DENTAL JOURNAL - Unsyiah

68
Diterbitkan Atas Kerjasama Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Dengan Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia cakradonya DENTAL JOURNAL Vol.9, No.2, Desember 2017 ISSN 2085.546X

Transcript of DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Page 1: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Diterbitkan Atas KerjasamaFakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Dengan Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia

cakradonyaDENTAL JOURNAL

Vol.9, No.2, Desember 2017 ISSN 2085.546X

Page 2: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

ISSN 2085-546X

PelindungDr. Drg. Zaki Mubarak, MS.

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah

Penanggung JawabDr. Drg. Hj. Suzanna Sungkar, Sp. KGA

Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah

Ketua PenyuntingDr. Drg. Munifah, MARS.

Wakil Ketua PenyuntingDrg. Rachmi Fanani Hakim, M.Si

Penyunting AhliProf. drg. Bambang Irawan, Ph.D

Prof. Dr. drg. Narlan Sumawinata, Sp. KGProf. Boy M. Bachtiar, Ph.D

Prof. Dr. drg. Eki S. Soemantri, Sp. OrthoDr. drg. Rasmi Rikmasri, Sp. Pros (K)

Prof. Dr. Coen Pramono, Sp. BMProf. Dr. drg. Dewi Nurul, MS, Sp. Periodrg. Gus Permana Subita, Ph.D, Sp. PM

Prof. Dr. drg. Hanna H. B. Iskandar, Sp. RKGProf . Dr. drg. Retno Hayati, Sp. KGA

Penyunting Pelaksanadrg. Sarinah Rambe

drg. Ahmad Fauzi Muharriri, Sp. KGdrg. Rizki Dumnadrg. Siti Corynikendrg. Asmaul Husna

drg. Sartika

Desain Grafisdrg. Rizky Darmawan

Pelaksana Tata UsahaNurmalawati, ST

Muhammad Aulia Azmi

SEKRETARIAT REDAKSI:Cakradonya Dental JournalFakultas Kedokteran GigiUniversitas Syiah KualaDarussalam Banda Aceh

Aceh-Indonesia23211

TELEPHONE/ FAX:0651 7555183

EMAIL:[email protected]

WEBSITE:Jurnal.unsyiah.ac.id/cdj

Page 3: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

From Editor’s Desk

Cakradonya Dental Journal (CDJ) diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Gigi sebagai mediakomunikasi ilmiah untuk pemajuan dan perkembangan intelektualitas civitas akademika antarperguruan tinggi, peneliti dan stakeholder yang mengetengahkan tentang kesehatan gigi danmulut serta keilmuan lain yang terkait. Kini CDJ telah terkoneksi dengan Open Journal System(OJS) Unsyiah per November 2017 sehingga Anda dapat menikmati fasilitas online sekaligusmedia cetak dari jurnal pertama FKG Unsyiah ini. Kesemuanya menarik dan memberikan kitainformasi terkini yang berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut dan tubuh secara sistemik.Kedepan CDJ akan berubah edisi tayang yang awalnya edisi bulan Juni dan Desember, terhitungsejak 2018 dan seterusnya akan terbit edisi Februari dan Agustus berdasarkan hasil rapat internal.

Sebagaimana sebelumnya, volume 9 no 2 ini masih menyuguhkan tentang penelitianpengembangan kedokteran gigi dan korelasi ilmu kesehatan integrasi mencakup bidangKesehatan Masyarakat, Biologi Oral, Konservasi, Ortodonsia, Prostodonsia, Dental Material,Periodonsia dan Bedah Mulut.Ucapan terima kasih kepada penulis dari sejawat FKG UNSYIAH, penulis dari FKG UNANDdan FKG Moestopo Jakarta pada khususnya atas kepercayaan memilih CDJ sebagai wadahpublikasi ilmiah. Kepercayaan anda ini akan menjadi tantangan bagi kami untuk selalumemperbaharui dan memperbaiki sistem dan manajemen pengelolaan jurnal Cakradonyamenjadi lebih baik.

Semoga informasi yang CDJ ketengahkan pada edisi ini dapat menambah hasanah pengetahuanAnda. Kami ingin mengajak pembaca untuk selalu melengkapi diri dengan informasi. Pengetahuanadalah sebuah kekuatan dan harta terbaik, mengenali dan mengetahui sesuatu akan jauh lebih baik.That’s why knowledge is the best and safest treasure to acquire.

Salam Sehat,

Dr.drg Munifah Abdat, MARSEditor In Chief

Page 4: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

ISSN 2085-546X

Cakradonya Dental Journal

DAFTAR ISI

Dampak Karakteristik Maloklusi Gigi Anterior Berdasarkan Tingkat KeparahannyaTerhadap Status Psikososial ................................................................................................. 73-78Rafinus Arifin, Sunnati, Armi Amanda Daulay

Perbandingan Penggunaan Bahan Pemutih Alami Ekstrak Buah Tomat (Lycopersicumescuclantum mill) Dengan Ekstrak Kayu Siwak (Salvadora persica) Terhadap PerbedaanWarna Gigi ............................................................................................................................ 79-82Dedi Sumantri, Nadia Sri Devi, Defriman Djafri

Pengaruh Durasi Pemaparan Larutan Fluoride dengan Konsentrasi 0.15% TerhadapPerubahan Kekasaran Permukaan Dentin........................................................................... 83-89Abdillah Imron Nasution, Ridha Andayani, Putri Disa Maulida

Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Derajat Keasaman (pH) Saliva pada MahasiswaJurusan Teknik Sipil Angkatan 2010 Fakultas Teknik Universitas Andalas.................... 90-95Murniwati, Fadil Oenzil, Idson Kamal, Minarni

Perbedaan Kadar Gula Darah Sewaktu Sebelum Dan Sesudah Pencabutan Gigi PadaPasien Di Instalasi Gigi Dan Mulut RSUDZA Banda Aceh.............................................. 96-100Fakhrurrazi, Rachmi Fanani Hakim, Laina Ulfa

Perbandingan Efektifitas Antibakteri Infusum Lengkuas Putih dan Merah TerhadapStaphylococcus Aureus ........................................................................................................101-106Aria Fransiska, Fadil Oenzil, Havis Dharma Rafke

Gambaran Morfologi Candida albicans Setelah Terpapar Ekstrak Serai (Cymbopogoncitratus) Pada Berbagai Konsentrasi ............................................................................... .107-115Afrina, Abdillah Imron Nasution, Cut Iryanti Sabila

Distribusi Frekuensi Perubahan Warna Email Gigi Pada Perokok .......................... .116-120Poetry Oktanauli, Nisrina Qatrunnada, Heriaw

Tingkat Pengetahuan Kesehatan Gigi Dan Mulut Pada Guru Dan Murid SDN 16 (UKGS)Dan SDN 46 (TANPA UKGS) Di Kota Banda Aceh…...................................................121-126Cut Fera Novita, Herwanda, Muhajir

Necrotizing Ulcerative Stomatitis (NUS) Terkait HIV/AIDS: Gambaran Klinis DanTatalaksana (Laporan Kasus)…........................................................................................127-134Sri Rezeki, Harum Sasanti

Volume 9 Desember 2017Nomor 2

Page 5: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):73-78

73

DAMPAK KARAKTERISTIK MALOKLUSI GIGI ANTERIORBERDASARKAN TINGKAT KEPARAHANNYA TERHADAP STATUS

PSIKOSOSIAL

CHARACTERISTIC MALOCCLUSSION IMPACT ANTERIOR TEETHBASED ON SEVERITY TO PSYCHOSOCIAL

Rafinus Arifin, Sunnati, Armi Amanda Daulay

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

AbstrakUsia puncak pertumbuhan anak merupakan masa peralihan antara masa anak-anak hingga menujumasa dewasa yang meliputi perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional. Maloklusi adalah suatuanomali yang menyebabkan gangguan fungsi oral dan estetika serta memerlukan perawatan jika sudahmengganggu fisik dan emosional. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa remaja pada usiapuncak pertumbuhan yang mengalami maloklusi gigi anterior akan berdampak negatif terhadap statuspsikososial remaja. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dampak karakteristik maloklusi gigianterior terhadap status psikososial (studi kasus pada usia puncak pertumbuhan di Sekolah MenengahPertama (SMP) Negeri Banda Aceh dengan menggunakan indeks PIDAQ). Jenis penelitian ini adalahobservasional analitik dan penelitian ini dilakukan di SMP Negeri dengan total subjek 279 siswa.Subjek diberikan kuisioner PIDAQ untuk mengetahui dampak karakteristik maloklusi gigi anteriorterhadap status psikososial. Hasil uji Wilks’ Lamda menunjukkan dampak signifikan karakteristikmaloklusi gigi anterior terhadap status psikososial pada usia puncak pertumbuhan, diperoleh nilaip=0,003 (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan adanya dampak karakteristikmaloklusi gigi anterior berdasarkan tingkat keparahannya terhadap status psikososial pada usia puncakpertumbuhan.Kata kunci: maloklusi, protrusif, PIDAQ

AbstractThe growth spurt of children is transition period between the time of children to go to adulthood whichcovers the biological changes, social and cognitive emotional. Malocclusion is an anomaly that causedisorders of oral function and aesthetics and requires maintenance if it interferes physical andemotional. Various researches have proved that teenagers on the growth spurt that experience anteriorteeth malocclusion will have a negative impact on the psychosocial status of teenagers. The purpose ofthis research was to find out the influence of the characteristics of the anterior teeth malocclusion topsychosocial status (case study on the age of growth spurt of the Junior High School by using thePIDAQ index). Type of this research was observational analytic and this research was done in theJunior High School in Banda Aceh with subject total was 279 students. The subject was given thequestioner PIDAQ to know the impact of characteristics of anterior teeth malocclusion to psychosocialstatus. Wilks’ Lamda test results show the significant impact of malocclusion characteristics onpsychosocial status at the growth spurt, the value of p=0,003 (p< 0,03). Conclusions, the impact ofmalocclusion characteristics based on the severity on psychosocial status at the growth spurt.Keywords: Malocclusion, protrusif, PIDAQ

Page 6: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):73-78

74

PENDAHULUANMaloklusi merupakan suatu

permasalahan penting yang sering terjadi didunia. Hal ini terlihat dari efek yangditimbulkan dari maloklusi, yakni tidak hanyaberdampak pada fungsi oral dan tampilanestetika wajah, tetapi juga berdampak padaekonomi, sosial, dan psikososial.1 Maloklusidipengaruhi oleh ketidakseimbangan antaraukuran gigi-geligi dan ukuran rahang atas danrahang bawah, kebiasaan buruk, herediter,kerusakan perkembangan, malnutrisi, trauma,dan penyakit periodontal.2 Gangguan tersebutterjadi saat proses perkembangan embrio,pertumbuhan skeletal, disfungsi otot danhipertropi mandibula.3

Maloklusi dan perubahan bentuk gigiakan mempengaruhi penampilan wajah secaraumum sehingga pada saat melakukan interaksisosial akan merasa kurang percaya diri danberdampak pada kualitas hidupnya seseorang.4

Beberapa masalah maloklusi yang terjadi padabanyak individu seperti gigi anterior protrusif,diastema dan gigi crowding. Gigi yangprotrusif dapat mempengaruhi kejelasan bicaraseseorang, terutama pengucapan huruf sepertihuruf p, b dan m, diastema dan crowdingdapat menurunkan estetika wajah seseorangselain dapat mengganggu fungsi pengunyahandan fungsi bicara.1,2 Pada usia anak remajamemiliki kecenderungan untuk lebihmemperhatikan penampilan, terutama dari segipenampilan wajah. Tampilan wajah ini dapatdipengaruhi oleh karakteristik maloklusi gigianterior yang menyebabkan rasa malu karenamaloklusi dianggap suatu kecacatan fisik.5

Masa remaja merupakan masa yangmengalami banyak perubahan, dimana remajaingin lebih diperhatikan, baik dari segipenampilan maupun aspek lainnya. MenurutJhon (2003) masa remaja merupakan suatumasa transisi yang dialami oleh anak remajapada usia perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang meliputiperubahan kognitif, biologis dan perubahansosial emosional. Hal ini senada denganpernyataan Sarlito (2001) bahwa usia anakremaja merupakan masa peralihan antara masaanak-anak hingga menuju masa dewasa yangmeliputi perubahan biologis, kognitif, dansosial emosional.6

Psikososial terdiri dari dua aspek yangmerupakan aspek psikososial dan aspek sosial.Aspek psikososial sangat berkaitan denganperkembangan emosi seseorang dengan

perkembangan kognitif yang berkaitan dengankemampuan belajar serta kemampuan untukmengingat. Aspek sosial merupakankemampuan yang dimiliki seseorang untukmenjalin hubungan dengan orang lain.6 Padasaat terjadinya interaksi sosial, salah satufaktor yang mempengaruhi keadaanpsikososial seseorang adalah estetika gigigeligi.7 Pada saat melakukan interaksi socialpertama kali yang terlihat adalah tampilanwajah seseorang. Senada dengan penelitianDelcides et al (2009) menyimpulkan bahwatingkat keparahan maloklusi yang semakintinggi berdampak terhadap perkembanganstatus sosial anak remaja di Brazil.7

Berdasarkan penelitian Arsie (2012) yangdilakukan di Jakarta terhadap 173 subjekpenelitian menunjukkan bahwa adanyahubungan antara maloklusi gigi anteriordengan status psikososial anak remaja.8

Beberapa literatur menyatakan bahwausia puncak pertumbuhan menurut Rakosi(1993) pada laki-laki terjadi di usia 12-14tahun dan perempuan pada usia 10-12 tahun.1,2

Menurut Djahwat usia 12-14 tahun ini setaradengan usia siswa menengah pertama diIndonesia.6 Oleh karena itu, penulis tertarikingin menggali lebih dalam mengenaikarakteristik maloklusi gigi anterior terhadapstatus psikososial remaja SMP Negeri BandaAceh.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini menggunakan metode

observasional analitik untuk mengkaji dampakkarakteristik maloklusi gigi anteriorberdasarkan tingkat keparahannya terhadapstatus psikososial (studi pada usia puncakpertumbuhan di SMP Negeri Banda Acehmenggunakan indeks Pidaq) dengan desainpenelitian cross-sectional.

Pengumpulan data kuisioner denganpenilaian berdasarkan pertanyaan darikuisioner PIDAQ yang terdiri dari 23pertanyaan. Setiap pertanyaan diisimenggunakan skala Likert, yaitu 0 untukjawaban tidak setuju, 1 untuk jawaban netral, 2untuk jawaban setuju. Setelah selesai pengisianseluruh pertanyaan dari kuisioner makadijumlahkan total skor untuk pertanyaan darimasing-masing subjek (gigi protrusif) jika skor0-23 dikategorikan tidak berpengaruh, jikaskor 24-46 dikategorikan berpengaruh.

Subjek yang telah terpilih kemudiandilakukan pengukuran overjet pada kasus

Page 7: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):73-78

75

protrusif dengan menggunakan probe pada saatoklusi sentrik. Kasus diastema dilakukanpengukuran antara jarak yang terdapat padagigi anterior dengan menggunakan probe,kemudian dilakukan pencetakan rahang untukmenghitung derajat keparahan crowdinganterior, setelah dilakukan pencetakan rahangmaka hasil cetakan masing-masing gigi akandiukur dengan menggunakan jangka sorong.Setelah itu dilakukan pengelompokankeparahan maloklusi pada tiap-tiap kasus.

Data yang telah diperoleh dari ketigakelompok dianalisis dengan menggunakanSPSS dan dilakukan analisis Wilks’ Lamdauntuk menganalisis dampak dari ketigavariabel protrusif, diastema dan crowdingterhadap status psikososial. Pengambilankeputusan ada tidaknya hubungan berdasarkannilai probabilitas. Apabila nilai probabilitas(p<0,05).

HASILPenelitian tentang dampak karakteristik

maloklusi gigi anterior berdasarkan tingkatkeparahannya terhadap status psikososial inidilakukan pada bulan Oktober di lima belasSMP Negeri Kota Banda Aceh. Siswa yangdijadikan subjek penelitian adalah muridkelas VII dari total subjek 279 siswa-siswiyang mengalami karakteristik maloklusi.Berdasarkan hasil penelitian pada SMPNegeri di Kota Banda Aceh, diperolehgambaran mengenai karakteristik responden,disajikan pada tabel berikut:

Pada Tabel 1. dapat dilihat bahwajumlah siswa laki-laki yang mengalamimaloklusi lebih banyak dari pada perempuan,atau dengan perbandingan 54,1:45,9%. Jikadilihat dari tingkat umur, maloklusi yangpaling banyak terdapat pada usia 12 tahunsebanyak 69%.Tabel 1. Karakteristik Responden.

No Karakteristik Jumlah(N)

Persentase(%)

1 Jenis KelaminPerempuanLaki-laki

128151

45,9%54,1%

Jumlah 279 100,0%2 Umur

10 tahun11 tahun12 tahun13 tahun14 tahun

115

1945811

0,4%5,4%

69,5%20,8%3,9%

Jumlah 279 100,0%Sumber : hasil olahan data primer, 2015

Tabel 2. Kasus Maloklusi Gigi Anterior Remaja

Sumber : hasil olahan data primer, 2015

Pada Tabel 2. dari jumlah subjek SMPNegeri Kota Banda Aceh tahun 2015 sebanyak279 orang maka jumlah maloklusi yang palingbanyak adalah crowding yakni sebanyak64,9%.

Tabel 3. Pengaruh Dampak Karakteristik MaloklusiTerhadap Status Psikososial.

No PsikososialJumlah

(N)Persentase

(%)1.2.

BerpengaruhTidakBerpengaruh

25821

92,57,5%

Jumlah 279 100,0%Sumber : hasil olahan data primer, 2015

Tabel 4. Maloklusi Gigi Anterior BerdasarkanTingkat Keparahannya

No. Kategori

Status Psikososial dengan KasusMaloklusi Anterior

Diastema Protrusif Crowding Total (%)

1 Ringan 17 (25,8%) 6 (18,8%) 47 (26,6%)70(25,1%)

2 Sedang 49 (74,2%) 25(78,1%) 50(27,6%)124(44,4%)

3 Berat 0 (0%) 1(3,1%) 84(46,4%)85(30,5%)

Jumlah(%)

66(100%)

32(100%)

181(100%)

279(100%)

Tabel 5. Dampak Maloklusi Dengan StatusPsikososial Pada Anak Usia Puncak Pertumbuhan

Karakteris

tikMaloklusi

Anterior

Psikososial

Total Nilai pBerpengaruh

TidakBerpengaru

h

F % F % F %

Gigidiastema

6395,5

3 4,5 66100

0,003*

Gigiprotrusif

3093,8

2 6,3 32100

Gigicrowdin

g

165

91,2

16 8,8181

100

Keterangan: *Uji Wilks’ Lamda; p<0,05

NoMaloklusiAnterior

Jumlah(N)

Persentase(%)

1.2.3.

GigidiastemaGigiprotrusifGigicrowding

6632181

23,7%11,5%64,9%

Jumlah 279 100,0%

Page 8: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):73-78

76

Tabel 6. Dampak Maloklusi Gigi Anterior DenganStatus Psikososial Pelajar

No JenisMaloklusi Spearman Arah

KorelasiNilai

p123

DiastemaProtrusifCrowding

-0,0880,2190,546

-++

0,4280,2280,000*

Keterangan: *signifikan (p<0,05)

Dari jumlah subjek SMP Negeri kotaBanda Aceh tahun 2015 sebanyak 279 orangmaka jumlah karakteristik maloklusi gigianterior hampir semua berpengaruh terhadapstatus psikososial pada usia puncakpertumbuhan yaitu 92,5%:7,5%(Tabel 3.)Pada kasus diastema, kategori dengan nilaipaling banyak terdapat pada kategori sedangyaitu 74,2%. Pada kasus protrusif, kategoridengan nilai yang paling banyak terdapat padakategori sedang yaitu 78,1%. Sedangkan padakasus crowding nilai yang paling banyakterdapat pada kategori berat yaitu 46,4%(Tabel4). Berdasarkan hasil uji Wilks’ Lamda padatabel 5. menunjukkan dampak karakteristikmaloklusi terhadap status psikososial pada usiapuncak pertumbuhan, diperoleh nilai p=0,003(p<0,05) yang menunjukkan bahwa terdapatperbedaan dampak karakteristik maloklusi gigianterior berdasarkan tingkat keparahannyaterhadap status psikososial pada usia puncakpertumbuhan di SMP Negeri Banda Aceh.

Berdasarkan tabel 6. untuk variabeldiastema didapatkan nilai korelasi Spearmansebesar -0.088 dengan arah korelasi negatif.Arah korelasi negatif berarti berlawanan arahsemakin besar nilai suatu variabel, semakinkecil nilai variabel lainnya. Semakin besar skordari kasus diastema maka dampak terhadapstatus psikososialnya juga semakin kecil, halini ditunjukkan dengan memperoleh nilaip=0,428 (p>0,05) yang berarti tidak terdapatdampak yang signifikan terhadap statuspsikososial pada usia puncak pertumbuhan.Pada penelitian ini dari jumlah subjekpenelitian sebanyak 66 orang yang mengalamikasus diastema tidak ditemukan diastemaberat.

Untuk variabel protrusif didapatkannilai korelasi Spearman 0,219 dengan arahkorelasi positif. Arah korelasi positif berartisearah, semakin besar nilai suatu variabel,semakin besar nilai variabel lainnya. Semakinbesar skor dari kasus protrusif maka dampakpsikososialnya semakin besar. Hasil ujikorelasi Spearman didapat nilai p=0,228(p>0,05) yang berarti tidak terdapat dampak

karakteristik maloklusi protrusif berdasarkantingkat keparahannya terhadap statuspsikososial pada usia puncak pertumbuhan.Pada penelitian ini kasus protrusif berathanya 1 kasus (3,1%).

Pada variabel crowding didapatkannilai korelasi Spearmen 0,546 dengan arahkorelasi positif. Arah korelasi positif berartisearah, semakin besar nilai suatu variabel,semakin besar nilai variabel lainnya. Semakinbesar skor dari kasus crowding maka dampakpsikososialnya semakin besar, yangditunjukkan juga dengan nilaip=0,000(p<0,05) yang berarti terdapatdampak karakteristik maloklusi crowdingberdasarkan tingkat keparahannya terhadapstatus psikososial pada usia puncakpertumbuhan. Arah korelasi crowding adalah0,546 hal ini menunjukkan bahwa semakintinggi nilai skor kasus crowding makasemakin besar dampak terhadap statuspsikososialnya dan kekuatan korelasispearmen dengan nilai p=0,000 yaitu sangatlemah (0,00-0,199).

PEMBAHASANPenelitian ini dilakukan pada SMP

Negeri di kota Banda Aceh sebanyak 15sekolah dengan rentang usia anak perempuan10-12 tahun dan anak laki-laki pada usia 12-14tahun. Jumlah subjek dalam penelitian inisebanyak 279 orang. Pada penelitian ini indeksPIDAQ dapat digunakan sebagai alat untukmengukur dampak status psikososial anak usiapuncak pertumbuhan di SMP Negeri BandaAceh dari kualitas hidup dan estetika gigi yangberkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut.Kuisioner ini berisikan 23 butir pertanyaanyang terdiri dari 6 butir pertanyaan mengenaidental self confident, 6 butir pertanyaanmengenai dampak psikologis, 8 butirpertanyaan mengenai aspek sosial serta 3 butirpertanyaan mengenai dampak estetika.

Pada Tabel 1. menunjukkan distribusidata primer mengenai jenis kelamin dan umurpada setiap subjek. Tabel tersebutmenunjukkan keadaan maloklusi pada laki-lakimemiliki jumlah lebih banyak daripada jumlahperempuan (54,1%:45,9%). Hal ini sejalandengan penelitian Liling (2013) yangmengatakan bahwa jumlah maloklusi laki-lakilebih banyak dibandingkan perempuan.9

Pada karakteristik umur terlihatfrekuensi yang tertinggi adalah pada anak usia12 tahun yaitu sebanyak 69,5% dan sebaran

Page 9: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):73-78

77

umur tidak merata. Hal ini disebabkan padasaat melakukan penelitian, peneliti berfokuspada pengambilan kriteria subjek berdasarkanmaloklusi subjek dan kurang memperhatikansebaran umur (tapi tetap sesuai kriteriainklusi).

Pada Tabel 2. maloklusi gigi anterioryang paling banyak adalah crowding sebanyak64,9% diikuti oleh diastema dan protrusif. Halini sejalan dengan hasil penelitian Natalia(2008) yang menunjukkan bahwa jenismaloklusi yang paling banyak dijumpai adalahcrowding.10

Berdasarkan hasil uji Wilks’ Lamdapada Tabel 4., menunjukkan adanya dampaksignifikan (p<0,05) maloklusi gigi anteriorterhadap status psikososial pada usia puncakpertumbuhan. Hal ini dapat disebabkan padaanak usia puncak pertumbuhan yangmerupakan masa remaja banyak mengalamiperubahan, dimana remaja ingin lebihdiperhatikan, baik dari segi penampilanmaupun aspek lainnya. Menurut Jhon (2003)masa remaja merupakan suatu masa transisiyang dialami oleh anak remaja pada usiaperkembangan antara masa anak-anak danmasa dewasa yang meliputi perubahankognitif, biologis dan perubahan sosialemosional.6 Hal ini sejalan dengan penelitianLiling (2013) yang menemukan hubunganantara kasus maloklusi gigi anterior denganstatus psikososial pada pelajar SMP diMakassar. Penelitian Liling dilakukan padaanak remaja atau anak usia puncakpertumbuhan berkisar 12-14 tahun.9

Pada hasil penelitian ini ketika diujisatu-persatu antara maloklusi gigi anteriorterhadap dampak psikososial ditemukan bahwadiastema tidak memberikan dampak terhadapstatus psikososial, dengan arti bahwa diastematidak dianggap menganggu bagi anak usiapuncak pertumbuhan di lima belas SMPNegeri Kota Banda Aceh. Hal ini tidak sejalandengan penelitian Johal et al (2006) tentangpengaruh karakteristik gigi yang bercelahterhadap kehidupan sehari-hari, dimanakeadaan gigi bercelah (diastema) berdampaknegatif bagi remaja.11

Untuk variabel gigi anterior protrusif,pada penelitian ini juga tidak ditemukandampak terhadap psikososial. Hal ini berbedadengan hasil penelitian Liling (2013) yangmenemukan bahwa maloklusi protrusifmerupakan kasus yang paling berpengaruhterhadap status psikososial usia anak remaja di

Makassar.9 Pada penelitian ini ditemukanbahwa protrusif tidak memiliki dampakterhadap status psikososial bisa disebabkankarena hanya 1 kasus protrusif berat yangditemukan pada subjek penelitian (3,1%),sehingga pada saat dilakukan uji statistikditemukan hasil yang tidak signifikan.

Crowding merupakan kasus maloklusigigi anterior yang paling berpengaruh terhadapstatus psikososial anak usia puncakpertumbuhan di SMP Negeri Banda Acehdengan memiliki nilai korelasi positif.Crowding merupakan salah satu kasus prioritasuntuk dilakukan perawatan orthodonti sebabcrowding dapat menyebabkan penumpukanplak lebih mudah dan sulit dibersihkansehingga dapat menyebabkan karies sertakerusakan tulang. Selain mempengaruhi darisistem stomatognati, crowding juga dapatberpengaruh terhadap status psikososial anakusia remaja. Hal ini sejalan dengan penelitianBernabe et al dengan kasus gigi anterior atasyang berjejal sering menimbulkan reaksipsikososial yang negatif terhadap kualitashidup.12 Marques et al (2009) juga mengatakanbahwa sebagian besar remaja usia 14-18 tahunmenganggap bahwa maloklusi mempengaruhiestetik gigi anterior.13

Penilaian tentang dampak karakteristikmaloklusi gigi anterior dengan keterbatasandari penelitian ini terdapat jumlah subjek yangtidak merata, sehingga tidak dapat secarapenuh mendukung penelitian ini dan alat ukurdampak psikososial yaitu kuisioner PIDAQyang menggunakan skala Likert digunakanuntuk mengukur sikap, persepsi dan pendapatseorang mengenai suatu fenomena.

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa karakteristik maloklusigigi anterior berdasarkan tingkat keparahannyamemiliki dampak terhadap status psikososialpada usia puncak perumbuhan di SMP NegeriBanda Aceh menggunakan indeks PIDAQ.

Penelitian lebih lanjut diperlukandengan melakukan penelitian tentanghubungan kasus maloklusi gigi anterior denganstatus psikososial berdasarkan perbedaantingkat pendidikan di Kota Banda Aceh.

DAFTAR PUSTAKA1. Proffit, WR, Henry, WF, David MS.

Contemporary Orthodontics. 4thed.Canada: Mosby inc. 2007. p. 16.

Page 10: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):73-78

78

2. Balajhi, SI. Orthondontics The Art andSience. 3rd ed. New Delhi: Arya (MEDI)Publishing House. 2006: 70-7.

3. Bishara SE. Text Book of OrthodonticsPhiladelphia: WB; Sounders Company.2000: 90-2.

4. Cavalcanti AL, Santos JAD, AguiarYPC, Xavier AFC, Moura C.Prevalence and Severity of Malocclssionin Brazlian Adolescents Using theDental Aeshetic Index (DAI). ReviewArticle Orth OA 2013; 33(3): 474-9.

5. De Paula, Junior DF, Santos NC, DaSilva ET, Nunes MF, Leles CR.Psychosocial of Dental Esthetics onQuality of Life in Adolescent. J AngOrthod 2009; 79(6): 1188-93.

6. Suryani L, Syahnizar, Zikra.Penyesuaian Diri pada Masa Pubertas. JIlmiah Kons 2012; 1(2): 136-40.

7. Sharif Z, Roslan NM. Faktor- Faktoryang Mempengaruhi Remaja Terlibatdalam Masalah Sosial di Sekolah TunasBakti, Sungai Lereh, Melaka. J EduPsych 2011; 1: 115-40.

8. Ninda PN, Margaretha R. HubunganKekerasan Emosional pada Anakterhadap Kecenderungan KenakalanRemaja. J Psikologi Klinis danKesehatan Mental 2012; 1: 1-8.

9. Liling DT. Hubungan Kasus MaloklusiGigi Anterior dengan Status Psikososialpada Pelajar SMP di Jakarta Makassar.Makassar; FKG UNHAS. 2013.Skripsi.

10. Natalia. Perbedaan Dampak MaloklusiAnterior terhadap Status PsikososialMenggunakan Indeks PIDAQ SMAGlobal Prima Nasional Plus danPangeran Antasari; FKG USU. Skripsi

11. Johal A, Cheung MY, Marcene W. TheImpact Of Two Different MalocclusionTraits On Quality of Life. British Dent2007; 202:(2): 2-3

12. Bernabe E, Sheiham A, Oliveira CMD.Condition Specific Impacts on Quality oflife Attributed To Malocclussion byAdolescents with normal occlusion andClass I, II, and III Maloclussion. AngleOrthodontist 2008; 78(6): 977-982

13. Marques LS, Filogonia CA, FilogoniaCB, Pereira LJ, Pordeus IA, Paiva SM,Jorge RML. Aesthetic Impact OfMalocclusion In The Daily Living OfBrazilian Adolescents. J of Orthod 2009;36(3): 152-162.

Page 11: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):79-82

79

PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHAN PEMUTIH ALAMI EKSTRAKBUAH TOMAT (Lycopersicum escuclantum mill) DENGAN EKSTRAK KAYU

SIWAK (Salvadora persica) TERHADAP PERBEDAAN WARNA GIGI

COMPARISSON OF NATURAL TEETH WHITENING FROM TOMATO(Lycopersicum escuclantum mill) EXTRACT AND FROM MISWAK (Salvadora

persica) EXTRACT TO THE DIFFERENCE TEETH COLOUR

Dedi Sumantri, Nadia Sri Devi, Defriman Djafri

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas

AbstrakBahan alternatif yang biasa digunakan sebagai pemutih gigi termasuk tomat (lycopersicumesculentummill) dan siwak (Salvadora persiica) terdiri dari hidrogen peroksida (H2O2). Tujuan penelitian iniadalah untuk menentukan perbedaan dari warna gigi setelah menggunakan pemutih gigi alamiyangsdiestrak dati tomat (Lycopersicumesculentum mill) dan siwak (salvadora persica). Metodepenelitian ini menggunakan 30 gigi premolar yang sudah di ekstraksi dibagi menjadi 5 kelompok.Kelompok 1 di rendam dalam ekstrak tomat dengan konsentrasi 100%, kelompok 2 direndam dalamekstrak tomat dengan konsentrasi 50 % , kelompok 3 direndam dalam ekstrak siwak dengankonsentrasi 100% dan kelompok 4 direndam dalam ekstrak siwak dengan konsentrasi 50%, dankelompok 5 kontrol direndam dalam karbamid peroksida. Pengukuran perubahan warna dilihatsebelum dan sesudah perlakuan oleh 5 pengamat menggunakan shade guide vitapan clasical. Datadianalisis menggunakan One Way ANOVA dan LSD. Hasil dari oenelitian ini menunjukan bahwaektrak tomat dengan konsentrasi 100% lebih efektif terhadap pemutihan gig dibandingkan dengansiwak dan karbamid peroksida dengan konsentrasi 10% setelah perendaman selama 3 jam.Keywords: Ekstrak, karbamid peroksida, pemutihan gigi

AbstractAlternatives materials to be used as tooth whitening ingredients including Tomato(Lycopersicumesculentum Mill) and miswak (Salvadora persica) containing hydrogen peroxide(H2O2). The purpose of this research is to determine the difference of tooth color after using the toothnatural whitening extracted from tomato (Lycopersicumesculentum Mill)and miswak (Salvadorapersica).The method of this research used 30 post-extracted premolar teeth divided into 5 groups.Group 1 was soaked in tomato extract containing 100% of concentration, group 2 was soaked intomato extract containing 50% of concentration, group 3 was soaked in miswak extract containing100% of concentration, group 4 was soaked in miswak extract containing 50% of concentration, andgroup 5 (control) soaked in 10% of Carbamid Peroxide. Color changes measurement was observedpretest and posttest by 5 observers using Shade Guide vitapan classical. Data were analyzed using theOne Way ANOVA and LSD. The results of this research showed that tomato extract containing 100%of concentration more effective tooth whitening than extract miswak and carbamide peroxide 10%after 3 hours of soaking.Kata kunci: Extract, carbamide peroxide, tooth whitening

Page 12: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):79-82

80

PENDAHULUANPentingnya pemutihan gigi bagi

konsumen telah meningkat drastis dalamjumlah produk dan prosedur selama beberapatahun terakhir ini1. Selama dua dekadeterakhir, pemutihan gigi atau bleaching telahmenjadi salah satu perawatan gigi estetik yangpaling popular.2 Bleaching dapat didefinisikansebagai suatu prosedur menghilangkan ataumengurangi diskolorasi pada mahkota gigidengan mengaplikasikan bahan pemutih gigi.3

Pemanfaatan bahan alami seringdilakukan oleh masyarakat karena dianggaplebih aman, murah, dan mudah diperolehdibandingkan bahan kimiawi. Konsentrasihidrogen peroksida yang rendah telahditemukan pada tanaman, buah-buahan,makanan dan minuman, serta bakteri.4

Misalnya buah tomat, buah pir, buah stroberi,buah apel, buah delima, dan kayu siwak.1

Ekstrak buah tomat mengandunghidrogen peroksida yang dapat memutihkangigi dan sudah terbukti memiliki khasiatmemutihkan gigi.5 Hasil penelitian Saputro danWibowo (2009) menunjukan bahwa jus tomatmampu memutihkan gigi pada gigi postekstraksi karena dalam 1 buah jus tomatterdapat kandungan hidrogen peroksidasebesar 4000 x 10-9 mol.6 Pada ekstrak buahtomat juga terdapat peroksidase yang dapatmeningkatkan kecepatan hidrogen peroksidadalam mereduksi warna.7

Bahan pemutih alami lain yang dapatmemutihkan gigi adalah kayu siwak(Salvadora persica). Penggunaan kayu siwakdigunakan oleh masyarakat urban di TimurTengah dan sebagian masyarakat muslim didunia. Sebagai alternatif alami untukmembersihkan dan memutihkan gigi, siwakberada di tempat teratas.8 Ekstrak kayu siwakmerupakan salah satu bahan alami yang saatini dapat digunakan untuk memutihkankembali gigi yang telah berubah warna.Kandungan hidrogen peroksida di dalamnyadapat memutihkan gigi.9 Oleh karena itu,peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaanwarna gigi setelah menggunakan bahanpemutih alami ekstrak buah tomat denganekstrak kayu siwak

BAHAN DAN METODEPenelitian ini merupakan penelitian

eksperimental laboratorium dengan desainpretest dan posttest dengan kelompok kontrol(pre test and post test control group design)

karena dalam penelitian ini dilakukan tes awaldan tes akhir.

Pada penelitian ini menggunakansampel 30 gigi premolar yang dilakukanpenentuan warna gigi terlebih dahulu sebelumperendaman (pretest) dengan menggunakanshade guide VITAPAN classical. Shade guideVITAPAN classical adalah alat yangdigunakan untuk mengukur warna gigi yangmempunyai ukuran skor dari yang palingterang hingga yang paling gelap:

B1=1, A1=2, B2=3, D2=4, A2=5, C1=6,C2=7, D4=8, A3=9, D3=10, B3=11, A3,5=12,B4=13, C3=14, A4=15, C4=16.10

Selanjutnya dilakukan pembuatanekstrak tomat dan ekstrak kayu siwak denganmetode maserasi. Sebanyak 2 kg tomat dan500 gr kayu siwak dimaserasi menggunakanpelarut etanol 96% selama 3x24 jam kemudianfiltrat dipekatkan menggunakan rotaryevaporator dan diuapkan dengan waterbathsehingga didapatkan ekstrak tomat 100% danekstrak kayu siwak 100% sebanyak 18 gr.Sediaan ekstrak tomat konsentrasi 50% danekstrak kayu siwak konsentrasi 50% dilakukandengan pengambilan 6 gr dicampur dengan 12ml aquades.

Hasil penelitian dilihat setelah 30 gigipremolar (tiap perlakuan 6 gigi) direndamselama 3 jam ke dalam 5 perlakuan. Gigidiletakkan pada tabung vial yang telah diberinomor urut sesuai dengan urutannya padasetiap perlakuan dan pengulangan sebanyak 2ml. Pengamatan dilakukan oleh 5 orangsetelah sampel diinkubasi pada suhu 370Cselama 3 jam untuk melihat ada atau tidaknyaperbedaan warna gigi terhadap warna gigisebelum diberi perlakuan. Pengukuran warnagigi dengan menggunakan shade guide vitapanclassical dan perbedaan warna gigi didapatkandengan menilai selisih pengukuran saat pretestdengan posttest setiap sampel.

HASILHasil menunjukkan bahwa ekstrak

tomat konsentrasi 100% memiliki rata-rataperbedaan warna gigi terbesar yaitu 6.67,ekstrak tomat konsentrasi 50% sebesar 4.50,ekstrak kayu siwak konsentrasi 100% sebesar3.67, karbamid peroksida 10% sebagaikelompok kontrol sebesar 3.17,dan kayu siwakmemiliki konsentrasi 50% rata-rata perbedaanwarna gigi terkecil yaitu sebesar 0.67 (Tabel 1)

Page 13: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):79-82

81

Tabel 1. Hasil Analisis One Way ANOVAKelompokperlakuan

n Rerata ± s.b p value

Ekstrak tomat100%

66.67±2.805

0,011

Ekstrak tomat50%

64.50±3.728

Ekstrak kayusiwak 100%

63.67±1.751

Ekstrak kayusiwak 50%

6.67±1.633

Karbamidperoksida 10%

63.17±2.714

Tabel 2. Hasil Analisis WilcoxonVariabel Rerata SD n p

valuePretest 9.87 4.133 30

0,000Posttest 6.13 3.812

Data hasil perhitungan kemudiandilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnovuntuk melihat normalitas data, apabila hasil ujisignifikan (p>0,05) berarti data berdistribusinormal. Setelah dikatakan normal kemudiandilakukan uji homogenitas menggunakan ujiLevene yang bertujuan untuk menguji ragampopulasi, apakah setiap varian penelitian inihomogeny atau tidak homogen.Hasil ujimenunjukkan nilai signifikasinya lebih besardari 0,005 berarti data homogen.

Hasil yang diperoleh dari Tabel 2menunjukan nilai p<0,001 sehinggadidapatkan nilai p<0,05 maka dapatdisimpulkan terdapat perbedaan yangbermakna dari warna gigi sebelum dan setelahperlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadipemutihan gigi setelah diberi perlakuan.

Data dianalisis menggunakan uji OneWay ANOVA untuk mengetahui apakah adaperbedaan bermakna antara seluruh kelompokperlakuan. Hasil uji One Way ANOVAmenunjukkan bahwa nilai signifikasi(p=0,011). Hal ini berarti terdapat perbedaanbermakna (p<0,05) antara ekstrak tomatkonsentrasi 100%, ekstrak tomat konsentrasi50%, ekstrak kayu siwak konsentrasi 100%,ekstrak kayu siwak konsentrasi 50%, dankarbamid peroksida 10%. Untuk mengetahuibesar perbedaan yang signifikan antaramasing-masing kelompok perlakuan perludilakukan uji Post hoc dengan uji LSD (LeastSignificant Difference).

Hasil uji LSD menunjukkan kelompokperlakuan apabila dibandingkan antara satusama lain mempunyai perbedaan yang

bermakna. Nilai p<0,001 disebut bermakna,hal ini menjelaskan bahwa terdapat perbedaanwarna gigi pada kelompok perlakuan yaitukelompok ekstrak tomat konsentrasi 100%dibandingkan dengan ekstrak kayu siwakkonsentrasi 50%, kelompok ekstrak tomatkonsentrasi 100% dibandingkan dengankarbamid peroksida 10% dan kelompokekstrak tomat konsentrasi 50% dibandingkandengan ekstrak kayu siwak konsentrasi 50%.

PEMBAHASANPenelitian ini adalah melihat bahan yang

lebih efektif untuk digunakan sebagai bahanalami pemutih gigi yaitu tomat (Lycopersicumesculentum Mill) dengan kayu siwak(Salvadora persica) serta membandingkankeduanya dengan karbamid peroksida 10%sebagai kontrol positif.Berdasarkan hasil ujistatistik dengan menggunakan uji One WayANOVA (Tabel 5.3.2) menunjukkan bahwaterdapat perbedaan rata-rata nilai perbedaanwarna gigi yang signifikan (p<0.05) padakelima kelompok perendaman.

Berdasarkan hasil uji statistik tersebutdari Tabel 5.2. menunjukkan bahwa ekstraktomat konsentrasi 100% memiliki rata-rataperbedaan warna gigi paling besar yaitu 6.67,ekstrak tomat konsentrasi 50% sebesar 4.50,ekstrak kayu siwak konsentrasi 100% sebesar3.67, karbamid peroksida 10% sebagaikelompok kontrol sebesar 3.17 dan kayu siwakkonsentrasi 50% memiliki rata-rata perbedaanwarna gigi terkecil yaitu sebesar 0.67. Hasilpenelitian ini menunjukkan bahwa ekstraktomat konsentrasi 100% menjadi bahan yangpaling baik dalam memutihkan gigidibandingkan kelompok perendaman yanglain. Hal ini mungkin dikarenakan dalam 1buah jus tomat terdapat kandungan hidrogenperoksida sebesar 4000 x 10-9 mol.6 Padaekstrak buah tomat juga terdapat peroksidaseyang dapat meningkatkan kecepatan hidrogenperoksida dalam mereduksi warna.7

Berat molekul dari bahan pemutih jugamempengaruhi terjadinya efek pemutihan gigi.Pada penelitian ini, tomat dan kayu siwakdiaplikasikan dalam bentuk ekstrak (cair)sedangkan karbamid peroksida 10% jenisOpalescense 10% diaplikasikan dalam bentukgel. Berdasarkan hasil pengujian olehEuropean Commission Health & ConsumerProtection Directorate-General menunjukkanbahwa berat molekul karbamid peroksida yaitu94,00 mol. Berat molekul tersebut 3 kali lebih

Page 14: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):79-82

82

besar dari berat molekul dari hidrogenperoksida yaitu hanya 34,00 mol. Beratmolekul yang lebih kecil lebih baik dalammelakukan penetrasi ke email dan dentindibandingkan dengan yang memiliki beratmolekul yang besar.11

Karbamid peroksida 10% dalampenelitian ini berfungsi sebagai kontrol positifnamun hasil menunjukkan bahwa kelompokperendaman karbamid peroksida 10% tidaklebih baik dibandingkan kelompokperendaman dalam ekstrak tomat konsentrasi100%, ekstrak tomat konsentrasi 50%, danekstrak kayu siwak konsentrasi 100%. Hal inidisebabkan karena waktu perendaman dalamkarbamid peroksida 10% hanya 3 jam.MenurutADA/ISO pemakaian efektif bahan pemutihgigi karbamid peroksida (10%-22%) yaitu 2-4jam perhari dan membutuhkan waktu 3-4minggu untuk mengukur hasil yang efektif.2

Sehingga kemungkinan waktu 3 jam belumbisa menghasilkan perubahan warna gigi yangefektif. Dalam penelitian Richard B.T. Price etal (2000) faktor seperti waktu pemaparan, pH,konsentrasi, dan frekuensi paparan dapatberkontribusi untuk terjadinya erosi padaemail gigi dan menyebabkan efek pemutihanpada gigi.12

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaperbedaan warna gigi yang terjadi setelahperlakuan pada kelima kelompok perendamantersebut sangat bervariasi. Bervariasinyaperubahan warna yang terjadi pada masing-masing kelompok perendaman tersebut didugaberkaitan dengan ketebalan lapisan email danusia pemilik gigi.13

KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan dapat disimpulkan bahwa Ekstraktomat konsentrasi 100% paling efektif karenamemiliki rata-rata perbedaan warna gigi yangpaling besar dan ekstrak kayu siwak(salvadora persica) konsentrasi 50% yangpaling kurang efektif karena memiliki rata-rataperbedaan warna gigi terkecil dalammemutihkan gigi.

DAFTAR PUSTAKA1. Joiner A. 2006. The Bleaching Of

Teeth: A Review of the Literature.Journal of Dentistry. 34: 412-419.

2. ADA. 2009. Tooth Whitening/Bleaching: Treatment Considerations

for Dentists and Their Patients. ADACouncil on Scientific Affairs.

3. Haywood VB. 2007. Tooth Whitening:Indications and Outcomes ofNightquard Vital Bleaching. Canada:Quintessence Publishing.

4. Tredwin CJ, et. al. 2006. HydrogenPeroxide Tooth-Whitening (Bleaching)Products: Review of Adverse Effectsand Safety Issues. British DentalJournal. 200: 371-376.

5. Mulky IH, Rania N, Nila K. 2014. TheInfluence of Tomato Juice as anAlternative Treatment to Whiten TheTeeth. Indonesian Scholars Journal.001-00045.

6. Saputro. 2009. Pengaruh KonsentrasiJus Buah Tomat (Lycopersiconesculentum Mill) terhadap PerubahanWarna Gigi dalam ProsesPemutihanGigi secara In-vitro. Skripsi. Semarang:UniversitasDiponegoro.

7. Pratiwi. 2009. Pengaruh Pemberian JusBuah Tomat (Lycopersicon EsculentumMill.) terhadap Perubahan Warna Gigipada Proses Pemutihan Gigi Secara InVitro. Skripsi. Semarang: UniversitasDiponegoro.

8. Masood Y, et. al. 2010. BiologicalEffects of Miswak. Current Topics InNutraceutical Research. 8: 161-168.

9. Mohamed Saleh A, et. al. 2012.Properties of Peroxidase from ChewingStic Miswak. African Journal ofPharmacy and Pharmacology. 6: 660-670.

10. Liena C, Lozano E, Amengual J, FoinerL. 2011. Reliability of Two ColorSelecton Devices in Matching andMeasuring Tooth Color. The Journal ofContemporary Dental Practice. 12(1):19-23.

11. European Commission Health &Consumer Protection Directorate-General. Hydrogen Perokside in toothwhitening products. Adopted by theSCCP during the 3rd plenary meeting of15 March 2005.1-5.

12. Price RBT, Sedarous M, Hilts GS. 2000.The pH of tooth whitening product.Journal of the Canadian DentalAssociation. 66: 421-425.

13. Grossman LI, Oliet S, dan Del Rio CE.1995. Ilmu Endodontik dalam PraktekEdisi 11. Jakarta: EGC.

Page 15: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):83-89

83

PENGARUH DURASI PEMAPARAN LARUTAN FLUORIDE DENGANKONSENTRASI 0,15% TERHADAP PERUBAHAN

KEKASARAN PERMUKAAN DENTIN

THE EFFECT OF FLUORIDE EXPOSURE DURATION WITH 0,15%CONCENTRATION OF DENTIN SURFACE ROUGHNESS CHANGES

Abdillah Imron Nasution, Ridha Andayani, Putri Disa Maulida

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

AbstrakFluoride sering digunakan sebagai bahan aktif maupun bahan desensitisasi di dalam pasta gigi.Konsentrasi standar fluoride yang boleh terkandung dalam pasta gigi di Indonesia tidak boleh lebihdari 0,15% (1500 ppm). Terpaparnya fluoride dengan dentin dapat mendukung remineralisasi denganstabilisasi hidroksiapatit. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh durasi pemaparanfluoride dengan konsentrasi 0,15% terhadap perubahan kekasaran permukaan dentin. Atomic ForceMicroscopy digunakan untuk mengukur kekasaran permukaan dentin dan pengukuran selanjutnyamenggunakan software Gwyddion v.2.30. Dua belas gigi premolar digunakan sebagai spesimen dandipotong pada area mahkota dekat dengan cementoenamel junction kemudian permukaan dentindihaluskan menggunakan SiC paper 600-grit. Spesimen dikelompokkan ke dalam 4 kelompok yaitu :Kontrol, Etsa, Fluoride 3 menit dan Fluoride 15 menit. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa nilairata-rata kekasaran permukaan dentin dari yang tertinggi hingga terendah diawali pada kelompok :etsa (1.85±0.37 µm), kontrol (1.76±0.32 µm), fluoride 3 menit (1.74±0.19 µm) dan fluoride 15 menit(1.62±0.37 µm). Hasil uji analisis statistik one-way ANOVA dan uji Post Hoc LSD menunjukkan tidakada perbedaan yang signifikan pada tiap-tiap kelompok (p>0,05). Dapat disimpulkan bahwa durasipemaparan larutan fluoride 0,15% belum mampu mengurangi kekasaran permukaan dentin secarasignifikan.Kata kunci: Fluoride, kekasaran permukaan

AbstractFluoride often used as active substance or desensitization substance in toothpaste. Standardconcentration of fluoride contained in toothpaste at Indonesia should not be more than 0.15% (1500ppm). The exposure of dentin by fluoride can support remineralization by stabilizing ofhydroxyapatite. The objective of study is to show the effect of fluoride exposure duration withconcentration 0.15% on dentin surface roughness change. Atomic force microscopy used to analyzethe alteration of dentin surface roughness and second analyzed with Gwyddion v.2.30 software.Twelve premolars were use as specimen and cut on crown area close to cementoenamel junction andafterward polished with SiC paper 600-grit. Specimen divided into 4 groups as followed: Control,Etsa, Fluoride exposure 3 minute and Fluoride exposure 15 minute. The result of study showedaverage of dentin surface roughness from highness to lower as followed : etsa (1.85±0.37 µm),kontrol (1.76±0.32 µm), fluoride 3 minute (1.74±0.19 µm) and fluoride 15 minute (1.62±0.37 µm).The analysis of one-way ANOVA and post hoc LSD showed no significant difference on each group(p>0.05). It was concluded that duration of fluoride solution exposure 0.15 % could not reduceroughness of dentin surface.Keywords: Fluoride, surface roughness

Page 16: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):83-89

84

PENDAHULUANDentin merupakan jaringan keras

penyusun gigi yang terbesar dan terkalsifikasi.Dentin memiliki komposisi 70% materialinorganik, 20% material organik dan 10 % air.1

Normalnya, dentin ditutupi oleh emailpada bagian mahkota dan sementum padabagian akar.2 Kerusakan gigi seperti karies,atrisi, erosi dan abrasi dapat menyebabkandentin terpapar.3 Gigi dengan dentin yangterpapar dapat mengalami peningkatansensitivitas akibat terbukanya tubulus dentinyang disebut dengan hipersensitivitas dentin.4

Hipersensitivitas dentin ditandai dengan nyeriyang singkat dan tajam sebagai respon darirangsangan termal, uap, taktil, osmotik ataukimia terhadap dentin yang terpapar dan tidakdapat dihubungkan dengan kerusakan gigi ataupatologinya.5,6 Penelitian melaporkan bahwahipersensitivitas dentin mempengaruhi sampai57% dari populasi pada usia antara 20 sampai40 tahun.7

Salah satu penyebab hipersensitivitasdentin adalah larutnya mineral kristalhidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) pada dentinakibat asam yang menyebabkan tubulus dentinmenjadi terbuka.8,9 Kondisi ini disebabkanterjadinya ketidakseimbangan antara prosesdemineralisasi dengan proses remineralisasi.10

Untuk itu, dalam bidang kedokteran gigisenyawa fluoride sering digunakan sebagaibahan aktif maupun bahan desensitisasi dalampasta gigi dan obat kumur yang dapatmelindungi gigi dengan cara membanturemineralisasi dan mengurangi kelarutanmineral akibat asam dengan stabilisasihidroksiapatit melalui substitusi fluoride.11,12,13

Konsentrasi standar fluoride yang bolehterkandung dalam pasta gigi di Indonesia tidakboleh lebih dari 1500 ppm. Hal ini sejalandengan yang telah ditetapkan oleh negara-negara di ASEAN kecuali Thailand yangmenetapkan kadar fluoride yang terkandungdalam pasta gigi tidak boleh lebih dari 1100ppm.14,15 Bizhang dalam penelitiannyamenyimpulkan bahwa penggunaan pasta gigiyang mengandung fluoride 5000 ppm sangatefektif dalam mencegah demineralisasi.16

Beberapa penelitian juga menyebutkan,fluoride di dalam pasta gigi mampumengurangi permeabilitas denganpengendapan kristal kalsium fluoride di dalamtubulus dentin sehingga tubulus dentin tertutupdan membantu mengurangi hipersensitivitas.17

Tertutupnya tubulus dentin akan mengurangi

kekasaran permukaan dentin, begitu pulasebaliknya. Aguilera et.al dalam penelitiannyamenyebutkan bahwa kekasaran permukaandentin akan meningkat apabila tubulus dentinterbuka akibat demineralisasi.18

Terpaparnya fluoride terhadap dentinakan merubah struktur kristal dentin yangdapat mempengaruhi perubahan permukaandentin. Beberapa produk komersial bahanperawatan diketahui memiliki konsentrasifluoride yang bervariasi. Sementara standarkonsentrasi fluoride yang diperbolehkan diIndonesia adalah 0.15%.14 Durasi danfrekuensi menyikat gigi juga berhubungan eratdengan terpaparnya fluoride terhadappermukaan dentin. Durasi penyikatan gigiyang paling optimal adalah 3 menit denganfrekuensi penyikatan 1-2 kali sehari ataubahkan lebih.19 Sejauh ini, belum diketahuiapakah ada pengaruh durasi waktu menyikatgigi terhadap kekasaran permukaan dentin.Kekasaran dapat dilihat dengan pemeriksaanmikroskopis menggunakan Atomic ForceMicroscopy (AFM) yang diketahui mampumenghasilkan gambaran permukaan dalambentuk 3D.20 Berdasarkan hal ini, kami tertarikuntuk mengetahui apakah terpaparnya fluoridedengan konsentrasi 0,15% pada durasipemaparan yang berbeda dapat mempengaruhikekasaran permukaan dentin denganpengamatan menggunakan Atomic ForceMicroscopy (AFM).

BAHAN DAN METODEPenelitian ini merupakan penelitian

eksperimental laboratoris dengan desain posttest only control group. Penelitian dilakukandi laboratorium program studi kedokterangigi fakultas kedokteran universitas SyiahKuala, laboratorium kimia fakultas MIPAuniversitas Syiah Kuala, dan laboratoriumfisika material fakultas MIPA universitasSyiah Kuala. Waktu penelitian dilaksanakanpada Mei 2013.

Spesimen yang digunakan adalah gigipremolar permanen rahang atas yang sudahdiekstraksi untuk keperluan perawatanorthodonti yang bebas dari karies, tidakterdapat abrasi, atrisi dan erosi serta tidakmempunyai kelainan pertumbuhan danperkembangan. Spesimen yang digunakansebanyak 12 gigi premolar permanen rahangatas dipilih secara acak sederhana dandikelompokkan ke dalam 4 kelompok denganmasing-masing kelompok terdiri dari 3

Page 17: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):83-89

85

spesimen. Empat kelompok terdiri darikelompok kontrol dan kelompok etsa serta 2kelompok perlakuan yang dipaparkan larutanfluoride dengan konsentrasi 0,15% dalamdurasi waktu 3 menit dan 15 menit.

Alat yang digunakan adalahcarborundum disc, bur diamond, bur fissure,bur silindris, mikromotor, sonde half moon,SiC paper 600-grit, gelas ukur, timbangananalitik, stopwatch, wadah untuk meletakkanspesimen, inkubator, chip blower, AtomicForce Microscopy (AFM), dan SoftwareGwyddion Version 2.30. Bahan yangdigunakan adalah gigi, natrium fluoride, asamfosfat (Orthophosporic Acid 37%), larutansalin (NaCl), dan aquades.

Gigi premolar yang telah dipersiapkandipotong lurus dari arah mesial ke arah distalpada mahkota di dekat garis CementoenamelJunction (CEJ) dengan menggunakan alatmikromotor dan carborundum disc. Garis CEJini dapat dilihat dengan mata berupa garisyang memisahkan mahkota gigi dan akar gigi.Saat dilakukan pemotongan, gigi dibilasdengan aquades agar berada dalam kondisiyang basah sehingga serbuk gigi hasilpemotongan larut dalam air dan memudahkanpreparasi.

Setelah mahkota dan akar gigi terpisah,bagian permukaan mahkota gigi yang telahdipotong, diratakan dengan bur diamondsilindris yang bertujuan untuk menghilangkanbagian pulpa yang tertinggal pada mahkotahasil pemotongan dan mendapatkanpermukaan yang rata. Untuk mengetahuiapakah permukaan yang dihaluskan tersebutsudah rata dan tidak terdapat lagi pulpa,digunakan ujung sonde half moon yangdigesekkan pada permukaan gigi tersebut.

Bagian email yang berada di sekelilinggigi tidak perlu dibuang karena padapermukaan mahkota yang terpotong tersebutterdapat dentin yang akan diamati. Bagiandentin dan email dapat dibedakan dariwarnanya dimana warna dentin lebih gelap dankekuningan dibandingkan dengan email gigi.Setelah permukaan mahkota yang dipotongtersebut rata, spesimen gigi tersebutdihaluskan dengan menggunakan SiC paper600-grit selama 20-30 detik.19 Setelah

penghalusan, spesimen dibilas denganaquades.

Setelah dipreparasi, permukaan dentinpada kelompok etsa, fluoride 3 menit dan 15menit dioleskan asam fosfat 37% selama 15detik.20 Kelompok 1 tidak dioleskan asamfosfat karena sebagai kelompok kontrol.Spesimen kemudian dibilas dengan aquadesdan dikeringkan dengan menggunakan chipblower. Setelah itu kelompok kontrol dankelompok etsa diamati dengan menggunakanAFM untuk mengukur kekasaran daripermukaan dentin. Sementara spesimen padakelompok fluoride 3 dan 15 menit didiamkanselama 1 hari didalam kapas + larutan salinuntuk kemudian dilanjutkan denganpemaparan fluoride dan pengukuran kekasaranmenggunakan AFM.

Dentin gigi pada kelompok fluoride 3dan 15 menit yang telah didiamkan di dalamkapas + larutan salin kemudian direndamkedalam larutan Natrium Fluoride dengankonsentrasi 0,15%. Larutan Natrium Fluorideyang telah dipersiapkan ditempatkan dalamvial plastik sebanyak 10 ml untuk setiapspesimen. Setelah dipaparkan dengan larutanFluoride, spesimen kemudian didiamkankembali di dalam kapas + larutan salin dandisimpan dalam inkubator pada suhu 37±1°Cselama 1 hari dan kemudian dilakukanpengamatan dengan menggunakan AFM.

Spesimen yang akan dilakukanpengamatan dengan AFM dibilas denganaquades kemudian dikeringkan denganmenggunakan chip blower. Area yangdiperiksa adalah bagian permukaan dentindengan luas permukaan yang discan denganAFM yaitu 49,5x49,5 µm2 dalam metodekontak dengan probe silicone nitride (SiN).20

Gambaran AFM dari masing-masing spesimenyang direndam dengan durasi waktu berbedakemudian dinilai kekasarannya denganmenggunakan Software Gwyddion Version2.30. Tool yang digunakan adalah StatisticalQuantities menggunakan parameter Ra sebagainilai kekasaran (gambar 1).

Analisis data menggunakan uji one wayANOVA dilanjutkan dengan uji Post HocLSD untuk melihat kelompok yangmenunjukan perbedaan yang bermakna.

Page 18: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):83-89

86

Gambar 1. Gambar permukaan dentin spesimendalam Software Gwyddion v.2.30 dan penentuannilai kekasaran dengan menggunakan parameter Ra

HASILDua belas spesimen yang terbagi ke

dalam empat kelompok yakni kelompokkontrol dan kelompok perlakuan dilakukanpengamatan dengan menggunakan AtomicForce Microscopy (AFM). Masing-masingkelompok terdiri dari tiga spesimen dan setiapspesimen dilakukan pengulangan selama tigakali. Pengulangan ini dilakukan dengan tujuanuntuk meningkatkan keakuratan hasilpenelitian. Sebelum dilakukan pengamatanpermukaan spesimen dikeringkan terlebihdahulu dengan menggunakan chip blower.Area yang diamati oleh AFM dianalisis lebihlanjut dengan menggunakan softwareGwyddion v.2.30 yang bertujuan untukmendapatkan nilai kekasaran permukaandentin dari gambaran yang dihasilkan olehAFM.

Warna gelap pada gambaran permukaandentin spesimen dari hasil pemeriksaan AFMmenunjukkan adanya suatu lekukan ataulembah yang menandakan banyaknya tubulusdentin yang terbuka. Hal ini tampak jelas padakelompok etsa, perlakuan fluoride 3 menit dan15 menit. Lain halnya pada kelompok kontrolyang tidak diberikan perlakuan, tampilanpermukaan terlihat lebih teratur dibandingkandengan kelompok lainnya.

Gambaran permukaan dentin spesimenpada kelompok kontrol menunjukkanketeraturan struktur dengan tidak adanyatubulus dentin yang terbuka. Rata-ratakekasaran dari kelompok kontrol dianggapsebagai kekasaran awal dari permukaan dentinsebelum diberikannya perlakuan. Sementara,gambaran permukaan dentin spesimen padakelompok etsa menunjukkan adanyaperubahan struktur yang tidak teratur disertaidengan banyaknya tubulus dentin yang terbukaakibat paparan etsa asam. Struktur permukaandentin pada kelompok perlakuan juga

menunjukkan tubulus dentin yang terbukatetapi disertai dengan penurunan nilai rata-ratakekasaran apabila dibandingkan dengankelompok kontrol dan etsa. Hasil gambaranAFM pada kelompok kontrol, etsa danperlakuan yang paparkan dengan larutanfluoride selama 3 dan 15 menit (Gambar 2).

Gambar 2. Tampilan Permukaan Dentin Spesimenpada Kelompok Kontrol, Etsa, Fluoride 3 Menitdan Fluoride 15 Menit

Hasil gambaran Atomic ForceMicroscopy (AFM) dari permukaan dentintiap-tiap spesimen diukur kembalikekasarannya dengan menggunakan SoftwareGwyddion v.2.30. Tool yang digunakan dalamSoftware ini adalah Statistical Quantitiesdengan mengambil parameter Ra sebagai nilaikekasaran. Berdasarkan hasil pengukuranmenggunakan Software Gwyddion v.2.30didapatkan nilai rata-rata kekasaran tertinggipada kelompok etsa, yaitu 1,85 µm, kemudiandiikuti oleh kelompok kontrol dengan nilaikekasaran 1,76 µm, selanjutnya kelompokfluoride 3 menit dengan nilai kekasaran 1,74dan terakhir kelompok fluoride 15 menitdengan nilai kekasaran 1,62 µm (tabel 1).

Page 19: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):83-89

87

Tabel 1. Nilai Rerata Kekasaran Permukaan DentinRerata Kekasaran Permukaan Dentin (±SD)Kontrol Etsa Perlakuan

1 (fluoride3 menit)

Perlakuan2 (fluoride15 menit)

1,76(±0,32)

1,85(±0,37)

1,72(±0,19)

1,62(±0,37)

Perbedaan nilai rata-rata kekasaranpermukaan dentin pada keempat kelompokkemudian dianalisis menggunakan uji one wayANOVA. Uji normalitas Shapiro Wilkmenunjukkan data normal (P>0,05) untuksemua kelompok spesimen. Uji homogenitasdata juga menunjukkan bahwa data homogen(p>0,05) dan telah memenuhi syarat untukdilakukan analisis one way ANOVA. Hasilanalisis ANOVA menunjukkan bahwakekasaran permukaan dentin pada keempatkelompok spesimen di atas tidak terdapatperbedaan yang bermakna (p>0,05).

Hasil analisis ANOVA kemudian akandilanjutkan dengan menggunakan uji Post HocLSD untuk melihat kelompok mana yangmenunjukkan perbedaan yang bermakna. Hasilpost hoc LSD dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Uji post Hoc Kekasaran PermukaanDentin Pada Tiap Kelompok Spesimen

Kelompok Spesimen pKontrol Etsa 0,563

Perlakuan 1 0,885Perlakuan 2 0,360

Etsa Perlakuan 1 0,471Perlakuan 2 0,140

Perlakuan 1 Perlakuan 2 0,440

Hasil analisis dengan menggunakansoftware Gwyddion v.2.30 jelasmemperlihatkan perbedaan kekasaran padatiap kelompok, tetapi berdasarkan hasil ujilanjutan dengan menggunakan analisis posthoc LSD tidak menunjukkan perbedaan yangbermakna (p>0,05). Perbandingan nilaikekasaran pada kelompok kontrol dankelompok etsa memiliki perbedaan rata-ratakekasaran bila dilihat dari perhitungan nilairata-rata menggunakan software Gwyddion.Hal ini juga sama pada kelompok perlakuanfluoride 3 menit dan 15 menit, tetapiberdasarkan uji post hoc tidak menunjukkanperbedaan yang bermakna. Kekasaran padakelompok etsa dan perlakuan maupun padakelompok kontrol dan perlakuan dalam hasilanalisis Gwyddion jelas memperlihatkan

perbedaan, tetapi pada uji post hoc juga tidakmenunjukkan perbedaan yang bermakna padatiap kelompok.

PEMBAHASANPada hasil penelitian didapatkan bahwa

nilai kekasaran pada kelompok perlakuanmengalami penurunan ketika dipaparkandengan larutan Natrium Fluoride 0,15% padadurasi 3 dan 15 menit. Penurunan inimenunjukkan bahwa fluoride mampumenurunkan kekasaran pada permukaan dentinyang dietsa. Hal ini didukung oleh penelitianBizhang dkk. yang menyatakan bahwa NaFdengan konsentrasi 5000 ppm mampumengurangi kehilangan mineral dankedalaman lesi dentin yang terbuka.16 padapenelitian ini, rata-rata kekasaran dentinterlihat semakin menurun denganmeningkatnya durasi pemaparan fluoride padapermukaan dentin. Terpaparnya dentin denganfluoride pada durasi yang lebih lama, mampumeningkatkan interaksi antara fluoride denganion kalsium yang hilang pada dentin, namundurasi yang singkat tidak menunjukkan adanyaperubahan yang signifikan pada permukaandentin, walaupun berdasarkan nilai kekasaranterjadi pengurangan. Hal ini kemungkinandipengaruhi oleh tidak adanya saliva dalampenelitian ini.

Keberadaan saliva sangat berpengaruhterhadap reaksi fluor dalam berinteraksidengan hidroksiapatit. Ion Ca2+ dan PO42- didalam gigi merupakan komponen utama yangmencerminkan tingkat mineralisasi, sementaradi dalam saliva dapat mengembalikan ion-ionyang hilang dari permukaan gigi selamademineralisasi atau menghambat prosespelarutan yang mampu merekonstruksi kristalhidroksiapatit yang berubah. Tidak adanyaperan saliva dalam interaksi fluoride dapatmempengaruhi kemampuan fluoride untukmenutup tubulus dentin. Terbukti dalamanalisis statistik menunjukkan tidak adanyaperbedaan yang signifikan pada tiapkelompok. Disamping itu, intenstitas waktujuga sangat mempengaruhi perubahan ini.

Berdasarkan penelitian terdahuludiketahui bahwa waktu yang signifikan yangmempengaruhi struktur dentin adalah 24 jam,sehingga ini akan menimbulkan perbedaanyang bermakna pada aplikasi fluoride yangmelebihi waktu dari 15 menit. Hal inimenjadikan perlunya prioritas penelitianlanjutan mengenai durasi yang diindikasikan

Page 20: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):83-89

88

dapat meningkatkan dan menurunkankekasaran permukaan dentin.16

Fluoride merupakan senyawa kimiayang dapat tersubstitusi ke dalam kristalhidrokisapatit (Ca10(PO4)6(OH)2). Fluordiketahui memiliki jari-jari atom yang lebihkecil sehingga memungkinkan untukmenggantikan ion hidroksil yang hilang padahidroksiapatit. Ion fluoride mampu bermigrasike dalam badan kristal dan menjadi satudengan rangka dalam (interior lattice) kristalhidroksiapatit. Kisi apatit ini diketahui sangattoleran terhadap substitusi. Ion fluoride yangmasuk ke dalam kisi kristal dapatmenimbulkan perubahan susunan kristalsehingga mempengaruhi ukuran kristal apatitpada permukaan dentin. Pemaparan dentindengan ion fluor diketahui dapat mengubahsusunan kristal hidroksiapatit membentukfluorohidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)F), ataufluoroapatit (Ca10(PO4)6F2). Pergantian ionfluoride dengan ion hidroksida ini akanmembuat volume dari unit sel berkurang danbentuknya lebih padat serta lebih stabil.17

Salah satu sediaan fluoride yang umumdigunakan dalam produk komersial perawatangigi adalah natrium fluoride. Natrium fluoridemerupakan salah satu bahan yang mampumengurangi permeabilitas denganpengendapan kristal kalsium fluoride di dalamtubulus dentin. Natrium Fluoride juga dapatmereduksi diameter dan menutupi tubulusdentin yang terbuka sehingga dapatmengurangi gejala hipersensitivitas dentin danmenurunkan kekasaran permukaan dentin. Halini sejalan dengan penelitian sebelumnya yangmengatakan bahwa fluoride dengan aplikasiberulang mampu memberikan konstribusiuntuk pembentukan kristal, baik padapermukaan dentin maupun di dalam tubulusdentin.4 Arrais dkk dalam penelitiannya jugamengatakan terjadi pengendapan kristal padadentin peritubular dan dentin dalam setelahaplikasi fluoride gel yang mengandung 0,1 Mphosphoric acid selama 4 menit.9

Pada penelitian ini, kelompok spesimenyang dietsa menujukkan tampilan permukaandengan tubulus dentin yang terbuka.Terbukanya tubulus dentin diakibatkan olehpaparan dari asam etsa. Penggunaan bahanetsa yang bertujuan untuk menghilangkansmear layer ini mampu meningkatkan nilaikekasaran permukaan dentin. Terbukti dalampenelitian ini nilai kekasaran pada kelompoketsa lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok lainnya. Hal ini sesuai denganpenelitian yang dilakukan oleh Veronicadimana terjadi peningkatan kekasaran padadentin yang sehat 263±48 nm menjadi 295±39nm setelah dietsa dengan menggunakanPhosphoric Acid 37% selama 15 detik.20

Keadaan ini disebabkan oleh kandungan asamyang terdapat di dalam etsa mampumenyebabkan demineralisasi pada matriksinorganik. Di samping itu, asam juga dapatmelarutkan dentin intertubular dan peritubularyang dapat memberikan kontribusi untukmeningkatkan kekasaran dan porositas padadentin.18 Penelitian lain mengemukakan bahwapenggunaan asam fosfat selama 10-15 detikmampu mengurangi smear layer dan membukatubulus dentin. Dengan demikian etsa yangdilakukan dapat meningkatkan kekasaranpermukaan dentin.

Gambaran struktur kekasaran yangdidapat menunjukkan bahwa fluoride mampumenurunkan kekasaran dentin. Hasil ini sepertiyang telah ditunjukkan dimana semakin sedikitwarna gelap pada gambar AFM yangdiaplikasikan fluoride. Sebagaimana diketahui,proses terbentuknya gambaran dari AtomicForce Microscopy (AFM) denganmenggunakan metode kontak dimulai daribergeraknya tip yang mengikuti lembah dangunung dari permukaan dentin sehinggamenyebabkan posisi kantilever berubah. Sinarlaser yang dipantulkan dari perubahan posisikantilever tersebut diproses di dalam fotodiodasesuai dengan intensitas cahaya yang diterima.Semakin dalam suatu permukaan, makasemakin gelap warna yang akan terlihat didalam hasil gambar AFM. Sebaliknya, dangkalatau tingginya suatu permukaan akan terlihatdengan warna yang lebih terang.

KESIMPULAN DAN SARANDari penelitian yang dilakukan dapat

disimpulkan bahwa pemaparan fluoride 0,15%pada durasi waktu 3 dan 15 menit belumefektif dalam merubah struktur permukaandentin. Semakin lama durasi pemaparanfluoride 0,15 akan semakin mengurangikekasaran permukaan dentin. Perlu penelitiantingkat lanjut dengan konsentrasi danfrekuensi pemaparan fluoride yang berbedauntuk melihat perubahan struktur permukaandentin. Penelitian lanjutan menggunakan SEMmaupun XRD untuk melihat perubahanstruktur kristal pada dentin setelah pemaparanfluoride dalam durasi watu yang berbeda.

Page 21: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):83-89

89

DAFTAR PUSTAKA1. Balogh MB, Fehrenbach MJ. Dental

Embriology, Histology, and Anatomy.2nd ed. Missouri: Evolve Elsevier,2006.p.191-201.

2. Brand RW, Isselhard DE. Enamel,dentin, and pulp. In: Anatomy ofOrofacial Structure. 7th ed. Missouri:Mosby Elsevier, 2003.p. 259.

3. Kidd EAM, Smith BGN. ManualKonservasiRestoratifmenurutpickard.Ed 6. Alihbahasa: NarlanSumawinata.Jakarta: WidyaMedika, 2000.

4. Pinto SCS, Pochapski MT, WambierDS, Pilatti GL, Santos FA. In vitro andin vivo analyses of the effects ofdesensitizing agents on dentinpermeability and dentinal tubuleocclusion. Journal of Oral Science 2010;52(1):23-32.

5. BartoldPM. Dentinal hypersensitivity: areview. Australian Dental Journal 2006;51(3):212-218.

6. Porto ICCM, Andrade AKM, MontesMAJR. Diagnosis and treatment ofdentinal hypersensitivity. Journal ofOral Science 2009; 51(3):323-332.

7. Yiming Li. Innovations for CombatingDentin Hyper sensitivity: Current Stateof the Art. Focus on dental research2012; 33(22):10-16.

8. Drisko CL. Dentin Hypersensitivity andGingival Recession. DentinHypersensitivity ConsensusMonograph.2008; 4(9):1-7.

9. Arrais CAG, Chan DCN, Giannini M.Effects of desensitizing agents ondentinal tubule occlusion. J Appl OralSci 2004; 12(2):144-8.

10. Tschoppe P, Zandim DL, Martus P,Kielbassa AM. Enamel and dentineremineralization by nano-hydroxyapatitetoothpastes. Journal of dentistry 2011;39: 430-437.

11. Agarwal SK, Tandon R, Praveen G,Gupta S. Dentine Hypersensitivity – Anew vision on an old problem. Indianjournal of dental sciences 2010; 2(2):28-32.

12. Arrais CAG, Micheloni CD, GianniniM, Chan DCN. Occluding effect ofdentifrices on dentinal tubules. Journalof Dentistry 2003; 31:577-584.

13. Moseley R, Waddington RJ, Sloan AJ,Smith AJ, Hall RC, Embery G. TheInfluence of Fluoride Exposure onDentin Mineralization Using an in VitroOrgan Culture Model. Calcief Tissue Int2003; 73:470-475.

14. Badan Pengawasan Obat dan MakananIndonesia. Manfaat dan Resiko Fluoridedalam Pasta Gigi. 2009; 10(2):10.

15. U.S Departement of Health and HumanServis. Recommendation for UsingFluoride to Prevent and Control DentalCaries in the United State. 2001;50(14):13-21.

16. Bizhang M, Yong Chun HP, Mai WT,Altenburger MJ, Raab WHM, ZimmerS. Effect of a 5000 ppm fluoridetoothpaste and 250 ppm fluoridemouthrinse on the demineralisation of dentinsurfaces. BMC Research Notes2009;2:147.

17. Miglani S, Aggarwal V, Ahuja B.Dentin Hypersensitivity: Recent Trendsin Management. J Conserv Dent [serialonline] 2010 [cited 2013 mar 8]: 13(4):218-224. Available fromhttp://www.jcd.org.in/text.asp?2010/13/4/218/73385.

18. Aguilera FS, Ososrio R, Osorio E,Moura P, Toledano M. Wetting abilityof an aceton/based etch&rinse adhesiveafter NaOCl-treatment. Med Oral PatolOral Cir Bukal2011.

19. Assadoorian Joanna. CDHA positionpaper on tooth brushing. Canadianjournal of dental hygiene (CJDH) 2006;40(5): 232-248.

20. Alonso Veronica Z, Flores Rafael A,Marin Nuria P, Castanon Gabriel AM,Anusavice Kenneth J, Rodriguez JuanPL. Nanostructure Evaluation of healthyand fluorotic dentin by atomic forcemicroscopy before and after phosphoricacid etching. Dental material journal2011; 30(4): 546-553.

Page 22: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):90-95

90

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN DERAJAT KEASAMAN(pH) SALIVA PADA MAHASISWA JURUSAN TEKNIK SIPIL

ANGKATAN 2010 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS

RELATIONSHIP OF SMOKING HABIT WITH ACIDITY DEGREE (pH)FROM CIVIL ENGINEERING COLLEGE STUDENT 2010 OF

FACULTY OF ENGINEERING ANDALAS UNIVER SITY

Murniwati*, Fadil Oenzil*, Idson Kamal*, Minarni**

*Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas Padang

**Poltekes Kemenkes Padang

AbstrakSaliva merupakan cairan biologis pertama yang terpapar oleh asap rokok di rongga mulut. Asap rokokmengandung berbagai macam zat kimia yang dapat menyebabkan perubahan struktural dan fungsionalpada saliva. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok denganderajat keasaman (pH) saliva. Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study dengan sampel 48mahasiswa jurusan Teknik Sipil angkatan 2010 Fakultas Teknik Universitas Andalas. Data kebiasaanmerokok didapat melalui kuesioner dan pH saliva diukur menggunakan dental saliva pH indikator.Analisa data menggunakan Chi-Square dengan α=0,05. Penelitian menunjukkan jenis rokok yangdikonsumsi adalah rokok putih (75%) dengan konsumsi per hari sebanyak 5-14 batang (54,2%).Responden telah mengkonsumsi rokok secara rutin selama lebih dari 4 tahun (37,2%). Sebagian besarresponden memiliki pH saliva berkategori asam (52,1%). Tidak terdapat hubungan yang bermaknaantara jenis rokok yang dikonsumsi dengan pH saliva ( p>0,05 ). Terdapat hubungan yang bermaknaantara tipe perokok dengan pH saliva ( p<0,05 ) dan antara lama periode merokok dengan pH saliva(p<0,05). Terdapat hubungan antara tipe perokok dan lama periode merokok dengan derajat keasaman(pH) saliva. Tidak terdapat hubungan antara jenis rokok dengan derajat keasaman (pH) saliva.Kata Kunci: Saliva, merokok, derajat keasaman

AbstractSaliva is the first biological fluid which is exposed by cigarette smoke in the mouth. It containsnumerous chemical compositions that responsible for structural and functional changed in saliva. Thepurpose of this study is to determine the relationship between smoking habits and the salivary aciditydegree (pH). The design in this study used a cross sectional with the number of sample was 48students at Civil Engineering college 2010 of Faculty of Engineering Andalas University.Thesmoking habits was measured by using questionnaire and salivary ph directly measured by usingdental saliva pH indicator. Data was analyzed by using chi-squaretest. This study showed that smokerconsume white cigarettes (75%) with 5-14 cigarettes in a day (54,2%) that has consumed it regularlyfor more than 4 years (37,2%). Subject has saliva with acid category (52,1%). There is no a significantrelation between type of cigarette that were consumed with salivary pH( p value >0,05 ). There is asignificant relation between type of smoker with salivary pH ( p value<0,05 ) and between longperiods of smoking with salivary pH (p value <0,05). There was relationship between type of smokerand long periods of smoking with salivary acidity degree (pH).Keywords: Saliva, smoke, acidity degree

Page 23: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):90-95

91

PENDAHULUANKonsumsi rokok cenderung meningkat

dari tahun ke tahun. American Cancer Societytahun 2009 menyatakan terdapat 5,9 triliunbatang rokok dikonsumsi oleh perokok diseluruh dunia. Terjadi kenaikan sebesar 3%dibandingkan 1 dekade yang lalu. Indonesiasalah satu pengkonsumsi rokok terbesar didunia. Tahun 2009 tercatat sebanyak 260milyar batang rokok dikonsumsi oleh perokokdi Indonesia. Indonesia menempati peringkatkeempat terbesar pengkonsumsi rokok didunia, setelah China sebanyak 2.264 milyarbatang, Rusia sebanyak 390 milyar batang danAmerika Serikat sebanyak 316 milyar batang.1

Dari total 1,1 miliar perokok di dunia,perokok Indonesia merupakan terbanyakkeempat di dunia. Hal ini diperjelas dengantemuan dari Global Adult Tobacco Surveyyang menyatakan bahwa 34,8% (59,8 juta)orang dewasa di Indonesia telah menjadiperokok aktif dengan prevalensi 67% (57,6juta) pria dewasa dan 2,7% (2,3 juta) wanitadewasa di Indonesia.2

Provinsi Sumatera Barat menempatiurutan ketujuh dari sepuluh provinsi denganjumlah perokok terbesar di Indonesia.Persentase penduduk yang merokok mencapai38,4%. Sedangkan untuk persentase perokokyang berusia 15-24 tahun di Sumatera Baratmencapai 26,6 %.3

Merokok merupakan kebiasaan yangmemiliki daya merusak cukup besar terhadapkesehatan. Menurut Organisasi KesehatanDunia (WHO), lingkungan asap rokok adalahpenyebab timbulnya berbagai penyakit yangdapat terjadi pada perokok aktif maupunperokok pasif. Merokok tidak hanyamenimbulkan efek secara sistemik, tetapi jugadapat menyebabkan timbulnya kondisipatologis di rongga mulut. Gigi dan jaringanlunak rongga mulut merupakan bagian yangdapat mengalami kerusakan akibat rokok.Penyakit periodontal, karies, kehilangan gigi,resesi gingiva, lesi prekanker, kanker mulutserta kegagalan implan adalah kasus-kasusyang dapat timbul akibat kebiasaan merokok.4

Saliva merupakan cairan biologispertama yang terpapar oleh asap rokok dirongga mulut. Asap rokok mengandungberbagai macam zat kimia yang dapatmenyebabkan perubahan fungsional danstruktural pada saliva. Kebiasaan merokokjangka panjang dapat menyebabkanberkurangnya daya alir saliva sehingga

menyebabkan mulut kering dan halitosis.5

Kebiasaan merokok juga dapat menurunkankapasitas buffer dan derajat keasaman (pH)saliva.6

Penelitian ini bertujuan untukmengetahui hubungan antara kebiasaanmerokok dengan derajat keasaman (pH) salivapada mahasiswa jurusan Teknik Sipil angkatan2010 Fakultas Teknik Universitas Andalas.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini menggunakan rancangan

penelitian cross sectional. Sampel 48 mahasiswajurusan Teknik Sipil angkatan 2010 FakultasTeknik Universitas Andalas dengan metode totalsampling. Derajat keasaman (pH) saliva diukurmenggunakan dental pH saliva indicator dankebiasaan merokok dengan kuesioner.

Hasil penelitian dianalisis dengananalisis univariat dan bivariat menggunakanchi-square dengan tingkat kepercayaan 95%(nilai p<0,05).

HASILSebagian besar responden berumur 20

tahun (58,3%). Rentang umur responden 19-21tahun. Adapun distribusi frekuensi jenis rokokyang dikonsumsi responden dapat dilihat padaTabel 1. Jenis rokok yang paling banyakdikonsumsi adalah rokok putih (75%).

Tabel 1. Distribusi frekuensi jenis rokok yangdikonsumsi

Jenis Rokok F %

Rokok putih 36 75%

Rokok kretek 12 25%

Total 48 100%

Distribusi frekuensi berdasarkan tipeperokok dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi berdasarkan tipe perokokJumlah

konsumsi rokokper hari

Kategori f %

1-4 batang Perokokringan

13 27,1%

5-14 batang Perokoksedang

26 54,2%

>15 batang Perokokberat

9 18,7%

Total 48 100%

Page 24: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):90-95

92

Sebagian besar responden kategoriperokok sedang (mengkonsumsi rokok 5-14batang per hari) yaitu 54,2%.

Adapun distribusi frekuensi respondenberdasarkan lama periode merokok dapatdilihat pada Tabel 3. Periode merokokresponden paling banyak >4 tahun ( 37,5% ).

Tabel 3. Distribusi berdasarkan lama periodemerokok

Periode merokok f %1-2 tahun 11 22,9%

>2-3 tahun 10 20,8%>3-4 tahun 9 18,8%>4 tahun 18 37,5%

Total 48 100%

Distribusi frekuensi respondenberdasarkan pH saliva dapat dilihat pada Tabel4. Kategori pH saliva responden adalah asam(52%).

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan pHsaliva

pH saliva Kategori f %<6,8 Asam 25 52,1%

6,8-7,5 Normal 23 47,9%>7,5 Basa 0 0%

Total 48 100%

Persentase responden dengan pH salivakategori asam lebih tinggi pada perokok yangmengkonsumsi rokok kretek (58,3%)dibandingkan dengan perokok yangmengkonsumsi rokok putih (50%). Respondendengan pH saliva normal lebih tinggi padaperokok yang mengkonsumsi rokok putih(50%) dibandingkan dengan perokok yangmengkonsumsi rokok kretek (41,7%) sepertiterlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hubungan jenis rokok dengan pH saliva

Jenisrokok

pH salivaJumlah

PAsam NormalN % N % N %

Rokokputih

18 50 18 50 36 1000,617

Rokokkretek

7 58,3 5 41,7 12 100

Total 25 52,1 23 47,9 48 100

Responden dengan pH saliva kategoriasam lebih tinggi pada perokok berat (77,8%)dibandingkan dengan perokok sedang (61,5%)dan perokok ringan (15,4%). Respondendengan pH saliva kategori normal lebih tinggi

pada perokok ringan (84,6%) dibandingkandengan perokok sedang (38,5%) dan perokokberat (22,2%), seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hubungan tipe perokok dengan pH saliva

Tipeperokok

pH salivaJumlah

PAsam NormalN % N % N %

Perokokringan

2 15,4 11 84,6 13 100

0,006

Perokoksedang

16 61,5 10 38,5 26 100

Perokokberat

7 77,8 2 22,2 9 100

Total 25 52,1 23 47,9 48 100

Pada Tabel 7. terlihat responden denganpH saliva kategori asam lebih tinggi padaperokok yang telah merokok selama >4 tahun(77,8%) dibandingkan dengan perokok yangtelah merokok selama 1-2 tahun (27,3%),perokok yang telah merokok selama >2-3tahun (40%) dan perokok yang telah merokokselama >3-4 tahun (44,4%). Persentaseresponden dengan pH saliva kategori normallebih tinggi pada perokok yang telah merokokselama 1-2 tahun (72,7%) dibandingkandengan perokok yang telah merokok selama>2-3 tahun (60%), perokok yang telahmerokok selama >3-4 tahun (55,6%) danperokok yang telah merokok selama >4 tahun(22,2%).

Tabel 7. Hubungan lama periode merokok denganpH saliva

Lamaperiode

merokok

pH salivaJumlah

PAsam NormalN % N % N %

1-2tahun

3 27,3 8 72,7 11 100

0,041

>2-3tahun

4 40 6 60 10 100

>3-4tahun

4 44,4 5 55,6 9 100

>4 tahun 14 77,8 4 22,2 18 100Total 25 52,1 23 47,9 48 100

PEMBAHASANSebagian besar responden (75%)

mengkonsumsi jenis rokok putih. Hal ini dapatdisebabkan karena promosi untuk jenis rokokputih banyak dijumpai dalam kehidupansehari-hari sehingga dapat mempengaruhiketertarikan mahasiswa untuk mengkonsumsi

Page 25: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):90-95

93

rokok putih. Secara psikologis, mahasiswamenganggap jenis rokok putih lebih sesuaidengan usianya yang masih muda.7 Penelitianini sesuai dengan penelitian yang dilakukanoleh Yunosa (2012) pada mahasiswa FakultasHukum angkatan 2008 dan 2009 regulerUniversitas Andalas (Unand) yangmenyebutkan bahwa 71% mahasiswamengkonsumsi jenis rokok putih.8

Sebagian besar responden (54,2%)merupakan perokok sedang (mengkonsumsi 5-14 batang dalam sehari). Kelompok usiamahasiswa rata-rata mengkonsumsi 12 batangrokok per hari.9 Ketergantungan terhadaprokok sulit untuk dihentikan, karena kebiasaanmerokok dapat menimbulkan kenikmatantersendiri bagi perokok tersebut sehinggaperokok sulit untuk menghentikankebiasaannya yang disebabkan oleh nikotin.Kadar 4-6 miligram/hari yang dihisap olehorang dewasa dapat membuat ketagihansehingga jumlah konsumsi rokok per harimenjadi lebih banyak.10 Penelitian ini sesuaidengan penelitian yang dilakukan oleh Yunosa(2012) pada mahasiswa Fakultas Hukumangkatan 2008 dan 2009 reguler Unand yangmenyebutkan bahwa 54,8% mahasiswamengkonsumsi rokok 5-14 batang sehari.8

Hasil penelitian menunjukkan bahwa37,5% reponden sudah merokok rutin lebihdari 4 tahun. Hasil penelitian ini sesuai denganpenelitian yang dilakukan oleh Yunosa (2012)pada mahasiswa Fakultas Hukum angkatan2008 dan 2009 reguler Unand yangmenyebutkan bahwa 35,5% mahasiswa sudahmulai merokok rutin lebih dari 4 tahun.8

Penelitian ini menggunakan klasifikasipH saliva menurut Mosher, menunjukkanbahwa pH saliva responden berkategori asam(52,1%) dan normal (47,9%).11 Sesuai denganpenelitian yang dilakukan oleh Pane (2012)pada perokok dikalangan penarik becakbermotor di kota Medan yang menunjukkanbahwa responden dengan pH saliva normal (7)sebanyak 42,7% dan responden dengan pHsaliva tidak normal (<7 atau >7) 57,3%.12

Persentase responden dengan pH salivadan kategori asam lebih tinggi pada perokokyang mengkonsumsi rokok kretek (58,3%)dibandingkan dengan perokok yangmengkonsumsi rokok putih (50%). Hasil ujiChi Square diperoleh p=0,617 (p>0,05),artinya tidak terdapat hubungan yangbermakna antara jenis rokok yang dikonsumsidengan PH saliva.

Menurut penelitian Kosen (2012),kandungan nikotin pada rokok kretekmencapai 2-3 kali lebih tinggi dari pada rokokputih. Kadar nikotin rokok kretek berkisar 1,7-2,5 mg per batang.13 Sedangkan kadar nikotinpada rokok putih berkisar 0,05-1,4 mg perbatang. Hal ini mengakibatkan perokok kretekmemiliki pH saliva yang lebih asam dari padaperokok putih. Walaupun demikian, efekmerokok yang ditimbulkan terhadap pH salivamasih tergantung kepada kebiasaanmerokoknya.13 Penelitian ini sesuai denganpenelitian yang dilakukan oleh Pane (2012)pada perokok dikalangan penarik becakbermotor di kota Medan yang menyebutkanbahwa tidak terdapat hubungan yangbermakna antara jenis rokok yang dikonsumsidengan pH saliva.12

Persentase responden dengan pH salivakategori asam lebih tinggi pada perokok berat(77,8%) dibandingkan dengan perokok sedang(61,5%) dan perokok ringan (15,4%). Hasil ujistatistik menggunakan Chi-Square didapatkannilai p=0,006 yang artinya terdapat hubunganyang bermakna antara tipe perokok dengan pHsaliva.

Kadar nikotin yang diabsorpsi mukosarongga mulut dapat mencapai hingga 1 mg perbatang. Kadar nikotin ini naik seiring denganbanyaknya batang rokok yang dikonsumsisetiap harinya.14 Kadar nikotin yangberlebihan dapat menyebabkan menurunnyasekresi saliva sehingga menyebabkan mulutmenjadi kering (xerostomia).15 Keadaan mulutkering ini akan meningkatkan pertumbuhanbakteri anaerob dan mengakibatkan pH ronggamulut menjadi asam.16 Penelitian ini sesuaidengan penelitian yang dilakukan oleh Nazira(2011) pada mahasiswa FK USU angkatan2007.17

Berdasarkan hasil penelitian yangdilakukan, persentase responden dengan pHsaliva dengan kategori asam lebih tinggi padaperokok yang telah merokok selama >4 tahun(77,8%) dibandingkan dengan perokok yangtelah merokok selama 1-2 tahun (27,3%),perokok yang telah merokok selama >2-3tahun (40%) dan perokok yang telah merokokselama >3-4 tahun(44,4%). Hasil uji statistikdengan Chi-Square didapatkan nilai p=0,041yang artinya terdapat hubungan yangbermakna antara lama periode merokokdengan pH saliva.

Efek kronis dari nikotin dapatmenyebabkan perubahan pada fungsi dan

Page 26: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):90-95

94

morfologi dari kelenjar saliva. Pada perokokjangka panjang ditemukan berkurangnyakecepatan aliran saliva akibat terjadinya atropisel asini pada kelenjar saliva.18 Akibatnyaperokok jangka lama beresiko terkena mulutkering (xerostomia). Keadaan mulut kering iniakan menyebabkan meningkatnyapertumbuhan bakteri anaerob yangmengakibatkan pH rongga mulut menjadiasam.16 Penelitian ini berbeda denganpenelitian yang dilakukan oleh Nazira (2011)yang dilakukan pada mahasiswa FK USUangkatan 2007 yang menyebutkan bahwa tidakada hubungan yang bermakna antara merokokjangka pendek (1-3 tahun) dan merokokjangka panjang (>3 tahun) terhadap pHsaliva.17

KESIMPULANSebagian besar responden

mengkonsumsi jenis rokok putih denganmenjadi perokok sedang dan telahmengkonsumsi rokok secara rutin selama lebihdari 4 tahun. Sebagian besar respondenmempunyai derajat keasaman (pH) salivaberkategori asam. Tidak terdapat hubunganyang bermakna secara statistik antara jenisrokok yang dikonsumsi dengan derajatkeasaman (pH) saliva. Terdapat hubunganyang bermakna secara statistik antara tipeperokok dengan derajat keasaman (pH) saliva.Terdapat hubungan yang bermakna secarastatistik antara lama periode merokok denganderajat keasaman (pH) saliva.

DAFTAR PUSTAKA1. Eriksen, M; Mackay, J; Ross, H (2012).

The Tobacco Atlas 4th edition.AmericanCancer Society, Atlanta

2. Departemen Kesehatan RI (2012).Global Adult Tobacco Survey:Indonesian Report 2011. BadanPenelitian dan PengembanganKesehatan Depkes RI, Jakarta

3. Departemen Kesehatan RI (2010).Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar(RISKESDAS) Nasional 2010. BadanPenelitian dan PengembanganKesehatan Depkes RI, Jakarta

4. Rizkia, A & Kusuma, P (2011).Pengaruh Merokok TerhadapKesehatan Gigi dan Rongga Mulut.Jurnal Majalah Ilmiah Sultan Agung,Vol. 59, No. 124, Semarang

5. Rad, M; Kakoie, S; Brojeni, F.N;Pourdamghan, N (2010). Effect of Long-term Smoking on Whole-mouth SalivaryFlow Rate and Oral Health. Journal ofDental Research, Dental Clinics, DentalProspects, Vol. 4, No. 4 Hal:110-114,Tabriz, Iran

6. Prasetyo, E.A (2005). KeasamanMinuman Ringan MenurunkanKekerasan Permukaan Gigi. Dentj Vol.38 No. 2, Universitas Airlangga,Surabaya

7. Syuderajat, F & Perbawasari, S (2009).Reputasi Sampoerna A-Mild di MataMahasiswa Fakultas Ilmu KomunikasiUniversitas Padjadjaran. UniversitasPadjadjaran, Bandung

8. Yunosa, V (2012). HubunganKebiasaan Merokok dengan IndeksStain pada Mahasiswa Fakultas HukumAngkatan 2009 dan 2008 RegulerUniversitas Andalas Padang. [Skripsi].Universitas Andalas, Padang

9. Departemen Kesehatan RI (2008).Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar(RISKESDAS) Nasional 2007. BadanPenelitian dan PengembanganKesehatan Depkes RI, Jakarta

10. Ruslan, G (1996). Efek MerokokTerhadap Rongga Mulut. Cermin DuniaKedokteran No. 113, Jakarta

11. Mosher, A (2009). Your Health = YourpH. Live Life Well Info

12. Pane, I.P.S (2012). Perbandingan pHdan Aktivitas Enzim Amilase Air Liurpada Perokok Filter dan Nonfilter diKalangan Penarik Becak Bermotor diKota Medan Tahun 2011. [Skripsi].Universitas Sumatera Utara, Medan

13. Kosen, S (2012). Isu Terkini MengenaiRokok. [Cited 10/11/2012]; Availablefrom:http://clr.ui.ac.id/stophiv4youth/wp-content/uploads/2012/03/Isu-Terkini-Mengenai-Rokok.pdf

14. Benowitz, N.L; Hukkanen, J; Jacob P(2009). Nicotine Chemistry,Metabolism, Kinetics and Biomarkers,Springer, Berlin

15. Yarbro, C.H et al (2004). CancerSymptom Management. Jones andBartlett Publishers, Canada

16. Hurlbutt, M; Novy, B; Young, D(2010). Dental Caries: A pH-mediated

Page 27: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):90-95

95

17. Disease. CDHA Journal. [Cited10/11/2012]; Available from:http://www.cdha.org/downloads/ce_courses/homestudy_Mediated_Disease.pdf

18. Nazira, S (2011). Pengaruh MerokokTerhadap pH dan Aktivitas EnzimAmilase Air Liur Pada MahasiswaFakultas Kedokteran UniversitasSumatera Utara (FK USU) Angkatan2007. [Skripsi]. Universitas SumateraUtara, Medan

19. de Almeida, P.D.V et al (2008). SalivaComposition and Functions: AComprehensive Review. The Journal ofContemporary Dental Practice, Volume9, No. 3, Hal. 72-80, New Delhi, India

Page 28: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):96-100

96

PERBEDAAN KADAR GULA DARAH SEWAKTU SEBELUM DANSETELAH PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN DI

INSTALASI GIGI DAN MULUT RSUDZA BANDA ACEH

THE DIFFERENCES BLOOD GLUCOSE LEVELS AT RANDOM BEFOREAND AFTER TOOTH EXTRACTION OF THE PATIENTS AT

DENTAL INSTALLATION RSUDZA BANDA ACEH

Fakhrurrazi, Rachmi Fanani Hakim, Laina Ulfa

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKPencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah untuk mengeluarkan gigi dari dalam soket tulangalveolar. Pencabutan gigi dapat menimbulkan respon stres. Respon stres akan meningkatkan sirkulasikatekolamin dan glukokortikoid. Hormon-hormon ini akan menyebabkan peningkatanglukoneogenesis dan penurunan uptake glukosa di dalam sel dan jaringan. Hal ini akan menyebabkanterjadinya peningkatan kadar gula darah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kadargula darah sewaktu sebelum dan setelah pencabutan gigi pada pasien di Instalasi Gigi dan MulutRSUDZA Banda Aceh. Metode penelitian ini adalah eksperimental klinis dengan rancangan onegroup pretest and posttest. Subjek penelitian berjumlah 23 orang yang diambil dengan teknikpurposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan kadar gula darah sewaktu rata-rata sebelumpencabutan gigi adalah 107,35 mg/dl dan rata-rata kadar gula darah sewaktu setelah pencabutan gigiadalah 122,96 mg/dl. Analisis statistik dengan menggunakan uji t berpasangan menghasilkan nilaip=0,000 (p<0,05). Hasil analisis ini menunjukkan terdapat perbedaan kadar gula darah sewaktu yangbermakna antara sebelum dan setelah pencabutan gigi pada pasien di Instalasi Gigi dan MulutRSUDZA Banda Aceh.Kata kunci: Gula darah sewaktu, pencabutan gigi

ABSTRACTTooth extraction is a surgical procedure to remove teeth from the alveolar bone socket. Toothextraction can lead to stress responses. Stress response will increase the circulation of catecholaminesand glucocorticoids. These hormones will lead to increase gluconeogenesis and decreased glucoseuptake in cells and tissues. It will cause an increase in blood glucose levels. The purpose of this studyto determine the differences blood sugar levels at random before and after tooth extraction of thepatients in the Dental Installation RSUDZA Banda Aceh. The research method was clinicalexperimental with design one group pretest and posttest. The number of study subjects were 23 peopletaken by purposive sampling technique. The results showed that the average blood glucose levels atrandom before tooth extraction was 107.35 mg/dl and the average blood glucose levels at randomafter tooth extraction was 122.96 mg/dl. The result of statistical analysis using paired t test shownp=0.000 (p<0.05). The results of analysis conclude there are significant difference of blood sugarlevels at random before and after tooth extraction of patients at Dental Installation RSUDZA BandaAceh.Key words : Random blood glucose, tooth extraction.

Page 29: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):96-100

97

PENDAHULUANPencabutan gigi adalah proses

pengeluaran gigi dari dalam soket tulangalveolar.1 Pencabutan gigi merupakan suatuprosedur bedah yang dapat dilakukan dengantang, elevator, atau pendekatan trans-alveolar.Pencabutan ini bersifat irreversible danterkadang menimbulkan komplikasi.2 Ada duacara pencabutan gigi. Cara pertama merupakancara sederhana yang biasa dilakukan padakebanyakan kasus, dan cara kedua adalahdengan pembelahan gigi atau akar gigi dariperlekatan tulangnya yang biasa disebutmetode bedah atau lebih tepatnya pencabutantrans-alveolar.3

Pencabutan gigi merupakan prosedurumum yang jarang mengancam jiwa danmemiliki periode pemulihan yang relatifsingkat. Namun demikian, dampak fisik danpsikologis dari pencabutan gigi dapatmenyebabkan timbulnya kecemasan.4

Kecemasan yang dialami pasien terhadapperawatan gigi biasa dikenal dengan istilahdental anxiety.5 Tindakan yang paling seringmenimbulkan dental anxiety pada pasiendalam kedokteran gigi adalah pencabutan gigi,kemudian diikuti oleh prosedur penyuntikan(anestesi), pengeboran dan urutan terakhiradalah penghalusan.6

Dental anxiety juga berkaitan denganrespon pasien terhadap stres. Stres merupakanrespon umum terhadap suatu tindakan atausituasi baik fisik, fisiologis, atau keduanyayang ditandai dengan perasaan tertekan.Penyebab stres disebut stressor. Definisi strespada dasarnya berfokus pada dua komponenutama stres, yaitu stressor dari lingkungan danreaksi seseorang terhadap stres.7 Dentalanxiety dan stres terhadap pencabutan gigidapat menyebabkan ketidakseimbangankondisi tubuh, sehingga dapat menimbulkankomplikasi sistemik.8

Respon stres juga dapat diakibatkanoleh anestesi dan tindakan bedah. Anestesi dantindakan bedah dapat menyebabkanpeningkatan jumlah sekresi hormon stres.9

Anestesi merupakan salah satu tindakansebelum pembedahan. Prosedur dan agenanestesi harus dievaluasi sebelum prosedurbedah.10 Agen anestesi dapat mengubah responendokrin dan metabolik.

Tindakan bedah akan menimbulkanrespon stres yang mensekresi katelokamin,kortisol, hormon pertumbuhan, dan glukagon.Hormon-hormon ini melawan homeostasis

glukosa, karena memiliki efek anti-insulin danhiperglikemik.11 Kadar gula darah dapatmeningkat sampai 10-12 mmol/liter padapembedahan jantung dan tetap tinggi selama24 jam setelah tindakan bedah. Perubahan initerlihat kurang mencolok pada bedah minor.

Respon stres akan mengakibatkandilepaskannya hormon-hormon yang dikenalsebagai hormon neuroendokrin, yaitu ADH(Anti-Diuretic Hormone), aldosteron,angiotensin II, kortisol, epinefrin dannorepinefrin. Hormon-hormon ini akanberpengaruh terhadap beberapa fungsifisiologik tubuh yang penting dan merupakansuatu mekanisme kompensasi untukmelindungi fungsi fisiologik tubuh.12 Responstres juga dapat meningkatkan sirkulasikatekolamin, glukokortikoid, dan hormonpertumbuhan. Hormon-hormon ini akanbekerja secara sinergistik dan menghasilkanpeningkatan glukoneogenesis dan menurunnyauptake glukosa di dalam sel dan jaringan, halini akan menyebabkan terjadinya peningkatankadar gula darah., 13

Pencabutan gigi merupakan tindakanyang meninggalkan luka di soket gigi.Umumnya luka akibat pencabutan gigi mudahsembuh, akan tetapi tidak jarang timbulberbagai macam komplikasi yangmenghambat proses penyembuhan ini.Penyembuhan luka setelah pencabutan gigiberlangsung melalui beberapa tahapan biologisyang kompleks.14,15 Peningkatan kadar guladarah akan menurunkan fungsi sel darah putihyang berperan dalam penyembuhan lukasehingga akan menghambat penyembuhanluka setelah pencabutan gigi.

Dari uraian yang telah dipaparkan diatas, diketahui bahwa tindakan pencabutangigi dapat mempengaruhi kadar gula darah.Berdasarkan alasan tersebut, maka perludilakukan penelitian mengenai perbedaankadar gula darah sewaktu sebelum dan setelahpencabutan gigi pada pasien di Instalasi Gigidan Mulut RSUD dr. Zainoel Abidin BandaAceh.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini merupakan penelitian

ekperimental klinis dengan rancangan onegroup pretest and post test yaitu tidakmenggunakan kelompok pembanding(kontrol), tetapi paling tidak sudah dilakukanobservasi pertama (pretest) yangmemungkinkan menguji perubahan-perubahan

Page 30: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):96-100

98

yang terjadi setelah adanya eksperimen.Penelitian ini menggunakan Glukometermerek GlucoDrTM SuperSensor model AGM-2200.

Metode pengambilan subjek yangdilakukan secara purposive sampling.Besarnya subjek dalam penelitian iniditentukan dengan menggunakan rumusanalitik numerik berpasangan, sehinggadiperoleh jumlah subjek sebanyak 23 orang.Subjek akan diperiksa kadar gula darahsebelum dan setelah pencabutan gigi, sehinggaakan diperoleh 46 buah data.

Subjek yang diikutsertakan dalampenelitian ini merupakan pasien yang datangke Instalasi Gigi dan Mulut RSUD dr. ZainoelAbidin Banda Aceh untuk mendapatkanperawatan berupa pencabutan gigi tanpaadanya penyakit sistemik. Pasien akandiberikan lembar angket untuk diisi. Pasienyang memenuhi kriteria berdasarkan jawabanpada lembar angket akan diberi lembarinformed consent dan mendapatkan penjelasanlebih lanjut mengenai penelitian yang akandilakukan. Pasien yang bersedia menjadisubjek penelitian diminta untukmenandatangani lembar informed consent dandiikutsertakan dalam penelitian.

Subjek yang telah terpilih akandiperiksa kadar gula darah sebelummendapatkan tindakan pencabutan gigi.Setelah subjek mendapatkan tindakanpencabutan gigi dan keluar dari ruang InstalasiGigi dan Mulut RSUDZA Banda Aceh, subjekdiminta untuk menunggu selama 10 menit diruang tunggu, kemudian akan diperiksa lagikadar gula darah setelah pencabutan gigi.

Uji t berpasangan (paired t-test)digunakan untuk menganalisis perbedaankadar gula darah sewaktu sebelum dan setelahdilakukan pencabutan gigi. Uji t dalampenelitian ini menggunakan harga p dua ekor(two tail significance) dengan derajatkemaknaan p<0,05.

HASILDiperoleh hasil pemeriksaan kadar gula

darah sewaktu sebelum pencabutan gigidiperoleh kadar gula darah yang paling tinggiadalah 139 mg/dl sebanyak 1 orang, palingrendah adalah 85 mg/dl sebanyak 3 orang, dankadar gula darah sewaktu sebelum pencabutangigi yang paling banyak dijumpai adalah 85mg/dl berjumlah 3 orang (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi frekuensi kadar gula darahsewaktu sebelum pencabutan gigi

KGDSsebelumpencabutangigi

Jumlah(orang)

Persentase(%)

85 mg/dl87 mg/dl88 mg/dl94 mg/dl99 mg/dl100 mg/dl101 mg/dl102 mg/dl104 mg/dl108 mg/dl112 mg/dl115 mg/dl116 mg/dl126 mg/dl131 mg/dl133 mg/dl135 mg/dl139 mg/dl

311112111211211111

13,044,354,354,354,358,694,354,354,358,694,354,358,694,354,354,354,354,35

Jumlah 23 100

Tabel 2. Distribusi frekuensi kadar gula darahsewaktu setelah pencabutan gigi

KGDSSetelahPencabutanGigi

Jumlah(orang)

Persentase(%)

100 mg/dl 2 8,69101 mg/dl102 mg/dl105 mg/dl112 mg/dl115 mg/dl118 mg/dl120 mg/dl122 mg/dl125 mg/dl126 mg/dl128 mg/dl134 mg/dl144 mg/dl147 mg/dl151 mg/dl157 mg/dl

1112121311111211

4,354,354,358,694,358,694,35

13,044,354,354,354,354,358,694,354,35

Jumlah 23 100

Pada pemeriksaan setelah pencabutangigi diperoleh kadar gula darah sewaktusetelah pencabutan gigi paling tinggi adalah157 mg/dl sebanyak 1 orang, paling rendahadalah 100 mg/dl sebanyak 2 orang, dan kadargula darah sewaktu setelah pencabutan gigi

Page 31: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):96-100

99

yang paling banyak dijumpai adalah 122 mg/dlberjumlah 3 orang (Tabel 2).

Dari hasil uji normalitas diperoleh nilaip sebelum adalah 0,143 dan nilai p setelahadalah 0,136 karena nilai p sebelum dansetelah pencabutan gigi >0,05 maka dapatdiambil kesimpulan bahwa distribusi keduakelompok data adalah normal.

Uji t berpasangan digunakan untukmenganalisis perbedaan kadar gula darahsewaktu sebelum dan setelah pencabutan gigi.Hasil uji t berpasangan menunjukkan p=0,000(p<0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaankadar gula darah sewaktu sebelum dan setelahpencabutan gigi (Tabel 3).

Tabel 3. Uji-t pada kelompok berpasanganVariabel Mean SD Pvalue

KGDSsebelumpencabutangigi

107,35 16,927 0,000

KGDSsetelahpencabutangigi

122,96 17,004 0,000

PEMBAHASANBerdasarkan hasil uji t pada kelompok

berpasangan diperoleh kesimpulan bahwaterdapat perbedaan kadar gula darah sewaktusebelum dan setelah pencabutan gigi padapasien di Instalasi Gigi dan Mulut RSUDZABanda Aceh. Hal ini menunjukkan bahwatindakan pencabutan gigi dapat menyebabkanpeningkatan kadar gula darah.

Tindakan bedah akan menimbulkanrespon stres yang dikarakteristikkan olehpeningkatan sekresi hormon-hormon pituitaridan aktifasi sistem saraf simpatik. Hormon-hormon ini melawan homeostasis glukosa,karena memiliki efek anti-insulin danhiperglikemik, sehingga kadar gula darah akanmeningkat.

Hasil penelitian ini juga turutmenegaskan kembali pernyataan Chikako Sutodan Sadao Hori (2006) bahwa tindakan bedahdan stres dapat mengakibatkan peningkatankadar gula darah postoperative. Peningkatankadar gula darah yang minimal dapat terjadiselama dan setelah tindakan bedah minordibawah pengaruh anestesi lokal.16 Anestesilokal yang mengandung adrenalin juga bisaberkontribusi dalam peningkatan kadar gula

darah, sebagaimana terlihat pada respondenyang sehat.

Penelitian lain yang dilakukan olehAllison (1998) juga menyebutkan bahwaterdapat nilai yang signifikan secara statistikdalam peningkatan kadar gula darah setelahtindakan bedah dihubungkan dengan anestesidan tindakan bedah. Peningkatan kadar guladarah ini terjadi secara bertahap danberkelanjutan dalam periode tertentu.17

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kadargula darah sewaktu yang bermakna sebelumdan setelah pencabutan gigi pada pasien diInstalasi Gigi dan Mulut RSUDZA BandaAceh.

Pada penelitian ini sampel yang diambildiperiksa menggunakan Glukometer merekGlucoDrTM SuperSensor model AGM-2200,yang memiliki beberapa keterbatasan/kelemahan. Oleh karena itu, penelitian lebihlanjut sangat diperlukan dengan menggunakantes laboratorium yang lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA1. Harty FJ, Ogston R, Alih bahasa

Sumawinata N. Concise IllustratedDental Dictionary, Kamus KedokteranGigi. Jakarta: EGC Kedokteran; 1995,p. 117.

2. Pedlar J, Frame JW. Oral andMaxillofacial Surgery. USA: Elsevier,Churchill LivingStone; 2001, p. 27.

3. Pedersen GW, Alih bahasa Purwanto,Basoeseno. Oral Surgery, Buku AjarPraktis Bedah Mulut. Jakarta: EGCKedokteran; 1996, p. 83.

4. Nair MA, Shankarapillai R, Chouhan V.The Dental Anxiety Levels AssociatedWith Surgical Extraction of Tooth.International Journal of Dental Clinics.2009; 1 (1): 20-3

5. Woosung S, Ismail, Amid I. RegularDental Visits and Dental Anxiety in anAdult Dentate Population. Journal ofThe American Dental Association.2005; 136: 58.

6. Herlina. Penanggulangan MasalahGangguan Kecemasan terhadap RasaSakit pada Tindakan Bedah Mulut.Medan: USU, 2003; 2. Skripsi.

Page 32: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):96-100

100

7. Ghadery AR, Ventakesh KG, Kumar S.Depression, anxiety, and stress amongthe Indian and Iranian Student. Journalof Indian Academy of AppliedPsychology. 2009. 33-7.

8. Keiko Okawa, Tatsuya Ichinohe,Yuzuru Kaneko. Anxiety May EnhancePain during Dental Treatment. BullTokyo Dent Coll, 2005; 46 (3): 51-8.

9. Desborouh JP. The Stress Response toTrauma and Surgery. British Journal ofAnaesthesia, 2000; 85 (1): 109-17.

10. Meneghini LF. PerioperativeManagement of Diabetes: TranslatingEvidence into Practice. Cleveland ClinicJournal of Medicine, 2009; 76 (4): 53-9.

11. McAnulty GR, Robertshaw HJ, HallGM. Anaesthetic Management ofPatients with Diabetes Mellitus. BritishJournal of Anaesthesia, 2000; 85 (1):80-90.

12. Suryaniati A. Perbedaan PengaruhPemberian Anestesi Spinal denganAnestesi Umum terhadap Kadar GulaDarah. Semarang: UniversitasDiponegoro, 2006; 3. Skripsi.

13. Schaira VRL, Ranali J, Saad MJA, deOliveira PC, Ambrossano GMB,Volpato MC. Influence of Diazepam onBlood Glucose Levels in Nondiabeticand Non-Insulin-dependent DiabeticSubjects Under Dental Treatment withLocal Anesthesia. American DentalSociety and Anesthesiology. Anest Prog2006; 51: 14-18.

14. Mawardi H, Dalimi L. PengaruhPemberian Ekstrak Propolis secaraAplikasi local pada Proses PembentukanSerabut Kolagen Pasca Pencabutan GigiMarmot. Sains Kesehatan. 2002; 15: 2-3

15. Dharma B, Prihartiningsih, Rahardjo.Pengaruh Suplemen Zink terhadapPembentukan Kolagen pada Soket GigiMarmut yang Mengalami DefisiensiZink Pasca Pencabutan Gigi. JurnalKedokteran Gigi. 2010; 1 (3): 94-6.

16. Chikako H, Sadao H. Is GlycemicControl Necessary During CataractSurgery?. Cataract and RefractiveSurgery Today Europe, 2006: 21.

17. Allison SP, Tomlin PJ, ChamberlainMJ. Some Effects of Anaesthesia andSurgery on Carbohydrate and FatMetabolism. British Journal ofAnaesthesia. 1998; 81: 273-277.

Page 33: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):101-106

101

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTIBAKTERI INFUSUM LENGKUASPUTIH DAN MERAH TERHADAP STAPHYLOCOCCUS AUREUS

THE COMPARISON OF ANTIBACTERIAL EFFECTIVITY OF WHITEAND RED GALANGAL INFUSUM TO STAPHYLOCOCCUS AUREUS

Aria Fransiska, Fadil Oenzil, Havis Dharma Rafke

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas

AbstrakSalah satu tanaman yang biasa dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai bahan obat-obatan adalahtanaman lengkuas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan efektifitas antibakteriinfusum lengkuas putih dan merah terhadap Staphylococcus aureus. Penelitian ini merupakanpenelitian eksperimental laboratoris. Analisis data menggunkan independent sample t-test. Hasilpenelitian menunjukkan rata-rata zona hambat yang dihasilkan oleh infusum lengkuas putih adalahsebesar 14,27 mm, sedangkan infusum lengkuas merah adalah sebesar 19,40 mm. Hasil ujiIndependent Sample t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara infusum lengkuasputih dan infusum lengkuas merah terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus(p<0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah efek antibakteri infusum lengkuas merah lebih tinggidibandingkan dengan infusum lengkuas putih terhadap daya hambat pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureus.Kata kunci: Antibakteri, infusum, Staphylococcus aureus

AbstractOne of the plants commonly used by Indonesian people as medicinal ingredients is galangal. Thepurpose of this study was to compare the antibacterial effectivity of white and red galangal infusum toStaphylococcus aureus. The design of this study was a laboratory experimental. The data wereanalyzed with independent sample t- test. The result showed that the averages of inhibition zoneinfusum of white galangal was 14,27 mm while infusum of red galangal was 19,40 mm. The results ofthe Independent Sample t-test showed that there was a significant difference between the whitegalangal infusum and the red galangal infusum on the inhibitory growth of Staphylococcus aureus (p<0.05). The conclusion of this study was the antibacterial effect of red galangal infusum is higher thanthe white galangal infusum to the inhibitory growth of Staphylococcus aureus.Keywords: Antibacterial, infusum, Staphylococcus aureus

Page 34: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):101-106

102

PENDAHULUANPenggunaan hasil alam sebagai obat

tradisional terus meningkat seiring denganadanya slogan kembali ke alam dan krisisperekonomian yang berkepanjangan yangmengakibatkan daya beli masyarakat menjadirendah terhadap obat-obat modern yang relatiflebih mahal.1 Alternatif pengobatanmenggunakan bahan alami semakin populer dinegara berkembang dan negara maju karenaefek samping yang lebih rendah.2 Salah satutanaman yang biasa dimanfaatkan olehmasyarakat Indonesia sebagai bahan obat-obatan adalah tanaman lengkuas.1

Lengkuas merupakan tanaman semakyang berumur tahunan3. Tanaman lengkuasbanyak berkembang dan dibudidayakan dibanyak negara termasuk di Asia Tenggara,seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, danIndia.4 Lengkuas merupakan salah satutanaman biofarmaka, yaitu tanaman yangbermanfaat untuk obat-obatan, dikonsumsidari bagian tanaman yang berasal dari daun,bunga, buah, umbi (rimpang), ataupun akar.5

Secara umum, ada dua jenis lengkuasyang dikenal di masyarakat, yaitu lengkuasputih (Alpinia galanga L. Willd.) dan lengkuasmerah (Alpinia purpurata K. Schum.).Lengkuas putih biasanya digunakan sebagaibumbu masakan dan lengkuas merahdimanfaatkan sebagai obat.7 Berdasarkanukuran rimpangnya, lengkuas juga dibedakanmenjadi dua jenis, yaitu yang berimpang besardan kecil.8

Menurut Shelef (1983), ekstrak lengkuasdapat menghambat pertumbuhan bakteri grampositif (Staphylococcus aureus) dan gramnegatif (Salmonella typhosa).9 Berdasarkanpenelitian yang dilakukan Oonmetta-areea(2006) tentang sifat antimikrobial lengkuasputih terhadap Staphylococcus aureus danEscherichia coli, didapatkan hasil ekstraklengkuas putih memiliki efek inhibisi terkuatterhadap Staphylococcus aureus.10

Ekstrak rimpang lengkuas putih dalambeberapa pelarut mempunyai aktifitas biologis,seperti antitumor, antioksidan, antiinflamasi,antifungal, antiviral, dan antibakterial. Analisafitokimia dari lengkuas putih mengugkapkanadanya keberadaan alkaloids, saponin,glikosid, terpenoid, fenol, flavonoid, fitosterol,dan karbohidrat yang terkandung di dalamtanaman ini.11 Lengkuas putih jugamengandung minyak atsiri yang berwarna

kuning kehijauan dan berbau khas.3 Salah satusifat biologis utama dari flavonoid adalahaktifitas antimikrobialnya dan peranutamanya di dalam tumbuhan yaitu sebagaisenyawa pelindung terhadap penyakit yangdisebabkan oleh mikroorganisme sepertibakteri, jamur, dan virus.12 Sementaraterpenoid yang merupakan komponen obatherbal tradisional memiliki efek antifungi,antibakteri, antineoplastik, serta fungsifarmasi lainnya.13

Staphylococcus aureus adalah bakterigram positif yang tidak berspora, dalambeberapa strain mampu menghasilkanenterotoksin.10 Bakteri ini merupakan floranormal dan bersifat fakultatif anaerob yangsering ditemukan pada kulit dan selaput lendirpada manusia.14 Beberapa infeksi mulutdisebabkan oleh Staphylococcus aureus, yaituangular cheilitis, parotitis dan staphylococcalmukositis. Banyak penelitian yangmenyebutkan bahwa Staphylococcus aureusbisa diisolasi dari rongga mulut padakelompok pasien tertentu seperti anak-anak,lansia dan beberapa penderita penyakitsistemik seperti rheumatoid arthritis, sertapenderita dengan keganasan hematologi.15

Berdasarkan uraian di atas, penelititertarik untuk mengetahui perbedaanefektifitas antibakteri infusum lengkuas putihdan infusum lengkuas merah terhadappertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

BAHAN DAN METODEJenis penelitian yang dilakukan adalah

eksperimental laboratoris. Bahan yangdigunakan dalam penelitian ini adalahrimpang lengkuas putih, rimpang lengkuasmerah, biakan murni Staphylococcus aureus,Media Nutrient Agar (NA), Media MuellerHinton Agar (MHA).

Penelitian diawali dengan pembuatanmedia bakteri menggunakan media NutrientAgar. Media yang telah dibuat kemudiandisterilkan di dalam autoklaf selama 15 menitpada suhu 121°C. Setelah disterilkan, mediadisimpan di dalam kulkas. Jika akandigunakan, media dipanaskan kembali hinggamendidih lalu dituangkan ke dalam cawanpetri dan ditunggu sampai dingin. BakteriStaphylococcus aureus yang digunakan didalam penelitian ini berasal dari LaboratoriumMikrobiologi RSUP. DR. M. Djamil Padang.Pembiakan bakteri Staphylococcus aureus

Page 35: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):101-106

103

dilakukan pada cawan petri berisi media padatNutrient Agar yang telah disiapkan padaprosedur sebelumnya. Biakan bakteri ini akandiinkubasi dalam suasana aerob pada suhu37°C selama 24 jam, lalu diamati apakahbakteri Staphylococcus aureus murni telahtumbuh.

Infusum rimpang lengkuas putih danmerah dibuat menggunakan panci yang terdiridari 2 bagian yaitu panci besar yangberhubungan langsung dengan api dan yangkedua adalah panci kecil yang diletakkan didalam panci besar sebagai tempat perebusan.Sebanyak 100 gram lengkuas putih segar yangsudah dikupas kulitnya dan dihaluskan denganblender dicampur dengan 100 ml aquades, laludirebus untuk mendapatkan konsentrasiinfusum 100%. Perebusan dilakukan diataspenangas air yang sudah mendidih selama 15menit, sambil sekali-kali diaduk. Kemudiandilakukan penyaringan untuk mendapatkanlarutan infusumnya saja. Kekurangan volumeditambahkan dengan cara memasukkan airhangat kedalam panci infusum yang masihberisi ampas, sampai didapatkan volume akhiradalah 100 ml. Proses yang sama dilakukanuntuk membuat infusum lengkuas merah.

Metode yang digunakan dalampenelitian ini adalah metode cakram discdiffusion menggunakan infusum rimpanglengkuas putih dan infusum rimpang lengkuasmerah. Penelitian dilakukan denganmenggunakan 16 cakram kosong yangdirendam di dalam infusum rimpang lengkuasputih dan 16 cakram kosong yang direndamdalam infusum rimpang lengkuas dengankonsentrasi 100% selama 15 menit. Sebanyak1-2 ose dari biakan bakteri uji yang telahdikultur dan tumbuh disuspensikan denganmenggunakan NaCl 0,9% sampai diperolehkekeruhan yang sama dengan standardMc.Farland 0,5. Setelah itu disiapkan cawanpetri berisi Mueller Hinton Agar yang akandigunakan sebagai media uji bakteri.Staphylococcus aureus yang telah disuspensidiambil dengan menggunakan cotton bud sterildan digoreskan secara merata ke seluruhpermukaan cawan petri yang berisi MuellerHinton Agar.

Kemudian cakram kosong yang telahdirendam bahan uji diletakkan disetiap areapada cawan petri. Setelah itu cawan petridiinkubasi di dalam inkubator pada suhu 37º Cselama 24 jam. Setelah 24 jam, cawan-cawan

petri tersebut dikeluarkan dari inkubator dandilihat daya hambat yang terjadi pada setiapcakram dan diukur zona bening yangterbentuk dengan menggunakan kaliper.

HASILPada penelitian ini dapat dilihat zona

hambat di sekitar cakram yang telah direndamdengan infusum rimpang lengkuas putih(Gambar 1a) dan infusum rimpang lengkuasmerah (Gambar 1b).

(a)

(b)Gambar 1 (a) Media uji bakteri dengan cakraminfusum rimpang lengkuas putih (Alpinia galangaL. Willd.) setelah diinkubasi selama 24 jam, (b)Media uji bakteri dengan cakram infusum rimpanglengkuas merah (Alpinia purpurata K. Schum.)setelah diinkubasi selama 24 jam

Berdasarkan pengukuran zona hambatyang dilakukan setelah proses inkubasiselama 24 jam dengan suhu 37˚C, didapatkanrata-rata zona hambat infusum rimpanglengkuas putih dengan pengulangan sebanyak16 kali adalah 14,27 mm. Zona hambatterbesar yang terbentuk adalah 16,65 mm danzona hambat terkecil yang terbentuk adalah12,55 mm. Hasil uji dengan infusum rimpanglengkuas merah dengan pengulangan 16 kalididapatkan rata-rata zona hambat yaitu 19,40

Page 36: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):101-106

104

mm. Zona hambat terbesar yang terbentukadalah 21,6 mm dan zona hambat terkecil yangterbentuk adalah 17,5 mm. Pada Grafik 1dapat dilihat perbandingan zona hambat.Perbandingan zona hambat pertumbuhanbakteri Staphylococcus aureus yang dihasilkancakram infusum rimpang lengkuas putih dancakram infusum rimpang lengkuas merah.

2520151050

C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11C12 C13 C14 C15 C16

Grafik 1 Perbandingan zona hambat pertumbuhanbakteri Staphylococcus aureus yang dihasilkancakram infusum rimpang lengkuas putih (Alpiniagalanga L. Willd.) dan cakram infusum rimpanglengkuas merah (Alpinia purpurata K. Schum.)

Tabel 1 Rata-rata diameter zona hambat kelompokperlakuan

Kelompok perlakuanN x ± SD p

Lengkuas Putih 16 14,27 ± 1,020,000

Lengkuas Merah 16 19,40 ± 1,19

Uji statistik yang digunakan padapenelitian ini menggunakan uji normalitasShapiro-Wilk. Hasil menunjukkan dataterdistribusi normal, maka dilanjutkan denganuji Independent Sample T-test untuk melihatperbedaan pada kedua kelompok perlakuan.

Uji Independent Sample T-testmenunjukkan nilai p=0,000 (p<0,05) (Tabel 1)yang artinya bahwa uji daya hambat infusumrimpang lengkuas putih dan infusum rimpanglengkuas merah memberikan efek antibakteriyang signifikan dan terdapat perbedaanbermakna dalam menghambat pertumbuhanbakteri Staphylococcus aureus.

PEMBAHASANHasil penelitian menunjukkan daya

hambat terhadap pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureus oleh infusum rimpanglengkuas merah lebih tinggi dibandingkandengan daya hambat yang dihasilkan olehinfusum rimpang lengkuas putih. Aktivitasantibakteri menurut Davis Stout

dikelompokkan menjadi empat. Pertama, dayahambat tergolong lemah apabila diameterzona hambat antibakteri <5 mm. Kedua, dayahambat tergolong sedang apabila diameterzona hambat antibakteri 5-10 mm. Ketiga,daya hambat tergolong kuat apabila diameterzona hambat antibakteri 10-20 mm. Keempat,daya hambat antibakteri digolongkan sangatkuat apabila diameter zona hambat >20mm.16 Berdasarkan penjelasan tersebut, efekantibakteri pada infusum rimpang lengkuasputih dan infusum rimpang lengkuas merahpada penelitian ini memiliki daya hambatyang kuat tetapi rata-rata diameter zonahambat pada infusum rimpang lengkuasmerah lebih besar dari infusum rimpanglengkuas putih. Penelitian ini sejalan denganpenelitian yang dilakukan oleh Sari tentangekstrak lengkuas putih dan ekstrak lengkuasmerah terhadap bakteri Staphylococcusaureus, didapatkan hasil daya hambat ekstraklengkuas merah yang lebih besardibandingkan dengan ekstrak lengkuas putih,yaitu 8,83 mm dan 8,53 mm dengan kategorisedang.17 Perbedaan kategori daya hambatbakteri pada penelitian ini dengan penelitiansebelumnya mungkin disebabkan karenapenelitian ini menggunakan infusum untuk ujiefektifitas antibakteri sedangkan penelitiansebelumnya menggunakan ekstrak.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukanoleh Akram tentang bioaktivitas minyak atsiririmpang lengkuas merah terhadappertumbuhan bakteri Staphylococcus aureusdan Escherichia coli, didapatkan hasil bahwaminyak atsiri mampu menghambatpertumbuhan bakteri Staphylococcus aureusdan Escherichia coli dengan daya hambatterbesar masing-masing 18,2 mm dan 17,1mm serta efektif pada konsentrasi 80%.14

Berdasarkan penelitian yang dilakukan olehOonmetta-areea (2006) tentang sifatantimikrobial lengkuas putih terhadapStaphylococcus aureus dan Escherichia coli,didapatkan hasil ekstrak lengkuas putihmemiliki efek inhibisi dengan kategori sangatkuat terhadap Staphylococcus aureus yaitudengan daya hambat sebesar 22 mm.10

Hasil uji Independent Sample t-test(Tabel 1) menunjukkan nilai p=0,000 yangberarti terdapat pengaruh signifikan yang dariinfusum rimpang lengkuas putih dan infusumrimpang lengkuas merah terhadappertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.Infusum rimpang lengkuas merah lebih

LP

LM

Page 37: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):101-106

105

efektif dari pada infusum rimpang lengkuasputih dalam menghambat pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureus, hal ini mungkindisebabkan karena kadar kandunganantibakteri seperti minyak atsiri yang terdapatpada lengkuas merah lebih tinggi dari padakadar kandungan antibakteri yang terdapatpada lengkuas putih.18

KESIMPULAN DAN SARANInfusum rimpang lengkuas putih

(Alpinia galanga L. Willd.) dan infusumrimpang lengkuas merah (Alpinia purpurataK.Schum.) memiliki daya hambat terhadappertumbuhan bakteri Staphylococcus aureusdengan kategori kuat. Infusum rimpanglengkuas merah lebih efektif dibandingkandengan infusum rimpang lengkuas putih dalammenghambat pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureus.

DAFTAR PUSTAKA1. Siregar,T.,Dhiksawan,Ferdinand,S.,Fari

da, A.(2011). PertumbuhanStreptococcus mutans pada BioaktivitasEkstrak Rimpang Lengkuas secara InVitro dan Pemanfaatannya sebagai ZatAktif pada Pasta Gigi. UniversitasCendrawasih. Papua.

2. Verma, R.K., Mishra, G., Singh, P., Jha,K.K., Khosa, R. L. Alpinia galangal –An Important Medicinal Plant: Areview. Pelagia Research LibraryJournal, 2011; 2(1): 142-154. USA.

3. Muhlisah, F. Temu-temuan dan Empon-Empon Budi Daya dan Manfaatnya.Yogyakarta : Kanisius. 1999.

4. Bermawie, N., Purwiyanti, S., Melati,Meila, NLW. (2012). KarakterMorfologi, Hasil, dan Mutu EnamGenotip Lengkuas pada TigaAgroekologi. Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat. Bogor.

5. Hernani, M., Tri, W., Christina. (2007).Pemilihan Pelarut pada PemurnianEkstrak Lengkuas (Alpinia galangal)secara Ekstraksi. Balai Besar Penelitiandan Pengembangan PascapanenPertanian. Bogor

6. Hernani, M., Tri, W., Christina. (2007).Pemilihan Pelarut pada PemurnianEkstrak Lengkuas (Alpinia galangal)secara Ekstraksi. Balai Besar Penelitiandan Pengembangan Pascapanen

Pertanian Bogor7. Thomas, A.N.S. Tanaman Obat

Tradisional 2. Yogyakarta : Kanisius.1992.

8. Sinaga, E. (2000). Alpinia galangal (L.)Willd. Pusat Penelitian danPengembangan Tumbuhan Obat .Universitas Nasional Pasim. Bandung.

9. Shelef. Antimicrobial Effects of Spices.Journal of Food Safety. 1983. 6: 29-44.

10. Oonmetta-arrea, Jirawan, Suzukib,Tomoko; Gasalucka, Piyawan.Antimicrobial Properties and Action ofGalangal (Alpinia galangal Linn) onStaphylococcus aureus. LWT Food SciTech, 2006: 39 (10): 1214-1220.

11. Singh, Y.R., dan Kalita, J.C., (2012).Effects of Methanolic Extract ofAlpinia galangal from Manipur (India)on Uterus of Ovariectomised C3HAlbino Mice. Department of Zoology.Gauhati University. Assam. India.

12. Kochuthressia, K.P., Britto, S.J.,Jaseentha, M.O., Raj, L.J., Michael,Senthilkumar, S.R., (2010).Antimicrobial Efficiacy of Extractsfrom Alpinia Purpurata (Vieill.)K.Schum. Against Human PathogenicBacteria and Fungi. Departement ofPlant Biology and Plant Biotechnology.St. Joseph’s College. Tiruchirappalli,South India.

13. Santoso, S., Effendi, M.C., Darmawan,Dyka, A. (2013). Efektivitas EkstrakEtanol Lengkuas Putih (Alpiniagalangal L.Willd.) dalam MenghambatPertumbuhan Candida Albicans secaraIn Vitro. Pendidikan Dokter Gigi. FKUniversitas Brawijaya

14. Syahrurachman, dkk. Buku AjarMikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi.Jakarta : Binarupa Aksara. 1994.

15. Akram, Sitti, R., Husain, Dirayah, R.,Abdullah, A. (2014). BiokativitasMinyak Atsiri Rimpang LengkuasMerah Alpinia purpurata K. Schumterhadap Pertumbuhan BakteriStaphylococcus aureus dan Escherichiacoli. Laboratorium MikrobiologiJurusan Biologi. Fakultas Matematikadan Ilmu Pengetahuan Alam.Universitas Hasanudin. Makasar.

16. Smith, A.J, Robertson, D, Tang, M.K.,Jackson, M.S., Mackenzie, D., Bagg,

Page 38: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):101-106

106

17. J. Staphylococcus aureus in The OralCavity: a Three-Year RetrospectiveAnalysis of Clinical Laboratory Data.British Dental Jurnal. 2003: Vol 195No. 12.

18. Rokhman F. Aktivitas AntibakteriFiltrat Bunga Teleng (Clitoria TernateaL.) Terhadap Bakteri PenyebabKonjungtivitis. Skripsi. IPB. 2007.

19. Sari, K.I.P.; Periadnaldi; Nasir, Nasril.(2013). Uji Antimikroba Segar Jahe-Jahean (Zingiberaceae) terhadapStaphylococcus aureus, Escherichia coli,dan Candida albicans. FakultasMatematika dan Ilmu PengetahuanAlam. Universitas Andalas. Padang.

20. Rialita,T., Efektivitas AntibakteriKombinasi Minyak AtsiriZingiber Officinale Var. Rubrum DanAlpinia Purpurata K. Schum danAplikasinya Pada Model Pangan,Disertasi. IPB, Bogor. 2014.

Page 39: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):107-115

107

GAMBARAN MORFOLOGI Candida albicans SETELAH TERPAPAREKSTRAK SERAI (Cymbopogon citratus) PADA BERBAGAI KONSENTRASI

OVERVIEW OF Candida albicans MORFOLOGY AFTER EXPOSURE TOLEMON GRASS EXTRACT (Cymbopogon citratus)

AT VARIOUS CONCENTRATION

Afrina, Abdillah Imron Nasution, Cut Iryanti Sabila

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKCandida albicans merupakan jamur oportunisik dan termasuk salah satu flora normal dalam ronggamulut manusia yang dapat berubah menjadi patogen dan menyebabkan kandidiasis oral. Salah satumekanisme adaptasi yang dilakukan C. albicans untuk mempertahankan hidupnya dari senyawaantifungal ekstrak serai (Cymbopogon citratus) adalah perubahan morfologi. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui gambaran morfologi C. albicans setelah terpapar serai pada berbagai konsentrasiyang dilakukan pada kelompok perlakuan yang terdiri dari konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50%,75%, dan 100%, kelompok kontrol negatif (akuades) dan tiga kelompok kontrol flukonazolberdasarkan dosis CLSI minimum, optimum, dan maksimum. C. albicans yang digunakan adalahATCC 10231 yang telah disensitisasi dengan Cigarette Smoke Condensate (CSC). Gambaranmorfologi C. albicans dilihat menggunakan mikroskop elektrik dengan pembesaran 1000x dandibedakan menjadi bentuk blastospora, sel budding, pseudohifa, dan hifa. Gambaran morfologi C.albicans kemudian dianalisis secara deskriptif dan tabulasi. Hasil menunjukkan bahwa morfologi C.albicans setelah terpapar ekstrak serai pada semua konsentrasi didominasi oleh blastospora, denganjumlah sel budding dan hifa paling sedikit terdapat di konsentrasi 25%.Kata Kunci: Candida albicans, kandidiasis oral, serai

ABSTRACTCandida albicans is an opportunistic fungi and one of normal flora in human oral cavity which canturn into pathogen and lead to oral candidiasis. One of the adaptation mechanism of C.albicans tosurvive from antifungal constituent of lemongrass (Cymbopogon citratus) is morphological changes.This study aim is to know morphological description of C. albicans after exposed by lemongrassextract which was done to treatment group that consisted of lemongrass extract in 6,25%, 12,5%, 25%,50%, 75%, and 100% concentrations, negative control group (aquades), and three fluconazole controlgroups according to CLSI minimum, optimum, and maximum doses. C. albicans used in this study isATCC 10231 sensitized with Cigarette Smoke Condensate (CSC). Morphological description of C.albicans was observed using electrical microscope with 1000 x magnification and distinguished intoblastospores, budding cell, pseudohyphae, and hyphae. Morphological description of C. albicans wasanalyzed with descriptive and tabulation analysis. Result showed that C. albicans morphology afterbeing exposed by lemongrass extract in all concentrations is dominated by blastospores, with the leastbudding cell and hyphae amount found in 25% concentration.Keywords: Candida albicans, Oral Candidiasis, Lemongrass

Page 40: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):107-115

108

PENDAHULUANCandida albicans merupakan jamur

oportunistik dari genus Candida dan termasuksalah satu flora normal di dalam rongga mulutmanusia. Pada orang sehat jamur ini hidupsecara komensal dan tidak invasif, namundalam keadaan tertentu C. albicans dapatberubah menjadi patogen dan menyebabkaninfeksi pada manusia.1

Perubahan C. albicans dari komensal kepatogen dapat dilihat dari morfologi sel C.albicans.1 Dua bentuk utama C. albicansadalah bentuk ragi (blastospora) dan miselium(pseudohifa). Namun dalam keadaan patogen,C. albicans lebih banyak ditemukan dalambentuk pseudohifa dan hifa, sedangkan dalamkeadaan komensal dalam bentuk blastospora.2

Transformasi bentuk C. albicans antarablastospora, pseudohifa dan hifa merupakanwujud adaptasi C. albicans terhadaplingkungan di sekitarnya.2 Beberapa faktorseperti suhu, pH, nutrisi, dan mediapertumbuhan dapat memengaruhi morfologidan faktor virulensi C. albicans.3 Selain itu,kondisi yang menyebabkan penurunan dayatahan tubuh host juga dapat mengakibatkanpertumbuhan berlebih dari C. albicans danmenyebabkan kandidiasis oral.4

Kandidiasis oral adalah infeksi C.albicans yang menyerang mukosa ronggamulut manusia.4 Terapi yang dilakukan untukkandidiasis oral adalah dengan pemberianantifungal sintetik seperti flukonazol, nistatin,dan amfoterisin B,5 namun saat ini banyakdilaporkan kasus C. albicans yang resistenterhadap obat-obatan tersebut. Hal inimendorong ditemukannya obat alternatif laindengan menggunakan tanaman herbal yangmengandung zat antifungal, salah satunyaadalah serai.6

Serai adalah tanaman yang berasal darifamili Poaceae.6 Tanaman ini banyakdibudidayakan di Asia, India Selatan, Karibia,dan Amerika.6 Serai merupakan salah satukomoditi terbesar di Aceh dan seringdigunakan dalam berbagai masakan karenaaromanya yang khas.7 Serai juga dikenalmemiliki berbagai aktivitas farmakologiseperti antidepresan, antioksidan, antiseptik,antibakterial, antifungal, antidiare, danantiinflamasi.6

Serai mengandung senyawa yangberpotensi sebagai antifungal seperti alkaloid,saponin, tanin, dan flavonoid.8, 9 Hasilpenelitian Yusdar M dkk (2013) menunjukkan

bahwa minyak atsiri serai dapat menghambatpertumbuhan jamur Malassezia furfur padakonsentrasi 100%, 50%, dan 25%, 12,5%, dan6,25% dengan zona hambat pada konsentrasiterendah (25%) sebesar 14 mm dankonsentrasi tertinggi (100%) sebesar 17,8mm.10

Berdasarkan hasil penelitian Abe dkk(2003), Boukhatem dkk (2014), dan Ferreiradkk (2016), minyak atsiri serai diketahuimampu menghambat pertumbuhan miseliumdan budding sel C. albicans.11,12,13 Hasilpenelitian Almeida dkk (2008) menunjukkanbahwa ekstrak serai dapat menghambatpertumbuhan Candida parapsilosis danCandida glabrata mulai dari konsentrasi6,25%.14

Pengaruh ekstrak serai terhadap C.albicans masih memerlukan penelitian lebihlanjut sehingga peneliti sangat tertarik untukmengamati gambaran morfologi C. albicanssetelah terpapar ekstrak serai dalam berbagaikonsentrasi

BAHAN DAN METODEPenelitian ini merupakan penelitian

eksperimental laboratoris dengan desainposttest only control group. Penelitian inidilakukan di Laboratorium Kimia FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam(FMIPA) Universitas Syiah Kuala untukproses ekstraksi serai dan di LaboratoriumMikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan(FKH) Universitas Syiah Kuala untukmengetahui gambaran morfologi C. albicanssetelah terpapar ekstrak serai.

Sampel pada penelitian ini adalah seraiyang berasal dari Kecamatan Syiah Kuala,Desa Darussalam, Banda Aceh dan C.albicans ATCC 10231 yang sudahdisensitisasi dengan Ciggarette SmokeCondensate (CSC) berasal dari LaboratoriumMikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan(FKH) Universitas Syiah Kuala.

Semua alat dan bahan yang digunakanpada penelitian disterilisasi terlebih dahulu.Kemudian dilakukan pembuatan ekstrak seraisebanyak 3 kg dengan metode maserasimenggunakan pelarut etanol 96%. Setelahdidapatkan ekstrak murni serai, dilakukan ujifitokimia untuk mengetahui adanya kandunganalkaloid, tanin, flavonoid dan saponin padaekstrak serai tersebut. Ekstrak serai diencerkandengan aquades sampai diperoleh konsentrasi6,25%, 12,5%, 25%, 50%, 75% dan 100%.

Page 41: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):107-115

109

Jamur C.albicans dikultur di mediaChromagar Candida dan diinkubasi dalaminkubator pada suhu 37°C selama 24 jam.Koloni yang tumbuh diambil dan dimasukkankedalam NaCl 0,9% 5 ml, dihomogenkan dandisetarakan kekeruhannya dengan Larutan McFarland 0,5 (1,5x108CFU/ml). Kemudiandilakukan pengenceran bertingkat (Serialdilution) sampai didapatkan koloni 30-300koloni saat pengkulturan pada SDA.

Pengujian pengaruh ekstrak seraiterhadap morfologi C. albicans diawali denganmenyiapkan tabung reaksi yang dibagikedalam 3 kelompok. Kelompok pertamaditandai sebagai kelompok koloni negatif,kelompok kedua ditandai sebagai kelompokkontrol positif, dan kelompok ketiga ditandaisebagai kelompok perlakuan. Kelompokperlakuan terdiri dari 1 ml ekstrak seraidengan konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50%,75%, dan 100% masing-masing ditambahkan0,1 ml C. albicans. Kelompok kontrol positifterdiri dari 3 tabung, tabung pertamamerupakan MIC flukonazol maksimum yangterdiri dari 0,5 µg/ml flukonazol dan 0,1 mlsuspensi C. albicans, tabung kedua merupakanMIC flukonazol optimum yang terdiri dari0,3125 µg/ml flukonazol dan 0,1 ml suspensiC. albicans, tabung ketiga merupakan MICflukonazol minimum yang terdiri dari 0,125µg/ml flukonazol dan 0,1 ml suspensi C.albicans. Kelompok kontrol negatif terdiri dari1 ml akuades dan 0,1 ml suspensi C. albicans.

Selanjutnya C. albicans dari setiaptabung diambil menggunakan pipet Eppendorfdan diinokulasi dengan metode spread platemenggunakan batang sebar di cawan petriyang berisi media SDA. Masing-masingcawan petri kemudian diinkubasi selama 24jam pada suhu 37°C. Selanjutnya koloni C.albicans diambil dengan jarum ose kemudiandiletakkan pada kaca preparat dan diberipewarnaan Gram, kemudian ditutup dengancover slip. Morfologi C. albicans dilihatdengan mikroskop elektrik denganpembesaran 1000 x dan dibedakan ke dalambentuk blastospora, sel budding, pseudohifa,dan hifa.35

Hasil penelitian ini dianalisismenggunakan metode analisis deskriptif darihasil gambaran mikroskopis C. albicans.

HASILSerai sebanyak 3 kg diektraksi dengan

metode maserasi menggunakan pelarut etanol

96% sehingga didapatkan ekstrak murnisebanyak 40 gram. Hasil uji fitokimiamenunjukkan bahwa ekstrak seraimengandung alkaloid, terpenoid dan taninyang bersifat antifungal (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil uji fitokimia ekstrak seraiKandungan

KimiaReagen Ekstrak

EtanolHasil

PengamatanAlkaloid Mayer + Endapan

cokelatWagner - Endapan

merahDragendorff - Endapan

putihSteroid Uji

Liebermann-Burchard

- Warna hijau

Terpenoid UjiLiebermann-Burchard

+ Warnamerah muda

Saponin Pengocokan - BusaFlavonoid 0,5 Mg dan

Hcl- Warna

merahTanin/Fenolik MgCl3 + Warna

cokelatkehitaman

C. albicans yang telah dikultur padamedia Chromagar Candida pada suhu 37ºCselama 48 jam dan disimpan dalam inkubatormemperlihatkan koloni berwarna hijau yangmengkonfirmasi spesies C. albicans. (Gambar1)

Gambar 1. Koloni C. albicans pada mediaChromagar Candida

Pengujian pengaruh ekstrak seraiterhadap morfologi C. albicans dibagi menjadi3 kelompok. Kelompok pertama sebagaikelompok koloni negatif, kelompok keduaditandai sebagai kelompok kontrol positif, dankelompok ketiga ditandai sebagai kelompokperlakuan. Kelompok perlakuan terdiri dari 1ml ekstrak serai dengan konsentrasi 6,25%,12,5%, 25%, 50%, 75%, dan 100% masing-masing ditambahkan 0,1 ml C. albicans.

Page 42: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):107-115

110

Kelompok kontrol positif terdiri dari 3 tabung,tabung pertama terdiri dari 0,5 µg/mlflukonazol dan 0,1 ml suspensi C. albicans,tabung kedua terdiri dari 0,3125 µg/mlflukonazol dan 0,1 ml suspensi C. albicans,tabung ketiga terdiri dari 0,125 µg/mlflukonazol dan 0,1 ml suspensi C. albicans.Kelompok kontrol negatif terdiri dari 1 mlakuades dan 0,1 ml suspensi C. albicans.

Gambaran morfologi C. albicans padakontrol negatif, kontrol positif, dan setelahterpapar ekstrak serai saat pengulanganpertama dapat dilihat pada Gambar 2.

Berdasarkan Gambar 2, morfologi C.albicans setelah terpapar ekstrak serai padakonsentrasi 6,25% menunjukkan peningkatanpersentase hifa sebesar 0,5% dan peningkatanpersentase sel budding meningkat sebesar 5%pada konsentrasi 12,5% dibanding kontrolnegatif.

Gambar 2. Gambaran morfologi C. albicanspengulangan pertama, (A) kontrol negatif (B)ekstrak serai konsentrasi 6,25%, (C) konsentrasi12,5%, (D) konsentrasi 25%, (E) konsentrasi 50%,dan (F) konsentrasi 75%, (G) kontrol positifflukonazol 0,125 µg/ml, (H) flukonazol 0,3125µg/ml, dan (I) flukonazol 0,5 µg/ml.

Selanjutnya persentase sel budding,pseudohifa, dan hifa menurun di 25%. Padakonsentrasi 50% hifa tidak lagi terlihat, namunpersentase sel budding meningkat sebesar2,5% dibandingkan konsentrasi 25%.Persentase sel budding, dan pseudohifakembali meningkat di konsentrasi 75%.Gambaran morfologi C. albicans padapengulangan kedua dapat dilihat pada Gambar3.

Gambar 3. Gambaran morfologi C. albicanspengulangan kedua, (N) ekstrak serai(Cymbopogon citratus) konsentrasi 50%, (O)konsentrasi 75%, dan (P) kontrol positifflukonazol 0,125 µg/ml

Berdasarkan Gambar 3, hifa masihterlihat di konsentrasi 6,25% hingga 25%.Persentase hifa C. albicans pada pengulangankedua meningkat sebesar 2% pada konsentrasi6,25% dibanding kontrol negatif. Hal yangsama juga terjadi di konsentrasi 12,5%,dimana hifa meningkat sebesar 1% dibandingkontrol negatif dan pseudohifa meningkatsebesar 1% dibanding konsentrasi 6,25%. Hifakembali menurun di konsentrasi 25% danpseudohifa stabil di 5%. Pseudohifa dan hifatidak lagi terlihat di konsentrasi 50%, namunmuncul kembali sebesar 2% di konsentrasi75%. (Tabel 3). Pada pengulangan ketiga,koloni hanya tumbuh di kontrol negatif sertaekstrak serai konsentrasi 6,25% dan 12,5%(Gambar 4).

Page 43: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):107-115

111

Gambar 4. Gambaran morfologi C. albicans, (Q)kontrol negatif (R) ekstrak serai konsentrasi6,25%, dan (S) konsentrasi 12,5%

Tabel 2. Persentase morfologi C.albicans padapengulangan pertamaKonsentrasi Blasto

sporaSel

BuddingPseudo

hifaHifa Jumlah

Sel

K+ Negatif 89% 4% 5% 2% 1132

6,25% 89% 4% 4,5% 2,5% 665

12,5% 87% 9% 2% 2% 311

25% 93% 5% 1,6% 0,4% 243

50% 92% 7,5% 0,5% 0% 186

75% 94% 5% 1% 0% 347

100% 0% 0% 0% 0% 0

K+Minimum

98% 2% 0% 0% 195

K+Optimum

95% 5% 0% 0% 152

K+Maksimum

96% 4% 0% 0% 87

Tabel 3. Persentase morfologi C.albicans padapengulangan keduaKonsentrasi Blasto

sporaSel

BuddingPseudo

hifaHifa Jumlah

Sel

K+ Negatif 90% 3% 5% 2% 12616,25% 87,5% 4,5% 4% 4% 518

12,5% 87% 5% 5% 3% 213

25% 88,5% 6% 5% 0,5% 548

50% 94% 6% 0% 0% 25675% 89% 9% 2% 0% 215

100% 0% 0% 0% 0% 0

K+Minimum

94% 6% 0% 0% 285

K+Optimum

0% 0% 0% 0% 0

K+Maksimum

0% 0% 0% 0% 0

Morfologi pada pengulangan ketigahanya terdiri dari blastospora dan sel budding,dan koloni hanya tumbuh pada kelompokkontrol negatif serta kelompok perlakuankonsentrasi 6,25% dan 12,5%, dimanapersentase sel budding paling tinggi terdapatdi konsentrasi 6,25% (Tabel 4).

Tabel 4. Persentase morfologi C.albicans padapengulangan ketigaKonsentrasi Blasto

sporaSel

BuddingPseudo

hifaHifa Jumlah

SelK+

Negatif95% 5% 0% 0% 531

6,25% 93% 7% 0% 0% 30712,5% 97% 3% 0% 0% 22425% 0% 0% 0% 0% 050% 0% 0% 0% 0% 075% 0% 0% 0% 0% 0

K+ Minimum 0% 0% 0% 0% 0K+

Optimum0% 0% 0% 0% 0

K+ Maksimum 0% 0% 0% 0% 0

Berdasarkan persentase di tiappengulangan, morfologi C. albicans yangdominan di kelompok kontrol dan perlakuanadalah blastospora, kemudian diikuti dengansel budding, pseudohifa, dan hifa. Profilperubahan morfologi setiap konsentrasi dapatdilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Profil perubahan morfologi C. albicanspada kelompok kontrol dan perlakuan

Berdasarkan Gambar 5, profilperubahan morfologi kontrol negatif miripdengan profil perubahan morfologi padaekstrak serai konsentrasi 25% dalam aspek selbudding, pseudohifa, dan hifa, sementaraprofil perubahan morfologi blastospora danbudding cell pada kontrol flukonazolminimum mirip dengan konsentrasi 50% dan75%. Pada kelompok perlakuan, perubahanmorfologi ke pseudohifa paling rendah dikonsentrasi 50%. Hifa terakhir kali terlihat dikonsentrasi 25% dan mulai tidak terlihat dikonsentrasi 50%.

PEMBAHASANPenelitian ini diawali dengan pembuatan

ekstrak serai dengan metode maserasimenggunakan pelarut etanol 96%. MetodeEkstraksi dengan menggunakan tehnik

Blastospora

Sel Budding

Pseudohifa

Hifa

Page 44: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):107-115

112

maserasi ini dipilih karena relatif sederhanadan mudah, dan tidak memerlukan prosespemanasan yang dapat merusak komponenaktif dari simplisia.15,16 Proses maserasi inidilakukan dengan menggunakan pelarutetanol karena etanol memiliki kemampuanuntuk melarutkan bahan aktif yang bersifatpolar, semi polar, ataupun nonpolar. Selainitu, pelarut etanol diketahui tidak bersifattoksik. Berbagai peneliti menyebutkankelebihan pelarut etanol untukmengekstraksi senyawa aktif tumbuhan,baik yang bersifat antioksidan maupun yangbersifat sebagai antibakteri.15,17

Setelah proses maserasi, dilakukan ujifitokimia untuk mengetahui zat aktif yangterkandung pada ekstrak serai. Di dalamekstrak serai terkandung zat-zat antifungalseperti alkaloid, tanin, dan terpenoid. Hasil iniberbeda dengan Ayunda dkk (2014) yangmenyatakan bahwa ekstrak serai mengandungflavonoid, alkaloid, tanin, dan saponin.9

Perbedaan senyawa ini dapat disebabkan olehtempat tumbuh serai yang berbeda. Serai yangdigunakan Ayunda dkk. diambil dari datarantinggi, sedangkan serai yang digunakan padapenelitian ini tumbuh di dataran rendah. Suhudan cahaya matahari berperan penting dalamemisi terpenoid dalam tanaman karenasenyawa ini hanya akan keluar dari strukturpenyimpanan trikoma jika terpapar dengansuhu tinggi.18,19 Hal ini berbanding terbalikdengan kadar flavonoid dimana semakin tinggitempat tumbuh dan semakin rendah suhu,maka kadar flavonoid akan semakin tinggi.19

C. albicans merupakan spesies jamurdimorfik yang bisa berubah bentuk sesuaidengan kondisi lingkungannya. Morfologi C.albicans dipengaruhi oleh media pertumbuhan,suhu, konsentrasi nutrisi, pH, dan tekananosmotik.20 Dua bentuk utama C. albicansadalah bentuk ragi (blastospora) dan miselium(pseudohifa dan hifa). Sel blastosporamemiliki bentuk sferik, oval, atau elips denganukuran 3-15 µm. Bentuk miselium C. albicansterdiri dari pseudohifa dan hifa. Pseudohifaadalah sel blastospora yang mengalamiperubahan di budding atau septal junction.Lebar dan panjang sel pseudohifa bervariasi,bisa menyerupai hifa atau blastospora yangmengalami elongasi, namun, karakteristik daripseudohifa adalah lebar selnya tidak konstandengan bagian tengah sel lebih lebardibandingkan kedua ujung sel, sementara sel

hifa memiliki sisi paralel dengan lebar selsekitar 2 µm.21

Masing-masing bentuk C. albicansmemiliki dinamika pertumbuhan, struktur sel,dan potensi invasi yang berbeda. C. albicansberkembang biak secara aseksual melaluispora yang disebut dengan budding.22 Hasilpenelitian yang telah dilakukan menunjukkanbahwa C. albicans yang terpapar ekstrak seraipada semua konsentrasi mengalamipeningkatan persentase sel budding. Selbudding bisa berkembang menjadi blastospora,pseudohifa, atau langsung menjadi hifa yangdisebut dengan germ tube.23 Hal iniditunjukkan pada konsentrasi ekstrak serai6,25% dan 12,5%, dimana perubahanmorfologi sel budding dan hifa lebih tinggidibandingkan kontrol negatif. Penurunanpersentase sel budding dan hifa terjadi dikonsentrasi 25%. Pada konsentrasi selanjutnyadi 50% dan 75% tidak terdapat pertumbuhanpseudohifa dan hifa, namun terjadipeningkatan sel budding yang diikuti olehpeningkatan perubahan morfologi pseudohifapada konsentrasi 75%.

Ekstrak serai memang mengandungsenyawa aktif seperti alkaloid, tanin, danterpenoid yang berpotensi sebagai antifungal,namun C. albicans memiliki berbagaimekanisme pertahanan untuk beradaptasiterhadap stress yang dipicu oleh ekstrakserai.24 Selain itu, ekstrak serai jugamengandung mikronutrien lain sepertikarbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, seng,tembaga, dan potassium yang penting untukpertumbuhan dan pertahanan hidup C.albicans pada fase komensal maupun patogen.Salah satu senyawa metal yang terkandungdalam ekstrak serai, zat besi, merupakankomponen penting dalam berbagai enzim yangberperan dalam sintesis dan degradasikarbohidrat, lipid, protein, dan asam nukleatserta metabolisme mikronutrien lain.25 Zat besimenstabilkan struktur molekul komponenseluler dan membran dan berkontribusi dalampemeliharaan integritas sel dan organ.25

Untuk mengambil zat besi bebas darilingkungan, C. albicans menggunakan sistemuptake reduktif yang berlokasi di membranplasma.26 Di sisi lain, terpenoid menyebabkankerusakan membran sel C. albicans melaluisenyawa lipofilik yang akan berikatan denganergosterol yang menjadi sterol dasar membranC. albicans. Hal ini akan meningkatkanpermeabilitas membran plasma yang diikuti

Page 45: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):107-115

113

dengan hilangnya kontrol kemiosmotik.27

Gangguan permeabilitas yang disebabkanterpenoid dapat dikompensasi oleh sel C.albicans melalui jalur MAP kinase yangmengaktifkan perbaikan dinding sel denganmelakukan pengambilan kalsium dan fosforyang ada di dalam ekstrak serai secaraekstraseluler melalui membran plasma yangmembantu meregulasi siklus dan morfogenesissel.28

Konsentrasi ekstrak serai yang rendahseperti 6,25% dan 12,5% memiliki kadarsenyawa aktif yang lebih sedikit sehinggamasih dapat dikompensasi oleh C. albicansdan memungkinkan C. albicans untukmemanfaatkan nutrisi yang terkandung didalam ekstrak serai untuk bertahan hidup.Alkaloid yang terdapat di dalam ekstrak serai,merupakan senyawa alkalin yang memilikikemampuan untuk interkalasi dengan DNAdan mencegah replikasi DNA.29 C. albicansakan merespon alkaloid dengan meningkatkanlaju phenotypic switching putih-opak, dimanasel opak merepresentasikan sel ragi normal(sel putih), namun ukurannya lebih besar danlebih elongasi.30

Peningkatan persentase sel budding danpseudohifa pada konsentrasi 75% dapatdisebabkan karena strategi C. albicans untukmenurunkan aktivitas senyawa antifungaldengan menggunakan mekanisme pompaefluks. Efluks merupakan pemindahansenyawa toksik keluar dari sel, sehinggamenyebabkan senyawa antifungal dari ekstrakserai gagal berakumulasi di dalam sel.31,32

Profil perubahan morfologi blastospora dan selbudding flukonazol minimum sama denganekstrak serai konsentrasi 50% dan 75%. Halini didukung oleh penelitian Rahmania (belumdipublikasi) menunjukkan terjadi peningkatanjumlah koloni C. albicans pada konsentrasi50%, 75%, dan flukonazol minimum.33

Flukonazol yang digunakan sebagaikontrol positif di penelitian ini merupakanagen antifungal yang bekerja dalammenghambat sintesis ergosterol. Ergosterolberfungsi sebagai bioregulator dalam fluiditasdan rigiditas membran sel jamur. Biosintesisergosterol tersebut penting dalam sintesisprotein dalam dinding sel seperti mannansintase, kitin sintase, glukan sintase, ATPase,dan protein yang mentranspor fosfat.34,35

Mekanisme awal kerja obat ini adalah denganmenginduksi perubahan permeabilitasmembran yang akan menganggu fluiditas

sitoplasma dan dinding sel. C. albicans dapatmelakukan perubahan sterol dan komponenfosfolipid dari membran sitoplasma sehinggadapat mengurangi masuknya obat. Perubahanyang terjadi adalah dengan meningkatnyajumlah sterol non-ester pada membran C.albicans, yang kemudian akan menurunkanrasio fosfolipid/sterol yang peka terhadap obatgolongan azol menjadi setengahnya.36

Hasil penelitian menunjukkan profilperubahan sel budding paling rendah terjadi dikontrol flukonazol maksimum, dan tidakterdapat hifa atau pseudohifa. Hal ini didukungoleh hasil penelitian Rahmania (belumdipublikasi) yang menunjukkan bahwa jumlahkoloni pada kelompok flukonazol maksimumlebih sedikit dibanding konsentrasi lainnya. Inimenunjukkan bahwa flukonazol maksimumlebih efektif sebagai antifungal dalammenghambat C. albicans dibandingkan serai.33

KESIMPULAN DAN SARANPada penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa Semua konsentrasi ekstrak seraiberpotensi untuk meningkatkan virulensi C.albicans. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatanpersentase sel budding di semua konsentrasi.Sel budding bisa berkembang menjadiblastospora, pseudohifa, atau langsungmenjadi hifa, sehingga dapat meningkatkanjumlah C. albicans, baik dalam bentukblastospora atau miselium. Dan disimpulkanjuga bahwa di antara kelompok perlakuan,konsentrasi 25% merupakan konsentrasi yangmampu menghambat perkembangan C.albicans karena perubahan morfologi selbudding dan hifa pada konsentrasi ini palingrendah.

Penelitian ini hanya melihat gambaranmorfologi C. albicans setelah terpapar ekstrakserai, oleh karena itu disarankan untukmelakukan penelitian lanjutan untukmengetahui gambaran morfologi C. albicanssetelah terpapar senyawa metabolit sekunderyang berpotensi sebagai antifungal dari seraiterhadap morfologi C. albicans.

DAFTAR PUSTAKA

1. Stanley J. Essentials of Immunologyand Serology. USA: Thomson LearningInc. 2002: 391.

2. Nasution AI. Buku Ajar Biomolekuleruntuk Ilmu Kedokteran Dasar. BandaAceh: Unsyiah Press. 2016: 70-7.

Page 46: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):107-115

114

3. Webster J, Weber RWS. Introduction toFungi. 3rd ed. UK: CambridgeUniversity Press. 2007: 277.

4. Greenberg M. Burket's Oral Medicineand Treatment. 11th ed. Ontario: BCDecker Inc. 2008: 79-84.

5. Regezi S. Oral Pathology. 4th ed. USA:Saunders. 2004: 104.

6. Charles J. Antioxidant in Spices. USA:Springer. 2014: 377-9.

7. Idawanni. Serai Wangi, TanamanPenghasil Atsiri yang Potensial. BPTPAceh; 2016.

8. Hasim SF, Ayunda RD, Faridah DN.Potential of lemongrass leaves extract(Cymbopogon citratus) as preventionfor oil oxidation. JCPR 2015;7(10):55-60.

9. Ayunda RD. Aktivitas AntioksidanEkstrak Etanol Daun Serai(Cymbopogon citratus) dan Potensinyasebagai Pencegah Oksidasi Lipid[Skripsi]. Bogor: Institut PertanianBogor; 2014.

10. Yusdar HD, Alam G, Dwayana Z.Bioaktivitas minyak atsiri sereh(Cymbopogon citratus) dalammenghambat pertumbuhan jamurMalassezia furfur penyebab panu(pitiriasis versicolor). Research Gate2013:1-9.

11. Abe S, Sato Y, Inoue S, Ishibashi H,Maruyama N. Anti-Candida albicansactivity of essential oils includingLemongrass (Cymbopogon citratus) oiland its component, citral. NihonIshinkin Gakkai Zasshi 2003;44:285-91.

12. Boukhatem MN, Ferhat MA, Kameli A,Saidi F, Kebir HT. Lemongrass(Cymbopogon citratus) essential oil as apotent antiinflammatory and antifungaldrugs. Libyan J Med 2014;19:254321.

13. Ferreira V, Dickerson W, Farr D. Theeffect of botanical tinctures andessential oils on the growth andmorphogenesis of Candida albicans.Herb Med 2016;2(1).

14. Almeida RBA, Caretto CFP, SantanaRS, Furlan MR, Junqueira JC, JorgeaAOC. Antimicrobial activity ofCymbopogon citratus against Candidaspp. Rev Odontol UNESP2008;37(2):147-53.

15. Dent M, Uzelac VD, Penic M, BrncicM. The effect of extraction solvent,

temperature, and time on thecompotition and mass fraction ofpolyphenol in dalmation wild sage(Salvia officinalis L.) extract.Biotechnol 2013;51(1)84-91

16. Rakesh DD, Longo G, Khanuja SPS,Handa SS. Ekstraction Technologies formedicinal and Aromatic Plants.International Centre For Science AndHigh Technology, Trieste 2008. P:22;23

17. Pasaribu F, sitorus P, Bahri S. UjiEkstrak Etanol Kulit Manggis (Garciniamangostana L) terhadap PenurunanKadar Glukosa Darah. Journal ofPharmaceutics and Pharmacology2012;1(1):1-8

18. Kusumayadi IWH, Sukewijaya M,Sumiartha IK, Antara NS. PengaruhKetinggian Tempat, Mulsa dan JumlahBibit Terhadap Pertumbuhan danRendemen Minyak Sereh Dapur(Cymbopogon Citratus). E-JurnalAgroekoteknologi Tropika 2013;2(1):54.

19. Pavarini DP, Niehues M, Lopes NP.Exogenous influences on plantsecondary metabolites levels. AnimalFeed Science and Technology2012;176(2):10.

20. Rajwoska K, Styczynska KA. The effectof thyme and tea tree oils onmorphology and metabolism of Candidaalbicans. ABP Biochimia Polonica2014;61(2):306-8.

21. Sudbery P, Gow N, Berman J. Thedistinct morphogenic states of Candidaalbicans. Trends in Microbiology2004;12(7):320-4.

22. Ali Z. Reproduction of fungi. TechnicalReport 2013;2(1):44-5.

23. Okungbowa FI, Dede APO,Isikhuemhen OS. Cell morphologyvariations and budding patterns inCandida isolates. Advanced in Naturaland Applied Sciences 2009;3(2):192-5.

24. Brown AJP, Budge S. Stress adaptationin pathogenic fungus. The Journal ofExperimental Biology 2014;217.

25. Esser K, Kurzai O. The Mycota. NewYork: Springer. 2014: 5-6.

26. Almeida RS, Brunke S, Albrecht A. Thehyphal-associated adhesin and invasinAls3 of Candida albicans mediates ironacquisition from host ferritin. PlOSPathog 2008;4(11).

Page 47: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):107-115

115

27. Jothy SL, Zakariah Z, Chen Y. In vitro,in situ and in vivo studies on theanticandidal activity of Cassia fistulaseed extract. Molecules 2012;17:7004-5.

28. Cannon R, Lamping E, Holmes A,Niimi K. Candida albicans drugresistance-another way to cope withstress. SGM Journal 2007:3221-17.

29. Watson RR, Preedy RV. BotanicalMedicine in Clinical Practice. UK:Cambridge-Cromwell Press. 2007: 154.

30. Luning HU, Waiyaki BG, Schlosser E.Role of saponin in antifungal resistance.Journal of Phytopathology2008;92(1):338-45.

31. Webber MA, Piddock LJV. Theimportance of efflux pumps in bacterialantibiotic resistance. J AntimicrobChemother 2003;51(1):9

32. Sachikonye M, Mukangayama S.Antifungal and drug efflux inhibitoryactivity of selected flavonoids againstCandida albicans and Candida krusei.Journal of Biologically Active ProductsFrom Nature 2016;6(3):223-4.

33. Rahmania N. Konsentrasi HambatMinimum dan Bunuh Minimum EkstrakSerai (Cymbopogon citratus) TerhadapPerkembangan Candida albicans[Skripsi]. Banda Aceh: UniversitasSyiah Kuala; 2017.

34. Tjampakasari C. Karakteristik Candidaalbicans. Cermin Dunia Kedokteran.2006;1(151):33-6.

35. White T, Silver P. Regulation of sterolmetabolism in Candida albicans byUPC gene. Biochemical SocietyTransaction 2005;33:1215-8.

36. Bhanderi B, Yadav M, Roy A.Antifungal drug resistance-concern forvetenarians. Vet World 2009;2(5):205-7.

Page 48: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):116-120

116

DISTRIBUSI FREKUENSI PERUBAHAN WARNA EMAIL GIGI

PADA PEROKOK

THE DISTRIBUTION FREQUENCY OF EMAIL DISCOLORATION

ON SMOKERS

Poetry Oktanauli, Nisrina Qatrunnada Heriaw

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama) Jakarta

AbstrakMerokok terbukti dapat merusak kesehatan, namun beberapa orang masih memiliki kebiasaan merokok.Rokok mengandung tiga macam bahan kimia yang berbahaya yaitu tar, nikotin dan karbonmonoksida.Tujuan dari penelitian ini agar dapat mengetahui perubahan warna email gigi pada perokok, serta agarpara perokok menghentikan kebiasaan merokok. Hasil penelitian menunjukkan 30 subjek mengalamiperubahan pada warna email gigi. Temperatur asap rokok yang tinggi dapat menyebabkan gangguan lokaldi dalam rongga mulut. Pada jaringan gigi, rokok dapat menyebabkan diskolorasi pada permukaan email,terutama pada servikal gigi. Stain pada gigi disebabkan karena hasil pembakaran tembakau berupa tar.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Uji coba yangdilakukan yaitu observasional. Jumlah subjek penelitian adalah 30 orang yang diambil dengan cara quotasampling pada mahasiswa FKG UPDM(B). Pengumpulan data dengan cara mengulaskan oco padapermukaan labial dan palatal gigi anterior kanan atas (gigi 11 dan gigi 12), kemudian dibandingkandengan warna email gigi anterior kiri atas (gigi 21 dan gigi 22). Disimpulkan terdapat hubungan yangsignifikan antara merokok dengan perubahan warna email gigi.Kata Kunci: nikotin, rokok, perubahan warna email.

Abstract:Smoking is proven to be harmful to health, but some people still have a habit of smoking. Cigarettescontain three kinds of harmful chemicals such as tar, nicotine and carbon monoxide. The objective of thisresearch to be able to know about the discoloration of email in smokers, and so that the smokers will stopsmoking. The result showed 30 subjects experienced an email discoloration. High temperature of cigarettecan cause local disruption in the oral cavity. Cigarettes can cause discoloration of the email surface,especially on the cervical. Stain on teeth is caused by tobacco burning result of tar. This research is adescriptive research with cross sectional approach. The experiments were observational. Total of thesubjects are 30 people taken by quota sampling in FKG UPDM(B) students. The data collected byapplying oco on the labial surface and upper right palatal anterior teeth (tooth 11 and tooth 12), thencompared with the color of the top left anterior teeth email (tooth 21 and tooth 22). The conclusion, thereis a significant relationship between smoking and email discoloration.Keywords: nicotine, cigarettes, email discoloration.

Page 49: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):116-120

117

PENDAHULUANMerokok sudah menjadi kebiasaan yang

sering dilakukan. Kandungan senyawa kimiawidan temperatur asap rokok yang tinggi dapatmenyebabkan gangguan lokal di dalam ronggamulut. 1 Rokok merupakan gabungan daribahan-bahan kimia. Rokok menghasilkansuatu pembakaran tidak sempurna yang dapatdiendapkan dalam tubuh ketika dihisap.2

Kandungan rokok secara umum dapatdibagi menjadi dua golongan besar, yaitu gas(92%) dan padat atau partikel (8%).Karbonmonoksida, karbondioksida, hidrogensianida, amoniak, oksida dari nitrogen dansenyawa hidrokarbon adalah zat-zat yangmembentuk komponen gas asap rokok.Komponen partikel rokok yaitu tar, nikotin,benzantraccne, benzopiren, fenol, cadmium,indol, karbazol, dan kresol. Zat-zat ini beracun,mengiritasi, dan bersifat karsinogen.2 Klasifikasiperokok terdiri atas tiga kategori, yaitu: perokokringan, adalah seseorang yang mengonsumsirokok antara 1-10 batang per hari, perokoksedang adalah seseorang yang mengonsumsirokok antara 11-20 batang per hari dan perokokberat adalah seseorang yang mengonsumsi rokoklebih dari 20 batang perhari.3

Rokok dapat menyebabkan terjadinyadiskolorasi pada permukaan email, terutamapada servikal gigi. Stain berwarna hitamkecokelatan disebabkan oleh getahtembakau yang merupakan hasil dari sisapembakaran tembakau.1 Merokok merupakansalah satu faktor ekstrinsik yang dapatmenyebabkan perubahan pada warna emailgigi2.

Fungsi email salah satunya adalahmelindungi dentin dari kerusakan.6 Emailmemiliki sifat semi transparan atau tipis dannyaris tembus pandang. Warna email dapatdipengaruhi oleh faktor warna dari dalam.Putih tidaknya gigi seseorang salah satunyadipengaruhi oleh sifat semi transparan emailorang tersebut.7

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian

deskriptif dengan desain penelitian crosssectional. Uji coba yang dilakukan yaitu

observasional. Penelitian dilaksanakan di ruanglaboratorium non-dental Fakultas KedokteranGigi Universitas Prof. DR. Moestopo(Beragama) pada bulan Maret 2017 dengan 30subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteriainklusi terdiri dari mahasiswa preklinik FKGUPDM(B) yang memiliki indeks gigi lengkap,mengonsumsi rokok < / > 20 batang rokok perhari dan bersedia menjadi responden penelitian.Analisis dilakukan secara univariat dan datadisajikan dalam bentuk tabulasi frekuensi.

CARA KERJAPenelitian dilakukan dengan mengulaskan

oco menggunakan cotton buds ke permukaanlabial dan palatal gigi anterior kanan atas subjekpenelitian (gigi 11 dan gigi 12). Selanjutnyapermukaan labial dan palatal gigi anterior kananatas (gigi 11 dan gigi 12) dibersihkan denganmenggunakan scaller manual (chisel). Warnaemail gigi anterior sebelah kanan atas (gigi 11dan gigi 12) dibandingkan dengan kiri (gigi 21dan gigi 22) dari subjek penelitian.

Gambar1 kandungan rokok 8

GAMBARAN UMUM RESPONDENGambaran karakteristik subjek penelitian

ini berupa jenis kelamin dan klasifikasi perokokmenurut Sitepoe. Penelitian ini dilakukan untukmengetahui warna email gigi pada perokok.Secara keseluruhan didapatkan data sebagaiberikut :

Page 50: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):116-120

118

Tabel 1. Karakteristik Subjek Perokok BerdasarkanJenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (N)

Laki-laki 26

Perempuan

30

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahuibahwa mahasiswa di FKG UPDM(B) yangmerokok sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 26 subjek, sedangkanperempuan yaitu 4 subjek.

Gambar 1 Karakteristik subjek perokok berdasarkanjenis kelamin

Tabel 2. Karakteristik subjek berdasarkan klasifikasiperokok

Klasifikasi Perokok Jumlah (N)Ringan (1-10batang/hari)

13

Sedang (11-20batang/hari)

14

Berat (>20batang/hari)

3

30

Berdasarkan tabel 2, dapat diketahuibahwa subjek di FKG UPDM(B) terdiri dari tigakategori perokok, yaitu perokok ringan sebanyak13 subjek, perokok sedang sebanyak 14 subjek,dan perokok berat sebanyak 3 subjek.

Gambar 2 Karakteristik subjek berdasarkanklasifikasi perokok

HASIL PENELITIAN

Tabel 3. Distribusi frekuensi perubahan warna emailgigi pada perokok

Warna Email Gigi Frekuensi

Terjadi PerubahanWarna

30

Tidak TerjadiPerubahan Warna

0

30

Berdasarkan tabel 3 di atas, dapatdiketahui bahwa warna email gigi padamahasiswa perokok di FKG UPDM(B)mengalami perubahan warna sebanyak 30subjek.

Gambar 3 Distribusi perubahan warna email gigipada perokok

Berdasarkan dari tabel 1 sampai 3, dapatdisimpulkan bahwa sebagian besar subjekpenelitian di FKG UPDM(B) adalah mahasiswayang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 26subjek, masuk ke dalam kategori perokoksedang sebanyak 14 subjek dan mengalamiperubahan warna email gigi sebanyak 30 subjek.

PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan terhadap

mahasiswa perokok di FKG UPDM(B) padabulan Maret 2017, sebanyak 30 subjek.Penelitian ini dilakukan dengan caramembandingkan warna email gigi anteriorsubjek penelitian pada bagian labial dan palatal,dengan menggunakan oco yang diulaskan padagigi 11 dan 12. Hasil penelitian kemudian

Page 51: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):116-120

119

dicatat dan dibuat tabel serta grafik, sehinggadapat diketahui frekuensi perubahan warnaemail gigi yang terjadi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan danperbandingan warna email gigi pada mahasiswaperokok di FKG UPDM(B), tampak bahwaseluruh mahasiswa perokok mengalamiperubahan pada warna email gigi yaitu sebanyak30 subjek. Perubahan warna email gigi yangterjadi pada mahasiswa perokok di FKGUPDM(B) termasuk dalam jenis diskolorasiekstrinsik.

Diskolorasi ekstrinsik ditemukan padapermukaan luar gigi dan umumnya bersifatlokal, seperti noda atau stain tembakau.9 Stainyang terdapat pada perokok disebut dengantobacco stain.10 Baik rokok jenis filter maupunnon filter sama-sama dapat menyebabkanterjadinya diskolorasi ekstrinsik pada gigiperokok. Diskolorasi ini terjadi karenakandungan utama rokok, yakni tembakau.1

Awalnya noda ini dianggap disebabkankarena nikotin, tetapi sebenarnya disebabkankarena hasil pembakaran tembakau yang berupatar. Getah tembakau atau tar yang merupakanhasil dari sisa pembakaran tembakau dapatmenimbulkan pembentukan stain berwarnahitam kecokelatan. Tar adalah kumpulan dariberibu-ribu bahan kimia dalam komponen padatasap rokok. Pada saat rokok dihisap, tar masukke rongga mulut sebagai uap padat yang setelahdingin akan menjadi padat dan membentukendapan berwarna cokelat pada permukaangigi.1 Rokok menyebabkan diskolorasi padapermukaan email terutama pada servikal gigi.Noda-noda tersebut mudah dibersihkan dengancara scalling karena hanya terdapat di bagianluar gigi. Pada seseorang yang merokok selamahidupnya, noda tersebut dapat masuk ke emailgigi bagian dalam dan sulit untuk dihilangkan.10

Hasil penelitian Enny Khalisha, RosihanAdhani dan Syamsul Arifin pada tahun 2016menunjukkan bahwa pembentukan stain lebihbanyak terjadi pada perokok baik penggunarokok biasa (filter) maupun kretek (non filter).Pada hasil penelitian tersebut, penumpukan plaktertinggi juga terjadi pada subjek yang merokok<10 dan 10-20 batang per hari. Bastian danReade menyatakan bahwa stain tidakberhubungan dengan jumlah tembakau yang

dikonsumsi, tetapi berhubungan denganbanyaknya bakteri plak gigi yang terbentuk danmelekatkan produk hasil pembakaran tembakau(tar) ke permukaan gigi.1

Berdasarkan hasil penelitian mengenaigambaran warna email pada perokok di FKGUPDM(B), salah satu faktor yang menyebabkanperubahan warna pada email gigi adalahmerokok. Perubahan warna email gigi terjadipada seluruh kategori perokok, mulai dariperokok ringan hingga berat. Penyebabterjadinya perubahan warna email gigi tersebutkarena terdapat kandungan tar pada rokok yangdapat menyebabkan deposit berwarna cokelattua atau hitam pada permukaan gigi. Tarterdapat pada rokok filter dan non filter. Padapenelitian ini, jenis rokok dan banyaknya rokokyang dikonsumsi tidak berpengaruh pada hasilpenelitian, karena pada hasil yang didapat,semua subjek penelitian mengalami perubahanpada warna email gigi.

Kebiasaan merokok sudah terbukti dapatmenyebabkan perubahan warna pada email gigi.Hal ini telah dibuktikan pada penelitian yangtelah dilakukan dan hasil penelitian sesuaidengan hasil penelitian yang dilakukan olehEnny Khalisha, dkk. pada tahun 2016. Padakedua hasil penelitian, sama-sama menunjukkanbahwa terjadi penumpukan stain atau perubahanwarna pada email gigi perokok.

KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa mahasiswa FKG UPDM(B) yangmerokok, mengalami perubahan warna padaemail gigi. Hal ini disebabkan oleh getahtembakau yang merupakan hasil dari sisapembakaran tembakau. Terdapat hubungan yangsignifikan antara rokok dengan perubahan warnaemail gigi. Merokok dapat menimbulkanpembentukan stain. Dianjurkan kepada paraperokok untuk mulai menghentikan kebiasaanmerokok, agar kesehatan tubuh dan ronggamulut dapat terjaga lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA1. Khalisa E, Adhani R, Arifin S.

Hubungan kebiasaan merokok denganpembentukan stain (noda gigi) pada

Page 52: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):116-120

120

pasien di poli gigi RSUD RatuZalecha Martapura. Dentino JurnalKedokteran Gigi. 2016; Vol 1 No 1.

2. Kusuma ARP. Pengaruh merokokterhadap kesehatan gigi dan ronggamulut. Majalah Sultan Agung. 2011;Vol. 49 No. 124.

3. Sinaga PA.CH, Lampus B.S, MariatiNW. Gambaran pengetahuan stain gigiada perokok di Kelurahan BahuLingkungan V. Jurnal e-GiGi. 2014;Vol. 2 No. 2.

4. Rindi. Pengaruh rokok dan minumanberwarna terhadap pembentukan stain(noda gigi). Ilmu Kedokteran GigiDasar, [Skripsi]. Makassar:Universitas Hasanudin; 2013.

5. Sitepoe M. Usaha mencegah bahayamerokok. Jakarta. GramediaWidiasarana Indonesia; 1997

6. Harshanur WI. Anatomi gigi. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;2012: 30-31.

7. Kraub SB, Jordan ER, Abrams L.Dental anatomy and occlusion.Baltimore: The Williams and WilkinsCompany. 1969: 133-56.

8. Center for Disease Control andPrevention. Epidemiologic notes andreports illnesses possibly associatedwith smoking clove cigarettes.MMWR.1085;34:297-9.

9. Grossman IL, Oliet S, Del Rio EC.Ilmu endodontik dalam praktek. Edisikesebelas. Terjemahan: Abyono R.Suryo S,editor. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC; 2015: 295-96.

10. Sopianah Y, Kristiani A. Analisishubungan kebiasaan merokok denganpewarnaan ekstrinsik pada karyawanjurusan keperawatan gigi politeknikkesehatan Kemenkes Tasikmalaya.Jurnal Komunitas Indonesia. 2015;Vol. 11 No.1.

Page 53: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):121-126

121

TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADAGURU DAN MURID SDN 16 (UKGS) DAN SDN 46 (TANPA UKGS)

DI KOTA BANDA ACEH

THE LEVEL OF DENTAL AND ORAL HEALTH KNOWLEDGE ONTEACHERS AND STUDENTS AT SDN 16 (UKGS) AND

SDN 46 (NON-UKGS) IN BANDA ACEH

Cut Fera Novita, Herwanda, Muhajir

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

AbstrakPengetahuan di bidang kesehatan gigi dan mulut memberikan pemahaman bagaimana melakukanpemeliharaan serta usaha pencegahan penyakit gigi dan mulut. Guru dapat berperan sebagai sumberinformasi bagi murid sehingga diharapkan memiliki pengetahuan yang cukup tentang kesehatan gigidan mulut yang diterapkan dalam program UKGS. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimanatingkat pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada guru dan murid di sekolah dasar dengan UKGSdan tanpa UKGS. Jenis penelitian adalah deskriptif. Teknik pengambilan subjek menggunakanmetode total sampling dengan total subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi yaitu 39 gurudan 80 murid, terdiri dari 24 guru dan 64 murid di SDN 16 (UKGS) dan 15 guru dan 16 murid diSDN 46 (tanpa UKGS). Pengukuran tingkat pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dilakukan denganmenggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan kesehatan gigidan mulut pada guru dan murid di SDN 16 (UKGS) dan SDN 46 (tanpa UKGS) memiliki kategoribaik dengan persentase 87,5% untuk guru dan 82,8% untuk murid di SDN 16 (UKGS) dan 80% untukguru dan 68,8% untuk murid di SDN 46 (tanpa UKGS).Kata kunci: UKGS, pengetahuan, guru, murid

AbstractKnowledge on the dental and oral health provides comprehension how to perform maintenance andefforts to prevent dental and oral diseases. Teachers can take on the role as a source of information forstudents that are expected to have enough knowledge about dental and oral health which is applied inthe UKGS program. The aim of this study was to know how the level of knowledge of dental and oralhealth on teachers and students in primary schools with and without UKGS. The study wasdescriptive. Subject retrieval technique used total sampling with the total study subjects who met theinclusion criteria by 69 people from 39 teachers and 80 students, consists of 24 teachers and 64students from SDN 16 (UKGS) then 15 teachers and 16 students from SDN 46 (non-UKGS).Measuring the level of dental and oral health knowledge conducted using questionnaires. The resultsof study showed that the level of dental and oral health knowledge on teachers and students in SDN16 (UKGS) and SDN 46 (non-UKGS) had a good category with percentage of 87.5% for teachers and82,8% for students in SDN 16 (UKGS) and 80% for teachers and 68,8% for students in SDN 46 (non-UKGS).Keywords: UKGS, knowledge, teachers, students

Page 54: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):121-126

122

PENDAHULUANKesehatan gigi dan mulut merupakan

bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapatdipisahkan satu dengan yang lainnya karenaakan mempengaruhi kesehatan tubuhkeseluruhan.1,2,3,4 Hasil laporan studimorbiditas (2001) menunjukkan bahwakesehatan gigi dan mulut di Indonesiamerupakan hal yang perlu diperhatikan, karenapenyakit gigi dan mulut merupakan penyakittertinggi yang dikeluhkan oleh masyarakatyaitu 60%.5 Penyakit gigi dan mulut menjadifaktor resiko dari penyakit lain walaupun tidakmenyebabkan kematian secara langsung,diantaranya sebagai fokal infeksi dari penyakittonsilitis, faringitis, otitis media, bakterimiadan bahkan penyakit jantung.6,7

Upaya pemeliharaan kesehatan gigi danmulut sebaiknya dilakukan sejak usia dini,karena keadaan gigi sebelumnya akanberpengaruh terhadap perkembangankesehatan gigi pada usia dewasa nanti.8,9,10,11

Anak usia sekolah dasar yaitu usia 6-12 tahunmerupakan kelompok usia yang rentanmengalami gangguan kesehatan gigi danmulut, karena kurangnya pengetahuan tentangkesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhisikap dan perilaku dalam menjaga kebersihangigi dan mulut.4,12,13,14

Pengetahuan di bidang kesehatan gigidan mulut memberikan pemahamanbagaimana melakukan pemeliharaan sertausaha pencegahan penyakit gigi danmulut.2,8,9,15 Peran sekolah sangat diperlukandalam proses menciptakan kebiasaan menyikatgigi pada anak dan memberikan pengetahuantentang kesehatan gigi.2,16

Program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah(UKGS) merupakan salah satu bentuk kegiatanuntuk melihat kondisi kesehatan gigi danmulut pada anak sekolah terutama sekolahdasar (SD), karena pada usia sekolah dasar(umur 12 tahun) menjadi indikator WHOmenilai tingkat keberhasilan kesehatan gigidan mulut.17,18,19

Salah satu bentuk program pelayanandari UKGS adalah memberikan pendidikantentang kesehatan gigi dan mulut terhadapmurid-murid yang melibatkan guru di sekolahtersebut. Guru dapat mengambil peran sebagaisumber informasi bagi murid sehinggadiharapkan memiliki pengetahuan yang cukuptentang kesehatan gigi dan mulut yangditerapkan dalam program UKGS.Pengetahuan guru dan murid tentang

kesehatan gigi dan mulut dapat menjadiindikator keberhasilan program UKGS. Saatini, belum ada penelitian yang jelas mengenaidampak program UKGS terhadap tingkatpengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulutpada guru dan murid di sekolah dasar.13,20

Perlu dilakukan penelitian mengenai tingkatpengetahuan kesehatan gigi dan mulut padaguru dan murid di sekolah dasar yangmemiliki UKGS dan tanpa UKGS.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini menggunakan metode

penelitian deskriptif untuk melihat tingkatpengetahuan kesehatan gigi dan mulut padaguru dan murid di sekolah dasar (SD) denganUKGS dan tanpa UKGS. Penelitian dilakukandi SDN 16 (UKGS) dan SDN 46 (tanpaUKGS) di Kota Banda Aceh pada tahun 2013.Subjek dalam penelitian ini adalah seluruhguru dan murid kelas V pada SDN 16 danSDN 46. Penentuan jumlah subjek dalampenelitian ini menggunakan metode totalsampling. Kriteria inklusi subjek penelitianyaitu guru dan murid kelas V di SDN 16 danSDN 46, hadir pada saat penelitian, danbersedia menjadi subjek. Kriteria eksklusisubjek penelitian yaitu guru dan murid kelas Vyang sakit pada saat dilakukan penelitian. Alatdan bahan penelitian berupa kuesioner dan alattulis.

Cara kerja penelitian ini diawali denganmemberikan surat permohonan izin dariProgram Studi Kedokteran Gigi UniversitasSyiah Kuala kepada kepala sekolah yangbersangkutan untuk melakukan penelitian.Kuesioner diberikan kepada guru dan muridyang memenuhi kriteria inklusi. Kuesionerberisi 14 pertanyaan untuk mengukur tingkatpengetahuan kesehatan gigi dan mulut. Setiappertanyaan memiliki 3 pilihan jawaban denganrentang skor 1-3 yang harus dipilih salahsatunya. Hasil setiap jawaban dijumlahkanuntuk mengetahui sejauh mana tingkatpengetahuan mengenai kesehatan gigi danmulut pada guru dan murid di sekolah tersebut.

Data pengetahuan diperoleh dengankuesioner, yaitu dengan mengedarkan daftarpertanyaan berupa kuesioner yang berisitentang pengetahuan kebersihan gigi danmulut kepada subjek penelitian. Hasilpenelitian dianalisis dengan menggunakanStatistical Package for the Social Science(SPSS). Data hasil penelitian disajikan dalambentuk tabulasi dan diagram batang.

Page 55: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):121-126

123

HASILSubjek penelitian sebanyak 24 guru dan

64 murid di SDN 16 (UKGS), 15 guru dan 16murid di SDN 46 (Tanpa UKGS) yang dipilihsecara total sampling. Subjek diberikankuesioner penelitian dan diminta untukmengisi kuesioner tersebut, kemudian hasiljawaban kuesioner tersebut dihitung untukmengetahui tingkat pengetahuan kesehatangigi dan mulut pada subjek tersebut. Tabel 1menunjukkan bahwa dari 24 guru SDN 16(UKGS), yang memperoleh kategori baiksebanyak 21 orang (87,5 %). Tabel 2menunjukkan bahwa dari 15 guru SDN 46(Tanpa UKGS) yang memperoleh kategoribaik sebanyak 12 orang (80 %).

Tabel 1. Frekuensi tingkat pengetahuan kesehatangigi dan mulut pada guru SDN 16 (UKGS)

TingkatPengetahuan

Jumlah Persentase(%)

Baik 21 87,5Cukup 3 12,5Kurang 0 0

Tabel 2. Frekuensi tingkat pengetahuan kesehatangigi dan mulut pada guru SDN 46 (tanpa UKGS)

TingkatPengetahuan

Jumlah Persentase(%)

Baik 12 80Cukup 3 20Kurang 0 0

Gambar 1. Diagram batang tabulasi silang tingkatpengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada guruSDN 16 (UKGS) dan guru SDN 46 (tanpa UKGS).

Gambar 1 menunjukkan bahwa guruSDN 16 (UKGS) yang memperoleh tingkatpengetahuan dengan kategori baik sebanyak21 orang (87,5%), kategori cukup 3 orang(12,5%) dan tidak terdapat guru dengankategori kurang (0%). Guru SDN 46 (tanpaUKGS) yang memperoleh tingkat pengetahuandengan kategori baik sebanyak 12 orang(80%), kategori cukup 3 orang (20%) dan

tidak terdapat guru dengan kategori kuramg(0%).

Tabel 3 menunjukkan dari 64 muridSDN 16 (UKGS) yang memperoleh kategoribaik yaitu sebanyak 53 orang (82,8 %). Tabel4 menunjukkan dari dari 16 murid SDN 46(Tanpa UKGS) yang memperoleh kategoribaik yaitu sebanyak 11 orang (68,8 %).

Tabel 3. Frekuensi tingkat pengetahuan kesehatangigi dan mulut pada murid SDN 16 (UKGS)

TingkatPengetahuan

Jumlah Persentase(%)

Baik 53 82,8Cukup 11 17,2Kurang 0 0

Tabel 4. Frekuensi tingkat pengetahuan kesehatangigi dan mulut pada murid SDN 46 (tanpaUKGS)

TingkatPengetahuan

Jumlah Persentase(%)

Baik 11 68,8Cukup 5 31,2Kurang 0 0

Gambar 2. Diagram batang tabulasi silang tingkatpengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada muridSDN 16 (UKGS) dan guru SDN 46 (tanpa UKGS).

Gambar 2 menunjukkan bahwa muridSDN 16 (UKGS) yang memperoleh tingkatpengetahuan dengan kategori baik sebanyak53 orang (82,8%), kategori cukup 11 orang(17,2%) dan tidak terdapat murid dengankategori kurang (0%). Murid SDN 46 (tanpaUKGS) yang memperoleh tingkat pengetahuandengan kategori baik sebanyak 11 orang(68,8%), kategori cukup 5 orang (31,3%) dantidak terdapat murid dengan kategori kurang(0%).

PEMBAHASANHasil penelitian menunjukkan bahwa

dari 24 guru SD dengan UKGS ada sebanyak21 guru (87,5%) memiliki pengetahuan baikdan dari 15 guru SD tanpa UKGS ada

Page 56: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):121-126

124

sebanyak 12 guru (80%) yang memilikipengetahuan baik. Hasil penelitian dari 64murid SD dengan UKGS ada sebanyak 53murid (82,8%) yang memiliki pengetahuanbaik dan dari 16 murid SD tanpa UKGS adasebanyak 11 siswa (68,8%) yang memilikipengetahuan baik.

Menurut Notoatmodjo, pendidikankesehatan gigi dan mulut menghasilkanperubahan atau peningkatan pengetahuanmasyarakat. Pendidikan kesehatan yangdiberikan melalui UKGS merupakan usahaatau kegiatan untuk membantu individu,kelompok atau masyarakat dalammeningkatkan kemampuannya menjagakesehatan gigi dan mulut dari tidak tahumengenai nilai-nilai kesehatan menjadi tahu,dari tidak mampu mengatasi masalah-masalahkesehatannya sendiri menjadi mampu dan lainsebagainya.21

UKGS dengan sasaran anak sekolahadalah pelaksana upaya pelayanan kesehatangigi dari pelayanan promotif, preventif dankuratif atas dasar permintaan dan kebutuhan.Pelaksanaan upaya ini secara langsungmenggabungkan potensi orang tua murid, gurudan tenaga kesehatan gigi puskesmas. Peranorang tua murid dan guru dalam pemeliharaankesehatan gigi anak sekolah, berada dalam 2jalur yaitu; jalur sekolah, potensi orang tuamurid dan guru diarahkan untuk membantupelaksanaan UKGS; dan jalur primary healthcare, orang tua dan guru yang juga orang tuadi rumah mendorong anak-anak mereka dalammelaksanakan kebiasaan memeliharakesehatan, termasuk kesehatan gigi danmulut.17,18,19

Berdasarkan uraian di atas dapatdisimpulkan bahwa di samping petugaskesehatan gigi dan mulut, orang tua dansekolah melalui guru mempunyai perananterhadap pemeliharaan kesehatan gigi danmulut anak sekolah. Menurut Green (2005),orang tua dan guru mempunyai peran terhadappengetahuan anak dalam memeliharakesehatannya, termasuk memelihara kesehatangigi dan mulut. Orang tua mempunyai peranyang sangat penting dalam perawatan gigianak-anak. Peran yang dilakukan oleh orangtua meliputi memberikan contoh perawatangigi, memotivasi merawat gigi, mengawasiperawatan gigi dan membawa anak ke fasilitaspelayanan kesehatan gigi dan mulut jika anaksakit gigi, baik melalui jalur rumah maupunsekolah (UKGS).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwatingkat pengetahuan kesehatan gigi dan mulutpada guru dan murid di SDN dengan UKGSmemiliki persentase yang lebih tinggi daripadaguru dan murid di SDN tanpa UKGS, hal inidapat disebabkan karena di SDN denganUKGS mendapatkan pendidikan kesehatanmelalui program UKGS dimana program inimemberikan pendidikan kesehatan gigi danmulut secara terencana, terarah danberkesinambungan, dimana dalam prosesnya,masukan (input) atau pengetahuan yangdiberikan oleh pelaksana UKGS dibuatsemenarik mungkin, dengan bahasa yangmudah dipahami, dengan alat bantu peragakesehatan sehingga masukan (input) ataupengetahuan yang diberikan dapat diprosesatau dipahami dengan mudah oleh sasaranpendidikan atau subjek belajar yaitu guru danmurid sehingga hasil belajar (output) sesuaidengan dengan masukan (input) yangdiberikan.

Proses pemberian pendidikan kesehatangigi dan mulut ini adalah hubungan timbalbalik antara pemberi materi dengan penerimamateri sehingga penerima materi merasamenjadi bagian dalam upaya mencapai tujuanprogram UKGS tersebut. Guru yangberpartisipasi sebagai penerima materi sertapelaksana UKGS dapat menjadi konselor,pemberi instruksi, motivator dan model dalammenunjukkan sesuatu yang baik misalnyapengetahuan untuk menjaga kesehatan gigidan mulut kepada murid-muridnya. Dokterkecil yang merupakan bagian dari murid danberada di tengah-tengah murid juga dapatmembantu pelaksana UKGS dalammengingatkan kembali materi yang telahdisampaikan sebelumnya, menjadikanpengetahuan kesehatan gigi dan mulut menjadiopini umum di tengah-tengah lingkungansekolah mereka.18 Berbeda pada SDN tanpaUKGS, yang mana guru dan murid di sekolahtersebut tidak mendapatkan pendidikankesehatan gigi dan mulut secara terencana,terarah dan berkesinambungan, sehinggamasukan (input) atau pengetahuan kesehatangigi dan mulut yang mereka dapat hanyaberasal dari lingkungan luar sekolah sepertimedia cetak maupun media eletronik denganwaktu dan pesan yang relatif singkat sertabahasa yang digunakan belum tentu dapatdipahami oleh semua lapisan masyarakat,sehingga informasi yang diterima tidakmaksimal.

Page 57: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):121-126

125

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari24 guru SD dengan UKGS ada sebanyak 21guru (87,5%) memiliki pengetahuan baik dandari 15 guru SD tanpa UKGS ada sebanyak 12guru (80%) yang memiliki pengetahuan baik.Hasil ini menunjukkan bahwa tingkatpengetahuan guru di SDN dengan UKGS danguru SDN tanpa UKGS tidak terlalusignifikan, hal ini disebabkan karena usiadapat mempengaruhi daya tangkap dan polapikir seseorang. Seiring bertambahnya usiamaka akan semakin berkembang pula dayatangkap dan pola pikirnya, sehinggakemampuan menerima dan memahamiinformasi akan semakin membaik yangmengakibatkan pengetahuan seseorangmeningkat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari64 murid SD dengan UKGS ada sebanyak 53murid (82,8%) yang memiliki pengetahuanbaik dan dari 16 murid SD tanpa UKGS adasebanyak 11 siswa (68,8%) yang memilikipengetahuan baik, hal ini sejalan denganpenelitian yang dilakukan oleh Isrofah danNEM (2010) menunjukkan bahwa setelahdiberikan pendidikan kesehatan gigi jumlahresponden yang memiliki pengetahuankategori baik menjadi 90 %. Penyuluhan yangdiberikan dengan metode ceramah,demonstrasi dan tanya jawab dapatmeningkatkan pengetahuan responden.Ceramah digunakan untuk menyampaikanpesan yang bersifat informasif. Demonstrasidapat mempermudah dan memperdalam prosespenerimaan sasaran terhadap materipenyuluhan sehingga mendapatkan pengertianatau pemahaman lebih baik. Tanya jawabmemberikan kesempatan pada respondenuntuk mengemukakan pendapat sehinggaterjadi umpan balik dari responden.

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan penelitian yang telah

dilakukan dapat disimpulkan bahwa tingkatpengetahuan kesehatan gigi dan mulut padaguru dan murid di SDN 16 (UKGS) danSDN46 (tanpa UKGS) memiliki kategori baikdengan persentase 87,5% untuk guru dan82,8% untuk murid SDN 16 (UKGS) dengan80% untuk guru dan 68,8% untuk murid diSDN 46 (tanpa UKGS). Perlu dilakukanpenelitian lebih lanjut untuk melihat hubungantingkat pengetahuan kesehatan gigi dan mulutterhadap status OHIS pada SD dengan UKGSdan tanpa UKGS.

DAFTAR PUSTAKA1. Kwan SYL, Petersen PE, Pine CM, &

Borutta A. Health-promoting schools:an opportunity for oral healthpromotion. Bulletin of the World HealthOrganization 2005; 83(9): 677-85.

2. Mehta A, Kaur G. Oral health–relatedknowledge, attitude, and practicesamong 12-year-old schoolchildrenstudying in rural areas of Panchkula,India. Indian Journal of Dental Research2012; 23(2): 1-5.

3. Jamil JA. Hubungan antara kebiasaanmengkonsumsi jajanan denganpengalaman karies pada gigi susu anakusia 4-6 tahun di TK Medan. Skripsi.Medan: Universitas Sumatera Utara.2009: 1.

4. Sfeatcu R, Dumitrache A, DumitrascuL, Lambescu D, Funieru C, LupusoruM. Aspects of oral and general healthamong a community center for theunderserved. University of Medicineand Pharmacy, Bucharest, Romania.Journal of medicine and life 2011; 4(2):168–71.

5. Warni L. Hubungan perilaku murid SDkelas V dan VI pada kesehatan gigi danmulut terhadap status karies gigi diwilayah Kecamatan Deli SerdangMedan. Disertasi. Medan: UniversitasSumatera Utara. 2009: 1,36.

6. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia tentang Kebijakan PelayananKedokteran Gigi KeluargaNo.1415/Menkes/SK/X/2005, 2005.

7. Sheiham A. Oral health, general healthand quality of life. Bulletin of the WHO2005; 83(9): 641-720.

8. Bhat PK, Kumar A, Aruna CN.Preventive oral health knowledge,practice and behaviour of patientsattending dental institution inBangalore, India. Journal ofinternational oral health preventivecommunity dentistry 2010; 2(2): 1-10.

9. Andlaw RJ. and Rock WP. A Manual ofPediatric Dentistry. 4th ed. Edinburg:Ghurcill Livingstone, 1996. 3.

10. Kartono K. Psikologi Anak (PsikologiPerkembangan). Bandung: MandarMaju, 2007.

11. Pintauli S, Hamada T. Menuju Gigi danMulut Sehat. Medan: Universitas

Page 58: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):121-126

126

Sumatera Utara Press, 2008. 78-81.12. Heriyanto Y, Widyanti N, Priyono B.

Hubungan antara pengetahuan, persepsidan sikap terhadap kesehatan gigidengan status kesehatan gigi pada siswatuna netra di panti sosial bina netrawyata guna Bandung. Sains kesehatan2005; 18(2): 237-50.

13. Utami NK, Khairunnisa P, Hidayanti S.Hubungan tingkat pengetahuan dengankondisi penyakit jaringan periodontalpada buruh di PT. Basirih IndustrialCorporation Banjarmasin. Jurnalkeperawatan 2011; 4(2): 59-62.

14. Al-Omiri MK. Oral health attitudes,knowledge, and behavior among schoolchildren in North Jordan. Journal ofDental Education 2006; 70(2): 179-87.

15. Cheah et al. Oral health knowledge,attitude and practice among secondaryschool students in Kuching, Sarawak.Archives of Orofacial Sciences 2010;5(1): 9-16.

16. Riyanti E, Chemiawan E, Rully AR.Hubungan pendidikan penyikatan gigidengan tingkat kebersihan gigi danmulut siswa-siswi Sekolah Dasar IslamTerpadu (SDIT) Imam Bukhari.Bandung: Universitas Padjadjaran.2005. 1-18.

17. Amaniah N. Hubungan faktormanajemen dan tenaga pelaksana UKGSdengan cakupan pelayanan UKGS sertakesehatan gigi dan mulut murid SD diKabupaten Aceh Tamiang. Disertasi.Medan: USU. 2009. 2,10,21.

18. Hutabarat N. Peran petugas kesehatan,guru dan orang tua dalam pelaksanaanUKGS dengan tindakan pemeliharaankesehatan gigi dan mulut murid sekolahdasar di Kota Medan. Disertasi. Medan:Universitas Sumatera Utara. 2009.2,18,20.

19. Pratiwi N. Hubungan karakteristikorganisasi dengan kinerja programUKGS (USAHA KESEHATAN GIGISEKOLAH) Kota Binjai tahun 2006.Disertasi. Medan: Universitas SumateraUtara. 2007. 3-5,19-21.

20. Darwita RR, Dahlia N, Budiharto.Keberhasilan program UKGS dan peranguru. Indian Journal Dermatology edisikhusus KPPIKG XIV 2006;1

21. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat:Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta,2007.143-5

Page 59: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):127-134

127

NECROTIZING ULCERATIVE STOMATITIS TERKAIT HIV/AIDS:GAMBARAN KLINIS DAN TATALAKSANA

(Laporan Kasus)

NECROTIZING ULCERATIVE STOMATITIS ASSOCIATED WITHHIV/AIDS: CLINICAL FINDINGS AND MANAGEMENT

(Case Report)

Sri Rezeki,* Harum Sasanti**

*Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala**Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

AbstrakNecrotizing ulcerative stomatitis (NUS) merupakan suatu penyakit inflamasi dengan lesi ulserasinekrosis pada mukosa mulut yang jarang terjadi. Karakteristik lesi berupa ulser akut dengan kerusakanmasif, nekrosis pada jaringan lunak yang dapat meluas ke jaringan sekitarnya. Pada stadium lanjut,dapat berkembang menjadi cancrum oris (noma). Kasus ini melaporkan NUS terkait AIDS yangterdapat pada mukosa mulut tanpa perluasan lesi ulserasi nekrosis dari gingiva dan periodonsium.Perbaikan awal diperoleh setelah 8 hari perawatan dengan antibiotik metronidazol 1500 mg sehari danberkumur chlorhexidine gluconate 0,2% dua kali sehari.Kata kunci : Necrotizing ulcerative stomatitis, gambaran klinis

AbstractNecrotizing ulcerative stomatitis (NUS) is a rare inflammatory disease with a painful ulceronecroticlesion of the oral mucosa. It characterized by an acute, massively destructive ulceration, necrotizinginfection, that may extends into adjacent tissue. In advanced stages, it may progress into cancrum oris(noma). This report describes a case of NUS associated with AIDS that arise on the oral mucosa atsites not in continuity with gingiva or periodontium. In this case, initial resolution achieved in 8 daysantibiotic therapy with metronidazole at dose 1500 mg a day and twice daily oral rinse with 0.2%chlorhexidine gluconate.Keywords : Necrotizing ulcerative stomatitis, clinical findings

Page 60: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):127-134

128

PENDAHULUANNecrotizing ulcerative stomatitis (NUS)

termasuk dalam kelompok lesi mulut terkaitinfeksi human immunodeficiency virus (HIV)yang jarang terjadi,1-3 namun diketahui sebagaimanifestasi klinis infeksi HIV.1 Telahdilaporkan beberapa kasus NUS terjadi padapasien terinfeksi HIV yang sudah berat.4 Kasusini pertama sekali dilaporkan oleh Williamsdkk pada tahun 1990.1

Berdasarkan literatur NUS merupakansuatu penyakit inflamasi pada mukosamulut1,5,6 dengan karakteristik lesiulseronekrotik1,7 yang sangat destruktif,7 akut,7

berkembang cepat,8 melibatkan epitel, jaringankonektif dan papila.5 Rasa sakit yang hebatmerupakan gambaran yang jelas.6 Penyakit inidapat meluas ke jaringan sekitarnya,1

menyebabkan terjadinya kehilangan perlekatanperiodontal5 dan kerusakan struktur tulang disekitarnya.5,7,8 Pada stadium lanjut, dapatmenyebabkan tulang alveolar terbuka, dikenaldengan cancrum oris (noma).5

Faktor etiologi8 dan patogenesis9 masihbelum jelas, namun sering terkait supresi selimun CD4 yang berat,10 terutama denganjumlah di bawah 100 sel/mm3.8 Acquiredimmunodeficiency syndrome (AIDS)merupakan penyakit yang disebabkan olehretrovirus HIV dan memiliki karakteristikimunosupresi yang sangat besar.11 Virus inimemiliki afinitas yang kuat dengan sel-selsistem imun.10 Molekul CD4 merupakanreseptor dengan afinitas tinggi terhadap HIV.11

Setelah terinfeksi, sel CD4 selanjutnyamengalami kerusakan,12 HIV mematikanlimfosit CD4 sehingga menyebabkanpenurunan fungsi imun yang dramatis.13

Ketika jumlah CD4 turun dibawah 200/mm3,pasien rentan mengalami infeksi.14

Dalam laporan kasus ini akan dibahasmengenai NUS pasien AIDS dengan jumlahCD4 58/mm3, gambaran klinis, sertapenatalaksanaannya. Oleh dokter sebelumnya,pasien didiagnosis stomatitis aphtous rekuren(SAR) dan dirawat dengan obat kumurmengandung povidon iodin, namun setelah 7hari tidak mengalami perbaikan. Di bagianPenyakit Mulut RSCM pasien dirawat denganantibiotik sistemik dan obat kumur antiseptik,diperoleh perbaikan klinis dalam 8 hari.

LAPORAN KASUSPada tanggal 11 Juni 2008, seorang

pasien laki-laki berusia 26 tahun dengan

riwayat intravena drug user (IDU), datang kepoli Penyakit Mulut Rumah Sakit CiptoMangunkusumo (RSCM), mengeluh pipikanan bengkak, terasa panas, sejak 1 mingguyang lalu dan disertai demam. Rasa sakit yanghebat dirasakan sampai menjalar ke daerahkepala. Oleh karena pembengkakan yangterasa sakit tersebut, pasien mengunyah padasisi sebelah kiri. Aktivitas berkumur tidakdapat dilakukan karena dengan tekanan saatberkumur rasa sakit semakin terasa hebat.Pasien sudah berobat dan mendapat obatkumur mengandung povidon iodin danpenghilang rasa nyeri, namun tidak adaperbaikan. Berdasarkan riwayat medisdiketahui pasien telah didiagnosis AIDS,hepatitis B dan C, TBC, memiliki riwayatalergi obat rifampisin dan neviral. Datapemeriksaan laboratorium, berat badan dantinggi badan pasien dapat dilihat pada Tabel 1.Medikasi yang diterima saat ini adalah staviral(2x1), hiviral (2x1), efaviral (1x600 mg).Pemeriksaan laboratorium, tinggi badan danberat badan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan laboratorium, tinggibadan, berat badan (+) : hasil positif, TD : TidakDilakukan.

Pada kunjungan pertama di bagianPenyakit Mulut RSCM, pemeriksaan ekstraoral terlihat wajah asimetri (Gambar 1.a),pembengkakan di pipi kanan berukuran4x5cm, warna dan suhu sama dengan sekitar.

Pemeriksaan

16/10/07

17/10/07

22/10/07

28/11/07

01/02/08

11/02/08

18/04/08

AntiHIV

Rapid(+)

CD4 TD 46 58

HbsAg TD (+) TD TD TDAntiHCV

TD (+) TD TD TD

SGOT 49 42 33 57

SGPT 25 24 20 48

LED 120

Hb 8.8 7 8.3 13.1

Trombosit320.000

284.000

280.000

198.000

Leukosit460

0200

04300

3300

%Limfosit

25.6 16

Ureum 17

Kreatinin 0.7

GDS 92

Na 135 134TinggiBadan

169

BeratBadan

41

Page 61: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):127-134

129

Pada palpasi, tidak terdapat indurasi dan nyeritekan dirasakan pasien. Pembukaan muluttrismus 2 jari dan deviasi ke kanan.Pemeriksaan kelenjar limfe submandibulakanan teraba, kenyal, tidak sakit. Padapemeriksaan intra oral, terlihat pembengkakanmukosa bukal kanan di regio gigi 45 sampai48, diameter 3,5 cm. Tampak lesi nekrotikberwarna putih kekuningan dikelilingi daeraheritema yang meluas pada mukosa bukal kanan(Gambar 1.b). Kebersihan mulut pasien burukdengan kalkulus sub dan supra gingiva.Pemeriksaan gigi-geligi ditemukan radiks gigi24, karies mencapai pulpa (D6) non vital gigi27 dan gigi 14,15 pasca perawatan saluran akardengan tambalan lepas (Gambar 1.c).

Gambar 1 a. Pemeriksaan ekstra oral. Wajahtampak asimetri. b. Mukosa bukal kanan. Lesiulserasi nekrotik dikelilingi daerah eritema yangmeluas. c. Gigi 14 dan 15 pasca perawatan saluranakar dengan tambalan lepas

Pasien didiagnosis NUS pada mukosabukal kanan, radiks 24, nekrosis pulpa 27,pasca perawatan saluran akar 14, 15. Asammefenamat 500 mg diresepkan sebagaianalgesik dan obat kumur antiseptikchlorhexidine gluconate 0,2% dengan instruksikompres pada daerah pipi dalam sebelahkanan, ditahan minimal 2 menit, dilakukan 2kali perhari. Anjuran menjaga kebersihanmulut, cukup istirahat dan asupan gizi adekuat.Tindakan skeling dan ekstraksi pada gigi 14,15, 24, 27 ditunda karena mukosa mulut pasienterlihat pucat dan belum diperoleh datapemeriksaan darah perifer lengkap. Pasiendiindikasikan pemberian antibiotik, namunkarena memiliki riwayat erupsi obat alergi,terinfeksi hepatitis B, C dan TBC maka pasienterlebih dahulu dikonsul ke dokter yangmenangani di bagian POKDIKSUS RSCM

terkait pemberian antibiotik. Dilakukan ujialergi terhadap antibiotik yang akan diberikan.

Pada kunjungan kedua, berdasarkananamnesis diketahui rasa sakit semakin hebatsehingga menyulitkan aktivitas minum dandemam disangkal. Benjolan pada pipi dalamsebelah kanan pecah, terlihat cairankekuningan pada kassa ketika melakukankompres chlorhexidine gluconate.Pemeriksaan ekstra oral, tampak wajahasimetri dan bibir kering (Gambar 2.a).Kelenjar limfe submandibula, submental danservikal dalam batas normal. Padapemeriksaan intra oral, pembengkakan dandaerah kemerahan pada mukosa bukal kanantampak berkurang dan masih terdapat ulserasinekrotik dengan tepi iregular (Gambar 2.b).Debridemen dilakukan dengan larutan H2O2 3% dan Povidon iodin secara berselang-seling.Pasien diresepkan metronidazol 500 mg, 3 kalisehari selama 10 hari. Instruksi pemakaianchlorhexidine gluconate tetap dilakukan dirumah.

Gambar 2 a. Pemeriksaan ekstra oral. Tampakwajah asimetri. b. Mukosa bukal kanan tampakpengurangan pembengkakan dan daerah eritemayang megelilingi lesi ulserasi nekrotik.

Pada kunjungan ketiga (hari ke-3),pasien masih mengeluh sakit. Wajah tampakasimetri (Gambar 3.a). Jaringan nekrotik padamukosa bukal kanan mengecil, ulkus yangdalam dikelilingi daerah eritema (Gambar 3.b).Debridemen dengan H2O2 3 % dan povidoniodin. Instruksi untuk menghabiskan antibiotikdan berkumur dengan chlorhexidine gluconate.

Gambar 3a. Pemeriksaan ekstra oral. Wajah tampakasimetri. 3b. Mukosa bukal kanan. Lesi nekrotiktampak mengecil. Ulkus dikelilingi daerah eritema.

3a

1b

1c 2b

1a

2a

3b

2.b

3b

Page 62: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):127-134

130

Pada kunjungan keempat (hari ke-8),tidak dirasakan lagi sakit sepanjang hari sepertisebelumnya. Wajah tampak sedikit asimetri(Gambar 4.a) Pada palpasi sekitar ulkus, tidakdirasakan sakit. Mukosa bukal kanan tampakulkus dalam, tidak tampak daerah eritema danjaringan nekrotik. Pasien selanjutnya tidakmelakukan kontrol dan perawatan gigi-geligiseperti yang disarankan. Anamnesis melaluitelpon, diperoleh informasi luka di mulutsudah menutup sempurna 4 bulan setelahkunjungan terakhir di poli penyakit mulutRSCM.

Gambar 4 a.Wajah sedikit asimetri. b. Mukosabukal kanan. Ulkus dalam dengan tepi iregular,tidak tampak daerah eritema yang mengelilingi danjaringan nekrotik.

PEMBAHASANNecrotizing ulcerative gingivitis (NUG),

necrotizing ulcerative periodontitis (NUP) danNUS, secara kolektif dapat disebut dengannecrotizing gingivostomatitis (NG).15 Hal yangmembedakan antara NUG, NUP dan NUStidak jelas.15 Banyak penelitimempertimbangkan bahwa NUG, NUP danNUS memiliki proses yang sama.15 Menurutbeberapa literatur, NUS merupakanperkembangan dari NUG dan NUP.6,13,16,17

Pada pasien ini tidak tampak lesi ulserasinekrotik pada gingiva maupun periodonsiumyang berdekatan dengan NUS. Laporan kasusini sesuai dengan penelitian oleh Jones AC dkkpada tahun 2000 yang menemukan bahwaNUS tidak selalu terjadi akibat perluasan NUP,namun dapat terjadi pada berbagai daerah dimukosa mulut.1 NUS yang berkembang dariNUP serta NUS yang muncul pada mukosamulut tanpa kelanjutan dari lesi ulserasinekrotik di gingiva maupun periodonsiumditemukan identik secara histologis danimunohistokimia.1

Pasien ini didiagnosis NUS berdasarkankarakteristik berupa lesi ulserasi nekrotik yangsangat sakit pada mukosa,1 menyebabkankerusakan jaringan secara masif,18 terlokalisir6

yaitu pada mukosa bukal kanan, akut.6

Keluhan utama dapat berupa rasa sakit hebat,6

menetap dan menyebar19 sehingga dapat

mengganggu aktivitas bicara dan menelan.20

Pasien merasakan sakit sepanjang hari danmenyebar sampai daerah kepala. Rasa sakithilang hanya dalam beberapa saat ketikamengkonsumsi obat anti nyeri. Diagnosisdidukung pula keadaan pasien yangimunokompromis. Kasus NUS mencerminkankondisi klinis pasien buruk.15 Penurunanjumlah CD4+ berkaitan erat dengankemungkinan infeksi NUS18 yang cenderungterjadi pada pasien dengan jumlah CD4+ dibawah 100 sel/mm.3,8 Pada pemeriksaanlaboratorium, 4 bulan sebelum datang kebagian penyakit mulut RSCM, nilai CD4+

diketahui berjumlah 58 sel/mm3. Oleh karenaitu, setiap pasien NUS disarankan untukdilakukan pemeriksaan infeksi HIV18 apabilabelum dilakukan sebelumnya.

Secara klinis NUS menyerupai nomadalam hal serangan dan perkembangan yangterjadi dengan cepat serta destruksi jaringanmasif.18 Dalam waktu 1 minggu, mukosa bukalkanan sudah terlihat lesi ulserasi nekrotikdalam ukuran besar, yaitu 3,5 cm dan dalam.

Sebelum datang ke bagian PenyakitMulut, pasien didiagnosis stomatitis aphtosarekuren (SAR). Ukuran SAR mayor sekitar 2cm dan terdapat rekurensi, sedangkan NUSdapat berukuran lebih besar daripada SARmayor dan dapat tidak rekuren.20 Pada pasienini, lesi ulserasi nekrotik berukuran 3,5 cm,tepi iregular dikelilingi daerah eritema yangmeluas pada mukosa bukal kanan dan tidakpernah terjadi sebelumnya. Diagnosis bandinglain diantaranya limfoma non-Hodgkin’s(LNH), lesi mulut disebabkan cytomegalovirus(CMV), mycobacterium avium complex(MAC) ataupun deep fungal infection.6

Kasus LNH terkait AIDS sering terjadipada mukosa mulut,1 namun tidak lebih seringdari pada sarkoma kaposi.21 Oleh karena itu,sangat penting untuk membedakan NUSdengan limfoma.1 Tidak ada karakteristikgambaran klinis limfoma pada ronggamulut.22,23 Manifestasi limfoma dapat berupamassa20,24 keras20 pada jaringan lunak ronggamulut,21,24 dengan kemerahan21 dan inflamasipada mukosa (dengan atau tanpa ulserasi).21,22

Daerah dengan ulser nekrotik yangsoliter khususnya melibatkan gingiva,25 palingsering Waldeyer’s ring (palatum lunak danorofaring).26 Ulser tersebut dapat persisten.20

Lesi ini dapat sangat terasa sakit danberkembang dengan cepat.21 Lesi rongga mulutCMV dapat menyerupai kerusakan mukosa

4a 4.b

Page 63: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):127-134

131

mulut dan jaringan periodontal yang disertairasa sakit hebat.6 CMV dapat ditemukan padabeberapa lesi ulserasi pasien HIV.27 Walaupunmerupakan penyebab yang jarang, diperlukanpengenalan lesi mulut CMV.28 Karakteristikinfeksi CMV rongga mulut berupa ulserasidalam yang kronis (chronic deep ulceration),28

ukuran dapat bertambah besar,25 soliter.28 Lesidapat terjadi pada mukosa berkeratin dannonkeratin,20 sering melibatkan mukosa bukaldan labial,28 namun dapat pula dijumpai padagingiva20,25 dan palatum.20 Diagnosis ulserCMV sulit dilakukan dan sering hanyadikonfirmasi melalui kesembuhan lesi setelahperawatan dengan ganciclovir.25

Infeksi rongga mulut oleh MAC jarangterjadi,20,25 namun dapat mengenai mukosamulut terutama pada individu terinfeksi HIV.25

Telah dilaporkan dapat berupa ulserasinekrotik pada gingiva6 dan palatum.20

Deep fungal infection menunjukkan lesiulserasi dengan indurasi29 dan dapat terjadidestruksi pada jaringan periodontal.6

Gambaran klinis deep fungal infection dapatdilihat pada tabel 2.29

Penyakit Organisme Gambaran klinis

HistoplasmosisH.

capsulatum

Ulser, indurasidengan tepibergulung

Zygomycosis(mucormycosis,phycomycosis)

Absidia,Mucor

Ulserasi padapalatum denganfistula/nekrosis

Aspergillosis AspergillusUlser nekrosisbesar ditutupi

lapisan kehitaman

CryptococcosisCryptococcusneoformans

Nodul yang tidaksembuh-sembuh

Blastomycosis B. dermatidisUlserasi iregulardengan tepi yang

keras

CoccidioidomycosisCoccidioides

immitisUlserasi besar

Tabel 2 Gambaran klinis deep fungal infection.29

Predileksi sisi anatomis NUS padamukosa mulut, melibatkan bibir bawah (29%),mukosa bukal (23%) dan gingiva (12%).1 Padapasien ini, NUS terdapat di mukosa bukalkanan. Pada penelitian lainnya ditemukannekrosis terjadi hanya pada papila interdental(52%), keseluruhan papila (19%), melibatkanmargin gingiva (21 %), meluas sampai gingivacekat (1%), meluas ke mukosa bukal dan labial(6%), nekrosis menyebabkan tulang alveolarterbuka (1%) dan nekrosis menyebabkanperforasi kulit pipi (0%).15

Berdasarkan penelitian oleh Jones dkkterhadap 17 pasien NUS terkait HIV, diperolehdata kisaran usia 20 sampai 52 tahun denganrata-rata usia 37 tahun dan 77 % terjadi padalaki-laki.1 Pada laporan kasus ini NUS terjadipada pasien laki-laki dengan usia 26 tahun.

Mikrorganisme patogen spesifik NUSbelum diidentifikasi.7 Namun, telah dilaporkankultur organisme kasus NUS ditemukanFusiformis fusiformis, Borrelia vincentii,Bacteriodes melaninogenicus dan anaerobgram negatif.6 Fusospirochete telahdideskripsikan sebagai agen penyebab NUGdan NUP. Walaupun masih kurang dipahami,diduga memiliki keterlibatan pada kasus NUS,khususnya dengan lesi yang besar, nekrotikdan malodor.30 Telah diisolasi mikroflora padaNUS yang menyebabkan fistula oro-antral danosteitis, diantaranya Enterobacter cloacae,enterococci dan coliforms.6

Walaupun etiologi pasti belumdiketetahui, terdapat beberapa faktorpredisposisi terjadinya NUS. Infeksi HIVmerupakan faktor predisposisi yang lebih kuatdibandingkan faktor lainnya.15 Penurunanjumlah limfosit T berkaitan erat denganrentannya infeksi NUS.15 Faktor predisposisilainnya adalah kebersihan rongga mulut, tiduryang tidak adekuat, stress emosional, diit yangburuk, penyakit sistemik saat ini, peminumalkohol, merokok, ras caucasia.15 Pada pasienini faktor predisposisi yang kemungkinanberperan selain infeksi HIV, kebersihan ronggamulut yang buruk, dengan kalkulus sub dansupra gingiva yang dapat menyebabkankerusakan jaringan periodontal, radiks gigi 24,nekrosis pulpa 27 dan pasca perawatan saluranakar 14, 15 dengan tambalan lepasmemungkinkan kondisi saluran akar yangsudah tidak steril dan terjadi flare-up. Pasiensaat ini juga mengidap penyakit tuberkulosis,hepatitis B dan C. Diketahui memiliki riwayatminum alkohol sejak tahun 2000 sampai 2006dan kebiasaan merokok sejak usia 12 tahunnamun sudah berhenti 7 bulan sebelum datangke poli penyakit mulut RSCM.

Diperlukan perawatan yang adekuatkarena NUS dapat mengancam jiwa.18

Keberhasilan perawatan didukung beberapakomponen penting. Komponen pertama adalahperawatan secara sistemik dengan penggunaanantibiotik, mengingat perkembangan lesi yangsangat cepat18 dan banyak kasus yangberlangsung dalam waktu lama sehingga dapatterjadi infeksi sekunder.20 Kasus NUS

Page 64: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):127-134

132

memiliki respon yang baik terhadapantibiotik.10 Metronidazol dengan dosis 1000 -2000 mg perhari direkomendasikan6 karenamemiliki sifat sebagai bakterisid terhadapbakteri anaerob obligat,31 efektif melawanBacteriodes sp. dan antiprotozoa.6 Pasien inimengalami perbaikan klinis 7 hari setelahperawatan dengan metronidazol 500 mg.

Komponen kedua yang juga samapentingnya dengan komponen pertama adalahperawatan secara lokal.18 Berkumur denganchlorhexidine gluconate 2 kali sehari6 untukmengurangi kolonisasi mikroba disekitarjaringan,18 masih merupakan perawatan yangutama.6 Molekul chlorhexidine merupakansuatu kation, mampu bereaksi denganpermukaan sel mikroba, merusak integritas selmembran, melakukan penetrasi ke dalam sel,mengendap di sitoplasma, kemudianmenyebabkan kematian sel.32 Pasien NG yangdirawat dengan antibiotik metronidazol danobat kumur chorhexidine mencapai tingkatkesembuhan 94%.30 Selain itu diperlukantindakan debridemen jaringan nekrotik.18

Komponen ketiga adalah kontrol nyeri.Pasien merasakan nyeri hebat sehingga sangatmengganggu aktivitas sehari-hari termasukmakan dan minum. Hal ini dapat menyebabkanasupan nutrisi yang tidak adekuat, sehinggadapat memperburuk kondisi pasien. Olehkarena itu pasien diberikan asam mefenamatsebagai antinyeri.

Komponen keempat adalah eliminasibeberapa faktor predisposisi yang mungkinberperan terhadap munculnya NUS. Pasiendinstruksikan untuk melakukan tindakankebersihan rongga mulut dengan benar,33

perawatan saluran akar kembali (retreatment)gigi 14, 15. Setelah kondisi sistemik pasienmemungkinkan untuk dilakukan tindakaninvasif, diinstruksi untuk segera melakukantindakan pembersihan karang gigi, pencabutangigi 24, 27. Selain itu diinstruksikan untukcukup istirahat, managemen stres, cukupasupan nutrisi, tidak merokok dan minumminuman beralkohol.

Komponen kelima adalah perawatanjangka panjang yang terdiri dari kontrol tiapbulan ke dokter gigi, tetap menjaga kebersihanrongga mulut dan berkumur dengan larutanchlorhexidine.18 Hal yang disayangkan padakasus ini, setelah mencapai kesembuhan pasientidak datang untuk melakukan perawatan gigi-geligi dan kontrol.

Apabila lesi tidak memberikan responterhadap perawatan dengan antibiotik,diperlukan tindakan biopsi dan evaluasi secarahistologis6,27 untuk eksklusi penyakit lain yangmenyerupai. Secara histopatologis, NUS miripdengan aphtous ulcer,7 namun ada pula yangmenyatakan mirip Kikuchi’s disease (KD).1

NUS menunjukkan ulserasi dalam padajaringan konektif fibrosa, nekrosis yang luas,leukocytoclacia, histiocytic vasculitis denganluminal fibrin clot dan proliferasi atypicalhistiocyte diselingi dengan crescentichistiocyte.1 Melalui pewarnaanimunohistokimia, Regezi dkk pada tahun 1993mengidentifikasi histiocyte dalam jumlah yangmeningkat dari 11 kasus ulserasi pada individuHIV seropositif, dikatakan sebagai reccurentaphtous ulcerations (RAU).1 Namun, temuanhistiocyte pada ulserasi tersebut dipercayasebagai sampel NUS dan bukan RAU.1

Ditemukan pula sebagian dari sampel ulserasipada individu HIV seropositif, mengandungHIV-infected histiocytes. Hal ini meningkatkankemungkinan NUS menunjukkan reaksi imunterhadap infeksi HIV.1

KESIMPULAN DAN SARANDisimpulkam bahwa NUS merupakan

suatu lesi ulserasi nekrotik yang sangat sakit,destruktif, akut, pada mukosa mulut, dapatmeluas ke jaringan sekitarnya bahkan memilikipotensi untuk berkembang menjadi noma. Lesiini cenderung terjadi pada pasien denganimunokompromis. Diperlukan tatalaksanayang adekuat karena NUS dapat mengancamjiwa.

Pasien yang dirawat dengan antibiotikmetronidazol secara sistemik dan kumur-kumur dengan chlorhexidine gluconate 0,2%terbukti mencapai tingkat kesembuhan yangtinggi. Selain itu diperlukan tindakandebridemen, pemberian antinyeri, eliminasifaktor predisposisi yang mungkin berperan.Perawatan jangka panjang berupa kontrol tiapbulan dan menjaga kebersihan mulut. Apabilaperbaikan secara klinis tidak diperoleh setelahperawatan dengan antibiotik, diperlukantindakan biopsi.

DAFTAR PUSTAKA1 Jones AC, Gulley ML, Freedman PD.

Necrotizing ulcerative stomatitis inhuman immunodeficiency virus-seropositive individuals: A review of the

Page 65: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):127-134

133

histopathologic, immunohistochemical,and virologic characteristics of 18 cases.Oral Surg Oral Med Oral Pathol OralRadiol Endod 2000; 89: 323-32.

2 Otomo-Corgel J. Antimicrobial therapyfor immunocompromised patients. In:Antibiotic and antimicrobial use indental practice (Newman MG, vanWinkelhoff AJ, eds), 2 edn. Illinois:Quntessence Publishing Co, Inc, 2001:227-33.

3 Odell EW. Clinical problem solving indentistry, 2 edn. London: Elsevier, 2004:242.

4 Porter SR, Leao JC. Review article: oralulcers and its relevance to systemicdisorders. Aliment Pharmacol Ther2005; 21: 295-306.

5 Anonymous. Necrotizing stomatitis. In:Mosby's dental dictionary (Babbush CA,Fehrenbach MJ, Emmos M et al., eds), 2edn. Philadelphia: Elsevier Inc, 2008:447.

6 Patton LL, McKaig R. Rapidprogression of bone loss in HIV-associated necrotizing ulcerativestomatitis. J Periodontol 1998; 69: 710-6.

7 Hill JD, Reznik D. Oropharyngealdisease. In: Aids therapy (Dolin R,Masur H, Saag M, eds), 3 edn.Philadelphia: Churchill Livingstone,2008: 1157-67.

8 Glick M, Silverman S. Humanimmunodeficiency virus disease. In:Essentials of oral medicine (SilvermanS, Eversole LR, Truelove EL, eds).Hamilton: BC Decker Inc, 2002: 128-43.

9 Glick M, Muzyka BC, Lurie D et al.Oral manifestations associated withHIV-related disease as markers forimmune suppression and AIDS. OralSurg Oral Med Oral Pathol 1994; 77:344-9.

10 Rees TD. Pathology and management ofperiodontal problems in patients withHIV infection. In: Carranza's clinicalperiodontology (Newman MG, TakeiHH, Klokkevold PR et al., eds), 10 edn.St. Louis, Missouri: Elsevier, 2006: 513-38.

11 Abbas AK. Diseases of immunity. In:Robins and Cotran pathologic basis ofdisease (Kumar V, Abbas AK, Fausto N,

eds), 7 edn. Philadelphia: Elsevier,2005: 193-267.

12 Scully C, Cawson RA. Medicalproblems in dentistry, 5 edn.Philadelphia: Elsevier, 2005: 170-82.

13 DePaola L, Silva A. HIVinfection/AIDS. In: Oral care in advancedisease (Davies A, finlay I, eds). NewYork: Oxford, 2005: 185-96.

14 Little JW, Falace DA, Miller CS et al.Dental management of the medicallycompromised patient, 7 edn. St. Louis,Missouri: Mosby, 2008: 280-301.

15 Horning GM, Cohen ME. Necrotizingulcerative gingivitis, periodontitis, andstomatitis: clinical staging andpredisposing factors J Periodontol 1995;66: 990-8.

16 Neville BW, Damm DD, Allen CM etal. Oral & maxillofacial pathology, 2edn. Philadelphia: Saunders, 2002: 140-1.

17 Newland JR, Meiller TF, Wynn RL etal. Oral soft tissue diseases: a referencemanual for diagnosis & management, 2edn. Ohio: Lexi-Comp, Inc, 2002: 60.

18 William CA, Winkler JR, Grassi M et al.HIV-associated periodontitiscomplicated by necrotizing stomatitis.Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1990;69: 351-5.

19 Carranza FA, Klokkevold PR. Acutegingival infection. In: Carranza's clinicalperiodontology (Newman MG, TakeiHH, Carranza FA, eds), 9 edn. St. Louis,Missouri: Elsevier, 2002: 297-307.

20 Greenspan D, Greenspan JS. Oralmanifestations of HIV infection. AidsClinical Care 1997; 9(4): 29-32.

21 Weinert M, Grimes RM, Lynch DP.Oral manifestations of HIV infection.Ann Intern Med 1996; 125(6): 485-96.

22 Sankaranarayanan S, Chandrasekar T,Rao PS et al. Maxillary non-hodgkinslymphoma. J Oral Maxillofac Pathol2005; 9: 34-6.

23 Maheshwari GK, Baboo HA, Gopal U.Primary extra-nodal non-hodgkin'slymphoma of the cheek. J Postgrad Med2000; 46: 211.

24 Nokta M. Oral manifestations associatedwith HIV infection. Current HIV/AIDSreports 2008; 5: 5-12.

25 Leao JC, Gomes VB, Porter S.Ulcerative lesions of the mouth: an

Page 66: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2017; 9(2):127-134

134

update for the general medicalpractitioner. Clinics 2007; 62(6): 769-80.

26 Regezi JA, Sciubba JA, Jordan RCK.Oral pathology clinical pathologiccorrelations, 4 edn. St. Louis, Missouri:Saunders, 2003: 219-39.

27 Cawson RA, Odell EW, Porter S.Cawson's essentials of oral pathologyand oral medicine, 2 edn. London:Churchill Livingstone, 2002: 308-17.

28 Sirois DA. Oral manifestations of HIVdisease. MS Journal 1998; 65: 322-32.

29 DeLong L, Burkhart NW. General andoral pathology for dental hygienist.Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins, 2008: 295-320.

30 Salama C, Finch D, Bottone EJ.Fusospirochetosis causing necrotic oralulcer in patients with HIV infection.Oral Surg Oral Med Oral Pathol OralRadiol Endod 2004; 98: 321-3.

31 Sanz M, Herrera D. Individual drugs. In:Antibiotic and antimicrobial use indental practice (Newman MG, vanWinkelhoff AJ, eds), 2 edn. Illinois:Quintessence Publishing Co, Inc, 2001:33-52.

32 Gage TW, Little JW. Mosby's 2007dental drug consult. St. Louis, Missouri:Mosby, 2007: 247-8.

33 Plemons JM, Benton E, Rankin KV etal. Necrotizing ulcerative periodontitis:a case report. Oral Disease Update 2003;IX: 6-9.

Page 67: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

ISSN: 2085-546X

Petunjuk Penulisan

Cakradonya Dental Journal (CDJ) adalah jurnal ilmiah yangterbit dua kali setahun, Februari dan Agustus. Artikel yangditerima CDJ akan dibahas para pakar dalam bidang keilmuanyang sesuai (peer-review) bersama redaksi. Sekiranya peer-review menyarankan adanya perubahan, maka penulis diberikesempatan untuk memperbaikinya.

CDJ menerima artikel konseptual dari hasil penelitian originalyang relevan dengan bidang kesehatan, kedokteran gigi dankedokteran. CDJ juga menerima literature review, danlaporan kasus.

Artikel yang dikirim adalah artikel yang belum pernahdipublikasi, untuk menghindari duplikasi CDJ tidak menerimaartikel yang juga dikirim pada jurnal lain pada waktu bersamaanuntuk publikasi. Penulis memastikan bahwa seluruh penulispembantu telah membaca dan menyetujui isi artikel.

1. Artikel PenelitianTatacara penulisan:✓ Judul dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.✓ Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia & Inggris,

dalam bentuk tidak terstruktur dengan jumlahmaksimal 200 kata, harus mencerminkan isi artikel,ringkas dan jelas, sehingga memungkinkan pembacamemahami tentang aspek baru atau penting tanpa harusmembaca seluruh isi artikel. Diketik dengan spasitunggal satu kolom.

✓ Kata Kunci dicantumkan pada halaman yang samadengan abstrak. Pilih 3-5 buah kata yang dapatmembantu penyusunan indek.

✓ Artikel utama ditulis dengan huruf jenis Times NewRoman ukuran 11 point, spasi satu.

✓ Artikel termasuk tabel, daftar pustaka dan gambarharus diketik 1 spasi pada kertas dengan ukuran 21,5x 28 cm (kertas A4) dengan jarak dari tepi 2,5 cm,jumlah halaman maksimum 12. Setiap halaman diberinomor secara berurutan dimulai dari halaman judulsampai halaman terakhir.

✓ Laporan tentang penelitian pada manusia harusmemperoleh persetujuan tertulis (signed informedconsent).

✓ Sistematika penulisan artikel hasil penelitian, adalahsebagai berikut:▪ Judul▪ Nama dan alamat penulis disertai pas photo▪ Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris▪ Kata kunci▪ Pendahuluan (tanpa subjudul, memuat latar

belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, danmasalah/tujuan penelitian).

▪ Bahan dan Metode▪ Hasil▪ Pembahasan▪ Kesimpulan dan Saran▪ Ucapan terima kasih▪ Daftar Pustaka.

2. Tinjauan pustaka/artikel konseptual (setara hasilpenelitian) merupakan artikel review dari jurnal dan ataubuku mengenai ilmu kedokteran gigi, kedokteran dankesehatan mutakhir memuat:

▪ Judul

▪ Nama Penulis▪ Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris▪ Pendahuluan (tanpa subjudul)▪ Subjudul-subjudul sesuai kebutuhan▪ Penutup (kesimpulan dan saran)▪ Daftar pustaka

3. Laporan Kasus. Berisi artikel tentang kasus di klinik yangcukup menarik, dan baik untuk disebarluaskan dikalangansejawat lainnya. Format terdiri atas: Pendahuluan,Laporan kasus, Pembahasan dan Daftar pustaka.

4. Gambar dan tabel. Kirimkan gambar yang dibutuhkanbersama makalah. Tabel harus diketik 1 spasi.

5. Metode statistik. Jelaskan tentang metode statistik secararinci pada bagian “metode”. Metode yang tidak lazim,ditulis secara rinci berikut rujukan metode tersebut.

6. Judul ditulis dengan huruf besar 11 point, baik judulsingkat dengan jumlah maksimal 40 karakter termasukhuruf dan spasi. Diletakkan di bagian tengah atas darihalaman pertama. Subjudul dengan huruf 11 point.

7. Nama dan alamat penulis disertai pas photo. Nama penulistanpa gelar dan alamat atau lembaga tempat bekerja ditulislengkap dan jelas. Alamat korespondensi, nomor telepon,nomor facsimile, dan alamat e-mail. Pas photo terbaruukuran 3x4.

8. Ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih hanya untukpara profesional yang membantu penyusunan naskah,termasuk pemberi dukungan teknis, dana dan dukunganumum dari suatu institusi.

9. Daftar pustaka. Daftar pustaka ditulis sesuai denganaturan penulisan Vancouver, diberi nomor urut sesuaidengan pemunculan dalam keseluruhan teks ditulis secarasuper script. Jumlah daftar pustaka minimal 10 referensi.Disebutkan 5 nama pengarang kemudian at al.- Jurnal: Hendarto H, Gray S. Surgical and non surgical

intervation for speech rehabilitation in Parkinsondisease. Med J Indonesia 2000; 9 (3): 168-74.

- Buku: Lavelle CLB. Dental plaque. In: Applied OralPhysiology, 2nd ed. London: Wright. 1988:93-5.

- Book Section: Shklar G, Carranza FA. The HistoricalBackground of Periodontology. In: Carranza's ClinicalPeriodontology (Newman MG, Takei HH, KlokkevoldPR, Carranza FA, eds), 10th ed. St. Louis: SaundersElsevier, 2006: 1-32.

- Website : Almas K. The antimicrobial effects of sevendifferent types of Asian chewing sticks. Available inhttp://www.santetropicale.com/resume/49604.pdfAccessed on April, 2004.

10. Artikel dikirim sebanyak 1 (satu) eksemplar, dalambentuk hard dan soft copy, tuliskan nama file dan programyang digunakan, kirimkan paling lambat 2 (dua) bulansebelum bulan penerbitan kepada:Ketua Dewan PenyuntingCakradonya Dental Journal (CDJ)Fakultas Kedokteran Gigi-UnsyiahDarussalam Banda Aceh 23211Telp/fax. 0651-7551843

11. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akandiberitahukan secara tertulis. Penulis yang artikelnyadimuat akan mendapat imbalan berupa nomor buktipemuatan sebanyak 1 (satu) eksemplar. Artikel yang tidakdimuat tidak akan dikembalikan kecuali atas permintaanpenulis.

Page 68: DENTAL JOURNAL - Unsyiah

Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh

Aceh-IndonesiaTelp.Fax/0651 7555183

E-mail: [email protected]