tugas regional.docx

32
TEORI SEWA TANAH (VON THUNEN) Johann Heinrich von Thunen (1826) menguraikan teori sewa lahan diferensial dalam bukunya yang berjudul Der Isolelerte Staat, in Bezlehung auf Landwirtschaft und Nationalokonomie (Berlin : Schumacher-Zarchin, 1975). Inti pembahasan von thunen adalah mengenai lokasi dan spesialisasi pertanian. Berdasarkan asumsi-asumsi yang digunakan yaitu; a. Wilayah model yang terisolasikan (isolated state) adalah bebas dari pengaruh pasar kota-kota lain, b. Wilayah model membentuk tipe pemukiman perkampungan dimana kebanyakan keluarga petani hidup pada tempat-tempat yang terpusat dan bukan tersebar di seluruh wilayah, c. Wilayah model memiliki iklim, tanah, topografi yang seragam atau uniform (produktivitas tanah secara sfesifik sama), d. Wilayah model memiliki fasilitas transportasi tradisional yang relatif seragam, e. Faktor-faktor alamiah yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah konstan, maka dapat dianalisis bahwa sewa lahan merupakan hasil persaingan antara berbagai jenis penggunaan lahan. Pada Gambar 1.a dapat dilihat bahwa fungsi sewa lahan menurun dengan bertambahnya jarak dari pusat kota. Dimisalkan hanya terdapat empat jenis penggunaan lahan yang bersaingan (yaitu a, b, c, d) dan bahwa fungsi sewa lahan terhadap jarak Teori Pengembangan Wilayah 1 1

Transcript of tugas regional.docx

TEORI SEWA TANAH1

(VON THUNEN)Johann Heinrich von Thunen (1826) menguraikan teori sewa lahan diferensial dalam bukunya yang berjudul Der Isolelerte Staat, in Bezlehung auf Landwirtschaft und Nationalokonomie (Berlin : Schumacher-Zarchin, 1975). Inti pembahasan von thunen adalah mengenai lokasi dan spesialisasi pertanian. Berdasarkan asumsi-asumsi yang digunakan yaitu;a. Wilayah model yang terisolasikan (isolated state) adalah bebas dari pengaruh pasar kota-kota lain,b. Wilayah model membentuk tipe pemukiman perkampungan dimana kebanyakan keluarga petani hidup pada tempat-tempat yang terpusat dan bukan tersebar di seluruh wilayah,c. Wilayah model memiliki iklim, tanah, topografi yang seragam atau uniform (produktivitas tanah secara sfesifik sama),d. Wilayah model memiliki fasilitas transportasi tradisional yang relatif seragam,e. Faktor-faktor alamiah yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah konstan, maka dapat dianalisis bahwa sewa lahan merupakan hasil persaingan antara berbagai jenis penggunaan lahan.Pada Gambar 1.a dapat dilihat bahwa fungsi sewa lahan menurun dengan bertambahnya jarak dari pusat kota. Dimisalkan hanya terdapat empat jenis penggunaan lahan yang bersaingan (yaitu a, b, c, d) dan bahwa fungsi sewa lahan terhadap jarak adalah linier. Keempat fungsi sewa lahan tersebut bertumpangan dan berpotongan satu sama lainnya dalam diagram. Pola kegiatan a menempati antara O dan A, kegiatan b mengusai antara A dan B, kegiatan c antara B dan C, sedangkan kegiatan d menduduki tempat yang terjauh yaitu antara C dan D. Gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin dekat letaknya dengan pasar penjualan atau pusat kota, berarti semakin tinggi sewa lahannya dan semakin berkurang pula biaya transpornya. Sewa lahan pada suatu lokasi tertentu diukur oleh manfaat biaya transpor yaitu perbedaan biaya transpor pada lokasi tersebut dan pada perbatasan wilayah suplai.Berdasarkan pada model penggunaan lahan di atas maka dapat dijabarkan dari bentuk linier kepada pengertian areal dengan cara memutar OD mengitari titik O sebagai pusat pada gambar 1.b, dengan demikian dapat disusun suatu kawasan konsentris yang terbentuk cincin-cincin pola penggunaan lahan (sewa lahan) dan didasarkan pula pada aksebilitas relatif. Jadi lokasi berbagai jenis produksi pertanian ditentukan oleh kaitan antara harga komoditas-komoditas pertanian dalam pasar dan jarak antara daerah produksi dengan pasar penjualan.

Jarak

Gambar 1.a Fungsi Sewa Lahan dari Beberapa Macam Penggunaan

Gambar 1.b Cincin-cincin Pola Penggunaan LahanMenurut von Thunen, produsen-produsen tersebar di daerah luas, sedangkan pembeli-pembeli terkonsentrasi pada titik sentral. Titik sentral pada umumnya merupakan kota, dan titik terdapat perbedaan lokasi di antara para pembeli di dalam kota. Semua pembeli membayar suatu harga tertentu, tetapi unit penghasilan bersih di antara para produsen berbeda-beda, tergantung pada jaraknya dari pusat konsumsi. Model von Thunen ini termasuk dalam kategori satu unit pasar dan banyak unit produksi.Jika terdapat kenaikan biaya transpor, maka harga barang akan naik, dan sebaliknya penurunan biaya transpor akan menurunkan harga pasar dan memperbesar penjualan. Manfaat dari penjualan yang bertambah tersebut akan dinikmati oleh para penjual yang jaraknya lebih jauh, yang berarti lebih banyak penjual yang melayani suatu pasar, maka akibatnya permintaan meningkat pula.Meskipun model von Thunen dapat dikatakan masih sangat sederhana, tetapi sumbangan pemikirannya terhadap ilmu pengembangan wilayah adalah cukup penting sampai sekarang yaitu mengenai penentuan kawasan (zoning) menurut berbagai jenis kegiatan usaha (pertanian).

TEORI LOKASI OPTIMUN DAN AGLOMERASI INDUSTRI2

(ALFRED WEBER)

Weber menekankan pentingnya biaya transpor sebagai faktor pertimbangan lokasi dan ia telah mengupasnya secara sistematis. Teori weber sebenarnya menentukan dua kekuatan lokasional primer, yaitu orientasi transpor tenaga kerja. Dalam mengembangkan teorinya, Weber mengintroproduksikan beberapa konsep pokok, yakni indeks material (material index), berat lokasional (locational weight), dan isodapan kritis (critical isodapanes). Indeks material adalah perbandingan berat bahan baku dab berat hasil akhir. Berat lokasioanal adalah berat total dari semua barang (meliputi hasil akhir, bahan baku, bahan bakar, dan sebagainya) yang harus diangkut ke dan dari tempat produksi untuk setiap satuan keluaran, sedangkan konsep isodapan dijelaskan sebagai berikut, jika misalkan suatu tempat (misalnya P1) transpor minimum, dan sekitar titik tersebut dapat dijangkau dengan tingkat biaya transport tertentu yang lebih tinggi dari tempat P1, dengan asumsi bahwa transportasi ke semua jurusan adalah tersedia, maka akan diperoleh suatu lingkaran (a closed curve) disebut isodopan.Terdapat kemungkinan terjadinya deviasi atau penyimpanan lokasi industri dari titik biaya transpor minimum, misalnya lokasi industri mendekati lokasi tenaga kerja yang murah, hal ini masih dapat dipertanggungjawabkan jika penghematan dalam faktor per unit (upah buruh) lebih besar atau paling sedikit sama dengan tambahan total biaya transport, dapat dilihat pada gambar 2.a. Jika selisih antara tambahan total biaya transport sama dengan keuntungan-keuntungan biaya non transport yang dapat diperoleh pada suatu tempat alternative, maka tempat tersebut berada pada isodopan kritis. Jika tempat tersebut terletak dalam lingkaran kritis,maka tempat tersebut merupakan lokasi produksi yang lebih efisien daripada titik biaya minimum.

KeteranganIsodapanIsodapan kritisLokasi tenaga kerja murahSumber bahan mentahPasarLokasi biaya transpor paling rendah

Gambar 2.a Penyimpangan (Deviasi) dari Orientasi TransporPemikiran Weber telah memberikan sumbangan ilmiah dalam banyak aspek. Pertama, Weber berusaha untuk menetapkan lokasi yang optimal dalam arti pemilihan lokasi yang mempunyai biaya minimal, meskipun dalam hal ini pengaruh permintaan tidak di perlihatkan. Kedua, Weber merupakan pencetus teori lokasi yang dapat digunakan secara umum, digunakan untuk pemilihan lokasi industri, meskpiun pendekatnnya masih secara deskriptif dan kasar, tetapi ia telah menjelaskan terjadinya evolusi ekonomi tata ruang dalam arti munculnya strata yng sukses seperti pembangunan industri (pusat-pusat kegiatan ekonomi), terjadinya urbanisasi dan struktur masyarakat kota dianggap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari strata pertanian.Beberapa kelemahan analisis Weber dapat dikemukakan secara umum (W.Alonso dalam L. Needieman (ed), 1968, 63-68). Pertama, keuntungan-keuntungan aglomerasi yang diketengahkan itu tidaklah merupakan suatu daftar yang lengkap dan menyeluruh, karena tidak mencakup modal, asuransi dan pajak. Kedua, analisis Weber tidak mudah dioperasionalisasikan karena fungsi aglomerasi adalah merupakan suatu konstruk teoretik yang sukar dikuantifikasikan, seperti halnya keuntungan-keuntungan eksternal adalah sukar diukur. Ketiga, menurut pendapatnya, penghematan biaya aglomerasi yang terbesar adalah dalam industri-industri yang nilai tambahnya tinggi. Keuntungan lokalisasi yaitu terkonsentrasinya perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam industri yang sejenis pada suatu lokasi tunggal tertentu akan menimbulkan keuntungan-keuntungan yang dinikmati oleh semua perusahaan tersebut.Keuntungan urbanisasi (urbanization economy) diasosiasikan dengan pertambahan dalam jumlah total (penduduk, tenaga kerja terampil, hasil industry, pendapatan dan kemakmuran). Keuntungan-keuntungan ini memperkaitkan kegiatan-kegiatan industry dan sektor-sektor lain secara agregatif. Di daerah perkotaan besar dapat diperoleh pelayanan kota, public utilities, dan jasa komunikasi, demikian pula tersedia tenaga kerja termapil yang spesialistis, fasilitas hukum, administrasi perusahaan, dan berbagai jasa pelayanan lainnya yang tidak terdapat dikota-kota yang relatif kecil. Secara eksternal kekuatan-kekuatan aglomerasi memberikan sumbangan sebgai kekuatan konsentrasi, oleh karena itu dapat kekuatan konsentrasi tersebut seharusnya jangan dikaitkan hanya pada salah satu faktor saja melainkan pada beberapa faktor yang relatif menentukan. Dapat dikemukakan pula bahwa pengaruh urbanisasi yang ditimbulkan oleh aglomerasi itu sangat luas, tidak hanya terbatas pada sektor ekspor dan sektor-sektor yang menunjang ekspor, jasa perorangan, pendidikan, dan penyediaan jasa kemasyarakatan lainnya. Kegiatan-kegiatan ini cenderung proporsional terhadap besarnya pusat-pusat perkotaan.Analisis aglomerasi diatas menjelaskan pengelompokan kegiatan-kegiatan ekonomi pada suatu lokasi tertentu, tetapi tidak menekankan pada kecendrungan pertumbuhan regional yang berkesinambungan sebagai akibat dari pengelompokan tersebut. Proses pengelompokan kegiatan-kegiatan selama suatu jangka waktu dijelaskan dalam analisis polarisasi, sedangkan aglomerasi itu dapat diinterpretasikan sebagai akibat dari proses polarisasi.

TEORI TEMPAT SENTRAL3

(WALTER CHRISTALLER)Christaller menggunakan asumsi-asumsi sebagaia berikut:a. Wilayah model merupakan dataran tanpa roman, tidak memiliki raut tanda khusus baik alamiah maupun buatan manusia,b. Perpindahan dapat dilakukan kesegala jurusan, suatu situasi yang dilukiskan sebagai permukaan isotropik,c. Penduduk serta daya belinya tersebar merata diseluruh wilayah,d. Konsumen bertindak rasioanl sesuai dengan prinsip minimisasi jarak.

Berdasarkan asumsi-asumsi diatas, Christaller mengembangkan pemikirannya menyusun suatu model wilayah perdagangan yang efisien yang berbentuk segi enam (heksagonal) mengikuti tahap-tahap berikut ini,a. Mula-mula berbentuk wilayah perdagangan berupa lingkaran-lingkaran di atas dataran. Apabila lingkaran-lingkaran tersebut diletakkan berdekatan satu sama lain, maka kumpulan lingkaran yang paling efisien ditunjukkan dalam gambar 3.a. dalam keadaan lingkaran-lingkaran terletak berdekatan terdapat ruang yang tidaka terjangkau pelayanan pusat lingkaran, hal ini berarti belum tercapai kondisi yang efisien.b. Kemudian lingkaran-lingkaran tersebut saling bertumpang tindih (lihat gambar 3.b). Masing-masing wilayah lingkaran mencoba memperluas (lingkaran) yang bertumpah tindih. Kondisi semacam ini juga tidak efisien.c. Akhirnya terbentuk wilayah perdagangan yang berbentuk heksagonal yang meliputi seluruh dataran tanpa tumpang tindih menyerupai sarang lebah atau honeycombs (lihat gambar 3.c). Dalam kondisi wilayah yang tidak bertumpangan satu sama lain, dapat dikatakan merupakan perwilayahan perdagangan (pelayanan) yang efisien.

Tiap wilayah perdagangan heksagonal memiliki pusta. Besar kecilnya pusat-pusat tersebut adalah sebanding dengan besar kecilnya masing-masing heksagonal. Heksagonal yang terbesar memilki pusat yang paling besar, sedangkan heksagonal yang terkecil memiliki pusat yang paling kecil.

Gambar 3.a Gambar 3.b Gambar 3.c Gambar 3. Proses Timbulnya Wilayah Perdagangan HeksagonalTeori tempat sentral menjelaskan pola geografis dan struktur hirarkis pusat-pusat kota dan wilayah-wilayah nodal, akan tetapi tidak menjelaskan bagaimana pola geografis tersebut terjadi secara gradual dan bagaimana pola tersebut mengalami perubahan-perubahan pada masa depan, atau dengan perkataan lain tidak menjelaskan gejala-gejala atau fenomena pembangunan. Teori ini bersifat statis. Agar supaya teori tempat sentral dapat menjelaskan gejala-gejala dinamis, maka perlu ditunjang oleh teori-teori pertumbuhan wilayah dinamis yang menjelaskan mengenai proses perubahan-perubahan struktural. Teori tempat sentral untuk sebagian bersifat positif karena berusaha menjelaskan pola actual arus pelayanan jasa, dan untuk sebagian lagi bersifat normative karena berusaha menetukan pola optimal distribusi tempat-tempat sentral. Keduanya mempunyai kontribusi pada pemahaman intrerelasi spasial dan mengenai kota-kota sebagai sistem di dalam sistem perkotaan.

TEORI KERUCUT PERMINTAAN4

(AUGUST LOSCH)August Losch telah mengetengahkan suatu model keseimbangan regional spasial. Ia termasuk yang pertama menguraikan prinsip-prinsip dasar analisis spasial dan menginterpretasikan ekonomi spasial dalam pasar persaingan monopolistic. Teori Losch merupakan perluasan dari teori tempat sentral yang diformulasikan oleh Crishtaller.

Dalam mengembangkan modelnya Losch menggunakan beberapa asumsi, yaitu sebagai berikut:a. Tidak terdapat variasi dalam biaya dan tidak ada perbedaan spasial dalam sumber daya, termasuk tenaga kerja dan modal di seluruh wilayah (wilayah di anggap homogin). Berdasarkan anggapan ini, maka lokasi perusahaan dapat ditempatkan dimana saja,b. Penduduk tersebar merata, kepadatan dianggap uniform, cita rasa konstan, dan perbedaan pendapatan diabaikan. Berdasarkan asumsi ini dapat dijelaskan bahwa permintaan mempunyai korelasi negative terhadap jarak secara langsung, hal ini berarti semakin jauh jaraknya dari lokasi parbik, maka jumlah permintaan menjadi semakin berkurang.c. Wilayah pasar dan permintaan terhadap barang-barang hasil suatu perusahaan tidak di pengaruhi oleh lokasi perusahaan-perusahaan saingannya. Anggapan ini diinterpretasikan bahwa untuk suatu industry baru atau sebuah perusahaan yang ditempatkan di daerah non industry tidak menimbulkan kesulitan, akan tetapi hal ini tidak relevan bagi perusahaan yang menempatkan lokasinya di daerah indutri yang sudah sangat maju, dimana lokasi dan kegiatan perusahaan yang sudah ada sangat berpengaruh.

Menurut Losch terdapat tiga jenis wilayah ekonomi, yaitu wilayah pasar sederhana, jaringan wilayah pasar dan sitem wilayah pasar. Wilayah pasar individual tersebut nampaknya sangat sederhana dan sangat tergantung pada perdagangan, sedangkan system wilayah pasar sangat kompelks, walapun merupakan bentuk ideal yang menekankan pada swasembada, akan tetapi sulit dijumpai dalam kenyataan. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak komoditas diproduksikan dan di perdagangkan mrncapai diluar lingkup system, maka terjadilah wilayah-wilayah yang saling tumpah tindih. Wilayah ekonomi lebih mencerminkan peristiwa-peristiwa yang berlangsung seperti apa adanya dari pada sekedar pembagian alamiah wilayah-wilayah suatu negara.Model Losch berbeda dengan model von Thunen karena orientasinya berbeda. Losch menekankan pada kegiatan-kegiatan seconder, sedangkan von Thuen menitiberatkan pada sektor pertanian. Sumbangan pemikiran teori Losch dalam pengembangan wilayah dapat disebutkan yaitu wilayah-wilayah yang membentuk system jaringan wilayah pasar diasosiasikan sebagai wilayah ekonomi, pusat-pusat wilayah pasar yang mempunyai kedudukan sebagai unit-unit produksi dapat diintrpretasikan sebagai pusat-pusat urban, dan hubungan antar pusat-pusat wilayah pasar dikaitkan dengan perumusan tentang hirarki dan hubungan fungsional antar pusat-pusat urban.

TEORI KUTUB PERTUMBUHAN5

(FRANCOIS PERROUX)

Menurut Perroux, pertumbuhan ataupun pembangunan tidak dilakukan di seluruh tata ruang, tetapi terbatas pada beberapa tempat atau lokasi tertentu. Tata ruang diindetifikasikannnya sebagai arena atau medan kekuatan yang didalamnya terdapat kutub-kutub atau pusat-pusat. Setiap kutub mempunyai kekuatan pancaran pengembangan keluar dan kekuatan tarikan ke dalam. Teori ini menjelaskan tentang pertumbuhan ekonomi dan khususnya mengenai perusahaan-perusahaan dan industry-industri serta saling ketergantungannya, dan bukan mengenai pola geografis dan pergeseran industry baik secara intra maupun secara inter, pada dasarnya konsep kutub pertumbuhan mempunyai pengertian tata ruang ekonomi secara abstrak.Perroux menekankan pada dinamisme industri-industri dan aglomerasi industry-industri dibagian-bagian tata ruang geografis. Konsep kutub pertumbuhan dapat digunakan sebagai alat untuk mengamati gejala-gejala pembangunan, proses kegiatan-kegiatan ekonomi, timbul dan berkembangnya industry-industri pendorong serta peranan keuntungan-keuntungan aglomerasi. Secara esensial teori kutub pertumbuhan dikategorisasikan sebagai teori dinamis. Proses pertumbuhan digambarkan sebagian keadaan yang tidak seimbang karena adanya kesuksesan atau keberhasilan kutub-kutub dinamis. Inti pokok dari pertumbuhan wilayah terletak pada inovasi-inovasi yang terjadi pada perusahaan-perusahaan atau industry-industri berskala besar dan terdapatnya ketergantungan antar perusahaan atau industry.Tiga ciri penting dari konsep pertumbuhan dapat dikemukakan, yaitu:a. Terdapat keterkaitan internal antara berbagai industry secara teknik dan ekonomi,b. Terdapat pengaruh multiplier,c. Terdapat konsentrasi geografis.

Di sekitar kutub geografis, pertumbuhan industry-industri yang menonjol dan kegiatan-kegiatan yang mempunyai keterkaitan dengan industry-industri tersebut lebih pesat dari pada di lokasi-lokasi lainnya, dan selanjutnyadari kutub tersebut manfaatnya akan menyebar ke seluruh pelosok wilayah.

TEORI KUTUB PEMBANGUNAN YANG TERLOKALISASIKAN6

(BOUDEVILLE)Teori Boudeville berusaha menjelaskan mengenai impak pembangunan dari adanya kutub-kutub pembangunan yang terlokalisasikan pada tata ruang geografis, sedangkan teori lokasi berusaha untuk menerangkan dimana kutub-kutub pembagunan fungsional berada atau dimana kutub-kutub dilokalisasikan pada waktu yang akan dating. Jadi untuk menjelaskan persoalan-persoalan kutub pembangunan harus ditunjang oleh teori-teori lokasi. Di antara teori lokasi, teori tempat sentral di anggap sebagai teori global yang menjelaskan mengenai ketergantungan di antara kegiatan-kegiatan jasa sebagai akibat dari adanya pembagian kerja sacara spatial.Teori Boudeville merupakan alat yang ampuh untuk menjelaskan tidak hanya mengenai pengelompokan geografis semata-mata, akan tetapi juga mengenai peristiwa-peristiwa geografis dan transmisi pembangunan di antara pengelompokan-pengelompokan yang bersangkutan. Menurut Boudeville, tata ruang ekonomi tidak dapat dipisahkan dari tata ruang geografis, dalam mengembangkan pemikirannya lebih lanjut, Boudeville menekankan pada tata ruang polarisasi. Tata ruang polarisasi dikaji dalam pengertian ketergantungan antara berbagai elemen yang terdapat didalamnya. Konsep ini erat berkaitan dengan pengertian hirarki, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai landasan untuk studi pusat-pusat kota dan saling ketergantungannya.Implikasi penting dari hubungan antara teori Boudeville dan teori tempat sentral dalam konteks perencanaan dan pengawasan pembangunan yang dihadapi oleh banyak negara dan dapat dikemukakan dua persoalan yang relevan yaitu:a. Persoalan pertama merupakan salah satu usaha mengarahkan pengaruh-pengaruh pembangunan dari instalasi-instalasi yang didirikan pada unit-unit diwilayah terbelakang tersebut ketempat tertentu disekitarnya.b. Persoalan kedua pada dasarnya merupakan usaha pemilihan lokasi yang tepat atau cocok untuk pendirian perusahaan-perusaan industry dan jasa. Lokasi-lokasi tersebut merupakan bagian-bagian dari kurub-kutub pembangunan.

DAMPAK TETESAN KEBAWAH DAN POLARISASI (HIRSCHMAN) SERTA7

DAMPAK PENYEBARAN DAN PENGURASAN (MYRDAL)

Albert O. Hirschman (1958) adalah seorang penganjur teori pertumbuhan tidak seimbang (unbalanced growth). Secara geografis, pertumbuhan ekonomi pasti tidak seimbang. Dalam proses pertumbuhan tidak seimbang selalu dapat dilihat bahwa kemajuan di suatu tempat (titik) menimbulkan tekanan-tekanan, ketegangan-ketegangan, dan dorongan-dorongan kea rah perkembangan pada tempat-tempat (titik) berikutnya. Hirschman menyadari bahwa fungsi-fungsi ekonomi berbeda tingkat intesitasnya pada tempat-tempat originalnya sebelum disebarkan ke berbagai tempat lainnya. Ia menggunakan istilah titik pertumbuhan (growing point) atua pusat pertumbuhan (growing center) dan bukan kutub pertumbuhan (growth pole) seperti yang dipakai oleh Perroux dan ahli-ahli Perancis lainnya.Di suatu negara terddapat beberapa titik pertumbuhan, dimana industry-industri berkelompok di tempat-tempat itu karena diperolehnya berbagai manfaat dalam bentuk penghematan-penghematan dan kemudahan-kemudahan. Kesempatan-kesempatan investasi, lapangan kerja, dan upah buruh yang relative tinggi, lebih banyak terdapat di pusat-pusat pertumbuhan dari pada di daerah-daerah belakang. Antara pusat dan daerah belakang terdapat ketergantungan dalam suplai barang dan tenaga kerja. Pengaruh polarisasi yang paling hebat adalah migrasi penduduk ke kota-kota besar (urbanisasi) akan dapat mengabsorsikan tenaga kerja yang terampil dan dilain pihak akan mengurangi pengangguran tidak kentara di daerah belakang. Hal ini tergantung pada tingkat komplementaritas antara dua tempat tersebut.Myrdal (1976, 56-59 dan 62-65) menggunakan istilah backwash effect dan spread effect yang artinya persis serupa dengan dampak polarisasi dan dampak trickling-down. Namun demikian, dalam hal penekanan pembahasan dan kesimpulan-kesimpulan tedapat perbedaan yang cukup besar.Analisis Myrdal memberikan kesan yang persimistis, ia berpendapat bahwa polarisasi akan muncul lebih kuat dari penyebaran pembangunan, perpindahan faktor-faktor produksi akan menumpuk di daerah-daerah perkotaan yang memberikan manfaat-manfaat kepadanya, dan sebaliknya di daerah-daerah pedesaan yang tidak menguntungkan akan menipis. Pesimisme tersebut dapat dimaklumi karena Myrdal tidak memaklumi bahwa timbulnya titik-titik pertumbuhan adalah suatu hal yang tidak terelakkan dan merupakan syarat bagi perkembangan selanjutnya di mana-mana. Selain daripada itu pusat pemikiran Myrdal pada mekanisme kausasi kumulatif menyebabkan ia tidak dapat melihat dengan jelas timbulnya kekuatan-kekuatan yang menimbulkan suatu titik balik apabila perkembangan kearah polarisasi di suatu wilayah sudah berlangsung untuk beberapa waktu. Kausasi sirkuler kumulatif selalu menghasilkan penyebaran pembangunan yang lemah dan ketidakmerataan, atau dapat dikatakan bahwa migrasi akan memperbesar ketimpangan regional.Berdasarkan pada perbedaan pandangan di atas, maka kebijaksanaan perspektif yang di anjurkan oleh Hirschman dan Myrdal berbeda pula. Hirschman menyarankan agar membentuk lebih banyak titik-titik pertumbuhan supaya dapat menciptakan pengaruh-pengaruh penyebaran pembangunan yang efektif, sedangkan Myrdal menekankan pada langkah-langkah kebijaksanaan untuk melemahkan backwash effects dan memperkuat speread effects agar proses kausasi sirkuler kumulatif mengarah ke atas, dengan demikian semakin memperkecil ketimpangan regional.

TEORI MASUKAN TRANSPOR8

(WALTER ISARD)

Model Isard lebih fleksibel karena analisisnya dianggap dapat mengakomodasikan struktur biaya transport secara lebih realistik. Konsep dasar yang digunakan dalam analisis Isard adalah masuka transport (transport input). Masukan transport diartikan sebagai perpindahan suatu berat unit ats jarak unit. Berat unit dilukiskan sebagai garis transformasi. Jarak unit lukiskan sebagai garis perbandingan harga. Atau perbandingan transport relative. Jadi masuka transport dapat dinyatakan dalam ton-mil. Masukan transport berkaitan dengan besarya usaha (man-hours) untuk melakukan perpindahan melalui tata ruang.Sumbangan pemikiran Isard lainnya adalah ia telah mengintroduksikan analisi kompleks industry. Suatu kompleks industry didefinisikan sebagai suatu perangkat kegiatan-kegiatan pada suatu lokasi spesifik yang mempunyai saling keterhubungan secara teknis dan produksi. industry-industri dapat bekerja sama secara optimal bila berkelompok bersama-sama secara tata ruang dari pada mereka melayani sendiri perdagangan yang meliputi daerah yang luas.Dengan bantuan garis transformasi ditunjukkan bagaimana dengan perubahan lokasi dapat disubtitusikan masukan transport suatu barang (bahan mentah) dengan masukan transport barang lainnya (produksi akhir). Rasio antara berat bahan mentah dan berat produk akhir mungkin sama dengan 1, lebih besar dari 1, atau lebih kecil dari 1 (lihat gambar 4.a). dan untuk mengetahui kedudukan keseimbangan spasial diperukan suatu perangkat garis-garis rasio harga, yang mencerminkan harga-harga relative dari dua perangkat masukan transport. Dalam hal ini di bandingkan biaya-biayan transport per ton-kilometer untuk bahan mentah dan produk akhir (sama dengan 1 atau lebih kecil 1), selain daripada itu perlu diketahui pula apakah biaya transport proporsional atau tidak dengan jarak (lihat gambar 4.b). Selanjutnya dengan bantuan garis-garis rasio harga tesebut dapat diketahui titik keseimbangan lokasi suatu pabrik apakah mendekati sumber bahan mentah atau pasar (lihat gambar 4.c).

A B C

Keterangan : G.T = Garis transformasi M = Sumber bahan mentah C = Pusat konsumsi W = Berat

Gambar 4.a Garis-garis Tranformasi (GT)

D E F

Keterangan : t = Biaya transpor Gambar 4.b Garis-garis Rasio Harga

D

EF

A

Tidak ditentukanCM atau C

BMM atau CTergantung pada slope GT dan GRM

C

CCC

Gambar 4.c Keseimbangan lokasional

MODEL DAN TEORI HOOVER9

E. M. Hoover (1948) menekankan pula pentingnya peranan biaya transport dalam pemilihan lokasi indutri. Hoover membedakan biaya transport yaitu biaya transport bahan baku yang selanjutnya disebut procurement cost dan biaya transport produk akhir yang disebut sebagai distribution cost. Jumlah procurement cost ditambah distribution cost sama dengan total transfer cost. Disamping itu Hoover mengintroduksikan modelnya tentang korelasi tingkat biaya transport dan jarak yang ditempuh menurut bebarapa moda (sarana) transport truk, kereta api dan kapal laut (lihat gambar 5.a).

Gambar 5.a Tingkat Biaya Transport Menurut Beberapa Moda Transport

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa tingkat biaya transport untuk sarana truk (angkutan jalan raya) menunjukkan bahwa untuk jarak pendek, tingkat biaya traspornya adalah terendah tetapi untuk jaraj jauh adalah tertinggi dibandingkan dengan kedua jenis sarana transport lainnya yaitu kapal laut dan kereta api. Sedangkan tingkat biaya transport untuk jarak dekat tetapi rendah untuk jarak jauh dibandingkan sarana transport truk dan kereta api.Dalam pemilihan lokasi industry, Hoover membedakan antara transportasi bahan baku dan produk akhir yang yang dilakukan oleh (i) satu jenis sarana angkutan dan (ii) yang dilakukan oleh lebih dari satu jenis sarana angkutan. Jika bahan baku dan produk akhir di angkut oleh satu jenis sarana angkutan (misalnya truk) maka lokasi industry optimum yang menguntungkan berada di sumber bahan baku atau mendekati pasar (lihat gambar 5.b).

Total Transfer Costs(a) + (b)

Sumber Bahan Baku PasarGambar 5.b Bahan Baku dan Produk Akhir Diangkut oleh SatuJenis Sarana Angkutan (misalnya Truk)

Jika bahan baku dan produk akhir diangkut oleh lebih dari satu jenis sarana angkutan (misaklnya truk dan kapal laut), maka maka lokasi industry optimum yang menguntungkan terletak pada lokasi di antara sumber bahan baku dan pasar yaitu pada titik pindah muat atau transshipment point (lihat gambar 5.c). Lokasi pada sumber bahan baku dan lokasi pasar ternyata kurang menguntungkan. Pada umumnya titik pindah muat itu merupakan pusat-pusat jasa distribusi yang berbentuk kota-kota besar yang merupakan pusat perdagangan dimana terdapat fasilitas angkutan jalan raya yang menghubungkan ke/dari daerah belakangnya (hinterland) dan memiliki pula fasilitas transportasi laut yang menghubungkan ke pelabuhan-pelabuhan yang terletak dilain daerah. Total Transfer Costs(a) + (b)

Sumber Bahan Baku Titik Pindah Muat Pasar

Gambar 5.c Bahan Baku dan Produk Akhir Diangkut oleh DuaJenis Sarana Angkutan (misalnya Truk dan Kapal Laut)

TEORI DAERAH/WILAYAH INTI10

(JOHN FRIEDMANN)John Friedmann (1964) menganilisis aspek-aspek tata ruang, lokasi, serta persoalan-persoalan kebijaksanaan dan perencanaan pengembangan wilayah dalam ruang lingkup yang lebih general.Di sekitar daerah inti terdapat daerah-daerah pinggiran atau periphery regions. Daerah-daerah pinggiran seringkali disebut pula daerah-daerah pedalaman atau daerah-daerah di sekitarnya, dapat dilihat di gambar 6.a.Daerah Inti

Daerah Pinggiran

Gambar 6.a Daerah Inti dan Daerah PinggiranSehubungan dengan peranan daerah inti dalam pembangunan spasia, Friedmann mengemukakan lima buah preposisi utama, yaitu sebagai berikut:a. Daerah inti mengatur keterhubungan dan ketergantungan daerah-daerah disekitarnya melalui system suplai, pasar dan daerah administrasi,b. Daerah inti meneruskan secara sistematis dorongan-dorongan inovasi ke daerah-daerah di sekitarnya yang terletak dalam wilayah pengaruhnya,c. Sampai pada suatu titik tertentu pertumbuhan daerah inti cenderung mempunyai pengaruh positif dalm proses pembangunan system spasial.d. Dalam suatu system spasial, hararki daerah-daerah inti ditetapkan berdasar pada kedudukan fungsionalnya masing-masing meliputi karakteristik-karakteristiknya secara terperinci dan prestasinya,e. Kemungkinan inovasi akan ditingkatkan ke seluruh daerah system spasial dengan cara mengembangkan pertukaran informasi.TEORI SIMPUL JASA DISTRIBUSI11

MENGGUNAKAN PENDEKATAN ARUS BARANG(POERNOMOSIDI HADJISAROSA)

Teori simpul jasa distribusi berpijak pada hasil pengenalan atas faktor penentu lokasi kemudahan. Dalam pengertian ini kemudahan menempati kedudukan yang sentral karena:a. Merupakan sumber dorongan bagi pengembangan kegiatan usaha yang bersifat multi sektoral.b. Disamping memberikan arti pada pendapatan dianggap pula sebagai sumver ransangang bagi tumbuhnya dinamika masyarakat yang memungkinkan terwujudnya daya pengembangan wilayah yang universal sifatnya.

Poernomosidi menjelaskan konsepsinya sebagai berikut : berkembangnya wilayah ditandai oleh terjadinya pertumbuhan atau perkembangan sebagai akibat berlansungnya berbagai kegiatan usaha, baik sektor pemerintah maupun sektor swasta, yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan.Simpul jasa distribusi dinyatakan sebagai titik tumpu bagi tumbuh dan berkembangnya kota, menurut pertimbangan ekonomis atau dengan kata lain, kota mempunyai fungsi ekonomi dalam perannya sebagai simpul jasa distribusi. Sebagai pusat perdagangan, maka harga-harga yang berlaku pada simpul (kota) merupakan ukuran harga pasar dari barang-barang yang dhasilkan oleh kegiatan usaha prosuksi yang berada di sekitarnya. Sebaliknya dapat dikatakan, bahwa kegiatan usaha prosuksi berusaha untuk dapat mencapai tingkat harga pasar yang berlaku pada simpul (kota).Dalam usahanya untuk mencapai tingkat harga pasar yang berlaku pada simpul (kota) kegiatan usaha produksi memperhitungkan besarnya biaya angkutan yang perlu ditutupnya. Untuk suatu jenis barang berlaku harga produksi minimum, sehingga untuk suatu tingkat harga pada pasar pada simpul (kota) berlaku pula suatu batas wilayah, yang menggambarkan apa yang disebut wilayah pengaruh simpul (kota).

TEORI SIMPUL JASA DISTRIBUSI12

MENGGUNAKAN PENDEKATAN ORIENTASI PEDAGANG(RAHARDJO ADISASMITA)

Pembahasan teori simpul dengan menggunakan arus barang sebagai variable ternyata belum sampai menjangkau pengenalan gejala karakteristik simpul sampai dengan tingkat efisiensi masing-masing simpul. Jika ditinjau dari proses distribusi, maka arus barang hanyalah berstatus sebagai produk. Segala pertimbangan, baik yang menyangkut jenis, asal dan tujuan maupun jumlah dan harga barang, terjadi pada proses distribusinya. Bahkan, dalam rangka proses distribusi itu sendir, angkutan barang telah dapat dikategorikan pada tingkat pelaksanaan suatu keputusan. Pengambilan keputusan, dengan segala peetimbangannya, telah berlansung pada kegiatan perdagangan.Setelah dapat mengenai gejala karakterisitk terbentuknya simpul-simpul berikut struktur hirarkis yang berlaku, Rahardjo Adisasmita berusaha lebih lanjut untuk mengkaitkannya dengan fungsi-fungsi kota lainnya, sehingga dapat diperleh gambaran tentang fungsi kota seutuhnya.Variable yang dipilih adalah yang dapat digunakan untuk menyatakan : (1) besaran simpul, dan (2) kaitan fungsional antar simpul serta besarnya pengaruh simpul yang satu terhadap yang lain. Besaran simpul yang dimaksudkan haruslah yang identic dengan ukuran tingkat kemudahan bagi masyarakat, khususnya dalam memperoleh kebutuhan-kebutuhan berupa barang. Dalam hal in, sebagai ukuran tingkat kemudahan dapat digunakan kepadatan jasa distribusi, disamping efisiensi-nya. Dan kaitan fungsional yang dimaksudkan adalah dalam hal distribusi dan merupakan bagian dari kelengkapan fungsi simpul, sebagai akibat dari penerapan azas efisiensi dalam pelaksanaan system distribusi, sedangkan yang dimaksudkan dengan besarnya pengaruh simpul yang satu terhadap yang lain pada hakekatnya adalah besarnya kontribusi suatu simpul dalam rangka penambahan ataupun pengurangan kepadatan jasa distribusi sewaktu menuju simpul yang lain.

Teori Pengembangan Wilayah1