Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Transcript of Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
PAPUA BARAT
KAJIAN FISKAL REGIONAL Tahun 2019
KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
development is about transforming the lives of people not just transforming economies (Joseph E Stiglitz 2006)
i
Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan
rahmat-Nya kami dapat menyusun Kajian Fiskal
Regional (KFR) Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Penyusunan KFR yang merupakan bagian dari
tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah Ditjen
Perbendaharaan (Treasury Regional Office) ini
setidaknya melibatkan Development
Economics sebagai field study yang digunakan
dalam merekonstruksi metodologi sebagai
pendekatan akademik dalam melakukan
kajian kebijakan ekonomi pembangunan suatu
region
Pengembangan budaya akademik dalam
memahami fenomena pembangunan dengan
meletakkan basis research-based policy pada
dasarnya merupakan bagian dari budaya kerja
organisasi modern Dengan melakukan
pendalaman permasalahan melalui riset
diharapkan akan diperoleh suatu solusi yang
seimbang objective dan komprehensif dalam
pengambilan putusan Perkembangan
pembangunan dan industrialisasi pada negara-
negara maju (developed countries)
mempengaruhi kajian akademik yang
direpresentasikan dengan kurikulum universitas
yang mengarah tema-tema research spesifik
semisal urban economics environment
economics industrial economics transportation
economics logistic economics regional
economics dll Kajian development economics
kurang menjadi fokus utama karena era
tersebut telah dilalui dan menjadi bagian dari
sejarah panjang dialektika pembangunan
(development dialectics) negara-negara maju
Sebagai branch dari economics yang
melakukan studi proses pembangunan pada
negara-negara yang berpendapatan rendah
(low-income countries) development
economics memfokuskan pada studi economic
development economic growth dan structural
change dan lebih jauh lagi juga
menempatkan fokus studi pada kependudukan
dari sudut pandang kesehatan (health)
pendidikan (education) lapangan pekerjaan
(job opportunity) baik di sektor publik maupun
private dengan pendekatan quantitative
analysis qualitative analysis dan mixed method
antara keduanya Dalam prakteknya untuk
KATA PENGANTAR
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
ii
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Kata Pengantar
merancang (to devise) pembangunan
ekonomi development economics
mempertimbangkan faktor sosial budaya
legal dan politik
Kajian Fiskal Regional (Regional Fiscal Analysis)
ini merupakan studi perkembangan ekonomi
pembangunan dari sudut pandang kebijakan
fiskal untuk wilayah Provinsi Papua Barat
Variabel utama yang digunakan untuk
melakukan analisis pembangunan adalah
dengan melakukan studi deskriptif kuantitatif
atas data penerimaan dan pengeluaran
negara Dalam studi ini outlook pembangunan
dalam satu tahun dengan memperhatikan
indikator-indikator pertumbuhan ekonomi
(consumption investment government
expenditure net export) dan dampak yang
timbul seperti indeks pembangunan manusia
(human development index) pemerataan
pendapatan (income equality)
penanggulangan kemiskinan (poverty
alleviation) pengurangan pengangguran
(unemployment reduction) dan lain-lain Pada
saat yang bersamaan indikator makro ekonomi
tersebut disandingkan dengan beberapa
perspektif yang merupakan constraint
pembangunan antara lain 1) Aspek budaya
(culture aspect) sebagai contoh adalah
eksistensi hak ulayat dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan 2) Aspek sosial
kemasyarakatan (sosiological aspect) sebagai
contoh kerentanan sosial (social vulnerability)
yang membuat stabilitas masyarakat
terganggu 3) Aspek politik (political aspect)
sebagai contoh pelaksanaan otonomi khusus
(special autonomy) yang belum menunjukkan
dampak positif terhadap pertumbuhan
pembangunan 4) Aspek geografis
(geographical aspect) sebagai contoh kondisi
geografi yang belum terintegrasi secara
infrastruktur
Dengan keterbatasan yang ada kami
menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini
masih terdapat kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan Oleh karena itu kami
mengharapkan saran masukan dan kritik yang
bersifat membangun untuk perbaikan ke arah
yang lebih baik Akhirnya kami berharap
semoga kajian ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak serta dapat menjadi
tambahan pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca semuanya
Manokwari 25 Februari 2019
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Provinsi Papua Barat
Hari Utomo
Halaman ini sengaja dikosongkan
iii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GRAFIK xi
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR BOKS xiv
EXECUTIVE SUMMARY xv
BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH 1
A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 1
A1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 1
A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah 4
B TANTANGAN DAERAH 5
B1 Tantangan Ekonomi Daerah 6
B2 Tantangan Sosial Kependudukan 10
B3 Tantangan Geografi Wilayah 15
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL 19
A INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL 19
A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 20
A2 Inflasi 20
A3 Suku Bunga 27
A4 Nilai Tukar 29
B INDIKATOR KESEJAHTERAAN 29
B1 Indikator Pembangunan Manusia (IPM) 29
B2 Kemiskinan 31
B3 Ketimpangan 32
B4 Ketenagakerjaan 33
C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL 34
C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan 34
C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan
Pendekatan Model Data Panel 35
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN 39
A APBN TINGKAT PROVINSI 39
B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 40
B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat 41
B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi 43
B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan dan PNBP Terhadap
Perekonomian 43
C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 44
C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Organisasi (BA atau KL) 45
C2 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi 46
iv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja 47
C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat 47
D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT 47
E TRANSFER KE DAERAH 49
F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN (BLU) UMUM PUSAT 50
F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat 50
F2 Perkembangan Pengelolaan AsetPNBPRM dan BLU Pusat 50
F3 Kemandirian BLU 51
F4 Potensi Satker PNBP Menjai Satker BLU 51
G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT 51
G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan AgreementSLA) 52
G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) 52
H MANDATORY SPENDING BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT STRATEGIS
LAINNYA 54
H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur 54
H2 Output Strategis Bidang Pendidikan 55
H3 Output Strategis Bidang Kesehatan 56
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD 59
A ANALISIS PENDAPATAN APBD 60
A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah 61
A2 Analisis Kemandirian Daerah 62
B ANALISIS BELANJA APBD 62
B1 Analisis Belanja Derah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi 62
B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis Belanja (Sifat Ekonomi) 63
C PENGELOLAAN INVESTASI DEARAH 63
C1 Bentuk Investasi Daerah 63
C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 64
D SILPA DAN PEMBIAYAAN 64
D1 Perkembangan Defisit APBD 64
D2 Pembiayaan Daerah 65
E PENGELOLAAN BLU DAERAH 65
E1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Daerah 65
E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah 66
E3 Analisis Legal 67
F ANALISIS APBD LAINNYA 67
F1 Analisis Horizontal 67
F2 Analisis Vertikal 67
F3 Analisis Kapasitas Fiskal Daerah 69
G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN DAERAH 70
G1 Solvabilitas Anggaran 72
G2 Kemandirian Keuangan 73
G3 Fleksibilitas Keuangan 75
v Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
G4 Solvabilitas Layanan 76
G5 Indeks Kesehatan Keuangan 77
H BELANJA WAJIB DAERAH 79
H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan 79
H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan 80
H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur 81
BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN 82
A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KONSOLIDASIAN 82
B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN 82
B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 82
B2 Analisis Perubahan 83
B3 Rasio Pajak (Tax Ratio) 83
C BELANJA KONSOLIDASIAN 85
C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 86
C2 Analisis Perubahan 86
C3 Analisi Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja
Konsolidasian 86
C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk 87
C5 Analisis Belanja 88
D SURPLUS DEFISIT 89
E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH TERHADAP PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO (PDRB) 89
BAB VI ANALISIS POTENSI DAN TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 91
A ANALISIS POTENSI PAJAK DEARAH
Pendekatan Masfield-Wirasasmita Model 91
A1 Landasan Teori 91
A2 Hasil Estimasi 92
A3 Implikasi Kebijakan 93
B ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAERAH
Pendekatan Input-Output Model 94
B1 Konsep dan Definisi 94
B2 Metodologi Pengukuran 95
B3 Hasil dan Pembahasan 96
B4 Implikasi Kebijakan 98
C ANALISIS TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 98
C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam (Natural Resource Curse) 99
C2 Pengembangan Kapasitas SDM 99
C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism) 100
C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana Infrastruktur 100
C5 Stabilitas Sosial Politik 101
C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement) 101
C7 Pengembangan UMKM (Small dan Medium Enterprises) 102
vi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
BAB VII ANALISIS TEMATIK 103
A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING 104
A1 Kebijakan Pencegahan 105
A2 Sasaran Program 106
B PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH 107
B1 Belanja KL dalam APBN 107
B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa 108
B2 Belanja APBD 109
B2 Belanja Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting 111
C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING 112
BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 113
A KESIMPULAN 114
B REKOMENDASI 115
DAFTAR PUSTAKA 118
LAMPIRAN xviii
vii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR TABEL
Tabel 11 Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat
Tahun 2017-2021 3
Tabel 12 Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 4
Tabel 13 Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam RKPD Provinsi
Papua Barat 5
Tabel 14 PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar) 7
Tabel 15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 7
Tabel 16 Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen) 8
Tabel 17 Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa) 9
Tabel 18 Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat 10
Tabel 19 Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
Tahun 201910
Tabel 110 Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat 12
Tabel 111 AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 13
Tabel 112 Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun di Provinsi
Papua Barat (persen) 13
Tabel 113 Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat 14
Tabel 114 Komposisi Luas KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 15
Tabel 115 Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 16
Tabel 116 Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di Provinsi
Papua Barat 16
Tabel 117 Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di Provinsi Papua Barat 17
Tabel 118 Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019 17
Tabel 117 Risiko Bencana per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat17
Tabel 21 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 24
Tabel 22 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 34
Tabel 23 Ringkasan Hasil Ujian Hausman 36
Tabel 24 Ringkasan Hasil Regresi Data Panel 37
Tabel 31 Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018
dan 2019 (miliah Rp) 39
Tabel 32 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018- 2019 (miliar Rp) 41
Tabel 33 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 43
Tabel 34 Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 44
Tabel 35 Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (rupiah) 44
Tabel 36 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran di
viii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 45
Tabel 37 Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 46
Tabel 38 Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 47
Tabel 39 Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 48
Tabel 310 Pagu dan Realisasi dana Transfer Tahun 2018-2019 Provinsi
Papua Barat (miliar Rp) 49
Tabel 311 Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP yang
Berpotensi Menjadi Satker BLU 51
Tabel 312 Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat 52
Tabel 313 Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi
Papua Barat 52
Tabel 314 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Bank Penyalur
sd Tahun 2019 53
Tabel 315 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema
sd Tahun 2019 53
Tabel 316 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan
Usaha sd Tahun 2019 54
Tabel 317 Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55
Tabel 318 Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55
Tabel 319 Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 56
Tabel 41 Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 59
Tabel 42 Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 61
Tabel 43 Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp) 61
Tabel 44 Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp) 63
Tabel 45 Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah se- Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 (Rupiah) 64
Tabel 46 SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah) 64
Tabel 47 Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat 64
Tabel 48 Rasio Keseimbangan Umum dan Primer Provinsi Papua Barat 65
Tabel 49 Profil Anggaran RSUD Manokwari 66
Tabel 410 Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Perawatan 66
Tabel 411 Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019 67
Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD 67
Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp) 68
Tabel 414 Analisis Vertikal Pendapatan APBD 2019 Provinsi Papua Barat (persen) 68
Tabel 415 Analisis Vertikal Belanja APBD 2019 Provinsi Papua Barat 69
ix Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Tabel 416 Analisis Fiskal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)69
Tabel 417 Kuadran Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 201970
Tabel 418 Rasio Solvabilitas Anggaran 72
Tabel 419 Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 73
Tabel 420 Rasio Kemandirian Keuangan 73
Tabel 421 Kriteria Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Menurut TIM KKD
FE UGM 74
Tabel 422 Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 74
Tabel 423 Rasio Fleksibilitas Keuangan 75
Tabel 424 Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 75
Tabel 425 Rasio Solvabilitas Layanan 76
Tabel 426 Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (juta Rp) 76
Tabel 427 Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 77
Tabel 428 Kuadran Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health index) Pemerintah
Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019 79
Tabel 429 Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201979
Tabel 430 Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201980
Tabel 431 Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201979
Tabel 51 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 82
Tabel 52 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 83
Tabel 53 Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019 84
Tabel 54 Realisasi Penerimaan Perpajakan per Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 84
Tabel 55 Realisasi Penerimaan Perpajakan perkapita per Kabupaten Kota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 85
Tabel 56 Realisasi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019 85
Tabel 57 Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 87
Tabel 58 Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp) 87
Tabel 59 Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019 (miliar Rp) 88
Tabel 510 Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019 88
Tabel 511 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papau Barat
x Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 88
Tabel 512 Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 89
Tabel 513 Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2019 90
Tabel 61 Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (juta Rp) 92
Tabel 62 Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor Ekonomi Terbesar
Provinsi Papua Barat Tahun 2013 (juta Rp) 96
Tabel 63 Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Metode Modified RAS 96
Tabel 64 Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Metode Modified RAS 97
Tabel 71 Jumlah dan Kelompok Penduduk di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (jiwa) 106
Tabel 72 Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per KabupatenKota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (persen) 107
Tabel 73 Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 108
Tabel 74 Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 109
Tabel 75 Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 110
Tabel 76 Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (Rp) 111
xi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR GRAFIK
Grafik 11 Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat 8
Grafik 12 Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat 8
Grafik 13 Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 12
Grafik 21 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Dunia Tahun 2019 19
Grafik 22 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua Barat
Tahun 2016-2019 (persen) 20
Grafik 23 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut Lapangan
Usaha (persen) 20
Grafik 24 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut
Pengeluaran (persen) 21
Grafik 25 Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 21
Grafik 26 Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat 2014-2019 22
Grafik 27 Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23
Grafik 28 Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23
Grafik 29 Kontribusi Sektoral terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 24
Grafik 210 Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua Barat
Tahun 2015-2019 (juta Rptahun) 24
Grafik 211 Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan Nasional
Tahun 2015-2019 25
Grafik 212 Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019 (persen) 27
Grafik 213 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Pada Lembaga Keuangan
Nasional Tahun 2019 (persen) 28
Grafik 214 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Simpanan pada Lembaga Keuangan
Nasional Tahun 2019 (persen) 28
Grafik 215 Tren Pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dollar AS Tahun 2019 29
Grafik 216 Perkembangan Nilai IPM Papua Barat dan Nasional Tahun 2011-2018 30
Grafik 217 Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun 2016-2019 31
Grafik 218 Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Provinsi Papua Barat
Tahun 2016- 2019 32
Grafik 219 Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 32
Grafik 220 Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat dan Nasional
Tahun 2016-2019 32
Grafik 221 TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 33
Grafik 222 Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua Barat Tahun 2015-2019 33
Grafik 31 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per KabupatenKota di
Papua Barat (miliar Rp) 41
Grafik 32 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor
di Papua Barat (miliar Rp) 41
xii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Grafik 33 Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2019 (persen) 42
Grafik 34 Kementerian NegaraLembaga di Provinsi Papua Barat dengan
Alokasi APBN Terbesar TA 2019 46
Grafik 35 Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019 49
Grafik 36 Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel Sorong
Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50
Grafik 37 Perkembangan Pagu PNBP BLU Satker Poltekpel Sorong
Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50
Grafik 38 Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel Sorong Tahun 2017-2019 51
Grafik 39 Jumlah Debitur KUR per KabKota Provinsi Papua Barat Tahun 2019 52
Grafik 310 Jumlah penyaluran KUR per KabKota di Porvinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 53
Grafik 41 Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 62
Grafik 42 Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 per Fungsi (miliar Rp) 63
Grafik 43 Indeks Kesehatan Keuangan (Fisccal Health Index) KabKota se-Provinisi
Papua Barat Tahun 2018-2019 78
Grafik 51 Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap
Penerimaan Konsolidasian Provinsi Papua Barat Tahun 2019 83
Grafik 52 Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 86
Grafik 53 Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 86
Grafik 61 Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi Papua Barat
Tahun 2015 - 2019 101
Grafik 62 Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi Papua Barat
Tahun 2015 - 2019 (persen) 101
xiii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR GAMBAR
Gambar 11 Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 2
Gambar 21 Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM 30
Gambar 22 IPM KabKota di Provinsi Papua Barat tahun 2017 berdasarkan
Klasifikasi UNDP 30
Gambar 23 Lingkaran Kemiskinan Nurkse 35
Gambar 41 Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 72
Gambar 51 Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pemerintah terhadap Output Menurut
Perpotongan Keynesian 68
Gambar 61 Technological Discontinuity Curve 102
Gambar 71 Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting 105
xiv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR BOKS
Boks 31 Pemberdayaan UMKM Papua Barat Melalui Pembiayaan Kredit Usaha
Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi) 57
Halaman ini sengaja dikosongkan
xv
Executive Summary
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Pembangunan Provinsi Papua Barat yang memiliki 13 KabupatenKota dijalankan dengan visi
ldquoMenuju Papua Barat yang Aman Sejahtera dan Bermartabatldquosebagaimana tertuang dalam
RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 Visi pembangunan ini dijiwai oleh semangat Otonomi
Khusus yang menjadi roh sekaligus paradigma pembangunan dalam mewujudkan perencanaan
Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai yang tertuang dalam ketentuan Otonomi Khusus
meliputi Perlindungan Penghormatan Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli Papua
(OAP)
Pembangunan Papua Barat sebagai wilayah otonomi khusus didominasi oleh pengaruh faktor
ekonomi dengan kekayaan alam (minyak bumi dan gas alam) yang melimpah menjadi modal
utama Keberadaan faktor ekonomi ini membuat perekonomian terpusat dan didominasi oleh 3
kabupatenkota (Kota Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk Bintuni) sebagai lokasi
pertambangan dan perindustrian Kesenjangan ekonomi yang terjadi menyebabkan tidak
meratanya kapasitas dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik fasilitas perdagangan fasilitas
kesehatan maupun fasilitas pendidikan dan membuat tingginya biaya koleksi dan distribusi Selain
infratruktur keterbatasan lain yang ada di Provinsi Papua Barat adalah rendahnya kualifikasi
tingkat pendidikan yang dimiliki angkatan kerja yang sebagian besar adalah lulusan SD (345
persen)
Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah sebesar
10295515 km sehingga membentuk kepadatan penduduk 932 jiwakmsup2 dengan kepadatan
tertinggi berada di Kota Sorong sebagai kota terbesar dan Kab Manokwari sebagai ibukota
provinsi Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940
mdpl dengan sebagian besar merupakan wilayah perbukitan (4921) dan daerah dataran
rendah (3974) serta daerah pegunungan (1105) Kondisi wilayah ini membuat Provinsi Papua
Barat sangat berpotensi (kelas risiko tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan dan hutan
gempa tektonik serta gelombang tsunami namun dengan kapasitas penanggulangan yang
sedang
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 tumbuh tertahan pada level 266 persen
setelah sempat tumbuh signifikan tahun sebelumnya yang mencapai level 624 persen
Pertumbuhan ekonomi regional tersebut lebih rendah dari pertumbuhan nasional yang stagnan
pada level 502 persen Seluruh sektor lapangan usaha mencatatkan pertumbuhan positif dimana
pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151 persen serta
jasa keuangan dan asuransi mencapai 933 persen Sebaliknya industri pengolahan dan sektor
pertambangan-penggalian mencatatkan pertumbuhan yang melambat sebesar 099 dan -034
persen
Laju inflasi Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih rendah dari inflasi
tahun sebelumnya sebesar 521 persen dan inflasi nasional sebesar 272 persen Pencapaian
tersebut berada di atas target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021 dimana ditetapkan
pada angka 408 persen
Dari sisi kesejahteraan terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat di Provinsi Papua Barat yang
tercermin dari pencapaian IPM yang menunjukan kenaikan menjadi 6374 tingkat kemiskinan
yang mengalami penurunan menjadi sebesar 2151 persen seiring laju inflasi yang terkendali
peningkatan belanja pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan Namun tingkat
EXECUTIVE SUMMARY
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
xvi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Executive Summary
pengangguran yang meningkat menjadi 624 persen menunjukkan bahwa upaya peningkatan
sektor tersebut masih belum optimalnya
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat memiliki tingkat sensitifitas yang rendah terhadap
tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di bawah satu
persen atau bersifat inelastis Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu
persen maka penurunan tingkat kemiskinan di bawah satu persen Sebagai salah satu komponen
pertumbuhan ekonomi pengeluaran pemerintah di Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke
daerah pedesaan dan remote area Hal ini didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah penduduk
miskin di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di daerah pedesaan
Perkembangan dan Analisis APBN
Target pendapatan negara tahun 2019 di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan sebesar
116 persen dibandingkan target tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi Rp206842 miliar
Penurunan target tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perekonomian pada tahun
2019 masih dalam tahap ketidakpastian Tantangan dan dinamika yang cukup berat mengingat
volatilitas harga komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi turut mempengaruhi target
penerimaan pajak di Papua Barat
Sementara itu dari aspek belanja negara terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427 persen
dibandingkan pagu tahun 2018 yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi Rp3457711 miliar Tercermin
dari kenaikan yang cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223 persen dari Rp1700164 miliar
menjadi Rp2588091 miliar Pagu belanja pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari Rp156741
miliar pada tahun 2018 menjadi Rp187346 miliar pada tahun 2019 Sementara belanja barang
meningkat sebesar 1224 persen yaitu dari Rp291817 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp32754
miliar pada tahun 2019 Terdapat peningkatan yang cukup signifikan pada pagu belanja modal
dari Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik
sebesar 3005 persen
Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat mencapai
9896 persen sedangkan realisasi belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan
membandingkan antara realisasi penerimaaan dan belanja APBN tahun 2019 terdapat defisit
anggaran sebesar Rp2907081 miliar Hal ini disebabkan oleh target penerimaan yang tidak
tercapai dengan optimal meskipun target tersebut telah direncanakan secara realistis disamping
adanya kebijakan defisit APBN dalam mewujudkan capaian prioritas nasional
Pemerintah pusat berupaya mendorong laju perekonomian Provinsi Papua Barat melalui
penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah penyaluran KUR
di Provinsi Papua Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan kepada 51622 debitur Daerah
dengan jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong sebesar Rp57002 milar dengan jumlah
debitur sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah dengan penyaluran KUR terbesar kedua
yaitu Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang diberikan kepada 14542 debitur Hal ini
mengindikasikan bahwa persebaran KUR di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di
daerah yang kondisi perekonomiannya relatif lebih maju Perdagangan merupakan sektor yang
memiliki jumlah penyaluran KUR terbesar Sampai dengan tahun 2019 penyalurannya sebesar
Rp119405 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551
Perkembangan dan Analisis APBD
Dari sisi pelaksanaan APBD sampai dengan akhir tahun 2019 total pendapatan APBD seluruh
pemerintah daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp20100 miliar pendapatan dari komponen
PAD mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374 miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu
dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar pada
tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar pada tahun 2019 Banyak faktor yang mempengaruhi
pencapaian realisasi pendapatan dan belanja tersebut Diantara faktornya yaitu perkembangan
perekonomian dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi pelaksanaan berbagai kebijakan
fiskal yang dilaksanakan serta beberapa tantangan terhadap perekonomian Provinsi Papua
Barat
xvii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Executive Summary
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Total realisasi pendapatan konsolidasian pemerintah pusat dan pemerintah daerah tahun 2019
adalah sebesar Rp544142 miliar atau naik 49 persen Dari jumlah tersebut 54 persen merupakan
pendapatan pemerintah pusat dan 46 persen adalah pendapatan pemerintah daerah Realisasi
belanja dan transfer konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar dimana 75 persen bersumber dari
anggaran pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran pemerintah pusat
Keunggulan dan Potensi Ekonomi serta Tantangan Fiskal Regional
Dengan menggunakan pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan bahwa elastisitas
penerimaan pajak daerah di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per kapita bersifat elastis Selain
itu didapatkan nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif kecil yang menunjukan tingkat
kesulitan pemungutan pajak daerah relatif tinggi
Berdasarkan tabel input output Provinsi Papua Barat tahun 2013 yang kemudian dilakukan
updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) model Miller dan Blair
(1985) diperoleh hasil bahwa sektor dengan nilai pengganda output terbesar yaitu industri
pengolahan migas dan perikanan Adapun sektor dengan pengganda pendapatan tertinggi
yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor administrasi pemerintahan amp jaminan sosial Sementara itu
sektor dengan pengganda tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya dan industri makanan amp
minuman
Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage)
terbesar yaitu industri lainnya dan industri makanan-minuman Adapun sektor yang memiliki
keterkaitan ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu industri pengolahan migas dan
perikanan
Analisis Tematik
Selama tahun 2019 dana APBN berupa belanja KL yang telah digunakan dalam program
pencegahan stunting sebesar Rp10448 miliar Penggunaan dana terbesar sesuai dengan prioritas
percepatan pencegahan yakni untuk kegiatan intervensi sensitif (Kementerian Kesehatan)
sebesar Rp1928 miliar dan intervensi spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta sebesar Rp842
miliar untuk kegiatan pendampingan koordinasi dan dukungan teknis (lintas KL) Penggunaan
dana tersebut terbesar direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif terutama pembangunan
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan pendanaan sebesar Rp4353
miliar
Pembiayaan program penurunan stunting juga dilakukan dengan memanfaatkan dana
tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Dana DFDD
tahun 2019 yang telah digunakan dalam program stunting sebesar Rp11348 miliar terdiri dari DAK
Fisik sebesar Rp6706 miliar dan Rp4642 miliar berupa Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar
adalah pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar Rp11348 miliar sedangkan intervensi
spesifik sebesar Rp166 miliar Realisasi terbesar dialokasikan untuk perluasanpeningkatan SPAM
sebanyak 5765 sambungan rumah (SR) dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp2562 miliar
Sementara penggunaan Dana Desa terbesar diperuntukkan bagi pembangunan sumber air
bersih milik desa pada 1041 titik dengan dana sebanyak Rp1752 miliar
Selain APBN dan DFDD dana APBD juga dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan intervensi
spesifik sebesar Rp939 miliar dan sebesar Rp4805 miliar untuk kegiatan intervensi sensitif
Penggunaan dana tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi penyediaan akses JKN Orang
Asli Papua (OAP) sebesar Rp2882 miliar Penggunaan dana yang besar lainnya adalah untuk
penyediaan akses air minum yang aman dan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi
anak gizi kurang akut dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118 miliar dan Rp566 miliar
DJPbKawalAPBN
SASARAN
PEMBANGUNAN DAERAH
ldquoKeindahan Alam Pulau Misool Raja Ampatrdquo
1
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
embangunan Provinsi Papua Barat
berhubungan erat dengan capaian
sasaran pembangunan nasional
sehingga memiliki tingkat urgensi
yang tinggi untuk segera diwujudkan serta
memiliki daya ungkit yang tinggi bagi
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di
wilayah bagian (paling) timur Indonesia
Pelaksanaan pembangungan daerah ini
didasarkan pada prioritas tertentu yang
menjadi fokus atau objek utama
pembangunan dan tersinkronisasi dengan
prioritas nasional sebagai kerangka kebijakan
fiskal terintegrasi antara pusat dan daerah
Prioritas pembangunan menjadi bagian dari
perencanaan pembangunan yang akan
menetapkan kegiatan-kegiatan
pembangunan sosial-ekonomi fisik
(infrastruktur) untuk dilaksanakan secara
terpadu oleh sektoral publik dan swasta (Mahi
dan Trigunarso 2017) Perumusan prioritas
pembangunan di Provinsi Papua Barat secara
teknis dilakukan dengan mengevaluasi
pelaksanaan program kegiatan dan capaian
kinerja pembangunan serta identifikasi atas
permasalahan-permasalahan yang terjadi
pada tahun-tahun sebelumnya Selanjutnya
dihubungkan dengan visi misi tujuan dan
sasaran pembangunan daerah yang
tercantum dalam Rancangan Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada
tahun rencana serta mempertimbangkan
prioritas yang tertuang dalam Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN)
A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN
DAERAH
Tujuan dan sasaran pembangunan dirumuskan
untuk memberikan arah terhadap program
pembangunan daerah serta dalam rangka
memberikan kepastian operasionalisasi dan
keterkaitan antara misi dengan program
pembangunan sehingga memberikan
gambaran yang jelas tentang ukuran-ukuran
terlaksananya misi dan tercapainya visi Tujuan
dan sasaran pembangunan menunjukkan
tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan
pembangunan jangka menengah yang
selanjutnya akan menjadi dasar dalam
mengukur kinerja pembangunan secara
keseluruhan
A1 Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah
Tahun 2019 merupakan tahun ketiga dari
pelaksanaan RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-
2021 Dokumen ini merupakan jangkar bagi
Pemerintah Daerah di lingkup Provinsi Papua
Barat untuk menetapkan kebijakan-kebijakan
dalam mencapai sasarantarget
P
BAB I
Sasaran Pembangunan dan
Tantangan Daerah
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
2
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
pembangunan selama lima tahun ke depan
dan dijabarkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahunnya
Sebagai satu kesatuan perencanaan daerah
yang utuh penetapan arah pembangunan
dalam RPJMD dilakukan dengan
memperhatikan prioritas pembangunan
nasional dalam RPJMN sekaligus RPJMD daerah
sekitar yang terdekat (Provinsi Papua) Hal ini
untuk menjamin terciptanya sinkronisasi dan
sinergi kebijakan program dan kegiatan
pembangunan Pemerintah Provinsi Papua
Barat dengan kebijakan pembangunan
wilayah Pulau Papua dan nasional
Hasil sinkronisasi dan sinergi tersebut pada
akhinya membentuk sebuah visi pembangunan
Pemerintah Provinsi Papua Barat yaitu ldquoMenuju
Papua Barat yang Aman Sejahtera dan
Bermartabatldquo dan diwujudkan dalam 8
(delapan) misi pembangunan
Misi 1 Menciptakan tata kelola pemerintahan
yang baik berbasis aparatur yang bersih
dan berwibawa serta otonomi khusus
yang efektif
Misi 2 Mewujudkan pengelolaan lingkungan
dan sumber daya alam yang
berkeadilan dan berkelanjutan
Misi 3 Meningkatkan kualitas pelayanan dasar
pendidikan dan kesehatan
Misi 4 Meningkatkan kapasitas infrastruktur
wilayah
Misi 5 Meningkatkan daya saing
perekonomian dan investasi daerah
berbasis pariwisata
Misi 6 Membangun pertanian yang mandiri
dan berdaualat
Misi 7 Memperkuat pemberdayaan
masyarakat perempuan dan
perlindungan anak berbasis masyarakat
berketahanan sosial
Misi 8 Memperkuat Kerukunan umat
beragama dan Kondusivitas Daerah
Misi yang tertuang dalam RPJMD secara nyata
dijabarkan dalam berbagai strategi dan arah
kebijakan dalam rangka pencapaian target
kinerja yang direncanakan dalam jangka waktu
5 (lima) tahun Perencanaan jangka menengah
ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi
Papua Barat Nomor 4 Tahun 2017 tentang
RPJMD Provinsi Papua Barat tahun 2017-2021
dan menjadi sebuah ketentuan bagi Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Provinsi
Papua Barat dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan
Setiap tahunnya dilakukan penentuan prioritas
pembangunan Provinsi Papua Barat yang
diselaraskan dengan RPJMD untuk
menghasilkan perencanaan yang nantinya
akan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah
Prioritas pembangunan tersebut membentuk
target kinerja pembangunan dengan fokus
pada penyelesaian beberapa isu strategis
sebagai berikut
a Rendahnya persentase angka partisipasi
sekolah pada jenjang pendidikan
menengah
Visi
Misi 1
Misi 2
Misi 3
Misi 4
Misi 5
Misi 6
Misi 7
Misi 8
Gambar 11
Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021
3 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
b Rendahnya angka rata-rata lama sekolah
c Tingginya angka kemiskinan
d Masih rentannya ketahanan pangan
e Masih tingginya kesenjangan
pendapatanpenghasilan masyarakat
f Belum optimalnya upaya pengentasan
kemiskinan
g Kurangnya pemerataan fasilitas kesehatan
Tabel 11
Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021
Misi Tujuan Sasaran
Misi 1 Meningkatkan kinerja penyelenggaraan
otonomi khusus
Meningkatnya kinerja penyelenggaraan otonomi khusus
Meningkatnya kualitas Manajemen
penyelenggaraanpemerintahan sinergitas
kebijakan pembangunan dan pelayanan
publik serta efektivitas
Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas penyelenggaraan
pemerintahan serta koordinasi kebijakan daerah
Meningkatnya kualitas perencanaan pembangunan daerah
Optimalnya sistem pengawasan daerah
Meningkatnya kualitas sumberdaya aparatur
Meningkatnya kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah
Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah
Terwujudnya pengelolaan data dan informasi
layanan publik yang terintegrasi dan berbasis IT
Terwujudnya koneksitas jaringan komunikasi dan pelayanan informasi
publik berbasis IT
Meningkatnya ketersediaan data sebagai basis kebijakan
pembangunan daerah
Optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan persandian daerah
Meningkatnya budaya baca masyarakat
Meningkatnya tata kelola administrasi kearsipan daerah
Misi 2 Terwujudnya pengembangan dan
pembangunan daerah yang berwawasan
lingkungan
Meningkatnya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan
serta pengendalian pembangunan berwawasan lingkungan yang
berkelanjutan
Meningkatnya kelestarian pengelolaan hutan secara terpadu
Meningkatnya koordinasi dan penyelenggaraan tertib administrasi
pertanahan wilayah dan penataan wilayah
Meningkatnya konservasi sumber daya alam
Misi 3 Terwujudnya sumberdaya manusia yang
cerdas sehatdan berdaya saing
Meningkatnya aksesibilitas kualitas dan manajemen pendidikan
Meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan
Meningkatnya prestasi dan kreativitas pemuda dan olahraga
Misi 4 Terwujudnya pemerataan pembangunan
infrastruktur dasar dan layanan publik
Meningkatnya interkoneksi antar wilayah ketersediaan layanan dasar
infrastruktur daerah dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah
Meningkatnya layanan kebutuhan dasar perumahan dan kawasan
permukiman wilayah perkotaan dan perdesaan
Optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam dan ketersediaan energi
baru dan terbarukan
Misi 5 Meningkatnya perekonomian daerah yang
didukung oleh pemanfaatan potensi
sumberdaya lokal lintas sektor
Meningkatnya daya saing investasi daerah
Meningkatnya daya saing tenaga kerja serta kesempatan dan
perluasan kesempatan kerja
Meningkatnya ekonomi kerakyatan berbasis industri kreatif dan potensi
daerah
Meningkatnya akses tata niaga dan infrastruktur perdagangan antar
wilayah dan antar daerah
Meningkatnya pengembangan dan daya saing industri pengolahan
berbasis potensi daerah
Optimalnya sinergitas pengembangan dan penataan kawasan terpadu
di wilayah transmigrasi
Terwujudnya daya dukung dan daya tarik
pariwisata terpadu berskala internasional
Meningkatnya keterpaduan dan daya saing pariwisata daerah
Meningkatnya pengembangan seni budaya dan kelestarian tradisi
kehidupan masyarakat dalam mendukung pariwisata daerah
Misi 6 Terwujudnya kedaulatan pangan dan revolusi
pembangunan pertanian dalam arti luas
sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi
daerah
Meningkatnya produktivitas tata kelola dan dan pertumbuhan sektor
pertanian dalam arti luas
Misi 7 Terwujudnya masyarakat berketahanan sosial Menurunnya penyandang Masalah kesejahteraan sosial
Meningkatnya kapasitas masyarakat kampung
Meningkatnya partisipasi Perempuan dalam membangun kualitas
kesetaraan gender dan perlindungan perempuan dan anak
Meningkatnya kinerja penataan penduduk dan
pelayanan hak kependudukan masyarakat
Optimalnya pengendalian penduduk dan pelayanan keluarga
berencana
Meningkatnya tertib administrasi kependudukan masyarakat
Misi 8 Meningkatnya stabilitas wilayah dan daya
tahan masyarakat
Optimalnya kerjasama pemerintah masyarakat dan dunia usaha untuk
menjaga keamanan dan ketertiban umum
Sumber RPJMD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
4
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
di kabupatenkota
h Kurangnya pemerataan dan kualitas sumber
daya manusia bidang kesehatan
i Kurangnya ketersediaan air bersih
j Rendahnya rasio elektrifikasi
k Kurang optimalnya reformasi birokrasi dan
pelaksanaan otsus
l Masih rendahnya daya saing daerah
A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Semangat Otonomi Khusus dalam kerangka
pembangunan di Provinsi Papua Barat menjadi
roh sekaligus paradigma pembangunan
khususnya dalam mewujudkan perencanaan
Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai
yang tertuang dalam ketentuan Otonomi
Khusus meliputi Perlindungan Penghormatan
Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli
Papua (OAP) Dalam konteks kekhususan nilai
tersebut telah diletakkan oleh Provinsi Papua
Barat sebagai nilai rujukan deskriptif dan
sekaligus sebagai nilai rujukan preskriptif serta
menjadi dasar kebijakan dalam menentukan
prioritas
Prioritas pembangunan pada tahun 2019
disusun dengan mengacu pada kebijakan
mandatory dalam Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) 2019 tujuan dan sasaran dalam RPJMD
(tahun ketiga) tanpa melupakan filosofi
otonomi khusus yang menjadi dasar
Perencanaan ditekankan pada penyelesaian
permasalahan dan isu-isu strategis yang
berkembang di tingkat provinsi wilayah dan
nasional dengan tetap memperhatikan pokok-
pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Prioritas pembangunan Papua Barat
tahun 2019 menjadi sebuah arahan dan acuan
dalam melaksanakan program dan kegiatan
dengan rincian sebagai berikut
a Peningkatan kualitas pelayanan dasar dan
kualitas hidup masyarakat (P1)
b Peningkatan investasi daerah melalui
pemanfaatan sumber daya yang
berkelanjutan dan berkeadilan (P2)
c Peningkatan infrastruktur wilayah untuk
mengurangi kemiskinan dan kesenjangan
antarwilayah (P3)
d Pengoptimalan pelaksanaan reformasi
birokrasi ketentraman dan ketertiban umum
serta kinerja otonomi khusus (P4)
Tabel 12
Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Prioritas Misi Tujuan
P1 Meningkatkan kualitas
pelayanan dasar
pendidikan dan kesehatan
Mewujudkan sumber daya
manusia yang cerdassehat dan
berdaya saing
Meningkatkan kapasitas
infrastrukur dasar
Terwujudnya pemerataan
pembangunan infrastruktur dasar
dan layanan publik
Memperkuat
pemberdayaan
masyarakatperempuan
dan perlindungan anak
berbasis masyarakat
berketahanan sosial
Mewujudkan masyarakat
berketahanan sosial
Meningkatnya kinerja penataan
penduduk dan pelayanan hak
Kependudukan masyarakat
P2 Mewujudkan pengelolaan
lingkungan dan sumber
daya alam yang
berkeadilan dan
berkelanjutan
Mewujudkan pengembangan
dan pembangunan daerah
yang berwawasan lingkungan
Meningkatkan daya saing
perekonomian dan
investasi daerah berbasis
pariwisata
Meningkatkan perekonomian
daerah yang didukung oleh
pemanfaatan potensial
sumberdaya lokal lintas sektor
Terwujudnya daya dukung dan
daya tarik pariwisata terpadu
berskala internasional
Membangun pertanian
yang mandiri dan
berdaulat
Terwujudnya kedaulatan pangan
dan revolusi pembangunan
pertanian dalam arti luas
sebagai daya ungkit
pertumbuhan ekonomi daerah
P3 Meningkatkan kapasitas
infrastruktur dasar
Terwujudnya pemerataan
pembangunan infrastruktur dasar
dan layanan publik
P4 Menciptakan tata kelola
pemerintahan yang baik
berbasis aparatur yang
bersihdan berwibawa
(good and clean
governance) serta otonomi
khusus yang efektif
Meningkatkan kinerja
penyelenggaraan otonomi
khusus
Meningkatnya Kualitas
Manajemen Penyelenggaraan
Pemerintahan Sinergitas
Kebijakan Pembangunan Dan
Pelayanan Publik Serta Efektivitas
Pelaksanaan Kebijakan Otonomi
Khusus
Terwujudnya Pengelolaan Data
Dan Informasi Layanan Publik
Yang Terintegrasi Dan Berbasis IT
Memperkuat kerukunan
umat beragama dan
kondisivitas daerah
Meningkatnya stabilitas wilayah
dan daya tahan masyarakat
Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)
5 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Dari 4 (empat) prioritas pembangunan Provinsi
Papua Barat tersebut di trajectory-kan dalam 9
misi yang mengarah pada 13 tujuan yang akan
dicapai melalui berbagai macam sasaran-
sasaran pembangunan dengan beragam
indikator sebagai ukuran Selain itu sebagai
gambaran pencapaian sasaran
pembangunan dan efektivitas kebijakan fiskal
secara umum dalam RKPD tahun 2019 juga
ditetapkan target indikator-indikator makro dan
kesejahteraan sebagai ukuran keberhasilan
sebagaiman tahun-tahun sebelumnya
Penggunaan indikator makro dan
kesejahteraan setidaknya mampu menangkap
gambaran sejauh mana pembangunan di
Provinsi Papua Barat berhasil dilaksanakan dan
memberi pengaruh bagi perekonomian
masyarakat
RKPD yang telah ditetapkan melalui Peraturan
Gubernur (Pergub) menjadi dokumen dasar
dari Kebijakan Umum APBD (KUA) dan
penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran
Sementara (PPAS) dalam membiayai
pembangunan daerah dalam satu tahun
Melalui pembiayaan pembangunan yang
bersumber dari APBD dan didukung oleh APBN
dengan kewenangan Dekonsentrasi (DK) dan
Tugas Pembantuan (TP) program dan kegiatan
dapat dilaksanakan dan sasarantarget
pembangunan daerah diupayakan untuk
dicapai
Pemanfaatan anggaran dalam pelaksanaan
program dan kegiatan oleh OPD tertuang
dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
sebagai penjabaran teknis serta pedoman
kegiatan yang harus dilaksanakan Atas dasar
RKA OPD mendapatkan anggaran yang
ditetapkan batasan alokasinya dalam
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
sebagai dasar optimalisasi sumber daya yang
dimiliki dalam mencapai output yang
ditargetkan
B TANTANGAN DAERAH
Pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masa kini dengan memperhitungkan
kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri
(World Commission on Environment and
Development 1990) Prinsip pembangunan
berkelanjutan merupakan prinsip
keseimbangan pembangunan aspek sosial
ekonomi dan lingkungan (Kates et al 2005) Ide
pembangunan berkelanjutan mengandung
tiga tujuan pembangunan yaitu kekuatan
ekonomi tanggung jawab terhadap ekologi
dan keadilan sosial untuk mencapai tujuan
pembangunan jangka pendek dengan tidak
mengorbankan tujuan pembangunan jangka
panjang
Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
dalam wujud implementasi RKPD (jangka
pendek) dan RPJMD (jangka menengah) oleh
Tabel 13
Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam
RKPD Provinsi Papua Barat
Indikator Target 2017 2018 2019
Laju Pertumbuhan Ekonomi () 500 700 700
Laju Inflasi Tahunan () 328 408 366
Indeks Pembangunan Manusia
(Angka)
6232 6321 6364
Rasio Gini (Angka) 037 038 037
Persentase Tingkat Kemiskinan
()
2510 2427 2329
Tingkat Pengangguran Terbuka
()
752 645 642
Indeks Kesenjangan
WilayahIndeks Williamson
(Angka)
045 043 042
Pengeluaran per kapita per
bulan (Rp juta)
110 120 130
Produktivitas total daerah (Rp
juta)
16700 16750 17000
Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
6
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
pemerintah daerah dalam bingkai otonomi
daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan
dan kondisi daerah pada saat pembuatan dan
pengembangan kebijakan Kebijakan
pembangunan harus peka terhadap potensi
dan hambatan daerah dalam hal kondisi
perekonomian masyarakat sosial
kependudukan dan geografi wilayah
(Zumaeroh 2011)
B1 Tantangan Ekonomi Daerah
Pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus selama ini didominasi
oleh pengaruh faktor ekonomi Kekayaan alam
yang melimpah berupa hutan mineral
tambang maupun kelautan ditambah dengan
tenaga kerja menjadi sumber daya yang
tersedia untuk dapat dimanfaatkan menjadi
modal utama perekonomian Menurut Sukirno
(2011) ketersediaan tenaga kerja mampu
mempengaruhi pembangunan ekonomi
daerah dalam mengembangkan kegiatan
ekonominya sehingga infrastuktur lebih banyak
tersedia perusahaan semakin banyak dan
semakin berkembang taraf pendidikan
semakin tinggi dan teknologi semakin
meningkat
B11 Kesenjangan
Perekonomian Provinsi Papua Barat sangat
bertumpu pada sektor pertambangan dengan
dua kabupatenkota yang menjadi penggerak
utama yaitu Kota Sorong dan Kab Manokwari
Kota Sorong merupakan pusat kegiatan bagi
regional Papua Barat karena memiliki simpul
transportasi yang sangat strategis sebagai
gerbang tranportasi Provinsi Papua Barat
sekaligus menjadi pusat kegiatan jasa dan
perdagangan Kondisi ini telah ada sejak zaman
pendudukan Belanda akibat adanya kegiatan
pengolahan dan perdagangan bahan hasil
pertambangan Wilayah lainnya yang
tergolong memiliki jenis layanan lengkap
kepada masyarakat adalah Kabupaten
Manokwari sebagai ibukota provinsi Sementara
wilayah lainnya sebagai daerah otonomi baru
fungsi-fungsi layanan yang semestinya ada
masih belum didirikan Pola struktur ruang
wilayah-wilayah tersebut saat ini masih linier
yaitu mengikuti pola jaringan jalan arteri belum
berkembang dan melebar seperti halnya Kota
Sorong dan Kab Manokwari
Kesenjangan yang terjadi antara Kota Sorong
dan Kab Manokwari dengan kabupaten
lainnya dipengaruhi oleh beberapa sektor yaitu
konstruksi informasi dan komunikasi dan
transportasi dan pergudangan yang menjadi
engine growth selain pertambangan dan
industri yang telah memajukan Kota Sorong
Sedangkan sektor real estate konstruksi dan
administrasi pemerintahan pertahanan dan
jaminan sosial wajib menjadi pendorong Kab
Manokwari Pada kabupatenkota lainnya
didorong oleh sektor pertanian kehutanan
perikanan dan kelautan dengan nilai produksi
yang relatif kecil Secara keseluruhan
pergerakan perekonomian Provinsi Papua Barat
masih didominasi oleh sektor migas
dibandingkan industri pengolahan non-migas
Pemeran utama sektor pertambangan adalah
industri minyak bumi yang berada di Kota
Sorong dan Kab Sorong serta industri Liquid
Natural Gas (LNG) di Kab Teluk Bintuni
Meskipun dominan kontribusi sektor industri
pengolahan (migas) terus mengalami
penurunan dalam beberapa tahun terakhir
disebabkan oleh menurunnya harga minyak
dan gas di pasar internasional Berdasarkan
kontribusi terbesar terhadap PDRB terlihat
bahwa setiap tahunnya didominasi oleh
7 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
kabupatenkota yang sama yaitu Kab Teluk
Bintuni Kab Sorong dan Kota Sorong sebagai
lokasi pertambangan Perekonomian Provinsi
Papua Barat berada di sekitaran sektor migas
(pertambangan dan penggalian industri
pengolahan konstruksi) sementara sektor
pertanian kehutanan perikanan dan kelautan
belum mampu berkontribusi banyak meskipun
Provinsi Papua Barat memiliki lahan non-
pemukiman dan non-industri yang luas
mencapai 9965 persen dari total wilayah
B12 Infrastruktur
Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua Barat
yang memprioritaskan peningkatan investasi
dan pembangunan infrastruktur diharapkan
dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah
dan antar sektor Peningkatan investasi di sektor
pertanian kehutanan perikanan dan kelautan
akan mendorong wilayah lain yang tidak
memiliki pertambangan untuk dapat
meningkatkan produktivitas
Sejauh ini penanaman modal di Provinsi Papua
Barat telah berhasil meningkat khususnya pada
sektor tanaman pangan perkebunan dan
peternakan melalui Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) senilai Rp25546 miliar (tahun
2019) namun investasi tersebut hanya
tersentralisasi di Kab Manokwari Hal yang
sama juga terjadi di sektor transportasi gudang
dan telekomunikasi dengan investasi yang
berlokasi di seputaran 4 (empat)
kabupatenkota utama di Provinsi Papua Barat
Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA)
lebih banyak berkutat di sektor pariwisata (Hotel
dan Restoran) di Kab Raja Ampat dan
perindustrian di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Sorong yang menjadi unggulan pemerintah
pusat dan daerah sehingga memiliki insentif
investasi
Prioritas pemerintah daerah pada
pembangunan infrastruktur berupa jalan
dilakukan dalam rangka membuka aksesibilitas
antar wilayah Selama ini kondisi jalan di Provinsi
Papua Barat hanya 3453 persen dari 867252
km yang berada dalam kondisi baik sisanya
dalam kondisi sedang (2581 persen) rusak
(1808 persen) dan rusak berat (2157 persen)
Tabel 15
Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Sektor
2018 2019
Proyek Nilai
(juta Rp) Proyek
Nilai
(juta Rp)
Tanaman
Pangan
Perkebunan
dan Peternakan
1 4790370 7 25545830
Industri 4 250160 5 1425500
Konstruksi - - 2 34880
Perdagangan
dan Reparasi
2 45490 5 21990
Hotel dan
Restoran
- - 1 30000
Transportasi
Gudang dan
Telekomunikasi
- - 5 9887650
Perumahan
Kawasan Industri
dan Perkantoran
- - 1 1060140
Jasa Lainnya - - 2 18000
Sumber BKPM (data diolah)
Tabel 14
PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar)
KabupatenKota PDRB
Kontribusi
Kab Fakfak 530371 629
Kab Kaimana 279143 331
Kab Teluk Wondama 158039 187
Kab Teluk Bintuni 3046584 3612
Kab Manokwari 994872 1179
Kab Sorong Selatan 192266 228
Kab Sorong 1113059 1320
Kab Raja Ampat 291339 345
Kab Tambraw 22851 027
Kab Maybrat 71835 085
Kab Manokwari Selatan 82336 098
Kab Pegunungan Arfak 20107 024
Kota Sorong 1631730 1935
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
8
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Ditambah dengan kontur jalan yang hanya 65
persen telah diaspal sedangkan sisanya masih
berupa tanah batukerikil dan rerumputan
Kondisi ini menghambat perekonomian karena
jalan telah menjadi tulang punggung
pergerakanperpindahan barang dan
manusia serta menjadi penghubung utama
antar wilayah di Provinsi Papua Barat yang
memiliki jarak antar kabupatenkota yang
sangat jauh Bahkan dari Kota Sorong menuju
Kab Manokwari ditempuh selama 16-18 jam
tergantung cuaca dan hanya bisa dilalui
dengan kendaraan penggerak 4 roda
Selain jalan pembangunan infrastruktur untuk
mengurangi kesenjangan antar wilayah dan
antar sektor adalah dengan mengatasi defisit
pasokan energi listrik Sistem kelistrikan di Provinsi
Papua Barat saat ini dapat dikatakan masih
terisolasi karena unit pembangkit listrik yang
ada masih belum merata atau cenderung
terpusat di Kota Sorong Kab Sorong Kab Teluk
Bintuni dan Kab Manokwari Wilayah Provinsi
Papua Barat secara keseluruhan memiliki masih
rasio elektrifikasi yang rendah karena luas
wilayahnya dan jarak antar rumah tangga
cukup jauh sehingga masih banyak rumah
tangga dengan sumber penerangan listrik non
PLN dan menggunakan pelitasenter Padahal
dorongan terhadap perekonomian sudah
seharusnya diselaraskan dengan angka rasio
elektrifikasi yang lebih tinggi dari nasional
(ge9886 persen)
Keterbatasan kapasitas infrastruktur Provinsi
Papua Barat berpengaruh pada peningkatan
biaya koleksi dan distribusi yang pada gilirannya
memperburuk daya saing produk yang
dihasilkan Keterbatasan dan rendahnya
kualitas infrastruktur jalan dan listrik merupakan
faktor penyebab utama tingginya biaya
ekonomi Ditambah lagi dengan terbatasnya
Aspal
65
Tidak
diaspal
30
Lainnya
5
Grafik 12
Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 16
Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen)
KabupatenKota Rasio
Kab Fakfak 7077
Kab Kaimana 6868
Kab Teluk Wondama 6742
Kab Teluk Bintuni 7665
Kab Manokwari 9890
Kab Sorong Selatan 8785
Kab Sorong 8978
Kab Raja Ampat 6852
Kab Tambraw 6582
Kab Maybrat 6492
Kab Manokwari Selatan 6725
Kab Pegunungan Arfak 6239
Kota Sorong 9939
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Baik
34
Sedang
26Rusak
18
Rusak
Berat
22
Grafik 11
Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
9 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
infrastruktur pelabuhan laut (pelabuhan besar
hanya berada di Kab Fakfak Kab Manokwari
dan Kota Sorong) dan pelabuhan udara
(bandara besar hanya berada di kab
Manokwari dan Kota Sorong) membuat biaya
produksi biaya koleksi dan biaya distribusi di
Provinsi Papua Barat semakin meningkat Biaya-
biaya ekonomi yang membebani ini harus
ditanggung oleh para pelaku ekonomi
sehingga secara langsung berpengaruh pada
tingginya harga barang serta kurangnya minat
berinvestasi
B13 Ketenagakerjaan
Selain upaya untuk mengoptimalkan SDA
melalui peningkatan kapasitas infrastruktur
pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus juga memperhatikan
SDM sebagai bagian dari faktor ekonomi Salah
satu permasalahan yang dihadapi dalam
ketenagakerjaan adalah rendahnya tingkat
pendidikan yang dimiliki angkatan kerja Dari
keseluruhan penduduk yang bekerja sebagian
besar memiliki kualifikasi tamatan SD sebanyak
345 persen (150680 jiwa) sedangkan 246
persen (107420 jiwa) memiliki ijazah SMA dan
1559 persen (68066 jiwa) telah tamat SMP
Tenaga kerja tersebut banyak bekerja di sektor
pertanian kehutanan perikanan dan
kelautan Sektor ini merupakan tulang
punggung utama perekonomian masyarakat
serta menjadi sumber pangan utama Provinsi
Papua Barat
Pada tenaga kerja dengan kualifikasi
Universitas sebagian besar adalah pendatang
yang bermigrasi dan bukan OAP Para tenaga
kerja ini lebih banyak bekerja di sektor
pertambangan dan industri kabupatenkota
besar yang ada di Provinsi Papua Barat Kondisi
ini menunjukkan bahwa kualitas dan
produktivitas tenaga kerja di Provinsi Papua
Barat perlu untuk ditingkatkan baik itu melalui
peningkatan akses pendidikan maupun
pemberian pelatihan khusus agar dapat
berpartisipasi penuh dalam perekonomian
B14 Keamanan
Ketenteraman ketertiban umum dan
perlindungan masyarakat merupakan salah
satu hal penting yang perlu dijaga untuk
memperlancar pembangunan (UU No 32
Tahun 2004) Untuk menciptakan kondisi
tersebut maka perkembangan angka
kriminalitas dan risiko tindak pidana kriminalitas
harus terus dipantau Angka kriminalitas
merupakan angka yang biasa digunakan untuk
menukur tindak kejahatan pidana Secara
umum angka kriminalitas di Provinsi Papua Barat
cenderung fluktuatif Pada tahun 2017 hingga
2019 terjadi kenaikan angka kriminalitas dari
2262 kasus menjadi 3621 kasus namun pada
tahun 2018 sempat turun menjadi 2137 kasus
Jumlah ini termasuk dengan gangguan
keamanan yang diberikan oleh kelompok
Tabel 17
Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa)
Kategori 2018 2019
Penduduk Usia Kerja (gt15th) 56517 667110
Angkatan Kerja 445630 461061
Bekerja 417544 436739
Tamat SD Kebawah 146368 150680
Tamat SMP 61916 68066
Tamat SMA 99220 107420
Tamat SMK 34622 32127
Tamat Diploma IIIIII 13945 16364
Tamat Universitas 61473 62082
Pengangguran 28086 28086
Bukan Angkatan Kerja 210887 206049
Sekolah 77322 77322
Mengurus Rumah Tangga 116418 116417
Lainnya 17147 17147
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
10
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
separatis atau Kelompok Kekerasan Bersenjata
(KKB) yang ingin Pulau Papua merdeka dari
NKRI
Selain itu untuk mengukur kriminalitas juga
dapat dapat menggunakan risiko penduduk
terkena tindak pidana Risiko penduduk terkena
tindak pidana merupakan indeks kemungkinan
terjadi kriminalitas atau kejahatan per 100000
penduduk dihitung dari total kriminalitas per
jumlah penduduk per tahun Perhitungan ini
dapat digunakan untuk mengantisipasi jumlah
kasus yang akan terjadi karena perhitungannya
menggunakan jumlah kasus tindak kejahatan
yang sudah terjadi dibagi dengan jumlah
penduduk pada waktu yang sama Di Provinsi
Papua Barat rasio untuk tahun 2019 yaitu
sebesar 241 persen Hal ini berarti setiap 100000
penduduk di Provinsi Papua Barat sekitar 241
orang berisiko terkena tindak pidana
B2 Tantangan Sosial Kependudukan
Persoalan sosial kependudukan dan
ketenagakerjaan seperti perubahan struktur
umur dan juga pola distribusi serta mobilitas
diikuti dengan dinamika kualitas akan
membutuhkan penanganan yang serius Tanpa
adanya sikap keseriusan maka potensi
penduduk sebagai modal pembangunan akan
tinggal sebagai jargon semata (Tjiptoherijanto
2017)
B21 Kependudukan
Sebagai provinsi di timur Indonesia Papua Barat
yang memiliki tingkat pertumbuhan cukup
tinggi yang salah satunya disebabkan oleh
banyaknya migrasi penduduk Kondisi Provinsi
Papua Barat dengan infrastruktur yang masih
terbatas akan menyulitkan jika jumlah
penduduk meningkat pesat meskipun jumlah
penduduk tersebut masih relatif sedikit jika
dibandingkan dengan luas wilayahnya Hal ini
dapat terjadi ketika kebutuhan layanan dan
fasilitas kesehatan pendidikan serta penunjang
kehidupan lainnya tidak mencukupi kebutuhan
penduduk sehingga akan mempersulit
kehidupan masyarakat
Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat
sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah
sebesar 10295515 km membentuk kepadatan
penduduk 932 jiwa per kmsup2 Wilayah yang
memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi
adalah Kota Sorong (38727 jiwakmsup2) dan Kab
Manokwari (5498 jiwakmsup2) Tingginya
kepadatan penduduk di wilayah ini disebabkan
karena keduanya memiliki sarana transportasi
dan aksesibilitas yang paling memadai
Tabel 19
Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
KabupatenKota Penduduk
(Jiwa)
Luas
(kmsup2)
Kepad
atan
Kab Fakfak 78686 1432000 549
Kab Kaimana 60216 1624184 371
Kab Teluk Wondama 32521 395953 821
Kab Teluk Bintuni 64406 2084083 309
Kab Manokwari 175178 318628 5498
Kab Sorong Selatan 46922 659431 712
Kab Sorong 88927 654423 1359
Kab Raja Ampat 48493 803444 604
Kab Tambraw 13879 1152918 120
Kab Maybrat 40899 546169 749
Kab Manokwari Selatan 2422 281244 086
Kab Pegunungan Arfak 30976 277374 1117
Kota Sorong 254294 65664 38727
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 18
Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat
Tahun Penduduk
(Jiwa)
Tindak
Pidana
2015 871510 2281 038
2016 893966 3621 025
2017 915318 3753 024
2018 937405 3862 024
2019 959617 3981 024
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
11 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
infrastruktur yang cukup bagus memiliki variasi
aktivitas ekonomi yang cukup tinggi keadaan
ekonomi yang lebih baik dibanding kabupaten
yang lain Selama ini Kota Sorong dikenal
sebagai pelabuhan ramai di kawasan
Indonesia timur yang menjadi pintu masuk arus
barang dan jasa di Provinsi Papua Barat
sehingga terjadi arus migrasi penduduk yang
tinggi Sedangkan pada Kab Manokwari posisi
sebagai ibukota provinsi mendorong
peningkatan migrasi penduduk yang didorong
meningkatnya administrasi kegiatan
pemerintahan dan perdagangan
B22 Kesehatan
Tersedianya fasilitas kesehatan dan pelayanan
yang mampu menjangkau dan dijangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat merupakan prioritas
utama dalam pembangunan kesehatan Salah
satu fasilitasnya adalah rumah sakit Semakin
meratanya distribusi rumah sakit di
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
diharapkan mampu meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat Belum semua
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
memiliki rumah sakit
Pada tahun 2019 terdapat 17 rumah sakit di
Provinsi Papua Barat yang terdiri dari 5 rumah
sakit di Kota Sorong 3 rumah sakit di Kab
Manokwari 3 rumah sakit di Kab Sorong dan
masing-masing satu rumah sakit di Kab Raja
Ampat Kab Sorong Selatan Kab Teluk Bintuni
Kab Teluk Wondama Kab Kaimana dan Kab
Fakfak Terdapa empat Kabupaten yang tidak
memiliki fasilitas rumah sakit sama sekali yaitu
Kab Pegunungan Arfak Kab Manokwari
Selatan Kab Maybrat dan Kab Tambrauw
Keempat kabupten ini merupakan kabupaten-
kabupaten yang baru dimekarkan
Selain rumah sakit fasilitas kesehatan lainnya
yang ikut berperan penting adalah puskesmas
Berbeda dengan rumah sakit puskesmas sudah
menyebar di seluruh kabupatenkota di Provinsi
Papua Barat Pada tahun 2019 total jumlah
puskemas di Provinsi Papua Barat terdapat 166
puskemas dengan jumlah puskesmas
terbanyak berada di Kab Teluk Bintuni
sebanyak 20 puskesmas dan jumlah puskesmas
paling sedikit berada di Kab Manokwari
Selatan sebanyak 5 puskesmas
Ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga
medis merupakan salah satu indikator penting
setelah tersedianya fasilitas kesehatan Tenaga
medis inilah yang nantinya akan melakukan
pengobatan dan penanganan medis Namun
penyebaran tenaga medis ini belum merata di
Provinsi Papua Barat terutama di kabupaten
baru hasil pemerakaran Tercatat sebanyak 306
dokter di Provinsi Papua Barat yang terdiri dari
68 dokter ahli 265 dokter umum dan 41 dokter
gigi Dari ketiga kategori tersebut jumlah dokter
terbanyak berada di Kota Sorong sebanya 129
dokter Kondisi ini menyebabkan pelayanan
kesehatan menjadi tidak optimal karena
tenaga medis cenderung lebih terkonsentrasi di
kabupatenkota yang sudah ramai dan
memiliki fasilitas yang lebih memadai
Sedangkan untuk daerah yang memiliki akses
yang relatif lebih sulit jarang sekali dapat
ditemui tenaga medis walaupun fasilitas seperti
puskesman sudah tersedia
Rendahnya jumlah dokter di Provinsi Papua
Barat ini mencerminkan rendahnya tingkat
pelayanan kesehatan yang ada Hal ini dapat
dilihat dengan menggunakan rasio jumlah
penduduk Provinsi Papua Barat terhadap
jumlah dokter Pada tahun 2019 terlihat bahwa
rasio jumlah penduduk terhadap dokter sangat
tinggi Secara umum rasio di Provinsi Papua
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
12
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Barat pada tahun 2019 sebesar 306477 yang
artinya sekitar 3065 penduduk akan diobati
oleh 1 dokter Rasio terbesar berada di
Kabupaten Kaimana yaitu 4632
pendudukdokter Keadaan ini membuat
banyak penduduk harus menuju kabupaten
yang memiliki fasilitas tenaga medis untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan Adapun
data dokter pada 4 kabupaten yaitu Kab
Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari
Selatan dan Kab Pegunungan Arfak masih
beum tersedia
Indikator lain yang mempengaruhi kualitas
kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat
selain fasilitas dan pelayanan kesehatan
adalah jenis penyakit yang ada Terdapat 5
jenis penyakit endemik di Provinsi Papua Barat
yaitu malaria TB paru kusta DBD dan HIV-AIDS
Kasus penyakit terbanyak yang terjadi di Provinsi
Papua Barat adalah malaria sebanyak 82487
kasus Hal ini dikarenakan Provinsi Papua Barat
merupakan salah satu provinsi endemik malaria
sehingga tidak heran apabila kasus malaria
merupakan jenis penyakit yang diperhatikan di
Provinsi Papua Barat Kemudian kusta
sebanyak 633 kasus TB Paru sebanyak 577
kasus dan DBD sebanyak 87 kasus pada tahun
2019 Sedangkan khusus untuk kasus HIV-AIDS
terdapat 13 kasus baru di Provinsi Papua Barat
sepanjang tahun 2019 dengan kasus kumulatif
sebesar 1734 kasus (ODHA)
Adanya tenaga medis yang disertai dengan
ketersediaan fasilitas kesehatan memadai
dapat membawa pada peningkatan kualitas
kesehatan Kualitas kesehatan masyarakat ini
dapat terlihat dari besaran angka harapan
hidup Angka harapan hidup (AHH) adalah
perkiraan banyaknya tahun yang dapat
ditempuh oleh seseorang selam hidup (secara
rata-rata) Semakin tinggi AHH
mengindikasikan semakin tingginya kualitas fisik
penduduk suatu daerah Secara umum angka
harapan hidup di kabupatenkota di Papua
Barat mengalami peningkatan Pada tahun
2018 angka harapan hidup Provinsi Papua Barat
mencapai 656 tahun yang artinya rata-rata
penduduk Provinsi Papua Barat dapat
menjalani hidup hingga 65 tahun Angka
harapan hidup tertinggi tertinggi berada di Kota
Sorong sebesar 698 tahun dan angka harapan
terendah berada di Kab Teluk Wondama
sebesar 599 tahun
Perkembangan AHH per tahun di Papua Barat
tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam
satu periode perhitungan Hal ini berarti dalam
waktu satu tahun penurunan angka kematian
Malaria
82487
Kusta
633TB Paru
577
DBD
87
Grafik 13
Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 110
Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Jumlah
Penduduk Dokter Rasio
Kab Fakfak 78686 26 302638
Kab Kaimana 60216 13 463200
Kab Teluk Wondama 32521 9 361344
Kab Teluk Bintuni 64406 30 214687
Kab Manokwari 175178 39 449174
Kab Sorong Selatan 46922 10 469220
Kab Sorong 88927 19 468037
Kab Raja Ampat 48493 31 156429
Kota Sorong 254294 129 197127
Sumber BPS dan Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
13 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
bayi yang tajam sulit terjadi implikasinya
adalah angka harapan hidup yang dihitung
berdasarkan harapan hidup waktu lahir
menjadi lambat untuk mengalami kemajuan
B23 Pendidikan
Salah satu indikator keberhasilan pemerintah
daerah dalam pembangunan pendidikan
adalah berkurangnya penduduk yang buta
huruf Angka melek huruf (literacy rate) adalah
persentase penduduk usia 15 tahun ke atas
yang dapat membaca dan menulis huruf latin
dan atau huruf lainnya Sampai dengan tahun
2019 perkembangan penduduk yang melek
huruf menunjukkan hasil yang
menggemberikan dengan adanya persentase
penduduk yang melek huruf sebesar 9814 Hal
tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat
penduduk Provinsi Papua Barat yang masih
belumtidak dapat membaca dan menulis
Penduduk tersebut didominasi oleh penduduk
yang berusia tua (gt45 tahun) penduduk yang
tinggal di daerah terpencil komunitas-
komunitas khusus dan penyandang cacat
Kelompok penduduk ini sulit untuk dijangkau
pelayanan pendidikan disebabkan baik oleh
faktor internal seperti kemampuan dan
keinginan belajar yang sudah menurun dan
faktor eksternal seperti terbatasnya
ketersediaan pelayanan (akses) pendidikan
keaksaraan bagi mereka Apabila dirinci
menurut kabupatenkota persentase melek
huruf terbesar berada di Kota Sorong sebesar
9971 dan terendah berada di Kab
Pegunungan Arfak
Selain angka melek huruf gambaran mengenai
pembangunan pendidikan dapat dilihat dari
tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke
atas yang ditamatkan (ijazah tertinggi yang
dimiliki) Semakin tinggi tingkat pendidikan
tertinggi yang ditamatkan maka semakin baik
pula kualitas manusianya Meskipun terdapat
kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan yang ditamatkan maka semakin
kecil jumlah penduduk yang lulus pada level
pendidikan tersebut
Dengan masih banyaknya persentase
penduduk yang tidak memiliki ijazah atau
hanya bersekolah SDMI di Provinsi Papua Barat
sebagaimana terlihat pada tabel 112 maka
peningkatan ilmu pengetahuan dan
pendidikan lanjut di perguruan tinggi menjadi
sebuah kebutuhan yang mutlak Jumlah lulusan
perguruan tinggi yang ada sekarang dirasakan
masih belum cukup memadai dibandingkan
Tabel 111
AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
KabupatenKota 2017 2018 2019
Kab Fakfak 6790 6800 6810
Kab Kaimana 6380 6400 6400
Kab Teluk Wondama 5930 5960 5990
Kab Teluk Bintuni 6020 6060 6130
Kab Manokwari 6790 6800 6810
Kab Sorong Selatan 6560 6570 6580
Kab Sorong 6550 6560 6570
Kab Raja Ampat 6420 6430 6430
Kab Tambraw 5950 5970 6000
Kab Maybrat 6470 6470 6470
Kab Manokwari Selatan 6680 6690 6690
Kab Pegunungan Arfak 6660 6670 6670
Kota Sorong 6940 6980 6980
Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 112
Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun
di Provinsi Papua Barat (persen)
Jenjang Tertinggi 2017 2018 2019
Tidak punya ijazah 1947 2470 2320
SDMI 2382 2346 2205
SMP 1946 1833 1808
SMA 2167 1965 2034
SMK 536 461 542
Diploma III 067 05 056
Akademi Diploma III 199 185 164
Diploma IVS-1S-2S-3 756 69 869
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
14
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
dengan besarnya sumber daya alam yang
dimiliki oleh Provinsi Papua Barat Ditambah
dengan sebaran lulusan tersebut yang berada
di kabupatenkota besar (Kab Manokwari
Kab Fakfak Kab Sorong dan Kota Sorong) di
Provinsi Papua Barat Sebagai wilayah dengan
potensi pariwisata yang tinggi Provinsi Papua
Barat membutuhkan kualitas sumber daya
manusia yang baik sehingga ke depannya
penduduk yang memiliki ijazah pendidikan
tinggi diharapkan mampu menjadi tulang
punggung pembangunan perekonomian
daerah
B24 Pertanahan
Pola kepemilikan lahan di Provinsi Papua Barat
adalah tanah hak negara dan tanah hak
ulayat Tanah hak ulayat merupakan status
tanah secara adat dan dikuasai oleh kepala
adat atau ondoafi Pada umumnya di wilayah
lingkaran hukum adat Papua dikenal dua sistem
penguasaaankepemilikan tanah yaitu
kepemilikan komunal dan kepemilikan individu
Kepemilikan komunal ini masih dapat
dibedakan lagi mejadi kepemilikan berbasis
marga kecil yaitu klan atau marga tertentu dan
kepemilikan berbasis marga besar yaitu
kepemilikan berdasarkan kampung
Sedangkan kepemilikan individu bukan
perorangan melainkan berdasar keturunan
Secara internal ada tata aturan yang mengatur
ke dalam keluarga tentang pembagian hak
dari penguasaan maupun pengelolaan tanah
dan di sana diakui bagian setiap anggota
sesuai dengan marganya Namun kekuasaan
kepemimpinan atas tanah secara sosial religi
berada pada orang tertentu yang berasal dari
garis keturunan tertua
Pada umumnya tanah milik dan tanah milik
dengan hak pakai tidak dapat diperjualbelikan
dan dipindah tangankan dengan bebas pada
masyarakat luar Setiap keluarga akan selalu
mempertahankan tanah dan kampung mereka
masing-masing karena tanah dan kampung
merupakan bagian penting dari kehidupan
masyarakat mereka Hal ini dikarenakan cara
hidup masyarakat yang masih berharap dan
menggantungkan diri pada persediaan sumber
daya alam di lingkungan sekitarnya Di samping
itu juga mengingat besarnya pengorbanan
nenek moyang atau leluhur saat memperoleh
tanah tersebut pada zaman dahulu Oleh
sebab itu tanah ulayat ini tidak mudah dengan
begitu saja untuk dilepas tanpa seizin kepala
adat
Seringkali terjadi permasalahan ketika tanah
telah dikuasai (dijual) kepada suatu pihak lain
(bahkan Negara) terdapat anggota keluarga
(margaturunan) yang berupaya
mempertahankan tanah tersebut atau
meminta ganti rugi kembali Padahal status
kepemilikan dan pengelolaan sudah berpindah
dari kepala adat atau keturunan tertua melalui
proses jual beli yang sah secara hukum dengan
adanya sertifikat pelepasan hak tanah adat
Anggota keluarga tersebut melakukan
pemalangan (penutupan akses) dengan
alasan tidakbelum mendapatkan bagian dari
hasil penjualan
Tabel 113
Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat
Jenis Status Kuasa Hak Milik Hak Kuasa
Kelola
Tanah Negara Pemerintah
Pusat
Daerah
Pemerintah
Pusat
Daerah
Pemerintah
Pusat
Daerah
Tanah Ulayat Kepala Adat Komunal Marga Kecil
Marga Besar
Individu Keturunan
Sumber ATRBPN Provinsi Papua Barat (data diolah)
15 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
B3 Tantangan Geografi Wilayah
Menurut Soleh (2017) potensi wilayah sebagai
wujud daya kekuatan kesanggupan dan
kemampuan yang dimiliki oleh suatu wilayah
yang mempunyai kemungkinan untuk dapat
dikembangkan berbentuk potensi fisik Lebih
lanjut dijelaskan bahwa potensi fisik adalah
berupa tanah air iklim lingkungan geografis
binatang ternak dan sumber daya manusia
sudah sehausnya dimanfaatkan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Pembentukan Provinsi Papua Barat sebagai
daerah otonom memiliki tujuan untuk
memperpendek rentang kendali pemerintahan
dalam rangka memberikan pelayanan publik
yang lebih baik kepada masyarakat Selain itu
hal lain yang menjadi pertimbangan penting
adalah untuk mempercepat pelaksanaan
pembangunan dengan menggunakan tanah
air iklim lingkungan hewan atau semua
kekayaan alam serta sumber daya manusia
yang dimiliki guna meningkatkan taraf hidup
dan kesejahteraan masyarakat Papua Barat
B31 Letak Wilayah
Secara geografis Provinsi Papua Barat terletak
di antara 0ordm-43ordm Lintang Selatan dan 1292ordm-
1352ordm Bujur Timur Dengan luas wilayah daratan
mencapai 10295515 kmsup2 dan beribukota di
Kab Manokwari Provinsi Papua Barat memiliki
13 kabupatenkota yang terdiri dari Kab
Fakfak Kab Kaimana Kab Teluk Wondama
Kab Teluk Bintuni Kab Manokwari Kab Sorong
Selatan Kab Sorong Kab Raja Ampat Kab
Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari
Selatan dan Kab Pegunungan Arfak serta
Kota Sorong Kabupaten dengan wilayah
terluas di Provinsi Papua Barat adalah Kab Teluk
Bintuni dengan luasan mencapai 2024 persen
dari luas wilayah provinsi (2084083 kmsup2)
sedangkan Kota Sorong menjadi wilayah
dengan luasan terkecil 068 persen (65664 kmsup2)
Provinsi Papua Barat merupakan wilayah
pemekaran dengan posisi geografis yang
strategis di Indonesia bahkan di dunia Posisi
penting ini dalam konteks kekayaan
keanekaragaman hayati laut dunia Wilayah
Provinsi Papua Barat khususnya Kab Raja
Ampat terletak di pusat segitiga karang dunia
(coral triangle) yang merupakan lokasi dengan
keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia
dengan berbagai jenis kekayaan laut baik
spesies ikan moluska dan hewan karang
Disertai kekayaan sumber daya laut yang tinggi
dengan berbagai jenis ekosistem yang
mendukung tumbuh hidupnya berbagai biota
laut diantaranya ekosistem terumbu karang
padang lamun dan mangrove Selain posisi
tersebut letak Provinsi Papua Barat yang
berbatasan langsung dengan negara di
wilayah Pasifik menjadi penting sebagai
penanda kedaulatan Indonesia baik dalam
aspek pertahanan maupun pemanfaatan
sumberdaya kelautan di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia
Tabel 114
Komposisi Luas KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
KabupatenKota Luas (kmsup2) Luas
Kab Fakfak 1432000 1391
Kab Kaimana 1624184 1578
Kab Teluk Wondama 395953 385
Kab Teluk Bintuni 2084083 2024
Kab Manokwari 318628 309
Kab Sorong Selatan 659431 641
Kab Sorong 654423 636
Kab Raja Ampat 803444 780
Kab Tambraw 1152918 1120
Kab Maybrat 546169 530
Kab Manokwari Selatan 281244 273
Kab Pegunungan Arfak 277374 269
Kota Sorong 65664 064
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
16
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
B32 Kondisi Geografis
Kondisi wilayah Provinsi Papua Barat secara
umum meliputi wilayah pedalamanterpencil
(pegunungan) pesisir dan kepulauan Wilayah
pedalaman terpencil (pegunungan)
diantaranya berada di Kab Pegunungan Arfak
Kab Manokwari Kab Manokwari Selatan Kab
Maybrat Kab Teluk Bintuni dan Kab
Tambrauw sedangkan wilayah yang memiliki
kawasan pesisir adalah Kab Sorong Kab
Sorong Selatan Kab Fakfak Kab Kaimana
Kab Teluk Bintuni Kab Teluk Wondama Kab
Manokwari Selatan Kab Manokwari Kab
Tambrauw Kab Raja Ampat dan Kota Sorong
Sementara itu wilayah dengan kondisi berupa
kepulauan di Provinsi Papua Barat adalah Kab
Raja Ampat
Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat
bervariasi dari wilayah dataran rendah hingga
pegunungan Provinsi Papua Barat terletak
pada ketinggian 0-2940 mdpl dengan
sebagian besar merupakan wilayah perbukitan
(kelas ketinggian 100-1000 m) mencapai
5066423 kmsup2 (4921) dan daerah dataran
rendah (0-100m) seluas 4091438 kmsup2 (3974)
serta daerah pegunungan (gt1000 m) seluas
1137654 kmsup2 (1105)
Titik tertinggi di Provinsi Papua Barat berada di
Kab Manokwari dengan ketinggian 2940 mdpl
Sementara wilayah dengan dataran rendah
yang cukup luas tersebar di beberapa
kabupatenkota seperti Kab Fakfak Kab Teluk
Bintuni Kab Sorong Kota Sorong dan Kab
Sorong Selatan Daerah perbukitan pada
umumnya tersebar di Kab Kaimana Kab Teluk
Wondama Kab Raja Ampat dan Kab
Maybrat
Secara keseluruhan terdapat 218 distrik yang
terdiri dari 1742 kampung dan 106 kelurahan di
Provinsi Papua Barat Wilayah dengan jumlah
distrik terbanyak adalah Kab Sorong (30 Distrik)
Kab Tambraw (29 Distrik) serta Kab Maybrat
(24 Distrik) Kab Raja Ampat (24 Distrik) Kab
Teluk Bintuni (24 Distrik) sedangkan kabupaten
dengan jumlah distrik terkecil adalah Kab
Manokwari Selatan (6 Distrik)
Ditinjau dari segi kelerengan sebagian besar
wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas
lereng gt40 (bergunung curam dan bergunung
Tabel 115
Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Ketinggian (mdpl)
Kab Fakfak 0 - 1444
Kab Kaimana 0 - 1663
Kab Teluk Wondama 0 - 2172
Kab Teluk Bintuni 0 - 2389
Kab Manokwari 0 - 2940
Kab Sorong Selatan 0 - 540
Kab Sorong 0 - 921
Kab Raja Ampat 0 - 1173
Kab Tambraw 0 - 2483
Kab Maybrat 5 - 1772
Kab Manokwari Selatan 0 - 2682
Kab Pegunungan Arfak 135 - 2882
Kota Sorong 0 - 439
Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 116
Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota
Topografi
Lereng
Puncak Lembah Dataran
Kab Fakfak 82 4 37
Kab Kaimana 29 15 42
Kab Teluk Wondama 67 7 3
Kab Teluk Bintuni 37 5 196
Kab Manokwari 18 3 139
Kab Sorong Selatan 10 13 98
Kab Sorong 14 21 106
Kab Raja Ampat - 1 120
Kab Tambraw 15 19 42
Kab Maybrat 16 39 102
Kab Manokwari Selatan 5 12 40
Kab Pegunungan Arfak 142 16 21
Kota Sorong 6 - 25
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
17 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
sangat curam) Kondisi tersebut menjadi
kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik
untuk pengembangan sarana dan prasarana
fisik sistem transportasi darat maupun bagi
pengembangan budidaya pertanian terutama
untuk tanaman pangan Sehingga dominasi
pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan
konservasi di samping untuk mencegah
terjadinya bahaya erosi dan longsor
Berdasarkan data penggunaan lahan pada
tahun 2019 luas areal terbangunpermukiman
di Provinsi Papua Barat sekitar 32222 Ha atau 03
persen dari luas wilayah Kabupaten Sorong
Manokwari dan Kota Sorong merupakan
wilayah-wilayah yang memiliki fungsi guna
lahan kampungperumahan yang tertinggi
Wilayah-wilayah tersebut selama ini memang
telah tumbuh menjadi sentra-sentra kegiatan
perkotaan di Provinsi Papua Barat terutama
untuk Kota Sorong Kota ini merupakan pintu
gerbang bagi Provinsi Papua Barat sehingga
menjadikan kegiatan jasa perdagangan dan
kegiatan-kegiatan lain yang bersifat perkotaan
terkonsentrasi pada wilayah ini
B33 Risiko Bencana
Dengan sebagian besar wilayah yang berupa
kawasan hutan maka kelas risiko bencana
kebakaran lahan dan hutan di seluruh
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
termasuk ke dalam kategori tinggi Pembukaan
lahan hutan untuk kegiatan pertanian menjadi
salah satu penyebab bencana karena
pembukaan tersebut dilakukan dengan
pembakaran untuk meminimalisasi biaya dan
hasilnya sangat cepat Pada kasus bencana
kebakaran risiko tinggi ditempati Kab
Manokwari dan Kota Sorong sedangkan
bencana kekeringan kelas risiko tinggi berada
di Kab Teluk Wondama Teluk Bintuni
Manokwari Sorong Selatan dan Raja Ampat
Pada kasus bencana banjir wilayah dengan
kelas risiko tinggi adalah Kabupaten Fakfak
Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni
Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja
Ampat dan Kota Sorong sebagai daerah yang
berada dekat dengan aliran Sungai
Wilayah Provinsi Papua Barat juga sangat
berpotensi terhadap gempa tektonik dan
kemungkinan diikuti oleh gelombang tsunami
Terdapat sejumlah lipatan dan sesar naik
sebagai akibat dari interaksi (tubrukan) antara
kedua lempeng tektonik seperti Sesar Sorong
(SFZ) Sesar Ransiki (RFZ) Sesar Lungguru (LFZ)
dan Sesar Tarera Aiduna (TAFZ) Kenyataan
Tabel 117
Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di
Provinsi Papua Barat
Tingkat
Kelerengan
()
Deskripsi Luas
(kmsup2)
Luas
lt 3 Datar 2195004 213
3 - 8 Bergelombangagak
landai
782459 76
8 - 15 Bergelombanglandai 72069 07
15 - 25 Berbukit 576549 56
25 - 40 Bergunung 648617 63
40 - 60 Bergunung curam 3315156 322
gt 60 Bergunung sangat curam 2712868 263
Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 118
Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Penggunaan Luas
(kmsup2)
Hutan Kering 9121592 8860
Hutan Basah 517659 503
Perkebunan 112091 109
Rumput dan Semak Belukar 227599 221
Ladang 57310 056
Tanaman Campuran 51567 050
Permukiman 34192 033
Danau 21459 021
Lahan Terbuka 125365 122
Pertambangan 2249 002
Rawa dan Rumput Rawa 11610 011
Sawah 12823 012
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
18
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
menunjukkan pula bahwa hampir setiap bulan
terjadi beberapa kali gempa di Provinsi Papua
Barat dan sekitarnya Kabupatenkota dengan
risiko tinggi untuk gempa bumi adalah Kab
Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari
Sorong Selatan Sorong Raja Ampat
Tambrauw dan Kota Sorong Sementara itu
wilayah dengan kelas risiko bencana tsunami
tinggi adalah Kab Teluk Wondama Manokwari
dan Sorong
Menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia (BNPB
2014) Provinsi Papua Barat secara keseluruhan
termasuk provinsi yang memiliki kelas risiko
bencana multi ancaman dalam
kategori tinggi Dengan kelas risiko
bencana yang tinggi kapasitas daerah
dalam penanggulangan bencana
masih dalam kapasitas sedang (BNPB
2016)
Tabel 119
Risiko Bencana per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Risiko Jenis Bencana
Kab Fakfak Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang
Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Kaimana Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang
Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Teluk
Wondama
Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Teluk Bintuni Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Manokwari Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Sorong
Selatan
Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Raja Ampat Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Tambraw Sedang Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kab Maybrat Sedang Tanah Longsor Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Manokwari
Selatan
Sedang Banjir Gempa Bumi Tsunami
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Pegunungan
Arfak
Sedang Tanah Longsor Gempa Bumi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kota Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Sumber BNPB BPBD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERTUMBUHAN
EKONOMI
266
INFLASI
193
RATA-RATA
SUKU BUNGA
50
POVERTY
225
PENGANGGURAN
624
GINI RATIO
0381
IPM
6374
DJPbKawalAPBN
INDIKATOR
EKONOMI REGIONAL
19
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
ondisi perekonomian global masih
berada pada kondisi ketidakpastian
seiring terjadinya perubahan
fundamental kebijakan Amerika
Serikat (AS) yang menerapkan hambatan
perdagangan khusus bagi Tiongkok (tariffs
barrier) Kinerja perekonomian AS yang mulai
bergeliat pada tahun 2018 tertekan kembali
akibat penerapan tarif bagi barang-barang
impor yang tanggapi oleh Tiongkok dengan
pengenaan tarif balasan pada barang-barang
yang menjadi ketergantungan AS Penurunan
suku bunga acuan yang dilakukan Bank Sentral
AS untuk mendorong perekonomian tidak
berimplikasi banyak karena economic shock
tidak langsung dapat direspon oleh pelaku
ekonomi dalam negeri yang sudah terbiasa
dengan impor
Tingkat inflasi yang dijaga dan nilai tukar dolar
AS yang ditahan untuk stagnan berakibat pada
pertumbuhan ekonomi AS yang melambat
dibanding tahun sebelumnya Implikasinya
sektor keuangan global ikut menjadi lebih
volatile dan menahan laju pertumbuhan
eonomi disebabkan turunnya nilai
perdagangan negara-negara maju yang
berbisnis dengan AS dan Tiongkok Ditambah
dengan sentimen negatif dari ketidaksetujuan
perilaku diskriminasi ekonomi AS serta masalah
Brexit yang tidak kunjung usai berdampak pada
kenaikan harga komoditas namun tidak
berlaku untuk komoditas minyak mentah yang
menurun Seiring hal tersebut perekonomian
negara-negara berkembang pada tahun 2019
masih mengarah kepada kemungkinan
terjadinya resesi global dengan laju yang
tertahan dibandingkan tahun sebelumnya
A INDIKATOR EKONOMI FUNDAMENTAL
Indikator ekonomi diperlukan untuk mengetahui
arah pergerakan perekonomian suatu daerah
dan sebagai tolak ukur pencapaian
pembangunan (Bernard Baumohl 2012)
Diantara indikator makroekonomi yang
digunakan untuk mengetahui perkembangan
perekonomian suatu daerah yaitu Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Inflasi
Perdagangan Internasional Suku Bunga dan
Nilai tukar
K
BAB II
Perkembangan dan Analisis
Ekonomi Regional
697
640600
502
450 440
240 230 220170 170
100 080
0
2
4
6
8
Vie
tna
m
Filip
ina
Tion
gko
k
Ind
on
esia
Ind
ia
Ma
lay
sia
Tha
ilan
d
AS
Ko
rsel
Au
stralia
Je
pa
ng
Ero
pa
Sin
ga
pu
ra
Grafik 21
Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di
Dunia Tahun 2019 (persen)
Sumber wwwtradingeconomicscom (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
20
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)
merupakan nilai pasar dari semua barang dan
jasa yang dihasilkan dalam suatu
perekonomian selama periode waktu tertentu
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sering
dijadikan ukuran terbaik untuk mengukur kinerja
perekonomian Terdapat tiga cara untuk
menghitung PDB yaitu pendekatan produksi
pengeluaran dan pendapatan (Krugman amp
Wells 2011) Selanjutnya PDB pada suatu
region wilayah tertentu disebut dengan Produk
Domestik Regional Bruto (Gross Domestic
Regional Bruto)
A11 Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)
Laju pertumbuhan ekonomi (economic growth)
merupakan proses perubahan kondisi
perekonomian suatu daerah pada periode
waktu tertentu Untuk menghitungnya
digunakan perubahan nilai PDRB atas dasar
harga konstanriil dari tahun sebelumnya
Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 tumbuh melambat pada level 266 persen
atau tertahan signifikan dari tahun sebelumnya
yang mencapai level 624 persen Tidak seperti
pertumbuhan tahun sebelumnya yang lebih
tinggi pertumbuhan nasional tahun 2019 justru
lebih tinggi pada level 502 persen
Bila dirinci lebih lanjut seluruh sektor lapangan
usaha mencatatkan pertumbuhan positif
dimana pertumbuhan tertinggi terjadi pada
sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151
persen serta jasa keuangan dan asuransi
mencapai 933 persen Sebaliknya sektor sektor
industri pengolahan dan sektor pertambangan-
penggalian mencatatkan pertumbuhan yang
melambat sebesar -099 dan -034 persen
meskipun masih menjadi sektor dengan
kontribusi tertinggi terhadap PDRB Provinsi
Papua Barat
Jika dilihat menurut pengeluaran pertumbuhan
ekonomi Provinsi Papua Barat tertinggi terjadi
pada komponen luar negeri berupa impor
sebesar 1943 persen Sedangkan ekspor yang
mengandalkan raw material resources pada
komponennya turunnya harga komoditas
migas di pasar internasional selama tahun 2019
turut andil dalam menyumbang perlambatan
hingga menjadi sebesar -900 Sementara itu
503 507 517 502
452401
624
266
0
2
4
6
2016 2017 2018 2019
Grafik 22
Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua
Barat Tahun 2016 ndash 2019 (persen)
Nasional Pabar
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
-099
-034
33
334
437
439
442
528
58
757
767
801
837
842
887
933
1151
-1 4 9 14
Industri Pengolahan
Pertambangan dan Penggalian
Administrasi Pemerintahanhellip
Pertanian Kehutanan danhellip
Jasa Lainnya
Jasa Kesehatan dan Kegiatanhellip
Pengadaan Air Pengelolaanhellip
Jasa Perusahaan
Jasa Pendidikan
Konstruksi
Penyediaan Akomodasi danhellip
Transportasi dan Pergudangan
Perdagangan Besar dan Eceranhellip
Real Estate
Pengadaan Listrik dan Gas
Jasa Keuangan dan Asuransi
Informasi dan Komuniksi
Grafik 23
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Menurut Lapangan Usaha (persen)
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
21 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
komponen investasi tumbuh 536 persen dan
pengeluaran pemerintah tumbuh sebesar 342
persen Pertumbuhan juga terjadi pada
konsumsi rumah tangga dan LNPRT berturut-
turut sebesar 499 dan 1037 persen
A12 Nominal PDRB
Nilai PDRB dapat dilihat baik dari sisi permintaan
maupun penawaran Untuk menghitungnya
digunakan PDRB atas harga berlaku Nilai PDRB
Provinsi Papua Barat tahun 2019 Atas Dasar
Harga Berlaku sebesar Rp8435 triliun
A121 PDRB Sisi Permintaan
PDRB sisi permintaan dapat ditunjukkan melalui
persamaan sebagai berikut
119936119955 = 119914119955 + 119920119955 +119918119955 + (119935119955 minus119924119955)
Dari persamaan di atas PDRB sisi ini dihitung
berdasarkan pendekatan pengeluaran yaitu
dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat
seluruh pelaku ekonomi berupa konsumsi rumah
tangga investasi pembelian pemerintah untuk
barang dan jasa serta ekspor dikurangi impor
(net export) Kontribusi masing-masing
komponen pembentuk PDRB Provinsi Papua
Barat adalah sebagai berikut
A1211 Konsumsi (Consumption)
Konsumsi merupakan pembelian yang
dilakukan oleh rumah tangga konsumen baik
berupa barang tidak tahan lama (non durable
goods) seperti makanan dan pakaian barang
tahan lama (durable goods) seperti mobil dan
alat elektronik maupun jasa (services) seperti
jasa potong rambut dan jasa dokter (Mankiw
2013)
Perekonomian Provinsi Papua Barat masih
didominasi oleh net ekspor dan pengeluaran
konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga
maupun lembaga non profit rumah tangga
Pada tahun 2019 nilai net ekspor Provinsi Papua
Barat sebesar dengan kontribusi terhadap
PDRB mencapai 324 persen Adapun nilai
konsumsi sebesar Rp2425 triliun dengan
kontribusi terhadap PDRB sebesar 282 persen
A1212 Investasi (Investment)
Investasi dalam teori ekonomi didefinisikan
sebagai pengeluaran untuk membeli barang-
barang modal dan peralatan-peralatan
produksi dengan tujuan untuk mengganti dan
terutama menambah barang-barang modal
yang akan digunakan untuk memproduksi
barang dan jasa di masa yang akan datang
Pembelian dalam investasi dapat dilakukan
oleh individu atau perusahaan untuk
516
342
536
155
0
2
4
6
Konsumsi RT +
LNPRT
Pengeluaran
Pemerintah
PMTB Investasi Net Ekspor
Grafik 24
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 Menurut Pengeluaran (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Konsumsi
RT + LNPRT
2818
Pengeluaran
Pemerintah
1798
PMTB
Investasi 2045
Perubahan
Inventori 098
Net Ekspor
3241
Grafik 25
Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
22
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
menambah persedian modal (Mankiw 2013)
Samuelson dan Nordhaus (2004)
menambahkan investasi sebagai penambahan
stok modal atau barang di suatu negara seperti
bangunan peralatan produksi dan barang-
barang inventaris dalam waktu satu tahun
Nilai investasi Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 sebagaimana tercermin dari nilai
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
sebesar Rp176 triliun dengan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 205 persen Tingkat
pertumbuhan ekonomi daerah yang mantap
dan berkesinambungan dalam jangka panjang
hanya dapat tercapai jika masyarakat mampu
mempertahankan proporsi investasi yang
cukup besar terhadap PDRB Dalam jangka
panjang pembangunan ekonomi dapat
terhambat jika terjadi inefisiensi alokasi sumber
daya Salah satu indikator untuk mengukur
tingkat efisiensi suatu perekonomian adalah
ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) ICOR
merupakan rasio yang menunjukan besarnya
tambahan kapital (investasi) baru yang
dibutuhkan untuk menaikkan menambah satu
unit output Semakin tinggi rasio ICOR
menandakan bahwa tingkat efisiensi semakin
rendah Rasio ICOR dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut
ICOR= I ∆Y
dimana
I = Nilai Investasi (PMTB)
∆Y = Perubahan PDRB
Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat
menunjukan tren meningkat Pada tahun 2015
nilai ICOR Provinsi Papua Barat sebesar 169 dan
naik menjadi 443 pada tahun 2016 Kemudian
pada tahun 2017 nilai ICOR Provinsi Papua Barat
kembali naik menjadi 491 Hal ini menunjukan
tingkat kebocoran investasi Provinsi Papua
Barat semakin besar Setelah sempat turun
pada tahun 2018 (314) nilai ICOR Provinsi
Papua Barat tahun 2019 naik menjadi 801 yang
menunjukan tingkat kebocoran investasi
semakin meningkat secara signifikan
A1213 Pembelian Pemerintah (Government
Purchases)
Pembelian pemerintah merupakan
pengeluaran pemerintah terhadap barang dan
jasa yang terdiri dari konsumsi pemerintah
(government consumption) dan investasi
pemerintah (government investment) Konsumsi
pemerintah merupakan pembelian terhadap
barang dan jasa dalam jangka pendek seperti
pengeluaran untuk perawatan kesehatan dan
perlindungan kepolisian Adapun investasi
pemerintah merupakan pengeluaran untuk
barang-barang modal seperti gedung dan
komputer (Mishkin 2015) Komponen
pengeluaran pemerintah Provinsi Papua Barat
pada tahun 2019 sebesar Rp1547 triliun dengan
kontribusi terhadap PDRB sebesar 18 persen
Dengan kontribusi yang cukup besar terhadap
PDRB Provinsi Papua Barat pembelian
pemerintah (government purchases)
seharusnya dapat menopang pertumbuhan
ekonomi jika terjadi perlambatan konsumsi
masyarakat maupun investasi
211169
443491
314
801
000
200
400
600
800
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Garfik 26
Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat Tahun
2014 - 2019
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
23 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
A1214 Ekspor Bersih (Net Export)
Perdagangan internasional merupakan
pertukaran barang dan jasa lintas batas negara
(international border) Dengan adanya
perdagangan internasional memungkinkan
terjadinya efisiensi yang timbul dari kompetisi
antar produsen dalam menjual produk dengan
harga yang terendah (competitive price)
dalam suatu proses supply and demand atau
dalam suatu mekanisme pasar market
mechanism (Seyoum 2009) Komponen
perdagangan internasional terdiri dari ekspor
dan impor Ekspor merupakan nilai barang dan
jasa yang dijual ke luar negeri sedangkan impor
merupakan nilai barang dan jasa yang
disediakan untuk dalam negeri Selisih
keduanya disebut sebagai net ekspor Sebagai
salah satu komponen PDB net ekspor
merupakan nilai bersih dari penjualan barang
jasa ke luar negeri dikurangi pembelian dari luar
negeri yang menghasilkan pendapatan untuk
dalam negeri (Mankiw 2013) Pada tahun 2019
komponen net ekspor Provinsi Papua Barat
sebesar Rp2789 triliun dengan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 324 persen
A12141 Ekspor
Ekspor merupakan nilai barang dan jasa yang
dijual ke negara lain (Mankiw 2013) Komoditas
ekspor Provinsi Papua Barat terbesar yaitu raw
material resources berupa gas alam dan
minyak bumi dengan kontribusi mencapai 98
persen dari total nilai ekspor yang ada Adapun
sisanya berupa perhiasan permata kayu
barang dari kayu garam belerang kapur
(semen) ikan udang daging ikan olahan
sabun dan preparat pembersih
Pada tahun 2019 nilai ekspor Provinsi Papua
Barat mencapai US$ 233258 juta atau turun
siginifikan sebesar 179 persen dari ekspor tahun
sebelumnya sebesar US$ 28336 juta
disebabkan turunnya harga komoditas migas di
pasar internasional Nilai ekspor tertinggi terjadi
pada bulan November sebesar US$ 25478
sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada
bulan April sebesar US$ 11602
Selama tahun 2019 terdapat 3 (tiga) negara
yang menjadi tujuan utama ekspor Provinsi
Papua Barat yaitu Tiongkok Korea Selatan dan
Jepang dengan kontribusi mencapai 9341
persen Nilai ekpor ke Tiongkok sebesar US$
138861 juta (6373 persen) Korea selatan
sebesar US$ 35793 juta (1643 persen) dan
Jepang sebesar US$ 43236 juta (1984 persen)
A12142 Impor
Impor merupakan nilai barang dan jasa yang
dibeli dari negara lain (Mankiw 2013)
Komoditas impor Provinsi Papua Barat berupa
mesin-mesin pesawat mekanik mesin
peralatan listrik benda-benda dari besi dan
baja barang-barang rajutan benda-benda
dari batu gips dan semen berbagai barang
logam dasar garam belerang dan kapur
perkakas serta perangkat potong
24707 22201
17352
11602
18441
19127
16947
18831
1810215943
25478
24527
0
50
100
150
200
250
300
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 27
Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun
2019 (US$ juta)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
24
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Pada tahun 2019 total nilai impor Provinsi Papua
Barat sebesar US$ 37434 juta atau naik 553
persen dari tahun sebelumnya sebesar US$
5737 juta Nilai impor tertinggi Provinsi Papua
Barat terjadi pada bulan Juli sebesar US$ 11831
juta Sementara itu pada bulan Juni nilai impor
Provinsi Papua Barat berada pada angka
terkecil sebesar US$ 006 juta
A122 PDRB Sisi Penawaran
PDRB sisi ini dihitung berdasarkan pendekatan
produksi yaitu dengan menjumlahkan nilai
tambah (value added) atas barang dan jasa
yang dihasilkan dari sektor-sektor produksi Dari
keseluruhan sektor yang ada kontribusi tertinggi
terhadap PDRB Provinsi Papua Barat tahun 2019
berasal dari sektor industri pengolahan
mencapai 2574 persen dengan nilai Rp217
triliun Kemudian diikuti sektor pertambangan
dan penggalian mencapai 1744 persen
dengan nilai Rp147 triliun Minyak bumi dan gas
alam merupakan sumber utama PDRB pada
kedua sektor tersebut
A13 PDRB per Kapita
Indikator ini menunjukan nilai kontribusi tiap
penduduk terhadap perekonomian suatu
daerah dalam menghasilkan barang dan jasa
pada periode waktu satu tahun Selama lima
periode terakhir dari tahun 2015ndash2019 PDRB per
Kapita Provinsi Papua Barat mengalami
peningkatan walaupun dengan pertumbuhan
yang terbatas Pada tahun 2015 PDRB per
Kapita Provinsi Papua Barat sebesar Rp7250
juta Kemudian jumlahnya meningkat menjadi
Rp879 juta pada tahun 2019 atau naik sebesar
218 persen dalam 5 tahun
A2 Inflasi
Mankiw (2013) menyebutkan bahwa Inflasi
merupakan kenaikan harga secara umum
Jika kenaikan harga barang hanya berasal
dari satu atau dua barang saja maka tidak
dapat disebut sebagai inflasi kecuali bila
524
807
3804
2101
2286
006
11831
7816
1053
3617
105
2539
0
20
40
60
80
100
120
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 28
Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun
2019 (US$ juta)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Industri
Pengolahan
2574
Pertambangan
Penggalian1744
Konstruksi
1596
Sektor Lainnya
1227
Pertanian dkk
1055
Adm
Pemerintahan1057
Perdagangan
747
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Grafik 29
Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (Persen)
72157452
7843
8495879
0
20
40
60
80
100
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 210
Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua
Barat Tahun 2015 - 2019 (juta Rptahun)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
25 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
kenaikan itu meluas dan berimplikasi pada
kenaikan harga barang lainnya Inflasi dihitung
berdasarkan perubahan Indeks Harga
Konsumen (IHK) yang merupakan rata-rata dari
perubahan harga suatu komoditas dalam
kurun waktu tertentu Perubahan IHK dari waktu
ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan
(inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari
suatu komoditas
Secara umum inflasi digolongkan ke dalam tiga
jenis yaitu inflasi inti (core inflation) inflasi
makanan yang bergejolak (volatile food
inflation) dan inflasi harga yang diatur
(administered price inflation) Core inflation
adalah inflasi yang perkembangan harganya
dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi
secara umum yaitu faktor-faktor fundamental
seperti ekspektasi inflasi nilai tukar dan
keseimbangan permintaan dan penawaran
agregat yang akan berdampak pada
perubahan harga-harga secara umum
Sementara itu volatile food inflation adalah
inflasi bahan makanan yang perkembangan
harganya sangat bergejolak karena faktor-
faktor tertentu yang mempengaruhi kecukupan
pasokan komoditas yang bersangkutan seperti
faktor musim panen gangguan distribusi
bencana alam dan hama Adapun
administered price inflation adalah inflasi yang
perkembangan harganya diatur oleh
pemerintah
Secara kumulatif laju inflasi Provinsi Papua Barat
tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih
rendah dari inflasi tahun sebelumnya sebesar
521 persen dan inflasi nasional sebesar 272
persen Pencapaian tersebut berada di atas
target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun
2017-2021 dimana pada tahun 2019 target
inflasi ditetapkan sebesar 366 persen Kebijakan
pengendalian tingkat inflasi yang melibatkan
banyak pihak sebagaimana tergabung dalam
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) tampaknya
belum berhasil menekan laju pergerakan harga
di Provinsi Papua Barat ke arah yang lebih
moderat
Selama tahun 2019 perkembangan harga-
harga komoditas di Provinsi Papua Barat relatif
terkendali dimana komponen administered
price dan volatile food menjadi penyumbang
utama Adanya peningkatan intensitas curah
hujan yang sedang dan gelombang laut yang
relatif tinggi berdampak pada hasil produksi
dan mengganggu jalur distribusi pasokan
bahan makanan meskipun tidak memberikan
pengaruh signifikan Disamping itu komponen
administered price tidak mengalami tekanan
seperti halnya tahun sebelumnya sebagai
imbas dari turunnya harga komoditas minyak
mentah di pasar internasional yang berdampak
pada turunnya harga BBM non-subsidi (non-
premium) Sementara itu tekanan inflasi pada
kelompok inti (core inflation) relatif terkendali
Pada triwulan pertama tahun 2019 (Januari ndash
Maret) Papua Barat berada pada kondisi
deflasi dengan level 056 persen (ytd) dengan
534
362
144
521
193
335302
361
313 272
0
2
4
6
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 211
Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan
Nasional Tahun 2015 ndash 2019
Pabar Nasional
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
26
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
penyumbang terbesar terjadi pada kelompok
volatile food seperti beras telur susu daging
ikan segar dan kacang-kacangan Faktor
intensitas curah hujan yang sedang
menyebabkan beberapa daerah penghasil
mengalami panen besar berakibat pada
melimpahnya jumlah pasokan komoditas
meskipun sedikit terganggu dengan terjadinya
laut pasang pada jalur distribusi Sementara itu
komponen administered price sedikit tertekan
disebabkan pasokan bahan bakar subsidi yang
terbatas meskipun harga non-subsidi (pertalite
dan pertamax series) mengalami sedikit
penurunan harga
Pada triwulan kedua tahun 2019 (April ndash Juni)
intensitas curah hujan di Provinsi Papua Barat
makin meningkat Faktor tersebut pada
akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas
hasil pertanian sehingga pasokan komoditas
menjadi berkurang Dampaknya pada bulan
April dan Mei komponen volatile food seperti
beras sayur-sayuran dan kacang-kacangan
mengalami inflasi Pada bulan April meskipun
komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi
sebesar -070 persen namun kacang-kacangan
mengalami inflasi 240 persen
Memasuki bulan puasa (Mei) dan Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN) Papua Barat
dihadapkan pada tekanan inflasi yang cukup
dalam Komponen volatile food seperti telur
daging ayam daging sapi mengalami tren
peningkatan harga seiring kenaikan
permintaan Pemerintah melalui Tim Pengendali
Inflasi Daerah (TPID) melakukan pengawasan
distribusi untuk mencegah penimbunan barang
dan permainan harga Selain itu TPID juga
melakukan operasi pasar dan program pasar
murah untuk menjaga stabilitas harga
Sementara itu komponen administered price
pada periode ini juga mengalami tekanan
Periode triwulan ketiga tahun 2019 tekanan
inflasi Papua Barat mulai jauh berkurang Pada
bulan Juli terjadi deflasi yang mencapai level -
007 persen Komponen volatile food menjadi
penyumbang terbesar deflasi Kemudian pada
bulan Agustus Papua Barat kembali mengalami
mencapai deflasi pada level -057 persen
dimana kelompok bahan makanan menjadi
penyumbang terbesar dengan capaian -167
Tabel 21
Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Kelompok jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des
Umum -004 159 025 033 034 004 -007 -057 067 -004 159 025
Bahan Makanan -082 493 072 079 100 -048 -066 -167 039 -082 493 072
Makanan Jadi Minuman
Rokok dan Tembakau 057 001 057 050 076 006 030 023 025 057 001 057
Perumahan Air Listrik Gas
dan Bahan Bakar 002 015 007 -004 -011 039 016 001 011 002 015 007
Sandang 072 062 102 050 045 021 -009 -043 158 072 062 102
Kesehatan 076 052 006 027 072 001 002 -026 037 076 052 006
Pendidikan Rekreasi dan
Olah Raga -003 034 -008 020 091 152 014 000 -002 -003 034 -008
Transpor dan Komunikasi
dan Jasa Keuangan 015 -024 -056 -049 -099 -001 050 -005 253 015 -024 -056
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
27 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Pada bulan ini di saat semua kelompok
pengeluaran mengalami tekanan deflasi
kelompok administered price mengalami inflasi
pada level 023 Berbeda dari bulan
sebelumnya memasuki bulan September
Papua Barat mengalami inflasi pada level 067
persen Kelompok volatile food seperti daging
telur susu dan sayur-sayuran serta kelompok inti
(core inflation) seperti sandang dan
perlengkapan rumah tangga menjadi
penyumbang inflasi Di samping itu kelompok
transportasi adalah penyumbang terbesar
inflasi seiring kenaikan harga tiket akibat
permasalahan yang mendera maskapai
penerbangan
Pada triwulan empat tahun 2019 (Oktober-
Desember) Papua Barat kembali mengalami
tekanan inflasi Demikian juga dengan
kelompok volatile food seperti beras daging
ikan telur susu sayur-sayuran dan kacang-
kacangan pada periode ini mengalami inflasi
disebabkan faktor produktivitas hasil pertanian
yang seharusnya melimpah malah berkurang
Di samping itu faktor cuaca yang tidak
bersahabat bagi nelayan menyebabkan
berikurangnya pasokan ikan
Meskipun pada bulan Oktober terjadi deflasi
sebesar -004 persen namun bulan November
Papua Barat kembali mengalami inflasi sebesar
125 persen Penyumbang tertinggi inflasi
adalah kelompok volatile food yang
mengalami kendala produktivitas Kemudian
masuk pada bulan Desember Papua barat
dihadapkan pada momen libur natal dan
tahun baru Pada bulan ini perkembangan
harga di Provinsi Papua Barat mengalami
tekanan inflasi namun dengan tingkat yang
cukup terkendali pada kisaran 025 persen
dengan kenaikan tertinggi terjadi pada
kelompok sandang momen liburan sekolah
natal dan tahun baru
A3 Suku Bunga
Suku bunga merupakan biaya dari suatu
pinjaman atau harga yang dibayar untuk sewa
dana (Mishkin 2015) Kebijakan suku bunga
dilakukan oleh bank sentral selaku pemegang
otoritas moneter Sebagai pemegang otoritas
moneter di Indonesia Bank Indonesia
menetapkan BI Rate sebagai suku bunga
acuan yang mencerminkan sikap dari
kebijakan moneter apakah dovish (longgar)
atau hawkish (ketat) Dalam rangka melakukan
penguatan kerangka operasi moneter Bank
Indonesia kemudian memperkenalkan suku
bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru
berupa BI 7-Day Repo Rate pada April 2016 dan
mulai berlaku efektif tanggal 19 Agustus 2016
Perubahan tersebut bertujuan agar suku bunga
kebijakan dapat lebih cepat mempengaruhi
pasar uang perbankan dan sektor riil
Terkait kebijakan suku bunga selama tahun
2019 Bank Indonesia menerapkan kebijakan
moneter yang cenderung longgar yang
ditandai dengan turunnya suku bunga acuan BI
7-Day Repo Rate Pada awal tahun 2019 BI 7
Day Repo Rate ditetapkan sebesar 600 persen
sebagai akibat dari kebijakan yang hawkish
600 600 600 600 600 600
575
550
525
500 500 500
40
48
55
63
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 212
Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019
(persen)
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
28
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
tahun sebelumnya Sempat bertahan selama
enam bulan kemudian pada bulan Juli BI 7-Day
Repo Rate diturunkan menjadi 575 persen
Penurunan tersebut bertujuan untuk
mendorong investasi sektor riil dalam mengatasi
efek buruk dari pasar keuangan global
(portofolio market) yang volatile
Kemudian pada bulan berikutnya suku bunga
acuan BI 7-Day Repo Rate kembali turun
menjadi 55 persen dan pada akhir tahun 2019
BI 7-Day Repo Rate mencapai angka 500
persen Kebijakan tersebut merupakan langkah
lanjutan untuk menjaga daya saing industri
domestik terhadap perubahan kebijakan
perdagangan sejumlah negara akibat perang
dagang AS-Tiongkok dan ketidakpastian pasar
keuangan global yang masih tinggi Selain itu
deflasi yang terjadi di perekonomian domestik
ikut mendorong penurunan tersebut
Pinjaman yang diberikan lembaga keuangan
kepada masyarakat merupakan pinjaman
yang diperuntukkan untuk keperluan modal
kerja investasi dan konsumsi dengan suku
bunga pinjaman yang diberikan untuk
keperluan konsumsi lebih tinggi daripada suku
bunga pinjaman untuk keperluan modal kerja
dan investasi Pada awal tahun 2019 rata-rata
suku bunga pinjaman konsumsi pada lembaga
keuangan sebesar 1054 persen lebih rendah
dari rata-rata suku bunga pinjaman modal kerja
dan investasi masing-masing sebesar 1144
persen dan 1209 persen
Pada akhir tahun 2019 suku bunga pinjaman
konsumsi turun menjadi 1018 persen sementara
itu suku bunga pinjaman modal kerja dan
investasi masing-masing menjadi 1143 persen
dan 1181 persen Tampaknya pilihan BI atas
kebijakan yang longgar dengan menurunkan
suku bunga acuan selama tahun 2019 diikuti
oleh penurunan suku bunga pinjaman pada
lembaga keuangan
Selama ini penurunan signifikan pada suku
bunga pinjaman merupakan hal yang ditunggu
masyarakat Lembaga keuangan masih
menjadi sumber pendanaan utama bagi
masyarakat yang ingin menjalankan kegiatan
usahanya Namun sangat disayangkan
penurunan suku bunga pinjaman masih bersifat
terbatas Dengan spread (selisih) yang cukup
lebar dengan suku bunga simpanan margin
bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM)
lembaga keuangan masih cukup tinggi
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang
diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NIM
1144 1148 1149 1151 1155 1153 1155 1158 1161 1157 1162
1143
1209 1206 1203 1202 1200 1198 1194 1191 1190 1185 1185 1181
1054 1048 1041 1039 1036 1035 1033 1030 1029 1027 1023 1018
10
11
12
13
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 213
Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Pinjaman pada
Lembaga Keuangan Tahun 2019 (persen)
Pinjaman Modal Kerja Pinjaman Investasi
Pinjaman Konsumsi
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
123
124
123117
116
118
119
118
118
114
115
118
100
110
120
130
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 214
Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Simpanan pada
Lembaga (persen)
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
29 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
lembaga keuangan berada pada kisaran 5
persen Oleh karena itu lembaga keuangan
seharusnya dapat menurunkan lagi tingkat suku
bunga pinjaman hingga mencapai tingkat
single digit interest rate of loans
Sementara itu sebagai respon atas tren
pergerakan suku bunga pinjaman rata-rata
suku bunga simpanan pada lembaga
perbankan juga bergerak turun Pada awal
tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan
sebesar 123 persen Kemudian pada akhir
tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan
turun menjadi 118 persen
A4 Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang suatu negara dibedakan
atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil Nilai
tukar nominal suatu mata uang atau yang
sering disebut kurs merupakan harga relatif dari
suatu mata uang terhadap mata uang lainnya
Adapun nilai tukar riil merupakan harga relatif
dari barang jasa antar dua negara (Mishkin
2015)
Saat ini hampir semua negara tidak bisa lepas
dari interaksi ekonomi dengan luar negeri
Sebagai mata uang global dollar AS banyak
digunakan untuk kegiatan perdagangan
internasional Tak terkecuali Indonesia kegiatan
ekspor impor sebagian besar menggunakan
dollar AS sebagai alat pembayaran Oleh
karena itu pergerakan kurs rupiah terhadap
dollar AS sering dijadikan indikator untuk
menentukan kebijakan perekonomian nasional
Secara konseptual nilai tukar mata uang
memiliki hubungan negatif terhadap ekspor
Ketika kurs rupiah terhadap dollar AS
mengalami apresiasi (penguatan) maka kinerja
ekspor akan tertekan karena harga
barangjasa yang dijual ke luar negeri menjadi
lebih murah Sebaliknya ketika kurs rupiah
terhadap dollar AS mengalami depresiasi
(penurunan) maka akan mendorong
pertumbuhan ekspor Selama tahun 2019 kurs
rupiah terhadap dollar AS mengalami
depresiasi disebabkan penguatan dollar AS
terhadap seluruh mata uang dunia diikuti oleh
kenaikan imbal hasil atau yield obligasi
pemerintah AS dan penurunan harga minyak
dunia Di sisi lain sentimen pelemahan ekonomi
Tiongkok turut andil terhadap pelemahan nilai
tukar rupiah Dibuka pada awal Januari sebesar
Rp14465 kurs rupiah cenderung bergerak
fluktuatif dengan kecenderungan menguat
dan ditutup pada angka Rp13901 pada akhir
tahun 2019
B INDIKATOR KESEJAHTERAAN
Indikator pembangunan yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat
diantaranya Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Tingkat Kemiskinan Tingkat Ketimpangan
(Gini Ratio) dan Kondisi Ketenagakerjaan
B1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pembangunan infrastruktur menjadi lebih
produktif jika memiliki sumber daya manusia
(human resources) yang berkualitas Jika jumlah
SDM berkualitas tidak memadai maka
1446500
1397800
1411100
1423100
1424500
1423100
1411700
1409800
1419000
1419600
1406600
1390100
13750
14000
14250
14500
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 215
Tren Pergerakan Kurs Tengah Rupiah
per 1 US$ Tahun 2019
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
30
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
pembangunan infrastruktur menjadi kurang
efisien dan efektif Akibatnya proses produksi
membutuhkan input dengan ekonomi biaya
tinggi (high cost economy) dan kualitas output
yang dihasilkan rendah Oleh karena itu para
ekonom berpendapat bahwa rendahnya
investasi pada modal manusia (human capital
resources) merupakan penyebab lambatnya
pertumbuhan Investasi yang rendah pada
sektor pendidikan pengetahuan dan
keterampilan menyebabkan produktivitas
modal fisik menurun (Jhingan 1983)
Untuk mengukur keberhasilan pembangunan
pada modal manusia PBB melalui United
Nations Development Programme (UNDP)
mengkombinasikan pencapaian di bidang
pendidikan kesehatan dan pendapataan
pengeluaran riil atau yang dikenal dengan
Human Development Index (HDI) Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Menurut UNDP
IPM suatu daerah dapat dikelompokkan ke
dalam empat kategori yaitu sangat tinggi (IPM
ge 80) tinggi (70 le IPM lt 80) sedang (60 le IPM lt
70) dan rendah ( IPM lt 60)
Walaupun masih tertinggal dari daerah lain dan
menduduki peringkat terakhir secara nasional
pencapaian IPM Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan tiap tahun Pada
tahun 2011 IPM Provinsi Papua Barat mencapai
nilai 599 (masuk dalam kategori rendah) jauh
di bawah IPM nasional sebesar 6709 Kemudian
sejak tahun 2012 IPM Provinsi Papua Barat naik
kelas menjadi kategori sedang dengan nilai
603 Selanjutnya pada tahun 2018 IPM Provinsi
Papua Barat menjadi 6374
Jika dilihat per daerah pencapaian IPM di
Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk
dalam kategori sangat tinggi bahkan masih
banyak daerah yang masuk kategori IPM
rendah diantaranya Wondama Sorong
Selatan Tambrauw Maybrat Manokwari
Selatan dan Pegunungan Arfak Sementara itu
hanya 2 (dua) daerah yang masuk kategori IPM
tinggi yaitu Kab Manokwari dan Kota Sorong
Sumber United Nations Development Programme (UNDP)
Gambar 21
Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM
-
Sangat Tinggi
Manokwari (7117)
Kota Sorong (7735)
Tinggi
Fakfak (6699)
Kaimana (6367)
Teluk Bintuni (6313)
Kab Sorong (6432)
Raja Ampat (6284)
Sedang
Wondama (5886)
Sorong Selatan (6101)
Tambrauw (5195)
Maybrat (5816)
Mansel (5884)
Pegunungan Arfak (5531)
Rendah
Gambar 22 IPM Kab Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018
Berdasarkan Klasifikasi UNDP
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
599 6036091 6128 6173 6221
62996374
6709677
6831689
69557018
70817139
52
56
60
64
68
72
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Grafik 216
Perkembangan Nilai IPM (Metode Baru) Provinsi Papua
Barat dan Nasional Tahun 2011-2018
Papua Barat Nasional
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
31 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Adapun daerah yang masuk kategori sedang
yaitu Fakfak KaimanaTeluk Bintuni Sorong dan
Raja Ampat
IPM yang tinggi di Kota Sorong dan Kab
Manokwari menunjukan adanya korelasi
antara suatu daerah sebagai pusat
perekonomian pemerintahan dengan
pencapaian nilai IPM Sebaliknya ketika suatu
daerah jauh dari pusat perekonomian
pemerintahan seperti Kab Pegunungan Arfak
yang merupakan daerah pemekaran baru
memiliki nilai IPM yang jauh tertinggal dari Kota
Sorong dan Kab Manokwari
B2 Kemiskinan
Konsep kemiskinan seringkali dihubungkan
antara tingkat pendapatan dan kebutuhan
seseorang Jika pendapatan tidak mampu
memenuhi kebutuhan minimum maka
seseorang dapat dikatakan miskin Ravallion
(1995) menyebutkan ciri khas dari kemiskinan
diantaranya kelaparan ketidakberdayaan
terpinggirkan tidak mempunyai tempat
tinggal dan apabila sakit tidak memiliki dana
untuk berobat Selain itu orang miskin pada
umumnya tidak dapat membaca karena tidak
mampu untuk bersekolah dan tidak memiliki
pekerjaan
Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah
Provinsi Papua Barat dihadapkan pada
masalah kemiskinan yang cukup pelik Tingkat
kemiskinan Provinsi Papua Barat sangat tinggi
hingga menduduki peringkat kedua secara
nasional setelah Provinsi Papua Pada tahun
2016 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
mencapai 2488 persen jauh lebih tinggi
dibandingkan tingkat kemiskinan nasional
sebesar 107 persen Kemudian pada tahun
2019 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
turun jauh hingga menjadi 2151 persen
Keadaan tersebut menunjukan bahwa selama
beberapa tahun ke belakang penurunan
tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat
cukup signifikan jika dibandingkan dengan
banyaknya kendala yang harus dihadapi
Pembangunan yang berlangsung selama ini
tampaknya cukup berhasil meningkatkan taraf
hidup penduduk keluar dari garis kemiskinan
Berdasarkan tipologinya tingkat kemiskinan
Provinsi Papua Barat di pedesaan sangat tinggi
bahkan di atas level 30 persen namun
sebaliknya tingkat kemiskinan di perkotaan
pada kisaran 5 persen Pada tahun 2016 tingkat
kemiskinan pedesaan Provinsi Papua Barat
mencapai 3733 persen Kemudian turun
menjadi 3429 persen pada tahun 2018 dan 332
persen pada tahun 2019 Melihat kondisi
tersebut seharusnya program-program
pemerintah lebih difokuskan ke daerah
pedesaan baik dalam rangka investasi ekonomi
yang bersifat produktif maupun investasi
manusia di bidang pendidikan kesehatan
perumahan dan layanan sosial lainnya Selain
itu program-program pengentasan kemiskinan
yang digalakkan pemerintah daerah harus
bermula dari pedesaan untuk menstimulus
kesejahteraan masyarakat desa
24882312 2266
2151
107 1012 966 922
0
5
10
15
20
25
30
2016 2017 2018 2019
Grafik 217
Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun
2016 - 2019 (persen)
Pabar Nasional
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
32
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Jika dilihat berdasarkan daerahnya pada
tahun 2019 seluruh kabupaten kota di Provinsi
Papua Barat memiliki tingkat kemiskinan di atas
nasional dengan tingkat kemiskinan tertinggi
yaitu Kab Pegunungan Arfak dan Tambraw
masing-masing sebesar 3487 persen dan 3437
persen Adapun kemiskinan terendah dimiliki
Kota Sorong dan Kab Kaimana masing-masing
sebesar 1529 persen dan 1604 persen
B3 Ketimpangan
Sebuah keniscayaan bahwa pembangunan
mengharuskan adanya tingkat pendapatan
yang tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan
Namun demikian tingkat pendapatan yang
tinggi perlu didukung oleh indikator lainnya
berupa pemerataan distribusi pendapatan
Distribusi pendapatan yang timpang menurut
Cramer (2001) menyebabkan terjadinya konflik
sosial dalam masyarakat meskipun hal tersebut
bukan hanya disebabkan oleh faktor ekonomi
Jika peningkatan pendapatan hanya
melibatkan sebagian kecil orang kaya maka
penanggulangan kemiskinan akan bergerak
melambat dan ketimpangan semakin tinggi
Salah satu cara untuk mengukur tingkat
distribusi pendapatan dengan menggunakan
Rasio Gini (Gini Ratio) Rasio tersebut mampu
menggambarkan derajat ketimpangan
distribusi pendapatan dalam suatu daerah
dengan nilai terletak antara 0 (kemerataan
sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan
sempurna)
Tingkat distribusi pendapatan Provinsi Papua
Barat tahun 2016-2019 tercatat fluktuatif namun
masih timpang ditandai dengan nilai gini ratio
yang rendah setelah sebelumnya meningkat
Selama kurun waktu tersebut ketidakmerataan
pendapatan di Provinsi Papua Barat masuk
dalam kategori sedang Pada tahun 2016 gini
ratio Provinsi Papua Barat sebesar 0373 dan
merangkak naik menjadi 0390 pada tahun 2017
568 569 516 557
37333512 3429 332
0
10
20
30
40
2016 2017 2018 2019
Grafik 218
Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan
Tahun 2016 - 2019 (persen)
Perkotaan Pedesaan
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
3487
3437
3238
3208
3049
2989
2935
2380
2154
1867
1753
1604
1529
0 10 20 30 40
Pegunungan Arfak
Tambrauw
Teluk Wondama
Maybrat
Teluk Bintuni
Manokwari Selatan
Sorong
Fakfak
Manokwari
Sorong Selatan
Raja Ampat
Kaimana
Kota Sorong
Grafik 219
Tingkat Kemiskinan KabKota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2019
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
0373
03900391
0381
0397
0393
0384
038
036
037
038
039
04
2016 2017 2018 2019
Papua Barat Nasional
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Grafik 220
Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat
dan Nasional Tahun 2016-2019
33 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
meskipun pada kedua periode tersebut berada
di bawah gini ratio nasional Kemudian pada
tahun 2018 gini ratio Provinsi Papua Barat
kembali naik menjadi 0391 bahkan lebih tinggi
dari pencapaian nasional Gini ratio kembali
turun pada tahun 2019 menjadi 0381 atau
sedikit di atas nilai nasional sebesar 0380
B4 Ketenagakerjaan
Untuk melihat kondisi ketenagakerjaan di suatu
daerah diantaranya dapat tercermin pada
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan
tingkat pengangguran
B41 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Indikator ini menunjukan persentase jumlah
angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja
Semakin tinggi TPAK menunjukkan semakin
tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour
supply) yang tersedia untuk memproduksi
barang dan jasa pada suatu daerah TPAK
Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai
6827 persen mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya sebesar 6788 persen Hal ini
mengindikasikan bahwa jumlah angkatan kerja
yang siap untuk bekerja semakin bertambah
B42 Tingkat Pengangguran
Secara teoritis pengangguran memiliki
hubungan negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi
hal tersebut mencerminkan adanya
penambahan output yang membutuhkan
banyak tenaga kerja untuk memenuhi
kapasitas produksi Arthur Okun melalui studinya
(Okunrsquos Law) menyebutkan bahwa semakin
tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka
tingkat pengangguran akan semakin berkurang
(Blanchard 2006)
Di saat jumlah pengangguran dan tingkat
pengangguran nasional mengalami kenaikan
jumlah pengangguran dan tingkat
pengangguran Provinsi Papua Barat juga ikut
bergerak naik Pada tahun 2018 jumlah
pengangguran Provinsi Papua Barat mencapai
26129 orang dengan tingkat pengangguran
sebesar 567 persen Kemudian pada tahun
2019 jumlah pengangguran Provinsi Papua
Barat meningkat menjadi 28846 orang dengan
tingkat pengangguran terseret naik menjadi
624 persen Tampaknya program pemerintah
dalam perluasan dan penciptaan lapangan
pekerjaan belum mampu menekan jumlah dan
tingkat pengangguran di Provinsi Papua Barat
Untuk mengurangi tingkat pengangguran
pemerintah daerah dapat menciptakan
7005
6747
6788
6827
66
67
68
69
70
71
2016 2017 2018 2019
Grafik 221
TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
18806
25037
33214
26129 28846
460
573
752
567
624
000
200
400
600
800
2015 2016 2017 2018 2019
-
10000
20000
30000
40000
Grafik 222
Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua
Barat Tahun 2015 ndash 2019
Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
34
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
kesempatan kerja melalui peningkatan
keahlian sertifikasi pendirian tempat latihan
ketrampilan magang serta meningkatkan
inventasi yang menyerap banyak tenaga kerja
lokal
C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI
DAN PEMBANGUNAN REGIONAL
Efektivitas kebijakan makroekonomi dan
pembangunan Provinsi Papua Barat dapat
diketahui dengan melihat kinerja dari setiap
indikator yang ada dengan membandingkan
antara target dan pencapaian dari setiap
indikator yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah dalam dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Selain itu efektivitas kebijakan
makroekonomi juga dapat diketahui dengan
melihat pengaruh dari sebuah indikator
makroekonomi dan pembangunan terhadap
indikator lainnya
C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan
Pembangunan
Kinerja perekonomian daerah tercermin dari
pencapaian target indikator makroekonomi
dan pembangunan sebagaimana yang telah
ditetapkan pada dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Dokumen RPJMD merupakan rencana
pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)
tahunan yang merupakan penjabaran dari visi
misi dan program kepala daerah Untuk Provinsi
Papua Barat dokumen RPJMD disusun untuk
periode tahun 2017 ndash 2021 Sebagai penjabaran
RPJMD tahun ketiga Pemerintah Daerah
Provinsi Papua Barat menetapkan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2019
yang memuat target indikator-indikator makro
dan kesejahteraan sebagai ukuran
keberhasilan selama satu tahun Beberapa
indikator makroekonomi dan pembangunan
dalam RKPD yang menjadi target pemerintah
daerah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 70 persen
laju inflasi pada level 366 persen gini ratio
sebesar 042 tingkat kemiskinan sebesar 2329
persen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
sebesar 6364 dan tingkat pengangguran
sebesar 642 persen
Tabel 22
Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Indikator Target RKPD Kinerja
Pertumbuhan Ekonomi (persen) 70 266
Inflasi (persen) 366 193
Tingkat Kemiskinan (persen) 2329 2151
Tingkat Pengangguran (persen) 642 624
Gini Ratio 042 0381
IPM 6364 6374
Sumber RPJMD RKPD Provinsi Papua Barat dan BPS
Provinsi Papua Barat (data diolah)
Indikator makroekonomi dan pembangunan
Provinsi Papua Barat tahun 2019 yang mampu
mencapai target yang ditetapkan pada
dokumen RKPD diantaranya tingkat inflasi yang
berhasil dikendalikan sebesar 193 tingkat
kemiskinan juga berhasil ditekan sebesar 2151
persen Demikian pula dengan IPM yang
berhasil meningkat dan melebihi target pada
angka 6374 Selain itu nilai gini ratio tercatat
juga mampu mencapai target pada angka
0381 Sementara indikator lainnya belum
mencapai target yang ditetapkan seperti
tingkat pengangguran yang mencapai 624
persen Sama halnya dengan capaian tingkat
pertumbuhan yang belum memenuhi target
yang hendak dicapai dengan nilai indikator
tersebut berada pada angka 266 persen
35 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Kemiskinan Pendekatan
Model Panel Data
C21 Landasan Teori
Salah satu masalah perekonomian yang cukup
rumit dan hampir terjadi di setiap negara yaitu
tingginya angka kemiskinan Terdapat tiga
penyebab utama timbulnya masalah
kemiskinan Pertama prasarana dan sarana
pendidikan yang tidak memadai sehingga
menyebabkan tingginya jumlah penduduk
buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan
ataupun keahlian Kedua sarana kesehatan
dan pola konsumsi buruk sehingga hanya
sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi
tenaga kerja produktif Ketiga penduduk
terkonsentrasi di sektor pertanian dan
pertambangan dengan metode produksi yang
telah usang dan ketinggalan zaman (Jhingan
1983)
Sebagaimana dikatakan Nurkse daerah yang
terbelakang pada umumnya terjerat ke dalam
lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty)
Menurut Nurkse lingkaran kemiskinan
disebakan oleh rendahnya tingkat pendapatan
sehingga menyebabkan tingkat permintaan
rendah Dengan tingkat permintaan yang
rendah mengakibatkan tingkat investasi pun
rendah Tingkat investasi yang rendah kembali
menyebabkan modal kurang dan produktifitas
rendah dan begitu seterusnya hingga
membentuk sebuah lingkaran sebab akibat dari
kemiskinan (Jhingan 1983)
Dari berbagai teori pertumbuhan yang
dikemukakan oleh banyak ekonomi seperti Teori
Harold Domar Teori Solow Teori Dorongan Kuat
(Big Push Theory) dan Teori Rostow maka dapat
diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor
utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu
akumulasi modal yang meliputi semua bentuk
atau jenis investasi baru pertumbuhan
penduduk dan kemajuan teknologi Investasi
melalui penyerapan tenaga kerja baik oleh
swasta maupun oleh pemerintah
perkembangan teknologi yang semakin inovatif
dan produktif dan pertumbuhan penduduk
melalui peningkatan modal manusia (human
capital) diharapkan mampu mengurangi
jumlah kemiskinan yang ada Sehingga ketika
terjadi pertumbuhan ekonomi yang berarti
terjadi pertumbuhan pendapatan atau
pertumbuhan produksi dari barang-barang
yang dihasilkan maka diharapkan akan
menurunkan kemiskinan dengan memutus
mata rantai lingkaran kemiskinan seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya Dengan adanya
pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat
meningkatkan produktifitas yang ada sehingga
dengan kenaikan produktifitas maka
pendapatan per kapita juga akan naik yang
pada akhirnya membawa pada penurunan
tingkat kemisikinan
C22 Metode dan Hasil Estimasi
Untuk mengukur pengaruh dari pertumbuhan
ekonomi terhadap kemiskinan di Provinsi Papua
Barat menggunakan model sebagai berikut
Tingkat Kemiskinan = f (Pertumbuhan Ekonomi)
Gambar 23
Lingkaran Kemiskinan Nurkse
Sumber Jhingan (1983)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
36
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Dari model di atas dituangkan dalam model
persamaan ekonometrika sebagai berikut
Log(Poverty) = β0 + β1Log(Growth) + ε
dimana
Poverty = Tingkat Kemiskinan (persen)
Growth = Pertumbuhan Ekonomi (persen)
β n = Parameter atau koefisien regresi
ε = Variabel ganggguan
Penggunaan log model pada persamaan di
atas bertujuan untuk mengetahui elastisitas
pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat
kemiskinan di mana koefisien β1 β2 dan β3
menunjukan persentase perubahan tingkat
kemiskinan akibat persentase perubahan
pengeluaran pemerintah (Gujarati 2009)
Adapun data yang digunakan berupa data
panel yang merupakan gabungan antara data
lintas waktu (time series) dari tahun 2015 ndash 2019
dan data lintas individu (cross section) seluruh
kabupaten kota di Provinsi Papua Barat
Baltagi dalam Gujarati (2004) menyatakan
bahwa terdapat beberapa keuntungan dalam
penggunaan data panel yaitu
1 Dengan mengkombinasikan time series dan
cross section data panel akan memberikan
data yang lebih informatif lebih variatif dan
mengurangi kolinearitas antar variabel
derajat kebebasan yang lebih banyak dan
efisiensi yang lebih besar
2 Dengan mempelajari bentuk cross section
berulang-ulang dari observasi data panel
lebih baik dalam rangka mempelajari
dinamika perubahan
3 Data panel dapat berinteraksi lebih baik
dan mengukur efek-efek yang tidak dapat
diobservasi dalam cross section murni
maupun data time series murni
4 Data panel memungkinkan kita untuk
mempelajari model perilaku yang lebih
rumit
5 Dengan membuat data tersedia dalam
jumlah lebih banyak data panel dapat
meminimumkan bias yang dapat terjadi bila
kita mengagregatkan individu ke dalam
agregrat yang luas
6 Secara garis besar data panel dapat
memperkaya analisis empiris dengan
berbagai cara yang mungkin tidak terjadi
jika hanya menggunakan cross section atau
data time series
Metode yang digunakan untuk mengestimasi
model di atas yaitu metode regresi data panel
melalui program komputer Eviews 10 Ada
beberapa teknik yang digunakan diantaranya
metode ordinary least square fixed effect dan
random effect Untuk menentukan teknik mana
yang terbaik maka digunakan Uji Hausman
Ringkasan hasil Uji Hausman dapat dilihat pada
tabel berikut (hasil lengkap Uji Hausman
terdapat pada bagian Lampiran)
Tabel 23
Ringkasan Hasil Uji Hausman
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 0011090 1 09161
Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10
Berdasarkan Uji Hausman di atas diperoleh nilai
probabilitas Chi-Square di atas 5 persen yang
menunjukan bahwa metode random effect
merupakan pilihan terbaik untuk mengestimasi
model yang ada Selanjutnya ringkasan hasil
regresi dengan menggunakan teknik random
effect adalah sebagai berikut (hasil lengkap
estimasi terdapat pada bagian Lampiran)
37 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Tabel 24
Ringkasan Hasil Regresi Data Panel
Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10
Berdasarkan hasil regresi di atas maka model
persamaan untuk mengukur pengaruh dari
pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di
Provinsi Papua Barat adalah
Log(Poverty) = 3219 - 0808 Log(Growth) + ε
Selanjutnya hasil regresi dan persamaan di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut
1 Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai R-
Squared (R2) yang didapat sebesar 79
persen Artinya bahwa variasi perubahan
yang terjadi pada variabel pengeluaran
pemerintah sektor pendidikan kesehatan
dan infrastruktur adalah sebesar 79 persen
dapat menjelaskan variasi perubahan
variabel tingkat kemiskinan sedangkan
sisanya sebesar 921 persen dijelaskan di luar
model
2 Pada tingkat kepercayaan 5 persen (α =
005) peningkatan yang terjadi pada
pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh
signifikan terhadap penurunan tingkat
kemiskinan Hal ini disebabkan memiliki nilai
t-statistik (probabilitas) lebih besar dari α
(01434 gt 005)
3 Koefisien (-0808) menunjukan bahwa
elastisitas dari pertumbuhan ekonomi
terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0808
(inelastis) Artinya jika pertumbuhan
ekonomi naik 1 persen maka tingkat
kemiskinan hanya turun 0808 persen
C23 Implikasi Kebijakan
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat
memiliki tingkat sensitifitas yang rendah
terhadap tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari
nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di
bawah satu persen atau bersifat inelastis
Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan
ekonomi sebesar satu persen maka penurunan
tingkat kemiskinan di bawah satu persen
Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat
tidak berpengaruh signifikan terhadap
penurunan tingkat kemiskinan Hal ini bertolak
belakang dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh David Dollar dan Aart Kraay
(2000) berjudul Growth is Good for The Poor
dimana pertumbuhan ekonomi mampu
mengakselerasi penurunan kemiskinan secara
signifikan Pengaruh yang tidak signifikan
tersebut disebabkan belum meratanya hasil dari
pertumbuhan ekonomi Hal ini terkonfirmasi juga
dari gini ratio Provinsi Papua Barat yang
mengalami peningkatan yang berarti bahwa
distribusi pendapatan semakin tidak merata
Selama ini kue pertumbuhan ekonomi kurang
menjangkau penduduk miskin Berbagai sektor
yang memiliki andil besar terhadap
pertumbuhan ekonomi sebagian besarnya
tercurah ke daerah perkotaan sehingga
manfaatnya hanya dinikmati oleh penduduk di
perkotaan saja walaupun sebagian kecilnya
dirasakan juga oleh penduduk pedesaan
Padahal 90 persen jumlah penduduk miskin di
Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di daerah
pedesaan (kampung) Hal inilah yang
menyebabkan pengaruh dari pertumbuhan
ekonomi Provinsi Papua Barat tidak memiliki
dampak yang besar terhadap penurunan
tingkat kemiskinan
Variabel Hasil Regresi
C growth
Koefisien 3219 - 0808
t-statistik (prob) 00000 01434
f-statistik (prob) 0401
R-square 0079
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
38
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Dari hasil di atas kebijakan yang dapat diambil
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
melalui pertumbuhan ekonomi dalam
mengurangi tingkat kemiskinan yaitu
1 Sebagai salah satu komponen
pertumbuhan ekonomi pengeluaran
pemerintah di Provinsi Papua Barat harus
lebih fokus ke daerah pedesaan (kampung)
dan remote area yang sulit terjangkau oleh
sarana transportasi yang memadai Hal ini
didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah
penduduk miskin di Provinsi Papua Barat
sebagian besar berada di daerah
pedesaan pegunungan dan pedalaman
2 Meningkatkan kualitas pertumbuhan
ekonomi melalui penyediaan sarana
infrastruktur yang layak dan memadai di
daerah pedesaan dan remote area
terutama sarana pendidikan kesehatan
dan transportasi beserta tenaga pendidikan
dan kesehatan yang handal di bidangnya
3 Mengoptimalisasi anggaran dana desa
melalui program padat karya tunai (cash for
work) untuk kegiatan pembangunan desa
seperti (a) pengadaan pembangunan
pengembangan dan pemeliharaan sarana
prasarana desa (b) peningkatan kualitas
dan akses terhadap pelayanan sosial dasar
dan (c) pengadaan pembangunan
pengembangan dan pemeliharaan sarana
prasarana usaha ekonomi desa
4 Melaksanakan program perlindungan sosial
bagi penduduk miskin Diantara program
yang direkomendasikan yaitu memberi
bantuan tunai secara bersyarat (conditional
cash transfer) yang mewajibkan bagi
penerima bantuan seperti anak usia
sekolah balita ibu hamil dan ibu menyusui
untuk berpartisipasi aktif pada fasilitas
pendidikan dan kesehatan Pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat dapat
mengadopsi program conditional cash
transfer Bolsa Familia di Brazil atau program
yang saat ini sedang digalakkan pemerintah
pusat yaitu Program Keluarga Harapan
(PKH)
5 Meningkatkan kualitas belanja (quality of
spending) pemerintah dengan cara
memfokuskan alokasi anggaran pada
belanja prioritas terutama untuk daerah
pedesaan
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN
APBN
BELANJA
PEMERINTAH PUSAT
TRANSFER KE DAERAH
amp DANA DESA
789 T
2383 T
PAJAK PNBP
219 T 029 T
TAX TAX
RATIO RATIO 309 309 gtgt gtgt
DJPbKawalAPBN
39
Perkembangan dan Analisis APBN
nggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) menggambarkan
kondisi keuangan pemerintah yang
berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan
dan alokasi belanja pemerintah untuk satu
periode tahun anggaran yang ditetapkan
dalam Undang-Undang
A APBN TINGKAT PROVINSI
APBN tingkat provinsi menggambarkan potret
kondisi keuangan APBN di Provinsi Papua Barat
yang disajikan dalam bentuk I-account
disajikan dalam tabel 31 Pada tabel tersebut
target pendapatan negara tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
sebesar 116 persen dibandingkan target tahun
2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi
Rp268042 miliar Penurunan target tersebut
didasarkan pada asumsi bahwa kondisi
perekonomian pada tahun 2019 masih dalam
tahap ketidakpastian global Tantangan dan
dinamika yang cukup berat mengingat
volatilitas harga komoditas internasional seperti
minyak dan gas bumi turut mempengaruhi
target penerimaan pajak di Papua Barat
Sementara itu dari aspek belanja negara
terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar
427 persen dibandingkan pagu tahun 2018
yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi
Rp3457711 miliar Alokasi belanja APBN 2019
A
BAB III
Perkembangan dan Analisis
APBN
Tabel 31
Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 (miliar Rp)
Uraian Pagu 2018 Real 2018 Pagu 2019 Real 2019
PENDAPATAN NEGARA 303205 249363 268042 294509
Pendapatan Perpajakan 275325 219362 245494 265104
Pendapatan Bukan Pajak 27880 30001 22549 29404
Hibah - - - -
BELANJA NEGARA 2423117 2491602 3457711 3172329
Belanja Pemerintah Pusat 722953 681662 869620 788870
Transfer ke Daerah dan Dana Desa 1700164 1809940 2588091 2383459
SURPLUS (DEFISIT) (2119912) (2242239) (3189669) (2877820)
PEMBIAYAAN - - - -
Pembiayaan Dalam negeri - - - -
Pembiayaan Luar Negeri - - - -
Sumber OM-SPAN KPP Pratama Manokwari dan Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
40
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
yang naik dibandingkan dengan tahun
sebelumnya disebabkan oleh peningkatan
kebutuhan anggaran di daerah yang
digunakan untuk membiayai program dan
kegiatan Satuan Kerja (Satker) Kementerian
NegaraLembaga (KL) dan belanja daerah
melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD) Hal ini tercermin dari kenaikan yang
cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223
persen dari Rp1700164 miliar menjadi
Rp2588091 miliar pada tahun 2019 serta
belanja barang sebesar 1224 persen menjadi
Rp32754 miliar
Di samping itu penambahan komponen
pembayaran THR PNS tahun ini yang berakibat
pada kenaikan pagu belanja pegawai turut
andil dalam peningkatan pagu belanja APBN
secara keseluruhan Pembayaran THR PNS
tahun 2019 ditambahkan komponen tunjangan
keluarga tunjangan tambahan dan tunjangan
kinerja Pada tahun 2019 pagu belanja
pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari
Rp156741 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp187346 miliar pada tahun 2019
Sementara itu kenaikan yang cukup signifikan
terjadi pada pagu belanja modal dari
Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik
sebesar 3005 persen Hal ini disebabkan
keberadaan proyek-proyek infrastruktur
strategis lanjutan di Provinsi Papua Barat
sehingga alokasi belanja modal pada kembali
bertambah dari sebelumnya sempat menurun
Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi
pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat
mencapai 10987 persen sedangkan realisasi
belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan
membandingkan antara realisasi penerimaaan
dan belanja APBN pada tahun ini terdapat
defisit anggaran sebesar Rp2877820 miliar Hal
ini disebabkan oleh target penerimaan yang
belum optimal tercapai meskipun realisasi
penerimaan jauh lebih besar (181 persen) dari
tahun sebelumnya
B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT
TINGKAT PROVINSI
Pendapatan pemerintah pusat di Provinsi
Papua Barat terdiri dari penerimaan perpajakan
dan penerimaan bukan pajak Pada tahun
2019 realisasi pendapatan pemerintah pusat di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar
atau naik 181 persen dari tahun sebelumnya
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi
pencapaian realisasi pendapatan tersebut
diantaranya
1 Kondisi perekonomian nasional yang tidak
terpengaruh dan tetap tumbuh meskipun
terdapat ketidakopastian global dan
perang dagang AS-Tiongkok
Perekonomian regional yang didorong
sektor migas memberikan dampak yang
baik terhadap penerimaan negara di
Provinsi Papua Barat Terjadi peningkatan
persentase realisasi penerimaan terhadap
target yang telah ditetapkan akibat
multiplier effect dari migas terhadap industri
lainnya
2 Meskpiun ketergantungan penerimaan
negara terhadap sumber daya alam
(natural resources) memberikan risiko
tingkat penerimaan yang rendah namun
harga pasar komoditas yang fluktuatif
mempengaruhi peningkatan penerimaan
3 Pelaksanaan proses produksi masih belum
mendapatkan inovasi sehingga bergantung
pada ekspor bahan baku (raw material)
dan tenaga kerja padat karya sehingga
41 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
sedikit memberikan kontribusi bagi kenaikan
penerimaan negara
B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat
Penerimaan perpajakan pemerintah pusat
tingkat provinsi terdiri atas penerimaan pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan
internasional Penerimaan pajak dalam negeri
di Provinsi Papua Barat terdiri dari PPh
Perseorangan PPh Badan PBB PPN dan Pajak
Lainnya Sementara itu di Provinsi Papua Barat
tidak memiliki penerimaan negara berupa
pajak perdagangan internasional Berikut ini
target dan realisasi penerimaan perpajakan
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat tahun
2018 ndash 2019
Realisasi penerimaan perpajakan pemerintah
pusat di Provinsi Papua Barat mengalami
peningkatan sebesar 2085 persen yaitu dari
Rp219362 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp265104 miliar pada tahun 2019 Hal ini
disebabkan oleh kenaikan realisasi pada jenis
pajak PPN Dalam Negeri dan PPh non migas
lainnya Penerimaan kedua jenis pajak tersebut
sangat ditentukan oleh kondisi perekonomian
dimana pada tahun 2019 tetap tumbuh
meskipun berada pada ketidakpastian global
Dari keseluruhan jenis pajak pemerintah pusat
yang ada di Provinsi Papua Barat PPN Dalam
Negeri masih mendominasi jumlah penerimaan
pajak tahun 2019 mencapai Rp 132253 miliar
atau 5069 persen dari total penerimaan pajak
pemerintah pusat Kemudian diikuti PPh
perseorangan sebesar Rp84935 miliar atau
3255 persen dari total penerimaan pajak
pemerintah pusat dengan kontribusi terbesar
berasal dari penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh
Final
Apabila dilihat per daerah realisasi penerimaan
pajak tertinggi pada tahun 2019 yaitu Kab
Manokwari dan Kota Sorong masing-masing
sebesar Rp80307 miliar dan Rp73192 miliar Hal
ini disebabkan kedua daerah tersebut
merupakan pusat perekonomian di Provinsi
Papua Barat yang memiliki potensi penerimaan
pajak yang lebih besar dibandingkan daerah
lainnya Adapun realisasi penerimaan pajak
terendah yaitu Kab Pegunungan Arfak dan
Kab Tambrauw masing-masing sebesar Rp1606
miliar dan Rp2099 miliar disebabkan kedua
Tabel 32
Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)
Jenis Pajak
Per Akun
2018 2019
Target Realisasi Target Realisasi
PPh Non Migas 148261 89943 106294 105582
PPN dan
PPnBM 109643 111600 123631 133253
Pendapatan
atas PL amp PIB 4035 2117 2960 6448
PBB dan BPHTB 13285 12182 12503 15580
PPh Migas 0 022 0 059
Cukai 0 019 0 036
Bea Masuk 101 3479 106 4149
TOTAL 275225 219362 245388 265104
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)
73192
31783
20142
12906
12668
6494
4622
4564
2180
2152
2099
1606
000 20000 40000 60000 80000
MANOKWARI
KOTA SORONG
TELUK BINTUNI
SORONG
FAK FAK
KAIMANA
RAJA AMPAT
SORONG SELATAN
TELUK WONDAMA
MAYBRAT
MANOKWARI SELATAN
TAMBRAUW
PEGUNUNGAN ARFAK
Grafik 31
Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 Per
KabupatenKota di Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
42
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
daerah tersebut masih menggali sumber-
sumber penerimaan perpajakan lainnya
Jika dilihat per sektor realisasi penerimaan
pajak terbesar Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 berasal dari sektor konstruksi sebesar
Rp106928 miliar atau 4101 persen dari realisasi
seluruh penerimaan pajak Adapun dari 10
sektor penerimaan pajak terbesar di Papua
Barat realisasi penerimaan pajak terkecil
berasal dari sektor real estate sebesar Rp189
miliar atau hanya 007 persen dari realisasi
seluruh penerimaan pajak Hal ini dapat dilihat
pada grafik berikut
Selanjutnya untuk melihat kinerja perpajakan
pada suatu daerah maka digunakan tax ratio
Ukuran tersebut merupakan perbandingan
antara jumlah penerimaan pajak di suatu
daerah dibandingkan dengan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut Tax ratio
menunjukkan kemampuan pemerintah dalam
mengumpulkan penerimaan pajak dan
kepatuhan pembayaran pajak oleh
masyarakat Apabila tax ratio suatu daerah
semakin besar dapat diartikan bahwa
pemerintah lebih leluasa dalam
menyelenggarakan pemerintahan
Tax ratio Provinsi Papua Barat mengalami
kenaikan dari 302 persen pada tahun 2018
menjadi 309 persen pada tahun 2019 Nilai tax
ratio sebesar 309 persen tersebut dapat
dikategorikan rendah jika dibandingkan
dengan tax ratio nasional sebesar 115 persen
Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa
semakin berkurangnya potensi dan
kemampuan pemerintah dalam memungut
pajak Beberapa hal lainnya yang turut
menyumbang rendahnya tax ratio di Provinsi
Papua Barat diantaranya adalah telah
berakhirnya program tax amnesty dan belum
adanya program unggulan lainnya dalam
meningkatkan penerimaan pajak sehingga
optimalisasi penerimaan perpajakan belum
maksimal
Rendahnya tax ratio di Papua Barat juga
dipengaruhi oleh meningkatnya besaran
restitusi pajak yang terjadi pada tahun 2019
yang mengakibatkan pemerintah harus
membayar kepada wajib pajak kelebihan
106928
45318
20125
18633
15075
14799
11819
11484
9154
7396
000
Konstruksi
Administrasi Pemerintahan dan
Jaminan Sosial Wajib
Sektor lainnya
Industri Pengolahan
Pertambangan dan Penggalian
Perdagangan Besar dan
Eceran Reparasi dan
Perawatan Mobil danhellip
Kegiatan Jasa Lainnya
Jasa Keuangan dan Asuransi
Transportasi dan Pergudangan
Pertanian Kehutanan dan
Perikanan
Grafik 32
Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor di
Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)
138126 125
180
156 158
003 003 008
020 017 018
000
050
100
150
200
2017 2018 2019
Grafik 33
Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat
Tahun 2017 ndash 2019 (persen)
PPh Non Migas PPN dan PPnBM
Pendapatan atas PL dan PIB PBB dan BPHTB
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)
43 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
pembayaran pajak Selain itu rendahnya
tingkat kesadaran wajib pajak di Provinsi Papua
Barat untuk memenuhi kewajibannya turut
mendorong penurunan tax ratio Keadaan
yang demikian memerlukan upaya lebih dari
pemerintah dalam meningkatkan edukasi ke
wajib pajak
B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi
Selain dari sektor perpajakan penerimaan
negara yang bersumber dari bukan pajak saat
ini juga telah mulai diperhitungkan untuk
dijadikan andalan dalam memaksimalkan
penerimaan negara Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) adalah semua penerimaan
Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk
penerimaan dari sumber daya alam
Penerimaan bagian laba BUMN PNBP lainnya
serta Penerimaan BLU Berdasarkan jenisnya
PNBP dapat dibedakan menjadi empat yaitu
penerimaan Sumber Daya Alam Bagian
Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan
Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU
Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat
Provinsi di Provinsi Papua Barat tahun 2019
dapat dilihat pada tabel 33
Dari tabel tersebut di atas realisasi PNBP
pemerintah pusat Provinsi Papua Barat tahun
2019 sebesar Rp29404 miliar atau turun 199
persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya
yang berjumlah Rp30001 miliar PNBP Lainnya
memiliki kontribusi tertinggi dengan nilai Rp2822
miliar atau 9597 persen dari keseluruhan
realisasi PNBP pemerintah pusat di Provinsi
Papua Barat Adapun kontribusi terkecil berasal
dari Pendapatan BLU sebesar Rp1184 miliar
dikarenakan hanya berasal dari Penerimaan
jasa pelayanan pendidikan yang dihasilkan
oleh satker Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu
Pelayaran (BP2IP) Selain itu faktor penetapan
satker BP2IP sebagai instansi pemerintah yang
menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU oleh
Menteri Keuangan masih tergolong baru yaitu
30 September 2016
B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan
dan PNBP Terhadap Perekonomian
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
kontribusi kemampuan fiskal pemerintah pusat
di Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
terhadap perekonomian yaitu dengan cara
membandingkan penerimaan pajak dan PNBP
pemerintah pusat terhadap PDRB dan jumlah
populasi tiap daerah
Hampir seluruh pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat memiliki tax ratio yang kecil yaitu di
bawah angka 8 persen kecuali Kab Manokwari
sebesar 807 persen Daerah dengan nilai tax
ratio terkecil yaitu Kab Teluk Bintuni yang hanya
mencapai 104 persen Padahal Kab Teluk
Bintuni merupakan daerah yang memiliki PDRB
terbesar di Provinsi Papua Barat namun tidak
mampu mengoptimalkan penerimaan
perpajakannya Adapun untuk PNBP ratio
semua daerah di Provinsi Papua Barat memiliki
nilai di bawah 1 persen kecuali Kab Manokwari
yang mencapai 1857 persen Selanjutnya tax
ratio dan PNBP ratio KabupatenKota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 dapat dilihat pada
Tabel 33
Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Penerimaan
PNBP
Target
2018
Realisasi
2018
Target
2019
Realisasi
2019
SDA - - - -
Bag Pemerintah
atas Laba BUMN - - - -
PNBP Lainnya 27880 29024 22549 28220
Pendapatan
BLU 0 977 0 1184
Total 27880 30001 22549 29404
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
44
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
tabel 34
Kemudian untuk melihat kontribusi masing-
masing penduduk terhadap penerimaan
digunakan rasio antara pajak dan PNBP
terhadap jumlah populasi pada tiap daerah
Pada tahun 2019 penerimaan pajak perkapita
terbesar di Provinsi Papua Barat adalah Kab
Manokwari Selatan dengan nilai Rp889 juta
orang Kemudian diikuti oleh Kab Teluk Bintuni
dan Kab Manokwari masing-masing sebesar
Rp493 juta orang dan Rp458 juta orang
Sementara itu daerah dengan PNBP per kapita
tertinggi yaitu Kab Manokwari dan Kab Sorong
masing-masing sebesar Rp105 juta orang dan
Rp011 juta orang Hal ini sebagaimana terlihat
pada tabel 35
C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT
PROVINSI
Belanja pemerintah pusat merupakan bagian
dari belanja negara yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pemerintah pusat baik
yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah
Belanja pemerintah pusat dapat dibedakan
menjadi belanja pemerintah pusat menurut
organisasi belanja pemerintah pusat menurut
fungsi dan belanja pemerintah pusat menurut
Tabel 34
Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Daerah Perpajakan
PDRB
PNBP
PDRB
Kab Fakfak 243 014
Kab Kaimana 454 007
Kab Teluk Wondama 289 006
Kab Teluk Bintuni 104 000
Kab Manokwari 807 186
Kab Sorong Selatan 240 004
Kab Sorong 181 009
Kab Raja Ampat 223 001
Kab Tambraw 919 -
Kab Maybrat 303 001
Kab Manokwari Selatan 261 -
Kab Pegunungan Arfak 799 036
Kota Sorong 449 045
Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong
dan Manokwari(data diolah)
Tabel 35
Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019
(Rupiah)
Daerah Pajak
Perkapita
PNBP
Perkapita
Kab Fakfak 164013269 9544219
Kab Kaimana 210370257 3449788
Kab Teluk Wondama 140336305 3154748
Kab Teluk Bintuni 493482943 2014405
Kab Manokwari 458429173 105437329
Kab Sorong Selatan 98503558 1624694
Kab Sorong 226504618 11239638
Kab Raja Ampat 133923458 866841
Kab Tambraw 151260665 -
Kab Maybrat 53303539 140258
Kab Manokwari
Selatan 888525173 -
Kab Pegunungan
Arfak 51843479 2326167
Kota Sorong 287825262 28955329
Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong
dan Manokwari(data diolah)
45 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
jenis belanja Belanja pemerintah
merupakan salah satu alat bagi
pemerintah untuk melakukan stimulus
fiskal Salah satunya yang populer pada
saat krisis ekonomi adalah instrumen
ekonomi berupa stimulus fiskal Secara
garis besar komposisi dari stimulus fiskal
adalah berupa pengurangan beban
pajak dan tambahan belanja pemerintah
(increased spending)
C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi
Berdasarkan Organisasi (BA atau KL)
Belanja pemerintah pusat menurut
organisasi adalah belanja pemerintah
pusat yang dialokasikan kepada
kementerian negaralembaga dan
bagian anggaran bendahara umum
negara Penerima alokasi APBN di Provinsi
Papua Barat Tahun Anggaran 2019
adalah 43 Kementerian NegaraLembaga
(KL) dan 1 Bagian Anggaran Bendahara
Umum Negara (BA-BUN) sehingga jumlah
seluruhnya adalah 45 Bagian Anggaran
(BA)
Jumlah total dana APBN berupa Belanja
KL yang dialokasikan untuk Provinsi Papua
Barat mengalami peningkatan dari
Rp727642 miliar pada tahun 2018
menjadi Rp874066 miliar pada tahun
2019 atau naik 2012 persen Hal ini
dikarenakan terdapat peningkatan yang
cukup signifikan pada alokasi belanja
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Kementerian Pertahanan Adapun pagu
belanja APBN terbesar pada tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat dialokasikan untuk
kedua Kementerian tersebut masing-
masing sebesar Rp328424 miliar dan
Rp108941 miliar Anggaran tersebut
Tabel 36
Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggran
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
KementerianLembaga Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Badan Pemeriksa Keuangan 2267 2066 2612 2394
Mahkamah Agung 3673 3338 3418 3301
Kejaksaan Republik Indonesia 2809 2368 2673 2454
Kementerian Dalam Negeri 240 163 028 000
Kementerian Pertahanan 59591 58788 108941 106126
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Ri 7670 7689 10100 9209
Kementerian Keuangan 10744 9934 10125 9784
Kementerian Pertanian 15113 14916 13526 13344
Kementerian Perindustrian 159 153 146 145
Kementerian Perhubungan 105994 94482 86499 74352
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 5230 5153 4320 4277
Kementerian Kesehatan 11023 9961 12722 11793
Kementerian Agama 32350 29728 35602 34447
Kementerian Ketenagakerjaan 2800 2664 8905 7675
Kementerian Sosial 3374 3302 2282 2082
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan 20569 17231 20264 19761
Kementerian Kelautan dan Perikanan 6131 5517 6298 6017
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat 239290 232657 328424 283754
Kementerian Pariwisata 247 189 167 135
Kementerian Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi 17319 15991 21450 19589
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah 399 347 304 280
Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak 100 047 100 086
Badan Pusat Statistik 8137 7437 8666 8318
Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional 126 046 126 053
Kementerian Agraria dan Tata RuangBpn 8113 5833 9000 7612
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 105 101 059 052
Kementerian Komunikasi dan Informatika 801 712 648 628
Kepolisian Negara Republik Indonesia 69013 71273 74391 75732
Badan Pengawas Obat dan Makanan 2724 2415 3011 2818
Badan Koordinasi Penanaman Modal 045 038 045 043
Badan Narkotika Nasional 507 480 518 511
Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi 12188 9667 8701 7639
Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional 5201 3091 2887 2682
Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika 2022 1899 2502 2456
Komisi Pemilihan Umum 31765 30110 40174 37062
Arsip Nasional Republik Indonesia 018 017 047 040
Badan Kepegawaian Negara 1111 1087 801 774
Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan 1845 1833 2775 2442
Kementerian Perdagangan 3792 3335 2241 2125
Kementerian Pemuda dan Olah Raga 294 294 219 213
Badan SAR Nasional 4298 4037 3681 3531
Badan Pengawas Pemilihan Umum 17863 17232 23957 19456
Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik
Indonesia 3439 3142 3074 2726
Bendahara Umum Negara 7140 6800 7636 6759
Total 727642 687563 874066 794676
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
46
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
digunakan untuk akselerasi pembangunan
infrastruktur di Provinsi Papua Barat seperti
penyelesaian jalan trans papua jembatan
waduk dan irigasi serta pembangunan Rumah
Prajurit TNI Alokasi pagu Kementerian Pekerjaan
Umum mengalami peningkatan yang cukup
besar disebabkan disebabkan adanya proyek-
proyek infrastruktur strategis lanjutan di Provinsi
Papua Barat mulai memasuki tahap awal
kontrak sehingga alokasi belanja modal
kembali bertambah
C2 Perkembangan Pagu dan
Realisasi Berdasarkan Fungsi
Belanja pemerintah pusat dapat dibagi
menjadi 11 fungsi antara lain fungsi pelayanan
umum pertahanan ketertiban dan keamanan
ekonomi lingkungan hidup perumahan dan
fasilitas umum kesehatan pariwisata dan
budaya agama pendidikan dan perlindungan
sosial Pada tahun 2019 terjadi peningkatan
alokasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat
yang dialami beberapa fungsi diantaranya
fungsi ketertiban amp keamanan pendidikan
perumahan amp fasilitas umum pertahanan
lingkungan hidup kesehatan perlindungan
sosial dan pariswisata amp budaya
Alokasi belanja terbesar tahun 2019 yaitu pada
fungsi ekonomi yaitu sebesar Rp368664 miliar
Hal tersebut cukup relevan mengingat
besarnya anggaran infrastruktur yang
digunakan untuk meningkatkan perekonomian
menuju kesejahteraan masyarakat Sehingga
alokasi belanja pada fungsi tersebut harus
sejalan dengan besarnya proyek-proyek
strategis yang sedang dilaksanakan oleh
pemerintah
Dari tabel 37 dapat dilihat bahwa fungsi
pariwisata dan budaya merupakan fungsi
dengan alokasi belanja terkecil selama dua
tahun terakhir Hal ini menggambarkan bahwa
sektor pariwisata dan budaya di Provinsi Papua
Barat kurang mendapat perhatian serius
padahal banyak potensi besar atas
keaneragaman budaya dan pariwisata di
Provinsi Papua Barat semisal Raja Ampat dan
Taman Nasional Teluk Cenderawasih Khusus
Tabel 37
Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
Fungsi Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Ekonomi 315843 297670 368664 317486
Pertahanan 59591 58788 108941 106126
Pendidikan 77895 70310 102629 95592
Pelayanan
Umum 78955 73964 93974 84071
Ketertiban dan
Keamanan 83673 85148 91100 91207
Perumahan
dan Fasilitas
Umum
56189 52502 44795 40176
Lingkungan
Hidup 19762 17066 24481 22822
Kesehatan 16983 13956 17316 16254
Agama 9272 8703 13551 12887
Perlindungan
Sosial 3474 3349 2382 2168
Pariwisata dan
Budaya 262 204 182 150
Sumber OM SPAN (data diolah)
328424
108941
86499
74391
40174
35602
23957
21450
20264
13526
283754
106126
74352
75732
37062
34447
19456
19589
19761
13344
000 200000 400000
Kementerian PUPR
Kementerian Pertahanan
Kementerian Perhubungan
Kepolisian Negarahellip
KPU
Kementerian Agama
Bawaslu
Kemenristek Dikti
Kementerian LHK
Kementerian Pertanian
Grafik 34
10 Kementerian Negara Lembaga di Provinsi Papua
Barat dengan Alokasi APBN Terbesar TA 2018 (miliar Rp)
Realisasi Pagu
Sumber OM SPAN(data diolah)
47 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
untuk Raja Ampat merupakan rumah bagi 75
persen spesies koral yang ada di dunia dan 1500
spesies ikan termasuk beragam jenis hiu Selain
itu Raja Ampat pernah dinobatkan sebagai
Worldrsquos Best Snorkeling Destination berdasarkan
survei CNN tahun 2015 dan The Outstanding
Liveaboard Diving Destination dalam Diving
and Resort Travel Expo Hong Kong tahun 2016
Dengan berbagai keunggulan dan potensi
wisata di Provinsi Papua Barat seharusnya
mendorong pemerintah untuk lebih
mengalokasikan anggaran pada sektor
pariwisata sehingga dapat menjadi tumpuan
dalam menggerakkan perekonomian dan
menciptakan lapangan pekerjaan
C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi
Berdasarkan Jenis Belanja
Menurut jenisnya belanja pemerintah pusat
terdiri dari 8 (delapan) jenis belanja yaitu
belanja pegawai belanja barang belanja
modal pembayaran bunga utang subsidi
belanja hibah belanja bantuan sosial dan
belanja lain-lain Pagu dan realisasi belanja
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat
berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada tabel
38
Berdasarkan tabel 38 pada tahun 2019
terdapat peningkatan alokasi belanja pegawai
sebesar 1905 persen disebabkan
bertambahnya jumlah PNS sehingga
berpengaruh terhadap peningkatan nilai
pembayaran THR PNS yang disertai dengan
komponen tunjangan keluarga tunjangan
tambahan dan tunjangan kinerja Sedangkan
untuk belanja modal kembali mengalami
kenaikan alokasi sebesar 3005 persen setelah
tahun sebelumnya sempat menurun Selama
dua tahun terakhir alokasi belanja modal
tertinggi diperuntukkan bagi Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan
Kementerian Perhubungan Pagu belanja
modal yang besar tersebut diperuntukkan bagi
pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua
Barat yang merupakan salah satu wujud
komitmen dari Presiden Joko Widodo dalam
membuka konektivitas antar daerah di wilayah
Indonesia Timur sehingga diharapkan dapat
mewujudkan pembangunan yang lebih merata
pada wilayah perbatasan pulau terluar
kawasan tertinggal dan kawasan pedesaan
Berdasarkan realisasi tingkat penyerapan
anggaran belanja terhadap total jenis belanja
yang dilakukan oleh seluruh KL pada tahun
2019 mengalami penurunan Pada tahun 2019
tingkat penyerapan anggaran belanja seluruh
KL sebesar 9252 persen atau turun 254 persen
dari tahun 2018 yang mencapai
9506 persen Tingkat penyerapan
anggaran tertinggi terjadi pada
belanja pegawai dan belanja
bantuan sosial masing-masing
sebesar 9764 persen dan 9481
persen Adapun tingkat penyerapan
terendah yaitu belanja lain-lain
sebesar 6435 persen Sementara itu
sebagai belanja dengan alokasi
terbesar belanja modal mengalami
penurunan serapan yang cukup
Tabel 38
Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis
di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Jenis Belanja Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Belanja Pegawai 155874 151772 9737 185564 181194 9764
Belanja Barang 291631 264525 9071 327719 302217 9222
Belanja Modal 270507 262001 9686 351807 303238 8619
Belanja Bansos 2489 2466 9907 1338 1269 9481
Belanja Lain-lain 1398 898 6422 1588 1022 6435
Belanja Transfer 284123 274635 9666 333508 322672 9675
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
48
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
signifikan Pada tahun 2019 tingkat realisasi
belanja modal sebesar 8619 persen jauh lebih
rendah dari tahun sebelumnya (9686 persen)
Peningkatan alokasi pada belanja modal tidak
disertai dengan optimalisasi pelaksanaan
anggaran dan mengancam capain target-
target kinerja pemerintah
C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat
Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa
faktor utama yang mempengaruhi pencapaian
realisasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat
yaitu
1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai
sehingga memberikan pengaruh pada
capaian realisasi penyerapan anggaran
yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas
dan kualitas yang berdampak pada
akselerasi pembangunan di Provinsi Papua
Barat
2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan
oleh infrastruktur yang memadai
memberikan dampak pada ekonomi
dengan biaya tinggi (high cost economy)
sehingga hal ini menjadi beban bagi
pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat
investasi merupakan permasalahan dasar
bagi penciptaan lapangan kerja dan
penerimaan pajak pemerintah
3 Kondisi budaya masyarakat yang masih
eksklusif terhadap dinamika globalisasi
ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak
ulayat memberikan implikasi ketidakpastian
hukum dalam pelaksanaan investasi dan
pembangunan secara umum Hal-hal yang
terkait dengan penyelenggaraan proyek
yang berkaitan dengan hak ulayat sering
kali terdampak dari sisi ketepatan waktu
penyelesaian pekerjaan
D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT
Cash flow Pemerintah Pusat menggambarkan
kondisi arus kas masuk (cash in flow) dan arus
kas keluar (cash out flow) yang dilakukan oleh
pemerintah pusat pada suatu daerah dan
periode waktu tertentu Arus kas masuk
pemerintah pusat adalah semua penerimaan
yang diterima oleh pemerintah pusat dari
pemerintah daerah provinsi tertentu sedangkan
arus kas keluar adalah semua pengeluaran
yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah provinsi tertentu Yang
termasuk dalam arus kas masuk bagi
pemerintah pusat adalah semua penerimaan
negara yang diterima oleh pemerintah pusat
melalui pemerintah provinsi tertentu seperti
penerimaan pajak PNBP dan hibah Yang
termasuk dalam arus kas keluar pemerintah
pusat adalah semua belanja pemerintah pusat
dalam APBN yang terdiri dari belanja
KPKDDKTPUB dan dana transfer untuk
provinsi berkenaan Berikut ini cash flow
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat Tahun
2019
Tabel 39
Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi 2019
Cash in Flow 294509
Penerimaan Perpajakan 265104
Penerimaan Bukan Pajak 29404
Hibah 000
Cash in Out 3172329
Belanja Pemerintah Pusat 788870
Transfer ke Daerah dan
Dana Desa 2383459
Defisit (2877820)
49 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Berdasarkan tabel 39 terlihat bahwa pada
tahun 2019 Cash in Flow Pemerintah Pusat di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar
sedangkan Cash in Out sebesar Rp3172329
miliar Sehingga dalam hal ini di Provinsi Papua
Barat mengalami defisit yang cukup besar
mencapai Rp2877820 miliar Hal ini
mengindikasikan bahwa ketergantungan
Provinsi Papua Barat kepada pemerintah pusat
masih sangat tinggi sehingga memerlukan
subsidi silang dari daerah lain yang mengalami
surplus
E TRANSFER KE DAERAH
Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal
pemerintah pusat memberikan dana Transfer ke
Daerah dan Dana Desa (TKDD) kepada
pemerintah daerah Transfer ke Daerah terbagi
menjadi (1) Dana Perimbangan (2) Dana
Insentif Daerah (DID) dan (3) Dana Otonomi
Khusus dan Dana Keistimewaan DIY Adapun
dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil
(DBH) Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK) Dana yang diberikan
pemerintah pusat kepada Provinsi Papua Barat
dalam bentuk TKDD jumlahnya semakin
meningkat Pada tahun 2018 TKDD yang
dialokasikan untuk pemerintah Provinsi Papua
Barat sebesar Rp17 triliun Kemudian jumlahnya
meningkat menjadi Rp2588 triliun pada tahun
2019 atau naik sebesar 522 persen Hal ini
menunjukan bentuk penguatan desentralisasi
fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat
Berdasarkan komposisinya komponen terbesar
dari TKDD Provinsi Papua Barat berupa Dana
Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU)
Pada tahun 2019 komponen DBH
menyumbang 362 persen dari total keseluruhan
TKDD yang diterima Provinsi Papua Barat
Komponen terbesar kedua yaitu DAU sebesar
321 persen Kondisi tersebut mengindikasikan
bahwa Provinsi Papua Barat meskipun memiliki
penerimaan DBH yang cukup besar namun
persentasenya belum mendominasi sehingga
masih menunjukkan tingginya tingkat
ketergantungan terhadap pemerintah pusat
Keadaan ini patut diwaspadai mengingat
pengalaman sebagian besar daerah yang
memiliki ketergantungan tinggi pada dana
transfer akan lebih memilih status quo terhadap
penerimaan dari pemerintah pusat (Inanga
dan Wusu 2004)
Tabel 310
Pagu dan Realisasi Dana Transfer Tahun 2018 ndash 2019
Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Uraian
2018 2019
Pagu Realisasi Pagu Realisasi
DBH 1323 2581 9362 7530
DAU 8025 8025 8311 8311
DAK 2253 2098 2679 2482
Dana Otsus amp
DID 4069 4065 4011 3995
Dana Desa 1331 1331 1517 1517
Total 17002 18099 25881 23835
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
DBH
362DAU
321
DAK (Fisik amp
Nonfisik)
104
Otsus amp
DID 155Dana
Desa 59
Grafik 35
Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
50
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN
UMUM (BLU) PUSAT
Badan Layanan Umum merupakan instansi di
lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan laba dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktivitas
F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat
Satker pemerintah pusat yang berstatus BLU di
Provinsi Papua Barat hanya Politeknik Pelayaran
(Poltekpel) Sorong atau dahulu bernama Balai
Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran
(BP2IP) Sorong memberikan pelayanan untuk
mendidik dan melatih pemuda pemudi untuk
menjadi perwira pelayaran menengah dasar
dan tenaga kepelautan berdaya saing tinggi
prima profesional dan beretika sesuai standar
nasional dan internasional Poltekpel Sorong
juga menyelenggarakan fungsi menyusun
rencana program dan anggaran serta
perumusan standarisasi kurikulum silabus
metodikdidaktik persyaratan pengajar
peserta bahan dan alat pengajaran serta
ujian-ujian penyusunan persyaratan akreditasi
program dan lembaga pendidikan dan
pelatihan serta penyiapan bahan dan sertifikasi
lulusan pendidikan dan pelatihan di bidang
kepelautan
Penetapan satker Poltekpel Sorong sebagai
instansi pemerintah yang menerapkan
pengelolaan keuangan BLU secara penuh
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 735KMK052016 tanggal 30 September
2016 Pemerintah pusat memberikan fleksibilitas
pengelolaan keuangan kepada Poltekpel
Sorong sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 dan
peraturan pelaksanaannya
F2 Perkembangan Pengelolaan Aset PNBP
RM dan BLU Pusat
Sejak ditetapkan sebagai satker BLU Poltekpel
Sorong mengalami peningkatan nilai aset dari
Rp4149 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp4921
miliar pada tahun 2019 atau meningkat 186
persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik
berikut 36
Sementara itu untuk realisasi PNBP BLU satker
Poltekpel Sorong mengalami penurunan dari
Rp104 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp947
3426
4149
4921
-
1000
2000
3000
4000
5000
2017 2018 2019
Grafik 36
Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel
Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
1297
1040
947
-
300
600
900
1200
1500
2017 2018 2019
Grafik 37
Perkembangan Realisasi PNBP BLU Satker
Poltekpel Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
51 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
miliar pada tahun 2019 atau turun sebesar -90
persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik
37
F3 Kemandirian BLU
Salah satu tujuan diberikannya status BLU
adalah untuk mewiraswastakan pemerintah
(enterprising the government) Oleh karena itu
satker BLU didorong untuk menciptakan
kemandirian terhadap dirinya sendiri Sebagai
satu-satunya BLU di Provinsi Papua Barat
Poltekpel Sorong yang menyediakan layanan
pendidikan dan pelatihan didorong untuk
memiliki kemandirian dalam mengelola
usahanya Kemandirian tersebut dapat dilihat
rasio PNBP BLU terhadap total realisasi Rasio
kemandirian satker Poltekpel Sorong
mengalami peningkatan dari 0054 pada tahun
2018 menjadi 0075 pada tahun 2019
F4 Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU
Tidak semua satker yang memiliki PNBP dapat
berubah menjadi satker BLU Pada tahun 2019
Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi
Papua Barat membina 104 satker PNBP dimana
terdapat 2 (dua) satker PNBP yang berpotensi
menjadi satker BLU yaitu Universitas Negeri
Papua (Unipa) dan Politeknik Kesehatan
(Poltekes) Sorong Kedua satker layanan
pendidikan tersebut memiliki jumlah aset yang
semakin tinggi Untuk Poltekes Sorong nilai
asetnya mengalami peningkatan dari Rp7226
miliar pada tahun 2018 menjadi Rp1046 miliar
pada tahun 2019 Begitu juga dengan Unipa
yang mengalami peningkatan aset dari
Rp39203 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp4081 miliar pada tahun 2019
Sementara itu jika dilihat rasio realisasi PNBP
terhadap total realisasi satker Universitas Papua
memiliki rasio kemandirian semakin naik dari
0234 menjadi 0276 pada tahun 2019 Hal ini
menunjukan tingkat kemandirian satker tersebut
semakin baik Adapun rasio kemandirian satker
Poltekes Sorong menunjukan nilai semakin turun
dari 0158 persen pada tahun 2018 menjadi
0142 pada tahun 2019
G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI
PUSAT
Selain membina satuan kerja Badan Layanan
Umum Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat juga
diberi tugas untuk melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan investasi pemerintah
pusat di daerah khususnya penerusan pinjaman
(Subsidiary Loan Agreement SLA) dan kredit
program Kredit program yang dimaksud yaitu
penyaluran Kredit Usaha Rakyat kepada Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Tabel 311
Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian
Satker PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU
Nama Satker
Nilai Aset
(miliar Rp)
Rasio
Kemandirian
2018 2019 2018 2019
Poltekes Sorong 7226 10460 0158 0142
Universitas Papua 39203 40810 0234 0276
Sumber LKPP Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat (data diolah)
0143
0054
0075
0000
0030
0060
0090
0120
0150
2017 2018 2019
Grafik 38
Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel
Sorong Tahun 2017 - 2019
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
52
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan
Agreement SLA)
Jumlah penerusan pinjaman (Subsidiary Loan
Agreement SLA) yang ditatausahakan oleh
Kanwil DJPb Provindi Papua Barat sebesar
Rp15445787609 untuk dua debitur yaitu PDAM
Kab Manokwari dan PDAM Kab Sorong
Berdasarkan monitoring dari aplikasi SLIM PDAM
Kab Manokwari dengan nomor SLA 2104101
dan nilai pinjaman sebesar Rp7296812055
telah melunasi semua kewajibannya Untuk
PDAM Kab Sorong dengan nomor SLA 21042101
dan nilai pinjaman sebesar Rp8148975554
masih memiliki kewajiban untuk membayar
angsuran pokok (outstanding) sebesar
Rp7848975555 dan biaya administrasi
Sampai dengan akhir 2019 tercatat bahwa
status kewajiban PDAM Kab Manokwari sudah
diselesaikan dengan menghapus pinjaman
melalui mekanisme Hibah Non Kas Adapun
PDAM Kab Sorong masih mempunyai
kewajiban membayar angsuran pokok berikut
kewajiban lainnya Status penyelesaian
utangnya masih bersifat on going dan
diselesaikan melalui Panitia Urusan Piutang
Negara (PUPN) dikarenakan masuk dalam
kategori Kerjasama Operasional (KSO) sehingga
tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme
Penghapusan atau Hibah-PMD
G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Menurut data SIKP sampai dengan akhir tahun
2019 jumlah penyaluran KUR di Provinsi Papua
Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan
kepada 51622 debitur Daerah dengan jumlah
penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong
sebesar Rp57002 milar dengan jumlah debitur
sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah
dengan penyaluran KUR terbesar kedua yaitu
Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang
Tabel 312
Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat
Nomor
SLA
Nama
SLA
Penerima
SLA
Jumlah SLA
(Rp)
2104101 RDA-
297DP31997
PDAM Kab
Manokwari 7296812055
2104201 RDA-
233DP31996
PDAM Kab
Sorong 8148975554
Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management
(SLIM) DJPb (data diolah)
Tabel 313
Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi Papua Barat (Rupiah)
Nama
Debitur
Jumlah
Penarikan
Pembayaran
Pokok
Tunggakan
Pokok
Tunggakan
Non Pokok
Total
Tunggakan
Outstanding
Pokok
PDAM
Manokwari 7296812055 7296812055 - - - -
PDAM
Sorong 8148975554 299999999 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555
Jumlah 15445787609 7596812054 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555
Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management (SLIM) DJPb (data diolah)
16903
14542
6659
3705 3628
2398 2070 1249 1300 800 861
500
3500
6500
9500
12500
15500
Ko
ta S
oro
ng
Ka
b M
an
okw
ari
Ka
b S
oro
ng
Ka
b F
akfa
k
Ka
b Te
luk B
intu
ni
Ka
b So
ron
g S
ela
tan
Ka
b R
aja
Am
pa
t
Ka
b K
aim
an
a
Ka
b Te
luk W
on
da
ma
Ka
b M
ayb
rat
Ka
b Ta
mb
rau
w
Ka
b M
an
okw
ari S
ela
tan
Grafik 39
Jumlah Debitur KUR per Kab Kota
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
53 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
diberikan kepada 14542 debitur Kemudian
penyaluran KUR terbesar ketiga yaitu Kab
Sorong sebesar Rp20669 miliar dan jumlah
debitur sebanyak 6659 nasabah Hal ini
mengindikasikan bahwa persebaran KUR di
Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di
daerah yang kondisi perekonomiannya relatif
lebih maju
Jika dilihat dari bank penyalur terdapat enam
bank penyalur KUR di Provinsi Papua Barat yaitu
BRI Mandiri BNI BRI Syariah BPD Papua dan
Bank Artha Graha BRI merupakan bank
penyalur KUR terbesar baik dari sisi jumlah
debitur maupun jumlah kredit yang disalurkan
Sampai dengan akhir tahun 2019 dana KUR
yang telah disalurkan oleh BRI sebesar Rp12999
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 45860
orang Sementara itu dana KUR yang telah
disalurkan oleh Bank Mandiri sebesar Rp15034
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 3884
orang Adapun BNI telah menyalurkan KUR
sebesar Rp2119 miliar dengan jumlah debitur
sebanyak 1197 orang
Jika dilihat per skema sampai dengan tahun
2019 jumlah penyaluran KUR tertinggi di Provinsi
Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp107489
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 49873
nasabah Sementara itu untuk penyaluran KUR
Ritel sebesar Rp70333 miliar dengan jumlah
debitur sebanyak 4062 nasabah TKI sebesar
Rp328 miliar dengan jumlah debitur sebanyak
188 orang nasabah
Jika dilihat per sektor perdagangan
merupakan sektor yang memiliki jumlah
penyaluran KUR terbesar Sampai dengan
tahun 2019 penyalurannya sebesar Rp119405
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551
nasabah Kemudian diikuti sektor pertanian
Tabel 314
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Penyalur
sd Tahun 2019
Penyalur Akad Oustanding Jumlah
Debitur
BRI 1299944193527 670278014176 45860
Mandiri 150340333000 119669475736 3884
BNI 211924344478 99423314611 1197
BPD Papua 35146110001 28252135715 635
BRI Syariah 85000000 64574706 4
Artha Graha 25000000 17402052 1
LKBB-UMI 367900000 183250062 41
Jumlah 1697832881006 917888167058 51622
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
Tabel 315
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema
sd Tahun 2019
Skema Akad Oustanding Jumlah
Debitur
Mikro 1074896977024 204657721208 49873
Ritel 703328055397 321492391269 4062
TKI 3284777829 2535588273 188
Jumlah 1781509810250 528685700750 54123
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
57002
4871120669
13458
12589
6400
6085
5898
3187
2104
1773
275
000 20000 40000 60000
Kota Sorong
Kab Manokwari
Kab Sorong
Kab Fakfak
Kab Teluk Bintuni
Kab Sorong Selatan
Kab Raja Ampat
Kab Kaimana
Kab Teluk Wondama
Kab Maybrat
Kab Tambrauw
Kab Manokwarihellip
Grafik 310
Jumlah Penyaluran KUR per Kab Kota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
54
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
perburuan dan kehutanan sebesar Rp13174
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 5242
nasabah Melihat kondisi terserbut perlu
perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang
lebih produktif seperti sektor perikanan dan
industri pengolahan Hal ini dikarenakan
perluasan kepada sektor produktif lebih
menggerakkan roda perekonomian di Provinsi
Papua Barat
H MANDATORY SPENDING BELANJA
INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT
STRATEGIS LAINNYA
Belanja Pemerintah Pusat (Belanja KL)
merupakan salah satu instrumen untuk
menstimulasi perekonomian dan meningkatkan
derajat kesejahteraan masyarakat Sejalan
dengan hal tersebut desain kebijakan belanja
tahun 2019 didasarkan pada belanja yang
efisien namun produktif dan efektif untuk
memenuhi kebutuhan strategis yang perlu
segera dilaksanakan Pemenuhan kebutuhan
prioritas nasional ini dilakukan dalam rangka
menghasilkan output yang berkualitas
(strategis) serta mendorong percepatan
pembangunan infrastruktur dan peningkatan
kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan)
H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur merupakan salah
satu prioritas utama dalam belanja Pemerintah
Pusat Kebijakan ini didasari oleh keyakinan
bahwa untuk mendorong iklim investasi
penyediaan infrastruktur dasar mempunyai
peranan yang sangat penting dalam
peningkatan daya saing efisiensi sistem logistik
pemerataan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi
Sebagai wilayah yang berada di Kawasan Timur
Indonesia pembangunan infrastruktur Provinsi
Papua Barat terbukti menjadi salah satu prioritas
kebijakan pemerintah pada tahun 2019
dengan tingginya alokasi belanja modal
infrastruktur Alokasi ini digunakan untuk
menghasilkan output-output strategis
infrastruktur Papua Barat dalam rangka
mengejar ketertinggalan ekonomi
Tabel 316
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha
sd Tahun 2019
Skema Akad Oustanding Jumlah
Debitur
Perdagangan Besar dan Eceran 1194052179527 327049902707 35551
Jasa Kemasyarakatan Sosial Budaya Hiburan dan
Perorangan Lainnya 95673177829 36411599958 3078
Pertanian Perburuan dan Kehutanan 131736160000 37998587280 5242
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 84268700000 32294066289 1996
Industri Pengolahan 70339500000 27064136552 1858
Perikanan 73991600001 29686620517 2355
Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 78192492893 18877260615 2900
Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 42166000000 15437470720 987
Konstruksi 5657000000 2391825107 52
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1748000000 811101501 41
Jasa Pendidikan 418000000 85998309 20
Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib 3267000000 577131195 43
Jumlah 1781509810250 528685700750 54123
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
55 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Pada tahun 2019 beberapa output strategis
tercatat memiliki realisasi yang cukup besar
diantaranya adalah pembangunan dan
preservasi plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar)
Jembatan sepanjang plusmn235 meter (Rp43572
miliar) dan rehabilitasi sarana pendidikan
sebanyak plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Namun
demikian besarnya serapan belum
menunjukkan adanya optimalisasi pada
capaian output Masih banyak kendala khas
Papua Barat yang harus dihadapi sehingga
membuat infrastruktur tertahan Infrastruktur
yang tidak disertai dengan pembebasan lahan
dalam pembangunannya menjadi output
dengan capaian yang lebih besar karena relatif
lancar pada pelaksanaannya
H2 Output Strategis Bidang Pendidikan
Pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas inovasi dan daya
saing sumber daya manusia Indonesia Dalam
jangka panjang pendidikan yang berkualitas
juga diharapkan dapat memutus rantai
kemiskinan antar-generasi serta meminimalkan
social cost dalam pembangunan yang
dilaksanakan Pemerintah Oleh karena itu
pendidikan menjadi salah satu prioritas belanja
pemerintah pusat dengan alokasi yang tinggi
Tingginya alokasi belanja bidang pendidikan ini
secara umum telah berhasil meningkatkan
capaian indikator-indikator pendidikan
Sepanjang tahun 2019 realisasi PIP dan KIP di
Provinsi Papua Barat secara bersama-sama
Tabel 318
Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Siswa penerima BOS 14813839553 13948 Siswa 888
Siswa penerima KIP 389600000 439 Orang 982
Penerima bantuan PIP 20250000 43 Siswa 717
Penerima Bidik Misi PTIK 4165800000 353 Orang 1000
Guru Non-PNS penerima Tunjangan Profesi 2027894198 76 Orang 826
Tunjangan PenyuluhTenaga Teknis Non PNS 180000000 9 Orang 600
Sumber OMSPAN (data diolah)
Tabel 317
Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 944036262565 1110 Km 822
Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 435718033300 235 M 439
Irigasi 5368000000 2117 Ha 1000
Embung 480000000 4 Unit 1000
Revitalisasi Danau 45929386800 1 Lokasi 1000
Kapasitas Bandara 145991305631 11 Lokasi 786
Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 742
SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 643
SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100
Pembangunan Rumah Susun dan Rumah Khusus 23341228241 66 Unit 398
Rehabilitasi dan Renovasi Sarana Prasarana Pendidikan 226844855847 311 Ruang 911
Alat dan Mesin Pertanian Pra Panen 2212015000 75 Unit 1000
Rumah sakit rujukan 110346800 1 RS Pengampu 1000
Sumber OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
56
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
mampu mencapai nilai Rp4099 juta atau
sebanyak 482 siswa Penyaluran beasiswa
Bidikmisi juga berhasil dilakukan dengan tingkat
serapan 100 persen pada 353 mahasiswa yang
menjadi target Sementara pada alokasi BOS
sampai berakhirnya tahun 2019 terealisasi
sebesar Rp1481 miliar Besaran penyerapan ini
disertai dengan capaian output riil sebanyak
14909 siswa Kondisi ini menunjukkan bahwa
capain dari tiap-tiap indikator dan output
strategis bidang pendidikan berada pada arah
yang tepat Baik itu target realisasi maupun
target output keduanya mampu terwujud
dengan baik
H3 Output Strategis Bidang Kesehatan
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya
adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis Program utama pembangunan
kesehatan adalah Program Indonesia Sehat
dengan sasaran berupa peningkatan derajat
kesehatan dan status gizi masyarakat melalui
berbagai upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung
dengan perlindungan finansial dan pemeratan
pelayanan kesehatan
Beberapa sasaran di Papua Barat pada tahun
2019 mampu mencapai tingkat realisasi yang
besar Peningkatan status kesehatan dan gizi
ibu dan anak dalam mendukung pencegahan
stunting mampu terlaksana pada 8558
keluarga Sementara itu kegiatan prioritas
berupa peningkatan kinerja sistem kesehatan
dan pemerataan akses pelayanan kesehatan
berkualitas melalui penyediaan layanan
imunisasi alokon di Faskes dapat terlaksana
dengan baik pada 170 faskes di 13
kabupatenkota Capain output strategis yang
diarahkan untuk kegiatan pelayanan promotif
dan preventif merupakan upaya pencegahan
pencarian dan pengobatan penyakit sedini
mungkin Hal ini dapat mencegah perluasan
penyakit dan pencegahan penyakit kronis
karena sebagian penyakit kronis dapat
dicegah melalui upaya preventif serta dapat
dideteksi sedini mungkin
Tabel 319
Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Layanan Pengendalian Penyakit Menular 836883400 15 Layanan 625
Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 1000
Bantuan Usaha Ekonomi Produktif 1599456000 300 Keluarga 1000
Desa Pangan Aman 778304762 6 Desa 1000
Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Kabkota 1000
Pasar Aman dari Bahan Berbahaya 264644686 5 Pasar 1000
Makanan Aman 304775122 240 Sampel 1000
Ketersediaan Alokon di Faskes 3272596815 170 Faskes 766
Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Gizi 1669888794 225 Kelompok 1000
Pemberdayaan Warga Komunitas Adat Terpencil (KAT) 7779074888 104 Keluarga 1000
Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabupaten 855
Sumber OMSPAN (data diolah)
57 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Boks 31
Pemberdayaan UMKM Papua Barat
Melalui Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi)
Di Indonesia Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang penting dalam
perekonomian Perannya menjadi vital karena mampu bertahan dari guncangan ekonomi (Wengel and
Rodriguez 2006 dan Funabashi 2013) Ditambah lagi UMKM lebih mampu bertahan dari krisis dibandingkan
perusahaan besar dan merespon lebih cepat fleksibel terhadap perubahan yang terjadi di luar (Berry et al
2001) Berry et al (2002) juga mengemukakan bahwa UMKM dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru
sehingga mampu mengurangi tingkat pengangguran Data Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM
pada tahun 2013 menunjukan bahwa jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 578 juta Dari jumlah tersebut
UMKM mampu menyerap 1102 juta tenaga kerja dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp
42029 trilyun atau setara 4662 persen dari total PDB
Di samping kelebihan yang dimilikinya UMKM memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya keuangan
membayar suku bunga yang lebih tinggi dan kelemahan lainnya (Bourletidis and Triantafyllopoulos 2014)
Oleh karena itu Chittithaworn et al (2011) menyarankan adanya bantuan berupa pembiayaan bagi UMKM
Khan (2015) menambahkan pentingnya peran lembaga keuangan bagi pertumbuhan usaha UMKM
Permasalahan utama yang dihadapi UMKM yaitu sulitnya mendapat akses pembiayaan dari perbankan
Sehingga dari sisi ini pemerintah hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut Diantara program yang saat
ini dijalankankan pemerintah untuk membantu UMKM yaitu program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Program ini
merupakan pembiayaan kredit yang berasal dari lembaga perbankan dimana pemerintah membantu
melalui pemberian subsidi bunga Pemerintah menanggung selisih antara tingkat bunga yang diterima
perbankan dan bunga yang dibebankan kepada penerima KUR
Pembiayaan KUR
Sesuai Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah
dengan Permenko Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016 KUR terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu KUR
Mikro KUR Ritel dan KUR TKI (Tenaga Kerja Indonesia) KUR Mikro diberikan kepada penerima KUR paling
banyak dengan jumlah Rp25 juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 3 tahun atau
investasi paling lama 5 tahun KUR Ritel diberikan kepada debitur KUR dengan jumlah antara Rp25 juta ndash Rp500
juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 4 tahun atau investasi paling lama 5 tahun
Adapun KUR TKI diberikan kepada penerima KUR paling banyak Rp25 juta dengan jangka waktu kredit paling
lama sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi jangka waktu paling lama 3 tahun
Saat ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memiliki sistem informasi elektronik yang digunakan untuk
menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran KUR Sistem elektronik tersebut dinamakan dengan
Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Melalui SIKP dapat diketahui data penerima KUR (Know Your
Customers) berupa jumlah dan profil debitur validitas debitur serta statistik penyaluran KUR
Selain pemerintah pusat pemerintah daerah memiliki kontribusi yang sangat penting dalam pemberdayaan
UMKM Dalam konteks pembiayaan melalui program KUR selama ini hanya perbankan yang mencari calon
debitur KUR sehingga pemberian kredit tersebut diragukan ketepatan sasarannya Bisa jadi debitur yang
menerima fasilitas KUR bukan merupakan UMKM yang layak untuk dibiayai Oleh karena itu Pemda memiliki
peran yang vital untuk mendata dan mengidentifikasi calon debitur potensial (UMKM) yang layak untuk
dibiayai
Hingga saat ini peran pemerintah daerah di Papua Barat bisa dikatakan belum maksimal untuk mendata
calon nasabah KUR potensial Seharusnya pemerintah daerah di Papua barat lebih aktif untuk mendata
calon nasabah karena dipandang lebih mengetahui kondisi UMKM di daerahnya yang layak untuk diberikan
pembiayaan melalui program KUR Jika pemerintah daerah telah memiliki data calon nasabah yang layak
pemerintah daerah kemudian dapat memasukkan data UMKM tersebut ke dalam SIKP Data yang telah
dimasukkan kemudian digunakan perbankan unutuk melakukan penyeleksian calon nasabah KUR
Dalam rangka mengukur efektivitas penyaluran KUR di Papua Barat Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi
Papua Barat telah melakukan survey kepada debitur KUR Selain itu survey tersebut juga bertujuan untuk
melihat validitas data debitur KUR dan dampak pelaksanaan program KUR bagi perekonomian Survey
dilakukan dengan wawancara langsung kepada penerima KUR menggunakan kuisioner yang telah disusun
Dengan mempertimbangkan keterbatasan dana dan SDM pemilihan sampel penerima KUR sebagai
responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dan quota sampling
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
58
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan lokasi responden yang akan disampel karena
pemilihan tempat harus berdasarkan pertimbangan yang logis sedangkan quota sampling digunakan untuk
menentukan dan membatasi jumlah sampel yang akan diambil Responden yang diwawancara pada
kegiatan monev ini sebanyak 159 debitur yang tersebar di di 4 (empat) daerah yaitu Kota Sorong Kab
Manokwari Kab Sorong dan Kab Fakfak
Dari hasil wawancara yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1 Responden yang disurvei telah sesuai dengan database SIKP
2 Program KUR yang diluncurkan oleh pemerintah sangat bermanfaat bagi masyarakat Hal ini terlihat dari
antusiasme para responden yang menginginkan agar program ini terus berlanjut di masa yang akan
datang bahkan berharap adanya kenaikan alokasi modal usaha
3 Dengan adanya program KUR modal usaha bagi UMKM dapat meningkat sehingga terdapat
peningkatan keuntungan usaha dan perluasan sektor usaha
4 Proses pencairan KUR kepada debitur pada umumnya relatif mudah dan cepat
5 Tidak ada diskriminasi gender dalam penyaluran KUR selama debitur tersebut memenuhi syarat dan
kriteria yang telah ditetapkan
6 Tingkat kepuasaan masyarakat penerima KUR di Papua Barat cukup tinggi disebabkan oleh
a Suku bunga yang dibayar debitur KUR cukup rendah yaitu 7 persen per tahun untuk akad tahun 2019
b Proses pengajuan hingga pencairan dana sangat mudah dan cepat
c Agunan yang dijadikan jaminan tidak memberatkan bahkan beberapa debitur hanya menyerahkan
fotokopi KTP foto kapal yang dimiliki atau buku nikah
d Tidak ada pemotongan atas pinjaman yang diterima
7 Program KUR meningkatkan nilai omzet nasabah sehingga meningkatkan margin keuntungan usaha
8 Program KUR belum maksimal dalam meningkatkan lapangan pekerjaan Hal ini ditandai bahwa
sebagian besar responden tidak mengalami penambahan pekerja pegawai setelah mendapatkan
pembiayaan KUR
Dari pelaksanaan survei pelaksanaan program KUR tersebut terdapat saran dan rekomendasi antara lain
1 Bunga pinjaman KUR dapat dipertimbangkan untuk diturunkan kembali
2 Pencairan dana KUR oleh Bank Penyalur sebaiknya tidak dipotong angsuran pertama mengingat
potongan tersebut dapat dimaksimalkan untuk memutar kas kembali
3 Program KUR di Papua Barat sebagian besar diberikan kepada sektor yang kurang produktif seperti sektor
perdagangan Oleh karena itu sebaiknya penyaluran KUR lebih diarahkan untuk sektor usaha yang lebih
produktif seperti sektor pertanian perikanan dan industri pengolahan Hal ini disebabkan pemberian KUR
pada sektor produktif lebih menggerakkan roda perekonomian dan menyerap tenaga kerja
4 Persebaran penerima KUR di Papua Barat sebagian besar berada di daerah yang kondisi
perekonomiannya relatif lebih maju (kabupatenkota) Oleh karena itu penyaluran KUR sebaiknya lebih
diarahkan pada daerah yang perekonomiannya relatif masih berkembang
Pembiayaan UMi
Implementasi penyaluran KUR sampai dengan saat ini belum mampu mencapai target yang diharapkan
karena banyaknya calon nasabah potensial KUR yang tidak memenuhi studi kelayakan perbankan
(unbankable) Oleh karena itu pemerintah menggagas skema baru penyaluran kredit kepada UMKM yang
disebut program Pembiayaan Ultra Mikro (Ultra Micro Finance ndash UMi) dengan karakteristik nasabah
unbankable tetapi memiliki kelayakan usaha dengan indikator tingkat keuntungan (profitability) dan
kesinambungan usaha (sustainability) Pembiyaan UMi merupakan penyediaan dana yang bersumber dari
Pemerintah atau bersama dengan Pemerintah Daerah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas
pembiayaan kepada UMKM Berbeda dengan KUR yang agen penyalurnya adalah perbankan untuk UMi
sebagai agen penyalurnya adalah Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) seperti PT Pegadaian PT
Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Bahana Artha Ventura (BAV)
Prinsip dasar dari pembiayaan UMi diantaranya (1) Pemberdayaan dan penajaman (empowerment and
enhacement) lembaga penyalur yang sudah ada (2) pendampingan kepada nasabah (end user) dan (3)
fokus pada produk pembiayaan yang telah berhasil sehingga tidak menguji coba atau membuat produk
pembiayaan baru Dalam rangka pelaksanaan UMi pemerintah daerah dapat memberikan kontribusi dalam
melakukan sharing pendanaan untuk percepatan pembangunan di daerah pada umumnya dan secara
khusus meningkatkan kesempatan usaha bagi UMKM
Di Papua Barat penyaluran UMi bisa dikatakan belum maksimal Hal ini tercermin dari jumlah penyaluran UMi
pada tahun 2019 sebesar Rp249 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 603 orang Meskipun meningkat
pesat dari tahun sebelumnya yang hanya 38 debitur dengan nilai Rp3385 juta program pembiayaan UMi di
Papua Barat ke depannya masih perlu akselerasi yang melibatkan banyak pihak terutama peran dari
penyalur dan pemerintah daerah
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN
APBD
MODAL
PEGAWAI
BARANG
BANTUAN
KEUANGAN
37 T
67 T
59 T
4 T
649
957
798
932
DJPbKawalAPBN
BELANJA
238 T
PENDAPATAN
2631 T PAD 085 M
PENDAPATAN
TRANSFER 2423 T
LAIN-LAIN PENDAPATAN
YANG SAH 123 M
59
1
Perkembangan dan Analisis APBD
aerah dalam rangka pelaksanaan
pembangunan membutuhkan
pendanaan yang bersumber dari
penerimaan Saat ini sumber
penerimaan daerah lebih didominasi oleh
penerimaan dana transfer dari pemerintah
pusat sehingga ke depan secara bertahap
diharapkan terjadi peningkatan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Semua pengeluaran untuk
pembangunan daerah dan sumber dana yang
diperlukan tertuang dalam dokumen Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Dalam merencanakan sumber pendapatan
dan alokasi belanja pemerintah daerah harus
melihat kebutuhan riil masyarakat berdasarkan
potensi daerah dengan berorientasi pada
kepentingan skala prioritas pembangunan
Selain itu APBD merupakan salah satu
pendorong (key leverage) bagi pertumbuhan
ekonomi daerah untuk mewujudkan
D
BAB IV
Perkembangan dan Analisis
APBD
Tabel 41
Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian 2018 2019
Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi
PENDAPATAN 1897836 2010000 2871888 2631445
PAD 101669 93741 120311 85308
Pendapatan Transfer 1160168 1270382 2621834 2423110
Lain-lain pendapatan daerah yang sah 635999 645877 129743 123027
BELANJA 2326404 2125451 2761199 2380387
Belanja Pegawai 527915 362822 569984 370308
Belanja Barang 573797 639317 703366 673151
Belanja Bunga 920 855 4190 2698
Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534
Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697
Belanja Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379
Belanja Bagi Hasil 70423 36244 188050 184666
Belanja Bantuan 396960 394292 430177 401119
Belanja Modal 599050 529701 687700 548982
Belanja Tidak Terduga 2572 753 2959 851
PEMBIAYAAN NETTO 219308 190554 214342 84965
Penerimaan Pembiayaan 245578 220740 267673 182416
Pengeluaran Pembiayaan 26270 30187 53332 82905
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
60
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masyarakat yang sejahtera mandiri dan
berkeadilan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
merupakan salah satu mesin pendorong
pertumbuhan ekonomi Selain itu APBD juga
sebagai alat pendorong dan salah satu
penentu tercapainya target dan sasaran makro
ekonomi daerah yang diarahkan untuk
mengatasi berbagai kendala dan
permasalahan pokok yang merupakan
tantangan dalam mewujudkan agenda
masyarakat yang sejahtera dan mandiri
Berdasarkan tabel 41 target pendapatan
APBD tahun 2019 seluruh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat mengalami kenaikan dari
Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2871888 miliar pada tahun 2019 atau
meningkat 5132 persen Kenaikan tersebut
disebabkan bertambahnya alokasi Dana Bagi
Hasil PajakBukan Pajak Begitu pula dengan
total alokasi belanja APBD pemerintah daerah
se-Provinsi Papua Barat yang ikut naik dengan
signifkan dari Rp2326404 miliar pada tahun
2018 menjadi Rp2761199 miliar atau 1869
persen di tahun ini Peningkatan pagu belanja
tersebut dikarenakan terdapat kenaikan yang
cukup signifikan pada pagu belanja modal dan
belanja pegawai Penyebabnya pada tahun
2019 prioritas nasional bidang infrastruktur di
Papua Barat kembali dilanjutkan disertai
dengan pelaksanaan program-program
mandatory lainnya Di samping itu terdapat
kenaikan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) pada
sebagian pemerintah
Apabila dilihat realisasinya sampai dengan
akhir tahun 2019 total pendapatan APBD
seluruh pemerintah daerah se- Provinsi Papua
Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik
3092 persen dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai Rp20100 miliar Namun
demikian pendapatan dari komponen PAD
mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374
miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu
dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi
sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar
pada tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar
pada tahun 2019 Banyak faktor yang
mempengaruhi pencapaian realisasi
pendapatan dan belanja tersebut Diantara
faktornya yaitu perkembangan perekonomian
dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi
pelaksanaan berbagai kebijakan fiskal yang
dilaksanakan serta beberapa tantangan
terhadap perekonomian Provinsi Papua Barat
diantaranya adalah
1 Tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap sumber daya alam (raw material)
bernilai tambah rendah sehingga rentan
terhadap fluktuasi harga
2 Tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dari
luar daerah
3 Belum maksimalnya fungsi dari Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) sehingga
menyebabkan biaya ekonomi tinggi
4 Kebijakan daerah yang kurang mendukung
investasi sehingga menyebabkan investor
kurang tertarik menanamkan modalnya
selain adanya ancaman dan gangguan
sosial
5 Kapasitas dan kualitas SDM masih lemah
sehingga mengakibatkan rendahnya daya
saing dan
6 Belum optimalnya pemanfaatan sumber
daya alam lokal diluar migas
A ANALISIS PENDAPATAN APBD
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara
61 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah
Daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun
bersangkutan Pendapatan daerah tersebut
terdiri dari Pendapatan Asli Daerah Dana
Perimbangan dan Lain-lain pendapatan
daerah yang sah sebagaimana tersebut pada
tabel diatas yang dapat dirinci sebagai berikut
Apabila dilihat dari tabel 42 realisasi
pendapatan seluruh pemerintah daerah se-
Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
didominasi oleh pendapatan transfer mencapai
9208 persen dari total pendapatan daerah
Sedangkan kontribusi PAD terhadap total
pendapatan daerah di Provinsi Papua Barat
hanya berkisar diangka 324 persen dan sisanya
berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang
Sah sebesar 468 persen Hal ini mengindikasikan
bahwat tingkat ketergantungan pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pemerintah pusat relatif tinggi
A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah
Untuk mendukung program nawacita
pemerintah ketersediaan fiskal yang cukup
menjadi prasyarat utama Dengan ruang fiskal
yang cukup lebar pemerintah daerah lebih
leluasa dalam menggunakan alokasi
anggarannya untuk kegiatan yang mendorong
percepatan pembangunan regional dan
kesejahteraan masyarakatnya tanpa diganggu
kewajiban yang bersifat wajib seperti untuk
membiayai belanja pegawai dan belanja
barang dan jasa yang mengikat Kemandirian
pemerintah daerah dalam menentukan arah
pembangunan tergantung dari besarnya ruang
fiskal yang tersedia untuk kegiatan
pembangunan tersebut
Ruang fiskal yang dimiliki pemerintah darah di
Provinsi Papua Barat naik dari Rp1437371 miliar
pada tahun 2018 menjadi Rp2012965 pada
tahun 2019 Artinya semakin tinggi pendapatan
daerah diikuti semakin efisiennya belanja
birokrasi dan belanja yang sifatnya mengikat
pemerintah daerah memiliki kelonggaran yang
cukup besar dalam membiayai pembangunan
daerah sesuai dengan karakteristik regional
Tabel 42
Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah
se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Pendapatan Target Realisasi
PAD 120311 85308
Pajak Daerah 56667 51768
Retribusi Daerah 8847 4359
Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan 8668 3547
Lain-lain PAD yang Sah 46129 25633
PENDAPATAN TRANSFER 2621834 2423110
DBH Pajak dan Bukan Pajak 936223 752963
DAU 831150 831094
DAK 267917 248172
Dana Otonomi Khusus dan
Penyesuaian 401110 399538
Dana Desa 151692 151691
Dana Insentif Daerah (DID) 33743 39650
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH
YANG SAH 112088 87826
Hibah 18390 1648
Lain-lain 111352 121379
TOTAL PENDAPATAN 2871888 2631445
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 43
Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi
2018
Realisasi
2019
Pendapatan Daerah 2010000 2631445
DAK 267917 248172
Belanja Wajib 362822 362822
Ruang Fiskal 1437371 2012965
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
62
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
A2 Analisis Kemandirian Daerah
Rasio ini menggambarkan kontribusi PAD
terhadap total realisasi pendapatan daerah
Rasio kemandirian daerah seluruh pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat masuk dalam
kategori sangat rendah Pada tahun 2019
seluruh pemerintah daerah mempunyai rasio
kemandirian di bawah 20 persen bahkan ada
pemerintah daerah yang memiliki rasio
kemandirian di bawah 1 persen yaitu Kab
Maybrat Tambrauw Pegunungan Arfak Dan
Sorong Selatan Adapun rasio kemandirian
tertinggi dimiliki Kab Manokwari Selatan dan
Kota Sorong masing-masing sebesar 67 persen
dan 61 persen Hal ini mengindikasikan bahwa
tingkat ketergantungan seluruh pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pendanaan dari pemerintah pusat relatif sangat
tinggi
B ANALISIS BELANJA APBD
Belanja Daerah adalah semua kewajiban
daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan Belanja daerah
dapat diklasifikasi berdasarkan fungsi jenis dan
lain sebagainya
Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa
faktor utama yang mempengaruhi pencapaian
realisasi belanja APBD di Provinsi Papua Barat
yaitu
1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai
sehingga memberikan pengaruh pada
capaian realisasi penyerapan anggaran
yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas
dan kualitas yang berdampak pada
akselerasi pembangunan di Provinsi Papua
Barat
2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan
oleh infrastruktur yang memadai
memberikan dampak pada ekonomi
dengan biaya tinggi (high cost economy)
sehingga hal ini menjadi beban bagi
pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat
investasi merupakan permasalahan dasar
bagi penciptaan lapangan kerja dan
penerimaan pajak pemerintah
3 Kondisi budaya masyarakat yang masih
eksklusif terhadap dinamika globalisasi
ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak
ulayat memberikan implikasi ketidakpastian
hukum dalam pelaksanaan investasi dan
pembangunan secara umum Hal-hal yang
terkait dengan penyelenggaraan proyek
yang berkaitan dengan hak ulayat sering
kali terdampak dari sisi ketepatan waktu
B1 Analisis Belanja Daerah Berdasarkan
Klasifikasi Fungsi
APBD dapat diklasifikasikan berdasarkan
fungsinya antara lain pelayanan umum
perumahan amp fasilitas umum pendidikan
ekonomi kesehatan perlindungan sosial
ketertiban amp keamanan lingkungan hidup dan
pariwisata amp budaya Alokasi anggaran pada
APBD Provinsi Papua Barat tahun 2019 per fungsi
disajikan pada grafik 42
06 07 09 09
18 18 19 19 21
27
40
51
61
67
00
20
40
60
80
Tam
bra
uw
Ma
yb
rat
Pe
gu
nu
ng
an
Arfa
k
So
ron
g S
ela
tan
Telu
k W
on
da
ma
Telu
k B
intu
ni
Fa
kfa
k
Ra
ja A
mp
at
Ka
ima
na
So
ron
g
Pe
me
rinta
h P
rov
insi
Ma
no
kw
ari
Ko
ta S
oro
ng
Ma
no
kw
ari S
ela
tan
Grafik 41
Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-
Provinsi Papua barat Tahun 2019 (persen)
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
63 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Bila dilihat dari grafik 42 alokasi terbesar pada
APBD tahun 2019 Provinsi Papua Barat
digunakan untuk fungsi pelayanan umum
sebesar Rp7230 miliar kemudian perumahan amp
fasilitas umum sebesar Rp3383 miliar Hal ini
menunjukan fokus dari belanja pemerintah
daerah di Provinsi papua Barat sudah tepat
mengingat peran utama dari eksekutif yaitu
memberikan pelayanan kepada masyarakat
Namun yang perlu digaris bawahi adalah porsi
alokasi untuk fungsi pariwisata amp budaya relatif
masih sangat kecil Padahal potensi
pengembangan pariwisata di Provinsi Papua
Barat sangat besar semisal Taman Wisata Raja
Ampat dan Teluk Cendrawasih yang telah
diakui oleh dunia internasional
B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis
Belanja (Sifat Ekonomi)
Berdasarkan jenisnya belanja dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu
belanja langsung berupa belanja barang dan
jasa belanja modal dan belanja tidak langsung
berupa belanja pegawai belanja bunga
belanja hibah dan belanja bantuan sosial
Apabila dilihat dari trennya sebagian besar jenis
belanja mengalami kenaikan alokasi
dibandingkan tahun sebelumnya kecuali untuk
belanja subsidi dan belanja tidak terduga yang
mengalami penurunan Terdapat dua jenis
belanja yang mendapatkan porsi besar di
Provinsi Papua Barat yaitu belanja pegawai
dan belanja barang Dilihat dari persentase
belanja kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi
Papua Barat menitikberatkan pada sektor
produktif dengan porsi belanja langsung yang
lebih besar dibandingkan dengan belanja tidak
langsung
C PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH
C1 Bentuk Investasi Daerah
Sesuai Permendagri Nomor 52 Tahun 2012
tentang Pedoman Pengelolaan Investasi
Pemerintah Daerah Investasi Pemerintah
Daerah adalah penempatan sejumlah dana
danatau barang milik daerah oleh pemerintah
daerah dalam jangka panjang untuk investasi
pembelian surat berharga dan investasi
langsung yang mampu mengembalikan nilai
pokok ditambah dengan manfaat ekonomi
Tabel 44
Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp)
Uraian 2018 2019
Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi
Belanja
Pegawai 527915 362822 569984 370308
Belanja Barang 573797 639317 703366 673151
Belanja Bunga 920 855 4190 2698
Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534
Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697
Belanja
Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379
Belanja Bagi
Hasil 70423 36244 188050 184666
Belanja
Bantuan 396960 394292 430177 401119
Belanja Modal 599050 529701 687700 548982
Belanja Tidak
Terduga 2572 753 2959 851
Total 2326404 2125451 2761199 2380387
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
723029
338303
172704
139109
135212
33103
21828
18421
000 1000000
Pelayanan Umum
Perumahan amp Fasilitas Umum
Pendidikan
Ekonomi
Kesehatan
Perlindungan Sosial
Ketertiban amp Keamanan
Lingkungan Hidup
Grafik 42
Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah
se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 per Fungsi
(miliar Rp)
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
64
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sosial danatau manfaat lainnya dalam jangka
waktu tertentu Bentuk investasi daerah tersebut
dapat berupa investasi surat berharga
danatau investasi langsung Bentuk investasi
daerah di Provinsi Papua Barat disajikan pada
tabel 45
Dari tabel di atas total realisasi penyertaan
modal (investasi) pemerintah daerah se-Provinsi
Papua Barat tahun 2019 sebesar Rp14652 miliar
yang dilakukan 12 pemerintah daerah Realisasi
penyertaan modal (investasi) tertinggi yaitu
pemerintah provinsi Papua Barat sebesar Rp100
miliar dan Kab Teluk Bintuni sebesar Rp2276
miliar
C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Untuk memberikan gambaran terkait
perkembangan investasi BUMD dapat dilihat
dari nilai SLA (Subsidary Loan Agreement) BUMD
yang ada di Provinsi Papua Barat Sampai
dengan tahun 2019 nilai SLA PDAM Manokwari
sebesar Rp729 miliar dan tidak memiliki
tunggakan Sementara itu SLA PDAM Sorong
mencapai Rp815 miliar dengan tunggakan
sebesar Rp1614 miliar termasuk utang pokok
dan cicilan bunga
D SILPA DAN PEMBIAYAAN
D1 Perkembangan Defisit APBD
Perkembangan surplus defisit APBD dapat
dilihat menggunakan empat rasio sebagai
berikut
Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut
a Rasio surplus APBD terhadap total
pendapatan daerah mencerminkan
performa fiskal pemerintah daerah dalam
menghimpun pendapatan untuk menutup
belanja dalam kondisi pendapatan tertentu
Rasio surplus tersebut menunjukkan
peningkatan di tahun 2019 dibandingkan
tahun sebelumnya dimana hal ini
menggambarkan menguatnya kinerja fiskal
karena kemampuan pendapatan untuk
membiayai belanja meningkat meskipun
didorong oleh kenaikan pendapatan
transfer
Tabel 46
SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah)
Nama BUMD Nilai SLA Total
Tunggakan
PDAM Manokwari 7296812055 -
PDAM Sorong 8148975554 16139934223
Sumber SLIM (data diolah)
Tabel 45
Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah
Daerah se- Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rupiah)
Pemda Nilai
Prov Papua Barat 100000000000
Fakfak 3000000000
Manokwari 1000000000
Sorong 2000000000
Kota Sorong 2765000000
Sorong Selatan 3000000000
Teluk Bintuni 22759259260
Teluk Wondama 3000000000
Maybrat 2000000000
Tambrauw 3500000000
Manokwari Selatan 2000000000
Pegunungan Arfak 3000000000
Total 146524259260
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 47
Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat
Tahun
Surplus
terhadap
Pendapatan
Surplus
terhadap
Realisasi
Dana
Transfer
Surplus
terhadap
PDRB
SILPA
Terhadap
Alokasi
Belanja
2019 00954 01370 00298 01270
2018 00574 00540 00137 00323
2017 01354 01456 01747 01931
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
65 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
b Rasio surplus APBD terhadap dana transfer
digunakan untuk mengetahui proporsi
surplus terhadap salah satu sumber
pendapatan daerah yakni dana transfer Di
tahun 2019 rasio ini mengalami peningkatan
sehingga menunjukkan ketergantungan
pemerintah daerah terhadap dana transfer
sebagai penopang belanja daerah yang
semakin besar dibandingkan tahun lalu
c Rasio surplus APBD terhadap PDRB
menggambarkan kesehatan ekonomi
regional Rasio ini pada tahun 2019
menunjukan adanya kenaikan yang berarti
bahwa produksi barang dan jasa yang
dihasilkan semakin meningkat untuk
membiayai hutang akibat defisit anggaran
d Rasio SILPA terhadap alokasi belanja APBD
mencerminkan proporsi belanja atau
kegiatan yang tidak digunakan dengan
efektif oleh pemerintah daerah Rasio SILPA
yang membesar memperlihatkan bahwa
Provinsi Papua Barat belum dapat
menggunakan anggarannya secara efektif
D2 Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah merupakan transaksi
keuangan daerah yang dimaksudkan untuk
menutup selisih antara pendapatan daerah
dan belanja daerah Pembiayaan pemerintah
daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan
dan pengeluaran pembiayaan Keseimbangan
primer mencerminkan indikasi likuiditas tanpa
dipengaruhi belanja terkait hutang semakin
besar surplus keseimbangan primer semakin
baik kemampuan dalam membiayai defisit
Dari tabel 48 keseimbangan umum di Papua
Barat pada tahun 2019 menunjukkan nilai surplus
sebesar Rp251058 milliar Hal ini
mengindikasikan bahwa kebijakan fiskal yang
dilakukan bersifat kontraktif Sementara itu
keseimbangan primer APBD di Papua Barat juga
menunjukkan angka yang positif setelah
mengeluarkan komponen belanja bunga
Kenaikan nilai pada keseimbangan primer
tahun 2019 disebabkan pendapatan transfer
dari pemerintah pusat yang meningkat pesat
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya
E PENGELOLAAN BLU DAERAH
E1 Profil dan jenis layanan satker BLU daerah
BLUD yang ada di wilayah kerja Kanwil DJPb
Provinsi Papua Barat diantaranya Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Manokwari Yang
melandasi penetapan RSUD Manokwari
sebagai BLUD bertahap yaitu Surat Keputusan
Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun 2015
tanggal 8 April 2015 RSUD Manokwari adalah
rumah sakit Type C sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
531 MENKES SKVI1996 Tanggal 5 Juni 1996
RSUD ini merupakan peninggalan Belanda yang
dibangun tahun 1950 dan berdiri di atas lahan
seluas plusmn 37424 m2 dengan total luas bangunan
gedung plusmn 9283 m2 dengan kapasitas
tempat tidur sebanyak 163 tempat tidur
Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari
terletak di Kelurahan Manokwari Timur
Distrik Manokwari Kabupaten Manokwari
Provinsi Papua Barat
RSUD Manokwari dipimpin oleh seorang
Direktur setingkat dengan Eselon IIA
Tabel 48
Rasio Keseimbangan Umum amp Primer Provinsi Papua Barat
Tahun Pendapatan
APBD
Belanja
APBD
Belanja
Bunga
Keseimbangan
Umum
Keseimbangan
Primer
2019 2631445 2380387 2698 251058 248360
2018 2010000 2125451 855 -115451 -116306
2017 1968523 1701927 1448 266596 265148
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
66
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Direktur membawahi 1 (satu) orang Sekretaris
dan 3 (tiga) orang Kepala Bidang yaitu Bidang
Pelayanan Medik Bidang Perawatan Bidang
Perencanaan dan Pengembangan Sarana
Prasarana Sementara itu sekretaris
membawahi 3 ( tiga ) Sub Bagian yaitu Sub
Bidang Umum dan Kepegawaian Sub Bidang
Program Evaluasi dan Pelaporan dan Sub
Bidang Keuangan dan Aset sedangkan Kepala
Bidang masing ndash masing membawahi 2 (dua)
Sub Bidang Bidang Pelayanan Medik
membawahi Sub Bidang Pelayanan Medik dan
Sub Bidang Pelayanan Penunjang Medik
Bidang Perawatan membawahi Sub Bidang
Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan dan
Sub Bidang Sumber Daya Keperawatan sedang
Bidang Perencanaan dan Pengembangan
Sarana Prasarana membawahi Sub Bidang
Penyusunan Program dan Pengembangan Sub
Bidang Monitoring dan Evaluasi
Jenis layanan yang terdapat pada RSUD
Manokwari diantaranya pelayanan medik
pelayanan penunjang medik dan non medik
pelayanan asuhan perawatan pelayanan
rujukan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan dan penyelenggaraan penelitian
dan pengembangan
Sementara itu jumlah pasien RSUD Manokwari
sebesar 54989 orang dengan rincian 43554
orang menggunakan fasilitas AskesBPJSKIS
dan 11345 orang merupakan pasien
mandiriswasta
E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah
Dalam menunjang Operasional RSUD
Manokwari terdapat kegiatan-kegiatan
rutinitas guna menjalankan tugas pokok dan
fungsi yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung
dan Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung
adalah belanja pegawaipersonalia berupa
pembayaran gaji bulanan kepada Pegawai
Negeri Sipil (PNS) di lingkungan RSUD Manokwari
Belanja Langsung adalah belanja kegiatan
rutin antara lain belanja alat tulis kantor belanja
makanan dan minuman belanja pemeliharaan
rutinberkala gedung kantor pemeliharaan
rutinberkala kendaraan dinas pembayaran
rekening listrik belanja perjalanan dinas dan
lain-lain
Tabel 410
Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019
Berdasarkan Jenis Perawatan
Jenis Pasien
Jumlah Pasien
Askes
BPJS KIS
Swasta
mandiri
Pasien Rawat Jalan 34530 9657
Pasien Rawat Inap 9024 1688
Total 43554 11345
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Tabel 49
Profil Anggaran RSUD Manokwari
Uraian Alokasi Dana Sumber
Dana
Rutin
Belanja Langsung 21543957702
Belanja Tidak
Langsung 17880608199
Program-program -
Peningkatan
Kapasitas
Sumberdaya Aparatur
906990000 Otonomi
Khusus
Obat dan Perbekalan
Kesehatan 6411007419
Otonomi
Khusus
Standarisasi
Pelayanan Kesehatan 420000000 DAK
Peningkatan Sarana
dan Prasarana Rumah
Sakit Rumah Sakit
Jiwa Rumah Sakit
Paru ndash Paru
708750000 Otonomi
Khusus
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
67 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Dalam menunjang kegiatannya RSUD
Manokwari mengelola aset baik aset tidak
bergerak maupun aset bergerak dengan
rincian dapat dilihat pada tabel 411
E3 Analisis legal
Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum
Daerah terdapat beberapa peraturan yang
mengatur pengelolaan teknis maupun
pengelolaan keuangan bahkan peraturan
tersebut sampai ke tingkat peraturan
bupatiwalikota Analisis legal aspek
pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari
dapat dilihat pada tabel 412
F ANALISIS APBD LAINNYA
Analisis ini terdiri dari analisis horizontal analisis
vertikal serta kapasitas fiskal yang digunakan
untuk memberikan gambaran kinerja
pelaksanaan APBD di Provinsi Papua Barat
F1 Analisis Horizontal
Analisis ini membandingkan angka-angka
dalam laporan realisasi pemerintah daerah satu
dengan lainnya dalam satu provinsi Selain itu
analisis ini membandingkan perubahan
keuangan dalam satu pos APBD yang sama
pada satu Provinsi Analisis ini bertujuan untuk
menyajikan informasi utuh terkait kinerja suatu
pos antar pemerintah daerah dan
perkembangannya dari waktu ke waktu
Bila dilihat dari tabel 413 daerah dengan
realisasi PAD terbesar berasal dari Provinsi Papua
Barat sebesar Rp0465 triliun sedangkan
Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten
Maybrat mempunyai realisasi terkecil dengan
nilai masing-masing Rp7 miliar dan Rp6 miliar
Sedangkan pada sisi belanja daerah dengan
realisasi terbesar adalah Provinsi sebesar Rp914
triliun sedangkan realisasi terkecil adalah
Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kota Sorong
masing-masing sebesar Rp807 miliar dan Rp592
miliar Sementara itu defisit anggaran terjadi
pada 3 kabupaten yaitu Kabupaten Sorong
Selatan Kabupaten Tambraw dan Kabupaten
Manokwari Selatan
F2 Analisis Vertikal
Analisis vertikal merupakan analisis yang
membandingkan setiap pos terhadap total
dalam satu komponen APBD yang sama
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya kontribusi suatu pos sehingga
diketahui pengaruhnya
Tabel 411
Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019
Uraian Kuantitas Keterangan
Aset Tidak Bergerak
Tanah 37424 m2
Bangunan 9283 m2
(32 unit)
Terdiri dari gedung
dan rumah dinas
Aset Bergerak
Kendaraan dinas
(roda 4) 22 unit
Kendaraan dinas
(roda 2) 3 unit
Inventaris kantor PC unit meubelair
lemari arsip lemari dll
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari
Aspek Uraian
Kelembagaan Keputusan Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun
2015 tanggal 8 April 2015
Tata Kelola Peraturan daerah Nomor 13 tahun 2008 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Teknis Daerah Di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Manokwari
Peraturan Bupati Manokwari Nomor 13 tahun
2009 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi
Jabatan Struktural pada Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Manokwari
SDM Jumlah Pegawai RSUD Manokwari per Maret 2018
sebanyak 406 orang yang terdiri dari Pegawai
Negeri Sipil (PNS) Organik Pemerintah Kab
Manokwari sebanyak 223 orang dan PNS Titipan dari
Provinsi Kabupaten lain sebanyak 12 orang dan
tenaga Honorer dan magang sebanyak 171 orang
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
68
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Bila dilihat pada tabel 414 rata-rata kontribusi
PAD terhadap pendapatan daerah tiap
kabupaten kota di Papua Barat tahun 2019
tidak mencapai angka 6 hanya Kabupaten
Manokwari dan Kabupaten Manokwari Selatan
yang memiliki PAD diatas 6 persen dimana
Kabupaten Manokwari menjadi yang terbesar
dengan kontribusi PAD mencapai 613 persen
Bahkan di beberapa daerah seperti Kabupaten
Maybrat Kabupaten Tambrauw dan
Kabupaten Pegunungan Arfak kontribusi PAD
hanya di bawah 1 persen Angka ini sangat jauh
di bawah angka kontribusi pendapatan transfer
yang mencapai rata-rata sebesar 90 persen
pada tiap kabupaten kota Hal ini
mengindikasikan bahwa pendapatan pemda
kabupaten kota di Papua Barat hampir
seluruhnya bergantung terhadap pendapatan
transfer dari pemerintah pusat Pemda seperti
Kab Fakfak Kab Kaimana dan Pemerintah
Provinsi bahkan mempunyai persentase
pendapatan transfer sebagai pos utama
pendapatan mencapai angka lebih dari 96
persen
Berdasarkan tabel 415 realisasi belanja tahun
2019 kabupaten kota di Provinsi Papua Barat
menitikberatkan pada belanja barang jasa
Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp)
Uraian Provinsi Fakfak Manok
wari Sorong
Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wonda
ma
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
Total
Pendapatan 15628 1297 1029 1895 0990 1459 1030 2486 0966 1058 1013 1183 0789 1002
PAD 0465 0035 0063 0030 0050 0028 0007 0047 0017 0041 0006 0008 0048 0007
Pendapatan
Transfer 11215 0876 0800 1092 0701 1042 0689 1940 0678 0765 0666 0785 0503 0564
LPDS 3949 0386 0166 0772 0239 0389 0333 0498 0270 0252 0341 0390 0238 0431
Total Belanja 9135 1296 0999 1841 0592 1419 1047 1684 0912 1001 0897 1356 0817 0807
Surplus
Defisit 6493 0002 0030 0054 0398 0040 -0017 0801 0054 0056 0116 -0173 -0029 0195
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 414
Analisis Vertikal Pendapatan APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (persen)
Uraian Provinsi Fakfak Manokwari Sorong Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wonda
ma
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
PAD 2975 2698 6131 1598 5067 1898 0727 1895 1797 3838 0632 0663 6077 0717
Pajak Daerah 2314 0572 4666 0668 4109 0452 0093 0996 0541 0734 0042 0071 0084 0000
Retribusi Daerah 0023 0387 0364 0153 0735 0305 0085 0045 0671 0733 0006 0003 0043 0000
HPKD 0110 0240 0000 0094 0005 0261 0262 0117 0161 0095 0050 0078 0000 0000
Lain-lain PAD yang
sah 0528 1499 1101 0684 0217 0880 0286 0737 0424 2276 0540 0510 5951 0717
Pendapatan Transfer 97021 97302 85172 79782 88122 90199 82923 93184 90728 96162 81597 83238 80323 72901
DBH 33978 4889 6431 14271 6224 7145 5690 49535 6512 6325 5915 4725 7139 6165
DAU 9365 53776 53671 28881 52047 46889 46145 22608 47680 58969 44876 44904 45033 38742
DAK 3155 8886 17662 13960 12523 15915 14521 5533 16039 7036 14945 16753 11547 11358
DBH Pemda
lainnya 0000 6360 2191 0969 2479 7984 1131 0619 1071 0745 0579 0742 0259 0388
Dana Penyesuaian
dan Otsus 25261 23391 5217 21165 14849 10778 14832 14506 19427 23087 15282 16115 16346 16249
LPDS 0005 0000 0486 9383 6811 0723 0000 4922 7475 0000 17423 1139 13600 12382
Hibah 0005 0000 0486 0000 0000 0630 0000 0008 0000 0000 0000 0042 0000 0000
Lain-lain 0000 0000 0000 9383 6811 0092 0000 4914 7475 0000 17423 1097 13600 12382
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
69 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
dan belanja modal Hal ini terlihat dari 11
kabupaten kota yang persentase pos kedua
belanja tersebut lebih dari 50 Dengan
besarnya porsi belanja barang jasa dan modal
mengindikasikan adanya kebijakan belanja
pemerintah daerah yang diarahkan pada
sektor produktif guna mendorong
perekonomian daerah dan upaya dalam
mengejar ketertinggalan dengan daerah lain
dalam ketersediaan
infrastruktur
F3 Analisis Kapasitas
Fiskal Daerah
Analisis kapasitas fiskal
daerah adalah analisis
yang digunakan untuk
mengukur kemampuan
keuangan daerah yang
dicerminkan melalui
penerimaan umum
APBD (tidak termasuk
dana alokasi khusus
dana darurat dana
pinjaman lama dan
penerimaan lain yang
penggunaannya
dibatasi untuk membiayai pengeluaran
tertentu) yang digunakan untuk membiayai
tugas pemerintahan daerah setelah dikurangi
belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah
penduduk miskin sebagaimana dimaksud
dalam peraturan yang mengatur tentang peta
kapasitas fiskal daerah Berikut ini kapasitas fiskal
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
Tabel 415
Analisis Vertikal Belanja APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Uraian Provinsi Fakfak Manok
wari Sorong
Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wond
ama
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
Belanja
Pegawai 7651 27384 26717 22263 44577 24684 21547 14975 21897 20263 20307 9513 10642 9906
Belanja Barang 21125 29208 26559 22050 26375 42275 35726 37509 35456 32931 23851 39795 38031 33785
Belanja Bunga 0000 0000 0000 0000 2067 0000 0519 0000 0000 0000 0000 0506 0301 0000
Belanja Subsidi 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 1373 0281 0000 0000 0000 0000
Belanja Hibah 9316 1897 3995 3878 1139 0481 1426 1351 3125 3181 1096 1085 8341 0712
Belanja BanSos 0580 1921 2592 0333 2362 2034 3305 19398 1598 6713 3266 2361 2695 11707
Belanja
Bantuan
Keuangan
20202 0096 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000
Belanja bagi
hasil 22050 17580 18336 14591 0160 10381 15343 0000 14113 14225 24884 17407 14762 19499
Belanja Tidak
Terduga 0000 0128 0022 0004 0037 0000 0189 0000 0167 0001 0011 0000 0031 0307
Belanja Modal 19077 21785 21779 36882 23284 20145 21945 26768 22271 22406 26585 29333 25196 24084
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 416
Analisis Fiskal APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Pemda PAD DBH DAU LP BP Penduduk
Misikin
Kapasitas
Fiskal Indeks
1 2 3 4 5 6 7
8
[(2+3+4+5)-
6) 7]
9
Prov Papua Barat 46490 531011 146362 146362 69888 207944 38488 0466
Fakfak 3501 6343 69773 69773 35486 18730 60813 0736
Kab Manokwari 6310 6619 55236 55236 26703 37730 25629 0310
Kab Sorong 3029 27044 54729 54729 40979 26100 37760 0457
Kota Sorong 5016 6162 51523 51523 26378 38880 22594 0273
Raja Ampat 2769 10425 68414 68414 35024 8500 135292 1638
Sorong Selatan 748 5858 47509 47509 22549 8760 90269 1093
Teluk Bintuni 4710 123132 56198 56198 25225 19640 109478 1325
Teluk Wondama 1735 6288 46046 46046 19970 10530 76111 0921
Kaimana 4059 6689 62367 62367 20293 9660 119244 1443
Maybrat 640 5994 45470 45470 18219 13120 60484 0732
Tambrauw 784 5590 53120 53120 12898 4770 209049 2530
Manokwari Selatan 4793 5630 35517 35517 8698 7240 100495 1216
Pegunungan Arfak 718 6179 38829 38829 7999 10800 70887 0858
Jumlah 85301 752963 831094 831094 370308
Rata-rata 82614
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
70
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Dengan mengetahui indeks kapasitas fiskal
masing-masing kabupaten kota maka dapat
ditentukan kemampuan keuangan masing-
masing daerah Berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 54PMK072014 tentang Peta
Kapasitas Fiskal Daerah indeks kapasitas fiskal
daerah kabupaten kota di Provinsi Papua
Barat dapat dikelompokkan menjadi empat
kuadran sebagaimana pada tabel 417
Dari kabupaten kota di Papua Barat terdapat
satu daerah dengan kapasitas fiskal sangat
tinggi yang ditunjukkan dalam kuadran IV yaitu
Kab Tambrauw Namun terdapat empat
daerah yang masuk kategori sangat rendah
kapasitas fiskalnya yang terletak di kuadran I
Apabila melihat perbandingan jumlah daerah
pada kuadran I dan II dengan daerah pada
kuadran III dan IV maka terdapat perbandingan
yang hampir seimbang Dari tabel di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa terdapat
ketimpangan kapasitas fiskal pada kabupaten
kota di Provinsi Papua Barat
G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN (FISCAL
HEALTH INDEX)
Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU)
Nomor 22 Tahun 1999 (sebagaimana diubah
menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun
1999 (sebagaimana diubah menjadi UU Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah terjadi perubahan mendasar dalam
sistem pemerintahan daerah di Indonesia
dengan titik berat pembangunan daerah
berada pada tingkat kabupaten kota Salah
satu perubahan yang terjadi adalah
diimplementasikannya desentralisasi fiskal yang
lebih luas bagi daerah Arah dari kebijakan
desentralisasi diharapkan dapat menghindari
inefisiensi dari perekonomian (Prudrsquohomme
1995)
Desentralisasi fiskal menurut Davey (2003)
merupakan pembagian kewenangan belanja
dan pendapatan antar tingkat pemerintahan
Dari sisi belanja kewenangan desentralisasi
didasarkan pada prinsip agar pengalokasian
sumber daya menjadi lebih efisien dan efektif
Hal ini diasumsikan bahwa daerah lebih
mengerti kebutuhan masyarakat sehingga
pengalokasian sumber daya menjadi lebih
responsif dalam menjawab kebutuhan
masyarakat Adapun dari sisi pendapatan
diberikannya kewenangan desentralisasi
kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi
masyarakat untuk mendanai pelayanan publik
menjadi lebih tinggi karena dapat merasakan
langsung manfaat yang dirasakan Dalam
pelaksanaan desentralisasi fiskal pemerintah
pusat mengatur prinsip-prinsip pengelolaan
keuangan daerah bukan aturan secara
terperinci sehingga kondisi keuangan diantara
pemerintah daerah yang satu dan lainnya
menjadi bermacam-macam Perbedaan
dalam kondisi keuangan tersebut menuntut
suatu kebutuhan akan tingkat kesehatan dalam
mengelola keuangan daerah Sebagai pihak
yang bertanggung jawab terhadap pelayanan
publik pemerintah daerah dituntut lebih
Tabel 417
Kuadran kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Kuadran I
(Indeks Kapasitas Fiskal le05)
Kuadran III
(1leIndeks Kapasitas Fiskal lt2)
Provinsi Papua Barat
Kab Manokwari
Kab Sorong
Kota Sorong
Kab Sorong Selatan
Kab Teluk Bintuni
Kab Manokwari Selatan
Kab Kaimana
Kab Raja Ampat
Kuadran II
(05ltIndeks Kapasitas Fiskal lt1)
Kuadran IV
(Indeks Kapasitas Fiskal ge 2)
Kab Fakfak
Kab Teluk Wondama
Kab Maybrat
Kab Pegunungan Arfak
Kab Tambrauw
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
71 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
memahami kondisi kesehatan keuangannya
Hal ini dikarenakan dalam kondisi kesehatan
keuangan yang buruk pemerintah daerah tidak
akan mampu memberikan layanan publik yang
baik kepada warganya (Carmeli 2008)
Berbeda dengan sektor publik penilaian kondisi
kesehatan keuangan pada sektor private telah
dilakukan sejak lama Di sektor bisnis Beaver
(1966) dan Altman (1968) telah membangun
model untuk menilai kondisi keuangan sektor
swasta Namun setelah terjadi masalah
keuangan yang melanda banyak pemerintah
daerah di seluruh dunia penelitian mengenai
kondisi kesehatan pemerintah daerah secara
intensif mulai dilakukan Pada tahun 1980 di
Amerika Serikat terjadi permasalahan keuangan
yang melanda Kota New York Cleveland
Miami Pittsburgh dan Philadelphia (Kloha et al
2005) Hal yang sama terjadi pada tahun 1980-
an dimana sebagian pemerintah daerah di
Belanda dan Inggris mengalami kondisi kesulitan
keuangan (Carmeli 2008) Begitu juga yang
dialami pemerintah daerah di Australia (Dollery
et al 2006) dan Jepang (Takahashi 2009) yang
menghadapi permasalahan keuangan yang
sulit Kondisi tersebut mendorong para ahli
keuangan publik dan banyak peneliti membuat
suatu model ataupun formula untuk
mengevaluasi kondisi keuangan pemerintah
daerah sehingga dapat mendeteksi sejak dini
(early warning system) gejala kesulitan
keuangan
Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli
ataupun lembaga profesional untuk
mendifinisikan kondisi keuangan pemerintah
The Canadian Institute of Chartered
Accountants (CICA 1997) memberikan definisi
kondisi keuangan pemerintah daerah sebagai
kesehatan keuangan (fiscal health) yang diukur
melalui aspek keberlanjutan kerentanan dan
fleksibiltas dalam lingkungan ekonomi maupun
keuangan Aspek keberlanjutan merupakan
kemampuan pemerintah daerah untuk
mempertahankan program yang sudah ada
tanpa menimbulkan kewajiban baru pada
perekonomian Sedangkan aspek kerentanan
merupakan kondisi ketergantungan pemerintah
daerah sehingga menjadi rentan terhadap
sumber pendanaan yang berasal di luar
kendali Aspek fleksibilitas keuangan merupakan
kemampuan pemerintah daerah untuk
meningkatkan kapasitas keuangan seiring
adanya peningkatan komitmen baik melalui
peningkatan pendapatan atau kapasitas
utang Definisi lain dikemukakan Nollenberger et
al (2003) yang menyebutkan kondisi keuangan
pemerintah daerah merupakan tingkat
solvabilitas keuangan pemerintah daerah yang
terdiri dari solvabilitas kas solvabilitas anggaran
solvabilitas jangka penjang dan solvabilitas
layanan Adapun Kloha et al (2005)
memberikan definisi kondisi keuangan
pemerintah daerah dalam konteks tekanan
keuangan (fiscal distress) yaitu kemampuan
pemerintah daerah untuk memenuhi standar
operasi hutang dan kebutuhan masyarakat
selama beberapa tahun berturut-turut
Kondisi kesehatan keuangan (fiscal health)
yang baik diantaranya ditunjukkan oleh
kemampuan pemerintah daerah untuk
menutup kewajiban operasional (solvabilitas
anggaran) kemampuan untuk melaksanakan
hak-hak keuangan secara efektif dan efisien
(kemandirian keuangan) kemampuan untuk
memberikan pelayanan sesuai standar dan
kualitas yang dibutuhkan masyarakat
(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk
mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa
datang seperti bencana alam atau bencana
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
72
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sosial (fleksibilitas keuangan) Oleh karena itu
ada 4 (empat) dimensi untuk mengukur kondisi
kesehatan keuangan (fiscal helath) pemerintah
daerah yaitu solvabilitas anggaran kemandirian
keuangan solvabilitas layanan dan fleksibilitas
keuangan
Untuk mengetahui kondisi keuangan
pemerintah daerah yang ada di Papua Barat
digunakan langkah-langkah sebagai berikut
1 Menghitung nilai rasio masing-masing
dimensi penyusun indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index)
2 Menghitung indeks rasio dan indeks dimensi
- Untuk menghitung indeks rasio digunakan
rumus
(Nilai Aktual minus Nilai Terendah)
(Nilai Tertinggi minus Nilai Terendah)
- Untuk menghitung indeks dimensi
digunakan rata-rata aritmatika dari seluruh
indeks rasio yang ada
3 Menghitung indeks kesehatan keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah
Indeks kondisi kesehatan keuangan (fiscal
health index) dihitung dengan
menggunakan rata-rata tertimbang dari
seluruh indeks dimensi yang ada
G1 Solvabilitas Anggaran
Solvabilitas anggaran menunjukan seberapa
besar kemampuan pemerintah daerah
memenuhi kegiatan operasi menggunakan
pendapatan yang diperoleh (Nollenberger et
al 2003) Pendapatan yang dimaksud
merupakan pendapatan normal yang tiap
tahun senantiasa didapatkan pemerintah
daerah bukan pendapatan yang terkadang
diperoleh pada tahun-tahun tertentu saja Oleh
karena itu rasio yang digunakan untuk
menunjukan solvabilitas anggaran suatu
pemerintah daerah adalah sebagai berikut
Tabel 418
Rasio Solvabilitas Anggaran
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A (Total Pendapatan - DAK) (Total Belanja -
Belanja Modal)
Rasio B (Total Pendapatan - DAK) Belanja Pegawai
Rasio C (Total Pendapatan Total Belanja)
Pengurangan pendapatan DAK dari total
pendapatan karena pendapatan tersebut
bukan merupakan pendapatan yang bersifat
normal dan berada di luar kendali pemerintah
daerah Untuk rasio A pengurangan belanja
modal dikarenakan belanja tersebut bukan
merupakan kegiatan operasional pemerintah
daerah Adapun untuk rasio B penggunaan
belanja pegawai sebagai penyebut lebih
disebabkan karena porsi belanja tersebut saat
ini merupakan yang terbesar dari belanja
operasional pemerintah daerah Semakin tinggi
nilai rasio yang ada menunjukan bahwa
semakin banyak pendapatan pemerintah
daerah untuk menutup belanja operasional Hal
ini berarti semakin tinggi nilai rasio maka
semakin baik solvabilitas anggaran yang dimiliki
oleh suatu pemerintah daerah Dari data yang
diperoleh rasio solvabilitas anggaran seluruh
Gambar 41
Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan
ngan
73 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
terlihat pada tabel 419
Dari tabel di atas jika dilihat secara menyuluruh
rasio solvabilitas anggaran kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat menunjukan tren yang
meningkat Artinya semua daerah memiliki
solvabilitas anggaran yang semakin baik
Pendapatan normal yang diperoleh pemerintah
daerah untuk meng-cover kebutuhan belanja
semakin meningkat Dari seluruh daerah yang
ada peningkatan rasio solvabilitas anggaran
terbaik dimiliki Kab Kaimana dan Kab
Pegunungan Arfak Hal ini mengindikasikan
bahwa sebagai daerah otonom baru kedua
pemerintah daerah tersebut semakin giat untuk
mencari sumber-sumber pendapatan untuk
menutup semua kebutuhan belanja
G2 Kemandirian Keuangan
Kemandirian keuangan menunjukan
kemampuan pemerintah daerah untuk
mendapatkan sumber pendanaan secara
mandiri dan tidak rentan terhadap sumber
pendanaan di luar kendalinya (Canadian
Institute of Chartered Accountants CICA 1997)
Kemandirian keuangan juga dapat diartikan
sebagai kemampuan pemerintah daerah untuk
memenuhi kebutuhannya dengan sumber-
sumber pendanaan yang mampu diperoleh
secara mandiri tidak tergantung pada pihak
luar Berdasarkan pengertian tersebut rasio
yang digunakan untuk menunjukan
kemandirian keuangan suatu pemerintah
daerah adalah sebagai berikut
Tabel 420
Rasio Kemandirian Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A Total Pendapatan Asli Daerah Total
Pendapatan
Rasio B Total Pendapatan Asli Daerah Total Belanja
Nilai rasio yang meningkat menunjukan bahwa
semakin banyak pendapatan yang diperoleh
pemerintah daerah secara mandiri untuk
memenuhi kebutuhannya Dengan demikian
semakin tinggi nilai rasio maka semakin baik
kemandirian keuangan yang dimiliki oleh suatu
pemerintah daerah Menurut Tim KKD FE UGM
untuk menentukan tolak ukur kemandirian
keuangan daerah dapat menggunakan enam
kategori sebagaimana pada tabel 421
Tabel 419
Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019
Daerah
Rasio A Rasio B Rasio C
2018 2019 2018 2019 2018 2019
Kabupaten
Sorong 116 124 290 353 096 093
Kota Sorong 152 191 238 328 121 167
Manokwari 126 098 251 286 118 095
Manokwari
Selatan 105 114 334 802 097 096
Fakfak 100 117 191 333 098 100
Kaimana 147 331 428 721 134 361
Teluk
Wondama 107 114 303 406 095 106
Teluk Bintuni 107 190 330 927 071 147
Pegunungan
Arfak 140 205 557 813 115 245
Sorong
Selatan 097 086 245 313 088 082
Raja Ampat 104 097 296 314 091 094
Maybrat 162 130 443 471 144 113
Tambrauw 107 103 521 764 097 087
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
74
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Dari data yang diperoleh masing-masing rasio
kemandirian keuangan Pemda di Provinsi
Papua Barat dapat dilihat pada tabel 422
Secara umum Pemda di Provinsi Papua Barat
memiliki rasio kemandirian keuangan yang
sangat lemah dengan rasio di bawah 01 Kondisi
ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah
yang ada masih sangat tergantung pada
sumber pendanaan dari luar daerah seperti
pendapatan yang berasal dari pemerintah
pusat Selain itu nilai rasio tersebut menunjukan
bahwa kebutuhan yang dapat ditutup oleh
pendapatan yang berada di bawah kendali
pemerintah daerah hanya di bawah 10 persen
Kemandirian keuangan yang lemah tersebut
disebabkan oleh kondisi daerah yang tidak
memungkinan untuk memperoleh pendapatan
yang tinggi sesuai dengan kewenangan
penerimaan daerah Pada pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa sumber
strategis penerimaan negara yang menguasasi
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
Oleh karena itu sumber strategis penerimaan
negara seperti pajak penghasilan pajak
pertambahan nilai sumber daya alam
walaupun terletak di daerah namun menjadi
sumber penerimaan pemerintah pusat bukan
pemerintah daerah Pemerintah daerah hanya
mengelola sumber sumber penerimaan yang
kurang signifikan pengaruhnya seperti pajak
hotel pajak reklame pajak restoran dan pajak
daerah lainnya
Namun demikian kedua rasio yang ada
menunjukan tren rasio yang meningkat
Kemampuan pemerintah daerah untuk
menutupi kebutuhan melalui sumber
pendanaan yang diperoleh secara mandiri
menjadi semakin baik Hal ini sejalan dengan
semangat dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah dimana pemerintah daerah
seharusnya dapat berinovasi untuk
meningkatkan PAS namun tidak bertentangan
dengan peraturan yang ada
Tabel 422
Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019
Daerah
Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kabupaten
Sorong 0044 0018 0042 0016
Kota Sorong 0128 0051 0156 0085
Manokwari 0074 0067 0088 0063
Manokwari
Selatan 0171 0061 0167 0059
Fakfak 0031 0027 0030 0027
Kaimana 0037 0019 0049 0068
Teluk Wondama 0016 0018 0015 0019
Teluk Bintuni 0024 0019 0017 0028
Pegunungan
Arfak 0008 0009 0009 0022
Sorong Selatan 0014 0009 0012 0007
Raja Ampat 0031 0021 0029 0020
Maybrat 0007 0006 0010 0007
Tambrauw 0004 0007 0004 0006
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 421
Kriteria Kemandirian Kuangan Pemerintah Daerah
Menurut Tim KKD FE UGM
- Kriteria
0 - 01 sangat lemah
01001 - 02 lemah
02001 - 03 sedang
03001 - 04 cukup
04001 - 05 baik
Rasio gt 05 sangat baik
75 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
G3 Fleksibilitas Keuangan
Fleksibilitas keuangan merupakan kemampuan
pemerintah daerah untuk membayar beban
utang (Chase dan Philips 2004) Kondisi tersebut
menunjukan bagaimana pemerintah daerah
dapat meningkatkan sumber pendapatan
dalam rangka menghadapi peningkatan
kewajibannya (CICA 2007) Pendapatan
dimaksud merupakan pendapatan normal yang
tiap tahun senantiasa didapatkan pemerintah
daerah bukan pendapatan yang sifatnya terikat
penggunaannya seperti pendapatan yang
berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Selain
itu pendapatan tersebut juga merupakan
pendapatan setelah dikurangi belanja yang
sifatnya sangat wajib seperti belanja pegawai
Adapun kewajiban dimaksud merupakan
kewajiban untuk membayar cicilan pokok utang
dan beban bunga yang menjadi tanggungan
pemerintah daerah Oleh karena itu rasio yang
digunakan untuk menunjukan fleksibilitas
keuangan suatu pemerintah daerah adalah
sebagai berikut
Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan
bahwa semakin baik fleksibilitas keuangan
pemerintah daerah untuk menghadapi
peristiwa luar biasa baik yang berasal dari dalam
maupun yang berasal dari luar lingkungan
pemerintah daerah Dari data yang diperoleh
masing-masing rasio untuk kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel
424
Untuk rasio yang memiliki nilai sangat tinggi
disebabkan tidak adanya komponen
pembayaran pokok pinjaman belanja bunga
dan kewajiban jangka panjang pada
Tabel 424
Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019
Daerah Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kab Sorong 769832175393 1035484012472 1174167459258 1445271904797
Kota Sorong 4 3 7 5
Manokwari 482076226292 495858473768 802369336249 762890951003
Manokwari Selatan 735 16 1049 18
Fakfak 304491382772 827320863699 639780382396 1182183435610
Kaimana 668279456314 705544141447 871904931348 819214314839
Teluk Wondama 434599458495 611138814319 648798589997 810840420412
Teluk Bintuni 21 11 31 13
Pegunungan Arfak 487685057078 507003610307 594313768074 578106098796
Sorong Selatan 141 4 238 6
Raja Ampat 643370690403 750130568196 972295205958 1100373282221
Maybrat 539252552468 676159229681 696515339045 858345256202
Tambrauw 686177984338 855819480885 849218499477 984795810243
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 423
Rasio Fleksibiltas Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A
(Total Pendapatan - DAK - Belanja
Pegawai) (Belanja Bunga + Pembayaran
Pokok Utang)
Rasio B (Total Pendapatan - DAK) (Belanja Bunga
+ Pembayaran Pokok Utang)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
76
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
pemerintah daerah yang bersangkutan Secara
keseluruhan pemerintah daerah di Papua Barat
memiliki fleksibilitas keuangan yang cukup
memadai untuk mengantisipasi kejadian luar
biasa Artinya bahwa pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat dapat sewaktu-waktu
datang ke pihak ketiga untuk mengumpulkan
dana dalam rangka mengatasi kejadian yang
datang tidak terduga
G4 Solvabilitas Layanan
Solvabilitas layanan merupakan kemampuan
pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat
(Wang et al 2007) Kemampuan tersebut
diwujudkan berupa sumber daya fasilitas
sarana dan prasarana yang dimiliki pemerintah
daerah untuk digunakan dalam rangka
memberikan pelayanan kepada publik Untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
pemerintah daerah digunakan total belanja
daerah perkapita (Wang et al 2007) Rasio
tersebut menunjukan seberapa banyak belanja
pemerintah daerah yang dikeluarkan untuk
melayani setiap warganya Selain itu untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
digunakan belanja modal perkapita
Penggunaan belanja modal lebih ditekankan
kepada peningkatan pelayanan kepada
masyarakat Pemerintah daerah yang telah
berhasil mempertahankan pelayanannya
kepada masyarakat jika ingin meningkatkan
pelayanan tersebut dapat menggunakan pos
belanja modal Oleh karena itu rasio untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
pemerintah daerah adalah sebagaimana pada
tabel 425
Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan
bahwa semakin baik solvabilitas layanan suatu
pemerintah daerah karena semakin banyak
layanan yang diberikan pemerintah daerah
kepada masyarakat Dari data yang diperoleh
masing-masing rasio untuk kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel
426
Dari tabel di atas terlihat bahwa rasio solvabilitas
layanan pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat menunjukan nilai yang bervariasi Ada
Tabel 426
Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (juta Rp)
Daerah
Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kab Sorong 1814 2070 560 763
Kota Sorong 286 233 079 054
Manokwari 482 571 081 124
Manokwari
Selatan 3162 33747 723 8503
Fakfak 1087 1647 219 359
Kaimana 1248 411 154 000
Teluk
Wondama 2750 2804 712 625
Teluk Bintuni 2988 2615 1114 700
Pegunungan
Arfak 2166 911 660 000
Sorong Selatan 2088 2230 439 489
Raja Ampat 2661 2926 615 589
Maybrat 1421 2194 276 583
Tambrauw 7730 9769 1913 2866
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 425
Rasio Solvabiltas Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A Total Belanja Jumlah Penduduk
Rasio B Belanja Modal Jumlah Penduduk
77 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
beberapa pemerintah daerah yang mengalami
peningkatan rasio namun tidak sedikit yang
mengalami penurunan rasio Untuk rasio A pada
tahun 2019 Kab Manokwari Selatan memiliki
rasio terbesar dibandingkan pemerintah daerah
lainnya dengan nilai 33747 atau meningkat dari
tahun sebelumnya dengan nilai 3162 Artinya
belanja yang dikeluarkan pemerintah daerah
Kab Manokwari Selatan untuk melayani 1 (satu)
penduduk sebesar Rp33747 juta Besarnya nilai
rasio tersebut disebabkan jumlah penduduk Kab
Manokwari Selatan merupakan yang terkecil
dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Papua
Barat sehingga belanja perkapita yang
dikeluarkan pemerintah daerah cukup besar
untuk meng-cover layanan yang dibutuhkan Di
sisi lain pemerintah daerah dengan rasio A
terkecil tahun 2019 yaitu Kota Sorong Hal ini
disebabkan Kota Sorong merupakan daerah
dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi
Papua Barat namun belanja perkapita yang
dikeluarkan pemerintah Kota Sorong tidak cukup
besar untuk meng-cover layanan yang
dibutuhkan masyarakatnya Nilai rasio tersebut
bahkan mengalami penurunan jika
dibandingkan tahun 2018 Kemudian untuk rasio
B pada tahun 2019 cenderung bervariasi
Beberapa pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat mengalami penurunan sementara lainnya
memiliki nilai rasio yang meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat pemerintah
daerah yang berupaya meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat sedangkan
pemerintah daerah lainnya cenderung stagnan
atau tidak memberikan peningkatan pelayanan
seiring bertambahnya jumlah penduduk
G5 Indeks Kesehatan Keuangan
Nilai Indeks Kesehatan Keuangan berkisar antara
0 ndash 1 Semakin tinggi nilai indeks menunjukan
kondisi kesehatan keuangan pemerintah
daerah semakin baik Untuk mengukur indeks
kesehatan keuangan digunakan bobot untuk
masing-masing dimensi Hal ini perlu dilakukan
mengingat satu dimensi sangat mungkin lebih
penting dibandingkan dengan dimensi yang lain
(Brown 1993) Salah satu cara yang digunakan
untuk menentukan bobot masing-masing
dimensi melalui teknik Analytical Hierarchy
Proces (AHP) Teknik ini digunakan untuk
menghasilkan skala prioritas dengan cara yang
teroganisir (Saaty 2008) AHP ini tidak
memberikan keputusan secara mutlak namun
dapat membantu pengambil kebijakan untuk
menentukan keputusan yang tepat sesuai
dengan tujuan dan masalah yang mereka
hadapi Berdasarkan teknik AHP dimensi yang
lebih penting akan diwujudkan dalam bobot
yang lebih besar
Bobot terbesar dimensi penyusun indeks
kesehatan keuangan yaitu pada dimensi
solvabilitas layanan Hal ini dikarenakan tujuan
utama dari setiap pemerintahan adalah
memberikan layanan kepada masyarakat
Pemerintah daerah yang memiliki tingkat
kesehatan keuangan yang baik akan semakin
optimal dalam melaksanakan pelayanan publik
Selanjutnya bobot terbesar kedua untuk
menyusun Indeks Kesehatan Keuangan yaitu
dimensi kemandirian keuangan Untuk
memberikan layanan kepada masyarakat
secara optimal pemerintah daerah dituntut
Tabel 427
Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan
Nama Dimensi Bobot
Solvabilitas Layanan 029
Kemandirian Keuangan 026
Solvabilitas Anggaran 024
Fleksibilitas Keuangan 021
Total 100
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
78
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
memiliki kemandirian
keuangan yang
memadai sehingga
tidak bergantung
pendanaan dari pihak
luar
Berdasarkan dimensi
penyusunnya indeks
kesehatan keuangan
(fiscal health index)
untuk seluruh
pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat
dapat dilihat pada
grafik 43 Jika dilihat
secara keseluruhan Indeks Kesehatan Keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 memiliki
tingkat yang bervariasi dibandingkan periode
sebelumnya
Rata-rata Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal
health index) seluruh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat tahun 2018 mencapai 035
dan nilainya turun menjadi 034 pada tahun
2019 Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
cenderung menurun untuk menutup kewajiban
operasionalnya (solvabilitas anggaran)
kemampuan untuk melaksanakan hak-hak
keuangan secara efektif dan efisien
(kemandirian keuangan) kemampuan untuk
memberikan pelayanan sesuai standar dan
kualitas yang dibutuhkan masyarakat
(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk
mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa
datang (fleksibilitas keuangan)
Sementara itu jika melihat masing-masing
daerah pada tahun 2019 sebagian besar
pemerintah daerah mengalami penurunan
Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health
index) kecuali Kab Manokwari Selatan
Kaimana dan Teluk Bintuni Indeks Kesehatan
Keuangan tertinggi dimiliki Kab Teluk Bintuni
sebesar 068 dan terendah dimiliki Kab Fakfak
sebesar 016
Jika dilihat klasifikasinya Indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index) dapat
dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori
Pada tahun 2019 tidak ada pemerintah
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat yang
masuk dalam kategori sangat baik dan hanya
ada dua pemerintah daerah yang masuk ke
dalam kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan
Kaimana Sementara itu terdapat lima daerah
yang masuk dalam Kuadran I (buruk) dengan
nilai antara 0 ndash 025 yaitu Kab Manokwari Kab
Fakfak Kab Sorong Selatan Kab Teluk
Wondama dan Kab Raja Ampat Adapun
pemerintah daerah yang memiliki indeks
kesehatan keuangan cukup (kuadran II) dengan
nilai antara 026 ndash 050 yaitu Kab Sorong Kota
Sorong Kab Manokwari Selatan Kab Maybrat
Kab Tambraw dan Kab Pegunungan Arfak
041036
031
038
019
044
028 032
039
015
032
041
052
027 029025
049
016
057
025
068
039
019 020
028
036
000
020
040
060
Ka
b S
oro
ng
Ko
ta S
oro
ng
Ma
no
kw
ari
Ma
no
kw
ari S
ela
tan
Fa
kfa
k
Ka
ima
na
Telu
k W
on
da
ma
Telu
k B
intu
ni
Pe
gu
nu
ng
an
Arf
ak
So
ron
g S
ela
tan
Ra
ja A
mp
at
Ma
yb
rat
Tam
bra
uw
Grafik 43
Indeks Kesehatan Keuangan (Fiscal Health Index)
KabKota se-Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019
2018 2019
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
79 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Tabel 428
Kuadran Indeks kesehatan keuangan (fiscal health index)
pemerintah daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019
H BELANJA WAJIB DAERAH
Pendidikan dan kesehatan merupakan
pelayanan publik yang paling mendasar dan
vital untuk mengurangi kemiskinan (Keefer dan
Khemani 2005) Dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan publik undang-undang
telah mewajibkan pemerintah pusat dan
daerah untuk mengalokasikan sejumlah
persentase tertentu dari total belanja untuk
bidang tertentu yaitu pendidikan (UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)
dan kesehatan (UU Nomor 39 Tahun 2009
tentang Kesehatan) Belanja wajib ini ditetapkan
dengan alokasi sebesar 20 dari total belanja
untuk bidang pendidikan (berlaku bagi belanja
pusat dan belanja daerah) serta 5 dari total
belanja pusat dan 10 dari total belanja daerah
untuk bidang kesehatan Dengan ketentuan
tersebut alokasi pada belanja daerah wajib
ditingkatkan untuk bidang-bidang yang menjadi
target prioritas yaitu pendidikan kesehatan
dan infrastruktur
H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan
Keberadaan belanja bidang pendidikan
sebagai salah satu dari belanja wajib
berpengaruh terhadap ketersediaan anggaran
yang cukup besar untuk bidang pendidikan
menjadi lebih dapat dipastikan Pendanaan
bidang tersebut bersumber antara lain dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
pendapatan transfer (TKDD) Akan tetapi tujuan
akhirnya bukanlah besarnya alokasi namun
penggunaan dana yang dapat memberikan
hasil nyata berupa penyediaan dan perbaikan
layanan serta berkurangnya ketimpangan
Pada tahun 2019 kebijakan belanja wajib
bidang pendidikan di Provinsi Papua Barat
didasarkan pada ketercapaian sasaran
pembangunan ldquoPeningkatan aksesibilitas
kualitas dan manajemen pendidikanrdquo sebagai
perwujudan dari Misi 3 ldquoTerwujudnya
sumberdaya manusia yang cerdas sehat dan
berdaya saingrdquo sebagaimana ditetapkan
dalam RKPD dan RPJMD Ketercapaian sasaran
tersebut diharapkan mampu meningkatkan
persentase angka partisipasi sekolah pada
Kuadran I (buruk)
(0 ndash 025)
Kuadran II (cukup)
(025 lt Indeks lt 05)
Kab Manokwari Kab
Fakfak Kab Sorong Selatan
Kab Teluk Wondama
Kab Raja Ampat
Kab Sorong Kota Sorong
Kab Manokwari Selatan
Kab Maybrat
Kab Tambraw
Kab Pegunungan Arfak
Kuadran III (baik)
(05 lt Indeks lt 075)
Kuadran IV (baik sekali)
(075 lt Indeks lt 1
Kab Teluk Bintuni
Kab Kaimana -
Tabel 429
Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Beasiswa OAP ke Luar Negeri 48984000200 12 Bulan 100
Afirmasi bagi anak asli papua di Perguruan Tinggi dan ADEM 15003000000 12 Bulan 100
Pembangunan Fasilitas Pendidikan Menengah 25474236000 10 Kabkota 85
Pembangunan Prasarana dan Sarana Belajar 43878330901 475 Ruang 95
Rehabilitasi Prasarana dan Gedung Perpustakaan 107344935874 391 Ruang 100
Pembangunan Rumah Dinas Guru 27535623335 80 Unit 100
Pengembangan Koleksi Perpustakaan 624826470 3500 Buku 100
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
80
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
jenjang pendidikan menengah dan angka rata-
rata lama sekolah yang menjadi prioritas
pembangunan tahun 2019
Belanja wajib bidang pendidikan di Provinsi
Papua Barat sebagian besar pelaksanaannya
diwujudkan dalam bentuk gaji dan tunjangan
bagi tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)
dengan pembiayaan yang bersumber dari DAU
dan PAD Sedangkan penggunaan dana Otsus
DBH serta DAK (Fisik dan Non Fisik) berkontribusi
besar dalam pencapaian output priotitas
diantaranya dalam bentuk pemberian beasiswa
OAP afirmasi OAP di Perguruan Tinggi
pembangunan fasilitas pendidikan menengah
pembangunan prasarana dan sarana belajar
pembangunan rumah dinas guru serta
pengembangan koleksi perpustakaan Output-
output ini tersebar hampir diseluruh
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan
Selain sektor pendidikan untuk mendorong
pelayanan publik pemerintah daerah juga
memiliki kewajiban mengalokasikan 10 dari
belanja untuk anggaran bidang kesehatan
Pada anggaran bidang pendidikan di Provinsi
Papua Barat alokasi digunakan untuk
membiayai pemerataan fasilitas kesehatan di
kabupatenkota dan kualitas sumber daya
manusia bidang kesehatan sebagai priotitas
pembangunan tahun 2019 dan sasaran Misi 3
RPJMD Provinsi Papua Barat
Secara umum realisasi anggaran bidang
kesehatan tahun 2019 diperuntukkan baik itu
untuk membiayai gaji dan tunjangan tenaga
kesehatan pengadaan obat-obatan
pembangunan rumah sakit rujukan maupun
kegiatan-kegiatan lainnya dengan sumber
dana PAD DAU Otsus dan DAK Capaian output
Tabel 430
Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Penyediaan Obat Vaksin Perbekalan Kesehatan 122403919686 13 Kabkota 100
Sarana Prasarana Instalasi Farmasi 7786697051 116 Unit 100
Pembangunan RSUD Provinsi (Rujukan) 138640000000 1 Lokasi 85
Pembangunan dan Prasarana Puskesmas 225940279996 98 Unit 30
Kendaraan Puskesmas dan Ambulans 17388190996 63 Unit 23
Sarana dan Prasarana Rumah Sakit 17886670389 237 Unit 100
Sarana dan Prasarana KB 12083549590 485 Unit 100
PMT BUMIL KEK pada Lokus Stunting 1667044052 5 Kabkota 100
Kampanye CTPS dan Pemberian Tablet Tambah Darah 2856153400 2 Kabkota 100
Layanan Kesehatan Berbasis Masyarakat 1364000000 5 Kabkota 100
Layanan Petugas Tim Gerakan Cepat 237164200 44 Orang 100
Layanan Kesehatan Bagi Penduduk yang Terdampak Krisis Kesehatan 531508000 2 Kabkota 100
Pelatihan Kesehatan Reproduksi WUS dan PUS bagi Tenaga Kesehatan 207240000 1 Kabkota 100
Layanan Pengelolaan Darah Untuk OAP 2500000000 1 Kabkota 100
Iuran Peserta JKN Penduduk OAP 28818415000 589 Jiwa 100
Penempatan Tenaga Kesehatan (Analis Kesling Bidan Gizi) 5779200000 13 Kabkota 100
Jaminan Sosial Bagi Lanjut Usia 883500000 4 Kabkota 100
Bantuan Bagi ODHA 392500000 1 Kabkota 100
Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
81 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
prioritas dalam upaya pemerataan fasilitas
kesehatan diutamakan pada daerah yang
masuk dalam kategori terpencil dan terisolir
melalui penyediaan makanan tambahan obat
vaksin dan perbekalan kesehatan serta
penyediaan layanan kesehatan berbasis
masyarakat Sedangkan pada pembangunan
fasilitas tingkat lanjut dilakukan secara terpusat
di Kab Manokwari sebagai ibukota provinsi
Sementara pada upaya peningkatan kualitas
tenaga kesehatan pelatihan dan layanan
dipusatkan pada beberapa kabupatenkota
yang memiliki fasilitas kesehatan memadai (Kab
Manokwari Kota Sorong Kab Fakfak) untuk
nantinya ditempatkan secara merata
H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur
Infrastruktur merupakan roda penggerak
perekonomian atau lokomotif pembangunan
nasional dan regional Selain itu infrastruktur juga
berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas
hidup dan kesejahteraan masyarakat antara
lain dalam terwujudnya stabilisasi makro
ekonomi peningkatan produktivitas tenaga
kerja dan akses kepada lapangan kerja serta
peningkatan kemakmuran nyata Melalui
infrastruktur upaya pembentukan kapasitas
fiskal yang kuat perdagangan dan industri yang
maju serta tenaga kerja yang berkualitas dapat
terakselerasi Oleh karena itu belanja bidang
infrastruktur pada APBD memiliki porsi alokasi
yang sangat besar sebagai kombinasi dari
berbagai sumber dana yang ada
Belanja wajib infrastruktur di Provinsi Papua Barat
pada tahun 2019 dialokasikan dengan
memanfaatkan Dana Otsus DTI DAK (Fisik) dan
DBH sesuai RPJMD Misi 4 yaitu ldquoMeningkatkan
kapasitas infrastruktur wilayahrdquo dengan sasaran
peningkatan interkoneksi antar wilayah
ketersediaan layanan dasar infrastruktur daerah
dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah
serta peningkatan layanan kebutuhan dasar
perumahan dan kawasan permukiman wilayah
perkotaan dan perdesaan Pada upaya
pencapaian output belanja infrastruktur Papua
Barat tercatat memiliki realisasi yang cukup
besar diantaranya pembangunan dan
preservasi plusmn473Km jalan (Rp112148 miliar)
Jembatan sepanjang plusmn177 meter (Rp3521 miliar)
dan pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500
Ha (Rp1137 miliar) Selain itu juga berupa
pelabuhandermaga rakyat di 4 lokasi terminal
di 3 lokasi serta SPAM di 8 lokasi Namun
demikian besarnya serapan belum
menunjukkan adanya optimalisasi pada
capaian output prioritas tahun 2019 yang
tercatat memiliki persentase yang rendah
Tabel 431
Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 1121475928623 473 Km 63
Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 35214918080 177 Meter 76
Irigasi 11371755640 500 Ha 31
PelabuhanDermaga Rakyat 38574958977 4 Lokasi 18
Terminal 8426373185 3 Lokasi 25
SPAM Terfasilitasi 41250093919 8 Kabkota 10
PembangunanPeningkatan Kualitas Rumah Swadaya 30401913319 1075 Unit 60
Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77
Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90
PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Halaman ini sengaja dikosongkan
ANGGARAN
KONSOLIDASIAN
PENDAPATAN
PERPAJAKAN
PENDAPATAN
BUKAN PAJAK
BELANJA
PEMERINTAH
TRANSFER
35 T
15 T
25 T
5 T
2625 T
DEFISIT
PENERIMAAN
PENDAPATAN
PENGELUARAN
BELANJA
54 T
317 T
DJPbKawalAPBN
82
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
KONSOLIDASIAN
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian
(LKPK) adalah laporan yang disusun
berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat dengan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah dalam periode waktu
tertentu Sampai dengan tahun 2019
pendapatan konsolidasian di Papua Barat
sebesar Rp544142 miliar Sementara itu untuk
realisasi belanja konsolidasian sampai dengan
tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 129
persen dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya
B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN
Pendapatan pemerintahan umum (General
Government Revenue) atau pendapatan
konsolidasian tingkat wilayah adalah
konsolidasian antara seluruh pendapatan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam satu periode pelaporan tertentu
B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Pendapatan pemerintah konsolidasian terdiri
dari penerimaan perpajakan PNBP dan hibah
Total realisasi pendapatan konsolidasian
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
tahun 2019 adalah sebesar Rp544142 miliar
atau naik 2108 persen Dari jumlah tersebut 54
persen merupakan pendapatan pemerintah
pusat dan 46 persen adalah pendapatan
pemerintah daerah Pendapatan pemerintah
pusat tersebut selanjutnya akan didistribusikan
kepada pemerintah daerah berupa dana
transfer maupun belanja pemerintah pusat di
BAB V
Perkembangan dan Analisis
Anggaran Konsolidasian
Tabel 51
Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi Tahun 2018 Realisasi Tahun 2019 Kenaikan
Penurunan
(persen) Pusat Daerah Konsolidasi Pusat Daerah Konsolidasi
Penerimaan Pendapatan 249363 2010000 449423 294509 2631445 544142 2108
Pendapatan Perpajakan 219362 93741 313103 265104 85308 350412 1192
Pendapatan Bukan Pajak 30001 82831 112832 29404 123027 152431 3510
Hibah - 4952 4952 - 1648 1648 (6672)
Transfer - 1828476 18536 - 2423110 39651 11391
Pengeluaran Belanja 2491602 2125451 2807113 3172329 2380387 3169257 1290
Belanja Pemerintah 681662 1694915 2376577 788870 1794601 2583471 871
Transfer 1809940 430536 430536 2383459 585786 585786 3606
Surplus Defisit (2242239) (115451) (2357690) (2877820) 251058 (2625115) 1134
Sumber OM SPAN KPP Manokwari KPP Sorong LRA Pemda se-Papua Barat dan SIKD DJPK (data diolah)
83 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
daerah berupa belanja dekonsentrasiTPUB
Sampai dengan tahun 2019 realisasi
pendapatan perpajakan konsolidasian di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp350412 miliar
Dari jumlah tersebut 757 persen merupakan
pendapatan perpajakan pemerintah pusat
sedangkan pemerintah daerah memiliki
sumbangsih sebesar 243 persen Pada
pendapatan hibah kontribusi hanya berasal
dari pendapatan hibah pemerintah daerah
tidak terdapat pendapatan hibah dari
pemerintah pusat
B2 Analisis Perubahan
Target pendapatan perpajakan konsolidasian
tahun 2019 Provinsi Papua Barat sebesar
Rp388354 miliar atau turun sebesar 408 persen
dari tahun sebelumnya disebabkan
target penerimaan perpajakan
pemerintah pusat mengalami
penurunan Realisasi pendapatan
perpajakan konsolidasian Provinsi
Papua Barat sampai dengan tahun
2019 sebesar 9023 persen terhadap
target persentase ini lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya yaitu sebesar
7733 persen
Sementara itu terjadi peningkatan realisasi
pendapatan perpajakan konsolidasian dari
Rp313103 miliar menjadi Rp350412 miliar atau
naik sebesar 1192 persen dibandingkan tahun
2018 Hal ini disebabkan oleh kenaikan realisasi
pada jenis pajak PPN Dalam Negeri dan PPh
non migas lainnya Penerimaan kedua jenis
pajak tersebut sangat ditentukan oleh kondisi
perekonomian dimana pada tahun 2019 tetap
tumbuh meskipun berada pada ketidakpastian
global Adapun untuk realisasi PNBP
konsolidasian pada tahun 2019 terjadi
peningkatan signifikan dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya dari Rp112832
miliar menjadi Rp152431 miliar atau naik
sebesar 351 persen Peningkatan PNBP ini
disebabkan oleh peningkatan yang signifkan
pada pendapatan bukan pajak pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat
B3 Rasio Pajak (Tax Ratio)
Rasio pajak merupakan perbandingan antara
jumlah penerimaan pajak suatu daerah
terhadap pendapatan suatu output
perekonomian atau produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Terkait dengan rasio pajak PDRB
menggambarkan jumlah pendapatan
potensial yang dapat dikenai pajak PDRB juga
menggambarkan kegiatan ekonomi
Tabel 52
Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)
Uraian
2018 2019
Target Real Target Real
Pemda 101669 93741 9220 120311 85308 7091
Pusat 303205 219362 7235 268042 265104 9890
Konsolidasian 404874 313103 7733 388354 350412 9023
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong dan LRA Pemda se-Papua Barat
(data diolah)
265104
miliar
29404
miliar0
85308
miliar
123027
miliar 1648
miliar
0
20
40
60
80
100
Pendapatan
Perpajakan
Pendapatan Bukan
Pajak
Hibah
Grafik 51
Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan
Daerah terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2019
Pusat Daerah
Sumber OMSPAN KPP Manokwari dan Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
84
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masyarakat yang jika berkembang dengan
baik merupakan potensi yang baik bagi
pengenaan pajak di wilayah tersebut
B31 Rasio pajak Konsolidasian Provinsi
Papua Barat
Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di
wilayah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
mencapai 415 persen jauh lebih rendah
dibanding rasio pajak nasional sebesar 11
persen Dimana rasio pajak nasional hanya
memperhitungkan penerimaan pajak yang
diterima pemerintah pusat Rasio pajak di
wilayah Provinsi Papua Barat tersebut sedikit
meningkat apabila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yang mencapai 393 persen
Penurunan rasio pajak ini menunjukkan bahwa
penerimaan pajak di wilayah Papua Barat lebih
rendah dari potensi perpajakan yang dapat
diterima oleh pemerintah Dengan kondisi
tersebut Pemerintah hendaknya dapat lebih
mengoptimalkan usaha intensifikasi dan
ekstensifikasi penerimaan perpajakan sehingga
dapat meningkatkan penerimaan perpajakan
B32 Pajak per Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat
Berdasarkan daerahnya penerimaan
perpajakan tahun 2019 Kabupaten Manokwari
dan Kota Sorong merupakan yang paling tinggi
dibandingkan dengan daerah lain di Provinsi
Papua Barat Hal ini dikarenakan perekonomian
di Provinsi Papua Barat terpusat di kedua
daerah tersebut dimana terdapat banyak
hotel toko pusat hiburan pusat perbelanjaan
dan pusat bisnis Sementara itu pajak terendah
pada Kabupaten Pegunungan Arfak
B33 Rasio Pajak per Kapita Kabupaten Kota
di Provinsi Papua Barat
Pajak perkapita merupakan perbandingan
antara jumlah penerimaan pajak yang
dihasilkan suatu daerah dengan jumlah
penduduknya Pajak perkapita menunjukkan
kontribusi setiap penduduk pada pendapatan
perpajakan suatu daerah Kab Manokwari dan
Tabel 53
Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019
Uraian Tahun
2018
Tahun
2019
Penerimaan Perpajakan
Konsolidasian 313103 350412
PDRB (Harga Berlaku) Provinsi
Papua Barat (miliar Rp) 79644 84348
Rasio Pajak (persen) 393 415
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK
dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 54
Realisasi Peneirmaan Perpajakan per Kabupaten Kota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
KabKota Pajak
Pusat
Pajak
Daerah
Pajak
Konsolidasian
Manokwari 80307 52799 133106
Kota Sorong 73192 5016 78208
Teluk Bintuni 31783 4710 36493
Kab Sorong 20142 3029 23171
Fak-Fak 12906 3501 16406
Sorong Selatan 4622 748 5370
Kaimana 12668 4059 16727
Raja Ampat 6494 2769 9264
Teluk Wondama 4564 1735 6299
Maybrat 2180 640 2820
Tambrauw 2099 784 2884
Pegunungan Arfak 1606 718 2324
Manokwari Selatan 2152 4793 6945
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK
dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
85 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kab Teluk Bintuni merupakan daerah dengan
pajak per kapita tertinggi yaitu masing-masing
sebesar Rp759juta dan Rp566 juta Hal ini
disebabkan Kab Manokwari merupakan salah
satu pusat perekonomian di Provinsi Papua
Barat sehingga menimbulkan basis pajak yang
besar Adapun Kab Teluk Bintuni merupakan
salah satu daerah penghasil gas alam terbesar
di Indonesia Sementara itu daerah dengan
pajak perkapita paling rendah adalah
Kabupaten Maybrat sebesar Rp885 ribu
B34 Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Kenaikan Realisasi Pendapatan
Konsolidasian
Pendapatan di suatu daerah dapat diperluas
tidak hanya pada PAD yang diterima
pemerintah daerah namun mencakup seluruh
penerimaan pemerintah pusat dan daerah di
wilayah tersebut yang terdiri 1) Pendapatan
pajak daerah 2) Retribusi daerah 3) Hasil
pengelolaan kekayaan derah yang dipisahkan
4) Lain-lain PAD yang sah dan 5) Penerimaan
Perpajakan PNBP dan Pendapatan BLU
Pemerintah Pusat Berikut ini realisasi
pendapatan konsolidasian pemerintah pusat
dan pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
Pada tahun 2019 PDRB Harga Berlaku Provinsi
Papua Barat mencapai Rp84346 miliar atau
naik 59 persen dari tahun sebelumnya
Sementara itu pada periode yang sama
pendapatan yang diterima pemerintah daerah
dan pemerintah pusat mencapai sebesar
Rp544142 miliar atau naik sebesar 2108 persen
Hal ini menunjukan kenaikan PDRB Provinsi
Papua Barat pada tahun 2019 memiliki korelasi
positif terhadap pendapatan konsolidasian
C BELANJA KONSOLIDASIAN
Belanja pemerintahan umum (General
Government Spending) atau belanja
konsolidasian tingkat wilayah adalah
konsolidasian antara seluruh belanja
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam satu periode pelaporan tertentu
Tabel 55
Realisasi Peneirmaan Perpajakan per kapita pe Kabupaten
Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)
KabKota Pajak Konsolidasian
Per Kapita
Manokwari 7598336
Teluk Bintuni 5666095
Kota Sorong 3075490
Manokwari Selatan 2867344
Kaimana 2777762
Sorong 2605607
Fak Fak 2085011
Tambrauw 2077686
Teluk Wondama 1936996
Raja Ampat 1910305
Sorong Selatan 1144539
Pegunungan Arfak 750291
Maybrat 689600
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD
DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 56
Realisasi Pendapatan Konsolidaian di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019
Uraian
2019 2018
Realisasi Perubahan
(persen) Realisasi
Penerimaan
Perpajakan 350412 1192 313103
PNBP 152431 3510 112832
Total Pendapatan
Konsolidasian 544142 2108 449423
PDRB AHB 84348 59 79644
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD
DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
86
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Pada tahun 2019 realisasi belanja dan transfer
konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar
dimana 75 persen bersumber dari anggaran
pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran
pemerintah pusat Realisasi Belanja pegawai
konsolidasian mencapai Rp551486 miliar
dimana yang bersumber dari APBD sebesar
Rp370308 miliar (6715 persen) dan dari APBN
sebesar Rp181178 miliar (3285 persen) Belanja
barang konsolidasian mencapai Rp975323
miliar dengan komposisi 69 persen dari
pemerintah daerah dan 21 persen dari
pemerintah pusat Belanja modal konsolidasian
mencapai Rp852211 miliar dengan komposisi
64 persen berasal dari APBD dan 36 persen dari
APBN Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi
pemerintah daerah terhadap perekonomian
Papua Barat lebih besar dari pemerintah pusat
C2 Analisis Perubahan
Realisasi belanja konsolidasian tahun 2019
mengalami peningkatan dibandingkan tahun
sebelumnya Apabila dilihat per belanja
realisasi terbesar adalah belanja barang
konsolidasian yang mengalami peningkatan
dari Rp903843 miliar di tahun 2018 menjadi
Rp975323 miliar di tahun 2019 Begitu pula
dengan realisasi belanja pegawai dan belanja
modal pada tahun 2019 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya Kondisi tersebut telah sejalan
dengan kebijakan peningkatan porsi anggaran
belanja barang dan belanja modal terhadap
total belanja pemerintah
C3 Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian
Terhadap Total Belanja Konsolidasian
Belanja operasi terdiri atas belanja pegawai
konsolidasian dengan belanja barang
konsolidasian Rasio belanja operasi terhadap
total belanja konsolidasian menunjukan porsi
belanja pemerintah untuk mendukung
operasional pemerintahan Rasio belanja
operasi terhadap total belanja konsolidasian di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
dari 5053 persen pada tahun 2018 menjadi
4818 persen pada tahun 2019 Hal ini
mengindikasikan bahwa kegiatan rutin
pemerintah di Provinsi Papua Barat semakin
berkurang
181178
302172 303229
1269
370308
673151
548982
77379
000
200000
400000
600000
800000
Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
Modal
Belanja
Bansos
Grafik 52
Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp)
Pusat Daerah
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
551486
975323
852211
78648
514594
903843
791702
55934
000 500000 1000000
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Belanja Bantuan Sosial
Grafik 53
Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp)
2018 2019
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
87 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap
Jumlah Penduduk
Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah
penduduk (belanja konsolidasian perkapita)
menunjukkan seberapa besar belanja
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang digunakan untuk mensejahterakan per
penduduk di suatu daerah
Semakin besar nilainya semakin
besar besar belanja yang
dikeluarkan untuk
mensejahterakan satu orang
penduduk di wilayah tersebut
Sebaliknya semakin kecil angka
rasionya semakin kecil dana yang
disediakan pemerintah daerah
untuk mensejahterakan
penduduknya
Rasio total belanja konsolidasian
terhadap jumlah penduduk
Provinsi Papua Barat tahun 2019
adalah 2132 per kapita Hal ini
berarti dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan
penduduknya selama tahun 2019
pemerintah telah membelanjakan
sebesar lebih dari Rp21 juta untuk
setiap penduduk Pada tahun
2019 angka rasio tertinggi pada
Kabupaten Tambrauw mencapai
Rp10078 juta per jiwa Sedangkan
rasio terendah yaitu Kota Sorong
yang mencapai Rp922 juta per jiwa
Apabila dibandingkan antar
regional terdapat kesenjangan
perbedaan rasio yang cukup tinggi
Hal ini antara lain karena adanya
kesenjangan jumlah belanja
pemerintah dan jumlah penduduk
antara kabupatenkota Kabupaten Tambrauw
dengan penduduk relatif sedikit (13879 jiwa)
namun jumlah belanja pemerintahnya cukup
tinggi (Rp139868 miliar) Sebaliknya Kota
Sorong walaupun belanja pemerintahannya
lebih banyak (Rp234374 miliar) namun memiliki
penduduk relatif lebih banyak (254294 jiwa)
Tabel 57
Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019
Uraian
2018 2019
Konsolidasian
(miliar Rp)
Rasio
(persen)
Konsolidasian
(miliar Rp)
Rasio
(persen)
Belanja Operasi
(pegawai+barang) 1418437 5053 1526809 4818
Total Belanja dan
Transfer 2807113 3169257
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 58
Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp)
Daerah Daerah Pusat Konsolidasian Penduduk
(Jiwa)
Belanja
Perkapita
(Juta Rp)
Tambrauw 135585 4283 139868 13879 10078
Manokwari
Selatan 81736 5418 87154 24220 3598
Raja Ampat 141891 13759 155651 64406 2889
Teluk
Wondama 91200 11730 102930 32521 3165
Teluk Bintuni 168447 17615 186062 48493 3210
Pegunungan
Arfak 80747 2757 83504 46922 2402
Sorong
Selatan 104651 8060 112711 30976 2696
Kab Sorong 184070 25360 209430 88927 2355
Fakfak 129588 55334 184922 78686 2350
Maybrat 89715 5229 94944 40899 2321
Manokwari 99949 240391 340340 60216 1900
Kaimana 100150 14251 114401 175178 1943
Kota Sorong 59174 175200 234374 254294 922
Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
88
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C4 Analisis Belanja
Analisis ini untuk mengetahui arah dan
sensitivitas dari kebijakan fiskal pemerintah
Untuk itu analisis dilakukan dengan
memperbandingkan belanja APBN dan APBD
dengan beberapa indikator seperti di bawah
ini
a Perbandingan dengan Belanja APBN
1) Non belanja pegawai
Untuk mengetahui proporsi sumber dana
(non belanja pegawai) yang dikelola oleh
pemerintah daerah maka dapat
diperbandingkan dana APBN yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah
dengan belanja non pegawai pada APBD
dengan rasio sebagaimana pada tabel 59
Dari tabel 59 terlihat bahwa rasio dana
kelolaan belanja non pegawai di Provinsi
Papua Barat tahun 2019 sebesar 196 persen
2) Belanja modal
Untuk membandingkan belanja modal yang
bersumber dari APBN dan APBD yang
merupakan motor pertumbuhan regional
maka digunakan rasio sebagaimana terlihat
pada tabel 510
Dari tabel tersebut terlihat bahwa rasio dana
kelolaan belanja modal konsolidasian di
Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar
5524 persen
b Perbandingan dengan Populasi
Indikator ini berfungsi sebagai perbandingan
spasial antar wilayah untuk mendapatkan
proporsi antara kebijakan fiskal yang tercermin
dari anggaran dengan indikator demografis
(populasi) sehingga dapat diperoleh
gambaran yang lebih fair besaran anggaran
pada suatu wilayah
Dari tabel 511 terlihat bahwa rasio belanja
konsolidasian terhadap jumlah populasi di
Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar 0027
Artinya belanja pemerintah pusat dan daerah
di Provinsi Papua Barat yang dikeluarkan untuk
memberikan pelayanan kepada satu orang
penduduk sebesar Rp27 juta
Tabel 59
Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019
Uraian Realisasi
(miliar Rp)
Belanja APBN (DK+TP+UB) 27960
Belanja APBD (Non Pegawai) 1424293
Rasio Dana Kelolaan Belanja
Non Pegawai (persen) 196
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 510
Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019
Uraian Realisasi
(miliar Rp)
B Modal APBN
(KP+KD+DK+TP+UB) 303238
B Modal APBD 548982
Rasio Dana Kelolaan Belanja
Modal APBN ndash APBD (persen) 5524
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 511
Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papua
Barat Tahun 2019
Uraian Realisasi
Total Belanja APBN (milar Rp) 788870
Total Belanja APBD (miliar Rp) 1794601
Jumlah Populasi Provinsi PB (jiwa) 959617
Rasio Belanja Terhadap Populasi
(miliar Rp) 0027
Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat
(data diolah)
89 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
D SURPLUS DEFISIT
Keseimbangan umum atau surplusdefisit
adalah selisih lebih kurang antara pendapatan
daerah dan belanja daerah dalam tahun
anggaran yang sama Surplus defisit
merupakan gabungan surplus defisit APBD
ditambah dengan surplus defisit APBN Tingkat
Provinsi
Pada tahun 2019 defisit pemerintah
konsolidasian di Provinsi Papua Barat mencapai
minus Rp2625115 miliar Seluruh defisit tersebut
berasal dari pemerintah pusat di wilayah
Provinsi Papua Barat dan sisanya merupakan
surplus dari gabungan pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat Pemerintah pusat di
wilayah Papua Barat menyumbang minus
Rp287782 miliar dan gabungan pemda di
Papua Barat menyumbang surplus sebesar
Rp251058 miliar Sedangkan rasio defisit
konsolidasian Provinsi Papua Barat terhadap
PDRB mencapai minus 3112 persen yang terdiri
dari gabungan pemda di Papua Barat sebesar
plus 298 persen dan Pemerintah Pusat sebesar
minus 3412 persen
E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH
TEHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL
BRUTO (PDRB)
Berdasarkan Teori Perpotongan Keynesian
(Keynesian Cross Theory) salah satu variabel
yang berpengaruh terhadap pencapaian
output (Y) yaitu belanja pemerintah
(government spending) Kenaikan belanja
pemerintah akan mendorong output menjadi
lebih besar sebagaimana diilustrasikan pada
gambar di bawah dimana ekuilibrium bergerak
dari titik A ke titik B dan output meningkat dari
Y1 ke Y2 (Mankiw 2013)
Nilai output dihitung dengan menjumlahkan
pengeluaran aggregat yaitu pengeluaran
konsumen pengeluaran investasi pembelian
pemerintah untuk barang dan jasa serta ekspor
dikurangi impor (net export) yang ditunjukan
dengan persamaan sebagai berikut
Y = C + I + G + (X ndash M)
Nilai output suatu daerah diwujudkan dalam
bentuk PDRB Kontribusi pemerintah terhadap
PDRB dilihat dari sisi belanja dihitung dengan
cara membandingkan nilai pengeluaran
pemerintah terhadap PDRB Sedangkan jika
Tabel 512
Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi
Papua Barat Tahun 2019
Uraian
SurplusDefisit Rasio
terhadap PDRB
(persen) Realisasi
(miliar Rp)
Komposisi
(persen)
APBD seluruh
Pemda 251058 -684 298
APBN di Provinsi
Papua Barat
(miliar Rp)
(2877820) 10684 -3412
Konsolidasian (2625115) 100 -3112
Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua Barat
KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)
450
A
B
∆G E2 = Y2
E1 =
Y1
Pengeluaran Aktual
Output Y
∆Y
Pengeluaran yang
Direncanakan
Pengeluaran E
Y2 Y1 ∆Y
Gambar 51
Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pengeluaran Pemerintah
terhadap Output Menurut Perpotongan Keynesian
(Sumber Mankiw 2013)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
90
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
dilihat dari sisi investasi kontribusi pemerintah
terhadap PDRB dihitung dengan cara
membandingkan nilai PMTB terhadap PDRB
Pada tahun 2019 kontribusi belanja pemerintah
konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua
Barat sebesar Rp3169257 miliar Rp84348
miliar = 3112 persen Adapun kontribusi investasi
pemerintah (PMTB) terhadap PDRB sebesar
Rp1760103 miliar Rp84348 miliar = 2087
persen Kondisi tersebut menunjukan bahwa
kontribusi belanja pemerintah pusat dan
daerah cukup signifikan terhadap
perekonomian Papua Barat
Tabel 513
Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Uraian Realisasi
Belanja Konsolidasian (miliar Rp) 3169257
PMTB (miliar Rp) 1760103
PDRB Harga Berlaku (miliar Rp) 84348
Kontribusi Belanja Konsolidasian
terhadap PDRB (persen) 3112
Kontribusi PMTB terhadap PDRB
(persen) 2087
Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua
Barat KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)
Halaman ini sengaja dikosongkan
POTENSI
REGIONAL
DJPbKawalAPBN
ldquoMama-mama Papua sedang berjualan ikan asar di Pasar
Bomberay Fakfakrdquo
91
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
A ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH
Pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model
Pembangunan ekonomi regional saat ini
menuntut pemerintah daerah untuk berinovasi
memanfaatkan dan mengembangkan potensi-
potensi yang dimiliki daerah Titik berat
pelaksanaan otonomi daerah yang berada
pada kabupatenkota diimplementasikan
melalui penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk menggali sumber pendapatan bagi
daerah Sebagai salah satu komponen
Pendapatan Asli Daerah (PAD) potensi
pungutan pajak daerah lebih banyak
memberikan peluang bagi daerah untuk
dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan
dengan komponen-komponen penerimaan
PAD lainnya Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor terutama karena potensi pungutan pajak
daerah mempunyai sifat dan karakteristik yang
jelas baik ditinjau dari tataran teoritis kebijakan
maupun dalam tataran implementasinya
A1 Landasan Teori
Untuk mengestimasi potensi penerimaan pajak
daerah di Provinsi Papua Barat dapat digunakan
dua alat analisis keuangan daerah yaitu
elastisitas pajak dan bouyancy tax Elastisitas
pajak menunjukan bagaimana seberapa cepat
respons dari pajak daerah terhadap perubahan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
sedangkan bouyancy tax menggambarkan
kinerja dari pemungutan pajak daerah yang
dihitung dengan cara membagi pertumbuhan
penerimaan pajak daerah dengan
pertumbuhan PDRB
Spesifikasi model yang dipakai untuk mengukur
elastisitas pajak daerah diantaranya dapat
menggunakan persamaan pajak Mansfield
(1972) dan Wirasasmita (1982) serta model
adjustment equation modifikasi Wirasasmita
(1994) Model persamaan pajak Mansfield dan
Wirasasmita memiliki kemiripan seperti dituliskan
sebagai berikut
Ln T = Ln α + ε Ln Ykap
dimana
T = Penerimaan Pajak Daerah
Ykap = PDRB per Kapita
α = Konstanta
ε = Koefisien Elastisitas
Indikator elastisitas pajak yang digunakan untuk
mengukur kemampuan fiskal daerah yait
1 Jika ε gt 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
bersifat elastis Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif kecil
2 Jika ε lt 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
BAB VI
Analisis Potensi dan Tantangan
Ekonomi Regional
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
92
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
bersifat inelastis Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif besar
3 Jika ε = 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
bersifat unitary Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif tidak berubah
Selanjutnya model adjustment equation
modifikasi Wirasasmita (1994) dapat diadaptasi
untuk mencari koefisien bouyancy tingkat
kesulitan penerimaan pajak daerah Modelnya
sebagaimana berikut
Rt = b1 + b2 Yt +Ut
dimana
Rt = Penerimaan Pajak Daerah
Yt = PDRB per kapita
Dalam persamaan (1) di atas Rt dianggap
fungsi linear dari Yt dan tidak dapat diobservasi
sehingga untuk mengatasi hal tersebut
digunakan penyesuaian adjustment equation
modifikasi Wirasasmita (1994) dengan hasil akhir
persamaannya sebagai berikut
Rt = k bt Ytkb2 Rt-1 (1-k) ( k Ut + Vt )
dari persamaan di atas dapat ditransformasikan
ke dalam bentuk linear sebagai berikut
LnRt = Ln (kb1) + (kb2) Ln Yt + (1-k)Rt-1 + Ln(kUt + Vt)
atau
Ln Rt = Ln α0 + α1 Ln Yt + α2 Ln Rt-1
Berdasarkan persamaan di atas maka dapat
diketahui
α2 = 1 ndash k
k = 1 ndash α2
0 le k le 1
dimana
k = Koefisien penyesuaian nilai adjustment
equation yang menggambarkan tingkat
kesulitan pemungutan pajak daerah yang
diestimasi Apabila mendekati atau sama
dengan satu berarti tingkat kesulitan
pemungutan relatif rendah karena telah
dapat merealisasikan target penerimaan
pajak daerah Sebaliknya jika mendekati
nol berati tingkat kesulitan relatif tinggi
karena belum mampu mencapai target
penerimaan
αn = Koefisien elastisitas yang berarti
perubahan penerimaan pajak daerah
yang berkaitan dengan perubahan PDRB
Selanjutnya untuk mendapatkan tingkat
keterlambatan pemungutan pajak daerah
dihitung dengan cara (1-k) k
A2 Hasil Estimasi
Data yang digunakan untuk menganalisis
potensi pajak daerah di Provinsi Papua Barat
yaitu 12 dari 13 kabupatenkota disebabkan
data pajak daerah untuk Kab Pegunungan
Arfak tidak tersedia
Dari tabel 61 terlihat bahwa PDRB per kapita
tertinggi yaitu Kab Teluk Bintuni sebesar Rp47303
miliar dan pajak daerah tertinggi yaitu Kab
Tabel 61
Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (juta Rp)
Daerah Pajak
Daerah
PDRB per
kapita
Fakfak 742194 6740
Kaimana 776207 4636
Teluk Wondama 522598 4860
Teluk Bintuni 2474602 47303
Manokwari 4801653 5679
Sorong Selatan 95371 4098
Kab Sorong 1266225 12517
Raja Ampat 659287 6008
Tambrauw 84193 1646
Maybrat 42654 1756
Manokwari Selatan 65994 33995
Kota Sorong 4068078 6470
Sumber SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat
(data diolah)
93 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Manokwari sebesar Rp4802 miliar Selanjutnya
hasil estimasi data menggunakan program
Eviews 10 diperoleh persamaan sebagai berikut
(hasil lengkap terdapat pada bagian Lampiran)
Ln Tt = 3156 + 1246 Ln Ykap + 0360 Tt-1
Prob(F-statistic) = 00591
Prob(t-statistic) = 00588
dimana
Tt = Pajak daerah
Ykap = PDRB per kapita
Tt-1 = Pajak daerah tahun sebelumnya
Secara statistik pada tingkat kepercayaan 10
persen model potensi penerimaan pajak
daerah di atas terindikasi signifikan baik secara
parsial maupun serentak dikarenakan nilai
Prob(F-statistic) dan Prob(t-statistic) di bawah 10
persen dengan penjelasan masing-masing
koefisien sebagai berikut
1 Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa
elastisitas penerimaan pajak daerah
terhadap PDRB per kapita bersifat elastis
yang mengindikasikan respon pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per kapita relatif
cepat Artinya ketika PDRB per kapita
mengalami kenaikan sebesar 1 persen
maka direspon peningkatan pajak daerah
sebesar 1246 persen Dengan koefisien yang
kecil tersebut dapat digeneralisasikan
bahwa tingkat ketergantungan pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pemerintah pusat sangat tinggi
2 Koefisien bouyancy pajak daerah diperoleh
sebesar
k = 1 ndash α2
= 1 ndash 0360
= 0640
Koefisien tersebut nilainya relatif kecil yang
menunjukan bahwa
a tingkat kesulitan pemungutan pajak
daerah relatif tinggi
b realisasi penerimaan pajak daerah
hanya sebesar 64 persen dari target
yang ditetapkan
c tingkat keterlambatan pemungutan
pajak daerah sebesar (1 ndash k) k = (1 ndash
064) 064 = 05625 Artinya penerimaan
pajak daerah yang ditargetkan baru
dapat terealisasi pada 56 bulan
mendatang
A3 Implikasi Kebijakan
Dari hasil estimasi di atas ditemukan bahwa
permasalahan struktural yang menjadi faktor
penghambat pemerintah daerah dalam upaya
menaikkan pajak daerah yaitu terbatasnya SDM
perpajakan yang berkualitas lemahnya sistem
perencanaan dan pengawasan penerimaan
pajak daerah pelaksanaan pemungutan yang
tidak optimal potensi penerimaaan yang
terbatas dan lemahnya penegakkan hukum
(law enforcement) atas pelanggaran pajak
daerah yang terjadi Oleh karena itu diantara
kebijakan dan strategi pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan
penerimaan pajak daerah yaitu
1 Meningkatkan basis data perpajakan
melalui (1) pendataan ulang wajib pajak
dan objek pajak (2) peningkatan koordinasi
internal pemerintah daerah terutama
kepada badandinas perizinan daerah dan
(3) pemanfaatan data pihak ketiga seperti
Badan Pertanahan setempat untuk
penerimaan PBB
2 Menyesuaikan dasar pengenaan pajak
dengan cara melakukan penelitian atas
dasar kemampuan wajib pajak
3 Melakukan kerjasama dan koordinasi
dengan kantor pelayanan pajak dan kantor
pelayanan kekayaan negara dan lelang
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
94
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
setempat dalam penilaian dan penagihan
pajak daerah
4 Melakukan koordinasi dengan aparat
kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP
setempat dalam pemeriksaan pajak daerah
5 Melakukan modernisasi sistem dan tata kola
pajak daerah dengan cara (1)
memanfaatkan teknologi informasi untuk
basis data (integrated database) dan
pelayanan perpajakan (2) membangun
organisasi pemungutan pajak daerah yang
handal dan (3) menyusun Standar
Operasional Prosedur (SOP) pemungutan
dan pelayanan perpajakan
6 Meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia melalui (1) pelaksanaan diklat
penilaian penagihan dan pemeriksaan (2)
penambahan jumlah diklat terkait praktik
pemungutan perpajakan yang baik dan (3)
pelaksanaan kerjasama dengan pemerintah
daerah lain yang sukses dalam pemungutan
pajak daerah
B Analisis Sektor Unggulan Daerah
Pendekatan Input-Output Model
Salah satu keberhasilan pembangunan ekonomi
suatu daerah diantaranya dengan adanya
integrasi ekonomi yang menyeluruh dan
berkesinambungan di antara semua sektor
produksi Dalam sistem ekonomi pasar (market
economy system) integrasi ekonomi terlihat
ketika pelaku ekonomi melakukan jual beli input
produksi Namun suatu sektor ekonomi tidak bisa
berkembang mengandalkan kekuatannya
sendiri tanpa dukungan dari sektor lainnya
Sebagai contoh seorang produsen roti
membutuhkan input tepung sebagai bahan
bakunya Untuk itu produsen tersebut harus
membelinya dari pabrik tepung Sementara itu
pabrik tepung membutuhkan mesin-mesin untuk
memproduksi tepungnya dan begitu seterusnya
sehingga sulit menemukan akhir dari interaksi
ekonomi tersebut
Salah satu model yang dapat menjelaskan
interaksi diantara pelaku ekonomi adalah model
input-output yang pertama kali dikenalkan oleh
Wassily Leontief pada tahun 1930-an yang
kemudian mendapatkan Nobel pada tahun
1973 (Miler dan Blair 1985) Melalui input-output
model dapat diketahui aliran keterkaitan
antarsektor dalam suatu perekonomian
Misalkan input produksi dari sektor A merupakan
output dari sektor B dan sebaliknya input dari
sektor B merupakan output dari sektor A yang
pada akhirnya keterkaitan antarsektor akan
menyebabkan keseimbangan antara
penawaran dan permintaan dalam suatu
perekonomian
B1 Konsep dan Definisi
Beberapa konsep penting dari variabel yang
digunakan dalam analisis input output yaitu
1 Output
Merupakan nilai dari seluruh faktor produksi yang
dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan
memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di
suatu wilayah
2 Input Antara
Merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk barang dan jasa yang digunakan habis
dalam proses produksi Contohnya bahan baku
bahan penolong jasa perbankan dan
sebagainya
3 Input Primer
Merupakan input atau biaya yang timbul
sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi
dalam suatu kegiatan ekonomi Contohnya
upahgaji surplus usaha penyusutan barang
modal dan pajak tak langsung netto
95 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
4 Permintaan Akhir
Merupakan permintaan atas barang dan jasa
yang digunakan untuk konsumsi akhir terdiri dari
konsumsi rumah tangga konsumsi pemerintah
pembentukan modal tetap bruto perubahan
stok dan ekspor-impor
B2 Metodologi Pengukuran
Menurut Badan Pusat Statistik model input
output pada dasarnya merupakan uraian
statistik dalam bentuk matriks (tabel) yang
menyajikan informasi tentang transaksi barang
dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan
kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah
pada suatu periode waktu tertentu Isian
sepanjang baris dalam matriks menunjukan
bagaimana output suatu sektor ekonomi
dialokasikan ke sektor-sektor lainnya untuk
memenuhi permintaan antara dan permintaan
akhir sedangkan isian dalam kolom menunjukan
pemakaian input antara dan input primer oleh
suatu sektor dalam proses produksinya
Terdapat 2 (dua) metode untuk menyusun suatu
tabel Input-Output (I-O) yaitu metode panjang
(long-way) dan metode pendek (short-cut)
dengan penjelasan sebagai berikut
1 Metode Panjang (Long-Way)
Metode ini biasanya dikenal sebagai metode
survei (survey method) Metode ini dimaksudkan
untuk membangun tabel I-O dari tahap nol
(tabel I-O belum ada) sampai tabel I-O tersebut
menjadi ada dengan menggunakan data
secara lengkap baik data yang sudah tersedia
atau pun data yang diperoleh melalui
penyelenggaraan berbagai survei dan melalui
rekonsiliasi atau siklus iterasi yang dilakukan
berkali-kali Oleh karena itu metode ini disebut
sebagai metode panjang (long-way) karena
membutuhkan suatu proses yang lama dan
panjang yang membutuhkan data kompleks
hasil dari berbagai survei Misalnya data
mengenai output input antara yang dihasilkan
atau yang digunakan oleh berbagai kegiatan
ekonomi data mengenai impor input antara
data mengenai impor pengeluaran konsumsi
rumah tangga data mengenai pengeluaran
pemerintah data mengenai Anggaran
Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) data
mengenai investasi data struktur produksi dalam
menghasilkan output data mengenai pajak
tidak langsung dan subsidi dan sebagainya
2 Metode Pendek (short-cut)
Metode kedua adalah metode pendek (short-
cut) atau biasa juga disebut sebagai metode
bukan-survei (non-survey method) Metode ini
tidak melakukan penyusunan tabel I-O seperti
metode panjang (long-way) tetapi
menggunakan tabel I-O yang telah tersedia
yaitu dengan cara melakukan proses updating
data terbaru namun sifatnya terbatas dengan
tetap menggunakan koefisien-koefisien input
yang sama karena diasumsikan bahwa tidak
terdapat perubahan teknologi selama periode
waktu tertentu atau dengan melakukan
perbaikan terhadap koefisien-koefisien input
berdasarkan data atau informasi terakhir yang
diterima
Pada analisis ini yang digunakan sebagai dasar
perhitungan yaitu tabel I-O Provinsi Papua Barat
tahun 2013 dengan 40 klasifikasi sektor dari padi
sampai jasa lainnya Dari tabel I-O tersebut
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System) model
Miller dan Blair (1985) yaitu dengan
memperbaharui satu atau beberapa koefisien
input kegiatan produksi tertentu berdasarkan
data yang diperoleh atau studi yang tersedia
dan kemudian melakukan proses iterasi
terhadap kuadran 1 dan kuadran 3 setelah data
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
96
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
kuadran 3 (permintaan akhir) diperbaharui
Dari 40 klasifikasi sektor pada tabel I-O Provinsi
Papua Barat kemudian dipilih 10 sektor terbesar
yang dihitung dari transaksi total produsen
Sepuluh sektor tersebut sebagai berikut
B3 Hasil dan Pembahasan
Aplikasi yang digunakan untuk memperoleh
tabel I-O updating dalam analisis ini yaitu Aplikasi
Input Output Regional kerjasama antara Pusat
Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM
Edocon dan Bappenas Aplikasi tersebut
merupakan aplikasi yang dikembangkan dari
model input output Miller dan Blair untuk
perencanaan ekonomi daerah secara sektoral
B31 Analisis Pengganda (Multiplier)
Analisis ini digunakan untuk menilai dampak
perubahan variabel eksogen (permintaan akhir)
suatu sektor terhadap penciptaan output
pendapatan dan kesempatan kerja Hasil dari
perhitungan masing-masing pengganda
(multiplier) dapat dilihat pada tabel berikut ini
B311 Pengganda Output
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan nilai pengganda output
terbesar yaitu industri pengolahan migas
dengan nilai sebesar 17085 Nilai tersebut
menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan
permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1
juta sementara sektor lain diasumsikan tetap
maka akan meningkatkan output seluruh sektor
di dalam perekonomian sebesar Rp17085 juta
Setelah industri pengolahan migas sektor
dengan angka pengganda output terbesar
yaitu sektor ikan dengan nilai sebesar 14130
B312 Pengganda Pendapatan
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan pengganda pendapatan
tertinggi yaitu sektor jasa pendidikan sebesar
Tabel 62
Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor
Ekonomi Terbesar Provinsi Papua Barat Tahun 2013
(juta Rp)
Kode
I-O Sektor
Permintaan
Penawaran
15 Industri Pengolahan Migas 37054834
14 Pertambangan dan
Penggalian 14354088
23 Konstruksi 8346502
21 Industri Lainnya 6908640
17 Industri Makanan dan Minuman 4647288
37 Administrasi Pemerintahan dan
Jaminan Sosial 4419085
25 Perdagangan 4102431
11 Ikan 2039327
34 Keuangan 1994373
38 Jasa Pendidikan 1968256
Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi
Papua Barat (data diolah)
Tabel 63
Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 Metode Modified RAS
Sektor
Multiplier
Output Income Employment
Industri
Pengolahan Migas 17085 02001 00003
Pertambangan
dan Penggalian 11740 01675 00004
Konstruksi 11747 04002 00003
Industri Lainnya 11711 03232 00145
Industri Makanan
dan Minuman 11185 02932 00122
Administrasi
Pemerintahan dan
Jaminan Sosial
10000 07160 00001
Perdagangan 13108 02851 00006
Ikan 14130 02118 00050
Keuangan 11052 03053 00008
Jasa Pendidikan 13490 08161 00002
Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash
Bappenas
97 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
08161 Artinya jika terjadi peningkatan
permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1
juta sementara sektor lain diasumsikan tetap
maka akan meningkatkan pendapatan
masyarakat pada seluruh sektor di dalam
perekonomian sebesar Rp816 ribu Setelah jasa
pendidikan sektor dengan angka pengganda
pendapatan terbesar yaitu sektor administrasi
pemerintahan dan jaminan sosial dengan nilai
sebesar 07160
B313 Pengganda Tenaga kerja
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan pengganda tenaga kerja
tertinggi yaitu industri lainnya sebesar 00145
Artinya jika terjadi peningkatan permintaan
akhir pada sektor ini sebesar Rp1 juta sementara
sektor lain diasumsikan tetap maka akan
meningkatkan kesempatan kerja seluruh sektor
ekonomi sebanyak 14 orang Yang dimaksud
industri lainnya yaitu semua industri yang tidak
termasuk ke dalam industri pengolahan migas
industri pengolahan ikan industri makanan
industri barang kayu industri kertas dan industri
semen Setelah industri lainnya sektor dengan
angka pengganda tenaga kerja terbesar yaitu
industri makanan dan minuman dengan nilai
sebesar 00168
B32 Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi
Melalui model I-O dapat diidentifikasi sektor ndash
sektor yang mampu mendorong pertumbuhan
sektor lainnya dengan cepat atau sering juga
disebut sebagai sektor unggulan Untuk
menentukan sektor unggulan tersebut dapat
menggunakan metode pengukuran keterkaitan
antar sektor (industrial linkage analysis) oleh
Chenery-Watanabe (1958) yang membagi ke
dalam dua bagian yaitu keterkaitan ke
belakang (backward linkage) dan keterkaitan
ke depan (forward linkage) Rasmussen
sebagaimana dalam Hirschman (1958)
berpendapat lain dimana keterkaitan antar
sektor terbagi menjadi dua yaitu dampak
langsung (direct effect) dan dampak tidak
langsung (indirect effect)
Keterkaitan ke belakang (backward linkage)
adalah dampak dari suatu kegiatan produksi
terhadap permintaan barang dan jasa sebagai
input yang diperoleh dari sektor lain atau dapat
disebut juga sebagai daya penyebaran
Sedangkan keterkaitan ke depan (forward
linkage) adalah dampak yang ditimbulkan
karena penyediaan hasil produksi suatu sektor
terhadap penggunaan input oleh sektor lain
atau disebut juga sebagai derajat kepekaan
Berdasarkan perhitungan keterkaitan antar
sektor di Provinsi Papua Barat pada tabel 64
sektor yang memiliki keterkaitan ke depan
(forward linkage) terbesar yaitu industri lainnya
dan industri makanan-minuman dengan nilai
Tabel 64
Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Metode Modified RAS
Sector Linkages
Backward Forward
Industri Pengolahan Migas 17085 01255
Pertambangan dan
Penggalian 11740 04390
Konstruksi 11747 01353
Industri Lainnya 11711 09016
Industri Makanan dan
Minuman 11185 06752
Administrasi Pemerintahan
dan Jaminan Sosial 10000 02126
Perdagangan 13108 00000
Ikan 14130 01701
Keuangan 11052 04114
Jasa Pendidikan 13490 01552
Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash
Bappenas
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
98
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masing-masing sebesar 09016 dan 06752
Sementara itu sektor yang memiliki keterkaitan
ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu
industri pengolahan migas dan ikan dengan nilai
masing-masing sebesar 17085 dan 14130
B4 Implikasi Kebijakan
Dari hasil perhitungan di atas kebijakan
pengembangan sektoral yang dapat ditempuh
pemerintah daerah Provinsi Papua Barat
diantaranya
1 Apabila dalam proses pembangunan lebih
mengutamakan pertumbuhan ekonomi
yang mantap sebaiknya pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat lebih berfokus
untuk mendorong industri pengolahan migas
dan sektor perikanan dikarenakan memiliki
pengganda output terbesar
2 Apabila sasaran utama dari proses
pembangunan adalah peningkatan
pendapatan masyarakat maka kebijakan
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
sebaiknya lebih fokus untuk mendorong
sektor jasa pendidikan dikarenakan memiliki
pengganda pendapatan terbesar
3 Apabila fokus pembangunan daerah
adalah peningkatan kesempatan kerja
maka kebijakan pemerintah daerah di
Provinsi Papua sebaiknya lebih
mengutamakan industri lainnya dan industri
makanan-minuman dikarenakan memiliki
pengganda tenaga kerja terbesar
4 Sektor kunci yang dapat dijadikan unggulan
oleh pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat yaitu industri lainnya dan industri
makanan-minuman dikarenakan memiliki
derajat kepekaan tertinggi Sementara itu
industri pengolahan migas dan sektor ikan
dapat dijadikan sektor kunci karena memiliki
daya penyebaran terbesar
C Analisis Tantangan Ekonomi Regional
Pembangunan merupakan sebuah proses
transformasi masyarakat dari cara berfikir
tradisional menuju ke arah yang lebih modern
(Stiglitz 1998) Adapun tujuan inti dari
pembangunan itu sendiri adalah peningkatan
ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai
barang kehidupan pokok seperti sandang
pangan papan kesehatan dan perlindungan
keamanan Selain itu pembangunan juga
bertujuan untuk peningkatan standar hidup
penyediaan lapangan pekerjaan perbaikan
kualitas pendidikan serta perluasan pilihan-
pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu
secara keseluruhan (Todaro dan Smith 2003)
Pada era globalisasi saat ini pembangunan
kawasan regional menjadi pelaku utama dalam
perekonomian sebuah negara Artinya ketika
mendiskusikan kemajuan perekonomian
Tiongkok maka yang dimaksud adalah
beberapa daerah yang memiliki perekonomian
maju di Tiongkok Begitu juga ketika
mendiskusikan kemajuan perekonomian
Indonesia maka yang dimaksud adalah
kemajuan perekonomian di Jawa Surabaya
Medan dan Makassar Sebagai negara
kepulauan Indonesia memiliki keadaan
geografis dan kepemilikan sumber daya alam
(natural resources) yang berbeda antar daerah
Sebagian daerah memiliki sumber daya alam
melimpah namun sebagian daerah miskin akan
sumber daya Kondisi ini diantaranya yang
menjadi sebab terjadinya kesenjangan
pembangunan antar daerah
Selama satu dasawarsa terakhir pelaksanaan
otonomi daerah pembangunan di Provinsi
Papua Barat relatif masih tertinggal
dibandingkan daerah lainnya Beberapa
tantangan yang dihadapi dalam mengejar
99 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
ketertinggalan tersebut diantaranya
kepemilikan sumber daya alam (natural
resources) melimpah namun diekspor dalam
bentuk raw material kapasitas SDM relatif
rendah kondisi sosial politik belum stabil potensi
pengembangan pariwisata belum memiliki
layanan pendukung memadai kendala
pembangunan infrastruktur terkait hak ulayat
tanah penegakkan hukum (law enforcement)
masih rendah dan pengembangan UMKM
belum memanfaatkan teknologi baik dari sisi
produksi maupun pemasaran
C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam
(Natural Resource Curse)
Kepemilikan sumber daya alam (natural
resources) yang melimpah tidak selalu
berbanding lurus dengan kemajuan
pembangunan Fenomena tersebut dikenal
sebagai Natural Resource Curse (Kutukan
Sumber Daya Alam) Natural Resource Curse
merupakan paradoks antara kepemilikan
natural resources yang melimpah terutama
sumber daya alam tidak terbarukan (non-
renewable resources) terhadap rendahnya
pertumbuhan ekonomi Hal ini umumnya terjadi
pada daerah-daerah berkembang yang
mengandalkan sumber daya alam sebagai
sumber utama pendapatan daerahnya Sumber
daya alam dieksploitasi secara intensif namun
tidak diberikan nilai tambah (value added)
dimana hanya diekspor sebagai bahan baku
(raw materials) Kegiatan eksploitasi secara
berlebihan akan mengancam keberlanjutan
dari pembangunan ekonomi karena cepat atau
lambat sumber daya alam itu dapat habis sama
sekali (depletable resources)
Salah satu peristiwa yang menggambarkan
terjadinya Natural Resource Curse seperti yang
terjadi di Belanda atau yang dikenal sebagai
Dutch Desease Corden dan Neary (1982)
menjelaskan fenomena Dutch Desease sebagai
kegiatan eksploitasi sumber daya alam besar-
besaran (booming sector) yang berdampak
pada menurunnya daya saing ekspor barang
yang dihasilkan dari sektor lain
Fenomena Natural Resource Curse juga terjadi
di beberapa daerah di Indonesia seperti yang
terjadi di Provinsi Papua Barat Provinsi ini memiliki
sumber daya alam melimpah namun dari segi
tingkat pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi cenderung lebih rendah jika
dibandingkan dengan daerah lain yang tidak
memiliki sumber daya alam Provinsi Papua Barat
memiliki cadangan gas terbesar yang diekspor
sebagai raw material ke berbagai negara LNG
Tangguh merupakan mega proyek yang
membangun kilang LNG di Teluk Bintuni untuk
menampung gas alam yang berasal dari
beberapa Blok di sekitar Teluk Bintuni seperti Blok
Berau Blok Wiriagar dan Blok Muturi Mega
proyek tersebut merupakan kegiatan
pengeboran untuk menarik cadangan gas
sebesar 144 triliun kaki kubik
C2 Pengembangan Kapasitas SDM
Pembangunan fisik akan menjadi lebih produktif
jika memiliki sumber daya (modal) manusia yang
berkualitas Adanya program pembangunan
seperti jalan raya jembatan bendungan irigasi
rumah sakit pabrik sekolah dan program
pembangunan lainnya membutuhkan SDM
yang ahli di bidangnya Jika SDM yang
berkualitas jumlahnya tidak memadai maka
pembangunan fisik akan berjalan menjadi
kurang efisien dan efektif dimana mesin-mesin
produksi yang ada menjadi cepat rusak bahan-
bahan banyak yang terbuang dan kualitas dari
produksi yang dihasilkan sangat rendah Para
ekonom berpendapat bahwa kekurangan
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
100
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
investasi modal manusia merupakan penyebab
lambatnya pembangunan Dengan tidak
mengembangkan pendidikan pengetahuan
dan ketrampilan maka produktivitas dari modal
fisik akan merosot (Jhingan 1983)
Pengembangan kapasitas SDM di Provinsi Papua
Barat menunjukan peningkatan tiap tahun
walaupun masih tertinggal dari daerah lainnya
Keadaan ini terlihat dari pencapaian nilai IPM
yang mengalami kenaikan dari 596 pada tahun
2010 menjadi 6374 pada tahun 2018
C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism)
Pada umumnya tantangan yang dihadapi
dalam pengembangan tourism di Provinsi Papua
Barat yaitu destinasi wisata belum memiliki
layanan pendukung yang baik seperti air bersih
pengolahan limbah jaringan komunikasi dan
layanan keuangan Padahal Provinsi Papua
Barat memiliki potensi pariwisata menakjubkan
dengan keanekaragaman budaya keindahan
alam dan keanekaragaman hayati Diantara
destinasi wisata terbaik di Papua Barat yaitu
Kepulauan Raja Ampat dan Taman Nasional
Teluk Cenderawasih Kepulauan Raja Ampat
merupakan rangkaian empat gugusan pulau
yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian
Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua Raja
Ampat merupakan rumah bagi 75 spesies koral
yang ada di dunia dan 1500 spesies ikan
termasuk beragam jenis hiu Selain itu Raja
Ampat pernah dinobatkan sebagai Worldrsquos Best
Snorkeling Destination berdasarkan survei CNN
tahun 2015 dan The Outstanding Liveaboard
Diving Destination dalam Diving and Resort
Travel Expo Hong Kong tahun 2016 Adapun
Taman Nasional Teluk Cenderawasih
merupakan taman nasional perairan laut terluas
di Indonesia yang terdiri dari daratan dan pesisir
pantai (09) daratan pulau-pulau (38)
terumbu karang (55) dan perairan lautan
(898) Potensi karangnya tercatat 150 jenis dari
15 famili dan tersebar di tepian 18 pulau besar
dan kecil Persentase penutupan karang hidup
bervariasi antara 3040 sampai dengan 6564
Di Taman Nasional ini kaya akan jenis ikan
dimana tercatat kurang lebih 209 jenis yang
terdiri dari butterflyfish angelfish damselfish
parrotfish rabbitfish dan anemonefish
Diantara strategi yang dapat dilakukan
pemerintah daerah dalam pengembangan
pariwisata yaitu dengan meningkatkan kualitas
pelayanan pada beberapa aspek yang
berhubungan dengan ketersediaan alat
transportasi berjadwal jaringan telekomunikasi
ketersediaan pengolahan limbah peningkatan
atau sertifikasi SDM pariwisata asuransi
perjalanan ketersediaan layanan yang
berhubungan dengan perbankan dan
keselamatan perjalanan
C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana
Infrastruktur
Provinsi Papua Barat terdiri dari 13
KabupatenKota dengan luas wilayah
10295515 Kmsup2 (70 dari luas Pulau Jawa)
dimana kondisi topografi Provinsi Papua Barat
sangat bervariasi yang membentang mulai dari
dataran rendah rawa sampai dataran tinggi
dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan
tropis padang rumput dan padang alang-
alang Ketinggian wilayah di Provinsi Papua
Barat bervariasi dari 0 sd gt 2940 mdpl Kondisi ini
merupakan salah satu elemen yang menjadi
barrier transportasi antar wilayah terutama
transportasi darat serta dasar bagi kebijakan
pemanfaatan lahan sehingga membuat
pembangunan infrastruktur di Papua Barat
terkendala
101 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kendala lain dalam pembangunan infrastruktur
adalah terkait hak ulayat dalam pembebasan
lahan Tanah ulayat dalam masyarakat Papua
Barat diyakini sebagai peninggalan alam nenek
moyang kepada masyarakat hukum adat
sehingga masyarakat memiliki hubungan
lahiriah dan batiniah serta berhak atas
pemanfaatan dari sumber daya alam termasuk
tanahnya Hal inilah yang menyebabkan
terhambatnya pembangunan infrastruktur
karena terkadang pengembang yang sudah
membangun masih harus mengganti hak ulayat
C5 Stabilitas Sosial Politik
Sebagaimana dikatakan Drazen (2000) kondisi
sosial politik mempengaruhi kinerja dari
pembangunan dimana instabilitas politik
memiliki dampak negatif terhadap proses
pembangunan itu sendiri Barro (1991)
berpendapat bahwa kondisi politik yang tidak
stabil diukur melalui revolusi kudeta dan tingkat
kriminalitas Aisen dan Veiga (2011)
menambahkan indikator stabilitas politik berupa
tingkat kebebasan ekonomi tingkat
homogenitas etnis dan perubahan kabinet
Tingkat stabilitas sosial politik Papua Barat
tercermin pada tingkat kriminalitas yang
cenderung semakin naik Pada tahun 2015
jumlah kriminalitas sebanyak 2281 kasus
Kemudian pada tahun 2019 jumlahnya
meningkat menjadi 3981 kasus atau naik 745
persen
C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement)
Salah satu syarat dari keberhasilan
pembangunan yaitu adanya penegakkan
hukum (Law Enforcement) di semua aspek
kehidupan bermasyarakat Berbeda dari daerah
lain Provinsi Papua Barat memiliki dua sumber
hukum yang berbeda yaitu hukum positif dan
hukum adat Hukum positif merupakan hukum
yang bersumber dari peraturan perundangan
sedangkan hukum adat merupakan hukum
yang bersumber dari keputusan adat
Penegakkan hukum positif di Provinsi Papua
Barat relatif masih rendah meskipun
menunjukan peningkatan tiap tahunnya Hal ini
terlihat dari persentase penyelesaian tingkat
kejahatan yang mengalami kemajuan Pada
tahun 2015 penyelesaian tingkat kejahatan di
Provinsi Papua Barat sebesar 2436 persen
Namun pada tahun 2019 tingkat
penyelesaiannya naik menjadi 4752 persen
2281
36213753 3862 3981
0
1000
2000
3000
4000
5000
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 61
Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi
Papua Barat Tahun 2015 - 2019
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
2436
4482 43964572
4752
0
10
20
30
40
50
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 62
Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi
Papua Barat Tahun 2015 - 2019 (persen)
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
102
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C7 Pengembangan UMKM (Small and
Medium Enterprises)
Selain permasalahan pembiayaan pelaku
UMKM dihadapkan pada masalah
ketidakmampuan untuk bersaing dari pelaku
industri yang lebih mapan UMKM biasanya
hanya mengandalkan teknologi sederhana
untuk memproduksi barang sehingga menjadi
kurang efisien Dari sisi pemasaran UMKM hanya
mengandalkan pemasaran tradisional yang
belum memanfaatkan teknologi internet
sehingga penjualan hasil produksi menjadi tidak
maksimal Hal ini dapat digambarkan melalui
kurva Technological Discontinuity sebagaimana
dalam Foster (1986)
Pada kurva C1 UMKM yang tidak menggunakan
teknologi menghasilkan performance yang
rendah sebesar P0 Setelah menggunakan
teknologi (TI1) perfomance akan meningkat
sebesar P1 dan seterusnya sampai menghasilkan
batas performance maksimal sebesar P2 Pada
kurva C2 menunjukan ditemukannya teknologi
baru yang semakin meningkatkan performance
UMKM sebesar P3
Diantara peran pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat dapat membantu pengembangan
UMKM melalui pemanfaatan teknologi baik dari
sisi produksi maupun pemasaran Sebagian
besar UMKM usahanya merubah bahan mentah
atau bahan baku (raw material) menjadi
barang setengah jadibarang jadi Pemerintah
daerah dapat memberikan pelatihan kepada
pelaku UMKM untuk meningkatkan nilai tambah
(value added) barang yang dihasilkan sehingga
menaikkan nilai jual barang tersebut Selain itu
dengan memanfaatkan teknologi pemerintah
daerah juga dapat membantu pemasaran
produksi UMKM secara web based serta pelaku
UMKM diberikan pelatihan untuk memasarkan
produk yang dihasilkan secara online
B
A
P3
Performance
Time Technology
Investment
P1
P2
TI2 TI3
C1
C2
P0
TI1
C
Gambar 51
Technological Discontinuity Curve
Halaman ini sengaja dikosongkan
ANALISIS
TEMATIK
DJPbKawalAPBN
ldquoKehidupan para Ibu dan Anak di Kampung Klayas Distrik
Saget Sorongrdquo
103
Analisis Tematik
Pemerataan pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi Indonesia terus menunjukkan adanya
peningkatan yang positif selama beberapa
tahun terakhir (BPS 2019) Keberhasilan
pertumbuhan ekonomi dapat terilihat dari
adanya peningkatan pada investasi domestik
dan ekspor penurunan jumlah dan persentase
penduduk miskin serta banyaknya supply
tenaga kerja yang berkualitas dan penurunan
tingkat pengangguran terbuka Hal ini sejalan
dengan temuan dari berbagai penelitian yang
menunjukkan adanya korelasi positif antara
pertumbuhan ekonomi dengan kualitas sumber
daya manusia (SDM) Terbentuknya kualitas SDM
harus dimulai sejak dini Studi menunjukkan
bahwa investasi pada awal kehidupan erat
kaitannya dengan kualitas SDM yang lebih tinggi
di masa yang akan datang (Heckman 2008)
Namun demikian pencapaian Indonesia dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan pembangunan belum diikuti
dengan peningkatan status kesehatan terutama
pada balita ibu hamil dan remaja putri
Kesenjangan perekonomian antar wilayah
menjadi awal permasalahan kesejahteraan
penduduk yang berdampak lanjutan pada
masalah lainnya seperti masalah gizi buruk dan
stunting Masalah tersebut hingga kini masih
menjadi persoalan besar yang perlu diatasi
segera
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada
anak balita akibat kekurangan gizi kronis
terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK) Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa satu dari
tiga anak balita di Indonesia mengalami
masalah stunting Permasalahan gizi ini terjadi di
hampir seluruh wilayah Indonesia dan tidak
hanya terjadi pada kelompok penduduk miskin
tetapi juga pada kelompok kaya
Stunting memiliki dampak yang besar terhadap
tumbuh kembang anak dan juga perekonomian
di masa yang akan datang Dampak stunting
terhadap kesehatan dan tumbuh kembang
anak sangat merugikan Stunting dapat
mengakibatkan gangguan tumbuh kembang
anak terutama pada anak-anak berusia di
bawah dua tahun Anak-anak yang mengalami
stunting pada umumnya akan mengalami
hambatan dalam perkembangan kognitif dan
motoriknya yang akan mempengaruhi
produktivitasnya saat dewasa Selain itu anak
tersebut juga memiliki risiko yang lebih besar
untuk menderita penyakit tidak menular seperti
diabetes obesitas dan penyakit jantung pada
BAB VII
Analisis Tematik
Sinergi dan Konvergensi Program Penanganan Stunting di Daerah
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
104
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
saat dewasa Secara ekonomi hal tersebut
tentunya akan menjadi beban bagi negara
terutama akibat meningkatnya pembiayaan
kesehatan
Potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh
stunting sangat besar Laporan World Bank pada
tahun 2016 menjelaskan bahwa potensi
kerugian ekonomi akibat stunting dapat
mencapai 2-3 persen dari Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Dengan demikian
apabila PDRB sebesar Rp84 triliun maka potensi
kerugian ekonomi yang mungkin dialami adalah
sebesar Rp25 triliun per tahun Di beberapa
wilayah di Afrika potensi kerugian akibat stunting
bahkan tercatat lebih tinggi lagi hingga bisa
mencapai 11 persen Selain itu stunting juga
menyebabkan berkurangnya 10 persen dari
total pendapatan seumur hidup sehingga
dapat berkontribusi pada melebarnya
kesenjangan dan menyebabkan kemiskinan
antar generasi
Permasalahan kekurangan gizi pada anak erat
kaitannya dengan tingkat pendapatan
keluarga Keluarga dengan tingkat pendapatan
yang rendah pada umumnya memiliki masalah
dalam hal akses terhadap bahan makanan
terkait dengan daya beli yang rendah Selain
pendapatan kerawanan pangan di tingkat
rumah tangga juga sangat dipengaruhi oleh
inflasi harga pangan Faktor penting lain yang
mempengaruhi terjadinya masalah kekurangan
gizi pada anak balita adalah buruknya pola
asuh terutama rendahnya pengetahuan akan
pentingnya pemberian ASI eksklusif asupan
makanan orang tua yang kurang sehingga
kualitas ASI menurun buruknya kondisi
lingkungan seperti akses sanitasi dan air bersih
ditambah dengan rendahnya akses pada
pelayanan kesehatan Melihat faktor penyebab
permasalahan stunting yang multi dimensi
percepatan pencegahannya harus dilakukan
melalui penanganan masalah gizi sebagai salah
satu penyebab utama dengan pendekatan
multi sektoral yang terintegrasi
A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING
Percepatan pencegahan stunting merupakan
pendekatan program (programmatic
approach) pertama yang dilakukan dengan
menyeluruh dan terintegrasi yang dilakukan
mulai dari hulu hingga ke hilir yang ditunjukkan
oleh tingginya komitmen pemerintah (Presiden
dan Wakil Presiden Menteri Pimpinan
Lembaga Gubernur BupatiWalikota dan
Kepala DesaLurah)
Pemerintah telah menetapkan Peraturan
Presiden Nomor 42 Tahun 2013 yang mengatur
mengenai Pelaksanaan Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi Peta jalan
percepatan perbaikan gizi terdiri dari empat
komponen utama yang meliputi advokasi
penguatan lintas sektor pengembangan
program spesifik dan sensitif serta
pengembangan pangkalan data Intervensi gizi
baik yang bersifat langsung (spesifik) dan tidak
langsung (sensitif) perlu dilakukan secara
bersama-sama oleh kementerianlembaga
pemerintah daerah serta pemangku
kepentingan lainnya
Penanganan stunting tidak bisa dilakukan
sendiri-sendiri (scattered) karena tidak akan
memiliki dampak yang signifikan Upaya
pencegahan stunting harus dilakukan secara
terintegrasi dan konvergen dengan pendekatan
non-sektoral Untuk itu pemerintah dalam hal ini
pusat dan daerah harus memastikan bahwa
seluruh Kementerian NegaraLembaga (KL)
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta mitra
105 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
pembangunan akademisi organisasi profesi
organisasi masyarakat madani perusahaan
swasta dan media dapat bekerjasama bahu-
membahu dalam upaya percepatan
pencegahan stunting Tidak hanya di tingkat
pusat integrasi dan konvergensi upaya
pencegahan stunting juga harus terjadi secara
komprehensif di tingkat daerah sampai dengan
tingkat desa
Sebagai langkah awal pada tahun 2018
sebanyak 100 kabupatenkota dan 1000 desa
lingkup nasional telah terpilih sebagai fokus area
intervensi Selanjutnya untuk tahun 2019 60
kabupatenkota dan 600 desa telah
ditambahkan sebagai area fokus intervensi
pencegahan stunting terintegrasi Dari sisi
anggaran Baik itu pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah telah mengalokasikan
anggaran yang relatif besar untuk berbagai
program yang berkontribusi kepada penurunan
stunting di beberapa KL dan OPD Selain itu
alokasi penurunan stunting tambahan juga
diberikan oleh pemerintah pusat kepada
daerah dalam bentuk Transfer ke Daerah dan
Dana Desa (TKDD) antara lain melalui (1) DAK
Fisik bidang Kesehatan Air Minum dan Sanitasi
(2) DAK Non Fisik Bantuan Operasional
Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga
Berencana (BOK dan BOKB) (3) Dana Desa
yang digunakan oleh desa (kampung) sesuai
dengan bidang penggunaan serta (4) Dana
Otonomi Khusus
A1 Kebijakan Pencegahan
Kebijakan penanganan stunting di Provinsi
Papua Barat tahun 2019 diarahkan sesuai
dengan strategi percepatan penurunan stunting
dengan memperluas cakupan intervensi
stunting Arah cakupan intervensi tersebut
diimplementasikan ke seluruh kabupatenkota
dan tidak hanya fokus pada dua daerah yang
menjadi lokus prioritas penurunan stunting (Kab
Tambraw Kab Sorong Selatan) Selain itu untuk
Pilar 4
Ketahanan Pangan
dan Gizi
Pilar 1
Komitmen dan Visi
Kepemimpinan
Pilar 2
Kampanye Nasional
dan Perubahan
Perilaku
Pilar 3
Konvergensi Program
Pusat Daerah dan
Desa
Pilar 5
Pemantauan dan
Evaluasi
Gizi Spesifik
Tablet tambah darah (ibu hamil
dan remaja)
Promosi dan konseling menyusui
Promosi dan konseling PMBA
Suplemen gizi makro (PMT)
Tata laksana gizi buruk
Pemantauan dan promosi
pertumbuhan
Suplementasi kalsium
Suplementasi vitamin A
Suplementasi Zinc untuk diare
Pemeriksaan kehamilan
Imunisasi
Suplemen gizi mikro setelah
taburia
Manajemen Terpadu Balita Sakit
Konsumsi Gizi
Gizi Sensitif bull Air bersih dan sanitasi
bull Bantuan pangan non-tunai
Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
bull Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD)
bull Program Keluarga Harapan
(PKH)
bull Bina Keluarga Balita (BKB)
bull Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL)
bull Fortifikasi Pangan
Pola Asuh
Pelayanan
Kesehatan
Kesehatan
Lingkungan
Perbaikan
Asupan Gizi
Penurunan
Infeksi
Prevalensi
Stunting
Peningkatan cakupan
intervensi pada
sasaran 1000 HPK
Anemia
BBLR
ASI Eksklusif
Diare
Kecacingan
Gizi Buruk
Gambar 71
Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting
5 PILAR PERCEPATAN
PENCEGAHAN STUNTING
INTERVENSI OUTPUT INTERMEDIATE
OUTCOME DAMPAK
Sumber Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018-2024
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
106
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
mengakselerasi penurunan stunting maka arah
kebijakan pemerintah daerah adalah sebagai
berikut
1 Optimalisasi pemanfaatan anggaran
program penurunan stunting yang ada saat
ini melalui implementasi perencanaan dan
penganggaran dengan penilaian kinerja
untuk monitoring dan evaluasi penggunaan
anggaran dan capaian program
2 Memperkuat konvergensi programkegiatan
hingga di level kampung (desa) melalui
peningkatan sinergi dan koordinasi
kabupaten dan kampung dalam
perencanaan dan penganggaran program
serta konvergensi pelaksanaan intervensi
prioritas pada 1000 HPK dari seluruh rumah
tangga sasaran yang ada di tingkat
kampung
3 Meningkatkan kualitas dan efektivitas
pelaksanaan program yang telah ada saat
ini antara lain melalui peningkatan kualitas
SDM pelaksana program (misalnya tenaga
pendidik PAUD dan penyuluh kesehatan
masyarakat) serta penguatan monitoring dan
evaluasi agar dapat mengukur pencapaian
kinerja
4 Memperluas cakupan kebijakan yang lebih
luas dan tidak terbatas bidang kesehatan
seperti peningkatan kualitas program
perlindungan sosial khususnya bantuan
pangan PKH dan JKN Selain itu program-
program sektor pertanian pendidikan
infrastruktur (penyediaan air bersih dan
sanitasi) dan pemberdayaan perempuan
yang secara tidak langsung mendukung
pencapaian target perbaikan gizi
A2 Sasaran Program
Wilayah Provinsi Papua Barat dihuni oleh kurang
lebih 959617 jiwa dan tersebar di 13
kabupatenkota Sebesar 1074 persen (103062
jiwa) dari keseluruhan penduduk adalah bayi
berusia 0-48 bulan Sementara itu sebanyak
45256 jiwa adalah remaja putri dan sebanyak
199926 jiwa merupakan wanita usia subur (WUS)
berusia 15-39 tahun Diantara kelompok inilah
yang menjadi sasaran prioritas dan sasaran
penting dalam upaya percepatan pencegahan
stunting
Gangguan pertumbuhan di Provinsi Papua Barat
sebagian besar terjadi pada anak berusia 0-23
bulan Kondisi ini dapat terjadi disebabkan oleh
pemberian ASI makanan dan pola asuh pada
periode tersebut tidak tepat sehingga
mengganggu tumbuh kembang anak Tercatat
rata-rata lama pemberian ASI di Provinsi Papua
Barat hanya selama 989 bulan saja dan bahkan
masih terdapat bayi yang tidak pernah diberi ASI
(plusmn5400 orang)
Selain pemahaman terhadap pola asuh yang
kurang peningkatan prevalensi stunting juga
turut disebabkan oleh keadaan lingkungan
pendukung yang tidak memadai Berdasarkan
data BPS (2018) persentase rumah tangga yang
memiliki akses kepada air minum bersih di
Provinsi Papua Barat hanya sekitar 7018 persen
Sedangkan akses terhadap sanitasi pribadi rata-
rata sebesar 7262 persen dan 474 persen dari
keseluruhan rumah tangga tidak memiliki fasilitas
Tabel 71
Jumlah dan Kelompok Penduduk di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (jiwa)
Kelompok Laki-laki Wanita
Jumlah Penduduk 505239 454378
Penduduk Usia 0-4 52848 50254
Penduduk Usia 5-9 49917 47755
Penduduk Usia 10-14 48250 45256
Penduduk Usia 15-39 222658 199926
Bayi (0-5 th) imunisasi lengkap 22370 19996
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
107 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
sama sekali Kombinasi dari keadaan-keadaan
tersebut berpotensi dalam menghambat upaya
percepatan pencegahan stunting sehingga
kebijakan dan pelaksanaan program perlu
menyasar pada kelompok prioritas dan
perbaikan lingkungan pendukung
B PENANGANAN STUNTING OLEH
PEMERINTAH
Dalam rangka memastikan konvergensi
berbagai programkegiatan percepatan
penurunan stunting dilakukan maka acuan
yang digunakan adalah dokumen Strategi
Nasional Percepatan Pencegahan Stunting
(Stranas Stunting) yang diikuti oleh berbagai
pedoman operasional baik itu di tingkat
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
Upaya pencegahan stunting yang konvergen
dan terintegrasi telah dilaksanakan di Provinsi
Papua Barat Upaya ini mencakup intervensi
multi sektor yang cukup luas mulai dari akses
makanan layanan kesehatan dasar termasuk
akses air bersih dan sanitasi akses pendidikan
perlindungan sosial serta pola pengasuhan
sebagaimana uraian dalam Stranas Stunting
B1 Belanja KL dalam APBN
Dalam kaitannya dengan percepatan
pencegahan stunting melalui belanja KL atau
yang bersumber dari dana APBN telah
dilakukan berbagai langkah dan kebijakan agar
pengelolaan program tersebut terarah dan
terukur Pada proses perencanaan khususnya
terkait dengan identifikasi output yang terkait
dengan stunting telah dilakukan penandaan
pemantauan dan evaluasi percepatan
pencegahan stunting sebagai dasar bagi KL
dalam mengidentifikasi output yang
berkontribusi kepada percepatan penurunan
stunting
Sesuai dengan kerangka hasil percepatan
penurunan stunting maka intervensi-intervensi
yang telah dilakukan selama tahun 2019
tersebut akan berdampak kepada
meningkatnya konsumsi gizi perbaikan pola
asuh meningkatnya akses dan kualitas layanan
kesehatan serta meningkatnya kesehatan
lingkungan yang pada akhirnya akan
memperbaiki asupan gizi terutama pada 1000
HPK dan kemudian akan menurunkan prevalensi
stunting
Pengunaan dana APBN dalam program
penanganan stunting di Provinsi Papua Barat
secara umum digunakan untuk keperluan
membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik (2)
intervensi sensitif dan (3) pendampingan
koordinasi dan dukungan teknis di
kabupatenkota dan kampung Selama tahun
2019 dana yang telah digunakan dalam
program stunting sebesar Rp10448 miliar
Penggunaan dana terbesar sesuai dengan
prioritas percepatan pencegahan yakni untuk
kegiatan intervensi sensitif (Kementerian
Kesehatan) sebesar Rp1928 miliar dan intervensi
spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta
Tabel 72
Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per
KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
KabupatenKota Akses Air
Bersih
Akses Air
Layak
Tidak ada
MCK
Kab Fakfak 6114 7041 702
Kab Kaimana 5381 4429 569
Kab Teluk Wondama 3359 1598 299
Kab Teluk Bintuni 6682 4426 499
Kab Manokwari 8872 3881 292
Kab Sorong Selatan 5364 4551 1321
Kab Sorong 5743 4621 271
Kab Raja Ampat 6395 3370 241
Kab Tambraw 1958 1870 1160
Kab Maybrat 1621 1307 779
Kab Manokwari Selatan 5737 3851 716
Kab Pegunungan Arfak 3663 3663 3052
Kota Sorong 9487 1818 026
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
108
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sebesar Rp842 miliar untuk kegiatan
pendampingan koordinasi dan dukungan teknis
(lintas KL) Penggunaan dana tersebut terbesar
direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif
terutama pembangunan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan
pendanaan sebesar Rp4353 miliar Penggunaan
dana yang besar lainnya adalah pembangunan
Sistem Pengelolaan Air Limbah pada 25 lokasi
dengan realisasi sebesar Rp1742 miliar
B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa
Pembiayaan program penurunan stunting juga
dilakukan dengan memanfaatkan dana
tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk
DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Penggunaan
Tabel 73
Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
Penguatan Intervensi Suplementasi Gizi pada Ibu Hamil dan Balita 99160840 13 Layanan 100
Pembinaan dalam Peningkatan Status Gizi Masyarakat 901090000 13 Layanan 100
Peningkatan Surveilans Gizi 1770940000 13 Layanan 100
Pembinaan dalam Peningkatan Pelayanan Kunjungan Neonatal Pertama 122215000 1 Layanan 100
Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah 139300000 1 Layanan 100
Pembinaan Pencegahan stunting 122007000 1 Layanan 100
Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan anak untuk Papua Barat 714575000 1 Layanan 98
Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Layanan 100
Layanan Capaian Eliminasi Malaria 1124803820 4625 Layanan 100
Layanan Pengendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan 3327530320 11 Layanan 100
Intervensi Percepatan Eliminasi Malaria Papua dan Papua Barat 5737637400 5 Layanan 100
Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit ISP 129502000 10 Layanan 100
Sarana dan Prasarana Penanggulangan TBC 836883400 15 Layanan 100
Sarana dan Prasarana Penanggulangan HIVAIDS 1561862237 18 Layanan 100
Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85
INTERVENSI SENSITIF
Pemberdayaan Pekarangan Pangan 4625794700 123 Kelompok 93
Hasil Pengawasan keamanan dan mutu pangan Segar 503082000 1 Rekomendasi 100
Pelaksanaan Strategi Promosi Kesehatan dlm mendukung Program Kesehatan 436753000 1 Layanan 100
Kampanye Hidup Sehat melalui Berbagai Media di Papua Barat 1553232000 2 Layanan 96
Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi Syarat 257380000 637 TPM 100
Pengawasan terhadap Sarana Air Minum (SAM) 123942000 5211 SAM 100
Pembinaan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 302746000 429 Desa 100
Rumah sakit rujukan yang memiliki pelayanan sesuai standar 110346800 1 RS Pengampu 100
Bimbingan Perkawinan Pra Nikah 257115860 159 Pasangan 75
Keluarga Miskin yang Mendapat Bantuan Tunai Bersyarat 2576223000 1 KPM 90
Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 74
SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 64
SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100
KIE Obat dan Makanan Aman 826691713 31 KIE 100
Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 99
Penguatan Peran PIK Remaja dan BKR dalam edukasi Kespro dan Gizi bagi
Remaja putri sebagai calon ibu 1669888794 225 Kelompok 99
PENDAMPINGAN KOORDINASI DAN DUKUNGAN TEKNIS
Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100
Pembinaan KabKota dlm Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di
Papua Barat 1294265000 2 Layanan 100
Pembinaan Puskesmas dlm Program Indonesia Sehat dgn Pendekatan Keluarga 151062768 74 Puskesmas 100
Pelatihan Strategis Sumber Daya Manusia Kesehatan 5939667100 518 Orang 100
Pembinaan amp Pengawasan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 602060200 3 KabKota 100
Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100
Sumber OMSPAN (data diolah)
109 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
dana ini antara lain melalui (1) DAK Fisik bidang
Kesehatan Air Minum dan Sanitasi dan (2)
Dana Desa yang digunakan oleh kampung
(desa) untuk bidang kesehatan pendidikan
sanitasi dan air minum
DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) yang diterima
oleh seluruh pemerintah daerah dan pemerintah
provinsi Papua Barat memiliki peruntukan yang
sudah ditetapkan sebagai syarat tahapan
penyaluran Oleh karena itu penggunaan dana
DFDD dalam rangka penanganan stunting
digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan
membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik dan
(2) intervensi sensitif Dana DFDD tahun 2019
yang telah digunakan dalam program stunting
sebesar Rp11548 miliar terdiri dari DAK Fisik
sebesar Rp6925 miliar dan Rp4642 miliar berupa
Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar adalah
pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar
Rp1021 miliar sedangkan intervensi spesifik
sebesar Rp135 miliar Realisasi terbesar
dialokasikan untuk perluasanpeningkatan
SPAM sebanyak 5852 sambungan rumah (SR)
dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp308
miliar Sementara penggunaan Dana Desa
terbesar diperuntukkan bagi pembangunan
sumber air bersih milik desa pada 1041 titik
dengan dana sebanyak Rp1752 miliar
B3 Belanja APBD
RKPD Pemerintah Provinsi Papua Barat Tahun
2019 disusun dengan memperhatikan masukan
dari rencana kegiatan yang dibuat berdasarkan
hasil analisis terhadap situasi program
Tabel 74
Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
DAK Fisik
Penyediaan Obat Gizi 618379770 4 Paket 100
Pengadaan Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil dengan Kekurangan
Energi Kronis (PMT BUMIL KEK - Pabrikan) 959581728 1 Paket 100
Penyediaan Alat Antropometri 1564015307 207 Paket 76
Penyediaan Sarana Prasarana Kesehatan Lingkungan 2876667089 29 Paket 59
Pengadaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit 41999300 1 Paket 100
Dana Desa
Penyediaan Obat Gizi 323865000 28 Paket 100
Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil 7146624150 1139 Unit 90
INTERVENSI SENSITIF
DAK Fisik
Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77
Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90
PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86
Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 10294226146 1378 SR 78
PerluasanPeningkatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 30801695898 5852 SR 81
Sarana dan Prasarana PAUD 1255742335 8 Ruang 100
Dana Desa
SaranaPrasarana PAUD 1288611688 398 Unit 70
Terlaksananya Pelatihan Pangan Sehat dan Aman 197000000 16 Paket 96
Pemeliharaan Sumber Air Bersih 8363963164 241 Unit 86
Pemeliharaan Sambungan Air Bersih 1398443564 18422 Meter 83
Sumber Air Bersih Milik Desa 17525913577 1041 Unit 70
Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga 4771816730 22030 Meter 93
Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah Rumah Tangga) 5143668021 3878 Meter 70
RehabilitasiPeningkatan Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah
Rumah Tangga) 262246705 354 Meter 93
Sumber OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
110
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
penurunan stunting RKPD sebagai pedoman
dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran
(KUA) Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara
(PPAS) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) menjadi jaminan pelaksanaan
programkegiatan terkait dengan intervensi gizi
spesifik dan sensitif menggunakan dana yang
bersumber dari APBD Program-program
tersebut dilaksanakan dengan target capaian
yang ditetapkan dalam RPKD
Prioritas pencegahan stunting sebagai
kombinasi dari kegiatan yang multi sektor
dilaksanakan oleh OPD-OPD dengan
menggunakan alokasi dana yang berasal dari
Otonomi Khusus (Otsus) dan DAK Non Fisik
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sesuai
dengan DPA yang telah ditetapkan Kegiatan
percepatan pencegahan stunting diselaraskan
dengan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
KL yang berlokasi di kabupatenkota Dinas
Kesehatan memastikan terpenuhinya sumber
daya yang mendukung intervensi gizi spesifik
secara konvergen yang meliputi SDM
anggaran dukungan logistik dan kemitraan
Sedangkan Bappeda berperan dalam
koordinasi untuk menciptakan lingkungan yang
mendukung kebijakan intervensi secara
konvergen terutama intervensi sensitif dengan
menyelaraskan kebijakan seluruh OPD
Dana APBD di Provinsi Papua Barat pada tahun
Tabel 75
Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
Ibu Hamil
- Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin 1667044052 2182 Jiwa 85
- Suplementasi tablet tambah darah dan periksaan kehamilan 379861600 15317 Jiwa 80
Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-23 bulan
- Suplementasi kapsul vitamin 66836977 12320 Jiwa 100
- Pemantauan dan Promosi pertumbuhan (tingkat desa) 155659525 28693 Orang 100
Remaja Putri dan Wanita Usia Subur
- Suplentasi tablet tambah darah 799102989 44532 Jiwa 100
Anak Usia 24-59 bulan
- Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut 5660222222 2547 Jiwa 100
- Suplementasi kapsul vitamin A 107734789 47745 Jiwa 100
- Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100
INTERVENSI SENSITIF
Peningkatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
- Akses air minum yang aman 11800000000 13 Kabkota 100
- Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85
Peningkatan kesadaran komitmen dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak
- Penyediaan konseling kesehatan dan reproduksi untuk remaja 1929297500 514 Orang 100
- Penyebarluasan informasi melalui berbagai media 207339727 50 Orang 100
- Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua 555195300 230 Orang 100
- Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 250000000 1 Kabkota 100
Peningkatan akses dan kualitas Pelayanan gizi dan kesehatan
- Akses pelayanan Keluarga Berencana 348042400 13 Kabkota 100
- Akses Jaminan Kesehatan (JKN) Orang Asli Papua 28818415000 589 Jiwa 100
- Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100
Peningkatan akses pangan Bergizi
- Akses kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) 711975000 10 Kelompok 85
- Akses kegiatan Kawasan Mandiri Pangan 371801600 6 Kawasan 80
Sumber Bappeda Provinsi Dinkes Provinsi Bappeda KabupatenKota dan Dinkes KabupatenKota (data diolah)
111 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
2019 dimanfaatkan dalam program
penanganan stunting untuk keperluan
membiayai kegiatan intervensi spesifik dan
intervensi sensitif Selama satu tahun tercatat
penggunaan dana sebesar Rp5744 miliar untuk
pencegahan stunting dengan kegiatan
intervensi spesifik sebesar Rp939 miliar dan
sebesar Rp4805 miliar untuk membiayai
kegiatan intervensi sensitif Penggunaan dana
tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi
penyediaan akses JKN Orang Asli Papua (OAP)
sebesar 2882 miliar Penggunaan dana yang
besar lainnya adalah untuk penyediaan akses
air minum yang aman dan pemberian makanan
tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut
dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118
miliar dan Rp566 miliar
B4 Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting
Kebijakan pembiayaan pada program
pencegahan stunting yang berasal dari APBN
dan APBD dalam berbagai skema merupakan
salah satu bentuk sinkronisasi kebijakan antara
pusat dan daerah Adanya sinkronisasi ini
diharapkan semakin mengakselerasi
peningkatan prevalensi stunting sekaligus
mendorong pembangunan infrastruktur serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
masa depan Namun demikian dominasi dana
APBN masih terasa dan pemda tidak sanggup
jika harus menyediakan alokasi yang nantinya
akan mengurangi pendanaan kegiatan daerah
Selain itu pertimbangan keterbatasan kapasitas
fiskal daerah dikhawatirkan akan berdampak
pada gaji PNS karena alokasi terbesar dana
APBD dialokasikan untuk belanja pegawai Oleh
karena itu pada kegiatan intervensi spesifik
yang menyasar langsung prioritas pencegahan
(Ibu hamil baduta balita remaja putri)
peranan belanja KL sangat penting
Dari 13 pemerintah daerah yang ada di Provinsi
Papua Barat terdapat 2 kabupaten yang
menjadi lokus prioritas penanganan stunting
nasional Kondisi ini membuat fokus kegiatan
berada di kedua wilayah tersebut sedangkan
kabupatenkota lainnya pengalokasian hanya
bersifat memenuhi kewajiban yang sudah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (spesific
grant) dan berupaya mencari sumber
pembiayaan lainnya (Swasta) Sejauh ini
pelaksanaan pencegahan stunting selama
tahun 2019 di Provinsi Papua Barat dengan
kombinasi sumber pembiayaan yang ada
mencapai Rp27759 miliar Proporsi terbesar
berasal dari dana APBN (Belanja KL) mencapai
3764 persen (Rp10448 miliar) sedangkan
kontribusi DAK Fisik APBD dan Dana Desa
berturut-turut sebesar 2495 persen (Rp6925
miliar) 2069 persen (Rp5744 miliar) dan 1672
persen (Rp4642 miliar)
Tabel 76
Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)
Sumber Dana Intervensi Spesifik Intervensi Sensitif
Pendampingan
Koordinasi dan
Duktek
Kontribusi
APBN 19277886059 76779888382 8421955068 3764
DAK Fisik 6060643195 63186313948 - 2495
Dana Desa 7470489150 38951663449 - 1672
APBD
(DAU DAK Non Fisik Otsus) 9391806598 48045572569 - 2069
Jumlah 42200825002 226963438348 8421955068 10000
Sumber Bappeda Dinkes dan OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
112
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING
Pelaksanaan program sejauh ini dapat berjalan
lancar meskipun dengan alokasi anggaran yang
relatif besar melalui optimalisasi penggunaan
dana untuk mencapai output yang ditargetkan
Pada masa mendatang berbagai tantangan
masih harus dihadapi dalam pelaksanaan
program-program penurunan stunting
diantaranya
1 Koordinasi dan sinergi baik antar-KL antar
pemerintah kabupatenkota antara
pemerintah kabupatenkota dan provinsi
maupun antara pemerintah pusat dan
daerah yang masih perlu ditingkatkan
Berbagai program yang masih bersifat
sektoral dan kewilayahan perlu ditingkatkan
sinerginya sehingga dapat sepenuhnya saling
mendukung dalam akselerasi penurunan
stunting di daerah secara keseluruhan
2 Kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan
program yang masih perlu ditingkatkan
Keterbatasan pelaksana program di
lapangan baik dalam hal kualitas maupun
kuantitas sebaran penduduk yang luas
belum adanya mekanisme untuk memastikan
ketercapaian output serta lemahnya
monitoring dan evaluasi baik itu dari
pemerintah kabupatenkota pemerintah
provinsi maupun pemerintah pusat
menyebabkan implementasi program
menjadi tidak maksimal
3 Belum meratanya akses kepada layanan
kesehatan pendidikan anak usia dini air
bersih dan sanitasi karena keterbatasan
angaran dalam penyediaan sarana dan
prasarana
4 Kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang gizi dan pola hidup sehat yang
berpengaruh pada praktek pengasuhan
yang tidak tepat Selain itu penyampaian
informasi atau sosialisasi yang terkendala
dengan jarak dan ketersediaan tenaga
kesehatan
Halaman ini sengaja dikosongkan
KESIMPULAN
SARAN
ldquoTarian Penyambutan oleh Suku Arfak suku asli Manokwarirdquo
DJPbKawalAPBN
113
Kesimpulan dan Rekomendasi
A KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan analisis seperti
yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Pembangunan Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus didominasi oleh
pengaruh faktor ekonomi dengan kekayaan
alam (minyak bumi dan gas alam) yang
melimpah menjadi modal utama
2 Perekonomian Papua Barat hanya
didominasi oleh 3 kabupatenkota (Kota
Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk
Bintuni) sebagai lokasi pertambangan dan
perindustrian sehingga menyebabkan
kesenjangan dan tidak meratanya kapasitas
dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik
fasilitas perdagangan fasilitas kesehatan
maupun fasilitas pendidikan
3 Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat
bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940
mdpl dan menyebabkan Provinsi Papua
Barat menjadi sangat berpotensi (kelas risiko
tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan
dan hutan gempa tektonik serta
gelombang tsunami
4 Kinerja perekonomian Provinsi Papua Barat
selama tahun 2019 tampil cukup baik Hal ini
tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang
mampu tumbuh meskipun tertahan pada
level 266 persen PDRB per kapita naik
sebesar 218 persen inflasi yang terkendali
pada angka 193 persen dan ekspor yang
menurun sebesar 179 persen
5 Tingkat kesejahteraan penduduk di Provinsi
Papua Barat pada tahun 2019 menunjukan
peningkatan walaupun belum signifikan Hal
ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang turun
menjadi 2151 persen disertai dengan nilai
gini ratio yang juga turun menjadi 0381
Sementara itu tingkat pengangguran
meningkat menjadi 624 persen
6 Sensifitas pertumbuhan ekonomi terhadap
tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
relatif rendah dimana elastisitasnya bersifat
inelastis
7 Target pendapatan APBN tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
sebesar 116 persen dibandingkan target
tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar
menjadi Rp268042 miliar Sementara itu
dari aspek belanja negara terdapat
kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427
persen dibandingkan pagu tahun 2018
yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi
Rp3172329 miliar
8 Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi
pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat
mencapai 10987 persen sedangkan
realisasi belanja APBN mencapai 9175
persen
BAB VIII
Kesimpulan dan Rekomendasi
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
114
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
9 Realisasi pendapatan pemerintah pusat di
Provinsi Papua Barat sampai dengan akhir
tahun 2019 sebesar Rp265248 miliar atau
naik 181 persen dari tahun sebelumnya
10 Realisasi penerimaan perpajakan
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan sebesar 2085
persen yaitu dari Rp219362 miliar pada
tahun 2018 menjadi Rp265104 miliar pada
tahun 2019 sedangkan realisasi
pendapatan bukan pajak tahun 2019
sebesar Rp29404 miliar atau turun 199
persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya
yang berjumlah Rp30001 miliar
11 Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah
penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat
sebesar Rp16978 miliar yang diberikan
kepada 51622 debitur Daerah dengan
jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota
Sorong sebesar Rp57002 milar dengan
jumlah debitur sebanyak 16903 nasabah
Jika dilihat per sektor perdagangan
merupakan sektor yang memiliki jumlah
penyaluran KUR terbesar mencapai
Rp119405 miliar dengan jumlah debitur
sebanyak 35551 nasabah
12 Berdasarkan komposisinya komponen
terbesar dari Transfer ke Daerah dan Dana
Desa (TKDD) Provinsi Papua Barat tahun 2019
berupa DBH menyumbang 362 persen dari
total keseluruhan TKDD yang diterima Provinsi
Papua Barat Komponen terbesar kedua
yaitu DAU sebesar 321 persen
13 Pada tahun 2019 beberapa output strategis
APBN tercatat memiliki realisasi yang cukup
besar seperti pembangunan dan preservasi
plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar) Jembatan
sepanjang plusmn235 meter (Rp43572 miliar) dan
rehabilitasi sarana pendidikan sebanyak
plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Selain itu realisasi
PIP dan KIP mampu mencapai nilai Rp4099
juta atau sebanyak 482 siswa beasiswa
Bidikmisi sebanyak 353 mahasiswa
Sementara pada bidang kesehatan
pencegahan stunting mampu terlaksana
pada 8558 keluarga penyediaan layanan
imunisasi alokon pada 170 faskes di 13
kabupatenkota
14 Target pendapatan APBD tahun 2019 seluruh
pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan 5132 persen dari
Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2871888 miliar pada tahun 2019
Sebaliknya total pagu belanja APBD
pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat
naik dari Rp2326404 miliar pada tahun 2018
menjadi Rp2761199 miliar atau meningkat
1869 persen di tahun ini
15 Total pendapatan APBD seluruh pemerintah
daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai
Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen
dibandingkan tahun sebelumnya Adapun
dari aspek belanja terdapat kenaikan
realisasi sebesar 12 persen yaitu dari
Rp2125451 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2380387 miliar pada tahun 2019
16 Realisasi pendapatan seluruh pemerintah
daerah se-Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 didominasi oleh pendapatan transfer
mencapai 9208 persen dari total
pendapatan daerah
17 Pada tahun 2019 indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index) pemerintah
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
tidak ada pemerintah kabupatenkota di
Provinsi Papua Barat yang masuk dalam
kategori sangat baik dan hanya ada dua
pemerintah daerah yang masuk ke dalam
kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan
Kaimana Sementara itu terdapat lima
115 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Kesimpulan dan Rekomendasi
daerah yang masuk dalam kategori buruk
yaitu Kab Manokwari Kab Fakfak Kab
Sorong Selatan Kab Teluk Wondama dan
Kab Raja Ampat Adapun pemerintah
daerah lainnya masuk dalam kategori
cukup
18 Belanja wajib APBD tahun 2019 pada bidang
pendidikan pelaksanaannya diwujudkan
dalam bentuk gaji dan tunjangan bagi
tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)
pemberian beasiswa OAP afirmasi OAP di
Perguruan Tinggi pembangunan fasilitas
pendidikan menengah pembangunan
prasarana dan sarana belajar
pembangunan rumah dinas guru serta
pengembangan koleksi perpustakaan Pada
bidang kesehatan output prioritas
diwujudkan melalui penyediaan makanan
tambahan obat vaksin dan perbekalan
kesehatan penyediaan layanan kesehatan
berbasis masyarakat pembangunan fasilitas
kesehatan tingkat lanjut di Kab Manokwari
serta penempatan tenaga kesehatan
secara merata Sementara output belanja
infrastruktur realisasi diantaranya
pembangunan dan preservasi plusmn473Km jalan
Jembatan sepanjang plusmn177 meter dan
pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500
Ha serta pelabuhandermaga rakyat di 4
lokasi terminal di 3 lokasi serta SPAM di 8
lokasi
19 Dengan menggunakan pendekatan
Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan
bahwa elastisitas penerimaan pajak daerah
di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per
kapita bersifat elastis Selain itu didapatkan
nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif
kecil yang menunjukan tingkat kesulitan
pemungutan pajak daerah relatif tinggi
20 Berdasarkan tabel input output Provinsi
Papua Barat tahun 2013 yang kemudian
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System)
model Miller dan Blair (1985) diperoleh hasil
bahwa sektor dengan nilai pengganda
output terbesar yaitu industri pengolahan
migas dan perikanan Adapun sektor
dengan pengganda pendapatan tertinggi
yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor
administrasi pemerintahan amp jaminan sosial
Sementara itu sektor dengan pengganda
tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya
dan industri makanan amp minuman
21 Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang
memiliki keterkaitan ke depan (forward
linkage) terbesar yaitu industri lainnya dan
industri makanan-minuman Adapun sektor
yang memiliki keterkaitan ke belakang
(backward linkage) terbesar yaitu industri
pengolahan migas dan perikanan
22 Dua kabupaten menjadi lokus prioritas
penanganan stunting nasional yaitu Kab
Tambraw dan Sorong Selatan Pelaksanaan
pencegahan stunting selama tahun 2019
dengan kombinasi sumber pembiayaan
yang ada mencapai Rp27759 miliar
Proporsi terbesar berasal dari dana APBN
(Belanja KL) mencapai 3764 persen
(Rp10448 miliar) sedangkan kontribusi DAK
Fisik APBD dan Dana Desa berturut-turut
sebesar 2495 persen (Rp6925 miliar) 2069
persen (Rp5744 miliar) dan 1672 persen
(Rp4642 miliar)
B REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas
beberapa rekomendasi yang diajukan
diantaranya
1 Sebagai salah satu komponen pertumbuhan
ekonomi pengeluaran pemerintah di
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
116
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke
daerah pedesaan dan remote area Hal ini
didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah
penduduk miskin di Provinsi Papua Barat
sebagian besar berada di daerah pedesaan
yang terpencil Berbagai sektor yang
memiliki andil besar terhadap pertumbuhan
ekonomi sebagian besarnya tercurah ke
daerah perkotaan sehingga manfaatnya
belum banyak dinikmati oleh penduduk
pedesaan
2 Pemerintah perlu meningkatkan kualitas
pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan
sarana infrastruktur yang layak dan
memadai di daerah pedesaan dan remote
area terutama sarana pendidikan
kesehatan dan transportasi beserta tenaga
pendidikan dan kesehatan yang handal di
bidangnya
3 Pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
perlu mengoptimalisasi anggaran belanja
wajib melalui pelaksanaan program yang
efektif dan efisien serta memiliki sinergi
dengan pemerintah pusat berupa kegiatan
pengadaan pembangunan dan
pemeliharaan sarana prasarana pendidikan
dan kesehatan yang saling melengkapi dan
tidak ada duplikasi serta lebih awal
sehingga dapat selesai pada satu tahun
anggaran
4 Pemerintah sebaiknya mengutamakan
persebaran KUR di luar sektor perdagangan
ke sektor lain yang lebih produktif seperti
sektor pertanian perikanan dan industri
pengolahan Hal ini dikarenakan perluasan
kepada sektor produktif dapat lebih
menggerakkan roda perekonomian di
Provinsi Papua Barat
5 Dikarenakan indeks kesehatan keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk
dalam kategori sangat baik dan hanya ada
satu pemerintah daerah yang masuk ke
dalam kategori baik oleh karena itu
pemerintah daerah harus meningkatkan
kualitas belanja daerah (quality of spending)
yang berorientasikan kepada hasil dan
manfaat yang dirasakan oleh publik
Caranya dengan melakukan perencanaan
anggaran yang baik dan tepat waktu
membuat prioritas belanja dan
melaksanakannya dengan disiplin yang
tinggi sesuai prinsip ekonomis efektif dan
efisien Untuk mendukung kualitas dari
belanja daerah pengeluaran pemeritah
daerah juga harus dilakukan secara
transparan dan akuntabel
6 Berdasarkan perhitungan potensi pajak
daerah menggunakan pendekatan
Mansfield ndash Wirasasmita Model diantara
kebijakan dan strategi pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan
penerimaan pajak daerah yaitu
a Meningkatkan basis data perpajakan
melalui (1) pendataan ulang wajib pajak
dan objek pajak (2) peningkatan
koordinasi internal pemerintah daerah
terutama kepada badandinas perizinan
daerah dan (3) pemanfaatan data
pihak ketiga seperti Badan Pertanahan
setempat untuk penerimaan PBB
b Melakukan kerjasama dan koordinasi
dengan kantor pelayanan pajak dan
kantor pelayanan kekayaan negara dan
lelang setempat dalam penilaian dan
penagihan pajak daerah
c Melakukan koordinasi dengan aparat
kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP
setempat dalam pemeriksaan pajak
daerah
117 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Kesimpulan dan Rekomendasi
d Melakukan modernisasi sistem dan tata
kola pajak daerah dengan cara (1)
memanfaatkan teknologi informasi untuk
basis data (integrated database) dan
pelayanan perpajakan (2) membangun
organisasi pemungutan pajak daerah
yang handal dan (3) menyusun Standar
Operasional Prosedur (SOP) pemungutan
dan pelayanan perpajakan
e Meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia melalui (1) pelaksanaan diklat
penilaian penagihan dan pemeriksaan
(2) penambahan jumlah diklat terkait
praktik pemungutan perpajakan yang
baik dan (3) pelaksanaan kerjasama
dengan pemerintah daerah lain yang
sukses dalam pemungutan pajak
daerah
7 Berdasarkan tabel input output Provinsi
Papua Barat tahun 2013 yang kemudian
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System)
model Miller dan Blair (1985) diantara
kebijakan dan strategi pengembangan
sektoral yang dapat ditempuh pemerintah
daerah Provinsi Papua Barat diantaranya
a Apabila dalam proses pembangunan
lebih mengutamakan pertumbuhan
ekonomi yang mantap sebaiknya
pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat lebih berfokus untuk mendorong
industri pengolahan migas dan sektor
perikanan dikarenakan memiliki
pengganda output terbesar
b Apabila sasaran utama dari proses
pembangunan adalah peningkatan
pendapatan masyarakat maka
kebijakan pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat sebaiknya lebih fokus untuk
mendorong sektor jasa pendidikan
dikarenakan memiliki pengganda
pendapatan terbesar
c Apabila fokus pembangunan daerah
adalah peningkatan kesempatan kerja
maka kebijakan pemerintah daerah di
Provinsi Papua sebaiknya lebih
mengutamakan industri lainnya dan
industri makanan-minuman dikarenakan
memiliki pengganda tenaga kerja
terbesar
d Sektor kunci yang dapat dijadikan
unggulan oleh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat yaitu industri lainnya
dan industri makanan-minuman
dikarenakan memiliki derajat kepekaan
tertinggi Sementara itu industri
pengolahan migas dan sektor ikan
dapat dijadikan sektor kunci karena
memiliki daya penyebaran terbesar
8 Pemerintah daerah seharusnya lebih terlibat
dalam akselerasi penurunan stunting
dengan penggunaan dana APBD Selain itu
upaya optimalisasi pelaksanaan
pencegahan stunting oleh Pemda dilakukan
melalui (1) peningkatan koordinasi dan
sinergi baik antar pemerintah
kabupatenkota antara pemerintah
kabupatenkota dan provinsi maupun
dengan pemerintah pusat (2) peningkatan
kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan
program dengan menambah tenaga
kesehatan berbasis masyarakat di lapangan
(3) pelaksanaan monitoring dan evaluasi
rutin baik itu dari tingkat kabupatenkota
pemerintah provinsi untuk menjaga tingkat
ketercapaian sasaran program (4)
penyediaan akses kepada layanan
kesehatan pendidikan anak usia dini air
bersih dan sanitasi yang merata secara
konsisten
118
Daftar Pustaka
Aisen A amp Veiga FJ (2010) How Does Political
Instability Affect Economic Growth
Washington International Monetary
Fund
Altman EI (1968) Financial Ratios Discriminant
Analysis and the Prediction of Corporate
Bankruptcy The Journal of Finance Vol
23 No 4 pp 589-609
Baumohl Bernard (2012) The Secrets of
Economic Indicators Hidden Clues to
Future Economic Trends and Investment
Opportunity -Third Edition New Jersey
Pearson Education Limited
Barro Robert J (1991) Economic Growth in a
Cross Section of Countries
Massachusetts The MIT Press
Beaver WH (1966) Financial Ratios as
Predictors of Failure Journal of
Accounting Research Vol 4 pp 71-111
Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2001)
Small and Medium Enterprise Dynamics
In Indonesia Bulletin of Indonesian
Economic Studies Volume 37 Issue 3
2001 pp 363-84
Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2002)
Firm and Group Dynamics in the Small
and Medium Enterprise Sector in
Indonesia Small Business Economics 18
Pp 141-61
BlanchardOliver (2006) Macroeconomics ndash
forth edition New Jersey Prentice Hall
BNPB (2014) Indeks Risiko Bencana Indonesia
Jakarta Direktorat Pengurangan Risiko
Bencana BNPB
Bourletidis K amp Triantafyllopoulos Y (2014)
SMEs Survival in Time of Crisis Strategies
Tactics and Commercial Success Stories
Procedia - Social and Behavioral
Sciences Vol 148 pp 639-644
Brown KW (1993) The 10-point Test of Financial
Condition Toward An Easy-to-use
Assessment Tool for Smaller Cities
Government Finance Review Vol 9 pp
21-26
Carmeli A (2008) The fiscal distress of local
governments in Israel Administration amp
Society 39 984
Chase BW amp Philips RH (2004) GASB 34 and
Government Financial Condition An
Analytical Toolbox Government Finance
Review Vol 20 no 2 pp 26-31
Chenery HB amp and T Watanabe (1958)
International Comparisions of The
Strructural of Production Econometrica
26(4) 487-521
Chittithaworn C Islam A Keawchana T amp
Yusuf D H (2011) Factors Affecting
Business Success of Small amp Medium
Enterprises (SMEs) in Thailand Asian
Social Science Vol 7 No 5 pp 180-190
CICA (1997) Indicators of Government
Financial Condition Canadian Institute
of Chartered Accountants Toronto
Corden WM amp Neary J P (1982) Booming
Sector and De-industrialisation in a Small
Open Economy Economic Journal 92
(December) 825-48
Cramer JS (2001) Measures of Fit of
Multinominal Discrete Models Tinbergen
Institute Discussion Papers Vol 4 01-082
Davey K 2003 Fiscal Decentralization (dikutip
secara online pada 12 Februari 2019 dari
httpunpan1unorgintradocgroupsp
ublicdocumentsUNTCUNPAN017650p
df
Dollar D amp A Kraay (2002) Growth is Good for
the Poor Journal of Economic Growth 7
195-225
DAFTAR PUSTAKA
119 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Daftar Pustaka
Dollery B Crase L amp Byrens J (2006) Local
Government Failure Why does Australian
Local Government Experience
Permanent Financial Austerity
Australian Journal of Political Science
Vol 41 pp 339-353
Drazen A (2000) Political Economy in
Macroeconomics Pricenton Princenton
University Press
Foster R N (1986) Innovation The Attackerrsquos
Advantage New York Summit Books
Funabashi G (2013) Small and Medium
Enterprises under the Global Economic
Crisis Evidence from Indonesia Asian
Institute of Management Working Paper
14-012
Gujarati DN amp Porter DC (2009) Basic
Econometrics -fifth edition Boston
McGraw-Hill
Heckman J J (2008) The Case For Investing In
Disadvantaged Young Children CESifo
DICE Report 6(2) 3-8
Hirschman AO (1958) The Strategy of
Economic Development New York Yale
University Press
Inanga E L amp Wusu D (2004) Financial
Resource Base of Sub-national
Governments and Fiscal
Decentralization in Ghana African
Development Review 16 (1) 72
Jhingan ML (1983) The Economics of
Development and Planning New Delhi
Vicas Publishing
Keefer P amp Khemani S (2004) Democracy
Public Expenditures and the Poor
Washington DCThe World Bank
Khan S (2015) Impact of sources of finance on
the growth of SMEs evidence from
Pakistan Decision Vol 42 No 1 pp 3-10
Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)
Developing and Testing A Composite
Model to Predict Local Fiscal Distress
Public Administration Review Vol 65 No
3 pp 313-323
Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)
Someone to Watch Over me State
Monitoring of Local Fiscal ConditionsThe
American Review of Public
Administration Vol 35 no 3 pp 236-255
Krugman P amp Wells R (2011) Economics-
Second Edition New York Worth
Publishers
Mahi Ali K amp Trigunarso Sri I (2017)
Perencanaan Pembangunan Daerah
Teori dan Aplikasi Jakarta Kencana
Mankiw N Gregory (2013) Macroeconomics -
eight edition New York Worth Publisher
Mansfield XY (1972) Elasticity and Bouyancy of
Tax System A Method Applied to
Paraguay International Monetary Fund
Staff Paper Vol XIX
MillerRE dan PDBlair (1985) Input-Output
Analysis Foundations and Extensions
New Jersey Prentice-Hall
Mishkin Frederic S (2015) Macroeconomics
Policy and Practice New Jersey Pearson
Education Limited
Nollenberger K Groves SM amp Valente MG
(2003) Evaluating Financial Condition A
Handbook for Local Government
Washington DC International
CityCounty Managers Association
Pearce JA amp Richard B Robinson Jr (1998)
Strategic Management-third edition
USA Richard D Irwin Illions
Prudrsquohomme R (1995) On the Dangers of
Decentralization Research Observer
10th 201-220
Ravallion Martin (1995) Growth and Poverty
Evidence for Developing Countries in The
1990s Economics Letters Vol 48 (June)
411-417
Saaty TL (2008) Decision Making with The
Analytic Hierarchy Process International
Journal of Services Sciences Vol 1 no1
pp 83-98
Samuelson Paul A amp Nordhaus William P
(2004) Macroeconomics New York
Irwin McGraw-Hill
Seyoum B (2009) Export-Import Theory
Practices and Procedures -Second
Edition New York Routledge
Soleh Ahmad (2017) Strategi Pengembangan
Potensi Desa Jurnal Sungkai Vol 5 No 1
pp 32-52
Stiglitz Joseph E (1998) Towards A New
Paradigm For Development Geneva
United Nations Conference on Trade
Development 9th Raul Prebisch Lecture
Sukirno Sadono (2011)Makroekokonomi Teori
Pengantar Jakarta PT Raja Grafindo
Persada
Takashi H (1999) Fiscal Crises in Japanrsquos
Prefectures and The Debate on
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
120
Daftar Pustaka
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Corporate Tax Reform Japan Economic
Institute of America
Tjiptoherijanto Prijono (2017) Dinamika
Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Indonesia Jurnal Analis Kebijakan Vol 1
No2
Todaro Michael P amp Stephen C Smith (2003)
Economic Development- Eigth Edition
London Pearson Education Limited
Wang X Dennis L amp Tu YSJ (2007) Measuring
Financial Condition A Study of US States
Public Budgeting amp Finance Vol 27 No
2 pp 1-21
Wirasasmita Y (1982) Elasticity of Tax System A
Model Applied to Indonesia for The
Period 19741975 ndash 19791980
Pemberitaan No13 Bandung Universitas
Padjadjaran
Wengel J amp Rodriguez E (2006) SME Export
Performance in Indonesia After The Crisis
Small Business Economics Vol 26 No 1
pp 25-37
WCED S W S (1990) World Commission On
Environment and Development Our
Common Future 17 1-91
Zumaeroh (2011) Penduduk Dalam Proses
Pembangunan Majalah Ilmiah Ekonomi
Vol 14 No 1 pp 15-19
Peraturan
UU No 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi
menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
UU No 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi
menjadi UU No 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014
Dana Desa Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa
Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2017
Tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2018
PMK Nomor 247PMK072015 tentang Tata Cara
Pengalokasian Penyaluran
Penggunaan Pemantauan dan
Evaluasi Dana Desa
PMK Nomor 49PMK072016 tentang Tata Cara
Pengalokasian Penyaluran
Penggunaan Pemantauan dan Evaluasi
Dana Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
257PMK072015 tentang Tata Cara
Penundaan dan atau Pemotongan
Dana Perimbangan Terhadap Daerah
Yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana
Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
50PMK072017 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
112PMK072017 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
50PMK072017 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Permendes Nomor 4 Tahun 2017 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Indonesia Nomor 22 Tahun
2016 tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2017
Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4
Tahun 2017 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Provinsi Provinsi Papua Barat
2017-2021
Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 55
Tahun 2018 tentang Rencana Kerja
Pemerintah daerah Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Halaman ini sengaja dikosongkan
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
LAMPIRAN
Hasil Olah Data Eviews 10
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation Untitled
Test period random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Period random 0011090 1 09161
WARNING estimated period random effects variance is zero
Period random effects test comparisons
Variable Fixed Random Var(Diff) Prob
GROWTH -0808006 -0814014 0003255 09161
Regresi Data Panel
Period random effects test equation
Dependent Variable POVERTY
Method Panel Least Squares
Date 020620 Time 1639
Sample 2016 2019
Periods included 4
Cross-sections included 13
Total panel (balanced) observations 52
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 3219243 3027290 1063408 00000
GROWTH -0808006 0539769 -1496949 01434
Effects Specification
Period fixed (dummy variables)
R-squared 0079440 Mean dependent var 2805154
Adjusted R-squared 0000534 SD dependent var 7682391
SE of regression 7680338 Akaike info criterion 7012119
Sum squared resid 2064566 Schwarz criterion 7182741
Log likelihood -1327363 Hannan-Quinn criter 7073336
F-statistic 1006773 Durbin-Watson stat 0043567
Prob(F-statistic) 0401337
Dependent Variable LOG(T) Method Least Squares Date 022020 Time 2341 Sample 1 11 Included observations 11
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 3156794 7072044 0446376 06672
LOG(Y) 1246326 0566079 2201680 00588 LOG(T1) 0360037 0273317 1317288 02242
R-squared 0506975 Mean dependent var 2211698 Adjusted R-squared 0383719 SD dependent var 2042810 SE of regression 1603679 Akaike info criterion 4009479 Sum squared resid 2057430 Schwarz criterion 4117996 Log likelihood -1905213 Hannan-Quinn criter 3941074 F-statistic 4113178 Durbin-Watson stat 2399802 Prob(F-statistic) 0059085
Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2013 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar
Tahun
2013
Kode
15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 306
15 4107217 433527 18834 1243 83 - 239432 78928 156 26809 588 356 1574 1631269 32547079
14 10702043 494469 37530 - - - - - - - 7572 4177 86022 465347 13790814
23 212528 145112 945679 93 275 - 560 451 607 420 38508 339898 7507228 15371 445497
21 1154283 790085 51891 15773 301 - 178953 46786 377 53341 60818 28496 64684 10271 85782
17 515297 - - 42 13453 - 31595 42871 73 4609 138386 18677 942 (7642) 142051
37 1213083 - - - - - - - 16498 21282 108024 3277909 5011 57570 1185205
25 - - - - - - - - - - 486372 108732 230952 (255289) 3501664
11 - - - - 1228 - - 416857 - - 1276410 55494 6557 (132259) 833126
34 193526 43442 26514 9608 7340 - 248029 4227 62205 2463 332666 234059 42209 (3025) 248599
38 32440 - 7757 - - - - - 1385 308417 722141 1134753 8385 1830 38047
201 3840406 2020974 2510884 50582 56892 3317945 649979 301984 232744 960378
202 10699814 10133020 3719111 104580 136091 1315773 1622740 1112082 524049 206073
203 117077 108105 52092 1388 1363 - 16960 10036 4339 3621
Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2019 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar Updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) Model Miller dan Blair
Tahun
2019
Kode
15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 Tenaga
Kerja ICOR
15 7076142 746904 32448 2142 143 - 412507 135982 269 46188 1013 613 2712 2810441 56073917 8528 2323925
14 18438075 851899 64659 - - - - - - - 13045 7196 148203 801726 23759581 8711 122187
23 366155 250007 1629268 160 474 - 965 777 1046 724 66344 585595 12933870 26482 767527 2789 2010547
21 1988663 1361202 89401 27175 519 - 308310 80606 650 91899 104781 49094 111441 17695 147790 3905 019106
17 887782 - - 72 23178 - 54434 73861 126 7941 238419 32178 1623 (13166) 244733 4074 061430
37 2089967 - - - - - - - 28424 36666 186110 5647364 8633 99185 2041937 595 -
25 - - - - - - - - - - 837949 187330 397897 (439826) 6032861 2484 -
11 - - - - 2116 - - 718184 - - 2199070 95608 11297 (227863) 1435356 12254 2767864
34 333417 74844 45680 16553 12646 - 427318 7283 107170 4243 573135 403250 72720 (5212) 428300 1011 289078
38 55889 - 13364 - - - - - 2386 531358 1244145 1955016 14446 3153 65549 496 2446210
201 6616465 3481846 4325891 87145 98017 5716340 1119820 520275 400984 1654593
202 18434234 17457730 6407491 180176 234465 2266887 2795747 1915957 902861 355034
203 201707 186249 89747 2391 2348 - 29220 17291 7475 6238
Sumber Aplikasi Input Output Regional Kerjasama antara Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM Edocondan Bappenas
Kode
I-O Sektor
15 Industri Pengolahan Migas
14 Pertambangan dan Penggalian
23 Konstruksi
21 Industri Lainnya
17 Industri Makanan dan Minuman
37 Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial
25 Perdagangan
11 Ikan
34 Keuangan
38 Jasa Pendidikan
Kode
I-O Uraian
201 Upah amp Gaji
202 Surplus usaha
203 Penyusutan
301 Konsumsi Rumah Tangga
302 Konsumsi Pemerintah
303 Pembentukan Modal Tetap Bruto
304 Inventori
305 Ekspor Barang
306 Ekspor Jasa
Executive Summary
Pengarah
Hari Utomo
(Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat)
Penanggung Jawab
Neil Edwin
(Plt Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Koordinator
Rian Andriono
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-C)
Anggota
Posma Amando Siagian
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-A)
Alif Fahrudin
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-B)
Yohanes Djie
(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Melianus
(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Tim Penyusun
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Provinsi Papua Barat
Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari
Komplek Perkantoran Pemerintahan Provinsi Papua Barat
Jl Brigjen Marinir (Purn) Abraham O Atururi Kelurahan Anday Arfai Kab Manokwari
Telepon (0986) 214122 - Faksimili (0986) 214124
website djpbnkemenkeugoidkanwilpapuabarat
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROVINSI PAPUA BARAT
GKN MANOKWARI LT II KOMPLEK PERKANTORAN GUBERNUR JALAN ABRAHAM O ATURURI ARFAIMANOKWARI 98315 TELEPON (0986) 214122 FAKSIMILI (0986) 214124 SUREL
KANWILDJPBNPAPUABARATGMAILCOM SITUS WWWDJPBKEMENKEUGOIDKANWILPAPUABARAT
NOTA DINASNOMOR ND-153WPB332020
Yth Direktur Pelaksanaan AnggaranDari Plh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi
Papua BaratSifat BiasaLampiran -
Hal Penyampaian KFR Tahun 2019 Provinsi Papua BaratTanggal 25 Februari 2020
Menindaklanjuti Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-61PB2017tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional dan Nota Dinas DirekturPelaksanaan Anggaran Nomor ND-54PB22020 tentang Penyusunan dan Tema AnalisisTematik Kajian Fiskal Regional Tahunan 2019 bersama ini kami sampaikan KFR Tahun 2019Provinsi Papua Barat Adapun softcopy laporan telah kami kirimkan melalui pos-el ke alamatloditpagmailcom
Demikian kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih
Ditandatangani secara elektronikPaulina Latupeirissa
- KFR Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Netpdf (p1-162)
-
- Kata Pengantar KFR 2019pdf
- Bab 2 KFR 2019pdf
- Bab 5 KFR 2019pdf
- Bab 6 KFR 2019pdf
- Daftar Pustaka KFR 2019pdf
- Lampiranpdf
- Tim Penyusunpdf
- Sampul Belakang 2019pdf
-
- ND-153_WPB33_2020 Pengantar KFR Tahun 2019pdf (p163)
-
development is about transforming the lives of people not just transforming economies (Joseph E Stiglitz 2006)
i
Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan
rahmat-Nya kami dapat menyusun Kajian Fiskal
Regional (KFR) Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Penyusunan KFR yang merupakan bagian dari
tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah Ditjen
Perbendaharaan (Treasury Regional Office) ini
setidaknya melibatkan Development
Economics sebagai field study yang digunakan
dalam merekonstruksi metodologi sebagai
pendekatan akademik dalam melakukan
kajian kebijakan ekonomi pembangunan suatu
region
Pengembangan budaya akademik dalam
memahami fenomena pembangunan dengan
meletakkan basis research-based policy pada
dasarnya merupakan bagian dari budaya kerja
organisasi modern Dengan melakukan
pendalaman permasalahan melalui riset
diharapkan akan diperoleh suatu solusi yang
seimbang objective dan komprehensif dalam
pengambilan putusan Perkembangan
pembangunan dan industrialisasi pada negara-
negara maju (developed countries)
mempengaruhi kajian akademik yang
direpresentasikan dengan kurikulum universitas
yang mengarah tema-tema research spesifik
semisal urban economics environment
economics industrial economics transportation
economics logistic economics regional
economics dll Kajian development economics
kurang menjadi fokus utama karena era
tersebut telah dilalui dan menjadi bagian dari
sejarah panjang dialektika pembangunan
(development dialectics) negara-negara maju
Sebagai branch dari economics yang
melakukan studi proses pembangunan pada
negara-negara yang berpendapatan rendah
(low-income countries) development
economics memfokuskan pada studi economic
development economic growth dan structural
change dan lebih jauh lagi juga
menempatkan fokus studi pada kependudukan
dari sudut pandang kesehatan (health)
pendidikan (education) lapangan pekerjaan
(job opportunity) baik di sektor publik maupun
private dengan pendekatan quantitative
analysis qualitative analysis dan mixed method
antara keduanya Dalam prakteknya untuk
KATA PENGANTAR
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
ii
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Kata Pengantar
merancang (to devise) pembangunan
ekonomi development economics
mempertimbangkan faktor sosial budaya
legal dan politik
Kajian Fiskal Regional (Regional Fiscal Analysis)
ini merupakan studi perkembangan ekonomi
pembangunan dari sudut pandang kebijakan
fiskal untuk wilayah Provinsi Papua Barat
Variabel utama yang digunakan untuk
melakukan analisis pembangunan adalah
dengan melakukan studi deskriptif kuantitatif
atas data penerimaan dan pengeluaran
negara Dalam studi ini outlook pembangunan
dalam satu tahun dengan memperhatikan
indikator-indikator pertumbuhan ekonomi
(consumption investment government
expenditure net export) dan dampak yang
timbul seperti indeks pembangunan manusia
(human development index) pemerataan
pendapatan (income equality)
penanggulangan kemiskinan (poverty
alleviation) pengurangan pengangguran
(unemployment reduction) dan lain-lain Pada
saat yang bersamaan indikator makro ekonomi
tersebut disandingkan dengan beberapa
perspektif yang merupakan constraint
pembangunan antara lain 1) Aspek budaya
(culture aspect) sebagai contoh adalah
eksistensi hak ulayat dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan 2) Aspek sosial
kemasyarakatan (sosiological aspect) sebagai
contoh kerentanan sosial (social vulnerability)
yang membuat stabilitas masyarakat
terganggu 3) Aspek politik (political aspect)
sebagai contoh pelaksanaan otonomi khusus
(special autonomy) yang belum menunjukkan
dampak positif terhadap pertumbuhan
pembangunan 4) Aspek geografis
(geographical aspect) sebagai contoh kondisi
geografi yang belum terintegrasi secara
infrastruktur
Dengan keterbatasan yang ada kami
menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini
masih terdapat kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan Oleh karena itu kami
mengharapkan saran masukan dan kritik yang
bersifat membangun untuk perbaikan ke arah
yang lebih baik Akhirnya kami berharap
semoga kajian ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak serta dapat menjadi
tambahan pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca semuanya
Manokwari 25 Februari 2019
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Provinsi Papua Barat
Hari Utomo
Halaman ini sengaja dikosongkan
iii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GRAFIK xi
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR BOKS xiv
EXECUTIVE SUMMARY xv
BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH 1
A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 1
A1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 1
A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah 4
B TANTANGAN DAERAH 5
B1 Tantangan Ekonomi Daerah 6
B2 Tantangan Sosial Kependudukan 10
B3 Tantangan Geografi Wilayah 15
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL 19
A INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL 19
A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 20
A2 Inflasi 20
A3 Suku Bunga 27
A4 Nilai Tukar 29
B INDIKATOR KESEJAHTERAAN 29
B1 Indikator Pembangunan Manusia (IPM) 29
B2 Kemiskinan 31
B3 Ketimpangan 32
B4 Ketenagakerjaan 33
C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL 34
C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan 34
C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan
Pendekatan Model Data Panel 35
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN 39
A APBN TINGKAT PROVINSI 39
B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 40
B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat 41
B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi 43
B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan dan PNBP Terhadap
Perekonomian 43
C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 44
C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Organisasi (BA atau KL) 45
C2 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi 46
iv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja 47
C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat 47
D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT 47
E TRANSFER KE DAERAH 49
F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN (BLU) UMUM PUSAT 50
F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat 50
F2 Perkembangan Pengelolaan AsetPNBPRM dan BLU Pusat 50
F3 Kemandirian BLU 51
F4 Potensi Satker PNBP Menjai Satker BLU 51
G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT 51
G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan AgreementSLA) 52
G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) 52
H MANDATORY SPENDING BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT STRATEGIS
LAINNYA 54
H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur 54
H2 Output Strategis Bidang Pendidikan 55
H3 Output Strategis Bidang Kesehatan 56
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD 59
A ANALISIS PENDAPATAN APBD 60
A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah 61
A2 Analisis Kemandirian Daerah 62
B ANALISIS BELANJA APBD 62
B1 Analisis Belanja Derah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi 62
B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis Belanja (Sifat Ekonomi) 63
C PENGELOLAAN INVESTASI DEARAH 63
C1 Bentuk Investasi Daerah 63
C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 64
D SILPA DAN PEMBIAYAAN 64
D1 Perkembangan Defisit APBD 64
D2 Pembiayaan Daerah 65
E PENGELOLAAN BLU DAERAH 65
E1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Daerah 65
E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah 66
E3 Analisis Legal 67
F ANALISIS APBD LAINNYA 67
F1 Analisis Horizontal 67
F2 Analisis Vertikal 67
F3 Analisis Kapasitas Fiskal Daerah 69
G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN DAERAH 70
G1 Solvabilitas Anggaran 72
G2 Kemandirian Keuangan 73
G3 Fleksibilitas Keuangan 75
v Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
G4 Solvabilitas Layanan 76
G5 Indeks Kesehatan Keuangan 77
H BELANJA WAJIB DAERAH 79
H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan 79
H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan 80
H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur 81
BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN 82
A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KONSOLIDASIAN 82
B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN 82
B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 82
B2 Analisis Perubahan 83
B3 Rasio Pajak (Tax Ratio) 83
C BELANJA KONSOLIDASIAN 85
C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 86
C2 Analisis Perubahan 86
C3 Analisi Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja
Konsolidasian 86
C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk 87
C5 Analisis Belanja 88
D SURPLUS DEFISIT 89
E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH TERHADAP PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO (PDRB) 89
BAB VI ANALISIS POTENSI DAN TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 91
A ANALISIS POTENSI PAJAK DEARAH
Pendekatan Masfield-Wirasasmita Model 91
A1 Landasan Teori 91
A2 Hasil Estimasi 92
A3 Implikasi Kebijakan 93
B ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAERAH
Pendekatan Input-Output Model 94
B1 Konsep dan Definisi 94
B2 Metodologi Pengukuran 95
B3 Hasil dan Pembahasan 96
B4 Implikasi Kebijakan 98
C ANALISIS TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 98
C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam (Natural Resource Curse) 99
C2 Pengembangan Kapasitas SDM 99
C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism) 100
C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana Infrastruktur 100
C5 Stabilitas Sosial Politik 101
C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement) 101
C7 Pengembangan UMKM (Small dan Medium Enterprises) 102
vi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
BAB VII ANALISIS TEMATIK 103
A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING 104
A1 Kebijakan Pencegahan 105
A2 Sasaran Program 106
B PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH 107
B1 Belanja KL dalam APBN 107
B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa 108
B2 Belanja APBD 109
B2 Belanja Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting 111
C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING 112
BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 113
A KESIMPULAN 114
B REKOMENDASI 115
DAFTAR PUSTAKA 118
LAMPIRAN xviii
vii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR TABEL
Tabel 11 Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat
Tahun 2017-2021 3
Tabel 12 Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 4
Tabel 13 Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam RKPD Provinsi
Papua Barat 5
Tabel 14 PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar) 7
Tabel 15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 7
Tabel 16 Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen) 8
Tabel 17 Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa) 9
Tabel 18 Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat 10
Tabel 19 Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
Tahun 201910
Tabel 110 Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat 12
Tabel 111 AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 13
Tabel 112 Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun di Provinsi
Papua Barat (persen) 13
Tabel 113 Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat 14
Tabel 114 Komposisi Luas KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 15
Tabel 115 Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 16
Tabel 116 Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di Provinsi
Papua Barat 16
Tabel 117 Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di Provinsi Papua Barat 17
Tabel 118 Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019 17
Tabel 117 Risiko Bencana per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat17
Tabel 21 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 24
Tabel 22 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 34
Tabel 23 Ringkasan Hasil Ujian Hausman 36
Tabel 24 Ringkasan Hasil Regresi Data Panel 37
Tabel 31 Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018
dan 2019 (miliah Rp) 39
Tabel 32 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018- 2019 (miliar Rp) 41
Tabel 33 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 43
Tabel 34 Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 44
Tabel 35 Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (rupiah) 44
Tabel 36 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran di
viii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 45
Tabel 37 Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 46
Tabel 38 Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 47
Tabel 39 Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 48
Tabel 310 Pagu dan Realisasi dana Transfer Tahun 2018-2019 Provinsi
Papua Barat (miliar Rp) 49
Tabel 311 Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP yang
Berpotensi Menjadi Satker BLU 51
Tabel 312 Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat 52
Tabel 313 Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi
Papua Barat 52
Tabel 314 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Bank Penyalur
sd Tahun 2019 53
Tabel 315 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema
sd Tahun 2019 53
Tabel 316 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan
Usaha sd Tahun 2019 54
Tabel 317 Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55
Tabel 318 Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55
Tabel 319 Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 56
Tabel 41 Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 59
Tabel 42 Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 61
Tabel 43 Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp) 61
Tabel 44 Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp) 63
Tabel 45 Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah se- Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 (Rupiah) 64
Tabel 46 SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah) 64
Tabel 47 Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat 64
Tabel 48 Rasio Keseimbangan Umum dan Primer Provinsi Papua Barat 65
Tabel 49 Profil Anggaran RSUD Manokwari 66
Tabel 410 Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Perawatan 66
Tabel 411 Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019 67
Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD 67
Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp) 68
Tabel 414 Analisis Vertikal Pendapatan APBD 2019 Provinsi Papua Barat (persen) 68
Tabel 415 Analisis Vertikal Belanja APBD 2019 Provinsi Papua Barat 69
ix Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Tabel 416 Analisis Fiskal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)69
Tabel 417 Kuadran Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 201970
Tabel 418 Rasio Solvabilitas Anggaran 72
Tabel 419 Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 73
Tabel 420 Rasio Kemandirian Keuangan 73
Tabel 421 Kriteria Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Menurut TIM KKD
FE UGM 74
Tabel 422 Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 74
Tabel 423 Rasio Fleksibilitas Keuangan 75
Tabel 424 Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 75
Tabel 425 Rasio Solvabilitas Layanan 76
Tabel 426 Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (juta Rp) 76
Tabel 427 Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 77
Tabel 428 Kuadran Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health index) Pemerintah
Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019 79
Tabel 429 Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201979
Tabel 430 Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201980
Tabel 431 Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201979
Tabel 51 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 82
Tabel 52 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 83
Tabel 53 Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019 84
Tabel 54 Realisasi Penerimaan Perpajakan per Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 84
Tabel 55 Realisasi Penerimaan Perpajakan perkapita per Kabupaten Kota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 85
Tabel 56 Realisasi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019 85
Tabel 57 Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 87
Tabel 58 Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp) 87
Tabel 59 Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019 (miliar Rp) 88
Tabel 510 Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019 88
Tabel 511 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papau Barat
x Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 88
Tabel 512 Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 89
Tabel 513 Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2019 90
Tabel 61 Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (juta Rp) 92
Tabel 62 Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor Ekonomi Terbesar
Provinsi Papua Barat Tahun 2013 (juta Rp) 96
Tabel 63 Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Metode Modified RAS 96
Tabel 64 Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Metode Modified RAS 97
Tabel 71 Jumlah dan Kelompok Penduduk di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (jiwa) 106
Tabel 72 Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per KabupatenKota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (persen) 107
Tabel 73 Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 108
Tabel 74 Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 109
Tabel 75 Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 110
Tabel 76 Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (Rp) 111
xi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR GRAFIK
Grafik 11 Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat 8
Grafik 12 Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat 8
Grafik 13 Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 12
Grafik 21 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Dunia Tahun 2019 19
Grafik 22 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua Barat
Tahun 2016-2019 (persen) 20
Grafik 23 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut Lapangan
Usaha (persen) 20
Grafik 24 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut
Pengeluaran (persen) 21
Grafik 25 Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 21
Grafik 26 Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat 2014-2019 22
Grafik 27 Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23
Grafik 28 Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23
Grafik 29 Kontribusi Sektoral terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 24
Grafik 210 Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua Barat
Tahun 2015-2019 (juta Rptahun) 24
Grafik 211 Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan Nasional
Tahun 2015-2019 25
Grafik 212 Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019 (persen) 27
Grafik 213 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Pada Lembaga Keuangan
Nasional Tahun 2019 (persen) 28
Grafik 214 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Simpanan pada Lembaga Keuangan
Nasional Tahun 2019 (persen) 28
Grafik 215 Tren Pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dollar AS Tahun 2019 29
Grafik 216 Perkembangan Nilai IPM Papua Barat dan Nasional Tahun 2011-2018 30
Grafik 217 Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun 2016-2019 31
Grafik 218 Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Provinsi Papua Barat
Tahun 2016- 2019 32
Grafik 219 Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 32
Grafik 220 Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat dan Nasional
Tahun 2016-2019 32
Grafik 221 TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 33
Grafik 222 Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua Barat Tahun 2015-2019 33
Grafik 31 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per KabupatenKota di
Papua Barat (miliar Rp) 41
Grafik 32 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor
di Papua Barat (miliar Rp) 41
xii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Grafik 33 Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2019 (persen) 42
Grafik 34 Kementerian NegaraLembaga di Provinsi Papua Barat dengan
Alokasi APBN Terbesar TA 2019 46
Grafik 35 Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019 49
Grafik 36 Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel Sorong
Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50
Grafik 37 Perkembangan Pagu PNBP BLU Satker Poltekpel Sorong
Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50
Grafik 38 Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel Sorong Tahun 2017-2019 51
Grafik 39 Jumlah Debitur KUR per KabKota Provinsi Papua Barat Tahun 2019 52
Grafik 310 Jumlah penyaluran KUR per KabKota di Porvinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 53
Grafik 41 Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 62
Grafik 42 Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 per Fungsi (miliar Rp) 63
Grafik 43 Indeks Kesehatan Keuangan (Fisccal Health Index) KabKota se-Provinisi
Papua Barat Tahun 2018-2019 78
Grafik 51 Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap
Penerimaan Konsolidasian Provinsi Papua Barat Tahun 2019 83
Grafik 52 Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 86
Grafik 53 Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 86
Grafik 61 Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi Papua Barat
Tahun 2015 - 2019 101
Grafik 62 Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi Papua Barat
Tahun 2015 - 2019 (persen) 101
xiii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR GAMBAR
Gambar 11 Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 2
Gambar 21 Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM 30
Gambar 22 IPM KabKota di Provinsi Papua Barat tahun 2017 berdasarkan
Klasifikasi UNDP 30
Gambar 23 Lingkaran Kemiskinan Nurkse 35
Gambar 41 Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 72
Gambar 51 Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pemerintah terhadap Output Menurut
Perpotongan Keynesian 68
Gambar 61 Technological Discontinuity Curve 102
Gambar 71 Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting 105
xiv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR BOKS
Boks 31 Pemberdayaan UMKM Papua Barat Melalui Pembiayaan Kredit Usaha
Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi) 57
Halaman ini sengaja dikosongkan
xv
Executive Summary
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Pembangunan Provinsi Papua Barat yang memiliki 13 KabupatenKota dijalankan dengan visi
ldquoMenuju Papua Barat yang Aman Sejahtera dan Bermartabatldquosebagaimana tertuang dalam
RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 Visi pembangunan ini dijiwai oleh semangat Otonomi
Khusus yang menjadi roh sekaligus paradigma pembangunan dalam mewujudkan perencanaan
Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai yang tertuang dalam ketentuan Otonomi Khusus
meliputi Perlindungan Penghormatan Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli Papua
(OAP)
Pembangunan Papua Barat sebagai wilayah otonomi khusus didominasi oleh pengaruh faktor
ekonomi dengan kekayaan alam (minyak bumi dan gas alam) yang melimpah menjadi modal
utama Keberadaan faktor ekonomi ini membuat perekonomian terpusat dan didominasi oleh 3
kabupatenkota (Kota Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk Bintuni) sebagai lokasi
pertambangan dan perindustrian Kesenjangan ekonomi yang terjadi menyebabkan tidak
meratanya kapasitas dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik fasilitas perdagangan fasilitas
kesehatan maupun fasilitas pendidikan dan membuat tingginya biaya koleksi dan distribusi Selain
infratruktur keterbatasan lain yang ada di Provinsi Papua Barat adalah rendahnya kualifikasi
tingkat pendidikan yang dimiliki angkatan kerja yang sebagian besar adalah lulusan SD (345
persen)
Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah sebesar
10295515 km sehingga membentuk kepadatan penduduk 932 jiwakmsup2 dengan kepadatan
tertinggi berada di Kota Sorong sebagai kota terbesar dan Kab Manokwari sebagai ibukota
provinsi Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940
mdpl dengan sebagian besar merupakan wilayah perbukitan (4921) dan daerah dataran
rendah (3974) serta daerah pegunungan (1105) Kondisi wilayah ini membuat Provinsi Papua
Barat sangat berpotensi (kelas risiko tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan dan hutan
gempa tektonik serta gelombang tsunami namun dengan kapasitas penanggulangan yang
sedang
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 tumbuh tertahan pada level 266 persen
setelah sempat tumbuh signifikan tahun sebelumnya yang mencapai level 624 persen
Pertumbuhan ekonomi regional tersebut lebih rendah dari pertumbuhan nasional yang stagnan
pada level 502 persen Seluruh sektor lapangan usaha mencatatkan pertumbuhan positif dimana
pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151 persen serta
jasa keuangan dan asuransi mencapai 933 persen Sebaliknya industri pengolahan dan sektor
pertambangan-penggalian mencatatkan pertumbuhan yang melambat sebesar 099 dan -034
persen
Laju inflasi Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih rendah dari inflasi
tahun sebelumnya sebesar 521 persen dan inflasi nasional sebesar 272 persen Pencapaian
tersebut berada di atas target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021 dimana ditetapkan
pada angka 408 persen
Dari sisi kesejahteraan terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat di Provinsi Papua Barat yang
tercermin dari pencapaian IPM yang menunjukan kenaikan menjadi 6374 tingkat kemiskinan
yang mengalami penurunan menjadi sebesar 2151 persen seiring laju inflasi yang terkendali
peningkatan belanja pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan Namun tingkat
EXECUTIVE SUMMARY
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
xvi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Executive Summary
pengangguran yang meningkat menjadi 624 persen menunjukkan bahwa upaya peningkatan
sektor tersebut masih belum optimalnya
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat memiliki tingkat sensitifitas yang rendah terhadap
tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di bawah satu
persen atau bersifat inelastis Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu
persen maka penurunan tingkat kemiskinan di bawah satu persen Sebagai salah satu komponen
pertumbuhan ekonomi pengeluaran pemerintah di Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke
daerah pedesaan dan remote area Hal ini didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah penduduk
miskin di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di daerah pedesaan
Perkembangan dan Analisis APBN
Target pendapatan negara tahun 2019 di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan sebesar
116 persen dibandingkan target tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi Rp206842 miliar
Penurunan target tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perekonomian pada tahun
2019 masih dalam tahap ketidakpastian Tantangan dan dinamika yang cukup berat mengingat
volatilitas harga komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi turut mempengaruhi target
penerimaan pajak di Papua Barat
Sementara itu dari aspek belanja negara terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427 persen
dibandingkan pagu tahun 2018 yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi Rp3457711 miliar Tercermin
dari kenaikan yang cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223 persen dari Rp1700164 miliar
menjadi Rp2588091 miliar Pagu belanja pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari Rp156741
miliar pada tahun 2018 menjadi Rp187346 miliar pada tahun 2019 Sementara belanja barang
meningkat sebesar 1224 persen yaitu dari Rp291817 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp32754
miliar pada tahun 2019 Terdapat peningkatan yang cukup signifikan pada pagu belanja modal
dari Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik
sebesar 3005 persen
Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat mencapai
9896 persen sedangkan realisasi belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan
membandingkan antara realisasi penerimaaan dan belanja APBN tahun 2019 terdapat defisit
anggaran sebesar Rp2907081 miliar Hal ini disebabkan oleh target penerimaan yang tidak
tercapai dengan optimal meskipun target tersebut telah direncanakan secara realistis disamping
adanya kebijakan defisit APBN dalam mewujudkan capaian prioritas nasional
Pemerintah pusat berupaya mendorong laju perekonomian Provinsi Papua Barat melalui
penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah penyaluran KUR
di Provinsi Papua Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan kepada 51622 debitur Daerah
dengan jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong sebesar Rp57002 milar dengan jumlah
debitur sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah dengan penyaluran KUR terbesar kedua
yaitu Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang diberikan kepada 14542 debitur Hal ini
mengindikasikan bahwa persebaran KUR di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di
daerah yang kondisi perekonomiannya relatif lebih maju Perdagangan merupakan sektor yang
memiliki jumlah penyaluran KUR terbesar Sampai dengan tahun 2019 penyalurannya sebesar
Rp119405 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551
Perkembangan dan Analisis APBD
Dari sisi pelaksanaan APBD sampai dengan akhir tahun 2019 total pendapatan APBD seluruh
pemerintah daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp20100 miliar pendapatan dari komponen
PAD mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374 miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu
dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar pada
tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar pada tahun 2019 Banyak faktor yang mempengaruhi
pencapaian realisasi pendapatan dan belanja tersebut Diantara faktornya yaitu perkembangan
perekonomian dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi pelaksanaan berbagai kebijakan
fiskal yang dilaksanakan serta beberapa tantangan terhadap perekonomian Provinsi Papua
Barat
xvii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Executive Summary
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Total realisasi pendapatan konsolidasian pemerintah pusat dan pemerintah daerah tahun 2019
adalah sebesar Rp544142 miliar atau naik 49 persen Dari jumlah tersebut 54 persen merupakan
pendapatan pemerintah pusat dan 46 persen adalah pendapatan pemerintah daerah Realisasi
belanja dan transfer konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar dimana 75 persen bersumber dari
anggaran pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran pemerintah pusat
Keunggulan dan Potensi Ekonomi serta Tantangan Fiskal Regional
Dengan menggunakan pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan bahwa elastisitas
penerimaan pajak daerah di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per kapita bersifat elastis Selain
itu didapatkan nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif kecil yang menunjukan tingkat
kesulitan pemungutan pajak daerah relatif tinggi
Berdasarkan tabel input output Provinsi Papua Barat tahun 2013 yang kemudian dilakukan
updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) model Miller dan Blair
(1985) diperoleh hasil bahwa sektor dengan nilai pengganda output terbesar yaitu industri
pengolahan migas dan perikanan Adapun sektor dengan pengganda pendapatan tertinggi
yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor administrasi pemerintahan amp jaminan sosial Sementara itu
sektor dengan pengganda tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya dan industri makanan amp
minuman
Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage)
terbesar yaitu industri lainnya dan industri makanan-minuman Adapun sektor yang memiliki
keterkaitan ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu industri pengolahan migas dan
perikanan
Analisis Tematik
Selama tahun 2019 dana APBN berupa belanja KL yang telah digunakan dalam program
pencegahan stunting sebesar Rp10448 miliar Penggunaan dana terbesar sesuai dengan prioritas
percepatan pencegahan yakni untuk kegiatan intervensi sensitif (Kementerian Kesehatan)
sebesar Rp1928 miliar dan intervensi spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta sebesar Rp842
miliar untuk kegiatan pendampingan koordinasi dan dukungan teknis (lintas KL) Penggunaan
dana tersebut terbesar direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif terutama pembangunan
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan pendanaan sebesar Rp4353
miliar
Pembiayaan program penurunan stunting juga dilakukan dengan memanfaatkan dana
tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Dana DFDD
tahun 2019 yang telah digunakan dalam program stunting sebesar Rp11348 miliar terdiri dari DAK
Fisik sebesar Rp6706 miliar dan Rp4642 miliar berupa Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar
adalah pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar Rp11348 miliar sedangkan intervensi
spesifik sebesar Rp166 miliar Realisasi terbesar dialokasikan untuk perluasanpeningkatan SPAM
sebanyak 5765 sambungan rumah (SR) dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp2562 miliar
Sementara penggunaan Dana Desa terbesar diperuntukkan bagi pembangunan sumber air
bersih milik desa pada 1041 titik dengan dana sebanyak Rp1752 miliar
Selain APBN dan DFDD dana APBD juga dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan intervensi
spesifik sebesar Rp939 miliar dan sebesar Rp4805 miliar untuk kegiatan intervensi sensitif
Penggunaan dana tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi penyediaan akses JKN Orang
Asli Papua (OAP) sebesar Rp2882 miliar Penggunaan dana yang besar lainnya adalah untuk
penyediaan akses air minum yang aman dan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi
anak gizi kurang akut dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118 miliar dan Rp566 miliar
DJPbKawalAPBN
SASARAN
PEMBANGUNAN DAERAH
ldquoKeindahan Alam Pulau Misool Raja Ampatrdquo
1
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
embangunan Provinsi Papua Barat
berhubungan erat dengan capaian
sasaran pembangunan nasional
sehingga memiliki tingkat urgensi
yang tinggi untuk segera diwujudkan serta
memiliki daya ungkit yang tinggi bagi
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di
wilayah bagian (paling) timur Indonesia
Pelaksanaan pembangungan daerah ini
didasarkan pada prioritas tertentu yang
menjadi fokus atau objek utama
pembangunan dan tersinkronisasi dengan
prioritas nasional sebagai kerangka kebijakan
fiskal terintegrasi antara pusat dan daerah
Prioritas pembangunan menjadi bagian dari
perencanaan pembangunan yang akan
menetapkan kegiatan-kegiatan
pembangunan sosial-ekonomi fisik
(infrastruktur) untuk dilaksanakan secara
terpadu oleh sektoral publik dan swasta (Mahi
dan Trigunarso 2017) Perumusan prioritas
pembangunan di Provinsi Papua Barat secara
teknis dilakukan dengan mengevaluasi
pelaksanaan program kegiatan dan capaian
kinerja pembangunan serta identifikasi atas
permasalahan-permasalahan yang terjadi
pada tahun-tahun sebelumnya Selanjutnya
dihubungkan dengan visi misi tujuan dan
sasaran pembangunan daerah yang
tercantum dalam Rancangan Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada
tahun rencana serta mempertimbangkan
prioritas yang tertuang dalam Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN)
A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN
DAERAH
Tujuan dan sasaran pembangunan dirumuskan
untuk memberikan arah terhadap program
pembangunan daerah serta dalam rangka
memberikan kepastian operasionalisasi dan
keterkaitan antara misi dengan program
pembangunan sehingga memberikan
gambaran yang jelas tentang ukuran-ukuran
terlaksananya misi dan tercapainya visi Tujuan
dan sasaran pembangunan menunjukkan
tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan
pembangunan jangka menengah yang
selanjutnya akan menjadi dasar dalam
mengukur kinerja pembangunan secara
keseluruhan
A1 Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah
Tahun 2019 merupakan tahun ketiga dari
pelaksanaan RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-
2021 Dokumen ini merupakan jangkar bagi
Pemerintah Daerah di lingkup Provinsi Papua
Barat untuk menetapkan kebijakan-kebijakan
dalam mencapai sasarantarget
P
BAB I
Sasaran Pembangunan dan
Tantangan Daerah
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
2
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
pembangunan selama lima tahun ke depan
dan dijabarkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahunnya
Sebagai satu kesatuan perencanaan daerah
yang utuh penetapan arah pembangunan
dalam RPJMD dilakukan dengan
memperhatikan prioritas pembangunan
nasional dalam RPJMN sekaligus RPJMD daerah
sekitar yang terdekat (Provinsi Papua) Hal ini
untuk menjamin terciptanya sinkronisasi dan
sinergi kebijakan program dan kegiatan
pembangunan Pemerintah Provinsi Papua
Barat dengan kebijakan pembangunan
wilayah Pulau Papua dan nasional
Hasil sinkronisasi dan sinergi tersebut pada
akhinya membentuk sebuah visi pembangunan
Pemerintah Provinsi Papua Barat yaitu ldquoMenuju
Papua Barat yang Aman Sejahtera dan
Bermartabatldquo dan diwujudkan dalam 8
(delapan) misi pembangunan
Misi 1 Menciptakan tata kelola pemerintahan
yang baik berbasis aparatur yang bersih
dan berwibawa serta otonomi khusus
yang efektif
Misi 2 Mewujudkan pengelolaan lingkungan
dan sumber daya alam yang
berkeadilan dan berkelanjutan
Misi 3 Meningkatkan kualitas pelayanan dasar
pendidikan dan kesehatan
Misi 4 Meningkatkan kapasitas infrastruktur
wilayah
Misi 5 Meningkatkan daya saing
perekonomian dan investasi daerah
berbasis pariwisata
Misi 6 Membangun pertanian yang mandiri
dan berdaualat
Misi 7 Memperkuat pemberdayaan
masyarakat perempuan dan
perlindungan anak berbasis masyarakat
berketahanan sosial
Misi 8 Memperkuat Kerukunan umat
beragama dan Kondusivitas Daerah
Misi yang tertuang dalam RPJMD secara nyata
dijabarkan dalam berbagai strategi dan arah
kebijakan dalam rangka pencapaian target
kinerja yang direncanakan dalam jangka waktu
5 (lima) tahun Perencanaan jangka menengah
ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi
Papua Barat Nomor 4 Tahun 2017 tentang
RPJMD Provinsi Papua Barat tahun 2017-2021
dan menjadi sebuah ketentuan bagi Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Provinsi
Papua Barat dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan
Setiap tahunnya dilakukan penentuan prioritas
pembangunan Provinsi Papua Barat yang
diselaraskan dengan RPJMD untuk
menghasilkan perencanaan yang nantinya
akan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah
Prioritas pembangunan tersebut membentuk
target kinerja pembangunan dengan fokus
pada penyelesaian beberapa isu strategis
sebagai berikut
a Rendahnya persentase angka partisipasi
sekolah pada jenjang pendidikan
menengah
Visi
Misi 1
Misi 2
Misi 3
Misi 4
Misi 5
Misi 6
Misi 7
Misi 8
Gambar 11
Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021
3 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
b Rendahnya angka rata-rata lama sekolah
c Tingginya angka kemiskinan
d Masih rentannya ketahanan pangan
e Masih tingginya kesenjangan
pendapatanpenghasilan masyarakat
f Belum optimalnya upaya pengentasan
kemiskinan
g Kurangnya pemerataan fasilitas kesehatan
Tabel 11
Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021
Misi Tujuan Sasaran
Misi 1 Meningkatkan kinerja penyelenggaraan
otonomi khusus
Meningkatnya kinerja penyelenggaraan otonomi khusus
Meningkatnya kualitas Manajemen
penyelenggaraanpemerintahan sinergitas
kebijakan pembangunan dan pelayanan
publik serta efektivitas
Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas penyelenggaraan
pemerintahan serta koordinasi kebijakan daerah
Meningkatnya kualitas perencanaan pembangunan daerah
Optimalnya sistem pengawasan daerah
Meningkatnya kualitas sumberdaya aparatur
Meningkatnya kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah
Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah
Terwujudnya pengelolaan data dan informasi
layanan publik yang terintegrasi dan berbasis IT
Terwujudnya koneksitas jaringan komunikasi dan pelayanan informasi
publik berbasis IT
Meningkatnya ketersediaan data sebagai basis kebijakan
pembangunan daerah
Optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan persandian daerah
Meningkatnya budaya baca masyarakat
Meningkatnya tata kelola administrasi kearsipan daerah
Misi 2 Terwujudnya pengembangan dan
pembangunan daerah yang berwawasan
lingkungan
Meningkatnya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan
serta pengendalian pembangunan berwawasan lingkungan yang
berkelanjutan
Meningkatnya kelestarian pengelolaan hutan secara terpadu
Meningkatnya koordinasi dan penyelenggaraan tertib administrasi
pertanahan wilayah dan penataan wilayah
Meningkatnya konservasi sumber daya alam
Misi 3 Terwujudnya sumberdaya manusia yang
cerdas sehatdan berdaya saing
Meningkatnya aksesibilitas kualitas dan manajemen pendidikan
Meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan
Meningkatnya prestasi dan kreativitas pemuda dan olahraga
Misi 4 Terwujudnya pemerataan pembangunan
infrastruktur dasar dan layanan publik
Meningkatnya interkoneksi antar wilayah ketersediaan layanan dasar
infrastruktur daerah dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah
Meningkatnya layanan kebutuhan dasar perumahan dan kawasan
permukiman wilayah perkotaan dan perdesaan
Optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam dan ketersediaan energi
baru dan terbarukan
Misi 5 Meningkatnya perekonomian daerah yang
didukung oleh pemanfaatan potensi
sumberdaya lokal lintas sektor
Meningkatnya daya saing investasi daerah
Meningkatnya daya saing tenaga kerja serta kesempatan dan
perluasan kesempatan kerja
Meningkatnya ekonomi kerakyatan berbasis industri kreatif dan potensi
daerah
Meningkatnya akses tata niaga dan infrastruktur perdagangan antar
wilayah dan antar daerah
Meningkatnya pengembangan dan daya saing industri pengolahan
berbasis potensi daerah
Optimalnya sinergitas pengembangan dan penataan kawasan terpadu
di wilayah transmigrasi
Terwujudnya daya dukung dan daya tarik
pariwisata terpadu berskala internasional
Meningkatnya keterpaduan dan daya saing pariwisata daerah
Meningkatnya pengembangan seni budaya dan kelestarian tradisi
kehidupan masyarakat dalam mendukung pariwisata daerah
Misi 6 Terwujudnya kedaulatan pangan dan revolusi
pembangunan pertanian dalam arti luas
sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi
daerah
Meningkatnya produktivitas tata kelola dan dan pertumbuhan sektor
pertanian dalam arti luas
Misi 7 Terwujudnya masyarakat berketahanan sosial Menurunnya penyandang Masalah kesejahteraan sosial
Meningkatnya kapasitas masyarakat kampung
Meningkatnya partisipasi Perempuan dalam membangun kualitas
kesetaraan gender dan perlindungan perempuan dan anak
Meningkatnya kinerja penataan penduduk dan
pelayanan hak kependudukan masyarakat
Optimalnya pengendalian penduduk dan pelayanan keluarga
berencana
Meningkatnya tertib administrasi kependudukan masyarakat
Misi 8 Meningkatnya stabilitas wilayah dan daya
tahan masyarakat
Optimalnya kerjasama pemerintah masyarakat dan dunia usaha untuk
menjaga keamanan dan ketertiban umum
Sumber RPJMD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
4
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
di kabupatenkota
h Kurangnya pemerataan dan kualitas sumber
daya manusia bidang kesehatan
i Kurangnya ketersediaan air bersih
j Rendahnya rasio elektrifikasi
k Kurang optimalnya reformasi birokrasi dan
pelaksanaan otsus
l Masih rendahnya daya saing daerah
A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Semangat Otonomi Khusus dalam kerangka
pembangunan di Provinsi Papua Barat menjadi
roh sekaligus paradigma pembangunan
khususnya dalam mewujudkan perencanaan
Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai
yang tertuang dalam ketentuan Otonomi
Khusus meliputi Perlindungan Penghormatan
Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli
Papua (OAP) Dalam konteks kekhususan nilai
tersebut telah diletakkan oleh Provinsi Papua
Barat sebagai nilai rujukan deskriptif dan
sekaligus sebagai nilai rujukan preskriptif serta
menjadi dasar kebijakan dalam menentukan
prioritas
Prioritas pembangunan pada tahun 2019
disusun dengan mengacu pada kebijakan
mandatory dalam Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) 2019 tujuan dan sasaran dalam RPJMD
(tahun ketiga) tanpa melupakan filosofi
otonomi khusus yang menjadi dasar
Perencanaan ditekankan pada penyelesaian
permasalahan dan isu-isu strategis yang
berkembang di tingkat provinsi wilayah dan
nasional dengan tetap memperhatikan pokok-
pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Prioritas pembangunan Papua Barat
tahun 2019 menjadi sebuah arahan dan acuan
dalam melaksanakan program dan kegiatan
dengan rincian sebagai berikut
a Peningkatan kualitas pelayanan dasar dan
kualitas hidup masyarakat (P1)
b Peningkatan investasi daerah melalui
pemanfaatan sumber daya yang
berkelanjutan dan berkeadilan (P2)
c Peningkatan infrastruktur wilayah untuk
mengurangi kemiskinan dan kesenjangan
antarwilayah (P3)
d Pengoptimalan pelaksanaan reformasi
birokrasi ketentraman dan ketertiban umum
serta kinerja otonomi khusus (P4)
Tabel 12
Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Prioritas Misi Tujuan
P1 Meningkatkan kualitas
pelayanan dasar
pendidikan dan kesehatan
Mewujudkan sumber daya
manusia yang cerdassehat dan
berdaya saing
Meningkatkan kapasitas
infrastrukur dasar
Terwujudnya pemerataan
pembangunan infrastruktur dasar
dan layanan publik
Memperkuat
pemberdayaan
masyarakatperempuan
dan perlindungan anak
berbasis masyarakat
berketahanan sosial
Mewujudkan masyarakat
berketahanan sosial
Meningkatnya kinerja penataan
penduduk dan pelayanan hak
Kependudukan masyarakat
P2 Mewujudkan pengelolaan
lingkungan dan sumber
daya alam yang
berkeadilan dan
berkelanjutan
Mewujudkan pengembangan
dan pembangunan daerah
yang berwawasan lingkungan
Meningkatkan daya saing
perekonomian dan
investasi daerah berbasis
pariwisata
Meningkatkan perekonomian
daerah yang didukung oleh
pemanfaatan potensial
sumberdaya lokal lintas sektor
Terwujudnya daya dukung dan
daya tarik pariwisata terpadu
berskala internasional
Membangun pertanian
yang mandiri dan
berdaulat
Terwujudnya kedaulatan pangan
dan revolusi pembangunan
pertanian dalam arti luas
sebagai daya ungkit
pertumbuhan ekonomi daerah
P3 Meningkatkan kapasitas
infrastruktur dasar
Terwujudnya pemerataan
pembangunan infrastruktur dasar
dan layanan publik
P4 Menciptakan tata kelola
pemerintahan yang baik
berbasis aparatur yang
bersihdan berwibawa
(good and clean
governance) serta otonomi
khusus yang efektif
Meningkatkan kinerja
penyelenggaraan otonomi
khusus
Meningkatnya Kualitas
Manajemen Penyelenggaraan
Pemerintahan Sinergitas
Kebijakan Pembangunan Dan
Pelayanan Publik Serta Efektivitas
Pelaksanaan Kebijakan Otonomi
Khusus
Terwujudnya Pengelolaan Data
Dan Informasi Layanan Publik
Yang Terintegrasi Dan Berbasis IT
Memperkuat kerukunan
umat beragama dan
kondisivitas daerah
Meningkatnya stabilitas wilayah
dan daya tahan masyarakat
Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)
5 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Dari 4 (empat) prioritas pembangunan Provinsi
Papua Barat tersebut di trajectory-kan dalam 9
misi yang mengarah pada 13 tujuan yang akan
dicapai melalui berbagai macam sasaran-
sasaran pembangunan dengan beragam
indikator sebagai ukuran Selain itu sebagai
gambaran pencapaian sasaran
pembangunan dan efektivitas kebijakan fiskal
secara umum dalam RKPD tahun 2019 juga
ditetapkan target indikator-indikator makro dan
kesejahteraan sebagai ukuran keberhasilan
sebagaiman tahun-tahun sebelumnya
Penggunaan indikator makro dan
kesejahteraan setidaknya mampu menangkap
gambaran sejauh mana pembangunan di
Provinsi Papua Barat berhasil dilaksanakan dan
memberi pengaruh bagi perekonomian
masyarakat
RKPD yang telah ditetapkan melalui Peraturan
Gubernur (Pergub) menjadi dokumen dasar
dari Kebijakan Umum APBD (KUA) dan
penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran
Sementara (PPAS) dalam membiayai
pembangunan daerah dalam satu tahun
Melalui pembiayaan pembangunan yang
bersumber dari APBD dan didukung oleh APBN
dengan kewenangan Dekonsentrasi (DK) dan
Tugas Pembantuan (TP) program dan kegiatan
dapat dilaksanakan dan sasarantarget
pembangunan daerah diupayakan untuk
dicapai
Pemanfaatan anggaran dalam pelaksanaan
program dan kegiatan oleh OPD tertuang
dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
sebagai penjabaran teknis serta pedoman
kegiatan yang harus dilaksanakan Atas dasar
RKA OPD mendapatkan anggaran yang
ditetapkan batasan alokasinya dalam
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
sebagai dasar optimalisasi sumber daya yang
dimiliki dalam mencapai output yang
ditargetkan
B TANTANGAN DAERAH
Pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masa kini dengan memperhitungkan
kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri
(World Commission on Environment and
Development 1990) Prinsip pembangunan
berkelanjutan merupakan prinsip
keseimbangan pembangunan aspek sosial
ekonomi dan lingkungan (Kates et al 2005) Ide
pembangunan berkelanjutan mengandung
tiga tujuan pembangunan yaitu kekuatan
ekonomi tanggung jawab terhadap ekologi
dan keadilan sosial untuk mencapai tujuan
pembangunan jangka pendek dengan tidak
mengorbankan tujuan pembangunan jangka
panjang
Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
dalam wujud implementasi RKPD (jangka
pendek) dan RPJMD (jangka menengah) oleh
Tabel 13
Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam
RKPD Provinsi Papua Barat
Indikator Target 2017 2018 2019
Laju Pertumbuhan Ekonomi () 500 700 700
Laju Inflasi Tahunan () 328 408 366
Indeks Pembangunan Manusia
(Angka)
6232 6321 6364
Rasio Gini (Angka) 037 038 037
Persentase Tingkat Kemiskinan
()
2510 2427 2329
Tingkat Pengangguran Terbuka
()
752 645 642
Indeks Kesenjangan
WilayahIndeks Williamson
(Angka)
045 043 042
Pengeluaran per kapita per
bulan (Rp juta)
110 120 130
Produktivitas total daerah (Rp
juta)
16700 16750 17000
Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
6
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
pemerintah daerah dalam bingkai otonomi
daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan
dan kondisi daerah pada saat pembuatan dan
pengembangan kebijakan Kebijakan
pembangunan harus peka terhadap potensi
dan hambatan daerah dalam hal kondisi
perekonomian masyarakat sosial
kependudukan dan geografi wilayah
(Zumaeroh 2011)
B1 Tantangan Ekonomi Daerah
Pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus selama ini didominasi
oleh pengaruh faktor ekonomi Kekayaan alam
yang melimpah berupa hutan mineral
tambang maupun kelautan ditambah dengan
tenaga kerja menjadi sumber daya yang
tersedia untuk dapat dimanfaatkan menjadi
modal utama perekonomian Menurut Sukirno
(2011) ketersediaan tenaga kerja mampu
mempengaruhi pembangunan ekonomi
daerah dalam mengembangkan kegiatan
ekonominya sehingga infrastuktur lebih banyak
tersedia perusahaan semakin banyak dan
semakin berkembang taraf pendidikan
semakin tinggi dan teknologi semakin
meningkat
B11 Kesenjangan
Perekonomian Provinsi Papua Barat sangat
bertumpu pada sektor pertambangan dengan
dua kabupatenkota yang menjadi penggerak
utama yaitu Kota Sorong dan Kab Manokwari
Kota Sorong merupakan pusat kegiatan bagi
regional Papua Barat karena memiliki simpul
transportasi yang sangat strategis sebagai
gerbang tranportasi Provinsi Papua Barat
sekaligus menjadi pusat kegiatan jasa dan
perdagangan Kondisi ini telah ada sejak zaman
pendudukan Belanda akibat adanya kegiatan
pengolahan dan perdagangan bahan hasil
pertambangan Wilayah lainnya yang
tergolong memiliki jenis layanan lengkap
kepada masyarakat adalah Kabupaten
Manokwari sebagai ibukota provinsi Sementara
wilayah lainnya sebagai daerah otonomi baru
fungsi-fungsi layanan yang semestinya ada
masih belum didirikan Pola struktur ruang
wilayah-wilayah tersebut saat ini masih linier
yaitu mengikuti pola jaringan jalan arteri belum
berkembang dan melebar seperti halnya Kota
Sorong dan Kab Manokwari
Kesenjangan yang terjadi antara Kota Sorong
dan Kab Manokwari dengan kabupaten
lainnya dipengaruhi oleh beberapa sektor yaitu
konstruksi informasi dan komunikasi dan
transportasi dan pergudangan yang menjadi
engine growth selain pertambangan dan
industri yang telah memajukan Kota Sorong
Sedangkan sektor real estate konstruksi dan
administrasi pemerintahan pertahanan dan
jaminan sosial wajib menjadi pendorong Kab
Manokwari Pada kabupatenkota lainnya
didorong oleh sektor pertanian kehutanan
perikanan dan kelautan dengan nilai produksi
yang relatif kecil Secara keseluruhan
pergerakan perekonomian Provinsi Papua Barat
masih didominasi oleh sektor migas
dibandingkan industri pengolahan non-migas
Pemeran utama sektor pertambangan adalah
industri minyak bumi yang berada di Kota
Sorong dan Kab Sorong serta industri Liquid
Natural Gas (LNG) di Kab Teluk Bintuni
Meskipun dominan kontribusi sektor industri
pengolahan (migas) terus mengalami
penurunan dalam beberapa tahun terakhir
disebabkan oleh menurunnya harga minyak
dan gas di pasar internasional Berdasarkan
kontribusi terbesar terhadap PDRB terlihat
bahwa setiap tahunnya didominasi oleh
7 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
kabupatenkota yang sama yaitu Kab Teluk
Bintuni Kab Sorong dan Kota Sorong sebagai
lokasi pertambangan Perekonomian Provinsi
Papua Barat berada di sekitaran sektor migas
(pertambangan dan penggalian industri
pengolahan konstruksi) sementara sektor
pertanian kehutanan perikanan dan kelautan
belum mampu berkontribusi banyak meskipun
Provinsi Papua Barat memiliki lahan non-
pemukiman dan non-industri yang luas
mencapai 9965 persen dari total wilayah
B12 Infrastruktur
Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua Barat
yang memprioritaskan peningkatan investasi
dan pembangunan infrastruktur diharapkan
dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah
dan antar sektor Peningkatan investasi di sektor
pertanian kehutanan perikanan dan kelautan
akan mendorong wilayah lain yang tidak
memiliki pertambangan untuk dapat
meningkatkan produktivitas
Sejauh ini penanaman modal di Provinsi Papua
Barat telah berhasil meningkat khususnya pada
sektor tanaman pangan perkebunan dan
peternakan melalui Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) senilai Rp25546 miliar (tahun
2019) namun investasi tersebut hanya
tersentralisasi di Kab Manokwari Hal yang
sama juga terjadi di sektor transportasi gudang
dan telekomunikasi dengan investasi yang
berlokasi di seputaran 4 (empat)
kabupatenkota utama di Provinsi Papua Barat
Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA)
lebih banyak berkutat di sektor pariwisata (Hotel
dan Restoran) di Kab Raja Ampat dan
perindustrian di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Sorong yang menjadi unggulan pemerintah
pusat dan daerah sehingga memiliki insentif
investasi
Prioritas pemerintah daerah pada
pembangunan infrastruktur berupa jalan
dilakukan dalam rangka membuka aksesibilitas
antar wilayah Selama ini kondisi jalan di Provinsi
Papua Barat hanya 3453 persen dari 867252
km yang berada dalam kondisi baik sisanya
dalam kondisi sedang (2581 persen) rusak
(1808 persen) dan rusak berat (2157 persen)
Tabel 15
Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Sektor
2018 2019
Proyek Nilai
(juta Rp) Proyek
Nilai
(juta Rp)
Tanaman
Pangan
Perkebunan
dan Peternakan
1 4790370 7 25545830
Industri 4 250160 5 1425500
Konstruksi - - 2 34880
Perdagangan
dan Reparasi
2 45490 5 21990
Hotel dan
Restoran
- - 1 30000
Transportasi
Gudang dan
Telekomunikasi
- - 5 9887650
Perumahan
Kawasan Industri
dan Perkantoran
- - 1 1060140
Jasa Lainnya - - 2 18000
Sumber BKPM (data diolah)
Tabel 14
PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar)
KabupatenKota PDRB
Kontribusi
Kab Fakfak 530371 629
Kab Kaimana 279143 331
Kab Teluk Wondama 158039 187
Kab Teluk Bintuni 3046584 3612
Kab Manokwari 994872 1179
Kab Sorong Selatan 192266 228
Kab Sorong 1113059 1320
Kab Raja Ampat 291339 345
Kab Tambraw 22851 027
Kab Maybrat 71835 085
Kab Manokwari Selatan 82336 098
Kab Pegunungan Arfak 20107 024
Kota Sorong 1631730 1935
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
8
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Ditambah dengan kontur jalan yang hanya 65
persen telah diaspal sedangkan sisanya masih
berupa tanah batukerikil dan rerumputan
Kondisi ini menghambat perekonomian karena
jalan telah menjadi tulang punggung
pergerakanperpindahan barang dan
manusia serta menjadi penghubung utama
antar wilayah di Provinsi Papua Barat yang
memiliki jarak antar kabupatenkota yang
sangat jauh Bahkan dari Kota Sorong menuju
Kab Manokwari ditempuh selama 16-18 jam
tergantung cuaca dan hanya bisa dilalui
dengan kendaraan penggerak 4 roda
Selain jalan pembangunan infrastruktur untuk
mengurangi kesenjangan antar wilayah dan
antar sektor adalah dengan mengatasi defisit
pasokan energi listrik Sistem kelistrikan di Provinsi
Papua Barat saat ini dapat dikatakan masih
terisolasi karena unit pembangkit listrik yang
ada masih belum merata atau cenderung
terpusat di Kota Sorong Kab Sorong Kab Teluk
Bintuni dan Kab Manokwari Wilayah Provinsi
Papua Barat secara keseluruhan memiliki masih
rasio elektrifikasi yang rendah karena luas
wilayahnya dan jarak antar rumah tangga
cukup jauh sehingga masih banyak rumah
tangga dengan sumber penerangan listrik non
PLN dan menggunakan pelitasenter Padahal
dorongan terhadap perekonomian sudah
seharusnya diselaraskan dengan angka rasio
elektrifikasi yang lebih tinggi dari nasional
(ge9886 persen)
Keterbatasan kapasitas infrastruktur Provinsi
Papua Barat berpengaruh pada peningkatan
biaya koleksi dan distribusi yang pada gilirannya
memperburuk daya saing produk yang
dihasilkan Keterbatasan dan rendahnya
kualitas infrastruktur jalan dan listrik merupakan
faktor penyebab utama tingginya biaya
ekonomi Ditambah lagi dengan terbatasnya
Aspal
65
Tidak
diaspal
30
Lainnya
5
Grafik 12
Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 16
Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen)
KabupatenKota Rasio
Kab Fakfak 7077
Kab Kaimana 6868
Kab Teluk Wondama 6742
Kab Teluk Bintuni 7665
Kab Manokwari 9890
Kab Sorong Selatan 8785
Kab Sorong 8978
Kab Raja Ampat 6852
Kab Tambraw 6582
Kab Maybrat 6492
Kab Manokwari Selatan 6725
Kab Pegunungan Arfak 6239
Kota Sorong 9939
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Baik
34
Sedang
26Rusak
18
Rusak
Berat
22
Grafik 11
Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
9 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
infrastruktur pelabuhan laut (pelabuhan besar
hanya berada di Kab Fakfak Kab Manokwari
dan Kota Sorong) dan pelabuhan udara
(bandara besar hanya berada di kab
Manokwari dan Kota Sorong) membuat biaya
produksi biaya koleksi dan biaya distribusi di
Provinsi Papua Barat semakin meningkat Biaya-
biaya ekonomi yang membebani ini harus
ditanggung oleh para pelaku ekonomi
sehingga secara langsung berpengaruh pada
tingginya harga barang serta kurangnya minat
berinvestasi
B13 Ketenagakerjaan
Selain upaya untuk mengoptimalkan SDA
melalui peningkatan kapasitas infrastruktur
pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus juga memperhatikan
SDM sebagai bagian dari faktor ekonomi Salah
satu permasalahan yang dihadapi dalam
ketenagakerjaan adalah rendahnya tingkat
pendidikan yang dimiliki angkatan kerja Dari
keseluruhan penduduk yang bekerja sebagian
besar memiliki kualifikasi tamatan SD sebanyak
345 persen (150680 jiwa) sedangkan 246
persen (107420 jiwa) memiliki ijazah SMA dan
1559 persen (68066 jiwa) telah tamat SMP
Tenaga kerja tersebut banyak bekerja di sektor
pertanian kehutanan perikanan dan
kelautan Sektor ini merupakan tulang
punggung utama perekonomian masyarakat
serta menjadi sumber pangan utama Provinsi
Papua Barat
Pada tenaga kerja dengan kualifikasi
Universitas sebagian besar adalah pendatang
yang bermigrasi dan bukan OAP Para tenaga
kerja ini lebih banyak bekerja di sektor
pertambangan dan industri kabupatenkota
besar yang ada di Provinsi Papua Barat Kondisi
ini menunjukkan bahwa kualitas dan
produktivitas tenaga kerja di Provinsi Papua
Barat perlu untuk ditingkatkan baik itu melalui
peningkatan akses pendidikan maupun
pemberian pelatihan khusus agar dapat
berpartisipasi penuh dalam perekonomian
B14 Keamanan
Ketenteraman ketertiban umum dan
perlindungan masyarakat merupakan salah
satu hal penting yang perlu dijaga untuk
memperlancar pembangunan (UU No 32
Tahun 2004) Untuk menciptakan kondisi
tersebut maka perkembangan angka
kriminalitas dan risiko tindak pidana kriminalitas
harus terus dipantau Angka kriminalitas
merupakan angka yang biasa digunakan untuk
menukur tindak kejahatan pidana Secara
umum angka kriminalitas di Provinsi Papua Barat
cenderung fluktuatif Pada tahun 2017 hingga
2019 terjadi kenaikan angka kriminalitas dari
2262 kasus menjadi 3621 kasus namun pada
tahun 2018 sempat turun menjadi 2137 kasus
Jumlah ini termasuk dengan gangguan
keamanan yang diberikan oleh kelompok
Tabel 17
Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa)
Kategori 2018 2019
Penduduk Usia Kerja (gt15th) 56517 667110
Angkatan Kerja 445630 461061
Bekerja 417544 436739
Tamat SD Kebawah 146368 150680
Tamat SMP 61916 68066
Tamat SMA 99220 107420
Tamat SMK 34622 32127
Tamat Diploma IIIIII 13945 16364
Tamat Universitas 61473 62082
Pengangguran 28086 28086
Bukan Angkatan Kerja 210887 206049
Sekolah 77322 77322
Mengurus Rumah Tangga 116418 116417
Lainnya 17147 17147
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
10
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
separatis atau Kelompok Kekerasan Bersenjata
(KKB) yang ingin Pulau Papua merdeka dari
NKRI
Selain itu untuk mengukur kriminalitas juga
dapat dapat menggunakan risiko penduduk
terkena tindak pidana Risiko penduduk terkena
tindak pidana merupakan indeks kemungkinan
terjadi kriminalitas atau kejahatan per 100000
penduduk dihitung dari total kriminalitas per
jumlah penduduk per tahun Perhitungan ini
dapat digunakan untuk mengantisipasi jumlah
kasus yang akan terjadi karena perhitungannya
menggunakan jumlah kasus tindak kejahatan
yang sudah terjadi dibagi dengan jumlah
penduduk pada waktu yang sama Di Provinsi
Papua Barat rasio untuk tahun 2019 yaitu
sebesar 241 persen Hal ini berarti setiap 100000
penduduk di Provinsi Papua Barat sekitar 241
orang berisiko terkena tindak pidana
B2 Tantangan Sosial Kependudukan
Persoalan sosial kependudukan dan
ketenagakerjaan seperti perubahan struktur
umur dan juga pola distribusi serta mobilitas
diikuti dengan dinamika kualitas akan
membutuhkan penanganan yang serius Tanpa
adanya sikap keseriusan maka potensi
penduduk sebagai modal pembangunan akan
tinggal sebagai jargon semata (Tjiptoherijanto
2017)
B21 Kependudukan
Sebagai provinsi di timur Indonesia Papua Barat
yang memiliki tingkat pertumbuhan cukup
tinggi yang salah satunya disebabkan oleh
banyaknya migrasi penduduk Kondisi Provinsi
Papua Barat dengan infrastruktur yang masih
terbatas akan menyulitkan jika jumlah
penduduk meningkat pesat meskipun jumlah
penduduk tersebut masih relatif sedikit jika
dibandingkan dengan luas wilayahnya Hal ini
dapat terjadi ketika kebutuhan layanan dan
fasilitas kesehatan pendidikan serta penunjang
kehidupan lainnya tidak mencukupi kebutuhan
penduduk sehingga akan mempersulit
kehidupan masyarakat
Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat
sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah
sebesar 10295515 km membentuk kepadatan
penduduk 932 jiwa per kmsup2 Wilayah yang
memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi
adalah Kota Sorong (38727 jiwakmsup2) dan Kab
Manokwari (5498 jiwakmsup2) Tingginya
kepadatan penduduk di wilayah ini disebabkan
karena keduanya memiliki sarana transportasi
dan aksesibilitas yang paling memadai
Tabel 19
Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
KabupatenKota Penduduk
(Jiwa)
Luas
(kmsup2)
Kepad
atan
Kab Fakfak 78686 1432000 549
Kab Kaimana 60216 1624184 371
Kab Teluk Wondama 32521 395953 821
Kab Teluk Bintuni 64406 2084083 309
Kab Manokwari 175178 318628 5498
Kab Sorong Selatan 46922 659431 712
Kab Sorong 88927 654423 1359
Kab Raja Ampat 48493 803444 604
Kab Tambraw 13879 1152918 120
Kab Maybrat 40899 546169 749
Kab Manokwari Selatan 2422 281244 086
Kab Pegunungan Arfak 30976 277374 1117
Kota Sorong 254294 65664 38727
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 18
Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat
Tahun Penduduk
(Jiwa)
Tindak
Pidana
2015 871510 2281 038
2016 893966 3621 025
2017 915318 3753 024
2018 937405 3862 024
2019 959617 3981 024
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
11 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
infrastruktur yang cukup bagus memiliki variasi
aktivitas ekonomi yang cukup tinggi keadaan
ekonomi yang lebih baik dibanding kabupaten
yang lain Selama ini Kota Sorong dikenal
sebagai pelabuhan ramai di kawasan
Indonesia timur yang menjadi pintu masuk arus
barang dan jasa di Provinsi Papua Barat
sehingga terjadi arus migrasi penduduk yang
tinggi Sedangkan pada Kab Manokwari posisi
sebagai ibukota provinsi mendorong
peningkatan migrasi penduduk yang didorong
meningkatnya administrasi kegiatan
pemerintahan dan perdagangan
B22 Kesehatan
Tersedianya fasilitas kesehatan dan pelayanan
yang mampu menjangkau dan dijangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat merupakan prioritas
utama dalam pembangunan kesehatan Salah
satu fasilitasnya adalah rumah sakit Semakin
meratanya distribusi rumah sakit di
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
diharapkan mampu meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat Belum semua
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
memiliki rumah sakit
Pada tahun 2019 terdapat 17 rumah sakit di
Provinsi Papua Barat yang terdiri dari 5 rumah
sakit di Kota Sorong 3 rumah sakit di Kab
Manokwari 3 rumah sakit di Kab Sorong dan
masing-masing satu rumah sakit di Kab Raja
Ampat Kab Sorong Selatan Kab Teluk Bintuni
Kab Teluk Wondama Kab Kaimana dan Kab
Fakfak Terdapa empat Kabupaten yang tidak
memiliki fasilitas rumah sakit sama sekali yaitu
Kab Pegunungan Arfak Kab Manokwari
Selatan Kab Maybrat dan Kab Tambrauw
Keempat kabupten ini merupakan kabupaten-
kabupaten yang baru dimekarkan
Selain rumah sakit fasilitas kesehatan lainnya
yang ikut berperan penting adalah puskesmas
Berbeda dengan rumah sakit puskesmas sudah
menyebar di seluruh kabupatenkota di Provinsi
Papua Barat Pada tahun 2019 total jumlah
puskemas di Provinsi Papua Barat terdapat 166
puskemas dengan jumlah puskesmas
terbanyak berada di Kab Teluk Bintuni
sebanyak 20 puskesmas dan jumlah puskesmas
paling sedikit berada di Kab Manokwari
Selatan sebanyak 5 puskesmas
Ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga
medis merupakan salah satu indikator penting
setelah tersedianya fasilitas kesehatan Tenaga
medis inilah yang nantinya akan melakukan
pengobatan dan penanganan medis Namun
penyebaran tenaga medis ini belum merata di
Provinsi Papua Barat terutama di kabupaten
baru hasil pemerakaran Tercatat sebanyak 306
dokter di Provinsi Papua Barat yang terdiri dari
68 dokter ahli 265 dokter umum dan 41 dokter
gigi Dari ketiga kategori tersebut jumlah dokter
terbanyak berada di Kota Sorong sebanya 129
dokter Kondisi ini menyebabkan pelayanan
kesehatan menjadi tidak optimal karena
tenaga medis cenderung lebih terkonsentrasi di
kabupatenkota yang sudah ramai dan
memiliki fasilitas yang lebih memadai
Sedangkan untuk daerah yang memiliki akses
yang relatif lebih sulit jarang sekali dapat
ditemui tenaga medis walaupun fasilitas seperti
puskesman sudah tersedia
Rendahnya jumlah dokter di Provinsi Papua
Barat ini mencerminkan rendahnya tingkat
pelayanan kesehatan yang ada Hal ini dapat
dilihat dengan menggunakan rasio jumlah
penduduk Provinsi Papua Barat terhadap
jumlah dokter Pada tahun 2019 terlihat bahwa
rasio jumlah penduduk terhadap dokter sangat
tinggi Secara umum rasio di Provinsi Papua
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
12
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Barat pada tahun 2019 sebesar 306477 yang
artinya sekitar 3065 penduduk akan diobati
oleh 1 dokter Rasio terbesar berada di
Kabupaten Kaimana yaitu 4632
pendudukdokter Keadaan ini membuat
banyak penduduk harus menuju kabupaten
yang memiliki fasilitas tenaga medis untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan Adapun
data dokter pada 4 kabupaten yaitu Kab
Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari
Selatan dan Kab Pegunungan Arfak masih
beum tersedia
Indikator lain yang mempengaruhi kualitas
kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat
selain fasilitas dan pelayanan kesehatan
adalah jenis penyakit yang ada Terdapat 5
jenis penyakit endemik di Provinsi Papua Barat
yaitu malaria TB paru kusta DBD dan HIV-AIDS
Kasus penyakit terbanyak yang terjadi di Provinsi
Papua Barat adalah malaria sebanyak 82487
kasus Hal ini dikarenakan Provinsi Papua Barat
merupakan salah satu provinsi endemik malaria
sehingga tidak heran apabila kasus malaria
merupakan jenis penyakit yang diperhatikan di
Provinsi Papua Barat Kemudian kusta
sebanyak 633 kasus TB Paru sebanyak 577
kasus dan DBD sebanyak 87 kasus pada tahun
2019 Sedangkan khusus untuk kasus HIV-AIDS
terdapat 13 kasus baru di Provinsi Papua Barat
sepanjang tahun 2019 dengan kasus kumulatif
sebesar 1734 kasus (ODHA)
Adanya tenaga medis yang disertai dengan
ketersediaan fasilitas kesehatan memadai
dapat membawa pada peningkatan kualitas
kesehatan Kualitas kesehatan masyarakat ini
dapat terlihat dari besaran angka harapan
hidup Angka harapan hidup (AHH) adalah
perkiraan banyaknya tahun yang dapat
ditempuh oleh seseorang selam hidup (secara
rata-rata) Semakin tinggi AHH
mengindikasikan semakin tingginya kualitas fisik
penduduk suatu daerah Secara umum angka
harapan hidup di kabupatenkota di Papua
Barat mengalami peningkatan Pada tahun
2018 angka harapan hidup Provinsi Papua Barat
mencapai 656 tahun yang artinya rata-rata
penduduk Provinsi Papua Barat dapat
menjalani hidup hingga 65 tahun Angka
harapan hidup tertinggi tertinggi berada di Kota
Sorong sebesar 698 tahun dan angka harapan
terendah berada di Kab Teluk Wondama
sebesar 599 tahun
Perkembangan AHH per tahun di Papua Barat
tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam
satu periode perhitungan Hal ini berarti dalam
waktu satu tahun penurunan angka kematian
Malaria
82487
Kusta
633TB Paru
577
DBD
87
Grafik 13
Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 110
Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Jumlah
Penduduk Dokter Rasio
Kab Fakfak 78686 26 302638
Kab Kaimana 60216 13 463200
Kab Teluk Wondama 32521 9 361344
Kab Teluk Bintuni 64406 30 214687
Kab Manokwari 175178 39 449174
Kab Sorong Selatan 46922 10 469220
Kab Sorong 88927 19 468037
Kab Raja Ampat 48493 31 156429
Kota Sorong 254294 129 197127
Sumber BPS dan Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
13 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
bayi yang tajam sulit terjadi implikasinya
adalah angka harapan hidup yang dihitung
berdasarkan harapan hidup waktu lahir
menjadi lambat untuk mengalami kemajuan
B23 Pendidikan
Salah satu indikator keberhasilan pemerintah
daerah dalam pembangunan pendidikan
adalah berkurangnya penduduk yang buta
huruf Angka melek huruf (literacy rate) adalah
persentase penduduk usia 15 tahun ke atas
yang dapat membaca dan menulis huruf latin
dan atau huruf lainnya Sampai dengan tahun
2019 perkembangan penduduk yang melek
huruf menunjukkan hasil yang
menggemberikan dengan adanya persentase
penduduk yang melek huruf sebesar 9814 Hal
tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat
penduduk Provinsi Papua Barat yang masih
belumtidak dapat membaca dan menulis
Penduduk tersebut didominasi oleh penduduk
yang berusia tua (gt45 tahun) penduduk yang
tinggal di daerah terpencil komunitas-
komunitas khusus dan penyandang cacat
Kelompok penduduk ini sulit untuk dijangkau
pelayanan pendidikan disebabkan baik oleh
faktor internal seperti kemampuan dan
keinginan belajar yang sudah menurun dan
faktor eksternal seperti terbatasnya
ketersediaan pelayanan (akses) pendidikan
keaksaraan bagi mereka Apabila dirinci
menurut kabupatenkota persentase melek
huruf terbesar berada di Kota Sorong sebesar
9971 dan terendah berada di Kab
Pegunungan Arfak
Selain angka melek huruf gambaran mengenai
pembangunan pendidikan dapat dilihat dari
tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke
atas yang ditamatkan (ijazah tertinggi yang
dimiliki) Semakin tinggi tingkat pendidikan
tertinggi yang ditamatkan maka semakin baik
pula kualitas manusianya Meskipun terdapat
kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan yang ditamatkan maka semakin
kecil jumlah penduduk yang lulus pada level
pendidikan tersebut
Dengan masih banyaknya persentase
penduduk yang tidak memiliki ijazah atau
hanya bersekolah SDMI di Provinsi Papua Barat
sebagaimana terlihat pada tabel 112 maka
peningkatan ilmu pengetahuan dan
pendidikan lanjut di perguruan tinggi menjadi
sebuah kebutuhan yang mutlak Jumlah lulusan
perguruan tinggi yang ada sekarang dirasakan
masih belum cukup memadai dibandingkan
Tabel 111
AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
KabupatenKota 2017 2018 2019
Kab Fakfak 6790 6800 6810
Kab Kaimana 6380 6400 6400
Kab Teluk Wondama 5930 5960 5990
Kab Teluk Bintuni 6020 6060 6130
Kab Manokwari 6790 6800 6810
Kab Sorong Selatan 6560 6570 6580
Kab Sorong 6550 6560 6570
Kab Raja Ampat 6420 6430 6430
Kab Tambraw 5950 5970 6000
Kab Maybrat 6470 6470 6470
Kab Manokwari Selatan 6680 6690 6690
Kab Pegunungan Arfak 6660 6670 6670
Kota Sorong 6940 6980 6980
Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 112
Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun
di Provinsi Papua Barat (persen)
Jenjang Tertinggi 2017 2018 2019
Tidak punya ijazah 1947 2470 2320
SDMI 2382 2346 2205
SMP 1946 1833 1808
SMA 2167 1965 2034
SMK 536 461 542
Diploma III 067 05 056
Akademi Diploma III 199 185 164
Diploma IVS-1S-2S-3 756 69 869
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
14
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
dengan besarnya sumber daya alam yang
dimiliki oleh Provinsi Papua Barat Ditambah
dengan sebaran lulusan tersebut yang berada
di kabupatenkota besar (Kab Manokwari
Kab Fakfak Kab Sorong dan Kota Sorong) di
Provinsi Papua Barat Sebagai wilayah dengan
potensi pariwisata yang tinggi Provinsi Papua
Barat membutuhkan kualitas sumber daya
manusia yang baik sehingga ke depannya
penduduk yang memiliki ijazah pendidikan
tinggi diharapkan mampu menjadi tulang
punggung pembangunan perekonomian
daerah
B24 Pertanahan
Pola kepemilikan lahan di Provinsi Papua Barat
adalah tanah hak negara dan tanah hak
ulayat Tanah hak ulayat merupakan status
tanah secara adat dan dikuasai oleh kepala
adat atau ondoafi Pada umumnya di wilayah
lingkaran hukum adat Papua dikenal dua sistem
penguasaaankepemilikan tanah yaitu
kepemilikan komunal dan kepemilikan individu
Kepemilikan komunal ini masih dapat
dibedakan lagi mejadi kepemilikan berbasis
marga kecil yaitu klan atau marga tertentu dan
kepemilikan berbasis marga besar yaitu
kepemilikan berdasarkan kampung
Sedangkan kepemilikan individu bukan
perorangan melainkan berdasar keturunan
Secara internal ada tata aturan yang mengatur
ke dalam keluarga tentang pembagian hak
dari penguasaan maupun pengelolaan tanah
dan di sana diakui bagian setiap anggota
sesuai dengan marganya Namun kekuasaan
kepemimpinan atas tanah secara sosial religi
berada pada orang tertentu yang berasal dari
garis keturunan tertua
Pada umumnya tanah milik dan tanah milik
dengan hak pakai tidak dapat diperjualbelikan
dan dipindah tangankan dengan bebas pada
masyarakat luar Setiap keluarga akan selalu
mempertahankan tanah dan kampung mereka
masing-masing karena tanah dan kampung
merupakan bagian penting dari kehidupan
masyarakat mereka Hal ini dikarenakan cara
hidup masyarakat yang masih berharap dan
menggantungkan diri pada persediaan sumber
daya alam di lingkungan sekitarnya Di samping
itu juga mengingat besarnya pengorbanan
nenek moyang atau leluhur saat memperoleh
tanah tersebut pada zaman dahulu Oleh
sebab itu tanah ulayat ini tidak mudah dengan
begitu saja untuk dilepas tanpa seizin kepala
adat
Seringkali terjadi permasalahan ketika tanah
telah dikuasai (dijual) kepada suatu pihak lain
(bahkan Negara) terdapat anggota keluarga
(margaturunan) yang berupaya
mempertahankan tanah tersebut atau
meminta ganti rugi kembali Padahal status
kepemilikan dan pengelolaan sudah berpindah
dari kepala adat atau keturunan tertua melalui
proses jual beli yang sah secara hukum dengan
adanya sertifikat pelepasan hak tanah adat
Anggota keluarga tersebut melakukan
pemalangan (penutupan akses) dengan
alasan tidakbelum mendapatkan bagian dari
hasil penjualan
Tabel 113
Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat
Jenis Status Kuasa Hak Milik Hak Kuasa
Kelola
Tanah Negara Pemerintah
Pusat
Daerah
Pemerintah
Pusat
Daerah
Pemerintah
Pusat
Daerah
Tanah Ulayat Kepala Adat Komunal Marga Kecil
Marga Besar
Individu Keturunan
Sumber ATRBPN Provinsi Papua Barat (data diolah)
15 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
B3 Tantangan Geografi Wilayah
Menurut Soleh (2017) potensi wilayah sebagai
wujud daya kekuatan kesanggupan dan
kemampuan yang dimiliki oleh suatu wilayah
yang mempunyai kemungkinan untuk dapat
dikembangkan berbentuk potensi fisik Lebih
lanjut dijelaskan bahwa potensi fisik adalah
berupa tanah air iklim lingkungan geografis
binatang ternak dan sumber daya manusia
sudah sehausnya dimanfaatkan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Pembentukan Provinsi Papua Barat sebagai
daerah otonom memiliki tujuan untuk
memperpendek rentang kendali pemerintahan
dalam rangka memberikan pelayanan publik
yang lebih baik kepada masyarakat Selain itu
hal lain yang menjadi pertimbangan penting
adalah untuk mempercepat pelaksanaan
pembangunan dengan menggunakan tanah
air iklim lingkungan hewan atau semua
kekayaan alam serta sumber daya manusia
yang dimiliki guna meningkatkan taraf hidup
dan kesejahteraan masyarakat Papua Barat
B31 Letak Wilayah
Secara geografis Provinsi Papua Barat terletak
di antara 0ordm-43ordm Lintang Selatan dan 1292ordm-
1352ordm Bujur Timur Dengan luas wilayah daratan
mencapai 10295515 kmsup2 dan beribukota di
Kab Manokwari Provinsi Papua Barat memiliki
13 kabupatenkota yang terdiri dari Kab
Fakfak Kab Kaimana Kab Teluk Wondama
Kab Teluk Bintuni Kab Manokwari Kab Sorong
Selatan Kab Sorong Kab Raja Ampat Kab
Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari
Selatan dan Kab Pegunungan Arfak serta
Kota Sorong Kabupaten dengan wilayah
terluas di Provinsi Papua Barat adalah Kab Teluk
Bintuni dengan luasan mencapai 2024 persen
dari luas wilayah provinsi (2084083 kmsup2)
sedangkan Kota Sorong menjadi wilayah
dengan luasan terkecil 068 persen (65664 kmsup2)
Provinsi Papua Barat merupakan wilayah
pemekaran dengan posisi geografis yang
strategis di Indonesia bahkan di dunia Posisi
penting ini dalam konteks kekayaan
keanekaragaman hayati laut dunia Wilayah
Provinsi Papua Barat khususnya Kab Raja
Ampat terletak di pusat segitiga karang dunia
(coral triangle) yang merupakan lokasi dengan
keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia
dengan berbagai jenis kekayaan laut baik
spesies ikan moluska dan hewan karang
Disertai kekayaan sumber daya laut yang tinggi
dengan berbagai jenis ekosistem yang
mendukung tumbuh hidupnya berbagai biota
laut diantaranya ekosistem terumbu karang
padang lamun dan mangrove Selain posisi
tersebut letak Provinsi Papua Barat yang
berbatasan langsung dengan negara di
wilayah Pasifik menjadi penting sebagai
penanda kedaulatan Indonesia baik dalam
aspek pertahanan maupun pemanfaatan
sumberdaya kelautan di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia
Tabel 114
Komposisi Luas KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
KabupatenKota Luas (kmsup2) Luas
Kab Fakfak 1432000 1391
Kab Kaimana 1624184 1578
Kab Teluk Wondama 395953 385
Kab Teluk Bintuni 2084083 2024
Kab Manokwari 318628 309
Kab Sorong Selatan 659431 641
Kab Sorong 654423 636
Kab Raja Ampat 803444 780
Kab Tambraw 1152918 1120
Kab Maybrat 546169 530
Kab Manokwari Selatan 281244 273
Kab Pegunungan Arfak 277374 269
Kota Sorong 65664 064
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
16
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
B32 Kondisi Geografis
Kondisi wilayah Provinsi Papua Barat secara
umum meliputi wilayah pedalamanterpencil
(pegunungan) pesisir dan kepulauan Wilayah
pedalaman terpencil (pegunungan)
diantaranya berada di Kab Pegunungan Arfak
Kab Manokwari Kab Manokwari Selatan Kab
Maybrat Kab Teluk Bintuni dan Kab
Tambrauw sedangkan wilayah yang memiliki
kawasan pesisir adalah Kab Sorong Kab
Sorong Selatan Kab Fakfak Kab Kaimana
Kab Teluk Bintuni Kab Teluk Wondama Kab
Manokwari Selatan Kab Manokwari Kab
Tambrauw Kab Raja Ampat dan Kota Sorong
Sementara itu wilayah dengan kondisi berupa
kepulauan di Provinsi Papua Barat adalah Kab
Raja Ampat
Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat
bervariasi dari wilayah dataran rendah hingga
pegunungan Provinsi Papua Barat terletak
pada ketinggian 0-2940 mdpl dengan
sebagian besar merupakan wilayah perbukitan
(kelas ketinggian 100-1000 m) mencapai
5066423 kmsup2 (4921) dan daerah dataran
rendah (0-100m) seluas 4091438 kmsup2 (3974)
serta daerah pegunungan (gt1000 m) seluas
1137654 kmsup2 (1105)
Titik tertinggi di Provinsi Papua Barat berada di
Kab Manokwari dengan ketinggian 2940 mdpl
Sementara wilayah dengan dataran rendah
yang cukup luas tersebar di beberapa
kabupatenkota seperti Kab Fakfak Kab Teluk
Bintuni Kab Sorong Kota Sorong dan Kab
Sorong Selatan Daerah perbukitan pada
umumnya tersebar di Kab Kaimana Kab Teluk
Wondama Kab Raja Ampat dan Kab
Maybrat
Secara keseluruhan terdapat 218 distrik yang
terdiri dari 1742 kampung dan 106 kelurahan di
Provinsi Papua Barat Wilayah dengan jumlah
distrik terbanyak adalah Kab Sorong (30 Distrik)
Kab Tambraw (29 Distrik) serta Kab Maybrat
(24 Distrik) Kab Raja Ampat (24 Distrik) Kab
Teluk Bintuni (24 Distrik) sedangkan kabupaten
dengan jumlah distrik terkecil adalah Kab
Manokwari Selatan (6 Distrik)
Ditinjau dari segi kelerengan sebagian besar
wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas
lereng gt40 (bergunung curam dan bergunung
Tabel 115
Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Ketinggian (mdpl)
Kab Fakfak 0 - 1444
Kab Kaimana 0 - 1663
Kab Teluk Wondama 0 - 2172
Kab Teluk Bintuni 0 - 2389
Kab Manokwari 0 - 2940
Kab Sorong Selatan 0 - 540
Kab Sorong 0 - 921
Kab Raja Ampat 0 - 1173
Kab Tambraw 0 - 2483
Kab Maybrat 5 - 1772
Kab Manokwari Selatan 0 - 2682
Kab Pegunungan Arfak 135 - 2882
Kota Sorong 0 - 439
Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 116
Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota
Topografi
Lereng
Puncak Lembah Dataran
Kab Fakfak 82 4 37
Kab Kaimana 29 15 42
Kab Teluk Wondama 67 7 3
Kab Teluk Bintuni 37 5 196
Kab Manokwari 18 3 139
Kab Sorong Selatan 10 13 98
Kab Sorong 14 21 106
Kab Raja Ampat - 1 120
Kab Tambraw 15 19 42
Kab Maybrat 16 39 102
Kab Manokwari Selatan 5 12 40
Kab Pegunungan Arfak 142 16 21
Kota Sorong 6 - 25
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
17 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
sangat curam) Kondisi tersebut menjadi
kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik
untuk pengembangan sarana dan prasarana
fisik sistem transportasi darat maupun bagi
pengembangan budidaya pertanian terutama
untuk tanaman pangan Sehingga dominasi
pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan
konservasi di samping untuk mencegah
terjadinya bahaya erosi dan longsor
Berdasarkan data penggunaan lahan pada
tahun 2019 luas areal terbangunpermukiman
di Provinsi Papua Barat sekitar 32222 Ha atau 03
persen dari luas wilayah Kabupaten Sorong
Manokwari dan Kota Sorong merupakan
wilayah-wilayah yang memiliki fungsi guna
lahan kampungperumahan yang tertinggi
Wilayah-wilayah tersebut selama ini memang
telah tumbuh menjadi sentra-sentra kegiatan
perkotaan di Provinsi Papua Barat terutama
untuk Kota Sorong Kota ini merupakan pintu
gerbang bagi Provinsi Papua Barat sehingga
menjadikan kegiatan jasa perdagangan dan
kegiatan-kegiatan lain yang bersifat perkotaan
terkonsentrasi pada wilayah ini
B33 Risiko Bencana
Dengan sebagian besar wilayah yang berupa
kawasan hutan maka kelas risiko bencana
kebakaran lahan dan hutan di seluruh
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
termasuk ke dalam kategori tinggi Pembukaan
lahan hutan untuk kegiatan pertanian menjadi
salah satu penyebab bencana karena
pembukaan tersebut dilakukan dengan
pembakaran untuk meminimalisasi biaya dan
hasilnya sangat cepat Pada kasus bencana
kebakaran risiko tinggi ditempati Kab
Manokwari dan Kota Sorong sedangkan
bencana kekeringan kelas risiko tinggi berada
di Kab Teluk Wondama Teluk Bintuni
Manokwari Sorong Selatan dan Raja Ampat
Pada kasus bencana banjir wilayah dengan
kelas risiko tinggi adalah Kabupaten Fakfak
Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni
Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja
Ampat dan Kota Sorong sebagai daerah yang
berada dekat dengan aliran Sungai
Wilayah Provinsi Papua Barat juga sangat
berpotensi terhadap gempa tektonik dan
kemungkinan diikuti oleh gelombang tsunami
Terdapat sejumlah lipatan dan sesar naik
sebagai akibat dari interaksi (tubrukan) antara
kedua lempeng tektonik seperti Sesar Sorong
(SFZ) Sesar Ransiki (RFZ) Sesar Lungguru (LFZ)
dan Sesar Tarera Aiduna (TAFZ) Kenyataan
Tabel 117
Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di
Provinsi Papua Barat
Tingkat
Kelerengan
()
Deskripsi Luas
(kmsup2)
Luas
lt 3 Datar 2195004 213
3 - 8 Bergelombangagak
landai
782459 76
8 - 15 Bergelombanglandai 72069 07
15 - 25 Berbukit 576549 56
25 - 40 Bergunung 648617 63
40 - 60 Bergunung curam 3315156 322
gt 60 Bergunung sangat curam 2712868 263
Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 118
Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Penggunaan Luas
(kmsup2)
Hutan Kering 9121592 8860
Hutan Basah 517659 503
Perkebunan 112091 109
Rumput dan Semak Belukar 227599 221
Ladang 57310 056
Tanaman Campuran 51567 050
Permukiman 34192 033
Danau 21459 021
Lahan Terbuka 125365 122
Pertambangan 2249 002
Rawa dan Rumput Rawa 11610 011
Sawah 12823 012
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
18
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
menunjukkan pula bahwa hampir setiap bulan
terjadi beberapa kali gempa di Provinsi Papua
Barat dan sekitarnya Kabupatenkota dengan
risiko tinggi untuk gempa bumi adalah Kab
Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari
Sorong Selatan Sorong Raja Ampat
Tambrauw dan Kota Sorong Sementara itu
wilayah dengan kelas risiko bencana tsunami
tinggi adalah Kab Teluk Wondama Manokwari
dan Sorong
Menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia (BNPB
2014) Provinsi Papua Barat secara keseluruhan
termasuk provinsi yang memiliki kelas risiko
bencana multi ancaman dalam
kategori tinggi Dengan kelas risiko
bencana yang tinggi kapasitas daerah
dalam penanggulangan bencana
masih dalam kapasitas sedang (BNPB
2016)
Tabel 119
Risiko Bencana per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Risiko Jenis Bencana
Kab Fakfak Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang
Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Kaimana Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang
Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Teluk
Wondama
Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Teluk Bintuni Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Manokwari Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Sorong
Selatan
Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Raja Ampat Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Tambraw Sedang Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kab Maybrat Sedang Tanah Longsor Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Manokwari
Selatan
Sedang Banjir Gempa Bumi Tsunami
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Pegunungan
Arfak
Sedang Tanah Longsor Gempa Bumi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kota Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Sumber BNPB BPBD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERTUMBUHAN
EKONOMI
266
INFLASI
193
RATA-RATA
SUKU BUNGA
50
POVERTY
225
PENGANGGURAN
624
GINI RATIO
0381
IPM
6374
DJPbKawalAPBN
INDIKATOR
EKONOMI REGIONAL
19
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
ondisi perekonomian global masih
berada pada kondisi ketidakpastian
seiring terjadinya perubahan
fundamental kebijakan Amerika
Serikat (AS) yang menerapkan hambatan
perdagangan khusus bagi Tiongkok (tariffs
barrier) Kinerja perekonomian AS yang mulai
bergeliat pada tahun 2018 tertekan kembali
akibat penerapan tarif bagi barang-barang
impor yang tanggapi oleh Tiongkok dengan
pengenaan tarif balasan pada barang-barang
yang menjadi ketergantungan AS Penurunan
suku bunga acuan yang dilakukan Bank Sentral
AS untuk mendorong perekonomian tidak
berimplikasi banyak karena economic shock
tidak langsung dapat direspon oleh pelaku
ekonomi dalam negeri yang sudah terbiasa
dengan impor
Tingkat inflasi yang dijaga dan nilai tukar dolar
AS yang ditahan untuk stagnan berakibat pada
pertumbuhan ekonomi AS yang melambat
dibanding tahun sebelumnya Implikasinya
sektor keuangan global ikut menjadi lebih
volatile dan menahan laju pertumbuhan
eonomi disebabkan turunnya nilai
perdagangan negara-negara maju yang
berbisnis dengan AS dan Tiongkok Ditambah
dengan sentimen negatif dari ketidaksetujuan
perilaku diskriminasi ekonomi AS serta masalah
Brexit yang tidak kunjung usai berdampak pada
kenaikan harga komoditas namun tidak
berlaku untuk komoditas minyak mentah yang
menurun Seiring hal tersebut perekonomian
negara-negara berkembang pada tahun 2019
masih mengarah kepada kemungkinan
terjadinya resesi global dengan laju yang
tertahan dibandingkan tahun sebelumnya
A INDIKATOR EKONOMI FUNDAMENTAL
Indikator ekonomi diperlukan untuk mengetahui
arah pergerakan perekonomian suatu daerah
dan sebagai tolak ukur pencapaian
pembangunan (Bernard Baumohl 2012)
Diantara indikator makroekonomi yang
digunakan untuk mengetahui perkembangan
perekonomian suatu daerah yaitu Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Inflasi
Perdagangan Internasional Suku Bunga dan
Nilai tukar
K
BAB II
Perkembangan dan Analisis
Ekonomi Regional
697
640600
502
450 440
240 230 220170 170
100 080
0
2
4
6
8
Vie
tna
m
Filip
ina
Tion
gko
k
Ind
on
esia
Ind
ia
Ma
lay
sia
Tha
ilan
d
AS
Ko
rsel
Au
stralia
Je
pa
ng
Ero
pa
Sin
ga
pu
ra
Grafik 21
Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di
Dunia Tahun 2019 (persen)
Sumber wwwtradingeconomicscom (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
20
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)
merupakan nilai pasar dari semua barang dan
jasa yang dihasilkan dalam suatu
perekonomian selama periode waktu tertentu
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sering
dijadikan ukuran terbaik untuk mengukur kinerja
perekonomian Terdapat tiga cara untuk
menghitung PDB yaitu pendekatan produksi
pengeluaran dan pendapatan (Krugman amp
Wells 2011) Selanjutnya PDB pada suatu
region wilayah tertentu disebut dengan Produk
Domestik Regional Bruto (Gross Domestic
Regional Bruto)
A11 Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)
Laju pertumbuhan ekonomi (economic growth)
merupakan proses perubahan kondisi
perekonomian suatu daerah pada periode
waktu tertentu Untuk menghitungnya
digunakan perubahan nilai PDRB atas dasar
harga konstanriil dari tahun sebelumnya
Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 tumbuh melambat pada level 266 persen
atau tertahan signifikan dari tahun sebelumnya
yang mencapai level 624 persen Tidak seperti
pertumbuhan tahun sebelumnya yang lebih
tinggi pertumbuhan nasional tahun 2019 justru
lebih tinggi pada level 502 persen
Bila dirinci lebih lanjut seluruh sektor lapangan
usaha mencatatkan pertumbuhan positif
dimana pertumbuhan tertinggi terjadi pada
sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151
persen serta jasa keuangan dan asuransi
mencapai 933 persen Sebaliknya sektor sektor
industri pengolahan dan sektor pertambangan-
penggalian mencatatkan pertumbuhan yang
melambat sebesar -099 dan -034 persen
meskipun masih menjadi sektor dengan
kontribusi tertinggi terhadap PDRB Provinsi
Papua Barat
Jika dilihat menurut pengeluaran pertumbuhan
ekonomi Provinsi Papua Barat tertinggi terjadi
pada komponen luar negeri berupa impor
sebesar 1943 persen Sedangkan ekspor yang
mengandalkan raw material resources pada
komponennya turunnya harga komoditas
migas di pasar internasional selama tahun 2019
turut andil dalam menyumbang perlambatan
hingga menjadi sebesar -900 Sementara itu
503 507 517 502
452401
624
266
0
2
4
6
2016 2017 2018 2019
Grafik 22
Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua
Barat Tahun 2016 ndash 2019 (persen)
Nasional Pabar
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
-099
-034
33
334
437
439
442
528
58
757
767
801
837
842
887
933
1151
-1 4 9 14
Industri Pengolahan
Pertambangan dan Penggalian
Administrasi Pemerintahanhellip
Pertanian Kehutanan danhellip
Jasa Lainnya
Jasa Kesehatan dan Kegiatanhellip
Pengadaan Air Pengelolaanhellip
Jasa Perusahaan
Jasa Pendidikan
Konstruksi
Penyediaan Akomodasi danhellip
Transportasi dan Pergudangan
Perdagangan Besar dan Eceranhellip
Real Estate
Pengadaan Listrik dan Gas
Jasa Keuangan dan Asuransi
Informasi dan Komuniksi
Grafik 23
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Menurut Lapangan Usaha (persen)
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
21 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
komponen investasi tumbuh 536 persen dan
pengeluaran pemerintah tumbuh sebesar 342
persen Pertumbuhan juga terjadi pada
konsumsi rumah tangga dan LNPRT berturut-
turut sebesar 499 dan 1037 persen
A12 Nominal PDRB
Nilai PDRB dapat dilihat baik dari sisi permintaan
maupun penawaran Untuk menghitungnya
digunakan PDRB atas harga berlaku Nilai PDRB
Provinsi Papua Barat tahun 2019 Atas Dasar
Harga Berlaku sebesar Rp8435 triliun
A121 PDRB Sisi Permintaan
PDRB sisi permintaan dapat ditunjukkan melalui
persamaan sebagai berikut
119936119955 = 119914119955 + 119920119955 +119918119955 + (119935119955 minus119924119955)
Dari persamaan di atas PDRB sisi ini dihitung
berdasarkan pendekatan pengeluaran yaitu
dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat
seluruh pelaku ekonomi berupa konsumsi rumah
tangga investasi pembelian pemerintah untuk
barang dan jasa serta ekspor dikurangi impor
(net export) Kontribusi masing-masing
komponen pembentuk PDRB Provinsi Papua
Barat adalah sebagai berikut
A1211 Konsumsi (Consumption)
Konsumsi merupakan pembelian yang
dilakukan oleh rumah tangga konsumen baik
berupa barang tidak tahan lama (non durable
goods) seperti makanan dan pakaian barang
tahan lama (durable goods) seperti mobil dan
alat elektronik maupun jasa (services) seperti
jasa potong rambut dan jasa dokter (Mankiw
2013)
Perekonomian Provinsi Papua Barat masih
didominasi oleh net ekspor dan pengeluaran
konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga
maupun lembaga non profit rumah tangga
Pada tahun 2019 nilai net ekspor Provinsi Papua
Barat sebesar dengan kontribusi terhadap
PDRB mencapai 324 persen Adapun nilai
konsumsi sebesar Rp2425 triliun dengan
kontribusi terhadap PDRB sebesar 282 persen
A1212 Investasi (Investment)
Investasi dalam teori ekonomi didefinisikan
sebagai pengeluaran untuk membeli barang-
barang modal dan peralatan-peralatan
produksi dengan tujuan untuk mengganti dan
terutama menambah barang-barang modal
yang akan digunakan untuk memproduksi
barang dan jasa di masa yang akan datang
Pembelian dalam investasi dapat dilakukan
oleh individu atau perusahaan untuk
516
342
536
155
0
2
4
6
Konsumsi RT +
LNPRT
Pengeluaran
Pemerintah
PMTB Investasi Net Ekspor
Grafik 24
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 Menurut Pengeluaran (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Konsumsi
RT + LNPRT
2818
Pengeluaran
Pemerintah
1798
PMTB
Investasi 2045
Perubahan
Inventori 098
Net Ekspor
3241
Grafik 25
Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
22
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
menambah persedian modal (Mankiw 2013)
Samuelson dan Nordhaus (2004)
menambahkan investasi sebagai penambahan
stok modal atau barang di suatu negara seperti
bangunan peralatan produksi dan barang-
barang inventaris dalam waktu satu tahun
Nilai investasi Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 sebagaimana tercermin dari nilai
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
sebesar Rp176 triliun dengan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 205 persen Tingkat
pertumbuhan ekonomi daerah yang mantap
dan berkesinambungan dalam jangka panjang
hanya dapat tercapai jika masyarakat mampu
mempertahankan proporsi investasi yang
cukup besar terhadap PDRB Dalam jangka
panjang pembangunan ekonomi dapat
terhambat jika terjadi inefisiensi alokasi sumber
daya Salah satu indikator untuk mengukur
tingkat efisiensi suatu perekonomian adalah
ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) ICOR
merupakan rasio yang menunjukan besarnya
tambahan kapital (investasi) baru yang
dibutuhkan untuk menaikkan menambah satu
unit output Semakin tinggi rasio ICOR
menandakan bahwa tingkat efisiensi semakin
rendah Rasio ICOR dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut
ICOR= I ∆Y
dimana
I = Nilai Investasi (PMTB)
∆Y = Perubahan PDRB
Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat
menunjukan tren meningkat Pada tahun 2015
nilai ICOR Provinsi Papua Barat sebesar 169 dan
naik menjadi 443 pada tahun 2016 Kemudian
pada tahun 2017 nilai ICOR Provinsi Papua Barat
kembali naik menjadi 491 Hal ini menunjukan
tingkat kebocoran investasi Provinsi Papua
Barat semakin besar Setelah sempat turun
pada tahun 2018 (314) nilai ICOR Provinsi
Papua Barat tahun 2019 naik menjadi 801 yang
menunjukan tingkat kebocoran investasi
semakin meningkat secara signifikan
A1213 Pembelian Pemerintah (Government
Purchases)
Pembelian pemerintah merupakan
pengeluaran pemerintah terhadap barang dan
jasa yang terdiri dari konsumsi pemerintah
(government consumption) dan investasi
pemerintah (government investment) Konsumsi
pemerintah merupakan pembelian terhadap
barang dan jasa dalam jangka pendek seperti
pengeluaran untuk perawatan kesehatan dan
perlindungan kepolisian Adapun investasi
pemerintah merupakan pengeluaran untuk
barang-barang modal seperti gedung dan
komputer (Mishkin 2015) Komponen
pengeluaran pemerintah Provinsi Papua Barat
pada tahun 2019 sebesar Rp1547 triliun dengan
kontribusi terhadap PDRB sebesar 18 persen
Dengan kontribusi yang cukup besar terhadap
PDRB Provinsi Papua Barat pembelian
pemerintah (government purchases)
seharusnya dapat menopang pertumbuhan
ekonomi jika terjadi perlambatan konsumsi
masyarakat maupun investasi
211169
443491
314
801
000
200
400
600
800
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Garfik 26
Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat Tahun
2014 - 2019
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
23 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
A1214 Ekspor Bersih (Net Export)
Perdagangan internasional merupakan
pertukaran barang dan jasa lintas batas negara
(international border) Dengan adanya
perdagangan internasional memungkinkan
terjadinya efisiensi yang timbul dari kompetisi
antar produsen dalam menjual produk dengan
harga yang terendah (competitive price)
dalam suatu proses supply and demand atau
dalam suatu mekanisme pasar market
mechanism (Seyoum 2009) Komponen
perdagangan internasional terdiri dari ekspor
dan impor Ekspor merupakan nilai barang dan
jasa yang dijual ke luar negeri sedangkan impor
merupakan nilai barang dan jasa yang
disediakan untuk dalam negeri Selisih
keduanya disebut sebagai net ekspor Sebagai
salah satu komponen PDB net ekspor
merupakan nilai bersih dari penjualan barang
jasa ke luar negeri dikurangi pembelian dari luar
negeri yang menghasilkan pendapatan untuk
dalam negeri (Mankiw 2013) Pada tahun 2019
komponen net ekspor Provinsi Papua Barat
sebesar Rp2789 triliun dengan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 324 persen
A12141 Ekspor
Ekspor merupakan nilai barang dan jasa yang
dijual ke negara lain (Mankiw 2013) Komoditas
ekspor Provinsi Papua Barat terbesar yaitu raw
material resources berupa gas alam dan
minyak bumi dengan kontribusi mencapai 98
persen dari total nilai ekspor yang ada Adapun
sisanya berupa perhiasan permata kayu
barang dari kayu garam belerang kapur
(semen) ikan udang daging ikan olahan
sabun dan preparat pembersih
Pada tahun 2019 nilai ekspor Provinsi Papua
Barat mencapai US$ 233258 juta atau turun
siginifikan sebesar 179 persen dari ekspor tahun
sebelumnya sebesar US$ 28336 juta
disebabkan turunnya harga komoditas migas di
pasar internasional Nilai ekspor tertinggi terjadi
pada bulan November sebesar US$ 25478
sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada
bulan April sebesar US$ 11602
Selama tahun 2019 terdapat 3 (tiga) negara
yang menjadi tujuan utama ekspor Provinsi
Papua Barat yaitu Tiongkok Korea Selatan dan
Jepang dengan kontribusi mencapai 9341
persen Nilai ekpor ke Tiongkok sebesar US$
138861 juta (6373 persen) Korea selatan
sebesar US$ 35793 juta (1643 persen) dan
Jepang sebesar US$ 43236 juta (1984 persen)
A12142 Impor
Impor merupakan nilai barang dan jasa yang
dibeli dari negara lain (Mankiw 2013)
Komoditas impor Provinsi Papua Barat berupa
mesin-mesin pesawat mekanik mesin
peralatan listrik benda-benda dari besi dan
baja barang-barang rajutan benda-benda
dari batu gips dan semen berbagai barang
logam dasar garam belerang dan kapur
perkakas serta perangkat potong
24707 22201
17352
11602
18441
19127
16947
18831
1810215943
25478
24527
0
50
100
150
200
250
300
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 27
Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun
2019 (US$ juta)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
24
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Pada tahun 2019 total nilai impor Provinsi Papua
Barat sebesar US$ 37434 juta atau naik 553
persen dari tahun sebelumnya sebesar US$
5737 juta Nilai impor tertinggi Provinsi Papua
Barat terjadi pada bulan Juli sebesar US$ 11831
juta Sementara itu pada bulan Juni nilai impor
Provinsi Papua Barat berada pada angka
terkecil sebesar US$ 006 juta
A122 PDRB Sisi Penawaran
PDRB sisi ini dihitung berdasarkan pendekatan
produksi yaitu dengan menjumlahkan nilai
tambah (value added) atas barang dan jasa
yang dihasilkan dari sektor-sektor produksi Dari
keseluruhan sektor yang ada kontribusi tertinggi
terhadap PDRB Provinsi Papua Barat tahun 2019
berasal dari sektor industri pengolahan
mencapai 2574 persen dengan nilai Rp217
triliun Kemudian diikuti sektor pertambangan
dan penggalian mencapai 1744 persen
dengan nilai Rp147 triliun Minyak bumi dan gas
alam merupakan sumber utama PDRB pada
kedua sektor tersebut
A13 PDRB per Kapita
Indikator ini menunjukan nilai kontribusi tiap
penduduk terhadap perekonomian suatu
daerah dalam menghasilkan barang dan jasa
pada periode waktu satu tahun Selama lima
periode terakhir dari tahun 2015ndash2019 PDRB per
Kapita Provinsi Papua Barat mengalami
peningkatan walaupun dengan pertumbuhan
yang terbatas Pada tahun 2015 PDRB per
Kapita Provinsi Papua Barat sebesar Rp7250
juta Kemudian jumlahnya meningkat menjadi
Rp879 juta pada tahun 2019 atau naik sebesar
218 persen dalam 5 tahun
A2 Inflasi
Mankiw (2013) menyebutkan bahwa Inflasi
merupakan kenaikan harga secara umum
Jika kenaikan harga barang hanya berasal
dari satu atau dua barang saja maka tidak
dapat disebut sebagai inflasi kecuali bila
524
807
3804
2101
2286
006
11831
7816
1053
3617
105
2539
0
20
40
60
80
100
120
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 28
Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun
2019 (US$ juta)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Industri
Pengolahan
2574
Pertambangan
Penggalian1744
Konstruksi
1596
Sektor Lainnya
1227
Pertanian dkk
1055
Adm
Pemerintahan1057
Perdagangan
747
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Grafik 29
Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (Persen)
72157452
7843
8495879
0
20
40
60
80
100
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 210
Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua
Barat Tahun 2015 - 2019 (juta Rptahun)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
25 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
kenaikan itu meluas dan berimplikasi pada
kenaikan harga barang lainnya Inflasi dihitung
berdasarkan perubahan Indeks Harga
Konsumen (IHK) yang merupakan rata-rata dari
perubahan harga suatu komoditas dalam
kurun waktu tertentu Perubahan IHK dari waktu
ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan
(inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari
suatu komoditas
Secara umum inflasi digolongkan ke dalam tiga
jenis yaitu inflasi inti (core inflation) inflasi
makanan yang bergejolak (volatile food
inflation) dan inflasi harga yang diatur
(administered price inflation) Core inflation
adalah inflasi yang perkembangan harganya
dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi
secara umum yaitu faktor-faktor fundamental
seperti ekspektasi inflasi nilai tukar dan
keseimbangan permintaan dan penawaran
agregat yang akan berdampak pada
perubahan harga-harga secara umum
Sementara itu volatile food inflation adalah
inflasi bahan makanan yang perkembangan
harganya sangat bergejolak karena faktor-
faktor tertentu yang mempengaruhi kecukupan
pasokan komoditas yang bersangkutan seperti
faktor musim panen gangguan distribusi
bencana alam dan hama Adapun
administered price inflation adalah inflasi yang
perkembangan harganya diatur oleh
pemerintah
Secara kumulatif laju inflasi Provinsi Papua Barat
tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih
rendah dari inflasi tahun sebelumnya sebesar
521 persen dan inflasi nasional sebesar 272
persen Pencapaian tersebut berada di atas
target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun
2017-2021 dimana pada tahun 2019 target
inflasi ditetapkan sebesar 366 persen Kebijakan
pengendalian tingkat inflasi yang melibatkan
banyak pihak sebagaimana tergabung dalam
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) tampaknya
belum berhasil menekan laju pergerakan harga
di Provinsi Papua Barat ke arah yang lebih
moderat
Selama tahun 2019 perkembangan harga-
harga komoditas di Provinsi Papua Barat relatif
terkendali dimana komponen administered
price dan volatile food menjadi penyumbang
utama Adanya peningkatan intensitas curah
hujan yang sedang dan gelombang laut yang
relatif tinggi berdampak pada hasil produksi
dan mengganggu jalur distribusi pasokan
bahan makanan meskipun tidak memberikan
pengaruh signifikan Disamping itu komponen
administered price tidak mengalami tekanan
seperti halnya tahun sebelumnya sebagai
imbas dari turunnya harga komoditas minyak
mentah di pasar internasional yang berdampak
pada turunnya harga BBM non-subsidi (non-
premium) Sementara itu tekanan inflasi pada
kelompok inti (core inflation) relatif terkendali
Pada triwulan pertama tahun 2019 (Januari ndash
Maret) Papua Barat berada pada kondisi
deflasi dengan level 056 persen (ytd) dengan
534
362
144
521
193
335302
361
313 272
0
2
4
6
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 211
Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan
Nasional Tahun 2015 ndash 2019
Pabar Nasional
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
26
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
penyumbang terbesar terjadi pada kelompok
volatile food seperti beras telur susu daging
ikan segar dan kacang-kacangan Faktor
intensitas curah hujan yang sedang
menyebabkan beberapa daerah penghasil
mengalami panen besar berakibat pada
melimpahnya jumlah pasokan komoditas
meskipun sedikit terganggu dengan terjadinya
laut pasang pada jalur distribusi Sementara itu
komponen administered price sedikit tertekan
disebabkan pasokan bahan bakar subsidi yang
terbatas meskipun harga non-subsidi (pertalite
dan pertamax series) mengalami sedikit
penurunan harga
Pada triwulan kedua tahun 2019 (April ndash Juni)
intensitas curah hujan di Provinsi Papua Barat
makin meningkat Faktor tersebut pada
akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas
hasil pertanian sehingga pasokan komoditas
menjadi berkurang Dampaknya pada bulan
April dan Mei komponen volatile food seperti
beras sayur-sayuran dan kacang-kacangan
mengalami inflasi Pada bulan April meskipun
komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi
sebesar -070 persen namun kacang-kacangan
mengalami inflasi 240 persen
Memasuki bulan puasa (Mei) dan Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN) Papua Barat
dihadapkan pada tekanan inflasi yang cukup
dalam Komponen volatile food seperti telur
daging ayam daging sapi mengalami tren
peningkatan harga seiring kenaikan
permintaan Pemerintah melalui Tim Pengendali
Inflasi Daerah (TPID) melakukan pengawasan
distribusi untuk mencegah penimbunan barang
dan permainan harga Selain itu TPID juga
melakukan operasi pasar dan program pasar
murah untuk menjaga stabilitas harga
Sementara itu komponen administered price
pada periode ini juga mengalami tekanan
Periode triwulan ketiga tahun 2019 tekanan
inflasi Papua Barat mulai jauh berkurang Pada
bulan Juli terjadi deflasi yang mencapai level -
007 persen Komponen volatile food menjadi
penyumbang terbesar deflasi Kemudian pada
bulan Agustus Papua Barat kembali mengalami
mencapai deflasi pada level -057 persen
dimana kelompok bahan makanan menjadi
penyumbang terbesar dengan capaian -167
Tabel 21
Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Kelompok jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des
Umum -004 159 025 033 034 004 -007 -057 067 -004 159 025
Bahan Makanan -082 493 072 079 100 -048 -066 -167 039 -082 493 072
Makanan Jadi Minuman
Rokok dan Tembakau 057 001 057 050 076 006 030 023 025 057 001 057
Perumahan Air Listrik Gas
dan Bahan Bakar 002 015 007 -004 -011 039 016 001 011 002 015 007
Sandang 072 062 102 050 045 021 -009 -043 158 072 062 102
Kesehatan 076 052 006 027 072 001 002 -026 037 076 052 006
Pendidikan Rekreasi dan
Olah Raga -003 034 -008 020 091 152 014 000 -002 -003 034 -008
Transpor dan Komunikasi
dan Jasa Keuangan 015 -024 -056 -049 -099 -001 050 -005 253 015 -024 -056
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
27 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Pada bulan ini di saat semua kelompok
pengeluaran mengalami tekanan deflasi
kelompok administered price mengalami inflasi
pada level 023 Berbeda dari bulan
sebelumnya memasuki bulan September
Papua Barat mengalami inflasi pada level 067
persen Kelompok volatile food seperti daging
telur susu dan sayur-sayuran serta kelompok inti
(core inflation) seperti sandang dan
perlengkapan rumah tangga menjadi
penyumbang inflasi Di samping itu kelompok
transportasi adalah penyumbang terbesar
inflasi seiring kenaikan harga tiket akibat
permasalahan yang mendera maskapai
penerbangan
Pada triwulan empat tahun 2019 (Oktober-
Desember) Papua Barat kembali mengalami
tekanan inflasi Demikian juga dengan
kelompok volatile food seperti beras daging
ikan telur susu sayur-sayuran dan kacang-
kacangan pada periode ini mengalami inflasi
disebabkan faktor produktivitas hasil pertanian
yang seharusnya melimpah malah berkurang
Di samping itu faktor cuaca yang tidak
bersahabat bagi nelayan menyebabkan
berikurangnya pasokan ikan
Meskipun pada bulan Oktober terjadi deflasi
sebesar -004 persen namun bulan November
Papua Barat kembali mengalami inflasi sebesar
125 persen Penyumbang tertinggi inflasi
adalah kelompok volatile food yang
mengalami kendala produktivitas Kemudian
masuk pada bulan Desember Papua barat
dihadapkan pada momen libur natal dan
tahun baru Pada bulan ini perkembangan
harga di Provinsi Papua Barat mengalami
tekanan inflasi namun dengan tingkat yang
cukup terkendali pada kisaran 025 persen
dengan kenaikan tertinggi terjadi pada
kelompok sandang momen liburan sekolah
natal dan tahun baru
A3 Suku Bunga
Suku bunga merupakan biaya dari suatu
pinjaman atau harga yang dibayar untuk sewa
dana (Mishkin 2015) Kebijakan suku bunga
dilakukan oleh bank sentral selaku pemegang
otoritas moneter Sebagai pemegang otoritas
moneter di Indonesia Bank Indonesia
menetapkan BI Rate sebagai suku bunga
acuan yang mencerminkan sikap dari
kebijakan moneter apakah dovish (longgar)
atau hawkish (ketat) Dalam rangka melakukan
penguatan kerangka operasi moneter Bank
Indonesia kemudian memperkenalkan suku
bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru
berupa BI 7-Day Repo Rate pada April 2016 dan
mulai berlaku efektif tanggal 19 Agustus 2016
Perubahan tersebut bertujuan agar suku bunga
kebijakan dapat lebih cepat mempengaruhi
pasar uang perbankan dan sektor riil
Terkait kebijakan suku bunga selama tahun
2019 Bank Indonesia menerapkan kebijakan
moneter yang cenderung longgar yang
ditandai dengan turunnya suku bunga acuan BI
7-Day Repo Rate Pada awal tahun 2019 BI 7
Day Repo Rate ditetapkan sebesar 600 persen
sebagai akibat dari kebijakan yang hawkish
600 600 600 600 600 600
575
550
525
500 500 500
40
48
55
63
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 212
Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019
(persen)
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
28
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
tahun sebelumnya Sempat bertahan selama
enam bulan kemudian pada bulan Juli BI 7-Day
Repo Rate diturunkan menjadi 575 persen
Penurunan tersebut bertujuan untuk
mendorong investasi sektor riil dalam mengatasi
efek buruk dari pasar keuangan global
(portofolio market) yang volatile
Kemudian pada bulan berikutnya suku bunga
acuan BI 7-Day Repo Rate kembali turun
menjadi 55 persen dan pada akhir tahun 2019
BI 7-Day Repo Rate mencapai angka 500
persen Kebijakan tersebut merupakan langkah
lanjutan untuk menjaga daya saing industri
domestik terhadap perubahan kebijakan
perdagangan sejumlah negara akibat perang
dagang AS-Tiongkok dan ketidakpastian pasar
keuangan global yang masih tinggi Selain itu
deflasi yang terjadi di perekonomian domestik
ikut mendorong penurunan tersebut
Pinjaman yang diberikan lembaga keuangan
kepada masyarakat merupakan pinjaman
yang diperuntukkan untuk keperluan modal
kerja investasi dan konsumsi dengan suku
bunga pinjaman yang diberikan untuk
keperluan konsumsi lebih tinggi daripada suku
bunga pinjaman untuk keperluan modal kerja
dan investasi Pada awal tahun 2019 rata-rata
suku bunga pinjaman konsumsi pada lembaga
keuangan sebesar 1054 persen lebih rendah
dari rata-rata suku bunga pinjaman modal kerja
dan investasi masing-masing sebesar 1144
persen dan 1209 persen
Pada akhir tahun 2019 suku bunga pinjaman
konsumsi turun menjadi 1018 persen sementara
itu suku bunga pinjaman modal kerja dan
investasi masing-masing menjadi 1143 persen
dan 1181 persen Tampaknya pilihan BI atas
kebijakan yang longgar dengan menurunkan
suku bunga acuan selama tahun 2019 diikuti
oleh penurunan suku bunga pinjaman pada
lembaga keuangan
Selama ini penurunan signifikan pada suku
bunga pinjaman merupakan hal yang ditunggu
masyarakat Lembaga keuangan masih
menjadi sumber pendanaan utama bagi
masyarakat yang ingin menjalankan kegiatan
usahanya Namun sangat disayangkan
penurunan suku bunga pinjaman masih bersifat
terbatas Dengan spread (selisih) yang cukup
lebar dengan suku bunga simpanan margin
bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM)
lembaga keuangan masih cukup tinggi
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang
diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NIM
1144 1148 1149 1151 1155 1153 1155 1158 1161 1157 1162
1143
1209 1206 1203 1202 1200 1198 1194 1191 1190 1185 1185 1181
1054 1048 1041 1039 1036 1035 1033 1030 1029 1027 1023 1018
10
11
12
13
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 213
Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Pinjaman pada
Lembaga Keuangan Tahun 2019 (persen)
Pinjaman Modal Kerja Pinjaman Investasi
Pinjaman Konsumsi
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
123
124
123117
116
118
119
118
118
114
115
118
100
110
120
130
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 214
Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Simpanan pada
Lembaga (persen)
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
29 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
lembaga keuangan berada pada kisaran 5
persen Oleh karena itu lembaga keuangan
seharusnya dapat menurunkan lagi tingkat suku
bunga pinjaman hingga mencapai tingkat
single digit interest rate of loans
Sementara itu sebagai respon atas tren
pergerakan suku bunga pinjaman rata-rata
suku bunga simpanan pada lembaga
perbankan juga bergerak turun Pada awal
tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan
sebesar 123 persen Kemudian pada akhir
tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan
turun menjadi 118 persen
A4 Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang suatu negara dibedakan
atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil Nilai
tukar nominal suatu mata uang atau yang
sering disebut kurs merupakan harga relatif dari
suatu mata uang terhadap mata uang lainnya
Adapun nilai tukar riil merupakan harga relatif
dari barang jasa antar dua negara (Mishkin
2015)
Saat ini hampir semua negara tidak bisa lepas
dari interaksi ekonomi dengan luar negeri
Sebagai mata uang global dollar AS banyak
digunakan untuk kegiatan perdagangan
internasional Tak terkecuali Indonesia kegiatan
ekspor impor sebagian besar menggunakan
dollar AS sebagai alat pembayaran Oleh
karena itu pergerakan kurs rupiah terhadap
dollar AS sering dijadikan indikator untuk
menentukan kebijakan perekonomian nasional
Secara konseptual nilai tukar mata uang
memiliki hubungan negatif terhadap ekspor
Ketika kurs rupiah terhadap dollar AS
mengalami apresiasi (penguatan) maka kinerja
ekspor akan tertekan karena harga
barangjasa yang dijual ke luar negeri menjadi
lebih murah Sebaliknya ketika kurs rupiah
terhadap dollar AS mengalami depresiasi
(penurunan) maka akan mendorong
pertumbuhan ekspor Selama tahun 2019 kurs
rupiah terhadap dollar AS mengalami
depresiasi disebabkan penguatan dollar AS
terhadap seluruh mata uang dunia diikuti oleh
kenaikan imbal hasil atau yield obligasi
pemerintah AS dan penurunan harga minyak
dunia Di sisi lain sentimen pelemahan ekonomi
Tiongkok turut andil terhadap pelemahan nilai
tukar rupiah Dibuka pada awal Januari sebesar
Rp14465 kurs rupiah cenderung bergerak
fluktuatif dengan kecenderungan menguat
dan ditutup pada angka Rp13901 pada akhir
tahun 2019
B INDIKATOR KESEJAHTERAAN
Indikator pembangunan yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat
diantaranya Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Tingkat Kemiskinan Tingkat Ketimpangan
(Gini Ratio) dan Kondisi Ketenagakerjaan
B1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pembangunan infrastruktur menjadi lebih
produktif jika memiliki sumber daya manusia
(human resources) yang berkualitas Jika jumlah
SDM berkualitas tidak memadai maka
1446500
1397800
1411100
1423100
1424500
1423100
1411700
1409800
1419000
1419600
1406600
1390100
13750
14000
14250
14500
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 215
Tren Pergerakan Kurs Tengah Rupiah
per 1 US$ Tahun 2019
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
30
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
pembangunan infrastruktur menjadi kurang
efisien dan efektif Akibatnya proses produksi
membutuhkan input dengan ekonomi biaya
tinggi (high cost economy) dan kualitas output
yang dihasilkan rendah Oleh karena itu para
ekonom berpendapat bahwa rendahnya
investasi pada modal manusia (human capital
resources) merupakan penyebab lambatnya
pertumbuhan Investasi yang rendah pada
sektor pendidikan pengetahuan dan
keterampilan menyebabkan produktivitas
modal fisik menurun (Jhingan 1983)
Untuk mengukur keberhasilan pembangunan
pada modal manusia PBB melalui United
Nations Development Programme (UNDP)
mengkombinasikan pencapaian di bidang
pendidikan kesehatan dan pendapataan
pengeluaran riil atau yang dikenal dengan
Human Development Index (HDI) Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Menurut UNDP
IPM suatu daerah dapat dikelompokkan ke
dalam empat kategori yaitu sangat tinggi (IPM
ge 80) tinggi (70 le IPM lt 80) sedang (60 le IPM lt
70) dan rendah ( IPM lt 60)
Walaupun masih tertinggal dari daerah lain dan
menduduki peringkat terakhir secara nasional
pencapaian IPM Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan tiap tahun Pada
tahun 2011 IPM Provinsi Papua Barat mencapai
nilai 599 (masuk dalam kategori rendah) jauh
di bawah IPM nasional sebesar 6709 Kemudian
sejak tahun 2012 IPM Provinsi Papua Barat naik
kelas menjadi kategori sedang dengan nilai
603 Selanjutnya pada tahun 2018 IPM Provinsi
Papua Barat menjadi 6374
Jika dilihat per daerah pencapaian IPM di
Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk
dalam kategori sangat tinggi bahkan masih
banyak daerah yang masuk kategori IPM
rendah diantaranya Wondama Sorong
Selatan Tambrauw Maybrat Manokwari
Selatan dan Pegunungan Arfak Sementara itu
hanya 2 (dua) daerah yang masuk kategori IPM
tinggi yaitu Kab Manokwari dan Kota Sorong
Sumber United Nations Development Programme (UNDP)
Gambar 21
Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM
-
Sangat Tinggi
Manokwari (7117)
Kota Sorong (7735)
Tinggi
Fakfak (6699)
Kaimana (6367)
Teluk Bintuni (6313)
Kab Sorong (6432)
Raja Ampat (6284)
Sedang
Wondama (5886)
Sorong Selatan (6101)
Tambrauw (5195)
Maybrat (5816)
Mansel (5884)
Pegunungan Arfak (5531)
Rendah
Gambar 22 IPM Kab Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018
Berdasarkan Klasifikasi UNDP
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
599 6036091 6128 6173 6221
62996374
6709677
6831689
69557018
70817139
52
56
60
64
68
72
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Grafik 216
Perkembangan Nilai IPM (Metode Baru) Provinsi Papua
Barat dan Nasional Tahun 2011-2018
Papua Barat Nasional
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
31 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Adapun daerah yang masuk kategori sedang
yaitu Fakfak KaimanaTeluk Bintuni Sorong dan
Raja Ampat
IPM yang tinggi di Kota Sorong dan Kab
Manokwari menunjukan adanya korelasi
antara suatu daerah sebagai pusat
perekonomian pemerintahan dengan
pencapaian nilai IPM Sebaliknya ketika suatu
daerah jauh dari pusat perekonomian
pemerintahan seperti Kab Pegunungan Arfak
yang merupakan daerah pemekaran baru
memiliki nilai IPM yang jauh tertinggal dari Kota
Sorong dan Kab Manokwari
B2 Kemiskinan
Konsep kemiskinan seringkali dihubungkan
antara tingkat pendapatan dan kebutuhan
seseorang Jika pendapatan tidak mampu
memenuhi kebutuhan minimum maka
seseorang dapat dikatakan miskin Ravallion
(1995) menyebutkan ciri khas dari kemiskinan
diantaranya kelaparan ketidakberdayaan
terpinggirkan tidak mempunyai tempat
tinggal dan apabila sakit tidak memiliki dana
untuk berobat Selain itu orang miskin pada
umumnya tidak dapat membaca karena tidak
mampu untuk bersekolah dan tidak memiliki
pekerjaan
Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah
Provinsi Papua Barat dihadapkan pada
masalah kemiskinan yang cukup pelik Tingkat
kemiskinan Provinsi Papua Barat sangat tinggi
hingga menduduki peringkat kedua secara
nasional setelah Provinsi Papua Pada tahun
2016 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
mencapai 2488 persen jauh lebih tinggi
dibandingkan tingkat kemiskinan nasional
sebesar 107 persen Kemudian pada tahun
2019 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
turun jauh hingga menjadi 2151 persen
Keadaan tersebut menunjukan bahwa selama
beberapa tahun ke belakang penurunan
tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat
cukup signifikan jika dibandingkan dengan
banyaknya kendala yang harus dihadapi
Pembangunan yang berlangsung selama ini
tampaknya cukup berhasil meningkatkan taraf
hidup penduduk keluar dari garis kemiskinan
Berdasarkan tipologinya tingkat kemiskinan
Provinsi Papua Barat di pedesaan sangat tinggi
bahkan di atas level 30 persen namun
sebaliknya tingkat kemiskinan di perkotaan
pada kisaran 5 persen Pada tahun 2016 tingkat
kemiskinan pedesaan Provinsi Papua Barat
mencapai 3733 persen Kemudian turun
menjadi 3429 persen pada tahun 2018 dan 332
persen pada tahun 2019 Melihat kondisi
tersebut seharusnya program-program
pemerintah lebih difokuskan ke daerah
pedesaan baik dalam rangka investasi ekonomi
yang bersifat produktif maupun investasi
manusia di bidang pendidikan kesehatan
perumahan dan layanan sosial lainnya Selain
itu program-program pengentasan kemiskinan
yang digalakkan pemerintah daerah harus
bermula dari pedesaan untuk menstimulus
kesejahteraan masyarakat desa
24882312 2266
2151
107 1012 966 922
0
5
10
15
20
25
30
2016 2017 2018 2019
Grafik 217
Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun
2016 - 2019 (persen)
Pabar Nasional
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
32
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Jika dilihat berdasarkan daerahnya pada
tahun 2019 seluruh kabupaten kota di Provinsi
Papua Barat memiliki tingkat kemiskinan di atas
nasional dengan tingkat kemiskinan tertinggi
yaitu Kab Pegunungan Arfak dan Tambraw
masing-masing sebesar 3487 persen dan 3437
persen Adapun kemiskinan terendah dimiliki
Kota Sorong dan Kab Kaimana masing-masing
sebesar 1529 persen dan 1604 persen
B3 Ketimpangan
Sebuah keniscayaan bahwa pembangunan
mengharuskan adanya tingkat pendapatan
yang tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan
Namun demikian tingkat pendapatan yang
tinggi perlu didukung oleh indikator lainnya
berupa pemerataan distribusi pendapatan
Distribusi pendapatan yang timpang menurut
Cramer (2001) menyebabkan terjadinya konflik
sosial dalam masyarakat meskipun hal tersebut
bukan hanya disebabkan oleh faktor ekonomi
Jika peningkatan pendapatan hanya
melibatkan sebagian kecil orang kaya maka
penanggulangan kemiskinan akan bergerak
melambat dan ketimpangan semakin tinggi
Salah satu cara untuk mengukur tingkat
distribusi pendapatan dengan menggunakan
Rasio Gini (Gini Ratio) Rasio tersebut mampu
menggambarkan derajat ketimpangan
distribusi pendapatan dalam suatu daerah
dengan nilai terletak antara 0 (kemerataan
sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan
sempurna)
Tingkat distribusi pendapatan Provinsi Papua
Barat tahun 2016-2019 tercatat fluktuatif namun
masih timpang ditandai dengan nilai gini ratio
yang rendah setelah sebelumnya meningkat
Selama kurun waktu tersebut ketidakmerataan
pendapatan di Provinsi Papua Barat masuk
dalam kategori sedang Pada tahun 2016 gini
ratio Provinsi Papua Barat sebesar 0373 dan
merangkak naik menjadi 0390 pada tahun 2017
568 569 516 557
37333512 3429 332
0
10
20
30
40
2016 2017 2018 2019
Grafik 218
Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan
Tahun 2016 - 2019 (persen)
Perkotaan Pedesaan
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
3487
3437
3238
3208
3049
2989
2935
2380
2154
1867
1753
1604
1529
0 10 20 30 40
Pegunungan Arfak
Tambrauw
Teluk Wondama
Maybrat
Teluk Bintuni
Manokwari Selatan
Sorong
Fakfak
Manokwari
Sorong Selatan
Raja Ampat
Kaimana
Kota Sorong
Grafik 219
Tingkat Kemiskinan KabKota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2019
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
0373
03900391
0381
0397
0393
0384
038
036
037
038
039
04
2016 2017 2018 2019
Papua Barat Nasional
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Grafik 220
Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat
dan Nasional Tahun 2016-2019
33 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
meskipun pada kedua periode tersebut berada
di bawah gini ratio nasional Kemudian pada
tahun 2018 gini ratio Provinsi Papua Barat
kembali naik menjadi 0391 bahkan lebih tinggi
dari pencapaian nasional Gini ratio kembali
turun pada tahun 2019 menjadi 0381 atau
sedikit di atas nilai nasional sebesar 0380
B4 Ketenagakerjaan
Untuk melihat kondisi ketenagakerjaan di suatu
daerah diantaranya dapat tercermin pada
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan
tingkat pengangguran
B41 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Indikator ini menunjukan persentase jumlah
angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja
Semakin tinggi TPAK menunjukkan semakin
tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour
supply) yang tersedia untuk memproduksi
barang dan jasa pada suatu daerah TPAK
Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai
6827 persen mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya sebesar 6788 persen Hal ini
mengindikasikan bahwa jumlah angkatan kerja
yang siap untuk bekerja semakin bertambah
B42 Tingkat Pengangguran
Secara teoritis pengangguran memiliki
hubungan negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi
hal tersebut mencerminkan adanya
penambahan output yang membutuhkan
banyak tenaga kerja untuk memenuhi
kapasitas produksi Arthur Okun melalui studinya
(Okunrsquos Law) menyebutkan bahwa semakin
tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka
tingkat pengangguran akan semakin berkurang
(Blanchard 2006)
Di saat jumlah pengangguran dan tingkat
pengangguran nasional mengalami kenaikan
jumlah pengangguran dan tingkat
pengangguran Provinsi Papua Barat juga ikut
bergerak naik Pada tahun 2018 jumlah
pengangguran Provinsi Papua Barat mencapai
26129 orang dengan tingkat pengangguran
sebesar 567 persen Kemudian pada tahun
2019 jumlah pengangguran Provinsi Papua
Barat meningkat menjadi 28846 orang dengan
tingkat pengangguran terseret naik menjadi
624 persen Tampaknya program pemerintah
dalam perluasan dan penciptaan lapangan
pekerjaan belum mampu menekan jumlah dan
tingkat pengangguran di Provinsi Papua Barat
Untuk mengurangi tingkat pengangguran
pemerintah daerah dapat menciptakan
7005
6747
6788
6827
66
67
68
69
70
71
2016 2017 2018 2019
Grafik 221
TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
18806
25037
33214
26129 28846
460
573
752
567
624
000
200
400
600
800
2015 2016 2017 2018 2019
-
10000
20000
30000
40000
Grafik 222
Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua
Barat Tahun 2015 ndash 2019
Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
34
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
kesempatan kerja melalui peningkatan
keahlian sertifikasi pendirian tempat latihan
ketrampilan magang serta meningkatkan
inventasi yang menyerap banyak tenaga kerja
lokal
C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI
DAN PEMBANGUNAN REGIONAL
Efektivitas kebijakan makroekonomi dan
pembangunan Provinsi Papua Barat dapat
diketahui dengan melihat kinerja dari setiap
indikator yang ada dengan membandingkan
antara target dan pencapaian dari setiap
indikator yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah dalam dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Selain itu efektivitas kebijakan
makroekonomi juga dapat diketahui dengan
melihat pengaruh dari sebuah indikator
makroekonomi dan pembangunan terhadap
indikator lainnya
C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan
Pembangunan
Kinerja perekonomian daerah tercermin dari
pencapaian target indikator makroekonomi
dan pembangunan sebagaimana yang telah
ditetapkan pada dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Dokumen RPJMD merupakan rencana
pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)
tahunan yang merupakan penjabaran dari visi
misi dan program kepala daerah Untuk Provinsi
Papua Barat dokumen RPJMD disusun untuk
periode tahun 2017 ndash 2021 Sebagai penjabaran
RPJMD tahun ketiga Pemerintah Daerah
Provinsi Papua Barat menetapkan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2019
yang memuat target indikator-indikator makro
dan kesejahteraan sebagai ukuran
keberhasilan selama satu tahun Beberapa
indikator makroekonomi dan pembangunan
dalam RKPD yang menjadi target pemerintah
daerah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 70 persen
laju inflasi pada level 366 persen gini ratio
sebesar 042 tingkat kemiskinan sebesar 2329
persen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
sebesar 6364 dan tingkat pengangguran
sebesar 642 persen
Tabel 22
Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Indikator Target RKPD Kinerja
Pertumbuhan Ekonomi (persen) 70 266
Inflasi (persen) 366 193
Tingkat Kemiskinan (persen) 2329 2151
Tingkat Pengangguran (persen) 642 624
Gini Ratio 042 0381
IPM 6364 6374
Sumber RPJMD RKPD Provinsi Papua Barat dan BPS
Provinsi Papua Barat (data diolah)
Indikator makroekonomi dan pembangunan
Provinsi Papua Barat tahun 2019 yang mampu
mencapai target yang ditetapkan pada
dokumen RKPD diantaranya tingkat inflasi yang
berhasil dikendalikan sebesar 193 tingkat
kemiskinan juga berhasil ditekan sebesar 2151
persen Demikian pula dengan IPM yang
berhasil meningkat dan melebihi target pada
angka 6374 Selain itu nilai gini ratio tercatat
juga mampu mencapai target pada angka
0381 Sementara indikator lainnya belum
mencapai target yang ditetapkan seperti
tingkat pengangguran yang mencapai 624
persen Sama halnya dengan capaian tingkat
pertumbuhan yang belum memenuhi target
yang hendak dicapai dengan nilai indikator
tersebut berada pada angka 266 persen
35 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Kemiskinan Pendekatan
Model Panel Data
C21 Landasan Teori
Salah satu masalah perekonomian yang cukup
rumit dan hampir terjadi di setiap negara yaitu
tingginya angka kemiskinan Terdapat tiga
penyebab utama timbulnya masalah
kemiskinan Pertama prasarana dan sarana
pendidikan yang tidak memadai sehingga
menyebabkan tingginya jumlah penduduk
buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan
ataupun keahlian Kedua sarana kesehatan
dan pola konsumsi buruk sehingga hanya
sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi
tenaga kerja produktif Ketiga penduduk
terkonsentrasi di sektor pertanian dan
pertambangan dengan metode produksi yang
telah usang dan ketinggalan zaman (Jhingan
1983)
Sebagaimana dikatakan Nurkse daerah yang
terbelakang pada umumnya terjerat ke dalam
lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty)
Menurut Nurkse lingkaran kemiskinan
disebakan oleh rendahnya tingkat pendapatan
sehingga menyebabkan tingkat permintaan
rendah Dengan tingkat permintaan yang
rendah mengakibatkan tingkat investasi pun
rendah Tingkat investasi yang rendah kembali
menyebabkan modal kurang dan produktifitas
rendah dan begitu seterusnya hingga
membentuk sebuah lingkaran sebab akibat dari
kemiskinan (Jhingan 1983)
Dari berbagai teori pertumbuhan yang
dikemukakan oleh banyak ekonomi seperti Teori
Harold Domar Teori Solow Teori Dorongan Kuat
(Big Push Theory) dan Teori Rostow maka dapat
diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor
utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu
akumulasi modal yang meliputi semua bentuk
atau jenis investasi baru pertumbuhan
penduduk dan kemajuan teknologi Investasi
melalui penyerapan tenaga kerja baik oleh
swasta maupun oleh pemerintah
perkembangan teknologi yang semakin inovatif
dan produktif dan pertumbuhan penduduk
melalui peningkatan modal manusia (human
capital) diharapkan mampu mengurangi
jumlah kemiskinan yang ada Sehingga ketika
terjadi pertumbuhan ekonomi yang berarti
terjadi pertumbuhan pendapatan atau
pertumbuhan produksi dari barang-barang
yang dihasilkan maka diharapkan akan
menurunkan kemiskinan dengan memutus
mata rantai lingkaran kemiskinan seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya Dengan adanya
pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat
meningkatkan produktifitas yang ada sehingga
dengan kenaikan produktifitas maka
pendapatan per kapita juga akan naik yang
pada akhirnya membawa pada penurunan
tingkat kemisikinan
C22 Metode dan Hasil Estimasi
Untuk mengukur pengaruh dari pertumbuhan
ekonomi terhadap kemiskinan di Provinsi Papua
Barat menggunakan model sebagai berikut
Tingkat Kemiskinan = f (Pertumbuhan Ekonomi)
Gambar 23
Lingkaran Kemiskinan Nurkse
Sumber Jhingan (1983)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
36
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Dari model di atas dituangkan dalam model
persamaan ekonometrika sebagai berikut
Log(Poverty) = β0 + β1Log(Growth) + ε
dimana
Poverty = Tingkat Kemiskinan (persen)
Growth = Pertumbuhan Ekonomi (persen)
β n = Parameter atau koefisien regresi
ε = Variabel ganggguan
Penggunaan log model pada persamaan di
atas bertujuan untuk mengetahui elastisitas
pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat
kemiskinan di mana koefisien β1 β2 dan β3
menunjukan persentase perubahan tingkat
kemiskinan akibat persentase perubahan
pengeluaran pemerintah (Gujarati 2009)
Adapun data yang digunakan berupa data
panel yang merupakan gabungan antara data
lintas waktu (time series) dari tahun 2015 ndash 2019
dan data lintas individu (cross section) seluruh
kabupaten kota di Provinsi Papua Barat
Baltagi dalam Gujarati (2004) menyatakan
bahwa terdapat beberapa keuntungan dalam
penggunaan data panel yaitu
1 Dengan mengkombinasikan time series dan
cross section data panel akan memberikan
data yang lebih informatif lebih variatif dan
mengurangi kolinearitas antar variabel
derajat kebebasan yang lebih banyak dan
efisiensi yang lebih besar
2 Dengan mempelajari bentuk cross section
berulang-ulang dari observasi data panel
lebih baik dalam rangka mempelajari
dinamika perubahan
3 Data panel dapat berinteraksi lebih baik
dan mengukur efek-efek yang tidak dapat
diobservasi dalam cross section murni
maupun data time series murni
4 Data panel memungkinkan kita untuk
mempelajari model perilaku yang lebih
rumit
5 Dengan membuat data tersedia dalam
jumlah lebih banyak data panel dapat
meminimumkan bias yang dapat terjadi bila
kita mengagregatkan individu ke dalam
agregrat yang luas
6 Secara garis besar data panel dapat
memperkaya analisis empiris dengan
berbagai cara yang mungkin tidak terjadi
jika hanya menggunakan cross section atau
data time series
Metode yang digunakan untuk mengestimasi
model di atas yaitu metode regresi data panel
melalui program komputer Eviews 10 Ada
beberapa teknik yang digunakan diantaranya
metode ordinary least square fixed effect dan
random effect Untuk menentukan teknik mana
yang terbaik maka digunakan Uji Hausman
Ringkasan hasil Uji Hausman dapat dilihat pada
tabel berikut (hasil lengkap Uji Hausman
terdapat pada bagian Lampiran)
Tabel 23
Ringkasan Hasil Uji Hausman
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 0011090 1 09161
Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10
Berdasarkan Uji Hausman di atas diperoleh nilai
probabilitas Chi-Square di atas 5 persen yang
menunjukan bahwa metode random effect
merupakan pilihan terbaik untuk mengestimasi
model yang ada Selanjutnya ringkasan hasil
regresi dengan menggunakan teknik random
effect adalah sebagai berikut (hasil lengkap
estimasi terdapat pada bagian Lampiran)
37 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Tabel 24
Ringkasan Hasil Regresi Data Panel
Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10
Berdasarkan hasil regresi di atas maka model
persamaan untuk mengukur pengaruh dari
pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di
Provinsi Papua Barat adalah
Log(Poverty) = 3219 - 0808 Log(Growth) + ε
Selanjutnya hasil regresi dan persamaan di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut
1 Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai R-
Squared (R2) yang didapat sebesar 79
persen Artinya bahwa variasi perubahan
yang terjadi pada variabel pengeluaran
pemerintah sektor pendidikan kesehatan
dan infrastruktur adalah sebesar 79 persen
dapat menjelaskan variasi perubahan
variabel tingkat kemiskinan sedangkan
sisanya sebesar 921 persen dijelaskan di luar
model
2 Pada tingkat kepercayaan 5 persen (α =
005) peningkatan yang terjadi pada
pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh
signifikan terhadap penurunan tingkat
kemiskinan Hal ini disebabkan memiliki nilai
t-statistik (probabilitas) lebih besar dari α
(01434 gt 005)
3 Koefisien (-0808) menunjukan bahwa
elastisitas dari pertumbuhan ekonomi
terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0808
(inelastis) Artinya jika pertumbuhan
ekonomi naik 1 persen maka tingkat
kemiskinan hanya turun 0808 persen
C23 Implikasi Kebijakan
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat
memiliki tingkat sensitifitas yang rendah
terhadap tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari
nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di
bawah satu persen atau bersifat inelastis
Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan
ekonomi sebesar satu persen maka penurunan
tingkat kemiskinan di bawah satu persen
Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat
tidak berpengaruh signifikan terhadap
penurunan tingkat kemiskinan Hal ini bertolak
belakang dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh David Dollar dan Aart Kraay
(2000) berjudul Growth is Good for The Poor
dimana pertumbuhan ekonomi mampu
mengakselerasi penurunan kemiskinan secara
signifikan Pengaruh yang tidak signifikan
tersebut disebabkan belum meratanya hasil dari
pertumbuhan ekonomi Hal ini terkonfirmasi juga
dari gini ratio Provinsi Papua Barat yang
mengalami peningkatan yang berarti bahwa
distribusi pendapatan semakin tidak merata
Selama ini kue pertumbuhan ekonomi kurang
menjangkau penduduk miskin Berbagai sektor
yang memiliki andil besar terhadap
pertumbuhan ekonomi sebagian besarnya
tercurah ke daerah perkotaan sehingga
manfaatnya hanya dinikmati oleh penduduk di
perkotaan saja walaupun sebagian kecilnya
dirasakan juga oleh penduduk pedesaan
Padahal 90 persen jumlah penduduk miskin di
Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di daerah
pedesaan (kampung) Hal inilah yang
menyebabkan pengaruh dari pertumbuhan
ekonomi Provinsi Papua Barat tidak memiliki
dampak yang besar terhadap penurunan
tingkat kemiskinan
Variabel Hasil Regresi
C growth
Koefisien 3219 - 0808
t-statistik (prob) 00000 01434
f-statistik (prob) 0401
R-square 0079
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
38
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Dari hasil di atas kebijakan yang dapat diambil
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
melalui pertumbuhan ekonomi dalam
mengurangi tingkat kemiskinan yaitu
1 Sebagai salah satu komponen
pertumbuhan ekonomi pengeluaran
pemerintah di Provinsi Papua Barat harus
lebih fokus ke daerah pedesaan (kampung)
dan remote area yang sulit terjangkau oleh
sarana transportasi yang memadai Hal ini
didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah
penduduk miskin di Provinsi Papua Barat
sebagian besar berada di daerah
pedesaan pegunungan dan pedalaman
2 Meningkatkan kualitas pertumbuhan
ekonomi melalui penyediaan sarana
infrastruktur yang layak dan memadai di
daerah pedesaan dan remote area
terutama sarana pendidikan kesehatan
dan transportasi beserta tenaga pendidikan
dan kesehatan yang handal di bidangnya
3 Mengoptimalisasi anggaran dana desa
melalui program padat karya tunai (cash for
work) untuk kegiatan pembangunan desa
seperti (a) pengadaan pembangunan
pengembangan dan pemeliharaan sarana
prasarana desa (b) peningkatan kualitas
dan akses terhadap pelayanan sosial dasar
dan (c) pengadaan pembangunan
pengembangan dan pemeliharaan sarana
prasarana usaha ekonomi desa
4 Melaksanakan program perlindungan sosial
bagi penduduk miskin Diantara program
yang direkomendasikan yaitu memberi
bantuan tunai secara bersyarat (conditional
cash transfer) yang mewajibkan bagi
penerima bantuan seperti anak usia
sekolah balita ibu hamil dan ibu menyusui
untuk berpartisipasi aktif pada fasilitas
pendidikan dan kesehatan Pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat dapat
mengadopsi program conditional cash
transfer Bolsa Familia di Brazil atau program
yang saat ini sedang digalakkan pemerintah
pusat yaitu Program Keluarga Harapan
(PKH)
5 Meningkatkan kualitas belanja (quality of
spending) pemerintah dengan cara
memfokuskan alokasi anggaran pada
belanja prioritas terutama untuk daerah
pedesaan
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN
APBN
BELANJA
PEMERINTAH PUSAT
TRANSFER KE DAERAH
amp DANA DESA
789 T
2383 T
PAJAK PNBP
219 T 029 T
TAX TAX
RATIO RATIO 309 309 gtgt gtgt
DJPbKawalAPBN
39
Perkembangan dan Analisis APBN
nggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) menggambarkan
kondisi keuangan pemerintah yang
berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan
dan alokasi belanja pemerintah untuk satu
periode tahun anggaran yang ditetapkan
dalam Undang-Undang
A APBN TINGKAT PROVINSI
APBN tingkat provinsi menggambarkan potret
kondisi keuangan APBN di Provinsi Papua Barat
yang disajikan dalam bentuk I-account
disajikan dalam tabel 31 Pada tabel tersebut
target pendapatan negara tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
sebesar 116 persen dibandingkan target tahun
2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi
Rp268042 miliar Penurunan target tersebut
didasarkan pada asumsi bahwa kondisi
perekonomian pada tahun 2019 masih dalam
tahap ketidakpastian global Tantangan dan
dinamika yang cukup berat mengingat
volatilitas harga komoditas internasional seperti
minyak dan gas bumi turut mempengaruhi
target penerimaan pajak di Papua Barat
Sementara itu dari aspek belanja negara
terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar
427 persen dibandingkan pagu tahun 2018
yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi
Rp3457711 miliar Alokasi belanja APBN 2019
A
BAB III
Perkembangan dan Analisis
APBN
Tabel 31
Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 (miliar Rp)
Uraian Pagu 2018 Real 2018 Pagu 2019 Real 2019
PENDAPATAN NEGARA 303205 249363 268042 294509
Pendapatan Perpajakan 275325 219362 245494 265104
Pendapatan Bukan Pajak 27880 30001 22549 29404
Hibah - - - -
BELANJA NEGARA 2423117 2491602 3457711 3172329
Belanja Pemerintah Pusat 722953 681662 869620 788870
Transfer ke Daerah dan Dana Desa 1700164 1809940 2588091 2383459
SURPLUS (DEFISIT) (2119912) (2242239) (3189669) (2877820)
PEMBIAYAAN - - - -
Pembiayaan Dalam negeri - - - -
Pembiayaan Luar Negeri - - - -
Sumber OM-SPAN KPP Pratama Manokwari dan Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
40
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
yang naik dibandingkan dengan tahun
sebelumnya disebabkan oleh peningkatan
kebutuhan anggaran di daerah yang
digunakan untuk membiayai program dan
kegiatan Satuan Kerja (Satker) Kementerian
NegaraLembaga (KL) dan belanja daerah
melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD) Hal ini tercermin dari kenaikan yang
cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223
persen dari Rp1700164 miliar menjadi
Rp2588091 miliar pada tahun 2019 serta
belanja barang sebesar 1224 persen menjadi
Rp32754 miliar
Di samping itu penambahan komponen
pembayaran THR PNS tahun ini yang berakibat
pada kenaikan pagu belanja pegawai turut
andil dalam peningkatan pagu belanja APBN
secara keseluruhan Pembayaran THR PNS
tahun 2019 ditambahkan komponen tunjangan
keluarga tunjangan tambahan dan tunjangan
kinerja Pada tahun 2019 pagu belanja
pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari
Rp156741 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp187346 miliar pada tahun 2019
Sementara itu kenaikan yang cukup signifikan
terjadi pada pagu belanja modal dari
Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik
sebesar 3005 persen Hal ini disebabkan
keberadaan proyek-proyek infrastruktur
strategis lanjutan di Provinsi Papua Barat
sehingga alokasi belanja modal pada kembali
bertambah dari sebelumnya sempat menurun
Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi
pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat
mencapai 10987 persen sedangkan realisasi
belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan
membandingkan antara realisasi penerimaaan
dan belanja APBN pada tahun ini terdapat
defisit anggaran sebesar Rp2877820 miliar Hal
ini disebabkan oleh target penerimaan yang
belum optimal tercapai meskipun realisasi
penerimaan jauh lebih besar (181 persen) dari
tahun sebelumnya
B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT
TINGKAT PROVINSI
Pendapatan pemerintah pusat di Provinsi
Papua Barat terdiri dari penerimaan perpajakan
dan penerimaan bukan pajak Pada tahun
2019 realisasi pendapatan pemerintah pusat di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar
atau naik 181 persen dari tahun sebelumnya
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi
pencapaian realisasi pendapatan tersebut
diantaranya
1 Kondisi perekonomian nasional yang tidak
terpengaruh dan tetap tumbuh meskipun
terdapat ketidakopastian global dan
perang dagang AS-Tiongkok
Perekonomian regional yang didorong
sektor migas memberikan dampak yang
baik terhadap penerimaan negara di
Provinsi Papua Barat Terjadi peningkatan
persentase realisasi penerimaan terhadap
target yang telah ditetapkan akibat
multiplier effect dari migas terhadap industri
lainnya
2 Meskpiun ketergantungan penerimaan
negara terhadap sumber daya alam
(natural resources) memberikan risiko
tingkat penerimaan yang rendah namun
harga pasar komoditas yang fluktuatif
mempengaruhi peningkatan penerimaan
3 Pelaksanaan proses produksi masih belum
mendapatkan inovasi sehingga bergantung
pada ekspor bahan baku (raw material)
dan tenaga kerja padat karya sehingga
41 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
sedikit memberikan kontribusi bagi kenaikan
penerimaan negara
B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat
Penerimaan perpajakan pemerintah pusat
tingkat provinsi terdiri atas penerimaan pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan
internasional Penerimaan pajak dalam negeri
di Provinsi Papua Barat terdiri dari PPh
Perseorangan PPh Badan PBB PPN dan Pajak
Lainnya Sementara itu di Provinsi Papua Barat
tidak memiliki penerimaan negara berupa
pajak perdagangan internasional Berikut ini
target dan realisasi penerimaan perpajakan
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat tahun
2018 ndash 2019
Realisasi penerimaan perpajakan pemerintah
pusat di Provinsi Papua Barat mengalami
peningkatan sebesar 2085 persen yaitu dari
Rp219362 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp265104 miliar pada tahun 2019 Hal ini
disebabkan oleh kenaikan realisasi pada jenis
pajak PPN Dalam Negeri dan PPh non migas
lainnya Penerimaan kedua jenis pajak tersebut
sangat ditentukan oleh kondisi perekonomian
dimana pada tahun 2019 tetap tumbuh
meskipun berada pada ketidakpastian global
Dari keseluruhan jenis pajak pemerintah pusat
yang ada di Provinsi Papua Barat PPN Dalam
Negeri masih mendominasi jumlah penerimaan
pajak tahun 2019 mencapai Rp 132253 miliar
atau 5069 persen dari total penerimaan pajak
pemerintah pusat Kemudian diikuti PPh
perseorangan sebesar Rp84935 miliar atau
3255 persen dari total penerimaan pajak
pemerintah pusat dengan kontribusi terbesar
berasal dari penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh
Final
Apabila dilihat per daerah realisasi penerimaan
pajak tertinggi pada tahun 2019 yaitu Kab
Manokwari dan Kota Sorong masing-masing
sebesar Rp80307 miliar dan Rp73192 miliar Hal
ini disebabkan kedua daerah tersebut
merupakan pusat perekonomian di Provinsi
Papua Barat yang memiliki potensi penerimaan
pajak yang lebih besar dibandingkan daerah
lainnya Adapun realisasi penerimaan pajak
terendah yaitu Kab Pegunungan Arfak dan
Kab Tambrauw masing-masing sebesar Rp1606
miliar dan Rp2099 miliar disebabkan kedua
Tabel 32
Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)
Jenis Pajak
Per Akun
2018 2019
Target Realisasi Target Realisasi
PPh Non Migas 148261 89943 106294 105582
PPN dan
PPnBM 109643 111600 123631 133253
Pendapatan
atas PL amp PIB 4035 2117 2960 6448
PBB dan BPHTB 13285 12182 12503 15580
PPh Migas 0 022 0 059
Cukai 0 019 0 036
Bea Masuk 101 3479 106 4149
TOTAL 275225 219362 245388 265104
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)
73192
31783
20142
12906
12668
6494
4622
4564
2180
2152
2099
1606
000 20000 40000 60000 80000
MANOKWARI
KOTA SORONG
TELUK BINTUNI
SORONG
FAK FAK
KAIMANA
RAJA AMPAT
SORONG SELATAN
TELUK WONDAMA
MAYBRAT
MANOKWARI SELATAN
TAMBRAUW
PEGUNUNGAN ARFAK
Grafik 31
Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 Per
KabupatenKota di Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
42
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
daerah tersebut masih menggali sumber-
sumber penerimaan perpajakan lainnya
Jika dilihat per sektor realisasi penerimaan
pajak terbesar Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 berasal dari sektor konstruksi sebesar
Rp106928 miliar atau 4101 persen dari realisasi
seluruh penerimaan pajak Adapun dari 10
sektor penerimaan pajak terbesar di Papua
Barat realisasi penerimaan pajak terkecil
berasal dari sektor real estate sebesar Rp189
miliar atau hanya 007 persen dari realisasi
seluruh penerimaan pajak Hal ini dapat dilihat
pada grafik berikut
Selanjutnya untuk melihat kinerja perpajakan
pada suatu daerah maka digunakan tax ratio
Ukuran tersebut merupakan perbandingan
antara jumlah penerimaan pajak di suatu
daerah dibandingkan dengan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut Tax ratio
menunjukkan kemampuan pemerintah dalam
mengumpulkan penerimaan pajak dan
kepatuhan pembayaran pajak oleh
masyarakat Apabila tax ratio suatu daerah
semakin besar dapat diartikan bahwa
pemerintah lebih leluasa dalam
menyelenggarakan pemerintahan
Tax ratio Provinsi Papua Barat mengalami
kenaikan dari 302 persen pada tahun 2018
menjadi 309 persen pada tahun 2019 Nilai tax
ratio sebesar 309 persen tersebut dapat
dikategorikan rendah jika dibandingkan
dengan tax ratio nasional sebesar 115 persen
Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa
semakin berkurangnya potensi dan
kemampuan pemerintah dalam memungut
pajak Beberapa hal lainnya yang turut
menyumbang rendahnya tax ratio di Provinsi
Papua Barat diantaranya adalah telah
berakhirnya program tax amnesty dan belum
adanya program unggulan lainnya dalam
meningkatkan penerimaan pajak sehingga
optimalisasi penerimaan perpajakan belum
maksimal
Rendahnya tax ratio di Papua Barat juga
dipengaruhi oleh meningkatnya besaran
restitusi pajak yang terjadi pada tahun 2019
yang mengakibatkan pemerintah harus
membayar kepada wajib pajak kelebihan
106928
45318
20125
18633
15075
14799
11819
11484
9154
7396
000
Konstruksi
Administrasi Pemerintahan dan
Jaminan Sosial Wajib
Sektor lainnya
Industri Pengolahan
Pertambangan dan Penggalian
Perdagangan Besar dan
Eceran Reparasi dan
Perawatan Mobil danhellip
Kegiatan Jasa Lainnya
Jasa Keuangan dan Asuransi
Transportasi dan Pergudangan
Pertanian Kehutanan dan
Perikanan
Grafik 32
Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor di
Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)
138126 125
180
156 158
003 003 008
020 017 018
000
050
100
150
200
2017 2018 2019
Grafik 33
Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat
Tahun 2017 ndash 2019 (persen)
PPh Non Migas PPN dan PPnBM
Pendapatan atas PL dan PIB PBB dan BPHTB
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)
43 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
pembayaran pajak Selain itu rendahnya
tingkat kesadaran wajib pajak di Provinsi Papua
Barat untuk memenuhi kewajibannya turut
mendorong penurunan tax ratio Keadaan
yang demikian memerlukan upaya lebih dari
pemerintah dalam meningkatkan edukasi ke
wajib pajak
B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi
Selain dari sektor perpajakan penerimaan
negara yang bersumber dari bukan pajak saat
ini juga telah mulai diperhitungkan untuk
dijadikan andalan dalam memaksimalkan
penerimaan negara Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) adalah semua penerimaan
Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk
penerimaan dari sumber daya alam
Penerimaan bagian laba BUMN PNBP lainnya
serta Penerimaan BLU Berdasarkan jenisnya
PNBP dapat dibedakan menjadi empat yaitu
penerimaan Sumber Daya Alam Bagian
Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan
Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU
Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat
Provinsi di Provinsi Papua Barat tahun 2019
dapat dilihat pada tabel 33
Dari tabel tersebut di atas realisasi PNBP
pemerintah pusat Provinsi Papua Barat tahun
2019 sebesar Rp29404 miliar atau turun 199
persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya
yang berjumlah Rp30001 miliar PNBP Lainnya
memiliki kontribusi tertinggi dengan nilai Rp2822
miliar atau 9597 persen dari keseluruhan
realisasi PNBP pemerintah pusat di Provinsi
Papua Barat Adapun kontribusi terkecil berasal
dari Pendapatan BLU sebesar Rp1184 miliar
dikarenakan hanya berasal dari Penerimaan
jasa pelayanan pendidikan yang dihasilkan
oleh satker Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu
Pelayaran (BP2IP) Selain itu faktor penetapan
satker BP2IP sebagai instansi pemerintah yang
menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU oleh
Menteri Keuangan masih tergolong baru yaitu
30 September 2016
B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan
dan PNBP Terhadap Perekonomian
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
kontribusi kemampuan fiskal pemerintah pusat
di Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
terhadap perekonomian yaitu dengan cara
membandingkan penerimaan pajak dan PNBP
pemerintah pusat terhadap PDRB dan jumlah
populasi tiap daerah
Hampir seluruh pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat memiliki tax ratio yang kecil yaitu di
bawah angka 8 persen kecuali Kab Manokwari
sebesar 807 persen Daerah dengan nilai tax
ratio terkecil yaitu Kab Teluk Bintuni yang hanya
mencapai 104 persen Padahal Kab Teluk
Bintuni merupakan daerah yang memiliki PDRB
terbesar di Provinsi Papua Barat namun tidak
mampu mengoptimalkan penerimaan
perpajakannya Adapun untuk PNBP ratio
semua daerah di Provinsi Papua Barat memiliki
nilai di bawah 1 persen kecuali Kab Manokwari
yang mencapai 1857 persen Selanjutnya tax
ratio dan PNBP ratio KabupatenKota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 dapat dilihat pada
Tabel 33
Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Penerimaan
PNBP
Target
2018
Realisasi
2018
Target
2019
Realisasi
2019
SDA - - - -
Bag Pemerintah
atas Laba BUMN - - - -
PNBP Lainnya 27880 29024 22549 28220
Pendapatan
BLU 0 977 0 1184
Total 27880 30001 22549 29404
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
44
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
tabel 34
Kemudian untuk melihat kontribusi masing-
masing penduduk terhadap penerimaan
digunakan rasio antara pajak dan PNBP
terhadap jumlah populasi pada tiap daerah
Pada tahun 2019 penerimaan pajak perkapita
terbesar di Provinsi Papua Barat adalah Kab
Manokwari Selatan dengan nilai Rp889 juta
orang Kemudian diikuti oleh Kab Teluk Bintuni
dan Kab Manokwari masing-masing sebesar
Rp493 juta orang dan Rp458 juta orang
Sementara itu daerah dengan PNBP per kapita
tertinggi yaitu Kab Manokwari dan Kab Sorong
masing-masing sebesar Rp105 juta orang dan
Rp011 juta orang Hal ini sebagaimana terlihat
pada tabel 35
C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT
PROVINSI
Belanja pemerintah pusat merupakan bagian
dari belanja negara yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pemerintah pusat baik
yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah
Belanja pemerintah pusat dapat dibedakan
menjadi belanja pemerintah pusat menurut
organisasi belanja pemerintah pusat menurut
fungsi dan belanja pemerintah pusat menurut
Tabel 34
Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Daerah Perpajakan
PDRB
PNBP
PDRB
Kab Fakfak 243 014
Kab Kaimana 454 007
Kab Teluk Wondama 289 006
Kab Teluk Bintuni 104 000
Kab Manokwari 807 186
Kab Sorong Selatan 240 004
Kab Sorong 181 009
Kab Raja Ampat 223 001
Kab Tambraw 919 -
Kab Maybrat 303 001
Kab Manokwari Selatan 261 -
Kab Pegunungan Arfak 799 036
Kota Sorong 449 045
Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong
dan Manokwari(data diolah)
Tabel 35
Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019
(Rupiah)
Daerah Pajak
Perkapita
PNBP
Perkapita
Kab Fakfak 164013269 9544219
Kab Kaimana 210370257 3449788
Kab Teluk Wondama 140336305 3154748
Kab Teluk Bintuni 493482943 2014405
Kab Manokwari 458429173 105437329
Kab Sorong Selatan 98503558 1624694
Kab Sorong 226504618 11239638
Kab Raja Ampat 133923458 866841
Kab Tambraw 151260665 -
Kab Maybrat 53303539 140258
Kab Manokwari
Selatan 888525173 -
Kab Pegunungan
Arfak 51843479 2326167
Kota Sorong 287825262 28955329
Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong
dan Manokwari(data diolah)
45 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
jenis belanja Belanja pemerintah
merupakan salah satu alat bagi
pemerintah untuk melakukan stimulus
fiskal Salah satunya yang populer pada
saat krisis ekonomi adalah instrumen
ekonomi berupa stimulus fiskal Secara
garis besar komposisi dari stimulus fiskal
adalah berupa pengurangan beban
pajak dan tambahan belanja pemerintah
(increased spending)
C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi
Berdasarkan Organisasi (BA atau KL)
Belanja pemerintah pusat menurut
organisasi adalah belanja pemerintah
pusat yang dialokasikan kepada
kementerian negaralembaga dan
bagian anggaran bendahara umum
negara Penerima alokasi APBN di Provinsi
Papua Barat Tahun Anggaran 2019
adalah 43 Kementerian NegaraLembaga
(KL) dan 1 Bagian Anggaran Bendahara
Umum Negara (BA-BUN) sehingga jumlah
seluruhnya adalah 45 Bagian Anggaran
(BA)
Jumlah total dana APBN berupa Belanja
KL yang dialokasikan untuk Provinsi Papua
Barat mengalami peningkatan dari
Rp727642 miliar pada tahun 2018
menjadi Rp874066 miliar pada tahun
2019 atau naik 2012 persen Hal ini
dikarenakan terdapat peningkatan yang
cukup signifikan pada alokasi belanja
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Kementerian Pertahanan Adapun pagu
belanja APBN terbesar pada tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat dialokasikan untuk
kedua Kementerian tersebut masing-
masing sebesar Rp328424 miliar dan
Rp108941 miliar Anggaran tersebut
Tabel 36
Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggran
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
KementerianLembaga Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Badan Pemeriksa Keuangan 2267 2066 2612 2394
Mahkamah Agung 3673 3338 3418 3301
Kejaksaan Republik Indonesia 2809 2368 2673 2454
Kementerian Dalam Negeri 240 163 028 000
Kementerian Pertahanan 59591 58788 108941 106126
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Ri 7670 7689 10100 9209
Kementerian Keuangan 10744 9934 10125 9784
Kementerian Pertanian 15113 14916 13526 13344
Kementerian Perindustrian 159 153 146 145
Kementerian Perhubungan 105994 94482 86499 74352
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 5230 5153 4320 4277
Kementerian Kesehatan 11023 9961 12722 11793
Kementerian Agama 32350 29728 35602 34447
Kementerian Ketenagakerjaan 2800 2664 8905 7675
Kementerian Sosial 3374 3302 2282 2082
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan 20569 17231 20264 19761
Kementerian Kelautan dan Perikanan 6131 5517 6298 6017
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat 239290 232657 328424 283754
Kementerian Pariwisata 247 189 167 135
Kementerian Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi 17319 15991 21450 19589
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah 399 347 304 280
Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak 100 047 100 086
Badan Pusat Statistik 8137 7437 8666 8318
Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional 126 046 126 053
Kementerian Agraria dan Tata RuangBpn 8113 5833 9000 7612
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 105 101 059 052
Kementerian Komunikasi dan Informatika 801 712 648 628
Kepolisian Negara Republik Indonesia 69013 71273 74391 75732
Badan Pengawas Obat dan Makanan 2724 2415 3011 2818
Badan Koordinasi Penanaman Modal 045 038 045 043
Badan Narkotika Nasional 507 480 518 511
Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi 12188 9667 8701 7639
Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional 5201 3091 2887 2682
Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika 2022 1899 2502 2456
Komisi Pemilihan Umum 31765 30110 40174 37062
Arsip Nasional Republik Indonesia 018 017 047 040
Badan Kepegawaian Negara 1111 1087 801 774
Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan 1845 1833 2775 2442
Kementerian Perdagangan 3792 3335 2241 2125
Kementerian Pemuda dan Olah Raga 294 294 219 213
Badan SAR Nasional 4298 4037 3681 3531
Badan Pengawas Pemilihan Umum 17863 17232 23957 19456
Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik
Indonesia 3439 3142 3074 2726
Bendahara Umum Negara 7140 6800 7636 6759
Total 727642 687563 874066 794676
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
46
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
digunakan untuk akselerasi pembangunan
infrastruktur di Provinsi Papua Barat seperti
penyelesaian jalan trans papua jembatan
waduk dan irigasi serta pembangunan Rumah
Prajurit TNI Alokasi pagu Kementerian Pekerjaan
Umum mengalami peningkatan yang cukup
besar disebabkan disebabkan adanya proyek-
proyek infrastruktur strategis lanjutan di Provinsi
Papua Barat mulai memasuki tahap awal
kontrak sehingga alokasi belanja modal
kembali bertambah
C2 Perkembangan Pagu dan
Realisasi Berdasarkan Fungsi
Belanja pemerintah pusat dapat dibagi
menjadi 11 fungsi antara lain fungsi pelayanan
umum pertahanan ketertiban dan keamanan
ekonomi lingkungan hidup perumahan dan
fasilitas umum kesehatan pariwisata dan
budaya agama pendidikan dan perlindungan
sosial Pada tahun 2019 terjadi peningkatan
alokasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat
yang dialami beberapa fungsi diantaranya
fungsi ketertiban amp keamanan pendidikan
perumahan amp fasilitas umum pertahanan
lingkungan hidup kesehatan perlindungan
sosial dan pariswisata amp budaya
Alokasi belanja terbesar tahun 2019 yaitu pada
fungsi ekonomi yaitu sebesar Rp368664 miliar
Hal tersebut cukup relevan mengingat
besarnya anggaran infrastruktur yang
digunakan untuk meningkatkan perekonomian
menuju kesejahteraan masyarakat Sehingga
alokasi belanja pada fungsi tersebut harus
sejalan dengan besarnya proyek-proyek
strategis yang sedang dilaksanakan oleh
pemerintah
Dari tabel 37 dapat dilihat bahwa fungsi
pariwisata dan budaya merupakan fungsi
dengan alokasi belanja terkecil selama dua
tahun terakhir Hal ini menggambarkan bahwa
sektor pariwisata dan budaya di Provinsi Papua
Barat kurang mendapat perhatian serius
padahal banyak potensi besar atas
keaneragaman budaya dan pariwisata di
Provinsi Papua Barat semisal Raja Ampat dan
Taman Nasional Teluk Cenderawasih Khusus
Tabel 37
Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
Fungsi Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Ekonomi 315843 297670 368664 317486
Pertahanan 59591 58788 108941 106126
Pendidikan 77895 70310 102629 95592
Pelayanan
Umum 78955 73964 93974 84071
Ketertiban dan
Keamanan 83673 85148 91100 91207
Perumahan
dan Fasilitas
Umum
56189 52502 44795 40176
Lingkungan
Hidup 19762 17066 24481 22822
Kesehatan 16983 13956 17316 16254
Agama 9272 8703 13551 12887
Perlindungan
Sosial 3474 3349 2382 2168
Pariwisata dan
Budaya 262 204 182 150
Sumber OM SPAN (data diolah)
328424
108941
86499
74391
40174
35602
23957
21450
20264
13526
283754
106126
74352
75732
37062
34447
19456
19589
19761
13344
000 200000 400000
Kementerian PUPR
Kementerian Pertahanan
Kementerian Perhubungan
Kepolisian Negarahellip
KPU
Kementerian Agama
Bawaslu
Kemenristek Dikti
Kementerian LHK
Kementerian Pertanian
Grafik 34
10 Kementerian Negara Lembaga di Provinsi Papua
Barat dengan Alokasi APBN Terbesar TA 2018 (miliar Rp)
Realisasi Pagu
Sumber OM SPAN(data diolah)
47 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
untuk Raja Ampat merupakan rumah bagi 75
persen spesies koral yang ada di dunia dan 1500
spesies ikan termasuk beragam jenis hiu Selain
itu Raja Ampat pernah dinobatkan sebagai
Worldrsquos Best Snorkeling Destination berdasarkan
survei CNN tahun 2015 dan The Outstanding
Liveaboard Diving Destination dalam Diving
and Resort Travel Expo Hong Kong tahun 2016
Dengan berbagai keunggulan dan potensi
wisata di Provinsi Papua Barat seharusnya
mendorong pemerintah untuk lebih
mengalokasikan anggaran pada sektor
pariwisata sehingga dapat menjadi tumpuan
dalam menggerakkan perekonomian dan
menciptakan lapangan pekerjaan
C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi
Berdasarkan Jenis Belanja
Menurut jenisnya belanja pemerintah pusat
terdiri dari 8 (delapan) jenis belanja yaitu
belanja pegawai belanja barang belanja
modal pembayaran bunga utang subsidi
belanja hibah belanja bantuan sosial dan
belanja lain-lain Pagu dan realisasi belanja
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat
berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada tabel
38
Berdasarkan tabel 38 pada tahun 2019
terdapat peningkatan alokasi belanja pegawai
sebesar 1905 persen disebabkan
bertambahnya jumlah PNS sehingga
berpengaruh terhadap peningkatan nilai
pembayaran THR PNS yang disertai dengan
komponen tunjangan keluarga tunjangan
tambahan dan tunjangan kinerja Sedangkan
untuk belanja modal kembali mengalami
kenaikan alokasi sebesar 3005 persen setelah
tahun sebelumnya sempat menurun Selama
dua tahun terakhir alokasi belanja modal
tertinggi diperuntukkan bagi Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan
Kementerian Perhubungan Pagu belanja
modal yang besar tersebut diperuntukkan bagi
pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua
Barat yang merupakan salah satu wujud
komitmen dari Presiden Joko Widodo dalam
membuka konektivitas antar daerah di wilayah
Indonesia Timur sehingga diharapkan dapat
mewujudkan pembangunan yang lebih merata
pada wilayah perbatasan pulau terluar
kawasan tertinggal dan kawasan pedesaan
Berdasarkan realisasi tingkat penyerapan
anggaran belanja terhadap total jenis belanja
yang dilakukan oleh seluruh KL pada tahun
2019 mengalami penurunan Pada tahun 2019
tingkat penyerapan anggaran belanja seluruh
KL sebesar 9252 persen atau turun 254 persen
dari tahun 2018 yang mencapai
9506 persen Tingkat penyerapan
anggaran tertinggi terjadi pada
belanja pegawai dan belanja
bantuan sosial masing-masing
sebesar 9764 persen dan 9481
persen Adapun tingkat penyerapan
terendah yaitu belanja lain-lain
sebesar 6435 persen Sementara itu
sebagai belanja dengan alokasi
terbesar belanja modal mengalami
penurunan serapan yang cukup
Tabel 38
Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis
di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Jenis Belanja Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Belanja Pegawai 155874 151772 9737 185564 181194 9764
Belanja Barang 291631 264525 9071 327719 302217 9222
Belanja Modal 270507 262001 9686 351807 303238 8619
Belanja Bansos 2489 2466 9907 1338 1269 9481
Belanja Lain-lain 1398 898 6422 1588 1022 6435
Belanja Transfer 284123 274635 9666 333508 322672 9675
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
48
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
signifikan Pada tahun 2019 tingkat realisasi
belanja modal sebesar 8619 persen jauh lebih
rendah dari tahun sebelumnya (9686 persen)
Peningkatan alokasi pada belanja modal tidak
disertai dengan optimalisasi pelaksanaan
anggaran dan mengancam capain target-
target kinerja pemerintah
C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat
Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa
faktor utama yang mempengaruhi pencapaian
realisasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat
yaitu
1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai
sehingga memberikan pengaruh pada
capaian realisasi penyerapan anggaran
yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas
dan kualitas yang berdampak pada
akselerasi pembangunan di Provinsi Papua
Barat
2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan
oleh infrastruktur yang memadai
memberikan dampak pada ekonomi
dengan biaya tinggi (high cost economy)
sehingga hal ini menjadi beban bagi
pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat
investasi merupakan permasalahan dasar
bagi penciptaan lapangan kerja dan
penerimaan pajak pemerintah
3 Kondisi budaya masyarakat yang masih
eksklusif terhadap dinamika globalisasi
ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak
ulayat memberikan implikasi ketidakpastian
hukum dalam pelaksanaan investasi dan
pembangunan secara umum Hal-hal yang
terkait dengan penyelenggaraan proyek
yang berkaitan dengan hak ulayat sering
kali terdampak dari sisi ketepatan waktu
penyelesaian pekerjaan
D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT
Cash flow Pemerintah Pusat menggambarkan
kondisi arus kas masuk (cash in flow) dan arus
kas keluar (cash out flow) yang dilakukan oleh
pemerintah pusat pada suatu daerah dan
periode waktu tertentu Arus kas masuk
pemerintah pusat adalah semua penerimaan
yang diterima oleh pemerintah pusat dari
pemerintah daerah provinsi tertentu sedangkan
arus kas keluar adalah semua pengeluaran
yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah provinsi tertentu Yang
termasuk dalam arus kas masuk bagi
pemerintah pusat adalah semua penerimaan
negara yang diterima oleh pemerintah pusat
melalui pemerintah provinsi tertentu seperti
penerimaan pajak PNBP dan hibah Yang
termasuk dalam arus kas keluar pemerintah
pusat adalah semua belanja pemerintah pusat
dalam APBN yang terdiri dari belanja
KPKDDKTPUB dan dana transfer untuk
provinsi berkenaan Berikut ini cash flow
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat Tahun
2019
Tabel 39
Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi 2019
Cash in Flow 294509
Penerimaan Perpajakan 265104
Penerimaan Bukan Pajak 29404
Hibah 000
Cash in Out 3172329
Belanja Pemerintah Pusat 788870
Transfer ke Daerah dan
Dana Desa 2383459
Defisit (2877820)
49 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Berdasarkan tabel 39 terlihat bahwa pada
tahun 2019 Cash in Flow Pemerintah Pusat di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar
sedangkan Cash in Out sebesar Rp3172329
miliar Sehingga dalam hal ini di Provinsi Papua
Barat mengalami defisit yang cukup besar
mencapai Rp2877820 miliar Hal ini
mengindikasikan bahwa ketergantungan
Provinsi Papua Barat kepada pemerintah pusat
masih sangat tinggi sehingga memerlukan
subsidi silang dari daerah lain yang mengalami
surplus
E TRANSFER KE DAERAH
Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal
pemerintah pusat memberikan dana Transfer ke
Daerah dan Dana Desa (TKDD) kepada
pemerintah daerah Transfer ke Daerah terbagi
menjadi (1) Dana Perimbangan (2) Dana
Insentif Daerah (DID) dan (3) Dana Otonomi
Khusus dan Dana Keistimewaan DIY Adapun
dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil
(DBH) Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK) Dana yang diberikan
pemerintah pusat kepada Provinsi Papua Barat
dalam bentuk TKDD jumlahnya semakin
meningkat Pada tahun 2018 TKDD yang
dialokasikan untuk pemerintah Provinsi Papua
Barat sebesar Rp17 triliun Kemudian jumlahnya
meningkat menjadi Rp2588 triliun pada tahun
2019 atau naik sebesar 522 persen Hal ini
menunjukan bentuk penguatan desentralisasi
fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat
Berdasarkan komposisinya komponen terbesar
dari TKDD Provinsi Papua Barat berupa Dana
Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU)
Pada tahun 2019 komponen DBH
menyumbang 362 persen dari total keseluruhan
TKDD yang diterima Provinsi Papua Barat
Komponen terbesar kedua yaitu DAU sebesar
321 persen Kondisi tersebut mengindikasikan
bahwa Provinsi Papua Barat meskipun memiliki
penerimaan DBH yang cukup besar namun
persentasenya belum mendominasi sehingga
masih menunjukkan tingginya tingkat
ketergantungan terhadap pemerintah pusat
Keadaan ini patut diwaspadai mengingat
pengalaman sebagian besar daerah yang
memiliki ketergantungan tinggi pada dana
transfer akan lebih memilih status quo terhadap
penerimaan dari pemerintah pusat (Inanga
dan Wusu 2004)
Tabel 310
Pagu dan Realisasi Dana Transfer Tahun 2018 ndash 2019
Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Uraian
2018 2019
Pagu Realisasi Pagu Realisasi
DBH 1323 2581 9362 7530
DAU 8025 8025 8311 8311
DAK 2253 2098 2679 2482
Dana Otsus amp
DID 4069 4065 4011 3995
Dana Desa 1331 1331 1517 1517
Total 17002 18099 25881 23835
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
DBH
362DAU
321
DAK (Fisik amp
Nonfisik)
104
Otsus amp
DID 155Dana
Desa 59
Grafik 35
Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
50
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN
UMUM (BLU) PUSAT
Badan Layanan Umum merupakan instansi di
lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan laba dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktivitas
F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat
Satker pemerintah pusat yang berstatus BLU di
Provinsi Papua Barat hanya Politeknik Pelayaran
(Poltekpel) Sorong atau dahulu bernama Balai
Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran
(BP2IP) Sorong memberikan pelayanan untuk
mendidik dan melatih pemuda pemudi untuk
menjadi perwira pelayaran menengah dasar
dan tenaga kepelautan berdaya saing tinggi
prima profesional dan beretika sesuai standar
nasional dan internasional Poltekpel Sorong
juga menyelenggarakan fungsi menyusun
rencana program dan anggaran serta
perumusan standarisasi kurikulum silabus
metodikdidaktik persyaratan pengajar
peserta bahan dan alat pengajaran serta
ujian-ujian penyusunan persyaratan akreditasi
program dan lembaga pendidikan dan
pelatihan serta penyiapan bahan dan sertifikasi
lulusan pendidikan dan pelatihan di bidang
kepelautan
Penetapan satker Poltekpel Sorong sebagai
instansi pemerintah yang menerapkan
pengelolaan keuangan BLU secara penuh
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 735KMK052016 tanggal 30 September
2016 Pemerintah pusat memberikan fleksibilitas
pengelolaan keuangan kepada Poltekpel
Sorong sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 dan
peraturan pelaksanaannya
F2 Perkembangan Pengelolaan Aset PNBP
RM dan BLU Pusat
Sejak ditetapkan sebagai satker BLU Poltekpel
Sorong mengalami peningkatan nilai aset dari
Rp4149 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp4921
miliar pada tahun 2019 atau meningkat 186
persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik
berikut 36
Sementara itu untuk realisasi PNBP BLU satker
Poltekpel Sorong mengalami penurunan dari
Rp104 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp947
3426
4149
4921
-
1000
2000
3000
4000
5000
2017 2018 2019
Grafik 36
Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel
Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
1297
1040
947
-
300
600
900
1200
1500
2017 2018 2019
Grafik 37
Perkembangan Realisasi PNBP BLU Satker
Poltekpel Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
51 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
miliar pada tahun 2019 atau turun sebesar -90
persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik
37
F3 Kemandirian BLU
Salah satu tujuan diberikannya status BLU
adalah untuk mewiraswastakan pemerintah
(enterprising the government) Oleh karena itu
satker BLU didorong untuk menciptakan
kemandirian terhadap dirinya sendiri Sebagai
satu-satunya BLU di Provinsi Papua Barat
Poltekpel Sorong yang menyediakan layanan
pendidikan dan pelatihan didorong untuk
memiliki kemandirian dalam mengelola
usahanya Kemandirian tersebut dapat dilihat
rasio PNBP BLU terhadap total realisasi Rasio
kemandirian satker Poltekpel Sorong
mengalami peningkatan dari 0054 pada tahun
2018 menjadi 0075 pada tahun 2019
F4 Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU
Tidak semua satker yang memiliki PNBP dapat
berubah menjadi satker BLU Pada tahun 2019
Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi
Papua Barat membina 104 satker PNBP dimana
terdapat 2 (dua) satker PNBP yang berpotensi
menjadi satker BLU yaitu Universitas Negeri
Papua (Unipa) dan Politeknik Kesehatan
(Poltekes) Sorong Kedua satker layanan
pendidikan tersebut memiliki jumlah aset yang
semakin tinggi Untuk Poltekes Sorong nilai
asetnya mengalami peningkatan dari Rp7226
miliar pada tahun 2018 menjadi Rp1046 miliar
pada tahun 2019 Begitu juga dengan Unipa
yang mengalami peningkatan aset dari
Rp39203 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp4081 miliar pada tahun 2019
Sementara itu jika dilihat rasio realisasi PNBP
terhadap total realisasi satker Universitas Papua
memiliki rasio kemandirian semakin naik dari
0234 menjadi 0276 pada tahun 2019 Hal ini
menunjukan tingkat kemandirian satker tersebut
semakin baik Adapun rasio kemandirian satker
Poltekes Sorong menunjukan nilai semakin turun
dari 0158 persen pada tahun 2018 menjadi
0142 pada tahun 2019
G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI
PUSAT
Selain membina satuan kerja Badan Layanan
Umum Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat juga
diberi tugas untuk melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan investasi pemerintah
pusat di daerah khususnya penerusan pinjaman
(Subsidiary Loan Agreement SLA) dan kredit
program Kredit program yang dimaksud yaitu
penyaluran Kredit Usaha Rakyat kepada Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Tabel 311
Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian
Satker PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU
Nama Satker
Nilai Aset
(miliar Rp)
Rasio
Kemandirian
2018 2019 2018 2019
Poltekes Sorong 7226 10460 0158 0142
Universitas Papua 39203 40810 0234 0276
Sumber LKPP Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat (data diolah)
0143
0054
0075
0000
0030
0060
0090
0120
0150
2017 2018 2019
Grafik 38
Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel
Sorong Tahun 2017 - 2019
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
52
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan
Agreement SLA)
Jumlah penerusan pinjaman (Subsidiary Loan
Agreement SLA) yang ditatausahakan oleh
Kanwil DJPb Provindi Papua Barat sebesar
Rp15445787609 untuk dua debitur yaitu PDAM
Kab Manokwari dan PDAM Kab Sorong
Berdasarkan monitoring dari aplikasi SLIM PDAM
Kab Manokwari dengan nomor SLA 2104101
dan nilai pinjaman sebesar Rp7296812055
telah melunasi semua kewajibannya Untuk
PDAM Kab Sorong dengan nomor SLA 21042101
dan nilai pinjaman sebesar Rp8148975554
masih memiliki kewajiban untuk membayar
angsuran pokok (outstanding) sebesar
Rp7848975555 dan biaya administrasi
Sampai dengan akhir 2019 tercatat bahwa
status kewajiban PDAM Kab Manokwari sudah
diselesaikan dengan menghapus pinjaman
melalui mekanisme Hibah Non Kas Adapun
PDAM Kab Sorong masih mempunyai
kewajiban membayar angsuran pokok berikut
kewajiban lainnya Status penyelesaian
utangnya masih bersifat on going dan
diselesaikan melalui Panitia Urusan Piutang
Negara (PUPN) dikarenakan masuk dalam
kategori Kerjasama Operasional (KSO) sehingga
tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme
Penghapusan atau Hibah-PMD
G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Menurut data SIKP sampai dengan akhir tahun
2019 jumlah penyaluran KUR di Provinsi Papua
Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan
kepada 51622 debitur Daerah dengan jumlah
penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong
sebesar Rp57002 milar dengan jumlah debitur
sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah
dengan penyaluran KUR terbesar kedua yaitu
Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang
Tabel 312
Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat
Nomor
SLA
Nama
SLA
Penerima
SLA
Jumlah SLA
(Rp)
2104101 RDA-
297DP31997
PDAM Kab
Manokwari 7296812055
2104201 RDA-
233DP31996
PDAM Kab
Sorong 8148975554
Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management
(SLIM) DJPb (data diolah)
Tabel 313
Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi Papua Barat (Rupiah)
Nama
Debitur
Jumlah
Penarikan
Pembayaran
Pokok
Tunggakan
Pokok
Tunggakan
Non Pokok
Total
Tunggakan
Outstanding
Pokok
PDAM
Manokwari 7296812055 7296812055 - - - -
PDAM
Sorong 8148975554 299999999 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555
Jumlah 15445787609 7596812054 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555
Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management (SLIM) DJPb (data diolah)
16903
14542
6659
3705 3628
2398 2070 1249 1300 800 861
500
3500
6500
9500
12500
15500
Ko
ta S
oro
ng
Ka
b M
an
okw
ari
Ka
b S
oro
ng
Ka
b F
akfa
k
Ka
b Te
luk B
intu
ni
Ka
b So
ron
g S
ela
tan
Ka
b R
aja
Am
pa
t
Ka
b K
aim
an
a
Ka
b Te
luk W
on
da
ma
Ka
b M
ayb
rat
Ka
b Ta
mb
rau
w
Ka
b M
an
okw
ari S
ela
tan
Grafik 39
Jumlah Debitur KUR per Kab Kota
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
53 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
diberikan kepada 14542 debitur Kemudian
penyaluran KUR terbesar ketiga yaitu Kab
Sorong sebesar Rp20669 miliar dan jumlah
debitur sebanyak 6659 nasabah Hal ini
mengindikasikan bahwa persebaran KUR di
Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di
daerah yang kondisi perekonomiannya relatif
lebih maju
Jika dilihat dari bank penyalur terdapat enam
bank penyalur KUR di Provinsi Papua Barat yaitu
BRI Mandiri BNI BRI Syariah BPD Papua dan
Bank Artha Graha BRI merupakan bank
penyalur KUR terbesar baik dari sisi jumlah
debitur maupun jumlah kredit yang disalurkan
Sampai dengan akhir tahun 2019 dana KUR
yang telah disalurkan oleh BRI sebesar Rp12999
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 45860
orang Sementara itu dana KUR yang telah
disalurkan oleh Bank Mandiri sebesar Rp15034
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 3884
orang Adapun BNI telah menyalurkan KUR
sebesar Rp2119 miliar dengan jumlah debitur
sebanyak 1197 orang
Jika dilihat per skema sampai dengan tahun
2019 jumlah penyaluran KUR tertinggi di Provinsi
Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp107489
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 49873
nasabah Sementara itu untuk penyaluran KUR
Ritel sebesar Rp70333 miliar dengan jumlah
debitur sebanyak 4062 nasabah TKI sebesar
Rp328 miliar dengan jumlah debitur sebanyak
188 orang nasabah
Jika dilihat per sektor perdagangan
merupakan sektor yang memiliki jumlah
penyaluran KUR terbesar Sampai dengan
tahun 2019 penyalurannya sebesar Rp119405
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551
nasabah Kemudian diikuti sektor pertanian
Tabel 314
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Penyalur
sd Tahun 2019
Penyalur Akad Oustanding Jumlah
Debitur
BRI 1299944193527 670278014176 45860
Mandiri 150340333000 119669475736 3884
BNI 211924344478 99423314611 1197
BPD Papua 35146110001 28252135715 635
BRI Syariah 85000000 64574706 4
Artha Graha 25000000 17402052 1
LKBB-UMI 367900000 183250062 41
Jumlah 1697832881006 917888167058 51622
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
Tabel 315
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema
sd Tahun 2019
Skema Akad Oustanding Jumlah
Debitur
Mikro 1074896977024 204657721208 49873
Ritel 703328055397 321492391269 4062
TKI 3284777829 2535588273 188
Jumlah 1781509810250 528685700750 54123
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
57002
4871120669
13458
12589
6400
6085
5898
3187
2104
1773
275
000 20000 40000 60000
Kota Sorong
Kab Manokwari
Kab Sorong
Kab Fakfak
Kab Teluk Bintuni
Kab Sorong Selatan
Kab Raja Ampat
Kab Kaimana
Kab Teluk Wondama
Kab Maybrat
Kab Tambrauw
Kab Manokwarihellip
Grafik 310
Jumlah Penyaluran KUR per Kab Kota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
54
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
perburuan dan kehutanan sebesar Rp13174
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 5242
nasabah Melihat kondisi terserbut perlu
perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang
lebih produktif seperti sektor perikanan dan
industri pengolahan Hal ini dikarenakan
perluasan kepada sektor produktif lebih
menggerakkan roda perekonomian di Provinsi
Papua Barat
H MANDATORY SPENDING BELANJA
INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT
STRATEGIS LAINNYA
Belanja Pemerintah Pusat (Belanja KL)
merupakan salah satu instrumen untuk
menstimulasi perekonomian dan meningkatkan
derajat kesejahteraan masyarakat Sejalan
dengan hal tersebut desain kebijakan belanja
tahun 2019 didasarkan pada belanja yang
efisien namun produktif dan efektif untuk
memenuhi kebutuhan strategis yang perlu
segera dilaksanakan Pemenuhan kebutuhan
prioritas nasional ini dilakukan dalam rangka
menghasilkan output yang berkualitas
(strategis) serta mendorong percepatan
pembangunan infrastruktur dan peningkatan
kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan)
H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur merupakan salah
satu prioritas utama dalam belanja Pemerintah
Pusat Kebijakan ini didasari oleh keyakinan
bahwa untuk mendorong iklim investasi
penyediaan infrastruktur dasar mempunyai
peranan yang sangat penting dalam
peningkatan daya saing efisiensi sistem logistik
pemerataan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi
Sebagai wilayah yang berada di Kawasan Timur
Indonesia pembangunan infrastruktur Provinsi
Papua Barat terbukti menjadi salah satu prioritas
kebijakan pemerintah pada tahun 2019
dengan tingginya alokasi belanja modal
infrastruktur Alokasi ini digunakan untuk
menghasilkan output-output strategis
infrastruktur Papua Barat dalam rangka
mengejar ketertinggalan ekonomi
Tabel 316
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha
sd Tahun 2019
Skema Akad Oustanding Jumlah
Debitur
Perdagangan Besar dan Eceran 1194052179527 327049902707 35551
Jasa Kemasyarakatan Sosial Budaya Hiburan dan
Perorangan Lainnya 95673177829 36411599958 3078
Pertanian Perburuan dan Kehutanan 131736160000 37998587280 5242
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 84268700000 32294066289 1996
Industri Pengolahan 70339500000 27064136552 1858
Perikanan 73991600001 29686620517 2355
Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 78192492893 18877260615 2900
Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 42166000000 15437470720 987
Konstruksi 5657000000 2391825107 52
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1748000000 811101501 41
Jasa Pendidikan 418000000 85998309 20
Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib 3267000000 577131195 43
Jumlah 1781509810250 528685700750 54123
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
55 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Pada tahun 2019 beberapa output strategis
tercatat memiliki realisasi yang cukup besar
diantaranya adalah pembangunan dan
preservasi plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar)
Jembatan sepanjang plusmn235 meter (Rp43572
miliar) dan rehabilitasi sarana pendidikan
sebanyak plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Namun
demikian besarnya serapan belum
menunjukkan adanya optimalisasi pada
capaian output Masih banyak kendala khas
Papua Barat yang harus dihadapi sehingga
membuat infrastruktur tertahan Infrastruktur
yang tidak disertai dengan pembebasan lahan
dalam pembangunannya menjadi output
dengan capaian yang lebih besar karena relatif
lancar pada pelaksanaannya
H2 Output Strategis Bidang Pendidikan
Pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas inovasi dan daya
saing sumber daya manusia Indonesia Dalam
jangka panjang pendidikan yang berkualitas
juga diharapkan dapat memutus rantai
kemiskinan antar-generasi serta meminimalkan
social cost dalam pembangunan yang
dilaksanakan Pemerintah Oleh karena itu
pendidikan menjadi salah satu prioritas belanja
pemerintah pusat dengan alokasi yang tinggi
Tingginya alokasi belanja bidang pendidikan ini
secara umum telah berhasil meningkatkan
capaian indikator-indikator pendidikan
Sepanjang tahun 2019 realisasi PIP dan KIP di
Provinsi Papua Barat secara bersama-sama
Tabel 318
Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Siswa penerima BOS 14813839553 13948 Siswa 888
Siswa penerima KIP 389600000 439 Orang 982
Penerima bantuan PIP 20250000 43 Siswa 717
Penerima Bidik Misi PTIK 4165800000 353 Orang 1000
Guru Non-PNS penerima Tunjangan Profesi 2027894198 76 Orang 826
Tunjangan PenyuluhTenaga Teknis Non PNS 180000000 9 Orang 600
Sumber OMSPAN (data diolah)
Tabel 317
Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 944036262565 1110 Km 822
Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 435718033300 235 M 439
Irigasi 5368000000 2117 Ha 1000
Embung 480000000 4 Unit 1000
Revitalisasi Danau 45929386800 1 Lokasi 1000
Kapasitas Bandara 145991305631 11 Lokasi 786
Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 742
SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 643
SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100
Pembangunan Rumah Susun dan Rumah Khusus 23341228241 66 Unit 398
Rehabilitasi dan Renovasi Sarana Prasarana Pendidikan 226844855847 311 Ruang 911
Alat dan Mesin Pertanian Pra Panen 2212015000 75 Unit 1000
Rumah sakit rujukan 110346800 1 RS Pengampu 1000
Sumber OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
56
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
mampu mencapai nilai Rp4099 juta atau
sebanyak 482 siswa Penyaluran beasiswa
Bidikmisi juga berhasil dilakukan dengan tingkat
serapan 100 persen pada 353 mahasiswa yang
menjadi target Sementara pada alokasi BOS
sampai berakhirnya tahun 2019 terealisasi
sebesar Rp1481 miliar Besaran penyerapan ini
disertai dengan capaian output riil sebanyak
14909 siswa Kondisi ini menunjukkan bahwa
capain dari tiap-tiap indikator dan output
strategis bidang pendidikan berada pada arah
yang tepat Baik itu target realisasi maupun
target output keduanya mampu terwujud
dengan baik
H3 Output Strategis Bidang Kesehatan
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya
adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis Program utama pembangunan
kesehatan adalah Program Indonesia Sehat
dengan sasaran berupa peningkatan derajat
kesehatan dan status gizi masyarakat melalui
berbagai upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung
dengan perlindungan finansial dan pemeratan
pelayanan kesehatan
Beberapa sasaran di Papua Barat pada tahun
2019 mampu mencapai tingkat realisasi yang
besar Peningkatan status kesehatan dan gizi
ibu dan anak dalam mendukung pencegahan
stunting mampu terlaksana pada 8558
keluarga Sementara itu kegiatan prioritas
berupa peningkatan kinerja sistem kesehatan
dan pemerataan akses pelayanan kesehatan
berkualitas melalui penyediaan layanan
imunisasi alokon di Faskes dapat terlaksana
dengan baik pada 170 faskes di 13
kabupatenkota Capain output strategis yang
diarahkan untuk kegiatan pelayanan promotif
dan preventif merupakan upaya pencegahan
pencarian dan pengobatan penyakit sedini
mungkin Hal ini dapat mencegah perluasan
penyakit dan pencegahan penyakit kronis
karena sebagian penyakit kronis dapat
dicegah melalui upaya preventif serta dapat
dideteksi sedini mungkin
Tabel 319
Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Layanan Pengendalian Penyakit Menular 836883400 15 Layanan 625
Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 1000
Bantuan Usaha Ekonomi Produktif 1599456000 300 Keluarga 1000
Desa Pangan Aman 778304762 6 Desa 1000
Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Kabkota 1000
Pasar Aman dari Bahan Berbahaya 264644686 5 Pasar 1000
Makanan Aman 304775122 240 Sampel 1000
Ketersediaan Alokon di Faskes 3272596815 170 Faskes 766
Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Gizi 1669888794 225 Kelompok 1000
Pemberdayaan Warga Komunitas Adat Terpencil (KAT) 7779074888 104 Keluarga 1000
Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabupaten 855
Sumber OMSPAN (data diolah)
57 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Boks 31
Pemberdayaan UMKM Papua Barat
Melalui Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi)
Di Indonesia Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang penting dalam
perekonomian Perannya menjadi vital karena mampu bertahan dari guncangan ekonomi (Wengel and
Rodriguez 2006 dan Funabashi 2013) Ditambah lagi UMKM lebih mampu bertahan dari krisis dibandingkan
perusahaan besar dan merespon lebih cepat fleksibel terhadap perubahan yang terjadi di luar (Berry et al
2001) Berry et al (2002) juga mengemukakan bahwa UMKM dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru
sehingga mampu mengurangi tingkat pengangguran Data Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM
pada tahun 2013 menunjukan bahwa jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 578 juta Dari jumlah tersebut
UMKM mampu menyerap 1102 juta tenaga kerja dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp
42029 trilyun atau setara 4662 persen dari total PDB
Di samping kelebihan yang dimilikinya UMKM memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya keuangan
membayar suku bunga yang lebih tinggi dan kelemahan lainnya (Bourletidis and Triantafyllopoulos 2014)
Oleh karena itu Chittithaworn et al (2011) menyarankan adanya bantuan berupa pembiayaan bagi UMKM
Khan (2015) menambahkan pentingnya peran lembaga keuangan bagi pertumbuhan usaha UMKM
Permasalahan utama yang dihadapi UMKM yaitu sulitnya mendapat akses pembiayaan dari perbankan
Sehingga dari sisi ini pemerintah hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut Diantara program yang saat
ini dijalankankan pemerintah untuk membantu UMKM yaitu program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Program ini
merupakan pembiayaan kredit yang berasal dari lembaga perbankan dimana pemerintah membantu
melalui pemberian subsidi bunga Pemerintah menanggung selisih antara tingkat bunga yang diterima
perbankan dan bunga yang dibebankan kepada penerima KUR
Pembiayaan KUR
Sesuai Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah
dengan Permenko Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016 KUR terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu KUR
Mikro KUR Ritel dan KUR TKI (Tenaga Kerja Indonesia) KUR Mikro diberikan kepada penerima KUR paling
banyak dengan jumlah Rp25 juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 3 tahun atau
investasi paling lama 5 tahun KUR Ritel diberikan kepada debitur KUR dengan jumlah antara Rp25 juta ndash Rp500
juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 4 tahun atau investasi paling lama 5 tahun
Adapun KUR TKI diberikan kepada penerima KUR paling banyak Rp25 juta dengan jangka waktu kredit paling
lama sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi jangka waktu paling lama 3 tahun
Saat ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memiliki sistem informasi elektronik yang digunakan untuk
menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran KUR Sistem elektronik tersebut dinamakan dengan
Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Melalui SIKP dapat diketahui data penerima KUR (Know Your
Customers) berupa jumlah dan profil debitur validitas debitur serta statistik penyaluran KUR
Selain pemerintah pusat pemerintah daerah memiliki kontribusi yang sangat penting dalam pemberdayaan
UMKM Dalam konteks pembiayaan melalui program KUR selama ini hanya perbankan yang mencari calon
debitur KUR sehingga pemberian kredit tersebut diragukan ketepatan sasarannya Bisa jadi debitur yang
menerima fasilitas KUR bukan merupakan UMKM yang layak untuk dibiayai Oleh karena itu Pemda memiliki
peran yang vital untuk mendata dan mengidentifikasi calon debitur potensial (UMKM) yang layak untuk
dibiayai
Hingga saat ini peran pemerintah daerah di Papua Barat bisa dikatakan belum maksimal untuk mendata
calon nasabah KUR potensial Seharusnya pemerintah daerah di Papua barat lebih aktif untuk mendata
calon nasabah karena dipandang lebih mengetahui kondisi UMKM di daerahnya yang layak untuk diberikan
pembiayaan melalui program KUR Jika pemerintah daerah telah memiliki data calon nasabah yang layak
pemerintah daerah kemudian dapat memasukkan data UMKM tersebut ke dalam SIKP Data yang telah
dimasukkan kemudian digunakan perbankan unutuk melakukan penyeleksian calon nasabah KUR
Dalam rangka mengukur efektivitas penyaluran KUR di Papua Barat Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi
Papua Barat telah melakukan survey kepada debitur KUR Selain itu survey tersebut juga bertujuan untuk
melihat validitas data debitur KUR dan dampak pelaksanaan program KUR bagi perekonomian Survey
dilakukan dengan wawancara langsung kepada penerima KUR menggunakan kuisioner yang telah disusun
Dengan mempertimbangkan keterbatasan dana dan SDM pemilihan sampel penerima KUR sebagai
responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dan quota sampling
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
58
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan lokasi responden yang akan disampel karena
pemilihan tempat harus berdasarkan pertimbangan yang logis sedangkan quota sampling digunakan untuk
menentukan dan membatasi jumlah sampel yang akan diambil Responden yang diwawancara pada
kegiatan monev ini sebanyak 159 debitur yang tersebar di di 4 (empat) daerah yaitu Kota Sorong Kab
Manokwari Kab Sorong dan Kab Fakfak
Dari hasil wawancara yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1 Responden yang disurvei telah sesuai dengan database SIKP
2 Program KUR yang diluncurkan oleh pemerintah sangat bermanfaat bagi masyarakat Hal ini terlihat dari
antusiasme para responden yang menginginkan agar program ini terus berlanjut di masa yang akan
datang bahkan berharap adanya kenaikan alokasi modal usaha
3 Dengan adanya program KUR modal usaha bagi UMKM dapat meningkat sehingga terdapat
peningkatan keuntungan usaha dan perluasan sektor usaha
4 Proses pencairan KUR kepada debitur pada umumnya relatif mudah dan cepat
5 Tidak ada diskriminasi gender dalam penyaluran KUR selama debitur tersebut memenuhi syarat dan
kriteria yang telah ditetapkan
6 Tingkat kepuasaan masyarakat penerima KUR di Papua Barat cukup tinggi disebabkan oleh
a Suku bunga yang dibayar debitur KUR cukup rendah yaitu 7 persen per tahun untuk akad tahun 2019
b Proses pengajuan hingga pencairan dana sangat mudah dan cepat
c Agunan yang dijadikan jaminan tidak memberatkan bahkan beberapa debitur hanya menyerahkan
fotokopi KTP foto kapal yang dimiliki atau buku nikah
d Tidak ada pemotongan atas pinjaman yang diterima
7 Program KUR meningkatkan nilai omzet nasabah sehingga meningkatkan margin keuntungan usaha
8 Program KUR belum maksimal dalam meningkatkan lapangan pekerjaan Hal ini ditandai bahwa
sebagian besar responden tidak mengalami penambahan pekerja pegawai setelah mendapatkan
pembiayaan KUR
Dari pelaksanaan survei pelaksanaan program KUR tersebut terdapat saran dan rekomendasi antara lain
1 Bunga pinjaman KUR dapat dipertimbangkan untuk diturunkan kembali
2 Pencairan dana KUR oleh Bank Penyalur sebaiknya tidak dipotong angsuran pertama mengingat
potongan tersebut dapat dimaksimalkan untuk memutar kas kembali
3 Program KUR di Papua Barat sebagian besar diberikan kepada sektor yang kurang produktif seperti sektor
perdagangan Oleh karena itu sebaiknya penyaluran KUR lebih diarahkan untuk sektor usaha yang lebih
produktif seperti sektor pertanian perikanan dan industri pengolahan Hal ini disebabkan pemberian KUR
pada sektor produktif lebih menggerakkan roda perekonomian dan menyerap tenaga kerja
4 Persebaran penerima KUR di Papua Barat sebagian besar berada di daerah yang kondisi
perekonomiannya relatif lebih maju (kabupatenkota) Oleh karena itu penyaluran KUR sebaiknya lebih
diarahkan pada daerah yang perekonomiannya relatif masih berkembang
Pembiayaan UMi
Implementasi penyaluran KUR sampai dengan saat ini belum mampu mencapai target yang diharapkan
karena banyaknya calon nasabah potensial KUR yang tidak memenuhi studi kelayakan perbankan
(unbankable) Oleh karena itu pemerintah menggagas skema baru penyaluran kredit kepada UMKM yang
disebut program Pembiayaan Ultra Mikro (Ultra Micro Finance ndash UMi) dengan karakteristik nasabah
unbankable tetapi memiliki kelayakan usaha dengan indikator tingkat keuntungan (profitability) dan
kesinambungan usaha (sustainability) Pembiyaan UMi merupakan penyediaan dana yang bersumber dari
Pemerintah atau bersama dengan Pemerintah Daerah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas
pembiayaan kepada UMKM Berbeda dengan KUR yang agen penyalurnya adalah perbankan untuk UMi
sebagai agen penyalurnya adalah Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) seperti PT Pegadaian PT
Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Bahana Artha Ventura (BAV)
Prinsip dasar dari pembiayaan UMi diantaranya (1) Pemberdayaan dan penajaman (empowerment and
enhacement) lembaga penyalur yang sudah ada (2) pendampingan kepada nasabah (end user) dan (3)
fokus pada produk pembiayaan yang telah berhasil sehingga tidak menguji coba atau membuat produk
pembiayaan baru Dalam rangka pelaksanaan UMi pemerintah daerah dapat memberikan kontribusi dalam
melakukan sharing pendanaan untuk percepatan pembangunan di daerah pada umumnya dan secara
khusus meningkatkan kesempatan usaha bagi UMKM
Di Papua Barat penyaluran UMi bisa dikatakan belum maksimal Hal ini tercermin dari jumlah penyaluran UMi
pada tahun 2019 sebesar Rp249 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 603 orang Meskipun meningkat
pesat dari tahun sebelumnya yang hanya 38 debitur dengan nilai Rp3385 juta program pembiayaan UMi di
Papua Barat ke depannya masih perlu akselerasi yang melibatkan banyak pihak terutama peran dari
penyalur dan pemerintah daerah
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN
APBD
MODAL
PEGAWAI
BARANG
BANTUAN
KEUANGAN
37 T
67 T
59 T
4 T
649
957
798
932
DJPbKawalAPBN
BELANJA
238 T
PENDAPATAN
2631 T PAD 085 M
PENDAPATAN
TRANSFER 2423 T
LAIN-LAIN PENDAPATAN
YANG SAH 123 M
59
1
Perkembangan dan Analisis APBD
aerah dalam rangka pelaksanaan
pembangunan membutuhkan
pendanaan yang bersumber dari
penerimaan Saat ini sumber
penerimaan daerah lebih didominasi oleh
penerimaan dana transfer dari pemerintah
pusat sehingga ke depan secara bertahap
diharapkan terjadi peningkatan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Semua pengeluaran untuk
pembangunan daerah dan sumber dana yang
diperlukan tertuang dalam dokumen Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Dalam merencanakan sumber pendapatan
dan alokasi belanja pemerintah daerah harus
melihat kebutuhan riil masyarakat berdasarkan
potensi daerah dengan berorientasi pada
kepentingan skala prioritas pembangunan
Selain itu APBD merupakan salah satu
pendorong (key leverage) bagi pertumbuhan
ekonomi daerah untuk mewujudkan
D
BAB IV
Perkembangan dan Analisis
APBD
Tabel 41
Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian 2018 2019
Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi
PENDAPATAN 1897836 2010000 2871888 2631445
PAD 101669 93741 120311 85308
Pendapatan Transfer 1160168 1270382 2621834 2423110
Lain-lain pendapatan daerah yang sah 635999 645877 129743 123027
BELANJA 2326404 2125451 2761199 2380387
Belanja Pegawai 527915 362822 569984 370308
Belanja Barang 573797 639317 703366 673151
Belanja Bunga 920 855 4190 2698
Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534
Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697
Belanja Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379
Belanja Bagi Hasil 70423 36244 188050 184666
Belanja Bantuan 396960 394292 430177 401119
Belanja Modal 599050 529701 687700 548982
Belanja Tidak Terduga 2572 753 2959 851
PEMBIAYAAN NETTO 219308 190554 214342 84965
Penerimaan Pembiayaan 245578 220740 267673 182416
Pengeluaran Pembiayaan 26270 30187 53332 82905
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
60
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masyarakat yang sejahtera mandiri dan
berkeadilan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
merupakan salah satu mesin pendorong
pertumbuhan ekonomi Selain itu APBD juga
sebagai alat pendorong dan salah satu
penentu tercapainya target dan sasaran makro
ekonomi daerah yang diarahkan untuk
mengatasi berbagai kendala dan
permasalahan pokok yang merupakan
tantangan dalam mewujudkan agenda
masyarakat yang sejahtera dan mandiri
Berdasarkan tabel 41 target pendapatan
APBD tahun 2019 seluruh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat mengalami kenaikan dari
Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2871888 miliar pada tahun 2019 atau
meningkat 5132 persen Kenaikan tersebut
disebabkan bertambahnya alokasi Dana Bagi
Hasil PajakBukan Pajak Begitu pula dengan
total alokasi belanja APBD pemerintah daerah
se-Provinsi Papua Barat yang ikut naik dengan
signifkan dari Rp2326404 miliar pada tahun
2018 menjadi Rp2761199 miliar atau 1869
persen di tahun ini Peningkatan pagu belanja
tersebut dikarenakan terdapat kenaikan yang
cukup signifikan pada pagu belanja modal dan
belanja pegawai Penyebabnya pada tahun
2019 prioritas nasional bidang infrastruktur di
Papua Barat kembali dilanjutkan disertai
dengan pelaksanaan program-program
mandatory lainnya Di samping itu terdapat
kenaikan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) pada
sebagian pemerintah
Apabila dilihat realisasinya sampai dengan
akhir tahun 2019 total pendapatan APBD
seluruh pemerintah daerah se- Provinsi Papua
Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik
3092 persen dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai Rp20100 miliar Namun
demikian pendapatan dari komponen PAD
mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374
miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu
dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi
sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar
pada tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar
pada tahun 2019 Banyak faktor yang
mempengaruhi pencapaian realisasi
pendapatan dan belanja tersebut Diantara
faktornya yaitu perkembangan perekonomian
dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi
pelaksanaan berbagai kebijakan fiskal yang
dilaksanakan serta beberapa tantangan
terhadap perekonomian Provinsi Papua Barat
diantaranya adalah
1 Tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap sumber daya alam (raw material)
bernilai tambah rendah sehingga rentan
terhadap fluktuasi harga
2 Tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dari
luar daerah
3 Belum maksimalnya fungsi dari Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) sehingga
menyebabkan biaya ekonomi tinggi
4 Kebijakan daerah yang kurang mendukung
investasi sehingga menyebabkan investor
kurang tertarik menanamkan modalnya
selain adanya ancaman dan gangguan
sosial
5 Kapasitas dan kualitas SDM masih lemah
sehingga mengakibatkan rendahnya daya
saing dan
6 Belum optimalnya pemanfaatan sumber
daya alam lokal diluar migas
A ANALISIS PENDAPATAN APBD
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara
61 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah
Daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun
bersangkutan Pendapatan daerah tersebut
terdiri dari Pendapatan Asli Daerah Dana
Perimbangan dan Lain-lain pendapatan
daerah yang sah sebagaimana tersebut pada
tabel diatas yang dapat dirinci sebagai berikut
Apabila dilihat dari tabel 42 realisasi
pendapatan seluruh pemerintah daerah se-
Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
didominasi oleh pendapatan transfer mencapai
9208 persen dari total pendapatan daerah
Sedangkan kontribusi PAD terhadap total
pendapatan daerah di Provinsi Papua Barat
hanya berkisar diangka 324 persen dan sisanya
berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang
Sah sebesar 468 persen Hal ini mengindikasikan
bahwat tingkat ketergantungan pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pemerintah pusat relatif tinggi
A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah
Untuk mendukung program nawacita
pemerintah ketersediaan fiskal yang cukup
menjadi prasyarat utama Dengan ruang fiskal
yang cukup lebar pemerintah daerah lebih
leluasa dalam menggunakan alokasi
anggarannya untuk kegiatan yang mendorong
percepatan pembangunan regional dan
kesejahteraan masyarakatnya tanpa diganggu
kewajiban yang bersifat wajib seperti untuk
membiayai belanja pegawai dan belanja
barang dan jasa yang mengikat Kemandirian
pemerintah daerah dalam menentukan arah
pembangunan tergantung dari besarnya ruang
fiskal yang tersedia untuk kegiatan
pembangunan tersebut
Ruang fiskal yang dimiliki pemerintah darah di
Provinsi Papua Barat naik dari Rp1437371 miliar
pada tahun 2018 menjadi Rp2012965 pada
tahun 2019 Artinya semakin tinggi pendapatan
daerah diikuti semakin efisiennya belanja
birokrasi dan belanja yang sifatnya mengikat
pemerintah daerah memiliki kelonggaran yang
cukup besar dalam membiayai pembangunan
daerah sesuai dengan karakteristik regional
Tabel 42
Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah
se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Pendapatan Target Realisasi
PAD 120311 85308
Pajak Daerah 56667 51768
Retribusi Daerah 8847 4359
Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan 8668 3547
Lain-lain PAD yang Sah 46129 25633
PENDAPATAN TRANSFER 2621834 2423110
DBH Pajak dan Bukan Pajak 936223 752963
DAU 831150 831094
DAK 267917 248172
Dana Otonomi Khusus dan
Penyesuaian 401110 399538
Dana Desa 151692 151691
Dana Insentif Daerah (DID) 33743 39650
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH
YANG SAH 112088 87826
Hibah 18390 1648
Lain-lain 111352 121379
TOTAL PENDAPATAN 2871888 2631445
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 43
Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi
2018
Realisasi
2019
Pendapatan Daerah 2010000 2631445
DAK 267917 248172
Belanja Wajib 362822 362822
Ruang Fiskal 1437371 2012965
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
62
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
A2 Analisis Kemandirian Daerah
Rasio ini menggambarkan kontribusi PAD
terhadap total realisasi pendapatan daerah
Rasio kemandirian daerah seluruh pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat masuk dalam
kategori sangat rendah Pada tahun 2019
seluruh pemerintah daerah mempunyai rasio
kemandirian di bawah 20 persen bahkan ada
pemerintah daerah yang memiliki rasio
kemandirian di bawah 1 persen yaitu Kab
Maybrat Tambrauw Pegunungan Arfak Dan
Sorong Selatan Adapun rasio kemandirian
tertinggi dimiliki Kab Manokwari Selatan dan
Kota Sorong masing-masing sebesar 67 persen
dan 61 persen Hal ini mengindikasikan bahwa
tingkat ketergantungan seluruh pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pendanaan dari pemerintah pusat relatif sangat
tinggi
B ANALISIS BELANJA APBD
Belanja Daerah adalah semua kewajiban
daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan Belanja daerah
dapat diklasifikasi berdasarkan fungsi jenis dan
lain sebagainya
Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa
faktor utama yang mempengaruhi pencapaian
realisasi belanja APBD di Provinsi Papua Barat
yaitu
1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai
sehingga memberikan pengaruh pada
capaian realisasi penyerapan anggaran
yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas
dan kualitas yang berdampak pada
akselerasi pembangunan di Provinsi Papua
Barat
2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan
oleh infrastruktur yang memadai
memberikan dampak pada ekonomi
dengan biaya tinggi (high cost economy)
sehingga hal ini menjadi beban bagi
pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat
investasi merupakan permasalahan dasar
bagi penciptaan lapangan kerja dan
penerimaan pajak pemerintah
3 Kondisi budaya masyarakat yang masih
eksklusif terhadap dinamika globalisasi
ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak
ulayat memberikan implikasi ketidakpastian
hukum dalam pelaksanaan investasi dan
pembangunan secara umum Hal-hal yang
terkait dengan penyelenggaraan proyek
yang berkaitan dengan hak ulayat sering
kali terdampak dari sisi ketepatan waktu
B1 Analisis Belanja Daerah Berdasarkan
Klasifikasi Fungsi
APBD dapat diklasifikasikan berdasarkan
fungsinya antara lain pelayanan umum
perumahan amp fasilitas umum pendidikan
ekonomi kesehatan perlindungan sosial
ketertiban amp keamanan lingkungan hidup dan
pariwisata amp budaya Alokasi anggaran pada
APBD Provinsi Papua Barat tahun 2019 per fungsi
disajikan pada grafik 42
06 07 09 09
18 18 19 19 21
27
40
51
61
67
00
20
40
60
80
Tam
bra
uw
Ma
yb
rat
Pe
gu
nu
ng
an
Arfa
k
So
ron
g S
ela
tan
Telu
k W
on
da
ma
Telu
k B
intu
ni
Fa
kfa
k
Ra
ja A
mp
at
Ka
ima
na
So
ron
g
Pe
me
rinta
h P
rov
insi
Ma
no
kw
ari
Ko
ta S
oro
ng
Ma
no
kw
ari S
ela
tan
Grafik 41
Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-
Provinsi Papua barat Tahun 2019 (persen)
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
63 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Bila dilihat dari grafik 42 alokasi terbesar pada
APBD tahun 2019 Provinsi Papua Barat
digunakan untuk fungsi pelayanan umum
sebesar Rp7230 miliar kemudian perumahan amp
fasilitas umum sebesar Rp3383 miliar Hal ini
menunjukan fokus dari belanja pemerintah
daerah di Provinsi papua Barat sudah tepat
mengingat peran utama dari eksekutif yaitu
memberikan pelayanan kepada masyarakat
Namun yang perlu digaris bawahi adalah porsi
alokasi untuk fungsi pariwisata amp budaya relatif
masih sangat kecil Padahal potensi
pengembangan pariwisata di Provinsi Papua
Barat sangat besar semisal Taman Wisata Raja
Ampat dan Teluk Cendrawasih yang telah
diakui oleh dunia internasional
B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis
Belanja (Sifat Ekonomi)
Berdasarkan jenisnya belanja dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu
belanja langsung berupa belanja barang dan
jasa belanja modal dan belanja tidak langsung
berupa belanja pegawai belanja bunga
belanja hibah dan belanja bantuan sosial
Apabila dilihat dari trennya sebagian besar jenis
belanja mengalami kenaikan alokasi
dibandingkan tahun sebelumnya kecuali untuk
belanja subsidi dan belanja tidak terduga yang
mengalami penurunan Terdapat dua jenis
belanja yang mendapatkan porsi besar di
Provinsi Papua Barat yaitu belanja pegawai
dan belanja barang Dilihat dari persentase
belanja kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi
Papua Barat menitikberatkan pada sektor
produktif dengan porsi belanja langsung yang
lebih besar dibandingkan dengan belanja tidak
langsung
C PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH
C1 Bentuk Investasi Daerah
Sesuai Permendagri Nomor 52 Tahun 2012
tentang Pedoman Pengelolaan Investasi
Pemerintah Daerah Investasi Pemerintah
Daerah adalah penempatan sejumlah dana
danatau barang milik daerah oleh pemerintah
daerah dalam jangka panjang untuk investasi
pembelian surat berharga dan investasi
langsung yang mampu mengembalikan nilai
pokok ditambah dengan manfaat ekonomi
Tabel 44
Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp)
Uraian 2018 2019
Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi
Belanja
Pegawai 527915 362822 569984 370308
Belanja Barang 573797 639317 703366 673151
Belanja Bunga 920 855 4190 2698
Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534
Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697
Belanja
Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379
Belanja Bagi
Hasil 70423 36244 188050 184666
Belanja
Bantuan 396960 394292 430177 401119
Belanja Modal 599050 529701 687700 548982
Belanja Tidak
Terduga 2572 753 2959 851
Total 2326404 2125451 2761199 2380387
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
723029
338303
172704
139109
135212
33103
21828
18421
000 1000000
Pelayanan Umum
Perumahan amp Fasilitas Umum
Pendidikan
Ekonomi
Kesehatan
Perlindungan Sosial
Ketertiban amp Keamanan
Lingkungan Hidup
Grafik 42
Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah
se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 per Fungsi
(miliar Rp)
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
64
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sosial danatau manfaat lainnya dalam jangka
waktu tertentu Bentuk investasi daerah tersebut
dapat berupa investasi surat berharga
danatau investasi langsung Bentuk investasi
daerah di Provinsi Papua Barat disajikan pada
tabel 45
Dari tabel di atas total realisasi penyertaan
modal (investasi) pemerintah daerah se-Provinsi
Papua Barat tahun 2019 sebesar Rp14652 miliar
yang dilakukan 12 pemerintah daerah Realisasi
penyertaan modal (investasi) tertinggi yaitu
pemerintah provinsi Papua Barat sebesar Rp100
miliar dan Kab Teluk Bintuni sebesar Rp2276
miliar
C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Untuk memberikan gambaran terkait
perkembangan investasi BUMD dapat dilihat
dari nilai SLA (Subsidary Loan Agreement) BUMD
yang ada di Provinsi Papua Barat Sampai
dengan tahun 2019 nilai SLA PDAM Manokwari
sebesar Rp729 miliar dan tidak memiliki
tunggakan Sementara itu SLA PDAM Sorong
mencapai Rp815 miliar dengan tunggakan
sebesar Rp1614 miliar termasuk utang pokok
dan cicilan bunga
D SILPA DAN PEMBIAYAAN
D1 Perkembangan Defisit APBD
Perkembangan surplus defisit APBD dapat
dilihat menggunakan empat rasio sebagai
berikut
Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut
a Rasio surplus APBD terhadap total
pendapatan daerah mencerminkan
performa fiskal pemerintah daerah dalam
menghimpun pendapatan untuk menutup
belanja dalam kondisi pendapatan tertentu
Rasio surplus tersebut menunjukkan
peningkatan di tahun 2019 dibandingkan
tahun sebelumnya dimana hal ini
menggambarkan menguatnya kinerja fiskal
karena kemampuan pendapatan untuk
membiayai belanja meningkat meskipun
didorong oleh kenaikan pendapatan
transfer
Tabel 46
SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah)
Nama BUMD Nilai SLA Total
Tunggakan
PDAM Manokwari 7296812055 -
PDAM Sorong 8148975554 16139934223
Sumber SLIM (data diolah)
Tabel 45
Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah
Daerah se- Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rupiah)
Pemda Nilai
Prov Papua Barat 100000000000
Fakfak 3000000000
Manokwari 1000000000
Sorong 2000000000
Kota Sorong 2765000000
Sorong Selatan 3000000000
Teluk Bintuni 22759259260
Teluk Wondama 3000000000
Maybrat 2000000000
Tambrauw 3500000000
Manokwari Selatan 2000000000
Pegunungan Arfak 3000000000
Total 146524259260
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 47
Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat
Tahun
Surplus
terhadap
Pendapatan
Surplus
terhadap
Realisasi
Dana
Transfer
Surplus
terhadap
PDRB
SILPA
Terhadap
Alokasi
Belanja
2019 00954 01370 00298 01270
2018 00574 00540 00137 00323
2017 01354 01456 01747 01931
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
65 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
b Rasio surplus APBD terhadap dana transfer
digunakan untuk mengetahui proporsi
surplus terhadap salah satu sumber
pendapatan daerah yakni dana transfer Di
tahun 2019 rasio ini mengalami peningkatan
sehingga menunjukkan ketergantungan
pemerintah daerah terhadap dana transfer
sebagai penopang belanja daerah yang
semakin besar dibandingkan tahun lalu
c Rasio surplus APBD terhadap PDRB
menggambarkan kesehatan ekonomi
regional Rasio ini pada tahun 2019
menunjukan adanya kenaikan yang berarti
bahwa produksi barang dan jasa yang
dihasilkan semakin meningkat untuk
membiayai hutang akibat defisit anggaran
d Rasio SILPA terhadap alokasi belanja APBD
mencerminkan proporsi belanja atau
kegiatan yang tidak digunakan dengan
efektif oleh pemerintah daerah Rasio SILPA
yang membesar memperlihatkan bahwa
Provinsi Papua Barat belum dapat
menggunakan anggarannya secara efektif
D2 Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah merupakan transaksi
keuangan daerah yang dimaksudkan untuk
menutup selisih antara pendapatan daerah
dan belanja daerah Pembiayaan pemerintah
daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan
dan pengeluaran pembiayaan Keseimbangan
primer mencerminkan indikasi likuiditas tanpa
dipengaruhi belanja terkait hutang semakin
besar surplus keseimbangan primer semakin
baik kemampuan dalam membiayai defisit
Dari tabel 48 keseimbangan umum di Papua
Barat pada tahun 2019 menunjukkan nilai surplus
sebesar Rp251058 milliar Hal ini
mengindikasikan bahwa kebijakan fiskal yang
dilakukan bersifat kontraktif Sementara itu
keseimbangan primer APBD di Papua Barat juga
menunjukkan angka yang positif setelah
mengeluarkan komponen belanja bunga
Kenaikan nilai pada keseimbangan primer
tahun 2019 disebabkan pendapatan transfer
dari pemerintah pusat yang meningkat pesat
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya
E PENGELOLAAN BLU DAERAH
E1 Profil dan jenis layanan satker BLU daerah
BLUD yang ada di wilayah kerja Kanwil DJPb
Provinsi Papua Barat diantaranya Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Manokwari Yang
melandasi penetapan RSUD Manokwari
sebagai BLUD bertahap yaitu Surat Keputusan
Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun 2015
tanggal 8 April 2015 RSUD Manokwari adalah
rumah sakit Type C sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
531 MENKES SKVI1996 Tanggal 5 Juni 1996
RSUD ini merupakan peninggalan Belanda yang
dibangun tahun 1950 dan berdiri di atas lahan
seluas plusmn 37424 m2 dengan total luas bangunan
gedung plusmn 9283 m2 dengan kapasitas
tempat tidur sebanyak 163 tempat tidur
Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari
terletak di Kelurahan Manokwari Timur
Distrik Manokwari Kabupaten Manokwari
Provinsi Papua Barat
RSUD Manokwari dipimpin oleh seorang
Direktur setingkat dengan Eselon IIA
Tabel 48
Rasio Keseimbangan Umum amp Primer Provinsi Papua Barat
Tahun Pendapatan
APBD
Belanja
APBD
Belanja
Bunga
Keseimbangan
Umum
Keseimbangan
Primer
2019 2631445 2380387 2698 251058 248360
2018 2010000 2125451 855 -115451 -116306
2017 1968523 1701927 1448 266596 265148
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
66
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Direktur membawahi 1 (satu) orang Sekretaris
dan 3 (tiga) orang Kepala Bidang yaitu Bidang
Pelayanan Medik Bidang Perawatan Bidang
Perencanaan dan Pengembangan Sarana
Prasarana Sementara itu sekretaris
membawahi 3 ( tiga ) Sub Bagian yaitu Sub
Bidang Umum dan Kepegawaian Sub Bidang
Program Evaluasi dan Pelaporan dan Sub
Bidang Keuangan dan Aset sedangkan Kepala
Bidang masing ndash masing membawahi 2 (dua)
Sub Bidang Bidang Pelayanan Medik
membawahi Sub Bidang Pelayanan Medik dan
Sub Bidang Pelayanan Penunjang Medik
Bidang Perawatan membawahi Sub Bidang
Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan dan
Sub Bidang Sumber Daya Keperawatan sedang
Bidang Perencanaan dan Pengembangan
Sarana Prasarana membawahi Sub Bidang
Penyusunan Program dan Pengembangan Sub
Bidang Monitoring dan Evaluasi
Jenis layanan yang terdapat pada RSUD
Manokwari diantaranya pelayanan medik
pelayanan penunjang medik dan non medik
pelayanan asuhan perawatan pelayanan
rujukan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan dan penyelenggaraan penelitian
dan pengembangan
Sementara itu jumlah pasien RSUD Manokwari
sebesar 54989 orang dengan rincian 43554
orang menggunakan fasilitas AskesBPJSKIS
dan 11345 orang merupakan pasien
mandiriswasta
E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah
Dalam menunjang Operasional RSUD
Manokwari terdapat kegiatan-kegiatan
rutinitas guna menjalankan tugas pokok dan
fungsi yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung
dan Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung
adalah belanja pegawaipersonalia berupa
pembayaran gaji bulanan kepada Pegawai
Negeri Sipil (PNS) di lingkungan RSUD Manokwari
Belanja Langsung adalah belanja kegiatan
rutin antara lain belanja alat tulis kantor belanja
makanan dan minuman belanja pemeliharaan
rutinberkala gedung kantor pemeliharaan
rutinberkala kendaraan dinas pembayaran
rekening listrik belanja perjalanan dinas dan
lain-lain
Tabel 410
Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019
Berdasarkan Jenis Perawatan
Jenis Pasien
Jumlah Pasien
Askes
BPJS KIS
Swasta
mandiri
Pasien Rawat Jalan 34530 9657
Pasien Rawat Inap 9024 1688
Total 43554 11345
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Tabel 49
Profil Anggaran RSUD Manokwari
Uraian Alokasi Dana Sumber
Dana
Rutin
Belanja Langsung 21543957702
Belanja Tidak
Langsung 17880608199
Program-program -
Peningkatan
Kapasitas
Sumberdaya Aparatur
906990000 Otonomi
Khusus
Obat dan Perbekalan
Kesehatan 6411007419
Otonomi
Khusus
Standarisasi
Pelayanan Kesehatan 420000000 DAK
Peningkatan Sarana
dan Prasarana Rumah
Sakit Rumah Sakit
Jiwa Rumah Sakit
Paru ndash Paru
708750000 Otonomi
Khusus
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
67 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Dalam menunjang kegiatannya RSUD
Manokwari mengelola aset baik aset tidak
bergerak maupun aset bergerak dengan
rincian dapat dilihat pada tabel 411
E3 Analisis legal
Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum
Daerah terdapat beberapa peraturan yang
mengatur pengelolaan teknis maupun
pengelolaan keuangan bahkan peraturan
tersebut sampai ke tingkat peraturan
bupatiwalikota Analisis legal aspek
pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari
dapat dilihat pada tabel 412
F ANALISIS APBD LAINNYA
Analisis ini terdiri dari analisis horizontal analisis
vertikal serta kapasitas fiskal yang digunakan
untuk memberikan gambaran kinerja
pelaksanaan APBD di Provinsi Papua Barat
F1 Analisis Horizontal
Analisis ini membandingkan angka-angka
dalam laporan realisasi pemerintah daerah satu
dengan lainnya dalam satu provinsi Selain itu
analisis ini membandingkan perubahan
keuangan dalam satu pos APBD yang sama
pada satu Provinsi Analisis ini bertujuan untuk
menyajikan informasi utuh terkait kinerja suatu
pos antar pemerintah daerah dan
perkembangannya dari waktu ke waktu
Bila dilihat dari tabel 413 daerah dengan
realisasi PAD terbesar berasal dari Provinsi Papua
Barat sebesar Rp0465 triliun sedangkan
Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten
Maybrat mempunyai realisasi terkecil dengan
nilai masing-masing Rp7 miliar dan Rp6 miliar
Sedangkan pada sisi belanja daerah dengan
realisasi terbesar adalah Provinsi sebesar Rp914
triliun sedangkan realisasi terkecil adalah
Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kota Sorong
masing-masing sebesar Rp807 miliar dan Rp592
miliar Sementara itu defisit anggaran terjadi
pada 3 kabupaten yaitu Kabupaten Sorong
Selatan Kabupaten Tambraw dan Kabupaten
Manokwari Selatan
F2 Analisis Vertikal
Analisis vertikal merupakan analisis yang
membandingkan setiap pos terhadap total
dalam satu komponen APBD yang sama
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya kontribusi suatu pos sehingga
diketahui pengaruhnya
Tabel 411
Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019
Uraian Kuantitas Keterangan
Aset Tidak Bergerak
Tanah 37424 m2
Bangunan 9283 m2
(32 unit)
Terdiri dari gedung
dan rumah dinas
Aset Bergerak
Kendaraan dinas
(roda 4) 22 unit
Kendaraan dinas
(roda 2) 3 unit
Inventaris kantor PC unit meubelair
lemari arsip lemari dll
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari
Aspek Uraian
Kelembagaan Keputusan Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun
2015 tanggal 8 April 2015
Tata Kelola Peraturan daerah Nomor 13 tahun 2008 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Teknis Daerah Di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Manokwari
Peraturan Bupati Manokwari Nomor 13 tahun
2009 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi
Jabatan Struktural pada Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Manokwari
SDM Jumlah Pegawai RSUD Manokwari per Maret 2018
sebanyak 406 orang yang terdiri dari Pegawai
Negeri Sipil (PNS) Organik Pemerintah Kab
Manokwari sebanyak 223 orang dan PNS Titipan dari
Provinsi Kabupaten lain sebanyak 12 orang dan
tenaga Honorer dan magang sebanyak 171 orang
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
68
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Bila dilihat pada tabel 414 rata-rata kontribusi
PAD terhadap pendapatan daerah tiap
kabupaten kota di Papua Barat tahun 2019
tidak mencapai angka 6 hanya Kabupaten
Manokwari dan Kabupaten Manokwari Selatan
yang memiliki PAD diatas 6 persen dimana
Kabupaten Manokwari menjadi yang terbesar
dengan kontribusi PAD mencapai 613 persen
Bahkan di beberapa daerah seperti Kabupaten
Maybrat Kabupaten Tambrauw dan
Kabupaten Pegunungan Arfak kontribusi PAD
hanya di bawah 1 persen Angka ini sangat jauh
di bawah angka kontribusi pendapatan transfer
yang mencapai rata-rata sebesar 90 persen
pada tiap kabupaten kota Hal ini
mengindikasikan bahwa pendapatan pemda
kabupaten kota di Papua Barat hampir
seluruhnya bergantung terhadap pendapatan
transfer dari pemerintah pusat Pemda seperti
Kab Fakfak Kab Kaimana dan Pemerintah
Provinsi bahkan mempunyai persentase
pendapatan transfer sebagai pos utama
pendapatan mencapai angka lebih dari 96
persen
Berdasarkan tabel 415 realisasi belanja tahun
2019 kabupaten kota di Provinsi Papua Barat
menitikberatkan pada belanja barang jasa
Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp)
Uraian Provinsi Fakfak Manok
wari Sorong
Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wonda
ma
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
Total
Pendapatan 15628 1297 1029 1895 0990 1459 1030 2486 0966 1058 1013 1183 0789 1002
PAD 0465 0035 0063 0030 0050 0028 0007 0047 0017 0041 0006 0008 0048 0007
Pendapatan
Transfer 11215 0876 0800 1092 0701 1042 0689 1940 0678 0765 0666 0785 0503 0564
LPDS 3949 0386 0166 0772 0239 0389 0333 0498 0270 0252 0341 0390 0238 0431
Total Belanja 9135 1296 0999 1841 0592 1419 1047 1684 0912 1001 0897 1356 0817 0807
Surplus
Defisit 6493 0002 0030 0054 0398 0040 -0017 0801 0054 0056 0116 -0173 -0029 0195
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 414
Analisis Vertikal Pendapatan APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (persen)
Uraian Provinsi Fakfak Manokwari Sorong Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wonda
ma
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
PAD 2975 2698 6131 1598 5067 1898 0727 1895 1797 3838 0632 0663 6077 0717
Pajak Daerah 2314 0572 4666 0668 4109 0452 0093 0996 0541 0734 0042 0071 0084 0000
Retribusi Daerah 0023 0387 0364 0153 0735 0305 0085 0045 0671 0733 0006 0003 0043 0000
HPKD 0110 0240 0000 0094 0005 0261 0262 0117 0161 0095 0050 0078 0000 0000
Lain-lain PAD yang
sah 0528 1499 1101 0684 0217 0880 0286 0737 0424 2276 0540 0510 5951 0717
Pendapatan Transfer 97021 97302 85172 79782 88122 90199 82923 93184 90728 96162 81597 83238 80323 72901
DBH 33978 4889 6431 14271 6224 7145 5690 49535 6512 6325 5915 4725 7139 6165
DAU 9365 53776 53671 28881 52047 46889 46145 22608 47680 58969 44876 44904 45033 38742
DAK 3155 8886 17662 13960 12523 15915 14521 5533 16039 7036 14945 16753 11547 11358
DBH Pemda
lainnya 0000 6360 2191 0969 2479 7984 1131 0619 1071 0745 0579 0742 0259 0388
Dana Penyesuaian
dan Otsus 25261 23391 5217 21165 14849 10778 14832 14506 19427 23087 15282 16115 16346 16249
LPDS 0005 0000 0486 9383 6811 0723 0000 4922 7475 0000 17423 1139 13600 12382
Hibah 0005 0000 0486 0000 0000 0630 0000 0008 0000 0000 0000 0042 0000 0000
Lain-lain 0000 0000 0000 9383 6811 0092 0000 4914 7475 0000 17423 1097 13600 12382
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
69 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
dan belanja modal Hal ini terlihat dari 11
kabupaten kota yang persentase pos kedua
belanja tersebut lebih dari 50 Dengan
besarnya porsi belanja barang jasa dan modal
mengindikasikan adanya kebijakan belanja
pemerintah daerah yang diarahkan pada
sektor produktif guna mendorong
perekonomian daerah dan upaya dalam
mengejar ketertinggalan dengan daerah lain
dalam ketersediaan
infrastruktur
F3 Analisis Kapasitas
Fiskal Daerah
Analisis kapasitas fiskal
daerah adalah analisis
yang digunakan untuk
mengukur kemampuan
keuangan daerah yang
dicerminkan melalui
penerimaan umum
APBD (tidak termasuk
dana alokasi khusus
dana darurat dana
pinjaman lama dan
penerimaan lain yang
penggunaannya
dibatasi untuk membiayai pengeluaran
tertentu) yang digunakan untuk membiayai
tugas pemerintahan daerah setelah dikurangi
belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah
penduduk miskin sebagaimana dimaksud
dalam peraturan yang mengatur tentang peta
kapasitas fiskal daerah Berikut ini kapasitas fiskal
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
Tabel 415
Analisis Vertikal Belanja APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Uraian Provinsi Fakfak Manok
wari Sorong
Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wond
ama
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
Belanja
Pegawai 7651 27384 26717 22263 44577 24684 21547 14975 21897 20263 20307 9513 10642 9906
Belanja Barang 21125 29208 26559 22050 26375 42275 35726 37509 35456 32931 23851 39795 38031 33785
Belanja Bunga 0000 0000 0000 0000 2067 0000 0519 0000 0000 0000 0000 0506 0301 0000
Belanja Subsidi 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 1373 0281 0000 0000 0000 0000
Belanja Hibah 9316 1897 3995 3878 1139 0481 1426 1351 3125 3181 1096 1085 8341 0712
Belanja BanSos 0580 1921 2592 0333 2362 2034 3305 19398 1598 6713 3266 2361 2695 11707
Belanja
Bantuan
Keuangan
20202 0096 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000
Belanja bagi
hasil 22050 17580 18336 14591 0160 10381 15343 0000 14113 14225 24884 17407 14762 19499
Belanja Tidak
Terduga 0000 0128 0022 0004 0037 0000 0189 0000 0167 0001 0011 0000 0031 0307
Belanja Modal 19077 21785 21779 36882 23284 20145 21945 26768 22271 22406 26585 29333 25196 24084
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 416
Analisis Fiskal APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Pemda PAD DBH DAU LP BP Penduduk
Misikin
Kapasitas
Fiskal Indeks
1 2 3 4 5 6 7
8
[(2+3+4+5)-
6) 7]
9
Prov Papua Barat 46490 531011 146362 146362 69888 207944 38488 0466
Fakfak 3501 6343 69773 69773 35486 18730 60813 0736
Kab Manokwari 6310 6619 55236 55236 26703 37730 25629 0310
Kab Sorong 3029 27044 54729 54729 40979 26100 37760 0457
Kota Sorong 5016 6162 51523 51523 26378 38880 22594 0273
Raja Ampat 2769 10425 68414 68414 35024 8500 135292 1638
Sorong Selatan 748 5858 47509 47509 22549 8760 90269 1093
Teluk Bintuni 4710 123132 56198 56198 25225 19640 109478 1325
Teluk Wondama 1735 6288 46046 46046 19970 10530 76111 0921
Kaimana 4059 6689 62367 62367 20293 9660 119244 1443
Maybrat 640 5994 45470 45470 18219 13120 60484 0732
Tambrauw 784 5590 53120 53120 12898 4770 209049 2530
Manokwari Selatan 4793 5630 35517 35517 8698 7240 100495 1216
Pegunungan Arfak 718 6179 38829 38829 7999 10800 70887 0858
Jumlah 85301 752963 831094 831094 370308
Rata-rata 82614
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
70
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Dengan mengetahui indeks kapasitas fiskal
masing-masing kabupaten kota maka dapat
ditentukan kemampuan keuangan masing-
masing daerah Berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 54PMK072014 tentang Peta
Kapasitas Fiskal Daerah indeks kapasitas fiskal
daerah kabupaten kota di Provinsi Papua
Barat dapat dikelompokkan menjadi empat
kuadran sebagaimana pada tabel 417
Dari kabupaten kota di Papua Barat terdapat
satu daerah dengan kapasitas fiskal sangat
tinggi yang ditunjukkan dalam kuadran IV yaitu
Kab Tambrauw Namun terdapat empat
daerah yang masuk kategori sangat rendah
kapasitas fiskalnya yang terletak di kuadran I
Apabila melihat perbandingan jumlah daerah
pada kuadran I dan II dengan daerah pada
kuadran III dan IV maka terdapat perbandingan
yang hampir seimbang Dari tabel di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa terdapat
ketimpangan kapasitas fiskal pada kabupaten
kota di Provinsi Papua Barat
G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN (FISCAL
HEALTH INDEX)
Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU)
Nomor 22 Tahun 1999 (sebagaimana diubah
menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun
1999 (sebagaimana diubah menjadi UU Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah terjadi perubahan mendasar dalam
sistem pemerintahan daerah di Indonesia
dengan titik berat pembangunan daerah
berada pada tingkat kabupaten kota Salah
satu perubahan yang terjadi adalah
diimplementasikannya desentralisasi fiskal yang
lebih luas bagi daerah Arah dari kebijakan
desentralisasi diharapkan dapat menghindari
inefisiensi dari perekonomian (Prudrsquohomme
1995)
Desentralisasi fiskal menurut Davey (2003)
merupakan pembagian kewenangan belanja
dan pendapatan antar tingkat pemerintahan
Dari sisi belanja kewenangan desentralisasi
didasarkan pada prinsip agar pengalokasian
sumber daya menjadi lebih efisien dan efektif
Hal ini diasumsikan bahwa daerah lebih
mengerti kebutuhan masyarakat sehingga
pengalokasian sumber daya menjadi lebih
responsif dalam menjawab kebutuhan
masyarakat Adapun dari sisi pendapatan
diberikannya kewenangan desentralisasi
kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi
masyarakat untuk mendanai pelayanan publik
menjadi lebih tinggi karena dapat merasakan
langsung manfaat yang dirasakan Dalam
pelaksanaan desentralisasi fiskal pemerintah
pusat mengatur prinsip-prinsip pengelolaan
keuangan daerah bukan aturan secara
terperinci sehingga kondisi keuangan diantara
pemerintah daerah yang satu dan lainnya
menjadi bermacam-macam Perbedaan
dalam kondisi keuangan tersebut menuntut
suatu kebutuhan akan tingkat kesehatan dalam
mengelola keuangan daerah Sebagai pihak
yang bertanggung jawab terhadap pelayanan
publik pemerintah daerah dituntut lebih
Tabel 417
Kuadran kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Kuadran I
(Indeks Kapasitas Fiskal le05)
Kuadran III
(1leIndeks Kapasitas Fiskal lt2)
Provinsi Papua Barat
Kab Manokwari
Kab Sorong
Kota Sorong
Kab Sorong Selatan
Kab Teluk Bintuni
Kab Manokwari Selatan
Kab Kaimana
Kab Raja Ampat
Kuadran II
(05ltIndeks Kapasitas Fiskal lt1)
Kuadran IV
(Indeks Kapasitas Fiskal ge 2)
Kab Fakfak
Kab Teluk Wondama
Kab Maybrat
Kab Pegunungan Arfak
Kab Tambrauw
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
71 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
memahami kondisi kesehatan keuangannya
Hal ini dikarenakan dalam kondisi kesehatan
keuangan yang buruk pemerintah daerah tidak
akan mampu memberikan layanan publik yang
baik kepada warganya (Carmeli 2008)
Berbeda dengan sektor publik penilaian kondisi
kesehatan keuangan pada sektor private telah
dilakukan sejak lama Di sektor bisnis Beaver
(1966) dan Altman (1968) telah membangun
model untuk menilai kondisi keuangan sektor
swasta Namun setelah terjadi masalah
keuangan yang melanda banyak pemerintah
daerah di seluruh dunia penelitian mengenai
kondisi kesehatan pemerintah daerah secara
intensif mulai dilakukan Pada tahun 1980 di
Amerika Serikat terjadi permasalahan keuangan
yang melanda Kota New York Cleveland
Miami Pittsburgh dan Philadelphia (Kloha et al
2005) Hal yang sama terjadi pada tahun 1980-
an dimana sebagian pemerintah daerah di
Belanda dan Inggris mengalami kondisi kesulitan
keuangan (Carmeli 2008) Begitu juga yang
dialami pemerintah daerah di Australia (Dollery
et al 2006) dan Jepang (Takahashi 2009) yang
menghadapi permasalahan keuangan yang
sulit Kondisi tersebut mendorong para ahli
keuangan publik dan banyak peneliti membuat
suatu model ataupun formula untuk
mengevaluasi kondisi keuangan pemerintah
daerah sehingga dapat mendeteksi sejak dini
(early warning system) gejala kesulitan
keuangan
Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli
ataupun lembaga profesional untuk
mendifinisikan kondisi keuangan pemerintah
The Canadian Institute of Chartered
Accountants (CICA 1997) memberikan definisi
kondisi keuangan pemerintah daerah sebagai
kesehatan keuangan (fiscal health) yang diukur
melalui aspek keberlanjutan kerentanan dan
fleksibiltas dalam lingkungan ekonomi maupun
keuangan Aspek keberlanjutan merupakan
kemampuan pemerintah daerah untuk
mempertahankan program yang sudah ada
tanpa menimbulkan kewajiban baru pada
perekonomian Sedangkan aspek kerentanan
merupakan kondisi ketergantungan pemerintah
daerah sehingga menjadi rentan terhadap
sumber pendanaan yang berasal di luar
kendali Aspek fleksibilitas keuangan merupakan
kemampuan pemerintah daerah untuk
meningkatkan kapasitas keuangan seiring
adanya peningkatan komitmen baik melalui
peningkatan pendapatan atau kapasitas
utang Definisi lain dikemukakan Nollenberger et
al (2003) yang menyebutkan kondisi keuangan
pemerintah daerah merupakan tingkat
solvabilitas keuangan pemerintah daerah yang
terdiri dari solvabilitas kas solvabilitas anggaran
solvabilitas jangka penjang dan solvabilitas
layanan Adapun Kloha et al (2005)
memberikan definisi kondisi keuangan
pemerintah daerah dalam konteks tekanan
keuangan (fiscal distress) yaitu kemampuan
pemerintah daerah untuk memenuhi standar
operasi hutang dan kebutuhan masyarakat
selama beberapa tahun berturut-turut
Kondisi kesehatan keuangan (fiscal health)
yang baik diantaranya ditunjukkan oleh
kemampuan pemerintah daerah untuk
menutup kewajiban operasional (solvabilitas
anggaran) kemampuan untuk melaksanakan
hak-hak keuangan secara efektif dan efisien
(kemandirian keuangan) kemampuan untuk
memberikan pelayanan sesuai standar dan
kualitas yang dibutuhkan masyarakat
(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk
mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa
datang seperti bencana alam atau bencana
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
72
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sosial (fleksibilitas keuangan) Oleh karena itu
ada 4 (empat) dimensi untuk mengukur kondisi
kesehatan keuangan (fiscal helath) pemerintah
daerah yaitu solvabilitas anggaran kemandirian
keuangan solvabilitas layanan dan fleksibilitas
keuangan
Untuk mengetahui kondisi keuangan
pemerintah daerah yang ada di Papua Barat
digunakan langkah-langkah sebagai berikut
1 Menghitung nilai rasio masing-masing
dimensi penyusun indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index)
2 Menghitung indeks rasio dan indeks dimensi
- Untuk menghitung indeks rasio digunakan
rumus
(Nilai Aktual minus Nilai Terendah)
(Nilai Tertinggi minus Nilai Terendah)
- Untuk menghitung indeks dimensi
digunakan rata-rata aritmatika dari seluruh
indeks rasio yang ada
3 Menghitung indeks kesehatan keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah
Indeks kondisi kesehatan keuangan (fiscal
health index) dihitung dengan
menggunakan rata-rata tertimbang dari
seluruh indeks dimensi yang ada
G1 Solvabilitas Anggaran
Solvabilitas anggaran menunjukan seberapa
besar kemampuan pemerintah daerah
memenuhi kegiatan operasi menggunakan
pendapatan yang diperoleh (Nollenberger et
al 2003) Pendapatan yang dimaksud
merupakan pendapatan normal yang tiap
tahun senantiasa didapatkan pemerintah
daerah bukan pendapatan yang terkadang
diperoleh pada tahun-tahun tertentu saja Oleh
karena itu rasio yang digunakan untuk
menunjukan solvabilitas anggaran suatu
pemerintah daerah adalah sebagai berikut
Tabel 418
Rasio Solvabilitas Anggaran
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A (Total Pendapatan - DAK) (Total Belanja -
Belanja Modal)
Rasio B (Total Pendapatan - DAK) Belanja Pegawai
Rasio C (Total Pendapatan Total Belanja)
Pengurangan pendapatan DAK dari total
pendapatan karena pendapatan tersebut
bukan merupakan pendapatan yang bersifat
normal dan berada di luar kendali pemerintah
daerah Untuk rasio A pengurangan belanja
modal dikarenakan belanja tersebut bukan
merupakan kegiatan operasional pemerintah
daerah Adapun untuk rasio B penggunaan
belanja pegawai sebagai penyebut lebih
disebabkan karena porsi belanja tersebut saat
ini merupakan yang terbesar dari belanja
operasional pemerintah daerah Semakin tinggi
nilai rasio yang ada menunjukan bahwa
semakin banyak pendapatan pemerintah
daerah untuk menutup belanja operasional Hal
ini berarti semakin tinggi nilai rasio maka
semakin baik solvabilitas anggaran yang dimiliki
oleh suatu pemerintah daerah Dari data yang
diperoleh rasio solvabilitas anggaran seluruh
Gambar 41
Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan
ngan
73 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
terlihat pada tabel 419
Dari tabel di atas jika dilihat secara menyuluruh
rasio solvabilitas anggaran kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat menunjukan tren yang
meningkat Artinya semua daerah memiliki
solvabilitas anggaran yang semakin baik
Pendapatan normal yang diperoleh pemerintah
daerah untuk meng-cover kebutuhan belanja
semakin meningkat Dari seluruh daerah yang
ada peningkatan rasio solvabilitas anggaran
terbaik dimiliki Kab Kaimana dan Kab
Pegunungan Arfak Hal ini mengindikasikan
bahwa sebagai daerah otonom baru kedua
pemerintah daerah tersebut semakin giat untuk
mencari sumber-sumber pendapatan untuk
menutup semua kebutuhan belanja
G2 Kemandirian Keuangan
Kemandirian keuangan menunjukan
kemampuan pemerintah daerah untuk
mendapatkan sumber pendanaan secara
mandiri dan tidak rentan terhadap sumber
pendanaan di luar kendalinya (Canadian
Institute of Chartered Accountants CICA 1997)
Kemandirian keuangan juga dapat diartikan
sebagai kemampuan pemerintah daerah untuk
memenuhi kebutuhannya dengan sumber-
sumber pendanaan yang mampu diperoleh
secara mandiri tidak tergantung pada pihak
luar Berdasarkan pengertian tersebut rasio
yang digunakan untuk menunjukan
kemandirian keuangan suatu pemerintah
daerah adalah sebagai berikut
Tabel 420
Rasio Kemandirian Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A Total Pendapatan Asli Daerah Total
Pendapatan
Rasio B Total Pendapatan Asli Daerah Total Belanja
Nilai rasio yang meningkat menunjukan bahwa
semakin banyak pendapatan yang diperoleh
pemerintah daerah secara mandiri untuk
memenuhi kebutuhannya Dengan demikian
semakin tinggi nilai rasio maka semakin baik
kemandirian keuangan yang dimiliki oleh suatu
pemerintah daerah Menurut Tim KKD FE UGM
untuk menentukan tolak ukur kemandirian
keuangan daerah dapat menggunakan enam
kategori sebagaimana pada tabel 421
Tabel 419
Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019
Daerah
Rasio A Rasio B Rasio C
2018 2019 2018 2019 2018 2019
Kabupaten
Sorong 116 124 290 353 096 093
Kota Sorong 152 191 238 328 121 167
Manokwari 126 098 251 286 118 095
Manokwari
Selatan 105 114 334 802 097 096
Fakfak 100 117 191 333 098 100
Kaimana 147 331 428 721 134 361
Teluk
Wondama 107 114 303 406 095 106
Teluk Bintuni 107 190 330 927 071 147
Pegunungan
Arfak 140 205 557 813 115 245
Sorong
Selatan 097 086 245 313 088 082
Raja Ampat 104 097 296 314 091 094
Maybrat 162 130 443 471 144 113
Tambrauw 107 103 521 764 097 087
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
74
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Dari data yang diperoleh masing-masing rasio
kemandirian keuangan Pemda di Provinsi
Papua Barat dapat dilihat pada tabel 422
Secara umum Pemda di Provinsi Papua Barat
memiliki rasio kemandirian keuangan yang
sangat lemah dengan rasio di bawah 01 Kondisi
ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah
yang ada masih sangat tergantung pada
sumber pendanaan dari luar daerah seperti
pendapatan yang berasal dari pemerintah
pusat Selain itu nilai rasio tersebut menunjukan
bahwa kebutuhan yang dapat ditutup oleh
pendapatan yang berada di bawah kendali
pemerintah daerah hanya di bawah 10 persen
Kemandirian keuangan yang lemah tersebut
disebabkan oleh kondisi daerah yang tidak
memungkinan untuk memperoleh pendapatan
yang tinggi sesuai dengan kewenangan
penerimaan daerah Pada pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa sumber
strategis penerimaan negara yang menguasasi
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
Oleh karena itu sumber strategis penerimaan
negara seperti pajak penghasilan pajak
pertambahan nilai sumber daya alam
walaupun terletak di daerah namun menjadi
sumber penerimaan pemerintah pusat bukan
pemerintah daerah Pemerintah daerah hanya
mengelola sumber sumber penerimaan yang
kurang signifikan pengaruhnya seperti pajak
hotel pajak reklame pajak restoran dan pajak
daerah lainnya
Namun demikian kedua rasio yang ada
menunjukan tren rasio yang meningkat
Kemampuan pemerintah daerah untuk
menutupi kebutuhan melalui sumber
pendanaan yang diperoleh secara mandiri
menjadi semakin baik Hal ini sejalan dengan
semangat dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah dimana pemerintah daerah
seharusnya dapat berinovasi untuk
meningkatkan PAS namun tidak bertentangan
dengan peraturan yang ada
Tabel 422
Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019
Daerah
Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kabupaten
Sorong 0044 0018 0042 0016
Kota Sorong 0128 0051 0156 0085
Manokwari 0074 0067 0088 0063
Manokwari
Selatan 0171 0061 0167 0059
Fakfak 0031 0027 0030 0027
Kaimana 0037 0019 0049 0068
Teluk Wondama 0016 0018 0015 0019
Teluk Bintuni 0024 0019 0017 0028
Pegunungan
Arfak 0008 0009 0009 0022
Sorong Selatan 0014 0009 0012 0007
Raja Ampat 0031 0021 0029 0020
Maybrat 0007 0006 0010 0007
Tambrauw 0004 0007 0004 0006
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 421
Kriteria Kemandirian Kuangan Pemerintah Daerah
Menurut Tim KKD FE UGM
- Kriteria
0 - 01 sangat lemah
01001 - 02 lemah
02001 - 03 sedang
03001 - 04 cukup
04001 - 05 baik
Rasio gt 05 sangat baik
75 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
G3 Fleksibilitas Keuangan
Fleksibilitas keuangan merupakan kemampuan
pemerintah daerah untuk membayar beban
utang (Chase dan Philips 2004) Kondisi tersebut
menunjukan bagaimana pemerintah daerah
dapat meningkatkan sumber pendapatan
dalam rangka menghadapi peningkatan
kewajibannya (CICA 2007) Pendapatan
dimaksud merupakan pendapatan normal yang
tiap tahun senantiasa didapatkan pemerintah
daerah bukan pendapatan yang sifatnya terikat
penggunaannya seperti pendapatan yang
berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Selain
itu pendapatan tersebut juga merupakan
pendapatan setelah dikurangi belanja yang
sifatnya sangat wajib seperti belanja pegawai
Adapun kewajiban dimaksud merupakan
kewajiban untuk membayar cicilan pokok utang
dan beban bunga yang menjadi tanggungan
pemerintah daerah Oleh karena itu rasio yang
digunakan untuk menunjukan fleksibilitas
keuangan suatu pemerintah daerah adalah
sebagai berikut
Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan
bahwa semakin baik fleksibilitas keuangan
pemerintah daerah untuk menghadapi
peristiwa luar biasa baik yang berasal dari dalam
maupun yang berasal dari luar lingkungan
pemerintah daerah Dari data yang diperoleh
masing-masing rasio untuk kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel
424
Untuk rasio yang memiliki nilai sangat tinggi
disebabkan tidak adanya komponen
pembayaran pokok pinjaman belanja bunga
dan kewajiban jangka panjang pada
Tabel 424
Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019
Daerah Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kab Sorong 769832175393 1035484012472 1174167459258 1445271904797
Kota Sorong 4 3 7 5
Manokwari 482076226292 495858473768 802369336249 762890951003
Manokwari Selatan 735 16 1049 18
Fakfak 304491382772 827320863699 639780382396 1182183435610
Kaimana 668279456314 705544141447 871904931348 819214314839
Teluk Wondama 434599458495 611138814319 648798589997 810840420412
Teluk Bintuni 21 11 31 13
Pegunungan Arfak 487685057078 507003610307 594313768074 578106098796
Sorong Selatan 141 4 238 6
Raja Ampat 643370690403 750130568196 972295205958 1100373282221
Maybrat 539252552468 676159229681 696515339045 858345256202
Tambrauw 686177984338 855819480885 849218499477 984795810243
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 423
Rasio Fleksibiltas Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A
(Total Pendapatan - DAK - Belanja
Pegawai) (Belanja Bunga + Pembayaran
Pokok Utang)
Rasio B (Total Pendapatan - DAK) (Belanja Bunga
+ Pembayaran Pokok Utang)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
76
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
pemerintah daerah yang bersangkutan Secara
keseluruhan pemerintah daerah di Papua Barat
memiliki fleksibilitas keuangan yang cukup
memadai untuk mengantisipasi kejadian luar
biasa Artinya bahwa pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat dapat sewaktu-waktu
datang ke pihak ketiga untuk mengumpulkan
dana dalam rangka mengatasi kejadian yang
datang tidak terduga
G4 Solvabilitas Layanan
Solvabilitas layanan merupakan kemampuan
pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat
(Wang et al 2007) Kemampuan tersebut
diwujudkan berupa sumber daya fasilitas
sarana dan prasarana yang dimiliki pemerintah
daerah untuk digunakan dalam rangka
memberikan pelayanan kepada publik Untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
pemerintah daerah digunakan total belanja
daerah perkapita (Wang et al 2007) Rasio
tersebut menunjukan seberapa banyak belanja
pemerintah daerah yang dikeluarkan untuk
melayani setiap warganya Selain itu untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
digunakan belanja modal perkapita
Penggunaan belanja modal lebih ditekankan
kepada peningkatan pelayanan kepada
masyarakat Pemerintah daerah yang telah
berhasil mempertahankan pelayanannya
kepada masyarakat jika ingin meningkatkan
pelayanan tersebut dapat menggunakan pos
belanja modal Oleh karena itu rasio untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
pemerintah daerah adalah sebagaimana pada
tabel 425
Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan
bahwa semakin baik solvabilitas layanan suatu
pemerintah daerah karena semakin banyak
layanan yang diberikan pemerintah daerah
kepada masyarakat Dari data yang diperoleh
masing-masing rasio untuk kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel
426
Dari tabel di atas terlihat bahwa rasio solvabilitas
layanan pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat menunjukan nilai yang bervariasi Ada
Tabel 426
Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (juta Rp)
Daerah
Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kab Sorong 1814 2070 560 763
Kota Sorong 286 233 079 054
Manokwari 482 571 081 124
Manokwari
Selatan 3162 33747 723 8503
Fakfak 1087 1647 219 359
Kaimana 1248 411 154 000
Teluk
Wondama 2750 2804 712 625
Teluk Bintuni 2988 2615 1114 700
Pegunungan
Arfak 2166 911 660 000
Sorong Selatan 2088 2230 439 489
Raja Ampat 2661 2926 615 589
Maybrat 1421 2194 276 583
Tambrauw 7730 9769 1913 2866
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 425
Rasio Solvabiltas Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A Total Belanja Jumlah Penduduk
Rasio B Belanja Modal Jumlah Penduduk
77 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
beberapa pemerintah daerah yang mengalami
peningkatan rasio namun tidak sedikit yang
mengalami penurunan rasio Untuk rasio A pada
tahun 2019 Kab Manokwari Selatan memiliki
rasio terbesar dibandingkan pemerintah daerah
lainnya dengan nilai 33747 atau meningkat dari
tahun sebelumnya dengan nilai 3162 Artinya
belanja yang dikeluarkan pemerintah daerah
Kab Manokwari Selatan untuk melayani 1 (satu)
penduduk sebesar Rp33747 juta Besarnya nilai
rasio tersebut disebabkan jumlah penduduk Kab
Manokwari Selatan merupakan yang terkecil
dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Papua
Barat sehingga belanja perkapita yang
dikeluarkan pemerintah daerah cukup besar
untuk meng-cover layanan yang dibutuhkan Di
sisi lain pemerintah daerah dengan rasio A
terkecil tahun 2019 yaitu Kota Sorong Hal ini
disebabkan Kota Sorong merupakan daerah
dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi
Papua Barat namun belanja perkapita yang
dikeluarkan pemerintah Kota Sorong tidak cukup
besar untuk meng-cover layanan yang
dibutuhkan masyarakatnya Nilai rasio tersebut
bahkan mengalami penurunan jika
dibandingkan tahun 2018 Kemudian untuk rasio
B pada tahun 2019 cenderung bervariasi
Beberapa pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat mengalami penurunan sementara lainnya
memiliki nilai rasio yang meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat pemerintah
daerah yang berupaya meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat sedangkan
pemerintah daerah lainnya cenderung stagnan
atau tidak memberikan peningkatan pelayanan
seiring bertambahnya jumlah penduduk
G5 Indeks Kesehatan Keuangan
Nilai Indeks Kesehatan Keuangan berkisar antara
0 ndash 1 Semakin tinggi nilai indeks menunjukan
kondisi kesehatan keuangan pemerintah
daerah semakin baik Untuk mengukur indeks
kesehatan keuangan digunakan bobot untuk
masing-masing dimensi Hal ini perlu dilakukan
mengingat satu dimensi sangat mungkin lebih
penting dibandingkan dengan dimensi yang lain
(Brown 1993) Salah satu cara yang digunakan
untuk menentukan bobot masing-masing
dimensi melalui teknik Analytical Hierarchy
Proces (AHP) Teknik ini digunakan untuk
menghasilkan skala prioritas dengan cara yang
teroganisir (Saaty 2008) AHP ini tidak
memberikan keputusan secara mutlak namun
dapat membantu pengambil kebijakan untuk
menentukan keputusan yang tepat sesuai
dengan tujuan dan masalah yang mereka
hadapi Berdasarkan teknik AHP dimensi yang
lebih penting akan diwujudkan dalam bobot
yang lebih besar
Bobot terbesar dimensi penyusun indeks
kesehatan keuangan yaitu pada dimensi
solvabilitas layanan Hal ini dikarenakan tujuan
utama dari setiap pemerintahan adalah
memberikan layanan kepada masyarakat
Pemerintah daerah yang memiliki tingkat
kesehatan keuangan yang baik akan semakin
optimal dalam melaksanakan pelayanan publik
Selanjutnya bobot terbesar kedua untuk
menyusun Indeks Kesehatan Keuangan yaitu
dimensi kemandirian keuangan Untuk
memberikan layanan kepada masyarakat
secara optimal pemerintah daerah dituntut
Tabel 427
Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan
Nama Dimensi Bobot
Solvabilitas Layanan 029
Kemandirian Keuangan 026
Solvabilitas Anggaran 024
Fleksibilitas Keuangan 021
Total 100
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
78
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
memiliki kemandirian
keuangan yang
memadai sehingga
tidak bergantung
pendanaan dari pihak
luar
Berdasarkan dimensi
penyusunnya indeks
kesehatan keuangan
(fiscal health index)
untuk seluruh
pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat
dapat dilihat pada
grafik 43 Jika dilihat
secara keseluruhan Indeks Kesehatan Keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 memiliki
tingkat yang bervariasi dibandingkan periode
sebelumnya
Rata-rata Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal
health index) seluruh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat tahun 2018 mencapai 035
dan nilainya turun menjadi 034 pada tahun
2019 Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
cenderung menurun untuk menutup kewajiban
operasionalnya (solvabilitas anggaran)
kemampuan untuk melaksanakan hak-hak
keuangan secara efektif dan efisien
(kemandirian keuangan) kemampuan untuk
memberikan pelayanan sesuai standar dan
kualitas yang dibutuhkan masyarakat
(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk
mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa
datang (fleksibilitas keuangan)
Sementara itu jika melihat masing-masing
daerah pada tahun 2019 sebagian besar
pemerintah daerah mengalami penurunan
Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health
index) kecuali Kab Manokwari Selatan
Kaimana dan Teluk Bintuni Indeks Kesehatan
Keuangan tertinggi dimiliki Kab Teluk Bintuni
sebesar 068 dan terendah dimiliki Kab Fakfak
sebesar 016
Jika dilihat klasifikasinya Indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index) dapat
dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori
Pada tahun 2019 tidak ada pemerintah
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat yang
masuk dalam kategori sangat baik dan hanya
ada dua pemerintah daerah yang masuk ke
dalam kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan
Kaimana Sementara itu terdapat lima daerah
yang masuk dalam Kuadran I (buruk) dengan
nilai antara 0 ndash 025 yaitu Kab Manokwari Kab
Fakfak Kab Sorong Selatan Kab Teluk
Wondama dan Kab Raja Ampat Adapun
pemerintah daerah yang memiliki indeks
kesehatan keuangan cukup (kuadran II) dengan
nilai antara 026 ndash 050 yaitu Kab Sorong Kota
Sorong Kab Manokwari Selatan Kab Maybrat
Kab Tambraw dan Kab Pegunungan Arfak
041036
031
038
019
044
028 032
039
015
032
041
052
027 029025
049
016
057
025
068
039
019 020
028
036
000
020
040
060
Ka
b S
oro
ng
Ko
ta S
oro
ng
Ma
no
kw
ari
Ma
no
kw
ari S
ela
tan
Fa
kfa
k
Ka
ima
na
Telu
k W
on
da
ma
Telu
k B
intu
ni
Pe
gu
nu
ng
an
Arf
ak
So
ron
g S
ela
tan
Ra
ja A
mp
at
Ma
yb
rat
Tam
bra
uw
Grafik 43
Indeks Kesehatan Keuangan (Fiscal Health Index)
KabKota se-Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019
2018 2019
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
79 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Tabel 428
Kuadran Indeks kesehatan keuangan (fiscal health index)
pemerintah daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019
H BELANJA WAJIB DAERAH
Pendidikan dan kesehatan merupakan
pelayanan publik yang paling mendasar dan
vital untuk mengurangi kemiskinan (Keefer dan
Khemani 2005) Dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan publik undang-undang
telah mewajibkan pemerintah pusat dan
daerah untuk mengalokasikan sejumlah
persentase tertentu dari total belanja untuk
bidang tertentu yaitu pendidikan (UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)
dan kesehatan (UU Nomor 39 Tahun 2009
tentang Kesehatan) Belanja wajib ini ditetapkan
dengan alokasi sebesar 20 dari total belanja
untuk bidang pendidikan (berlaku bagi belanja
pusat dan belanja daerah) serta 5 dari total
belanja pusat dan 10 dari total belanja daerah
untuk bidang kesehatan Dengan ketentuan
tersebut alokasi pada belanja daerah wajib
ditingkatkan untuk bidang-bidang yang menjadi
target prioritas yaitu pendidikan kesehatan
dan infrastruktur
H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan
Keberadaan belanja bidang pendidikan
sebagai salah satu dari belanja wajib
berpengaruh terhadap ketersediaan anggaran
yang cukup besar untuk bidang pendidikan
menjadi lebih dapat dipastikan Pendanaan
bidang tersebut bersumber antara lain dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
pendapatan transfer (TKDD) Akan tetapi tujuan
akhirnya bukanlah besarnya alokasi namun
penggunaan dana yang dapat memberikan
hasil nyata berupa penyediaan dan perbaikan
layanan serta berkurangnya ketimpangan
Pada tahun 2019 kebijakan belanja wajib
bidang pendidikan di Provinsi Papua Barat
didasarkan pada ketercapaian sasaran
pembangunan ldquoPeningkatan aksesibilitas
kualitas dan manajemen pendidikanrdquo sebagai
perwujudan dari Misi 3 ldquoTerwujudnya
sumberdaya manusia yang cerdas sehat dan
berdaya saingrdquo sebagaimana ditetapkan
dalam RKPD dan RPJMD Ketercapaian sasaran
tersebut diharapkan mampu meningkatkan
persentase angka partisipasi sekolah pada
Kuadran I (buruk)
(0 ndash 025)
Kuadran II (cukup)
(025 lt Indeks lt 05)
Kab Manokwari Kab
Fakfak Kab Sorong Selatan
Kab Teluk Wondama
Kab Raja Ampat
Kab Sorong Kota Sorong
Kab Manokwari Selatan
Kab Maybrat
Kab Tambraw
Kab Pegunungan Arfak
Kuadran III (baik)
(05 lt Indeks lt 075)
Kuadran IV (baik sekali)
(075 lt Indeks lt 1
Kab Teluk Bintuni
Kab Kaimana -
Tabel 429
Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Beasiswa OAP ke Luar Negeri 48984000200 12 Bulan 100
Afirmasi bagi anak asli papua di Perguruan Tinggi dan ADEM 15003000000 12 Bulan 100
Pembangunan Fasilitas Pendidikan Menengah 25474236000 10 Kabkota 85
Pembangunan Prasarana dan Sarana Belajar 43878330901 475 Ruang 95
Rehabilitasi Prasarana dan Gedung Perpustakaan 107344935874 391 Ruang 100
Pembangunan Rumah Dinas Guru 27535623335 80 Unit 100
Pengembangan Koleksi Perpustakaan 624826470 3500 Buku 100
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
80
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
jenjang pendidikan menengah dan angka rata-
rata lama sekolah yang menjadi prioritas
pembangunan tahun 2019
Belanja wajib bidang pendidikan di Provinsi
Papua Barat sebagian besar pelaksanaannya
diwujudkan dalam bentuk gaji dan tunjangan
bagi tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)
dengan pembiayaan yang bersumber dari DAU
dan PAD Sedangkan penggunaan dana Otsus
DBH serta DAK (Fisik dan Non Fisik) berkontribusi
besar dalam pencapaian output priotitas
diantaranya dalam bentuk pemberian beasiswa
OAP afirmasi OAP di Perguruan Tinggi
pembangunan fasilitas pendidikan menengah
pembangunan prasarana dan sarana belajar
pembangunan rumah dinas guru serta
pengembangan koleksi perpustakaan Output-
output ini tersebar hampir diseluruh
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan
Selain sektor pendidikan untuk mendorong
pelayanan publik pemerintah daerah juga
memiliki kewajiban mengalokasikan 10 dari
belanja untuk anggaran bidang kesehatan
Pada anggaran bidang pendidikan di Provinsi
Papua Barat alokasi digunakan untuk
membiayai pemerataan fasilitas kesehatan di
kabupatenkota dan kualitas sumber daya
manusia bidang kesehatan sebagai priotitas
pembangunan tahun 2019 dan sasaran Misi 3
RPJMD Provinsi Papua Barat
Secara umum realisasi anggaran bidang
kesehatan tahun 2019 diperuntukkan baik itu
untuk membiayai gaji dan tunjangan tenaga
kesehatan pengadaan obat-obatan
pembangunan rumah sakit rujukan maupun
kegiatan-kegiatan lainnya dengan sumber
dana PAD DAU Otsus dan DAK Capaian output
Tabel 430
Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Penyediaan Obat Vaksin Perbekalan Kesehatan 122403919686 13 Kabkota 100
Sarana Prasarana Instalasi Farmasi 7786697051 116 Unit 100
Pembangunan RSUD Provinsi (Rujukan) 138640000000 1 Lokasi 85
Pembangunan dan Prasarana Puskesmas 225940279996 98 Unit 30
Kendaraan Puskesmas dan Ambulans 17388190996 63 Unit 23
Sarana dan Prasarana Rumah Sakit 17886670389 237 Unit 100
Sarana dan Prasarana KB 12083549590 485 Unit 100
PMT BUMIL KEK pada Lokus Stunting 1667044052 5 Kabkota 100
Kampanye CTPS dan Pemberian Tablet Tambah Darah 2856153400 2 Kabkota 100
Layanan Kesehatan Berbasis Masyarakat 1364000000 5 Kabkota 100
Layanan Petugas Tim Gerakan Cepat 237164200 44 Orang 100
Layanan Kesehatan Bagi Penduduk yang Terdampak Krisis Kesehatan 531508000 2 Kabkota 100
Pelatihan Kesehatan Reproduksi WUS dan PUS bagi Tenaga Kesehatan 207240000 1 Kabkota 100
Layanan Pengelolaan Darah Untuk OAP 2500000000 1 Kabkota 100
Iuran Peserta JKN Penduduk OAP 28818415000 589 Jiwa 100
Penempatan Tenaga Kesehatan (Analis Kesling Bidan Gizi) 5779200000 13 Kabkota 100
Jaminan Sosial Bagi Lanjut Usia 883500000 4 Kabkota 100
Bantuan Bagi ODHA 392500000 1 Kabkota 100
Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
81 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
prioritas dalam upaya pemerataan fasilitas
kesehatan diutamakan pada daerah yang
masuk dalam kategori terpencil dan terisolir
melalui penyediaan makanan tambahan obat
vaksin dan perbekalan kesehatan serta
penyediaan layanan kesehatan berbasis
masyarakat Sedangkan pada pembangunan
fasilitas tingkat lanjut dilakukan secara terpusat
di Kab Manokwari sebagai ibukota provinsi
Sementara pada upaya peningkatan kualitas
tenaga kesehatan pelatihan dan layanan
dipusatkan pada beberapa kabupatenkota
yang memiliki fasilitas kesehatan memadai (Kab
Manokwari Kota Sorong Kab Fakfak) untuk
nantinya ditempatkan secara merata
H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur
Infrastruktur merupakan roda penggerak
perekonomian atau lokomotif pembangunan
nasional dan regional Selain itu infrastruktur juga
berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas
hidup dan kesejahteraan masyarakat antara
lain dalam terwujudnya stabilisasi makro
ekonomi peningkatan produktivitas tenaga
kerja dan akses kepada lapangan kerja serta
peningkatan kemakmuran nyata Melalui
infrastruktur upaya pembentukan kapasitas
fiskal yang kuat perdagangan dan industri yang
maju serta tenaga kerja yang berkualitas dapat
terakselerasi Oleh karena itu belanja bidang
infrastruktur pada APBD memiliki porsi alokasi
yang sangat besar sebagai kombinasi dari
berbagai sumber dana yang ada
Belanja wajib infrastruktur di Provinsi Papua Barat
pada tahun 2019 dialokasikan dengan
memanfaatkan Dana Otsus DTI DAK (Fisik) dan
DBH sesuai RPJMD Misi 4 yaitu ldquoMeningkatkan
kapasitas infrastruktur wilayahrdquo dengan sasaran
peningkatan interkoneksi antar wilayah
ketersediaan layanan dasar infrastruktur daerah
dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah
serta peningkatan layanan kebutuhan dasar
perumahan dan kawasan permukiman wilayah
perkotaan dan perdesaan Pada upaya
pencapaian output belanja infrastruktur Papua
Barat tercatat memiliki realisasi yang cukup
besar diantaranya pembangunan dan
preservasi plusmn473Km jalan (Rp112148 miliar)
Jembatan sepanjang plusmn177 meter (Rp3521 miliar)
dan pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500
Ha (Rp1137 miliar) Selain itu juga berupa
pelabuhandermaga rakyat di 4 lokasi terminal
di 3 lokasi serta SPAM di 8 lokasi Namun
demikian besarnya serapan belum
menunjukkan adanya optimalisasi pada
capaian output prioritas tahun 2019 yang
tercatat memiliki persentase yang rendah
Tabel 431
Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 1121475928623 473 Km 63
Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 35214918080 177 Meter 76
Irigasi 11371755640 500 Ha 31
PelabuhanDermaga Rakyat 38574958977 4 Lokasi 18
Terminal 8426373185 3 Lokasi 25
SPAM Terfasilitasi 41250093919 8 Kabkota 10
PembangunanPeningkatan Kualitas Rumah Swadaya 30401913319 1075 Unit 60
Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77
Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90
PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Halaman ini sengaja dikosongkan
ANGGARAN
KONSOLIDASIAN
PENDAPATAN
PERPAJAKAN
PENDAPATAN
BUKAN PAJAK
BELANJA
PEMERINTAH
TRANSFER
35 T
15 T
25 T
5 T
2625 T
DEFISIT
PENERIMAAN
PENDAPATAN
PENGELUARAN
BELANJA
54 T
317 T
DJPbKawalAPBN
82
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
KONSOLIDASIAN
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian
(LKPK) adalah laporan yang disusun
berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat dengan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah dalam periode waktu
tertentu Sampai dengan tahun 2019
pendapatan konsolidasian di Papua Barat
sebesar Rp544142 miliar Sementara itu untuk
realisasi belanja konsolidasian sampai dengan
tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 129
persen dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya
B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN
Pendapatan pemerintahan umum (General
Government Revenue) atau pendapatan
konsolidasian tingkat wilayah adalah
konsolidasian antara seluruh pendapatan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam satu periode pelaporan tertentu
B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Pendapatan pemerintah konsolidasian terdiri
dari penerimaan perpajakan PNBP dan hibah
Total realisasi pendapatan konsolidasian
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
tahun 2019 adalah sebesar Rp544142 miliar
atau naik 2108 persen Dari jumlah tersebut 54
persen merupakan pendapatan pemerintah
pusat dan 46 persen adalah pendapatan
pemerintah daerah Pendapatan pemerintah
pusat tersebut selanjutnya akan didistribusikan
kepada pemerintah daerah berupa dana
transfer maupun belanja pemerintah pusat di
BAB V
Perkembangan dan Analisis
Anggaran Konsolidasian
Tabel 51
Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi Tahun 2018 Realisasi Tahun 2019 Kenaikan
Penurunan
(persen) Pusat Daerah Konsolidasi Pusat Daerah Konsolidasi
Penerimaan Pendapatan 249363 2010000 449423 294509 2631445 544142 2108
Pendapatan Perpajakan 219362 93741 313103 265104 85308 350412 1192
Pendapatan Bukan Pajak 30001 82831 112832 29404 123027 152431 3510
Hibah - 4952 4952 - 1648 1648 (6672)
Transfer - 1828476 18536 - 2423110 39651 11391
Pengeluaran Belanja 2491602 2125451 2807113 3172329 2380387 3169257 1290
Belanja Pemerintah 681662 1694915 2376577 788870 1794601 2583471 871
Transfer 1809940 430536 430536 2383459 585786 585786 3606
Surplus Defisit (2242239) (115451) (2357690) (2877820) 251058 (2625115) 1134
Sumber OM SPAN KPP Manokwari KPP Sorong LRA Pemda se-Papua Barat dan SIKD DJPK (data diolah)
83 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
daerah berupa belanja dekonsentrasiTPUB
Sampai dengan tahun 2019 realisasi
pendapatan perpajakan konsolidasian di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp350412 miliar
Dari jumlah tersebut 757 persen merupakan
pendapatan perpajakan pemerintah pusat
sedangkan pemerintah daerah memiliki
sumbangsih sebesar 243 persen Pada
pendapatan hibah kontribusi hanya berasal
dari pendapatan hibah pemerintah daerah
tidak terdapat pendapatan hibah dari
pemerintah pusat
B2 Analisis Perubahan
Target pendapatan perpajakan konsolidasian
tahun 2019 Provinsi Papua Barat sebesar
Rp388354 miliar atau turun sebesar 408 persen
dari tahun sebelumnya disebabkan
target penerimaan perpajakan
pemerintah pusat mengalami
penurunan Realisasi pendapatan
perpajakan konsolidasian Provinsi
Papua Barat sampai dengan tahun
2019 sebesar 9023 persen terhadap
target persentase ini lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya yaitu sebesar
7733 persen
Sementara itu terjadi peningkatan realisasi
pendapatan perpajakan konsolidasian dari
Rp313103 miliar menjadi Rp350412 miliar atau
naik sebesar 1192 persen dibandingkan tahun
2018 Hal ini disebabkan oleh kenaikan realisasi
pada jenis pajak PPN Dalam Negeri dan PPh
non migas lainnya Penerimaan kedua jenis
pajak tersebut sangat ditentukan oleh kondisi
perekonomian dimana pada tahun 2019 tetap
tumbuh meskipun berada pada ketidakpastian
global Adapun untuk realisasi PNBP
konsolidasian pada tahun 2019 terjadi
peningkatan signifikan dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya dari Rp112832
miliar menjadi Rp152431 miliar atau naik
sebesar 351 persen Peningkatan PNBP ini
disebabkan oleh peningkatan yang signifkan
pada pendapatan bukan pajak pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat
B3 Rasio Pajak (Tax Ratio)
Rasio pajak merupakan perbandingan antara
jumlah penerimaan pajak suatu daerah
terhadap pendapatan suatu output
perekonomian atau produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Terkait dengan rasio pajak PDRB
menggambarkan jumlah pendapatan
potensial yang dapat dikenai pajak PDRB juga
menggambarkan kegiatan ekonomi
Tabel 52
Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)
Uraian
2018 2019
Target Real Target Real
Pemda 101669 93741 9220 120311 85308 7091
Pusat 303205 219362 7235 268042 265104 9890
Konsolidasian 404874 313103 7733 388354 350412 9023
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong dan LRA Pemda se-Papua Barat
(data diolah)
265104
miliar
29404
miliar0
85308
miliar
123027
miliar 1648
miliar
0
20
40
60
80
100
Pendapatan
Perpajakan
Pendapatan Bukan
Pajak
Hibah
Grafik 51
Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan
Daerah terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2019
Pusat Daerah
Sumber OMSPAN KPP Manokwari dan Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
84
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masyarakat yang jika berkembang dengan
baik merupakan potensi yang baik bagi
pengenaan pajak di wilayah tersebut
B31 Rasio pajak Konsolidasian Provinsi
Papua Barat
Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di
wilayah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
mencapai 415 persen jauh lebih rendah
dibanding rasio pajak nasional sebesar 11
persen Dimana rasio pajak nasional hanya
memperhitungkan penerimaan pajak yang
diterima pemerintah pusat Rasio pajak di
wilayah Provinsi Papua Barat tersebut sedikit
meningkat apabila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yang mencapai 393 persen
Penurunan rasio pajak ini menunjukkan bahwa
penerimaan pajak di wilayah Papua Barat lebih
rendah dari potensi perpajakan yang dapat
diterima oleh pemerintah Dengan kondisi
tersebut Pemerintah hendaknya dapat lebih
mengoptimalkan usaha intensifikasi dan
ekstensifikasi penerimaan perpajakan sehingga
dapat meningkatkan penerimaan perpajakan
B32 Pajak per Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat
Berdasarkan daerahnya penerimaan
perpajakan tahun 2019 Kabupaten Manokwari
dan Kota Sorong merupakan yang paling tinggi
dibandingkan dengan daerah lain di Provinsi
Papua Barat Hal ini dikarenakan perekonomian
di Provinsi Papua Barat terpusat di kedua
daerah tersebut dimana terdapat banyak
hotel toko pusat hiburan pusat perbelanjaan
dan pusat bisnis Sementara itu pajak terendah
pada Kabupaten Pegunungan Arfak
B33 Rasio Pajak per Kapita Kabupaten Kota
di Provinsi Papua Barat
Pajak perkapita merupakan perbandingan
antara jumlah penerimaan pajak yang
dihasilkan suatu daerah dengan jumlah
penduduknya Pajak perkapita menunjukkan
kontribusi setiap penduduk pada pendapatan
perpajakan suatu daerah Kab Manokwari dan
Tabel 53
Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019
Uraian Tahun
2018
Tahun
2019
Penerimaan Perpajakan
Konsolidasian 313103 350412
PDRB (Harga Berlaku) Provinsi
Papua Barat (miliar Rp) 79644 84348
Rasio Pajak (persen) 393 415
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK
dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 54
Realisasi Peneirmaan Perpajakan per Kabupaten Kota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
KabKota Pajak
Pusat
Pajak
Daerah
Pajak
Konsolidasian
Manokwari 80307 52799 133106
Kota Sorong 73192 5016 78208
Teluk Bintuni 31783 4710 36493
Kab Sorong 20142 3029 23171
Fak-Fak 12906 3501 16406
Sorong Selatan 4622 748 5370
Kaimana 12668 4059 16727
Raja Ampat 6494 2769 9264
Teluk Wondama 4564 1735 6299
Maybrat 2180 640 2820
Tambrauw 2099 784 2884
Pegunungan Arfak 1606 718 2324
Manokwari Selatan 2152 4793 6945
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK
dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
85 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kab Teluk Bintuni merupakan daerah dengan
pajak per kapita tertinggi yaitu masing-masing
sebesar Rp759juta dan Rp566 juta Hal ini
disebabkan Kab Manokwari merupakan salah
satu pusat perekonomian di Provinsi Papua
Barat sehingga menimbulkan basis pajak yang
besar Adapun Kab Teluk Bintuni merupakan
salah satu daerah penghasil gas alam terbesar
di Indonesia Sementara itu daerah dengan
pajak perkapita paling rendah adalah
Kabupaten Maybrat sebesar Rp885 ribu
B34 Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Kenaikan Realisasi Pendapatan
Konsolidasian
Pendapatan di suatu daerah dapat diperluas
tidak hanya pada PAD yang diterima
pemerintah daerah namun mencakup seluruh
penerimaan pemerintah pusat dan daerah di
wilayah tersebut yang terdiri 1) Pendapatan
pajak daerah 2) Retribusi daerah 3) Hasil
pengelolaan kekayaan derah yang dipisahkan
4) Lain-lain PAD yang sah dan 5) Penerimaan
Perpajakan PNBP dan Pendapatan BLU
Pemerintah Pusat Berikut ini realisasi
pendapatan konsolidasian pemerintah pusat
dan pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
Pada tahun 2019 PDRB Harga Berlaku Provinsi
Papua Barat mencapai Rp84346 miliar atau
naik 59 persen dari tahun sebelumnya
Sementara itu pada periode yang sama
pendapatan yang diterima pemerintah daerah
dan pemerintah pusat mencapai sebesar
Rp544142 miliar atau naik sebesar 2108 persen
Hal ini menunjukan kenaikan PDRB Provinsi
Papua Barat pada tahun 2019 memiliki korelasi
positif terhadap pendapatan konsolidasian
C BELANJA KONSOLIDASIAN
Belanja pemerintahan umum (General
Government Spending) atau belanja
konsolidasian tingkat wilayah adalah
konsolidasian antara seluruh belanja
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam satu periode pelaporan tertentu
Tabel 55
Realisasi Peneirmaan Perpajakan per kapita pe Kabupaten
Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)
KabKota Pajak Konsolidasian
Per Kapita
Manokwari 7598336
Teluk Bintuni 5666095
Kota Sorong 3075490
Manokwari Selatan 2867344
Kaimana 2777762
Sorong 2605607
Fak Fak 2085011
Tambrauw 2077686
Teluk Wondama 1936996
Raja Ampat 1910305
Sorong Selatan 1144539
Pegunungan Arfak 750291
Maybrat 689600
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD
DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 56
Realisasi Pendapatan Konsolidaian di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019
Uraian
2019 2018
Realisasi Perubahan
(persen) Realisasi
Penerimaan
Perpajakan 350412 1192 313103
PNBP 152431 3510 112832
Total Pendapatan
Konsolidasian 544142 2108 449423
PDRB AHB 84348 59 79644
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD
DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
86
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Pada tahun 2019 realisasi belanja dan transfer
konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar
dimana 75 persen bersumber dari anggaran
pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran
pemerintah pusat Realisasi Belanja pegawai
konsolidasian mencapai Rp551486 miliar
dimana yang bersumber dari APBD sebesar
Rp370308 miliar (6715 persen) dan dari APBN
sebesar Rp181178 miliar (3285 persen) Belanja
barang konsolidasian mencapai Rp975323
miliar dengan komposisi 69 persen dari
pemerintah daerah dan 21 persen dari
pemerintah pusat Belanja modal konsolidasian
mencapai Rp852211 miliar dengan komposisi
64 persen berasal dari APBD dan 36 persen dari
APBN Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi
pemerintah daerah terhadap perekonomian
Papua Barat lebih besar dari pemerintah pusat
C2 Analisis Perubahan
Realisasi belanja konsolidasian tahun 2019
mengalami peningkatan dibandingkan tahun
sebelumnya Apabila dilihat per belanja
realisasi terbesar adalah belanja barang
konsolidasian yang mengalami peningkatan
dari Rp903843 miliar di tahun 2018 menjadi
Rp975323 miliar di tahun 2019 Begitu pula
dengan realisasi belanja pegawai dan belanja
modal pada tahun 2019 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya Kondisi tersebut telah sejalan
dengan kebijakan peningkatan porsi anggaran
belanja barang dan belanja modal terhadap
total belanja pemerintah
C3 Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian
Terhadap Total Belanja Konsolidasian
Belanja operasi terdiri atas belanja pegawai
konsolidasian dengan belanja barang
konsolidasian Rasio belanja operasi terhadap
total belanja konsolidasian menunjukan porsi
belanja pemerintah untuk mendukung
operasional pemerintahan Rasio belanja
operasi terhadap total belanja konsolidasian di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
dari 5053 persen pada tahun 2018 menjadi
4818 persen pada tahun 2019 Hal ini
mengindikasikan bahwa kegiatan rutin
pemerintah di Provinsi Papua Barat semakin
berkurang
181178
302172 303229
1269
370308
673151
548982
77379
000
200000
400000
600000
800000
Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
Modal
Belanja
Bansos
Grafik 52
Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp)
Pusat Daerah
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
551486
975323
852211
78648
514594
903843
791702
55934
000 500000 1000000
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Belanja Bantuan Sosial
Grafik 53
Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp)
2018 2019
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
87 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap
Jumlah Penduduk
Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah
penduduk (belanja konsolidasian perkapita)
menunjukkan seberapa besar belanja
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang digunakan untuk mensejahterakan per
penduduk di suatu daerah
Semakin besar nilainya semakin
besar besar belanja yang
dikeluarkan untuk
mensejahterakan satu orang
penduduk di wilayah tersebut
Sebaliknya semakin kecil angka
rasionya semakin kecil dana yang
disediakan pemerintah daerah
untuk mensejahterakan
penduduknya
Rasio total belanja konsolidasian
terhadap jumlah penduduk
Provinsi Papua Barat tahun 2019
adalah 2132 per kapita Hal ini
berarti dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan
penduduknya selama tahun 2019
pemerintah telah membelanjakan
sebesar lebih dari Rp21 juta untuk
setiap penduduk Pada tahun
2019 angka rasio tertinggi pada
Kabupaten Tambrauw mencapai
Rp10078 juta per jiwa Sedangkan
rasio terendah yaitu Kota Sorong
yang mencapai Rp922 juta per jiwa
Apabila dibandingkan antar
regional terdapat kesenjangan
perbedaan rasio yang cukup tinggi
Hal ini antara lain karena adanya
kesenjangan jumlah belanja
pemerintah dan jumlah penduduk
antara kabupatenkota Kabupaten Tambrauw
dengan penduduk relatif sedikit (13879 jiwa)
namun jumlah belanja pemerintahnya cukup
tinggi (Rp139868 miliar) Sebaliknya Kota
Sorong walaupun belanja pemerintahannya
lebih banyak (Rp234374 miliar) namun memiliki
penduduk relatif lebih banyak (254294 jiwa)
Tabel 57
Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019
Uraian
2018 2019
Konsolidasian
(miliar Rp)
Rasio
(persen)
Konsolidasian
(miliar Rp)
Rasio
(persen)
Belanja Operasi
(pegawai+barang) 1418437 5053 1526809 4818
Total Belanja dan
Transfer 2807113 3169257
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 58
Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp)
Daerah Daerah Pusat Konsolidasian Penduduk
(Jiwa)
Belanja
Perkapita
(Juta Rp)
Tambrauw 135585 4283 139868 13879 10078
Manokwari
Selatan 81736 5418 87154 24220 3598
Raja Ampat 141891 13759 155651 64406 2889
Teluk
Wondama 91200 11730 102930 32521 3165
Teluk Bintuni 168447 17615 186062 48493 3210
Pegunungan
Arfak 80747 2757 83504 46922 2402
Sorong
Selatan 104651 8060 112711 30976 2696
Kab Sorong 184070 25360 209430 88927 2355
Fakfak 129588 55334 184922 78686 2350
Maybrat 89715 5229 94944 40899 2321
Manokwari 99949 240391 340340 60216 1900
Kaimana 100150 14251 114401 175178 1943
Kota Sorong 59174 175200 234374 254294 922
Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
88
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C4 Analisis Belanja
Analisis ini untuk mengetahui arah dan
sensitivitas dari kebijakan fiskal pemerintah
Untuk itu analisis dilakukan dengan
memperbandingkan belanja APBN dan APBD
dengan beberapa indikator seperti di bawah
ini
a Perbandingan dengan Belanja APBN
1) Non belanja pegawai
Untuk mengetahui proporsi sumber dana
(non belanja pegawai) yang dikelola oleh
pemerintah daerah maka dapat
diperbandingkan dana APBN yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah
dengan belanja non pegawai pada APBD
dengan rasio sebagaimana pada tabel 59
Dari tabel 59 terlihat bahwa rasio dana
kelolaan belanja non pegawai di Provinsi
Papua Barat tahun 2019 sebesar 196 persen
2) Belanja modal
Untuk membandingkan belanja modal yang
bersumber dari APBN dan APBD yang
merupakan motor pertumbuhan regional
maka digunakan rasio sebagaimana terlihat
pada tabel 510
Dari tabel tersebut terlihat bahwa rasio dana
kelolaan belanja modal konsolidasian di
Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar
5524 persen
b Perbandingan dengan Populasi
Indikator ini berfungsi sebagai perbandingan
spasial antar wilayah untuk mendapatkan
proporsi antara kebijakan fiskal yang tercermin
dari anggaran dengan indikator demografis
(populasi) sehingga dapat diperoleh
gambaran yang lebih fair besaran anggaran
pada suatu wilayah
Dari tabel 511 terlihat bahwa rasio belanja
konsolidasian terhadap jumlah populasi di
Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar 0027
Artinya belanja pemerintah pusat dan daerah
di Provinsi Papua Barat yang dikeluarkan untuk
memberikan pelayanan kepada satu orang
penduduk sebesar Rp27 juta
Tabel 59
Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019
Uraian Realisasi
(miliar Rp)
Belanja APBN (DK+TP+UB) 27960
Belanja APBD (Non Pegawai) 1424293
Rasio Dana Kelolaan Belanja
Non Pegawai (persen) 196
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 510
Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019
Uraian Realisasi
(miliar Rp)
B Modal APBN
(KP+KD+DK+TP+UB) 303238
B Modal APBD 548982
Rasio Dana Kelolaan Belanja
Modal APBN ndash APBD (persen) 5524
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 511
Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papua
Barat Tahun 2019
Uraian Realisasi
Total Belanja APBN (milar Rp) 788870
Total Belanja APBD (miliar Rp) 1794601
Jumlah Populasi Provinsi PB (jiwa) 959617
Rasio Belanja Terhadap Populasi
(miliar Rp) 0027
Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat
(data diolah)
89 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
D SURPLUS DEFISIT
Keseimbangan umum atau surplusdefisit
adalah selisih lebih kurang antara pendapatan
daerah dan belanja daerah dalam tahun
anggaran yang sama Surplus defisit
merupakan gabungan surplus defisit APBD
ditambah dengan surplus defisit APBN Tingkat
Provinsi
Pada tahun 2019 defisit pemerintah
konsolidasian di Provinsi Papua Barat mencapai
minus Rp2625115 miliar Seluruh defisit tersebut
berasal dari pemerintah pusat di wilayah
Provinsi Papua Barat dan sisanya merupakan
surplus dari gabungan pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat Pemerintah pusat di
wilayah Papua Barat menyumbang minus
Rp287782 miliar dan gabungan pemda di
Papua Barat menyumbang surplus sebesar
Rp251058 miliar Sedangkan rasio defisit
konsolidasian Provinsi Papua Barat terhadap
PDRB mencapai minus 3112 persen yang terdiri
dari gabungan pemda di Papua Barat sebesar
plus 298 persen dan Pemerintah Pusat sebesar
minus 3412 persen
E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH
TEHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL
BRUTO (PDRB)
Berdasarkan Teori Perpotongan Keynesian
(Keynesian Cross Theory) salah satu variabel
yang berpengaruh terhadap pencapaian
output (Y) yaitu belanja pemerintah
(government spending) Kenaikan belanja
pemerintah akan mendorong output menjadi
lebih besar sebagaimana diilustrasikan pada
gambar di bawah dimana ekuilibrium bergerak
dari titik A ke titik B dan output meningkat dari
Y1 ke Y2 (Mankiw 2013)
Nilai output dihitung dengan menjumlahkan
pengeluaran aggregat yaitu pengeluaran
konsumen pengeluaran investasi pembelian
pemerintah untuk barang dan jasa serta ekspor
dikurangi impor (net export) yang ditunjukan
dengan persamaan sebagai berikut
Y = C + I + G + (X ndash M)
Nilai output suatu daerah diwujudkan dalam
bentuk PDRB Kontribusi pemerintah terhadap
PDRB dilihat dari sisi belanja dihitung dengan
cara membandingkan nilai pengeluaran
pemerintah terhadap PDRB Sedangkan jika
Tabel 512
Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi
Papua Barat Tahun 2019
Uraian
SurplusDefisit Rasio
terhadap PDRB
(persen) Realisasi
(miliar Rp)
Komposisi
(persen)
APBD seluruh
Pemda 251058 -684 298
APBN di Provinsi
Papua Barat
(miliar Rp)
(2877820) 10684 -3412
Konsolidasian (2625115) 100 -3112
Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua Barat
KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)
450
A
B
∆G E2 = Y2
E1 =
Y1
Pengeluaran Aktual
Output Y
∆Y
Pengeluaran yang
Direncanakan
Pengeluaran E
Y2 Y1 ∆Y
Gambar 51
Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pengeluaran Pemerintah
terhadap Output Menurut Perpotongan Keynesian
(Sumber Mankiw 2013)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
90
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
dilihat dari sisi investasi kontribusi pemerintah
terhadap PDRB dihitung dengan cara
membandingkan nilai PMTB terhadap PDRB
Pada tahun 2019 kontribusi belanja pemerintah
konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua
Barat sebesar Rp3169257 miliar Rp84348
miliar = 3112 persen Adapun kontribusi investasi
pemerintah (PMTB) terhadap PDRB sebesar
Rp1760103 miliar Rp84348 miliar = 2087
persen Kondisi tersebut menunjukan bahwa
kontribusi belanja pemerintah pusat dan
daerah cukup signifikan terhadap
perekonomian Papua Barat
Tabel 513
Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Uraian Realisasi
Belanja Konsolidasian (miliar Rp) 3169257
PMTB (miliar Rp) 1760103
PDRB Harga Berlaku (miliar Rp) 84348
Kontribusi Belanja Konsolidasian
terhadap PDRB (persen) 3112
Kontribusi PMTB terhadap PDRB
(persen) 2087
Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua
Barat KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)
Halaman ini sengaja dikosongkan
POTENSI
REGIONAL
DJPbKawalAPBN
ldquoMama-mama Papua sedang berjualan ikan asar di Pasar
Bomberay Fakfakrdquo
91
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
A ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH
Pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model
Pembangunan ekonomi regional saat ini
menuntut pemerintah daerah untuk berinovasi
memanfaatkan dan mengembangkan potensi-
potensi yang dimiliki daerah Titik berat
pelaksanaan otonomi daerah yang berada
pada kabupatenkota diimplementasikan
melalui penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk menggali sumber pendapatan bagi
daerah Sebagai salah satu komponen
Pendapatan Asli Daerah (PAD) potensi
pungutan pajak daerah lebih banyak
memberikan peluang bagi daerah untuk
dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan
dengan komponen-komponen penerimaan
PAD lainnya Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor terutama karena potensi pungutan pajak
daerah mempunyai sifat dan karakteristik yang
jelas baik ditinjau dari tataran teoritis kebijakan
maupun dalam tataran implementasinya
A1 Landasan Teori
Untuk mengestimasi potensi penerimaan pajak
daerah di Provinsi Papua Barat dapat digunakan
dua alat analisis keuangan daerah yaitu
elastisitas pajak dan bouyancy tax Elastisitas
pajak menunjukan bagaimana seberapa cepat
respons dari pajak daerah terhadap perubahan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
sedangkan bouyancy tax menggambarkan
kinerja dari pemungutan pajak daerah yang
dihitung dengan cara membagi pertumbuhan
penerimaan pajak daerah dengan
pertumbuhan PDRB
Spesifikasi model yang dipakai untuk mengukur
elastisitas pajak daerah diantaranya dapat
menggunakan persamaan pajak Mansfield
(1972) dan Wirasasmita (1982) serta model
adjustment equation modifikasi Wirasasmita
(1994) Model persamaan pajak Mansfield dan
Wirasasmita memiliki kemiripan seperti dituliskan
sebagai berikut
Ln T = Ln α + ε Ln Ykap
dimana
T = Penerimaan Pajak Daerah
Ykap = PDRB per Kapita
α = Konstanta
ε = Koefisien Elastisitas
Indikator elastisitas pajak yang digunakan untuk
mengukur kemampuan fiskal daerah yait
1 Jika ε gt 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
bersifat elastis Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif kecil
2 Jika ε lt 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
BAB VI
Analisis Potensi dan Tantangan
Ekonomi Regional
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
92
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
bersifat inelastis Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif besar
3 Jika ε = 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
bersifat unitary Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif tidak berubah
Selanjutnya model adjustment equation
modifikasi Wirasasmita (1994) dapat diadaptasi
untuk mencari koefisien bouyancy tingkat
kesulitan penerimaan pajak daerah Modelnya
sebagaimana berikut
Rt = b1 + b2 Yt +Ut
dimana
Rt = Penerimaan Pajak Daerah
Yt = PDRB per kapita
Dalam persamaan (1) di atas Rt dianggap
fungsi linear dari Yt dan tidak dapat diobservasi
sehingga untuk mengatasi hal tersebut
digunakan penyesuaian adjustment equation
modifikasi Wirasasmita (1994) dengan hasil akhir
persamaannya sebagai berikut
Rt = k bt Ytkb2 Rt-1 (1-k) ( k Ut + Vt )
dari persamaan di atas dapat ditransformasikan
ke dalam bentuk linear sebagai berikut
LnRt = Ln (kb1) + (kb2) Ln Yt + (1-k)Rt-1 + Ln(kUt + Vt)
atau
Ln Rt = Ln α0 + α1 Ln Yt + α2 Ln Rt-1
Berdasarkan persamaan di atas maka dapat
diketahui
α2 = 1 ndash k
k = 1 ndash α2
0 le k le 1
dimana
k = Koefisien penyesuaian nilai adjustment
equation yang menggambarkan tingkat
kesulitan pemungutan pajak daerah yang
diestimasi Apabila mendekati atau sama
dengan satu berarti tingkat kesulitan
pemungutan relatif rendah karena telah
dapat merealisasikan target penerimaan
pajak daerah Sebaliknya jika mendekati
nol berati tingkat kesulitan relatif tinggi
karena belum mampu mencapai target
penerimaan
αn = Koefisien elastisitas yang berarti
perubahan penerimaan pajak daerah
yang berkaitan dengan perubahan PDRB
Selanjutnya untuk mendapatkan tingkat
keterlambatan pemungutan pajak daerah
dihitung dengan cara (1-k) k
A2 Hasil Estimasi
Data yang digunakan untuk menganalisis
potensi pajak daerah di Provinsi Papua Barat
yaitu 12 dari 13 kabupatenkota disebabkan
data pajak daerah untuk Kab Pegunungan
Arfak tidak tersedia
Dari tabel 61 terlihat bahwa PDRB per kapita
tertinggi yaitu Kab Teluk Bintuni sebesar Rp47303
miliar dan pajak daerah tertinggi yaitu Kab
Tabel 61
Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (juta Rp)
Daerah Pajak
Daerah
PDRB per
kapita
Fakfak 742194 6740
Kaimana 776207 4636
Teluk Wondama 522598 4860
Teluk Bintuni 2474602 47303
Manokwari 4801653 5679
Sorong Selatan 95371 4098
Kab Sorong 1266225 12517
Raja Ampat 659287 6008
Tambrauw 84193 1646
Maybrat 42654 1756
Manokwari Selatan 65994 33995
Kota Sorong 4068078 6470
Sumber SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat
(data diolah)
93 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Manokwari sebesar Rp4802 miliar Selanjutnya
hasil estimasi data menggunakan program
Eviews 10 diperoleh persamaan sebagai berikut
(hasil lengkap terdapat pada bagian Lampiran)
Ln Tt = 3156 + 1246 Ln Ykap + 0360 Tt-1
Prob(F-statistic) = 00591
Prob(t-statistic) = 00588
dimana
Tt = Pajak daerah
Ykap = PDRB per kapita
Tt-1 = Pajak daerah tahun sebelumnya
Secara statistik pada tingkat kepercayaan 10
persen model potensi penerimaan pajak
daerah di atas terindikasi signifikan baik secara
parsial maupun serentak dikarenakan nilai
Prob(F-statistic) dan Prob(t-statistic) di bawah 10
persen dengan penjelasan masing-masing
koefisien sebagai berikut
1 Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa
elastisitas penerimaan pajak daerah
terhadap PDRB per kapita bersifat elastis
yang mengindikasikan respon pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per kapita relatif
cepat Artinya ketika PDRB per kapita
mengalami kenaikan sebesar 1 persen
maka direspon peningkatan pajak daerah
sebesar 1246 persen Dengan koefisien yang
kecil tersebut dapat digeneralisasikan
bahwa tingkat ketergantungan pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pemerintah pusat sangat tinggi
2 Koefisien bouyancy pajak daerah diperoleh
sebesar
k = 1 ndash α2
= 1 ndash 0360
= 0640
Koefisien tersebut nilainya relatif kecil yang
menunjukan bahwa
a tingkat kesulitan pemungutan pajak
daerah relatif tinggi
b realisasi penerimaan pajak daerah
hanya sebesar 64 persen dari target
yang ditetapkan
c tingkat keterlambatan pemungutan
pajak daerah sebesar (1 ndash k) k = (1 ndash
064) 064 = 05625 Artinya penerimaan
pajak daerah yang ditargetkan baru
dapat terealisasi pada 56 bulan
mendatang
A3 Implikasi Kebijakan
Dari hasil estimasi di atas ditemukan bahwa
permasalahan struktural yang menjadi faktor
penghambat pemerintah daerah dalam upaya
menaikkan pajak daerah yaitu terbatasnya SDM
perpajakan yang berkualitas lemahnya sistem
perencanaan dan pengawasan penerimaan
pajak daerah pelaksanaan pemungutan yang
tidak optimal potensi penerimaaan yang
terbatas dan lemahnya penegakkan hukum
(law enforcement) atas pelanggaran pajak
daerah yang terjadi Oleh karena itu diantara
kebijakan dan strategi pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan
penerimaan pajak daerah yaitu
1 Meningkatkan basis data perpajakan
melalui (1) pendataan ulang wajib pajak
dan objek pajak (2) peningkatan koordinasi
internal pemerintah daerah terutama
kepada badandinas perizinan daerah dan
(3) pemanfaatan data pihak ketiga seperti
Badan Pertanahan setempat untuk
penerimaan PBB
2 Menyesuaikan dasar pengenaan pajak
dengan cara melakukan penelitian atas
dasar kemampuan wajib pajak
3 Melakukan kerjasama dan koordinasi
dengan kantor pelayanan pajak dan kantor
pelayanan kekayaan negara dan lelang
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
94
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
setempat dalam penilaian dan penagihan
pajak daerah
4 Melakukan koordinasi dengan aparat
kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP
setempat dalam pemeriksaan pajak daerah
5 Melakukan modernisasi sistem dan tata kola
pajak daerah dengan cara (1)
memanfaatkan teknologi informasi untuk
basis data (integrated database) dan
pelayanan perpajakan (2) membangun
organisasi pemungutan pajak daerah yang
handal dan (3) menyusun Standar
Operasional Prosedur (SOP) pemungutan
dan pelayanan perpajakan
6 Meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia melalui (1) pelaksanaan diklat
penilaian penagihan dan pemeriksaan (2)
penambahan jumlah diklat terkait praktik
pemungutan perpajakan yang baik dan (3)
pelaksanaan kerjasama dengan pemerintah
daerah lain yang sukses dalam pemungutan
pajak daerah
B Analisis Sektor Unggulan Daerah
Pendekatan Input-Output Model
Salah satu keberhasilan pembangunan ekonomi
suatu daerah diantaranya dengan adanya
integrasi ekonomi yang menyeluruh dan
berkesinambungan di antara semua sektor
produksi Dalam sistem ekonomi pasar (market
economy system) integrasi ekonomi terlihat
ketika pelaku ekonomi melakukan jual beli input
produksi Namun suatu sektor ekonomi tidak bisa
berkembang mengandalkan kekuatannya
sendiri tanpa dukungan dari sektor lainnya
Sebagai contoh seorang produsen roti
membutuhkan input tepung sebagai bahan
bakunya Untuk itu produsen tersebut harus
membelinya dari pabrik tepung Sementara itu
pabrik tepung membutuhkan mesin-mesin untuk
memproduksi tepungnya dan begitu seterusnya
sehingga sulit menemukan akhir dari interaksi
ekonomi tersebut
Salah satu model yang dapat menjelaskan
interaksi diantara pelaku ekonomi adalah model
input-output yang pertama kali dikenalkan oleh
Wassily Leontief pada tahun 1930-an yang
kemudian mendapatkan Nobel pada tahun
1973 (Miler dan Blair 1985) Melalui input-output
model dapat diketahui aliran keterkaitan
antarsektor dalam suatu perekonomian
Misalkan input produksi dari sektor A merupakan
output dari sektor B dan sebaliknya input dari
sektor B merupakan output dari sektor A yang
pada akhirnya keterkaitan antarsektor akan
menyebabkan keseimbangan antara
penawaran dan permintaan dalam suatu
perekonomian
B1 Konsep dan Definisi
Beberapa konsep penting dari variabel yang
digunakan dalam analisis input output yaitu
1 Output
Merupakan nilai dari seluruh faktor produksi yang
dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan
memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di
suatu wilayah
2 Input Antara
Merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk barang dan jasa yang digunakan habis
dalam proses produksi Contohnya bahan baku
bahan penolong jasa perbankan dan
sebagainya
3 Input Primer
Merupakan input atau biaya yang timbul
sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi
dalam suatu kegiatan ekonomi Contohnya
upahgaji surplus usaha penyusutan barang
modal dan pajak tak langsung netto
95 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
4 Permintaan Akhir
Merupakan permintaan atas barang dan jasa
yang digunakan untuk konsumsi akhir terdiri dari
konsumsi rumah tangga konsumsi pemerintah
pembentukan modal tetap bruto perubahan
stok dan ekspor-impor
B2 Metodologi Pengukuran
Menurut Badan Pusat Statistik model input
output pada dasarnya merupakan uraian
statistik dalam bentuk matriks (tabel) yang
menyajikan informasi tentang transaksi barang
dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan
kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah
pada suatu periode waktu tertentu Isian
sepanjang baris dalam matriks menunjukan
bagaimana output suatu sektor ekonomi
dialokasikan ke sektor-sektor lainnya untuk
memenuhi permintaan antara dan permintaan
akhir sedangkan isian dalam kolom menunjukan
pemakaian input antara dan input primer oleh
suatu sektor dalam proses produksinya
Terdapat 2 (dua) metode untuk menyusun suatu
tabel Input-Output (I-O) yaitu metode panjang
(long-way) dan metode pendek (short-cut)
dengan penjelasan sebagai berikut
1 Metode Panjang (Long-Way)
Metode ini biasanya dikenal sebagai metode
survei (survey method) Metode ini dimaksudkan
untuk membangun tabel I-O dari tahap nol
(tabel I-O belum ada) sampai tabel I-O tersebut
menjadi ada dengan menggunakan data
secara lengkap baik data yang sudah tersedia
atau pun data yang diperoleh melalui
penyelenggaraan berbagai survei dan melalui
rekonsiliasi atau siklus iterasi yang dilakukan
berkali-kali Oleh karena itu metode ini disebut
sebagai metode panjang (long-way) karena
membutuhkan suatu proses yang lama dan
panjang yang membutuhkan data kompleks
hasil dari berbagai survei Misalnya data
mengenai output input antara yang dihasilkan
atau yang digunakan oleh berbagai kegiatan
ekonomi data mengenai impor input antara
data mengenai impor pengeluaran konsumsi
rumah tangga data mengenai pengeluaran
pemerintah data mengenai Anggaran
Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) data
mengenai investasi data struktur produksi dalam
menghasilkan output data mengenai pajak
tidak langsung dan subsidi dan sebagainya
2 Metode Pendek (short-cut)
Metode kedua adalah metode pendek (short-
cut) atau biasa juga disebut sebagai metode
bukan-survei (non-survey method) Metode ini
tidak melakukan penyusunan tabel I-O seperti
metode panjang (long-way) tetapi
menggunakan tabel I-O yang telah tersedia
yaitu dengan cara melakukan proses updating
data terbaru namun sifatnya terbatas dengan
tetap menggunakan koefisien-koefisien input
yang sama karena diasumsikan bahwa tidak
terdapat perubahan teknologi selama periode
waktu tertentu atau dengan melakukan
perbaikan terhadap koefisien-koefisien input
berdasarkan data atau informasi terakhir yang
diterima
Pada analisis ini yang digunakan sebagai dasar
perhitungan yaitu tabel I-O Provinsi Papua Barat
tahun 2013 dengan 40 klasifikasi sektor dari padi
sampai jasa lainnya Dari tabel I-O tersebut
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System) model
Miller dan Blair (1985) yaitu dengan
memperbaharui satu atau beberapa koefisien
input kegiatan produksi tertentu berdasarkan
data yang diperoleh atau studi yang tersedia
dan kemudian melakukan proses iterasi
terhadap kuadran 1 dan kuadran 3 setelah data
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
96
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
kuadran 3 (permintaan akhir) diperbaharui
Dari 40 klasifikasi sektor pada tabel I-O Provinsi
Papua Barat kemudian dipilih 10 sektor terbesar
yang dihitung dari transaksi total produsen
Sepuluh sektor tersebut sebagai berikut
B3 Hasil dan Pembahasan
Aplikasi yang digunakan untuk memperoleh
tabel I-O updating dalam analisis ini yaitu Aplikasi
Input Output Regional kerjasama antara Pusat
Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM
Edocon dan Bappenas Aplikasi tersebut
merupakan aplikasi yang dikembangkan dari
model input output Miller dan Blair untuk
perencanaan ekonomi daerah secara sektoral
B31 Analisis Pengganda (Multiplier)
Analisis ini digunakan untuk menilai dampak
perubahan variabel eksogen (permintaan akhir)
suatu sektor terhadap penciptaan output
pendapatan dan kesempatan kerja Hasil dari
perhitungan masing-masing pengganda
(multiplier) dapat dilihat pada tabel berikut ini
B311 Pengganda Output
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan nilai pengganda output
terbesar yaitu industri pengolahan migas
dengan nilai sebesar 17085 Nilai tersebut
menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan
permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1
juta sementara sektor lain diasumsikan tetap
maka akan meningkatkan output seluruh sektor
di dalam perekonomian sebesar Rp17085 juta
Setelah industri pengolahan migas sektor
dengan angka pengganda output terbesar
yaitu sektor ikan dengan nilai sebesar 14130
B312 Pengganda Pendapatan
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan pengganda pendapatan
tertinggi yaitu sektor jasa pendidikan sebesar
Tabel 62
Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor
Ekonomi Terbesar Provinsi Papua Barat Tahun 2013
(juta Rp)
Kode
I-O Sektor
Permintaan
Penawaran
15 Industri Pengolahan Migas 37054834
14 Pertambangan dan
Penggalian 14354088
23 Konstruksi 8346502
21 Industri Lainnya 6908640
17 Industri Makanan dan Minuman 4647288
37 Administrasi Pemerintahan dan
Jaminan Sosial 4419085
25 Perdagangan 4102431
11 Ikan 2039327
34 Keuangan 1994373
38 Jasa Pendidikan 1968256
Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi
Papua Barat (data diolah)
Tabel 63
Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 Metode Modified RAS
Sektor
Multiplier
Output Income Employment
Industri
Pengolahan Migas 17085 02001 00003
Pertambangan
dan Penggalian 11740 01675 00004
Konstruksi 11747 04002 00003
Industri Lainnya 11711 03232 00145
Industri Makanan
dan Minuman 11185 02932 00122
Administrasi
Pemerintahan dan
Jaminan Sosial
10000 07160 00001
Perdagangan 13108 02851 00006
Ikan 14130 02118 00050
Keuangan 11052 03053 00008
Jasa Pendidikan 13490 08161 00002
Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash
Bappenas
97 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
08161 Artinya jika terjadi peningkatan
permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1
juta sementara sektor lain diasumsikan tetap
maka akan meningkatkan pendapatan
masyarakat pada seluruh sektor di dalam
perekonomian sebesar Rp816 ribu Setelah jasa
pendidikan sektor dengan angka pengganda
pendapatan terbesar yaitu sektor administrasi
pemerintahan dan jaminan sosial dengan nilai
sebesar 07160
B313 Pengganda Tenaga kerja
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan pengganda tenaga kerja
tertinggi yaitu industri lainnya sebesar 00145
Artinya jika terjadi peningkatan permintaan
akhir pada sektor ini sebesar Rp1 juta sementara
sektor lain diasumsikan tetap maka akan
meningkatkan kesempatan kerja seluruh sektor
ekonomi sebanyak 14 orang Yang dimaksud
industri lainnya yaitu semua industri yang tidak
termasuk ke dalam industri pengolahan migas
industri pengolahan ikan industri makanan
industri barang kayu industri kertas dan industri
semen Setelah industri lainnya sektor dengan
angka pengganda tenaga kerja terbesar yaitu
industri makanan dan minuman dengan nilai
sebesar 00168
B32 Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi
Melalui model I-O dapat diidentifikasi sektor ndash
sektor yang mampu mendorong pertumbuhan
sektor lainnya dengan cepat atau sering juga
disebut sebagai sektor unggulan Untuk
menentukan sektor unggulan tersebut dapat
menggunakan metode pengukuran keterkaitan
antar sektor (industrial linkage analysis) oleh
Chenery-Watanabe (1958) yang membagi ke
dalam dua bagian yaitu keterkaitan ke
belakang (backward linkage) dan keterkaitan
ke depan (forward linkage) Rasmussen
sebagaimana dalam Hirschman (1958)
berpendapat lain dimana keterkaitan antar
sektor terbagi menjadi dua yaitu dampak
langsung (direct effect) dan dampak tidak
langsung (indirect effect)
Keterkaitan ke belakang (backward linkage)
adalah dampak dari suatu kegiatan produksi
terhadap permintaan barang dan jasa sebagai
input yang diperoleh dari sektor lain atau dapat
disebut juga sebagai daya penyebaran
Sedangkan keterkaitan ke depan (forward
linkage) adalah dampak yang ditimbulkan
karena penyediaan hasil produksi suatu sektor
terhadap penggunaan input oleh sektor lain
atau disebut juga sebagai derajat kepekaan
Berdasarkan perhitungan keterkaitan antar
sektor di Provinsi Papua Barat pada tabel 64
sektor yang memiliki keterkaitan ke depan
(forward linkage) terbesar yaitu industri lainnya
dan industri makanan-minuman dengan nilai
Tabel 64
Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Metode Modified RAS
Sector Linkages
Backward Forward
Industri Pengolahan Migas 17085 01255
Pertambangan dan
Penggalian 11740 04390
Konstruksi 11747 01353
Industri Lainnya 11711 09016
Industri Makanan dan
Minuman 11185 06752
Administrasi Pemerintahan
dan Jaminan Sosial 10000 02126
Perdagangan 13108 00000
Ikan 14130 01701
Keuangan 11052 04114
Jasa Pendidikan 13490 01552
Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash
Bappenas
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
98
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masing-masing sebesar 09016 dan 06752
Sementara itu sektor yang memiliki keterkaitan
ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu
industri pengolahan migas dan ikan dengan nilai
masing-masing sebesar 17085 dan 14130
B4 Implikasi Kebijakan
Dari hasil perhitungan di atas kebijakan
pengembangan sektoral yang dapat ditempuh
pemerintah daerah Provinsi Papua Barat
diantaranya
1 Apabila dalam proses pembangunan lebih
mengutamakan pertumbuhan ekonomi
yang mantap sebaiknya pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat lebih berfokus
untuk mendorong industri pengolahan migas
dan sektor perikanan dikarenakan memiliki
pengganda output terbesar
2 Apabila sasaran utama dari proses
pembangunan adalah peningkatan
pendapatan masyarakat maka kebijakan
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
sebaiknya lebih fokus untuk mendorong
sektor jasa pendidikan dikarenakan memiliki
pengganda pendapatan terbesar
3 Apabila fokus pembangunan daerah
adalah peningkatan kesempatan kerja
maka kebijakan pemerintah daerah di
Provinsi Papua sebaiknya lebih
mengutamakan industri lainnya dan industri
makanan-minuman dikarenakan memiliki
pengganda tenaga kerja terbesar
4 Sektor kunci yang dapat dijadikan unggulan
oleh pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat yaitu industri lainnya dan industri
makanan-minuman dikarenakan memiliki
derajat kepekaan tertinggi Sementara itu
industri pengolahan migas dan sektor ikan
dapat dijadikan sektor kunci karena memiliki
daya penyebaran terbesar
C Analisis Tantangan Ekonomi Regional
Pembangunan merupakan sebuah proses
transformasi masyarakat dari cara berfikir
tradisional menuju ke arah yang lebih modern
(Stiglitz 1998) Adapun tujuan inti dari
pembangunan itu sendiri adalah peningkatan
ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai
barang kehidupan pokok seperti sandang
pangan papan kesehatan dan perlindungan
keamanan Selain itu pembangunan juga
bertujuan untuk peningkatan standar hidup
penyediaan lapangan pekerjaan perbaikan
kualitas pendidikan serta perluasan pilihan-
pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu
secara keseluruhan (Todaro dan Smith 2003)
Pada era globalisasi saat ini pembangunan
kawasan regional menjadi pelaku utama dalam
perekonomian sebuah negara Artinya ketika
mendiskusikan kemajuan perekonomian
Tiongkok maka yang dimaksud adalah
beberapa daerah yang memiliki perekonomian
maju di Tiongkok Begitu juga ketika
mendiskusikan kemajuan perekonomian
Indonesia maka yang dimaksud adalah
kemajuan perekonomian di Jawa Surabaya
Medan dan Makassar Sebagai negara
kepulauan Indonesia memiliki keadaan
geografis dan kepemilikan sumber daya alam
(natural resources) yang berbeda antar daerah
Sebagian daerah memiliki sumber daya alam
melimpah namun sebagian daerah miskin akan
sumber daya Kondisi ini diantaranya yang
menjadi sebab terjadinya kesenjangan
pembangunan antar daerah
Selama satu dasawarsa terakhir pelaksanaan
otonomi daerah pembangunan di Provinsi
Papua Barat relatif masih tertinggal
dibandingkan daerah lainnya Beberapa
tantangan yang dihadapi dalam mengejar
99 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
ketertinggalan tersebut diantaranya
kepemilikan sumber daya alam (natural
resources) melimpah namun diekspor dalam
bentuk raw material kapasitas SDM relatif
rendah kondisi sosial politik belum stabil potensi
pengembangan pariwisata belum memiliki
layanan pendukung memadai kendala
pembangunan infrastruktur terkait hak ulayat
tanah penegakkan hukum (law enforcement)
masih rendah dan pengembangan UMKM
belum memanfaatkan teknologi baik dari sisi
produksi maupun pemasaran
C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam
(Natural Resource Curse)
Kepemilikan sumber daya alam (natural
resources) yang melimpah tidak selalu
berbanding lurus dengan kemajuan
pembangunan Fenomena tersebut dikenal
sebagai Natural Resource Curse (Kutukan
Sumber Daya Alam) Natural Resource Curse
merupakan paradoks antara kepemilikan
natural resources yang melimpah terutama
sumber daya alam tidak terbarukan (non-
renewable resources) terhadap rendahnya
pertumbuhan ekonomi Hal ini umumnya terjadi
pada daerah-daerah berkembang yang
mengandalkan sumber daya alam sebagai
sumber utama pendapatan daerahnya Sumber
daya alam dieksploitasi secara intensif namun
tidak diberikan nilai tambah (value added)
dimana hanya diekspor sebagai bahan baku
(raw materials) Kegiatan eksploitasi secara
berlebihan akan mengancam keberlanjutan
dari pembangunan ekonomi karena cepat atau
lambat sumber daya alam itu dapat habis sama
sekali (depletable resources)
Salah satu peristiwa yang menggambarkan
terjadinya Natural Resource Curse seperti yang
terjadi di Belanda atau yang dikenal sebagai
Dutch Desease Corden dan Neary (1982)
menjelaskan fenomena Dutch Desease sebagai
kegiatan eksploitasi sumber daya alam besar-
besaran (booming sector) yang berdampak
pada menurunnya daya saing ekspor barang
yang dihasilkan dari sektor lain
Fenomena Natural Resource Curse juga terjadi
di beberapa daerah di Indonesia seperti yang
terjadi di Provinsi Papua Barat Provinsi ini memiliki
sumber daya alam melimpah namun dari segi
tingkat pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi cenderung lebih rendah jika
dibandingkan dengan daerah lain yang tidak
memiliki sumber daya alam Provinsi Papua Barat
memiliki cadangan gas terbesar yang diekspor
sebagai raw material ke berbagai negara LNG
Tangguh merupakan mega proyek yang
membangun kilang LNG di Teluk Bintuni untuk
menampung gas alam yang berasal dari
beberapa Blok di sekitar Teluk Bintuni seperti Blok
Berau Blok Wiriagar dan Blok Muturi Mega
proyek tersebut merupakan kegiatan
pengeboran untuk menarik cadangan gas
sebesar 144 triliun kaki kubik
C2 Pengembangan Kapasitas SDM
Pembangunan fisik akan menjadi lebih produktif
jika memiliki sumber daya (modal) manusia yang
berkualitas Adanya program pembangunan
seperti jalan raya jembatan bendungan irigasi
rumah sakit pabrik sekolah dan program
pembangunan lainnya membutuhkan SDM
yang ahli di bidangnya Jika SDM yang
berkualitas jumlahnya tidak memadai maka
pembangunan fisik akan berjalan menjadi
kurang efisien dan efektif dimana mesin-mesin
produksi yang ada menjadi cepat rusak bahan-
bahan banyak yang terbuang dan kualitas dari
produksi yang dihasilkan sangat rendah Para
ekonom berpendapat bahwa kekurangan
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
100
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
investasi modal manusia merupakan penyebab
lambatnya pembangunan Dengan tidak
mengembangkan pendidikan pengetahuan
dan ketrampilan maka produktivitas dari modal
fisik akan merosot (Jhingan 1983)
Pengembangan kapasitas SDM di Provinsi Papua
Barat menunjukan peningkatan tiap tahun
walaupun masih tertinggal dari daerah lainnya
Keadaan ini terlihat dari pencapaian nilai IPM
yang mengalami kenaikan dari 596 pada tahun
2010 menjadi 6374 pada tahun 2018
C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism)
Pada umumnya tantangan yang dihadapi
dalam pengembangan tourism di Provinsi Papua
Barat yaitu destinasi wisata belum memiliki
layanan pendukung yang baik seperti air bersih
pengolahan limbah jaringan komunikasi dan
layanan keuangan Padahal Provinsi Papua
Barat memiliki potensi pariwisata menakjubkan
dengan keanekaragaman budaya keindahan
alam dan keanekaragaman hayati Diantara
destinasi wisata terbaik di Papua Barat yaitu
Kepulauan Raja Ampat dan Taman Nasional
Teluk Cenderawasih Kepulauan Raja Ampat
merupakan rangkaian empat gugusan pulau
yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian
Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua Raja
Ampat merupakan rumah bagi 75 spesies koral
yang ada di dunia dan 1500 spesies ikan
termasuk beragam jenis hiu Selain itu Raja
Ampat pernah dinobatkan sebagai Worldrsquos Best
Snorkeling Destination berdasarkan survei CNN
tahun 2015 dan The Outstanding Liveaboard
Diving Destination dalam Diving and Resort
Travel Expo Hong Kong tahun 2016 Adapun
Taman Nasional Teluk Cenderawasih
merupakan taman nasional perairan laut terluas
di Indonesia yang terdiri dari daratan dan pesisir
pantai (09) daratan pulau-pulau (38)
terumbu karang (55) dan perairan lautan
(898) Potensi karangnya tercatat 150 jenis dari
15 famili dan tersebar di tepian 18 pulau besar
dan kecil Persentase penutupan karang hidup
bervariasi antara 3040 sampai dengan 6564
Di Taman Nasional ini kaya akan jenis ikan
dimana tercatat kurang lebih 209 jenis yang
terdiri dari butterflyfish angelfish damselfish
parrotfish rabbitfish dan anemonefish
Diantara strategi yang dapat dilakukan
pemerintah daerah dalam pengembangan
pariwisata yaitu dengan meningkatkan kualitas
pelayanan pada beberapa aspek yang
berhubungan dengan ketersediaan alat
transportasi berjadwal jaringan telekomunikasi
ketersediaan pengolahan limbah peningkatan
atau sertifikasi SDM pariwisata asuransi
perjalanan ketersediaan layanan yang
berhubungan dengan perbankan dan
keselamatan perjalanan
C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana
Infrastruktur
Provinsi Papua Barat terdiri dari 13
KabupatenKota dengan luas wilayah
10295515 Kmsup2 (70 dari luas Pulau Jawa)
dimana kondisi topografi Provinsi Papua Barat
sangat bervariasi yang membentang mulai dari
dataran rendah rawa sampai dataran tinggi
dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan
tropis padang rumput dan padang alang-
alang Ketinggian wilayah di Provinsi Papua
Barat bervariasi dari 0 sd gt 2940 mdpl Kondisi ini
merupakan salah satu elemen yang menjadi
barrier transportasi antar wilayah terutama
transportasi darat serta dasar bagi kebijakan
pemanfaatan lahan sehingga membuat
pembangunan infrastruktur di Papua Barat
terkendala
101 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kendala lain dalam pembangunan infrastruktur
adalah terkait hak ulayat dalam pembebasan
lahan Tanah ulayat dalam masyarakat Papua
Barat diyakini sebagai peninggalan alam nenek
moyang kepada masyarakat hukum adat
sehingga masyarakat memiliki hubungan
lahiriah dan batiniah serta berhak atas
pemanfaatan dari sumber daya alam termasuk
tanahnya Hal inilah yang menyebabkan
terhambatnya pembangunan infrastruktur
karena terkadang pengembang yang sudah
membangun masih harus mengganti hak ulayat
C5 Stabilitas Sosial Politik
Sebagaimana dikatakan Drazen (2000) kondisi
sosial politik mempengaruhi kinerja dari
pembangunan dimana instabilitas politik
memiliki dampak negatif terhadap proses
pembangunan itu sendiri Barro (1991)
berpendapat bahwa kondisi politik yang tidak
stabil diukur melalui revolusi kudeta dan tingkat
kriminalitas Aisen dan Veiga (2011)
menambahkan indikator stabilitas politik berupa
tingkat kebebasan ekonomi tingkat
homogenitas etnis dan perubahan kabinet
Tingkat stabilitas sosial politik Papua Barat
tercermin pada tingkat kriminalitas yang
cenderung semakin naik Pada tahun 2015
jumlah kriminalitas sebanyak 2281 kasus
Kemudian pada tahun 2019 jumlahnya
meningkat menjadi 3981 kasus atau naik 745
persen
C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement)
Salah satu syarat dari keberhasilan
pembangunan yaitu adanya penegakkan
hukum (Law Enforcement) di semua aspek
kehidupan bermasyarakat Berbeda dari daerah
lain Provinsi Papua Barat memiliki dua sumber
hukum yang berbeda yaitu hukum positif dan
hukum adat Hukum positif merupakan hukum
yang bersumber dari peraturan perundangan
sedangkan hukum adat merupakan hukum
yang bersumber dari keputusan adat
Penegakkan hukum positif di Provinsi Papua
Barat relatif masih rendah meskipun
menunjukan peningkatan tiap tahunnya Hal ini
terlihat dari persentase penyelesaian tingkat
kejahatan yang mengalami kemajuan Pada
tahun 2015 penyelesaian tingkat kejahatan di
Provinsi Papua Barat sebesar 2436 persen
Namun pada tahun 2019 tingkat
penyelesaiannya naik menjadi 4752 persen
2281
36213753 3862 3981
0
1000
2000
3000
4000
5000
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 61
Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi
Papua Barat Tahun 2015 - 2019
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
2436
4482 43964572
4752
0
10
20
30
40
50
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 62
Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi
Papua Barat Tahun 2015 - 2019 (persen)
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
102
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C7 Pengembangan UMKM (Small and
Medium Enterprises)
Selain permasalahan pembiayaan pelaku
UMKM dihadapkan pada masalah
ketidakmampuan untuk bersaing dari pelaku
industri yang lebih mapan UMKM biasanya
hanya mengandalkan teknologi sederhana
untuk memproduksi barang sehingga menjadi
kurang efisien Dari sisi pemasaran UMKM hanya
mengandalkan pemasaran tradisional yang
belum memanfaatkan teknologi internet
sehingga penjualan hasil produksi menjadi tidak
maksimal Hal ini dapat digambarkan melalui
kurva Technological Discontinuity sebagaimana
dalam Foster (1986)
Pada kurva C1 UMKM yang tidak menggunakan
teknologi menghasilkan performance yang
rendah sebesar P0 Setelah menggunakan
teknologi (TI1) perfomance akan meningkat
sebesar P1 dan seterusnya sampai menghasilkan
batas performance maksimal sebesar P2 Pada
kurva C2 menunjukan ditemukannya teknologi
baru yang semakin meningkatkan performance
UMKM sebesar P3
Diantara peran pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat dapat membantu pengembangan
UMKM melalui pemanfaatan teknologi baik dari
sisi produksi maupun pemasaran Sebagian
besar UMKM usahanya merubah bahan mentah
atau bahan baku (raw material) menjadi
barang setengah jadibarang jadi Pemerintah
daerah dapat memberikan pelatihan kepada
pelaku UMKM untuk meningkatkan nilai tambah
(value added) barang yang dihasilkan sehingga
menaikkan nilai jual barang tersebut Selain itu
dengan memanfaatkan teknologi pemerintah
daerah juga dapat membantu pemasaran
produksi UMKM secara web based serta pelaku
UMKM diberikan pelatihan untuk memasarkan
produk yang dihasilkan secara online
B
A
P3
Performance
Time Technology
Investment
P1
P2
TI2 TI3
C1
C2
P0
TI1
C
Gambar 51
Technological Discontinuity Curve
Halaman ini sengaja dikosongkan
ANALISIS
TEMATIK
DJPbKawalAPBN
ldquoKehidupan para Ibu dan Anak di Kampung Klayas Distrik
Saget Sorongrdquo
103
Analisis Tematik
Pemerataan pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi Indonesia terus menunjukkan adanya
peningkatan yang positif selama beberapa
tahun terakhir (BPS 2019) Keberhasilan
pertumbuhan ekonomi dapat terilihat dari
adanya peningkatan pada investasi domestik
dan ekspor penurunan jumlah dan persentase
penduduk miskin serta banyaknya supply
tenaga kerja yang berkualitas dan penurunan
tingkat pengangguran terbuka Hal ini sejalan
dengan temuan dari berbagai penelitian yang
menunjukkan adanya korelasi positif antara
pertumbuhan ekonomi dengan kualitas sumber
daya manusia (SDM) Terbentuknya kualitas SDM
harus dimulai sejak dini Studi menunjukkan
bahwa investasi pada awal kehidupan erat
kaitannya dengan kualitas SDM yang lebih tinggi
di masa yang akan datang (Heckman 2008)
Namun demikian pencapaian Indonesia dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan pembangunan belum diikuti
dengan peningkatan status kesehatan terutama
pada balita ibu hamil dan remaja putri
Kesenjangan perekonomian antar wilayah
menjadi awal permasalahan kesejahteraan
penduduk yang berdampak lanjutan pada
masalah lainnya seperti masalah gizi buruk dan
stunting Masalah tersebut hingga kini masih
menjadi persoalan besar yang perlu diatasi
segera
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada
anak balita akibat kekurangan gizi kronis
terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK) Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa satu dari
tiga anak balita di Indonesia mengalami
masalah stunting Permasalahan gizi ini terjadi di
hampir seluruh wilayah Indonesia dan tidak
hanya terjadi pada kelompok penduduk miskin
tetapi juga pada kelompok kaya
Stunting memiliki dampak yang besar terhadap
tumbuh kembang anak dan juga perekonomian
di masa yang akan datang Dampak stunting
terhadap kesehatan dan tumbuh kembang
anak sangat merugikan Stunting dapat
mengakibatkan gangguan tumbuh kembang
anak terutama pada anak-anak berusia di
bawah dua tahun Anak-anak yang mengalami
stunting pada umumnya akan mengalami
hambatan dalam perkembangan kognitif dan
motoriknya yang akan mempengaruhi
produktivitasnya saat dewasa Selain itu anak
tersebut juga memiliki risiko yang lebih besar
untuk menderita penyakit tidak menular seperti
diabetes obesitas dan penyakit jantung pada
BAB VII
Analisis Tematik
Sinergi dan Konvergensi Program Penanganan Stunting di Daerah
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
104
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
saat dewasa Secara ekonomi hal tersebut
tentunya akan menjadi beban bagi negara
terutama akibat meningkatnya pembiayaan
kesehatan
Potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh
stunting sangat besar Laporan World Bank pada
tahun 2016 menjelaskan bahwa potensi
kerugian ekonomi akibat stunting dapat
mencapai 2-3 persen dari Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Dengan demikian
apabila PDRB sebesar Rp84 triliun maka potensi
kerugian ekonomi yang mungkin dialami adalah
sebesar Rp25 triliun per tahun Di beberapa
wilayah di Afrika potensi kerugian akibat stunting
bahkan tercatat lebih tinggi lagi hingga bisa
mencapai 11 persen Selain itu stunting juga
menyebabkan berkurangnya 10 persen dari
total pendapatan seumur hidup sehingga
dapat berkontribusi pada melebarnya
kesenjangan dan menyebabkan kemiskinan
antar generasi
Permasalahan kekurangan gizi pada anak erat
kaitannya dengan tingkat pendapatan
keluarga Keluarga dengan tingkat pendapatan
yang rendah pada umumnya memiliki masalah
dalam hal akses terhadap bahan makanan
terkait dengan daya beli yang rendah Selain
pendapatan kerawanan pangan di tingkat
rumah tangga juga sangat dipengaruhi oleh
inflasi harga pangan Faktor penting lain yang
mempengaruhi terjadinya masalah kekurangan
gizi pada anak balita adalah buruknya pola
asuh terutama rendahnya pengetahuan akan
pentingnya pemberian ASI eksklusif asupan
makanan orang tua yang kurang sehingga
kualitas ASI menurun buruknya kondisi
lingkungan seperti akses sanitasi dan air bersih
ditambah dengan rendahnya akses pada
pelayanan kesehatan Melihat faktor penyebab
permasalahan stunting yang multi dimensi
percepatan pencegahannya harus dilakukan
melalui penanganan masalah gizi sebagai salah
satu penyebab utama dengan pendekatan
multi sektoral yang terintegrasi
A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING
Percepatan pencegahan stunting merupakan
pendekatan program (programmatic
approach) pertama yang dilakukan dengan
menyeluruh dan terintegrasi yang dilakukan
mulai dari hulu hingga ke hilir yang ditunjukkan
oleh tingginya komitmen pemerintah (Presiden
dan Wakil Presiden Menteri Pimpinan
Lembaga Gubernur BupatiWalikota dan
Kepala DesaLurah)
Pemerintah telah menetapkan Peraturan
Presiden Nomor 42 Tahun 2013 yang mengatur
mengenai Pelaksanaan Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi Peta jalan
percepatan perbaikan gizi terdiri dari empat
komponen utama yang meliputi advokasi
penguatan lintas sektor pengembangan
program spesifik dan sensitif serta
pengembangan pangkalan data Intervensi gizi
baik yang bersifat langsung (spesifik) dan tidak
langsung (sensitif) perlu dilakukan secara
bersama-sama oleh kementerianlembaga
pemerintah daerah serta pemangku
kepentingan lainnya
Penanganan stunting tidak bisa dilakukan
sendiri-sendiri (scattered) karena tidak akan
memiliki dampak yang signifikan Upaya
pencegahan stunting harus dilakukan secara
terintegrasi dan konvergen dengan pendekatan
non-sektoral Untuk itu pemerintah dalam hal ini
pusat dan daerah harus memastikan bahwa
seluruh Kementerian NegaraLembaga (KL)
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta mitra
105 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
pembangunan akademisi organisasi profesi
organisasi masyarakat madani perusahaan
swasta dan media dapat bekerjasama bahu-
membahu dalam upaya percepatan
pencegahan stunting Tidak hanya di tingkat
pusat integrasi dan konvergensi upaya
pencegahan stunting juga harus terjadi secara
komprehensif di tingkat daerah sampai dengan
tingkat desa
Sebagai langkah awal pada tahun 2018
sebanyak 100 kabupatenkota dan 1000 desa
lingkup nasional telah terpilih sebagai fokus area
intervensi Selanjutnya untuk tahun 2019 60
kabupatenkota dan 600 desa telah
ditambahkan sebagai area fokus intervensi
pencegahan stunting terintegrasi Dari sisi
anggaran Baik itu pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah telah mengalokasikan
anggaran yang relatif besar untuk berbagai
program yang berkontribusi kepada penurunan
stunting di beberapa KL dan OPD Selain itu
alokasi penurunan stunting tambahan juga
diberikan oleh pemerintah pusat kepada
daerah dalam bentuk Transfer ke Daerah dan
Dana Desa (TKDD) antara lain melalui (1) DAK
Fisik bidang Kesehatan Air Minum dan Sanitasi
(2) DAK Non Fisik Bantuan Operasional
Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga
Berencana (BOK dan BOKB) (3) Dana Desa
yang digunakan oleh desa (kampung) sesuai
dengan bidang penggunaan serta (4) Dana
Otonomi Khusus
A1 Kebijakan Pencegahan
Kebijakan penanganan stunting di Provinsi
Papua Barat tahun 2019 diarahkan sesuai
dengan strategi percepatan penurunan stunting
dengan memperluas cakupan intervensi
stunting Arah cakupan intervensi tersebut
diimplementasikan ke seluruh kabupatenkota
dan tidak hanya fokus pada dua daerah yang
menjadi lokus prioritas penurunan stunting (Kab
Tambraw Kab Sorong Selatan) Selain itu untuk
Pilar 4
Ketahanan Pangan
dan Gizi
Pilar 1
Komitmen dan Visi
Kepemimpinan
Pilar 2
Kampanye Nasional
dan Perubahan
Perilaku
Pilar 3
Konvergensi Program
Pusat Daerah dan
Desa
Pilar 5
Pemantauan dan
Evaluasi
Gizi Spesifik
Tablet tambah darah (ibu hamil
dan remaja)
Promosi dan konseling menyusui
Promosi dan konseling PMBA
Suplemen gizi makro (PMT)
Tata laksana gizi buruk
Pemantauan dan promosi
pertumbuhan
Suplementasi kalsium
Suplementasi vitamin A
Suplementasi Zinc untuk diare
Pemeriksaan kehamilan
Imunisasi
Suplemen gizi mikro setelah
taburia
Manajemen Terpadu Balita Sakit
Konsumsi Gizi
Gizi Sensitif bull Air bersih dan sanitasi
bull Bantuan pangan non-tunai
Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
bull Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD)
bull Program Keluarga Harapan
(PKH)
bull Bina Keluarga Balita (BKB)
bull Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL)
bull Fortifikasi Pangan
Pola Asuh
Pelayanan
Kesehatan
Kesehatan
Lingkungan
Perbaikan
Asupan Gizi
Penurunan
Infeksi
Prevalensi
Stunting
Peningkatan cakupan
intervensi pada
sasaran 1000 HPK
Anemia
BBLR
ASI Eksklusif
Diare
Kecacingan
Gizi Buruk
Gambar 71
Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting
5 PILAR PERCEPATAN
PENCEGAHAN STUNTING
INTERVENSI OUTPUT INTERMEDIATE
OUTCOME DAMPAK
Sumber Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018-2024
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
106
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
mengakselerasi penurunan stunting maka arah
kebijakan pemerintah daerah adalah sebagai
berikut
1 Optimalisasi pemanfaatan anggaran
program penurunan stunting yang ada saat
ini melalui implementasi perencanaan dan
penganggaran dengan penilaian kinerja
untuk monitoring dan evaluasi penggunaan
anggaran dan capaian program
2 Memperkuat konvergensi programkegiatan
hingga di level kampung (desa) melalui
peningkatan sinergi dan koordinasi
kabupaten dan kampung dalam
perencanaan dan penganggaran program
serta konvergensi pelaksanaan intervensi
prioritas pada 1000 HPK dari seluruh rumah
tangga sasaran yang ada di tingkat
kampung
3 Meningkatkan kualitas dan efektivitas
pelaksanaan program yang telah ada saat
ini antara lain melalui peningkatan kualitas
SDM pelaksana program (misalnya tenaga
pendidik PAUD dan penyuluh kesehatan
masyarakat) serta penguatan monitoring dan
evaluasi agar dapat mengukur pencapaian
kinerja
4 Memperluas cakupan kebijakan yang lebih
luas dan tidak terbatas bidang kesehatan
seperti peningkatan kualitas program
perlindungan sosial khususnya bantuan
pangan PKH dan JKN Selain itu program-
program sektor pertanian pendidikan
infrastruktur (penyediaan air bersih dan
sanitasi) dan pemberdayaan perempuan
yang secara tidak langsung mendukung
pencapaian target perbaikan gizi
A2 Sasaran Program
Wilayah Provinsi Papua Barat dihuni oleh kurang
lebih 959617 jiwa dan tersebar di 13
kabupatenkota Sebesar 1074 persen (103062
jiwa) dari keseluruhan penduduk adalah bayi
berusia 0-48 bulan Sementara itu sebanyak
45256 jiwa adalah remaja putri dan sebanyak
199926 jiwa merupakan wanita usia subur (WUS)
berusia 15-39 tahun Diantara kelompok inilah
yang menjadi sasaran prioritas dan sasaran
penting dalam upaya percepatan pencegahan
stunting
Gangguan pertumbuhan di Provinsi Papua Barat
sebagian besar terjadi pada anak berusia 0-23
bulan Kondisi ini dapat terjadi disebabkan oleh
pemberian ASI makanan dan pola asuh pada
periode tersebut tidak tepat sehingga
mengganggu tumbuh kembang anak Tercatat
rata-rata lama pemberian ASI di Provinsi Papua
Barat hanya selama 989 bulan saja dan bahkan
masih terdapat bayi yang tidak pernah diberi ASI
(plusmn5400 orang)
Selain pemahaman terhadap pola asuh yang
kurang peningkatan prevalensi stunting juga
turut disebabkan oleh keadaan lingkungan
pendukung yang tidak memadai Berdasarkan
data BPS (2018) persentase rumah tangga yang
memiliki akses kepada air minum bersih di
Provinsi Papua Barat hanya sekitar 7018 persen
Sedangkan akses terhadap sanitasi pribadi rata-
rata sebesar 7262 persen dan 474 persen dari
keseluruhan rumah tangga tidak memiliki fasilitas
Tabel 71
Jumlah dan Kelompok Penduduk di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (jiwa)
Kelompok Laki-laki Wanita
Jumlah Penduduk 505239 454378
Penduduk Usia 0-4 52848 50254
Penduduk Usia 5-9 49917 47755
Penduduk Usia 10-14 48250 45256
Penduduk Usia 15-39 222658 199926
Bayi (0-5 th) imunisasi lengkap 22370 19996
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
107 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
sama sekali Kombinasi dari keadaan-keadaan
tersebut berpotensi dalam menghambat upaya
percepatan pencegahan stunting sehingga
kebijakan dan pelaksanaan program perlu
menyasar pada kelompok prioritas dan
perbaikan lingkungan pendukung
B PENANGANAN STUNTING OLEH
PEMERINTAH
Dalam rangka memastikan konvergensi
berbagai programkegiatan percepatan
penurunan stunting dilakukan maka acuan
yang digunakan adalah dokumen Strategi
Nasional Percepatan Pencegahan Stunting
(Stranas Stunting) yang diikuti oleh berbagai
pedoman operasional baik itu di tingkat
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
Upaya pencegahan stunting yang konvergen
dan terintegrasi telah dilaksanakan di Provinsi
Papua Barat Upaya ini mencakup intervensi
multi sektor yang cukup luas mulai dari akses
makanan layanan kesehatan dasar termasuk
akses air bersih dan sanitasi akses pendidikan
perlindungan sosial serta pola pengasuhan
sebagaimana uraian dalam Stranas Stunting
B1 Belanja KL dalam APBN
Dalam kaitannya dengan percepatan
pencegahan stunting melalui belanja KL atau
yang bersumber dari dana APBN telah
dilakukan berbagai langkah dan kebijakan agar
pengelolaan program tersebut terarah dan
terukur Pada proses perencanaan khususnya
terkait dengan identifikasi output yang terkait
dengan stunting telah dilakukan penandaan
pemantauan dan evaluasi percepatan
pencegahan stunting sebagai dasar bagi KL
dalam mengidentifikasi output yang
berkontribusi kepada percepatan penurunan
stunting
Sesuai dengan kerangka hasil percepatan
penurunan stunting maka intervensi-intervensi
yang telah dilakukan selama tahun 2019
tersebut akan berdampak kepada
meningkatnya konsumsi gizi perbaikan pola
asuh meningkatnya akses dan kualitas layanan
kesehatan serta meningkatnya kesehatan
lingkungan yang pada akhirnya akan
memperbaiki asupan gizi terutama pada 1000
HPK dan kemudian akan menurunkan prevalensi
stunting
Pengunaan dana APBN dalam program
penanganan stunting di Provinsi Papua Barat
secara umum digunakan untuk keperluan
membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik (2)
intervensi sensitif dan (3) pendampingan
koordinasi dan dukungan teknis di
kabupatenkota dan kampung Selama tahun
2019 dana yang telah digunakan dalam
program stunting sebesar Rp10448 miliar
Penggunaan dana terbesar sesuai dengan
prioritas percepatan pencegahan yakni untuk
kegiatan intervensi sensitif (Kementerian
Kesehatan) sebesar Rp1928 miliar dan intervensi
spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta
Tabel 72
Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per
KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
KabupatenKota Akses Air
Bersih
Akses Air
Layak
Tidak ada
MCK
Kab Fakfak 6114 7041 702
Kab Kaimana 5381 4429 569
Kab Teluk Wondama 3359 1598 299
Kab Teluk Bintuni 6682 4426 499
Kab Manokwari 8872 3881 292
Kab Sorong Selatan 5364 4551 1321
Kab Sorong 5743 4621 271
Kab Raja Ampat 6395 3370 241
Kab Tambraw 1958 1870 1160
Kab Maybrat 1621 1307 779
Kab Manokwari Selatan 5737 3851 716
Kab Pegunungan Arfak 3663 3663 3052
Kota Sorong 9487 1818 026
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
108
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sebesar Rp842 miliar untuk kegiatan
pendampingan koordinasi dan dukungan teknis
(lintas KL) Penggunaan dana tersebut terbesar
direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif
terutama pembangunan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan
pendanaan sebesar Rp4353 miliar Penggunaan
dana yang besar lainnya adalah pembangunan
Sistem Pengelolaan Air Limbah pada 25 lokasi
dengan realisasi sebesar Rp1742 miliar
B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa
Pembiayaan program penurunan stunting juga
dilakukan dengan memanfaatkan dana
tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk
DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Penggunaan
Tabel 73
Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
Penguatan Intervensi Suplementasi Gizi pada Ibu Hamil dan Balita 99160840 13 Layanan 100
Pembinaan dalam Peningkatan Status Gizi Masyarakat 901090000 13 Layanan 100
Peningkatan Surveilans Gizi 1770940000 13 Layanan 100
Pembinaan dalam Peningkatan Pelayanan Kunjungan Neonatal Pertama 122215000 1 Layanan 100
Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah 139300000 1 Layanan 100
Pembinaan Pencegahan stunting 122007000 1 Layanan 100
Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan anak untuk Papua Barat 714575000 1 Layanan 98
Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Layanan 100
Layanan Capaian Eliminasi Malaria 1124803820 4625 Layanan 100
Layanan Pengendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan 3327530320 11 Layanan 100
Intervensi Percepatan Eliminasi Malaria Papua dan Papua Barat 5737637400 5 Layanan 100
Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit ISP 129502000 10 Layanan 100
Sarana dan Prasarana Penanggulangan TBC 836883400 15 Layanan 100
Sarana dan Prasarana Penanggulangan HIVAIDS 1561862237 18 Layanan 100
Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85
INTERVENSI SENSITIF
Pemberdayaan Pekarangan Pangan 4625794700 123 Kelompok 93
Hasil Pengawasan keamanan dan mutu pangan Segar 503082000 1 Rekomendasi 100
Pelaksanaan Strategi Promosi Kesehatan dlm mendukung Program Kesehatan 436753000 1 Layanan 100
Kampanye Hidup Sehat melalui Berbagai Media di Papua Barat 1553232000 2 Layanan 96
Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi Syarat 257380000 637 TPM 100
Pengawasan terhadap Sarana Air Minum (SAM) 123942000 5211 SAM 100
Pembinaan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 302746000 429 Desa 100
Rumah sakit rujukan yang memiliki pelayanan sesuai standar 110346800 1 RS Pengampu 100
Bimbingan Perkawinan Pra Nikah 257115860 159 Pasangan 75
Keluarga Miskin yang Mendapat Bantuan Tunai Bersyarat 2576223000 1 KPM 90
Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 74
SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 64
SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100
KIE Obat dan Makanan Aman 826691713 31 KIE 100
Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 99
Penguatan Peran PIK Remaja dan BKR dalam edukasi Kespro dan Gizi bagi
Remaja putri sebagai calon ibu 1669888794 225 Kelompok 99
PENDAMPINGAN KOORDINASI DAN DUKUNGAN TEKNIS
Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100
Pembinaan KabKota dlm Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di
Papua Barat 1294265000 2 Layanan 100
Pembinaan Puskesmas dlm Program Indonesia Sehat dgn Pendekatan Keluarga 151062768 74 Puskesmas 100
Pelatihan Strategis Sumber Daya Manusia Kesehatan 5939667100 518 Orang 100
Pembinaan amp Pengawasan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 602060200 3 KabKota 100
Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100
Sumber OMSPAN (data diolah)
109 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
dana ini antara lain melalui (1) DAK Fisik bidang
Kesehatan Air Minum dan Sanitasi dan (2)
Dana Desa yang digunakan oleh kampung
(desa) untuk bidang kesehatan pendidikan
sanitasi dan air minum
DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) yang diterima
oleh seluruh pemerintah daerah dan pemerintah
provinsi Papua Barat memiliki peruntukan yang
sudah ditetapkan sebagai syarat tahapan
penyaluran Oleh karena itu penggunaan dana
DFDD dalam rangka penanganan stunting
digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan
membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik dan
(2) intervensi sensitif Dana DFDD tahun 2019
yang telah digunakan dalam program stunting
sebesar Rp11548 miliar terdiri dari DAK Fisik
sebesar Rp6925 miliar dan Rp4642 miliar berupa
Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar adalah
pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar
Rp1021 miliar sedangkan intervensi spesifik
sebesar Rp135 miliar Realisasi terbesar
dialokasikan untuk perluasanpeningkatan
SPAM sebanyak 5852 sambungan rumah (SR)
dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp308
miliar Sementara penggunaan Dana Desa
terbesar diperuntukkan bagi pembangunan
sumber air bersih milik desa pada 1041 titik
dengan dana sebanyak Rp1752 miliar
B3 Belanja APBD
RKPD Pemerintah Provinsi Papua Barat Tahun
2019 disusun dengan memperhatikan masukan
dari rencana kegiatan yang dibuat berdasarkan
hasil analisis terhadap situasi program
Tabel 74
Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
DAK Fisik
Penyediaan Obat Gizi 618379770 4 Paket 100
Pengadaan Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil dengan Kekurangan
Energi Kronis (PMT BUMIL KEK - Pabrikan) 959581728 1 Paket 100
Penyediaan Alat Antropometri 1564015307 207 Paket 76
Penyediaan Sarana Prasarana Kesehatan Lingkungan 2876667089 29 Paket 59
Pengadaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit 41999300 1 Paket 100
Dana Desa
Penyediaan Obat Gizi 323865000 28 Paket 100
Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil 7146624150 1139 Unit 90
INTERVENSI SENSITIF
DAK Fisik
Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77
Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90
PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86
Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 10294226146 1378 SR 78
PerluasanPeningkatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 30801695898 5852 SR 81
Sarana dan Prasarana PAUD 1255742335 8 Ruang 100
Dana Desa
SaranaPrasarana PAUD 1288611688 398 Unit 70
Terlaksananya Pelatihan Pangan Sehat dan Aman 197000000 16 Paket 96
Pemeliharaan Sumber Air Bersih 8363963164 241 Unit 86
Pemeliharaan Sambungan Air Bersih 1398443564 18422 Meter 83
Sumber Air Bersih Milik Desa 17525913577 1041 Unit 70
Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga 4771816730 22030 Meter 93
Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah Rumah Tangga) 5143668021 3878 Meter 70
RehabilitasiPeningkatan Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah
Rumah Tangga) 262246705 354 Meter 93
Sumber OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
110
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
penurunan stunting RKPD sebagai pedoman
dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran
(KUA) Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara
(PPAS) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) menjadi jaminan pelaksanaan
programkegiatan terkait dengan intervensi gizi
spesifik dan sensitif menggunakan dana yang
bersumber dari APBD Program-program
tersebut dilaksanakan dengan target capaian
yang ditetapkan dalam RPKD
Prioritas pencegahan stunting sebagai
kombinasi dari kegiatan yang multi sektor
dilaksanakan oleh OPD-OPD dengan
menggunakan alokasi dana yang berasal dari
Otonomi Khusus (Otsus) dan DAK Non Fisik
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sesuai
dengan DPA yang telah ditetapkan Kegiatan
percepatan pencegahan stunting diselaraskan
dengan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
KL yang berlokasi di kabupatenkota Dinas
Kesehatan memastikan terpenuhinya sumber
daya yang mendukung intervensi gizi spesifik
secara konvergen yang meliputi SDM
anggaran dukungan logistik dan kemitraan
Sedangkan Bappeda berperan dalam
koordinasi untuk menciptakan lingkungan yang
mendukung kebijakan intervensi secara
konvergen terutama intervensi sensitif dengan
menyelaraskan kebijakan seluruh OPD
Dana APBD di Provinsi Papua Barat pada tahun
Tabel 75
Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
Ibu Hamil
- Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin 1667044052 2182 Jiwa 85
- Suplementasi tablet tambah darah dan periksaan kehamilan 379861600 15317 Jiwa 80
Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-23 bulan
- Suplementasi kapsul vitamin 66836977 12320 Jiwa 100
- Pemantauan dan Promosi pertumbuhan (tingkat desa) 155659525 28693 Orang 100
Remaja Putri dan Wanita Usia Subur
- Suplentasi tablet tambah darah 799102989 44532 Jiwa 100
Anak Usia 24-59 bulan
- Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut 5660222222 2547 Jiwa 100
- Suplementasi kapsul vitamin A 107734789 47745 Jiwa 100
- Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100
INTERVENSI SENSITIF
Peningkatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
- Akses air minum yang aman 11800000000 13 Kabkota 100
- Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85
Peningkatan kesadaran komitmen dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak
- Penyediaan konseling kesehatan dan reproduksi untuk remaja 1929297500 514 Orang 100
- Penyebarluasan informasi melalui berbagai media 207339727 50 Orang 100
- Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua 555195300 230 Orang 100
- Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 250000000 1 Kabkota 100
Peningkatan akses dan kualitas Pelayanan gizi dan kesehatan
- Akses pelayanan Keluarga Berencana 348042400 13 Kabkota 100
- Akses Jaminan Kesehatan (JKN) Orang Asli Papua 28818415000 589 Jiwa 100
- Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100
Peningkatan akses pangan Bergizi
- Akses kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) 711975000 10 Kelompok 85
- Akses kegiatan Kawasan Mandiri Pangan 371801600 6 Kawasan 80
Sumber Bappeda Provinsi Dinkes Provinsi Bappeda KabupatenKota dan Dinkes KabupatenKota (data diolah)
111 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
2019 dimanfaatkan dalam program
penanganan stunting untuk keperluan
membiayai kegiatan intervensi spesifik dan
intervensi sensitif Selama satu tahun tercatat
penggunaan dana sebesar Rp5744 miliar untuk
pencegahan stunting dengan kegiatan
intervensi spesifik sebesar Rp939 miliar dan
sebesar Rp4805 miliar untuk membiayai
kegiatan intervensi sensitif Penggunaan dana
tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi
penyediaan akses JKN Orang Asli Papua (OAP)
sebesar 2882 miliar Penggunaan dana yang
besar lainnya adalah untuk penyediaan akses
air minum yang aman dan pemberian makanan
tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut
dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118
miliar dan Rp566 miliar
B4 Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting
Kebijakan pembiayaan pada program
pencegahan stunting yang berasal dari APBN
dan APBD dalam berbagai skema merupakan
salah satu bentuk sinkronisasi kebijakan antara
pusat dan daerah Adanya sinkronisasi ini
diharapkan semakin mengakselerasi
peningkatan prevalensi stunting sekaligus
mendorong pembangunan infrastruktur serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
masa depan Namun demikian dominasi dana
APBN masih terasa dan pemda tidak sanggup
jika harus menyediakan alokasi yang nantinya
akan mengurangi pendanaan kegiatan daerah
Selain itu pertimbangan keterbatasan kapasitas
fiskal daerah dikhawatirkan akan berdampak
pada gaji PNS karena alokasi terbesar dana
APBD dialokasikan untuk belanja pegawai Oleh
karena itu pada kegiatan intervensi spesifik
yang menyasar langsung prioritas pencegahan
(Ibu hamil baduta balita remaja putri)
peranan belanja KL sangat penting
Dari 13 pemerintah daerah yang ada di Provinsi
Papua Barat terdapat 2 kabupaten yang
menjadi lokus prioritas penanganan stunting
nasional Kondisi ini membuat fokus kegiatan
berada di kedua wilayah tersebut sedangkan
kabupatenkota lainnya pengalokasian hanya
bersifat memenuhi kewajiban yang sudah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (spesific
grant) dan berupaya mencari sumber
pembiayaan lainnya (Swasta) Sejauh ini
pelaksanaan pencegahan stunting selama
tahun 2019 di Provinsi Papua Barat dengan
kombinasi sumber pembiayaan yang ada
mencapai Rp27759 miliar Proporsi terbesar
berasal dari dana APBN (Belanja KL) mencapai
3764 persen (Rp10448 miliar) sedangkan
kontribusi DAK Fisik APBD dan Dana Desa
berturut-turut sebesar 2495 persen (Rp6925
miliar) 2069 persen (Rp5744 miliar) dan 1672
persen (Rp4642 miliar)
Tabel 76
Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)
Sumber Dana Intervensi Spesifik Intervensi Sensitif
Pendampingan
Koordinasi dan
Duktek
Kontribusi
APBN 19277886059 76779888382 8421955068 3764
DAK Fisik 6060643195 63186313948 - 2495
Dana Desa 7470489150 38951663449 - 1672
APBD
(DAU DAK Non Fisik Otsus) 9391806598 48045572569 - 2069
Jumlah 42200825002 226963438348 8421955068 10000
Sumber Bappeda Dinkes dan OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
112
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING
Pelaksanaan program sejauh ini dapat berjalan
lancar meskipun dengan alokasi anggaran yang
relatif besar melalui optimalisasi penggunaan
dana untuk mencapai output yang ditargetkan
Pada masa mendatang berbagai tantangan
masih harus dihadapi dalam pelaksanaan
program-program penurunan stunting
diantaranya
1 Koordinasi dan sinergi baik antar-KL antar
pemerintah kabupatenkota antara
pemerintah kabupatenkota dan provinsi
maupun antara pemerintah pusat dan
daerah yang masih perlu ditingkatkan
Berbagai program yang masih bersifat
sektoral dan kewilayahan perlu ditingkatkan
sinerginya sehingga dapat sepenuhnya saling
mendukung dalam akselerasi penurunan
stunting di daerah secara keseluruhan
2 Kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan
program yang masih perlu ditingkatkan
Keterbatasan pelaksana program di
lapangan baik dalam hal kualitas maupun
kuantitas sebaran penduduk yang luas
belum adanya mekanisme untuk memastikan
ketercapaian output serta lemahnya
monitoring dan evaluasi baik itu dari
pemerintah kabupatenkota pemerintah
provinsi maupun pemerintah pusat
menyebabkan implementasi program
menjadi tidak maksimal
3 Belum meratanya akses kepada layanan
kesehatan pendidikan anak usia dini air
bersih dan sanitasi karena keterbatasan
angaran dalam penyediaan sarana dan
prasarana
4 Kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang gizi dan pola hidup sehat yang
berpengaruh pada praktek pengasuhan
yang tidak tepat Selain itu penyampaian
informasi atau sosialisasi yang terkendala
dengan jarak dan ketersediaan tenaga
kesehatan
Halaman ini sengaja dikosongkan
KESIMPULAN
SARAN
ldquoTarian Penyambutan oleh Suku Arfak suku asli Manokwarirdquo
DJPbKawalAPBN
113
Kesimpulan dan Rekomendasi
A KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan analisis seperti
yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Pembangunan Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus didominasi oleh
pengaruh faktor ekonomi dengan kekayaan
alam (minyak bumi dan gas alam) yang
melimpah menjadi modal utama
2 Perekonomian Papua Barat hanya
didominasi oleh 3 kabupatenkota (Kota
Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk
Bintuni) sebagai lokasi pertambangan dan
perindustrian sehingga menyebabkan
kesenjangan dan tidak meratanya kapasitas
dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik
fasilitas perdagangan fasilitas kesehatan
maupun fasilitas pendidikan
3 Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat
bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940
mdpl dan menyebabkan Provinsi Papua
Barat menjadi sangat berpotensi (kelas risiko
tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan
dan hutan gempa tektonik serta
gelombang tsunami
4 Kinerja perekonomian Provinsi Papua Barat
selama tahun 2019 tampil cukup baik Hal ini
tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang
mampu tumbuh meskipun tertahan pada
level 266 persen PDRB per kapita naik
sebesar 218 persen inflasi yang terkendali
pada angka 193 persen dan ekspor yang
menurun sebesar 179 persen
5 Tingkat kesejahteraan penduduk di Provinsi
Papua Barat pada tahun 2019 menunjukan
peningkatan walaupun belum signifikan Hal
ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang turun
menjadi 2151 persen disertai dengan nilai
gini ratio yang juga turun menjadi 0381
Sementara itu tingkat pengangguran
meningkat menjadi 624 persen
6 Sensifitas pertumbuhan ekonomi terhadap
tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
relatif rendah dimana elastisitasnya bersifat
inelastis
7 Target pendapatan APBN tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
sebesar 116 persen dibandingkan target
tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar
menjadi Rp268042 miliar Sementara itu
dari aspek belanja negara terdapat
kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427
persen dibandingkan pagu tahun 2018
yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi
Rp3172329 miliar
8 Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi
pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat
mencapai 10987 persen sedangkan
realisasi belanja APBN mencapai 9175
persen
BAB VIII
Kesimpulan dan Rekomendasi
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
114
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
9 Realisasi pendapatan pemerintah pusat di
Provinsi Papua Barat sampai dengan akhir
tahun 2019 sebesar Rp265248 miliar atau
naik 181 persen dari tahun sebelumnya
10 Realisasi penerimaan perpajakan
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan sebesar 2085
persen yaitu dari Rp219362 miliar pada
tahun 2018 menjadi Rp265104 miliar pada
tahun 2019 sedangkan realisasi
pendapatan bukan pajak tahun 2019
sebesar Rp29404 miliar atau turun 199
persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya
yang berjumlah Rp30001 miliar
11 Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah
penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat
sebesar Rp16978 miliar yang diberikan
kepada 51622 debitur Daerah dengan
jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota
Sorong sebesar Rp57002 milar dengan
jumlah debitur sebanyak 16903 nasabah
Jika dilihat per sektor perdagangan
merupakan sektor yang memiliki jumlah
penyaluran KUR terbesar mencapai
Rp119405 miliar dengan jumlah debitur
sebanyak 35551 nasabah
12 Berdasarkan komposisinya komponen
terbesar dari Transfer ke Daerah dan Dana
Desa (TKDD) Provinsi Papua Barat tahun 2019
berupa DBH menyumbang 362 persen dari
total keseluruhan TKDD yang diterima Provinsi
Papua Barat Komponen terbesar kedua
yaitu DAU sebesar 321 persen
13 Pada tahun 2019 beberapa output strategis
APBN tercatat memiliki realisasi yang cukup
besar seperti pembangunan dan preservasi
plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar) Jembatan
sepanjang plusmn235 meter (Rp43572 miliar) dan
rehabilitasi sarana pendidikan sebanyak
plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Selain itu realisasi
PIP dan KIP mampu mencapai nilai Rp4099
juta atau sebanyak 482 siswa beasiswa
Bidikmisi sebanyak 353 mahasiswa
Sementara pada bidang kesehatan
pencegahan stunting mampu terlaksana
pada 8558 keluarga penyediaan layanan
imunisasi alokon pada 170 faskes di 13
kabupatenkota
14 Target pendapatan APBD tahun 2019 seluruh
pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan 5132 persen dari
Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2871888 miliar pada tahun 2019
Sebaliknya total pagu belanja APBD
pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat
naik dari Rp2326404 miliar pada tahun 2018
menjadi Rp2761199 miliar atau meningkat
1869 persen di tahun ini
15 Total pendapatan APBD seluruh pemerintah
daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai
Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen
dibandingkan tahun sebelumnya Adapun
dari aspek belanja terdapat kenaikan
realisasi sebesar 12 persen yaitu dari
Rp2125451 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2380387 miliar pada tahun 2019
16 Realisasi pendapatan seluruh pemerintah
daerah se-Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 didominasi oleh pendapatan transfer
mencapai 9208 persen dari total
pendapatan daerah
17 Pada tahun 2019 indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index) pemerintah
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
tidak ada pemerintah kabupatenkota di
Provinsi Papua Barat yang masuk dalam
kategori sangat baik dan hanya ada dua
pemerintah daerah yang masuk ke dalam
kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan
Kaimana Sementara itu terdapat lima
115 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Kesimpulan dan Rekomendasi
daerah yang masuk dalam kategori buruk
yaitu Kab Manokwari Kab Fakfak Kab
Sorong Selatan Kab Teluk Wondama dan
Kab Raja Ampat Adapun pemerintah
daerah lainnya masuk dalam kategori
cukup
18 Belanja wajib APBD tahun 2019 pada bidang
pendidikan pelaksanaannya diwujudkan
dalam bentuk gaji dan tunjangan bagi
tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)
pemberian beasiswa OAP afirmasi OAP di
Perguruan Tinggi pembangunan fasilitas
pendidikan menengah pembangunan
prasarana dan sarana belajar
pembangunan rumah dinas guru serta
pengembangan koleksi perpustakaan Pada
bidang kesehatan output prioritas
diwujudkan melalui penyediaan makanan
tambahan obat vaksin dan perbekalan
kesehatan penyediaan layanan kesehatan
berbasis masyarakat pembangunan fasilitas
kesehatan tingkat lanjut di Kab Manokwari
serta penempatan tenaga kesehatan
secara merata Sementara output belanja
infrastruktur realisasi diantaranya
pembangunan dan preservasi plusmn473Km jalan
Jembatan sepanjang plusmn177 meter dan
pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500
Ha serta pelabuhandermaga rakyat di 4
lokasi terminal di 3 lokasi serta SPAM di 8
lokasi
19 Dengan menggunakan pendekatan
Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan
bahwa elastisitas penerimaan pajak daerah
di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per
kapita bersifat elastis Selain itu didapatkan
nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif
kecil yang menunjukan tingkat kesulitan
pemungutan pajak daerah relatif tinggi
20 Berdasarkan tabel input output Provinsi
Papua Barat tahun 2013 yang kemudian
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System)
model Miller dan Blair (1985) diperoleh hasil
bahwa sektor dengan nilai pengganda
output terbesar yaitu industri pengolahan
migas dan perikanan Adapun sektor
dengan pengganda pendapatan tertinggi
yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor
administrasi pemerintahan amp jaminan sosial
Sementara itu sektor dengan pengganda
tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya
dan industri makanan amp minuman
21 Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang
memiliki keterkaitan ke depan (forward
linkage) terbesar yaitu industri lainnya dan
industri makanan-minuman Adapun sektor
yang memiliki keterkaitan ke belakang
(backward linkage) terbesar yaitu industri
pengolahan migas dan perikanan
22 Dua kabupaten menjadi lokus prioritas
penanganan stunting nasional yaitu Kab
Tambraw dan Sorong Selatan Pelaksanaan
pencegahan stunting selama tahun 2019
dengan kombinasi sumber pembiayaan
yang ada mencapai Rp27759 miliar
Proporsi terbesar berasal dari dana APBN
(Belanja KL) mencapai 3764 persen
(Rp10448 miliar) sedangkan kontribusi DAK
Fisik APBD dan Dana Desa berturut-turut
sebesar 2495 persen (Rp6925 miliar) 2069
persen (Rp5744 miliar) dan 1672 persen
(Rp4642 miliar)
B REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas
beberapa rekomendasi yang diajukan
diantaranya
1 Sebagai salah satu komponen pertumbuhan
ekonomi pengeluaran pemerintah di
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
116
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke
daerah pedesaan dan remote area Hal ini
didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah
penduduk miskin di Provinsi Papua Barat
sebagian besar berada di daerah pedesaan
yang terpencil Berbagai sektor yang
memiliki andil besar terhadap pertumbuhan
ekonomi sebagian besarnya tercurah ke
daerah perkotaan sehingga manfaatnya
belum banyak dinikmati oleh penduduk
pedesaan
2 Pemerintah perlu meningkatkan kualitas
pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan
sarana infrastruktur yang layak dan
memadai di daerah pedesaan dan remote
area terutama sarana pendidikan
kesehatan dan transportasi beserta tenaga
pendidikan dan kesehatan yang handal di
bidangnya
3 Pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
perlu mengoptimalisasi anggaran belanja
wajib melalui pelaksanaan program yang
efektif dan efisien serta memiliki sinergi
dengan pemerintah pusat berupa kegiatan
pengadaan pembangunan dan
pemeliharaan sarana prasarana pendidikan
dan kesehatan yang saling melengkapi dan
tidak ada duplikasi serta lebih awal
sehingga dapat selesai pada satu tahun
anggaran
4 Pemerintah sebaiknya mengutamakan
persebaran KUR di luar sektor perdagangan
ke sektor lain yang lebih produktif seperti
sektor pertanian perikanan dan industri
pengolahan Hal ini dikarenakan perluasan
kepada sektor produktif dapat lebih
menggerakkan roda perekonomian di
Provinsi Papua Barat
5 Dikarenakan indeks kesehatan keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk
dalam kategori sangat baik dan hanya ada
satu pemerintah daerah yang masuk ke
dalam kategori baik oleh karena itu
pemerintah daerah harus meningkatkan
kualitas belanja daerah (quality of spending)
yang berorientasikan kepada hasil dan
manfaat yang dirasakan oleh publik
Caranya dengan melakukan perencanaan
anggaran yang baik dan tepat waktu
membuat prioritas belanja dan
melaksanakannya dengan disiplin yang
tinggi sesuai prinsip ekonomis efektif dan
efisien Untuk mendukung kualitas dari
belanja daerah pengeluaran pemeritah
daerah juga harus dilakukan secara
transparan dan akuntabel
6 Berdasarkan perhitungan potensi pajak
daerah menggunakan pendekatan
Mansfield ndash Wirasasmita Model diantara
kebijakan dan strategi pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan
penerimaan pajak daerah yaitu
a Meningkatkan basis data perpajakan
melalui (1) pendataan ulang wajib pajak
dan objek pajak (2) peningkatan
koordinasi internal pemerintah daerah
terutama kepada badandinas perizinan
daerah dan (3) pemanfaatan data
pihak ketiga seperti Badan Pertanahan
setempat untuk penerimaan PBB
b Melakukan kerjasama dan koordinasi
dengan kantor pelayanan pajak dan
kantor pelayanan kekayaan negara dan
lelang setempat dalam penilaian dan
penagihan pajak daerah
c Melakukan koordinasi dengan aparat
kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP
setempat dalam pemeriksaan pajak
daerah
117 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Kesimpulan dan Rekomendasi
d Melakukan modernisasi sistem dan tata
kola pajak daerah dengan cara (1)
memanfaatkan teknologi informasi untuk
basis data (integrated database) dan
pelayanan perpajakan (2) membangun
organisasi pemungutan pajak daerah
yang handal dan (3) menyusun Standar
Operasional Prosedur (SOP) pemungutan
dan pelayanan perpajakan
e Meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia melalui (1) pelaksanaan diklat
penilaian penagihan dan pemeriksaan
(2) penambahan jumlah diklat terkait
praktik pemungutan perpajakan yang
baik dan (3) pelaksanaan kerjasama
dengan pemerintah daerah lain yang
sukses dalam pemungutan pajak
daerah
7 Berdasarkan tabel input output Provinsi
Papua Barat tahun 2013 yang kemudian
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System)
model Miller dan Blair (1985) diantara
kebijakan dan strategi pengembangan
sektoral yang dapat ditempuh pemerintah
daerah Provinsi Papua Barat diantaranya
a Apabila dalam proses pembangunan
lebih mengutamakan pertumbuhan
ekonomi yang mantap sebaiknya
pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat lebih berfokus untuk mendorong
industri pengolahan migas dan sektor
perikanan dikarenakan memiliki
pengganda output terbesar
b Apabila sasaran utama dari proses
pembangunan adalah peningkatan
pendapatan masyarakat maka
kebijakan pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat sebaiknya lebih fokus untuk
mendorong sektor jasa pendidikan
dikarenakan memiliki pengganda
pendapatan terbesar
c Apabila fokus pembangunan daerah
adalah peningkatan kesempatan kerja
maka kebijakan pemerintah daerah di
Provinsi Papua sebaiknya lebih
mengutamakan industri lainnya dan
industri makanan-minuman dikarenakan
memiliki pengganda tenaga kerja
terbesar
d Sektor kunci yang dapat dijadikan
unggulan oleh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat yaitu industri lainnya
dan industri makanan-minuman
dikarenakan memiliki derajat kepekaan
tertinggi Sementara itu industri
pengolahan migas dan sektor ikan
dapat dijadikan sektor kunci karena
memiliki daya penyebaran terbesar
8 Pemerintah daerah seharusnya lebih terlibat
dalam akselerasi penurunan stunting
dengan penggunaan dana APBD Selain itu
upaya optimalisasi pelaksanaan
pencegahan stunting oleh Pemda dilakukan
melalui (1) peningkatan koordinasi dan
sinergi baik antar pemerintah
kabupatenkota antara pemerintah
kabupatenkota dan provinsi maupun
dengan pemerintah pusat (2) peningkatan
kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan
program dengan menambah tenaga
kesehatan berbasis masyarakat di lapangan
(3) pelaksanaan monitoring dan evaluasi
rutin baik itu dari tingkat kabupatenkota
pemerintah provinsi untuk menjaga tingkat
ketercapaian sasaran program (4)
penyediaan akses kepada layanan
kesehatan pendidikan anak usia dini air
bersih dan sanitasi yang merata secara
konsisten
118
Daftar Pustaka
Aisen A amp Veiga FJ (2010) How Does Political
Instability Affect Economic Growth
Washington International Monetary
Fund
Altman EI (1968) Financial Ratios Discriminant
Analysis and the Prediction of Corporate
Bankruptcy The Journal of Finance Vol
23 No 4 pp 589-609
Baumohl Bernard (2012) The Secrets of
Economic Indicators Hidden Clues to
Future Economic Trends and Investment
Opportunity -Third Edition New Jersey
Pearson Education Limited
Barro Robert J (1991) Economic Growth in a
Cross Section of Countries
Massachusetts The MIT Press
Beaver WH (1966) Financial Ratios as
Predictors of Failure Journal of
Accounting Research Vol 4 pp 71-111
Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2001)
Small and Medium Enterprise Dynamics
In Indonesia Bulletin of Indonesian
Economic Studies Volume 37 Issue 3
2001 pp 363-84
Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2002)
Firm and Group Dynamics in the Small
and Medium Enterprise Sector in
Indonesia Small Business Economics 18
Pp 141-61
BlanchardOliver (2006) Macroeconomics ndash
forth edition New Jersey Prentice Hall
BNPB (2014) Indeks Risiko Bencana Indonesia
Jakarta Direktorat Pengurangan Risiko
Bencana BNPB
Bourletidis K amp Triantafyllopoulos Y (2014)
SMEs Survival in Time of Crisis Strategies
Tactics and Commercial Success Stories
Procedia - Social and Behavioral
Sciences Vol 148 pp 639-644
Brown KW (1993) The 10-point Test of Financial
Condition Toward An Easy-to-use
Assessment Tool for Smaller Cities
Government Finance Review Vol 9 pp
21-26
Carmeli A (2008) The fiscal distress of local
governments in Israel Administration amp
Society 39 984
Chase BW amp Philips RH (2004) GASB 34 and
Government Financial Condition An
Analytical Toolbox Government Finance
Review Vol 20 no 2 pp 26-31
Chenery HB amp and T Watanabe (1958)
International Comparisions of The
Strructural of Production Econometrica
26(4) 487-521
Chittithaworn C Islam A Keawchana T amp
Yusuf D H (2011) Factors Affecting
Business Success of Small amp Medium
Enterprises (SMEs) in Thailand Asian
Social Science Vol 7 No 5 pp 180-190
CICA (1997) Indicators of Government
Financial Condition Canadian Institute
of Chartered Accountants Toronto
Corden WM amp Neary J P (1982) Booming
Sector and De-industrialisation in a Small
Open Economy Economic Journal 92
(December) 825-48
Cramer JS (2001) Measures of Fit of
Multinominal Discrete Models Tinbergen
Institute Discussion Papers Vol 4 01-082
Davey K 2003 Fiscal Decentralization (dikutip
secara online pada 12 Februari 2019 dari
httpunpan1unorgintradocgroupsp
ublicdocumentsUNTCUNPAN017650p
df
Dollar D amp A Kraay (2002) Growth is Good for
the Poor Journal of Economic Growth 7
195-225
DAFTAR PUSTAKA
119 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Daftar Pustaka
Dollery B Crase L amp Byrens J (2006) Local
Government Failure Why does Australian
Local Government Experience
Permanent Financial Austerity
Australian Journal of Political Science
Vol 41 pp 339-353
Drazen A (2000) Political Economy in
Macroeconomics Pricenton Princenton
University Press
Foster R N (1986) Innovation The Attackerrsquos
Advantage New York Summit Books
Funabashi G (2013) Small and Medium
Enterprises under the Global Economic
Crisis Evidence from Indonesia Asian
Institute of Management Working Paper
14-012
Gujarati DN amp Porter DC (2009) Basic
Econometrics -fifth edition Boston
McGraw-Hill
Heckman J J (2008) The Case For Investing In
Disadvantaged Young Children CESifo
DICE Report 6(2) 3-8
Hirschman AO (1958) The Strategy of
Economic Development New York Yale
University Press
Inanga E L amp Wusu D (2004) Financial
Resource Base of Sub-national
Governments and Fiscal
Decentralization in Ghana African
Development Review 16 (1) 72
Jhingan ML (1983) The Economics of
Development and Planning New Delhi
Vicas Publishing
Keefer P amp Khemani S (2004) Democracy
Public Expenditures and the Poor
Washington DCThe World Bank
Khan S (2015) Impact of sources of finance on
the growth of SMEs evidence from
Pakistan Decision Vol 42 No 1 pp 3-10
Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)
Developing and Testing A Composite
Model to Predict Local Fiscal Distress
Public Administration Review Vol 65 No
3 pp 313-323
Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)
Someone to Watch Over me State
Monitoring of Local Fiscal ConditionsThe
American Review of Public
Administration Vol 35 no 3 pp 236-255
Krugman P amp Wells R (2011) Economics-
Second Edition New York Worth
Publishers
Mahi Ali K amp Trigunarso Sri I (2017)
Perencanaan Pembangunan Daerah
Teori dan Aplikasi Jakarta Kencana
Mankiw N Gregory (2013) Macroeconomics -
eight edition New York Worth Publisher
Mansfield XY (1972) Elasticity and Bouyancy of
Tax System A Method Applied to
Paraguay International Monetary Fund
Staff Paper Vol XIX
MillerRE dan PDBlair (1985) Input-Output
Analysis Foundations and Extensions
New Jersey Prentice-Hall
Mishkin Frederic S (2015) Macroeconomics
Policy and Practice New Jersey Pearson
Education Limited
Nollenberger K Groves SM amp Valente MG
(2003) Evaluating Financial Condition A
Handbook for Local Government
Washington DC International
CityCounty Managers Association
Pearce JA amp Richard B Robinson Jr (1998)
Strategic Management-third edition
USA Richard D Irwin Illions
Prudrsquohomme R (1995) On the Dangers of
Decentralization Research Observer
10th 201-220
Ravallion Martin (1995) Growth and Poverty
Evidence for Developing Countries in The
1990s Economics Letters Vol 48 (June)
411-417
Saaty TL (2008) Decision Making with The
Analytic Hierarchy Process International
Journal of Services Sciences Vol 1 no1
pp 83-98
Samuelson Paul A amp Nordhaus William P
(2004) Macroeconomics New York
Irwin McGraw-Hill
Seyoum B (2009) Export-Import Theory
Practices and Procedures -Second
Edition New York Routledge
Soleh Ahmad (2017) Strategi Pengembangan
Potensi Desa Jurnal Sungkai Vol 5 No 1
pp 32-52
Stiglitz Joseph E (1998) Towards A New
Paradigm For Development Geneva
United Nations Conference on Trade
Development 9th Raul Prebisch Lecture
Sukirno Sadono (2011)Makroekokonomi Teori
Pengantar Jakarta PT Raja Grafindo
Persada
Takashi H (1999) Fiscal Crises in Japanrsquos
Prefectures and The Debate on
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
120
Daftar Pustaka
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Corporate Tax Reform Japan Economic
Institute of America
Tjiptoherijanto Prijono (2017) Dinamika
Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Indonesia Jurnal Analis Kebijakan Vol 1
No2
Todaro Michael P amp Stephen C Smith (2003)
Economic Development- Eigth Edition
London Pearson Education Limited
Wang X Dennis L amp Tu YSJ (2007) Measuring
Financial Condition A Study of US States
Public Budgeting amp Finance Vol 27 No
2 pp 1-21
Wirasasmita Y (1982) Elasticity of Tax System A
Model Applied to Indonesia for The
Period 19741975 ndash 19791980
Pemberitaan No13 Bandung Universitas
Padjadjaran
Wengel J amp Rodriguez E (2006) SME Export
Performance in Indonesia After The Crisis
Small Business Economics Vol 26 No 1
pp 25-37
WCED S W S (1990) World Commission On
Environment and Development Our
Common Future 17 1-91
Zumaeroh (2011) Penduduk Dalam Proses
Pembangunan Majalah Ilmiah Ekonomi
Vol 14 No 1 pp 15-19
Peraturan
UU No 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi
menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
UU No 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi
menjadi UU No 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014
Dana Desa Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa
Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2017
Tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2018
PMK Nomor 247PMK072015 tentang Tata Cara
Pengalokasian Penyaluran
Penggunaan Pemantauan dan
Evaluasi Dana Desa
PMK Nomor 49PMK072016 tentang Tata Cara
Pengalokasian Penyaluran
Penggunaan Pemantauan dan Evaluasi
Dana Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
257PMK072015 tentang Tata Cara
Penundaan dan atau Pemotongan
Dana Perimbangan Terhadap Daerah
Yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana
Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
50PMK072017 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
112PMK072017 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
50PMK072017 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Permendes Nomor 4 Tahun 2017 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Indonesia Nomor 22 Tahun
2016 tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2017
Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4
Tahun 2017 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Provinsi Provinsi Papua Barat
2017-2021
Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 55
Tahun 2018 tentang Rencana Kerja
Pemerintah daerah Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Halaman ini sengaja dikosongkan
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
LAMPIRAN
Hasil Olah Data Eviews 10
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation Untitled
Test period random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Period random 0011090 1 09161
WARNING estimated period random effects variance is zero
Period random effects test comparisons
Variable Fixed Random Var(Diff) Prob
GROWTH -0808006 -0814014 0003255 09161
Regresi Data Panel
Period random effects test equation
Dependent Variable POVERTY
Method Panel Least Squares
Date 020620 Time 1639
Sample 2016 2019
Periods included 4
Cross-sections included 13
Total panel (balanced) observations 52
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 3219243 3027290 1063408 00000
GROWTH -0808006 0539769 -1496949 01434
Effects Specification
Period fixed (dummy variables)
R-squared 0079440 Mean dependent var 2805154
Adjusted R-squared 0000534 SD dependent var 7682391
SE of regression 7680338 Akaike info criterion 7012119
Sum squared resid 2064566 Schwarz criterion 7182741
Log likelihood -1327363 Hannan-Quinn criter 7073336
F-statistic 1006773 Durbin-Watson stat 0043567
Prob(F-statistic) 0401337
Dependent Variable LOG(T) Method Least Squares Date 022020 Time 2341 Sample 1 11 Included observations 11
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 3156794 7072044 0446376 06672
LOG(Y) 1246326 0566079 2201680 00588 LOG(T1) 0360037 0273317 1317288 02242
R-squared 0506975 Mean dependent var 2211698 Adjusted R-squared 0383719 SD dependent var 2042810 SE of regression 1603679 Akaike info criterion 4009479 Sum squared resid 2057430 Schwarz criterion 4117996 Log likelihood -1905213 Hannan-Quinn criter 3941074 F-statistic 4113178 Durbin-Watson stat 2399802 Prob(F-statistic) 0059085
Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2013 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar
Tahun
2013
Kode
15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 306
15 4107217 433527 18834 1243 83 - 239432 78928 156 26809 588 356 1574 1631269 32547079
14 10702043 494469 37530 - - - - - - - 7572 4177 86022 465347 13790814
23 212528 145112 945679 93 275 - 560 451 607 420 38508 339898 7507228 15371 445497
21 1154283 790085 51891 15773 301 - 178953 46786 377 53341 60818 28496 64684 10271 85782
17 515297 - - 42 13453 - 31595 42871 73 4609 138386 18677 942 (7642) 142051
37 1213083 - - - - - - - 16498 21282 108024 3277909 5011 57570 1185205
25 - - - - - - - - - - 486372 108732 230952 (255289) 3501664
11 - - - - 1228 - - 416857 - - 1276410 55494 6557 (132259) 833126
34 193526 43442 26514 9608 7340 - 248029 4227 62205 2463 332666 234059 42209 (3025) 248599
38 32440 - 7757 - - - - - 1385 308417 722141 1134753 8385 1830 38047
201 3840406 2020974 2510884 50582 56892 3317945 649979 301984 232744 960378
202 10699814 10133020 3719111 104580 136091 1315773 1622740 1112082 524049 206073
203 117077 108105 52092 1388 1363 - 16960 10036 4339 3621
Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2019 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar Updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) Model Miller dan Blair
Tahun
2019
Kode
15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 Tenaga
Kerja ICOR
15 7076142 746904 32448 2142 143 - 412507 135982 269 46188 1013 613 2712 2810441 56073917 8528 2323925
14 18438075 851899 64659 - - - - - - - 13045 7196 148203 801726 23759581 8711 122187
23 366155 250007 1629268 160 474 - 965 777 1046 724 66344 585595 12933870 26482 767527 2789 2010547
21 1988663 1361202 89401 27175 519 - 308310 80606 650 91899 104781 49094 111441 17695 147790 3905 019106
17 887782 - - 72 23178 - 54434 73861 126 7941 238419 32178 1623 (13166) 244733 4074 061430
37 2089967 - - - - - - - 28424 36666 186110 5647364 8633 99185 2041937 595 -
25 - - - - - - - - - - 837949 187330 397897 (439826) 6032861 2484 -
11 - - - - 2116 - - 718184 - - 2199070 95608 11297 (227863) 1435356 12254 2767864
34 333417 74844 45680 16553 12646 - 427318 7283 107170 4243 573135 403250 72720 (5212) 428300 1011 289078
38 55889 - 13364 - - - - - 2386 531358 1244145 1955016 14446 3153 65549 496 2446210
201 6616465 3481846 4325891 87145 98017 5716340 1119820 520275 400984 1654593
202 18434234 17457730 6407491 180176 234465 2266887 2795747 1915957 902861 355034
203 201707 186249 89747 2391 2348 - 29220 17291 7475 6238
Sumber Aplikasi Input Output Regional Kerjasama antara Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM Edocondan Bappenas
Kode
I-O Sektor
15 Industri Pengolahan Migas
14 Pertambangan dan Penggalian
23 Konstruksi
21 Industri Lainnya
17 Industri Makanan dan Minuman
37 Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial
25 Perdagangan
11 Ikan
34 Keuangan
38 Jasa Pendidikan
Kode
I-O Uraian
201 Upah amp Gaji
202 Surplus usaha
203 Penyusutan
301 Konsumsi Rumah Tangga
302 Konsumsi Pemerintah
303 Pembentukan Modal Tetap Bruto
304 Inventori
305 Ekspor Barang
306 Ekspor Jasa
Executive Summary
Pengarah
Hari Utomo
(Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat)
Penanggung Jawab
Neil Edwin
(Plt Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Koordinator
Rian Andriono
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-C)
Anggota
Posma Amando Siagian
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-A)
Alif Fahrudin
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-B)
Yohanes Djie
(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Melianus
(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Tim Penyusun
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Provinsi Papua Barat
Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari
Komplek Perkantoran Pemerintahan Provinsi Papua Barat
Jl Brigjen Marinir (Purn) Abraham O Atururi Kelurahan Anday Arfai Kab Manokwari
Telepon (0986) 214122 - Faksimili (0986) 214124
website djpbnkemenkeugoidkanwilpapuabarat
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROVINSI PAPUA BARAT
GKN MANOKWARI LT II KOMPLEK PERKANTORAN GUBERNUR JALAN ABRAHAM O ATURURI ARFAIMANOKWARI 98315 TELEPON (0986) 214122 FAKSIMILI (0986) 214124 SUREL
KANWILDJPBNPAPUABARATGMAILCOM SITUS WWWDJPBKEMENKEUGOIDKANWILPAPUABARAT
NOTA DINASNOMOR ND-153WPB332020
Yth Direktur Pelaksanaan AnggaranDari Plh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi
Papua BaratSifat BiasaLampiran -
Hal Penyampaian KFR Tahun 2019 Provinsi Papua BaratTanggal 25 Februari 2020
Menindaklanjuti Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-61PB2017tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional dan Nota Dinas DirekturPelaksanaan Anggaran Nomor ND-54PB22020 tentang Penyusunan dan Tema AnalisisTematik Kajian Fiskal Regional Tahunan 2019 bersama ini kami sampaikan KFR Tahun 2019Provinsi Papua Barat Adapun softcopy laporan telah kami kirimkan melalui pos-el ke alamatloditpagmailcom
Demikian kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih
Ditandatangani secara elektronikPaulina Latupeirissa
- KFR Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Netpdf (p1-162)
-
- Kata Pengantar KFR 2019pdf
- Bab 2 KFR 2019pdf
- Bab 5 KFR 2019pdf
- Bab 6 KFR 2019pdf
- Daftar Pustaka KFR 2019pdf
- Lampiranpdf
- Tim Penyusunpdf
- Sampul Belakang 2019pdf
-
- ND-153_WPB33_2020 Pengantar KFR Tahun 2019pdf (p163)
-
i
Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan
rahmat-Nya kami dapat menyusun Kajian Fiskal
Regional (KFR) Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Penyusunan KFR yang merupakan bagian dari
tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah Ditjen
Perbendaharaan (Treasury Regional Office) ini
setidaknya melibatkan Development
Economics sebagai field study yang digunakan
dalam merekonstruksi metodologi sebagai
pendekatan akademik dalam melakukan
kajian kebijakan ekonomi pembangunan suatu
region
Pengembangan budaya akademik dalam
memahami fenomena pembangunan dengan
meletakkan basis research-based policy pada
dasarnya merupakan bagian dari budaya kerja
organisasi modern Dengan melakukan
pendalaman permasalahan melalui riset
diharapkan akan diperoleh suatu solusi yang
seimbang objective dan komprehensif dalam
pengambilan putusan Perkembangan
pembangunan dan industrialisasi pada negara-
negara maju (developed countries)
mempengaruhi kajian akademik yang
direpresentasikan dengan kurikulum universitas
yang mengarah tema-tema research spesifik
semisal urban economics environment
economics industrial economics transportation
economics logistic economics regional
economics dll Kajian development economics
kurang menjadi fokus utama karena era
tersebut telah dilalui dan menjadi bagian dari
sejarah panjang dialektika pembangunan
(development dialectics) negara-negara maju
Sebagai branch dari economics yang
melakukan studi proses pembangunan pada
negara-negara yang berpendapatan rendah
(low-income countries) development
economics memfokuskan pada studi economic
development economic growth dan structural
change dan lebih jauh lagi juga
menempatkan fokus studi pada kependudukan
dari sudut pandang kesehatan (health)
pendidikan (education) lapangan pekerjaan
(job opportunity) baik di sektor publik maupun
private dengan pendekatan quantitative
analysis qualitative analysis dan mixed method
antara keduanya Dalam prakteknya untuk
KATA PENGANTAR
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
ii
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Kata Pengantar
merancang (to devise) pembangunan
ekonomi development economics
mempertimbangkan faktor sosial budaya
legal dan politik
Kajian Fiskal Regional (Regional Fiscal Analysis)
ini merupakan studi perkembangan ekonomi
pembangunan dari sudut pandang kebijakan
fiskal untuk wilayah Provinsi Papua Barat
Variabel utama yang digunakan untuk
melakukan analisis pembangunan adalah
dengan melakukan studi deskriptif kuantitatif
atas data penerimaan dan pengeluaran
negara Dalam studi ini outlook pembangunan
dalam satu tahun dengan memperhatikan
indikator-indikator pertumbuhan ekonomi
(consumption investment government
expenditure net export) dan dampak yang
timbul seperti indeks pembangunan manusia
(human development index) pemerataan
pendapatan (income equality)
penanggulangan kemiskinan (poverty
alleviation) pengurangan pengangguran
(unemployment reduction) dan lain-lain Pada
saat yang bersamaan indikator makro ekonomi
tersebut disandingkan dengan beberapa
perspektif yang merupakan constraint
pembangunan antara lain 1) Aspek budaya
(culture aspect) sebagai contoh adalah
eksistensi hak ulayat dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan 2) Aspek sosial
kemasyarakatan (sosiological aspect) sebagai
contoh kerentanan sosial (social vulnerability)
yang membuat stabilitas masyarakat
terganggu 3) Aspek politik (political aspect)
sebagai contoh pelaksanaan otonomi khusus
(special autonomy) yang belum menunjukkan
dampak positif terhadap pertumbuhan
pembangunan 4) Aspek geografis
(geographical aspect) sebagai contoh kondisi
geografi yang belum terintegrasi secara
infrastruktur
Dengan keterbatasan yang ada kami
menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini
masih terdapat kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan Oleh karena itu kami
mengharapkan saran masukan dan kritik yang
bersifat membangun untuk perbaikan ke arah
yang lebih baik Akhirnya kami berharap
semoga kajian ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak serta dapat menjadi
tambahan pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca semuanya
Manokwari 25 Februari 2019
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Provinsi Papua Barat
Hari Utomo
Halaman ini sengaja dikosongkan
iii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GRAFIK xi
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR BOKS xiv
EXECUTIVE SUMMARY xv
BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH 1
A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 1
A1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 1
A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah 4
B TANTANGAN DAERAH 5
B1 Tantangan Ekonomi Daerah 6
B2 Tantangan Sosial Kependudukan 10
B3 Tantangan Geografi Wilayah 15
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL 19
A INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL 19
A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 20
A2 Inflasi 20
A3 Suku Bunga 27
A4 Nilai Tukar 29
B INDIKATOR KESEJAHTERAAN 29
B1 Indikator Pembangunan Manusia (IPM) 29
B2 Kemiskinan 31
B3 Ketimpangan 32
B4 Ketenagakerjaan 33
C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL 34
C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan 34
C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan
Pendekatan Model Data Panel 35
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN 39
A APBN TINGKAT PROVINSI 39
B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 40
B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat 41
B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi 43
B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan dan PNBP Terhadap
Perekonomian 43
C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 44
C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Organisasi (BA atau KL) 45
C2 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi 46
iv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja 47
C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat 47
D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT 47
E TRANSFER KE DAERAH 49
F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN (BLU) UMUM PUSAT 50
F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat 50
F2 Perkembangan Pengelolaan AsetPNBPRM dan BLU Pusat 50
F3 Kemandirian BLU 51
F4 Potensi Satker PNBP Menjai Satker BLU 51
G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT 51
G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan AgreementSLA) 52
G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) 52
H MANDATORY SPENDING BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT STRATEGIS
LAINNYA 54
H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur 54
H2 Output Strategis Bidang Pendidikan 55
H3 Output Strategis Bidang Kesehatan 56
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD 59
A ANALISIS PENDAPATAN APBD 60
A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah 61
A2 Analisis Kemandirian Daerah 62
B ANALISIS BELANJA APBD 62
B1 Analisis Belanja Derah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi 62
B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis Belanja (Sifat Ekonomi) 63
C PENGELOLAAN INVESTASI DEARAH 63
C1 Bentuk Investasi Daerah 63
C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 64
D SILPA DAN PEMBIAYAAN 64
D1 Perkembangan Defisit APBD 64
D2 Pembiayaan Daerah 65
E PENGELOLAAN BLU DAERAH 65
E1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Daerah 65
E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah 66
E3 Analisis Legal 67
F ANALISIS APBD LAINNYA 67
F1 Analisis Horizontal 67
F2 Analisis Vertikal 67
F3 Analisis Kapasitas Fiskal Daerah 69
G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN DAERAH 70
G1 Solvabilitas Anggaran 72
G2 Kemandirian Keuangan 73
G3 Fleksibilitas Keuangan 75
v Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
G4 Solvabilitas Layanan 76
G5 Indeks Kesehatan Keuangan 77
H BELANJA WAJIB DAERAH 79
H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan 79
H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan 80
H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur 81
BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN 82
A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KONSOLIDASIAN 82
B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN 82
B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 82
B2 Analisis Perubahan 83
B3 Rasio Pajak (Tax Ratio) 83
C BELANJA KONSOLIDASIAN 85
C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 86
C2 Analisis Perubahan 86
C3 Analisi Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja
Konsolidasian 86
C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk 87
C5 Analisis Belanja 88
D SURPLUS DEFISIT 89
E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH TERHADAP PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO (PDRB) 89
BAB VI ANALISIS POTENSI DAN TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 91
A ANALISIS POTENSI PAJAK DEARAH
Pendekatan Masfield-Wirasasmita Model 91
A1 Landasan Teori 91
A2 Hasil Estimasi 92
A3 Implikasi Kebijakan 93
B ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAERAH
Pendekatan Input-Output Model 94
B1 Konsep dan Definisi 94
B2 Metodologi Pengukuran 95
B3 Hasil dan Pembahasan 96
B4 Implikasi Kebijakan 98
C ANALISIS TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 98
C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam (Natural Resource Curse) 99
C2 Pengembangan Kapasitas SDM 99
C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism) 100
C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana Infrastruktur 100
C5 Stabilitas Sosial Politik 101
C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement) 101
C7 Pengembangan UMKM (Small dan Medium Enterprises) 102
vi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
BAB VII ANALISIS TEMATIK 103
A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING 104
A1 Kebijakan Pencegahan 105
A2 Sasaran Program 106
B PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH 107
B1 Belanja KL dalam APBN 107
B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa 108
B2 Belanja APBD 109
B2 Belanja Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting 111
C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING 112
BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 113
A KESIMPULAN 114
B REKOMENDASI 115
DAFTAR PUSTAKA 118
LAMPIRAN xviii
vii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR TABEL
Tabel 11 Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat
Tahun 2017-2021 3
Tabel 12 Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 4
Tabel 13 Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam RKPD Provinsi
Papua Barat 5
Tabel 14 PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar) 7
Tabel 15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 7
Tabel 16 Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen) 8
Tabel 17 Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa) 9
Tabel 18 Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat 10
Tabel 19 Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
Tahun 201910
Tabel 110 Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat 12
Tabel 111 AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 13
Tabel 112 Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun di Provinsi
Papua Barat (persen) 13
Tabel 113 Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat 14
Tabel 114 Komposisi Luas KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 15
Tabel 115 Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 16
Tabel 116 Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di Provinsi
Papua Barat 16
Tabel 117 Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di Provinsi Papua Barat 17
Tabel 118 Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019 17
Tabel 117 Risiko Bencana per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat17
Tabel 21 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 24
Tabel 22 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 34
Tabel 23 Ringkasan Hasil Ujian Hausman 36
Tabel 24 Ringkasan Hasil Regresi Data Panel 37
Tabel 31 Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018
dan 2019 (miliah Rp) 39
Tabel 32 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018- 2019 (miliar Rp) 41
Tabel 33 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 43
Tabel 34 Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 44
Tabel 35 Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (rupiah) 44
Tabel 36 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran di
viii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 45
Tabel 37 Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 46
Tabel 38 Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 47
Tabel 39 Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 48
Tabel 310 Pagu dan Realisasi dana Transfer Tahun 2018-2019 Provinsi
Papua Barat (miliar Rp) 49
Tabel 311 Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP yang
Berpotensi Menjadi Satker BLU 51
Tabel 312 Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat 52
Tabel 313 Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi
Papua Barat 52
Tabel 314 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Bank Penyalur
sd Tahun 2019 53
Tabel 315 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema
sd Tahun 2019 53
Tabel 316 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan
Usaha sd Tahun 2019 54
Tabel 317 Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55
Tabel 318 Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55
Tabel 319 Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 56
Tabel 41 Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 59
Tabel 42 Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 61
Tabel 43 Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp) 61
Tabel 44 Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp) 63
Tabel 45 Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah se- Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 (Rupiah) 64
Tabel 46 SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah) 64
Tabel 47 Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat 64
Tabel 48 Rasio Keseimbangan Umum dan Primer Provinsi Papua Barat 65
Tabel 49 Profil Anggaran RSUD Manokwari 66
Tabel 410 Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Perawatan 66
Tabel 411 Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019 67
Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD 67
Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp) 68
Tabel 414 Analisis Vertikal Pendapatan APBD 2019 Provinsi Papua Barat (persen) 68
Tabel 415 Analisis Vertikal Belanja APBD 2019 Provinsi Papua Barat 69
ix Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Tabel 416 Analisis Fiskal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)69
Tabel 417 Kuadran Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 201970
Tabel 418 Rasio Solvabilitas Anggaran 72
Tabel 419 Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 73
Tabel 420 Rasio Kemandirian Keuangan 73
Tabel 421 Kriteria Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Menurut TIM KKD
FE UGM 74
Tabel 422 Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 74
Tabel 423 Rasio Fleksibilitas Keuangan 75
Tabel 424 Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 75
Tabel 425 Rasio Solvabilitas Layanan 76
Tabel 426 Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (juta Rp) 76
Tabel 427 Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 77
Tabel 428 Kuadran Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health index) Pemerintah
Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019 79
Tabel 429 Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201979
Tabel 430 Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201980
Tabel 431 Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201979
Tabel 51 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 82
Tabel 52 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 83
Tabel 53 Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019 84
Tabel 54 Realisasi Penerimaan Perpajakan per Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 84
Tabel 55 Realisasi Penerimaan Perpajakan perkapita per Kabupaten Kota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 85
Tabel 56 Realisasi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019 85
Tabel 57 Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 87
Tabel 58 Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp) 87
Tabel 59 Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019 (miliar Rp) 88
Tabel 510 Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019 88
Tabel 511 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papau Barat
x Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 88
Tabel 512 Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 89
Tabel 513 Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2019 90
Tabel 61 Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (juta Rp) 92
Tabel 62 Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor Ekonomi Terbesar
Provinsi Papua Barat Tahun 2013 (juta Rp) 96
Tabel 63 Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Metode Modified RAS 96
Tabel 64 Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Metode Modified RAS 97
Tabel 71 Jumlah dan Kelompok Penduduk di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (jiwa) 106
Tabel 72 Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per KabupatenKota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (persen) 107
Tabel 73 Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 108
Tabel 74 Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 109
Tabel 75 Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 110
Tabel 76 Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (Rp) 111
xi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR GRAFIK
Grafik 11 Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat 8
Grafik 12 Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat 8
Grafik 13 Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 12
Grafik 21 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Dunia Tahun 2019 19
Grafik 22 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua Barat
Tahun 2016-2019 (persen) 20
Grafik 23 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut Lapangan
Usaha (persen) 20
Grafik 24 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut
Pengeluaran (persen) 21
Grafik 25 Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 21
Grafik 26 Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat 2014-2019 22
Grafik 27 Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23
Grafik 28 Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23
Grafik 29 Kontribusi Sektoral terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 24
Grafik 210 Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua Barat
Tahun 2015-2019 (juta Rptahun) 24
Grafik 211 Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan Nasional
Tahun 2015-2019 25
Grafik 212 Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019 (persen) 27
Grafik 213 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Pada Lembaga Keuangan
Nasional Tahun 2019 (persen) 28
Grafik 214 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Simpanan pada Lembaga Keuangan
Nasional Tahun 2019 (persen) 28
Grafik 215 Tren Pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dollar AS Tahun 2019 29
Grafik 216 Perkembangan Nilai IPM Papua Barat dan Nasional Tahun 2011-2018 30
Grafik 217 Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun 2016-2019 31
Grafik 218 Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Provinsi Papua Barat
Tahun 2016- 2019 32
Grafik 219 Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 32
Grafik 220 Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat dan Nasional
Tahun 2016-2019 32
Grafik 221 TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 33
Grafik 222 Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua Barat Tahun 2015-2019 33
Grafik 31 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per KabupatenKota di
Papua Barat (miliar Rp) 41
Grafik 32 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor
di Papua Barat (miliar Rp) 41
xii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Grafik 33 Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2019 (persen) 42
Grafik 34 Kementerian NegaraLembaga di Provinsi Papua Barat dengan
Alokasi APBN Terbesar TA 2019 46
Grafik 35 Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019 49
Grafik 36 Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel Sorong
Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50
Grafik 37 Perkembangan Pagu PNBP BLU Satker Poltekpel Sorong
Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50
Grafik 38 Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel Sorong Tahun 2017-2019 51
Grafik 39 Jumlah Debitur KUR per KabKota Provinsi Papua Barat Tahun 2019 52
Grafik 310 Jumlah penyaluran KUR per KabKota di Porvinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 53
Grafik 41 Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 62
Grafik 42 Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 per Fungsi (miliar Rp) 63
Grafik 43 Indeks Kesehatan Keuangan (Fisccal Health Index) KabKota se-Provinisi
Papua Barat Tahun 2018-2019 78
Grafik 51 Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap
Penerimaan Konsolidasian Provinsi Papua Barat Tahun 2019 83
Grafik 52 Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 86
Grafik 53 Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 86
Grafik 61 Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi Papua Barat
Tahun 2015 - 2019 101
Grafik 62 Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi Papua Barat
Tahun 2015 - 2019 (persen) 101
xiii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR GAMBAR
Gambar 11 Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 2
Gambar 21 Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM 30
Gambar 22 IPM KabKota di Provinsi Papua Barat tahun 2017 berdasarkan
Klasifikasi UNDP 30
Gambar 23 Lingkaran Kemiskinan Nurkse 35
Gambar 41 Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 72
Gambar 51 Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pemerintah terhadap Output Menurut
Perpotongan Keynesian 68
Gambar 61 Technological Discontinuity Curve 102
Gambar 71 Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting 105
xiv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR BOKS
Boks 31 Pemberdayaan UMKM Papua Barat Melalui Pembiayaan Kredit Usaha
Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi) 57
Halaman ini sengaja dikosongkan
xv
Executive Summary
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Pembangunan Provinsi Papua Barat yang memiliki 13 KabupatenKota dijalankan dengan visi
ldquoMenuju Papua Barat yang Aman Sejahtera dan Bermartabatldquosebagaimana tertuang dalam
RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 Visi pembangunan ini dijiwai oleh semangat Otonomi
Khusus yang menjadi roh sekaligus paradigma pembangunan dalam mewujudkan perencanaan
Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai yang tertuang dalam ketentuan Otonomi Khusus
meliputi Perlindungan Penghormatan Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli Papua
(OAP)
Pembangunan Papua Barat sebagai wilayah otonomi khusus didominasi oleh pengaruh faktor
ekonomi dengan kekayaan alam (minyak bumi dan gas alam) yang melimpah menjadi modal
utama Keberadaan faktor ekonomi ini membuat perekonomian terpusat dan didominasi oleh 3
kabupatenkota (Kota Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk Bintuni) sebagai lokasi
pertambangan dan perindustrian Kesenjangan ekonomi yang terjadi menyebabkan tidak
meratanya kapasitas dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik fasilitas perdagangan fasilitas
kesehatan maupun fasilitas pendidikan dan membuat tingginya biaya koleksi dan distribusi Selain
infratruktur keterbatasan lain yang ada di Provinsi Papua Barat adalah rendahnya kualifikasi
tingkat pendidikan yang dimiliki angkatan kerja yang sebagian besar adalah lulusan SD (345
persen)
Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah sebesar
10295515 km sehingga membentuk kepadatan penduduk 932 jiwakmsup2 dengan kepadatan
tertinggi berada di Kota Sorong sebagai kota terbesar dan Kab Manokwari sebagai ibukota
provinsi Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940
mdpl dengan sebagian besar merupakan wilayah perbukitan (4921) dan daerah dataran
rendah (3974) serta daerah pegunungan (1105) Kondisi wilayah ini membuat Provinsi Papua
Barat sangat berpotensi (kelas risiko tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan dan hutan
gempa tektonik serta gelombang tsunami namun dengan kapasitas penanggulangan yang
sedang
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 tumbuh tertahan pada level 266 persen
setelah sempat tumbuh signifikan tahun sebelumnya yang mencapai level 624 persen
Pertumbuhan ekonomi regional tersebut lebih rendah dari pertumbuhan nasional yang stagnan
pada level 502 persen Seluruh sektor lapangan usaha mencatatkan pertumbuhan positif dimana
pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151 persen serta
jasa keuangan dan asuransi mencapai 933 persen Sebaliknya industri pengolahan dan sektor
pertambangan-penggalian mencatatkan pertumbuhan yang melambat sebesar 099 dan -034
persen
Laju inflasi Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih rendah dari inflasi
tahun sebelumnya sebesar 521 persen dan inflasi nasional sebesar 272 persen Pencapaian
tersebut berada di atas target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021 dimana ditetapkan
pada angka 408 persen
Dari sisi kesejahteraan terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat di Provinsi Papua Barat yang
tercermin dari pencapaian IPM yang menunjukan kenaikan menjadi 6374 tingkat kemiskinan
yang mengalami penurunan menjadi sebesar 2151 persen seiring laju inflasi yang terkendali
peningkatan belanja pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan Namun tingkat
EXECUTIVE SUMMARY
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
xvi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Executive Summary
pengangguran yang meningkat menjadi 624 persen menunjukkan bahwa upaya peningkatan
sektor tersebut masih belum optimalnya
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat memiliki tingkat sensitifitas yang rendah terhadap
tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di bawah satu
persen atau bersifat inelastis Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu
persen maka penurunan tingkat kemiskinan di bawah satu persen Sebagai salah satu komponen
pertumbuhan ekonomi pengeluaran pemerintah di Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke
daerah pedesaan dan remote area Hal ini didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah penduduk
miskin di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di daerah pedesaan
Perkembangan dan Analisis APBN
Target pendapatan negara tahun 2019 di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan sebesar
116 persen dibandingkan target tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi Rp206842 miliar
Penurunan target tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perekonomian pada tahun
2019 masih dalam tahap ketidakpastian Tantangan dan dinamika yang cukup berat mengingat
volatilitas harga komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi turut mempengaruhi target
penerimaan pajak di Papua Barat
Sementara itu dari aspek belanja negara terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427 persen
dibandingkan pagu tahun 2018 yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi Rp3457711 miliar Tercermin
dari kenaikan yang cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223 persen dari Rp1700164 miliar
menjadi Rp2588091 miliar Pagu belanja pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari Rp156741
miliar pada tahun 2018 menjadi Rp187346 miliar pada tahun 2019 Sementara belanja barang
meningkat sebesar 1224 persen yaitu dari Rp291817 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp32754
miliar pada tahun 2019 Terdapat peningkatan yang cukup signifikan pada pagu belanja modal
dari Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik
sebesar 3005 persen
Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat mencapai
9896 persen sedangkan realisasi belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan
membandingkan antara realisasi penerimaaan dan belanja APBN tahun 2019 terdapat defisit
anggaran sebesar Rp2907081 miliar Hal ini disebabkan oleh target penerimaan yang tidak
tercapai dengan optimal meskipun target tersebut telah direncanakan secara realistis disamping
adanya kebijakan defisit APBN dalam mewujudkan capaian prioritas nasional
Pemerintah pusat berupaya mendorong laju perekonomian Provinsi Papua Barat melalui
penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah penyaluran KUR
di Provinsi Papua Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan kepada 51622 debitur Daerah
dengan jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong sebesar Rp57002 milar dengan jumlah
debitur sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah dengan penyaluran KUR terbesar kedua
yaitu Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang diberikan kepada 14542 debitur Hal ini
mengindikasikan bahwa persebaran KUR di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di
daerah yang kondisi perekonomiannya relatif lebih maju Perdagangan merupakan sektor yang
memiliki jumlah penyaluran KUR terbesar Sampai dengan tahun 2019 penyalurannya sebesar
Rp119405 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551
Perkembangan dan Analisis APBD
Dari sisi pelaksanaan APBD sampai dengan akhir tahun 2019 total pendapatan APBD seluruh
pemerintah daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp20100 miliar pendapatan dari komponen
PAD mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374 miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu
dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar pada
tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar pada tahun 2019 Banyak faktor yang mempengaruhi
pencapaian realisasi pendapatan dan belanja tersebut Diantara faktornya yaitu perkembangan
perekonomian dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi pelaksanaan berbagai kebijakan
fiskal yang dilaksanakan serta beberapa tantangan terhadap perekonomian Provinsi Papua
Barat
xvii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Executive Summary
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Total realisasi pendapatan konsolidasian pemerintah pusat dan pemerintah daerah tahun 2019
adalah sebesar Rp544142 miliar atau naik 49 persen Dari jumlah tersebut 54 persen merupakan
pendapatan pemerintah pusat dan 46 persen adalah pendapatan pemerintah daerah Realisasi
belanja dan transfer konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar dimana 75 persen bersumber dari
anggaran pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran pemerintah pusat
Keunggulan dan Potensi Ekonomi serta Tantangan Fiskal Regional
Dengan menggunakan pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan bahwa elastisitas
penerimaan pajak daerah di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per kapita bersifat elastis Selain
itu didapatkan nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif kecil yang menunjukan tingkat
kesulitan pemungutan pajak daerah relatif tinggi
Berdasarkan tabel input output Provinsi Papua Barat tahun 2013 yang kemudian dilakukan
updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) model Miller dan Blair
(1985) diperoleh hasil bahwa sektor dengan nilai pengganda output terbesar yaitu industri
pengolahan migas dan perikanan Adapun sektor dengan pengganda pendapatan tertinggi
yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor administrasi pemerintahan amp jaminan sosial Sementara itu
sektor dengan pengganda tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya dan industri makanan amp
minuman
Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage)
terbesar yaitu industri lainnya dan industri makanan-minuman Adapun sektor yang memiliki
keterkaitan ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu industri pengolahan migas dan
perikanan
Analisis Tematik
Selama tahun 2019 dana APBN berupa belanja KL yang telah digunakan dalam program
pencegahan stunting sebesar Rp10448 miliar Penggunaan dana terbesar sesuai dengan prioritas
percepatan pencegahan yakni untuk kegiatan intervensi sensitif (Kementerian Kesehatan)
sebesar Rp1928 miliar dan intervensi spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta sebesar Rp842
miliar untuk kegiatan pendampingan koordinasi dan dukungan teknis (lintas KL) Penggunaan
dana tersebut terbesar direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif terutama pembangunan
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan pendanaan sebesar Rp4353
miliar
Pembiayaan program penurunan stunting juga dilakukan dengan memanfaatkan dana
tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Dana DFDD
tahun 2019 yang telah digunakan dalam program stunting sebesar Rp11348 miliar terdiri dari DAK
Fisik sebesar Rp6706 miliar dan Rp4642 miliar berupa Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar
adalah pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar Rp11348 miliar sedangkan intervensi
spesifik sebesar Rp166 miliar Realisasi terbesar dialokasikan untuk perluasanpeningkatan SPAM
sebanyak 5765 sambungan rumah (SR) dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp2562 miliar
Sementara penggunaan Dana Desa terbesar diperuntukkan bagi pembangunan sumber air
bersih milik desa pada 1041 titik dengan dana sebanyak Rp1752 miliar
Selain APBN dan DFDD dana APBD juga dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan intervensi
spesifik sebesar Rp939 miliar dan sebesar Rp4805 miliar untuk kegiatan intervensi sensitif
Penggunaan dana tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi penyediaan akses JKN Orang
Asli Papua (OAP) sebesar Rp2882 miliar Penggunaan dana yang besar lainnya adalah untuk
penyediaan akses air minum yang aman dan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi
anak gizi kurang akut dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118 miliar dan Rp566 miliar
DJPbKawalAPBN
SASARAN
PEMBANGUNAN DAERAH
ldquoKeindahan Alam Pulau Misool Raja Ampatrdquo
1
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
embangunan Provinsi Papua Barat
berhubungan erat dengan capaian
sasaran pembangunan nasional
sehingga memiliki tingkat urgensi
yang tinggi untuk segera diwujudkan serta
memiliki daya ungkit yang tinggi bagi
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di
wilayah bagian (paling) timur Indonesia
Pelaksanaan pembangungan daerah ini
didasarkan pada prioritas tertentu yang
menjadi fokus atau objek utama
pembangunan dan tersinkronisasi dengan
prioritas nasional sebagai kerangka kebijakan
fiskal terintegrasi antara pusat dan daerah
Prioritas pembangunan menjadi bagian dari
perencanaan pembangunan yang akan
menetapkan kegiatan-kegiatan
pembangunan sosial-ekonomi fisik
(infrastruktur) untuk dilaksanakan secara
terpadu oleh sektoral publik dan swasta (Mahi
dan Trigunarso 2017) Perumusan prioritas
pembangunan di Provinsi Papua Barat secara
teknis dilakukan dengan mengevaluasi
pelaksanaan program kegiatan dan capaian
kinerja pembangunan serta identifikasi atas
permasalahan-permasalahan yang terjadi
pada tahun-tahun sebelumnya Selanjutnya
dihubungkan dengan visi misi tujuan dan
sasaran pembangunan daerah yang
tercantum dalam Rancangan Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada
tahun rencana serta mempertimbangkan
prioritas yang tertuang dalam Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN)
A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN
DAERAH
Tujuan dan sasaran pembangunan dirumuskan
untuk memberikan arah terhadap program
pembangunan daerah serta dalam rangka
memberikan kepastian operasionalisasi dan
keterkaitan antara misi dengan program
pembangunan sehingga memberikan
gambaran yang jelas tentang ukuran-ukuran
terlaksananya misi dan tercapainya visi Tujuan
dan sasaran pembangunan menunjukkan
tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan
pembangunan jangka menengah yang
selanjutnya akan menjadi dasar dalam
mengukur kinerja pembangunan secara
keseluruhan
A1 Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah
Tahun 2019 merupakan tahun ketiga dari
pelaksanaan RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-
2021 Dokumen ini merupakan jangkar bagi
Pemerintah Daerah di lingkup Provinsi Papua
Barat untuk menetapkan kebijakan-kebijakan
dalam mencapai sasarantarget
P
BAB I
Sasaran Pembangunan dan
Tantangan Daerah
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
2
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
pembangunan selama lima tahun ke depan
dan dijabarkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahunnya
Sebagai satu kesatuan perencanaan daerah
yang utuh penetapan arah pembangunan
dalam RPJMD dilakukan dengan
memperhatikan prioritas pembangunan
nasional dalam RPJMN sekaligus RPJMD daerah
sekitar yang terdekat (Provinsi Papua) Hal ini
untuk menjamin terciptanya sinkronisasi dan
sinergi kebijakan program dan kegiatan
pembangunan Pemerintah Provinsi Papua
Barat dengan kebijakan pembangunan
wilayah Pulau Papua dan nasional
Hasil sinkronisasi dan sinergi tersebut pada
akhinya membentuk sebuah visi pembangunan
Pemerintah Provinsi Papua Barat yaitu ldquoMenuju
Papua Barat yang Aman Sejahtera dan
Bermartabatldquo dan diwujudkan dalam 8
(delapan) misi pembangunan
Misi 1 Menciptakan tata kelola pemerintahan
yang baik berbasis aparatur yang bersih
dan berwibawa serta otonomi khusus
yang efektif
Misi 2 Mewujudkan pengelolaan lingkungan
dan sumber daya alam yang
berkeadilan dan berkelanjutan
Misi 3 Meningkatkan kualitas pelayanan dasar
pendidikan dan kesehatan
Misi 4 Meningkatkan kapasitas infrastruktur
wilayah
Misi 5 Meningkatkan daya saing
perekonomian dan investasi daerah
berbasis pariwisata
Misi 6 Membangun pertanian yang mandiri
dan berdaualat
Misi 7 Memperkuat pemberdayaan
masyarakat perempuan dan
perlindungan anak berbasis masyarakat
berketahanan sosial
Misi 8 Memperkuat Kerukunan umat
beragama dan Kondusivitas Daerah
Misi yang tertuang dalam RPJMD secara nyata
dijabarkan dalam berbagai strategi dan arah
kebijakan dalam rangka pencapaian target
kinerja yang direncanakan dalam jangka waktu
5 (lima) tahun Perencanaan jangka menengah
ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi
Papua Barat Nomor 4 Tahun 2017 tentang
RPJMD Provinsi Papua Barat tahun 2017-2021
dan menjadi sebuah ketentuan bagi Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Provinsi
Papua Barat dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan
Setiap tahunnya dilakukan penentuan prioritas
pembangunan Provinsi Papua Barat yang
diselaraskan dengan RPJMD untuk
menghasilkan perencanaan yang nantinya
akan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah
Prioritas pembangunan tersebut membentuk
target kinerja pembangunan dengan fokus
pada penyelesaian beberapa isu strategis
sebagai berikut
a Rendahnya persentase angka partisipasi
sekolah pada jenjang pendidikan
menengah
Visi
Misi 1
Misi 2
Misi 3
Misi 4
Misi 5
Misi 6
Misi 7
Misi 8
Gambar 11
Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021
3 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
b Rendahnya angka rata-rata lama sekolah
c Tingginya angka kemiskinan
d Masih rentannya ketahanan pangan
e Masih tingginya kesenjangan
pendapatanpenghasilan masyarakat
f Belum optimalnya upaya pengentasan
kemiskinan
g Kurangnya pemerataan fasilitas kesehatan
Tabel 11
Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021
Misi Tujuan Sasaran
Misi 1 Meningkatkan kinerja penyelenggaraan
otonomi khusus
Meningkatnya kinerja penyelenggaraan otonomi khusus
Meningkatnya kualitas Manajemen
penyelenggaraanpemerintahan sinergitas
kebijakan pembangunan dan pelayanan
publik serta efektivitas
Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas penyelenggaraan
pemerintahan serta koordinasi kebijakan daerah
Meningkatnya kualitas perencanaan pembangunan daerah
Optimalnya sistem pengawasan daerah
Meningkatnya kualitas sumberdaya aparatur
Meningkatnya kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah
Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah
Terwujudnya pengelolaan data dan informasi
layanan publik yang terintegrasi dan berbasis IT
Terwujudnya koneksitas jaringan komunikasi dan pelayanan informasi
publik berbasis IT
Meningkatnya ketersediaan data sebagai basis kebijakan
pembangunan daerah
Optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan persandian daerah
Meningkatnya budaya baca masyarakat
Meningkatnya tata kelola administrasi kearsipan daerah
Misi 2 Terwujudnya pengembangan dan
pembangunan daerah yang berwawasan
lingkungan
Meningkatnya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan
serta pengendalian pembangunan berwawasan lingkungan yang
berkelanjutan
Meningkatnya kelestarian pengelolaan hutan secara terpadu
Meningkatnya koordinasi dan penyelenggaraan tertib administrasi
pertanahan wilayah dan penataan wilayah
Meningkatnya konservasi sumber daya alam
Misi 3 Terwujudnya sumberdaya manusia yang
cerdas sehatdan berdaya saing
Meningkatnya aksesibilitas kualitas dan manajemen pendidikan
Meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan
Meningkatnya prestasi dan kreativitas pemuda dan olahraga
Misi 4 Terwujudnya pemerataan pembangunan
infrastruktur dasar dan layanan publik
Meningkatnya interkoneksi antar wilayah ketersediaan layanan dasar
infrastruktur daerah dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah
Meningkatnya layanan kebutuhan dasar perumahan dan kawasan
permukiman wilayah perkotaan dan perdesaan
Optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam dan ketersediaan energi
baru dan terbarukan
Misi 5 Meningkatnya perekonomian daerah yang
didukung oleh pemanfaatan potensi
sumberdaya lokal lintas sektor
Meningkatnya daya saing investasi daerah
Meningkatnya daya saing tenaga kerja serta kesempatan dan
perluasan kesempatan kerja
Meningkatnya ekonomi kerakyatan berbasis industri kreatif dan potensi
daerah
Meningkatnya akses tata niaga dan infrastruktur perdagangan antar
wilayah dan antar daerah
Meningkatnya pengembangan dan daya saing industri pengolahan
berbasis potensi daerah
Optimalnya sinergitas pengembangan dan penataan kawasan terpadu
di wilayah transmigrasi
Terwujudnya daya dukung dan daya tarik
pariwisata terpadu berskala internasional
Meningkatnya keterpaduan dan daya saing pariwisata daerah
Meningkatnya pengembangan seni budaya dan kelestarian tradisi
kehidupan masyarakat dalam mendukung pariwisata daerah
Misi 6 Terwujudnya kedaulatan pangan dan revolusi
pembangunan pertanian dalam arti luas
sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi
daerah
Meningkatnya produktivitas tata kelola dan dan pertumbuhan sektor
pertanian dalam arti luas
Misi 7 Terwujudnya masyarakat berketahanan sosial Menurunnya penyandang Masalah kesejahteraan sosial
Meningkatnya kapasitas masyarakat kampung
Meningkatnya partisipasi Perempuan dalam membangun kualitas
kesetaraan gender dan perlindungan perempuan dan anak
Meningkatnya kinerja penataan penduduk dan
pelayanan hak kependudukan masyarakat
Optimalnya pengendalian penduduk dan pelayanan keluarga
berencana
Meningkatnya tertib administrasi kependudukan masyarakat
Misi 8 Meningkatnya stabilitas wilayah dan daya
tahan masyarakat
Optimalnya kerjasama pemerintah masyarakat dan dunia usaha untuk
menjaga keamanan dan ketertiban umum
Sumber RPJMD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
4
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
di kabupatenkota
h Kurangnya pemerataan dan kualitas sumber
daya manusia bidang kesehatan
i Kurangnya ketersediaan air bersih
j Rendahnya rasio elektrifikasi
k Kurang optimalnya reformasi birokrasi dan
pelaksanaan otsus
l Masih rendahnya daya saing daerah
A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Semangat Otonomi Khusus dalam kerangka
pembangunan di Provinsi Papua Barat menjadi
roh sekaligus paradigma pembangunan
khususnya dalam mewujudkan perencanaan
Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai
yang tertuang dalam ketentuan Otonomi
Khusus meliputi Perlindungan Penghormatan
Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli
Papua (OAP) Dalam konteks kekhususan nilai
tersebut telah diletakkan oleh Provinsi Papua
Barat sebagai nilai rujukan deskriptif dan
sekaligus sebagai nilai rujukan preskriptif serta
menjadi dasar kebijakan dalam menentukan
prioritas
Prioritas pembangunan pada tahun 2019
disusun dengan mengacu pada kebijakan
mandatory dalam Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) 2019 tujuan dan sasaran dalam RPJMD
(tahun ketiga) tanpa melupakan filosofi
otonomi khusus yang menjadi dasar
Perencanaan ditekankan pada penyelesaian
permasalahan dan isu-isu strategis yang
berkembang di tingkat provinsi wilayah dan
nasional dengan tetap memperhatikan pokok-
pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Prioritas pembangunan Papua Barat
tahun 2019 menjadi sebuah arahan dan acuan
dalam melaksanakan program dan kegiatan
dengan rincian sebagai berikut
a Peningkatan kualitas pelayanan dasar dan
kualitas hidup masyarakat (P1)
b Peningkatan investasi daerah melalui
pemanfaatan sumber daya yang
berkelanjutan dan berkeadilan (P2)
c Peningkatan infrastruktur wilayah untuk
mengurangi kemiskinan dan kesenjangan
antarwilayah (P3)
d Pengoptimalan pelaksanaan reformasi
birokrasi ketentraman dan ketertiban umum
serta kinerja otonomi khusus (P4)
Tabel 12
Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Prioritas Misi Tujuan
P1 Meningkatkan kualitas
pelayanan dasar
pendidikan dan kesehatan
Mewujudkan sumber daya
manusia yang cerdassehat dan
berdaya saing
Meningkatkan kapasitas
infrastrukur dasar
Terwujudnya pemerataan
pembangunan infrastruktur dasar
dan layanan publik
Memperkuat
pemberdayaan
masyarakatperempuan
dan perlindungan anak
berbasis masyarakat
berketahanan sosial
Mewujudkan masyarakat
berketahanan sosial
Meningkatnya kinerja penataan
penduduk dan pelayanan hak
Kependudukan masyarakat
P2 Mewujudkan pengelolaan
lingkungan dan sumber
daya alam yang
berkeadilan dan
berkelanjutan
Mewujudkan pengembangan
dan pembangunan daerah
yang berwawasan lingkungan
Meningkatkan daya saing
perekonomian dan
investasi daerah berbasis
pariwisata
Meningkatkan perekonomian
daerah yang didukung oleh
pemanfaatan potensial
sumberdaya lokal lintas sektor
Terwujudnya daya dukung dan
daya tarik pariwisata terpadu
berskala internasional
Membangun pertanian
yang mandiri dan
berdaulat
Terwujudnya kedaulatan pangan
dan revolusi pembangunan
pertanian dalam arti luas
sebagai daya ungkit
pertumbuhan ekonomi daerah
P3 Meningkatkan kapasitas
infrastruktur dasar
Terwujudnya pemerataan
pembangunan infrastruktur dasar
dan layanan publik
P4 Menciptakan tata kelola
pemerintahan yang baik
berbasis aparatur yang
bersihdan berwibawa
(good and clean
governance) serta otonomi
khusus yang efektif
Meningkatkan kinerja
penyelenggaraan otonomi
khusus
Meningkatnya Kualitas
Manajemen Penyelenggaraan
Pemerintahan Sinergitas
Kebijakan Pembangunan Dan
Pelayanan Publik Serta Efektivitas
Pelaksanaan Kebijakan Otonomi
Khusus
Terwujudnya Pengelolaan Data
Dan Informasi Layanan Publik
Yang Terintegrasi Dan Berbasis IT
Memperkuat kerukunan
umat beragama dan
kondisivitas daerah
Meningkatnya stabilitas wilayah
dan daya tahan masyarakat
Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)
5 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Dari 4 (empat) prioritas pembangunan Provinsi
Papua Barat tersebut di trajectory-kan dalam 9
misi yang mengarah pada 13 tujuan yang akan
dicapai melalui berbagai macam sasaran-
sasaran pembangunan dengan beragam
indikator sebagai ukuran Selain itu sebagai
gambaran pencapaian sasaran
pembangunan dan efektivitas kebijakan fiskal
secara umum dalam RKPD tahun 2019 juga
ditetapkan target indikator-indikator makro dan
kesejahteraan sebagai ukuran keberhasilan
sebagaiman tahun-tahun sebelumnya
Penggunaan indikator makro dan
kesejahteraan setidaknya mampu menangkap
gambaran sejauh mana pembangunan di
Provinsi Papua Barat berhasil dilaksanakan dan
memberi pengaruh bagi perekonomian
masyarakat
RKPD yang telah ditetapkan melalui Peraturan
Gubernur (Pergub) menjadi dokumen dasar
dari Kebijakan Umum APBD (KUA) dan
penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran
Sementara (PPAS) dalam membiayai
pembangunan daerah dalam satu tahun
Melalui pembiayaan pembangunan yang
bersumber dari APBD dan didukung oleh APBN
dengan kewenangan Dekonsentrasi (DK) dan
Tugas Pembantuan (TP) program dan kegiatan
dapat dilaksanakan dan sasarantarget
pembangunan daerah diupayakan untuk
dicapai
Pemanfaatan anggaran dalam pelaksanaan
program dan kegiatan oleh OPD tertuang
dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
sebagai penjabaran teknis serta pedoman
kegiatan yang harus dilaksanakan Atas dasar
RKA OPD mendapatkan anggaran yang
ditetapkan batasan alokasinya dalam
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
sebagai dasar optimalisasi sumber daya yang
dimiliki dalam mencapai output yang
ditargetkan
B TANTANGAN DAERAH
Pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masa kini dengan memperhitungkan
kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri
(World Commission on Environment and
Development 1990) Prinsip pembangunan
berkelanjutan merupakan prinsip
keseimbangan pembangunan aspek sosial
ekonomi dan lingkungan (Kates et al 2005) Ide
pembangunan berkelanjutan mengandung
tiga tujuan pembangunan yaitu kekuatan
ekonomi tanggung jawab terhadap ekologi
dan keadilan sosial untuk mencapai tujuan
pembangunan jangka pendek dengan tidak
mengorbankan tujuan pembangunan jangka
panjang
Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
dalam wujud implementasi RKPD (jangka
pendek) dan RPJMD (jangka menengah) oleh
Tabel 13
Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam
RKPD Provinsi Papua Barat
Indikator Target 2017 2018 2019
Laju Pertumbuhan Ekonomi () 500 700 700
Laju Inflasi Tahunan () 328 408 366
Indeks Pembangunan Manusia
(Angka)
6232 6321 6364
Rasio Gini (Angka) 037 038 037
Persentase Tingkat Kemiskinan
()
2510 2427 2329
Tingkat Pengangguran Terbuka
()
752 645 642
Indeks Kesenjangan
WilayahIndeks Williamson
(Angka)
045 043 042
Pengeluaran per kapita per
bulan (Rp juta)
110 120 130
Produktivitas total daerah (Rp
juta)
16700 16750 17000
Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
6
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
pemerintah daerah dalam bingkai otonomi
daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan
dan kondisi daerah pada saat pembuatan dan
pengembangan kebijakan Kebijakan
pembangunan harus peka terhadap potensi
dan hambatan daerah dalam hal kondisi
perekonomian masyarakat sosial
kependudukan dan geografi wilayah
(Zumaeroh 2011)
B1 Tantangan Ekonomi Daerah
Pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus selama ini didominasi
oleh pengaruh faktor ekonomi Kekayaan alam
yang melimpah berupa hutan mineral
tambang maupun kelautan ditambah dengan
tenaga kerja menjadi sumber daya yang
tersedia untuk dapat dimanfaatkan menjadi
modal utama perekonomian Menurut Sukirno
(2011) ketersediaan tenaga kerja mampu
mempengaruhi pembangunan ekonomi
daerah dalam mengembangkan kegiatan
ekonominya sehingga infrastuktur lebih banyak
tersedia perusahaan semakin banyak dan
semakin berkembang taraf pendidikan
semakin tinggi dan teknologi semakin
meningkat
B11 Kesenjangan
Perekonomian Provinsi Papua Barat sangat
bertumpu pada sektor pertambangan dengan
dua kabupatenkota yang menjadi penggerak
utama yaitu Kota Sorong dan Kab Manokwari
Kota Sorong merupakan pusat kegiatan bagi
regional Papua Barat karena memiliki simpul
transportasi yang sangat strategis sebagai
gerbang tranportasi Provinsi Papua Barat
sekaligus menjadi pusat kegiatan jasa dan
perdagangan Kondisi ini telah ada sejak zaman
pendudukan Belanda akibat adanya kegiatan
pengolahan dan perdagangan bahan hasil
pertambangan Wilayah lainnya yang
tergolong memiliki jenis layanan lengkap
kepada masyarakat adalah Kabupaten
Manokwari sebagai ibukota provinsi Sementara
wilayah lainnya sebagai daerah otonomi baru
fungsi-fungsi layanan yang semestinya ada
masih belum didirikan Pola struktur ruang
wilayah-wilayah tersebut saat ini masih linier
yaitu mengikuti pola jaringan jalan arteri belum
berkembang dan melebar seperti halnya Kota
Sorong dan Kab Manokwari
Kesenjangan yang terjadi antara Kota Sorong
dan Kab Manokwari dengan kabupaten
lainnya dipengaruhi oleh beberapa sektor yaitu
konstruksi informasi dan komunikasi dan
transportasi dan pergudangan yang menjadi
engine growth selain pertambangan dan
industri yang telah memajukan Kota Sorong
Sedangkan sektor real estate konstruksi dan
administrasi pemerintahan pertahanan dan
jaminan sosial wajib menjadi pendorong Kab
Manokwari Pada kabupatenkota lainnya
didorong oleh sektor pertanian kehutanan
perikanan dan kelautan dengan nilai produksi
yang relatif kecil Secara keseluruhan
pergerakan perekonomian Provinsi Papua Barat
masih didominasi oleh sektor migas
dibandingkan industri pengolahan non-migas
Pemeran utama sektor pertambangan adalah
industri minyak bumi yang berada di Kota
Sorong dan Kab Sorong serta industri Liquid
Natural Gas (LNG) di Kab Teluk Bintuni
Meskipun dominan kontribusi sektor industri
pengolahan (migas) terus mengalami
penurunan dalam beberapa tahun terakhir
disebabkan oleh menurunnya harga minyak
dan gas di pasar internasional Berdasarkan
kontribusi terbesar terhadap PDRB terlihat
bahwa setiap tahunnya didominasi oleh
7 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
kabupatenkota yang sama yaitu Kab Teluk
Bintuni Kab Sorong dan Kota Sorong sebagai
lokasi pertambangan Perekonomian Provinsi
Papua Barat berada di sekitaran sektor migas
(pertambangan dan penggalian industri
pengolahan konstruksi) sementara sektor
pertanian kehutanan perikanan dan kelautan
belum mampu berkontribusi banyak meskipun
Provinsi Papua Barat memiliki lahan non-
pemukiman dan non-industri yang luas
mencapai 9965 persen dari total wilayah
B12 Infrastruktur
Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua Barat
yang memprioritaskan peningkatan investasi
dan pembangunan infrastruktur diharapkan
dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah
dan antar sektor Peningkatan investasi di sektor
pertanian kehutanan perikanan dan kelautan
akan mendorong wilayah lain yang tidak
memiliki pertambangan untuk dapat
meningkatkan produktivitas
Sejauh ini penanaman modal di Provinsi Papua
Barat telah berhasil meningkat khususnya pada
sektor tanaman pangan perkebunan dan
peternakan melalui Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) senilai Rp25546 miliar (tahun
2019) namun investasi tersebut hanya
tersentralisasi di Kab Manokwari Hal yang
sama juga terjadi di sektor transportasi gudang
dan telekomunikasi dengan investasi yang
berlokasi di seputaran 4 (empat)
kabupatenkota utama di Provinsi Papua Barat
Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA)
lebih banyak berkutat di sektor pariwisata (Hotel
dan Restoran) di Kab Raja Ampat dan
perindustrian di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Sorong yang menjadi unggulan pemerintah
pusat dan daerah sehingga memiliki insentif
investasi
Prioritas pemerintah daerah pada
pembangunan infrastruktur berupa jalan
dilakukan dalam rangka membuka aksesibilitas
antar wilayah Selama ini kondisi jalan di Provinsi
Papua Barat hanya 3453 persen dari 867252
km yang berada dalam kondisi baik sisanya
dalam kondisi sedang (2581 persen) rusak
(1808 persen) dan rusak berat (2157 persen)
Tabel 15
Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Sektor
2018 2019
Proyek Nilai
(juta Rp) Proyek
Nilai
(juta Rp)
Tanaman
Pangan
Perkebunan
dan Peternakan
1 4790370 7 25545830
Industri 4 250160 5 1425500
Konstruksi - - 2 34880
Perdagangan
dan Reparasi
2 45490 5 21990
Hotel dan
Restoran
- - 1 30000
Transportasi
Gudang dan
Telekomunikasi
- - 5 9887650
Perumahan
Kawasan Industri
dan Perkantoran
- - 1 1060140
Jasa Lainnya - - 2 18000
Sumber BKPM (data diolah)
Tabel 14
PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar)
KabupatenKota PDRB
Kontribusi
Kab Fakfak 530371 629
Kab Kaimana 279143 331
Kab Teluk Wondama 158039 187
Kab Teluk Bintuni 3046584 3612
Kab Manokwari 994872 1179
Kab Sorong Selatan 192266 228
Kab Sorong 1113059 1320
Kab Raja Ampat 291339 345
Kab Tambraw 22851 027
Kab Maybrat 71835 085
Kab Manokwari Selatan 82336 098
Kab Pegunungan Arfak 20107 024
Kota Sorong 1631730 1935
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
8
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Ditambah dengan kontur jalan yang hanya 65
persen telah diaspal sedangkan sisanya masih
berupa tanah batukerikil dan rerumputan
Kondisi ini menghambat perekonomian karena
jalan telah menjadi tulang punggung
pergerakanperpindahan barang dan
manusia serta menjadi penghubung utama
antar wilayah di Provinsi Papua Barat yang
memiliki jarak antar kabupatenkota yang
sangat jauh Bahkan dari Kota Sorong menuju
Kab Manokwari ditempuh selama 16-18 jam
tergantung cuaca dan hanya bisa dilalui
dengan kendaraan penggerak 4 roda
Selain jalan pembangunan infrastruktur untuk
mengurangi kesenjangan antar wilayah dan
antar sektor adalah dengan mengatasi defisit
pasokan energi listrik Sistem kelistrikan di Provinsi
Papua Barat saat ini dapat dikatakan masih
terisolasi karena unit pembangkit listrik yang
ada masih belum merata atau cenderung
terpusat di Kota Sorong Kab Sorong Kab Teluk
Bintuni dan Kab Manokwari Wilayah Provinsi
Papua Barat secara keseluruhan memiliki masih
rasio elektrifikasi yang rendah karena luas
wilayahnya dan jarak antar rumah tangga
cukup jauh sehingga masih banyak rumah
tangga dengan sumber penerangan listrik non
PLN dan menggunakan pelitasenter Padahal
dorongan terhadap perekonomian sudah
seharusnya diselaraskan dengan angka rasio
elektrifikasi yang lebih tinggi dari nasional
(ge9886 persen)
Keterbatasan kapasitas infrastruktur Provinsi
Papua Barat berpengaruh pada peningkatan
biaya koleksi dan distribusi yang pada gilirannya
memperburuk daya saing produk yang
dihasilkan Keterbatasan dan rendahnya
kualitas infrastruktur jalan dan listrik merupakan
faktor penyebab utama tingginya biaya
ekonomi Ditambah lagi dengan terbatasnya
Aspal
65
Tidak
diaspal
30
Lainnya
5
Grafik 12
Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 16
Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen)
KabupatenKota Rasio
Kab Fakfak 7077
Kab Kaimana 6868
Kab Teluk Wondama 6742
Kab Teluk Bintuni 7665
Kab Manokwari 9890
Kab Sorong Selatan 8785
Kab Sorong 8978
Kab Raja Ampat 6852
Kab Tambraw 6582
Kab Maybrat 6492
Kab Manokwari Selatan 6725
Kab Pegunungan Arfak 6239
Kota Sorong 9939
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Baik
34
Sedang
26Rusak
18
Rusak
Berat
22
Grafik 11
Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
9 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
infrastruktur pelabuhan laut (pelabuhan besar
hanya berada di Kab Fakfak Kab Manokwari
dan Kota Sorong) dan pelabuhan udara
(bandara besar hanya berada di kab
Manokwari dan Kota Sorong) membuat biaya
produksi biaya koleksi dan biaya distribusi di
Provinsi Papua Barat semakin meningkat Biaya-
biaya ekonomi yang membebani ini harus
ditanggung oleh para pelaku ekonomi
sehingga secara langsung berpengaruh pada
tingginya harga barang serta kurangnya minat
berinvestasi
B13 Ketenagakerjaan
Selain upaya untuk mengoptimalkan SDA
melalui peningkatan kapasitas infrastruktur
pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus juga memperhatikan
SDM sebagai bagian dari faktor ekonomi Salah
satu permasalahan yang dihadapi dalam
ketenagakerjaan adalah rendahnya tingkat
pendidikan yang dimiliki angkatan kerja Dari
keseluruhan penduduk yang bekerja sebagian
besar memiliki kualifikasi tamatan SD sebanyak
345 persen (150680 jiwa) sedangkan 246
persen (107420 jiwa) memiliki ijazah SMA dan
1559 persen (68066 jiwa) telah tamat SMP
Tenaga kerja tersebut banyak bekerja di sektor
pertanian kehutanan perikanan dan
kelautan Sektor ini merupakan tulang
punggung utama perekonomian masyarakat
serta menjadi sumber pangan utama Provinsi
Papua Barat
Pada tenaga kerja dengan kualifikasi
Universitas sebagian besar adalah pendatang
yang bermigrasi dan bukan OAP Para tenaga
kerja ini lebih banyak bekerja di sektor
pertambangan dan industri kabupatenkota
besar yang ada di Provinsi Papua Barat Kondisi
ini menunjukkan bahwa kualitas dan
produktivitas tenaga kerja di Provinsi Papua
Barat perlu untuk ditingkatkan baik itu melalui
peningkatan akses pendidikan maupun
pemberian pelatihan khusus agar dapat
berpartisipasi penuh dalam perekonomian
B14 Keamanan
Ketenteraman ketertiban umum dan
perlindungan masyarakat merupakan salah
satu hal penting yang perlu dijaga untuk
memperlancar pembangunan (UU No 32
Tahun 2004) Untuk menciptakan kondisi
tersebut maka perkembangan angka
kriminalitas dan risiko tindak pidana kriminalitas
harus terus dipantau Angka kriminalitas
merupakan angka yang biasa digunakan untuk
menukur tindak kejahatan pidana Secara
umum angka kriminalitas di Provinsi Papua Barat
cenderung fluktuatif Pada tahun 2017 hingga
2019 terjadi kenaikan angka kriminalitas dari
2262 kasus menjadi 3621 kasus namun pada
tahun 2018 sempat turun menjadi 2137 kasus
Jumlah ini termasuk dengan gangguan
keamanan yang diberikan oleh kelompok
Tabel 17
Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa)
Kategori 2018 2019
Penduduk Usia Kerja (gt15th) 56517 667110
Angkatan Kerja 445630 461061
Bekerja 417544 436739
Tamat SD Kebawah 146368 150680
Tamat SMP 61916 68066
Tamat SMA 99220 107420
Tamat SMK 34622 32127
Tamat Diploma IIIIII 13945 16364
Tamat Universitas 61473 62082
Pengangguran 28086 28086
Bukan Angkatan Kerja 210887 206049
Sekolah 77322 77322
Mengurus Rumah Tangga 116418 116417
Lainnya 17147 17147
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
10
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
separatis atau Kelompok Kekerasan Bersenjata
(KKB) yang ingin Pulau Papua merdeka dari
NKRI
Selain itu untuk mengukur kriminalitas juga
dapat dapat menggunakan risiko penduduk
terkena tindak pidana Risiko penduduk terkena
tindak pidana merupakan indeks kemungkinan
terjadi kriminalitas atau kejahatan per 100000
penduduk dihitung dari total kriminalitas per
jumlah penduduk per tahun Perhitungan ini
dapat digunakan untuk mengantisipasi jumlah
kasus yang akan terjadi karena perhitungannya
menggunakan jumlah kasus tindak kejahatan
yang sudah terjadi dibagi dengan jumlah
penduduk pada waktu yang sama Di Provinsi
Papua Barat rasio untuk tahun 2019 yaitu
sebesar 241 persen Hal ini berarti setiap 100000
penduduk di Provinsi Papua Barat sekitar 241
orang berisiko terkena tindak pidana
B2 Tantangan Sosial Kependudukan
Persoalan sosial kependudukan dan
ketenagakerjaan seperti perubahan struktur
umur dan juga pola distribusi serta mobilitas
diikuti dengan dinamika kualitas akan
membutuhkan penanganan yang serius Tanpa
adanya sikap keseriusan maka potensi
penduduk sebagai modal pembangunan akan
tinggal sebagai jargon semata (Tjiptoherijanto
2017)
B21 Kependudukan
Sebagai provinsi di timur Indonesia Papua Barat
yang memiliki tingkat pertumbuhan cukup
tinggi yang salah satunya disebabkan oleh
banyaknya migrasi penduduk Kondisi Provinsi
Papua Barat dengan infrastruktur yang masih
terbatas akan menyulitkan jika jumlah
penduduk meningkat pesat meskipun jumlah
penduduk tersebut masih relatif sedikit jika
dibandingkan dengan luas wilayahnya Hal ini
dapat terjadi ketika kebutuhan layanan dan
fasilitas kesehatan pendidikan serta penunjang
kehidupan lainnya tidak mencukupi kebutuhan
penduduk sehingga akan mempersulit
kehidupan masyarakat
Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat
sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah
sebesar 10295515 km membentuk kepadatan
penduduk 932 jiwa per kmsup2 Wilayah yang
memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi
adalah Kota Sorong (38727 jiwakmsup2) dan Kab
Manokwari (5498 jiwakmsup2) Tingginya
kepadatan penduduk di wilayah ini disebabkan
karena keduanya memiliki sarana transportasi
dan aksesibilitas yang paling memadai
Tabel 19
Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
KabupatenKota Penduduk
(Jiwa)
Luas
(kmsup2)
Kepad
atan
Kab Fakfak 78686 1432000 549
Kab Kaimana 60216 1624184 371
Kab Teluk Wondama 32521 395953 821
Kab Teluk Bintuni 64406 2084083 309
Kab Manokwari 175178 318628 5498
Kab Sorong Selatan 46922 659431 712
Kab Sorong 88927 654423 1359
Kab Raja Ampat 48493 803444 604
Kab Tambraw 13879 1152918 120
Kab Maybrat 40899 546169 749
Kab Manokwari Selatan 2422 281244 086
Kab Pegunungan Arfak 30976 277374 1117
Kota Sorong 254294 65664 38727
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 18
Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat
Tahun Penduduk
(Jiwa)
Tindak
Pidana
2015 871510 2281 038
2016 893966 3621 025
2017 915318 3753 024
2018 937405 3862 024
2019 959617 3981 024
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
11 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
infrastruktur yang cukup bagus memiliki variasi
aktivitas ekonomi yang cukup tinggi keadaan
ekonomi yang lebih baik dibanding kabupaten
yang lain Selama ini Kota Sorong dikenal
sebagai pelabuhan ramai di kawasan
Indonesia timur yang menjadi pintu masuk arus
barang dan jasa di Provinsi Papua Barat
sehingga terjadi arus migrasi penduduk yang
tinggi Sedangkan pada Kab Manokwari posisi
sebagai ibukota provinsi mendorong
peningkatan migrasi penduduk yang didorong
meningkatnya administrasi kegiatan
pemerintahan dan perdagangan
B22 Kesehatan
Tersedianya fasilitas kesehatan dan pelayanan
yang mampu menjangkau dan dijangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat merupakan prioritas
utama dalam pembangunan kesehatan Salah
satu fasilitasnya adalah rumah sakit Semakin
meratanya distribusi rumah sakit di
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
diharapkan mampu meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat Belum semua
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
memiliki rumah sakit
Pada tahun 2019 terdapat 17 rumah sakit di
Provinsi Papua Barat yang terdiri dari 5 rumah
sakit di Kota Sorong 3 rumah sakit di Kab
Manokwari 3 rumah sakit di Kab Sorong dan
masing-masing satu rumah sakit di Kab Raja
Ampat Kab Sorong Selatan Kab Teluk Bintuni
Kab Teluk Wondama Kab Kaimana dan Kab
Fakfak Terdapa empat Kabupaten yang tidak
memiliki fasilitas rumah sakit sama sekali yaitu
Kab Pegunungan Arfak Kab Manokwari
Selatan Kab Maybrat dan Kab Tambrauw
Keempat kabupten ini merupakan kabupaten-
kabupaten yang baru dimekarkan
Selain rumah sakit fasilitas kesehatan lainnya
yang ikut berperan penting adalah puskesmas
Berbeda dengan rumah sakit puskesmas sudah
menyebar di seluruh kabupatenkota di Provinsi
Papua Barat Pada tahun 2019 total jumlah
puskemas di Provinsi Papua Barat terdapat 166
puskemas dengan jumlah puskesmas
terbanyak berada di Kab Teluk Bintuni
sebanyak 20 puskesmas dan jumlah puskesmas
paling sedikit berada di Kab Manokwari
Selatan sebanyak 5 puskesmas
Ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga
medis merupakan salah satu indikator penting
setelah tersedianya fasilitas kesehatan Tenaga
medis inilah yang nantinya akan melakukan
pengobatan dan penanganan medis Namun
penyebaran tenaga medis ini belum merata di
Provinsi Papua Barat terutama di kabupaten
baru hasil pemerakaran Tercatat sebanyak 306
dokter di Provinsi Papua Barat yang terdiri dari
68 dokter ahli 265 dokter umum dan 41 dokter
gigi Dari ketiga kategori tersebut jumlah dokter
terbanyak berada di Kota Sorong sebanya 129
dokter Kondisi ini menyebabkan pelayanan
kesehatan menjadi tidak optimal karena
tenaga medis cenderung lebih terkonsentrasi di
kabupatenkota yang sudah ramai dan
memiliki fasilitas yang lebih memadai
Sedangkan untuk daerah yang memiliki akses
yang relatif lebih sulit jarang sekali dapat
ditemui tenaga medis walaupun fasilitas seperti
puskesman sudah tersedia
Rendahnya jumlah dokter di Provinsi Papua
Barat ini mencerminkan rendahnya tingkat
pelayanan kesehatan yang ada Hal ini dapat
dilihat dengan menggunakan rasio jumlah
penduduk Provinsi Papua Barat terhadap
jumlah dokter Pada tahun 2019 terlihat bahwa
rasio jumlah penduduk terhadap dokter sangat
tinggi Secara umum rasio di Provinsi Papua
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
12
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Barat pada tahun 2019 sebesar 306477 yang
artinya sekitar 3065 penduduk akan diobati
oleh 1 dokter Rasio terbesar berada di
Kabupaten Kaimana yaitu 4632
pendudukdokter Keadaan ini membuat
banyak penduduk harus menuju kabupaten
yang memiliki fasilitas tenaga medis untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan Adapun
data dokter pada 4 kabupaten yaitu Kab
Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari
Selatan dan Kab Pegunungan Arfak masih
beum tersedia
Indikator lain yang mempengaruhi kualitas
kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat
selain fasilitas dan pelayanan kesehatan
adalah jenis penyakit yang ada Terdapat 5
jenis penyakit endemik di Provinsi Papua Barat
yaitu malaria TB paru kusta DBD dan HIV-AIDS
Kasus penyakit terbanyak yang terjadi di Provinsi
Papua Barat adalah malaria sebanyak 82487
kasus Hal ini dikarenakan Provinsi Papua Barat
merupakan salah satu provinsi endemik malaria
sehingga tidak heran apabila kasus malaria
merupakan jenis penyakit yang diperhatikan di
Provinsi Papua Barat Kemudian kusta
sebanyak 633 kasus TB Paru sebanyak 577
kasus dan DBD sebanyak 87 kasus pada tahun
2019 Sedangkan khusus untuk kasus HIV-AIDS
terdapat 13 kasus baru di Provinsi Papua Barat
sepanjang tahun 2019 dengan kasus kumulatif
sebesar 1734 kasus (ODHA)
Adanya tenaga medis yang disertai dengan
ketersediaan fasilitas kesehatan memadai
dapat membawa pada peningkatan kualitas
kesehatan Kualitas kesehatan masyarakat ini
dapat terlihat dari besaran angka harapan
hidup Angka harapan hidup (AHH) adalah
perkiraan banyaknya tahun yang dapat
ditempuh oleh seseorang selam hidup (secara
rata-rata) Semakin tinggi AHH
mengindikasikan semakin tingginya kualitas fisik
penduduk suatu daerah Secara umum angka
harapan hidup di kabupatenkota di Papua
Barat mengalami peningkatan Pada tahun
2018 angka harapan hidup Provinsi Papua Barat
mencapai 656 tahun yang artinya rata-rata
penduduk Provinsi Papua Barat dapat
menjalani hidup hingga 65 tahun Angka
harapan hidup tertinggi tertinggi berada di Kota
Sorong sebesar 698 tahun dan angka harapan
terendah berada di Kab Teluk Wondama
sebesar 599 tahun
Perkembangan AHH per tahun di Papua Barat
tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam
satu periode perhitungan Hal ini berarti dalam
waktu satu tahun penurunan angka kematian
Malaria
82487
Kusta
633TB Paru
577
DBD
87
Grafik 13
Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 110
Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Jumlah
Penduduk Dokter Rasio
Kab Fakfak 78686 26 302638
Kab Kaimana 60216 13 463200
Kab Teluk Wondama 32521 9 361344
Kab Teluk Bintuni 64406 30 214687
Kab Manokwari 175178 39 449174
Kab Sorong Selatan 46922 10 469220
Kab Sorong 88927 19 468037
Kab Raja Ampat 48493 31 156429
Kota Sorong 254294 129 197127
Sumber BPS dan Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
13 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
bayi yang tajam sulit terjadi implikasinya
adalah angka harapan hidup yang dihitung
berdasarkan harapan hidup waktu lahir
menjadi lambat untuk mengalami kemajuan
B23 Pendidikan
Salah satu indikator keberhasilan pemerintah
daerah dalam pembangunan pendidikan
adalah berkurangnya penduduk yang buta
huruf Angka melek huruf (literacy rate) adalah
persentase penduduk usia 15 tahun ke atas
yang dapat membaca dan menulis huruf latin
dan atau huruf lainnya Sampai dengan tahun
2019 perkembangan penduduk yang melek
huruf menunjukkan hasil yang
menggemberikan dengan adanya persentase
penduduk yang melek huruf sebesar 9814 Hal
tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat
penduduk Provinsi Papua Barat yang masih
belumtidak dapat membaca dan menulis
Penduduk tersebut didominasi oleh penduduk
yang berusia tua (gt45 tahun) penduduk yang
tinggal di daerah terpencil komunitas-
komunitas khusus dan penyandang cacat
Kelompok penduduk ini sulit untuk dijangkau
pelayanan pendidikan disebabkan baik oleh
faktor internal seperti kemampuan dan
keinginan belajar yang sudah menurun dan
faktor eksternal seperti terbatasnya
ketersediaan pelayanan (akses) pendidikan
keaksaraan bagi mereka Apabila dirinci
menurut kabupatenkota persentase melek
huruf terbesar berada di Kota Sorong sebesar
9971 dan terendah berada di Kab
Pegunungan Arfak
Selain angka melek huruf gambaran mengenai
pembangunan pendidikan dapat dilihat dari
tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke
atas yang ditamatkan (ijazah tertinggi yang
dimiliki) Semakin tinggi tingkat pendidikan
tertinggi yang ditamatkan maka semakin baik
pula kualitas manusianya Meskipun terdapat
kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan yang ditamatkan maka semakin
kecil jumlah penduduk yang lulus pada level
pendidikan tersebut
Dengan masih banyaknya persentase
penduduk yang tidak memiliki ijazah atau
hanya bersekolah SDMI di Provinsi Papua Barat
sebagaimana terlihat pada tabel 112 maka
peningkatan ilmu pengetahuan dan
pendidikan lanjut di perguruan tinggi menjadi
sebuah kebutuhan yang mutlak Jumlah lulusan
perguruan tinggi yang ada sekarang dirasakan
masih belum cukup memadai dibandingkan
Tabel 111
AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
KabupatenKota 2017 2018 2019
Kab Fakfak 6790 6800 6810
Kab Kaimana 6380 6400 6400
Kab Teluk Wondama 5930 5960 5990
Kab Teluk Bintuni 6020 6060 6130
Kab Manokwari 6790 6800 6810
Kab Sorong Selatan 6560 6570 6580
Kab Sorong 6550 6560 6570
Kab Raja Ampat 6420 6430 6430
Kab Tambraw 5950 5970 6000
Kab Maybrat 6470 6470 6470
Kab Manokwari Selatan 6680 6690 6690
Kab Pegunungan Arfak 6660 6670 6670
Kota Sorong 6940 6980 6980
Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 112
Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun
di Provinsi Papua Barat (persen)
Jenjang Tertinggi 2017 2018 2019
Tidak punya ijazah 1947 2470 2320
SDMI 2382 2346 2205
SMP 1946 1833 1808
SMA 2167 1965 2034
SMK 536 461 542
Diploma III 067 05 056
Akademi Diploma III 199 185 164
Diploma IVS-1S-2S-3 756 69 869
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
14
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
dengan besarnya sumber daya alam yang
dimiliki oleh Provinsi Papua Barat Ditambah
dengan sebaran lulusan tersebut yang berada
di kabupatenkota besar (Kab Manokwari
Kab Fakfak Kab Sorong dan Kota Sorong) di
Provinsi Papua Barat Sebagai wilayah dengan
potensi pariwisata yang tinggi Provinsi Papua
Barat membutuhkan kualitas sumber daya
manusia yang baik sehingga ke depannya
penduduk yang memiliki ijazah pendidikan
tinggi diharapkan mampu menjadi tulang
punggung pembangunan perekonomian
daerah
B24 Pertanahan
Pola kepemilikan lahan di Provinsi Papua Barat
adalah tanah hak negara dan tanah hak
ulayat Tanah hak ulayat merupakan status
tanah secara adat dan dikuasai oleh kepala
adat atau ondoafi Pada umumnya di wilayah
lingkaran hukum adat Papua dikenal dua sistem
penguasaaankepemilikan tanah yaitu
kepemilikan komunal dan kepemilikan individu
Kepemilikan komunal ini masih dapat
dibedakan lagi mejadi kepemilikan berbasis
marga kecil yaitu klan atau marga tertentu dan
kepemilikan berbasis marga besar yaitu
kepemilikan berdasarkan kampung
Sedangkan kepemilikan individu bukan
perorangan melainkan berdasar keturunan
Secara internal ada tata aturan yang mengatur
ke dalam keluarga tentang pembagian hak
dari penguasaan maupun pengelolaan tanah
dan di sana diakui bagian setiap anggota
sesuai dengan marganya Namun kekuasaan
kepemimpinan atas tanah secara sosial religi
berada pada orang tertentu yang berasal dari
garis keturunan tertua
Pada umumnya tanah milik dan tanah milik
dengan hak pakai tidak dapat diperjualbelikan
dan dipindah tangankan dengan bebas pada
masyarakat luar Setiap keluarga akan selalu
mempertahankan tanah dan kampung mereka
masing-masing karena tanah dan kampung
merupakan bagian penting dari kehidupan
masyarakat mereka Hal ini dikarenakan cara
hidup masyarakat yang masih berharap dan
menggantungkan diri pada persediaan sumber
daya alam di lingkungan sekitarnya Di samping
itu juga mengingat besarnya pengorbanan
nenek moyang atau leluhur saat memperoleh
tanah tersebut pada zaman dahulu Oleh
sebab itu tanah ulayat ini tidak mudah dengan
begitu saja untuk dilepas tanpa seizin kepala
adat
Seringkali terjadi permasalahan ketika tanah
telah dikuasai (dijual) kepada suatu pihak lain
(bahkan Negara) terdapat anggota keluarga
(margaturunan) yang berupaya
mempertahankan tanah tersebut atau
meminta ganti rugi kembali Padahal status
kepemilikan dan pengelolaan sudah berpindah
dari kepala adat atau keturunan tertua melalui
proses jual beli yang sah secara hukum dengan
adanya sertifikat pelepasan hak tanah adat
Anggota keluarga tersebut melakukan
pemalangan (penutupan akses) dengan
alasan tidakbelum mendapatkan bagian dari
hasil penjualan
Tabel 113
Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat
Jenis Status Kuasa Hak Milik Hak Kuasa
Kelola
Tanah Negara Pemerintah
Pusat
Daerah
Pemerintah
Pusat
Daerah
Pemerintah
Pusat
Daerah
Tanah Ulayat Kepala Adat Komunal Marga Kecil
Marga Besar
Individu Keturunan
Sumber ATRBPN Provinsi Papua Barat (data diolah)
15 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
B3 Tantangan Geografi Wilayah
Menurut Soleh (2017) potensi wilayah sebagai
wujud daya kekuatan kesanggupan dan
kemampuan yang dimiliki oleh suatu wilayah
yang mempunyai kemungkinan untuk dapat
dikembangkan berbentuk potensi fisik Lebih
lanjut dijelaskan bahwa potensi fisik adalah
berupa tanah air iklim lingkungan geografis
binatang ternak dan sumber daya manusia
sudah sehausnya dimanfaatkan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Pembentukan Provinsi Papua Barat sebagai
daerah otonom memiliki tujuan untuk
memperpendek rentang kendali pemerintahan
dalam rangka memberikan pelayanan publik
yang lebih baik kepada masyarakat Selain itu
hal lain yang menjadi pertimbangan penting
adalah untuk mempercepat pelaksanaan
pembangunan dengan menggunakan tanah
air iklim lingkungan hewan atau semua
kekayaan alam serta sumber daya manusia
yang dimiliki guna meningkatkan taraf hidup
dan kesejahteraan masyarakat Papua Barat
B31 Letak Wilayah
Secara geografis Provinsi Papua Barat terletak
di antara 0ordm-43ordm Lintang Selatan dan 1292ordm-
1352ordm Bujur Timur Dengan luas wilayah daratan
mencapai 10295515 kmsup2 dan beribukota di
Kab Manokwari Provinsi Papua Barat memiliki
13 kabupatenkota yang terdiri dari Kab
Fakfak Kab Kaimana Kab Teluk Wondama
Kab Teluk Bintuni Kab Manokwari Kab Sorong
Selatan Kab Sorong Kab Raja Ampat Kab
Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari
Selatan dan Kab Pegunungan Arfak serta
Kota Sorong Kabupaten dengan wilayah
terluas di Provinsi Papua Barat adalah Kab Teluk
Bintuni dengan luasan mencapai 2024 persen
dari luas wilayah provinsi (2084083 kmsup2)
sedangkan Kota Sorong menjadi wilayah
dengan luasan terkecil 068 persen (65664 kmsup2)
Provinsi Papua Barat merupakan wilayah
pemekaran dengan posisi geografis yang
strategis di Indonesia bahkan di dunia Posisi
penting ini dalam konteks kekayaan
keanekaragaman hayati laut dunia Wilayah
Provinsi Papua Barat khususnya Kab Raja
Ampat terletak di pusat segitiga karang dunia
(coral triangle) yang merupakan lokasi dengan
keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia
dengan berbagai jenis kekayaan laut baik
spesies ikan moluska dan hewan karang
Disertai kekayaan sumber daya laut yang tinggi
dengan berbagai jenis ekosistem yang
mendukung tumbuh hidupnya berbagai biota
laut diantaranya ekosistem terumbu karang
padang lamun dan mangrove Selain posisi
tersebut letak Provinsi Papua Barat yang
berbatasan langsung dengan negara di
wilayah Pasifik menjadi penting sebagai
penanda kedaulatan Indonesia baik dalam
aspek pertahanan maupun pemanfaatan
sumberdaya kelautan di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia
Tabel 114
Komposisi Luas KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
KabupatenKota Luas (kmsup2) Luas
Kab Fakfak 1432000 1391
Kab Kaimana 1624184 1578
Kab Teluk Wondama 395953 385
Kab Teluk Bintuni 2084083 2024
Kab Manokwari 318628 309
Kab Sorong Selatan 659431 641
Kab Sorong 654423 636
Kab Raja Ampat 803444 780
Kab Tambraw 1152918 1120
Kab Maybrat 546169 530
Kab Manokwari Selatan 281244 273
Kab Pegunungan Arfak 277374 269
Kota Sorong 65664 064
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
16
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
B32 Kondisi Geografis
Kondisi wilayah Provinsi Papua Barat secara
umum meliputi wilayah pedalamanterpencil
(pegunungan) pesisir dan kepulauan Wilayah
pedalaman terpencil (pegunungan)
diantaranya berada di Kab Pegunungan Arfak
Kab Manokwari Kab Manokwari Selatan Kab
Maybrat Kab Teluk Bintuni dan Kab
Tambrauw sedangkan wilayah yang memiliki
kawasan pesisir adalah Kab Sorong Kab
Sorong Selatan Kab Fakfak Kab Kaimana
Kab Teluk Bintuni Kab Teluk Wondama Kab
Manokwari Selatan Kab Manokwari Kab
Tambrauw Kab Raja Ampat dan Kota Sorong
Sementara itu wilayah dengan kondisi berupa
kepulauan di Provinsi Papua Barat adalah Kab
Raja Ampat
Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat
bervariasi dari wilayah dataran rendah hingga
pegunungan Provinsi Papua Barat terletak
pada ketinggian 0-2940 mdpl dengan
sebagian besar merupakan wilayah perbukitan
(kelas ketinggian 100-1000 m) mencapai
5066423 kmsup2 (4921) dan daerah dataran
rendah (0-100m) seluas 4091438 kmsup2 (3974)
serta daerah pegunungan (gt1000 m) seluas
1137654 kmsup2 (1105)
Titik tertinggi di Provinsi Papua Barat berada di
Kab Manokwari dengan ketinggian 2940 mdpl
Sementara wilayah dengan dataran rendah
yang cukup luas tersebar di beberapa
kabupatenkota seperti Kab Fakfak Kab Teluk
Bintuni Kab Sorong Kota Sorong dan Kab
Sorong Selatan Daerah perbukitan pada
umumnya tersebar di Kab Kaimana Kab Teluk
Wondama Kab Raja Ampat dan Kab
Maybrat
Secara keseluruhan terdapat 218 distrik yang
terdiri dari 1742 kampung dan 106 kelurahan di
Provinsi Papua Barat Wilayah dengan jumlah
distrik terbanyak adalah Kab Sorong (30 Distrik)
Kab Tambraw (29 Distrik) serta Kab Maybrat
(24 Distrik) Kab Raja Ampat (24 Distrik) Kab
Teluk Bintuni (24 Distrik) sedangkan kabupaten
dengan jumlah distrik terkecil adalah Kab
Manokwari Selatan (6 Distrik)
Ditinjau dari segi kelerengan sebagian besar
wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas
lereng gt40 (bergunung curam dan bergunung
Tabel 115
Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Ketinggian (mdpl)
Kab Fakfak 0 - 1444
Kab Kaimana 0 - 1663
Kab Teluk Wondama 0 - 2172
Kab Teluk Bintuni 0 - 2389
Kab Manokwari 0 - 2940
Kab Sorong Selatan 0 - 540
Kab Sorong 0 - 921
Kab Raja Ampat 0 - 1173
Kab Tambraw 0 - 2483
Kab Maybrat 5 - 1772
Kab Manokwari Selatan 0 - 2682
Kab Pegunungan Arfak 135 - 2882
Kota Sorong 0 - 439
Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 116
Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota
Topografi
Lereng
Puncak Lembah Dataran
Kab Fakfak 82 4 37
Kab Kaimana 29 15 42
Kab Teluk Wondama 67 7 3
Kab Teluk Bintuni 37 5 196
Kab Manokwari 18 3 139
Kab Sorong Selatan 10 13 98
Kab Sorong 14 21 106
Kab Raja Ampat - 1 120
Kab Tambraw 15 19 42
Kab Maybrat 16 39 102
Kab Manokwari Selatan 5 12 40
Kab Pegunungan Arfak 142 16 21
Kota Sorong 6 - 25
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
17 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
sangat curam) Kondisi tersebut menjadi
kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik
untuk pengembangan sarana dan prasarana
fisik sistem transportasi darat maupun bagi
pengembangan budidaya pertanian terutama
untuk tanaman pangan Sehingga dominasi
pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan
konservasi di samping untuk mencegah
terjadinya bahaya erosi dan longsor
Berdasarkan data penggunaan lahan pada
tahun 2019 luas areal terbangunpermukiman
di Provinsi Papua Barat sekitar 32222 Ha atau 03
persen dari luas wilayah Kabupaten Sorong
Manokwari dan Kota Sorong merupakan
wilayah-wilayah yang memiliki fungsi guna
lahan kampungperumahan yang tertinggi
Wilayah-wilayah tersebut selama ini memang
telah tumbuh menjadi sentra-sentra kegiatan
perkotaan di Provinsi Papua Barat terutama
untuk Kota Sorong Kota ini merupakan pintu
gerbang bagi Provinsi Papua Barat sehingga
menjadikan kegiatan jasa perdagangan dan
kegiatan-kegiatan lain yang bersifat perkotaan
terkonsentrasi pada wilayah ini
B33 Risiko Bencana
Dengan sebagian besar wilayah yang berupa
kawasan hutan maka kelas risiko bencana
kebakaran lahan dan hutan di seluruh
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
termasuk ke dalam kategori tinggi Pembukaan
lahan hutan untuk kegiatan pertanian menjadi
salah satu penyebab bencana karena
pembukaan tersebut dilakukan dengan
pembakaran untuk meminimalisasi biaya dan
hasilnya sangat cepat Pada kasus bencana
kebakaran risiko tinggi ditempati Kab
Manokwari dan Kota Sorong sedangkan
bencana kekeringan kelas risiko tinggi berada
di Kab Teluk Wondama Teluk Bintuni
Manokwari Sorong Selatan dan Raja Ampat
Pada kasus bencana banjir wilayah dengan
kelas risiko tinggi adalah Kabupaten Fakfak
Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni
Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja
Ampat dan Kota Sorong sebagai daerah yang
berada dekat dengan aliran Sungai
Wilayah Provinsi Papua Barat juga sangat
berpotensi terhadap gempa tektonik dan
kemungkinan diikuti oleh gelombang tsunami
Terdapat sejumlah lipatan dan sesar naik
sebagai akibat dari interaksi (tubrukan) antara
kedua lempeng tektonik seperti Sesar Sorong
(SFZ) Sesar Ransiki (RFZ) Sesar Lungguru (LFZ)
dan Sesar Tarera Aiduna (TAFZ) Kenyataan
Tabel 117
Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di
Provinsi Papua Barat
Tingkat
Kelerengan
()
Deskripsi Luas
(kmsup2)
Luas
lt 3 Datar 2195004 213
3 - 8 Bergelombangagak
landai
782459 76
8 - 15 Bergelombanglandai 72069 07
15 - 25 Berbukit 576549 56
25 - 40 Bergunung 648617 63
40 - 60 Bergunung curam 3315156 322
gt 60 Bergunung sangat curam 2712868 263
Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 118
Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Penggunaan Luas
(kmsup2)
Hutan Kering 9121592 8860
Hutan Basah 517659 503
Perkebunan 112091 109
Rumput dan Semak Belukar 227599 221
Ladang 57310 056
Tanaman Campuran 51567 050
Permukiman 34192 033
Danau 21459 021
Lahan Terbuka 125365 122
Pertambangan 2249 002
Rawa dan Rumput Rawa 11610 011
Sawah 12823 012
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
18
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
menunjukkan pula bahwa hampir setiap bulan
terjadi beberapa kali gempa di Provinsi Papua
Barat dan sekitarnya Kabupatenkota dengan
risiko tinggi untuk gempa bumi adalah Kab
Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari
Sorong Selatan Sorong Raja Ampat
Tambrauw dan Kota Sorong Sementara itu
wilayah dengan kelas risiko bencana tsunami
tinggi adalah Kab Teluk Wondama Manokwari
dan Sorong
Menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia (BNPB
2014) Provinsi Papua Barat secara keseluruhan
termasuk provinsi yang memiliki kelas risiko
bencana multi ancaman dalam
kategori tinggi Dengan kelas risiko
bencana yang tinggi kapasitas daerah
dalam penanggulangan bencana
masih dalam kapasitas sedang (BNPB
2016)
Tabel 119
Risiko Bencana per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Risiko Jenis Bencana
Kab Fakfak Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang
Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Kaimana Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang
Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Teluk
Wondama
Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Teluk Bintuni Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Manokwari Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Sorong
Selatan
Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Raja Ampat Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Tambraw Sedang Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kab Maybrat Sedang Tanah Longsor Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Manokwari
Selatan
Sedang Banjir Gempa Bumi Tsunami
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Pegunungan
Arfak
Sedang Tanah Longsor Gempa Bumi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kota Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Sumber BNPB BPBD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERTUMBUHAN
EKONOMI
266
INFLASI
193
RATA-RATA
SUKU BUNGA
50
POVERTY
225
PENGANGGURAN
624
GINI RATIO
0381
IPM
6374
DJPbKawalAPBN
INDIKATOR
EKONOMI REGIONAL
19
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
ondisi perekonomian global masih
berada pada kondisi ketidakpastian
seiring terjadinya perubahan
fundamental kebijakan Amerika
Serikat (AS) yang menerapkan hambatan
perdagangan khusus bagi Tiongkok (tariffs
barrier) Kinerja perekonomian AS yang mulai
bergeliat pada tahun 2018 tertekan kembali
akibat penerapan tarif bagi barang-barang
impor yang tanggapi oleh Tiongkok dengan
pengenaan tarif balasan pada barang-barang
yang menjadi ketergantungan AS Penurunan
suku bunga acuan yang dilakukan Bank Sentral
AS untuk mendorong perekonomian tidak
berimplikasi banyak karena economic shock
tidak langsung dapat direspon oleh pelaku
ekonomi dalam negeri yang sudah terbiasa
dengan impor
Tingkat inflasi yang dijaga dan nilai tukar dolar
AS yang ditahan untuk stagnan berakibat pada
pertumbuhan ekonomi AS yang melambat
dibanding tahun sebelumnya Implikasinya
sektor keuangan global ikut menjadi lebih
volatile dan menahan laju pertumbuhan
eonomi disebabkan turunnya nilai
perdagangan negara-negara maju yang
berbisnis dengan AS dan Tiongkok Ditambah
dengan sentimen negatif dari ketidaksetujuan
perilaku diskriminasi ekonomi AS serta masalah
Brexit yang tidak kunjung usai berdampak pada
kenaikan harga komoditas namun tidak
berlaku untuk komoditas minyak mentah yang
menurun Seiring hal tersebut perekonomian
negara-negara berkembang pada tahun 2019
masih mengarah kepada kemungkinan
terjadinya resesi global dengan laju yang
tertahan dibandingkan tahun sebelumnya
A INDIKATOR EKONOMI FUNDAMENTAL
Indikator ekonomi diperlukan untuk mengetahui
arah pergerakan perekonomian suatu daerah
dan sebagai tolak ukur pencapaian
pembangunan (Bernard Baumohl 2012)
Diantara indikator makroekonomi yang
digunakan untuk mengetahui perkembangan
perekonomian suatu daerah yaitu Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Inflasi
Perdagangan Internasional Suku Bunga dan
Nilai tukar
K
BAB II
Perkembangan dan Analisis
Ekonomi Regional
697
640600
502
450 440
240 230 220170 170
100 080
0
2
4
6
8
Vie
tna
m
Filip
ina
Tion
gko
k
Ind
on
esia
Ind
ia
Ma
lay
sia
Tha
ilan
d
AS
Ko
rsel
Au
stralia
Je
pa
ng
Ero
pa
Sin
ga
pu
ra
Grafik 21
Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di
Dunia Tahun 2019 (persen)
Sumber wwwtradingeconomicscom (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
20
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)
merupakan nilai pasar dari semua barang dan
jasa yang dihasilkan dalam suatu
perekonomian selama periode waktu tertentu
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sering
dijadikan ukuran terbaik untuk mengukur kinerja
perekonomian Terdapat tiga cara untuk
menghitung PDB yaitu pendekatan produksi
pengeluaran dan pendapatan (Krugman amp
Wells 2011) Selanjutnya PDB pada suatu
region wilayah tertentu disebut dengan Produk
Domestik Regional Bruto (Gross Domestic
Regional Bruto)
A11 Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)
Laju pertumbuhan ekonomi (economic growth)
merupakan proses perubahan kondisi
perekonomian suatu daerah pada periode
waktu tertentu Untuk menghitungnya
digunakan perubahan nilai PDRB atas dasar
harga konstanriil dari tahun sebelumnya
Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 tumbuh melambat pada level 266 persen
atau tertahan signifikan dari tahun sebelumnya
yang mencapai level 624 persen Tidak seperti
pertumbuhan tahun sebelumnya yang lebih
tinggi pertumbuhan nasional tahun 2019 justru
lebih tinggi pada level 502 persen
Bila dirinci lebih lanjut seluruh sektor lapangan
usaha mencatatkan pertumbuhan positif
dimana pertumbuhan tertinggi terjadi pada
sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151
persen serta jasa keuangan dan asuransi
mencapai 933 persen Sebaliknya sektor sektor
industri pengolahan dan sektor pertambangan-
penggalian mencatatkan pertumbuhan yang
melambat sebesar -099 dan -034 persen
meskipun masih menjadi sektor dengan
kontribusi tertinggi terhadap PDRB Provinsi
Papua Barat
Jika dilihat menurut pengeluaran pertumbuhan
ekonomi Provinsi Papua Barat tertinggi terjadi
pada komponen luar negeri berupa impor
sebesar 1943 persen Sedangkan ekspor yang
mengandalkan raw material resources pada
komponennya turunnya harga komoditas
migas di pasar internasional selama tahun 2019
turut andil dalam menyumbang perlambatan
hingga menjadi sebesar -900 Sementara itu
503 507 517 502
452401
624
266
0
2
4
6
2016 2017 2018 2019
Grafik 22
Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua
Barat Tahun 2016 ndash 2019 (persen)
Nasional Pabar
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
-099
-034
33
334
437
439
442
528
58
757
767
801
837
842
887
933
1151
-1 4 9 14
Industri Pengolahan
Pertambangan dan Penggalian
Administrasi Pemerintahanhellip
Pertanian Kehutanan danhellip
Jasa Lainnya
Jasa Kesehatan dan Kegiatanhellip
Pengadaan Air Pengelolaanhellip
Jasa Perusahaan
Jasa Pendidikan
Konstruksi
Penyediaan Akomodasi danhellip
Transportasi dan Pergudangan
Perdagangan Besar dan Eceranhellip
Real Estate
Pengadaan Listrik dan Gas
Jasa Keuangan dan Asuransi
Informasi dan Komuniksi
Grafik 23
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Menurut Lapangan Usaha (persen)
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
21 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
komponen investasi tumbuh 536 persen dan
pengeluaran pemerintah tumbuh sebesar 342
persen Pertumbuhan juga terjadi pada
konsumsi rumah tangga dan LNPRT berturut-
turut sebesar 499 dan 1037 persen
A12 Nominal PDRB
Nilai PDRB dapat dilihat baik dari sisi permintaan
maupun penawaran Untuk menghitungnya
digunakan PDRB atas harga berlaku Nilai PDRB
Provinsi Papua Barat tahun 2019 Atas Dasar
Harga Berlaku sebesar Rp8435 triliun
A121 PDRB Sisi Permintaan
PDRB sisi permintaan dapat ditunjukkan melalui
persamaan sebagai berikut
119936119955 = 119914119955 + 119920119955 +119918119955 + (119935119955 minus119924119955)
Dari persamaan di atas PDRB sisi ini dihitung
berdasarkan pendekatan pengeluaran yaitu
dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat
seluruh pelaku ekonomi berupa konsumsi rumah
tangga investasi pembelian pemerintah untuk
barang dan jasa serta ekspor dikurangi impor
(net export) Kontribusi masing-masing
komponen pembentuk PDRB Provinsi Papua
Barat adalah sebagai berikut
A1211 Konsumsi (Consumption)
Konsumsi merupakan pembelian yang
dilakukan oleh rumah tangga konsumen baik
berupa barang tidak tahan lama (non durable
goods) seperti makanan dan pakaian barang
tahan lama (durable goods) seperti mobil dan
alat elektronik maupun jasa (services) seperti
jasa potong rambut dan jasa dokter (Mankiw
2013)
Perekonomian Provinsi Papua Barat masih
didominasi oleh net ekspor dan pengeluaran
konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga
maupun lembaga non profit rumah tangga
Pada tahun 2019 nilai net ekspor Provinsi Papua
Barat sebesar dengan kontribusi terhadap
PDRB mencapai 324 persen Adapun nilai
konsumsi sebesar Rp2425 triliun dengan
kontribusi terhadap PDRB sebesar 282 persen
A1212 Investasi (Investment)
Investasi dalam teori ekonomi didefinisikan
sebagai pengeluaran untuk membeli barang-
barang modal dan peralatan-peralatan
produksi dengan tujuan untuk mengganti dan
terutama menambah barang-barang modal
yang akan digunakan untuk memproduksi
barang dan jasa di masa yang akan datang
Pembelian dalam investasi dapat dilakukan
oleh individu atau perusahaan untuk
516
342
536
155
0
2
4
6
Konsumsi RT +
LNPRT
Pengeluaran
Pemerintah
PMTB Investasi Net Ekspor
Grafik 24
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 Menurut Pengeluaran (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Konsumsi
RT + LNPRT
2818
Pengeluaran
Pemerintah
1798
PMTB
Investasi 2045
Perubahan
Inventori 098
Net Ekspor
3241
Grafik 25
Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
22
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
menambah persedian modal (Mankiw 2013)
Samuelson dan Nordhaus (2004)
menambahkan investasi sebagai penambahan
stok modal atau barang di suatu negara seperti
bangunan peralatan produksi dan barang-
barang inventaris dalam waktu satu tahun
Nilai investasi Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 sebagaimana tercermin dari nilai
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
sebesar Rp176 triliun dengan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 205 persen Tingkat
pertumbuhan ekonomi daerah yang mantap
dan berkesinambungan dalam jangka panjang
hanya dapat tercapai jika masyarakat mampu
mempertahankan proporsi investasi yang
cukup besar terhadap PDRB Dalam jangka
panjang pembangunan ekonomi dapat
terhambat jika terjadi inefisiensi alokasi sumber
daya Salah satu indikator untuk mengukur
tingkat efisiensi suatu perekonomian adalah
ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) ICOR
merupakan rasio yang menunjukan besarnya
tambahan kapital (investasi) baru yang
dibutuhkan untuk menaikkan menambah satu
unit output Semakin tinggi rasio ICOR
menandakan bahwa tingkat efisiensi semakin
rendah Rasio ICOR dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut
ICOR= I ∆Y
dimana
I = Nilai Investasi (PMTB)
∆Y = Perubahan PDRB
Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat
menunjukan tren meningkat Pada tahun 2015
nilai ICOR Provinsi Papua Barat sebesar 169 dan
naik menjadi 443 pada tahun 2016 Kemudian
pada tahun 2017 nilai ICOR Provinsi Papua Barat
kembali naik menjadi 491 Hal ini menunjukan
tingkat kebocoran investasi Provinsi Papua
Barat semakin besar Setelah sempat turun
pada tahun 2018 (314) nilai ICOR Provinsi
Papua Barat tahun 2019 naik menjadi 801 yang
menunjukan tingkat kebocoran investasi
semakin meningkat secara signifikan
A1213 Pembelian Pemerintah (Government
Purchases)
Pembelian pemerintah merupakan
pengeluaran pemerintah terhadap barang dan
jasa yang terdiri dari konsumsi pemerintah
(government consumption) dan investasi
pemerintah (government investment) Konsumsi
pemerintah merupakan pembelian terhadap
barang dan jasa dalam jangka pendek seperti
pengeluaran untuk perawatan kesehatan dan
perlindungan kepolisian Adapun investasi
pemerintah merupakan pengeluaran untuk
barang-barang modal seperti gedung dan
komputer (Mishkin 2015) Komponen
pengeluaran pemerintah Provinsi Papua Barat
pada tahun 2019 sebesar Rp1547 triliun dengan
kontribusi terhadap PDRB sebesar 18 persen
Dengan kontribusi yang cukup besar terhadap
PDRB Provinsi Papua Barat pembelian
pemerintah (government purchases)
seharusnya dapat menopang pertumbuhan
ekonomi jika terjadi perlambatan konsumsi
masyarakat maupun investasi
211169
443491
314
801
000
200
400
600
800
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Garfik 26
Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat Tahun
2014 - 2019
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
23 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
A1214 Ekspor Bersih (Net Export)
Perdagangan internasional merupakan
pertukaran barang dan jasa lintas batas negara
(international border) Dengan adanya
perdagangan internasional memungkinkan
terjadinya efisiensi yang timbul dari kompetisi
antar produsen dalam menjual produk dengan
harga yang terendah (competitive price)
dalam suatu proses supply and demand atau
dalam suatu mekanisme pasar market
mechanism (Seyoum 2009) Komponen
perdagangan internasional terdiri dari ekspor
dan impor Ekspor merupakan nilai barang dan
jasa yang dijual ke luar negeri sedangkan impor
merupakan nilai barang dan jasa yang
disediakan untuk dalam negeri Selisih
keduanya disebut sebagai net ekspor Sebagai
salah satu komponen PDB net ekspor
merupakan nilai bersih dari penjualan barang
jasa ke luar negeri dikurangi pembelian dari luar
negeri yang menghasilkan pendapatan untuk
dalam negeri (Mankiw 2013) Pada tahun 2019
komponen net ekspor Provinsi Papua Barat
sebesar Rp2789 triliun dengan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 324 persen
A12141 Ekspor
Ekspor merupakan nilai barang dan jasa yang
dijual ke negara lain (Mankiw 2013) Komoditas
ekspor Provinsi Papua Barat terbesar yaitu raw
material resources berupa gas alam dan
minyak bumi dengan kontribusi mencapai 98
persen dari total nilai ekspor yang ada Adapun
sisanya berupa perhiasan permata kayu
barang dari kayu garam belerang kapur
(semen) ikan udang daging ikan olahan
sabun dan preparat pembersih
Pada tahun 2019 nilai ekspor Provinsi Papua
Barat mencapai US$ 233258 juta atau turun
siginifikan sebesar 179 persen dari ekspor tahun
sebelumnya sebesar US$ 28336 juta
disebabkan turunnya harga komoditas migas di
pasar internasional Nilai ekspor tertinggi terjadi
pada bulan November sebesar US$ 25478
sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada
bulan April sebesar US$ 11602
Selama tahun 2019 terdapat 3 (tiga) negara
yang menjadi tujuan utama ekspor Provinsi
Papua Barat yaitu Tiongkok Korea Selatan dan
Jepang dengan kontribusi mencapai 9341
persen Nilai ekpor ke Tiongkok sebesar US$
138861 juta (6373 persen) Korea selatan
sebesar US$ 35793 juta (1643 persen) dan
Jepang sebesar US$ 43236 juta (1984 persen)
A12142 Impor
Impor merupakan nilai barang dan jasa yang
dibeli dari negara lain (Mankiw 2013)
Komoditas impor Provinsi Papua Barat berupa
mesin-mesin pesawat mekanik mesin
peralatan listrik benda-benda dari besi dan
baja barang-barang rajutan benda-benda
dari batu gips dan semen berbagai barang
logam dasar garam belerang dan kapur
perkakas serta perangkat potong
24707 22201
17352
11602
18441
19127
16947
18831
1810215943
25478
24527
0
50
100
150
200
250
300
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 27
Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun
2019 (US$ juta)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
24
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Pada tahun 2019 total nilai impor Provinsi Papua
Barat sebesar US$ 37434 juta atau naik 553
persen dari tahun sebelumnya sebesar US$
5737 juta Nilai impor tertinggi Provinsi Papua
Barat terjadi pada bulan Juli sebesar US$ 11831
juta Sementara itu pada bulan Juni nilai impor
Provinsi Papua Barat berada pada angka
terkecil sebesar US$ 006 juta
A122 PDRB Sisi Penawaran
PDRB sisi ini dihitung berdasarkan pendekatan
produksi yaitu dengan menjumlahkan nilai
tambah (value added) atas barang dan jasa
yang dihasilkan dari sektor-sektor produksi Dari
keseluruhan sektor yang ada kontribusi tertinggi
terhadap PDRB Provinsi Papua Barat tahun 2019
berasal dari sektor industri pengolahan
mencapai 2574 persen dengan nilai Rp217
triliun Kemudian diikuti sektor pertambangan
dan penggalian mencapai 1744 persen
dengan nilai Rp147 triliun Minyak bumi dan gas
alam merupakan sumber utama PDRB pada
kedua sektor tersebut
A13 PDRB per Kapita
Indikator ini menunjukan nilai kontribusi tiap
penduduk terhadap perekonomian suatu
daerah dalam menghasilkan barang dan jasa
pada periode waktu satu tahun Selama lima
periode terakhir dari tahun 2015ndash2019 PDRB per
Kapita Provinsi Papua Barat mengalami
peningkatan walaupun dengan pertumbuhan
yang terbatas Pada tahun 2015 PDRB per
Kapita Provinsi Papua Barat sebesar Rp7250
juta Kemudian jumlahnya meningkat menjadi
Rp879 juta pada tahun 2019 atau naik sebesar
218 persen dalam 5 tahun
A2 Inflasi
Mankiw (2013) menyebutkan bahwa Inflasi
merupakan kenaikan harga secara umum
Jika kenaikan harga barang hanya berasal
dari satu atau dua barang saja maka tidak
dapat disebut sebagai inflasi kecuali bila
524
807
3804
2101
2286
006
11831
7816
1053
3617
105
2539
0
20
40
60
80
100
120
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 28
Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun
2019 (US$ juta)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Industri
Pengolahan
2574
Pertambangan
Penggalian1744
Konstruksi
1596
Sektor Lainnya
1227
Pertanian dkk
1055
Adm
Pemerintahan1057
Perdagangan
747
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Grafik 29
Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (Persen)
72157452
7843
8495879
0
20
40
60
80
100
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 210
Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua
Barat Tahun 2015 - 2019 (juta Rptahun)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
25 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
kenaikan itu meluas dan berimplikasi pada
kenaikan harga barang lainnya Inflasi dihitung
berdasarkan perubahan Indeks Harga
Konsumen (IHK) yang merupakan rata-rata dari
perubahan harga suatu komoditas dalam
kurun waktu tertentu Perubahan IHK dari waktu
ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan
(inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari
suatu komoditas
Secara umum inflasi digolongkan ke dalam tiga
jenis yaitu inflasi inti (core inflation) inflasi
makanan yang bergejolak (volatile food
inflation) dan inflasi harga yang diatur
(administered price inflation) Core inflation
adalah inflasi yang perkembangan harganya
dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi
secara umum yaitu faktor-faktor fundamental
seperti ekspektasi inflasi nilai tukar dan
keseimbangan permintaan dan penawaran
agregat yang akan berdampak pada
perubahan harga-harga secara umum
Sementara itu volatile food inflation adalah
inflasi bahan makanan yang perkembangan
harganya sangat bergejolak karena faktor-
faktor tertentu yang mempengaruhi kecukupan
pasokan komoditas yang bersangkutan seperti
faktor musim panen gangguan distribusi
bencana alam dan hama Adapun
administered price inflation adalah inflasi yang
perkembangan harganya diatur oleh
pemerintah
Secara kumulatif laju inflasi Provinsi Papua Barat
tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih
rendah dari inflasi tahun sebelumnya sebesar
521 persen dan inflasi nasional sebesar 272
persen Pencapaian tersebut berada di atas
target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun
2017-2021 dimana pada tahun 2019 target
inflasi ditetapkan sebesar 366 persen Kebijakan
pengendalian tingkat inflasi yang melibatkan
banyak pihak sebagaimana tergabung dalam
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) tampaknya
belum berhasil menekan laju pergerakan harga
di Provinsi Papua Barat ke arah yang lebih
moderat
Selama tahun 2019 perkembangan harga-
harga komoditas di Provinsi Papua Barat relatif
terkendali dimana komponen administered
price dan volatile food menjadi penyumbang
utama Adanya peningkatan intensitas curah
hujan yang sedang dan gelombang laut yang
relatif tinggi berdampak pada hasil produksi
dan mengganggu jalur distribusi pasokan
bahan makanan meskipun tidak memberikan
pengaruh signifikan Disamping itu komponen
administered price tidak mengalami tekanan
seperti halnya tahun sebelumnya sebagai
imbas dari turunnya harga komoditas minyak
mentah di pasar internasional yang berdampak
pada turunnya harga BBM non-subsidi (non-
premium) Sementara itu tekanan inflasi pada
kelompok inti (core inflation) relatif terkendali
Pada triwulan pertama tahun 2019 (Januari ndash
Maret) Papua Barat berada pada kondisi
deflasi dengan level 056 persen (ytd) dengan
534
362
144
521
193
335302
361
313 272
0
2
4
6
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 211
Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan
Nasional Tahun 2015 ndash 2019
Pabar Nasional
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
26
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
penyumbang terbesar terjadi pada kelompok
volatile food seperti beras telur susu daging
ikan segar dan kacang-kacangan Faktor
intensitas curah hujan yang sedang
menyebabkan beberapa daerah penghasil
mengalami panen besar berakibat pada
melimpahnya jumlah pasokan komoditas
meskipun sedikit terganggu dengan terjadinya
laut pasang pada jalur distribusi Sementara itu
komponen administered price sedikit tertekan
disebabkan pasokan bahan bakar subsidi yang
terbatas meskipun harga non-subsidi (pertalite
dan pertamax series) mengalami sedikit
penurunan harga
Pada triwulan kedua tahun 2019 (April ndash Juni)
intensitas curah hujan di Provinsi Papua Barat
makin meningkat Faktor tersebut pada
akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas
hasil pertanian sehingga pasokan komoditas
menjadi berkurang Dampaknya pada bulan
April dan Mei komponen volatile food seperti
beras sayur-sayuran dan kacang-kacangan
mengalami inflasi Pada bulan April meskipun
komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi
sebesar -070 persen namun kacang-kacangan
mengalami inflasi 240 persen
Memasuki bulan puasa (Mei) dan Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN) Papua Barat
dihadapkan pada tekanan inflasi yang cukup
dalam Komponen volatile food seperti telur
daging ayam daging sapi mengalami tren
peningkatan harga seiring kenaikan
permintaan Pemerintah melalui Tim Pengendali
Inflasi Daerah (TPID) melakukan pengawasan
distribusi untuk mencegah penimbunan barang
dan permainan harga Selain itu TPID juga
melakukan operasi pasar dan program pasar
murah untuk menjaga stabilitas harga
Sementara itu komponen administered price
pada periode ini juga mengalami tekanan
Periode triwulan ketiga tahun 2019 tekanan
inflasi Papua Barat mulai jauh berkurang Pada
bulan Juli terjadi deflasi yang mencapai level -
007 persen Komponen volatile food menjadi
penyumbang terbesar deflasi Kemudian pada
bulan Agustus Papua Barat kembali mengalami
mencapai deflasi pada level -057 persen
dimana kelompok bahan makanan menjadi
penyumbang terbesar dengan capaian -167
Tabel 21
Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Kelompok jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des
Umum -004 159 025 033 034 004 -007 -057 067 -004 159 025
Bahan Makanan -082 493 072 079 100 -048 -066 -167 039 -082 493 072
Makanan Jadi Minuman
Rokok dan Tembakau 057 001 057 050 076 006 030 023 025 057 001 057
Perumahan Air Listrik Gas
dan Bahan Bakar 002 015 007 -004 -011 039 016 001 011 002 015 007
Sandang 072 062 102 050 045 021 -009 -043 158 072 062 102
Kesehatan 076 052 006 027 072 001 002 -026 037 076 052 006
Pendidikan Rekreasi dan
Olah Raga -003 034 -008 020 091 152 014 000 -002 -003 034 -008
Transpor dan Komunikasi
dan Jasa Keuangan 015 -024 -056 -049 -099 -001 050 -005 253 015 -024 -056
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
27 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Pada bulan ini di saat semua kelompok
pengeluaran mengalami tekanan deflasi
kelompok administered price mengalami inflasi
pada level 023 Berbeda dari bulan
sebelumnya memasuki bulan September
Papua Barat mengalami inflasi pada level 067
persen Kelompok volatile food seperti daging
telur susu dan sayur-sayuran serta kelompok inti
(core inflation) seperti sandang dan
perlengkapan rumah tangga menjadi
penyumbang inflasi Di samping itu kelompok
transportasi adalah penyumbang terbesar
inflasi seiring kenaikan harga tiket akibat
permasalahan yang mendera maskapai
penerbangan
Pada triwulan empat tahun 2019 (Oktober-
Desember) Papua Barat kembali mengalami
tekanan inflasi Demikian juga dengan
kelompok volatile food seperti beras daging
ikan telur susu sayur-sayuran dan kacang-
kacangan pada periode ini mengalami inflasi
disebabkan faktor produktivitas hasil pertanian
yang seharusnya melimpah malah berkurang
Di samping itu faktor cuaca yang tidak
bersahabat bagi nelayan menyebabkan
berikurangnya pasokan ikan
Meskipun pada bulan Oktober terjadi deflasi
sebesar -004 persen namun bulan November
Papua Barat kembali mengalami inflasi sebesar
125 persen Penyumbang tertinggi inflasi
adalah kelompok volatile food yang
mengalami kendala produktivitas Kemudian
masuk pada bulan Desember Papua barat
dihadapkan pada momen libur natal dan
tahun baru Pada bulan ini perkembangan
harga di Provinsi Papua Barat mengalami
tekanan inflasi namun dengan tingkat yang
cukup terkendali pada kisaran 025 persen
dengan kenaikan tertinggi terjadi pada
kelompok sandang momen liburan sekolah
natal dan tahun baru
A3 Suku Bunga
Suku bunga merupakan biaya dari suatu
pinjaman atau harga yang dibayar untuk sewa
dana (Mishkin 2015) Kebijakan suku bunga
dilakukan oleh bank sentral selaku pemegang
otoritas moneter Sebagai pemegang otoritas
moneter di Indonesia Bank Indonesia
menetapkan BI Rate sebagai suku bunga
acuan yang mencerminkan sikap dari
kebijakan moneter apakah dovish (longgar)
atau hawkish (ketat) Dalam rangka melakukan
penguatan kerangka operasi moneter Bank
Indonesia kemudian memperkenalkan suku
bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru
berupa BI 7-Day Repo Rate pada April 2016 dan
mulai berlaku efektif tanggal 19 Agustus 2016
Perubahan tersebut bertujuan agar suku bunga
kebijakan dapat lebih cepat mempengaruhi
pasar uang perbankan dan sektor riil
Terkait kebijakan suku bunga selama tahun
2019 Bank Indonesia menerapkan kebijakan
moneter yang cenderung longgar yang
ditandai dengan turunnya suku bunga acuan BI
7-Day Repo Rate Pada awal tahun 2019 BI 7
Day Repo Rate ditetapkan sebesar 600 persen
sebagai akibat dari kebijakan yang hawkish
600 600 600 600 600 600
575
550
525
500 500 500
40
48
55
63
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 212
Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019
(persen)
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
28
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
tahun sebelumnya Sempat bertahan selama
enam bulan kemudian pada bulan Juli BI 7-Day
Repo Rate diturunkan menjadi 575 persen
Penurunan tersebut bertujuan untuk
mendorong investasi sektor riil dalam mengatasi
efek buruk dari pasar keuangan global
(portofolio market) yang volatile
Kemudian pada bulan berikutnya suku bunga
acuan BI 7-Day Repo Rate kembali turun
menjadi 55 persen dan pada akhir tahun 2019
BI 7-Day Repo Rate mencapai angka 500
persen Kebijakan tersebut merupakan langkah
lanjutan untuk menjaga daya saing industri
domestik terhadap perubahan kebijakan
perdagangan sejumlah negara akibat perang
dagang AS-Tiongkok dan ketidakpastian pasar
keuangan global yang masih tinggi Selain itu
deflasi yang terjadi di perekonomian domestik
ikut mendorong penurunan tersebut
Pinjaman yang diberikan lembaga keuangan
kepada masyarakat merupakan pinjaman
yang diperuntukkan untuk keperluan modal
kerja investasi dan konsumsi dengan suku
bunga pinjaman yang diberikan untuk
keperluan konsumsi lebih tinggi daripada suku
bunga pinjaman untuk keperluan modal kerja
dan investasi Pada awal tahun 2019 rata-rata
suku bunga pinjaman konsumsi pada lembaga
keuangan sebesar 1054 persen lebih rendah
dari rata-rata suku bunga pinjaman modal kerja
dan investasi masing-masing sebesar 1144
persen dan 1209 persen
Pada akhir tahun 2019 suku bunga pinjaman
konsumsi turun menjadi 1018 persen sementara
itu suku bunga pinjaman modal kerja dan
investasi masing-masing menjadi 1143 persen
dan 1181 persen Tampaknya pilihan BI atas
kebijakan yang longgar dengan menurunkan
suku bunga acuan selama tahun 2019 diikuti
oleh penurunan suku bunga pinjaman pada
lembaga keuangan
Selama ini penurunan signifikan pada suku
bunga pinjaman merupakan hal yang ditunggu
masyarakat Lembaga keuangan masih
menjadi sumber pendanaan utama bagi
masyarakat yang ingin menjalankan kegiatan
usahanya Namun sangat disayangkan
penurunan suku bunga pinjaman masih bersifat
terbatas Dengan spread (selisih) yang cukup
lebar dengan suku bunga simpanan margin
bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM)
lembaga keuangan masih cukup tinggi
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang
diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NIM
1144 1148 1149 1151 1155 1153 1155 1158 1161 1157 1162
1143
1209 1206 1203 1202 1200 1198 1194 1191 1190 1185 1185 1181
1054 1048 1041 1039 1036 1035 1033 1030 1029 1027 1023 1018
10
11
12
13
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 213
Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Pinjaman pada
Lembaga Keuangan Tahun 2019 (persen)
Pinjaman Modal Kerja Pinjaman Investasi
Pinjaman Konsumsi
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
123
124
123117
116
118
119
118
118
114
115
118
100
110
120
130
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 214
Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Simpanan pada
Lembaga (persen)
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
29 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
lembaga keuangan berada pada kisaran 5
persen Oleh karena itu lembaga keuangan
seharusnya dapat menurunkan lagi tingkat suku
bunga pinjaman hingga mencapai tingkat
single digit interest rate of loans
Sementara itu sebagai respon atas tren
pergerakan suku bunga pinjaman rata-rata
suku bunga simpanan pada lembaga
perbankan juga bergerak turun Pada awal
tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan
sebesar 123 persen Kemudian pada akhir
tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan
turun menjadi 118 persen
A4 Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang suatu negara dibedakan
atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil Nilai
tukar nominal suatu mata uang atau yang
sering disebut kurs merupakan harga relatif dari
suatu mata uang terhadap mata uang lainnya
Adapun nilai tukar riil merupakan harga relatif
dari barang jasa antar dua negara (Mishkin
2015)
Saat ini hampir semua negara tidak bisa lepas
dari interaksi ekonomi dengan luar negeri
Sebagai mata uang global dollar AS banyak
digunakan untuk kegiatan perdagangan
internasional Tak terkecuali Indonesia kegiatan
ekspor impor sebagian besar menggunakan
dollar AS sebagai alat pembayaran Oleh
karena itu pergerakan kurs rupiah terhadap
dollar AS sering dijadikan indikator untuk
menentukan kebijakan perekonomian nasional
Secara konseptual nilai tukar mata uang
memiliki hubungan negatif terhadap ekspor
Ketika kurs rupiah terhadap dollar AS
mengalami apresiasi (penguatan) maka kinerja
ekspor akan tertekan karena harga
barangjasa yang dijual ke luar negeri menjadi
lebih murah Sebaliknya ketika kurs rupiah
terhadap dollar AS mengalami depresiasi
(penurunan) maka akan mendorong
pertumbuhan ekspor Selama tahun 2019 kurs
rupiah terhadap dollar AS mengalami
depresiasi disebabkan penguatan dollar AS
terhadap seluruh mata uang dunia diikuti oleh
kenaikan imbal hasil atau yield obligasi
pemerintah AS dan penurunan harga minyak
dunia Di sisi lain sentimen pelemahan ekonomi
Tiongkok turut andil terhadap pelemahan nilai
tukar rupiah Dibuka pada awal Januari sebesar
Rp14465 kurs rupiah cenderung bergerak
fluktuatif dengan kecenderungan menguat
dan ditutup pada angka Rp13901 pada akhir
tahun 2019
B INDIKATOR KESEJAHTERAAN
Indikator pembangunan yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat
diantaranya Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Tingkat Kemiskinan Tingkat Ketimpangan
(Gini Ratio) dan Kondisi Ketenagakerjaan
B1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pembangunan infrastruktur menjadi lebih
produktif jika memiliki sumber daya manusia
(human resources) yang berkualitas Jika jumlah
SDM berkualitas tidak memadai maka
1446500
1397800
1411100
1423100
1424500
1423100
1411700
1409800
1419000
1419600
1406600
1390100
13750
14000
14250
14500
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 215
Tren Pergerakan Kurs Tengah Rupiah
per 1 US$ Tahun 2019
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
30
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
pembangunan infrastruktur menjadi kurang
efisien dan efektif Akibatnya proses produksi
membutuhkan input dengan ekonomi biaya
tinggi (high cost economy) dan kualitas output
yang dihasilkan rendah Oleh karena itu para
ekonom berpendapat bahwa rendahnya
investasi pada modal manusia (human capital
resources) merupakan penyebab lambatnya
pertumbuhan Investasi yang rendah pada
sektor pendidikan pengetahuan dan
keterampilan menyebabkan produktivitas
modal fisik menurun (Jhingan 1983)
Untuk mengukur keberhasilan pembangunan
pada modal manusia PBB melalui United
Nations Development Programme (UNDP)
mengkombinasikan pencapaian di bidang
pendidikan kesehatan dan pendapataan
pengeluaran riil atau yang dikenal dengan
Human Development Index (HDI) Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Menurut UNDP
IPM suatu daerah dapat dikelompokkan ke
dalam empat kategori yaitu sangat tinggi (IPM
ge 80) tinggi (70 le IPM lt 80) sedang (60 le IPM lt
70) dan rendah ( IPM lt 60)
Walaupun masih tertinggal dari daerah lain dan
menduduki peringkat terakhir secara nasional
pencapaian IPM Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan tiap tahun Pada
tahun 2011 IPM Provinsi Papua Barat mencapai
nilai 599 (masuk dalam kategori rendah) jauh
di bawah IPM nasional sebesar 6709 Kemudian
sejak tahun 2012 IPM Provinsi Papua Barat naik
kelas menjadi kategori sedang dengan nilai
603 Selanjutnya pada tahun 2018 IPM Provinsi
Papua Barat menjadi 6374
Jika dilihat per daerah pencapaian IPM di
Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk
dalam kategori sangat tinggi bahkan masih
banyak daerah yang masuk kategori IPM
rendah diantaranya Wondama Sorong
Selatan Tambrauw Maybrat Manokwari
Selatan dan Pegunungan Arfak Sementara itu
hanya 2 (dua) daerah yang masuk kategori IPM
tinggi yaitu Kab Manokwari dan Kota Sorong
Sumber United Nations Development Programme (UNDP)
Gambar 21
Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM
-
Sangat Tinggi
Manokwari (7117)
Kota Sorong (7735)
Tinggi
Fakfak (6699)
Kaimana (6367)
Teluk Bintuni (6313)
Kab Sorong (6432)
Raja Ampat (6284)
Sedang
Wondama (5886)
Sorong Selatan (6101)
Tambrauw (5195)
Maybrat (5816)
Mansel (5884)
Pegunungan Arfak (5531)
Rendah
Gambar 22 IPM Kab Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018
Berdasarkan Klasifikasi UNDP
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
599 6036091 6128 6173 6221
62996374
6709677
6831689
69557018
70817139
52
56
60
64
68
72
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Grafik 216
Perkembangan Nilai IPM (Metode Baru) Provinsi Papua
Barat dan Nasional Tahun 2011-2018
Papua Barat Nasional
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
31 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Adapun daerah yang masuk kategori sedang
yaitu Fakfak KaimanaTeluk Bintuni Sorong dan
Raja Ampat
IPM yang tinggi di Kota Sorong dan Kab
Manokwari menunjukan adanya korelasi
antara suatu daerah sebagai pusat
perekonomian pemerintahan dengan
pencapaian nilai IPM Sebaliknya ketika suatu
daerah jauh dari pusat perekonomian
pemerintahan seperti Kab Pegunungan Arfak
yang merupakan daerah pemekaran baru
memiliki nilai IPM yang jauh tertinggal dari Kota
Sorong dan Kab Manokwari
B2 Kemiskinan
Konsep kemiskinan seringkali dihubungkan
antara tingkat pendapatan dan kebutuhan
seseorang Jika pendapatan tidak mampu
memenuhi kebutuhan minimum maka
seseorang dapat dikatakan miskin Ravallion
(1995) menyebutkan ciri khas dari kemiskinan
diantaranya kelaparan ketidakberdayaan
terpinggirkan tidak mempunyai tempat
tinggal dan apabila sakit tidak memiliki dana
untuk berobat Selain itu orang miskin pada
umumnya tidak dapat membaca karena tidak
mampu untuk bersekolah dan tidak memiliki
pekerjaan
Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah
Provinsi Papua Barat dihadapkan pada
masalah kemiskinan yang cukup pelik Tingkat
kemiskinan Provinsi Papua Barat sangat tinggi
hingga menduduki peringkat kedua secara
nasional setelah Provinsi Papua Pada tahun
2016 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
mencapai 2488 persen jauh lebih tinggi
dibandingkan tingkat kemiskinan nasional
sebesar 107 persen Kemudian pada tahun
2019 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
turun jauh hingga menjadi 2151 persen
Keadaan tersebut menunjukan bahwa selama
beberapa tahun ke belakang penurunan
tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat
cukup signifikan jika dibandingkan dengan
banyaknya kendala yang harus dihadapi
Pembangunan yang berlangsung selama ini
tampaknya cukup berhasil meningkatkan taraf
hidup penduduk keluar dari garis kemiskinan
Berdasarkan tipologinya tingkat kemiskinan
Provinsi Papua Barat di pedesaan sangat tinggi
bahkan di atas level 30 persen namun
sebaliknya tingkat kemiskinan di perkotaan
pada kisaran 5 persen Pada tahun 2016 tingkat
kemiskinan pedesaan Provinsi Papua Barat
mencapai 3733 persen Kemudian turun
menjadi 3429 persen pada tahun 2018 dan 332
persen pada tahun 2019 Melihat kondisi
tersebut seharusnya program-program
pemerintah lebih difokuskan ke daerah
pedesaan baik dalam rangka investasi ekonomi
yang bersifat produktif maupun investasi
manusia di bidang pendidikan kesehatan
perumahan dan layanan sosial lainnya Selain
itu program-program pengentasan kemiskinan
yang digalakkan pemerintah daerah harus
bermula dari pedesaan untuk menstimulus
kesejahteraan masyarakat desa
24882312 2266
2151
107 1012 966 922
0
5
10
15
20
25
30
2016 2017 2018 2019
Grafik 217
Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun
2016 - 2019 (persen)
Pabar Nasional
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
32
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Jika dilihat berdasarkan daerahnya pada
tahun 2019 seluruh kabupaten kota di Provinsi
Papua Barat memiliki tingkat kemiskinan di atas
nasional dengan tingkat kemiskinan tertinggi
yaitu Kab Pegunungan Arfak dan Tambraw
masing-masing sebesar 3487 persen dan 3437
persen Adapun kemiskinan terendah dimiliki
Kota Sorong dan Kab Kaimana masing-masing
sebesar 1529 persen dan 1604 persen
B3 Ketimpangan
Sebuah keniscayaan bahwa pembangunan
mengharuskan adanya tingkat pendapatan
yang tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan
Namun demikian tingkat pendapatan yang
tinggi perlu didukung oleh indikator lainnya
berupa pemerataan distribusi pendapatan
Distribusi pendapatan yang timpang menurut
Cramer (2001) menyebabkan terjadinya konflik
sosial dalam masyarakat meskipun hal tersebut
bukan hanya disebabkan oleh faktor ekonomi
Jika peningkatan pendapatan hanya
melibatkan sebagian kecil orang kaya maka
penanggulangan kemiskinan akan bergerak
melambat dan ketimpangan semakin tinggi
Salah satu cara untuk mengukur tingkat
distribusi pendapatan dengan menggunakan
Rasio Gini (Gini Ratio) Rasio tersebut mampu
menggambarkan derajat ketimpangan
distribusi pendapatan dalam suatu daerah
dengan nilai terletak antara 0 (kemerataan
sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan
sempurna)
Tingkat distribusi pendapatan Provinsi Papua
Barat tahun 2016-2019 tercatat fluktuatif namun
masih timpang ditandai dengan nilai gini ratio
yang rendah setelah sebelumnya meningkat
Selama kurun waktu tersebut ketidakmerataan
pendapatan di Provinsi Papua Barat masuk
dalam kategori sedang Pada tahun 2016 gini
ratio Provinsi Papua Barat sebesar 0373 dan
merangkak naik menjadi 0390 pada tahun 2017
568 569 516 557
37333512 3429 332
0
10
20
30
40
2016 2017 2018 2019
Grafik 218
Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan
Tahun 2016 - 2019 (persen)
Perkotaan Pedesaan
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
3487
3437
3238
3208
3049
2989
2935
2380
2154
1867
1753
1604
1529
0 10 20 30 40
Pegunungan Arfak
Tambrauw
Teluk Wondama
Maybrat
Teluk Bintuni
Manokwari Selatan
Sorong
Fakfak
Manokwari
Sorong Selatan
Raja Ampat
Kaimana
Kota Sorong
Grafik 219
Tingkat Kemiskinan KabKota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2019
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
0373
03900391
0381
0397
0393
0384
038
036
037
038
039
04
2016 2017 2018 2019
Papua Barat Nasional
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Grafik 220
Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat
dan Nasional Tahun 2016-2019
33 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
meskipun pada kedua periode tersebut berada
di bawah gini ratio nasional Kemudian pada
tahun 2018 gini ratio Provinsi Papua Barat
kembali naik menjadi 0391 bahkan lebih tinggi
dari pencapaian nasional Gini ratio kembali
turun pada tahun 2019 menjadi 0381 atau
sedikit di atas nilai nasional sebesar 0380
B4 Ketenagakerjaan
Untuk melihat kondisi ketenagakerjaan di suatu
daerah diantaranya dapat tercermin pada
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan
tingkat pengangguran
B41 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Indikator ini menunjukan persentase jumlah
angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja
Semakin tinggi TPAK menunjukkan semakin
tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour
supply) yang tersedia untuk memproduksi
barang dan jasa pada suatu daerah TPAK
Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai
6827 persen mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya sebesar 6788 persen Hal ini
mengindikasikan bahwa jumlah angkatan kerja
yang siap untuk bekerja semakin bertambah
B42 Tingkat Pengangguran
Secara teoritis pengangguran memiliki
hubungan negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi
hal tersebut mencerminkan adanya
penambahan output yang membutuhkan
banyak tenaga kerja untuk memenuhi
kapasitas produksi Arthur Okun melalui studinya
(Okunrsquos Law) menyebutkan bahwa semakin
tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka
tingkat pengangguran akan semakin berkurang
(Blanchard 2006)
Di saat jumlah pengangguran dan tingkat
pengangguran nasional mengalami kenaikan
jumlah pengangguran dan tingkat
pengangguran Provinsi Papua Barat juga ikut
bergerak naik Pada tahun 2018 jumlah
pengangguran Provinsi Papua Barat mencapai
26129 orang dengan tingkat pengangguran
sebesar 567 persen Kemudian pada tahun
2019 jumlah pengangguran Provinsi Papua
Barat meningkat menjadi 28846 orang dengan
tingkat pengangguran terseret naik menjadi
624 persen Tampaknya program pemerintah
dalam perluasan dan penciptaan lapangan
pekerjaan belum mampu menekan jumlah dan
tingkat pengangguran di Provinsi Papua Barat
Untuk mengurangi tingkat pengangguran
pemerintah daerah dapat menciptakan
7005
6747
6788
6827
66
67
68
69
70
71
2016 2017 2018 2019
Grafik 221
TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
18806
25037
33214
26129 28846
460
573
752
567
624
000
200
400
600
800
2015 2016 2017 2018 2019
-
10000
20000
30000
40000
Grafik 222
Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua
Barat Tahun 2015 ndash 2019
Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
34
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
kesempatan kerja melalui peningkatan
keahlian sertifikasi pendirian tempat latihan
ketrampilan magang serta meningkatkan
inventasi yang menyerap banyak tenaga kerja
lokal
C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI
DAN PEMBANGUNAN REGIONAL
Efektivitas kebijakan makroekonomi dan
pembangunan Provinsi Papua Barat dapat
diketahui dengan melihat kinerja dari setiap
indikator yang ada dengan membandingkan
antara target dan pencapaian dari setiap
indikator yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah dalam dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Selain itu efektivitas kebijakan
makroekonomi juga dapat diketahui dengan
melihat pengaruh dari sebuah indikator
makroekonomi dan pembangunan terhadap
indikator lainnya
C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan
Pembangunan
Kinerja perekonomian daerah tercermin dari
pencapaian target indikator makroekonomi
dan pembangunan sebagaimana yang telah
ditetapkan pada dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Dokumen RPJMD merupakan rencana
pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)
tahunan yang merupakan penjabaran dari visi
misi dan program kepala daerah Untuk Provinsi
Papua Barat dokumen RPJMD disusun untuk
periode tahun 2017 ndash 2021 Sebagai penjabaran
RPJMD tahun ketiga Pemerintah Daerah
Provinsi Papua Barat menetapkan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2019
yang memuat target indikator-indikator makro
dan kesejahteraan sebagai ukuran
keberhasilan selama satu tahun Beberapa
indikator makroekonomi dan pembangunan
dalam RKPD yang menjadi target pemerintah
daerah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 70 persen
laju inflasi pada level 366 persen gini ratio
sebesar 042 tingkat kemiskinan sebesar 2329
persen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
sebesar 6364 dan tingkat pengangguran
sebesar 642 persen
Tabel 22
Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Indikator Target RKPD Kinerja
Pertumbuhan Ekonomi (persen) 70 266
Inflasi (persen) 366 193
Tingkat Kemiskinan (persen) 2329 2151
Tingkat Pengangguran (persen) 642 624
Gini Ratio 042 0381
IPM 6364 6374
Sumber RPJMD RKPD Provinsi Papua Barat dan BPS
Provinsi Papua Barat (data diolah)
Indikator makroekonomi dan pembangunan
Provinsi Papua Barat tahun 2019 yang mampu
mencapai target yang ditetapkan pada
dokumen RKPD diantaranya tingkat inflasi yang
berhasil dikendalikan sebesar 193 tingkat
kemiskinan juga berhasil ditekan sebesar 2151
persen Demikian pula dengan IPM yang
berhasil meningkat dan melebihi target pada
angka 6374 Selain itu nilai gini ratio tercatat
juga mampu mencapai target pada angka
0381 Sementara indikator lainnya belum
mencapai target yang ditetapkan seperti
tingkat pengangguran yang mencapai 624
persen Sama halnya dengan capaian tingkat
pertumbuhan yang belum memenuhi target
yang hendak dicapai dengan nilai indikator
tersebut berada pada angka 266 persen
35 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Kemiskinan Pendekatan
Model Panel Data
C21 Landasan Teori
Salah satu masalah perekonomian yang cukup
rumit dan hampir terjadi di setiap negara yaitu
tingginya angka kemiskinan Terdapat tiga
penyebab utama timbulnya masalah
kemiskinan Pertama prasarana dan sarana
pendidikan yang tidak memadai sehingga
menyebabkan tingginya jumlah penduduk
buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan
ataupun keahlian Kedua sarana kesehatan
dan pola konsumsi buruk sehingga hanya
sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi
tenaga kerja produktif Ketiga penduduk
terkonsentrasi di sektor pertanian dan
pertambangan dengan metode produksi yang
telah usang dan ketinggalan zaman (Jhingan
1983)
Sebagaimana dikatakan Nurkse daerah yang
terbelakang pada umumnya terjerat ke dalam
lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty)
Menurut Nurkse lingkaran kemiskinan
disebakan oleh rendahnya tingkat pendapatan
sehingga menyebabkan tingkat permintaan
rendah Dengan tingkat permintaan yang
rendah mengakibatkan tingkat investasi pun
rendah Tingkat investasi yang rendah kembali
menyebabkan modal kurang dan produktifitas
rendah dan begitu seterusnya hingga
membentuk sebuah lingkaran sebab akibat dari
kemiskinan (Jhingan 1983)
Dari berbagai teori pertumbuhan yang
dikemukakan oleh banyak ekonomi seperti Teori
Harold Domar Teori Solow Teori Dorongan Kuat
(Big Push Theory) dan Teori Rostow maka dapat
diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor
utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu
akumulasi modal yang meliputi semua bentuk
atau jenis investasi baru pertumbuhan
penduduk dan kemajuan teknologi Investasi
melalui penyerapan tenaga kerja baik oleh
swasta maupun oleh pemerintah
perkembangan teknologi yang semakin inovatif
dan produktif dan pertumbuhan penduduk
melalui peningkatan modal manusia (human
capital) diharapkan mampu mengurangi
jumlah kemiskinan yang ada Sehingga ketika
terjadi pertumbuhan ekonomi yang berarti
terjadi pertumbuhan pendapatan atau
pertumbuhan produksi dari barang-barang
yang dihasilkan maka diharapkan akan
menurunkan kemiskinan dengan memutus
mata rantai lingkaran kemiskinan seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya Dengan adanya
pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat
meningkatkan produktifitas yang ada sehingga
dengan kenaikan produktifitas maka
pendapatan per kapita juga akan naik yang
pada akhirnya membawa pada penurunan
tingkat kemisikinan
C22 Metode dan Hasil Estimasi
Untuk mengukur pengaruh dari pertumbuhan
ekonomi terhadap kemiskinan di Provinsi Papua
Barat menggunakan model sebagai berikut
Tingkat Kemiskinan = f (Pertumbuhan Ekonomi)
Gambar 23
Lingkaran Kemiskinan Nurkse
Sumber Jhingan (1983)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
36
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Dari model di atas dituangkan dalam model
persamaan ekonometrika sebagai berikut
Log(Poverty) = β0 + β1Log(Growth) + ε
dimana
Poverty = Tingkat Kemiskinan (persen)
Growth = Pertumbuhan Ekonomi (persen)
β n = Parameter atau koefisien regresi
ε = Variabel ganggguan
Penggunaan log model pada persamaan di
atas bertujuan untuk mengetahui elastisitas
pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat
kemiskinan di mana koefisien β1 β2 dan β3
menunjukan persentase perubahan tingkat
kemiskinan akibat persentase perubahan
pengeluaran pemerintah (Gujarati 2009)
Adapun data yang digunakan berupa data
panel yang merupakan gabungan antara data
lintas waktu (time series) dari tahun 2015 ndash 2019
dan data lintas individu (cross section) seluruh
kabupaten kota di Provinsi Papua Barat
Baltagi dalam Gujarati (2004) menyatakan
bahwa terdapat beberapa keuntungan dalam
penggunaan data panel yaitu
1 Dengan mengkombinasikan time series dan
cross section data panel akan memberikan
data yang lebih informatif lebih variatif dan
mengurangi kolinearitas antar variabel
derajat kebebasan yang lebih banyak dan
efisiensi yang lebih besar
2 Dengan mempelajari bentuk cross section
berulang-ulang dari observasi data panel
lebih baik dalam rangka mempelajari
dinamika perubahan
3 Data panel dapat berinteraksi lebih baik
dan mengukur efek-efek yang tidak dapat
diobservasi dalam cross section murni
maupun data time series murni
4 Data panel memungkinkan kita untuk
mempelajari model perilaku yang lebih
rumit
5 Dengan membuat data tersedia dalam
jumlah lebih banyak data panel dapat
meminimumkan bias yang dapat terjadi bila
kita mengagregatkan individu ke dalam
agregrat yang luas
6 Secara garis besar data panel dapat
memperkaya analisis empiris dengan
berbagai cara yang mungkin tidak terjadi
jika hanya menggunakan cross section atau
data time series
Metode yang digunakan untuk mengestimasi
model di atas yaitu metode regresi data panel
melalui program komputer Eviews 10 Ada
beberapa teknik yang digunakan diantaranya
metode ordinary least square fixed effect dan
random effect Untuk menentukan teknik mana
yang terbaik maka digunakan Uji Hausman
Ringkasan hasil Uji Hausman dapat dilihat pada
tabel berikut (hasil lengkap Uji Hausman
terdapat pada bagian Lampiran)
Tabel 23
Ringkasan Hasil Uji Hausman
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 0011090 1 09161
Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10
Berdasarkan Uji Hausman di atas diperoleh nilai
probabilitas Chi-Square di atas 5 persen yang
menunjukan bahwa metode random effect
merupakan pilihan terbaik untuk mengestimasi
model yang ada Selanjutnya ringkasan hasil
regresi dengan menggunakan teknik random
effect adalah sebagai berikut (hasil lengkap
estimasi terdapat pada bagian Lampiran)
37 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Tabel 24
Ringkasan Hasil Regresi Data Panel
Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10
Berdasarkan hasil regresi di atas maka model
persamaan untuk mengukur pengaruh dari
pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di
Provinsi Papua Barat adalah
Log(Poverty) = 3219 - 0808 Log(Growth) + ε
Selanjutnya hasil regresi dan persamaan di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut
1 Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai R-
Squared (R2) yang didapat sebesar 79
persen Artinya bahwa variasi perubahan
yang terjadi pada variabel pengeluaran
pemerintah sektor pendidikan kesehatan
dan infrastruktur adalah sebesar 79 persen
dapat menjelaskan variasi perubahan
variabel tingkat kemiskinan sedangkan
sisanya sebesar 921 persen dijelaskan di luar
model
2 Pada tingkat kepercayaan 5 persen (α =
005) peningkatan yang terjadi pada
pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh
signifikan terhadap penurunan tingkat
kemiskinan Hal ini disebabkan memiliki nilai
t-statistik (probabilitas) lebih besar dari α
(01434 gt 005)
3 Koefisien (-0808) menunjukan bahwa
elastisitas dari pertumbuhan ekonomi
terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0808
(inelastis) Artinya jika pertumbuhan
ekonomi naik 1 persen maka tingkat
kemiskinan hanya turun 0808 persen
C23 Implikasi Kebijakan
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat
memiliki tingkat sensitifitas yang rendah
terhadap tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari
nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di
bawah satu persen atau bersifat inelastis
Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan
ekonomi sebesar satu persen maka penurunan
tingkat kemiskinan di bawah satu persen
Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat
tidak berpengaruh signifikan terhadap
penurunan tingkat kemiskinan Hal ini bertolak
belakang dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh David Dollar dan Aart Kraay
(2000) berjudul Growth is Good for The Poor
dimana pertumbuhan ekonomi mampu
mengakselerasi penurunan kemiskinan secara
signifikan Pengaruh yang tidak signifikan
tersebut disebabkan belum meratanya hasil dari
pertumbuhan ekonomi Hal ini terkonfirmasi juga
dari gini ratio Provinsi Papua Barat yang
mengalami peningkatan yang berarti bahwa
distribusi pendapatan semakin tidak merata
Selama ini kue pertumbuhan ekonomi kurang
menjangkau penduduk miskin Berbagai sektor
yang memiliki andil besar terhadap
pertumbuhan ekonomi sebagian besarnya
tercurah ke daerah perkotaan sehingga
manfaatnya hanya dinikmati oleh penduduk di
perkotaan saja walaupun sebagian kecilnya
dirasakan juga oleh penduduk pedesaan
Padahal 90 persen jumlah penduduk miskin di
Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di daerah
pedesaan (kampung) Hal inilah yang
menyebabkan pengaruh dari pertumbuhan
ekonomi Provinsi Papua Barat tidak memiliki
dampak yang besar terhadap penurunan
tingkat kemiskinan
Variabel Hasil Regresi
C growth
Koefisien 3219 - 0808
t-statistik (prob) 00000 01434
f-statistik (prob) 0401
R-square 0079
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
38
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Dari hasil di atas kebijakan yang dapat diambil
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
melalui pertumbuhan ekonomi dalam
mengurangi tingkat kemiskinan yaitu
1 Sebagai salah satu komponen
pertumbuhan ekonomi pengeluaran
pemerintah di Provinsi Papua Barat harus
lebih fokus ke daerah pedesaan (kampung)
dan remote area yang sulit terjangkau oleh
sarana transportasi yang memadai Hal ini
didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah
penduduk miskin di Provinsi Papua Barat
sebagian besar berada di daerah
pedesaan pegunungan dan pedalaman
2 Meningkatkan kualitas pertumbuhan
ekonomi melalui penyediaan sarana
infrastruktur yang layak dan memadai di
daerah pedesaan dan remote area
terutama sarana pendidikan kesehatan
dan transportasi beserta tenaga pendidikan
dan kesehatan yang handal di bidangnya
3 Mengoptimalisasi anggaran dana desa
melalui program padat karya tunai (cash for
work) untuk kegiatan pembangunan desa
seperti (a) pengadaan pembangunan
pengembangan dan pemeliharaan sarana
prasarana desa (b) peningkatan kualitas
dan akses terhadap pelayanan sosial dasar
dan (c) pengadaan pembangunan
pengembangan dan pemeliharaan sarana
prasarana usaha ekonomi desa
4 Melaksanakan program perlindungan sosial
bagi penduduk miskin Diantara program
yang direkomendasikan yaitu memberi
bantuan tunai secara bersyarat (conditional
cash transfer) yang mewajibkan bagi
penerima bantuan seperti anak usia
sekolah balita ibu hamil dan ibu menyusui
untuk berpartisipasi aktif pada fasilitas
pendidikan dan kesehatan Pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat dapat
mengadopsi program conditional cash
transfer Bolsa Familia di Brazil atau program
yang saat ini sedang digalakkan pemerintah
pusat yaitu Program Keluarga Harapan
(PKH)
5 Meningkatkan kualitas belanja (quality of
spending) pemerintah dengan cara
memfokuskan alokasi anggaran pada
belanja prioritas terutama untuk daerah
pedesaan
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN
APBN
BELANJA
PEMERINTAH PUSAT
TRANSFER KE DAERAH
amp DANA DESA
789 T
2383 T
PAJAK PNBP
219 T 029 T
TAX TAX
RATIO RATIO 309 309 gtgt gtgt
DJPbKawalAPBN
39
Perkembangan dan Analisis APBN
nggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) menggambarkan
kondisi keuangan pemerintah yang
berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan
dan alokasi belanja pemerintah untuk satu
periode tahun anggaran yang ditetapkan
dalam Undang-Undang
A APBN TINGKAT PROVINSI
APBN tingkat provinsi menggambarkan potret
kondisi keuangan APBN di Provinsi Papua Barat
yang disajikan dalam bentuk I-account
disajikan dalam tabel 31 Pada tabel tersebut
target pendapatan negara tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
sebesar 116 persen dibandingkan target tahun
2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi
Rp268042 miliar Penurunan target tersebut
didasarkan pada asumsi bahwa kondisi
perekonomian pada tahun 2019 masih dalam
tahap ketidakpastian global Tantangan dan
dinamika yang cukup berat mengingat
volatilitas harga komoditas internasional seperti
minyak dan gas bumi turut mempengaruhi
target penerimaan pajak di Papua Barat
Sementara itu dari aspek belanja negara
terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar
427 persen dibandingkan pagu tahun 2018
yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi
Rp3457711 miliar Alokasi belanja APBN 2019
A
BAB III
Perkembangan dan Analisis
APBN
Tabel 31
Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 (miliar Rp)
Uraian Pagu 2018 Real 2018 Pagu 2019 Real 2019
PENDAPATAN NEGARA 303205 249363 268042 294509
Pendapatan Perpajakan 275325 219362 245494 265104
Pendapatan Bukan Pajak 27880 30001 22549 29404
Hibah - - - -
BELANJA NEGARA 2423117 2491602 3457711 3172329
Belanja Pemerintah Pusat 722953 681662 869620 788870
Transfer ke Daerah dan Dana Desa 1700164 1809940 2588091 2383459
SURPLUS (DEFISIT) (2119912) (2242239) (3189669) (2877820)
PEMBIAYAAN - - - -
Pembiayaan Dalam negeri - - - -
Pembiayaan Luar Negeri - - - -
Sumber OM-SPAN KPP Pratama Manokwari dan Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
40
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
yang naik dibandingkan dengan tahun
sebelumnya disebabkan oleh peningkatan
kebutuhan anggaran di daerah yang
digunakan untuk membiayai program dan
kegiatan Satuan Kerja (Satker) Kementerian
NegaraLembaga (KL) dan belanja daerah
melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD) Hal ini tercermin dari kenaikan yang
cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223
persen dari Rp1700164 miliar menjadi
Rp2588091 miliar pada tahun 2019 serta
belanja barang sebesar 1224 persen menjadi
Rp32754 miliar
Di samping itu penambahan komponen
pembayaran THR PNS tahun ini yang berakibat
pada kenaikan pagu belanja pegawai turut
andil dalam peningkatan pagu belanja APBN
secara keseluruhan Pembayaran THR PNS
tahun 2019 ditambahkan komponen tunjangan
keluarga tunjangan tambahan dan tunjangan
kinerja Pada tahun 2019 pagu belanja
pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari
Rp156741 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp187346 miliar pada tahun 2019
Sementara itu kenaikan yang cukup signifikan
terjadi pada pagu belanja modal dari
Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik
sebesar 3005 persen Hal ini disebabkan
keberadaan proyek-proyek infrastruktur
strategis lanjutan di Provinsi Papua Barat
sehingga alokasi belanja modal pada kembali
bertambah dari sebelumnya sempat menurun
Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi
pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat
mencapai 10987 persen sedangkan realisasi
belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan
membandingkan antara realisasi penerimaaan
dan belanja APBN pada tahun ini terdapat
defisit anggaran sebesar Rp2877820 miliar Hal
ini disebabkan oleh target penerimaan yang
belum optimal tercapai meskipun realisasi
penerimaan jauh lebih besar (181 persen) dari
tahun sebelumnya
B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT
TINGKAT PROVINSI
Pendapatan pemerintah pusat di Provinsi
Papua Barat terdiri dari penerimaan perpajakan
dan penerimaan bukan pajak Pada tahun
2019 realisasi pendapatan pemerintah pusat di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar
atau naik 181 persen dari tahun sebelumnya
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi
pencapaian realisasi pendapatan tersebut
diantaranya
1 Kondisi perekonomian nasional yang tidak
terpengaruh dan tetap tumbuh meskipun
terdapat ketidakopastian global dan
perang dagang AS-Tiongkok
Perekonomian regional yang didorong
sektor migas memberikan dampak yang
baik terhadap penerimaan negara di
Provinsi Papua Barat Terjadi peningkatan
persentase realisasi penerimaan terhadap
target yang telah ditetapkan akibat
multiplier effect dari migas terhadap industri
lainnya
2 Meskpiun ketergantungan penerimaan
negara terhadap sumber daya alam
(natural resources) memberikan risiko
tingkat penerimaan yang rendah namun
harga pasar komoditas yang fluktuatif
mempengaruhi peningkatan penerimaan
3 Pelaksanaan proses produksi masih belum
mendapatkan inovasi sehingga bergantung
pada ekspor bahan baku (raw material)
dan tenaga kerja padat karya sehingga
41 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
sedikit memberikan kontribusi bagi kenaikan
penerimaan negara
B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat
Penerimaan perpajakan pemerintah pusat
tingkat provinsi terdiri atas penerimaan pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan
internasional Penerimaan pajak dalam negeri
di Provinsi Papua Barat terdiri dari PPh
Perseorangan PPh Badan PBB PPN dan Pajak
Lainnya Sementara itu di Provinsi Papua Barat
tidak memiliki penerimaan negara berupa
pajak perdagangan internasional Berikut ini
target dan realisasi penerimaan perpajakan
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat tahun
2018 ndash 2019
Realisasi penerimaan perpajakan pemerintah
pusat di Provinsi Papua Barat mengalami
peningkatan sebesar 2085 persen yaitu dari
Rp219362 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp265104 miliar pada tahun 2019 Hal ini
disebabkan oleh kenaikan realisasi pada jenis
pajak PPN Dalam Negeri dan PPh non migas
lainnya Penerimaan kedua jenis pajak tersebut
sangat ditentukan oleh kondisi perekonomian
dimana pada tahun 2019 tetap tumbuh
meskipun berada pada ketidakpastian global
Dari keseluruhan jenis pajak pemerintah pusat
yang ada di Provinsi Papua Barat PPN Dalam
Negeri masih mendominasi jumlah penerimaan
pajak tahun 2019 mencapai Rp 132253 miliar
atau 5069 persen dari total penerimaan pajak
pemerintah pusat Kemudian diikuti PPh
perseorangan sebesar Rp84935 miliar atau
3255 persen dari total penerimaan pajak
pemerintah pusat dengan kontribusi terbesar
berasal dari penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh
Final
Apabila dilihat per daerah realisasi penerimaan
pajak tertinggi pada tahun 2019 yaitu Kab
Manokwari dan Kota Sorong masing-masing
sebesar Rp80307 miliar dan Rp73192 miliar Hal
ini disebabkan kedua daerah tersebut
merupakan pusat perekonomian di Provinsi
Papua Barat yang memiliki potensi penerimaan
pajak yang lebih besar dibandingkan daerah
lainnya Adapun realisasi penerimaan pajak
terendah yaitu Kab Pegunungan Arfak dan
Kab Tambrauw masing-masing sebesar Rp1606
miliar dan Rp2099 miliar disebabkan kedua
Tabel 32
Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)
Jenis Pajak
Per Akun
2018 2019
Target Realisasi Target Realisasi
PPh Non Migas 148261 89943 106294 105582
PPN dan
PPnBM 109643 111600 123631 133253
Pendapatan
atas PL amp PIB 4035 2117 2960 6448
PBB dan BPHTB 13285 12182 12503 15580
PPh Migas 0 022 0 059
Cukai 0 019 0 036
Bea Masuk 101 3479 106 4149
TOTAL 275225 219362 245388 265104
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)
73192
31783
20142
12906
12668
6494
4622
4564
2180
2152
2099
1606
000 20000 40000 60000 80000
MANOKWARI
KOTA SORONG
TELUK BINTUNI
SORONG
FAK FAK
KAIMANA
RAJA AMPAT
SORONG SELATAN
TELUK WONDAMA
MAYBRAT
MANOKWARI SELATAN
TAMBRAUW
PEGUNUNGAN ARFAK
Grafik 31
Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 Per
KabupatenKota di Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
42
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
daerah tersebut masih menggali sumber-
sumber penerimaan perpajakan lainnya
Jika dilihat per sektor realisasi penerimaan
pajak terbesar Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 berasal dari sektor konstruksi sebesar
Rp106928 miliar atau 4101 persen dari realisasi
seluruh penerimaan pajak Adapun dari 10
sektor penerimaan pajak terbesar di Papua
Barat realisasi penerimaan pajak terkecil
berasal dari sektor real estate sebesar Rp189
miliar atau hanya 007 persen dari realisasi
seluruh penerimaan pajak Hal ini dapat dilihat
pada grafik berikut
Selanjutnya untuk melihat kinerja perpajakan
pada suatu daerah maka digunakan tax ratio
Ukuran tersebut merupakan perbandingan
antara jumlah penerimaan pajak di suatu
daerah dibandingkan dengan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut Tax ratio
menunjukkan kemampuan pemerintah dalam
mengumpulkan penerimaan pajak dan
kepatuhan pembayaran pajak oleh
masyarakat Apabila tax ratio suatu daerah
semakin besar dapat diartikan bahwa
pemerintah lebih leluasa dalam
menyelenggarakan pemerintahan
Tax ratio Provinsi Papua Barat mengalami
kenaikan dari 302 persen pada tahun 2018
menjadi 309 persen pada tahun 2019 Nilai tax
ratio sebesar 309 persen tersebut dapat
dikategorikan rendah jika dibandingkan
dengan tax ratio nasional sebesar 115 persen
Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa
semakin berkurangnya potensi dan
kemampuan pemerintah dalam memungut
pajak Beberapa hal lainnya yang turut
menyumbang rendahnya tax ratio di Provinsi
Papua Barat diantaranya adalah telah
berakhirnya program tax amnesty dan belum
adanya program unggulan lainnya dalam
meningkatkan penerimaan pajak sehingga
optimalisasi penerimaan perpajakan belum
maksimal
Rendahnya tax ratio di Papua Barat juga
dipengaruhi oleh meningkatnya besaran
restitusi pajak yang terjadi pada tahun 2019
yang mengakibatkan pemerintah harus
membayar kepada wajib pajak kelebihan
106928
45318
20125
18633
15075
14799
11819
11484
9154
7396
000
Konstruksi
Administrasi Pemerintahan dan
Jaminan Sosial Wajib
Sektor lainnya
Industri Pengolahan
Pertambangan dan Penggalian
Perdagangan Besar dan
Eceran Reparasi dan
Perawatan Mobil danhellip
Kegiatan Jasa Lainnya
Jasa Keuangan dan Asuransi
Transportasi dan Pergudangan
Pertanian Kehutanan dan
Perikanan
Grafik 32
Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor di
Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)
138126 125
180
156 158
003 003 008
020 017 018
000
050
100
150
200
2017 2018 2019
Grafik 33
Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat
Tahun 2017 ndash 2019 (persen)
PPh Non Migas PPN dan PPnBM
Pendapatan atas PL dan PIB PBB dan BPHTB
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)
43 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
pembayaran pajak Selain itu rendahnya
tingkat kesadaran wajib pajak di Provinsi Papua
Barat untuk memenuhi kewajibannya turut
mendorong penurunan tax ratio Keadaan
yang demikian memerlukan upaya lebih dari
pemerintah dalam meningkatkan edukasi ke
wajib pajak
B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi
Selain dari sektor perpajakan penerimaan
negara yang bersumber dari bukan pajak saat
ini juga telah mulai diperhitungkan untuk
dijadikan andalan dalam memaksimalkan
penerimaan negara Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) adalah semua penerimaan
Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk
penerimaan dari sumber daya alam
Penerimaan bagian laba BUMN PNBP lainnya
serta Penerimaan BLU Berdasarkan jenisnya
PNBP dapat dibedakan menjadi empat yaitu
penerimaan Sumber Daya Alam Bagian
Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan
Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU
Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat
Provinsi di Provinsi Papua Barat tahun 2019
dapat dilihat pada tabel 33
Dari tabel tersebut di atas realisasi PNBP
pemerintah pusat Provinsi Papua Barat tahun
2019 sebesar Rp29404 miliar atau turun 199
persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya
yang berjumlah Rp30001 miliar PNBP Lainnya
memiliki kontribusi tertinggi dengan nilai Rp2822
miliar atau 9597 persen dari keseluruhan
realisasi PNBP pemerintah pusat di Provinsi
Papua Barat Adapun kontribusi terkecil berasal
dari Pendapatan BLU sebesar Rp1184 miliar
dikarenakan hanya berasal dari Penerimaan
jasa pelayanan pendidikan yang dihasilkan
oleh satker Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu
Pelayaran (BP2IP) Selain itu faktor penetapan
satker BP2IP sebagai instansi pemerintah yang
menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU oleh
Menteri Keuangan masih tergolong baru yaitu
30 September 2016
B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan
dan PNBP Terhadap Perekonomian
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
kontribusi kemampuan fiskal pemerintah pusat
di Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
terhadap perekonomian yaitu dengan cara
membandingkan penerimaan pajak dan PNBP
pemerintah pusat terhadap PDRB dan jumlah
populasi tiap daerah
Hampir seluruh pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat memiliki tax ratio yang kecil yaitu di
bawah angka 8 persen kecuali Kab Manokwari
sebesar 807 persen Daerah dengan nilai tax
ratio terkecil yaitu Kab Teluk Bintuni yang hanya
mencapai 104 persen Padahal Kab Teluk
Bintuni merupakan daerah yang memiliki PDRB
terbesar di Provinsi Papua Barat namun tidak
mampu mengoptimalkan penerimaan
perpajakannya Adapun untuk PNBP ratio
semua daerah di Provinsi Papua Barat memiliki
nilai di bawah 1 persen kecuali Kab Manokwari
yang mencapai 1857 persen Selanjutnya tax
ratio dan PNBP ratio KabupatenKota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 dapat dilihat pada
Tabel 33
Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Penerimaan
PNBP
Target
2018
Realisasi
2018
Target
2019
Realisasi
2019
SDA - - - -
Bag Pemerintah
atas Laba BUMN - - - -
PNBP Lainnya 27880 29024 22549 28220
Pendapatan
BLU 0 977 0 1184
Total 27880 30001 22549 29404
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
44
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
tabel 34
Kemudian untuk melihat kontribusi masing-
masing penduduk terhadap penerimaan
digunakan rasio antara pajak dan PNBP
terhadap jumlah populasi pada tiap daerah
Pada tahun 2019 penerimaan pajak perkapita
terbesar di Provinsi Papua Barat adalah Kab
Manokwari Selatan dengan nilai Rp889 juta
orang Kemudian diikuti oleh Kab Teluk Bintuni
dan Kab Manokwari masing-masing sebesar
Rp493 juta orang dan Rp458 juta orang
Sementara itu daerah dengan PNBP per kapita
tertinggi yaitu Kab Manokwari dan Kab Sorong
masing-masing sebesar Rp105 juta orang dan
Rp011 juta orang Hal ini sebagaimana terlihat
pada tabel 35
C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT
PROVINSI
Belanja pemerintah pusat merupakan bagian
dari belanja negara yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pemerintah pusat baik
yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah
Belanja pemerintah pusat dapat dibedakan
menjadi belanja pemerintah pusat menurut
organisasi belanja pemerintah pusat menurut
fungsi dan belanja pemerintah pusat menurut
Tabel 34
Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Daerah Perpajakan
PDRB
PNBP
PDRB
Kab Fakfak 243 014
Kab Kaimana 454 007
Kab Teluk Wondama 289 006
Kab Teluk Bintuni 104 000
Kab Manokwari 807 186
Kab Sorong Selatan 240 004
Kab Sorong 181 009
Kab Raja Ampat 223 001
Kab Tambraw 919 -
Kab Maybrat 303 001
Kab Manokwari Selatan 261 -
Kab Pegunungan Arfak 799 036
Kota Sorong 449 045
Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong
dan Manokwari(data diolah)
Tabel 35
Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019
(Rupiah)
Daerah Pajak
Perkapita
PNBP
Perkapita
Kab Fakfak 164013269 9544219
Kab Kaimana 210370257 3449788
Kab Teluk Wondama 140336305 3154748
Kab Teluk Bintuni 493482943 2014405
Kab Manokwari 458429173 105437329
Kab Sorong Selatan 98503558 1624694
Kab Sorong 226504618 11239638
Kab Raja Ampat 133923458 866841
Kab Tambraw 151260665 -
Kab Maybrat 53303539 140258
Kab Manokwari
Selatan 888525173 -
Kab Pegunungan
Arfak 51843479 2326167
Kota Sorong 287825262 28955329
Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong
dan Manokwari(data diolah)
45 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
jenis belanja Belanja pemerintah
merupakan salah satu alat bagi
pemerintah untuk melakukan stimulus
fiskal Salah satunya yang populer pada
saat krisis ekonomi adalah instrumen
ekonomi berupa stimulus fiskal Secara
garis besar komposisi dari stimulus fiskal
adalah berupa pengurangan beban
pajak dan tambahan belanja pemerintah
(increased spending)
C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi
Berdasarkan Organisasi (BA atau KL)
Belanja pemerintah pusat menurut
organisasi adalah belanja pemerintah
pusat yang dialokasikan kepada
kementerian negaralembaga dan
bagian anggaran bendahara umum
negara Penerima alokasi APBN di Provinsi
Papua Barat Tahun Anggaran 2019
adalah 43 Kementerian NegaraLembaga
(KL) dan 1 Bagian Anggaran Bendahara
Umum Negara (BA-BUN) sehingga jumlah
seluruhnya adalah 45 Bagian Anggaran
(BA)
Jumlah total dana APBN berupa Belanja
KL yang dialokasikan untuk Provinsi Papua
Barat mengalami peningkatan dari
Rp727642 miliar pada tahun 2018
menjadi Rp874066 miliar pada tahun
2019 atau naik 2012 persen Hal ini
dikarenakan terdapat peningkatan yang
cukup signifikan pada alokasi belanja
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Kementerian Pertahanan Adapun pagu
belanja APBN terbesar pada tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat dialokasikan untuk
kedua Kementerian tersebut masing-
masing sebesar Rp328424 miliar dan
Rp108941 miliar Anggaran tersebut
Tabel 36
Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggran
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
KementerianLembaga Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Badan Pemeriksa Keuangan 2267 2066 2612 2394
Mahkamah Agung 3673 3338 3418 3301
Kejaksaan Republik Indonesia 2809 2368 2673 2454
Kementerian Dalam Negeri 240 163 028 000
Kementerian Pertahanan 59591 58788 108941 106126
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Ri 7670 7689 10100 9209
Kementerian Keuangan 10744 9934 10125 9784
Kementerian Pertanian 15113 14916 13526 13344
Kementerian Perindustrian 159 153 146 145
Kementerian Perhubungan 105994 94482 86499 74352
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 5230 5153 4320 4277
Kementerian Kesehatan 11023 9961 12722 11793
Kementerian Agama 32350 29728 35602 34447
Kementerian Ketenagakerjaan 2800 2664 8905 7675
Kementerian Sosial 3374 3302 2282 2082
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan 20569 17231 20264 19761
Kementerian Kelautan dan Perikanan 6131 5517 6298 6017
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat 239290 232657 328424 283754
Kementerian Pariwisata 247 189 167 135
Kementerian Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi 17319 15991 21450 19589
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah 399 347 304 280
Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak 100 047 100 086
Badan Pusat Statistik 8137 7437 8666 8318
Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional 126 046 126 053
Kementerian Agraria dan Tata RuangBpn 8113 5833 9000 7612
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 105 101 059 052
Kementerian Komunikasi dan Informatika 801 712 648 628
Kepolisian Negara Republik Indonesia 69013 71273 74391 75732
Badan Pengawas Obat dan Makanan 2724 2415 3011 2818
Badan Koordinasi Penanaman Modal 045 038 045 043
Badan Narkotika Nasional 507 480 518 511
Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi 12188 9667 8701 7639
Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional 5201 3091 2887 2682
Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika 2022 1899 2502 2456
Komisi Pemilihan Umum 31765 30110 40174 37062
Arsip Nasional Republik Indonesia 018 017 047 040
Badan Kepegawaian Negara 1111 1087 801 774
Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan 1845 1833 2775 2442
Kementerian Perdagangan 3792 3335 2241 2125
Kementerian Pemuda dan Olah Raga 294 294 219 213
Badan SAR Nasional 4298 4037 3681 3531
Badan Pengawas Pemilihan Umum 17863 17232 23957 19456
Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik
Indonesia 3439 3142 3074 2726
Bendahara Umum Negara 7140 6800 7636 6759
Total 727642 687563 874066 794676
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
46
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
digunakan untuk akselerasi pembangunan
infrastruktur di Provinsi Papua Barat seperti
penyelesaian jalan trans papua jembatan
waduk dan irigasi serta pembangunan Rumah
Prajurit TNI Alokasi pagu Kementerian Pekerjaan
Umum mengalami peningkatan yang cukup
besar disebabkan disebabkan adanya proyek-
proyek infrastruktur strategis lanjutan di Provinsi
Papua Barat mulai memasuki tahap awal
kontrak sehingga alokasi belanja modal
kembali bertambah
C2 Perkembangan Pagu dan
Realisasi Berdasarkan Fungsi
Belanja pemerintah pusat dapat dibagi
menjadi 11 fungsi antara lain fungsi pelayanan
umum pertahanan ketertiban dan keamanan
ekonomi lingkungan hidup perumahan dan
fasilitas umum kesehatan pariwisata dan
budaya agama pendidikan dan perlindungan
sosial Pada tahun 2019 terjadi peningkatan
alokasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat
yang dialami beberapa fungsi diantaranya
fungsi ketertiban amp keamanan pendidikan
perumahan amp fasilitas umum pertahanan
lingkungan hidup kesehatan perlindungan
sosial dan pariswisata amp budaya
Alokasi belanja terbesar tahun 2019 yaitu pada
fungsi ekonomi yaitu sebesar Rp368664 miliar
Hal tersebut cukup relevan mengingat
besarnya anggaran infrastruktur yang
digunakan untuk meningkatkan perekonomian
menuju kesejahteraan masyarakat Sehingga
alokasi belanja pada fungsi tersebut harus
sejalan dengan besarnya proyek-proyek
strategis yang sedang dilaksanakan oleh
pemerintah
Dari tabel 37 dapat dilihat bahwa fungsi
pariwisata dan budaya merupakan fungsi
dengan alokasi belanja terkecil selama dua
tahun terakhir Hal ini menggambarkan bahwa
sektor pariwisata dan budaya di Provinsi Papua
Barat kurang mendapat perhatian serius
padahal banyak potensi besar atas
keaneragaman budaya dan pariwisata di
Provinsi Papua Barat semisal Raja Ampat dan
Taman Nasional Teluk Cenderawasih Khusus
Tabel 37
Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
Fungsi Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Ekonomi 315843 297670 368664 317486
Pertahanan 59591 58788 108941 106126
Pendidikan 77895 70310 102629 95592
Pelayanan
Umum 78955 73964 93974 84071
Ketertiban dan
Keamanan 83673 85148 91100 91207
Perumahan
dan Fasilitas
Umum
56189 52502 44795 40176
Lingkungan
Hidup 19762 17066 24481 22822
Kesehatan 16983 13956 17316 16254
Agama 9272 8703 13551 12887
Perlindungan
Sosial 3474 3349 2382 2168
Pariwisata dan
Budaya 262 204 182 150
Sumber OM SPAN (data diolah)
328424
108941
86499
74391
40174
35602
23957
21450
20264
13526
283754
106126
74352
75732
37062
34447
19456
19589
19761
13344
000 200000 400000
Kementerian PUPR
Kementerian Pertahanan
Kementerian Perhubungan
Kepolisian Negarahellip
KPU
Kementerian Agama
Bawaslu
Kemenristek Dikti
Kementerian LHK
Kementerian Pertanian
Grafik 34
10 Kementerian Negara Lembaga di Provinsi Papua
Barat dengan Alokasi APBN Terbesar TA 2018 (miliar Rp)
Realisasi Pagu
Sumber OM SPAN(data diolah)
47 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
untuk Raja Ampat merupakan rumah bagi 75
persen spesies koral yang ada di dunia dan 1500
spesies ikan termasuk beragam jenis hiu Selain
itu Raja Ampat pernah dinobatkan sebagai
Worldrsquos Best Snorkeling Destination berdasarkan
survei CNN tahun 2015 dan The Outstanding
Liveaboard Diving Destination dalam Diving
and Resort Travel Expo Hong Kong tahun 2016
Dengan berbagai keunggulan dan potensi
wisata di Provinsi Papua Barat seharusnya
mendorong pemerintah untuk lebih
mengalokasikan anggaran pada sektor
pariwisata sehingga dapat menjadi tumpuan
dalam menggerakkan perekonomian dan
menciptakan lapangan pekerjaan
C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi
Berdasarkan Jenis Belanja
Menurut jenisnya belanja pemerintah pusat
terdiri dari 8 (delapan) jenis belanja yaitu
belanja pegawai belanja barang belanja
modal pembayaran bunga utang subsidi
belanja hibah belanja bantuan sosial dan
belanja lain-lain Pagu dan realisasi belanja
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat
berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada tabel
38
Berdasarkan tabel 38 pada tahun 2019
terdapat peningkatan alokasi belanja pegawai
sebesar 1905 persen disebabkan
bertambahnya jumlah PNS sehingga
berpengaruh terhadap peningkatan nilai
pembayaran THR PNS yang disertai dengan
komponen tunjangan keluarga tunjangan
tambahan dan tunjangan kinerja Sedangkan
untuk belanja modal kembali mengalami
kenaikan alokasi sebesar 3005 persen setelah
tahun sebelumnya sempat menurun Selama
dua tahun terakhir alokasi belanja modal
tertinggi diperuntukkan bagi Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan
Kementerian Perhubungan Pagu belanja
modal yang besar tersebut diperuntukkan bagi
pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua
Barat yang merupakan salah satu wujud
komitmen dari Presiden Joko Widodo dalam
membuka konektivitas antar daerah di wilayah
Indonesia Timur sehingga diharapkan dapat
mewujudkan pembangunan yang lebih merata
pada wilayah perbatasan pulau terluar
kawasan tertinggal dan kawasan pedesaan
Berdasarkan realisasi tingkat penyerapan
anggaran belanja terhadap total jenis belanja
yang dilakukan oleh seluruh KL pada tahun
2019 mengalami penurunan Pada tahun 2019
tingkat penyerapan anggaran belanja seluruh
KL sebesar 9252 persen atau turun 254 persen
dari tahun 2018 yang mencapai
9506 persen Tingkat penyerapan
anggaran tertinggi terjadi pada
belanja pegawai dan belanja
bantuan sosial masing-masing
sebesar 9764 persen dan 9481
persen Adapun tingkat penyerapan
terendah yaitu belanja lain-lain
sebesar 6435 persen Sementara itu
sebagai belanja dengan alokasi
terbesar belanja modal mengalami
penurunan serapan yang cukup
Tabel 38
Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis
di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Jenis Belanja Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Belanja Pegawai 155874 151772 9737 185564 181194 9764
Belanja Barang 291631 264525 9071 327719 302217 9222
Belanja Modal 270507 262001 9686 351807 303238 8619
Belanja Bansos 2489 2466 9907 1338 1269 9481
Belanja Lain-lain 1398 898 6422 1588 1022 6435
Belanja Transfer 284123 274635 9666 333508 322672 9675
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
48
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
signifikan Pada tahun 2019 tingkat realisasi
belanja modal sebesar 8619 persen jauh lebih
rendah dari tahun sebelumnya (9686 persen)
Peningkatan alokasi pada belanja modal tidak
disertai dengan optimalisasi pelaksanaan
anggaran dan mengancam capain target-
target kinerja pemerintah
C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat
Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa
faktor utama yang mempengaruhi pencapaian
realisasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat
yaitu
1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai
sehingga memberikan pengaruh pada
capaian realisasi penyerapan anggaran
yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas
dan kualitas yang berdampak pada
akselerasi pembangunan di Provinsi Papua
Barat
2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan
oleh infrastruktur yang memadai
memberikan dampak pada ekonomi
dengan biaya tinggi (high cost economy)
sehingga hal ini menjadi beban bagi
pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat
investasi merupakan permasalahan dasar
bagi penciptaan lapangan kerja dan
penerimaan pajak pemerintah
3 Kondisi budaya masyarakat yang masih
eksklusif terhadap dinamika globalisasi
ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak
ulayat memberikan implikasi ketidakpastian
hukum dalam pelaksanaan investasi dan
pembangunan secara umum Hal-hal yang
terkait dengan penyelenggaraan proyek
yang berkaitan dengan hak ulayat sering
kali terdampak dari sisi ketepatan waktu
penyelesaian pekerjaan
D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT
Cash flow Pemerintah Pusat menggambarkan
kondisi arus kas masuk (cash in flow) dan arus
kas keluar (cash out flow) yang dilakukan oleh
pemerintah pusat pada suatu daerah dan
periode waktu tertentu Arus kas masuk
pemerintah pusat adalah semua penerimaan
yang diterima oleh pemerintah pusat dari
pemerintah daerah provinsi tertentu sedangkan
arus kas keluar adalah semua pengeluaran
yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah provinsi tertentu Yang
termasuk dalam arus kas masuk bagi
pemerintah pusat adalah semua penerimaan
negara yang diterima oleh pemerintah pusat
melalui pemerintah provinsi tertentu seperti
penerimaan pajak PNBP dan hibah Yang
termasuk dalam arus kas keluar pemerintah
pusat adalah semua belanja pemerintah pusat
dalam APBN yang terdiri dari belanja
KPKDDKTPUB dan dana transfer untuk
provinsi berkenaan Berikut ini cash flow
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat Tahun
2019
Tabel 39
Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi 2019
Cash in Flow 294509
Penerimaan Perpajakan 265104
Penerimaan Bukan Pajak 29404
Hibah 000
Cash in Out 3172329
Belanja Pemerintah Pusat 788870
Transfer ke Daerah dan
Dana Desa 2383459
Defisit (2877820)
49 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Berdasarkan tabel 39 terlihat bahwa pada
tahun 2019 Cash in Flow Pemerintah Pusat di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar
sedangkan Cash in Out sebesar Rp3172329
miliar Sehingga dalam hal ini di Provinsi Papua
Barat mengalami defisit yang cukup besar
mencapai Rp2877820 miliar Hal ini
mengindikasikan bahwa ketergantungan
Provinsi Papua Barat kepada pemerintah pusat
masih sangat tinggi sehingga memerlukan
subsidi silang dari daerah lain yang mengalami
surplus
E TRANSFER KE DAERAH
Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal
pemerintah pusat memberikan dana Transfer ke
Daerah dan Dana Desa (TKDD) kepada
pemerintah daerah Transfer ke Daerah terbagi
menjadi (1) Dana Perimbangan (2) Dana
Insentif Daerah (DID) dan (3) Dana Otonomi
Khusus dan Dana Keistimewaan DIY Adapun
dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil
(DBH) Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK) Dana yang diberikan
pemerintah pusat kepada Provinsi Papua Barat
dalam bentuk TKDD jumlahnya semakin
meningkat Pada tahun 2018 TKDD yang
dialokasikan untuk pemerintah Provinsi Papua
Barat sebesar Rp17 triliun Kemudian jumlahnya
meningkat menjadi Rp2588 triliun pada tahun
2019 atau naik sebesar 522 persen Hal ini
menunjukan bentuk penguatan desentralisasi
fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat
Berdasarkan komposisinya komponen terbesar
dari TKDD Provinsi Papua Barat berupa Dana
Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU)
Pada tahun 2019 komponen DBH
menyumbang 362 persen dari total keseluruhan
TKDD yang diterima Provinsi Papua Barat
Komponen terbesar kedua yaitu DAU sebesar
321 persen Kondisi tersebut mengindikasikan
bahwa Provinsi Papua Barat meskipun memiliki
penerimaan DBH yang cukup besar namun
persentasenya belum mendominasi sehingga
masih menunjukkan tingginya tingkat
ketergantungan terhadap pemerintah pusat
Keadaan ini patut diwaspadai mengingat
pengalaman sebagian besar daerah yang
memiliki ketergantungan tinggi pada dana
transfer akan lebih memilih status quo terhadap
penerimaan dari pemerintah pusat (Inanga
dan Wusu 2004)
Tabel 310
Pagu dan Realisasi Dana Transfer Tahun 2018 ndash 2019
Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Uraian
2018 2019
Pagu Realisasi Pagu Realisasi
DBH 1323 2581 9362 7530
DAU 8025 8025 8311 8311
DAK 2253 2098 2679 2482
Dana Otsus amp
DID 4069 4065 4011 3995
Dana Desa 1331 1331 1517 1517
Total 17002 18099 25881 23835
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
DBH
362DAU
321
DAK (Fisik amp
Nonfisik)
104
Otsus amp
DID 155Dana
Desa 59
Grafik 35
Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
50
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN
UMUM (BLU) PUSAT
Badan Layanan Umum merupakan instansi di
lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan laba dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktivitas
F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat
Satker pemerintah pusat yang berstatus BLU di
Provinsi Papua Barat hanya Politeknik Pelayaran
(Poltekpel) Sorong atau dahulu bernama Balai
Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran
(BP2IP) Sorong memberikan pelayanan untuk
mendidik dan melatih pemuda pemudi untuk
menjadi perwira pelayaran menengah dasar
dan tenaga kepelautan berdaya saing tinggi
prima profesional dan beretika sesuai standar
nasional dan internasional Poltekpel Sorong
juga menyelenggarakan fungsi menyusun
rencana program dan anggaran serta
perumusan standarisasi kurikulum silabus
metodikdidaktik persyaratan pengajar
peserta bahan dan alat pengajaran serta
ujian-ujian penyusunan persyaratan akreditasi
program dan lembaga pendidikan dan
pelatihan serta penyiapan bahan dan sertifikasi
lulusan pendidikan dan pelatihan di bidang
kepelautan
Penetapan satker Poltekpel Sorong sebagai
instansi pemerintah yang menerapkan
pengelolaan keuangan BLU secara penuh
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 735KMK052016 tanggal 30 September
2016 Pemerintah pusat memberikan fleksibilitas
pengelolaan keuangan kepada Poltekpel
Sorong sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 dan
peraturan pelaksanaannya
F2 Perkembangan Pengelolaan Aset PNBP
RM dan BLU Pusat
Sejak ditetapkan sebagai satker BLU Poltekpel
Sorong mengalami peningkatan nilai aset dari
Rp4149 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp4921
miliar pada tahun 2019 atau meningkat 186
persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik
berikut 36
Sementara itu untuk realisasi PNBP BLU satker
Poltekpel Sorong mengalami penurunan dari
Rp104 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp947
3426
4149
4921
-
1000
2000
3000
4000
5000
2017 2018 2019
Grafik 36
Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel
Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
1297
1040
947
-
300
600
900
1200
1500
2017 2018 2019
Grafik 37
Perkembangan Realisasi PNBP BLU Satker
Poltekpel Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
51 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
miliar pada tahun 2019 atau turun sebesar -90
persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik
37
F3 Kemandirian BLU
Salah satu tujuan diberikannya status BLU
adalah untuk mewiraswastakan pemerintah
(enterprising the government) Oleh karena itu
satker BLU didorong untuk menciptakan
kemandirian terhadap dirinya sendiri Sebagai
satu-satunya BLU di Provinsi Papua Barat
Poltekpel Sorong yang menyediakan layanan
pendidikan dan pelatihan didorong untuk
memiliki kemandirian dalam mengelola
usahanya Kemandirian tersebut dapat dilihat
rasio PNBP BLU terhadap total realisasi Rasio
kemandirian satker Poltekpel Sorong
mengalami peningkatan dari 0054 pada tahun
2018 menjadi 0075 pada tahun 2019
F4 Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU
Tidak semua satker yang memiliki PNBP dapat
berubah menjadi satker BLU Pada tahun 2019
Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi
Papua Barat membina 104 satker PNBP dimana
terdapat 2 (dua) satker PNBP yang berpotensi
menjadi satker BLU yaitu Universitas Negeri
Papua (Unipa) dan Politeknik Kesehatan
(Poltekes) Sorong Kedua satker layanan
pendidikan tersebut memiliki jumlah aset yang
semakin tinggi Untuk Poltekes Sorong nilai
asetnya mengalami peningkatan dari Rp7226
miliar pada tahun 2018 menjadi Rp1046 miliar
pada tahun 2019 Begitu juga dengan Unipa
yang mengalami peningkatan aset dari
Rp39203 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp4081 miliar pada tahun 2019
Sementara itu jika dilihat rasio realisasi PNBP
terhadap total realisasi satker Universitas Papua
memiliki rasio kemandirian semakin naik dari
0234 menjadi 0276 pada tahun 2019 Hal ini
menunjukan tingkat kemandirian satker tersebut
semakin baik Adapun rasio kemandirian satker
Poltekes Sorong menunjukan nilai semakin turun
dari 0158 persen pada tahun 2018 menjadi
0142 pada tahun 2019
G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI
PUSAT
Selain membina satuan kerja Badan Layanan
Umum Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat juga
diberi tugas untuk melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan investasi pemerintah
pusat di daerah khususnya penerusan pinjaman
(Subsidiary Loan Agreement SLA) dan kredit
program Kredit program yang dimaksud yaitu
penyaluran Kredit Usaha Rakyat kepada Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Tabel 311
Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian
Satker PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU
Nama Satker
Nilai Aset
(miliar Rp)
Rasio
Kemandirian
2018 2019 2018 2019
Poltekes Sorong 7226 10460 0158 0142
Universitas Papua 39203 40810 0234 0276
Sumber LKPP Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat (data diolah)
0143
0054
0075
0000
0030
0060
0090
0120
0150
2017 2018 2019
Grafik 38
Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel
Sorong Tahun 2017 - 2019
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
52
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan
Agreement SLA)
Jumlah penerusan pinjaman (Subsidiary Loan
Agreement SLA) yang ditatausahakan oleh
Kanwil DJPb Provindi Papua Barat sebesar
Rp15445787609 untuk dua debitur yaitu PDAM
Kab Manokwari dan PDAM Kab Sorong
Berdasarkan monitoring dari aplikasi SLIM PDAM
Kab Manokwari dengan nomor SLA 2104101
dan nilai pinjaman sebesar Rp7296812055
telah melunasi semua kewajibannya Untuk
PDAM Kab Sorong dengan nomor SLA 21042101
dan nilai pinjaman sebesar Rp8148975554
masih memiliki kewajiban untuk membayar
angsuran pokok (outstanding) sebesar
Rp7848975555 dan biaya administrasi
Sampai dengan akhir 2019 tercatat bahwa
status kewajiban PDAM Kab Manokwari sudah
diselesaikan dengan menghapus pinjaman
melalui mekanisme Hibah Non Kas Adapun
PDAM Kab Sorong masih mempunyai
kewajiban membayar angsuran pokok berikut
kewajiban lainnya Status penyelesaian
utangnya masih bersifat on going dan
diselesaikan melalui Panitia Urusan Piutang
Negara (PUPN) dikarenakan masuk dalam
kategori Kerjasama Operasional (KSO) sehingga
tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme
Penghapusan atau Hibah-PMD
G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Menurut data SIKP sampai dengan akhir tahun
2019 jumlah penyaluran KUR di Provinsi Papua
Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan
kepada 51622 debitur Daerah dengan jumlah
penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong
sebesar Rp57002 milar dengan jumlah debitur
sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah
dengan penyaluran KUR terbesar kedua yaitu
Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang
Tabel 312
Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat
Nomor
SLA
Nama
SLA
Penerima
SLA
Jumlah SLA
(Rp)
2104101 RDA-
297DP31997
PDAM Kab
Manokwari 7296812055
2104201 RDA-
233DP31996
PDAM Kab
Sorong 8148975554
Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management
(SLIM) DJPb (data diolah)
Tabel 313
Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi Papua Barat (Rupiah)
Nama
Debitur
Jumlah
Penarikan
Pembayaran
Pokok
Tunggakan
Pokok
Tunggakan
Non Pokok
Total
Tunggakan
Outstanding
Pokok
PDAM
Manokwari 7296812055 7296812055 - - - -
PDAM
Sorong 8148975554 299999999 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555
Jumlah 15445787609 7596812054 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555
Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management (SLIM) DJPb (data diolah)
16903
14542
6659
3705 3628
2398 2070 1249 1300 800 861
500
3500
6500
9500
12500
15500
Ko
ta S
oro
ng
Ka
b M
an
okw
ari
Ka
b S
oro
ng
Ka
b F
akfa
k
Ka
b Te
luk B
intu
ni
Ka
b So
ron
g S
ela
tan
Ka
b R
aja
Am
pa
t
Ka
b K
aim
an
a
Ka
b Te
luk W
on
da
ma
Ka
b M
ayb
rat
Ka
b Ta
mb
rau
w
Ka
b M
an
okw
ari S
ela
tan
Grafik 39
Jumlah Debitur KUR per Kab Kota
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
53 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
diberikan kepada 14542 debitur Kemudian
penyaluran KUR terbesar ketiga yaitu Kab
Sorong sebesar Rp20669 miliar dan jumlah
debitur sebanyak 6659 nasabah Hal ini
mengindikasikan bahwa persebaran KUR di
Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di
daerah yang kondisi perekonomiannya relatif
lebih maju
Jika dilihat dari bank penyalur terdapat enam
bank penyalur KUR di Provinsi Papua Barat yaitu
BRI Mandiri BNI BRI Syariah BPD Papua dan
Bank Artha Graha BRI merupakan bank
penyalur KUR terbesar baik dari sisi jumlah
debitur maupun jumlah kredit yang disalurkan
Sampai dengan akhir tahun 2019 dana KUR
yang telah disalurkan oleh BRI sebesar Rp12999
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 45860
orang Sementara itu dana KUR yang telah
disalurkan oleh Bank Mandiri sebesar Rp15034
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 3884
orang Adapun BNI telah menyalurkan KUR
sebesar Rp2119 miliar dengan jumlah debitur
sebanyak 1197 orang
Jika dilihat per skema sampai dengan tahun
2019 jumlah penyaluran KUR tertinggi di Provinsi
Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp107489
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 49873
nasabah Sementara itu untuk penyaluran KUR
Ritel sebesar Rp70333 miliar dengan jumlah
debitur sebanyak 4062 nasabah TKI sebesar
Rp328 miliar dengan jumlah debitur sebanyak
188 orang nasabah
Jika dilihat per sektor perdagangan
merupakan sektor yang memiliki jumlah
penyaluran KUR terbesar Sampai dengan
tahun 2019 penyalurannya sebesar Rp119405
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551
nasabah Kemudian diikuti sektor pertanian
Tabel 314
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Penyalur
sd Tahun 2019
Penyalur Akad Oustanding Jumlah
Debitur
BRI 1299944193527 670278014176 45860
Mandiri 150340333000 119669475736 3884
BNI 211924344478 99423314611 1197
BPD Papua 35146110001 28252135715 635
BRI Syariah 85000000 64574706 4
Artha Graha 25000000 17402052 1
LKBB-UMI 367900000 183250062 41
Jumlah 1697832881006 917888167058 51622
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
Tabel 315
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema
sd Tahun 2019
Skema Akad Oustanding Jumlah
Debitur
Mikro 1074896977024 204657721208 49873
Ritel 703328055397 321492391269 4062
TKI 3284777829 2535588273 188
Jumlah 1781509810250 528685700750 54123
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
57002
4871120669
13458
12589
6400
6085
5898
3187
2104
1773
275
000 20000 40000 60000
Kota Sorong
Kab Manokwari
Kab Sorong
Kab Fakfak
Kab Teluk Bintuni
Kab Sorong Selatan
Kab Raja Ampat
Kab Kaimana
Kab Teluk Wondama
Kab Maybrat
Kab Tambrauw
Kab Manokwarihellip
Grafik 310
Jumlah Penyaluran KUR per Kab Kota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
54
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
perburuan dan kehutanan sebesar Rp13174
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 5242
nasabah Melihat kondisi terserbut perlu
perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang
lebih produktif seperti sektor perikanan dan
industri pengolahan Hal ini dikarenakan
perluasan kepada sektor produktif lebih
menggerakkan roda perekonomian di Provinsi
Papua Barat
H MANDATORY SPENDING BELANJA
INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT
STRATEGIS LAINNYA
Belanja Pemerintah Pusat (Belanja KL)
merupakan salah satu instrumen untuk
menstimulasi perekonomian dan meningkatkan
derajat kesejahteraan masyarakat Sejalan
dengan hal tersebut desain kebijakan belanja
tahun 2019 didasarkan pada belanja yang
efisien namun produktif dan efektif untuk
memenuhi kebutuhan strategis yang perlu
segera dilaksanakan Pemenuhan kebutuhan
prioritas nasional ini dilakukan dalam rangka
menghasilkan output yang berkualitas
(strategis) serta mendorong percepatan
pembangunan infrastruktur dan peningkatan
kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan)
H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur merupakan salah
satu prioritas utama dalam belanja Pemerintah
Pusat Kebijakan ini didasari oleh keyakinan
bahwa untuk mendorong iklim investasi
penyediaan infrastruktur dasar mempunyai
peranan yang sangat penting dalam
peningkatan daya saing efisiensi sistem logistik
pemerataan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi
Sebagai wilayah yang berada di Kawasan Timur
Indonesia pembangunan infrastruktur Provinsi
Papua Barat terbukti menjadi salah satu prioritas
kebijakan pemerintah pada tahun 2019
dengan tingginya alokasi belanja modal
infrastruktur Alokasi ini digunakan untuk
menghasilkan output-output strategis
infrastruktur Papua Barat dalam rangka
mengejar ketertinggalan ekonomi
Tabel 316
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha
sd Tahun 2019
Skema Akad Oustanding Jumlah
Debitur
Perdagangan Besar dan Eceran 1194052179527 327049902707 35551
Jasa Kemasyarakatan Sosial Budaya Hiburan dan
Perorangan Lainnya 95673177829 36411599958 3078
Pertanian Perburuan dan Kehutanan 131736160000 37998587280 5242
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 84268700000 32294066289 1996
Industri Pengolahan 70339500000 27064136552 1858
Perikanan 73991600001 29686620517 2355
Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 78192492893 18877260615 2900
Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 42166000000 15437470720 987
Konstruksi 5657000000 2391825107 52
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1748000000 811101501 41
Jasa Pendidikan 418000000 85998309 20
Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib 3267000000 577131195 43
Jumlah 1781509810250 528685700750 54123
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
55 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Pada tahun 2019 beberapa output strategis
tercatat memiliki realisasi yang cukup besar
diantaranya adalah pembangunan dan
preservasi plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar)
Jembatan sepanjang plusmn235 meter (Rp43572
miliar) dan rehabilitasi sarana pendidikan
sebanyak plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Namun
demikian besarnya serapan belum
menunjukkan adanya optimalisasi pada
capaian output Masih banyak kendala khas
Papua Barat yang harus dihadapi sehingga
membuat infrastruktur tertahan Infrastruktur
yang tidak disertai dengan pembebasan lahan
dalam pembangunannya menjadi output
dengan capaian yang lebih besar karena relatif
lancar pada pelaksanaannya
H2 Output Strategis Bidang Pendidikan
Pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas inovasi dan daya
saing sumber daya manusia Indonesia Dalam
jangka panjang pendidikan yang berkualitas
juga diharapkan dapat memutus rantai
kemiskinan antar-generasi serta meminimalkan
social cost dalam pembangunan yang
dilaksanakan Pemerintah Oleh karena itu
pendidikan menjadi salah satu prioritas belanja
pemerintah pusat dengan alokasi yang tinggi
Tingginya alokasi belanja bidang pendidikan ini
secara umum telah berhasil meningkatkan
capaian indikator-indikator pendidikan
Sepanjang tahun 2019 realisasi PIP dan KIP di
Provinsi Papua Barat secara bersama-sama
Tabel 318
Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Siswa penerima BOS 14813839553 13948 Siswa 888
Siswa penerima KIP 389600000 439 Orang 982
Penerima bantuan PIP 20250000 43 Siswa 717
Penerima Bidik Misi PTIK 4165800000 353 Orang 1000
Guru Non-PNS penerima Tunjangan Profesi 2027894198 76 Orang 826
Tunjangan PenyuluhTenaga Teknis Non PNS 180000000 9 Orang 600
Sumber OMSPAN (data diolah)
Tabel 317
Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 944036262565 1110 Km 822
Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 435718033300 235 M 439
Irigasi 5368000000 2117 Ha 1000
Embung 480000000 4 Unit 1000
Revitalisasi Danau 45929386800 1 Lokasi 1000
Kapasitas Bandara 145991305631 11 Lokasi 786
Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 742
SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 643
SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100
Pembangunan Rumah Susun dan Rumah Khusus 23341228241 66 Unit 398
Rehabilitasi dan Renovasi Sarana Prasarana Pendidikan 226844855847 311 Ruang 911
Alat dan Mesin Pertanian Pra Panen 2212015000 75 Unit 1000
Rumah sakit rujukan 110346800 1 RS Pengampu 1000
Sumber OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
56
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
mampu mencapai nilai Rp4099 juta atau
sebanyak 482 siswa Penyaluran beasiswa
Bidikmisi juga berhasil dilakukan dengan tingkat
serapan 100 persen pada 353 mahasiswa yang
menjadi target Sementara pada alokasi BOS
sampai berakhirnya tahun 2019 terealisasi
sebesar Rp1481 miliar Besaran penyerapan ini
disertai dengan capaian output riil sebanyak
14909 siswa Kondisi ini menunjukkan bahwa
capain dari tiap-tiap indikator dan output
strategis bidang pendidikan berada pada arah
yang tepat Baik itu target realisasi maupun
target output keduanya mampu terwujud
dengan baik
H3 Output Strategis Bidang Kesehatan
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya
adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis Program utama pembangunan
kesehatan adalah Program Indonesia Sehat
dengan sasaran berupa peningkatan derajat
kesehatan dan status gizi masyarakat melalui
berbagai upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung
dengan perlindungan finansial dan pemeratan
pelayanan kesehatan
Beberapa sasaran di Papua Barat pada tahun
2019 mampu mencapai tingkat realisasi yang
besar Peningkatan status kesehatan dan gizi
ibu dan anak dalam mendukung pencegahan
stunting mampu terlaksana pada 8558
keluarga Sementara itu kegiatan prioritas
berupa peningkatan kinerja sistem kesehatan
dan pemerataan akses pelayanan kesehatan
berkualitas melalui penyediaan layanan
imunisasi alokon di Faskes dapat terlaksana
dengan baik pada 170 faskes di 13
kabupatenkota Capain output strategis yang
diarahkan untuk kegiatan pelayanan promotif
dan preventif merupakan upaya pencegahan
pencarian dan pengobatan penyakit sedini
mungkin Hal ini dapat mencegah perluasan
penyakit dan pencegahan penyakit kronis
karena sebagian penyakit kronis dapat
dicegah melalui upaya preventif serta dapat
dideteksi sedini mungkin
Tabel 319
Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Layanan Pengendalian Penyakit Menular 836883400 15 Layanan 625
Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 1000
Bantuan Usaha Ekonomi Produktif 1599456000 300 Keluarga 1000
Desa Pangan Aman 778304762 6 Desa 1000
Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Kabkota 1000
Pasar Aman dari Bahan Berbahaya 264644686 5 Pasar 1000
Makanan Aman 304775122 240 Sampel 1000
Ketersediaan Alokon di Faskes 3272596815 170 Faskes 766
Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Gizi 1669888794 225 Kelompok 1000
Pemberdayaan Warga Komunitas Adat Terpencil (KAT) 7779074888 104 Keluarga 1000
Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabupaten 855
Sumber OMSPAN (data diolah)
57 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Boks 31
Pemberdayaan UMKM Papua Barat
Melalui Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi)
Di Indonesia Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang penting dalam
perekonomian Perannya menjadi vital karena mampu bertahan dari guncangan ekonomi (Wengel and
Rodriguez 2006 dan Funabashi 2013) Ditambah lagi UMKM lebih mampu bertahan dari krisis dibandingkan
perusahaan besar dan merespon lebih cepat fleksibel terhadap perubahan yang terjadi di luar (Berry et al
2001) Berry et al (2002) juga mengemukakan bahwa UMKM dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru
sehingga mampu mengurangi tingkat pengangguran Data Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM
pada tahun 2013 menunjukan bahwa jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 578 juta Dari jumlah tersebut
UMKM mampu menyerap 1102 juta tenaga kerja dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp
42029 trilyun atau setara 4662 persen dari total PDB
Di samping kelebihan yang dimilikinya UMKM memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya keuangan
membayar suku bunga yang lebih tinggi dan kelemahan lainnya (Bourletidis and Triantafyllopoulos 2014)
Oleh karena itu Chittithaworn et al (2011) menyarankan adanya bantuan berupa pembiayaan bagi UMKM
Khan (2015) menambahkan pentingnya peran lembaga keuangan bagi pertumbuhan usaha UMKM
Permasalahan utama yang dihadapi UMKM yaitu sulitnya mendapat akses pembiayaan dari perbankan
Sehingga dari sisi ini pemerintah hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut Diantara program yang saat
ini dijalankankan pemerintah untuk membantu UMKM yaitu program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Program ini
merupakan pembiayaan kredit yang berasal dari lembaga perbankan dimana pemerintah membantu
melalui pemberian subsidi bunga Pemerintah menanggung selisih antara tingkat bunga yang diterima
perbankan dan bunga yang dibebankan kepada penerima KUR
Pembiayaan KUR
Sesuai Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah
dengan Permenko Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016 KUR terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu KUR
Mikro KUR Ritel dan KUR TKI (Tenaga Kerja Indonesia) KUR Mikro diberikan kepada penerima KUR paling
banyak dengan jumlah Rp25 juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 3 tahun atau
investasi paling lama 5 tahun KUR Ritel diberikan kepada debitur KUR dengan jumlah antara Rp25 juta ndash Rp500
juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 4 tahun atau investasi paling lama 5 tahun
Adapun KUR TKI diberikan kepada penerima KUR paling banyak Rp25 juta dengan jangka waktu kredit paling
lama sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi jangka waktu paling lama 3 tahun
Saat ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memiliki sistem informasi elektronik yang digunakan untuk
menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran KUR Sistem elektronik tersebut dinamakan dengan
Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Melalui SIKP dapat diketahui data penerima KUR (Know Your
Customers) berupa jumlah dan profil debitur validitas debitur serta statistik penyaluran KUR
Selain pemerintah pusat pemerintah daerah memiliki kontribusi yang sangat penting dalam pemberdayaan
UMKM Dalam konteks pembiayaan melalui program KUR selama ini hanya perbankan yang mencari calon
debitur KUR sehingga pemberian kredit tersebut diragukan ketepatan sasarannya Bisa jadi debitur yang
menerima fasilitas KUR bukan merupakan UMKM yang layak untuk dibiayai Oleh karena itu Pemda memiliki
peran yang vital untuk mendata dan mengidentifikasi calon debitur potensial (UMKM) yang layak untuk
dibiayai
Hingga saat ini peran pemerintah daerah di Papua Barat bisa dikatakan belum maksimal untuk mendata
calon nasabah KUR potensial Seharusnya pemerintah daerah di Papua barat lebih aktif untuk mendata
calon nasabah karena dipandang lebih mengetahui kondisi UMKM di daerahnya yang layak untuk diberikan
pembiayaan melalui program KUR Jika pemerintah daerah telah memiliki data calon nasabah yang layak
pemerintah daerah kemudian dapat memasukkan data UMKM tersebut ke dalam SIKP Data yang telah
dimasukkan kemudian digunakan perbankan unutuk melakukan penyeleksian calon nasabah KUR
Dalam rangka mengukur efektivitas penyaluran KUR di Papua Barat Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi
Papua Barat telah melakukan survey kepada debitur KUR Selain itu survey tersebut juga bertujuan untuk
melihat validitas data debitur KUR dan dampak pelaksanaan program KUR bagi perekonomian Survey
dilakukan dengan wawancara langsung kepada penerima KUR menggunakan kuisioner yang telah disusun
Dengan mempertimbangkan keterbatasan dana dan SDM pemilihan sampel penerima KUR sebagai
responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dan quota sampling
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
58
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan lokasi responden yang akan disampel karena
pemilihan tempat harus berdasarkan pertimbangan yang logis sedangkan quota sampling digunakan untuk
menentukan dan membatasi jumlah sampel yang akan diambil Responden yang diwawancara pada
kegiatan monev ini sebanyak 159 debitur yang tersebar di di 4 (empat) daerah yaitu Kota Sorong Kab
Manokwari Kab Sorong dan Kab Fakfak
Dari hasil wawancara yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1 Responden yang disurvei telah sesuai dengan database SIKP
2 Program KUR yang diluncurkan oleh pemerintah sangat bermanfaat bagi masyarakat Hal ini terlihat dari
antusiasme para responden yang menginginkan agar program ini terus berlanjut di masa yang akan
datang bahkan berharap adanya kenaikan alokasi modal usaha
3 Dengan adanya program KUR modal usaha bagi UMKM dapat meningkat sehingga terdapat
peningkatan keuntungan usaha dan perluasan sektor usaha
4 Proses pencairan KUR kepada debitur pada umumnya relatif mudah dan cepat
5 Tidak ada diskriminasi gender dalam penyaluran KUR selama debitur tersebut memenuhi syarat dan
kriteria yang telah ditetapkan
6 Tingkat kepuasaan masyarakat penerima KUR di Papua Barat cukup tinggi disebabkan oleh
a Suku bunga yang dibayar debitur KUR cukup rendah yaitu 7 persen per tahun untuk akad tahun 2019
b Proses pengajuan hingga pencairan dana sangat mudah dan cepat
c Agunan yang dijadikan jaminan tidak memberatkan bahkan beberapa debitur hanya menyerahkan
fotokopi KTP foto kapal yang dimiliki atau buku nikah
d Tidak ada pemotongan atas pinjaman yang diterima
7 Program KUR meningkatkan nilai omzet nasabah sehingga meningkatkan margin keuntungan usaha
8 Program KUR belum maksimal dalam meningkatkan lapangan pekerjaan Hal ini ditandai bahwa
sebagian besar responden tidak mengalami penambahan pekerja pegawai setelah mendapatkan
pembiayaan KUR
Dari pelaksanaan survei pelaksanaan program KUR tersebut terdapat saran dan rekomendasi antara lain
1 Bunga pinjaman KUR dapat dipertimbangkan untuk diturunkan kembali
2 Pencairan dana KUR oleh Bank Penyalur sebaiknya tidak dipotong angsuran pertama mengingat
potongan tersebut dapat dimaksimalkan untuk memutar kas kembali
3 Program KUR di Papua Barat sebagian besar diberikan kepada sektor yang kurang produktif seperti sektor
perdagangan Oleh karena itu sebaiknya penyaluran KUR lebih diarahkan untuk sektor usaha yang lebih
produktif seperti sektor pertanian perikanan dan industri pengolahan Hal ini disebabkan pemberian KUR
pada sektor produktif lebih menggerakkan roda perekonomian dan menyerap tenaga kerja
4 Persebaran penerima KUR di Papua Barat sebagian besar berada di daerah yang kondisi
perekonomiannya relatif lebih maju (kabupatenkota) Oleh karena itu penyaluran KUR sebaiknya lebih
diarahkan pada daerah yang perekonomiannya relatif masih berkembang
Pembiayaan UMi
Implementasi penyaluran KUR sampai dengan saat ini belum mampu mencapai target yang diharapkan
karena banyaknya calon nasabah potensial KUR yang tidak memenuhi studi kelayakan perbankan
(unbankable) Oleh karena itu pemerintah menggagas skema baru penyaluran kredit kepada UMKM yang
disebut program Pembiayaan Ultra Mikro (Ultra Micro Finance ndash UMi) dengan karakteristik nasabah
unbankable tetapi memiliki kelayakan usaha dengan indikator tingkat keuntungan (profitability) dan
kesinambungan usaha (sustainability) Pembiyaan UMi merupakan penyediaan dana yang bersumber dari
Pemerintah atau bersama dengan Pemerintah Daerah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas
pembiayaan kepada UMKM Berbeda dengan KUR yang agen penyalurnya adalah perbankan untuk UMi
sebagai agen penyalurnya adalah Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) seperti PT Pegadaian PT
Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Bahana Artha Ventura (BAV)
Prinsip dasar dari pembiayaan UMi diantaranya (1) Pemberdayaan dan penajaman (empowerment and
enhacement) lembaga penyalur yang sudah ada (2) pendampingan kepada nasabah (end user) dan (3)
fokus pada produk pembiayaan yang telah berhasil sehingga tidak menguji coba atau membuat produk
pembiayaan baru Dalam rangka pelaksanaan UMi pemerintah daerah dapat memberikan kontribusi dalam
melakukan sharing pendanaan untuk percepatan pembangunan di daerah pada umumnya dan secara
khusus meningkatkan kesempatan usaha bagi UMKM
Di Papua Barat penyaluran UMi bisa dikatakan belum maksimal Hal ini tercermin dari jumlah penyaluran UMi
pada tahun 2019 sebesar Rp249 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 603 orang Meskipun meningkat
pesat dari tahun sebelumnya yang hanya 38 debitur dengan nilai Rp3385 juta program pembiayaan UMi di
Papua Barat ke depannya masih perlu akselerasi yang melibatkan banyak pihak terutama peran dari
penyalur dan pemerintah daerah
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN
APBD
MODAL
PEGAWAI
BARANG
BANTUAN
KEUANGAN
37 T
67 T
59 T
4 T
649
957
798
932
DJPbKawalAPBN
BELANJA
238 T
PENDAPATAN
2631 T PAD 085 M
PENDAPATAN
TRANSFER 2423 T
LAIN-LAIN PENDAPATAN
YANG SAH 123 M
59
1
Perkembangan dan Analisis APBD
aerah dalam rangka pelaksanaan
pembangunan membutuhkan
pendanaan yang bersumber dari
penerimaan Saat ini sumber
penerimaan daerah lebih didominasi oleh
penerimaan dana transfer dari pemerintah
pusat sehingga ke depan secara bertahap
diharapkan terjadi peningkatan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Semua pengeluaran untuk
pembangunan daerah dan sumber dana yang
diperlukan tertuang dalam dokumen Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Dalam merencanakan sumber pendapatan
dan alokasi belanja pemerintah daerah harus
melihat kebutuhan riil masyarakat berdasarkan
potensi daerah dengan berorientasi pada
kepentingan skala prioritas pembangunan
Selain itu APBD merupakan salah satu
pendorong (key leverage) bagi pertumbuhan
ekonomi daerah untuk mewujudkan
D
BAB IV
Perkembangan dan Analisis
APBD
Tabel 41
Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian 2018 2019
Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi
PENDAPATAN 1897836 2010000 2871888 2631445
PAD 101669 93741 120311 85308
Pendapatan Transfer 1160168 1270382 2621834 2423110
Lain-lain pendapatan daerah yang sah 635999 645877 129743 123027
BELANJA 2326404 2125451 2761199 2380387
Belanja Pegawai 527915 362822 569984 370308
Belanja Barang 573797 639317 703366 673151
Belanja Bunga 920 855 4190 2698
Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534
Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697
Belanja Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379
Belanja Bagi Hasil 70423 36244 188050 184666
Belanja Bantuan 396960 394292 430177 401119
Belanja Modal 599050 529701 687700 548982
Belanja Tidak Terduga 2572 753 2959 851
PEMBIAYAAN NETTO 219308 190554 214342 84965
Penerimaan Pembiayaan 245578 220740 267673 182416
Pengeluaran Pembiayaan 26270 30187 53332 82905
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
60
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masyarakat yang sejahtera mandiri dan
berkeadilan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
merupakan salah satu mesin pendorong
pertumbuhan ekonomi Selain itu APBD juga
sebagai alat pendorong dan salah satu
penentu tercapainya target dan sasaran makro
ekonomi daerah yang diarahkan untuk
mengatasi berbagai kendala dan
permasalahan pokok yang merupakan
tantangan dalam mewujudkan agenda
masyarakat yang sejahtera dan mandiri
Berdasarkan tabel 41 target pendapatan
APBD tahun 2019 seluruh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat mengalami kenaikan dari
Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2871888 miliar pada tahun 2019 atau
meningkat 5132 persen Kenaikan tersebut
disebabkan bertambahnya alokasi Dana Bagi
Hasil PajakBukan Pajak Begitu pula dengan
total alokasi belanja APBD pemerintah daerah
se-Provinsi Papua Barat yang ikut naik dengan
signifkan dari Rp2326404 miliar pada tahun
2018 menjadi Rp2761199 miliar atau 1869
persen di tahun ini Peningkatan pagu belanja
tersebut dikarenakan terdapat kenaikan yang
cukup signifikan pada pagu belanja modal dan
belanja pegawai Penyebabnya pada tahun
2019 prioritas nasional bidang infrastruktur di
Papua Barat kembali dilanjutkan disertai
dengan pelaksanaan program-program
mandatory lainnya Di samping itu terdapat
kenaikan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) pada
sebagian pemerintah
Apabila dilihat realisasinya sampai dengan
akhir tahun 2019 total pendapatan APBD
seluruh pemerintah daerah se- Provinsi Papua
Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik
3092 persen dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai Rp20100 miliar Namun
demikian pendapatan dari komponen PAD
mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374
miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu
dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi
sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar
pada tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar
pada tahun 2019 Banyak faktor yang
mempengaruhi pencapaian realisasi
pendapatan dan belanja tersebut Diantara
faktornya yaitu perkembangan perekonomian
dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi
pelaksanaan berbagai kebijakan fiskal yang
dilaksanakan serta beberapa tantangan
terhadap perekonomian Provinsi Papua Barat
diantaranya adalah
1 Tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap sumber daya alam (raw material)
bernilai tambah rendah sehingga rentan
terhadap fluktuasi harga
2 Tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dari
luar daerah
3 Belum maksimalnya fungsi dari Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) sehingga
menyebabkan biaya ekonomi tinggi
4 Kebijakan daerah yang kurang mendukung
investasi sehingga menyebabkan investor
kurang tertarik menanamkan modalnya
selain adanya ancaman dan gangguan
sosial
5 Kapasitas dan kualitas SDM masih lemah
sehingga mengakibatkan rendahnya daya
saing dan
6 Belum optimalnya pemanfaatan sumber
daya alam lokal diluar migas
A ANALISIS PENDAPATAN APBD
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara
61 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah
Daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun
bersangkutan Pendapatan daerah tersebut
terdiri dari Pendapatan Asli Daerah Dana
Perimbangan dan Lain-lain pendapatan
daerah yang sah sebagaimana tersebut pada
tabel diatas yang dapat dirinci sebagai berikut
Apabila dilihat dari tabel 42 realisasi
pendapatan seluruh pemerintah daerah se-
Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
didominasi oleh pendapatan transfer mencapai
9208 persen dari total pendapatan daerah
Sedangkan kontribusi PAD terhadap total
pendapatan daerah di Provinsi Papua Barat
hanya berkisar diangka 324 persen dan sisanya
berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang
Sah sebesar 468 persen Hal ini mengindikasikan
bahwat tingkat ketergantungan pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pemerintah pusat relatif tinggi
A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah
Untuk mendukung program nawacita
pemerintah ketersediaan fiskal yang cukup
menjadi prasyarat utama Dengan ruang fiskal
yang cukup lebar pemerintah daerah lebih
leluasa dalam menggunakan alokasi
anggarannya untuk kegiatan yang mendorong
percepatan pembangunan regional dan
kesejahteraan masyarakatnya tanpa diganggu
kewajiban yang bersifat wajib seperti untuk
membiayai belanja pegawai dan belanja
barang dan jasa yang mengikat Kemandirian
pemerintah daerah dalam menentukan arah
pembangunan tergantung dari besarnya ruang
fiskal yang tersedia untuk kegiatan
pembangunan tersebut
Ruang fiskal yang dimiliki pemerintah darah di
Provinsi Papua Barat naik dari Rp1437371 miliar
pada tahun 2018 menjadi Rp2012965 pada
tahun 2019 Artinya semakin tinggi pendapatan
daerah diikuti semakin efisiennya belanja
birokrasi dan belanja yang sifatnya mengikat
pemerintah daerah memiliki kelonggaran yang
cukup besar dalam membiayai pembangunan
daerah sesuai dengan karakteristik regional
Tabel 42
Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah
se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Pendapatan Target Realisasi
PAD 120311 85308
Pajak Daerah 56667 51768
Retribusi Daerah 8847 4359
Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan 8668 3547
Lain-lain PAD yang Sah 46129 25633
PENDAPATAN TRANSFER 2621834 2423110
DBH Pajak dan Bukan Pajak 936223 752963
DAU 831150 831094
DAK 267917 248172
Dana Otonomi Khusus dan
Penyesuaian 401110 399538
Dana Desa 151692 151691
Dana Insentif Daerah (DID) 33743 39650
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH
YANG SAH 112088 87826
Hibah 18390 1648
Lain-lain 111352 121379
TOTAL PENDAPATAN 2871888 2631445
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 43
Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi
2018
Realisasi
2019
Pendapatan Daerah 2010000 2631445
DAK 267917 248172
Belanja Wajib 362822 362822
Ruang Fiskal 1437371 2012965
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
62
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
A2 Analisis Kemandirian Daerah
Rasio ini menggambarkan kontribusi PAD
terhadap total realisasi pendapatan daerah
Rasio kemandirian daerah seluruh pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat masuk dalam
kategori sangat rendah Pada tahun 2019
seluruh pemerintah daerah mempunyai rasio
kemandirian di bawah 20 persen bahkan ada
pemerintah daerah yang memiliki rasio
kemandirian di bawah 1 persen yaitu Kab
Maybrat Tambrauw Pegunungan Arfak Dan
Sorong Selatan Adapun rasio kemandirian
tertinggi dimiliki Kab Manokwari Selatan dan
Kota Sorong masing-masing sebesar 67 persen
dan 61 persen Hal ini mengindikasikan bahwa
tingkat ketergantungan seluruh pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pendanaan dari pemerintah pusat relatif sangat
tinggi
B ANALISIS BELANJA APBD
Belanja Daerah adalah semua kewajiban
daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan Belanja daerah
dapat diklasifikasi berdasarkan fungsi jenis dan
lain sebagainya
Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa
faktor utama yang mempengaruhi pencapaian
realisasi belanja APBD di Provinsi Papua Barat
yaitu
1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai
sehingga memberikan pengaruh pada
capaian realisasi penyerapan anggaran
yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas
dan kualitas yang berdampak pada
akselerasi pembangunan di Provinsi Papua
Barat
2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan
oleh infrastruktur yang memadai
memberikan dampak pada ekonomi
dengan biaya tinggi (high cost economy)
sehingga hal ini menjadi beban bagi
pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat
investasi merupakan permasalahan dasar
bagi penciptaan lapangan kerja dan
penerimaan pajak pemerintah
3 Kondisi budaya masyarakat yang masih
eksklusif terhadap dinamika globalisasi
ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak
ulayat memberikan implikasi ketidakpastian
hukum dalam pelaksanaan investasi dan
pembangunan secara umum Hal-hal yang
terkait dengan penyelenggaraan proyek
yang berkaitan dengan hak ulayat sering
kali terdampak dari sisi ketepatan waktu
B1 Analisis Belanja Daerah Berdasarkan
Klasifikasi Fungsi
APBD dapat diklasifikasikan berdasarkan
fungsinya antara lain pelayanan umum
perumahan amp fasilitas umum pendidikan
ekonomi kesehatan perlindungan sosial
ketertiban amp keamanan lingkungan hidup dan
pariwisata amp budaya Alokasi anggaran pada
APBD Provinsi Papua Barat tahun 2019 per fungsi
disajikan pada grafik 42
06 07 09 09
18 18 19 19 21
27
40
51
61
67
00
20
40
60
80
Tam
bra
uw
Ma
yb
rat
Pe
gu
nu
ng
an
Arfa
k
So
ron
g S
ela
tan
Telu
k W
on
da
ma
Telu
k B
intu
ni
Fa
kfa
k
Ra
ja A
mp
at
Ka
ima
na
So
ron
g
Pe
me
rinta
h P
rov
insi
Ma
no
kw
ari
Ko
ta S
oro
ng
Ma
no
kw
ari S
ela
tan
Grafik 41
Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-
Provinsi Papua barat Tahun 2019 (persen)
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
63 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Bila dilihat dari grafik 42 alokasi terbesar pada
APBD tahun 2019 Provinsi Papua Barat
digunakan untuk fungsi pelayanan umum
sebesar Rp7230 miliar kemudian perumahan amp
fasilitas umum sebesar Rp3383 miliar Hal ini
menunjukan fokus dari belanja pemerintah
daerah di Provinsi papua Barat sudah tepat
mengingat peran utama dari eksekutif yaitu
memberikan pelayanan kepada masyarakat
Namun yang perlu digaris bawahi adalah porsi
alokasi untuk fungsi pariwisata amp budaya relatif
masih sangat kecil Padahal potensi
pengembangan pariwisata di Provinsi Papua
Barat sangat besar semisal Taman Wisata Raja
Ampat dan Teluk Cendrawasih yang telah
diakui oleh dunia internasional
B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis
Belanja (Sifat Ekonomi)
Berdasarkan jenisnya belanja dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu
belanja langsung berupa belanja barang dan
jasa belanja modal dan belanja tidak langsung
berupa belanja pegawai belanja bunga
belanja hibah dan belanja bantuan sosial
Apabila dilihat dari trennya sebagian besar jenis
belanja mengalami kenaikan alokasi
dibandingkan tahun sebelumnya kecuali untuk
belanja subsidi dan belanja tidak terduga yang
mengalami penurunan Terdapat dua jenis
belanja yang mendapatkan porsi besar di
Provinsi Papua Barat yaitu belanja pegawai
dan belanja barang Dilihat dari persentase
belanja kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi
Papua Barat menitikberatkan pada sektor
produktif dengan porsi belanja langsung yang
lebih besar dibandingkan dengan belanja tidak
langsung
C PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH
C1 Bentuk Investasi Daerah
Sesuai Permendagri Nomor 52 Tahun 2012
tentang Pedoman Pengelolaan Investasi
Pemerintah Daerah Investasi Pemerintah
Daerah adalah penempatan sejumlah dana
danatau barang milik daerah oleh pemerintah
daerah dalam jangka panjang untuk investasi
pembelian surat berharga dan investasi
langsung yang mampu mengembalikan nilai
pokok ditambah dengan manfaat ekonomi
Tabel 44
Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp)
Uraian 2018 2019
Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi
Belanja
Pegawai 527915 362822 569984 370308
Belanja Barang 573797 639317 703366 673151
Belanja Bunga 920 855 4190 2698
Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534
Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697
Belanja
Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379
Belanja Bagi
Hasil 70423 36244 188050 184666
Belanja
Bantuan 396960 394292 430177 401119
Belanja Modal 599050 529701 687700 548982
Belanja Tidak
Terduga 2572 753 2959 851
Total 2326404 2125451 2761199 2380387
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
723029
338303
172704
139109
135212
33103
21828
18421
000 1000000
Pelayanan Umum
Perumahan amp Fasilitas Umum
Pendidikan
Ekonomi
Kesehatan
Perlindungan Sosial
Ketertiban amp Keamanan
Lingkungan Hidup
Grafik 42
Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah
se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 per Fungsi
(miliar Rp)
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
64
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sosial danatau manfaat lainnya dalam jangka
waktu tertentu Bentuk investasi daerah tersebut
dapat berupa investasi surat berharga
danatau investasi langsung Bentuk investasi
daerah di Provinsi Papua Barat disajikan pada
tabel 45
Dari tabel di atas total realisasi penyertaan
modal (investasi) pemerintah daerah se-Provinsi
Papua Barat tahun 2019 sebesar Rp14652 miliar
yang dilakukan 12 pemerintah daerah Realisasi
penyertaan modal (investasi) tertinggi yaitu
pemerintah provinsi Papua Barat sebesar Rp100
miliar dan Kab Teluk Bintuni sebesar Rp2276
miliar
C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Untuk memberikan gambaran terkait
perkembangan investasi BUMD dapat dilihat
dari nilai SLA (Subsidary Loan Agreement) BUMD
yang ada di Provinsi Papua Barat Sampai
dengan tahun 2019 nilai SLA PDAM Manokwari
sebesar Rp729 miliar dan tidak memiliki
tunggakan Sementara itu SLA PDAM Sorong
mencapai Rp815 miliar dengan tunggakan
sebesar Rp1614 miliar termasuk utang pokok
dan cicilan bunga
D SILPA DAN PEMBIAYAAN
D1 Perkembangan Defisit APBD
Perkembangan surplus defisit APBD dapat
dilihat menggunakan empat rasio sebagai
berikut
Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut
a Rasio surplus APBD terhadap total
pendapatan daerah mencerminkan
performa fiskal pemerintah daerah dalam
menghimpun pendapatan untuk menutup
belanja dalam kondisi pendapatan tertentu
Rasio surplus tersebut menunjukkan
peningkatan di tahun 2019 dibandingkan
tahun sebelumnya dimana hal ini
menggambarkan menguatnya kinerja fiskal
karena kemampuan pendapatan untuk
membiayai belanja meningkat meskipun
didorong oleh kenaikan pendapatan
transfer
Tabel 46
SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah)
Nama BUMD Nilai SLA Total
Tunggakan
PDAM Manokwari 7296812055 -
PDAM Sorong 8148975554 16139934223
Sumber SLIM (data diolah)
Tabel 45
Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah
Daerah se- Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rupiah)
Pemda Nilai
Prov Papua Barat 100000000000
Fakfak 3000000000
Manokwari 1000000000
Sorong 2000000000
Kota Sorong 2765000000
Sorong Selatan 3000000000
Teluk Bintuni 22759259260
Teluk Wondama 3000000000
Maybrat 2000000000
Tambrauw 3500000000
Manokwari Selatan 2000000000
Pegunungan Arfak 3000000000
Total 146524259260
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 47
Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat
Tahun
Surplus
terhadap
Pendapatan
Surplus
terhadap
Realisasi
Dana
Transfer
Surplus
terhadap
PDRB
SILPA
Terhadap
Alokasi
Belanja
2019 00954 01370 00298 01270
2018 00574 00540 00137 00323
2017 01354 01456 01747 01931
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
65 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
b Rasio surplus APBD terhadap dana transfer
digunakan untuk mengetahui proporsi
surplus terhadap salah satu sumber
pendapatan daerah yakni dana transfer Di
tahun 2019 rasio ini mengalami peningkatan
sehingga menunjukkan ketergantungan
pemerintah daerah terhadap dana transfer
sebagai penopang belanja daerah yang
semakin besar dibandingkan tahun lalu
c Rasio surplus APBD terhadap PDRB
menggambarkan kesehatan ekonomi
regional Rasio ini pada tahun 2019
menunjukan adanya kenaikan yang berarti
bahwa produksi barang dan jasa yang
dihasilkan semakin meningkat untuk
membiayai hutang akibat defisit anggaran
d Rasio SILPA terhadap alokasi belanja APBD
mencerminkan proporsi belanja atau
kegiatan yang tidak digunakan dengan
efektif oleh pemerintah daerah Rasio SILPA
yang membesar memperlihatkan bahwa
Provinsi Papua Barat belum dapat
menggunakan anggarannya secara efektif
D2 Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah merupakan transaksi
keuangan daerah yang dimaksudkan untuk
menutup selisih antara pendapatan daerah
dan belanja daerah Pembiayaan pemerintah
daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan
dan pengeluaran pembiayaan Keseimbangan
primer mencerminkan indikasi likuiditas tanpa
dipengaruhi belanja terkait hutang semakin
besar surplus keseimbangan primer semakin
baik kemampuan dalam membiayai defisit
Dari tabel 48 keseimbangan umum di Papua
Barat pada tahun 2019 menunjukkan nilai surplus
sebesar Rp251058 milliar Hal ini
mengindikasikan bahwa kebijakan fiskal yang
dilakukan bersifat kontraktif Sementara itu
keseimbangan primer APBD di Papua Barat juga
menunjukkan angka yang positif setelah
mengeluarkan komponen belanja bunga
Kenaikan nilai pada keseimbangan primer
tahun 2019 disebabkan pendapatan transfer
dari pemerintah pusat yang meningkat pesat
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya
E PENGELOLAAN BLU DAERAH
E1 Profil dan jenis layanan satker BLU daerah
BLUD yang ada di wilayah kerja Kanwil DJPb
Provinsi Papua Barat diantaranya Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Manokwari Yang
melandasi penetapan RSUD Manokwari
sebagai BLUD bertahap yaitu Surat Keputusan
Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun 2015
tanggal 8 April 2015 RSUD Manokwari adalah
rumah sakit Type C sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
531 MENKES SKVI1996 Tanggal 5 Juni 1996
RSUD ini merupakan peninggalan Belanda yang
dibangun tahun 1950 dan berdiri di atas lahan
seluas plusmn 37424 m2 dengan total luas bangunan
gedung plusmn 9283 m2 dengan kapasitas
tempat tidur sebanyak 163 tempat tidur
Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari
terletak di Kelurahan Manokwari Timur
Distrik Manokwari Kabupaten Manokwari
Provinsi Papua Barat
RSUD Manokwari dipimpin oleh seorang
Direktur setingkat dengan Eselon IIA
Tabel 48
Rasio Keseimbangan Umum amp Primer Provinsi Papua Barat
Tahun Pendapatan
APBD
Belanja
APBD
Belanja
Bunga
Keseimbangan
Umum
Keseimbangan
Primer
2019 2631445 2380387 2698 251058 248360
2018 2010000 2125451 855 -115451 -116306
2017 1968523 1701927 1448 266596 265148
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
66
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Direktur membawahi 1 (satu) orang Sekretaris
dan 3 (tiga) orang Kepala Bidang yaitu Bidang
Pelayanan Medik Bidang Perawatan Bidang
Perencanaan dan Pengembangan Sarana
Prasarana Sementara itu sekretaris
membawahi 3 ( tiga ) Sub Bagian yaitu Sub
Bidang Umum dan Kepegawaian Sub Bidang
Program Evaluasi dan Pelaporan dan Sub
Bidang Keuangan dan Aset sedangkan Kepala
Bidang masing ndash masing membawahi 2 (dua)
Sub Bidang Bidang Pelayanan Medik
membawahi Sub Bidang Pelayanan Medik dan
Sub Bidang Pelayanan Penunjang Medik
Bidang Perawatan membawahi Sub Bidang
Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan dan
Sub Bidang Sumber Daya Keperawatan sedang
Bidang Perencanaan dan Pengembangan
Sarana Prasarana membawahi Sub Bidang
Penyusunan Program dan Pengembangan Sub
Bidang Monitoring dan Evaluasi
Jenis layanan yang terdapat pada RSUD
Manokwari diantaranya pelayanan medik
pelayanan penunjang medik dan non medik
pelayanan asuhan perawatan pelayanan
rujukan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan dan penyelenggaraan penelitian
dan pengembangan
Sementara itu jumlah pasien RSUD Manokwari
sebesar 54989 orang dengan rincian 43554
orang menggunakan fasilitas AskesBPJSKIS
dan 11345 orang merupakan pasien
mandiriswasta
E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah
Dalam menunjang Operasional RSUD
Manokwari terdapat kegiatan-kegiatan
rutinitas guna menjalankan tugas pokok dan
fungsi yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung
dan Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung
adalah belanja pegawaipersonalia berupa
pembayaran gaji bulanan kepada Pegawai
Negeri Sipil (PNS) di lingkungan RSUD Manokwari
Belanja Langsung adalah belanja kegiatan
rutin antara lain belanja alat tulis kantor belanja
makanan dan minuman belanja pemeliharaan
rutinberkala gedung kantor pemeliharaan
rutinberkala kendaraan dinas pembayaran
rekening listrik belanja perjalanan dinas dan
lain-lain
Tabel 410
Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019
Berdasarkan Jenis Perawatan
Jenis Pasien
Jumlah Pasien
Askes
BPJS KIS
Swasta
mandiri
Pasien Rawat Jalan 34530 9657
Pasien Rawat Inap 9024 1688
Total 43554 11345
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Tabel 49
Profil Anggaran RSUD Manokwari
Uraian Alokasi Dana Sumber
Dana
Rutin
Belanja Langsung 21543957702
Belanja Tidak
Langsung 17880608199
Program-program -
Peningkatan
Kapasitas
Sumberdaya Aparatur
906990000 Otonomi
Khusus
Obat dan Perbekalan
Kesehatan 6411007419
Otonomi
Khusus
Standarisasi
Pelayanan Kesehatan 420000000 DAK
Peningkatan Sarana
dan Prasarana Rumah
Sakit Rumah Sakit
Jiwa Rumah Sakit
Paru ndash Paru
708750000 Otonomi
Khusus
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
67 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Dalam menunjang kegiatannya RSUD
Manokwari mengelola aset baik aset tidak
bergerak maupun aset bergerak dengan
rincian dapat dilihat pada tabel 411
E3 Analisis legal
Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum
Daerah terdapat beberapa peraturan yang
mengatur pengelolaan teknis maupun
pengelolaan keuangan bahkan peraturan
tersebut sampai ke tingkat peraturan
bupatiwalikota Analisis legal aspek
pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari
dapat dilihat pada tabel 412
F ANALISIS APBD LAINNYA
Analisis ini terdiri dari analisis horizontal analisis
vertikal serta kapasitas fiskal yang digunakan
untuk memberikan gambaran kinerja
pelaksanaan APBD di Provinsi Papua Barat
F1 Analisis Horizontal
Analisis ini membandingkan angka-angka
dalam laporan realisasi pemerintah daerah satu
dengan lainnya dalam satu provinsi Selain itu
analisis ini membandingkan perubahan
keuangan dalam satu pos APBD yang sama
pada satu Provinsi Analisis ini bertujuan untuk
menyajikan informasi utuh terkait kinerja suatu
pos antar pemerintah daerah dan
perkembangannya dari waktu ke waktu
Bila dilihat dari tabel 413 daerah dengan
realisasi PAD terbesar berasal dari Provinsi Papua
Barat sebesar Rp0465 triliun sedangkan
Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten
Maybrat mempunyai realisasi terkecil dengan
nilai masing-masing Rp7 miliar dan Rp6 miliar
Sedangkan pada sisi belanja daerah dengan
realisasi terbesar adalah Provinsi sebesar Rp914
triliun sedangkan realisasi terkecil adalah
Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kota Sorong
masing-masing sebesar Rp807 miliar dan Rp592
miliar Sementara itu defisit anggaran terjadi
pada 3 kabupaten yaitu Kabupaten Sorong
Selatan Kabupaten Tambraw dan Kabupaten
Manokwari Selatan
F2 Analisis Vertikal
Analisis vertikal merupakan analisis yang
membandingkan setiap pos terhadap total
dalam satu komponen APBD yang sama
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya kontribusi suatu pos sehingga
diketahui pengaruhnya
Tabel 411
Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019
Uraian Kuantitas Keterangan
Aset Tidak Bergerak
Tanah 37424 m2
Bangunan 9283 m2
(32 unit)
Terdiri dari gedung
dan rumah dinas
Aset Bergerak
Kendaraan dinas
(roda 4) 22 unit
Kendaraan dinas
(roda 2) 3 unit
Inventaris kantor PC unit meubelair
lemari arsip lemari dll
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari
Aspek Uraian
Kelembagaan Keputusan Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun
2015 tanggal 8 April 2015
Tata Kelola Peraturan daerah Nomor 13 tahun 2008 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Teknis Daerah Di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Manokwari
Peraturan Bupati Manokwari Nomor 13 tahun
2009 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi
Jabatan Struktural pada Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Manokwari
SDM Jumlah Pegawai RSUD Manokwari per Maret 2018
sebanyak 406 orang yang terdiri dari Pegawai
Negeri Sipil (PNS) Organik Pemerintah Kab
Manokwari sebanyak 223 orang dan PNS Titipan dari
Provinsi Kabupaten lain sebanyak 12 orang dan
tenaga Honorer dan magang sebanyak 171 orang
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
68
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Bila dilihat pada tabel 414 rata-rata kontribusi
PAD terhadap pendapatan daerah tiap
kabupaten kota di Papua Barat tahun 2019
tidak mencapai angka 6 hanya Kabupaten
Manokwari dan Kabupaten Manokwari Selatan
yang memiliki PAD diatas 6 persen dimana
Kabupaten Manokwari menjadi yang terbesar
dengan kontribusi PAD mencapai 613 persen
Bahkan di beberapa daerah seperti Kabupaten
Maybrat Kabupaten Tambrauw dan
Kabupaten Pegunungan Arfak kontribusi PAD
hanya di bawah 1 persen Angka ini sangat jauh
di bawah angka kontribusi pendapatan transfer
yang mencapai rata-rata sebesar 90 persen
pada tiap kabupaten kota Hal ini
mengindikasikan bahwa pendapatan pemda
kabupaten kota di Papua Barat hampir
seluruhnya bergantung terhadap pendapatan
transfer dari pemerintah pusat Pemda seperti
Kab Fakfak Kab Kaimana dan Pemerintah
Provinsi bahkan mempunyai persentase
pendapatan transfer sebagai pos utama
pendapatan mencapai angka lebih dari 96
persen
Berdasarkan tabel 415 realisasi belanja tahun
2019 kabupaten kota di Provinsi Papua Barat
menitikberatkan pada belanja barang jasa
Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp)
Uraian Provinsi Fakfak Manok
wari Sorong
Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wonda
ma
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
Total
Pendapatan 15628 1297 1029 1895 0990 1459 1030 2486 0966 1058 1013 1183 0789 1002
PAD 0465 0035 0063 0030 0050 0028 0007 0047 0017 0041 0006 0008 0048 0007
Pendapatan
Transfer 11215 0876 0800 1092 0701 1042 0689 1940 0678 0765 0666 0785 0503 0564
LPDS 3949 0386 0166 0772 0239 0389 0333 0498 0270 0252 0341 0390 0238 0431
Total Belanja 9135 1296 0999 1841 0592 1419 1047 1684 0912 1001 0897 1356 0817 0807
Surplus
Defisit 6493 0002 0030 0054 0398 0040 -0017 0801 0054 0056 0116 -0173 -0029 0195
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 414
Analisis Vertikal Pendapatan APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (persen)
Uraian Provinsi Fakfak Manokwari Sorong Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wonda
ma
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
PAD 2975 2698 6131 1598 5067 1898 0727 1895 1797 3838 0632 0663 6077 0717
Pajak Daerah 2314 0572 4666 0668 4109 0452 0093 0996 0541 0734 0042 0071 0084 0000
Retribusi Daerah 0023 0387 0364 0153 0735 0305 0085 0045 0671 0733 0006 0003 0043 0000
HPKD 0110 0240 0000 0094 0005 0261 0262 0117 0161 0095 0050 0078 0000 0000
Lain-lain PAD yang
sah 0528 1499 1101 0684 0217 0880 0286 0737 0424 2276 0540 0510 5951 0717
Pendapatan Transfer 97021 97302 85172 79782 88122 90199 82923 93184 90728 96162 81597 83238 80323 72901
DBH 33978 4889 6431 14271 6224 7145 5690 49535 6512 6325 5915 4725 7139 6165
DAU 9365 53776 53671 28881 52047 46889 46145 22608 47680 58969 44876 44904 45033 38742
DAK 3155 8886 17662 13960 12523 15915 14521 5533 16039 7036 14945 16753 11547 11358
DBH Pemda
lainnya 0000 6360 2191 0969 2479 7984 1131 0619 1071 0745 0579 0742 0259 0388
Dana Penyesuaian
dan Otsus 25261 23391 5217 21165 14849 10778 14832 14506 19427 23087 15282 16115 16346 16249
LPDS 0005 0000 0486 9383 6811 0723 0000 4922 7475 0000 17423 1139 13600 12382
Hibah 0005 0000 0486 0000 0000 0630 0000 0008 0000 0000 0000 0042 0000 0000
Lain-lain 0000 0000 0000 9383 6811 0092 0000 4914 7475 0000 17423 1097 13600 12382
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
69 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
dan belanja modal Hal ini terlihat dari 11
kabupaten kota yang persentase pos kedua
belanja tersebut lebih dari 50 Dengan
besarnya porsi belanja barang jasa dan modal
mengindikasikan adanya kebijakan belanja
pemerintah daerah yang diarahkan pada
sektor produktif guna mendorong
perekonomian daerah dan upaya dalam
mengejar ketertinggalan dengan daerah lain
dalam ketersediaan
infrastruktur
F3 Analisis Kapasitas
Fiskal Daerah
Analisis kapasitas fiskal
daerah adalah analisis
yang digunakan untuk
mengukur kemampuan
keuangan daerah yang
dicerminkan melalui
penerimaan umum
APBD (tidak termasuk
dana alokasi khusus
dana darurat dana
pinjaman lama dan
penerimaan lain yang
penggunaannya
dibatasi untuk membiayai pengeluaran
tertentu) yang digunakan untuk membiayai
tugas pemerintahan daerah setelah dikurangi
belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah
penduduk miskin sebagaimana dimaksud
dalam peraturan yang mengatur tentang peta
kapasitas fiskal daerah Berikut ini kapasitas fiskal
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
Tabel 415
Analisis Vertikal Belanja APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Uraian Provinsi Fakfak Manok
wari Sorong
Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wond
ama
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
Belanja
Pegawai 7651 27384 26717 22263 44577 24684 21547 14975 21897 20263 20307 9513 10642 9906
Belanja Barang 21125 29208 26559 22050 26375 42275 35726 37509 35456 32931 23851 39795 38031 33785
Belanja Bunga 0000 0000 0000 0000 2067 0000 0519 0000 0000 0000 0000 0506 0301 0000
Belanja Subsidi 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 1373 0281 0000 0000 0000 0000
Belanja Hibah 9316 1897 3995 3878 1139 0481 1426 1351 3125 3181 1096 1085 8341 0712
Belanja BanSos 0580 1921 2592 0333 2362 2034 3305 19398 1598 6713 3266 2361 2695 11707
Belanja
Bantuan
Keuangan
20202 0096 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000
Belanja bagi
hasil 22050 17580 18336 14591 0160 10381 15343 0000 14113 14225 24884 17407 14762 19499
Belanja Tidak
Terduga 0000 0128 0022 0004 0037 0000 0189 0000 0167 0001 0011 0000 0031 0307
Belanja Modal 19077 21785 21779 36882 23284 20145 21945 26768 22271 22406 26585 29333 25196 24084
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 416
Analisis Fiskal APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Pemda PAD DBH DAU LP BP Penduduk
Misikin
Kapasitas
Fiskal Indeks
1 2 3 4 5 6 7
8
[(2+3+4+5)-
6) 7]
9
Prov Papua Barat 46490 531011 146362 146362 69888 207944 38488 0466
Fakfak 3501 6343 69773 69773 35486 18730 60813 0736
Kab Manokwari 6310 6619 55236 55236 26703 37730 25629 0310
Kab Sorong 3029 27044 54729 54729 40979 26100 37760 0457
Kota Sorong 5016 6162 51523 51523 26378 38880 22594 0273
Raja Ampat 2769 10425 68414 68414 35024 8500 135292 1638
Sorong Selatan 748 5858 47509 47509 22549 8760 90269 1093
Teluk Bintuni 4710 123132 56198 56198 25225 19640 109478 1325
Teluk Wondama 1735 6288 46046 46046 19970 10530 76111 0921
Kaimana 4059 6689 62367 62367 20293 9660 119244 1443
Maybrat 640 5994 45470 45470 18219 13120 60484 0732
Tambrauw 784 5590 53120 53120 12898 4770 209049 2530
Manokwari Selatan 4793 5630 35517 35517 8698 7240 100495 1216
Pegunungan Arfak 718 6179 38829 38829 7999 10800 70887 0858
Jumlah 85301 752963 831094 831094 370308
Rata-rata 82614
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
70
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Dengan mengetahui indeks kapasitas fiskal
masing-masing kabupaten kota maka dapat
ditentukan kemampuan keuangan masing-
masing daerah Berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 54PMK072014 tentang Peta
Kapasitas Fiskal Daerah indeks kapasitas fiskal
daerah kabupaten kota di Provinsi Papua
Barat dapat dikelompokkan menjadi empat
kuadran sebagaimana pada tabel 417
Dari kabupaten kota di Papua Barat terdapat
satu daerah dengan kapasitas fiskal sangat
tinggi yang ditunjukkan dalam kuadran IV yaitu
Kab Tambrauw Namun terdapat empat
daerah yang masuk kategori sangat rendah
kapasitas fiskalnya yang terletak di kuadran I
Apabila melihat perbandingan jumlah daerah
pada kuadran I dan II dengan daerah pada
kuadran III dan IV maka terdapat perbandingan
yang hampir seimbang Dari tabel di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa terdapat
ketimpangan kapasitas fiskal pada kabupaten
kota di Provinsi Papua Barat
G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN (FISCAL
HEALTH INDEX)
Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU)
Nomor 22 Tahun 1999 (sebagaimana diubah
menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun
1999 (sebagaimana diubah menjadi UU Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah terjadi perubahan mendasar dalam
sistem pemerintahan daerah di Indonesia
dengan titik berat pembangunan daerah
berada pada tingkat kabupaten kota Salah
satu perubahan yang terjadi adalah
diimplementasikannya desentralisasi fiskal yang
lebih luas bagi daerah Arah dari kebijakan
desentralisasi diharapkan dapat menghindari
inefisiensi dari perekonomian (Prudrsquohomme
1995)
Desentralisasi fiskal menurut Davey (2003)
merupakan pembagian kewenangan belanja
dan pendapatan antar tingkat pemerintahan
Dari sisi belanja kewenangan desentralisasi
didasarkan pada prinsip agar pengalokasian
sumber daya menjadi lebih efisien dan efektif
Hal ini diasumsikan bahwa daerah lebih
mengerti kebutuhan masyarakat sehingga
pengalokasian sumber daya menjadi lebih
responsif dalam menjawab kebutuhan
masyarakat Adapun dari sisi pendapatan
diberikannya kewenangan desentralisasi
kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi
masyarakat untuk mendanai pelayanan publik
menjadi lebih tinggi karena dapat merasakan
langsung manfaat yang dirasakan Dalam
pelaksanaan desentralisasi fiskal pemerintah
pusat mengatur prinsip-prinsip pengelolaan
keuangan daerah bukan aturan secara
terperinci sehingga kondisi keuangan diantara
pemerintah daerah yang satu dan lainnya
menjadi bermacam-macam Perbedaan
dalam kondisi keuangan tersebut menuntut
suatu kebutuhan akan tingkat kesehatan dalam
mengelola keuangan daerah Sebagai pihak
yang bertanggung jawab terhadap pelayanan
publik pemerintah daerah dituntut lebih
Tabel 417
Kuadran kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Kuadran I
(Indeks Kapasitas Fiskal le05)
Kuadran III
(1leIndeks Kapasitas Fiskal lt2)
Provinsi Papua Barat
Kab Manokwari
Kab Sorong
Kota Sorong
Kab Sorong Selatan
Kab Teluk Bintuni
Kab Manokwari Selatan
Kab Kaimana
Kab Raja Ampat
Kuadran II
(05ltIndeks Kapasitas Fiskal lt1)
Kuadran IV
(Indeks Kapasitas Fiskal ge 2)
Kab Fakfak
Kab Teluk Wondama
Kab Maybrat
Kab Pegunungan Arfak
Kab Tambrauw
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
71 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
memahami kondisi kesehatan keuangannya
Hal ini dikarenakan dalam kondisi kesehatan
keuangan yang buruk pemerintah daerah tidak
akan mampu memberikan layanan publik yang
baik kepada warganya (Carmeli 2008)
Berbeda dengan sektor publik penilaian kondisi
kesehatan keuangan pada sektor private telah
dilakukan sejak lama Di sektor bisnis Beaver
(1966) dan Altman (1968) telah membangun
model untuk menilai kondisi keuangan sektor
swasta Namun setelah terjadi masalah
keuangan yang melanda banyak pemerintah
daerah di seluruh dunia penelitian mengenai
kondisi kesehatan pemerintah daerah secara
intensif mulai dilakukan Pada tahun 1980 di
Amerika Serikat terjadi permasalahan keuangan
yang melanda Kota New York Cleveland
Miami Pittsburgh dan Philadelphia (Kloha et al
2005) Hal yang sama terjadi pada tahun 1980-
an dimana sebagian pemerintah daerah di
Belanda dan Inggris mengalami kondisi kesulitan
keuangan (Carmeli 2008) Begitu juga yang
dialami pemerintah daerah di Australia (Dollery
et al 2006) dan Jepang (Takahashi 2009) yang
menghadapi permasalahan keuangan yang
sulit Kondisi tersebut mendorong para ahli
keuangan publik dan banyak peneliti membuat
suatu model ataupun formula untuk
mengevaluasi kondisi keuangan pemerintah
daerah sehingga dapat mendeteksi sejak dini
(early warning system) gejala kesulitan
keuangan
Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli
ataupun lembaga profesional untuk
mendifinisikan kondisi keuangan pemerintah
The Canadian Institute of Chartered
Accountants (CICA 1997) memberikan definisi
kondisi keuangan pemerintah daerah sebagai
kesehatan keuangan (fiscal health) yang diukur
melalui aspek keberlanjutan kerentanan dan
fleksibiltas dalam lingkungan ekonomi maupun
keuangan Aspek keberlanjutan merupakan
kemampuan pemerintah daerah untuk
mempertahankan program yang sudah ada
tanpa menimbulkan kewajiban baru pada
perekonomian Sedangkan aspek kerentanan
merupakan kondisi ketergantungan pemerintah
daerah sehingga menjadi rentan terhadap
sumber pendanaan yang berasal di luar
kendali Aspek fleksibilitas keuangan merupakan
kemampuan pemerintah daerah untuk
meningkatkan kapasitas keuangan seiring
adanya peningkatan komitmen baik melalui
peningkatan pendapatan atau kapasitas
utang Definisi lain dikemukakan Nollenberger et
al (2003) yang menyebutkan kondisi keuangan
pemerintah daerah merupakan tingkat
solvabilitas keuangan pemerintah daerah yang
terdiri dari solvabilitas kas solvabilitas anggaran
solvabilitas jangka penjang dan solvabilitas
layanan Adapun Kloha et al (2005)
memberikan definisi kondisi keuangan
pemerintah daerah dalam konteks tekanan
keuangan (fiscal distress) yaitu kemampuan
pemerintah daerah untuk memenuhi standar
operasi hutang dan kebutuhan masyarakat
selama beberapa tahun berturut-turut
Kondisi kesehatan keuangan (fiscal health)
yang baik diantaranya ditunjukkan oleh
kemampuan pemerintah daerah untuk
menutup kewajiban operasional (solvabilitas
anggaran) kemampuan untuk melaksanakan
hak-hak keuangan secara efektif dan efisien
(kemandirian keuangan) kemampuan untuk
memberikan pelayanan sesuai standar dan
kualitas yang dibutuhkan masyarakat
(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk
mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa
datang seperti bencana alam atau bencana
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
72
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sosial (fleksibilitas keuangan) Oleh karena itu
ada 4 (empat) dimensi untuk mengukur kondisi
kesehatan keuangan (fiscal helath) pemerintah
daerah yaitu solvabilitas anggaran kemandirian
keuangan solvabilitas layanan dan fleksibilitas
keuangan
Untuk mengetahui kondisi keuangan
pemerintah daerah yang ada di Papua Barat
digunakan langkah-langkah sebagai berikut
1 Menghitung nilai rasio masing-masing
dimensi penyusun indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index)
2 Menghitung indeks rasio dan indeks dimensi
- Untuk menghitung indeks rasio digunakan
rumus
(Nilai Aktual minus Nilai Terendah)
(Nilai Tertinggi minus Nilai Terendah)
- Untuk menghitung indeks dimensi
digunakan rata-rata aritmatika dari seluruh
indeks rasio yang ada
3 Menghitung indeks kesehatan keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah
Indeks kondisi kesehatan keuangan (fiscal
health index) dihitung dengan
menggunakan rata-rata tertimbang dari
seluruh indeks dimensi yang ada
G1 Solvabilitas Anggaran
Solvabilitas anggaran menunjukan seberapa
besar kemampuan pemerintah daerah
memenuhi kegiatan operasi menggunakan
pendapatan yang diperoleh (Nollenberger et
al 2003) Pendapatan yang dimaksud
merupakan pendapatan normal yang tiap
tahun senantiasa didapatkan pemerintah
daerah bukan pendapatan yang terkadang
diperoleh pada tahun-tahun tertentu saja Oleh
karena itu rasio yang digunakan untuk
menunjukan solvabilitas anggaran suatu
pemerintah daerah adalah sebagai berikut
Tabel 418
Rasio Solvabilitas Anggaran
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A (Total Pendapatan - DAK) (Total Belanja -
Belanja Modal)
Rasio B (Total Pendapatan - DAK) Belanja Pegawai
Rasio C (Total Pendapatan Total Belanja)
Pengurangan pendapatan DAK dari total
pendapatan karena pendapatan tersebut
bukan merupakan pendapatan yang bersifat
normal dan berada di luar kendali pemerintah
daerah Untuk rasio A pengurangan belanja
modal dikarenakan belanja tersebut bukan
merupakan kegiatan operasional pemerintah
daerah Adapun untuk rasio B penggunaan
belanja pegawai sebagai penyebut lebih
disebabkan karena porsi belanja tersebut saat
ini merupakan yang terbesar dari belanja
operasional pemerintah daerah Semakin tinggi
nilai rasio yang ada menunjukan bahwa
semakin banyak pendapatan pemerintah
daerah untuk menutup belanja operasional Hal
ini berarti semakin tinggi nilai rasio maka
semakin baik solvabilitas anggaran yang dimiliki
oleh suatu pemerintah daerah Dari data yang
diperoleh rasio solvabilitas anggaran seluruh
Gambar 41
Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan
ngan
73 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
terlihat pada tabel 419
Dari tabel di atas jika dilihat secara menyuluruh
rasio solvabilitas anggaran kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat menunjukan tren yang
meningkat Artinya semua daerah memiliki
solvabilitas anggaran yang semakin baik
Pendapatan normal yang diperoleh pemerintah
daerah untuk meng-cover kebutuhan belanja
semakin meningkat Dari seluruh daerah yang
ada peningkatan rasio solvabilitas anggaran
terbaik dimiliki Kab Kaimana dan Kab
Pegunungan Arfak Hal ini mengindikasikan
bahwa sebagai daerah otonom baru kedua
pemerintah daerah tersebut semakin giat untuk
mencari sumber-sumber pendapatan untuk
menutup semua kebutuhan belanja
G2 Kemandirian Keuangan
Kemandirian keuangan menunjukan
kemampuan pemerintah daerah untuk
mendapatkan sumber pendanaan secara
mandiri dan tidak rentan terhadap sumber
pendanaan di luar kendalinya (Canadian
Institute of Chartered Accountants CICA 1997)
Kemandirian keuangan juga dapat diartikan
sebagai kemampuan pemerintah daerah untuk
memenuhi kebutuhannya dengan sumber-
sumber pendanaan yang mampu diperoleh
secara mandiri tidak tergantung pada pihak
luar Berdasarkan pengertian tersebut rasio
yang digunakan untuk menunjukan
kemandirian keuangan suatu pemerintah
daerah adalah sebagai berikut
Tabel 420
Rasio Kemandirian Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A Total Pendapatan Asli Daerah Total
Pendapatan
Rasio B Total Pendapatan Asli Daerah Total Belanja
Nilai rasio yang meningkat menunjukan bahwa
semakin banyak pendapatan yang diperoleh
pemerintah daerah secara mandiri untuk
memenuhi kebutuhannya Dengan demikian
semakin tinggi nilai rasio maka semakin baik
kemandirian keuangan yang dimiliki oleh suatu
pemerintah daerah Menurut Tim KKD FE UGM
untuk menentukan tolak ukur kemandirian
keuangan daerah dapat menggunakan enam
kategori sebagaimana pada tabel 421
Tabel 419
Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019
Daerah
Rasio A Rasio B Rasio C
2018 2019 2018 2019 2018 2019
Kabupaten
Sorong 116 124 290 353 096 093
Kota Sorong 152 191 238 328 121 167
Manokwari 126 098 251 286 118 095
Manokwari
Selatan 105 114 334 802 097 096
Fakfak 100 117 191 333 098 100
Kaimana 147 331 428 721 134 361
Teluk
Wondama 107 114 303 406 095 106
Teluk Bintuni 107 190 330 927 071 147
Pegunungan
Arfak 140 205 557 813 115 245
Sorong
Selatan 097 086 245 313 088 082
Raja Ampat 104 097 296 314 091 094
Maybrat 162 130 443 471 144 113
Tambrauw 107 103 521 764 097 087
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
74
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Dari data yang diperoleh masing-masing rasio
kemandirian keuangan Pemda di Provinsi
Papua Barat dapat dilihat pada tabel 422
Secara umum Pemda di Provinsi Papua Barat
memiliki rasio kemandirian keuangan yang
sangat lemah dengan rasio di bawah 01 Kondisi
ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah
yang ada masih sangat tergantung pada
sumber pendanaan dari luar daerah seperti
pendapatan yang berasal dari pemerintah
pusat Selain itu nilai rasio tersebut menunjukan
bahwa kebutuhan yang dapat ditutup oleh
pendapatan yang berada di bawah kendali
pemerintah daerah hanya di bawah 10 persen
Kemandirian keuangan yang lemah tersebut
disebabkan oleh kondisi daerah yang tidak
memungkinan untuk memperoleh pendapatan
yang tinggi sesuai dengan kewenangan
penerimaan daerah Pada pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa sumber
strategis penerimaan negara yang menguasasi
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
Oleh karena itu sumber strategis penerimaan
negara seperti pajak penghasilan pajak
pertambahan nilai sumber daya alam
walaupun terletak di daerah namun menjadi
sumber penerimaan pemerintah pusat bukan
pemerintah daerah Pemerintah daerah hanya
mengelola sumber sumber penerimaan yang
kurang signifikan pengaruhnya seperti pajak
hotel pajak reklame pajak restoran dan pajak
daerah lainnya
Namun demikian kedua rasio yang ada
menunjukan tren rasio yang meningkat
Kemampuan pemerintah daerah untuk
menutupi kebutuhan melalui sumber
pendanaan yang diperoleh secara mandiri
menjadi semakin baik Hal ini sejalan dengan
semangat dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah dimana pemerintah daerah
seharusnya dapat berinovasi untuk
meningkatkan PAS namun tidak bertentangan
dengan peraturan yang ada
Tabel 422
Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019
Daerah
Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kabupaten
Sorong 0044 0018 0042 0016
Kota Sorong 0128 0051 0156 0085
Manokwari 0074 0067 0088 0063
Manokwari
Selatan 0171 0061 0167 0059
Fakfak 0031 0027 0030 0027
Kaimana 0037 0019 0049 0068
Teluk Wondama 0016 0018 0015 0019
Teluk Bintuni 0024 0019 0017 0028
Pegunungan
Arfak 0008 0009 0009 0022
Sorong Selatan 0014 0009 0012 0007
Raja Ampat 0031 0021 0029 0020
Maybrat 0007 0006 0010 0007
Tambrauw 0004 0007 0004 0006
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 421
Kriteria Kemandirian Kuangan Pemerintah Daerah
Menurut Tim KKD FE UGM
- Kriteria
0 - 01 sangat lemah
01001 - 02 lemah
02001 - 03 sedang
03001 - 04 cukup
04001 - 05 baik
Rasio gt 05 sangat baik
75 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
G3 Fleksibilitas Keuangan
Fleksibilitas keuangan merupakan kemampuan
pemerintah daerah untuk membayar beban
utang (Chase dan Philips 2004) Kondisi tersebut
menunjukan bagaimana pemerintah daerah
dapat meningkatkan sumber pendapatan
dalam rangka menghadapi peningkatan
kewajibannya (CICA 2007) Pendapatan
dimaksud merupakan pendapatan normal yang
tiap tahun senantiasa didapatkan pemerintah
daerah bukan pendapatan yang sifatnya terikat
penggunaannya seperti pendapatan yang
berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Selain
itu pendapatan tersebut juga merupakan
pendapatan setelah dikurangi belanja yang
sifatnya sangat wajib seperti belanja pegawai
Adapun kewajiban dimaksud merupakan
kewajiban untuk membayar cicilan pokok utang
dan beban bunga yang menjadi tanggungan
pemerintah daerah Oleh karena itu rasio yang
digunakan untuk menunjukan fleksibilitas
keuangan suatu pemerintah daerah adalah
sebagai berikut
Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan
bahwa semakin baik fleksibilitas keuangan
pemerintah daerah untuk menghadapi
peristiwa luar biasa baik yang berasal dari dalam
maupun yang berasal dari luar lingkungan
pemerintah daerah Dari data yang diperoleh
masing-masing rasio untuk kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel
424
Untuk rasio yang memiliki nilai sangat tinggi
disebabkan tidak adanya komponen
pembayaran pokok pinjaman belanja bunga
dan kewajiban jangka panjang pada
Tabel 424
Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019
Daerah Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kab Sorong 769832175393 1035484012472 1174167459258 1445271904797
Kota Sorong 4 3 7 5
Manokwari 482076226292 495858473768 802369336249 762890951003
Manokwari Selatan 735 16 1049 18
Fakfak 304491382772 827320863699 639780382396 1182183435610
Kaimana 668279456314 705544141447 871904931348 819214314839
Teluk Wondama 434599458495 611138814319 648798589997 810840420412
Teluk Bintuni 21 11 31 13
Pegunungan Arfak 487685057078 507003610307 594313768074 578106098796
Sorong Selatan 141 4 238 6
Raja Ampat 643370690403 750130568196 972295205958 1100373282221
Maybrat 539252552468 676159229681 696515339045 858345256202
Tambrauw 686177984338 855819480885 849218499477 984795810243
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 423
Rasio Fleksibiltas Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A
(Total Pendapatan - DAK - Belanja
Pegawai) (Belanja Bunga + Pembayaran
Pokok Utang)
Rasio B (Total Pendapatan - DAK) (Belanja Bunga
+ Pembayaran Pokok Utang)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
76
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
pemerintah daerah yang bersangkutan Secara
keseluruhan pemerintah daerah di Papua Barat
memiliki fleksibilitas keuangan yang cukup
memadai untuk mengantisipasi kejadian luar
biasa Artinya bahwa pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat dapat sewaktu-waktu
datang ke pihak ketiga untuk mengumpulkan
dana dalam rangka mengatasi kejadian yang
datang tidak terduga
G4 Solvabilitas Layanan
Solvabilitas layanan merupakan kemampuan
pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat
(Wang et al 2007) Kemampuan tersebut
diwujudkan berupa sumber daya fasilitas
sarana dan prasarana yang dimiliki pemerintah
daerah untuk digunakan dalam rangka
memberikan pelayanan kepada publik Untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
pemerintah daerah digunakan total belanja
daerah perkapita (Wang et al 2007) Rasio
tersebut menunjukan seberapa banyak belanja
pemerintah daerah yang dikeluarkan untuk
melayani setiap warganya Selain itu untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
digunakan belanja modal perkapita
Penggunaan belanja modal lebih ditekankan
kepada peningkatan pelayanan kepada
masyarakat Pemerintah daerah yang telah
berhasil mempertahankan pelayanannya
kepada masyarakat jika ingin meningkatkan
pelayanan tersebut dapat menggunakan pos
belanja modal Oleh karena itu rasio untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
pemerintah daerah adalah sebagaimana pada
tabel 425
Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan
bahwa semakin baik solvabilitas layanan suatu
pemerintah daerah karena semakin banyak
layanan yang diberikan pemerintah daerah
kepada masyarakat Dari data yang diperoleh
masing-masing rasio untuk kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel
426
Dari tabel di atas terlihat bahwa rasio solvabilitas
layanan pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat menunjukan nilai yang bervariasi Ada
Tabel 426
Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (juta Rp)
Daerah
Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kab Sorong 1814 2070 560 763
Kota Sorong 286 233 079 054
Manokwari 482 571 081 124
Manokwari
Selatan 3162 33747 723 8503
Fakfak 1087 1647 219 359
Kaimana 1248 411 154 000
Teluk
Wondama 2750 2804 712 625
Teluk Bintuni 2988 2615 1114 700
Pegunungan
Arfak 2166 911 660 000
Sorong Selatan 2088 2230 439 489
Raja Ampat 2661 2926 615 589
Maybrat 1421 2194 276 583
Tambrauw 7730 9769 1913 2866
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 425
Rasio Solvabiltas Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A Total Belanja Jumlah Penduduk
Rasio B Belanja Modal Jumlah Penduduk
77 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
beberapa pemerintah daerah yang mengalami
peningkatan rasio namun tidak sedikit yang
mengalami penurunan rasio Untuk rasio A pada
tahun 2019 Kab Manokwari Selatan memiliki
rasio terbesar dibandingkan pemerintah daerah
lainnya dengan nilai 33747 atau meningkat dari
tahun sebelumnya dengan nilai 3162 Artinya
belanja yang dikeluarkan pemerintah daerah
Kab Manokwari Selatan untuk melayani 1 (satu)
penduduk sebesar Rp33747 juta Besarnya nilai
rasio tersebut disebabkan jumlah penduduk Kab
Manokwari Selatan merupakan yang terkecil
dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Papua
Barat sehingga belanja perkapita yang
dikeluarkan pemerintah daerah cukup besar
untuk meng-cover layanan yang dibutuhkan Di
sisi lain pemerintah daerah dengan rasio A
terkecil tahun 2019 yaitu Kota Sorong Hal ini
disebabkan Kota Sorong merupakan daerah
dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi
Papua Barat namun belanja perkapita yang
dikeluarkan pemerintah Kota Sorong tidak cukup
besar untuk meng-cover layanan yang
dibutuhkan masyarakatnya Nilai rasio tersebut
bahkan mengalami penurunan jika
dibandingkan tahun 2018 Kemudian untuk rasio
B pada tahun 2019 cenderung bervariasi
Beberapa pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat mengalami penurunan sementara lainnya
memiliki nilai rasio yang meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat pemerintah
daerah yang berupaya meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat sedangkan
pemerintah daerah lainnya cenderung stagnan
atau tidak memberikan peningkatan pelayanan
seiring bertambahnya jumlah penduduk
G5 Indeks Kesehatan Keuangan
Nilai Indeks Kesehatan Keuangan berkisar antara
0 ndash 1 Semakin tinggi nilai indeks menunjukan
kondisi kesehatan keuangan pemerintah
daerah semakin baik Untuk mengukur indeks
kesehatan keuangan digunakan bobot untuk
masing-masing dimensi Hal ini perlu dilakukan
mengingat satu dimensi sangat mungkin lebih
penting dibandingkan dengan dimensi yang lain
(Brown 1993) Salah satu cara yang digunakan
untuk menentukan bobot masing-masing
dimensi melalui teknik Analytical Hierarchy
Proces (AHP) Teknik ini digunakan untuk
menghasilkan skala prioritas dengan cara yang
teroganisir (Saaty 2008) AHP ini tidak
memberikan keputusan secara mutlak namun
dapat membantu pengambil kebijakan untuk
menentukan keputusan yang tepat sesuai
dengan tujuan dan masalah yang mereka
hadapi Berdasarkan teknik AHP dimensi yang
lebih penting akan diwujudkan dalam bobot
yang lebih besar
Bobot terbesar dimensi penyusun indeks
kesehatan keuangan yaitu pada dimensi
solvabilitas layanan Hal ini dikarenakan tujuan
utama dari setiap pemerintahan adalah
memberikan layanan kepada masyarakat
Pemerintah daerah yang memiliki tingkat
kesehatan keuangan yang baik akan semakin
optimal dalam melaksanakan pelayanan publik
Selanjutnya bobot terbesar kedua untuk
menyusun Indeks Kesehatan Keuangan yaitu
dimensi kemandirian keuangan Untuk
memberikan layanan kepada masyarakat
secara optimal pemerintah daerah dituntut
Tabel 427
Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan
Nama Dimensi Bobot
Solvabilitas Layanan 029
Kemandirian Keuangan 026
Solvabilitas Anggaran 024
Fleksibilitas Keuangan 021
Total 100
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
78
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
memiliki kemandirian
keuangan yang
memadai sehingga
tidak bergantung
pendanaan dari pihak
luar
Berdasarkan dimensi
penyusunnya indeks
kesehatan keuangan
(fiscal health index)
untuk seluruh
pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat
dapat dilihat pada
grafik 43 Jika dilihat
secara keseluruhan Indeks Kesehatan Keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 memiliki
tingkat yang bervariasi dibandingkan periode
sebelumnya
Rata-rata Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal
health index) seluruh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat tahun 2018 mencapai 035
dan nilainya turun menjadi 034 pada tahun
2019 Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
cenderung menurun untuk menutup kewajiban
operasionalnya (solvabilitas anggaran)
kemampuan untuk melaksanakan hak-hak
keuangan secara efektif dan efisien
(kemandirian keuangan) kemampuan untuk
memberikan pelayanan sesuai standar dan
kualitas yang dibutuhkan masyarakat
(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk
mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa
datang (fleksibilitas keuangan)
Sementara itu jika melihat masing-masing
daerah pada tahun 2019 sebagian besar
pemerintah daerah mengalami penurunan
Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health
index) kecuali Kab Manokwari Selatan
Kaimana dan Teluk Bintuni Indeks Kesehatan
Keuangan tertinggi dimiliki Kab Teluk Bintuni
sebesar 068 dan terendah dimiliki Kab Fakfak
sebesar 016
Jika dilihat klasifikasinya Indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index) dapat
dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori
Pada tahun 2019 tidak ada pemerintah
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat yang
masuk dalam kategori sangat baik dan hanya
ada dua pemerintah daerah yang masuk ke
dalam kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan
Kaimana Sementara itu terdapat lima daerah
yang masuk dalam Kuadran I (buruk) dengan
nilai antara 0 ndash 025 yaitu Kab Manokwari Kab
Fakfak Kab Sorong Selatan Kab Teluk
Wondama dan Kab Raja Ampat Adapun
pemerintah daerah yang memiliki indeks
kesehatan keuangan cukup (kuadran II) dengan
nilai antara 026 ndash 050 yaitu Kab Sorong Kota
Sorong Kab Manokwari Selatan Kab Maybrat
Kab Tambraw dan Kab Pegunungan Arfak
041036
031
038
019
044
028 032
039
015
032
041
052
027 029025
049
016
057
025
068
039
019 020
028
036
000
020
040
060
Ka
b S
oro
ng
Ko
ta S
oro
ng
Ma
no
kw
ari
Ma
no
kw
ari S
ela
tan
Fa
kfa
k
Ka
ima
na
Telu
k W
on
da
ma
Telu
k B
intu
ni
Pe
gu
nu
ng
an
Arf
ak
So
ron
g S
ela
tan
Ra
ja A
mp
at
Ma
yb
rat
Tam
bra
uw
Grafik 43
Indeks Kesehatan Keuangan (Fiscal Health Index)
KabKota se-Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019
2018 2019
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
79 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Tabel 428
Kuadran Indeks kesehatan keuangan (fiscal health index)
pemerintah daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019
H BELANJA WAJIB DAERAH
Pendidikan dan kesehatan merupakan
pelayanan publik yang paling mendasar dan
vital untuk mengurangi kemiskinan (Keefer dan
Khemani 2005) Dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan publik undang-undang
telah mewajibkan pemerintah pusat dan
daerah untuk mengalokasikan sejumlah
persentase tertentu dari total belanja untuk
bidang tertentu yaitu pendidikan (UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)
dan kesehatan (UU Nomor 39 Tahun 2009
tentang Kesehatan) Belanja wajib ini ditetapkan
dengan alokasi sebesar 20 dari total belanja
untuk bidang pendidikan (berlaku bagi belanja
pusat dan belanja daerah) serta 5 dari total
belanja pusat dan 10 dari total belanja daerah
untuk bidang kesehatan Dengan ketentuan
tersebut alokasi pada belanja daerah wajib
ditingkatkan untuk bidang-bidang yang menjadi
target prioritas yaitu pendidikan kesehatan
dan infrastruktur
H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan
Keberadaan belanja bidang pendidikan
sebagai salah satu dari belanja wajib
berpengaruh terhadap ketersediaan anggaran
yang cukup besar untuk bidang pendidikan
menjadi lebih dapat dipastikan Pendanaan
bidang tersebut bersumber antara lain dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
pendapatan transfer (TKDD) Akan tetapi tujuan
akhirnya bukanlah besarnya alokasi namun
penggunaan dana yang dapat memberikan
hasil nyata berupa penyediaan dan perbaikan
layanan serta berkurangnya ketimpangan
Pada tahun 2019 kebijakan belanja wajib
bidang pendidikan di Provinsi Papua Barat
didasarkan pada ketercapaian sasaran
pembangunan ldquoPeningkatan aksesibilitas
kualitas dan manajemen pendidikanrdquo sebagai
perwujudan dari Misi 3 ldquoTerwujudnya
sumberdaya manusia yang cerdas sehat dan
berdaya saingrdquo sebagaimana ditetapkan
dalam RKPD dan RPJMD Ketercapaian sasaran
tersebut diharapkan mampu meningkatkan
persentase angka partisipasi sekolah pada
Kuadran I (buruk)
(0 ndash 025)
Kuadran II (cukup)
(025 lt Indeks lt 05)
Kab Manokwari Kab
Fakfak Kab Sorong Selatan
Kab Teluk Wondama
Kab Raja Ampat
Kab Sorong Kota Sorong
Kab Manokwari Selatan
Kab Maybrat
Kab Tambraw
Kab Pegunungan Arfak
Kuadran III (baik)
(05 lt Indeks lt 075)
Kuadran IV (baik sekali)
(075 lt Indeks lt 1
Kab Teluk Bintuni
Kab Kaimana -
Tabel 429
Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Beasiswa OAP ke Luar Negeri 48984000200 12 Bulan 100
Afirmasi bagi anak asli papua di Perguruan Tinggi dan ADEM 15003000000 12 Bulan 100
Pembangunan Fasilitas Pendidikan Menengah 25474236000 10 Kabkota 85
Pembangunan Prasarana dan Sarana Belajar 43878330901 475 Ruang 95
Rehabilitasi Prasarana dan Gedung Perpustakaan 107344935874 391 Ruang 100
Pembangunan Rumah Dinas Guru 27535623335 80 Unit 100
Pengembangan Koleksi Perpustakaan 624826470 3500 Buku 100
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
80
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
jenjang pendidikan menengah dan angka rata-
rata lama sekolah yang menjadi prioritas
pembangunan tahun 2019
Belanja wajib bidang pendidikan di Provinsi
Papua Barat sebagian besar pelaksanaannya
diwujudkan dalam bentuk gaji dan tunjangan
bagi tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)
dengan pembiayaan yang bersumber dari DAU
dan PAD Sedangkan penggunaan dana Otsus
DBH serta DAK (Fisik dan Non Fisik) berkontribusi
besar dalam pencapaian output priotitas
diantaranya dalam bentuk pemberian beasiswa
OAP afirmasi OAP di Perguruan Tinggi
pembangunan fasilitas pendidikan menengah
pembangunan prasarana dan sarana belajar
pembangunan rumah dinas guru serta
pengembangan koleksi perpustakaan Output-
output ini tersebar hampir diseluruh
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan
Selain sektor pendidikan untuk mendorong
pelayanan publik pemerintah daerah juga
memiliki kewajiban mengalokasikan 10 dari
belanja untuk anggaran bidang kesehatan
Pada anggaran bidang pendidikan di Provinsi
Papua Barat alokasi digunakan untuk
membiayai pemerataan fasilitas kesehatan di
kabupatenkota dan kualitas sumber daya
manusia bidang kesehatan sebagai priotitas
pembangunan tahun 2019 dan sasaran Misi 3
RPJMD Provinsi Papua Barat
Secara umum realisasi anggaran bidang
kesehatan tahun 2019 diperuntukkan baik itu
untuk membiayai gaji dan tunjangan tenaga
kesehatan pengadaan obat-obatan
pembangunan rumah sakit rujukan maupun
kegiatan-kegiatan lainnya dengan sumber
dana PAD DAU Otsus dan DAK Capaian output
Tabel 430
Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Penyediaan Obat Vaksin Perbekalan Kesehatan 122403919686 13 Kabkota 100
Sarana Prasarana Instalasi Farmasi 7786697051 116 Unit 100
Pembangunan RSUD Provinsi (Rujukan) 138640000000 1 Lokasi 85
Pembangunan dan Prasarana Puskesmas 225940279996 98 Unit 30
Kendaraan Puskesmas dan Ambulans 17388190996 63 Unit 23
Sarana dan Prasarana Rumah Sakit 17886670389 237 Unit 100
Sarana dan Prasarana KB 12083549590 485 Unit 100
PMT BUMIL KEK pada Lokus Stunting 1667044052 5 Kabkota 100
Kampanye CTPS dan Pemberian Tablet Tambah Darah 2856153400 2 Kabkota 100
Layanan Kesehatan Berbasis Masyarakat 1364000000 5 Kabkota 100
Layanan Petugas Tim Gerakan Cepat 237164200 44 Orang 100
Layanan Kesehatan Bagi Penduduk yang Terdampak Krisis Kesehatan 531508000 2 Kabkota 100
Pelatihan Kesehatan Reproduksi WUS dan PUS bagi Tenaga Kesehatan 207240000 1 Kabkota 100
Layanan Pengelolaan Darah Untuk OAP 2500000000 1 Kabkota 100
Iuran Peserta JKN Penduduk OAP 28818415000 589 Jiwa 100
Penempatan Tenaga Kesehatan (Analis Kesling Bidan Gizi) 5779200000 13 Kabkota 100
Jaminan Sosial Bagi Lanjut Usia 883500000 4 Kabkota 100
Bantuan Bagi ODHA 392500000 1 Kabkota 100
Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
81 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
prioritas dalam upaya pemerataan fasilitas
kesehatan diutamakan pada daerah yang
masuk dalam kategori terpencil dan terisolir
melalui penyediaan makanan tambahan obat
vaksin dan perbekalan kesehatan serta
penyediaan layanan kesehatan berbasis
masyarakat Sedangkan pada pembangunan
fasilitas tingkat lanjut dilakukan secara terpusat
di Kab Manokwari sebagai ibukota provinsi
Sementara pada upaya peningkatan kualitas
tenaga kesehatan pelatihan dan layanan
dipusatkan pada beberapa kabupatenkota
yang memiliki fasilitas kesehatan memadai (Kab
Manokwari Kota Sorong Kab Fakfak) untuk
nantinya ditempatkan secara merata
H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur
Infrastruktur merupakan roda penggerak
perekonomian atau lokomotif pembangunan
nasional dan regional Selain itu infrastruktur juga
berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas
hidup dan kesejahteraan masyarakat antara
lain dalam terwujudnya stabilisasi makro
ekonomi peningkatan produktivitas tenaga
kerja dan akses kepada lapangan kerja serta
peningkatan kemakmuran nyata Melalui
infrastruktur upaya pembentukan kapasitas
fiskal yang kuat perdagangan dan industri yang
maju serta tenaga kerja yang berkualitas dapat
terakselerasi Oleh karena itu belanja bidang
infrastruktur pada APBD memiliki porsi alokasi
yang sangat besar sebagai kombinasi dari
berbagai sumber dana yang ada
Belanja wajib infrastruktur di Provinsi Papua Barat
pada tahun 2019 dialokasikan dengan
memanfaatkan Dana Otsus DTI DAK (Fisik) dan
DBH sesuai RPJMD Misi 4 yaitu ldquoMeningkatkan
kapasitas infrastruktur wilayahrdquo dengan sasaran
peningkatan interkoneksi antar wilayah
ketersediaan layanan dasar infrastruktur daerah
dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah
serta peningkatan layanan kebutuhan dasar
perumahan dan kawasan permukiman wilayah
perkotaan dan perdesaan Pada upaya
pencapaian output belanja infrastruktur Papua
Barat tercatat memiliki realisasi yang cukup
besar diantaranya pembangunan dan
preservasi plusmn473Km jalan (Rp112148 miliar)
Jembatan sepanjang plusmn177 meter (Rp3521 miliar)
dan pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500
Ha (Rp1137 miliar) Selain itu juga berupa
pelabuhandermaga rakyat di 4 lokasi terminal
di 3 lokasi serta SPAM di 8 lokasi Namun
demikian besarnya serapan belum
menunjukkan adanya optimalisasi pada
capaian output prioritas tahun 2019 yang
tercatat memiliki persentase yang rendah
Tabel 431
Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 1121475928623 473 Km 63
Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 35214918080 177 Meter 76
Irigasi 11371755640 500 Ha 31
PelabuhanDermaga Rakyat 38574958977 4 Lokasi 18
Terminal 8426373185 3 Lokasi 25
SPAM Terfasilitasi 41250093919 8 Kabkota 10
PembangunanPeningkatan Kualitas Rumah Swadaya 30401913319 1075 Unit 60
Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77
Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90
PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Halaman ini sengaja dikosongkan
ANGGARAN
KONSOLIDASIAN
PENDAPATAN
PERPAJAKAN
PENDAPATAN
BUKAN PAJAK
BELANJA
PEMERINTAH
TRANSFER
35 T
15 T
25 T
5 T
2625 T
DEFISIT
PENERIMAAN
PENDAPATAN
PENGELUARAN
BELANJA
54 T
317 T
DJPbKawalAPBN
82
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
KONSOLIDASIAN
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian
(LKPK) adalah laporan yang disusun
berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat dengan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah dalam periode waktu
tertentu Sampai dengan tahun 2019
pendapatan konsolidasian di Papua Barat
sebesar Rp544142 miliar Sementara itu untuk
realisasi belanja konsolidasian sampai dengan
tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 129
persen dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya
B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN
Pendapatan pemerintahan umum (General
Government Revenue) atau pendapatan
konsolidasian tingkat wilayah adalah
konsolidasian antara seluruh pendapatan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam satu periode pelaporan tertentu
B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Pendapatan pemerintah konsolidasian terdiri
dari penerimaan perpajakan PNBP dan hibah
Total realisasi pendapatan konsolidasian
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
tahun 2019 adalah sebesar Rp544142 miliar
atau naik 2108 persen Dari jumlah tersebut 54
persen merupakan pendapatan pemerintah
pusat dan 46 persen adalah pendapatan
pemerintah daerah Pendapatan pemerintah
pusat tersebut selanjutnya akan didistribusikan
kepada pemerintah daerah berupa dana
transfer maupun belanja pemerintah pusat di
BAB V
Perkembangan dan Analisis
Anggaran Konsolidasian
Tabel 51
Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi Tahun 2018 Realisasi Tahun 2019 Kenaikan
Penurunan
(persen) Pusat Daerah Konsolidasi Pusat Daerah Konsolidasi
Penerimaan Pendapatan 249363 2010000 449423 294509 2631445 544142 2108
Pendapatan Perpajakan 219362 93741 313103 265104 85308 350412 1192
Pendapatan Bukan Pajak 30001 82831 112832 29404 123027 152431 3510
Hibah - 4952 4952 - 1648 1648 (6672)
Transfer - 1828476 18536 - 2423110 39651 11391
Pengeluaran Belanja 2491602 2125451 2807113 3172329 2380387 3169257 1290
Belanja Pemerintah 681662 1694915 2376577 788870 1794601 2583471 871
Transfer 1809940 430536 430536 2383459 585786 585786 3606
Surplus Defisit (2242239) (115451) (2357690) (2877820) 251058 (2625115) 1134
Sumber OM SPAN KPP Manokwari KPP Sorong LRA Pemda se-Papua Barat dan SIKD DJPK (data diolah)
83 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
daerah berupa belanja dekonsentrasiTPUB
Sampai dengan tahun 2019 realisasi
pendapatan perpajakan konsolidasian di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp350412 miliar
Dari jumlah tersebut 757 persen merupakan
pendapatan perpajakan pemerintah pusat
sedangkan pemerintah daerah memiliki
sumbangsih sebesar 243 persen Pada
pendapatan hibah kontribusi hanya berasal
dari pendapatan hibah pemerintah daerah
tidak terdapat pendapatan hibah dari
pemerintah pusat
B2 Analisis Perubahan
Target pendapatan perpajakan konsolidasian
tahun 2019 Provinsi Papua Barat sebesar
Rp388354 miliar atau turun sebesar 408 persen
dari tahun sebelumnya disebabkan
target penerimaan perpajakan
pemerintah pusat mengalami
penurunan Realisasi pendapatan
perpajakan konsolidasian Provinsi
Papua Barat sampai dengan tahun
2019 sebesar 9023 persen terhadap
target persentase ini lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya yaitu sebesar
7733 persen
Sementara itu terjadi peningkatan realisasi
pendapatan perpajakan konsolidasian dari
Rp313103 miliar menjadi Rp350412 miliar atau
naik sebesar 1192 persen dibandingkan tahun
2018 Hal ini disebabkan oleh kenaikan realisasi
pada jenis pajak PPN Dalam Negeri dan PPh
non migas lainnya Penerimaan kedua jenis
pajak tersebut sangat ditentukan oleh kondisi
perekonomian dimana pada tahun 2019 tetap
tumbuh meskipun berada pada ketidakpastian
global Adapun untuk realisasi PNBP
konsolidasian pada tahun 2019 terjadi
peningkatan signifikan dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya dari Rp112832
miliar menjadi Rp152431 miliar atau naik
sebesar 351 persen Peningkatan PNBP ini
disebabkan oleh peningkatan yang signifkan
pada pendapatan bukan pajak pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat
B3 Rasio Pajak (Tax Ratio)
Rasio pajak merupakan perbandingan antara
jumlah penerimaan pajak suatu daerah
terhadap pendapatan suatu output
perekonomian atau produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Terkait dengan rasio pajak PDRB
menggambarkan jumlah pendapatan
potensial yang dapat dikenai pajak PDRB juga
menggambarkan kegiatan ekonomi
Tabel 52
Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)
Uraian
2018 2019
Target Real Target Real
Pemda 101669 93741 9220 120311 85308 7091
Pusat 303205 219362 7235 268042 265104 9890
Konsolidasian 404874 313103 7733 388354 350412 9023
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong dan LRA Pemda se-Papua Barat
(data diolah)
265104
miliar
29404
miliar0
85308
miliar
123027
miliar 1648
miliar
0
20
40
60
80
100
Pendapatan
Perpajakan
Pendapatan Bukan
Pajak
Hibah
Grafik 51
Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan
Daerah terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2019
Pusat Daerah
Sumber OMSPAN KPP Manokwari dan Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
84
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masyarakat yang jika berkembang dengan
baik merupakan potensi yang baik bagi
pengenaan pajak di wilayah tersebut
B31 Rasio pajak Konsolidasian Provinsi
Papua Barat
Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di
wilayah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
mencapai 415 persen jauh lebih rendah
dibanding rasio pajak nasional sebesar 11
persen Dimana rasio pajak nasional hanya
memperhitungkan penerimaan pajak yang
diterima pemerintah pusat Rasio pajak di
wilayah Provinsi Papua Barat tersebut sedikit
meningkat apabila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yang mencapai 393 persen
Penurunan rasio pajak ini menunjukkan bahwa
penerimaan pajak di wilayah Papua Barat lebih
rendah dari potensi perpajakan yang dapat
diterima oleh pemerintah Dengan kondisi
tersebut Pemerintah hendaknya dapat lebih
mengoptimalkan usaha intensifikasi dan
ekstensifikasi penerimaan perpajakan sehingga
dapat meningkatkan penerimaan perpajakan
B32 Pajak per Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat
Berdasarkan daerahnya penerimaan
perpajakan tahun 2019 Kabupaten Manokwari
dan Kota Sorong merupakan yang paling tinggi
dibandingkan dengan daerah lain di Provinsi
Papua Barat Hal ini dikarenakan perekonomian
di Provinsi Papua Barat terpusat di kedua
daerah tersebut dimana terdapat banyak
hotel toko pusat hiburan pusat perbelanjaan
dan pusat bisnis Sementara itu pajak terendah
pada Kabupaten Pegunungan Arfak
B33 Rasio Pajak per Kapita Kabupaten Kota
di Provinsi Papua Barat
Pajak perkapita merupakan perbandingan
antara jumlah penerimaan pajak yang
dihasilkan suatu daerah dengan jumlah
penduduknya Pajak perkapita menunjukkan
kontribusi setiap penduduk pada pendapatan
perpajakan suatu daerah Kab Manokwari dan
Tabel 53
Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019
Uraian Tahun
2018
Tahun
2019
Penerimaan Perpajakan
Konsolidasian 313103 350412
PDRB (Harga Berlaku) Provinsi
Papua Barat (miliar Rp) 79644 84348
Rasio Pajak (persen) 393 415
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK
dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 54
Realisasi Peneirmaan Perpajakan per Kabupaten Kota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
KabKota Pajak
Pusat
Pajak
Daerah
Pajak
Konsolidasian
Manokwari 80307 52799 133106
Kota Sorong 73192 5016 78208
Teluk Bintuni 31783 4710 36493
Kab Sorong 20142 3029 23171
Fak-Fak 12906 3501 16406
Sorong Selatan 4622 748 5370
Kaimana 12668 4059 16727
Raja Ampat 6494 2769 9264
Teluk Wondama 4564 1735 6299
Maybrat 2180 640 2820
Tambrauw 2099 784 2884
Pegunungan Arfak 1606 718 2324
Manokwari Selatan 2152 4793 6945
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK
dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
85 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kab Teluk Bintuni merupakan daerah dengan
pajak per kapita tertinggi yaitu masing-masing
sebesar Rp759juta dan Rp566 juta Hal ini
disebabkan Kab Manokwari merupakan salah
satu pusat perekonomian di Provinsi Papua
Barat sehingga menimbulkan basis pajak yang
besar Adapun Kab Teluk Bintuni merupakan
salah satu daerah penghasil gas alam terbesar
di Indonesia Sementara itu daerah dengan
pajak perkapita paling rendah adalah
Kabupaten Maybrat sebesar Rp885 ribu
B34 Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Kenaikan Realisasi Pendapatan
Konsolidasian
Pendapatan di suatu daerah dapat diperluas
tidak hanya pada PAD yang diterima
pemerintah daerah namun mencakup seluruh
penerimaan pemerintah pusat dan daerah di
wilayah tersebut yang terdiri 1) Pendapatan
pajak daerah 2) Retribusi daerah 3) Hasil
pengelolaan kekayaan derah yang dipisahkan
4) Lain-lain PAD yang sah dan 5) Penerimaan
Perpajakan PNBP dan Pendapatan BLU
Pemerintah Pusat Berikut ini realisasi
pendapatan konsolidasian pemerintah pusat
dan pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
Pada tahun 2019 PDRB Harga Berlaku Provinsi
Papua Barat mencapai Rp84346 miliar atau
naik 59 persen dari tahun sebelumnya
Sementara itu pada periode yang sama
pendapatan yang diterima pemerintah daerah
dan pemerintah pusat mencapai sebesar
Rp544142 miliar atau naik sebesar 2108 persen
Hal ini menunjukan kenaikan PDRB Provinsi
Papua Barat pada tahun 2019 memiliki korelasi
positif terhadap pendapatan konsolidasian
C BELANJA KONSOLIDASIAN
Belanja pemerintahan umum (General
Government Spending) atau belanja
konsolidasian tingkat wilayah adalah
konsolidasian antara seluruh belanja
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam satu periode pelaporan tertentu
Tabel 55
Realisasi Peneirmaan Perpajakan per kapita pe Kabupaten
Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)
KabKota Pajak Konsolidasian
Per Kapita
Manokwari 7598336
Teluk Bintuni 5666095
Kota Sorong 3075490
Manokwari Selatan 2867344
Kaimana 2777762
Sorong 2605607
Fak Fak 2085011
Tambrauw 2077686
Teluk Wondama 1936996
Raja Ampat 1910305
Sorong Selatan 1144539
Pegunungan Arfak 750291
Maybrat 689600
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD
DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 56
Realisasi Pendapatan Konsolidaian di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019
Uraian
2019 2018
Realisasi Perubahan
(persen) Realisasi
Penerimaan
Perpajakan 350412 1192 313103
PNBP 152431 3510 112832
Total Pendapatan
Konsolidasian 544142 2108 449423
PDRB AHB 84348 59 79644
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD
DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
86
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Pada tahun 2019 realisasi belanja dan transfer
konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar
dimana 75 persen bersumber dari anggaran
pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran
pemerintah pusat Realisasi Belanja pegawai
konsolidasian mencapai Rp551486 miliar
dimana yang bersumber dari APBD sebesar
Rp370308 miliar (6715 persen) dan dari APBN
sebesar Rp181178 miliar (3285 persen) Belanja
barang konsolidasian mencapai Rp975323
miliar dengan komposisi 69 persen dari
pemerintah daerah dan 21 persen dari
pemerintah pusat Belanja modal konsolidasian
mencapai Rp852211 miliar dengan komposisi
64 persen berasal dari APBD dan 36 persen dari
APBN Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi
pemerintah daerah terhadap perekonomian
Papua Barat lebih besar dari pemerintah pusat
C2 Analisis Perubahan
Realisasi belanja konsolidasian tahun 2019
mengalami peningkatan dibandingkan tahun
sebelumnya Apabila dilihat per belanja
realisasi terbesar adalah belanja barang
konsolidasian yang mengalami peningkatan
dari Rp903843 miliar di tahun 2018 menjadi
Rp975323 miliar di tahun 2019 Begitu pula
dengan realisasi belanja pegawai dan belanja
modal pada tahun 2019 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya Kondisi tersebut telah sejalan
dengan kebijakan peningkatan porsi anggaran
belanja barang dan belanja modal terhadap
total belanja pemerintah
C3 Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian
Terhadap Total Belanja Konsolidasian
Belanja operasi terdiri atas belanja pegawai
konsolidasian dengan belanja barang
konsolidasian Rasio belanja operasi terhadap
total belanja konsolidasian menunjukan porsi
belanja pemerintah untuk mendukung
operasional pemerintahan Rasio belanja
operasi terhadap total belanja konsolidasian di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
dari 5053 persen pada tahun 2018 menjadi
4818 persen pada tahun 2019 Hal ini
mengindikasikan bahwa kegiatan rutin
pemerintah di Provinsi Papua Barat semakin
berkurang
181178
302172 303229
1269
370308
673151
548982
77379
000
200000
400000
600000
800000
Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
Modal
Belanja
Bansos
Grafik 52
Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp)
Pusat Daerah
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
551486
975323
852211
78648
514594
903843
791702
55934
000 500000 1000000
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Belanja Bantuan Sosial
Grafik 53
Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp)
2018 2019
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
87 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap
Jumlah Penduduk
Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah
penduduk (belanja konsolidasian perkapita)
menunjukkan seberapa besar belanja
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang digunakan untuk mensejahterakan per
penduduk di suatu daerah
Semakin besar nilainya semakin
besar besar belanja yang
dikeluarkan untuk
mensejahterakan satu orang
penduduk di wilayah tersebut
Sebaliknya semakin kecil angka
rasionya semakin kecil dana yang
disediakan pemerintah daerah
untuk mensejahterakan
penduduknya
Rasio total belanja konsolidasian
terhadap jumlah penduduk
Provinsi Papua Barat tahun 2019
adalah 2132 per kapita Hal ini
berarti dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan
penduduknya selama tahun 2019
pemerintah telah membelanjakan
sebesar lebih dari Rp21 juta untuk
setiap penduduk Pada tahun
2019 angka rasio tertinggi pada
Kabupaten Tambrauw mencapai
Rp10078 juta per jiwa Sedangkan
rasio terendah yaitu Kota Sorong
yang mencapai Rp922 juta per jiwa
Apabila dibandingkan antar
regional terdapat kesenjangan
perbedaan rasio yang cukup tinggi
Hal ini antara lain karena adanya
kesenjangan jumlah belanja
pemerintah dan jumlah penduduk
antara kabupatenkota Kabupaten Tambrauw
dengan penduduk relatif sedikit (13879 jiwa)
namun jumlah belanja pemerintahnya cukup
tinggi (Rp139868 miliar) Sebaliknya Kota
Sorong walaupun belanja pemerintahannya
lebih banyak (Rp234374 miliar) namun memiliki
penduduk relatif lebih banyak (254294 jiwa)
Tabel 57
Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019
Uraian
2018 2019
Konsolidasian
(miliar Rp)
Rasio
(persen)
Konsolidasian
(miliar Rp)
Rasio
(persen)
Belanja Operasi
(pegawai+barang) 1418437 5053 1526809 4818
Total Belanja dan
Transfer 2807113 3169257
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 58
Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp)
Daerah Daerah Pusat Konsolidasian Penduduk
(Jiwa)
Belanja
Perkapita
(Juta Rp)
Tambrauw 135585 4283 139868 13879 10078
Manokwari
Selatan 81736 5418 87154 24220 3598
Raja Ampat 141891 13759 155651 64406 2889
Teluk
Wondama 91200 11730 102930 32521 3165
Teluk Bintuni 168447 17615 186062 48493 3210
Pegunungan
Arfak 80747 2757 83504 46922 2402
Sorong
Selatan 104651 8060 112711 30976 2696
Kab Sorong 184070 25360 209430 88927 2355
Fakfak 129588 55334 184922 78686 2350
Maybrat 89715 5229 94944 40899 2321
Manokwari 99949 240391 340340 60216 1900
Kaimana 100150 14251 114401 175178 1943
Kota Sorong 59174 175200 234374 254294 922
Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
88
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C4 Analisis Belanja
Analisis ini untuk mengetahui arah dan
sensitivitas dari kebijakan fiskal pemerintah
Untuk itu analisis dilakukan dengan
memperbandingkan belanja APBN dan APBD
dengan beberapa indikator seperti di bawah
ini
a Perbandingan dengan Belanja APBN
1) Non belanja pegawai
Untuk mengetahui proporsi sumber dana
(non belanja pegawai) yang dikelola oleh
pemerintah daerah maka dapat
diperbandingkan dana APBN yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah
dengan belanja non pegawai pada APBD
dengan rasio sebagaimana pada tabel 59
Dari tabel 59 terlihat bahwa rasio dana
kelolaan belanja non pegawai di Provinsi
Papua Barat tahun 2019 sebesar 196 persen
2) Belanja modal
Untuk membandingkan belanja modal yang
bersumber dari APBN dan APBD yang
merupakan motor pertumbuhan regional
maka digunakan rasio sebagaimana terlihat
pada tabel 510
Dari tabel tersebut terlihat bahwa rasio dana
kelolaan belanja modal konsolidasian di
Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar
5524 persen
b Perbandingan dengan Populasi
Indikator ini berfungsi sebagai perbandingan
spasial antar wilayah untuk mendapatkan
proporsi antara kebijakan fiskal yang tercermin
dari anggaran dengan indikator demografis
(populasi) sehingga dapat diperoleh
gambaran yang lebih fair besaran anggaran
pada suatu wilayah
Dari tabel 511 terlihat bahwa rasio belanja
konsolidasian terhadap jumlah populasi di
Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar 0027
Artinya belanja pemerintah pusat dan daerah
di Provinsi Papua Barat yang dikeluarkan untuk
memberikan pelayanan kepada satu orang
penduduk sebesar Rp27 juta
Tabel 59
Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019
Uraian Realisasi
(miliar Rp)
Belanja APBN (DK+TP+UB) 27960
Belanja APBD (Non Pegawai) 1424293
Rasio Dana Kelolaan Belanja
Non Pegawai (persen) 196
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 510
Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019
Uraian Realisasi
(miliar Rp)
B Modal APBN
(KP+KD+DK+TP+UB) 303238
B Modal APBD 548982
Rasio Dana Kelolaan Belanja
Modal APBN ndash APBD (persen) 5524
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 511
Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papua
Barat Tahun 2019
Uraian Realisasi
Total Belanja APBN (milar Rp) 788870
Total Belanja APBD (miliar Rp) 1794601
Jumlah Populasi Provinsi PB (jiwa) 959617
Rasio Belanja Terhadap Populasi
(miliar Rp) 0027
Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat
(data diolah)
89 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
D SURPLUS DEFISIT
Keseimbangan umum atau surplusdefisit
adalah selisih lebih kurang antara pendapatan
daerah dan belanja daerah dalam tahun
anggaran yang sama Surplus defisit
merupakan gabungan surplus defisit APBD
ditambah dengan surplus defisit APBN Tingkat
Provinsi
Pada tahun 2019 defisit pemerintah
konsolidasian di Provinsi Papua Barat mencapai
minus Rp2625115 miliar Seluruh defisit tersebut
berasal dari pemerintah pusat di wilayah
Provinsi Papua Barat dan sisanya merupakan
surplus dari gabungan pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat Pemerintah pusat di
wilayah Papua Barat menyumbang minus
Rp287782 miliar dan gabungan pemda di
Papua Barat menyumbang surplus sebesar
Rp251058 miliar Sedangkan rasio defisit
konsolidasian Provinsi Papua Barat terhadap
PDRB mencapai minus 3112 persen yang terdiri
dari gabungan pemda di Papua Barat sebesar
plus 298 persen dan Pemerintah Pusat sebesar
minus 3412 persen
E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH
TEHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL
BRUTO (PDRB)
Berdasarkan Teori Perpotongan Keynesian
(Keynesian Cross Theory) salah satu variabel
yang berpengaruh terhadap pencapaian
output (Y) yaitu belanja pemerintah
(government spending) Kenaikan belanja
pemerintah akan mendorong output menjadi
lebih besar sebagaimana diilustrasikan pada
gambar di bawah dimana ekuilibrium bergerak
dari titik A ke titik B dan output meningkat dari
Y1 ke Y2 (Mankiw 2013)
Nilai output dihitung dengan menjumlahkan
pengeluaran aggregat yaitu pengeluaran
konsumen pengeluaran investasi pembelian
pemerintah untuk barang dan jasa serta ekspor
dikurangi impor (net export) yang ditunjukan
dengan persamaan sebagai berikut
Y = C + I + G + (X ndash M)
Nilai output suatu daerah diwujudkan dalam
bentuk PDRB Kontribusi pemerintah terhadap
PDRB dilihat dari sisi belanja dihitung dengan
cara membandingkan nilai pengeluaran
pemerintah terhadap PDRB Sedangkan jika
Tabel 512
Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi
Papua Barat Tahun 2019
Uraian
SurplusDefisit Rasio
terhadap PDRB
(persen) Realisasi
(miliar Rp)
Komposisi
(persen)
APBD seluruh
Pemda 251058 -684 298
APBN di Provinsi
Papua Barat
(miliar Rp)
(2877820) 10684 -3412
Konsolidasian (2625115) 100 -3112
Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua Barat
KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)
450
A
B
∆G E2 = Y2
E1 =
Y1
Pengeluaran Aktual
Output Y
∆Y
Pengeluaran yang
Direncanakan
Pengeluaran E
Y2 Y1 ∆Y
Gambar 51
Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pengeluaran Pemerintah
terhadap Output Menurut Perpotongan Keynesian
(Sumber Mankiw 2013)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
90
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
dilihat dari sisi investasi kontribusi pemerintah
terhadap PDRB dihitung dengan cara
membandingkan nilai PMTB terhadap PDRB
Pada tahun 2019 kontribusi belanja pemerintah
konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua
Barat sebesar Rp3169257 miliar Rp84348
miliar = 3112 persen Adapun kontribusi investasi
pemerintah (PMTB) terhadap PDRB sebesar
Rp1760103 miliar Rp84348 miliar = 2087
persen Kondisi tersebut menunjukan bahwa
kontribusi belanja pemerintah pusat dan
daerah cukup signifikan terhadap
perekonomian Papua Barat
Tabel 513
Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Uraian Realisasi
Belanja Konsolidasian (miliar Rp) 3169257
PMTB (miliar Rp) 1760103
PDRB Harga Berlaku (miliar Rp) 84348
Kontribusi Belanja Konsolidasian
terhadap PDRB (persen) 3112
Kontribusi PMTB terhadap PDRB
(persen) 2087
Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua
Barat KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)
Halaman ini sengaja dikosongkan
POTENSI
REGIONAL
DJPbKawalAPBN
ldquoMama-mama Papua sedang berjualan ikan asar di Pasar
Bomberay Fakfakrdquo
91
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
A ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH
Pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model
Pembangunan ekonomi regional saat ini
menuntut pemerintah daerah untuk berinovasi
memanfaatkan dan mengembangkan potensi-
potensi yang dimiliki daerah Titik berat
pelaksanaan otonomi daerah yang berada
pada kabupatenkota diimplementasikan
melalui penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk menggali sumber pendapatan bagi
daerah Sebagai salah satu komponen
Pendapatan Asli Daerah (PAD) potensi
pungutan pajak daerah lebih banyak
memberikan peluang bagi daerah untuk
dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan
dengan komponen-komponen penerimaan
PAD lainnya Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor terutama karena potensi pungutan pajak
daerah mempunyai sifat dan karakteristik yang
jelas baik ditinjau dari tataran teoritis kebijakan
maupun dalam tataran implementasinya
A1 Landasan Teori
Untuk mengestimasi potensi penerimaan pajak
daerah di Provinsi Papua Barat dapat digunakan
dua alat analisis keuangan daerah yaitu
elastisitas pajak dan bouyancy tax Elastisitas
pajak menunjukan bagaimana seberapa cepat
respons dari pajak daerah terhadap perubahan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
sedangkan bouyancy tax menggambarkan
kinerja dari pemungutan pajak daerah yang
dihitung dengan cara membagi pertumbuhan
penerimaan pajak daerah dengan
pertumbuhan PDRB
Spesifikasi model yang dipakai untuk mengukur
elastisitas pajak daerah diantaranya dapat
menggunakan persamaan pajak Mansfield
(1972) dan Wirasasmita (1982) serta model
adjustment equation modifikasi Wirasasmita
(1994) Model persamaan pajak Mansfield dan
Wirasasmita memiliki kemiripan seperti dituliskan
sebagai berikut
Ln T = Ln α + ε Ln Ykap
dimana
T = Penerimaan Pajak Daerah
Ykap = PDRB per Kapita
α = Konstanta
ε = Koefisien Elastisitas
Indikator elastisitas pajak yang digunakan untuk
mengukur kemampuan fiskal daerah yait
1 Jika ε gt 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
bersifat elastis Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif kecil
2 Jika ε lt 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
BAB VI
Analisis Potensi dan Tantangan
Ekonomi Regional
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
92
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
bersifat inelastis Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif besar
3 Jika ε = 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
bersifat unitary Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif tidak berubah
Selanjutnya model adjustment equation
modifikasi Wirasasmita (1994) dapat diadaptasi
untuk mencari koefisien bouyancy tingkat
kesulitan penerimaan pajak daerah Modelnya
sebagaimana berikut
Rt = b1 + b2 Yt +Ut
dimana
Rt = Penerimaan Pajak Daerah
Yt = PDRB per kapita
Dalam persamaan (1) di atas Rt dianggap
fungsi linear dari Yt dan tidak dapat diobservasi
sehingga untuk mengatasi hal tersebut
digunakan penyesuaian adjustment equation
modifikasi Wirasasmita (1994) dengan hasil akhir
persamaannya sebagai berikut
Rt = k bt Ytkb2 Rt-1 (1-k) ( k Ut + Vt )
dari persamaan di atas dapat ditransformasikan
ke dalam bentuk linear sebagai berikut
LnRt = Ln (kb1) + (kb2) Ln Yt + (1-k)Rt-1 + Ln(kUt + Vt)
atau
Ln Rt = Ln α0 + α1 Ln Yt + α2 Ln Rt-1
Berdasarkan persamaan di atas maka dapat
diketahui
α2 = 1 ndash k
k = 1 ndash α2
0 le k le 1
dimana
k = Koefisien penyesuaian nilai adjustment
equation yang menggambarkan tingkat
kesulitan pemungutan pajak daerah yang
diestimasi Apabila mendekati atau sama
dengan satu berarti tingkat kesulitan
pemungutan relatif rendah karena telah
dapat merealisasikan target penerimaan
pajak daerah Sebaliknya jika mendekati
nol berati tingkat kesulitan relatif tinggi
karena belum mampu mencapai target
penerimaan
αn = Koefisien elastisitas yang berarti
perubahan penerimaan pajak daerah
yang berkaitan dengan perubahan PDRB
Selanjutnya untuk mendapatkan tingkat
keterlambatan pemungutan pajak daerah
dihitung dengan cara (1-k) k
A2 Hasil Estimasi
Data yang digunakan untuk menganalisis
potensi pajak daerah di Provinsi Papua Barat
yaitu 12 dari 13 kabupatenkota disebabkan
data pajak daerah untuk Kab Pegunungan
Arfak tidak tersedia
Dari tabel 61 terlihat bahwa PDRB per kapita
tertinggi yaitu Kab Teluk Bintuni sebesar Rp47303
miliar dan pajak daerah tertinggi yaitu Kab
Tabel 61
Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (juta Rp)
Daerah Pajak
Daerah
PDRB per
kapita
Fakfak 742194 6740
Kaimana 776207 4636
Teluk Wondama 522598 4860
Teluk Bintuni 2474602 47303
Manokwari 4801653 5679
Sorong Selatan 95371 4098
Kab Sorong 1266225 12517
Raja Ampat 659287 6008
Tambrauw 84193 1646
Maybrat 42654 1756
Manokwari Selatan 65994 33995
Kota Sorong 4068078 6470
Sumber SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat
(data diolah)
93 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Manokwari sebesar Rp4802 miliar Selanjutnya
hasil estimasi data menggunakan program
Eviews 10 diperoleh persamaan sebagai berikut
(hasil lengkap terdapat pada bagian Lampiran)
Ln Tt = 3156 + 1246 Ln Ykap + 0360 Tt-1
Prob(F-statistic) = 00591
Prob(t-statistic) = 00588
dimana
Tt = Pajak daerah
Ykap = PDRB per kapita
Tt-1 = Pajak daerah tahun sebelumnya
Secara statistik pada tingkat kepercayaan 10
persen model potensi penerimaan pajak
daerah di atas terindikasi signifikan baik secara
parsial maupun serentak dikarenakan nilai
Prob(F-statistic) dan Prob(t-statistic) di bawah 10
persen dengan penjelasan masing-masing
koefisien sebagai berikut
1 Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa
elastisitas penerimaan pajak daerah
terhadap PDRB per kapita bersifat elastis
yang mengindikasikan respon pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per kapita relatif
cepat Artinya ketika PDRB per kapita
mengalami kenaikan sebesar 1 persen
maka direspon peningkatan pajak daerah
sebesar 1246 persen Dengan koefisien yang
kecil tersebut dapat digeneralisasikan
bahwa tingkat ketergantungan pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pemerintah pusat sangat tinggi
2 Koefisien bouyancy pajak daerah diperoleh
sebesar
k = 1 ndash α2
= 1 ndash 0360
= 0640
Koefisien tersebut nilainya relatif kecil yang
menunjukan bahwa
a tingkat kesulitan pemungutan pajak
daerah relatif tinggi
b realisasi penerimaan pajak daerah
hanya sebesar 64 persen dari target
yang ditetapkan
c tingkat keterlambatan pemungutan
pajak daerah sebesar (1 ndash k) k = (1 ndash
064) 064 = 05625 Artinya penerimaan
pajak daerah yang ditargetkan baru
dapat terealisasi pada 56 bulan
mendatang
A3 Implikasi Kebijakan
Dari hasil estimasi di atas ditemukan bahwa
permasalahan struktural yang menjadi faktor
penghambat pemerintah daerah dalam upaya
menaikkan pajak daerah yaitu terbatasnya SDM
perpajakan yang berkualitas lemahnya sistem
perencanaan dan pengawasan penerimaan
pajak daerah pelaksanaan pemungutan yang
tidak optimal potensi penerimaaan yang
terbatas dan lemahnya penegakkan hukum
(law enforcement) atas pelanggaran pajak
daerah yang terjadi Oleh karena itu diantara
kebijakan dan strategi pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan
penerimaan pajak daerah yaitu
1 Meningkatkan basis data perpajakan
melalui (1) pendataan ulang wajib pajak
dan objek pajak (2) peningkatan koordinasi
internal pemerintah daerah terutama
kepada badandinas perizinan daerah dan
(3) pemanfaatan data pihak ketiga seperti
Badan Pertanahan setempat untuk
penerimaan PBB
2 Menyesuaikan dasar pengenaan pajak
dengan cara melakukan penelitian atas
dasar kemampuan wajib pajak
3 Melakukan kerjasama dan koordinasi
dengan kantor pelayanan pajak dan kantor
pelayanan kekayaan negara dan lelang
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
94
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
setempat dalam penilaian dan penagihan
pajak daerah
4 Melakukan koordinasi dengan aparat
kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP
setempat dalam pemeriksaan pajak daerah
5 Melakukan modernisasi sistem dan tata kola
pajak daerah dengan cara (1)
memanfaatkan teknologi informasi untuk
basis data (integrated database) dan
pelayanan perpajakan (2) membangun
organisasi pemungutan pajak daerah yang
handal dan (3) menyusun Standar
Operasional Prosedur (SOP) pemungutan
dan pelayanan perpajakan
6 Meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia melalui (1) pelaksanaan diklat
penilaian penagihan dan pemeriksaan (2)
penambahan jumlah diklat terkait praktik
pemungutan perpajakan yang baik dan (3)
pelaksanaan kerjasama dengan pemerintah
daerah lain yang sukses dalam pemungutan
pajak daerah
B Analisis Sektor Unggulan Daerah
Pendekatan Input-Output Model
Salah satu keberhasilan pembangunan ekonomi
suatu daerah diantaranya dengan adanya
integrasi ekonomi yang menyeluruh dan
berkesinambungan di antara semua sektor
produksi Dalam sistem ekonomi pasar (market
economy system) integrasi ekonomi terlihat
ketika pelaku ekonomi melakukan jual beli input
produksi Namun suatu sektor ekonomi tidak bisa
berkembang mengandalkan kekuatannya
sendiri tanpa dukungan dari sektor lainnya
Sebagai contoh seorang produsen roti
membutuhkan input tepung sebagai bahan
bakunya Untuk itu produsen tersebut harus
membelinya dari pabrik tepung Sementara itu
pabrik tepung membutuhkan mesin-mesin untuk
memproduksi tepungnya dan begitu seterusnya
sehingga sulit menemukan akhir dari interaksi
ekonomi tersebut
Salah satu model yang dapat menjelaskan
interaksi diantara pelaku ekonomi adalah model
input-output yang pertama kali dikenalkan oleh
Wassily Leontief pada tahun 1930-an yang
kemudian mendapatkan Nobel pada tahun
1973 (Miler dan Blair 1985) Melalui input-output
model dapat diketahui aliran keterkaitan
antarsektor dalam suatu perekonomian
Misalkan input produksi dari sektor A merupakan
output dari sektor B dan sebaliknya input dari
sektor B merupakan output dari sektor A yang
pada akhirnya keterkaitan antarsektor akan
menyebabkan keseimbangan antara
penawaran dan permintaan dalam suatu
perekonomian
B1 Konsep dan Definisi
Beberapa konsep penting dari variabel yang
digunakan dalam analisis input output yaitu
1 Output
Merupakan nilai dari seluruh faktor produksi yang
dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan
memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di
suatu wilayah
2 Input Antara
Merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk barang dan jasa yang digunakan habis
dalam proses produksi Contohnya bahan baku
bahan penolong jasa perbankan dan
sebagainya
3 Input Primer
Merupakan input atau biaya yang timbul
sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi
dalam suatu kegiatan ekonomi Contohnya
upahgaji surplus usaha penyusutan barang
modal dan pajak tak langsung netto
95 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
4 Permintaan Akhir
Merupakan permintaan atas barang dan jasa
yang digunakan untuk konsumsi akhir terdiri dari
konsumsi rumah tangga konsumsi pemerintah
pembentukan modal tetap bruto perubahan
stok dan ekspor-impor
B2 Metodologi Pengukuran
Menurut Badan Pusat Statistik model input
output pada dasarnya merupakan uraian
statistik dalam bentuk matriks (tabel) yang
menyajikan informasi tentang transaksi barang
dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan
kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah
pada suatu periode waktu tertentu Isian
sepanjang baris dalam matriks menunjukan
bagaimana output suatu sektor ekonomi
dialokasikan ke sektor-sektor lainnya untuk
memenuhi permintaan antara dan permintaan
akhir sedangkan isian dalam kolom menunjukan
pemakaian input antara dan input primer oleh
suatu sektor dalam proses produksinya
Terdapat 2 (dua) metode untuk menyusun suatu
tabel Input-Output (I-O) yaitu metode panjang
(long-way) dan metode pendek (short-cut)
dengan penjelasan sebagai berikut
1 Metode Panjang (Long-Way)
Metode ini biasanya dikenal sebagai metode
survei (survey method) Metode ini dimaksudkan
untuk membangun tabel I-O dari tahap nol
(tabel I-O belum ada) sampai tabel I-O tersebut
menjadi ada dengan menggunakan data
secara lengkap baik data yang sudah tersedia
atau pun data yang diperoleh melalui
penyelenggaraan berbagai survei dan melalui
rekonsiliasi atau siklus iterasi yang dilakukan
berkali-kali Oleh karena itu metode ini disebut
sebagai metode panjang (long-way) karena
membutuhkan suatu proses yang lama dan
panjang yang membutuhkan data kompleks
hasil dari berbagai survei Misalnya data
mengenai output input antara yang dihasilkan
atau yang digunakan oleh berbagai kegiatan
ekonomi data mengenai impor input antara
data mengenai impor pengeluaran konsumsi
rumah tangga data mengenai pengeluaran
pemerintah data mengenai Anggaran
Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) data
mengenai investasi data struktur produksi dalam
menghasilkan output data mengenai pajak
tidak langsung dan subsidi dan sebagainya
2 Metode Pendek (short-cut)
Metode kedua adalah metode pendek (short-
cut) atau biasa juga disebut sebagai metode
bukan-survei (non-survey method) Metode ini
tidak melakukan penyusunan tabel I-O seperti
metode panjang (long-way) tetapi
menggunakan tabel I-O yang telah tersedia
yaitu dengan cara melakukan proses updating
data terbaru namun sifatnya terbatas dengan
tetap menggunakan koefisien-koefisien input
yang sama karena diasumsikan bahwa tidak
terdapat perubahan teknologi selama periode
waktu tertentu atau dengan melakukan
perbaikan terhadap koefisien-koefisien input
berdasarkan data atau informasi terakhir yang
diterima
Pada analisis ini yang digunakan sebagai dasar
perhitungan yaitu tabel I-O Provinsi Papua Barat
tahun 2013 dengan 40 klasifikasi sektor dari padi
sampai jasa lainnya Dari tabel I-O tersebut
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System) model
Miller dan Blair (1985) yaitu dengan
memperbaharui satu atau beberapa koefisien
input kegiatan produksi tertentu berdasarkan
data yang diperoleh atau studi yang tersedia
dan kemudian melakukan proses iterasi
terhadap kuadran 1 dan kuadran 3 setelah data
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
96
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
kuadran 3 (permintaan akhir) diperbaharui
Dari 40 klasifikasi sektor pada tabel I-O Provinsi
Papua Barat kemudian dipilih 10 sektor terbesar
yang dihitung dari transaksi total produsen
Sepuluh sektor tersebut sebagai berikut
B3 Hasil dan Pembahasan
Aplikasi yang digunakan untuk memperoleh
tabel I-O updating dalam analisis ini yaitu Aplikasi
Input Output Regional kerjasama antara Pusat
Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM
Edocon dan Bappenas Aplikasi tersebut
merupakan aplikasi yang dikembangkan dari
model input output Miller dan Blair untuk
perencanaan ekonomi daerah secara sektoral
B31 Analisis Pengganda (Multiplier)
Analisis ini digunakan untuk menilai dampak
perubahan variabel eksogen (permintaan akhir)
suatu sektor terhadap penciptaan output
pendapatan dan kesempatan kerja Hasil dari
perhitungan masing-masing pengganda
(multiplier) dapat dilihat pada tabel berikut ini
B311 Pengganda Output
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan nilai pengganda output
terbesar yaitu industri pengolahan migas
dengan nilai sebesar 17085 Nilai tersebut
menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan
permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1
juta sementara sektor lain diasumsikan tetap
maka akan meningkatkan output seluruh sektor
di dalam perekonomian sebesar Rp17085 juta
Setelah industri pengolahan migas sektor
dengan angka pengganda output terbesar
yaitu sektor ikan dengan nilai sebesar 14130
B312 Pengganda Pendapatan
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan pengganda pendapatan
tertinggi yaitu sektor jasa pendidikan sebesar
Tabel 62
Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor
Ekonomi Terbesar Provinsi Papua Barat Tahun 2013
(juta Rp)
Kode
I-O Sektor
Permintaan
Penawaran
15 Industri Pengolahan Migas 37054834
14 Pertambangan dan
Penggalian 14354088
23 Konstruksi 8346502
21 Industri Lainnya 6908640
17 Industri Makanan dan Minuman 4647288
37 Administrasi Pemerintahan dan
Jaminan Sosial 4419085
25 Perdagangan 4102431
11 Ikan 2039327
34 Keuangan 1994373
38 Jasa Pendidikan 1968256
Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi
Papua Barat (data diolah)
Tabel 63
Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 Metode Modified RAS
Sektor
Multiplier
Output Income Employment
Industri
Pengolahan Migas 17085 02001 00003
Pertambangan
dan Penggalian 11740 01675 00004
Konstruksi 11747 04002 00003
Industri Lainnya 11711 03232 00145
Industri Makanan
dan Minuman 11185 02932 00122
Administrasi
Pemerintahan dan
Jaminan Sosial
10000 07160 00001
Perdagangan 13108 02851 00006
Ikan 14130 02118 00050
Keuangan 11052 03053 00008
Jasa Pendidikan 13490 08161 00002
Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash
Bappenas
97 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
08161 Artinya jika terjadi peningkatan
permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1
juta sementara sektor lain diasumsikan tetap
maka akan meningkatkan pendapatan
masyarakat pada seluruh sektor di dalam
perekonomian sebesar Rp816 ribu Setelah jasa
pendidikan sektor dengan angka pengganda
pendapatan terbesar yaitu sektor administrasi
pemerintahan dan jaminan sosial dengan nilai
sebesar 07160
B313 Pengganda Tenaga kerja
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan pengganda tenaga kerja
tertinggi yaitu industri lainnya sebesar 00145
Artinya jika terjadi peningkatan permintaan
akhir pada sektor ini sebesar Rp1 juta sementara
sektor lain diasumsikan tetap maka akan
meningkatkan kesempatan kerja seluruh sektor
ekonomi sebanyak 14 orang Yang dimaksud
industri lainnya yaitu semua industri yang tidak
termasuk ke dalam industri pengolahan migas
industri pengolahan ikan industri makanan
industri barang kayu industri kertas dan industri
semen Setelah industri lainnya sektor dengan
angka pengganda tenaga kerja terbesar yaitu
industri makanan dan minuman dengan nilai
sebesar 00168
B32 Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi
Melalui model I-O dapat diidentifikasi sektor ndash
sektor yang mampu mendorong pertumbuhan
sektor lainnya dengan cepat atau sering juga
disebut sebagai sektor unggulan Untuk
menentukan sektor unggulan tersebut dapat
menggunakan metode pengukuran keterkaitan
antar sektor (industrial linkage analysis) oleh
Chenery-Watanabe (1958) yang membagi ke
dalam dua bagian yaitu keterkaitan ke
belakang (backward linkage) dan keterkaitan
ke depan (forward linkage) Rasmussen
sebagaimana dalam Hirschman (1958)
berpendapat lain dimana keterkaitan antar
sektor terbagi menjadi dua yaitu dampak
langsung (direct effect) dan dampak tidak
langsung (indirect effect)
Keterkaitan ke belakang (backward linkage)
adalah dampak dari suatu kegiatan produksi
terhadap permintaan barang dan jasa sebagai
input yang diperoleh dari sektor lain atau dapat
disebut juga sebagai daya penyebaran
Sedangkan keterkaitan ke depan (forward
linkage) adalah dampak yang ditimbulkan
karena penyediaan hasil produksi suatu sektor
terhadap penggunaan input oleh sektor lain
atau disebut juga sebagai derajat kepekaan
Berdasarkan perhitungan keterkaitan antar
sektor di Provinsi Papua Barat pada tabel 64
sektor yang memiliki keterkaitan ke depan
(forward linkage) terbesar yaitu industri lainnya
dan industri makanan-minuman dengan nilai
Tabel 64
Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Metode Modified RAS
Sector Linkages
Backward Forward
Industri Pengolahan Migas 17085 01255
Pertambangan dan
Penggalian 11740 04390
Konstruksi 11747 01353
Industri Lainnya 11711 09016
Industri Makanan dan
Minuman 11185 06752
Administrasi Pemerintahan
dan Jaminan Sosial 10000 02126
Perdagangan 13108 00000
Ikan 14130 01701
Keuangan 11052 04114
Jasa Pendidikan 13490 01552
Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash
Bappenas
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
98
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masing-masing sebesar 09016 dan 06752
Sementara itu sektor yang memiliki keterkaitan
ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu
industri pengolahan migas dan ikan dengan nilai
masing-masing sebesar 17085 dan 14130
B4 Implikasi Kebijakan
Dari hasil perhitungan di atas kebijakan
pengembangan sektoral yang dapat ditempuh
pemerintah daerah Provinsi Papua Barat
diantaranya
1 Apabila dalam proses pembangunan lebih
mengutamakan pertumbuhan ekonomi
yang mantap sebaiknya pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat lebih berfokus
untuk mendorong industri pengolahan migas
dan sektor perikanan dikarenakan memiliki
pengganda output terbesar
2 Apabila sasaran utama dari proses
pembangunan adalah peningkatan
pendapatan masyarakat maka kebijakan
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
sebaiknya lebih fokus untuk mendorong
sektor jasa pendidikan dikarenakan memiliki
pengganda pendapatan terbesar
3 Apabila fokus pembangunan daerah
adalah peningkatan kesempatan kerja
maka kebijakan pemerintah daerah di
Provinsi Papua sebaiknya lebih
mengutamakan industri lainnya dan industri
makanan-minuman dikarenakan memiliki
pengganda tenaga kerja terbesar
4 Sektor kunci yang dapat dijadikan unggulan
oleh pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat yaitu industri lainnya dan industri
makanan-minuman dikarenakan memiliki
derajat kepekaan tertinggi Sementara itu
industri pengolahan migas dan sektor ikan
dapat dijadikan sektor kunci karena memiliki
daya penyebaran terbesar
C Analisis Tantangan Ekonomi Regional
Pembangunan merupakan sebuah proses
transformasi masyarakat dari cara berfikir
tradisional menuju ke arah yang lebih modern
(Stiglitz 1998) Adapun tujuan inti dari
pembangunan itu sendiri adalah peningkatan
ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai
barang kehidupan pokok seperti sandang
pangan papan kesehatan dan perlindungan
keamanan Selain itu pembangunan juga
bertujuan untuk peningkatan standar hidup
penyediaan lapangan pekerjaan perbaikan
kualitas pendidikan serta perluasan pilihan-
pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu
secara keseluruhan (Todaro dan Smith 2003)
Pada era globalisasi saat ini pembangunan
kawasan regional menjadi pelaku utama dalam
perekonomian sebuah negara Artinya ketika
mendiskusikan kemajuan perekonomian
Tiongkok maka yang dimaksud adalah
beberapa daerah yang memiliki perekonomian
maju di Tiongkok Begitu juga ketika
mendiskusikan kemajuan perekonomian
Indonesia maka yang dimaksud adalah
kemajuan perekonomian di Jawa Surabaya
Medan dan Makassar Sebagai negara
kepulauan Indonesia memiliki keadaan
geografis dan kepemilikan sumber daya alam
(natural resources) yang berbeda antar daerah
Sebagian daerah memiliki sumber daya alam
melimpah namun sebagian daerah miskin akan
sumber daya Kondisi ini diantaranya yang
menjadi sebab terjadinya kesenjangan
pembangunan antar daerah
Selama satu dasawarsa terakhir pelaksanaan
otonomi daerah pembangunan di Provinsi
Papua Barat relatif masih tertinggal
dibandingkan daerah lainnya Beberapa
tantangan yang dihadapi dalam mengejar
99 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
ketertinggalan tersebut diantaranya
kepemilikan sumber daya alam (natural
resources) melimpah namun diekspor dalam
bentuk raw material kapasitas SDM relatif
rendah kondisi sosial politik belum stabil potensi
pengembangan pariwisata belum memiliki
layanan pendukung memadai kendala
pembangunan infrastruktur terkait hak ulayat
tanah penegakkan hukum (law enforcement)
masih rendah dan pengembangan UMKM
belum memanfaatkan teknologi baik dari sisi
produksi maupun pemasaran
C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam
(Natural Resource Curse)
Kepemilikan sumber daya alam (natural
resources) yang melimpah tidak selalu
berbanding lurus dengan kemajuan
pembangunan Fenomena tersebut dikenal
sebagai Natural Resource Curse (Kutukan
Sumber Daya Alam) Natural Resource Curse
merupakan paradoks antara kepemilikan
natural resources yang melimpah terutama
sumber daya alam tidak terbarukan (non-
renewable resources) terhadap rendahnya
pertumbuhan ekonomi Hal ini umumnya terjadi
pada daerah-daerah berkembang yang
mengandalkan sumber daya alam sebagai
sumber utama pendapatan daerahnya Sumber
daya alam dieksploitasi secara intensif namun
tidak diberikan nilai tambah (value added)
dimana hanya diekspor sebagai bahan baku
(raw materials) Kegiatan eksploitasi secara
berlebihan akan mengancam keberlanjutan
dari pembangunan ekonomi karena cepat atau
lambat sumber daya alam itu dapat habis sama
sekali (depletable resources)
Salah satu peristiwa yang menggambarkan
terjadinya Natural Resource Curse seperti yang
terjadi di Belanda atau yang dikenal sebagai
Dutch Desease Corden dan Neary (1982)
menjelaskan fenomena Dutch Desease sebagai
kegiatan eksploitasi sumber daya alam besar-
besaran (booming sector) yang berdampak
pada menurunnya daya saing ekspor barang
yang dihasilkan dari sektor lain
Fenomena Natural Resource Curse juga terjadi
di beberapa daerah di Indonesia seperti yang
terjadi di Provinsi Papua Barat Provinsi ini memiliki
sumber daya alam melimpah namun dari segi
tingkat pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi cenderung lebih rendah jika
dibandingkan dengan daerah lain yang tidak
memiliki sumber daya alam Provinsi Papua Barat
memiliki cadangan gas terbesar yang diekspor
sebagai raw material ke berbagai negara LNG
Tangguh merupakan mega proyek yang
membangun kilang LNG di Teluk Bintuni untuk
menampung gas alam yang berasal dari
beberapa Blok di sekitar Teluk Bintuni seperti Blok
Berau Blok Wiriagar dan Blok Muturi Mega
proyek tersebut merupakan kegiatan
pengeboran untuk menarik cadangan gas
sebesar 144 triliun kaki kubik
C2 Pengembangan Kapasitas SDM
Pembangunan fisik akan menjadi lebih produktif
jika memiliki sumber daya (modal) manusia yang
berkualitas Adanya program pembangunan
seperti jalan raya jembatan bendungan irigasi
rumah sakit pabrik sekolah dan program
pembangunan lainnya membutuhkan SDM
yang ahli di bidangnya Jika SDM yang
berkualitas jumlahnya tidak memadai maka
pembangunan fisik akan berjalan menjadi
kurang efisien dan efektif dimana mesin-mesin
produksi yang ada menjadi cepat rusak bahan-
bahan banyak yang terbuang dan kualitas dari
produksi yang dihasilkan sangat rendah Para
ekonom berpendapat bahwa kekurangan
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
100
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
investasi modal manusia merupakan penyebab
lambatnya pembangunan Dengan tidak
mengembangkan pendidikan pengetahuan
dan ketrampilan maka produktivitas dari modal
fisik akan merosot (Jhingan 1983)
Pengembangan kapasitas SDM di Provinsi Papua
Barat menunjukan peningkatan tiap tahun
walaupun masih tertinggal dari daerah lainnya
Keadaan ini terlihat dari pencapaian nilai IPM
yang mengalami kenaikan dari 596 pada tahun
2010 menjadi 6374 pada tahun 2018
C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism)
Pada umumnya tantangan yang dihadapi
dalam pengembangan tourism di Provinsi Papua
Barat yaitu destinasi wisata belum memiliki
layanan pendukung yang baik seperti air bersih
pengolahan limbah jaringan komunikasi dan
layanan keuangan Padahal Provinsi Papua
Barat memiliki potensi pariwisata menakjubkan
dengan keanekaragaman budaya keindahan
alam dan keanekaragaman hayati Diantara
destinasi wisata terbaik di Papua Barat yaitu
Kepulauan Raja Ampat dan Taman Nasional
Teluk Cenderawasih Kepulauan Raja Ampat
merupakan rangkaian empat gugusan pulau
yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian
Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua Raja
Ampat merupakan rumah bagi 75 spesies koral
yang ada di dunia dan 1500 spesies ikan
termasuk beragam jenis hiu Selain itu Raja
Ampat pernah dinobatkan sebagai Worldrsquos Best
Snorkeling Destination berdasarkan survei CNN
tahun 2015 dan The Outstanding Liveaboard
Diving Destination dalam Diving and Resort
Travel Expo Hong Kong tahun 2016 Adapun
Taman Nasional Teluk Cenderawasih
merupakan taman nasional perairan laut terluas
di Indonesia yang terdiri dari daratan dan pesisir
pantai (09) daratan pulau-pulau (38)
terumbu karang (55) dan perairan lautan
(898) Potensi karangnya tercatat 150 jenis dari
15 famili dan tersebar di tepian 18 pulau besar
dan kecil Persentase penutupan karang hidup
bervariasi antara 3040 sampai dengan 6564
Di Taman Nasional ini kaya akan jenis ikan
dimana tercatat kurang lebih 209 jenis yang
terdiri dari butterflyfish angelfish damselfish
parrotfish rabbitfish dan anemonefish
Diantara strategi yang dapat dilakukan
pemerintah daerah dalam pengembangan
pariwisata yaitu dengan meningkatkan kualitas
pelayanan pada beberapa aspek yang
berhubungan dengan ketersediaan alat
transportasi berjadwal jaringan telekomunikasi
ketersediaan pengolahan limbah peningkatan
atau sertifikasi SDM pariwisata asuransi
perjalanan ketersediaan layanan yang
berhubungan dengan perbankan dan
keselamatan perjalanan
C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana
Infrastruktur
Provinsi Papua Barat terdiri dari 13
KabupatenKota dengan luas wilayah
10295515 Kmsup2 (70 dari luas Pulau Jawa)
dimana kondisi topografi Provinsi Papua Barat
sangat bervariasi yang membentang mulai dari
dataran rendah rawa sampai dataran tinggi
dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan
tropis padang rumput dan padang alang-
alang Ketinggian wilayah di Provinsi Papua
Barat bervariasi dari 0 sd gt 2940 mdpl Kondisi ini
merupakan salah satu elemen yang menjadi
barrier transportasi antar wilayah terutama
transportasi darat serta dasar bagi kebijakan
pemanfaatan lahan sehingga membuat
pembangunan infrastruktur di Papua Barat
terkendala
101 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kendala lain dalam pembangunan infrastruktur
adalah terkait hak ulayat dalam pembebasan
lahan Tanah ulayat dalam masyarakat Papua
Barat diyakini sebagai peninggalan alam nenek
moyang kepada masyarakat hukum adat
sehingga masyarakat memiliki hubungan
lahiriah dan batiniah serta berhak atas
pemanfaatan dari sumber daya alam termasuk
tanahnya Hal inilah yang menyebabkan
terhambatnya pembangunan infrastruktur
karena terkadang pengembang yang sudah
membangun masih harus mengganti hak ulayat
C5 Stabilitas Sosial Politik
Sebagaimana dikatakan Drazen (2000) kondisi
sosial politik mempengaruhi kinerja dari
pembangunan dimana instabilitas politik
memiliki dampak negatif terhadap proses
pembangunan itu sendiri Barro (1991)
berpendapat bahwa kondisi politik yang tidak
stabil diukur melalui revolusi kudeta dan tingkat
kriminalitas Aisen dan Veiga (2011)
menambahkan indikator stabilitas politik berupa
tingkat kebebasan ekonomi tingkat
homogenitas etnis dan perubahan kabinet
Tingkat stabilitas sosial politik Papua Barat
tercermin pada tingkat kriminalitas yang
cenderung semakin naik Pada tahun 2015
jumlah kriminalitas sebanyak 2281 kasus
Kemudian pada tahun 2019 jumlahnya
meningkat menjadi 3981 kasus atau naik 745
persen
C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement)
Salah satu syarat dari keberhasilan
pembangunan yaitu adanya penegakkan
hukum (Law Enforcement) di semua aspek
kehidupan bermasyarakat Berbeda dari daerah
lain Provinsi Papua Barat memiliki dua sumber
hukum yang berbeda yaitu hukum positif dan
hukum adat Hukum positif merupakan hukum
yang bersumber dari peraturan perundangan
sedangkan hukum adat merupakan hukum
yang bersumber dari keputusan adat
Penegakkan hukum positif di Provinsi Papua
Barat relatif masih rendah meskipun
menunjukan peningkatan tiap tahunnya Hal ini
terlihat dari persentase penyelesaian tingkat
kejahatan yang mengalami kemajuan Pada
tahun 2015 penyelesaian tingkat kejahatan di
Provinsi Papua Barat sebesar 2436 persen
Namun pada tahun 2019 tingkat
penyelesaiannya naik menjadi 4752 persen
2281
36213753 3862 3981
0
1000
2000
3000
4000
5000
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 61
Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi
Papua Barat Tahun 2015 - 2019
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
2436
4482 43964572
4752
0
10
20
30
40
50
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 62
Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi
Papua Barat Tahun 2015 - 2019 (persen)
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
102
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C7 Pengembangan UMKM (Small and
Medium Enterprises)
Selain permasalahan pembiayaan pelaku
UMKM dihadapkan pada masalah
ketidakmampuan untuk bersaing dari pelaku
industri yang lebih mapan UMKM biasanya
hanya mengandalkan teknologi sederhana
untuk memproduksi barang sehingga menjadi
kurang efisien Dari sisi pemasaran UMKM hanya
mengandalkan pemasaran tradisional yang
belum memanfaatkan teknologi internet
sehingga penjualan hasil produksi menjadi tidak
maksimal Hal ini dapat digambarkan melalui
kurva Technological Discontinuity sebagaimana
dalam Foster (1986)
Pada kurva C1 UMKM yang tidak menggunakan
teknologi menghasilkan performance yang
rendah sebesar P0 Setelah menggunakan
teknologi (TI1) perfomance akan meningkat
sebesar P1 dan seterusnya sampai menghasilkan
batas performance maksimal sebesar P2 Pada
kurva C2 menunjukan ditemukannya teknologi
baru yang semakin meningkatkan performance
UMKM sebesar P3
Diantara peran pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat dapat membantu pengembangan
UMKM melalui pemanfaatan teknologi baik dari
sisi produksi maupun pemasaran Sebagian
besar UMKM usahanya merubah bahan mentah
atau bahan baku (raw material) menjadi
barang setengah jadibarang jadi Pemerintah
daerah dapat memberikan pelatihan kepada
pelaku UMKM untuk meningkatkan nilai tambah
(value added) barang yang dihasilkan sehingga
menaikkan nilai jual barang tersebut Selain itu
dengan memanfaatkan teknologi pemerintah
daerah juga dapat membantu pemasaran
produksi UMKM secara web based serta pelaku
UMKM diberikan pelatihan untuk memasarkan
produk yang dihasilkan secara online
B
A
P3
Performance
Time Technology
Investment
P1
P2
TI2 TI3
C1
C2
P0
TI1
C
Gambar 51
Technological Discontinuity Curve
Halaman ini sengaja dikosongkan
ANALISIS
TEMATIK
DJPbKawalAPBN
ldquoKehidupan para Ibu dan Anak di Kampung Klayas Distrik
Saget Sorongrdquo
103
Analisis Tematik
Pemerataan pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi Indonesia terus menunjukkan adanya
peningkatan yang positif selama beberapa
tahun terakhir (BPS 2019) Keberhasilan
pertumbuhan ekonomi dapat terilihat dari
adanya peningkatan pada investasi domestik
dan ekspor penurunan jumlah dan persentase
penduduk miskin serta banyaknya supply
tenaga kerja yang berkualitas dan penurunan
tingkat pengangguran terbuka Hal ini sejalan
dengan temuan dari berbagai penelitian yang
menunjukkan adanya korelasi positif antara
pertumbuhan ekonomi dengan kualitas sumber
daya manusia (SDM) Terbentuknya kualitas SDM
harus dimulai sejak dini Studi menunjukkan
bahwa investasi pada awal kehidupan erat
kaitannya dengan kualitas SDM yang lebih tinggi
di masa yang akan datang (Heckman 2008)
Namun demikian pencapaian Indonesia dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan pembangunan belum diikuti
dengan peningkatan status kesehatan terutama
pada balita ibu hamil dan remaja putri
Kesenjangan perekonomian antar wilayah
menjadi awal permasalahan kesejahteraan
penduduk yang berdampak lanjutan pada
masalah lainnya seperti masalah gizi buruk dan
stunting Masalah tersebut hingga kini masih
menjadi persoalan besar yang perlu diatasi
segera
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada
anak balita akibat kekurangan gizi kronis
terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK) Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa satu dari
tiga anak balita di Indonesia mengalami
masalah stunting Permasalahan gizi ini terjadi di
hampir seluruh wilayah Indonesia dan tidak
hanya terjadi pada kelompok penduduk miskin
tetapi juga pada kelompok kaya
Stunting memiliki dampak yang besar terhadap
tumbuh kembang anak dan juga perekonomian
di masa yang akan datang Dampak stunting
terhadap kesehatan dan tumbuh kembang
anak sangat merugikan Stunting dapat
mengakibatkan gangguan tumbuh kembang
anak terutama pada anak-anak berusia di
bawah dua tahun Anak-anak yang mengalami
stunting pada umumnya akan mengalami
hambatan dalam perkembangan kognitif dan
motoriknya yang akan mempengaruhi
produktivitasnya saat dewasa Selain itu anak
tersebut juga memiliki risiko yang lebih besar
untuk menderita penyakit tidak menular seperti
diabetes obesitas dan penyakit jantung pada
BAB VII
Analisis Tematik
Sinergi dan Konvergensi Program Penanganan Stunting di Daerah
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
104
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
saat dewasa Secara ekonomi hal tersebut
tentunya akan menjadi beban bagi negara
terutama akibat meningkatnya pembiayaan
kesehatan
Potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh
stunting sangat besar Laporan World Bank pada
tahun 2016 menjelaskan bahwa potensi
kerugian ekonomi akibat stunting dapat
mencapai 2-3 persen dari Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Dengan demikian
apabila PDRB sebesar Rp84 triliun maka potensi
kerugian ekonomi yang mungkin dialami adalah
sebesar Rp25 triliun per tahun Di beberapa
wilayah di Afrika potensi kerugian akibat stunting
bahkan tercatat lebih tinggi lagi hingga bisa
mencapai 11 persen Selain itu stunting juga
menyebabkan berkurangnya 10 persen dari
total pendapatan seumur hidup sehingga
dapat berkontribusi pada melebarnya
kesenjangan dan menyebabkan kemiskinan
antar generasi
Permasalahan kekurangan gizi pada anak erat
kaitannya dengan tingkat pendapatan
keluarga Keluarga dengan tingkat pendapatan
yang rendah pada umumnya memiliki masalah
dalam hal akses terhadap bahan makanan
terkait dengan daya beli yang rendah Selain
pendapatan kerawanan pangan di tingkat
rumah tangga juga sangat dipengaruhi oleh
inflasi harga pangan Faktor penting lain yang
mempengaruhi terjadinya masalah kekurangan
gizi pada anak balita adalah buruknya pola
asuh terutama rendahnya pengetahuan akan
pentingnya pemberian ASI eksklusif asupan
makanan orang tua yang kurang sehingga
kualitas ASI menurun buruknya kondisi
lingkungan seperti akses sanitasi dan air bersih
ditambah dengan rendahnya akses pada
pelayanan kesehatan Melihat faktor penyebab
permasalahan stunting yang multi dimensi
percepatan pencegahannya harus dilakukan
melalui penanganan masalah gizi sebagai salah
satu penyebab utama dengan pendekatan
multi sektoral yang terintegrasi
A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING
Percepatan pencegahan stunting merupakan
pendekatan program (programmatic
approach) pertama yang dilakukan dengan
menyeluruh dan terintegrasi yang dilakukan
mulai dari hulu hingga ke hilir yang ditunjukkan
oleh tingginya komitmen pemerintah (Presiden
dan Wakil Presiden Menteri Pimpinan
Lembaga Gubernur BupatiWalikota dan
Kepala DesaLurah)
Pemerintah telah menetapkan Peraturan
Presiden Nomor 42 Tahun 2013 yang mengatur
mengenai Pelaksanaan Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi Peta jalan
percepatan perbaikan gizi terdiri dari empat
komponen utama yang meliputi advokasi
penguatan lintas sektor pengembangan
program spesifik dan sensitif serta
pengembangan pangkalan data Intervensi gizi
baik yang bersifat langsung (spesifik) dan tidak
langsung (sensitif) perlu dilakukan secara
bersama-sama oleh kementerianlembaga
pemerintah daerah serta pemangku
kepentingan lainnya
Penanganan stunting tidak bisa dilakukan
sendiri-sendiri (scattered) karena tidak akan
memiliki dampak yang signifikan Upaya
pencegahan stunting harus dilakukan secara
terintegrasi dan konvergen dengan pendekatan
non-sektoral Untuk itu pemerintah dalam hal ini
pusat dan daerah harus memastikan bahwa
seluruh Kementerian NegaraLembaga (KL)
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta mitra
105 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
pembangunan akademisi organisasi profesi
organisasi masyarakat madani perusahaan
swasta dan media dapat bekerjasama bahu-
membahu dalam upaya percepatan
pencegahan stunting Tidak hanya di tingkat
pusat integrasi dan konvergensi upaya
pencegahan stunting juga harus terjadi secara
komprehensif di tingkat daerah sampai dengan
tingkat desa
Sebagai langkah awal pada tahun 2018
sebanyak 100 kabupatenkota dan 1000 desa
lingkup nasional telah terpilih sebagai fokus area
intervensi Selanjutnya untuk tahun 2019 60
kabupatenkota dan 600 desa telah
ditambahkan sebagai area fokus intervensi
pencegahan stunting terintegrasi Dari sisi
anggaran Baik itu pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah telah mengalokasikan
anggaran yang relatif besar untuk berbagai
program yang berkontribusi kepada penurunan
stunting di beberapa KL dan OPD Selain itu
alokasi penurunan stunting tambahan juga
diberikan oleh pemerintah pusat kepada
daerah dalam bentuk Transfer ke Daerah dan
Dana Desa (TKDD) antara lain melalui (1) DAK
Fisik bidang Kesehatan Air Minum dan Sanitasi
(2) DAK Non Fisik Bantuan Operasional
Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga
Berencana (BOK dan BOKB) (3) Dana Desa
yang digunakan oleh desa (kampung) sesuai
dengan bidang penggunaan serta (4) Dana
Otonomi Khusus
A1 Kebijakan Pencegahan
Kebijakan penanganan stunting di Provinsi
Papua Barat tahun 2019 diarahkan sesuai
dengan strategi percepatan penurunan stunting
dengan memperluas cakupan intervensi
stunting Arah cakupan intervensi tersebut
diimplementasikan ke seluruh kabupatenkota
dan tidak hanya fokus pada dua daerah yang
menjadi lokus prioritas penurunan stunting (Kab
Tambraw Kab Sorong Selatan) Selain itu untuk
Pilar 4
Ketahanan Pangan
dan Gizi
Pilar 1
Komitmen dan Visi
Kepemimpinan
Pilar 2
Kampanye Nasional
dan Perubahan
Perilaku
Pilar 3
Konvergensi Program
Pusat Daerah dan
Desa
Pilar 5
Pemantauan dan
Evaluasi
Gizi Spesifik
Tablet tambah darah (ibu hamil
dan remaja)
Promosi dan konseling menyusui
Promosi dan konseling PMBA
Suplemen gizi makro (PMT)
Tata laksana gizi buruk
Pemantauan dan promosi
pertumbuhan
Suplementasi kalsium
Suplementasi vitamin A
Suplementasi Zinc untuk diare
Pemeriksaan kehamilan
Imunisasi
Suplemen gizi mikro setelah
taburia
Manajemen Terpadu Balita Sakit
Konsumsi Gizi
Gizi Sensitif bull Air bersih dan sanitasi
bull Bantuan pangan non-tunai
Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
bull Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD)
bull Program Keluarga Harapan
(PKH)
bull Bina Keluarga Balita (BKB)
bull Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL)
bull Fortifikasi Pangan
Pola Asuh
Pelayanan
Kesehatan
Kesehatan
Lingkungan
Perbaikan
Asupan Gizi
Penurunan
Infeksi
Prevalensi
Stunting
Peningkatan cakupan
intervensi pada
sasaran 1000 HPK
Anemia
BBLR
ASI Eksklusif
Diare
Kecacingan
Gizi Buruk
Gambar 71
Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting
5 PILAR PERCEPATAN
PENCEGAHAN STUNTING
INTERVENSI OUTPUT INTERMEDIATE
OUTCOME DAMPAK
Sumber Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018-2024
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
106
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
mengakselerasi penurunan stunting maka arah
kebijakan pemerintah daerah adalah sebagai
berikut
1 Optimalisasi pemanfaatan anggaran
program penurunan stunting yang ada saat
ini melalui implementasi perencanaan dan
penganggaran dengan penilaian kinerja
untuk monitoring dan evaluasi penggunaan
anggaran dan capaian program
2 Memperkuat konvergensi programkegiatan
hingga di level kampung (desa) melalui
peningkatan sinergi dan koordinasi
kabupaten dan kampung dalam
perencanaan dan penganggaran program
serta konvergensi pelaksanaan intervensi
prioritas pada 1000 HPK dari seluruh rumah
tangga sasaran yang ada di tingkat
kampung
3 Meningkatkan kualitas dan efektivitas
pelaksanaan program yang telah ada saat
ini antara lain melalui peningkatan kualitas
SDM pelaksana program (misalnya tenaga
pendidik PAUD dan penyuluh kesehatan
masyarakat) serta penguatan monitoring dan
evaluasi agar dapat mengukur pencapaian
kinerja
4 Memperluas cakupan kebijakan yang lebih
luas dan tidak terbatas bidang kesehatan
seperti peningkatan kualitas program
perlindungan sosial khususnya bantuan
pangan PKH dan JKN Selain itu program-
program sektor pertanian pendidikan
infrastruktur (penyediaan air bersih dan
sanitasi) dan pemberdayaan perempuan
yang secara tidak langsung mendukung
pencapaian target perbaikan gizi
A2 Sasaran Program
Wilayah Provinsi Papua Barat dihuni oleh kurang
lebih 959617 jiwa dan tersebar di 13
kabupatenkota Sebesar 1074 persen (103062
jiwa) dari keseluruhan penduduk adalah bayi
berusia 0-48 bulan Sementara itu sebanyak
45256 jiwa adalah remaja putri dan sebanyak
199926 jiwa merupakan wanita usia subur (WUS)
berusia 15-39 tahun Diantara kelompok inilah
yang menjadi sasaran prioritas dan sasaran
penting dalam upaya percepatan pencegahan
stunting
Gangguan pertumbuhan di Provinsi Papua Barat
sebagian besar terjadi pada anak berusia 0-23
bulan Kondisi ini dapat terjadi disebabkan oleh
pemberian ASI makanan dan pola asuh pada
periode tersebut tidak tepat sehingga
mengganggu tumbuh kembang anak Tercatat
rata-rata lama pemberian ASI di Provinsi Papua
Barat hanya selama 989 bulan saja dan bahkan
masih terdapat bayi yang tidak pernah diberi ASI
(plusmn5400 orang)
Selain pemahaman terhadap pola asuh yang
kurang peningkatan prevalensi stunting juga
turut disebabkan oleh keadaan lingkungan
pendukung yang tidak memadai Berdasarkan
data BPS (2018) persentase rumah tangga yang
memiliki akses kepada air minum bersih di
Provinsi Papua Barat hanya sekitar 7018 persen
Sedangkan akses terhadap sanitasi pribadi rata-
rata sebesar 7262 persen dan 474 persen dari
keseluruhan rumah tangga tidak memiliki fasilitas
Tabel 71
Jumlah dan Kelompok Penduduk di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (jiwa)
Kelompok Laki-laki Wanita
Jumlah Penduduk 505239 454378
Penduduk Usia 0-4 52848 50254
Penduduk Usia 5-9 49917 47755
Penduduk Usia 10-14 48250 45256
Penduduk Usia 15-39 222658 199926
Bayi (0-5 th) imunisasi lengkap 22370 19996
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
107 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
sama sekali Kombinasi dari keadaan-keadaan
tersebut berpotensi dalam menghambat upaya
percepatan pencegahan stunting sehingga
kebijakan dan pelaksanaan program perlu
menyasar pada kelompok prioritas dan
perbaikan lingkungan pendukung
B PENANGANAN STUNTING OLEH
PEMERINTAH
Dalam rangka memastikan konvergensi
berbagai programkegiatan percepatan
penurunan stunting dilakukan maka acuan
yang digunakan adalah dokumen Strategi
Nasional Percepatan Pencegahan Stunting
(Stranas Stunting) yang diikuti oleh berbagai
pedoman operasional baik itu di tingkat
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
Upaya pencegahan stunting yang konvergen
dan terintegrasi telah dilaksanakan di Provinsi
Papua Barat Upaya ini mencakup intervensi
multi sektor yang cukup luas mulai dari akses
makanan layanan kesehatan dasar termasuk
akses air bersih dan sanitasi akses pendidikan
perlindungan sosial serta pola pengasuhan
sebagaimana uraian dalam Stranas Stunting
B1 Belanja KL dalam APBN
Dalam kaitannya dengan percepatan
pencegahan stunting melalui belanja KL atau
yang bersumber dari dana APBN telah
dilakukan berbagai langkah dan kebijakan agar
pengelolaan program tersebut terarah dan
terukur Pada proses perencanaan khususnya
terkait dengan identifikasi output yang terkait
dengan stunting telah dilakukan penandaan
pemantauan dan evaluasi percepatan
pencegahan stunting sebagai dasar bagi KL
dalam mengidentifikasi output yang
berkontribusi kepada percepatan penurunan
stunting
Sesuai dengan kerangka hasil percepatan
penurunan stunting maka intervensi-intervensi
yang telah dilakukan selama tahun 2019
tersebut akan berdampak kepada
meningkatnya konsumsi gizi perbaikan pola
asuh meningkatnya akses dan kualitas layanan
kesehatan serta meningkatnya kesehatan
lingkungan yang pada akhirnya akan
memperbaiki asupan gizi terutama pada 1000
HPK dan kemudian akan menurunkan prevalensi
stunting
Pengunaan dana APBN dalam program
penanganan stunting di Provinsi Papua Barat
secara umum digunakan untuk keperluan
membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik (2)
intervensi sensitif dan (3) pendampingan
koordinasi dan dukungan teknis di
kabupatenkota dan kampung Selama tahun
2019 dana yang telah digunakan dalam
program stunting sebesar Rp10448 miliar
Penggunaan dana terbesar sesuai dengan
prioritas percepatan pencegahan yakni untuk
kegiatan intervensi sensitif (Kementerian
Kesehatan) sebesar Rp1928 miliar dan intervensi
spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta
Tabel 72
Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per
KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
KabupatenKota Akses Air
Bersih
Akses Air
Layak
Tidak ada
MCK
Kab Fakfak 6114 7041 702
Kab Kaimana 5381 4429 569
Kab Teluk Wondama 3359 1598 299
Kab Teluk Bintuni 6682 4426 499
Kab Manokwari 8872 3881 292
Kab Sorong Selatan 5364 4551 1321
Kab Sorong 5743 4621 271
Kab Raja Ampat 6395 3370 241
Kab Tambraw 1958 1870 1160
Kab Maybrat 1621 1307 779
Kab Manokwari Selatan 5737 3851 716
Kab Pegunungan Arfak 3663 3663 3052
Kota Sorong 9487 1818 026
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
108
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sebesar Rp842 miliar untuk kegiatan
pendampingan koordinasi dan dukungan teknis
(lintas KL) Penggunaan dana tersebut terbesar
direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif
terutama pembangunan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan
pendanaan sebesar Rp4353 miliar Penggunaan
dana yang besar lainnya adalah pembangunan
Sistem Pengelolaan Air Limbah pada 25 lokasi
dengan realisasi sebesar Rp1742 miliar
B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa
Pembiayaan program penurunan stunting juga
dilakukan dengan memanfaatkan dana
tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk
DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Penggunaan
Tabel 73
Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
Penguatan Intervensi Suplementasi Gizi pada Ibu Hamil dan Balita 99160840 13 Layanan 100
Pembinaan dalam Peningkatan Status Gizi Masyarakat 901090000 13 Layanan 100
Peningkatan Surveilans Gizi 1770940000 13 Layanan 100
Pembinaan dalam Peningkatan Pelayanan Kunjungan Neonatal Pertama 122215000 1 Layanan 100
Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah 139300000 1 Layanan 100
Pembinaan Pencegahan stunting 122007000 1 Layanan 100
Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan anak untuk Papua Barat 714575000 1 Layanan 98
Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Layanan 100
Layanan Capaian Eliminasi Malaria 1124803820 4625 Layanan 100
Layanan Pengendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan 3327530320 11 Layanan 100
Intervensi Percepatan Eliminasi Malaria Papua dan Papua Barat 5737637400 5 Layanan 100
Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit ISP 129502000 10 Layanan 100
Sarana dan Prasarana Penanggulangan TBC 836883400 15 Layanan 100
Sarana dan Prasarana Penanggulangan HIVAIDS 1561862237 18 Layanan 100
Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85
INTERVENSI SENSITIF
Pemberdayaan Pekarangan Pangan 4625794700 123 Kelompok 93
Hasil Pengawasan keamanan dan mutu pangan Segar 503082000 1 Rekomendasi 100
Pelaksanaan Strategi Promosi Kesehatan dlm mendukung Program Kesehatan 436753000 1 Layanan 100
Kampanye Hidup Sehat melalui Berbagai Media di Papua Barat 1553232000 2 Layanan 96
Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi Syarat 257380000 637 TPM 100
Pengawasan terhadap Sarana Air Minum (SAM) 123942000 5211 SAM 100
Pembinaan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 302746000 429 Desa 100
Rumah sakit rujukan yang memiliki pelayanan sesuai standar 110346800 1 RS Pengampu 100
Bimbingan Perkawinan Pra Nikah 257115860 159 Pasangan 75
Keluarga Miskin yang Mendapat Bantuan Tunai Bersyarat 2576223000 1 KPM 90
Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 74
SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 64
SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100
KIE Obat dan Makanan Aman 826691713 31 KIE 100
Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 99
Penguatan Peran PIK Remaja dan BKR dalam edukasi Kespro dan Gizi bagi
Remaja putri sebagai calon ibu 1669888794 225 Kelompok 99
PENDAMPINGAN KOORDINASI DAN DUKUNGAN TEKNIS
Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100
Pembinaan KabKota dlm Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di
Papua Barat 1294265000 2 Layanan 100
Pembinaan Puskesmas dlm Program Indonesia Sehat dgn Pendekatan Keluarga 151062768 74 Puskesmas 100
Pelatihan Strategis Sumber Daya Manusia Kesehatan 5939667100 518 Orang 100
Pembinaan amp Pengawasan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 602060200 3 KabKota 100
Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100
Sumber OMSPAN (data diolah)
109 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
dana ini antara lain melalui (1) DAK Fisik bidang
Kesehatan Air Minum dan Sanitasi dan (2)
Dana Desa yang digunakan oleh kampung
(desa) untuk bidang kesehatan pendidikan
sanitasi dan air minum
DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) yang diterima
oleh seluruh pemerintah daerah dan pemerintah
provinsi Papua Barat memiliki peruntukan yang
sudah ditetapkan sebagai syarat tahapan
penyaluran Oleh karena itu penggunaan dana
DFDD dalam rangka penanganan stunting
digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan
membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik dan
(2) intervensi sensitif Dana DFDD tahun 2019
yang telah digunakan dalam program stunting
sebesar Rp11548 miliar terdiri dari DAK Fisik
sebesar Rp6925 miliar dan Rp4642 miliar berupa
Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar adalah
pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar
Rp1021 miliar sedangkan intervensi spesifik
sebesar Rp135 miliar Realisasi terbesar
dialokasikan untuk perluasanpeningkatan
SPAM sebanyak 5852 sambungan rumah (SR)
dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp308
miliar Sementara penggunaan Dana Desa
terbesar diperuntukkan bagi pembangunan
sumber air bersih milik desa pada 1041 titik
dengan dana sebanyak Rp1752 miliar
B3 Belanja APBD
RKPD Pemerintah Provinsi Papua Barat Tahun
2019 disusun dengan memperhatikan masukan
dari rencana kegiatan yang dibuat berdasarkan
hasil analisis terhadap situasi program
Tabel 74
Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
DAK Fisik
Penyediaan Obat Gizi 618379770 4 Paket 100
Pengadaan Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil dengan Kekurangan
Energi Kronis (PMT BUMIL KEK - Pabrikan) 959581728 1 Paket 100
Penyediaan Alat Antropometri 1564015307 207 Paket 76
Penyediaan Sarana Prasarana Kesehatan Lingkungan 2876667089 29 Paket 59
Pengadaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit 41999300 1 Paket 100
Dana Desa
Penyediaan Obat Gizi 323865000 28 Paket 100
Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil 7146624150 1139 Unit 90
INTERVENSI SENSITIF
DAK Fisik
Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77
Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90
PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86
Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 10294226146 1378 SR 78
PerluasanPeningkatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 30801695898 5852 SR 81
Sarana dan Prasarana PAUD 1255742335 8 Ruang 100
Dana Desa
SaranaPrasarana PAUD 1288611688 398 Unit 70
Terlaksananya Pelatihan Pangan Sehat dan Aman 197000000 16 Paket 96
Pemeliharaan Sumber Air Bersih 8363963164 241 Unit 86
Pemeliharaan Sambungan Air Bersih 1398443564 18422 Meter 83
Sumber Air Bersih Milik Desa 17525913577 1041 Unit 70
Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga 4771816730 22030 Meter 93
Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah Rumah Tangga) 5143668021 3878 Meter 70
RehabilitasiPeningkatan Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah
Rumah Tangga) 262246705 354 Meter 93
Sumber OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
110
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
penurunan stunting RKPD sebagai pedoman
dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran
(KUA) Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara
(PPAS) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) menjadi jaminan pelaksanaan
programkegiatan terkait dengan intervensi gizi
spesifik dan sensitif menggunakan dana yang
bersumber dari APBD Program-program
tersebut dilaksanakan dengan target capaian
yang ditetapkan dalam RPKD
Prioritas pencegahan stunting sebagai
kombinasi dari kegiatan yang multi sektor
dilaksanakan oleh OPD-OPD dengan
menggunakan alokasi dana yang berasal dari
Otonomi Khusus (Otsus) dan DAK Non Fisik
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sesuai
dengan DPA yang telah ditetapkan Kegiatan
percepatan pencegahan stunting diselaraskan
dengan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
KL yang berlokasi di kabupatenkota Dinas
Kesehatan memastikan terpenuhinya sumber
daya yang mendukung intervensi gizi spesifik
secara konvergen yang meliputi SDM
anggaran dukungan logistik dan kemitraan
Sedangkan Bappeda berperan dalam
koordinasi untuk menciptakan lingkungan yang
mendukung kebijakan intervensi secara
konvergen terutama intervensi sensitif dengan
menyelaraskan kebijakan seluruh OPD
Dana APBD di Provinsi Papua Barat pada tahun
Tabel 75
Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
Ibu Hamil
- Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin 1667044052 2182 Jiwa 85
- Suplementasi tablet tambah darah dan periksaan kehamilan 379861600 15317 Jiwa 80
Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-23 bulan
- Suplementasi kapsul vitamin 66836977 12320 Jiwa 100
- Pemantauan dan Promosi pertumbuhan (tingkat desa) 155659525 28693 Orang 100
Remaja Putri dan Wanita Usia Subur
- Suplentasi tablet tambah darah 799102989 44532 Jiwa 100
Anak Usia 24-59 bulan
- Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut 5660222222 2547 Jiwa 100
- Suplementasi kapsul vitamin A 107734789 47745 Jiwa 100
- Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100
INTERVENSI SENSITIF
Peningkatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
- Akses air minum yang aman 11800000000 13 Kabkota 100
- Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85
Peningkatan kesadaran komitmen dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak
- Penyediaan konseling kesehatan dan reproduksi untuk remaja 1929297500 514 Orang 100
- Penyebarluasan informasi melalui berbagai media 207339727 50 Orang 100
- Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua 555195300 230 Orang 100
- Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 250000000 1 Kabkota 100
Peningkatan akses dan kualitas Pelayanan gizi dan kesehatan
- Akses pelayanan Keluarga Berencana 348042400 13 Kabkota 100
- Akses Jaminan Kesehatan (JKN) Orang Asli Papua 28818415000 589 Jiwa 100
- Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100
Peningkatan akses pangan Bergizi
- Akses kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) 711975000 10 Kelompok 85
- Akses kegiatan Kawasan Mandiri Pangan 371801600 6 Kawasan 80
Sumber Bappeda Provinsi Dinkes Provinsi Bappeda KabupatenKota dan Dinkes KabupatenKota (data diolah)
111 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
2019 dimanfaatkan dalam program
penanganan stunting untuk keperluan
membiayai kegiatan intervensi spesifik dan
intervensi sensitif Selama satu tahun tercatat
penggunaan dana sebesar Rp5744 miliar untuk
pencegahan stunting dengan kegiatan
intervensi spesifik sebesar Rp939 miliar dan
sebesar Rp4805 miliar untuk membiayai
kegiatan intervensi sensitif Penggunaan dana
tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi
penyediaan akses JKN Orang Asli Papua (OAP)
sebesar 2882 miliar Penggunaan dana yang
besar lainnya adalah untuk penyediaan akses
air minum yang aman dan pemberian makanan
tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut
dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118
miliar dan Rp566 miliar
B4 Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting
Kebijakan pembiayaan pada program
pencegahan stunting yang berasal dari APBN
dan APBD dalam berbagai skema merupakan
salah satu bentuk sinkronisasi kebijakan antara
pusat dan daerah Adanya sinkronisasi ini
diharapkan semakin mengakselerasi
peningkatan prevalensi stunting sekaligus
mendorong pembangunan infrastruktur serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
masa depan Namun demikian dominasi dana
APBN masih terasa dan pemda tidak sanggup
jika harus menyediakan alokasi yang nantinya
akan mengurangi pendanaan kegiatan daerah
Selain itu pertimbangan keterbatasan kapasitas
fiskal daerah dikhawatirkan akan berdampak
pada gaji PNS karena alokasi terbesar dana
APBD dialokasikan untuk belanja pegawai Oleh
karena itu pada kegiatan intervensi spesifik
yang menyasar langsung prioritas pencegahan
(Ibu hamil baduta balita remaja putri)
peranan belanja KL sangat penting
Dari 13 pemerintah daerah yang ada di Provinsi
Papua Barat terdapat 2 kabupaten yang
menjadi lokus prioritas penanganan stunting
nasional Kondisi ini membuat fokus kegiatan
berada di kedua wilayah tersebut sedangkan
kabupatenkota lainnya pengalokasian hanya
bersifat memenuhi kewajiban yang sudah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (spesific
grant) dan berupaya mencari sumber
pembiayaan lainnya (Swasta) Sejauh ini
pelaksanaan pencegahan stunting selama
tahun 2019 di Provinsi Papua Barat dengan
kombinasi sumber pembiayaan yang ada
mencapai Rp27759 miliar Proporsi terbesar
berasal dari dana APBN (Belanja KL) mencapai
3764 persen (Rp10448 miliar) sedangkan
kontribusi DAK Fisik APBD dan Dana Desa
berturut-turut sebesar 2495 persen (Rp6925
miliar) 2069 persen (Rp5744 miliar) dan 1672
persen (Rp4642 miliar)
Tabel 76
Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)
Sumber Dana Intervensi Spesifik Intervensi Sensitif
Pendampingan
Koordinasi dan
Duktek
Kontribusi
APBN 19277886059 76779888382 8421955068 3764
DAK Fisik 6060643195 63186313948 - 2495
Dana Desa 7470489150 38951663449 - 1672
APBD
(DAU DAK Non Fisik Otsus) 9391806598 48045572569 - 2069
Jumlah 42200825002 226963438348 8421955068 10000
Sumber Bappeda Dinkes dan OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
112
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING
Pelaksanaan program sejauh ini dapat berjalan
lancar meskipun dengan alokasi anggaran yang
relatif besar melalui optimalisasi penggunaan
dana untuk mencapai output yang ditargetkan
Pada masa mendatang berbagai tantangan
masih harus dihadapi dalam pelaksanaan
program-program penurunan stunting
diantaranya
1 Koordinasi dan sinergi baik antar-KL antar
pemerintah kabupatenkota antara
pemerintah kabupatenkota dan provinsi
maupun antara pemerintah pusat dan
daerah yang masih perlu ditingkatkan
Berbagai program yang masih bersifat
sektoral dan kewilayahan perlu ditingkatkan
sinerginya sehingga dapat sepenuhnya saling
mendukung dalam akselerasi penurunan
stunting di daerah secara keseluruhan
2 Kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan
program yang masih perlu ditingkatkan
Keterbatasan pelaksana program di
lapangan baik dalam hal kualitas maupun
kuantitas sebaran penduduk yang luas
belum adanya mekanisme untuk memastikan
ketercapaian output serta lemahnya
monitoring dan evaluasi baik itu dari
pemerintah kabupatenkota pemerintah
provinsi maupun pemerintah pusat
menyebabkan implementasi program
menjadi tidak maksimal
3 Belum meratanya akses kepada layanan
kesehatan pendidikan anak usia dini air
bersih dan sanitasi karena keterbatasan
angaran dalam penyediaan sarana dan
prasarana
4 Kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang gizi dan pola hidup sehat yang
berpengaruh pada praktek pengasuhan
yang tidak tepat Selain itu penyampaian
informasi atau sosialisasi yang terkendala
dengan jarak dan ketersediaan tenaga
kesehatan
Halaman ini sengaja dikosongkan
KESIMPULAN
SARAN
ldquoTarian Penyambutan oleh Suku Arfak suku asli Manokwarirdquo
DJPbKawalAPBN
113
Kesimpulan dan Rekomendasi
A KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan analisis seperti
yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Pembangunan Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus didominasi oleh
pengaruh faktor ekonomi dengan kekayaan
alam (minyak bumi dan gas alam) yang
melimpah menjadi modal utama
2 Perekonomian Papua Barat hanya
didominasi oleh 3 kabupatenkota (Kota
Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk
Bintuni) sebagai lokasi pertambangan dan
perindustrian sehingga menyebabkan
kesenjangan dan tidak meratanya kapasitas
dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik
fasilitas perdagangan fasilitas kesehatan
maupun fasilitas pendidikan
3 Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat
bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940
mdpl dan menyebabkan Provinsi Papua
Barat menjadi sangat berpotensi (kelas risiko
tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan
dan hutan gempa tektonik serta
gelombang tsunami
4 Kinerja perekonomian Provinsi Papua Barat
selama tahun 2019 tampil cukup baik Hal ini
tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang
mampu tumbuh meskipun tertahan pada
level 266 persen PDRB per kapita naik
sebesar 218 persen inflasi yang terkendali
pada angka 193 persen dan ekspor yang
menurun sebesar 179 persen
5 Tingkat kesejahteraan penduduk di Provinsi
Papua Barat pada tahun 2019 menunjukan
peningkatan walaupun belum signifikan Hal
ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang turun
menjadi 2151 persen disertai dengan nilai
gini ratio yang juga turun menjadi 0381
Sementara itu tingkat pengangguran
meningkat menjadi 624 persen
6 Sensifitas pertumbuhan ekonomi terhadap
tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
relatif rendah dimana elastisitasnya bersifat
inelastis
7 Target pendapatan APBN tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
sebesar 116 persen dibandingkan target
tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar
menjadi Rp268042 miliar Sementara itu
dari aspek belanja negara terdapat
kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427
persen dibandingkan pagu tahun 2018
yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi
Rp3172329 miliar
8 Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi
pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat
mencapai 10987 persen sedangkan
realisasi belanja APBN mencapai 9175
persen
BAB VIII
Kesimpulan dan Rekomendasi
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
114
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
9 Realisasi pendapatan pemerintah pusat di
Provinsi Papua Barat sampai dengan akhir
tahun 2019 sebesar Rp265248 miliar atau
naik 181 persen dari tahun sebelumnya
10 Realisasi penerimaan perpajakan
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan sebesar 2085
persen yaitu dari Rp219362 miliar pada
tahun 2018 menjadi Rp265104 miliar pada
tahun 2019 sedangkan realisasi
pendapatan bukan pajak tahun 2019
sebesar Rp29404 miliar atau turun 199
persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya
yang berjumlah Rp30001 miliar
11 Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah
penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat
sebesar Rp16978 miliar yang diberikan
kepada 51622 debitur Daerah dengan
jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota
Sorong sebesar Rp57002 milar dengan
jumlah debitur sebanyak 16903 nasabah
Jika dilihat per sektor perdagangan
merupakan sektor yang memiliki jumlah
penyaluran KUR terbesar mencapai
Rp119405 miliar dengan jumlah debitur
sebanyak 35551 nasabah
12 Berdasarkan komposisinya komponen
terbesar dari Transfer ke Daerah dan Dana
Desa (TKDD) Provinsi Papua Barat tahun 2019
berupa DBH menyumbang 362 persen dari
total keseluruhan TKDD yang diterima Provinsi
Papua Barat Komponen terbesar kedua
yaitu DAU sebesar 321 persen
13 Pada tahun 2019 beberapa output strategis
APBN tercatat memiliki realisasi yang cukup
besar seperti pembangunan dan preservasi
plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar) Jembatan
sepanjang plusmn235 meter (Rp43572 miliar) dan
rehabilitasi sarana pendidikan sebanyak
plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Selain itu realisasi
PIP dan KIP mampu mencapai nilai Rp4099
juta atau sebanyak 482 siswa beasiswa
Bidikmisi sebanyak 353 mahasiswa
Sementara pada bidang kesehatan
pencegahan stunting mampu terlaksana
pada 8558 keluarga penyediaan layanan
imunisasi alokon pada 170 faskes di 13
kabupatenkota
14 Target pendapatan APBD tahun 2019 seluruh
pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan 5132 persen dari
Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2871888 miliar pada tahun 2019
Sebaliknya total pagu belanja APBD
pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat
naik dari Rp2326404 miliar pada tahun 2018
menjadi Rp2761199 miliar atau meningkat
1869 persen di tahun ini
15 Total pendapatan APBD seluruh pemerintah
daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai
Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen
dibandingkan tahun sebelumnya Adapun
dari aspek belanja terdapat kenaikan
realisasi sebesar 12 persen yaitu dari
Rp2125451 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2380387 miliar pada tahun 2019
16 Realisasi pendapatan seluruh pemerintah
daerah se-Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 didominasi oleh pendapatan transfer
mencapai 9208 persen dari total
pendapatan daerah
17 Pada tahun 2019 indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index) pemerintah
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
tidak ada pemerintah kabupatenkota di
Provinsi Papua Barat yang masuk dalam
kategori sangat baik dan hanya ada dua
pemerintah daerah yang masuk ke dalam
kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan
Kaimana Sementara itu terdapat lima
115 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Kesimpulan dan Rekomendasi
daerah yang masuk dalam kategori buruk
yaitu Kab Manokwari Kab Fakfak Kab
Sorong Selatan Kab Teluk Wondama dan
Kab Raja Ampat Adapun pemerintah
daerah lainnya masuk dalam kategori
cukup
18 Belanja wajib APBD tahun 2019 pada bidang
pendidikan pelaksanaannya diwujudkan
dalam bentuk gaji dan tunjangan bagi
tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)
pemberian beasiswa OAP afirmasi OAP di
Perguruan Tinggi pembangunan fasilitas
pendidikan menengah pembangunan
prasarana dan sarana belajar
pembangunan rumah dinas guru serta
pengembangan koleksi perpustakaan Pada
bidang kesehatan output prioritas
diwujudkan melalui penyediaan makanan
tambahan obat vaksin dan perbekalan
kesehatan penyediaan layanan kesehatan
berbasis masyarakat pembangunan fasilitas
kesehatan tingkat lanjut di Kab Manokwari
serta penempatan tenaga kesehatan
secara merata Sementara output belanja
infrastruktur realisasi diantaranya
pembangunan dan preservasi plusmn473Km jalan
Jembatan sepanjang plusmn177 meter dan
pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500
Ha serta pelabuhandermaga rakyat di 4
lokasi terminal di 3 lokasi serta SPAM di 8
lokasi
19 Dengan menggunakan pendekatan
Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan
bahwa elastisitas penerimaan pajak daerah
di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per
kapita bersifat elastis Selain itu didapatkan
nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif
kecil yang menunjukan tingkat kesulitan
pemungutan pajak daerah relatif tinggi
20 Berdasarkan tabel input output Provinsi
Papua Barat tahun 2013 yang kemudian
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System)
model Miller dan Blair (1985) diperoleh hasil
bahwa sektor dengan nilai pengganda
output terbesar yaitu industri pengolahan
migas dan perikanan Adapun sektor
dengan pengganda pendapatan tertinggi
yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor
administrasi pemerintahan amp jaminan sosial
Sementara itu sektor dengan pengganda
tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya
dan industri makanan amp minuman
21 Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang
memiliki keterkaitan ke depan (forward
linkage) terbesar yaitu industri lainnya dan
industri makanan-minuman Adapun sektor
yang memiliki keterkaitan ke belakang
(backward linkage) terbesar yaitu industri
pengolahan migas dan perikanan
22 Dua kabupaten menjadi lokus prioritas
penanganan stunting nasional yaitu Kab
Tambraw dan Sorong Selatan Pelaksanaan
pencegahan stunting selama tahun 2019
dengan kombinasi sumber pembiayaan
yang ada mencapai Rp27759 miliar
Proporsi terbesar berasal dari dana APBN
(Belanja KL) mencapai 3764 persen
(Rp10448 miliar) sedangkan kontribusi DAK
Fisik APBD dan Dana Desa berturut-turut
sebesar 2495 persen (Rp6925 miliar) 2069
persen (Rp5744 miliar) dan 1672 persen
(Rp4642 miliar)
B REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas
beberapa rekomendasi yang diajukan
diantaranya
1 Sebagai salah satu komponen pertumbuhan
ekonomi pengeluaran pemerintah di
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
116
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke
daerah pedesaan dan remote area Hal ini
didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah
penduduk miskin di Provinsi Papua Barat
sebagian besar berada di daerah pedesaan
yang terpencil Berbagai sektor yang
memiliki andil besar terhadap pertumbuhan
ekonomi sebagian besarnya tercurah ke
daerah perkotaan sehingga manfaatnya
belum banyak dinikmati oleh penduduk
pedesaan
2 Pemerintah perlu meningkatkan kualitas
pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan
sarana infrastruktur yang layak dan
memadai di daerah pedesaan dan remote
area terutama sarana pendidikan
kesehatan dan transportasi beserta tenaga
pendidikan dan kesehatan yang handal di
bidangnya
3 Pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
perlu mengoptimalisasi anggaran belanja
wajib melalui pelaksanaan program yang
efektif dan efisien serta memiliki sinergi
dengan pemerintah pusat berupa kegiatan
pengadaan pembangunan dan
pemeliharaan sarana prasarana pendidikan
dan kesehatan yang saling melengkapi dan
tidak ada duplikasi serta lebih awal
sehingga dapat selesai pada satu tahun
anggaran
4 Pemerintah sebaiknya mengutamakan
persebaran KUR di luar sektor perdagangan
ke sektor lain yang lebih produktif seperti
sektor pertanian perikanan dan industri
pengolahan Hal ini dikarenakan perluasan
kepada sektor produktif dapat lebih
menggerakkan roda perekonomian di
Provinsi Papua Barat
5 Dikarenakan indeks kesehatan keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk
dalam kategori sangat baik dan hanya ada
satu pemerintah daerah yang masuk ke
dalam kategori baik oleh karena itu
pemerintah daerah harus meningkatkan
kualitas belanja daerah (quality of spending)
yang berorientasikan kepada hasil dan
manfaat yang dirasakan oleh publik
Caranya dengan melakukan perencanaan
anggaran yang baik dan tepat waktu
membuat prioritas belanja dan
melaksanakannya dengan disiplin yang
tinggi sesuai prinsip ekonomis efektif dan
efisien Untuk mendukung kualitas dari
belanja daerah pengeluaran pemeritah
daerah juga harus dilakukan secara
transparan dan akuntabel
6 Berdasarkan perhitungan potensi pajak
daerah menggunakan pendekatan
Mansfield ndash Wirasasmita Model diantara
kebijakan dan strategi pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan
penerimaan pajak daerah yaitu
a Meningkatkan basis data perpajakan
melalui (1) pendataan ulang wajib pajak
dan objek pajak (2) peningkatan
koordinasi internal pemerintah daerah
terutama kepada badandinas perizinan
daerah dan (3) pemanfaatan data
pihak ketiga seperti Badan Pertanahan
setempat untuk penerimaan PBB
b Melakukan kerjasama dan koordinasi
dengan kantor pelayanan pajak dan
kantor pelayanan kekayaan negara dan
lelang setempat dalam penilaian dan
penagihan pajak daerah
c Melakukan koordinasi dengan aparat
kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP
setempat dalam pemeriksaan pajak
daerah
117 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Kesimpulan dan Rekomendasi
d Melakukan modernisasi sistem dan tata
kola pajak daerah dengan cara (1)
memanfaatkan teknologi informasi untuk
basis data (integrated database) dan
pelayanan perpajakan (2) membangun
organisasi pemungutan pajak daerah
yang handal dan (3) menyusun Standar
Operasional Prosedur (SOP) pemungutan
dan pelayanan perpajakan
e Meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia melalui (1) pelaksanaan diklat
penilaian penagihan dan pemeriksaan
(2) penambahan jumlah diklat terkait
praktik pemungutan perpajakan yang
baik dan (3) pelaksanaan kerjasama
dengan pemerintah daerah lain yang
sukses dalam pemungutan pajak
daerah
7 Berdasarkan tabel input output Provinsi
Papua Barat tahun 2013 yang kemudian
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System)
model Miller dan Blair (1985) diantara
kebijakan dan strategi pengembangan
sektoral yang dapat ditempuh pemerintah
daerah Provinsi Papua Barat diantaranya
a Apabila dalam proses pembangunan
lebih mengutamakan pertumbuhan
ekonomi yang mantap sebaiknya
pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat lebih berfokus untuk mendorong
industri pengolahan migas dan sektor
perikanan dikarenakan memiliki
pengganda output terbesar
b Apabila sasaran utama dari proses
pembangunan adalah peningkatan
pendapatan masyarakat maka
kebijakan pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat sebaiknya lebih fokus untuk
mendorong sektor jasa pendidikan
dikarenakan memiliki pengganda
pendapatan terbesar
c Apabila fokus pembangunan daerah
adalah peningkatan kesempatan kerja
maka kebijakan pemerintah daerah di
Provinsi Papua sebaiknya lebih
mengutamakan industri lainnya dan
industri makanan-minuman dikarenakan
memiliki pengganda tenaga kerja
terbesar
d Sektor kunci yang dapat dijadikan
unggulan oleh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat yaitu industri lainnya
dan industri makanan-minuman
dikarenakan memiliki derajat kepekaan
tertinggi Sementara itu industri
pengolahan migas dan sektor ikan
dapat dijadikan sektor kunci karena
memiliki daya penyebaran terbesar
8 Pemerintah daerah seharusnya lebih terlibat
dalam akselerasi penurunan stunting
dengan penggunaan dana APBD Selain itu
upaya optimalisasi pelaksanaan
pencegahan stunting oleh Pemda dilakukan
melalui (1) peningkatan koordinasi dan
sinergi baik antar pemerintah
kabupatenkota antara pemerintah
kabupatenkota dan provinsi maupun
dengan pemerintah pusat (2) peningkatan
kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan
program dengan menambah tenaga
kesehatan berbasis masyarakat di lapangan
(3) pelaksanaan monitoring dan evaluasi
rutin baik itu dari tingkat kabupatenkota
pemerintah provinsi untuk menjaga tingkat
ketercapaian sasaran program (4)
penyediaan akses kepada layanan
kesehatan pendidikan anak usia dini air
bersih dan sanitasi yang merata secara
konsisten
118
Daftar Pustaka
Aisen A amp Veiga FJ (2010) How Does Political
Instability Affect Economic Growth
Washington International Monetary
Fund
Altman EI (1968) Financial Ratios Discriminant
Analysis and the Prediction of Corporate
Bankruptcy The Journal of Finance Vol
23 No 4 pp 589-609
Baumohl Bernard (2012) The Secrets of
Economic Indicators Hidden Clues to
Future Economic Trends and Investment
Opportunity -Third Edition New Jersey
Pearson Education Limited
Barro Robert J (1991) Economic Growth in a
Cross Section of Countries
Massachusetts The MIT Press
Beaver WH (1966) Financial Ratios as
Predictors of Failure Journal of
Accounting Research Vol 4 pp 71-111
Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2001)
Small and Medium Enterprise Dynamics
In Indonesia Bulletin of Indonesian
Economic Studies Volume 37 Issue 3
2001 pp 363-84
Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2002)
Firm and Group Dynamics in the Small
and Medium Enterprise Sector in
Indonesia Small Business Economics 18
Pp 141-61
BlanchardOliver (2006) Macroeconomics ndash
forth edition New Jersey Prentice Hall
BNPB (2014) Indeks Risiko Bencana Indonesia
Jakarta Direktorat Pengurangan Risiko
Bencana BNPB
Bourletidis K amp Triantafyllopoulos Y (2014)
SMEs Survival in Time of Crisis Strategies
Tactics and Commercial Success Stories
Procedia - Social and Behavioral
Sciences Vol 148 pp 639-644
Brown KW (1993) The 10-point Test of Financial
Condition Toward An Easy-to-use
Assessment Tool for Smaller Cities
Government Finance Review Vol 9 pp
21-26
Carmeli A (2008) The fiscal distress of local
governments in Israel Administration amp
Society 39 984
Chase BW amp Philips RH (2004) GASB 34 and
Government Financial Condition An
Analytical Toolbox Government Finance
Review Vol 20 no 2 pp 26-31
Chenery HB amp and T Watanabe (1958)
International Comparisions of The
Strructural of Production Econometrica
26(4) 487-521
Chittithaworn C Islam A Keawchana T amp
Yusuf D H (2011) Factors Affecting
Business Success of Small amp Medium
Enterprises (SMEs) in Thailand Asian
Social Science Vol 7 No 5 pp 180-190
CICA (1997) Indicators of Government
Financial Condition Canadian Institute
of Chartered Accountants Toronto
Corden WM amp Neary J P (1982) Booming
Sector and De-industrialisation in a Small
Open Economy Economic Journal 92
(December) 825-48
Cramer JS (2001) Measures of Fit of
Multinominal Discrete Models Tinbergen
Institute Discussion Papers Vol 4 01-082
Davey K 2003 Fiscal Decentralization (dikutip
secara online pada 12 Februari 2019 dari
httpunpan1unorgintradocgroupsp
ublicdocumentsUNTCUNPAN017650p
df
Dollar D amp A Kraay (2002) Growth is Good for
the Poor Journal of Economic Growth 7
195-225
DAFTAR PUSTAKA
119 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Daftar Pustaka
Dollery B Crase L amp Byrens J (2006) Local
Government Failure Why does Australian
Local Government Experience
Permanent Financial Austerity
Australian Journal of Political Science
Vol 41 pp 339-353
Drazen A (2000) Political Economy in
Macroeconomics Pricenton Princenton
University Press
Foster R N (1986) Innovation The Attackerrsquos
Advantage New York Summit Books
Funabashi G (2013) Small and Medium
Enterprises under the Global Economic
Crisis Evidence from Indonesia Asian
Institute of Management Working Paper
14-012
Gujarati DN amp Porter DC (2009) Basic
Econometrics -fifth edition Boston
McGraw-Hill
Heckman J J (2008) The Case For Investing In
Disadvantaged Young Children CESifo
DICE Report 6(2) 3-8
Hirschman AO (1958) The Strategy of
Economic Development New York Yale
University Press
Inanga E L amp Wusu D (2004) Financial
Resource Base of Sub-national
Governments and Fiscal
Decentralization in Ghana African
Development Review 16 (1) 72
Jhingan ML (1983) The Economics of
Development and Planning New Delhi
Vicas Publishing
Keefer P amp Khemani S (2004) Democracy
Public Expenditures and the Poor
Washington DCThe World Bank
Khan S (2015) Impact of sources of finance on
the growth of SMEs evidence from
Pakistan Decision Vol 42 No 1 pp 3-10
Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)
Developing and Testing A Composite
Model to Predict Local Fiscal Distress
Public Administration Review Vol 65 No
3 pp 313-323
Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)
Someone to Watch Over me State
Monitoring of Local Fiscal ConditionsThe
American Review of Public
Administration Vol 35 no 3 pp 236-255
Krugman P amp Wells R (2011) Economics-
Second Edition New York Worth
Publishers
Mahi Ali K amp Trigunarso Sri I (2017)
Perencanaan Pembangunan Daerah
Teori dan Aplikasi Jakarta Kencana
Mankiw N Gregory (2013) Macroeconomics -
eight edition New York Worth Publisher
Mansfield XY (1972) Elasticity and Bouyancy of
Tax System A Method Applied to
Paraguay International Monetary Fund
Staff Paper Vol XIX
MillerRE dan PDBlair (1985) Input-Output
Analysis Foundations and Extensions
New Jersey Prentice-Hall
Mishkin Frederic S (2015) Macroeconomics
Policy and Practice New Jersey Pearson
Education Limited
Nollenberger K Groves SM amp Valente MG
(2003) Evaluating Financial Condition A
Handbook for Local Government
Washington DC International
CityCounty Managers Association
Pearce JA amp Richard B Robinson Jr (1998)
Strategic Management-third edition
USA Richard D Irwin Illions
Prudrsquohomme R (1995) On the Dangers of
Decentralization Research Observer
10th 201-220
Ravallion Martin (1995) Growth and Poverty
Evidence for Developing Countries in The
1990s Economics Letters Vol 48 (June)
411-417
Saaty TL (2008) Decision Making with The
Analytic Hierarchy Process International
Journal of Services Sciences Vol 1 no1
pp 83-98
Samuelson Paul A amp Nordhaus William P
(2004) Macroeconomics New York
Irwin McGraw-Hill
Seyoum B (2009) Export-Import Theory
Practices and Procedures -Second
Edition New York Routledge
Soleh Ahmad (2017) Strategi Pengembangan
Potensi Desa Jurnal Sungkai Vol 5 No 1
pp 32-52
Stiglitz Joseph E (1998) Towards A New
Paradigm For Development Geneva
United Nations Conference on Trade
Development 9th Raul Prebisch Lecture
Sukirno Sadono (2011)Makroekokonomi Teori
Pengantar Jakarta PT Raja Grafindo
Persada
Takashi H (1999) Fiscal Crises in Japanrsquos
Prefectures and The Debate on
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
120
Daftar Pustaka
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Corporate Tax Reform Japan Economic
Institute of America
Tjiptoherijanto Prijono (2017) Dinamika
Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Indonesia Jurnal Analis Kebijakan Vol 1
No2
Todaro Michael P amp Stephen C Smith (2003)
Economic Development- Eigth Edition
London Pearson Education Limited
Wang X Dennis L amp Tu YSJ (2007) Measuring
Financial Condition A Study of US States
Public Budgeting amp Finance Vol 27 No
2 pp 1-21
Wirasasmita Y (1982) Elasticity of Tax System A
Model Applied to Indonesia for The
Period 19741975 ndash 19791980
Pemberitaan No13 Bandung Universitas
Padjadjaran
Wengel J amp Rodriguez E (2006) SME Export
Performance in Indonesia After The Crisis
Small Business Economics Vol 26 No 1
pp 25-37
WCED S W S (1990) World Commission On
Environment and Development Our
Common Future 17 1-91
Zumaeroh (2011) Penduduk Dalam Proses
Pembangunan Majalah Ilmiah Ekonomi
Vol 14 No 1 pp 15-19
Peraturan
UU No 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi
menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
UU No 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi
menjadi UU No 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014
Dana Desa Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa
Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2017
Tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2018
PMK Nomor 247PMK072015 tentang Tata Cara
Pengalokasian Penyaluran
Penggunaan Pemantauan dan
Evaluasi Dana Desa
PMK Nomor 49PMK072016 tentang Tata Cara
Pengalokasian Penyaluran
Penggunaan Pemantauan dan Evaluasi
Dana Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
257PMK072015 tentang Tata Cara
Penundaan dan atau Pemotongan
Dana Perimbangan Terhadap Daerah
Yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana
Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
50PMK072017 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
112PMK072017 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
50PMK072017 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Permendes Nomor 4 Tahun 2017 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Indonesia Nomor 22 Tahun
2016 tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2017
Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4
Tahun 2017 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Provinsi Provinsi Papua Barat
2017-2021
Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 55
Tahun 2018 tentang Rencana Kerja
Pemerintah daerah Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Halaman ini sengaja dikosongkan
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
LAMPIRAN
Hasil Olah Data Eviews 10
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation Untitled
Test period random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Period random 0011090 1 09161
WARNING estimated period random effects variance is zero
Period random effects test comparisons
Variable Fixed Random Var(Diff) Prob
GROWTH -0808006 -0814014 0003255 09161
Regresi Data Panel
Period random effects test equation
Dependent Variable POVERTY
Method Panel Least Squares
Date 020620 Time 1639
Sample 2016 2019
Periods included 4
Cross-sections included 13
Total panel (balanced) observations 52
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 3219243 3027290 1063408 00000
GROWTH -0808006 0539769 -1496949 01434
Effects Specification
Period fixed (dummy variables)
R-squared 0079440 Mean dependent var 2805154
Adjusted R-squared 0000534 SD dependent var 7682391
SE of regression 7680338 Akaike info criterion 7012119
Sum squared resid 2064566 Schwarz criterion 7182741
Log likelihood -1327363 Hannan-Quinn criter 7073336
F-statistic 1006773 Durbin-Watson stat 0043567
Prob(F-statistic) 0401337
Dependent Variable LOG(T) Method Least Squares Date 022020 Time 2341 Sample 1 11 Included observations 11
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 3156794 7072044 0446376 06672
LOG(Y) 1246326 0566079 2201680 00588 LOG(T1) 0360037 0273317 1317288 02242
R-squared 0506975 Mean dependent var 2211698 Adjusted R-squared 0383719 SD dependent var 2042810 SE of regression 1603679 Akaike info criterion 4009479 Sum squared resid 2057430 Schwarz criterion 4117996 Log likelihood -1905213 Hannan-Quinn criter 3941074 F-statistic 4113178 Durbin-Watson stat 2399802 Prob(F-statistic) 0059085
Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2013 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar
Tahun
2013
Kode
15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 306
15 4107217 433527 18834 1243 83 - 239432 78928 156 26809 588 356 1574 1631269 32547079
14 10702043 494469 37530 - - - - - - - 7572 4177 86022 465347 13790814
23 212528 145112 945679 93 275 - 560 451 607 420 38508 339898 7507228 15371 445497
21 1154283 790085 51891 15773 301 - 178953 46786 377 53341 60818 28496 64684 10271 85782
17 515297 - - 42 13453 - 31595 42871 73 4609 138386 18677 942 (7642) 142051
37 1213083 - - - - - - - 16498 21282 108024 3277909 5011 57570 1185205
25 - - - - - - - - - - 486372 108732 230952 (255289) 3501664
11 - - - - 1228 - - 416857 - - 1276410 55494 6557 (132259) 833126
34 193526 43442 26514 9608 7340 - 248029 4227 62205 2463 332666 234059 42209 (3025) 248599
38 32440 - 7757 - - - - - 1385 308417 722141 1134753 8385 1830 38047
201 3840406 2020974 2510884 50582 56892 3317945 649979 301984 232744 960378
202 10699814 10133020 3719111 104580 136091 1315773 1622740 1112082 524049 206073
203 117077 108105 52092 1388 1363 - 16960 10036 4339 3621
Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2019 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar Updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) Model Miller dan Blair
Tahun
2019
Kode
15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 Tenaga
Kerja ICOR
15 7076142 746904 32448 2142 143 - 412507 135982 269 46188 1013 613 2712 2810441 56073917 8528 2323925
14 18438075 851899 64659 - - - - - - - 13045 7196 148203 801726 23759581 8711 122187
23 366155 250007 1629268 160 474 - 965 777 1046 724 66344 585595 12933870 26482 767527 2789 2010547
21 1988663 1361202 89401 27175 519 - 308310 80606 650 91899 104781 49094 111441 17695 147790 3905 019106
17 887782 - - 72 23178 - 54434 73861 126 7941 238419 32178 1623 (13166) 244733 4074 061430
37 2089967 - - - - - - - 28424 36666 186110 5647364 8633 99185 2041937 595 -
25 - - - - - - - - - - 837949 187330 397897 (439826) 6032861 2484 -
11 - - - - 2116 - - 718184 - - 2199070 95608 11297 (227863) 1435356 12254 2767864
34 333417 74844 45680 16553 12646 - 427318 7283 107170 4243 573135 403250 72720 (5212) 428300 1011 289078
38 55889 - 13364 - - - - - 2386 531358 1244145 1955016 14446 3153 65549 496 2446210
201 6616465 3481846 4325891 87145 98017 5716340 1119820 520275 400984 1654593
202 18434234 17457730 6407491 180176 234465 2266887 2795747 1915957 902861 355034
203 201707 186249 89747 2391 2348 - 29220 17291 7475 6238
Sumber Aplikasi Input Output Regional Kerjasama antara Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM Edocondan Bappenas
Kode
I-O Sektor
15 Industri Pengolahan Migas
14 Pertambangan dan Penggalian
23 Konstruksi
21 Industri Lainnya
17 Industri Makanan dan Minuman
37 Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial
25 Perdagangan
11 Ikan
34 Keuangan
38 Jasa Pendidikan
Kode
I-O Uraian
201 Upah amp Gaji
202 Surplus usaha
203 Penyusutan
301 Konsumsi Rumah Tangga
302 Konsumsi Pemerintah
303 Pembentukan Modal Tetap Bruto
304 Inventori
305 Ekspor Barang
306 Ekspor Jasa
Executive Summary
Pengarah
Hari Utomo
(Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat)
Penanggung Jawab
Neil Edwin
(Plt Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Koordinator
Rian Andriono
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-C)
Anggota
Posma Amando Siagian
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-A)
Alif Fahrudin
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-B)
Yohanes Djie
(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Melianus
(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Tim Penyusun
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Provinsi Papua Barat
Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari
Komplek Perkantoran Pemerintahan Provinsi Papua Barat
Jl Brigjen Marinir (Purn) Abraham O Atururi Kelurahan Anday Arfai Kab Manokwari
Telepon (0986) 214122 - Faksimili (0986) 214124
website djpbnkemenkeugoidkanwilpapuabarat
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROVINSI PAPUA BARAT
GKN MANOKWARI LT II KOMPLEK PERKANTORAN GUBERNUR JALAN ABRAHAM O ATURURI ARFAIMANOKWARI 98315 TELEPON (0986) 214122 FAKSIMILI (0986) 214124 SUREL
KANWILDJPBNPAPUABARATGMAILCOM SITUS WWWDJPBKEMENKEUGOIDKANWILPAPUABARAT
NOTA DINASNOMOR ND-153WPB332020
Yth Direktur Pelaksanaan AnggaranDari Plh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi
Papua BaratSifat BiasaLampiran -
Hal Penyampaian KFR Tahun 2019 Provinsi Papua BaratTanggal 25 Februari 2020
Menindaklanjuti Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-61PB2017tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional dan Nota Dinas DirekturPelaksanaan Anggaran Nomor ND-54PB22020 tentang Penyusunan dan Tema AnalisisTematik Kajian Fiskal Regional Tahunan 2019 bersama ini kami sampaikan KFR Tahun 2019Provinsi Papua Barat Adapun softcopy laporan telah kami kirimkan melalui pos-el ke alamatloditpagmailcom
Demikian kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih
Ditandatangani secara elektronikPaulina Latupeirissa
- KFR Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Netpdf (p1-162)
-
- Kata Pengantar KFR 2019pdf
- Bab 2 KFR 2019pdf
- Bab 5 KFR 2019pdf
- Bab 6 KFR 2019pdf
- Daftar Pustaka KFR 2019pdf
- Lampiranpdf
- Tim Penyusunpdf
- Sampul Belakang 2019pdf
-
- ND-153_WPB33_2020 Pengantar KFR Tahun 2019pdf (p163)
-
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
ii
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Kata Pengantar
merancang (to devise) pembangunan
ekonomi development economics
mempertimbangkan faktor sosial budaya
legal dan politik
Kajian Fiskal Regional (Regional Fiscal Analysis)
ini merupakan studi perkembangan ekonomi
pembangunan dari sudut pandang kebijakan
fiskal untuk wilayah Provinsi Papua Barat
Variabel utama yang digunakan untuk
melakukan analisis pembangunan adalah
dengan melakukan studi deskriptif kuantitatif
atas data penerimaan dan pengeluaran
negara Dalam studi ini outlook pembangunan
dalam satu tahun dengan memperhatikan
indikator-indikator pertumbuhan ekonomi
(consumption investment government
expenditure net export) dan dampak yang
timbul seperti indeks pembangunan manusia
(human development index) pemerataan
pendapatan (income equality)
penanggulangan kemiskinan (poverty
alleviation) pengurangan pengangguran
(unemployment reduction) dan lain-lain Pada
saat yang bersamaan indikator makro ekonomi
tersebut disandingkan dengan beberapa
perspektif yang merupakan constraint
pembangunan antara lain 1) Aspek budaya
(culture aspect) sebagai contoh adalah
eksistensi hak ulayat dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan 2) Aspek sosial
kemasyarakatan (sosiological aspect) sebagai
contoh kerentanan sosial (social vulnerability)
yang membuat stabilitas masyarakat
terganggu 3) Aspek politik (political aspect)
sebagai contoh pelaksanaan otonomi khusus
(special autonomy) yang belum menunjukkan
dampak positif terhadap pertumbuhan
pembangunan 4) Aspek geografis
(geographical aspect) sebagai contoh kondisi
geografi yang belum terintegrasi secara
infrastruktur
Dengan keterbatasan yang ada kami
menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini
masih terdapat kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan Oleh karena itu kami
mengharapkan saran masukan dan kritik yang
bersifat membangun untuk perbaikan ke arah
yang lebih baik Akhirnya kami berharap
semoga kajian ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak serta dapat menjadi
tambahan pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca semuanya
Manokwari 25 Februari 2019
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Provinsi Papua Barat
Hari Utomo
Halaman ini sengaja dikosongkan
iii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GRAFIK xi
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR BOKS xiv
EXECUTIVE SUMMARY xv
BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH 1
A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 1
A1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 1
A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah 4
B TANTANGAN DAERAH 5
B1 Tantangan Ekonomi Daerah 6
B2 Tantangan Sosial Kependudukan 10
B3 Tantangan Geografi Wilayah 15
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL 19
A INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL 19
A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 20
A2 Inflasi 20
A3 Suku Bunga 27
A4 Nilai Tukar 29
B INDIKATOR KESEJAHTERAAN 29
B1 Indikator Pembangunan Manusia (IPM) 29
B2 Kemiskinan 31
B3 Ketimpangan 32
B4 Ketenagakerjaan 33
C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL 34
C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan 34
C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan
Pendekatan Model Data Panel 35
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN 39
A APBN TINGKAT PROVINSI 39
B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 40
B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat 41
B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi 43
B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan dan PNBP Terhadap
Perekonomian 43
C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 44
C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Organisasi (BA atau KL) 45
C2 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi 46
iv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja 47
C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat 47
D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT 47
E TRANSFER KE DAERAH 49
F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN (BLU) UMUM PUSAT 50
F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat 50
F2 Perkembangan Pengelolaan AsetPNBPRM dan BLU Pusat 50
F3 Kemandirian BLU 51
F4 Potensi Satker PNBP Menjai Satker BLU 51
G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT 51
G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan AgreementSLA) 52
G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) 52
H MANDATORY SPENDING BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT STRATEGIS
LAINNYA 54
H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur 54
H2 Output Strategis Bidang Pendidikan 55
H3 Output Strategis Bidang Kesehatan 56
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD 59
A ANALISIS PENDAPATAN APBD 60
A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah 61
A2 Analisis Kemandirian Daerah 62
B ANALISIS BELANJA APBD 62
B1 Analisis Belanja Derah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi 62
B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis Belanja (Sifat Ekonomi) 63
C PENGELOLAAN INVESTASI DEARAH 63
C1 Bentuk Investasi Daerah 63
C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 64
D SILPA DAN PEMBIAYAAN 64
D1 Perkembangan Defisit APBD 64
D2 Pembiayaan Daerah 65
E PENGELOLAAN BLU DAERAH 65
E1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Daerah 65
E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah 66
E3 Analisis Legal 67
F ANALISIS APBD LAINNYA 67
F1 Analisis Horizontal 67
F2 Analisis Vertikal 67
F3 Analisis Kapasitas Fiskal Daerah 69
G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN DAERAH 70
G1 Solvabilitas Anggaran 72
G2 Kemandirian Keuangan 73
G3 Fleksibilitas Keuangan 75
v Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
G4 Solvabilitas Layanan 76
G5 Indeks Kesehatan Keuangan 77
H BELANJA WAJIB DAERAH 79
H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan 79
H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan 80
H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur 81
BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN 82
A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KONSOLIDASIAN 82
B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN 82
B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 82
B2 Analisis Perubahan 83
B3 Rasio Pajak (Tax Ratio) 83
C BELANJA KONSOLIDASIAN 85
C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 86
C2 Analisis Perubahan 86
C3 Analisi Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja
Konsolidasian 86
C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk 87
C5 Analisis Belanja 88
D SURPLUS DEFISIT 89
E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH TERHADAP PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO (PDRB) 89
BAB VI ANALISIS POTENSI DAN TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 91
A ANALISIS POTENSI PAJAK DEARAH
Pendekatan Masfield-Wirasasmita Model 91
A1 Landasan Teori 91
A2 Hasil Estimasi 92
A3 Implikasi Kebijakan 93
B ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAERAH
Pendekatan Input-Output Model 94
B1 Konsep dan Definisi 94
B2 Metodologi Pengukuran 95
B3 Hasil dan Pembahasan 96
B4 Implikasi Kebijakan 98
C ANALISIS TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 98
C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam (Natural Resource Curse) 99
C2 Pengembangan Kapasitas SDM 99
C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism) 100
C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana Infrastruktur 100
C5 Stabilitas Sosial Politik 101
C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement) 101
C7 Pengembangan UMKM (Small dan Medium Enterprises) 102
vi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
BAB VII ANALISIS TEMATIK 103
A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING 104
A1 Kebijakan Pencegahan 105
A2 Sasaran Program 106
B PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH 107
B1 Belanja KL dalam APBN 107
B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa 108
B2 Belanja APBD 109
B2 Belanja Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting 111
C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING 112
BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 113
A KESIMPULAN 114
B REKOMENDASI 115
DAFTAR PUSTAKA 118
LAMPIRAN xviii
vii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR TABEL
Tabel 11 Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat
Tahun 2017-2021 3
Tabel 12 Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 4
Tabel 13 Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam RKPD Provinsi
Papua Barat 5
Tabel 14 PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar) 7
Tabel 15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 7
Tabel 16 Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen) 8
Tabel 17 Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa) 9
Tabel 18 Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat 10
Tabel 19 Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
Tahun 201910
Tabel 110 Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat 12
Tabel 111 AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 13
Tabel 112 Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun di Provinsi
Papua Barat (persen) 13
Tabel 113 Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat 14
Tabel 114 Komposisi Luas KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 15
Tabel 115 Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 16
Tabel 116 Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di Provinsi
Papua Barat 16
Tabel 117 Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di Provinsi Papua Barat 17
Tabel 118 Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019 17
Tabel 117 Risiko Bencana per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat17
Tabel 21 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 24
Tabel 22 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 34
Tabel 23 Ringkasan Hasil Ujian Hausman 36
Tabel 24 Ringkasan Hasil Regresi Data Panel 37
Tabel 31 Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018
dan 2019 (miliah Rp) 39
Tabel 32 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018- 2019 (miliar Rp) 41
Tabel 33 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 43
Tabel 34 Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 44
Tabel 35 Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (rupiah) 44
Tabel 36 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran di
viii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 45
Tabel 37 Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 46
Tabel 38 Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 47
Tabel 39 Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 48
Tabel 310 Pagu dan Realisasi dana Transfer Tahun 2018-2019 Provinsi
Papua Barat (miliar Rp) 49
Tabel 311 Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP yang
Berpotensi Menjadi Satker BLU 51
Tabel 312 Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat 52
Tabel 313 Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi
Papua Barat 52
Tabel 314 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Bank Penyalur
sd Tahun 2019 53
Tabel 315 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema
sd Tahun 2019 53
Tabel 316 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan
Usaha sd Tahun 2019 54
Tabel 317 Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55
Tabel 318 Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55
Tabel 319 Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 56
Tabel 41 Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 59
Tabel 42 Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 61
Tabel 43 Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp) 61
Tabel 44 Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp) 63
Tabel 45 Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah se- Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 (Rupiah) 64
Tabel 46 SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah) 64
Tabel 47 Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat 64
Tabel 48 Rasio Keseimbangan Umum dan Primer Provinsi Papua Barat 65
Tabel 49 Profil Anggaran RSUD Manokwari 66
Tabel 410 Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Perawatan 66
Tabel 411 Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019 67
Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD 67
Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp) 68
Tabel 414 Analisis Vertikal Pendapatan APBD 2019 Provinsi Papua Barat (persen) 68
Tabel 415 Analisis Vertikal Belanja APBD 2019 Provinsi Papua Barat 69
ix Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Tabel 416 Analisis Fiskal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)69
Tabel 417 Kuadran Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 201970
Tabel 418 Rasio Solvabilitas Anggaran 72
Tabel 419 Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 73
Tabel 420 Rasio Kemandirian Keuangan 73
Tabel 421 Kriteria Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Menurut TIM KKD
FE UGM 74
Tabel 422 Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 74
Tabel 423 Rasio Fleksibilitas Keuangan 75
Tabel 424 Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 75
Tabel 425 Rasio Solvabilitas Layanan 76
Tabel 426 Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (juta Rp) 76
Tabel 427 Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 77
Tabel 428 Kuadran Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health index) Pemerintah
Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019 79
Tabel 429 Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201979
Tabel 430 Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201980
Tabel 431 Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201979
Tabel 51 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 82
Tabel 52 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 83
Tabel 53 Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019 84
Tabel 54 Realisasi Penerimaan Perpajakan per Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 84
Tabel 55 Realisasi Penerimaan Perpajakan perkapita per Kabupaten Kota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 85
Tabel 56 Realisasi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019 85
Tabel 57 Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 87
Tabel 58 Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp) 87
Tabel 59 Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019 (miliar Rp) 88
Tabel 510 Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019 88
Tabel 511 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papau Barat
x Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 88
Tabel 512 Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 89
Tabel 513 Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2019 90
Tabel 61 Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (juta Rp) 92
Tabel 62 Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor Ekonomi Terbesar
Provinsi Papua Barat Tahun 2013 (juta Rp) 96
Tabel 63 Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Metode Modified RAS 96
Tabel 64 Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Metode Modified RAS 97
Tabel 71 Jumlah dan Kelompok Penduduk di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (jiwa) 106
Tabel 72 Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per KabupatenKota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (persen) 107
Tabel 73 Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 108
Tabel 74 Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 109
Tabel 75 Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 110
Tabel 76 Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (Rp) 111
xi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR GRAFIK
Grafik 11 Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat 8
Grafik 12 Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat 8
Grafik 13 Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 12
Grafik 21 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Dunia Tahun 2019 19
Grafik 22 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua Barat
Tahun 2016-2019 (persen) 20
Grafik 23 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut Lapangan
Usaha (persen) 20
Grafik 24 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut
Pengeluaran (persen) 21
Grafik 25 Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 21
Grafik 26 Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat 2014-2019 22
Grafik 27 Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23
Grafik 28 Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23
Grafik 29 Kontribusi Sektoral terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 24
Grafik 210 Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua Barat
Tahun 2015-2019 (juta Rptahun) 24
Grafik 211 Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan Nasional
Tahun 2015-2019 25
Grafik 212 Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019 (persen) 27
Grafik 213 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Pada Lembaga Keuangan
Nasional Tahun 2019 (persen) 28
Grafik 214 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Simpanan pada Lembaga Keuangan
Nasional Tahun 2019 (persen) 28
Grafik 215 Tren Pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dollar AS Tahun 2019 29
Grafik 216 Perkembangan Nilai IPM Papua Barat dan Nasional Tahun 2011-2018 30
Grafik 217 Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun 2016-2019 31
Grafik 218 Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Provinsi Papua Barat
Tahun 2016- 2019 32
Grafik 219 Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 32
Grafik 220 Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat dan Nasional
Tahun 2016-2019 32
Grafik 221 TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 33
Grafik 222 Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua Barat Tahun 2015-2019 33
Grafik 31 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per KabupatenKota di
Papua Barat (miliar Rp) 41
Grafik 32 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor
di Papua Barat (miliar Rp) 41
xii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Grafik 33 Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2019 (persen) 42
Grafik 34 Kementerian NegaraLembaga di Provinsi Papua Barat dengan
Alokasi APBN Terbesar TA 2019 46
Grafik 35 Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019 49
Grafik 36 Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel Sorong
Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50
Grafik 37 Perkembangan Pagu PNBP BLU Satker Poltekpel Sorong
Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50
Grafik 38 Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel Sorong Tahun 2017-2019 51
Grafik 39 Jumlah Debitur KUR per KabKota Provinsi Papua Barat Tahun 2019 52
Grafik 310 Jumlah penyaluran KUR per KabKota di Porvinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 53
Grafik 41 Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 62
Grafik 42 Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 per Fungsi (miliar Rp) 63
Grafik 43 Indeks Kesehatan Keuangan (Fisccal Health Index) KabKota se-Provinisi
Papua Barat Tahun 2018-2019 78
Grafik 51 Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap
Penerimaan Konsolidasian Provinsi Papua Barat Tahun 2019 83
Grafik 52 Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 86
Grafik 53 Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 86
Grafik 61 Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi Papua Barat
Tahun 2015 - 2019 101
Grafik 62 Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi Papua Barat
Tahun 2015 - 2019 (persen) 101
xiii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR GAMBAR
Gambar 11 Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 2
Gambar 21 Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM 30
Gambar 22 IPM KabKota di Provinsi Papua Barat tahun 2017 berdasarkan
Klasifikasi UNDP 30
Gambar 23 Lingkaran Kemiskinan Nurkse 35
Gambar 41 Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 72
Gambar 51 Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pemerintah terhadap Output Menurut
Perpotongan Keynesian 68
Gambar 61 Technological Discontinuity Curve 102
Gambar 71 Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting 105
xiv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR BOKS
Boks 31 Pemberdayaan UMKM Papua Barat Melalui Pembiayaan Kredit Usaha
Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi) 57
Halaman ini sengaja dikosongkan
xv
Executive Summary
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Pembangunan Provinsi Papua Barat yang memiliki 13 KabupatenKota dijalankan dengan visi
ldquoMenuju Papua Barat yang Aman Sejahtera dan Bermartabatldquosebagaimana tertuang dalam
RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 Visi pembangunan ini dijiwai oleh semangat Otonomi
Khusus yang menjadi roh sekaligus paradigma pembangunan dalam mewujudkan perencanaan
Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai yang tertuang dalam ketentuan Otonomi Khusus
meliputi Perlindungan Penghormatan Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli Papua
(OAP)
Pembangunan Papua Barat sebagai wilayah otonomi khusus didominasi oleh pengaruh faktor
ekonomi dengan kekayaan alam (minyak bumi dan gas alam) yang melimpah menjadi modal
utama Keberadaan faktor ekonomi ini membuat perekonomian terpusat dan didominasi oleh 3
kabupatenkota (Kota Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk Bintuni) sebagai lokasi
pertambangan dan perindustrian Kesenjangan ekonomi yang terjadi menyebabkan tidak
meratanya kapasitas dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik fasilitas perdagangan fasilitas
kesehatan maupun fasilitas pendidikan dan membuat tingginya biaya koleksi dan distribusi Selain
infratruktur keterbatasan lain yang ada di Provinsi Papua Barat adalah rendahnya kualifikasi
tingkat pendidikan yang dimiliki angkatan kerja yang sebagian besar adalah lulusan SD (345
persen)
Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah sebesar
10295515 km sehingga membentuk kepadatan penduduk 932 jiwakmsup2 dengan kepadatan
tertinggi berada di Kota Sorong sebagai kota terbesar dan Kab Manokwari sebagai ibukota
provinsi Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940
mdpl dengan sebagian besar merupakan wilayah perbukitan (4921) dan daerah dataran
rendah (3974) serta daerah pegunungan (1105) Kondisi wilayah ini membuat Provinsi Papua
Barat sangat berpotensi (kelas risiko tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan dan hutan
gempa tektonik serta gelombang tsunami namun dengan kapasitas penanggulangan yang
sedang
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 tumbuh tertahan pada level 266 persen
setelah sempat tumbuh signifikan tahun sebelumnya yang mencapai level 624 persen
Pertumbuhan ekonomi regional tersebut lebih rendah dari pertumbuhan nasional yang stagnan
pada level 502 persen Seluruh sektor lapangan usaha mencatatkan pertumbuhan positif dimana
pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151 persen serta
jasa keuangan dan asuransi mencapai 933 persen Sebaliknya industri pengolahan dan sektor
pertambangan-penggalian mencatatkan pertumbuhan yang melambat sebesar 099 dan -034
persen
Laju inflasi Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih rendah dari inflasi
tahun sebelumnya sebesar 521 persen dan inflasi nasional sebesar 272 persen Pencapaian
tersebut berada di atas target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021 dimana ditetapkan
pada angka 408 persen
Dari sisi kesejahteraan terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat di Provinsi Papua Barat yang
tercermin dari pencapaian IPM yang menunjukan kenaikan menjadi 6374 tingkat kemiskinan
yang mengalami penurunan menjadi sebesar 2151 persen seiring laju inflasi yang terkendali
peningkatan belanja pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan Namun tingkat
EXECUTIVE SUMMARY
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
xvi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Executive Summary
pengangguran yang meningkat menjadi 624 persen menunjukkan bahwa upaya peningkatan
sektor tersebut masih belum optimalnya
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat memiliki tingkat sensitifitas yang rendah terhadap
tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di bawah satu
persen atau bersifat inelastis Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu
persen maka penurunan tingkat kemiskinan di bawah satu persen Sebagai salah satu komponen
pertumbuhan ekonomi pengeluaran pemerintah di Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke
daerah pedesaan dan remote area Hal ini didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah penduduk
miskin di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di daerah pedesaan
Perkembangan dan Analisis APBN
Target pendapatan negara tahun 2019 di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan sebesar
116 persen dibandingkan target tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi Rp206842 miliar
Penurunan target tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perekonomian pada tahun
2019 masih dalam tahap ketidakpastian Tantangan dan dinamika yang cukup berat mengingat
volatilitas harga komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi turut mempengaruhi target
penerimaan pajak di Papua Barat
Sementara itu dari aspek belanja negara terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427 persen
dibandingkan pagu tahun 2018 yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi Rp3457711 miliar Tercermin
dari kenaikan yang cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223 persen dari Rp1700164 miliar
menjadi Rp2588091 miliar Pagu belanja pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari Rp156741
miliar pada tahun 2018 menjadi Rp187346 miliar pada tahun 2019 Sementara belanja barang
meningkat sebesar 1224 persen yaitu dari Rp291817 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp32754
miliar pada tahun 2019 Terdapat peningkatan yang cukup signifikan pada pagu belanja modal
dari Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik
sebesar 3005 persen
Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat mencapai
9896 persen sedangkan realisasi belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan
membandingkan antara realisasi penerimaaan dan belanja APBN tahun 2019 terdapat defisit
anggaran sebesar Rp2907081 miliar Hal ini disebabkan oleh target penerimaan yang tidak
tercapai dengan optimal meskipun target tersebut telah direncanakan secara realistis disamping
adanya kebijakan defisit APBN dalam mewujudkan capaian prioritas nasional
Pemerintah pusat berupaya mendorong laju perekonomian Provinsi Papua Barat melalui
penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah penyaluran KUR
di Provinsi Papua Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan kepada 51622 debitur Daerah
dengan jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong sebesar Rp57002 milar dengan jumlah
debitur sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah dengan penyaluran KUR terbesar kedua
yaitu Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang diberikan kepada 14542 debitur Hal ini
mengindikasikan bahwa persebaran KUR di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di
daerah yang kondisi perekonomiannya relatif lebih maju Perdagangan merupakan sektor yang
memiliki jumlah penyaluran KUR terbesar Sampai dengan tahun 2019 penyalurannya sebesar
Rp119405 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551
Perkembangan dan Analisis APBD
Dari sisi pelaksanaan APBD sampai dengan akhir tahun 2019 total pendapatan APBD seluruh
pemerintah daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp20100 miliar pendapatan dari komponen
PAD mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374 miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu
dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar pada
tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar pada tahun 2019 Banyak faktor yang mempengaruhi
pencapaian realisasi pendapatan dan belanja tersebut Diantara faktornya yaitu perkembangan
perekonomian dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi pelaksanaan berbagai kebijakan
fiskal yang dilaksanakan serta beberapa tantangan terhadap perekonomian Provinsi Papua
Barat
xvii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Executive Summary
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Total realisasi pendapatan konsolidasian pemerintah pusat dan pemerintah daerah tahun 2019
adalah sebesar Rp544142 miliar atau naik 49 persen Dari jumlah tersebut 54 persen merupakan
pendapatan pemerintah pusat dan 46 persen adalah pendapatan pemerintah daerah Realisasi
belanja dan transfer konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar dimana 75 persen bersumber dari
anggaran pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran pemerintah pusat
Keunggulan dan Potensi Ekonomi serta Tantangan Fiskal Regional
Dengan menggunakan pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan bahwa elastisitas
penerimaan pajak daerah di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per kapita bersifat elastis Selain
itu didapatkan nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif kecil yang menunjukan tingkat
kesulitan pemungutan pajak daerah relatif tinggi
Berdasarkan tabel input output Provinsi Papua Barat tahun 2013 yang kemudian dilakukan
updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) model Miller dan Blair
(1985) diperoleh hasil bahwa sektor dengan nilai pengganda output terbesar yaitu industri
pengolahan migas dan perikanan Adapun sektor dengan pengganda pendapatan tertinggi
yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor administrasi pemerintahan amp jaminan sosial Sementara itu
sektor dengan pengganda tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya dan industri makanan amp
minuman
Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage)
terbesar yaitu industri lainnya dan industri makanan-minuman Adapun sektor yang memiliki
keterkaitan ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu industri pengolahan migas dan
perikanan
Analisis Tematik
Selama tahun 2019 dana APBN berupa belanja KL yang telah digunakan dalam program
pencegahan stunting sebesar Rp10448 miliar Penggunaan dana terbesar sesuai dengan prioritas
percepatan pencegahan yakni untuk kegiatan intervensi sensitif (Kementerian Kesehatan)
sebesar Rp1928 miliar dan intervensi spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta sebesar Rp842
miliar untuk kegiatan pendampingan koordinasi dan dukungan teknis (lintas KL) Penggunaan
dana tersebut terbesar direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif terutama pembangunan
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan pendanaan sebesar Rp4353
miliar
Pembiayaan program penurunan stunting juga dilakukan dengan memanfaatkan dana
tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Dana DFDD
tahun 2019 yang telah digunakan dalam program stunting sebesar Rp11348 miliar terdiri dari DAK
Fisik sebesar Rp6706 miliar dan Rp4642 miliar berupa Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar
adalah pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar Rp11348 miliar sedangkan intervensi
spesifik sebesar Rp166 miliar Realisasi terbesar dialokasikan untuk perluasanpeningkatan SPAM
sebanyak 5765 sambungan rumah (SR) dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp2562 miliar
Sementara penggunaan Dana Desa terbesar diperuntukkan bagi pembangunan sumber air
bersih milik desa pada 1041 titik dengan dana sebanyak Rp1752 miliar
Selain APBN dan DFDD dana APBD juga dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan intervensi
spesifik sebesar Rp939 miliar dan sebesar Rp4805 miliar untuk kegiatan intervensi sensitif
Penggunaan dana tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi penyediaan akses JKN Orang
Asli Papua (OAP) sebesar Rp2882 miliar Penggunaan dana yang besar lainnya adalah untuk
penyediaan akses air minum yang aman dan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi
anak gizi kurang akut dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118 miliar dan Rp566 miliar
DJPbKawalAPBN
SASARAN
PEMBANGUNAN DAERAH
ldquoKeindahan Alam Pulau Misool Raja Ampatrdquo
1
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
embangunan Provinsi Papua Barat
berhubungan erat dengan capaian
sasaran pembangunan nasional
sehingga memiliki tingkat urgensi
yang tinggi untuk segera diwujudkan serta
memiliki daya ungkit yang tinggi bagi
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di
wilayah bagian (paling) timur Indonesia
Pelaksanaan pembangungan daerah ini
didasarkan pada prioritas tertentu yang
menjadi fokus atau objek utama
pembangunan dan tersinkronisasi dengan
prioritas nasional sebagai kerangka kebijakan
fiskal terintegrasi antara pusat dan daerah
Prioritas pembangunan menjadi bagian dari
perencanaan pembangunan yang akan
menetapkan kegiatan-kegiatan
pembangunan sosial-ekonomi fisik
(infrastruktur) untuk dilaksanakan secara
terpadu oleh sektoral publik dan swasta (Mahi
dan Trigunarso 2017) Perumusan prioritas
pembangunan di Provinsi Papua Barat secara
teknis dilakukan dengan mengevaluasi
pelaksanaan program kegiatan dan capaian
kinerja pembangunan serta identifikasi atas
permasalahan-permasalahan yang terjadi
pada tahun-tahun sebelumnya Selanjutnya
dihubungkan dengan visi misi tujuan dan
sasaran pembangunan daerah yang
tercantum dalam Rancangan Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada
tahun rencana serta mempertimbangkan
prioritas yang tertuang dalam Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN)
A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN
DAERAH
Tujuan dan sasaran pembangunan dirumuskan
untuk memberikan arah terhadap program
pembangunan daerah serta dalam rangka
memberikan kepastian operasionalisasi dan
keterkaitan antara misi dengan program
pembangunan sehingga memberikan
gambaran yang jelas tentang ukuran-ukuran
terlaksananya misi dan tercapainya visi Tujuan
dan sasaran pembangunan menunjukkan
tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan
pembangunan jangka menengah yang
selanjutnya akan menjadi dasar dalam
mengukur kinerja pembangunan secara
keseluruhan
A1 Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah
Tahun 2019 merupakan tahun ketiga dari
pelaksanaan RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-
2021 Dokumen ini merupakan jangkar bagi
Pemerintah Daerah di lingkup Provinsi Papua
Barat untuk menetapkan kebijakan-kebijakan
dalam mencapai sasarantarget
P
BAB I
Sasaran Pembangunan dan
Tantangan Daerah
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
2
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
pembangunan selama lima tahun ke depan
dan dijabarkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahunnya
Sebagai satu kesatuan perencanaan daerah
yang utuh penetapan arah pembangunan
dalam RPJMD dilakukan dengan
memperhatikan prioritas pembangunan
nasional dalam RPJMN sekaligus RPJMD daerah
sekitar yang terdekat (Provinsi Papua) Hal ini
untuk menjamin terciptanya sinkronisasi dan
sinergi kebijakan program dan kegiatan
pembangunan Pemerintah Provinsi Papua
Barat dengan kebijakan pembangunan
wilayah Pulau Papua dan nasional
Hasil sinkronisasi dan sinergi tersebut pada
akhinya membentuk sebuah visi pembangunan
Pemerintah Provinsi Papua Barat yaitu ldquoMenuju
Papua Barat yang Aman Sejahtera dan
Bermartabatldquo dan diwujudkan dalam 8
(delapan) misi pembangunan
Misi 1 Menciptakan tata kelola pemerintahan
yang baik berbasis aparatur yang bersih
dan berwibawa serta otonomi khusus
yang efektif
Misi 2 Mewujudkan pengelolaan lingkungan
dan sumber daya alam yang
berkeadilan dan berkelanjutan
Misi 3 Meningkatkan kualitas pelayanan dasar
pendidikan dan kesehatan
Misi 4 Meningkatkan kapasitas infrastruktur
wilayah
Misi 5 Meningkatkan daya saing
perekonomian dan investasi daerah
berbasis pariwisata
Misi 6 Membangun pertanian yang mandiri
dan berdaualat
Misi 7 Memperkuat pemberdayaan
masyarakat perempuan dan
perlindungan anak berbasis masyarakat
berketahanan sosial
Misi 8 Memperkuat Kerukunan umat
beragama dan Kondusivitas Daerah
Misi yang tertuang dalam RPJMD secara nyata
dijabarkan dalam berbagai strategi dan arah
kebijakan dalam rangka pencapaian target
kinerja yang direncanakan dalam jangka waktu
5 (lima) tahun Perencanaan jangka menengah
ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi
Papua Barat Nomor 4 Tahun 2017 tentang
RPJMD Provinsi Papua Barat tahun 2017-2021
dan menjadi sebuah ketentuan bagi Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Provinsi
Papua Barat dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan
Setiap tahunnya dilakukan penentuan prioritas
pembangunan Provinsi Papua Barat yang
diselaraskan dengan RPJMD untuk
menghasilkan perencanaan yang nantinya
akan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah
Prioritas pembangunan tersebut membentuk
target kinerja pembangunan dengan fokus
pada penyelesaian beberapa isu strategis
sebagai berikut
a Rendahnya persentase angka partisipasi
sekolah pada jenjang pendidikan
menengah
Visi
Misi 1
Misi 2
Misi 3
Misi 4
Misi 5
Misi 6
Misi 7
Misi 8
Gambar 11
Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021
3 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
b Rendahnya angka rata-rata lama sekolah
c Tingginya angka kemiskinan
d Masih rentannya ketahanan pangan
e Masih tingginya kesenjangan
pendapatanpenghasilan masyarakat
f Belum optimalnya upaya pengentasan
kemiskinan
g Kurangnya pemerataan fasilitas kesehatan
Tabel 11
Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021
Misi Tujuan Sasaran
Misi 1 Meningkatkan kinerja penyelenggaraan
otonomi khusus
Meningkatnya kinerja penyelenggaraan otonomi khusus
Meningkatnya kualitas Manajemen
penyelenggaraanpemerintahan sinergitas
kebijakan pembangunan dan pelayanan
publik serta efektivitas
Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas penyelenggaraan
pemerintahan serta koordinasi kebijakan daerah
Meningkatnya kualitas perencanaan pembangunan daerah
Optimalnya sistem pengawasan daerah
Meningkatnya kualitas sumberdaya aparatur
Meningkatnya kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah
Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah
Terwujudnya pengelolaan data dan informasi
layanan publik yang terintegrasi dan berbasis IT
Terwujudnya koneksitas jaringan komunikasi dan pelayanan informasi
publik berbasis IT
Meningkatnya ketersediaan data sebagai basis kebijakan
pembangunan daerah
Optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan persandian daerah
Meningkatnya budaya baca masyarakat
Meningkatnya tata kelola administrasi kearsipan daerah
Misi 2 Terwujudnya pengembangan dan
pembangunan daerah yang berwawasan
lingkungan
Meningkatnya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan
serta pengendalian pembangunan berwawasan lingkungan yang
berkelanjutan
Meningkatnya kelestarian pengelolaan hutan secara terpadu
Meningkatnya koordinasi dan penyelenggaraan tertib administrasi
pertanahan wilayah dan penataan wilayah
Meningkatnya konservasi sumber daya alam
Misi 3 Terwujudnya sumberdaya manusia yang
cerdas sehatdan berdaya saing
Meningkatnya aksesibilitas kualitas dan manajemen pendidikan
Meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan
Meningkatnya prestasi dan kreativitas pemuda dan olahraga
Misi 4 Terwujudnya pemerataan pembangunan
infrastruktur dasar dan layanan publik
Meningkatnya interkoneksi antar wilayah ketersediaan layanan dasar
infrastruktur daerah dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah
Meningkatnya layanan kebutuhan dasar perumahan dan kawasan
permukiman wilayah perkotaan dan perdesaan
Optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam dan ketersediaan energi
baru dan terbarukan
Misi 5 Meningkatnya perekonomian daerah yang
didukung oleh pemanfaatan potensi
sumberdaya lokal lintas sektor
Meningkatnya daya saing investasi daerah
Meningkatnya daya saing tenaga kerja serta kesempatan dan
perluasan kesempatan kerja
Meningkatnya ekonomi kerakyatan berbasis industri kreatif dan potensi
daerah
Meningkatnya akses tata niaga dan infrastruktur perdagangan antar
wilayah dan antar daerah
Meningkatnya pengembangan dan daya saing industri pengolahan
berbasis potensi daerah
Optimalnya sinergitas pengembangan dan penataan kawasan terpadu
di wilayah transmigrasi
Terwujudnya daya dukung dan daya tarik
pariwisata terpadu berskala internasional
Meningkatnya keterpaduan dan daya saing pariwisata daerah
Meningkatnya pengembangan seni budaya dan kelestarian tradisi
kehidupan masyarakat dalam mendukung pariwisata daerah
Misi 6 Terwujudnya kedaulatan pangan dan revolusi
pembangunan pertanian dalam arti luas
sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi
daerah
Meningkatnya produktivitas tata kelola dan dan pertumbuhan sektor
pertanian dalam arti luas
Misi 7 Terwujudnya masyarakat berketahanan sosial Menurunnya penyandang Masalah kesejahteraan sosial
Meningkatnya kapasitas masyarakat kampung
Meningkatnya partisipasi Perempuan dalam membangun kualitas
kesetaraan gender dan perlindungan perempuan dan anak
Meningkatnya kinerja penataan penduduk dan
pelayanan hak kependudukan masyarakat
Optimalnya pengendalian penduduk dan pelayanan keluarga
berencana
Meningkatnya tertib administrasi kependudukan masyarakat
Misi 8 Meningkatnya stabilitas wilayah dan daya
tahan masyarakat
Optimalnya kerjasama pemerintah masyarakat dan dunia usaha untuk
menjaga keamanan dan ketertiban umum
Sumber RPJMD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
4
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
di kabupatenkota
h Kurangnya pemerataan dan kualitas sumber
daya manusia bidang kesehatan
i Kurangnya ketersediaan air bersih
j Rendahnya rasio elektrifikasi
k Kurang optimalnya reformasi birokrasi dan
pelaksanaan otsus
l Masih rendahnya daya saing daerah
A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Semangat Otonomi Khusus dalam kerangka
pembangunan di Provinsi Papua Barat menjadi
roh sekaligus paradigma pembangunan
khususnya dalam mewujudkan perencanaan
Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai
yang tertuang dalam ketentuan Otonomi
Khusus meliputi Perlindungan Penghormatan
Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli
Papua (OAP) Dalam konteks kekhususan nilai
tersebut telah diletakkan oleh Provinsi Papua
Barat sebagai nilai rujukan deskriptif dan
sekaligus sebagai nilai rujukan preskriptif serta
menjadi dasar kebijakan dalam menentukan
prioritas
Prioritas pembangunan pada tahun 2019
disusun dengan mengacu pada kebijakan
mandatory dalam Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) 2019 tujuan dan sasaran dalam RPJMD
(tahun ketiga) tanpa melupakan filosofi
otonomi khusus yang menjadi dasar
Perencanaan ditekankan pada penyelesaian
permasalahan dan isu-isu strategis yang
berkembang di tingkat provinsi wilayah dan
nasional dengan tetap memperhatikan pokok-
pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Prioritas pembangunan Papua Barat
tahun 2019 menjadi sebuah arahan dan acuan
dalam melaksanakan program dan kegiatan
dengan rincian sebagai berikut
a Peningkatan kualitas pelayanan dasar dan
kualitas hidup masyarakat (P1)
b Peningkatan investasi daerah melalui
pemanfaatan sumber daya yang
berkelanjutan dan berkeadilan (P2)
c Peningkatan infrastruktur wilayah untuk
mengurangi kemiskinan dan kesenjangan
antarwilayah (P3)
d Pengoptimalan pelaksanaan reformasi
birokrasi ketentraman dan ketertiban umum
serta kinerja otonomi khusus (P4)
Tabel 12
Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Prioritas Misi Tujuan
P1 Meningkatkan kualitas
pelayanan dasar
pendidikan dan kesehatan
Mewujudkan sumber daya
manusia yang cerdassehat dan
berdaya saing
Meningkatkan kapasitas
infrastrukur dasar
Terwujudnya pemerataan
pembangunan infrastruktur dasar
dan layanan publik
Memperkuat
pemberdayaan
masyarakatperempuan
dan perlindungan anak
berbasis masyarakat
berketahanan sosial
Mewujudkan masyarakat
berketahanan sosial
Meningkatnya kinerja penataan
penduduk dan pelayanan hak
Kependudukan masyarakat
P2 Mewujudkan pengelolaan
lingkungan dan sumber
daya alam yang
berkeadilan dan
berkelanjutan
Mewujudkan pengembangan
dan pembangunan daerah
yang berwawasan lingkungan
Meningkatkan daya saing
perekonomian dan
investasi daerah berbasis
pariwisata
Meningkatkan perekonomian
daerah yang didukung oleh
pemanfaatan potensial
sumberdaya lokal lintas sektor
Terwujudnya daya dukung dan
daya tarik pariwisata terpadu
berskala internasional
Membangun pertanian
yang mandiri dan
berdaulat
Terwujudnya kedaulatan pangan
dan revolusi pembangunan
pertanian dalam arti luas
sebagai daya ungkit
pertumbuhan ekonomi daerah
P3 Meningkatkan kapasitas
infrastruktur dasar
Terwujudnya pemerataan
pembangunan infrastruktur dasar
dan layanan publik
P4 Menciptakan tata kelola
pemerintahan yang baik
berbasis aparatur yang
bersihdan berwibawa
(good and clean
governance) serta otonomi
khusus yang efektif
Meningkatkan kinerja
penyelenggaraan otonomi
khusus
Meningkatnya Kualitas
Manajemen Penyelenggaraan
Pemerintahan Sinergitas
Kebijakan Pembangunan Dan
Pelayanan Publik Serta Efektivitas
Pelaksanaan Kebijakan Otonomi
Khusus
Terwujudnya Pengelolaan Data
Dan Informasi Layanan Publik
Yang Terintegrasi Dan Berbasis IT
Memperkuat kerukunan
umat beragama dan
kondisivitas daerah
Meningkatnya stabilitas wilayah
dan daya tahan masyarakat
Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)
5 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Dari 4 (empat) prioritas pembangunan Provinsi
Papua Barat tersebut di trajectory-kan dalam 9
misi yang mengarah pada 13 tujuan yang akan
dicapai melalui berbagai macam sasaran-
sasaran pembangunan dengan beragam
indikator sebagai ukuran Selain itu sebagai
gambaran pencapaian sasaran
pembangunan dan efektivitas kebijakan fiskal
secara umum dalam RKPD tahun 2019 juga
ditetapkan target indikator-indikator makro dan
kesejahteraan sebagai ukuran keberhasilan
sebagaiman tahun-tahun sebelumnya
Penggunaan indikator makro dan
kesejahteraan setidaknya mampu menangkap
gambaran sejauh mana pembangunan di
Provinsi Papua Barat berhasil dilaksanakan dan
memberi pengaruh bagi perekonomian
masyarakat
RKPD yang telah ditetapkan melalui Peraturan
Gubernur (Pergub) menjadi dokumen dasar
dari Kebijakan Umum APBD (KUA) dan
penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran
Sementara (PPAS) dalam membiayai
pembangunan daerah dalam satu tahun
Melalui pembiayaan pembangunan yang
bersumber dari APBD dan didukung oleh APBN
dengan kewenangan Dekonsentrasi (DK) dan
Tugas Pembantuan (TP) program dan kegiatan
dapat dilaksanakan dan sasarantarget
pembangunan daerah diupayakan untuk
dicapai
Pemanfaatan anggaran dalam pelaksanaan
program dan kegiatan oleh OPD tertuang
dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
sebagai penjabaran teknis serta pedoman
kegiatan yang harus dilaksanakan Atas dasar
RKA OPD mendapatkan anggaran yang
ditetapkan batasan alokasinya dalam
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
sebagai dasar optimalisasi sumber daya yang
dimiliki dalam mencapai output yang
ditargetkan
B TANTANGAN DAERAH
Pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masa kini dengan memperhitungkan
kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri
(World Commission on Environment and
Development 1990) Prinsip pembangunan
berkelanjutan merupakan prinsip
keseimbangan pembangunan aspek sosial
ekonomi dan lingkungan (Kates et al 2005) Ide
pembangunan berkelanjutan mengandung
tiga tujuan pembangunan yaitu kekuatan
ekonomi tanggung jawab terhadap ekologi
dan keadilan sosial untuk mencapai tujuan
pembangunan jangka pendek dengan tidak
mengorbankan tujuan pembangunan jangka
panjang
Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
dalam wujud implementasi RKPD (jangka
pendek) dan RPJMD (jangka menengah) oleh
Tabel 13
Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam
RKPD Provinsi Papua Barat
Indikator Target 2017 2018 2019
Laju Pertumbuhan Ekonomi () 500 700 700
Laju Inflasi Tahunan () 328 408 366
Indeks Pembangunan Manusia
(Angka)
6232 6321 6364
Rasio Gini (Angka) 037 038 037
Persentase Tingkat Kemiskinan
()
2510 2427 2329
Tingkat Pengangguran Terbuka
()
752 645 642
Indeks Kesenjangan
WilayahIndeks Williamson
(Angka)
045 043 042
Pengeluaran per kapita per
bulan (Rp juta)
110 120 130
Produktivitas total daerah (Rp
juta)
16700 16750 17000
Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
6
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
pemerintah daerah dalam bingkai otonomi
daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan
dan kondisi daerah pada saat pembuatan dan
pengembangan kebijakan Kebijakan
pembangunan harus peka terhadap potensi
dan hambatan daerah dalam hal kondisi
perekonomian masyarakat sosial
kependudukan dan geografi wilayah
(Zumaeroh 2011)
B1 Tantangan Ekonomi Daerah
Pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus selama ini didominasi
oleh pengaruh faktor ekonomi Kekayaan alam
yang melimpah berupa hutan mineral
tambang maupun kelautan ditambah dengan
tenaga kerja menjadi sumber daya yang
tersedia untuk dapat dimanfaatkan menjadi
modal utama perekonomian Menurut Sukirno
(2011) ketersediaan tenaga kerja mampu
mempengaruhi pembangunan ekonomi
daerah dalam mengembangkan kegiatan
ekonominya sehingga infrastuktur lebih banyak
tersedia perusahaan semakin banyak dan
semakin berkembang taraf pendidikan
semakin tinggi dan teknologi semakin
meningkat
B11 Kesenjangan
Perekonomian Provinsi Papua Barat sangat
bertumpu pada sektor pertambangan dengan
dua kabupatenkota yang menjadi penggerak
utama yaitu Kota Sorong dan Kab Manokwari
Kota Sorong merupakan pusat kegiatan bagi
regional Papua Barat karena memiliki simpul
transportasi yang sangat strategis sebagai
gerbang tranportasi Provinsi Papua Barat
sekaligus menjadi pusat kegiatan jasa dan
perdagangan Kondisi ini telah ada sejak zaman
pendudukan Belanda akibat adanya kegiatan
pengolahan dan perdagangan bahan hasil
pertambangan Wilayah lainnya yang
tergolong memiliki jenis layanan lengkap
kepada masyarakat adalah Kabupaten
Manokwari sebagai ibukota provinsi Sementara
wilayah lainnya sebagai daerah otonomi baru
fungsi-fungsi layanan yang semestinya ada
masih belum didirikan Pola struktur ruang
wilayah-wilayah tersebut saat ini masih linier
yaitu mengikuti pola jaringan jalan arteri belum
berkembang dan melebar seperti halnya Kota
Sorong dan Kab Manokwari
Kesenjangan yang terjadi antara Kota Sorong
dan Kab Manokwari dengan kabupaten
lainnya dipengaruhi oleh beberapa sektor yaitu
konstruksi informasi dan komunikasi dan
transportasi dan pergudangan yang menjadi
engine growth selain pertambangan dan
industri yang telah memajukan Kota Sorong
Sedangkan sektor real estate konstruksi dan
administrasi pemerintahan pertahanan dan
jaminan sosial wajib menjadi pendorong Kab
Manokwari Pada kabupatenkota lainnya
didorong oleh sektor pertanian kehutanan
perikanan dan kelautan dengan nilai produksi
yang relatif kecil Secara keseluruhan
pergerakan perekonomian Provinsi Papua Barat
masih didominasi oleh sektor migas
dibandingkan industri pengolahan non-migas
Pemeran utama sektor pertambangan adalah
industri minyak bumi yang berada di Kota
Sorong dan Kab Sorong serta industri Liquid
Natural Gas (LNG) di Kab Teluk Bintuni
Meskipun dominan kontribusi sektor industri
pengolahan (migas) terus mengalami
penurunan dalam beberapa tahun terakhir
disebabkan oleh menurunnya harga minyak
dan gas di pasar internasional Berdasarkan
kontribusi terbesar terhadap PDRB terlihat
bahwa setiap tahunnya didominasi oleh
7 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
kabupatenkota yang sama yaitu Kab Teluk
Bintuni Kab Sorong dan Kota Sorong sebagai
lokasi pertambangan Perekonomian Provinsi
Papua Barat berada di sekitaran sektor migas
(pertambangan dan penggalian industri
pengolahan konstruksi) sementara sektor
pertanian kehutanan perikanan dan kelautan
belum mampu berkontribusi banyak meskipun
Provinsi Papua Barat memiliki lahan non-
pemukiman dan non-industri yang luas
mencapai 9965 persen dari total wilayah
B12 Infrastruktur
Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua Barat
yang memprioritaskan peningkatan investasi
dan pembangunan infrastruktur diharapkan
dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah
dan antar sektor Peningkatan investasi di sektor
pertanian kehutanan perikanan dan kelautan
akan mendorong wilayah lain yang tidak
memiliki pertambangan untuk dapat
meningkatkan produktivitas
Sejauh ini penanaman modal di Provinsi Papua
Barat telah berhasil meningkat khususnya pada
sektor tanaman pangan perkebunan dan
peternakan melalui Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) senilai Rp25546 miliar (tahun
2019) namun investasi tersebut hanya
tersentralisasi di Kab Manokwari Hal yang
sama juga terjadi di sektor transportasi gudang
dan telekomunikasi dengan investasi yang
berlokasi di seputaran 4 (empat)
kabupatenkota utama di Provinsi Papua Barat
Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA)
lebih banyak berkutat di sektor pariwisata (Hotel
dan Restoran) di Kab Raja Ampat dan
perindustrian di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Sorong yang menjadi unggulan pemerintah
pusat dan daerah sehingga memiliki insentif
investasi
Prioritas pemerintah daerah pada
pembangunan infrastruktur berupa jalan
dilakukan dalam rangka membuka aksesibilitas
antar wilayah Selama ini kondisi jalan di Provinsi
Papua Barat hanya 3453 persen dari 867252
km yang berada dalam kondisi baik sisanya
dalam kondisi sedang (2581 persen) rusak
(1808 persen) dan rusak berat (2157 persen)
Tabel 15
Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Sektor
2018 2019
Proyek Nilai
(juta Rp) Proyek
Nilai
(juta Rp)
Tanaman
Pangan
Perkebunan
dan Peternakan
1 4790370 7 25545830
Industri 4 250160 5 1425500
Konstruksi - - 2 34880
Perdagangan
dan Reparasi
2 45490 5 21990
Hotel dan
Restoran
- - 1 30000
Transportasi
Gudang dan
Telekomunikasi
- - 5 9887650
Perumahan
Kawasan Industri
dan Perkantoran
- - 1 1060140
Jasa Lainnya - - 2 18000
Sumber BKPM (data diolah)
Tabel 14
PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar)
KabupatenKota PDRB
Kontribusi
Kab Fakfak 530371 629
Kab Kaimana 279143 331
Kab Teluk Wondama 158039 187
Kab Teluk Bintuni 3046584 3612
Kab Manokwari 994872 1179
Kab Sorong Selatan 192266 228
Kab Sorong 1113059 1320
Kab Raja Ampat 291339 345
Kab Tambraw 22851 027
Kab Maybrat 71835 085
Kab Manokwari Selatan 82336 098
Kab Pegunungan Arfak 20107 024
Kota Sorong 1631730 1935
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
8
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Ditambah dengan kontur jalan yang hanya 65
persen telah diaspal sedangkan sisanya masih
berupa tanah batukerikil dan rerumputan
Kondisi ini menghambat perekonomian karena
jalan telah menjadi tulang punggung
pergerakanperpindahan barang dan
manusia serta menjadi penghubung utama
antar wilayah di Provinsi Papua Barat yang
memiliki jarak antar kabupatenkota yang
sangat jauh Bahkan dari Kota Sorong menuju
Kab Manokwari ditempuh selama 16-18 jam
tergantung cuaca dan hanya bisa dilalui
dengan kendaraan penggerak 4 roda
Selain jalan pembangunan infrastruktur untuk
mengurangi kesenjangan antar wilayah dan
antar sektor adalah dengan mengatasi defisit
pasokan energi listrik Sistem kelistrikan di Provinsi
Papua Barat saat ini dapat dikatakan masih
terisolasi karena unit pembangkit listrik yang
ada masih belum merata atau cenderung
terpusat di Kota Sorong Kab Sorong Kab Teluk
Bintuni dan Kab Manokwari Wilayah Provinsi
Papua Barat secara keseluruhan memiliki masih
rasio elektrifikasi yang rendah karena luas
wilayahnya dan jarak antar rumah tangga
cukup jauh sehingga masih banyak rumah
tangga dengan sumber penerangan listrik non
PLN dan menggunakan pelitasenter Padahal
dorongan terhadap perekonomian sudah
seharusnya diselaraskan dengan angka rasio
elektrifikasi yang lebih tinggi dari nasional
(ge9886 persen)
Keterbatasan kapasitas infrastruktur Provinsi
Papua Barat berpengaruh pada peningkatan
biaya koleksi dan distribusi yang pada gilirannya
memperburuk daya saing produk yang
dihasilkan Keterbatasan dan rendahnya
kualitas infrastruktur jalan dan listrik merupakan
faktor penyebab utama tingginya biaya
ekonomi Ditambah lagi dengan terbatasnya
Aspal
65
Tidak
diaspal
30
Lainnya
5
Grafik 12
Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 16
Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen)
KabupatenKota Rasio
Kab Fakfak 7077
Kab Kaimana 6868
Kab Teluk Wondama 6742
Kab Teluk Bintuni 7665
Kab Manokwari 9890
Kab Sorong Selatan 8785
Kab Sorong 8978
Kab Raja Ampat 6852
Kab Tambraw 6582
Kab Maybrat 6492
Kab Manokwari Selatan 6725
Kab Pegunungan Arfak 6239
Kota Sorong 9939
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Baik
34
Sedang
26Rusak
18
Rusak
Berat
22
Grafik 11
Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
9 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
infrastruktur pelabuhan laut (pelabuhan besar
hanya berada di Kab Fakfak Kab Manokwari
dan Kota Sorong) dan pelabuhan udara
(bandara besar hanya berada di kab
Manokwari dan Kota Sorong) membuat biaya
produksi biaya koleksi dan biaya distribusi di
Provinsi Papua Barat semakin meningkat Biaya-
biaya ekonomi yang membebani ini harus
ditanggung oleh para pelaku ekonomi
sehingga secara langsung berpengaruh pada
tingginya harga barang serta kurangnya minat
berinvestasi
B13 Ketenagakerjaan
Selain upaya untuk mengoptimalkan SDA
melalui peningkatan kapasitas infrastruktur
pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus juga memperhatikan
SDM sebagai bagian dari faktor ekonomi Salah
satu permasalahan yang dihadapi dalam
ketenagakerjaan adalah rendahnya tingkat
pendidikan yang dimiliki angkatan kerja Dari
keseluruhan penduduk yang bekerja sebagian
besar memiliki kualifikasi tamatan SD sebanyak
345 persen (150680 jiwa) sedangkan 246
persen (107420 jiwa) memiliki ijazah SMA dan
1559 persen (68066 jiwa) telah tamat SMP
Tenaga kerja tersebut banyak bekerja di sektor
pertanian kehutanan perikanan dan
kelautan Sektor ini merupakan tulang
punggung utama perekonomian masyarakat
serta menjadi sumber pangan utama Provinsi
Papua Barat
Pada tenaga kerja dengan kualifikasi
Universitas sebagian besar adalah pendatang
yang bermigrasi dan bukan OAP Para tenaga
kerja ini lebih banyak bekerja di sektor
pertambangan dan industri kabupatenkota
besar yang ada di Provinsi Papua Barat Kondisi
ini menunjukkan bahwa kualitas dan
produktivitas tenaga kerja di Provinsi Papua
Barat perlu untuk ditingkatkan baik itu melalui
peningkatan akses pendidikan maupun
pemberian pelatihan khusus agar dapat
berpartisipasi penuh dalam perekonomian
B14 Keamanan
Ketenteraman ketertiban umum dan
perlindungan masyarakat merupakan salah
satu hal penting yang perlu dijaga untuk
memperlancar pembangunan (UU No 32
Tahun 2004) Untuk menciptakan kondisi
tersebut maka perkembangan angka
kriminalitas dan risiko tindak pidana kriminalitas
harus terus dipantau Angka kriminalitas
merupakan angka yang biasa digunakan untuk
menukur tindak kejahatan pidana Secara
umum angka kriminalitas di Provinsi Papua Barat
cenderung fluktuatif Pada tahun 2017 hingga
2019 terjadi kenaikan angka kriminalitas dari
2262 kasus menjadi 3621 kasus namun pada
tahun 2018 sempat turun menjadi 2137 kasus
Jumlah ini termasuk dengan gangguan
keamanan yang diberikan oleh kelompok
Tabel 17
Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa)
Kategori 2018 2019
Penduduk Usia Kerja (gt15th) 56517 667110
Angkatan Kerja 445630 461061
Bekerja 417544 436739
Tamat SD Kebawah 146368 150680
Tamat SMP 61916 68066
Tamat SMA 99220 107420
Tamat SMK 34622 32127
Tamat Diploma IIIIII 13945 16364
Tamat Universitas 61473 62082
Pengangguran 28086 28086
Bukan Angkatan Kerja 210887 206049
Sekolah 77322 77322
Mengurus Rumah Tangga 116418 116417
Lainnya 17147 17147
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
10
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
separatis atau Kelompok Kekerasan Bersenjata
(KKB) yang ingin Pulau Papua merdeka dari
NKRI
Selain itu untuk mengukur kriminalitas juga
dapat dapat menggunakan risiko penduduk
terkena tindak pidana Risiko penduduk terkena
tindak pidana merupakan indeks kemungkinan
terjadi kriminalitas atau kejahatan per 100000
penduduk dihitung dari total kriminalitas per
jumlah penduduk per tahun Perhitungan ini
dapat digunakan untuk mengantisipasi jumlah
kasus yang akan terjadi karena perhitungannya
menggunakan jumlah kasus tindak kejahatan
yang sudah terjadi dibagi dengan jumlah
penduduk pada waktu yang sama Di Provinsi
Papua Barat rasio untuk tahun 2019 yaitu
sebesar 241 persen Hal ini berarti setiap 100000
penduduk di Provinsi Papua Barat sekitar 241
orang berisiko terkena tindak pidana
B2 Tantangan Sosial Kependudukan
Persoalan sosial kependudukan dan
ketenagakerjaan seperti perubahan struktur
umur dan juga pola distribusi serta mobilitas
diikuti dengan dinamika kualitas akan
membutuhkan penanganan yang serius Tanpa
adanya sikap keseriusan maka potensi
penduduk sebagai modal pembangunan akan
tinggal sebagai jargon semata (Tjiptoherijanto
2017)
B21 Kependudukan
Sebagai provinsi di timur Indonesia Papua Barat
yang memiliki tingkat pertumbuhan cukup
tinggi yang salah satunya disebabkan oleh
banyaknya migrasi penduduk Kondisi Provinsi
Papua Barat dengan infrastruktur yang masih
terbatas akan menyulitkan jika jumlah
penduduk meningkat pesat meskipun jumlah
penduduk tersebut masih relatif sedikit jika
dibandingkan dengan luas wilayahnya Hal ini
dapat terjadi ketika kebutuhan layanan dan
fasilitas kesehatan pendidikan serta penunjang
kehidupan lainnya tidak mencukupi kebutuhan
penduduk sehingga akan mempersulit
kehidupan masyarakat
Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat
sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah
sebesar 10295515 km membentuk kepadatan
penduduk 932 jiwa per kmsup2 Wilayah yang
memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi
adalah Kota Sorong (38727 jiwakmsup2) dan Kab
Manokwari (5498 jiwakmsup2) Tingginya
kepadatan penduduk di wilayah ini disebabkan
karena keduanya memiliki sarana transportasi
dan aksesibilitas yang paling memadai
Tabel 19
Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
KabupatenKota Penduduk
(Jiwa)
Luas
(kmsup2)
Kepad
atan
Kab Fakfak 78686 1432000 549
Kab Kaimana 60216 1624184 371
Kab Teluk Wondama 32521 395953 821
Kab Teluk Bintuni 64406 2084083 309
Kab Manokwari 175178 318628 5498
Kab Sorong Selatan 46922 659431 712
Kab Sorong 88927 654423 1359
Kab Raja Ampat 48493 803444 604
Kab Tambraw 13879 1152918 120
Kab Maybrat 40899 546169 749
Kab Manokwari Selatan 2422 281244 086
Kab Pegunungan Arfak 30976 277374 1117
Kota Sorong 254294 65664 38727
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 18
Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat
Tahun Penduduk
(Jiwa)
Tindak
Pidana
2015 871510 2281 038
2016 893966 3621 025
2017 915318 3753 024
2018 937405 3862 024
2019 959617 3981 024
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
11 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
infrastruktur yang cukup bagus memiliki variasi
aktivitas ekonomi yang cukup tinggi keadaan
ekonomi yang lebih baik dibanding kabupaten
yang lain Selama ini Kota Sorong dikenal
sebagai pelabuhan ramai di kawasan
Indonesia timur yang menjadi pintu masuk arus
barang dan jasa di Provinsi Papua Barat
sehingga terjadi arus migrasi penduduk yang
tinggi Sedangkan pada Kab Manokwari posisi
sebagai ibukota provinsi mendorong
peningkatan migrasi penduduk yang didorong
meningkatnya administrasi kegiatan
pemerintahan dan perdagangan
B22 Kesehatan
Tersedianya fasilitas kesehatan dan pelayanan
yang mampu menjangkau dan dijangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat merupakan prioritas
utama dalam pembangunan kesehatan Salah
satu fasilitasnya adalah rumah sakit Semakin
meratanya distribusi rumah sakit di
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
diharapkan mampu meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat Belum semua
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
memiliki rumah sakit
Pada tahun 2019 terdapat 17 rumah sakit di
Provinsi Papua Barat yang terdiri dari 5 rumah
sakit di Kota Sorong 3 rumah sakit di Kab
Manokwari 3 rumah sakit di Kab Sorong dan
masing-masing satu rumah sakit di Kab Raja
Ampat Kab Sorong Selatan Kab Teluk Bintuni
Kab Teluk Wondama Kab Kaimana dan Kab
Fakfak Terdapa empat Kabupaten yang tidak
memiliki fasilitas rumah sakit sama sekali yaitu
Kab Pegunungan Arfak Kab Manokwari
Selatan Kab Maybrat dan Kab Tambrauw
Keempat kabupten ini merupakan kabupaten-
kabupaten yang baru dimekarkan
Selain rumah sakit fasilitas kesehatan lainnya
yang ikut berperan penting adalah puskesmas
Berbeda dengan rumah sakit puskesmas sudah
menyebar di seluruh kabupatenkota di Provinsi
Papua Barat Pada tahun 2019 total jumlah
puskemas di Provinsi Papua Barat terdapat 166
puskemas dengan jumlah puskesmas
terbanyak berada di Kab Teluk Bintuni
sebanyak 20 puskesmas dan jumlah puskesmas
paling sedikit berada di Kab Manokwari
Selatan sebanyak 5 puskesmas
Ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga
medis merupakan salah satu indikator penting
setelah tersedianya fasilitas kesehatan Tenaga
medis inilah yang nantinya akan melakukan
pengobatan dan penanganan medis Namun
penyebaran tenaga medis ini belum merata di
Provinsi Papua Barat terutama di kabupaten
baru hasil pemerakaran Tercatat sebanyak 306
dokter di Provinsi Papua Barat yang terdiri dari
68 dokter ahli 265 dokter umum dan 41 dokter
gigi Dari ketiga kategori tersebut jumlah dokter
terbanyak berada di Kota Sorong sebanya 129
dokter Kondisi ini menyebabkan pelayanan
kesehatan menjadi tidak optimal karena
tenaga medis cenderung lebih terkonsentrasi di
kabupatenkota yang sudah ramai dan
memiliki fasilitas yang lebih memadai
Sedangkan untuk daerah yang memiliki akses
yang relatif lebih sulit jarang sekali dapat
ditemui tenaga medis walaupun fasilitas seperti
puskesman sudah tersedia
Rendahnya jumlah dokter di Provinsi Papua
Barat ini mencerminkan rendahnya tingkat
pelayanan kesehatan yang ada Hal ini dapat
dilihat dengan menggunakan rasio jumlah
penduduk Provinsi Papua Barat terhadap
jumlah dokter Pada tahun 2019 terlihat bahwa
rasio jumlah penduduk terhadap dokter sangat
tinggi Secara umum rasio di Provinsi Papua
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
12
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Barat pada tahun 2019 sebesar 306477 yang
artinya sekitar 3065 penduduk akan diobati
oleh 1 dokter Rasio terbesar berada di
Kabupaten Kaimana yaitu 4632
pendudukdokter Keadaan ini membuat
banyak penduduk harus menuju kabupaten
yang memiliki fasilitas tenaga medis untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan Adapun
data dokter pada 4 kabupaten yaitu Kab
Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari
Selatan dan Kab Pegunungan Arfak masih
beum tersedia
Indikator lain yang mempengaruhi kualitas
kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat
selain fasilitas dan pelayanan kesehatan
adalah jenis penyakit yang ada Terdapat 5
jenis penyakit endemik di Provinsi Papua Barat
yaitu malaria TB paru kusta DBD dan HIV-AIDS
Kasus penyakit terbanyak yang terjadi di Provinsi
Papua Barat adalah malaria sebanyak 82487
kasus Hal ini dikarenakan Provinsi Papua Barat
merupakan salah satu provinsi endemik malaria
sehingga tidak heran apabila kasus malaria
merupakan jenis penyakit yang diperhatikan di
Provinsi Papua Barat Kemudian kusta
sebanyak 633 kasus TB Paru sebanyak 577
kasus dan DBD sebanyak 87 kasus pada tahun
2019 Sedangkan khusus untuk kasus HIV-AIDS
terdapat 13 kasus baru di Provinsi Papua Barat
sepanjang tahun 2019 dengan kasus kumulatif
sebesar 1734 kasus (ODHA)
Adanya tenaga medis yang disertai dengan
ketersediaan fasilitas kesehatan memadai
dapat membawa pada peningkatan kualitas
kesehatan Kualitas kesehatan masyarakat ini
dapat terlihat dari besaran angka harapan
hidup Angka harapan hidup (AHH) adalah
perkiraan banyaknya tahun yang dapat
ditempuh oleh seseorang selam hidup (secara
rata-rata) Semakin tinggi AHH
mengindikasikan semakin tingginya kualitas fisik
penduduk suatu daerah Secara umum angka
harapan hidup di kabupatenkota di Papua
Barat mengalami peningkatan Pada tahun
2018 angka harapan hidup Provinsi Papua Barat
mencapai 656 tahun yang artinya rata-rata
penduduk Provinsi Papua Barat dapat
menjalani hidup hingga 65 tahun Angka
harapan hidup tertinggi tertinggi berada di Kota
Sorong sebesar 698 tahun dan angka harapan
terendah berada di Kab Teluk Wondama
sebesar 599 tahun
Perkembangan AHH per tahun di Papua Barat
tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam
satu periode perhitungan Hal ini berarti dalam
waktu satu tahun penurunan angka kematian
Malaria
82487
Kusta
633TB Paru
577
DBD
87
Grafik 13
Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 110
Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Jumlah
Penduduk Dokter Rasio
Kab Fakfak 78686 26 302638
Kab Kaimana 60216 13 463200
Kab Teluk Wondama 32521 9 361344
Kab Teluk Bintuni 64406 30 214687
Kab Manokwari 175178 39 449174
Kab Sorong Selatan 46922 10 469220
Kab Sorong 88927 19 468037
Kab Raja Ampat 48493 31 156429
Kota Sorong 254294 129 197127
Sumber BPS dan Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
13 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
bayi yang tajam sulit terjadi implikasinya
adalah angka harapan hidup yang dihitung
berdasarkan harapan hidup waktu lahir
menjadi lambat untuk mengalami kemajuan
B23 Pendidikan
Salah satu indikator keberhasilan pemerintah
daerah dalam pembangunan pendidikan
adalah berkurangnya penduduk yang buta
huruf Angka melek huruf (literacy rate) adalah
persentase penduduk usia 15 tahun ke atas
yang dapat membaca dan menulis huruf latin
dan atau huruf lainnya Sampai dengan tahun
2019 perkembangan penduduk yang melek
huruf menunjukkan hasil yang
menggemberikan dengan adanya persentase
penduduk yang melek huruf sebesar 9814 Hal
tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat
penduduk Provinsi Papua Barat yang masih
belumtidak dapat membaca dan menulis
Penduduk tersebut didominasi oleh penduduk
yang berusia tua (gt45 tahun) penduduk yang
tinggal di daerah terpencil komunitas-
komunitas khusus dan penyandang cacat
Kelompok penduduk ini sulit untuk dijangkau
pelayanan pendidikan disebabkan baik oleh
faktor internal seperti kemampuan dan
keinginan belajar yang sudah menurun dan
faktor eksternal seperti terbatasnya
ketersediaan pelayanan (akses) pendidikan
keaksaraan bagi mereka Apabila dirinci
menurut kabupatenkota persentase melek
huruf terbesar berada di Kota Sorong sebesar
9971 dan terendah berada di Kab
Pegunungan Arfak
Selain angka melek huruf gambaran mengenai
pembangunan pendidikan dapat dilihat dari
tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke
atas yang ditamatkan (ijazah tertinggi yang
dimiliki) Semakin tinggi tingkat pendidikan
tertinggi yang ditamatkan maka semakin baik
pula kualitas manusianya Meskipun terdapat
kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan yang ditamatkan maka semakin
kecil jumlah penduduk yang lulus pada level
pendidikan tersebut
Dengan masih banyaknya persentase
penduduk yang tidak memiliki ijazah atau
hanya bersekolah SDMI di Provinsi Papua Barat
sebagaimana terlihat pada tabel 112 maka
peningkatan ilmu pengetahuan dan
pendidikan lanjut di perguruan tinggi menjadi
sebuah kebutuhan yang mutlak Jumlah lulusan
perguruan tinggi yang ada sekarang dirasakan
masih belum cukup memadai dibandingkan
Tabel 111
AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
KabupatenKota 2017 2018 2019
Kab Fakfak 6790 6800 6810
Kab Kaimana 6380 6400 6400
Kab Teluk Wondama 5930 5960 5990
Kab Teluk Bintuni 6020 6060 6130
Kab Manokwari 6790 6800 6810
Kab Sorong Selatan 6560 6570 6580
Kab Sorong 6550 6560 6570
Kab Raja Ampat 6420 6430 6430
Kab Tambraw 5950 5970 6000
Kab Maybrat 6470 6470 6470
Kab Manokwari Selatan 6680 6690 6690
Kab Pegunungan Arfak 6660 6670 6670
Kota Sorong 6940 6980 6980
Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 112
Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun
di Provinsi Papua Barat (persen)
Jenjang Tertinggi 2017 2018 2019
Tidak punya ijazah 1947 2470 2320
SDMI 2382 2346 2205
SMP 1946 1833 1808
SMA 2167 1965 2034
SMK 536 461 542
Diploma III 067 05 056
Akademi Diploma III 199 185 164
Diploma IVS-1S-2S-3 756 69 869
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
14
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
dengan besarnya sumber daya alam yang
dimiliki oleh Provinsi Papua Barat Ditambah
dengan sebaran lulusan tersebut yang berada
di kabupatenkota besar (Kab Manokwari
Kab Fakfak Kab Sorong dan Kota Sorong) di
Provinsi Papua Barat Sebagai wilayah dengan
potensi pariwisata yang tinggi Provinsi Papua
Barat membutuhkan kualitas sumber daya
manusia yang baik sehingga ke depannya
penduduk yang memiliki ijazah pendidikan
tinggi diharapkan mampu menjadi tulang
punggung pembangunan perekonomian
daerah
B24 Pertanahan
Pola kepemilikan lahan di Provinsi Papua Barat
adalah tanah hak negara dan tanah hak
ulayat Tanah hak ulayat merupakan status
tanah secara adat dan dikuasai oleh kepala
adat atau ondoafi Pada umumnya di wilayah
lingkaran hukum adat Papua dikenal dua sistem
penguasaaankepemilikan tanah yaitu
kepemilikan komunal dan kepemilikan individu
Kepemilikan komunal ini masih dapat
dibedakan lagi mejadi kepemilikan berbasis
marga kecil yaitu klan atau marga tertentu dan
kepemilikan berbasis marga besar yaitu
kepemilikan berdasarkan kampung
Sedangkan kepemilikan individu bukan
perorangan melainkan berdasar keturunan
Secara internal ada tata aturan yang mengatur
ke dalam keluarga tentang pembagian hak
dari penguasaan maupun pengelolaan tanah
dan di sana diakui bagian setiap anggota
sesuai dengan marganya Namun kekuasaan
kepemimpinan atas tanah secara sosial religi
berada pada orang tertentu yang berasal dari
garis keturunan tertua
Pada umumnya tanah milik dan tanah milik
dengan hak pakai tidak dapat diperjualbelikan
dan dipindah tangankan dengan bebas pada
masyarakat luar Setiap keluarga akan selalu
mempertahankan tanah dan kampung mereka
masing-masing karena tanah dan kampung
merupakan bagian penting dari kehidupan
masyarakat mereka Hal ini dikarenakan cara
hidup masyarakat yang masih berharap dan
menggantungkan diri pada persediaan sumber
daya alam di lingkungan sekitarnya Di samping
itu juga mengingat besarnya pengorbanan
nenek moyang atau leluhur saat memperoleh
tanah tersebut pada zaman dahulu Oleh
sebab itu tanah ulayat ini tidak mudah dengan
begitu saja untuk dilepas tanpa seizin kepala
adat
Seringkali terjadi permasalahan ketika tanah
telah dikuasai (dijual) kepada suatu pihak lain
(bahkan Negara) terdapat anggota keluarga
(margaturunan) yang berupaya
mempertahankan tanah tersebut atau
meminta ganti rugi kembali Padahal status
kepemilikan dan pengelolaan sudah berpindah
dari kepala adat atau keturunan tertua melalui
proses jual beli yang sah secara hukum dengan
adanya sertifikat pelepasan hak tanah adat
Anggota keluarga tersebut melakukan
pemalangan (penutupan akses) dengan
alasan tidakbelum mendapatkan bagian dari
hasil penjualan
Tabel 113
Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat
Jenis Status Kuasa Hak Milik Hak Kuasa
Kelola
Tanah Negara Pemerintah
Pusat
Daerah
Pemerintah
Pusat
Daerah
Pemerintah
Pusat
Daerah
Tanah Ulayat Kepala Adat Komunal Marga Kecil
Marga Besar
Individu Keturunan
Sumber ATRBPN Provinsi Papua Barat (data diolah)
15 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
B3 Tantangan Geografi Wilayah
Menurut Soleh (2017) potensi wilayah sebagai
wujud daya kekuatan kesanggupan dan
kemampuan yang dimiliki oleh suatu wilayah
yang mempunyai kemungkinan untuk dapat
dikembangkan berbentuk potensi fisik Lebih
lanjut dijelaskan bahwa potensi fisik adalah
berupa tanah air iklim lingkungan geografis
binatang ternak dan sumber daya manusia
sudah sehausnya dimanfaatkan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Pembentukan Provinsi Papua Barat sebagai
daerah otonom memiliki tujuan untuk
memperpendek rentang kendali pemerintahan
dalam rangka memberikan pelayanan publik
yang lebih baik kepada masyarakat Selain itu
hal lain yang menjadi pertimbangan penting
adalah untuk mempercepat pelaksanaan
pembangunan dengan menggunakan tanah
air iklim lingkungan hewan atau semua
kekayaan alam serta sumber daya manusia
yang dimiliki guna meningkatkan taraf hidup
dan kesejahteraan masyarakat Papua Barat
B31 Letak Wilayah
Secara geografis Provinsi Papua Barat terletak
di antara 0ordm-43ordm Lintang Selatan dan 1292ordm-
1352ordm Bujur Timur Dengan luas wilayah daratan
mencapai 10295515 kmsup2 dan beribukota di
Kab Manokwari Provinsi Papua Barat memiliki
13 kabupatenkota yang terdiri dari Kab
Fakfak Kab Kaimana Kab Teluk Wondama
Kab Teluk Bintuni Kab Manokwari Kab Sorong
Selatan Kab Sorong Kab Raja Ampat Kab
Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari
Selatan dan Kab Pegunungan Arfak serta
Kota Sorong Kabupaten dengan wilayah
terluas di Provinsi Papua Barat adalah Kab Teluk
Bintuni dengan luasan mencapai 2024 persen
dari luas wilayah provinsi (2084083 kmsup2)
sedangkan Kota Sorong menjadi wilayah
dengan luasan terkecil 068 persen (65664 kmsup2)
Provinsi Papua Barat merupakan wilayah
pemekaran dengan posisi geografis yang
strategis di Indonesia bahkan di dunia Posisi
penting ini dalam konteks kekayaan
keanekaragaman hayati laut dunia Wilayah
Provinsi Papua Barat khususnya Kab Raja
Ampat terletak di pusat segitiga karang dunia
(coral triangle) yang merupakan lokasi dengan
keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia
dengan berbagai jenis kekayaan laut baik
spesies ikan moluska dan hewan karang
Disertai kekayaan sumber daya laut yang tinggi
dengan berbagai jenis ekosistem yang
mendukung tumbuh hidupnya berbagai biota
laut diantaranya ekosistem terumbu karang
padang lamun dan mangrove Selain posisi
tersebut letak Provinsi Papua Barat yang
berbatasan langsung dengan negara di
wilayah Pasifik menjadi penting sebagai
penanda kedaulatan Indonesia baik dalam
aspek pertahanan maupun pemanfaatan
sumberdaya kelautan di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia
Tabel 114
Komposisi Luas KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
KabupatenKota Luas (kmsup2) Luas
Kab Fakfak 1432000 1391
Kab Kaimana 1624184 1578
Kab Teluk Wondama 395953 385
Kab Teluk Bintuni 2084083 2024
Kab Manokwari 318628 309
Kab Sorong Selatan 659431 641
Kab Sorong 654423 636
Kab Raja Ampat 803444 780
Kab Tambraw 1152918 1120
Kab Maybrat 546169 530
Kab Manokwari Selatan 281244 273
Kab Pegunungan Arfak 277374 269
Kota Sorong 65664 064
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
16
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
B32 Kondisi Geografis
Kondisi wilayah Provinsi Papua Barat secara
umum meliputi wilayah pedalamanterpencil
(pegunungan) pesisir dan kepulauan Wilayah
pedalaman terpencil (pegunungan)
diantaranya berada di Kab Pegunungan Arfak
Kab Manokwari Kab Manokwari Selatan Kab
Maybrat Kab Teluk Bintuni dan Kab
Tambrauw sedangkan wilayah yang memiliki
kawasan pesisir adalah Kab Sorong Kab
Sorong Selatan Kab Fakfak Kab Kaimana
Kab Teluk Bintuni Kab Teluk Wondama Kab
Manokwari Selatan Kab Manokwari Kab
Tambrauw Kab Raja Ampat dan Kota Sorong
Sementara itu wilayah dengan kondisi berupa
kepulauan di Provinsi Papua Barat adalah Kab
Raja Ampat
Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat
bervariasi dari wilayah dataran rendah hingga
pegunungan Provinsi Papua Barat terletak
pada ketinggian 0-2940 mdpl dengan
sebagian besar merupakan wilayah perbukitan
(kelas ketinggian 100-1000 m) mencapai
5066423 kmsup2 (4921) dan daerah dataran
rendah (0-100m) seluas 4091438 kmsup2 (3974)
serta daerah pegunungan (gt1000 m) seluas
1137654 kmsup2 (1105)
Titik tertinggi di Provinsi Papua Barat berada di
Kab Manokwari dengan ketinggian 2940 mdpl
Sementara wilayah dengan dataran rendah
yang cukup luas tersebar di beberapa
kabupatenkota seperti Kab Fakfak Kab Teluk
Bintuni Kab Sorong Kota Sorong dan Kab
Sorong Selatan Daerah perbukitan pada
umumnya tersebar di Kab Kaimana Kab Teluk
Wondama Kab Raja Ampat dan Kab
Maybrat
Secara keseluruhan terdapat 218 distrik yang
terdiri dari 1742 kampung dan 106 kelurahan di
Provinsi Papua Barat Wilayah dengan jumlah
distrik terbanyak adalah Kab Sorong (30 Distrik)
Kab Tambraw (29 Distrik) serta Kab Maybrat
(24 Distrik) Kab Raja Ampat (24 Distrik) Kab
Teluk Bintuni (24 Distrik) sedangkan kabupaten
dengan jumlah distrik terkecil adalah Kab
Manokwari Selatan (6 Distrik)
Ditinjau dari segi kelerengan sebagian besar
wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas
lereng gt40 (bergunung curam dan bergunung
Tabel 115
Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Ketinggian (mdpl)
Kab Fakfak 0 - 1444
Kab Kaimana 0 - 1663
Kab Teluk Wondama 0 - 2172
Kab Teluk Bintuni 0 - 2389
Kab Manokwari 0 - 2940
Kab Sorong Selatan 0 - 540
Kab Sorong 0 - 921
Kab Raja Ampat 0 - 1173
Kab Tambraw 0 - 2483
Kab Maybrat 5 - 1772
Kab Manokwari Selatan 0 - 2682
Kab Pegunungan Arfak 135 - 2882
Kota Sorong 0 - 439
Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 116
Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota
Topografi
Lereng
Puncak Lembah Dataran
Kab Fakfak 82 4 37
Kab Kaimana 29 15 42
Kab Teluk Wondama 67 7 3
Kab Teluk Bintuni 37 5 196
Kab Manokwari 18 3 139
Kab Sorong Selatan 10 13 98
Kab Sorong 14 21 106
Kab Raja Ampat - 1 120
Kab Tambraw 15 19 42
Kab Maybrat 16 39 102
Kab Manokwari Selatan 5 12 40
Kab Pegunungan Arfak 142 16 21
Kota Sorong 6 - 25
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
17 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
sangat curam) Kondisi tersebut menjadi
kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik
untuk pengembangan sarana dan prasarana
fisik sistem transportasi darat maupun bagi
pengembangan budidaya pertanian terutama
untuk tanaman pangan Sehingga dominasi
pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan
konservasi di samping untuk mencegah
terjadinya bahaya erosi dan longsor
Berdasarkan data penggunaan lahan pada
tahun 2019 luas areal terbangunpermukiman
di Provinsi Papua Barat sekitar 32222 Ha atau 03
persen dari luas wilayah Kabupaten Sorong
Manokwari dan Kota Sorong merupakan
wilayah-wilayah yang memiliki fungsi guna
lahan kampungperumahan yang tertinggi
Wilayah-wilayah tersebut selama ini memang
telah tumbuh menjadi sentra-sentra kegiatan
perkotaan di Provinsi Papua Barat terutama
untuk Kota Sorong Kota ini merupakan pintu
gerbang bagi Provinsi Papua Barat sehingga
menjadikan kegiatan jasa perdagangan dan
kegiatan-kegiatan lain yang bersifat perkotaan
terkonsentrasi pada wilayah ini
B33 Risiko Bencana
Dengan sebagian besar wilayah yang berupa
kawasan hutan maka kelas risiko bencana
kebakaran lahan dan hutan di seluruh
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
termasuk ke dalam kategori tinggi Pembukaan
lahan hutan untuk kegiatan pertanian menjadi
salah satu penyebab bencana karena
pembukaan tersebut dilakukan dengan
pembakaran untuk meminimalisasi biaya dan
hasilnya sangat cepat Pada kasus bencana
kebakaran risiko tinggi ditempati Kab
Manokwari dan Kota Sorong sedangkan
bencana kekeringan kelas risiko tinggi berada
di Kab Teluk Wondama Teluk Bintuni
Manokwari Sorong Selatan dan Raja Ampat
Pada kasus bencana banjir wilayah dengan
kelas risiko tinggi adalah Kabupaten Fakfak
Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni
Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja
Ampat dan Kota Sorong sebagai daerah yang
berada dekat dengan aliran Sungai
Wilayah Provinsi Papua Barat juga sangat
berpotensi terhadap gempa tektonik dan
kemungkinan diikuti oleh gelombang tsunami
Terdapat sejumlah lipatan dan sesar naik
sebagai akibat dari interaksi (tubrukan) antara
kedua lempeng tektonik seperti Sesar Sorong
(SFZ) Sesar Ransiki (RFZ) Sesar Lungguru (LFZ)
dan Sesar Tarera Aiduna (TAFZ) Kenyataan
Tabel 117
Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di
Provinsi Papua Barat
Tingkat
Kelerengan
()
Deskripsi Luas
(kmsup2)
Luas
lt 3 Datar 2195004 213
3 - 8 Bergelombangagak
landai
782459 76
8 - 15 Bergelombanglandai 72069 07
15 - 25 Berbukit 576549 56
25 - 40 Bergunung 648617 63
40 - 60 Bergunung curam 3315156 322
gt 60 Bergunung sangat curam 2712868 263
Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 118
Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Penggunaan Luas
(kmsup2)
Hutan Kering 9121592 8860
Hutan Basah 517659 503
Perkebunan 112091 109
Rumput dan Semak Belukar 227599 221
Ladang 57310 056
Tanaman Campuran 51567 050
Permukiman 34192 033
Danau 21459 021
Lahan Terbuka 125365 122
Pertambangan 2249 002
Rawa dan Rumput Rawa 11610 011
Sawah 12823 012
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
18
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
menunjukkan pula bahwa hampir setiap bulan
terjadi beberapa kali gempa di Provinsi Papua
Barat dan sekitarnya Kabupatenkota dengan
risiko tinggi untuk gempa bumi adalah Kab
Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari
Sorong Selatan Sorong Raja Ampat
Tambrauw dan Kota Sorong Sementara itu
wilayah dengan kelas risiko bencana tsunami
tinggi adalah Kab Teluk Wondama Manokwari
dan Sorong
Menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia (BNPB
2014) Provinsi Papua Barat secara keseluruhan
termasuk provinsi yang memiliki kelas risiko
bencana multi ancaman dalam
kategori tinggi Dengan kelas risiko
bencana yang tinggi kapasitas daerah
dalam penanggulangan bencana
masih dalam kapasitas sedang (BNPB
2016)
Tabel 119
Risiko Bencana per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Risiko Jenis Bencana
Kab Fakfak Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang
Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Kaimana Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang
Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Teluk
Wondama
Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Teluk Bintuni Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Manokwari Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Sorong
Selatan
Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Raja Ampat Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Tambraw Sedang Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kab Maybrat Sedang Tanah Longsor Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Manokwari
Selatan
Sedang Banjir Gempa Bumi Tsunami
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Pegunungan
Arfak
Sedang Tanah Longsor Gempa Bumi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kota Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Sumber BNPB BPBD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERTUMBUHAN
EKONOMI
266
INFLASI
193
RATA-RATA
SUKU BUNGA
50
POVERTY
225
PENGANGGURAN
624
GINI RATIO
0381
IPM
6374
DJPbKawalAPBN
INDIKATOR
EKONOMI REGIONAL
19
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
ondisi perekonomian global masih
berada pada kondisi ketidakpastian
seiring terjadinya perubahan
fundamental kebijakan Amerika
Serikat (AS) yang menerapkan hambatan
perdagangan khusus bagi Tiongkok (tariffs
barrier) Kinerja perekonomian AS yang mulai
bergeliat pada tahun 2018 tertekan kembali
akibat penerapan tarif bagi barang-barang
impor yang tanggapi oleh Tiongkok dengan
pengenaan tarif balasan pada barang-barang
yang menjadi ketergantungan AS Penurunan
suku bunga acuan yang dilakukan Bank Sentral
AS untuk mendorong perekonomian tidak
berimplikasi banyak karena economic shock
tidak langsung dapat direspon oleh pelaku
ekonomi dalam negeri yang sudah terbiasa
dengan impor
Tingkat inflasi yang dijaga dan nilai tukar dolar
AS yang ditahan untuk stagnan berakibat pada
pertumbuhan ekonomi AS yang melambat
dibanding tahun sebelumnya Implikasinya
sektor keuangan global ikut menjadi lebih
volatile dan menahan laju pertumbuhan
eonomi disebabkan turunnya nilai
perdagangan negara-negara maju yang
berbisnis dengan AS dan Tiongkok Ditambah
dengan sentimen negatif dari ketidaksetujuan
perilaku diskriminasi ekonomi AS serta masalah
Brexit yang tidak kunjung usai berdampak pada
kenaikan harga komoditas namun tidak
berlaku untuk komoditas minyak mentah yang
menurun Seiring hal tersebut perekonomian
negara-negara berkembang pada tahun 2019
masih mengarah kepada kemungkinan
terjadinya resesi global dengan laju yang
tertahan dibandingkan tahun sebelumnya
A INDIKATOR EKONOMI FUNDAMENTAL
Indikator ekonomi diperlukan untuk mengetahui
arah pergerakan perekonomian suatu daerah
dan sebagai tolak ukur pencapaian
pembangunan (Bernard Baumohl 2012)
Diantara indikator makroekonomi yang
digunakan untuk mengetahui perkembangan
perekonomian suatu daerah yaitu Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Inflasi
Perdagangan Internasional Suku Bunga dan
Nilai tukar
K
BAB II
Perkembangan dan Analisis
Ekonomi Regional
697
640600
502
450 440
240 230 220170 170
100 080
0
2
4
6
8
Vie
tna
m
Filip
ina
Tion
gko
k
Ind
on
esia
Ind
ia
Ma
lay
sia
Tha
ilan
d
AS
Ko
rsel
Au
stralia
Je
pa
ng
Ero
pa
Sin
ga
pu
ra
Grafik 21
Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di
Dunia Tahun 2019 (persen)
Sumber wwwtradingeconomicscom (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
20
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)
merupakan nilai pasar dari semua barang dan
jasa yang dihasilkan dalam suatu
perekonomian selama periode waktu tertentu
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sering
dijadikan ukuran terbaik untuk mengukur kinerja
perekonomian Terdapat tiga cara untuk
menghitung PDB yaitu pendekatan produksi
pengeluaran dan pendapatan (Krugman amp
Wells 2011) Selanjutnya PDB pada suatu
region wilayah tertentu disebut dengan Produk
Domestik Regional Bruto (Gross Domestic
Regional Bruto)
A11 Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)
Laju pertumbuhan ekonomi (economic growth)
merupakan proses perubahan kondisi
perekonomian suatu daerah pada periode
waktu tertentu Untuk menghitungnya
digunakan perubahan nilai PDRB atas dasar
harga konstanriil dari tahun sebelumnya
Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 tumbuh melambat pada level 266 persen
atau tertahan signifikan dari tahun sebelumnya
yang mencapai level 624 persen Tidak seperti
pertumbuhan tahun sebelumnya yang lebih
tinggi pertumbuhan nasional tahun 2019 justru
lebih tinggi pada level 502 persen
Bila dirinci lebih lanjut seluruh sektor lapangan
usaha mencatatkan pertumbuhan positif
dimana pertumbuhan tertinggi terjadi pada
sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151
persen serta jasa keuangan dan asuransi
mencapai 933 persen Sebaliknya sektor sektor
industri pengolahan dan sektor pertambangan-
penggalian mencatatkan pertumbuhan yang
melambat sebesar -099 dan -034 persen
meskipun masih menjadi sektor dengan
kontribusi tertinggi terhadap PDRB Provinsi
Papua Barat
Jika dilihat menurut pengeluaran pertumbuhan
ekonomi Provinsi Papua Barat tertinggi terjadi
pada komponen luar negeri berupa impor
sebesar 1943 persen Sedangkan ekspor yang
mengandalkan raw material resources pada
komponennya turunnya harga komoditas
migas di pasar internasional selama tahun 2019
turut andil dalam menyumbang perlambatan
hingga menjadi sebesar -900 Sementara itu
503 507 517 502
452401
624
266
0
2
4
6
2016 2017 2018 2019
Grafik 22
Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua
Barat Tahun 2016 ndash 2019 (persen)
Nasional Pabar
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
-099
-034
33
334
437
439
442
528
58
757
767
801
837
842
887
933
1151
-1 4 9 14
Industri Pengolahan
Pertambangan dan Penggalian
Administrasi Pemerintahanhellip
Pertanian Kehutanan danhellip
Jasa Lainnya
Jasa Kesehatan dan Kegiatanhellip
Pengadaan Air Pengelolaanhellip
Jasa Perusahaan
Jasa Pendidikan
Konstruksi
Penyediaan Akomodasi danhellip
Transportasi dan Pergudangan
Perdagangan Besar dan Eceranhellip
Real Estate
Pengadaan Listrik dan Gas
Jasa Keuangan dan Asuransi
Informasi dan Komuniksi
Grafik 23
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Menurut Lapangan Usaha (persen)
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
21 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
komponen investasi tumbuh 536 persen dan
pengeluaran pemerintah tumbuh sebesar 342
persen Pertumbuhan juga terjadi pada
konsumsi rumah tangga dan LNPRT berturut-
turut sebesar 499 dan 1037 persen
A12 Nominal PDRB
Nilai PDRB dapat dilihat baik dari sisi permintaan
maupun penawaran Untuk menghitungnya
digunakan PDRB atas harga berlaku Nilai PDRB
Provinsi Papua Barat tahun 2019 Atas Dasar
Harga Berlaku sebesar Rp8435 triliun
A121 PDRB Sisi Permintaan
PDRB sisi permintaan dapat ditunjukkan melalui
persamaan sebagai berikut
119936119955 = 119914119955 + 119920119955 +119918119955 + (119935119955 minus119924119955)
Dari persamaan di atas PDRB sisi ini dihitung
berdasarkan pendekatan pengeluaran yaitu
dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat
seluruh pelaku ekonomi berupa konsumsi rumah
tangga investasi pembelian pemerintah untuk
barang dan jasa serta ekspor dikurangi impor
(net export) Kontribusi masing-masing
komponen pembentuk PDRB Provinsi Papua
Barat adalah sebagai berikut
A1211 Konsumsi (Consumption)
Konsumsi merupakan pembelian yang
dilakukan oleh rumah tangga konsumen baik
berupa barang tidak tahan lama (non durable
goods) seperti makanan dan pakaian barang
tahan lama (durable goods) seperti mobil dan
alat elektronik maupun jasa (services) seperti
jasa potong rambut dan jasa dokter (Mankiw
2013)
Perekonomian Provinsi Papua Barat masih
didominasi oleh net ekspor dan pengeluaran
konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga
maupun lembaga non profit rumah tangga
Pada tahun 2019 nilai net ekspor Provinsi Papua
Barat sebesar dengan kontribusi terhadap
PDRB mencapai 324 persen Adapun nilai
konsumsi sebesar Rp2425 triliun dengan
kontribusi terhadap PDRB sebesar 282 persen
A1212 Investasi (Investment)
Investasi dalam teori ekonomi didefinisikan
sebagai pengeluaran untuk membeli barang-
barang modal dan peralatan-peralatan
produksi dengan tujuan untuk mengganti dan
terutama menambah barang-barang modal
yang akan digunakan untuk memproduksi
barang dan jasa di masa yang akan datang
Pembelian dalam investasi dapat dilakukan
oleh individu atau perusahaan untuk
516
342
536
155
0
2
4
6
Konsumsi RT +
LNPRT
Pengeluaran
Pemerintah
PMTB Investasi Net Ekspor
Grafik 24
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 Menurut Pengeluaran (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Konsumsi
RT + LNPRT
2818
Pengeluaran
Pemerintah
1798
PMTB
Investasi 2045
Perubahan
Inventori 098
Net Ekspor
3241
Grafik 25
Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
22
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
menambah persedian modal (Mankiw 2013)
Samuelson dan Nordhaus (2004)
menambahkan investasi sebagai penambahan
stok modal atau barang di suatu negara seperti
bangunan peralatan produksi dan barang-
barang inventaris dalam waktu satu tahun
Nilai investasi Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 sebagaimana tercermin dari nilai
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
sebesar Rp176 triliun dengan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 205 persen Tingkat
pertumbuhan ekonomi daerah yang mantap
dan berkesinambungan dalam jangka panjang
hanya dapat tercapai jika masyarakat mampu
mempertahankan proporsi investasi yang
cukup besar terhadap PDRB Dalam jangka
panjang pembangunan ekonomi dapat
terhambat jika terjadi inefisiensi alokasi sumber
daya Salah satu indikator untuk mengukur
tingkat efisiensi suatu perekonomian adalah
ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) ICOR
merupakan rasio yang menunjukan besarnya
tambahan kapital (investasi) baru yang
dibutuhkan untuk menaikkan menambah satu
unit output Semakin tinggi rasio ICOR
menandakan bahwa tingkat efisiensi semakin
rendah Rasio ICOR dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut
ICOR= I ∆Y
dimana
I = Nilai Investasi (PMTB)
∆Y = Perubahan PDRB
Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat
menunjukan tren meningkat Pada tahun 2015
nilai ICOR Provinsi Papua Barat sebesar 169 dan
naik menjadi 443 pada tahun 2016 Kemudian
pada tahun 2017 nilai ICOR Provinsi Papua Barat
kembali naik menjadi 491 Hal ini menunjukan
tingkat kebocoran investasi Provinsi Papua
Barat semakin besar Setelah sempat turun
pada tahun 2018 (314) nilai ICOR Provinsi
Papua Barat tahun 2019 naik menjadi 801 yang
menunjukan tingkat kebocoran investasi
semakin meningkat secara signifikan
A1213 Pembelian Pemerintah (Government
Purchases)
Pembelian pemerintah merupakan
pengeluaran pemerintah terhadap barang dan
jasa yang terdiri dari konsumsi pemerintah
(government consumption) dan investasi
pemerintah (government investment) Konsumsi
pemerintah merupakan pembelian terhadap
barang dan jasa dalam jangka pendek seperti
pengeluaran untuk perawatan kesehatan dan
perlindungan kepolisian Adapun investasi
pemerintah merupakan pengeluaran untuk
barang-barang modal seperti gedung dan
komputer (Mishkin 2015) Komponen
pengeluaran pemerintah Provinsi Papua Barat
pada tahun 2019 sebesar Rp1547 triliun dengan
kontribusi terhadap PDRB sebesar 18 persen
Dengan kontribusi yang cukup besar terhadap
PDRB Provinsi Papua Barat pembelian
pemerintah (government purchases)
seharusnya dapat menopang pertumbuhan
ekonomi jika terjadi perlambatan konsumsi
masyarakat maupun investasi
211169
443491
314
801
000
200
400
600
800
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Garfik 26
Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat Tahun
2014 - 2019
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
23 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
A1214 Ekspor Bersih (Net Export)
Perdagangan internasional merupakan
pertukaran barang dan jasa lintas batas negara
(international border) Dengan adanya
perdagangan internasional memungkinkan
terjadinya efisiensi yang timbul dari kompetisi
antar produsen dalam menjual produk dengan
harga yang terendah (competitive price)
dalam suatu proses supply and demand atau
dalam suatu mekanisme pasar market
mechanism (Seyoum 2009) Komponen
perdagangan internasional terdiri dari ekspor
dan impor Ekspor merupakan nilai barang dan
jasa yang dijual ke luar negeri sedangkan impor
merupakan nilai barang dan jasa yang
disediakan untuk dalam negeri Selisih
keduanya disebut sebagai net ekspor Sebagai
salah satu komponen PDB net ekspor
merupakan nilai bersih dari penjualan barang
jasa ke luar negeri dikurangi pembelian dari luar
negeri yang menghasilkan pendapatan untuk
dalam negeri (Mankiw 2013) Pada tahun 2019
komponen net ekspor Provinsi Papua Barat
sebesar Rp2789 triliun dengan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 324 persen
A12141 Ekspor
Ekspor merupakan nilai barang dan jasa yang
dijual ke negara lain (Mankiw 2013) Komoditas
ekspor Provinsi Papua Barat terbesar yaitu raw
material resources berupa gas alam dan
minyak bumi dengan kontribusi mencapai 98
persen dari total nilai ekspor yang ada Adapun
sisanya berupa perhiasan permata kayu
barang dari kayu garam belerang kapur
(semen) ikan udang daging ikan olahan
sabun dan preparat pembersih
Pada tahun 2019 nilai ekspor Provinsi Papua
Barat mencapai US$ 233258 juta atau turun
siginifikan sebesar 179 persen dari ekspor tahun
sebelumnya sebesar US$ 28336 juta
disebabkan turunnya harga komoditas migas di
pasar internasional Nilai ekspor tertinggi terjadi
pada bulan November sebesar US$ 25478
sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada
bulan April sebesar US$ 11602
Selama tahun 2019 terdapat 3 (tiga) negara
yang menjadi tujuan utama ekspor Provinsi
Papua Barat yaitu Tiongkok Korea Selatan dan
Jepang dengan kontribusi mencapai 9341
persen Nilai ekpor ke Tiongkok sebesar US$
138861 juta (6373 persen) Korea selatan
sebesar US$ 35793 juta (1643 persen) dan
Jepang sebesar US$ 43236 juta (1984 persen)
A12142 Impor
Impor merupakan nilai barang dan jasa yang
dibeli dari negara lain (Mankiw 2013)
Komoditas impor Provinsi Papua Barat berupa
mesin-mesin pesawat mekanik mesin
peralatan listrik benda-benda dari besi dan
baja barang-barang rajutan benda-benda
dari batu gips dan semen berbagai barang
logam dasar garam belerang dan kapur
perkakas serta perangkat potong
24707 22201
17352
11602
18441
19127
16947
18831
1810215943
25478
24527
0
50
100
150
200
250
300
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 27
Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun
2019 (US$ juta)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
24
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Pada tahun 2019 total nilai impor Provinsi Papua
Barat sebesar US$ 37434 juta atau naik 553
persen dari tahun sebelumnya sebesar US$
5737 juta Nilai impor tertinggi Provinsi Papua
Barat terjadi pada bulan Juli sebesar US$ 11831
juta Sementara itu pada bulan Juni nilai impor
Provinsi Papua Barat berada pada angka
terkecil sebesar US$ 006 juta
A122 PDRB Sisi Penawaran
PDRB sisi ini dihitung berdasarkan pendekatan
produksi yaitu dengan menjumlahkan nilai
tambah (value added) atas barang dan jasa
yang dihasilkan dari sektor-sektor produksi Dari
keseluruhan sektor yang ada kontribusi tertinggi
terhadap PDRB Provinsi Papua Barat tahun 2019
berasal dari sektor industri pengolahan
mencapai 2574 persen dengan nilai Rp217
triliun Kemudian diikuti sektor pertambangan
dan penggalian mencapai 1744 persen
dengan nilai Rp147 triliun Minyak bumi dan gas
alam merupakan sumber utama PDRB pada
kedua sektor tersebut
A13 PDRB per Kapita
Indikator ini menunjukan nilai kontribusi tiap
penduduk terhadap perekonomian suatu
daerah dalam menghasilkan barang dan jasa
pada periode waktu satu tahun Selama lima
periode terakhir dari tahun 2015ndash2019 PDRB per
Kapita Provinsi Papua Barat mengalami
peningkatan walaupun dengan pertumbuhan
yang terbatas Pada tahun 2015 PDRB per
Kapita Provinsi Papua Barat sebesar Rp7250
juta Kemudian jumlahnya meningkat menjadi
Rp879 juta pada tahun 2019 atau naik sebesar
218 persen dalam 5 tahun
A2 Inflasi
Mankiw (2013) menyebutkan bahwa Inflasi
merupakan kenaikan harga secara umum
Jika kenaikan harga barang hanya berasal
dari satu atau dua barang saja maka tidak
dapat disebut sebagai inflasi kecuali bila
524
807
3804
2101
2286
006
11831
7816
1053
3617
105
2539
0
20
40
60
80
100
120
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 28
Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun
2019 (US$ juta)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Industri
Pengolahan
2574
Pertambangan
Penggalian1744
Konstruksi
1596
Sektor Lainnya
1227
Pertanian dkk
1055
Adm
Pemerintahan1057
Perdagangan
747
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Grafik 29
Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (Persen)
72157452
7843
8495879
0
20
40
60
80
100
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 210
Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua
Barat Tahun 2015 - 2019 (juta Rptahun)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
25 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
kenaikan itu meluas dan berimplikasi pada
kenaikan harga barang lainnya Inflasi dihitung
berdasarkan perubahan Indeks Harga
Konsumen (IHK) yang merupakan rata-rata dari
perubahan harga suatu komoditas dalam
kurun waktu tertentu Perubahan IHK dari waktu
ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan
(inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari
suatu komoditas
Secara umum inflasi digolongkan ke dalam tiga
jenis yaitu inflasi inti (core inflation) inflasi
makanan yang bergejolak (volatile food
inflation) dan inflasi harga yang diatur
(administered price inflation) Core inflation
adalah inflasi yang perkembangan harganya
dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi
secara umum yaitu faktor-faktor fundamental
seperti ekspektasi inflasi nilai tukar dan
keseimbangan permintaan dan penawaran
agregat yang akan berdampak pada
perubahan harga-harga secara umum
Sementara itu volatile food inflation adalah
inflasi bahan makanan yang perkembangan
harganya sangat bergejolak karena faktor-
faktor tertentu yang mempengaruhi kecukupan
pasokan komoditas yang bersangkutan seperti
faktor musim panen gangguan distribusi
bencana alam dan hama Adapun
administered price inflation adalah inflasi yang
perkembangan harganya diatur oleh
pemerintah
Secara kumulatif laju inflasi Provinsi Papua Barat
tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih
rendah dari inflasi tahun sebelumnya sebesar
521 persen dan inflasi nasional sebesar 272
persen Pencapaian tersebut berada di atas
target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun
2017-2021 dimana pada tahun 2019 target
inflasi ditetapkan sebesar 366 persen Kebijakan
pengendalian tingkat inflasi yang melibatkan
banyak pihak sebagaimana tergabung dalam
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) tampaknya
belum berhasil menekan laju pergerakan harga
di Provinsi Papua Barat ke arah yang lebih
moderat
Selama tahun 2019 perkembangan harga-
harga komoditas di Provinsi Papua Barat relatif
terkendali dimana komponen administered
price dan volatile food menjadi penyumbang
utama Adanya peningkatan intensitas curah
hujan yang sedang dan gelombang laut yang
relatif tinggi berdampak pada hasil produksi
dan mengganggu jalur distribusi pasokan
bahan makanan meskipun tidak memberikan
pengaruh signifikan Disamping itu komponen
administered price tidak mengalami tekanan
seperti halnya tahun sebelumnya sebagai
imbas dari turunnya harga komoditas minyak
mentah di pasar internasional yang berdampak
pada turunnya harga BBM non-subsidi (non-
premium) Sementara itu tekanan inflasi pada
kelompok inti (core inflation) relatif terkendali
Pada triwulan pertama tahun 2019 (Januari ndash
Maret) Papua Barat berada pada kondisi
deflasi dengan level 056 persen (ytd) dengan
534
362
144
521
193
335302
361
313 272
0
2
4
6
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 211
Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan
Nasional Tahun 2015 ndash 2019
Pabar Nasional
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
26
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
penyumbang terbesar terjadi pada kelompok
volatile food seperti beras telur susu daging
ikan segar dan kacang-kacangan Faktor
intensitas curah hujan yang sedang
menyebabkan beberapa daerah penghasil
mengalami panen besar berakibat pada
melimpahnya jumlah pasokan komoditas
meskipun sedikit terganggu dengan terjadinya
laut pasang pada jalur distribusi Sementara itu
komponen administered price sedikit tertekan
disebabkan pasokan bahan bakar subsidi yang
terbatas meskipun harga non-subsidi (pertalite
dan pertamax series) mengalami sedikit
penurunan harga
Pada triwulan kedua tahun 2019 (April ndash Juni)
intensitas curah hujan di Provinsi Papua Barat
makin meningkat Faktor tersebut pada
akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas
hasil pertanian sehingga pasokan komoditas
menjadi berkurang Dampaknya pada bulan
April dan Mei komponen volatile food seperti
beras sayur-sayuran dan kacang-kacangan
mengalami inflasi Pada bulan April meskipun
komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi
sebesar -070 persen namun kacang-kacangan
mengalami inflasi 240 persen
Memasuki bulan puasa (Mei) dan Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN) Papua Barat
dihadapkan pada tekanan inflasi yang cukup
dalam Komponen volatile food seperti telur
daging ayam daging sapi mengalami tren
peningkatan harga seiring kenaikan
permintaan Pemerintah melalui Tim Pengendali
Inflasi Daerah (TPID) melakukan pengawasan
distribusi untuk mencegah penimbunan barang
dan permainan harga Selain itu TPID juga
melakukan operasi pasar dan program pasar
murah untuk menjaga stabilitas harga
Sementara itu komponen administered price
pada periode ini juga mengalami tekanan
Periode triwulan ketiga tahun 2019 tekanan
inflasi Papua Barat mulai jauh berkurang Pada
bulan Juli terjadi deflasi yang mencapai level -
007 persen Komponen volatile food menjadi
penyumbang terbesar deflasi Kemudian pada
bulan Agustus Papua Barat kembali mengalami
mencapai deflasi pada level -057 persen
dimana kelompok bahan makanan menjadi
penyumbang terbesar dengan capaian -167
Tabel 21
Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Kelompok jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des
Umum -004 159 025 033 034 004 -007 -057 067 -004 159 025
Bahan Makanan -082 493 072 079 100 -048 -066 -167 039 -082 493 072
Makanan Jadi Minuman
Rokok dan Tembakau 057 001 057 050 076 006 030 023 025 057 001 057
Perumahan Air Listrik Gas
dan Bahan Bakar 002 015 007 -004 -011 039 016 001 011 002 015 007
Sandang 072 062 102 050 045 021 -009 -043 158 072 062 102
Kesehatan 076 052 006 027 072 001 002 -026 037 076 052 006
Pendidikan Rekreasi dan
Olah Raga -003 034 -008 020 091 152 014 000 -002 -003 034 -008
Transpor dan Komunikasi
dan Jasa Keuangan 015 -024 -056 -049 -099 -001 050 -005 253 015 -024 -056
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
27 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Pada bulan ini di saat semua kelompok
pengeluaran mengalami tekanan deflasi
kelompok administered price mengalami inflasi
pada level 023 Berbeda dari bulan
sebelumnya memasuki bulan September
Papua Barat mengalami inflasi pada level 067
persen Kelompok volatile food seperti daging
telur susu dan sayur-sayuran serta kelompok inti
(core inflation) seperti sandang dan
perlengkapan rumah tangga menjadi
penyumbang inflasi Di samping itu kelompok
transportasi adalah penyumbang terbesar
inflasi seiring kenaikan harga tiket akibat
permasalahan yang mendera maskapai
penerbangan
Pada triwulan empat tahun 2019 (Oktober-
Desember) Papua Barat kembali mengalami
tekanan inflasi Demikian juga dengan
kelompok volatile food seperti beras daging
ikan telur susu sayur-sayuran dan kacang-
kacangan pada periode ini mengalami inflasi
disebabkan faktor produktivitas hasil pertanian
yang seharusnya melimpah malah berkurang
Di samping itu faktor cuaca yang tidak
bersahabat bagi nelayan menyebabkan
berikurangnya pasokan ikan
Meskipun pada bulan Oktober terjadi deflasi
sebesar -004 persen namun bulan November
Papua Barat kembali mengalami inflasi sebesar
125 persen Penyumbang tertinggi inflasi
adalah kelompok volatile food yang
mengalami kendala produktivitas Kemudian
masuk pada bulan Desember Papua barat
dihadapkan pada momen libur natal dan
tahun baru Pada bulan ini perkembangan
harga di Provinsi Papua Barat mengalami
tekanan inflasi namun dengan tingkat yang
cukup terkendali pada kisaran 025 persen
dengan kenaikan tertinggi terjadi pada
kelompok sandang momen liburan sekolah
natal dan tahun baru
A3 Suku Bunga
Suku bunga merupakan biaya dari suatu
pinjaman atau harga yang dibayar untuk sewa
dana (Mishkin 2015) Kebijakan suku bunga
dilakukan oleh bank sentral selaku pemegang
otoritas moneter Sebagai pemegang otoritas
moneter di Indonesia Bank Indonesia
menetapkan BI Rate sebagai suku bunga
acuan yang mencerminkan sikap dari
kebijakan moneter apakah dovish (longgar)
atau hawkish (ketat) Dalam rangka melakukan
penguatan kerangka operasi moneter Bank
Indonesia kemudian memperkenalkan suku
bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru
berupa BI 7-Day Repo Rate pada April 2016 dan
mulai berlaku efektif tanggal 19 Agustus 2016
Perubahan tersebut bertujuan agar suku bunga
kebijakan dapat lebih cepat mempengaruhi
pasar uang perbankan dan sektor riil
Terkait kebijakan suku bunga selama tahun
2019 Bank Indonesia menerapkan kebijakan
moneter yang cenderung longgar yang
ditandai dengan turunnya suku bunga acuan BI
7-Day Repo Rate Pada awal tahun 2019 BI 7
Day Repo Rate ditetapkan sebesar 600 persen
sebagai akibat dari kebijakan yang hawkish
600 600 600 600 600 600
575
550
525
500 500 500
40
48
55
63
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 212
Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019
(persen)
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
28
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
tahun sebelumnya Sempat bertahan selama
enam bulan kemudian pada bulan Juli BI 7-Day
Repo Rate diturunkan menjadi 575 persen
Penurunan tersebut bertujuan untuk
mendorong investasi sektor riil dalam mengatasi
efek buruk dari pasar keuangan global
(portofolio market) yang volatile
Kemudian pada bulan berikutnya suku bunga
acuan BI 7-Day Repo Rate kembali turun
menjadi 55 persen dan pada akhir tahun 2019
BI 7-Day Repo Rate mencapai angka 500
persen Kebijakan tersebut merupakan langkah
lanjutan untuk menjaga daya saing industri
domestik terhadap perubahan kebijakan
perdagangan sejumlah negara akibat perang
dagang AS-Tiongkok dan ketidakpastian pasar
keuangan global yang masih tinggi Selain itu
deflasi yang terjadi di perekonomian domestik
ikut mendorong penurunan tersebut
Pinjaman yang diberikan lembaga keuangan
kepada masyarakat merupakan pinjaman
yang diperuntukkan untuk keperluan modal
kerja investasi dan konsumsi dengan suku
bunga pinjaman yang diberikan untuk
keperluan konsumsi lebih tinggi daripada suku
bunga pinjaman untuk keperluan modal kerja
dan investasi Pada awal tahun 2019 rata-rata
suku bunga pinjaman konsumsi pada lembaga
keuangan sebesar 1054 persen lebih rendah
dari rata-rata suku bunga pinjaman modal kerja
dan investasi masing-masing sebesar 1144
persen dan 1209 persen
Pada akhir tahun 2019 suku bunga pinjaman
konsumsi turun menjadi 1018 persen sementara
itu suku bunga pinjaman modal kerja dan
investasi masing-masing menjadi 1143 persen
dan 1181 persen Tampaknya pilihan BI atas
kebijakan yang longgar dengan menurunkan
suku bunga acuan selama tahun 2019 diikuti
oleh penurunan suku bunga pinjaman pada
lembaga keuangan
Selama ini penurunan signifikan pada suku
bunga pinjaman merupakan hal yang ditunggu
masyarakat Lembaga keuangan masih
menjadi sumber pendanaan utama bagi
masyarakat yang ingin menjalankan kegiatan
usahanya Namun sangat disayangkan
penurunan suku bunga pinjaman masih bersifat
terbatas Dengan spread (selisih) yang cukup
lebar dengan suku bunga simpanan margin
bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM)
lembaga keuangan masih cukup tinggi
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang
diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NIM
1144 1148 1149 1151 1155 1153 1155 1158 1161 1157 1162
1143
1209 1206 1203 1202 1200 1198 1194 1191 1190 1185 1185 1181
1054 1048 1041 1039 1036 1035 1033 1030 1029 1027 1023 1018
10
11
12
13
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 213
Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Pinjaman pada
Lembaga Keuangan Tahun 2019 (persen)
Pinjaman Modal Kerja Pinjaman Investasi
Pinjaman Konsumsi
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
123
124
123117
116
118
119
118
118
114
115
118
100
110
120
130
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 214
Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Simpanan pada
Lembaga (persen)
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
29 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
lembaga keuangan berada pada kisaran 5
persen Oleh karena itu lembaga keuangan
seharusnya dapat menurunkan lagi tingkat suku
bunga pinjaman hingga mencapai tingkat
single digit interest rate of loans
Sementara itu sebagai respon atas tren
pergerakan suku bunga pinjaman rata-rata
suku bunga simpanan pada lembaga
perbankan juga bergerak turun Pada awal
tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan
sebesar 123 persen Kemudian pada akhir
tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan
turun menjadi 118 persen
A4 Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang suatu negara dibedakan
atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil Nilai
tukar nominal suatu mata uang atau yang
sering disebut kurs merupakan harga relatif dari
suatu mata uang terhadap mata uang lainnya
Adapun nilai tukar riil merupakan harga relatif
dari barang jasa antar dua negara (Mishkin
2015)
Saat ini hampir semua negara tidak bisa lepas
dari interaksi ekonomi dengan luar negeri
Sebagai mata uang global dollar AS banyak
digunakan untuk kegiatan perdagangan
internasional Tak terkecuali Indonesia kegiatan
ekspor impor sebagian besar menggunakan
dollar AS sebagai alat pembayaran Oleh
karena itu pergerakan kurs rupiah terhadap
dollar AS sering dijadikan indikator untuk
menentukan kebijakan perekonomian nasional
Secara konseptual nilai tukar mata uang
memiliki hubungan negatif terhadap ekspor
Ketika kurs rupiah terhadap dollar AS
mengalami apresiasi (penguatan) maka kinerja
ekspor akan tertekan karena harga
barangjasa yang dijual ke luar negeri menjadi
lebih murah Sebaliknya ketika kurs rupiah
terhadap dollar AS mengalami depresiasi
(penurunan) maka akan mendorong
pertumbuhan ekspor Selama tahun 2019 kurs
rupiah terhadap dollar AS mengalami
depresiasi disebabkan penguatan dollar AS
terhadap seluruh mata uang dunia diikuti oleh
kenaikan imbal hasil atau yield obligasi
pemerintah AS dan penurunan harga minyak
dunia Di sisi lain sentimen pelemahan ekonomi
Tiongkok turut andil terhadap pelemahan nilai
tukar rupiah Dibuka pada awal Januari sebesar
Rp14465 kurs rupiah cenderung bergerak
fluktuatif dengan kecenderungan menguat
dan ditutup pada angka Rp13901 pada akhir
tahun 2019
B INDIKATOR KESEJAHTERAAN
Indikator pembangunan yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat
diantaranya Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Tingkat Kemiskinan Tingkat Ketimpangan
(Gini Ratio) dan Kondisi Ketenagakerjaan
B1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pembangunan infrastruktur menjadi lebih
produktif jika memiliki sumber daya manusia
(human resources) yang berkualitas Jika jumlah
SDM berkualitas tidak memadai maka
1446500
1397800
1411100
1423100
1424500
1423100
1411700
1409800
1419000
1419600
1406600
1390100
13750
14000
14250
14500
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 215
Tren Pergerakan Kurs Tengah Rupiah
per 1 US$ Tahun 2019
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
30
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
pembangunan infrastruktur menjadi kurang
efisien dan efektif Akibatnya proses produksi
membutuhkan input dengan ekonomi biaya
tinggi (high cost economy) dan kualitas output
yang dihasilkan rendah Oleh karena itu para
ekonom berpendapat bahwa rendahnya
investasi pada modal manusia (human capital
resources) merupakan penyebab lambatnya
pertumbuhan Investasi yang rendah pada
sektor pendidikan pengetahuan dan
keterampilan menyebabkan produktivitas
modal fisik menurun (Jhingan 1983)
Untuk mengukur keberhasilan pembangunan
pada modal manusia PBB melalui United
Nations Development Programme (UNDP)
mengkombinasikan pencapaian di bidang
pendidikan kesehatan dan pendapataan
pengeluaran riil atau yang dikenal dengan
Human Development Index (HDI) Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Menurut UNDP
IPM suatu daerah dapat dikelompokkan ke
dalam empat kategori yaitu sangat tinggi (IPM
ge 80) tinggi (70 le IPM lt 80) sedang (60 le IPM lt
70) dan rendah ( IPM lt 60)
Walaupun masih tertinggal dari daerah lain dan
menduduki peringkat terakhir secara nasional
pencapaian IPM Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan tiap tahun Pada
tahun 2011 IPM Provinsi Papua Barat mencapai
nilai 599 (masuk dalam kategori rendah) jauh
di bawah IPM nasional sebesar 6709 Kemudian
sejak tahun 2012 IPM Provinsi Papua Barat naik
kelas menjadi kategori sedang dengan nilai
603 Selanjutnya pada tahun 2018 IPM Provinsi
Papua Barat menjadi 6374
Jika dilihat per daerah pencapaian IPM di
Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk
dalam kategori sangat tinggi bahkan masih
banyak daerah yang masuk kategori IPM
rendah diantaranya Wondama Sorong
Selatan Tambrauw Maybrat Manokwari
Selatan dan Pegunungan Arfak Sementara itu
hanya 2 (dua) daerah yang masuk kategori IPM
tinggi yaitu Kab Manokwari dan Kota Sorong
Sumber United Nations Development Programme (UNDP)
Gambar 21
Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM
-
Sangat Tinggi
Manokwari (7117)
Kota Sorong (7735)
Tinggi
Fakfak (6699)
Kaimana (6367)
Teluk Bintuni (6313)
Kab Sorong (6432)
Raja Ampat (6284)
Sedang
Wondama (5886)
Sorong Selatan (6101)
Tambrauw (5195)
Maybrat (5816)
Mansel (5884)
Pegunungan Arfak (5531)
Rendah
Gambar 22 IPM Kab Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018
Berdasarkan Klasifikasi UNDP
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
599 6036091 6128 6173 6221
62996374
6709677
6831689
69557018
70817139
52
56
60
64
68
72
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Grafik 216
Perkembangan Nilai IPM (Metode Baru) Provinsi Papua
Barat dan Nasional Tahun 2011-2018
Papua Barat Nasional
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
31 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Adapun daerah yang masuk kategori sedang
yaitu Fakfak KaimanaTeluk Bintuni Sorong dan
Raja Ampat
IPM yang tinggi di Kota Sorong dan Kab
Manokwari menunjukan adanya korelasi
antara suatu daerah sebagai pusat
perekonomian pemerintahan dengan
pencapaian nilai IPM Sebaliknya ketika suatu
daerah jauh dari pusat perekonomian
pemerintahan seperti Kab Pegunungan Arfak
yang merupakan daerah pemekaran baru
memiliki nilai IPM yang jauh tertinggal dari Kota
Sorong dan Kab Manokwari
B2 Kemiskinan
Konsep kemiskinan seringkali dihubungkan
antara tingkat pendapatan dan kebutuhan
seseorang Jika pendapatan tidak mampu
memenuhi kebutuhan minimum maka
seseorang dapat dikatakan miskin Ravallion
(1995) menyebutkan ciri khas dari kemiskinan
diantaranya kelaparan ketidakberdayaan
terpinggirkan tidak mempunyai tempat
tinggal dan apabila sakit tidak memiliki dana
untuk berobat Selain itu orang miskin pada
umumnya tidak dapat membaca karena tidak
mampu untuk bersekolah dan tidak memiliki
pekerjaan
Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah
Provinsi Papua Barat dihadapkan pada
masalah kemiskinan yang cukup pelik Tingkat
kemiskinan Provinsi Papua Barat sangat tinggi
hingga menduduki peringkat kedua secara
nasional setelah Provinsi Papua Pada tahun
2016 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
mencapai 2488 persen jauh lebih tinggi
dibandingkan tingkat kemiskinan nasional
sebesar 107 persen Kemudian pada tahun
2019 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
turun jauh hingga menjadi 2151 persen
Keadaan tersebut menunjukan bahwa selama
beberapa tahun ke belakang penurunan
tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat
cukup signifikan jika dibandingkan dengan
banyaknya kendala yang harus dihadapi
Pembangunan yang berlangsung selama ini
tampaknya cukup berhasil meningkatkan taraf
hidup penduduk keluar dari garis kemiskinan
Berdasarkan tipologinya tingkat kemiskinan
Provinsi Papua Barat di pedesaan sangat tinggi
bahkan di atas level 30 persen namun
sebaliknya tingkat kemiskinan di perkotaan
pada kisaran 5 persen Pada tahun 2016 tingkat
kemiskinan pedesaan Provinsi Papua Barat
mencapai 3733 persen Kemudian turun
menjadi 3429 persen pada tahun 2018 dan 332
persen pada tahun 2019 Melihat kondisi
tersebut seharusnya program-program
pemerintah lebih difokuskan ke daerah
pedesaan baik dalam rangka investasi ekonomi
yang bersifat produktif maupun investasi
manusia di bidang pendidikan kesehatan
perumahan dan layanan sosial lainnya Selain
itu program-program pengentasan kemiskinan
yang digalakkan pemerintah daerah harus
bermula dari pedesaan untuk menstimulus
kesejahteraan masyarakat desa
24882312 2266
2151
107 1012 966 922
0
5
10
15
20
25
30
2016 2017 2018 2019
Grafik 217
Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun
2016 - 2019 (persen)
Pabar Nasional
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
32
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Jika dilihat berdasarkan daerahnya pada
tahun 2019 seluruh kabupaten kota di Provinsi
Papua Barat memiliki tingkat kemiskinan di atas
nasional dengan tingkat kemiskinan tertinggi
yaitu Kab Pegunungan Arfak dan Tambraw
masing-masing sebesar 3487 persen dan 3437
persen Adapun kemiskinan terendah dimiliki
Kota Sorong dan Kab Kaimana masing-masing
sebesar 1529 persen dan 1604 persen
B3 Ketimpangan
Sebuah keniscayaan bahwa pembangunan
mengharuskan adanya tingkat pendapatan
yang tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan
Namun demikian tingkat pendapatan yang
tinggi perlu didukung oleh indikator lainnya
berupa pemerataan distribusi pendapatan
Distribusi pendapatan yang timpang menurut
Cramer (2001) menyebabkan terjadinya konflik
sosial dalam masyarakat meskipun hal tersebut
bukan hanya disebabkan oleh faktor ekonomi
Jika peningkatan pendapatan hanya
melibatkan sebagian kecil orang kaya maka
penanggulangan kemiskinan akan bergerak
melambat dan ketimpangan semakin tinggi
Salah satu cara untuk mengukur tingkat
distribusi pendapatan dengan menggunakan
Rasio Gini (Gini Ratio) Rasio tersebut mampu
menggambarkan derajat ketimpangan
distribusi pendapatan dalam suatu daerah
dengan nilai terletak antara 0 (kemerataan
sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan
sempurna)
Tingkat distribusi pendapatan Provinsi Papua
Barat tahun 2016-2019 tercatat fluktuatif namun
masih timpang ditandai dengan nilai gini ratio
yang rendah setelah sebelumnya meningkat
Selama kurun waktu tersebut ketidakmerataan
pendapatan di Provinsi Papua Barat masuk
dalam kategori sedang Pada tahun 2016 gini
ratio Provinsi Papua Barat sebesar 0373 dan
merangkak naik menjadi 0390 pada tahun 2017
568 569 516 557
37333512 3429 332
0
10
20
30
40
2016 2017 2018 2019
Grafik 218
Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan
Tahun 2016 - 2019 (persen)
Perkotaan Pedesaan
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
3487
3437
3238
3208
3049
2989
2935
2380
2154
1867
1753
1604
1529
0 10 20 30 40
Pegunungan Arfak
Tambrauw
Teluk Wondama
Maybrat
Teluk Bintuni
Manokwari Selatan
Sorong
Fakfak
Manokwari
Sorong Selatan
Raja Ampat
Kaimana
Kota Sorong
Grafik 219
Tingkat Kemiskinan KabKota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2019
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
0373
03900391
0381
0397
0393
0384
038
036
037
038
039
04
2016 2017 2018 2019
Papua Barat Nasional
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Grafik 220
Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat
dan Nasional Tahun 2016-2019
33 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
meskipun pada kedua periode tersebut berada
di bawah gini ratio nasional Kemudian pada
tahun 2018 gini ratio Provinsi Papua Barat
kembali naik menjadi 0391 bahkan lebih tinggi
dari pencapaian nasional Gini ratio kembali
turun pada tahun 2019 menjadi 0381 atau
sedikit di atas nilai nasional sebesar 0380
B4 Ketenagakerjaan
Untuk melihat kondisi ketenagakerjaan di suatu
daerah diantaranya dapat tercermin pada
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan
tingkat pengangguran
B41 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Indikator ini menunjukan persentase jumlah
angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja
Semakin tinggi TPAK menunjukkan semakin
tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour
supply) yang tersedia untuk memproduksi
barang dan jasa pada suatu daerah TPAK
Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai
6827 persen mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya sebesar 6788 persen Hal ini
mengindikasikan bahwa jumlah angkatan kerja
yang siap untuk bekerja semakin bertambah
B42 Tingkat Pengangguran
Secara teoritis pengangguran memiliki
hubungan negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi
hal tersebut mencerminkan adanya
penambahan output yang membutuhkan
banyak tenaga kerja untuk memenuhi
kapasitas produksi Arthur Okun melalui studinya
(Okunrsquos Law) menyebutkan bahwa semakin
tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka
tingkat pengangguran akan semakin berkurang
(Blanchard 2006)
Di saat jumlah pengangguran dan tingkat
pengangguran nasional mengalami kenaikan
jumlah pengangguran dan tingkat
pengangguran Provinsi Papua Barat juga ikut
bergerak naik Pada tahun 2018 jumlah
pengangguran Provinsi Papua Barat mencapai
26129 orang dengan tingkat pengangguran
sebesar 567 persen Kemudian pada tahun
2019 jumlah pengangguran Provinsi Papua
Barat meningkat menjadi 28846 orang dengan
tingkat pengangguran terseret naik menjadi
624 persen Tampaknya program pemerintah
dalam perluasan dan penciptaan lapangan
pekerjaan belum mampu menekan jumlah dan
tingkat pengangguran di Provinsi Papua Barat
Untuk mengurangi tingkat pengangguran
pemerintah daerah dapat menciptakan
7005
6747
6788
6827
66
67
68
69
70
71
2016 2017 2018 2019
Grafik 221
TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
18806
25037
33214
26129 28846
460
573
752
567
624
000
200
400
600
800
2015 2016 2017 2018 2019
-
10000
20000
30000
40000
Grafik 222
Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua
Barat Tahun 2015 ndash 2019
Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
34
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
kesempatan kerja melalui peningkatan
keahlian sertifikasi pendirian tempat latihan
ketrampilan magang serta meningkatkan
inventasi yang menyerap banyak tenaga kerja
lokal
C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI
DAN PEMBANGUNAN REGIONAL
Efektivitas kebijakan makroekonomi dan
pembangunan Provinsi Papua Barat dapat
diketahui dengan melihat kinerja dari setiap
indikator yang ada dengan membandingkan
antara target dan pencapaian dari setiap
indikator yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah dalam dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Selain itu efektivitas kebijakan
makroekonomi juga dapat diketahui dengan
melihat pengaruh dari sebuah indikator
makroekonomi dan pembangunan terhadap
indikator lainnya
C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan
Pembangunan
Kinerja perekonomian daerah tercermin dari
pencapaian target indikator makroekonomi
dan pembangunan sebagaimana yang telah
ditetapkan pada dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Dokumen RPJMD merupakan rencana
pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)
tahunan yang merupakan penjabaran dari visi
misi dan program kepala daerah Untuk Provinsi
Papua Barat dokumen RPJMD disusun untuk
periode tahun 2017 ndash 2021 Sebagai penjabaran
RPJMD tahun ketiga Pemerintah Daerah
Provinsi Papua Barat menetapkan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2019
yang memuat target indikator-indikator makro
dan kesejahteraan sebagai ukuran
keberhasilan selama satu tahun Beberapa
indikator makroekonomi dan pembangunan
dalam RKPD yang menjadi target pemerintah
daerah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 70 persen
laju inflasi pada level 366 persen gini ratio
sebesar 042 tingkat kemiskinan sebesar 2329
persen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
sebesar 6364 dan tingkat pengangguran
sebesar 642 persen
Tabel 22
Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Indikator Target RKPD Kinerja
Pertumbuhan Ekonomi (persen) 70 266
Inflasi (persen) 366 193
Tingkat Kemiskinan (persen) 2329 2151
Tingkat Pengangguran (persen) 642 624
Gini Ratio 042 0381
IPM 6364 6374
Sumber RPJMD RKPD Provinsi Papua Barat dan BPS
Provinsi Papua Barat (data diolah)
Indikator makroekonomi dan pembangunan
Provinsi Papua Barat tahun 2019 yang mampu
mencapai target yang ditetapkan pada
dokumen RKPD diantaranya tingkat inflasi yang
berhasil dikendalikan sebesar 193 tingkat
kemiskinan juga berhasil ditekan sebesar 2151
persen Demikian pula dengan IPM yang
berhasil meningkat dan melebihi target pada
angka 6374 Selain itu nilai gini ratio tercatat
juga mampu mencapai target pada angka
0381 Sementara indikator lainnya belum
mencapai target yang ditetapkan seperti
tingkat pengangguran yang mencapai 624
persen Sama halnya dengan capaian tingkat
pertumbuhan yang belum memenuhi target
yang hendak dicapai dengan nilai indikator
tersebut berada pada angka 266 persen
35 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Kemiskinan Pendekatan
Model Panel Data
C21 Landasan Teori
Salah satu masalah perekonomian yang cukup
rumit dan hampir terjadi di setiap negara yaitu
tingginya angka kemiskinan Terdapat tiga
penyebab utama timbulnya masalah
kemiskinan Pertama prasarana dan sarana
pendidikan yang tidak memadai sehingga
menyebabkan tingginya jumlah penduduk
buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan
ataupun keahlian Kedua sarana kesehatan
dan pola konsumsi buruk sehingga hanya
sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi
tenaga kerja produktif Ketiga penduduk
terkonsentrasi di sektor pertanian dan
pertambangan dengan metode produksi yang
telah usang dan ketinggalan zaman (Jhingan
1983)
Sebagaimana dikatakan Nurkse daerah yang
terbelakang pada umumnya terjerat ke dalam
lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty)
Menurut Nurkse lingkaran kemiskinan
disebakan oleh rendahnya tingkat pendapatan
sehingga menyebabkan tingkat permintaan
rendah Dengan tingkat permintaan yang
rendah mengakibatkan tingkat investasi pun
rendah Tingkat investasi yang rendah kembali
menyebabkan modal kurang dan produktifitas
rendah dan begitu seterusnya hingga
membentuk sebuah lingkaran sebab akibat dari
kemiskinan (Jhingan 1983)
Dari berbagai teori pertumbuhan yang
dikemukakan oleh banyak ekonomi seperti Teori
Harold Domar Teori Solow Teori Dorongan Kuat
(Big Push Theory) dan Teori Rostow maka dapat
diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor
utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu
akumulasi modal yang meliputi semua bentuk
atau jenis investasi baru pertumbuhan
penduduk dan kemajuan teknologi Investasi
melalui penyerapan tenaga kerja baik oleh
swasta maupun oleh pemerintah
perkembangan teknologi yang semakin inovatif
dan produktif dan pertumbuhan penduduk
melalui peningkatan modal manusia (human
capital) diharapkan mampu mengurangi
jumlah kemiskinan yang ada Sehingga ketika
terjadi pertumbuhan ekonomi yang berarti
terjadi pertumbuhan pendapatan atau
pertumbuhan produksi dari barang-barang
yang dihasilkan maka diharapkan akan
menurunkan kemiskinan dengan memutus
mata rantai lingkaran kemiskinan seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya Dengan adanya
pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat
meningkatkan produktifitas yang ada sehingga
dengan kenaikan produktifitas maka
pendapatan per kapita juga akan naik yang
pada akhirnya membawa pada penurunan
tingkat kemisikinan
C22 Metode dan Hasil Estimasi
Untuk mengukur pengaruh dari pertumbuhan
ekonomi terhadap kemiskinan di Provinsi Papua
Barat menggunakan model sebagai berikut
Tingkat Kemiskinan = f (Pertumbuhan Ekonomi)
Gambar 23
Lingkaran Kemiskinan Nurkse
Sumber Jhingan (1983)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
36
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Dari model di atas dituangkan dalam model
persamaan ekonometrika sebagai berikut
Log(Poverty) = β0 + β1Log(Growth) + ε
dimana
Poverty = Tingkat Kemiskinan (persen)
Growth = Pertumbuhan Ekonomi (persen)
β n = Parameter atau koefisien regresi
ε = Variabel ganggguan
Penggunaan log model pada persamaan di
atas bertujuan untuk mengetahui elastisitas
pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat
kemiskinan di mana koefisien β1 β2 dan β3
menunjukan persentase perubahan tingkat
kemiskinan akibat persentase perubahan
pengeluaran pemerintah (Gujarati 2009)
Adapun data yang digunakan berupa data
panel yang merupakan gabungan antara data
lintas waktu (time series) dari tahun 2015 ndash 2019
dan data lintas individu (cross section) seluruh
kabupaten kota di Provinsi Papua Barat
Baltagi dalam Gujarati (2004) menyatakan
bahwa terdapat beberapa keuntungan dalam
penggunaan data panel yaitu
1 Dengan mengkombinasikan time series dan
cross section data panel akan memberikan
data yang lebih informatif lebih variatif dan
mengurangi kolinearitas antar variabel
derajat kebebasan yang lebih banyak dan
efisiensi yang lebih besar
2 Dengan mempelajari bentuk cross section
berulang-ulang dari observasi data panel
lebih baik dalam rangka mempelajari
dinamika perubahan
3 Data panel dapat berinteraksi lebih baik
dan mengukur efek-efek yang tidak dapat
diobservasi dalam cross section murni
maupun data time series murni
4 Data panel memungkinkan kita untuk
mempelajari model perilaku yang lebih
rumit
5 Dengan membuat data tersedia dalam
jumlah lebih banyak data panel dapat
meminimumkan bias yang dapat terjadi bila
kita mengagregatkan individu ke dalam
agregrat yang luas
6 Secara garis besar data panel dapat
memperkaya analisis empiris dengan
berbagai cara yang mungkin tidak terjadi
jika hanya menggunakan cross section atau
data time series
Metode yang digunakan untuk mengestimasi
model di atas yaitu metode regresi data panel
melalui program komputer Eviews 10 Ada
beberapa teknik yang digunakan diantaranya
metode ordinary least square fixed effect dan
random effect Untuk menentukan teknik mana
yang terbaik maka digunakan Uji Hausman
Ringkasan hasil Uji Hausman dapat dilihat pada
tabel berikut (hasil lengkap Uji Hausman
terdapat pada bagian Lampiran)
Tabel 23
Ringkasan Hasil Uji Hausman
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 0011090 1 09161
Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10
Berdasarkan Uji Hausman di atas diperoleh nilai
probabilitas Chi-Square di atas 5 persen yang
menunjukan bahwa metode random effect
merupakan pilihan terbaik untuk mengestimasi
model yang ada Selanjutnya ringkasan hasil
regresi dengan menggunakan teknik random
effect adalah sebagai berikut (hasil lengkap
estimasi terdapat pada bagian Lampiran)
37 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Tabel 24
Ringkasan Hasil Regresi Data Panel
Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10
Berdasarkan hasil regresi di atas maka model
persamaan untuk mengukur pengaruh dari
pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di
Provinsi Papua Barat adalah
Log(Poverty) = 3219 - 0808 Log(Growth) + ε
Selanjutnya hasil regresi dan persamaan di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut
1 Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai R-
Squared (R2) yang didapat sebesar 79
persen Artinya bahwa variasi perubahan
yang terjadi pada variabel pengeluaran
pemerintah sektor pendidikan kesehatan
dan infrastruktur adalah sebesar 79 persen
dapat menjelaskan variasi perubahan
variabel tingkat kemiskinan sedangkan
sisanya sebesar 921 persen dijelaskan di luar
model
2 Pada tingkat kepercayaan 5 persen (α =
005) peningkatan yang terjadi pada
pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh
signifikan terhadap penurunan tingkat
kemiskinan Hal ini disebabkan memiliki nilai
t-statistik (probabilitas) lebih besar dari α
(01434 gt 005)
3 Koefisien (-0808) menunjukan bahwa
elastisitas dari pertumbuhan ekonomi
terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0808
(inelastis) Artinya jika pertumbuhan
ekonomi naik 1 persen maka tingkat
kemiskinan hanya turun 0808 persen
C23 Implikasi Kebijakan
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat
memiliki tingkat sensitifitas yang rendah
terhadap tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari
nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di
bawah satu persen atau bersifat inelastis
Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan
ekonomi sebesar satu persen maka penurunan
tingkat kemiskinan di bawah satu persen
Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat
tidak berpengaruh signifikan terhadap
penurunan tingkat kemiskinan Hal ini bertolak
belakang dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh David Dollar dan Aart Kraay
(2000) berjudul Growth is Good for The Poor
dimana pertumbuhan ekonomi mampu
mengakselerasi penurunan kemiskinan secara
signifikan Pengaruh yang tidak signifikan
tersebut disebabkan belum meratanya hasil dari
pertumbuhan ekonomi Hal ini terkonfirmasi juga
dari gini ratio Provinsi Papua Barat yang
mengalami peningkatan yang berarti bahwa
distribusi pendapatan semakin tidak merata
Selama ini kue pertumbuhan ekonomi kurang
menjangkau penduduk miskin Berbagai sektor
yang memiliki andil besar terhadap
pertumbuhan ekonomi sebagian besarnya
tercurah ke daerah perkotaan sehingga
manfaatnya hanya dinikmati oleh penduduk di
perkotaan saja walaupun sebagian kecilnya
dirasakan juga oleh penduduk pedesaan
Padahal 90 persen jumlah penduduk miskin di
Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di daerah
pedesaan (kampung) Hal inilah yang
menyebabkan pengaruh dari pertumbuhan
ekonomi Provinsi Papua Barat tidak memiliki
dampak yang besar terhadap penurunan
tingkat kemiskinan
Variabel Hasil Regresi
C growth
Koefisien 3219 - 0808
t-statistik (prob) 00000 01434
f-statistik (prob) 0401
R-square 0079
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
38
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Dari hasil di atas kebijakan yang dapat diambil
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
melalui pertumbuhan ekonomi dalam
mengurangi tingkat kemiskinan yaitu
1 Sebagai salah satu komponen
pertumbuhan ekonomi pengeluaran
pemerintah di Provinsi Papua Barat harus
lebih fokus ke daerah pedesaan (kampung)
dan remote area yang sulit terjangkau oleh
sarana transportasi yang memadai Hal ini
didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah
penduduk miskin di Provinsi Papua Barat
sebagian besar berada di daerah
pedesaan pegunungan dan pedalaman
2 Meningkatkan kualitas pertumbuhan
ekonomi melalui penyediaan sarana
infrastruktur yang layak dan memadai di
daerah pedesaan dan remote area
terutama sarana pendidikan kesehatan
dan transportasi beserta tenaga pendidikan
dan kesehatan yang handal di bidangnya
3 Mengoptimalisasi anggaran dana desa
melalui program padat karya tunai (cash for
work) untuk kegiatan pembangunan desa
seperti (a) pengadaan pembangunan
pengembangan dan pemeliharaan sarana
prasarana desa (b) peningkatan kualitas
dan akses terhadap pelayanan sosial dasar
dan (c) pengadaan pembangunan
pengembangan dan pemeliharaan sarana
prasarana usaha ekonomi desa
4 Melaksanakan program perlindungan sosial
bagi penduduk miskin Diantara program
yang direkomendasikan yaitu memberi
bantuan tunai secara bersyarat (conditional
cash transfer) yang mewajibkan bagi
penerima bantuan seperti anak usia
sekolah balita ibu hamil dan ibu menyusui
untuk berpartisipasi aktif pada fasilitas
pendidikan dan kesehatan Pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat dapat
mengadopsi program conditional cash
transfer Bolsa Familia di Brazil atau program
yang saat ini sedang digalakkan pemerintah
pusat yaitu Program Keluarga Harapan
(PKH)
5 Meningkatkan kualitas belanja (quality of
spending) pemerintah dengan cara
memfokuskan alokasi anggaran pada
belanja prioritas terutama untuk daerah
pedesaan
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN
APBN
BELANJA
PEMERINTAH PUSAT
TRANSFER KE DAERAH
amp DANA DESA
789 T
2383 T
PAJAK PNBP
219 T 029 T
TAX TAX
RATIO RATIO 309 309 gtgt gtgt
DJPbKawalAPBN
39
Perkembangan dan Analisis APBN
nggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) menggambarkan
kondisi keuangan pemerintah yang
berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan
dan alokasi belanja pemerintah untuk satu
periode tahun anggaran yang ditetapkan
dalam Undang-Undang
A APBN TINGKAT PROVINSI
APBN tingkat provinsi menggambarkan potret
kondisi keuangan APBN di Provinsi Papua Barat
yang disajikan dalam bentuk I-account
disajikan dalam tabel 31 Pada tabel tersebut
target pendapatan negara tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
sebesar 116 persen dibandingkan target tahun
2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi
Rp268042 miliar Penurunan target tersebut
didasarkan pada asumsi bahwa kondisi
perekonomian pada tahun 2019 masih dalam
tahap ketidakpastian global Tantangan dan
dinamika yang cukup berat mengingat
volatilitas harga komoditas internasional seperti
minyak dan gas bumi turut mempengaruhi
target penerimaan pajak di Papua Barat
Sementara itu dari aspek belanja negara
terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar
427 persen dibandingkan pagu tahun 2018
yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi
Rp3457711 miliar Alokasi belanja APBN 2019
A
BAB III
Perkembangan dan Analisis
APBN
Tabel 31
Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 (miliar Rp)
Uraian Pagu 2018 Real 2018 Pagu 2019 Real 2019
PENDAPATAN NEGARA 303205 249363 268042 294509
Pendapatan Perpajakan 275325 219362 245494 265104
Pendapatan Bukan Pajak 27880 30001 22549 29404
Hibah - - - -
BELANJA NEGARA 2423117 2491602 3457711 3172329
Belanja Pemerintah Pusat 722953 681662 869620 788870
Transfer ke Daerah dan Dana Desa 1700164 1809940 2588091 2383459
SURPLUS (DEFISIT) (2119912) (2242239) (3189669) (2877820)
PEMBIAYAAN - - - -
Pembiayaan Dalam negeri - - - -
Pembiayaan Luar Negeri - - - -
Sumber OM-SPAN KPP Pratama Manokwari dan Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
40
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
yang naik dibandingkan dengan tahun
sebelumnya disebabkan oleh peningkatan
kebutuhan anggaran di daerah yang
digunakan untuk membiayai program dan
kegiatan Satuan Kerja (Satker) Kementerian
NegaraLembaga (KL) dan belanja daerah
melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD) Hal ini tercermin dari kenaikan yang
cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223
persen dari Rp1700164 miliar menjadi
Rp2588091 miliar pada tahun 2019 serta
belanja barang sebesar 1224 persen menjadi
Rp32754 miliar
Di samping itu penambahan komponen
pembayaran THR PNS tahun ini yang berakibat
pada kenaikan pagu belanja pegawai turut
andil dalam peningkatan pagu belanja APBN
secara keseluruhan Pembayaran THR PNS
tahun 2019 ditambahkan komponen tunjangan
keluarga tunjangan tambahan dan tunjangan
kinerja Pada tahun 2019 pagu belanja
pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari
Rp156741 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp187346 miliar pada tahun 2019
Sementara itu kenaikan yang cukup signifikan
terjadi pada pagu belanja modal dari
Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik
sebesar 3005 persen Hal ini disebabkan
keberadaan proyek-proyek infrastruktur
strategis lanjutan di Provinsi Papua Barat
sehingga alokasi belanja modal pada kembali
bertambah dari sebelumnya sempat menurun
Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi
pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat
mencapai 10987 persen sedangkan realisasi
belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan
membandingkan antara realisasi penerimaaan
dan belanja APBN pada tahun ini terdapat
defisit anggaran sebesar Rp2877820 miliar Hal
ini disebabkan oleh target penerimaan yang
belum optimal tercapai meskipun realisasi
penerimaan jauh lebih besar (181 persen) dari
tahun sebelumnya
B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT
TINGKAT PROVINSI
Pendapatan pemerintah pusat di Provinsi
Papua Barat terdiri dari penerimaan perpajakan
dan penerimaan bukan pajak Pada tahun
2019 realisasi pendapatan pemerintah pusat di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar
atau naik 181 persen dari tahun sebelumnya
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi
pencapaian realisasi pendapatan tersebut
diantaranya
1 Kondisi perekonomian nasional yang tidak
terpengaruh dan tetap tumbuh meskipun
terdapat ketidakopastian global dan
perang dagang AS-Tiongkok
Perekonomian regional yang didorong
sektor migas memberikan dampak yang
baik terhadap penerimaan negara di
Provinsi Papua Barat Terjadi peningkatan
persentase realisasi penerimaan terhadap
target yang telah ditetapkan akibat
multiplier effect dari migas terhadap industri
lainnya
2 Meskpiun ketergantungan penerimaan
negara terhadap sumber daya alam
(natural resources) memberikan risiko
tingkat penerimaan yang rendah namun
harga pasar komoditas yang fluktuatif
mempengaruhi peningkatan penerimaan
3 Pelaksanaan proses produksi masih belum
mendapatkan inovasi sehingga bergantung
pada ekspor bahan baku (raw material)
dan tenaga kerja padat karya sehingga
41 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
sedikit memberikan kontribusi bagi kenaikan
penerimaan negara
B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat
Penerimaan perpajakan pemerintah pusat
tingkat provinsi terdiri atas penerimaan pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan
internasional Penerimaan pajak dalam negeri
di Provinsi Papua Barat terdiri dari PPh
Perseorangan PPh Badan PBB PPN dan Pajak
Lainnya Sementara itu di Provinsi Papua Barat
tidak memiliki penerimaan negara berupa
pajak perdagangan internasional Berikut ini
target dan realisasi penerimaan perpajakan
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat tahun
2018 ndash 2019
Realisasi penerimaan perpajakan pemerintah
pusat di Provinsi Papua Barat mengalami
peningkatan sebesar 2085 persen yaitu dari
Rp219362 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp265104 miliar pada tahun 2019 Hal ini
disebabkan oleh kenaikan realisasi pada jenis
pajak PPN Dalam Negeri dan PPh non migas
lainnya Penerimaan kedua jenis pajak tersebut
sangat ditentukan oleh kondisi perekonomian
dimana pada tahun 2019 tetap tumbuh
meskipun berada pada ketidakpastian global
Dari keseluruhan jenis pajak pemerintah pusat
yang ada di Provinsi Papua Barat PPN Dalam
Negeri masih mendominasi jumlah penerimaan
pajak tahun 2019 mencapai Rp 132253 miliar
atau 5069 persen dari total penerimaan pajak
pemerintah pusat Kemudian diikuti PPh
perseorangan sebesar Rp84935 miliar atau
3255 persen dari total penerimaan pajak
pemerintah pusat dengan kontribusi terbesar
berasal dari penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh
Final
Apabila dilihat per daerah realisasi penerimaan
pajak tertinggi pada tahun 2019 yaitu Kab
Manokwari dan Kota Sorong masing-masing
sebesar Rp80307 miliar dan Rp73192 miliar Hal
ini disebabkan kedua daerah tersebut
merupakan pusat perekonomian di Provinsi
Papua Barat yang memiliki potensi penerimaan
pajak yang lebih besar dibandingkan daerah
lainnya Adapun realisasi penerimaan pajak
terendah yaitu Kab Pegunungan Arfak dan
Kab Tambrauw masing-masing sebesar Rp1606
miliar dan Rp2099 miliar disebabkan kedua
Tabel 32
Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)
Jenis Pajak
Per Akun
2018 2019
Target Realisasi Target Realisasi
PPh Non Migas 148261 89943 106294 105582
PPN dan
PPnBM 109643 111600 123631 133253
Pendapatan
atas PL amp PIB 4035 2117 2960 6448
PBB dan BPHTB 13285 12182 12503 15580
PPh Migas 0 022 0 059
Cukai 0 019 0 036
Bea Masuk 101 3479 106 4149
TOTAL 275225 219362 245388 265104
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)
73192
31783
20142
12906
12668
6494
4622
4564
2180
2152
2099
1606
000 20000 40000 60000 80000
MANOKWARI
KOTA SORONG
TELUK BINTUNI
SORONG
FAK FAK
KAIMANA
RAJA AMPAT
SORONG SELATAN
TELUK WONDAMA
MAYBRAT
MANOKWARI SELATAN
TAMBRAUW
PEGUNUNGAN ARFAK
Grafik 31
Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 Per
KabupatenKota di Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
42
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
daerah tersebut masih menggali sumber-
sumber penerimaan perpajakan lainnya
Jika dilihat per sektor realisasi penerimaan
pajak terbesar Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 berasal dari sektor konstruksi sebesar
Rp106928 miliar atau 4101 persen dari realisasi
seluruh penerimaan pajak Adapun dari 10
sektor penerimaan pajak terbesar di Papua
Barat realisasi penerimaan pajak terkecil
berasal dari sektor real estate sebesar Rp189
miliar atau hanya 007 persen dari realisasi
seluruh penerimaan pajak Hal ini dapat dilihat
pada grafik berikut
Selanjutnya untuk melihat kinerja perpajakan
pada suatu daerah maka digunakan tax ratio
Ukuran tersebut merupakan perbandingan
antara jumlah penerimaan pajak di suatu
daerah dibandingkan dengan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut Tax ratio
menunjukkan kemampuan pemerintah dalam
mengumpulkan penerimaan pajak dan
kepatuhan pembayaran pajak oleh
masyarakat Apabila tax ratio suatu daerah
semakin besar dapat diartikan bahwa
pemerintah lebih leluasa dalam
menyelenggarakan pemerintahan
Tax ratio Provinsi Papua Barat mengalami
kenaikan dari 302 persen pada tahun 2018
menjadi 309 persen pada tahun 2019 Nilai tax
ratio sebesar 309 persen tersebut dapat
dikategorikan rendah jika dibandingkan
dengan tax ratio nasional sebesar 115 persen
Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa
semakin berkurangnya potensi dan
kemampuan pemerintah dalam memungut
pajak Beberapa hal lainnya yang turut
menyumbang rendahnya tax ratio di Provinsi
Papua Barat diantaranya adalah telah
berakhirnya program tax amnesty dan belum
adanya program unggulan lainnya dalam
meningkatkan penerimaan pajak sehingga
optimalisasi penerimaan perpajakan belum
maksimal
Rendahnya tax ratio di Papua Barat juga
dipengaruhi oleh meningkatnya besaran
restitusi pajak yang terjadi pada tahun 2019
yang mengakibatkan pemerintah harus
membayar kepada wajib pajak kelebihan
106928
45318
20125
18633
15075
14799
11819
11484
9154
7396
000
Konstruksi
Administrasi Pemerintahan dan
Jaminan Sosial Wajib
Sektor lainnya
Industri Pengolahan
Pertambangan dan Penggalian
Perdagangan Besar dan
Eceran Reparasi dan
Perawatan Mobil danhellip
Kegiatan Jasa Lainnya
Jasa Keuangan dan Asuransi
Transportasi dan Pergudangan
Pertanian Kehutanan dan
Perikanan
Grafik 32
Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor di
Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)
138126 125
180
156 158
003 003 008
020 017 018
000
050
100
150
200
2017 2018 2019
Grafik 33
Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat
Tahun 2017 ndash 2019 (persen)
PPh Non Migas PPN dan PPnBM
Pendapatan atas PL dan PIB PBB dan BPHTB
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)
43 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
pembayaran pajak Selain itu rendahnya
tingkat kesadaran wajib pajak di Provinsi Papua
Barat untuk memenuhi kewajibannya turut
mendorong penurunan tax ratio Keadaan
yang demikian memerlukan upaya lebih dari
pemerintah dalam meningkatkan edukasi ke
wajib pajak
B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi
Selain dari sektor perpajakan penerimaan
negara yang bersumber dari bukan pajak saat
ini juga telah mulai diperhitungkan untuk
dijadikan andalan dalam memaksimalkan
penerimaan negara Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) adalah semua penerimaan
Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk
penerimaan dari sumber daya alam
Penerimaan bagian laba BUMN PNBP lainnya
serta Penerimaan BLU Berdasarkan jenisnya
PNBP dapat dibedakan menjadi empat yaitu
penerimaan Sumber Daya Alam Bagian
Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan
Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU
Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat
Provinsi di Provinsi Papua Barat tahun 2019
dapat dilihat pada tabel 33
Dari tabel tersebut di atas realisasi PNBP
pemerintah pusat Provinsi Papua Barat tahun
2019 sebesar Rp29404 miliar atau turun 199
persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya
yang berjumlah Rp30001 miliar PNBP Lainnya
memiliki kontribusi tertinggi dengan nilai Rp2822
miliar atau 9597 persen dari keseluruhan
realisasi PNBP pemerintah pusat di Provinsi
Papua Barat Adapun kontribusi terkecil berasal
dari Pendapatan BLU sebesar Rp1184 miliar
dikarenakan hanya berasal dari Penerimaan
jasa pelayanan pendidikan yang dihasilkan
oleh satker Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu
Pelayaran (BP2IP) Selain itu faktor penetapan
satker BP2IP sebagai instansi pemerintah yang
menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU oleh
Menteri Keuangan masih tergolong baru yaitu
30 September 2016
B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan
dan PNBP Terhadap Perekonomian
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
kontribusi kemampuan fiskal pemerintah pusat
di Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
terhadap perekonomian yaitu dengan cara
membandingkan penerimaan pajak dan PNBP
pemerintah pusat terhadap PDRB dan jumlah
populasi tiap daerah
Hampir seluruh pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat memiliki tax ratio yang kecil yaitu di
bawah angka 8 persen kecuali Kab Manokwari
sebesar 807 persen Daerah dengan nilai tax
ratio terkecil yaitu Kab Teluk Bintuni yang hanya
mencapai 104 persen Padahal Kab Teluk
Bintuni merupakan daerah yang memiliki PDRB
terbesar di Provinsi Papua Barat namun tidak
mampu mengoptimalkan penerimaan
perpajakannya Adapun untuk PNBP ratio
semua daerah di Provinsi Papua Barat memiliki
nilai di bawah 1 persen kecuali Kab Manokwari
yang mencapai 1857 persen Selanjutnya tax
ratio dan PNBP ratio KabupatenKota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 dapat dilihat pada
Tabel 33
Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Penerimaan
PNBP
Target
2018
Realisasi
2018
Target
2019
Realisasi
2019
SDA - - - -
Bag Pemerintah
atas Laba BUMN - - - -
PNBP Lainnya 27880 29024 22549 28220
Pendapatan
BLU 0 977 0 1184
Total 27880 30001 22549 29404
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
44
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
tabel 34
Kemudian untuk melihat kontribusi masing-
masing penduduk terhadap penerimaan
digunakan rasio antara pajak dan PNBP
terhadap jumlah populasi pada tiap daerah
Pada tahun 2019 penerimaan pajak perkapita
terbesar di Provinsi Papua Barat adalah Kab
Manokwari Selatan dengan nilai Rp889 juta
orang Kemudian diikuti oleh Kab Teluk Bintuni
dan Kab Manokwari masing-masing sebesar
Rp493 juta orang dan Rp458 juta orang
Sementara itu daerah dengan PNBP per kapita
tertinggi yaitu Kab Manokwari dan Kab Sorong
masing-masing sebesar Rp105 juta orang dan
Rp011 juta orang Hal ini sebagaimana terlihat
pada tabel 35
C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT
PROVINSI
Belanja pemerintah pusat merupakan bagian
dari belanja negara yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pemerintah pusat baik
yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah
Belanja pemerintah pusat dapat dibedakan
menjadi belanja pemerintah pusat menurut
organisasi belanja pemerintah pusat menurut
fungsi dan belanja pemerintah pusat menurut
Tabel 34
Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Daerah Perpajakan
PDRB
PNBP
PDRB
Kab Fakfak 243 014
Kab Kaimana 454 007
Kab Teluk Wondama 289 006
Kab Teluk Bintuni 104 000
Kab Manokwari 807 186
Kab Sorong Selatan 240 004
Kab Sorong 181 009
Kab Raja Ampat 223 001
Kab Tambraw 919 -
Kab Maybrat 303 001
Kab Manokwari Selatan 261 -
Kab Pegunungan Arfak 799 036
Kota Sorong 449 045
Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong
dan Manokwari(data diolah)
Tabel 35
Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019
(Rupiah)
Daerah Pajak
Perkapita
PNBP
Perkapita
Kab Fakfak 164013269 9544219
Kab Kaimana 210370257 3449788
Kab Teluk Wondama 140336305 3154748
Kab Teluk Bintuni 493482943 2014405
Kab Manokwari 458429173 105437329
Kab Sorong Selatan 98503558 1624694
Kab Sorong 226504618 11239638
Kab Raja Ampat 133923458 866841
Kab Tambraw 151260665 -
Kab Maybrat 53303539 140258
Kab Manokwari
Selatan 888525173 -
Kab Pegunungan
Arfak 51843479 2326167
Kota Sorong 287825262 28955329
Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong
dan Manokwari(data diolah)
45 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
jenis belanja Belanja pemerintah
merupakan salah satu alat bagi
pemerintah untuk melakukan stimulus
fiskal Salah satunya yang populer pada
saat krisis ekonomi adalah instrumen
ekonomi berupa stimulus fiskal Secara
garis besar komposisi dari stimulus fiskal
adalah berupa pengurangan beban
pajak dan tambahan belanja pemerintah
(increased spending)
C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi
Berdasarkan Organisasi (BA atau KL)
Belanja pemerintah pusat menurut
organisasi adalah belanja pemerintah
pusat yang dialokasikan kepada
kementerian negaralembaga dan
bagian anggaran bendahara umum
negara Penerima alokasi APBN di Provinsi
Papua Barat Tahun Anggaran 2019
adalah 43 Kementerian NegaraLembaga
(KL) dan 1 Bagian Anggaran Bendahara
Umum Negara (BA-BUN) sehingga jumlah
seluruhnya adalah 45 Bagian Anggaran
(BA)
Jumlah total dana APBN berupa Belanja
KL yang dialokasikan untuk Provinsi Papua
Barat mengalami peningkatan dari
Rp727642 miliar pada tahun 2018
menjadi Rp874066 miliar pada tahun
2019 atau naik 2012 persen Hal ini
dikarenakan terdapat peningkatan yang
cukup signifikan pada alokasi belanja
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Kementerian Pertahanan Adapun pagu
belanja APBN terbesar pada tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat dialokasikan untuk
kedua Kementerian tersebut masing-
masing sebesar Rp328424 miliar dan
Rp108941 miliar Anggaran tersebut
Tabel 36
Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggran
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
KementerianLembaga Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Badan Pemeriksa Keuangan 2267 2066 2612 2394
Mahkamah Agung 3673 3338 3418 3301
Kejaksaan Republik Indonesia 2809 2368 2673 2454
Kementerian Dalam Negeri 240 163 028 000
Kementerian Pertahanan 59591 58788 108941 106126
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Ri 7670 7689 10100 9209
Kementerian Keuangan 10744 9934 10125 9784
Kementerian Pertanian 15113 14916 13526 13344
Kementerian Perindustrian 159 153 146 145
Kementerian Perhubungan 105994 94482 86499 74352
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 5230 5153 4320 4277
Kementerian Kesehatan 11023 9961 12722 11793
Kementerian Agama 32350 29728 35602 34447
Kementerian Ketenagakerjaan 2800 2664 8905 7675
Kementerian Sosial 3374 3302 2282 2082
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan 20569 17231 20264 19761
Kementerian Kelautan dan Perikanan 6131 5517 6298 6017
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat 239290 232657 328424 283754
Kementerian Pariwisata 247 189 167 135
Kementerian Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi 17319 15991 21450 19589
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah 399 347 304 280
Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak 100 047 100 086
Badan Pusat Statistik 8137 7437 8666 8318
Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional 126 046 126 053
Kementerian Agraria dan Tata RuangBpn 8113 5833 9000 7612
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 105 101 059 052
Kementerian Komunikasi dan Informatika 801 712 648 628
Kepolisian Negara Republik Indonesia 69013 71273 74391 75732
Badan Pengawas Obat dan Makanan 2724 2415 3011 2818
Badan Koordinasi Penanaman Modal 045 038 045 043
Badan Narkotika Nasional 507 480 518 511
Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi 12188 9667 8701 7639
Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional 5201 3091 2887 2682
Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika 2022 1899 2502 2456
Komisi Pemilihan Umum 31765 30110 40174 37062
Arsip Nasional Republik Indonesia 018 017 047 040
Badan Kepegawaian Negara 1111 1087 801 774
Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan 1845 1833 2775 2442
Kementerian Perdagangan 3792 3335 2241 2125
Kementerian Pemuda dan Olah Raga 294 294 219 213
Badan SAR Nasional 4298 4037 3681 3531
Badan Pengawas Pemilihan Umum 17863 17232 23957 19456
Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik
Indonesia 3439 3142 3074 2726
Bendahara Umum Negara 7140 6800 7636 6759
Total 727642 687563 874066 794676
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
46
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
digunakan untuk akselerasi pembangunan
infrastruktur di Provinsi Papua Barat seperti
penyelesaian jalan trans papua jembatan
waduk dan irigasi serta pembangunan Rumah
Prajurit TNI Alokasi pagu Kementerian Pekerjaan
Umum mengalami peningkatan yang cukup
besar disebabkan disebabkan adanya proyek-
proyek infrastruktur strategis lanjutan di Provinsi
Papua Barat mulai memasuki tahap awal
kontrak sehingga alokasi belanja modal
kembali bertambah
C2 Perkembangan Pagu dan
Realisasi Berdasarkan Fungsi
Belanja pemerintah pusat dapat dibagi
menjadi 11 fungsi antara lain fungsi pelayanan
umum pertahanan ketertiban dan keamanan
ekonomi lingkungan hidup perumahan dan
fasilitas umum kesehatan pariwisata dan
budaya agama pendidikan dan perlindungan
sosial Pada tahun 2019 terjadi peningkatan
alokasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat
yang dialami beberapa fungsi diantaranya
fungsi ketertiban amp keamanan pendidikan
perumahan amp fasilitas umum pertahanan
lingkungan hidup kesehatan perlindungan
sosial dan pariswisata amp budaya
Alokasi belanja terbesar tahun 2019 yaitu pada
fungsi ekonomi yaitu sebesar Rp368664 miliar
Hal tersebut cukup relevan mengingat
besarnya anggaran infrastruktur yang
digunakan untuk meningkatkan perekonomian
menuju kesejahteraan masyarakat Sehingga
alokasi belanja pada fungsi tersebut harus
sejalan dengan besarnya proyek-proyek
strategis yang sedang dilaksanakan oleh
pemerintah
Dari tabel 37 dapat dilihat bahwa fungsi
pariwisata dan budaya merupakan fungsi
dengan alokasi belanja terkecil selama dua
tahun terakhir Hal ini menggambarkan bahwa
sektor pariwisata dan budaya di Provinsi Papua
Barat kurang mendapat perhatian serius
padahal banyak potensi besar atas
keaneragaman budaya dan pariwisata di
Provinsi Papua Barat semisal Raja Ampat dan
Taman Nasional Teluk Cenderawasih Khusus
Tabel 37
Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
Fungsi Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Ekonomi 315843 297670 368664 317486
Pertahanan 59591 58788 108941 106126
Pendidikan 77895 70310 102629 95592
Pelayanan
Umum 78955 73964 93974 84071
Ketertiban dan
Keamanan 83673 85148 91100 91207
Perumahan
dan Fasilitas
Umum
56189 52502 44795 40176
Lingkungan
Hidup 19762 17066 24481 22822
Kesehatan 16983 13956 17316 16254
Agama 9272 8703 13551 12887
Perlindungan
Sosial 3474 3349 2382 2168
Pariwisata dan
Budaya 262 204 182 150
Sumber OM SPAN (data diolah)
328424
108941
86499
74391
40174
35602
23957
21450
20264
13526
283754
106126
74352
75732
37062
34447
19456
19589
19761
13344
000 200000 400000
Kementerian PUPR
Kementerian Pertahanan
Kementerian Perhubungan
Kepolisian Negarahellip
KPU
Kementerian Agama
Bawaslu
Kemenristek Dikti
Kementerian LHK
Kementerian Pertanian
Grafik 34
10 Kementerian Negara Lembaga di Provinsi Papua
Barat dengan Alokasi APBN Terbesar TA 2018 (miliar Rp)
Realisasi Pagu
Sumber OM SPAN(data diolah)
47 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
untuk Raja Ampat merupakan rumah bagi 75
persen spesies koral yang ada di dunia dan 1500
spesies ikan termasuk beragam jenis hiu Selain
itu Raja Ampat pernah dinobatkan sebagai
Worldrsquos Best Snorkeling Destination berdasarkan
survei CNN tahun 2015 dan The Outstanding
Liveaboard Diving Destination dalam Diving
and Resort Travel Expo Hong Kong tahun 2016
Dengan berbagai keunggulan dan potensi
wisata di Provinsi Papua Barat seharusnya
mendorong pemerintah untuk lebih
mengalokasikan anggaran pada sektor
pariwisata sehingga dapat menjadi tumpuan
dalam menggerakkan perekonomian dan
menciptakan lapangan pekerjaan
C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi
Berdasarkan Jenis Belanja
Menurut jenisnya belanja pemerintah pusat
terdiri dari 8 (delapan) jenis belanja yaitu
belanja pegawai belanja barang belanja
modal pembayaran bunga utang subsidi
belanja hibah belanja bantuan sosial dan
belanja lain-lain Pagu dan realisasi belanja
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat
berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada tabel
38
Berdasarkan tabel 38 pada tahun 2019
terdapat peningkatan alokasi belanja pegawai
sebesar 1905 persen disebabkan
bertambahnya jumlah PNS sehingga
berpengaruh terhadap peningkatan nilai
pembayaran THR PNS yang disertai dengan
komponen tunjangan keluarga tunjangan
tambahan dan tunjangan kinerja Sedangkan
untuk belanja modal kembali mengalami
kenaikan alokasi sebesar 3005 persen setelah
tahun sebelumnya sempat menurun Selama
dua tahun terakhir alokasi belanja modal
tertinggi diperuntukkan bagi Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan
Kementerian Perhubungan Pagu belanja
modal yang besar tersebut diperuntukkan bagi
pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua
Barat yang merupakan salah satu wujud
komitmen dari Presiden Joko Widodo dalam
membuka konektivitas antar daerah di wilayah
Indonesia Timur sehingga diharapkan dapat
mewujudkan pembangunan yang lebih merata
pada wilayah perbatasan pulau terluar
kawasan tertinggal dan kawasan pedesaan
Berdasarkan realisasi tingkat penyerapan
anggaran belanja terhadap total jenis belanja
yang dilakukan oleh seluruh KL pada tahun
2019 mengalami penurunan Pada tahun 2019
tingkat penyerapan anggaran belanja seluruh
KL sebesar 9252 persen atau turun 254 persen
dari tahun 2018 yang mencapai
9506 persen Tingkat penyerapan
anggaran tertinggi terjadi pada
belanja pegawai dan belanja
bantuan sosial masing-masing
sebesar 9764 persen dan 9481
persen Adapun tingkat penyerapan
terendah yaitu belanja lain-lain
sebesar 6435 persen Sementara itu
sebagai belanja dengan alokasi
terbesar belanja modal mengalami
penurunan serapan yang cukup
Tabel 38
Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis
di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Jenis Belanja Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Belanja Pegawai 155874 151772 9737 185564 181194 9764
Belanja Barang 291631 264525 9071 327719 302217 9222
Belanja Modal 270507 262001 9686 351807 303238 8619
Belanja Bansos 2489 2466 9907 1338 1269 9481
Belanja Lain-lain 1398 898 6422 1588 1022 6435
Belanja Transfer 284123 274635 9666 333508 322672 9675
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
48
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
signifikan Pada tahun 2019 tingkat realisasi
belanja modal sebesar 8619 persen jauh lebih
rendah dari tahun sebelumnya (9686 persen)
Peningkatan alokasi pada belanja modal tidak
disertai dengan optimalisasi pelaksanaan
anggaran dan mengancam capain target-
target kinerja pemerintah
C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat
Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa
faktor utama yang mempengaruhi pencapaian
realisasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat
yaitu
1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai
sehingga memberikan pengaruh pada
capaian realisasi penyerapan anggaran
yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas
dan kualitas yang berdampak pada
akselerasi pembangunan di Provinsi Papua
Barat
2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan
oleh infrastruktur yang memadai
memberikan dampak pada ekonomi
dengan biaya tinggi (high cost economy)
sehingga hal ini menjadi beban bagi
pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat
investasi merupakan permasalahan dasar
bagi penciptaan lapangan kerja dan
penerimaan pajak pemerintah
3 Kondisi budaya masyarakat yang masih
eksklusif terhadap dinamika globalisasi
ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak
ulayat memberikan implikasi ketidakpastian
hukum dalam pelaksanaan investasi dan
pembangunan secara umum Hal-hal yang
terkait dengan penyelenggaraan proyek
yang berkaitan dengan hak ulayat sering
kali terdampak dari sisi ketepatan waktu
penyelesaian pekerjaan
D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT
Cash flow Pemerintah Pusat menggambarkan
kondisi arus kas masuk (cash in flow) dan arus
kas keluar (cash out flow) yang dilakukan oleh
pemerintah pusat pada suatu daerah dan
periode waktu tertentu Arus kas masuk
pemerintah pusat adalah semua penerimaan
yang diterima oleh pemerintah pusat dari
pemerintah daerah provinsi tertentu sedangkan
arus kas keluar adalah semua pengeluaran
yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah provinsi tertentu Yang
termasuk dalam arus kas masuk bagi
pemerintah pusat adalah semua penerimaan
negara yang diterima oleh pemerintah pusat
melalui pemerintah provinsi tertentu seperti
penerimaan pajak PNBP dan hibah Yang
termasuk dalam arus kas keluar pemerintah
pusat adalah semua belanja pemerintah pusat
dalam APBN yang terdiri dari belanja
KPKDDKTPUB dan dana transfer untuk
provinsi berkenaan Berikut ini cash flow
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat Tahun
2019
Tabel 39
Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi 2019
Cash in Flow 294509
Penerimaan Perpajakan 265104
Penerimaan Bukan Pajak 29404
Hibah 000
Cash in Out 3172329
Belanja Pemerintah Pusat 788870
Transfer ke Daerah dan
Dana Desa 2383459
Defisit (2877820)
49 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Berdasarkan tabel 39 terlihat bahwa pada
tahun 2019 Cash in Flow Pemerintah Pusat di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar
sedangkan Cash in Out sebesar Rp3172329
miliar Sehingga dalam hal ini di Provinsi Papua
Barat mengalami defisit yang cukup besar
mencapai Rp2877820 miliar Hal ini
mengindikasikan bahwa ketergantungan
Provinsi Papua Barat kepada pemerintah pusat
masih sangat tinggi sehingga memerlukan
subsidi silang dari daerah lain yang mengalami
surplus
E TRANSFER KE DAERAH
Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal
pemerintah pusat memberikan dana Transfer ke
Daerah dan Dana Desa (TKDD) kepada
pemerintah daerah Transfer ke Daerah terbagi
menjadi (1) Dana Perimbangan (2) Dana
Insentif Daerah (DID) dan (3) Dana Otonomi
Khusus dan Dana Keistimewaan DIY Adapun
dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil
(DBH) Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK) Dana yang diberikan
pemerintah pusat kepada Provinsi Papua Barat
dalam bentuk TKDD jumlahnya semakin
meningkat Pada tahun 2018 TKDD yang
dialokasikan untuk pemerintah Provinsi Papua
Barat sebesar Rp17 triliun Kemudian jumlahnya
meningkat menjadi Rp2588 triliun pada tahun
2019 atau naik sebesar 522 persen Hal ini
menunjukan bentuk penguatan desentralisasi
fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat
Berdasarkan komposisinya komponen terbesar
dari TKDD Provinsi Papua Barat berupa Dana
Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU)
Pada tahun 2019 komponen DBH
menyumbang 362 persen dari total keseluruhan
TKDD yang diterima Provinsi Papua Barat
Komponen terbesar kedua yaitu DAU sebesar
321 persen Kondisi tersebut mengindikasikan
bahwa Provinsi Papua Barat meskipun memiliki
penerimaan DBH yang cukup besar namun
persentasenya belum mendominasi sehingga
masih menunjukkan tingginya tingkat
ketergantungan terhadap pemerintah pusat
Keadaan ini patut diwaspadai mengingat
pengalaman sebagian besar daerah yang
memiliki ketergantungan tinggi pada dana
transfer akan lebih memilih status quo terhadap
penerimaan dari pemerintah pusat (Inanga
dan Wusu 2004)
Tabel 310
Pagu dan Realisasi Dana Transfer Tahun 2018 ndash 2019
Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Uraian
2018 2019
Pagu Realisasi Pagu Realisasi
DBH 1323 2581 9362 7530
DAU 8025 8025 8311 8311
DAK 2253 2098 2679 2482
Dana Otsus amp
DID 4069 4065 4011 3995
Dana Desa 1331 1331 1517 1517
Total 17002 18099 25881 23835
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
DBH
362DAU
321
DAK (Fisik amp
Nonfisik)
104
Otsus amp
DID 155Dana
Desa 59
Grafik 35
Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
50
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN
UMUM (BLU) PUSAT
Badan Layanan Umum merupakan instansi di
lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan laba dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktivitas
F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat
Satker pemerintah pusat yang berstatus BLU di
Provinsi Papua Barat hanya Politeknik Pelayaran
(Poltekpel) Sorong atau dahulu bernama Balai
Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran
(BP2IP) Sorong memberikan pelayanan untuk
mendidik dan melatih pemuda pemudi untuk
menjadi perwira pelayaran menengah dasar
dan tenaga kepelautan berdaya saing tinggi
prima profesional dan beretika sesuai standar
nasional dan internasional Poltekpel Sorong
juga menyelenggarakan fungsi menyusun
rencana program dan anggaran serta
perumusan standarisasi kurikulum silabus
metodikdidaktik persyaratan pengajar
peserta bahan dan alat pengajaran serta
ujian-ujian penyusunan persyaratan akreditasi
program dan lembaga pendidikan dan
pelatihan serta penyiapan bahan dan sertifikasi
lulusan pendidikan dan pelatihan di bidang
kepelautan
Penetapan satker Poltekpel Sorong sebagai
instansi pemerintah yang menerapkan
pengelolaan keuangan BLU secara penuh
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 735KMK052016 tanggal 30 September
2016 Pemerintah pusat memberikan fleksibilitas
pengelolaan keuangan kepada Poltekpel
Sorong sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 dan
peraturan pelaksanaannya
F2 Perkembangan Pengelolaan Aset PNBP
RM dan BLU Pusat
Sejak ditetapkan sebagai satker BLU Poltekpel
Sorong mengalami peningkatan nilai aset dari
Rp4149 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp4921
miliar pada tahun 2019 atau meningkat 186
persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik
berikut 36
Sementara itu untuk realisasi PNBP BLU satker
Poltekpel Sorong mengalami penurunan dari
Rp104 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp947
3426
4149
4921
-
1000
2000
3000
4000
5000
2017 2018 2019
Grafik 36
Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel
Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
1297
1040
947
-
300
600
900
1200
1500
2017 2018 2019
Grafik 37
Perkembangan Realisasi PNBP BLU Satker
Poltekpel Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
51 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
miliar pada tahun 2019 atau turun sebesar -90
persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik
37
F3 Kemandirian BLU
Salah satu tujuan diberikannya status BLU
adalah untuk mewiraswastakan pemerintah
(enterprising the government) Oleh karena itu
satker BLU didorong untuk menciptakan
kemandirian terhadap dirinya sendiri Sebagai
satu-satunya BLU di Provinsi Papua Barat
Poltekpel Sorong yang menyediakan layanan
pendidikan dan pelatihan didorong untuk
memiliki kemandirian dalam mengelola
usahanya Kemandirian tersebut dapat dilihat
rasio PNBP BLU terhadap total realisasi Rasio
kemandirian satker Poltekpel Sorong
mengalami peningkatan dari 0054 pada tahun
2018 menjadi 0075 pada tahun 2019
F4 Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU
Tidak semua satker yang memiliki PNBP dapat
berubah menjadi satker BLU Pada tahun 2019
Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi
Papua Barat membina 104 satker PNBP dimana
terdapat 2 (dua) satker PNBP yang berpotensi
menjadi satker BLU yaitu Universitas Negeri
Papua (Unipa) dan Politeknik Kesehatan
(Poltekes) Sorong Kedua satker layanan
pendidikan tersebut memiliki jumlah aset yang
semakin tinggi Untuk Poltekes Sorong nilai
asetnya mengalami peningkatan dari Rp7226
miliar pada tahun 2018 menjadi Rp1046 miliar
pada tahun 2019 Begitu juga dengan Unipa
yang mengalami peningkatan aset dari
Rp39203 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp4081 miliar pada tahun 2019
Sementara itu jika dilihat rasio realisasi PNBP
terhadap total realisasi satker Universitas Papua
memiliki rasio kemandirian semakin naik dari
0234 menjadi 0276 pada tahun 2019 Hal ini
menunjukan tingkat kemandirian satker tersebut
semakin baik Adapun rasio kemandirian satker
Poltekes Sorong menunjukan nilai semakin turun
dari 0158 persen pada tahun 2018 menjadi
0142 pada tahun 2019
G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI
PUSAT
Selain membina satuan kerja Badan Layanan
Umum Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat juga
diberi tugas untuk melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan investasi pemerintah
pusat di daerah khususnya penerusan pinjaman
(Subsidiary Loan Agreement SLA) dan kredit
program Kredit program yang dimaksud yaitu
penyaluran Kredit Usaha Rakyat kepada Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Tabel 311
Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian
Satker PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU
Nama Satker
Nilai Aset
(miliar Rp)
Rasio
Kemandirian
2018 2019 2018 2019
Poltekes Sorong 7226 10460 0158 0142
Universitas Papua 39203 40810 0234 0276
Sumber LKPP Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat (data diolah)
0143
0054
0075
0000
0030
0060
0090
0120
0150
2017 2018 2019
Grafik 38
Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel
Sorong Tahun 2017 - 2019
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
52
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan
Agreement SLA)
Jumlah penerusan pinjaman (Subsidiary Loan
Agreement SLA) yang ditatausahakan oleh
Kanwil DJPb Provindi Papua Barat sebesar
Rp15445787609 untuk dua debitur yaitu PDAM
Kab Manokwari dan PDAM Kab Sorong
Berdasarkan monitoring dari aplikasi SLIM PDAM
Kab Manokwari dengan nomor SLA 2104101
dan nilai pinjaman sebesar Rp7296812055
telah melunasi semua kewajibannya Untuk
PDAM Kab Sorong dengan nomor SLA 21042101
dan nilai pinjaman sebesar Rp8148975554
masih memiliki kewajiban untuk membayar
angsuran pokok (outstanding) sebesar
Rp7848975555 dan biaya administrasi
Sampai dengan akhir 2019 tercatat bahwa
status kewajiban PDAM Kab Manokwari sudah
diselesaikan dengan menghapus pinjaman
melalui mekanisme Hibah Non Kas Adapun
PDAM Kab Sorong masih mempunyai
kewajiban membayar angsuran pokok berikut
kewajiban lainnya Status penyelesaian
utangnya masih bersifat on going dan
diselesaikan melalui Panitia Urusan Piutang
Negara (PUPN) dikarenakan masuk dalam
kategori Kerjasama Operasional (KSO) sehingga
tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme
Penghapusan atau Hibah-PMD
G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Menurut data SIKP sampai dengan akhir tahun
2019 jumlah penyaluran KUR di Provinsi Papua
Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan
kepada 51622 debitur Daerah dengan jumlah
penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong
sebesar Rp57002 milar dengan jumlah debitur
sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah
dengan penyaluran KUR terbesar kedua yaitu
Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang
Tabel 312
Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat
Nomor
SLA
Nama
SLA
Penerima
SLA
Jumlah SLA
(Rp)
2104101 RDA-
297DP31997
PDAM Kab
Manokwari 7296812055
2104201 RDA-
233DP31996
PDAM Kab
Sorong 8148975554
Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management
(SLIM) DJPb (data diolah)
Tabel 313
Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi Papua Barat (Rupiah)
Nama
Debitur
Jumlah
Penarikan
Pembayaran
Pokok
Tunggakan
Pokok
Tunggakan
Non Pokok
Total
Tunggakan
Outstanding
Pokok
PDAM
Manokwari 7296812055 7296812055 - - - -
PDAM
Sorong 8148975554 299999999 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555
Jumlah 15445787609 7596812054 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555
Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management (SLIM) DJPb (data diolah)
16903
14542
6659
3705 3628
2398 2070 1249 1300 800 861
500
3500
6500
9500
12500
15500
Ko
ta S
oro
ng
Ka
b M
an
okw
ari
Ka
b S
oro
ng
Ka
b F
akfa
k
Ka
b Te
luk B
intu
ni
Ka
b So
ron
g S
ela
tan
Ka
b R
aja
Am
pa
t
Ka
b K
aim
an
a
Ka
b Te
luk W
on
da
ma
Ka
b M
ayb
rat
Ka
b Ta
mb
rau
w
Ka
b M
an
okw
ari S
ela
tan
Grafik 39
Jumlah Debitur KUR per Kab Kota
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
53 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
diberikan kepada 14542 debitur Kemudian
penyaluran KUR terbesar ketiga yaitu Kab
Sorong sebesar Rp20669 miliar dan jumlah
debitur sebanyak 6659 nasabah Hal ini
mengindikasikan bahwa persebaran KUR di
Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di
daerah yang kondisi perekonomiannya relatif
lebih maju
Jika dilihat dari bank penyalur terdapat enam
bank penyalur KUR di Provinsi Papua Barat yaitu
BRI Mandiri BNI BRI Syariah BPD Papua dan
Bank Artha Graha BRI merupakan bank
penyalur KUR terbesar baik dari sisi jumlah
debitur maupun jumlah kredit yang disalurkan
Sampai dengan akhir tahun 2019 dana KUR
yang telah disalurkan oleh BRI sebesar Rp12999
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 45860
orang Sementara itu dana KUR yang telah
disalurkan oleh Bank Mandiri sebesar Rp15034
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 3884
orang Adapun BNI telah menyalurkan KUR
sebesar Rp2119 miliar dengan jumlah debitur
sebanyak 1197 orang
Jika dilihat per skema sampai dengan tahun
2019 jumlah penyaluran KUR tertinggi di Provinsi
Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp107489
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 49873
nasabah Sementara itu untuk penyaluran KUR
Ritel sebesar Rp70333 miliar dengan jumlah
debitur sebanyak 4062 nasabah TKI sebesar
Rp328 miliar dengan jumlah debitur sebanyak
188 orang nasabah
Jika dilihat per sektor perdagangan
merupakan sektor yang memiliki jumlah
penyaluran KUR terbesar Sampai dengan
tahun 2019 penyalurannya sebesar Rp119405
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551
nasabah Kemudian diikuti sektor pertanian
Tabel 314
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Penyalur
sd Tahun 2019
Penyalur Akad Oustanding Jumlah
Debitur
BRI 1299944193527 670278014176 45860
Mandiri 150340333000 119669475736 3884
BNI 211924344478 99423314611 1197
BPD Papua 35146110001 28252135715 635
BRI Syariah 85000000 64574706 4
Artha Graha 25000000 17402052 1
LKBB-UMI 367900000 183250062 41
Jumlah 1697832881006 917888167058 51622
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
Tabel 315
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema
sd Tahun 2019
Skema Akad Oustanding Jumlah
Debitur
Mikro 1074896977024 204657721208 49873
Ritel 703328055397 321492391269 4062
TKI 3284777829 2535588273 188
Jumlah 1781509810250 528685700750 54123
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
57002
4871120669
13458
12589
6400
6085
5898
3187
2104
1773
275
000 20000 40000 60000
Kota Sorong
Kab Manokwari
Kab Sorong
Kab Fakfak
Kab Teluk Bintuni
Kab Sorong Selatan
Kab Raja Ampat
Kab Kaimana
Kab Teluk Wondama
Kab Maybrat
Kab Tambrauw
Kab Manokwarihellip
Grafik 310
Jumlah Penyaluran KUR per Kab Kota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
54
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
perburuan dan kehutanan sebesar Rp13174
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 5242
nasabah Melihat kondisi terserbut perlu
perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang
lebih produktif seperti sektor perikanan dan
industri pengolahan Hal ini dikarenakan
perluasan kepada sektor produktif lebih
menggerakkan roda perekonomian di Provinsi
Papua Barat
H MANDATORY SPENDING BELANJA
INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT
STRATEGIS LAINNYA
Belanja Pemerintah Pusat (Belanja KL)
merupakan salah satu instrumen untuk
menstimulasi perekonomian dan meningkatkan
derajat kesejahteraan masyarakat Sejalan
dengan hal tersebut desain kebijakan belanja
tahun 2019 didasarkan pada belanja yang
efisien namun produktif dan efektif untuk
memenuhi kebutuhan strategis yang perlu
segera dilaksanakan Pemenuhan kebutuhan
prioritas nasional ini dilakukan dalam rangka
menghasilkan output yang berkualitas
(strategis) serta mendorong percepatan
pembangunan infrastruktur dan peningkatan
kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan)
H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur merupakan salah
satu prioritas utama dalam belanja Pemerintah
Pusat Kebijakan ini didasari oleh keyakinan
bahwa untuk mendorong iklim investasi
penyediaan infrastruktur dasar mempunyai
peranan yang sangat penting dalam
peningkatan daya saing efisiensi sistem logistik
pemerataan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi
Sebagai wilayah yang berada di Kawasan Timur
Indonesia pembangunan infrastruktur Provinsi
Papua Barat terbukti menjadi salah satu prioritas
kebijakan pemerintah pada tahun 2019
dengan tingginya alokasi belanja modal
infrastruktur Alokasi ini digunakan untuk
menghasilkan output-output strategis
infrastruktur Papua Barat dalam rangka
mengejar ketertinggalan ekonomi
Tabel 316
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha
sd Tahun 2019
Skema Akad Oustanding Jumlah
Debitur
Perdagangan Besar dan Eceran 1194052179527 327049902707 35551
Jasa Kemasyarakatan Sosial Budaya Hiburan dan
Perorangan Lainnya 95673177829 36411599958 3078
Pertanian Perburuan dan Kehutanan 131736160000 37998587280 5242
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 84268700000 32294066289 1996
Industri Pengolahan 70339500000 27064136552 1858
Perikanan 73991600001 29686620517 2355
Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 78192492893 18877260615 2900
Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 42166000000 15437470720 987
Konstruksi 5657000000 2391825107 52
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1748000000 811101501 41
Jasa Pendidikan 418000000 85998309 20
Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib 3267000000 577131195 43
Jumlah 1781509810250 528685700750 54123
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
55 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Pada tahun 2019 beberapa output strategis
tercatat memiliki realisasi yang cukup besar
diantaranya adalah pembangunan dan
preservasi plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar)
Jembatan sepanjang plusmn235 meter (Rp43572
miliar) dan rehabilitasi sarana pendidikan
sebanyak plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Namun
demikian besarnya serapan belum
menunjukkan adanya optimalisasi pada
capaian output Masih banyak kendala khas
Papua Barat yang harus dihadapi sehingga
membuat infrastruktur tertahan Infrastruktur
yang tidak disertai dengan pembebasan lahan
dalam pembangunannya menjadi output
dengan capaian yang lebih besar karena relatif
lancar pada pelaksanaannya
H2 Output Strategis Bidang Pendidikan
Pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas inovasi dan daya
saing sumber daya manusia Indonesia Dalam
jangka panjang pendidikan yang berkualitas
juga diharapkan dapat memutus rantai
kemiskinan antar-generasi serta meminimalkan
social cost dalam pembangunan yang
dilaksanakan Pemerintah Oleh karena itu
pendidikan menjadi salah satu prioritas belanja
pemerintah pusat dengan alokasi yang tinggi
Tingginya alokasi belanja bidang pendidikan ini
secara umum telah berhasil meningkatkan
capaian indikator-indikator pendidikan
Sepanjang tahun 2019 realisasi PIP dan KIP di
Provinsi Papua Barat secara bersama-sama
Tabel 318
Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Siswa penerima BOS 14813839553 13948 Siswa 888
Siswa penerima KIP 389600000 439 Orang 982
Penerima bantuan PIP 20250000 43 Siswa 717
Penerima Bidik Misi PTIK 4165800000 353 Orang 1000
Guru Non-PNS penerima Tunjangan Profesi 2027894198 76 Orang 826
Tunjangan PenyuluhTenaga Teknis Non PNS 180000000 9 Orang 600
Sumber OMSPAN (data diolah)
Tabel 317
Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 944036262565 1110 Km 822
Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 435718033300 235 M 439
Irigasi 5368000000 2117 Ha 1000
Embung 480000000 4 Unit 1000
Revitalisasi Danau 45929386800 1 Lokasi 1000
Kapasitas Bandara 145991305631 11 Lokasi 786
Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 742
SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 643
SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100
Pembangunan Rumah Susun dan Rumah Khusus 23341228241 66 Unit 398
Rehabilitasi dan Renovasi Sarana Prasarana Pendidikan 226844855847 311 Ruang 911
Alat dan Mesin Pertanian Pra Panen 2212015000 75 Unit 1000
Rumah sakit rujukan 110346800 1 RS Pengampu 1000
Sumber OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
56
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
mampu mencapai nilai Rp4099 juta atau
sebanyak 482 siswa Penyaluran beasiswa
Bidikmisi juga berhasil dilakukan dengan tingkat
serapan 100 persen pada 353 mahasiswa yang
menjadi target Sementara pada alokasi BOS
sampai berakhirnya tahun 2019 terealisasi
sebesar Rp1481 miliar Besaran penyerapan ini
disertai dengan capaian output riil sebanyak
14909 siswa Kondisi ini menunjukkan bahwa
capain dari tiap-tiap indikator dan output
strategis bidang pendidikan berada pada arah
yang tepat Baik itu target realisasi maupun
target output keduanya mampu terwujud
dengan baik
H3 Output Strategis Bidang Kesehatan
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya
adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis Program utama pembangunan
kesehatan adalah Program Indonesia Sehat
dengan sasaran berupa peningkatan derajat
kesehatan dan status gizi masyarakat melalui
berbagai upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung
dengan perlindungan finansial dan pemeratan
pelayanan kesehatan
Beberapa sasaran di Papua Barat pada tahun
2019 mampu mencapai tingkat realisasi yang
besar Peningkatan status kesehatan dan gizi
ibu dan anak dalam mendukung pencegahan
stunting mampu terlaksana pada 8558
keluarga Sementara itu kegiatan prioritas
berupa peningkatan kinerja sistem kesehatan
dan pemerataan akses pelayanan kesehatan
berkualitas melalui penyediaan layanan
imunisasi alokon di Faskes dapat terlaksana
dengan baik pada 170 faskes di 13
kabupatenkota Capain output strategis yang
diarahkan untuk kegiatan pelayanan promotif
dan preventif merupakan upaya pencegahan
pencarian dan pengobatan penyakit sedini
mungkin Hal ini dapat mencegah perluasan
penyakit dan pencegahan penyakit kronis
karena sebagian penyakit kronis dapat
dicegah melalui upaya preventif serta dapat
dideteksi sedini mungkin
Tabel 319
Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Layanan Pengendalian Penyakit Menular 836883400 15 Layanan 625
Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 1000
Bantuan Usaha Ekonomi Produktif 1599456000 300 Keluarga 1000
Desa Pangan Aman 778304762 6 Desa 1000
Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Kabkota 1000
Pasar Aman dari Bahan Berbahaya 264644686 5 Pasar 1000
Makanan Aman 304775122 240 Sampel 1000
Ketersediaan Alokon di Faskes 3272596815 170 Faskes 766
Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Gizi 1669888794 225 Kelompok 1000
Pemberdayaan Warga Komunitas Adat Terpencil (KAT) 7779074888 104 Keluarga 1000
Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabupaten 855
Sumber OMSPAN (data diolah)
57 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Boks 31
Pemberdayaan UMKM Papua Barat
Melalui Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi)
Di Indonesia Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang penting dalam
perekonomian Perannya menjadi vital karena mampu bertahan dari guncangan ekonomi (Wengel and
Rodriguez 2006 dan Funabashi 2013) Ditambah lagi UMKM lebih mampu bertahan dari krisis dibandingkan
perusahaan besar dan merespon lebih cepat fleksibel terhadap perubahan yang terjadi di luar (Berry et al
2001) Berry et al (2002) juga mengemukakan bahwa UMKM dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru
sehingga mampu mengurangi tingkat pengangguran Data Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM
pada tahun 2013 menunjukan bahwa jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 578 juta Dari jumlah tersebut
UMKM mampu menyerap 1102 juta tenaga kerja dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp
42029 trilyun atau setara 4662 persen dari total PDB
Di samping kelebihan yang dimilikinya UMKM memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya keuangan
membayar suku bunga yang lebih tinggi dan kelemahan lainnya (Bourletidis and Triantafyllopoulos 2014)
Oleh karena itu Chittithaworn et al (2011) menyarankan adanya bantuan berupa pembiayaan bagi UMKM
Khan (2015) menambahkan pentingnya peran lembaga keuangan bagi pertumbuhan usaha UMKM
Permasalahan utama yang dihadapi UMKM yaitu sulitnya mendapat akses pembiayaan dari perbankan
Sehingga dari sisi ini pemerintah hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut Diantara program yang saat
ini dijalankankan pemerintah untuk membantu UMKM yaitu program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Program ini
merupakan pembiayaan kredit yang berasal dari lembaga perbankan dimana pemerintah membantu
melalui pemberian subsidi bunga Pemerintah menanggung selisih antara tingkat bunga yang diterima
perbankan dan bunga yang dibebankan kepada penerima KUR
Pembiayaan KUR
Sesuai Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah
dengan Permenko Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016 KUR terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu KUR
Mikro KUR Ritel dan KUR TKI (Tenaga Kerja Indonesia) KUR Mikro diberikan kepada penerima KUR paling
banyak dengan jumlah Rp25 juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 3 tahun atau
investasi paling lama 5 tahun KUR Ritel diberikan kepada debitur KUR dengan jumlah antara Rp25 juta ndash Rp500
juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 4 tahun atau investasi paling lama 5 tahun
Adapun KUR TKI diberikan kepada penerima KUR paling banyak Rp25 juta dengan jangka waktu kredit paling
lama sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi jangka waktu paling lama 3 tahun
Saat ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memiliki sistem informasi elektronik yang digunakan untuk
menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran KUR Sistem elektronik tersebut dinamakan dengan
Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Melalui SIKP dapat diketahui data penerima KUR (Know Your
Customers) berupa jumlah dan profil debitur validitas debitur serta statistik penyaluran KUR
Selain pemerintah pusat pemerintah daerah memiliki kontribusi yang sangat penting dalam pemberdayaan
UMKM Dalam konteks pembiayaan melalui program KUR selama ini hanya perbankan yang mencari calon
debitur KUR sehingga pemberian kredit tersebut diragukan ketepatan sasarannya Bisa jadi debitur yang
menerima fasilitas KUR bukan merupakan UMKM yang layak untuk dibiayai Oleh karena itu Pemda memiliki
peran yang vital untuk mendata dan mengidentifikasi calon debitur potensial (UMKM) yang layak untuk
dibiayai
Hingga saat ini peran pemerintah daerah di Papua Barat bisa dikatakan belum maksimal untuk mendata
calon nasabah KUR potensial Seharusnya pemerintah daerah di Papua barat lebih aktif untuk mendata
calon nasabah karena dipandang lebih mengetahui kondisi UMKM di daerahnya yang layak untuk diberikan
pembiayaan melalui program KUR Jika pemerintah daerah telah memiliki data calon nasabah yang layak
pemerintah daerah kemudian dapat memasukkan data UMKM tersebut ke dalam SIKP Data yang telah
dimasukkan kemudian digunakan perbankan unutuk melakukan penyeleksian calon nasabah KUR
Dalam rangka mengukur efektivitas penyaluran KUR di Papua Barat Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi
Papua Barat telah melakukan survey kepada debitur KUR Selain itu survey tersebut juga bertujuan untuk
melihat validitas data debitur KUR dan dampak pelaksanaan program KUR bagi perekonomian Survey
dilakukan dengan wawancara langsung kepada penerima KUR menggunakan kuisioner yang telah disusun
Dengan mempertimbangkan keterbatasan dana dan SDM pemilihan sampel penerima KUR sebagai
responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dan quota sampling
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
58
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan lokasi responden yang akan disampel karena
pemilihan tempat harus berdasarkan pertimbangan yang logis sedangkan quota sampling digunakan untuk
menentukan dan membatasi jumlah sampel yang akan diambil Responden yang diwawancara pada
kegiatan monev ini sebanyak 159 debitur yang tersebar di di 4 (empat) daerah yaitu Kota Sorong Kab
Manokwari Kab Sorong dan Kab Fakfak
Dari hasil wawancara yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1 Responden yang disurvei telah sesuai dengan database SIKP
2 Program KUR yang diluncurkan oleh pemerintah sangat bermanfaat bagi masyarakat Hal ini terlihat dari
antusiasme para responden yang menginginkan agar program ini terus berlanjut di masa yang akan
datang bahkan berharap adanya kenaikan alokasi modal usaha
3 Dengan adanya program KUR modal usaha bagi UMKM dapat meningkat sehingga terdapat
peningkatan keuntungan usaha dan perluasan sektor usaha
4 Proses pencairan KUR kepada debitur pada umumnya relatif mudah dan cepat
5 Tidak ada diskriminasi gender dalam penyaluran KUR selama debitur tersebut memenuhi syarat dan
kriteria yang telah ditetapkan
6 Tingkat kepuasaan masyarakat penerima KUR di Papua Barat cukup tinggi disebabkan oleh
a Suku bunga yang dibayar debitur KUR cukup rendah yaitu 7 persen per tahun untuk akad tahun 2019
b Proses pengajuan hingga pencairan dana sangat mudah dan cepat
c Agunan yang dijadikan jaminan tidak memberatkan bahkan beberapa debitur hanya menyerahkan
fotokopi KTP foto kapal yang dimiliki atau buku nikah
d Tidak ada pemotongan atas pinjaman yang diterima
7 Program KUR meningkatkan nilai omzet nasabah sehingga meningkatkan margin keuntungan usaha
8 Program KUR belum maksimal dalam meningkatkan lapangan pekerjaan Hal ini ditandai bahwa
sebagian besar responden tidak mengalami penambahan pekerja pegawai setelah mendapatkan
pembiayaan KUR
Dari pelaksanaan survei pelaksanaan program KUR tersebut terdapat saran dan rekomendasi antara lain
1 Bunga pinjaman KUR dapat dipertimbangkan untuk diturunkan kembali
2 Pencairan dana KUR oleh Bank Penyalur sebaiknya tidak dipotong angsuran pertama mengingat
potongan tersebut dapat dimaksimalkan untuk memutar kas kembali
3 Program KUR di Papua Barat sebagian besar diberikan kepada sektor yang kurang produktif seperti sektor
perdagangan Oleh karena itu sebaiknya penyaluran KUR lebih diarahkan untuk sektor usaha yang lebih
produktif seperti sektor pertanian perikanan dan industri pengolahan Hal ini disebabkan pemberian KUR
pada sektor produktif lebih menggerakkan roda perekonomian dan menyerap tenaga kerja
4 Persebaran penerima KUR di Papua Barat sebagian besar berada di daerah yang kondisi
perekonomiannya relatif lebih maju (kabupatenkota) Oleh karena itu penyaluran KUR sebaiknya lebih
diarahkan pada daerah yang perekonomiannya relatif masih berkembang
Pembiayaan UMi
Implementasi penyaluran KUR sampai dengan saat ini belum mampu mencapai target yang diharapkan
karena banyaknya calon nasabah potensial KUR yang tidak memenuhi studi kelayakan perbankan
(unbankable) Oleh karena itu pemerintah menggagas skema baru penyaluran kredit kepada UMKM yang
disebut program Pembiayaan Ultra Mikro (Ultra Micro Finance ndash UMi) dengan karakteristik nasabah
unbankable tetapi memiliki kelayakan usaha dengan indikator tingkat keuntungan (profitability) dan
kesinambungan usaha (sustainability) Pembiyaan UMi merupakan penyediaan dana yang bersumber dari
Pemerintah atau bersama dengan Pemerintah Daerah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas
pembiayaan kepada UMKM Berbeda dengan KUR yang agen penyalurnya adalah perbankan untuk UMi
sebagai agen penyalurnya adalah Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) seperti PT Pegadaian PT
Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Bahana Artha Ventura (BAV)
Prinsip dasar dari pembiayaan UMi diantaranya (1) Pemberdayaan dan penajaman (empowerment and
enhacement) lembaga penyalur yang sudah ada (2) pendampingan kepada nasabah (end user) dan (3)
fokus pada produk pembiayaan yang telah berhasil sehingga tidak menguji coba atau membuat produk
pembiayaan baru Dalam rangka pelaksanaan UMi pemerintah daerah dapat memberikan kontribusi dalam
melakukan sharing pendanaan untuk percepatan pembangunan di daerah pada umumnya dan secara
khusus meningkatkan kesempatan usaha bagi UMKM
Di Papua Barat penyaluran UMi bisa dikatakan belum maksimal Hal ini tercermin dari jumlah penyaluran UMi
pada tahun 2019 sebesar Rp249 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 603 orang Meskipun meningkat
pesat dari tahun sebelumnya yang hanya 38 debitur dengan nilai Rp3385 juta program pembiayaan UMi di
Papua Barat ke depannya masih perlu akselerasi yang melibatkan banyak pihak terutama peran dari
penyalur dan pemerintah daerah
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN
APBD
MODAL
PEGAWAI
BARANG
BANTUAN
KEUANGAN
37 T
67 T
59 T
4 T
649
957
798
932
DJPbKawalAPBN
BELANJA
238 T
PENDAPATAN
2631 T PAD 085 M
PENDAPATAN
TRANSFER 2423 T
LAIN-LAIN PENDAPATAN
YANG SAH 123 M
59
1
Perkembangan dan Analisis APBD
aerah dalam rangka pelaksanaan
pembangunan membutuhkan
pendanaan yang bersumber dari
penerimaan Saat ini sumber
penerimaan daerah lebih didominasi oleh
penerimaan dana transfer dari pemerintah
pusat sehingga ke depan secara bertahap
diharapkan terjadi peningkatan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Semua pengeluaran untuk
pembangunan daerah dan sumber dana yang
diperlukan tertuang dalam dokumen Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Dalam merencanakan sumber pendapatan
dan alokasi belanja pemerintah daerah harus
melihat kebutuhan riil masyarakat berdasarkan
potensi daerah dengan berorientasi pada
kepentingan skala prioritas pembangunan
Selain itu APBD merupakan salah satu
pendorong (key leverage) bagi pertumbuhan
ekonomi daerah untuk mewujudkan
D
BAB IV
Perkembangan dan Analisis
APBD
Tabel 41
Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian 2018 2019
Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi
PENDAPATAN 1897836 2010000 2871888 2631445
PAD 101669 93741 120311 85308
Pendapatan Transfer 1160168 1270382 2621834 2423110
Lain-lain pendapatan daerah yang sah 635999 645877 129743 123027
BELANJA 2326404 2125451 2761199 2380387
Belanja Pegawai 527915 362822 569984 370308
Belanja Barang 573797 639317 703366 673151
Belanja Bunga 920 855 4190 2698
Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534
Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697
Belanja Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379
Belanja Bagi Hasil 70423 36244 188050 184666
Belanja Bantuan 396960 394292 430177 401119
Belanja Modal 599050 529701 687700 548982
Belanja Tidak Terduga 2572 753 2959 851
PEMBIAYAAN NETTO 219308 190554 214342 84965
Penerimaan Pembiayaan 245578 220740 267673 182416
Pengeluaran Pembiayaan 26270 30187 53332 82905
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
60
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masyarakat yang sejahtera mandiri dan
berkeadilan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
merupakan salah satu mesin pendorong
pertumbuhan ekonomi Selain itu APBD juga
sebagai alat pendorong dan salah satu
penentu tercapainya target dan sasaran makro
ekonomi daerah yang diarahkan untuk
mengatasi berbagai kendala dan
permasalahan pokok yang merupakan
tantangan dalam mewujudkan agenda
masyarakat yang sejahtera dan mandiri
Berdasarkan tabel 41 target pendapatan
APBD tahun 2019 seluruh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat mengalami kenaikan dari
Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2871888 miliar pada tahun 2019 atau
meningkat 5132 persen Kenaikan tersebut
disebabkan bertambahnya alokasi Dana Bagi
Hasil PajakBukan Pajak Begitu pula dengan
total alokasi belanja APBD pemerintah daerah
se-Provinsi Papua Barat yang ikut naik dengan
signifkan dari Rp2326404 miliar pada tahun
2018 menjadi Rp2761199 miliar atau 1869
persen di tahun ini Peningkatan pagu belanja
tersebut dikarenakan terdapat kenaikan yang
cukup signifikan pada pagu belanja modal dan
belanja pegawai Penyebabnya pada tahun
2019 prioritas nasional bidang infrastruktur di
Papua Barat kembali dilanjutkan disertai
dengan pelaksanaan program-program
mandatory lainnya Di samping itu terdapat
kenaikan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) pada
sebagian pemerintah
Apabila dilihat realisasinya sampai dengan
akhir tahun 2019 total pendapatan APBD
seluruh pemerintah daerah se- Provinsi Papua
Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik
3092 persen dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai Rp20100 miliar Namun
demikian pendapatan dari komponen PAD
mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374
miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu
dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi
sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar
pada tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar
pada tahun 2019 Banyak faktor yang
mempengaruhi pencapaian realisasi
pendapatan dan belanja tersebut Diantara
faktornya yaitu perkembangan perekonomian
dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi
pelaksanaan berbagai kebijakan fiskal yang
dilaksanakan serta beberapa tantangan
terhadap perekonomian Provinsi Papua Barat
diantaranya adalah
1 Tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap sumber daya alam (raw material)
bernilai tambah rendah sehingga rentan
terhadap fluktuasi harga
2 Tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dari
luar daerah
3 Belum maksimalnya fungsi dari Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) sehingga
menyebabkan biaya ekonomi tinggi
4 Kebijakan daerah yang kurang mendukung
investasi sehingga menyebabkan investor
kurang tertarik menanamkan modalnya
selain adanya ancaman dan gangguan
sosial
5 Kapasitas dan kualitas SDM masih lemah
sehingga mengakibatkan rendahnya daya
saing dan
6 Belum optimalnya pemanfaatan sumber
daya alam lokal diluar migas
A ANALISIS PENDAPATAN APBD
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara
61 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah
Daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun
bersangkutan Pendapatan daerah tersebut
terdiri dari Pendapatan Asli Daerah Dana
Perimbangan dan Lain-lain pendapatan
daerah yang sah sebagaimana tersebut pada
tabel diatas yang dapat dirinci sebagai berikut
Apabila dilihat dari tabel 42 realisasi
pendapatan seluruh pemerintah daerah se-
Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
didominasi oleh pendapatan transfer mencapai
9208 persen dari total pendapatan daerah
Sedangkan kontribusi PAD terhadap total
pendapatan daerah di Provinsi Papua Barat
hanya berkisar diangka 324 persen dan sisanya
berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang
Sah sebesar 468 persen Hal ini mengindikasikan
bahwat tingkat ketergantungan pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pemerintah pusat relatif tinggi
A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah
Untuk mendukung program nawacita
pemerintah ketersediaan fiskal yang cukup
menjadi prasyarat utama Dengan ruang fiskal
yang cukup lebar pemerintah daerah lebih
leluasa dalam menggunakan alokasi
anggarannya untuk kegiatan yang mendorong
percepatan pembangunan regional dan
kesejahteraan masyarakatnya tanpa diganggu
kewajiban yang bersifat wajib seperti untuk
membiayai belanja pegawai dan belanja
barang dan jasa yang mengikat Kemandirian
pemerintah daerah dalam menentukan arah
pembangunan tergantung dari besarnya ruang
fiskal yang tersedia untuk kegiatan
pembangunan tersebut
Ruang fiskal yang dimiliki pemerintah darah di
Provinsi Papua Barat naik dari Rp1437371 miliar
pada tahun 2018 menjadi Rp2012965 pada
tahun 2019 Artinya semakin tinggi pendapatan
daerah diikuti semakin efisiennya belanja
birokrasi dan belanja yang sifatnya mengikat
pemerintah daerah memiliki kelonggaran yang
cukup besar dalam membiayai pembangunan
daerah sesuai dengan karakteristik regional
Tabel 42
Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah
se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Pendapatan Target Realisasi
PAD 120311 85308
Pajak Daerah 56667 51768
Retribusi Daerah 8847 4359
Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan 8668 3547
Lain-lain PAD yang Sah 46129 25633
PENDAPATAN TRANSFER 2621834 2423110
DBH Pajak dan Bukan Pajak 936223 752963
DAU 831150 831094
DAK 267917 248172
Dana Otonomi Khusus dan
Penyesuaian 401110 399538
Dana Desa 151692 151691
Dana Insentif Daerah (DID) 33743 39650
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH
YANG SAH 112088 87826
Hibah 18390 1648
Lain-lain 111352 121379
TOTAL PENDAPATAN 2871888 2631445
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 43
Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi
2018
Realisasi
2019
Pendapatan Daerah 2010000 2631445
DAK 267917 248172
Belanja Wajib 362822 362822
Ruang Fiskal 1437371 2012965
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
62
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
A2 Analisis Kemandirian Daerah
Rasio ini menggambarkan kontribusi PAD
terhadap total realisasi pendapatan daerah
Rasio kemandirian daerah seluruh pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat masuk dalam
kategori sangat rendah Pada tahun 2019
seluruh pemerintah daerah mempunyai rasio
kemandirian di bawah 20 persen bahkan ada
pemerintah daerah yang memiliki rasio
kemandirian di bawah 1 persen yaitu Kab
Maybrat Tambrauw Pegunungan Arfak Dan
Sorong Selatan Adapun rasio kemandirian
tertinggi dimiliki Kab Manokwari Selatan dan
Kota Sorong masing-masing sebesar 67 persen
dan 61 persen Hal ini mengindikasikan bahwa
tingkat ketergantungan seluruh pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pendanaan dari pemerintah pusat relatif sangat
tinggi
B ANALISIS BELANJA APBD
Belanja Daerah adalah semua kewajiban
daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan Belanja daerah
dapat diklasifikasi berdasarkan fungsi jenis dan
lain sebagainya
Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa
faktor utama yang mempengaruhi pencapaian
realisasi belanja APBD di Provinsi Papua Barat
yaitu
1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai
sehingga memberikan pengaruh pada
capaian realisasi penyerapan anggaran
yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas
dan kualitas yang berdampak pada
akselerasi pembangunan di Provinsi Papua
Barat
2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan
oleh infrastruktur yang memadai
memberikan dampak pada ekonomi
dengan biaya tinggi (high cost economy)
sehingga hal ini menjadi beban bagi
pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat
investasi merupakan permasalahan dasar
bagi penciptaan lapangan kerja dan
penerimaan pajak pemerintah
3 Kondisi budaya masyarakat yang masih
eksklusif terhadap dinamika globalisasi
ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak
ulayat memberikan implikasi ketidakpastian
hukum dalam pelaksanaan investasi dan
pembangunan secara umum Hal-hal yang
terkait dengan penyelenggaraan proyek
yang berkaitan dengan hak ulayat sering
kali terdampak dari sisi ketepatan waktu
B1 Analisis Belanja Daerah Berdasarkan
Klasifikasi Fungsi
APBD dapat diklasifikasikan berdasarkan
fungsinya antara lain pelayanan umum
perumahan amp fasilitas umum pendidikan
ekonomi kesehatan perlindungan sosial
ketertiban amp keamanan lingkungan hidup dan
pariwisata amp budaya Alokasi anggaran pada
APBD Provinsi Papua Barat tahun 2019 per fungsi
disajikan pada grafik 42
06 07 09 09
18 18 19 19 21
27
40
51
61
67
00
20
40
60
80
Tam
bra
uw
Ma
yb
rat
Pe
gu
nu
ng
an
Arfa
k
So
ron
g S
ela
tan
Telu
k W
on
da
ma
Telu
k B
intu
ni
Fa
kfa
k
Ra
ja A
mp
at
Ka
ima
na
So
ron
g
Pe
me
rinta
h P
rov
insi
Ma
no
kw
ari
Ko
ta S
oro
ng
Ma
no
kw
ari S
ela
tan
Grafik 41
Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-
Provinsi Papua barat Tahun 2019 (persen)
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
63 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Bila dilihat dari grafik 42 alokasi terbesar pada
APBD tahun 2019 Provinsi Papua Barat
digunakan untuk fungsi pelayanan umum
sebesar Rp7230 miliar kemudian perumahan amp
fasilitas umum sebesar Rp3383 miliar Hal ini
menunjukan fokus dari belanja pemerintah
daerah di Provinsi papua Barat sudah tepat
mengingat peran utama dari eksekutif yaitu
memberikan pelayanan kepada masyarakat
Namun yang perlu digaris bawahi adalah porsi
alokasi untuk fungsi pariwisata amp budaya relatif
masih sangat kecil Padahal potensi
pengembangan pariwisata di Provinsi Papua
Barat sangat besar semisal Taman Wisata Raja
Ampat dan Teluk Cendrawasih yang telah
diakui oleh dunia internasional
B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis
Belanja (Sifat Ekonomi)
Berdasarkan jenisnya belanja dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu
belanja langsung berupa belanja barang dan
jasa belanja modal dan belanja tidak langsung
berupa belanja pegawai belanja bunga
belanja hibah dan belanja bantuan sosial
Apabila dilihat dari trennya sebagian besar jenis
belanja mengalami kenaikan alokasi
dibandingkan tahun sebelumnya kecuali untuk
belanja subsidi dan belanja tidak terduga yang
mengalami penurunan Terdapat dua jenis
belanja yang mendapatkan porsi besar di
Provinsi Papua Barat yaitu belanja pegawai
dan belanja barang Dilihat dari persentase
belanja kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi
Papua Barat menitikberatkan pada sektor
produktif dengan porsi belanja langsung yang
lebih besar dibandingkan dengan belanja tidak
langsung
C PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH
C1 Bentuk Investasi Daerah
Sesuai Permendagri Nomor 52 Tahun 2012
tentang Pedoman Pengelolaan Investasi
Pemerintah Daerah Investasi Pemerintah
Daerah adalah penempatan sejumlah dana
danatau barang milik daerah oleh pemerintah
daerah dalam jangka panjang untuk investasi
pembelian surat berharga dan investasi
langsung yang mampu mengembalikan nilai
pokok ditambah dengan manfaat ekonomi
Tabel 44
Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp)
Uraian 2018 2019
Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi
Belanja
Pegawai 527915 362822 569984 370308
Belanja Barang 573797 639317 703366 673151
Belanja Bunga 920 855 4190 2698
Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534
Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697
Belanja
Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379
Belanja Bagi
Hasil 70423 36244 188050 184666
Belanja
Bantuan 396960 394292 430177 401119
Belanja Modal 599050 529701 687700 548982
Belanja Tidak
Terduga 2572 753 2959 851
Total 2326404 2125451 2761199 2380387
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
723029
338303
172704
139109
135212
33103
21828
18421
000 1000000
Pelayanan Umum
Perumahan amp Fasilitas Umum
Pendidikan
Ekonomi
Kesehatan
Perlindungan Sosial
Ketertiban amp Keamanan
Lingkungan Hidup
Grafik 42
Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah
se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 per Fungsi
(miliar Rp)
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
64
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sosial danatau manfaat lainnya dalam jangka
waktu tertentu Bentuk investasi daerah tersebut
dapat berupa investasi surat berharga
danatau investasi langsung Bentuk investasi
daerah di Provinsi Papua Barat disajikan pada
tabel 45
Dari tabel di atas total realisasi penyertaan
modal (investasi) pemerintah daerah se-Provinsi
Papua Barat tahun 2019 sebesar Rp14652 miliar
yang dilakukan 12 pemerintah daerah Realisasi
penyertaan modal (investasi) tertinggi yaitu
pemerintah provinsi Papua Barat sebesar Rp100
miliar dan Kab Teluk Bintuni sebesar Rp2276
miliar
C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Untuk memberikan gambaran terkait
perkembangan investasi BUMD dapat dilihat
dari nilai SLA (Subsidary Loan Agreement) BUMD
yang ada di Provinsi Papua Barat Sampai
dengan tahun 2019 nilai SLA PDAM Manokwari
sebesar Rp729 miliar dan tidak memiliki
tunggakan Sementara itu SLA PDAM Sorong
mencapai Rp815 miliar dengan tunggakan
sebesar Rp1614 miliar termasuk utang pokok
dan cicilan bunga
D SILPA DAN PEMBIAYAAN
D1 Perkembangan Defisit APBD
Perkembangan surplus defisit APBD dapat
dilihat menggunakan empat rasio sebagai
berikut
Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut
a Rasio surplus APBD terhadap total
pendapatan daerah mencerminkan
performa fiskal pemerintah daerah dalam
menghimpun pendapatan untuk menutup
belanja dalam kondisi pendapatan tertentu
Rasio surplus tersebut menunjukkan
peningkatan di tahun 2019 dibandingkan
tahun sebelumnya dimana hal ini
menggambarkan menguatnya kinerja fiskal
karena kemampuan pendapatan untuk
membiayai belanja meningkat meskipun
didorong oleh kenaikan pendapatan
transfer
Tabel 46
SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah)
Nama BUMD Nilai SLA Total
Tunggakan
PDAM Manokwari 7296812055 -
PDAM Sorong 8148975554 16139934223
Sumber SLIM (data diolah)
Tabel 45
Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah
Daerah se- Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rupiah)
Pemda Nilai
Prov Papua Barat 100000000000
Fakfak 3000000000
Manokwari 1000000000
Sorong 2000000000
Kota Sorong 2765000000
Sorong Selatan 3000000000
Teluk Bintuni 22759259260
Teluk Wondama 3000000000
Maybrat 2000000000
Tambrauw 3500000000
Manokwari Selatan 2000000000
Pegunungan Arfak 3000000000
Total 146524259260
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 47
Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat
Tahun
Surplus
terhadap
Pendapatan
Surplus
terhadap
Realisasi
Dana
Transfer
Surplus
terhadap
PDRB
SILPA
Terhadap
Alokasi
Belanja
2019 00954 01370 00298 01270
2018 00574 00540 00137 00323
2017 01354 01456 01747 01931
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
65 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
b Rasio surplus APBD terhadap dana transfer
digunakan untuk mengetahui proporsi
surplus terhadap salah satu sumber
pendapatan daerah yakni dana transfer Di
tahun 2019 rasio ini mengalami peningkatan
sehingga menunjukkan ketergantungan
pemerintah daerah terhadap dana transfer
sebagai penopang belanja daerah yang
semakin besar dibandingkan tahun lalu
c Rasio surplus APBD terhadap PDRB
menggambarkan kesehatan ekonomi
regional Rasio ini pada tahun 2019
menunjukan adanya kenaikan yang berarti
bahwa produksi barang dan jasa yang
dihasilkan semakin meningkat untuk
membiayai hutang akibat defisit anggaran
d Rasio SILPA terhadap alokasi belanja APBD
mencerminkan proporsi belanja atau
kegiatan yang tidak digunakan dengan
efektif oleh pemerintah daerah Rasio SILPA
yang membesar memperlihatkan bahwa
Provinsi Papua Barat belum dapat
menggunakan anggarannya secara efektif
D2 Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah merupakan transaksi
keuangan daerah yang dimaksudkan untuk
menutup selisih antara pendapatan daerah
dan belanja daerah Pembiayaan pemerintah
daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan
dan pengeluaran pembiayaan Keseimbangan
primer mencerminkan indikasi likuiditas tanpa
dipengaruhi belanja terkait hutang semakin
besar surplus keseimbangan primer semakin
baik kemampuan dalam membiayai defisit
Dari tabel 48 keseimbangan umum di Papua
Barat pada tahun 2019 menunjukkan nilai surplus
sebesar Rp251058 milliar Hal ini
mengindikasikan bahwa kebijakan fiskal yang
dilakukan bersifat kontraktif Sementara itu
keseimbangan primer APBD di Papua Barat juga
menunjukkan angka yang positif setelah
mengeluarkan komponen belanja bunga
Kenaikan nilai pada keseimbangan primer
tahun 2019 disebabkan pendapatan transfer
dari pemerintah pusat yang meningkat pesat
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya
E PENGELOLAAN BLU DAERAH
E1 Profil dan jenis layanan satker BLU daerah
BLUD yang ada di wilayah kerja Kanwil DJPb
Provinsi Papua Barat diantaranya Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Manokwari Yang
melandasi penetapan RSUD Manokwari
sebagai BLUD bertahap yaitu Surat Keputusan
Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun 2015
tanggal 8 April 2015 RSUD Manokwari adalah
rumah sakit Type C sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
531 MENKES SKVI1996 Tanggal 5 Juni 1996
RSUD ini merupakan peninggalan Belanda yang
dibangun tahun 1950 dan berdiri di atas lahan
seluas plusmn 37424 m2 dengan total luas bangunan
gedung plusmn 9283 m2 dengan kapasitas
tempat tidur sebanyak 163 tempat tidur
Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari
terletak di Kelurahan Manokwari Timur
Distrik Manokwari Kabupaten Manokwari
Provinsi Papua Barat
RSUD Manokwari dipimpin oleh seorang
Direktur setingkat dengan Eselon IIA
Tabel 48
Rasio Keseimbangan Umum amp Primer Provinsi Papua Barat
Tahun Pendapatan
APBD
Belanja
APBD
Belanja
Bunga
Keseimbangan
Umum
Keseimbangan
Primer
2019 2631445 2380387 2698 251058 248360
2018 2010000 2125451 855 -115451 -116306
2017 1968523 1701927 1448 266596 265148
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
66
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Direktur membawahi 1 (satu) orang Sekretaris
dan 3 (tiga) orang Kepala Bidang yaitu Bidang
Pelayanan Medik Bidang Perawatan Bidang
Perencanaan dan Pengembangan Sarana
Prasarana Sementara itu sekretaris
membawahi 3 ( tiga ) Sub Bagian yaitu Sub
Bidang Umum dan Kepegawaian Sub Bidang
Program Evaluasi dan Pelaporan dan Sub
Bidang Keuangan dan Aset sedangkan Kepala
Bidang masing ndash masing membawahi 2 (dua)
Sub Bidang Bidang Pelayanan Medik
membawahi Sub Bidang Pelayanan Medik dan
Sub Bidang Pelayanan Penunjang Medik
Bidang Perawatan membawahi Sub Bidang
Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan dan
Sub Bidang Sumber Daya Keperawatan sedang
Bidang Perencanaan dan Pengembangan
Sarana Prasarana membawahi Sub Bidang
Penyusunan Program dan Pengembangan Sub
Bidang Monitoring dan Evaluasi
Jenis layanan yang terdapat pada RSUD
Manokwari diantaranya pelayanan medik
pelayanan penunjang medik dan non medik
pelayanan asuhan perawatan pelayanan
rujukan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan dan penyelenggaraan penelitian
dan pengembangan
Sementara itu jumlah pasien RSUD Manokwari
sebesar 54989 orang dengan rincian 43554
orang menggunakan fasilitas AskesBPJSKIS
dan 11345 orang merupakan pasien
mandiriswasta
E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah
Dalam menunjang Operasional RSUD
Manokwari terdapat kegiatan-kegiatan
rutinitas guna menjalankan tugas pokok dan
fungsi yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung
dan Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung
adalah belanja pegawaipersonalia berupa
pembayaran gaji bulanan kepada Pegawai
Negeri Sipil (PNS) di lingkungan RSUD Manokwari
Belanja Langsung adalah belanja kegiatan
rutin antara lain belanja alat tulis kantor belanja
makanan dan minuman belanja pemeliharaan
rutinberkala gedung kantor pemeliharaan
rutinberkala kendaraan dinas pembayaran
rekening listrik belanja perjalanan dinas dan
lain-lain
Tabel 410
Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019
Berdasarkan Jenis Perawatan
Jenis Pasien
Jumlah Pasien
Askes
BPJS KIS
Swasta
mandiri
Pasien Rawat Jalan 34530 9657
Pasien Rawat Inap 9024 1688
Total 43554 11345
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Tabel 49
Profil Anggaran RSUD Manokwari
Uraian Alokasi Dana Sumber
Dana
Rutin
Belanja Langsung 21543957702
Belanja Tidak
Langsung 17880608199
Program-program -
Peningkatan
Kapasitas
Sumberdaya Aparatur
906990000 Otonomi
Khusus
Obat dan Perbekalan
Kesehatan 6411007419
Otonomi
Khusus
Standarisasi
Pelayanan Kesehatan 420000000 DAK
Peningkatan Sarana
dan Prasarana Rumah
Sakit Rumah Sakit
Jiwa Rumah Sakit
Paru ndash Paru
708750000 Otonomi
Khusus
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
67 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Dalam menunjang kegiatannya RSUD
Manokwari mengelola aset baik aset tidak
bergerak maupun aset bergerak dengan
rincian dapat dilihat pada tabel 411
E3 Analisis legal
Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum
Daerah terdapat beberapa peraturan yang
mengatur pengelolaan teknis maupun
pengelolaan keuangan bahkan peraturan
tersebut sampai ke tingkat peraturan
bupatiwalikota Analisis legal aspek
pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari
dapat dilihat pada tabel 412
F ANALISIS APBD LAINNYA
Analisis ini terdiri dari analisis horizontal analisis
vertikal serta kapasitas fiskal yang digunakan
untuk memberikan gambaran kinerja
pelaksanaan APBD di Provinsi Papua Barat
F1 Analisis Horizontal
Analisis ini membandingkan angka-angka
dalam laporan realisasi pemerintah daerah satu
dengan lainnya dalam satu provinsi Selain itu
analisis ini membandingkan perubahan
keuangan dalam satu pos APBD yang sama
pada satu Provinsi Analisis ini bertujuan untuk
menyajikan informasi utuh terkait kinerja suatu
pos antar pemerintah daerah dan
perkembangannya dari waktu ke waktu
Bila dilihat dari tabel 413 daerah dengan
realisasi PAD terbesar berasal dari Provinsi Papua
Barat sebesar Rp0465 triliun sedangkan
Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten
Maybrat mempunyai realisasi terkecil dengan
nilai masing-masing Rp7 miliar dan Rp6 miliar
Sedangkan pada sisi belanja daerah dengan
realisasi terbesar adalah Provinsi sebesar Rp914
triliun sedangkan realisasi terkecil adalah
Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kota Sorong
masing-masing sebesar Rp807 miliar dan Rp592
miliar Sementara itu defisit anggaran terjadi
pada 3 kabupaten yaitu Kabupaten Sorong
Selatan Kabupaten Tambraw dan Kabupaten
Manokwari Selatan
F2 Analisis Vertikal
Analisis vertikal merupakan analisis yang
membandingkan setiap pos terhadap total
dalam satu komponen APBD yang sama
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya kontribusi suatu pos sehingga
diketahui pengaruhnya
Tabel 411
Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019
Uraian Kuantitas Keterangan
Aset Tidak Bergerak
Tanah 37424 m2
Bangunan 9283 m2
(32 unit)
Terdiri dari gedung
dan rumah dinas
Aset Bergerak
Kendaraan dinas
(roda 4) 22 unit
Kendaraan dinas
(roda 2) 3 unit
Inventaris kantor PC unit meubelair
lemari arsip lemari dll
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari
Aspek Uraian
Kelembagaan Keputusan Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun
2015 tanggal 8 April 2015
Tata Kelola Peraturan daerah Nomor 13 tahun 2008 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Teknis Daerah Di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Manokwari
Peraturan Bupati Manokwari Nomor 13 tahun
2009 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi
Jabatan Struktural pada Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Manokwari
SDM Jumlah Pegawai RSUD Manokwari per Maret 2018
sebanyak 406 orang yang terdiri dari Pegawai
Negeri Sipil (PNS) Organik Pemerintah Kab
Manokwari sebanyak 223 orang dan PNS Titipan dari
Provinsi Kabupaten lain sebanyak 12 orang dan
tenaga Honorer dan magang sebanyak 171 orang
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
68
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Bila dilihat pada tabel 414 rata-rata kontribusi
PAD terhadap pendapatan daerah tiap
kabupaten kota di Papua Barat tahun 2019
tidak mencapai angka 6 hanya Kabupaten
Manokwari dan Kabupaten Manokwari Selatan
yang memiliki PAD diatas 6 persen dimana
Kabupaten Manokwari menjadi yang terbesar
dengan kontribusi PAD mencapai 613 persen
Bahkan di beberapa daerah seperti Kabupaten
Maybrat Kabupaten Tambrauw dan
Kabupaten Pegunungan Arfak kontribusi PAD
hanya di bawah 1 persen Angka ini sangat jauh
di bawah angka kontribusi pendapatan transfer
yang mencapai rata-rata sebesar 90 persen
pada tiap kabupaten kota Hal ini
mengindikasikan bahwa pendapatan pemda
kabupaten kota di Papua Barat hampir
seluruhnya bergantung terhadap pendapatan
transfer dari pemerintah pusat Pemda seperti
Kab Fakfak Kab Kaimana dan Pemerintah
Provinsi bahkan mempunyai persentase
pendapatan transfer sebagai pos utama
pendapatan mencapai angka lebih dari 96
persen
Berdasarkan tabel 415 realisasi belanja tahun
2019 kabupaten kota di Provinsi Papua Barat
menitikberatkan pada belanja barang jasa
Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp)
Uraian Provinsi Fakfak Manok
wari Sorong
Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wonda
ma
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
Total
Pendapatan 15628 1297 1029 1895 0990 1459 1030 2486 0966 1058 1013 1183 0789 1002
PAD 0465 0035 0063 0030 0050 0028 0007 0047 0017 0041 0006 0008 0048 0007
Pendapatan
Transfer 11215 0876 0800 1092 0701 1042 0689 1940 0678 0765 0666 0785 0503 0564
LPDS 3949 0386 0166 0772 0239 0389 0333 0498 0270 0252 0341 0390 0238 0431
Total Belanja 9135 1296 0999 1841 0592 1419 1047 1684 0912 1001 0897 1356 0817 0807
Surplus
Defisit 6493 0002 0030 0054 0398 0040 -0017 0801 0054 0056 0116 -0173 -0029 0195
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 414
Analisis Vertikal Pendapatan APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (persen)
Uraian Provinsi Fakfak Manokwari Sorong Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wonda
ma
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
PAD 2975 2698 6131 1598 5067 1898 0727 1895 1797 3838 0632 0663 6077 0717
Pajak Daerah 2314 0572 4666 0668 4109 0452 0093 0996 0541 0734 0042 0071 0084 0000
Retribusi Daerah 0023 0387 0364 0153 0735 0305 0085 0045 0671 0733 0006 0003 0043 0000
HPKD 0110 0240 0000 0094 0005 0261 0262 0117 0161 0095 0050 0078 0000 0000
Lain-lain PAD yang
sah 0528 1499 1101 0684 0217 0880 0286 0737 0424 2276 0540 0510 5951 0717
Pendapatan Transfer 97021 97302 85172 79782 88122 90199 82923 93184 90728 96162 81597 83238 80323 72901
DBH 33978 4889 6431 14271 6224 7145 5690 49535 6512 6325 5915 4725 7139 6165
DAU 9365 53776 53671 28881 52047 46889 46145 22608 47680 58969 44876 44904 45033 38742
DAK 3155 8886 17662 13960 12523 15915 14521 5533 16039 7036 14945 16753 11547 11358
DBH Pemda
lainnya 0000 6360 2191 0969 2479 7984 1131 0619 1071 0745 0579 0742 0259 0388
Dana Penyesuaian
dan Otsus 25261 23391 5217 21165 14849 10778 14832 14506 19427 23087 15282 16115 16346 16249
LPDS 0005 0000 0486 9383 6811 0723 0000 4922 7475 0000 17423 1139 13600 12382
Hibah 0005 0000 0486 0000 0000 0630 0000 0008 0000 0000 0000 0042 0000 0000
Lain-lain 0000 0000 0000 9383 6811 0092 0000 4914 7475 0000 17423 1097 13600 12382
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
69 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
dan belanja modal Hal ini terlihat dari 11
kabupaten kota yang persentase pos kedua
belanja tersebut lebih dari 50 Dengan
besarnya porsi belanja barang jasa dan modal
mengindikasikan adanya kebijakan belanja
pemerintah daerah yang diarahkan pada
sektor produktif guna mendorong
perekonomian daerah dan upaya dalam
mengejar ketertinggalan dengan daerah lain
dalam ketersediaan
infrastruktur
F3 Analisis Kapasitas
Fiskal Daerah
Analisis kapasitas fiskal
daerah adalah analisis
yang digunakan untuk
mengukur kemampuan
keuangan daerah yang
dicerminkan melalui
penerimaan umum
APBD (tidak termasuk
dana alokasi khusus
dana darurat dana
pinjaman lama dan
penerimaan lain yang
penggunaannya
dibatasi untuk membiayai pengeluaran
tertentu) yang digunakan untuk membiayai
tugas pemerintahan daerah setelah dikurangi
belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah
penduduk miskin sebagaimana dimaksud
dalam peraturan yang mengatur tentang peta
kapasitas fiskal daerah Berikut ini kapasitas fiskal
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
Tabel 415
Analisis Vertikal Belanja APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Uraian Provinsi Fakfak Manok
wari Sorong
Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wond
ama
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
Belanja
Pegawai 7651 27384 26717 22263 44577 24684 21547 14975 21897 20263 20307 9513 10642 9906
Belanja Barang 21125 29208 26559 22050 26375 42275 35726 37509 35456 32931 23851 39795 38031 33785
Belanja Bunga 0000 0000 0000 0000 2067 0000 0519 0000 0000 0000 0000 0506 0301 0000
Belanja Subsidi 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 1373 0281 0000 0000 0000 0000
Belanja Hibah 9316 1897 3995 3878 1139 0481 1426 1351 3125 3181 1096 1085 8341 0712
Belanja BanSos 0580 1921 2592 0333 2362 2034 3305 19398 1598 6713 3266 2361 2695 11707
Belanja
Bantuan
Keuangan
20202 0096 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000
Belanja bagi
hasil 22050 17580 18336 14591 0160 10381 15343 0000 14113 14225 24884 17407 14762 19499
Belanja Tidak
Terduga 0000 0128 0022 0004 0037 0000 0189 0000 0167 0001 0011 0000 0031 0307
Belanja Modal 19077 21785 21779 36882 23284 20145 21945 26768 22271 22406 26585 29333 25196 24084
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 416
Analisis Fiskal APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Pemda PAD DBH DAU LP BP Penduduk
Misikin
Kapasitas
Fiskal Indeks
1 2 3 4 5 6 7
8
[(2+3+4+5)-
6) 7]
9
Prov Papua Barat 46490 531011 146362 146362 69888 207944 38488 0466
Fakfak 3501 6343 69773 69773 35486 18730 60813 0736
Kab Manokwari 6310 6619 55236 55236 26703 37730 25629 0310
Kab Sorong 3029 27044 54729 54729 40979 26100 37760 0457
Kota Sorong 5016 6162 51523 51523 26378 38880 22594 0273
Raja Ampat 2769 10425 68414 68414 35024 8500 135292 1638
Sorong Selatan 748 5858 47509 47509 22549 8760 90269 1093
Teluk Bintuni 4710 123132 56198 56198 25225 19640 109478 1325
Teluk Wondama 1735 6288 46046 46046 19970 10530 76111 0921
Kaimana 4059 6689 62367 62367 20293 9660 119244 1443
Maybrat 640 5994 45470 45470 18219 13120 60484 0732
Tambrauw 784 5590 53120 53120 12898 4770 209049 2530
Manokwari Selatan 4793 5630 35517 35517 8698 7240 100495 1216
Pegunungan Arfak 718 6179 38829 38829 7999 10800 70887 0858
Jumlah 85301 752963 831094 831094 370308
Rata-rata 82614
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
70
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Dengan mengetahui indeks kapasitas fiskal
masing-masing kabupaten kota maka dapat
ditentukan kemampuan keuangan masing-
masing daerah Berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 54PMK072014 tentang Peta
Kapasitas Fiskal Daerah indeks kapasitas fiskal
daerah kabupaten kota di Provinsi Papua
Barat dapat dikelompokkan menjadi empat
kuadran sebagaimana pada tabel 417
Dari kabupaten kota di Papua Barat terdapat
satu daerah dengan kapasitas fiskal sangat
tinggi yang ditunjukkan dalam kuadran IV yaitu
Kab Tambrauw Namun terdapat empat
daerah yang masuk kategori sangat rendah
kapasitas fiskalnya yang terletak di kuadran I
Apabila melihat perbandingan jumlah daerah
pada kuadran I dan II dengan daerah pada
kuadran III dan IV maka terdapat perbandingan
yang hampir seimbang Dari tabel di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa terdapat
ketimpangan kapasitas fiskal pada kabupaten
kota di Provinsi Papua Barat
G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN (FISCAL
HEALTH INDEX)
Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU)
Nomor 22 Tahun 1999 (sebagaimana diubah
menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun
1999 (sebagaimana diubah menjadi UU Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah terjadi perubahan mendasar dalam
sistem pemerintahan daerah di Indonesia
dengan titik berat pembangunan daerah
berada pada tingkat kabupaten kota Salah
satu perubahan yang terjadi adalah
diimplementasikannya desentralisasi fiskal yang
lebih luas bagi daerah Arah dari kebijakan
desentralisasi diharapkan dapat menghindari
inefisiensi dari perekonomian (Prudrsquohomme
1995)
Desentralisasi fiskal menurut Davey (2003)
merupakan pembagian kewenangan belanja
dan pendapatan antar tingkat pemerintahan
Dari sisi belanja kewenangan desentralisasi
didasarkan pada prinsip agar pengalokasian
sumber daya menjadi lebih efisien dan efektif
Hal ini diasumsikan bahwa daerah lebih
mengerti kebutuhan masyarakat sehingga
pengalokasian sumber daya menjadi lebih
responsif dalam menjawab kebutuhan
masyarakat Adapun dari sisi pendapatan
diberikannya kewenangan desentralisasi
kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi
masyarakat untuk mendanai pelayanan publik
menjadi lebih tinggi karena dapat merasakan
langsung manfaat yang dirasakan Dalam
pelaksanaan desentralisasi fiskal pemerintah
pusat mengatur prinsip-prinsip pengelolaan
keuangan daerah bukan aturan secara
terperinci sehingga kondisi keuangan diantara
pemerintah daerah yang satu dan lainnya
menjadi bermacam-macam Perbedaan
dalam kondisi keuangan tersebut menuntut
suatu kebutuhan akan tingkat kesehatan dalam
mengelola keuangan daerah Sebagai pihak
yang bertanggung jawab terhadap pelayanan
publik pemerintah daerah dituntut lebih
Tabel 417
Kuadran kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Kuadran I
(Indeks Kapasitas Fiskal le05)
Kuadran III
(1leIndeks Kapasitas Fiskal lt2)
Provinsi Papua Barat
Kab Manokwari
Kab Sorong
Kota Sorong
Kab Sorong Selatan
Kab Teluk Bintuni
Kab Manokwari Selatan
Kab Kaimana
Kab Raja Ampat
Kuadran II
(05ltIndeks Kapasitas Fiskal lt1)
Kuadran IV
(Indeks Kapasitas Fiskal ge 2)
Kab Fakfak
Kab Teluk Wondama
Kab Maybrat
Kab Pegunungan Arfak
Kab Tambrauw
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
71 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
memahami kondisi kesehatan keuangannya
Hal ini dikarenakan dalam kondisi kesehatan
keuangan yang buruk pemerintah daerah tidak
akan mampu memberikan layanan publik yang
baik kepada warganya (Carmeli 2008)
Berbeda dengan sektor publik penilaian kondisi
kesehatan keuangan pada sektor private telah
dilakukan sejak lama Di sektor bisnis Beaver
(1966) dan Altman (1968) telah membangun
model untuk menilai kondisi keuangan sektor
swasta Namun setelah terjadi masalah
keuangan yang melanda banyak pemerintah
daerah di seluruh dunia penelitian mengenai
kondisi kesehatan pemerintah daerah secara
intensif mulai dilakukan Pada tahun 1980 di
Amerika Serikat terjadi permasalahan keuangan
yang melanda Kota New York Cleveland
Miami Pittsburgh dan Philadelphia (Kloha et al
2005) Hal yang sama terjadi pada tahun 1980-
an dimana sebagian pemerintah daerah di
Belanda dan Inggris mengalami kondisi kesulitan
keuangan (Carmeli 2008) Begitu juga yang
dialami pemerintah daerah di Australia (Dollery
et al 2006) dan Jepang (Takahashi 2009) yang
menghadapi permasalahan keuangan yang
sulit Kondisi tersebut mendorong para ahli
keuangan publik dan banyak peneliti membuat
suatu model ataupun formula untuk
mengevaluasi kondisi keuangan pemerintah
daerah sehingga dapat mendeteksi sejak dini
(early warning system) gejala kesulitan
keuangan
Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli
ataupun lembaga profesional untuk
mendifinisikan kondisi keuangan pemerintah
The Canadian Institute of Chartered
Accountants (CICA 1997) memberikan definisi
kondisi keuangan pemerintah daerah sebagai
kesehatan keuangan (fiscal health) yang diukur
melalui aspek keberlanjutan kerentanan dan
fleksibiltas dalam lingkungan ekonomi maupun
keuangan Aspek keberlanjutan merupakan
kemampuan pemerintah daerah untuk
mempertahankan program yang sudah ada
tanpa menimbulkan kewajiban baru pada
perekonomian Sedangkan aspek kerentanan
merupakan kondisi ketergantungan pemerintah
daerah sehingga menjadi rentan terhadap
sumber pendanaan yang berasal di luar
kendali Aspek fleksibilitas keuangan merupakan
kemampuan pemerintah daerah untuk
meningkatkan kapasitas keuangan seiring
adanya peningkatan komitmen baik melalui
peningkatan pendapatan atau kapasitas
utang Definisi lain dikemukakan Nollenberger et
al (2003) yang menyebutkan kondisi keuangan
pemerintah daerah merupakan tingkat
solvabilitas keuangan pemerintah daerah yang
terdiri dari solvabilitas kas solvabilitas anggaran
solvabilitas jangka penjang dan solvabilitas
layanan Adapun Kloha et al (2005)
memberikan definisi kondisi keuangan
pemerintah daerah dalam konteks tekanan
keuangan (fiscal distress) yaitu kemampuan
pemerintah daerah untuk memenuhi standar
operasi hutang dan kebutuhan masyarakat
selama beberapa tahun berturut-turut
Kondisi kesehatan keuangan (fiscal health)
yang baik diantaranya ditunjukkan oleh
kemampuan pemerintah daerah untuk
menutup kewajiban operasional (solvabilitas
anggaran) kemampuan untuk melaksanakan
hak-hak keuangan secara efektif dan efisien
(kemandirian keuangan) kemampuan untuk
memberikan pelayanan sesuai standar dan
kualitas yang dibutuhkan masyarakat
(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk
mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa
datang seperti bencana alam atau bencana
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
72
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sosial (fleksibilitas keuangan) Oleh karena itu
ada 4 (empat) dimensi untuk mengukur kondisi
kesehatan keuangan (fiscal helath) pemerintah
daerah yaitu solvabilitas anggaran kemandirian
keuangan solvabilitas layanan dan fleksibilitas
keuangan
Untuk mengetahui kondisi keuangan
pemerintah daerah yang ada di Papua Barat
digunakan langkah-langkah sebagai berikut
1 Menghitung nilai rasio masing-masing
dimensi penyusun indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index)
2 Menghitung indeks rasio dan indeks dimensi
- Untuk menghitung indeks rasio digunakan
rumus
(Nilai Aktual minus Nilai Terendah)
(Nilai Tertinggi minus Nilai Terendah)
- Untuk menghitung indeks dimensi
digunakan rata-rata aritmatika dari seluruh
indeks rasio yang ada
3 Menghitung indeks kesehatan keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah
Indeks kondisi kesehatan keuangan (fiscal
health index) dihitung dengan
menggunakan rata-rata tertimbang dari
seluruh indeks dimensi yang ada
G1 Solvabilitas Anggaran
Solvabilitas anggaran menunjukan seberapa
besar kemampuan pemerintah daerah
memenuhi kegiatan operasi menggunakan
pendapatan yang diperoleh (Nollenberger et
al 2003) Pendapatan yang dimaksud
merupakan pendapatan normal yang tiap
tahun senantiasa didapatkan pemerintah
daerah bukan pendapatan yang terkadang
diperoleh pada tahun-tahun tertentu saja Oleh
karena itu rasio yang digunakan untuk
menunjukan solvabilitas anggaran suatu
pemerintah daerah adalah sebagai berikut
Tabel 418
Rasio Solvabilitas Anggaran
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A (Total Pendapatan - DAK) (Total Belanja -
Belanja Modal)
Rasio B (Total Pendapatan - DAK) Belanja Pegawai
Rasio C (Total Pendapatan Total Belanja)
Pengurangan pendapatan DAK dari total
pendapatan karena pendapatan tersebut
bukan merupakan pendapatan yang bersifat
normal dan berada di luar kendali pemerintah
daerah Untuk rasio A pengurangan belanja
modal dikarenakan belanja tersebut bukan
merupakan kegiatan operasional pemerintah
daerah Adapun untuk rasio B penggunaan
belanja pegawai sebagai penyebut lebih
disebabkan karena porsi belanja tersebut saat
ini merupakan yang terbesar dari belanja
operasional pemerintah daerah Semakin tinggi
nilai rasio yang ada menunjukan bahwa
semakin banyak pendapatan pemerintah
daerah untuk menutup belanja operasional Hal
ini berarti semakin tinggi nilai rasio maka
semakin baik solvabilitas anggaran yang dimiliki
oleh suatu pemerintah daerah Dari data yang
diperoleh rasio solvabilitas anggaran seluruh
Gambar 41
Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan
ngan
73 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
terlihat pada tabel 419
Dari tabel di atas jika dilihat secara menyuluruh
rasio solvabilitas anggaran kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat menunjukan tren yang
meningkat Artinya semua daerah memiliki
solvabilitas anggaran yang semakin baik
Pendapatan normal yang diperoleh pemerintah
daerah untuk meng-cover kebutuhan belanja
semakin meningkat Dari seluruh daerah yang
ada peningkatan rasio solvabilitas anggaran
terbaik dimiliki Kab Kaimana dan Kab
Pegunungan Arfak Hal ini mengindikasikan
bahwa sebagai daerah otonom baru kedua
pemerintah daerah tersebut semakin giat untuk
mencari sumber-sumber pendapatan untuk
menutup semua kebutuhan belanja
G2 Kemandirian Keuangan
Kemandirian keuangan menunjukan
kemampuan pemerintah daerah untuk
mendapatkan sumber pendanaan secara
mandiri dan tidak rentan terhadap sumber
pendanaan di luar kendalinya (Canadian
Institute of Chartered Accountants CICA 1997)
Kemandirian keuangan juga dapat diartikan
sebagai kemampuan pemerintah daerah untuk
memenuhi kebutuhannya dengan sumber-
sumber pendanaan yang mampu diperoleh
secara mandiri tidak tergantung pada pihak
luar Berdasarkan pengertian tersebut rasio
yang digunakan untuk menunjukan
kemandirian keuangan suatu pemerintah
daerah adalah sebagai berikut
Tabel 420
Rasio Kemandirian Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A Total Pendapatan Asli Daerah Total
Pendapatan
Rasio B Total Pendapatan Asli Daerah Total Belanja
Nilai rasio yang meningkat menunjukan bahwa
semakin banyak pendapatan yang diperoleh
pemerintah daerah secara mandiri untuk
memenuhi kebutuhannya Dengan demikian
semakin tinggi nilai rasio maka semakin baik
kemandirian keuangan yang dimiliki oleh suatu
pemerintah daerah Menurut Tim KKD FE UGM
untuk menentukan tolak ukur kemandirian
keuangan daerah dapat menggunakan enam
kategori sebagaimana pada tabel 421
Tabel 419
Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019
Daerah
Rasio A Rasio B Rasio C
2018 2019 2018 2019 2018 2019
Kabupaten
Sorong 116 124 290 353 096 093
Kota Sorong 152 191 238 328 121 167
Manokwari 126 098 251 286 118 095
Manokwari
Selatan 105 114 334 802 097 096
Fakfak 100 117 191 333 098 100
Kaimana 147 331 428 721 134 361
Teluk
Wondama 107 114 303 406 095 106
Teluk Bintuni 107 190 330 927 071 147
Pegunungan
Arfak 140 205 557 813 115 245
Sorong
Selatan 097 086 245 313 088 082
Raja Ampat 104 097 296 314 091 094
Maybrat 162 130 443 471 144 113
Tambrauw 107 103 521 764 097 087
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
74
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Dari data yang diperoleh masing-masing rasio
kemandirian keuangan Pemda di Provinsi
Papua Barat dapat dilihat pada tabel 422
Secara umum Pemda di Provinsi Papua Barat
memiliki rasio kemandirian keuangan yang
sangat lemah dengan rasio di bawah 01 Kondisi
ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah
yang ada masih sangat tergantung pada
sumber pendanaan dari luar daerah seperti
pendapatan yang berasal dari pemerintah
pusat Selain itu nilai rasio tersebut menunjukan
bahwa kebutuhan yang dapat ditutup oleh
pendapatan yang berada di bawah kendali
pemerintah daerah hanya di bawah 10 persen
Kemandirian keuangan yang lemah tersebut
disebabkan oleh kondisi daerah yang tidak
memungkinan untuk memperoleh pendapatan
yang tinggi sesuai dengan kewenangan
penerimaan daerah Pada pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa sumber
strategis penerimaan negara yang menguasasi
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
Oleh karena itu sumber strategis penerimaan
negara seperti pajak penghasilan pajak
pertambahan nilai sumber daya alam
walaupun terletak di daerah namun menjadi
sumber penerimaan pemerintah pusat bukan
pemerintah daerah Pemerintah daerah hanya
mengelola sumber sumber penerimaan yang
kurang signifikan pengaruhnya seperti pajak
hotel pajak reklame pajak restoran dan pajak
daerah lainnya
Namun demikian kedua rasio yang ada
menunjukan tren rasio yang meningkat
Kemampuan pemerintah daerah untuk
menutupi kebutuhan melalui sumber
pendanaan yang diperoleh secara mandiri
menjadi semakin baik Hal ini sejalan dengan
semangat dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah dimana pemerintah daerah
seharusnya dapat berinovasi untuk
meningkatkan PAS namun tidak bertentangan
dengan peraturan yang ada
Tabel 422
Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019
Daerah
Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kabupaten
Sorong 0044 0018 0042 0016
Kota Sorong 0128 0051 0156 0085
Manokwari 0074 0067 0088 0063
Manokwari
Selatan 0171 0061 0167 0059
Fakfak 0031 0027 0030 0027
Kaimana 0037 0019 0049 0068
Teluk Wondama 0016 0018 0015 0019
Teluk Bintuni 0024 0019 0017 0028
Pegunungan
Arfak 0008 0009 0009 0022
Sorong Selatan 0014 0009 0012 0007
Raja Ampat 0031 0021 0029 0020
Maybrat 0007 0006 0010 0007
Tambrauw 0004 0007 0004 0006
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 421
Kriteria Kemandirian Kuangan Pemerintah Daerah
Menurut Tim KKD FE UGM
- Kriteria
0 - 01 sangat lemah
01001 - 02 lemah
02001 - 03 sedang
03001 - 04 cukup
04001 - 05 baik
Rasio gt 05 sangat baik
75 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
G3 Fleksibilitas Keuangan
Fleksibilitas keuangan merupakan kemampuan
pemerintah daerah untuk membayar beban
utang (Chase dan Philips 2004) Kondisi tersebut
menunjukan bagaimana pemerintah daerah
dapat meningkatkan sumber pendapatan
dalam rangka menghadapi peningkatan
kewajibannya (CICA 2007) Pendapatan
dimaksud merupakan pendapatan normal yang
tiap tahun senantiasa didapatkan pemerintah
daerah bukan pendapatan yang sifatnya terikat
penggunaannya seperti pendapatan yang
berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Selain
itu pendapatan tersebut juga merupakan
pendapatan setelah dikurangi belanja yang
sifatnya sangat wajib seperti belanja pegawai
Adapun kewajiban dimaksud merupakan
kewajiban untuk membayar cicilan pokok utang
dan beban bunga yang menjadi tanggungan
pemerintah daerah Oleh karena itu rasio yang
digunakan untuk menunjukan fleksibilitas
keuangan suatu pemerintah daerah adalah
sebagai berikut
Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan
bahwa semakin baik fleksibilitas keuangan
pemerintah daerah untuk menghadapi
peristiwa luar biasa baik yang berasal dari dalam
maupun yang berasal dari luar lingkungan
pemerintah daerah Dari data yang diperoleh
masing-masing rasio untuk kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel
424
Untuk rasio yang memiliki nilai sangat tinggi
disebabkan tidak adanya komponen
pembayaran pokok pinjaman belanja bunga
dan kewajiban jangka panjang pada
Tabel 424
Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019
Daerah Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kab Sorong 769832175393 1035484012472 1174167459258 1445271904797
Kota Sorong 4 3 7 5
Manokwari 482076226292 495858473768 802369336249 762890951003
Manokwari Selatan 735 16 1049 18
Fakfak 304491382772 827320863699 639780382396 1182183435610
Kaimana 668279456314 705544141447 871904931348 819214314839
Teluk Wondama 434599458495 611138814319 648798589997 810840420412
Teluk Bintuni 21 11 31 13
Pegunungan Arfak 487685057078 507003610307 594313768074 578106098796
Sorong Selatan 141 4 238 6
Raja Ampat 643370690403 750130568196 972295205958 1100373282221
Maybrat 539252552468 676159229681 696515339045 858345256202
Tambrauw 686177984338 855819480885 849218499477 984795810243
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 423
Rasio Fleksibiltas Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A
(Total Pendapatan - DAK - Belanja
Pegawai) (Belanja Bunga + Pembayaran
Pokok Utang)
Rasio B (Total Pendapatan - DAK) (Belanja Bunga
+ Pembayaran Pokok Utang)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
76
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
pemerintah daerah yang bersangkutan Secara
keseluruhan pemerintah daerah di Papua Barat
memiliki fleksibilitas keuangan yang cukup
memadai untuk mengantisipasi kejadian luar
biasa Artinya bahwa pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat dapat sewaktu-waktu
datang ke pihak ketiga untuk mengumpulkan
dana dalam rangka mengatasi kejadian yang
datang tidak terduga
G4 Solvabilitas Layanan
Solvabilitas layanan merupakan kemampuan
pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat
(Wang et al 2007) Kemampuan tersebut
diwujudkan berupa sumber daya fasilitas
sarana dan prasarana yang dimiliki pemerintah
daerah untuk digunakan dalam rangka
memberikan pelayanan kepada publik Untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
pemerintah daerah digunakan total belanja
daerah perkapita (Wang et al 2007) Rasio
tersebut menunjukan seberapa banyak belanja
pemerintah daerah yang dikeluarkan untuk
melayani setiap warganya Selain itu untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
digunakan belanja modal perkapita
Penggunaan belanja modal lebih ditekankan
kepada peningkatan pelayanan kepada
masyarakat Pemerintah daerah yang telah
berhasil mempertahankan pelayanannya
kepada masyarakat jika ingin meningkatkan
pelayanan tersebut dapat menggunakan pos
belanja modal Oleh karena itu rasio untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
pemerintah daerah adalah sebagaimana pada
tabel 425
Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan
bahwa semakin baik solvabilitas layanan suatu
pemerintah daerah karena semakin banyak
layanan yang diberikan pemerintah daerah
kepada masyarakat Dari data yang diperoleh
masing-masing rasio untuk kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel
426
Dari tabel di atas terlihat bahwa rasio solvabilitas
layanan pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat menunjukan nilai yang bervariasi Ada
Tabel 426
Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (juta Rp)
Daerah
Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kab Sorong 1814 2070 560 763
Kota Sorong 286 233 079 054
Manokwari 482 571 081 124
Manokwari
Selatan 3162 33747 723 8503
Fakfak 1087 1647 219 359
Kaimana 1248 411 154 000
Teluk
Wondama 2750 2804 712 625
Teluk Bintuni 2988 2615 1114 700
Pegunungan
Arfak 2166 911 660 000
Sorong Selatan 2088 2230 439 489
Raja Ampat 2661 2926 615 589
Maybrat 1421 2194 276 583
Tambrauw 7730 9769 1913 2866
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 425
Rasio Solvabiltas Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A Total Belanja Jumlah Penduduk
Rasio B Belanja Modal Jumlah Penduduk
77 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
beberapa pemerintah daerah yang mengalami
peningkatan rasio namun tidak sedikit yang
mengalami penurunan rasio Untuk rasio A pada
tahun 2019 Kab Manokwari Selatan memiliki
rasio terbesar dibandingkan pemerintah daerah
lainnya dengan nilai 33747 atau meningkat dari
tahun sebelumnya dengan nilai 3162 Artinya
belanja yang dikeluarkan pemerintah daerah
Kab Manokwari Selatan untuk melayani 1 (satu)
penduduk sebesar Rp33747 juta Besarnya nilai
rasio tersebut disebabkan jumlah penduduk Kab
Manokwari Selatan merupakan yang terkecil
dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Papua
Barat sehingga belanja perkapita yang
dikeluarkan pemerintah daerah cukup besar
untuk meng-cover layanan yang dibutuhkan Di
sisi lain pemerintah daerah dengan rasio A
terkecil tahun 2019 yaitu Kota Sorong Hal ini
disebabkan Kota Sorong merupakan daerah
dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi
Papua Barat namun belanja perkapita yang
dikeluarkan pemerintah Kota Sorong tidak cukup
besar untuk meng-cover layanan yang
dibutuhkan masyarakatnya Nilai rasio tersebut
bahkan mengalami penurunan jika
dibandingkan tahun 2018 Kemudian untuk rasio
B pada tahun 2019 cenderung bervariasi
Beberapa pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat mengalami penurunan sementara lainnya
memiliki nilai rasio yang meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat pemerintah
daerah yang berupaya meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat sedangkan
pemerintah daerah lainnya cenderung stagnan
atau tidak memberikan peningkatan pelayanan
seiring bertambahnya jumlah penduduk
G5 Indeks Kesehatan Keuangan
Nilai Indeks Kesehatan Keuangan berkisar antara
0 ndash 1 Semakin tinggi nilai indeks menunjukan
kondisi kesehatan keuangan pemerintah
daerah semakin baik Untuk mengukur indeks
kesehatan keuangan digunakan bobot untuk
masing-masing dimensi Hal ini perlu dilakukan
mengingat satu dimensi sangat mungkin lebih
penting dibandingkan dengan dimensi yang lain
(Brown 1993) Salah satu cara yang digunakan
untuk menentukan bobot masing-masing
dimensi melalui teknik Analytical Hierarchy
Proces (AHP) Teknik ini digunakan untuk
menghasilkan skala prioritas dengan cara yang
teroganisir (Saaty 2008) AHP ini tidak
memberikan keputusan secara mutlak namun
dapat membantu pengambil kebijakan untuk
menentukan keputusan yang tepat sesuai
dengan tujuan dan masalah yang mereka
hadapi Berdasarkan teknik AHP dimensi yang
lebih penting akan diwujudkan dalam bobot
yang lebih besar
Bobot terbesar dimensi penyusun indeks
kesehatan keuangan yaitu pada dimensi
solvabilitas layanan Hal ini dikarenakan tujuan
utama dari setiap pemerintahan adalah
memberikan layanan kepada masyarakat
Pemerintah daerah yang memiliki tingkat
kesehatan keuangan yang baik akan semakin
optimal dalam melaksanakan pelayanan publik
Selanjutnya bobot terbesar kedua untuk
menyusun Indeks Kesehatan Keuangan yaitu
dimensi kemandirian keuangan Untuk
memberikan layanan kepada masyarakat
secara optimal pemerintah daerah dituntut
Tabel 427
Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan
Nama Dimensi Bobot
Solvabilitas Layanan 029
Kemandirian Keuangan 026
Solvabilitas Anggaran 024
Fleksibilitas Keuangan 021
Total 100
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
78
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
memiliki kemandirian
keuangan yang
memadai sehingga
tidak bergantung
pendanaan dari pihak
luar
Berdasarkan dimensi
penyusunnya indeks
kesehatan keuangan
(fiscal health index)
untuk seluruh
pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat
dapat dilihat pada
grafik 43 Jika dilihat
secara keseluruhan Indeks Kesehatan Keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 memiliki
tingkat yang bervariasi dibandingkan periode
sebelumnya
Rata-rata Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal
health index) seluruh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat tahun 2018 mencapai 035
dan nilainya turun menjadi 034 pada tahun
2019 Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
cenderung menurun untuk menutup kewajiban
operasionalnya (solvabilitas anggaran)
kemampuan untuk melaksanakan hak-hak
keuangan secara efektif dan efisien
(kemandirian keuangan) kemampuan untuk
memberikan pelayanan sesuai standar dan
kualitas yang dibutuhkan masyarakat
(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk
mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa
datang (fleksibilitas keuangan)
Sementara itu jika melihat masing-masing
daerah pada tahun 2019 sebagian besar
pemerintah daerah mengalami penurunan
Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health
index) kecuali Kab Manokwari Selatan
Kaimana dan Teluk Bintuni Indeks Kesehatan
Keuangan tertinggi dimiliki Kab Teluk Bintuni
sebesar 068 dan terendah dimiliki Kab Fakfak
sebesar 016
Jika dilihat klasifikasinya Indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index) dapat
dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori
Pada tahun 2019 tidak ada pemerintah
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat yang
masuk dalam kategori sangat baik dan hanya
ada dua pemerintah daerah yang masuk ke
dalam kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan
Kaimana Sementara itu terdapat lima daerah
yang masuk dalam Kuadran I (buruk) dengan
nilai antara 0 ndash 025 yaitu Kab Manokwari Kab
Fakfak Kab Sorong Selatan Kab Teluk
Wondama dan Kab Raja Ampat Adapun
pemerintah daerah yang memiliki indeks
kesehatan keuangan cukup (kuadran II) dengan
nilai antara 026 ndash 050 yaitu Kab Sorong Kota
Sorong Kab Manokwari Selatan Kab Maybrat
Kab Tambraw dan Kab Pegunungan Arfak
041036
031
038
019
044
028 032
039
015
032
041
052
027 029025
049
016
057
025
068
039
019 020
028
036
000
020
040
060
Ka
b S
oro
ng
Ko
ta S
oro
ng
Ma
no
kw
ari
Ma
no
kw
ari S
ela
tan
Fa
kfa
k
Ka
ima
na
Telu
k W
on
da
ma
Telu
k B
intu
ni
Pe
gu
nu
ng
an
Arf
ak
So
ron
g S
ela
tan
Ra
ja A
mp
at
Ma
yb
rat
Tam
bra
uw
Grafik 43
Indeks Kesehatan Keuangan (Fiscal Health Index)
KabKota se-Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019
2018 2019
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
79 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Tabel 428
Kuadran Indeks kesehatan keuangan (fiscal health index)
pemerintah daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019
H BELANJA WAJIB DAERAH
Pendidikan dan kesehatan merupakan
pelayanan publik yang paling mendasar dan
vital untuk mengurangi kemiskinan (Keefer dan
Khemani 2005) Dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan publik undang-undang
telah mewajibkan pemerintah pusat dan
daerah untuk mengalokasikan sejumlah
persentase tertentu dari total belanja untuk
bidang tertentu yaitu pendidikan (UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)
dan kesehatan (UU Nomor 39 Tahun 2009
tentang Kesehatan) Belanja wajib ini ditetapkan
dengan alokasi sebesar 20 dari total belanja
untuk bidang pendidikan (berlaku bagi belanja
pusat dan belanja daerah) serta 5 dari total
belanja pusat dan 10 dari total belanja daerah
untuk bidang kesehatan Dengan ketentuan
tersebut alokasi pada belanja daerah wajib
ditingkatkan untuk bidang-bidang yang menjadi
target prioritas yaitu pendidikan kesehatan
dan infrastruktur
H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan
Keberadaan belanja bidang pendidikan
sebagai salah satu dari belanja wajib
berpengaruh terhadap ketersediaan anggaran
yang cukup besar untuk bidang pendidikan
menjadi lebih dapat dipastikan Pendanaan
bidang tersebut bersumber antara lain dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
pendapatan transfer (TKDD) Akan tetapi tujuan
akhirnya bukanlah besarnya alokasi namun
penggunaan dana yang dapat memberikan
hasil nyata berupa penyediaan dan perbaikan
layanan serta berkurangnya ketimpangan
Pada tahun 2019 kebijakan belanja wajib
bidang pendidikan di Provinsi Papua Barat
didasarkan pada ketercapaian sasaran
pembangunan ldquoPeningkatan aksesibilitas
kualitas dan manajemen pendidikanrdquo sebagai
perwujudan dari Misi 3 ldquoTerwujudnya
sumberdaya manusia yang cerdas sehat dan
berdaya saingrdquo sebagaimana ditetapkan
dalam RKPD dan RPJMD Ketercapaian sasaran
tersebut diharapkan mampu meningkatkan
persentase angka partisipasi sekolah pada
Kuadran I (buruk)
(0 ndash 025)
Kuadran II (cukup)
(025 lt Indeks lt 05)
Kab Manokwari Kab
Fakfak Kab Sorong Selatan
Kab Teluk Wondama
Kab Raja Ampat
Kab Sorong Kota Sorong
Kab Manokwari Selatan
Kab Maybrat
Kab Tambraw
Kab Pegunungan Arfak
Kuadran III (baik)
(05 lt Indeks lt 075)
Kuadran IV (baik sekali)
(075 lt Indeks lt 1
Kab Teluk Bintuni
Kab Kaimana -
Tabel 429
Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Beasiswa OAP ke Luar Negeri 48984000200 12 Bulan 100
Afirmasi bagi anak asli papua di Perguruan Tinggi dan ADEM 15003000000 12 Bulan 100
Pembangunan Fasilitas Pendidikan Menengah 25474236000 10 Kabkota 85
Pembangunan Prasarana dan Sarana Belajar 43878330901 475 Ruang 95
Rehabilitasi Prasarana dan Gedung Perpustakaan 107344935874 391 Ruang 100
Pembangunan Rumah Dinas Guru 27535623335 80 Unit 100
Pengembangan Koleksi Perpustakaan 624826470 3500 Buku 100
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
80
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
jenjang pendidikan menengah dan angka rata-
rata lama sekolah yang menjadi prioritas
pembangunan tahun 2019
Belanja wajib bidang pendidikan di Provinsi
Papua Barat sebagian besar pelaksanaannya
diwujudkan dalam bentuk gaji dan tunjangan
bagi tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)
dengan pembiayaan yang bersumber dari DAU
dan PAD Sedangkan penggunaan dana Otsus
DBH serta DAK (Fisik dan Non Fisik) berkontribusi
besar dalam pencapaian output priotitas
diantaranya dalam bentuk pemberian beasiswa
OAP afirmasi OAP di Perguruan Tinggi
pembangunan fasilitas pendidikan menengah
pembangunan prasarana dan sarana belajar
pembangunan rumah dinas guru serta
pengembangan koleksi perpustakaan Output-
output ini tersebar hampir diseluruh
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan
Selain sektor pendidikan untuk mendorong
pelayanan publik pemerintah daerah juga
memiliki kewajiban mengalokasikan 10 dari
belanja untuk anggaran bidang kesehatan
Pada anggaran bidang pendidikan di Provinsi
Papua Barat alokasi digunakan untuk
membiayai pemerataan fasilitas kesehatan di
kabupatenkota dan kualitas sumber daya
manusia bidang kesehatan sebagai priotitas
pembangunan tahun 2019 dan sasaran Misi 3
RPJMD Provinsi Papua Barat
Secara umum realisasi anggaran bidang
kesehatan tahun 2019 diperuntukkan baik itu
untuk membiayai gaji dan tunjangan tenaga
kesehatan pengadaan obat-obatan
pembangunan rumah sakit rujukan maupun
kegiatan-kegiatan lainnya dengan sumber
dana PAD DAU Otsus dan DAK Capaian output
Tabel 430
Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Penyediaan Obat Vaksin Perbekalan Kesehatan 122403919686 13 Kabkota 100
Sarana Prasarana Instalasi Farmasi 7786697051 116 Unit 100
Pembangunan RSUD Provinsi (Rujukan) 138640000000 1 Lokasi 85
Pembangunan dan Prasarana Puskesmas 225940279996 98 Unit 30
Kendaraan Puskesmas dan Ambulans 17388190996 63 Unit 23
Sarana dan Prasarana Rumah Sakit 17886670389 237 Unit 100
Sarana dan Prasarana KB 12083549590 485 Unit 100
PMT BUMIL KEK pada Lokus Stunting 1667044052 5 Kabkota 100
Kampanye CTPS dan Pemberian Tablet Tambah Darah 2856153400 2 Kabkota 100
Layanan Kesehatan Berbasis Masyarakat 1364000000 5 Kabkota 100
Layanan Petugas Tim Gerakan Cepat 237164200 44 Orang 100
Layanan Kesehatan Bagi Penduduk yang Terdampak Krisis Kesehatan 531508000 2 Kabkota 100
Pelatihan Kesehatan Reproduksi WUS dan PUS bagi Tenaga Kesehatan 207240000 1 Kabkota 100
Layanan Pengelolaan Darah Untuk OAP 2500000000 1 Kabkota 100
Iuran Peserta JKN Penduduk OAP 28818415000 589 Jiwa 100
Penempatan Tenaga Kesehatan (Analis Kesling Bidan Gizi) 5779200000 13 Kabkota 100
Jaminan Sosial Bagi Lanjut Usia 883500000 4 Kabkota 100
Bantuan Bagi ODHA 392500000 1 Kabkota 100
Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
81 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
prioritas dalam upaya pemerataan fasilitas
kesehatan diutamakan pada daerah yang
masuk dalam kategori terpencil dan terisolir
melalui penyediaan makanan tambahan obat
vaksin dan perbekalan kesehatan serta
penyediaan layanan kesehatan berbasis
masyarakat Sedangkan pada pembangunan
fasilitas tingkat lanjut dilakukan secara terpusat
di Kab Manokwari sebagai ibukota provinsi
Sementara pada upaya peningkatan kualitas
tenaga kesehatan pelatihan dan layanan
dipusatkan pada beberapa kabupatenkota
yang memiliki fasilitas kesehatan memadai (Kab
Manokwari Kota Sorong Kab Fakfak) untuk
nantinya ditempatkan secara merata
H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur
Infrastruktur merupakan roda penggerak
perekonomian atau lokomotif pembangunan
nasional dan regional Selain itu infrastruktur juga
berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas
hidup dan kesejahteraan masyarakat antara
lain dalam terwujudnya stabilisasi makro
ekonomi peningkatan produktivitas tenaga
kerja dan akses kepada lapangan kerja serta
peningkatan kemakmuran nyata Melalui
infrastruktur upaya pembentukan kapasitas
fiskal yang kuat perdagangan dan industri yang
maju serta tenaga kerja yang berkualitas dapat
terakselerasi Oleh karena itu belanja bidang
infrastruktur pada APBD memiliki porsi alokasi
yang sangat besar sebagai kombinasi dari
berbagai sumber dana yang ada
Belanja wajib infrastruktur di Provinsi Papua Barat
pada tahun 2019 dialokasikan dengan
memanfaatkan Dana Otsus DTI DAK (Fisik) dan
DBH sesuai RPJMD Misi 4 yaitu ldquoMeningkatkan
kapasitas infrastruktur wilayahrdquo dengan sasaran
peningkatan interkoneksi antar wilayah
ketersediaan layanan dasar infrastruktur daerah
dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah
serta peningkatan layanan kebutuhan dasar
perumahan dan kawasan permukiman wilayah
perkotaan dan perdesaan Pada upaya
pencapaian output belanja infrastruktur Papua
Barat tercatat memiliki realisasi yang cukup
besar diantaranya pembangunan dan
preservasi plusmn473Km jalan (Rp112148 miliar)
Jembatan sepanjang plusmn177 meter (Rp3521 miliar)
dan pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500
Ha (Rp1137 miliar) Selain itu juga berupa
pelabuhandermaga rakyat di 4 lokasi terminal
di 3 lokasi serta SPAM di 8 lokasi Namun
demikian besarnya serapan belum
menunjukkan adanya optimalisasi pada
capaian output prioritas tahun 2019 yang
tercatat memiliki persentase yang rendah
Tabel 431
Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 1121475928623 473 Km 63
Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 35214918080 177 Meter 76
Irigasi 11371755640 500 Ha 31
PelabuhanDermaga Rakyat 38574958977 4 Lokasi 18
Terminal 8426373185 3 Lokasi 25
SPAM Terfasilitasi 41250093919 8 Kabkota 10
PembangunanPeningkatan Kualitas Rumah Swadaya 30401913319 1075 Unit 60
Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77
Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90
PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Halaman ini sengaja dikosongkan
ANGGARAN
KONSOLIDASIAN
PENDAPATAN
PERPAJAKAN
PENDAPATAN
BUKAN PAJAK
BELANJA
PEMERINTAH
TRANSFER
35 T
15 T
25 T
5 T
2625 T
DEFISIT
PENERIMAAN
PENDAPATAN
PENGELUARAN
BELANJA
54 T
317 T
DJPbKawalAPBN
82
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
KONSOLIDASIAN
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian
(LKPK) adalah laporan yang disusun
berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat dengan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah dalam periode waktu
tertentu Sampai dengan tahun 2019
pendapatan konsolidasian di Papua Barat
sebesar Rp544142 miliar Sementara itu untuk
realisasi belanja konsolidasian sampai dengan
tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 129
persen dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya
B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN
Pendapatan pemerintahan umum (General
Government Revenue) atau pendapatan
konsolidasian tingkat wilayah adalah
konsolidasian antara seluruh pendapatan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam satu periode pelaporan tertentu
B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Pendapatan pemerintah konsolidasian terdiri
dari penerimaan perpajakan PNBP dan hibah
Total realisasi pendapatan konsolidasian
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
tahun 2019 adalah sebesar Rp544142 miliar
atau naik 2108 persen Dari jumlah tersebut 54
persen merupakan pendapatan pemerintah
pusat dan 46 persen adalah pendapatan
pemerintah daerah Pendapatan pemerintah
pusat tersebut selanjutnya akan didistribusikan
kepada pemerintah daerah berupa dana
transfer maupun belanja pemerintah pusat di
BAB V
Perkembangan dan Analisis
Anggaran Konsolidasian
Tabel 51
Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi Tahun 2018 Realisasi Tahun 2019 Kenaikan
Penurunan
(persen) Pusat Daerah Konsolidasi Pusat Daerah Konsolidasi
Penerimaan Pendapatan 249363 2010000 449423 294509 2631445 544142 2108
Pendapatan Perpajakan 219362 93741 313103 265104 85308 350412 1192
Pendapatan Bukan Pajak 30001 82831 112832 29404 123027 152431 3510
Hibah - 4952 4952 - 1648 1648 (6672)
Transfer - 1828476 18536 - 2423110 39651 11391
Pengeluaran Belanja 2491602 2125451 2807113 3172329 2380387 3169257 1290
Belanja Pemerintah 681662 1694915 2376577 788870 1794601 2583471 871
Transfer 1809940 430536 430536 2383459 585786 585786 3606
Surplus Defisit (2242239) (115451) (2357690) (2877820) 251058 (2625115) 1134
Sumber OM SPAN KPP Manokwari KPP Sorong LRA Pemda se-Papua Barat dan SIKD DJPK (data diolah)
83 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
daerah berupa belanja dekonsentrasiTPUB
Sampai dengan tahun 2019 realisasi
pendapatan perpajakan konsolidasian di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp350412 miliar
Dari jumlah tersebut 757 persen merupakan
pendapatan perpajakan pemerintah pusat
sedangkan pemerintah daerah memiliki
sumbangsih sebesar 243 persen Pada
pendapatan hibah kontribusi hanya berasal
dari pendapatan hibah pemerintah daerah
tidak terdapat pendapatan hibah dari
pemerintah pusat
B2 Analisis Perubahan
Target pendapatan perpajakan konsolidasian
tahun 2019 Provinsi Papua Barat sebesar
Rp388354 miliar atau turun sebesar 408 persen
dari tahun sebelumnya disebabkan
target penerimaan perpajakan
pemerintah pusat mengalami
penurunan Realisasi pendapatan
perpajakan konsolidasian Provinsi
Papua Barat sampai dengan tahun
2019 sebesar 9023 persen terhadap
target persentase ini lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya yaitu sebesar
7733 persen
Sementara itu terjadi peningkatan realisasi
pendapatan perpajakan konsolidasian dari
Rp313103 miliar menjadi Rp350412 miliar atau
naik sebesar 1192 persen dibandingkan tahun
2018 Hal ini disebabkan oleh kenaikan realisasi
pada jenis pajak PPN Dalam Negeri dan PPh
non migas lainnya Penerimaan kedua jenis
pajak tersebut sangat ditentukan oleh kondisi
perekonomian dimana pada tahun 2019 tetap
tumbuh meskipun berada pada ketidakpastian
global Adapun untuk realisasi PNBP
konsolidasian pada tahun 2019 terjadi
peningkatan signifikan dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya dari Rp112832
miliar menjadi Rp152431 miliar atau naik
sebesar 351 persen Peningkatan PNBP ini
disebabkan oleh peningkatan yang signifkan
pada pendapatan bukan pajak pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat
B3 Rasio Pajak (Tax Ratio)
Rasio pajak merupakan perbandingan antara
jumlah penerimaan pajak suatu daerah
terhadap pendapatan suatu output
perekonomian atau produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Terkait dengan rasio pajak PDRB
menggambarkan jumlah pendapatan
potensial yang dapat dikenai pajak PDRB juga
menggambarkan kegiatan ekonomi
Tabel 52
Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)
Uraian
2018 2019
Target Real Target Real
Pemda 101669 93741 9220 120311 85308 7091
Pusat 303205 219362 7235 268042 265104 9890
Konsolidasian 404874 313103 7733 388354 350412 9023
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong dan LRA Pemda se-Papua Barat
(data diolah)
265104
miliar
29404
miliar0
85308
miliar
123027
miliar 1648
miliar
0
20
40
60
80
100
Pendapatan
Perpajakan
Pendapatan Bukan
Pajak
Hibah
Grafik 51
Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan
Daerah terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2019
Pusat Daerah
Sumber OMSPAN KPP Manokwari dan Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
84
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masyarakat yang jika berkembang dengan
baik merupakan potensi yang baik bagi
pengenaan pajak di wilayah tersebut
B31 Rasio pajak Konsolidasian Provinsi
Papua Barat
Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di
wilayah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
mencapai 415 persen jauh lebih rendah
dibanding rasio pajak nasional sebesar 11
persen Dimana rasio pajak nasional hanya
memperhitungkan penerimaan pajak yang
diterima pemerintah pusat Rasio pajak di
wilayah Provinsi Papua Barat tersebut sedikit
meningkat apabila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yang mencapai 393 persen
Penurunan rasio pajak ini menunjukkan bahwa
penerimaan pajak di wilayah Papua Barat lebih
rendah dari potensi perpajakan yang dapat
diterima oleh pemerintah Dengan kondisi
tersebut Pemerintah hendaknya dapat lebih
mengoptimalkan usaha intensifikasi dan
ekstensifikasi penerimaan perpajakan sehingga
dapat meningkatkan penerimaan perpajakan
B32 Pajak per Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat
Berdasarkan daerahnya penerimaan
perpajakan tahun 2019 Kabupaten Manokwari
dan Kota Sorong merupakan yang paling tinggi
dibandingkan dengan daerah lain di Provinsi
Papua Barat Hal ini dikarenakan perekonomian
di Provinsi Papua Barat terpusat di kedua
daerah tersebut dimana terdapat banyak
hotel toko pusat hiburan pusat perbelanjaan
dan pusat bisnis Sementara itu pajak terendah
pada Kabupaten Pegunungan Arfak
B33 Rasio Pajak per Kapita Kabupaten Kota
di Provinsi Papua Barat
Pajak perkapita merupakan perbandingan
antara jumlah penerimaan pajak yang
dihasilkan suatu daerah dengan jumlah
penduduknya Pajak perkapita menunjukkan
kontribusi setiap penduduk pada pendapatan
perpajakan suatu daerah Kab Manokwari dan
Tabel 53
Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019
Uraian Tahun
2018
Tahun
2019
Penerimaan Perpajakan
Konsolidasian 313103 350412
PDRB (Harga Berlaku) Provinsi
Papua Barat (miliar Rp) 79644 84348
Rasio Pajak (persen) 393 415
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK
dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 54
Realisasi Peneirmaan Perpajakan per Kabupaten Kota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
KabKota Pajak
Pusat
Pajak
Daerah
Pajak
Konsolidasian
Manokwari 80307 52799 133106
Kota Sorong 73192 5016 78208
Teluk Bintuni 31783 4710 36493
Kab Sorong 20142 3029 23171
Fak-Fak 12906 3501 16406
Sorong Selatan 4622 748 5370
Kaimana 12668 4059 16727
Raja Ampat 6494 2769 9264
Teluk Wondama 4564 1735 6299
Maybrat 2180 640 2820
Tambrauw 2099 784 2884
Pegunungan Arfak 1606 718 2324
Manokwari Selatan 2152 4793 6945
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK
dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
85 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kab Teluk Bintuni merupakan daerah dengan
pajak per kapita tertinggi yaitu masing-masing
sebesar Rp759juta dan Rp566 juta Hal ini
disebabkan Kab Manokwari merupakan salah
satu pusat perekonomian di Provinsi Papua
Barat sehingga menimbulkan basis pajak yang
besar Adapun Kab Teluk Bintuni merupakan
salah satu daerah penghasil gas alam terbesar
di Indonesia Sementara itu daerah dengan
pajak perkapita paling rendah adalah
Kabupaten Maybrat sebesar Rp885 ribu
B34 Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Kenaikan Realisasi Pendapatan
Konsolidasian
Pendapatan di suatu daerah dapat diperluas
tidak hanya pada PAD yang diterima
pemerintah daerah namun mencakup seluruh
penerimaan pemerintah pusat dan daerah di
wilayah tersebut yang terdiri 1) Pendapatan
pajak daerah 2) Retribusi daerah 3) Hasil
pengelolaan kekayaan derah yang dipisahkan
4) Lain-lain PAD yang sah dan 5) Penerimaan
Perpajakan PNBP dan Pendapatan BLU
Pemerintah Pusat Berikut ini realisasi
pendapatan konsolidasian pemerintah pusat
dan pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
Pada tahun 2019 PDRB Harga Berlaku Provinsi
Papua Barat mencapai Rp84346 miliar atau
naik 59 persen dari tahun sebelumnya
Sementara itu pada periode yang sama
pendapatan yang diterima pemerintah daerah
dan pemerintah pusat mencapai sebesar
Rp544142 miliar atau naik sebesar 2108 persen
Hal ini menunjukan kenaikan PDRB Provinsi
Papua Barat pada tahun 2019 memiliki korelasi
positif terhadap pendapatan konsolidasian
C BELANJA KONSOLIDASIAN
Belanja pemerintahan umum (General
Government Spending) atau belanja
konsolidasian tingkat wilayah adalah
konsolidasian antara seluruh belanja
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam satu periode pelaporan tertentu
Tabel 55
Realisasi Peneirmaan Perpajakan per kapita pe Kabupaten
Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)
KabKota Pajak Konsolidasian
Per Kapita
Manokwari 7598336
Teluk Bintuni 5666095
Kota Sorong 3075490
Manokwari Selatan 2867344
Kaimana 2777762
Sorong 2605607
Fak Fak 2085011
Tambrauw 2077686
Teluk Wondama 1936996
Raja Ampat 1910305
Sorong Selatan 1144539
Pegunungan Arfak 750291
Maybrat 689600
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD
DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 56
Realisasi Pendapatan Konsolidaian di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019
Uraian
2019 2018
Realisasi Perubahan
(persen) Realisasi
Penerimaan
Perpajakan 350412 1192 313103
PNBP 152431 3510 112832
Total Pendapatan
Konsolidasian 544142 2108 449423
PDRB AHB 84348 59 79644
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD
DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
86
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Pada tahun 2019 realisasi belanja dan transfer
konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar
dimana 75 persen bersumber dari anggaran
pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran
pemerintah pusat Realisasi Belanja pegawai
konsolidasian mencapai Rp551486 miliar
dimana yang bersumber dari APBD sebesar
Rp370308 miliar (6715 persen) dan dari APBN
sebesar Rp181178 miliar (3285 persen) Belanja
barang konsolidasian mencapai Rp975323
miliar dengan komposisi 69 persen dari
pemerintah daerah dan 21 persen dari
pemerintah pusat Belanja modal konsolidasian
mencapai Rp852211 miliar dengan komposisi
64 persen berasal dari APBD dan 36 persen dari
APBN Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi
pemerintah daerah terhadap perekonomian
Papua Barat lebih besar dari pemerintah pusat
C2 Analisis Perubahan
Realisasi belanja konsolidasian tahun 2019
mengalami peningkatan dibandingkan tahun
sebelumnya Apabila dilihat per belanja
realisasi terbesar adalah belanja barang
konsolidasian yang mengalami peningkatan
dari Rp903843 miliar di tahun 2018 menjadi
Rp975323 miliar di tahun 2019 Begitu pula
dengan realisasi belanja pegawai dan belanja
modal pada tahun 2019 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya Kondisi tersebut telah sejalan
dengan kebijakan peningkatan porsi anggaran
belanja barang dan belanja modal terhadap
total belanja pemerintah
C3 Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian
Terhadap Total Belanja Konsolidasian
Belanja operasi terdiri atas belanja pegawai
konsolidasian dengan belanja barang
konsolidasian Rasio belanja operasi terhadap
total belanja konsolidasian menunjukan porsi
belanja pemerintah untuk mendukung
operasional pemerintahan Rasio belanja
operasi terhadap total belanja konsolidasian di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
dari 5053 persen pada tahun 2018 menjadi
4818 persen pada tahun 2019 Hal ini
mengindikasikan bahwa kegiatan rutin
pemerintah di Provinsi Papua Barat semakin
berkurang
181178
302172 303229
1269
370308
673151
548982
77379
000
200000
400000
600000
800000
Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
Modal
Belanja
Bansos
Grafik 52
Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp)
Pusat Daerah
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
551486
975323
852211
78648
514594
903843
791702
55934
000 500000 1000000
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Belanja Bantuan Sosial
Grafik 53
Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp)
2018 2019
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
87 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap
Jumlah Penduduk
Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah
penduduk (belanja konsolidasian perkapita)
menunjukkan seberapa besar belanja
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang digunakan untuk mensejahterakan per
penduduk di suatu daerah
Semakin besar nilainya semakin
besar besar belanja yang
dikeluarkan untuk
mensejahterakan satu orang
penduduk di wilayah tersebut
Sebaliknya semakin kecil angka
rasionya semakin kecil dana yang
disediakan pemerintah daerah
untuk mensejahterakan
penduduknya
Rasio total belanja konsolidasian
terhadap jumlah penduduk
Provinsi Papua Barat tahun 2019
adalah 2132 per kapita Hal ini
berarti dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan
penduduknya selama tahun 2019
pemerintah telah membelanjakan
sebesar lebih dari Rp21 juta untuk
setiap penduduk Pada tahun
2019 angka rasio tertinggi pada
Kabupaten Tambrauw mencapai
Rp10078 juta per jiwa Sedangkan
rasio terendah yaitu Kota Sorong
yang mencapai Rp922 juta per jiwa
Apabila dibandingkan antar
regional terdapat kesenjangan
perbedaan rasio yang cukup tinggi
Hal ini antara lain karena adanya
kesenjangan jumlah belanja
pemerintah dan jumlah penduduk
antara kabupatenkota Kabupaten Tambrauw
dengan penduduk relatif sedikit (13879 jiwa)
namun jumlah belanja pemerintahnya cukup
tinggi (Rp139868 miliar) Sebaliknya Kota
Sorong walaupun belanja pemerintahannya
lebih banyak (Rp234374 miliar) namun memiliki
penduduk relatif lebih banyak (254294 jiwa)
Tabel 57
Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019
Uraian
2018 2019
Konsolidasian
(miliar Rp)
Rasio
(persen)
Konsolidasian
(miliar Rp)
Rasio
(persen)
Belanja Operasi
(pegawai+barang) 1418437 5053 1526809 4818
Total Belanja dan
Transfer 2807113 3169257
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 58
Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp)
Daerah Daerah Pusat Konsolidasian Penduduk
(Jiwa)
Belanja
Perkapita
(Juta Rp)
Tambrauw 135585 4283 139868 13879 10078
Manokwari
Selatan 81736 5418 87154 24220 3598
Raja Ampat 141891 13759 155651 64406 2889
Teluk
Wondama 91200 11730 102930 32521 3165
Teluk Bintuni 168447 17615 186062 48493 3210
Pegunungan
Arfak 80747 2757 83504 46922 2402
Sorong
Selatan 104651 8060 112711 30976 2696
Kab Sorong 184070 25360 209430 88927 2355
Fakfak 129588 55334 184922 78686 2350
Maybrat 89715 5229 94944 40899 2321
Manokwari 99949 240391 340340 60216 1900
Kaimana 100150 14251 114401 175178 1943
Kota Sorong 59174 175200 234374 254294 922
Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
88
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C4 Analisis Belanja
Analisis ini untuk mengetahui arah dan
sensitivitas dari kebijakan fiskal pemerintah
Untuk itu analisis dilakukan dengan
memperbandingkan belanja APBN dan APBD
dengan beberapa indikator seperti di bawah
ini
a Perbandingan dengan Belanja APBN
1) Non belanja pegawai
Untuk mengetahui proporsi sumber dana
(non belanja pegawai) yang dikelola oleh
pemerintah daerah maka dapat
diperbandingkan dana APBN yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah
dengan belanja non pegawai pada APBD
dengan rasio sebagaimana pada tabel 59
Dari tabel 59 terlihat bahwa rasio dana
kelolaan belanja non pegawai di Provinsi
Papua Barat tahun 2019 sebesar 196 persen
2) Belanja modal
Untuk membandingkan belanja modal yang
bersumber dari APBN dan APBD yang
merupakan motor pertumbuhan regional
maka digunakan rasio sebagaimana terlihat
pada tabel 510
Dari tabel tersebut terlihat bahwa rasio dana
kelolaan belanja modal konsolidasian di
Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar
5524 persen
b Perbandingan dengan Populasi
Indikator ini berfungsi sebagai perbandingan
spasial antar wilayah untuk mendapatkan
proporsi antara kebijakan fiskal yang tercermin
dari anggaran dengan indikator demografis
(populasi) sehingga dapat diperoleh
gambaran yang lebih fair besaran anggaran
pada suatu wilayah
Dari tabel 511 terlihat bahwa rasio belanja
konsolidasian terhadap jumlah populasi di
Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar 0027
Artinya belanja pemerintah pusat dan daerah
di Provinsi Papua Barat yang dikeluarkan untuk
memberikan pelayanan kepada satu orang
penduduk sebesar Rp27 juta
Tabel 59
Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019
Uraian Realisasi
(miliar Rp)
Belanja APBN (DK+TP+UB) 27960
Belanja APBD (Non Pegawai) 1424293
Rasio Dana Kelolaan Belanja
Non Pegawai (persen) 196
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 510
Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019
Uraian Realisasi
(miliar Rp)
B Modal APBN
(KP+KD+DK+TP+UB) 303238
B Modal APBD 548982
Rasio Dana Kelolaan Belanja
Modal APBN ndash APBD (persen) 5524
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 511
Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papua
Barat Tahun 2019
Uraian Realisasi
Total Belanja APBN (milar Rp) 788870
Total Belanja APBD (miliar Rp) 1794601
Jumlah Populasi Provinsi PB (jiwa) 959617
Rasio Belanja Terhadap Populasi
(miliar Rp) 0027
Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat
(data diolah)
89 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
D SURPLUS DEFISIT
Keseimbangan umum atau surplusdefisit
adalah selisih lebih kurang antara pendapatan
daerah dan belanja daerah dalam tahun
anggaran yang sama Surplus defisit
merupakan gabungan surplus defisit APBD
ditambah dengan surplus defisit APBN Tingkat
Provinsi
Pada tahun 2019 defisit pemerintah
konsolidasian di Provinsi Papua Barat mencapai
minus Rp2625115 miliar Seluruh defisit tersebut
berasal dari pemerintah pusat di wilayah
Provinsi Papua Barat dan sisanya merupakan
surplus dari gabungan pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat Pemerintah pusat di
wilayah Papua Barat menyumbang minus
Rp287782 miliar dan gabungan pemda di
Papua Barat menyumbang surplus sebesar
Rp251058 miliar Sedangkan rasio defisit
konsolidasian Provinsi Papua Barat terhadap
PDRB mencapai minus 3112 persen yang terdiri
dari gabungan pemda di Papua Barat sebesar
plus 298 persen dan Pemerintah Pusat sebesar
minus 3412 persen
E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH
TEHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL
BRUTO (PDRB)
Berdasarkan Teori Perpotongan Keynesian
(Keynesian Cross Theory) salah satu variabel
yang berpengaruh terhadap pencapaian
output (Y) yaitu belanja pemerintah
(government spending) Kenaikan belanja
pemerintah akan mendorong output menjadi
lebih besar sebagaimana diilustrasikan pada
gambar di bawah dimana ekuilibrium bergerak
dari titik A ke titik B dan output meningkat dari
Y1 ke Y2 (Mankiw 2013)
Nilai output dihitung dengan menjumlahkan
pengeluaran aggregat yaitu pengeluaran
konsumen pengeluaran investasi pembelian
pemerintah untuk barang dan jasa serta ekspor
dikurangi impor (net export) yang ditunjukan
dengan persamaan sebagai berikut
Y = C + I + G + (X ndash M)
Nilai output suatu daerah diwujudkan dalam
bentuk PDRB Kontribusi pemerintah terhadap
PDRB dilihat dari sisi belanja dihitung dengan
cara membandingkan nilai pengeluaran
pemerintah terhadap PDRB Sedangkan jika
Tabel 512
Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi
Papua Barat Tahun 2019
Uraian
SurplusDefisit Rasio
terhadap PDRB
(persen) Realisasi
(miliar Rp)
Komposisi
(persen)
APBD seluruh
Pemda 251058 -684 298
APBN di Provinsi
Papua Barat
(miliar Rp)
(2877820) 10684 -3412
Konsolidasian (2625115) 100 -3112
Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua Barat
KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)
450
A
B
∆G E2 = Y2
E1 =
Y1
Pengeluaran Aktual
Output Y
∆Y
Pengeluaran yang
Direncanakan
Pengeluaran E
Y2 Y1 ∆Y
Gambar 51
Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pengeluaran Pemerintah
terhadap Output Menurut Perpotongan Keynesian
(Sumber Mankiw 2013)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
90
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
dilihat dari sisi investasi kontribusi pemerintah
terhadap PDRB dihitung dengan cara
membandingkan nilai PMTB terhadap PDRB
Pada tahun 2019 kontribusi belanja pemerintah
konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua
Barat sebesar Rp3169257 miliar Rp84348
miliar = 3112 persen Adapun kontribusi investasi
pemerintah (PMTB) terhadap PDRB sebesar
Rp1760103 miliar Rp84348 miliar = 2087
persen Kondisi tersebut menunjukan bahwa
kontribusi belanja pemerintah pusat dan
daerah cukup signifikan terhadap
perekonomian Papua Barat
Tabel 513
Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Uraian Realisasi
Belanja Konsolidasian (miliar Rp) 3169257
PMTB (miliar Rp) 1760103
PDRB Harga Berlaku (miliar Rp) 84348
Kontribusi Belanja Konsolidasian
terhadap PDRB (persen) 3112
Kontribusi PMTB terhadap PDRB
(persen) 2087
Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua
Barat KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)
Halaman ini sengaja dikosongkan
POTENSI
REGIONAL
DJPbKawalAPBN
ldquoMama-mama Papua sedang berjualan ikan asar di Pasar
Bomberay Fakfakrdquo
91
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
A ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH
Pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model
Pembangunan ekonomi regional saat ini
menuntut pemerintah daerah untuk berinovasi
memanfaatkan dan mengembangkan potensi-
potensi yang dimiliki daerah Titik berat
pelaksanaan otonomi daerah yang berada
pada kabupatenkota diimplementasikan
melalui penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk menggali sumber pendapatan bagi
daerah Sebagai salah satu komponen
Pendapatan Asli Daerah (PAD) potensi
pungutan pajak daerah lebih banyak
memberikan peluang bagi daerah untuk
dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan
dengan komponen-komponen penerimaan
PAD lainnya Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor terutama karena potensi pungutan pajak
daerah mempunyai sifat dan karakteristik yang
jelas baik ditinjau dari tataran teoritis kebijakan
maupun dalam tataran implementasinya
A1 Landasan Teori
Untuk mengestimasi potensi penerimaan pajak
daerah di Provinsi Papua Barat dapat digunakan
dua alat analisis keuangan daerah yaitu
elastisitas pajak dan bouyancy tax Elastisitas
pajak menunjukan bagaimana seberapa cepat
respons dari pajak daerah terhadap perubahan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
sedangkan bouyancy tax menggambarkan
kinerja dari pemungutan pajak daerah yang
dihitung dengan cara membagi pertumbuhan
penerimaan pajak daerah dengan
pertumbuhan PDRB
Spesifikasi model yang dipakai untuk mengukur
elastisitas pajak daerah diantaranya dapat
menggunakan persamaan pajak Mansfield
(1972) dan Wirasasmita (1982) serta model
adjustment equation modifikasi Wirasasmita
(1994) Model persamaan pajak Mansfield dan
Wirasasmita memiliki kemiripan seperti dituliskan
sebagai berikut
Ln T = Ln α + ε Ln Ykap
dimana
T = Penerimaan Pajak Daerah
Ykap = PDRB per Kapita
α = Konstanta
ε = Koefisien Elastisitas
Indikator elastisitas pajak yang digunakan untuk
mengukur kemampuan fiskal daerah yait
1 Jika ε gt 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
bersifat elastis Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif kecil
2 Jika ε lt 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
BAB VI
Analisis Potensi dan Tantangan
Ekonomi Regional
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
92
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
bersifat inelastis Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif besar
3 Jika ε = 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
bersifat unitary Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif tidak berubah
Selanjutnya model adjustment equation
modifikasi Wirasasmita (1994) dapat diadaptasi
untuk mencari koefisien bouyancy tingkat
kesulitan penerimaan pajak daerah Modelnya
sebagaimana berikut
Rt = b1 + b2 Yt +Ut
dimana
Rt = Penerimaan Pajak Daerah
Yt = PDRB per kapita
Dalam persamaan (1) di atas Rt dianggap
fungsi linear dari Yt dan tidak dapat diobservasi
sehingga untuk mengatasi hal tersebut
digunakan penyesuaian adjustment equation
modifikasi Wirasasmita (1994) dengan hasil akhir
persamaannya sebagai berikut
Rt = k bt Ytkb2 Rt-1 (1-k) ( k Ut + Vt )
dari persamaan di atas dapat ditransformasikan
ke dalam bentuk linear sebagai berikut
LnRt = Ln (kb1) + (kb2) Ln Yt + (1-k)Rt-1 + Ln(kUt + Vt)
atau
Ln Rt = Ln α0 + α1 Ln Yt + α2 Ln Rt-1
Berdasarkan persamaan di atas maka dapat
diketahui
α2 = 1 ndash k
k = 1 ndash α2
0 le k le 1
dimana
k = Koefisien penyesuaian nilai adjustment
equation yang menggambarkan tingkat
kesulitan pemungutan pajak daerah yang
diestimasi Apabila mendekati atau sama
dengan satu berarti tingkat kesulitan
pemungutan relatif rendah karena telah
dapat merealisasikan target penerimaan
pajak daerah Sebaliknya jika mendekati
nol berati tingkat kesulitan relatif tinggi
karena belum mampu mencapai target
penerimaan
αn = Koefisien elastisitas yang berarti
perubahan penerimaan pajak daerah
yang berkaitan dengan perubahan PDRB
Selanjutnya untuk mendapatkan tingkat
keterlambatan pemungutan pajak daerah
dihitung dengan cara (1-k) k
A2 Hasil Estimasi
Data yang digunakan untuk menganalisis
potensi pajak daerah di Provinsi Papua Barat
yaitu 12 dari 13 kabupatenkota disebabkan
data pajak daerah untuk Kab Pegunungan
Arfak tidak tersedia
Dari tabel 61 terlihat bahwa PDRB per kapita
tertinggi yaitu Kab Teluk Bintuni sebesar Rp47303
miliar dan pajak daerah tertinggi yaitu Kab
Tabel 61
Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (juta Rp)
Daerah Pajak
Daerah
PDRB per
kapita
Fakfak 742194 6740
Kaimana 776207 4636
Teluk Wondama 522598 4860
Teluk Bintuni 2474602 47303
Manokwari 4801653 5679
Sorong Selatan 95371 4098
Kab Sorong 1266225 12517
Raja Ampat 659287 6008
Tambrauw 84193 1646
Maybrat 42654 1756
Manokwari Selatan 65994 33995
Kota Sorong 4068078 6470
Sumber SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat
(data diolah)
93 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Manokwari sebesar Rp4802 miliar Selanjutnya
hasil estimasi data menggunakan program
Eviews 10 diperoleh persamaan sebagai berikut
(hasil lengkap terdapat pada bagian Lampiran)
Ln Tt = 3156 + 1246 Ln Ykap + 0360 Tt-1
Prob(F-statistic) = 00591
Prob(t-statistic) = 00588
dimana
Tt = Pajak daerah
Ykap = PDRB per kapita
Tt-1 = Pajak daerah tahun sebelumnya
Secara statistik pada tingkat kepercayaan 10
persen model potensi penerimaan pajak
daerah di atas terindikasi signifikan baik secara
parsial maupun serentak dikarenakan nilai
Prob(F-statistic) dan Prob(t-statistic) di bawah 10
persen dengan penjelasan masing-masing
koefisien sebagai berikut
1 Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa
elastisitas penerimaan pajak daerah
terhadap PDRB per kapita bersifat elastis
yang mengindikasikan respon pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per kapita relatif
cepat Artinya ketika PDRB per kapita
mengalami kenaikan sebesar 1 persen
maka direspon peningkatan pajak daerah
sebesar 1246 persen Dengan koefisien yang
kecil tersebut dapat digeneralisasikan
bahwa tingkat ketergantungan pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pemerintah pusat sangat tinggi
2 Koefisien bouyancy pajak daerah diperoleh
sebesar
k = 1 ndash α2
= 1 ndash 0360
= 0640
Koefisien tersebut nilainya relatif kecil yang
menunjukan bahwa
a tingkat kesulitan pemungutan pajak
daerah relatif tinggi
b realisasi penerimaan pajak daerah
hanya sebesar 64 persen dari target
yang ditetapkan
c tingkat keterlambatan pemungutan
pajak daerah sebesar (1 ndash k) k = (1 ndash
064) 064 = 05625 Artinya penerimaan
pajak daerah yang ditargetkan baru
dapat terealisasi pada 56 bulan
mendatang
A3 Implikasi Kebijakan
Dari hasil estimasi di atas ditemukan bahwa
permasalahan struktural yang menjadi faktor
penghambat pemerintah daerah dalam upaya
menaikkan pajak daerah yaitu terbatasnya SDM
perpajakan yang berkualitas lemahnya sistem
perencanaan dan pengawasan penerimaan
pajak daerah pelaksanaan pemungutan yang
tidak optimal potensi penerimaaan yang
terbatas dan lemahnya penegakkan hukum
(law enforcement) atas pelanggaran pajak
daerah yang terjadi Oleh karena itu diantara
kebijakan dan strategi pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan
penerimaan pajak daerah yaitu
1 Meningkatkan basis data perpajakan
melalui (1) pendataan ulang wajib pajak
dan objek pajak (2) peningkatan koordinasi
internal pemerintah daerah terutama
kepada badandinas perizinan daerah dan
(3) pemanfaatan data pihak ketiga seperti
Badan Pertanahan setempat untuk
penerimaan PBB
2 Menyesuaikan dasar pengenaan pajak
dengan cara melakukan penelitian atas
dasar kemampuan wajib pajak
3 Melakukan kerjasama dan koordinasi
dengan kantor pelayanan pajak dan kantor
pelayanan kekayaan negara dan lelang
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
94
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
setempat dalam penilaian dan penagihan
pajak daerah
4 Melakukan koordinasi dengan aparat
kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP
setempat dalam pemeriksaan pajak daerah
5 Melakukan modernisasi sistem dan tata kola
pajak daerah dengan cara (1)
memanfaatkan teknologi informasi untuk
basis data (integrated database) dan
pelayanan perpajakan (2) membangun
organisasi pemungutan pajak daerah yang
handal dan (3) menyusun Standar
Operasional Prosedur (SOP) pemungutan
dan pelayanan perpajakan
6 Meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia melalui (1) pelaksanaan diklat
penilaian penagihan dan pemeriksaan (2)
penambahan jumlah diklat terkait praktik
pemungutan perpajakan yang baik dan (3)
pelaksanaan kerjasama dengan pemerintah
daerah lain yang sukses dalam pemungutan
pajak daerah
B Analisis Sektor Unggulan Daerah
Pendekatan Input-Output Model
Salah satu keberhasilan pembangunan ekonomi
suatu daerah diantaranya dengan adanya
integrasi ekonomi yang menyeluruh dan
berkesinambungan di antara semua sektor
produksi Dalam sistem ekonomi pasar (market
economy system) integrasi ekonomi terlihat
ketika pelaku ekonomi melakukan jual beli input
produksi Namun suatu sektor ekonomi tidak bisa
berkembang mengandalkan kekuatannya
sendiri tanpa dukungan dari sektor lainnya
Sebagai contoh seorang produsen roti
membutuhkan input tepung sebagai bahan
bakunya Untuk itu produsen tersebut harus
membelinya dari pabrik tepung Sementara itu
pabrik tepung membutuhkan mesin-mesin untuk
memproduksi tepungnya dan begitu seterusnya
sehingga sulit menemukan akhir dari interaksi
ekonomi tersebut
Salah satu model yang dapat menjelaskan
interaksi diantara pelaku ekonomi adalah model
input-output yang pertama kali dikenalkan oleh
Wassily Leontief pada tahun 1930-an yang
kemudian mendapatkan Nobel pada tahun
1973 (Miler dan Blair 1985) Melalui input-output
model dapat diketahui aliran keterkaitan
antarsektor dalam suatu perekonomian
Misalkan input produksi dari sektor A merupakan
output dari sektor B dan sebaliknya input dari
sektor B merupakan output dari sektor A yang
pada akhirnya keterkaitan antarsektor akan
menyebabkan keseimbangan antara
penawaran dan permintaan dalam suatu
perekonomian
B1 Konsep dan Definisi
Beberapa konsep penting dari variabel yang
digunakan dalam analisis input output yaitu
1 Output
Merupakan nilai dari seluruh faktor produksi yang
dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan
memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di
suatu wilayah
2 Input Antara
Merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk barang dan jasa yang digunakan habis
dalam proses produksi Contohnya bahan baku
bahan penolong jasa perbankan dan
sebagainya
3 Input Primer
Merupakan input atau biaya yang timbul
sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi
dalam suatu kegiatan ekonomi Contohnya
upahgaji surplus usaha penyusutan barang
modal dan pajak tak langsung netto
95 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
4 Permintaan Akhir
Merupakan permintaan atas barang dan jasa
yang digunakan untuk konsumsi akhir terdiri dari
konsumsi rumah tangga konsumsi pemerintah
pembentukan modal tetap bruto perubahan
stok dan ekspor-impor
B2 Metodologi Pengukuran
Menurut Badan Pusat Statistik model input
output pada dasarnya merupakan uraian
statistik dalam bentuk matriks (tabel) yang
menyajikan informasi tentang transaksi barang
dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan
kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah
pada suatu periode waktu tertentu Isian
sepanjang baris dalam matriks menunjukan
bagaimana output suatu sektor ekonomi
dialokasikan ke sektor-sektor lainnya untuk
memenuhi permintaan antara dan permintaan
akhir sedangkan isian dalam kolom menunjukan
pemakaian input antara dan input primer oleh
suatu sektor dalam proses produksinya
Terdapat 2 (dua) metode untuk menyusun suatu
tabel Input-Output (I-O) yaitu metode panjang
(long-way) dan metode pendek (short-cut)
dengan penjelasan sebagai berikut
1 Metode Panjang (Long-Way)
Metode ini biasanya dikenal sebagai metode
survei (survey method) Metode ini dimaksudkan
untuk membangun tabel I-O dari tahap nol
(tabel I-O belum ada) sampai tabel I-O tersebut
menjadi ada dengan menggunakan data
secara lengkap baik data yang sudah tersedia
atau pun data yang diperoleh melalui
penyelenggaraan berbagai survei dan melalui
rekonsiliasi atau siklus iterasi yang dilakukan
berkali-kali Oleh karena itu metode ini disebut
sebagai metode panjang (long-way) karena
membutuhkan suatu proses yang lama dan
panjang yang membutuhkan data kompleks
hasil dari berbagai survei Misalnya data
mengenai output input antara yang dihasilkan
atau yang digunakan oleh berbagai kegiatan
ekonomi data mengenai impor input antara
data mengenai impor pengeluaran konsumsi
rumah tangga data mengenai pengeluaran
pemerintah data mengenai Anggaran
Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) data
mengenai investasi data struktur produksi dalam
menghasilkan output data mengenai pajak
tidak langsung dan subsidi dan sebagainya
2 Metode Pendek (short-cut)
Metode kedua adalah metode pendek (short-
cut) atau biasa juga disebut sebagai metode
bukan-survei (non-survey method) Metode ini
tidak melakukan penyusunan tabel I-O seperti
metode panjang (long-way) tetapi
menggunakan tabel I-O yang telah tersedia
yaitu dengan cara melakukan proses updating
data terbaru namun sifatnya terbatas dengan
tetap menggunakan koefisien-koefisien input
yang sama karena diasumsikan bahwa tidak
terdapat perubahan teknologi selama periode
waktu tertentu atau dengan melakukan
perbaikan terhadap koefisien-koefisien input
berdasarkan data atau informasi terakhir yang
diterima
Pada analisis ini yang digunakan sebagai dasar
perhitungan yaitu tabel I-O Provinsi Papua Barat
tahun 2013 dengan 40 klasifikasi sektor dari padi
sampai jasa lainnya Dari tabel I-O tersebut
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System) model
Miller dan Blair (1985) yaitu dengan
memperbaharui satu atau beberapa koefisien
input kegiatan produksi tertentu berdasarkan
data yang diperoleh atau studi yang tersedia
dan kemudian melakukan proses iterasi
terhadap kuadran 1 dan kuadran 3 setelah data
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
96
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
kuadran 3 (permintaan akhir) diperbaharui
Dari 40 klasifikasi sektor pada tabel I-O Provinsi
Papua Barat kemudian dipilih 10 sektor terbesar
yang dihitung dari transaksi total produsen
Sepuluh sektor tersebut sebagai berikut
B3 Hasil dan Pembahasan
Aplikasi yang digunakan untuk memperoleh
tabel I-O updating dalam analisis ini yaitu Aplikasi
Input Output Regional kerjasama antara Pusat
Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM
Edocon dan Bappenas Aplikasi tersebut
merupakan aplikasi yang dikembangkan dari
model input output Miller dan Blair untuk
perencanaan ekonomi daerah secara sektoral
B31 Analisis Pengganda (Multiplier)
Analisis ini digunakan untuk menilai dampak
perubahan variabel eksogen (permintaan akhir)
suatu sektor terhadap penciptaan output
pendapatan dan kesempatan kerja Hasil dari
perhitungan masing-masing pengganda
(multiplier) dapat dilihat pada tabel berikut ini
B311 Pengganda Output
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan nilai pengganda output
terbesar yaitu industri pengolahan migas
dengan nilai sebesar 17085 Nilai tersebut
menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan
permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1
juta sementara sektor lain diasumsikan tetap
maka akan meningkatkan output seluruh sektor
di dalam perekonomian sebesar Rp17085 juta
Setelah industri pengolahan migas sektor
dengan angka pengganda output terbesar
yaitu sektor ikan dengan nilai sebesar 14130
B312 Pengganda Pendapatan
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan pengganda pendapatan
tertinggi yaitu sektor jasa pendidikan sebesar
Tabel 62
Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor
Ekonomi Terbesar Provinsi Papua Barat Tahun 2013
(juta Rp)
Kode
I-O Sektor
Permintaan
Penawaran
15 Industri Pengolahan Migas 37054834
14 Pertambangan dan
Penggalian 14354088
23 Konstruksi 8346502
21 Industri Lainnya 6908640
17 Industri Makanan dan Minuman 4647288
37 Administrasi Pemerintahan dan
Jaminan Sosial 4419085
25 Perdagangan 4102431
11 Ikan 2039327
34 Keuangan 1994373
38 Jasa Pendidikan 1968256
Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi
Papua Barat (data diolah)
Tabel 63
Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 Metode Modified RAS
Sektor
Multiplier
Output Income Employment
Industri
Pengolahan Migas 17085 02001 00003
Pertambangan
dan Penggalian 11740 01675 00004
Konstruksi 11747 04002 00003
Industri Lainnya 11711 03232 00145
Industri Makanan
dan Minuman 11185 02932 00122
Administrasi
Pemerintahan dan
Jaminan Sosial
10000 07160 00001
Perdagangan 13108 02851 00006
Ikan 14130 02118 00050
Keuangan 11052 03053 00008
Jasa Pendidikan 13490 08161 00002
Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash
Bappenas
97 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
08161 Artinya jika terjadi peningkatan
permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1
juta sementara sektor lain diasumsikan tetap
maka akan meningkatkan pendapatan
masyarakat pada seluruh sektor di dalam
perekonomian sebesar Rp816 ribu Setelah jasa
pendidikan sektor dengan angka pengganda
pendapatan terbesar yaitu sektor administrasi
pemerintahan dan jaminan sosial dengan nilai
sebesar 07160
B313 Pengganda Tenaga kerja
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan pengganda tenaga kerja
tertinggi yaitu industri lainnya sebesar 00145
Artinya jika terjadi peningkatan permintaan
akhir pada sektor ini sebesar Rp1 juta sementara
sektor lain diasumsikan tetap maka akan
meningkatkan kesempatan kerja seluruh sektor
ekonomi sebanyak 14 orang Yang dimaksud
industri lainnya yaitu semua industri yang tidak
termasuk ke dalam industri pengolahan migas
industri pengolahan ikan industri makanan
industri barang kayu industri kertas dan industri
semen Setelah industri lainnya sektor dengan
angka pengganda tenaga kerja terbesar yaitu
industri makanan dan minuman dengan nilai
sebesar 00168
B32 Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi
Melalui model I-O dapat diidentifikasi sektor ndash
sektor yang mampu mendorong pertumbuhan
sektor lainnya dengan cepat atau sering juga
disebut sebagai sektor unggulan Untuk
menentukan sektor unggulan tersebut dapat
menggunakan metode pengukuran keterkaitan
antar sektor (industrial linkage analysis) oleh
Chenery-Watanabe (1958) yang membagi ke
dalam dua bagian yaitu keterkaitan ke
belakang (backward linkage) dan keterkaitan
ke depan (forward linkage) Rasmussen
sebagaimana dalam Hirschman (1958)
berpendapat lain dimana keterkaitan antar
sektor terbagi menjadi dua yaitu dampak
langsung (direct effect) dan dampak tidak
langsung (indirect effect)
Keterkaitan ke belakang (backward linkage)
adalah dampak dari suatu kegiatan produksi
terhadap permintaan barang dan jasa sebagai
input yang diperoleh dari sektor lain atau dapat
disebut juga sebagai daya penyebaran
Sedangkan keterkaitan ke depan (forward
linkage) adalah dampak yang ditimbulkan
karena penyediaan hasil produksi suatu sektor
terhadap penggunaan input oleh sektor lain
atau disebut juga sebagai derajat kepekaan
Berdasarkan perhitungan keterkaitan antar
sektor di Provinsi Papua Barat pada tabel 64
sektor yang memiliki keterkaitan ke depan
(forward linkage) terbesar yaitu industri lainnya
dan industri makanan-minuman dengan nilai
Tabel 64
Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Metode Modified RAS
Sector Linkages
Backward Forward
Industri Pengolahan Migas 17085 01255
Pertambangan dan
Penggalian 11740 04390
Konstruksi 11747 01353
Industri Lainnya 11711 09016
Industri Makanan dan
Minuman 11185 06752
Administrasi Pemerintahan
dan Jaminan Sosial 10000 02126
Perdagangan 13108 00000
Ikan 14130 01701
Keuangan 11052 04114
Jasa Pendidikan 13490 01552
Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash
Bappenas
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
98
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masing-masing sebesar 09016 dan 06752
Sementara itu sektor yang memiliki keterkaitan
ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu
industri pengolahan migas dan ikan dengan nilai
masing-masing sebesar 17085 dan 14130
B4 Implikasi Kebijakan
Dari hasil perhitungan di atas kebijakan
pengembangan sektoral yang dapat ditempuh
pemerintah daerah Provinsi Papua Barat
diantaranya
1 Apabila dalam proses pembangunan lebih
mengutamakan pertumbuhan ekonomi
yang mantap sebaiknya pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat lebih berfokus
untuk mendorong industri pengolahan migas
dan sektor perikanan dikarenakan memiliki
pengganda output terbesar
2 Apabila sasaran utama dari proses
pembangunan adalah peningkatan
pendapatan masyarakat maka kebijakan
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
sebaiknya lebih fokus untuk mendorong
sektor jasa pendidikan dikarenakan memiliki
pengganda pendapatan terbesar
3 Apabila fokus pembangunan daerah
adalah peningkatan kesempatan kerja
maka kebijakan pemerintah daerah di
Provinsi Papua sebaiknya lebih
mengutamakan industri lainnya dan industri
makanan-minuman dikarenakan memiliki
pengganda tenaga kerja terbesar
4 Sektor kunci yang dapat dijadikan unggulan
oleh pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat yaitu industri lainnya dan industri
makanan-minuman dikarenakan memiliki
derajat kepekaan tertinggi Sementara itu
industri pengolahan migas dan sektor ikan
dapat dijadikan sektor kunci karena memiliki
daya penyebaran terbesar
C Analisis Tantangan Ekonomi Regional
Pembangunan merupakan sebuah proses
transformasi masyarakat dari cara berfikir
tradisional menuju ke arah yang lebih modern
(Stiglitz 1998) Adapun tujuan inti dari
pembangunan itu sendiri adalah peningkatan
ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai
barang kehidupan pokok seperti sandang
pangan papan kesehatan dan perlindungan
keamanan Selain itu pembangunan juga
bertujuan untuk peningkatan standar hidup
penyediaan lapangan pekerjaan perbaikan
kualitas pendidikan serta perluasan pilihan-
pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu
secara keseluruhan (Todaro dan Smith 2003)
Pada era globalisasi saat ini pembangunan
kawasan regional menjadi pelaku utama dalam
perekonomian sebuah negara Artinya ketika
mendiskusikan kemajuan perekonomian
Tiongkok maka yang dimaksud adalah
beberapa daerah yang memiliki perekonomian
maju di Tiongkok Begitu juga ketika
mendiskusikan kemajuan perekonomian
Indonesia maka yang dimaksud adalah
kemajuan perekonomian di Jawa Surabaya
Medan dan Makassar Sebagai negara
kepulauan Indonesia memiliki keadaan
geografis dan kepemilikan sumber daya alam
(natural resources) yang berbeda antar daerah
Sebagian daerah memiliki sumber daya alam
melimpah namun sebagian daerah miskin akan
sumber daya Kondisi ini diantaranya yang
menjadi sebab terjadinya kesenjangan
pembangunan antar daerah
Selama satu dasawarsa terakhir pelaksanaan
otonomi daerah pembangunan di Provinsi
Papua Barat relatif masih tertinggal
dibandingkan daerah lainnya Beberapa
tantangan yang dihadapi dalam mengejar
99 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
ketertinggalan tersebut diantaranya
kepemilikan sumber daya alam (natural
resources) melimpah namun diekspor dalam
bentuk raw material kapasitas SDM relatif
rendah kondisi sosial politik belum stabil potensi
pengembangan pariwisata belum memiliki
layanan pendukung memadai kendala
pembangunan infrastruktur terkait hak ulayat
tanah penegakkan hukum (law enforcement)
masih rendah dan pengembangan UMKM
belum memanfaatkan teknologi baik dari sisi
produksi maupun pemasaran
C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam
(Natural Resource Curse)
Kepemilikan sumber daya alam (natural
resources) yang melimpah tidak selalu
berbanding lurus dengan kemajuan
pembangunan Fenomena tersebut dikenal
sebagai Natural Resource Curse (Kutukan
Sumber Daya Alam) Natural Resource Curse
merupakan paradoks antara kepemilikan
natural resources yang melimpah terutama
sumber daya alam tidak terbarukan (non-
renewable resources) terhadap rendahnya
pertumbuhan ekonomi Hal ini umumnya terjadi
pada daerah-daerah berkembang yang
mengandalkan sumber daya alam sebagai
sumber utama pendapatan daerahnya Sumber
daya alam dieksploitasi secara intensif namun
tidak diberikan nilai tambah (value added)
dimana hanya diekspor sebagai bahan baku
(raw materials) Kegiatan eksploitasi secara
berlebihan akan mengancam keberlanjutan
dari pembangunan ekonomi karena cepat atau
lambat sumber daya alam itu dapat habis sama
sekali (depletable resources)
Salah satu peristiwa yang menggambarkan
terjadinya Natural Resource Curse seperti yang
terjadi di Belanda atau yang dikenal sebagai
Dutch Desease Corden dan Neary (1982)
menjelaskan fenomena Dutch Desease sebagai
kegiatan eksploitasi sumber daya alam besar-
besaran (booming sector) yang berdampak
pada menurunnya daya saing ekspor barang
yang dihasilkan dari sektor lain
Fenomena Natural Resource Curse juga terjadi
di beberapa daerah di Indonesia seperti yang
terjadi di Provinsi Papua Barat Provinsi ini memiliki
sumber daya alam melimpah namun dari segi
tingkat pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi cenderung lebih rendah jika
dibandingkan dengan daerah lain yang tidak
memiliki sumber daya alam Provinsi Papua Barat
memiliki cadangan gas terbesar yang diekspor
sebagai raw material ke berbagai negara LNG
Tangguh merupakan mega proyek yang
membangun kilang LNG di Teluk Bintuni untuk
menampung gas alam yang berasal dari
beberapa Blok di sekitar Teluk Bintuni seperti Blok
Berau Blok Wiriagar dan Blok Muturi Mega
proyek tersebut merupakan kegiatan
pengeboran untuk menarik cadangan gas
sebesar 144 triliun kaki kubik
C2 Pengembangan Kapasitas SDM
Pembangunan fisik akan menjadi lebih produktif
jika memiliki sumber daya (modal) manusia yang
berkualitas Adanya program pembangunan
seperti jalan raya jembatan bendungan irigasi
rumah sakit pabrik sekolah dan program
pembangunan lainnya membutuhkan SDM
yang ahli di bidangnya Jika SDM yang
berkualitas jumlahnya tidak memadai maka
pembangunan fisik akan berjalan menjadi
kurang efisien dan efektif dimana mesin-mesin
produksi yang ada menjadi cepat rusak bahan-
bahan banyak yang terbuang dan kualitas dari
produksi yang dihasilkan sangat rendah Para
ekonom berpendapat bahwa kekurangan
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
100
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
investasi modal manusia merupakan penyebab
lambatnya pembangunan Dengan tidak
mengembangkan pendidikan pengetahuan
dan ketrampilan maka produktivitas dari modal
fisik akan merosot (Jhingan 1983)
Pengembangan kapasitas SDM di Provinsi Papua
Barat menunjukan peningkatan tiap tahun
walaupun masih tertinggal dari daerah lainnya
Keadaan ini terlihat dari pencapaian nilai IPM
yang mengalami kenaikan dari 596 pada tahun
2010 menjadi 6374 pada tahun 2018
C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism)
Pada umumnya tantangan yang dihadapi
dalam pengembangan tourism di Provinsi Papua
Barat yaitu destinasi wisata belum memiliki
layanan pendukung yang baik seperti air bersih
pengolahan limbah jaringan komunikasi dan
layanan keuangan Padahal Provinsi Papua
Barat memiliki potensi pariwisata menakjubkan
dengan keanekaragaman budaya keindahan
alam dan keanekaragaman hayati Diantara
destinasi wisata terbaik di Papua Barat yaitu
Kepulauan Raja Ampat dan Taman Nasional
Teluk Cenderawasih Kepulauan Raja Ampat
merupakan rangkaian empat gugusan pulau
yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian
Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua Raja
Ampat merupakan rumah bagi 75 spesies koral
yang ada di dunia dan 1500 spesies ikan
termasuk beragam jenis hiu Selain itu Raja
Ampat pernah dinobatkan sebagai Worldrsquos Best
Snorkeling Destination berdasarkan survei CNN
tahun 2015 dan The Outstanding Liveaboard
Diving Destination dalam Diving and Resort
Travel Expo Hong Kong tahun 2016 Adapun
Taman Nasional Teluk Cenderawasih
merupakan taman nasional perairan laut terluas
di Indonesia yang terdiri dari daratan dan pesisir
pantai (09) daratan pulau-pulau (38)
terumbu karang (55) dan perairan lautan
(898) Potensi karangnya tercatat 150 jenis dari
15 famili dan tersebar di tepian 18 pulau besar
dan kecil Persentase penutupan karang hidup
bervariasi antara 3040 sampai dengan 6564
Di Taman Nasional ini kaya akan jenis ikan
dimana tercatat kurang lebih 209 jenis yang
terdiri dari butterflyfish angelfish damselfish
parrotfish rabbitfish dan anemonefish
Diantara strategi yang dapat dilakukan
pemerintah daerah dalam pengembangan
pariwisata yaitu dengan meningkatkan kualitas
pelayanan pada beberapa aspek yang
berhubungan dengan ketersediaan alat
transportasi berjadwal jaringan telekomunikasi
ketersediaan pengolahan limbah peningkatan
atau sertifikasi SDM pariwisata asuransi
perjalanan ketersediaan layanan yang
berhubungan dengan perbankan dan
keselamatan perjalanan
C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana
Infrastruktur
Provinsi Papua Barat terdiri dari 13
KabupatenKota dengan luas wilayah
10295515 Kmsup2 (70 dari luas Pulau Jawa)
dimana kondisi topografi Provinsi Papua Barat
sangat bervariasi yang membentang mulai dari
dataran rendah rawa sampai dataran tinggi
dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan
tropis padang rumput dan padang alang-
alang Ketinggian wilayah di Provinsi Papua
Barat bervariasi dari 0 sd gt 2940 mdpl Kondisi ini
merupakan salah satu elemen yang menjadi
barrier transportasi antar wilayah terutama
transportasi darat serta dasar bagi kebijakan
pemanfaatan lahan sehingga membuat
pembangunan infrastruktur di Papua Barat
terkendala
101 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kendala lain dalam pembangunan infrastruktur
adalah terkait hak ulayat dalam pembebasan
lahan Tanah ulayat dalam masyarakat Papua
Barat diyakini sebagai peninggalan alam nenek
moyang kepada masyarakat hukum adat
sehingga masyarakat memiliki hubungan
lahiriah dan batiniah serta berhak atas
pemanfaatan dari sumber daya alam termasuk
tanahnya Hal inilah yang menyebabkan
terhambatnya pembangunan infrastruktur
karena terkadang pengembang yang sudah
membangun masih harus mengganti hak ulayat
C5 Stabilitas Sosial Politik
Sebagaimana dikatakan Drazen (2000) kondisi
sosial politik mempengaruhi kinerja dari
pembangunan dimana instabilitas politik
memiliki dampak negatif terhadap proses
pembangunan itu sendiri Barro (1991)
berpendapat bahwa kondisi politik yang tidak
stabil diukur melalui revolusi kudeta dan tingkat
kriminalitas Aisen dan Veiga (2011)
menambahkan indikator stabilitas politik berupa
tingkat kebebasan ekonomi tingkat
homogenitas etnis dan perubahan kabinet
Tingkat stabilitas sosial politik Papua Barat
tercermin pada tingkat kriminalitas yang
cenderung semakin naik Pada tahun 2015
jumlah kriminalitas sebanyak 2281 kasus
Kemudian pada tahun 2019 jumlahnya
meningkat menjadi 3981 kasus atau naik 745
persen
C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement)
Salah satu syarat dari keberhasilan
pembangunan yaitu adanya penegakkan
hukum (Law Enforcement) di semua aspek
kehidupan bermasyarakat Berbeda dari daerah
lain Provinsi Papua Barat memiliki dua sumber
hukum yang berbeda yaitu hukum positif dan
hukum adat Hukum positif merupakan hukum
yang bersumber dari peraturan perundangan
sedangkan hukum adat merupakan hukum
yang bersumber dari keputusan adat
Penegakkan hukum positif di Provinsi Papua
Barat relatif masih rendah meskipun
menunjukan peningkatan tiap tahunnya Hal ini
terlihat dari persentase penyelesaian tingkat
kejahatan yang mengalami kemajuan Pada
tahun 2015 penyelesaian tingkat kejahatan di
Provinsi Papua Barat sebesar 2436 persen
Namun pada tahun 2019 tingkat
penyelesaiannya naik menjadi 4752 persen
2281
36213753 3862 3981
0
1000
2000
3000
4000
5000
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 61
Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi
Papua Barat Tahun 2015 - 2019
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
2436
4482 43964572
4752
0
10
20
30
40
50
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 62
Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi
Papua Barat Tahun 2015 - 2019 (persen)
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
102
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C7 Pengembangan UMKM (Small and
Medium Enterprises)
Selain permasalahan pembiayaan pelaku
UMKM dihadapkan pada masalah
ketidakmampuan untuk bersaing dari pelaku
industri yang lebih mapan UMKM biasanya
hanya mengandalkan teknologi sederhana
untuk memproduksi barang sehingga menjadi
kurang efisien Dari sisi pemasaran UMKM hanya
mengandalkan pemasaran tradisional yang
belum memanfaatkan teknologi internet
sehingga penjualan hasil produksi menjadi tidak
maksimal Hal ini dapat digambarkan melalui
kurva Technological Discontinuity sebagaimana
dalam Foster (1986)
Pada kurva C1 UMKM yang tidak menggunakan
teknologi menghasilkan performance yang
rendah sebesar P0 Setelah menggunakan
teknologi (TI1) perfomance akan meningkat
sebesar P1 dan seterusnya sampai menghasilkan
batas performance maksimal sebesar P2 Pada
kurva C2 menunjukan ditemukannya teknologi
baru yang semakin meningkatkan performance
UMKM sebesar P3
Diantara peran pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat dapat membantu pengembangan
UMKM melalui pemanfaatan teknologi baik dari
sisi produksi maupun pemasaran Sebagian
besar UMKM usahanya merubah bahan mentah
atau bahan baku (raw material) menjadi
barang setengah jadibarang jadi Pemerintah
daerah dapat memberikan pelatihan kepada
pelaku UMKM untuk meningkatkan nilai tambah
(value added) barang yang dihasilkan sehingga
menaikkan nilai jual barang tersebut Selain itu
dengan memanfaatkan teknologi pemerintah
daerah juga dapat membantu pemasaran
produksi UMKM secara web based serta pelaku
UMKM diberikan pelatihan untuk memasarkan
produk yang dihasilkan secara online
B
A
P3
Performance
Time Technology
Investment
P1
P2
TI2 TI3
C1
C2
P0
TI1
C
Gambar 51
Technological Discontinuity Curve
Halaman ini sengaja dikosongkan
ANALISIS
TEMATIK
DJPbKawalAPBN
ldquoKehidupan para Ibu dan Anak di Kampung Klayas Distrik
Saget Sorongrdquo
103
Analisis Tematik
Pemerataan pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi Indonesia terus menunjukkan adanya
peningkatan yang positif selama beberapa
tahun terakhir (BPS 2019) Keberhasilan
pertumbuhan ekonomi dapat terilihat dari
adanya peningkatan pada investasi domestik
dan ekspor penurunan jumlah dan persentase
penduduk miskin serta banyaknya supply
tenaga kerja yang berkualitas dan penurunan
tingkat pengangguran terbuka Hal ini sejalan
dengan temuan dari berbagai penelitian yang
menunjukkan adanya korelasi positif antara
pertumbuhan ekonomi dengan kualitas sumber
daya manusia (SDM) Terbentuknya kualitas SDM
harus dimulai sejak dini Studi menunjukkan
bahwa investasi pada awal kehidupan erat
kaitannya dengan kualitas SDM yang lebih tinggi
di masa yang akan datang (Heckman 2008)
Namun demikian pencapaian Indonesia dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan pembangunan belum diikuti
dengan peningkatan status kesehatan terutama
pada balita ibu hamil dan remaja putri
Kesenjangan perekonomian antar wilayah
menjadi awal permasalahan kesejahteraan
penduduk yang berdampak lanjutan pada
masalah lainnya seperti masalah gizi buruk dan
stunting Masalah tersebut hingga kini masih
menjadi persoalan besar yang perlu diatasi
segera
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada
anak balita akibat kekurangan gizi kronis
terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK) Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa satu dari
tiga anak balita di Indonesia mengalami
masalah stunting Permasalahan gizi ini terjadi di
hampir seluruh wilayah Indonesia dan tidak
hanya terjadi pada kelompok penduduk miskin
tetapi juga pada kelompok kaya
Stunting memiliki dampak yang besar terhadap
tumbuh kembang anak dan juga perekonomian
di masa yang akan datang Dampak stunting
terhadap kesehatan dan tumbuh kembang
anak sangat merugikan Stunting dapat
mengakibatkan gangguan tumbuh kembang
anak terutama pada anak-anak berusia di
bawah dua tahun Anak-anak yang mengalami
stunting pada umumnya akan mengalami
hambatan dalam perkembangan kognitif dan
motoriknya yang akan mempengaruhi
produktivitasnya saat dewasa Selain itu anak
tersebut juga memiliki risiko yang lebih besar
untuk menderita penyakit tidak menular seperti
diabetes obesitas dan penyakit jantung pada
BAB VII
Analisis Tematik
Sinergi dan Konvergensi Program Penanganan Stunting di Daerah
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
104
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
saat dewasa Secara ekonomi hal tersebut
tentunya akan menjadi beban bagi negara
terutama akibat meningkatnya pembiayaan
kesehatan
Potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh
stunting sangat besar Laporan World Bank pada
tahun 2016 menjelaskan bahwa potensi
kerugian ekonomi akibat stunting dapat
mencapai 2-3 persen dari Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Dengan demikian
apabila PDRB sebesar Rp84 triliun maka potensi
kerugian ekonomi yang mungkin dialami adalah
sebesar Rp25 triliun per tahun Di beberapa
wilayah di Afrika potensi kerugian akibat stunting
bahkan tercatat lebih tinggi lagi hingga bisa
mencapai 11 persen Selain itu stunting juga
menyebabkan berkurangnya 10 persen dari
total pendapatan seumur hidup sehingga
dapat berkontribusi pada melebarnya
kesenjangan dan menyebabkan kemiskinan
antar generasi
Permasalahan kekurangan gizi pada anak erat
kaitannya dengan tingkat pendapatan
keluarga Keluarga dengan tingkat pendapatan
yang rendah pada umumnya memiliki masalah
dalam hal akses terhadap bahan makanan
terkait dengan daya beli yang rendah Selain
pendapatan kerawanan pangan di tingkat
rumah tangga juga sangat dipengaruhi oleh
inflasi harga pangan Faktor penting lain yang
mempengaruhi terjadinya masalah kekurangan
gizi pada anak balita adalah buruknya pola
asuh terutama rendahnya pengetahuan akan
pentingnya pemberian ASI eksklusif asupan
makanan orang tua yang kurang sehingga
kualitas ASI menurun buruknya kondisi
lingkungan seperti akses sanitasi dan air bersih
ditambah dengan rendahnya akses pada
pelayanan kesehatan Melihat faktor penyebab
permasalahan stunting yang multi dimensi
percepatan pencegahannya harus dilakukan
melalui penanganan masalah gizi sebagai salah
satu penyebab utama dengan pendekatan
multi sektoral yang terintegrasi
A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING
Percepatan pencegahan stunting merupakan
pendekatan program (programmatic
approach) pertama yang dilakukan dengan
menyeluruh dan terintegrasi yang dilakukan
mulai dari hulu hingga ke hilir yang ditunjukkan
oleh tingginya komitmen pemerintah (Presiden
dan Wakil Presiden Menteri Pimpinan
Lembaga Gubernur BupatiWalikota dan
Kepala DesaLurah)
Pemerintah telah menetapkan Peraturan
Presiden Nomor 42 Tahun 2013 yang mengatur
mengenai Pelaksanaan Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi Peta jalan
percepatan perbaikan gizi terdiri dari empat
komponen utama yang meliputi advokasi
penguatan lintas sektor pengembangan
program spesifik dan sensitif serta
pengembangan pangkalan data Intervensi gizi
baik yang bersifat langsung (spesifik) dan tidak
langsung (sensitif) perlu dilakukan secara
bersama-sama oleh kementerianlembaga
pemerintah daerah serta pemangku
kepentingan lainnya
Penanganan stunting tidak bisa dilakukan
sendiri-sendiri (scattered) karena tidak akan
memiliki dampak yang signifikan Upaya
pencegahan stunting harus dilakukan secara
terintegrasi dan konvergen dengan pendekatan
non-sektoral Untuk itu pemerintah dalam hal ini
pusat dan daerah harus memastikan bahwa
seluruh Kementerian NegaraLembaga (KL)
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta mitra
105 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
pembangunan akademisi organisasi profesi
organisasi masyarakat madani perusahaan
swasta dan media dapat bekerjasama bahu-
membahu dalam upaya percepatan
pencegahan stunting Tidak hanya di tingkat
pusat integrasi dan konvergensi upaya
pencegahan stunting juga harus terjadi secara
komprehensif di tingkat daerah sampai dengan
tingkat desa
Sebagai langkah awal pada tahun 2018
sebanyak 100 kabupatenkota dan 1000 desa
lingkup nasional telah terpilih sebagai fokus area
intervensi Selanjutnya untuk tahun 2019 60
kabupatenkota dan 600 desa telah
ditambahkan sebagai area fokus intervensi
pencegahan stunting terintegrasi Dari sisi
anggaran Baik itu pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah telah mengalokasikan
anggaran yang relatif besar untuk berbagai
program yang berkontribusi kepada penurunan
stunting di beberapa KL dan OPD Selain itu
alokasi penurunan stunting tambahan juga
diberikan oleh pemerintah pusat kepada
daerah dalam bentuk Transfer ke Daerah dan
Dana Desa (TKDD) antara lain melalui (1) DAK
Fisik bidang Kesehatan Air Minum dan Sanitasi
(2) DAK Non Fisik Bantuan Operasional
Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga
Berencana (BOK dan BOKB) (3) Dana Desa
yang digunakan oleh desa (kampung) sesuai
dengan bidang penggunaan serta (4) Dana
Otonomi Khusus
A1 Kebijakan Pencegahan
Kebijakan penanganan stunting di Provinsi
Papua Barat tahun 2019 diarahkan sesuai
dengan strategi percepatan penurunan stunting
dengan memperluas cakupan intervensi
stunting Arah cakupan intervensi tersebut
diimplementasikan ke seluruh kabupatenkota
dan tidak hanya fokus pada dua daerah yang
menjadi lokus prioritas penurunan stunting (Kab
Tambraw Kab Sorong Selatan) Selain itu untuk
Pilar 4
Ketahanan Pangan
dan Gizi
Pilar 1
Komitmen dan Visi
Kepemimpinan
Pilar 2
Kampanye Nasional
dan Perubahan
Perilaku
Pilar 3
Konvergensi Program
Pusat Daerah dan
Desa
Pilar 5
Pemantauan dan
Evaluasi
Gizi Spesifik
Tablet tambah darah (ibu hamil
dan remaja)
Promosi dan konseling menyusui
Promosi dan konseling PMBA
Suplemen gizi makro (PMT)
Tata laksana gizi buruk
Pemantauan dan promosi
pertumbuhan
Suplementasi kalsium
Suplementasi vitamin A
Suplementasi Zinc untuk diare
Pemeriksaan kehamilan
Imunisasi
Suplemen gizi mikro setelah
taburia
Manajemen Terpadu Balita Sakit
Konsumsi Gizi
Gizi Sensitif bull Air bersih dan sanitasi
bull Bantuan pangan non-tunai
Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
bull Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD)
bull Program Keluarga Harapan
(PKH)
bull Bina Keluarga Balita (BKB)
bull Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL)
bull Fortifikasi Pangan
Pola Asuh
Pelayanan
Kesehatan
Kesehatan
Lingkungan
Perbaikan
Asupan Gizi
Penurunan
Infeksi
Prevalensi
Stunting
Peningkatan cakupan
intervensi pada
sasaran 1000 HPK
Anemia
BBLR
ASI Eksklusif
Diare
Kecacingan
Gizi Buruk
Gambar 71
Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting
5 PILAR PERCEPATAN
PENCEGAHAN STUNTING
INTERVENSI OUTPUT INTERMEDIATE
OUTCOME DAMPAK
Sumber Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018-2024
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
106
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
mengakselerasi penurunan stunting maka arah
kebijakan pemerintah daerah adalah sebagai
berikut
1 Optimalisasi pemanfaatan anggaran
program penurunan stunting yang ada saat
ini melalui implementasi perencanaan dan
penganggaran dengan penilaian kinerja
untuk monitoring dan evaluasi penggunaan
anggaran dan capaian program
2 Memperkuat konvergensi programkegiatan
hingga di level kampung (desa) melalui
peningkatan sinergi dan koordinasi
kabupaten dan kampung dalam
perencanaan dan penganggaran program
serta konvergensi pelaksanaan intervensi
prioritas pada 1000 HPK dari seluruh rumah
tangga sasaran yang ada di tingkat
kampung
3 Meningkatkan kualitas dan efektivitas
pelaksanaan program yang telah ada saat
ini antara lain melalui peningkatan kualitas
SDM pelaksana program (misalnya tenaga
pendidik PAUD dan penyuluh kesehatan
masyarakat) serta penguatan monitoring dan
evaluasi agar dapat mengukur pencapaian
kinerja
4 Memperluas cakupan kebijakan yang lebih
luas dan tidak terbatas bidang kesehatan
seperti peningkatan kualitas program
perlindungan sosial khususnya bantuan
pangan PKH dan JKN Selain itu program-
program sektor pertanian pendidikan
infrastruktur (penyediaan air bersih dan
sanitasi) dan pemberdayaan perempuan
yang secara tidak langsung mendukung
pencapaian target perbaikan gizi
A2 Sasaran Program
Wilayah Provinsi Papua Barat dihuni oleh kurang
lebih 959617 jiwa dan tersebar di 13
kabupatenkota Sebesar 1074 persen (103062
jiwa) dari keseluruhan penduduk adalah bayi
berusia 0-48 bulan Sementara itu sebanyak
45256 jiwa adalah remaja putri dan sebanyak
199926 jiwa merupakan wanita usia subur (WUS)
berusia 15-39 tahun Diantara kelompok inilah
yang menjadi sasaran prioritas dan sasaran
penting dalam upaya percepatan pencegahan
stunting
Gangguan pertumbuhan di Provinsi Papua Barat
sebagian besar terjadi pada anak berusia 0-23
bulan Kondisi ini dapat terjadi disebabkan oleh
pemberian ASI makanan dan pola asuh pada
periode tersebut tidak tepat sehingga
mengganggu tumbuh kembang anak Tercatat
rata-rata lama pemberian ASI di Provinsi Papua
Barat hanya selama 989 bulan saja dan bahkan
masih terdapat bayi yang tidak pernah diberi ASI
(plusmn5400 orang)
Selain pemahaman terhadap pola asuh yang
kurang peningkatan prevalensi stunting juga
turut disebabkan oleh keadaan lingkungan
pendukung yang tidak memadai Berdasarkan
data BPS (2018) persentase rumah tangga yang
memiliki akses kepada air minum bersih di
Provinsi Papua Barat hanya sekitar 7018 persen
Sedangkan akses terhadap sanitasi pribadi rata-
rata sebesar 7262 persen dan 474 persen dari
keseluruhan rumah tangga tidak memiliki fasilitas
Tabel 71
Jumlah dan Kelompok Penduduk di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (jiwa)
Kelompok Laki-laki Wanita
Jumlah Penduduk 505239 454378
Penduduk Usia 0-4 52848 50254
Penduduk Usia 5-9 49917 47755
Penduduk Usia 10-14 48250 45256
Penduduk Usia 15-39 222658 199926
Bayi (0-5 th) imunisasi lengkap 22370 19996
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
107 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
sama sekali Kombinasi dari keadaan-keadaan
tersebut berpotensi dalam menghambat upaya
percepatan pencegahan stunting sehingga
kebijakan dan pelaksanaan program perlu
menyasar pada kelompok prioritas dan
perbaikan lingkungan pendukung
B PENANGANAN STUNTING OLEH
PEMERINTAH
Dalam rangka memastikan konvergensi
berbagai programkegiatan percepatan
penurunan stunting dilakukan maka acuan
yang digunakan adalah dokumen Strategi
Nasional Percepatan Pencegahan Stunting
(Stranas Stunting) yang diikuti oleh berbagai
pedoman operasional baik itu di tingkat
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
Upaya pencegahan stunting yang konvergen
dan terintegrasi telah dilaksanakan di Provinsi
Papua Barat Upaya ini mencakup intervensi
multi sektor yang cukup luas mulai dari akses
makanan layanan kesehatan dasar termasuk
akses air bersih dan sanitasi akses pendidikan
perlindungan sosial serta pola pengasuhan
sebagaimana uraian dalam Stranas Stunting
B1 Belanja KL dalam APBN
Dalam kaitannya dengan percepatan
pencegahan stunting melalui belanja KL atau
yang bersumber dari dana APBN telah
dilakukan berbagai langkah dan kebijakan agar
pengelolaan program tersebut terarah dan
terukur Pada proses perencanaan khususnya
terkait dengan identifikasi output yang terkait
dengan stunting telah dilakukan penandaan
pemantauan dan evaluasi percepatan
pencegahan stunting sebagai dasar bagi KL
dalam mengidentifikasi output yang
berkontribusi kepada percepatan penurunan
stunting
Sesuai dengan kerangka hasil percepatan
penurunan stunting maka intervensi-intervensi
yang telah dilakukan selama tahun 2019
tersebut akan berdampak kepada
meningkatnya konsumsi gizi perbaikan pola
asuh meningkatnya akses dan kualitas layanan
kesehatan serta meningkatnya kesehatan
lingkungan yang pada akhirnya akan
memperbaiki asupan gizi terutama pada 1000
HPK dan kemudian akan menurunkan prevalensi
stunting
Pengunaan dana APBN dalam program
penanganan stunting di Provinsi Papua Barat
secara umum digunakan untuk keperluan
membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik (2)
intervensi sensitif dan (3) pendampingan
koordinasi dan dukungan teknis di
kabupatenkota dan kampung Selama tahun
2019 dana yang telah digunakan dalam
program stunting sebesar Rp10448 miliar
Penggunaan dana terbesar sesuai dengan
prioritas percepatan pencegahan yakni untuk
kegiatan intervensi sensitif (Kementerian
Kesehatan) sebesar Rp1928 miliar dan intervensi
spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta
Tabel 72
Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per
KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
KabupatenKota Akses Air
Bersih
Akses Air
Layak
Tidak ada
MCK
Kab Fakfak 6114 7041 702
Kab Kaimana 5381 4429 569
Kab Teluk Wondama 3359 1598 299
Kab Teluk Bintuni 6682 4426 499
Kab Manokwari 8872 3881 292
Kab Sorong Selatan 5364 4551 1321
Kab Sorong 5743 4621 271
Kab Raja Ampat 6395 3370 241
Kab Tambraw 1958 1870 1160
Kab Maybrat 1621 1307 779
Kab Manokwari Selatan 5737 3851 716
Kab Pegunungan Arfak 3663 3663 3052
Kota Sorong 9487 1818 026
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
108
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sebesar Rp842 miliar untuk kegiatan
pendampingan koordinasi dan dukungan teknis
(lintas KL) Penggunaan dana tersebut terbesar
direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif
terutama pembangunan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan
pendanaan sebesar Rp4353 miliar Penggunaan
dana yang besar lainnya adalah pembangunan
Sistem Pengelolaan Air Limbah pada 25 lokasi
dengan realisasi sebesar Rp1742 miliar
B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa
Pembiayaan program penurunan stunting juga
dilakukan dengan memanfaatkan dana
tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk
DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Penggunaan
Tabel 73
Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
Penguatan Intervensi Suplementasi Gizi pada Ibu Hamil dan Balita 99160840 13 Layanan 100
Pembinaan dalam Peningkatan Status Gizi Masyarakat 901090000 13 Layanan 100
Peningkatan Surveilans Gizi 1770940000 13 Layanan 100
Pembinaan dalam Peningkatan Pelayanan Kunjungan Neonatal Pertama 122215000 1 Layanan 100
Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah 139300000 1 Layanan 100
Pembinaan Pencegahan stunting 122007000 1 Layanan 100
Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan anak untuk Papua Barat 714575000 1 Layanan 98
Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Layanan 100
Layanan Capaian Eliminasi Malaria 1124803820 4625 Layanan 100
Layanan Pengendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan 3327530320 11 Layanan 100
Intervensi Percepatan Eliminasi Malaria Papua dan Papua Barat 5737637400 5 Layanan 100
Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit ISP 129502000 10 Layanan 100
Sarana dan Prasarana Penanggulangan TBC 836883400 15 Layanan 100
Sarana dan Prasarana Penanggulangan HIVAIDS 1561862237 18 Layanan 100
Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85
INTERVENSI SENSITIF
Pemberdayaan Pekarangan Pangan 4625794700 123 Kelompok 93
Hasil Pengawasan keamanan dan mutu pangan Segar 503082000 1 Rekomendasi 100
Pelaksanaan Strategi Promosi Kesehatan dlm mendukung Program Kesehatan 436753000 1 Layanan 100
Kampanye Hidup Sehat melalui Berbagai Media di Papua Barat 1553232000 2 Layanan 96
Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi Syarat 257380000 637 TPM 100
Pengawasan terhadap Sarana Air Minum (SAM) 123942000 5211 SAM 100
Pembinaan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 302746000 429 Desa 100
Rumah sakit rujukan yang memiliki pelayanan sesuai standar 110346800 1 RS Pengampu 100
Bimbingan Perkawinan Pra Nikah 257115860 159 Pasangan 75
Keluarga Miskin yang Mendapat Bantuan Tunai Bersyarat 2576223000 1 KPM 90
Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 74
SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 64
SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100
KIE Obat dan Makanan Aman 826691713 31 KIE 100
Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 99
Penguatan Peran PIK Remaja dan BKR dalam edukasi Kespro dan Gizi bagi
Remaja putri sebagai calon ibu 1669888794 225 Kelompok 99
PENDAMPINGAN KOORDINASI DAN DUKUNGAN TEKNIS
Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100
Pembinaan KabKota dlm Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di
Papua Barat 1294265000 2 Layanan 100
Pembinaan Puskesmas dlm Program Indonesia Sehat dgn Pendekatan Keluarga 151062768 74 Puskesmas 100
Pelatihan Strategis Sumber Daya Manusia Kesehatan 5939667100 518 Orang 100
Pembinaan amp Pengawasan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 602060200 3 KabKota 100
Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100
Sumber OMSPAN (data diolah)
109 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
dana ini antara lain melalui (1) DAK Fisik bidang
Kesehatan Air Minum dan Sanitasi dan (2)
Dana Desa yang digunakan oleh kampung
(desa) untuk bidang kesehatan pendidikan
sanitasi dan air minum
DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) yang diterima
oleh seluruh pemerintah daerah dan pemerintah
provinsi Papua Barat memiliki peruntukan yang
sudah ditetapkan sebagai syarat tahapan
penyaluran Oleh karena itu penggunaan dana
DFDD dalam rangka penanganan stunting
digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan
membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik dan
(2) intervensi sensitif Dana DFDD tahun 2019
yang telah digunakan dalam program stunting
sebesar Rp11548 miliar terdiri dari DAK Fisik
sebesar Rp6925 miliar dan Rp4642 miliar berupa
Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar adalah
pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar
Rp1021 miliar sedangkan intervensi spesifik
sebesar Rp135 miliar Realisasi terbesar
dialokasikan untuk perluasanpeningkatan
SPAM sebanyak 5852 sambungan rumah (SR)
dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp308
miliar Sementara penggunaan Dana Desa
terbesar diperuntukkan bagi pembangunan
sumber air bersih milik desa pada 1041 titik
dengan dana sebanyak Rp1752 miliar
B3 Belanja APBD
RKPD Pemerintah Provinsi Papua Barat Tahun
2019 disusun dengan memperhatikan masukan
dari rencana kegiatan yang dibuat berdasarkan
hasil analisis terhadap situasi program
Tabel 74
Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
DAK Fisik
Penyediaan Obat Gizi 618379770 4 Paket 100
Pengadaan Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil dengan Kekurangan
Energi Kronis (PMT BUMIL KEK - Pabrikan) 959581728 1 Paket 100
Penyediaan Alat Antropometri 1564015307 207 Paket 76
Penyediaan Sarana Prasarana Kesehatan Lingkungan 2876667089 29 Paket 59
Pengadaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit 41999300 1 Paket 100
Dana Desa
Penyediaan Obat Gizi 323865000 28 Paket 100
Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil 7146624150 1139 Unit 90
INTERVENSI SENSITIF
DAK Fisik
Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77
Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90
PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86
Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 10294226146 1378 SR 78
PerluasanPeningkatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 30801695898 5852 SR 81
Sarana dan Prasarana PAUD 1255742335 8 Ruang 100
Dana Desa
SaranaPrasarana PAUD 1288611688 398 Unit 70
Terlaksananya Pelatihan Pangan Sehat dan Aman 197000000 16 Paket 96
Pemeliharaan Sumber Air Bersih 8363963164 241 Unit 86
Pemeliharaan Sambungan Air Bersih 1398443564 18422 Meter 83
Sumber Air Bersih Milik Desa 17525913577 1041 Unit 70
Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga 4771816730 22030 Meter 93
Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah Rumah Tangga) 5143668021 3878 Meter 70
RehabilitasiPeningkatan Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah
Rumah Tangga) 262246705 354 Meter 93
Sumber OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
110
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
penurunan stunting RKPD sebagai pedoman
dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran
(KUA) Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara
(PPAS) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) menjadi jaminan pelaksanaan
programkegiatan terkait dengan intervensi gizi
spesifik dan sensitif menggunakan dana yang
bersumber dari APBD Program-program
tersebut dilaksanakan dengan target capaian
yang ditetapkan dalam RPKD
Prioritas pencegahan stunting sebagai
kombinasi dari kegiatan yang multi sektor
dilaksanakan oleh OPD-OPD dengan
menggunakan alokasi dana yang berasal dari
Otonomi Khusus (Otsus) dan DAK Non Fisik
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sesuai
dengan DPA yang telah ditetapkan Kegiatan
percepatan pencegahan stunting diselaraskan
dengan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
KL yang berlokasi di kabupatenkota Dinas
Kesehatan memastikan terpenuhinya sumber
daya yang mendukung intervensi gizi spesifik
secara konvergen yang meliputi SDM
anggaran dukungan logistik dan kemitraan
Sedangkan Bappeda berperan dalam
koordinasi untuk menciptakan lingkungan yang
mendukung kebijakan intervensi secara
konvergen terutama intervensi sensitif dengan
menyelaraskan kebijakan seluruh OPD
Dana APBD di Provinsi Papua Barat pada tahun
Tabel 75
Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
Ibu Hamil
- Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin 1667044052 2182 Jiwa 85
- Suplementasi tablet tambah darah dan periksaan kehamilan 379861600 15317 Jiwa 80
Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-23 bulan
- Suplementasi kapsul vitamin 66836977 12320 Jiwa 100
- Pemantauan dan Promosi pertumbuhan (tingkat desa) 155659525 28693 Orang 100
Remaja Putri dan Wanita Usia Subur
- Suplentasi tablet tambah darah 799102989 44532 Jiwa 100
Anak Usia 24-59 bulan
- Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut 5660222222 2547 Jiwa 100
- Suplementasi kapsul vitamin A 107734789 47745 Jiwa 100
- Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100
INTERVENSI SENSITIF
Peningkatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
- Akses air minum yang aman 11800000000 13 Kabkota 100
- Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85
Peningkatan kesadaran komitmen dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak
- Penyediaan konseling kesehatan dan reproduksi untuk remaja 1929297500 514 Orang 100
- Penyebarluasan informasi melalui berbagai media 207339727 50 Orang 100
- Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua 555195300 230 Orang 100
- Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 250000000 1 Kabkota 100
Peningkatan akses dan kualitas Pelayanan gizi dan kesehatan
- Akses pelayanan Keluarga Berencana 348042400 13 Kabkota 100
- Akses Jaminan Kesehatan (JKN) Orang Asli Papua 28818415000 589 Jiwa 100
- Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100
Peningkatan akses pangan Bergizi
- Akses kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) 711975000 10 Kelompok 85
- Akses kegiatan Kawasan Mandiri Pangan 371801600 6 Kawasan 80
Sumber Bappeda Provinsi Dinkes Provinsi Bappeda KabupatenKota dan Dinkes KabupatenKota (data diolah)
111 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
2019 dimanfaatkan dalam program
penanganan stunting untuk keperluan
membiayai kegiatan intervensi spesifik dan
intervensi sensitif Selama satu tahun tercatat
penggunaan dana sebesar Rp5744 miliar untuk
pencegahan stunting dengan kegiatan
intervensi spesifik sebesar Rp939 miliar dan
sebesar Rp4805 miliar untuk membiayai
kegiatan intervensi sensitif Penggunaan dana
tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi
penyediaan akses JKN Orang Asli Papua (OAP)
sebesar 2882 miliar Penggunaan dana yang
besar lainnya adalah untuk penyediaan akses
air minum yang aman dan pemberian makanan
tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut
dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118
miliar dan Rp566 miliar
B4 Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting
Kebijakan pembiayaan pada program
pencegahan stunting yang berasal dari APBN
dan APBD dalam berbagai skema merupakan
salah satu bentuk sinkronisasi kebijakan antara
pusat dan daerah Adanya sinkronisasi ini
diharapkan semakin mengakselerasi
peningkatan prevalensi stunting sekaligus
mendorong pembangunan infrastruktur serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
masa depan Namun demikian dominasi dana
APBN masih terasa dan pemda tidak sanggup
jika harus menyediakan alokasi yang nantinya
akan mengurangi pendanaan kegiatan daerah
Selain itu pertimbangan keterbatasan kapasitas
fiskal daerah dikhawatirkan akan berdampak
pada gaji PNS karena alokasi terbesar dana
APBD dialokasikan untuk belanja pegawai Oleh
karena itu pada kegiatan intervensi spesifik
yang menyasar langsung prioritas pencegahan
(Ibu hamil baduta balita remaja putri)
peranan belanja KL sangat penting
Dari 13 pemerintah daerah yang ada di Provinsi
Papua Barat terdapat 2 kabupaten yang
menjadi lokus prioritas penanganan stunting
nasional Kondisi ini membuat fokus kegiatan
berada di kedua wilayah tersebut sedangkan
kabupatenkota lainnya pengalokasian hanya
bersifat memenuhi kewajiban yang sudah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (spesific
grant) dan berupaya mencari sumber
pembiayaan lainnya (Swasta) Sejauh ini
pelaksanaan pencegahan stunting selama
tahun 2019 di Provinsi Papua Barat dengan
kombinasi sumber pembiayaan yang ada
mencapai Rp27759 miliar Proporsi terbesar
berasal dari dana APBN (Belanja KL) mencapai
3764 persen (Rp10448 miliar) sedangkan
kontribusi DAK Fisik APBD dan Dana Desa
berturut-turut sebesar 2495 persen (Rp6925
miliar) 2069 persen (Rp5744 miliar) dan 1672
persen (Rp4642 miliar)
Tabel 76
Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)
Sumber Dana Intervensi Spesifik Intervensi Sensitif
Pendampingan
Koordinasi dan
Duktek
Kontribusi
APBN 19277886059 76779888382 8421955068 3764
DAK Fisik 6060643195 63186313948 - 2495
Dana Desa 7470489150 38951663449 - 1672
APBD
(DAU DAK Non Fisik Otsus) 9391806598 48045572569 - 2069
Jumlah 42200825002 226963438348 8421955068 10000
Sumber Bappeda Dinkes dan OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
112
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING
Pelaksanaan program sejauh ini dapat berjalan
lancar meskipun dengan alokasi anggaran yang
relatif besar melalui optimalisasi penggunaan
dana untuk mencapai output yang ditargetkan
Pada masa mendatang berbagai tantangan
masih harus dihadapi dalam pelaksanaan
program-program penurunan stunting
diantaranya
1 Koordinasi dan sinergi baik antar-KL antar
pemerintah kabupatenkota antara
pemerintah kabupatenkota dan provinsi
maupun antara pemerintah pusat dan
daerah yang masih perlu ditingkatkan
Berbagai program yang masih bersifat
sektoral dan kewilayahan perlu ditingkatkan
sinerginya sehingga dapat sepenuhnya saling
mendukung dalam akselerasi penurunan
stunting di daerah secara keseluruhan
2 Kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan
program yang masih perlu ditingkatkan
Keterbatasan pelaksana program di
lapangan baik dalam hal kualitas maupun
kuantitas sebaran penduduk yang luas
belum adanya mekanisme untuk memastikan
ketercapaian output serta lemahnya
monitoring dan evaluasi baik itu dari
pemerintah kabupatenkota pemerintah
provinsi maupun pemerintah pusat
menyebabkan implementasi program
menjadi tidak maksimal
3 Belum meratanya akses kepada layanan
kesehatan pendidikan anak usia dini air
bersih dan sanitasi karena keterbatasan
angaran dalam penyediaan sarana dan
prasarana
4 Kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang gizi dan pola hidup sehat yang
berpengaruh pada praktek pengasuhan
yang tidak tepat Selain itu penyampaian
informasi atau sosialisasi yang terkendala
dengan jarak dan ketersediaan tenaga
kesehatan
Halaman ini sengaja dikosongkan
KESIMPULAN
SARAN
ldquoTarian Penyambutan oleh Suku Arfak suku asli Manokwarirdquo
DJPbKawalAPBN
113
Kesimpulan dan Rekomendasi
A KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan analisis seperti
yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Pembangunan Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus didominasi oleh
pengaruh faktor ekonomi dengan kekayaan
alam (minyak bumi dan gas alam) yang
melimpah menjadi modal utama
2 Perekonomian Papua Barat hanya
didominasi oleh 3 kabupatenkota (Kota
Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk
Bintuni) sebagai lokasi pertambangan dan
perindustrian sehingga menyebabkan
kesenjangan dan tidak meratanya kapasitas
dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik
fasilitas perdagangan fasilitas kesehatan
maupun fasilitas pendidikan
3 Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat
bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940
mdpl dan menyebabkan Provinsi Papua
Barat menjadi sangat berpotensi (kelas risiko
tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan
dan hutan gempa tektonik serta
gelombang tsunami
4 Kinerja perekonomian Provinsi Papua Barat
selama tahun 2019 tampil cukup baik Hal ini
tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang
mampu tumbuh meskipun tertahan pada
level 266 persen PDRB per kapita naik
sebesar 218 persen inflasi yang terkendali
pada angka 193 persen dan ekspor yang
menurun sebesar 179 persen
5 Tingkat kesejahteraan penduduk di Provinsi
Papua Barat pada tahun 2019 menunjukan
peningkatan walaupun belum signifikan Hal
ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang turun
menjadi 2151 persen disertai dengan nilai
gini ratio yang juga turun menjadi 0381
Sementara itu tingkat pengangguran
meningkat menjadi 624 persen
6 Sensifitas pertumbuhan ekonomi terhadap
tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
relatif rendah dimana elastisitasnya bersifat
inelastis
7 Target pendapatan APBN tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
sebesar 116 persen dibandingkan target
tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar
menjadi Rp268042 miliar Sementara itu
dari aspek belanja negara terdapat
kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427
persen dibandingkan pagu tahun 2018
yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi
Rp3172329 miliar
8 Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi
pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat
mencapai 10987 persen sedangkan
realisasi belanja APBN mencapai 9175
persen
BAB VIII
Kesimpulan dan Rekomendasi
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
114
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
9 Realisasi pendapatan pemerintah pusat di
Provinsi Papua Barat sampai dengan akhir
tahun 2019 sebesar Rp265248 miliar atau
naik 181 persen dari tahun sebelumnya
10 Realisasi penerimaan perpajakan
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan sebesar 2085
persen yaitu dari Rp219362 miliar pada
tahun 2018 menjadi Rp265104 miliar pada
tahun 2019 sedangkan realisasi
pendapatan bukan pajak tahun 2019
sebesar Rp29404 miliar atau turun 199
persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya
yang berjumlah Rp30001 miliar
11 Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah
penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat
sebesar Rp16978 miliar yang diberikan
kepada 51622 debitur Daerah dengan
jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota
Sorong sebesar Rp57002 milar dengan
jumlah debitur sebanyak 16903 nasabah
Jika dilihat per sektor perdagangan
merupakan sektor yang memiliki jumlah
penyaluran KUR terbesar mencapai
Rp119405 miliar dengan jumlah debitur
sebanyak 35551 nasabah
12 Berdasarkan komposisinya komponen
terbesar dari Transfer ke Daerah dan Dana
Desa (TKDD) Provinsi Papua Barat tahun 2019
berupa DBH menyumbang 362 persen dari
total keseluruhan TKDD yang diterima Provinsi
Papua Barat Komponen terbesar kedua
yaitu DAU sebesar 321 persen
13 Pada tahun 2019 beberapa output strategis
APBN tercatat memiliki realisasi yang cukup
besar seperti pembangunan dan preservasi
plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar) Jembatan
sepanjang plusmn235 meter (Rp43572 miliar) dan
rehabilitasi sarana pendidikan sebanyak
plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Selain itu realisasi
PIP dan KIP mampu mencapai nilai Rp4099
juta atau sebanyak 482 siswa beasiswa
Bidikmisi sebanyak 353 mahasiswa
Sementara pada bidang kesehatan
pencegahan stunting mampu terlaksana
pada 8558 keluarga penyediaan layanan
imunisasi alokon pada 170 faskes di 13
kabupatenkota
14 Target pendapatan APBD tahun 2019 seluruh
pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan 5132 persen dari
Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2871888 miliar pada tahun 2019
Sebaliknya total pagu belanja APBD
pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat
naik dari Rp2326404 miliar pada tahun 2018
menjadi Rp2761199 miliar atau meningkat
1869 persen di tahun ini
15 Total pendapatan APBD seluruh pemerintah
daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai
Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen
dibandingkan tahun sebelumnya Adapun
dari aspek belanja terdapat kenaikan
realisasi sebesar 12 persen yaitu dari
Rp2125451 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2380387 miliar pada tahun 2019
16 Realisasi pendapatan seluruh pemerintah
daerah se-Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 didominasi oleh pendapatan transfer
mencapai 9208 persen dari total
pendapatan daerah
17 Pada tahun 2019 indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index) pemerintah
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
tidak ada pemerintah kabupatenkota di
Provinsi Papua Barat yang masuk dalam
kategori sangat baik dan hanya ada dua
pemerintah daerah yang masuk ke dalam
kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan
Kaimana Sementara itu terdapat lima
115 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Kesimpulan dan Rekomendasi
daerah yang masuk dalam kategori buruk
yaitu Kab Manokwari Kab Fakfak Kab
Sorong Selatan Kab Teluk Wondama dan
Kab Raja Ampat Adapun pemerintah
daerah lainnya masuk dalam kategori
cukup
18 Belanja wajib APBD tahun 2019 pada bidang
pendidikan pelaksanaannya diwujudkan
dalam bentuk gaji dan tunjangan bagi
tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)
pemberian beasiswa OAP afirmasi OAP di
Perguruan Tinggi pembangunan fasilitas
pendidikan menengah pembangunan
prasarana dan sarana belajar
pembangunan rumah dinas guru serta
pengembangan koleksi perpustakaan Pada
bidang kesehatan output prioritas
diwujudkan melalui penyediaan makanan
tambahan obat vaksin dan perbekalan
kesehatan penyediaan layanan kesehatan
berbasis masyarakat pembangunan fasilitas
kesehatan tingkat lanjut di Kab Manokwari
serta penempatan tenaga kesehatan
secara merata Sementara output belanja
infrastruktur realisasi diantaranya
pembangunan dan preservasi plusmn473Km jalan
Jembatan sepanjang plusmn177 meter dan
pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500
Ha serta pelabuhandermaga rakyat di 4
lokasi terminal di 3 lokasi serta SPAM di 8
lokasi
19 Dengan menggunakan pendekatan
Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan
bahwa elastisitas penerimaan pajak daerah
di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per
kapita bersifat elastis Selain itu didapatkan
nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif
kecil yang menunjukan tingkat kesulitan
pemungutan pajak daerah relatif tinggi
20 Berdasarkan tabel input output Provinsi
Papua Barat tahun 2013 yang kemudian
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System)
model Miller dan Blair (1985) diperoleh hasil
bahwa sektor dengan nilai pengganda
output terbesar yaitu industri pengolahan
migas dan perikanan Adapun sektor
dengan pengganda pendapatan tertinggi
yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor
administrasi pemerintahan amp jaminan sosial
Sementara itu sektor dengan pengganda
tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya
dan industri makanan amp minuman
21 Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang
memiliki keterkaitan ke depan (forward
linkage) terbesar yaitu industri lainnya dan
industri makanan-minuman Adapun sektor
yang memiliki keterkaitan ke belakang
(backward linkage) terbesar yaitu industri
pengolahan migas dan perikanan
22 Dua kabupaten menjadi lokus prioritas
penanganan stunting nasional yaitu Kab
Tambraw dan Sorong Selatan Pelaksanaan
pencegahan stunting selama tahun 2019
dengan kombinasi sumber pembiayaan
yang ada mencapai Rp27759 miliar
Proporsi terbesar berasal dari dana APBN
(Belanja KL) mencapai 3764 persen
(Rp10448 miliar) sedangkan kontribusi DAK
Fisik APBD dan Dana Desa berturut-turut
sebesar 2495 persen (Rp6925 miliar) 2069
persen (Rp5744 miliar) dan 1672 persen
(Rp4642 miliar)
B REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas
beberapa rekomendasi yang diajukan
diantaranya
1 Sebagai salah satu komponen pertumbuhan
ekonomi pengeluaran pemerintah di
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
116
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke
daerah pedesaan dan remote area Hal ini
didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah
penduduk miskin di Provinsi Papua Barat
sebagian besar berada di daerah pedesaan
yang terpencil Berbagai sektor yang
memiliki andil besar terhadap pertumbuhan
ekonomi sebagian besarnya tercurah ke
daerah perkotaan sehingga manfaatnya
belum banyak dinikmati oleh penduduk
pedesaan
2 Pemerintah perlu meningkatkan kualitas
pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan
sarana infrastruktur yang layak dan
memadai di daerah pedesaan dan remote
area terutama sarana pendidikan
kesehatan dan transportasi beserta tenaga
pendidikan dan kesehatan yang handal di
bidangnya
3 Pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
perlu mengoptimalisasi anggaran belanja
wajib melalui pelaksanaan program yang
efektif dan efisien serta memiliki sinergi
dengan pemerintah pusat berupa kegiatan
pengadaan pembangunan dan
pemeliharaan sarana prasarana pendidikan
dan kesehatan yang saling melengkapi dan
tidak ada duplikasi serta lebih awal
sehingga dapat selesai pada satu tahun
anggaran
4 Pemerintah sebaiknya mengutamakan
persebaran KUR di luar sektor perdagangan
ke sektor lain yang lebih produktif seperti
sektor pertanian perikanan dan industri
pengolahan Hal ini dikarenakan perluasan
kepada sektor produktif dapat lebih
menggerakkan roda perekonomian di
Provinsi Papua Barat
5 Dikarenakan indeks kesehatan keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk
dalam kategori sangat baik dan hanya ada
satu pemerintah daerah yang masuk ke
dalam kategori baik oleh karena itu
pemerintah daerah harus meningkatkan
kualitas belanja daerah (quality of spending)
yang berorientasikan kepada hasil dan
manfaat yang dirasakan oleh publik
Caranya dengan melakukan perencanaan
anggaran yang baik dan tepat waktu
membuat prioritas belanja dan
melaksanakannya dengan disiplin yang
tinggi sesuai prinsip ekonomis efektif dan
efisien Untuk mendukung kualitas dari
belanja daerah pengeluaran pemeritah
daerah juga harus dilakukan secara
transparan dan akuntabel
6 Berdasarkan perhitungan potensi pajak
daerah menggunakan pendekatan
Mansfield ndash Wirasasmita Model diantara
kebijakan dan strategi pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan
penerimaan pajak daerah yaitu
a Meningkatkan basis data perpajakan
melalui (1) pendataan ulang wajib pajak
dan objek pajak (2) peningkatan
koordinasi internal pemerintah daerah
terutama kepada badandinas perizinan
daerah dan (3) pemanfaatan data
pihak ketiga seperti Badan Pertanahan
setempat untuk penerimaan PBB
b Melakukan kerjasama dan koordinasi
dengan kantor pelayanan pajak dan
kantor pelayanan kekayaan negara dan
lelang setempat dalam penilaian dan
penagihan pajak daerah
c Melakukan koordinasi dengan aparat
kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP
setempat dalam pemeriksaan pajak
daerah
117 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Kesimpulan dan Rekomendasi
d Melakukan modernisasi sistem dan tata
kola pajak daerah dengan cara (1)
memanfaatkan teknologi informasi untuk
basis data (integrated database) dan
pelayanan perpajakan (2) membangun
organisasi pemungutan pajak daerah
yang handal dan (3) menyusun Standar
Operasional Prosedur (SOP) pemungutan
dan pelayanan perpajakan
e Meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia melalui (1) pelaksanaan diklat
penilaian penagihan dan pemeriksaan
(2) penambahan jumlah diklat terkait
praktik pemungutan perpajakan yang
baik dan (3) pelaksanaan kerjasama
dengan pemerintah daerah lain yang
sukses dalam pemungutan pajak
daerah
7 Berdasarkan tabel input output Provinsi
Papua Barat tahun 2013 yang kemudian
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System)
model Miller dan Blair (1985) diantara
kebijakan dan strategi pengembangan
sektoral yang dapat ditempuh pemerintah
daerah Provinsi Papua Barat diantaranya
a Apabila dalam proses pembangunan
lebih mengutamakan pertumbuhan
ekonomi yang mantap sebaiknya
pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat lebih berfokus untuk mendorong
industri pengolahan migas dan sektor
perikanan dikarenakan memiliki
pengganda output terbesar
b Apabila sasaran utama dari proses
pembangunan adalah peningkatan
pendapatan masyarakat maka
kebijakan pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat sebaiknya lebih fokus untuk
mendorong sektor jasa pendidikan
dikarenakan memiliki pengganda
pendapatan terbesar
c Apabila fokus pembangunan daerah
adalah peningkatan kesempatan kerja
maka kebijakan pemerintah daerah di
Provinsi Papua sebaiknya lebih
mengutamakan industri lainnya dan
industri makanan-minuman dikarenakan
memiliki pengganda tenaga kerja
terbesar
d Sektor kunci yang dapat dijadikan
unggulan oleh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat yaitu industri lainnya
dan industri makanan-minuman
dikarenakan memiliki derajat kepekaan
tertinggi Sementara itu industri
pengolahan migas dan sektor ikan
dapat dijadikan sektor kunci karena
memiliki daya penyebaran terbesar
8 Pemerintah daerah seharusnya lebih terlibat
dalam akselerasi penurunan stunting
dengan penggunaan dana APBD Selain itu
upaya optimalisasi pelaksanaan
pencegahan stunting oleh Pemda dilakukan
melalui (1) peningkatan koordinasi dan
sinergi baik antar pemerintah
kabupatenkota antara pemerintah
kabupatenkota dan provinsi maupun
dengan pemerintah pusat (2) peningkatan
kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan
program dengan menambah tenaga
kesehatan berbasis masyarakat di lapangan
(3) pelaksanaan monitoring dan evaluasi
rutin baik itu dari tingkat kabupatenkota
pemerintah provinsi untuk menjaga tingkat
ketercapaian sasaran program (4)
penyediaan akses kepada layanan
kesehatan pendidikan anak usia dini air
bersih dan sanitasi yang merata secara
konsisten
118
Daftar Pustaka
Aisen A amp Veiga FJ (2010) How Does Political
Instability Affect Economic Growth
Washington International Monetary
Fund
Altman EI (1968) Financial Ratios Discriminant
Analysis and the Prediction of Corporate
Bankruptcy The Journal of Finance Vol
23 No 4 pp 589-609
Baumohl Bernard (2012) The Secrets of
Economic Indicators Hidden Clues to
Future Economic Trends and Investment
Opportunity -Third Edition New Jersey
Pearson Education Limited
Barro Robert J (1991) Economic Growth in a
Cross Section of Countries
Massachusetts The MIT Press
Beaver WH (1966) Financial Ratios as
Predictors of Failure Journal of
Accounting Research Vol 4 pp 71-111
Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2001)
Small and Medium Enterprise Dynamics
In Indonesia Bulletin of Indonesian
Economic Studies Volume 37 Issue 3
2001 pp 363-84
Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2002)
Firm and Group Dynamics in the Small
and Medium Enterprise Sector in
Indonesia Small Business Economics 18
Pp 141-61
BlanchardOliver (2006) Macroeconomics ndash
forth edition New Jersey Prentice Hall
BNPB (2014) Indeks Risiko Bencana Indonesia
Jakarta Direktorat Pengurangan Risiko
Bencana BNPB
Bourletidis K amp Triantafyllopoulos Y (2014)
SMEs Survival in Time of Crisis Strategies
Tactics and Commercial Success Stories
Procedia - Social and Behavioral
Sciences Vol 148 pp 639-644
Brown KW (1993) The 10-point Test of Financial
Condition Toward An Easy-to-use
Assessment Tool for Smaller Cities
Government Finance Review Vol 9 pp
21-26
Carmeli A (2008) The fiscal distress of local
governments in Israel Administration amp
Society 39 984
Chase BW amp Philips RH (2004) GASB 34 and
Government Financial Condition An
Analytical Toolbox Government Finance
Review Vol 20 no 2 pp 26-31
Chenery HB amp and T Watanabe (1958)
International Comparisions of The
Strructural of Production Econometrica
26(4) 487-521
Chittithaworn C Islam A Keawchana T amp
Yusuf D H (2011) Factors Affecting
Business Success of Small amp Medium
Enterprises (SMEs) in Thailand Asian
Social Science Vol 7 No 5 pp 180-190
CICA (1997) Indicators of Government
Financial Condition Canadian Institute
of Chartered Accountants Toronto
Corden WM amp Neary J P (1982) Booming
Sector and De-industrialisation in a Small
Open Economy Economic Journal 92
(December) 825-48
Cramer JS (2001) Measures of Fit of
Multinominal Discrete Models Tinbergen
Institute Discussion Papers Vol 4 01-082
Davey K 2003 Fiscal Decentralization (dikutip
secara online pada 12 Februari 2019 dari
httpunpan1unorgintradocgroupsp
ublicdocumentsUNTCUNPAN017650p
df
Dollar D amp A Kraay (2002) Growth is Good for
the Poor Journal of Economic Growth 7
195-225
DAFTAR PUSTAKA
119 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Daftar Pustaka
Dollery B Crase L amp Byrens J (2006) Local
Government Failure Why does Australian
Local Government Experience
Permanent Financial Austerity
Australian Journal of Political Science
Vol 41 pp 339-353
Drazen A (2000) Political Economy in
Macroeconomics Pricenton Princenton
University Press
Foster R N (1986) Innovation The Attackerrsquos
Advantage New York Summit Books
Funabashi G (2013) Small and Medium
Enterprises under the Global Economic
Crisis Evidence from Indonesia Asian
Institute of Management Working Paper
14-012
Gujarati DN amp Porter DC (2009) Basic
Econometrics -fifth edition Boston
McGraw-Hill
Heckman J J (2008) The Case For Investing In
Disadvantaged Young Children CESifo
DICE Report 6(2) 3-8
Hirschman AO (1958) The Strategy of
Economic Development New York Yale
University Press
Inanga E L amp Wusu D (2004) Financial
Resource Base of Sub-national
Governments and Fiscal
Decentralization in Ghana African
Development Review 16 (1) 72
Jhingan ML (1983) The Economics of
Development and Planning New Delhi
Vicas Publishing
Keefer P amp Khemani S (2004) Democracy
Public Expenditures and the Poor
Washington DCThe World Bank
Khan S (2015) Impact of sources of finance on
the growth of SMEs evidence from
Pakistan Decision Vol 42 No 1 pp 3-10
Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)
Developing and Testing A Composite
Model to Predict Local Fiscal Distress
Public Administration Review Vol 65 No
3 pp 313-323
Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)
Someone to Watch Over me State
Monitoring of Local Fiscal ConditionsThe
American Review of Public
Administration Vol 35 no 3 pp 236-255
Krugman P amp Wells R (2011) Economics-
Second Edition New York Worth
Publishers
Mahi Ali K amp Trigunarso Sri I (2017)
Perencanaan Pembangunan Daerah
Teori dan Aplikasi Jakarta Kencana
Mankiw N Gregory (2013) Macroeconomics -
eight edition New York Worth Publisher
Mansfield XY (1972) Elasticity and Bouyancy of
Tax System A Method Applied to
Paraguay International Monetary Fund
Staff Paper Vol XIX
MillerRE dan PDBlair (1985) Input-Output
Analysis Foundations and Extensions
New Jersey Prentice-Hall
Mishkin Frederic S (2015) Macroeconomics
Policy and Practice New Jersey Pearson
Education Limited
Nollenberger K Groves SM amp Valente MG
(2003) Evaluating Financial Condition A
Handbook for Local Government
Washington DC International
CityCounty Managers Association
Pearce JA amp Richard B Robinson Jr (1998)
Strategic Management-third edition
USA Richard D Irwin Illions
Prudrsquohomme R (1995) On the Dangers of
Decentralization Research Observer
10th 201-220
Ravallion Martin (1995) Growth and Poverty
Evidence for Developing Countries in The
1990s Economics Letters Vol 48 (June)
411-417
Saaty TL (2008) Decision Making with The
Analytic Hierarchy Process International
Journal of Services Sciences Vol 1 no1
pp 83-98
Samuelson Paul A amp Nordhaus William P
(2004) Macroeconomics New York
Irwin McGraw-Hill
Seyoum B (2009) Export-Import Theory
Practices and Procedures -Second
Edition New York Routledge
Soleh Ahmad (2017) Strategi Pengembangan
Potensi Desa Jurnal Sungkai Vol 5 No 1
pp 32-52
Stiglitz Joseph E (1998) Towards A New
Paradigm For Development Geneva
United Nations Conference on Trade
Development 9th Raul Prebisch Lecture
Sukirno Sadono (2011)Makroekokonomi Teori
Pengantar Jakarta PT Raja Grafindo
Persada
Takashi H (1999) Fiscal Crises in Japanrsquos
Prefectures and The Debate on
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
120
Daftar Pustaka
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Corporate Tax Reform Japan Economic
Institute of America
Tjiptoherijanto Prijono (2017) Dinamika
Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Indonesia Jurnal Analis Kebijakan Vol 1
No2
Todaro Michael P amp Stephen C Smith (2003)
Economic Development- Eigth Edition
London Pearson Education Limited
Wang X Dennis L amp Tu YSJ (2007) Measuring
Financial Condition A Study of US States
Public Budgeting amp Finance Vol 27 No
2 pp 1-21
Wirasasmita Y (1982) Elasticity of Tax System A
Model Applied to Indonesia for The
Period 19741975 ndash 19791980
Pemberitaan No13 Bandung Universitas
Padjadjaran
Wengel J amp Rodriguez E (2006) SME Export
Performance in Indonesia After The Crisis
Small Business Economics Vol 26 No 1
pp 25-37
WCED S W S (1990) World Commission On
Environment and Development Our
Common Future 17 1-91
Zumaeroh (2011) Penduduk Dalam Proses
Pembangunan Majalah Ilmiah Ekonomi
Vol 14 No 1 pp 15-19
Peraturan
UU No 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi
menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
UU No 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi
menjadi UU No 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014
Dana Desa Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa
Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2017
Tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2018
PMK Nomor 247PMK072015 tentang Tata Cara
Pengalokasian Penyaluran
Penggunaan Pemantauan dan
Evaluasi Dana Desa
PMK Nomor 49PMK072016 tentang Tata Cara
Pengalokasian Penyaluran
Penggunaan Pemantauan dan Evaluasi
Dana Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
257PMK072015 tentang Tata Cara
Penundaan dan atau Pemotongan
Dana Perimbangan Terhadap Daerah
Yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana
Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
50PMK072017 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
112PMK072017 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
50PMK072017 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Permendes Nomor 4 Tahun 2017 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Indonesia Nomor 22 Tahun
2016 tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2017
Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4
Tahun 2017 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Provinsi Provinsi Papua Barat
2017-2021
Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 55
Tahun 2018 tentang Rencana Kerja
Pemerintah daerah Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Halaman ini sengaja dikosongkan
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
LAMPIRAN
Hasil Olah Data Eviews 10
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation Untitled
Test period random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Period random 0011090 1 09161
WARNING estimated period random effects variance is zero
Period random effects test comparisons
Variable Fixed Random Var(Diff) Prob
GROWTH -0808006 -0814014 0003255 09161
Regresi Data Panel
Period random effects test equation
Dependent Variable POVERTY
Method Panel Least Squares
Date 020620 Time 1639
Sample 2016 2019
Periods included 4
Cross-sections included 13
Total panel (balanced) observations 52
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 3219243 3027290 1063408 00000
GROWTH -0808006 0539769 -1496949 01434
Effects Specification
Period fixed (dummy variables)
R-squared 0079440 Mean dependent var 2805154
Adjusted R-squared 0000534 SD dependent var 7682391
SE of regression 7680338 Akaike info criterion 7012119
Sum squared resid 2064566 Schwarz criterion 7182741
Log likelihood -1327363 Hannan-Quinn criter 7073336
F-statistic 1006773 Durbin-Watson stat 0043567
Prob(F-statistic) 0401337
Dependent Variable LOG(T) Method Least Squares Date 022020 Time 2341 Sample 1 11 Included observations 11
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 3156794 7072044 0446376 06672
LOG(Y) 1246326 0566079 2201680 00588 LOG(T1) 0360037 0273317 1317288 02242
R-squared 0506975 Mean dependent var 2211698 Adjusted R-squared 0383719 SD dependent var 2042810 SE of regression 1603679 Akaike info criterion 4009479 Sum squared resid 2057430 Schwarz criterion 4117996 Log likelihood -1905213 Hannan-Quinn criter 3941074 F-statistic 4113178 Durbin-Watson stat 2399802 Prob(F-statistic) 0059085
Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2013 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar
Tahun
2013
Kode
15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 306
15 4107217 433527 18834 1243 83 - 239432 78928 156 26809 588 356 1574 1631269 32547079
14 10702043 494469 37530 - - - - - - - 7572 4177 86022 465347 13790814
23 212528 145112 945679 93 275 - 560 451 607 420 38508 339898 7507228 15371 445497
21 1154283 790085 51891 15773 301 - 178953 46786 377 53341 60818 28496 64684 10271 85782
17 515297 - - 42 13453 - 31595 42871 73 4609 138386 18677 942 (7642) 142051
37 1213083 - - - - - - - 16498 21282 108024 3277909 5011 57570 1185205
25 - - - - - - - - - - 486372 108732 230952 (255289) 3501664
11 - - - - 1228 - - 416857 - - 1276410 55494 6557 (132259) 833126
34 193526 43442 26514 9608 7340 - 248029 4227 62205 2463 332666 234059 42209 (3025) 248599
38 32440 - 7757 - - - - - 1385 308417 722141 1134753 8385 1830 38047
201 3840406 2020974 2510884 50582 56892 3317945 649979 301984 232744 960378
202 10699814 10133020 3719111 104580 136091 1315773 1622740 1112082 524049 206073
203 117077 108105 52092 1388 1363 - 16960 10036 4339 3621
Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2019 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar Updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) Model Miller dan Blair
Tahun
2019
Kode
15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 Tenaga
Kerja ICOR
15 7076142 746904 32448 2142 143 - 412507 135982 269 46188 1013 613 2712 2810441 56073917 8528 2323925
14 18438075 851899 64659 - - - - - - - 13045 7196 148203 801726 23759581 8711 122187
23 366155 250007 1629268 160 474 - 965 777 1046 724 66344 585595 12933870 26482 767527 2789 2010547
21 1988663 1361202 89401 27175 519 - 308310 80606 650 91899 104781 49094 111441 17695 147790 3905 019106
17 887782 - - 72 23178 - 54434 73861 126 7941 238419 32178 1623 (13166) 244733 4074 061430
37 2089967 - - - - - - - 28424 36666 186110 5647364 8633 99185 2041937 595 -
25 - - - - - - - - - - 837949 187330 397897 (439826) 6032861 2484 -
11 - - - - 2116 - - 718184 - - 2199070 95608 11297 (227863) 1435356 12254 2767864
34 333417 74844 45680 16553 12646 - 427318 7283 107170 4243 573135 403250 72720 (5212) 428300 1011 289078
38 55889 - 13364 - - - - - 2386 531358 1244145 1955016 14446 3153 65549 496 2446210
201 6616465 3481846 4325891 87145 98017 5716340 1119820 520275 400984 1654593
202 18434234 17457730 6407491 180176 234465 2266887 2795747 1915957 902861 355034
203 201707 186249 89747 2391 2348 - 29220 17291 7475 6238
Sumber Aplikasi Input Output Regional Kerjasama antara Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM Edocondan Bappenas
Kode
I-O Sektor
15 Industri Pengolahan Migas
14 Pertambangan dan Penggalian
23 Konstruksi
21 Industri Lainnya
17 Industri Makanan dan Minuman
37 Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial
25 Perdagangan
11 Ikan
34 Keuangan
38 Jasa Pendidikan
Kode
I-O Uraian
201 Upah amp Gaji
202 Surplus usaha
203 Penyusutan
301 Konsumsi Rumah Tangga
302 Konsumsi Pemerintah
303 Pembentukan Modal Tetap Bruto
304 Inventori
305 Ekspor Barang
306 Ekspor Jasa
Executive Summary
Pengarah
Hari Utomo
(Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat)
Penanggung Jawab
Neil Edwin
(Plt Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Koordinator
Rian Andriono
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-C)
Anggota
Posma Amando Siagian
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-A)
Alif Fahrudin
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-B)
Yohanes Djie
(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Melianus
(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Tim Penyusun
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Provinsi Papua Barat
Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari
Komplek Perkantoran Pemerintahan Provinsi Papua Barat
Jl Brigjen Marinir (Purn) Abraham O Atururi Kelurahan Anday Arfai Kab Manokwari
Telepon (0986) 214122 - Faksimili (0986) 214124
website djpbnkemenkeugoidkanwilpapuabarat
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROVINSI PAPUA BARAT
GKN MANOKWARI LT II KOMPLEK PERKANTORAN GUBERNUR JALAN ABRAHAM O ATURURI ARFAIMANOKWARI 98315 TELEPON (0986) 214122 FAKSIMILI (0986) 214124 SUREL
KANWILDJPBNPAPUABARATGMAILCOM SITUS WWWDJPBKEMENKEUGOIDKANWILPAPUABARAT
NOTA DINASNOMOR ND-153WPB332020
Yth Direktur Pelaksanaan AnggaranDari Plh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi
Papua BaratSifat BiasaLampiran -
Hal Penyampaian KFR Tahun 2019 Provinsi Papua BaratTanggal 25 Februari 2020
Menindaklanjuti Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-61PB2017tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional dan Nota Dinas DirekturPelaksanaan Anggaran Nomor ND-54PB22020 tentang Penyusunan dan Tema AnalisisTematik Kajian Fiskal Regional Tahunan 2019 bersama ini kami sampaikan KFR Tahun 2019Provinsi Papua Barat Adapun softcopy laporan telah kami kirimkan melalui pos-el ke alamatloditpagmailcom
Demikian kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih
Ditandatangani secara elektronikPaulina Latupeirissa
- KFR Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Netpdf (p1-162)
-
- Kata Pengantar KFR 2019pdf
- Bab 2 KFR 2019pdf
- Bab 5 KFR 2019pdf
- Bab 6 KFR 2019pdf
- Daftar Pustaka KFR 2019pdf
- Lampiranpdf
- Tim Penyusunpdf
- Sampul Belakang 2019pdf
-
- ND-153_WPB33_2020 Pengantar KFR Tahun 2019pdf (p163)
-
Halaman ini sengaja dikosongkan
iii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GRAFIK xi
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR BOKS xiv
EXECUTIVE SUMMARY xv
BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH 1
A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 1
A1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 1
A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah 4
B TANTANGAN DAERAH 5
B1 Tantangan Ekonomi Daerah 6
B2 Tantangan Sosial Kependudukan 10
B3 Tantangan Geografi Wilayah 15
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL 19
A INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL 19
A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 20
A2 Inflasi 20
A3 Suku Bunga 27
A4 Nilai Tukar 29
B INDIKATOR KESEJAHTERAAN 29
B1 Indikator Pembangunan Manusia (IPM) 29
B2 Kemiskinan 31
B3 Ketimpangan 32
B4 Ketenagakerjaan 33
C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL 34
C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan 34
C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan
Pendekatan Model Data Panel 35
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN 39
A APBN TINGKAT PROVINSI 39
B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 40
B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat 41
B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi 43
B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan dan PNBP Terhadap
Perekonomian 43
C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 44
C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Organisasi (BA atau KL) 45
C2 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi 46
iv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja 47
C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat 47
D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT 47
E TRANSFER KE DAERAH 49
F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN (BLU) UMUM PUSAT 50
F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat 50
F2 Perkembangan Pengelolaan AsetPNBPRM dan BLU Pusat 50
F3 Kemandirian BLU 51
F4 Potensi Satker PNBP Menjai Satker BLU 51
G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT 51
G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan AgreementSLA) 52
G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) 52
H MANDATORY SPENDING BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT STRATEGIS
LAINNYA 54
H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur 54
H2 Output Strategis Bidang Pendidikan 55
H3 Output Strategis Bidang Kesehatan 56
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD 59
A ANALISIS PENDAPATAN APBD 60
A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah 61
A2 Analisis Kemandirian Daerah 62
B ANALISIS BELANJA APBD 62
B1 Analisis Belanja Derah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi 62
B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis Belanja (Sifat Ekonomi) 63
C PENGELOLAAN INVESTASI DEARAH 63
C1 Bentuk Investasi Daerah 63
C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 64
D SILPA DAN PEMBIAYAAN 64
D1 Perkembangan Defisit APBD 64
D2 Pembiayaan Daerah 65
E PENGELOLAAN BLU DAERAH 65
E1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Daerah 65
E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah 66
E3 Analisis Legal 67
F ANALISIS APBD LAINNYA 67
F1 Analisis Horizontal 67
F2 Analisis Vertikal 67
F3 Analisis Kapasitas Fiskal Daerah 69
G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN DAERAH 70
G1 Solvabilitas Anggaran 72
G2 Kemandirian Keuangan 73
G3 Fleksibilitas Keuangan 75
v Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
G4 Solvabilitas Layanan 76
G5 Indeks Kesehatan Keuangan 77
H BELANJA WAJIB DAERAH 79
H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan 79
H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan 80
H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur 81
BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN 82
A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KONSOLIDASIAN 82
B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN 82
B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 82
B2 Analisis Perubahan 83
B3 Rasio Pajak (Tax Ratio) 83
C BELANJA KONSOLIDASIAN 85
C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 86
C2 Analisis Perubahan 86
C3 Analisi Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja
Konsolidasian 86
C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk 87
C5 Analisis Belanja 88
D SURPLUS DEFISIT 89
E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH TERHADAP PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO (PDRB) 89
BAB VI ANALISIS POTENSI DAN TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 91
A ANALISIS POTENSI PAJAK DEARAH
Pendekatan Masfield-Wirasasmita Model 91
A1 Landasan Teori 91
A2 Hasil Estimasi 92
A3 Implikasi Kebijakan 93
B ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAERAH
Pendekatan Input-Output Model 94
B1 Konsep dan Definisi 94
B2 Metodologi Pengukuran 95
B3 Hasil dan Pembahasan 96
B4 Implikasi Kebijakan 98
C ANALISIS TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 98
C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam (Natural Resource Curse) 99
C2 Pengembangan Kapasitas SDM 99
C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism) 100
C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana Infrastruktur 100
C5 Stabilitas Sosial Politik 101
C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement) 101
C7 Pengembangan UMKM (Small dan Medium Enterprises) 102
vi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
BAB VII ANALISIS TEMATIK 103
A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING 104
A1 Kebijakan Pencegahan 105
A2 Sasaran Program 106
B PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH 107
B1 Belanja KL dalam APBN 107
B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa 108
B2 Belanja APBD 109
B2 Belanja Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting 111
C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING 112
BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 113
A KESIMPULAN 114
B REKOMENDASI 115
DAFTAR PUSTAKA 118
LAMPIRAN xviii
vii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR TABEL
Tabel 11 Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat
Tahun 2017-2021 3
Tabel 12 Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 4
Tabel 13 Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam RKPD Provinsi
Papua Barat 5
Tabel 14 PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar) 7
Tabel 15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 7
Tabel 16 Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen) 8
Tabel 17 Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa) 9
Tabel 18 Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat 10
Tabel 19 Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
Tahun 201910
Tabel 110 Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat 12
Tabel 111 AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 13
Tabel 112 Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun di Provinsi
Papua Barat (persen) 13
Tabel 113 Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat 14
Tabel 114 Komposisi Luas KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 15
Tabel 115 Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 16
Tabel 116 Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di Provinsi
Papua Barat 16
Tabel 117 Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di Provinsi Papua Barat 17
Tabel 118 Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019 17
Tabel 117 Risiko Bencana per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat17
Tabel 21 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 24
Tabel 22 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 34
Tabel 23 Ringkasan Hasil Ujian Hausman 36
Tabel 24 Ringkasan Hasil Regresi Data Panel 37
Tabel 31 Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018
dan 2019 (miliah Rp) 39
Tabel 32 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018- 2019 (miliar Rp) 41
Tabel 33 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 43
Tabel 34 Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 44
Tabel 35 Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (rupiah) 44
Tabel 36 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran di
viii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 45
Tabel 37 Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 46
Tabel 38 Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 47
Tabel 39 Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 48
Tabel 310 Pagu dan Realisasi dana Transfer Tahun 2018-2019 Provinsi
Papua Barat (miliar Rp) 49
Tabel 311 Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP yang
Berpotensi Menjadi Satker BLU 51
Tabel 312 Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat 52
Tabel 313 Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi
Papua Barat 52
Tabel 314 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Bank Penyalur
sd Tahun 2019 53
Tabel 315 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema
sd Tahun 2019 53
Tabel 316 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan
Usaha sd Tahun 2019 54
Tabel 317 Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55
Tabel 318 Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55
Tabel 319 Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 56
Tabel 41 Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 59
Tabel 42 Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 61
Tabel 43 Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp) 61
Tabel 44 Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp) 63
Tabel 45 Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah se- Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 (Rupiah) 64
Tabel 46 SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah) 64
Tabel 47 Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat 64
Tabel 48 Rasio Keseimbangan Umum dan Primer Provinsi Papua Barat 65
Tabel 49 Profil Anggaran RSUD Manokwari 66
Tabel 410 Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Perawatan 66
Tabel 411 Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019 67
Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD 67
Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp) 68
Tabel 414 Analisis Vertikal Pendapatan APBD 2019 Provinsi Papua Barat (persen) 68
Tabel 415 Analisis Vertikal Belanja APBD 2019 Provinsi Papua Barat 69
ix Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Tabel 416 Analisis Fiskal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)69
Tabel 417 Kuadran Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 201970
Tabel 418 Rasio Solvabilitas Anggaran 72
Tabel 419 Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 73
Tabel 420 Rasio Kemandirian Keuangan 73
Tabel 421 Kriteria Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Menurut TIM KKD
FE UGM 74
Tabel 422 Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 74
Tabel 423 Rasio Fleksibilitas Keuangan 75
Tabel 424 Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 75
Tabel 425 Rasio Solvabilitas Layanan 76
Tabel 426 Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (juta Rp) 76
Tabel 427 Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 77
Tabel 428 Kuadran Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health index) Pemerintah
Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019 79
Tabel 429 Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201979
Tabel 430 Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201980
Tabel 431 Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat
Tahun 201979
Tabel 51 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 82
Tabel 52 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 83
Tabel 53 Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019 84
Tabel 54 Realisasi Penerimaan Perpajakan per Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 84
Tabel 55 Realisasi Penerimaan Perpajakan perkapita per Kabupaten Kota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 85
Tabel 56 Realisasi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019 85
Tabel 57 Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 87
Tabel 58 Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp) 87
Tabel 59 Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019 (miliar Rp) 88
Tabel 510 Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019 88
Tabel 511 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papau Barat
x Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 88
Tabel 512 Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 89
Tabel 513 Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2019 90
Tabel 61 Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (juta Rp) 92
Tabel 62 Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor Ekonomi Terbesar
Provinsi Papua Barat Tahun 2013 (juta Rp) 96
Tabel 63 Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Metode Modified RAS 96
Tabel 64 Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Metode Modified RAS 97
Tabel 71 Jumlah dan Kelompok Penduduk di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (jiwa) 106
Tabel 72 Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per KabupatenKota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (persen) 107
Tabel 73 Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 108
Tabel 74 Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 109
Tabel 75 Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 110
Tabel 76 Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (Rp) 111
xi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR GRAFIK
Grafik 11 Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat 8
Grafik 12 Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat 8
Grafik 13 Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 12
Grafik 21 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Dunia Tahun 2019 19
Grafik 22 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua Barat
Tahun 2016-2019 (persen) 20
Grafik 23 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut Lapangan
Usaha (persen) 20
Grafik 24 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut
Pengeluaran (persen) 21
Grafik 25 Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 21
Grafik 26 Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat 2014-2019 22
Grafik 27 Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23
Grafik 28 Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23
Grafik 29 Kontribusi Sektoral terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 24
Grafik 210 Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua Barat
Tahun 2015-2019 (juta Rptahun) 24
Grafik 211 Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan Nasional
Tahun 2015-2019 25
Grafik 212 Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019 (persen) 27
Grafik 213 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Pada Lembaga Keuangan
Nasional Tahun 2019 (persen) 28
Grafik 214 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Simpanan pada Lembaga Keuangan
Nasional Tahun 2019 (persen) 28
Grafik 215 Tren Pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dollar AS Tahun 2019 29
Grafik 216 Perkembangan Nilai IPM Papua Barat dan Nasional Tahun 2011-2018 30
Grafik 217 Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun 2016-2019 31
Grafik 218 Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Provinsi Papua Barat
Tahun 2016- 2019 32
Grafik 219 Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 32
Grafik 220 Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat dan Nasional
Tahun 2016-2019 32
Grafik 221 TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 33
Grafik 222 Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua Barat Tahun 2015-2019 33
Grafik 31 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per KabupatenKota di
Papua Barat (miliar Rp) 41
Grafik 32 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor
di Papua Barat (miliar Rp) 41
xii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Grafik 33 Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2019 (persen) 42
Grafik 34 Kementerian NegaraLembaga di Provinsi Papua Barat dengan
Alokasi APBN Terbesar TA 2019 46
Grafik 35 Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019 49
Grafik 36 Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel Sorong
Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50
Grafik 37 Perkembangan Pagu PNBP BLU Satker Poltekpel Sorong
Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50
Grafik 38 Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel Sorong Tahun 2017-2019 51
Grafik 39 Jumlah Debitur KUR per KabKota Provinsi Papua Barat Tahun 2019 52
Grafik 310 Jumlah penyaluran KUR per KabKota di Porvinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp) 53
Grafik 41 Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen) 62
Grafik 42 Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 per Fungsi (miliar Rp) 63
Grafik 43 Indeks Kesehatan Keuangan (Fisccal Health Index) KabKota se-Provinisi
Papua Barat Tahun 2018-2019 78
Grafik 51 Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap
Penerimaan Konsolidasian Provinsi Papua Barat Tahun 2019 83
Grafik 52 Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 86
Grafik 53 Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Papua Barat
Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 86
Grafik 61 Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi Papua Barat
Tahun 2015 - 2019 101
Grafik 62 Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi Papua Barat
Tahun 2015 - 2019 (persen) 101
xiii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR GAMBAR
Gambar 11 Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 2
Gambar 21 Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM 30
Gambar 22 IPM KabKota di Provinsi Papua Barat tahun 2017 berdasarkan
Klasifikasi UNDP 30
Gambar 23 Lingkaran Kemiskinan Nurkse 35
Gambar 41 Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 72
Gambar 51 Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pemerintah terhadap Output Menurut
Perpotongan Keynesian 68
Gambar 61 Technological Discontinuity Curve 102
Gambar 71 Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting 105
xiv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
DAFTAR BOKS
Boks 31 Pemberdayaan UMKM Papua Barat Melalui Pembiayaan Kredit Usaha
Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi) 57
Halaman ini sengaja dikosongkan
xv
Executive Summary
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Pembangunan Provinsi Papua Barat yang memiliki 13 KabupatenKota dijalankan dengan visi
ldquoMenuju Papua Barat yang Aman Sejahtera dan Bermartabatldquosebagaimana tertuang dalam
RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 Visi pembangunan ini dijiwai oleh semangat Otonomi
Khusus yang menjadi roh sekaligus paradigma pembangunan dalam mewujudkan perencanaan
Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai yang tertuang dalam ketentuan Otonomi Khusus
meliputi Perlindungan Penghormatan Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli Papua
(OAP)
Pembangunan Papua Barat sebagai wilayah otonomi khusus didominasi oleh pengaruh faktor
ekonomi dengan kekayaan alam (minyak bumi dan gas alam) yang melimpah menjadi modal
utama Keberadaan faktor ekonomi ini membuat perekonomian terpusat dan didominasi oleh 3
kabupatenkota (Kota Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk Bintuni) sebagai lokasi
pertambangan dan perindustrian Kesenjangan ekonomi yang terjadi menyebabkan tidak
meratanya kapasitas dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik fasilitas perdagangan fasilitas
kesehatan maupun fasilitas pendidikan dan membuat tingginya biaya koleksi dan distribusi Selain
infratruktur keterbatasan lain yang ada di Provinsi Papua Barat adalah rendahnya kualifikasi
tingkat pendidikan yang dimiliki angkatan kerja yang sebagian besar adalah lulusan SD (345
persen)
Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah sebesar
10295515 km sehingga membentuk kepadatan penduduk 932 jiwakmsup2 dengan kepadatan
tertinggi berada di Kota Sorong sebagai kota terbesar dan Kab Manokwari sebagai ibukota
provinsi Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940
mdpl dengan sebagian besar merupakan wilayah perbukitan (4921) dan daerah dataran
rendah (3974) serta daerah pegunungan (1105) Kondisi wilayah ini membuat Provinsi Papua
Barat sangat berpotensi (kelas risiko tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan dan hutan
gempa tektonik serta gelombang tsunami namun dengan kapasitas penanggulangan yang
sedang
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 tumbuh tertahan pada level 266 persen
setelah sempat tumbuh signifikan tahun sebelumnya yang mencapai level 624 persen
Pertumbuhan ekonomi regional tersebut lebih rendah dari pertumbuhan nasional yang stagnan
pada level 502 persen Seluruh sektor lapangan usaha mencatatkan pertumbuhan positif dimana
pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151 persen serta
jasa keuangan dan asuransi mencapai 933 persen Sebaliknya industri pengolahan dan sektor
pertambangan-penggalian mencatatkan pertumbuhan yang melambat sebesar 099 dan -034
persen
Laju inflasi Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih rendah dari inflasi
tahun sebelumnya sebesar 521 persen dan inflasi nasional sebesar 272 persen Pencapaian
tersebut berada di atas target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021 dimana ditetapkan
pada angka 408 persen
Dari sisi kesejahteraan terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat di Provinsi Papua Barat yang
tercermin dari pencapaian IPM yang menunjukan kenaikan menjadi 6374 tingkat kemiskinan
yang mengalami penurunan menjadi sebesar 2151 persen seiring laju inflasi yang terkendali
peningkatan belanja pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan Namun tingkat
EXECUTIVE SUMMARY
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
xvi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Executive Summary
pengangguran yang meningkat menjadi 624 persen menunjukkan bahwa upaya peningkatan
sektor tersebut masih belum optimalnya
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat memiliki tingkat sensitifitas yang rendah terhadap
tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di bawah satu
persen atau bersifat inelastis Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu
persen maka penurunan tingkat kemiskinan di bawah satu persen Sebagai salah satu komponen
pertumbuhan ekonomi pengeluaran pemerintah di Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke
daerah pedesaan dan remote area Hal ini didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah penduduk
miskin di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di daerah pedesaan
Perkembangan dan Analisis APBN
Target pendapatan negara tahun 2019 di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan sebesar
116 persen dibandingkan target tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi Rp206842 miliar
Penurunan target tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perekonomian pada tahun
2019 masih dalam tahap ketidakpastian Tantangan dan dinamika yang cukup berat mengingat
volatilitas harga komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi turut mempengaruhi target
penerimaan pajak di Papua Barat
Sementara itu dari aspek belanja negara terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427 persen
dibandingkan pagu tahun 2018 yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi Rp3457711 miliar Tercermin
dari kenaikan yang cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223 persen dari Rp1700164 miliar
menjadi Rp2588091 miliar Pagu belanja pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari Rp156741
miliar pada tahun 2018 menjadi Rp187346 miliar pada tahun 2019 Sementara belanja barang
meningkat sebesar 1224 persen yaitu dari Rp291817 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp32754
miliar pada tahun 2019 Terdapat peningkatan yang cukup signifikan pada pagu belanja modal
dari Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik
sebesar 3005 persen
Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat mencapai
9896 persen sedangkan realisasi belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan
membandingkan antara realisasi penerimaaan dan belanja APBN tahun 2019 terdapat defisit
anggaran sebesar Rp2907081 miliar Hal ini disebabkan oleh target penerimaan yang tidak
tercapai dengan optimal meskipun target tersebut telah direncanakan secara realistis disamping
adanya kebijakan defisit APBN dalam mewujudkan capaian prioritas nasional
Pemerintah pusat berupaya mendorong laju perekonomian Provinsi Papua Barat melalui
penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah penyaluran KUR
di Provinsi Papua Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan kepada 51622 debitur Daerah
dengan jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong sebesar Rp57002 milar dengan jumlah
debitur sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah dengan penyaluran KUR terbesar kedua
yaitu Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang diberikan kepada 14542 debitur Hal ini
mengindikasikan bahwa persebaran KUR di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di
daerah yang kondisi perekonomiannya relatif lebih maju Perdagangan merupakan sektor yang
memiliki jumlah penyaluran KUR terbesar Sampai dengan tahun 2019 penyalurannya sebesar
Rp119405 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551
Perkembangan dan Analisis APBD
Dari sisi pelaksanaan APBD sampai dengan akhir tahun 2019 total pendapatan APBD seluruh
pemerintah daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp20100 miliar pendapatan dari komponen
PAD mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374 miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu
dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar pada
tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar pada tahun 2019 Banyak faktor yang mempengaruhi
pencapaian realisasi pendapatan dan belanja tersebut Diantara faktornya yaitu perkembangan
perekonomian dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi pelaksanaan berbagai kebijakan
fiskal yang dilaksanakan serta beberapa tantangan terhadap perekonomian Provinsi Papua
Barat
xvii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Executive Summary
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Total realisasi pendapatan konsolidasian pemerintah pusat dan pemerintah daerah tahun 2019
adalah sebesar Rp544142 miliar atau naik 49 persen Dari jumlah tersebut 54 persen merupakan
pendapatan pemerintah pusat dan 46 persen adalah pendapatan pemerintah daerah Realisasi
belanja dan transfer konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar dimana 75 persen bersumber dari
anggaran pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran pemerintah pusat
Keunggulan dan Potensi Ekonomi serta Tantangan Fiskal Regional
Dengan menggunakan pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan bahwa elastisitas
penerimaan pajak daerah di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per kapita bersifat elastis Selain
itu didapatkan nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif kecil yang menunjukan tingkat
kesulitan pemungutan pajak daerah relatif tinggi
Berdasarkan tabel input output Provinsi Papua Barat tahun 2013 yang kemudian dilakukan
updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) model Miller dan Blair
(1985) diperoleh hasil bahwa sektor dengan nilai pengganda output terbesar yaitu industri
pengolahan migas dan perikanan Adapun sektor dengan pengganda pendapatan tertinggi
yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor administrasi pemerintahan amp jaminan sosial Sementara itu
sektor dengan pengganda tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya dan industri makanan amp
minuman
Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage)
terbesar yaitu industri lainnya dan industri makanan-minuman Adapun sektor yang memiliki
keterkaitan ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu industri pengolahan migas dan
perikanan
Analisis Tematik
Selama tahun 2019 dana APBN berupa belanja KL yang telah digunakan dalam program
pencegahan stunting sebesar Rp10448 miliar Penggunaan dana terbesar sesuai dengan prioritas
percepatan pencegahan yakni untuk kegiatan intervensi sensitif (Kementerian Kesehatan)
sebesar Rp1928 miliar dan intervensi spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta sebesar Rp842
miliar untuk kegiatan pendampingan koordinasi dan dukungan teknis (lintas KL) Penggunaan
dana tersebut terbesar direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif terutama pembangunan
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan pendanaan sebesar Rp4353
miliar
Pembiayaan program penurunan stunting juga dilakukan dengan memanfaatkan dana
tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Dana DFDD
tahun 2019 yang telah digunakan dalam program stunting sebesar Rp11348 miliar terdiri dari DAK
Fisik sebesar Rp6706 miliar dan Rp4642 miliar berupa Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar
adalah pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar Rp11348 miliar sedangkan intervensi
spesifik sebesar Rp166 miliar Realisasi terbesar dialokasikan untuk perluasanpeningkatan SPAM
sebanyak 5765 sambungan rumah (SR) dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp2562 miliar
Sementara penggunaan Dana Desa terbesar diperuntukkan bagi pembangunan sumber air
bersih milik desa pada 1041 titik dengan dana sebanyak Rp1752 miliar
Selain APBN dan DFDD dana APBD juga dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan intervensi
spesifik sebesar Rp939 miliar dan sebesar Rp4805 miliar untuk kegiatan intervensi sensitif
Penggunaan dana tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi penyediaan akses JKN Orang
Asli Papua (OAP) sebesar Rp2882 miliar Penggunaan dana yang besar lainnya adalah untuk
penyediaan akses air minum yang aman dan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi
anak gizi kurang akut dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118 miliar dan Rp566 miliar
DJPbKawalAPBN
SASARAN
PEMBANGUNAN DAERAH
ldquoKeindahan Alam Pulau Misool Raja Ampatrdquo
1
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
embangunan Provinsi Papua Barat
berhubungan erat dengan capaian
sasaran pembangunan nasional
sehingga memiliki tingkat urgensi
yang tinggi untuk segera diwujudkan serta
memiliki daya ungkit yang tinggi bagi
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di
wilayah bagian (paling) timur Indonesia
Pelaksanaan pembangungan daerah ini
didasarkan pada prioritas tertentu yang
menjadi fokus atau objek utama
pembangunan dan tersinkronisasi dengan
prioritas nasional sebagai kerangka kebijakan
fiskal terintegrasi antara pusat dan daerah
Prioritas pembangunan menjadi bagian dari
perencanaan pembangunan yang akan
menetapkan kegiatan-kegiatan
pembangunan sosial-ekonomi fisik
(infrastruktur) untuk dilaksanakan secara
terpadu oleh sektoral publik dan swasta (Mahi
dan Trigunarso 2017) Perumusan prioritas
pembangunan di Provinsi Papua Barat secara
teknis dilakukan dengan mengevaluasi
pelaksanaan program kegiatan dan capaian
kinerja pembangunan serta identifikasi atas
permasalahan-permasalahan yang terjadi
pada tahun-tahun sebelumnya Selanjutnya
dihubungkan dengan visi misi tujuan dan
sasaran pembangunan daerah yang
tercantum dalam Rancangan Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada
tahun rencana serta mempertimbangkan
prioritas yang tertuang dalam Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN)
A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN
DAERAH
Tujuan dan sasaran pembangunan dirumuskan
untuk memberikan arah terhadap program
pembangunan daerah serta dalam rangka
memberikan kepastian operasionalisasi dan
keterkaitan antara misi dengan program
pembangunan sehingga memberikan
gambaran yang jelas tentang ukuran-ukuran
terlaksananya misi dan tercapainya visi Tujuan
dan sasaran pembangunan menunjukkan
tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan
pembangunan jangka menengah yang
selanjutnya akan menjadi dasar dalam
mengukur kinerja pembangunan secara
keseluruhan
A1 Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah
Tahun 2019 merupakan tahun ketiga dari
pelaksanaan RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-
2021 Dokumen ini merupakan jangkar bagi
Pemerintah Daerah di lingkup Provinsi Papua
Barat untuk menetapkan kebijakan-kebijakan
dalam mencapai sasarantarget
P
BAB I
Sasaran Pembangunan dan
Tantangan Daerah
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
2
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
pembangunan selama lima tahun ke depan
dan dijabarkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahunnya
Sebagai satu kesatuan perencanaan daerah
yang utuh penetapan arah pembangunan
dalam RPJMD dilakukan dengan
memperhatikan prioritas pembangunan
nasional dalam RPJMN sekaligus RPJMD daerah
sekitar yang terdekat (Provinsi Papua) Hal ini
untuk menjamin terciptanya sinkronisasi dan
sinergi kebijakan program dan kegiatan
pembangunan Pemerintah Provinsi Papua
Barat dengan kebijakan pembangunan
wilayah Pulau Papua dan nasional
Hasil sinkronisasi dan sinergi tersebut pada
akhinya membentuk sebuah visi pembangunan
Pemerintah Provinsi Papua Barat yaitu ldquoMenuju
Papua Barat yang Aman Sejahtera dan
Bermartabatldquo dan diwujudkan dalam 8
(delapan) misi pembangunan
Misi 1 Menciptakan tata kelola pemerintahan
yang baik berbasis aparatur yang bersih
dan berwibawa serta otonomi khusus
yang efektif
Misi 2 Mewujudkan pengelolaan lingkungan
dan sumber daya alam yang
berkeadilan dan berkelanjutan
Misi 3 Meningkatkan kualitas pelayanan dasar
pendidikan dan kesehatan
Misi 4 Meningkatkan kapasitas infrastruktur
wilayah
Misi 5 Meningkatkan daya saing
perekonomian dan investasi daerah
berbasis pariwisata
Misi 6 Membangun pertanian yang mandiri
dan berdaualat
Misi 7 Memperkuat pemberdayaan
masyarakat perempuan dan
perlindungan anak berbasis masyarakat
berketahanan sosial
Misi 8 Memperkuat Kerukunan umat
beragama dan Kondusivitas Daerah
Misi yang tertuang dalam RPJMD secara nyata
dijabarkan dalam berbagai strategi dan arah
kebijakan dalam rangka pencapaian target
kinerja yang direncanakan dalam jangka waktu
5 (lima) tahun Perencanaan jangka menengah
ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi
Papua Barat Nomor 4 Tahun 2017 tentang
RPJMD Provinsi Papua Barat tahun 2017-2021
dan menjadi sebuah ketentuan bagi Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Provinsi
Papua Barat dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan
Setiap tahunnya dilakukan penentuan prioritas
pembangunan Provinsi Papua Barat yang
diselaraskan dengan RPJMD untuk
menghasilkan perencanaan yang nantinya
akan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah
Prioritas pembangunan tersebut membentuk
target kinerja pembangunan dengan fokus
pada penyelesaian beberapa isu strategis
sebagai berikut
a Rendahnya persentase angka partisipasi
sekolah pada jenjang pendidikan
menengah
Visi
Misi 1
Misi 2
Misi 3
Misi 4
Misi 5
Misi 6
Misi 7
Misi 8
Gambar 11
Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021
3 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
b Rendahnya angka rata-rata lama sekolah
c Tingginya angka kemiskinan
d Masih rentannya ketahanan pangan
e Masih tingginya kesenjangan
pendapatanpenghasilan masyarakat
f Belum optimalnya upaya pengentasan
kemiskinan
g Kurangnya pemerataan fasilitas kesehatan
Tabel 11
Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021
Misi Tujuan Sasaran
Misi 1 Meningkatkan kinerja penyelenggaraan
otonomi khusus
Meningkatnya kinerja penyelenggaraan otonomi khusus
Meningkatnya kualitas Manajemen
penyelenggaraanpemerintahan sinergitas
kebijakan pembangunan dan pelayanan
publik serta efektivitas
Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas penyelenggaraan
pemerintahan serta koordinasi kebijakan daerah
Meningkatnya kualitas perencanaan pembangunan daerah
Optimalnya sistem pengawasan daerah
Meningkatnya kualitas sumberdaya aparatur
Meningkatnya kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah
Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah
Terwujudnya pengelolaan data dan informasi
layanan publik yang terintegrasi dan berbasis IT
Terwujudnya koneksitas jaringan komunikasi dan pelayanan informasi
publik berbasis IT
Meningkatnya ketersediaan data sebagai basis kebijakan
pembangunan daerah
Optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan persandian daerah
Meningkatnya budaya baca masyarakat
Meningkatnya tata kelola administrasi kearsipan daerah
Misi 2 Terwujudnya pengembangan dan
pembangunan daerah yang berwawasan
lingkungan
Meningkatnya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan
serta pengendalian pembangunan berwawasan lingkungan yang
berkelanjutan
Meningkatnya kelestarian pengelolaan hutan secara terpadu
Meningkatnya koordinasi dan penyelenggaraan tertib administrasi
pertanahan wilayah dan penataan wilayah
Meningkatnya konservasi sumber daya alam
Misi 3 Terwujudnya sumberdaya manusia yang
cerdas sehatdan berdaya saing
Meningkatnya aksesibilitas kualitas dan manajemen pendidikan
Meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan
Meningkatnya prestasi dan kreativitas pemuda dan olahraga
Misi 4 Terwujudnya pemerataan pembangunan
infrastruktur dasar dan layanan publik
Meningkatnya interkoneksi antar wilayah ketersediaan layanan dasar
infrastruktur daerah dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah
Meningkatnya layanan kebutuhan dasar perumahan dan kawasan
permukiman wilayah perkotaan dan perdesaan
Optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam dan ketersediaan energi
baru dan terbarukan
Misi 5 Meningkatnya perekonomian daerah yang
didukung oleh pemanfaatan potensi
sumberdaya lokal lintas sektor
Meningkatnya daya saing investasi daerah
Meningkatnya daya saing tenaga kerja serta kesempatan dan
perluasan kesempatan kerja
Meningkatnya ekonomi kerakyatan berbasis industri kreatif dan potensi
daerah
Meningkatnya akses tata niaga dan infrastruktur perdagangan antar
wilayah dan antar daerah
Meningkatnya pengembangan dan daya saing industri pengolahan
berbasis potensi daerah
Optimalnya sinergitas pengembangan dan penataan kawasan terpadu
di wilayah transmigrasi
Terwujudnya daya dukung dan daya tarik
pariwisata terpadu berskala internasional
Meningkatnya keterpaduan dan daya saing pariwisata daerah
Meningkatnya pengembangan seni budaya dan kelestarian tradisi
kehidupan masyarakat dalam mendukung pariwisata daerah
Misi 6 Terwujudnya kedaulatan pangan dan revolusi
pembangunan pertanian dalam arti luas
sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi
daerah
Meningkatnya produktivitas tata kelola dan dan pertumbuhan sektor
pertanian dalam arti luas
Misi 7 Terwujudnya masyarakat berketahanan sosial Menurunnya penyandang Masalah kesejahteraan sosial
Meningkatnya kapasitas masyarakat kampung
Meningkatnya partisipasi Perempuan dalam membangun kualitas
kesetaraan gender dan perlindungan perempuan dan anak
Meningkatnya kinerja penataan penduduk dan
pelayanan hak kependudukan masyarakat
Optimalnya pengendalian penduduk dan pelayanan keluarga
berencana
Meningkatnya tertib administrasi kependudukan masyarakat
Misi 8 Meningkatnya stabilitas wilayah dan daya
tahan masyarakat
Optimalnya kerjasama pemerintah masyarakat dan dunia usaha untuk
menjaga keamanan dan ketertiban umum
Sumber RPJMD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
4
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
di kabupatenkota
h Kurangnya pemerataan dan kualitas sumber
daya manusia bidang kesehatan
i Kurangnya ketersediaan air bersih
j Rendahnya rasio elektrifikasi
k Kurang optimalnya reformasi birokrasi dan
pelaksanaan otsus
l Masih rendahnya daya saing daerah
A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Semangat Otonomi Khusus dalam kerangka
pembangunan di Provinsi Papua Barat menjadi
roh sekaligus paradigma pembangunan
khususnya dalam mewujudkan perencanaan
Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai
yang tertuang dalam ketentuan Otonomi
Khusus meliputi Perlindungan Penghormatan
Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli
Papua (OAP) Dalam konteks kekhususan nilai
tersebut telah diletakkan oleh Provinsi Papua
Barat sebagai nilai rujukan deskriptif dan
sekaligus sebagai nilai rujukan preskriptif serta
menjadi dasar kebijakan dalam menentukan
prioritas
Prioritas pembangunan pada tahun 2019
disusun dengan mengacu pada kebijakan
mandatory dalam Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) 2019 tujuan dan sasaran dalam RPJMD
(tahun ketiga) tanpa melupakan filosofi
otonomi khusus yang menjadi dasar
Perencanaan ditekankan pada penyelesaian
permasalahan dan isu-isu strategis yang
berkembang di tingkat provinsi wilayah dan
nasional dengan tetap memperhatikan pokok-
pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Prioritas pembangunan Papua Barat
tahun 2019 menjadi sebuah arahan dan acuan
dalam melaksanakan program dan kegiatan
dengan rincian sebagai berikut
a Peningkatan kualitas pelayanan dasar dan
kualitas hidup masyarakat (P1)
b Peningkatan investasi daerah melalui
pemanfaatan sumber daya yang
berkelanjutan dan berkeadilan (P2)
c Peningkatan infrastruktur wilayah untuk
mengurangi kemiskinan dan kesenjangan
antarwilayah (P3)
d Pengoptimalan pelaksanaan reformasi
birokrasi ketentraman dan ketertiban umum
serta kinerja otonomi khusus (P4)
Tabel 12
Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Prioritas Misi Tujuan
P1 Meningkatkan kualitas
pelayanan dasar
pendidikan dan kesehatan
Mewujudkan sumber daya
manusia yang cerdassehat dan
berdaya saing
Meningkatkan kapasitas
infrastrukur dasar
Terwujudnya pemerataan
pembangunan infrastruktur dasar
dan layanan publik
Memperkuat
pemberdayaan
masyarakatperempuan
dan perlindungan anak
berbasis masyarakat
berketahanan sosial
Mewujudkan masyarakat
berketahanan sosial
Meningkatnya kinerja penataan
penduduk dan pelayanan hak
Kependudukan masyarakat
P2 Mewujudkan pengelolaan
lingkungan dan sumber
daya alam yang
berkeadilan dan
berkelanjutan
Mewujudkan pengembangan
dan pembangunan daerah
yang berwawasan lingkungan
Meningkatkan daya saing
perekonomian dan
investasi daerah berbasis
pariwisata
Meningkatkan perekonomian
daerah yang didukung oleh
pemanfaatan potensial
sumberdaya lokal lintas sektor
Terwujudnya daya dukung dan
daya tarik pariwisata terpadu
berskala internasional
Membangun pertanian
yang mandiri dan
berdaulat
Terwujudnya kedaulatan pangan
dan revolusi pembangunan
pertanian dalam arti luas
sebagai daya ungkit
pertumbuhan ekonomi daerah
P3 Meningkatkan kapasitas
infrastruktur dasar
Terwujudnya pemerataan
pembangunan infrastruktur dasar
dan layanan publik
P4 Menciptakan tata kelola
pemerintahan yang baik
berbasis aparatur yang
bersihdan berwibawa
(good and clean
governance) serta otonomi
khusus yang efektif
Meningkatkan kinerja
penyelenggaraan otonomi
khusus
Meningkatnya Kualitas
Manajemen Penyelenggaraan
Pemerintahan Sinergitas
Kebijakan Pembangunan Dan
Pelayanan Publik Serta Efektivitas
Pelaksanaan Kebijakan Otonomi
Khusus
Terwujudnya Pengelolaan Data
Dan Informasi Layanan Publik
Yang Terintegrasi Dan Berbasis IT
Memperkuat kerukunan
umat beragama dan
kondisivitas daerah
Meningkatnya stabilitas wilayah
dan daya tahan masyarakat
Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)
5 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Dari 4 (empat) prioritas pembangunan Provinsi
Papua Barat tersebut di trajectory-kan dalam 9
misi yang mengarah pada 13 tujuan yang akan
dicapai melalui berbagai macam sasaran-
sasaran pembangunan dengan beragam
indikator sebagai ukuran Selain itu sebagai
gambaran pencapaian sasaran
pembangunan dan efektivitas kebijakan fiskal
secara umum dalam RKPD tahun 2019 juga
ditetapkan target indikator-indikator makro dan
kesejahteraan sebagai ukuran keberhasilan
sebagaiman tahun-tahun sebelumnya
Penggunaan indikator makro dan
kesejahteraan setidaknya mampu menangkap
gambaran sejauh mana pembangunan di
Provinsi Papua Barat berhasil dilaksanakan dan
memberi pengaruh bagi perekonomian
masyarakat
RKPD yang telah ditetapkan melalui Peraturan
Gubernur (Pergub) menjadi dokumen dasar
dari Kebijakan Umum APBD (KUA) dan
penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran
Sementara (PPAS) dalam membiayai
pembangunan daerah dalam satu tahun
Melalui pembiayaan pembangunan yang
bersumber dari APBD dan didukung oleh APBN
dengan kewenangan Dekonsentrasi (DK) dan
Tugas Pembantuan (TP) program dan kegiatan
dapat dilaksanakan dan sasarantarget
pembangunan daerah diupayakan untuk
dicapai
Pemanfaatan anggaran dalam pelaksanaan
program dan kegiatan oleh OPD tertuang
dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
sebagai penjabaran teknis serta pedoman
kegiatan yang harus dilaksanakan Atas dasar
RKA OPD mendapatkan anggaran yang
ditetapkan batasan alokasinya dalam
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
sebagai dasar optimalisasi sumber daya yang
dimiliki dalam mencapai output yang
ditargetkan
B TANTANGAN DAERAH
Pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masa kini dengan memperhitungkan
kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri
(World Commission on Environment and
Development 1990) Prinsip pembangunan
berkelanjutan merupakan prinsip
keseimbangan pembangunan aspek sosial
ekonomi dan lingkungan (Kates et al 2005) Ide
pembangunan berkelanjutan mengandung
tiga tujuan pembangunan yaitu kekuatan
ekonomi tanggung jawab terhadap ekologi
dan keadilan sosial untuk mencapai tujuan
pembangunan jangka pendek dengan tidak
mengorbankan tujuan pembangunan jangka
panjang
Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
dalam wujud implementasi RKPD (jangka
pendek) dan RPJMD (jangka menengah) oleh
Tabel 13
Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam
RKPD Provinsi Papua Barat
Indikator Target 2017 2018 2019
Laju Pertumbuhan Ekonomi () 500 700 700
Laju Inflasi Tahunan () 328 408 366
Indeks Pembangunan Manusia
(Angka)
6232 6321 6364
Rasio Gini (Angka) 037 038 037
Persentase Tingkat Kemiskinan
()
2510 2427 2329
Tingkat Pengangguran Terbuka
()
752 645 642
Indeks Kesenjangan
WilayahIndeks Williamson
(Angka)
045 043 042
Pengeluaran per kapita per
bulan (Rp juta)
110 120 130
Produktivitas total daerah (Rp
juta)
16700 16750 17000
Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
6
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
pemerintah daerah dalam bingkai otonomi
daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan
dan kondisi daerah pada saat pembuatan dan
pengembangan kebijakan Kebijakan
pembangunan harus peka terhadap potensi
dan hambatan daerah dalam hal kondisi
perekonomian masyarakat sosial
kependudukan dan geografi wilayah
(Zumaeroh 2011)
B1 Tantangan Ekonomi Daerah
Pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus selama ini didominasi
oleh pengaruh faktor ekonomi Kekayaan alam
yang melimpah berupa hutan mineral
tambang maupun kelautan ditambah dengan
tenaga kerja menjadi sumber daya yang
tersedia untuk dapat dimanfaatkan menjadi
modal utama perekonomian Menurut Sukirno
(2011) ketersediaan tenaga kerja mampu
mempengaruhi pembangunan ekonomi
daerah dalam mengembangkan kegiatan
ekonominya sehingga infrastuktur lebih banyak
tersedia perusahaan semakin banyak dan
semakin berkembang taraf pendidikan
semakin tinggi dan teknologi semakin
meningkat
B11 Kesenjangan
Perekonomian Provinsi Papua Barat sangat
bertumpu pada sektor pertambangan dengan
dua kabupatenkota yang menjadi penggerak
utama yaitu Kota Sorong dan Kab Manokwari
Kota Sorong merupakan pusat kegiatan bagi
regional Papua Barat karena memiliki simpul
transportasi yang sangat strategis sebagai
gerbang tranportasi Provinsi Papua Barat
sekaligus menjadi pusat kegiatan jasa dan
perdagangan Kondisi ini telah ada sejak zaman
pendudukan Belanda akibat adanya kegiatan
pengolahan dan perdagangan bahan hasil
pertambangan Wilayah lainnya yang
tergolong memiliki jenis layanan lengkap
kepada masyarakat adalah Kabupaten
Manokwari sebagai ibukota provinsi Sementara
wilayah lainnya sebagai daerah otonomi baru
fungsi-fungsi layanan yang semestinya ada
masih belum didirikan Pola struktur ruang
wilayah-wilayah tersebut saat ini masih linier
yaitu mengikuti pola jaringan jalan arteri belum
berkembang dan melebar seperti halnya Kota
Sorong dan Kab Manokwari
Kesenjangan yang terjadi antara Kota Sorong
dan Kab Manokwari dengan kabupaten
lainnya dipengaruhi oleh beberapa sektor yaitu
konstruksi informasi dan komunikasi dan
transportasi dan pergudangan yang menjadi
engine growth selain pertambangan dan
industri yang telah memajukan Kota Sorong
Sedangkan sektor real estate konstruksi dan
administrasi pemerintahan pertahanan dan
jaminan sosial wajib menjadi pendorong Kab
Manokwari Pada kabupatenkota lainnya
didorong oleh sektor pertanian kehutanan
perikanan dan kelautan dengan nilai produksi
yang relatif kecil Secara keseluruhan
pergerakan perekonomian Provinsi Papua Barat
masih didominasi oleh sektor migas
dibandingkan industri pengolahan non-migas
Pemeran utama sektor pertambangan adalah
industri minyak bumi yang berada di Kota
Sorong dan Kab Sorong serta industri Liquid
Natural Gas (LNG) di Kab Teluk Bintuni
Meskipun dominan kontribusi sektor industri
pengolahan (migas) terus mengalami
penurunan dalam beberapa tahun terakhir
disebabkan oleh menurunnya harga minyak
dan gas di pasar internasional Berdasarkan
kontribusi terbesar terhadap PDRB terlihat
bahwa setiap tahunnya didominasi oleh
7 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
kabupatenkota yang sama yaitu Kab Teluk
Bintuni Kab Sorong dan Kota Sorong sebagai
lokasi pertambangan Perekonomian Provinsi
Papua Barat berada di sekitaran sektor migas
(pertambangan dan penggalian industri
pengolahan konstruksi) sementara sektor
pertanian kehutanan perikanan dan kelautan
belum mampu berkontribusi banyak meskipun
Provinsi Papua Barat memiliki lahan non-
pemukiman dan non-industri yang luas
mencapai 9965 persen dari total wilayah
B12 Infrastruktur
Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua Barat
yang memprioritaskan peningkatan investasi
dan pembangunan infrastruktur diharapkan
dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah
dan antar sektor Peningkatan investasi di sektor
pertanian kehutanan perikanan dan kelautan
akan mendorong wilayah lain yang tidak
memiliki pertambangan untuk dapat
meningkatkan produktivitas
Sejauh ini penanaman modal di Provinsi Papua
Barat telah berhasil meningkat khususnya pada
sektor tanaman pangan perkebunan dan
peternakan melalui Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) senilai Rp25546 miliar (tahun
2019) namun investasi tersebut hanya
tersentralisasi di Kab Manokwari Hal yang
sama juga terjadi di sektor transportasi gudang
dan telekomunikasi dengan investasi yang
berlokasi di seputaran 4 (empat)
kabupatenkota utama di Provinsi Papua Barat
Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA)
lebih banyak berkutat di sektor pariwisata (Hotel
dan Restoran) di Kab Raja Ampat dan
perindustrian di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Sorong yang menjadi unggulan pemerintah
pusat dan daerah sehingga memiliki insentif
investasi
Prioritas pemerintah daerah pada
pembangunan infrastruktur berupa jalan
dilakukan dalam rangka membuka aksesibilitas
antar wilayah Selama ini kondisi jalan di Provinsi
Papua Barat hanya 3453 persen dari 867252
km yang berada dalam kondisi baik sisanya
dalam kondisi sedang (2581 persen) rusak
(1808 persen) dan rusak berat (2157 persen)
Tabel 15
Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Sektor
2018 2019
Proyek Nilai
(juta Rp) Proyek
Nilai
(juta Rp)
Tanaman
Pangan
Perkebunan
dan Peternakan
1 4790370 7 25545830
Industri 4 250160 5 1425500
Konstruksi - - 2 34880
Perdagangan
dan Reparasi
2 45490 5 21990
Hotel dan
Restoran
- - 1 30000
Transportasi
Gudang dan
Telekomunikasi
- - 5 9887650
Perumahan
Kawasan Industri
dan Perkantoran
- - 1 1060140
Jasa Lainnya - - 2 18000
Sumber BKPM (data diolah)
Tabel 14
PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar)
KabupatenKota PDRB
Kontribusi
Kab Fakfak 530371 629
Kab Kaimana 279143 331
Kab Teluk Wondama 158039 187
Kab Teluk Bintuni 3046584 3612
Kab Manokwari 994872 1179
Kab Sorong Selatan 192266 228
Kab Sorong 1113059 1320
Kab Raja Ampat 291339 345
Kab Tambraw 22851 027
Kab Maybrat 71835 085
Kab Manokwari Selatan 82336 098
Kab Pegunungan Arfak 20107 024
Kota Sorong 1631730 1935
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
8
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Ditambah dengan kontur jalan yang hanya 65
persen telah diaspal sedangkan sisanya masih
berupa tanah batukerikil dan rerumputan
Kondisi ini menghambat perekonomian karena
jalan telah menjadi tulang punggung
pergerakanperpindahan barang dan
manusia serta menjadi penghubung utama
antar wilayah di Provinsi Papua Barat yang
memiliki jarak antar kabupatenkota yang
sangat jauh Bahkan dari Kota Sorong menuju
Kab Manokwari ditempuh selama 16-18 jam
tergantung cuaca dan hanya bisa dilalui
dengan kendaraan penggerak 4 roda
Selain jalan pembangunan infrastruktur untuk
mengurangi kesenjangan antar wilayah dan
antar sektor adalah dengan mengatasi defisit
pasokan energi listrik Sistem kelistrikan di Provinsi
Papua Barat saat ini dapat dikatakan masih
terisolasi karena unit pembangkit listrik yang
ada masih belum merata atau cenderung
terpusat di Kota Sorong Kab Sorong Kab Teluk
Bintuni dan Kab Manokwari Wilayah Provinsi
Papua Barat secara keseluruhan memiliki masih
rasio elektrifikasi yang rendah karena luas
wilayahnya dan jarak antar rumah tangga
cukup jauh sehingga masih banyak rumah
tangga dengan sumber penerangan listrik non
PLN dan menggunakan pelitasenter Padahal
dorongan terhadap perekonomian sudah
seharusnya diselaraskan dengan angka rasio
elektrifikasi yang lebih tinggi dari nasional
(ge9886 persen)
Keterbatasan kapasitas infrastruktur Provinsi
Papua Barat berpengaruh pada peningkatan
biaya koleksi dan distribusi yang pada gilirannya
memperburuk daya saing produk yang
dihasilkan Keterbatasan dan rendahnya
kualitas infrastruktur jalan dan listrik merupakan
faktor penyebab utama tingginya biaya
ekonomi Ditambah lagi dengan terbatasnya
Aspal
65
Tidak
diaspal
30
Lainnya
5
Grafik 12
Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 16
Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (persen)
KabupatenKota Rasio
Kab Fakfak 7077
Kab Kaimana 6868
Kab Teluk Wondama 6742
Kab Teluk Bintuni 7665
Kab Manokwari 9890
Kab Sorong Selatan 8785
Kab Sorong 8978
Kab Raja Ampat 6852
Kab Tambraw 6582
Kab Maybrat 6492
Kab Manokwari Selatan 6725
Kab Pegunungan Arfak 6239
Kota Sorong 9939
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Baik
34
Sedang
26Rusak
18
Rusak
Berat
22
Grafik 11
Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
9 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
infrastruktur pelabuhan laut (pelabuhan besar
hanya berada di Kab Fakfak Kab Manokwari
dan Kota Sorong) dan pelabuhan udara
(bandara besar hanya berada di kab
Manokwari dan Kota Sorong) membuat biaya
produksi biaya koleksi dan biaya distribusi di
Provinsi Papua Barat semakin meningkat Biaya-
biaya ekonomi yang membebani ini harus
ditanggung oleh para pelaku ekonomi
sehingga secara langsung berpengaruh pada
tingginya harga barang serta kurangnya minat
berinvestasi
B13 Ketenagakerjaan
Selain upaya untuk mengoptimalkan SDA
melalui peningkatan kapasitas infrastruktur
pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus juga memperhatikan
SDM sebagai bagian dari faktor ekonomi Salah
satu permasalahan yang dihadapi dalam
ketenagakerjaan adalah rendahnya tingkat
pendidikan yang dimiliki angkatan kerja Dari
keseluruhan penduduk yang bekerja sebagian
besar memiliki kualifikasi tamatan SD sebanyak
345 persen (150680 jiwa) sedangkan 246
persen (107420 jiwa) memiliki ijazah SMA dan
1559 persen (68066 jiwa) telah tamat SMP
Tenaga kerja tersebut banyak bekerja di sektor
pertanian kehutanan perikanan dan
kelautan Sektor ini merupakan tulang
punggung utama perekonomian masyarakat
serta menjadi sumber pangan utama Provinsi
Papua Barat
Pada tenaga kerja dengan kualifikasi
Universitas sebagian besar adalah pendatang
yang bermigrasi dan bukan OAP Para tenaga
kerja ini lebih banyak bekerja di sektor
pertambangan dan industri kabupatenkota
besar yang ada di Provinsi Papua Barat Kondisi
ini menunjukkan bahwa kualitas dan
produktivitas tenaga kerja di Provinsi Papua
Barat perlu untuk ditingkatkan baik itu melalui
peningkatan akses pendidikan maupun
pemberian pelatihan khusus agar dapat
berpartisipasi penuh dalam perekonomian
B14 Keamanan
Ketenteraman ketertiban umum dan
perlindungan masyarakat merupakan salah
satu hal penting yang perlu dijaga untuk
memperlancar pembangunan (UU No 32
Tahun 2004) Untuk menciptakan kondisi
tersebut maka perkembangan angka
kriminalitas dan risiko tindak pidana kriminalitas
harus terus dipantau Angka kriminalitas
merupakan angka yang biasa digunakan untuk
menukur tindak kejahatan pidana Secara
umum angka kriminalitas di Provinsi Papua Barat
cenderung fluktuatif Pada tahun 2017 hingga
2019 terjadi kenaikan angka kriminalitas dari
2262 kasus menjadi 3621 kasus namun pada
tahun 2018 sempat turun menjadi 2137 kasus
Jumlah ini termasuk dengan gangguan
keamanan yang diberikan oleh kelompok
Tabel 17
Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa)
Kategori 2018 2019
Penduduk Usia Kerja (gt15th) 56517 667110
Angkatan Kerja 445630 461061
Bekerja 417544 436739
Tamat SD Kebawah 146368 150680
Tamat SMP 61916 68066
Tamat SMA 99220 107420
Tamat SMK 34622 32127
Tamat Diploma IIIIII 13945 16364
Tamat Universitas 61473 62082
Pengangguran 28086 28086
Bukan Angkatan Kerja 210887 206049
Sekolah 77322 77322
Mengurus Rumah Tangga 116418 116417
Lainnya 17147 17147
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
10
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
separatis atau Kelompok Kekerasan Bersenjata
(KKB) yang ingin Pulau Papua merdeka dari
NKRI
Selain itu untuk mengukur kriminalitas juga
dapat dapat menggunakan risiko penduduk
terkena tindak pidana Risiko penduduk terkena
tindak pidana merupakan indeks kemungkinan
terjadi kriminalitas atau kejahatan per 100000
penduduk dihitung dari total kriminalitas per
jumlah penduduk per tahun Perhitungan ini
dapat digunakan untuk mengantisipasi jumlah
kasus yang akan terjadi karena perhitungannya
menggunakan jumlah kasus tindak kejahatan
yang sudah terjadi dibagi dengan jumlah
penduduk pada waktu yang sama Di Provinsi
Papua Barat rasio untuk tahun 2019 yaitu
sebesar 241 persen Hal ini berarti setiap 100000
penduduk di Provinsi Papua Barat sekitar 241
orang berisiko terkena tindak pidana
B2 Tantangan Sosial Kependudukan
Persoalan sosial kependudukan dan
ketenagakerjaan seperti perubahan struktur
umur dan juga pola distribusi serta mobilitas
diikuti dengan dinamika kualitas akan
membutuhkan penanganan yang serius Tanpa
adanya sikap keseriusan maka potensi
penduduk sebagai modal pembangunan akan
tinggal sebagai jargon semata (Tjiptoherijanto
2017)
B21 Kependudukan
Sebagai provinsi di timur Indonesia Papua Barat
yang memiliki tingkat pertumbuhan cukup
tinggi yang salah satunya disebabkan oleh
banyaknya migrasi penduduk Kondisi Provinsi
Papua Barat dengan infrastruktur yang masih
terbatas akan menyulitkan jika jumlah
penduduk meningkat pesat meskipun jumlah
penduduk tersebut masih relatif sedikit jika
dibandingkan dengan luas wilayahnya Hal ini
dapat terjadi ketika kebutuhan layanan dan
fasilitas kesehatan pendidikan serta penunjang
kehidupan lainnya tidak mencukupi kebutuhan
penduduk sehingga akan mempersulit
kehidupan masyarakat
Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat
sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah
sebesar 10295515 km membentuk kepadatan
penduduk 932 jiwa per kmsup2 Wilayah yang
memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi
adalah Kota Sorong (38727 jiwakmsup2) dan Kab
Manokwari (5498 jiwakmsup2) Tingginya
kepadatan penduduk di wilayah ini disebabkan
karena keduanya memiliki sarana transportasi
dan aksesibilitas yang paling memadai
Tabel 19
Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
KabupatenKota Penduduk
(Jiwa)
Luas
(kmsup2)
Kepad
atan
Kab Fakfak 78686 1432000 549
Kab Kaimana 60216 1624184 371
Kab Teluk Wondama 32521 395953 821
Kab Teluk Bintuni 64406 2084083 309
Kab Manokwari 175178 318628 5498
Kab Sorong Selatan 46922 659431 712
Kab Sorong 88927 654423 1359
Kab Raja Ampat 48493 803444 604
Kab Tambraw 13879 1152918 120
Kab Maybrat 40899 546169 749
Kab Manokwari Selatan 2422 281244 086
Kab Pegunungan Arfak 30976 277374 1117
Kota Sorong 254294 65664 38727
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 18
Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat
Tahun Penduduk
(Jiwa)
Tindak
Pidana
2015 871510 2281 038
2016 893966 3621 025
2017 915318 3753 024
2018 937405 3862 024
2019 959617 3981 024
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
11 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
infrastruktur yang cukup bagus memiliki variasi
aktivitas ekonomi yang cukup tinggi keadaan
ekonomi yang lebih baik dibanding kabupaten
yang lain Selama ini Kota Sorong dikenal
sebagai pelabuhan ramai di kawasan
Indonesia timur yang menjadi pintu masuk arus
barang dan jasa di Provinsi Papua Barat
sehingga terjadi arus migrasi penduduk yang
tinggi Sedangkan pada Kab Manokwari posisi
sebagai ibukota provinsi mendorong
peningkatan migrasi penduduk yang didorong
meningkatnya administrasi kegiatan
pemerintahan dan perdagangan
B22 Kesehatan
Tersedianya fasilitas kesehatan dan pelayanan
yang mampu menjangkau dan dijangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat merupakan prioritas
utama dalam pembangunan kesehatan Salah
satu fasilitasnya adalah rumah sakit Semakin
meratanya distribusi rumah sakit di
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
diharapkan mampu meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat Belum semua
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
memiliki rumah sakit
Pada tahun 2019 terdapat 17 rumah sakit di
Provinsi Papua Barat yang terdiri dari 5 rumah
sakit di Kota Sorong 3 rumah sakit di Kab
Manokwari 3 rumah sakit di Kab Sorong dan
masing-masing satu rumah sakit di Kab Raja
Ampat Kab Sorong Selatan Kab Teluk Bintuni
Kab Teluk Wondama Kab Kaimana dan Kab
Fakfak Terdapa empat Kabupaten yang tidak
memiliki fasilitas rumah sakit sama sekali yaitu
Kab Pegunungan Arfak Kab Manokwari
Selatan Kab Maybrat dan Kab Tambrauw
Keempat kabupten ini merupakan kabupaten-
kabupaten yang baru dimekarkan
Selain rumah sakit fasilitas kesehatan lainnya
yang ikut berperan penting adalah puskesmas
Berbeda dengan rumah sakit puskesmas sudah
menyebar di seluruh kabupatenkota di Provinsi
Papua Barat Pada tahun 2019 total jumlah
puskemas di Provinsi Papua Barat terdapat 166
puskemas dengan jumlah puskesmas
terbanyak berada di Kab Teluk Bintuni
sebanyak 20 puskesmas dan jumlah puskesmas
paling sedikit berada di Kab Manokwari
Selatan sebanyak 5 puskesmas
Ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga
medis merupakan salah satu indikator penting
setelah tersedianya fasilitas kesehatan Tenaga
medis inilah yang nantinya akan melakukan
pengobatan dan penanganan medis Namun
penyebaran tenaga medis ini belum merata di
Provinsi Papua Barat terutama di kabupaten
baru hasil pemerakaran Tercatat sebanyak 306
dokter di Provinsi Papua Barat yang terdiri dari
68 dokter ahli 265 dokter umum dan 41 dokter
gigi Dari ketiga kategori tersebut jumlah dokter
terbanyak berada di Kota Sorong sebanya 129
dokter Kondisi ini menyebabkan pelayanan
kesehatan menjadi tidak optimal karena
tenaga medis cenderung lebih terkonsentrasi di
kabupatenkota yang sudah ramai dan
memiliki fasilitas yang lebih memadai
Sedangkan untuk daerah yang memiliki akses
yang relatif lebih sulit jarang sekali dapat
ditemui tenaga medis walaupun fasilitas seperti
puskesman sudah tersedia
Rendahnya jumlah dokter di Provinsi Papua
Barat ini mencerminkan rendahnya tingkat
pelayanan kesehatan yang ada Hal ini dapat
dilihat dengan menggunakan rasio jumlah
penduduk Provinsi Papua Barat terhadap
jumlah dokter Pada tahun 2019 terlihat bahwa
rasio jumlah penduduk terhadap dokter sangat
tinggi Secara umum rasio di Provinsi Papua
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
12
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
Barat pada tahun 2019 sebesar 306477 yang
artinya sekitar 3065 penduduk akan diobati
oleh 1 dokter Rasio terbesar berada di
Kabupaten Kaimana yaitu 4632
pendudukdokter Keadaan ini membuat
banyak penduduk harus menuju kabupaten
yang memiliki fasilitas tenaga medis untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan Adapun
data dokter pada 4 kabupaten yaitu Kab
Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari
Selatan dan Kab Pegunungan Arfak masih
beum tersedia
Indikator lain yang mempengaruhi kualitas
kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat
selain fasilitas dan pelayanan kesehatan
adalah jenis penyakit yang ada Terdapat 5
jenis penyakit endemik di Provinsi Papua Barat
yaitu malaria TB paru kusta DBD dan HIV-AIDS
Kasus penyakit terbanyak yang terjadi di Provinsi
Papua Barat adalah malaria sebanyak 82487
kasus Hal ini dikarenakan Provinsi Papua Barat
merupakan salah satu provinsi endemik malaria
sehingga tidak heran apabila kasus malaria
merupakan jenis penyakit yang diperhatikan di
Provinsi Papua Barat Kemudian kusta
sebanyak 633 kasus TB Paru sebanyak 577
kasus dan DBD sebanyak 87 kasus pada tahun
2019 Sedangkan khusus untuk kasus HIV-AIDS
terdapat 13 kasus baru di Provinsi Papua Barat
sepanjang tahun 2019 dengan kasus kumulatif
sebesar 1734 kasus (ODHA)
Adanya tenaga medis yang disertai dengan
ketersediaan fasilitas kesehatan memadai
dapat membawa pada peningkatan kualitas
kesehatan Kualitas kesehatan masyarakat ini
dapat terlihat dari besaran angka harapan
hidup Angka harapan hidup (AHH) adalah
perkiraan banyaknya tahun yang dapat
ditempuh oleh seseorang selam hidup (secara
rata-rata) Semakin tinggi AHH
mengindikasikan semakin tingginya kualitas fisik
penduduk suatu daerah Secara umum angka
harapan hidup di kabupatenkota di Papua
Barat mengalami peningkatan Pada tahun
2018 angka harapan hidup Provinsi Papua Barat
mencapai 656 tahun yang artinya rata-rata
penduduk Provinsi Papua Barat dapat
menjalani hidup hingga 65 tahun Angka
harapan hidup tertinggi tertinggi berada di Kota
Sorong sebesar 698 tahun dan angka harapan
terendah berada di Kab Teluk Wondama
sebesar 599 tahun
Perkembangan AHH per tahun di Papua Barat
tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam
satu periode perhitungan Hal ini berarti dalam
waktu satu tahun penurunan angka kematian
Malaria
82487
Kusta
633TB Paru
577
DBD
87
Grafik 13
Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 110
Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Jumlah
Penduduk Dokter Rasio
Kab Fakfak 78686 26 302638
Kab Kaimana 60216 13 463200
Kab Teluk Wondama 32521 9 361344
Kab Teluk Bintuni 64406 30 214687
Kab Manokwari 175178 39 449174
Kab Sorong Selatan 46922 10 469220
Kab Sorong 88927 19 468037
Kab Raja Ampat 48493 31 156429
Kota Sorong 254294 129 197127
Sumber BPS dan Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
13 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
bayi yang tajam sulit terjadi implikasinya
adalah angka harapan hidup yang dihitung
berdasarkan harapan hidup waktu lahir
menjadi lambat untuk mengalami kemajuan
B23 Pendidikan
Salah satu indikator keberhasilan pemerintah
daerah dalam pembangunan pendidikan
adalah berkurangnya penduduk yang buta
huruf Angka melek huruf (literacy rate) adalah
persentase penduduk usia 15 tahun ke atas
yang dapat membaca dan menulis huruf latin
dan atau huruf lainnya Sampai dengan tahun
2019 perkembangan penduduk yang melek
huruf menunjukkan hasil yang
menggemberikan dengan adanya persentase
penduduk yang melek huruf sebesar 9814 Hal
tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat
penduduk Provinsi Papua Barat yang masih
belumtidak dapat membaca dan menulis
Penduduk tersebut didominasi oleh penduduk
yang berusia tua (gt45 tahun) penduduk yang
tinggal di daerah terpencil komunitas-
komunitas khusus dan penyandang cacat
Kelompok penduduk ini sulit untuk dijangkau
pelayanan pendidikan disebabkan baik oleh
faktor internal seperti kemampuan dan
keinginan belajar yang sudah menurun dan
faktor eksternal seperti terbatasnya
ketersediaan pelayanan (akses) pendidikan
keaksaraan bagi mereka Apabila dirinci
menurut kabupatenkota persentase melek
huruf terbesar berada di Kota Sorong sebesar
9971 dan terendah berada di Kab
Pegunungan Arfak
Selain angka melek huruf gambaran mengenai
pembangunan pendidikan dapat dilihat dari
tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke
atas yang ditamatkan (ijazah tertinggi yang
dimiliki) Semakin tinggi tingkat pendidikan
tertinggi yang ditamatkan maka semakin baik
pula kualitas manusianya Meskipun terdapat
kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan yang ditamatkan maka semakin
kecil jumlah penduduk yang lulus pada level
pendidikan tersebut
Dengan masih banyaknya persentase
penduduk yang tidak memiliki ijazah atau
hanya bersekolah SDMI di Provinsi Papua Barat
sebagaimana terlihat pada tabel 112 maka
peningkatan ilmu pengetahuan dan
pendidikan lanjut di perguruan tinggi menjadi
sebuah kebutuhan yang mutlak Jumlah lulusan
perguruan tinggi yang ada sekarang dirasakan
masih belum cukup memadai dibandingkan
Tabel 111
AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat
KabupatenKota 2017 2018 2019
Kab Fakfak 6790 6800 6810
Kab Kaimana 6380 6400 6400
Kab Teluk Wondama 5930 5960 5990
Kab Teluk Bintuni 6020 6060 6130
Kab Manokwari 6790 6800 6810
Kab Sorong Selatan 6560 6570 6580
Kab Sorong 6550 6560 6570
Kab Raja Ampat 6420 6430 6430
Kab Tambraw 5950 5970 6000
Kab Maybrat 6470 6470 6470
Kab Manokwari Selatan 6680 6690 6690
Kab Pegunungan Arfak 6660 6670 6670
Kota Sorong 6940 6980 6980
Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 112
Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun
di Provinsi Papua Barat (persen)
Jenjang Tertinggi 2017 2018 2019
Tidak punya ijazah 1947 2470 2320
SDMI 2382 2346 2205
SMP 1946 1833 1808
SMA 2167 1965 2034
SMK 536 461 542
Diploma III 067 05 056
Akademi Diploma III 199 185 164
Diploma IVS-1S-2S-3 756 69 869
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
14
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
dengan besarnya sumber daya alam yang
dimiliki oleh Provinsi Papua Barat Ditambah
dengan sebaran lulusan tersebut yang berada
di kabupatenkota besar (Kab Manokwari
Kab Fakfak Kab Sorong dan Kota Sorong) di
Provinsi Papua Barat Sebagai wilayah dengan
potensi pariwisata yang tinggi Provinsi Papua
Barat membutuhkan kualitas sumber daya
manusia yang baik sehingga ke depannya
penduduk yang memiliki ijazah pendidikan
tinggi diharapkan mampu menjadi tulang
punggung pembangunan perekonomian
daerah
B24 Pertanahan
Pola kepemilikan lahan di Provinsi Papua Barat
adalah tanah hak negara dan tanah hak
ulayat Tanah hak ulayat merupakan status
tanah secara adat dan dikuasai oleh kepala
adat atau ondoafi Pada umumnya di wilayah
lingkaran hukum adat Papua dikenal dua sistem
penguasaaankepemilikan tanah yaitu
kepemilikan komunal dan kepemilikan individu
Kepemilikan komunal ini masih dapat
dibedakan lagi mejadi kepemilikan berbasis
marga kecil yaitu klan atau marga tertentu dan
kepemilikan berbasis marga besar yaitu
kepemilikan berdasarkan kampung
Sedangkan kepemilikan individu bukan
perorangan melainkan berdasar keturunan
Secara internal ada tata aturan yang mengatur
ke dalam keluarga tentang pembagian hak
dari penguasaan maupun pengelolaan tanah
dan di sana diakui bagian setiap anggota
sesuai dengan marganya Namun kekuasaan
kepemimpinan atas tanah secara sosial religi
berada pada orang tertentu yang berasal dari
garis keturunan tertua
Pada umumnya tanah milik dan tanah milik
dengan hak pakai tidak dapat diperjualbelikan
dan dipindah tangankan dengan bebas pada
masyarakat luar Setiap keluarga akan selalu
mempertahankan tanah dan kampung mereka
masing-masing karena tanah dan kampung
merupakan bagian penting dari kehidupan
masyarakat mereka Hal ini dikarenakan cara
hidup masyarakat yang masih berharap dan
menggantungkan diri pada persediaan sumber
daya alam di lingkungan sekitarnya Di samping
itu juga mengingat besarnya pengorbanan
nenek moyang atau leluhur saat memperoleh
tanah tersebut pada zaman dahulu Oleh
sebab itu tanah ulayat ini tidak mudah dengan
begitu saja untuk dilepas tanpa seizin kepala
adat
Seringkali terjadi permasalahan ketika tanah
telah dikuasai (dijual) kepada suatu pihak lain
(bahkan Negara) terdapat anggota keluarga
(margaturunan) yang berupaya
mempertahankan tanah tersebut atau
meminta ganti rugi kembali Padahal status
kepemilikan dan pengelolaan sudah berpindah
dari kepala adat atau keturunan tertua melalui
proses jual beli yang sah secara hukum dengan
adanya sertifikat pelepasan hak tanah adat
Anggota keluarga tersebut melakukan
pemalangan (penutupan akses) dengan
alasan tidakbelum mendapatkan bagian dari
hasil penjualan
Tabel 113
Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat
Jenis Status Kuasa Hak Milik Hak Kuasa
Kelola
Tanah Negara Pemerintah
Pusat
Daerah
Pemerintah
Pusat
Daerah
Pemerintah
Pusat
Daerah
Tanah Ulayat Kepala Adat Komunal Marga Kecil
Marga Besar
Individu Keturunan
Sumber ATRBPN Provinsi Papua Barat (data diolah)
15 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
B3 Tantangan Geografi Wilayah
Menurut Soleh (2017) potensi wilayah sebagai
wujud daya kekuatan kesanggupan dan
kemampuan yang dimiliki oleh suatu wilayah
yang mempunyai kemungkinan untuk dapat
dikembangkan berbentuk potensi fisik Lebih
lanjut dijelaskan bahwa potensi fisik adalah
berupa tanah air iklim lingkungan geografis
binatang ternak dan sumber daya manusia
sudah sehausnya dimanfaatkan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Pembentukan Provinsi Papua Barat sebagai
daerah otonom memiliki tujuan untuk
memperpendek rentang kendali pemerintahan
dalam rangka memberikan pelayanan publik
yang lebih baik kepada masyarakat Selain itu
hal lain yang menjadi pertimbangan penting
adalah untuk mempercepat pelaksanaan
pembangunan dengan menggunakan tanah
air iklim lingkungan hewan atau semua
kekayaan alam serta sumber daya manusia
yang dimiliki guna meningkatkan taraf hidup
dan kesejahteraan masyarakat Papua Barat
B31 Letak Wilayah
Secara geografis Provinsi Papua Barat terletak
di antara 0ordm-43ordm Lintang Selatan dan 1292ordm-
1352ordm Bujur Timur Dengan luas wilayah daratan
mencapai 10295515 kmsup2 dan beribukota di
Kab Manokwari Provinsi Papua Barat memiliki
13 kabupatenkota yang terdiri dari Kab
Fakfak Kab Kaimana Kab Teluk Wondama
Kab Teluk Bintuni Kab Manokwari Kab Sorong
Selatan Kab Sorong Kab Raja Ampat Kab
Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari
Selatan dan Kab Pegunungan Arfak serta
Kota Sorong Kabupaten dengan wilayah
terluas di Provinsi Papua Barat adalah Kab Teluk
Bintuni dengan luasan mencapai 2024 persen
dari luas wilayah provinsi (2084083 kmsup2)
sedangkan Kota Sorong menjadi wilayah
dengan luasan terkecil 068 persen (65664 kmsup2)
Provinsi Papua Barat merupakan wilayah
pemekaran dengan posisi geografis yang
strategis di Indonesia bahkan di dunia Posisi
penting ini dalam konteks kekayaan
keanekaragaman hayati laut dunia Wilayah
Provinsi Papua Barat khususnya Kab Raja
Ampat terletak di pusat segitiga karang dunia
(coral triangle) yang merupakan lokasi dengan
keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia
dengan berbagai jenis kekayaan laut baik
spesies ikan moluska dan hewan karang
Disertai kekayaan sumber daya laut yang tinggi
dengan berbagai jenis ekosistem yang
mendukung tumbuh hidupnya berbagai biota
laut diantaranya ekosistem terumbu karang
padang lamun dan mangrove Selain posisi
tersebut letak Provinsi Papua Barat yang
berbatasan langsung dengan negara di
wilayah Pasifik menjadi penting sebagai
penanda kedaulatan Indonesia baik dalam
aspek pertahanan maupun pemanfaatan
sumberdaya kelautan di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia
Tabel 114
Komposisi Luas KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
KabupatenKota Luas (kmsup2) Luas
Kab Fakfak 1432000 1391
Kab Kaimana 1624184 1578
Kab Teluk Wondama 395953 385
Kab Teluk Bintuni 2084083 2024
Kab Manokwari 318628 309
Kab Sorong Selatan 659431 641
Kab Sorong 654423 636
Kab Raja Ampat 803444 780
Kab Tambraw 1152918 1120
Kab Maybrat 546169 530
Kab Manokwari Selatan 281244 273
Kab Pegunungan Arfak 277374 269
Kota Sorong 65664 064
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
16
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
B32 Kondisi Geografis
Kondisi wilayah Provinsi Papua Barat secara
umum meliputi wilayah pedalamanterpencil
(pegunungan) pesisir dan kepulauan Wilayah
pedalaman terpencil (pegunungan)
diantaranya berada di Kab Pegunungan Arfak
Kab Manokwari Kab Manokwari Selatan Kab
Maybrat Kab Teluk Bintuni dan Kab
Tambrauw sedangkan wilayah yang memiliki
kawasan pesisir adalah Kab Sorong Kab
Sorong Selatan Kab Fakfak Kab Kaimana
Kab Teluk Bintuni Kab Teluk Wondama Kab
Manokwari Selatan Kab Manokwari Kab
Tambrauw Kab Raja Ampat dan Kota Sorong
Sementara itu wilayah dengan kondisi berupa
kepulauan di Provinsi Papua Barat adalah Kab
Raja Ampat
Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat
bervariasi dari wilayah dataran rendah hingga
pegunungan Provinsi Papua Barat terletak
pada ketinggian 0-2940 mdpl dengan
sebagian besar merupakan wilayah perbukitan
(kelas ketinggian 100-1000 m) mencapai
5066423 kmsup2 (4921) dan daerah dataran
rendah (0-100m) seluas 4091438 kmsup2 (3974)
serta daerah pegunungan (gt1000 m) seluas
1137654 kmsup2 (1105)
Titik tertinggi di Provinsi Papua Barat berada di
Kab Manokwari dengan ketinggian 2940 mdpl
Sementara wilayah dengan dataran rendah
yang cukup luas tersebar di beberapa
kabupatenkota seperti Kab Fakfak Kab Teluk
Bintuni Kab Sorong Kota Sorong dan Kab
Sorong Selatan Daerah perbukitan pada
umumnya tersebar di Kab Kaimana Kab Teluk
Wondama Kab Raja Ampat dan Kab
Maybrat
Secara keseluruhan terdapat 218 distrik yang
terdiri dari 1742 kampung dan 106 kelurahan di
Provinsi Papua Barat Wilayah dengan jumlah
distrik terbanyak adalah Kab Sorong (30 Distrik)
Kab Tambraw (29 Distrik) serta Kab Maybrat
(24 Distrik) Kab Raja Ampat (24 Distrik) Kab
Teluk Bintuni (24 Distrik) sedangkan kabupaten
dengan jumlah distrik terkecil adalah Kab
Manokwari Selatan (6 Distrik)
Ditinjau dari segi kelerengan sebagian besar
wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas
lereng gt40 (bergunung curam dan bergunung
Tabel 115
Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Ketinggian (mdpl)
Kab Fakfak 0 - 1444
Kab Kaimana 0 - 1663
Kab Teluk Wondama 0 - 2172
Kab Teluk Bintuni 0 - 2389
Kab Manokwari 0 - 2940
Kab Sorong Selatan 0 - 540
Kab Sorong 0 - 921
Kab Raja Ampat 0 - 1173
Kab Tambraw 0 - 2483
Kab Maybrat 5 - 1772
Kab Manokwari Selatan 0 - 2682
Kab Pegunungan Arfak 135 - 2882
Kota Sorong 0 - 439
Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 116
Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota
Topografi
Lereng
Puncak Lembah Dataran
Kab Fakfak 82 4 37
Kab Kaimana 29 15 42
Kab Teluk Wondama 67 7 3
Kab Teluk Bintuni 37 5 196
Kab Manokwari 18 3 139
Kab Sorong Selatan 10 13 98
Kab Sorong 14 21 106
Kab Raja Ampat - 1 120
Kab Tambraw 15 19 42
Kab Maybrat 16 39 102
Kab Manokwari Selatan 5 12 40
Kab Pegunungan Arfak 142 16 21
Kota Sorong 6 - 25
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
17 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
sangat curam) Kondisi tersebut menjadi
kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik
untuk pengembangan sarana dan prasarana
fisik sistem transportasi darat maupun bagi
pengembangan budidaya pertanian terutama
untuk tanaman pangan Sehingga dominasi
pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan
konservasi di samping untuk mencegah
terjadinya bahaya erosi dan longsor
Berdasarkan data penggunaan lahan pada
tahun 2019 luas areal terbangunpermukiman
di Provinsi Papua Barat sekitar 32222 Ha atau 03
persen dari luas wilayah Kabupaten Sorong
Manokwari dan Kota Sorong merupakan
wilayah-wilayah yang memiliki fungsi guna
lahan kampungperumahan yang tertinggi
Wilayah-wilayah tersebut selama ini memang
telah tumbuh menjadi sentra-sentra kegiatan
perkotaan di Provinsi Papua Barat terutama
untuk Kota Sorong Kota ini merupakan pintu
gerbang bagi Provinsi Papua Barat sehingga
menjadikan kegiatan jasa perdagangan dan
kegiatan-kegiatan lain yang bersifat perkotaan
terkonsentrasi pada wilayah ini
B33 Risiko Bencana
Dengan sebagian besar wilayah yang berupa
kawasan hutan maka kelas risiko bencana
kebakaran lahan dan hutan di seluruh
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
termasuk ke dalam kategori tinggi Pembukaan
lahan hutan untuk kegiatan pertanian menjadi
salah satu penyebab bencana karena
pembukaan tersebut dilakukan dengan
pembakaran untuk meminimalisasi biaya dan
hasilnya sangat cepat Pada kasus bencana
kebakaran risiko tinggi ditempati Kab
Manokwari dan Kota Sorong sedangkan
bencana kekeringan kelas risiko tinggi berada
di Kab Teluk Wondama Teluk Bintuni
Manokwari Sorong Selatan dan Raja Ampat
Pada kasus bencana banjir wilayah dengan
kelas risiko tinggi adalah Kabupaten Fakfak
Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni
Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja
Ampat dan Kota Sorong sebagai daerah yang
berada dekat dengan aliran Sungai
Wilayah Provinsi Papua Barat juga sangat
berpotensi terhadap gempa tektonik dan
kemungkinan diikuti oleh gelombang tsunami
Terdapat sejumlah lipatan dan sesar naik
sebagai akibat dari interaksi (tubrukan) antara
kedua lempeng tektonik seperti Sesar Sorong
(SFZ) Sesar Ransiki (RFZ) Sesar Lungguru (LFZ)
dan Sesar Tarera Aiduna (TAFZ) Kenyataan
Tabel 117
Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di
Provinsi Papua Barat
Tingkat
Kelerengan
()
Deskripsi Luas
(kmsup2)
Luas
lt 3 Datar 2195004 213
3 - 8 Bergelombangagak
landai
782459 76
8 - 15 Bergelombanglandai 72069 07
15 - 25 Berbukit 576549 56
25 - 40 Bergunung 648617 63
40 - 60 Bergunung curam 3315156 322
gt 60 Bergunung sangat curam 2712868 263
Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 118
Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Penggunaan Luas
(kmsup2)
Hutan Kering 9121592 8860
Hutan Basah 517659 503
Perkebunan 112091 109
Rumput dan Semak Belukar 227599 221
Ladang 57310 056
Tanaman Campuran 51567 050
Permukiman 34192 033
Danau 21459 021
Lahan Terbuka 125365 122
Pertambangan 2249 002
Rawa dan Rumput Rawa 11610 011
Sawah 12823 012
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
18
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah
menunjukkan pula bahwa hampir setiap bulan
terjadi beberapa kali gempa di Provinsi Papua
Barat dan sekitarnya Kabupatenkota dengan
risiko tinggi untuk gempa bumi adalah Kab
Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari
Sorong Selatan Sorong Raja Ampat
Tambrauw dan Kota Sorong Sementara itu
wilayah dengan kelas risiko bencana tsunami
tinggi adalah Kab Teluk Wondama Manokwari
dan Sorong
Menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia (BNPB
2014) Provinsi Papua Barat secara keseluruhan
termasuk provinsi yang memiliki kelas risiko
bencana multi ancaman dalam
kategori tinggi Dengan kelas risiko
bencana yang tinggi kapasitas daerah
dalam penanggulangan bencana
masih dalam kapasitas sedang (BNPB
2016)
Tabel 119
Risiko Bencana per KabupatenKota di
Provinsi Papua Barat
KabupatenKota Risiko Jenis Bencana
Kab Fakfak Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang
Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Kaimana Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang
Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Teluk
Wondama
Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Teluk Bintuni Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Manokwari Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Sorong
Selatan
Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah
Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Raja Ampat Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Tambraw Sedang Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kab Maybrat Sedang Tanah Longsor Kebakaran Hutan
dan Lahan
Kab Manokwari
Selatan
Sedang Banjir Gempa Bumi Tsunami
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kekeringan
Kab Pegunungan
Arfak
Sedang Tanah Longsor Gempa Bumi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kota Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor
Gelombang Ekstrim Abrasi
Kebakaran Hutan dan Lahan
Sumber BNPB BPBD Provinsi Papua Barat (data diolah)
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERTUMBUHAN
EKONOMI
266
INFLASI
193
RATA-RATA
SUKU BUNGA
50
POVERTY
225
PENGANGGURAN
624
GINI RATIO
0381
IPM
6374
DJPbKawalAPBN
INDIKATOR
EKONOMI REGIONAL
19
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
ondisi perekonomian global masih
berada pada kondisi ketidakpastian
seiring terjadinya perubahan
fundamental kebijakan Amerika
Serikat (AS) yang menerapkan hambatan
perdagangan khusus bagi Tiongkok (tariffs
barrier) Kinerja perekonomian AS yang mulai
bergeliat pada tahun 2018 tertekan kembali
akibat penerapan tarif bagi barang-barang
impor yang tanggapi oleh Tiongkok dengan
pengenaan tarif balasan pada barang-barang
yang menjadi ketergantungan AS Penurunan
suku bunga acuan yang dilakukan Bank Sentral
AS untuk mendorong perekonomian tidak
berimplikasi banyak karena economic shock
tidak langsung dapat direspon oleh pelaku
ekonomi dalam negeri yang sudah terbiasa
dengan impor
Tingkat inflasi yang dijaga dan nilai tukar dolar
AS yang ditahan untuk stagnan berakibat pada
pertumbuhan ekonomi AS yang melambat
dibanding tahun sebelumnya Implikasinya
sektor keuangan global ikut menjadi lebih
volatile dan menahan laju pertumbuhan
eonomi disebabkan turunnya nilai
perdagangan negara-negara maju yang
berbisnis dengan AS dan Tiongkok Ditambah
dengan sentimen negatif dari ketidaksetujuan
perilaku diskriminasi ekonomi AS serta masalah
Brexit yang tidak kunjung usai berdampak pada
kenaikan harga komoditas namun tidak
berlaku untuk komoditas minyak mentah yang
menurun Seiring hal tersebut perekonomian
negara-negara berkembang pada tahun 2019
masih mengarah kepada kemungkinan
terjadinya resesi global dengan laju yang
tertahan dibandingkan tahun sebelumnya
A INDIKATOR EKONOMI FUNDAMENTAL
Indikator ekonomi diperlukan untuk mengetahui
arah pergerakan perekonomian suatu daerah
dan sebagai tolak ukur pencapaian
pembangunan (Bernard Baumohl 2012)
Diantara indikator makroekonomi yang
digunakan untuk mengetahui perkembangan
perekonomian suatu daerah yaitu Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Inflasi
Perdagangan Internasional Suku Bunga dan
Nilai tukar
K
BAB II
Perkembangan dan Analisis
Ekonomi Regional
697
640600
502
450 440
240 230 220170 170
100 080
0
2
4
6
8
Vie
tna
m
Filip
ina
Tion
gko
k
Ind
on
esia
Ind
ia
Ma
lay
sia
Tha
ilan
d
AS
Ko
rsel
Au
stralia
Je
pa
ng
Ero
pa
Sin
ga
pu
ra
Grafik 21
Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di
Dunia Tahun 2019 (persen)
Sumber wwwtradingeconomicscom (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
20
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)
merupakan nilai pasar dari semua barang dan
jasa yang dihasilkan dalam suatu
perekonomian selama periode waktu tertentu
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sering
dijadikan ukuran terbaik untuk mengukur kinerja
perekonomian Terdapat tiga cara untuk
menghitung PDB yaitu pendekatan produksi
pengeluaran dan pendapatan (Krugman amp
Wells 2011) Selanjutnya PDB pada suatu
region wilayah tertentu disebut dengan Produk
Domestik Regional Bruto (Gross Domestic
Regional Bruto)
A11 Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)
Laju pertumbuhan ekonomi (economic growth)
merupakan proses perubahan kondisi
perekonomian suatu daerah pada periode
waktu tertentu Untuk menghitungnya
digunakan perubahan nilai PDRB atas dasar
harga konstanriil dari tahun sebelumnya
Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 tumbuh melambat pada level 266 persen
atau tertahan signifikan dari tahun sebelumnya
yang mencapai level 624 persen Tidak seperti
pertumbuhan tahun sebelumnya yang lebih
tinggi pertumbuhan nasional tahun 2019 justru
lebih tinggi pada level 502 persen
Bila dirinci lebih lanjut seluruh sektor lapangan
usaha mencatatkan pertumbuhan positif
dimana pertumbuhan tertinggi terjadi pada
sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151
persen serta jasa keuangan dan asuransi
mencapai 933 persen Sebaliknya sektor sektor
industri pengolahan dan sektor pertambangan-
penggalian mencatatkan pertumbuhan yang
melambat sebesar -099 dan -034 persen
meskipun masih menjadi sektor dengan
kontribusi tertinggi terhadap PDRB Provinsi
Papua Barat
Jika dilihat menurut pengeluaran pertumbuhan
ekonomi Provinsi Papua Barat tertinggi terjadi
pada komponen luar negeri berupa impor
sebesar 1943 persen Sedangkan ekspor yang
mengandalkan raw material resources pada
komponennya turunnya harga komoditas
migas di pasar internasional selama tahun 2019
turut andil dalam menyumbang perlambatan
hingga menjadi sebesar -900 Sementara itu
503 507 517 502
452401
624
266
0
2
4
6
2016 2017 2018 2019
Grafik 22
Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua
Barat Tahun 2016 ndash 2019 (persen)
Nasional Pabar
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
-099
-034
33
334
437
439
442
528
58
757
767
801
837
842
887
933
1151
-1 4 9 14
Industri Pengolahan
Pertambangan dan Penggalian
Administrasi Pemerintahanhellip
Pertanian Kehutanan danhellip
Jasa Lainnya
Jasa Kesehatan dan Kegiatanhellip
Pengadaan Air Pengelolaanhellip
Jasa Perusahaan
Jasa Pendidikan
Konstruksi
Penyediaan Akomodasi danhellip
Transportasi dan Pergudangan
Perdagangan Besar dan Eceranhellip
Real Estate
Pengadaan Listrik dan Gas
Jasa Keuangan dan Asuransi
Informasi dan Komuniksi
Grafik 23
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Menurut Lapangan Usaha (persen)
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
21 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
komponen investasi tumbuh 536 persen dan
pengeluaran pemerintah tumbuh sebesar 342
persen Pertumbuhan juga terjadi pada
konsumsi rumah tangga dan LNPRT berturut-
turut sebesar 499 dan 1037 persen
A12 Nominal PDRB
Nilai PDRB dapat dilihat baik dari sisi permintaan
maupun penawaran Untuk menghitungnya
digunakan PDRB atas harga berlaku Nilai PDRB
Provinsi Papua Barat tahun 2019 Atas Dasar
Harga Berlaku sebesar Rp8435 triliun
A121 PDRB Sisi Permintaan
PDRB sisi permintaan dapat ditunjukkan melalui
persamaan sebagai berikut
119936119955 = 119914119955 + 119920119955 +119918119955 + (119935119955 minus119924119955)
Dari persamaan di atas PDRB sisi ini dihitung
berdasarkan pendekatan pengeluaran yaitu
dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat
seluruh pelaku ekonomi berupa konsumsi rumah
tangga investasi pembelian pemerintah untuk
barang dan jasa serta ekspor dikurangi impor
(net export) Kontribusi masing-masing
komponen pembentuk PDRB Provinsi Papua
Barat adalah sebagai berikut
A1211 Konsumsi (Consumption)
Konsumsi merupakan pembelian yang
dilakukan oleh rumah tangga konsumen baik
berupa barang tidak tahan lama (non durable
goods) seperti makanan dan pakaian barang
tahan lama (durable goods) seperti mobil dan
alat elektronik maupun jasa (services) seperti
jasa potong rambut dan jasa dokter (Mankiw
2013)
Perekonomian Provinsi Papua Barat masih
didominasi oleh net ekspor dan pengeluaran
konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga
maupun lembaga non profit rumah tangga
Pada tahun 2019 nilai net ekspor Provinsi Papua
Barat sebesar dengan kontribusi terhadap
PDRB mencapai 324 persen Adapun nilai
konsumsi sebesar Rp2425 triliun dengan
kontribusi terhadap PDRB sebesar 282 persen
A1212 Investasi (Investment)
Investasi dalam teori ekonomi didefinisikan
sebagai pengeluaran untuk membeli barang-
barang modal dan peralatan-peralatan
produksi dengan tujuan untuk mengganti dan
terutama menambah barang-barang modal
yang akan digunakan untuk memproduksi
barang dan jasa di masa yang akan datang
Pembelian dalam investasi dapat dilakukan
oleh individu atau perusahaan untuk
516
342
536
155
0
2
4
6
Konsumsi RT +
LNPRT
Pengeluaran
Pemerintah
PMTB Investasi Net Ekspor
Grafik 24
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 Menurut Pengeluaran (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Konsumsi
RT + LNPRT
2818
Pengeluaran
Pemerintah
1798
PMTB
Investasi 2045
Perubahan
Inventori 098
Net Ekspor
3241
Grafik 25
Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
22
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
menambah persedian modal (Mankiw 2013)
Samuelson dan Nordhaus (2004)
menambahkan investasi sebagai penambahan
stok modal atau barang di suatu negara seperti
bangunan peralatan produksi dan barang-
barang inventaris dalam waktu satu tahun
Nilai investasi Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 sebagaimana tercermin dari nilai
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
sebesar Rp176 triliun dengan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 205 persen Tingkat
pertumbuhan ekonomi daerah yang mantap
dan berkesinambungan dalam jangka panjang
hanya dapat tercapai jika masyarakat mampu
mempertahankan proporsi investasi yang
cukup besar terhadap PDRB Dalam jangka
panjang pembangunan ekonomi dapat
terhambat jika terjadi inefisiensi alokasi sumber
daya Salah satu indikator untuk mengukur
tingkat efisiensi suatu perekonomian adalah
ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) ICOR
merupakan rasio yang menunjukan besarnya
tambahan kapital (investasi) baru yang
dibutuhkan untuk menaikkan menambah satu
unit output Semakin tinggi rasio ICOR
menandakan bahwa tingkat efisiensi semakin
rendah Rasio ICOR dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut
ICOR= I ∆Y
dimana
I = Nilai Investasi (PMTB)
∆Y = Perubahan PDRB
Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat
menunjukan tren meningkat Pada tahun 2015
nilai ICOR Provinsi Papua Barat sebesar 169 dan
naik menjadi 443 pada tahun 2016 Kemudian
pada tahun 2017 nilai ICOR Provinsi Papua Barat
kembali naik menjadi 491 Hal ini menunjukan
tingkat kebocoran investasi Provinsi Papua
Barat semakin besar Setelah sempat turun
pada tahun 2018 (314) nilai ICOR Provinsi
Papua Barat tahun 2019 naik menjadi 801 yang
menunjukan tingkat kebocoran investasi
semakin meningkat secara signifikan
A1213 Pembelian Pemerintah (Government
Purchases)
Pembelian pemerintah merupakan
pengeluaran pemerintah terhadap barang dan
jasa yang terdiri dari konsumsi pemerintah
(government consumption) dan investasi
pemerintah (government investment) Konsumsi
pemerintah merupakan pembelian terhadap
barang dan jasa dalam jangka pendek seperti
pengeluaran untuk perawatan kesehatan dan
perlindungan kepolisian Adapun investasi
pemerintah merupakan pengeluaran untuk
barang-barang modal seperti gedung dan
komputer (Mishkin 2015) Komponen
pengeluaran pemerintah Provinsi Papua Barat
pada tahun 2019 sebesar Rp1547 triliun dengan
kontribusi terhadap PDRB sebesar 18 persen
Dengan kontribusi yang cukup besar terhadap
PDRB Provinsi Papua Barat pembelian
pemerintah (government purchases)
seharusnya dapat menopang pertumbuhan
ekonomi jika terjadi perlambatan konsumsi
masyarakat maupun investasi
211169
443491
314
801
000
200
400
600
800
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Garfik 26
Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat Tahun
2014 - 2019
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
23 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
A1214 Ekspor Bersih (Net Export)
Perdagangan internasional merupakan
pertukaran barang dan jasa lintas batas negara
(international border) Dengan adanya
perdagangan internasional memungkinkan
terjadinya efisiensi yang timbul dari kompetisi
antar produsen dalam menjual produk dengan
harga yang terendah (competitive price)
dalam suatu proses supply and demand atau
dalam suatu mekanisme pasar market
mechanism (Seyoum 2009) Komponen
perdagangan internasional terdiri dari ekspor
dan impor Ekspor merupakan nilai barang dan
jasa yang dijual ke luar negeri sedangkan impor
merupakan nilai barang dan jasa yang
disediakan untuk dalam negeri Selisih
keduanya disebut sebagai net ekspor Sebagai
salah satu komponen PDB net ekspor
merupakan nilai bersih dari penjualan barang
jasa ke luar negeri dikurangi pembelian dari luar
negeri yang menghasilkan pendapatan untuk
dalam negeri (Mankiw 2013) Pada tahun 2019
komponen net ekspor Provinsi Papua Barat
sebesar Rp2789 triliun dengan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 324 persen
A12141 Ekspor
Ekspor merupakan nilai barang dan jasa yang
dijual ke negara lain (Mankiw 2013) Komoditas
ekspor Provinsi Papua Barat terbesar yaitu raw
material resources berupa gas alam dan
minyak bumi dengan kontribusi mencapai 98
persen dari total nilai ekspor yang ada Adapun
sisanya berupa perhiasan permata kayu
barang dari kayu garam belerang kapur
(semen) ikan udang daging ikan olahan
sabun dan preparat pembersih
Pada tahun 2019 nilai ekspor Provinsi Papua
Barat mencapai US$ 233258 juta atau turun
siginifikan sebesar 179 persen dari ekspor tahun
sebelumnya sebesar US$ 28336 juta
disebabkan turunnya harga komoditas migas di
pasar internasional Nilai ekspor tertinggi terjadi
pada bulan November sebesar US$ 25478
sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada
bulan April sebesar US$ 11602
Selama tahun 2019 terdapat 3 (tiga) negara
yang menjadi tujuan utama ekspor Provinsi
Papua Barat yaitu Tiongkok Korea Selatan dan
Jepang dengan kontribusi mencapai 9341
persen Nilai ekpor ke Tiongkok sebesar US$
138861 juta (6373 persen) Korea selatan
sebesar US$ 35793 juta (1643 persen) dan
Jepang sebesar US$ 43236 juta (1984 persen)
A12142 Impor
Impor merupakan nilai barang dan jasa yang
dibeli dari negara lain (Mankiw 2013)
Komoditas impor Provinsi Papua Barat berupa
mesin-mesin pesawat mekanik mesin
peralatan listrik benda-benda dari besi dan
baja barang-barang rajutan benda-benda
dari batu gips dan semen berbagai barang
logam dasar garam belerang dan kapur
perkakas serta perangkat potong
24707 22201
17352
11602
18441
19127
16947
18831
1810215943
25478
24527
0
50
100
150
200
250
300
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 27
Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun
2019 (US$ juta)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
24
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Pada tahun 2019 total nilai impor Provinsi Papua
Barat sebesar US$ 37434 juta atau naik 553
persen dari tahun sebelumnya sebesar US$
5737 juta Nilai impor tertinggi Provinsi Papua
Barat terjadi pada bulan Juli sebesar US$ 11831
juta Sementara itu pada bulan Juni nilai impor
Provinsi Papua Barat berada pada angka
terkecil sebesar US$ 006 juta
A122 PDRB Sisi Penawaran
PDRB sisi ini dihitung berdasarkan pendekatan
produksi yaitu dengan menjumlahkan nilai
tambah (value added) atas barang dan jasa
yang dihasilkan dari sektor-sektor produksi Dari
keseluruhan sektor yang ada kontribusi tertinggi
terhadap PDRB Provinsi Papua Barat tahun 2019
berasal dari sektor industri pengolahan
mencapai 2574 persen dengan nilai Rp217
triliun Kemudian diikuti sektor pertambangan
dan penggalian mencapai 1744 persen
dengan nilai Rp147 triliun Minyak bumi dan gas
alam merupakan sumber utama PDRB pada
kedua sektor tersebut
A13 PDRB per Kapita
Indikator ini menunjukan nilai kontribusi tiap
penduduk terhadap perekonomian suatu
daerah dalam menghasilkan barang dan jasa
pada periode waktu satu tahun Selama lima
periode terakhir dari tahun 2015ndash2019 PDRB per
Kapita Provinsi Papua Barat mengalami
peningkatan walaupun dengan pertumbuhan
yang terbatas Pada tahun 2015 PDRB per
Kapita Provinsi Papua Barat sebesar Rp7250
juta Kemudian jumlahnya meningkat menjadi
Rp879 juta pada tahun 2019 atau naik sebesar
218 persen dalam 5 tahun
A2 Inflasi
Mankiw (2013) menyebutkan bahwa Inflasi
merupakan kenaikan harga secara umum
Jika kenaikan harga barang hanya berasal
dari satu atau dua barang saja maka tidak
dapat disebut sebagai inflasi kecuali bila
524
807
3804
2101
2286
006
11831
7816
1053
3617
105
2539
0
20
40
60
80
100
120
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 28
Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun
2019 (US$ juta)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Industri
Pengolahan
2574
Pertambangan
Penggalian1744
Konstruksi
1596
Sektor Lainnya
1227
Pertanian dkk
1055
Adm
Pemerintahan1057
Perdagangan
747
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Grafik 29
Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (Persen)
72157452
7843
8495879
0
20
40
60
80
100
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 210
Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua
Barat Tahun 2015 - 2019 (juta Rptahun)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
25 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
kenaikan itu meluas dan berimplikasi pada
kenaikan harga barang lainnya Inflasi dihitung
berdasarkan perubahan Indeks Harga
Konsumen (IHK) yang merupakan rata-rata dari
perubahan harga suatu komoditas dalam
kurun waktu tertentu Perubahan IHK dari waktu
ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan
(inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari
suatu komoditas
Secara umum inflasi digolongkan ke dalam tiga
jenis yaitu inflasi inti (core inflation) inflasi
makanan yang bergejolak (volatile food
inflation) dan inflasi harga yang diatur
(administered price inflation) Core inflation
adalah inflasi yang perkembangan harganya
dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi
secara umum yaitu faktor-faktor fundamental
seperti ekspektasi inflasi nilai tukar dan
keseimbangan permintaan dan penawaran
agregat yang akan berdampak pada
perubahan harga-harga secara umum
Sementara itu volatile food inflation adalah
inflasi bahan makanan yang perkembangan
harganya sangat bergejolak karena faktor-
faktor tertentu yang mempengaruhi kecukupan
pasokan komoditas yang bersangkutan seperti
faktor musim panen gangguan distribusi
bencana alam dan hama Adapun
administered price inflation adalah inflasi yang
perkembangan harganya diatur oleh
pemerintah
Secara kumulatif laju inflasi Provinsi Papua Barat
tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih
rendah dari inflasi tahun sebelumnya sebesar
521 persen dan inflasi nasional sebesar 272
persen Pencapaian tersebut berada di atas
target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun
2017-2021 dimana pada tahun 2019 target
inflasi ditetapkan sebesar 366 persen Kebijakan
pengendalian tingkat inflasi yang melibatkan
banyak pihak sebagaimana tergabung dalam
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) tampaknya
belum berhasil menekan laju pergerakan harga
di Provinsi Papua Barat ke arah yang lebih
moderat
Selama tahun 2019 perkembangan harga-
harga komoditas di Provinsi Papua Barat relatif
terkendali dimana komponen administered
price dan volatile food menjadi penyumbang
utama Adanya peningkatan intensitas curah
hujan yang sedang dan gelombang laut yang
relatif tinggi berdampak pada hasil produksi
dan mengganggu jalur distribusi pasokan
bahan makanan meskipun tidak memberikan
pengaruh signifikan Disamping itu komponen
administered price tidak mengalami tekanan
seperti halnya tahun sebelumnya sebagai
imbas dari turunnya harga komoditas minyak
mentah di pasar internasional yang berdampak
pada turunnya harga BBM non-subsidi (non-
premium) Sementara itu tekanan inflasi pada
kelompok inti (core inflation) relatif terkendali
Pada triwulan pertama tahun 2019 (Januari ndash
Maret) Papua Barat berada pada kondisi
deflasi dengan level 056 persen (ytd) dengan
534
362
144
521
193
335302
361
313 272
0
2
4
6
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 211
Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan
Nasional Tahun 2015 ndash 2019
Pabar Nasional
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
26
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
penyumbang terbesar terjadi pada kelompok
volatile food seperti beras telur susu daging
ikan segar dan kacang-kacangan Faktor
intensitas curah hujan yang sedang
menyebabkan beberapa daerah penghasil
mengalami panen besar berakibat pada
melimpahnya jumlah pasokan komoditas
meskipun sedikit terganggu dengan terjadinya
laut pasang pada jalur distribusi Sementara itu
komponen administered price sedikit tertekan
disebabkan pasokan bahan bakar subsidi yang
terbatas meskipun harga non-subsidi (pertalite
dan pertamax series) mengalami sedikit
penurunan harga
Pada triwulan kedua tahun 2019 (April ndash Juni)
intensitas curah hujan di Provinsi Papua Barat
makin meningkat Faktor tersebut pada
akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas
hasil pertanian sehingga pasokan komoditas
menjadi berkurang Dampaknya pada bulan
April dan Mei komponen volatile food seperti
beras sayur-sayuran dan kacang-kacangan
mengalami inflasi Pada bulan April meskipun
komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi
sebesar -070 persen namun kacang-kacangan
mengalami inflasi 240 persen
Memasuki bulan puasa (Mei) dan Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN) Papua Barat
dihadapkan pada tekanan inflasi yang cukup
dalam Komponen volatile food seperti telur
daging ayam daging sapi mengalami tren
peningkatan harga seiring kenaikan
permintaan Pemerintah melalui Tim Pengendali
Inflasi Daerah (TPID) melakukan pengawasan
distribusi untuk mencegah penimbunan barang
dan permainan harga Selain itu TPID juga
melakukan operasi pasar dan program pasar
murah untuk menjaga stabilitas harga
Sementara itu komponen administered price
pada periode ini juga mengalami tekanan
Periode triwulan ketiga tahun 2019 tekanan
inflasi Papua Barat mulai jauh berkurang Pada
bulan Juli terjadi deflasi yang mencapai level -
007 persen Komponen volatile food menjadi
penyumbang terbesar deflasi Kemudian pada
bulan Agustus Papua Barat kembali mengalami
mencapai deflasi pada level -057 persen
dimana kelompok bahan makanan menjadi
penyumbang terbesar dengan capaian -167
Tabel 21
Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Kelompok jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des
Umum -004 159 025 033 034 004 -007 -057 067 -004 159 025
Bahan Makanan -082 493 072 079 100 -048 -066 -167 039 -082 493 072
Makanan Jadi Minuman
Rokok dan Tembakau 057 001 057 050 076 006 030 023 025 057 001 057
Perumahan Air Listrik Gas
dan Bahan Bakar 002 015 007 -004 -011 039 016 001 011 002 015 007
Sandang 072 062 102 050 045 021 -009 -043 158 072 062 102
Kesehatan 076 052 006 027 072 001 002 -026 037 076 052 006
Pendidikan Rekreasi dan
Olah Raga -003 034 -008 020 091 152 014 000 -002 -003 034 -008
Transpor dan Komunikasi
dan Jasa Keuangan 015 -024 -056 -049 -099 -001 050 -005 253 015 -024 -056
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
27 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Pada bulan ini di saat semua kelompok
pengeluaran mengalami tekanan deflasi
kelompok administered price mengalami inflasi
pada level 023 Berbeda dari bulan
sebelumnya memasuki bulan September
Papua Barat mengalami inflasi pada level 067
persen Kelompok volatile food seperti daging
telur susu dan sayur-sayuran serta kelompok inti
(core inflation) seperti sandang dan
perlengkapan rumah tangga menjadi
penyumbang inflasi Di samping itu kelompok
transportasi adalah penyumbang terbesar
inflasi seiring kenaikan harga tiket akibat
permasalahan yang mendera maskapai
penerbangan
Pada triwulan empat tahun 2019 (Oktober-
Desember) Papua Barat kembali mengalami
tekanan inflasi Demikian juga dengan
kelompok volatile food seperti beras daging
ikan telur susu sayur-sayuran dan kacang-
kacangan pada periode ini mengalami inflasi
disebabkan faktor produktivitas hasil pertanian
yang seharusnya melimpah malah berkurang
Di samping itu faktor cuaca yang tidak
bersahabat bagi nelayan menyebabkan
berikurangnya pasokan ikan
Meskipun pada bulan Oktober terjadi deflasi
sebesar -004 persen namun bulan November
Papua Barat kembali mengalami inflasi sebesar
125 persen Penyumbang tertinggi inflasi
adalah kelompok volatile food yang
mengalami kendala produktivitas Kemudian
masuk pada bulan Desember Papua barat
dihadapkan pada momen libur natal dan
tahun baru Pada bulan ini perkembangan
harga di Provinsi Papua Barat mengalami
tekanan inflasi namun dengan tingkat yang
cukup terkendali pada kisaran 025 persen
dengan kenaikan tertinggi terjadi pada
kelompok sandang momen liburan sekolah
natal dan tahun baru
A3 Suku Bunga
Suku bunga merupakan biaya dari suatu
pinjaman atau harga yang dibayar untuk sewa
dana (Mishkin 2015) Kebijakan suku bunga
dilakukan oleh bank sentral selaku pemegang
otoritas moneter Sebagai pemegang otoritas
moneter di Indonesia Bank Indonesia
menetapkan BI Rate sebagai suku bunga
acuan yang mencerminkan sikap dari
kebijakan moneter apakah dovish (longgar)
atau hawkish (ketat) Dalam rangka melakukan
penguatan kerangka operasi moneter Bank
Indonesia kemudian memperkenalkan suku
bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru
berupa BI 7-Day Repo Rate pada April 2016 dan
mulai berlaku efektif tanggal 19 Agustus 2016
Perubahan tersebut bertujuan agar suku bunga
kebijakan dapat lebih cepat mempengaruhi
pasar uang perbankan dan sektor riil
Terkait kebijakan suku bunga selama tahun
2019 Bank Indonesia menerapkan kebijakan
moneter yang cenderung longgar yang
ditandai dengan turunnya suku bunga acuan BI
7-Day Repo Rate Pada awal tahun 2019 BI 7
Day Repo Rate ditetapkan sebesar 600 persen
sebagai akibat dari kebijakan yang hawkish
600 600 600 600 600 600
575
550
525
500 500 500
40
48
55
63
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 212
Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019
(persen)
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
28
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
tahun sebelumnya Sempat bertahan selama
enam bulan kemudian pada bulan Juli BI 7-Day
Repo Rate diturunkan menjadi 575 persen
Penurunan tersebut bertujuan untuk
mendorong investasi sektor riil dalam mengatasi
efek buruk dari pasar keuangan global
(portofolio market) yang volatile
Kemudian pada bulan berikutnya suku bunga
acuan BI 7-Day Repo Rate kembali turun
menjadi 55 persen dan pada akhir tahun 2019
BI 7-Day Repo Rate mencapai angka 500
persen Kebijakan tersebut merupakan langkah
lanjutan untuk menjaga daya saing industri
domestik terhadap perubahan kebijakan
perdagangan sejumlah negara akibat perang
dagang AS-Tiongkok dan ketidakpastian pasar
keuangan global yang masih tinggi Selain itu
deflasi yang terjadi di perekonomian domestik
ikut mendorong penurunan tersebut
Pinjaman yang diberikan lembaga keuangan
kepada masyarakat merupakan pinjaman
yang diperuntukkan untuk keperluan modal
kerja investasi dan konsumsi dengan suku
bunga pinjaman yang diberikan untuk
keperluan konsumsi lebih tinggi daripada suku
bunga pinjaman untuk keperluan modal kerja
dan investasi Pada awal tahun 2019 rata-rata
suku bunga pinjaman konsumsi pada lembaga
keuangan sebesar 1054 persen lebih rendah
dari rata-rata suku bunga pinjaman modal kerja
dan investasi masing-masing sebesar 1144
persen dan 1209 persen
Pada akhir tahun 2019 suku bunga pinjaman
konsumsi turun menjadi 1018 persen sementara
itu suku bunga pinjaman modal kerja dan
investasi masing-masing menjadi 1143 persen
dan 1181 persen Tampaknya pilihan BI atas
kebijakan yang longgar dengan menurunkan
suku bunga acuan selama tahun 2019 diikuti
oleh penurunan suku bunga pinjaman pada
lembaga keuangan
Selama ini penurunan signifikan pada suku
bunga pinjaman merupakan hal yang ditunggu
masyarakat Lembaga keuangan masih
menjadi sumber pendanaan utama bagi
masyarakat yang ingin menjalankan kegiatan
usahanya Namun sangat disayangkan
penurunan suku bunga pinjaman masih bersifat
terbatas Dengan spread (selisih) yang cukup
lebar dengan suku bunga simpanan margin
bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM)
lembaga keuangan masih cukup tinggi
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang
diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NIM
1144 1148 1149 1151 1155 1153 1155 1158 1161 1157 1162
1143
1209 1206 1203 1202 1200 1198 1194 1191 1190 1185 1185 1181
1054 1048 1041 1039 1036 1035 1033 1030 1029 1027 1023 1018
10
11
12
13
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 213
Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Pinjaman pada
Lembaga Keuangan Tahun 2019 (persen)
Pinjaman Modal Kerja Pinjaman Investasi
Pinjaman Konsumsi
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
123
124
123117
116
118
119
118
118
114
115
118
100
110
120
130
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 214
Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Simpanan pada
Lembaga (persen)
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
29 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
lembaga keuangan berada pada kisaran 5
persen Oleh karena itu lembaga keuangan
seharusnya dapat menurunkan lagi tingkat suku
bunga pinjaman hingga mencapai tingkat
single digit interest rate of loans
Sementara itu sebagai respon atas tren
pergerakan suku bunga pinjaman rata-rata
suku bunga simpanan pada lembaga
perbankan juga bergerak turun Pada awal
tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan
sebesar 123 persen Kemudian pada akhir
tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan
turun menjadi 118 persen
A4 Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang suatu negara dibedakan
atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil Nilai
tukar nominal suatu mata uang atau yang
sering disebut kurs merupakan harga relatif dari
suatu mata uang terhadap mata uang lainnya
Adapun nilai tukar riil merupakan harga relatif
dari barang jasa antar dua negara (Mishkin
2015)
Saat ini hampir semua negara tidak bisa lepas
dari interaksi ekonomi dengan luar negeri
Sebagai mata uang global dollar AS banyak
digunakan untuk kegiatan perdagangan
internasional Tak terkecuali Indonesia kegiatan
ekspor impor sebagian besar menggunakan
dollar AS sebagai alat pembayaran Oleh
karena itu pergerakan kurs rupiah terhadap
dollar AS sering dijadikan indikator untuk
menentukan kebijakan perekonomian nasional
Secara konseptual nilai tukar mata uang
memiliki hubungan negatif terhadap ekspor
Ketika kurs rupiah terhadap dollar AS
mengalami apresiasi (penguatan) maka kinerja
ekspor akan tertekan karena harga
barangjasa yang dijual ke luar negeri menjadi
lebih murah Sebaliknya ketika kurs rupiah
terhadap dollar AS mengalami depresiasi
(penurunan) maka akan mendorong
pertumbuhan ekspor Selama tahun 2019 kurs
rupiah terhadap dollar AS mengalami
depresiasi disebabkan penguatan dollar AS
terhadap seluruh mata uang dunia diikuti oleh
kenaikan imbal hasil atau yield obligasi
pemerintah AS dan penurunan harga minyak
dunia Di sisi lain sentimen pelemahan ekonomi
Tiongkok turut andil terhadap pelemahan nilai
tukar rupiah Dibuka pada awal Januari sebesar
Rp14465 kurs rupiah cenderung bergerak
fluktuatif dengan kecenderungan menguat
dan ditutup pada angka Rp13901 pada akhir
tahun 2019
B INDIKATOR KESEJAHTERAAN
Indikator pembangunan yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat
diantaranya Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Tingkat Kemiskinan Tingkat Ketimpangan
(Gini Ratio) dan Kondisi Ketenagakerjaan
B1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pembangunan infrastruktur menjadi lebih
produktif jika memiliki sumber daya manusia
(human resources) yang berkualitas Jika jumlah
SDM berkualitas tidak memadai maka
1446500
1397800
1411100
1423100
1424500
1423100
1411700
1409800
1419000
1419600
1406600
1390100
13750
14000
14250
14500
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Grafik 215
Tren Pergerakan Kurs Tengah Rupiah
per 1 US$ Tahun 2019
Sumber Bank Indonesia (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
30
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
pembangunan infrastruktur menjadi kurang
efisien dan efektif Akibatnya proses produksi
membutuhkan input dengan ekonomi biaya
tinggi (high cost economy) dan kualitas output
yang dihasilkan rendah Oleh karena itu para
ekonom berpendapat bahwa rendahnya
investasi pada modal manusia (human capital
resources) merupakan penyebab lambatnya
pertumbuhan Investasi yang rendah pada
sektor pendidikan pengetahuan dan
keterampilan menyebabkan produktivitas
modal fisik menurun (Jhingan 1983)
Untuk mengukur keberhasilan pembangunan
pada modal manusia PBB melalui United
Nations Development Programme (UNDP)
mengkombinasikan pencapaian di bidang
pendidikan kesehatan dan pendapataan
pengeluaran riil atau yang dikenal dengan
Human Development Index (HDI) Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Menurut UNDP
IPM suatu daerah dapat dikelompokkan ke
dalam empat kategori yaitu sangat tinggi (IPM
ge 80) tinggi (70 le IPM lt 80) sedang (60 le IPM lt
70) dan rendah ( IPM lt 60)
Walaupun masih tertinggal dari daerah lain dan
menduduki peringkat terakhir secara nasional
pencapaian IPM Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan tiap tahun Pada
tahun 2011 IPM Provinsi Papua Barat mencapai
nilai 599 (masuk dalam kategori rendah) jauh
di bawah IPM nasional sebesar 6709 Kemudian
sejak tahun 2012 IPM Provinsi Papua Barat naik
kelas menjadi kategori sedang dengan nilai
603 Selanjutnya pada tahun 2018 IPM Provinsi
Papua Barat menjadi 6374
Jika dilihat per daerah pencapaian IPM di
Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk
dalam kategori sangat tinggi bahkan masih
banyak daerah yang masuk kategori IPM
rendah diantaranya Wondama Sorong
Selatan Tambrauw Maybrat Manokwari
Selatan dan Pegunungan Arfak Sementara itu
hanya 2 (dua) daerah yang masuk kategori IPM
tinggi yaitu Kab Manokwari dan Kota Sorong
Sumber United Nations Development Programme (UNDP)
Gambar 21
Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM
-
Sangat Tinggi
Manokwari (7117)
Kota Sorong (7735)
Tinggi
Fakfak (6699)
Kaimana (6367)
Teluk Bintuni (6313)
Kab Sorong (6432)
Raja Ampat (6284)
Sedang
Wondama (5886)
Sorong Selatan (6101)
Tambrauw (5195)
Maybrat (5816)
Mansel (5884)
Pegunungan Arfak (5531)
Rendah
Gambar 22 IPM Kab Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018
Berdasarkan Klasifikasi UNDP
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
599 6036091 6128 6173 6221
62996374
6709677
6831689
69557018
70817139
52
56
60
64
68
72
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Grafik 216
Perkembangan Nilai IPM (Metode Baru) Provinsi Papua
Barat dan Nasional Tahun 2011-2018
Papua Barat Nasional
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
31 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Adapun daerah yang masuk kategori sedang
yaitu Fakfak KaimanaTeluk Bintuni Sorong dan
Raja Ampat
IPM yang tinggi di Kota Sorong dan Kab
Manokwari menunjukan adanya korelasi
antara suatu daerah sebagai pusat
perekonomian pemerintahan dengan
pencapaian nilai IPM Sebaliknya ketika suatu
daerah jauh dari pusat perekonomian
pemerintahan seperti Kab Pegunungan Arfak
yang merupakan daerah pemekaran baru
memiliki nilai IPM yang jauh tertinggal dari Kota
Sorong dan Kab Manokwari
B2 Kemiskinan
Konsep kemiskinan seringkali dihubungkan
antara tingkat pendapatan dan kebutuhan
seseorang Jika pendapatan tidak mampu
memenuhi kebutuhan minimum maka
seseorang dapat dikatakan miskin Ravallion
(1995) menyebutkan ciri khas dari kemiskinan
diantaranya kelaparan ketidakberdayaan
terpinggirkan tidak mempunyai tempat
tinggal dan apabila sakit tidak memiliki dana
untuk berobat Selain itu orang miskin pada
umumnya tidak dapat membaca karena tidak
mampu untuk bersekolah dan tidak memiliki
pekerjaan
Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah
Provinsi Papua Barat dihadapkan pada
masalah kemiskinan yang cukup pelik Tingkat
kemiskinan Provinsi Papua Barat sangat tinggi
hingga menduduki peringkat kedua secara
nasional setelah Provinsi Papua Pada tahun
2016 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
mencapai 2488 persen jauh lebih tinggi
dibandingkan tingkat kemiskinan nasional
sebesar 107 persen Kemudian pada tahun
2019 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
turun jauh hingga menjadi 2151 persen
Keadaan tersebut menunjukan bahwa selama
beberapa tahun ke belakang penurunan
tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat
cukup signifikan jika dibandingkan dengan
banyaknya kendala yang harus dihadapi
Pembangunan yang berlangsung selama ini
tampaknya cukup berhasil meningkatkan taraf
hidup penduduk keluar dari garis kemiskinan
Berdasarkan tipologinya tingkat kemiskinan
Provinsi Papua Barat di pedesaan sangat tinggi
bahkan di atas level 30 persen namun
sebaliknya tingkat kemiskinan di perkotaan
pada kisaran 5 persen Pada tahun 2016 tingkat
kemiskinan pedesaan Provinsi Papua Barat
mencapai 3733 persen Kemudian turun
menjadi 3429 persen pada tahun 2018 dan 332
persen pada tahun 2019 Melihat kondisi
tersebut seharusnya program-program
pemerintah lebih difokuskan ke daerah
pedesaan baik dalam rangka investasi ekonomi
yang bersifat produktif maupun investasi
manusia di bidang pendidikan kesehatan
perumahan dan layanan sosial lainnya Selain
itu program-program pengentasan kemiskinan
yang digalakkan pemerintah daerah harus
bermula dari pedesaan untuk menstimulus
kesejahteraan masyarakat desa
24882312 2266
2151
107 1012 966 922
0
5
10
15
20
25
30
2016 2017 2018 2019
Grafik 217
Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun
2016 - 2019 (persen)
Pabar Nasional
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
32
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Jika dilihat berdasarkan daerahnya pada
tahun 2019 seluruh kabupaten kota di Provinsi
Papua Barat memiliki tingkat kemiskinan di atas
nasional dengan tingkat kemiskinan tertinggi
yaitu Kab Pegunungan Arfak dan Tambraw
masing-masing sebesar 3487 persen dan 3437
persen Adapun kemiskinan terendah dimiliki
Kota Sorong dan Kab Kaimana masing-masing
sebesar 1529 persen dan 1604 persen
B3 Ketimpangan
Sebuah keniscayaan bahwa pembangunan
mengharuskan adanya tingkat pendapatan
yang tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan
Namun demikian tingkat pendapatan yang
tinggi perlu didukung oleh indikator lainnya
berupa pemerataan distribusi pendapatan
Distribusi pendapatan yang timpang menurut
Cramer (2001) menyebabkan terjadinya konflik
sosial dalam masyarakat meskipun hal tersebut
bukan hanya disebabkan oleh faktor ekonomi
Jika peningkatan pendapatan hanya
melibatkan sebagian kecil orang kaya maka
penanggulangan kemiskinan akan bergerak
melambat dan ketimpangan semakin tinggi
Salah satu cara untuk mengukur tingkat
distribusi pendapatan dengan menggunakan
Rasio Gini (Gini Ratio) Rasio tersebut mampu
menggambarkan derajat ketimpangan
distribusi pendapatan dalam suatu daerah
dengan nilai terletak antara 0 (kemerataan
sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan
sempurna)
Tingkat distribusi pendapatan Provinsi Papua
Barat tahun 2016-2019 tercatat fluktuatif namun
masih timpang ditandai dengan nilai gini ratio
yang rendah setelah sebelumnya meningkat
Selama kurun waktu tersebut ketidakmerataan
pendapatan di Provinsi Papua Barat masuk
dalam kategori sedang Pada tahun 2016 gini
ratio Provinsi Papua Barat sebesar 0373 dan
merangkak naik menjadi 0390 pada tahun 2017
568 569 516 557
37333512 3429 332
0
10
20
30
40
2016 2017 2018 2019
Grafik 218
Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan
Tahun 2016 - 2019 (persen)
Perkotaan Pedesaan
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
3487
3437
3238
3208
3049
2989
2935
2380
2154
1867
1753
1604
1529
0 10 20 30 40
Pegunungan Arfak
Tambrauw
Teluk Wondama
Maybrat
Teluk Bintuni
Manokwari Selatan
Sorong
Fakfak
Manokwari
Sorong Selatan
Raja Ampat
Kaimana
Kota Sorong
Grafik 219
Tingkat Kemiskinan KabKota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2019
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
0373
03900391
0381
0397
0393
0384
038
036
037
038
039
04
2016 2017 2018 2019
Papua Barat Nasional
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Grafik 220
Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat
dan Nasional Tahun 2016-2019
33 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
meskipun pada kedua periode tersebut berada
di bawah gini ratio nasional Kemudian pada
tahun 2018 gini ratio Provinsi Papua Barat
kembali naik menjadi 0391 bahkan lebih tinggi
dari pencapaian nasional Gini ratio kembali
turun pada tahun 2019 menjadi 0381 atau
sedikit di atas nilai nasional sebesar 0380
B4 Ketenagakerjaan
Untuk melihat kondisi ketenagakerjaan di suatu
daerah diantaranya dapat tercermin pada
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan
tingkat pengangguran
B41 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Indikator ini menunjukan persentase jumlah
angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja
Semakin tinggi TPAK menunjukkan semakin
tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour
supply) yang tersedia untuk memproduksi
barang dan jasa pada suatu daerah TPAK
Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai
6827 persen mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya sebesar 6788 persen Hal ini
mengindikasikan bahwa jumlah angkatan kerja
yang siap untuk bekerja semakin bertambah
B42 Tingkat Pengangguran
Secara teoritis pengangguran memiliki
hubungan negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi
hal tersebut mencerminkan adanya
penambahan output yang membutuhkan
banyak tenaga kerja untuk memenuhi
kapasitas produksi Arthur Okun melalui studinya
(Okunrsquos Law) menyebutkan bahwa semakin
tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka
tingkat pengangguran akan semakin berkurang
(Blanchard 2006)
Di saat jumlah pengangguran dan tingkat
pengangguran nasional mengalami kenaikan
jumlah pengangguran dan tingkat
pengangguran Provinsi Papua Barat juga ikut
bergerak naik Pada tahun 2018 jumlah
pengangguran Provinsi Papua Barat mencapai
26129 orang dengan tingkat pengangguran
sebesar 567 persen Kemudian pada tahun
2019 jumlah pengangguran Provinsi Papua
Barat meningkat menjadi 28846 orang dengan
tingkat pengangguran terseret naik menjadi
624 persen Tampaknya program pemerintah
dalam perluasan dan penciptaan lapangan
pekerjaan belum mampu menekan jumlah dan
tingkat pengangguran di Provinsi Papua Barat
Untuk mengurangi tingkat pengangguran
pemerintah daerah dapat menciptakan
7005
6747
6788
6827
66
67
68
69
70
71
2016 2017 2018 2019
Grafik 221
TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
18806
25037
33214
26129 28846
460
573
752
567
624
000
200
400
600
800
2015 2016 2017 2018 2019
-
10000
20000
30000
40000
Grafik 222
Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua
Barat Tahun 2015 ndash 2019
Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
34
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
kesempatan kerja melalui peningkatan
keahlian sertifikasi pendirian tempat latihan
ketrampilan magang serta meningkatkan
inventasi yang menyerap banyak tenaga kerja
lokal
C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI
DAN PEMBANGUNAN REGIONAL
Efektivitas kebijakan makroekonomi dan
pembangunan Provinsi Papua Barat dapat
diketahui dengan melihat kinerja dari setiap
indikator yang ada dengan membandingkan
antara target dan pencapaian dari setiap
indikator yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah dalam dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Selain itu efektivitas kebijakan
makroekonomi juga dapat diketahui dengan
melihat pengaruh dari sebuah indikator
makroekonomi dan pembangunan terhadap
indikator lainnya
C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan
Pembangunan
Kinerja perekonomian daerah tercermin dari
pencapaian target indikator makroekonomi
dan pembangunan sebagaimana yang telah
ditetapkan pada dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Dokumen RPJMD merupakan rencana
pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)
tahunan yang merupakan penjabaran dari visi
misi dan program kepala daerah Untuk Provinsi
Papua Barat dokumen RPJMD disusun untuk
periode tahun 2017 ndash 2021 Sebagai penjabaran
RPJMD tahun ketiga Pemerintah Daerah
Provinsi Papua Barat menetapkan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2019
yang memuat target indikator-indikator makro
dan kesejahteraan sebagai ukuran
keberhasilan selama satu tahun Beberapa
indikator makroekonomi dan pembangunan
dalam RKPD yang menjadi target pemerintah
daerah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 70 persen
laju inflasi pada level 366 persen gini ratio
sebesar 042 tingkat kemiskinan sebesar 2329
persen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
sebesar 6364 dan tingkat pengangguran
sebesar 642 persen
Tabel 22
Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Indikator Target RKPD Kinerja
Pertumbuhan Ekonomi (persen) 70 266
Inflasi (persen) 366 193
Tingkat Kemiskinan (persen) 2329 2151
Tingkat Pengangguran (persen) 642 624
Gini Ratio 042 0381
IPM 6364 6374
Sumber RPJMD RKPD Provinsi Papua Barat dan BPS
Provinsi Papua Barat (data diolah)
Indikator makroekonomi dan pembangunan
Provinsi Papua Barat tahun 2019 yang mampu
mencapai target yang ditetapkan pada
dokumen RKPD diantaranya tingkat inflasi yang
berhasil dikendalikan sebesar 193 tingkat
kemiskinan juga berhasil ditekan sebesar 2151
persen Demikian pula dengan IPM yang
berhasil meningkat dan melebihi target pada
angka 6374 Selain itu nilai gini ratio tercatat
juga mampu mencapai target pada angka
0381 Sementara indikator lainnya belum
mencapai target yang ditetapkan seperti
tingkat pengangguran yang mencapai 624
persen Sama halnya dengan capaian tingkat
pertumbuhan yang belum memenuhi target
yang hendak dicapai dengan nilai indikator
tersebut berada pada angka 266 persen
35 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Kemiskinan Pendekatan
Model Panel Data
C21 Landasan Teori
Salah satu masalah perekonomian yang cukup
rumit dan hampir terjadi di setiap negara yaitu
tingginya angka kemiskinan Terdapat tiga
penyebab utama timbulnya masalah
kemiskinan Pertama prasarana dan sarana
pendidikan yang tidak memadai sehingga
menyebabkan tingginya jumlah penduduk
buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan
ataupun keahlian Kedua sarana kesehatan
dan pola konsumsi buruk sehingga hanya
sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi
tenaga kerja produktif Ketiga penduduk
terkonsentrasi di sektor pertanian dan
pertambangan dengan metode produksi yang
telah usang dan ketinggalan zaman (Jhingan
1983)
Sebagaimana dikatakan Nurkse daerah yang
terbelakang pada umumnya terjerat ke dalam
lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty)
Menurut Nurkse lingkaran kemiskinan
disebakan oleh rendahnya tingkat pendapatan
sehingga menyebabkan tingkat permintaan
rendah Dengan tingkat permintaan yang
rendah mengakibatkan tingkat investasi pun
rendah Tingkat investasi yang rendah kembali
menyebabkan modal kurang dan produktifitas
rendah dan begitu seterusnya hingga
membentuk sebuah lingkaran sebab akibat dari
kemiskinan (Jhingan 1983)
Dari berbagai teori pertumbuhan yang
dikemukakan oleh banyak ekonomi seperti Teori
Harold Domar Teori Solow Teori Dorongan Kuat
(Big Push Theory) dan Teori Rostow maka dapat
diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor
utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu
akumulasi modal yang meliputi semua bentuk
atau jenis investasi baru pertumbuhan
penduduk dan kemajuan teknologi Investasi
melalui penyerapan tenaga kerja baik oleh
swasta maupun oleh pemerintah
perkembangan teknologi yang semakin inovatif
dan produktif dan pertumbuhan penduduk
melalui peningkatan modal manusia (human
capital) diharapkan mampu mengurangi
jumlah kemiskinan yang ada Sehingga ketika
terjadi pertumbuhan ekonomi yang berarti
terjadi pertumbuhan pendapatan atau
pertumbuhan produksi dari barang-barang
yang dihasilkan maka diharapkan akan
menurunkan kemiskinan dengan memutus
mata rantai lingkaran kemiskinan seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya Dengan adanya
pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat
meningkatkan produktifitas yang ada sehingga
dengan kenaikan produktifitas maka
pendapatan per kapita juga akan naik yang
pada akhirnya membawa pada penurunan
tingkat kemisikinan
C22 Metode dan Hasil Estimasi
Untuk mengukur pengaruh dari pertumbuhan
ekonomi terhadap kemiskinan di Provinsi Papua
Barat menggunakan model sebagai berikut
Tingkat Kemiskinan = f (Pertumbuhan Ekonomi)
Gambar 23
Lingkaran Kemiskinan Nurkse
Sumber Jhingan (1983)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
36
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Dari model di atas dituangkan dalam model
persamaan ekonometrika sebagai berikut
Log(Poverty) = β0 + β1Log(Growth) + ε
dimana
Poverty = Tingkat Kemiskinan (persen)
Growth = Pertumbuhan Ekonomi (persen)
β n = Parameter atau koefisien regresi
ε = Variabel ganggguan
Penggunaan log model pada persamaan di
atas bertujuan untuk mengetahui elastisitas
pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat
kemiskinan di mana koefisien β1 β2 dan β3
menunjukan persentase perubahan tingkat
kemiskinan akibat persentase perubahan
pengeluaran pemerintah (Gujarati 2009)
Adapun data yang digunakan berupa data
panel yang merupakan gabungan antara data
lintas waktu (time series) dari tahun 2015 ndash 2019
dan data lintas individu (cross section) seluruh
kabupaten kota di Provinsi Papua Barat
Baltagi dalam Gujarati (2004) menyatakan
bahwa terdapat beberapa keuntungan dalam
penggunaan data panel yaitu
1 Dengan mengkombinasikan time series dan
cross section data panel akan memberikan
data yang lebih informatif lebih variatif dan
mengurangi kolinearitas antar variabel
derajat kebebasan yang lebih banyak dan
efisiensi yang lebih besar
2 Dengan mempelajari bentuk cross section
berulang-ulang dari observasi data panel
lebih baik dalam rangka mempelajari
dinamika perubahan
3 Data panel dapat berinteraksi lebih baik
dan mengukur efek-efek yang tidak dapat
diobservasi dalam cross section murni
maupun data time series murni
4 Data panel memungkinkan kita untuk
mempelajari model perilaku yang lebih
rumit
5 Dengan membuat data tersedia dalam
jumlah lebih banyak data panel dapat
meminimumkan bias yang dapat terjadi bila
kita mengagregatkan individu ke dalam
agregrat yang luas
6 Secara garis besar data panel dapat
memperkaya analisis empiris dengan
berbagai cara yang mungkin tidak terjadi
jika hanya menggunakan cross section atau
data time series
Metode yang digunakan untuk mengestimasi
model di atas yaitu metode regresi data panel
melalui program komputer Eviews 10 Ada
beberapa teknik yang digunakan diantaranya
metode ordinary least square fixed effect dan
random effect Untuk menentukan teknik mana
yang terbaik maka digunakan Uji Hausman
Ringkasan hasil Uji Hausman dapat dilihat pada
tabel berikut (hasil lengkap Uji Hausman
terdapat pada bagian Lampiran)
Tabel 23
Ringkasan Hasil Uji Hausman
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Cross-section random 0011090 1 09161
Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10
Berdasarkan Uji Hausman di atas diperoleh nilai
probabilitas Chi-Square di atas 5 persen yang
menunjukan bahwa metode random effect
merupakan pilihan terbaik untuk mengestimasi
model yang ada Selanjutnya ringkasan hasil
regresi dengan menggunakan teknik random
effect adalah sebagai berikut (hasil lengkap
estimasi terdapat pada bagian Lampiran)
37 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Tabel 24
Ringkasan Hasil Regresi Data Panel
Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10
Berdasarkan hasil regresi di atas maka model
persamaan untuk mengukur pengaruh dari
pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di
Provinsi Papua Barat adalah
Log(Poverty) = 3219 - 0808 Log(Growth) + ε
Selanjutnya hasil regresi dan persamaan di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut
1 Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai R-
Squared (R2) yang didapat sebesar 79
persen Artinya bahwa variasi perubahan
yang terjadi pada variabel pengeluaran
pemerintah sektor pendidikan kesehatan
dan infrastruktur adalah sebesar 79 persen
dapat menjelaskan variasi perubahan
variabel tingkat kemiskinan sedangkan
sisanya sebesar 921 persen dijelaskan di luar
model
2 Pada tingkat kepercayaan 5 persen (α =
005) peningkatan yang terjadi pada
pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh
signifikan terhadap penurunan tingkat
kemiskinan Hal ini disebabkan memiliki nilai
t-statistik (probabilitas) lebih besar dari α
(01434 gt 005)
3 Koefisien (-0808) menunjukan bahwa
elastisitas dari pertumbuhan ekonomi
terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0808
(inelastis) Artinya jika pertumbuhan
ekonomi naik 1 persen maka tingkat
kemiskinan hanya turun 0808 persen
C23 Implikasi Kebijakan
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat
memiliki tingkat sensitifitas yang rendah
terhadap tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari
nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di
bawah satu persen atau bersifat inelastis
Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan
ekonomi sebesar satu persen maka penurunan
tingkat kemiskinan di bawah satu persen
Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat
tidak berpengaruh signifikan terhadap
penurunan tingkat kemiskinan Hal ini bertolak
belakang dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh David Dollar dan Aart Kraay
(2000) berjudul Growth is Good for The Poor
dimana pertumbuhan ekonomi mampu
mengakselerasi penurunan kemiskinan secara
signifikan Pengaruh yang tidak signifikan
tersebut disebabkan belum meratanya hasil dari
pertumbuhan ekonomi Hal ini terkonfirmasi juga
dari gini ratio Provinsi Papua Barat yang
mengalami peningkatan yang berarti bahwa
distribusi pendapatan semakin tidak merata
Selama ini kue pertumbuhan ekonomi kurang
menjangkau penduduk miskin Berbagai sektor
yang memiliki andil besar terhadap
pertumbuhan ekonomi sebagian besarnya
tercurah ke daerah perkotaan sehingga
manfaatnya hanya dinikmati oleh penduduk di
perkotaan saja walaupun sebagian kecilnya
dirasakan juga oleh penduduk pedesaan
Padahal 90 persen jumlah penduduk miskin di
Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di daerah
pedesaan (kampung) Hal inilah yang
menyebabkan pengaruh dari pertumbuhan
ekonomi Provinsi Papua Barat tidak memiliki
dampak yang besar terhadap penurunan
tingkat kemiskinan
Variabel Hasil Regresi
C growth
Koefisien 3219 - 0808
t-statistik (prob) 00000 01434
f-statistik (prob) 0401
R-square 0079
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
38
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Dari hasil di atas kebijakan yang dapat diambil
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
melalui pertumbuhan ekonomi dalam
mengurangi tingkat kemiskinan yaitu
1 Sebagai salah satu komponen
pertumbuhan ekonomi pengeluaran
pemerintah di Provinsi Papua Barat harus
lebih fokus ke daerah pedesaan (kampung)
dan remote area yang sulit terjangkau oleh
sarana transportasi yang memadai Hal ini
didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah
penduduk miskin di Provinsi Papua Barat
sebagian besar berada di daerah
pedesaan pegunungan dan pedalaman
2 Meningkatkan kualitas pertumbuhan
ekonomi melalui penyediaan sarana
infrastruktur yang layak dan memadai di
daerah pedesaan dan remote area
terutama sarana pendidikan kesehatan
dan transportasi beserta tenaga pendidikan
dan kesehatan yang handal di bidangnya
3 Mengoptimalisasi anggaran dana desa
melalui program padat karya tunai (cash for
work) untuk kegiatan pembangunan desa
seperti (a) pengadaan pembangunan
pengembangan dan pemeliharaan sarana
prasarana desa (b) peningkatan kualitas
dan akses terhadap pelayanan sosial dasar
dan (c) pengadaan pembangunan
pengembangan dan pemeliharaan sarana
prasarana usaha ekonomi desa
4 Melaksanakan program perlindungan sosial
bagi penduduk miskin Diantara program
yang direkomendasikan yaitu memberi
bantuan tunai secara bersyarat (conditional
cash transfer) yang mewajibkan bagi
penerima bantuan seperti anak usia
sekolah balita ibu hamil dan ibu menyusui
untuk berpartisipasi aktif pada fasilitas
pendidikan dan kesehatan Pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat dapat
mengadopsi program conditional cash
transfer Bolsa Familia di Brazil atau program
yang saat ini sedang digalakkan pemerintah
pusat yaitu Program Keluarga Harapan
(PKH)
5 Meningkatkan kualitas belanja (quality of
spending) pemerintah dengan cara
memfokuskan alokasi anggaran pada
belanja prioritas terutama untuk daerah
pedesaan
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN
APBN
BELANJA
PEMERINTAH PUSAT
TRANSFER KE DAERAH
amp DANA DESA
789 T
2383 T
PAJAK PNBP
219 T 029 T
TAX TAX
RATIO RATIO 309 309 gtgt gtgt
DJPbKawalAPBN
39
Perkembangan dan Analisis APBN
nggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) menggambarkan
kondisi keuangan pemerintah yang
berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan
dan alokasi belanja pemerintah untuk satu
periode tahun anggaran yang ditetapkan
dalam Undang-Undang
A APBN TINGKAT PROVINSI
APBN tingkat provinsi menggambarkan potret
kondisi keuangan APBN di Provinsi Papua Barat
yang disajikan dalam bentuk I-account
disajikan dalam tabel 31 Pada tabel tersebut
target pendapatan negara tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
sebesar 116 persen dibandingkan target tahun
2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi
Rp268042 miliar Penurunan target tersebut
didasarkan pada asumsi bahwa kondisi
perekonomian pada tahun 2019 masih dalam
tahap ketidakpastian global Tantangan dan
dinamika yang cukup berat mengingat
volatilitas harga komoditas internasional seperti
minyak dan gas bumi turut mempengaruhi
target penerimaan pajak di Papua Barat
Sementara itu dari aspek belanja negara
terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar
427 persen dibandingkan pagu tahun 2018
yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi
Rp3457711 miliar Alokasi belanja APBN 2019
A
BAB III
Perkembangan dan Analisis
APBN
Tabel 31
Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 (miliar Rp)
Uraian Pagu 2018 Real 2018 Pagu 2019 Real 2019
PENDAPATAN NEGARA 303205 249363 268042 294509
Pendapatan Perpajakan 275325 219362 245494 265104
Pendapatan Bukan Pajak 27880 30001 22549 29404
Hibah - - - -
BELANJA NEGARA 2423117 2491602 3457711 3172329
Belanja Pemerintah Pusat 722953 681662 869620 788870
Transfer ke Daerah dan Dana Desa 1700164 1809940 2588091 2383459
SURPLUS (DEFISIT) (2119912) (2242239) (3189669) (2877820)
PEMBIAYAAN - - - -
Pembiayaan Dalam negeri - - - -
Pembiayaan Luar Negeri - - - -
Sumber OM-SPAN KPP Pratama Manokwari dan Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
40
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
yang naik dibandingkan dengan tahun
sebelumnya disebabkan oleh peningkatan
kebutuhan anggaran di daerah yang
digunakan untuk membiayai program dan
kegiatan Satuan Kerja (Satker) Kementerian
NegaraLembaga (KL) dan belanja daerah
melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD) Hal ini tercermin dari kenaikan yang
cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223
persen dari Rp1700164 miliar menjadi
Rp2588091 miliar pada tahun 2019 serta
belanja barang sebesar 1224 persen menjadi
Rp32754 miliar
Di samping itu penambahan komponen
pembayaran THR PNS tahun ini yang berakibat
pada kenaikan pagu belanja pegawai turut
andil dalam peningkatan pagu belanja APBN
secara keseluruhan Pembayaran THR PNS
tahun 2019 ditambahkan komponen tunjangan
keluarga tunjangan tambahan dan tunjangan
kinerja Pada tahun 2019 pagu belanja
pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari
Rp156741 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp187346 miliar pada tahun 2019
Sementara itu kenaikan yang cukup signifikan
terjadi pada pagu belanja modal dari
Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik
sebesar 3005 persen Hal ini disebabkan
keberadaan proyek-proyek infrastruktur
strategis lanjutan di Provinsi Papua Barat
sehingga alokasi belanja modal pada kembali
bertambah dari sebelumnya sempat menurun
Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi
pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat
mencapai 10987 persen sedangkan realisasi
belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan
membandingkan antara realisasi penerimaaan
dan belanja APBN pada tahun ini terdapat
defisit anggaran sebesar Rp2877820 miliar Hal
ini disebabkan oleh target penerimaan yang
belum optimal tercapai meskipun realisasi
penerimaan jauh lebih besar (181 persen) dari
tahun sebelumnya
B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT
TINGKAT PROVINSI
Pendapatan pemerintah pusat di Provinsi
Papua Barat terdiri dari penerimaan perpajakan
dan penerimaan bukan pajak Pada tahun
2019 realisasi pendapatan pemerintah pusat di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar
atau naik 181 persen dari tahun sebelumnya
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi
pencapaian realisasi pendapatan tersebut
diantaranya
1 Kondisi perekonomian nasional yang tidak
terpengaruh dan tetap tumbuh meskipun
terdapat ketidakopastian global dan
perang dagang AS-Tiongkok
Perekonomian regional yang didorong
sektor migas memberikan dampak yang
baik terhadap penerimaan negara di
Provinsi Papua Barat Terjadi peningkatan
persentase realisasi penerimaan terhadap
target yang telah ditetapkan akibat
multiplier effect dari migas terhadap industri
lainnya
2 Meskpiun ketergantungan penerimaan
negara terhadap sumber daya alam
(natural resources) memberikan risiko
tingkat penerimaan yang rendah namun
harga pasar komoditas yang fluktuatif
mempengaruhi peningkatan penerimaan
3 Pelaksanaan proses produksi masih belum
mendapatkan inovasi sehingga bergantung
pada ekspor bahan baku (raw material)
dan tenaga kerja padat karya sehingga
41 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
sedikit memberikan kontribusi bagi kenaikan
penerimaan negara
B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat
Penerimaan perpajakan pemerintah pusat
tingkat provinsi terdiri atas penerimaan pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan
internasional Penerimaan pajak dalam negeri
di Provinsi Papua Barat terdiri dari PPh
Perseorangan PPh Badan PBB PPN dan Pajak
Lainnya Sementara itu di Provinsi Papua Barat
tidak memiliki penerimaan negara berupa
pajak perdagangan internasional Berikut ini
target dan realisasi penerimaan perpajakan
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat tahun
2018 ndash 2019
Realisasi penerimaan perpajakan pemerintah
pusat di Provinsi Papua Barat mengalami
peningkatan sebesar 2085 persen yaitu dari
Rp219362 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp265104 miliar pada tahun 2019 Hal ini
disebabkan oleh kenaikan realisasi pada jenis
pajak PPN Dalam Negeri dan PPh non migas
lainnya Penerimaan kedua jenis pajak tersebut
sangat ditentukan oleh kondisi perekonomian
dimana pada tahun 2019 tetap tumbuh
meskipun berada pada ketidakpastian global
Dari keseluruhan jenis pajak pemerintah pusat
yang ada di Provinsi Papua Barat PPN Dalam
Negeri masih mendominasi jumlah penerimaan
pajak tahun 2019 mencapai Rp 132253 miliar
atau 5069 persen dari total penerimaan pajak
pemerintah pusat Kemudian diikuti PPh
perseorangan sebesar Rp84935 miliar atau
3255 persen dari total penerimaan pajak
pemerintah pusat dengan kontribusi terbesar
berasal dari penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh
Final
Apabila dilihat per daerah realisasi penerimaan
pajak tertinggi pada tahun 2019 yaitu Kab
Manokwari dan Kota Sorong masing-masing
sebesar Rp80307 miliar dan Rp73192 miliar Hal
ini disebabkan kedua daerah tersebut
merupakan pusat perekonomian di Provinsi
Papua Barat yang memiliki potensi penerimaan
pajak yang lebih besar dibandingkan daerah
lainnya Adapun realisasi penerimaan pajak
terendah yaitu Kab Pegunungan Arfak dan
Kab Tambrauw masing-masing sebesar Rp1606
miliar dan Rp2099 miliar disebabkan kedua
Tabel 32
Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)
Jenis Pajak
Per Akun
2018 2019
Target Realisasi Target Realisasi
PPh Non Migas 148261 89943 106294 105582
PPN dan
PPnBM 109643 111600 123631 133253
Pendapatan
atas PL amp PIB 4035 2117 2960 6448
PBB dan BPHTB 13285 12182 12503 15580
PPh Migas 0 022 0 059
Cukai 0 019 0 036
Bea Masuk 101 3479 106 4149
TOTAL 275225 219362 245388 265104
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)
73192
31783
20142
12906
12668
6494
4622
4564
2180
2152
2099
1606
000 20000 40000 60000 80000
MANOKWARI
KOTA SORONG
TELUK BINTUNI
SORONG
FAK FAK
KAIMANA
RAJA AMPAT
SORONG SELATAN
TELUK WONDAMA
MAYBRAT
MANOKWARI SELATAN
TAMBRAUW
PEGUNUNGAN ARFAK
Grafik 31
Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 Per
KabupatenKota di Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
42
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
daerah tersebut masih menggali sumber-
sumber penerimaan perpajakan lainnya
Jika dilihat per sektor realisasi penerimaan
pajak terbesar Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 berasal dari sektor konstruksi sebesar
Rp106928 miliar atau 4101 persen dari realisasi
seluruh penerimaan pajak Adapun dari 10
sektor penerimaan pajak terbesar di Papua
Barat realisasi penerimaan pajak terkecil
berasal dari sektor real estate sebesar Rp189
miliar atau hanya 007 persen dari realisasi
seluruh penerimaan pajak Hal ini dapat dilihat
pada grafik berikut
Selanjutnya untuk melihat kinerja perpajakan
pada suatu daerah maka digunakan tax ratio
Ukuran tersebut merupakan perbandingan
antara jumlah penerimaan pajak di suatu
daerah dibandingkan dengan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut Tax ratio
menunjukkan kemampuan pemerintah dalam
mengumpulkan penerimaan pajak dan
kepatuhan pembayaran pajak oleh
masyarakat Apabila tax ratio suatu daerah
semakin besar dapat diartikan bahwa
pemerintah lebih leluasa dalam
menyelenggarakan pemerintahan
Tax ratio Provinsi Papua Barat mengalami
kenaikan dari 302 persen pada tahun 2018
menjadi 309 persen pada tahun 2019 Nilai tax
ratio sebesar 309 persen tersebut dapat
dikategorikan rendah jika dibandingkan
dengan tax ratio nasional sebesar 115 persen
Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa
semakin berkurangnya potensi dan
kemampuan pemerintah dalam memungut
pajak Beberapa hal lainnya yang turut
menyumbang rendahnya tax ratio di Provinsi
Papua Barat diantaranya adalah telah
berakhirnya program tax amnesty dan belum
adanya program unggulan lainnya dalam
meningkatkan penerimaan pajak sehingga
optimalisasi penerimaan perpajakan belum
maksimal
Rendahnya tax ratio di Papua Barat juga
dipengaruhi oleh meningkatnya besaran
restitusi pajak yang terjadi pada tahun 2019
yang mengakibatkan pemerintah harus
membayar kepada wajib pajak kelebihan
106928
45318
20125
18633
15075
14799
11819
11484
9154
7396
000
Konstruksi
Administrasi Pemerintahan dan
Jaminan Sosial Wajib
Sektor lainnya
Industri Pengolahan
Pertambangan dan Penggalian
Perdagangan Besar dan
Eceran Reparasi dan
Perawatan Mobil danhellip
Kegiatan Jasa Lainnya
Jasa Keuangan dan Asuransi
Transportasi dan Pergudangan
Pertanian Kehutanan dan
Perikanan
Grafik 32
Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor di
Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)
138126 125
180
156 158
003 003 008
020 017 018
000
050
100
150
200
2017 2018 2019
Grafik 33
Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat
Tahun 2017 ndash 2019 (persen)
PPh Non Migas PPN dan PPnBM
Pendapatan atas PL dan PIB PBB dan BPHTB
Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)
43 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
pembayaran pajak Selain itu rendahnya
tingkat kesadaran wajib pajak di Provinsi Papua
Barat untuk memenuhi kewajibannya turut
mendorong penurunan tax ratio Keadaan
yang demikian memerlukan upaya lebih dari
pemerintah dalam meningkatkan edukasi ke
wajib pajak
B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi
Selain dari sektor perpajakan penerimaan
negara yang bersumber dari bukan pajak saat
ini juga telah mulai diperhitungkan untuk
dijadikan andalan dalam memaksimalkan
penerimaan negara Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) adalah semua penerimaan
Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk
penerimaan dari sumber daya alam
Penerimaan bagian laba BUMN PNBP lainnya
serta Penerimaan BLU Berdasarkan jenisnya
PNBP dapat dibedakan menjadi empat yaitu
penerimaan Sumber Daya Alam Bagian
Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan
Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU
Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat
Provinsi di Provinsi Papua Barat tahun 2019
dapat dilihat pada tabel 33
Dari tabel tersebut di atas realisasi PNBP
pemerintah pusat Provinsi Papua Barat tahun
2019 sebesar Rp29404 miliar atau turun 199
persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya
yang berjumlah Rp30001 miliar PNBP Lainnya
memiliki kontribusi tertinggi dengan nilai Rp2822
miliar atau 9597 persen dari keseluruhan
realisasi PNBP pemerintah pusat di Provinsi
Papua Barat Adapun kontribusi terkecil berasal
dari Pendapatan BLU sebesar Rp1184 miliar
dikarenakan hanya berasal dari Penerimaan
jasa pelayanan pendidikan yang dihasilkan
oleh satker Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu
Pelayaran (BP2IP) Selain itu faktor penetapan
satker BP2IP sebagai instansi pemerintah yang
menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU oleh
Menteri Keuangan masih tergolong baru yaitu
30 September 2016
B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan
dan PNBP Terhadap Perekonomian
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
kontribusi kemampuan fiskal pemerintah pusat
di Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
terhadap perekonomian yaitu dengan cara
membandingkan penerimaan pajak dan PNBP
pemerintah pusat terhadap PDRB dan jumlah
populasi tiap daerah
Hampir seluruh pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat memiliki tax ratio yang kecil yaitu di
bawah angka 8 persen kecuali Kab Manokwari
sebesar 807 persen Daerah dengan nilai tax
ratio terkecil yaitu Kab Teluk Bintuni yang hanya
mencapai 104 persen Padahal Kab Teluk
Bintuni merupakan daerah yang memiliki PDRB
terbesar di Provinsi Papua Barat namun tidak
mampu mengoptimalkan penerimaan
perpajakannya Adapun untuk PNBP ratio
semua daerah di Provinsi Papua Barat memiliki
nilai di bawah 1 persen kecuali Kab Manokwari
yang mencapai 1857 persen Selanjutnya tax
ratio dan PNBP ratio KabupatenKota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 dapat dilihat pada
Tabel 33
Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Penerimaan
PNBP
Target
2018
Realisasi
2018
Target
2019
Realisasi
2019
SDA - - - -
Bag Pemerintah
atas Laba BUMN - - - -
PNBP Lainnya 27880 29024 22549 28220
Pendapatan
BLU 0 977 0 1184
Total 27880 30001 22549 29404
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
44
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
tabel 34
Kemudian untuk melihat kontribusi masing-
masing penduduk terhadap penerimaan
digunakan rasio antara pajak dan PNBP
terhadap jumlah populasi pada tiap daerah
Pada tahun 2019 penerimaan pajak perkapita
terbesar di Provinsi Papua Barat adalah Kab
Manokwari Selatan dengan nilai Rp889 juta
orang Kemudian diikuti oleh Kab Teluk Bintuni
dan Kab Manokwari masing-masing sebesar
Rp493 juta orang dan Rp458 juta orang
Sementara itu daerah dengan PNBP per kapita
tertinggi yaitu Kab Manokwari dan Kab Sorong
masing-masing sebesar Rp105 juta orang dan
Rp011 juta orang Hal ini sebagaimana terlihat
pada tabel 35
C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT
PROVINSI
Belanja pemerintah pusat merupakan bagian
dari belanja negara yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pemerintah pusat baik
yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah
Belanja pemerintah pusat dapat dibedakan
menjadi belanja pemerintah pusat menurut
organisasi belanja pemerintah pusat menurut
fungsi dan belanja pemerintah pusat menurut
Tabel 34
Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 (persen)
Daerah Perpajakan
PDRB
PNBP
PDRB
Kab Fakfak 243 014
Kab Kaimana 454 007
Kab Teluk Wondama 289 006
Kab Teluk Bintuni 104 000
Kab Manokwari 807 186
Kab Sorong Selatan 240 004
Kab Sorong 181 009
Kab Raja Ampat 223 001
Kab Tambraw 919 -
Kab Maybrat 303 001
Kab Manokwari Selatan 261 -
Kab Pegunungan Arfak 799 036
Kota Sorong 449 045
Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong
dan Manokwari(data diolah)
Tabel 35
Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019
(Rupiah)
Daerah Pajak
Perkapita
PNBP
Perkapita
Kab Fakfak 164013269 9544219
Kab Kaimana 210370257 3449788
Kab Teluk Wondama 140336305 3154748
Kab Teluk Bintuni 493482943 2014405
Kab Manokwari 458429173 105437329
Kab Sorong Selatan 98503558 1624694
Kab Sorong 226504618 11239638
Kab Raja Ampat 133923458 866841
Kab Tambraw 151260665 -
Kab Maybrat 53303539 140258
Kab Manokwari
Selatan 888525173 -
Kab Pegunungan
Arfak 51843479 2326167
Kota Sorong 287825262 28955329
Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong
dan Manokwari(data diolah)
45 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
jenis belanja Belanja pemerintah
merupakan salah satu alat bagi
pemerintah untuk melakukan stimulus
fiskal Salah satunya yang populer pada
saat krisis ekonomi adalah instrumen
ekonomi berupa stimulus fiskal Secara
garis besar komposisi dari stimulus fiskal
adalah berupa pengurangan beban
pajak dan tambahan belanja pemerintah
(increased spending)
C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi
Berdasarkan Organisasi (BA atau KL)
Belanja pemerintah pusat menurut
organisasi adalah belanja pemerintah
pusat yang dialokasikan kepada
kementerian negaralembaga dan
bagian anggaran bendahara umum
negara Penerima alokasi APBN di Provinsi
Papua Barat Tahun Anggaran 2019
adalah 43 Kementerian NegaraLembaga
(KL) dan 1 Bagian Anggaran Bendahara
Umum Negara (BA-BUN) sehingga jumlah
seluruhnya adalah 45 Bagian Anggaran
(BA)
Jumlah total dana APBN berupa Belanja
KL yang dialokasikan untuk Provinsi Papua
Barat mengalami peningkatan dari
Rp727642 miliar pada tahun 2018
menjadi Rp874066 miliar pada tahun
2019 atau naik 2012 persen Hal ini
dikarenakan terdapat peningkatan yang
cukup signifikan pada alokasi belanja
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Kementerian Pertahanan Adapun pagu
belanja APBN terbesar pada tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat dialokasikan untuk
kedua Kementerian tersebut masing-
masing sebesar Rp328424 miliar dan
Rp108941 miliar Anggaran tersebut
Tabel 36
Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggran
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
KementerianLembaga Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Badan Pemeriksa Keuangan 2267 2066 2612 2394
Mahkamah Agung 3673 3338 3418 3301
Kejaksaan Republik Indonesia 2809 2368 2673 2454
Kementerian Dalam Negeri 240 163 028 000
Kementerian Pertahanan 59591 58788 108941 106126
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Ri 7670 7689 10100 9209
Kementerian Keuangan 10744 9934 10125 9784
Kementerian Pertanian 15113 14916 13526 13344
Kementerian Perindustrian 159 153 146 145
Kementerian Perhubungan 105994 94482 86499 74352
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 5230 5153 4320 4277
Kementerian Kesehatan 11023 9961 12722 11793
Kementerian Agama 32350 29728 35602 34447
Kementerian Ketenagakerjaan 2800 2664 8905 7675
Kementerian Sosial 3374 3302 2282 2082
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan 20569 17231 20264 19761
Kementerian Kelautan dan Perikanan 6131 5517 6298 6017
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat 239290 232657 328424 283754
Kementerian Pariwisata 247 189 167 135
Kementerian Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi 17319 15991 21450 19589
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah 399 347 304 280
Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak 100 047 100 086
Badan Pusat Statistik 8137 7437 8666 8318
Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional 126 046 126 053
Kementerian Agraria dan Tata RuangBpn 8113 5833 9000 7612
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 105 101 059 052
Kementerian Komunikasi dan Informatika 801 712 648 628
Kepolisian Negara Republik Indonesia 69013 71273 74391 75732
Badan Pengawas Obat dan Makanan 2724 2415 3011 2818
Badan Koordinasi Penanaman Modal 045 038 045 043
Badan Narkotika Nasional 507 480 518 511
Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi 12188 9667 8701 7639
Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional 5201 3091 2887 2682
Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika 2022 1899 2502 2456
Komisi Pemilihan Umum 31765 30110 40174 37062
Arsip Nasional Republik Indonesia 018 017 047 040
Badan Kepegawaian Negara 1111 1087 801 774
Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan 1845 1833 2775 2442
Kementerian Perdagangan 3792 3335 2241 2125
Kementerian Pemuda dan Olah Raga 294 294 219 213
Badan SAR Nasional 4298 4037 3681 3531
Badan Pengawas Pemilihan Umum 17863 17232 23957 19456
Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik
Indonesia 3439 3142 3074 2726
Bendahara Umum Negara 7140 6800 7636 6759
Total 727642 687563 874066 794676
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
46
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
digunakan untuk akselerasi pembangunan
infrastruktur di Provinsi Papua Barat seperti
penyelesaian jalan trans papua jembatan
waduk dan irigasi serta pembangunan Rumah
Prajurit TNI Alokasi pagu Kementerian Pekerjaan
Umum mengalami peningkatan yang cukup
besar disebabkan disebabkan adanya proyek-
proyek infrastruktur strategis lanjutan di Provinsi
Papua Barat mulai memasuki tahap awal
kontrak sehingga alokasi belanja modal
kembali bertambah
C2 Perkembangan Pagu dan
Realisasi Berdasarkan Fungsi
Belanja pemerintah pusat dapat dibagi
menjadi 11 fungsi antara lain fungsi pelayanan
umum pertahanan ketertiban dan keamanan
ekonomi lingkungan hidup perumahan dan
fasilitas umum kesehatan pariwisata dan
budaya agama pendidikan dan perlindungan
sosial Pada tahun 2019 terjadi peningkatan
alokasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat
yang dialami beberapa fungsi diantaranya
fungsi ketertiban amp keamanan pendidikan
perumahan amp fasilitas umum pertahanan
lingkungan hidup kesehatan perlindungan
sosial dan pariswisata amp budaya
Alokasi belanja terbesar tahun 2019 yaitu pada
fungsi ekonomi yaitu sebesar Rp368664 miliar
Hal tersebut cukup relevan mengingat
besarnya anggaran infrastruktur yang
digunakan untuk meningkatkan perekonomian
menuju kesejahteraan masyarakat Sehingga
alokasi belanja pada fungsi tersebut harus
sejalan dengan besarnya proyek-proyek
strategis yang sedang dilaksanakan oleh
pemerintah
Dari tabel 37 dapat dilihat bahwa fungsi
pariwisata dan budaya merupakan fungsi
dengan alokasi belanja terkecil selama dua
tahun terakhir Hal ini menggambarkan bahwa
sektor pariwisata dan budaya di Provinsi Papua
Barat kurang mendapat perhatian serius
padahal banyak potensi besar atas
keaneragaman budaya dan pariwisata di
Provinsi Papua Barat semisal Raja Ampat dan
Taman Nasional Teluk Cenderawasih Khusus
Tabel 37
Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
Fungsi Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Ekonomi 315843 297670 368664 317486
Pertahanan 59591 58788 108941 106126
Pendidikan 77895 70310 102629 95592
Pelayanan
Umum 78955 73964 93974 84071
Ketertiban dan
Keamanan 83673 85148 91100 91207
Perumahan
dan Fasilitas
Umum
56189 52502 44795 40176
Lingkungan
Hidup 19762 17066 24481 22822
Kesehatan 16983 13956 17316 16254
Agama 9272 8703 13551 12887
Perlindungan
Sosial 3474 3349 2382 2168
Pariwisata dan
Budaya 262 204 182 150
Sumber OM SPAN (data diolah)
328424
108941
86499
74391
40174
35602
23957
21450
20264
13526
283754
106126
74352
75732
37062
34447
19456
19589
19761
13344
000 200000 400000
Kementerian PUPR
Kementerian Pertahanan
Kementerian Perhubungan
Kepolisian Negarahellip
KPU
Kementerian Agama
Bawaslu
Kemenristek Dikti
Kementerian LHK
Kementerian Pertanian
Grafik 34
10 Kementerian Negara Lembaga di Provinsi Papua
Barat dengan Alokasi APBN Terbesar TA 2018 (miliar Rp)
Realisasi Pagu
Sumber OM SPAN(data diolah)
47 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
untuk Raja Ampat merupakan rumah bagi 75
persen spesies koral yang ada di dunia dan 1500
spesies ikan termasuk beragam jenis hiu Selain
itu Raja Ampat pernah dinobatkan sebagai
Worldrsquos Best Snorkeling Destination berdasarkan
survei CNN tahun 2015 dan The Outstanding
Liveaboard Diving Destination dalam Diving
and Resort Travel Expo Hong Kong tahun 2016
Dengan berbagai keunggulan dan potensi
wisata di Provinsi Papua Barat seharusnya
mendorong pemerintah untuk lebih
mengalokasikan anggaran pada sektor
pariwisata sehingga dapat menjadi tumpuan
dalam menggerakkan perekonomian dan
menciptakan lapangan pekerjaan
C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi
Berdasarkan Jenis Belanja
Menurut jenisnya belanja pemerintah pusat
terdiri dari 8 (delapan) jenis belanja yaitu
belanja pegawai belanja barang belanja
modal pembayaran bunga utang subsidi
belanja hibah belanja bantuan sosial dan
belanja lain-lain Pagu dan realisasi belanja
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat
berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada tabel
38
Berdasarkan tabel 38 pada tahun 2019
terdapat peningkatan alokasi belanja pegawai
sebesar 1905 persen disebabkan
bertambahnya jumlah PNS sehingga
berpengaruh terhadap peningkatan nilai
pembayaran THR PNS yang disertai dengan
komponen tunjangan keluarga tunjangan
tambahan dan tunjangan kinerja Sedangkan
untuk belanja modal kembali mengalami
kenaikan alokasi sebesar 3005 persen setelah
tahun sebelumnya sempat menurun Selama
dua tahun terakhir alokasi belanja modal
tertinggi diperuntukkan bagi Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan
Kementerian Perhubungan Pagu belanja
modal yang besar tersebut diperuntukkan bagi
pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua
Barat yang merupakan salah satu wujud
komitmen dari Presiden Joko Widodo dalam
membuka konektivitas antar daerah di wilayah
Indonesia Timur sehingga diharapkan dapat
mewujudkan pembangunan yang lebih merata
pada wilayah perbatasan pulau terluar
kawasan tertinggal dan kawasan pedesaan
Berdasarkan realisasi tingkat penyerapan
anggaran belanja terhadap total jenis belanja
yang dilakukan oleh seluruh KL pada tahun
2019 mengalami penurunan Pada tahun 2019
tingkat penyerapan anggaran belanja seluruh
KL sebesar 9252 persen atau turun 254 persen
dari tahun 2018 yang mencapai
9506 persen Tingkat penyerapan
anggaran tertinggi terjadi pada
belanja pegawai dan belanja
bantuan sosial masing-masing
sebesar 9764 persen dan 9481
persen Adapun tingkat penyerapan
terendah yaitu belanja lain-lain
sebesar 6435 persen Sementara itu
sebagai belanja dengan alokasi
terbesar belanja modal mengalami
penurunan serapan yang cukup
Tabel 38
Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis
di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Jenis Belanja Pagu
2018
Realisasi
2018
Pagu
2019
Realisasi
2019
Belanja Pegawai 155874 151772 9737 185564 181194 9764
Belanja Barang 291631 264525 9071 327719 302217 9222
Belanja Modal 270507 262001 9686 351807 303238 8619
Belanja Bansos 2489 2466 9907 1338 1269 9481
Belanja Lain-lain 1398 898 6422 1588 1022 6435
Belanja Transfer 284123 274635 9666 333508 322672 9675
Sumber OM SPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
48
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
signifikan Pada tahun 2019 tingkat realisasi
belanja modal sebesar 8619 persen jauh lebih
rendah dari tahun sebelumnya (9686 persen)
Peningkatan alokasi pada belanja modal tidak
disertai dengan optimalisasi pelaksanaan
anggaran dan mengancam capain target-
target kinerja pemerintah
C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat
Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa
faktor utama yang mempengaruhi pencapaian
realisasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat
yaitu
1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai
sehingga memberikan pengaruh pada
capaian realisasi penyerapan anggaran
yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas
dan kualitas yang berdampak pada
akselerasi pembangunan di Provinsi Papua
Barat
2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan
oleh infrastruktur yang memadai
memberikan dampak pada ekonomi
dengan biaya tinggi (high cost economy)
sehingga hal ini menjadi beban bagi
pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat
investasi merupakan permasalahan dasar
bagi penciptaan lapangan kerja dan
penerimaan pajak pemerintah
3 Kondisi budaya masyarakat yang masih
eksklusif terhadap dinamika globalisasi
ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak
ulayat memberikan implikasi ketidakpastian
hukum dalam pelaksanaan investasi dan
pembangunan secara umum Hal-hal yang
terkait dengan penyelenggaraan proyek
yang berkaitan dengan hak ulayat sering
kali terdampak dari sisi ketepatan waktu
penyelesaian pekerjaan
D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT
Cash flow Pemerintah Pusat menggambarkan
kondisi arus kas masuk (cash in flow) dan arus
kas keluar (cash out flow) yang dilakukan oleh
pemerintah pusat pada suatu daerah dan
periode waktu tertentu Arus kas masuk
pemerintah pusat adalah semua penerimaan
yang diterima oleh pemerintah pusat dari
pemerintah daerah provinsi tertentu sedangkan
arus kas keluar adalah semua pengeluaran
yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah provinsi tertentu Yang
termasuk dalam arus kas masuk bagi
pemerintah pusat adalah semua penerimaan
negara yang diterima oleh pemerintah pusat
melalui pemerintah provinsi tertentu seperti
penerimaan pajak PNBP dan hibah Yang
termasuk dalam arus kas keluar pemerintah
pusat adalah semua belanja pemerintah pusat
dalam APBN yang terdiri dari belanja
KPKDDKTPUB dan dana transfer untuk
provinsi berkenaan Berikut ini cash flow
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat Tahun
2019
Tabel 39
Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi 2019
Cash in Flow 294509
Penerimaan Perpajakan 265104
Penerimaan Bukan Pajak 29404
Hibah 000
Cash in Out 3172329
Belanja Pemerintah Pusat 788870
Transfer ke Daerah dan
Dana Desa 2383459
Defisit (2877820)
49 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Berdasarkan tabel 39 terlihat bahwa pada
tahun 2019 Cash in Flow Pemerintah Pusat di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar
sedangkan Cash in Out sebesar Rp3172329
miliar Sehingga dalam hal ini di Provinsi Papua
Barat mengalami defisit yang cukup besar
mencapai Rp2877820 miliar Hal ini
mengindikasikan bahwa ketergantungan
Provinsi Papua Barat kepada pemerintah pusat
masih sangat tinggi sehingga memerlukan
subsidi silang dari daerah lain yang mengalami
surplus
E TRANSFER KE DAERAH
Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal
pemerintah pusat memberikan dana Transfer ke
Daerah dan Dana Desa (TKDD) kepada
pemerintah daerah Transfer ke Daerah terbagi
menjadi (1) Dana Perimbangan (2) Dana
Insentif Daerah (DID) dan (3) Dana Otonomi
Khusus dan Dana Keistimewaan DIY Adapun
dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil
(DBH) Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK) Dana yang diberikan
pemerintah pusat kepada Provinsi Papua Barat
dalam bentuk TKDD jumlahnya semakin
meningkat Pada tahun 2018 TKDD yang
dialokasikan untuk pemerintah Provinsi Papua
Barat sebesar Rp17 triliun Kemudian jumlahnya
meningkat menjadi Rp2588 triliun pada tahun
2019 atau naik sebesar 522 persen Hal ini
menunjukan bentuk penguatan desentralisasi
fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat
Berdasarkan komposisinya komponen terbesar
dari TKDD Provinsi Papua Barat berupa Dana
Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU)
Pada tahun 2019 komponen DBH
menyumbang 362 persen dari total keseluruhan
TKDD yang diterima Provinsi Papua Barat
Komponen terbesar kedua yaitu DAU sebesar
321 persen Kondisi tersebut mengindikasikan
bahwa Provinsi Papua Barat meskipun memiliki
penerimaan DBH yang cukup besar namun
persentasenya belum mendominasi sehingga
masih menunjukkan tingginya tingkat
ketergantungan terhadap pemerintah pusat
Keadaan ini patut diwaspadai mengingat
pengalaman sebagian besar daerah yang
memiliki ketergantungan tinggi pada dana
transfer akan lebih memilih status quo terhadap
penerimaan dari pemerintah pusat (Inanga
dan Wusu 2004)
Tabel 310
Pagu dan Realisasi Dana Transfer Tahun 2018 ndash 2019
Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Uraian
2018 2019
Pagu Realisasi Pagu Realisasi
DBH 1323 2581 9362 7530
DAU 8025 8025 8311 8311
DAK 2253 2098 2679 2482
Dana Otsus amp
DID 4069 4065 4011 3995
Dana Desa 1331 1331 1517 1517
Total 17002 18099 25881 23835
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
DBH
362DAU
321
DAK (Fisik amp
Nonfisik)
104
Otsus amp
DID 155Dana
Desa 59
Grafik 35
Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
50
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN
UMUM (BLU) PUSAT
Badan Layanan Umum merupakan instansi di
lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan laba dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktivitas
F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat
Satker pemerintah pusat yang berstatus BLU di
Provinsi Papua Barat hanya Politeknik Pelayaran
(Poltekpel) Sorong atau dahulu bernama Balai
Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran
(BP2IP) Sorong memberikan pelayanan untuk
mendidik dan melatih pemuda pemudi untuk
menjadi perwira pelayaran menengah dasar
dan tenaga kepelautan berdaya saing tinggi
prima profesional dan beretika sesuai standar
nasional dan internasional Poltekpel Sorong
juga menyelenggarakan fungsi menyusun
rencana program dan anggaran serta
perumusan standarisasi kurikulum silabus
metodikdidaktik persyaratan pengajar
peserta bahan dan alat pengajaran serta
ujian-ujian penyusunan persyaratan akreditasi
program dan lembaga pendidikan dan
pelatihan serta penyiapan bahan dan sertifikasi
lulusan pendidikan dan pelatihan di bidang
kepelautan
Penetapan satker Poltekpel Sorong sebagai
instansi pemerintah yang menerapkan
pengelolaan keuangan BLU secara penuh
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 735KMK052016 tanggal 30 September
2016 Pemerintah pusat memberikan fleksibilitas
pengelolaan keuangan kepada Poltekpel
Sorong sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 dan
peraturan pelaksanaannya
F2 Perkembangan Pengelolaan Aset PNBP
RM dan BLU Pusat
Sejak ditetapkan sebagai satker BLU Poltekpel
Sorong mengalami peningkatan nilai aset dari
Rp4149 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp4921
miliar pada tahun 2019 atau meningkat 186
persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik
berikut 36
Sementara itu untuk realisasi PNBP BLU satker
Poltekpel Sorong mengalami penurunan dari
Rp104 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp947
3426
4149
4921
-
1000
2000
3000
4000
5000
2017 2018 2019
Grafik 36
Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel
Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
1297
1040
947
-
300
600
900
1200
1500
2017 2018 2019
Grafik 37
Perkembangan Realisasi PNBP BLU Satker
Poltekpel Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
51 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
miliar pada tahun 2019 atau turun sebesar -90
persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik
37
F3 Kemandirian BLU
Salah satu tujuan diberikannya status BLU
adalah untuk mewiraswastakan pemerintah
(enterprising the government) Oleh karena itu
satker BLU didorong untuk menciptakan
kemandirian terhadap dirinya sendiri Sebagai
satu-satunya BLU di Provinsi Papua Barat
Poltekpel Sorong yang menyediakan layanan
pendidikan dan pelatihan didorong untuk
memiliki kemandirian dalam mengelola
usahanya Kemandirian tersebut dapat dilihat
rasio PNBP BLU terhadap total realisasi Rasio
kemandirian satker Poltekpel Sorong
mengalami peningkatan dari 0054 pada tahun
2018 menjadi 0075 pada tahun 2019
F4 Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU
Tidak semua satker yang memiliki PNBP dapat
berubah menjadi satker BLU Pada tahun 2019
Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi
Papua Barat membina 104 satker PNBP dimana
terdapat 2 (dua) satker PNBP yang berpotensi
menjadi satker BLU yaitu Universitas Negeri
Papua (Unipa) dan Politeknik Kesehatan
(Poltekes) Sorong Kedua satker layanan
pendidikan tersebut memiliki jumlah aset yang
semakin tinggi Untuk Poltekes Sorong nilai
asetnya mengalami peningkatan dari Rp7226
miliar pada tahun 2018 menjadi Rp1046 miliar
pada tahun 2019 Begitu juga dengan Unipa
yang mengalami peningkatan aset dari
Rp39203 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp4081 miliar pada tahun 2019
Sementara itu jika dilihat rasio realisasi PNBP
terhadap total realisasi satker Universitas Papua
memiliki rasio kemandirian semakin naik dari
0234 menjadi 0276 pada tahun 2019 Hal ini
menunjukan tingkat kemandirian satker tersebut
semakin baik Adapun rasio kemandirian satker
Poltekes Sorong menunjukan nilai semakin turun
dari 0158 persen pada tahun 2018 menjadi
0142 pada tahun 2019
G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI
PUSAT
Selain membina satuan kerja Badan Layanan
Umum Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat juga
diberi tugas untuk melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan investasi pemerintah
pusat di daerah khususnya penerusan pinjaman
(Subsidiary Loan Agreement SLA) dan kredit
program Kredit program yang dimaksud yaitu
penyaluran Kredit Usaha Rakyat kepada Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Tabel 311
Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian
Satker PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU
Nama Satker
Nilai Aset
(miliar Rp)
Rasio
Kemandirian
2018 2019 2018 2019
Poltekes Sorong 7226 10460 0158 0142
Universitas Papua 39203 40810 0234 0276
Sumber LKPP Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat (data diolah)
0143
0054
0075
0000
0030
0060
0090
0120
0150
2017 2018 2019
Grafik 38
Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel
Sorong Tahun 2017 - 2019
Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
52
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan
Agreement SLA)
Jumlah penerusan pinjaman (Subsidiary Loan
Agreement SLA) yang ditatausahakan oleh
Kanwil DJPb Provindi Papua Barat sebesar
Rp15445787609 untuk dua debitur yaitu PDAM
Kab Manokwari dan PDAM Kab Sorong
Berdasarkan monitoring dari aplikasi SLIM PDAM
Kab Manokwari dengan nomor SLA 2104101
dan nilai pinjaman sebesar Rp7296812055
telah melunasi semua kewajibannya Untuk
PDAM Kab Sorong dengan nomor SLA 21042101
dan nilai pinjaman sebesar Rp8148975554
masih memiliki kewajiban untuk membayar
angsuran pokok (outstanding) sebesar
Rp7848975555 dan biaya administrasi
Sampai dengan akhir 2019 tercatat bahwa
status kewajiban PDAM Kab Manokwari sudah
diselesaikan dengan menghapus pinjaman
melalui mekanisme Hibah Non Kas Adapun
PDAM Kab Sorong masih mempunyai
kewajiban membayar angsuran pokok berikut
kewajiban lainnya Status penyelesaian
utangnya masih bersifat on going dan
diselesaikan melalui Panitia Urusan Piutang
Negara (PUPN) dikarenakan masuk dalam
kategori Kerjasama Operasional (KSO) sehingga
tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme
Penghapusan atau Hibah-PMD
G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Menurut data SIKP sampai dengan akhir tahun
2019 jumlah penyaluran KUR di Provinsi Papua
Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan
kepada 51622 debitur Daerah dengan jumlah
penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong
sebesar Rp57002 milar dengan jumlah debitur
sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah
dengan penyaluran KUR terbesar kedua yaitu
Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang
Tabel 312
Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat
Nomor
SLA
Nama
SLA
Penerima
SLA
Jumlah SLA
(Rp)
2104101 RDA-
297DP31997
PDAM Kab
Manokwari 7296812055
2104201 RDA-
233DP31996
PDAM Kab
Sorong 8148975554
Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management
(SLIM) DJPb (data diolah)
Tabel 313
Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi Papua Barat (Rupiah)
Nama
Debitur
Jumlah
Penarikan
Pembayaran
Pokok
Tunggakan
Pokok
Tunggakan
Non Pokok
Total
Tunggakan
Outstanding
Pokok
PDAM
Manokwari 7296812055 7296812055 - - - -
PDAM
Sorong 8148975554 299999999 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555
Jumlah 15445787609 7596812054 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555
Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management (SLIM) DJPb (data diolah)
16903
14542
6659
3705 3628
2398 2070 1249 1300 800 861
500
3500
6500
9500
12500
15500
Ko
ta S
oro
ng
Ka
b M
an
okw
ari
Ka
b S
oro
ng
Ka
b F
akfa
k
Ka
b Te
luk B
intu
ni
Ka
b So
ron
g S
ela
tan
Ka
b R
aja
Am
pa
t
Ka
b K
aim
an
a
Ka
b Te
luk W
on
da
ma
Ka
b M
ayb
rat
Ka
b Ta
mb
rau
w
Ka
b M
an
okw
ari S
ela
tan
Grafik 39
Jumlah Debitur KUR per Kab Kota
Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
53 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
diberikan kepada 14542 debitur Kemudian
penyaluran KUR terbesar ketiga yaitu Kab
Sorong sebesar Rp20669 miliar dan jumlah
debitur sebanyak 6659 nasabah Hal ini
mengindikasikan bahwa persebaran KUR di
Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di
daerah yang kondisi perekonomiannya relatif
lebih maju
Jika dilihat dari bank penyalur terdapat enam
bank penyalur KUR di Provinsi Papua Barat yaitu
BRI Mandiri BNI BRI Syariah BPD Papua dan
Bank Artha Graha BRI merupakan bank
penyalur KUR terbesar baik dari sisi jumlah
debitur maupun jumlah kredit yang disalurkan
Sampai dengan akhir tahun 2019 dana KUR
yang telah disalurkan oleh BRI sebesar Rp12999
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 45860
orang Sementara itu dana KUR yang telah
disalurkan oleh Bank Mandiri sebesar Rp15034
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 3884
orang Adapun BNI telah menyalurkan KUR
sebesar Rp2119 miliar dengan jumlah debitur
sebanyak 1197 orang
Jika dilihat per skema sampai dengan tahun
2019 jumlah penyaluran KUR tertinggi di Provinsi
Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp107489
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 49873
nasabah Sementara itu untuk penyaluran KUR
Ritel sebesar Rp70333 miliar dengan jumlah
debitur sebanyak 4062 nasabah TKI sebesar
Rp328 miliar dengan jumlah debitur sebanyak
188 orang nasabah
Jika dilihat per sektor perdagangan
merupakan sektor yang memiliki jumlah
penyaluran KUR terbesar Sampai dengan
tahun 2019 penyalurannya sebesar Rp119405
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551
nasabah Kemudian diikuti sektor pertanian
Tabel 314
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Penyalur
sd Tahun 2019
Penyalur Akad Oustanding Jumlah
Debitur
BRI 1299944193527 670278014176 45860
Mandiri 150340333000 119669475736 3884
BNI 211924344478 99423314611 1197
BPD Papua 35146110001 28252135715 635
BRI Syariah 85000000 64574706 4
Artha Graha 25000000 17402052 1
LKBB-UMI 367900000 183250062 41
Jumlah 1697832881006 917888167058 51622
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
Tabel 315
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema
sd Tahun 2019
Skema Akad Oustanding Jumlah
Debitur
Mikro 1074896977024 204657721208 49873
Ritel 703328055397 321492391269 4062
TKI 3284777829 2535588273 188
Jumlah 1781509810250 528685700750 54123
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
57002
4871120669
13458
12589
6400
6085
5898
3187
2104
1773
275
000 20000 40000 60000
Kota Sorong
Kab Manokwari
Kab Sorong
Kab Fakfak
Kab Teluk Bintuni
Kab Sorong Selatan
Kab Raja Ampat
Kab Kaimana
Kab Teluk Wondama
Kab Maybrat
Kab Tambrauw
Kab Manokwarihellip
Grafik 310
Jumlah Penyaluran KUR per Kab Kota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
54
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
perburuan dan kehutanan sebesar Rp13174
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 5242
nasabah Melihat kondisi terserbut perlu
perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang
lebih produktif seperti sektor perikanan dan
industri pengolahan Hal ini dikarenakan
perluasan kepada sektor produktif lebih
menggerakkan roda perekonomian di Provinsi
Papua Barat
H MANDATORY SPENDING BELANJA
INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT
STRATEGIS LAINNYA
Belanja Pemerintah Pusat (Belanja KL)
merupakan salah satu instrumen untuk
menstimulasi perekonomian dan meningkatkan
derajat kesejahteraan masyarakat Sejalan
dengan hal tersebut desain kebijakan belanja
tahun 2019 didasarkan pada belanja yang
efisien namun produktif dan efektif untuk
memenuhi kebutuhan strategis yang perlu
segera dilaksanakan Pemenuhan kebutuhan
prioritas nasional ini dilakukan dalam rangka
menghasilkan output yang berkualitas
(strategis) serta mendorong percepatan
pembangunan infrastruktur dan peningkatan
kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan)
H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur merupakan salah
satu prioritas utama dalam belanja Pemerintah
Pusat Kebijakan ini didasari oleh keyakinan
bahwa untuk mendorong iklim investasi
penyediaan infrastruktur dasar mempunyai
peranan yang sangat penting dalam
peningkatan daya saing efisiensi sistem logistik
pemerataan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi
Sebagai wilayah yang berada di Kawasan Timur
Indonesia pembangunan infrastruktur Provinsi
Papua Barat terbukti menjadi salah satu prioritas
kebijakan pemerintah pada tahun 2019
dengan tingginya alokasi belanja modal
infrastruktur Alokasi ini digunakan untuk
menghasilkan output-output strategis
infrastruktur Papua Barat dalam rangka
mengejar ketertinggalan ekonomi
Tabel 316
Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha
sd Tahun 2019
Skema Akad Oustanding Jumlah
Debitur
Perdagangan Besar dan Eceran 1194052179527 327049902707 35551
Jasa Kemasyarakatan Sosial Budaya Hiburan dan
Perorangan Lainnya 95673177829 36411599958 3078
Pertanian Perburuan dan Kehutanan 131736160000 37998587280 5242
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 84268700000 32294066289 1996
Industri Pengolahan 70339500000 27064136552 1858
Perikanan 73991600001 29686620517 2355
Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 78192492893 18877260615 2900
Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 42166000000 15437470720 987
Konstruksi 5657000000 2391825107 52
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1748000000 811101501 41
Jasa Pendidikan 418000000 85998309 20
Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib 3267000000 577131195 43
Jumlah 1781509810250 528685700750 54123
Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)
55 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Pada tahun 2019 beberapa output strategis
tercatat memiliki realisasi yang cukup besar
diantaranya adalah pembangunan dan
preservasi plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar)
Jembatan sepanjang plusmn235 meter (Rp43572
miliar) dan rehabilitasi sarana pendidikan
sebanyak plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Namun
demikian besarnya serapan belum
menunjukkan adanya optimalisasi pada
capaian output Masih banyak kendala khas
Papua Barat yang harus dihadapi sehingga
membuat infrastruktur tertahan Infrastruktur
yang tidak disertai dengan pembebasan lahan
dalam pembangunannya menjadi output
dengan capaian yang lebih besar karena relatif
lancar pada pelaksanaannya
H2 Output Strategis Bidang Pendidikan
Pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas inovasi dan daya
saing sumber daya manusia Indonesia Dalam
jangka panjang pendidikan yang berkualitas
juga diharapkan dapat memutus rantai
kemiskinan antar-generasi serta meminimalkan
social cost dalam pembangunan yang
dilaksanakan Pemerintah Oleh karena itu
pendidikan menjadi salah satu prioritas belanja
pemerintah pusat dengan alokasi yang tinggi
Tingginya alokasi belanja bidang pendidikan ini
secara umum telah berhasil meningkatkan
capaian indikator-indikator pendidikan
Sepanjang tahun 2019 realisasi PIP dan KIP di
Provinsi Papua Barat secara bersama-sama
Tabel 318
Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Siswa penerima BOS 14813839553 13948 Siswa 888
Siswa penerima KIP 389600000 439 Orang 982
Penerima bantuan PIP 20250000 43 Siswa 717
Penerima Bidik Misi PTIK 4165800000 353 Orang 1000
Guru Non-PNS penerima Tunjangan Profesi 2027894198 76 Orang 826
Tunjangan PenyuluhTenaga Teknis Non PNS 180000000 9 Orang 600
Sumber OMSPAN (data diolah)
Tabel 317
Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 944036262565 1110 Km 822
Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 435718033300 235 M 439
Irigasi 5368000000 2117 Ha 1000
Embung 480000000 4 Unit 1000
Revitalisasi Danau 45929386800 1 Lokasi 1000
Kapasitas Bandara 145991305631 11 Lokasi 786
Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 742
SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 643
SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100
Pembangunan Rumah Susun dan Rumah Khusus 23341228241 66 Unit 398
Rehabilitasi dan Renovasi Sarana Prasarana Pendidikan 226844855847 311 Ruang 911
Alat dan Mesin Pertanian Pra Panen 2212015000 75 Unit 1000
Rumah sakit rujukan 110346800 1 RS Pengampu 1000
Sumber OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
56
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
mampu mencapai nilai Rp4099 juta atau
sebanyak 482 siswa Penyaluran beasiswa
Bidikmisi juga berhasil dilakukan dengan tingkat
serapan 100 persen pada 353 mahasiswa yang
menjadi target Sementara pada alokasi BOS
sampai berakhirnya tahun 2019 terealisasi
sebesar Rp1481 miliar Besaran penyerapan ini
disertai dengan capaian output riil sebanyak
14909 siswa Kondisi ini menunjukkan bahwa
capain dari tiap-tiap indikator dan output
strategis bidang pendidikan berada pada arah
yang tepat Baik itu target realisasi maupun
target output keduanya mampu terwujud
dengan baik
H3 Output Strategis Bidang Kesehatan
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya
adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis Program utama pembangunan
kesehatan adalah Program Indonesia Sehat
dengan sasaran berupa peningkatan derajat
kesehatan dan status gizi masyarakat melalui
berbagai upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung
dengan perlindungan finansial dan pemeratan
pelayanan kesehatan
Beberapa sasaran di Papua Barat pada tahun
2019 mampu mencapai tingkat realisasi yang
besar Peningkatan status kesehatan dan gizi
ibu dan anak dalam mendukung pencegahan
stunting mampu terlaksana pada 8558
keluarga Sementara itu kegiatan prioritas
berupa peningkatan kinerja sistem kesehatan
dan pemerataan akses pelayanan kesehatan
berkualitas melalui penyediaan layanan
imunisasi alokon di Faskes dapat terlaksana
dengan baik pada 170 faskes di 13
kabupatenkota Capain output strategis yang
diarahkan untuk kegiatan pelayanan promotif
dan preventif merupakan upaya pencegahan
pencarian dan pengobatan penyakit sedini
mungkin Hal ini dapat mencegah perluasan
penyakit dan pencegahan penyakit kronis
karena sebagian penyakit kronis dapat
dicegah melalui upaya preventif serta dapat
dideteksi sedini mungkin
Tabel 319
Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Layanan Pengendalian Penyakit Menular 836883400 15 Layanan 625
Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 1000
Bantuan Usaha Ekonomi Produktif 1599456000 300 Keluarga 1000
Desa Pangan Aman 778304762 6 Desa 1000
Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Kabkota 1000
Pasar Aman dari Bahan Berbahaya 264644686 5 Pasar 1000
Makanan Aman 304775122 240 Sampel 1000
Ketersediaan Alokon di Faskes 3272596815 170 Faskes 766
Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Gizi 1669888794 225 Kelompok 1000
Pemberdayaan Warga Komunitas Adat Terpencil (KAT) 7779074888 104 Keluarga 1000
Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabupaten 855
Sumber OMSPAN (data diolah)
57 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBN
Boks 31
Pemberdayaan UMKM Papua Barat
Melalui Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi)
Di Indonesia Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang penting dalam
perekonomian Perannya menjadi vital karena mampu bertahan dari guncangan ekonomi (Wengel and
Rodriguez 2006 dan Funabashi 2013) Ditambah lagi UMKM lebih mampu bertahan dari krisis dibandingkan
perusahaan besar dan merespon lebih cepat fleksibel terhadap perubahan yang terjadi di luar (Berry et al
2001) Berry et al (2002) juga mengemukakan bahwa UMKM dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru
sehingga mampu mengurangi tingkat pengangguran Data Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM
pada tahun 2013 menunjukan bahwa jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 578 juta Dari jumlah tersebut
UMKM mampu menyerap 1102 juta tenaga kerja dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp
42029 trilyun atau setara 4662 persen dari total PDB
Di samping kelebihan yang dimilikinya UMKM memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya keuangan
membayar suku bunga yang lebih tinggi dan kelemahan lainnya (Bourletidis and Triantafyllopoulos 2014)
Oleh karena itu Chittithaworn et al (2011) menyarankan adanya bantuan berupa pembiayaan bagi UMKM
Khan (2015) menambahkan pentingnya peran lembaga keuangan bagi pertumbuhan usaha UMKM
Permasalahan utama yang dihadapi UMKM yaitu sulitnya mendapat akses pembiayaan dari perbankan
Sehingga dari sisi ini pemerintah hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut Diantara program yang saat
ini dijalankankan pemerintah untuk membantu UMKM yaitu program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Program ini
merupakan pembiayaan kredit yang berasal dari lembaga perbankan dimana pemerintah membantu
melalui pemberian subsidi bunga Pemerintah menanggung selisih antara tingkat bunga yang diterima
perbankan dan bunga yang dibebankan kepada penerima KUR
Pembiayaan KUR
Sesuai Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah
dengan Permenko Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016 KUR terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu KUR
Mikro KUR Ritel dan KUR TKI (Tenaga Kerja Indonesia) KUR Mikro diberikan kepada penerima KUR paling
banyak dengan jumlah Rp25 juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 3 tahun atau
investasi paling lama 5 tahun KUR Ritel diberikan kepada debitur KUR dengan jumlah antara Rp25 juta ndash Rp500
juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 4 tahun atau investasi paling lama 5 tahun
Adapun KUR TKI diberikan kepada penerima KUR paling banyak Rp25 juta dengan jangka waktu kredit paling
lama sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi jangka waktu paling lama 3 tahun
Saat ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memiliki sistem informasi elektronik yang digunakan untuk
menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran KUR Sistem elektronik tersebut dinamakan dengan
Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Melalui SIKP dapat diketahui data penerima KUR (Know Your
Customers) berupa jumlah dan profil debitur validitas debitur serta statistik penyaluran KUR
Selain pemerintah pusat pemerintah daerah memiliki kontribusi yang sangat penting dalam pemberdayaan
UMKM Dalam konteks pembiayaan melalui program KUR selama ini hanya perbankan yang mencari calon
debitur KUR sehingga pemberian kredit tersebut diragukan ketepatan sasarannya Bisa jadi debitur yang
menerima fasilitas KUR bukan merupakan UMKM yang layak untuk dibiayai Oleh karena itu Pemda memiliki
peran yang vital untuk mendata dan mengidentifikasi calon debitur potensial (UMKM) yang layak untuk
dibiayai
Hingga saat ini peran pemerintah daerah di Papua Barat bisa dikatakan belum maksimal untuk mendata
calon nasabah KUR potensial Seharusnya pemerintah daerah di Papua barat lebih aktif untuk mendata
calon nasabah karena dipandang lebih mengetahui kondisi UMKM di daerahnya yang layak untuk diberikan
pembiayaan melalui program KUR Jika pemerintah daerah telah memiliki data calon nasabah yang layak
pemerintah daerah kemudian dapat memasukkan data UMKM tersebut ke dalam SIKP Data yang telah
dimasukkan kemudian digunakan perbankan unutuk melakukan penyeleksian calon nasabah KUR
Dalam rangka mengukur efektivitas penyaluran KUR di Papua Barat Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi
Papua Barat telah melakukan survey kepada debitur KUR Selain itu survey tersebut juga bertujuan untuk
melihat validitas data debitur KUR dan dampak pelaksanaan program KUR bagi perekonomian Survey
dilakukan dengan wawancara langsung kepada penerima KUR menggunakan kuisioner yang telah disusun
Dengan mempertimbangkan keterbatasan dana dan SDM pemilihan sampel penerima KUR sebagai
responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dan quota sampling
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
58
Perkembangan dan Analisis APBN
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan lokasi responden yang akan disampel karena
pemilihan tempat harus berdasarkan pertimbangan yang logis sedangkan quota sampling digunakan untuk
menentukan dan membatasi jumlah sampel yang akan diambil Responden yang diwawancara pada
kegiatan monev ini sebanyak 159 debitur yang tersebar di di 4 (empat) daerah yaitu Kota Sorong Kab
Manokwari Kab Sorong dan Kab Fakfak
Dari hasil wawancara yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1 Responden yang disurvei telah sesuai dengan database SIKP
2 Program KUR yang diluncurkan oleh pemerintah sangat bermanfaat bagi masyarakat Hal ini terlihat dari
antusiasme para responden yang menginginkan agar program ini terus berlanjut di masa yang akan
datang bahkan berharap adanya kenaikan alokasi modal usaha
3 Dengan adanya program KUR modal usaha bagi UMKM dapat meningkat sehingga terdapat
peningkatan keuntungan usaha dan perluasan sektor usaha
4 Proses pencairan KUR kepada debitur pada umumnya relatif mudah dan cepat
5 Tidak ada diskriminasi gender dalam penyaluran KUR selama debitur tersebut memenuhi syarat dan
kriteria yang telah ditetapkan
6 Tingkat kepuasaan masyarakat penerima KUR di Papua Barat cukup tinggi disebabkan oleh
a Suku bunga yang dibayar debitur KUR cukup rendah yaitu 7 persen per tahun untuk akad tahun 2019
b Proses pengajuan hingga pencairan dana sangat mudah dan cepat
c Agunan yang dijadikan jaminan tidak memberatkan bahkan beberapa debitur hanya menyerahkan
fotokopi KTP foto kapal yang dimiliki atau buku nikah
d Tidak ada pemotongan atas pinjaman yang diterima
7 Program KUR meningkatkan nilai omzet nasabah sehingga meningkatkan margin keuntungan usaha
8 Program KUR belum maksimal dalam meningkatkan lapangan pekerjaan Hal ini ditandai bahwa
sebagian besar responden tidak mengalami penambahan pekerja pegawai setelah mendapatkan
pembiayaan KUR
Dari pelaksanaan survei pelaksanaan program KUR tersebut terdapat saran dan rekomendasi antara lain
1 Bunga pinjaman KUR dapat dipertimbangkan untuk diturunkan kembali
2 Pencairan dana KUR oleh Bank Penyalur sebaiknya tidak dipotong angsuran pertama mengingat
potongan tersebut dapat dimaksimalkan untuk memutar kas kembali
3 Program KUR di Papua Barat sebagian besar diberikan kepada sektor yang kurang produktif seperti sektor
perdagangan Oleh karena itu sebaiknya penyaluran KUR lebih diarahkan untuk sektor usaha yang lebih
produktif seperti sektor pertanian perikanan dan industri pengolahan Hal ini disebabkan pemberian KUR
pada sektor produktif lebih menggerakkan roda perekonomian dan menyerap tenaga kerja
4 Persebaran penerima KUR di Papua Barat sebagian besar berada di daerah yang kondisi
perekonomiannya relatif lebih maju (kabupatenkota) Oleh karena itu penyaluran KUR sebaiknya lebih
diarahkan pada daerah yang perekonomiannya relatif masih berkembang
Pembiayaan UMi
Implementasi penyaluran KUR sampai dengan saat ini belum mampu mencapai target yang diharapkan
karena banyaknya calon nasabah potensial KUR yang tidak memenuhi studi kelayakan perbankan
(unbankable) Oleh karena itu pemerintah menggagas skema baru penyaluran kredit kepada UMKM yang
disebut program Pembiayaan Ultra Mikro (Ultra Micro Finance ndash UMi) dengan karakteristik nasabah
unbankable tetapi memiliki kelayakan usaha dengan indikator tingkat keuntungan (profitability) dan
kesinambungan usaha (sustainability) Pembiyaan UMi merupakan penyediaan dana yang bersumber dari
Pemerintah atau bersama dengan Pemerintah Daerah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas
pembiayaan kepada UMKM Berbeda dengan KUR yang agen penyalurnya adalah perbankan untuk UMi
sebagai agen penyalurnya adalah Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) seperti PT Pegadaian PT
Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Bahana Artha Ventura (BAV)
Prinsip dasar dari pembiayaan UMi diantaranya (1) Pemberdayaan dan penajaman (empowerment and
enhacement) lembaga penyalur yang sudah ada (2) pendampingan kepada nasabah (end user) dan (3)
fokus pada produk pembiayaan yang telah berhasil sehingga tidak menguji coba atau membuat produk
pembiayaan baru Dalam rangka pelaksanaan UMi pemerintah daerah dapat memberikan kontribusi dalam
melakukan sharing pendanaan untuk percepatan pembangunan di daerah pada umumnya dan secara
khusus meningkatkan kesempatan usaha bagi UMKM
Di Papua Barat penyaluran UMi bisa dikatakan belum maksimal Hal ini tercermin dari jumlah penyaluran UMi
pada tahun 2019 sebesar Rp249 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 603 orang Meskipun meningkat
pesat dari tahun sebelumnya yang hanya 38 debitur dengan nilai Rp3385 juta program pembiayaan UMi di
Papua Barat ke depannya masih perlu akselerasi yang melibatkan banyak pihak terutama peran dari
penyalur dan pemerintah daerah
Halaman ini sengaja dikosongkan
PERKEMBANGAN
APBD
MODAL
PEGAWAI
BARANG
BANTUAN
KEUANGAN
37 T
67 T
59 T
4 T
649
957
798
932
DJPbKawalAPBN
BELANJA
238 T
PENDAPATAN
2631 T PAD 085 M
PENDAPATAN
TRANSFER 2423 T
LAIN-LAIN PENDAPATAN
YANG SAH 123 M
59
1
Perkembangan dan Analisis APBD
aerah dalam rangka pelaksanaan
pembangunan membutuhkan
pendanaan yang bersumber dari
penerimaan Saat ini sumber
penerimaan daerah lebih didominasi oleh
penerimaan dana transfer dari pemerintah
pusat sehingga ke depan secara bertahap
diharapkan terjadi peningkatan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Semua pengeluaran untuk
pembangunan daerah dan sumber dana yang
diperlukan tertuang dalam dokumen Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Dalam merencanakan sumber pendapatan
dan alokasi belanja pemerintah daerah harus
melihat kebutuhan riil masyarakat berdasarkan
potensi daerah dengan berorientasi pada
kepentingan skala prioritas pembangunan
Selain itu APBD merupakan salah satu
pendorong (key leverage) bagi pertumbuhan
ekonomi daerah untuk mewujudkan
D
BAB IV
Perkembangan dan Analisis
APBD
Tabel 41
Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian 2018 2019
Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi
PENDAPATAN 1897836 2010000 2871888 2631445
PAD 101669 93741 120311 85308
Pendapatan Transfer 1160168 1270382 2621834 2423110
Lain-lain pendapatan daerah yang sah 635999 645877 129743 123027
BELANJA 2326404 2125451 2761199 2380387
Belanja Pegawai 527915 362822 569984 370308
Belanja Barang 573797 639317 703366 673151
Belanja Bunga 920 855 4190 2698
Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534
Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697
Belanja Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379
Belanja Bagi Hasil 70423 36244 188050 184666
Belanja Bantuan 396960 394292 430177 401119
Belanja Modal 599050 529701 687700 548982
Belanja Tidak Terduga 2572 753 2959 851
PEMBIAYAAN NETTO 219308 190554 214342 84965
Penerimaan Pembiayaan 245578 220740 267673 182416
Pengeluaran Pembiayaan 26270 30187 53332 82905
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
60
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masyarakat yang sejahtera mandiri dan
berkeadilan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
merupakan salah satu mesin pendorong
pertumbuhan ekonomi Selain itu APBD juga
sebagai alat pendorong dan salah satu
penentu tercapainya target dan sasaran makro
ekonomi daerah yang diarahkan untuk
mengatasi berbagai kendala dan
permasalahan pokok yang merupakan
tantangan dalam mewujudkan agenda
masyarakat yang sejahtera dan mandiri
Berdasarkan tabel 41 target pendapatan
APBD tahun 2019 seluruh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat mengalami kenaikan dari
Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2871888 miliar pada tahun 2019 atau
meningkat 5132 persen Kenaikan tersebut
disebabkan bertambahnya alokasi Dana Bagi
Hasil PajakBukan Pajak Begitu pula dengan
total alokasi belanja APBD pemerintah daerah
se-Provinsi Papua Barat yang ikut naik dengan
signifkan dari Rp2326404 miliar pada tahun
2018 menjadi Rp2761199 miliar atau 1869
persen di tahun ini Peningkatan pagu belanja
tersebut dikarenakan terdapat kenaikan yang
cukup signifikan pada pagu belanja modal dan
belanja pegawai Penyebabnya pada tahun
2019 prioritas nasional bidang infrastruktur di
Papua Barat kembali dilanjutkan disertai
dengan pelaksanaan program-program
mandatory lainnya Di samping itu terdapat
kenaikan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) pada
sebagian pemerintah
Apabila dilihat realisasinya sampai dengan
akhir tahun 2019 total pendapatan APBD
seluruh pemerintah daerah se- Provinsi Papua
Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik
3092 persen dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai Rp20100 miliar Namun
demikian pendapatan dari komponen PAD
mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374
miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu
dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi
sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar
pada tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar
pada tahun 2019 Banyak faktor yang
mempengaruhi pencapaian realisasi
pendapatan dan belanja tersebut Diantara
faktornya yaitu perkembangan perekonomian
dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi
pelaksanaan berbagai kebijakan fiskal yang
dilaksanakan serta beberapa tantangan
terhadap perekonomian Provinsi Papua Barat
diantaranya adalah
1 Tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap sumber daya alam (raw material)
bernilai tambah rendah sehingga rentan
terhadap fluktuasi harga
2 Tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dari
luar daerah
3 Belum maksimalnya fungsi dari Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) sehingga
menyebabkan biaya ekonomi tinggi
4 Kebijakan daerah yang kurang mendukung
investasi sehingga menyebabkan investor
kurang tertarik menanamkan modalnya
selain adanya ancaman dan gangguan
sosial
5 Kapasitas dan kualitas SDM masih lemah
sehingga mengakibatkan rendahnya daya
saing dan
6 Belum optimalnya pemanfaatan sumber
daya alam lokal diluar migas
A ANALISIS PENDAPATAN APBD
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara
61 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah
Daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun
bersangkutan Pendapatan daerah tersebut
terdiri dari Pendapatan Asli Daerah Dana
Perimbangan dan Lain-lain pendapatan
daerah yang sah sebagaimana tersebut pada
tabel diatas yang dapat dirinci sebagai berikut
Apabila dilihat dari tabel 42 realisasi
pendapatan seluruh pemerintah daerah se-
Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
didominasi oleh pendapatan transfer mencapai
9208 persen dari total pendapatan daerah
Sedangkan kontribusi PAD terhadap total
pendapatan daerah di Provinsi Papua Barat
hanya berkisar diangka 324 persen dan sisanya
berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang
Sah sebesar 468 persen Hal ini mengindikasikan
bahwat tingkat ketergantungan pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pemerintah pusat relatif tinggi
A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah
Untuk mendukung program nawacita
pemerintah ketersediaan fiskal yang cukup
menjadi prasyarat utama Dengan ruang fiskal
yang cukup lebar pemerintah daerah lebih
leluasa dalam menggunakan alokasi
anggarannya untuk kegiatan yang mendorong
percepatan pembangunan regional dan
kesejahteraan masyarakatnya tanpa diganggu
kewajiban yang bersifat wajib seperti untuk
membiayai belanja pegawai dan belanja
barang dan jasa yang mengikat Kemandirian
pemerintah daerah dalam menentukan arah
pembangunan tergantung dari besarnya ruang
fiskal yang tersedia untuk kegiatan
pembangunan tersebut
Ruang fiskal yang dimiliki pemerintah darah di
Provinsi Papua Barat naik dari Rp1437371 miliar
pada tahun 2018 menjadi Rp2012965 pada
tahun 2019 Artinya semakin tinggi pendapatan
daerah diikuti semakin efisiennya belanja
birokrasi dan belanja yang sifatnya mengikat
pemerintah daerah memiliki kelonggaran yang
cukup besar dalam membiayai pembangunan
daerah sesuai dengan karakteristik regional
Tabel 42
Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah
se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Pendapatan Target Realisasi
PAD 120311 85308
Pajak Daerah 56667 51768
Retribusi Daerah 8847 4359
Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan 8668 3547
Lain-lain PAD yang Sah 46129 25633
PENDAPATAN TRANSFER 2621834 2423110
DBH Pajak dan Bukan Pajak 936223 752963
DAU 831150 831094
DAK 267917 248172
Dana Otonomi Khusus dan
Penyesuaian 401110 399538
Dana Desa 151692 151691
Dana Insentif Daerah (DID) 33743 39650
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH
YANG SAH 112088 87826
Hibah 18390 1648
Lain-lain 111352 121379
TOTAL PENDAPATAN 2871888 2631445
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 43
Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi
2018
Realisasi
2019
Pendapatan Daerah 2010000 2631445
DAK 267917 248172
Belanja Wajib 362822 362822
Ruang Fiskal 1437371 2012965
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
62
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
A2 Analisis Kemandirian Daerah
Rasio ini menggambarkan kontribusi PAD
terhadap total realisasi pendapatan daerah
Rasio kemandirian daerah seluruh pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat masuk dalam
kategori sangat rendah Pada tahun 2019
seluruh pemerintah daerah mempunyai rasio
kemandirian di bawah 20 persen bahkan ada
pemerintah daerah yang memiliki rasio
kemandirian di bawah 1 persen yaitu Kab
Maybrat Tambrauw Pegunungan Arfak Dan
Sorong Selatan Adapun rasio kemandirian
tertinggi dimiliki Kab Manokwari Selatan dan
Kota Sorong masing-masing sebesar 67 persen
dan 61 persen Hal ini mengindikasikan bahwa
tingkat ketergantungan seluruh pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pendanaan dari pemerintah pusat relatif sangat
tinggi
B ANALISIS BELANJA APBD
Belanja Daerah adalah semua kewajiban
daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan Belanja daerah
dapat diklasifikasi berdasarkan fungsi jenis dan
lain sebagainya
Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa
faktor utama yang mempengaruhi pencapaian
realisasi belanja APBD di Provinsi Papua Barat
yaitu
1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai
sehingga memberikan pengaruh pada
capaian realisasi penyerapan anggaran
yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas
dan kualitas yang berdampak pada
akselerasi pembangunan di Provinsi Papua
Barat
2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan
oleh infrastruktur yang memadai
memberikan dampak pada ekonomi
dengan biaya tinggi (high cost economy)
sehingga hal ini menjadi beban bagi
pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat
investasi merupakan permasalahan dasar
bagi penciptaan lapangan kerja dan
penerimaan pajak pemerintah
3 Kondisi budaya masyarakat yang masih
eksklusif terhadap dinamika globalisasi
ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak
ulayat memberikan implikasi ketidakpastian
hukum dalam pelaksanaan investasi dan
pembangunan secara umum Hal-hal yang
terkait dengan penyelenggaraan proyek
yang berkaitan dengan hak ulayat sering
kali terdampak dari sisi ketepatan waktu
B1 Analisis Belanja Daerah Berdasarkan
Klasifikasi Fungsi
APBD dapat diklasifikasikan berdasarkan
fungsinya antara lain pelayanan umum
perumahan amp fasilitas umum pendidikan
ekonomi kesehatan perlindungan sosial
ketertiban amp keamanan lingkungan hidup dan
pariwisata amp budaya Alokasi anggaran pada
APBD Provinsi Papua Barat tahun 2019 per fungsi
disajikan pada grafik 42
06 07 09 09
18 18 19 19 21
27
40
51
61
67
00
20
40
60
80
Tam
bra
uw
Ma
yb
rat
Pe
gu
nu
ng
an
Arfa
k
So
ron
g S
ela
tan
Telu
k W
on
da
ma
Telu
k B
intu
ni
Fa
kfa
k
Ra
ja A
mp
at
Ka
ima
na
So
ron
g
Pe
me
rinta
h P
rov
insi
Ma
no
kw
ari
Ko
ta S
oro
ng
Ma
no
kw
ari S
ela
tan
Grafik 41
Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-
Provinsi Papua barat Tahun 2019 (persen)
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
63 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Bila dilihat dari grafik 42 alokasi terbesar pada
APBD tahun 2019 Provinsi Papua Barat
digunakan untuk fungsi pelayanan umum
sebesar Rp7230 miliar kemudian perumahan amp
fasilitas umum sebesar Rp3383 miliar Hal ini
menunjukan fokus dari belanja pemerintah
daerah di Provinsi papua Barat sudah tepat
mengingat peran utama dari eksekutif yaitu
memberikan pelayanan kepada masyarakat
Namun yang perlu digaris bawahi adalah porsi
alokasi untuk fungsi pariwisata amp budaya relatif
masih sangat kecil Padahal potensi
pengembangan pariwisata di Provinsi Papua
Barat sangat besar semisal Taman Wisata Raja
Ampat dan Teluk Cendrawasih yang telah
diakui oleh dunia internasional
B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis
Belanja (Sifat Ekonomi)
Berdasarkan jenisnya belanja dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu
belanja langsung berupa belanja barang dan
jasa belanja modal dan belanja tidak langsung
berupa belanja pegawai belanja bunga
belanja hibah dan belanja bantuan sosial
Apabila dilihat dari trennya sebagian besar jenis
belanja mengalami kenaikan alokasi
dibandingkan tahun sebelumnya kecuali untuk
belanja subsidi dan belanja tidak terduga yang
mengalami penurunan Terdapat dua jenis
belanja yang mendapatkan porsi besar di
Provinsi Papua Barat yaitu belanja pegawai
dan belanja barang Dilihat dari persentase
belanja kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi
Papua Barat menitikberatkan pada sektor
produktif dengan porsi belanja langsung yang
lebih besar dibandingkan dengan belanja tidak
langsung
C PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH
C1 Bentuk Investasi Daerah
Sesuai Permendagri Nomor 52 Tahun 2012
tentang Pedoman Pengelolaan Investasi
Pemerintah Daerah Investasi Pemerintah
Daerah adalah penempatan sejumlah dana
danatau barang milik daerah oleh pemerintah
daerah dalam jangka panjang untuk investasi
pembelian surat berharga dan investasi
langsung yang mampu mengembalikan nilai
pokok ditambah dengan manfaat ekonomi
Tabel 44
Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp)
Uraian 2018 2019
Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi
Belanja
Pegawai 527915 362822 569984 370308
Belanja Barang 573797 639317 703366 673151
Belanja Bunga 920 855 4190 2698
Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534
Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697
Belanja
Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379
Belanja Bagi
Hasil 70423 36244 188050 184666
Belanja
Bantuan 396960 394292 430177 401119
Belanja Modal 599050 529701 687700 548982
Belanja Tidak
Terduga 2572 753 2959 851
Total 2326404 2125451 2761199 2380387
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
723029
338303
172704
139109
135212
33103
21828
18421
000 1000000
Pelayanan Umum
Perumahan amp Fasilitas Umum
Pendidikan
Ekonomi
Kesehatan
Perlindungan Sosial
Ketertiban amp Keamanan
Lingkungan Hidup
Grafik 42
Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah
se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 per Fungsi
(miliar Rp)
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
64
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sosial danatau manfaat lainnya dalam jangka
waktu tertentu Bentuk investasi daerah tersebut
dapat berupa investasi surat berharga
danatau investasi langsung Bentuk investasi
daerah di Provinsi Papua Barat disajikan pada
tabel 45
Dari tabel di atas total realisasi penyertaan
modal (investasi) pemerintah daerah se-Provinsi
Papua Barat tahun 2019 sebesar Rp14652 miliar
yang dilakukan 12 pemerintah daerah Realisasi
penyertaan modal (investasi) tertinggi yaitu
pemerintah provinsi Papua Barat sebesar Rp100
miliar dan Kab Teluk Bintuni sebesar Rp2276
miliar
C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Untuk memberikan gambaran terkait
perkembangan investasi BUMD dapat dilihat
dari nilai SLA (Subsidary Loan Agreement) BUMD
yang ada di Provinsi Papua Barat Sampai
dengan tahun 2019 nilai SLA PDAM Manokwari
sebesar Rp729 miliar dan tidak memiliki
tunggakan Sementara itu SLA PDAM Sorong
mencapai Rp815 miliar dengan tunggakan
sebesar Rp1614 miliar termasuk utang pokok
dan cicilan bunga
D SILPA DAN PEMBIAYAAN
D1 Perkembangan Defisit APBD
Perkembangan surplus defisit APBD dapat
dilihat menggunakan empat rasio sebagai
berikut
Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut
a Rasio surplus APBD terhadap total
pendapatan daerah mencerminkan
performa fiskal pemerintah daerah dalam
menghimpun pendapatan untuk menutup
belanja dalam kondisi pendapatan tertentu
Rasio surplus tersebut menunjukkan
peningkatan di tahun 2019 dibandingkan
tahun sebelumnya dimana hal ini
menggambarkan menguatnya kinerja fiskal
karena kemampuan pendapatan untuk
membiayai belanja meningkat meskipun
didorong oleh kenaikan pendapatan
transfer
Tabel 46
SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah)
Nama BUMD Nilai SLA Total
Tunggakan
PDAM Manokwari 7296812055 -
PDAM Sorong 8148975554 16139934223
Sumber SLIM (data diolah)
Tabel 45
Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah
Daerah se- Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rupiah)
Pemda Nilai
Prov Papua Barat 100000000000
Fakfak 3000000000
Manokwari 1000000000
Sorong 2000000000
Kota Sorong 2765000000
Sorong Selatan 3000000000
Teluk Bintuni 22759259260
Teluk Wondama 3000000000
Maybrat 2000000000
Tambrauw 3500000000
Manokwari Selatan 2000000000
Pegunungan Arfak 3000000000
Total 146524259260
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 47
Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat
Tahun
Surplus
terhadap
Pendapatan
Surplus
terhadap
Realisasi
Dana
Transfer
Surplus
terhadap
PDRB
SILPA
Terhadap
Alokasi
Belanja
2019 00954 01370 00298 01270
2018 00574 00540 00137 00323
2017 01354 01456 01747 01931
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
65 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
b Rasio surplus APBD terhadap dana transfer
digunakan untuk mengetahui proporsi
surplus terhadap salah satu sumber
pendapatan daerah yakni dana transfer Di
tahun 2019 rasio ini mengalami peningkatan
sehingga menunjukkan ketergantungan
pemerintah daerah terhadap dana transfer
sebagai penopang belanja daerah yang
semakin besar dibandingkan tahun lalu
c Rasio surplus APBD terhadap PDRB
menggambarkan kesehatan ekonomi
regional Rasio ini pada tahun 2019
menunjukan adanya kenaikan yang berarti
bahwa produksi barang dan jasa yang
dihasilkan semakin meningkat untuk
membiayai hutang akibat defisit anggaran
d Rasio SILPA terhadap alokasi belanja APBD
mencerminkan proporsi belanja atau
kegiatan yang tidak digunakan dengan
efektif oleh pemerintah daerah Rasio SILPA
yang membesar memperlihatkan bahwa
Provinsi Papua Barat belum dapat
menggunakan anggarannya secara efektif
D2 Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah merupakan transaksi
keuangan daerah yang dimaksudkan untuk
menutup selisih antara pendapatan daerah
dan belanja daerah Pembiayaan pemerintah
daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan
dan pengeluaran pembiayaan Keseimbangan
primer mencerminkan indikasi likuiditas tanpa
dipengaruhi belanja terkait hutang semakin
besar surplus keseimbangan primer semakin
baik kemampuan dalam membiayai defisit
Dari tabel 48 keseimbangan umum di Papua
Barat pada tahun 2019 menunjukkan nilai surplus
sebesar Rp251058 milliar Hal ini
mengindikasikan bahwa kebijakan fiskal yang
dilakukan bersifat kontraktif Sementara itu
keseimbangan primer APBD di Papua Barat juga
menunjukkan angka yang positif setelah
mengeluarkan komponen belanja bunga
Kenaikan nilai pada keseimbangan primer
tahun 2019 disebabkan pendapatan transfer
dari pemerintah pusat yang meningkat pesat
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya
E PENGELOLAAN BLU DAERAH
E1 Profil dan jenis layanan satker BLU daerah
BLUD yang ada di wilayah kerja Kanwil DJPb
Provinsi Papua Barat diantaranya Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Manokwari Yang
melandasi penetapan RSUD Manokwari
sebagai BLUD bertahap yaitu Surat Keputusan
Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun 2015
tanggal 8 April 2015 RSUD Manokwari adalah
rumah sakit Type C sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
531 MENKES SKVI1996 Tanggal 5 Juni 1996
RSUD ini merupakan peninggalan Belanda yang
dibangun tahun 1950 dan berdiri di atas lahan
seluas plusmn 37424 m2 dengan total luas bangunan
gedung plusmn 9283 m2 dengan kapasitas
tempat tidur sebanyak 163 tempat tidur
Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari
terletak di Kelurahan Manokwari Timur
Distrik Manokwari Kabupaten Manokwari
Provinsi Papua Barat
RSUD Manokwari dipimpin oleh seorang
Direktur setingkat dengan Eselon IIA
Tabel 48
Rasio Keseimbangan Umum amp Primer Provinsi Papua Barat
Tahun Pendapatan
APBD
Belanja
APBD
Belanja
Bunga
Keseimbangan
Umum
Keseimbangan
Primer
2019 2631445 2380387 2698 251058 248360
2018 2010000 2125451 855 -115451 -116306
2017 1968523 1701927 1448 266596 265148
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
66
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Direktur membawahi 1 (satu) orang Sekretaris
dan 3 (tiga) orang Kepala Bidang yaitu Bidang
Pelayanan Medik Bidang Perawatan Bidang
Perencanaan dan Pengembangan Sarana
Prasarana Sementara itu sekretaris
membawahi 3 ( tiga ) Sub Bagian yaitu Sub
Bidang Umum dan Kepegawaian Sub Bidang
Program Evaluasi dan Pelaporan dan Sub
Bidang Keuangan dan Aset sedangkan Kepala
Bidang masing ndash masing membawahi 2 (dua)
Sub Bidang Bidang Pelayanan Medik
membawahi Sub Bidang Pelayanan Medik dan
Sub Bidang Pelayanan Penunjang Medik
Bidang Perawatan membawahi Sub Bidang
Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan dan
Sub Bidang Sumber Daya Keperawatan sedang
Bidang Perencanaan dan Pengembangan
Sarana Prasarana membawahi Sub Bidang
Penyusunan Program dan Pengembangan Sub
Bidang Monitoring dan Evaluasi
Jenis layanan yang terdapat pada RSUD
Manokwari diantaranya pelayanan medik
pelayanan penunjang medik dan non medik
pelayanan asuhan perawatan pelayanan
rujukan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan dan penyelenggaraan penelitian
dan pengembangan
Sementara itu jumlah pasien RSUD Manokwari
sebesar 54989 orang dengan rincian 43554
orang menggunakan fasilitas AskesBPJSKIS
dan 11345 orang merupakan pasien
mandiriswasta
E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah
Dalam menunjang Operasional RSUD
Manokwari terdapat kegiatan-kegiatan
rutinitas guna menjalankan tugas pokok dan
fungsi yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung
dan Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung
adalah belanja pegawaipersonalia berupa
pembayaran gaji bulanan kepada Pegawai
Negeri Sipil (PNS) di lingkungan RSUD Manokwari
Belanja Langsung adalah belanja kegiatan
rutin antara lain belanja alat tulis kantor belanja
makanan dan minuman belanja pemeliharaan
rutinberkala gedung kantor pemeliharaan
rutinberkala kendaraan dinas pembayaran
rekening listrik belanja perjalanan dinas dan
lain-lain
Tabel 410
Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019
Berdasarkan Jenis Perawatan
Jenis Pasien
Jumlah Pasien
Askes
BPJS KIS
Swasta
mandiri
Pasien Rawat Jalan 34530 9657
Pasien Rawat Inap 9024 1688
Total 43554 11345
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Tabel 49
Profil Anggaran RSUD Manokwari
Uraian Alokasi Dana Sumber
Dana
Rutin
Belanja Langsung 21543957702
Belanja Tidak
Langsung 17880608199
Program-program -
Peningkatan
Kapasitas
Sumberdaya Aparatur
906990000 Otonomi
Khusus
Obat dan Perbekalan
Kesehatan 6411007419
Otonomi
Khusus
Standarisasi
Pelayanan Kesehatan 420000000 DAK
Peningkatan Sarana
dan Prasarana Rumah
Sakit Rumah Sakit
Jiwa Rumah Sakit
Paru ndash Paru
708750000 Otonomi
Khusus
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
67 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Dalam menunjang kegiatannya RSUD
Manokwari mengelola aset baik aset tidak
bergerak maupun aset bergerak dengan
rincian dapat dilihat pada tabel 411
E3 Analisis legal
Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum
Daerah terdapat beberapa peraturan yang
mengatur pengelolaan teknis maupun
pengelolaan keuangan bahkan peraturan
tersebut sampai ke tingkat peraturan
bupatiwalikota Analisis legal aspek
pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari
dapat dilihat pada tabel 412
F ANALISIS APBD LAINNYA
Analisis ini terdiri dari analisis horizontal analisis
vertikal serta kapasitas fiskal yang digunakan
untuk memberikan gambaran kinerja
pelaksanaan APBD di Provinsi Papua Barat
F1 Analisis Horizontal
Analisis ini membandingkan angka-angka
dalam laporan realisasi pemerintah daerah satu
dengan lainnya dalam satu provinsi Selain itu
analisis ini membandingkan perubahan
keuangan dalam satu pos APBD yang sama
pada satu Provinsi Analisis ini bertujuan untuk
menyajikan informasi utuh terkait kinerja suatu
pos antar pemerintah daerah dan
perkembangannya dari waktu ke waktu
Bila dilihat dari tabel 413 daerah dengan
realisasi PAD terbesar berasal dari Provinsi Papua
Barat sebesar Rp0465 triliun sedangkan
Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten
Maybrat mempunyai realisasi terkecil dengan
nilai masing-masing Rp7 miliar dan Rp6 miliar
Sedangkan pada sisi belanja daerah dengan
realisasi terbesar adalah Provinsi sebesar Rp914
triliun sedangkan realisasi terkecil adalah
Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kota Sorong
masing-masing sebesar Rp807 miliar dan Rp592
miliar Sementara itu defisit anggaran terjadi
pada 3 kabupaten yaitu Kabupaten Sorong
Selatan Kabupaten Tambraw dan Kabupaten
Manokwari Selatan
F2 Analisis Vertikal
Analisis vertikal merupakan analisis yang
membandingkan setiap pos terhadap total
dalam satu komponen APBD yang sama
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya kontribusi suatu pos sehingga
diketahui pengaruhnya
Tabel 411
Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019
Uraian Kuantitas Keterangan
Aset Tidak Bergerak
Tanah 37424 m2
Bangunan 9283 m2
(32 unit)
Terdiri dari gedung
dan rumah dinas
Aset Bergerak
Kendaraan dinas
(roda 4) 22 unit
Kendaraan dinas
(roda 2) 3 unit
Inventaris kantor PC unit meubelair
lemari arsip lemari dll
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari
Aspek Uraian
Kelembagaan Keputusan Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun
2015 tanggal 8 April 2015
Tata Kelola Peraturan daerah Nomor 13 tahun 2008 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Teknis Daerah Di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Manokwari
Peraturan Bupati Manokwari Nomor 13 tahun
2009 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi
Jabatan Struktural pada Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Manokwari
SDM Jumlah Pegawai RSUD Manokwari per Maret 2018
sebanyak 406 orang yang terdiri dari Pegawai
Negeri Sipil (PNS) Organik Pemerintah Kab
Manokwari sebanyak 223 orang dan PNS Titipan dari
Provinsi Kabupaten lain sebanyak 12 orang dan
tenaga Honorer dan magang sebanyak 171 orang
Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
68
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Bila dilihat pada tabel 414 rata-rata kontribusi
PAD terhadap pendapatan daerah tiap
kabupaten kota di Papua Barat tahun 2019
tidak mencapai angka 6 hanya Kabupaten
Manokwari dan Kabupaten Manokwari Selatan
yang memiliki PAD diatas 6 persen dimana
Kabupaten Manokwari menjadi yang terbesar
dengan kontribusi PAD mencapai 613 persen
Bahkan di beberapa daerah seperti Kabupaten
Maybrat Kabupaten Tambrauw dan
Kabupaten Pegunungan Arfak kontribusi PAD
hanya di bawah 1 persen Angka ini sangat jauh
di bawah angka kontribusi pendapatan transfer
yang mencapai rata-rata sebesar 90 persen
pada tiap kabupaten kota Hal ini
mengindikasikan bahwa pendapatan pemda
kabupaten kota di Papua Barat hampir
seluruhnya bergantung terhadap pendapatan
transfer dari pemerintah pusat Pemda seperti
Kab Fakfak Kab Kaimana dan Pemerintah
Provinsi bahkan mempunyai persentase
pendapatan transfer sebagai pos utama
pendapatan mencapai angka lebih dari 96
persen
Berdasarkan tabel 415 realisasi belanja tahun
2019 kabupaten kota di Provinsi Papua Barat
menitikberatkan pada belanja barang jasa
Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp)
Uraian Provinsi Fakfak Manok
wari Sorong
Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wonda
ma
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
Total
Pendapatan 15628 1297 1029 1895 0990 1459 1030 2486 0966 1058 1013 1183 0789 1002
PAD 0465 0035 0063 0030 0050 0028 0007 0047 0017 0041 0006 0008 0048 0007
Pendapatan
Transfer 11215 0876 0800 1092 0701 1042 0689 1940 0678 0765 0666 0785 0503 0564
LPDS 3949 0386 0166 0772 0239 0389 0333 0498 0270 0252 0341 0390 0238 0431
Total Belanja 9135 1296 0999 1841 0592 1419 1047 1684 0912 1001 0897 1356 0817 0807
Surplus
Defisit 6493 0002 0030 0054 0398 0040 -0017 0801 0054 0056 0116 -0173 -0029 0195
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 414
Analisis Vertikal Pendapatan APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (persen)
Uraian Provinsi Fakfak Manokwari Sorong Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wonda
ma
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
PAD 2975 2698 6131 1598 5067 1898 0727 1895 1797 3838 0632 0663 6077 0717
Pajak Daerah 2314 0572 4666 0668 4109 0452 0093 0996 0541 0734 0042 0071 0084 0000
Retribusi Daerah 0023 0387 0364 0153 0735 0305 0085 0045 0671 0733 0006 0003 0043 0000
HPKD 0110 0240 0000 0094 0005 0261 0262 0117 0161 0095 0050 0078 0000 0000
Lain-lain PAD yang
sah 0528 1499 1101 0684 0217 0880 0286 0737 0424 2276 0540 0510 5951 0717
Pendapatan Transfer 97021 97302 85172 79782 88122 90199 82923 93184 90728 96162 81597 83238 80323 72901
DBH 33978 4889 6431 14271 6224 7145 5690 49535 6512 6325 5915 4725 7139 6165
DAU 9365 53776 53671 28881 52047 46889 46145 22608 47680 58969 44876 44904 45033 38742
DAK 3155 8886 17662 13960 12523 15915 14521 5533 16039 7036 14945 16753 11547 11358
DBH Pemda
lainnya 0000 6360 2191 0969 2479 7984 1131 0619 1071 0745 0579 0742 0259 0388
Dana Penyesuaian
dan Otsus 25261 23391 5217 21165 14849 10778 14832 14506 19427 23087 15282 16115 16346 16249
LPDS 0005 0000 0486 9383 6811 0723 0000 4922 7475 0000 17423 1139 13600 12382
Hibah 0005 0000 0486 0000 0000 0630 0000 0008 0000 0000 0000 0042 0000 0000
Lain-lain 0000 0000 0000 9383 6811 0092 0000 4914 7475 0000 17423 1097 13600 12382
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
69 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
dan belanja modal Hal ini terlihat dari 11
kabupaten kota yang persentase pos kedua
belanja tersebut lebih dari 50 Dengan
besarnya porsi belanja barang jasa dan modal
mengindikasikan adanya kebijakan belanja
pemerintah daerah yang diarahkan pada
sektor produktif guna mendorong
perekonomian daerah dan upaya dalam
mengejar ketertinggalan dengan daerah lain
dalam ketersediaan
infrastruktur
F3 Analisis Kapasitas
Fiskal Daerah
Analisis kapasitas fiskal
daerah adalah analisis
yang digunakan untuk
mengukur kemampuan
keuangan daerah yang
dicerminkan melalui
penerimaan umum
APBD (tidak termasuk
dana alokasi khusus
dana darurat dana
pinjaman lama dan
penerimaan lain yang
penggunaannya
dibatasi untuk membiayai pengeluaran
tertentu) yang digunakan untuk membiayai
tugas pemerintahan daerah setelah dikurangi
belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah
penduduk miskin sebagaimana dimaksud
dalam peraturan yang mengatur tentang peta
kapasitas fiskal daerah Berikut ini kapasitas fiskal
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
Tabel 415
Analisis Vertikal Belanja APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Uraian Provinsi Fakfak Manok
wari Sorong
Kota
Sorong
Raja
Ampat
Sorong
Selatan
Tl
Bintuni
Tl
Wond
ama
Kai
mana
May
brat
Tam
brauw Mansel
Peg
Arfak
Belanja
Pegawai 7651 27384 26717 22263 44577 24684 21547 14975 21897 20263 20307 9513 10642 9906
Belanja Barang 21125 29208 26559 22050 26375 42275 35726 37509 35456 32931 23851 39795 38031 33785
Belanja Bunga 0000 0000 0000 0000 2067 0000 0519 0000 0000 0000 0000 0506 0301 0000
Belanja Subsidi 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 1373 0281 0000 0000 0000 0000
Belanja Hibah 9316 1897 3995 3878 1139 0481 1426 1351 3125 3181 1096 1085 8341 0712
Belanja BanSos 0580 1921 2592 0333 2362 2034 3305 19398 1598 6713 3266 2361 2695 11707
Belanja
Bantuan
Keuangan
20202 0096 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000
Belanja bagi
hasil 22050 17580 18336 14591 0160 10381 15343 0000 14113 14225 24884 17407 14762 19499
Belanja Tidak
Terduga 0000 0128 0022 0004 0037 0000 0189 0000 0167 0001 0011 0000 0031 0307
Belanja Modal 19077 21785 21779 36882 23284 20145 21945 26768 22271 22406 26585 29333 25196 24084
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 416
Analisis Fiskal APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)
Pemda PAD DBH DAU LP BP Penduduk
Misikin
Kapasitas
Fiskal Indeks
1 2 3 4 5 6 7
8
[(2+3+4+5)-
6) 7]
9
Prov Papua Barat 46490 531011 146362 146362 69888 207944 38488 0466
Fakfak 3501 6343 69773 69773 35486 18730 60813 0736
Kab Manokwari 6310 6619 55236 55236 26703 37730 25629 0310
Kab Sorong 3029 27044 54729 54729 40979 26100 37760 0457
Kota Sorong 5016 6162 51523 51523 26378 38880 22594 0273
Raja Ampat 2769 10425 68414 68414 35024 8500 135292 1638
Sorong Selatan 748 5858 47509 47509 22549 8760 90269 1093
Teluk Bintuni 4710 123132 56198 56198 25225 19640 109478 1325
Teluk Wondama 1735 6288 46046 46046 19970 10530 76111 0921
Kaimana 4059 6689 62367 62367 20293 9660 119244 1443
Maybrat 640 5994 45470 45470 18219 13120 60484 0732
Tambrauw 784 5590 53120 53120 12898 4770 209049 2530
Manokwari Selatan 4793 5630 35517 35517 8698 7240 100495 1216
Pegunungan Arfak 718 6179 38829 38829 7999 10800 70887 0858
Jumlah 85301 752963 831094 831094 370308
Rata-rata 82614
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
70
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Dengan mengetahui indeks kapasitas fiskal
masing-masing kabupaten kota maka dapat
ditentukan kemampuan keuangan masing-
masing daerah Berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 54PMK072014 tentang Peta
Kapasitas Fiskal Daerah indeks kapasitas fiskal
daerah kabupaten kota di Provinsi Papua
Barat dapat dikelompokkan menjadi empat
kuadran sebagaimana pada tabel 417
Dari kabupaten kota di Papua Barat terdapat
satu daerah dengan kapasitas fiskal sangat
tinggi yang ditunjukkan dalam kuadran IV yaitu
Kab Tambrauw Namun terdapat empat
daerah yang masuk kategori sangat rendah
kapasitas fiskalnya yang terletak di kuadran I
Apabila melihat perbandingan jumlah daerah
pada kuadran I dan II dengan daerah pada
kuadran III dan IV maka terdapat perbandingan
yang hampir seimbang Dari tabel di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa terdapat
ketimpangan kapasitas fiskal pada kabupaten
kota di Provinsi Papua Barat
G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN (FISCAL
HEALTH INDEX)
Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU)
Nomor 22 Tahun 1999 (sebagaimana diubah
menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun
1999 (sebagaimana diubah menjadi UU Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah terjadi perubahan mendasar dalam
sistem pemerintahan daerah di Indonesia
dengan titik berat pembangunan daerah
berada pada tingkat kabupaten kota Salah
satu perubahan yang terjadi adalah
diimplementasikannya desentralisasi fiskal yang
lebih luas bagi daerah Arah dari kebijakan
desentralisasi diharapkan dapat menghindari
inefisiensi dari perekonomian (Prudrsquohomme
1995)
Desentralisasi fiskal menurut Davey (2003)
merupakan pembagian kewenangan belanja
dan pendapatan antar tingkat pemerintahan
Dari sisi belanja kewenangan desentralisasi
didasarkan pada prinsip agar pengalokasian
sumber daya menjadi lebih efisien dan efektif
Hal ini diasumsikan bahwa daerah lebih
mengerti kebutuhan masyarakat sehingga
pengalokasian sumber daya menjadi lebih
responsif dalam menjawab kebutuhan
masyarakat Adapun dari sisi pendapatan
diberikannya kewenangan desentralisasi
kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi
masyarakat untuk mendanai pelayanan publik
menjadi lebih tinggi karena dapat merasakan
langsung manfaat yang dirasakan Dalam
pelaksanaan desentralisasi fiskal pemerintah
pusat mengatur prinsip-prinsip pengelolaan
keuangan daerah bukan aturan secara
terperinci sehingga kondisi keuangan diantara
pemerintah daerah yang satu dan lainnya
menjadi bermacam-macam Perbedaan
dalam kondisi keuangan tersebut menuntut
suatu kebutuhan akan tingkat kesehatan dalam
mengelola keuangan daerah Sebagai pihak
yang bertanggung jawab terhadap pelayanan
publik pemerintah daerah dituntut lebih
Tabel 417
Kuadran kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Kuadran I
(Indeks Kapasitas Fiskal le05)
Kuadran III
(1leIndeks Kapasitas Fiskal lt2)
Provinsi Papua Barat
Kab Manokwari
Kab Sorong
Kota Sorong
Kab Sorong Selatan
Kab Teluk Bintuni
Kab Manokwari Selatan
Kab Kaimana
Kab Raja Ampat
Kuadran II
(05ltIndeks Kapasitas Fiskal lt1)
Kuadran IV
(Indeks Kapasitas Fiskal ge 2)
Kab Fakfak
Kab Teluk Wondama
Kab Maybrat
Kab Pegunungan Arfak
Kab Tambrauw
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
71 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
memahami kondisi kesehatan keuangannya
Hal ini dikarenakan dalam kondisi kesehatan
keuangan yang buruk pemerintah daerah tidak
akan mampu memberikan layanan publik yang
baik kepada warganya (Carmeli 2008)
Berbeda dengan sektor publik penilaian kondisi
kesehatan keuangan pada sektor private telah
dilakukan sejak lama Di sektor bisnis Beaver
(1966) dan Altman (1968) telah membangun
model untuk menilai kondisi keuangan sektor
swasta Namun setelah terjadi masalah
keuangan yang melanda banyak pemerintah
daerah di seluruh dunia penelitian mengenai
kondisi kesehatan pemerintah daerah secara
intensif mulai dilakukan Pada tahun 1980 di
Amerika Serikat terjadi permasalahan keuangan
yang melanda Kota New York Cleveland
Miami Pittsburgh dan Philadelphia (Kloha et al
2005) Hal yang sama terjadi pada tahun 1980-
an dimana sebagian pemerintah daerah di
Belanda dan Inggris mengalami kondisi kesulitan
keuangan (Carmeli 2008) Begitu juga yang
dialami pemerintah daerah di Australia (Dollery
et al 2006) dan Jepang (Takahashi 2009) yang
menghadapi permasalahan keuangan yang
sulit Kondisi tersebut mendorong para ahli
keuangan publik dan banyak peneliti membuat
suatu model ataupun formula untuk
mengevaluasi kondisi keuangan pemerintah
daerah sehingga dapat mendeteksi sejak dini
(early warning system) gejala kesulitan
keuangan
Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli
ataupun lembaga profesional untuk
mendifinisikan kondisi keuangan pemerintah
The Canadian Institute of Chartered
Accountants (CICA 1997) memberikan definisi
kondisi keuangan pemerintah daerah sebagai
kesehatan keuangan (fiscal health) yang diukur
melalui aspek keberlanjutan kerentanan dan
fleksibiltas dalam lingkungan ekonomi maupun
keuangan Aspek keberlanjutan merupakan
kemampuan pemerintah daerah untuk
mempertahankan program yang sudah ada
tanpa menimbulkan kewajiban baru pada
perekonomian Sedangkan aspek kerentanan
merupakan kondisi ketergantungan pemerintah
daerah sehingga menjadi rentan terhadap
sumber pendanaan yang berasal di luar
kendali Aspek fleksibilitas keuangan merupakan
kemampuan pemerintah daerah untuk
meningkatkan kapasitas keuangan seiring
adanya peningkatan komitmen baik melalui
peningkatan pendapatan atau kapasitas
utang Definisi lain dikemukakan Nollenberger et
al (2003) yang menyebutkan kondisi keuangan
pemerintah daerah merupakan tingkat
solvabilitas keuangan pemerintah daerah yang
terdiri dari solvabilitas kas solvabilitas anggaran
solvabilitas jangka penjang dan solvabilitas
layanan Adapun Kloha et al (2005)
memberikan definisi kondisi keuangan
pemerintah daerah dalam konteks tekanan
keuangan (fiscal distress) yaitu kemampuan
pemerintah daerah untuk memenuhi standar
operasi hutang dan kebutuhan masyarakat
selama beberapa tahun berturut-turut
Kondisi kesehatan keuangan (fiscal health)
yang baik diantaranya ditunjukkan oleh
kemampuan pemerintah daerah untuk
menutup kewajiban operasional (solvabilitas
anggaran) kemampuan untuk melaksanakan
hak-hak keuangan secara efektif dan efisien
(kemandirian keuangan) kemampuan untuk
memberikan pelayanan sesuai standar dan
kualitas yang dibutuhkan masyarakat
(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk
mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa
datang seperti bencana alam atau bencana
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
72
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sosial (fleksibilitas keuangan) Oleh karena itu
ada 4 (empat) dimensi untuk mengukur kondisi
kesehatan keuangan (fiscal helath) pemerintah
daerah yaitu solvabilitas anggaran kemandirian
keuangan solvabilitas layanan dan fleksibilitas
keuangan
Untuk mengetahui kondisi keuangan
pemerintah daerah yang ada di Papua Barat
digunakan langkah-langkah sebagai berikut
1 Menghitung nilai rasio masing-masing
dimensi penyusun indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index)
2 Menghitung indeks rasio dan indeks dimensi
- Untuk menghitung indeks rasio digunakan
rumus
(Nilai Aktual minus Nilai Terendah)
(Nilai Tertinggi minus Nilai Terendah)
- Untuk menghitung indeks dimensi
digunakan rata-rata aritmatika dari seluruh
indeks rasio yang ada
3 Menghitung indeks kesehatan keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah
Indeks kondisi kesehatan keuangan (fiscal
health index) dihitung dengan
menggunakan rata-rata tertimbang dari
seluruh indeks dimensi yang ada
G1 Solvabilitas Anggaran
Solvabilitas anggaran menunjukan seberapa
besar kemampuan pemerintah daerah
memenuhi kegiatan operasi menggunakan
pendapatan yang diperoleh (Nollenberger et
al 2003) Pendapatan yang dimaksud
merupakan pendapatan normal yang tiap
tahun senantiasa didapatkan pemerintah
daerah bukan pendapatan yang terkadang
diperoleh pada tahun-tahun tertentu saja Oleh
karena itu rasio yang digunakan untuk
menunjukan solvabilitas anggaran suatu
pemerintah daerah adalah sebagai berikut
Tabel 418
Rasio Solvabilitas Anggaran
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A (Total Pendapatan - DAK) (Total Belanja -
Belanja Modal)
Rasio B (Total Pendapatan - DAK) Belanja Pegawai
Rasio C (Total Pendapatan Total Belanja)
Pengurangan pendapatan DAK dari total
pendapatan karena pendapatan tersebut
bukan merupakan pendapatan yang bersifat
normal dan berada di luar kendali pemerintah
daerah Untuk rasio A pengurangan belanja
modal dikarenakan belanja tersebut bukan
merupakan kegiatan operasional pemerintah
daerah Adapun untuk rasio B penggunaan
belanja pegawai sebagai penyebut lebih
disebabkan karena porsi belanja tersebut saat
ini merupakan yang terbesar dari belanja
operasional pemerintah daerah Semakin tinggi
nilai rasio yang ada menunjukan bahwa
semakin banyak pendapatan pemerintah
daerah untuk menutup belanja operasional Hal
ini berarti semakin tinggi nilai rasio maka
semakin baik solvabilitas anggaran yang dimiliki
oleh suatu pemerintah daerah Dari data yang
diperoleh rasio solvabilitas anggaran seluruh
Gambar 41
Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan
ngan
73 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
terlihat pada tabel 419
Dari tabel di atas jika dilihat secara menyuluruh
rasio solvabilitas anggaran kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat menunjukan tren yang
meningkat Artinya semua daerah memiliki
solvabilitas anggaran yang semakin baik
Pendapatan normal yang diperoleh pemerintah
daerah untuk meng-cover kebutuhan belanja
semakin meningkat Dari seluruh daerah yang
ada peningkatan rasio solvabilitas anggaran
terbaik dimiliki Kab Kaimana dan Kab
Pegunungan Arfak Hal ini mengindikasikan
bahwa sebagai daerah otonom baru kedua
pemerintah daerah tersebut semakin giat untuk
mencari sumber-sumber pendapatan untuk
menutup semua kebutuhan belanja
G2 Kemandirian Keuangan
Kemandirian keuangan menunjukan
kemampuan pemerintah daerah untuk
mendapatkan sumber pendanaan secara
mandiri dan tidak rentan terhadap sumber
pendanaan di luar kendalinya (Canadian
Institute of Chartered Accountants CICA 1997)
Kemandirian keuangan juga dapat diartikan
sebagai kemampuan pemerintah daerah untuk
memenuhi kebutuhannya dengan sumber-
sumber pendanaan yang mampu diperoleh
secara mandiri tidak tergantung pada pihak
luar Berdasarkan pengertian tersebut rasio
yang digunakan untuk menunjukan
kemandirian keuangan suatu pemerintah
daerah adalah sebagai berikut
Tabel 420
Rasio Kemandirian Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A Total Pendapatan Asli Daerah Total
Pendapatan
Rasio B Total Pendapatan Asli Daerah Total Belanja
Nilai rasio yang meningkat menunjukan bahwa
semakin banyak pendapatan yang diperoleh
pemerintah daerah secara mandiri untuk
memenuhi kebutuhannya Dengan demikian
semakin tinggi nilai rasio maka semakin baik
kemandirian keuangan yang dimiliki oleh suatu
pemerintah daerah Menurut Tim KKD FE UGM
untuk menentukan tolak ukur kemandirian
keuangan daerah dapat menggunakan enam
kategori sebagaimana pada tabel 421
Tabel 419
Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019
Daerah
Rasio A Rasio B Rasio C
2018 2019 2018 2019 2018 2019
Kabupaten
Sorong 116 124 290 353 096 093
Kota Sorong 152 191 238 328 121 167
Manokwari 126 098 251 286 118 095
Manokwari
Selatan 105 114 334 802 097 096
Fakfak 100 117 191 333 098 100
Kaimana 147 331 428 721 134 361
Teluk
Wondama 107 114 303 406 095 106
Teluk Bintuni 107 190 330 927 071 147
Pegunungan
Arfak 140 205 557 813 115 245
Sorong
Selatan 097 086 245 313 088 082
Raja Ampat 104 097 296 314 091 094
Maybrat 162 130 443 471 144 113
Tambrauw 107 103 521 764 097 087
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
74
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Dari data yang diperoleh masing-masing rasio
kemandirian keuangan Pemda di Provinsi
Papua Barat dapat dilihat pada tabel 422
Secara umum Pemda di Provinsi Papua Barat
memiliki rasio kemandirian keuangan yang
sangat lemah dengan rasio di bawah 01 Kondisi
ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah
yang ada masih sangat tergantung pada
sumber pendanaan dari luar daerah seperti
pendapatan yang berasal dari pemerintah
pusat Selain itu nilai rasio tersebut menunjukan
bahwa kebutuhan yang dapat ditutup oleh
pendapatan yang berada di bawah kendali
pemerintah daerah hanya di bawah 10 persen
Kemandirian keuangan yang lemah tersebut
disebabkan oleh kondisi daerah yang tidak
memungkinan untuk memperoleh pendapatan
yang tinggi sesuai dengan kewenangan
penerimaan daerah Pada pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa sumber
strategis penerimaan negara yang menguasasi
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
Oleh karena itu sumber strategis penerimaan
negara seperti pajak penghasilan pajak
pertambahan nilai sumber daya alam
walaupun terletak di daerah namun menjadi
sumber penerimaan pemerintah pusat bukan
pemerintah daerah Pemerintah daerah hanya
mengelola sumber sumber penerimaan yang
kurang signifikan pengaruhnya seperti pajak
hotel pajak reklame pajak restoran dan pajak
daerah lainnya
Namun demikian kedua rasio yang ada
menunjukan tren rasio yang meningkat
Kemampuan pemerintah daerah untuk
menutupi kebutuhan melalui sumber
pendanaan yang diperoleh secara mandiri
menjadi semakin baik Hal ini sejalan dengan
semangat dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah dimana pemerintah daerah
seharusnya dapat berinovasi untuk
meningkatkan PAS namun tidak bertentangan
dengan peraturan yang ada
Tabel 422
Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota
di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019
Daerah
Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kabupaten
Sorong 0044 0018 0042 0016
Kota Sorong 0128 0051 0156 0085
Manokwari 0074 0067 0088 0063
Manokwari
Selatan 0171 0061 0167 0059
Fakfak 0031 0027 0030 0027
Kaimana 0037 0019 0049 0068
Teluk Wondama 0016 0018 0015 0019
Teluk Bintuni 0024 0019 0017 0028
Pegunungan
Arfak 0008 0009 0009 0022
Sorong Selatan 0014 0009 0012 0007
Raja Ampat 0031 0021 0029 0020
Maybrat 0007 0006 0010 0007
Tambrauw 0004 0007 0004 0006
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 421
Kriteria Kemandirian Kuangan Pemerintah Daerah
Menurut Tim KKD FE UGM
- Kriteria
0 - 01 sangat lemah
01001 - 02 lemah
02001 - 03 sedang
03001 - 04 cukup
04001 - 05 baik
Rasio gt 05 sangat baik
75 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
G3 Fleksibilitas Keuangan
Fleksibilitas keuangan merupakan kemampuan
pemerintah daerah untuk membayar beban
utang (Chase dan Philips 2004) Kondisi tersebut
menunjukan bagaimana pemerintah daerah
dapat meningkatkan sumber pendapatan
dalam rangka menghadapi peningkatan
kewajibannya (CICA 2007) Pendapatan
dimaksud merupakan pendapatan normal yang
tiap tahun senantiasa didapatkan pemerintah
daerah bukan pendapatan yang sifatnya terikat
penggunaannya seperti pendapatan yang
berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Selain
itu pendapatan tersebut juga merupakan
pendapatan setelah dikurangi belanja yang
sifatnya sangat wajib seperti belanja pegawai
Adapun kewajiban dimaksud merupakan
kewajiban untuk membayar cicilan pokok utang
dan beban bunga yang menjadi tanggungan
pemerintah daerah Oleh karena itu rasio yang
digunakan untuk menunjukan fleksibilitas
keuangan suatu pemerintah daerah adalah
sebagai berikut
Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan
bahwa semakin baik fleksibilitas keuangan
pemerintah daerah untuk menghadapi
peristiwa luar biasa baik yang berasal dari dalam
maupun yang berasal dari luar lingkungan
pemerintah daerah Dari data yang diperoleh
masing-masing rasio untuk kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel
424
Untuk rasio yang memiliki nilai sangat tinggi
disebabkan tidak adanya komponen
pembayaran pokok pinjaman belanja bunga
dan kewajiban jangka panjang pada
Tabel 424
Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 ndash 2019
Daerah Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kab Sorong 769832175393 1035484012472 1174167459258 1445271904797
Kota Sorong 4 3 7 5
Manokwari 482076226292 495858473768 802369336249 762890951003
Manokwari Selatan 735 16 1049 18
Fakfak 304491382772 827320863699 639780382396 1182183435610
Kaimana 668279456314 705544141447 871904931348 819214314839
Teluk Wondama 434599458495 611138814319 648798589997 810840420412
Teluk Bintuni 21 11 31 13
Pegunungan Arfak 487685057078 507003610307 594313768074 578106098796
Sorong Selatan 141 4 238 6
Raja Ampat 643370690403 750130568196 972295205958 1100373282221
Maybrat 539252552468 676159229681 696515339045 858345256202
Tambrauw 686177984338 855819480885 849218499477 984795810243
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 423
Rasio Fleksibiltas Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A
(Total Pendapatan - DAK - Belanja
Pegawai) (Belanja Bunga + Pembayaran
Pokok Utang)
Rasio B (Total Pendapatan - DAK) (Belanja Bunga
+ Pembayaran Pokok Utang)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
76
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
pemerintah daerah yang bersangkutan Secara
keseluruhan pemerintah daerah di Papua Barat
memiliki fleksibilitas keuangan yang cukup
memadai untuk mengantisipasi kejadian luar
biasa Artinya bahwa pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat dapat sewaktu-waktu
datang ke pihak ketiga untuk mengumpulkan
dana dalam rangka mengatasi kejadian yang
datang tidak terduga
G4 Solvabilitas Layanan
Solvabilitas layanan merupakan kemampuan
pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat
(Wang et al 2007) Kemampuan tersebut
diwujudkan berupa sumber daya fasilitas
sarana dan prasarana yang dimiliki pemerintah
daerah untuk digunakan dalam rangka
memberikan pelayanan kepada publik Untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
pemerintah daerah digunakan total belanja
daerah perkapita (Wang et al 2007) Rasio
tersebut menunjukan seberapa banyak belanja
pemerintah daerah yang dikeluarkan untuk
melayani setiap warganya Selain itu untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
digunakan belanja modal perkapita
Penggunaan belanja modal lebih ditekankan
kepada peningkatan pelayanan kepada
masyarakat Pemerintah daerah yang telah
berhasil mempertahankan pelayanannya
kepada masyarakat jika ingin meningkatkan
pelayanan tersebut dapat menggunakan pos
belanja modal Oleh karena itu rasio untuk
mengukur tingkat solvabilitas layanan
pemerintah daerah adalah sebagaimana pada
tabel 425
Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan
bahwa semakin baik solvabilitas layanan suatu
pemerintah daerah karena semakin banyak
layanan yang diberikan pemerintah daerah
kepada masyarakat Dari data yang diperoleh
masing-masing rasio untuk kabupaten kota di
Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel
426
Dari tabel di atas terlihat bahwa rasio solvabilitas
layanan pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat menunjukan nilai yang bervariasi Ada
Tabel 426
Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (juta Rp)
Daerah
Rasio A Rasio B
2018 2019 2018 2019
Kab Sorong 1814 2070 560 763
Kota Sorong 286 233 079 054
Manokwari 482 571 081 124
Manokwari
Selatan 3162 33747 723 8503
Fakfak 1087 1647 219 359
Kaimana 1248 411 154 000
Teluk
Wondama 2750 2804 712 625
Teluk Bintuni 2988 2615 1114 700
Pegunungan
Arfak 2166 911 660 000
Sorong Selatan 2088 2230 439 489
Raja Ampat 2661 2926 615 589
Maybrat 1421 2194 276 583
Tambrauw 7730 9769 1913 2866
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 425
Rasio Solvabiltas Keuangan
Jenis Rasio Rumus Perhitungan
Rasio A Total Belanja Jumlah Penduduk
Rasio B Belanja Modal Jumlah Penduduk
77 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
beberapa pemerintah daerah yang mengalami
peningkatan rasio namun tidak sedikit yang
mengalami penurunan rasio Untuk rasio A pada
tahun 2019 Kab Manokwari Selatan memiliki
rasio terbesar dibandingkan pemerintah daerah
lainnya dengan nilai 33747 atau meningkat dari
tahun sebelumnya dengan nilai 3162 Artinya
belanja yang dikeluarkan pemerintah daerah
Kab Manokwari Selatan untuk melayani 1 (satu)
penduduk sebesar Rp33747 juta Besarnya nilai
rasio tersebut disebabkan jumlah penduduk Kab
Manokwari Selatan merupakan yang terkecil
dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Papua
Barat sehingga belanja perkapita yang
dikeluarkan pemerintah daerah cukup besar
untuk meng-cover layanan yang dibutuhkan Di
sisi lain pemerintah daerah dengan rasio A
terkecil tahun 2019 yaitu Kota Sorong Hal ini
disebabkan Kota Sorong merupakan daerah
dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi
Papua Barat namun belanja perkapita yang
dikeluarkan pemerintah Kota Sorong tidak cukup
besar untuk meng-cover layanan yang
dibutuhkan masyarakatnya Nilai rasio tersebut
bahkan mengalami penurunan jika
dibandingkan tahun 2018 Kemudian untuk rasio
B pada tahun 2019 cenderung bervariasi
Beberapa pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat mengalami penurunan sementara lainnya
memiliki nilai rasio yang meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat pemerintah
daerah yang berupaya meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat sedangkan
pemerintah daerah lainnya cenderung stagnan
atau tidak memberikan peningkatan pelayanan
seiring bertambahnya jumlah penduduk
G5 Indeks Kesehatan Keuangan
Nilai Indeks Kesehatan Keuangan berkisar antara
0 ndash 1 Semakin tinggi nilai indeks menunjukan
kondisi kesehatan keuangan pemerintah
daerah semakin baik Untuk mengukur indeks
kesehatan keuangan digunakan bobot untuk
masing-masing dimensi Hal ini perlu dilakukan
mengingat satu dimensi sangat mungkin lebih
penting dibandingkan dengan dimensi yang lain
(Brown 1993) Salah satu cara yang digunakan
untuk menentukan bobot masing-masing
dimensi melalui teknik Analytical Hierarchy
Proces (AHP) Teknik ini digunakan untuk
menghasilkan skala prioritas dengan cara yang
teroganisir (Saaty 2008) AHP ini tidak
memberikan keputusan secara mutlak namun
dapat membantu pengambil kebijakan untuk
menentukan keputusan yang tepat sesuai
dengan tujuan dan masalah yang mereka
hadapi Berdasarkan teknik AHP dimensi yang
lebih penting akan diwujudkan dalam bobot
yang lebih besar
Bobot terbesar dimensi penyusun indeks
kesehatan keuangan yaitu pada dimensi
solvabilitas layanan Hal ini dikarenakan tujuan
utama dari setiap pemerintahan adalah
memberikan layanan kepada masyarakat
Pemerintah daerah yang memiliki tingkat
kesehatan keuangan yang baik akan semakin
optimal dalam melaksanakan pelayanan publik
Selanjutnya bobot terbesar kedua untuk
menyusun Indeks Kesehatan Keuangan yaitu
dimensi kemandirian keuangan Untuk
memberikan layanan kepada masyarakat
secara optimal pemerintah daerah dituntut
Tabel 427
Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan
Nama Dimensi Bobot
Solvabilitas Layanan 029
Kemandirian Keuangan 026
Solvabilitas Anggaran 024
Fleksibilitas Keuangan 021
Total 100
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
78
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
memiliki kemandirian
keuangan yang
memadai sehingga
tidak bergantung
pendanaan dari pihak
luar
Berdasarkan dimensi
penyusunnya indeks
kesehatan keuangan
(fiscal health index)
untuk seluruh
pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat
dapat dilihat pada
grafik 43 Jika dilihat
secara keseluruhan Indeks Kesehatan Keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 memiliki
tingkat yang bervariasi dibandingkan periode
sebelumnya
Rata-rata Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal
health index) seluruh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat tahun 2018 mencapai 035
dan nilainya turun menjadi 034 pada tahun
2019 Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
cenderung menurun untuk menutup kewajiban
operasionalnya (solvabilitas anggaran)
kemampuan untuk melaksanakan hak-hak
keuangan secara efektif dan efisien
(kemandirian keuangan) kemampuan untuk
memberikan pelayanan sesuai standar dan
kualitas yang dibutuhkan masyarakat
(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk
mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa
datang (fleksibilitas keuangan)
Sementara itu jika melihat masing-masing
daerah pada tahun 2019 sebagian besar
pemerintah daerah mengalami penurunan
Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health
index) kecuali Kab Manokwari Selatan
Kaimana dan Teluk Bintuni Indeks Kesehatan
Keuangan tertinggi dimiliki Kab Teluk Bintuni
sebesar 068 dan terendah dimiliki Kab Fakfak
sebesar 016
Jika dilihat klasifikasinya Indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index) dapat
dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori
Pada tahun 2019 tidak ada pemerintah
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat yang
masuk dalam kategori sangat baik dan hanya
ada dua pemerintah daerah yang masuk ke
dalam kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan
Kaimana Sementara itu terdapat lima daerah
yang masuk dalam Kuadran I (buruk) dengan
nilai antara 0 ndash 025 yaitu Kab Manokwari Kab
Fakfak Kab Sorong Selatan Kab Teluk
Wondama dan Kab Raja Ampat Adapun
pemerintah daerah yang memiliki indeks
kesehatan keuangan cukup (kuadran II) dengan
nilai antara 026 ndash 050 yaitu Kab Sorong Kota
Sorong Kab Manokwari Selatan Kab Maybrat
Kab Tambraw dan Kab Pegunungan Arfak
041036
031
038
019
044
028 032
039
015
032
041
052
027 029025
049
016
057
025
068
039
019 020
028
036
000
020
040
060
Ka
b S
oro
ng
Ko
ta S
oro
ng
Ma
no
kw
ari
Ma
no
kw
ari S
ela
tan
Fa
kfa
k
Ka
ima
na
Telu
k W
on
da
ma
Telu
k B
intu
ni
Pe
gu
nu
ng
an
Arf
ak
So
ron
g S
ela
tan
Ra
ja A
mp
at
Ma
yb
rat
Tam
bra
uw
Grafik 43
Indeks Kesehatan Keuangan (Fiscal Health Index)
KabKota se-Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019
2018 2019
Sumber SIKD DJPK (data diolah)
79 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
Tabel 428
Kuadran Indeks kesehatan keuangan (fiscal health index)
pemerintah daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019
H BELANJA WAJIB DAERAH
Pendidikan dan kesehatan merupakan
pelayanan publik yang paling mendasar dan
vital untuk mengurangi kemiskinan (Keefer dan
Khemani 2005) Dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan publik undang-undang
telah mewajibkan pemerintah pusat dan
daerah untuk mengalokasikan sejumlah
persentase tertentu dari total belanja untuk
bidang tertentu yaitu pendidikan (UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)
dan kesehatan (UU Nomor 39 Tahun 2009
tentang Kesehatan) Belanja wajib ini ditetapkan
dengan alokasi sebesar 20 dari total belanja
untuk bidang pendidikan (berlaku bagi belanja
pusat dan belanja daerah) serta 5 dari total
belanja pusat dan 10 dari total belanja daerah
untuk bidang kesehatan Dengan ketentuan
tersebut alokasi pada belanja daerah wajib
ditingkatkan untuk bidang-bidang yang menjadi
target prioritas yaitu pendidikan kesehatan
dan infrastruktur
H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan
Keberadaan belanja bidang pendidikan
sebagai salah satu dari belanja wajib
berpengaruh terhadap ketersediaan anggaran
yang cukup besar untuk bidang pendidikan
menjadi lebih dapat dipastikan Pendanaan
bidang tersebut bersumber antara lain dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
pendapatan transfer (TKDD) Akan tetapi tujuan
akhirnya bukanlah besarnya alokasi namun
penggunaan dana yang dapat memberikan
hasil nyata berupa penyediaan dan perbaikan
layanan serta berkurangnya ketimpangan
Pada tahun 2019 kebijakan belanja wajib
bidang pendidikan di Provinsi Papua Barat
didasarkan pada ketercapaian sasaran
pembangunan ldquoPeningkatan aksesibilitas
kualitas dan manajemen pendidikanrdquo sebagai
perwujudan dari Misi 3 ldquoTerwujudnya
sumberdaya manusia yang cerdas sehat dan
berdaya saingrdquo sebagaimana ditetapkan
dalam RKPD dan RPJMD Ketercapaian sasaran
tersebut diharapkan mampu meningkatkan
persentase angka partisipasi sekolah pada
Kuadran I (buruk)
(0 ndash 025)
Kuadran II (cukup)
(025 lt Indeks lt 05)
Kab Manokwari Kab
Fakfak Kab Sorong Selatan
Kab Teluk Wondama
Kab Raja Ampat
Kab Sorong Kota Sorong
Kab Manokwari Selatan
Kab Maybrat
Kab Tambraw
Kab Pegunungan Arfak
Kuadran III (baik)
(05 lt Indeks lt 075)
Kuadran IV (baik sekali)
(075 lt Indeks lt 1
Kab Teluk Bintuni
Kab Kaimana -
Tabel 429
Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Beasiswa OAP ke Luar Negeri 48984000200 12 Bulan 100
Afirmasi bagi anak asli papua di Perguruan Tinggi dan ADEM 15003000000 12 Bulan 100
Pembangunan Fasilitas Pendidikan Menengah 25474236000 10 Kabkota 85
Pembangunan Prasarana dan Sarana Belajar 43878330901 475 Ruang 95
Rehabilitasi Prasarana dan Gedung Perpustakaan 107344935874 391 Ruang 100
Pembangunan Rumah Dinas Guru 27535623335 80 Unit 100
Pengembangan Koleksi Perpustakaan 624826470 3500 Buku 100
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
80
Perkembangan dan Analisis APBD
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
jenjang pendidikan menengah dan angka rata-
rata lama sekolah yang menjadi prioritas
pembangunan tahun 2019
Belanja wajib bidang pendidikan di Provinsi
Papua Barat sebagian besar pelaksanaannya
diwujudkan dalam bentuk gaji dan tunjangan
bagi tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)
dengan pembiayaan yang bersumber dari DAU
dan PAD Sedangkan penggunaan dana Otsus
DBH serta DAK (Fisik dan Non Fisik) berkontribusi
besar dalam pencapaian output priotitas
diantaranya dalam bentuk pemberian beasiswa
OAP afirmasi OAP di Perguruan Tinggi
pembangunan fasilitas pendidikan menengah
pembangunan prasarana dan sarana belajar
pembangunan rumah dinas guru serta
pengembangan koleksi perpustakaan Output-
output ini tersebar hampir diseluruh
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan
Selain sektor pendidikan untuk mendorong
pelayanan publik pemerintah daerah juga
memiliki kewajiban mengalokasikan 10 dari
belanja untuk anggaran bidang kesehatan
Pada anggaran bidang pendidikan di Provinsi
Papua Barat alokasi digunakan untuk
membiayai pemerataan fasilitas kesehatan di
kabupatenkota dan kualitas sumber daya
manusia bidang kesehatan sebagai priotitas
pembangunan tahun 2019 dan sasaran Misi 3
RPJMD Provinsi Papua Barat
Secara umum realisasi anggaran bidang
kesehatan tahun 2019 diperuntukkan baik itu
untuk membiayai gaji dan tunjangan tenaga
kesehatan pengadaan obat-obatan
pembangunan rumah sakit rujukan maupun
kegiatan-kegiatan lainnya dengan sumber
dana PAD DAU Otsus dan DAK Capaian output
Tabel 430
Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Penyediaan Obat Vaksin Perbekalan Kesehatan 122403919686 13 Kabkota 100
Sarana Prasarana Instalasi Farmasi 7786697051 116 Unit 100
Pembangunan RSUD Provinsi (Rujukan) 138640000000 1 Lokasi 85
Pembangunan dan Prasarana Puskesmas 225940279996 98 Unit 30
Kendaraan Puskesmas dan Ambulans 17388190996 63 Unit 23
Sarana dan Prasarana Rumah Sakit 17886670389 237 Unit 100
Sarana dan Prasarana KB 12083549590 485 Unit 100
PMT BUMIL KEK pada Lokus Stunting 1667044052 5 Kabkota 100
Kampanye CTPS dan Pemberian Tablet Tambah Darah 2856153400 2 Kabkota 100
Layanan Kesehatan Berbasis Masyarakat 1364000000 5 Kabkota 100
Layanan Petugas Tim Gerakan Cepat 237164200 44 Orang 100
Layanan Kesehatan Bagi Penduduk yang Terdampak Krisis Kesehatan 531508000 2 Kabkota 100
Pelatihan Kesehatan Reproduksi WUS dan PUS bagi Tenaga Kesehatan 207240000 1 Kabkota 100
Layanan Pengelolaan Darah Untuk OAP 2500000000 1 Kabkota 100
Iuran Peserta JKN Penduduk OAP 28818415000 589 Jiwa 100
Penempatan Tenaga Kesehatan (Analis Kesling Bidan Gizi) 5779200000 13 Kabkota 100
Jaminan Sosial Bagi Lanjut Usia 883500000 4 Kabkota 100
Bantuan Bagi ODHA 392500000 1 Kabkota 100
Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
81 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis APBD
prioritas dalam upaya pemerataan fasilitas
kesehatan diutamakan pada daerah yang
masuk dalam kategori terpencil dan terisolir
melalui penyediaan makanan tambahan obat
vaksin dan perbekalan kesehatan serta
penyediaan layanan kesehatan berbasis
masyarakat Sedangkan pada pembangunan
fasilitas tingkat lanjut dilakukan secara terpusat
di Kab Manokwari sebagai ibukota provinsi
Sementara pada upaya peningkatan kualitas
tenaga kesehatan pelatihan dan layanan
dipusatkan pada beberapa kabupatenkota
yang memiliki fasilitas kesehatan memadai (Kab
Manokwari Kota Sorong Kab Fakfak) untuk
nantinya ditempatkan secara merata
H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur
Infrastruktur merupakan roda penggerak
perekonomian atau lokomotif pembangunan
nasional dan regional Selain itu infrastruktur juga
berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas
hidup dan kesejahteraan masyarakat antara
lain dalam terwujudnya stabilisasi makro
ekonomi peningkatan produktivitas tenaga
kerja dan akses kepada lapangan kerja serta
peningkatan kemakmuran nyata Melalui
infrastruktur upaya pembentukan kapasitas
fiskal yang kuat perdagangan dan industri yang
maju serta tenaga kerja yang berkualitas dapat
terakselerasi Oleh karena itu belanja bidang
infrastruktur pada APBD memiliki porsi alokasi
yang sangat besar sebagai kombinasi dari
berbagai sumber dana yang ada
Belanja wajib infrastruktur di Provinsi Papua Barat
pada tahun 2019 dialokasikan dengan
memanfaatkan Dana Otsus DTI DAK (Fisik) dan
DBH sesuai RPJMD Misi 4 yaitu ldquoMeningkatkan
kapasitas infrastruktur wilayahrdquo dengan sasaran
peningkatan interkoneksi antar wilayah
ketersediaan layanan dasar infrastruktur daerah
dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah
serta peningkatan layanan kebutuhan dasar
perumahan dan kawasan permukiman wilayah
perkotaan dan perdesaan Pada upaya
pencapaian output belanja infrastruktur Papua
Barat tercatat memiliki realisasi yang cukup
besar diantaranya pembangunan dan
preservasi plusmn473Km jalan (Rp112148 miliar)
Jembatan sepanjang plusmn177 meter (Rp3521 miliar)
dan pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500
Ha (Rp1137 miliar) Selain itu juga berupa
pelabuhandermaga rakyat di 4 lokasi terminal
di 3 lokasi serta SPAM di 8 lokasi Namun
demikian besarnya serapan belum
menunjukkan adanya optimalisasi pada
capaian output prioritas tahun 2019 yang
tercatat memiliki persentase yang rendah
Tabel 431
Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Output Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 1121475928623 473 Km 63
Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 35214918080 177 Meter 76
Irigasi 11371755640 500 Ha 31
PelabuhanDermaga Rakyat 38574958977 4 Lokasi 18
Terminal 8426373185 3 Lokasi 25
SPAM Terfasilitasi 41250093919 8 Kabkota 10
PembangunanPeningkatan Kualitas Rumah Swadaya 30401913319 1075 Unit 60
Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77
Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90
PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86
Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Halaman ini sengaja dikosongkan
ANGGARAN
KONSOLIDASIAN
PENDAPATAN
PERPAJAKAN
PENDAPATAN
BUKAN PAJAK
BELANJA
PEMERINTAH
TRANSFER
35 T
15 T
25 T
5 T
2625 T
DEFISIT
PENERIMAAN
PENDAPATAN
PENGELUARAN
BELANJA
54 T
317 T
DJPbKawalAPBN
82
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
KONSOLIDASIAN
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian
(LKPK) adalah laporan yang disusun
berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat dengan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah dalam periode waktu
tertentu Sampai dengan tahun 2019
pendapatan konsolidasian di Papua Barat
sebesar Rp544142 miliar Sementara itu untuk
realisasi belanja konsolidasian sampai dengan
tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 129
persen dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya
B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN
Pendapatan pemerintahan umum (General
Government Revenue) atau pendapatan
konsolidasian tingkat wilayah adalah
konsolidasian antara seluruh pendapatan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam satu periode pelaporan tertentu
B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Pendapatan pemerintah konsolidasian terdiri
dari penerimaan perpajakan PNBP dan hibah
Total realisasi pendapatan konsolidasian
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
tahun 2019 adalah sebesar Rp544142 miliar
atau naik 2108 persen Dari jumlah tersebut 54
persen merupakan pendapatan pemerintah
pusat dan 46 persen adalah pendapatan
pemerintah daerah Pendapatan pemerintah
pusat tersebut selanjutnya akan didistribusikan
kepada pemerintah daerah berupa dana
transfer maupun belanja pemerintah pusat di
BAB V
Perkembangan dan Analisis
Anggaran Konsolidasian
Tabel 51
Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
Uraian Realisasi Tahun 2018 Realisasi Tahun 2019 Kenaikan
Penurunan
(persen) Pusat Daerah Konsolidasi Pusat Daerah Konsolidasi
Penerimaan Pendapatan 249363 2010000 449423 294509 2631445 544142 2108
Pendapatan Perpajakan 219362 93741 313103 265104 85308 350412 1192
Pendapatan Bukan Pajak 30001 82831 112832 29404 123027 152431 3510
Hibah - 4952 4952 - 1648 1648 (6672)
Transfer - 1828476 18536 - 2423110 39651 11391
Pengeluaran Belanja 2491602 2125451 2807113 3172329 2380387 3169257 1290
Belanja Pemerintah 681662 1694915 2376577 788870 1794601 2583471 871
Transfer 1809940 430536 430536 2383459 585786 585786 3606
Surplus Defisit (2242239) (115451) (2357690) (2877820) 251058 (2625115) 1134
Sumber OM SPAN KPP Manokwari KPP Sorong LRA Pemda se-Papua Barat dan SIKD DJPK (data diolah)
83 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
daerah berupa belanja dekonsentrasiTPUB
Sampai dengan tahun 2019 realisasi
pendapatan perpajakan konsolidasian di
Provinsi Papua Barat sebesar Rp350412 miliar
Dari jumlah tersebut 757 persen merupakan
pendapatan perpajakan pemerintah pusat
sedangkan pemerintah daerah memiliki
sumbangsih sebesar 243 persen Pada
pendapatan hibah kontribusi hanya berasal
dari pendapatan hibah pemerintah daerah
tidak terdapat pendapatan hibah dari
pemerintah pusat
B2 Analisis Perubahan
Target pendapatan perpajakan konsolidasian
tahun 2019 Provinsi Papua Barat sebesar
Rp388354 miliar atau turun sebesar 408 persen
dari tahun sebelumnya disebabkan
target penerimaan perpajakan
pemerintah pusat mengalami
penurunan Realisasi pendapatan
perpajakan konsolidasian Provinsi
Papua Barat sampai dengan tahun
2019 sebesar 9023 persen terhadap
target persentase ini lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya yaitu sebesar
7733 persen
Sementara itu terjadi peningkatan realisasi
pendapatan perpajakan konsolidasian dari
Rp313103 miliar menjadi Rp350412 miliar atau
naik sebesar 1192 persen dibandingkan tahun
2018 Hal ini disebabkan oleh kenaikan realisasi
pada jenis pajak PPN Dalam Negeri dan PPh
non migas lainnya Penerimaan kedua jenis
pajak tersebut sangat ditentukan oleh kondisi
perekonomian dimana pada tahun 2019 tetap
tumbuh meskipun berada pada ketidakpastian
global Adapun untuk realisasi PNBP
konsolidasian pada tahun 2019 terjadi
peningkatan signifikan dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya dari Rp112832
miliar menjadi Rp152431 miliar atau naik
sebesar 351 persen Peningkatan PNBP ini
disebabkan oleh peningkatan yang signifkan
pada pendapatan bukan pajak pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat
B3 Rasio Pajak (Tax Ratio)
Rasio pajak merupakan perbandingan antara
jumlah penerimaan pajak suatu daerah
terhadap pendapatan suatu output
perekonomian atau produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Terkait dengan rasio pajak PDRB
menggambarkan jumlah pendapatan
potensial yang dapat dikenai pajak PDRB juga
menggambarkan kegiatan ekonomi
Tabel 52
Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)
Uraian
2018 2019
Target Real Target Real
Pemda 101669 93741 9220 120311 85308 7091
Pusat 303205 219362 7235 268042 265104 9890
Konsolidasian 404874 313103 7733 388354 350412 9023
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong dan LRA Pemda se-Papua Barat
(data diolah)
265104
miliar
29404
miliar0
85308
miliar
123027
miliar 1648
miliar
0
20
40
60
80
100
Pendapatan
Perpajakan
Pendapatan Bukan
Pajak
Hibah
Grafik 51
Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan
Daerah terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2019
Pusat Daerah
Sumber OMSPAN KPP Manokwari dan Sorong (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
84
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masyarakat yang jika berkembang dengan
baik merupakan potensi yang baik bagi
pengenaan pajak di wilayah tersebut
B31 Rasio pajak Konsolidasian Provinsi
Papua Barat
Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di
wilayah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019
mencapai 415 persen jauh lebih rendah
dibanding rasio pajak nasional sebesar 11
persen Dimana rasio pajak nasional hanya
memperhitungkan penerimaan pajak yang
diterima pemerintah pusat Rasio pajak di
wilayah Provinsi Papua Barat tersebut sedikit
meningkat apabila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yang mencapai 393 persen
Penurunan rasio pajak ini menunjukkan bahwa
penerimaan pajak di wilayah Papua Barat lebih
rendah dari potensi perpajakan yang dapat
diterima oleh pemerintah Dengan kondisi
tersebut Pemerintah hendaknya dapat lebih
mengoptimalkan usaha intensifikasi dan
ekstensifikasi penerimaan perpajakan sehingga
dapat meningkatkan penerimaan perpajakan
B32 Pajak per Kabupaten Kota di Provinsi
Papua Barat
Berdasarkan daerahnya penerimaan
perpajakan tahun 2019 Kabupaten Manokwari
dan Kota Sorong merupakan yang paling tinggi
dibandingkan dengan daerah lain di Provinsi
Papua Barat Hal ini dikarenakan perekonomian
di Provinsi Papua Barat terpusat di kedua
daerah tersebut dimana terdapat banyak
hotel toko pusat hiburan pusat perbelanjaan
dan pusat bisnis Sementara itu pajak terendah
pada Kabupaten Pegunungan Arfak
B33 Rasio Pajak per Kapita Kabupaten Kota
di Provinsi Papua Barat
Pajak perkapita merupakan perbandingan
antara jumlah penerimaan pajak yang
dihasilkan suatu daerah dengan jumlah
penduduknya Pajak perkapita menunjukkan
kontribusi setiap penduduk pada pendapatan
perpajakan suatu daerah Kab Manokwari dan
Tabel 53
Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019
Uraian Tahun
2018
Tahun
2019
Penerimaan Perpajakan
Konsolidasian 313103 350412
PDRB (Harga Berlaku) Provinsi
Papua Barat (miliar Rp) 79644 84348
Rasio Pajak (persen) 393 415
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK
dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 54
Realisasi Peneirmaan Perpajakan per Kabupaten Kota di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)
KabKota Pajak
Pusat
Pajak
Daerah
Pajak
Konsolidasian
Manokwari 80307 52799 133106
Kota Sorong 73192 5016 78208
Teluk Bintuni 31783 4710 36493
Kab Sorong 20142 3029 23171
Fak-Fak 12906 3501 16406
Sorong Selatan 4622 748 5370
Kaimana 12668 4059 16727
Raja Ampat 6494 2769 9264
Teluk Wondama 4564 1735 6299
Maybrat 2180 640 2820
Tambrauw 2099 784 2884
Pegunungan Arfak 1606 718 2324
Manokwari Selatan 2152 4793 6945
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK
dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
85 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kab Teluk Bintuni merupakan daerah dengan
pajak per kapita tertinggi yaitu masing-masing
sebesar Rp759juta dan Rp566 juta Hal ini
disebabkan Kab Manokwari merupakan salah
satu pusat perekonomian di Provinsi Papua
Barat sehingga menimbulkan basis pajak yang
besar Adapun Kab Teluk Bintuni merupakan
salah satu daerah penghasil gas alam terbesar
di Indonesia Sementara itu daerah dengan
pajak perkapita paling rendah adalah
Kabupaten Maybrat sebesar Rp885 ribu
B34 Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Kenaikan Realisasi Pendapatan
Konsolidasian
Pendapatan di suatu daerah dapat diperluas
tidak hanya pada PAD yang diterima
pemerintah daerah namun mencakup seluruh
penerimaan pemerintah pusat dan daerah di
wilayah tersebut yang terdiri 1) Pendapatan
pajak daerah 2) Retribusi daerah 3) Hasil
pengelolaan kekayaan derah yang dipisahkan
4) Lain-lain PAD yang sah dan 5) Penerimaan
Perpajakan PNBP dan Pendapatan BLU
Pemerintah Pusat Berikut ini realisasi
pendapatan konsolidasian pemerintah pusat
dan pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
Pada tahun 2019 PDRB Harga Berlaku Provinsi
Papua Barat mencapai Rp84346 miliar atau
naik 59 persen dari tahun sebelumnya
Sementara itu pada periode yang sama
pendapatan yang diterima pemerintah daerah
dan pemerintah pusat mencapai sebesar
Rp544142 miliar atau naik sebesar 2108 persen
Hal ini menunjukan kenaikan PDRB Provinsi
Papua Barat pada tahun 2019 memiliki korelasi
positif terhadap pendapatan konsolidasian
C BELANJA KONSOLIDASIAN
Belanja pemerintahan umum (General
Government Spending) atau belanja
konsolidasian tingkat wilayah adalah
konsolidasian antara seluruh belanja
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam satu periode pelaporan tertentu
Tabel 55
Realisasi Peneirmaan Perpajakan per kapita pe Kabupaten
Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)
KabKota Pajak Konsolidasian
Per Kapita
Manokwari 7598336
Teluk Bintuni 5666095
Kota Sorong 3075490
Manokwari Selatan 2867344
Kaimana 2777762
Sorong 2605607
Fak Fak 2085011
Tambrauw 2077686
Teluk Wondama 1936996
Raja Ampat 1910305
Sorong Selatan 1144539
Pegunungan Arfak 750291
Maybrat 689600
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD
DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel 56
Realisasi Pendapatan Konsolidaian di Provinsi Papua Barat
Tahun 2018 dan 2019
Uraian
2019 2018
Realisasi Perubahan
(persen) Realisasi
Penerimaan
Perpajakan 350412 1192 313103
PNBP 152431 3510 112832
Total Pendapatan
Konsolidasian 544142 2108 449423
PDRB AHB 84348 59 79644
Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD
DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
86
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Pada tahun 2019 realisasi belanja dan transfer
konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar
dimana 75 persen bersumber dari anggaran
pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran
pemerintah pusat Realisasi Belanja pegawai
konsolidasian mencapai Rp551486 miliar
dimana yang bersumber dari APBD sebesar
Rp370308 miliar (6715 persen) dan dari APBN
sebesar Rp181178 miliar (3285 persen) Belanja
barang konsolidasian mencapai Rp975323
miliar dengan komposisi 69 persen dari
pemerintah daerah dan 21 persen dari
pemerintah pusat Belanja modal konsolidasian
mencapai Rp852211 miliar dengan komposisi
64 persen berasal dari APBD dan 36 persen dari
APBN Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi
pemerintah daerah terhadap perekonomian
Papua Barat lebih besar dari pemerintah pusat
C2 Analisis Perubahan
Realisasi belanja konsolidasian tahun 2019
mengalami peningkatan dibandingkan tahun
sebelumnya Apabila dilihat per belanja
realisasi terbesar adalah belanja barang
konsolidasian yang mengalami peningkatan
dari Rp903843 miliar di tahun 2018 menjadi
Rp975323 miliar di tahun 2019 Begitu pula
dengan realisasi belanja pegawai dan belanja
modal pada tahun 2019 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya Kondisi tersebut telah sejalan
dengan kebijakan peningkatan porsi anggaran
belanja barang dan belanja modal terhadap
total belanja pemerintah
C3 Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian
Terhadap Total Belanja Konsolidasian
Belanja operasi terdiri atas belanja pegawai
konsolidasian dengan belanja barang
konsolidasian Rasio belanja operasi terhadap
total belanja konsolidasian menunjukan porsi
belanja pemerintah untuk mendukung
operasional pemerintahan Rasio belanja
operasi terhadap total belanja konsolidasian di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
dari 5053 persen pada tahun 2018 menjadi
4818 persen pada tahun 2019 Hal ini
mengindikasikan bahwa kegiatan rutin
pemerintah di Provinsi Papua Barat semakin
berkurang
181178
302172 303229
1269
370308
673151
548982
77379
000
200000
400000
600000
800000
Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
Modal
Belanja
Bansos
Grafik 52
Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 (miliar Rp)
Pusat Daerah
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
551486
975323
852211
78648
514594
903843
791702
55934
000 500000 1000000
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Belanja Bantuan Sosial
Grafik 53
Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi
Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp)
2018 2019
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
87 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap
Jumlah Penduduk
Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah
penduduk (belanja konsolidasian perkapita)
menunjukkan seberapa besar belanja
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang digunakan untuk mensejahterakan per
penduduk di suatu daerah
Semakin besar nilainya semakin
besar besar belanja yang
dikeluarkan untuk
mensejahterakan satu orang
penduduk di wilayah tersebut
Sebaliknya semakin kecil angka
rasionya semakin kecil dana yang
disediakan pemerintah daerah
untuk mensejahterakan
penduduknya
Rasio total belanja konsolidasian
terhadap jumlah penduduk
Provinsi Papua Barat tahun 2019
adalah 2132 per kapita Hal ini
berarti dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan
penduduknya selama tahun 2019
pemerintah telah membelanjakan
sebesar lebih dari Rp21 juta untuk
setiap penduduk Pada tahun
2019 angka rasio tertinggi pada
Kabupaten Tambrauw mencapai
Rp10078 juta per jiwa Sedangkan
rasio terendah yaitu Kota Sorong
yang mencapai Rp922 juta per jiwa
Apabila dibandingkan antar
regional terdapat kesenjangan
perbedaan rasio yang cukup tinggi
Hal ini antara lain karena adanya
kesenjangan jumlah belanja
pemerintah dan jumlah penduduk
antara kabupatenkota Kabupaten Tambrauw
dengan penduduk relatif sedikit (13879 jiwa)
namun jumlah belanja pemerintahnya cukup
tinggi (Rp139868 miliar) Sebaliknya Kota
Sorong walaupun belanja pemerintahannya
lebih banyak (Rp234374 miliar) namun memiliki
penduduk relatif lebih banyak (254294 jiwa)
Tabel 57
Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019
Uraian
2018 2019
Konsolidasian
(miliar Rp)
Rasio
(persen)
Konsolidasian
(miliar Rp)
Rasio
(persen)
Belanja Operasi
(pegawai+barang) 1418437 5053 1526809 4818
Total Belanja dan
Transfer 2807113 3169257
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 58
Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp)
Daerah Daerah Pusat Konsolidasian Penduduk
(Jiwa)
Belanja
Perkapita
(Juta Rp)
Tambrauw 135585 4283 139868 13879 10078
Manokwari
Selatan 81736 5418 87154 24220 3598
Raja Ampat 141891 13759 155651 64406 2889
Teluk
Wondama 91200 11730 102930 32521 3165
Teluk Bintuni 168447 17615 186062 48493 3210
Pegunungan
Arfak 80747 2757 83504 46922 2402
Sorong
Selatan 104651 8060 112711 30976 2696
Kab Sorong 184070 25360 209430 88927 2355
Fakfak 129588 55334 184922 78686 2350
Maybrat 89715 5229 94944 40899 2321
Manokwari 99949 240391 340340 60216 1900
Kaimana 100150 14251 114401 175178 1943
Kota Sorong 59174 175200 234374 254294 922
Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
88
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C4 Analisis Belanja
Analisis ini untuk mengetahui arah dan
sensitivitas dari kebijakan fiskal pemerintah
Untuk itu analisis dilakukan dengan
memperbandingkan belanja APBN dan APBD
dengan beberapa indikator seperti di bawah
ini
a Perbandingan dengan Belanja APBN
1) Non belanja pegawai
Untuk mengetahui proporsi sumber dana
(non belanja pegawai) yang dikelola oleh
pemerintah daerah maka dapat
diperbandingkan dana APBN yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah
dengan belanja non pegawai pada APBD
dengan rasio sebagaimana pada tabel 59
Dari tabel 59 terlihat bahwa rasio dana
kelolaan belanja non pegawai di Provinsi
Papua Barat tahun 2019 sebesar 196 persen
2) Belanja modal
Untuk membandingkan belanja modal yang
bersumber dari APBN dan APBD yang
merupakan motor pertumbuhan regional
maka digunakan rasio sebagaimana terlihat
pada tabel 510
Dari tabel tersebut terlihat bahwa rasio dana
kelolaan belanja modal konsolidasian di
Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar
5524 persen
b Perbandingan dengan Populasi
Indikator ini berfungsi sebagai perbandingan
spasial antar wilayah untuk mendapatkan
proporsi antara kebijakan fiskal yang tercermin
dari anggaran dengan indikator demografis
(populasi) sehingga dapat diperoleh
gambaran yang lebih fair besaran anggaran
pada suatu wilayah
Dari tabel 511 terlihat bahwa rasio belanja
konsolidasian terhadap jumlah populasi di
Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar 0027
Artinya belanja pemerintah pusat dan daerah
di Provinsi Papua Barat yang dikeluarkan untuk
memberikan pelayanan kepada satu orang
penduduk sebesar Rp27 juta
Tabel 59
Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019
Uraian Realisasi
(miliar Rp)
Belanja APBN (DK+TP+UB) 27960
Belanja APBD (Non Pegawai) 1424293
Rasio Dana Kelolaan Belanja
Non Pegawai (persen) 196
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 510
Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019
Uraian Realisasi
(miliar Rp)
B Modal APBN
(KP+KD+DK+TP+UB) 303238
B Modal APBD 548982
Rasio Dana Kelolaan Belanja
Modal APBN ndash APBD (persen) 5524
Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)
Tabel 511
Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papua
Barat Tahun 2019
Uraian Realisasi
Total Belanja APBN (milar Rp) 788870
Total Belanja APBD (miliar Rp) 1794601
Jumlah Populasi Provinsi PB (jiwa) 959617
Rasio Belanja Terhadap Populasi
(miliar Rp) 0027
Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat
(data diolah)
89 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
D SURPLUS DEFISIT
Keseimbangan umum atau surplusdefisit
adalah selisih lebih kurang antara pendapatan
daerah dan belanja daerah dalam tahun
anggaran yang sama Surplus defisit
merupakan gabungan surplus defisit APBD
ditambah dengan surplus defisit APBN Tingkat
Provinsi
Pada tahun 2019 defisit pemerintah
konsolidasian di Provinsi Papua Barat mencapai
minus Rp2625115 miliar Seluruh defisit tersebut
berasal dari pemerintah pusat di wilayah
Provinsi Papua Barat dan sisanya merupakan
surplus dari gabungan pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat Pemerintah pusat di
wilayah Papua Barat menyumbang minus
Rp287782 miliar dan gabungan pemda di
Papua Barat menyumbang surplus sebesar
Rp251058 miliar Sedangkan rasio defisit
konsolidasian Provinsi Papua Barat terhadap
PDRB mencapai minus 3112 persen yang terdiri
dari gabungan pemda di Papua Barat sebesar
plus 298 persen dan Pemerintah Pusat sebesar
minus 3412 persen
E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH
TEHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL
BRUTO (PDRB)
Berdasarkan Teori Perpotongan Keynesian
(Keynesian Cross Theory) salah satu variabel
yang berpengaruh terhadap pencapaian
output (Y) yaitu belanja pemerintah
(government spending) Kenaikan belanja
pemerintah akan mendorong output menjadi
lebih besar sebagaimana diilustrasikan pada
gambar di bawah dimana ekuilibrium bergerak
dari titik A ke titik B dan output meningkat dari
Y1 ke Y2 (Mankiw 2013)
Nilai output dihitung dengan menjumlahkan
pengeluaran aggregat yaitu pengeluaran
konsumen pengeluaran investasi pembelian
pemerintah untuk barang dan jasa serta ekspor
dikurangi impor (net export) yang ditunjukan
dengan persamaan sebagai berikut
Y = C + I + G + (X ndash M)
Nilai output suatu daerah diwujudkan dalam
bentuk PDRB Kontribusi pemerintah terhadap
PDRB dilihat dari sisi belanja dihitung dengan
cara membandingkan nilai pengeluaran
pemerintah terhadap PDRB Sedangkan jika
Tabel 512
Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi
Papua Barat Tahun 2019
Uraian
SurplusDefisit Rasio
terhadap PDRB
(persen) Realisasi
(miliar Rp)
Komposisi
(persen)
APBD seluruh
Pemda 251058 -684 298
APBN di Provinsi
Papua Barat
(miliar Rp)
(2877820) 10684 -3412
Konsolidasian (2625115) 100 -3112
Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua Barat
KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)
450
A
B
∆G E2 = Y2
E1 =
Y1
Pengeluaran Aktual
Output Y
∆Y
Pengeluaran yang
Direncanakan
Pengeluaran E
Y2 Y1 ∆Y
Gambar 51
Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pengeluaran Pemerintah
terhadap Output Menurut Perpotongan Keynesian
(Sumber Mankiw 2013)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
90
Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
dilihat dari sisi investasi kontribusi pemerintah
terhadap PDRB dihitung dengan cara
membandingkan nilai PMTB terhadap PDRB
Pada tahun 2019 kontribusi belanja pemerintah
konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua
Barat sebesar Rp3169257 miliar Rp84348
miliar = 3112 persen Adapun kontribusi investasi
pemerintah (PMTB) terhadap PDRB sebesar
Rp1760103 miliar Rp84348 miliar = 2087
persen Kondisi tersebut menunjukan bahwa
kontribusi belanja pemerintah pusat dan
daerah cukup signifikan terhadap
perekonomian Papua Barat
Tabel 513
Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Uraian Realisasi
Belanja Konsolidasian (miliar Rp) 3169257
PMTB (miliar Rp) 1760103
PDRB Harga Berlaku (miliar Rp) 84348
Kontribusi Belanja Konsolidasian
terhadap PDRB (persen) 3112
Kontribusi PMTB terhadap PDRB
(persen) 2087
Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua
Barat KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)
Halaman ini sengaja dikosongkan
POTENSI
REGIONAL
DJPbKawalAPBN
ldquoMama-mama Papua sedang berjualan ikan asar di Pasar
Bomberay Fakfakrdquo
91
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
A ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH
Pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model
Pembangunan ekonomi regional saat ini
menuntut pemerintah daerah untuk berinovasi
memanfaatkan dan mengembangkan potensi-
potensi yang dimiliki daerah Titik berat
pelaksanaan otonomi daerah yang berada
pada kabupatenkota diimplementasikan
melalui penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk menggali sumber pendapatan bagi
daerah Sebagai salah satu komponen
Pendapatan Asli Daerah (PAD) potensi
pungutan pajak daerah lebih banyak
memberikan peluang bagi daerah untuk
dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan
dengan komponen-komponen penerimaan
PAD lainnya Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor terutama karena potensi pungutan pajak
daerah mempunyai sifat dan karakteristik yang
jelas baik ditinjau dari tataran teoritis kebijakan
maupun dalam tataran implementasinya
A1 Landasan Teori
Untuk mengestimasi potensi penerimaan pajak
daerah di Provinsi Papua Barat dapat digunakan
dua alat analisis keuangan daerah yaitu
elastisitas pajak dan bouyancy tax Elastisitas
pajak menunjukan bagaimana seberapa cepat
respons dari pajak daerah terhadap perubahan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
sedangkan bouyancy tax menggambarkan
kinerja dari pemungutan pajak daerah yang
dihitung dengan cara membagi pertumbuhan
penerimaan pajak daerah dengan
pertumbuhan PDRB
Spesifikasi model yang dipakai untuk mengukur
elastisitas pajak daerah diantaranya dapat
menggunakan persamaan pajak Mansfield
(1972) dan Wirasasmita (1982) serta model
adjustment equation modifikasi Wirasasmita
(1994) Model persamaan pajak Mansfield dan
Wirasasmita memiliki kemiripan seperti dituliskan
sebagai berikut
Ln T = Ln α + ε Ln Ykap
dimana
T = Penerimaan Pajak Daerah
Ykap = PDRB per Kapita
α = Konstanta
ε = Koefisien Elastisitas
Indikator elastisitas pajak yang digunakan untuk
mengukur kemampuan fiskal daerah yait
1 Jika ε gt 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
bersifat elastis Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif kecil
2 Jika ε lt 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
BAB VI
Analisis Potensi dan Tantangan
Ekonomi Regional
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
92
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
bersifat inelastis Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif besar
3 Jika ε = 1 artinya respons pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per Kapita
bersifat unitary Hal ini bermakna bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat relatif tidak berubah
Selanjutnya model adjustment equation
modifikasi Wirasasmita (1994) dapat diadaptasi
untuk mencari koefisien bouyancy tingkat
kesulitan penerimaan pajak daerah Modelnya
sebagaimana berikut
Rt = b1 + b2 Yt +Ut
dimana
Rt = Penerimaan Pajak Daerah
Yt = PDRB per kapita
Dalam persamaan (1) di atas Rt dianggap
fungsi linear dari Yt dan tidak dapat diobservasi
sehingga untuk mengatasi hal tersebut
digunakan penyesuaian adjustment equation
modifikasi Wirasasmita (1994) dengan hasil akhir
persamaannya sebagai berikut
Rt = k bt Ytkb2 Rt-1 (1-k) ( k Ut + Vt )
dari persamaan di atas dapat ditransformasikan
ke dalam bentuk linear sebagai berikut
LnRt = Ln (kb1) + (kb2) Ln Yt + (1-k)Rt-1 + Ln(kUt + Vt)
atau
Ln Rt = Ln α0 + α1 Ln Yt + α2 Ln Rt-1
Berdasarkan persamaan di atas maka dapat
diketahui
α2 = 1 ndash k
k = 1 ndash α2
0 le k le 1
dimana
k = Koefisien penyesuaian nilai adjustment
equation yang menggambarkan tingkat
kesulitan pemungutan pajak daerah yang
diestimasi Apabila mendekati atau sama
dengan satu berarti tingkat kesulitan
pemungutan relatif rendah karena telah
dapat merealisasikan target penerimaan
pajak daerah Sebaliknya jika mendekati
nol berati tingkat kesulitan relatif tinggi
karena belum mampu mencapai target
penerimaan
αn = Koefisien elastisitas yang berarti
perubahan penerimaan pajak daerah
yang berkaitan dengan perubahan PDRB
Selanjutnya untuk mendapatkan tingkat
keterlambatan pemungutan pajak daerah
dihitung dengan cara (1-k) k
A2 Hasil Estimasi
Data yang digunakan untuk menganalisis
potensi pajak daerah di Provinsi Papua Barat
yaitu 12 dari 13 kabupatenkota disebabkan
data pajak daerah untuk Kab Pegunungan
Arfak tidak tersedia
Dari tabel 61 terlihat bahwa PDRB per kapita
tertinggi yaitu Kab Teluk Bintuni sebesar Rp47303
miliar dan pajak daerah tertinggi yaitu Kab
Tabel 61
Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (juta Rp)
Daerah Pajak
Daerah
PDRB per
kapita
Fakfak 742194 6740
Kaimana 776207 4636
Teluk Wondama 522598 4860
Teluk Bintuni 2474602 47303
Manokwari 4801653 5679
Sorong Selatan 95371 4098
Kab Sorong 1266225 12517
Raja Ampat 659287 6008
Tambrauw 84193 1646
Maybrat 42654 1756
Manokwari Selatan 65994 33995
Kota Sorong 4068078 6470
Sumber SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat
(data diolah)
93 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Manokwari sebesar Rp4802 miliar Selanjutnya
hasil estimasi data menggunakan program
Eviews 10 diperoleh persamaan sebagai berikut
(hasil lengkap terdapat pada bagian Lampiran)
Ln Tt = 3156 + 1246 Ln Ykap + 0360 Tt-1
Prob(F-statistic) = 00591
Prob(t-statistic) = 00588
dimana
Tt = Pajak daerah
Ykap = PDRB per kapita
Tt-1 = Pajak daerah tahun sebelumnya
Secara statistik pada tingkat kepercayaan 10
persen model potensi penerimaan pajak
daerah di atas terindikasi signifikan baik secara
parsial maupun serentak dikarenakan nilai
Prob(F-statistic) dan Prob(t-statistic) di bawah 10
persen dengan penjelasan masing-masing
koefisien sebagai berikut
1 Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa
elastisitas penerimaan pajak daerah
terhadap PDRB per kapita bersifat elastis
yang mengindikasikan respon pajak daerah
terhadap perubahan PDRB per kapita relatif
cepat Artinya ketika PDRB per kapita
mengalami kenaikan sebesar 1 persen
maka direspon peningkatan pajak daerah
sebesar 1246 persen Dengan koefisien yang
kecil tersebut dapat digeneralisasikan
bahwa tingkat ketergantungan pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat terhadap
pemerintah pusat sangat tinggi
2 Koefisien bouyancy pajak daerah diperoleh
sebesar
k = 1 ndash α2
= 1 ndash 0360
= 0640
Koefisien tersebut nilainya relatif kecil yang
menunjukan bahwa
a tingkat kesulitan pemungutan pajak
daerah relatif tinggi
b realisasi penerimaan pajak daerah
hanya sebesar 64 persen dari target
yang ditetapkan
c tingkat keterlambatan pemungutan
pajak daerah sebesar (1 ndash k) k = (1 ndash
064) 064 = 05625 Artinya penerimaan
pajak daerah yang ditargetkan baru
dapat terealisasi pada 56 bulan
mendatang
A3 Implikasi Kebijakan
Dari hasil estimasi di atas ditemukan bahwa
permasalahan struktural yang menjadi faktor
penghambat pemerintah daerah dalam upaya
menaikkan pajak daerah yaitu terbatasnya SDM
perpajakan yang berkualitas lemahnya sistem
perencanaan dan pengawasan penerimaan
pajak daerah pelaksanaan pemungutan yang
tidak optimal potensi penerimaaan yang
terbatas dan lemahnya penegakkan hukum
(law enforcement) atas pelanggaran pajak
daerah yang terjadi Oleh karena itu diantara
kebijakan dan strategi pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan
penerimaan pajak daerah yaitu
1 Meningkatkan basis data perpajakan
melalui (1) pendataan ulang wajib pajak
dan objek pajak (2) peningkatan koordinasi
internal pemerintah daerah terutama
kepada badandinas perizinan daerah dan
(3) pemanfaatan data pihak ketiga seperti
Badan Pertanahan setempat untuk
penerimaan PBB
2 Menyesuaikan dasar pengenaan pajak
dengan cara melakukan penelitian atas
dasar kemampuan wajib pajak
3 Melakukan kerjasama dan koordinasi
dengan kantor pelayanan pajak dan kantor
pelayanan kekayaan negara dan lelang
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
94
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
setempat dalam penilaian dan penagihan
pajak daerah
4 Melakukan koordinasi dengan aparat
kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP
setempat dalam pemeriksaan pajak daerah
5 Melakukan modernisasi sistem dan tata kola
pajak daerah dengan cara (1)
memanfaatkan teknologi informasi untuk
basis data (integrated database) dan
pelayanan perpajakan (2) membangun
organisasi pemungutan pajak daerah yang
handal dan (3) menyusun Standar
Operasional Prosedur (SOP) pemungutan
dan pelayanan perpajakan
6 Meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia melalui (1) pelaksanaan diklat
penilaian penagihan dan pemeriksaan (2)
penambahan jumlah diklat terkait praktik
pemungutan perpajakan yang baik dan (3)
pelaksanaan kerjasama dengan pemerintah
daerah lain yang sukses dalam pemungutan
pajak daerah
B Analisis Sektor Unggulan Daerah
Pendekatan Input-Output Model
Salah satu keberhasilan pembangunan ekonomi
suatu daerah diantaranya dengan adanya
integrasi ekonomi yang menyeluruh dan
berkesinambungan di antara semua sektor
produksi Dalam sistem ekonomi pasar (market
economy system) integrasi ekonomi terlihat
ketika pelaku ekonomi melakukan jual beli input
produksi Namun suatu sektor ekonomi tidak bisa
berkembang mengandalkan kekuatannya
sendiri tanpa dukungan dari sektor lainnya
Sebagai contoh seorang produsen roti
membutuhkan input tepung sebagai bahan
bakunya Untuk itu produsen tersebut harus
membelinya dari pabrik tepung Sementara itu
pabrik tepung membutuhkan mesin-mesin untuk
memproduksi tepungnya dan begitu seterusnya
sehingga sulit menemukan akhir dari interaksi
ekonomi tersebut
Salah satu model yang dapat menjelaskan
interaksi diantara pelaku ekonomi adalah model
input-output yang pertama kali dikenalkan oleh
Wassily Leontief pada tahun 1930-an yang
kemudian mendapatkan Nobel pada tahun
1973 (Miler dan Blair 1985) Melalui input-output
model dapat diketahui aliran keterkaitan
antarsektor dalam suatu perekonomian
Misalkan input produksi dari sektor A merupakan
output dari sektor B dan sebaliknya input dari
sektor B merupakan output dari sektor A yang
pada akhirnya keterkaitan antarsektor akan
menyebabkan keseimbangan antara
penawaran dan permintaan dalam suatu
perekonomian
B1 Konsep dan Definisi
Beberapa konsep penting dari variabel yang
digunakan dalam analisis input output yaitu
1 Output
Merupakan nilai dari seluruh faktor produksi yang
dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan
memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di
suatu wilayah
2 Input Antara
Merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk barang dan jasa yang digunakan habis
dalam proses produksi Contohnya bahan baku
bahan penolong jasa perbankan dan
sebagainya
3 Input Primer
Merupakan input atau biaya yang timbul
sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi
dalam suatu kegiatan ekonomi Contohnya
upahgaji surplus usaha penyusutan barang
modal dan pajak tak langsung netto
95 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
4 Permintaan Akhir
Merupakan permintaan atas barang dan jasa
yang digunakan untuk konsumsi akhir terdiri dari
konsumsi rumah tangga konsumsi pemerintah
pembentukan modal tetap bruto perubahan
stok dan ekspor-impor
B2 Metodologi Pengukuran
Menurut Badan Pusat Statistik model input
output pada dasarnya merupakan uraian
statistik dalam bentuk matriks (tabel) yang
menyajikan informasi tentang transaksi barang
dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan
kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah
pada suatu periode waktu tertentu Isian
sepanjang baris dalam matriks menunjukan
bagaimana output suatu sektor ekonomi
dialokasikan ke sektor-sektor lainnya untuk
memenuhi permintaan antara dan permintaan
akhir sedangkan isian dalam kolom menunjukan
pemakaian input antara dan input primer oleh
suatu sektor dalam proses produksinya
Terdapat 2 (dua) metode untuk menyusun suatu
tabel Input-Output (I-O) yaitu metode panjang
(long-way) dan metode pendek (short-cut)
dengan penjelasan sebagai berikut
1 Metode Panjang (Long-Way)
Metode ini biasanya dikenal sebagai metode
survei (survey method) Metode ini dimaksudkan
untuk membangun tabel I-O dari tahap nol
(tabel I-O belum ada) sampai tabel I-O tersebut
menjadi ada dengan menggunakan data
secara lengkap baik data yang sudah tersedia
atau pun data yang diperoleh melalui
penyelenggaraan berbagai survei dan melalui
rekonsiliasi atau siklus iterasi yang dilakukan
berkali-kali Oleh karena itu metode ini disebut
sebagai metode panjang (long-way) karena
membutuhkan suatu proses yang lama dan
panjang yang membutuhkan data kompleks
hasil dari berbagai survei Misalnya data
mengenai output input antara yang dihasilkan
atau yang digunakan oleh berbagai kegiatan
ekonomi data mengenai impor input antara
data mengenai impor pengeluaran konsumsi
rumah tangga data mengenai pengeluaran
pemerintah data mengenai Anggaran
Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) data
mengenai investasi data struktur produksi dalam
menghasilkan output data mengenai pajak
tidak langsung dan subsidi dan sebagainya
2 Metode Pendek (short-cut)
Metode kedua adalah metode pendek (short-
cut) atau biasa juga disebut sebagai metode
bukan-survei (non-survey method) Metode ini
tidak melakukan penyusunan tabel I-O seperti
metode panjang (long-way) tetapi
menggunakan tabel I-O yang telah tersedia
yaitu dengan cara melakukan proses updating
data terbaru namun sifatnya terbatas dengan
tetap menggunakan koefisien-koefisien input
yang sama karena diasumsikan bahwa tidak
terdapat perubahan teknologi selama periode
waktu tertentu atau dengan melakukan
perbaikan terhadap koefisien-koefisien input
berdasarkan data atau informasi terakhir yang
diterima
Pada analisis ini yang digunakan sebagai dasar
perhitungan yaitu tabel I-O Provinsi Papua Barat
tahun 2013 dengan 40 klasifikasi sektor dari padi
sampai jasa lainnya Dari tabel I-O tersebut
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System) model
Miller dan Blair (1985) yaitu dengan
memperbaharui satu atau beberapa koefisien
input kegiatan produksi tertentu berdasarkan
data yang diperoleh atau studi yang tersedia
dan kemudian melakukan proses iterasi
terhadap kuadran 1 dan kuadran 3 setelah data
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
96
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
kuadran 3 (permintaan akhir) diperbaharui
Dari 40 klasifikasi sektor pada tabel I-O Provinsi
Papua Barat kemudian dipilih 10 sektor terbesar
yang dihitung dari transaksi total produsen
Sepuluh sektor tersebut sebagai berikut
B3 Hasil dan Pembahasan
Aplikasi yang digunakan untuk memperoleh
tabel I-O updating dalam analisis ini yaitu Aplikasi
Input Output Regional kerjasama antara Pusat
Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM
Edocon dan Bappenas Aplikasi tersebut
merupakan aplikasi yang dikembangkan dari
model input output Miller dan Blair untuk
perencanaan ekonomi daerah secara sektoral
B31 Analisis Pengganda (Multiplier)
Analisis ini digunakan untuk menilai dampak
perubahan variabel eksogen (permintaan akhir)
suatu sektor terhadap penciptaan output
pendapatan dan kesempatan kerja Hasil dari
perhitungan masing-masing pengganda
(multiplier) dapat dilihat pada tabel berikut ini
B311 Pengganda Output
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan nilai pengganda output
terbesar yaitu industri pengolahan migas
dengan nilai sebesar 17085 Nilai tersebut
menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan
permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1
juta sementara sektor lain diasumsikan tetap
maka akan meningkatkan output seluruh sektor
di dalam perekonomian sebesar Rp17085 juta
Setelah industri pengolahan migas sektor
dengan angka pengganda output terbesar
yaitu sektor ikan dengan nilai sebesar 14130
B312 Pengganda Pendapatan
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan pengganda pendapatan
tertinggi yaitu sektor jasa pendidikan sebesar
Tabel 62
Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor
Ekonomi Terbesar Provinsi Papua Barat Tahun 2013
(juta Rp)
Kode
I-O Sektor
Permintaan
Penawaran
15 Industri Pengolahan Migas 37054834
14 Pertambangan dan
Penggalian 14354088
23 Konstruksi 8346502
21 Industri Lainnya 6908640
17 Industri Makanan dan Minuman 4647288
37 Administrasi Pemerintahan dan
Jaminan Sosial 4419085
25 Perdagangan 4102431
11 Ikan 2039327
34 Keuangan 1994373
38 Jasa Pendidikan 1968256
Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi
Papua Barat (data diolah)
Tabel 63
Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi
Papua Barat Tahun 2019 Metode Modified RAS
Sektor
Multiplier
Output Income Employment
Industri
Pengolahan Migas 17085 02001 00003
Pertambangan
dan Penggalian 11740 01675 00004
Konstruksi 11747 04002 00003
Industri Lainnya 11711 03232 00145
Industri Makanan
dan Minuman 11185 02932 00122
Administrasi
Pemerintahan dan
Jaminan Sosial
10000 07160 00001
Perdagangan 13108 02851 00006
Ikan 14130 02118 00050
Keuangan 11052 03053 00008
Jasa Pendidikan 13490 08161 00002
Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash
Bappenas
97 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
08161 Artinya jika terjadi peningkatan
permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1
juta sementara sektor lain diasumsikan tetap
maka akan meningkatkan pendapatan
masyarakat pada seluruh sektor di dalam
perekonomian sebesar Rp816 ribu Setelah jasa
pendidikan sektor dengan angka pengganda
pendapatan terbesar yaitu sektor administrasi
pemerintahan dan jaminan sosial dengan nilai
sebesar 07160
B313 Pengganda Tenaga kerja
Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat
bahwa sektor dengan pengganda tenaga kerja
tertinggi yaitu industri lainnya sebesar 00145
Artinya jika terjadi peningkatan permintaan
akhir pada sektor ini sebesar Rp1 juta sementara
sektor lain diasumsikan tetap maka akan
meningkatkan kesempatan kerja seluruh sektor
ekonomi sebanyak 14 orang Yang dimaksud
industri lainnya yaitu semua industri yang tidak
termasuk ke dalam industri pengolahan migas
industri pengolahan ikan industri makanan
industri barang kayu industri kertas dan industri
semen Setelah industri lainnya sektor dengan
angka pengganda tenaga kerja terbesar yaitu
industri makanan dan minuman dengan nilai
sebesar 00168
B32 Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi
Melalui model I-O dapat diidentifikasi sektor ndash
sektor yang mampu mendorong pertumbuhan
sektor lainnya dengan cepat atau sering juga
disebut sebagai sektor unggulan Untuk
menentukan sektor unggulan tersebut dapat
menggunakan metode pengukuran keterkaitan
antar sektor (industrial linkage analysis) oleh
Chenery-Watanabe (1958) yang membagi ke
dalam dua bagian yaitu keterkaitan ke
belakang (backward linkage) dan keterkaitan
ke depan (forward linkage) Rasmussen
sebagaimana dalam Hirschman (1958)
berpendapat lain dimana keterkaitan antar
sektor terbagi menjadi dua yaitu dampak
langsung (direct effect) dan dampak tidak
langsung (indirect effect)
Keterkaitan ke belakang (backward linkage)
adalah dampak dari suatu kegiatan produksi
terhadap permintaan barang dan jasa sebagai
input yang diperoleh dari sektor lain atau dapat
disebut juga sebagai daya penyebaran
Sedangkan keterkaitan ke depan (forward
linkage) adalah dampak yang ditimbulkan
karena penyediaan hasil produksi suatu sektor
terhadap penggunaan input oleh sektor lain
atau disebut juga sebagai derajat kepekaan
Berdasarkan perhitungan keterkaitan antar
sektor di Provinsi Papua Barat pada tabel 64
sektor yang memiliki keterkaitan ke depan
(forward linkage) terbesar yaitu industri lainnya
dan industri makanan-minuman dengan nilai
Tabel 64
Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat
Tahun 2019 Metode Modified RAS
Sector Linkages
Backward Forward
Industri Pengolahan Migas 17085 01255
Pertambangan dan
Penggalian 11740 04390
Konstruksi 11747 01353
Industri Lainnya 11711 09016
Industri Makanan dan
Minuman 11185 06752
Administrasi Pemerintahan
dan Jaminan Sosial 10000 02126
Perdagangan 13108 00000
Ikan 14130 01701
Keuangan 11052 04114
Jasa Pendidikan 13490 01552
Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash
Bappenas
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
98
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
masing-masing sebesar 09016 dan 06752
Sementara itu sektor yang memiliki keterkaitan
ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu
industri pengolahan migas dan ikan dengan nilai
masing-masing sebesar 17085 dan 14130
B4 Implikasi Kebijakan
Dari hasil perhitungan di atas kebijakan
pengembangan sektoral yang dapat ditempuh
pemerintah daerah Provinsi Papua Barat
diantaranya
1 Apabila dalam proses pembangunan lebih
mengutamakan pertumbuhan ekonomi
yang mantap sebaiknya pemerintah
daerah di Provinsi Papua Barat lebih berfokus
untuk mendorong industri pengolahan migas
dan sektor perikanan dikarenakan memiliki
pengganda output terbesar
2 Apabila sasaran utama dari proses
pembangunan adalah peningkatan
pendapatan masyarakat maka kebijakan
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
sebaiknya lebih fokus untuk mendorong
sektor jasa pendidikan dikarenakan memiliki
pengganda pendapatan terbesar
3 Apabila fokus pembangunan daerah
adalah peningkatan kesempatan kerja
maka kebijakan pemerintah daerah di
Provinsi Papua sebaiknya lebih
mengutamakan industri lainnya dan industri
makanan-minuman dikarenakan memiliki
pengganda tenaga kerja terbesar
4 Sektor kunci yang dapat dijadikan unggulan
oleh pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat yaitu industri lainnya dan industri
makanan-minuman dikarenakan memiliki
derajat kepekaan tertinggi Sementara itu
industri pengolahan migas dan sektor ikan
dapat dijadikan sektor kunci karena memiliki
daya penyebaran terbesar
C Analisis Tantangan Ekonomi Regional
Pembangunan merupakan sebuah proses
transformasi masyarakat dari cara berfikir
tradisional menuju ke arah yang lebih modern
(Stiglitz 1998) Adapun tujuan inti dari
pembangunan itu sendiri adalah peningkatan
ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai
barang kehidupan pokok seperti sandang
pangan papan kesehatan dan perlindungan
keamanan Selain itu pembangunan juga
bertujuan untuk peningkatan standar hidup
penyediaan lapangan pekerjaan perbaikan
kualitas pendidikan serta perluasan pilihan-
pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu
secara keseluruhan (Todaro dan Smith 2003)
Pada era globalisasi saat ini pembangunan
kawasan regional menjadi pelaku utama dalam
perekonomian sebuah negara Artinya ketika
mendiskusikan kemajuan perekonomian
Tiongkok maka yang dimaksud adalah
beberapa daerah yang memiliki perekonomian
maju di Tiongkok Begitu juga ketika
mendiskusikan kemajuan perekonomian
Indonesia maka yang dimaksud adalah
kemajuan perekonomian di Jawa Surabaya
Medan dan Makassar Sebagai negara
kepulauan Indonesia memiliki keadaan
geografis dan kepemilikan sumber daya alam
(natural resources) yang berbeda antar daerah
Sebagian daerah memiliki sumber daya alam
melimpah namun sebagian daerah miskin akan
sumber daya Kondisi ini diantaranya yang
menjadi sebab terjadinya kesenjangan
pembangunan antar daerah
Selama satu dasawarsa terakhir pelaksanaan
otonomi daerah pembangunan di Provinsi
Papua Barat relatif masih tertinggal
dibandingkan daerah lainnya Beberapa
tantangan yang dihadapi dalam mengejar
99 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
ketertinggalan tersebut diantaranya
kepemilikan sumber daya alam (natural
resources) melimpah namun diekspor dalam
bentuk raw material kapasitas SDM relatif
rendah kondisi sosial politik belum stabil potensi
pengembangan pariwisata belum memiliki
layanan pendukung memadai kendala
pembangunan infrastruktur terkait hak ulayat
tanah penegakkan hukum (law enforcement)
masih rendah dan pengembangan UMKM
belum memanfaatkan teknologi baik dari sisi
produksi maupun pemasaran
C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam
(Natural Resource Curse)
Kepemilikan sumber daya alam (natural
resources) yang melimpah tidak selalu
berbanding lurus dengan kemajuan
pembangunan Fenomena tersebut dikenal
sebagai Natural Resource Curse (Kutukan
Sumber Daya Alam) Natural Resource Curse
merupakan paradoks antara kepemilikan
natural resources yang melimpah terutama
sumber daya alam tidak terbarukan (non-
renewable resources) terhadap rendahnya
pertumbuhan ekonomi Hal ini umumnya terjadi
pada daerah-daerah berkembang yang
mengandalkan sumber daya alam sebagai
sumber utama pendapatan daerahnya Sumber
daya alam dieksploitasi secara intensif namun
tidak diberikan nilai tambah (value added)
dimana hanya diekspor sebagai bahan baku
(raw materials) Kegiatan eksploitasi secara
berlebihan akan mengancam keberlanjutan
dari pembangunan ekonomi karena cepat atau
lambat sumber daya alam itu dapat habis sama
sekali (depletable resources)
Salah satu peristiwa yang menggambarkan
terjadinya Natural Resource Curse seperti yang
terjadi di Belanda atau yang dikenal sebagai
Dutch Desease Corden dan Neary (1982)
menjelaskan fenomena Dutch Desease sebagai
kegiatan eksploitasi sumber daya alam besar-
besaran (booming sector) yang berdampak
pada menurunnya daya saing ekspor barang
yang dihasilkan dari sektor lain
Fenomena Natural Resource Curse juga terjadi
di beberapa daerah di Indonesia seperti yang
terjadi di Provinsi Papua Barat Provinsi ini memiliki
sumber daya alam melimpah namun dari segi
tingkat pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi cenderung lebih rendah jika
dibandingkan dengan daerah lain yang tidak
memiliki sumber daya alam Provinsi Papua Barat
memiliki cadangan gas terbesar yang diekspor
sebagai raw material ke berbagai negara LNG
Tangguh merupakan mega proyek yang
membangun kilang LNG di Teluk Bintuni untuk
menampung gas alam yang berasal dari
beberapa Blok di sekitar Teluk Bintuni seperti Blok
Berau Blok Wiriagar dan Blok Muturi Mega
proyek tersebut merupakan kegiatan
pengeboran untuk menarik cadangan gas
sebesar 144 triliun kaki kubik
C2 Pengembangan Kapasitas SDM
Pembangunan fisik akan menjadi lebih produktif
jika memiliki sumber daya (modal) manusia yang
berkualitas Adanya program pembangunan
seperti jalan raya jembatan bendungan irigasi
rumah sakit pabrik sekolah dan program
pembangunan lainnya membutuhkan SDM
yang ahli di bidangnya Jika SDM yang
berkualitas jumlahnya tidak memadai maka
pembangunan fisik akan berjalan menjadi
kurang efisien dan efektif dimana mesin-mesin
produksi yang ada menjadi cepat rusak bahan-
bahan banyak yang terbuang dan kualitas dari
produksi yang dihasilkan sangat rendah Para
ekonom berpendapat bahwa kekurangan
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
100
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
investasi modal manusia merupakan penyebab
lambatnya pembangunan Dengan tidak
mengembangkan pendidikan pengetahuan
dan ketrampilan maka produktivitas dari modal
fisik akan merosot (Jhingan 1983)
Pengembangan kapasitas SDM di Provinsi Papua
Barat menunjukan peningkatan tiap tahun
walaupun masih tertinggal dari daerah lainnya
Keadaan ini terlihat dari pencapaian nilai IPM
yang mengalami kenaikan dari 596 pada tahun
2010 menjadi 6374 pada tahun 2018
C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism)
Pada umumnya tantangan yang dihadapi
dalam pengembangan tourism di Provinsi Papua
Barat yaitu destinasi wisata belum memiliki
layanan pendukung yang baik seperti air bersih
pengolahan limbah jaringan komunikasi dan
layanan keuangan Padahal Provinsi Papua
Barat memiliki potensi pariwisata menakjubkan
dengan keanekaragaman budaya keindahan
alam dan keanekaragaman hayati Diantara
destinasi wisata terbaik di Papua Barat yaitu
Kepulauan Raja Ampat dan Taman Nasional
Teluk Cenderawasih Kepulauan Raja Ampat
merupakan rangkaian empat gugusan pulau
yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian
Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua Raja
Ampat merupakan rumah bagi 75 spesies koral
yang ada di dunia dan 1500 spesies ikan
termasuk beragam jenis hiu Selain itu Raja
Ampat pernah dinobatkan sebagai Worldrsquos Best
Snorkeling Destination berdasarkan survei CNN
tahun 2015 dan The Outstanding Liveaboard
Diving Destination dalam Diving and Resort
Travel Expo Hong Kong tahun 2016 Adapun
Taman Nasional Teluk Cenderawasih
merupakan taman nasional perairan laut terluas
di Indonesia yang terdiri dari daratan dan pesisir
pantai (09) daratan pulau-pulau (38)
terumbu karang (55) dan perairan lautan
(898) Potensi karangnya tercatat 150 jenis dari
15 famili dan tersebar di tepian 18 pulau besar
dan kecil Persentase penutupan karang hidup
bervariasi antara 3040 sampai dengan 6564
Di Taman Nasional ini kaya akan jenis ikan
dimana tercatat kurang lebih 209 jenis yang
terdiri dari butterflyfish angelfish damselfish
parrotfish rabbitfish dan anemonefish
Diantara strategi yang dapat dilakukan
pemerintah daerah dalam pengembangan
pariwisata yaitu dengan meningkatkan kualitas
pelayanan pada beberapa aspek yang
berhubungan dengan ketersediaan alat
transportasi berjadwal jaringan telekomunikasi
ketersediaan pengolahan limbah peningkatan
atau sertifikasi SDM pariwisata asuransi
perjalanan ketersediaan layanan yang
berhubungan dengan perbankan dan
keselamatan perjalanan
C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana
Infrastruktur
Provinsi Papua Barat terdiri dari 13
KabupatenKota dengan luas wilayah
10295515 Kmsup2 (70 dari luas Pulau Jawa)
dimana kondisi topografi Provinsi Papua Barat
sangat bervariasi yang membentang mulai dari
dataran rendah rawa sampai dataran tinggi
dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan
tropis padang rumput dan padang alang-
alang Ketinggian wilayah di Provinsi Papua
Barat bervariasi dari 0 sd gt 2940 mdpl Kondisi ini
merupakan salah satu elemen yang menjadi
barrier transportasi antar wilayah terutama
transportasi darat serta dasar bagi kebijakan
pemanfaatan lahan sehingga membuat
pembangunan infrastruktur di Papua Barat
terkendala
101 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kendala lain dalam pembangunan infrastruktur
adalah terkait hak ulayat dalam pembebasan
lahan Tanah ulayat dalam masyarakat Papua
Barat diyakini sebagai peninggalan alam nenek
moyang kepada masyarakat hukum adat
sehingga masyarakat memiliki hubungan
lahiriah dan batiniah serta berhak atas
pemanfaatan dari sumber daya alam termasuk
tanahnya Hal inilah yang menyebabkan
terhambatnya pembangunan infrastruktur
karena terkadang pengembang yang sudah
membangun masih harus mengganti hak ulayat
C5 Stabilitas Sosial Politik
Sebagaimana dikatakan Drazen (2000) kondisi
sosial politik mempengaruhi kinerja dari
pembangunan dimana instabilitas politik
memiliki dampak negatif terhadap proses
pembangunan itu sendiri Barro (1991)
berpendapat bahwa kondisi politik yang tidak
stabil diukur melalui revolusi kudeta dan tingkat
kriminalitas Aisen dan Veiga (2011)
menambahkan indikator stabilitas politik berupa
tingkat kebebasan ekonomi tingkat
homogenitas etnis dan perubahan kabinet
Tingkat stabilitas sosial politik Papua Barat
tercermin pada tingkat kriminalitas yang
cenderung semakin naik Pada tahun 2015
jumlah kriminalitas sebanyak 2281 kasus
Kemudian pada tahun 2019 jumlahnya
meningkat menjadi 3981 kasus atau naik 745
persen
C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement)
Salah satu syarat dari keberhasilan
pembangunan yaitu adanya penegakkan
hukum (Law Enforcement) di semua aspek
kehidupan bermasyarakat Berbeda dari daerah
lain Provinsi Papua Barat memiliki dua sumber
hukum yang berbeda yaitu hukum positif dan
hukum adat Hukum positif merupakan hukum
yang bersumber dari peraturan perundangan
sedangkan hukum adat merupakan hukum
yang bersumber dari keputusan adat
Penegakkan hukum positif di Provinsi Papua
Barat relatif masih rendah meskipun
menunjukan peningkatan tiap tahunnya Hal ini
terlihat dari persentase penyelesaian tingkat
kejahatan yang mengalami kemajuan Pada
tahun 2015 penyelesaian tingkat kejahatan di
Provinsi Papua Barat sebesar 2436 persen
Namun pada tahun 2019 tingkat
penyelesaiannya naik menjadi 4752 persen
2281
36213753 3862 3981
0
1000
2000
3000
4000
5000
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 61
Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi
Papua Barat Tahun 2015 - 2019
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
2436
4482 43964572
4752
0
10
20
30
40
50
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 62
Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi
Papua Barat Tahun 2015 - 2019 (persen)
Sumber Polda Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
102
Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C7 Pengembangan UMKM (Small and
Medium Enterprises)
Selain permasalahan pembiayaan pelaku
UMKM dihadapkan pada masalah
ketidakmampuan untuk bersaing dari pelaku
industri yang lebih mapan UMKM biasanya
hanya mengandalkan teknologi sederhana
untuk memproduksi barang sehingga menjadi
kurang efisien Dari sisi pemasaran UMKM hanya
mengandalkan pemasaran tradisional yang
belum memanfaatkan teknologi internet
sehingga penjualan hasil produksi menjadi tidak
maksimal Hal ini dapat digambarkan melalui
kurva Technological Discontinuity sebagaimana
dalam Foster (1986)
Pada kurva C1 UMKM yang tidak menggunakan
teknologi menghasilkan performance yang
rendah sebesar P0 Setelah menggunakan
teknologi (TI1) perfomance akan meningkat
sebesar P1 dan seterusnya sampai menghasilkan
batas performance maksimal sebesar P2 Pada
kurva C2 menunjukan ditemukannya teknologi
baru yang semakin meningkatkan performance
UMKM sebesar P3
Diantara peran pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat dapat membantu pengembangan
UMKM melalui pemanfaatan teknologi baik dari
sisi produksi maupun pemasaran Sebagian
besar UMKM usahanya merubah bahan mentah
atau bahan baku (raw material) menjadi
barang setengah jadibarang jadi Pemerintah
daerah dapat memberikan pelatihan kepada
pelaku UMKM untuk meningkatkan nilai tambah
(value added) barang yang dihasilkan sehingga
menaikkan nilai jual barang tersebut Selain itu
dengan memanfaatkan teknologi pemerintah
daerah juga dapat membantu pemasaran
produksi UMKM secara web based serta pelaku
UMKM diberikan pelatihan untuk memasarkan
produk yang dihasilkan secara online
B
A
P3
Performance
Time Technology
Investment
P1
P2
TI2 TI3
C1
C2
P0
TI1
C
Gambar 51
Technological Discontinuity Curve
Halaman ini sengaja dikosongkan
ANALISIS
TEMATIK
DJPbKawalAPBN
ldquoKehidupan para Ibu dan Anak di Kampung Klayas Distrik
Saget Sorongrdquo
103
Analisis Tematik
Pemerataan pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi Indonesia terus menunjukkan adanya
peningkatan yang positif selama beberapa
tahun terakhir (BPS 2019) Keberhasilan
pertumbuhan ekonomi dapat terilihat dari
adanya peningkatan pada investasi domestik
dan ekspor penurunan jumlah dan persentase
penduduk miskin serta banyaknya supply
tenaga kerja yang berkualitas dan penurunan
tingkat pengangguran terbuka Hal ini sejalan
dengan temuan dari berbagai penelitian yang
menunjukkan adanya korelasi positif antara
pertumbuhan ekonomi dengan kualitas sumber
daya manusia (SDM) Terbentuknya kualitas SDM
harus dimulai sejak dini Studi menunjukkan
bahwa investasi pada awal kehidupan erat
kaitannya dengan kualitas SDM yang lebih tinggi
di masa yang akan datang (Heckman 2008)
Namun demikian pencapaian Indonesia dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan pembangunan belum diikuti
dengan peningkatan status kesehatan terutama
pada balita ibu hamil dan remaja putri
Kesenjangan perekonomian antar wilayah
menjadi awal permasalahan kesejahteraan
penduduk yang berdampak lanjutan pada
masalah lainnya seperti masalah gizi buruk dan
stunting Masalah tersebut hingga kini masih
menjadi persoalan besar yang perlu diatasi
segera
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada
anak balita akibat kekurangan gizi kronis
terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK) Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa satu dari
tiga anak balita di Indonesia mengalami
masalah stunting Permasalahan gizi ini terjadi di
hampir seluruh wilayah Indonesia dan tidak
hanya terjadi pada kelompok penduduk miskin
tetapi juga pada kelompok kaya
Stunting memiliki dampak yang besar terhadap
tumbuh kembang anak dan juga perekonomian
di masa yang akan datang Dampak stunting
terhadap kesehatan dan tumbuh kembang
anak sangat merugikan Stunting dapat
mengakibatkan gangguan tumbuh kembang
anak terutama pada anak-anak berusia di
bawah dua tahun Anak-anak yang mengalami
stunting pada umumnya akan mengalami
hambatan dalam perkembangan kognitif dan
motoriknya yang akan mempengaruhi
produktivitasnya saat dewasa Selain itu anak
tersebut juga memiliki risiko yang lebih besar
untuk menderita penyakit tidak menular seperti
diabetes obesitas dan penyakit jantung pada
BAB VII
Analisis Tematik
Sinergi dan Konvergensi Program Penanganan Stunting di Daerah
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
104
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
saat dewasa Secara ekonomi hal tersebut
tentunya akan menjadi beban bagi negara
terutama akibat meningkatnya pembiayaan
kesehatan
Potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh
stunting sangat besar Laporan World Bank pada
tahun 2016 menjelaskan bahwa potensi
kerugian ekonomi akibat stunting dapat
mencapai 2-3 persen dari Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Dengan demikian
apabila PDRB sebesar Rp84 triliun maka potensi
kerugian ekonomi yang mungkin dialami adalah
sebesar Rp25 triliun per tahun Di beberapa
wilayah di Afrika potensi kerugian akibat stunting
bahkan tercatat lebih tinggi lagi hingga bisa
mencapai 11 persen Selain itu stunting juga
menyebabkan berkurangnya 10 persen dari
total pendapatan seumur hidup sehingga
dapat berkontribusi pada melebarnya
kesenjangan dan menyebabkan kemiskinan
antar generasi
Permasalahan kekurangan gizi pada anak erat
kaitannya dengan tingkat pendapatan
keluarga Keluarga dengan tingkat pendapatan
yang rendah pada umumnya memiliki masalah
dalam hal akses terhadap bahan makanan
terkait dengan daya beli yang rendah Selain
pendapatan kerawanan pangan di tingkat
rumah tangga juga sangat dipengaruhi oleh
inflasi harga pangan Faktor penting lain yang
mempengaruhi terjadinya masalah kekurangan
gizi pada anak balita adalah buruknya pola
asuh terutama rendahnya pengetahuan akan
pentingnya pemberian ASI eksklusif asupan
makanan orang tua yang kurang sehingga
kualitas ASI menurun buruknya kondisi
lingkungan seperti akses sanitasi dan air bersih
ditambah dengan rendahnya akses pada
pelayanan kesehatan Melihat faktor penyebab
permasalahan stunting yang multi dimensi
percepatan pencegahannya harus dilakukan
melalui penanganan masalah gizi sebagai salah
satu penyebab utama dengan pendekatan
multi sektoral yang terintegrasi
A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING
Percepatan pencegahan stunting merupakan
pendekatan program (programmatic
approach) pertama yang dilakukan dengan
menyeluruh dan terintegrasi yang dilakukan
mulai dari hulu hingga ke hilir yang ditunjukkan
oleh tingginya komitmen pemerintah (Presiden
dan Wakil Presiden Menteri Pimpinan
Lembaga Gubernur BupatiWalikota dan
Kepala DesaLurah)
Pemerintah telah menetapkan Peraturan
Presiden Nomor 42 Tahun 2013 yang mengatur
mengenai Pelaksanaan Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi Peta jalan
percepatan perbaikan gizi terdiri dari empat
komponen utama yang meliputi advokasi
penguatan lintas sektor pengembangan
program spesifik dan sensitif serta
pengembangan pangkalan data Intervensi gizi
baik yang bersifat langsung (spesifik) dan tidak
langsung (sensitif) perlu dilakukan secara
bersama-sama oleh kementerianlembaga
pemerintah daerah serta pemangku
kepentingan lainnya
Penanganan stunting tidak bisa dilakukan
sendiri-sendiri (scattered) karena tidak akan
memiliki dampak yang signifikan Upaya
pencegahan stunting harus dilakukan secara
terintegrasi dan konvergen dengan pendekatan
non-sektoral Untuk itu pemerintah dalam hal ini
pusat dan daerah harus memastikan bahwa
seluruh Kementerian NegaraLembaga (KL)
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta mitra
105 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
pembangunan akademisi organisasi profesi
organisasi masyarakat madani perusahaan
swasta dan media dapat bekerjasama bahu-
membahu dalam upaya percepatan
pencegahan stunting Tidak hanya di tingkat
pusat integrasi dan konvergensi upaya
pencegahan stunting juga harus terjadi secara
komprehensif di tingkat daerah sampai dengan
tingkat desa
Sebagai langkah awal pada tahun 2018
sebanyak 100 kabupatenkota dan 1000 desa
lingkup nasional telah terpilih sebagai fokus area
intervensi Selanjutnya untuk tahun 2019 60
kabupatenkota dan 600 desa telah
ditambahkan sebagai area fokus intervensi
pencegahan stunting terintegrasi Dari sisi
anggaran Baik itu pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah telah mengalokasikan
anggaran yang relatif besar untuk berbagai
program yang berkontribusi kepada penurunan
stunting di beberapa KL dan OPD Selain itu
alokasi penurunan stunting tambahan juga
diberikan oleh pemerintah pusat kepada
daerah dalam bentuk Transfer ke Daerah dan
Dana Desa (TKDD) antara lain melalui (1) DAK
Fisik bidang Kesehatan Air Minum dan Sanitasi
(2) DAK Non Fisik Bantuan Operasional
Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga
Berencana (BOK dan BOKB) (3) Dana Desa
yang digunakan oleh desa (kampung) sesuai
dengan bidang penggunaan serta (4) Dana
Otonomi Khusus
A1 Kebijakan Pencegahan
Kebijakan penanganan stunting di Provinsi
Papua Barat tahun 2019 diarahkan sesuai
dengan strategi percepatan penurunan stunting
dengan memperluas cakupan intervensi
stunting Arah cakupan intervensi tersebut
diimplementasikan ke seluruh kabupatenkota
dan tidak hanya fokus pada dua daerah yang
menjadi lokus prioritas penurunan stunting (Kab
Tambraw Kab Sorong Selatan) Selain itu untuk
Pilar 4
Ketahanan Pangan
dan Gizi
Pilar 1
Komitmen dan Visi
Kepemimpinan
Pilar 2
Kampanye Nasional
dan Perubahan
Perilaku
Pilar 3
Konvergensi Program
Pusat Daerah dan
Desa
Pilar 5
Pemantauan dan
Evaluasi
Gizi Spesifik
Tablet tambah darah (ibu hamil
dan remaja)
Promosi dan konseling menyusui
Promosi dan konseling PMBA
Suplemen gizi makro (PMT)
Tata laksana gizi buruk
Pemantauan dan promosi
pertumbuhan
Suplementasi kalsium
Suplementasi vitamin A
Suplementasi Zinc untuk diare
Pemeriksaan kehamilan
Imunisasi
Suplemen gizi mikro setelah
taburia
Manajemen Terpadu Balita Sakit
Konsumsi Gizi
Gizi Sensitif bull Air bersih dan sanitasi
bull Bantuan pangan non-tunai
Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
bull Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD)
bull Program Keluarga Harapan
(PKH)
bull Bina Keluarga Balita (BKB)
bull Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL)
bull Fortifikasi Pangan
Pola Asuh
Pelayanan
Kesehatan
Kesehatan
Lingkungan
Perbaikan
Asupan Gizi
Penurunan
Infeksi
Prevalensi
Stunting
Peningkatan cakupan
intervensi pada
sasaran 1000 HPK
Anemia
BBLR
ASI Eksklusif
Diare
Kecacingan
Gizi Buruk
Gambar 71
Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting
5 PILAR PERCEPATAN
PENCEGAHAN STUNTING
INTERVENSI OUTPUT INTERMEDIATE
OUTCOME DAMPAK
Sumber Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018-2024
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
106
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
mengakselerasi penurunan stunting maka arah
kebijakan pemerintah daerah adalah sebagai
berikut
1 Optimalisasi pemanfaatan anggaran
program penurunan stunting yang ada saat
ini melalui implementasi perencanaan dan
penganggaran dengan penilaian kinerja
untuk monitoring dan evaluasi penggunaan
anggaran dan capaian program
2 Memperkuat konvergensi programkegiatan
hingga di level kampung (desa) melalui
peningkatan sinergi dan koordinasi
kabupaten dan kampung dalam
perencanaan dan penganggaran program
serta konvergensi pelaksanaan intervensi
prioritas pada 1000 HPK dari seluruh rumah
tangga sasaran yang ada di tingkat
kampung
3 Meningkatkan kualitas dan efektivitas
pelaksanaan program yang telah ada saat
ini antara lain melalui peningkatan kualitas
SDM pelaksana program (misalnya tenaga
pendidik PAUD dan penyuluh kesehatan
masyarakat) serta penguatan monitoring dan
evaluasi agar dapat mengukur pencapaian
kinerja
4 Memperluas cakupan kebijakan yang lebih
luas dan tidak terbatas bidang kesehatan
seperti peningkatan kualitas program
perlindungan sosial khususnya bantuan
pangan PKH dan JKN Selain itu program-
program sektor pertanian pendidikan
infrastruktur (penyediaan air bersih dan
sanitasi) dan pemberdayaan perempuan
yang secara tidak langsung mendukung
pencapaian target perbaikan gizi
A2 Sasaran Program
Wilayah Provinsi Papua Barat dihuni oleh kurang
lebih 959617 jiwa dan tersebar di 13
kabupatenkota Sebesar 1074 persen (103062
jiwa) dari keseluruhan penduduk adalah bayi
berusia 0-48 bulan Sementara itu sebanyak
45256 jiwa adalah remaja putri dan sebanyak
199926 jiwa merupakan wanita usia subur (WUS)
berusia 15-39 tahun Diantara kelompok inilah
yang menjadi sasaran prioritas dan sasaran
penting dalam upaya percepatan pencegahan
stunting
Gangguan pertumbuhan di Provinsi Papua Barat
sebagian besar terjadi pada anak berusia 0-23
bulan Kondisi ini dapat terjadi disebabkan oleh
pemberian ASI makanan dan pola asuh pada
periode tersebut tidak tepat sehingga
mengganggu tumbuh kembang anak Tercatat
rata-rata lama pemberian ASI di Provinsi Papua
Barat hanya selama 989 bulan saja dan bahkan
masih terdapat bayi yang tidak pernah diberi ASI
(plusmn5400 orang)
Selain pemahaman terhadap pola asuh yang
kurang peningkatan prevalensi stunting juga
turut disebabkan oleh keadaan lingkungan
pendukung yang tidak memadai Berdasarkan
data BPS (2018) persentase rumah tangga yang
memiliki akses kepada air minum bersih di
Provinsi Papua Barat hanya sekitar 7018 persen
Sedangkan akses terhadap sanitasi pribadi rata-
rata sebesar 7262 persen dan 474 persen dari
keseluruhan rumah tangga tidak memiliki fasilitas
Tabel 71
Jumlah dan Kelompok Penduduk di
Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (jiwa)
Kelompok Laki-laki Wanita
Jumlah Penduduk 505239 454378
Penduduk Usia 0-4 52848 50254
Penduduk Usia 5-9 49917 47755
Penduduk Usia 10-14 48250 45256
Penduduk Usia 15-39 222658 199926
Bayi (0-5 th) imunisasi lengkap 22370 19996
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
107 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
sama sekali Kombinasi dari keadaan-keadaan
tersebut berpotensi dalam menghambat upaya
percepatan pencegahan stunting sehingga
kebijakan dan pelaksanaan program perlu
menyasar pada kelompok prioritas dan
perbaikan lingkungan pendukung
B PENANGANAN STUNTING OLEH
PEMERINTAH
Dalam rangka memastikan konvergensi
berbagai programkegiatan percepatan
penurunan stunting dilakukan maka acuan
yang digunakan adalah dokumen Strategi
Nasional Percepatan Pencegahan Stunting
(Stranas Stunting) yang diikuti oleh berbagai
pedoman operasional baik itu di tingkat
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
Upaya pencegahan stunting yang konvergen
dan terintegrasi telah dilaksanakan di Provinsi
Papua Barat Upaya ini mencakup intervensi
multi sektor yang cukup luas mulai dari akses
makanan layanan kesehatan dasar termasuk
akses air bersih dan sanitasi akses pendidikan
perlindungan sosial serta pola pengasuhan
sebagaimana uraian dalam Stranas Stunting
B1 Belanja KL dalam APBN
Dalam kaitannya dengan percepatan
pencegahan stunting melalui belanja KL atau
yang bersumber dari dana APBN telah
dilakukan berbagai langkah dan kebijakan agar
pengelolaan program tersebut terarah dan
terukur Pada proses perencanaan khususnya
terkait dengan identifikasi output yang terkait
dengan stunting telah dilakukan penandaan
pemantauan dan evaluasi percepatan
pencegahan stunting sebagai dasar bagi KL
dalam mengidentifikasi output yang
berkontribusi kepada percepatan penurunan
stunting
Sesuai dengan kerangka hasil percepatan
penurunan stunting maka intervensi-intervensi
yang telah dilakukan selama tahun 2019
tersebut akan berdampak kepada
meningkatnya konsumsi gizi perbaikan pola
asuh meningkatnya akses dan kualitas layanan
kesehatan serta meningkatnya kesehatan
lingkungan yang pada akhirnya akan
memperbaiki asupan gizi terutama pada 1000
HPK dan kemudian akan menurunkan prevalensi
stunting
Pengunaan dana APBN dalam program
penanganan stunting di Provinsi Papua Barat
secara umum digunakan untuk keperluan
membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik (2)
intervensi sensitif dan (3) pendampingan
koordinasi dan dukungan teknis di
kabupatenkota dan kampung Selama tahun
2019 dana yang telah digunakan dalam
program stunting sebesar Rp10448 miliar
Penggunaan dana terbesar sesuai dengan
prioritas percepatan pencegahan yakni untuk
kegiatan intervensi sensitif (Kementerian
Kesehatan) sebesar Rp1928 miliar dan intervensi
spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta
Tabel 72
Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per
KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)
KabupatenKota Akses Air
Bersih
Akses Air
Layak
Tidak ada
MCK
Kab Fakfak 6114 7041 702
Kab Kaimana 5381 4429 569
Kab Teluk Wondama 3359 1598 299
Kab Teluk Bintuni 6682 4426 499
Kab Manokwari 8872 3881 292
Kab Sorong Selatan 5364 4551 1321
Kab Sorong 5743 4621 271
Kab Raja Ampat 6395 3370 241
Kab Tambraw 1958 1870 1160
Kab Maybrat 1621 1307 779
Kab Manokwari Selatan 5737 3851 716
Kab Pegunungan Arfak 3663 3663 3052
Kota Sorong 9487 1818 026
Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
108
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
sebesar Rp842 miliar untuk kegiatan
pendampingan koordinasi dan dukungan teknis
(lintas KL) Penggunaan dana tersebut terbesar
direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif
terutama pembangunan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan
pendanaan sebesar Rp4353 miliar Penggunaan
dana yang besar lainnya adalah pembangunan
Sistem Pengelolaan Air Limbah pada 25 lokasi
dengan realisasi sebesar Rp1742 miliar
B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa
Pembiayaan program penurunan stunting juga
dilakukan dengan memanfaatkan dana
tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk
DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Penggunaan
Tabel 73
Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
Penguatan Intervensi Suplementasi Gizi pada Ibu Hamil dan Balita 99160840 13 Layanan 100
Pembinaan dalam Peningkatan Status Gizi Masyarakat 901090000 13 Layanan 100
Peningkatan Surveilans Gizi 1770940000 13 Layanan 100
Pembinaan dalam Peningkatan Pelayanan Kunjungan Neonatal Pertama 122215000 1 Layanan 100
Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah 139300000 1 Layanan 100
Pembinaan Pencegahan stunting 122007000 1 Layanan 100
Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan anak untuk Papua Barat 714575000 1 Layanan 98
Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Layanan 100
Layanan Capaian Eliminasi Malaria 1124803820 4625 Layanan 100
Layanan Pengendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan 3327530320 11 Layanan 100
Intervensi Percepatan Eliminasi Malaria Papua dan Papua Barat 5737637400 5 Layanan 100
Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit ISP 129502000 10 Layanan 100
Sarana dan Prasarana Penanggulangan TBC 836883400 15 Layanan 100
Sarana dan Prasarana Penanggulangan HIVAIDS 1561862237 18 Layanan 100
Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85
INTERVENSI SENSITIF
Pemberdayaan Pekarangan Pangan 4625794700 123 Kelompok 93
Hasil Pengawasan keamanan dan mutu pangan Segar 503082000 1 Rekomendasi 100
Pelaksanaan Strategi Promosi Kesehatan dlm mendukung Program Kesehatan 436753000 1 Layanan 100
Kampanye Hidup Sehat melalui Berbagai Media di Papua Barat 1553232000 2 Layanan 96
Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi Syarat 257380000 637 TPM 100
Pengawasan terhadap Sarana Air Minum (SAM) 123942000 5211 SAM 100
Pembinaan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 302746000 429 Desa 100
Rumah sakit rujukan yang memiliki pelayanan sesuai standar 110346800 1 RS Pengampu 100
Bimbingan Perkawinan Pra Nikah 257115860 159 Pasangan 75
Keluarga Miskin yang Mendapat Bantuan Tunai Bersyarat 2576223000 1 KPM 90
Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 74
SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 64
SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100
KIE Obat dan Makanan Aman 826691713 31 KIE 100
Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 99
Penguatan Peran PIK Remaja dan BKR dalam edukasi Kespro dan Gizi bagi
Remaja putri sebagai calon ibu 1669888794 225 Kelompok 99
PENDAMPINGAN KOORDINASI DAN DUKUNGAN TEKNIS
Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100
Pembinaan KabKota dlm Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di
Papua Barat 1294265000 2 Layanan 100
Pembinaan Puskesmas dlm Program Indonesia Sehat dgn Pendekatan Keluarga 151062768 74 Puskesmas 100
Pelatihan Strategis Sumber Daya Manusia Kesehatan 5939667100 518 Orang 100
Pembinaan amp Pengawasan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 602060200 3 KabKota 100
Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100
Sumber OMSPAN (data diolah)
109 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
dana ini antara lain melalui (1) DAK Fisik bidang
Kesehatan Air Minum dan Sanitasi dan (2)
Dana Desa yang digunakan oleh kampung
(desa) untuk bidang kesehatan pendidikan
sanitasi dan air minum
DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) yang diterima
oleh seluruh pemerintah daerah dan pemerintah
provinsi Papua Barat memiliki peruntukan yang
sudah ditetapkan sebagai syarat tahapan
penyaluran Oleh karena itu penggunaan dana
DFDD dalam rangka penanganan stunting
digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan
membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik dan
(2) intervensi sensitif Dana DFDD tahun 2019
yang telah digunakan dalam program stunting
sebesar Rp11548 miliar terdiri dari DAK Fisik
sebesar Rp6925 miliar dan Rp4642 miliar berupa
Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar adalah
pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar
Rp1021 miliar sedangkan intervensi spesifik
sebesar Rp135 miliar Realisasi terbesar
dialokasikan untuk perluasanpeningkatan
SPAM sebanyak 5852 sambungan rumah (SR)
dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp308
miliar Sementara penggunaan Dana Desa
terbesar diperuntukkan bagi pembangunan
sumber air bersih milik desa pada 1041 titik
dengan dana sebanyak Rp1752 miliar
B3 Belanja APBD
RKPD Pemerintah Provinsi Papua Barat Tahun
2019 disusun dengan memperhatikan masukan
dari rencana kegiatan yang dibuat berdasarkan
hasil analisis terhadap situasi program
Tabel 74
Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
DAK Fisik
Penyediaan Obat Gizi 618379770 4 Paket 100
Pengadaan Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil dengan Kekurangan
Energi Kronis (PMT BUMIL KEK - Pabrikan) 959581728 1 Paket 100
Penyediaan Alat Antropometri 1564015307 207 Paket 76
Penyediaan Sarana Prasarana Kesehatan Lingkungan 2876667089 29 Paket 59
Pengadaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit 41999300 1 Paket 100
Dana Desa
Penyediaan Obat Gizi 323865000 28 Paket 100
Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil 7146624150 1139 Unit 90
INTERVENSI SENSITIF
DAK Fisik
Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77
Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90
PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86
Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 10294226146 1378 SR 78
PerluasanPeningkatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 30801695898 5852 SR 81
Sarana dan Prasarana PAUD 1255742335 8 Ruang 100
Dana Desa
SaranaPrasarana PAUD 1288611688 398 Unit 70
Terlaksananya Pelatihan Pangan Sehat dan Aman 197000000 16 Paket 96
Pemeliharaan Sumber Air Bersih 8363963164 241 Unit 86
Pemeliharaan Sambungan Air Bersih 1398443564 18422 Meter 83
Sumber Air Bersih Milik Desa 17525913577 1041 Unit 70
Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga 4771816730 22030 Meter 93
Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah Rumah Tangga) 5143668021 3878 Meter 70
RehabilitasiPeningkatan Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah
Rumah Tangga) 262246705 354 Meter 93
Sumber OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
110
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
penurunan stunting RKPD sebagai pedoman
dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran
(KUA) Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara
(PPAS) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) menjadi jaminan pelaksanaan
programkegiatan terkait dengan intervensi gizi
spesifik dan sensitif menggunakan dana yang
bersumber dari APBD Program-program
tersebut dilaksanakan dengan target capaian
yang ditetapkan dalam RPKD
Prioritas pencegahan stunting sebagai
kombinasi dari kegiatan yang multi sektor
dilaksanakan oleh OPD-OPD dengan
menggunakan alokasi dana yang berasal dari
Otonomi Khusus (Otsus) dan DAK Non Fisik
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sesuai
dengan DPA yang telah ditetapkan Kegiatan
percepatan pencegahan stunting diselaraskan
dengan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
KL yang berlokasi di kabupatenkota Dinas
Kesehatan memastikan terpenuhinya sumber
daya yang mendukung intervensi gizi spesifik
secara konvergen yang meliputi SDM
anggaran dukungan logistik dan kemitraan
Sedangkan Bappeda berperan dalam
koordinasi untuk menciptakan lingkungan yang
mendukung kebijakan intervensi secara
konvergen terutama intervensi sensitif dengan
menyelaraskan kebijakan seluruh OPD
Dana APBD di Provinsi Papua Barat pada tahun
Tabel 75
Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Jenis Intervensi Output
Realisasi (Rp) Volume Capaian
INTERVENSI SPESIFIK
Ibu Hamil
- Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin 1667044052 2182 Jiwa 85
- Suplementasi tablet tambah darah dan periksaan kehamilan 379861600 15317 Jiwa 80
Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-23 bulan
- Suplementasi kapsul vitamin 66836977 12320 Jiwa 100
- Pemantauan dan Promosi pertumbuhan (tingkat desa) 155659525 28693 Orang 100
Remaja Putri dan Wanita Usia Subur
- Suplentasi tablet tambah darah 799102989 44532 Jiwa 100
Anak Usia 24-59 bulan
- Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut 5660222222 2547 Jiwa 100
- Suplementasi kapsul vitamin A 107734789 47745 Jiwa 100
- Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100
INTERVENSI SENSITIF
Peningkatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
- Akses air minum yang aman 11800000000 13 Kabkota 100
- Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85
Peningkatan kesadaran komitmen dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak
- Penyediaan konseling kesehatan dan reproduksi untuk remaja 1929297500 514 Orang 100
- Penyebarluasan informasi melalui berbagai media 207339727 50 Orang 100
- Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua 555195300 230 Orang 100
- Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 250000000 1 Kabkota 100
Peningkatan akses dan kualitas Pelayanan gizi dan kesehatan
- Akses pelayanan Keluarga Berencana 348042400 13 Kabkota 100
- Akses Jaminan Kesehatan (JKN) Orang Asli Papua 28818415000 589 Jiwa 100
- Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100
Peningkatan akses pangan Bergizi
- Akses kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) 711975000 10 Kelompok 85
- Akses kegiatan Kawasan Mandiri Pangan 371801600 6 Kawasan 80
Sumber Bappeda Provinsi Dinkes Provinsi Bappeda KabupatenKota dan Dinkes KabupatenKota (data diolah)
111 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Analisis Tematik
2019 dimanfaatkan dalam program
penanganan stunting untuk keperluan
membiayai kegiatan intervensi spesifik dan
intervensi sensitif Selama satu tahun tercatat
penggunaan dana sebesar Rp5744 miliar untuk
pencegahan stunting dengan kegiatan
intervensi spesifik sebesar Rp939 miliar dan
sebesar Rp4805 miliar untuk membiayai
kegiatan intervensi sensitif Penggunaan dana
tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi
penyediaan akses JKN Orang Asli Papua (OAP)
sebesar 2882 miliar Penggunaan dana yang
besar lainnya adalah untuk penyediaan akses
air minum yang aman dan pemberian makanan
tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut
dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118
miliar dan Rp566 miliar
B4 Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting
Kebijakan pembiayaan pada program
pencegahan stunting yang berasal dari APBN
dan APBD dalam berbagai skema merupakan
salah satu bentuk sinkronisasi kebijakan antara
pusat dan daerah Adanya sinkronisasi ini
diharapkan semakin mengakselerasi
peningkatan prevalensi stunting sekaligus
mendorong pembangunan infrastruktur serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
masa depan Namun demikian dominasi dana
APBN masih terasa dan pemda tidak sanggup
jika harus menyediakan alokasi yang nantinya
akan mengurangi pendanaan kegiatan daerah
Selain itu pertimbangan keterbatasan kapasitas
fiskal daerah dikhawatirkan akan berdampak
pada gaji PNS karena alokasi terbesar dana
APBD dialokasikan untuk belanja pegawai Oleh
karena itu pada kegiatan intervensi spesifik
yang menyasar langsung prioritas pencegahan
(Ibu hamil baduta balita remaja putri)
peranan belanja KL sangat penting
Dari 13 pemerintah daerah yang ada di Provinsi
Papua Barat terdapat 2 kabupaten yang
menjadi lokus prioritas penanganan stunting
nasional Kondisi ini membuat fokus kegiatan
berada di kedua wilayah tersebut sedangkan
kabupatenkota lainnya pengalokasian hanya
bersifat memenuhi kewajiban yang sudah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (spesific
grant) dan berupaya mencari sumber
pembiayaan lainnya (Swasta) Sejauh ini
pelaksanaan pencegahan stunting selama
tahun 2019 di Provinsi Papua Barat dengan
kombinasi sumber pembiayaan yang ada
mencapai Rp27759 miliar Proporsi terbesar
berasal dari dana APBN (Belanja KL) mencapai
3764 persen (Rp10448 miliar) sedangkan
kontribusi DAK Fisik APBD dan Dana Desa
berturut-turut sebesar 2495 persen (Rp6925
miliar) 2069 persen (Rp5744 miliar) dan 1672
persen (Rp4642 miliar)
Tabel 76
Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)
Sumber Dana Intervensi Spesifik Intervensi Sensitif
Pendampingan
Koordinasi dan
Duktek
Kontribusi
APBN 19277886059 76779888382 8421955068 3764
DAK Fisik 6060643195 63186313948 - 2495
Dana Desa 7470489150 38951663449 - 1672
APBD
(DAU DAK Non Fisik Otsus) 9391806598 48045572569 - 2069
Jumlah 42200825002 226963438348 8421955068 10000
Sumber Bappeda Dinkes dan OMSPAN (data diolah)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
112
Analisis Tematik
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING
Pelaksanaan program sejauh ini dapat berjalan
lancar meskipun dengan alokasi anggaran yang
relatif besar melalui optimalisasi penggunaan
dana untuk mencapai output yang ditargetkan
Pada masa mendatang berbagai tantangan
masih harus dihadapi dalam pelaksanaan
program-program penurunan stunting
diantaranya
1 Koordinasi dan sinergi baik antar-KL antar
pemerintah kabupatenkota antara
pemerintah kabupatenkota dan provinsi
maupun antara pemerintah pusat dan
daerah yang masih perlu ditingkatkan
Berbagai program yang masih bersifat
sektoral dan kewilayahan perlu ditingkatkan
sinerginya sehingga dapat sepenuhnya saling
mendukung dalam akselerasi penurunan
stunting di daerah secara keseluruhan
2 Kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan
program yang masih perlu ditingkatkan
Keterbatasan pelaksana program di
lapangan baik dalam hal kualitas maupun
kuantitas sebaran penduduk yang luas
belum adanya mekanisme untuk memastikan
ketercapaian output serta lemahnya
monitoring dan evaluasi baik itu dari
pemerintah kabupatenkota pemerintah
provinsi maupun pemerintah pusat
menyebabkan implementasi program
menjadi tidak maksimal
3 Belum meratanya akses kepada layanan
kesehatan pendidikan anak usia dini air
bersih dan sanitasi karena keterbatasan
angaran dalam penyediaan sarana dan
prasarana
4 Kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang gizi dan pola hidup sehat yang
berpengaruh pada praktek pengasuhan
yang tidak tepat Selain itu penyampaian
informasi atau sosialisasi yang terkendala
dengan jarak dan ketersediaan tenaga
kesehatan
Halaman ini sengaja dikosongkan
KESIMPULAN
SARAN
ldquoTarian Penyambutan oleh Suku Arfak suku asli Manokwarirdquo
DJPbKawalAPBN
113
Kesimpulan dan Rekomendasi
A KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan analisis seperti
yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Pembangunan Papua Barat sebagai
wilayah otonomi khusus didominasi oleh
pengaruh faktor ekonomi dengan kekayaan
alam (minyak bumi dan gas alam) yang
melimpah menjadi modal utama
2 Perekonomian Papua Barat hanya
didominasi oleh 3 kabupatenkota (Kota
Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk
Bintuni) sebagai lokasi pertambangan dan
perindustrian sehingga menyebabkan
kesenjangan dan tidak meratanya kapasitas
dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik
fasilitas perdagangan fasilitas kesehatan
maupun fasilitas pendidikan
3 Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat
bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940
mdpl dan menyebabkan Provinsi Papua
Barat menjadi sangat berpotensi (kelas risiko
tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan
dan hutan gempa tektonik serta
gelombang tsunami
4 Kinerja perekonomian Provinsi Papua Barat
selama tahun 2019 tampil cukup baik Hal ini
tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang
mampu tumbuh meskipun tertahan pada
level 266 persen PDRB per kapita naik
sebesar 218 persen inflasi yang terkendali
pada angka 193 persen dan ekspor yang
menurun sebesar 179 persen
5 Tingkat kesejahteraan penduduk di Provinsi
Papua Barat pada tahun 2019 menunjukan
peningkatan walaupun belum signifikan Hal
ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang turun
menjadi 2151 persen disertai dengan nilai
gini ratio yang juga turun menjadi 0381
Sementara itu tingkat pengangguran
meningkat menjadi 624 persen
6 Sensifitas pertumbuhan ekonomi terhadap
tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
relatif rendah dimana elastisitasnya bersifat
inelastis
7 Target pendapatan APBN tahun 2019 di
Provinsi Papua Barat mengalami penurunan
sebesar 116 persen dibandingkan target
tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar
menjadi Rp268042 miliar Sementara itu
dari aspek belanja negara terdapat
kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427
persen dibandingkan pagu tahun 2018
yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi
Rp3172329 miliar
8 Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi
pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat
mencapai 10987 persen sedangkan
realisasi belanja APBN mencapai 9175
persen
BAB VIII
Kesimpulan dan Rekomendasi
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
114
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
9 Realisasi pendapatan pemerintah pusat di
Provinsi Papua Barat sampai dengan akhir
tahun 2019 sebesar Rp265248 miliar atau
naik 181 persen dari tahun sebelumnya
10 Realisasi penerimaan perpajakan
pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan sebesar 2085
persen yaitu dari Rp219362 miliar pada
tahun 2018 menjadi Rp265104 miliar pada
tahun 2019 sedangkan realisasi
pendapatan bukan pajak tahun 2019
sebesar Rp29404 miliar atau turun 199
persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya
yang berjumlah Rp30001 miliar
11 Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah
penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat
sebesar Rp16978 miliar yang diberikan
kepada 51622 debitur Daerah dengan
jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota
Sorong sebesar Rp57002 milar dengan
jumlah debitur sebanyak 16903 nasabah
Jika dilihat per sektor perdagangan
merupakan sektor yang memiliki jumlah
penyaluran KUR terbesar mencapai
Rp119405 miliar dengan jumlah debitur
sebanyak 35551 nasabah
12 Berdasarkan komposisinya komponen
terbesar dari Transfer ke Daerah dan Dana
Desa (TKDD) Provinsi Papua Barat tahun 2019
berupa DBH menyumbang 362 persen dari
total keseluruhan TKDD yang diterima Provinsi
Papua Barat Komponen terbesar kedua
yaitu DAU sebesar 321 persen
13 Pada tahun 2019 beberapa output strategis
APBN tercatat memiliki realisasi yang cukup
besar seperti pembangunan dan preservasi
plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar) Jembatan
sepanjang plusmn235 meter (Rp43572 miliar) dan
rehabilitasi sarana pendidikan sebanyak
plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Selain itu realisasi
PIP dan KIP mampu mencapai nilai Rp4099
juta atau sebanyak 482 siswa beasiswa
Bidikmisi sebanyak 353 mahasiswa
Sementara pada bidang kesehatan
pencegahan stunting mampu terlaksana
pada 8558 keluarga penyediaan layanan
imunisasi alokon pada 170 faskes di 13
kabupatenkota
14 Target pendapatan APBD tahun 2019 seluruh
pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan 5132 persen dari
Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2871888 miliar pada tahun 2019
Sebaliknya total pagu belanja APBD
pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat
naik dari Rp2326404 miliar pada tahun 2018
menjadi Rp2761199 miliar atau meningkat
1869 persen di tahun ini
15 Total pendapatan APBD seluruh pemerintah
daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai
Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen
dibandingkan tahun sebelumnya Adapun
dari aspek belanja terdapat kenaikan
realisasi sebesar 12 persen yaitu dari
Rp2125451 miliar pada tahun 2018 menjadi
Rp2380387 miliar pada tahun 2019
16 Realisasi pendapatan seluruh pemerintah
daerah se-Provinsi Papua Barat pada tahun
2019 didominasi oleh pendapatan transfer
mencapai 9208 persen dari total
pendapatan daerah
17 Pada tahun 2019 indeks kesehatan
keuangan (fiscal health index) pemerintah
kabupatenkota di Provinsi Papua Barat
tidak ada pemerintah kabupatenkota di
Provinsi Papua Barat yang masuk dalam
kategori sangat baik dan hanya ada dua
pemerintah daerah yang masuk ke dalam
kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan
Kaimana Sementara itu terdapat lima
115 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Kesimpulan dan Rekomendasi
daerah yang masuk dalam kategori buruk
yaitu Kab Manokwari Kab Fakfak Kab
Sorong Selatan Kab Teluk Wondama dan
Kab Raja Ampat Adapun pemerintah
daerah lainnya masuk dalam kategori
cukup
18 Belanja wajib APBD tahun 2019 pada bidang
pendidikan pelaksanaannya diwujudkan
dalam bentuk gaji dan tunjangan bagi
tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)
pemberian beasiswa OAP afirmasi OAP di
Perguruan Tinggi pembangunan fasilitas
pendidikan menengah pembangunan
prasarana dan sarana belajar
pembangunan rumah dinas guru serta
pengembangan koleksi perpustakaan Pada
bidang kesehatan output prioritas
diwujudkan melalui penyediaan makanan
tambahan obat vaksin dan perbekalan
kesehatan penyediaan layanan kesehatan
berbasis masyarakat pembangunan fasilitas
kesehatan tingkat lanjut di Kab Manokwari
serta penempatan tenaga kesehatan
secara merata Sementara output belanja
infrastruktur realisasi diantaranya
pembangunan dan preservasi plusmn473Km jalan
Jembatan sepanjang plusmn177 meter dan
pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500
Ha serta pelabuhandermaga rakyat di 4
lokasi terminal di 3 lokasi serta SPAM di 8
lokasi
19 Dengan menggunakan pendekatan
Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan
bahwa elastisitas penerimaan pajak daerah
di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per
kapita bersifat elastis Selain itu didapatkan
nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif
kecil yang menunjukan tingkat kesulitan
pemungutan pajak daerah relatif tinggi
20 Berdasarkan tabel input output Provinsi
Papua Barat tahun 2013 yang kemudian
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System)
model Miller dan Blair (1985) diperoleh hasil
bahwa sektor dengan nilai pengganda
output terbesar yaitu industri pengolahan
migas dan perikanan Adapun sektor
dengan pengganda pendapatan tertinggi
yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor
administrasi pemerintahan amp jaminan sosial
Sementara itu sektor dengan pengganda
tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya
dan industri makanan amp minuman
21 Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang
memiliki keterkaitan ke depan (forward
linkage) terbesar yaitu industri lainnya dan
industri makanan-minuman Adapun sektor
yang memiliki keterkaitan ke belakang
(backward linkage) terbesar yaitu industri
pengolahan migas dan perikanan
22 Dua kabupaten menjadi lokus prioritas
penanganan stunting nasional yaitu Kab
Tambraw dan Sorong Selatan Pelaksanaan
pencegahan stunting selama tahun 2019
dengan kombinasi sumber pembiayaan
yang ada mencapai Rp27759 miliar
Proporsi terbesar berasal dari dana APBN
(Belanja KL) mencapai 3764 persen
(Rp10448 miliar) sedangkan kontribusi DAK
Fisik APBD dan Dana Desa berturut-turut
sebesar 2495 persen (Rp6925 miliar) 2069
persen (Rp5744 miliar) dan 1672 persen
(Rp4642 miliar)
B REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas
beberapa rekomendasi yang diajukan
diantaranya
1 Sebagai salah satu komponen pertumbuhan
ekonomi pengeluaran pemerintah di
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
116
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke
daerah pedesaan dan remote area Hal ini
didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah
penduduk miskin di Provinsi Papua Barat
sebagian besar berada di daerah pedesaan
yang terpencil Berbagai sektor yang
memiliki andil besar terhadap pertumbuhan
ekonomi sebagian besarnya tercurah ke
daerah perkotaan sehingga manfaatnya
belum banyak dinikmati oleh penduduk
pedesaan
2 Pemerintah perlu meningkatkan kualitas
pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan
sarana infrastruktur yang layak dan
memadai di daerah pedesaan dan remote
area terutama sarana pendidikan
kesehatan dan transportasi beserta tenaga
pendidikan dan kesehatan yang handal di
bidangnya
3 Pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat
perlu mengoptimalisasi anggaran belanja
wajib melalui pelaksanaan program yang
efektif dan efisien serta memiliki sinergi
dengan pemerintah pusat berupa kegiatan
pengadaan pembangunan dan
pemeliharaan sarana prasarana pendidikan
dan kesehatan yang saling melengkapi dan
tidak ada duplikasi serta lebih awal
sehingga dapat selesai pada satu tahun
anggaran
4 Pemerintah sebaiknya mengutamakan
persebaran KUR di luar sektor perdagangan
ke sektor lain yang lebih produktif seperti
sektor pertanian perikanan dan industri
pengolahan Hal ini dikarenakan perluasan
kepada sektor produktif dapat lebih
menggerakkan roda perekonomian di
Provinsi Papua Barat
5 Dikarenakan indeks kesehatan keuangan
(fiscal health index) pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk
dalam kategori sangat baik dan hanya ada
satu pemerintah daerah yang masuk ke
dalam kategori baik oleh karena itu
pemerintah daerah harus meningkatkan
kualitas belanja daerah (quality of spending)
yang berorientasikan kepada hasil dan
manfaat yang dirasakan oleh publik
Caranya dengan melakukan perencanaan
anggaran yang baik dan tepat waktu
membuat prioritas belanja dan
melaksanakannya dengan disiplin yang
tinggi sesuai prinsip ekonomis efektif dan
efisien Untuk mendukung kualitas dari
belanja daerah pengeluaran pemeritah
daerah juga harus dilakukan secara
transparan dan akuntabel
6 Berdasarkan perhitungan potensi pajak
daerah menggunakan pendekatan
Mansfield ndash Wirasasmita Model diantara
kebijakan dan strategi pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan
penerimaan pajak daerah yaitu
a Meningkatkan basis data perpajakan
melalui (1) pendataan ulang wajib pajak
dan objek pajak (2) peningkatan
koordinasi internal pemerintah daerah
terutama kepada badandinas perizinan
daerah dan (3) pemanfaatan data
pihak ketiga seperti Badan Pertanahan
setempat untuk penerimaan PBB
b Melakukan kerjasama dan koordinasi
dengan kantor pelayanan pajak dan
kantor pelayanan kekayaan negara dan
lelang setempat dalam penilaian dan
penagihan pajak daerah
c Melakukan koordinasi dengan aparat
kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP
setempat dalam pemeriksaan pajak
daerah
117 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Kesimpulan dan Rekomendasi
d Melakukan modernisasi sistem dan tata
kola pajak daerah dengan cara (1)
memanfaatkan teknologi informasi untuk
basis data (integrated database) dan
pelayanan perpajakan (2) membangun
organisasi pemungutan pajak daerah
yang handal dan (3) menyusun Standar
Operasional Prosedur (SOP) pemungutan
dan pelayanan perpajakan
e Meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia melalui (1) pelaksanaan diklat
penilaian penagihan dan pemeriksaan
(2) penambahan jumlah diklat terkait
praktik pemungutan perpajakan yang
baik dan (3) pelaksanaan kerjasama
dengan pemerintah daerah lain yang
sukses dalam pemungutan pajak
daerah
7 Berdasarkan tabel input output Provinsi
Papua Barat tahun 2013 yang kemudian
dilakukan updating menggunakan metode
modified RAS (Ratio Allocation System)
model Miller dan Blair (1985) diantara
kebijakan dan strategi pengembangan
sektoral yang dapat ditempuh pemerintah
daerah Provinsi Papua Barat diantaranya
a Apabila dalam proses pembangunan
lebih mengutamakan pertumbuhan
ekonomi yang mantap sebaiknya
pemerintah daerah di Provinsi Papua
Barat lebih berfokus untuk mendorong
industri pengolahan migas dan sektor
perikanan dikarenakan memiliki
pengganda output terbesar
b Apabila sasaran utama dari proses
pembangunan adalah peningkatan
pendapatan masyarakat maka
kebijakan pemerintah daerah di Provinsi
Papua Barat sebaiknya lebih fokus untuk
mendorong sektor jasa pendidikan
dikarenakan memiliki pengganda
pendapatan terbesar
c Apabila fokus pembangunan daerah
adalah peningkatan kesempatan kerja
maka kebijakan pemerintah daerah di
Provinsi Papua sebaiknya lebih
mengutamakan industri lainnya dan
industri makanan-minuman dikarenakan
memiliki pengganda tenaga kerja
terbesar
d Sektor kunci yang dapat dijadikan
unggulan oleh pemerintah daerah di
Provinsi Papua Barat yaitu industri lainnya
dan industri makanan-minuman
dikarenakan memiliki derajat kepekaan
tertinggi Sementara itu industri
pengolahan migas dan sektor ikan
dapat dijadikan sektor kunci karena
memiliki daya penyebaran terbesar
8 Pemerintah daerah seharusnya lebih terlibat
dalam akselerasi penurunan stunting
dengan penggunaan dana APBD Selain itu
upaya optimalisasi pelaksanaan
pencegahan stunting oleh Pemda dilakukan
melalui (1) peningkatan koordinasi dan
sinergi baik antar pemerintah
kabupatenkota antara pemerintah
kabupatenkota dan provinsi maupun
dengan pemerintah pusat (2) peningkatan
kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan
program dengan menambah tenaga
kesehatan berbasis masyarakat di lapangan
(3) pelaksanaan monitoring dan evaluasi
rutin baik itu dari tingkat kabupatenkota
pemerintah provinsi untuk menjaga tingkat
ketercapaian sasaran program (4)
penyediaan akses kepada layanan
kesehatan pendidikan anak usia dini air
bersih dan sanitasi yang merata secara
konsisten
118
Daftar Pustaka
Aisen A amp Veiga FJ (2010) How Does Political
Instability Affect Economic Growth
Washington International Monetary
Fund
Altman EI (1968) Financial Ratios Discriminant
Analysis and the Prediction of Corporate
Bankruptcy The Journal of Finance Vol
23 No 4 pp 589-609
Baumohl Bernard (2012) The Secrets of
Economic Indicators Hidden Clues to
Future Economic Trends and Investment
Opportunity -Third Edition New Jersey
Pearson Education Limited
Barro Robert J (1991) Economic Growth in a
Cross Section of Countries
Massachusetts The MIT Press
Beaver WH (1966) Financial Ratios as
Predictors of Failure Journal of
Accounting Research Vol 4 pp 71-111
Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2001)
Small and Medium Enterprise Dynamics
In Indonesia Bulletin of Indonesian
Economic Studies Volume 37 Issue 3
2001 pp 363-84
Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2002)
Firm and Group Dynamics in the Small
and Medium Enterprise Sector in
Indonesia Small Business Economics 18
Pp 141-61
BlanchardOliver (2006) Macroeconomics ndash
forth edition New Jersey Prentice Hall
BNPB (2014) Indeks Risiko Bencana Indonesia
Jakarta Direktorat Pengurangan Risiko
Bencana BNPB
Bourletidis K amp Triantafyllopoulos Y (2014)
SMEs Survival in Time of Crisis Strategies
Tactics and Commercial Success Stories
Procedia - Social and Behavioral
Sciences Vol 148 pp 639-644
Brown KW (1993) The 10-point Test of Financial
Condition Toward An Easy-to-use
Assessment Tool for Smaller Cities
Government Finance Review Vol 9 pp
21-26
Carmeli A (2008) The fiscal distress of local
governments in Israel Administration amp
Society 39 984
Chase BW amp Philips RH (2004) GASB 34 and
Government Financial Condition An
Analytical Toolbox Government Finance
Review Vol 20 no 2 pp 26-31
Chenery HB amp and T Watanabe (1958)
International Comparisions of The
Strructural of Production Econometrica
26(4) 487-521
Chittithaworn C Islam A Keawchana T amp
Yusuf D H (2011) Factors Affecting
Business Success of Small amp Medium
Enterprises (SMEs) in Thailand Asian
Social Science Vol 7 No 5 pp 180-190
CICA (1997) Indicators of Government
Financial Condition Canadian Institute
of Chartered Accountants Toronto
Corden WM amp Neary J P (1982) Booming
Sector and De-industrialisation in a Small
Open Economy Economic Journal 92
(December) 825-48
Cramer JS (2001) Measures of Fit of
Multinominal Discrete Models Tinbergen
Institute Discussion Papers Vol 4 01-082
Davey K 2003 Fiscal Decentralization (dikutip
secara online pada 12 Februari 2019 dari
httpunpan1unorgintradocgroupsp
ublicdocumentsUNTCUNPAN017650p
df
Dollar D amp A Kraay (2002) Growth is Good for
the Poor Journal of Economic Growth 7
195-225
DAFTAR PUSTAKA
119 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Daftar Pustaka
Dollery B Crase L amp Byrens J (2006) Local
Government Failure Why does Australian
Local Government Experience
Permanent Financial Austerity
Australian Journal of Political Science
Vol 41 pp 339-353
Drazen A (2000) Political Economy in
Macroeconomics Pricenton Princenton
University Press
Foster R N (1986) Innovation The Attackerrsquos
Advantage New York Summit Books
Funabashi G (2013) Small and Medium
Enterprises under the Global Economic
Crisis Evidence from Indonesia Asian
Institute of Management Working Paper
14-012
Gujarati DN amp Porter DC (2009) Basic
Econometrics -fifth edition Boston
McGraw-Hill
Heckman J J (2008) The Case For Investing In
Disadvantaged Young Children CESifo
DICE Report 6(2) 3-8
Hirschman AO (1958) The Strategy of
Economic Development New York Yale
University Press
Inanga E L amp Wusu D (2004) Financial
Resource Base of Sub-national
Governments and Fiscal
Decentralization in Ghana African
Development Review 16 (1) 72
Jhingan ML (1983) The Economics of
Development and Planning New Delhi
Vicas Publishing
Keefer P amp Khemani S (2004) Democracy
Public Expenditures and the Poor
Washington DCThe World Bank
Khan S (2015) Impact of sources of finance on
the growth of SMEs evidence from
Pakistan Decision Vol 42 No 1 pp 3-10
Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)
Developing and Testing A Composite
Model to Predict Local Fiscal Distress
Public Administration Review Vol 65 No
3 pp 313-323
Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)
Someone to Watch Over me State
Monitoring of Local Fiscal ConditionsThe
American Review of Public
Administration Vol 35 no 3 pp 236-255
Krugman P amp Wells R (2011) Economics-
Second Edition New York Worth
Publishers
Mahi Ali K amp Trigunarso Sri I (2017)
Perencanaan Pembangunan Daerah
Teori dan Aplikasi Jakarta Kencana
Mankiw N Gregory (2013) Macroeconomics -
eight edition New York Worth Publisher
Mansfield XY (1972) Elasticity and Bouyancy of
Tax System A Method Applied to
Paraguay International Monetary Fund
Staff Paper Vol XIX
MillerRE dan PDBlair (1985) Input-Output
Analysis Foundations and Extensions
New Jersey Prentice-Hall
Mishkin Frederic S (2015) Macroeconomics
Policy and Practice New Jersey Pearson
Education Limited
Nollenberger K Groves SM amp Valente MG
(2003) Evaluating Financial Condition A
Handbook for Local Government
Washington DC International
CityCounty Managers Association
Pearce JA amp Richard B Robinson Jr (1998)
Strategic Management-third edition
USA Richard D Irwin Illions
Prudrsquohomme R (1995) On the Dangers of
Decentralization Research Observer
10th 201-220
Ravallion Martin (1995) Growth and Poverty
Evidence for Developing Countries in The
1990s Economics Letters Vol 48 (June)
411-417
Saaty TL (2008) Decision Making with The
Analytic Hierarchy Process International
Journal of Services Sciences Vol 1 no1
pp 83-98
Samuelson Paul A amp Nordhaus William P
(2004) Macroeconomics New York
Irwin McGraw-Hill
Seyoum B (2009) Export-Import Theory
Practices and Procedures -Second
Edition New York Routledge
Soleh Ahmad (2017) Strategi Pengembangan
Potensi Desa Jurnal Sungkai Vol 5 No 1
pp 32-52
Stiglitz Joseph E (1998) Towards A New
Paradigm For Development Geneva
United Nations Conference on Trade
Development 9th Raul Prebisch Lecture
Sukirno Sadono (2011)Makroekokonomi Teori
Pengantar Jakarta PT Raja Grafindo
Persada
Takashi H (1999) Fiscal Crises in Japanrsquos
Prefectures and The Debate on
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
120
Daftar Pustaka
Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat
Corporate Tax Reform Japan Economic
Institute of America
Tjiptoherijanto Prijono (2017) Dinamika
Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Indonesia Jurnal Analis Kebijakan Vol 1
No2
Todaro Michael P amp Stephen C Smith (2003)
Economic Development- Eigth Edition
London Pearson Education Limited
Wang X Dennis L amp Tu YSJ (2007) Measuring
Financial Condition A Study of US States
Public Budgeting amp Finance Vol 27 No
2 pp 1-21
Wirasasmita Y (1982) Elasticity of Tax System A
Model Applied to Indonesia for The
Period 19741975 ndash 19791980
Pemberitaan No13 Bandung Universitas
Padjadjaran
Wengel J amp Rodriguez E (2006) SME Export
Performance in Indonesia After The Crisis
Small Business Economics Vol 26 No 1
pp 25-37
WCED S W S (1990) World Commission On
Environment and Development Our
Common Future 17 1-91
Zumaeroh (2011) Penduduk Dalam Proses
Pembangunan Majalah Ilmiah Ekonomi
Vol 14 No 1 pp 15-19
Peraturan
UU No 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi
menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
UU No 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi
menjadi UU No 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014
Dana Desa Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa
Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2017
Tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2018
PMK Nomor 247PMK072015 tentang Tata Cara
Pengalokasian Penyaluran
Penggunaan Pemantauan dan
Evaluasi Dana Desa
PMK Nomor 49PMK072016 tentang Tata Cara
Pengalokasian Penyaluran
Penggunaan Pemantauan dan Evaluasi
Dana Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
257PMK072015 tentang Tata Cara
Penundaan dan atau Pemotongan
Dana Perimbangan Terhadap Daerah
Yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana
Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
50PMK072017 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
112PMK072017 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
50PMK072017 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Permendes Nomor 4 Tahun 2017 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Indonesia Nomor 22 Tahun
2016 tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2017
Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4
Tahun 2017 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Provinsi Provinsi Papua Barat
2017-2021
Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 55
Tahun 2018 tentang Rencana Kerja
Pemerintah daerah Provinsi Papua Barat
Tahun 2019
Halaman ini sengaja dikosongkan
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
LAMPIRAN
Hasil Olah Data Eviews 10
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation Untitled
Test period random effects
Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob
Period random 0011090 1 09161
WARNING estimated period random effects variance is zero
Period random effects test comparisons
Variable Fixed Random Var(Diff) Prob
GROWTH -0808006 -0814014 0003255 09161
Regresi Data Panel
Period random effects test equation
Dependent Variable POVERTY
Method Panel Least Squares
Date 020620 Time 1639
Sample 2016 2019
Periods included 4
Cross-sections included 13
Total panel (balanced) observations 52
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 3219243 3027290 1063408 00000
GROWTH -0808006 0539769 -1496949 01434
Effects Specification
Period fixed (dummy variables)
R-squared 0079440 Mean dependent var 2805154
Adjusted R-squared 0000534 SD dependent var 7682391
SE of regression 7680338 Akaike info criterion 7012119
Sum squared resid 2064566 Schwarz criterion 7182741
Log likelihood -1327363 Hannan-Quinn criter 7073336
F-statistic 1006773 Durbin-Watson stat 0043567
Prob(F-statistic) 0401337
Dependent Variable LOG(T) Method Least Squares Date 022020 Time 2341 Sample 1 11 Included observations 11
Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob
C 3156794 7072044 0446376 06672
LOG(Y) 1246326 0566079 2201680 00588 LOG(T1) 0360037 0273317 1317288 02242
R-squared 0506975 Mean dependent var 2211698 Adjusted R-squared 0383719 SD dependent var 2042810 SE of regression 1603679 Akaike info criterion 4009479 Sum squared resid 2057430 Schwarz criterion 4117996 Log likelihood -1905213 Hannan-Quinn criter 3941074 F-statistic 4113178 Durbin-Watson stat 2399802 Prob(F-statistic) 0059085
Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2013 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar
Tahun
2013
Kode
15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 306
15 4107217 433527 18834 1243 83 - 239432 78928 156 26809 588 356 1574 1631269 32547079
14 10702043 494469 37530 - - - - - - - 7572 4177 86022 465347 13790814
23 212528 145112 945679 93 275 - 560 451 607 420 38508 339898 7507228 15371 445497
21 1154283 790085 51891 15773 301 - 178953 46786 377 53341 60818 28496 64684 10271 85782
17 515297 - - 42 13453 - 31595 42871 73 4609 138386 18677 942 (7642) 142051
37 1213083 - - - - - - - 16498 21282 108024 3277909 5011 57570 1185205
25 - - - - - - - - - - 486372 108732 230952 (255289) 3501664
11 - - - - 1228 - - 416857 - - 1276410 55494 6557 (132259) 833126
34 193526 43442 26514 9608 7340 - 248029 4227 62205 2463 332666 234059 42209 (3025) 248599
38 32440 - 7757 - - - - - 1385 308417 722141 1134753 8385 1830 38047
201 3840406 2020974 2510884 50582 56892 3317945 649979 301984 232744 960378
202 10699814 10133020 3719111 104580 136091 1315773 1622740 1112082 524049 206073
203 117077 108105 52092 1388 1363 - 16960 10036 4339 3621
Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi Papua Barat (data diolah)
Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2019 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar Updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) Model Miller dan Blair
Tahun
2019
Kode
15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 Tenaga
Kerja ICOR
15 7076142 746904 32448 2142 143 - 412507 135982 269 46188 1013 613 2712 2810441 56073917 8528 2323925
14 18438075 851899 64659 - - - - - - - 13045 7196 148203 801726 23759581 8711 122187
23 366155 250007 1629268 160 474 - 965 777 1046 724 66344 585595 12933870 26482 767527 2789 2010547
21 1988663 1361202 89401 27175 519 - 308310 80606 650 91899 104781 49094 111441 17695 147790 3905 019106
17 887782 - - 72 23178 - 54434 73861 126 7941 238419 32178 1623 (13166) 244733 4074 061430
37 2089967 - - - - - - - 28424 36666 186110 5647364 8633 99185 2041937 595 -
25 - - - - - - - - - - 837949 187330 397897 (439826) 6032861 2484 -
11 - - - - 2116 - - 718184 - - 2199070 95608 11297 (227863) 1435356 12254 2767864
34 333417 74844 45680 16553 12646 - 427318 7283 107170 4243 573135 403250 72720 (5212) 428300 1011 289078
38 55889 - 13364 - - - - - 2386 531358 1244145 1955016 14446 3153 65549 496 2446210
201 6616465 3481846 4325891 87145 98017 5716340 1119820 520275 400984 1654593
202 18434234 17457730 6407491 180176 234465 2266887 2795747 1915957 902861 355034
203 201707 186249 89747 2391 2348 - 29220 17291 7475 6238
Sumber Aplikasi Input Output Regional Kerjasama antara Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM Edocondan Bappenas
Kode
I-O Sektor
15 Industri Pengolahan Migas
14 Pertambangan dan Penggalian
23 Konstruksi
21 Industri Lainnya
17 Industri Makanan dan Minuman
37 Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial
25 Perdagangan
11 Ikan
34 Keuangan
38 Jasa Pendidikan
Kode
I-O Uraian
201 Upah amp Gaji
202 Surplus usaha
203 Penyusutan
301 Konsumsi Rumah Tangga
302 Konsumsi Pemerintah
303 Pembentukan Modal Tetap Bruto
304 Inventori
305 Ekspor Barang
306 Ekspor Jasa
Executive Summary
Pengarah
Hari Utomo
(Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat)
Penanggung Jawab
Neil Edwin
(Plt Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Koordinator
Rian Andriono
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-C)
Anggota
Posma Amando Siagian
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-A)
Alif Fahrudin
(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-B)
Yohanes Djie
(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Melianus
(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)
Tim Penyusun
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Provinsi Papua Barat
Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari
Komplek Perkantoran Pemerintahan Provinsi Papua Barat
Jl Brigjen Marinir (Purn) Abraham O Atururi Kelurahan Anday Arfai Kab Manokwari
Telepon (0986) 214122 - Faksimili (0986) 214124
website djpbnkemenkeugoidkanwilpapuabarat
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROVINSI PAPUA BARAT
GKN MANOKWARI LT II KOMPLEK PERKANTORAN GUBERNUR JALAN ABRAHAM O ATURURI ARFAIMANOKWARI 98315 TELEPON (0986) 214122 FAKSIMILI (0986) 214124 SUREL
KANWILDJPBNPAPUABARATGMAILCOM SITUS WWWDJPBKEMENKEUGOIDKANWILPAPUABARAT
NOTA DINASNOMOR ND-153WPB332020
Yth Direktur Pelaksanaan AnggaranDari Plh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi
Papua BaratSifat BiasaLampiran -
Hal Penyampaian KFR Tahun 2019 Provinsi Papua BaratTanggal 25 Februari 2020
Menindaklanjuti Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-61PB2017tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional dan Nota Dinas DirekturPelaksanaan Anggaran Nomor ND-54PB22020 tentang Penyusunan dan Tema AnalisisTematik Kajian Fiskal Regional Tahunan 2019 bersama ini kami sampaikan KFR Tahun 2019Provinsi Papua Barat Adapun softcopy laporan telah kami kirimkan melalui pos-el ke alamatloditpagmailcom
Demikian kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih
Ditandatangani secara elektronikPaulina Latupeirissa
- KFR Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Netpdf (p1-162)
-
- Kata Pengantar KFR 2019pdf
- Bab 2 KFR 2019pdf
- Bab 5 KFR 2019pdf
- Bab 6 KFR 2019pdf
- Daftar Pustaka KFR 2019pdf
- Lampiranpdf
- Tim Penyusunpdf
- Sampul Belakang 2019pdf
-
- ND-153_WPB33_2020 Pengantar KFR Tahun 2019pdf (p163)
-