PEMAKNAAN KEADILAN DALAM PENGATURAN PENGELOLAAN ... · Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...

31
ASAS KEADILAN DALAM PENGATURAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DI INDONESIA Tesis Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum Disusun Oleh: Laurens NPM: 322010001 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA JULI 2012

Transcript of PEMAKNAAN KEADILAN DALAM PENGATURAN PENGELOLAAN ... · Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...

  • ASAS KEADILAN DALAM PENGATURAN

    PENGELOLAAN PERTAMBANGAN

    DI INDONESIA

    Tesis

    Diajukan Kepada

    Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum

    Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum

    Disusun Oleh:

    Laurens

    NPM: 322010001

    PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    JULI 2012

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap Bangsa

    Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

    kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut

    melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

    abadi dan keadilan sosial.1 Salah satu tujuan tersebut telah dijabarkan dalam

    Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

    merupakan prinsip yang mendasari pembentukan seluruh peraturan

    perundang-undangan di bidang perekonomian.

    Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal menjadi bagian dari

    penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya

    untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan

    kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan

    kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan

    ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam

    suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.2 Dalam konteks investasi di

    bidang pertambangan yang dilakukan melalui penanaman modal asing

    1 Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    2 Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

    Modal.

  • 2

    adalah dilakukan melalui joint venture yaitu suatu bentuk perjanjian usaha

    patungan antara Negara Indonesia dengan perusahaan pananaman modal

    asing, dimana Negara bertindak sebagai pemegang kuasa pertambangan

    menunjuk perusahaan penanaman modal asing yang bertindak sebagai

    kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan di bidang usaha Pertambangan

    Umum yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi,

    pemurnian, pengangkutan dan penjualan bahan-bahan galian yang berada di

    wilayah hukum Negara Republik Indonesia.

    Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan atas hukum

    Reschsstaat.3 Ciri-ciri negara hukum ialah, pertama, adanya pembagian

    kekuasaan dalam negara, kedua, diakuinya hak asasi manusia yang dituangan

    dalam konstitusi, ketiga, adanya dasar hukum bagi kekuasaan pemerintah

    (asas legalitas), keempat, adanya peradilan yang bebas dan merdeka, kelima,

    semua warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintah

    wajib menjunjung hukum4. Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu

    dalam pembentukan undang-undang harus didasarkan pada undang-undang

    dasar (konstitusi)5. Menurut penulis, hukum merupakan yang utama dalam

    mewujudkan kepastian hukum dan keadilan sosial demi terselenggaranya

    3 Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945 Bagian Sistem

    Pemerintahan Negara. Angka 1. 4 Jimly Asshiddiqie, Negara Hukum Indonesia, Ceramah Umum Ikatan Alumi

    Universitas Jayabaya, Jakarta, 23 Januari 2010. 5 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Nusa

    Media, Bandung, 2008, hal: 243-253.

  • 3

    kesejahteraan rakyat. Undang-undang yang ada harus mencerminkan apa

    yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan

    konstitusi Indonesia. Indonesia adalah negara hukum, maka semua produk

    undang-undang harus didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945.

    Keadilan sosial merupakan cita-cita dari Negara Indonesia yang

    paling utama. Keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapa

    pun sesuai apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proporsional

    dan tidak melanggar hukum6. Menurut Notohamidjojo, keadilan sosial

    menuntut supaya manusia hidup dengan layak dalam masyarakat masing-

    masing harus diberi kesempatan menurut menselijke waardigheid (kepatuhan

    kemanusiaan). Menurut Soekarno, yang dimaksud sebagai keadilan sosial

    ialah:

    Suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur,

    berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada

    penindasan, tidak ada penghisapan. Tidak ada exploitation de

    I’homme par I’homme. Semuanya berbahagia, cukup sandang, cukup

    pangan, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja.7

    Sedangkan menurut John Rawls, keadilan harus memenuhi tiga unsur

    yaitu: pertama diandaikan tidak diketahui, manakah posisi yang akan diraih

    seorang pribadi tertentu di kemudian hari, karena abstraksi dari segala sifat

    individualnya orang mampu untuk sampai pada suatu pilihan yang rasional

    6 Darji Darmodiharjo & Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Cetakan keenam,

    Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hal 166-167. 7 Soekarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, Media Pressindo,

    Yogyakarta, 2006, hal 277-278.

  • 4

    tentang prinsip-prinsip keadilan; kedua diandaikan bahwa prinsip keadilan

    dipilih dengan semangat keadilan, yakni dengan kesediaan untuk tetap

    berpegang pada prinsip-prinsip keadilan yang telah dipilih. Sikap ini perlu

    karena sasaran individu yang harus dibagi rata antara banyak orang dan pasti

    tidak semua orang tidak menerima apa yang mereka inginkan. Sikap ini

    sebenarnya bertepatan dengan sikap rasional dari seorang yang bijaksana.

    Seorang yang bijaksana akan mengerti bahwa semua orang sungguh-sungguh

    berusaha memperhatikan kepentingan bersama secara dewasa, ia tidak akan

    merasa iri hati terhadap orang, sekurang-kurangnya tidak selama perbedaan

    tidak melampaui batas-batas tertentu; ketiga, diandaikan bahwa tiap-tiap

    orang suka mengejar kepentingan individualnya dan baru kemudian

    kepentingan umum. Hal ini wajar karena orang berkembang secara pribadi

    dan ingin memperhatikan orang-orang dekatnya.8

    Demi mewujudkan keadilan sosial, pemerintah selaku pelaksana dari

    negara berusaha memanfaatkan modal yang ada yang ada, baik berupa

    sumberdaya lewat hasil produksi atau sumber daya alam berupa mineral

    (emas, tembaga, perak, nikel, batubara, dan lain-lain) untuk dikelola dalam

    rangka mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan yang diamanatkan dalam

    Undang-Undang Dasar 1945. Dalam hal ini, pemerintah telah menyusun dan

    8 Theo Huijebers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Cetakan ke 5, Kanisius,

    Yogyakarta, 2005, hal 198.

  • 5

    membuat undang-undang di bidang pertambangan. Pengaturan pengelolaan

    pertambangan di Indonesia sendiri memiliki perjalanan sejarah yang panjang.

    Pada tahun 1960, pada masa Orde Lama, Pemerintah Indonesia

    menerbitkan suatu peraturan mengenai pertambangan yang diundangkan

    sebagai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang kemudian

    menjadi Undang-Undang No. 37 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan

    yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pertambangan 1960. Tahun

    1966, lahirlah Orde Baru yang ditandai dengan perubahan besar dalam tata

    kehidupan masyarakat, peran militer dan modal asing semakin kuat dan luas.

    Saat itu pemerintah Orde baru menetapkan Undang-Undang Nomor 11

    Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.

    Meningkatnya sektor pertambangan pada era Orde Baru, karena sebagian

    besar disebabkan oleh sikap pemerintah yang lebih terbuka dengan modal

    asing. Setelah hampir selama kurang lebih empat dasawarsa sejak

    diberlakukannya Undang-Undang nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-

    Ketentuan Pokok pertambangan, maka lahirlah peraturan perundang-

    undangan yang mengatur lebih spesifik tentang pertambangan mineral dan

    batubara, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

    Mineral dan Batubara.

    Penyusunan dan pembentukan ketiga undang-undang di bidang

    pertambangan tersebut dimaksudkan guna mempercepat terlaksananya tujuan

  • 6

    negara dalam pembangunan ekonomi nasional guna menuju masyarakat

    Indonesia yang adil dan makmur secara materiil dan spirituil berdasarkan

    keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara tersebut

    dikerahkan semua dana dan daya untuk mengolah dan membina segenap

    kekuatan ekonomi potensial di bidang pertambangan menjadi kekuatan

    ekonomi riil.9 Dengan demikian yang menjadi payung hukum dari Undang-

    Undang Pertambangan adalah Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 yang

    dirumuskan: 10

    1. ayat (1): Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;

    2. ayat (2): Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

    3. ayat (3): Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan untuk sebesar-

    besarnya kemakmuran rakyat;

    4. ayat (4): Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan, kebersamaan,

    efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,

    kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan

    kesatuan ekonomi nasional;

    5. ayat (5): Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dengan Undang-Undang.

    Perwujudan dari pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tertuang juga

    dalam Pasal 1 Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-

    Ketentuan Pokok Tentang Pertambangan, yang berbunyi:

    9 Lihat Pertimbangan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-

    Ketentuan Pokok Pertambangan, huruf a. 10

    Lihat Undang-Undang Dasar 1945, Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan

    Kesejahteraan Nasional.

  • 7

    Segala bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum

    pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam

    sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa, adalah kekayaan Nasional

    bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh

    Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.11

    Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan

    Pokok Tentang Pertambangan tidak mengatur tentang bagian dari hasil

    pengelolaan sumberdaya alam dari pihak-pihak yang melakukan

    pertambangan di Indonesia dengan negara yang mempunyai otoritas tinggi.

    Ketentuan dalam undang-undang ini Pasal 28 ayat 3, dikatakan bagian

    kepada daerah tempat lokasi di mana suatu perusahaan tambang tersebut

    beroperasi, pembagiannya hanya dari apa yang diperoleh oleh negara secara

    langsung dari perusahaan tambang tersebut sesuai dengan apa yang

    tercantum dalam undang-undang tersebut.

    Dalam hal pembagian hasil pengelolaan bahan tambang daerah tidak

    mendapat langsung dari perusahaan tambang yang beroperasi

    (mengeksploitasi bahan tambang) di daerahnya. Dalam kaitannya dengan

    bagian daerah dalam hasil pengelolaan pertambangan menurut undang-

    undang Undang-Undang No 11 Tahun 1967, daerah tempat beroperasinya

    suatu perusahaan pertambangan hanya bisa menerima berapa pun bagian

    yang menurut pemerintah pusat yang akan diberikan kepada daerah tersebut.

    11

    Lihat Pasal 1 Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan

    Pokok Pertambangan.

  • 8

    Hal ini jelas berdampak bagi daerah tersebut dalam rangka mewujudkan

    keadilan sosial bagi rakyatnya.

    Salah satu contoh perusahaan pertambangan asing yang melakukan

    penanaman modal di Indonesia adalah PT Freeport. PT. Freeport telah

    beroperasi di Papua sejak bulan April Tahun 1967. Selama beroperasi di

    Papua, PT. Freeport telah berhasil mengeruk keuntungan hingga miliaran

    dollar pertahun—berdasarkan laporan keuangan Freeport pada 2008, total

    pendapatan Freeport adalah US$ 3,703 miliar dengan keuntungan US$ 1,415

    miliar.12

    Namun jika kita lihat, jauh dari apa yang dicita-citakan dalam

    konstitusi negara Indonesia, wilayah Provinsi Papua dalam rentang waktu

    berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 dan UU Nomor 21

    Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua, tidak bertumbuh

    menuju suatu masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan sosial. Aktivitas

    ekonomi yang dihasilkan dari pengelolaan pertambangan belum memberikan

    kontribusi besar pada pembangunan ekonomi yang menguntungkan

    penduduk asli Papua13

    , tempat di mana beroperasinya perusahaan tambang

    tersebut.

    Contoh lainnya lagi adalah PT Newmont Nusa Tenggara, perusahaan

    pertambangan yang beroperasi di daerah Sumbawa. Perusahaan ini

    12

    http://www.tempo.co/hg/bisnis/2010/03/04/brk,20100304-229961,id.html,

    Penerimaan Negara dari Freeport Dinilai Tak Berimbang, diakses pada tanggal 29 September 2011.

    13 http://www.jatam.org, Pertambangan Papua Kasus Freeport, diakses pada

    tanggal 14 Maret 2011.

    http://www.tempo.co/hg/bisnis/2010/03/04/brk,20100304-229961,id.htmlhttp://www.jatam.org/

  • 9

    diperkirakan membukukan pendapatan pada kuartal I 2011 sebesar US$

    484,67 juta.14

    Selama ini PT Newmont Nusa Tenggara melakukan

    pembuangan sisa tambang ke dasar laut Teluk Senunu, Sumbawa, hal ini

    dinilai telah merugikan nelayan dan tidak sesuai dengan mekanisme

    perundangan.15

    Selain PT. Freeport dan PT Newmont Nusa Tenggara

    tersebut, masih banyak perusahaan perusahaan pertambangan asing yang

    melakukan penanaman modal di wilayah Indonesia, namun pengelolaan

    pertambangan belum memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan sosial

    wilayah tempat di mana beroperasinya perusahaan tambang tersebut sesuai

    dengan keadilan sosial yang diamanatkan oleh UUD 1945.

    Landasan konstitusional konsepsi keadilan dalam pengelolaan

    pertambangan adalah Pasal 33 UUD Tahun 1945. Oleh sebab itu konsepsi

    keadilan dalam penguasaan dan penggunaan kekayaan alam haruslah sesuai

    dengan Pasal 33 UUD 1945. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan

    kajian yuridis mengenai asas keadilan dalam pengaturan pengelolaan

    pertambangan di Indonesia.

    14

    http://www.indonesiafinancetoday.com/read/6640/Pendapatan-Newmont-Nusa-

    Tenggara-Kuartal-I-Diperkirakan-US-48467-Juta, Pendapatan Newmont Nusa Tenggara

    Kuartal I Diperkirakan US$ 484,67 Juta, diakses pada tanggal 29 September 2011. 15

    http://cetak.kompas.com/read/2011/07/08/03493360/walhi.siap.gugat.kementerian

    .lingkungan, Dampak Pertambangan: Walhi Siap Gugat Kementerian Lingkungan, diakses

    pada tanggal 22 Juli 2011.

    http://www.indonesiafinancetoday.com/read/6640/Pendapatan-Newmont-Nusa-Tenggara-Kuartal-I-Diperkirakan-US-48467-Jutahttp://www.indonesiafinancetoday.com/read/6640/Pendapatan-Newmont-Nusa-Tenggara-Kuartal-I-Diperkirakan-US-48467-Jutahttp://cetak.kompas.com/read/2011/07/08/03493360/walhi.siap.gugat.kementerian.lingkunganhttp://cetak.kompas.com/read/2011/07/08/03493360/walhi.siap.gugat.kementerian.lingkungan

  • 10

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

    penelitian ini adalah:

    1. Apakah konsepsi keadilan mengenai penguasaan dan penggunaan

    kekayaan alam yang terkandung dalam UUD Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945?

    2. Apakah ketentuan pengaturan pengelolaan pertambangan di

    Indonesia menerapkan prinsip keadilan sebagaimana dimaksudkan

    dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945?

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini memiliki tujuan:

    1. Mengetahui makna konsepsi keadilan dalam penguasaan dan

    penggunaan kekayaan alam yang terkandung dalam UUD Negara

    Republik Indonesia Tahun 1945.

    2. Mengetahui pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia

    apakah sesuai dengan prinsip keadilan sebagaimana dimaksud dalam

    UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  • 11

    D. Manfaat Penelitian

    1. Memberi masukan terhadap kaidah hukum muatan materi dalam

    peraturan pengelolaan pertambangan yang membawa keadilan bagi

    daerah tempat pertambangan itu berlangsung.

    2. Memberi masukkan untuk merubah atau memperbaiki peraturan

    perundang-undangan mengenai eksploitasi pertambangan di

    Indonesia yang memberikan keadilan bagi kepentingan daerah

    setempat dan sesuai yang dimaksud oleh UUD 1945.

    E. Landasan Teori

    Isu sentral penelitian ini adalah asas keadilan dalam pengaturan

    pengelolaan pertambangan di Indonesia. Landasan teori yang akan dijadikan

    pisau analisis dalam penelitian ini, yaitu:

    1. Teori Keadilan Sosial

    Asas keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan yang

    menjadi isu di sini adalah keadilan sosial, yang dalam hal ini yaitu keadilan

    bagi rakyat Indonesia. Dalam asas keadilan dalam pengaturan pengelolaan

    pertambangan di Indonesia, maka keadilan mencakup antara pihak

    perusahaan pertambangan dan rakyat Indonesia yang diwakili oleh

    Pemerintah Indonesia. Diskusi mengenai konsep keadilan di sini mau tidak

  • 12

    mau harus mengacu kepada pendapat para tokoh serta konsep keadilan yang

    memang telah ada di dalam Undang-Undang.

    Teori-teori Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap

    mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam

    mengutamakan “the search for justice”.16

    Pandangan-pandangan Aristoteles

    tentang keadilan bisa kita dapatkan dalam karyanya nichomachean ethics,

    politics, dan rethoric. Lebih khususnya, dalam buku nicomachean ethics,

    buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang berdasarkan filsafat

    umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya,

    “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”.17

    Konsep keadilan Aristoteles ini terkait erat dengan pembentukan struktur

    kehidupan masyarakat yang didasarkan atas prinsip-prinsip persamaan

    (equality) dan solidaritas. Kemudian, Thomas Aquinas mengatakan

    keutamaan dalam keadilan adalah menentukan bagaimana hubungan orang

    dengan orang lain dalam hal iustum, yakni mengenai ’apa yang sepatutnya

    bagi orang lain menurut sesuatu kesamaan proporsional’ (aliquod opus

    adaequatum alteri secundum aliquem aequalitatis modum).18

    Dari pemikiran

    Thomas Aquinas inilah kemudian terbit pemahaman mengenai keadilan

    proposional. Pemikiran mengenai keadilan dari Aristoteles dan Thomas

    16

    Theo Huijebers, Op.cit, hal 196. 17

    Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nuansa dan

    Nusamedia, Bandung, 2004, hal 24. 18

    Theo Huijebers, Op.cit, hal 42.

  • 13

    Aquinas yang masih berpijak pada filsafat hukum alam inilah yang penulis

    anggap sebagai kategori konsep keadilan tradisional.

    Selanjutnya, menurut John Rawls, pada masyarakat yang telah maju

    (modern), hukum baru akan ditaati apabila ia mampu meletakkan prinsip-

    prinsip keadilan.19

    Pemikiran mengenai keadilan John Rawls inilah, yang

    penulis anggap sebagai kategori konsep keadilan modern. Rawls mengakui

    bahwa kecenderungan manusia untuk mementingkan diri sendiri merupakan

    kendala utama dalam mencari prinsip-prinsip keadilan itu. Apabila dapat

    menempatkan diri pada posisi asli, manusia akan sampai pada dua prinsip

    keadilan yang paling mendasar, yaitu:20

    1) Prinsip kebebasan yang sama sebesar-besarnya (principle of greatest

    equal liberty). Menurut pinsip ini setiap orang mempunyai hak yang

    sama atas seluruh keuntungan masyarakat.

    2) Prinsip ketidaksamaan atau perbedaan, yang menyatakan bahwa situasi

    perbedaan (sosial ekonomi) harus diberikan aturan sedemikian rupa

    sehingga dapat menguntungkan golongan masyarakat yang paling

    lemah (paling tidak mendapat peluang untuk mencapai prospek

    kesejahteraan, pendapatan dan otoritas).

    19

    Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Op. cit., hal. 161-162 20

    Ibid, hal 165.

  • 14

    Konsep tentang keadilan memang selama ini mengandung banyak

    aspek dan dimensi. Kita dapat membedakan berjenis-jenis keadilan: 21

    a. Keadilan komutatif (iustitia commutativa)

    Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-

    masing bagiannya, dengan mengingat supaya prestasi atau sama-nilai

    dengan kontraprestasi.

    b. Keadilan distributif (iustitia distributiva)

    Keadilan distributif adalah keadilan yang secara proporsional

    diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum.

    c. Keadilan vindikatif (justitia vindicativa)

    Keadilan vindikatif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-

    masing hukumannya atau dendanya, sebanding dengan kejahatan atau

    pelanggarannya dalam masyarakat.

    d. Keadilan legal (iustitia legalis)

    Keadilan legalis ialah keadilan undang-undang. Keadilan legal

    menuntut supaya orang tunduk pada semua undang-undang, oleh

    karena undang-undang itu menyatakan kepentingan umum. Dengan

    mentaati hukum adalah sama dengan bersikap baik dalam segala hal,

    maka keadilan legal disebut keadilan umum (justitis generalis).

    e. Aeqsuitas

    21

    O. Notohamidjojo, Demi Keadilan dan Kemanusiaan: Beberapa Bab Dari

    Filsafat Hukum, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1975, hal 36-38.

  • 15

    Aeqsuitas memberikan koreksi apakah subjek dalam situasi dan

    keadaan (omstandingheden) tertentu patut memperoleh haknya atau

    kewajibannya.

    Jika dikaji lebih dalam lagi, menurut penulis, keadilan sosial

    sesungguhnya tidak identik dengan salah satu konsep keadilan yang telah

    dipaparkan oleh penulis sebelumnya. Bahkan keadilan sosial juga tidak sama

    dengan nilai-nilai keadilan yang diimpikan dalam falsafah kehidupan yang

    biasa dikembangkan oleh para filsuf. Namun, ujung dari pemikiran dan

    impian-impian tentang keadilan itu adalah keadilan aktual dalam kehidupan

    nyata yang tercermin dalam struktur kehidupan kolektif dalam masyarakat.

    Artinya, ujung dari semua berbagai ide tentang keadilan di atas adalah

    keadilan sosial yang nyata. Karena itu, dapat dikatakan bahwa konsep

    keadilan sosial itu merupakan simpul dari semua dimensi dan aspek dari ide

    kemanusiaan tentang keadilan.

    Konsep keadilan sosial (social justice) berbeda dari ide keadilan

    hukum yang biasa dipaksakan berlakunya melalui proses hukum. Tetapi

    konsep keadilan sosial tentu juga tidak hanya menyangkut persoalan

    moralitas dalam kehidupan bermasyarakat yang berbeda-beda dari satu

    kebudayaan ke kebudayaan lain sehingga derajat universilitasnya menjadi

    tidak pasti. Seperti dikemukakan di atas, keadilan sosial memang harus

    dibedakan dari pelbagai dimensi keadilan, seperti keadilan equality, keadilan

  • 16

    proposional, keadilan liberal, keadilan komutatif, keadilan vindikatif,

    keadilan distributif, keadilan legal, dan sebagainya—meskipun dapat juga

    dipahami bahwa keseluruhan ide tentang keadilan itu pada akhirnya dapat

    dicakup oleh dan berujung pada ide keadilan sosial. Konsep keadilan sosial

    ini sebenarnya telah diusung oleh para pendiri negara Indonesia. Menurut

    Soekarno, yang dimaksud sebagai keadilan sosial ialah:

    Suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur,

    berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada

    penindasan, tidak ada penghisapan. Tidak ada exploitation de

    I’homme par I’homme. Semuanya berbahagia, cukup sandang, cukup

    pangan, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja.22

    Sudah pernah saya katakan bahwa cita-cita dengan keadilan sosial

    ialah suatu masyarakat yang adil dan makmur. Saya tekankan adil

    dan makmur, makmur dan adil, dengan menggunakan alat-alat

    industri, alat-alat teknologi yang sangat modern....Tetapi

    industrialisme modern itu kita pergunakan untuk kepentingan

    umum.23

    Mohammad Hatta juga menyadari mengenai pentingnya keadilan

    sosial bagi rakyat Indonesia, yang berakibat kepada kesejahteraan rakyat,

    namun hal ini menurutnya harus mengandaikan kedaulatan rakyat. Dalam

    sebuah pidato di Aceh pada tahun 1970, ia mengatakan:

    “Apakah yang dimaksud dengan Indonesia yang adil? Indonesia yang

    adil maksudnya tak lain daripada memberikan perasaan kepada

    seluruh rakyat bahwa ia dalam segala segi penghidupannya

    diperlakukan secara adil dengan tiada dibeda-bedakan sebagai warga

    22

    Soekarno, Op.cit, hal 277-278. 23

    Ibid, hal 295.

  • 17

    negara. Itu akan berlaku apabila pemerintahan negara dari atas

    sampai ke bawah berdasarkan kedaulatan rakyat.”24

    Selain itu, konsep keadilan sosial dapat dilihat pada Alinea IV

    Pembukaan UUD Tahun 1945 yang menyatakan:

    “…. susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat

    dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan

    yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang

    Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

    Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu

    keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.25

    Dari rumusan keadilan sosial di atas penulis menyimpulkan bila

    disimpulkan dalam tataran praktis: Pertama, keadilan sosial itu dirumuskan

    sebagai “suatu” yang sifatnya konkrit, bukan hanya abstrak-filosofis yang

    tidak sekedar dijadikan jargon politik tanpa makna; Kedua, keadilan sosial

    itu bukan hanya sebagai subjek dasar negara yang bersifat final dan statis,

    tetapi merupakan sesuatu yang harus diwujudkan secara dinamis dalam suatu

    bentuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan bila dalam

    tataran normatif maka keadilan sosial dapat disimpulkan: Pertama, keadilan

    sosial adalah kesejaheraan rakyat.

    Dalam hal inilah maka keadilan sosial harus mengandaikan

    kedaulatan rakyat yang berakibat kepada kesejahteraan rakyat. Kedua,

    keadilan sosial merupakan maksimalisasi kemakmuran rakyat. Keadilan

    24

    Mohammad Hatta, dalam Franz Magnis Suseno, Bung Hatta dan Demokrasi,

    Tempo, 18 Agustus 2002. 25

    Lihat Alinea IV Pembukaan UUD Republik Indonesia Tahun 1945.

  • 18

    sosial harus sesuai dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 33 UUD

    Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dimana bumi dan air dan kekayaan

    alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan untuk

    sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketiga, keadilan sosial itu seharusnya

    merupakan subjek dasar negara yang bersifat final dan statis yang terangkum

    dalam konteks (peraturan), kelembagaan, dan sistem nilai yang dapat

    berakibat kepada kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia; dan Keempat,

    keadilan sosial mengarah kepada kepentingan publik. Keadilan sosial akan

    tercipta jikalau kepentingan publik terlindungi. Jadi dalam penelitian ini,

    konsep keadilan sosial merupakan konsep utama yang melandasi isu

    pemaknaan keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di

    Indonesia.

    2. Teori Fungsi Pemerintah

    Keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan

    yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan

    dalam hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan

    banyak waktu. Upaya ini seringkali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan

    yang bertarung dalam kerangka umum tatanan politik untuk

    mengaktualisasikannya.26

    Jadi dalam hal ini keadilan berkaitan erat dengan

    negara untuk mewujudkannya. Negara terbentuk berdasarkan kesepakatan

    26

    Carl Joachim Friedrich, Op.cit, hal. 239.

  • 19

    masyarakat untuk membentuk kekuasaan untuk dapat menghentikan

    kekacauan yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri. Dari kekuasaan yang

    diberikan pada negara tersebut negara mempunyai kekuasaan dan wewenang

    untuk:27

    1. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosisal, yakni yang bertentangan satu sama lain yang menjadi

    antagonis yang membahayakan.

    2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya tujuan masyarakat secara

    keseluruhan. Negara menentukan bagaimana kegiatan asosiasi-

    asosiasi masyarakat disesuaikan satu sama lain dan diarahkan

    pada pencapaian tujuan nasional.

    Pengendalian dan pengorganisasian fungsi Negara mengusahakan

    kesejahteraan dan kemakmuran rakyat tersebut dilakukan dengan perantaraan

    pemerintah beserta segala alat-alat perlengkapannya.28

    Sebab dalam

    kenyataannya, pihak atau organ yang meyelenggarakan kekuasaan Negara

    adalah pemerintah, baik dalam arti sempit—lembaga eksekutif—maupun

    dalam arti luas, meliputi seluruh badan kenegaraan yang terdapat di dalam

    Negara.29

    Keterlibatan pemerintah yang sedemikian luas dalam tugas Negara

    ini menempatkan dirinya sebagai servis publik, yakni menyelenggarakan dan

    mengupayakan suatu keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh

    masyarakatnya.30

    27

    Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1986, hal. 39. 28

    Krishna Djaya Darumurti, Kekuasaan Diskresi Pemerintah, PT Citra aditya

    Bakti, Bandung, 2012, hal 16. 29

    Ibid. 30

    Ibid.

  • 20

    Selain itu, konsep fungsi pemerintah dalam pengaturan pengelolaan

    pertambangan dapat dilihat dalam Pasal 176 Undang-Undang Nomor 12

    Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32

    Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pemerintahan daerah

    dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan

    atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam

    peraturan daerah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

    Yang dimaksud dengan insentif dan/atau kemudahan dalam ketentuan di atas

    adalah pemberian dari pemerintah daerah antara lain dalam bentuk

    penyediaan sarana, prasarana, dan stimulasi, pemberian modal usaha,

    pemberian bantuan teknis, keringanan biaya, dan percepatan pemberian izin.

    Jadi konsep fungsi pemerintah dalam pengaturan pengelolaan pertambangan

    di sini harus melihat kesejahteraan umum yang berlandaskan kepada

    keadilan sosial.

    Dengan demikian terdapat kaitan yang sangat erat antara keadilan

    sosial dengan fungsi pemerintah sebagai pewujud keadilan sosial dalam

    masyarakat. Pemerintah yang dimaksudkan di sini adalah alat perlengkapan

    negara (tingkat pusat dan daerah) yang menjalankan seluruh kegiatan

    bernegara dalam menyelenggarakan pemerintahan.31

    31

    Ibid, hal 9.

  • 21

    3. Teori Asas Keadilan Dalam Materi Muatan Peraturan

    Perundang-undangan

    Sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

    tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka materi muatan

    yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi hal-hal yang:32

    a. Mengantar lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:

    1. hak-hak asasi manusia; 2. hak dan kewajiban warga negara; 3. pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta

    pembagian kekuasaan negara;

    4. wilayah negara dan pembagian daerah; 5. kewarganegaraan dan kependudukan; 6. keuangan negara.

    b. Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untak diatur dengan Undang-Undang.

    Banyaknya hal-hal yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan

    memunculkan kemungkinan ketidaktepatan materi muatan dalam pengaturan

    pengelolaan pertambangan—oleh sebab itu penulis dalam menelaah

    pemaknaan keadilan dalam pengelolaan pertambangan melalui peraturan

    perundang-undangan akan memfokuskan kajiannya terhadap asas keadilan

    sebagai asas materi muatannya. Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor

    12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan materi

    32

    Lihat Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

    Peraturan Perundang-undangan.

  • 22

    muatan peraturan perundang-undangan harus mengandung asas-asas sebagai

    berikut:33

    a. Asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-

    undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka

    menciptakan ketentraman masyarakat.

    b. Asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-

    undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-

    hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan

    penduduk Indonesia secara proporsional.

    c. Asas kebangsaan, bahwa setiap muatan peraturan perundang-undangan

    harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik

    (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan

    Republik Indonesia.

    d. Asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-

    undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat

    dalam setiap pengambilan keputusan.

    e. Asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-

    undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah

    Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan

    33

    Lihat Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

  • 23

    merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan

    Pancasila.

    f. Asas bhinneka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan peraturan

    perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk,

    agama, suku dan golongan, kondisi daerah dan budaya khususnya yang

    menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat,

    berbangsa dan bernegara.

    g. Asas keadilan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-

    undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap

    warga negara tanpa kecuali.

    h. Asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi

    muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang

    bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama,

    suku, ras, golongan, gender atau status sosial.

    i. Asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan

    peraturan perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban

    dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

    j. Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi

    muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan

    keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu

    dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

  • 24

    k. Asas lain, sesuai substansi peraturan perundang-undangan yang

    bersangkutan.

    Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

    tersebut, salah satu asas yang harus ada dalam materi muatan Peraturan

    Perundang-undangan adalah asas keadilan. Berpijak pada hal inilah, maka

    setiap materi muatan peraturan perundang-undangan mengenai pengaturan

    pengelolaan pertambangan harus mempertanyakan makna pemahaman asas

    yang dimaknai sebagai keadilan secara secara proporsional, sesuai dengan

    yang dimaksudkan dalam Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12

    Tahun 2011 tersebut.

    Jika kita kaji lebih dalam lagi, keadilan sosial dalam UUD 1945

    sesungguhnya tidak identik dengan konsep keadilan dalam Penjelasan Pasal

    6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Keadilan sosial dalam Undang-

    Undang Dasar 1945 merupakan sesuatu yang harus diwujudkan secara

    dinamis dalam suatu bentuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Namun dalam Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011,

    keadilan dimaknakan sebagai proporsional. Dalam hal inilah, maka penulis

    akan menelaah pemaknaan keadilan dalam materi muatan peraturan

    perundang-undangan mengenai pengaturan pengelolaan pertambangan

    apakah merupakan keadilan proporsional ataukah merupakan keadilan sosial

    bagi seluruh rakyat Indonesia.

  • 25

    F. Metode Penelitian

    1. Jenis penelitian

    Sesuai dengan karakteristik perumusan masalah yang ditujukan untuk

    menganalisa pemaknaan keadilan dalam pengaturan pengelolaan

    pertambangan di Indonesia, maka metode penelitian yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif

    adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek,

    yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi,

    lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal,

    formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum

    yang digunakan.34

    2. Pendekatan

    Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan oleh penulis,

    maka untuk menjawab isu hukum dalam penelitian, penulis akan

    menggunakan beberapa pendekatan:

    a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach).

    Pendekatan perundang-undangan diperlukan karena yang menjadi

    fokus sekaligus tema sentral penelitian ini yaitu keadilan dalam

    34

    Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,

    Bandung, 2004, hal. 101-102.

  • 26

    pengaturan pengelolaan pertambangan. Untuk itu peneliti harus melihat

    hukum sebagai sistem tertutup yang mempunyai sifat-sifat:

    comprehensive, all-inclusive, systematic.35

    Selain itu dalam metode

    pendekatan perundang-undangan, peneliti perlu memahami hierarki,

    dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan.36

    Dengan

    demikian, pendekatan perundang-undangan dalam penelitian ini

    merupakan legislasi dan regulasi mengenai pengaturan pengelolaan

    pertambangan di Indonesia.

    b. Pendekatan konsep (conceptual approach).

    Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari

    aturan hukum yang ada.37

    Dalam penelitian ini, maka penulis akan

    menggali konsep keadilan berdasarkan pandangan-pandangan tokoh-

    tokoh dan doktrin-doktrin hukum yang berkembang dalam Ilmu

    Hukum. Meskipun tidak secara eksplisit, konsep hukum dapat juga

    diketemukan di dalam undang-undang.38

    Jadi konsep-konsep hukum

    tersebut akan dijadikan penulis sebagai pijakan dalam membangun

    argumen-argumen hukum dalam memecahkan isu mengenai

    35

    Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,

    Banyumedia, Malang, 2006, hal. 303. 36

    Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cetakan keenam, Kencana, Jakarta,

    2010, hal. 96. 37

    Ibid, hal 137. 38

    Ibid, hal 138.

  • 27

    pemaknaan keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di

    Indonesia.

    c. Pendekatan filsafat (philosopical Approach)

    Dengan sifat filsafat yang menyeluruh, mendasar dan spekulatif,

    penjelajahan filsafat akan mengupas isu hukum (legal issues) dalam

    penelitian normatif secara radikal dan mengupasnya secara

    mendalam.39

    Pemahaman akan makna merupakan hal yang esensial di

    dalam penelitian.40

    Melalui pendekatan filsafat penulis akan menyusun

    pemahaman akan pemaknaan keadilan dalam pengaturan pengelolaan

    pertambangan di Indonesia.

    3. Tehnik Pengumpulan Data dan Sumber Penelitian

    Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah

    penelusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dokumen-dokumen yang

    ada, yang berkaitan dengan objek penelitian.41

    Oleh karena itu, sumber data

    penelitian ini adalah data sekunder, yang meliputi bahan hukum primer,

    bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.42

    Bahan hukum yang dikaji meliputi beberapa hal berikut:

    39

    Johnny Ibrahim, Op.cit, hal. 320. 40

    Peter Mahmud Marzuki, Op.cit, hal 87. 41

    Ronny Hantijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta,

    1982, hal. 24. 42

    Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

    Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1995, hal.39.

  • 28

    a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan

    perundang-undangan yakni Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33,

    Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 37 Tahun

    1960 tentang Pertambangan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967

    Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, Undang-Undang

    Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,

    UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua.

    b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-

    buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum,

    pendapat para sarjana dan hasil simposium yang relevan dengan isu

    penelitian.

    c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan

    petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

    hukum sekunder.

    4. Metode Analisis

    Penelitian ini menggunakan pula metode analisis deskriptif kualitatif

    dengan penalaran deduktif. Deskripsi atau pemaparan merupakan kegiatan

    menentukan isi aturan hukum setepat mungkin, sehingga kegiatan

    mendeskripsikan tersebut dengan sendirinya mengandung kegiatan

  • 29

    interprestasi.43

    Dengan demikian penelitian ini termasuk dalam dogmatik

    hukum, yaitu deskripsi, sistematisasi, analisis, interprestasi, dan menilai

    hukum positif.44

    Dalam penelitian ini yang diinterprestasikan yaitu mengenai

    pemaknaan keadilan sosial terhadap norma aturan di dalam pengelolaan

    pertambangan di Indonesia.

    G. Sistematika Penulisan

    Bab II membahas tentang konsep keadilan atas penguasaan dan

    penggunaan kekayaan alam pada tataran konseptual, filsafat, dan analitik.

    Tataran konseptual dan filsafat akan menjelaskan konsep keadilan dari

    pandangan tradisional, pandangan modern, pandangan tokoh bangsa

    Indonesia. Pada tataran analitik akan menjelaskan konsep fungsi pemerintah,

    dalam hal ini berkaitan dengan fungsi pemerintah sebagai pewujud keadilan

    sosial dalam masyarakatnya. Pada tataran yuridis akan menjelaskan konsep

    asas keadilan dalam materi muatan peraturan perundang-undangan dan

    makna keadilan dalam penguasaan dan penggunaan kekayaan alam menurut

    Pasal 33 UUD 1945.

    Bab III membahas tentang keadilan di dalam peraturan pengelolaan

    pertambangan di Indonesia. Sebelum menguraikan keadilan di dalam

    43

    Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju,

    Bandung, 2000, hal. 149-150.

    44 J.J.H. Bruggink, Refleksi tentang Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999,

    hal. 169.

  • 30

    peraturan pengelolaan pertambangan di Indonesia, dalam bab ini penulis

    akan membahas mengenai sejarah pengaturan pertambangan di Indonesia.

    Sedangkan hal yang terkait dengan pembahasan keadilan di dalam peraturan

    pengelolaan pertambangan di Indonesia adalah kaidah hukum asas keadilan

    dalam materi muatan peraturan perundang-undangan Pertambangan,

    meliputi: PERPU 37 Tahun 1960 Tentang Pertambangan, UU Nomor 11

    Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, UU Nomor

    4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Selain itu,

    dalam bab ini penulis juga akan membahas keadilan dalam peraturan

    pelaksana pertambangan sebagai contoh UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang

    Otonomi Khusus Provinsi Papua berkaitan dengan pemaknaan keadilan

    dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia.

    Bab IV merupakan bab Penutup yang berisi mengenai kesimpulan

    dari makna keadilan yang ada pada UUD 1945, UU mengenai

    Pertambangan, dan Peraturan Pelaksanaannya serta saran dari penulis yaitu

    apa yang harus dituangkan dalam materi muatan peraturan perundang-

    undangan terkait dengan perwujudan kaidah hukum atas asas keadilan dalam

    pembentukan peraturan perundang-undangan bidang pertambangan di masa

    depan.