Purifikasi Antigen Outer Membrane Protein (O MP) D ari ...

9
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~106~ ISBN 978-602-72245-0-6 Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan Makassar, 29 Januari 2015 Purifikasi Antigen Outer Membrane Protein (OMP) Dari Isolat Salmonella enterica serovar Typhi CUT MUTHIADIN Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar Jl. Sultan Alauddin 36 Samata, Kab. Gowa 92113 email: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendapatkan protein murni dari antigen OMP isolat Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi) dengan metode fraksinasi amonium sulfat dan dialisis. Fraksinasi dilakukan dengan variasi konsentrasi ammonium sulfat 10–20%; 20-40%; 40–60%, 60–80%, dan 80–100%. Kemudian filtrat dari setiap konsentrasi fraksinasi tersebut dilanjutkan dengan metode dialisis menggunakan membran selofan, kemudian diukur kadar proteinnya dengan metode Lowry. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kadar protein OMP tertinggi diperoleh sebesar 1, 641 mg/ml yaitu pada konsentrasi 20-40%. Kata Kunci: Antigen OMP, kadar protein, purifikasi, S. typhi PENDAHULUAN Demam tifoid yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serovar Typhi (S. Typhi) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Diagnosis demam tifoid berdasarkan pemeriksaan klinis sangat sulit ditegakkan karena gejala dan tanda tanda yang berbeda-beda. Disamping itu gejala yang muncul itu mirip dengan gejala penyakit lainnya seperti malaria dan demam berdarah. Isolasi atau kultur darah masih merupakan diagnosis yang umum digunakan sebagai diagnosis laboratorium. Namun diperlukan waktu yang lama berkisar 2-3 hari, oleh karena diperlukan penegakan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Saat ini telah banyak dikembangkan alat imunodiagnostik seperti diantaranya: dipstick, tubex, dri-dot, namun masih memiliki kekurangan berupa sensitivitas dan spesifitas yang rendah serta hasil positif palsu. Oleh karenanya dilakukan penelitian ini dengan mengisolasi antigen OMP dari darah penderita demam tifoid, kemudian dimurnikan untuk melihat konsentrasi proteinnya, dan selanjutnya akan dilakukan penelitian berkelanjutan yaitu uji protein (antigen OMP) terhadap serum (antibodi) suspek demam tifoid, sehingga diharapkan bisa dikembangkan sebuah alat imunodiagnotik untuk penegakan diagnosis demam tifoid yang bisa digunakan spesifik di daerah Makassar dan bahkan meluas di Indonesia. Penelitiaan ini dilakukan melakukan pemurnian berupa fraksinasi antigen OMP dengan menggunakan garam ammonium sulfat. OMP diendapkan dengan mengamengatur konsentrasi ammonium sulfat yang berbeda yaitu konsentrasi 20%; 40%; 60%; 80%, dan 100%. Kemudian dilanjutkan dengan metode dialIsis. Protein yang diperoleh dari setiap fraksi diuji kadar proteinnya sebagai referrensi untuk penelitian selanjutnya. METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2014 di Laboratorium Biokimia Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin, Makassar. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat gelas, pipet mikro, penyaring plastik, pisau stailess steel, alat parut stainless steel (Brilliant), mortar, lemari pendingin, freezer, sentrifus dingin (Juan MR 1889), neraca analitik (Mettler Toledo AL 204), pengaduk magnet (stirer), pemanas (Janke-Kunkel), oven, kantong selofan 10 x 2 cm, pH-meter (Orion 201), higrometer dan termometer ruang, spektrofotometer UV-Vis (Genesys 10 UV series).

Transcript of Purifikasi Antigen Outer Membrane Protein (O MP) D ari ...

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~106~

ISBN 978-602-72245-0-6Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan

Makassar, 29 Januari 2015

Purifikasi Antigen Outer Membrane Protein (OMP) Dari Isolat Salmonella entericaserovar Typhi

CUT MUTHIADINJurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar

Jl. Sultan Alauddin 36 Samata, Kab. Gowa 92113email: [email protected]

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan mendapatkan protein murni dari antigen OMP isolat Salmonella enterica

serovar typhi (S. typhi) dengan metode fraksinasi amonium sulfat dan dialisis. Fraksinasi dilakukandengan variasi konsentrasi ammonium sulfat 10–20%; 20-40%; 40–60%, 60–80%, dan 80–100%.Kemudian filtrat dari setiap konsentrasi fraksinasi tersebut dilanjutkan dengan metode dialisismenggunakan membran selofan, kemudian diukur kadar proteinnya dengan metode Lowry. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa Kadar protein OMP tertinggi diperoleh sebesar 1, 641 mg/ml yaitupada konsentrasi 20-40%.

Kata Kunci: Antigen OMP, kadar protein, purifikasi, S. typhi

PENDAHULUANDemam tifoid yang disebabkan oleh

bakteri Salmonella enterica serovar Typhi (S.Typhi) masih menjadi masalah kesehatanutama di dunia terutama di negaraberkembang, termasuk Indonesia. Diagnosisdemam tifoid berdasarkan pemeriksaan klinissangat sulit ditegakkan karena gejala dan tandatanda yang berbeda-beda. Disamping itu gejalayang muncul itu mirip dengan gejala penyakitlainnya seperti malaria dan demam berdarah.Isolasi atau kultur darah masih merupakandiagnosis yang umum digunakan sebagaidiagnosis laboratorium. Namun diperlukanwaktu yang lama berkisar 2-3 hari, oleh karenadiperlukan penegakan diagnosis demam tifoidsecara dini dan cepat. Saat ini telah banyakdikembangkan alat imunodiagnostik sepertidiantaranya: dipstick, tubex, dri-dot, namunmasih memiliki kekurangan berupa sensitivitasdan spesifitas yang rendah serta hasil positifpalsu.

Oleh karenanya dilakukan penelitian inidengan mengisolasi antigen OMP dari darahpenderita demam tifoid, kemudian dimurnikanuntuk melihat konsentrasi proteinnya, danselanjutnya akan dilakukan penelitianberkelanjutan yaitu uji protein (antigen OMP)terhadap serum (antibodi) suspek demamtifoid, sehingga diharapkan bisadikembangkan sebuah alat imunodiagnotik

untuk penegakan diagnosis demam tifoid yangbisa digunakan spesifik di daerah Makassardan bahkan meluas di Indonesia.

Penelitiaan ini dilakukan melakukanpemurnian berupa fraksinasi antigen OMPdengan menggunakan garam ammoniumsulfat. OMP diendapkan denganmengamengatur konsentrasi ammonium sulfatyang berbeda yaitu konsentrasi 20%; 40%;60%; 80%, dan 100%. Kemudian dilanjutkandengan metode dialIsis. Protein yang diperolehdari setiap fraksi diuji kadar proteinnyasebagai referrensi untuk penelitianselanjutnya.

METODEPenelitian ini dilaksanakan pada bulan

Mei-Juni 2014 di Laboratorium BiokimiaFakultas MIPA Universitas Hasanuddin,Makassar.

Alat yang digunakan dalam penelitian inimeliputi seperangkat alat gelas, pipet mikro,penyaring plastik, pisau stailess steel, alatparut stainless steel (Brilliant), mortar, lemaripendingin, freezer, sentrifus dingin (Juan MR1889), neraca analitik (Mettler Toledo AL204), pengaduk magnet (stirer), pemanas(Janke-Kunkel), oven, kantong selofan 10 x 2cm, pH-meter (Orion 201), higrometer dantermometer ruang, spektrofotometer UV-Vis(Genesys 10 UV series).

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~107~

ISBN 978-602-72245-0-6Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan

Makassar, 29 Januari 2015

Bahan yang digunakan antara lain,aquades, VCO, gum arab, alkohol, bufferfosfat. Bahan kimia yang digunakan antara lainCa(OH)2, K2HPO4, KH2PO4, CuSO4, KNa-tartrat, dan bovin serum albumin (BSA) yangdiperoleh dari Merck.

Isolasi dan Ekstraksi Antigen OMP.Pemisahan fraksi OMP dilakukan denganmetode S. Kim et al (2006). Sebanyak 6 osebiakan S. Typhi dimasukkan kedalam 1 mlmedium BHIB dan diinkubasi pada suhu 37oCselama 24 jam. Selanjutnya kultur sel tersebutdisentrifugasi pada 15.000 g selama 20 menitpada suhu 4oC. Peletnya kemudianditambahkan dengan 10 mmol 1-1 Tris-HCl(pH 8) kemudian disonikasi pada sonikatordengan menggunakan es selama 4 kali selama5 detik. Selanjutnya disentrifus kembali pada15.000 g selama 1 jam pada suhu 4oC. Peletkembali dipisahkan dan ditambahkan dengan10 ml dari 10 mmol 1-1 Tris-HCl (pH 8) dansarcosyl sampai mencapai konsentrasi akhirdari 1.5% (v/v). Setelah didiamkan pada suhuruangan selama 20 menit, membran yang telahdikumpulkan disentrifugasi kembali pada15.000 g selama 90 menit pada suhu 4oC.

Fraksinasi Antigen OMP. Fraksinasienzim lipase dilakukan dengan metode Sanadkk. (2004). Enzim lipase kasar diendapkanmenggunakan ammonium sulfat dengantingkat kejenuhan yang berbeda yaitu 10–20%; 20-40%; 40–60 %, 60–80 %, dan 80–100 %.Setelah diperoleh endapan, dilanjutkan dengandialisis.

Fraksi pertama adalah enzim lipase yangdiendapkan pada tingkat kejenuhanammonium sulfat 0-20% dengan caramenambahkan 9,40 g ammonium sulfatkedalam 100 ml ekstrak enzim kasar.Kemudian disentrifus dingin pada suhu 4oC,kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Endapanyang diperoleh dipisahkan dari supernatannya.Endapan dilarutkan dengan 3,0 ml bufferfosfat 0,2 M pH 7 dalam tabung reaksi (fraksi1).

Fraksi kedua diperoleh dari kejenuhan20-40 %. Tingkat kejenuhan ini diperoleh

dengan menambahkan 8,20 g padatanammonium sulfat ke dalam supernatan darifraksi pertama. Kemudian disentrifus dinginpada suhu 4 oC, kecepatan 3000rpm selama 20menit. Supernatan yang diperoleh dipisahkandari endapannya. Endapan dilarutkan dengan3,0 ml buffer fosfat 0,2 M pH 7 dalam tabungreaksi.

Supernatan dari pengendapan keduaditambah dengan 9,400 g ammonium sulfatuntuk mencapai tingkat kejenuhan ammoniumsulfat 40-60%. Kemudian disentrifus sepertisebelumnya untuk memisahkan endapan darisupernatannya. Endapan ini merupakan fraksiketiga.

Supernatan ditambah lagi dengan 9,900 gammonium sulfat untuk mencapai kejenuhan60-80 % ammonium sulfat kemudiandisentrifuse sehingga diperoleh endapan(fraksi keempat) dan seterusnya. Setelahdiperoleh endapan (fraksi) dari masing-masingtingkat kejenuhan ammonium sulfat kemudiandilanjutkan dengan dialisis. Endapandimasukkan dalam kantong selofan kemudiandirendam dalam gelas beaker berisi 250 mlbuffer fosfat 0,05 M pH 7 dan diaduk perlahandengan pengaduk magnet. Dialisis dilakukansampai semua ammonium sulfat terpisah dariendapan protein, dengan penggantian bufferfosfat setiap 6 jam. Setelah melalui prosesdialisis, OMP hasil pengendapan diencerkandengan buffer fosfat 0,05 M pH 7 sampaivolumenya tepat 10 ml. Protein OMP hasilfraksinasi diuji kadar proteinnya.

HASILFraksinasi Amonium Sulfat. Penelitian

ini menggunakan lima tingkat kejenuhanamonium sulfat yaitu 0-20%, 20-40%, 40-60%, 60-80%, dan 80-100%. Denganmenggunakan standar tabel presipitasiamonium sulfat, ditimbang jumlah (gram)amonium sulfat yang harus ditambahkan kedalam setiap konsentrasi. Hasilnya dapatdilihat pada tabel 1

.

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~108~

ISBN 978-602-72245-0-6Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan

Makassar, 29 Januari 2015

Tabel 1. Jumlah Penambahan Amonium Sulfat untuk setiap tahap Fraksinasi

No Fraksi Volume Filtrat Jumlah AmoniumProtein (mL) Amonium Sulfat (g)

1 Ekstrak kasar 500 02 0 - 20% 530 58,73 20 - 40% 520 614 40 - 60% 510 675 60 - 80% 500 706 80 - 100% 530 80

Fraksinasi bertujuan untuk memisahkanprotein berdasarkan perbedaan kelarutannyadalam air. Penambahan garam amonium sulfatpada konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggipada setiap tingkat fraksi dapat menyebabkanperbedaan jenis protein yang mengendap.Shah dkk., 2010 dan Ahmad dkk., 2013menyatakan Endapan yang terbentukdipisahkan dengan cara sentrifugasi pada

10.000 rpm selama 30 menit suhu 4 °C.Endapan yang diperoleh dilarutkan dalambuffer B pH 8,6. Enzim yang diperoleh padatahap ini adalah enzim semi murni.

Dialisis. Proses pemurnian selanjutnyadengan cara dialisis yang menggunakanmembran selofan yang akan melewati zatterlarut dengan molekul <10 kDa

Tabel 2. Volume akhir dialisis

No Fraksi Volume Filtrat Volume akhir

Protein (mL) (ml)1 0 - 20% 11 8,62 20 - 40% 18 21,83 40 - 60% 18,4 18,24 60 - 80% 12 13,65 80 - 100% 17,4 28

Kadar Protein. Setelah dilakukanserangkaian proses pemurnian dengan dialisis,selanjutnya setiap fraksi amonium sulfat tadi

yang telah didialisis diukur kadar proteinnyadengan metode Lowry.

Tabel 3. Kadar Protein Tiap Fraksi Pengendapan Kejenuhan Amonium Sulfat Setelah Dialisis

No Fraksi Kadar ProteinProtein (mg/mL)

1 Ekstrak kasar 6,8782 0 - 20% 0,2943 20 - 40% 1,6414 40 - 60% 0,9655 60 - 80% 0,2236 80 - 100% 0,168

PEMBAHASANFraksi tertinggi diperoleh pada fraksi 20-

40% dengan kadar protein tertinggi sebesar

1,641 mg/ml (tabel 3).. Hal ini sesuai denganChaplin 2004 yang menyatakan bahwa proteinyang mengandung asam-asam amino

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~109~

ISBN 978-602-72245-0-6Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan

Makassar, 29 Januari 2015

hidrofobik akan mengendap pada konsentrasigaram yang lebih rendah dibandingkanprotein yang mengandung asam-asam aminohidrofilik. Hal tersebut dikarenakan padatingkat kejenuhan garam amonium sulfat20-40% ion-ion garam amonium sulfatberikatan dengan molekul air, sedangkanprotein yang mengandung asamamino hidrofobik paling banyak akanmengendap. Protein dengan asam aminohidrofilik tidak akan mengendap dan beradapada filtrat. Protein yang bersifat lebihhidrofilik akan mengendap jika sudahberada pada tingkat kejenuhan garamtertinggi. Semakin banyak molekul air yangberikatan dengan ion-ion garam akanmenyebabkan penarikan molekul air yangmengelilingi permukaan protein. Peristiwaini mengakibatkan protein salingberinteraksi, teragregasi, dan mengendap(Scopes, 1993).Konsentrasi tinggi jugamasih ditemukan pada 40-60% yaitu sebesar0,965 mg/ml. Konsentrasi protein tertinggiditemukan pada ekstrak kasar yaitu sebesar6,878 mg/ml. hal ini disebabkan karena padaekstrak kasar masih terdapat banyak proteinjenis lain yang memilki aktivitas masing-masing, tetapi setelah diberikan amonium sulfatyang dimulai dengan fraksi 0-20% sampai 80-100%, kadar proteinnya semakin menurun.

KESIMPULAN1. Eksraksi OMP dengan menggunakan

sarkosil dan sonikasi dapat memisahkanantigen OMP dengan protein-proteinlainnya,

2. Kadar protein OMP tertinggi diperolehsebesar 1, 641 mg/ml yaitu pada fraksinasiammonium sulfat 20-40%.

DAFTAR PUSTAKAChaplin, M. (2004). Concentration by

precipitation. http://www.lsbu.ac.uk.[1Agustus 2007].

Crump, J. A., S. P. Luby, and E.D. Mintz.,2004. The Global burden of Typhoidfever. Bull. W. H. O. 82: 346-353.

Davidson, V.L. dan Sittman, D.B. (1999).Biochemistry, 4th edition, Lipincott

Williams and Wilkins, Maryland, hal.19-21.

Granner, D.K., Mayes, P.A., Murray, R.K. danRodwell, V.W. (2003). Harper’sIllustrated Biochemistry, 26th edition, McGraw-Hill Companies Inc., New Delhi.

Pui, C. F., Wong, W. C., Chai, L. C., Tunung,R., Jeyaletchumi, P., Noor Hidayah, M. S.,Ubong, A., Farinazleen, M. G., Cheah, Y.K. and Son, R. (2011). Review Article ;Salmonella : a food borne pathogen.International Food Research Journal. 18:465.

Hamid, N. and Jain, S. K (2008).Characterization of an outer membraneprotein of Salmonella enterica serovarTyphimurium that confers protectionagainst Typhoid. Clinical and VaccineImmunology, 15: 1461-1471.

C.D.C ., W. H. O .(2003). Manual for theLaboratory Identification andAntimicrobial Susceptibility Testing ofBacterial Pathogens of Public HealthImportance in the Developing World. 103-110.

Kim, S., Kim, H., Reuhs, B.L and Mauer L,J.(2006). Differentiation of OuterMembrane Proteins from Salmonellaenterica serotypes using Fourier transforminfrared spectroscopy and chemometrics.Journal compilation Microbiology. 42:229-234.

Malik, M., Butchaiah, G., Bansal, M. P.,Siddiqui, M.Z. and Bakshi, C.S (1999)Sonicated extracts and outer membraneprotein of Salmonella enteritidis strainsand other Salmonella serovars. Indian JAnim Sci 69, 788-789.

Ojanen, T., Helander, I. M., Haahtela, K.,Korhonen, T.K. and Laakso, T. (1993).Outer Membrane Proteins andlipopolysaccharides in panthovars ofXanthomonas campestris. Appl EnvironMicrobiol 59, 4143-4151.

Wang, N.S. (2004). Enzyme purification bysalt (ammonium sulfate) precipitation,http://www.glue.umd.edu/~nsw/ench485/lab6a.htm. [1 Agustus 2007].

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~110~

ISBN 978-602-72245-0-6Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan

Makassar, 29 Januari 2015

Kadar Asam Fitat Dedak Fermentasi Oleh Bakteri Penghasil Fitase Termostabil DariSumber Air Panas Sulili Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan

HAFSAN1, MUCHLIS RAHMAN1, CUT MUTHIADIN11Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar

Jl. Sultan Alauddin 36 Samata, Kab. Gowa 92113email: [email protected]

ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar fitat pada dedak fermentasi oleh

bakteri penghasil fitase termostabil dari sumber air panas Sulili Pinrang Sulawesi Selatan. Fermentasidedak dilakukan dengan menggunakan tiga bakteri yang dipilih dari Sulili Pinrang yaitu Bacilluscoagulans, Bacillus licheniformis dan Bacillus stearothermophylus. Penelitian ini menggunakanrancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 6 repetiton. Pengukuran kadar fitat dilakukanspektrometri. Hasil yang diperoleh menunjukkan penurunan kadar kontrol fitat. Kadar terendah dariasam fitat ditemukan dalam perlakuan B (menggunakan B. coagulans sebagai inokulan) yaitu sebesar3,841%, turun sebanyak 0.640% dari kandungan fitat kontrol. Sementara perlakuan oleh B.stearothermophylus, B. licheniformis dan konsorsium masing-masing menunjukkan kadar yang lebihrendah sebanyak 0,584%, 0,327% dan 0,149%.

Kata Kunci: dedak fermentasi, fitase termostabil, kadar fitat

PENDAHULUANPeternakan di Indonesia saat ini sudah

mengalami perkembangan yang sangat pesat.Perkembangan tersebut diiringi pula dengansemakin meningkatnya kebutuhan masyarakatakan daging sebagai salah satu sumber protein.Pemenuhan akan daging mempunyai prospekke depan yang baik, maka ternak yang idealuntuk dikembangkan adalah ternak unggaspedaging. Ayam ras pedaging merupakan jenisras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktivitastinggi, terutama dalam memproduksi dagingayam (Sari 2012, 3).

Dari penafsiran Al-qur’an dan tafsir dariQuraish Shihab, maka patutlah kita sadaribersama bahwa setiap makhluk hidup yangdiciptakan memiliki kelebihan masing-masingdan dari setiap makhluk hidup yang diciptakanitu mampu menghasilkan makanan untukmakhluk hidup yang lain.

Pakan merupakan hal yang sangat pentingdalam dunia ternak ayam pedaging baik secarasemi intensif maupun intensif. Biaya pakandalam peternakan ayam pedaging jika dilihatdari total biaya produksi peternakan komersialmenempati sedikitnya 70% dari total biayaproduksi. Salah satu alternatif untuk

menurunkan biaya produksi adalah denganmenggunakan bekatul sebagai salah satu bahanbaku pakan ternak ayam pedaging. Dedakmerupakan hasil samping pertanian yangdiperoleh melalui penggilingan danpenyisihan. Dedak juga memiliki serat kasartinggi yang menyebabkan kecernaan dedakrendah (Sari et al 2012, 4).

Dedak merupakan hasil ikutan prosespemecahan kulit gabah, yang terdiri ataslapisan kutikula sebelah luar, hancuran sekamdan sebagian kecil lembaga yang masih tinggikandungan protein, vitamin, dan mineral.Menurut Schalbroeck (2001) dedak dapatdipakai sebagai bahan pakan ternak, dimanadedak mengandung protein (13,6%) dan lemak(13%) proses fermentasi adalah sebagaisubstrat dan pengikat sehingga bentuk produkhasil fermentasi akan menarik, disamping itupenambahan dedak dalam substrat akandimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagaisumber energi untuk pertumbuhan danperkembangannya, sehingga menyebabkanmikroba cepat tumbuh dan mudah berkembangbiak. serta serat kasar (12%). SelanjutnyaGunawan (1975) menyatakan bahwa fungsidedak dalam proses fermentasi adalah sebagaisubstrat dan pengikat sehingga bentuk produk

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~111~

ISBN 978-602-72245-0-6Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan

Makassar, 29 Januari 2015

hasil fermentasi akan menarik, disamping itupenambahan dedak dalam substrat akandimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagaisumber energi untuk pertumbuhan danperkembangannya, sehingga menyebabkanmikroba cepat tumbuh dan mudah berkembang(Rusli 2011, 6).

Anggorodi (1994) menyatakan serat kasaradalah bagian dari bahan makanan yang terdiridari selulosa, hemiselulosa, lignin,polisakarida lain yang berfungsi sebagaipelindung tumbuh-tumbuhan. Kualitas dedakdapat ditingkatkan melalui upaya pengolahan.Salah satu cara pengolahan dedak adalahmelalui proses fermentasi, yang akanmemecah serat kasar menjadi produk yangdapat dicerna oleh ternak serta dapatmeningkatkan kandungan protein kasar (Sariet al 2012, 4).

Piliang, (1982) melaporkan bahwa ayamyang diberikan dedak padi sebanyak 81,5%dalam ransum memberikan produksi telurlebih rendah dibandingkan dengan ayam yangdiberikan dedak sebanyak 39% atau 19,5%dalam ransum. Rendahnya produksi telur ayamyang diberikan dedak padi mengandung asamfitat dan serat kasar yang cukup tinggi yangdapat menurunkan produksi dan efisiensipenggunaan pakan serta kandungan asam fitatdari dedak padi sangat mengikat beberapamineral yang ada dalam pakan (Sari 2012, 37).

Penambahan enzim fitase merupakansalah satu cara untuk mengatasi tingginyaasam fitat dalam ransum, karena enzim fitasemempunyai kemampuan menghidrolisa asamfitat yang terkandung pada bahan pakanmenjadi senyawa inositol dan glukosa sertasenyawa fosfor organik. Senyawa-senyawa inisangat berperan dalam proses respirasi untukpembantu ATP. Hal ini didukung olehpendapat Ravindra et al. (2000) melaporkanbahwa penambahan enzim fitase sebesar 750FTU/kg menghasilkan kecernaan fosfor yangtinggi dibandingkan penambahan dibawah 500FTU/kg ransum (Sari et al 2012, 37).

Asam fitat dapat menyebabkanketersediaan fosfor menjadi rendah sehinggapertumbuhan tertunda dan efisiensi pakanmenurun. Asam fitat atau fitin pada dedak

mencapai 89,9% yang membentuk ikatankompleks dengan beberapa mineral sepertiseng, kalium, zat besi dan magnesium. Fitatmerupakan suatu senyawa yang tidak dapatlarut sehingga sangat sukar dicerna dan tidakdapat dimanfaatkan oleh tubuh. Di samping itufitat juga mempunyai sifat sebagai chelatingagent terutama terhadap ion-ion bervalensi duaseperti Ca, Fe dan Zn mengakibatkanketersediaan biologik mineral-mineral tersebutrendah (Irianingrum 2009, 20).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiperbedaan kadar fitat pada dedak fermentasioleh berbagai bakteri penghasil fitasetermostabil dari sumber air panas suliliKabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan.Sehingga asam fitat/anti nutrisi pada dedakyang mengikat nutrisi di ransum tersebut dapatdipecah dan ternak dapat menyerap nutrisisecara maksimal.

METODEPenelitian ini merupakan penelitian

eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap(RAL) pada 5 perlakuan dan 6 ulangan. Dedakpadi yang digunakan dalam penelitian inimerupakan hasil ikutan penggilingan padiberupa serbuk halus yang diperoleh dari pabrikpenggilingan gabah. Penelitian ini dilakukanpada bulan Juni hingga Agustus 2013. Lokasipenelitian laboratorium Biologi bagianMikrobiologi Fakultas Sains dan TeknologiUniversitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Alat-alat yang digunakan dalam penelitianini adalah tabung reaksi dan rak tabung, labuerlenmeyer, labu takar, oven, corong, gelasukur, gelas piala, pipet tetes, pipet volum danmikro, spoit, box es, ultra sentrifuge, neracaelektrik, jarum inokulasi (ose), bunsen,aluminium foil, kapas, lemari pendingin,termometer, vorteks, kompor, kukusan,kantong polyetilene,

Bahan-bahan yang digunakan dalampenelitian ini diantaranya: dedak, inokulumbakteri penghasil fitase termostabil, air, HNO30.5 M, larutan FeCl3, Amyl alcohol, LarutanAmonium Thiosianat 10%, natrium asam fitat.Fermentasi dedak oleh isolat bakteripenghasil fitase. Fermentasi dedak padi oleh

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~112~

ISBN 978-602-72245-0-6Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan

Makassar, 29 Januari 2015

isolat bakteri penghasil fitase yang dilakukandengan prosedur sebagai berikut: dedak padiditambah air sebanyak 50% (volume/berat)kemudian diaduk secara merata, lalu dikukusselama 45 menit dihitung sejak air kukusanmendidih. Setelah dikukus dedak padididinginkan kemudian diinokulasi denganinokulum isolat bakteri penghasil fitase padadosis 10% dari berat dedak padi yang akandifermentasi. Selanjutnya dedak padi tersebutdimasukkan ke dalam kantung-kantungpolyetilene yang telah dilubangi di beberapatempat untuk mendapatkan kondisi aerob,selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama3 hari, selama inkubasi substrat dikondisikanpada ketebalan 2 cm. Setelah masa inkubasiselesai, dedak fermentasi tersebut kemudiandiukur kadar fitatnya sesuai metode Davies &Reid.

Pengukuran Kadar Fitat. Pengukurankadar fitat dedak dilakukan sebelum dansesudah dilakukan fermentasi. Satu gramdedak disuspensikan dalam 50 ml larutanHNO3 0,5 M dan diaduk selama 3 jam diatasShaker pada suhu 60oC, kemudian disaring.Dimasukkan kedalam tabung reaksi 0,05 mlfiltrat dan 0,45 ml aquades. Kemudianditambahkan 0,9 ml larutan HNO3 0,5 M serta1 ml larutan larutan FeCl3. Tabung reaksiditutup dengan aluminium foil dan direndamdalam air mendidih selama 20 menit. Setelahdidinginkan sampai mencapai suhu ruang,ditambahkan 5 ml Amyl alkohol dan 0,1 mlLarutan Amonium Thiosianat 10%. Isi tabungdiaduk dengan cara menggoyangkan tabung

tersebut tepat 15 menit, setelah itu diukur dispectrofotometer dengan panjang gelombang460 nm. Pada saat yang bersamaan dilakukanjuga pengukuran terhadap standar. Standaryang diukur kemudian dibuat kurva hubunganantara jumlah asam fitat dengan absorbansinatrium fitat dengan persamaan umum regresilinier:

Y = a + bxY = absorbansi larutan natrium asam fitatx = jumlah asam fitat dalam larutan natriumasam fitat

Persamaan yang diperoleh tersebutdigunakan untuk menghitung jumlah asamfitat dalam bahan makanan yang telah diukurabsorbansinya pada tahap pengukuranAbsorbansi Filtrat.

HASILTiga dari lima isolat yang berhasil

diisolasi dengan indeks fitatik (IF) tertinggidipilih sebagai isolat unggul. Isolat Bacilluslicheniformis memiliki indeks fitatik 3,57;isolat Bacillus stearothermophillus 3,06; danisolat Bacillus coagulans 2,39. Ketiga isolatterpilih masing-masing diidentifikasiberdasarkan pada pengamatan secara manualyang meliputi pengamatan morfologi, fisiologidan biokimia bakteri. (Ilham, 36. 2013).

Kadar asam fitat yang terkandungdalam dedak padi fermentasi oleh bakteritermofilik dari sumber air panas Sulilikabupaten Pinrang ditampilkan pada Tabel4.1.

Tabel 4.1 Kadar asam fitat dedak padi fermentasi oleh bakteri termofilik dari sumber air panas Sulili kabupaten PinrangPerlakuu-an Kadar fitat (%) Jumlah Rerata

1 2 3 4 5 6

Kontrol 4,745 4,855 4,511 4,639 4,203 3,937 26,890 4,481

A 4,070 4,162 3,769 3,778 3,678 3,927 23,384 3,897

B 3,414 3,184 4,787 4,347 3,695 3,621 23,048 3,841

C 4,949 3,421 4,010 4,315 3,951 4,281 24,927 4,154

D 4,502 3,586 4,052 4,759 4,389 4,709 25,997 4,332

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~113~

ISBN 978-602-72245-0-6Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan

Makassar, 29 Januari 2015

Grafik. 4.1. Kadar asam fitat dedak padi fermentasi oleh bakteri termofilik dari sumber air panas Sulili kabupaten PinrangKet:A = Fermentasi oleh inokulan Bacillus licheniformisB = Fermentasi oleh inokulan Bacillus coagulansC = Fermentasi oleh inokulan Bacillus stearothermophillusD = Fermentasi oleh Konsorsium 3

inokulan

PEMBAHASANKandungan asam fitat dari fermentasi

dedak di setiap perlakuan dalam penelitian inimenunjukkan penurunan dibandingkanKontrol. Kadar asam fitat terendah terdapatpada perlakuan B (penggunaan Bacilluscoagulans sebagai inokulan) yaitu 3.841%,turun sebanyak 0,640% dari kadar fitatkontrol. Sementara perlakuan A, C dan Dmasing-masing menurunkan kadar fitatsebanyak 0.584%, 0.327% dan 0.149%.Tingginya kemampuan B. coagulansdibanding inokulan lainnya dapat dipengaruhioleh sifat B. coagulans yang mampumenghasilkan bakteri asam laktat. Sifatdemikian membuat pH substrat dalam hal inidedak menjadi lebih asam sehingga ikatanasam fitat mudah terputus.

Berdasarkan analisis varian satu arah(P<0,05) yang dilakukan terhadap data kadarfitat yang diperoleh, menunjukkan perbedaanyang tidak nyata antara perlakuan dan kontrol.Hal ini berarti perbedaan bakteri inokulandalam proses fermentasi tidak memberikanpengaruh yang signifikan terhadap kadar fitatdedak fermentasi yang dihasilkan. Meskipunsecara deskriptif terlihat perbedaan antaramasing-masing perlakuan.

Kecilnya perbedaan kadar fitat dedakfermentasi yang disajikan pada Tabel 4.1 danGambar 4.1 dapat disebabkan oleh berbagai

faktor, misalnya dikarnakan masapenyimpanan yang masih kurang, karenamenurut Hanafi (2008), semakin lama masafermentasi, akan menurunkan pH dalamdedak. Sehingga semakin banyak ikatan asamfitat yang terputus karena asam fitat bersifatlabil dalam pH yang rendah. Kondisi asamyang tercipta dalam keadaan anaerob akanberpengaruh dalam penurunan komposisi asamfitat.

Penurunan kandungan asam fitat padadedak padi selama penyimpanan umumnyadisebabkan adanya enzim 6- fitase yangterdapat dalam dedak padi. Enzim tersebutmemulai defosforilasi asam fitat pada posisike-6 sehingga terjadi pemutusan ikatan fitatyang menyebabkan terjadinya penurunankomposisi asam fitat pada dedak. Bakteriinokulan pada fase ini menjadi bakteripredominan dengan pH dedak sekitar 3,8sampai 5. Tahapan ketiga merupakan fasestabilisasi, fase ini merupakan kelanjutan darifase kedua. Tahapan keempat merupakan fasefeed-out atau fase aerobik. Dedak fermentasiyang sudah terbuka dan kontak langsungdengan lingkungan maka akan menjadikanproses aerobik terjadi. Hal yang sama terjadijika terjadi kebocoran pada kantong maka akanterjadi penurunan kualitas dedak ataukerusakan dedak. Kualitas dedak fermentasitergantung dari kecepatan fermentasi

3,400

3,600

3,800

4,000

4,200

4,400

4,600

Kontrol A B C DKA

DAR

FITA

T (%

)

PERLAKUAN

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~114~

ISBN 978-602-72245-0-6Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan

Makassar, 29 Januari 2015

membentuk asam, sehingga dalam pembuatandedak fermentasi terdapat beberapa bahantambahan yang biasa diistilahkan sebagaiadditive silage. Penambahan bakteri asamlaktat ataupu kombinasi dari beberapa additivesilage merupakan perlakuan yang seringdilakukan dalam pembuatan dedak.

Pemilihan bakteri inokulan sangat pentingdalam proses fermentasi untuk menghasilkandedak fermentasi yang berkualitas baik. Prosesawal dalam fermentasi dedak adalah prosesaerob, udara yang berasal dari lingkungan ataupun yang berasal dari hijauan menjadikanreaksi aerob terjadi. Hasil reaksi aerob yangterjadi pada fase awal fermentasi dedakmenghasilkan asam lemak volatile, yangmenjadikan pH turun. pH yang menjadikanpertumbuhan bakteri-bakteri aerob menjaditerhambat dan mati serta mendukungpertumbuhan bakteri asam laktat untukmemproduksi asam laktat. Asam laktat akanterus diproduksi sampai mencapai puncaknyajika pH lingkungan fermentasi sekitar 3,8sampai 4.

KESIMPULANBerdasarkan analisis varian satu arah

(P<0,05) yang dilakukan terhadap data kadarfitat yang diperoleh, menunjukkan perbedaanyang tidak nyata antara perlakuan dan kontrol.Secara deskriptif terlihat perbedaan antaramasing-masing perlakuan, kadar asam fitatterendah terdapat pada perlakuan B(penggunaan Bacillus coagulans sebagaiinokulan) yaitu 3.841%, turun sebanyak0,640% dari kadar fitat kontrol. Sementaraperlakuan A (inokulan Bacillus licheniformis),C (inokulan Bacillus stearothermophylus) danD (konsorsium inokulan A,B dan C) masing-masing menurunkan kadar fitat sebanyak0.584%, 0.327% dan 0.149%.

DAFTAR PUSTAKAAnggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak

Dasar. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Irianingrum, Retno. 2009. Kandungan Asam

Fitat Dan Kualitas Dedak Padi YangDisimpan Dalam Keadaan Anaerob.

Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi DanTeknologi Pakan Fakultas PeternakanInstitut Pertanian Bogor.

Piliang,W. G, D Sastradipradja dan W, Manula1982. Pengaruh penambahan berbagaitingkat kadar Zn dalam ransum yangmengandung dedak padi terhadappenampilan serta metabolism Zn padaayam-ayam petelur. Laporan Penelitian.Ditektorat Pembinaan penelitian danpengabdian pada masyarakat. Direktoratjendral pendidikan tinggi departemenpendidikan dan kebudaya.

Rusli, Kurniawan, Ridho. 2011. PemberianCampuran Dedak Dan Ampas TahuFermentasi Dengan Monascus purpureusTerhadap Performa Dan Kualitas TelurAyam. Tesis. Program Studi IlmuPeternakan Pasca Sarjana UniversitasAndalas. Padang.

Santoso, B dan B.Tj. Hariadi, 2008. Komposisikimia, degradasi nutrien dan produksi gasmetana in vitro rumput tropik yangdiawetkan dengan metode silase dan hay.Jurnal Media Peternakan.31 (2) : 81-154.

Sari, Kartika, Dian. 2012. Potensi FermentasiBekatul Dengan Bakteri Enterobactercloacae WPL 111 Terhadap KecernaanSerat Kasar Dan Protein Kasar PadaAyam Pedaging. Artikel Ilmiah. FakultasKedokteran Hewan UNAIR

Sari, Liana, Meisji, F. Gurki N Ginting. 2012.Pengaruh Penambahan Enzim FitasePada Ransum Terhadap Berat RelatifOrgan pencernaan Ayam Broiler Vol (12)No.2 : 37-41. Artikel. Jurusan PeternakanFakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.Palembang.

Wahyuni, S,H.S. Suprapti, J. Wahju,D.Sugandi, D.J.Samosir, N.R. Anwar,A.A. Mattjik, B. Tangenjaya. 2008.Implementasi Dedak Padi TerfermentasiOleh Aspergillus ficuum DanPengaruhnya Terhadap Kualitas RansumSerta Performans Produksi Ayam Petelur.Fakultas Peternakan UniversitasPadjadjaran Kampus Jatinangor-Sumedang. Bogor.