Post on 18-Dec-2020
PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI TROPIS
Laboratorium Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Unissula
MALARIA
Diagnosis malaria dapat ditegakkan melalui :
1. Diagnosis klinis
2. Malaria blood smear : hapusan darah tipis (thin blood film)
tetes tebal (thick blood film)
3. Fluorescent microscopyMisal : menggunakan Acridine Orange (AO) → Bio-Imaging navigatoratau mikroskop fluoresens
“Quantitative Buffy coat”
4. Antigen detection menggunakan metode imunokromatografi(ICT) → Rapid Diagnostic Test (RDT)
5. Polymerase Chain Reaction (PCR)
6. Intraleucocytic malaria pigment (hemozoin) → flowcytometry
PEMERIKSAAN LABORATORIUM MALARIA
Secara garis besar diagnosis laboratoris demam malaria:
- Pemeriksaan mikroskopik (Malaria Blood Smear)
- Uji imunoserologis (Ag spesifik/ Ab spesifik thd Plasmodium) RDT
Terkini: sidik DNA (mendeteksi potongan DNA Plasmodium) PCR (Polymerase Chain Reaction), DNA lengkap (entire genome probe)
Gold Standar mikroskopis (menemukan Plasmodium di DT)
Uji imunoserologis pelengkap pemeriksaan mikroskopis
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA
• Pemeriksaan mikroskopis 1x dg hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis malaria
• Diperlukan pemeriksaan serial dg interval antar pemeriksaan 1 hari
• Syarat pemeriksaan:
1. Pengambilan sampel pd akhir periode demam memasuki periode berkeringat (∑ trofozoit max & matur)
2. Vol darah finger prick 1-1,5µL (sediaan tipis), 3,0-4,0 µL (tebal)
3. Kualitas preparat baik
4. Identifikasi spesies baik
Sediaan darah tipis Sediaan darah tebal
bidang sediaan luas Bidang sediaan lebih sempit
kemungkinan adanya parasit lebih sedikit
kemungkinan adanya parasitmenjadi lebih besar
waktu pemeriksaannya lebih lama
pemeriksaan lebih cepat.
menentukan spesies parasit malaria
menegakkan diagnosis malaria
QBC (SEMI QUANTITATIVE BUFFY COAT)
• Prinsip dasar: Tes fluoresensi, yaitu adanya protein pada Plasmodium yang dapat mengikat acridine orange, akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi Plasmodium
• Eritrosit yang terinfeksi terlihat berflourosensi
• QBC teknik pemeriksaan cepat tapi tidak dapat membedakan spesies Plasmodium
BUFFY COAT
PEMERIKSAAN IMUNOSEROLOGIS
Mendeteksi Ab spesifik terhadap Plasmodium atau Ag spesifik Plasmodium/ eritrosit yang terinfeksi plasmodium
Metode: RIA, ELISA (low detection limit 50 parasil/ µL drh)
RIA lebih sensitif, kurang praktis
ELISA lebih praktis. Modifikasi: Imunokromatografi
Prinsip ELISA sandwich ELISA : Ab spesifik terhadap HRP-II (protein yg disekresi eritrosit terinfeksi plasmodium) dilekatkan pd fase padat akan ikat HRP-II dari spesimen penderita, kemudian ditambahkan rabbit anti HRP-II liposom sbg konjugat berkromogen
Hasil (+) terbentuk band merah pd fase padat disamping band kontrol
• Kelemahan tes imunoserologik utk mendeteksi Ag adalah bhw tes tidak dapat memberikan informasi derajat parasitemia tidak memberi makna klinis terutama pd malaria berat
• Selain itu tak dapat digunakan utk mengevaluasi hasil pengobatan krn intensitas warna band tidak mempunyai korelasi dg jumlah parasit di sirkulasi
PEMERIKSAAN BIOMOLEKULER
• Digunakan utk mendeteksi DNA spesifik Plasmodium dalam darah penderita malaria.
• Metode: PCR, DNA lengkap
• Kelemahan: tak mempunyai korelasi dg derajat parasitemia bukan pilihan terbaik utk diagnosis malaria di daerah endemis
• PCR sangat mahal, butuh waktu s.d 48 jam
INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
• Pemeriksaan Hematologi
Hb anemia (ringan s.d berat)
∑ leukosit N/ ↓ (pd fase akut infeksi leukositosis)
LED ↑
∑ trombosit N
∑ retikulosit ↑
• Pemeriksaan mikroskopis
Hitung parasit pada tetes tebal dihitung berdasar leukosit (per 200 leukosit).
Jk hasil 1.500 parasit/ 200 leuko, jk ∑ leuko 8.000/µL mk ∑ parasit 60.000/µL
Penilaian: <100.000/µL, mortalitas <1%
>500.000/ µL, mortalitas >50%
• Secara kasar pelaporan pd tetes tebal: + : 1-10 parasit/ 100 lap pandang
++ : 11-100 parasit/ 100 lap pandang
+++ : 1-10 parasit/ lap pandang
++++ : > 10 parasit/ lap pandang
• Pada parasitemia yang tinggi dapat melakukan hitung parasit berdasar jumlah eritrosit (per 1.000 atau 10.000 eritrosit)
• Pemeriksaan imunoserologis
• Pemeriksaan kimia klinis; Bilirubin, kreatinin, ureum, glukosa darah, urinalisis (Hb-uria), studi koagulasi
DEMAM BERDARAH DENGUE
PEMERIKSAAN LABORATORIS DBD
• HEMATOLOGI
∑ trombosit ↓ (≤ 100.000/mmk) terjadi sebelum ↑ht & terjadi sblm suhu ↓. Ditemukan antara hari sakit ke 3 s.d ke 7
Kadar Hematokrit Hemokonsentrasi selalu ditemui pd DBD, mrpkn indikator yg peka adanya perembesan plasma. Diperiksa secara berkala.
• PEMERIKSAAN LABORAT LAIN
Kadar Albumin menurun sementara
Eritrosit feces mikroskopis (+)
Penurunan faktor koagulasi & fibrinolitik (fibrinogen, protrombin, f VIII, f XII, AT 3)
Kasus berat disfungsi hati (↓ f V, VII, IX, X)
APTT, PPT memanjang
Komplemen serum ↓
Kadar protein ↓
Kadar Na ↓
SGOT, SGPT ↑
Asidosis metabolik berat & BUN ↑
• DIAGNOSIS LABORATORIS
Diagnosis definitif infeksi virus dengue hanya dapat dilakukan dg cara isolasi virus, deteksi antigen virus atau RNA, deteksi Ab spesifik
• DIAGNOSIS SEROLOGIS
Dikenal 5 jenis uji serologi utk tentukan adanya infeksi virus dengue:
1. Uji Hemaglutinasi inhibisi (HI test)
2. Uji komplemen fiksasi (CF test)
3. Uji netralisasi (Ntest)
4. Ig M ELISA
5. Ig G ELISA
Ig M ELISA (Ig M captured ELISA/ Mac ELISA)
Untuk mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pd uji Mac ELISA:
1. Pd hari ke 4-5 infx virus Dengue, akan timbul IgM yg diikuti IgG
2. Adakalanya harus mengulang krn hasil masih negatif
3. Apabila hari ke 6 hasil masih negatif dilaporkan sbg negatif
4. IgM dapat bertahan di darah sampai 2-3 bln pasca infx.
5. IgM tidak boleh dipakai sbg satu2nya uji diagnostik
6. Sekarang telah beredar uji IgG ELISA, Dengue rapid IgM/IgG
7. NS1 Ag
NS1 (Non structural 1)
• Pemeriksaan Non Struktural 1 (NS1) ditujukan untukmendeteksi virus dengue lebih awal.
• Virus dengue memiliki 3 protein structural dan 7 protein non structural. NS1 adalah glikoprotein non structural yang diperlukan untuk kelangsungan hidup virus.
█ Respon pada Infeksi Primer
1. Antigen NS1
Hari pertama demam setelah onset (sebaiknya diperiksa pada hari 1-3 demam), sampai hari ke-9.Tidak terdeteksi ketika antibodi IgG mulai diproduksi
2. Antibodi IgM
Hari ke-5 setelah onset, bertahan selama 1-3 minggubahkan hingga 60 hari
3. Antibodi IgG
Hari ke-14 setelah onset dan bertahan seumur hidup
Dengue Markers
█ Respon pada Infeksi Sekunder
1. Antigen NS1
Hari pertama demam setelah onset ,sampai hari ke-9Tidak terdeteksi ketika antibodi IgG mulai diproduksi
2. Antibodi IgM
Diproduksi dalam kadar rendah atau tidak terdeteksi pada jangka waktu cepat dibanding dengan infeksi primer.
3. Antibodi IgG
Meningkat pesat 1-2 hari setelah timbulnya gejala
Dengue Markers
Deteksi Antigen
NS1
Deteksi Antibodi•IgG/IgM Dengue
Terapi dini
Diagnosa Dengue
NS1 Ag
for early acute phase samples (day 1~5)
IgG/IgM Ab
Ag/A
b level
Day
NS1 Ag
IgM
IgG
Ag/A
b level
Day
NS1 Ag
IgM
IgG
0 1 2 3 4 5 6 7 8 ≥90 1 2 3 4 5 6 7 8 ≥9
Panbio Dengue Early Rapid
• Pemeriksaan antigen NS1
• Deteksi kualitatif antigen NS1 pada serum
dan plasma
26
Tes prosedur
1. Add 50µL serum
2. Add 25µL Running buffer
3. Add 25µL Gold conjugate
Put dipstick in the tube to
touch the bottom
Read results in exactly 15
minutes after adding dipstick
to test tube
Interpretation
Garis merah muda apapun dianggap sebagai hasil positif
Dengue Duo Cassette
• Deteksi kualitatif antibodi IgM dan IgG
untuk diagnosis Demam Dengue
• Dapat membedakan infeksi primer
dan sekunder
• Cut off IgG Sekunder setara titer HAI
1: 2560
Kemasan Dengue Rapid
Casette
25 test per kit
Buffer
Dengue Rapid Casette
dikemas secara
individual
Casette device
MicroSafe tube
Dengue Duo Cassette
Interpretasi hasil
Dengue Primer - Sekunder
Lubang penetesan
Specimen (serum, WB)
Lubang penetesan
Buffer
Dengue Duo Cassette
Cut off IgG Sekunder sesuaidengan titer HAI 1: 2560
Korelasi Antara Infeksi Dengue Primer –Sekunder Dengan Beratnya Penyakit
•Studi epidemiologi di Asia-Tenggara telah menunjukkan bahwa
DBD/DSS banyak terjadi selama infeksi sekunder, oleh virus serotipe
berbeda terhadap virus yang menyebabkan infeksi primer.
(Halstead SB : Phatogenesis of Dengue, Chaellenger to Molecular
Biology Science. 239;476. 1988)
•Suatu infeksi DHF/DSS yang lebih tinggi pada infeksi sekunder
juga telah diobservasi selama kejadian epidemis di Kuba.
(Kouri at.al. : Haemorrhagic Dengue in Kuba : History of an
Epidemic, PAHD Bull. 20:24 : 1986)
Korelasi Antara Infeksi Dengue Primer – SekunderDengan Beratnya Penyakit
•Manifestasi klinis infeksi sekunder virus dengue lebih berat
dibandingkan infeksi primer, meskipun infeksi primer atau
sekunder menunjukkan manifestasi klinis sebagaimana
Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue.
(Usman Hadi et.al.: The correlatious between major sign of Fengue Viral infections with the serological Haemaglutination Inhibition Test (HT) in
adult tropical an infectious diseased Dr. Soetomo Hospital, Surabaya. Proceeding seminar on infectious duseases in tropics, TDC Unair : 1999
Prosedur
Interpretasi
DEN38
Anti-human
IgM & IgG
pd membrane
(test line)
Serum
IgM and IgG
antibodies
Antigen
dengue
rekombinan N-
terminal 80 %
viral envelope
glocoproteins
(DEN-1, 2, 3, 4)
Pada bantalan
antigen
Gold
Labelled
Monoclonal
anti-dengue
virus
(Conjugate)
Muncul garis
Warna pink/purple
Capture Immunochromatographic
Prinsip Reaksi
DEMAM TIFOID
• penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh kuman batanggram negatif Salmonella typhi maupun Salmonella paratyphiA,B,C.
• ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman tersebut, dikenal sebagaipenularan tinja-mulut (Fecaloral).
• Kuman masuk ke saluran cerna, usus dan kelenjar limfe usus, selanjutnya melalui aliran darah masuk ke hati dan limpa.
PATOFISIOLOGI
PEMERIKSAAN LABORATORIS DEMAM TIFOID
• HEMATOLOGI:
∑ eritrosit : anemia normokrom normositik
∑ leukosit : sering leukopenia, tp bias N/ ↑
Eosinofil : Aneosinofilia
Diff count : shift to the left (neutropenia dgn limfositosisrelative)
GDT : limfositosis relatif pd perjalanan akhir penyakit (20-30% penderita anak) terjadi krn rangsangan endotoksin
Peningkatan jml netrofil, monositosis
LED ↑
∑ Trombosit N/↓
PPT, APTT ↑
Fibrinogen, FDP ↓
• KIMIA KLINIK
SGOT, SGPT ↑
Bilirubin serum ↑
HipoNa, Hipo K
• PEMERIKSAAN URIN
Proteinuria (+)
Leukosit sedimen ↑ringan
• PEMERIKSAAN TINJA
Darah (+), Lendir (+) perdarahan usus & infx
DIAGNOSIS LABORATORIS
1. Isolasi Kuman Salmonella Typhi dari spesimen darah, sutul, urin, tinja
2. Uji serologi utk melacak peningkatan kadar Ab terhadap Ag S.Typhi
3. Pelacakan DNA spesifik S.typhi (cara: DNA probe & PCR)
Keterbatasan isolasi kuman:
Rendahnya keberhasilan biakan (krn pemberian Antibiotik, vaksin), waktu pengambilan tak tepat, vol spesimen kurang), Darah tidak segera dimasukkan ke media gall False negatif
Kelemahan isolasi:
Fecal carrier (+) palsu, sensitifitas rendah, hasil lama
Spesimen yang digunakan :
Awal darah, stadium lanjut urin / tinja
UJI SEROLOGI
- Pelacakan adanya Ag spesifik S.typhi dlm spesimen (Widal)
- Pelacakan adanya Ab spesifik S.typhi dlm spesimen (Ig M, IgG Salmonella)
Keterbatasan uji Widal:
1. Penyebab hasil negatif
• Tidak terjadi infeksi S.typhi
• Pasien carrier
• Inokulul Ag kuman tidak adekuat
• Kesalahan teknis
• Pemberian antibiotik sebelumnya
• Variabilitas antigen yg tersedia
2. Penyebab hasil positif:• Memang menderita demam tifoid• Imunisasi dg Ag Salmonella sblmnya• Reaksi silang dg non typhoidal Salmonella• Variabilitas & buruknya standarisasi pembuatan Ag komersial• Infeksi dg malaria atau enterobacteriaceae• Penyakit lain (dengue)• Reaksi anamnestic (pernah sakit sebelumnya)
Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bilaa/titer O = 1/160
Titer O meningkat setelah akhir minggu. Permintaan tes widal ini pada penderita yang baru
menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bilahasil reaktif (positif) maka kemungkinan besarbukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi darikontrak sebelumnya.
Uji serologi utk melacak peningkatan kadar Ab terhadap Ag S.Typhi (Ig M Salmonella)
Tubex® TF adalah test diagnosis in vitroyang cepat untuk mendeteksi demamtifoid, penyakit yang disebabkan olehSalmonella enterica serovar Typhi.
Tubex® TF menggunakan metode IMBI™(Inhibition Magnetic BindingImmunoassay). Metode inimemungkinkan diagnosis fase akut infeksiS. Thyphi dengan mendeteksi anti-Salmonella O9 (Imunoglobulin M) dalamserum pasien.
Hasil Tubex® TF positif dan ditandaidengan gejala klinis khas, merupakanindikasi kuat demam tifoid akut.
LEPTOSPIROSIS
• Penyakit zoonosis
• Kontak dengan air tergenang yang terkontaminasi dgn kencingbinatang yang terinfeksi, atau mpunyai pekerjaan yang berhubdgn tanah basah yang terkontaminasi dgn leptospira
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan bakteriSECARA LANGSUNG
Spesimen dilihat scr langsung menggunakan mikroskoplapangan gelap atau mikroskop cahaya dgn pewarnaan sesuai
Sampel darah diambil 6 hari setelah timbul gejala
ISOLASI BAKTERI HIDUP
Spesimen dibiakkan dalam media
2. Deteksi bakteriRIA, ELISA
3. Antibodi (IgM/ IgG)Antibodi terdeteksi 5-7hari setelah munculnya gejala.
Uji IgM & IgG terhadap Leptospira