Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

92
ANALISA PROFIL PROTEIN ISOLAT Escherichia coli S1 HASIL IRADIASI SINAR GAMMA IKMALIA 103096029804 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 M / 1429 H

Transcript of Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Page 1: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

ANALISA PROFIL PROTEIN ISOLAT Escherichia coli S1

HASIL IRADIASI SINAR GAMMA

IKMALIA 103096029804

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008 M / 1429 H

Page 2: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Motto:

“Jika engkau kesulitan dalam pekerjaanmu, jangan putus asa, jangan gelisah dan jangan

ragu. Percayalah, jalan keluar akan segera datang”.

“Jalan kebahagiaan ada di depanmu. Carilah ia dalam lautan ilmu, amal shaleh

dan akhlak yang mulia. Bersikaplah obyektif dalam setiap hal, niscaya engkau

akan bahagia”.

“Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku. Tidak ada Tuhan selain Engkau.

Engkau telah menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku berada

dalam janji dan akan menepati perjanjian itu semampuku. Aku berlindung

dari buruk yang aku perbuat. Aku mengakui nikmat-Mu padaku. Aku

mengakui dosa dosaku. Ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang

mengampuni dosa kecuali Engkau”.

Skripsi ini kupersembahkan untuk

Ibunda dan Ayahanda tercinta

Kakanda dan Adinda tersayang

Serta seorang adam terkasih

Semoga Allah meridhoinya.

Page 3: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

ABSTRAK

IKMALIA. Analisa Profil Protein Isolat Escherichia coli S1 Hasil Iradiasi Sinar Gamma. Dibawah bimbingan IRAWAN SUGORO dan SANDRA HERMANTO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil protein Escherichia coli S1 hasil iradiasi sinar gamma sebagai bahan vaksin mastitis inaktif. Kultur sel (1013 sel/ml) diiradiasi dengan dosis 0, 50, 200, 500, 600, 700, 800, 900, dan 1000 Gy dengan laju dosis 1089,59 Gy/Jam. Kultur sel dianalisis kandungan protein intraselular dan ekstraselular dengan metoda Lowry. Profil protein dianalisis menggunakan SDS-PAGE dengan konsentrasi gel 10% dan protein standar (marker) dengan berat molekul 10 – 220 kDa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri E. coli mampu diinaktivasi pada dosis diatas 800 Gy. Pada dosis inaktivasi menunjukan tidak ada pengaruh yang signifikan (Sign > 5%) terhadap profil protein yang dihasilkan, bila dibandingakan dengan kontrol. Hal ini menunjukan bahwa protein hasil iradiasi pada dosis inaktif dapat digunakan sebagai bahan vaksin mastitis inaktif.

Kata Kunci: Vaksin, Protein, Escherichia coli, Iradiasi sinar gamma, dan SDS-PAGE.

Page 4: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

ABSTRACT

IKMALIA. Analyze the protein profile of Escherichia coli S1 which irradiated by gamma rays. Advisor IRAWAN SUGORO and SANDRA HERMANTO.

The experiment has been conducted to study the protein profile of Escherichia coli S1 which irradiated by gamma rays as inactive mastitis vaccine. Cell culture (1013 cells/ml) was irradiated with dose 0, 50, 200, 500, 600, 700, 800, 900, and 1000 Gy with dose rate of 1089,59 Gy/Jam. The cell culture was analyzed for total intracellular and extra cellular protein by Lowry method. The protein profile was analyzed by SDS-PAGE with 10% gel concentration and standard protein (marker) of molecular weight was 10 – 220 kDa. The result showed that E. coli cells could be inactivated by doses higher than 800 Gy. The profile protein of inactivated doses weren’t affected significantly than control. Based on the result, the protein of inactivated doses can be used as inactive mastitis vaccine. Key words: Vaccine, protein, Escherichia coli, gamma ray irradiation, and SDS-

PAGE.

Page 5: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Analisa Profil Protein Isolat Escherichia coli S1 Hasil

Iradiasi Sinar Gamma”.

Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi

Muhammad SAW beserta segenap keluarga, para sahabat dan para pengikutnya

hingga yaumul kiyamah.

Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari peranan berbagai pihak yang telah

ikut secara langsung maupun tidak langsung. Penulis sadar sepenuhnya, bahwa

bagaimanapun usaha yang ditempuh tanpa adanya bimbingan dan bantuan dari

pihak lain, penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Maka dalam

kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Saputra, M.Sis, selaku dekan Fakultas Sains

dan Teknologi.

2. Ibu Sri Yadial Chalid, M.Si, selaku ketua Program Studi Kimia dan dosen

Penguji I.

3. Bapak Irawan Sugoro, M.Si, selaku dosen Pembimbing I yang telah

banyak memberikan dukungan, bantuan dalam penelitian maupun

penulisan.

Page 6: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

4. Bapak S. Hermanto, M.Si, selaku dosen Pembimbing II yang telah banyak

membantu dan memberikan kritik dan saran yang membangun dalam

analisa hasil dan penulisan.

5. Bapak DR. Mirzan T. Razzak,M.Eng.,APU, selaku dosen Penguji II.

6. Ibunda dan Ayahanda tercinta yang kasih sayangnya sepanjang masa dan

telah memberikan dukungan moril, materil serta spiritual, serta kakanda

dan adinda tersayang.

7. Ahmad Hudori yang selalu mendampingi, meluangkan waktu, dan

memberi semangat serta dukungan baik moril maupun spiritual.

8. Ibu Nuniek dan bapak Dinar yang ikut membantu pada penelitian dan

teman-teman seperjuangan khususnya Ericca, Rizkina, Ai, Eva dan Septi

yang memberikan motivasi dan kenangan.

Tak ada gading yang tak retak dan tidak ada sesuatu apapun yang

sempurna di dunia kecuali Allah SWT, sehingga penulis sangat menyadari

akan masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan skripsi ini.

Saran dan kritik yang membangun demi perbaikan sangat diharapkan.

Akhirnya, penulis hanya dapat berdo’a semoga semua amal baik yang

telah diberikan tersebut mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah

SWT. Dan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran demi

kemajuan dan keberhasilan bersama. Amin Ya Mujibas Sailin.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Jakarta, April 2008

Penulis

Page 7: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .......................................................................................... v DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3 1. 4 Hipotesis.................................................................................................... 4 1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 2.1 Bakteri Escherichia coli ............................................................................. 5 2.2 Protein ........................................................................................................ 11 2.3 Antigen....................................................................................................... 16 2.4 Faktor Virulensi Mikroba........................................................................... 18 2.5 Vaksin ........................................................................................................ 21 2.6 Radiasi dan Iradiasi .................................................................................... 29 2.7 Sinar Gamma.............................................................................................. 36 2.8 Elektroforesis ............................................................................................. 41

Page 8: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan................................................................. 44 3.2 Bahan dan Alat........................................................................................... 44 3.3 Metoda Kerja.............................................................................................. 45 3.4 Prosedur Kerja............................................................................................ 46 3.4.1 Pembuatan Kurva Tumbuh Escherichia coli .......................................... 46 3.4.2 Penentuan Dosis Iradiasi Inaktivasi sel E. coli dengan Sinar Gamma.... 46 3.4.3......................................................................................................Pengukuran Protein Sel E. coli Metode Lowry........................................................ 47 3.4.4......................................................................................................Karakteristik Profil Protein Bakteri E. coli.............................................................. 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 4.1 Pertumbuhan bakteri E. coli ...................................................................... 50 4.2 Hasil Inaktivasi Sel E. coli dengan Iradiasi Sinar Gamma ........................ 51 4.3 Konsentrasi Protein sel E. coli Hasil Iradiasi............................................. 53 4.4 Karakteristik Profil Protein Bakteri E. coli ................................................ 55 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 59 5.2 Saran........................................................................................................... 59 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 60 LAMPIRAN.................................................................................................... 65

Page 9: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Morfologi bakteri Escherichia coli ................................................ 5 Gambar 2. Bagian yang terdapat pada bakteri gram negatif ............................ 6 Gambar 3. Skema ilustrasi komponen-komponen bakteri gram negatif.......... 7 Gambar 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya mastitis .................. 9 Gambar 5. Proses infeksi mastitis pada ambing sapi ....................................... 11 Gambar 6. Struktur primer protein................................................................... 13 Gambar 7. Struktur sekunder protein ............................................................... 14 Gambar 8. Beberapa jenis ikatan yang terdapat pada polipeptida ................... 15 Gambar 9. Struktur kuartener protein globular yang kompleks....................... 15 Gambar 10. Sketsa proses denaturasi protein (Winarno, 2002)....................... 16 Gambar 11. Mekanisme kerja vaksin (Scorvia, 2000)..................................... 22 Gambar 12. Efek radiasi terhadap sel yang dapat dimanfaatkan untuk

pembuatan bahan vaksin iradiasi ................................................. 26

Gambar 13. Peristiwa terjadinya eksitasi dan ionisasi ..................................... 31 Gambar 14. Formula asam amino .................................................................... 34 Gambar 15. Efek fotolistrik.............................................................................. 37 Gambar 16. Efek penghamburan compton....................................................... 37 Gambar 17. Pertumbuhan Bakteri E. coli dalam medium TSB yang diinkubasikan pada suhu 370C dan agitasi 120 rpm .................... 50 Gambar 18. Hubungan dosis iradiasi sinar gamma terhadap jumlah sel bakteri E. coli.............................................................. 52 Gambar 19. Konsentrasi protein E. coli hasil iradiasi...................................... 54 Gambar 20. Profil protein bakteri E. coli S1 hasil iradiasi sinar gamma......... 56

Page 10: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Beberapa enzim ektraselular yang turut menentukan virulensi mikroba .............................................................................. 20

Tabel 2. Vaksin iradiasi yang telah dihasilkan................................................. 24

Tabel 3. Jumlah sel E. coli S1 hasil iradiasi sinar gamma ............................... 52

Page 11: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Komposisi buffer sampel dan Komposisi larutan Lowry............ 65 Lampiran 2. Skema kerja ................................................................................. 66 Lampiran 3. Kurva standar protein .................................................................. 67 Lampiran 4. Kurva standar pertumbuhan bakteri E. coli S1............................ 68 Lampiran 5. Hasil analisis LabImage 1D 2006................................................ 69 Lampiran 6. Hasil analisis statistik SPSS 11.5 ................................................ 74 Lampiran 7. Gambar bakteri E. coli S1 dan Inkubator shaker......................... 75 Lampiran 8. Gambar LabImage 1D 2006 ........................................................ 76 Lampiran 9. Gamma Chamber 4000 A dan Bahan-bahan SDS-PAGE........... 77 Lampiran 10. Mini-Protein gel elektroforesis, Atto dan Cara memasukkan

gel ke dalam Mini-Protein gel electrophoresis, Atto ................. 78

Page 12: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Mastitis merupakan penyakit yang mengakibatkan peradangan pada kelenjar

susu (ambing), akibat infeksi oleh mikroba. Apabila sapi perah mengalami

penyakit mastitis, maka produksi susu yang dihasilkan akan lebih sedikit karena

terdapat penyumbatan pada ambing susu sapi, atau bahkan dapat menyebabkan

kematian dan kerusakan bagian organ tubuh pada sapi. (Tetriana dan Sugoro,

2007).

Mastitis juga merupakan hal yang komplek dan tidak ditemukan suatu solusi

yang sederhana untuk mengontrolnya. Beberapa aspek telah banyak dikaji dan di

dokumentasikan dalam literatur ilmiah. Ada yang kontrovesial dan ada opini yang

didasarkan pada fakta. Ada 3 faktor penyebab yang mempermudah terjadinya

mastitis, yaitu kondisi sapi sebagai inang, kondisi lingkungan yang buruk dan

mikroorganisme sebagai agen penyebab penyakit. Salah satu mikroorganisme

penyebab mastitis adalah Escherischia coli, akibatnya produksi susu sapi menurun

(Sugoro, 2004).

Selama ini pengobatan penyakit mastitis dengan menggunakan antibiotika

menimbulkan resistensi pada mikroba dan adanya residu pada susu sehingga perlu

dicari alternatif lain untuk mencegah penyakit ini. Salah satunya adalah

pembuatan vaksin. Penggunaan vaksin di Indonesia belum banyak digunakan,

Page 13: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

karena kurangnya informasi dan harga yang relatif mahal dan penggunaan vaksin

komersil tidak cocok dengan strain lokal. Salah satu produk vaksin yang beredar

di pasaran adalah J5 Bacterin dan Mastiguard untuk bakteri Coliform dan

Endovac bovi untuk bakteri Gram negatif. Vaksin-vaksin tersebut ini telah banyak

digunakan oleh para peternak di Amerika Serikat, Selandia Baru dan Australia

serta dapat menurunkan kejadian mastitis sampai dengan 60% (Ruegg, 2001).

Penelitian ini didasarkan pada pembuatan vaksin dengan cara menginaktivasi

sel bakteri. Vaksin dapat diperoleh dengan cara konvensional, baik secara kimia

maupun pemanasan. Alternatif lainnya adalah dengan menggunakan iradiasi sinar

gamma untuk menginaktivasi sel bakteri. Keuntungan metode iradiasi, yaitu dapat

mengaktifkan seluruh fase sistem imun, meningkatkan respon imun terhadap

seluruh antigen (proses inaktivasi dapat menyebabkan perubahan antigenitas),

durasi imunitas lebih panjang, biaya lebih murah, lebih cepat menimbulkan respon

imunitas dan mudah dibawa ke lapangan. Tetapi vaksin jenis ini memiliki

beberapa kelemahan di mana vaksin ini kurang baik apabila digunakan pada

daerah tropis dan pada penderita penyakit immunodeficiency serta adanya

kemungkinan terjadi mutasi balik yang menyebabkan daya virulensi menjadi

tinggi (Tetriana dan Sugoro, 2007).

Vaksin adalah bahan antigenetik yang digunakan untuk menghasilkan

kekebalan aktif terhadap suatu penyakit, dan salah satu vaksin penghasil antibodi

yaitu protein yang berperan untuk melawan bakteri penyakit yang biasa disebut

antigen. Salah satu bagian sel bakteri yang berperan sebagai faktor virulensi

adalah protein (Lehtolainen, 2004).

Page 14: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Inaktivasi bakteri dengan cara iradiasi sinar gamma akan mengubah

konfigurasi molekuler dari sel bakteri, salah satunya adalah molekul protein yang

diasumsikan bahwa konfigurasi 3 dimensinya berubah menjadi terbuka dan siap

melakukan suatu reaksi (Darussalam, 1996). Namun demikian, untuk mendukung

hal tersebut perlu dilakukan analisis profil protein sebelum dan sesudah diiradiasi.

Analisa tersebut dapat dilakukan melalui elektroforesis SDS-PAGE (Sodium

dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis), sehingga dapat diketahui

apakah protein bakteri tersebut mengalami perubahan yang signifikan atau tidak

setelah proses iradiasi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang di atas, maka masalah penelitian yang dapat

dirumuskan adalah bagaimana kecenderungan profil protein isolat E. coli S1 hasil

iradiasi sinar gamma sebagai bahan vaksin mastitis inaktif?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui dosis iradiasi sinar gamma yang dapat menginaktivasi sel

bakteri E. coli.

2. Mengetahui pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap profil protein

yang dihasilkan pada sel bakteri E. coli.

Page 15: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

1.4 HIPOTESIS

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

H0 = Ada pengaruh yang signifikan antara dosis iradiasi terhadap profil

protein yang dihasilkan.

H1 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara dosis iradiasi terhadap

profil protein yang dihasilkan.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

dosis iradiasi sinar gamma yang maksimal untuk inaktivasi bakteri E. coli S1

sebagai bahan vaksin mastitis.

Page 16: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri Escherischia coli

Klasifikasi Ilmiah

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Familia : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : E. coli

Gambar.1. Morfologi Bakteri E. coli (Feng, et. al, 2002)

Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis spesies

utama bakteri Gram-negatif fakultatif anaerobik dan tidak berspora, dengan

ukuran panjang 2 μm dan tebal 0,8 μm. Dinding sel dari Gram-negatif secara khas

terdiri dari tiga lapisan, yaitu (1) Membran sitoplasmik (membran yang

menyelubungi sitoplasma tersusun atas lapisan fosfolipid dan protein), (2) Lapisan

peptidoglikan (gabungan protein dan polisakarida), (3) membran bagian luar

Page 17: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

(terdiri atas fosfolipid, protein dan lipopolisakarida). Sedangkan di dalam

sitoplasma terdapat beberapa substansi, yaitu:

1. Ribosom, merupakan partikel kecil yang tersebar dalam sitoplasma terdiri

dari 35% protein dan 65% asam ribonukleat (RNA), berfungsi sebagai

tempat sintesis protein.

2. Granul, merupakan tempat penyimpanan makanan berupa polisakarida,

lipida, polifosfat, metafosfat, sulfur, dan poli beta hidroksi asam butirat

(PBH).

3. Bahan Nukleus, merupakan untaian ganda DNA mencapai 1,2 mm, tetapi

terlipat menjadi diameter 2 nm, berfungsi sebagai pembawa informasi

genetik.

4. Mesosom, merupakan lipatan membran sitoplasma kedalam sitoplasma.

Bakteri gram negatif mempunyai alat gerak berupa flagel yang tersusun dari

sub unit protein yang disebut flagelin, yang mempunyai berat molekul rendah

dengan ukuran diameter 12-18 nm dan panjang lebih dari 20 nm, serta terdapat

pili mirip flagel tetapi lebih pendek dengan panjang 12 nm, kaku dan berdiameter

lebih kecil dan tersusun dari protein, pili dapat berfungsi sebagai jalan

pemindahan DNA saat konjugasi. Selain itu, mempunyai kapsul atau lapisan

lendir yang merupakan polisakarida tebal dan air yang melapisi permukaan luar

sel.

Page 18: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

(a) Flagel (b) Pili

Gambar 2. Bagian permukaan membran luar yang terdapat pada bakteri gram negatif

Pada E. coli terdapat tiga jenis antigen, yaitu O-antigen yang merupakan inti

lipopolisakarida dan unit-unit polisakarida, K-antigen yang merupakan kapsul,

dan H-antigen yang merupakan flagel (Lehtolainen, 2004).

Dalam sitoplasma sel E. coli dijumpai adanya ribosom yang berfungsi untuk

sintesis protein. E. coli merupakan bakteri yang mudah untuk dikultivasi dalam

media cair yang mengandung glukosa dan ion-ion anorganik (Mg, Ca, Fe, Co, Zn,

Cu, Mn, atau Ni). Bakteri ini akan membelah dalam waktu 60 menit (waktu

generasi = 60 menit ). Waktu generasi pada bakteri ini dapat diperpendek menjadi

20 menit apabila dalam media ditambahkan basa purin dan basa pirimidin yang

merupakan bahan pokok pembentukan asam nukleat dan asam amino (Juwono

dan Zulfa, 2000).

Page 19: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Gambar 3. Skema ilustrasi komponen-komponen bakteri gram negatif

Pada mulanya E. coli dianggap makhluk hidup terkecil yang dapat dibiakkan

secara in-vitro, tetapi ternyata terdapat makhluk hidup lain yang mempunyai

ukuran lebih kecil yang juga dapat dibiakkan secara in-vitro yaitu PPLO

(Pleuropneumonia Like Organism) yang merupakan penyebab penyakit pada

binatang maupun manusia, PPLO ini mempunyai ukuran diameter 0,1-0,25

mikron berarti jauh lebih kecil daripada bakteri apalagi sel-sel manusia (Juwono

dan Zulfa, 2000).

Terdapat 3 (tiga) jenis bakteri E. coli, yaitu (1) Enteric - termasuk jenis yang

paling umum. Tanda klinis utama yang ditimbulkan pada inangnya adalah diare

hebat. Apabila Pedet (anak sapi) terserang bakteri ini, maka akan cepat menjadi

lemas dan mengalami dehidrasi. Biasanya diawali dulu dengan demam yang

kemudian dengan cepat kembali normal, atau mendekati normal, dan dapat

Peptidoglikan

Lipopolisakarida

O antigen

Membran luar

Gel periplasmik

Membran sitoplasmik

Lipoprotein

Protein

Fosfolipid

Page 20: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

menyebabkan kematian. (2) Enterotoxigenic - Disebabkan oleh bakteri E. coli dari

jenis K-99. Infeksi dari strain ini berakibat fatal. Racun menyebabkan cairan yang

dipompa ke dalam usus sedemikian banyak sehingga pedet (anak sapi) biasanya

mati bahkan sebelum gejala diare (mencret) muncul. Diare seperti ini adalah salah

satu diare yang dapat muncul pada umur pedet (anak sapi) di bawah 3 hari. (3)

Septicemic - Jenis ini bekerja mirip bakteri Salmonella. Metodanya adalah dengan

menginfeksi aliran darah dan masuk ke dalam jaringan tubuh sehingga

menyebabkan infeksi global. Luka dan jejak dari infeksi bakteri jenis ini biasanya

tidak tampak secara jelas. Ini merupakan jenis E. coli yang ganas, seringkali

menyebabkan kematian tanpa gejala klinis diare terlebih dahulu. Pedet (anak sapi)

yang tidak mendapat atau dihentikan pemberian kolostrum, biasanya mati karena

jenis septisemik ini (Manglayang, 2006).

Infeksi Bakteri

Bakteri E. coli menginfeksi pada masa laktasi hari ke-60. Ada 3 (tiga) faktor penyebab yang mempermudah

terjadinya mastitis, yaitu kondisi sapi sebagai inang, kondisi lingkungan yang buruk dan mikroorganisme sebagai agen

penyebab penyakit (Gambar 4).

Lingkungan

Sapi

Mikroorganisme

Page 21: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Gambar 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya mastitis.

Kondisi sapi yang sakit karena infeksi alat reproduksi (radang rahim), infeksi

saluran pencernaan (mencret), radang kuku, dan penyakit kulit (kutil, eksim, dan

cacar) akan mempermudah terinfeksi mastitis. Selain itu bentuk ambing, pakan,

umur dan stadium laktasi pun dapat mempengaruhi, ambing yang bergantung

sangat rendah akan mudah kontak dengan lantai kandang sehingga beresiko

terserang mastitis. Kuantitas dan kualitas pakan yang tidak memadai (kurang gizi)

menyebabkan hewan menjadi kurus, kelemahan dan terganggunya metabolisme.

Makin tua sapi maka semakin peka, di mana mekanisme penutupan lubang puting

susu semakin menurun dan proses penyembuhan semakin lama. Stadium laktasi,

terutama pada minggu pertama dan minggu terakhir beresiko pula terinfeksi

mastitis (Fuad, 2006).

Luka atau lecet pada ambing atau puting susu yang diakibatkan oleh lantai kandang yang kasar, kuku panjang atau

tajam, sikat yang keras, memerah susu dengan cara kasar, memerah dengan cara menarik puting dapat menyebabkan

mastitis di mana luka akan mendatangkan lalat (Tetriana dan Sugoro, 2007).

Kondisi lingkungan yang mempermudah kejadian mastitis adalah kondisi

kandang ternak yang basah dan kotor dan peternak/pemerah/pekerja tidak

memelihara tubuh seperti kuku yang panjang, memakai pakaian kotor dan lain

sebagainya (Sugiwaka, 2005).

Pada umumnya mastitis disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus

agalactiae, Staphylococcus aureus, Streptococcus dysgalactiae, Streptococcus.

uberis, Streptococcus bovis, Enterococcus faecium, Enterococcus faecalis,

Page 22: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Klebsiella oxytoca, dan Enterobacter

aerogenes.

Kerugian yang diakibatkan mastitis adalah berkurangnya produksi susu hingga

25-30% atau berhenti sama sekali, kualitas susu menjadi turun sehingga tidak

dapat dijual atau dikonsumsi, biaya perawatan meningkat, dan sapi dapat diafkir

lebih awal (Fuad, 2006).

Mastitis terjadi karena masuknya bakteri melalui saluran puting dan

berkembang biak dengan cara pembelahan di dalam susu yang diproduksi jaringan

sehingga menimbulkan radang (Gambar 5). Mikroorganisme akan menembus

saluran puting dengan berbagai cara diantaranya pemerahan, di mana

mikroorganisme masuk melalui saluran puting atau hasil perpindahan secara fisik

dari ujung puting yang ditekan akibat pergerakan sapi. Selama pemerahan dengan

mesin, mikroorganisme mungkin terdorong masuk atau melalui saluran puting

masuk ke dalam puting. Penularan dari ambing yang terinfeksi mastitis ke ambing

sehat dapat terjadi melalui kain lap ambing yang digunakan untuk seluruh ternak,

tangan pemerah yang kotor, urutan pemerahan yang salah dan peralatan

pemerahan yang kotor (Tetriana dan Sugoro, 2007).

Mikroba masuk ke dalam ambing melalui lubang puting

Mikroba berkembang di dalam ambing

Page 23: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Gambar 5. Proses infeksi mastitis pada ambing sapi

2.2 Protein

Protein yang berasal dari kata proteos (utama atau pertama) merupakan

senyawa makromolekul yang memiliki peranan penting pada setiap makhluk

hidup. Protein dihasilkan dari proses ekspresi genetik molekul DNA yang terdapat

di dalam sel (Lehninger, 1982). Protein adalah suatu polipeptida dengan bobot

molekul yang sangat bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Disamping

berat molekul yang berbeda-beda, protein mempunyai sifat yang berbeda-beda

pula (Poedjiadi, 1994), dengan fungsi yang spesifik ditentukan oleh gen yang

sesuai (Lehninger, 1982).

Pada sel E. coli protein terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu protein intraselular

dan protein Ekstraselular. Protein intraselular adalah protein yang terdapat dalam

membran sel, ribosom, dan bahan nukleus. Sedangkan protein ekstraselular adalah

protein yang terdapat dalam dinding sel, membran luar, dan flagel (Yatim, 1999).

Proses pembentukan air susu menjadi terganggu

Hasil metabolisme mikroba akan merusak dan menggangu fungsi sel-sel alveole

Page 24: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Berdasarkan fungsi dan aktifitas biologisnya protein dikelompokkan menjadi

beberapa golongan, antara lain enzim yang merupakan biokatalisator dari hampir

semua reaksi yang terjadi pada makhluk hidup. Protein lain berfungsi sebagai

protein transport seperti hemoglobin yang mengikat dan membawa oksigen

menuju jaringan peri-peri dan lipoprotein yang membawa lipid dari hati ke organ

lain, sementara protein lainnya berfungsi sebagai protein nutrien seperti

ovalbumin dan kasein, serta protein pelindung seperti immunoglobulin yang

berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Di samping itu terdapat pula protein yang

berperan sebagai protein pengatur seperti hormon insulin yang berperan dalam

mengatur keseimbangan kadar glukosa dalam darah (Lehninger, 1982).

Struktur protein

Protein tanpa memandang fungsi dan aktivitas biologisnya bangun oleh

susunan dasar yang sama yaitu 20 asam amino yang molekulnya sendiri tidak

memiliki aktivitas biologis. Masing-masing asam amino dalam suatu protein

terintegrasi melalui ikatan peptida yang tersusun secara kovalen membentuk

struktur yang beragam bergantung dari proses pembentukan dan fungsi dari

protein tersebut (Hermanto, 2003).

Struktur protein terdiri dari struktur primer, sekunder, tersier, dan kuaterner.

Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino dalam

molekul protein. Oleh karena ikatan antar asam amino ialah ikatan peptida, maka

Page 25: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

struktur primer protein juga menunjukkan ikatan peptida yang urutannya

diketahui.

Gambar 6. Struktur primer protein

Struktur sekunder protein merupakan struktur protein yang dihasilkan oleh

adanya interaksi ikatan hidrogen. Struktur sekunder terdiri dari α- heliks (spiral)

dan β- sheets (lembaran berlipat).

Ada dua bentuk struktur β- sheets, yaitu paralel dan anti paralel. Bentuk paralel

terjadi apabila rantai polipeptida yang berikatan melalui ikatan hidrogen itu sejajar

dan searah, sedangkan bentuk anti paralel terjadi apabila rantai polipeptida

berikatan dalam posisi sejajar tetapi berlawanan arah.

α- heliks β- sheets (paralel) β- sheets (anti paralel)

Ikatan Peptida

Page 26: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Gambar 7. Struktur sekunder protein

Struktur tersier menunjukkan kecenderungan polipeptida membentuk lipatan

atau gulungan, dan dengan demikian membentuk struktur yang lebih kompleks.

Struktur ini dimantapkan oleh adanya beberapa ikatan antara gugus R pada

molekul asam amino yang membentuk protein. Beberapa jenis ikatan tersebut

misalnya (a) ikatan elektrostatik, (b) ikatan hidrogen, (c) interaksi hidropob antara

rantai samping non polar, (d) interaksi dipol-dipol dan (e) ikatan disulfida yaitu

suatu ikatan kovalen antara residu sistein (Gambar 8) (Poedjiadi, 1994).

Gambar 8. Beberapa jenis ikatan yang terdapat pada polipeptida.

Struktur kuartener menunjukkan adanya interaksi intermolekuler antar unit-

unit protein. Sebagian besar protein globular terdiri atas beberapa rantai

polipeptida yang terpisah. Rantai polipeptida ini saling berinteraksi membentuk

persekutuan. Gambar 9 menunjukkan suatu model struktur kuartener yang terdiri

atas dua unit protein globular.

Page 27: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Gambar 9. Struktur kuartener protein globular yang kompleks.

Stabilitas Protein

Stabilitas struktur protein yang terbentuk karena adanya interaksi

intramolekuler dan interaksi intermolekuler sangat dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan di sekitarnya. Kondisi eksternal seperti perubahan pH yang ekstrim

atau pengaruh panas dapat menyebabkan struktur tiga dimensi protein rusak dan

kehilangan aktivitas biologisnya. Oleh karenanya protein memerlukan kondisi

tertentu yang memungkinkan senyawa tersebut dapat menjalankan aktivitas

biologisnya secara optimal (Hermanto, 2003).

Ada beberapa jenis protein sangat peka terhadap perubahan lingkungannya.

Apabila konformasi molekul protein berubah, misalnya oleh perubahan suhu, pH

atau karena terjadi suatu reaksi dengan senyawa lain, ion-ion logam, maka

aktivitas biokimiawinya berkurang. Perubahan konformasi alamiah menjadi

konformasi tidak menentu (random coil) merupakan suatu proses yang disebut

denaturasi (Poedjiadi, 1994).

Page 28: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Gambar 10. Sketsa porses denaturasi protein (Winarno, 2002)

2.3 Antigen

Antigen ialah suatu substansi yang bila memasuki inang vertebrata,

menimbulkan respons kekebalan yang membawa kepada terbentuknya kekebalan

dapatan. Respon kekebalan ini mengakibatkan pembentukan antibodi spesifik

yang beredar di dalam aliran darah (imunitas humoral) atau merangsang

peningkatan jumlah sel-sel reaktif khusus yang disebut limfosit (imunitas yang

diperantarai sel atau cell-mediated immunity) atau keduanya. Limfosit ini telah

memperoleh kemampuan yang lebih tinggi untuk menghancurkan sel-sel lain.

Baik antibodi maupun limfosit khusus bereaksi dengan antigen yang digunakan

sebagai bahan untuk membentuk kekebalan. Dengan cara ini kekebalan dapatan

memungkinkan tubuh dapat menghancurkan atau menetralkan mikroorganisme

penyerang ataupun toksinnya. Ini merupakan jalur utama pertahanan internal

tubuh terhadap mikroba patogenik (Pelchzar dan Chan, 1988).

Sifat-sifat antigen

Pada umumnya makin asing komposisi kimiawi dan struktur antigen terhadap

individu yang diimunisasi maka makin efektif antigen tersebut dalam merangsang

Page 29: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

respons kekebalan. Hanya ada dua kelompok senyawa, secara alamiah yang jelas

bersifat imunogenik, artinya mempunyai kemampuan untuk merangsang respons

kekebalan. Senyawa yang dimaksud ialah protein dan polisakarida. Protein pada

umumnya lebih efektif dalam merangsang pembentukan antibodi dibandingkan

dengan polisakarida. Namun, polisakarida kompoleks berukuran besar, seperti

polisakarida pada kapsul pneumokokus, merupakan antigen yang baik karena

menimbulkan reaksi kekebalan yang kuat. Oligosakarida, lipid, dan asam-asam

nukleat tidak merangsang pembentukan antibodi bila berdiri sendiri, tetapi dapat

melakukannya bila bergabung dengan protein, yang disebut hapten (Pelchzar dan

Chan, 1988).

Antigen dapat berupa substansi yang dapat larut seperti toksin bakteri atau

protein serum (bagian zat alir dari darah yang terkoagulasi). Antigen dapat pula

bersifat partikulat, seperti sel bakteri atau virion. Antigen partikulat biasanya lebih

ampuh daripada antigen yang dapat larut. Antigen alami salah satunya adalah

antigen bakteri yang diekskresikan sebagai eksotoksin dan enzim atau komponen

struktural sel (Pelchzar dan Chan, 1988).

2.4 Faktor Virulensi Mikroba

Pada kebanyakan kasus, sifat-sifat yang menyebabkan virulensi suatu

mikroorganisme patogenik itu tidak jelas atau belum diketahui. Namun, telah

diketahui bahwa beberapa bakteri mengekskresikan substansi, sedangkan yang

lain mempunyai struktur khusus yang turut menyumbang kepada virulensinya.

Beberapa faktor mikrobial tersebut antara lain:

1. Toksin.

Page 30: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Beberapa mikroorganisme menghasilkan zat beracun yang dikenal sebagai

toksin. Kemampuan suatu mikroorganisme untuk menghasilkan suatu toksin

yang mempunyai efek buruk terhadap inang dan keampuhan toksin tersebut

merupakan faktor penting di dalam kemampuan organisme tersebut untuk

menyebabkan penyakit. Toksin yang dihasilkan mikroorganisme mungkin

diekskresikan ke medium di sekitarnya (eksotoksin) atau di simpan di dalam

selnya (endotoksin) sebagai bagian dari sel tersebut (Pelchzar dan Chan,

1988).

Eksotoksin.

Eksotoksin dapat berdifusi dan diekskresikan dari sel mikroba yang

menghasilkannya ke dalam medium biakan atau ke dalam sistem peredaran

dan jaringan inang. Eksotoksin adalah protein. Toksisitasnya akan hilang bila

dipanaskan atau diberi perlakuan dengan zat kimia. Fenol, formaldehid, β–

propiolakton, dan berbagai asam dapat memodifikasi eksotoksin secara

kimiawi sehingga toksisitasnya lenyap; dalam hal demikian maka disebut

toksoid. Toksin dan toksoid mempunyai kemampuan untuk merangsang

pembentukan antitoksin, yaitu substansi yang menetralkan toksisitas toksin di

dalam tubuh inang. Kemampuan ini penting untuk melindungi inang yang

rentan terhadap penyakit-penyakit yang disebabkan oleh toksin bacterial

(Pelchzar dan Chan, 1988).

Endotoksin.

Banyak mikroorganisme, terutama bakteri gram negatif, tidak

mengekskresikan toksin terlarut dari sel yang utuh lagi hidup, tetapi

Page 31: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

menghasilkan endotoksin yang dilepaskan hanya bila selnya hancur. Adanya

substansi beracun di dalam populasi bakteri semacam itu disebabkan karena

terlisisnya beberapa dari sel itu. Endotoksin bakteri gram negatif terletak pada

dinding sel dan merupakan substansi kompleks yang mengandung fosfolipid

dan karbohidrat (lipopolisakarida). Dibandingkan dengan eksotoksin,

endotoksin itu (1) relatif stabil terhadap panas (2) tidak membentuk toksoid,

dan (3) kurang toksik (Pelchzar dan Chan, 1988).

2. Enzim ekstraselular.

Virulensi beberapa mikroorganisme sebagian disebabkan oleh produksi

enzim ekstraseluler (lihat tabel 1). Kendati tidak ada satu pun enzim

ekstraselular tunggal yang telah diperlihatkan tanpa meragukan sebagai satu-

satunya faktor penyebab virulensi, tidak disangsikan lagi enzim-enzim

semacam itu berperan di dalam proses patogenik (Pelchzar dan Chan, 1988).

Tabel 1. Beberapa enzim ekstraselular yang turut menentukan virulensi mikroba.

Enzim Kerjanya Bakteri Yang Menghasilkan

Enzim (Contoh)

Hialuronidase

Koagulase

Hemolisin

Lesitinase

Kolagenase

Merombak asam

hialuronat (suatu

komponen jaringan)

Menggumpalkan plasma

Melisis sel-sel darah

merah

Menghancurkan sel-sel

darah merah dan jaringan

lain

Menguraikan kolagen

Stafilokokus, streptokokus, dan

klostridia

Staphylococcus aureus

Stafilokokus, streptokokus, dan

klostrida

Clostridium perfringens

Cl. Perfringens

Page 32: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Leukosidin

(suatu serat jaringan)

Membunuh leukosit

Staphylococcus aureus

Sumber: Pelchzar dan Chan, 1988.

3. Kapsul

Virulensi bakteri dalam banyak hal dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya

kapsul. Bila patogen kehilangan kapsulnya, misalnya oleh mutasi, maka

mereka kehilangan kemampuannya sebagai penyebab penyakit. Nampaknya

bertambahnya virulensi pada galur berkapsul disebabkan oleh kemampuan

polisakaride kapsul untuk mencegah fagositosis atau penelanan oleh fagosit

inang. Kemampuan ini mungkin disebabkan oleh sifat-sifat permukaan kapsul

yang mencegah fagosit sehingga tidak membentuk kontak yang cukup erat

dengan bakteri yang menelannya (Pelchzar dan Chan, 1988).

4. Pili

Banyak bakteri nonpagotenik memiliki pili, sama halnya seperti banyak

bakteri pagotenik memiliki kapsul. Organel-organel ini dapat meningkatkan

virulensi beberapa patogen. Telah dilaporkan bahwa dimilikinya pili

membantu organisme melekat dengan lebih baik pada permukaan sel inang

dan jaringan inang (Pelchzar dan Chan, 1988).

2.5 Vaksin

Vaksin berasal dari kata vaccinia merupakan suatu suspensi mikroorganisme

yang dapat menimbulkan penyakit tetapi telah dimodifikasi dengan cara

Page 33: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

mematikan atau menatenuasi (menghentikan transkripsi DNA pada suatu kodon,

sehingga mRNA yang terbentuk lebh pendek dari biasanya), sehingga tidak akan

menimbulkan penyakit dan dapat merangsang pembentukan kekebalan/antibodi

bila di inokulasikan (Sugoro, 2004), atau hasil-hasil pemurniannya seperti protein,

peptida, partikel serupa virus, dan sebagainya (Pelchzar dan Chan, 1988).

Bila unsur asing ini menyerang tubuh, maka sistem kekebalan akan

mengaktifkan sel-sel tertentu untuk menghancurkan unsur asing tersebut. Jika

tubuh diserang ulang bakteri atau virus di masa datang, sel ingatan akan diaktifkan

dan menjawab lebih cepat dan lebih kuat untuk menghancurkan bakteri atau virus.

Vaksin juga bisa membantu sistem kekebalan tubuh melawan sel-sel degeneratif

seperti kanker (Medical Research News, 2006).

Pada gambar 11 menunjukkan mekanisme kerja vaksin, di mana ketika

vaksinasi berlangsung, vaksin yang berasal dari virus, bakteri atau organisme

yang telah mati maupun yang sudah dalam bentuk aman, disuntikkan ke dalam

sistem (kiri). Vaksin merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi

Gambar 11. Mekanisme kerja vaksin (Scorvia, 2000)

Vaksin Vaksin Antibodi Antibodi Organisme

penyakit

Page 34: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

antibodi terhadap suatu organisme (tengah). Kapanpun tubuh terserang oleh

kuman ini setelah vaksinasi, antibodi pada sistem kekebalan tubuh menyerang dan

menghentikan infeksi (kanan).

Aplikasi Teknik Nuklir Dalam Bidang Vaksin

Infeksi merupakan masalah besar dalam kesehatan dan telah menghabiskan

dana yang sangat besar. Hilangnya harapan hidup atau produktivitas akibat

penyakit infeksi bukan sekedar masalah kesehatan semata, tetapi juga menyangkut

permasalahan sosial dan ekonomi. Infeksi ini dapat menyerang manusia maupun

hewan sebagai inang atau vektor (Tetriana dan Sugoro, 2007).

Infeksi ataupun penyakit akibat infeksi pada manusia telah menyebabkan

kematian sebesar 13 juta orang di seluruh dunia setiap tahun, terutama di negara-

negara berkembang seperti Indonesia (IAEA, 2000). Empat puluh tiga persen

kematian di negara berkembang disebabkan oleh penyakit infeksi sedangkan di

negara maju hanya sebesar satu persen. Kematian yang besar tersebut dapat

dicegah jika dilakukan diagnosa yang cepat dan tepat serta didukung oleh

penanganan yang efektif dan efisien (Machi, S, 2002). Pada hewan, penyakit

infeksi telah menurunkan tingkat produksi dan kualitas hasil ternak. Selain itu,

terinfeksi suatu penyakit menyebabkan hewan di karantina atau dibunuh

(Tetriana dan Sugoro, 2007).

Penyakit infeksi timbul sebagai akibat serangan organisme patogen.

Organisme ini dapat berada di mana saja, misalnya di tanah, air, udara, hewan,

maupun menggunakan hewan sebagai perantara. Infeksi organisme patogen dapat

Page 35: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

terjadi melalui kulit, membran mukosa, transfusi darah, ataupun kontaminasi dari

makanan dan minuman. Oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat dalam

mengendalikan penyakit infeksi. Tujuan utama dari penanganan adalah

menghilangkan atau membunuh organisme patogen penyebab infeksi. Beberapa

penanganan yang umumnya dilakukan adalah mencegah kontaminasi dari

lingkungan, memutuskan siklus hidup dari organisme patogen, memutuskan

hubungan antara inang dan vektor, menghancurkan reservoir host dan mencegah

perkembangan organisme patogen melalui pengobatan dan vaksinasi (Machi, S,

2002).

Salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam penangan penyakit infeksi

ini adalah dengan menggunakan teknik nuklir. Berbagai penyakit yang bersumber

dari virus, bakteri, protozoa dan cacing telah banyak yang memanfaatkan teknik

nuklir dalam proses pembuatan bahan vaksinnya (Tabel 2). Vaksin dapat

merangsang sistem imun pada inang untuk melawan infeksi organisme patogen

(Tetriana dan Sugoro, 2007; Ramamoorthy,S., et. al., 2006).

Tabel 2. Vaksin iradiasi yang telah dihasilkan

Penyakit Jenis vaksin Target vaksinasi

Porcine parvovirus

Ebola Zaire

Marburg Musake

VEE 1A/B

WEE CBA 87/4

Leukimia

Influenza

Virus DNA, inaktif

Virus RNA, inaktif

Virus RNA, inaktif

Virus RNA, inaktif

Virus RNA, inaktif

Virus DNA, inaktif

Virus DNA, inaktif

Manusia

Manusia

Manusia

Manusia

Manusia

Manusia

Manusia

Page 36: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

TBC

Listeria

Brucella abortus

Malaria

Trypanosoma

Koksivet

Neospora caninum

Dictyocaulus

Fasciolosis

HHVI

Schistosomiasis

Bakteri, inaktif

Bakteri, inaktif

Bakteri, inaktif

Protozoa, aktif

Protozoa, aktif

Protozoa, aktif

Protozoa, aktif

Cacing, inaktif

Cacing, aktif

Cacing, aktif

Cacing, aktif

Manusia, Hewan

Manusia

Hewan

Manusia

Manusia

Hewan

Hewan

Hewan

Hewan

Manusia

Manusia

Sumber: Ramamoorthy,S., et. al., 2006

Young (1981), dalam percobaannya menyatakan bahwa iradiasi dapat

mengubah agen penyakit patogen menjadi non patogen yang mampu

menstimulasi sistem kekebalan dalam tubuh. Smith (1992), juga menyatakan

bahwa teknik nuklir/ iradiasi dapat melemahkan agen penyakit tanpa

menghilangkan daya imunogeniknya dan mampu meningkatkan daya kekebalan

pada hewan yang dicobakan.

Radiasi yang ditimbulkan dari inti tidak stabil dapat dimanfaatkan untuk

pembuatan bahan vaksin, terutama dari radiasi pengion, seperti sinar gamma (γ),

beta (β), alfa (α), dan neutron. Dalam pembuatan bahan vaksin, jenis radiasi yang

biasanya digunakan adalah sinar γ yang memiliki sifat daya tembus tinggi dan

ionisasi rendah. Besar kecilnya efek radiasi sinar γ tergantung dari energi dan

jarak sumber radioaktif. Energi sinar γ yang dipancarkan sumber terhadap target

dapat diatur dengan cara pemakaian shielding (Hall, E.J., 1994).

Page 37: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Berdasarkan bahan dasarnya, vaksin dibagi menjadi empat tipe yaitu (1)

vaksin dengan bahan dasar organisme patogen yang dimatikan atau inaktif; (2)

vaksin dengan parasit yang dilemahkan atau daya virulensinya rendah; (3) vaksin

dengan subunit protein hasil purifikasi, rekombinasi atau proses kimia; dan (4)

vaksin asam nukleat baik DNA maupun RNA (Nature, 2005).

Teknologi iradiasi telah banyak dikembangkan untuk pembuatan vaksin

dengan memanfaatkan efek radiasi. Pada Gambar 12 menunjukkan target utama

bagian sel adalah DNA yang merupakan sumber informasi genetik. Perubahan

genetik akan berakibat pada terganggunya kinerja atau kematian sel. DNA yang

terkena radiasi akan mengalami pemutusan rantai dan dapat kembali menyusun

ulang urutan basa nitrogennya. Hasil penyusunan kembali tersebut bisa sama atau

berbeda dengan semula. Penyusunan ulang yang berbeda dapat berakibat pada

kematian sel, mutasi atau transformasi (Hall, E.J., 1994).

Page 38: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Suatu materi hidup seperti sel, apabila terkena sinar gamma akan mengalami

kerusakan secara langsung atau tidak langsung. Efek langsung adalah terjadinya

pemutusan ikatan senyawa-senyawa penyusun sel. Efek tidak langsung terjadi

karena materi sel terbanyak adalah air yang apabila terkena sinar gamma akan

mengalami hidrolisis dan menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas inilah yang

akan menyebabkan kerusakan materi sel seperti molekul enzim, DNA, RNA, dan

yang lainnya. Mengingat bahwa 80% komposisi organisme hidup terdiri dari air,

maka hampir setiap efek radiasi terhadap sistem biologi sebagian besar diawali

Vaksin inaktif Vaksin aktif

Vaksin aktif

Gambar 12. Efek radiasi terhadap sel yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan bahan vaksin iradiasi.

Akibat kerusakan DNA

Iradiasi Sinar γ

Tingkatan Molekular

Tingkatan sel

Sel mati Mutasi Transformasi

Akibat kerusakan DNA

Memperbaiki DNA

Radikal bebas

CO-60

Page 39: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

oleh peristiwa pengaktifan (radiolisis) molekul air (Hall, E.J., 1994 ; Darussalam

1996).

Vaksin yang menggunakan iradiasi dibagi menjadi dua macam, yaitu vaksin

aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif adalah vaksin dengan bahan dasar organisme

hidup yang telah dilemahkan dengan proses iradiasi, sedangkan vaksin inaktif

adalah vaksin dengan bahan dasar organisme mati hasil iradiasi. Vaksin inaktif

sendiri dibagi menjadi dua, yaitu vaksin inaktif rekombinan dan non rekombinan.

Vaksin inaktif rekombinan diperoleh dengan cara melemahkan organisme terlebih

dahulu melalui teknik rekombinan setelah itu diinaktivasi dengan iradiasi. Vaksin

inaktif non rekombinan adalah pemakaian iradiasi untuk inaktivasi organisme

patogen secara langsung (Nature, 2005).

Vaksin aktif yang telah dilemahkan biasanya digunakan untuk parasit yang

bersifat intraselular yang berasal dari protozoa dan cacing. Beberapa penelitian

vaksin yang saat ini dikembangkan baik pada manusia maupun hewan

menggunakan teknik iradiasi untuk melemahkan organisme patogen, seperti

protozoa dan cacing (Jenkins, 2002).

Keuntungan vaksin jenis ini adalah dapat mengaktifkan seluruh fase sistem

imun, meningkatkan respon imun terhadap seluruh antigen (proses inaktivasi

dapat menyebabkan perubahan antigenisitas), durasi imunisitas lebih panjang,

biaya lebih murah, lebih cepat menimbulkan respon imunitas, mudah di bawa ke

lapangan, dapat mengurangi wild type. Tetapi vaksin jenis ini memiliki beberapa

kelemahan di mana vaksin ini kurang baik apabila digunakan pada daerah tropis

dan pada penderita penyakit immunodeficiency serta adanya kemungkinan terjadi

Page 40: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

mutasi balik yang menyebabkan daya virulensi menjadi tinggi (Tetriana dan

Sugoro, 2007).

Hasil percobaan terdahulu menunjukkan bahwa booster yang diberikan akan

bermanfaat apabila diberikan pada saat tingkat produksi/ titer antibodi menjelang

puncaknya, sehingga akan meningkatkan daya kekebalan pada hewan yang

bersangkutan. Di samping itu pertambahan bobot badan hewan tidak terganggu

karena parasit penantang yang diberikan tidak bisa berkembang dan tidak aktif

lagi (Arifin, 2006).

Vaksin inaktif contohnya Leishmania, yaitu penyakit Kala-azar yang

ditimbulkan oleh protozoa. Keuntungan vaksin ini adalah memberikan imunitas

humoral yang tinggi bila booster diberikan, tidak menyebabkan mutasi atau

reversion, dapat digunakan untuk pasien immuno-defisiensi, cocok digunakan

untuk daerah tropis tetapi vaksin jenis ini membutuhkan biaya yang lebih tinggi

karena membutuhkan booster (Gaffar, A., 2006).

Vaksin inaktif rekombinan contohnya untuk penyakit yang disebabkan bakteri

Brucella abortus, yaitu penyakit menyebabkan keguguran pada ternak ruminansia

maupun manusia. Rekombinasi dilakukan untuk melemahkan bakteri dengan cara

menginsersikan gen plasmid bakteri E. coli sehingga B. abortus memiliki

karakteristik membran yang sama dengan E. coli. Selanjutnya mutan tersebut

yang diinaktivasi dengan iradiasi sinar gamma dengan dosis 300 Gy

(Ramamoorthy,S., et al., 2006).

Page 41: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

2.6 Radiasi dan Iradiasi

Radiasi merupakan proses yang kejadiannya berlangsung tanpa unsur

kesengajaan atau tanpa adanya perlakuan khusus, misalnya: bentuk mutasi pada

tanaman dapat terjadi secara alamiah (spontan) akibat radiasi sinar kosmik di

alam. Sedangkan iradiasi merupakan proses yang kejadiannya berlangsung karena

adanya perlakuan khusus terhadap sesuatu obyek yang dilakukan secara disengaja

(misalnya untuk tujuan melakukan suatu pengamatan atau penelitian), contoh:

bahan makanan yang telah diiradiasi (the irradiated food) dengan sinar gamma

dapat menjadi awet dan tidak cepat membusuk ataupun rusak (Darussalam, 1996).

Beberapa macam radiasi dapat bersifat letal (mematikan) terhadap sel-sel

mikroba dan juga sel-sel organisme lain. Radiasi macam ini meliputi bagian dari

spektrum elektromagnetik (radiasi ultraviolet, gamma, dan sinar X) dan sinar-

sinar katode (elektron berkecepatan tinggi).

Proses perubahan materi akibat radiasi sangatlah kompleks, tetapi untuk

penyederhanaannya dapat digambarkan dalam empat tahapan:

1. Tahap Fisik Awal

Tahap awal ini berlansung hanya kira-kira 10-16 detik, energi terdeposit di

dalam sel dan menyebabkan ionisasi. Di air reaksinya dapat dinyatakan

sebagai: H2O → H2O+ + e-. (H2O+ adalah ion positif dan e- ion negatif).

Peristiwa ionisasi terjadi bilamana radiasi dengan energi yang cukup besar

melintas mendekati ataupun menumbuk suatu atom dan menyebabkan

terlemparnya suatu elektron (-) keluar dari orbitnya. Radiasi yang dapat

menyebabkan terjadinya ionisasi disebut radiasi pengion. Pada saat menembus

Page 42: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

materi, radiasi pengion dapat menumbuk elektron orbit sehingga elektron

terlepas dari atom. Akibatnya timbul pasangan ion positif dan ion negatif.

Menurut sifat kejadiannya, ionisasi dikelompokkan ke dalam ionisasi-

langsung dan ionisasi-tak-langsung. Ionisasi-langsung terjadi jika radiasi

menyebabkan ionisasi pada saat itu juga ketika berinteraksi dengan atom

materi, dan proses ini bisa disebabkan oleh partikel bermuatan listrik seperti

alpha dan beta. Berbeda dengan yang terjadi pada interaksi partikel

bermuatan, interaksi radiasi yang berupa gelombang elektromagnetik (sinar

gamma atau sinar-X) ataupun partikel yang tidak bermuatan listrik (neutron)

tidak secara langsung menimbulkan ionisasi. Partikel yang dihasilkan dalam

interaksi yang pertama ini kemudian menyebabkan terjadinya ionisasi. Proses

seperti ini dikenal sebagai ionisasi-tak-langsung. Sedangkan peristiwa eksitasi

terjadi apabila radiasi yang berinteraksi dengan atom tidak cukup energinya

untuk menghasilkan ionisasi langsung, maka dapat mengakibatkan suatu

elektron orbit tertentu berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi, atau ke

keadaan tereksitasi. Energi eksitasi tersebut akan dilepaskan kembali dalam

bentuk radiasi elektromagnetis, pada saat elektron tersebut kembali ke orbit

dengan tingkat energi yang lebih rendah. (Darussalam, 1996; Yudi, 2008).

Page 43: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Gambar 13. Peristiwa terjadinya ionisasi dan eksitasi

2. Tahap Kimia – Fisik

Tahap ini berlangsung kira-kira 10-6 detik. Ion-ion berinteraksi dengan

molekul air lainnya yang menghasilkan beberapa produk baru. Sebagai

contoh, ion positif terdisosiasi :

H2O+ → H+ + OH-

Ion negatif, yaitu elektron yang terikat pada molekul air netral yang

selanjutnya terdisosiasi

H2O+ + e- → H2O

H2O- → H + OH-

Sehingga produk dari reaksinya adalah H+ , OH- ,H dan OH. Dua ion

pertama yang ada dalam sebagian besar air, tidak mengambil bagian dalam

reaksi berikutnya. Dua produk lainnya, H dan OH disebut radikal bebas, yaitu

mereka yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan dan secara kimia

sangat reaktif. Hasil reaksi lainnya adalah hidrogen peroksida H2O2, yang

merupakan oksidan yang sangat kuat dan terbentuk dengan reaksi: OH + OH

→ H2O2

Page 44: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

3. Tahap Kimia

Tahap kimia berlangsung hanya beberapa detik, dimana hasil reaksi

berinteraksi dengan molekul-molekul organik yang penting dalam sel. Radikal

bebas dan oksidan dapat menyerang molekul komplek yang membentuk

kromosom. Misalnya, sebagai contoh radikal tersebut dapat mengikatkan

dirinya ke molekul atau meyebabkan ikatan rantai panjang menjadi putus.

Perubahan tingkat molekular secara kimia dapat diakibatkan oleh:

a) Kerja langsung radiasi (direct action), dimana perubahan atau kerusakan

terjadi pada molekul-molekul biologi yang menyerap lansung energi

radiasi.

b) Kerja tidak lansung radiasi (indierct action), dimana perubahan atau

kerusakan pada molekul-molekul terjadi akibat pengaruh senyawa radikal-

radikal bebas dan pengoksida. Sedangkan senyawa radikal-radikal bebas

dan pengoksida merupakan hasil peristiwa radiolisis molekul air dalam

plasma akibat radiasi (Darussalam, 1996).

4. Tahap Biologi

Tahap biologi mempunyai waktu yang bervariasi dari puluhan menit

sampai puluhan tahun bergantung pada gejala khusus yang muncul. Proses

biologi menyusul perubahan atau kerusakan molekul secara kimiawi dan

biokimiawi, serta merupakan respon biologi yang timbul seperti efek genetik,

efek somatik, efek fisiologis maupun kematian sel organisme.

Page 45: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

1. Efek fisiologis radiasi, bersifat sementara dan dapat pulih kembali

(recovery). Contoh: penghambatan pertumbuhan dan gangguan sifat

permeabilitas selaput (dinding) sel.

2. Efek genetik radiasi, menghasilkan bentuk mutasi pada keturunan

organisme dengan sifat-sifat yang berbeda dari induknya. Kejadian mutasi

menyusul kerusakan pada molekul DNA dan kromosom.

3. Efek somatik radiasi, menghasilkan bentuk sel-sel somatik abnormal

sebagai hasil pembelahan sel secara mitosis.

Terdapat 2 (dua) macam efek somatik radiasi:

a. Jenis stokastik, yaitu merupakan efek tertunda. Contoh:

terjadinya kanker pada darah (leukimia), tulang dan paru-paru.

b. Jenis stokastik, di mana terdapat hubungan antara dosis paparan

radiasi dan efek radiasi. Contoh: luka bakar pada kulit

(erythema), katarak mata, penurunan jumlah sel-sel gonad

(kemandulan).

4. Efek lethal (mematikan) radiasi, terjadi akibat beberapa peristiwa

kegagalan yang serius pada fungsi tubuh yang penting. Contoh: gangguan-

gangguan pada fungsi jaringan hemapoietik (darah), saluran pencernaan

dan mekanisme pernapasan. Lalu peningkatan infeksi berat oleh mikroba.

Usaha menghindari kematian organisme akibat radiasi antara lain melalui

perbaikan intraselular, proses regenerasi sel yang rusak, transplantasi

sumsum tulang dan lain sebagainya (Darussalam, 1996).

Page 46: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

O

CHNH2

ROH

Efek Radiasi terhadap Molekul Penting

a) Protein

Protein terdiri dari beberapa asam amino yang secara karakteristik di tandai

oleh adanya gugus -NH2, gugus -COOH dan rantai samping R.

Gambar 14. Formula asam amino

Gugus -NH2 dan rantai samping –R asam amino yang paling radiosensitif di

antara tiga kelompok di atas. Kerusakan fungsi protein sebagian besar disebabkan

oleh timbulnya perubahan pada rantai samping (-R) yang kritis. Diasumsikan

bahwa radiasi dapat mempengaruhi konfigurasi 3 dimensi molekul protein

sehingga menjadi terbuka dan siap melakukan suatu reaksi. (Darussalam, 1996).

b) Kromosom

Radiasi dapat menyebabkan perubahan atau kerusakan struktur kromosom

(aberasi). Perubahan atau kerusakan itu dapat berupa antara lain: pelengketan,

translokasi, inversi, defisiensi, dan lain sebagainya (Darussalam, 1996).

c) Molekul Asam Deoksiribonukleat (DNA)

Radiasi dapat menyebabkan berbagai macam perubahan dan kerusakan

pada molekul Asam Deoksiribonukleat (DNA). Perubahan dan kerusakan pada

molekul DNA tersebut dapat berupa antara lain: perubahan susunan triplet

molekul DNA, pelengketan, patahan, kehilangan basa, deaminasi, dan

sebagainya.

Page 47: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Setiap Asam nukleat (nucleic acid) merupakan makromolekul yang

berperan sebagai pembawa informasi genetik. Kerusakan secara biokimiawi

yang terjadi pada molekul DNA dapat mengarah kepada kejadian mutasi baik

pada sel-sel germa maupun pada sel-sel somatik. Bentuk mutasi pada sel-sel

germa akan tampak pada keturunan berikutnya, sementara bentuk mutasi pada

sel-sel somatik terlihat pada bentuk abnormal pada sel-sel anakan hasil

pembelahan mitosis (Darussalam, 1996).

d) Enzim

Radiasi dapat menyebabkan kerusakan biokimiawi pada struktur enzim.

Kerusakan enzim dapat mengakibatkan penurunan pada fungsi enzim, yaitu

terjadinya penurunan daya katalisasi enzim dalam proses reaksi kimia tertentu

(Darussalam, 1996).

e) Lemak

Radiasi dapat menimbulkan perubahan dan kerusakan pada bagian ikatan

rangkap asam lemak (Darussalam, 1996).

f) Karbohidrat

Radiasi dapat menimbulkan penguraian dan kerusakan (degradasi) pada

rantai karbohidrat (Darussalam, 1996).

Efek Radiasi terhadap Pembelahan Sel

Radiasi dapat menghambat atau menghalangi pembelahan sel sebagai akibat

perubahan atau kerusakan pada kromosom. Beberapa fragmen kromosom mulai

terlihat pada stadia metafase, yang disusul kemudian oleh timbulnya jembatan

Page 48: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

kromosom pada stadia anafase ataupun telofase. Semua ini dapat mengarah

kepada tertundanya atau terhentinya proses pembelahan sel. Jika proses

pembelahan sel dihambat atau dihalangi secara terus-menerus dapat menimbulkan

kematian sel atau jaringan (Darussalam, 1996).

2.7 Sinar Gamma

Sinar gamma (seringkali dinotasikan dengan huruf Yunani gamma, γ) adalah

sebuah bentuk energi dari radiasi elektromagnetik tinggi yang diproduksi oleh

transisi energi karena percepatan elektron atau radioaktifitas atau proses nuklir

atau subatomik yang lainnya seperti penghancuran elektron-positron.

Sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik yang bergerak dengan

kecepatan sangat tinggi, hampir menyamai kecepatan cahaya. Arahnya tidak

dipengaruhi medan magnet dan mempunyai daya ionisasi kecil serta daya tembus

yang tinggi. Dalam hal ionisasi, radiasi gamma berinteraksi dengan bahan melalui

tiga proses utama, yaitu:

1. Efek fotolistrik

Pada efek fotolistrik, energi foton diserap oleh elektron orbit, sehingga

elektron tersebut terlepas dari atom. Elektron yang dilepaskan akibat efek

fotolistrik disebut fotoelektron. Efek fotolistrik terutama terjadi pada foton

berenergi rendah yaitu antara energi + 0,01 MeV hingga + 0,5 MeV.

Disamping itu efek fotolistrik banyak terjadi pada material dengan Z yang

besar. Sebagai contoh efek fotolistrik lebih banyak terjadi pada timah hitam

(Z=82) daripada tembaga (Z=29) (Yudi, 2008).

Page 49: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Gambar 15. Efek fotolistrik

2. Efek penghamburan Compton

Pada efek Compton, foton dengan energi hv berinteraksi dengan elektron

terluar dari atom, selanjutnya foton dengan energi hv dihamburkan dan

elektron tersebut dilepaskan dari ikatannya dengan atom dan bergerak dengan

energi kinetik tertentu (Yudi, 2008).

Gambar 16. Efek penghamburan Compton

3. Efek produksi pasangan

Proses produksi pasangan hanya terjadi bila foton datang / 1,02 MeV. Apabila

foton semacam ini mengenai inti atom berat, foton tersebut akan lenyap dan

sebagai gantinya timbul sepasang elektron-positron. Positron adalah partikel

yang massanya sama dengan elektron dan bermuatan listrik positif yang

RADIASI

FOTOLISTRIK

Page 50: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

besarnya juga sama dengan muatan elektron. Proses ini memenuhi hukum

kekekalan energi:

hv = (2m 0C2) + (K+) + (K-)

Keterangan: K+ = energi kinetik positron

K- = energi kinetik elektron

Oleh karena itu proses ini hanya bisa berlangsung bilamana energi foton yang

datang minimal. 2m0C2 (= 1,20 MeV), m0 adalah massa diam elektron dan c

adalah kecepatan cahaya. Berkaitan dengan uraian ini maka nilai atau besaran

absorpsi linier akan bergantung pada energi foton yang datang disamping

bergantung pada jenis media/materi/zat yang dilaluinya atau bergantung pada

nomor atom (Z) media/materi yang dilaluinya (Yudi, 2008).

Sinar gamma mempunyai panjang gelombang yang lebih pendek daripada

sinar X sehingga mempunyai energi yang lebih tinggi. Pada umumnya sinar

gamma yang digunakan untuk radiasi adalah hasil peluruhan inti atom Cobalt-60.

Cobalt-60 adalah sejenis metal yang mempunyai karakteristik hampir sama

dengan besi/nikel. Cobalt-60 memancarkan dua sinar gamma dengan energi

masing-masing sebesar 1,17 MeV dan 1,33 MeV yang mempunyai waktu paruh

5,27 tahun (Wayudi P., et. al., 2005; GIDAE, 1992 )

Sinar gamma dapat ditahan oleh materi dengan jumlah massa besar, yaitu

yang memiliki nomor atom dan densitas tinggi, contohnya timbal. Dosis dan laju

dosis sinar gamma dapat ditentukan dengan mengatur penahan dan jarak. Sinar

gamma menghasilkan kerusakan yang mirip dengan yang disebabkan oleh sinar-X

seperti terbakar, kanker, dan mutasi genetika (Pelchzar dan Chan, 1988).

Page 51: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Dosimeter Standar

Dosimeter standar adalah alat untuk mengukur dosis iradiasi sinar gamma

dosis tinggi, nilai dosis dapat ditentukan secara langsung dengan dosimeter

standar, atau diukur dengan dosimeter lain yang sebelumnya telah dikalibrasi

terhadap dosimeter standar. Ada dua jenis dosimeter standar yang hingga kini

sering dimanfaatkan untuk dosimetri gamma dosis tinggi, yaitu dosimeter Fricke

dan Ceri-cero (McLaughlin, 1989; IAEA, 1977).

1. Dosimeter Fricke

Dosimeter Fricke merupakan salah satu jenis pengukur dosis serap yang

dipakai sebagai dosimeter acuan karena absorbsinya yang tinggi dan

mempunyai hubungan yang linier terhadap dosis serap (ICRU). Dosimeter ini

dibuat dari bahan kimia Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O (ferro ammonium sulfat), NaCl

(natrium klorida) dan H2SO4 (asam sulfat) (Scrad, 1971).

Proses iradiasi dapat menghasilkan oksidasi ion dari Fe2+ menjadi Fe3+.

Oksidasi ini akan menyebabkan terjadinya perubahan rapat optik pada larutan

dosimeter. Jumlah ion yang terbentuk sebanding dengan besar perubahan rapat

optik dan dapat diukur dengan Spektrofotometer Varian pada panjang

gelombang serapan maksimal ion ferri pada 305 nm. Penentuan laju dosis

pada suatu titik penyinaran dilakukan dengan cara meletakkan dosimeter pada

titik tertentu dan diradiasi dengan gamma dalam waktu tertentu. Perubahan

rapat optik pada dosimeter Fricke diukur dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang 305 nm. Sedang laju dosis pada titik dimana dosimeter

Page 52: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

tersebut disinari dihitung menggunakan persamaan SCHESTED (Bjerbakke,

1970).

Keunggulan dari dosimeter Fricke ini antara lain adalah laju dosis dari

sumber yang diukur tidak melebihi 2 x 107 Gy/det dan temperatur tidak

menyimpang selama proses iradiasi, sehingga laju dosis sumber tidak

berpengaruh terhadap hasil pengukuran. International Commission on

Radiation Units and Measurements (ICRU) juga menganjurkan penggunaan

dosimeter Fricke untuk pengendalian mutu faktor kalibrasi alat ukur radiasi

standar nasional, yaitu laju dosis serap yang ditentukan dengan dosimeter

Fricke digunakan untuk mengevaluasi faktor kalibrasi alat ukur radiasi standar

nasional yang diperoleh sebelumnya (Thamrin, 1997).

2. Dosimeter Ceri-Cero

Dosimeter Ceri-cero juga dapat dipakai sebagai dosimeter standar dalam

pengukuran radiasi gamma dosis tinggi. Dosimeter ceri-cero sulfat untuk

mengukur dosis tinggi dengan dengan jangkauan 10-1000 KGy sudah umum

digunakan dalam proses radiasi. Larutan ceri sulfat dibuat menggunakan

reagen Ce(SO4)2.4H2O, H2SO4 dan H2O2 30% yang dilarutkan dalam pelarut

tridest (Bjerbakke, 1970). Dosimeter Ceri-cero telah ditetapkan oleh ICRU

sebagai dosimeter acuan karena cukup stabil sebelum dan sesudah iradiasi

serta memiliki ketelitian yang sangat baik ( + 1%). Apabila larutan ceri-cero

sulfat disinari dengan gamma dosis tinggi, maka akan terjadi proses reduksi

ion ceri (Ce4+) menjadi ion cero (Ce3+). Semakin besar dosis radiasi, semakin

banyak pula ion ceri yang tereduksi menjadi cero, sehingga akan terdapat

Page 53: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

perbedaan jumlah ion cero pada larutan yang diradiasi dengan larutan yang

tidak diradiasi. Perubahan kerapatan optik pada dosimeter ceri-cero yang

menerima paparan radiasi diukur menggunakan spektrofotometer pada

panjang gelombang 320 nm (Thamrin, 1997).

Untuk keperluan pengukuran dosis secara rutin, kedua jenis dosimeter

tersebut tidak tersedia dalam bentuk siap pakai, jadi pemakai harus meracik

sendiri dosimeter sesuai dengan petunjuk yang telah dibakukan (McLaughlin,

1989; Scrad, 1971; Bjerbakke, 1970). Ada beberapa faktor yang membuat

dosimeter tersebut kurang praktis apabila dipakai untuk keperluan rutin,

misalnya Dosimeter Fricke, sangat peka terhadap pengotor organik dan cahaya

(Spink, 1976). Untuk mendapatkan dosimeter yang baik diperlukan syarat-

syarat yang ketat seperti kemurnian pelarut dan kebersihan peralatan.

Pengukuran dosis pada dosimeter ceri-cero ini biasanya menggunakan

spektrofotometer yang merupakan masalah tersendiri di lapangan karena

berukuran besar dan tidak mungkin dibawa ke mana-mana. Selain itu, dalam

proses pengukuran juga harus melakukan pengenceran berulang-ulang dan

makan waktu yang relatif lama (Thamrin, 1997).

2.8 Elektroforesis

Elektroforesis merupakan proses bergeraknya molekul bermuatan pada suatu

medan listrik. Kecepatan molekul yang bergerak pada medan listrik tergantung

pada muatan, bentuk dan ukuran. Dengan demikian elektroforesis dapat

digunakan untuk separasi makromolekul (seperti protein dan asam nukleat). Posisi

Page 54: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

molekul yang terseparasi pada gel dapat dideteksi dengan pewarnaan atau

autoradiografi, ataupun dilakukan kuantifikasi dengan densitometer.

Menurut Yuwono (2005), elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan

molekul selular berdasarkan atas ukurannya, dengan menggunakan medan listrik

yang dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan

dipisahkan. Kecepatan gerak molekul tergantung pada nisbah (rasio) muatan

terhadap massanya, serta tergantung pula pada bentuk molekulnya (Yuwono,

2005).

Kegunaan elektroforesis antara lain:

1. Menentukan berat molekul (estimasi). Penetapan BM secara lebih teliti

dapat dilakukan dengan ultrasentrifuge, meskipun dengan elektroforesis

cukup memenuhi syarat.

2. Dapat mendeteksi terjadinya pemalsuan bahan.

3. Dapat mendeteksi terjadinya kerusakan bahan seperti protein dalam

pengolahan dan penyimpanan.

4. Untuk memisahkan spesies molekul yang berbeda secara kualitatif

maupun kuantitatif, yang selanjutnya masing-masing spesies dapat

dianalisis.

5. Menetapkan titik isoelektrik protein.

Salah satu jenis elektroforesis adalah elektroforesis SDS-PAGE. Sodium

dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) terutama

dilakukan untuk mengetahui apakah suatu protein monometrik ataukah

Page 55: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

oligometrik, selain itu untuk menetapkan berat molekul dan jumlah rantai

polipeptida sebagai subunit atau monomer.

Pada mekanisme SDS PAGE, protein bereaksi dengan SDS yang merupakan

deterjen anionik membentuk kompleks yang bermuatan negatif. Protein akan

terdenaturasi dan terlarut membentuk kompleks berikatan dengan SDS, berbentuk

elips atau batang, dan berukuran sebanding dengan berat molekul protein. Protein

dalam bentuk kompleks yang bermuatan negatif ini terpisahkan berdasarkan

muatan dan ukurannya secara elektroforesis di dalam matriks gel poliakrilamid.

Berat molekul protein dapat diukur dengan menggunakan protein standar yang

telah diketahui berat molekulnya (Ummubalqis, 2000).

SDS-PAGE dilakukan pada pH netral. Pada metoda ini digunakan SDS dan

beta-merkaptoetanol. SDS merupakan anionic detergent yang bersama dengan

beta-merkaptoetanol dan pemanasan menyebabkan rusaknya struktur tiga dimensi

protein menjadi konfigurasi random coil. Hal ini disebabkan oleh terpecahnya

ikatan disulfida yang selanjutnya tereduksi menjadi gugus-gugus sulfihidril. SDS

akan membentuk kompleks dengan protein dan kompleks ini bermuatan negatif

karena gugus-gugus anion dari SDS. Pada pH 7, SDS 1% dan merkaptoetanol 0,1

M sebagian besar rantai protein mengikat sekitar 1,4g SDS per gram protein,

dengan demikian jumlah SDS yang terikat oleh protein adalah tetap. Oleh karena

itu protein dapat dipisahkan hanya berdasarkan ukurannya (BM), di mana

kompleks SDS protein yang lebih besar mempunyai mobilitas yang lebih kecil

dibandingkan dengan kompleks yang lebih kecil (Hames, 1998).

Page 56: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

BAB III

METODA PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi, Kesehatan dan

Reproduksi Ternak, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Badan

Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jum’at Jakarta Selatan, mulai dari

bulan Agustus 2007 sampai dengan bulan September 2007.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan:

Isolat bakteri E. coli S1 yang didapat dari Laboratorium Nutrisi, Kesehatan

dan Reproduksi Ternak, Pusat Apalikasi Tenaga Isotop dan Radiasi (PATIR),

Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jum’at Jakarta Selatan.

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: alkohol 95%,

aquades steril, aquabides, Media NB (Nutrient Broth), Media NA (Nutrient Agar),

larutan Lowry I dan II (Lampiran 1), 30% Acrylamide solution, Separating gel

buffer (1,5 M Tris-HCl, pH 8,8), Stacking gel buffer (0,5 M Tris-HCl, pH 6,8),

sampel buffer (Lampiran 1), Running buffer (Tris-Glisin), 10% Ammonium

persulfate, N,N,N’,N’, Tetramethylethylenediamine (TEMED), coomassie brilliant

blue staining, dan destain solution coomassie R-250.

Page 57: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Alat:

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: autoklaf (Hitachi),

sonikator (Branson 2210), gelas beker, penangas air, bunsen, cawan petri, tabung

Eppendorf , laminar flow, mikropipet, tabung reaksi, timbangan analitik, vortex,

erlenmeyer, shaker inkubator, kuvet, gamma chamber 4000 A, spektrofotometer

vissble (Genesys), sentrifuge (Hitachi CR21G II 10000 rpm), mikro sentrifuge

(Hitachi), vial gelas, tip kecil dan tip besar, Mini-Protein Gel Electrophoresis

(Atto).

3.3 Metoda Kerja

Pada penelitian ini dilakukan beberapa metode analisa, yaitu pengukuran

absorban dengan spektrofotometer vissible, inaktivasi bakteri dengan iradiasi sinar

gamma dengan laju dosis 1089,59 Gy/jam menggunakan Gamma Chamber 4000

A, pengukuran kandungan protein dengan metode Lowry, dan analisa profil

protein dengan elektroforesis SDS-PAGE.

Page 58: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pembuatan kurva tumbuh Escherichia coli

Kultur bakteri berumur 1 hari pada medium NA diinokulasikan sebanyak 3

ose ke dalam 30 ml medium NB dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC

dan agitasi 120 rpm sebagai kultur inokulum. Setelah itu kultur diukur

absorbannya dengan spektrofotometer vissible pada panjang gelombang 660 nm.

Kultur diukur pada menit ke-0, 30, 60, 90, 150, 210, 270, 330, dan 390. Hasil

pengukuran dibuat kurva dengan axis (waktu) dan ordinat (absorbansi).

3.4.2 Penentuan Dosis Iradiasi Inaktivasi sel E. coli dengan Sinar Gamma

Kultur pada fase mid log disentrifuge 10000 rpm dan dibilas dengan aquades

steril sebanyak 2 kali. Pelet yang diperoleh diencerkan hingga jumlah sel

diperoleh 1013 sel/ml dan ditempatkan di dalam vial gelas sebanyak 10 ml.

Selanjutnya diiradiasi sinar gamma dengan dosis 0Gy, 50Gy, 200Gy, 500Gy,

600Gy, 700Gy, 800Gy, 900Gy, dan 1000Gy di Gamma Chamber 4000 A dengan

laju dosis 1089,59 Gy/jam. Selanjutnya kultur hasil iradiasi diencerkan hingga

jumlah sel diperoleh 1011 sel/ml dan ditempatkan di dalam vial gelas sebanyak 10

ml. Kultur hasil iradiasi kemudian dihitung jumlah selnya dengan metode droptest

(untuk uji inaktivasi). Hasil yang diperoleh dibuat kurva dengan axis (dosis

iradiasi) dan ordinat (jumlah sel).

Page 59: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

3.4.3 Pengukuran Protein Sel E. coli Metode Lowry

Kultur hasil iradiasi diukur kandungan protein ekstraselular dan intraselular.

Untuk mengetahui kandungan protein ekstraselular langsung menggunakan kultur

hasil iradiasi, sedangkan untuk protein intraselular dipecah terlebih dahulu dengan

melarutkan kultur hasil iradiasi ke dalam aseton (1 : 1) dan disonikasi selama 15

menit. Kemudian 1 ml sampel (ekstra dan intraselular) ditambahkan 5 ml larutan

Lowry I (Lampiran 1) dan dibiarkan selama 10 menit. Setelah itu, ditambahkan

0,5 ml larutan Lowry II (Lampiran 1) dan dibiarkan selama 30 menit. Setelah itu,

dibaca dengan spektrofotometer visible pada panjang gelombang 700 nm, dan

dibandingkan dengan standar BSA.

3.4.4 Karakteristik Profil Protein Bakteri E. coli

Pada penelitian ini menggunakan metode elektroforesis 1 dimensi SDS-

PAGE dengan sistem buffer Laemmli. Konsentrasi gel poliakrilamida yang

digunakan adalah 10%.

a. Preparasi sampel

Kultur hasil iradiasi sinar gamma dengan dosis yang berbeda diambil

sebanyak 40 µl dengan mikropipet ke dalam tabung effendorf, ditambahkan

aseton sebanyak 40 µl dan disonikasi selama 15 menit, lalu ditambahkan

buffer sampel sebanyak 20 µl dan divortek hingga homogen, kemudian

dididihkan selama + 5 menit, setelah itu disentrifuge selama 5 menit.

Page 60: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

b. Preparasi gel elektroforesis

- Separating gel (10%)

30% Acrylamide solution 6 ml ditambahkan separating gel buffer (1,5 M

Tris-HCl, pH 8,8) sebanyak 4,5 ml, kemudian aquabides 7,5 ml dan 10%

Ammonium persulfate 0,08 ml serta TEMED 0,01 ml.

- Stacking gel (45%)

30% Acrylamide solution 0,9 ml ditambahkan stacking gel buffer (0,5 M

Tris-HCl, pH 6,8) sebanyak 1,5 ml, kemudian aquabides 3,6 ml dan 10%

Ammonium persulfate 0,02 ml serta TEMED 0,01 ml.

c. Pembuatan kolom gel

Setelah separating gel dibuat kemudian dimasukkan sedikit demi sedikit

ke dalam alat elektroforesis dengan mikropipet, lalu ditambahkan aquabides

untuk meratakan separating gel tersebut. Setelah separating gel membeku

dimasukkan stacking gel sedikit demi sedikit, lalu pasang sisir pembentuk

kolom biarkan hingga stacking gel membeku lalu diangkat sisirnya. Kemudian

dipasang hasil gel tersebut pada perangkat elektroforesis.

d. Loading sampel

Larutan buffer dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis. Kemudian sampel

sebanyak 15 µl dimasukkan ke dalam kolom gel dengan hati-hati lalu

dielektroforesis selama + 100 menit pada 200 Volt, 40 mA.

e. Pewarnaan gel

Gel diangkat lalu diwarnai dengan coomassie brilliant blue staining gel warna

biru Coomassie R-250, selama + 1 jam.

Page 61: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

f. Pencucian gel

Gel dicuci dengan larutan destain solution coomassie R-250, selama + 1 hari.

Selanjutnya hasil pencucian discan dan dianalisis menggunakan LabImage 1D

2006 dan SPSS 11.5.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pertumbuhan Bakteri E. coli

Page 62: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Gambar 17 menunjukkan kurva pertumbuhan Isolat bakteri E. coli yang

ditumbuhkan dalam media NB. Berdasarkan gambar tersebut bahwa kurva

tumbuh tidak mengalami fase adaptasi (lag phase), tetapi langsung memasuki fase

eksponensial (fase log). Dalam fase eksponensial terdapat suatu pertambahan

semua komponen selular yang lain seperti DNA, RNA, dan protein secara teratur,

kemudian setelah menit ke-330, pertumbuhan bakteri memasuki fase statis

(stationary phase).

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

0 100 200 300 400 500

Waktu (menit)

Abs

orba

nsi

Gambar 17. Pertumbuhan Bakteri E. coli dalam medium TSB yang

diinkubasikan pada suhu 370C dan agitasi 120 rpm

Menurut Pelchzar dan Chan (1988), bahwa kurva pertumbuhan bakteri terdiri

dari 3 fase, yaitu periode awal yang tampaknya tanpa pertumbuhan (fase

adaptasi), diikuti oleh suatu periode pertumbuhan yang cepat (fase log), kemudian

210 menit

Page 63: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

mendatar (fase seimbang atau stationary phase) dan akhirnya diikuti oleh suatu

penurunan populasi sel hidup (fase kematian).

Kurva tumbuh ini digunakan untuk menentukan fase mid log, yaitu fase

pertumbuhan dimana terjadi kecepatan pembelahan sel tertinggi. Fase ini terjadi

pada menit ke-210, dengan kecepatan pertumbuhan berdasarkan nilai absorbansi

adalah 0,09/menit. Fase mid log digunakan karena sel-sel dalam kondisi aktif

melakukan metabolisme. Pada fase tersebut terjadi pembelahan yang cepat

sehingga dinding selnya tipis dan efek radiasi dapat terjadi secara maksimal

(Tetriana dan Sugoro, 2007). Menurut Alatas (2005), bahwa sel yang paling

sensitif adalah sel dengan tingkat proliferasi yang tinggi (aktif melakukan

pembelahan) dan tingkat diferensiasi yang rendah. Sedangkan sel yang resisten

atau tidak mudah rusak akibat pengaruh radiasi yaitu sel dengan tingkat

diferensiasi yang tinggi dan tidak aktif melakukan pembelahan.

4.2 Hasil Inaktivasi sel E. coli dengan Iradiasi Sinar Gamma

Pada gambar 18 menunjukkan hasil iradiasi sinar gamma yang dilakukan pada

dosis 0 Gy – 1000 Gy dengan laju dosis 1089,59 Gy/Jam menunjukkan terjadinya

penurunan jumlah sel yang sebanding dengan meningkatnya dosis iradiasi. Dosis

iradiasi yang diperlukan untuk menginaktivasi sel bakteri E. coli yaitu berkisar

800 Gy – 1000 Gy, karena pada dosis tersebut sudah tidak terlihat adanya

pertumbuhan sel E. coli.

Page 64: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

-202468

10121416

0 200 400 600 800 1000 1200

Dosis (Gy)

Log

Jum

lah

sel/m

l

Gambar 18. Hubungan dosis iradiasi sinar gamma terhadap jumlah sel bakteri E. coli

Tabel 3. Jumlah sel E. coli hasil iradiasi sinar gamma.

Dosis (Gy) Jumlah sel/ml % Viabilitas 0 2,1 x 1013 100 50 2 x 1013 95,2 200 5 x 1011 2,4 500 2 x 1011 0,95 600 1,8 x 1010 0,09 700 2 x 1005 9,5 x 10-7

800 0 0 900 0 0 1000 0 0

Kondisi inaktif dapat terjadi karena terganggunya metabolisme sel yang

menyebabkan sel bakteri tidak mampu bereplikasi atau hilangnya kemampuan

membelah diri. Efek radiasi terhadap molekul-molekul penting, sel ataupun

jaringan telah menimbulkan berbagai macam perubahan, gangguan ataupun

kerusakan pada sistem biologi, seperti molekul protein, kromosom, molekul

DNA, molekul enzim, lemak dan karbohidrat (Darusalam, 1996).

Dosis Inaktif

Page 65: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Trampuz, et al. (2006), disebutkan

bahwa pada fase stasioner bakteri E. coli dapat diinaktivasi hingga dosis 4000 Gy

(laju dosis 9,35 Gy/menit). Pada dosis tersebut sel bakteri E. coli telah mengalami

kerusakan yang cukup parah, sehingga sel tidak dapat melakukan metabolisme,

dan mengalami kematian. Dengan demikian, dosis tersebut dapat digunakan untuk

bahan vaksin mastitis.

Menurut Alatas (2005), kerusakan yang terjadi pada DNA dan kromosom

dapat menyebabkan sel tetap hidup atau mati. Bila tingkat kerusakan yang dialami

sel tidak terlalu parah dan proses perbaikan berlangsung dengan baik dan tepat,

maka sel bisa kembali normal seperti sebelum terpajan radiasi. Bila proses

perbaikan berlangsung tetapi tidak tepat maka akan dihasilkan sel yang tetap dapat

hidup tetapi telah mengalami perubahan. Artinya sel tersebut tidak lagi seperti sel

semula, tetapi sudah menjadi sel yang baru atau abnormal tetapi hidup. Selain itu,

bila tingkat kerusakan yang dialami sel sangat parah dan bila proses perbaikan

tidak berlangsung dengan baik maka sel akan mati.

4.3 Konsentrasi Protein Sel E. coli Hasil Iradiasi

Konsentrasi protein sel E. coli yang diukur dengan metoda Lowry,

sebagaimana tampak pada Gambar 19 menunjukkan adanya perubahan

konsentrasi protein sel E. coli yang bervariasi dengan perlakuan dosis yang

berbeda. Jumlah konsentrasi protein intraselular cenderung lebih besar

dibandingkan dengan jumlah konsentrasi protein ekstraselular, tetapi tidak

menghasilkan perbedaan yang nyata dengan kenaikan dosis iradiasi.

Page 66: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

0

100

200

300

400

Kon

sent

rasi

(mg/

ml)

Dosis (Gy)Ekstaselular 104 103 126 134 135 113 87.9 91.8 113

Intraselular 154 178 182 202 190 177 165 169 170

Total 257 281 308 336 325 290 253 261 283

0 50 200 500 600 700 800 900 1000

Gambar 19. Konsentrasi protein E. coli hasil iradiasi

Pada dosis 0 Gy (kontrol). Jumlah protein intraselular, yaitu 154 mg/ml dan

protein ekstraselular, yaitu 104 mg/ml. Kandungan protein total cenderung

meningkat dibandingkan kontrol, tetapi pada dosis 800 Gy mengalami penurunan,

yaitu 253 mg/ml. Perubahan konsentrasi protein total tertinggi terjadi pada dosis

500 Gy, yaitu 336 mg/ml kemudian meningkat lagi pada dosis iradiasi 900Gy dan

1000 Gy, yaitu 261 mg/ml dan 283 mg/ml.

Hal ini diduga karena, dosis yang diberikan tidak terlalu besar dan sifat acak

dari kerusakan yang ditimbulkan oleh iradiasi sinar gamma. Pengurangan dan

pertambahan konsentrasi protein dapat disebabkan oleh kerusakan dan gangguan

pada protein tersebut, baik aktifitas maupun strukturnya. Menurut Syaifudin

(2005), komposisi protein dan elektrolit dalam serum akan bervariasi setelah

Page 67: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

iradiasi. Konsentrasi masing-masing protein dapat meningkat melalui sintesis atau

melalui pelepasan selular yang nyata akibat kerusakan jaringan sel.

Wahyudi (2005), menambahkan bahwa adanya kemungkinan kecepatan

peningkatan aktifitas pembelahan sel terjadi pada dosis tertentu, tidak selalu

mengikuti interval peningkatan dosisnya. Seperti halnya sel kanker yang

disebabkan oleh radiasi atau radikal bebas, sehingga protein bersifat karsinogenik.

Harliansyah (2005), juga menyatakan jika radikal bebas menyerang asam-asam

nukleat, akan menimbulkan gangguan terhadap molekul DNA yang berakibat

terbentuknya mutasi basa-basa nitrogen serta berakhir dengan pembentukan

karsinogenesis.

4.4 Karakteristik Profil Protein Bakteri E. coli

Hasil elektroforesis SDS-PAGE protein sel E. coli, sebagaimana tampak pada

Gambar 20 menunjukkan pola yang hampir sama, tetapi intensitasnya berbeda.

Protein dari sel E. coli yang diiradiasi dengan dosis 0 Gy – 1000 Gy memiliki

jumlah pita protein relatif berbeda dengan berat molekul berkisar 10 kDa – 220

kDa.

Page 68: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Gambar 20. Profil Protein bakteri E. coli S1 hasil iradiasi sinar gamma (elektroforesis SDS-PAGE). M (marker/standar protein), 1 (0 Gy sebagai kontrol), 2 (50 Gy), 3 (200 Gy), 4 (500 Gy), 5 (600 Gy), 6 (700 Gy), 7 (800 Gy), 8 (900Gy), dan 9 (1000 Gy).

Intensitas protein yang berbeda, kemungkinan disebabkan karena jumlah

protein yang dielektroforesis relatif rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penentuan

kadar protein yang telah ditentukan sebelumnya.

Hasil analisa anova satu arah (analysis of variance) menunjukkan nilai

signifikansi sebesar 0,996 atau 99,6% yang berarti lebih besar dari 5% data

menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (H0 ditolak). Hal ini

memperkuat hasil konsentrasi protein. Dengan demikian iradiasi sinar gamma

sebagai metode untuk inaktivasi berpotensi besar dalam pembuatan vaksin, karena

komposisi protein relatif tetap walaupun konsentrasinya bervariasi dengan

bertambahnya dosis iradiasi.

Protein yang biasanya mengalami gangguan dan kerusakan akibat denaturasi,

yaitu pada struktur sekunder dan tersier protein. Hal ini diketahui sejak denaturasi

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9

220 kDa 160 kDa 120 kDa 100 kDa 80 kDa 50 kDa 40 kDa 30 kDa 20 kDa 15 kDa

Page 69: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer

protein tetap sama setelah proses denaturasi (Ophart, C.E., 2003). Dalam

penelitian Vuckovic, M., et. al (2005), menunjukkan bahwa pada dosis iradiasi

1,5 kGy profil protein tidak mengalami perubahan yang signifikan.

Menurut Winarno (2002), protein yang terdenaturasi mengalami dua

kemungkinan, yaitu pembukaan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi

unit yang lebih kecil. Terjadinya kedua jenis denaturasi ini tergantung pada

keadaan molekul, yang pertama terjadi pada rantai polipeptida intramolekuler,

sedangkan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul yang bergabung dalam

bentuk protein oligomer. Ikatan-ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi

ini adalah: ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik misalnya pada leusin, valin,

fenilalanin, triptofan yang saling berlekatan membentuk suatu micelle dan tidak

larut dalam air, ikatan ionik antara gugus bermuatan positif dan negatif, dan ikatan

intramolekular seperti yang terdapat pada gugus disulfida dalam sistin (Winarno,

2002).

Selain terjadinya denaturasi protein, iradiasi juga mampu mendegradasi

protein. Degradasi protein dapat menyebabkan protein tersebut kehilangan fungsi

dan aktivitas biologisnya, degradasi struktur dapat berasal dari hilangnya gugus

samping seperti deaminasi asam amino atau dari rearrangement kimia dan

modifikasi biomolekul. Dosis 0 – 1000 Gy tidak cukup untuk memutuskan ikatan

peptida (Syaifudin, 2005).

Efektifitas antigen yang digunakan dalam pembuatan vaksin ditentukan oleh

spesifitas epitop-epitop yang hanya dikenali oleh satu antibodi bagi setiap jenis

Page 70: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

antigen yang ditentukan, sehingga akan mensinyalir respon imunitas humoral

yang tinggi bila booster diberikan. Dengan demikian, penggunaan dosis iradiasi

yang tidak terlalu tinggi cukup efektif dalam menginaktivasi sel bakteri tanpa

harus menghilangkan kemampuan antigennya, karena secara keseluruhan total

protein yang dihasilkan dari proses iradiasi tidak mengalami perubahan yang

signifikan.

Page 71: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Dosis iradiasi untuk menginaktivasi E. coli S1 adalah 800 Gy -1000 Gy

dengan laju dosis 1089,59 Gy/Jam.

2. Iradiasi sinar gamma terhadap bakteri E. coli S1 hingga dosis 1000 Gy

mampu menghasilkan sel E. coli S1 inaktif dengan profil protein total

yang tidak mengalami perubahan yang signifikan (Sign > 5%). Dengan

nilai signifikan 0,996.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan laju dosis yang berbeda, optimasi

dosis inaktif dan penelitian lanjutan mengenai spesifikasi protein yang

diasumsikan sebagai faktor virulensi, agar dihasilkan antigen yang lebih murni

dan efektif dalam produksi vaksin mastitis.

Page 72: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Zubaidah, M.Sc. 2005. Efek Paparan Radiasi Pada Manusia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir. Badan Tenaga Nuklir Nasional

Arifin, M. 2006. Pengaruh Vaksin Radiasi Fascioliosis terhadap Ternak Ruminansia. Jurnal Gakuryoku Vol. II. Bogor

Benneth, C, et. Al,. 2002. Comparison of gamma-irradiated and triazol-treated RNA viruses using the joint biological agent identification and diagnostic, Idaho Technology Inc. Salt Lake City. UT

Bjerbakke, E. 1970. Manual on Radiation Dosimetry. Marcel Dekker Inc. pp. 323. New York

Darussalam, M. 1996. Radiasi dan Radioisotop Prinsip Kegunaannya Dalam Biologi, Kedokteran, dan Pertanian. Bandung: TARSITO

Feng P, et. al,. (2002-09-01). Enumeration of Escherichia coli and the Coliform Bacteria Bacteriological Analytical Manual (8th ed.). FDA/Center for Food Safety & Applied Nutrition. Retrieved on 2007-01-25.

Fuad, Asep A. 2006. Manajemen Kesehatan Pemerahan. BPPT Sapi Perah Bumikasih

Gaffar, A. 2006. Parasitology : Blood and Tissue, Download from: http://www.med.sc.edu:85/parasitology/blood-proto.htm, University of South California,

Gibco Invitrogen Corporation. 2000. Effectiveness of inactivation by gamma irradiation for powder trypsin products. Grand Island. USA

Page 73: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Government of India Department of Atomic Energy (GIDAE). 1992. Radiation Safety Aspects of High Intensity Irradiators. Bhabha Atomic Research Center Bombay 400 085

Hall, E.J. 1994. Radiobiology for the radiobiologist, Lippincott Williams and Walkin. Philadelphia

Hames. B.D. 1998. Gel Electrophoresis of Proteins. Oxford University Press. New York Tokyo

Harliansyah. 2005. Mengunyah Halia Menyah Penyakit. Jabatan Biokimia, Fakulti Perubatan, Universiti Kebangsaan Malaysia, 43600 UKM Bangi, Selangor Darul Ehsan, Malaysia. pp 92-97

Hermanto, S. 2003. Spesifitas dan Sensitifitas Antibodi Anti eRF3 Ragi Saccharomyces cerevisiae. ITB

Hilmy, N. 2001. The Application of Nuclear Science and Technology for Human Welfare. Proc.of The Public. Informa. Seminar Jointly Organized by IAEA and BATAN. Jakarta

IAEA. 1977. Manual of Food Irradiation Dosimetry (Technical Report Series 178). IAEA, Vienna

IAEA. 2000. Combating infection in developing countries. Vienna Austria

Jenkins, M.C. 2002. Advances and prospects for subunit vaccines againsts protozoa of veterinary importance. Veterinary Parasitology 101, Elsevier, pp 291-310

Juwono dan Zulfa J. Ahmad. 2000. Biologi Sel. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Kogan, GD, et. al.1996. Structural and immunochemical Characterization of Type VIII group B Streptococcus Capsular Polysacharide. J. Bio. Chem.271: 8786-8790

Leammli, U.K. 1970. Nature 227: 680-685

Lehninger, L. Albert. 1982. Principles of Biochemistry. Worth Publisher, Inc., USA

Page 74: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Lehtolainen, Tanja. 2004. Escherchia coli Mastitis Bacterial factors and host response. Department of Clinical Veterinary Sciences Faculty of Veterinary Medicine University of Helsinki. Finland

Machi,S. 2002. Nuclear techniques serve mankind. Japan Atomic Industrial Forum (JAIF),Inc.

Manglayang Farm Online. 2006. Diare Pada Sapi Pedet. Artikel. Ditemukan di http://manglayang.blogsome.com/2006/04/06/kct-diare-pada-sapi-pedet/trackback/.

Medical Research News. 2006. Using gamma radiation preserves T-cell

responses in bacterial vaccine. http://www.news-medical.net/?id=19078.

University of California, San Diego (UCSD) School of Medicine.

Ditemukan pada tanggal 26 juli 2006, di http://www.ucsd.edu

McLaughlin, W.L., et. al. 1989. Dosimetry for Radiation Processing. Taylor & Francis, London

Muslim LW. 1995. Mikrobiologi Lingkungan. Universitas Hasanuddin. Jakarta

Nature publishing group. 2005. Nature reviews/immunology

Ophart, C. E. 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College.

Poedjiadi A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press

Pelchar, Michael J., Jr., dan Chan E.C.S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 1 dan jilid 2. Jakarta: UI-Press

Ramamoorthy,S, et. al. 2006. Vaccination with gamma-irradiated Neospora caninum tachyzoites protects mice against acute challenge with N.caninum, J. Eukaryot. Microbiol. 53(2). pp. 151-156

Ruegg Pamela L., DVM, MPVM. 2001. Evaluating the Effectiveness of Mastitis Vaccines. University of Wisconsin – Madison

Page 75: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Sanakkayala, N, et. al. 2005. Induction of antigen-specific Th1-type Immune Responses by Gamma-Irradiated recombinant Brucella abortus RB51., Clinical and diagnostic laboratory immunology, American Society for Microbiology

Schroeder, J.W. 1997. Mastitis Control Program : Bovine Mastitis and Milking Management. AS-129. North Dakota State University

Scorvia, Imelda. 2000. How Vaccines Work. Ditemukan di http://www.mayoclinic.com/invoke.cfm?id=ID00023

Scrad – AAMP. 1971. Phys. Med. Biol. 16, pp. 379 – 396

Sugiri, Nawangsari. 1992. Biologi Sel. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sugiwaka, Teruo. 2005. Japan International Cooperation Agency

Sugoro, I. 2004. Pengontrolan Penyakit Mastitis dan Manajemen Pemerahan Susu. Artikel PATIR BATAN

Sumarsih, I. 2003. Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian UPN Veteran. Yogyakarta

Smith, N.C. 1992. Concepts and strategies for anti-parasite immunoprophylaxis and therapy, Int. J. For Parasite 22. 1047

Spink, J.W.T. dan Woods, R.J. 1976. An Introduction to Radiation Chemistry. John Willey and Sons Inc. New York

Syaifudin, M. 2005. Indikator Biokimia Sel terhadap Radiasi Pengion. Buletin ALARA. Vol. 6. No. 3. pp. 125-131

Tetriana, D dan Sugoro, I. 2007. Aplikasi Teknik Nuklir Dalam Bidang Vaksin. Jurnal Alara Vol. I. PTKMR – BATAN, PATIR – BATAN Pasar Jum’at. Jakarta

Tuasikal,B.J., Sugoro,I., Tjiptosumirat,T., dan Marialina. 2003. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma terhadap Pertumbuhan Sreptococcus agalactiae sebagai Bahan Vaksin Penyakit mastitis pada Sapi Perah. Jurnal Sains Dan Teknologi Nuklir Indonesia, Volume IV, Edisi Khusus 2

Page 76: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Thamrin M.T. dan Akhadi, M. 1997. Dosimetri gamma dosis tinggi dalam kegiatan industri. Buletin ALARA 1 (2), 27-33. Pusat Standarisasi dan Penelitian Keselamatan Radiasi – BATAN

Trampuz, A, et. al. 2006. Effect Of Gamma Irradiation On Viability And DNA Of Staphylococcus Epidermimidis And Escherichia coli. Jurnal of medical microbiology. 55, 1271 – 1275.

Uchan U.S, et. al. 2005. Plasmid and Petterns of Escherichia coli Isolated From Bovine Mastitis in Konya, Turkey. Turk J Vet Anim Sci 29. pp 475-480. TUBITAK

Ummubalqis. 2000. Karakterisasi Protease dari Ekskretori/Sekretori Stadium L3 Ascaridia galli. Jurnal Hal 28- 40. IPB

Vuckovic M, et. al. 2005. Gamma-Radiation Induced Damage of Proteins In The Thick Fraction of Egg White. JSCS-3365. UDC 54-78:637.413:577.112.Vinca Institute of Nuclear Sciences Serbia and Montenegro

Wahyudi P., et. al. 2005. Pengaruh pemaparan sinar gamma isotop cobalt-60 Dosis 0,25–1 kGy terhadap daya antagonistik trichoderma Harzianum pada fusarium oxysporum. Berk. Penel. Hayati: 10 (143–151). Pusat Aplikasi Isotop & Radiasi-BATAN, Pasar Jumat. Jakarta. Fakultas Biologi – UNSOED, Purwokerto

Winarno F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan ke-7. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Yatim, W. 1999. Biologi Sel. Bandung. Tarsito

Yudi. 2008. Interaksi Radiasi Nuklir. Infonuklir.com News. Pusat Diseminasi IPTEK Nuklir (PDIN). Jakarta

Yuwono, Triwibowo. 2005. Biologi Molekular. Jakarta: Erlangga

Young, B.A. 1981. Nuclear techniques in animal agruculture, IAEA Bul. 23. 47

Page 77: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Lampiran 1

KOMPOSISI BUFFER SAMPEL

1. Komposisi buffer sampel untuk protein yang tidak terdenaturasi

- Bromphenol Blue 0,5 % 0,5 ml

- Gliserol 10 % 1 ml

- Tris HCl, pH 6,8 0,06 mM 10 ml

- Water 4,8 ml

2. Komposisi buffer sampel untuk protein yang terdenaturasi

- β – Mercaptoethanol 50 µl

- Leammli sample buffer 950 µl

KOMPOSISI LARUTAN LOWRY

1. Lowry I

45 ml Larutan A + 0,05 ml Larutan B + 0,05 ml Larutan C

2. Lowry II

Folin : phenol reagent → 1 : 1

Page 78: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Keterangan:

Larutan A = 2% Na2CO3 dalam NaOH 0,1N

Larutan B = 27% K.Na tartat

Larutan C = 1% CuSO4

Lampiran 2 SKEMA KERJA

Page 79: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Lampiran 3

Kultur E. coli

Kurva Tumbuh

0Gy 50Gy 200Gy 500Gy 600Gy 700Gy 800Gy 900Gy 1000Gy

Spektrofotometri

Protein Ektraselular Total Protein (Ektra + Intra)

Protein Intraselular

SDS-PAGE

Inkubasi 24 jam, suhu 370C

Iradiasi sinar gamma (laju dosis 1089,59 Gy/jam)

Kultur E. coli S1, fase mid log

Kultur Iradiasi

Diukur kadar proteinnya dengan metoda Lowry, pada panjang gelombang 700 nm

Analisis LabImage 1D 2006 dan SPSS 11.5

Penentuan fase mid log

Karakteristik Profil Protein E. coli

Page 80: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Kurva Standar Protein

Kurva standar dibuat untuk mengetahui kadar protein berdasarkan nilai

absorbansi. Kurva ini dibuat untuk menentukan kandungan protein intraselular

dan ekstraselular kultur bakteri. Hasil yang diperoleh adalah berupa persamaan

garis yaitu sebagai berikut: y = 529,08x + 61,872 dan nilai R2 = 0,9971, dengan

nilai y adalah absorbansi dan x adalah kadar protein (mg/ml).

Absorbansi Konsentrasi (mg/ml) 0.187 40 0.228 60 0.279 80 0.492 200

Kurva Standar Protein

y = 529.08x - 61.872R2 = 0.9971

0

100

200

300

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Absorbansi

Kon

sent

rasi

(m

g/m

l)

Lampiran 4

Page 81: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Kurva Standar Pertumbuhan Bakteri E. coli S1

y = 1E+08x - 2E+07R2 = 0.9752

-2.00E+07

0.00E+002.00E+07

4.00E+076.00E+078.00E+07

1.00E+08

0 0.2 0.4 0.6 0.8

Absorbansi

Jum

lah

Bak

teri

cfu/

ml

Absorbansi Jumlah Bakteri E. coli (cfu/ml) 0.139 3 x 1006 0.442 3,5 x 1007 0.687 8 x 1007

Lampiran 5

1 x 108

8 x 107

6 x 107

4 x 107

2 x 107

0

-2 x 107

Y = 1 x 108X – 2 x 107 R2 = 0,9752

Page 82: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Hasil Analisis LabImage 1D 2006

1. Kurva Standar (marker) Leammli

2. Kurva dosis 0 Gy

3. Kurva dosis 50 Gy

Page 83: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

4. Kurva dosis 200 Gy

5. Kurva dosis 500 Gy

Page 84: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

6. Kurva dosis 600 Gy

7. Kurva dosis 700 Gy

Page 85: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

8. Kurva dosis 800 Gy

9. Kurva dosis 900 Gy

Page 86: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

10. Kurva dosis 1000 Gy

Lampiran 6

Page 87: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

HASIL ANALISIS STATISTIK SPSS 11.5

ANOVA

Nilai RF

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .059 8 .007 .153 .996Within Groups 13.073 270 .048 Total 13.133 278

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

H0 = Ada pengaruh yang signifikan antara dosis iradiasi terhadap profil

protein yang dihasilkan.

H1 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara dosis iradiasi terhadap

profil protein yang dihasilkan.

Dari tabel anova (analysis of variance) diperoleh nilai signifikan sebesar

0,996 atau 99,6% yang berarti lebih dari 5% dan H0 ditolak. Jadi hipotesis awal

diterima, artinya tidak ada pengaruh yang singnifikan antara dosis iradiasi

terhadap profil protein yang dihasilkan.

Lampiran 7

Page 88: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Pembesaran 1000 kali

Gambar Bakteri Escherichia coli S1

Sheker Inkubator Lampiran 8

Page 89: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Gambar LabImage 1D 2006 Lampiran 9

Page 90: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Gamma Chamber 4000 A

Bahan-bahan SDS-PAGE Lampiran 10

Page 91: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...

Mini-Protein Gel Electrophoresis, Atto

Cara Memasukkan Gel ke dalam Mini-Protein Gel Electroforesis, Atto

Page 92: Analisa Profil Protein isolat Escherichia coli SI hasil ...