RANTAI NILAI PELAYANAN MATERNAL NEONATAL HEALTH …
Transcript of RANTAI NILAI PELAYANAN MATERNAL NEONATAL HEALTH …
RANTAI NILAI PELAYANAN MATERNAL NEONATAL HEALTH
(MNH) DALAM UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU
DI RSUD PONEK TANJUNG PURA
KABUPATEN LANGKAT
TESIS
Oleh
FETI NOVIA SARI
NIM. 167032138
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
Universitas Sumatera Utara
2
ANALYSIS OF VALUE CHAINS OF MATERNAL NEONATAL
HEALTH (MNH) SERVICES IN EFFORTS TO REDUCE
MOTHER DEATH NUMBERS IN PONEK
TANJUNG PURA HOSPITAL LANGKAT
REGENCY 2018
THESIS
By
FETI NOVIA SARI
NIM. 167032138
MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM
F A C U L T Y O F P U B L I C H E A L T H
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
2020
Universitas Sumatera Utara
RANTAI NILAI PELAYANAN MATERNAL NEONATAL HEALTH
(MNH) DALAM UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU
DI RSUD PONEK TANJUNG PURA
KABUPATEN LANGKAT
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
FETI NOVIA SARI
NIM. 167032138
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
Universitas Sumatera Utara
i
Universitas Sumatera Utara
ii
Telah diuji dan dipertahankan
Pada tanggal : 16 Agustus 2019
TIM PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes.
Anggota : 1. Sri Rahayu Sanusi, S.K.M., M.Kes., Ph.D.
2. Dr. Juanita, S.E., M.Kes.
3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M.
Universitas Sumatera Utara
iii
Pernyataan Keaslian Tesis
Saya menyatakan dengan ini bahwa tesis saya yang berjudul, “Rantai
Nilai Pelayanan Maternal Neonatal Health (MNH) dalam Upaya
Menurunkan Angka Kematian Ibu di RSUD Ponek Tanjung Pura
Kabupaten Langkat” beserta seluruh isinya benar karya saya sendiri dan saya
tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas
pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada
saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan
dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak terhadap lain terhadap keaslian karya
saya ini.
Medan, Agustus 2019
Feti Novia Sari
Universitas Sumatera Utara
iv
Abstrak
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2017, angka
kematian ibu di Kabupaten Langkat sebesar 268 per 100.000 kelahiran hidup.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan kesehatan ibu yang
komprehensif. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melengkapi RSUD
Tanjung Pura dengan fasilitas ponek. Rumah sakit penyelenggara ponek harus
memberikan pelayanan kesehatan ibu yang paripurna yang dapat dinilai dari
rantai nilai aktivitas pelayanan yang diberikan. Tujuan penelitian ini untuk
menganalisis rantai nilai MNH meliputi pra pelayanan, proses, dan setelah
pelayanan, budaya organisasi, struktur organisasi, dan sumber daya strategik di
rumah sakit ponek daerah Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Penelitian ini
menggunakan desain kualitatif,dengan informan sebanyak 7 orang yang dipilih
secara purposive. Metode pengumpulan data terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer di dapatkan dengan teknik wawancara mendalam. Data
sekunder merupakan data yang mendukung penelitian diperoleh dari rumah sakit.
Analisa data dengan thematic analysis. Berdasarkan hasil penelitian, rantai nilai
pelayanan aktivitas utama yang dikaji dari pra pelayanan didapatkan bahwa
penerimaan rujukan, waktu tunggu pelayanan, komunikasi pra rujukan,
pemeriksaan buku KIA dan promosi pojok asi belum sesuai dengan pedoman
pelaksanaan ponek, sementara registrasi pasien dan rencana pembiayaan pasien
sudah sesuai. Aktivitas utama pelayanan yang dikaji dari proses pelayanan belum
sesuai karena belum mengikuti tata kelola klinis (standar operasional prosedur)
rumah sakit. Aktivitas setelah pelayanan yang terdiri dari tata kelola klinis
pelayanan post partum, rujukan balik belum sesuai karena belum memiliki
standar operasional prosedur, sementara pelayanan KB pasca salin dan proses
IMD sudah sesuai dengan pedoman. Budaya organisasi sumber daya organisasi
masih belum sesuai dengan standar pelayanan ponek rumah sakit, sementara
struktur organisasi sudah sesuai. Saran dalam penelitian ini diharapkan RSUD
Tanjung Pura mengikutsertakan tim ponek dalam pelatihan ponek, mengajukan
permintaan dokter anastesi, memfasilitasi tempat tinggal dokter di area rumah
sakit yang layak huni, melengkapi sarana dan prasarana sesuai dengan pedoman
ponek, dan melengkapi pelayanan ponek dengan SOP.
Kata kunci : Rantai pelayanan, MNH, RS, ponek
Universitas Sumatera Utara
v
Abstract
Based on report of the North Sumatra Provincial Health Service in 2017, the
maternal mortality rate in Langkat was 268 per 100,000 live births. Prevention
possible to do by providing comprehensive maternal health services. One of the
efforts taken was to equiped Tanjung Pura Hospital with comprehensive
emergency neonatal obstetric services (ponek). Furthermore, the hospital
providing ponek must to complete maternal health service that can be assessed
from the value chain of service activities. This study was aim to analyzed the
maternal and neonatal value chain consist of pre-service, process, and after-
service, organizational culture, organizational structure, and strategic resources
in hospital Tanjung Pura, Langkat. This study used a qualitative design, with 7
informants selected by purposive technique. Data collection methods consist of
primary data and secondary data. Primary data obtained by in-depth interview
techniques. Secondary data was report that supports research obtained from
hospitals. Analyze data with thematic analysis. Based on the results, value chain
of the main activities selected from pre-service found that referrals, waiting time,
referral communication, maternal health book collation, and breastfeeding
consult were not in accordance with ponek guidelines, while patient registration
and patient financing plans were suitable. Hereinafter, service process were not
consistent because they have not adehere standard procedures . More over,
activities after services consist of clinical management of post partum services,
referral to health center were not matching because standard operating
procedures was inavailable, while family planning services and IMD processes
were accordance with the guidelines. In addition, organizational resource,
culture organizations are were not accordance with the standards, while the
organizational structure is suitable. This research suggested to involve team of
ponek in the training, submit an anesthesiologist request, facilitate the residence
of doctors in a habitable hospital area, complete facilities and infrastructure in
accordance with the guidelines of the ponek, and complete the service of the
ponek with operational standart.
Keywords : Value chain, MNH, hospital, NOS
Universitas Sumatera Utara
vi
Kata Pengantar
Alhamdulillah puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tesis ini dengan judul “Rantai Nilai Pelayanan Maternal
Neonatal Health (MNH) dalam Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu di
RSUD Ponek Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2019”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M) pada Program S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara. Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, penulis mendapatkan banyak
bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Teristimewa penulis
mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang tercinta yaitu
Ayahanda H. Sunardi dan Ibunda Hj. Misnatun yang selalu memotivasi,
membangkitkan semangat dan inspirasi dalam penulisan tesis ini. Terima kasih atas
doa, kasih sayang, serta dukungan yang telah Bapak dan Mama berikan setiap saat.
Terima kasih juga kepada adik penulis yaitu Khairina atas doa dan dukungannya.
Dalam kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan rasa hormat dan
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
vii
3. Ir. Etti Sudaryati M.K.M., Ph.D. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
4. Destanul Aulia, S.K.M., M.B.A., M.Ec, Ph.D. selaku Sekretaris Program
Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
5. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing I sekaligus ketua
penguji yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran,
bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan tesis ini.
6. Sri Rahayu Sanusi, S.K.M., M.Kes., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing II yang
telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan, dan
arahan kepada penulis dalam penulisan tesis ini.
7. Dr. Juanita, S.E., M.Kes. selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan
saran dan masukan kepada penulis dalam perbaikan tesis ini.
8. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M. yang juga selaku Dosen Penguji II yang telah
banyak memberikan bimbingan, serta masukan kepada penulis dalam
perbaikan tesis ini.
9. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai di FKM USU yang telah banyak membantu
dan memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.
10. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat yang telah memberikan izin
penelitian kepada penulis dan membantu penulis dalam penelitian ini.
11. Direktur RSUD Tanjung Pura Kabupaten Langkat beserta seluruh staf yang
telah memberikan informasi yang dibutuhkan penulis sehingga tesis ini dapat
diselesaikan.
Universitas Sumatera Utara
viii
12. Masyarakat yang telah banyak membantu demi kelancaran proses penelitian
ini.
13. Teman dan sahabat saat suka dan duka selama kuliah yaitu teman-teman di
Kelas 2016 Genap yang selalu membantu, memberi dukungan doa, tenaga,
dan pikiran dalam menyelesaikan tesis ini dan seluruh pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Dengan keterbatasan pengalaman, ilmu maupun pustaka yang ditinjau,
penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna.Untuk itu, penulis
mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan tesis ini. Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan
karunia-Nya kepada kita semua dan semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2019
Feti Novia Sari
Universitas Sumatera Utara
ix
Daftar Isi
Halaman Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Tesis iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xv
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 7
Manfaat Penelitian 7
Tinjauan Pustaka 9
Kematian Ibu 9
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu 9
Penyebab kematian ibu 10
Rumah Sakit 11
Rumah Sakit dengan Pelayanan Obstetri Neonatus Emergensi
Komprehensif Pelayanan Ponek 11
Kriteria Umum Ponek 13
Kriteria Khusus dalam Pelayanan Ponek 13
Tata Kelola Klinis (Clinical Governance) 14
Definisi tata kelola klinis 14
Atribut tata kelola klinis 15
Kerangka konseptual tata kelola klinis 16
Hubungan Kualitas Pelayanan dan Tata Kelola Klinis 17
Rantai Nilai Pelayanan 18
Pra pelayanan 20
Proses pelayanan 20
Setelah pelayanan 21
Budaya Organisasi 23
Struktur oganisasi 23
Sumber Daya Strategik 23
Mengembangkan Nilai Menambahkan Strategi 25
Rantai Nilai dalam Pelayanan Kesehatan 28
Universitas Sumatera Utara
x
Kerangka Pikir 30
Metode Penelitian 32
Jenis Penelitian 32
Lokasi dan Waktu Penelitian 32
Lokasi penelitian 32
Waktu penelitian 33
Informan Penelitian 33
Definisi Konsep 34
Metode Pengumpulan Data 35
Instrumen penelitian 36
Metode Analisis Data 36
Hasil dan Pembahasan 38
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 38
Deskripsi Data 42
Karakteristik Informan Penelitian 43
Penyajian Data 43
Kriteria aktivitas pelayanan RSUD Tanjung Pura Kabupaten
Langkat 43
Aktivitas pra pelayanan 43
Penerimaan rujukan 44
Waktu tunggu pelayanan 46
Registrasi Pasien Ponek 50
Pemeriksaan Buku KIA 53
Promosi Pojok ASI 54
Aktivitas proses pelayanan 56
Aktivitas setelah pelayanan 64
Aktivitas pelayanan pendukung rumah sakit ponek 69
Kesimpulan dan Saran 77
Kesimpulan 77
Saran 77
Daftar Pustaka 79
Lampiran 82
Universitas Sumatera Utara
xi
Daftar Tabel
No Judul Halaman
1 Peta Pemikiran Strategis untuk Mengembangkan Strategi
Penambahan Nilai 26
2 Definisi Konsep Penelitian 34
3 Karakteristik Informan Penelitian 43
4 Daftar Ketersediaan Alat/Obat/Fasilitas Ponek Dibandingkan
dengan Pedoman Pelaksanaan Ponek 75
Universitas Sumatera Utara
xii
Daftar Gambar
No Judul Halaman
1 Kerangka konseptual tata kelola klinis 16
2 Hubungan kualitas pelayanan dan tata kelola klinis 18
3 Rantai nilai (The value chain dalam Swayne, Duncan, dan
Ginter 2006) 18
4 Proses pengembangan strategi penambahan nilai 25
5 Perencanaan logika untuk strategi penambahan nilai 27
6 Kerangka pikir 30
7 Loket registrasi pasien umum 51
8 Loket BPJS RSUD Tanjung Pura 52
9 Ruang instalasi gawat darurat sekaligus menjadi ruang ponek 59
Universitas Sumatera Utara
xiii
Daftar Lampiran
Lampiran Judul Halaman
1 Informed Concent 82
2 Pedoman Wawancara 83
3 Pedoman Pelaksanaan Ponek 24 jam di rumah 86
4 Transkrip Wawancara 89
5 Dokumentasi 99
Universitas Sumatera Utara
xiv
Daftar Istilah
BKKBN Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
BPJS Badan Pelayanan Jaminan Kesehatan
CEO Chief executive officer
CQI Continously Quality Improvement
EMAS Expanding Maternal Neonatus Survival
HIV Human Immunodificiency Virus
ICU Intensive Care Unit
IDAI Ikatan Dokter Anak Indonesia
IGD Instalasi Gawat Darurat
IMD Imunisasi Menyusu Dini
INOS Infeksi Nosokimial
KB Keluarga Berencana
PMI Palang Merah Indonesia
PONEK Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah
SDM Sumber Daya Manusia
SOP Standar Operasional Prosedur
UGD Unit Gawat Darurat
WHO World Health Organization
Universitas Sumatera Utara
xv
Riwayat Hidup
Feti Novia Sari dilahirkan di Sei Mati pada tanggal 31 Juli 1993, beragama
Islam, anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan H. Nardi dan Hj.
Misnatun. Bertempat tinggal di Jln. Sei Mati Aracondong Kecamatan Stabat
Kabupaten Langkat.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar di
Sekolah Dasar Negeri 050667 Lubuk dalam Kecamatan Stabat Tahun 1998-2004,
Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Stabat Kabupaten Langkat Tahun
2004-2007, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Binjai Kecamatan Kuala
Begumit Kabupaten Langkat Tahun 2007-2010, D-III di Akademi Kebidanan
Kholisatur Rahmi Binjai Tahun 2010-2013, D-IV Bidan Pendidik Fakultas
Keperawatan di Universitas Sumatera Utara 2013-2014 dan Tahun 2016 langsung
melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Medan, Agustus 2019
Feti Novia Sari
Universitas Sumatera Utara
1
Pendahuluan
Latar Belakang
Sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menurunkan
angka kematian ibu, khususnya kementrian kesehatan. Menurut Kemenkes RI,
2019, program yang dilakukan kementrian kesehatan dimulai dengan Safe
Motherhood yang dilaksanakan pada tahun 1990-2000, Making Pregnancy Safer
pada tahun 2001-2010, lalu dilanjutkan dengan percepatan Millennium
Development Goals tahun 2010-2015, setelah itu karena target angka kematian
ibu dalam millennium development goals belum tercapai, dilanjutkan dengan
Sustainability Development Goals tahun 2015-2030 dengan target 70/100.000
kelahiran hidup.
Pada Tahun 2008, Kementrian Kesehatan mengeluarkan program
pelayanan obstetric dan neonatus regional, dimana di dalam program tersebut
menyediakan pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh dalam bentuk
pelayanan obstetric dan neonatus emergensi dasar di tingkat puskesmas dan
pelayanan obstetric neonatus emergensi komprehensif ditingkat rumah sakit
sebagai platform dalam penanganan kasus komplikasi kehamilan yang dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin (Kemenkes RI, 2008). Penguatan lini
puskesmas sebagai upaya kesehatan dasar bagi ibu hamil lalu didukung oleh
penguatan rumah sakit sebagai tempat rujukan kasus ibu hamil sudah diupayakan.
Rumah sakit dilengkapi dengan pelayanan obstetric neonatus emergensi
komprehensif 24 jam dikembangkan. Berdasarkan pedoman pelaksanaan PONEK
24 jam di rumah sakit (Kemenkes RI, 2008), rumah sakit adalah kunci dalam
1 Universitas Sumatera Utara
2
keberhasilan pelayanan rujukan maternal dan neonatal yang harus menyediakan
tenaga kesehatan yang kompeten, dan juga melengkapi sarana dan prasarana
ponek sesuai dengan pedoman yang sudah ditetapkan.
Kementerian Kesehatan juga melakukan upaya kerjasama dengan pihak
lain dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
Salah satu program yang pernah dilakukan yaitu pada tahun 2012, Kementrian
Kesehatan bekerja sama dengan USAID membentuk program Expanding
Maternal Neonatus Survival (EMAS), bekerja sama USAID dengan Kementrian
Kesehatan, untuk menurunkan angka kematian ibu sebesar 25%, maka program
EMAS dilaksanakan di provinsi dan kabupaten/kota dengan jumlah kematian
terbanyak. Program EMAS dilaksanakan dengan memperkuat pelayanan
emergensi obstetric neonatus pada 150 rumah sakit rujukan ponek dan di 300
puskesmas poned di seluruh Indonesia. Provinsi Sumatera Utara termasuk 5 besar
provinsi dengan angka kematian ibu terbanyak (USAID, 2012). Menurunkan
angka kematian ibu dan bayi melalui program kesehatan, merupakan upaya yang
dilakukan pemerintah. Hal ini dikarenakan angka kematian ibu adalah tolak ukur
dalam menilai derajat kesehatan suatu negara (Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan hasil survei, angka kematian ibu di Indonesia pada tahun
2016 mencapai 305/100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2017). Berdasarkan
estimasi, angka kematian ibu ini belum mengalami penurunan berarti hingga
tahun 2019. Kasus kematian ibu di Sumatera Utara selama 5 (lima) tahun terakhir
menunjukkan trend fluktuatif. Pada tahun 2014 jumlah kasus kematian ibu di
Sumatera Utara sebanyak 187 kasus, menurun menjadi 176 kasus pada tahun
2015, di tahun 2016 terjadi peningkatan kasus kematian ibu menjadi 231 kasus,
Universitas Sumatera Utara
3
namun pada tahun 2017 jumlah kasus kematian ibu menurun menjadi 180 kasus.
Pada tahun 2018 jumlah kematian kembali meningkat menjadi 186 kasus (Dinkes
Provinsi Sumatera Utara, 2018).
Pada tahun 2017, angka kematian ibu di kabupaten langkat mencapai
268/100.000 kelahiran hidup. Target SDG‟s dalam bidang kesehatan adalah
menurunkan angka kematian ibu menjadi 70/100.000 kelahiran hidup (profil dinas
kesehatan kabupaten langkat, 2018). Keberhasilan pencapaian target SDG‟s salah
satunya dipengaruhi oleh kesiapan rumah sakit ponek dalam pelayanan rujukan
lanjutan dan juga puskesmas sebagai pelayanan rujukan dasar. Berdasarkan data
pusat statistik (2014), di Kabupaten Langkat ada 3 unit rumah sakit pemerintah
dan 4 unit rumah sakit swasta yang sebagian sudah dilengkapi dengan fasilitas
ponek. Rumah sakit umum daerah Tanjung Pura adalah rumah sakit pemerintah
yang sudah dilengkapi fasilitas ponek.
Berdasarkan hasil wawancara dengan staf RSUD Tanjung Pura,
permasalahan yang berhubungan dengan pelayanan PONEK sangat beragam.
Pada saat penerimaan rujukan, seharusnya pihak perujuk melakukan komunikasi
dahulu ke pihak penerima rujukan, agar cepat melakukan persiapan penerimaan di
rumah sakit, tetapi komunikasi ini jarang terjadi. Kebanyakan kasus pasien datang
sendiri ke rumah sakit dengan membawa formulir rujukan. Kondisi pasien rujukan
persalinan yang datang tidak semuanya pada kondisi gawat janin. Beberapa pasien
datang ke rumah sakit dengan membawa formulir rujukan yang diminta sendiri
karena merasa lebih aman untuk melahirkan di rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
4
Berdasarkan hasil wawancara dengan pasien yang melakukan persalinan
menyatakan mereka dirujuk ke rumah sakit berdasarkan permintaan sendiri, dan
ada pasien yang menyatakan dirujuk kerumah sakit karena ada penyulit.
Berdasarkan hasil wawancara dengan staf RSUD Tanjung Pura, pasien yang
dirujuk ke rumah sakit lebih dari 20% kasus pada kondisi gawat ibu dan gawat
janin, seperti preeklampsi, eklampsi, perdarahan, ketuban pecah dini, partus
macet, denyut jantung janin lemah, dan lain sebagainya. Kondisi gawat pada ibu
dan bayi jika tidak ditangani dengan cepat akan mengakibatkan kematian. Upaya
yang dilakukan untuk mencegah angka kematian ibu dan angka kematian bayi,
maka pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang berkualitas dan komprehensif harus
diberikan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas RSUD Kabupaten Langkat,
tidak pernah terjalin komunikasi antara pihak puskesmas poned dengan pihak
rumah sakit ponek sebelum melakukan rujukan. Berdasarkan pedoman ponek
(Kemenkes RI, 2008), harus ada dokter jaga yang terlatih di UGD untuk
mengatasi kasus emergensi dan neonatal, tetapi berdasarkan wawancara dengan
perawat UGD, dokter jaga on call. Berdasarkan wawancara dengan petugas
diketahui belum tersedia SOP pelayanan ponek, padahal RSUD Tanjung Pura
sudah 5 tahun dilengkapi dengan fasilitas ponek. Hal lain yang menjadi kendala
adalah ketersediaan darah di rumah sakit sering kosong, sehingga pihak rumah
sakit merasa kewalahan dalam hal penyediaan kantong darah.
Berdasarkan observasi penulis, kondisi rumah sakit yang kurang bersih
ditandai dengan sampah yang berserakan, ruang perawatan yang kurang terawat
dan kurang bersih, dan juga kesulitan mendapatkan air bersih dikeluhkan oleh
Universitas Sumatera Utara
5
pasien dan keluarganya. Kebersihan ruangan di seluruh rumah sakit dan
ketersediaan air bersih merupakan syarat di dalam pedoman penyelenggaraan
ponek di rumah sakit (Kemenkes RI, 2008).
Pelayanan yang diberikan harus ada nilai (value) yang baik pada pasien.
Dalam gambar rantai nilai (value chain), value adalah hasil akhir yang dapat
dirasakan oleh pasien, sebuah nilai yang didapat oleh pasien/keluarga/masyarakat
dari rangkaian pelayanan klinis (baik aktivitas pra pelayanan, aktivitas proses
pelayanan hingga aktivitas pasca pelayanan) sebuah pelayanan klinis yang
didukung oleh pelayanan dari SDM, keuangan, IT, struktur organisasi dan budaya
organisasi. Value yang diharapkan adalah kualitas pelayanan ponek yang sesuai
dengan standar atau melampaui standar.
Pelayanan maternal dan neonatal di rumah sakit PONEK dilakukan
sebagai upaya untuk menurunkan angka morbiditas kepada ibu hamil. Aktivitas
pelayanan maternal dan neonatal yang diberikan dapat dinilai dari rantai
pelayanan yang meliputi aktivitas pelayanan utama dan aktivitas pelayanan
pendukung. Aktivitas pelayanan utama terdiri dari pra pelayananm proses
pelayanan dan setelah pelayanan, sedangka aktivitas pelayanan pendukung terdiri
dari budaya organisasi, struktur organisasi dan sumber daya strategic. Kombinasi
dari variable diatas diharapkan hasil akhirnya adalah pelayanan kesehatan ibu
(maternal health) yang berkualitas sehingga target SDG‟s terlampaui.
Perumusan Masalah
Di Indonesia, setiap satu jam kehilangan dua ibu dan delapan bayi baru
lahir akibat kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Berdasarkan profil Dinas
Universitas Sumatera Utara
6
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2017, angka kematian ibu di Kabupaten
Langkat sebesar 268 per 100.000 kelahiran hidup. Pencegahan dapat dilakukan
dengan memberikan pelayanan kesehatan ibu yang komprehensif. Salah satu
upaya yang dilakukan adalah melengkapi RSUD Tanjung Pura dengan fasilitas
ponek. Permasalahan ibu hamil yang dirujuk dengan PONEK sangat beragam
bahkan menyebabkan kematian. Seperti ibu terlambat dirujuk karena akses dan
transportasi, terlambat dalam mendapatkan pertolongan di fasilitas pelayanan
yang kurang lengkap atau sumber daya manusia yang kurang, terlambat dalam
mengenali tanda bahaya pada kehamilan, usia yang terlalu muda, usia yang terlalu
tua, terlalu sering melahirkan, dan terlalu banyak anak.
Rumah sakit penyelenggara ponek harus memberikan pelayanan kesehatan
ibu yang paripurna yang dapat dinilai dari rantai nilai aktivitas pelayanan yang
diberikan, meliputi pra pelayanan (meliputi penerimaan pasien baru atau lama,
diagnosa pasien, promosi pojok asi), proses pelayanan meliputi clinical
governance persalinan, dan setelah pelayanan (meliputi pelayanan post partum
dan pojok asi), agar dapat mencegah kematian pada ibu. Aktivitas pelayanan
harus diberikan maksimal sehingga memberikan value yaitu peningkatan kualitas
pelayanan Ponek kepada ibu hamil yang memanfaatkan fasilitas Ponek di RSUD
Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan analisis lebih
mendalam mengenai rantai nilai pelayanan maternal health dalam upaya
menurunkan angka kematian ibu di RSUD PONEK Tanjung Pura Kabupaten
Langkat.
Universitas Sumatera Utara
7
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Untuk menganalisis rantai nilai pelayanan Maternal
Health di RSUD Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
Tujuan khusus. Ada beberapa tujuan khusus didalam penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui gambaran aktivitas pelayanan kesehatan ibu meliputi pra
pelayanan meliputi dan penerimaan pasien baru atau lama, penerimaan
rujukan, buku KIA, promosi pojok asi.
2. Mengetahui gambaran aktivitas pelayanan kesehatan ibu meliputi proses
pelayanan yaitu tata kelola persalinan sesuai standar prosedur operasional,
proses pelayanan klinis.
3. Mengetahui gambaran aktivitas pelayanan kesehatan ibu meliputi setelah
pelayanan yang meliputi pelayanan post partum dan pojok asi yang diberikan
di RSUD Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
4. Mengethaui gambaran aktivitas pelayanan pendukung meliputi budaya
organisasi di RSUD Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
5. Mengethaui gambaran aktivitas pelayanan pendukung meliputi struktur
organisasi di RSUD Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
6. Mengethaui gambaran aktivitas pelayanan pendukung meliputi sumber daya
strategis di RSUD Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang rantai
nilai pelayanan maternal health di RSUD Ponek Tanjung Pura.
Universitas Sumatera Utara
8
2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan mengenai
rantai nilai pelayanan maternal health dalam upaya menurunkan angka
kematian ibu.
3. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan arah pengembangan
penelitian lanjutan.
Universitas Sumatera Utara
9
Tinjauan Pustaka
Kematian Ibu
Menurut (Aeni, 2013), di dunia diperkirakan telah terjadi angka kematian
ibu sebesar 358.000 kematian ibu. Hampir 99% angka kematian ibu banyak
terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Angka kematian ibu adalah
jumlah kematian wanita selama proses kehamilan, melahirkan, dan masa nifas (42
hari setelah melahirkan) yang terkait dengan gangguan kehamilan atau
penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus incidental) per 100.000
kelahiran hidup.
Kematian ibu dapat dijelaskan penyebabnya menjadi 3 hal yaitu
berdasarkan dekat, antara dan jauh. Determinan dekat merupakan kematian ibu
yang disebabkan oleh perdarahan, penyakit yang diderita ibu selama kehamilan,
preeklampsi, eklampsi dan sebagainya. Determinan antara merupakan penyebab
yang berhubungan dengan status kesehatan ibu seperti kesehatan reproduksi,
akses dan perilaku dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Determinan jauh
berhubungan dengan kondisi geografis dan juga demografi. Determinan jauh ini
juga berhubungan dengan kesadaran ibu hamil tentang kesehatan, pendidikan,
sosial ekonomi, lingkungan. Kebijakan pemerintah juga mempengaruhi secara
langsung maupun tidak langsung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan (Aeni, 2013), ada tiga hal yang menjadi penyebab
utama kematian ibu di Kabupaten Pati adalah penyakit jantung, eklampsi dan
preeklampsi, dan perdarahan, dan kematian terbanyak terjadi pada masa nifas.
9 Universitas Sumatera Utara
10
Menurut (Black, 1981), aksesibilitas adalah ukuran dari kemudahan cara menuju
kesebuah lokasi dengan transportasi. Kemudahan dan kenyamanan berpengaruh
terhadap waktu tempuh dalam mencapai fasilitas kesehatan.
Penyebab kematian ibu. Menurut (Khan et al., 2016), analisis penyebab
kematian ibu dalam review yang dilakukan oleh WHO, menemukan perdarahan
adalah penyebab terbanyak kematian ibu di Afrika. Di Amerika latin dan karibia,
penyebab kematian ibu tertinggi adalah karena gangguan hipersensitif.
Disimpulkan bahwa berdasarkan hasil penelitian Khan, pendarahan dan gangguan
hipersensitivitas merupakan penyebab kematian ibu di negara berkembang.
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Bappeda Provinsi Banda Aceh,
Penyebab kematian ibu terbagi 2, pertama disebabkan oleh penyebab langsung
obstetric yaitu kematian yang diakibatkan langsung oleh kehamilan dan
persalinannya. Penyebab kedua adalah kematian yang disebabkan oleh penyebab
tidak langsung yaitu kematian yang terjadi pada ibu hamil yang disebabkan oleh
penyakit dan bukan oleh kehamilan atau persalinannya. Penyebab langsung
kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh karena perdarahan, hipertensi dalam
kehamilan dan abortus. Sementara kematian akibat penyebab indirek sangat
signifikan proporsinya, yaitu sekitar 22%, hal ini memerlukan perhatian
pemerintah dalam hal pencegahan dan penanganannya. Penyebab kematian
tersebut antara lain terjadi pada ibu hamil yang mengalami penyakit malaria,
TBC, anemia, penyakit jantung, dan lain-lain. Penyakit tersebut dianggap dapat
meningkatkan resiko kesakitan dan kematian pada ibu hamil (Aceh, 2016).
Universitas Sumatera Utara
11
Rumah Sakit
Menurut Undang Undang Nomor 44 tahun 2009, Rumah Sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Rumah sakit juga merupakan pusat pendidikan dan latihan
tenaga kesehatan serta riset kesehatan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, menyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan
sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan
yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Selanjutnya pada pasal 1 dipertegas bahwa
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah Sakit dengan Pelayanan Obstetri Neonatus Emergensi Komprehensif
Pelayanan Ponek
Berdasarkan Kemenkes RI, (2008), tentang pedoman pelayanan rumah
sakit dengan pelayanan obstetric neonatus emergensi komprehensif 24 jam, tujuan
dibentuknya ponek adalah sebagai rujukan emergensi bagi ibu dan bayi baru lahir
dan harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana, serta tenaga medis yang
kompeten dan juga harus didukung dengan manajemen yang cakap. Tenaga medis
juga harus didukung dengan keahlian dan perilaku yang handal dalam
Universitas Sumatera Utara
12
memberikan pelayanan dan sesuai dengan standar prosedur yang terdiri dari
dokter obgyn, dokter spesialis anak, dokter umum unit gawat darurat, bidan dan
perawat. Dalam manajemen, pengawasan dari direktur rumah sakit harus
melibatkan tim peristi untuk melakukan evaluasi.
Pedoman pelayanan rumah sakit berbeda persyaratannya pada setiap kelas
rumah sakit. Karena lokasi didalam penelitian ini adalah di RSUD Tanjung Pura
merupakan rumah sakit kelas tipe C, maka persyaratan rumah sakit ponek tipe C
adalah :
1. Pelayanan fisiologis kesehatan ibu dan anak yaitu terdiri dari pelayanan
kehamilan, persalinan, dan nifas, asuhan bayi baru lahir dan imunisasi.
2. Pelayanan kesehatan ibu dan bayi dengan resiko tinggi yang terdiri dari masa
antenatal, masa intranatal, dan juga masa post natal.
3. Pelayanan kesehatan neonatal
4. Pelayanan ginekologis dan
5. Pelayanan intensif care unit dan transfuse darah
Dalam pedoman pelayanan ponek, (Kemenkes RI,2008), rumah sakit
ponek harus memiliki pelayanan dalam penunjang medis yang meliputi pelayanan
darah, dan pelayanan intensif. Didalam pelayanan penunjang medis, harus tersedia
fasilitas laboratorium darah yang didukung oleh dokter dan juga paramedis yang
menguasai tekhnologi transfuse darah. Di dalam pelayanan intensif ponek, sumber
daya manusia harus memadai meliputi dokter 24 jam dengan kompetensi mampu
melakukan resusitasi jantung dan paru, dan juga harus didukung oleh dokter
dengan spesialisasi anastesiologi.
Universitas Sumatera Utara
13
Kriteria Umum Ponek
Pada pelayanan ponek, rumah sakit harus memenuhi beberapa persyaratan
diantaranya :
1. Tersedia dokter jaga yang sudah dilatih ponek di unit gawat darurat dan
mampu menangani kasus kegawatdaruratan obstetric dan neonatal.
2. Dokter, perawat, dan bidan sudah mengikuti pelatihan ponek meliputi
resusitasi neonatal, dan kegawatdaruratan obstetric dan neonatal.
3. Rumah sakit memiliki SOP dalam penanganan kegawatdaruratan.
4. Memiliki kebijakan tidak menerima uang muka bagi pasien gawat darurat.
5. Tersedia prosedur pendelegasian wewenang.
6. respon time unit gawat darurat selama 10 menit.
7. ada kamar operasi 24 jam.
8. Tersedia kamar persalinan yang mampu disiapkan dalam kurun waktu 30
menit.
9. Tersedia petugas medis yang sewaktu waktu siap untuk tindakan
kegawatdaruratan
10. Ketersediaan darah 24 jam, dsb.
Kriteria Khusus dalam Pelayanan Ponek
Ponek harus memiliki SDM yang terdiri dari 1 dokter spesialis obgyn, 1
dokter spesialis anak, 1 dokter UGD, 3 orang bidan dan 2 orang perawat.
Sebaiknya tim ponek dilengkapi dengan dokter dengan spesialisasi anastesi, 6
orang bidan pelaksana, perawat dengan jadwal shift 3 kali dengan perkiraan
jumlah 10 orang, petugas administrasi dan pekarya. Selain itu ponek juga harus
Universitas Sumatera Utara
14
didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai, selengkapnya dapat dilihat
dalam lampiran 1.
Tata Kelola Klinis (Clinical Governance)
Definisi tata kelola klinis. Menurut Departemen Kesehatan Inggris
(Gottwald and Lansdown, 2014), tata kelola klinis adalah kerangka berfikir
melalui organisasi yang bertanggung jawab untuk terus meningkatkan kualitas
layanan dan standar perawatan yang aman dengan menciptakan lingkungan di
mana perawatan klinis akan terus mengalami perubahan. Menurut National
Health System United Kingdom dalam (Aveyard and Sharp, 2009), tata kelola
klinis adalah sistem di mana organisasi NHS berada bertanggung jawab untuk
terus meningkatkan kualitas layanan mereka dan menjaga standar perawatan yang
tinggi, dengan menciptakan lingkungan di mana keunggulan klinis akan
berkembang.
Menurut Lugon dalam (Gottwald and Lansdown, 2014), profesional
bidang kesehatan harus memasukkan strategi tata kelola klinis ke dalam praktik
sehari-hari, dan salah satu hal penting untuk dicatat dari definisi di atas
(menciptakan lingkungan) adalah bahwa tata kelola klinis harus relevan untuk
petugas dan pasien; oleh karena itu lingkungan berdampak pada staf dan pasien.
Misalnya, kualitas perawatan pasien dapat terpengaruh jika petugas bekerja di
lingkungan di mana dukungan atau peluang untuk mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan mereka masih kurang. Kurangnya sumber daya (tingkat petugas
yang rendah, peralatan dan obat-obatan) juga dapat berdampak pada petugas dan
pasien. Dari sudut pandang pasien, masuk ke bangsal campuran dapat
Universitas Sumatera Utara
15
mempengaruhi pengalaman mereka secara keseluruhan dan persepsi mereka
tentang perawatan yang berkualitas. Menurut Swage dalam (Gottwald and
Lansdown, 2014), definisi kedua yang perlu dipertimbangkan yaitu tata kelola
klinik menempatkan kewajiban pada semua profesional kesehatan, dokter dan
manajer untuk memastikan bahwa tingkat layanan klinis yang mereka berikan
kepada pasien memuaskan, konsisten dan responsif. Definisi yang terakhir
dikemukakan oleh Som (2004), Sistem tata kelola untuk organisasi perawatan
kesehatan yang mempromosikan pendekatan terpadu terhadap pengelolaan input,
struktur, dan proses untuk meningkatkan hasil dari pemberian layanan kesehatan
di mana staf kesehatan bekerja di lingkungan dengan akuntabilitas akan
meningkatkan kualitas pelayanan klinis.
Atribut tata kelola klinis. Atribut tata kelola klinis yang dipaparkan oleh
Som (2004) terdiri atas:
1. Input yaitu meliputi sumber daya keuangan, sumber daya manusia,
infrastruktur dan kebijakan dimana kualitas adalah merupakan persyaratan
legislatif dari rumah sakit.
2. Struktur meliputi persyaratan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan dan
pengembangan profesional berkelanjutan (CPD), pedoman untuk perawatan
klinis, misalnya jalur perawatan terpadu, manajemen risiko klinis,
mempromosikan kedokteran berbasis bukti (Evidence Based Practice), audit
dan pengembangan kepemimpinan. Chief Executive Officer (CEO)
bertanggung jawab atas standar perawatan yang disediakan.
3. Proses meliputi penerapan manajemen risiko, pendidikan dan pelatihan,
Universitas Sumatera Utara
16
pengembangan kepemimpinan, audit dan manajemen informasi pasien
(kerahasiaan dan anonimitas). Ini juga mencakup proses untuk mencatat „near
misses‟ dan kejadian buruk.
4. Dampak meliputi perbaikan kualitas berkelanjutan (CQI), kepuasan pasien dan
mengurangi jumlah „near misses‟ dan kejadian buruk. Hubungan yang lebih
baik antara pasien dan dokter dan peningkatan kolaborasi antara profesional
dan manajer juga ditekankan. Selain itu intervensi yang didukung melalui
Praktek Berbasis Bukti juga disertakan.
Kerangka konseptual tata kelola klinis. Kerangka konseptual tata kelola
klinis digambarkan seperti payung yang mengimplementasikan tentang strategi.
Gambar 1. Kerangka konseptual tata kelola klinis
Berdasarkan gambar 1 di atas, tata kelola klinis terdiri dari penelitian dan
pengembangan, praktek berbasis bukti, keluhan, audit, manajemen risiko, dan
pendidikan pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
17
Hubungan Kualitas Pelayanan dan Tata Kelola Klinis
Menurut (Gottwald and Lansdown, 2014), kualitas merupakan hal yang
menarik bagi banyak orang baik internal maupun eksternal untuk organisasi
perawatan, kesehatan, dan sosial, misalnya kelompok atau 'pemangku
kepentingan' seperti pasien, keluarga, pemerintah dan staf rumah sakit. Mereka
memiliki minat dalam perawatan kesehatan, mereka memberikan perawatan
kesehatan, dan bertanggung jawab atas efektivitas klinis pemberian layanan. Tata
kelola klinis bertujuan untuk menempatkan pemberian kualitas klinis di pusat
penyediaan layanan kesehatan. Ini harus berdasarkan bukti, secara luas dibagi,
menggunakan staf yang terampil dan fasilitas yang sesuai. Pembelajaran bersama
(pendidikan dan pelatihan) memastikan bahwa profesional kesehatan bertujuan
untuk mencegah kesalahan apa yang dapat mereka lakukan, membatasi apa yang
tidak dapat mereka cegah dan yang terpenting belajar dari kesalahan yang dibuat
dan mencegahnya terjadi lagi di masa depan. Akhirnya tata kelola klinis termasuk
audit klinis untuk menilai kepatuhan dan untuk mendorong refleksi pada kerja
individu dan tim; memeriksa untuk melihat apa yang seharusnya terjadi.
Tata kelola klinis mencakup (lihat gambar 2.1) menerapkan Praktik
Berbasis Bukti (seperti yang disarankan oleh Som 2004) ke dalam perawatan
pasien sehari-hari untuk memastikan bahwa petugas layanan kesehatan tahu apa
yang mereka lakukan dan mengapa itu berhasil. Ini termasuk peningkatan kualitas
berkelanjutan (Continously Quality Improvement (CQI)) sehingga profesional
perawatan kesehatan selalu bertujuan untuk meningkatkan praktik, menjamin
bahwa risiko dikelola, dan belajar dari insiden dan kecelakaan dibagi.
Universitas Sumatera Utara
18
Gambar 2. Hubungan kualitas pelayanan dan tata kelola klinis
Berdasarkan gambar 2 diatas yang dikutip dari (Gottwald and Lansdown,
2014), tata kelola klinis merupakan jantung bagi pelayanan kesehatan yang
berkualitas. Tata kelola klinis dipengaruhi oleh peningkatan kualitas pelayanan
(continiusly quality improvement), pendidikan dan pelatihan, audit, dan praktik
berbasis bukti.
Rantai Nilai Pelayanan
Menurut Hidayah (2017), pelayanan kesehatan yang diberikan pada
dasarnya adalah untuk memberikan nilai yang unggul (superior values) kepada
pelanggan. Nilai yang unggul tersebut berupa kepuasan dan loyalitas pelanggan
kepada pemberi pelayanan. Untuk dapat menciptakan nilai yang unggul tersebut
melalui serangkaian rantai nilai pada gambar dibawah ini :
Gambar 3. Rantai nilai (the value chain dalam Swayne, Duncan, dan Ginter
2006)
Universitas Sumatera Utara
19
Menurut (Swayne, Duncan, dan Ginter, 2006), dari rantai nilai tersebut
ada dua hal penting dalam rantai nilai pelayanan yaitu pelayanan yang diberikan
itu sendiri, dan faktor pendukung pelayanan. Pelayanan yang diberikan dapat
dilihat dari tiga kegiatan utama, yaitu sebelum pelayanan, proses pelayanan, dan
sesudah pelayanan. Berdasarkan gambar 2.3 diatas, pra pelayanan terdiri dari riset
tentang pasar, target pasar, pelayanan yang ditawarkan/ harga yang ditawarkan,
promosi, dan distribusi logistic. Pada proses pelayanan terdiri dari kualitas klinis
yang diberikan, proses inovasi marketing dan kepuasan pelanggan. Setelah
pelayanan terdiri dari tidak lanjut pemasaran klinis, tindak lanjut tagihan
pemasaran klinis. Aktivitas pendukung pelayanan terdiri dari 3 variabel. Pertama
adalah budaya organisasi yang meliputi asumsi dan nilai bersama, lalu struktur
organisasi yang meliputi fungsi, divisi, dan matriks, lalu yang terakhir adalah
sumber daya strategic yang meliputi keuangan, SDM, dan teknologi informasi.
Menurut (Swayne, Duncan, dan Ginter, 2006), kategori digambarkan
dalam rantai nilai telah didokumentasikan dengan baik sebagai elemen kunci yang
menciptakan nilai dalam suatu organisasi. Penting untuk diingat bahwa strategi
pelayanan dan strategi dukungan tidak terpisah, melainkan tindakan saling
melengkapi. Budaya, struktur, dan sumber daya organisasi-strategi pada
kenyataannya merupakan bagian yang melekat dari aktivitas pra pelayanan,
kegiatan proses pelayanan, dan setelah pelayanan. Dengan demikian, perubahan
dalam budaya organisasi kompetensi manusia jelas kembali tercermin dalam
pemberian layanan. Selanjutnya, sistem informasi ditingkatkan, sumber daya,
sehingga dapat memperoleh keuntungan semua aspek pelayanan serta sumber
daya lainnya strategis.
Universitas Sumatera Utara
20
Pra pelayanan. Organisasi melakukan pemasaran dan menentukan target
pasar yang akan dilayani, pelayanan yang disediakan, harga yang ditawarkan,
promosi dan distribusi/logistik yang disediakan. Pelayanan yang ditawarkan
terkait dengan brand. Organisasi menawarkan produk berupa jasa pelayanan
dokter umum dan dokter spesialis. Ada pasien yang mencari rumah sakit, tidak
memilih dokternya, ada yang mencari dokternya dimanapun dokter itu praktek. Ini
merupakan tantangan bagi rumah sakit bagaimana pasien tertarik dengan
pelayanan jasa rumah sakit, tidak tergantung pada dokternya (Hidayah, 2017).
Promosi yang dilakukan oleh rumah sakit dapat dikemas dalam bentuk
kegiatan sosial seperti sunatan masal dan pengobatan gratis, memberikan edukasi
kesehatan kepada masyarakat, operasi katarak masal gratis, pemeriksaan
kesehatan gratis pada event-event tertentu. Distribusi atau logistik adalah
bagaimana penyampaian pelayanan kesehatan kepada pasien dan perlengkapan
yang diperlukan untuk memberikan pelayanan kesehatan tersebut (Hidayah,
2017).
Proses pelayanan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu saat
memberikan pelayan medis (clinical operation) hendaknya membuat pasien
merasa puas dengan mutu pelayanan yang diberikan. Mutu pelayanan yang
dimaksudkan adalah sesuai dengan standar pelayanan atau melebihi standar
pelayanan minimal dan sesuai dengan harapan atau melebihi harapan pasien. Saat
memberikan pelayanan ini juga dapat dijadikan sebagai momentum untuk
membangun hubungan dengan pelanggan yang istilahnya customer relationship
marketing, yaitu pemasaran melalui hubungan dengan pelanggan. Hasilnya jika
Universitas Sumatera Utara
21
pasien merasa puas dan senang dengan pelayanan yang diberikan oleh petugas
kesehatan dan rumah sakit, maka pasien akan kembali lagi suatu saat ketika
mereka membutuhkan pelayanan kesehatan. Hubungan dengan pasien perlu
dijalin sedemikian rupa sehingga ada keterikatan batin (melayani dengan hati),
dan jika hal itu terjadi maka pasien akan menjadi loyal dengan ditandai pasienatau
keluarganya menyampaikan hal-hal yang baik dan menyenangkan kepada orang
lain, dan menganjurkan orang lain ketika membutuhkan pelayanan kesehatan
(Hidayah, 2017).
Rumah sakit juga mengikuti trend kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Saat ini telah banyak tersedia peralatan yang canggih dan teknik
operasionalnya juga semakin canggih. Rumah sakit dapat melakukan inovasi-
inovasi agar dapat terus menarik pasien baik pasien baru maupun pasien yang
datang kembali atau pasien lama. Jasa pelayanan tidak kelihatan tetapi dapat
dirasakan dan dinilai langsung oleh pasien terutama saat menerima pelayanan.
Saat menerima pelayanan ini menjadi moment kunci apakah pasien merasa puas
atau tidak, kemudian apakah pasien akan kembali lagi disaat memerlukan
pelayanan kesehatan atau pasien pindah ke dokter atau rumah sakit lain (Hidayah,
2017).
Setelah pelayanan. Tidak kalah pentingnya dengan sebelum dan saat
menerima pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari
pelayanan klinis dan non klinis. Pelayanan non klinis diterima pasien sejak masuk
wilayah rumah sakit, kenyamanan, keramah-tamahan petugas, kemudahan parkir,
tersedia tempat ibadah, kafetaria, dan toilet yang bersih dan nyaman. Berhubung
Universitas Sumatera Utara
22
jasa pelayanan tidak kelihatan dan hanya dirasakan langsung oleh mereka yang
menerima pelayanan, maka bukti fisik menjadi penting sebagai daya tarik yang
menyenagkan bagi pasien dan keluarganya. Berhubung pasien dalam kondisi
sakit, kecuali pasien yang sehat dan datang ke rumah sakit untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan dalam rangka menjaga kesehatannya secara preventif,
maka perasaannya lebih sensitif dibandingkan dengan orang-orang yang sehat,
demikian juga keluarganya. Hal ini perlu diketahui oleh para pegawai di rumah
sakit agar dapat memperlakukan pasien dan melayaninya dengan lebih baik
(Hidayah, 2017).
Setelah menerima pelayanan untuk pasien umum maka pasien menerima
billing untuk pembayaran pelayanan kesehatan yang sudah diterimanya. Untuk
pasien peserta BPJS, pembayaran dilakukan oleh BPJS melalui proses klaim
secara kumulatif setiap bulan, sedangkan pasien membayar premi ke BPJS sesuai
dengan kelasnya. Selain itu, pasien yang sudah selesai menerima pelayanan
kesehatan, ketika akan pulang, adakalanya pasien harus kontrol kesehatannya
kembali dalam jangka waktu tertentu. Moment-moment saat pasien akan pulang
ini juga dapat dijadikan sebagai sarana pemasaran, membangun hubungan yang
berkelanjutan dengan pasien (Hidayah, 2017).
Apa yang sudah dibahas sebelumnya adalah kegiatan service delivery atau
bagaimana menyampaikan pelayanan kepada pasien. Selanjutnya adalah kegiatan
penunjang yaitu budaya organisasi, struktur organisasi, dan sumber daya strategic
(Hidayah, 2017).
Universitas Sumatera Utara
23
Budaya Organisasi
Sangat penting untuk membentuk perilaku yang diharapkan berdasarkan
nilai-nilai dan norma-norma. Dalam berorganisasi, anggota organisasi dalam hal
ini pegawai rumah sakit baik tenaga kesehatan maupun tenaga non kesehatan
mempunyai asumsi sendiri-sendiri. Bagaimana rumah sakit dapat membangun
asumsi bersama (share assumptions) untuk berbagi nilai bersama (share values).
Peran kepemimpinan strategik sangat penting dalam membangun budaya
orgaisasi yang kondusif agar rumah sakit dapat mencapai visi dan misinya.
Budaya organisasi ini berdasarkan hasil penelitian terdahulu berpengaruh terhadap
motivasi dan kinerja pegawai, yang akhirnya bermuara pada mutu pelayanan
kepada pasien dan menentukan kepuasan pelanggan (Hidayah, 2017).
Struktur oganisasi. Perlu mendapat perhatian manajemen karena terkait
dengan birokrasi dalam pengambilan keputusan yang secara tidak langsung akan
berpengaruh terhadap penyampaian pelayanan kesehatan. Struktur organisasi
dapat berbentuk fungsional, devisional ataupun matrik (Hidayah, 2017).
Sumber Daya Strategik
Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik diperlukan
sumber daya strategik, yaitu finansial, sumber daya manusia, informasi, dan
teknologi. Jika sumber daya strategik ini tidak dimiliki oleh rumah sakit secara
memadai, maka rumah sakit akan kesulitan untuk dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan baik pelanggan
internal (pegawai), maupun pelanggan eksternal (terutama psien). Sebagai contoh,
rumah sakit sedang kesulitan dalam segi finansial sehingga tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
24
menyediakan perlatan dan obat-obatan serta kebutuhan lainnya sesuai dengan
kebutuhan, maka pelayanan kesehatan juga akan terganggu dan dapat
mengecewakan pasien dan lebih parah lagi dapat ditinggalkan oleh pasien. Pasien
dapat mencari rumah sakit lain yang lebih dapat memuaskan mereka. Contoh lain,
sumber daya manusia yang kurang, seperti kekuarang dokter, dokter spesialis, dan
perawat atau tenaga kesehatan atau non kesehatan. Hal tersebut akan berakibat
pada beban kerja yang terlalu tinggi, kelelahan, dan dapat mengakibatkan
penundaan pelayanan atau pelayanan menjadi lama (Hidayah, 2017).
Pada era teknologi informasi saat ini, jika rumah sakit tidak dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan perubahan teknologi, maka operasi
klinis dan non klinis akan terganggu atau tidak lancar tidak sesuai dengan tidak
sesuai dengan tuntutan jaman. Contohnya antrian pasien masih secara manual
danrekam medis juga masih manual mengakibatkan pasien antri terlalu lama, ada
kalanya sulit mencari dokumen rekam medisnya sehingga terpaksa pakai
lembaran baru, sementara rumah sakit lain sudah menggunakan peralatan
teknologi informasi yang canggih yang serba cepat (Hidayah, 2017).
Sebenarnya persaingan antara rumah sakit satu dengan lainnya adalah
persaingan dalam menciptakan nilai, baik nilai bagi pelanggan, bagi pegawai
maupun bagi pemilik melalui rantai nilai sejak dari input, proses, output dan
outcomes untuk produk barang, dan untuk jasa adalah sebelum, saat, dan sesudah
pelayanan, hal inilah yang membuktikan bahwa persaingan itu terus berjalan.
Siapa yang lebih efisien maka merekalah yang lebih unggul dalam persaiangan
bisnisnya (Hidayah, 2017).
Universitas Sumatera Utara
25
Mengembangkan Nilai Menambahkan Strategi
Setiap area rantai nilai dievaluasi dalam analisis internal sebagai bagian
dari analisis situasional dan kesimpulan yang digunakan sebagai masukan untuk
perumusan strategi. Masing-masing keputusan strategis (directional, adaptif,
masuk pasar, dan kompetitif) titik ini yang dibuat untuk memindahkan organisasi
lebih dekat untuk mencapai misi dan visinya dan pada saat yang sama membuat
tuntutan khusus pada organisasi yang membutuhkan tindakan eksplisit Swayne,
Duncan, dan Ginter, (2006). Berdasarkan hasil perbandingan situasi saat ini dan
apa yang diinginkan oleh manajer strategis, komponen rantai nilai mungkin perlu
dipertahankan atau diubah untuk melaksanakan strategi Logika mengembangkan
strategi khusus untuk setiap komponen dari nilai rantai diilustrasikan dalam peta
pemikiran strategis dalam gambar 4.
Gambar 4. Proses pengembangan strategi penambahan nilai
Mengidentifikasi persyaratan
yang dipilih:
Strategi directional
Strategi adaptif
Strategi Masuk Pasar
Strategi kompetitif
Hasil Analisis Lingkungan
Internal:
• Pre-Service
• Point-of-Service
• Setelah-Service
• Budaya
• Struktur
• Sumber Daya Strategis
Bandingkan Persyaratan
Strategi dengan Analisis
internal
Pedoman Unit
Organisasi
untuk Kontrak
Pedoman Unit
Organisasi
untuk Perluas
Pedoman Unit
Organisasi
untuk Menjaga
Universitas Sumatera Utara
26
Seperti yang disarankan oleh matriks keputusan, untuk setiap komponen
rantai nilai, keputusan strategis harus dibuat (pertahankan atau ubah) dan arahan
umum yang diberikan kepada unit organisasi seperti bagaimana keputusan itu
harus diselesaikan. Organisasi selanjutnya yang lebih spesifik unit strategi
(rencana kegiatan) yang melaksanakan strategi penambahan nilai dikembangkan
Swayne, Duncan, dan Ginter, (2006). Selanjutnya dijelaskan didalam table
dibawah ini ;
Tabel 1
Peta Pemikiran Strategis untuk Mengembangkan Strategi Penambahan Nilai
Nilai Tambah
Strategi
Penyampaian
Layanan
Hasil
Analisis
internal
Persyaratan
Strategi
Terpilih
Perbandingan dari
Persyaratan
Strategi dan
Analisis
internal
Mempertaha
nkan
atau Ganti
Pre-Service
Pasar /
Marketing
Research
Target Market
Promosi
Harga
Ditawarkan /
Branding
Distribusi /
Logistik
Point-of-Service
Operasi klinis
Pemasaran
Setelah-Service
Tindak lanjut
Kegiatan
Penagihan
Tindak
Kegiatan
Penambahan Nilai
Strategi Dukungan
------------
------------
------------
------------
--------------
--------------
--------------
--------------
--------------------
------------------
------------------
------------------
--------------
--------------
--------------
--------------
Universitas Sumatera Utara
27
Seperti perumusan strategi, ada logika perencanaan untuk
mengembangkan strategi implementasi seperti digambarkan seperti dibawah ini:
Gambar 5. Perencanaan logika untuk strategi penambahan nilai
Strategi nilai tambah (pelayanan dan dukungan) pertama harus
dikembangkan, dan diikuti oleh rencana kegiatan. Nilai ditambahkan pada strategi
yang direncanakan pertama karena mereka adalah yang paling luas dari
implementasi strategi, menetapkan proses dan konteks untuk mencapai misi dan
mencapai visi dan tujuan Swayne, Duncan, dan Ginter, (2006).
Nilai menambahkan strategi pelayanan menentukan kegiatan pra-
layanan, konfigurasi dan proses titik-layanan dan kegiatan after-service yang
dibutuhkan oleh strategi yang dikembangkan selama perumusan strategi. Strategi-
strategi ini harus dikoordinasikan dan konsisten. Strategi dukungan nilai tambah
menciptakan dan membentuk lingkungan kerja dan norma-norma perilaku,
hubungan pelaporan dan struktur, serta informasi mengalir, kebutuhan keuangan,
Universitas Sumatera Utara
28
dan persyaratan sumber daya manusia untuk melaksanakan strategi yang dipilih.
Organisasi yang tidak memiliki budaya yang tepat, struktur, atau sumber daya
strategis tidak dapat melaksanakan rencana yang efektif. Akhirnya, untuk unit
organisasi, spesifik objektif dapat dikembangkan, kegiatan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan, dan sumber daya keuangan berkomitmen untuk
kegiatan. Jelas, budaya, struktur,dan sumber daya strategis harus dibentuk dan
diberi arahan oleh manajer strategis yang mengembangkan rencana strategis
organisasi secara keseluruhan Swayne, Duncan, dan Ginter, (2006).
Seperti fase perumusan strategi, strategi implementasi membentuk cara
hubungan berakhir. Strategi penambahan nilai harus mencapai arah, adaptif,
masuk pasar, dan strategi kompetitif dan rencana aksi harus mencapai strategi
penambahan nilai. Rencana aksi menghubungkan unit organisasi individu dengan
strategi keseluruhan. Unit biasanya berfungsi, seperti operasi (unit bedah, unit
Alzheimer, perawatan bayi yang baik, dan sebagainya), pemasaran, keuangan,
sumber daya manusia, dan sebagainya. Operasi dan pemasaran adalah pekerjaan
utama organisasi kegiatan pelayanan penambahan nilai karena menyediakan
produk/ layanan dan memberikan kepada pelanggan adalah kegiatan utama
organisasi. Penekanan utama dari sumber daya manusia, keuangan, manajemen
fasilitas, dan sistem informasi biasanya akan diarahkan menuju pencapaian
strategi dukungan. Fungsi-fungsi ini mendukung pencapaian pekerjaan utama
organisasi Swayne, Duncan, dan Ginter, (2006).
Rantai Nilai dalam Pelayanan Kesehatan
Rantai nilai pelayanan kesehatan di rumah sakit ponek, di adaptasi dari
teori rantai nilai (value chain analysis) yang dikembangkan oleh Swayne,
Universitas Sumatera Utara
29
Duncan, dan Ginter, (2006). Dalam pelayanan rumah sakit ponek, ada dua
aktivitas yang dilakukan yaitu aktivitas utama meliputi pra pelayanan, pada saat
pelayanan, dan setelah pelayanan. Kedua adalah aktivitas pendukung yang terdiri
dari budaya organisasi, struktur organisasi, dan sumber daya strategic. Jika kita
aplikasikan teori ini kedalam pelayanan rumah sakit ponek, maka dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Aktivitas Utama
Berdasarkan observasi penulis di RSUD Tanjung Pura yang merupakan
rumah sakit kelas C, aktivitas pelayanan persalinan terdiri dari 3 kegiatan
pelayanan yaitu ; Pra pelayanan merupakan jenis pelayanan sebelum ibu hamil
diberi tindakan persalinan yang meliputi kegiatan penerimaan rujukan dan
registrasi pasien baru atau lama, pemeriksaan buku KIA, dan promosi pojok asi.
Proses pelayanan merupakan pelayanan persalinan meliputi pemeriksaan pasien,
anamneses ibu dan janin, pemeriksaan fisik dan localisata, laboratorium (jika
dibutuhkan), pemberian tindakan (gawat ibu/ gawat janin). Setelah pelayanan
merupakan pelayanan setelah persalinan meliputi follow up clinical yang terdiri
dari observsi post partum, ganti perban, cek luka, dan pemberian obat tambahan
jika dibutuhkan.
2. Aktivitas Pendukung
Aktivitas pendukung (Supporting Factors) merupakan factor penunjang
dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan ponek yang terdiri dari 3 hal yaitu :
budaya organisasi merupakan rumah sakit dapat membangun asumsi bersama
(share assumptions) untuk berbagi nilai bersama (share values). Peran
Universitas Sumatera Utara
30
kepemimpinan strategik sangat penting dalam membangun budaya orgaisasi yang
kondusif agar rumah sakit dapat mencapai visi dan misinya. Budaya organisasi ini
berdasarkan hasil penelitian terdahulu berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja
pegawai, yang akhirnya bermuara pada mutu pelayanan kepada pasien dan
menentukan kepuasan pelanggan. Struktur organisasi adalah Birokrasi dalam
pengambilan keputusan yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap
penyampaian pelayanan ponek. Struktur organisasi dapat berbentuk fungsional,
devisional ataupun matrik. Sumber daya strategic adalah tersedianya sumber daya
meliputi finansial, sumber daya manusia, informasi, dan teknologi yang sesuai
standar. Kerangka pikir penelitian digambarkan seperti bagan dibawah ini :
Kerangka Pikir
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka fokus penelitian ini dapat
dijabarkan pada gambar 6 :
Gambar 6. Kerangka pikir
Universitas Sumatera Utara
31
Berdasarkan gambar 6, dalam upaya menurunkan angka kematian ibu
akibat persalinan, maka dibentuklah rumah sakit rujukan yang dilengkapi dengan
fasilitas Ponek (pelayanan obstetric dan neonates komrehensif). Didalam
pelaksanaan ponek, diatur dengan tata kelola persalinan yang sesuai dengan
sistem prosedur operasional yang dapat diidentifikasi menjadi dua kategori
penting yaitu aktivitas pelayanan persalinan dan aktivitas pendukungnya.
Kombinasi dari rantai pelayanan diatas diharapkan dapat memberikan nilai
kepada pasien yaitu pelayanan ponek yang berkualitas.
Universitas Sumatera Utara
32
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan
pendekatan studi kasus. Pendekatan ini menekankan pada penyelidikan secara
cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu
(Creswell, 2013). Metode ini dianggap relevan dan sesuai dengan topik penelitian
ini yang bertujuan untuk meggali informasi sebanyak – banyaknya dan secara
detail tentang rantai nilai pelayanan kesehatan ibu dalam upaya menurunkan
angka kematian ibu di RSUD Ponek Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
Seperti yang dikemukakan oleh (Cresswell, 2009), “Qualitative research
focusses on the process that is occurring as well as the product or outcome.
Researcers are particulars interested in understanding how things occurs”. Dapat
diartikan bahwa pendekatan kualitatif lebih menekankan perhatian pada proses
dan makna yang bersifat deskriptif didapat melalui kata atau gambar serta bersifat
induktif.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini di RSUD Tanjung Pura
Kabupaten Langkat. RSUD Tanjung Pura merupakan rumah sakit tipe B. Adapun
alasan pemilihan lokasi penelitian adalah :
1. Berdasarkan data dinas kesehatan provinsi sumatera utara tahun 2017, Di
Kabupaten Langkat, pada tahun 2016 dari 23298 ibu hamil diperkirakan
sebesar 4660 kasus ibu hamil dengan komplikasi kebidanan, dan hanya
sebesar 40,58% yang ditangani.
32 Universitas Sumatera Utara
33
2. RSUD Tanjung Pura merupakan rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas
pelayanan obstetric neonates dan emergensi komprehensif (PONEK).
3. Sebelumnya tidak pernah dilakukan penelitian dengan topik sejenis di RSUD
Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
Waktu penelitian. Penelitian diawali dengan pembuatan proposal yang
dimulai dari bulan Agustus tahun 2018. Proses pengumpulan data dilakukan pada
bulan Juni tahun 2019.
Informan Penelitian
Dalam penelitian ini penentuan ini sumber informasi baik sumber informan
kunci maupun sumber informasi tambahan dilakukan dengan tekhnik purposive
sampling. Menurut Sugiyono (2009), purposive sampling adalah teknik
pertimbangan sampel sumber data pertimbangan tertentu yakni sumber data
dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, sehingga mempermudah
peneliti menjelajahi objek atau situasi social yang sedang diteliti, yang menjadi
kepedulian dalam pengambilan sampel penelitian kualitatif adalah tuntasnya
pemerolehan informasi dengan keragaman variasi yang ada, bukan pada
banyaknya sumber data.
Sumber informasi dalam penelitian ini diambil dari pihak-pihak yang
terkait dengan RSUD Tanjung Pura sebagai rumah sakit ponek yang dipilih
dengan menggunakan teknik sampel purposif (Cresswell, 2009). Informan dalam
penelitian ini adalah :
1. Kabid Yanmed
2. Dokter Ponek
3. Bidan Ponek
4. Kabid Pelayanan Antenatal
Universitas Sumatera Utara
34
5. Kepala Bidang Litbang RS
6. Kepala ruangan nifas
7. Pasien
Definisi Konsep
Adapun definisi konsep penelitian ini adalah:
Tabel 2
Definisi Konsep Penelitian
Fokus
Penelitian
Definisi
Pra Pelayanan Pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil sebelum
persalinan dilakukan meliputi kegiatan penerimaan rujukan
(formulir rujukan, kasus rujukan, komunikasi pra rujukan),
registrasi pasien baru/lama (Proses pendaftaran dan rencama
pembiayaan), pemeriksaan buku KIA, dan promosi pojok asi.
Proses
Pelayanan
Pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil pada saat
persalinan, meliputi tindakan operasai kegwatdaruratan
maksimal 30 menit dengan pedoman ponek, dan tata kelola
klinis yang sesuai dengan SOP persalinan yang terdiri dari
pemeriksaan ibu dan janin.
Setelah
Pelayanan
Pelayanan yang diberikan kepada ibu yang telah melahirkan
meliputi clinical governance post partum yang sesuai dengan
SOP, kb pasca salin, pelaksanaan IMD/ ASI, dan rujukan
balik.
Budaya
Organisasi
Rumah sakit dapat membangun asumsi bersama (share
assumptions) untuk berbagi nilai bersama (share values).
Peran kepemimpinan strategik sangat penting dalam
membangun budaya orgaisasi yang kondusif agar rumah sakit
dapat mencapai visi dan misinya. Budaya organisasi ini
berdasarkan hasil penelitian terdahulu berpengaruh terhadap
motivasi dan kinerja pegawai, yang akhirnya bermuara pada
mutu pelayanan kepada pasien dan menentukan kepuasan
pelanggan.
Struktur
Organisasi
Birokrasi dalam pengambilan keputusan yang secara tidak
langsung akan berpengaruh terhadap penyampaian pelayanan
ponek. Struktur organisasi dapat berbentuk fungsional,
devisional ataupun matrik.
Sumber Daya
Strategis
Tersedianya sumber daya meliputi finansial, sumber daya
manusia, sarana dan prasarana, dan teknologi yang sesuai
standar.
Universitas Sumatera Utara
35
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan yang sangat penting
dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data
yang memiliki kredibilitas tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tahap ini tidak
boleh salah dan harus dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan ciri-ciri
penelitian kualitatif. Sebab, kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam
pengumpulan data akan berakibat kurang akurat hasil penelitian atau bias.
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
dari hasil wawancara mendalam secara terstruktur dengan informan. Data
sekunder diperoleh dari data dan laporan yang terkait dengan ponek, standar
prosedur operasional, dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu di RSUD
Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
Adapun teknis atau cara dalam pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Focus Group Discussion (FGD)
FGD adalah suatu proses mengumpulkan informasi dari beberapa sumber
dengan membentuk sebuah diskusi kelompok. Tujuan dilakukannya FGD
adalah memperoleh masukan ataupun informasi yang bersifat local dan
spesifik, dan ditentukan solusi pemecahannya setalah dilakukan diskusi dan
dianalisa.
2. Wawancara mendalam (indepth interview)
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data untuk
mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan.
Universitas Sumatera Utara
36
Wawancara mendalam dilakuka secara bebas terkontrol artinya wawancara
dilakukan secara bebas, sehingga data yang diperoleh luas dan mendalam
tetapi masih memperhatikan unsur terpimpin yang memungkinkan masih
terpenuhinya prinsip-prinsip komparabilitas dan reliabilitas secara langsung
dapat diarahkan dan memihak pada persoalan yang diteliti.
3. Telaah Dokumen
Telaah dokumen adalah teknik pengumpulan data untuk mengumpulkan data
tambahan terkait dengan informasi yang dibutuhkan didalam penelitian.
Instrumen penelitian. Instrument penelitian merupakan suatu alat yang
digunakan untuk mengukur fenomena alam dan social yang diamati. Pada
penelitian kualitatif, instrument utama penelitiannya adalah peneliti sendiri
dengan menggunakan alat bantu pedoman wawancara. Menurut sugiyono (2009),
dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri menjadi instrument penelitian dan
berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih sumber informasi, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, menganalisis data, menafsirkan data dan
memuat kesimpulan atas penemuannya
Metode Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan direkam
kemudian dibuatkan dalam bentuk transkrip hasil wawancara. Selanjutnya data
diolah secara manual. Data kualitatif lalu diolah dengan menggunakan thematic
analysis. Adapun tahapan pengolahan data adalah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari wawancara mendalam dan
dari sumber lain misalnya hasil observasi dan data pendukung lainnya.
Universitas Sumatera Utara
37
2. Mencatat dan mebuat transkrip semua data yang masih dalam bentuk kaset
rekaman kedalam bentuk tulisan.
3. Melakukan kategorisasi atau memberikan tanda data yang mempunyai
karakteristik/ pola yang sama menurut metode pengumpulan data dan pola
jawaban kemudian disajikan dalam bentuk matriks.
4. Menganalisa variabel-variabel serta menghubungkan dengan teori yang ada
atau hasil penelitian lain.
5. Menyajikan data dalam bentuk matriks dan kualitatif.
Universitas Sumatera Utara
38
Hasil dan Pembahasan
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
Rumah Sakit Umum (RSU) Tanjung Pura adalah Rumah Sakit Peninggalan
Kerajaan Kesultanan Langkat Pada Masa Pemerintahan Sultan Tengku Mahmud
Abdul Aziz yang berdiri tahun 1933. Pada masa itu Rumah Sakit ini bernama
Rumah Sakit Tengku Musa (Nama Putra Mahkota Sultan langkat), digunakan
untuk Pengobatan Bangsawan Kerajaan yang sakit dan Pejabat zaman colonial
Belanda. Pimpinan Rumah Sakit ini Tengku Musa Ini adalah Dokter amir yang
juga sebagai dokter Pribadi Sultan Langkat.Saat ini RSU Tanjung Pura adalah
Satu-satunya rumah sakit milik Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat, terletak di
ibu kota kecamatan Tanjung Pura yang jaraknya 20 KM di utara Stabat ibu kota
Kabupaten Langkat.
Rumah Sakit Umum daerah Tanjung pura di bangun di atas tanas seluas
15.974 m2, dengan luas bangunan 6.072 m2, RSUD Tanjung Pura berlokasi di
Jalan Khairil Anwar No.09 Kelurahan Pekan Tanjung Pura Kec. Tanjung Pura
Kabupaten Langkat. Dalam menjalankan fungsinya Rumah Sakit umum tanjung
pura membentuk pelayanan rawat jalan dan rawat inap terhadap masyarakat di
Kabupaten Langkat.
Rumah sakit Umum daerah Tanjung Pura terletak di Kabupaten Langkat
yang terletak pada 3” 14‟ – 4” 13‟ Lintang Utara dan 97” 52‟ – 98” 45‟ Bujur
Timur mempunyai luas +/- 6.263,29 km2 dengan batas – batas sebagai berikut:
38 Universitas Sumatera Utara
39
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang ( NAD ) dan
Selat Malaka
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara/Tanah Alas
(NAD).
Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Pura
Visi dan Misi adalah suatu gambaran tentang keadaan masa depan yang
diinginkan oleh RSUD T.PURA. Visi RSUD T.PURA dirumuskan dengan
memperhatikan visi Kepala Daerah yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah ( RPJMD ) Kabupaten Langkat Tahun 2014-2019 yaitu
”Terwujudnya Masyarakat Yang Religius, Maju, Dinamis Sejahtera dan Mandiri”
Visi Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Pura. Visi RSUD Tanjung
Pura Kabupaten Langkat telah dirumuskan dan ditetapkan sebagai berikut :
“Terwujudnya RSUD Tanjung Pura yang maju dan mandiri, dengan pelayanan
yang prima dan bermutu, serta menjadi pilihan pertama sarana kesehatan
rujukan”
Penjelasan dari kata-kata yang terdapat dalam visi adalah sebagai berikut:
1. Maju
Rumah Sakit mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dibidang
kesehatan dan semakin baiknya sarana dan prasarana pendukung rumah sakit.
2. Mandiri
Rumah Sakit mampu mengatasi sendiri masalah kesehatan dan pelayanan
terhadap masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
40
3. Pelayanan yang Prima dan Berkualitas
Rumah sakit umum mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada
masyarakat tanpa membeda-beda.
4. Pilihan Pertama Sarana Kesehatan Rujukan
Dengan tercapainya Rumah Sakit yang maju dan mandiri serta didukung
dengan pelayanan yang prima dan bermutu akan memberikan image dan
kepercayaan yang baik terhadap masyarakat dimana Rumah Sakit akan
menjadi pilihan pertama sarana kesehatan rujukan.
Misi Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Pura. Misi adalah suatu
yang harus diemban atau dilaksanakan oleh instansi pemerintah sesuai visi yang
ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. Misi
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tanjung Pura Kabupaten Langkat adalah
sebagai berikut:
1. Misi Pertama : Meningkatkan profesionalisme tenaga medis, paramedis, para
non keperawatan dan tenaga administrasi, dengan tujuan :
a. Meningkatkana paratur pemerintah yang professional.
b. Meningkatkan pelayanan prima.
2. Misi Kedua : Meningkatkan ketersediaan dan mutu sarana dan prasarana
kesehatan rumah sakit, dengan tujuan :
a. Meningkatnya sarana dan prasarana pendukung
b. Meningkatnya kualitas dan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
3. Misi ketiga : Meningkatkan mutu pelayanan spesialistik rumah sakit kepada
pengguna jasa rumah sakit, terutama masyarakat yang kurang mampu dan
rujukan dari Puskesmas, dengan tujuan :
Universitas Sumatera Utara
41
a. Meningkatnya image yang baik dari masyarakat terhadap Rumah Sakit
Umum
b. Meningkatnya kualitas dan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat
4. Misi Keempat : Ikut berperan aktif bersama instansi-instansi terkait dalam
meningkatkan peran serta pemerintah daerah demi peningkatan derajat
kesehatan masyarakat, dengan tujuan :
a. Meningkatkan peran serta instansi-instansi terkait dalam rangka
peningkatan esehatan masyarakat.
b. Meningkatnya system dan tata kerja aparatur yang efektif, efisien dan
berkualitas.
Falsafah/moto dan budaya Rumah Sakit Umum Tanjung Pura.
Falsafah / Moto Rumah Sakit Umum Tanjung Pura yaitu sirih selalu di sajikan
dalam setiap pertemuan dan penyambutan tamu dalam adat masyarakat melayu
yang terkenal dengan sifat sopan santun, berbudi bahasa, serta penuh dengan adat
budaya, sirih mempersatukan masyarakat kelas bawah, pembesar Negara serta
serta seluruh kalangan dengan tujuan mempersatukan semua suku . Tepak sirih
melambangkan ciri khas Rumah Sakit yang terletak di Masyarakat Kabupaten
Langkat Melayu dalam menerima semua kemajuan pembangunan, semua
kemajuan prinsip berbasis kinerja mengandung makna bahwa semua program
pembangunan akan mampu dicapai melalui indikator sasaran yang terukur
(indikator outcome) sehingga prinsip akuntabel, keterbukaan, trasparabel dan
pemerataan dalam Good Governance. Falsafal / Moto RSUD Tanjung Pura adalah
“TEPAK SIRIH “ Te = Terampil, P=professional, AK = akurat , SI = sigap, R =
Ramah, I= Indah, H = harmonis
Universitas Sumatera Utara
42
Deskripsi Data
Deskripsi data penelitian adalah penjelasan tentang data yang sudah
didapatkan melalui wawancara dengan informan dan hasil observasi penelitian di
lapangan. Dalam penelitian kata-kata yang di dapatkan melalui informan melalui
wawancara merupakan sumber data utama. Sumber data utama didapatkan dengan
wawancara dan direkam dengan alat, dan juga dicatat secara manual. Selain
berupa kata-kata, peneliti juga menggunakan dokumentasi yang didapat
dilapangan, seperti profil rumah sakit, lembar standar operasional prosedur ponek,
dan juga data kepegawaian rumah sakit. Dokumentasi yang diambil dalam
penelitian di lapangan berupa foto kegiatan peneliti sewaktu mengumpulkan data
penelitian meliputi foto dengan informan, foto keadaan rumah sakit, foto
pelayanan ponek yang diberikan petugas, dan foto tentang sarana dan prasarana
ponek.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan data dianalisis selama
penelitian berlangsung. Data diperoleh dengan wawancara, observasi, dan
dokumentasi kegiatan pelayanan ponek. Setelah data dikumpulkan, lalu data di
reduksi untuk menemukan tema dan pola serta diberikan kode pada jawaban
responden yang sama, lalu dikategorikan. Dalam menyusun jawaban, peneliti
memberikan kode :
1. Q-Q : Daftar pertanyaan peneliti
2. I-I : Menandakan informan
Contoh : Informan 1 (I.1), Informan 2 (I.2) dst.
Universitas Sumatera Utara
43
Karakteristik Informan Penelitian
Informan dalam peneitian ini adalah semua pihak yang terlibat di dalam
penelitian. Informan di klasifikasikan menjadi dua yaitu key informant (informan
kunci) dan secondary informant (informan kedua). Dengan adanya klasifikasi
informan memudahkan peneliti dalam mencari data yang dibutuhkan sesuai
dengan latar belakang jabatan atau profesi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Data penelitian diperoleh dari 7 informan melalui metode wawancara mendalam.
Karakteristik informan terdiri dari kode informan, umur, jenis kelamin,
pendidikan terakhir, dan pekerjaan yang disajikan dalam table berikut :
Tabel 3
Karakteristik Informan Penelitian
Kode
Informan
Umur Jenis Kelamin Pendidikan
Terakhir
Pekerjaan
I-1 51 Perempuan S1 PNS
I-2 53 Laki-Laki S2 PNS
I-3 49 Perempuan S1 PNS
I-4 50 Laki-Laki S1 PNS
I-5 49 Perempuan S1 PNS
I-6 49 Perempuan S1 PNS
I-7 28 Perempuan SMA Wiraswasta
Sumber : Data Kepegawaian RSUD Tanjung Pura, 2019
Informan berjumlah 7 orang yang terdiri dari kasi pra pelayanan, kasi
pelayanan medis, dokter spesialis, kasi penelitian dan pengembangan, kepala
ruangan nifas, bidan, dan pasien.
Rantai Nilai Pelayanan Maternal dan Neonatal dalam Upaya Menurunkan
Angka Kematian Ibu
Kriteria aktivitas pelayanan RSUD Tanjung Pura Kabupaten
Langkat. Aktivitas pelayanan RSUD Tanjung Pura dapat dibagi menjadi 3
Universitas Sumatera Utara
44
tahapan, yaitu aktivitas pra pelayanan, aktivitas proses pelayanan, dan aktivitas
setelah pelayanan.
Aktivitas pra pelayanan. Aktivitas pra pelayanan di rumah sakit ponek
RSUD Tanjung pura terdiri dari penerimaan rujukan, registrasi pasien, waktu
tunggu pelayanan, pemeriksaan buku KIA, dan promosi pojok ASI, akan
dijelaskan sebagai berikut :
Penerimaan rujukan. Penerimaan rujukan harus memenuhi persyaratan
rujukan yaitu membawa formulir rujukan dari puskesmas. Rujukan pelayanan
ponek diberikan kepada pasien ibu hamil dengan kasus kegawatdaruratan yang
membutuhkan pelayanan segera. Kasus ibu hamil yang dirujuk juga harus sesuai
kriteria kasus yang boleh dirujuk. Dalam penerimaan rujukan juga dibahas
mengenai waktu tunggu pelayanan rujukan, kasus rujukan, dan komunikasi pra
rujukan yang dilakukan oleh puskesmas ke rumah sakit. Berdasarkan wawancara
yang ditanyakan kepada informan mengenai persyaratan membawa formulir
rujukan, berikut temuan dilapangan sesuai dengan pernyataan informan, sebagai
berikut:
“Kan harus tetap ada rujukannya datang kesini… kan ada kayak gini tau ni
hamil lalu rutin dia datang ada ni wacana mau lahiran disini…” (I.1, 51
tahun)
“entah ada kelainan kehamilan, jadi dia disuruh datang ni sama dokternya
datang tanggal segini, tapi harus minta rujukan tetap sama puskesnya…”
(I.1, 51 tahun)
“…..kalau udah gawat dia (ibu hamil) datang, ga bisa lagi kita tunggu
minta surat rujukan, tangani aja dulu…. Selamat lah dulu maunya ibu dan
bayinya kan….kalau pasien emergency yang datang langsung ke IGD gak
pakai rujukan, kalau dia berobat jalan ke situ (rumah sakit) tadi harus pakai
rujukan…..Pertama kami cek dulu rujukannya ada apa nggak, lalu kami
periksa identitasnya, lalu bidan anamneses kan.. abis tu kami cek ada apa
nggak dokter… kalau ga ada kami hubunginla dokternya minta datang
segera…” (I.2, 53 tahun)
Universitas Sumatera Utara
45
“…. Hooo gituuu… setiap pasien harus ditangani.. Pastilah ga bisa nolak
kan siapa aja mau datang berobat tapi kalau umum, kalau bpjs harus tetap
pakai rujukan….” (1.3, 49 tahun)
“…Kalau rujukan dari bawah itu harus lah bawa formulir rujukan, kecuali
kasus gawatdaruratkan, gak lah sempat dia lagi ambil rujukan apalagi
tengah tengah malam dia lebih dekat ke IGD dari puskes kan….” (I.5, 49
tahun)
“…kadang ada juga bumil itu datang ga gawat tapi plasenta previa, tapi
memang udah masuk inpartu… ya tunggulah sampai waktunya, tapi rujukan
harus bawa” (I.6, 49 tahun)
Berdasarkan kutipan diatas diatas, pada tema penerimaan rujukan, proses
penerimaan rujukan belum berjalan sesuai dengan pedoman penyelenggaraan
pelayanan ponek, karena tidak semua kasus ibu hamil harus membawa formulir
rujukan agar ditangani.
Berdasarkan pernyataan informan I.1 (51 Tahun) diatas, rujukan harus
membawa formulir rujukan dari puskesmas perujuk untuk melahirkan dengan
indikasi penyulit di rumah sakit ponek. Ibu hamil yang melakukan perawatan di
rumah sakit ponek juga harus membawa formulir rujukan dari puskesmas.
Pernyataan informan I.1 (51 Tahun) sejalan dengan pernyataan informan I.3 (49
tahun) dan I.6 (49 tahun) menyatakan bahwa jika pasien BPJS wajib membawa
rujukan.
Pernyataan informan I.1, I.3 dan I.6 diatas bertentangan dengan informan
I.2, dan I,5 Berdasarkan informan I.2 (53 Tahun) dan I.5 (47 tahun), formulir
rujukan boleh tidak dibawa untuk kasus ibu hamil yang harus ditangani segera.
Kasus kegawatdaruratan yang datang ke instalasi gawat darurat, bisa langsung
ditangani tanpa rujukan dari puskesmas. Proses penerimaan rujukan pasien
dimulai dari pemeriksaan identitas pasien, anamnese oleh bidan, lalu
menghubungi dokter untuk datang ke rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
46
Waktu tunggu pelayanan. Waktu tunggu pasien untuk mendapatkan
pelayanan (respon time) idealnya tidak lebih dari 10 menit (Kemenkes RI, 2008).
Ungkapan informan mendapatkan waktu tunggu belayakan dijelaskan sebagai
berikut.
“Pasien masuk, memang idealnya menunggu 10 menit, tapi kadang tidak
terlaksana, karena obat-obatan itu di farmasi. mengambil lagi, cek vital sign
lagi, dokternya lama kali kadang datang…” (I.5, 49 Tahun)
“Saya langsung datang kalau rumah sakit telfon, tapi karena sudah sore,
biasa jam 3 itu udah kosong poli, kalau pasien jam 5 saja, udah pulang
biasa dokter iti…” (I.2, 53 Tahun)
“Kami datang kesini, bawa rujukan, kami diperiksa adalah lama kak..bidan
itu kata mamak sibuk mondar mandir lari-lari keluar masuk.. agak heboh
memang kak.. nunggu dokter yg paling lama.. .” (I.7, 28 Tahun)
Berdasarkan informan I.5 (49 Tahun), respon time lebih dari 10 menit
disebabkan kendala dalam mengakses obat-obatan yang tidak tersedia berdekatan
dengan ruang ponek. Keadaan ini diperparah dengan kehadiran dokter yang
sangat lama tiba di rumah sakit, sehingga pasien lama diperiksa langsung oleh
dokter. Hal ini dudukung oleh informan I.2 (53 Tahun), yang mengatakan bahwa
jika sudah jam 3 siang keatas, waktu kunjungan poliklinik sudah habis, dokter
biasanya langsung pulang. Keadaan ini juga sejalan oleh informan I.7 (28 Tahun),
bahwa informan menunggu lama untuk diperiksa langsung oleh dokter.
Pedoman pelaksanaan rumah sakit ponek yang diterbitkan oleh Kemenkes
RI (2008), rumah sakit ponek merupakan rujukan tingkat pertama dari puskesmas
poned. Rujukan dari puskesmas poned adalah rujukan kegawatdaruratan yang jika
tidak mendapatkan penanganan segera akan menyebabkan kecacatan atau
kematian (UU RS No. 44, 2009). Menurut (Kementrian Kesehatan RI, 2012),
syarat merujuk pasien adalah hasil pemeriksaan sudah dapat dipastikan tidak
Universitas Sumatera Utara
47
mampu diatasi secara tuntas di fasyankes, hasil pemeriksaan fisik dengan
pemeriksaan penunjang medis ternyata pasien tidak mampu diatasi secara tuntas
ataupun tidak mampu dilayani karena keterbatasan kompetensi ataupun
keterbatasan sarana/prasarana, pasien memerlukan pemeriksaan penunjang medis
yang lebih lengkap dan pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan,
apabila pasien telah diobati di puskesmas ternyata masih membutuhkan
pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan di faskes rujukan yang lebih mampu
untuk dapat menyelesaikan masalah kesehatan.
Penerimaan rujukan harus memenuhi persyaratan rujukan yaitu membawa
formulir rujukan dari puskesmas. Rujukan pelayanan ponek diberikan kepada
pasien ibu hamil dengan kasus kegawatdaruratan yang membutuhkan pelayanan
segera. Berdasarkan penuturan informan, formulir rujukan harus dibawa dari
puskesmas perujuk untuk melahirkan dengan indikasi penyulit di rumah sakit
ponek. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Dwi Ratnasari,
2017), bahwa rujukan yang diberikan disertakan dengan formulir rujukan dari
puskesmas dan rekam medis keadaan pasien sebelumnya. Namun, dalam
beberapa kasus, formulir rujukan diperkenankan tidak dibawa untuk kasus ibu
hamil yang harus ditangani segera yang datang ke instalasi gawat darurat rumah
sakit. Berdasarkan wawancara dengan petugas puskesmas poned, ada keluarga
pasien meminta formulir rujukan setelah pasien di rawat di rumah sakit, sebagai
pelengkap administrasi rumah sakit. Berikut temuan di lapangan :
“…..kalau udah gawat dia (ibu hamil) datang, ga bisa lagi kita tunggu
minta surat rujukan, tangani aja dulu…. Selamat lah dulu maunya ibu dan
bayinya kan….kalau pasien emergency yang datang langsung ke IGD gak
pakai rujukan, kalau dia berobat jalan ke situ (rumah sakit) tadi harus
Universitas Sumatera Utara
48
pakai rujukan…..Pertama kami cek dulu rujukannya ada apa nggak, lalu
kami periksa identitasnya, lalu bidan anamneses kan.. abis tu kami cek ada
apa nggak dokter… kalau ga ada kami hubunginla dokternya minta datang
segera…” (I.2, 53 tahun)
“…kadang ada juga bumil itu datang ga gawat tapi plasenta previa, tapi
memang udah masuk inpartu… ya tunggulah sampai waktunya, tapi rujukan
harus bawa” (I.6, 49 tahun)
Penerimaan rujukan dari puskesmas poned terkadang tidak sesuai dengan
kriteria kasus kegawatdaruratan yang boleh dirujuk. Berdasarkan penuturan
informan I.2 (53 tahun) yang didukung oleh I.6 (49 tahun), kasus persalinan
spontan pervaginam bisa ditangani di puskesmas tanpa perlu dirujuk, justru
banyak yang dirujuk.
Berdasarkan temuan data dilapangan, kasus penerimaan rujukan tidak
sesuai dengan indikasi kegawatdaruratan sesuai dengan peraturan kementrian
kesehatan. Ada 10 jenis kasus kegawatdaruratan yang boleh dirujuk ke rumah
sakit ponek, tetapi di lapangan, kasus rujukan merupakan kasus yang sebenarnya
dapat ditangani di puskesmas. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Ristrini, 2015), bahwa pelaksanaan rujukan maternal sudah sesuai
dengan indikasi medis dan kewenangan kasus persalinan. Berdasarkan (Ali,
Kandou and Umboh, 2015), pelaksanaan rujukan yang terjadi dilapangan berbeda
bahwa beberapa rujukan terjadi atas permintaan pasien, pasienpun menentukan
dalam pemberian rujukan.
Komunikasi pra rujukan merupakan upaya komunikasi kepada rumah sakit
dalam penanganan kasus kegawatdaruratan poned. Komunikasi pra rujukan dari
puskesmas poned ke rumah sakit ponek dilakukan agar rumah sakit
mempersiapkan kedatangan pasien. Komunikasi pra rujukan dari puskesmas
Universitas Sumatera Utara
49
poned ke rumah sakit ponek jarang dilakukan. Berdasarkan wawancara dengan
informan, ketika ditanyakan mengenai komunikasi pra rujukan pada kasus ibu
hamil dengan penyulit dirujuk ke rumah sakit ponek dari puskesmas poned,
pernyataan informan I.6 (49 tahun) dan I.7 (28 tahun) menyebutkan, komunikasi
pra rujukan jarang dilakukan oleh puskesmas poned ke rumah sakit ponek.
Menurut pendapat informan I.6 (49 tahun) komunikasi jarang dilakukan
terkendala oleh sinyal telekomunikasi karena lokasi puskesmas sangat jauh dari
rumah sakit. Pernyataan informan I.6 dibenarkan oleh informan I.7 yang
menyebutkan pengalamannya dirujuk dari puskesmas, bidan tidak perlu
menghubungi pihak rumah sakit karena merasa yakin rumah sakit selalu siap
menerima kedatangan pasien gawat darurat, dan yakin jika pasien akan diterima.
Komunikasi pra rujukan merupakan upaya dalam penanganan kasus
kegawatdaruratan poned. Komunikasi pra rujukan dari puskesmas poned ke
rumah sakit ponek dilakukan agar rumah sakit mempersiapkan kedatangan pasien.
Berdasarkan wawancara dengan informan, beberapa kasus ibu hamil dengan
penyulit dirujuk ke rumah sakit ponek dari puskesmas poned jarang melakukan
komunikasi terlebih dahulu. Hal ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan
oleh (Dwi Ratnasari, 2017), bahwa tidak ada komunikasi dari pihak puskesmas
apakah pasien dapat diterima di rumah sakit rujukan. Kenyataan di lapangan ini
sangat bertentangan dengan prosedur yang ditetapkan (Kementrian Kesehatan RI,
2012), bahwa puskesmas menghubungi unit pelayanan di faskes rujuan rujukan,
untuk memastikan sekali lagi bahwa pasien dapat diterima di faskes rujukan atau
harus menunggu sementara ataupun mencarikan faskes rujukan lainnya sebagai
alternatif.
Universitas Sumatera Utara
50
Registrasi Pasien Ponek
Registrasi pasien ponek adalah proses pendaftaran dan rencana
pembiayaan pasien di rumah sakit ponek. Proses registrasi pasien dibagi menjadi
dua kategori, yaitu umum dan BPJS. Pasien tidak pernah diminta menyediakan
uang jaminan untuk pelayanan kesehatan mereka. Berikut temuan di lapangan.
“Kalau hamil, dia kan ada dua, satu pakai BPJS dan satu lagi umum.
Mereka daftar loket dulu yg umum, kalau bpjs, ke loket bpjs baru kemari….,
“jadi kalau misalkan datang kita tagani dulu, masalah uang nanti,
keadaannya dulu yang kita tangani….”(I.1, 51 tahun)
“Iya… ga boleh kami meminta uang di depan… pelayanan dulu..kadang ada
juga pasien yg ditolak pun BPJSnya, tapi tetap kami layani dulu.. urusan
keuangan itu nanti sama kasir…” (I.4, 50 tahun)
“ kalau pasien ponek itu biasanya BPJS, tapi ada juga yang umum….Kalau
tidak bisa bayar kan kita masuki pemerintah yg penting ada persetujuan
dari direktur kan…Ada kemungkinan gratis…….kalau terpaksa….” (I.4, 49
tahun)
Berdasarkan penuturan informan I.1 (51 tahun), jika pasien BPJS
mendaftar di loket khusus BPJS dan jika pasien umum mendaftar di loket umum.
Pasien tidak pernah diminta uang jaminan/ uang muka di depan. Hal ini dikuatkan
oleh informan I.4 (50 tahun), dalam rencana pembiayaan pasien, rumah sakit tidak
pernah meminta uang muka untuk pelayanan. Jika pasien tidak mampu
menyelesaikan pembayaran tagihan rumah sakit, maka ada mekanisme pelaporan
yang harus dilakukan oleh rumah sakit. Jika setelah dilakukan investagsi pasien
yang tidak mampu membayar memang dinyatakan benar tidak mampu secara
finansial, maka pembayaran di gratiskan.
Universitas Sumatera Utara
51
Gambar 7. Loket registrasi pasien umum
Registrasi pasien ponek adalah cara proses pendaftaran dan rencana
pembiayaan pasien di rumah sakit ponek. Gambar 7 adalah loket registrasi pasien.
Registrasi pasien ponek dibagi menjadi dua tipe. Pertama adalah pasien umum,
dan yang kedua adalah pasien BPJS. Berdasarkan temuan dilapangan, pasien tidak
diminta uang jaminan pelayanan. Dalam rencana pembiayaan pasien, rumah sakit
tidak pernah meminta uang muka untuk pelayanan. Jika pasien tidak mampu
menyelesaikan pembayaran tagihan rumah sakit, maka ada mekanisme pelaporan
yang harus dilakukan oleh rumah sakit. Jika setelah dilakukan investagsi pasien
Universitas Sumatera Utara
52
yang tidak mampu membayar memang dinyatakan benar tidak mampu secara
finansial, maka pembayaran di gratiskan.
Gambar 8. Loket BPJS RSUD Tanjung Pura
Hal ini sejalan dengan pelaksanaan undang-undang sistem jaminan sosial
nasional tahun 2004, bahwa seluruh warga Indonesia tanpa terkecuali berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan. Fakta ini juga sejalan dengan (Kementrian
Kesehatan, 2019), yang disampaikan dalam pertemuan WHA ke 66 di Jenewa
Swiss, bahwa dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, seluruh rumah sakit
harus memberikan pelayanan yang komprehensif agar angka kecacatan dan
kematian ibu dan bayi dapat turun sejalan dengan target MDG‟s.
Rumah sakit tidak boleh menolak pasien sesuai dengan pasal 32 undang-
undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan “Dalam keadaan darurat,
fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak
pasien dan/atau meminta uang muka”, yang berarti rumah sakit dilarang
Universitas Sumatera Utara
53
menolak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Kemudian pada pasl 59
dijelaskan bahwa “Tenaga kesehatan yang menjalankan praktik pada fasilitas
pelayanan kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama kepada penerima
pelayanan kesehatan dalam keadaan gawat darurat dan/atau pada bencana untuk
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan”.
Penelitian ini sejalan dengan (Hari Wahyudi, Sudarto, 2018), bahwa
penolakan pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit termasuk
perbuatan melawan hukum dan tindak pidana, serta tidak diperkenankan meminta
uang muka.
Pemeriksaan Buku KIA
Tahapan selanjutnya didalam aktivitas pra pelayanan adalah pemeriksaan
buku KIA. Di dalam buku KIA terdapat informasi riwayat pelayanan antenatal ibu
hamil (K1 dan K4) serta informasi fisiologis lainnya. Berikut hasil wawancara
dengan informan.
“Buku KIA ni kalau untuk antenatal wajiblah dibawanya.. disitu ketauan
nanti riwayatnya kan… gitulah..kadang pasien dari bawah (puskesmas) itu
bawa buku kia sendiri, jd kita tinggal liat aja, jd ga aktif kali cari buku
KIA…” (I.1, 51 tahun)
“Ga ada dimintanya buku kia…”(I.7, 28 tahun)
Berdasarkan hasil penelitian, pasien tidak selalu membawa buku KIA dan
jarang diminta menunjukkan buku KIA. wawancara dengan informan ketika
ditanyakan tentang pemeriksaan buku KIA ibu hamil yang dirujuk, informan I.1
(51 tahun) menyebutkan , pasien ibu hamil wajib membawa buku KIA sebagai
dokumentasi riwayat pemeriksaan kehamilan di poliklinik. Untuk pelayanan
rujukan, ibu hamil tidak selalu membawa buku KIA. Informasi tersebut juga
Universitas Sumatera Utara
54
didukung oleh informan I.7 (28 tahun) bahwa buku KIA tidak diminta oleh rumah
sakit ketika pasien datang dirujuk.
Pada buku KIA terdapat informasi riwayat pelayanan antenatal ibu hamil
(K1 dan K4) serta informasi fisiologis lainnya. Berdasarkan wawancara dengan
informan, Pasien ibu hamil wajib membawa buku KIA sebagai dokumentasi
riwayat pemeriksaan kehamilan di poliklinik. Untuk pelayanan rujukan, ibu hamil
membawa buku KIA tapi tidak selalu.
Kenyataan dilapangan belum sesuai dengan (Kementrian Kesehatan RI,
2012), bahwa ibu hamil dengan kondisi penyulit yang membutuhkan rujukan
tindakan kegawatdaruratan segera harus dilengkapi dengan kondisi riwayat
kehamilannya. Kondisi riwayat kehamilan ibu hamil dapat dilihat dari buku KIA
karena memuat riwayat antenatal selama kehamilan.
Penelitian ini sejalan dengan (Napitupulu et al., 2018), bahwa buku KIA
lebih banyak dimanfaatkan ibu hamil pada pelayanan antenatal.
Promosi Pojok ASI
Pada aktivitas pra pelayanan, promosi pojok asi dilakukan. Pojok asi
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh bidang kebidanan dengan memberikan
penyuluhan dan edukasi ibu tentang laktasi. Berikut ungkapan informan yang
ditemukan berdasarkan hasil wawancara.
“Kalau penyuluhan untuk ASI Ekslusif ada dapatnya waktu KIA, setelah
lahir di sini juga kami kasi tau, Cuma ga ada ruangannya, jadi cuma
memberi informasi saja….”(I.6, 49 tahun)
“bidan itu lah datang ke kami ngajarin netekkan karna dilihatnya agak
payah aku netekkan.. jadi diajarinnya…”(I.7, 28 tahun)
Universitas Sumatera Utara
55
Berdasarkan hasil penelitian, konseling laktasi dilakukan pada ibu nifas di
ruang perawatan karena rumah sakit tidak menyediakan ruangan laktasi.
Berdasarkan wawancara dengan informan ketika ditanyakan mengenai promosi
dan konsultasi pojok ASI, informan I.6 (49 tahun) menyebutkan bahwa bidan
datang ke ruang perawatan sekaligus memberikan penyuluhan tentang ASI
ekslusif. Informasi I.6 (49 tahun) didukung oleh informasi I.7 konsultasi
mengenai ASI diberikan bidan rumah sakit kepada ibu yang sudah melahirkan
dengan mendatangi ruang rawat ibu.
Pada aktivitas pra pelayanan, promosi pojok asi dilakukan. Pojok asi
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh bidang kebidanan dengan memberikan
penyuluhan dan edukasi ibu tentang laktasi. Konsultasi mengenai ASI diberikan
pelayanan antenatal rumah sakit kepada ibu yang sudah melahirkan, tetapi rumah
sakit tidak menyediakan ruangan laktasi. Berdasarkan temuan dilapangan, bidan
mengunjungi ibu yang sudah melahirkan langsung ke ruang rawat dan mengajari
secara langsung ibu cara menyusui bayi, sekaligus memerikan edukasi laktasi.
Menurut Kemenkes RI (2011), keberadaan konselor ASI sangat
mempengaruhi keberhasilan ibu dalam memberikan ASI ekslusif, sehinggan
Kemenkes RI mengupayakan agar konselor ASI berada di puskesmas dan rumah
sakit. Upaya edukasi bagi ibu hamil adalah upaya utama dalam memberikan
pengetahuan mengenai pentingnya ASI ekslusif pada 6 bulan pertama kelahiran.
Berdasarkan pedoman pelaksanaan rumah sakit ponek (Kementrian
Kesehatan, 2008), ruang laktasi merupakan salah satu komponen penting di dalam
pelayanan ponek yang ukurannya minimal 6m2. Temuan dilapangan, ruangan
Universitas Sumatera Utara
56
laktasi tidak tersedia. Berdasarkan wawancara dengan informan, sedang dilakukan
upaya oleh pimpinan rumah sakit agar dibangun area laktasi yang sesuai dengan
kriteria ponek rumah sakit.
Penelitian ini sejalan dengan (Khotimah, Emilia and Hakimi, 2018),
bahwa ibu hamil memanfaatkan konselor dan pojok laktasi yang sudah disediakan
sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu sebagai upaya
pemberian asi ekslusif.
Aktivitas proses pelayanan. Aktivitas proses pelayanan ponek di rumah
sakit tanjung pura terdiri dari pemberian pelayanan kegawatdaruratan kepada ibu
hamil yang mentaati standar operasional prosedur yang sudah ditetapkan.
Idealnya, penanganan pelayanan kegawatdaruratan ponek tidak boleh lebih dari
30 menit agar ibu hamil atau bayi dapat diselamatkan, dan memiliki ruangan
khusus ponek. Berdasarkan hasil penelitian, penanganan kegawatdaruratan lebih
dari 30 menit dan belum sesuai SOP. Standar prosedur operasional jarang diikuti
dan obat-obatan ponek tidak tersedia berdekatan dengan ruang ponek. Jika ada
pasien ibu hamil dengan HIV, langsung di rujuk ke RSU H Adam Malik di Kota
Medan. Penanganan kasus kegawatdaruratan dilakukan oleh bidan karena dokter
tidak menetap di lingkungan rumah sakit. Ketersediaan darah tidak menjadi
masalah karena rumah sakit dilengkapi dengan unit transfuse darah. Stok darah
juga tersedia di PMI Stabat.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan, tindakan operasi darurat oleh
dokter lebih dari 30 menit dan belum sesuai. Hal ini tidak sesuai dengan pedoman
pelaksanaan rumah sakit ponek yang di terbitkan oleh Kemenkes RI tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
57
Berdasarkan informan, waktu tunggu pelayanan lebih dari 30 menit dan belum
sesuai dengan standar operasional prosedur, dan penanganan kegawatdaruratan
dilakukan oleh bidan jika dokter tidak ada di rumah sakit. Tetapi pertolongan
bidan dilakukan sesuai arahan dari dokter melalui telepon. Berikut ungkapan
responden.
“…Harusnya waktu tunggu pasien itu gak lama… dokternya karna on call
itu makanya ga tecapai yang 30 menit itu….” (I.1, 51 tahun)
“jangan lebih dari 30 menit… bisa bahaya nanti… “(I.2, 53 tahun)
“Sebisa dan semampu kami 30 menit… Langsung dapat karena kan
bidannya kan ada juga yang udah pelatihan jadi mereka ngerti, tapi kan
memang betul yang tadi dibilang, kadang2 dokternya gak mencapai 30
menit, tapi perawat yang jaga itu kan siap standbye di situ. Artinya kalau
emergency mereka bisa tangani. Tinggal lagi misalkan PTN tidak maju baru
panggil dokter. Via telepon gitu, sambil dokternya jalan kemari, kadang2
bisa VC gitu kan jadi sambil jalan biar gak makan waktu….”(I.3, 49 tahun)
“harusnya tidak boleh nunggu lama… 30 menit itu udah lama kali…” (I.4,
50 tahun)
“RS Ponek itu harus bisa melayani pasien2 ibu hamil, dan anak. Dokternya
ada 1x24 jam di rumah sakit dan kalaupun tidak tinggal di situ, paling tidak
30 menit dia harus sudah sampai tujuan kalau dia on call gitu. Artinya
penanganan komprehensif dari IGD sampai dia bersalin atau sampai kamar
operasi…”(I.5, 49 tahun)
“Memang lah ya lama kali dokternya.. sampe sakit kali perutku
menunggukan.. katanya sabar sabar dokter lagi dijalan kesini.. ada sejam
aku nunggu dokter nya datang..masih sempatnya mereka telfon telfon kan
jadi bidannya ini cepat menangani.. untunglah..” (I.7, 28 tahun)
“Ga ada ruangan khusus vk.. dari igd langsung kesini inilah ponek ini.. dulu
jauh.. sekarang igd nilah vk nya, dua jam baru masuk ruang rawat.. kalau
nifas kan tetap di ruang rawat gabung.. kalau dia bermasalah baru ke
perina..” (I.1, 51 tahun)
“VK, IGD (ruang ponek kegawatdaruratan) tu lambat lah, respon timenya
lambat. Kalau kita ni misalnya ni ada pasien ni presentasi bokong, kalau
kita tu kan maunya cepat tanggap, harus ini, harus sigap, ga begitu
cepat….kadang2 dokternya gak mencapai 30 menit, tapi perawat yang jaga
itu kan siap standbye di situ….” (I.5, 49 tahun)
“Tinggal lagi misalkan partus tidak maju baru panggil dokter. Via telepon
gitu, sambil dokternya jalan kemari, kadang2 bisa vc (video call) gitu kan
jadi sambil jalan biar gak makan waktu….” (I.5, 49 tahun)
Universitas Sumatera Utara
58
Berdasarkan wawancara dengan informan I.1 (51 tahun), tindakan operasi
darurat oleh dokter lebih dari 30 menit lebih dari 30 menit karena dokter yang
berjaga statusnya on call. Disisi lain informan I.5 (47 tahun) menambahkan dokter
harus tersedia 24 jam, tidak boleh tinggal berjauhan dari rumah sakit, dan ketika
ada kasus kegawatdaruratan harus tiba segera, agar pelayanan waktu tunggu
kegawatdaruratan tercapai maksimal 30 menit. Pernyataan informan mengenai
waktu pelayanan yang lebih dari 30 menit juga diperkuat oleh penuturan
informasi dari I.7 (28 tahun) bahwa informan menunggu untuk bertemu dengan
dokter selama satu jam, sehingga pertolongan dilakukan oleh bidan melalui
komunikasi dengan dokter terlebih dahulu.
Berdasarkan wawancara dengan informan, dokter tidak dapat mencapai
waktu 30 menit dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan karena tidak
berdomisili dekat dengan rumah sakit. Hal ini karena kondisi tempat tinggal
dokter di rumah sakit tidak layak huni dan juga alasan pribadi lainnya yaitu bagi
dokter yang memiliki anak, jarak dari rumah sakit dengan sekolah yang bagus
sangat jauh.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hartini, Arso
and Sriatmi, 2016), bahwa lokasi domisili dokter memiliki hubungan dengan
kecepatan dokter dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan. Berdasarkan
wawancara dengan dokter, pada prinsipnya dokter tidak keberatan tinggal di
rumah sakit asalkan fasilitas rumah tinggal memadai. Karena fasilitas rumah yang
tidak layak, para dokter lebih memilih tinggal diluar rumah sakit yang fasilitasnya
jauh lebih bagus. Hasil wawancara dengan informan dijelaskan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
59
“Kadang prosedur operasional ya diikuti. Contoh… kalau emas (program
expanding maternal neonatus health) kan bilang obat emergensi harus letak
di IGD, kalau akreditasi ga boleh letak disitu, jadi kan bertentangan
akhirnya pusing…Kalau EMAS (program expanding maternal neonatus
health) harus standbye..” (I.6, 49 tahun)
“Akred (akreditasi) bilang obat ga boleh dipelayanan, jd gitu ada kasus
emergensi kan jadi kebingungan mana cari obat, makan waktu jdnya…
makanya kadang SOP itu lupa..” (I.1, 51 tahun)
“Pakai autoclave, pakai APD kitapakai kacamata, topi, masker kalau
op..Kadang sebelum pegang pasien ini sempat cucitangan, kalau ga hand
rub aja atau hands coon lah… SOP tu kadang lupa, karna kan situasi panik
apalagi kalau ibu nya tu gawat.. tapi kami berusaha tenang..”(I.1, 51 tahun)
“SOP tu harus dijalankan, Cuma kadang suka kelupaan beberapa step..
buru buru kan ga sempat cuci tangan hand rub ajalah dulu….” (I.2, 53
tahun)
“Dokter tu kadang ga pakai sarung tangan meriksa kami…Bidan pun
gitu…..” (I.7, 28 tahun)
Ketika informan ditanyakan lokasi ruangan ponek, informan I.1(51 tahun)
menyebutkan ruangan ponek adalah ruang IGD (instalasi gawat darurat) yang
disatukan dengan ruang ponek, dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 9. Ruang instalasi gawat darurat sekaligus menjadi ruang ponek
Universitas Sumatera Utara
60
Kemudian informan ditanyakan mengenai proses pelayanan
kegawatdaruratan, informan I.5 (49 tahun) menjelaskan bahwa, pasien ibu hamil
dengan kegawatdaruratan tidak dibawa keruang vk, tetapi di ruang IGD, karena
ruang IGD adalah ruangan untuk pelayanan ponek.
Hasil wawancara dengan informan mengenai tata laksana standar
operasional prosedur proses pelayanan kegawatdaruratan pasien, berikut temuan
dilapangan berdasarkan informan I.6 (49 tahun) dan I.1 (51 tahun), standar
prosedur operasional jarang diikuti, dan obat-obatan di pelayanan ponek tidak
tersedia berdekatan dengan ruangan ponek, sehingga petugas menjadi bingung
dalam pelayanan ponek dan pelayanan menjadi lama.
Dalam standar operasional prosedur pemeriksaan pasien, dokter, bidan dan
perawat harus mengikuti langkah-langkah sesuai SOP. Berdasarkan wawancara
dengan informan ketika ditanyakan kepatuhan dalam menjalankan SOP, berikut
temuan dilapangan berdasarkan informan I.1 (51 tahun) dan I.2 (53 tahun). Tetapi
informasi I.1 dan 1.2 bertentangan dengan informasi yang diberikan oleh I.7(28
tahun). Berdasarkan informasi tersebut, petugas belum patuh dalam menjalankan
SOP. Prosedur menggunakan alat pelindung diri sudah dijalankan tetapi hand
hygene belum dijalankan.
Hasil wawancara kepada informan ketika ditanyakan bagaimana proses
penanganan ibu hamil dengan kondisi mengidap penyakit menular, berikut
temuan dilapangan.
“Kita memeriksa pasien Hepatitis sebelum masuk. Dokter pakai APD kalau
kita mengetahui ada HIV kita rujuk ke Adam Malik…”. (I.2, 53 tahun) dan (
I.3, 49 tahun).
Universitas Sumatera Utara
61
Berdasarkan informasi I.2 (53 tahun) dan I.3(49 tahun). Berdasarkan
informan, untuk pasien dengan indikasi HIV langsung di rujuk ke rumah sakit
provinsi yaitu RSU H. Adam Malik di Kota Medan.
Berdasarkan wawancara dengan informan, ketika ditanyakan petugas yang
menangani kasus penanganan kegawatdaruratan, informasi pada temuan di
lapangan sebegai berikut.
“Kadang retensio placenta, kami nelfon dulu dokternya, kami mau retentio
manual ini boleh apa ga, pendelegasian la, letak sungsang bidan langsung
yang nolong. Sc misalnya plasenta previa, partus tak maju, preeklampsia
eclampsia, itu dokternya..” (I.5, 49 tahun)
“ada beberapa kasus bisa ditangani bidan saya pandu aja melalui telfon
atau vc gitu… nanti saya yang tanda tangan”(I.2, 53 tahun)
Berdasarkan I.5 (49 tahun) dan I.2 (53 tahun), bidan melakukan tindakan
atas izin dokter melalui pendelegasian yang dipandu melalui telefon atau video
call.
Dalam penanganan kegawatdaruratan, ketersediaan darah menjadi tolak
ukur dalam penanganan keselamatan ibu hamil. RSUD Tanjung Pura sudah
dilengkapi dengan laboratorium dan unit trasfusi darah. Berdasarkan wawancara
ketika ditanyakan ketersediaan pelayanan darah di rumah sakit, temuan di
lapangan akan dijelaskan sebagai berikut.
“Apa istilahnya penyediaan darahnya udah ada kita udah bisa langsung
artinya darahnya sudah ada….” (I.2, 53 tahun)
“Darah disini standbye.. ini UTD nya.. kalau ga ada langsung PMI stabat..
tetap ada disini ada analis nya.. makanya sebelah kami lab ini.. “ (I.5, 49
tahun)
Berdasarkan informasi I.2 (53 tahun) dan I.5 (49 tahun) proses
penanganan kegawatdaruratan tidak mengalami kendala karena darah yang
tersedia mencukupi, dan ketersediaan darah di PMI Stabat juga mumpuni.
Universitas Sumatera Utara
62
Aktivitas proses pelayanan ponek di rumah sakit tanjung pura terdiri dari
pemberian pelayanan kegawatdaruratan kepada ibu hamil yang mentaati standar
operasional prosedur yang sudah ditetapkan. Idealnya, tindakan operasi darurat
oleh dokter tidak lebih dari 30 menit agar ibu hamil atau bayi dapat diselamatkan,
dan memiliki ruangan khusus ponek yang tidak bergabung dengan unit gawat
darurat lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan, pasien ibu hamil dengan
kegawatdaruratan tidak dibawa keruang vk ponek, tetapi di ruang IGD, karena
ruang IGD adalah ruangan untuk pelayanan ponek.
Penerimaan pasien dimulai dari bidan melakukan pemeriksaan identitas
pasien, formulir rujukan, anamneses keadaan pasien, lalu menghubungi dokter.
Jika dibandingkan dengan pedoman rujukan perorangan oleh Kemenkes RI, 2012,
prosedur tersebut belum sesuai. Seharusnya, dokter yang melakukan anamneses
dan menegakkan diagnosa langsung keadaan pasien. Keadaan ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Nazvia, Loekqijana and Kurniawati, 2017),
bahwa perawat yang melakukan anamneses dan melaporkan keadaan pasien
kepada dokter. Hal ini mengindikasikan perawat dan dokter tidak mematuhi SOP
sehingga kecendrungan untuk terjadi malpraktik sangat mungkin terjadi.
Waktu tunggu dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan lamban
dan kurang sigap. Penanganan kasus kegawatdaruratan yang lamban disebabkan
dokter ponek tidak standbye di rumah sakit. Ketidakhadiran dokter yang cukup
lama membuat para bidan berinisiatif untuk melakukan pertolongan berdasarkan
perintah dan izin dokter melalui jaringan komunikasi online. Pelayanan
kegawatdaruratan disiasati dengan komunikasi online (video call) dokter dengan
Universitas Sumatera Utara
63
bidan atau perawat. Hal ini belum sesuai dengan pedoman pelayanan ponek
menurut Kemenkes RI, 2008 bahwa dokter harus standbye 1 x 24 jam di rumah
sakit.
Pelayanan yang lamban juga disebabkan obat-obatan di pelayanan ponek
tidak tersedia berdekatan dengan ruangan ponek tetapi dibagian farmasi, sehingga
petugas menjadi bingung dalam pelayanan ponek dan pelayanan menjadi lama.
Dalam pedoman pelaksanaan ponek, ruangan ponek harus tersedia lemari berisi
peralatan dan obat-obatan ponek. Berdasarkan wawancara dengan informan,
petugas menjadi bingung karena berdasarkan pedoman pelaksanaan akreditasi
rumah sakit, obat-obatan tidak boleh tersedia di pelayanan, harus diletakkan di
bagian farmasi. Kenyataannya, pada kasus kegawatdaruratan, kecepatan dalam
pemberian obat merupakan penentu, dan apabila tidak lekas ditangani, maka
keselamatan pasien dipertaruhkan. Petugas mengatakan lebih nyaman jika obat-
obatan tersedia dekat di pelayanan.
Dalam penanganan kegawatdaruratan, ketersediaan darah menjadi tolak
ukur dalam penanganan keselamatan ibu hamil. RSUD Tanjung Pura sudah
dilengkapi dengan laboratorium dan unit trasfusi darah. Menurut informan proses
penanganan kegawatdaruratan tidak mengalami kendala karena darah yang
tersedia mencukupi, dan ketersediaan darah di PMI Stabat juga sangat banyak.
Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung ponek seperti laboratorium, unit
transfuse darah, dan ruang gawat darurat ponek sebagai penentu keberhasilan
pelayanan (Priyo Wahyudi and Nurfaidah, 2017).
Universitas Sumatera Utara
64
Dalam standar operasional prosedur pemeriksaan pasien, dokter, bidan dan
perawat harus mengikuti langkah-langkah sesuai SOP. Berdasarkan informan,
SOP tidak sepenuhnya dijalankan, terutama pada prosedur hand hygene.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Fauzia, Ansyori and Hariyanto,
2017), perilaku hand hygiene perawat merupakan salah satu faktor yang
mempunyai pengaruh besar terhadap terjadinya infeksi nosokomial (INOS) di
rumah sakit. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa sebesar 30% petugas
rumah sakit tidak menjalankan SOP hand hygene.
Berdasarkan wawancara dengan informan, jika ditemukan pasien dengan
indikasi HIV langsung di rujuk. Sewaktu menangani pasien dengan HIV, petugas
ponek menggunakan alat pelindung diri yang lengkap. Setelah itu pasien segera
dirujuk ke rumah sakit provinsi yaitu RSU H. Adam Malik di Kota Medan.
Berdasarkan pengakuan informan, terdapat kasus rujukan ibu hamil dengan
indikasi hepatitis dan HIV AIDS.
Aktivitas setelah pelayanan. Aktivitas setelah pelayanan (after services
activity), merupakan rangkaian kegiatan di rumah sakit ponek setelah ibu hamil
mendapatkan aktivitas pra pelayanan dan aktivitas proses pelayanan yang terdiri
dari aktivitas pelayanan tata kelola klinis post partum, KB pasca salin, pojok asi,
dan rujukan balik ke puskesmas poned. Dalam pemberian layanan post partum
kepada ibu hamil, diberikan di dalam ruang rawat setelah ibu hamil melahirkan.
Berdasarkan hasil penelitian, pelayanan post partum belum sesuai SOP karena
SOP pelayanan post partum belum tersedia. Pelayanan diberikan sesuai arahan
dokter kepada bidan atau perawat.
Universitas Sumatera Utara
65
Berdasarkan hasil wawancara ketika ditanyakan bagaimana proses
pelayanan post partum ibu melahirkan, berikut hasil temuan di lapangan.
“kita layani sesuai dengan kebutuhannya, kalau post partum kan dia di sini
istirahat. Kita layani aja sesuai arahan dokter. Tempat tidur kami siapkan
sebelum masuk pasien……” (I.1, 51 tahun).
“Sejauh ini hanya kontrol, tapi saya tidak tau persis, ada minimal ditelepon
bagaimana keadaanya, bila diperlukan kontrol akan dilakukan…”(I.6, 49
tahun)
“Ada kami kerjakan, cuma memang belum SOP nya belum ada dibuat….”
(I.5, 49 tahun)
“SOP kami untuk post partum belum ada, tapi kami kerjakan sesuai arahan
dokter…” (I.5, 49 tahun)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan I.1 (51 tahun)
menyebutkan bahwa pihak rumah sakit melayani sesuai kebutuhan pasien, dan
sesuai arahan dokter. Berdasarkan wawancara dengan informan I.6 (49 tahun),
rencana rawatan pasien nifas dilakukan berdasarkan arahan dokter di ruang
rawatan yang telah disiapkan sebelumnya. Jika ada rencana rawatan tambahan,
tapi dokter tidak bisa mengunjungi pasien, dokter akan menelefon bidan.
Kenyataan di lapangan, jika dibandingkan dengan pedoman pelayanan ponek,
dokter harus ada 1 x 24 jam di rumah sakit, artinya dokter sebagai petugas yang
memeriksa langsung keadaan ibu nifas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh (Priyatmoko, HeriLazuardi et al., 2014) menyebutkan bahwa ketersediaan
dokter dalam pelayanan memiliki hubungan dengan keberhasilan pelayanan
rumah sakit. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Ratnamiasih et al., 2012), bahwa kompetensi dokter menegakkan diagnosa dan
menginstruksikan rencana rawatan pasien sebagai upaya menjaga kualitas
pelayanan rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
66
Pelayanan post partum seharusnya sesuai dengan tata kelola klinis.
Berdasarkan wawancara dengan informan ketika ditanyakan kepatuhan dalam
mentaati SOP pelayanan post partum. Berdasarkan informan I.5 (49 tahun)
tersebut, bidan dan perawat poned memberikan pelayanan kepada pasien, tetapi
tidak sesuai dengan standar operasional prosedur karena belum tersedia.
Berdasarkan wawancara dengan informan, seharusnya SOP sudah ada karena
rumah sakit sudah melakukan visitasi akreditasi sehingga diperoleh nilai C, tetapi
kenyataannya, sampai peneliti turun kelapangan, SOP pelayanan post partum ibu
nifas tidak tersedia. Ketersediaan SOP adalah upaya menjaga pelayanan diberikan
sesuai dengan standar dan menciptakan komitmen pada satuan unit pelayanan
sehingga terwujud good governance. Penelitian ini sejalan dengan (Nazvia,
Loekqijana and Kurniawati, 2017), bahwa ketersediaan SOP sebagai variabel
penentu keberhasilan dalam pemberian pelayanan rumah sakit yang memegang
prinsip keselamatan pasien adalah utama.
Promosi KB pasca salin diberikan kepada ibu nofas, dan metode KB
tersedia lengkap. Berdasarkan wawancara dengan informan ketika
ditanyakan mengenai KB pasca salin berikut ungkapannya.
“Iya kami tawarkan ke ibu nifas.. KB PKBRS dan KB Pasca salin, kan
mendukung program BKKBN juga…”(I.6, 49 tahun)
“KB pasca salin ada kami infokan ke ibu ibu nifas…supaya menjarangkan
kehamilan… apalagi kalau masih muda… “ (I.1, 51 tahun dan (I.5, 49 tahun
Informan I.1, I.5 dan I.6, setiap ibu hamil yang melahirkan, ditawarkan
untuk memakai KB pasca salin dan juga mendukung program BKKBN. Menurut
(Listya, 2013), ibu yang baru bersalin agar menjarangkan waktu kehamilan
Universitas Sumatera Utara
67
dengan ber KB. Pasangan mengatur jarak kehamilan 3-5 tahun sehingga
meningkatkan kesejahteraan, kesehatan, dan angka harapan hidup anak dan ibu.
Berdasarkan tata kelola klinis persalinan, ibu yang melahirkan wajib
melakukan IMD (inisiasi menyusui dini) bayi setelah dilahirkan. Menurut
Kemenkes RI, pada kasus partus spontan pervaginam, IMD dilakukan langsung
setelah bayi lahir. Pada kasus partus dengan section caesaria, IMD dilakukan
setelah dua jam persalinan dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian IMD dilakukan
langsung pada ibu dengan persalinan normal, dan IMD dilakukan pada ibu dengan
persalian SC setelah masuk ruang rawatan. Hal ini sudah sesuai dengan pedoman
IMD. Berikut penuturan informan yang akan dijelaskan sebagai berikut.
“Normal IMD lah.. kalau sc tergantung dokternya…”(I.5, 49 tahun) dan (
I.6, 49 tahun))
“Kalau IMD pasien sc, tunggu masuk ruang rawat dulu.. jangan disitu mau
hecting disitu pula dia mau IMD, repot… anastesi pasti marah…” (I.2, 53
tahun))
“makanya saya suka jalan, kalau saya tunggu disini, mereka ga mungkin
datang, saat ini orang merasa asi itu ga perlu karena ada susu formula, iya
kan?.....”(I.1, 51 tahun)
Berdasarkan penuturan informan I.5 (49 tahun) dan I.6 (49 tahun) pada
tabel 4, jika bayi lahir dengan persalinan normal, IMD dilakukan. Jika bayi lahir
melalui persalinan cesar, IMD tergantung kepada izin dokter, dan biasanya
dilakukan setelah ibu memasuki ruang rawat. Hasil observasi penulis, IMD
memang dilakukan oleh ibu melahirkan normal sesaat setelah bayi dilahirkan.
Untuk ibu yang melahirkan dengan cesar, IMD dilakukan setelah dua jam ibu di
operasi. Hal ini tidak sejalan dengan pedoman penatalaksanaan IMD yang
disepakati oleh IDAI (ikatan dokter anak Indonesia), yaitu bila bayi lahir dengan
Universitas Sumatera Utara
68
nomal, letakkan bayi diatas perut ibunya, dan bila bayi lahir dengan section
letakkan bayi langsung di atas dada ibunya.
Berdasarkan informan, ibu yang melahirkan dengan sectio cenderung tidak
menyusui bayinya karena rasa nyeri pasca sectio membuat ibu enggan. Peran
bidan sangat dibutuhkan pada saat tersebut untuk mendampingi proses menyusi
dan membantu peletakan bayi sehingga berada pada posisi yang nyaman untuk
disusui. Rumah sakit tidak menyediakan susu formula sebagai pengganti ASI.
Keluarga pasien bisa membeli di luar rumah sakit jika dibutuhkan. Hal ini sesuai
dengan anjuran pemerintah bahwa rumah sakit tidak boleh menyediakan,
menyarankan apalagi menjual susu formula.
Berdasarkan wawancara dengan informan I.1, ketika ditanyakan dimana
bidan melakukan konseling ASI, konseling dilakukan di ruang rawatan.
Pelaksanaan IMD bagi pasien sectio mendapatkan perhatian khusus dari bidan
rumah sakit. Hal ini dilaksanakan dengan visit langsung ke ruang rawatan untuk
memastikan IMD dilakukan di ruang rawatan, agar ibu nifas memberikan ASI
sekaligus memberikan edukasi pentingnya ASI.
Aktivitas terakhir setelah pelayanan adalah melakukan rujukan balik ke
puskesmas. Rujukan balik ke puskesmas dilakukan jika ibu memerlukan rencana
rawatan tambahan yang tidak perlu dilakukan di rumah sakit, tapi dapat dilakukan
di puskesmas saja. Ungkapan informan akan dijelaskan sebagai berikut.
“Kalau kami ga pernah merujuk balik ke puskes.. sini ajalah abis tu pulang
mereka kerumah..” (I.1, 51 tahun)
“Rujuk balik itu ada sebetulnya tapi kalo kami ga pernah lakukan
kayaknya.. tanya aja coba dokter…” (I.6, 49 tahun)
Universitas Sumatera Utara
69
“kalau perlu kami akan rujuk balik… tapi saya belum pernah merujuk
balik…”(I.2, 53 tahun)
Berdasarkan penuturan informan I.1 (51 tahun), rujukan balik tidak pernah
dilakukan. Pernyataan ini sesuai dengan informan I.2 (53 tahun) dan I.6 (49
tahun). Berdasarkan informasi tersebut, informan akan melakukan rujukan balik
jika diperlukan, tetapi informan belum pernah melakukan rujukan balik.
Berdasarkan pedoman rujukan perorangan (Kementrian Kesehatan RI, 2012), ada
standar prosedur membalas rujukan pasien untuk di sampaikan ke puskesmas
perujuk tentang keadaan pasien sehat/ sembuh, ada kemajuan klinis sehingga bisa
ditempuh dengan rawat jalan, belum ada kemajuan klinis sehingga dibutuhkan
dirujuk ke tempat lain, atau pasien meninggal dunia. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Faulina, Khoiri and Herawati, 2016), rujukan
balik jarang dilakukan oleh rumah sakit.
Aktivitas pelayanan pendukung Rumah Sakit Ponek. Aktivitas
pelayanan pendukung rumah sakit ponek terdiri dari budaya organisasi, struktur
organisasi, dan sumber daya organisasi, berikut adalah penjabarannya.
Budaya organisasi. Rumah sakit dapat membangun asumsi bersama
(share assumptions) untuk berbagi nilai bersama (share values). Peran
kepemimpinan strategik sangat penting dalam membangun budaya orgaisasi yang
kondusif agar rumah sakit dapat mencapai visi dan misinya. Budaya organisasi ini
berdasarkan hasil penelitian terdahulu berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja
pegawai, yang akhirnya bermuara pada mutu pelayanan kepada pasien dan
menentukan kepuasan. Berikut ini adalah hasil wawancara mendalam yang
dilakukan kepada informan.
Universitas Sumatera Utara
70
“visi itukan yang akan dicapai pelayanan yang artinya lebih komprehensif
terhadap pasien yang datang terutama bagi saya bagian
kebidanan…..mengurangi nearmist hampir mati…” (I.1, 51 tahun)
“Jangan masuk satu pulang dua.. maunya masuk satu sehat dua dua (ibu
dan bayi).. ha itu kan nilai-nilainya…” (I.5, 49 tahun)
“keselamatan pasien nomor satu….” (1.6, 49 tahun)
Berdasarkan wawancara dengan informan, visi dan misi rumah sakit sudah
diketahui oleh seluruh pegawai, yaitu mengutamakan keselamatan pasien. Hal ini
sesuai dengan penuturan informan I,1(51 tahun) bahwa mengurangi nearmist
(hampir mati) adalah visi pelayanan ponek. Pernyataan ini didukung oleh
informan I.5 (49 tahun) dan I.6 (49 tahun) bahwa keselamatan ibu dan bayi adalah
yang utama.
Budaya organisasi dipengaruhi oleh komitmen pimpinan terhadap
organisasi. Berikut temuan di lapangan berdasarkan informasi dari I.2, I.6, dan I.7,
peran direktur rumah sakit mendukung upaya program ponek dalam
meningkatkan pelayanan, tetapi belum sepenuhnya dapat di realisasikan.
Budaya organisasi atau corporate culture sering diartikan sebagai nilai-
nilai, simbol-simbol yang dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu
organisasi sehingga anggota organisasi merasa satu keluarga dan menciptakan
suatu kondisi anggota organisasi tersebut merasa berbeda dengan organisasi lain.
Sebuah studi yang relatif baru oleh Steers, Sanchez, runde dan Nardon (2010)
menyimpulkan bahwa budaya dibagi oleh anggota kelompok yang belajar melalui
keanggotaan dalam kelompok dengan asumsi memperoleh, perilaku dan nilai-nilai
yang mempengaruhi sikap dan perilaku sosial anggota kelompok. Budaya
organisasi selanjutnya menjadi identitas atau karakter utama organisasi yang
dipelihara dan dipertahankan.
Universitas Sumatera Utara
71
Robins (2006), menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu
sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi yang
membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Berdasarkan
wawancara dengan informan, visi dan misi rumah sakit sudah diketahui oleh
seluruh pegawai, seperti yang tercantum dalam deskripsi tempat penelitian ini.
Seluruh pegawai dan petugas rumah sakit menganut nilai yaitu mengutamakan
keselamatan pasien. Penelitian ini sejalan dengan (Hakim and Hadipapo, 2006)
menyebutkan bahwa, budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja SDM.
Budaya organisasi juga dipengaruhi oleh komitmen pimpinan terhadap
organisasi. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan selama penelitian,
komitmen pimpinan belum terwujud sesuai dengan harapan informan. Wujud
komitmen pimpinan harus terbentuk nyata dalam setiap perkataan yang sejalan
lurus dengan perbuatan sehingga menimbulkan kepuasan anggota dalam
organisasi.
Struktur organisasi. Struktur organisasi dapat berbentuk fungsional,
devisional ataupun matrik. Birokrasi dalam pengambilan keputusan yang secara
tidak langsung akan berpengaruh terhadap penyampaian pelayanan ponek.
Ungkapan informan dijelaskan sebagai berikut.
“Kalau untuk struktur RS ponek ini dibawah kabid keperawatan, dibawah
yanmed lah, dia kan kan paling atas kabid perawatan, bawahnya yanmed,
dibawah yanmed karuang…” (1.2, 53 tahun)
“struktur kita jelas, ada bagannya itu diluar…”(I.5, 49 tahun)
“kalau masalah struktur ini jelas sudah dibuat.. kami ponek di bawah
yanmed..”(I.6, 49 tahun)
Universitas Sumatera Utara
72
Berdasarkan informasi, struktur organisasi ponek sudah jelas dan
diketahui oleh seluruh pegawai. Menurut informan I.2 (53 tahun), struktur ponek
dibawah kabid keperawatan, dan pelayanan medik. Menurut informan I.5 (49
tahun) struktur ponek jelas tercantum dalam bagan di bagian depan rumah sakit.
Hal ini juga sejalan dengan informan I.6 (49 tahun), bahwa struktur organisasi
ponek dibawah bidang pelayanan medik.
Robbins (2007) mengatakan bahwa struktur organisasi merupakan penentu
dalam pembagian, pengelompokan pekerjaan secara formal. Dalam acuan
organisasi, menurut Ivancevich (2008), proses penentuan keputusan untuk
memilih alternative kerangka kerja jabatan, proyek pekerjaan, dan departemen
merupakan keputusan atau tindakan yang dipilih dan pada akhirnya akan
menghasilkan struktur organisasi. Berdasarkan hasil penelitian, struktur organisasi
ponek sudah jelas yaitu dibawah bidang pelayanan medis. Ini berarti, hirarki
pertanggung jawaban kewenangan dan birokrasi sudah jelas. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh (Hakim and Hadipapo, 2006), menyebutkan bahwa
struktur organisasi yang jelas menimbulkan rasa kepuasan pada pegawai, dan
akhirnya akan meningkatkan kinerja.
Sumber daya strategik. Dalam sumber daya strategik, tersedianya sumber
daya meliputi finansial, sumber daya manusia, informasi, dan sarana prasarana
yang sesuai standar. Dalam kriteria ponek, sumber daya organisasi ponek
merupakan tim yang beranggotakan dokter spesialis kebidanan, dokter anak,
dokter igd, 3 orang bidan, dan perawat yang sudah dilatih ponek. Ungkapan
informan dijelaskan sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
73
“Dokter obgyn bekerja kan sangat tergantung dengan pihak lain seperti
dokter anastesi…. “(I.5, 49 tahun)
“Kita dokter anastesinya masih honor belum ada yang menetap, masih
onsite….”(I.5, 49 tahun)
“walaupun seksio sekarang kan diwakili sama penata, di sini ada 3… cuma
kan kita lebih nyaman bekerja dengan dokter anastesi. Kemudian ICU kita
perlu juga dokter anastesi dan ventilator….” (I.5, 49 tahun)
“dokter anastesi kami masih minjem…”
“bidan kami banyak.. tapi masih baru.. jd belum ada pengalaman.. apalagi
pelatihan..”(I.5, 49 tahun)
“Yang ikut pelatihan tahun 2014 itu dokter obgyn, dokter umum 1 itu tadi dr
nur, perawat anak 1, bidan 1 itulah ibu rahma…”(I.1, 53 tahun)
“kami ini sedikit yang ikut pelatihan.. katanya nanti ada dari dinas
lagi…”(I.3, 49 tahun)
“ga semua anggota kami ponek ini.. belum semua pelatihan.. apalagi anak-
anak baru itu.. baru pun masuk kemarin…”(I.4, 50 tahun)
Berdasarkan informan I.1 (51 tahun), dalam pelayanan ponek rumah sakit,
anggota ponek RSUD Tanjung Pura terdiri dari 5 orang meliputi dokter spesialis
obgyn 5 orang, dokter spesialis anak 1 orang, dokter umum 1 orang, bidan 4
orang, dan perawat 4 orang. Tim ponek rumah sakit yang pernah mendapatkan
pelatihan ponek pada tahun 2014 adalah dokter obgyn 1 orang, dokter umum 1
orang, dan perawat anak 1 orang, bidan 1 orang.
Idealnya tim ponek di lengkapi dengan dokter anastesi, 6 bidan pelaksana,
10 perawat, petugas lab, pekarya kesehatan, dan petugas admin. Berdasarkan
informan I.4 (50 tahun) dan didukung oleh informan I.5 (49 tahun), dokter
anastesi tidak menetap di rumah sakit ponek tanjung pura. Bidan di rumah sakit
ponek belum mendapatkan pelatihan ponek.
Tenaga ponek yang belum mengikuti pelatihan, diatasi dengan
dilakukannya in house training oleh pihak rumah sakit. Berdasarkan informasi
Universitas Sumatera Utara
74
dari I.2 (53 tahun) dan I.5 (49 tahun) yang didukung oleh pernyataan informan I.6
(49 tahun), pelatihan hanya diberikan pada waktu tertentu sebagai upaya untuk
menambah referensi bidan poned karena minim pengalaman, tetapi tidak dapat
terealisasi karena anggaran. Informan I.3 (49 tahun) menambahkan sebaiknya
penyegaran sering dilakukan agar tim ponek terlatih menangani kasus
kegawatdaruratan.
Berdasarkan hasil penelitian, jumlah dokter sudah mencukupi.
Ketersediaan dokter di rumah sakit dilakukan dengan pembagian shift kerja, dan
hal ini sudah berjalan. Walaupun pembagian shift sudah dilakukan, dokter
terkadang tidak standby di rumah sakit. Hal ini disebabkan dokter tidak
berdomisili di kota binjai dan kota medan yang jarak tempuhnya sangat jauh ke
rumah sakit. Rumah sakit juga tidak menyediakan rumah tinggal bagi dokter yang
dekat dengan rumah sakit. Kondisi ini menyebabkan pihak rumah sakit
mengambil kebijakan dokter on call, dan pada akhirnya dokter terlambat
menangani kegawatdaruratan. Ketersediaan SDM sebagai penentu keberhasilan
ponek. Menurut penelitian yang dilakukan (Priyo Wahyudi and Nurfaidah, 2017),
ketersediaan SDM yang lengkap dapat meningkatkan palayanan kegawatdaruratan
di rumah sakit.
Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan penunjang keberhasilan
pelayanan ponek. Rumah sakit ponek harus dilengkapi dengan ruangan khusus
ponek yang terpisah dengan unit gawat darurat lainnya dengan luas minimal 6m2,
dan juga fasilitas lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan, ketersediaan sarana dan
prasarana ponek dijelaskan dalam tabel berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
75
Tabel 4
Daftar Ketersediaan Alat/Obat/Fasilitas Ponek Dibandingkan dengan Pedoman
Pelaksanaan Ponek
Alat/obat/fasilitas Ketersediaan
Kamar ponek :
Ruangan berukuran 15m Belum tersedia (Masih
tergabung dengan
ruangan IGD)
Kamar bersalin
Berdekatan dengan kamar op dan igd Belum tersedia
Luas minimal 6m Sudah tersedia
Paling kecil ruangan berukuran 12m (6m untuk
masing-masing pasien)
Belum tersedia
Harus ada tempat isolasi ibu di tempat terpisah Belum tersedia
Privasi ibu hamil agar keluarga dapat hadir Belum tersedia
Ruang bersalin bukan merupakan tempat lalu Lalang Belum tersedia
Unit perawatan eklampsi/pepsis Belum tersedia
Unit perawatan khusus Belum tersedia
Area laktasi Belum tersedia
Area pencucian incubator Belum tersedia
Unit transfusi darah Tersedia
Laboratorium Tersedia
Radiologi dan USG Tersedia
Obat-obatan khusus maternal ponek Tersedia
Obat-obatan khusus neonatal ponek Tersedia
Tersedia SK Ponek Belum Diperbaharui
Sistem Informasi Ponek Belum Tersedia
Sumber : Data Ponek RSUD Tanjung Pura, 2019
Berdasarkan tabel 5, ketersediaan alat, obat dan fasilitas ponek masih
belum sesuai dengan pedoman ponek. Idealnya, rumah sakit dengan ponek harus
melengkapi seluruh fasilitas ponek sesuai pedoman. Berdasarkan hasil observasi
penulis, beberapa alat pelayanan ponek tidak berfungsi karena sudah rusak dan
membutuhkan biaya yang mahal untuk perbaikan, seperti inkubator yang tersedia
dua unit, tetapi hanya satu unit yang berfungsi. Fasilitas pendukung inkubator
seperti daerah mencuci inkubator tidak tersedia. Berdasarkan pedoman
penyelenggaraan ponek, idealnya ruang ponek harus tersedia minimal 1 ruang dan
Universitas Sumatera Utara
76
tidak terintegrasi dengan ruang unit gawat darurat. Ruang farmasi idealnya harus
berdekatan dengan ruang UGD yang pada kenyataannya letaknya sangat
berjauhan, sehingga pada saat kasus kegawatdaruratan, dibutuhkan waktu yang
lebih lama untuk mengakses obat-obatan. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Priyo Wahyudi and Nurfaidah, 2017), ketersediaan alat, obat, dan
fasilitas sarana yang adekuat untuk pengelolaan kegawatan, serta metode atau
prosedur pengelolaan rujukan yang tidak jelas menyebabkan rumah sakit tidak
mampu mengelola kasus rujukan maternal sesuai kapasitasnya sebagai ponek.
Universitas Sumatera Utara
77
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan disajikan pada bab
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa rantai nilai pelayanan aktivitas utama
yang dikaji dari pra pelayanan didapatkan bahwa rujukan, pemeriksaan buku
KIA belum sesuai dengan pedoman pelaksanaan ponek, sementara registrasi
pasien dan promosi ASI sudah sesuai. Selanjutnya, aktivitas utama pelayanan
yang dikaji dari proses pelayanan belum sesuai karena belum mengikuti tata
kelola klinis (standar operasional prosedur) rumah sakit dan tindakan operasi
darurat oleh dokter lebih dari 30 menit yang sesuai dengan pedoman ponek belum
tercapai. Aktivitas setelah pelayanan, tata kelola klinis pelayanan post partum,
rujukan balik belum sesuai karena belum memiliki standar operasional prosedur,
sementara pelayanan kb pasca salin dan proses IMD sudah sesuai dengan
pedoman.
Aktivitas pendukung pelayanan terdiri dari budaya organisasi, struktur
organisasi, dan sumber daya strategik. Struktur organisasi sudah sesuai,
sementara budaya organisasi, dan sumber daya organisasi masih belum sesuai
dengan standar pelayanan ponek rumah sakit. Sebagai tambahan, ketersediaan
alat, dan fasilitas ponek belum sesuai dengan pedoman ponek rumah sakit.
Saran
Saran disampaikan kepada beberapa pihak yang berkaitan dengan
penelitian ini sebagai berikut:
77 Universitas Sumatera Utara
78
1. Pada aktivitas pra pelayanan, pihak rumah sakit harus konsisten melengkapi
syarat rujukan yaitu formulir rujukan, dan selalu memeriksa buku KIA, dan
melakukan upaya optimalisasi waktu tunggu (respon time) pasien
mendapatkan pelayanan ponek pertama sekali (sesaat setelah tiba di rumah
sakit) maksimal 10 menit.
2. Pada aktivitas proses pelayanan, disarankan mengikutsertakan tim ponek
dalam pelatihan ponek, mengajukan penambahan dokter anastesi agar
bekerja purna waktu di rumah sakit, memfasilitasi tempat tinggal dokter di
area rumah sakit yang layak dihuni, melengkapi pelayanan ponek dengan
standar operasional prosedur sesuai dengan pedoman ponek, agar tercapai
penanganan kegawatdaruratan yang cepat, tepat, sesuai dengan pedoman
pelaksanaan ponek.
3. Pada aktivitas setelah pelayanan, disarankan agar melengkapi standar
operasional prosedur pelayanan post partum dan melengkapi pasien dengan
rujukan balik ke puskesmas.
4. Pada aktivitas pelayanan pendukung, disarankan agar memperbaiki budaya
organisasi, dan diharapkan ada penambahan alat dan fasilitas ponek sesuai
dengan pedoman ponek, dan pelatihan secara berkala kepada tim ponek.
Universitas Sumatera Utara
79
Daftar Pustaka
Aeni, N. (2013). Risk factors of maternal mortality. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, 7(26). Diakses dari: https://media.neliti.com/-media/-
publications/39580-ID-faktor-risiko-kematian-ibu.pdf.
Ali, F. A., Kandou, G. D. and Umboh, J. M. L. (2015). Analisis pelaksanaan
rujukan rawat jalan tingkat pertama peserta program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) di Puskesmas Siko dan Puskesmas Kalumata Kota Ternate
Tahun 2014. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Unsrat (JIKMU), 5(2),
221–237. Diakses dari: http://ejournal.unsrat.ac.id/-index.php/jikmu/-
article/view/7439.
Aveyard, H. and Sharp, P. (2009). A Beginner‟s Guide to Evidence Based
Practice in Health and Social Care Profession. Amazon: McGraw-Hill
House.
Black, J. (1981). Urban transport planning. London: British Library Catalogue.
Cresswell, J. W. (2009). Research design ; qualitative, quantitative, and mixed
methodes approachesitle. London: SAGE.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2018). Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah Tahun 2018. Diakses dari http://www..dinkes.sumutprov.go.id.
Duncan, W. J. (2006). Strategic management of health care. New York: Mc Graw
Hill
Faulina, A. C., Khoiri, A. and Herawati, Y. T. (2016). Kajian pelaksanaan sitem
rujukan berjenjang dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di
UPT. Pelayanan Kesehatan Universitas Jember. Jurnal IKESMA, 12
Nomor 2, 91–102. Diakses dari https://jurnal.unej.ac.id.
Fauzia, N., Ansyori, A. and Hariyanto, T. (2017). Kepatuhan standar prosedur
operasional hand hygiene pada perawat di ruang rawat inap rumah sakit.
Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(1), 95–98. doi:
10.21776/ub.jkb.2014.028.01.31.
Gottwald, M. and Lansdown, G. E. (2014). Clinical governance improving the
quality of healthcare for patients and service users. doi: W 84.41 GOT.
Hakim, A. and Hadipapo, A. (2006). Peran kepemimpinan dan budaya organisasi
terhadap kinerja SDM di Wawotobi. E-Journal Ekonomi dan Bisnis
Unissula, 16(1), 1–11. Diakses dari http://jurnal.unissula.ac.id/-
index.php/ekobis.
79
Universitas Sumatera Utara
80
Hari Wahyudi, Sudarto, C. A. W. (2018). Penolakan pelayan medis oleh rumah
sakit terhadap pasien yang membutuhkan perawatan darurat. Justitia
Jurnal Hukum, 1(1). Diakses dari doi: 10.30651/justitia.v1i1.602.
Hartini, H., Arso, S. P. and Sriatmi, A. (2016). Analisis pelayanan rujukan pasien
BPJS di RSUD Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi.
Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 4(4), 49–59. Diakses dari
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/13940.
Kementerian Kesehatan (2008). Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 jam di Rumah Sakit.
Diakses dari https://www.slideshare.net/praptooto/buku-ponek-2008
Kementerian Kesehatan RI (2012). Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Perorangan. Diakses dari http://ditjenpp.-kemenkumham.go.id-
/arsip/bn/2012/bn122-2012.htm
Kementerian Kesehatan (2019). Perwakilan Kemenkes Laporkan Seputar
Kesehatan Ibu dan Anak Pada Pertemuan WHA ke 66. Diakses dari
http://p2ptm.depkes.go.id/foto-p2ptm/perwakilan-kemenkes-laporkan-
seputar-kesehatan-ibu-dan-anak-pada-pertemuan-wha-ke-66-di-jenewa-
swiss
Khan, K. S. et al. (2016). WHO analysis of causes of maternal death: a systematic
review‟. Lancet, 367(9516), 1066–1074. Diakses dari doi: 10.1016/S0140-
6736(06)68397-9.
Khotimah, K., Emilia, O. and Hakimi, M. (2018). Pemanfaatan pojok laktasi di
Puskesmas I Cilongok Kabupaten Banyumas, Jurnal Kesehatan
Reproduksi, 1(1), 46–59. Diakses dari doi: 10.22146/jkr.4914.
Listya, E. P. (2013). Pengetahuan ibu bersalin dengan keikutsertaan penggunaan
KB pasca salin di Yogyakarta. Jurnal Universitas Aisyiyah Yogyakarta,
6(1), 1–11. Diakses dari http://lib.unisayoga.ac.id.
Napitupulu, T. F. et al. (2018). Gambaran pemanfaatan buku KIA dan
pengetahuan ibu hamil mengenai tanda bahaya kehamilan. Jurnal
Kesehatan Vokasional, 3(1), 17. Diakses dari doi: 10.22146/jkesvo.33900.
Nazvia, N., Loekqijana, A. and Kurniawati, J. (2017). Faktor yang mempengaruhi
kepatuhan pelaksanaan SOP asuhan keperawatan di ICU-ICCU RSUD
Gambiran Kota Kediri. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(1), 21–25. Dari
doi: 10.21776/ub.jkb.2014.028.01.17.
Pemerintahan Banda Aceh. (2016). Kajian Faktor Risiko Kematian Ibu dan Bayi
Tahun 2016. Banda Aceh. Diakses dari https://-bappeda.acehprov.-go.id/-
download/download/62.
Universitas Sumatera Utara
81
Priyatmoko, Heri Lazuardi, L. et al. (2014). Kota Indonesia (Analisis data
Rifaskes 2011) Determinants of availability of specialist doctors and
hospital facilities in public hospital at district/municipality in Indonesia
(Rifaskes Data Analysis 2011). Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia,
03(4), p. 175. Diakses dari https://github.com/citation-style-lan.
Priyo Wahyudi, Y. and Nurfaidah, S. (2017). Pengelolaan rujukan kedaruratan
maternal di rumah sakit dengan pelayanan PONEK. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, 28(1), 84–88. Diakses dari doi: 10.21776/-ub.jkb.-
2014.028.01.29.
Ratnamiasih, I. et al. (2012). Kompetensi SDM dan kualitas pelayanan rumah
sakit. ReserchGate Trikonomika, 11(1), 49–57.
Ratnasari, D. (2017). Analisis pelaksanaan sistem rujukan berjenjang bagi peserta
JKN di Puskesmas X Kota Surabaya. Jaki, 5(2), 145–154. Dikases dari
doi/10.20473/jaki.v5i2.2017.145-154.
Ristrini, R. (2015). Pelaksanaan Sistem rujukan maternal di Puskesmas
Tambakrejo dan Tanah Kali Kedinding Kota Surabaya. Jurnal Penelitian
Sistem Kesehatan, 18(4),365–375. Diakses dari https://media.neliti.com.
USAID. (2012). Expanding Maternal and Newborn Survival (EMAS). Healthy
Newborn, 8(5), 234-280.
Universitas Sumatera Utara
82
Lampiran 1. Informed Concent
(INFORMED CONCENT)
Pernyataan kesediaan untuk ikut penelitian
yang bertanda tangan dibawah ini, Saya :
Nama : _______________________________________________
Umur : __________________________________ tahun
Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan serta memahami
penelitian yang dilakukan dengan judul :
“Analisis Rantai Nilai Pelayanan Maternal Health Dalam Upaya Menurunkan
Angka Kematian Ibu ; Studi Kasus di RSUD PONEK Tanjung Pura Kabupaten
Langkat Tahun 2018”
Yang dibuat oleh :
Nama : Feti Novia Sari
Nim :
Status : Mahasiswa aktif program pasca sarjana FKM USU
Dengan ini saya menyatakan kesediaan untuk berperan serta menjadi informan
penelitian. Demikian pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa ada
paksaan dari pihak manapun
Yang Membuat Pernyataan,
__________________________
Universitas Sumatera Utara
83
Lampiran 2. Pedoman Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA
Kode Informan :
Tanggal wawancara :
No
Fokus
Penelitian
Pertanyaan
1 Pra
Pelayanan
1. Pelaksanaan Rujukan.
Probing :
a. Mohon bapak/ibu jelaskan bagaimana registrasi
pasien baru?
b. Mohon bapak/ibu jelaskan bagaimana registrasi
pasien lama?
c. Mohon bapak/ibu jelaskan bagaimana proses
pemeriksaan buku KIA?
d. Mohon bapak/ibu jelaskan bagaimana pelaksanaan
promosi pojok ASI?
e. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu memberikan penyuluhan tentang ASI
EKSLUSIF
f. Mohon bapak/ibu jelaskan bagaimana dengan
pemeriksaan formulir rujukan
g. Mohon bapak/ibu ceritakan bagaimana komunikasi
antara faskes poned dengan rumah sakit ponek
h. Mohon bapak ibu ceritakan tentang waktu tunggu
pelayanan
2 Proses
Pelayanan
2. Tata kelola Persalinan Sesuai SOP
a. Mohon bapak/ibu jelaskan bagaimana prosedur
pemeriksaan identitas pasien?
b. Apakah bapak/ibu menjaga kebersihan tangan?
c. Mohon bapak/ibu jelaskan bagaimana cara menjaga
kebersihan tangan bapak/ibu?
d. Apakah bapak/ibu mencuci tangan setelah
tindakan?
e. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu mencuci tangan setelah tindakan?
f. Apakah bapak/ibu menjaga privasi pasien?
g. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu menjaga privasi pasien?
h. Apakah bapak/ibu mengucapkan salam terapeutik
i. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
Universitas Sumatera Utara
84
bapak/ibu menyampaikan salam terapeutik?
j. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu memeriksa anamnese pasien?
k. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu melakukan pemeriksaan fisik pasien?
l. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana prosedur
dokter dalam melakukan pemeriksaan USG?
m. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu mempersiapkan laboratorium pada saat
dibutuhkan?
n. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu membersihkan alat setelah digunakan?
o. Apakah bapak/ibu merapikan kembali alat setelah
digunakan?
p. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu mendokumentasikan formulir setelah
melakukan pemeriksaan?
3 Setelah
Pelayanan
1. Pelayanan Post Partum
a. Mohon bapak/ibu jelaskan bagaimana cara
bapak/ibu memberikan pelayanan kepada ibu hamil
yang sudah dilakukan tindakan?
b. Apakah bapak/ibu menjaga kebersihan tangan?
c. Mohon bapak/ibu jelaskan bagaimana cara menjaga
kebersihan tangan bapak/ibu?
d. Apakah bapak/ibu mencuci tangan sebelum
pemeriksaan?
e. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu mencuci tangan setelah pemeriksaan?
f. Apakah bapak/ibu mencuci tangan sebelum
pemeriksaan?
g. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu mencuci tangan setelah pemeriksaan?
h. Apakah bapak/ibu menjaga privasi pasien?
i. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu menjaga privasi pasien?
j. Apakah bapak/ibu mengucapkan salam terapeutik
k. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu menyampaikan salam terapeutik?
l. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu memeriksa anamnese pasien?
m. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu melakukan pemeriksaan fisik pasien?
n. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana prosedur
dokter dalam melakukan pemeriksaan USG?
o. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu mempersiapkan laboratorium pada saat
Universitas Sumatera Utara
85
dibutuhkan?
p. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu membersihkan alat setelah digunakan?
q. Apakah bapak/ibu merapikan kembali alat setelah
digunakan?
r. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu mendokumentasikan formulir setelah
melakukan pemeriksaan?
2. Pelaksanaan Pojok ASI
a. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu membantu ibu dalam memberikan ASI
b. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu pelaksanaan tentang rawat gabung?
c. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu perawatan gizi ibu hamil selama
dirawat?
d. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu pelaksanaan senam pasca lahir?
e. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu pelaksanaan personal hygene bagi ibu?
f. Mohon bapak/ibu jelaskan, bagaimana cara
bapak/ibu pelaksanaan tentang hand hygene bagi
ibu?
4 Budaya
Organisasi
1. Mohon bapak/ibu ceritakan bagaimana membangun
asumsi Bersama (visi dan misi) untuk berbagi nilai
bersama dalam konteks budaya organisasi?
2. Mohon bapak/ibu ceritakan bagaimana komitmen
pimpinan di rumah sakit ini?
5 Struktur
Organisasi
1. Mohon bapak/ibu ceritakan bagaimana struktur
birokrasi dalam pengambilan keputusan dalam
pelayanan ponek?
6 Sumber Daya
Strategis
1. Mohon bapak/ibu ceritakan bagaimana sumberdaya
finansial, sumber daya manusia, informasi, dan
teknologi?
Universitas Sumatera Utara
86
Lampiran 3. Pedoman Pelaksanaan Ponek 24 jam di Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara
87
Standar Operasional Prosedur RSUD Tanjung Pura
Universitas Sumatera Utara
88
Universitas Sumatera Utara
89
Lampiran 4. Transkip Wawancara (Matriks Hasil Penelitian)
Tabel 1. Matriks Tema Hasil Penelitian Rantai Nilai Maternal Health Pra
Pelayanan Ponek RSUD Tanjung Pura Kabupaten Langkat
No Fokus
Penelitian Tema
Sub Tema
Kutipan Pendukung
1 Pra
Pelayanan
Penerimaan
rujukan
a. Proses
penerimaan
rujukan belum
berjalan
maksimal, tidak
semua ibu hamil
datang membawa
rujukan
“Kan harus tetap ada rujukannya datang kesini…
kan ada kayak gini tau ni hamil lalu rutin dia datang ada
ni wacana mau lahiran
disini…” (I.1, 51 tahun) “entah ada kelainan
kehamilan, jadi dia disuruh datang ni sama dokternya
datang tanggal segini, tapi
harus minta rujukan tetap sama puskesnya…” (I.1, 51
tahun)
“…..kalau udah gawat dia (ibu
hamil) datang, ga bisa lagi kita
tunggu minta surat rujukan, tangani aja dulu…. Selamat
lah dulu maunya ibu dan
bayinya kan….kalau pasien emergency yang datang
langsung ke IGD gak pakai rujukan, kalau dia berobat
jalan ke situ (rumah sakit) tadi
harus pakai rujukan…..Pertama kami cek
dulu rujukannya ada apa
nggak, lalu kami periksa
identitasnya, lalu bidan
anamneses kan.. abis tu kami cek ada apa nggak dokter…
kalau ga ada kami hubunginla
dokternya minta datang segera…” (I.2, 53 tahun)
“…. Hooo gituuu… setiap
pasien harus ditangani..
Pastilah ga bisa nolak kan siapa aja mau datang berobat
tapi kalau umum, kalau bpjs
harus tetap pakai rujukan….”
(1.3, 49 tahun)
“…Kalau rujukan dari bawah
itu harus lah bawa formulir
rujukan, kecuali kasus
Universitas Sumatera Utara
90
gawatdaruratkan, gak lah
sempat dia lagi ambil rujukan apalagi tengah tengah malam
dia lebih dekat ke IGD dari
puskes kan….” (I.5, 49 tahun)
“…kadang ada juga bumil itu datang ga gawat tapi plasenta
previa, tapi memang udah
masuk inpartu… ya tunggulah sampai waktunya, tapi rujukan
harus bawa” (I.6, 49 tahun)
b. Waktu Tunggu
(respon time)
lebih dari 10
menit untuk
mendapatkan
pelayanan
pertama, (sesaat
setelah pasien
tiba di rumah
sakit)
“Pasien masuk, memang idealnya menunggu 10 menit,
tapi kadang tidak terlaksana,
karena obat-obatan itu di farmasi.. mengambil lagi, cek
vital sign lagi, dokternya lama kali kadang datang…” (I.5, 49
Tahun)
“Saya langsung datang kalau rumah sakit telfon, tapi karena
sudah sore, biasa jam 3 itu
udah kosong poli, kalau pasien jam 5 saja, udah pulang biasa
dokter iti…” (I.2, 53 Tahun) “Kami datang kesini, bawa
rujukan, kami diperiksa adalah
lama kak..bidan itu kata mamak sibuk mondar mandir
lari-lari keluar masuk.. agak heboh memang kak.. nunggu
dokter yg paling lama.. .” (I.7,
28 Tahun)
Registrasi
Pasien
a. Proses registrasi
dibagi menjadi
dua kateori ;
umum dan BPJS
“Kalau hamil, dia kan ada
dua, satu pakai BPJS dan satu
lagi umum. Mereka daftar loket dulu yg umum, kalau
bpjs, ke loket bpjs baru
kemari…., “jadi kalau misalkan datang kita tagani
dulu, masalah uang nanti, keadaannya dulu yang kita
tangani….”(I.1, 51 tahun)
b. Pasien tidak
pernah diminta
uang sebagai
jaminan/ uang
muka agar
mendapatkan
pelayanan
“Iya… ga boleh kami meminta
uang di depan… pelayanan
dulu..kadang ada juga pasien yg ditolak pun BPJSnya, tapi
tetap kami layani dulu.. urusan keuangan itu nanti sama
kasir…” (I.4, 50 tahun)
Universitas Sumatera Utara
91
“ kalau pasien ponek itu
biasanya BPJS, tapi ada juga yang umum….Kalau tidak bisa
bayar kan kita masuki
pemerintah yg penting ada persetujuan dari direktur
kan…Ada kemungkinan gratis…….kalau terpaksa….”
(I.4, 49 tahun)
Pemeriksaan
Buku KIA
Pasien tidak selalu
membawa buku
KIA dan jarang
diminta
menunjukkan
buku KIA oleh
petugas
“Buku KIA ni kalau untuk
antenatal wajiblah
dibawanya.. disitu ketauan nanti riwayatnya kan…
gitulah..kadang pasien dari
bawah (puskesmas) itu bawa buku kia sendiri, jd kita tinggal
liat aja, jd ga aktif kali cari buku KIA…” (I.1, 51 tahun)
“Ga ada dimintanya buku kia…”(I.7, 28 tahun)
Promosi
Pojok ASI
a. Konseling laktasi
dilakukan pada
ibu nifas di ruang
perawatan.
“Kalau penyuluhan untuk ASI Ekslusif ada dapatnya waktu
KIA, setelah lahir di sini juga
kami kasi tau, Cuma ga ada ruangannya, jadi cuma
memberi informasi saja….”(I.6, 49 tahun)
“bidan itu lah datang ke kami ngajarin netekkan karna
dilihatnya agak payah aku netekkan.. jadi
diajarinnya…”(I.7, 28 tahun)
Universitas Sumatera Utara
92
Tabel 2. Matriks Tema Hasil Penelitian Rantai Nilai Maternal Health Proses
Pelayanan Ponek RSUD Tanjung Pura Kabupaten Langkat
No Fokus
Penelitian Tema Sub Tema Kutipan Pendukung
2 Proses
Pelayanan
Penanganan
kegawatdar
uratan
maksimal
30 menit
sesuai
dengan
pedoman
rumah sakit
ponek
a. Tindakan
operasi darurat
oleh dokter lebih
dari 30 menit
dan belum
sesuai dengan
pedoman
kegawatdarurata
n ponek.
“…Harusnya waktu tunggu pasien itu gak lama… dokternya karna
on call itu makanya ga tecapai yang 30 menit itu….” (I.1, 51
tahun)
“jangan lebih dari 30 menit…
bisa bahaya nanti… “(I.2, 53 tahun)
“Sebisa dan semampu kami 30 menit… Langsung dapat karena
kan bidannya kan ada juga yang
udah pelatihan jadi mereka ngerti, tapi kan memang betul
yang tadi dibilang, kadang2 dokternya gak mencapai 30 menit,
tapi perawat yang jaga itu kan
siap standbye di situ. Artinya kalau emergency mereka bisa
tangani. Tinggal lagi misalkan PTN tidak maju baru panggil
dokter. Via telepon gitu, sambil
dokternya jalan kemari, kadang2 bisa VC gitu kan jadi sambil jalan
biar gak makan waktu….”(I.3, 49
tahun)
“harusnya tidak boleh nunggu
lama… 30 menit itu udah lama
kali…” (I.4, 50 tahun)
“RS Ponek itu harus bisa
melayani pasien2 ibu hamil, dan anak. Dokternya ada 1x24 jam di
rumah sakit dan kalaupun tidak
tinggal di situ, paling tidak 30 menit dia harus sudah sampai
tujuan kalau dia on call gitu.
Artinya penanganan komprehensif dari IGD sampai dia bersalin atau
sampai kamar operasi…”(I.5, 49
tahun)
“Memang lah ya lama kali dokternya.. sampe sakit kali
perutku menunggukan.. katanya
Universitas Sumatera Utara
93
sabar sabar dokter lagi dijalan
kesini.. ada sejam aku nunggu dokter nya datang..masih
sempatnya mereka telfon telfon
kan jadi bidannya ini cepat menangani.. untunglah..” (I.7, 28
tahun) “Ga ada ruangan khusus vk.. dari
igd langsung kesini inilah ponek
ini.. dulu jauh.. sekarang igd nilah vk nya, dua jam baru masuk ruang
rawat.. kalau nifas kan tetap di
ruang rawat gabung.. kalau dia bermasalah baru ke perina..” (I.1,
51 tahun) “VK, IGD (ruang ponek
kegawatdaruratan) tu lambat lah,
respon timenya lambat. Kalau kita ni misalnya ni ada pasien ni
presentasi bokong, kalau kita tu kan maunya cepat tanggap, harus
ini, harus sigap, ga begitu
cepat….kadang2 dokternya gak mencapai 30 menit, tapi perawat
yang jaga itu kan siap standbye di
situ….” (I.5, 49 tahun)
“Tinggal lagi misalkan partus tidak maju baru panggil dokter.
Via telepon gitu, sambil dokternya
jalan kemari, kadang2 bisa vc (video call) gitu kan jadi sambil
jalan biar gak makan waktu….”
(I.5, 49 tahun)
b. Standar prosedur
operasional
jarang diikuti,
dan obat-obatan
di pelayanan
ponek tidak
tersedia
berdekatan
dengan ruangan
ponek.
“Kadang prosedur operasional ya
diikuti. Contoh… kalau emas
(program expanding maternal neonatus health) kan bilang obat
emergensi harus letak di IGD, kalau akreditasi ga boleh letak
disitu, jadi kan bertentangan
akhirnya pusing…Kalau EMAS (program expanding maternal
neonatus health) harus standbye..” (I.6, 49 tahun)
“Akred (akreditasi) bilang obat ga
boleh dipelayanan, jd gitu ada kasus emergensi kan jadi
kebingungan mana cari obat,
makan waktu jdnya… makanya kadang SOP itu lupa..” (I.1, 51
tahun)
Universitas Sumatera Utara
94
“Pakai autoclave, pakai APD
kitapakai kacamata, topi, masker kalau op..Kadang sebelum pegang
pasien ini sempat cucitangan,
kalau ga hand rub aja atau hands coon lah… SOP tu kadang lupa,
karna kan situasi panik apalagi kalau ibu nya tu gawat.. tapi kami
berusaha tenang..”(I.1, 51 tahun)
“SOP tu harus dijalankan, Cuma
kadang suka kelupaan beberapa
step.. buru buru kan ga sempat cuci tangan hand rub ajalah
dulu….” (I.2, 53 tahun)
“Dokter tu kadang ga pakai
sarung tangan meriksa kami…Bidan pun gitu…..” (I.7, 28
tahun)
c. Pasien ibu hamil
dengan kasus
HIV langsung di
rujuk ke RSU H.
Adam Malik di
Kota Medan
“Kita memeriksa pasien Hepatitis sebelum masuk. Dokter pakai
APD kalau kita mengetahui ada
HIV kita rujuk ke Adam Malik…”. (I.2, 53 tahun) dan ( I.3, 49
tahun).
d. Penanganan
kasus
kegawatdarurata
n dilakukan oleh
bidan karena
dokter tidak
menetap di
lingkungan
rumah sakit.
“Kadang retensio placenta, kami
nelfon dulu dokternya, kami mau retentio manual ini boleh apa ga,
pendelegasian la, letak sungsang
bidan langsung yang nolong. Sc misalnya plasenta previa, partus
tak maju, preeklampsia eclampsia, itu dokternya..” (I.5, 49 tahun)
“ada beberapa kasus bisa ditangani bidan saya pandu aja
melalui telfon atau vc gitu… nanti
saya yang tanda tangan”(I.2, 53 tahun)
e. Ketersediaan
darah tidak
menjadi masalah
karena rumah
sakit dilengkapi
dengan unit
transfuse darah.
Stok darah juga
tersedia di PMI
stabat
“Apa istilahnya penyediaan
darahnya udah ada kita udah bisa langsung artinya darahnya sudah
ada….” (I.2, 53 tahun)
“Darah disini standbye.. ini UTD
nya.. kalau ga ada langsung PMI stabat.. tetap ada disini ada analis
nya.. makanya sebelah kami lab ini.. “ (I.5, 49 tahun)
Universitas Sumatera Utara
95
Tabel 3. Matriks Tema Hasil Penelitian Rantai Nilai Maternal Health Setelah
Pelayanan Ponek RSUD Tanjung Pura Kabupaten Langkat
No Fokus
Penelitian Tema
Sub Tema
Kutipan Pendukung
3 Setelah
Pelayanan
Pelayanan
post
partum
Pelayanan post
partum belum
sesuai SOP
karena belum
tersedia
Pelayanan post
partum
diberikan sesuai
arahan dokter
“kita layani sesuai dengan kebutuhannya, kalau post partum kan
dia di sini istirahat. Kita layani aja sesuai arahan dokter. Tempat tidur
kami siapkan sebelum masuk
pasien……” (I.1, 51 tahun).
“Sejauh ini hanya kontrol, tapi saya tidak tau persis, ada minimal ditelepon
bagaimana keadaanya, bila diperlukan
kontrol akan dilakukan…”(I.6, 49 tahun)
“Ada kami kerjakan, cuma memang belum SOP nya belum ada dibuat….”
(I.5, 49 tahun)
“SOP kami untuk post partum belum
ada, tapi kami kerjakan sesuai arahan dokter…” (I.5, 49 tahun)
KB pasca
salin
Promosi KB
pasca salin
diberikan
kepada ibu nifas
KB pasca salin
tersedia di
rumah sakit
dengan metode
lengkap
“Iya kami tawarkan ke ibu nifas.. KB PKBRS dan KB Pasca salin, kan
mendukung program BKKBN juga…”(I.6, 49 tahun)
“KB pasca salin ada kami infokan ke ibu ibu nifas…supaya menjarangkan
kehamilan… apalagi kalau masih
muda… “ (I.1, 51 tahun dan (I.5, 49 tahun)
Proses
IMD pada
ibu
bersalin
normal dan
SC
Proses IMD
pada ibu bersalin
normal dan SC
sudah sesuai dan
dipandu oleh
bidan
“Normal IMD lah.. kalau sc tergantung dokternya…”(I.5, 49
tahun) dan ( I.6, 49 tahun))
“Kalau IMD pasien sc, tunggu masuk
ruang rawat dulu.. jangan disitu mau hecting disitu pula dia mau IMD,
repot… anastesi pasti marah…” (I.2,
53 tahun))
“makanya saya suka jalan, kalau saya tunggu disini, mereka ga mungkin
datang, saat ini orang merasa asi itu
ga perlu karena ada susu formula, iya kan?.....”(I.1, 51 tahun)
Universitas Sumatera Utara
96
Rujukan
balik
Rujukan balik ke
puskesmas tidak
dilakukan
“Kalau kami ga pernah merujuk balik
ke puskes.. sini ajalah abis tu pulang mereka kerumah..” (I.1, 51 tahun)
“Rujuk balik itu ada sebetulnya tapi kalo kami ga pernah lakukan
kayaknya.. tanya aja coba dokter…” (I.6, 49 tahun)
“kalau perlu kami akan rujuk balik… tapi saya belum pernah merujuk
balik…”(I.2, 53 tahun)
Universitas Sumatera Utara
97
Tabel 4. Matriks Tema Hasil Penelitian Rantai Nilai Maternal Health
Pelayanan Pendukung Meliputi Budaya Organisasi, Standar Organisasi, dan
Sumber Daya Strategik Ponek RSUD Tanjung Pura Kabupaten Langkat
No Fokus
Penelitian Tema Sub Tema Kutipan Pendukung
4 Budaya
Organisasi
Pemahaman
Visi dan
Misi
Seluruh petugas
memahami visi
dan misi rumah
sakit dan
pelayanan
ponek
“visi itukan yang akan dicapai pelayanan yang artinya lebih
komprehensif terhadap pasien yang
datang terutama bagi saya bagian
kebidanan…..mengurangi nearmist
hampir mati…” (I.1, 51 tahun)
“Jangan masuk satu pulang dua.. maunya masuk satu sehat dua dua (ibu
dan bayi).. ha itu kan nilai-nilainya…”
(I.5, 49 tahun)
“keselamatan pasien nomor satu….”
(1.6, 49 tahun)
5 Struktur
Organisasi
Struktur
Organisasi
Struktur
organisasi
Ponek jelas
“Kalau untuk struktur RS ponek ini
dibawah kabid keperawatan, dibawah
yanmed lah, dia kan kan paling atas kabid perawatan, bawahnya yanmed,
dibawah yanmed karuang…” (1.2, 53 tahun)
“struktur kita jelas, ada bagannya itu diluar…”(I.5, 49 tahun)
“kalau masalah struktur ini jelas
sudah dibuat.. kami ponek di bawah
yanmed..”(I.6, 49 tahun)
6 Sumber
daya
strategik
SDM a. SDM Ponek
belum
tersedia
lengkap
sesuai
dengan
panduan
ponek
“Dokter obgyn bekerja kan sangat
tergantung dengan pihak lain seperti dokter anastesi…. “
“Kita dokter anastesinya masih honor
belum ada yang menetap, masih onsite….”
“walaupun seksio sekarang kan diwakili sama penata, di sini ada 3…
cuma kan kita lebih nyaman bekerja
dengan dokter anastesi. Kemudian ICU kita perlu juga dokter anastesi
dan ventilator….” (I.5, 49 tahun)
“dokter anastesi kami masih
minjem…” “bidan kami banyak.. tapi masih baru..
jd belum ada pengalaman.. apalagi
pelatihan..”(I.5, 49 tahun)
Universitas Sumatera Utara
98
b. SDM Ponek
belum
seluruhnya
mendapatkan
pelatihan
ponek
“Yang ikut pelatihan tahun 2014 itu
dokter obgyn, dokter umum 1 itu tadi dr nur, perawat anak 1, bidan 1 itulah
ibu rahma…”(I.1, 53 tahun)
“kami ini sedikit yang ikut pelatihan..
katanya nanti ada dari dinas lagi…”(I.3, 49 tahun)
“ga semua anggota kami ponek ini.. belum semua pelatihan.. apalagi anak-
anak baru itu.. baru pun masuk
kemarin…”(I.4, 50 tahun)
Universitas Sumatera Utara
99
Lampiran 4. Dokumentasi
Universitas Sumatera Utara
100
Universitas Sumatera Utara