sehingga korosi terhadap benda itu dapat diminimalkan.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 91
Gambar 5.10 berikut ini adalah gambar skematik proteksi katodik dengan
anoda korban.
kabel
panel
permukaan tanah/air
elektron (e–)
H2 (gas)
+
Katoda e– + H2O → OH–
(struktur yang
anoda kurban
Diproteksi) Mg2+ Mg
(misal: Mg)
Gambar 5.10 Skema Proteksi katodik terhadap pipa dengan metode
anoda kurban (SACP, Sacrificial Anode Cathodic
Protection)
Anoda kurban
Dalam proteksi katodik dengan metode anoda kurban atau SACP
(Sacrificial Anode Cathodic Protection) biasanya menggunakan logam-
logam magnesium, atau zink atau aluminium. Untuk struktur atau instalasi
yang tertanam di tanah biasanya digunakan logam Zn atau Mg sebagai
anoda kurban, sedangkan untuk sruktur di laut, termasuk kapal biasanya
digunakan anoda kurban Zn atau Al.
Anoda kurban yang digunakan untuk memproteksi sudah dikemas
sedemikian, dengan pembungkus yang disebut bagfil. Bagfil ini biasanya
berasal dari bahan keramik yang bersifat dapat menghantarkan arus.
Dengan kemasan semacam ini, logam anoda kurban hanya akan
mengalami reaksi oksidasi hanya jika memang ada kebocoran arus pada
struktur yang harus ditanggulangi oleh reaksi itu. Kebocoran arus adalah
indikasi adanya reaksi oksidasi terhadap struktur, dan ini adalah keadaan
yang harus ditanggulangi dengan membanjiri elektron dari anoda kurban.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 92
Jika tidak terjadi kebocoran arus, maka praktis anoda kurban tidak
mengalami reaksi apa-apa. Sayangnya walaupun sudah diupayakan
proteksi secara lengkap dengan coating, proteksi katodik dan inhibisi,
tetapi ternyata kebocoran arus itu selalu ada. Dengan melakukan estimasi
terhadap kebocoran arus yang terjadi, sebuah anoda kurban dirancang
untuk dapat memproteksi struktur antara 20 sampai 50 tahun.
Gambar 5.11 Pipa minyak dan anoda kurban
Pemasangan anoda kurban biasanya ditanam di samping struktur dengan
jarak satu sampai dua meter dan dengan kedalaman satu meter lebih dalam
dari pada kedalaman penanaman struktur. Dengan memperhatikan keadaan
di lapangan, jumlah anoda kurban yang di pasang pada pipa biasanya satu
anoda kurban untuk setiap 50 meter sampai 100 meter pipa.
Kriteria potensial terproteksi
Pada Gambar 5.10, melalui panel, sambungan antara struktur dan anoda
kurban dapat diputus sementara. Dalam keadaan terputus kemudian
dilakukan pengukuran beda potensial antara struktur dengan tanah. Dalam
keadaan normal beda potensial antara baja dengan tanah, menggunakan
elektroda pembanding Tembaga Sulfat (CSE) adalah 850 s/d 950 mV.
Keadaan terproteksi adalah apabila beda potensial dengan tanah adalah
paling kecil 100 mV lebih negatif dari pada keadaan normal. Hal ini berarti
bahwa hasil pembacaan pada voltmeter untuk keadaan terproteksi harus
menunjukkan angka 1050 mV atau 1,05 volt atau lebih.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 93
Kapasitas anoda kurban
Daya tahan atau umur proteksi sebuah anoda kurban sangat tergantung
seberapa banyak muatan yang dapat diproduksi, atau yang dikenal
dengan istilah kapasitas listrik, efisiensinya dan besarnya kebocoran arus.
Sedangkan kapasitas anoda kurban dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut
ini:
1. Massa ekivalen atom
2. Massa anoda kurban.
Contoh:
Kapasitas listrik sebuah anoda kurban yang terbuat dari 5 kg Zn (Ar =
65,4) dapat dihitung dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1) Karena persamaan reaksi osidasi Zn: Zn → Zn2+ + 2e– berarti 1
mol Zn menghasilkan 2 mol elektron.
2) 5 kg Zn = 5000/65,4 mol = 76,4526 mol Zn setara dengan
152,9052 mol elektron
3) Menurut Faraday, muatan 1 mol elektron = 96.500 colomb,
berarti muatan yang dapat dihasilkan oleh 5 Kg Zn adalah
14.755.351,68 colomb.
4) Jika muatan sebanyak itu diubah menjadi arus listrik yang
mengalir dalam waktu 1 jam (3600 detik) maka besarnya arus
adalah 4.098,709 ampere
5) Jadi kapasitas anoda kurban itu adalah 4.098,709 Ah.
Apa bila langkah-langkah penghitungan itu disederhanakan maka akan
didapatkan rumus untuk menghitung kapasitas anoda kurban sebagai
berikut:
C = 𝑀×𝑛×𝐹
3600×𝐴𝑟
Keterangan:
M = massa logam yang digunakan untuk membuat anoda kurban (mg)
n = jumlah elektron yang dihasilkan oleh satu atom penyusun anoda
kurban
F = bilangan Faraday, 96.500
Ar= massa atom logam.
Soal Latihan:
Sekarang cobalah untuk menghitung berapa tahun umur proteksi anoda
korban itu jika mempunyai efisiensi 90% dan digunakan untuk
memproteksi suatu instalasi yang mengalami kebocoran arus sebesar 10
mA,
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 94
Proteksi Katodik dengan arus tekan (ICCP)
Dalam metrode ini logam dipolarisasi dengan cara dihubungkan dengan
kutub negative sumber arus searah. Sumber arus searah diambil dari
sebuah alat penyearah arus (rectifier). Skema ICCP dapat dilihat pada
Gambar 5.12. berikut ini
- +
Panel Rectifier
Instalasi
Yang diproteksi
(Katoda) Anoda
inert
(Pt, atau campuran oksida logam)
Gambar 5.12. Skema Proteksi Katodik dengan metode ICCP
Perbedaan antara SACP dan ICCP selain cara polarisasinya, juga besarnya
potensial polarisasinya. Perbedaan potensial antar logam pada sistem
SACP tidak lebih dari 1 volt, tetapi potensial yang ditimbulkan oleh arus
listrik relative lebih besar. Oleh karena itu jarak antara anoda dan instalasi
biasanya lebih besar. Jarak antara anoda inert dan struktur yang dilingdungi
disebut jarak ‘remote’, yaitu jarak terdekat yang memiliki resistivitas tanah
sama. Jarak remote biasanya antara 100 meter sampai 500 meter. Jumlah
anoda yang dipasang dalam sistem ICCP ini biasanya 1 (satu) buah untuk
instalasi pipa sepanjang 1000 meter.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 95
5.5. Pengendalian Korosi dengan Inhibitor.
Inhibitor korosi didefinisikan sebagai substansi kimia, bilamana
ditambahkan dalam jumlah/konsentrasi yang relatif kecil ke lingkungan
korosif, secara efektif dapat menurunkan laju korosi.
Mekanisme Inhibisi
Pada prinsipnya, pemakaian inhibitor korosi dimaksudkan untuk:
1) Mengubah antarmuka atau interface antara logam dan
lingkungan korosif dengan cara mengisolasi salah satu dari
antara keduanya atau
2) Mengubah lingkungan yang korosif itu menjadi kurang korosif
melalui pembebasan konstituen-konstituen agresif dari
lingkungannya atau
3) Menyebabkan kondisi lingkungan menjadi lebih baik untuk
membentuk endapan protektif
Syarat-syarat inhibitor yang baik
Program pengendalian korosi dengan inhibitor menjadi efektif jika
inhibitor tersebut
1) Pada konsentrasi rendah dapat memproteksi seluruh permukaan
logam dari serangan lingkungan korosif dan
2) Tidak menyebabkan deposit pada permukaan logam.
3) Kualitas Inhibitor tidak berubah jika ada perubahan pH,
Temperatur, dan mutu air.
4) Tidak mempunyai efek racun, atau dengan efek yang minimal
jika dibuang ke lingkungan.
5) Kecocokan inhibitor dengan kondisi proses untuk menghindari
efek yang merugikan seperti: pembuihan, pembentukan emulsi,
penurunan aktifitas katalis, penurunan transfer panas dan
sebagainya.
6) Biaya pemakaian inhibitor tidak melampaui kerugian akibat
korosi.
Inhibitor haruslah bahan yang mudah yang larut dalam lingkungan
aqueous / nonaqueous dan dapat membentuk film pada permukaan
logam. Film ini disebut film protektif dan menghambat korosi melalui
pencegahan hidratasi ion logam atau reduksi oksigen pada permukaan
logam.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 96
Jenis-jenis Inhibitor
5.5.1 Inhibitor Anodik
Menurunkan laju korosi atau menghambat reaksi anodik melalui
penurunan laju transfer ion-ion logam ke dalam larutan karena
teradsorpsinya partikel-partikel bermuatan positif ke dalam lapisan ganda
atau berkurangnya daerah anoda karena pasifasi. Berdasarkan mekanisme
inhibisinya ada dua jenis inhibitor anodik yaitu:
Oxide film type dan Precipitation film.
Inhibitor jenis pembentuk film oksida atau Oxide film type meliputi:
1) Kelompok pasivator atau oxidazing inhibitor yang dalam
pembentukan lapisan pasif tidak memerlukan oksigen. Kelompok
ini meliputi kromat dan nitrit.
2) Kelompok Precipitation film atau non-oxidazing inhibitor yang
dalam pembentukan lapisan pasif memerlukan adanya oksigen.
Dalam kelompok ini meliputi: merkaptobenzotiazol, benzotiazol,
sodium benzoat, dan polifosfat.
Inhibitor kromat dan nitrit menggeser potensial korosi baja karbon ke level
yang lebih tinggi dan sangat cepat mengoksidasi ion-ion fero yang
diproduksi melalui reakssi korosi anodik. Sebagai akibatnya, film oksida
yang besar komposisinya dari -Fe2O3 terbentuk pada permukaan baja dan
menghambat korosi selanjutnya. Film protektif juga mengandung produk
reduksi dari inhibitor, untuk kromat berupa oksida krom (Cr2O3). Jenis film
protektif ini halus dan tipis dan mempunyai adhesi yang baik dengan
permukaan logam sehingga tidak menurunkan efesiensi thermal dari
penukar panas dan tidak menimbbulkan penyumbatan khususnya pada
jaringan pipa pendingin. Inhibitor kormat dan nitrit menunjukkan efek
inhibisi korosi yang sangat baik pada dan dapat diaplikasikan pada unit
proses dan sistem jaringan pipa yang konstruksinya terbuat dari logam
baja.
Kelemahan-kelemahan inhibitor kromat dan nitrit
Inhibitor ini sangat sensitif terhadap ion-ion agresif seperti klorida dan
sulfat. Inhibitor kromat mempunyai konsentrasi kritis. Jika diaplikasikan
di bawah konsentrasi kritis dapat menimbulkan korosi lokal. Jika
diaplikasikan melebihi konsentrasi kritis, kendalanya adalah kromat
bersifat toksik.
Sedangkan inhibitor nitrit, sangat mudah dioksidasi oleh nitro bacteria
yang terdapat pada lingkungan aqueous atau nonaqueous dan berubah
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 97
menjadi nitrat yang tidak mempunyai efek inhibisi korosi. Di daerah
katoda nitrit juga dapat tereduksi menjadi amonia, sehingga sebaiknya
nitrit tidak digunakan dalam sistem yang konstruksinya terbuat dari logam
tembaga atau kuningan, karena tembaga dan amonia akan membentuk
senyawa kompleks yang mudah larut, sehingga akan terrjadi penipisan dan
SCC pada logam tembaga atau paduannya. Inhibitor ini juga kurang cocok
digunakan pada unit proses dan jaringan pipa, di mana lingkungan aqueous
atau nonaqueous mengadung senyawa-senyawa organik yang dapat
dioksidasi oleh inhibitor ini. Akibatnya pemakaian inhibitor akan menjadi
relatif lebih besar dan terbentuknya asam organik yang dapat merusak unit
proses dan sistem jaringan pipa tersebut.
Inhibitor anodik dari jenis film presipitasi, dengan ion-ion logam yang
diproteksi membentuk garam yang tidak mudah larut. Inhibitro ini
membentuk film proteksi pada daerah anodik karena secara aktif logam
dilarutkan sehingga konsentrasi ion-ion menjadi lebih tinggi. Pertumbuhan
film protektif akan tehenti setelah permukaan ditutupi oleh film protektif
tersebut, dan pelarutan logampun juga dihentikan. Oleh karena itu film
tidak berubah menjadi kerak meskipun inhibitor ini ditambahkan dalam
jumlah yang berlebihan. Inhibitor korosi dari jenis ini adalah
merkaptobenzotiazol dapat menginhibisi korosi logam kuningan dan
tembaga. Aksi inhibitor boraks untuk inhibisi korosi baja pada unit proses
dan sistem jaringan pipa dalam lingkungan yang mengandung senyawa-
senyawa organik sangat memuaskan, tetapi boraks dapat menyerang logam
seng deengan cepat dan logam seng dalam kuningan membentuk senyawa
kompleks seng, Peristiwa ini disebut sebagai dezincfication. Inhibitor
merkaptobenzotiazo sangat efektif jika digunakan pada unit proses dan
sistem jaringan pipa yang konstruksinya terbuat dari bermacam-macam
logam. Pembentukan lapisan pasif oleh inhibitor anodik lebih sulit pada
temperatur tinggi, konsentrasi garam tinggi, pH rendah atau konsentrasi
oksigen rendah. Oleh karena itu pada kondisi tersebut proteksi logam tidak
tidak akan dicapai, malahan sebaliknya akan menyebabkan korosi yang
hebat yang berupa korosi sumuran, sehingga inhibitor anodik disebut juga
sebagai dangerous inhibitor.
5.5.2 Inhibitor katodik
Inhibitor ini dapat menurunkan laju korosi di daerah katoda, di mana proses
katodik (reaksi reduksi) dapat berlangsung karena penghambatan salah
satu tahap dari proses katodik seperti ionisasi oksigen, difusi oksigen ke
daerah katoda dan pembebasan ion-ion hidrogen sehingga tidak
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 98
menyebabkan intensitas serangan lokal. Efektifitas kerja inhibitor katodik
relatif baik pada pH alkali.
Inhibitor katodik atau precipitation film type meliputi: polifosfast,
ortofosfat, dan fosfonat, garam-garam seng. Polifosfat, ortofosfat dan
fosfonat adalah typical precipitation film type, berkombinasi dengan ion
kalsium yang terdapat dalam lingkungan aqueous atau nonaqueous dan
bilamana ion seng ditambahkan maka akan terbentuk film protektif pada
permukaan baja yang tidak larut dalam lingkungan tersebut. Dan
menunjukkan efek inhibisi. Film proteksi ini sebagian besar tersusun atas
kalsium fosfat yang mudah terbentuk dalam lingkungan alkali dan
sebagian besar film terbentuk pada daerah katoda di mana OH- terbentuk
melalui reaksi katodik dari proses korosi. Dalam beberapa hal film
presipitasi relatif porous dan kurang efektif dari pada film oksida. Bila
inhibitor jenis presipitasi ditambahkan dalam konsentrasi relatif tinggi
untuk meningkatkan efeknya, film protektif akan tumbuh menjadi tebal
dan menimbulkan masalah kerak. Oleh karena itu, konsentrasi dari
inhibitor ini harus dikontrol dengan teliti.
Garam-garam seng dapat digunakan untuk menurunkan korosi melalui
pembentukan film presipitasi sebagai seng-hidroksida pada daerah katoda
dikarenakan kenaikan pH secara lokal. Seng, umumnya dikombinasikan
dengan kromat, fosfona atau polifosfat untuk menghasilkan efek
sinergistik dalam lingkungan aqueous atau nonaqueous. Fosfat organik,
seperti fosfonat juga digunakan sebagai inhibitor korosi dalam lingkungan
aqueous atau nonaqueous, karena fosfonat kuramg mempunyai
kecenderungan untuk membentuk kerak dibandingkan dengan
penambahan polifosfat. Fosfonat juga digunakan sebagai inhibitor anti
kerak, karena mempunyai efek inhibisi yang sangat bsik terhadap
pengendapan kalsium karbonat dalam lingkungan aqueous atau
nonaqueous di samping sebagai inhibisi korosi.
5.5.3 Inhibitor campuran.
Aplikasi satu jenis inhibitor korosi secara tunggal sering kali menyebabkan
masalah seperti yang telah diuraikan di atas, jadi beberapa jenis bahan
kimia biasanya digunakan dalam bentuk kombinasi untuk menghasilkan
efek sinergistik. Untuk menurunkan kecenderungan korosi sumuran yang
disebabkan oleh penggunaan inhibitor anodik misalnya konsentrasi kromat
yang tepat (di bawah konsentrasi kritis), maka inhibitor katodik seperti
polifosfat, garam-garam seng biasanya digunakan dalam bentuk
kombinasi. Film yang relatif porous yang terbentuk oleh bermacam-
macam senyawa fosfat akan menjadi kompak dan membentuk film
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 99
presipitasi yang mempunyai sifat berbeda bilamana penggunaan polifosfat
dikombinasikan dengan garam-garam seng. Untuk menurunkan
kecenderungan porositas dan pembentukan kerak dari inhibitor jenis film
presipitasi, penggunaan fosfat dengan poli-elektrolit (polimer) yang
mempunyai berat molekul rendah adalah sangat efektif karena polimer
mengsabsorpsi endapan kalsium fosfat pada permukaan logam dan
menurunkan laju pertumbuhan kerak tersebut. Film presipitasi ini
menunjukkan inhibisi korosi sama seperti atau lebih baik dari pada film
oksidasi.
5.5.4 Inhibitor teradsorpsi
Adalah inhibitor senyawa-senyawa organik yang dapat
mengisolasi logam dari lingkungan korosif dengan cara membentuk
film teradsorpsi di permukaan logam sehingga menurunkan laju
korosi. Ada 2 macam inhibitor teradsorpsi:
1) Teradsorpsi secara fisika, tidak membentuk ikatan kimia dengan
permukaan logam, sehingga cepat membentuk film tetapi mudah
lepas kembali.
2) Teradsorpsi secara kimia, membentuk ikatan kimia dengan
permukaan logam, sehingga dapat memberikan efek induksi
elektron ke permukaan logam. Inhibitor teradsorpsi dengan ikatan
kimia dapat berfungsi ganda: membentuk film di permukaan dan
menghambat reaksi oksidasi logam.
Kebanyakan inhibitor korosi dari jenis film teradsorpsi seperti senyawa-
senyawa amin, mempunyai gugus fungsional yang dapat teradsorpsi pada
permukaan logam, dan juga mempunyai gugus hirofobik dalam struktur
molekulnya, yang berfungsi menolak molekul air pada permukaan logam.
Inhibitor korosi ini mencegah korosi melalui adsorpsi pada permukaan
logam yang bersih dengan gugus fungsinya, dan menghambat difusi air dan
oksigen terlarut ke permukaan logam dengan gugus hidrofobiknya.
Inhibitor ini mempunyai efek relatif kecil dalam air netral, karena
permukaan logam biasanya tidak bersih akibat adanya oksidasi logam atau
kerak, jadi pembentukan film adsorpsi yang sempurna sangat sulit.
Inhibitor korosi yang didasarkan pada senyawa amin biasanya digunakan
untuk pengolahan air umpan boiler dan cuci asam, tetapi jarang digunakan
dalam sistem pendingin sirkulasi terbuka karena biayanya sangat mahal
dan efek inhibisi korosinya sangat rendah untuk baja karbon dalam air
dibandingkan dengan inhibitor korosi organik.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 100
5.5.5 Inhibitor Zink Phospat
Penggunaan inhibitor zinc phospat untuk mencegah terjadinya korosi di
perpipaan ini salah satunya dilakukan di PT Pomi Paiton yang merupakan
salah satu perusahaan pembangkit Listrik swasta yang menggunakan
tenaga uap dalam menghasilkan listrik 2.045 MW. PT. Operation and
Maintenance Indonesia (PT. POMI) merupakan salah satu perusahaan
yang bergerak di bidang Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan
mengoperasikan tiga unit pembangkit listrik berkapasitas 2.045 MegaWatt.
Tiga unit tersebut yaitu unit 3 dengan kapasitas 815 MegaWatt dan unit 7
& 8 dengan kapasitas masing-masing 615 MegaWatt. Listrik yang
dihasilkan akan disalurkan untuk memenuhi kebutuhan listrik di pulau
Jawa, Madura dan Bali.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap memanfaatkan air laut sebagai
pembangkit listrik sehingga air laut memiliki peranan yang sangat penting
dalam proses produksi listrik. Air laut ini tidak serta merta digunakan
langsung untuk proses namun harus melalui tahap treatment atau perlakuan
terlebih dahulu, yaitu Water Treatment Plant (WTP). WTP menghasilkan
3 produk air yang akan digunakan yaitu Service Water, Potable Water dan
Demineralized Water.
Service water digunakan hampir diseluruh proses produksi, sehingga
diperlukanlah perancangan perpipaan untuk mengalirkan service water
dari Service Water Tank ke tempat-tempat yang membutuhkan service
water. Masalah yang dihadapi dalam hal ini berkaitan dengan laju korosi
yang terjadi pada perpipaan di pengolahan service water. Korosi di
perpipaan service water di tahun 2012 mengalami masalah yang sangat
kruisal yaitu laju korosinya mencapai >40 mils per year (mpy) sehingga
menyebabkan penyumbatan di perpipaan service water akibat adanya
produk korosi yang terbentuk.
Korosi merupakan masalah umum dalam kehidupan sehari-hari. Nama lain
dari korosi disebut juga berkarat. Korosi sendiri umunya terjadi pada
benda-benda logam seperti besi. Korosi banyak menimbulkan masalah dan
kerugian dalam hal ekonomis maupun material yang merupakan salah satu
masalah utama dalam dunia industri karena korosi menyebabkan
kegagalan pada material yang berujung kerusakan pada peralatan atau
kegagalan pada operasi yang menimbulkan kerugian yang tidak sedikit.
Bahkan korosi juga dapat menyebabkan meledaknya peralataan operasi
akibat terkikis oleh lapisan korosi.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 101
Salah satu metode untuk mengurangi laju korosi adalah dengan metode
inhibitor korosi. Secara umum suatu inhibitor dalah suatu zat kimia yang
dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia. Sedangkan
inhibitor korosi adalah suatu zat kimia yang bila ditambahkan kedalam
suatu lingkungan, dapat menurunkan laju penyerangan korosi lingkungan
itu terhadap suatu logam. Jenis inhibitor korosi ada 4 macam antara lain:
inhibitor anodik, inhibitor katodik, inhibitor campuran, dan inhibitor
adsorpsi. Bahan kimia yang biasa digunakan umtuk inhibitor korosi antara
lain: sodium sulfit, hydrazine, zinc phospate, dan sodium silicate.
Penambahan inhibitor korosi ini akan membentuk endapan yang
menyelimuti permukaan logam, sehingga logam tidak bisa kontak dengan
oksigen, maka terputuslah rantai segitiga korosi. Inhibitor yang digunakan
di PLTU Paiton Unit 7 & 8 adalah Zn3(PO4)2 atau zinc Phosphate dengan
konsentrasi 15 ppm/bulan.
Namun penambahan inhibitor korosi Zn3(PO4)2 menimbulkan masalah
lain, yaitu pencemaran lingkungan dan biaya yang mahal. Limbah yang
dihasilkan dari penambahan zat tersebut, saat ini memiliki kandungan zinc
yang relatif tinggi. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 363 Tahun 2013 tentang Izin Pembuangan Air
Limbah ke Laut PT. POMI, disebutkan bahwa baku mutu untuk logam zinc
bisa dibuang ke lingkungan adalah kurang dari 1 ppm untuk limbah cair,
sedangkan untuk limbah padat berupa sludge harus kurang dari 50 ppm. Di
PT. POMI pada bulan Desember 2015 kadar zinc yang terdapat di bagian
sludge sebesar 81,5ppm yang melebihi batas yang sudah ditentukan
pemerintah.
5.5.6. Inhibitor Sodium Silikat
Sodium silicate adalah silikat alkali yang paling umum digunakan. Bahan
ini biasanya diproduksi sebagai gelas dan jika dilarutkan dalam air akan
membentuk alkali kental. Silikat yang larut disebut gelas air, yang biasanya
digunakan untuk semen, pelapis, pengolahan air.
Sodium silicate telah digunakan untuk menghambat korosi baja selama
lebih dari 70 tahun. Prinsip umumnya terletak pada pemberian silikat
terlarut pada pipa air logam dan film pelindung terbentuk pada permukaan
bagian dalam pipa. Sodium silicate digunakan untuk pencegahan korosi
pada jaringan pipa pemanas air, pasokan panas terpusat sistem, ketel uap
dan transmisi air jaringan pipa baja.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 102
Pengaruh pH terhadap inhibitor korosi besi dan baja ringan dengan sodium
silicate dalam air pada umumnya meningkatkan pH dan memiliki peranan
penting dalam penghambatan korosi. Sodium silicate efektif sebagai
inhibitor korosi untuk besi karena menghambat pembubaran anodik logam.
Pengurangan laju korosi pada kisaran pH 9,6-11,6. Penelitian oleh Syams
El-Din dkk menunjukkan bahwa korosi baja terkondisi dikecilkan
maksimal 47%. Penggunaan sodium silicate yang digunakan
berkelanjutan jika diberhentikan maka perlindungan secara bertahap akan
hilang.
Sodium silicate adalah inhibitor campuran katodik dan anodik. Dimana
inhibitor ini dapat menghambat reaksi katodik dan anodik secara
bersamaan. Inhibitor korosi ini akan bekerja optimal pada pH yang basa,
yaitu 9,6 – 11,6 sehingga tidak diperlukan penambahan lime untuk
menaikkan.
PRAKTIKUM PENGGUNAAN INHIBITOR DALAM PROTEKSI
KOROSI LOGAM
Corrosion rack
Gambar 5.13 Sketsa corrosion Rack untuk uji korosi dan skema simulasi
uji korosi logam mild steel & copper dengan
menggunakan inhibitor sodium silikat.
Mild Steel dan Copper
Berat awal coupon
Inhibitor
Na2SiO3
0,10,15,20,30
ppm
Proses korosi dengan
Corrosion Rack selama
15 hari
Berat akhir
Perhitungan laju korosi
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 103
Prosedur Simulasi Uji Korosi
Pengujian Laju Korosi air dengan Penambahan Inhibitor Na2SiO3
(Sodium Silicate)
1) Pasang Corrosion Coupon pada Corrosion rack yang sudah
terhubung dengan pompa dan tangka yang berisi air sebanyak 200
L.
2) Tambahkan Inhibitor Na2SiO3 (Sodium Silicate) pada masing-
masing sistem sebesar 10, 15, 20, dan 30ppm.
3) Nyalakan Pompa, atur flowrate (laju alir) 100 L/h dan lakukan
pengukuran pH awal pada tangki berisi air.
4) Jalankan proses simulasi korosi ini selama 15 hari untuk semua
coupon.
5) Matikan Setelah 15 hari pompa pada proses.
6) Ambil Corrosion Coupon dan amati perubahan yang terjadi.
7) Lakukan penimbangan Berat akhir Corrosion Coupon.
8) Lakukan perhitungan Nilai Corrosion Rate (CR) mpy dari
penambahan inhibitor Na2SiO3 (Sodium Silicate) pada masing-
masing konsentrasi.
9) Ukur pH akhir pada tangki yang berisi air.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 104
PRAKTIKUM PROTEKSI KATODIK
Tujuan:
1) Membuktikan bahwa jika suatu benda kerja yang berada di
dalam media elektrolit dihubungkan dengan logam yang
lebih aktif atau dengan kutub negative sumber arus DC, maka
akan mengalami polarisasi katodik.
2) Mengetahui pengaruh waktu polarisasi terhadap potensial
polarisasi.
Alat:
1) Volt meter
2) kabel-kabel
3) beakerglas
4) elektroda besi (minimal 3), elektroda seng dan elektroda karbon
Bahan: elektrolit : air kran atau larutan encer garam
Cara kerja:
A. SACP (Sacrificial Anode Cathodic Protection)
1) Pengukuran potensial natural (Vo), Gambar 1.
(1) Siapkan alat dan bahan
(2) bersihkan elekroda-elektroda dengan mengampelas dan mencuci.
(3) Isi beaker glas dengan elektorlit, kira-kira setinggi 2 – 2,5 cm
(4) celupkan electrode besi di satu sisi beaker glas dan elektroda
karbon di sisi lain.
(5) ukur beda potensial dan catat sebagai potensial natural,m Vo.
2) Polarisasi dan Pengukuran potensial terpolarisasi (Vt), Gambar 2.
(1) elektroda besi masih tercelup di beakerglas, pada sisi lain
celupkan elekroda seng
(2) sambungkan kedua elektroda dengan kabel berpenjepit buaya,
biuarkan selama 2 menit.
(3) lepaskan koneksi besi-seng, angkat elektroda seng, ukur beda
potensial besi terpolarisasi dengan karbon, Catat data.
3) (1) Ulangi langkah A.1. dengan logam besi yang lain,
(2) Ulangi langkah A.2 untuk waktu 4 menit
4. Ulangi langkah 3 untuk waktu 6, 8, 10. 12, dan teruskan jika waktu
masih cukup.
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 105
B. ICCP (Impressed Current Cathodic Protection)
1) Pengukuran potensial natural (Vo), Gambar 1.
(1) Siapkan alat dan bahan
(2) bersihkan elekroda-elektroda dengan mengampelas dan mencuci.
(3) Isi beaker glas dengan elektorlit, kira-kira setinggi 2 – 2,5 cm
(4) celupkan electrode besi di satu sisi beaker glas dan elektroda
karbon di sisi lain.
(5) ukur beda potensial dan catat sebagai potensial natural,m Vo.
2) Polarisasi dan Pengukuran potensial terpolarisasi (Vt), Gambar 3
(1) elektroda besi masih tercelup di beakerglas, pada sisi lain
celupkan elekroda karbon.
(2) Hubungkan elektroda besi dengan kutub negative baterei
(3) Elektroda karbon dihubungkan dengan kutub positif batere
dengan koneksi secara on-off selama 2 menit.
(4) lepaskan koneksi besi baterei, ukur beda potensial besi
terpolarisasi dengan karbon, Catat data.
3) (1) Ulangi langkah B.1. dengan logam besi yang lain,
(2) Ulangi langkah B.2 untuk waktu 4 menit
4) Ulangi langkah 3 untuk waktu 6, 8, 10. 12, dan teruskan jika waktu
masih cukup.
A b c
Gambar 5.14 a)Pengukuran potensial, b) Polarisasi SACP, Polarisasi
ICCP
V S
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 106
Tabel Data Pengamatan
No t (menit) Vo (mV) Vt (mV) ηc = Vt-Vo
1 2
2 4
3 6
4 8
5 10
Buat Laporan resmi lengkap dengan grafik t (menit) vs ηc
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 107
DAFTAR PUSTAKA
Indocor, Bahan ajar Pelatihan Ahli Korosi Muda, Bandung 2004
Jones, Denny A., Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan
Publishing Company, New York 1992
www.tpub.com/content/aviation/14022/css/14022_htm,
“Concentration Cell Corrosion”, Nopember 2005
www.efunda.com/materials/corrosion/corrosion_types.cfm,
“Concentration cells”, Nopember 2005
Sigit Udjiana, Buku Ajar Teknik Pengendalian Korosi, Jurusan
Teknik Kimia, Politeknik Negeri Malang, 2005
http://www.eagleresearchcorp.com/index.html, “Cathodic Protection,
diakses 24 Nopember 2013.
www.aloha.net, diakses 23 Nopember 2013
http://regional.kompas.com/read/2012/11/25/18142517/Dua.Tiang.Pe
nyangga.Jembatan.Kartanegara.Ambruk diakses 23 Nopember
2013.
http://www.antaranews.com/berita/276945/wahana-atlantis-ancol-
ambruk-lagi-langsung-ditutup, diakses 22 Nopember 2013
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/116975/kendaraan-berat-
dilarang-lewat-jembatan-soekarno-hatta-malang, diakses 20
Nopember 2013
ASM Metals Handbook vol 13 – Corrosion2. Mars G.Fontana “
Corrosion Engineering 3rd ” McGraw-Hill, New York, 1986
http://dreamguo.en.made-in-
china.com/product/MqynNvjkkoYG/China-Graphite-Anode-for-
Cathodic-Protection.html, diakses pada 20 Desember 2013
“Petunjuk Praktikum Korosi”
halaman 108
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Drs. S. Sigit Udjiana, MSi
NIP : 19570810 198603 1 004
Jurusan : Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang
Judul Penelitian :
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Modul Kuliah ”Pengetahuan dan
Pengendalian Korosi” yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri, bukan merupakan alihan, tulisan atau pikiran orang lain
yang saya akui sebagai hasil karya, tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa modul ini
hasil jiplakan (plagiat) dan saya tidak dapat memenuhi pernyataan saya ini
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya tersebut.
Malang,
Desember 2013
Yang membuat
pernyataan
Drs. S. Sigit Udjiana,
MSi
19570810 198603 1
004
POLINEMA PRESSPOLITEKNIK NEGERI MALANG
Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141Telp. (0341) 404424, 404425
Fax. (0341) 404420UPT. Percetakan dan Penerbitan
Gedung AU ground floorpolinemapress@gmail.com
www.polinemapress.org9 786236 562741
ISBN : 978-602-66956-9-7
Korosi sebagai bagian dari salah satu disiplin ilmu kimia harus
diketahui oleh masyarakat sehingga dapat mengamankan material
besi itu dari perkaratan untuk menghindari kerusakan lebih cepat.
Disiplin ilmu ini tentu saja wajib dipelajari oleh mahasiswa
khususnya pada jurusan teknik kimia untuk memberikan
perlindungan terhadap benda berbahan besi sebagai keahliannya.
Korosi adalah kerusakan atau kehancuran material akibat adanya
reaksi kimia disekitar lingkungannya. Secara umum korosi dapat
dibedakan menjadi korosi basah dan korosi kering. Korosi
disebabkan adanya faktor kimia fisika, metarulgi, elektrokimia dan
termodinamika. Menurut Manurung (2016: 74) , bahwa Korosi
dibagi ke dalam 8 kategori: korosi umum, korosi galvanik, korosi
celah, korosi sumur, korosi batas butir, korosi selektif, korosi erosi,
dan korosi tegangan .
Modul Kuliah ”Pengetahuan dan Pengendalian Korosi” yang ditulis
oleh saudara Drs. S. Sigit Udjiana, MSi., dari Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Malang ini secara umum dapat memberi
pencerahan bagi masyarakat dalam mengenali lingkungan sehari-
hari yang selalu bersentuhan dan mengunakan material dari bahan
besi. Istilah korosi yang dikenal oleh masyarakat awam disebut
sebagai perkaratan yang banyak terjadi pada logam besi ternyata
tidak terjadi begitu saja melainkan berproses sesuai deng an
keadaan lingkungan sekitar.