SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI...

418

Transcript of SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI...

Page 1: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang
Page 2: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

i

SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNIS III

PELUANG DAN TANTANGAN

UKM INDONESIA MENGHADAPI

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

Reviewer

Prof. Ir. Roesdiman Soegiarso, M.Sc., Ph.D

Prof. Dr. Carunia Mulya Firdausy, M.A., APU

Dr. Ir. Chairy, SE, MM

Dr. Indra Widjaja, SE, MM

Dr. Lerbin Aritonang, MM.

Dr. Rina Adi Kristianti, SE, M.Si.

Dr. Rizal Edy Halim, M.Si.

Popy Rufaidah, SE, MBA, Ph.D

Dr. Masmira Kurniawati, SE, M.Si

Dr. Jony Octavian Haryanto, SE, MM

Agung B. Waluyo, Ph.D

Ir. Antonius Herwandi Tanan, MBA, M.Sc

Page 3: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

ii

Tim Penyunting

Ketua : Dr. Ir. Chairy, S.E., M.M.

Anggota : Dr. Heni Mularsih, S.Psi, M.M.

Dra. Ninawati, M.M.

Franky Slamet, S.E., M.M.

Hetty Karunia T, S.E., M.Si

Cokki, S.E., M.M.

Page 4: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

iii

SAMBUTAN KETUA PANITIA

Tahun 2013 merupakan tahun ketiga dimana Universitas Tarumanagara kembali menyelenggarakan Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis, sebagai salah satu upaya untuk terus mendorong berkembangnya semangat kewirausahaan, khususnya pada generasi muda, serta mengembangkan wawasan dan pengetahuan di bidang kewirausahaan secara luas dan menyeluruh.

Pemilihan tema “Peluang dan Tantangan UKM Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015” pada seminar ini diharapkan dapat memberikan kajian tentang kesiapan dunia usaha nasional, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM) dalam menghadapi perkembangan perekonomian regional.

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis ketiga, mencoba untuk senantiasa meningkatkan kinerja penyelenggaraan dari tahun-tahun sebelumnya. Dipilihnya waktu penyelenggaraan SNKIB ketiga pada bulan Mei, membuat waktu persiapan menjadi lebih singkat. Namun kesuksesan penyelenggaraan SNKIB pada tahun-tahun sebelumnya membuat minat untuk berpartisipasi dalam SNKIB ini tetap tinggi. Jumlah pemakalah yang turut serta pada SNKIB ketiga mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Pada penyelenggaraan kali ini juga diperoleh cukup banyak tawaran kerjasama atau sponsorship, meski pun karena keterbatasan teknis serta upaya untuk mempertahankan kredibilitas penyelenggaraan, tidak semuanya dapat ditindak lanjuti. Dukungan dan minat untuk sekedar mengetahui ataupun turut berpartisipasi aktif dalam SNKIB, menunjukkan semakin dikenalnya seminar ini sebagai bentuk nyata usaha penyebaran pengetahuan dan pengembangan ilmu khususnya dalam bidang kewirausahaan.

Terselenggaranya seminar ini merupakan hasil kerjasama dan rasa kebersamaan banyak pihak, karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:1. Para pembicara yang telah berpartisipasi dan meluangkan waktu untuk hadir pada

acara ini.2. Ketua Pengurus Yayasan Tarumangara, Bapak Gunardi, S.H., M.H. atas dukungannya

dalam acara ini.3. Rektor Universitas Tarumanagara, Bapak Prof. Ir. Roesdiman Soegiarso, M.Sc., Ph.D.4. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Bapak Dr. Sawidji Widoatmodjo,

S.E., M.M., M.B.A.5. Ketua Program Studi S-1 Manajemen, Bapak Dr. Ignatius Roni Setyawan, S.E., M.Si.6. Kepala UPT MKU Universitas Tarumanagara, Bapak Rahaditya, S.H, M.H.7. Ketua Program MM Universitas Tarumanagara, Bapak Dr. Indra Widjaja, S.E, M.M.8. Sekretaris Panitia, Ibu Herlina Budiono,S.E., M.M.;Bapak Richard Andrew,S.E., M.M..

Bendahara, Ibu Merry Susanti, S.E., M.M.; Ibu Mei Ie, S.E., M.M., Anggota Panitia, Bapak Franky Slamet, S.E., M.M; Ibu Hetty Karunia Tunjungsari, S.E., M.Si.; Bapak Didi Widya Utama, S.T., M.T.; Ibu Dra Ninawati, M.M.; Ibu Dr. Heni Mularsih, S.Psi, MM; Bapak

Page 5: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

iv

Cokki, S.E., M.M.; Bapak Ir. Parino Rahardjo, M.M., Ibu Lina Gozali, S.T., M.M. dan Bapak Wilson Kosasih, S.T., M.T.

9. Segenap karyawan MKU, khususnya Bapak H. Alwi, Bapak Sugeng, Bapak Daliman, dan Bapak Anwar.

10. Ikatan Mahasiswa Manajemen Tarumanagara (IMMANTA) dan Ikatan Mahasiswa Industri Tarumanagara ( IMADUTA).

11. Serta seluruh pihak yang secara langsung dan tidak langsung memberikan kontribusidan dukungan untuk penyelenggaraan seminar ini.

Jakarta, 23 Mei 2013

Ketua Panitia SNKIB IIIFelix Sutisna, S.E., M.M.

Page 6: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

v

EDITORIAL

Pada tahun ketiga Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis (SNKIB III) di Universitas Tarumanagara ini, Program Studi S-1 Manajemen, Unit Pelaksana Teknis Mata Kuliah Umum (UPT MKU), dan Magister Manajemen Universitas Tarumanagara terus berupaya untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan seminar dan call for paper yang mengangkat tema : “Peluang dan Tantangan UKM Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015”.

Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang menjadi subtema dari call for paperSNKIB II yaitu: Kewirausahaan dan Perekonomian Indonesia; Kewirausahaan dan UKM di Indonesia; Kewirausahaan di Perguruan Tinggi; Manajemen Keuangan, Investasi, dan Akuntansi, serta Manajemen Pemasaran. Adapun jumlah makalah di dalam prosiding ini sebanyak 46 makalah.

Bersama ini Kami sampaikan pula penghargaan dan ucapan terima kasih dari Universitas Tarumanagara, atas partipasi pemakalah di dalam kegiatan ini. Pada tahun-tahun mendatang Kami berharap kegiatan ini dapat terus diselenggarakan sebagai wujud kontribusi pada pengembangan Kewirausahaan di Indonesia.

Terima kasih.

Jakarta, 23 Mei 2013

Penyunting

Page 7: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

vi

DAFTAR ISI

KEWIRAUSAHAAN DAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Judul HalamanINDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DAN PERMASALAHANNYA DI INDONESIA 2009-2012Iwan Prasodjo

1

PELUANG DAN TANTANGAN UKM INDONESIA MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015Nurul Istifadah

11

PELUANG DAN TANTANGAN UKM INDONESIA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015Henki Idris Issakh

21

KEBIJAKAN PRO ENTREPRENEURSHIP SEBAGAI STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING UKM DI INDONESIAMaichal

29

KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN DAN KOMPETENSI SOSIAL: STRATEGI MENINGKATKAN KEUNGGULAN BERSAING DAN KINERJA BISNIS UKMMeutia

38

PENGUATAN USAHA KECIL DAN MENENGAH INDONESIA MELALUI INTEGRATED SYSTEM UNTUK MENGHADAPI PERSAINGAN GLOBALAniek Rumijati

48

KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI

PENGARUH NEED FOR ACHIEVEMENT, SELF-EFFICACY, DAN LOCUS OF CONTROL TERHADAP ENTREPRENEURIAL INTENTIONS ETNIS MINANG (STUDI KASUS PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA)Mafizatun Nurhayati

59

THE INFLUENCE OF ON THE JOB TRAINING PROGRAM AND MOTIVATION TO THE STUDENTS’ WORK READINESSAmelia Suryani dan Leo Alexander Tambunan

69

PENDIDIKAN ENTREPRENEURSHIP: MENUMBUHKAN AGRIPRENEUR MUDAMaria Assumpta Evi Marlina

76

PENGARUH NILAI ETIKA DAN ORIENTASI ETIKA PADA SENSITIVITAS ETIS MAHASISWAZulhawati, Pujiastuti, Ifah Rofiqoh

86

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS AN ENTREPRENEURIAL LEARNING DALAM MENINGKATKAN JIWA WIRAUSAHA MAHASISWA UNTUK MENGATASI PENGANGGURAN INTELEKTUALMaria

94

MENUMBUHKAN JIWA ENTREPRENEUR MUDA MANDIRI GUNA MENINGKATKAN DAYA SAING PADA UNIVERSITAS SWASTA X DI JAKARTA UTARA Novita Wahyu Setyowati, Yustinus Yuniarto

104

PENGARUH PERILAKU PENGAMBILAN RISIKO TERHADAP MINAT BERWIRAUSAHA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TARUMANAGARA DI JAKARTAEvana Susilo, Mei Ie

108

Page 8: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

vii

DARI TECHNICAL SKILL TO ENTREPRENEURIAL LEARNING: STUDI KASUS PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DI PENDIDIKAN NON FORMAL INDONESIASony Heru Priyanto

117

MANAJEMEN KEUANGAN, INVESTASI, DAN AKUNTANSI

COINTEGRATION STUDY OF WORLD GOLD PRICEs, OIL PRICES AND EXCHANGE RATES AGAINST MARKET INDiCES IN INDONESIA AND MALAYSIA IN THE YEAR 2009 - 2011Ria Angelia Hardi, I.Roni Setyawan

124

PENGARUH JUMLAH SAHAM, NET SALES DAN TOTAL EQUITY TERHADAP KEUNTUNGAN BERSIH PERUSAHAAN SEKTOR PERDAGANGAN ECERANIndra Widjaja

131

FINANCIAL DISTRESS ISSUES IN SECURITIES COMPANIES IN INDOESIAN STOCK EXCHANGETrisnawati, I.Roni Setyawan

141

PENGARUH SISTEM INFORMASI AKUNTANSI TERHADAP KINERJA KARYAWAN (Studi kasus pada PT. Bank Bukopin, Tbk. Area II Jakarta)Yanuar Ramadhan

146

KEWIRAUSAHAAN DAN UKM DI INDONESIA

SISTEM PENGENDALIAN INTERAKTIF, ORIENTASI PASAR, KEWIRAUSAHAAN DAN KINERJA UKMTubagus Ismail

157

PROSPEK DAN TANTANGAN USAHA KECIL MENENGAH SEBAGAI SALAH SATU SOKO GURU PEREKONOMIAN INDONESIA TERHADAP KOMUNITAS EKONOMI ASEANBudianto Tedjasuksmana

168

PENGARUH PERTUMBUHAN KREDIT MKM TERHADAP PERTUMBUHAN DOMESTIK BRUTO UMKM INDONESIAHendra Wiyanto, Herlina Budiono

179

STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH BERBASIS AGRIBISNISHendro Wibowo

189

ANALISIS PERTUMBUHAN USAHA PADA UKM DI KOTA MAGELANGWawan Sadtyo Nugroho, Hamron Zubadi

198

MODEL PENDAMPINGAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN PEMBERDAYAAN USAHA KECIL MENENGAHKhairina Natsir,Yusbardini

217

OPTIMISME PELUANG USAHA KULINER DENGAN BERKEMBANGNYA MAKANAN TRADISIONAL INDONESIASelvi Ester Suwu

224

SEPAK TERJANG UKM JAMU TRADITIONAL BERBAHAN DASAR KIMIA BERBAHAYAKurniawati, Meike

219

PELUANG KEWIRAUSAHAAN DAN FAKTOR PENGHAMBAT UKM HANDYCRAFT BERBAHAN DASAR KERANG (Studi Kasus pada UKM di Bekasi) Rahmah Hastuti

233

PENINGKATAN KINERJA USAHA KUE DAN MAKANAN RINGAN DI PERUMNAS BELIMBING KECAMATAN KURANJI KOTA PADANGWhyosi Septrizola

239

PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO BERBASIS JAMU SEBAGAI BENTUK KETAHANAN EKONOMI MASYARAKAT Kartika Nuringsih

248

Page 9: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

viii

PERAN HUMAN CAPITAL DALAM KEWIRAUSAHAANAsep Kurniawan

257

KELANGGENGAN BISNIS SEBAGAI KRITERIA KINERJA KEWIRAUSAHAANFandy Tjiptono

266

ANALISIS DAMPAK SOSIAL EKONOMI REVITALISASI PASAR TRADISIONAL : STUDI PADA PASAR NUSUKAN DAN PASAR SIDODADISiti Fatimah Nurhayati dan Sujadi

280

PENTINGNYA KNOWLEDGE MANAGEMENT PADA USAHA KECIL MENENGAH (UKM)Dian Indiyati

289

PENGEMBANGAN USAHA MELALUI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PELAKU BISNIS DENGAN PENDEKATAN VALUE CHAIN ANALYSIS ( STUDI PADA USAHA KOPI DI KABUPATEN SOLOK SUMATERA BARAT)Rodhiah, Zahrida Wiryawan

298

ANALISIS MODAL UNTUK BISNIS USAHA KECIL MENENGAH DI INDONESIA Kazia Laturette

307

PERTUMBUHAN EKONOMI YANG BAIK, DAPAT MENJADI LANDASAN PEMBINAAN KUALITAS UKM, SELAIN UNTUK BENAH DIRI DAN SINERGI DENGAN LEMBAGA-LEMBAGA TERKAIT LAINNYA MENJELANG AEC 2015 MENDATANGRobert Gunardi Haliman

316

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA BERKELANJUTAN UMKM INDONESIA MENGHADAPI INTEGRASI EKONOMI REGIONAL/DUNIAMaria Lucia Kho Giok Song

321

DESAIN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHANMahjudin

327

MANAJEMEN PEMASARAN

INOVASI DESAIN MEREK UNTUK MENINGKATKAN EKUITAS MEREK DARI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TARUMANAGARAIan Nurpatria Suryawan, Richard Andrew

337

NILAI, KEBUTUHAN DAN PERILAKU KONSUMEN: STUDI PADA PEMBELIAN PRODUK PAKAIANMalvin Indra, Franky Slamet

342

MEMBANGUN HUBUNGAN PELANGGAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA PERUSAHAAN (STUDI KASUS PADA UMKM INDUSTRI PAKAIAN JADI DI PROVINSI DKI JAKARTA)Sri Lestari Prasilowati

360

IDENTIFIKASI PRAKTEK ENTREPRENEURIAL MARKETING PADA PERGURUAN TINGGI (KASUS: UNIVERSITAS TARUMANAGARA)Stella Tania, Chairy

374

SOSIAL MEDIA DALAM PERANANNYA MEMBANGUN KEWIRAUSAHAAN DI INDONESIAOktafalia Marisa, Janny Rowena

379

PRAKTIK ENTREPRENEURIAL MARKETING DALAM USAHA KECIL MENENGAH (UKM)Eka Saputra Wijaya

388

PENGARUH CITRA MALL TERHADAP INTENSI BELANJANathaniel Anindhyta Suryadinata, Chairy

394

PENGARUH ORIENTASI BELANJA MAHASISWA UNTAR DAN GREEN IMAGE TERHADAP INTENSI BELANJA DI MALL CENTRAL PARKReynold Andika, Chairy

400

Page 10: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

1

INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DAN PERMASALAHANNYADI INDONESIA 2009-2012

Iwan Prasodjo

Fakultas Ekonomi - Universitas Tarumanagara, Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Tulisan ini terfokus pada industri kecil dan menengah (IKM) selama kurun waktu 2009-2012. Pengusaha IKM memiliki modal kecil dan mereka menggunakan modal sendiri. Kesulitan terbesar yang dialami pengusaha IKM adalah permodalan. Meskipun demikian mereka tidak tertarik meminjam dana dari Bank. Alasan utama mereka tidak meminjam dari bank karena tidak tahu prosedur dan prosedur sulit. Ini bisa jadi disebabkan sebagian besar pengusaha IKM berpendidikan SD. Rendahnya pendidikan pengusaha IKM menyebabkan kemampuan mengelola usahanya juga rendah dan pengunaan teknologinya juga sederhana. Sebagai akibatnya pengusaha IKM sulit berkembang menjadi industri besar. Untuk mengatasi hambatan ini pemerintah perlu membuat program untuk mendukung usaha industri kecil dan menengah di bidang permodalan dan bantuan teknologi produksi.

Keywords: industri kecil dan menengah (IKM), kelompok industri, tenaga kerja, permodalan, bahan baku.

PENDAHULUANIndustri kecil dan menengah (IKM) merupakan sektor yang penting bagi

perekonomian Indonesia. Di Indonesia IKM adalah tulang punggung ekonomi. Jumlah IKM hingga 2011 mencapai sekitar 52 juta unit (BPS, 2011). IKM di Indonesia sangat penting bagi ekonomi, karena sumbangannya besar terhadap Produk Domestik Bruto dan daya serap tenaga kerja besar (BPS, 2011). Sektor industri kecil relatif lebih mampu bertahan di saat krisis 1998 (Nuryanto, 2001).

Orientasi peningkatan Produk Domestik Bruto tidak dapat menjamin berkurangnya tingkat pengangguran. Oleh karena itu penting untuk memperhatikan pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan. Pemerataan dengan mengalihkan tekanan dari pertumbuhan ekonomi menjadi angkatan kerja (pro job). IKM merupakan salah satu komponen dari sektor industri pengolahan yang mempunyai sumbangan cukup besar dalam menciptakan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan di Indonesia. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri, khususnya IKM cukup besar dibandingkan sektor lainnya.

Usaha industri kecil dan menengah menggunakan teknologi madya dan tepat guna, tanpa harus mensyaratkan jenjang pendidikan formal yang tinggi. Secara demikian tingkat pengangguran dapat dikendalikan. Di lain pihak akses ke lembaga keuangan sangat terbatas baru 25% atau 13 juta pelaku IKM yang mendapat akses ke lembaga keuangan (BPS, 2011). Usaha IKM umumnya merupakan usaha rumah tangga yang sebagian besar masih bercampur dengan tempat tinggalnya dan masih memerlukan pembinaan yang berkesinambungan agar masalah yang dihadapi seperti masalah pemasaran, permodalan dan pengelolaan dapat diatasi.

Sektor ini perlu mendapat perhatian untuk berkembang. Pembinaan IKM oleh pemerintah dilakukan melalui Dinas Perindustrian dan IKM di masing-masing propinsi atau Kabupaten/Kota.

Page 11: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

2

ISI DAN METODEObyek penelitian adalah Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang telah disurvei

Badan Pusat Statistik (BPS). Definisi Industri Kecil dan Menengah menurut BPS menggunakan kriteria jumlah tenaga kerja. Untuk keperluan penelitian, penulis menggunakan data sekunder yang telah dipublikasikan BPS. Data hasil survei BPS digunakan untuk analisa deskriptif. Tulisan ini bertujuan menganalisis ciri-ciri IKM dan kesulitan pengusaha IKM serta mendiskusikan beberapa kemungkinan pengendaliannya.

Populasi Usaha IKMCiri utama IKM dapat diketahui dari banyaknya perusahaan atau usaha. Banyaknya

perusahaan atau usaha diurutkan dari yang terbanyak sejak 2009 hingga 2012. Perkembangan usaha Industri Kecil dan Menengah menurut kelompok industri 2009-2012dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1Usaha IKM menurut Kelompok Industri 2009-2012

(dalam %)

No Kelompok Industri 2009 2010 2011 2012 Rerata

1 Makanan, Minuman dan Tembakau 29.58 37.09 36.25 32.00 33.73

2 Tekstil, Pakaian Jadi, Barang Kulit dan Alas Kaki 21.66 19.91 19.61 22.25 20.86

3 Kayu, Barang dari Kayu dan Anyaman 26.22 23.39 24.75 18.17 23.13

4 Kertas dan Percetakan 0.65 1.15 1.18 1.95 1.23

5Kimia, Jamu, Arang dan Barang dari Karet serta

Plastik 1.56 1.39 1.53 1.671.54

6 Barang Galian Bukan Logam 11.96 7.88 8.04 8.77 9.16

7 Logam Dasar dan barang dari Logam 2.47 2.31 2.96 4.25 2.99

8 Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya 0.40 0.64 0.63 0.72 0.60

9 Furnitur dan Pengolahan lainnya 5.50 6.22 5.05 10.22 6.75

Sumber: BPS, 2009-2012

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa industri Makanan, Minuman dan Tembakau sejak 2009 hingga 2012 merupakan terbanyak (rata-rata 33,73%). Kelompok industri ini dapat bertumbuh karena mempunyai elastisitas pendapatan yang inelastis. Ini berarti meskipun harga makanan, minuman dan tembakau naik, namun permintaan hanya turun sedikit, karena komoditi ini merupakan barang kebutuhan pokok.

Meskipun industri Kayu, Barang dari Kayu dan Alas Kaki merupakan industri terbesar kedua sejak 2009 hingga 2012 yaitu rata-rata 23.13%. Sedangkan industri Tekstil, Pakaian Jadi, Barang Kulit dan Alas Kaki merupakan kelompok industri terbesar ketiga dengan rata-rata 20.86% sejak 2009 hingga 2012. Adapun industri Kimia, Jamu, Arang dan Barang dari Karet serta Plastik, Barang Galian bukan Logam serta Furnitur dan Pengolahan lainnya rata-rata relatif kecil. Ini bisa jadi menunjukkan bahwa situasi dan kondisi pasar dalam negeri sedang lesu.

Banyaknya Tenaga KerjaDistribusi tenaga kerja menurut kelompok industri tidak jauh berbeda dengan

distribusi usahanya. Penyerapan tenaga kerja didominasi oleh industri makanan yang menyerap 2.152.981 orang (33,39%) dan industri kayu, barang dari kayu, gabus dan anyaman rotan, bambu dan sejenisnya sebesar 1.185.270 (18,34%) dan industri pakaian

Page 12: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

3

jadi sebesar 657.960 orang (10,2%) di tahun 2010 (BPS, 2010). Ketiga kelompok usaha industri ini lebih bersifat padat karya (labor intensive).

Tenaga kerja perusahaan industri pengolahan kecil dan menengah dapat dilihat dari banyaknya tenaga kerja tetap dan tidak tetap. Tenaga Kerja tetap rata-rata selama periode 2009-2011 adalah 34,38% merupakan pekerja dibayar dan 65,62% pekerja tidak dibayar. Banyaknya tenaga kerja tidak dibayar menunjukkan bahwa usaha IKM lebih banyak merupakan usaha keluarga. Ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar pengusaha IKM terlibat langsung sebagai tenaga kerja atau banyak yang melibatkan anggota keluarganya sebagai tenaga kerja (Tambunan, 2009:8). Sektor IKM lebih bersifat padat karya (labor intensive) yang ditunjukkan antara lain dari pertumbuhan tenaga kerjanya selama tahun 2009 hingga 2012. Adapun Persentase tenaga kerja IKM 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2Persentase Tenaga Kerja IKM 2009-2012

Tenaga Kerja 2009 2010 2011 2012 RerataPekerja Dibayar 27,31 33,36 42,47 48,89 38,01Pekerja Tidak Dibayar 72,69 66,63 57,53 51,11 61,99Sumber: BPS, 2009, 2010, 2011, 2012

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pertumbuhan pekerja yang dibayar mengalami peningkatan sebesar 21,58% selama periode 2009-2012. Kenyataan ini bisa jadi menunjukkan perkembangan usaha yang baik, sehingga pengusaha IKM semakin mampu membayar pekerjanya. Meskipun demikian berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa lebih banyak pekerja laki-laki (68,0%) yang dibayar daripada perempuan (32,0%) tahun 2012 (BPS, 2012). Ini menunjukkan bahwa pekerja laki-laki masih dianggap sebagai tulang punggung keluarga sedangkan pekerja perempuan hanya dianggap sebagai pelengkap.

Semakin banyak pengusaha IKM mengunakan tenaga kerja, semakin besar pula kemampuan produksinya. Semakin besar produksinya, semakin besar pula kemampuannya menghasilkan pendapatan. Distribusi kelompok tenaga kerja 2009-2012 dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3Distribusi kelompok Tenaga Kerja IKM 2009-2012 (%)

Jumlah Tenaga Kerja 2009 2010 2011 2012 Rerata

1 orang 35,44 35,92 35,31 34,32 35,252-4 orang 48,84 56,65 50,45 53,11 52,265-9 orang 11,52 5,48 10,46 8,17 8,91

10-14 orang 2,83 1,27 2,33 3,63 2,52>15 1,37 0,67 1,45 0,78 1,07

Sumber: BPS, 2009, 2010, 2011, 2012

Data pada tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar (rata-rata 52,26%) usaha IKM mempekerjakan tenaga kerja antara 2-4 orang selama periode 2009-2012. Pengusaha IKM yang mempekerjakan tenaga kerja antara 2-4 orang mengalami peningkatan dari 48,84% (2009) menjadi 56,65% (2010), tetapi turun menjadi 50,45% di tahun 2011 lalu naik lagi

Page 13: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

4

menjadi 53,11% (2012). Pengusaha yang menggunakan tenaga kerja antara 5-9 orang mengalami penurunan dari 11,52% (2009) menjadi 5,48% (2010). Gejala ini bisa jadi menunjukkan penurunan kondisi pasar dalam negeri di tahun 2010. Ketika kondisi pasar dalam negeri cenderung membaik di tahun 2012, penggunaan tenaga kerja 2-4 orang mengalami kenaikan menjadi 53,11%, tetapi penggunaan tenaga kerja 5-9 orang menurun menjadi 8,91% (2012). Ini menunjukkan kemampuan berproduksi pengusaha IKM masih sulit berkembang menjadi skala menengah ke atas.

Usaha IKM yang mempekerjakan tenaga kerja hanya 1 orang merupakan terbesar kedua yaitu rata-rata 35,25% selama peride 2009-2012. Adapun menurut kelompok industri makanan, minuman dan tembakau yang terbanyak mempekerjakan tenaga kerja antara 1 orang dan 2-4 orang (BPS, 2009,2010, 2011, 2012).

Tingkat Pendidikan PengusahaSemakin tinggi tingkat pendidikan pengusaha IKM, semakin baik kemampuannya

mengelola usaha dan mengatasi kesulitan, demikian pula sebaliknya. Distribusi tingkat pendidikan yang ditamatkan pengusaha IKM 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4Persentase Tingkat pendidikan pengusaha IKM 2009-2012

Pendidikan 2009 2010 2011 2012 Rerata

Tidak Tamat SD 27,37 25,38 28,75 22,82 26,08SD 45,55 43,49 39,64 36,43 41,28SMTP 15,07 16,51 15,35 18,65 16,40SMTA 10,74 12,95 13,87 19,25 14,20Diploma I/II 0,26 0,33 0,46 0,26 0,33Sarjana Muda/Diploma III 0,25 0,25 0,46 0,65 0,40Sarjana 0,76 1,1 1,47 1,94 1,32Sumber: BPS, 2009, 2010, 2011, 2012

Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin sedikit pula pengusaha IKM. Sebagian besar (rata-rata 41,28%) pengusaha IKM berpendidikan SD selama periode 2009-2012. Usaha IKM merupakan usaha yang tidak memerlukan syarat pendidikan formal yang tinggi. Namun menurut Tambunan, mereka tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya mempunyai masalah dalam produktivitas yang disebabkan oleh keterbatasan pendidikan dan penguasaan teknologi (Tambunan, 2009:66). Hasil penelitian Bahagia juga menunjukkan bahwa salah satu penyebab buruknya daya tahan usaha IKM adalah rendahnya tingkat pendidikan pengusaha (Bahagia, 2002: 91). Secara demikian usaha IKM sulit berkembang menjadi usaha besar.

Kelompok UmurDistribusi Kelompok Umur Pengusaha 2009-2012 dapat dilihat pada tabel 5.

Page 14: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

5

Tabel 5Distribusi Persentase Pengusaha IKM menurut Kelompok Umur

2009-2012

Kelompok umur (tahun) 2009 2010 2011 2012 Rerata

< 20 0,84 0,65 0,5 0,12 0,5320 - 24 2,68 1,93 1,98 1,35 1,9925 - 44 49,63 47,63 47,73 47,25 48,0645 - 64 41,11 44,11 43,58 44,08 43,22

65 + 5,74 5,67 6,21 7,2 6,21Sumber: BPS, 2009, 2010, 2011, 2012

Struktur umur pengusaha IKM menunjukkan sebagian besar (rata-rata 48,06%) berumur 25-44 tahun selama periode 2009-2012. Kelompok umur terbesar kedua berumur 45-64 tahun yaitu rata-rata 43,22%. Mereka yang berusia di bawah 25 tahun hanya 1,99% selama periode 2009-2012. Ini bisa jadi menunjukkan bahwa kelompok umur di bawah 25 tahun baru merintis usaha. Usaha IKM baru mencapai kemapanan setelah pengusaha berumur di atas 25 tahun. Keberhasilan berusaha di IKM memerlukan pengalaman, wawasan dan modal dan ini baru dapat dicapai setelah berumur antara 25 hingga 64 tahun (bandingkan Tambunan, 2009: 8). Demikian pula temuan Bahagia yang menunjukkan daya tahan pengusaha IKM dengan golongan umur di atas 55 tahun di sektor perkayuan memilik daya tahan cukup, yakni proporsi kesulitan di bawah 50%. Lebih lanjut menurut Bahagia, faktor kematangan usia dan pengalaman mengakibatkan golongan pengusaha dengan usia pensiun (di atas 55 tahun) memiliki ketahanan terkuat (Bahagia, 2002: 92).

Sumber Modal IKMSumber modal dapat berasal dari milik sendiri atau pihak lain. Sumber modal

pengusaha IKM selama periode 2009 hingga 2012 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6Sumber Modal Pengusaha IKM 2009-2012

(dalam %)

Sumber Modal 2009 2010 2011 2012 Reratamilik sendiri 77,83 79,5 74,63 71,67 75,91sebagian dari pihak lain 16,59 16,96 20,91 22,44 19,23sepenuhnya dari pihak lain 5,58 3,53 4,46 4,75 4,58Sumber: BPS, 2009, 2010, 2011, 2012

Data pada tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar (rata-rata 75,91%) pengusaha IKM menggunakan modal milik sendiri selama periode 2009-2012. Hanya sebagian kecil (rata-rata 4,58%) menggunakan modal sepenuhnya dari pihak lain selama periode 2009-2012. Ini bisa jadi menunjukkan bahwa usaha IKM belum memerlukan modal besar sehingga dapat mengunakan modal sendiri. Di lain pihak pengusaha IKM

Page 15: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

6

tidak memiliki laporan keuangan yang lengkap, sehingga sulit memperoleh pinjaman dari pihak lain.

Masalah yang dihadapi IKMSebagian besar (rata-rata 73,11%) mengaku memiliki kesulitan dalam menjalankan

usaha IKM selama periode 2009-2012. Hanya sebagian kecil (rata-rata 26,89%) mengaku tidak mengalami kesulitan. Adapun pengusaha yang menyatakan mengalami kesulitan dalam menjalankan usahanya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7Persentase Pengusaha yang mengalami kesulitan 2009-2012

Kesulitan 2009 2010 2011 2012 Rerata

mengalami kesulitan 57 78,05 78,08 79,29 73,11Tidak mengalami 43 21,94 21,92 20,71 26,89

Sumber: BPS, 2009, 2010, 2011, 2012 diolah kembali

Adapun berdasarkan survei BPS diketahui jenis kesulitan pengusaha IKM 2009-2012seperti pada Tabel 8.

Tabel 8Jenis Kesulitan pengusaha IKM 2009-2012

(dalam %)

Jenis kesulitan 2009 2010 2011 2012 RerataBahan Baku 24,8 17,69 26,67 25,8 23,74Pemasaran 24,6 18,11 21,26 26,59 22,64Permodalan 36,11 29,52 36,56 33,13 33,83BBM/Energi 1,6 1,27 1,05 0,6 1,13Transportasi 0,82 1,45 1,78 0,48 1,13Keterampilan 1,84 2,49 2,38 2,99 2,43Upah buruh 1,91 1,1 0,76 0,94 1,18

Lainnya 8,32 6,75 9,54 9,46 8,52Sumber: BPS, 2009, 2010, 2011, 2012

Data pada tabel 8 menunjukkan bahwa kesulitan permodalan adalah yang terbesar (rata-rata 33,83%) selama periode 2009 hingga 2012. Kesulitan terbesar kedua adalah pengadaan bahan baku dengan rata-rata 23,74%. Hasil penelitian KADIN menunjukkanterbatasnya informasi sumber bahan baku dan panjangnya distribusi, lemahnya kekuatan tawar menawar khususnya bahan baku yang dikuasai oleh pengusaha besar mengakibatkan sulitnya pengendalian harga (KADIN dikutip dari Haidir, 2003: 55).

Kesulitan terbesar ketiga adalah pemasaran yakni rata-rata 22,64% selama periode 2009 hingga 2012. Adapun kesulitan pengadaan energi (BBM), transportasi, keterampilan dan upah buruh relatif kecil. Kesulitan keterampilan relatif kecil (rata-rata 2,43%) bisa jadi disebabkan usaha IKM tidak menggunakan teknologi yang tinggi. Hasil penelitian KADIN juga menunjukkan masih rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia yang meliputi aspek

Page 16: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

7

kompetensi, keterampilan, etos kerja, karakter, kesadaran akan pentingnya konsistensi mutu dan standarisasi produk dan jasa, serta wawasan kewirausahaan (KADIN dikutip dari Haidir, 2003: 55). Demikian pula dengan kesulitan dengan upah buruh yang relatif kecil (rata-rata 1,18%) bisa jadi disebabkan sebagian besar mereka menggunakan tenaga kerja yang tidak dibayar.

Kesulitan terbesar yang dihadapi pengusaha IKM adalah masalah permodalan. Sebagian besar pengusaha IKM menggunakan modal sendiri. Sedikit dari mereka yang berhasil memperoleh pinjaman dari bank. Pengusaha IKM mengalami kesulitan pengembangan modal kerja, karena pengusaha IKM sulit memperoleh kredit dan menghadapi kesulitan dalam mengembalikan pinjaman (Rasyid, 2002). Ini bisa jadi disebabkan pengusaha IKM tidak memiliki laporan keuangan dan anggunan yang merupakan syarat memperoleh kredit dari Bank. Adapun asal pinjaman utama pengusaha IKM 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9Asal pinjaman utama pengusaha IKM 2009-2012

(dalam %)

Asal pinjaman 2009 2010 2011 2012 RerataBank 16,68 20,11 22,98 43,91 25,92

Koperasi 3,11 5,13 4,99 5,45 4,67

Lembaga Keuangan Bukan Bank 1,59 4,3 4,01 2,72 3,16

Modal Ventura 0,28 0,35 0,33 0,29 0,31Perorangan 42,99 36,83 32,55 26,22 34,65

Keluarga 8,25 9,99 8,31 5,99 8,14Lainnya 27,1 22,57 26,83 15,42 22,98

Sumber: BPS, 2009, 2010, 2011, 2012

Data pada Tabel 9 menunjukkan sebagian besar pengusaha IKM memperoleh pinjaman dari pihak lain dari perorangan yaitu rata-rata 34,65%. Dalam perkembangannya pinjaman dari perorangan cenderung turun dari 42,99% (2009), 36,83% (2010), 32,55% (2011) dan 26,22% (2012). Pinjaman dari perorangan bisa jadi tidak mensyaratkan laporan keuangan dan angunan. Namun pinjaman demikian biasanya berbunga lebih tinggi dari bunga Bank, karena resiko tidak kembalinya pinjaman lebih besar. Turunnya pinjaman perorangan diimbangi dengan kenaikan pinjaman dari Bank. Sedangkan pinjaman dari Bank merupakan terbesar kedua yaitu rata-rata 25,92%. Kecenderungan pinjaman dari Bank meningkat dari 16,68% (2009), 20,11% (2010) , 22,98% (2011) dan 43,91% (2012). Ini menunjukkan peranan kelembagaan keuangan perbankan kepada pengusaha IKM meningkat. Sedangkan pinjaman dari koperasi relatif kecil yaitu rata-rata 4,67% antara 2009-2012. Ini menunjukkan bahwa peranan koperasi dalam memberi pinjaman kepada pengusaha IKM relatif kecil. Pengusaha IKM memperoleh pinjaman dari keluarga yaiturata-rata 8,14%. Pinjaman dari keluarga lebih mudah diperoleh, karena sebagian besar usaha IKM merupakan usaha keluarga.

Meskipun sebagian besar mengaku mengalami kesulitan modal, tetapi hanya sebagian kecil (rata-rata 25,92%) yang meminjam dari Bank selama periode 2009-2012. Sedangkan sebagian besar (rata-rata 73,91 %) tidak meminjam dari Bank selama periode 2009-2012. Adapun alasan mereka tidak meminjam dari Bank dapat dilihat pada Tabel 10.

Page 17: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

8

Tabel 10Alasan Pengusaha IKM Tidak Meminjam dari Bank

(dalam %)

Alasan 2009 2010 2011 2012 Rerata

Tidak tahu Prosedur 16,53 14,82 12,66 10,11 13,53Prosedur Sulit 12,76 8,33 7,04 9,07 9,30

Tidak Ada Agunan 20,41 14,14 16,19 15,64 16,60Suku Bunga Tinggi 8,57 9,48 9,06 10,41 9,38

Usulan Ditolak 0,68 0,88 1,12 0,58 0,82Tidak Berminat 41,06 52,35 64,93 54,18 53,13

Sumber: BPS, 2009, 2010, 2011, 2012

Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar (rata-rata 53,13%) mereka yang tidak meminjam dari Bank karena alasan tidak berminat. Pengusaha yang tidak berminat meminjam dari Bank cenderung mengalami kenaikan dari 41,06% (2009) naik menjadi 52,35% (2010) lalu menjadi 64,93% (2011), tetapi menurun menjadi 54,18% (2012)Sedangkan mereka yang tidak meminjam dari Bank dengan alasan tidak ada agunan terbesar yaitu rata-rata 16,60% antara 2009-2012. Ini menunjukkan program pemerintah memberikan kredit pada usaha kecil belum begitu dikenal pengusaha IKM.

Jika mereka yang tidak tahu prosedur dan menyatakan prosedur sulit digabung, maka diketahui rata-rata 24,05% selama periode 2009-2011. Kesulitan ini bisa jadi disebabkan masalah rendahnya pendidikan pengusaha IKM, sehingga mereka tidak tahu prosedur dan menganggap prosedur sulit untuk memperoleh pinjaman dari Bank. Ini pada gilirannya menyebabkan sebagian besar pengusaha IKM tidak meminjam dari Bank.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIIndustri makanan, minuman dan tembakau dan industri kayu, barang dari kayu dan

anyaman serta industri tekstil, pakaian jadi, barang kulit dan alas kaki merupakan terbesar. Hasil penelitian Prana menunjukkan industri makanan dan minuman, tekstil dan barang dari kayu, rotan dan bambu mempunyai angka keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang tinggi, sehingga dapat diandalkan untuk mendorong pertumbuhan sektor hulunya. Sedangkan angka keterkaitan ke depan (upward linkage) untuk ketiga kelompok usaha IKM ini rendah, karena sebagian besar produknya merupakan barang jadi yang siap dikonsumsi (Prana, 2012: 134).

Dari hasil penelitian Nuryanto diketahui industri kecil di sektor usaha industri makanan, minuman dan tembakau, industri tekstil, pakaian jadi dan kulit dan industri kayu, bambu, rotan dan anyaman, termasuk perabot rumah tangga menunjukkan kinerja dan prospek untuk dikembangkan yang relatif lebih baik daripada sektor lain (Nuryanto, 2001: iv). Di samping itu hasil penelitian Prana menunjukkan ketiga kelompok usaha industri ini mempunyai angka pengganda (multiplier effect) pendapatan, output dan tenaga kerja yang tertinggi daripada kelompok usaha IKM lainnya (Prana, 2012). Kinerja ketiga kelompok usaha ini relatif lebih baik daripada sektor lain, karena hasil produksinya (output) semakin meningkat. Di samping itu ketiga kelompok usaha industri ini bersifat padat karya (labor intensive), sehingga daya serap tenaga kerjanya lebih tinggi daripada kelompok usaha IKM lainnya.

Page 18: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

9

Besarnya jumlah pengusaha IKM di tiga kelompok usaha ini memberikan kesan daya serap tenaga kerjanya besar. Namun berdasarkan survei BPS diketahui sebagian besar pengusaha IKM menggunakan tenaga kerja antara 2-4 orang. Bahkan masih banyak pengusaha IKM yang mengunakan tenaga kerja hanya 1 orang. Di samping itu masih banyak yang menggunakan tenaga kerja yang tidak dibayar. Ini dapat dilakukan karena pengusaha IKM menggunakan anggota keluarga. Gejala ini menunjukkan bahwa usaha IKM masih merupakan usaha kecil dengan modal kecil serta teknologi sederhana.

Hasil penelitian Irawati (2007) menunjukkan bahwa tidak cukup bukti untuk mengatakan bahwa industri kecil Indonesia telah melakukan prioritas alokasi investasinya dengan baik. Jauh lebih besarnya proporsi alokasi investasi berbentuk bangunan dibandingkan investasi berupa pembelian mesin yang berarti masih rendahnya mutu investasi industri kecil dan menengah di Indonesia (Irawati, 2007: 102). Secara demikian banyak usaha IKM berproduksi pada tahap decreasing return scale, sedangkan usaha besar berproduksi pada tahap constant return to scale yang efisien.

Pemberian bantuan modal, bantuan teknik dan sarana-prasarana penunjang akan lebih efektif bila diikuti dengan bantuan berupa pelatihan dan konsultasi strategis maupun pelatihan teknis. Bantuan modal dan bantuan desain produk tidak akan memberi masukan pembelajaran yang signifikan tanpa diikuti dengan adanya proses bimbingan dari pihak terkait. Dengan adanya bimbingan dari instansi terkait, maka bantuan yang diberikan akan bermanfaat secara optimum (Kurniati, 2003 : 133).

KESIMPULANJumlah perusahaan atau usaha terbesar diurutkan dari yang terbanyak sejak 2009

hingga 2012 adalah industri makanan, minuman dan tembakau dan industri kayu, barang dari kayu dan anyaman serta industri tekstil, pakaian jadi, barang kulit dan alas kaki. Ketiga kelompok usaha industri ini menunjukkan kinerja dan prospek untuk dikembangkan yang relatif lebih baik daripada sektor lain. Ini disebabkan hasil produksinya (output) semakin meningkat. Di samping itu ketiga kelompok usaha industri ini bersifat padat karya (labor intensive), sehingga daya serap tenaga kerjanya lebih tinggi daripada kelompok usaha IKM lainnya.

Kesulitan pengusaha IKM yang terbesar adalah permodalan selama periode 2009 hingga 2012. Sebagian besar pengusaha IKM menggunakan modal sendiri. Sedikit dari mereka yang berhasil memperoleh pinjaman dari bank. Pengusaha IKM mengalami kesulitan pengembangan modal kerja, karena pengusaha IKM sulit memperoleh kredit dan menghadapi kesulitan dalam mengembalikan pinjaman. Akses ke lembaga keuangan sangat terbatas, karena baru sebagian kecil pelaku IKM yang mendapat akses ke lembaga keuangan. Akses pengusaha IKM ke lembaga keuangan sangat terbatas.

REFERENSI

Badan Pusat Statistik (2009), Profil Industri Mikro dan Kecil 2009, Jakarta: CV Aditia Indah Nusantara.

____________ (2010), Profil Industri Mikro dan Kecil 2010, Jakarta: CV Ryan Indah.

____________ (2011), Profil Industri Mikro dan Kecil 2011, na.

____________ (2012), Profil Industri Mikro dan Kecil 2012, Jakarta: CV Invitama Abadi.

Page 19: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

10

Bahagia, M. Qadarrun (2003), Ketahanan Usaha Kecil dan Kerajian Rumah Tangga terhadap Krisis Ekonomi di Indonesia berdasarkan survei usaha terintegrasi tahun1999. Tesis Program Studi Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Indonesia. Tidak diterbitkan.

Direktorat Jendral Industri Kecil dan Menengah (2008), Laporan Pengembangan Sektor Industri, tidak diterbitkan.

Ditjen Industri Kecil dan Dagang Kecil Depprindag (2000), Industri Kecil Dalam Angka.tidak diterbitkan.

Haidhir, Banu Muhammad (2003), Akuisisi kemampuan teknologi pada Industri Kecil dan Menengah di Indonesia: Stdi Kasus Industri logam dan permesinan, Skripsi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, tidak diterbitkan.

Institut Manajemen Prasetya Mulya (1988), Kebijakan Pengembangan Usaha Skala Kecil dalam Era Pembangunan Ekonomi Indonesia, Jakarta: Institut Manajemen Prasetya Mulya.

Irawati, Vini (2007), Pengaruh Modal dan Tenaga Kerja terhadap Kinerja Industri Kecil dan Menengah di Indonesia periode 2000-2008, Skripsi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, tidak diterbitkan.

Kurniati, Puput (2003), Akuisisi Kemampuan Teknologi pada industri kecil menengah di Indonesia: Analisa System Thinking of System Dynamics, Skripsi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, tidak diterbitkan.

Nuryanto, Rulli (2001), Analisis Sektor Usaha Industri Kecil dalam Kerangka Pembinaan Industri Kecil di Indonesia, Tesis Program Magister dan Kebijakan Publik, Pasca Sarjana Universitas Indonesia, tidak diterbitkan.

Prana, Adhi Rachman (2003), Peranan Sektor Industri Kecil dan Menengah Terpilih dalam Perekonomian Indonesia: Analisis Model Input Output IKM Indonesia.Skripsi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, tidak diterbitkan.

Rasyid, Ardiansyah (2002), “Pengembangan Skala Usaha Kecil dan Menengah serta permasalahannya”, Jurnal Ekonomi, Th. VII, 01, Juli, hal. 29-28.

Tambunan, Tulus TH (2009), UMKM di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia.

____________ (2012), “Peluang dan Ancaman bagi UMKM Indonesia dalam Era CAFTA dan ME_ASEAN 2015” dalam prosiding Seminar & Konferensi Nasional Manajemen Bisnis: Memberdayakan UMKM dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat menghadapi persaingan global, hal 1-14.

Page 20: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

11

PELUANG DAN TANTANGAN UKM INDONESIA MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015

Nurul Istifadah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

E-mail: [email protected]

Abstract

The development of the world economy led to the process of globalization and the increasingopenness of economic relations between nations. One example of openness in the ASEAN region is the AFTA(ASEAN Free Area). In the AFTA agreement was the decline in tariff / customs trade between ASEANcountries to 0-5 per cent from January 1, 1993 for a period of 15 years. AFTA agreement led to theestablishment of the ASEAN single market that will take effect in 2015.

Indonesia as one of the major contributors to provide intra-ASEAN trade has the potential and great economic opportunities in the ASEAN single market. For that, the government needs to optimize potential and opportunities by developing economic power. Small and Medium Enterprises (SMEs) as one of thesectors that have been able to survive the shock of the economic crisis is an economic potential that can be developed. The role of SMEs in the national economy is relatively very high and can absorb a large labor force. In 2011 the role of SMEs in the national economy by 56% and employment by 96%.

This study aims to analyze the opportunities and challenges of the ASEAN single market by 2015. Then, how Indonesian SMEs face the implementation of ASEAN single market by 2015. Furthermore, structured planning and strategic development of SMEs in the global challenges with priority approach.

The analysis showed that the ASEAN single market provides wider market opportunities for SMEs commodity seed. Commodities SMEs are commodity-based local potential is supported by the export utility infrastructure, such as handicrafts, processed foods, footwear, etc. While the challenge is the increasing global competition and the loss of employment opportunities due to a market for products other ASEAN member countries. Benefit from the opportunities and challenges of the ASEAN single market would be obtained if the optimal fulfillment of the country's ability and readiness of the infrastructure in the face of the implementation of the ASEAN single market. SMEs development strategy aimed at SMEs leading commodities that have high export competitiveness, particularly commodity local SMEs in their respective areas.

Keywords: SMEs Indonesia, ASEAN single market, opportunities and challenges, globalization

PENDAHULUANTrend perkembangan ekonomi dunia di era global saat ini semakin mengarah kepada

keterbukaan hubungan ekonomi antar negara. Berbagai kesepakatan perdagangan bebas antar-negara maupun antar kawasan regional selama ini, diarahkan untuk menciptakan perdagangan internasional dan regional yang lebih bebas dan terbuka. Kecenderungan global ini semakin meningkatkan persaingan, baik di pasar domestik maupun pasar dunia. Fenomena globalisasi juga semakin mendorong bangkitnya kesadaran regionalisasi dan integrasi ekonomi.

Salah satu contoh regionalisasi dan integrasi ekonomi adalah terbentuknya AFTA (ASEAN Free Trade Area), yaitu kesepakatan perdagangan bebas antar negara ASEAN. Kesepakatan AFTA merupakan hasil dari pertemuan Menteri Perdagangan ASEAN-6 di Singapura pada tanggal 28 Januari 1992 dimana sejak tanggal 1 Januari 1993 disepakati bahwa tarif/bea masuk perdagangan antar negara ASEAN diturunkan menjadi 0-5 persenselama kurun waktu 15 tahun dan tahun 2018 untuk empat negara ASEAN lainnya (Prabowo, 2004:21). Negara ASEAN-6 meliputi Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam, sedangkan empat negara ASEAN lainnya adalah Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja. Dengan menghilangkan hambatan tarif dan

Page 21: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

12

nontarif di kawasan ASEAN, daya saing negara-negara ASEAN diharapkan lebih kompetitif sehingga rasio volume perdagangan masing-masing negara anggota ASEAN maupun volume perdagangan ASEAN secara keseluruhan semakin meningkat terhadap volume ekspor dunia.

Tujuan pembentukan AFTA adalah untuk menciptakan pasar yang terintegrasi atau pasar tunggal ASEAN. Dan, sasarannya adalah meningkatkan daya saing ekonomi ASEAN sebagai production base dalam menghadapi persaingan di pasar dunia, yaitu dengan melakukan kegiatan produksi yang memanfaatkan keunggulan masing-masing negara anggota.

Indonesia sebagai salah satu negara yang memberi kontribusi besar dalam perdagangan ASEAN, mempunyai potensi dan peluang yang besar dalam perdagangan di pasar ASEAN. Salah satu potensi kekuatan ekonomi nasional adalah di sektor UKM (Usaha Kecil dan Menengah). Peran UKM dalam perekonomian nasional relatif sangat tinggi dan mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Pada tahun 2011 share UKM terhadap PDB sebesar 56% dan menyerap tenaga kerja sebesar 96%. Sektor UKM juga terbukti mampu bertahan menghadapi goncangan krisis ekonomi. Sektor UKM memiliki fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibandingkan perusahaan berskala besar. Disamping beberapa potensi dan kelebihan tersebut, UKM juga memiliki kelemahan, diantaranya dalam hal: produktivitas, keterbatasan tehnologi produksi, kualitas, bahan baku, sumber daya manusia, finansial, manajemen, pemasaran, daya saing, dll.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peluang dan tantangan pasar tunggal ASEAN 2015. Dari beberapa peluang dan tantangan pasar tunggal ASEAN yang akan diberlakukan pada tahun 2015, kemudian disusun perencanaan dan strategi pengembangan UKM nasional dalam menghadapi tantangan global tersebut.

ISI DAN METODEMetode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara

pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan melakukan olah data secara deskriptif untuk menganalisis keunggulan komparatif UKM dalam menghadapi peluang dan tantangan pasar tunggal ASEAN 2015. Keunggulan kompetitif dianalisis dari beberapa komoditi UKM yang mampu menjadi produk ekspor unggulan. Untuk menganalisis dan merumuskan strategi pengembangan UKM dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015 dianalisis dengan pendekatan prioritas (priority approach).

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIIntegrasi Ekonomi dan Pasar Tunggal ASEAN 2015

Istilah integrasi pada awalnya digunakan untuk menggambarkan kombinasi atau penyatuan beberapa perusahaan dalam suatu industri baik secara vertikal maupun horizontal. Sedangkan istilah integrasi dalam konteks negara menggambarkan penyatuan beberapa negara dalam satu kesatuan, diawali dengan kemunculan teori Custom Union oleh Viner.

Berbagai definisi integrasi berkembang hingga saat ini. Salah satunya dikemukakan oleh Holzman yang menyatakan bahwa integrasi ekonomi sebagai situasi dimana dua kawasan menjadi satu atau mempunyai satu pasar yang ditandai harga barang dan faktor produksi yang sama di antara dua kawasan tersebut. Definisi tersebut mengasumsikan tidak ada hambatan dalam pergerakan barang, jasa dan faktor produksi di antara dua kawasan dan adanya lembaga-lembaga yang memfasilitasi pergerakan tersebut. Integrasi pasar merupakan suatu konsep dimana pelaku pasar dalam kawasan yang berbeda atau negara-negara anggota dalam union digerakkan oleh supply dan demand.

Page 22: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

13

Integrasi ekonomi merupakan elemen penting dalam proses globalisasi. Proses integrasi ekonomi dilandasi oleh konsep dasar bahwa manfaat ekonomi yang akan diperoleh dari proses tersebut lebih besar dibandingkan dengan biaya atau resiko yang mungkin dihadapi. Kebijakan integrasi digunakan sebagai alat untuk mendapatkan akses pasar yang lebih luas dan mendorong pertumbuhan dalam rangka meningkatkan kemakmuran. Namun, isu berkurangnya kedaulatan negara juga menjadi salah satu kritik yang sering dilontarkan terhadap kesepakatan integrasi ekonomi tersebut.

Proses kesepakatan integrasi ekonomi ASEAN didasarkan pada lima pilar, yaitu liberalisasi aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, serta modal yang membentuk pasar tunggal ASEAN. Konsekuensi integrasi ekonomi dan terbentuknya pasar tunggal ASEAN bagi Indonesia adalah memberi peluang pasar yang semakin luas bagi terbukanya komoditas ekspor Indonesia, namun juga memberi tantangan bagi Indonesia yang akan menjadi pasar bagi produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya.

Integrasi ekonomi ASEAN dilakukan melalui empat kerangka strategis, yaitu pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang merata, serta perekonomian ASEAN yang terintegrasi dengan perekonomian global (Djaafara dan Budiman, 2009). Pembentukan integrasi ekonomi ASEAN diharapkan dapat meningkatkan skala ekonomi ASEAN dan pemerataan pertumbuhan ekonomi antar negara ASEAN.

Target waktu pencapaian integrasi ekonomi ASEAN terbagi dalam empat fase, yaitu 2008-2009, 2010- 2011, 2012-2013, dan 2014-2015. Grand design integrasi ekonomi ASEAN menjadi arah dan pedoman bagi negara-negara anggota ASEAN dalam mengembangkan strategi perdagangan eksternal ASEAN (outward looking) dan internal antar negara ASEAN (inward looking), yaitu:1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen aliran

bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi dengan elemen

peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerce.

3. ASEAN sebagai kawasan dengan perkembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CLMV ( (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) yang termuat dalam Initiative for ASEAN Integration.

4. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan koheren dengan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.

Gambaran Perekonomian ASEANPertumbuhan ekonomi ASEAN selama tujuh tahun terakhir menunjukkan

perkembangan yang meningkat pesat. Pada tahun 2010, GDP (Gross Domestic Product)ASEAN telah tumbuh hingga mencapai USD 1.8 Triliun. Negara mitra dagang terbesar ASEAN adalah Jepang, European Union, Amerika Serikat, dan China. Bahkan, dengan China telah ditandatangani kesepakatan CAFTA (China-ASEAN Free Trade Areas) pada tanggal 1 Januari 2010. Namun, pangsa perdagangan ASEAN sebenarnya berasal dari antar negara anggota ASEAN (intra ASEAN). Tabel 1 pada halaman berikut ini menunjukkan bahwa pada tahun 2010 pangsa perdagangan intra ASEAN mencapai 25,41% dari total perdagangan ASEAN. Oleh karena itu, potensi perdagangan ASEAN sebenarnya justru berasal dari negara-negara anggota ASEAN sendiri.

Page 23: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

14

Tabel 1Distribusi Perdagangan ASEAN dengan Mitra Dagang Utama

Tahun 2008-2010 (%)

Pangsa (%)

Negara Mitra Ekspor Impor Total

2008 2009 2010 2008 2009 2010 2008 2009 2010

ASEAN 24.52 24.60 25.02 29.18 23.81 25.83 26.78 24.23 25.41

Jepang 12.18 10.14 9.61 12.62 13.26 10.64 12.39 11.61 10.10

European Union (EU)-251/ 10.18 11.06 10.74 13.58 11.29 9.60 11.83 11.17 10.20

China 12.18 9.69 10.55 10.29 11.45 12.21 11.26 10.52 11.34

Amerika 9.09 10.00 9.38 12.17 9.22 8.84 10.58 9.63 9.13

Republik Korea 4.61 4.27 4.20 4.20 5.58 5.50 4.41 4.89 4.82

Australia 2.04 3.87 3.29 4.05 2.20 2.07 3.02 3.08 2.71

India 1.98 3.35 3.36 3.62 1.97 1.99 2.78 2.70 2.71

Negara lainnya 23.23 23.02 23.84 10.29 21.23 23.31 16.94 22.17 23.59Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: www.aseansec.orgCatatan: */ Austria, Belgia, Syprus, Republik Czech, Denmark, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman, Greece, Hungaria, Irlandia, Italia, Latvia, Lithuania, Luxemburg, Malta, Belanda, Polandia, Portugal, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Inggris.

Tabel 2Kontribusi Enam Negara Anggota ASEAN Terhadap Ekspor Intra ASEAN

Tahun 2002 - 2010 (%)

Negara 2002 2003 2004 2005 2009 2010 Pertumb (%)

Singapura 37.60 38.60 43.90 45.20 41.25 41.52 1.16

Indonesia 16.10 21.70 19.80 12.10 12.47 12.44 -3.14

Filipina 1.20 2.30 2.70 3.00 2.96 4.31 11.93

Malaysia 29.80 24.10 23.40 27.80 20.42 18.84 -4.62

Thailand 11.00 10.80 6.90 9.70 16.32 16.54 5.05

Brunei Darussalam 4.30 2.50 3.30 2.40 0.62 0.40 -21.46Sumber: www.aseansec.org

Pangsa perdagangan intra ASEAN didominasi oleh tiga negara, yaitu Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Singapura mendominasi share perdagangan intra ASEANdengan kecenderungan yang semakin meningkat, sedangkan Indonesia menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun dan perannya digantikan oleh Thailand. Besarnya share Indonesia dalam perekonomian ASEAN menunjukkan pula besarnya peran Indonesia di kawasan ASEAN. Oleh karena itu, setiap arah dan kebijakan perdagangan di kawasan ASEAN harus membawa dampak positif dan memberi peluang bagi perekonomian nasional untuk mengembangkan potensi ekonominya secara optimal sehingga daya saing perekonomian nasional dapat meningkat..

Gambaran Perekonomian IndonesiaPertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun ke tahun selalu meningkat. Tingkat

pertumbuhan ekonomi nasional diukur dari kenaikan PDB (Produk Domestik Bruto) atau

Page 24: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

15

PDB per kapita atas dasar harga konstan. Dalam periode tahun 2006-2011, nilai PDB Indonesia atas dasar harga konstan tahun 2000 dan PDB per kapita secara konsisten mengalami peningkatan. Kedua indikator ekonomi tersebut menggambarkan capaian hasil pembangunan ekonomi nasional. Nilai PDB menggambarkan ukuran output perekonomian nasional, sedangkan PDB perkapita merupakan ukuran kesejahteraan setiap penduduk.

Besarnya PDB nasional didominasi oleh kontribusi PDRB beberapa provinsi di pulau Jawa, seperti DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Pulau Jawa menyumbang lebih dari 60% PDB nasional, DKI Jakarta menyumbang lebih dari 17% dan Jawa Timur menyumbang share lebih dari 15% PDB nasional.

Sumber : BPS, diolah. Sumber: BPS, diolah.

Tabel 3Distribusi PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2006-2011 (%)

No Sektor 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Pertumbuhan

1 Pertanian, Peternk, Kehutn & Perikn 14.21 13.82 13.67 13.58 13.17 13.17 -1.26

2 Pertambangan & Galian 9.10 8.72 8.28 8.27 8.06 8.06 -1.99

3 Industri Manufaktur 27.83 27.39 26.79 26.16 25.81 25.81 -1.25

4 Listrik & Gas & Air Bersih 0.66 0.69 0.72 0.78 0.78 0.78 2.79

5 Bangunan 6.08 6.20 6.29 6.44 6.48 6.48 1.09

6 Perdagangan, Restoran & Hotel 16.92 17.33 17.47 16.91 17.31 17.31 0.38

7 Pengangkutan & Komunikasi 6.76 7.25 7.97 8.82 9.42 9.42 5.70

8 Keuangn, Real Estate & Jasa Persh 9.21 9.35 9.55 9.60 9.55 9.55 0.61

9 Jasa-Jasa 9.24 9.25 9.27 9.43 9.41 9.41 0.31

Produk Domestik Bruto 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

PDB tanpa migas 92.22 92.74 93.14 93.47 93.83 93.83 0.29Sumber: BPS, diolah.

Perekonomian nasional selama ini didominasi oleh output tiga sektor ekonomi, yaitu sektor industri manufaktur; sektor perdagangan, hotel & restoran; serta sektor pertanian, peternakan, kehutanan & perikanan. Seperti ditunjukkan dalam Tabel 3 di atas bahwa selama periode tahun 2006-2011, kontribusi industri manufaktur terhadap PDBnasional adalah yang tertinggi, namun dengan kecenderungan yang semakin menurun, yaitu di atas 27%. Sebaliknya, sektor perdagangan, hotel & restoran memiliki

Page 25: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

16

kecenderungan kontribusi yang semakin meningkat terhadap PDB nasional, yaitu lebih dari 17%.

Meskipun kontribusi industri manufaktur terhadap PDB cenderung turun, namun apabila dikelola secara efisien diharapkan dapat meningkatkan daya saing perekonomian nasional karena kontribusinya paling besar dibanding sektor lain dalam perekonomian nasional. Efisiensi proses produksi industri manufaktur dapat dilakukan dengan mengalokasikan sumber daya secara efisien, efektif dan lebih inovatif (Ramelan, 1998; Landiyanto, 2005). Oleh karena itu, prioritas utama perekonomian nasional adalah dengan mengembangkan industri manufaktur unggulan di setiap daerah yang berbasis potensi sumber daya lokal dengan menggunakan tehnologi yang lebih inovatif.

Usaha Kecil dan Menangah sebagai bagian dari industri manufaktur yang berskala kecil dan menangah merupakan sektor usaha yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan dan ditingkatkan daya saingnya. Hal ini disebabkan karena peran UKM dalam perekonomian nasional yang relatif cukup besar dan mampu menyerap angkatan kerja dengan yang besar, merupakan salah satu sektor ekonomi yang terbukti mampu bertahan di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 2008.

Gambaran UKM IndonesiaUsaha Kecil dan Menengah adalah jenis usaha yang memiliki kekayaan bersih

tidak lebih dari Rp 0.5 - 10 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah, pengertian UKM adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar

Tabel 4Distribusi PDB UKM Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun 2005-20011 (%)

Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011Pertumb Rerata

Usaha Mikro na na 33.0 32.8 32.7 32.4 32.0 -0.58Usaha Kecil 39.3 10.7 10.9 10.9 10.8 10.8 11.0 -16.64Usaha Menengah 16.6 14.5 14.6 14.7 14.7 14.6 14.6 -1.86Total PDB UKM

55.9 25.3 25.5 25.5 25.5 25.4 25.6 -10.58

Total PDB 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 0.00Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM.

Peran UKM dalam perekonomian relatif cukup tinggi. Selama periode 2005-2009, peran UKM lebih dari 50% perekonomian nasional. UKM juga menyerap tebaga kerja lebih dari 96%. Dari angka tersebut, usaha mikro menyerap lebih dari 90%. Dengan demikian, dari data share dan jumlah tenaga kerjanya, UKM memiliki keunggulan komparatif dibanding usaha besar lainnya yang hanya menyerap 4% dari total tenaga kerja. Tenaga kerja yang bekerja di sektor UKM biasanya juga tidak harus memiliki skill dan pendidikan yang tinggi.

Page 26: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

17

Tabel 5Tenaga Kerja UKM, Tahun 2005-2009 (Orang)

Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011Pertumb Rerata

Usaha Mikro 69,966,508 82,071,144 84,452,002 87,810,366 90,012,694 93,014,759 94,957,797 4.46

Usaha Kecil 9,204,786 3,139,711 3,278,793 3,519,843 3,521,073 3,627,164 3,919,992 -11.48Usaha Menengah

4,415,322 2,698,743 2,761,135 2,694,069 2,677,565 2,759,852 2,844,669 -6.09

Total UKM 83,586,616 87,909,598 90,491,930 94,024,278 96,211,332 99,401,775 101,722,458 2.84

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM

Sektor UKM memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibandingkan dengan perusahaan berskala besar yang pada umumnya birokratis. Sektor UKM juga memiliki fleksibilitas terhadap beberapa kebijakan yang terkadang tidak berpihak pada pengembangan UKM.

Namun demikian, selain keunggulan komparatif di atas, sektor UKM juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya: keterbatasan input, permodalan, proses produksi yang masih menggunakan tehnologi terbatas, pemasaran, kualitas dan daya saing yang rendah, dll. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus mendukung upaya pengembangan UKM melalui kesadaran berorientasi bisnis serta kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah yang selalu berpihak kepada para pelaku bisnis UKM, serta terus mengupayakan program bantuan pendanaan bagi para pengusaha yang ingin serius menjalankann usaha bisnisnya. Upaya pemerintah tersebut secara tidak langsung akan membantu upaya perbaikan perekonomian jangka panjang negara Indonesia.

Peluang dan Tantangan UKM Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015Berlakunya pasar tunggal ASEAN 2015 tidak disangkal akan menciptakan

beberapa peluang dan tantangan bagi UKM di Indonesia, yaitu semakin luasnya pasar bagi komoditas ekspor UKM Indonesia. ASEAN sebagai suatu kawasan merupakan pasar yang sangat potensial untuk dimanfaatkan. Pada tahun 2006 penduduk ASEAN mencapai sekitar 567,6 juta orang. Pertumbuhan ekonomi ASEAN sebesar 5,7%. Nilai PDB ASEAN pada tahun 2006 mencapai USD 1,1 trilliun, sehingga PDB per kapita mencapai USD 1.890. Jumlah populasi, luas geografi dan nilai PDB terbesar di ASEAN harus dapat menjadi kekuatan agar Indonesia dapat menjadi pemain besar dalam pasar tunggal ASEAN.

Kawasan ASEAN juga dikenal sebagai negara eksportir, tidak hanya produk berbasis sumber daya alam, tetapi juga komoditas manufaktur lainnya. Prospekperekonomian ASEAN juga menjadi salah satu tujuan penanaman modal yang menarik bagi investor dunia. Hal ini menjadikan ASEAN sebagai peluang pasar maupun basis produksi yang menjanjikan bagi komoditas UKM Indonesia yang mempunyai potensi untuk diekspor. Indonesia sebagai salah satu kontributor besar dalam perdagangan ASEAN harus dapat memanfaatkan potensi dan daya tarik tersebut melalui perluasan pasarnya.

Page 27: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

18

Tabel 6Total Ekspor Non Migas Sektor UKM, Tahun 2005-2009 (Milyar)

Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011Pertumb Rerata

Usaha Mikro na 11,691.0 12,917.5 16,464.8 14,375.3 16,687.5 17,249.3 6.70

Usaha Kecil 28,048.2 27,636.8 31,619.5 40,062.5 36,839.7 38,001.0 39,311.7 4.94

Usaha Menengah 82,289.9 84,440.1 95,826.8 121,481.0 111,039.6 121,206.4 130,880.8 6.85

Total UKM 110,338.1 123,767.9 140,363.8 178,008.3 162,254.6 175,894.9 187,441.8 7.86

Total Ekspor 544,201.8 689,412.5 794.872.1 983,540.4 953,089.9 1,112,719.9 1,140,451.1 11.15

% Ekspor UKM 20.28 17.95 17.66 18.10 17.02 15.81 16.44 -2.95

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM.

Komoditas unggulan UKM Indonesia yang telah mampu ekspor diantaranya adalah produk UKM yang memanfaatkan potensi unggulan di masing-masing daerah yang bersifat unik, yang didukung oleh sarana infrastruktur ekpor, diantaranya adalah produk kerajianan, kayu olahan, alas kaki, dll. Nilai ekspor non migas UKM terus meningkat, tetapi persentase terhadap total ekspor non migas bersifat fluktuatif, antara 15,81-20,28% selama periode 2005-2011.

Di samping peluang-peluang yang sudah dideskripsikan di atas, terdapat pula tantangan terkait akan diberlakukannya pasar tunggal ASEAN pada tahun 2015, diantaranya peningkatan daya saing untuk beberapa komoditas ekspor sejenis yang dihasilkan UKM, yaitu adanya kesamaan keunggulan kompetitif dengan komoditas dari negara anggota ASEAN lainnya. Selain itu, tantangan lainnya adalah membanjirnya produk asing terutama yang berasal dari negara anggota ASEAN sendiri serta hilangnya kesempatan kerja akibat menjadi pasar bagi produk negara anggota ASEAN lainnya.

Manfaat dari peluang dan tantangan integrasi ekonomi ASEAN sejatinya akan dapatdiperoleh secara optimal apabila syarat dasar proses integrasi ekonomi dapat tercapai, yaitu kemampuan negara dan kesiapan infrastruktur dalam mempersiapkan diri menuju pasar tunggal ASEAN tersebut. Dengan kemampuan dan kesiapan negara dalam memaksimalkan peluang dan menghadapi tantangan merupakan prasyarat mutlak bagi perekonomian nasional untuk memenangkan persaingan dalam pasar tunggal ASEAN tahun 2015.

Dengan akan diberlakukannya pasar tunggal ASEAN pada tahun 2015, maka kawasan ASEAN diarahkan mejadi kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, pembangunan ekonomi dianggap setara dan terintegrasi dengan perekonomian global. Oleh karena itu, ketentuan dan perilaku global pasti akan berlaku di Indonesia dan paling tidak, UKM akan terkena dampaknya.

Strategi UKM dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015Untuk menangkap peluang dan menghadapi tantangan yang akan dihadapi sebagai

dampak dari integrasi ekonomi ASEAN tersebut, maka strategi pengembangan UKM nasional harus bersifat komprehensif dan dengan memprioritaskan pada komoditas unggulan. Komoditas UKM unggulan adalah yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Produk yang memiliki keunggulan komparatif adalah yang memiliki shareoutput dan tingkat penyerapan tenaga kerja relatif lebih besar, sedangkan produk yang memiliki keunggulan kompetitif adalah yang mampu berdaya saing di pasar ekspor.

Page 28: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

19

Selanjutnya, komoditas yang memiliki keunggulan komparatif diarahkan menjadi komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif, karena keunggulan kompetitif lebih bersifat sustainablel. Kebijakan pengembangan UKM yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif diharapkan mampu menciptakan nilai tambah, perluasan kesempatan kerja, serta perolehan devisa yang optimal. Keunggulan kompetitif diarahkan melalui efisiensi proses produksi, antara lain melalui peningkatan kualitas faktor produksi, human capital, tehnologi, dan restrukturisasi birokrasi.

Peran UKM juga dapat dioptimalkan melalui pemanfaatan berbagai kerjasama di tingkat ASEAN yang telah dirintis sejak tahun 1995, yaitu ditandai dengan terbentuknyaKelompok Kerja Badan-Badan UKM ASEAN (ASEAN Working Group on Small and Medium-size Enterprises Agencies. Pada tahap awal, kerjasama ASEAN di bidang UKM terfokus pada sektor manufaktur. Dalam perkembangannya, kerjasama ASEAN di sektor UKM lebih difokuskan pada tindak lanjut proyek-proyek peningkatan kapasitas dan daya saing UKM di bawah payung Vientiane Action Plan dan ASEAN Policy Blueprint for SMEs Development (APBSD) 2004-2014.

KESIMPULANDari uraian latar belakang dan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa sektor

UKM merupakan sektor yang memiliki keunggulan komparatif karena share-nya yang cukup besar terhadap perekonomian nasional serta kemampuan dan fleksibilitasnya dalam menyerap angkatan kerja dengan berbagai keragaman kualitas angkatan kerja-nya. Namun, selain potensi tersebut, sektor UKM juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya: keterbatasan input, permodalahan, tehnologi proses produksi, pemasaran, kualitas dan daya saing yang masih rendah di pasar global.

Bagi perkembangan UKM di Indonesia, peluang diberlakukannya pasar tunggal ASEAN seharusnya dapat dimanfaatkan secara optimal dengan meminimalkan tantangan yang mungkin akan dihadapi. Pasar tunggal ASEAN 2015 merupakan potensi pasar yang luas bagi komoditas UKM. Namun, sebaliknya juga dapat menjadi tantangan untuk meningkatkan daya saing produk-produk UKM nasional. Manfaat dari peluang dan tantangan tersebut, akan dapat diperoleh secara optimal apabila terpenuhinya kemampuan negara dan kesiapan infrastruktur dalam menghadapi pelaksanaan pasar tunggal ASEAN 2015 tersebut.

Sebagai implikasi dari adanya peluang dan tantangan pasar tunggal ASEAN 2015, maka pemerintah perlu menyusun kebijakan dan strategi, diantaranya: 1. Membangun kerjasama yang serasi antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.

Hal ini diharapkan akan mewujudkan kekuatan bersama yang saling mendukungpengembangan UKM nasional. Pelaku usaha dan masyarakat sebagai pelaku utamanya, sedangkan pemerintah berperan sebagai fasilitator dan penentu kebijakan ke arah masyarakat yang sejahtera melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif dengan menyediakan fasilitas/infrastruktur yang memadai sebagai dukungan terhadap terciptanya iklim usaha yang lebih kompetitif.

2. Mengembangkan komoditas UKM, terutama yang memiliki keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif melalui peningkatan efisiensi produksi sehingga cost of productionnya rendah. Dengan keterbatasan sumber daya, pengembangan UKM nasional diarahkan pada komoditas unggulan, yaitu keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan kompetitif lebih bersifat sustainable.

3. Meningkatkan peran UKM bersama dengan usaha besar sebagai dasar kekuatan perekonomian nasional karena sebagian besar penduduk Indonesia berada di sektor UKM.

Page 29: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

20

REFERENSI

Antara News, Daya Saing Indonesia, (2007), “Terperosok”, www.antara.co.id, akses tgl 3 Juni 2010.

Astuti, Dewi, (2010), “Peringkat Daya Saing RI Naik Dari 42 Jadi 35”, www.web.bisnis.com, akses tgl 2 Juni 2010

Aziz, Iwan Jaya, “Dunia Tidak Siap Dengan Perdagangan Bebas”, www.pacific.net.id/pakar/iwan/spapec1.htm, akses 24 Okt 2012.

Badan Pusat Statik Indonesia

Capello, Roberta, (2007), “Regional Economics”, Routledge, New York.

Djingan, (1996), ”Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Khor, Martin, (2002a), ”Globalisasi Perangkap Negara-Negara Selatan, Globalization and the South: Some Critical Issues Third World Network (TWN)”, terjemahan, Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas (CPRC), Yogyakarta.

Khor, Martin, (2002b), “Globalisasi Dan Krisis Pembangunan Berkelanjutan”, Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas (CPRC), Yogyakarta.

Landiyanto, E Agustinus, (2005), “Spesialisasi dan Konsentrasi Spasial pada Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur”, Paper, dipresentasikan di Jakarta dalam Seminar Industry and Trade pada tanggal 17 November 2005.

Markusen, James R and Ethier, Wilfred, (1996), “Multinationals Technical Difussion, and Trade”, Journal of International Economics No 41, pp. 1-28.

Morgan, Theodore, (1975), “Economic Development : Concept and Strategy”, Harper & Ror Publishers, New York.

Prabowo, Dibyo dan Sonia Wardoyo, (2004), “AFTA Suatu Pengantar”, BPFE, Yogyakarta.

Tjokroamidjojo, Bintoro, (1986), ”Perencanaan Pembangunan”, Gunung Agung, Jakarta.

Wifipedia, (2010), “Laporan Daya Saing Global”, www.id.wikipedia.org, akses tgl 9 Juni 2010

Winantyo, et al, (2009), “Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)2015”, PT Elex Media Komputindo Kompas Gramedia, Jakarta.

http://id.wikipedia.org/wiki/Usaha_Kecil_dan_Menengah, akses 27 April 2013.

Page 30: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

21

PELUANG DAN TANTANGAN UKM INDONESIA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

Henki Idris Issakh

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta

E-mail: [email protected]@yahoo.com

Abstrak

Kementerian Koperasi dan UKM melihat peluang UKM Indonesia yang begitu besar dalam menghadapi MEA 2015 mendatang. Salah satu keberhasilan UKM tersebut adalah pemerintah telah menciptakan iklim usaha yang kondusif, sehingga daya saing produk Indonesia meningkat dan dapat bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya. Hal ini dikemukakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM dalam Analisis Kinerja dan Statistik UMKM tahun 2008-2011. Namun menurut APINDO dan Pengamat Ekonomi, justru mengatakan sebaliknya. UKM Indonesia penuh tantangan yang besar untuk dibenahi dulu. Ada beberapa alasan yang membuat industri dalam negeri, justru semakin tertekan dengan adanya MEA 2015. Indonesia dengan 50-an juta industri segmen UKM secara nasional saja sulit bersaing, apalagi secara regional ditingkat negara-negara ASEAN. Dari jumlah 50-an juta UKM Indonesia, hanya 10-16 persen yang dianggap kuat, sementara 90-84 persen berada di ranah usaha mikro atau usaha informal yang masih perlu waktu untuk ditata lagi.

Keywords: Peluang – Tantangan UKM Indonesia MEA 2015

PENDAHULUANPembentukan masyarakat Ekonomi ASEAN selanjutnya disingkat MEA oleh

sepuluh anggota negara ASEAN bertujuan untuk membentuk komunitas bersama dalam menghadapi negara-negara diluar anggota ASEAN khususnya dalam bidang ekonomi dengan membentuk “Pasar Tunggal” dengan basis produksi, kawasan yang kompetitif secara ekonomi yang setara, serta terintegrasi menuju ekonomi global. Untuk mewujudkan semua itu, kesepuluh anggota negara ASEAN, sepakat untuk menjalin kerja sama diberbagai bidang dengan sinkronisasi berbagai kebijakan yang ada disetiap anggota ASEAN seperti terkait isu perdagangan, investasi, keuangan, pertanian dan kehutanan, energy, transportasi, telekomunikasi dan teknologi industri. Salah satu kerjasama dan sinkronisasi yang dilakukan saat ini adalah para menteri keuangan anggota ASEAN tengah mengawasi dengan ketat, dampak dan risiko dari lonjakan aliran modal yang dilakukan oleh Jepang, dimana Bank of Japan mengumumkan skema pelonggaran moneter baru yang agaknya akan membawa dampak mengalirnya dana segar lebih banyak ke kawasan ASEAN. Kontribusi dampak inflasi ini dapat diwaspadai dari dua hal yaitu. Inflasi umum dan inflasi asset. Inflasi umum dapat terjadi pada sektor pangan seperti minyak goreng dan makanan, sedangkan inflasi asset terutama disebabkan property dan ekuitas: Dua inflasi inilah yang wajib diwaspadai oleh anggota negara-negara ASEAN terutama Indonesia, sebab inflasi dibeberapa negara ASEAN cukup tinggi, terutama Indonesia. Masyarakat kelas menengah Indonesia yang jumlahnya meningkat signifikan ini juga turut meningkatkan inflasi karena konsumsi makanan mereka juga cukup tinggi. Juga yang dikhawatirkan adalah jika harga property di Indonesia tetap tinggi, maka hal ini akan menyebabkan investor asing hengkang dari Indonesia, sementara masyarakat harus tetap membayar harga property tersebut dengan harga tinggi, maka hal itu juga akan menjadi

Page 31: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

22

masalah bagi Indonesia. Disamping itu juga negara-negara ASEAN harus menjaga sinkronisasi berbagai kebijakan terutama kebijakan fiscal maupun kebijakan prodensial guna menjamin pasar asset khususnya pasar uang tidak mengalami gelembung, Indonesia sebagai salah satu “pemain besar” dengan jumlah penduduk tersebar diantara negara-negara ASEAN, tentu harus bersiap diri menghadapi pelaksanaan MEA pada tahun 2015.

Dari uraian di atas Indonesia dihadapkan seperti “buah simalakamah”, kalau Indonesia tidak ikut serta menyepakati MEA 2015 Indonesia akan menghadapi sendirian tekanan-tekanan ekonomi yang datangnya dari negara-negara lain. Sebaliknya kalau Indonesia ikut menyepakati kerjasama MEA yang akan diberlakukan pada tahun 2015, Indonesia juga belum siap.

METODE PENELITIANMetode penelitian ini disusun dengan menggunakan metode normatif deskriptif

dengan pendekatan deduktif. Menurut H. M. Burhan Bungin (2007) dalam pendekatan deduktif, teori digunakan sebagai awal mengungkapkan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, teori peluang dan tantangan dijadikan sebagai “kacamata” atau instrumen yang ada dalam permasalahan kemudian mengungkapkannya. Dengan demikian, peneliti terlebih dahulu mencari teori-teori dan istilah-istilah yang ideal untuk dijadikan sebagai acuan atau landasan dalam praktek UKM Indonesia. Penalaran deduksi didasarkan pada aspek fisiologis dan doctrinal untuk memperoleh kebenaran praktis yang dapat digunakan dalam melihat “peluang dan tantangan” UKM Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 mendatang. Selain itu, berhubungan dengan topik penelitian yang terkait dengan Peluang dimana mereka yang optimis dan Tantangan bagi mereka yang pesimis, UKM Indonesia menghadapi MEA 2015. Peneliti juga melakukan kajian normatif atas beberapa data-data statistik, asas-asas hukum (legal reasoning) melalui undang-undang yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu logika, dialektika dan procedural (Philipus Harjun 2005).

PEMBAHASANSampai seberapa jauh Peluang dan Tantangan UKM Indonesia menghadapi MEA

2015? Mereka yang melihat ada peluang UKM Indonesia menghadapi MEA 2015, adalah mereka yang optimis bahwa UKM Indonesia dapat bersaing dalam menghadapi MEA 2015 datangnya dari kementerian Koperasi dan UKM. Dalam buku berjudul ANALISIS KINERJA UMKM Tahun 2010-2011 yang diterbitkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, pada intinya mengatakan, bahwa pada krisis ekonomi global yang melanda dunia disemester dua tahun 2008, Indonesia termasuk salah satu dari tiga negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi positif.

Salah satu pendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah kiprah dari UMKM. Hal ini dapat dilihat pada kontribusi UMKM yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi nasional, UMKM memberi kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), tampa migas Indonesia hingga rata-rata mencapai 59 persen setiap tahunnya pada periode 2009-2011. UMKM juga telah membuktikan ketangguhannya dengan menjadi penyelamat, ketika krisis ekonomi menerpa Indonesia tahun 1997 lalu. Ketika itu usaha kelas besar atau perusahaan-perusahaan besar banyak yang gulung tikar dan menyebabkan tingkat pengangguran meningkat tajam, sebaliknya bisnis UMKM terus berkembang dan membuka banyak lapangan kerja. Ditambah lagi, tepatnya awal Januari 2010, Indonesia mampu memasuki arena perdagangan bebas diwilayah negara pendiri ASEAN – China Free Trade Agrement (ACFTA). Dengan disepakatinya ACFTA, merupakan peluang bagi pelaku bisnis UMKM Indonesia untuk memperluas daerah pemasarannya hingga keluar negeri dengan mengekspor produknya disamping negara-negara pendiri ASEAN juga negara China, serta membuka peluang tumbuhnya investor dari negara-negara tersebut,

Page 32: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

23

yang menanamkan modalnya di Indonesia dan membuka lapangan usaha baru. Melihat peluang UMKM yang begitu besar, pemerintah telah melakukan upaya menciptakan iklim usaha yang kondusif. Hal ini terlihat antara lain, pemerintah melakukan penghapusan biaya tinggi, termasuk pengurusan perizinan dan kemudahan syarat permodalan, kebijaksanaan persaingan sehat dan kemudahan dalam akses pemasaran baik nasional maupun internasional. Disamping itu, juga pemerintah menetakan UU No.20 tahun 2008 tentang UMKM, salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan daya saing UMKM. Ketetapan UU tersebut menjadi landasan hukum yang kuat untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih mapan dan berimbang diantara pelaku ekonomi Indonesia. Kinerja UMKM dapat dilihat secara mikro dengan menganalisis finansial report, sementara secara makro dapat diketahui dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang meningkat, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), merupakan salah satu komponen PDB yang penting dalam pembangunan ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan yang dapat meringankan beban para investor antara lain U.U No.27 tahun 2009 mengenai sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang dapat memangkas kerumitan birokrasi, sehingga mampu mempercepat proses perizinan usaha bagi para investor. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BMKPM) dibawah ini dapat dilihat realisasi investasi pada periode 2008-2011 cenderung mengalami peningkatan.

Tabel 1Perkembangan Realisasi Investasi

Periode 2008-2011Tahun Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN)Penanaman Modal Asing

(PMA)Proyek Nilai (Rp.

Miliar)Proyek Nilai (USS

Juta)2008200920102011

159239248875

34.878,720.363,437.799,860.626,3

9821.1381.2213.081

10.341,414.871,410.815,216.214,8

Sumber: BKPM

Perkembangan Jumlah UMKMMenurut kementerian Koperasi dan UKM, perkembangan jumlah UMKM periode

2010-2011. Mengalami peningkatan sebesar 2,57% yaitu dari 53.823.732 unit pada tahun 2010 menjadi 55.206.444 unit pada tahun 2011, UMKM merupakan pelaku usaha terbesar dengan prosentase sebesar 99,99% dari total pelaku usaha nasional pada tahun 2011. Jika ditinjau dari proporsi unit usaha pada sektor ekonomi UMKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah sektor: (1) Pertanian, peternakan, kehutanan dan periklanan 49,58%, (2) Perdagangan, Perhotelan dan Restoran 29,56%, (3) Pengangkutan dan komunikasi 6,48%, (4) Industri pengolahan 6,36% dan (5) Jasa-jasa 4,35%.

Page 33: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

24

Grafik 1Proporsi Sektor Ekonomi UMKM berdasarkan jumlah unit usaha

tahun 2011

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM

Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terkecil secara berturut-turut adalah (6) Keuangan, Persewaan dan jasa perusahaan 2,07%, (7) Bangunan 1,06% dan Air Bersih 0,02%.

Tabel 2 Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Menurut Skala Usaha

Tahun 2010 -2011(dalam Rp. Juta)

No Skala Usah Tahun 2010*) Tahun 2011**) PerkembanganNilai Pangsa

(%)Nilai Pangsa

(%)Nilai %

1 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

175.894.895 15,81 187.441.824 16,44 11.546.929 6,56

a. Usaha Mikro (UMi)

16.687.481 1,50 17.249.276 1,51 561.795 3,37

b. Usaha Kecil (UK)

38.000.979 3,42 39.311.718 3,45 1.310.739 3,45

c. Usaha Menengah (UM)

121.206.434 10,89 130.880.830 11,48 9.674.396 7,98

2 Usaha Besar (UB) 936.825.043 84,19 953.009.312 83,56 16.184.269 1,73Keterangan:*) Angka Sementara**) Angka Sangat Sementara

Sementara mereka yang melihat tantangan adalah mereka yang pesimis UKM Indonesia menghadapi MEA 2015 adalah dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Pengamatan Ekonomi Indonesia berpendapat sebaiknya Pemerintah menunda dulu keikut sertaan dalam MEA 2015 mendatang.

Indonesia salah satu negara anggota ASEAN yang berpenduduk terbesar, hanya menjadi sasaran pasar dari negara-negara ASEAN lainnya. Kalangan pengusaha Indonesia tersebut, masih mengkhawatirkan ketidak siapan dunia industri Indonesia memasuki Era MEA yang rencananya akan dimulai tahun 2015. Menurut mereka, apabila dipaksakan juga mengikuti MEA 2015 ada kemungkinan industri nasional dapat menjadi “lonceng kematian” bagi industri nasional, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), yang

Page 34: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

25

menilai industri logistik nasional belum siap menghadapi pasar bebas dalam MEA 2015, karena masalah infrastruktur masih menjadi kendala menciptakan efisiensi biaya logistik, untuk akselerasi program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), yang terjadi pemerintah masih mengandalkan kalangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) semata, sementara keterlibatan sektor swasta boleh dibilang masih minim. Ini lantaran pemerintah belum mampu menyelesaikan persoalan klasik diseputar pembebasan lahan. Dari kalangan pengusaha (UKM) tentunya juga ingin bergerak cepat untuk mempercepat realisasi program MP3EI, akan tetapi berbagai kendala untuk pembangunan infrastruktur masih menjadi kendala utama dan menghambat upaya efisiensi logistik nasional. Selain itu, jumlah pelabuhan dan kapal inter-insulair juga masih belum memadai. Selama ini pemikiran pemerintah soal infrastruktur, hanya berfokus pada pembangunan jalan dan jembatan, padahal Indonesia adalah negara maritim, seharusnya pemerintah berorientasi pada kelautan beserta infrastrukturnya. Pertama: Menurut APINDO ada beberapa alasan yang membuat industri dalam negeri semakin tertekan dengan dideklarasinya ACFTA 2008 dan MEA 2015.

Dalam ACFTA, Indonesia merasakan manfaat dengan terbukanya potensi akses pasar ke China yang memiliki 1,4 miliar orang, lebih besar dari populasi seluruh negara Eropah. Akan tetapi, produk industri Indonesia kalah dalam harga dengan produk-produk yang dihasilkan negara China, sehingga produk jadi Indonesia sulit bersaing di negara China, sementara produk China yang masuk ke Indonesia jauh lebih murah dibandingkan dengan produk industri Indonesia dan juga produk-produk negara lainnya, sehingga produk China menguasai pasar Indonesia. Negara Indonesia hanya diuntungkan karena negara China banyak membeli bahan-bahan baku antara lain batu bara, gas dll, sehingga neraca perdagangan Indonesia China menurut BPS surplus 173.334 juta ton = US$ 159.269.20 jutaan.

Tabel 3Ekspor dan Impor Indonesia – China

Tahun 2011Ekspor Indonesia Impor Indonesia

(000) Ton US$ (000.000)

(00) Ton US$ (000.000)

China 185.481,40 460.430,60 (01) 12.147,40 26.212,20Sumber: BPS 2012

Sementara dalam MEA 2015, Indonesia berpotensi menjadi pasar besar bagi negara-negara ASEAN lainnya, dimana Indonesia mempunyai populasi penduduk mencapai 40% dari populasi penduduk negara-negara ASEAN. Data selama diberlakukan ACFTA 2008 menunjukkan, bahwa neraca perdagangan Indonesia dengan negara anggota ASEAN lainnya mayoritas defisit. Ini dapat dilihat dalam tabel 4 dibawah ini.

Page 35: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

26

Tabel 4Neraca Perdagangan Indonesia dengan Negara ASEAN Lainnya

Negara Anggota ASEAN Neraca Perdagnagan Indonesia (Defisit)

Neraca Perdagangan

Indonesia (Surplus)Jutaan US$

Triliunan Rp

Jutaan US$

Triliunan Rp

Brunei DarusalamFilipinaKambojaLaosMalaysiaMyanmarSingapuraThailandVietnam

281,7---

511,3-

707,9721,4157,5

2,7---

4,9-

6,86,91,5

-244,8233,917,9

-238,6

---

-2,32,2

17,4-

2,3---

Sumber: Business News Maret 2013

Selain itu daya saing Indonesia, menurut Indeks Daya Saing Global 2010 berada pada urutan ke 75. Posisi ini dibawah Singapura yang menduduki urutan ke2, Malaysia urutan ke-29, Filipina urut ke 44, Vietnam urut ke 53, Laos urut ke 129 dan Myanmar urut ke 133, biaya logistik di Indonesia mencapai 16% dari seluruh biaya produksi dari angka normal sebesar 8-9%.

Daya saing logistik Indonesia juga termasuk rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya. Indonesia hanya menduduki posisi 46 secara global, dibawah Singapura pada posisi 2, Malaysia posisi ke 21, Brunei Darusalam posisi ke 28 dan Thailand pada posisi 38.

Kedua: Pemerintahan sampai sekarang belum terlihat serius memperhatikan daya saing industri nasional menghadapi MEA 2015. Di atas kertas Indonesia sudah memiliki kebijakan untuk menghadapi MEA 2015 yaitu inpress No.5 tahun 2008, inpres No. 11 tahun 2011 dan rancangan Inpres tahun 2012 tentang peningkatan daya saing nasional menghadapi MEA 2015, tapi implementasinya dari kebijaksanaan tersebut masih belum terlihat.

Ketiga: Sejalan dengan pendapat APINDO, kalangan pengamat ekonomi dan para ekonom, juga menilai Indonesia tidak siap bergabung dalam MEA 2015. Dengan ketidaksiapan menghadapi perdagangan bebas (MEA) 2015 itu, Indonesia hanya akan dijadikan sebagai sasaran pasar produk impor dari negara-negara anggota ASEAN lainnya, karena itu jika memungkinkan, mereka meminta pemerintah untuk mengurungkan niatnya bergabung dengan MEA 2015. Para pengamat dan para ekonom yakin bahwa MEA 2015 hanya menguntungkan Singapura dan beberapa anggota negara ASEAN, karena mereka memiliki struktur industri dan perdagangan yang jauh lebih baik dan modern, sementara Indonesia dinilai perlu membenah diri dulu terhadap struktur industri dan perdagangannya, sehingga negara ini mempunyai peluang industri dan perdagangan yang berdaya saing tinggi, kalau juga Indonesia memaksakan diri ikut MEA 2015, maka akan memperparah nasib 50 jutaan industri segmen UKM, karena banyak produk UKM nasional yang sulit bersaing ditingkat regional, masalahnya dengan tidak ada lagi bea masuk produk dari luar kedalam negara Indonesia, dengan kata lain tidak adalagi proteksi industri yang bisa diberikan oleh pemerintah terhadap produk industri negara-negara ASEAN.

Page 36: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

27

Keempat: tahun 2013 dan 2014 merupakan tahun politik Indonesia, dimana energy pemerintah seluruhnya terfokus kepada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang rencananya akan dimajukan pada tahun 2013 untuk kepala daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2014, serta pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden pada tahun 2014. Dengan fokus pada persoalan-persoalan politik, diyakini pemerintah tidak akan fokus untuk menguatkan daya saing industri nasional, menghadapi implementasi MEA 2015. Meskipun secara matematis masih ada waktu dua tahun dari sekarang bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri untuk membenah diri, tetapi dapat dipastikan pemerintah terfokus kepada persoalan-persoalan politik, waktu dua tahun tersebut tidak akan termanfaatkan dengan efektif.

KESIMPULANDari peluang dan tantangan yang dikemukakan dalam pembahasan penelitian ini

dapat disimpulkan bahwa, dari kementerian koperasi dan UKM mengatakan optimismenya berdasarkan data BKPM dalam tabel 1 dapat dilihat, bahwa realisasi investasi pada periode 2008-2011 cenderung mengalami peningkatan, kecuali tahun 2008 realisasi PMDN memang mengalami penurunan dari Rp 34.878,7 miliar ditahun 2009 menjadi Rp 20.363,4 miliar. Namun realisasi PMA mengalami peningkatan dari US$ 10.341,4 juta ditahun 2008 menjadi US$ 14.871,4 juta ditahun 2009, sementara ditahun 2010 PMDN mengalami peningkatan dari Rp 20.363,4 miliar ditahun 2009 menjadi Rp 37.799,8 miliar ditahun 2010 dan justru PMA mengalami penurunan dari US$14.871,4 juta di tahun 2009 menjadi US$ 10.815,2 juta ditahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa ditahun 2010 terjadi peningkatan penanaman modal yang tinggi didalam negeri. Apabila dilihat jumlah proyeknya, maka pada periode 2008-2011 jumlah proyek yang terealisasi baik PMDN maupun PMA mengalami peningkatan. Di tahun 2011 penanaman modal di dalam negeri maupun dari luar negeri mengalami peningkatan yang cukup pesat, bahkan untuk PMDN mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dibanding tahun 2010 yaitu sebesar Rp 60.626,8 miliar dengan jumlah proyek sebanyak 875. Sedangkan untuk PMA mengalami peningkatan menjadi US$16.214,8 juta dengan jumlah proyek sebanyak 3.081.

Sementara menurut statistik UMKM tahun 2010-2011 lihat tabel 2. Kontribusi UMKM terhadap pembentukan total nilai ekspor non migas pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp 175,9 triliun atau 15,81 persen. Dengan kontribusi usaha Mikro (UMI) Rp 16,7 triliun atau 1,50 persen dan UK tercatat sebesar Rp 38 triliun atau 3,42 persen. Sedangkan UM sebesar Rp 121,2 triliun atau 10,89 persen selebihnya adalah Usaha Besar sebesar Rp 936,8 triliun atau 84,19 persen.

Pada tahun 2011, peran UMKM terhadap pembentukan total nilai ekspor non migas mengalami peningkatan sebesar Rp 11,5 triliun atau 6,56 persen yaitu dengan tercapainya angka sebesar Rp 187,4 triliun atau 16,44 persen dari total nilai ekspor non migas. Kontribusi usaha mikro (UMI) sebesar Rp 17,2 triliun atau 1,51 persen dan UK sebesar Rp 39,3 triliun atau 3,45 persen. Sedangkan UM tercatat sebesar Rp 130,9 triliun atau 11,48 persen. Selebihnya adalah Usaha Besar tercatat sebesar Rp 953 triliun atau 83,56 persen.

Dari analisis statistik yang disajikan oleh Kementerian Koperasi dan UKM memang ada menunjukkan kenaikan namun kenaikan itu tidak sebanding dengan kenaikan negara ASEAN lainnya, karena kalau dilihat dari mereka yang kontra atau pesimistis Indonesia masuk ke MEA 2015 mengatakan bahwa selama ini neraca perdagangan Indonesia dengan negara-negara ASEAN sangat menyedihkan.

Dari tabel 3 tersebut neraca perdagangan Indonesia yang positif hanya dengan 4 (empat) negara masing-masing Kamboja surplus US$ 233,9 juta atau Rp 2,2 triliun, Laos surplus US$ 17,9 juta atau Rp 173,6 miliar, Myanmar surplus US$ 238,6 juta atau Rp 2,3 triliun serta Filipina surplus US$ 244,8 juta atau Rp 2,3 triliun. Sementara lima negara

Page 37: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

28

ASEAN lainnya, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan yaitu Brunei Darusalam defisit US$281,7 juta atau Rp 2,7 triliun, Malaysia defisit US$ 511,3 juta atau Rp 4,9 triliun, Singapura defisit US$ 707,9 juta atau Rp 6,8 triliun, Thailand defisit US$ 721,4 juta atau Rp 6,9 triliun serta Vietnam defisit US$ 157,5 juta atau Rp 1,5 triliun.

Daya saing Indonesia menurut Indeks Daya Saing Global 2010 berada pada urutan 75. Posisi ini dibawah Singapura urutan ke-2, Malaysia urutan 29, Filipina urutan ke 44 dan Vietnam urutan ke 53. Daya saing Indonesia hanya diatas Laos urutan ke 129 dan Myanmar urutan ke 133.

UKM Indonesia menurut Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2011 sebanyak 55.206.444, tetapi yang terbilang kuat sangatlah terbatas dan sedikit sekitar 10-16 persen. Sementara sisanya 90-94 persen itu diranah informal, karena itu mereka harus digenjot. Bila dibandingkan Malaysia dan Thailand, UKM Indonesia bisa dikatakan jauh tertinggal dengan kedua negara itu. Kedua negara itu telah mengelola dan memberdayakan sektor UKM dengan baik sehingga mampu memiliki daya saing yang tinggi. Oleh karenanya sektor UKM mereka akan lebih mampu bertahan saat memasuki MEA 2015.

REFERENSI

Bungin, Burhan, (2009), Penelitian kualitatif (komunikasi, ekonomi, kebijakan publik, dan ilmu sosial lainnya). Jakarta: Kencana

N.N. 12.04.2013. Prospek Ekonomi ASEAN Menjelang Pelaksanaan MEA 2015. Jakarta: Business News.

N.N. (2011), Analisis Kinerja Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tahun 2008-2011. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM).

N.N. (2011), Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tahun 2008-2011. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UMKM).

Peraturan Perundang-Undangan Tentang UMKM (2010), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia.

Page 38: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

29

KEBIJAKAN PRO ENTREPRENEURSHIP SEBAGAI STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING UKM DI INDONESIA

Maichal

Universitas Ciputra Surabaya

E-mail: [email protected]

Abstrak

Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 akan mengarahkan perekonomian negara-negara ASEAN dan negara-negara mitra ASEAN kearah suatu integrasi ekonomi yang ditandai oleh: (i) Terbentuknya pasar tunggal dan memiliki basis produksi; (ii) Kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi; (iii) Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata; serta (iv) Kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global.Masyarakat ekonomi ASEAN merupakan tantangan bagi Indonesia, di mana integrasi ekonomi menuntut adanya kemapanan dari Usaha Kecil Menengah (UKM) sehingga UKM mampu bersaing ditengah persaingan global. Oleh karena itu, dibutuhkan peran serta pemerintah untuk membuat suatu rangkaian kebijakan ekonomi yang mendukung para wirausaha (entrepreneurs) yang bergerak di industri kecil dan menengah sehingga mampu meningkatkan daya saing untuk berkompetisi di masyarakat ekonomi ASEAN 2015. Makalah ini bertujuan untuk memberikan suatu konsep tentang kebijakan moneter yang berfokus pada pro entrepreneurship untuk meningkatkan daya saing UKM di Indonesia. Pro entrepreneurship merupakan strategi kebijakan di mana kebijakan moneter diarahkan untuk mendukung peningkatan faktor-faktor yang menunjang kegiatan UKM.

Keywords: Pro Entrepreneurship, Kebijakan Ekonomi, Daya Saing UKM.

PENDAHULUANUsaha Kecil Menengah (UKM) memiliki peran penting untuk mendukung

perekonomian Indonesia. Amin (2013) mengemukakan empat permasalahan yang membuat UKM sulit untuk berkembang, yaitu masalah permodalan, pemasaran produk, kemampuan manajerial dan produktifitas usaha. Menurut Amin (2013), keterbatasan modal yang dialami oleh UKM disebabkan karena sulitnya UKM memperoleh kredit usaha karena jenis usaha UKM yang tidak bankable, serta minimnya informasi yang diperoleh UKM tentang sumber-sumber pembiayaan dan tata cara memperoleh pembiayaan. Persoalan pemasaran produk berkaitan dengan rendahnya kualitas produk, ketersediaaan infrastruktur yang belum memadai dan pengetahuan untuk mengembangkan pemasaran yang masih terbatas. Permasalahan kemampuan manajerial disebabkan karena sebagian besar UKM menjalankan usaha tanpa adanya perencanaan, pengendalian dan evaluasi usaha yang memadai—yang didasari oleh minimnya pengetahuan pelaku usaha dan karakteristik usaha yang berbentuk usaha keluarga. Permasalahan produktifitas usaha disebabkan karena penggunaan teknologi produksi yang sederhana sehingga UKM sulit untuk mengembangkan usahanya.

Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi masalah permodalan adalah melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pada tahun 2013 pemerintah meningkatkan target penyaluran KUR menjadi Rp 36 triliun dari Rp 30 triliun pada tahun 2012. Namun, permasalahan yang masih terjadi adalah masih tingginya suku bunga KUR yang dibebankan, di mana saat ini suku bunga efektif KUR Bank Rakyat Indonesia (BNI) mencapai 22 persen per tahun untuk mikro dan 14 persen per tahun untuk non mikro. Kondisi suku bunga KUR saat ini bertentangan dengan arah kebijakan BI rate yang ditetapkan Bank Indonesia (BI). Kebijakan penurunan BI rate dari 6 persen menjadi 5,75

Page 39: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

30

persen merupakan langkah yang diambil BI untuk menstimulus perekonomian sehingga menjadi lebih produktif. Namun, langkah kebijakan ini belum dapat secara efektif menurunkan tingkat suku bunga kredit, khususnya suku bunga KUR di Indonesia. Hal ini disebabkan karena ketidakkonsistenan BI terhadap BI rate yang ditetapkan (lihat, Neraca.co.id).

Di sisi fiskal, saat ini, orientasi kebijakan fiskal Indonesia fokus pada peningkatan daya saing industri skala besar1 (lihat, rocana.kemenperin.go.id). Padahal, data statistik menunjukkan bahwa jumlah2 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) jauh lebih banyak dari jumlah industri besar. Selain itu, UMKM juga memiliki peran penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan menyediakan lapangan kerja (lihat, depkeu.go.id). Namun, meskipun jumlah UMKM mendominasi usaha-usaha di Indonesia dan UMKM juga memiliki peran untuk perekonomian Indonesia, orientasi kebijakan fiskal saat ini belum berpihak pada kepentingan UMKM. Bahkan, pemerintah justru memiliki wacana untuk menerapkan pajak pada UKM, di mana UKM yang telah memiliki tempat usaha yang tetap akan dikenakan pajak, sedangkan UKM yang belum memiliki lokasi usaha tidak akan dikenakan pajak (lihat, okezone.com).

Kondisi regulasi baik dari sisi moneter dan fiskal yang cenderung tidak berpihak pada UKM menyebabkan UKM di Indonesia di nilai belum siap menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN 2015 (lihat, okezone.com). Masyarakat ekonomi ASEAN 2015 akan mengarahkan perekonomian negara-negara ASEAN dan negara-negara mitra ASEAN kearah suatu integrasi ekonomi yang ditandai oleh: (i) Terbentuknya pasar tunggal dan memiliki basis produksi; (ii) Kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi; (iii) Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata; serta (iv) Kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global. Masyarakat ekonomi ASEAN merupakan tantangan bagi Indonesia, di mana integrasi ekonomi menuntut adanya kemapanan dari UKM, sehingga UKM mampu bersaing ditengah persaingan global.

Oleh karena itu, dibutuhkan peran serta pemerintah untuk membuat kebijakan ekonomi yang mendukung para wirausaha (entrepreneurs) yang bergerak di industri kecil dan menengah sehingga mampu meningkatkan daya saing untuk berkompetisi di masyarakat ekonomi ASEAN 2015. Untuk itu, makalah ini bertujuan untuk memberikan suatu konsep tentang kebijakan moneter yang berfokus pada kebijakan pro entrepreneurship untuk meningkatkan daya saing UKM di Indonesia dengan pendekatan studi literatur.

ISI DAN METODEMakalah ini secara spesifik membahas mengenai konsep kebijakan moneter yang

pro terhadap entrepreneursip untuk meningkatkan daya saing UKM di Indonesia. Subyek pada penelitian ini adalah UKM di Indonesia. Sedangkan objek penelitian ini adalah konsep kebijakan moneter yang pro entrepreneurship. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, di mana metode kualitatif yang digunakan adalah studi literatur. Studi literatur digunakan untuk mengkaji permasalahan yang menjadi kendala perkembangan UKM dan sistem kebijakan moneter yang berlaku saat ini. Penelitian ini juga memanfaatkan berbagai

1 Berbagai macam insentif fiskal yang diberikan seperti tax holiday dan tax allowance mensyaratkan jumlah minimal investasi sebesar Rp. 1 Triliun, berstatus badan hukum, apabila industri tersebut merupakan labor intensif, maka persyaratan yang harus dipenuhi adalah nilai investasi Rp. 50 Miliar dengan 300 orang tenaga kerja. Apabila industri merupakan capital intensive, maka persyaratan yang harus dipenuhi adalah nilaiinvestasi Rp. 100 Miliar dengan 100 orang tenaga kerja.2 Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMKM tahun 2011 mencapai 55.206.444 unit usaha, sedangkan jumlah usaha besar hanya mencapai 4.952 unit usaha.

Page 40: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

31

informasi yang tersedia di situs koran-koran online dengan tujuan untuk memperoleh update terbaru dari isu-isu kebijakan yang berkembang saat ini.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIIntegrasi perekonomian negara-negara ASEAN melalui terbentuknya masyarakat

ekonomi ASEAN 2015 merupakan suatu peluang bagi UKM di Indonesia. Apabila UKM Indonesia memiliki daya saing yang tinggi, maka pangsa pasar UKM Indonesia akan menjadi semakin luas. Namun, apabila UKM Indonesia tidak memiliki keunggulan untuk bersaing, maka Indonesia akan menjadi pasar bagi industri negara-negara ASEAN lainnya.

Secara umum, kondisi UKM Indonesia saat ini masih belum dapat dikatakan siap menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN 20153. Kendala-kendala yang umum dihadapi oleh UKM antara lain berkaitan dengan (1) program UMKM pemerintah yang dianggap kurang mendukung (Adiningsih, 2004; Hafsah, 2004); (2) sulitnya memulai usaha baru (Maichal, 2012); (3) Keterbatasan UKM dalam mengakses berbagai informasi4 untuk pengembangan bisnis (Bank Indonesia, 2009; Amin, 2013); (4) kurangnya koordinasi antar lembaga pemerintah yang memayungi UMKM (Adiningsih, 2004); (5) kemampuan menajemen pelaku UMKM yang rendah (Bank Indonesia5, 2009; Amin, 2013); (6) kualitas produk yang kurang (Amin, 2013); (7) kurangnya sumber daya manusia berkualitas (Hafsah, 2004; Bank Indonesia, 2009); (8) UMKM tidak mempunyai kemampuan pemasaran (Amin, 2013) dan (9) kesulitan akses kredit modal usaha (Hafsah, 2004; Herdinata, 2010; Amin, 2013).

Untuk itu, dibutuhkan peran serta pemerintah untuk mendukung sektor UKM, sehingga UKM mampu bersaing pasar ASEAN pada 2015 mendatang. Dari sisi kebijakan moneter, permasalahan yang di hadapi oleh UKM adalah berkaitan dengan kesulitan akses kredit modal usaha. Saat ini pemerintah memiliki program KUR sebagai salah satu upaya pemerintah mengatasi permasalahan sulitnya memperoleh kredit usaha. Namun permasalahan yang terjadi pada KUR adalah masih tingginya suku bunga kredit yang diberikan kepada UKM, yaitu sebesar 22%-14%. Hal ini bertentangan dengan arah kebijakan moneter melalui penetapan BI rate yang diterapkan oleh BI.

Counter-cyclical kebijakan moneter pada Gambar 1 menyatakan bahwa BI akan melakukan kebijakan moneter yang ekspansif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Fase ekspansif dilakukan dengan cara menurunkan BI rate yang menstimulus turunnya suku bunga, baik itu kredit maupun deposito. Apabila suku bunga kredit menjadi lebih rendah mendekati nilai BI rate yang ditetapkan, diharapkan minat masyarakat untuk berproduksi pada sektor riil menjadi lebih meningkat. Sehingga, berdasarkan Gambar 1, dengan adanya peningkatan aktifitas ekonomi, siklus ekonomi yang awalnya berada pada titik B meningkat perlahan-lahan ke titik C. Saat ini, pola kebijakan yang diambil oleh BI adalah mengikuti pola fase ekspansif. Hal ini ditandai dengan kebijakan yang diambil BI untuk menurunkan BI rate menjadi 5,75 persen, dari sebelumnya sebesar 6 persen.

3 lihat metrotvnews.com4 Misalnya informasi yang berkaitan dengan tatacara memperoleh kredit, melakukan ekspor, legalitas usaha ataupun berkaitan dengan cara memperoleh network yang potensial untuk pengembangan usaha.5 Hasil kajian Bank Indonesia terkait dengan aspek manajemen menyimpulkan bahwa sebagian besar pelaku UMKM masih belum dapat melakukan pencatatan keuangan yang baik. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya kesadaran para pelaku UMKM tentang manfaat pencatatan keuangan dan pemikiran akan pencatatan yang baik masih dibayangi akan ketakutan terhadap pajak (pp 55).

Page 41: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

32

Tabel 1. Suku Bunga Deposito Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Central Asia (BCA) per tahun (p.a)

Jangka Waktu (Bulan)

Suku Bunga BNI Suku bunga BTN Suku Bunga BCA

<100jt100jt dan

<1M> 1 M <100jt

100jt dan

<1M> 1 M < 2 M

> 2M - < 5M

> 5 M - <

10M

> 10M -< 25 M

> 25 M

1 5,50% 5,50% 5,75% 4.25% 4,50% 4,75% 3,25% 3,25% 3,25% 3,25% 3,50%

3 5,50% 5,50% 5,75% 4,50% 4,75% 5,00% 3,50% 3,50% 3,50% 3,50% 3,75%

6 5,75% 6,00% 6,25% 4,75% 5,00% 5,00% 3,75% 3,75% 3,75% 3,75% 3,75%

12 6,00% 6,25% 6,50% 5,00% 5,25% 5,25% 3,75% 4,00% 4,00% 4,00% 4,00%

24 6,00% 6,25% 6,50% 5,00% 5,25% 5,25% - - - - -

Berlaku Sejak

25 Februari 2010 1 Maret 2013 1 April 2013

Keterangan : M merupakan satuan miliar dan jt merupakan satuan jutaan.Sumber : www.bni.co.id; www.btn.co.id; www.bca.co.id.

Ketidakkonsitenan yang terjadi pada kebijakan moneter ditandai oleh adanya spread suku bunga yang cukup lebar antara suku bunga kredit dan deposito (Maichal, 2012). Pada kondisi BI rate sebesar 5,75 persen, suku bunga KUR yang ditawarkan oleh BRI sebesar 22%-14%, sementara suku bunga deposito yang ditawarkan sektor perbankan saat ini berkisar antara 3,25%-6,50% (seperti yang tercantum dalam Tabel 1). Ada apa dengan kebijakan moneter di Indonesia. mengapa perilaku sektor perbankan di Indonesia dalam menentukan suku bunga kredit tidak mengacu pada BI rate.

Gambar 1. Counter-cyclical Kebijakan Moneter

Sumber: bi.go.id

Ariyanto (2004: 96) mengidentifikasi bahwa upaya penyelamatan sektor perbankan pasca krisis moneter tahun 1998 yang dilakukan oleh Bank Indonesia melalui grand designArsitektur Perbankan Indonesia (API) cenderung mendorong sektor perbankan untuk melakukan akuisisi atau merger. Kebijakan tersebut selain baik untuk meningkatkan efisiensi sektor perbankan, namun juga memiliki dampak yang menyebabkan terjadinya pemusatan konsentrasi pangsa pasar sektor perbankan. Pemusatan konsentrasi pangsa pasar sektor perbankan pada akhirnya membawa dampak negatif terhadap iklim persaingan usaha sektor perbankan—yang berpotensi mengarahkan sektor perbankan untuk melakukan pelanggaran persaingan usaha berupa abuse of dominant position, perjanjian

Page 42: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

33

tertutup serta praktek tying (Ariyanto, 2004: 106).Naylah, (2010: 127) mengemukakan bahwa konsentrasi pangsa pasar yang semakin

tinggi akan menyebabkan biaya sektor perbankan untuk melakukan kolusi menjadi semakin murah, sehingga kemampuan sektor perbankan untuk memperoleh laba yang supernormal semakin mudah. Salah satu bentuk tindakan kolusi6 yang dilakukan oleh sektor perbankan untuk meningkatkan profitabilitasnya adalah dengan melakukan penyeragaman suku bunga (Naylah, 2010). Dengan demikian, dapat diidentifikasi bahwa perilaku sektor perbankan saat ini menunjukkan pola pencarian profit yang supernormal. Hal itu ditunjukkan oleh spread suku bunga deposito dan suku bunga kredit yang memiliki gap yang lebar. Sektor perbankan memperoleh kelebihan dana masyarakat melalui deposito dengan bunga yang murah (3,25%-6,50%), kemudian menjual dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana dengan bunga kredit yang sangat tinggi (suku bunga KUR 22%-14%).

Khawaja dan Din (2007) pada kasus spread suku bunga di Pakistan juga menemukan bahwa salah satu faktor penyebab spread suku bunga di Pakistan terjadi karena maraknya praktek merger yang dilakukan oleh sektor perbankan di Pakistan. Praktek merger tersebut cenderung menyebabkan sedikitnya pilihan masyarakat untuk menabung ataupun melakukan kredit. Merger menyebabkan tingkat persaingan sektor perbankan menjadi rendah, sehingga pada akhirnya menyebabkan spread suku bunga yang lebar dan fungsi intermediasi sektor perbankan tidak berjalan dengan baik. Selain itu, Cetorelli dan Gambera (2001: 646) menemukan bahwa semakin tinggi konsentrasi pangsa pasar sektor perbankan, maka semakin rendah ketersediaan kredit dalam suatu perekonomian.

Suku bunga kredit merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan daya saing UKM nasional. Untuk itu, dibutuhkan upaya yang tepat untuk mengatasi setiap persoalan yang dihadapi oleh UKM, khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan kredit yang murah bagi UKM. Bank Indonesia selaku otoritas moneter perlu menerapkan sebuah kebijakan yang memihak kepada kepentingan UKM. Dengan kata lain, BI perlu menerapkan kebijakan yang pro terhadap entrepreneurship di Indonesia, sehingga dengan adanya kebijakan yang mendukung entrepreneurship, UKM di Indonesia dapat berkembang dan dapat bersaing ditengah masyarakat ekonomi ASEAN 2015. Salah satu konsep kebijakan pro entrepreneurship yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia untuk meningkatkan daya saing UKM di Indonesia adalah mengembangkan microfinance yang memberikan kredit murah dan dapat memberikan kredit bagi UKM yang tidak bankable.

MicrofinanceSaat ini, Bank Indonesia telah menyempurnakan kembali program-program API, di

mana salah satu program API saat ini mencakup strategi-strategi pengembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). BPR merupakan salah satu konsep lembaga keuangan mikro yang dapat memfasilitasi kredit bagi UKM. Herdinata (2010) menunjukkan bahwa alokasi dana kredit untuk UKM yang dialokasikan oleh BPR lebih besar dari pada alokasi dana kredit yang dialokasikan oleh bank umum. Pada tahun 2012, terjadi peralihan di mana sumber penyaluran dana kredit untuk UMKM di dominasi oleh bank persero (Bank Indonesia, 2012: 145). Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum Konvensional (BUK) pada tahun 2012 mencapai 83,6%, Bank Syariah mencapai 100% dan BPR mencapai 78,6%.

Apabila melihat tingkat suku bunga kredit yang ditawarkan oleh BPR, tingkat suku

6 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga adanya permainan kartel dalam penentuan suku bunga kredit bagi pengusaha (lihat metrotvnews.com).

Page 43: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

34

bunga kredit BPR tidak jauh berbeda dari suku bunga KUR, yaitu berkisar di tingkat 22%7. Hal ini menunjukkan bahwa, UKM tidak mempunyai banyak pilihan alternatif kredit usaha yang dapat memberikan kredit murah bagi pengembangan UKM. Herdinata (2010: 729) menyatakan bahwa faktor yang dipertimbangkan nasabah untuk memperoleh kredit lebih kepada faktor kemudahan untuk memperoleh kredit meskipun dengan tingkat bunga yang tinggi. Sehingga, dilema yang terjadi adalah UKM ingin memperoleh kredit usaha yangmurah, tapi kredit yang murah tidak tersedia. Di sisi lain, UKM ingin mendapatkan kemudahan memperoleh kredit, tapi kemudahan memperoleh kredit dibayar dengan suku bunga kredit yang tinggi baik KUR maupun BPR.

Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya suku bunga kredit di BPR adalah motif BPR untuk meraih keuntungan. Paul Sutaryono (dalam sindonews.com) menunjukkan prospek yang dapat dihasilkan dari BPR sehingga BPR merupakan peluang usaha yang sangat berpotensi mengguntungkan. Salah satu cara untuk memperoleh keuntungan yang tinggi adalah dengan menetapkan suku bunga yang tinggi. Bank Indonesia (2012: 147) menyatakan bahwa upaya perbankan untuk meningkatkan penyaluran kredit berdampak positif terhadap peningkatan laba perbankan, di mana sumber pendapatan yang berasal dari bunga kredit merupakan penyumbang terbesar pendapatan sektor perbankan. Selama tahun 2012, sektor perbankan di Indonesia mampu meraih laba bersih sebesar Rp 98,8 trilliun atau meningkat 23,7% dibandingkan tahun 2011 yang mencapai Rp 75,1 trilliun. Pendapatan perbankan yang bersumber dari pendapatan bunga kredit mencapai 51,9%, artinya motor penggerak perolehan laba sektor perbankan adalah melalui suku bunga kredit. Sehingga, suku bunga kredit yang tinggi merupakan alat yang digunakan oleh sektor perbankan untuk menghasilkan laba yang tinggi.

Dengan demikian, orientasi sektor perbankan di Indonesia hanya berorientasi pada pencapaian laba yang tinggi dan menganggap bahwa microfinance merupakan bisnis yang berpeluang menguntungkan (lihat, Robinson, 1992; Morduch, 1999). Jika BPR belum mampu mengatasi masalah UKM dalam hal akses kredit—dikarenakan suku bunga kredit di BPR tidak berbeda dengan suku bunga kredit pada bank konvensional—selanjutnya, apa yang menjadi harapan bagi UKM di Indonesia untuk mendapatkan kredit yang murah?

Grameen Bank: Sebuah Bank untuk Orang MiskinAkses permodalan merupakan salah satu masalah bagi UKM di Indonesia. UKM di

Indonesia sulit untuk memperoleh kredit usaha dikarenakan jenis usaha yang dijalani oleh UKM sebagian besar tidak bankable. Sekalipun terdapat beberapa program dan lembaga keuangan yang siap membantu UKM untuk mengatasi persoalan permodalan yang dihadapi, tetapi harga yang harus dibayar untuk mendapat permodalan masih sangat mahal. Di Bangladesh, Grameen Bank hadir sebagai solusi atas permasalahan kesulitan orang miskin untuk memperoleh kredit di bank konvensional. Konsep sistem keuangan yang dianut oleh Grameen Bank pada dasarnya berbeda dengan sistem keuangan pada bank konvensional. Ketika bank konvensional selalu mempertanyakan “apakah orang miskin layak untuk mendapatkan pinjaman?”, jawabannya adalah tidak (Yunus, 2009: 53). Demikian halnya dengan kondisi yang dialami UKM di Indonesia, apakah UKM layak untuk mendapatkan kredit, jawabannya UKM tidak layak untuk diberikan kredit karena jenis usaha UKM di Indonesia tidak bankable.

Grameen Bank hadir dengan sebuah pertanyaan: “apakah bank layak bagi orang miskin?”, untuk itu, Grameen Bank hadir sebagai bank jenis baru—sebuah bank untuk 7 Paul Sutaryono pada sindonews.com menyebutkan bahwa suku bunga kredit modal kerja di BPR mencapai 31,9% (lihat, sindonews.com). Secara riil, penerapan suku bunga kredit di beberapa BPR menawarkan suku bunga kredit kelompok pengusaha mikro sebesar 21% p.a. Sedangkan beberapa BPR menawarkan suku bunga kredit komersial untuk nominal kredit Rp 100 juta sebesar 23% p.a.

Page 44: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

35

orang miskin (Yunus, 2009: 53). Konsep dan jenis bank seperti inilah yang dibutuhkan oleh UKM di Indonesia. Ketika bank konvensional belum mampu memfasilitasi kebutuhan kredit UKM karena tidak didukung oleh sistem keuangan yang memihak kepada jenis usaha UKM yang tidak bankable—konsep sistem perbankan yang dilakukan oleh Grameen Bank seharusnya layak untuk diadopsi di Indonesia. Mengingat bahwa jumlah UMKM di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah usaha besar dan UKM berpotensi sebagai sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dan mampu memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Bagaimana keberpihakan Grameen Bank dari aspek penetapan suku bunga kredit untuk orang miskin. Penetapan suku bunga di Grameen Bank lebih rendah dari tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh pemerintah Bangladesh (grameen-info.org). Terdapat empat suku bunga pinjaman yang ditawarkan oleh Grameen Bank: 20% untuk pinjamanyang menghasilkan pendapatan (kredit usaha), 8% untuk kredit perumahan, 5% untuk pinjaman mahasiswa, dan 0% (bebas bunga) pinjaman untuk Struggling Members(pengemis). Hal yang menarik pada sistem perhitungan bunga pada Grameen Bank adalah seluruh bunga dihitung berdasarkan konsep bunga sederhana, dihitung berdasarkan metode amortisasi. Ketika bank konvensional meninggalkan konsep bunga sederhana dan beralih ke konsep bunga majemuk, Grameen Bank menawarkan sistem perhitungan bunga dengan metode bunga sederhana.

Yunus (2007: 59) berpendapat bahwa pinjaman yang diberikan kepada orang miskin melalui Grameen Bank dapat menciptakan wirausaha dan memberi pendapatan kepada masyarakat miskin. Yunus berkayakinan bahwa cara terbaik untuk melepaskan orang miskin dari jerat kemiskinan adalah melalui wirausaha. Berkaitan dengan kemapuan berwirausaha, Yunus percaya bahwa kamampuan wirausaha bersifat universal, di mana setiap orang memiliki peluang yang sama untuk dapat berwirausaha. Dengan demikian, apabila membandingkan sistem keuangan yang berlaku di sektor perbankan dan BPR di Indonesia dan sistem keuangan yang berlaku di Grameen Bank, manakah sistem keuangan yang lebih pro terhadap entrepreneurship.

KESIMPULANMenjelang terlaksananya masyarakat ekonomi ASEAN 2015, UKM di Indonesia

dituntut harus memiliki daya saing yang tinggi, sehingga UKM di Indonesia mampu memanfaatkan peluang terbukanya pangsa pasar yang luas di pasar ASEAN. Ditinjau dari sisi kebijakan moneter, salah satu kendala yang menjadi masalah bagi UKM di Indonesia adalah berkaitan dengan ketersediaan modal untuk pengembangan usaha. Sistem keuangan yang berlaku di sektor perbankan dan BPR saat ini, di nilai belum dapat mengatasi permasalahan UKM karena suku bunga kredit yang dikenakan kepada pengusaha masih relatif tinggi. Selain itu, orientasi usaha sektor perbankan dan BPR berorientasi pada perilaku untuk memaksimumkan laba.

Bertolakbelakang dengan sistem keuangan yang berlaku di sektor perbankan dan BPR di Indonesia, Grameen Bank hadir sebagai bentuk baru sistem perbankan yang pro terhadap entrepreneurship. Untuk itu, Bank Indonesia selaku otoritas moneter di Indonesia seharusnya mengadopsi sistem perbankan yang dilakukan oleh Grameen Bank—dengan mempertimbangkan bahwa UKM merupakan sektor yang dapat menjadi penggerak perekonomian dan jumlah UKM mendominasi jumlah keseluruhan unit usaha masyarakat Indonesia.

Page 45: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

36

REFERENSI

Adiningsih, Sri. (2004), Regulasi dalam Revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. lfip.uscschooloflaw.org/english/pdf/bali-seminar/Regulasi dalam revitalisasi - sri adiningsih.pdf

Amin, Ichsan M. Ali Basyah. (2013), Pengembangan UMKM, Opini, http://aceh.tribunnews.com/2013/03/07/pengembangan-umkm

Ariyanto, Taufik. (2004), “Profil Persaingan Usaha dalam Industri Perbankan Indonesia”, Perbanas Finance & Banking Journal, Vol. 6 (2), pp 95-108.

Bank Indonesia. (2009), Kajian Mengenai Rumusan StandarMinimum Laporan Keuangan dan Business Plan untuk UMKM, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D7865652-79D3-4FE7-BDC9FAC2514CE27A/23466/BukuKajianMengenaiRumusanStandar

MinimumLaporanKeua.pdf

____________. (2012), Laporan Perekonomian Indonesia 2012, Jakarta.

Cetorelli, Nicola dan Gambera, Michele., (2001), “Banking Market Structure, Financial Dependence and Growth: International Evidance from Industry Data”, The Journal of Finance, Vol 56(2), pp. 617-648.

Hafsah, Mohammad Jafar. (2004), “Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah”, Infokop No. 25 Tahun XX, pp. 40-44.

Herdinata, Christian. (2010), “Hubungan antara Bank Umum dan Microfinance dalam Alokasi Kredit pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah”, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 14, pp 726-733.

Khawaja, M. Idrees dan Din, Musleh-Ud,. (2007), ”Determinants of Interest Spread in Pakistan”, The Pakistan Development Review, Vol 46(2), pp. 129-143.

Maichal. (2012), “Kewirausahaan, Korupsi dan Kebijakan Ekonomi”, Prosiding Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis II, pp. 498-506.

Morduch, Jonathan., (1999), “The Microfinance Promise”, Journal of Economic Literature, Vol. 37(4), pp. 1569-1614.

Naylah, Maal. (2010), Pengaruh Struktur Pasar terhadap Kinerja Industri Perbankan Indonesia (Tesis), Universitas Diponegoro, Semarang.

Robinson, Marguerite S., (1992), “Rural Financial Intermediation: Lessons from Indonesia, Part One The Bank Rakyat Indonesia: Rural Banking, 1970-1991”, Development Discussion Paper, No 434

Yunus, Muhammad., (2009), Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan: Bagaimana Bisnis Sosial Mengubah Kehidupan Kita, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Page 46: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

37

Website

Depkeu.go.id. UMKM Berpotensi Meningkatkan Pendapatan Negara. http://www.depkeu.go.id/ind/Read/?type=ixDaerah&id=24714&thn=2012&name=br_190912_6.htm

Grameen-info.org. Grameen Bank at A Glance. http://www.grameen-info.org/index.php?option=com_content&task=view&id=26

Metrotvnews.com. Pengembangan UKM di Indonesia di hadang masalah. http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/03/08/2/136607/Pengembangan-UKM-di-Indonesia-Dihadang-Masalah

______________,. Pengusaha Keluhkan Tingginya Suku Bunga Kredit, http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/04/17/2/147377/Pengusaha-Keluhkan-Tingginya-Suku-Bunga-Kredit

Neraca.co.id. Praktik Oligopoli perbankan bisa jadi Bom Waktu. http://www.neraca.co.id/harian/article/17469/Praktik.Oligopoli.Perbankan.Bisa.Jadi.Bom.Waktu#.UWOHXKJTBjt

Rocana.kepenperin.go.id. Insentif Fiskal dalam Upaya Meningkatkan Daya Saing Industri Nasional dan Industri Berwawasan Lingkungan. Rapat Kerja Kementerian Perindustrian.

______________,. Kebijakan Fiskal dalam Upaya Meningkatkan Daya Saing Industri Nasional dan Industri Berwawasan Lingkungan. Badan Kebijakan Fiskal.

Okezone.com. Kalau belum Punya Tempat, UKM Tak Kena Pajak. http://economy.okezone.com/read/2012/12/21/320/735356/kalau-belum-punya-tempat-ukm-tak-kena-pajak

______________,. UMKM RI Dinilai Tak Siap Sambut Pasar Terbuka ASEAN. http://economy.okezone.com/read/2013/03/07/320/772439/umkm-ri-dinilai-tak-siap-sambut-pasar-terbuka-asean

Sindonews.com. Merajut Peluang BPR di 2013,http://ekbis.sindonews.com/read/2013/02/14/39/717576/merajut-peluang-bpr-di-2013

Page 47: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

38

KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN DAN KOMPETENSI SOSIAL: STRATEGI MENINGKATKAN KEUNGGULAN BERSAING DAN KINERJA BISNIS UKM

Meutia

Jurusan Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Tirtayasa Banten

E-mail: [email protected]

Abstrak

Salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan UKM adalah rendahnya kompetensi yang dimiliki entrereneur dibidang kewirausahaan. Kompetensi kewirausahaan merupakan kemampuan yang meliputi karakteristik kepribadian, keterampilan, pengetahuan, yang di dimiliki pengusaha untuk mencapai keberhasilan bisnis UKM. Kompetensi sosial merupakan intangible asset yang dimiliki UKM yang sulit ditiru oleh perusahaan lain karena kompetensi sosial biasanya melekat pada perilaku entrepreneur. Tujuanpenelitian ini untuk menganalisis lebih lanjut pengaruh kompetensi kewirausahaan dan kompetensi sosial terhadap keunggulan bersaing dan kinerja bisnis UKM. Lokasi penelitian akan dilakukan pada UKM industri olahan makanan khas Banten. Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling pada pengusaha industri makanan khas yang tersebar di Propinsi Banten. Analisis data menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan program AMOS 16.0. Hasil penelitian diduga kompetensi kewirausahaanberpengaruh signifikan terhadap keunggulan bersaing dan kinerja bisnis UKM. Selanjutnya kompetensi sosial berpengaruh signifikan terhadap keunggulan bersaing dan kinerja bisnis UKM, dan keunggulan bersaing berpengaruh signifikan terhadap kinerja bisnis UKM. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi pada teori Resource Based view (RBV) yang menegaskan bahwa sebuah perusahaan akan terus berusaha mempertahankan keunggulan bersaing yang dimilikinya dengan menggunakan sumber daya yang berguna dan unggul, bersifat langka dan tidak dapat ditiru oleh perusahaan pesaing yaitu dengan pengembangan kompetensi kewirausahaan dan kompetensi sosial yang dimiliki pengusaha.

Keywords : Kompetensi Kewirausahaan, Kompetensi Sosial, Keunggulan Bersaing, Kinerja Bisnis, UKM

PENDAHULUANPeranan usaha kecil menengah (UKM) dalam pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi sangat vital bukan hanya di negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara maju. Usaha kecil menengah dianggap sangat penting karena kelompok usaha ini tidak hanya mampu menyerap tenaga kerja dibandingkan usaha besar tetapi juga banyak memberikan konstribusi terhadap pertumbuhan product domestic bruto (PDB) paling besar dibandingkan usaha besar. Pada tahun 2008, kinerja PDB UKM menunjukkan peningkatan sebesar Rp. 825,94 triliun dari tahun 2006. Nilai PDB UKM tahun 2008 atas harga berlaku mencapai Rp.1.783,42 triliun. Pada kinerja perekonomian nasional, UKM memberikan konstribusi sebesar 52,67 % dari total PDB Indonesia, artinya lebih dari setengah dari perekonomian Indonesia ditopang sektor UMKM (Kementrian Negara Koperasi dan UKM, 2009). Seiring dengan perkembangan dan pemberdayaan usaha kecil menengah, ada beberapa masalah utama yang menghambat pertumbuhan UKM. Permasalahan yang muncul pada perkembangan UKM dapat disebabkan oleh pihak internal maupun eksternal UKM. Namun pada kenyataannya mengapa beberapa bisnis sangat berhasil sementara dilain pihak banyak usaha kecil lainnya yang gagal (Tambunan, 2009).

Permasalahan yang muncul dari sisi internal salah satunya adalah rendahnya kompetensi yang dimiliki oleh entrepreneur baik kompetesi kewirausahaan maupun kompetensi sosial. Kompetensi kewirausahaan terdiri dari komponen yang berakar dalam latar belakang orang itu (sifat, kepribadian, sikap, peran sosial dan citra diri) serta orang-

Page 48: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

39

orang yang ada di tempat kerja atau melalui pelatihan dan pendidikan keterampilan, pengetahuan dan pengalaman (Man dan Lau, 2005). Kompetensi kewirausahaan dipandang sebagai hal penting bagi pertumbuhan dan keberhasilan bisnis. Entrepreneur yang sukses di karakteristikkan adalah yang mempunyai kompetensi kewirausaan yang meliputi ilmu pengetahuan, ketrampilan dan kualitas individu seperti sikap, motivasi dan nilai untuk meningkatkan keberhasilan bisnisnya. Jadi selain kompetensi kewirausahaan, kompetensi sosial juga merupakan kompetensi yang harus dikembangkan oleh entrepreur dalam rangka meningkatkan kapabilitas untuk meningkatkan pertumbuhan dan keberhasilan bisnis.

Gullota dkk, (1990) menjelaskan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan, kecakapan atau keterampilan individu dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan dan memberi pengaruh pada orang lain demi mencapai tujuan dalam konteks sosial tertentu yang disesuaikan dengan budaya, lingkungan, situasi yang dihadapi serta nilai yang dianut oleh individu. Aspek-aspek kompetensi sosial terdiri dari Kapasitas kognitif, merupakan hal yang mendasari keterampilan sosial dalam menjalin dan menjaga hubungan interpersonal yang positif, Keseimbangan antara kebutuhan bersosialisasi dan kebutuhan akan privacy, Keterampilan sosial adalah kecakapan individu dalam menjalin hubungan.Kompetensi sosial memungkinkan seorang wirausahawan untuk memperoleh kredibilitas, mendapatkan akses atas informasi, meningkatkan kerja sama yang berasal dari pihak lainnya, dan dapat menjadi alat untuk menyalurkan bentuk kepercayaan yang lebih (Baron dan Markman, 2000). Kompetensi sosial merupakan suatu kekuatan yang merupakan intangible asset perusahaan dalam mencapai keunggulan bersaing dan kinerja bisnis UKM.

Muzychenko dan Saee (2004) membedakan antara aspek kompetensi yang bersifat natural atau alamiah dengan aspek kompetensi yang tidak alamiah atau harus dipelajari terlebih dahulu. Aspek kompetensi yang muncul secara natural atau alamiah meliputi sifat, sikap, kesan pribadi dan peranan sosial (kompetensi sosial) sedangkan aspek kompetensi yang sifatnya harus dipelajari meliputi kompetensi yang diperlukan saat bekerja atau melalui pembelajaran praktis ataupun pembelajaran teoretis (misalkan, keterampilan, ilmu pengetahuan, dan pengalaman yang merupakan kompetensi kewirausahaan), dimana aspek kompetensi natural dianggap sebagai “elemen terinternalisasi” (Bartlett & Ghoshal, 1997) sedangkan aspek kompetensi yang dipelajari seringkali dianggap “elemen tereksternalisasi”(Muzychenko&Saee, 2004). Kajian ini akan mencoba melihat peningkatan keunggulan bersaing dan kinerja bisnis UKM dilihat dari kedua aspek baik aspek yang terinternalisasi maupun aspek tereksternalisasi.

Penelitian tentang pengaruh kompetensi kewirausahaan terhadap kinerja bisnis UKM sudah banyak yang dibahas seperti hasil penelitian (McGee dan Peterson, 2000: Man et al2000; Gimeno-Gascon, 1994, Hazlina, 2009). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah memasukkan variabel kompetensi sosial yang biasanya di pakai untuk penelitian psikologi dan penelitian di bidang pendidikan. Penelitian ini ingin menganalisis aspek kompetensi terinternalisasi yang merupakan karakter yang menempel pada perilaku entrepreneur sehingga mampu meningkatkan keunggulan bersaing dengan mengembangkan kompetensi sosial. Penelitian ini penting dilakukan terutama untuk di Indonesia dengan berbagai karakter dan budaya sehingga sangat berpengaruh terhadap kompetensi yang dimiliki entrepreneur. Selain itu juga karena literature dan penelitian yang berkaitan dengan kompetensi kewirasahaan masih jarang ditemukan pada kasus-kasus di Indonesia.

Page 49: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

40

KAJIAN TEORI

Kompetensi KewirausahaanHitt, Ireland dan Hoskisson (2005) mendefinisikan kompetensi sebagai sebuah

kombinasi antara sumber daya dan kapabilitas dalam sebuah perusahaan atau organisasi yang dapat diklasifikasikan sebagai kompetensi inti ketika kompetensi tersebut bernilai tinggi, langka dan susah untuk ditiru, sekaligus susah untuk digantikan. Turner dan Crawford (1994) mengklasifikasikan secara luas kompetensi yang termasuk kedalam salah satu dari dua kategori: kategori kompetensi personal dan kategori kompetensi perusahaan. Kompetensi personal dimiliki oleh individu dan meliputi beragam karakteristik seperti ilmu pengetahuan, keterampilan, kemampuan, pengalaman dan kepribadian atau personalitas, sedangkan kompetensi perusahaan yang menjadi milik sebuah organisasi atau perusahaan akan melekat kuat dalam proses dan struktur perusahaan dan cenderung akan hidup dan berkembang dalam perusahaan tersebut, bahkan akan teap hidup dan berkembang ketika seorang individu meninggalkan perusahaan tersebut. Kompetensi kewirausahaan adalah seluruh kemampuan yang dimiliki oleh seorang entreprneur yang bisa di pelajari melalui pengalaman, pendidikan dan pelatihan. Kompetensi kewirausahaan dipandang sebagai hal penting bagi pertumbuhan dan keberhasilan bisnis. Kompetensi usaha, seperti yang didefinisikan oleh Man, et al., (2002) merupakan pengetahuan (knowledge) yang memadai, keahlian (skill), dan kemampuan (ability) yang memadai untuk memenuhi kebutuhan, seperti kinerja yang efektif dari suatu pekerjaan.

Baum et al., (2002) mengemukakan sejumlah variabel yang menjelaskan tentang kompetensi usaha, yaitu knowledge, cognitive ability, selfmanagement, administration, human resources, decision skill, leadership, opportunity recognition,dan opportunity development. Dalam pendekatan fungsional , Orser dan Riding (2003) mengidentifikasi enam area kompetensi di bawah kompetensi kewirausahaan adalah kesempatan, hubungan, konseptual, mengorganisir, strategis dan komitmen kompetensi. Selanjutnya Hazlina (2010) mengidentifikasikan adanya kompetensi lain yang muncul pada wirausaha Malaysia yaitu berupa nilai-nilai sosial individu yang muncul pada entrepreneur seperti etika, familifism dan tanggung jawab sosial. Dari berbagai hasil penelitian ternyata kompetensi kewirausahaan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan keberhasilan UKM.

Kompetensi SosialAsher dan Parker (Durkin, 1995) mendefinisikan kompetensi sosial sebagai

komponen lengkap dari suatu hubungan, kompetensi sosial dibutuhkan pada pertemuan awal untuk membuat hubungan dan berfungsi untuk memudahkan dan mengembangkan ke arah pertemanan. Kompetensi sosial yang dimiliki individu diharapkan dapat berkomunikasi secara efektif, dapat memahami diri mereka sendiri dan orang lain, memperoleh peran gender yang tepat, mengamati tugas moral dalam kelompok yang dihadapi, mengatur emosi, menyesuaikan tingkah laku mereka dalam memberi respon sesuai tingkat usia dan norma yang ada.

Spitzberg dan Cupach (1994) menyatakan bahwa kompetensi interpersonal adalah kemampuan seorang individu untuk berkomunikasi secara efektif dengan satu individu lain. Kompetensi interpersonal lebih pada kemampuan untuk melakukan komunikasi antara dua individu, sedangkan kompetensi sosial adalah kemampuan untuk melakukan komunikasi dengan beberapa individu dalam konteks lingkungan dan budaya tertentu.

Ford (1982) memberikan definisi yang lebih terarah dengan mengartikan kompetensi sosial sebagai tindakan yang sesuai dengan tujuan dalam konteks sosial

Page 50: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

41

tertentu, dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan memberikan efek positif bagi perkembangan usaha. Selanjutnya, dapat dinyatakan bahwa orang yang memiliki kompetensi sosial yang tinggi mampu mengekspresikan perhatian sosial lebih banyak, lebih simpatik, lebih suka menolong dan lebih dapat mencintai. Pendekatan terhadap sikap kepribadian memberikan asumsi bahwa ada sikap dan motif yang berbeda yang dapat membedakan seorang wirausahawan dengan non wirausahawan, sekaligus juga membedakan antara seorang wirausahawan yang berhasil dan wirausahawan yang tidak berhasil.

Keunggulan BersaingSudut pandang kompetensi yang berbasiskan sumber daya melihat keunggulan

bersaing berasal dari berbagai sumber daya yang memungkinkan produksi akan barang-barang yang unik dari sebuah perusahaan. Untuk mencapai hal ini, maka sumber daya milik perusahaan yang berupa sumber daya fisik, sumber daya manusia dan sumber daya organisasional haruslah memiliki sifat yang langka, tidak dapat ditiru dan tidak memiliki pengganti (Barney, 1991). Kompetensi organisasi berbeda dan unik akan menghasilkan keunggulan bersaing bukan hanya untuk jangka pendek tetapi juga untuk jangka panjang. Menurut Prahalad dan Hamel (1990) kompetensi inti merupakan rangkaian dari kapabilitas atau kemampuan yang dimiliki oleh perusahan untuk mengembangkan keunggulan strategisnya (Salk et al, 1992).

Konsep keunggulan bersaing (competitive advantage) menurut Day dan Wensley (1988) diartikan sebagai kompetisi yang berbeda dalam keunggulan keahlian dan sumber daya. Secara luas menjelaskan apa yang diteliti di pasar yaitu keunggulan posisional berdasarkan adanya customer value yang unggul atau pencapaian biaya relatif yang lebih rendah dan menghasilkan pangsa pasar dan kinerja yang menguntungkan. Kemudian konsep keunggulan bersaing menurut Hunt dan Morgan (1995) merupakan perubahan dari keunggulan komparatif dalam sumber daya dan keunggulan bersaing tersebut mengenai pasar dan kinerja keuangan yang superior. Menguatkan pendapat Day dan Wensley (1998), maka Hunt dan Morgan (1995) menyatakan bahwa sumber daya potensial dapat dikategorikan sebagai finansial, fisik, hukum, manusia, organisasi, informasi dari konsumen, pemasok dan pelanggan. Pembentukan kompetensi inti menjadi hal yang dirasa perlu untuk mencapai keunggulan bersaing jangka panjang karena keunggulan ini berasal dari transaksi atau pertukaran antara produk harga dan kinerja yang memiliki jangka waktu pendek (Kak dan Sushil, 2002).

Kinerja Bisnis UKMBeberapa definisi kinerja diantaranya adalah dalam penelitian (Sugiarto, 2008)

mendefinisikan kinerja adalah hasil yang telah dicapai dari apa yang telah dilakukan oleh pemilik atau manajer dalam menjalankan bisnis. Selanjutnya dalam penelitian Nurhayati (2009) menyatakan kinerja adalah ukuran keberhasilan atau tingkat kesuksesan dalam mencapai tujuan perusahaan. Menurut Ferdinand (2003) kinerja perusahaan sesungguhnya akan mencerminkan kinerja berbagai manajemen fungsional yang berfungsi dengan baik dalam perusahaan. Secara fungsional, kinerja perusahaan akan tercermin pada kinerja sumberdaya manusia, kinerja produksi, kinerja pemasaran dan kinerja keuangan.

Tingkat kesuksesan sebuah bisnis dapat dilihat dari kinerja pemasaran, kinerja keuangan dan kinerja sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan. Beberapa peneliti lain menjelaskan tentang indikator tentang kinerja bisnis UKM seperti Krauss (2005) menyatakan ukuran kinerja dilihat dari pertumbuhan tenaga kerja, pertumbuhan penjualan dan evaluasi kesuksesan eksternal. Penelitian lain yang dilakukan Stamp et al(2008) mengukur kinerja usaha dengan dimensi pertumbuhan penjualan, pertumbuhan

Page 51: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

42

tenaga kerja, market share, gross profit, net profit margin, inovasi dalam pelayanan, biaya pengawasan dan kepuasan konsumen.

METODE PENELITIANPopulasi dalam penelitian ini rencananya adalah pemilik dan pengelola usaha kecil

menengah yang tersebar di beberapa Kabupaten yang merupakan sentra industri makanan khas Banten di Propinsi Banten dan bekerjasama dengan Disperindagkop dan UMKM. Pengumpulan data dilakukan melalui proses wawancara langsung pada bulan juni 2013. Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan Tehnik Purposive Sampling. Tehnik penarikan sampel purposive digunakan dengan menggunakan kriteria khusus terhadap sampel terutama orang-orang yang dianggap ahli (Prasetyo, Lina, 2005). Sampel penelitian ini dikhususkan pada pengusaha industri makanan khas Banten diantaranya, emping, gula aren dan industri sate bandeng dengan alasan kapasitas tiga jenis industry makanan ini sudah terkenal dan terjamin kontinuitasnya. Menurut Ghozali (2004) besarnya ukuran sampel (sample size) minimal yang representatif yang dapat diolah untuk menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan menggunakan program AMOS 16.0 adalah 100 orang. Responden dalam penelitian ini adalah pemilik, pengelola, pemilik sekaligus pengelola UKM industri makanan khas Banten. Data diolah dengan menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan alat bantu software AMOS 16.0. Metode analisis ini digunakan karena hasilnya dapat menjelaskan masing-masing pengaruh indikator terhadap variabel yang dibangun serta bias menjelaskan hubungan langsung dan tidak langsung dari masing-masing variabel.

Untuk menjelaskan variabel yang yang akan dianalisis maka harus menjelaskan terlebih dahulu definisi dan indikator dari variabel yang dibangun. Kompetensi kewirausahaan adalah kemampuan total pengusaha untuk melakukan peranannya agar pekerjaan berhasil (Man et al, 2002). Indikator yang digunakan adalah Peluang, Hubungan/relationship, Konseptual, Pengaturan, Strategis, Komitmen, Pembelajaran, dan Kekuatan Personal. Kompetensi sosial adalah keseluruhan efektivitas yang dimiliki oleh pengusaha dalam berinteraksi dengan orang lain (Spence et al, 1999). Indikator yang digunakan adalah kemampuan beradaptasi secara sosial berhubungan, kecakapan dalam artikulasi berhubungan. ketepatan dalam mempersepsikan orang lain (Baron and Markman, 2003). Keunggulan Bersaing adalah Kemampuan perusahaan untuk memberikan nilai lebih dari para pesaingnya. keunggulan bersaing merupakan hasil dari adanya perbedaan produk diantara kompetitor bukan hanya sekedar differensiasi (Coyne, 1997) Indikator keunggulan bersaing yaitu menciptakan loyalitas pelanggan yang lebih baik dari pesaing, pengembangan kualitas produk yang lebih baik dari pesaing, pengembangan tehnologi pelayanan yang lebih baik dari pesaing, pengembangan produk yang lebih variatif dibandingkan dengan pesaing. Ukuran yang digunakan dalam pengukuran kinerja bisnis adalah pertumbuhan penjualan, pertumbuhan modal kerja, pertumbuhan pelanggan dan pertumbuhan laba (Wiklund, 1999: Wiklund, J & Shepherd, 2005: Stamp, 2008) Indikator kinerja Bisnis UKM yaitu pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan, pertumbuhan laba, pertumbuhan modal kerja.

HASIL KAJIAN DAN HIPOTESIS

Hubungan Kompetensi Kewirausahaan, Keunggulan Bersaing dan kinerja bisnis UKM

Hasil penelitian McGee dan Peterson (2000) memperlihatkan adanya hubungan positif antara kompetensi dan kinerja bisnis seperti diukur dengan menggunakan laporan kinerja secara mandiri yang bersifat relatif terhadap kompetensi berdasarkan pada

Page 52: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

43

perhitungan laba kotor, pendapatan bersih, dan keseluruhan kinerja. Bidang-bidang kompetensi yang teridentifikasi adalah: (i) kualitas layanan terhadap konsumen; (ii) metode menangani keluhan dari konsumen; (iii) kesan suatu bisnis; (iv) strategi penetapan harga yang efektif; (v) tekanan biaya yang efektif; (vi) pengendalian dan evaluasi aktivitas; (vii) mengaplikasikan rencana menjadi tindakan; (viii) kesadaran akan kekuatan atau keunggulan yang dimiliki; dan (ix) pelatihan pegawai.

Studi yang dilakukan oleh Man and Law (2001) berupaya untuk menelaah efek atau dampak dari kompetensi kewirausahaan terhadap kinerja perusahaan yang terjadi diantara UKM yang bergerak sektor jasa di Hongkong. Dalam hasil penelitiannya diidentifikasi ada tujuh bidang kompetensi yang dipersepsikan penting oleh para wirausahawan meliputi (i) Peluang, (ii) Hubungan/relationship, (iii) Konseptual, (iv) Pengaturan, (v) Strategis, (vi) Komitmen, (vii) Pembelajaran, dan (viii) Kekuatan Personal. Hasil akhir diperoleh bahwa kompetensi kewirausahaan termasuk kompetensi relationship merupakan prediktor utama keberhasilan bisnis. Hasil penelitian (Hazlina, 2007) ada hubungan yang sangat signifikan antara kompetensi kewirausahaan terhadap kinerja bisnis baik di Australia maupun di Malaysia. Selanjutnya penelitian (Man et al, 2000) juga menjelaskan ada hubungan yang signifikan antara kompetensi kewirausahaan terhadap kinerja pada manajer UKM di Hongkong. Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya maka dapat dihipotesiskan penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1. Semakin tinggi kompetensi kewirausahaan maka semakin tinggi keunggulan bersaing UKM.

H2. Semakin tinggi kompetensi kewirausahaan maka semakin tinggi kinerja bisnis UKM

Hubungan antara Kompetensi Sosial, Keunggulan Bersaing dan kinerja bisnis UKMTemtime dan Pansiri (2005) menjelaskan bahwa saat kompetisi atau persaingan

mengalami peningkatan, maka entrepreneur atau wirausahawan memerlukan lebih dari sekedar keterampilan dan ilmu pengetahuan dasar untuk mengelola bisnis yang mereka miliki. Salah satu cara prakis untuk mengatasi perubahan sosial adalah dengan mengembangkan sebuah kompetensi yang relevan atau berhubungan dengan permintaan atau tuntutan sepanjang waktu. Secara keseluruhan, hasil temuan ini sesuai dengan sudut pandang yang menyatakan bahwa semakin tinggi modal sosial (dalam bentuk reputasi yang diinginkan, jaringan kerja sosial yang makin luas, dan lain sebagaianya) akan membantu pengusaha untuk memberikan akses yang penting bagi pengusaha dalam mencapai keberhasilan. Meski demikian, begitu sebuah akses dipertahankan, maka kompetensi sosial yang dimiliki oleh pengusaha atau entrepenuer tersebut akan mempengaruhi hasil akhir yang akan mereka alami (Baron and markman, 2003)

Dalam penelitian ini kami mencoba untuk menjelaskan bahwa terdapat aspek lain selain perilaku pengusaha yaitu efektivitas yang mereka miliki dalam berinteraksi dengan orang lain (yang sering disebut dengan kompetensi sosial) mempengaruhi keberhasilan financial pengusaha. Sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh Baron dan Markman (2000), maka modal sosial yang dimiliki olah entrepreneur (berdasarkan pada reputasi, jaringan kerja sosial dan lain sebagainya) akan membantu mereka untuk memperoleh akses yang penting sehnigga bisa menentukan keberhasilan yang dicapai. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dibangun hipotesis sebagai berikut.

H3. Semakin tinggi kompetensi social semakin tinggi keunggulan bersaing UKMH4. Semakin tinggi kompetensi sosial semakin tinggi Kinerja bisnis UKM

Page 53: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

44

Hubungan antara Keunggulan Bersaing dan Kinerja Bisnis UKMSudut pandang yang berbasiskan sumber daya (Resource Based View atau RBV)

menegaskan bahwa perusahaan akan berusaha untuk terus menjaga dan mempertahankan keunggulan bersaing yang dimilikinya dengan membentuk dan memberdayakan sumber daya berguna yang dimilikinya serta mendayagunakan kapabilitas perusahaan yang bersifat superior, langka, dan tidak dapat ditiru oleh perusahaan lain (Barney, 1991; Ou, Abratt & Dion, 2006; Ray, Barney, & Muhanna, 2004; Roberts & Dowling, 2002). Pandangan teori berbasis sumber daya ada empat indikator untuk mengukur potensi sumber daya perusahaan untuk menghasilkan keunggulan bersaing berkelanjutan adalah menciptakan nilai, langka, imitability, dan substitusi (Hall, 1990).

Menurut Barney (1991), suatu perusahaan dikatakan mempunyai satu keuntungan kompetitif ketika sedang menerapkan satu strategi penciptaan nilai yang tidak secara serempak diterapkan pesaing yang potensial saat ini (Sinkovies, 2004). PendekatanStrategis berpotensi untuk meningkatkan kemampuan kompetisi untuk berkontribusi meningkatkan kinerja (Han, Kan dan Srivastavo, 1998; Sinkovies, 2004)

Selanjutnya Respatya (2001) menjelaskan bahwa perusahaan yang menghasilkan produk maupun jasa harus mulai memperhatikan suatu konsep keunggulan bersaing agar perusahaan dapat bertahan yang akhirnya akan memperoleh laba. Keunggulan bersaing akan mendorong meningkatkan kinerja bisnis UKM melalui pertumbuhan laba, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan. Hasil Penelitian (Chan et al,2004)menjelaskan bahwa keunggulan bersaing mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.

H5. Semakin tinggi keunggulan bersaing semakin tinggi kinerja bisnis UKM

KESIMPULANDari kelima hipotesis yang dibangun diduga hasil penelitian kompetensi

kewirausahaan dan kompetensi sosial merupakan prediktor kuat untuk meningkatkan keunggulan bersaing dan kinerja bisnis UKM (Man et al, 2002) termasuk UKM industri makanan khas Banten. Untuk itu perlu pengkajian empiris untuk menguji secara statistic dan menganalisis secara mendalam pengaruh kompetensi kewirausahaan terhadap keunggulan bersaing dan kinerja bisnis UKM, pengaruh kompetensi sosial terhadap keunggulan bersaing dan kinerja bisnis UKM, dan melihat pengaruh keunggulan bersaing terhadap kinerja bisnis UKM. Kompetensi kewirausahaan yang merupakan kompetensi tereksternalisasi dan kompetensi sosial adalah kompetensi terinternalisasi yang menunjukkan karakter khas masyarakat Indonesia akan menjadi langkah alternatif dalam membangun keunggulan bersaing dan kinerja UKM (Meutia, 2012).

REFERENSI

Aaker, D. A. (1995),”Strategic Market Management “, (Fourth ed.): John Wiley dan Sons, Inc.

Barney.J.B. (1991),”Firm resource and sustained competitive advantage”. Journal of management p 99-120.

Baron, R.A., Markman, G.D., (2000),”Beyond social capital: the role of social skills in entrepreneurs”. success, Academy Management. Exec. 14, 1–15.

Page 54: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

45

Baron, Markman. (2003),” Beyond social capital: the role of entrepreneurs’ social competence in their financial success”, Journal of Business Venturing 18 (2003) 41–60.

Bartlett, C.A., Ghoshal, S., (1997),” The myth of the generic manager: new personal competencies for new management role”, California Management Review. 40 (1), 92 116.

Baum, S. Mullins, P. Stimson, R. and O’Connor, K. (2002),”Communities of the post industrial city”, Urban Affairs Review, 37, 2, pp. 322-357.

Chan, Lisman L.M; Shaffer, Margaret A. and Snape, ED, (2004),” In search of sustained competitive advantage: The impact of organizational culture, competitive strategy and human resource management practices on firm performance”, International Journal of Human Resource Management 15:1, pp.15-35.

Coyne, Kevin P. (1997),” Sustainable Competitive Advantage – What It Isn’t”. Journal of Strategy.

Day, George dan Wensley, Robin (1988),” Assesign Advantage : A Framework for Diagnostic Competitive Superiority”. Journal of Marketing, Vol. 52 April 1988.

Ferdinand, Augusty. (2003),” Sustainable competitive advantage: sebuah eksplorasi model konseptual”. Semarang: BP UNDIP.

Ford, M. E. (1982),” Social Cognition and Social Competence”. Journal of Developmental Psychology. 16, 3, 323-340.

Ghozali.,Imam., (2004),”SEM Konsep dan Aplikasi dengan Program Amos 21”. BP Universitas Diponegoro

Hall, Edward T. and Hall, Mildred Reed.(1990),” Understanding Cultural Differences: Germans, French and Americans”. Intercultural Press.

Han., Kim dan Srivastava.,(1998),” Market orientation and organizational performance: Is innovation a missing link”. Journal of marketing. Vol 62. pp 30-45.

Hazlina et al. (2007),” A Cross cultural study of entrepreneurial competencies and entrepreneurial success in SMES in Australia an Malaysia”. Thesis the University of Adelaide.

Hazlina et al. (2010),” Is Entrepreneurial Competency and Business Success Relationship Continget Upon Business environment? A Study of Malaysian SMES”. Emerald Group Publishing

Hitt, Ireland, and Hoskisson, (2005),” Strategic Management, 6th

ed”, Thompson Southwestern, 2005.

Hunt, S. D. dan Morgan, R. M. (1995),” The Comparative Advantage Theory ofCompetition”. Journal of Marketing, 59: 1-15.

Page 55: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

46

Gullotta, T. P.; Adams, G, R.; Montemayor, R. (1990),” Developing Social Competence In Adolescent”. California: Sage Publications, Inc.

Kak, A. and Sushil (2002),” Sustainable competitive advantage with core competence: a review”. Global Journal of Flexible Systems Management, Vol. 3 No. 4, pp. 23-38.

Krauss, Stetanie I,dan Michale Frese et al,(2005),” Entrepreneurial orientation: A phycological Model of success among southern African Small Business Owners”.Europian journal of work and organizational psychology, Vol 14, No. 3, pp.315-344.

Man, T, and T. Lau. (2000),” Entrepreneurial competencies of SME owner/managers in the Hong Kong services sector: a qualitative analysis”. Journal of Enterprising CultureVol. 8, No.3, pp. 235–54.

Man, T., Lau, T. and Chan, K. F. (2002),” The competitiveness of small and medium enterprises. a conceptualisation with focus on entrepreneurial competencies”. Journal of Business Venturing. Vol. 17 No.2, pp.123–142.

Man, T.W.Y. and Lau T. (2005),” The Context of entrepreneurship in Hong Kong”,Journal of Small Business and Enterprise Development, Vol. 12 No.4, pp.464-481.

McGee, J.E. dan Peterson, M. (2000),” Surviving W-Day: An assessment of the impact of Wal-Mart’s invasion of small town retailing communities”. Proceedings of the USASBE/SBIDA National Conference, 131-135.

Meutia.(2012)”, Pengembangan Kompetensi Sosial Kewirusaan Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing dan Kinerja Bisnis UKM. UKM Batik di Kota Pekalongan”. PhD Thesis. Undip. Semarang.

Muzychenko, O. and Saee, J.(2004),” Cross cultural professional competence in higher education”. Journal of Management Systems, Vol. 16 No. 4, pp. 1-19.

Nurhayati, Tatiek. (2009),”Orientasi Entrepreneur dan Modal Sosial; Strategi Meningkatkan Kinerja Organisasi, Disertasi Program Doktor Ilmu Ekonomi UNDIP. Semarang.

Orser B. and Riding, A. (2003),” Management Competencies and SME Performance Criteria: A Pilot Study”, Small Business Policy Branch, Industry Canada, Ottawa.

Ou, W.-M., Abratt, R., dan Dion, P.2006. The influence of retailer reputation on store patronage. Journal of Retailing and Consumer Services, 13(3), 221-230.

Prahalad, C.K.dan Hamel, G. (1990),” The core competence of the corporation”. Harvard Business Review, Vol. 63 No.3, pp.79-91.

Prasetyo, Bambang dan Lina (2006),” Metode Penelitian Kuantitatif”. Teori dan Aplikasi. Penerbit Rajawali Press

Page 56: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

47

Ray, G., Barney, J. B., dan Muhanna, W. A.(2004),” Capabilities, business processes, and competitive advantage: Choosing the dependent variable in empirical tests of theresource-based view”. Strategic Management Journal, 25(1), 23-37.

Respatya. D.M Mulya., (2001),” Analisa pengaruh strategi pelayanan prima dn fasilitas terhadap kepuasan nasabah pada PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSEK Kantor Cabang Semarang”. Masters thesis, Magister Manajemen Universitas Diponegoro.

Roberts, P. W., dan Dowling, G. R. (2002),” Corporate reputation and sustained superiorfinancial performance”. Strategic Management Journal, 23(12), 1077-1093.

Spence, S.H., Donovan, C., Brechman-Toussaint, M., (1999),” Social skills, social outcomes, and cognitive features of childhood social phobias”. Journal Abnorm. Psychology. 108l, 211–221.

Spitzberg dan Cupach.,(1994),” Dark side of interpersonal communication”. Routladge., Taylor dan Francis Group.

Sinkovics, Rudolf R, Roath dan Anthony S, (2004),” Strategic Orientation, Capabilities, And Performance In Manufacturer- 3 PL Relationships”, Journal of Business Logistics.

Stamp. W, Elfring. T, (2008),” Entrepreneurial orientation and new venture performance: The moderating Role of Intra- and Extra industry social capital”. Academy of management journal, Vol.51, No.1, pp.97-111.

Sugiarto PH.J. (2008),” Peran Orientasi kewiraswastaan dalam mengatasi konflik fungsional untuk menciptakan strategi yang berorientasi pada kinerja bisnis”.Disertasi Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro.

Tambunan, Tulus.,(2009),” UMKM di Indonesia”. Penerbit Ghalia Indonesia

Temtime,Z.T., dan Passiri J.(2005),” Managerial competency and organizational flexibility in small and medium enterprises in Botsawa”. Problems dan Perspectives in Management (1), 25-36.

Turner D, Crawford M. (1994),” Managing current and future competitive performance: The role of competence. In G Hamel, A Heene (Eds.)”, Competence-based competition : 241-263. John Wiley & Sons: New York, Brisbane, Toronto et al.

Wiklund, J. (1999),” The sustainability of the entrepreneurial orientation- performance relationship”. Entrepreneurship: Theory dan Practice, 24 (1), 37-49.

Wiklund, J., Shepherd, D.A., (2005),” Entrepreneuril orientation and smll business performance; a Configurational Approach”, Journal of Business Venturing. Vol. 20., Issue 1 Pages.71-91

Page 57: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

48

PENGUATAN USAHA KECIL DAN MENENGAH INDONESIAMELALUI INTEGRATED SYSTEM

UNTUK MENGHADAPI PERSAINGAN GLOBAL

Aniek Rumijati

Universitas Muhammadiyah Malang

E-mail: [email protected]

Abstrak

UKM memiliki peran yang sangat strategis dalam menunjang perekonomian Indoensia. Kontribusi UKM dalam penyerapan tenaga kerja mencapai 85 juta atau 96,18 %, dan kontribusi terhadap produk domestik bruto mencapai 53,28 %. Meskipun pemerintah telah mendorong perkembangan UMKM melalui berbagai program, namun hasilnya belum optimal karena belum dirancang secara berkelanjutan dan terintegrasi dengan berbagai pihak yang terkait seperti Deperindag, Apindo, serta Perbankan maupun Perguruan Tinggi. Kendala utama yang dihadapi pelaku UKM yang utama adalah belum adanya pemahaman tentang program-program yang ditawarkan, pengajuan kredit, aspek pemasaran, dan pelatihan-pelatihan yang disediakan. Untuk itu diperlukan sosialisasi dari hulu ke hilir (dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah hingga dapat diterima dan dilaksanakan oleh pelaku UKM) secara efektif

Penelitian Rumijati (2012) menunjukkan UKM yang tergabung dalam Paguyuban atau kelompok-kelompok usaha mempunyai lebih sedikit permasalahan dibandingkan dengan mereka yang bukan anggota kelompok/paguyuban. Hal ini membuktikan perlunya penguatan komunikasi, informasi dan edukasi bagi pelaku UKM. Untuk itu dalam menghadapi persaingan global, perlu peningkatan secara integrative dalam : (1) Penguatan UKM melalui Komunikasi,Informasi dan Edukasi yang terintegrasi dari berbagai lembaga yang ada, (2) peningkatan Peranan pemerintah melalui kebijakan pasar dengan keberpihakan pada pelaku UKM , dan (3) Perguruan tinggi berperan dalam pemberdayaan UKM melalui peningkatan edukasi masyarakat , peran advokasi dan peningkatan produk rekayasa teknoinformasi sebagai jaringan terintegrasi (integrated networking) berbasis global.

Keywords: UKM, Integreted System, Komunikasi, Informasi dan Edukasi

PENDAHULUANSalah satu sektor yang mampu bertahan dalam krisis dan menjadi solusi dalam

mengurangi pengangguran adalah UMKM. Kontribusi UMKM pada penyerapan tenaga kerja mencapai 85 juta atau 96,18 %, dan kontribusi terhadap produk domestik bruto mencapai 53,28 %. Dari seluruh UMKM itu, sampai saat ini yang telah mendapatkan kredit dari perbankan 39,06 persen atau 19,1 juta, sedangkan sisanya dianggap belum bankable. Upaya pemberdayaan UMKM telah ditempuh oleh pemerintah melalui berbagai program, seperti P4K, KUBE, PEMP, UPPKS, P2KP, dan PPK. Namun, program ini juga tidak optimal karena tidak sustainable dan berhenti di tengah jalan. Selain bantuan dalam kredit murah, beberapa bantuan lain yang telah diberikan oleh pemerintah adalah bantuan alat-alat produksi, pelatihan , termasuk keikutsertaan UKM pada beberapa pameran produksi. Sedangkan Lembaga-lembaga lainnya yaitu Deperindag, Perbankan, Perguruan Tinggi juga telah banyak memberikan bantuan dalam pengembangan UKM.

Dalam pelaksanaannya program-program tersebut belum dirasakan secara optimal penggunaannya, karena keterbatasan informasi dan pengetahuan yang dimiliki pelaku UMKM. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Rumijati (2007). Pelaku UMKM masih belum sepenuhnya mengetahui informasi tentang program bahkan pelaku UMKM masih merasa kesulitan dalam memanfaatkan program yang diberikan karena berbagai kendala baik pada sisi usaha mikro, individu maupun perbankan. Siti Munfagiroh (2008) mengemukakan tentang hasil penelitian profil UMKM bahwa kendala

Page 58: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

49

yang dihadapi UMKM yaitu pada aspek pemasaran, aspek produksi, aspek manajemen, aspek legalitas, dan aspek permodalan. Sedangkan aspek permodalan merupakan salah satu permasalahan dalam pengembangan usaha, namun harus dilandasi perbaikan pada aspek pemasaran, produksi, SDM dan lainnya.

Menurut Sri Lestari HS,yang dikutip dari www.smecda.com. menyatakan bahwa peningkatan pembiayaan UMKM akan efektif paling tidak harus disertai strategi yang mencakup : 1) penciptaan iklim usaha dan investasi yang kondusif, 2) peningkatan kemampuan kewirausahaan, 3) peningkatan dalam jumlah dan kemudahan persyaratan dalam perkreditan perbankan, 4) pengembangan perangkat penunjang bagi peningkatan pembiayaan seperti penjaminan kredit, 5) meningkatkanLembaga Keuangan Mikro, 6) meningkatkan layanan KSP/USP koperasi, 7) peningkatan lembaga keuangan sekunder, 8) peningkatan jaringan informasi baik pusat maupun daerah, 9) Pengembangan Multi Finance.

Melihat peranan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang penting dan didasarkan dari ketiga hasil penelitian diatas, merupakan dasar penelitian inidilakukan.Perlunya pemberdayaan melalui berbagai pihak dan program baik yang berfungsi sebagai advisory agency, supporting agency maupun mediator agency dapat memicu keberlangsungan UMKM untuk tetap eksis sebagai pelaku wirausaha yang mandiri. Peranan Pemerintah, perbankan, perguruan tinggi, lembaga-lembaga pendampingan, dan Paguyuban baik pada tingkat kota maupun paguyuban kelompok masyarakat industri dengan model integreted system dilaksanakan sebagai upaya pemberdayaan UMKM.

Model Penguatan UMKM melalui Konsep Pengembangan Komunikasi-Informasi-Edukasi ini sangat diperlukan mengingat model ini mengandung unsur-unsur pemberdayaan pelaku UMKM yang apabila dikembangkan secara optimal akan mampu mengatasi permasalahan UMKM yang sering terjadi, dapat mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan yang pada akhirnya akan mengatasi permasalahan pembangunan, yaitu mengurangi pengangguran dan terciptanya peluang-peluang kerja baru.Tersusunnya model penguatan UMKM melalui konsep K-I-E ini akan sangat bermanfaat bagi :

1)Pelaku UMKM, dengan penelitian ini diharapkan pemberdayaan pelaku UMKM lebih meningkat. Dengan pengetahuan, ketrampilan dan etos kerja yang meningkat, pelaku UMKM mampu mengatasi kendala dan hambatan yang dihadapi selama ini sehingga mereka mampu mengadakan penguatan UMKM melalui program yang ada.

2)Pemerintah, khususnya Pihak Perbankan, Dinas Perindustrian dan perdagangan. Dengan hasil analisis dan evaluasi program yang akan dilakukan, pihak-pihak tersebut perlu memberikan penguatan baik positif maupun negatif terhadap program yang ada. Dilihat dari aspek sosial-ekonomi pemanfaatan dan penguatan program yang ada, akan menghasilkan keberhasilan program yang ada secara efektif, akan mengurangi pemborosan biaya, waktu dan tenaga, daripada membuat berbagai program baru lain yang masih belum teruji efektivitasnya.

3)Perguruan Tinggi atau lembaga-lembaga pendampingan, dengan penelitian ini diharapkan mampu mengoptimalkan peran mereka dalam membina UMKM sehingga tepat sasaran.

4)Pengembangan perekonomian masyarakat secara keseluruhan, dengan menumbuhkembangkan UMKM dan pemberdayaan UMKM, maka diharapkan kesejahteraan ekonomi dapat lebih meningkat dan permasalahan pengangguran dapat segera diatasi.

Page 59: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

50

Materi dan MetodeI. MATERIA. Kriteria UMKM

Kriteria UMKM yang digunakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro,Kecil dan Menengah sebagai berikut :

1) Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan warga negara Indonesia secara individu atau tergabung dalam Koperasi dan memiliki kekayaan maksimal Rp. 50.000.000,- dan hasil penjualan secara individu paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) per tahun

2) Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yag dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil. Kekayaan bersih Rp 50.000.000,- sampai paling banyak Rp. 500.000.000,- dan hasil penjualan antara 300 juta sampai 2,5 milyard.

3) Usaha Menengah adalah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perseorangan atu badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cbang yng dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayan bersih 500.000.000,- sampai dengan Rp.10 milyar atau hasil penjualan tahunan antar 2,5 milyard sampai dengan 50 milyard.

Sedangkan Menurut Badan Pusat Statistik, usaha kecil adalah usaha yang melibatkan tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang; Usaha menengah mempunyai tenagakerja 20 sampai 99 orang dan Usaha Besar lebih dari 100 orang. Sedangkan usaha mikro, adalah usaha yang mempekerjakan kurang dari 5 orang.Berdasarkan Undang-undang Nomor 9 tahun 1995, yang dimaksud dengan usaha kecil mempunyai ciri-ciri :

a) Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah

b) Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindahc) Pada umunya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana,

keuangan perushaan sudah dimulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha

d) Sudah memiliki izin usada dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWPe) Sumberdya memiliki pengalaman dalam berwirusahaf) Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modalg) Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti

business planning

B. Teori Reinforcement/Penguatan

Dalam teori ini menjelaskan bahwa penguatan mempengaruhi perilaku (Robbin, 2007:245). Perilaku-perilaku yang ditunjukkan dan jumlah usaha yang dikeluarkan untuk setiap tugas dipengaruhi oleh konsekuensi-koneskuensi yang mengikuti perilaku seseorang. Jadi dari teori ini tampak bahwa perilaku seseorang sangat tergantung dari peristiwa-peritistiwa kognitif internal yang sebelumnya terjadi.

Page 60: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

51

Seseorang akan berperilaku tertentu tergantung dari apa yang sudah terjadi, dan konsekuensi apa yang telah diperoleh berkaitan dengan tindakan tersebut. Pengalaman merupakan hal yang terbaik untuk memperkuat perilaku di masa datang. Oleh karena itu dengan memberikan penguatan maka diharapkan akan muncul perilaku-perilaku yang positif yang akan membantu pelaku UMKM dalam meningkatkan mental, motivasi dan etos kerja, sehingga kinerja UMKM dapat lebih berkembang.

C. Konsep K-I-E

Konsep Komunikasi Informasi dan Edukasi sering digunakan untuk pembangunan yang bersifat partisipatif. Melalui pegembangan komunikasi pendidikan diharapkan terjadi upaya memotivasi, menghargai dan memberikan penguatan untuk tumbuhnya etos kerja yang positif. Informasi merupakan aspek yang sangat penting dalam upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Sedangkan edukasi adalah upaya pemantapan mental untuk memberikan bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam upaya pencapaian tujuan.

D. KIE sebagai Sarana Pembelajaran Masyarakat

KIE adalah merupakan salah satu usaha untuk lebih meningkatkan pemberdayaan masyarakat. Hogan dalam Isbandi ( 2003: 305) meyakini bahwa proses pemberdayaan yang terjadi pada tingkat individu, organisasi dan komunitas bukanlah suatu proses yang terhenti pada suatu titik tertentu, tetapi lebih merupakan sebagai upaya berkesinambungan untuk meningkatkan daya yang ada.

Siklus pemberdayaan menurut Hogan ditunjukkan sebagai berikut:

Gambar : 1Siklus Pemberdayaan

Meskipun dalam proses pemberdayaan merupakan proses berkesinambungan, menurut Watson dalam Isbandi (2003 : 306) maka terdapat kendala-kendala yang dapat menghalangi terjadinya suatu perubahan, yaitu :A. Kendala yang berasal dari kepribadian individu, yang terdiri dari:

1) Kestabilan, misalnya suatu proses pelatihan yang diberikan dalam waktu yang relatif singkat belum tentu dapat membuat perubahan yang permanen pada diri

Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak memberdayakan

Mengembangkan rencana aksi dan mengimplemtasikannya

Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan pentidakberdayaan

Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna

Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek

Page 61: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

52

individu, bila tidak diikuti dengan penguatan yang relatif terus menerus dari sistem yang melingkupinya.

2) Kebiasaan, bila hal ini tertentu telah menjadi kebiasaan pada diri seseorang maka dapat menjadi faktor penghambat terjadinya suatu perubahan.

3) Hal-hal yang utama, yang dimaksudkan adalah hal-hal yang berhasil mendatangkan hasil yang memuaskan. Bila tindakan yang pertama dilakukan seseorang mendatangkan hasil yang memuaskan ketika menghadapi suatu situasi tertentu, maka ia cenderung mengulanginya pada saat yang lain.

4) Ketergantungan. Bila dalam suatu kelompok masyarakat terlalu banyak orang yang mempunyai ketergantungan terhadp orang lain, maka proses ’pemandirian’ masyarakat tersebut dapat menjadi lebih lama dari waktu yang diperkirakan.

5) Superego.Superego yang terlalu kuat cenderung membuat seseorang tidak mau menerima pembaharuan, dan kadangkala mengganggap pembaharuan sebagai suatu hal yang tabu.

6) Rasa tidak percaya, yang bila terus berlanjut maka pada akhirnya dapat mempengaruhi ketrampilan dan kinerjanya.

7) Rasa tidak aman dan regresi. Faktor lain yang lebih bersifat individual yang dapat menghambat partisipasi yang efektif adalah kecenderungan untuk mencari rasa aman yang diperoleh dimasa lalu, sehingga perubahan yang terjadi justru akan dapat meningkatkan ”kecemasan dan ketakutan” mereka.

A. Kendala yang berasal dari Sistem Sosial.1) Kesepakatan terhadap norma tertentu. Norma sebagai suatu aturan yang tidak

tertulis ”mengikat” sebagian besar anggota masyarakat pada suatu komunitas tertentu. Pada titik tertentu, norma dapat menjadi faktor yang menghambat ataupun halangan terhadap perubahan yang ingin diwujudkan.

2) Kelompok kepentingan. Salah satu sumber yang dapat menghambat perubahan ekonomi dalam masyarakat lain adalah adanya kelompok kepentingan yang mempunyai tujuan berbeda dengan tujuan kepentingan pengembangan masyarakat.

3) Hal yang bersifat sakral. Salah satu yang mempunyai nilai kesulitan untuk berubah yang tinggi adalah ketika teknologi ataupun program inovatif yang akan dilontarkan ternyata membentur nilai-nilai keagamaan ataupun nilai-nilai yang dianggap sakral, hal ini dapat menghambat bila seseorang ingin menmperkenalkan suatu teknologi maupun gagasan yang baru terhadap suatu komunitas tertentu.

5. KIE sebagai metode partisipatif. Komunikasi informasi dan edukasi ini adalah merupakan metode partisipatif, dimana pendidikan digunakan sebagai proses komunikasi dan mengetahui peran teknologi komunikasi untuk berbagai kepentingan.(Oneng, 2002: 101-104). Dengan konsep KIE, maka pelaku UKM ini dapat mempraktekkan kegiatan komunikasi informasi dan edukasi dengan tahapan yang dilalui adalah mengidentifikasi masalah, mendesain metode dan media penyampaian pesan, dan melaksanakan penyampaian pesan .

B. METODE PENELITIANPenelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian multi years untuk membuat model

penguatan yang efektif terhadap berbagai program bantuan untuk UMKM agar program dapat lebih efektif dan pemberdayaan UMKM dapat lebih berkembang, sehingga perekonomian masyarakat dapat lebih meningkat.

Metode penelitian adalah penelitian kualitatif dan metode eksperimen. Pendekatan deskriptif ini dilakukan pada saat (1) Eksplorasi , identifikasi dan analisis serta evaluasi

Page 62: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

53

terhadap berbagai program bantuan yang diberikan pada UMKM dari berbagai pihak. (2)Model penguatan terhadap program yang ada didasarkan pada hasil analisis. (3) Metode eksperimen dengan uji coba terbatas menggunakan konsep komunikasi-informasi-edukasi (3) Pada tataran pemahaman (verstehen) dilakukan pada proses pencarian model penguatan sebagai upaya meningkatkan kemandirian UMKM terutama dalam mengatasi segala permasalahan yang ada.

Penelitian diawali dengan mengumpulkan informasi tentang program bantuan untuk UMKM yang diberikan dari berbagai pihak, yaitu pemerintah, perbankan, deperindag, perguruan tinggi, dan lembaga pendampingan lainnya yang ada di Malang Raya (kabupaten Malang, Batu dan kota Malang). Untuk memperoleh data tersebut dilakukan observasi secara langsung, survey dan kuesioner kepada pelaku UMKM. Untuk mengungkap informasi yang lebih dalam akan dilakukan indepth interview termasuk di dalamnya Focus Group Discussion (FGD) pada lembaga-lembaga tersebut. Hasilnya digunakan sebagai bahan mengidentifikasi, analisis dan evaluasi program yang ada. Dari hasil analisis, diberikan penguatan positif maupun negatif dengan menggunakan konsep Komunikasi Informasi Edukasi.

Secara rinci tahapan penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut di bawah ini.Tabel 1

Tahapan PenelitianNO TAHAPAN

PENELITIANHASIL YANG INGIN DICAPAI

PENDEKAT-AN YANG DIGUNAKAN

METODE PENGUMPUL-AN DATA

ANALISIS DATA

1 TAHAP IBaseline Study

Gambaran program bantuan yang telah diberikan pada UKM, gambaran kendala, permasalahan yang ada, dan draft rencana model penguatan yang akan diberikan.

Identifikasi secara langsung pada pelaku UKM di Malang

Observasi, survey, kuesioner dan FGD

Analisis Deskriptif Kualitatif

2. TAHAP IIpelaksanaan

model penguatan melalui konsep K-I-E

Pelaksanaan model penguatan, evaluasi dan validasi hasil

Experimen, FGD/Focus Discussion Group dan diskusi ahli

Analisis deskriptif kualitatif

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara purposif di UMKM yang berada di wilayah Malang Raya, yaitu kabupaten Malang, kota Malang dan kota Batu, Penentuan UMKM dilakukan secara purposif dengan pertimbangan: (1) UMKM adalah penerima program bantuan dari berbagai pihak (pemerintah, perbankan, perguruan tinggi dan lembaga pendampingan lainnya), (2) UMKM merupakan penghasil produk unggulan dan produk yang mempunyai potensi dikembangkan dari masing-masing wilayah dan (3) UMKM yang dipilih adalah usaha kecil dengan kriteria yang didasarkan pada Undang-undang nomor 9 tahun 1995.

Page 63: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

54

Jenis Data

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. (a) Data primer berupa bantuan program yang telah diterima pelaku UKM,hambatan dan kendala yang dihadapi, pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki pelaku UKM, informasi dari pemberi bantuan, yaitu perbankan, deperindag dan perguruan tinggi sebagai cross chek data yang telah terkumpul.(b) Data sekunder diperoleh dari data-data dokumentasi yang diperoleh dari berbagai sumber, misalnya peraturan pemerintah, perguruan tinggi yang telah memberikan pembinaan dan pendampingan, dan jurnal-jurnal yang menunjang penelitian.

Responden dan Pengumpulan Data

Responden dari penelitian ini adalah UMKM, yang merupakan usaha kecil unggulan kota Malang, yaitu keramik, kripik tempe, sentra industri kripik jagung, Kota Batu : hasil olahan pertanian (sari apel,kripik kentang), Kabupaten Malang : hasil kerajinan. Pengambilan informasi dengan indept interview dengan teknik snowball dan kuesioner

Pengumpulan data dilakukan dengan survey, observasi, kuesioner, indepth interview termasuk dengan key informan dan FGD, yaitu pihak pemberi bantuan. Data yang diperlukan meliputi data kualitatif, dan data kuantitatif. Data kualitatif untuk mengidentifikasi dan menganalisis efektivitas program bantuan yang ada, kelebihan dan kekurangan program yang ada, permasalahan dan kendala yang dihadapi UKM, termasuk pendidikan dan ketrampilan pelaku UMKM. Sedangkan data kuantitatif digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan keberhasilan dalam pengembangan model penguatan melalui konsep K-I-E

Analisis Data

Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Distribusi frekuensi digunakan untuk mengetahui jawaban responden dari kuesioner yang telah diberikan tentang program bantuan yang diberikan UMKM dengan kendala dan hambatan, serta kelebihan dan kekurangannya. Analisis diskriptif kualitatif ini untuk mengevaluasi dan menganalisis efektivitas program bantuan yang telah ada yang akan digunakan sebagai dasar penguatan dengan konsep pengembangan komunikasi-informasi-edukasi.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 40 orang responden, yaitu pelaku UMKM di Malang melalui kuesioner dan indept interview, maka diperoleh hasil sebagai berikut :A. Karakteristik Responden

Tabel 2Karakteristik Responden

No Keterangan Jumlah(orang)

Persentase(%)

1. Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD 1 2,5SD 11 27,5

SMP 6 15SMA 15 37,5

S1 5 12,5S2 2 5

2. Usia < 30 tahun 3 7,5

Page 64: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

55

30 – 35 tahun 5 12,536 – 40 tahun 5 12,541 – 45 tahun 10 2546 – 50 tahun 13 32,5 50 tahun 14 35

3. Lama Usaha < 5 tahun 4 105 – 10 tahun 15 37,511 – 15 tahun 7 17,5

15 tahun 14 354. Sumber Pendanaan Modal Sendiri 23 57,5

Pinjaman 5 12,5Modal Sendiri dan Pinjaman

12 30

5. Perolehan Usaha Mendirikan sendiri 35 87,5Usaha Keluarga 5 12,5

6. Kategori Usaha Usaha Kecil 14 35Usaha Besar 26 65

B. Permasalahan Utama

Permasalahan utama, dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu (a) Bagi pelaku UMKM bukan Anggota Paguyuban dan (b) Bagi Anggota Paguyuban. Hal ini dilakukan mengingat pada penggalian data melalui indept interview, permasalahan yang dihadapi pada 2 kelompok tersebut berbeda. Dibawah ini hasil temuan tentang permasalahan yang dihadapi.

Tabel 3Permasalahan Utama

No Pertanyaan Tentang Bukan Anggota Paguyuban Anggota Paguyuban

1. Permasalahan Yang Dihadapi

Permasalahan yang dihadapi pada pelaku UMKM yang tidak tergabung dalam kelompok/paguyuban lebih banyak dibandingkan dengan yang menjadi anggota paguyuban Kendala yang dihadapi meliputi : aspek permodalan, aspek manajemen, aspek pemasaran

Permasalahan yang dihadapi lebih sedikit, karena mereka dapat berbagi informasi dengan anggota paguyuban lainnya.Permasalahan utama yang masih dirasakan adalah aspek pemasaran

Sebagian pelaku UMKM masih menggunakan pendanaan sendiri (unbankable), karena terbatasnya informasi dan pengetahuan yang diperoleh

Sebagian pelaku UMKM juga masih menggunakan modal sendiri dengan alasan karena tingkat resiko yang ditanggung lebih besar dengan modal pinjaman

2. Pemberian Pelayanan KIE

Pemberian Informasi Yang Diberikan

Tidak pernah atau jarang memperoleh informasi, komunikasi dan pelatihan baik dari pemerintah/deperindag, perguruan tinggi dan lembaga perbankan

Informasi, komunikasi dan pelatihan sering diberikan oleh Deperindag dan Perbankan melalui paguyuban. Sedangkan oleh perguruan tinggi masih jarang diberikan

Pembinaan Dan Pelatihan Yang Diberikan

Tidak ada Adanya bantuan pembinaan yang secara rutin dilakukan adalah : informasi tentang undang-

Page 65: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

56

undang yang baru dari perbankan, aspek peluang pasar (misalnya dengan pameran dll).

Berdasarkan hasil temuan diatas , maka dibuat model penguatan KIE dengan membuat jaringan informasi dari Pemerintah ke Pelaku UMKM berikut

Bagan : 1Arus Struktur KIE

PEMERINTAH

DEPERINDAG

PAGUYUBAN KOTA / KABUPATEN

PAGUYUBAN INDUSTRI PAGUYUBAN INDUSTRI PAGUYUBAN INDUSTRI

PELAKU UMKM PELAKU UMKMPELAKU UMKMPELAKU UMKM PELAKU UMKM

ARUS STRUKTUR K-I-E

Dan rancangan KIE yang dikembangkan merupakan integrative system dari berbagai pihak dengan model KIE, yang ditunjukkan pada bagan 2 dan 3 sebagai berikut

Bagan 2: Rancangan Model KIE

Rancangan “Model K-I-E”KONSEP SINERGI

ANTARA PEMERINTAH, DEPERINDAG, PERBANKAN, PERGURUAN

TINGGI,PAGUYUBAN

PELAKU UMKM

PENGEMBANGAN KONSEP K-I-E

PELAYANAN KIE

TUJUAN

MATERI

METODE DAN STRATEGI

MEDIA

PEMBINAAN

WUJUD :

BUKU PANDUAN

MODUL

U M K M

P a ra di gm a P e n ge m ba n g an U s ah a

W aw as an K E W IR A U S A H A A NB E R K E LA NJ U TA N

E fe k t iv it a s Kom un ik a s i P e n gua t a n K e le m ba g a a n da n Ta t a k e lo la H ubu ng a n M a s y a r a k a t I n du s tr i

P E N D ID IK A N B I S N IS D A N K E W IR A U S A H A A N B E R B A SI S

U S A H A M A S Y A R A KA T

P e m ah a m anP e ng e m ba n ga n B e rk el an j u tan

K es ad ar an P en g em b a n ga n U s a h a B er ke la n j uta n

P e r lu a sa n I n fo rm a s i

Pe n g e m ba n ga n Ed u k a si

P en d am p in g a n da n P el at i h an

B A G A N 2 :

M O D E L K IE

`

Pe n y u s una n L e a f le t Ke b i ja k a n In d us t r i, Pe m bu a ta n Lin k le w a t In te r ne t d a n Fa c e Bo ok , B r o su r Us a ha

Page 66: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

57

Berdasarkan bagan-bagan yang dibuat diatas, dapat dirinci beberapa kegiatan dan program KIE yang dilaksanakan meliputi :

1) Penerangan dan Motivasi. Penerangan dilakukan melalui surat kabar, radio, penitipan pesan melalui lingkungan (Kecamatan, Kelurahan dan RW), internet dll

2) Materi KIE mencakup tentang aspek manajemen yang dibutuhkan terutama aspek permodalan dan pemasaran.

3) Pelatihan dan pembinaan tentang desain produk, aspek keuangan sederhana dan aspek manajerial (kepemimpinan,kreatif, inovatif dan pengambilan resiko)

4) Informasi tentang pentingnya keikutsertaan dalam suatu wadah atau kelompok/paguyuban, sehingga mempermudah semua pihak yang akan memberikan pembinaan, sehingga KIE mengalir ke semua pelaku UMKM dalam rangka penguatan dan pemberdayaan UMKM.

5) Perlunya dukungan semua pihak dan kerjasama yang saling menguntungkan antara pemerintah, perbankan, perguruan tinggi dalam pembinaan dan pemberdayaan UMKM

6) Adanya komitmen dari semua pihak yang terlibat di dalamnya.7) Harus ada kesamaan visi dan misi antara berbagai pihak, terutama pihak

deperindag, perbankan, elemen masyarakat lainnya (misalnya : paguyuban dll), termasuk komitmen bersama dalam pengembangan UMKM

8) Pelaku UMKM harus mau membuka diri dengan terlibat secara aktif dalam kelompok-kelompok usaha sehingga memudahkan untuk memperoleh informasi dan pelatihan

KESIMPULANDari hasil penelitian perlu adanya pemberdayaan secara integrative dalam : (1)

Penguatan UMKM melalui Komunikasi,Informasi dan Edukasi yang terintegrasi dari berbagai lembaga yang ada, (2) peningkatan Peranan pemerintah melalui kebijakan pasar dengan keberpihakan pada pelaku UKM , dan (3) Perguruan tinggi berperan dalam pemberdayaan UKM melalui peningkatan edukasi masyarakat , peran advokasi dan peningkatan produk rekayasa teknoinformasi sebagai jaringan terintegrasi (integrated networking) berbasis global.

REFERENSI

Basuki Ranto (2003), Korelasi antara motivasi, Knowledge of Entrepreneur dan Independensi dan the Entrepreneur”performance pada kawasan Industri Kecil. Usahawan No. 10 Th. XXXVI Oktober 2007, hal 17 – 32.

Onong Uchjana Effendy.(2000), Ilmu Komunikasi teori dan Praktek.Bandung : Penerbit PT Remaja Rosdakarya.

Isbandi, Rukminto Adi,(2003), Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Robbins.Stephen P.,(2008), Perilaku Organisasi.edisi 12.Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Rumijati, Aniek,(2007), Persepsi Pelaku Usaha Mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terhadap program kredit Kemitraan BUMN Studi pada Pelaku UMKM di Kota

Page 67: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

58

Malang. Laporan Penelitian Dosen Muda DIKTI. Malang : Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang.

Siti Munfaqiroh,(2008) [email protected], Strategi Pemberdayaan Ekonomi Mikro, diakses dari internet tanggal 28 Nopember 2011.

Sri Lestari HS, diakses dari internet . www. smecda.com. Perkembangan Dan Strategi Pengembangan Pembiayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) tanggal 29 Nopember 2011.

Page 68: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

59

PENGARUH NEED FOR ACHIEVEMENT, SELF-EFFICACY, DAN LOCUS OF CONTROL TERHADAP ENTREPRENEURIAL INTENTIONS ETNIS MINANG

(STUDI KASUS PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA)

Mafizatun Nurhayati

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana, Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstract

This study aimed to examine the effect of need for achievement, self-efficacy, and locus of control on the Minang ethnic entrepreneurial intentions of the students in the Mercu Buana University, Jakarta. The samples were students between 18-35 years old -according to the definition of youth by the Ministry of Youth and Sports. Sampling was based on a convenience sampling. The number of samples is 170 students. The data analysis method is multiple regression analysis with dummy variable. The result showed that, the need for achievement, self-efficacy, and locus of control ethnic Minang, together, influence on entrepreneurial intentions. The effect of need for achievement of Minang ethnic is not different from other ethnics on entrepreneurial intentions. The effect of Self-efficacy of ethnic Minang is higher than other ethnics on entrepreneurial intentions. The effect of locus of control is also higher than other ethnics on entrepreneurial intentions.

Keywords: need for achievement, self-efficacy, locus of control, entrepreneurial intentions.

PENDAHULUANDalam menggapai masa depannya, khususnya pada saat memilih pekerjaan yang

diinginkan, seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan. Pilihan tersebut, apakah akan memilih sebagai karyawan atau akan berusaha membuka lapangan kerja sendiri sebagai seorang wirausahawan. Tidak dapat dipungkiri, bahwa keputusan menjadi seorang wirausaha bukanlah keputusan yang mudah, tidak banyak yang berani untuk memilihnya. Memang, karena menjadi seorang wirausaha, harus memiliki kemampuan dalam proses bisnis, mulai dari merencanakan usaha, membuat keputusan-keputusan bisnis, mampu menemukan peluang-peluang bisnis yang ada dan mengevaluasinya, serta berani mengambil risiko. Oleh karena itu, hal utama yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan wirausaha adalah karena adanya keinginan dan minat untuk berwirausaha.

Di Indonesia minat pencari kerja yang memilih menjadi wirausahawan relatif masih rendah. Pada tahun 2008, data dari Kemenkop dan UKM, jumlah wirausahawan di Indonesia baru berjumlah 0,18% dari jumlah penduduk, atau setara dengan 400.000 orang. Lalu pada tahun 2010 tercatat 0,24%. Tahun 2012 berkembang menjadi 1,56% atau setara 3,75 juta orang. Diprediksi bahwa jumlah wirausahawan Indonesia bisa mencapai 2% dari jumlah penduduk pada tahun 2014. Perbandingan jumlah pengusaha suatu negara yang mencapai minimal 2% dari jumlah penduduk, merupakan syarat negara bisa dikatakan maju dari sisi ekonomi. Jika dilihat dari negara-negara maju, Amerika Serikat memiliki 12% pengusaha dari total penduduknya, Singapura 7,2%, Cina dan Jepang sekitar 10%, Thailand 4,1%, Korea Selatan 4% serta Malaysia sekitar 5%.

Untuk memacu minat kewirausahaan tersebut, hampir seluruh perguruan tinggi sedang gencar-gencarnya memfasilitasi berbagai bentuk pelatihan kewirausahaan, bahkan matakuliah kewirausahaan dimasukkan ke dalam kurikulum semua fakultas. Walau demikian, pada akhirnya tetap kembali kepada individu-individu masing-masing.

Page 69: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

60

Di Indonesia, terdapat etnis-etnis yang dikenal berjiwa wirausaha yang tangguh, misalnya Etnis Cina dan Minang. Bahkan muncul paradigma di masyarakat bahwa Etnis Minang sangat kental dengan tradisi berdagang. Jiwa dan ciri kewirausahaan telah tertanam dalam adat istiadat Minang yang tertuang dalam pepatah dan telah diajarkan oleh nenek moyang secara turun temurun. Seseorang yang secara turun-temurun ditradisikan budaya berdagang, akan memiliki intensi kewirausahaan yang lebih tinggi. Seseorang yang memiliki intensi kewirausahaan yang lebih tinggi tentunya akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang yang tanpa intensi untuk memulai usaha. Intensi dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar yang masuk akal untuk memahami siapa yang akan menjadi wirausaha. Keinginan berwirausaha pada mahasiswa merupakan sumber bagi lahirnya wirausaha-wirausaha masa depan.

Penelitian-penelitian tentang intensi kewirausahaan sudah banyak dilakukan. Morello et al (2003); serta Indarti dan Rostiani (2008), menemukan bahwa profesi orang tua sebagai wirausahawan, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kerja menentukan tingkat intensi seseorang dan kesuksesan suatu bisnis yang dijalankan. Harwani dkk, (2011) menyatakan bahwa intensi kekewirausahaan dipengaruhi oleh kebutuhan akan prestasi, dan efikasi diri. Nurhayati (2012) menemukan bahwa efikasi diri, locus of control,karakteristik demografis seperti jender, tingkat pendidikan dan orang tua yang memiliki bisnis; dan karakteristik lingkungan berpengaruh terhadap intense kewirausahaan.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, serta keingintahuan peneliti tentang intensi kewirausahaan mahasiswa di Universitas Mercu Buana Jakarta, peneliti bermaksud melanjutkan penelitian tentang intensi kewirausahaan, memperkaya penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, dengan melakukan penelitian tentang“Pengaruh Kebutuhan Akan Prestasi (Need for Achievement), Keyakinan Diri (Self-Efficacy), dan Pusat kendali (Locus of Control) terhadap Intensi kewirausahaan (entrepreneurial intention) Etnis Minang pada Mahasiswa Universitas Mercu Buana Jakarta”. Peneliti ingin memfokuskan pada Etnis Minang karena seperti sudah disebutkan di atas, bahwa Etnis Minang sangat kental dengan tradisi berdagang.

ISI DAN METODEIntensi Kewirausahaan (Entrepreneurial Intentions)

Intensi menurut Fishbein & Ajzen (1975) merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Bandura (1986) menyatakan bahwa intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan tertentu di masa depan. Kewirausahaan dan wirausaha menurut Meng dan Liang (1996) sebagai seorang inovator (Shumpeter), seorang pengambil resiko atau a risk taker (Yee), orang yang mempunyai misi dan visi (Silver), hasil dari pengalaman masa kanak-kanak (Kets De Vries), orang yang memiliki kebutuhan prestasi tinggi (Mc Clelland & Brockhaus), orang yang memiliki locus internal of control (Rotter). Intensi kewirausahaan menurut Meng dan Liang (1996) adalah rasa ketertarikan seseorang untuk melakukan kegiatan usaha yang mandiri dengan keberanian mengambil resiko.

Intensi kewirausahaan dalam diri seseorang mengalami beberapa tahapan sebelum membentuk intensi kewirausahaan. Proses pembentukan Intensi kewirausahaan melalui beberapa tahapan. (Indarti & Rostiani, 2008). Pertama, faktor keinginan (motivasi) mencapai sesuatu mendorong individu untuk sukses. Individu yang memiliki Need for achivement yang tinggi akan berani dalam mengambil keputusan yang mereka buat. Kedua, keinginan yang tinggi untuk berhasil dalam mencapai sesuatu membentuk kepercayaan diri dan pengendalian diri yang tinggi (Locus of control) individu tersebut. Pengendalian timbul dari kepercayaan (belief) individu terhadap sesuatu yang ada di luar

Page 70: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

61

dirinya. Pengendalian diri individu yang tinggi terhadap lingkungan dinamakan internal locus of control sedangkan Pengendalian diri individu yang rendah terhadap lingkungan dinamakan external locus of control. Apabila internal locus of control berperan dalam diri individu, maka individu berani dalam mengambil keputusan serta resiko yang ada. Faktor ketiga yang terbentuk dari kemampuan pengendalian diri individu adalah self-efficacy (keahlian). Menurut Ryan (dalam Bandura, 1997) persepsi diri dan kemampuan diri berperan dalam membangun intensi. Individu yang merasa memiliki self-efficacy tinggi akan memiliki yang tinggi untuk kemajuan diri melalui kewirausahaan.

Kebutuhan akan Prestasi (Need for achievement)Konsep kebutuhan akan prestasi pertama-tama dikemukakan oleh McClelland

(1971). Kebutuhan akan prestasi merujuk pada keinginan seseorang terhadap prestasi yang tinggi, penguasaan keahlian, pengendalian atau standar yang tinggi. Terdapat tiga motif sosial yang mempengaruhi tingkah laku seseorang jika ia berhubungan dengan orang lain di dalam suatu lingkungan. Pertama, motif afiliasi (affiliation motive). Keinginan untuk bergaul dengan orang lain secara harmonis, penuh keakraban, dan disenangi. Kedua, motif kekuasaan (power motive). Orang yang memiliki motivasi berkuasa tinggi suka menguasai dan mempengaruhi orang lain. Ia bisa menunjukkan kelebihannya kepada orang lain dan agar orang lain mau terpengaruh oleh mereka sehingga bisa diperintah dan diaturnya. Ketiga, motif berprestasi (achievement motive). Orang yang memiliki motif berprestasi fokus pada cara-cara untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Ia memilih untuk menghindari tujuan prestasi yang terlalu mudah dan terlalu sulit.

Keyakinan Diri (Self efficacy)Menurut Bandura (1986), efikasi diri adalah keyakinan seseorang terhadap

kemampuan dirinya untuk melakukan sesuatu pekerjaan dan mendapatkan prestasi tertentu. Efikasi diri akan menentukan cara seseorang untuk berpikir, bertindak dan memotivasi diri mereka menghadapi kesulitan dan permasalahan. Sukses atau gagalnya seseorang ketika melakukan tugas tertentu ditentukan oleh efikasi dirinya. Terdapat empat cara untuk mencapai efikasi diri. Pertama, pengalaman sukses atau kegagalan yang terjadi berulang kali. Pengalaman sukses akan memperkuat kepercayaan seseorang bahwa dirinya memang mempunyai kemampuan untuk mencapai prestasi yang baik, sebaliknya pengalaman gagal berulang kali dapat membuat seseorang meragukan kemampuan dirinya sehingga menurunkan kepercayaan pada dirinya sendiri. Kedua, melihat orang lain melakukan perilaku tersebut dan kemudian mencontoh atau belajar dari pengalaman tersebut. Jadi ada suatu model yang menjadi panutan seseorang, Melihat model bisa sukses dengan melakukan usaha tertentu, maka seseorang menjadi yakin ia juga bisa berhasil sama seperti model tersebut. Ketiga, persuasi verbal yakni memberikan semangat atau menjatuhkan performa seseorang agar seseorang berperilaku tertentu. Keempat, apa perasaan seseorang tentang perilaku yang dimaksud (reaksi emosional).

Pusat kendali (Locus of Control) Locus of Control menjelaskan sampai sejauh mana seseorang percaya bahwa

merekalah yang menentukan apa yang terjadi dalam kehidupan mereka. (Brotosumarto, 2009). Locus of control dibedakan menjadi dua. Pertama, locus of control internal, yaitu tingkat kepercayaan sampai sejauh mana seseorang percaya bahwa mereka memegamg kendali atas segala sesuatu yang terjadi pada mereka. Seseorang yang memiliki locus of control internal akan menjadi lebih aktif dan mampu memilih informasi yang dia butuhkan. Dengan kemampuannya sendiri ia dapat membuat keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan yang dia buat sendiri, apakah itu baik atau buruk. Kedua, locus of

Page 71: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

62

control eksternal, yaitu tingkat kepercayaan sampai sejauh mana seseorang percaya segala sesuatu yang terjadi pada mereka dikendalikan oleh kekuatan yang ada di luar dirinya misalnya faktor keuangan. Mereka akan cenderung kurang tekun dalam usaha untuk mencapai tujuannya dengan memanfaatkan kesempatan yang tersedia dan menyandarkan hidupnya secara berlebihan pada kekuatan yang ada di luar dirinya. Konsemuensi yang diterimanya adalah mereka akan cenderung berlaku pasif.

Faktor Demografi: Latar Belakang Etnis MinangDemografi adalah ilmu yang memberikan gambaran yang menarik dari penduduk

yang digambarkan secara statistika. Demografi mempelajari tingkah laku keseluruhan dan bukan tingkah laku perorangan. Hasil penelitian Azzahra (2009) menyatakan bahwa karakteristik suku (daerah) berhubungan nyata dengan sikap dan tindakan wirausaha. Dari sisi sikap wirausaha, hal ini disebabkan adanya pandangan dan persepsi positif terhadap profesi wirausaha oleh beberapa suku (daerah) di Indonesia seperti Suku Minang, sehingga mempengaruhi sikap wirausaha responden. Dari sisi tindakan wirausaha, adanya adat atau kebiasaan di suku (daerah) yang lebih cepat dalam bertindak dan melakukan sesuatu dibandingkan dengan suku (daerah) lain.

Penelitian TerdahuluIndarti dan Rostiani (2008) membandingkan minat mahasiswa Indonesia, Jepang dan

Norwegia. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kebutuhan akan prestasi tidak berpengaruh terhadap minat kewirausahaan mahasiswa pada mahasiswa ketiga Negara; efikasi diri mempengaruhi minat kewirausahaan mahasiswa Indonesia dan Norwegia tetapi tidak mempunyai pengaruh pada mahasiswa Jepang; kesiapan instrumen atau lingkungan hanya mempengaruhi minat kewirausahaan mahasiswa Norwegia dan tidak mempengaruhi pengaruh terhadap minat kewirausahaan mahasiswa Indonesia dan Jepang; jender dan usia yang lebih muda tidak mempunyai pengaruh terhadap minat kewirausahaan mahasiswa ketiga negara; latar belakang pendidikan ekonomi dan bisnis tidak mempunyai pengaruh terhadap minat kewirausahaan mahasiswa Indonesia dan Jepang, sebaliknya minat kewirausahaan pada mahasiswa Indonesia dengan latar belakang pendidikan bisnis dan ekonomi malah lebih rendah; pengalaman kerja mempengaruhi minat kewirausahaan pada mahasiswa Norwegia, tetapi tidak mempunyai pengaruh terhadap mahasiswa Indonesia dan Jepang.

Harwani, dkk. (2011) dalam penelitian tentang pengaruh kebutuhan akan prestasi, efikasi diri, dan factor lingkungan terhadap intensi kewirausahaan mahasiswa kelas regular Universitas Mercu Buana Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan akan prestasi, efikasi diri, dan faktor lingkungan/kesiapan informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi kewirausahaan. Mahasiswa yang mempunyai intensi wirausaha akan memiliki kebutuhan akan prestasi yang besar, efikasi diri yang kuat, dan memiliki faktor lingkungan atau kesiapan informasi yang mendukung.

Nurhayati (2012) meneliti pengaruh kebutuhan akan prestasi, keyakinan diri, pusat kendali, factor lingkungan dan factor demografi terhadap intensi kewirausahaan padamahasiswa Universitas Mercu Buana Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwakeyakinan diri, pusat kendali dan faktor lingkungan/kesiapan informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi kewirausahaan. Mahasiswa yang sudah mempunyai pengalaman berwirausaha, profesi orang tuanya sebagai wirausahawan dan latar belakang etnisnya Minang dan Cina mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap intensi kewirausahaan dibandingkan mahasiswa yang belum mempunyai pengalaman berwirausaha, profesi orang tuanya sebagai karyawan dan latar belakang etnisnya bukan Minang dan Cina. Namun, tidak ada pengaruh yang besar terhadap intensi kewirausahaan

Page 72: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

63

jika mahasiswa tersebut laki-laki maupun perempuan dan mahasiswa tersebut sudah mengambil matakuliah kewirausahaan maupun yang belum.

Hipotesis dan Skema kerangka TeoritisBerdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 1: Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) berpengaruh lebih tinggi terhadap intensi kewirausahaan pada Etnis Minang dibandingkan pada etnis yang lain.

Hipotesis 2: Keyakinan diri (self-efficacy) berpengaruh lebih tinggi terhadap intensi kewirausahaan pada Etnis Minang dibandingkan pada etnis yang lain

Hipotesis 3: Pusat kendali (locus of control) berpengaruh lebih tinggi terhadap intensi kewirausahaan pada Etnis Minang dibandingkan pada etnis yang lain.

Metode PenelitianJenis penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai penelitian deskriptif kausalitas.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa yang menjadi mahasiswa di Universitas Mercu Buana Jakarta. Sampel penelitian adalah mahasiswa yang berumur antara 18-35 tahun, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh kementrian Pemuda dan Olah Raga sebagai umur seorang dianggap sebagai pemuda. Pengambilan sampel didasarkan pada convenience sampling, sampel dipilih dari anggota populasi yang bersedia menjadi responden. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juni 2012. Data diperoleh melalui kuesioner penelitian, yang didistribusikan secara langsung dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang tinggi.

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :1. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement)

McClelland (1971) mengartikan kebutuhan akan prestasi sebagai suatu kesatuan watak yang memotivasi seseorang untuk menghadapi tantangan untuk mencapai kesuksesan dan keunggulan.

2. Keyakinan diri (Self- efficacy) Bandura (1986) mendefinisikan efikasi diri sebagai kepercayaan seseorang atas kemampuan dirinya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

3. Pusat Kendali (Locus of Control) Locus of control adalah tingkat kepercayaan sampai sejauh mana seseorang percaya bahwa dirinya dapat menentukan nasibnya sendiri atau faktor eksternal yang ada diluar dirinya yang dapat menentukan nasibnya. (Brotosumarto, 2009).

4. Faktor Demografis : Latar Belakang Etnis MinangKarakteristik suku (daerah) berhubungan nyata dengan sikap dan tindakan wirausaha. Dari sisi sikap wirausaha, hal ini disebabkan karena adanya pandangan dan persepsi positif terhadap profesi wirausaha oleh beberapa suku (daerah) di Indonesia seperti Suku Minang, sehingga mempengaruhi intense kewirausahaan responden. (Azzahra, 2009).

Instrumen pengukuran variable-variabel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pernyataan-pernyataan yang disusun dalam kuesioner. Pengukuran variabel menggunakan skala Likert dengan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat setuju). Khusus untuk pengukuran variable locus of control, penilaian untuk dimensi kedua dan ketiga dibalik, dimana skor 1 (sangat setuju) sampai dengan 5 (sangat tidak setuju). Pengukuran variabel faktor demografis latar belakang Etnis Minang yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dummy variable, skor 1 (latar belakang Etnis Minang) dan skor 0 (latar belakang bukan Etnis Minang).

Page 73: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

64

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari beberapa variabel independen terhadap variabel dependen menggunakan model regresi linier berganda (multiple linier regression method) dengan variable dummy.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIPengujian Instrumen

Pertama, pengujian validitas, dilakukan dengan mencari korelasi dari setiap indikator terhadap skor totalnya dengan teknik korelasi “Product Moment”.

Tabel 1. Pengujian Validitas Item Pernyataan Koefisien

Korelasip-value Keputusan

1. Need for achievementKebutuhan untuk melakukan yang paling baik pada tugas yang sulit yang berhubungan dengan studi dan pekerjaan

0.756** 0.000 Valid

Kebutuhan untuk berusaha keras untuk memperbaiki performa kerja sebelumnya

0.811** 0.000 Valid

Kebutuhan untuk mencari tambahan tanggung jawab pada perkerjaan yang diberikan

0.774** 0.000 Valid

Kebutuhan untuk berusaha melakukan yang lebih baik dibandingkan orang lain

0.792** 0.000 Valid

2. Self-EfficacyKepemilikan ketrampilan kepemimpinan yang dibutuhkan untuk menjadi wirausahawan

0.690** 0.000 Valid

Kepemilikan kematangan mental untuk memulai menjadi seorang wirausahawan

0.654** 0.000 Valid

Kepemilikan keberanian untuk menanggung risiko atas apa yang dilakukan

0.671** 0.000 Valid

Kepemilikan keyakinan untuk mampu mencapai pekerjaan atau prestasi yang diinginkannya.

0.690** 0.000 Valid

3. Locus of ControlPenguatan perilaku bersumber dari dalam diri individu. 0.816** 0.000 ValidPeristiwa dalam kehidupan seseorang adalah faktor keberuntungan, nasib atau kebetulan

0.772** 0.000 Valid

Peristiwa dalam kehidupan seseorang adalah konsekuensi dari tindakan orang-orang yang dianggap memiliki otoritas atau posisi kuat di lingkungan sekitar

0.852** 0.000 Valid

4. Entrepreneurial IntentionsKesiapan untuk menjadi pengusaha 0.543** 0.000 ValidTujuan profesional menjadi seorang pengusaha 0.833** 0.000 ValidAkan melakukan segala upaya untuk memulai dan menjalankan perusahaan sendiri

0.736** 0.000 Valid

Bertekad untuk menciptakan sebuah perusahaan nantinya 0.827** 0.000 ValidBerpikir sangat serius dalam memulai sebuah perusahaan 0.364** 0.000 ValidBerniat kuat untuk memulai sebuah perusahaan segera 0.367** 0.000 Valid

** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).Sumber: Data olahan dari kuesioner

Page 74: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

65

Dari tabel 1 terlihat bahwa masing-masing butir pernyataan memiliki p-value kurang dari 0.01. Hal ini dapat diartikan bahwa masing-masing pernyataan tersebut adalah valid dan butir-butir pernyataan tersebut dapat mewakili atau membentuk masing-masing konstruk yang diamati.

Kedua, pengujian reliabilitas, untuk mengukur konsistensi, akurasi, dan prediktabilitas suatu alat ukur, dengan Cronbach’s Coefficient Alpha. Nilai cut off adalah 0.60 atau lebih (Ghozali, 2006). Jika Cronbach’s Coefficient Alpha ≥ 0.60 maka pernyataan dalam kuesioner layak digunakan (construct reliable). Pada tabel 2 terlihat bahwa koefisien Cronbach’s Coefficient Alpha masing-masing konstruk berkisar antara 0.604 sampai 0.835, artinya jawaban responden terhadap peryataan-pernyataan yang digunakan untuk mengukur masing-masing konstruk adalah konsisten dan konstruk dapat diandalkan (reliable).

Tabel 2. Hasil Pengujian ReliabilitasKonstruk Jumlah Item

PernyataanCronbach’s

Coefficient AlphaKeputusan

Need for achievement 4 0.789 ReliableSelf-Efficacy 4 0.604 ReliableLocus of Control 3 0.742 ReliableEntrepreneurial Intentions 6 0.835 Reliable

Sumber: Data olahan dari kuesioner

Uji Asumsi KlasikPertama, uji normalitas data, dilakukan dengan analisis one-sample Kolmogorov-

Smirnov, untuk menentukan data variabel penelitian terdistribusi normal atau tidak. Apabila nilai Assymp. Sig (2 tailed) > 0,05, maka data berdistribusi normal. Terlihat dalam table 3, bahwa nilai signifikansi K-S sudah diatas 0,05, artinya semua variable berdistribusi normal maka analisis dapat dilanjutkan.

Tabel 3. Uji Asumsi KlasikUji Normalitas Data Uji Multikolinieritas

Konstruk Sig K-S Keputusan Tolerance VIF Tidak adaNeed for achievement 0,182 normal 0,509 1,966 Tidak adaSelf-Efficacy 0,556 normal 0,529 1,900 Tidak adaLocus of Control 0,061 normal 0,996 1,004 Tidak adaEntrepreneurial Intentions 0,062 normal 0,950 1,053 Tidak ada

Sumber: Data olahan dari kuesioner.

Kedua, uji multikolonieritas, untuk menguji adanya korelasi antara variabel independen. dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Nilai cut-off yang umum dipakai untuk menunjukkan tidak adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance lebih besar dari 0,1 dan VIF lebih kecil dari 10 (Ghozali, 2006). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai Tolerance lebih dari 0,10 dan VIF kurang dari 10, berarti tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

Ketiga, uji autokorelasi, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu periode t-1. Salah satu cara untuk mendeteksi hal ini adalah uji Durbin-Watson. Nilai Durbin-Watson = 1,968. DW table dengan menggunakan nilai signifikansi 0,05. Jumlah sampel n = 170, dan jumlah variabel independen = 3 (k = 3), maka di tabel Durbin Watson

Page 75: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

66

akan didapat nilai dL = 1,693 dan dU = 1,774. Karena 1,774<1,968< 4 – 1,774 (= 2,226), maka tidak terjadi autokorelasi.

Keempat, uji heteroskedasitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Dengan melihat pola diagram pencar, jika diagram pencar tidak membentuk pola atau acak maka regresi tidak mengalami gangguan heteroskedastisitas. Dari pengolahan data, diagram pencar tidak membentuk suatu pola yang teratur, sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, dan layak dipakai untuk memprediksi.

Sumber: Data olahan dari kuesionerGambar 1. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas

Analisis Koefisien Determinasi (Uji R2

)Koefisien determinasi mengukur kemampuan model dalam menerangkan variasi

variabel dependen. Apabila hanya terdapat satu variabel independen maka R2 yang dipakai. Apabila terdapat dua atau lebih variabel independen maka digunakan Adjusted R2. Dari tabel 4, terlihat besarnya nilai Adjusted R2 adalah 0,279, berarti 27,9% variasi Intensi kewirausahaan dapat dijelaskan oleh variasi dari keempat varabel independen Sedangkan sisanya 72,1% dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model.

Tabel 4. Ringkasan Analisis RegresiModel Koefisien regresi t Sig Keterangan

Constant 2,628 1,038 0,301Need for achievement 0,085 0,700 0,485 Tidak SignifikanSelf-Efficacy 0,638 4,857 0,000 SignifikanLocus of Control 0,483 3,071 0,002 SignifikanEtnis Minang 2,059 2,508 0,013 SignifikanDurbin-Watson 1,968Adjusted R2 0,279Nilai Statistik F 17,339 (Sig=0,000)

Sumber: Data olahan dari kuesioner

Pengujian HipotesisPertama, Uji statistik F, untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dari tabel 4, didapat nilai F hitung sebesar 17,339 dengan signifikansi 0,000. Karena signifikansi lebih kecil dari 0,01 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi Intensi kewirausahaan. Kebutuhan Akan Prestasi (Need For Achievement), Keyakinan Diri (Self Efficacy), dan Pusat kendali (Locus Of Control) dan Etnis Minangsecara bersama-sama berpengaruh terhadap Intensi Kewirausahaan.

Page 76: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

67

Kedua, uji statistik t, untuk menunjukkan pengaruh satu variabel independen secara individual/parsial terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Dari table 4, tampak bahwa Keyakinan Diri, dan Pusat kendali dan Etnis Minang secara parsial berpengaruh terhadap Intensi kewirausahaan. Ditunjukkan dengan besaran angka signifikansi masing-masing 0,002; 0,000 dan 0,013 (nilai ini lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05). Sedangkan Kebutuhan Akan Prestasi tidak berpengaruh terhadap Intensi kewirausahaan karena tingkat signifikansinya lebih besar dari 0,05, yakni 0,485.

DiskusiDari hasil pengolahan data, dibuktikan bahwa Kebutuhan Akan Prestasi (Need For

Achievement) tidak terdapat perbedaan pengaruh terhadap intensi kewirausahaan pada Etnis Minang dibandingkan pada etnis yang lain. Hal ini sesuai dengan penelitian Indarti dan Rostiani (2008) dan Nurhayati (2012). Temuan ini tidak mendukung hasil penelitian-(McClelland (1976) dan Harwani dkk (2011). Penelitian ini membuktikan yang berbeda, bahwa dimungkinkan seorang yang bergelut di dunia wirausaha tidak mementingkan kebutuhan akan prestasi. Kebutuhan akan prestasi kemungkinan lebih dibutuhkan apabila seseorang bekerja di sebuah perusahaan atau instansi sebagai seorang karyawan.

Penelitian membuktikan bahwa Keyakinan Diri (Self Efficacy) berpengaruh lebih tinggi terhadap intensi kewirausahaan pada Etnis Minang dibandingkan pada etnis yang lain. Hasil ini memperkuat temuan Indarti dan Rostiani (2008), Harwani dkk (2011), dan Nurhayati (2012). Dengan demikian dapat semakin dikuatkan bahwa Etnis Minang memang memiliki kepercayaan diri atas kemampuan dirinya untuk berwirausaha. Atau dengan kata lain, kondisi motivasi seseorang yang beretnis Minang lebih didasarkan pada apa yang mereka percaya daripada apa yang secara objektif benar. Persepsi pribadi seperti ini memegang peranan penting dalam pengembangan intensi seseorang. Keyakinan diri Etnis Minang ini mempengaruhi kepercayaannya bahwa dia akan berhasil dalam berwirausaha.

Pusat kendali (Locus of Control), disini diartikan internal locus of control. Internal locus of control berpengaruh lebih tinggi terhadap intensi kewirausahaan pada etnis Minang dibandingkan pada etnis yang lain. Hasil ini sesuai dengan penelitian Nurhayati (2012). Orang Minang lebih sebagai individu dengan internal locus of control. Mereka percaya bahwa merekalah yang menentukan apa yang terjadi dalam kehidupan mereka. Mereka berkeyakinan bahwa mereka merasa mampu untuk membantu pekerjaan dan lingkungan kerjanya sehingga merasa dapat diberdayakan. Sebaliknya dengan externallocus of control cenderung memandang perilaku mereka sangat dipengaruhi oleh faktor yang berada diluar kendali dirinya.

KESIMPULANDari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Kebutuhan Akan Prestasi (Need

For Achievement), Keyakinan Diri (Self Efficacy), dan Pusat kendali (Locus Of Control) dan Etnis Minang secara simultan berpengaruh terhadap Intensi kewirausahaan (Entrepreneurial Iintention). Kebutuhan Akan Prestasi (Need For Achievement) tidak berpengaruh berbeda terhadap intensi kewirausahaan pada Etnis Minang dibandingkan pada etnis yang lain. Keyakinan Diri (Self Efficacy) berpengaruh lebih tinggi terhadap intensi kewirausahaan pada Etnis Minang dibandingkan pada etnis yang lain. Pusat kendali (Locus of Control) berpengaruh lebih tinggi terhadap intensi kewirausahaan pada Etnis Minang dibandingkan pada etnis yang lain.

Selain itu, terdapat beberapa saran. Penelitian-penelitian yang dilakukan tentang intensi kewirausahaan sebagian besar hanya berhenti sampai intensi kewirausahaan. Akan lebih sempurna lagi apabila penelitian dilanjutkan pada bagaimana seseorang yang sudah

Page 77: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

68

mempunyai intensi kewirausahaan kemudian aktif berwirausaha. Apakah ada performa yang berbeda antara wirausahawan yang sebelumnya memang sudah memiliki intensi dengan dengan wirausahawan yang sebelumnya tidak memiliki intensi. Selain itu penelitian ini hanya dilihat satu etnis, yaitu Etnis Minang. Penelitian berikutnya dapat melihat bagaimana dengan etnis-etnis yang lain.

REFERENSI

Azzahra, R. (2009), Perilaku Wirausaha mahasiswa Institut Pertanian Bogor Peserta Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) dan Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM). Skripsi. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Bandura, A., (1986), The Social Foundation of Tought and Action, Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Brotosumarto, S., (2009), Locus of Control dalam Menyikapi Sukses dan Gagal, Data HR, Portalhr.com

Fishbein, Martin and Ajzen, Icek, (1975), Belief, Attitude, Intention and Behavior: An Introduction to Theory and Research, Addison-Wesley Publishing Company Inc, Menlo Park, California.

Ghozali, Imam (2006), Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Cetakan IV. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Harwani, Yuli. Mafizatun Nurhayati, dan Daru Asih. (2011), Pengaruh Kebutuhan Berprestasi, Efikasi Diri dan Faktor Lingkungan terhadap Keinginan Berwirausahapada Mahasiswa Universitas Mercu Buana Jakarta. Penelitian Internal. Tidak Diterbitkan.

Indarti, Nurul dan Rokhima Rostiani. (2008), Intensi Kewirausahaan Mahasiswa: Studi Perbandingan Antara Indonesia, Jepang dan Norwegia. Jurnal Ekonomika dan Bisnis Indonesia, Vol. 23, No. 4, Oktober 2008. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada

Mazzarol, T., T. Volery, N. Doss, dan V. Thein, (1999), “Factors influencing small business start-ups”. International Journal of Entrepreneurial Behaviour and Research 5 (2): 48-63.

McClelland, D., (1971), The Achievement Motive in Economic Growth, in: P. Kilby (ed.) Entrepreneurship and Economic Development, New York The Free Press, 109-123.

Meng, L. A., & Liang, T. W. (1996), Entrepreneurs, Entrepreneurship And Enterprising Culture. Paris: Addison-Wesley.

Nurhayati. Mafizatun. (2012), Pengaruh Need for Achievement, Locus of Control, Self Efficacy, Faktor Lingkungan dan Faktor Demografi terhadap Entrepreneurial Intention Mahasiswa Universitas Mercu Buana Jakarta, Proseding Seminar Nasional, diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya Jakarta.

Page 78: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

69

THE INFLUENCE OF ON THE JOB TRAINING PROGRAMAND MOTIVATION TO THE STUDENTS’ WORK READINESS

Amelia Suryani dan Leo Alexander Tambunan

Universitas Bunda Mulia – Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstract

With a 242.3 million people, Indonesia has a strong economic growth. Every company wants to hire workers with good knowledge and experience. In this case, the role of high education is important. It includes having a good educational background, supported by experience and high motivation. University has to develop the motivation of students. In university, students learn subjects based on their preferences of study. But, besides theories, students need to get the real experience in the industry. Students will gain experience as a preparation for the future. All the knowledge and experiences are not complete unless there is a great motivation inside them. The real industry is not simple and easy as their expectation. If they can’t survive, it will cause stress. With a high motivation will help them survive.

OJT is a process of helping individuals develops skills and knowledge for the purpose of improving their performance. But if their motivation is lack, then even exceptional work of teachers is useless. Motivation is very important because a highly motivated people will do everything possible so that his work can be managed well. This research is used to know how much OJT programs and motivation affect the work readiness of students. The data for each variable were analyzed using the regression analysis. This analysis is used to explore the influence between the independent and dependent variable (both partial and simultaneously). The result of regression analysis shows that motivation and OJT simultaneously have an influence on work readiness.

Keywords : OJT program, motivation, work readiness

PENDAHULUANNegara Indonesia memiliki banyak penduduk, yang menghasilkan pertumbuhan

ekonomi yang kokoh. Banyaknya jumlah penduduk dan kepentingan hidup semakin tinggi, memicu masyarakat untuk dapat bersaing dengan yang lainnya. Setiap perusahaan ingin mempekerjakan tenaga kerja dengan SDM yang baik untuk membantu membangun perusahaan. Disinilah peran dunia pendidikan. Dunia pendidikan melahirkan manusia yang terampil dan berwawasan tinggi. Untuk memenangkan persaingan dengan yang lain, maka seseorang harus memiliki sumber daya yang lebih unggul. Sumber daya yang unggul, termasuk di dalamnya memiliki latar belakang pendidikan yang baik dan tinggi, ditunjang pengalaman dan motivasi yang tinggi.

Bagi mereka yang mampu meneruskan sampai perguruan tinggi, mereka harus dapat bersaing dengan yang lain demi mendapatkan ilmu pengetahuan yang tinggi yang berguna untuk kedepannya. Dengan demikian, di sini perguruan tinggi memiliki peran untuk mengembangkan motivasi mahasiswa supaya mereka dapat bersaing dengan baik. Berbagai pengetahuan yang diberikan oleh program studi yang mereka pilih, telah membuat mahasiswa memiliki kemampuan untuk bekerja di berbagai sektor. Ada yang bekerja sesuai dengan bidang studi yang digelutinya, namun adapula yang menyimpang dari bidangnya.

Namun hal itu saja tidaklah cukup. Mahasiswa perlu mendapatkan pengalaman yang nyata di dunia industri dimana mereka berhadapan langsung dengan para praktisi industri. Mahasiswa akan mendapatkan pengalaman kerja sebagai bekal ke depannya. Namun

Page 79: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

70

apabila semua itu telah tersedia, tidak lengkap rasanya apabila di dalam diri mahasiswa tidak ada rasa motivasi yang besar supaya mereka dapat berhasil nantinya.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian. Untuk itu hal di atas menjadi latar belakang penelitian ilmiah dengan judul “PENGARUH ON THE JOB TRAINING (OJT) DAN MOTIVASI TERHADAP KESIAPAN BEKERJA MAHASISWA” (Studi Kasus pada Mahasiswa Program Studi Hospitaliti dan Pariwisata Semester 4 dan 6 Universitas Bunda Mulia).

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu diidentifikasi bagaimana menciptakan karakter mahasiswa yang siap bekerja. Mengetahui indikator tersebut akan memudahkan perguruan tinggi dalam mengambil langkah keputusan yang dilakukan guna meningkatkan hasil lulusan yang siap bekerja. Dari permasalahan tersebut, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut1. Apakah ada pengaruh OJT dan motivasi secara parsial terhadap pembentukan karakter

mahasiswa yang siap bekerja?2. Apakah ada pengaruh OJT dan motivasi secara simultan terhadap pembentukan karakter

mahasiswa yang siap bekerja?

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk1. Mengetahui pengaruh OJT dan motivasi secara parsial terhadap pembentukan karakter

mahasiswa yang siap bekerja2. Mengetahui pengaruh OJT dan motivasi secara simultan terhadap pembentukan karakter

mahasiswa yang siap bekerja

Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut1. Bagi perguruan tinggi, supaya dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dan OJT

terhadap kesiapan mahasiswa.2. Bagi peneliti lainnya, supaya dapat memberikan informasi penunjang bagi penelitian

berikutnya dimasa datang.

ISI DAN METODEMenurut Hamalik (2007:21), praktik industri atau dibeberapa sekolah disebut dengan

On The Job Training (OJT) merupakan modal pelatihan yang di selenggarakan di lapangan, bertujuan untuk memberikan kecakapan yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu sesuai dengan tuntutan kemampuan bagi pekerjaan. Teknik pelatihan OJT dapat berupa demonstrasi (praktek menyelesaikan suatu masalah dalam meningkatkan kemampuan), melatih (lebih mengarah pada praktek manajerial dan profesional), melatih dengan mengerjakan sendiri, serta rotasi kerja (Umar, 2000:123). Sementara itu, Poerwopoespito (2011:289) mengatakan bahwa OJT tidak akan berjalan sempurna apabila pelakunya memiliki sikap negatif. Contohnya apabila seorang supervisor di kantor malas meladeni mahasiswa. Ketika si mahasiswa bertanya dan si supervisornya tidak mau menjawab, maka proses belajar akan terhambat karena mereka tidak dapat memecahkan masalah yang timbul saat bekerja.

Motivasi merupakan hal yang sangat berperan dalam meningkatkan suatu aktivitas kerja, karena orang yang nnempunyai motivasi tinggi akan berusaha semaksimal mungkin agar pekerjaanya dapat berhasil dengan sebaik-baiknya. Menurut Bob Lenburg (Hochgraf 1997:16) “motivation is "whatever it is that pushes my hot button to change what I'm doing”

Page 80: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

71

Dengan demikian Lenburg menegaskan bahwa motivasi merupakan sesuatu yang mendorong pribadi seseorang untuk merubah apa yang sedang mereka lakukan. Selain itu, ditambahkan pula, Lenburg menjelaskan dua teori tentang motivasi:1. Maslow's Hierarchy of Needs. Bagian dasar pyramid mewakilkan kebutuhan dasar.

Level diatasnya menunjukkan higher-level motivators termasuk faktor keamanan dan aktualisasi diri. Begitu orang merasa puas dengan kebutuhan dasarnya, mereka termotivasi untuk keluar dan memenuhi kebutuhan lain

2. Merzberg's Motivator-Hygiene Theory. Seseorang akan memfokuskan diri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Setelah itu higher-level need akan memotivasi orang untuk mencapai lebih.

Menurut Kepmenakertrans Nomor 227/Men/2003 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), kompetensi adalah kemampuan kerja individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja sesuai dengan standar yang ditetapkan. Jadi mahasiswa dapat dikatakan siap bekerja apabila memiliki ketiga aspek tersebut.

Objek penelitian dalam karya ilmiah ini adalah on the job training dan motivasi terhadap kesiapan kerja mahasiswa. Dalam hal ini, subyek penelitiannya adalah mahasiswa program studi hospitaliti dan pariwisata semester 4 dan 6 di Universitas Bunda Mulia. Mereka telah menjalani program OJT yang diselenggarakan pada semester ganjil yang lalu.

Jenis penelitian yang digunakan adalah riset asosiatif (associative research). Riset asosiatif adalah metode/bentuk penelitian yang dilakukan untuk menghubungkan variabel satu dengan variabel lain. Tujuan penelitian ini tidak lain untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Melalui penelitian ini dapat dibangun suatu teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol suatu gejala. (Sugiyono, 2009:89)

Dalam karya ilmiah ini, jenis data yang dikumpulkan melalui teknik pengumpulan data berupa kuesioner (angket) dengan memberikan pertanyaan kepada responden untuk dijawab. Selain itu, dilakukan pula studi kepustakaan untuk membantu mendukung data -data yang diperlukan dalam penelitian ini,

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sample merupakan bagian dari jumlah populasi. (Sugiyono, 2009:61). Data. Dalam penelitian ini digunakan data interval dari skala Likert dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder.

Dalam pembagian kuesioner, digunakan skala Likert yaitu skala yang digunakan yang membutuhkan indikasi setuju atau tidak setuju dengan berbagai pertanyaan tentang objek yang diteliti (Malhotra, 2007:266).

Metode Pengujian Reliabilitas dan Validitas1. Uji Reliabilitas

Reliabilitas digunakan untuk memastikan bahwa hasilnya konsisten jika pengujian dilakukan kembali. Digunakan koefisien Alpha Cronbach, yang merupakan koefisien reliabilitas yang paling sering digunakan. Pertanyaan yang reliable harus memiliki nilai Alpha Cronbach lebih besar dari 0.6 menurut Malhotra (2007, 277) supaya hasil diatas dianggap reliable, dapat digunakan dan mempunyai reliabilitas yang baik.

2. Uji ValiditasValiditas digunakan untuk mengetahui mengenai bagaimana suatu alat ukur yang digunakan memang telah mengukur apa yang ingin diukur. Untuk menyatakan bahwa

Page 81: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

72

butir valid atau tidak valid digunakan patokan 0.2 dan dibandingkan dengan angka yang ada pada kolom Corrected Item-Total Correlation.

Metode Pengujian1. Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data yang didapatkan mendekati hukum sebaran normal baku.

2. HeteroskedastisitasData yang diharapkan adalah yang memiliki variansi yang sama, dan disebut homoskedastisitas. Sedangkan jika variansi tidak sama, disebut heteroskedastisitas. Jika kesalahan menyebar, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

3. MultikolinieritasUji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui apakah ada korelasi antar variabel independen pada model regresi. Korelasi antar variabel independen sebaiknya kecil. Makin kecil korelasi antar variabel independen makin baik untuk model regresi yang dipergunakan.

4. AutotokorelasiUji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t – 1 (sebelumnya) pada model regresi linier yang dipergunakan. Apabila terjadi korelasi maka menunjukkan adanya problem autokorelasi. Dalam model regresi yang baik haruslah tidak terjadi autokorelasi.

Hipotesis Penelitian1. Uji t

Digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Variabel independen dianggap berpengaruh secara signifikan terhadap varibel dependen jika nilai Sig (P-value) < 0,05 pada α = 0,05.Hipotesis Ho : Tidak ada pengaruh OJT dan motivasi secara parsial terhadap kesiapan kerja

mahasiswa Prodi Akpar Universitas Bunda Mulia Ha : Ada pengaruh OJT dan motivasi secara parsial terhadap kesiapan kerja

mahasiswa Prodi Akpar Universitas Bunda Mulia2. Uji F

Digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan. Variabel independen secara bersama-sama dianggap berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen jika nilai Sig (P-value) < 0,05 pada α= 0,05.Hipotesis Ho : Tidak ada pengaruh antara OJT dan motivasi secara bersama-sama terhadap

kesiapan kerja mahasiswa Prodi Akpar Universitas Bunda Mulia Ha : Ada pengaruh antara OJT dan motivasi secara bersama-sama terhadap

kesiapan kerja mahasiswa Prodi Akpar Universitas Bunda Mulia

HASIL PENELITIANAnalisis Data dan Interpretasi

Reliabilitas digunakan untuk memastikan bahwa hasilnya konsisten jika pengujian dilakukan kembali pada orang yang sama di waktu berbeda atau pada orang berbeda di waktu yang sama. Validitas digunakan untuk mengetahui mengenai bagaimana suatu alat ukur yang digunakan memang telah mengukur apa yang ingin diukur. Pengolahan data dan

Page 82: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

73

analisis menggunakan SPSS versi 20. Hasil jawaban dalam skala Likert dari semua 18 pertanyaan terhadap 50 responden. Setelah itu dilakukan reliability dan validity test untuk mengetahui pertanyaan mana yang tidak reliable dan valid dan harus dihapus dari daftar pertanyaan.

Hasil uji reliabilitas dan validitas variabel X1 dan X2 menunjukkan bahwa Cronbach’s Alpha adalah 0.8901. Uji Reliabilitas

Hasil output SPSS memberikan nilai Alpha Cronbach untuk keseluruhan skala pengukuran sebesar 0.890. Nilai Alpha Cronbach ini berada di atas batas minimal 0.6, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini reliable.

2. Uji ValiditasUntuk menyatakan bahwa butir valid atau tidak valid digunakan patokan 0.2 dan dibandingkan dengan angka yang ada pada kolom Corrected Item-Total Correlation. Pada kolom Corrected Item-Total Correlation, didapatkan nilai untuk 16 pertanyaan lebih besar dari 0.2 sehingga dapat dikatakan valid. Namun ada 2 pertanyaan yang mendapat nilai lebih kecil dari 0.2 dan dinyatakan tidak valid (Q4 dan Q12). Maka kedua pertanyaan tersebut dihilangkan.

3. Normalitas

Dilihat dari grafik tersebut, penelitian ini memiliki sistribusi data yang normal karena digambarkan dengan grafik poligon yang menyerupai bentuk bel, lonceng atau genta.

4. Heteroskedastisitas

Jika tidak ada pola yang jelas atau teratur, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

5. Multikolinieritas

Page 83: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

74

Multikolinieritas dilihat dari VIF (Variance Inflation Factor), jika VIF<10, maka tidak ada multikolinieritas. Dari hasil SPSS menunjukkan bahwa VIF = 1.914, maka tidak ada multikolinieritas.

6. AutokorelasiDalam model regresi yang baik haruslah tidak terjadi autokorelasi. Dari hasil SPSS menunjukkan bahwa Durbin Watson = 1.958, maka tidak terjadi autokorelasi.

7. Uji tDari table menunjukkan bahwa OJT memiliki sig 0.004, dan motivasi memiliki sig

0.039, yang lebih kecil dari 0.05, berarti OJT dan motivasi secara parsial memiliki pengaruh terhadap kesiapan kerja mahasiswa Prodi Akpar Universitas Bunda Mulia. (Ho ditolak, ada pengaruh OJT dan motivasi secara parsial terhadap kesiapan kerja mahasiswa Prodi Akpar Universitas Bunda Mulia)

8. Uji F Ho : Tidak ada pengaruh antara OJT dan motivasi secara bersama-sama terhadap

kesiapan kerja mahasiswa Prodi Akpar Universitas Bunda Mulia Ha : Ada pengaruh antara OJT dan motivasi secara bersama-sama terhadap

kesiapan kerja mahasiswa Prodi Akpar Universitas Bunda Mulia

ANOVAa

Model Sum of Squares

df Mean Square

F Sig.

1

Regression

379.315 2 189.65721.3

88.000

b

Residual

416.765 47 8.867

Total 796.080 49a. Dependent Variable: KesiapanKerjab. Predictors: (Constant), MOTIVASI, OJT

Dari tabel menunjukkan bahwa OJT dan motivasi secara bersama – sama memiliki sig 0.000 yang lebih kecil dari 0.05, berarti OJT dan motivasi secara bersama – sama / simultan memiliki pengaruh terhadap kesiapan kerja mahasiswa Prodi Akpar Universitas Bunda Mulia. (Ho ditolak, ada pengaruh OJT dan motivasi secara simultan terhadap kesiapan kerja mahasiswa Prodi Akpar Universitas Bunda Mulia)

KESIMPULAN Dari penjelasan dan data yang sudah diolah dapat disimpulkan bahwa program OJT

yang dilaksanakan di perguruan tinggi dan motivasi mahasiswa akan sangat berpengaruh

Page 84: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

75

pada kesiapan mahasiswa untuk bekerja di industri yang sesungguhnya. Berdasarkan analisis regresi, didapatkan bahwa

Y= a+b1x1+b2x2Y= 2.290 + 0.498X1 + 0.416 X2

1. a = 2.290Jika X1 dan X2 = 0, maka Y akan sebesar 2.290 satuan

2. b1 = 0.498Jika X1 naik 1 satuan, maka Y naik sebesar 0.498 kali, dimana X2 dianggap konstan

3. b2 = 0.416Jika X2 naik 1 satuan, maka Y naik sebesar 0.416 kali, dimana X1 dianggap konstan

REFERENSI

Malhotra, N.K (2007), Marketing Research An Applied Orientation, New Jersey: Pearson Education.

Poerwopoespito, Oerip, dan Tatag Utomo (2011), Menggugah Mentalitas Profesional dan Pengusaha, Jakarta: Grasindo.

Sugiyono (2009), Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Umar, Husein (2000), Business an Introduction, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

http://www.bps.go.id/?news=928 diakses Jumat 22 Maret 2013

Page 85: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

76

PENDIDIKAN ENTREPRENEURSHIP:MENUMBUHKAN AGRIPRENEUR MUDA

Maria Assumpta Evi Marlina

Universitas Ciputra, Surabaya

E-mail: [email protected]

Abstrak

Entrepreneur dalam bidang agribisnis saat ini masih sangat kurang. Hal tersebut sangat kontradiktif dengan sumber daya alam di Indonesia yang sangat banyak tersedia. Peluang usaha dalam bidang agribisnis di Indonesia masih terbuka lebar, seperti dalam bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Pada umumnya, generasi muda sekarang kurang tertarik untuk menjalankan bisnis dalam bidang tersebut. Mereka enggan menangani bisnis yang mereka anggap kurang bergengsi dan kurang menghasilkan keuntungan. Bahkan, para sarjana yang berkaitan dengan bidang agribisnis enggan menekuni bidang yang sudah dipelajarinya dan bahkan mungkin sudah pernah dipraktekkan pada masa perkuliahan. Saat ini pendididikan tentang entrepreneurship sudah mulai digalakkan di berbagai lembaga pendidikan di Indonesia. Diharapkan dengan pendidikan tersebut generasi muda menjadi lebih terbuka pola pikirnya terhadap entrepreneurship dalam bidang agribisnis. Apabila pola pikir sudah dapat terbuka maka diharapkan minat generasi muda tersebut tumbuh dan dapat menangkap peluang yang sangat besar dalam bidang agribisnis yang selanjutnya dapat ditekuni menjadi bisnis yang berhasilguna.

Paper ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya jumlah entrepreneur muda khususnya dalam bidang agribisnis di Indonesia. Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif dengan metode studi literatur. Temuan dalam studi ini menunjukkan bahwa rendahnya jumlah entrepreneur muda dalam bidang agribisnis disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan pelatihan entrepreneurship dalam bidang agribisnis.

Keywords: Entrepreneur, pendidikan entrepreneurship, agribisnis, agripreneur.

PENDAHULUANIndonesia merupakan negara agraris karena memiliki potensi lebih tinggi di sektor

pertanian dibandingkan dengan sektor lain. Hal tersebut didukung oleh jumlah tenaga kerja yang banyak, lahan pertanian yang luas, kondisi geografis yang menguntungkan berupa dataran tinggi dan rendah, jenis tanah yang beragam, letak wilayah yang strategis dengan iklim tropis, intensitas matahari dan hujan yang dapat diterima sepanjang tahun. Sektor pertanian mempunyai lima sub sektor yaitu pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Kondisi tersebut membuat hampir segala jenis tanaman dari negara lain dapat tumbuh dengan baik di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah tenaga kerja sektor pertanian per Agustus 2012 adalah 38,88 juta jiwa yang merupakan 32,94% dari total angkatan kerja nasional yaitu 118,05 juta jiwa. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai jumlah tenaga kerja yang banyak. Menurut Badan Litbang Pertanian Kementrian Pertanian Indonesia, luas lahan pertanian tersedia seluas 30.669.604 hektar. Dari luas lahan tersebut yang dikembangkan untuk komoditas tanaman tahunan seluas 15.002.521 hektar, komoditas tanaman semusim seluas 7.391.026 hektar, dan komoditas padi sawah seluas 8.275.777 hektar. Lahan yang tersedia tersebut belum menyertakan seluruh wilayah Indonesia yang dapat dimanfaatkan dan dikelola untuk kegiatan di sektor pertanian. Data tersebut diambil dari beberapa pulau besar saja, seperti yang terlihat dalam tabel 1.

Page 86: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

77

Tabel 1. Ketersediaan Lahan Untuk Pengembangan Pertanian Indonesia(dalam satuan luas hektar).

LAHAN TANAMAN TANAMAN PADIPERTANIAN TAHUNAN SEMUSIM SAWAH

SUMATERA 5.499.318 2.919.560 1.618.990 960.848 JAWA 213.889 158.952 40.544 14.393 KALIMANT AN 12.307.391 7.272.049 3.639.403 1.395.939 SULAWESI 1.239.608 600.822 215.452 422.974 NUSA TENGGARA 796.747 610.165 137.659 48.923 MALUKU 946.952 650.861 50.391 245.700 PAPUA 9.665.699 2.790.112 1.688.587 5.187.000 TOTAL 30.669.604 15.002.521 7.391.026 8.275.777

LOKASI

Sumber: Badan Litbang Pertanian Kementrian Pertanian Indonesia (data diolah).

Beberapa paparan tersebut diatas menunjukkan bahwa Indonesia masih layak disebut sebagai negara agraris. Potensi tersebut membuat sektor pertanian menjadi sektor yang penting dalam mendukung pembangunan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan antara lain dalam hal: produsen bahan baku industri, produsen bahan pangan, mengurangi kemiskinan, menyerap banyak tenaga kerja, mengatasi permasalahan lingkungan, serta meningkatkan penerimaan negara. Menurut data BPS, dilihat berdasarkan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan, merupakan penyumbang terbesar kedua setelah sektor Industri Pengolahan. Seperti yang terdapat dalam dalam tabel 2, sektor tersebut memberikan kontribusi sebesar 15,29% pada tahun 2009, 15,28% pada tahun 2010, 14,70% pada tahun 2011, dan 14,44% pada tahun 2012. Kontribusi tersebut tampak menurun sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2012.

Tabel 2. PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha(dalam satuan Miliar Rupiah).

LAPANGANUSAHA 2009 2010 2011 2012

Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan

857.196,80 985.470,50 1.091.447,30 1.190.412,40

Pertambangan dan Penggalian 592.060,90 719.710,10 879.505,40 970.599,60 Industri Pengolahan 1.477.541,50 1.599.073,10 1.806.140,50 1.972.846,60 Listrik, Gas, dan Air Bersih 46.680,00 49.119,10 56.788,90 65.124,90 Konstruksi 555.192,50 660.890,50 754.483,50 860.964,80 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 744.513,50 882.487,20 1.024.009,10 1.145.600,90 Pengangkutan dan Komunikasi 353.739,70 423.172,20 491.283,10 549.115,50 Keuangan, Real Estat , dan Jasa Perusahaan

405.162,00 466.563,80 535.152,90 598.523,20

Jasa-jasa 574.116,50 660.365,50 783.970,50 888.676,40 Produk Domestik Bruto (PDB) 5.606.203,40 6.446.852,00 7.422.781,20 8.241.864,30

TAHUN

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (data diolah).

Beberapa faktor yang mempengaruhi turunnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB tersebut antara lain (Aryani, 2012; Beng, 2011; Chairil et al, 2010; Damayanti, 2012; Sudaryanto, 2011): pertama, adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak mendukung petani. Sebagai contoh adalah Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Berdasarkan UUPA membuat petani semakin sulit untuk mempertahankan lahan pertaniannya karena pengusaha-pengusaha besar semakin mudah mendapatkan lahan petani baik untuk industri pertanian maupun untuk pengalihan fungsi lahan pertanian

Page 87: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

78

menjadi lahan untuk perumahan maupun untuk kawasan industri. Dampak adanya alih lahan pertanian adalah investasi yang sudah digunakan untuk membangun infrastruktur akan hilang tanpa dimanfaatkan, serta kondisi ekologis menjadi terganggu. Setelah lahan tersebut beralih fungsi maka air tidak dapat ditahan dengan baik sehingga dapat menyebabkan banjir. Kesempatan kerja dalam sektor pertanian juga berkurang sehingga penghasilan petani menjadi berkurang yang berdampak pada peningkatan jumlah kemiskinan.

Kedua, pembatasan subsidi pupuk dan bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan pembatasan subsidi pupuk membuat petani menjadi kesulitan dalam memelihara tanamannya sehingga produktivitas semakin menurun. Tanpa adanya subsidi pupuk maka harga pokok produksi semakin meningkat. Apabila harga pokok produksi meningkat maka seharusnya harga jual juga meningkat, tetapi hal tersebut tidak berlaku untuk semua komoditas sektor pertanian. Kejadian yang banyak dijumpai di pasar adalah apabila harga jual naik maka konsumen akan membatasi konsumsinya, oleh karena itu petani tidak akan menaikkan harga jual walaupun harga pokok produksi naik. Hal tersebut yang mengakibatkan kerugian di pihak petani. Kebijakan pengurangan subsidi BBM dapat mempengaruhi rantai distribusi dalam sektor pertanian, dimana sektor pertanian sebagian besar terdapat di daerah pedesaan yang jauh dari kota yang tentunya membutuhkan banyak bahan bakar kendaraan yang digunakan dalam distribusi tersebut. Pembatasan bahkan penghapusan subsidi BBM akan menambah tinggi harga pokok produksi hasil sektor pertanian yang akan semakin membuat petani menjadi terpuruk. Hal tersebut juga membuat distribusi produk sektor pertanian menjadi tidak merata di seluruh wilayah Indonesia sehingga masih terjadi wilayah tertentu mengalami kekurangan bahan makanan.

Ketiga, infrastruktur yang ada tidak mendukung produktivitas sektor pertanian. Contoh infrastruktur yang tidak mendukung sektor pertanian adalah jumlah layanan irigasi masih kurang. Total area sawah di Indonesia sebesar 7,23 juta hektar, kebutuhan air yang dipenuhi dari waduk sebesar 11%, sisanya sebesar 89% dipenuhi oleh non-waduk. kondisi tersebut mencerminkan bahwa pada saat terjadi kekeringan membuat petani semakin kesulitan dalam mengelola lahan pertaniannya. Pemerintah juga masih kurang memperhatikan infrastruktur untuk sektor pertanian yang berupa: jalan sebagai sarana saluran distribusi produk maupun bahan pembantu yang dibutuhkan, asosiasi pemerintah untuk menampung produk, sarana komunikasi yang mudah antar daerah, dan saluran tenaga listrik. Saat ini masih banyak petani yang tidak tahu cara memasarkan produknya untuk mendapatkan harga yang tertinggi. Para petani kebanyakan menjual produknya pada pengepul, hal tersebut membuat petani tidak mampu untuk mendapatkan harga tinggi sehingga keuntungan yang didapat hanya sedikit bahkan kadang-kadang mengalami kerugian karena biaya produksi tidak dapat ditutup dengan hasil penjualannya.

Keempat, banyak terjadi korupsi dan birokrasi yang tidak efisien. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi ketersediaan infrastruktur, pupuk, benih, obat-obatan untuk mengatasi hama dan penyakit, luas lahan pertanian, dan perijinan distribusi hasil produksi. Banyak oknum yang tidak mempedulikan nasib masyarakat yang bergerak dalam sektor pertanian, sehingga mereka melakukan korupsi dan mempersulit birokrasi. Korupsi yang terjadi pada pengadaan infrastruktur mengurangi penyediaan infrastruktur, sehingga terbukti saat ini masih banyak lahan yang mengalami kekeringan karena kekurangan infrastruktur yang berupa waduk. Fungsi waduk juga kurang optimal karena ada beberapa waduk yang tidak mampu menampung air dengan baik. Kondisi jalan penghubung antar daerah juga banyak yang tidak memadahi sehingga rantai distribusi produk menjadi terhambat. Pelaku pertanian di luar pulau Jawa mengalami kesulitan yang lebih besar dalam pendistribusian produk pertaniannya sehingga kondisi perekenomian mereka juga terpengaruh.

Page 88: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

79

Kelima, pendidikan dalam sektor pertanian yang kurang memadahi. Negara Indonesia yang agraris bertolak belakang dengan kondisi pendidikan dalam sektor pertanian, terutama pendidikan entrepreneurship dalam sektor pertanian. Di Indonesia tidak banyak instansi pendidikan yang mempunyai jurusan yang berkaitan dengan sub sektor petanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Kekuatan SDAIndonesia tidak didukung dengan SDM yang dapat mengelolanya dengan efektif dan efisien. Kurangnya pendidikan tersebut berakibat pada produktivitas hasil sektor pertanian. Petani hanya mengetahui cara pengolahan tradisional. Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang disediakan oleh pemerintah juga kurang memadahi. Keberadaan PPL tidak merata di setiap wilayah, sehingga banyak wilayah yang tidak mendapatkan pengetahuan baru tentang teknologi sektor pertanian yang baru. Generasi muda juga kurang menyukai melakukan kegiatan atau menjadi entrepreneur di sektor pertanian. Mereka mempunyai anggapan bahwa pekerjaan di sektor pertanian identik dengan kemiskinan, sulit, kotor, tidak bergengsi, dan tidak mempunyai masa depan. Tidak banyak masyarakat Indonesia terutama generasi muda menyebut bahwa seorang entrepreneur seperti Bob Sadino adalah petani. Awal kesuksesan Bob berasal dari sektor pertanian yang tetap dikelola sampai sekarang.

Prediksi yang dilakukan oleh McKinsey Global Institute (MGI) adalah bahwa pada tahun 2030, pertumbuhan peluang pasar Indonesia akan mencapai USD 1,8 miliar. Pertumbuhan tersebut didorong oleh kemajuan ekonomi dari empat sektor yaitu jasa, pertanian dan perikanan, SDA, dan pendidikan (SDM)8. Prediksi tersebut berdasarkan hasil pengamatan MGI bahwa SDA Indonesia melimpah dengan SDM produktif yang banyak. Oleh karena itu dibutuhkan pendidikan yang memadahi untuk mengelola SDA. Bob Sadino berpendapat bahwa pendidikan di Indonesia masih kurang berkualitas karena tidak semua pendidikan di berbagai institusi pendidikan mengajarkan teori dengan mempraktekkan langsung teori tersebut (Zaqeus, 2009). Menurut Bob, pendidikan yang baik adalah seperti yang dilakukan dalam institusi pendidikan yang berhubungan dengan kesehatan, baik dalam jurusan kedokteran maupun keperawatan. Institusi tersebut mengajarkan teori dan praktek, sehingga setelah siswa lulus lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan langsung dapat menerapkan ilmunya dalam dunia kerja. Output sistem pendidikan yang dapat menciptakan entrepreneur akan menjadikan Indonesia siap menghadapi persaingan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan dijalankan pada tahun 2015.

SDA yang melimpah, SDM produktif yang banyak, dan letak geografis yang menguntungkan merupakan modal yang kuat bagi Indonesia untuk bangkit kembali menjadi negara swasembada pangan. Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan di atas, penulis akan membahas lebih dalam mengenai peranan pendidikan entrepreneurship di sektor pertanian. pendidikan entrepreneurship dapat merubah pola pikir generasi muda tentang pertanian sehingga mereka akan tertarik untuk menjadi entrepreneur di sektor pertanian (agripreneur).

ISI DAN METODESubjek dalam penelitian ini adalah generasi muda Indonesia. Objek penelitian ini

adalah pendidikan entrepreneurship yang tepat untuk menumbuhkan agripreneur muda Indonesia yang berkualitas, berhasil dan berdaya guna. Agripreneur muda bergerak dalam sub-sektor pertanian yaitu pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Pertanian terdiri dari pertanian tanaman pangan dan non-pangan. Perikanan terdiri dari perikanan darat dan laut.

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kualitatif dengan

8 http://www.agrina-online.com, diakses tanggal 19 April 2012.

Page 89: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

80

metode studi literatur. Studi literatur digunakan untuk memberikan gambaran tentang kondisi SDM, pendidikan, dan pengangguran yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan gambaran tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan yang dibutuhkan untuk menumbuhkan agripreneur muda yang berhasil dan berdaya guna adalah pendidikan entrepreneurship yang berkualitas.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIKegiatan dalam sektor pertanian merupakan kegiatan yang sangat bergantung dengan

alam. SDA Indonesia yang melimpah membutuhkan SDM yang berkualitas tinggi untuk memanfaatkan dan mengelolanya. Kualitas SDM sangat dipengaruhi oleh tingkat dan kualitas pendidikan yang diperolehnya, baik pendidikan yang didapatkan dari institusi pendidikan maupun pendidikan yang berasal dari luar institusi pendidikan. Tingkat dan kualitas pendidikan yang tinggi dapat menciptakan SDM yang berkualitas, tetapi apabila tingkat dan kualitas pendidikan yang rendah pada umumnya akan menciptakan SDM yang berkualitas rendah. Salah satu cara agar Indonesia mampu bangkit lagi menjadi negara swasembada pangan dan dapat bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah dengan meningkatkan tingkat dan kualitas pendidikan SDM yang besar jumlahnya terutama bagi generasi muda yaitu dengan memberikan pendidikan entrepreneurship di sektor pertanian.

Tabel 3. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan

PENDIDIKAN TERTINGGI 2009 2010 2011 2012YANG DITAMAT KAN AGUSTUS AGUSTUS AGUSTUS AGUSTUS

1 Tidak/belum pernah sekolah 90.471 157.586 190.370 82.4112 Belum/tidak tamat SD 547.430 600.221 686.895 503.3793 SD 1.531.671 1.402.858 1.120.090 1.449.5084 SLTP 1.770.823 1.661.449 1.890.755 1.701.2945 SLTA Umum 2.472.245 2.149.123 2.042.629 1.832.1096 SLTA Kejuruan 1.407.226 1.195.192 1.032.317 1.041.2657 Diploma I,II,III/Akademi 441.100 443.222 244.687 196.7808 Universitas 701.651 710.128 492.343 438.210

8.962.617 8.319.779 7.700.086 7.244.956

NO.

TOT AL

Sumber: BPS - Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2009, 2010, 2011 dan 2012

Menurut data BPS berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) seperti yang terlihat dalam tabel 3, jumlah pengangguran terbuka per bulan Agustus berturut-turut adalah tahun 2009 sebesar 8,9 juta jiwa, tahun 2010 sebesar 8,3 juta jiwa, tahun 2011 sebesar 7,7 juta jiwa, dan tahun 2012 sebesar 7,2 juta jiwa. Jumlah tersebut mengalami penurunan setiap tahunnya. Peringkat pertama jumlah pengangguran terbuka terbesar pada tahun 2012 adalah yang menamatkan pendidikan SLTA Umum sebesar 25,28%, kedua SLTP sebesar 23,48%, ketiga SD sebesar 20%, keempat SLTA Kejuruan sebesar 14,37% dari total jumlah pengangguran terbuka. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa pengangguran terbuka peringkat empat besar berasal dari tingkat pendidikan yang rendah. Bahkan pada tingkat pedidikan yang lebih tinggi seperti Diploma, Akademi, dan Universitas masih banyak lulusan yang mengganggur. Jumlah pengangguran terbuka yang besar menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia belum mampu menciptakan SDM yang berkualitas. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa masih banyak generasi muda yang tingkat pendidikannya rendah. Generasi muda yang mempunyai tingkat dan kualitas pendidikan yang rendah akan semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan terutama pekerjaan yang layak.

Page 90: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

81

Tabel 4. Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Status Pekerjaan Utama

STAT US 2009 2010 2011 2012PEKERJAAN UTAMA AGUSTUS AGUSTUS AGUSTUS AGUSTUS

Berusaha Sendiri 21.046.007 21.030.571 19.415.464 18.440.722Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh 21.933.546 21.681.991 19.662.375 18.761.405Berusaha Dibantu Buruh Tetap/Buruh Dibayar 3.033.220 3.261.864 3.717.869 3.873.041Buruh/Karyawan/Pegawai 29.114.041 32.521.517 37.771.890 40.291.583Pekerja Bebas di Pertanian 5.878.894 5.815.110 5.476.491 5.339.998Pekerja Bebas di Non Pertanian 5.670.709 5.132.061 5.639.857 6.202.093Pekerja Keluarga/Tak Dibayar 18.194.246 18.764.653 17.986.453 17.899.312

TOT AL 104.870.663 108.207.767 109.670.399 110.808.154

Sumber: BPS - Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2009, 2010, 2011 dan 2012

Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah terbesar penduduk Indonesia yang bekerja, berstatus sebagai buruh atau karyawan atau pegawai. Pada tahun 2012, jumlah tersebut adalah 36,36% dari total penduduk yang bekerja menurut pekerjaan utama. Jumlah pekerja yang tak dibayar juga cukup besar yaitu 16,15%. Data tersebut mencerminkan bahwa penduduk Indonesia masih sangat tergantung dengan lapangan kerja yang diciptakan oleh pihak lain. Oleh karena itu, pendidikan yang berkualitas semakin dibutuhkan. Pendidikan yang saat ini dibutuhkan adalah pendidikan yang tidak hanya mengajarkan teori saja tetapi sekaligus langsung mempraktekkan pembelajaran dalam dunia nyata yaitu pendidikan yang berbasis entrepreneurship.

Tabel 5. Penduduk 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja

LAPANGAN 2009 2010 2011 2012PEKERJAAN UTAMA AGUSTUS AGUSTUS AGUSTUS AGUSTUS

Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 41.611.840 41.494.941 39.328.915 38.882.134

Pertambangan dan Penggalian 1.155.233 1.254.501 1.465.376 1.601.019Industri 12.839.800 13.824.251 14.542.081 15.367.242Listrik, Gas dan Air 223.054 234.070 239.636 248.927Konstruksi 5.486.817 5.592.897 6.339.811 6.791.662Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 21.947.823 22.492.176 23.396.537 23.155.798Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 6.117.985 5.619.022 5.078.822 4.998.260Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan

1.486.596 1.739.486 2.633.362 2.662.216

Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 14.001.515 15.956.423 16.645.859 17.100.896TOTAL 104.870.663 108.207.767 109.670.399 110.808.154

Sumber: BPS - Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2009, 2010, 2011 dan 2012

Seperti yang terlihat dalam tabel 5, jumlah terbesar penduduk yang bekerja pada lapangan pekerjaan utama adalah yang bekerja pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan perikanan yaitu sebesar 35,08% dari total penduduk yang bekerja. Jumlah tersebut menurun setiap tahunnya. Sedangkan peningkatan tenaga kerja setiap tahunnya terjadi pada enam sektor yang lain. Salah satu faktor penyebab penurunan tersebut adalah tingkat pendidikan dan kualitas pendidikan yang kurang. Oleh karena itu banyak tenaga kerja di sektor pertanian yang akhirnya mencari pekerjaan di sektor lain sehingga tenaga kerja pada sektor non pertanian bertambah. Generasi muda saat ini banyak yang tidak tertarik dengan kegiatan agribisnis. Alasan mereka adalah karena kegiatan usaha yang bergerak dalam sektor pertanian tersebut merupakan pekerjaan yang sulit, kotor, tidak bergengsi, dan identik dengan kemiskinan. Pola pikir generasi muda yang

Page 91: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

82

demikian sebaiknya diubah agar mereka menjadi bersemangat menjadi agripreneur untuk memanfaatkan dan mengelola SDA yang melimpah. Oleh karena itu, sekali lagi bahwa pendidikan entrepreneurship untuk generasi muda pertanian sangat dibutuhkan, agar pola pikir mereka berubah terhadap sektor pertanian. SDA yang melimpah di Indonesia akan sia-sia apabila tidak dimanfaatkan dan dikelola dengan tepat oleh SDM yang berkualitas.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (PERMENTAN) Nomor 07/Permentan/OT140/1/2013 tentang Pedoman Pengembangan Generasi Muda Pertanian, sektor pertanian merupakan penyangga ketahanan nasional baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun keamanan. Generasi muda pertanian dapat digunakan sebagai pengungkit keberhasilan pembangunan nasional khususnya dalam sektor pertanian. Generasi muda pertanian perlu mendapat prioritas dalam penyusunan perencanaan program pembangunan pertanian supaya menjadi generasi penerus, penggerak dan pelopor yang inovatif, kreatif, profesional, mandiri, mampu bersaing, dan berwawasan global. Generasi muda pertanian yang dimaksud adalah generasi muda dengan rentang usia 15 sampai dengan 35 tahun. Upaya pengembangan generasi muda pertanian dilakukan untuk menumbuhkan dan meningkatkan minat, keterampilan, dan jiwa entrepreneurship generasi muda di bidang pertanian (agripreneur muda). Melalui pengembangan tersebut diharapkan agripreneurmuda mempunyai kompetansi lebih besar dalam mengakses teknologi, modal, pasar, dan manajemen sehingga menjadi agripreneur yang mempunyai tujuh karakteristik entrepreneur. Tujuh karakteristik entrepreneur menurut Ciputra (Wahyudi, 2012) adalah passion, independent, market sensitivity, creative dan innovative, calculated risk taker, persistent, dan high ethical standard.

Pengertian passion adalah entrepreneur harus mempunyai antusiasme dan mencintai atas apa yang dilakukan. Independent adalah entrepreneur harus mampu mandiri sehingga tidak perlu bergantung kepada orang lain dalam menentukan dan mengambil keputusan. Market sensitivity adalah entrepreneur harus mempunyai kepekaan terhadap situasi dan kondisi pasar sehingga mampu memanfaatkan peluang dan bahkan mampu menciptakan peluang. Creative dan innovative adalah entrepreneur mempunyai daya imajinasi dan rasa ingin tahu yang kuat sehingga mampu memunculkan ide yang orisinil dan kemudian mewujudkan ide tersebut. Calculated risk taker adalah entrepeneur harus mampu mengukur kemungkinan keberhasilan dan kegagalan usahanya, sehingga entrepreneurakan tetap melanjutkan usahanya meskipun menghadapi kemungkinan kegagalan yang sudah terukur. Persistent adalah entrepreneur harus pantang menyerah, mempunyai kegigihan yang tinggi, dan tekun dalam upaya mencapai keberhasilan. High ethical standard adalah entrepreneur harus mempertimbangkan etika dalam setiap pengambilan keputusan dalam mencapai tujuan.

Prinsip-prinsip pengembangan berdasarkan PERMENTAN adalah keswadayaan, pendekatan kelompok, belajar melalui bekerja, keterpaduan, sesuai dengan potensi dan kebutuhan, beroriantasi pada kebutuhan, partisipatif, berkesinambungan, berwawasan sistem, dan mengutamakan pelayanan prima. Program-program yang sudah ditetapkan untuk menumbuhkan agripreneur muda ada lima program. Pertama, pengenalan pertanian dengan perkemahan Jum’at Sabtu Minggu. Kedua, peningkatan kompetensi generasi muda pertanian untuk menumbuhkembangkan jiwa etrepreneurship, meningkatkan keterampilan agribisnis, serta meningkatkan manajemen dan kepemimpinan. Ketiga, peningkatan akselerasi generasi muda pertanian untuk mengembangkan kemitraan, menumbuhkembangkan agripreneur muda, dan meningkatkan aksesibilitas teknologi. Keempat, pemberdayaan generasi muda pertanian untuk penguatan kelembagaan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk, peningkatan aksesibilitas sumber permodalan dan pasar. kelima, sinergi dan integrasi pengembangan generasi muda

Page 92: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

83

pertanian untuk meningkatkan koordinasi program, sosialisasi program, dan advokasi program.

Oleh karena itu, agar generasi muda dapat berubah pola pikirnya terhadap sektor pertanian, maka dibutuhkan keseriusan dalam memberikan pendidikan sektor pertanian. Kegiatan tersebut sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga mulai dari keluarga sebagai tempat pendidikan non-instansi yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan generasi muda sejak dini. Orang tua mempunyai peran penting untuk menumbuhkan pola pikir anak. Oleh karena itu, program pendidikan bagi calon agripreneur muda sebaiknya juga melibatkan orang tua. Orang tua dapat mendorong anaknya untuk menjadi agripreneur sejak dini. Mereka dapat mengajarkan bahwa semua umat manusia membutuhkan pangan yang hanya dapat dipenuhi oleh sektor pertanian. Instansi pendidikan perlu meningkatkan kualitas, sehingga generasi muda dapat menjadi lebih tertarik dengan agribisnis. Kurikulum yang diajarkan sebaiknya memasukkan kegiatan pembelajaran yang berupa praktek langsung di lapangan atau pembelajaran yang berbasis pada pendidikan entrepreneurship, sehingga siswa lebih cepat dan mudah memahami pembelajaran yang disampaikan pengajar. Pendidikan entrepreneurshipmemungkinkan output dari instansi tersebut sudah mempunyai keahlian yang sesuai dengan tingkatnya, tidak hanya secara teori tetapi juga secara praktek di lapangan. Oleh karena itu, siswa yang telah lulus menjadi lebih mudah dalam mendapatkan pekerjaan atau bahkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri dan orang lain.

Ciputra menyimpulkan bahwa entrepreneur dapat ditumbuhkan dengan 3-L yaitu lahir, lingkungan, dan latihan (Ciputra, 2009). Lahir adalah orang yang dilahirkan dalam keluarga entrepreneur lebih mudah menjadi entrepreneur jika dibandingkan dengan orang yang lahir tidak dalam keluarga entrepreneur. Lingkungan dapat menciptakan seorang menjadi entrepreneur. Apabila seseorang berada dalam lingkungan yang sangat erat hubungannya dengan entrepreneurial, maka dalam jangka waktu yang cukup lama, entrepreneurship dapat meresap secara mendalam ke dalam jiwa dan kecakapan orang tersebut. Latihan atau pendidikan dapat membangun pola pikir seseorang sehingga orang tersebut akan memiliki kemampuan entrepreneurial. Bob Sadino (Zaqeus, 2009) mengatakan bahwa untuk menjadi entrepreneur seseorang tidak harus mengikuti pendidikan formal di institusi pendidikan. Teori yang diajarkan di sekolah merupakan ilmu yang sudah lampau menurut Bob. Tetapi hal tersebut sebenarnya mengandung maksud bahwa teori yang sudah lampau tersebut dapat digunakan sebagai dasar pembelajaran, tetapi tetap harus mempraktekkan langsung pembelajaran yang sedang dipelajari karena banyak kondisi yang sudah berubah jika dibandingkan dengan kondisi pada saat teori yang sudah lampau tersebut diciptakan.

Pendidikan entrepreneurship yang tepat adalah pendidikan yang menjadikan siswanya seorang entrepreneur yang mempunyai tujuh karakteristik entepreneur. Entrepreneur tidak bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri tetapi lebih mengutamakan kepentingan orang lain. Pendidikan entrepreneurship tidak mengajarkan “to know entrepreneur” tetapi mengajarkan “to be entrepreneur”. Ciputra (Ciputra, 2009) memberikan contoh tentang dirinya dan beberapa entrepreneur yang sukses, bahwa dengan kecakapan entrepreneurship maka kemiskinan dapat dipatahkan. Ciputra juga menyebutkan bahwa dengan kecakapan entrepreneurship dapat mengubah kekayaan alam dan budaya menjadi kesejahteraan bangsa. Ciputra adalah seorang entrepreneur yang sukses, tetapi sampai saat ini masih terus mempelajari entrepreneurship dari pengalaman langsung di lapangan. Pendidikan entrepeneurship dapat diajarkan melalui instansi pendidikan maupun non-pendidikan (pelatihan), dan semua orang dapat mempelajari entreprenurship untuk menjadi entrepreneur.

Page 93: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

84

Proses pembelajaran entrepreneurship dalam instansi pendidikan sebaiknya dilakukan sejak dini mulai dari pendidikan dasar termasuk pendidikan untuk anak usia dini (PAUD) sampai dengan pendidikan di Universitas. Sebagai contoh, Universitas Ciputra menerapkan proses pembelajaran experiential based learning. Mahasiswa diajarkan untuk menjalankan projek bisnis. Mahasiswa yang terlibat dalam projek bisnis tersebut diajarkan memulai dan mengelola bisnis sendiri. Mahasiswa diajarkan banyak hal, diantaranya adalah membuat business plan, product testing, market research, personal selling, branding, benchmarking, operational and financial management, time management, communication skill, dan business execution. Experiential based learning membuat mahasiswa lebih memahami dan melakukan kontak langsung dengan kondisi bisnis di dunia nyata, sehingga mahasiswa sudah siap dan mampu bersaing di dunia bisnis nyata setelah menyelesaikan pendidikannya. Oleh karena itu, mereka tidak akan kesulitan mencari pekerjaan, bahkan mereka akan dapat menciptakan lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri dan orang lain.

Demikian juga pendidikan entrepreneurship di sektor pertanian. Perubahan pola pikir generasi muda menjadi tertarik dalam dunia agribisnis akan meningkatkan minat mereka untuk belajar dan melakukan usaha dalam bidang tersebut. Peningkatan keahlian dalam bidang agribisnis akan meningkatkan produktivitas sektor pertanian yang berdampak pada: kualitas ekologi meningkat, pendapatan meningkat, pengangguran berkurang, tingkat kemiskinan berkurang, PDB meningkat, devisa dari ekspor meningkat, ketahanan dan swasembada pangan dapat tercapai, kesejahteraan nasional meningkat, perekonomian meningkat, serta kompetensi bersaing dengan negara lain meningkat. Sangat disayangkan apabila SDA Indonesia yang melimpah tidak dapat dimanfaatkan oleh SDM bangsanya sendiri. Kondisi perekonomian Indonesia akan semakin menurun apabila sektor pertanian tidak dimanfaatkan dan dikelola oleh SDM yang berkualitas. Kemiskinan yang banyak terjadi di masyarakat sektor pertanian akan semakin memburuk, karena SDA yang ada hanya dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu bahkan oleh pihak asing yang mempunyai kekuatan modal. Oleh karena itu pendidikan entrepreneurship yang tepat, sangat diperlukan untuk meningkatkan jumlah agripreneur muda yang berkualitas, berhasil dan berdaya guna.

KESIMPULANPenelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran bahwa pendidikan

entrepreneurship yang berkulitas dapat menumbuhkan agripreneur muda yang berhasil dan berdaya guna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu penyebab penurunan produktivitas, kemiskinan, penggangguran, SDM yang tidak berkualitas pada sektor pertanian adalah rendahnya tingkat dan kualitas pendidikan. Generasi muda pertanian tidak mendapatkan pendidikan yang tepat dan berkualitas, sehingga banyak dari generasi muda yang potensial tidak tertari untuk menjadi agripreneur. Oleh karena itu, dibutuhkan pendidikan entrepreneurship yang tepat dan berkualitas untuk menciptakan SDM yang berkualitas sehingga menumbuhkan agripreneur muda yang berhasil dan berdaya guna.

REFERENSI

Aryani, D. (2012), Kasus Kedelai, Potret Gagal Pangan, tersedia di http://suar.okezone.com.

Badan Litbang Pertanian Kementrian Pertanian Indonesia, Ketersediaan Lahan Untuk Pengembangan Pertanian Indonesia tersedia di http://bppsdmp.deptan.go.id.

Page 94: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

85

Badan Pusat Statistik, Survei Angkatan Kerja Nasional, tersedia di http://www.bps.go.id.

Beng, A A. (2011), Perencanaan dan Sumber Daya Manusia, tersedia di http://bppsdmp.deptan.go.id.

Chairil, et al. (2010), Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai, tersedia di http://www.setneg.go.id.

Ciputra. (2009), Ciputra Quantum Leap: Entrepreneurship Mengubah Masa Depan Bangsa dan Masa Depan Anda, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Damayanti, S. (2012), Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan Kemiskinan di Korea Selatan, tersedia di http://bppsdmp.deptan.go.id.

Listianingsih, A. (2012), Liputan Khusus: Arief Daryanto:”Indonesia Akan Jadi Jagoan Ekonomi Dunia”, tersedia di http://www.agrina-online.com.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT140/1/2013, Pedoman Pengembangan Generasi Muda Pertanian, tersedia di http://perundangan.deptan.go.id.

Sudaryanto, (2011), ” The Need for ICT Education for managers or agri-businessmen for increasing farm income: Study of factor influences on computer adoption in East Java farm agribusiness”, International Journal of Education and Development using Information and Communication Technology (IJEDICT), Vol.7 (1), pp. 56-67.

Undang-Undang Pokok Agraria, tersedia di http://hukum.unsrat.ac.id.

Wahyudi, S. (2012), Entrepreneurial Branding and Selling: Road Map Menjadi Entrepreneur Sejati, Graha Ilmu, Yoyakarta.

Zaqeus, E. (2009), Bob Sadino: Mereka Bilang Saya Gila! Seni Berpikir, Bersikap, dan Bertindak dari Wiraswastawan Sejati, Kintamani Publishing, Bekasi, Jawa Barat.

Page 95: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

86

PENGARUH NILAI ETIKA DAN ORIENTASI ETIKA PADASENSITIVITAS ETIS MAHASISWA

Zulhawati1), Pujiastuti2), Ifah Rofiqoh3)

1)FITB UTY Yogyakarta2) FITB UTY Yogyakarta3) FITB UTY Yogyakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini menguji nilai etika organisasi dan orientasi etika terhadap sensitivitas etis pada proses pengambilan keputusan etis oleh mahasiswa. Nilai etis organisasi menggunakan kuesioner yang dikembangkan dari kode etik mahasiswa dan orientasi etika digunakan Ethical Position Questionnaire berdasarkan pada dua dimensi etis (idealisme dan relativisme). Model Persamaan Struktural menunjukkan bahwa nilai etika organisasi dan orientasi etis sebagai faktor penyebab dan mempengaruhi penilaian mahasiswa sehingga secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi pengambilan keputusan etis. Penelitian ini juga menemukan bahwa model yang diusulkan, secara keseluruhan, tidak memiliki goodness-of-fit index yang cukup. Hasil ini mungkin menunjukkan bahwa kompleksitas proses pengambilan keputusan etis tidak sepenuhnya dapat ditangkap dalam model teoritis

Keywords: nilai etika organisasi, orientasi etika, sensitivitas etis, SEM

PENDAHULUANKasus Sunbean, Enron, WorldCom, Tyco, Health South di Amerika, Parmalat di

Italia, HIH Insurance di Australia, Bank Global, Bank Lippo, Century, Telkom dan Hambalang merupakan contoh terjadinya pelanggaran etika yang dilakukan oleh para pelaku bisnis di Indonesia. Kasus-kasus kecil berkaitan dengan makanan ringan, misalnya mi bekas yang sudah membusuk disulap jadi makanan ringan kemasan, pembuatan makanan dengan pewarna tekstil dan lain-lain kasus pelanggaran etika hanya demi meningkatkan laba, atau mungkin hanya sekedar untuk meningkatkan penghasilan. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan hanya sikap baik dan sopan kepada pemilik. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal bagi pemilik. Fokus itu membuat perusahaan yang berpikir pendek dengan segala cara berupaya melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen lebih mementingkan sesuatu yang praktis dan instan sering menjadi faktor pemicu perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis.

Berdasarkan kasus-kasus tersebut, sebagain besar merupakan perilaku berkaitan dengan etika yang dihadapi para pelaku bisnis, faktor penting dalam perilaku pengambilan keputusan etis adalah faktor-faktor yang secara unik berhubungan dengan individu pembuat keputusan dan variabel-variabel yang merupakan hasil dari proses sosialisasi dan pengembangan masing-masing individu seperti ciri pembawaan sejak lahir (gender, umur, kebangsaan) dan faktor organisasi, lingkungan kerja dan profesi (Paolillo dan Vitell, 2002). Berkaitan dengan etika tersebut, pendidikan diharapkan tetap memainkan peran utama dalam pengembangan professional entry level employee. Russell dan Smith (2003) menyoroti bahwa kegagalan bisnis yang melibatkan salah satu kantor akuntan publik global, tidak terlepas dari desain kurikulum pendidikan tinggi yang dirasa belum mampu menyediakan materi yang cukup untuk mempersiapkan mahasiswa sebagai calon-calon pebisnis. Clark (2003) menyatakan bahwa masyarakat dan pandangannya mempunyai

Page 96: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

87

pengaruh secara langsung terhadap perilaku etis. Para pendidik dan praktisipun tidak mampu mengembangkan konsep-konsep etika yang sesuai dengan keadaan dunia bisnis yang sedang berlangsung.

Namun, belakangan beberapa akademisi dan parktisi bisnis melihat adanya hubungan sinergis antara etika dan laba. Menurut mereka, justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi baik merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Salah satu kasus yang dijadikan acuan adalah Johnson & Johnson (J&J) menangani kasus keracunan Tylenol tahun 1982. Pada kasus itu tujuh orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengkonsumsi Tylenol di Chicago, tapi setelah itu J&J segera menarik produknya dan bekerjasama dengan polisi, FBI, dan FDA (BPOM-nya Amerika Serikat) menyelidiki, hasilnya membuktikan, keracunan itu disebabkan oleh pihak lain yang memasukkan sianida ke botol-botol Tylenol. Biaya yang dikeluarkan dalam kasus ini lebih dari 100 juta dollar AS. Namun, hasil kesigapan dan tanggung jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan itu berhasil membangun reputasi bagus yang masih dipercaya hingga kini. Begitu kasus diselesaikan, Tylenol dilempar kepasaran dengan penutup lebih aman dan produk ini segera kembali memimpin pasar (market leader) di AS.

Menurut Cytron (2005) ada beberapa definisi etika tergantung pada kontek yang dibicarakan. Dalam beberapa konteks, etika sinonim dengan filosofi moral, yang mencoba menjawab pertanyaan teoritis mengenai sifat dan rasionalitas moral. Menurut Teori etika Michael Davis (seperti yang telah dikutip oleh Ashgate, 2002 dalam Cytron 2005), etika didefinisikan sebagai berikut: standar untuk setiap orang (yang secara rasional terbaik bagi mereka) sehingga orang lain ingin mengikutinya, bahkan jika mungkin mereka harus mengikutinya. Sedangkan dalam kasus lain, etika berarti kode etik khusus yang diterapkan bagi para anggota profesi tertentu. Salah satu pengertian etika menurut Mappes (1998 dalam Huss dkk., 1993) adalah Etika dapat didefinisikan sebagai falsafah ilmu moral, dan karena itu, moralitas adalah jelas sebagai karakteristik subjek soal etika. Dari definisi-definisi tersebut, ide utama tentang etika merupakan suatu “aturan main” tertentu yang mengatur perilaku dan seharusnya dipatuhi oleh para anggotanya.

Nilai etika organisasi (corporate ethical value) adalah sebuah sistem nilai-nilai etis yang ada di dalam organisasi. Sistem nilai ini dihasilkan dari proses akulturisasi dari berbagai nilai-nilai yang ada, baik yang berasal dari di dalam maupun dari luar organisasi. Nilai etika organisasi tercipta dari berbagai praktek yang dijalankan oleh manajemen beserta nilai-nilai yang menyertainya (espoused values). Nilai etika organisasi sebagai komponen utama kultur organisasi merupakan acuan yang mangarahkan anggota-anggota organisasi dalam menghadapi lingkungan internal maupun eksternalnya yang terbentuk dari nilai-nilai etika individual dari manajemen baik formal maupun informal terhadap situasi etika di dalam organisasi (Hunt dkk., 1989).

Orientasi etika (ethical orientation atau ethical ideology) berarti mengenai konsep diri dan perilaku pribadi yang berhubungan dengan individu dalam diri seseorang. Cohen dkk. (1996) menyatakan bahwa setiap orientasi etika individu, pertama-tama ditentukan oleh kebutuhannya. Kebutuhan tersebut berinteraksi dengan pengalaman pribadi dan sistem nilai individu yang akan menentukan harapan atau tujuan dalam setiap perilakunya sehingga pada akhirnya individu tersebut menentukan tindakan apa yang akan diambilnya. Orientasi Etika menurut Forsyth (dalam Barnett dkk., 1994) dioperasionalisasikan sebagai kemampuan individu untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan nilai etika dalam suatu kejadian. Orientasi etika menunjukkan pandangan yang diadopsi oleh masing-masing individu ketika menghadapi situasi masalah yang membutuhkan pemecahan dan penyelesaian etika atau dilema etika.

Kategori orientasi etika yang dibangun oleh Forsyth (1992) dalam Barnett dkk., (1994) menyatakan bahwa manusia terdiri dari dua konsep yaitu idealisme versus

Page 97: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

88

pragmatisme, dan relativisme versus nonrelativisme yang ortogonal dan bersama-sama menjadi sebuah ukuran dari orientasi etika individu. Idealisme menunjukkan keyakinan bahwa konsekuensi sebuah keputusan yang diinginkan dapat diperoleh tanpa melanggar nilai-nilai luhur moralitas. Dimensi ini dideskripsikan sebagai sikap individu terhadap suatu tindakan dan bagaimana tindakan itu berakibat kepada orang lain. Individu dengan idealisme yang tinggi percaya bahwa tindakan yang etis seharusnya mempunyai konsekuensi yang positif dan selalu tidak akan berdampak atau berakibat merugikan kepada orang lain sekecil apapun (Barnett, dkk., 1994). Di lain pihak, pragmatisme mengakui hasil keputusan adalah yang utama dan jika perlu mengabaikan nilai-nilai moralitas untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Konsep relativisme menunjukkan perilaku penolakan terhadap kemutlakan aturan-aturan moral yang mengatur perilaku individu yang ada. Orientasi etika ini mengkritik penerapan prinsip-prinsip aturan moral yang universal. Relativisme menyatakan bahwa tidak ada sudut pandang suatu etika yang dapat diidentifikasi secara jelas merupakan ‘yang terbaik’, karena setiap individu mempunyai sudut pandang tentang etika dengan sangat beragam dan luas. Kebalikannya, orientasi etika non-relativisme (atau absolutisme) menunjukkan pengakuan adanya prinsip-prinsip moral dengan kewajiban-kewajiban yang mutlak.

Sensitivitas etis merupakan kemampuan untuk menyadari nilai-nilai etika atau moral dalam suatu keputusan. Keputusan etis (ethical decision) per definisi adalah sebuah keputusan yang baik secara legal maupun moral dapat diterima oleh masyarakat luas (Trevino,1986; Jones, 1991). Beberapa review tentang penelitian etika (Louwers dkk., 1997; Loe dkk., 2000;Paolillo & Vitell, 2002) mengungkapkan beberapa penelitian empirik tentang pengambilan keputusan etis. Mereka menyatakan bahwa salah satu determinan penting perilaku pengambilan keputusan etis adalah faktor-faktor yang secara unik berhubungan dengan individu pembuat keputusan dan variabel-variabel yang merupakan hasil dari proses sosialisasi dan pengembangan masing-masing individu. Faktor-faktor individual tersebut meliputi variabel-variabel yang merupakan ciri pembawaan sejak lahir (gender, umur, kebangsaan dan sebagainya). Sedangkan faktor-faktor lainnya adalah faktor organisasi, lingkungan kerja, profesi dan sebagainya.

Zeigenfuss dan Martison, 2002) menyatakan bahwa model pengambilan keputusan etis terdiri dari 4 (empat tahapan), yaitu pertama pemahaman tentang adanya isu moral dalam sebuah dilema etika (recognizing that moral issue exists). Dalam tahapan ini menggambarkan bagaimana tanggapan seseorang terhadap isu moral dalam sebuah dilema etika. Kedua adalah pengambilan keputusan etis (make a moral judgment), yaitu bagaimana seseorang membuat keputusan etis. Ketiga adalah moral intention yaitu bagaimana seseorang bertujuan atau bermaksud untuk berkelakuan etis atau tidak etis. Sedangkan keempat adalah moral behavior, yaitu bagaimana seseorang bertindak atau berperilaku etis atau tidak etis.

Jones (1991) menyatakan ada 3 unsur utama dalam pengambilan keputusan etis, yaitu pertama, moral issue, menyatakan seberapa jauh ketika seseorang melakukan tindakan, jika dia secara bebas melakukan tindakan itu, maka akan mengakibatkan kerugian (harm) atau keuntungan (benefit) bagi orang lain. Dalam bahasa yang lain adalah bahwa suatu tindakan atau keputusan yang diambil akan mempunyai konsekuensi kepada orang lain. Kedua adalah moral agent, yaitu seseorang yang membuat keputusan moral (moral decision). Ketiga adalah keputusan etis (ethical decision) itu sendiri, yaitu sebuah keputusan yang secara legal dan moral dapat diterima oleh masyarakat luas.

Perkembangan penalaran moral (cognitive moral development), sering disebut juga kesadaran moral (moral reasoning, moral judgment, moral thinking), merupakan faktor penentu yang melahirkan perilaku moral dalam pengambilan keputusan etis, sehingga

Page 98: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

89

untuk menemukan perilaku moral yang sebenarnya hanya dapat ditelusuri melalui penalarannya. Artinya, pengukuran moral yang benar tidak sekedar mengamati perilaku moral yang tampak, tetapi harus melihat pada kesadaran moral yang mendasari keputusan perilaku moral tersebut. Dengan mengukur tingkat kesadaran moral akan dapat mengetahui tinggi rendahnya moral tersebut (Jones, 1991).

Hipotesis dan Model PenelitianNilai etika organisasi dapat digunakan untuk menetapkan patokan dalam

menggambarkan apa-apa yang dikerjakan merupakan hal yang ‘baik’ atau ‘etis’ dan hal yang ‘tidak baik’ atau ‘tidak etis’ dalam organisasi. Hunt dkk., (1989) juga menyatakan bahwa nilai etika organisasi adalah sebuah derajat pemahaman organisasi tentang bagaimana organisasi bersikap dan bertindak dalam menghadapi isu-isu etika. Hal ini meliputi tingkat persepsi 1) bagaimana para pekerja menilai manajemen dalam bertindak menghadapi isu etika di dalam organisasinya 2) bagaimana para pekerja menilai bahwa manajemen memberi perhatian terhadap isu-isu etika di dalam organisasinya dan 3) bagaimana para pekerja menilai bahwa perilaku etis (atau tidak etis) akan diberikan imbalan (hukuman) di dalam organisasinya. Dari pernyataan tersebut, maka nilai etika organisasi akan mempengaruhi nilai kepribadian individu, sehingga dihipotesiskan sebagai berikut:

H1 : Nilai etika organisasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap orientasi etika idealisme mahasiswa.

H2 : Nilai etika organisasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap orientasi etika relativisme mahasiswa.

Model yang diajukan Trevino (1986) dapat jelaskan yaitu, ketika seseorang dihadapkan pada sebuah dilema etika maka individu tersebut akan mempertimbangkannya secara kognitif dalam benaknya. Hal ini searah dengan pernyataan Jones (1991) tentang moral issue yang ada dalam dilema etika tersebut bahwa kesadaran kognitif moral seseorang tergantung kepada level perkembangan moral. Pembentukan pemahaman tentang moral issue tersebut akan tergantung kepada faktor individual (pengalaman, orientasi etika dan komitmen kepada profesi) dan faktor situasional (nilai etika organisasi). Berdasarkan model tersebut maka dalam penelitian ini dihipotesiskan:

H3: Orientasi etika idealisme mahasiswa mempunyai pengaruh yang positif terhadap sensitivitas etis mahasiswa

H4: Orientasi etika relativisme mahasiswa mempunyai pengaruh yang positif terhadap sensitivitas etis mahasiswa

Berikut model dalam penelitian ini:

Gambar 1 Model Penelitian

Nilai Etika

Orientasi Etika Relativisme Orientasi Etika Idealisme

Sensitivitas Etis

Page 99: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

90

ISI DAN METODESampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang telah mengambil matakuliah

etika bisnis dan profesi, alasan ini dipilih karena mahasiswa pada level tersebut sudah mendapatkan pengetahuan tentang hal-hal yang pantas dilakukan atau tidak kaitannya dengan bisnis. Mahasiswa diambil dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Kota Yogyakarta. Dari sejumlah 100 kuesioner yang disebarkan, 72 kuesioner yang kembali. Kemudian dari 72 kuesioner, 2 tidak terjawab lengkap, sehingga yang diolah dalam penelitian ini hanya 70 kuesioner. Karena sampel yang digunakan kurang dari 100, maka dalam sampel dalam penelitian ini belum memenuhi syarat minimal pengolahan data menggunakan SEM. Oleh karena itu, model awal SEM tersebut dimodifikasi dengan melakukan dekomposit pada indikator variabel-variabel konstruk (Ghozali dkk., 2008).

Nilai Etika Organisasi. Nilai etika organisasi diukur dengan menggunakan item pertanyaan yang diambilkan dari tata nilai budaya yang sudah di sosialisasikan kepada mahasiswa berkaitan dengan bagaimana organisasi mempersepsikan dan memperhatikan terhadap isu-isu etika di lingkungan organisasi itu sendiri. Item pertanyaan menanyakan persepsi mahasiswa tentang pemalsuan, tindakan kekerasan, pencurian, adu domba, kecurangan, dan pelanggaran perjanjian.

Orientasi Etika. Variabel orientasi etika dalam penelitian ini menggunakan instrumen yang disusun oleh Forsyth (1980) yang juga diadopsi oleh Ziegenfuss dan Singhapakdi (1994) yaitu Ethics Position Questionaire (EPQ) dengan penyesuaian karena respondennya mahasiswa. EPQ untuk mengukur idealisme dan relativisme, yang merupakan dua faktor dasar dari nilai etika individual. Item pertanyaan tentang idealisme menanyakan persepsi mahasiswa tentang keharusan tidak merugikan orang lain, tidak menyakiti orang lain dan harus bermoral. Item pertanyaan tentang relativisme menanyakan persepsi mahasiswa tentang tipe moralitas yang berbeda-beda, etika pribadi, dan kebohongan situasional.

Sensitivitas Etis. Variabel sensitivitas etis digunakan skenario yang akan membantu menstandarisasikan stimulus sosial dari responden dan pada saat bersamaan merupakan gambaran yang lebih nyata dalam proses pembuatan keputusan etis. Hal ini sesuai dengan dua tahapan pertama pengambilan keputusan etis menurut Zeigenfuss dan Martison, 2002 yaitu tahapan pemahaman mengenai ada tidaknya muatan etika dan tahapan pengambilan keputusan etis itu sendiri. Pertanyaan berkaitan dengan mahasiswa tidak akan melakukan pemalsuan, tindakan kekerasan, pencurian, adu domba, kecurangan, dan pelanggaran perjanjian.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI

Tabel 1 Uji Validitas dan Reliabilitas PengukuranKode Items

Nilai Etika NE1 NE2 NE3 NE4Alpha 0,711Factor 0,80 0,71 0,74 0,84Orientasi Idealisme OI1 OI2 OI3 OI4 OI5 OI6 OI7 OI8 OI9 OI10Alpha 0,833Factor 0,81 0,82 0,87 0,83 0,78 0,84 0,79 0,86 0,79 0,81Orientasi Relativisme OR1 OR2 OR3 OR4 OR5 OR6 OR7 OR8 OR9 OR10Alpha 0,828Factor 0,70 0,72 0,74 0,73 0,78 0,72 0,74 0,87 0,81 0,83Sensitivitas Etis SE1 SE2 SE3 SK1 SK2Alpha 0,883Factor 0,88 0,92 0,74 0,89 0,84

Sumber : Ouput SPSS

Page 100: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

91

Dari tabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa penelitian ini mempunyai factor loadinglebih besar dari 0,5, sehingga indikator-indikator tersebut dapat diterima sebagai pengukur variabel laten penelitian. Uji kekonsistenan indikator-indikator dalam satu variabel dilakukan dengan uji reliabilitas Cronbach Alpha, nilai Cronbach Alpha telah melampui rule of thumb alpha sebesar minimal 0,6. Jadi data penelitan ini lolos uji reliabilitas.

Pengujian kesesuaian model penelitian teoritis dan model actual digunakan degree of freedom (df), goodness of fit index (GFI), adjusted GFI ( AGFI), normed-fit index (NFI), Tucker-Lewis index (TLI), dan root mean square error of approximation(RMSEA). Nilai-nilai indikator kesesuaian model penelitian beserta kriteria penerimaan model tersebut dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 2 Goodness of Fit Model PenelitianIndikator Kriteria Nilai AktualDegrees of freedom Positif 1GFI >= 0,95 0,675AGFI >= 0,95 0,786NFI >= 0,95 0,883TLI >= 0,95 0,906RMSEA <= 0,05 0,080

Sumber : Hox dan Bechger (1999) dan Output AMOS

Model penelitian tidak berbeda dengan model yang ada dalam populasi, dengan df sebesar 1 (positif). Kesesuaian model dapat dikatakan ‘baik’ jika nilai GFI, AGFI, NFI, dan TLI lebih besar dari 0,95. Model penelitian ini kurang baik, karena lebih kecil dari kriteria yang ditentukan, hal ini didukung nilai RMSEA sebesar 0,080. Hal ini mungkin karena keterbatasan data yang diolah menggunakan komposit model.

Tabel 3 Regression WeightsC,R,

Nilai Etika Orientasi Idealisme 3,446Nilai Etika Orientasi Relativisme 3,363Orientasi Idealisme Sensitivitas Etis 1,896Orientasi Relativisme Sensitivitas

Etis1,472

Sumber : Output AMOS

Hasil pengujian hipotesis yang menggambarkan hubungan yang terdapat dalam masing-masing konstrak dapat dilihat pada Gambar 1. Untuk hubungan antara nilai etika organisasi dengan orientasi etika, tampak ditemukan hubungan yang positif. Temuan ini menunjukkan bahwa nilai etika secara positif mempunyai pengaruh terhadap orientasi etika mahasiswa. Sebuah organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika akan membawa mahasiswa kepada orientasi etika yang menjunjung tinggi pula nilai-nilai idealisme dan selalu memegang teguh sesuai dengan aturan yang berlaku (orientasi etika relativisme).

Hal ini sesuai dengan penelitian Hunt dkk (1989) yang menyatakan bahwa nilai etika organisasi merupakan komponen sangat penting dalam kultur organisasi dan secara interaktif merupakan pembentuk orientasi etika individu dalam organisasi. Untuk hubungan antara orientasi etika dengan sensitivitas etis juga menunjukkan hasil yang positif. Temuan ini menunjukkan bahwa orientasi etika mahasiswa berpengaruh secara positif terhadap keputusan yang diambil dalam situasi dilema etika.

Page 101: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

92

KESIMPULANBerdasarkan hasil uji statistika maka dapat disimpulkan bahwa nilai etika organisasi

dan orientasi etika mempengaruhi sensitivitas etis mahasiwa. Nilai etika organisasi sebagai faktor situasional individu mempunyai pengaruh terhadap orientasi etika. Orientasi etika mahasiswa mempunyai pengaruh yang positif terhadap pengambilan keputusan etis. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengambilan keputusan etis oleh mahasiwa ketika dihadapkan pada sebuah dilemma etika maka akan mempertimbangkan baik buruknya secara kognitif dimana hal ini tergantung persepsi individu dalam mensikapi dan manghadapi isu-isu etika. Berdasarkan hasil penelitian ini maka berimplikasi pada materi ajar yang harus didesain dengan memasukkan materi etika pada tiap-tiap level pembelajaran.

Dari sisi metode, penelitian ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan seperti yang disyaratkan untuk penggunaan uji kesesuaian model dengan menggunakan SEM, seperti jumlah responden yang kurang memenuhi sehingga dalam penelitian ini digunakan merupakan model modifikasian melalui dekomposit. Untuk memperjelas hasil penelitian ini, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang mengeksplorasi hubungan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan etis mahasiawa dalam situasi dilema etika atau dapat juga dibandingkan dengan pelaku bisnis yang telah berpengalaman.Terlepas dari berbagai keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi berbagai pihak yang terkait dengan materi ajar terutama berkaitan sensitivitas etis. Kompleknya proses pengambilan keputusan dalam situasi dilema etis merupakan hal yang harus bisa ditangkap oleh mahasiswa.

REFERENSI

Arnold, V.; J.C. Lampe dan S.G. Sutton (1999), “Understanding the Factors Underlying Etrhical Organizations: Enabling Continuous Ethical Improvement” The Journalof Applied Business Research, Vol. 15. No. 3.

Barnett, T., K. Bass dan G. Brown (1994), “Ethical Ideology and Ethical Judgment Regarding Ethical Issues in Business”, Journal of Business Ethics 13.

Clark, C.K. (2003), “Reviewing the Value Ethic Education”, Pennsylvania CPA Journal. Vol. 74, No.2

Crytron, S.H. (2005), “Evolving Curiculla: Ethics Proposal Stirs Debate”, Catalyst, September - Oktober

Cohen, J.R., L.W. Pant dan D.J. Sharp (1996), “Measuring the Ethical Awareness and Ethical Orientation of Canadian Auditors”, Behavioral Research in Accounting,Vol. 8. Supplement.

Ghozali, Imam (2008), “Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Hunt, S.D.; V.R. Wood dan L.B. Chonko (1989), “Corporate Ethical Values and Organizational Commitment in Marketing”, Journal of Marketing, Vol. 53 (July).

Huss, H. Fenwick, Patterson dan Denies M. (1993), “Ethics in Accounting: Values Education without Indoctrination”, Journal Business Ethics

Page 102: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

93

Jones, T.M. (1991), “Ethical Decision Making by Individuals in Organizations: An Issue-Contingent Model”, Academy of Management Review, Vol. 16 No. 2, hal. 366-395.

Loe, T.W., L. Ferrel dan P. Mansfield (2000), “A Review of Empirical Studies Assesing Ethical Decision Making in Business”, Journal of Business Ethics 25, hal. 185-204.

Louwers, T.J.; L.A. Ponemon dan R.R. Radtke (1997), “Examining Accountants’ Ethical Behavior: A Review and Implications for Future Research” dalam Behavioral Accounting Research: Foundation and Frontiers, Editor Vicky Arnold dan Steve G. Sutton

Paolillo, J.G.P dan S.J. Vitell (2002), “An Empirical Investigation of the Influence of Selected Personal, Organizational and Moral Intensity Factors on Ethical Decision Making”, Journal of Business Ethics 35

Russel, K.A dan C.S. Smith (2003), “Accounting Education’s Role in Corporate Malfeasance: Its’s Time for a New Curriculum”, Strategic Finance, Vol. 85, No.6

Trevino, L.K. (1986), “Ethical Decision Making in Organizations: A Person-Situation Interactionist Model”, Academy of Management Review, Vol. 11. No. 3.

Ziegenfuss, D.E. dan O.B. Martinson (2002), “The IMA Code of Ethics and IMA Members’ Ethical Perception and Judgment”, Managerial Auditing Journal, Vol. 17 No. 4.

Ziegenfuss, D.E. dan A. Singhapakdi (1994), “Professional Values and Ethical Perceptions of Internal Auditors”, Managerial Auditing Journal, Vol. 9 No. 1.

Page 103: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

94

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS AN ENTREPRENEURIAL LEARNINGDALAM MENINGKATKAN JIWA WIRAUSAHA MAHASISWA UNTUK

MENGATASI PENGANGGURAN INTELEKTUAL

Maria1), Sony Heru Priyanto2)

1)Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga 2)Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

e-mail: [email protected]

Abstrak

Setiap tahun jumlah pengangguran semakin meningkat, 20 % setiap tahunnya. Riset ini diharapkan akan ditemukan faktor determinan dan kontruk pendidikan berbasis kewirausahaan, yang nantinya akan digunakan untuk menyusun disain dan model pendidikan kewirausahaan berbasis Entrepreneurial Learning Model (ELM). Metode yang digunakan dalam riset ini penelitian deskriptif dan penelitian eksplanatif. Penelitian ini dilakukan di Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan atau pendidikan bisnis (Universitas Dian Nuswantoro Semarang, Universitas Negeri Jenderal Soedirman Purwokerto, dan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga). Unit analisis dari penelitian ini adalah peserta didik, pendidik serta sistem perkuliahan kewirausahaan. Data akan dianalisis dengan alat analisis Struktural Equation Modelling (SEM). Dari hasil penelitian ini pendidik dan kurikulum atau silabus membentuk pendidikan kewirausahaan. Penerapan Entrepreneurial Learning Model telah berjalan dengan baik. Pendidikan kewirausahaan akan membentuk kinerja peserta kewirausahaan.

Keywords : Pendidikan kewirausahaan, Entrepreneurial Learning Model, Kinerja kewirausahaan

PENDAHULUANLatar Belakang

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya pengangguran terdidik khususnya dari perguruan tinggi, setiap tahun naik 20%. Data terakhir menunjukkan bahwa jumlah penganggur di kalangan terdidik sampai dengan Februari 2009 telah mencapai 1,1 juta orang, dua kali lipat dari angka pada 2004 yang tercatat sebesar 585 ribu orang. Secara persentase, jumlah penganggur di kalangan terdidik juga meningkat drastis. Pengangguran terdidik tercatat mencapai 12,0 persen pada Februari 2009, yang juga meningkat dua kali lipat dari persentase pada 2004 yang hanya mencapai 5,7 persen.

Ironisnya, peningkatan penganggur di kalangan terdidik terjadi pada saat jumlah pengangguran secara keseluruhan mengalami penurunan, baik dalam persentase maupun secara absolut. BPS menunjukkan bahwa jumlah persentase pengangguran terus menurun dari 9.86 persen dari angkatan kerja pada 2004 menjadi 8,14 persen dari angkatan kerja pada 2009. Demikian pula, secara absolut, jumlah penganggur turun dari 10,25 juta orang pada 2004 menjadi 9,26 juta orang pada 2009 (Modjo, 2009).

Mengapa terjadi demikian? Salah satu penyebabnya adalah kurangnya relevansi pendidikan dengan pasar kerja. Argumen lain adalah karena sebagian besar ingin bekerja sementara jumlah lowongan terbatas. Masih sangat sedikit yang mau memulai usaha setelah lulus. Padahal menurut UNESCO, kepemilikan terhadap kewirausahaan dapat meningkatkan peluang kerja dan berusaha bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Ini berarti penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan yang tepat akan menghasilkan peluang usaha baru dan kemampuan lulusan dalam merakit sumberdaya menjadi kegiatan usaha.

Riset ini juga dilatar belakangi oleh fakta bahwa pendidikan bisnis dan manajemen terlalu dipenuhi teori dan analisis kuantitatif dan kurang menitik-beratkan pada faktor

Page 104: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

95

kualitatif, terlalu terfokus pada alat, konsep dan model, terlalu birokratis dalam menerapkan manajemen dan terlalu sedikit menerapkan entrepreneurial activity profesor dan pendidik sering bekerja pada kondisi tidak riel dibanding masalah-masalah penting (Derman & Levin (1994 dalam Vuuren and Nieman, 2000) sehingga perlu dilakukan transformasi ke arah entrepreneurial learning model (ELM).

TujuanTerkait dengan masih diselenggarakannya sistem pendidikan tatap muka

konvensional, yang ternyata malah banyak menimbulkan pengangguran intelektual, pada kesempatan ini akan dilakukan riset yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut, seperti:1. Untuk mengetahui disain, sistem dan model penyelenggaraan pendidikan

kewirausahaan di Perguruan Tinggi. 2. Menguji faktor determinan pendidikan kewirausahaan dan kinerja peserta didik

ISI DAN METODEJika ditinjau dari kegunaannya (purpose of study), penelitian ini termasuk penelitian

deskriptif dan penelitian eksplanatif karena bertujuan untuk karakteristik variabel dan hubungan antar variabel dan berusaha mengerti lebih jauh hubungan antar variabel yang telah ada.

Penelitian ini dilakukan di Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan atau pendidikan bisnis baik negeri maupun swasta yang ada di Jawa Tengah. Adapun perguruan tinggi tersebut meliputi Universitas Dian Nuswantoro Semarang, Universitas Negeri Jenderal Soedirman Purwokerto, dan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Unit analisis dari penelitian ini adalah peserta didik, pendidik serta sistem perkuliahan kewirausahaan.

Penelitian pengembangan ini bertujuan mengetahui tingkat keefektifan model pendidikan kewirausahaan, maka variabel penelitian yang hendak diukur mencakup:Variabel Laten Independen: Terdiri dari: X1 = Pendidik (A1 = Tingkat Pendidikan; A2 =Relevansi; A3 = Pengalaman bisnis; A4 = Personality), X2 = Peserta Didik (B1 = Motivasi ; B2 = Personality; B3 = Latar belakang Orang B4 = Budaya), X3 = Sarana dan Prasarana (C1 = Ruang/gedung; C2 = Peralatan belajar/laboratorium; C3 = Tempat praktek usaha), X4 = Kurikulum dan silabus (D1 = Kompetensi; D2 = Sistem Reward; D3 =Entrepreneurial Learning Model), X5 = Pendidikan Kewirausahaan (E1 = Pendidikan kewiraushaan; E2 = Pendidikan Manajemen; E3 = Perubahan Mindset).Variabel Laten Dependen: Y = Peningkatan Kinerja Peserta Didik (= Peningkatan kecakapan kewirausahaan; Y2 = Peningkatan jiwa kewirausahaan; Y3 = Keinginan memulai usaha).

Adapun teknik analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Tabel.1. Teknik Analisis

Kegiatan Analisis OutputPenelitian pendahuluan (eksplorasi, penyusunan dan validasi draft model, ujicoba terbatas draft model)Pengujian Model Awal

Panen JudgementAnalisis deskriptif kualitatifAnalisis ilustratifAnalisis level institusiKuantitatif SEM

Disain Pengembangan ModelPanduan Pembelajaran

Model Pendidikan Kewirausahaan

Page 105: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

96

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIPendidikan kewirausahaan merupakan faktor penting bagi Perguruan Tinggi untuk

mengembangkan jiwa kewirausahaan mahasiswa melalui kemampuannya menghasilkan technological innovation serta merubahnya menjadi social and economic innovation. Pendidikan kewirausahaan diharapkan bisa memotivasi mahasiswa untuk menjadi pengusaha ketika sudah menyelesaikan studinya. Pendidikan kewirausahaan juga diharapkan menjadi wahana menanamkan nilai-nilai kerja keras, ketekunan, tahan uji, memiliki need for achievement, berani mencoba, independen, kreatif dan innovatif.

Untuk mencapai pendidikan yang bisa memenuhi harapan seperti diatas, ada banyak faktor yang mempengaruhinya yang merupakan determinan dari pendidikan kewirausahaan. Faktor ini perlu diketahui agar ketika menjalankan pendidikan kewirausahaan, bisa melakukan treatment atau upaya untuk menghasilkan pendidikan kewirausahaan yang berkualitas. Adapun komponen dari faktor determinan itu adalah pendidik peserta didik, kurikulum dan silabus, sarana dan prasarana pendidikan.

Untuk melihat dinamika dari berbagai fakta, kegiatan dan kejadian yang terjadi tersebut, telah dilakukan analisis terhadap berbagai faktor dan variabel yang terkait dengan pendidikan kewirausahaan dengan melibatkan 3 Perguruan Tinggi di Jawa Tengah dan melibatkan alumni yang telah mengambil mata kuliah kewirausahaan dan telah berusaha menjadi pengusaha. Dengan menggunakan metode analisis SEM (StructuralEquation Modeling) dengan program AMOS diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Pengujian Model Pendidikan KewirausahaanEstimate

S.E.

C.R. P

Pendidikan Kewirausahaan (X5) <--- Pendidik (X1) 0,3358 0,0821 4,0899 ***Pendidikan Kewirausahaan (X5) <--- Peserta didik (X2) 0,0964 0,1062 0,9074 0,3642Pendidikan Kewirausahaan (X5) <--- Infrastruktur (X3) 0,0335 0,0655 0,5111 0,6093Pendidikan Kewirausahaan (X5) <--- Kurikulum & silabus (X4) 0,459 0,0818 5,6131 ***Kinerja Peserta Kewirausahaan (Y) <---

Pendidikan Kewirausahaan (X5) 0,789 0,1104 7,1482 ***

Sumber: Analisis Data Primer

A 1 A 2 A 3 A 4 B 1 B 2 B 3 C 1 C 2 C 3 D 1 D 2 D 3

X 2 X 3 X 4

X 5

Y

e 2 e 3 e 4 e 5 e 7 e 8 e 9 e 1 1 e 1 2 e 1 3 e 1 4 e 1 5 e 1 6

E 1

E 2

E 3

Y 1

Y 2

Y 3

Z 1

Z 1

X 1

e 1 6

e 1 7

e 1 8

e 1 9

e 2 0

e 2 1

e 9

B 4

Gambar 1. Model sebelum dianalisis Gambar 2. Model sebelum dianalisis

Page 106: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

97

PendidikDalam konteks pendidikan dan pembelajaran, pendidik merupakan faktor vital dan

sangat penting. Pendidik bisa berfungsi menjadi motivator untuk membangun dan meningkatkan semangat, optimisme, kerja keras, ketekunan serta tahan uji. Pendidik juga bisa berfungsi sebagai fasilitator dimana pendiidik berperan membantu peserta didik dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaannya. Fasilitasi ini bisa disediakan oleh pendidik sendiri maupun membukakan akses ke pihak lain. Pendidik juga berperan dengan cara memberi contoh dengan tujuan untuk memberikan inspirasi kepada peserta didik. Menurut Briga Hyhes (1996), jenis pengajaran dan kualitas dan kuantitas pendidik sangat mempengaruhi pendidikan kewiausahaan Menurutnya ada dua tahap dalam pelaksanaan pembelajarannya, pertama adalah aspek penguatan teoritis (know-how) dan kemudian aspek penguatan kreatifitas dan inovasi. Pendidikan kewirausaahaan yang berhasil akan diperoleh ketika guru menguasai juga bahkan memiliki pengalaman dalam dua aspek tadi.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di 3 perguruan tinggi, ternyata hasilnya sesuai dengan hipotesis. Dalam hipotesis disebutkan bahwa pendidik memiliki pengaruh yang positif terhadap pelaksanaan pendidikan kewirausahaan. Ditemukan bahwa pendidik mempengaruhi penddikan kewirausahaan. Dengan demikian, pendidik menjadi faktor determinan. Ada beberapa kemungkinan penyebabnya. Pertama, sekarang ini pendidik sudah mulai sadar bahwa dosen harus memberi contoh terlebih dahulu (memiliki usaha). Adapun bidang pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh pendidik kewirausahaan adalah jasa pendidikan (membuka kursus ketrampilan dan lembaga pendidikan untuk SMP dan SMA) yaitu sebesar 38%.

Jika memperhatikan data empiris yang ada, pada umumnya pendidik telah memiliki kualifikasi yang relatif mendukung pembelajaran kewirausahaan, mereka telah memilikipengalaman usaha sehingga bisa membuat peserta didik mau memulai menjalankan usaha mandiri dan bisa menjadi konsultan bagi mereka. Mereka memiliki semangat dan motivasi tinggi untuk menghasilkan wirausaha baru dari lulusannya. Dari hasil menunjukkan separuh responden (58%) menyatakan bahwa pengajar memiliki relevansi yang baik dan sangat baik terhadap bidang kewirausahaan.

Berdasarkan pada fakta ini, penting untuk diperhatikan bahwa pendidik yang berhasil mengembangkan pendidikan kewirausahaan yang menghasilkan lulusan yang berwirausaha adalah pendidik yang memiliki usaha dahulu atau memiliki kompetensi dibidangnya, memiliki semangat dan motivasi yang dan terlibat aktif sebagai mentor yang baik bagi peserta didiknya untuk menghasilkan wirausaha baru dari perguruan tinggi.

Peserta DidikPeserta didik merupakan pihak penting yang bereaksi karena adanya aksi dari

pendidik yang merespon dengan peningkatan pengetahuan, sikap dan keahliannya. Keberadaan peserta didik sangat penting bagi terselenggaranya proses pembelajaran yang berkualitas. Karakteristik, kemampuan, kemauan, kapasitas pserta didik akan mempengaruhi respon mereka pada aksi yang terjadi pada dirinya. Nilai-nilai, persepsi, mindset, kebiasaan, norma, belief dan harapan yang merupakan perwujudan budaya mereka, akan sangat mempengaruhi proses penyerapan pembelajaran yang terjadi.

Dari hasil penelitian empiris diperoleh fakta bahwa peserta didik tidak mempengaruhi proses belajar mengajar pada pendidikan kewirausahaan padahal menurut hipotesisnya, peserta didik mempengaruhi pendidikan kewirausahaan. Berdasarkan pada hasil riset diperoleh fakta bahwa pada umumnya mereka masih senang mencari kerja (job seeker) jika mereka lulus nantinya. Mereka saat ini belum bisa membayangkan akan menjadi pengusaha. Ketika mereka akan masuk ke Perguruan Tinggi, mereka pasti

Page 107: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

98

memikirkan akan kerja dimana. Sedikit saja yang masuk ke Perguruan Tinggi untuk jadi pengusaha. Ketika mereka kuliah, banyak yang sudah dipenuhi kebutuhannya sehingga ketika ada program kewirausahaan, mereka belum bisa memahaminya dan meresponnya secara inten dan aktif. Mind set, persepsi, kebiasaan, norma, kepercayaan dan harapan mereka belum mendukung dalam proses belajar mengajar kewirausahaan. Mereka yang merespon baik biasanya mereka “kepepet” atau terpaksa melakukannnya karena tidak ada pilihan lain. Mereka biasanya kesulitan keuangan sehingga ingin mengatasinya dengan melakukan usaha. Dalam teori kewirausahaan, kondisi seperti sebagai accident entrepreneur, seseorang yang menjadi pengusaha karena tidak direncanakan dan bisa terjadi karena tiada pilihan lain.

Kurikulum dan SilabusDalam sistem pembelajaran, kurikulum dan silabus juga memegang peranan

penting. Kurikulum sendiri berisi perencanaan belajar jangka panjang dan holistic untuk mecapai tujuan yang telah ditetapkan. Kurikulum menjadi acuan untuk menghasilkan standar pembelajaran dan kompetensi yang dibutuhkan.

Salah satu fungsi kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang pada dasarnya kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang saling berkaitan dan berinteraksi satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Komponen merupakan satu sistem dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, sebab kalau satu komponen saja tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana mestinya. Menurut Subandiyah (1993: 4-6) ada 5 komponen kurikulum, yaitu: (1) komponen tujuan; (2) komponen isi/materi; (3) komponen media (sarana dan prasarana); (4) komponen strategi dan; (5) komponen proses belajar mengajar (http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum). Kurikulum dan silabus haruslah disampaikan kepada mahasiswa diawal perkuliahan agar terdapat satu kesatuan pemikiran pendidik dan peserta didik dalam mencapai sasaran mata kuliah kewirausahaan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (73%) responden menyatakan jelas (53%) dan sangat jelas (20%).

Entrepreneurial Learning Model merupakan suatu proses pembelajaran kewirausahaan yang mengubah pola pikir (mindset) menjadi positif yang berguna dalam membentuk jiwa wirausaha. Hal ini dilakukan dengan membentuk perkuliahan yang menarik dan menginspirasi serta adanya uji coba langsung. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 64% responden menjawab baik dan 17% menjawab sangat baik dalam Entrepreneurial Learning Model.

Dari hasil riset yang dilakukan di tiga Perguruan Tinggi diperoleh hasil bahwa kurikulum dan silabus sangat mempengaruhi proses belajar mengajar di program pendidikan kewirausahaan.

Sarana dan PrasaranaMenurut Wei & Guo (2010), sarana dan prasarana ( laboratorium riset dan tempat

praktek usaha) akan membentuk jembatan komunikasi antara teori dan dunia nyata. Sarana dan prasarana secara teoritis penting dalam menunjang kelancaran dan efektifitas proses pembelajaran. Sarana dan prasarana yang memadai juga sangat mempermudah peserta didik memahami topik yang sedang dipelajarinya.

Walaupun penting, seringkali sarana dan prasarana ini kurang dipenuhi oleh pengelola dan pendidik dalam proses belajar mengajar. Mereka hanya menyediakan sarana dan prasarana belajar yang seadanya sehingga tidak mampu memotivasi dan menginspirasi peserta didik untuk mengetahui lebih dalam lagi.

Page 108: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

99

Hasil riset di tiga Perguruan Tinggi menunjukan bahwa sarana dan prasarana pendidikan tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap pendidikan kewirausahaan. Dengan kata lain, sarana dan prasarana pendidikan yang ada, tidak mampu mendukung proses pembelajaran kewirausahaan yang ada di Perguruan Tinggi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sangatlah minim fasilitas laboratorium yang dapat digunakan oleh mahasiswa. Sebanyak 38% responden menyatakan kurang, 3 % sangat kurang, dan 24% tidak ada fasiltas laboratorium.

Sarana dan prasarana pendidikan di lembaga pendidikan kondisinya sangat tidak mendukung proses belajar mengajar yang ada. Kondisi ini terjadi karena ada beberapa sebab, pertama tiadanya visi dari pengelola bahwa sarana dan prasarana sangat penting dan dibutuhkan dalam proses belajar mengajar. Namun karena pengelola tidak memiliki dana dan daya untuk itu atau terbatas dalam hal anggaran, maka biasanya mereka menyediakan sarana dan prasarana ala kadarnya. Dari hasil penelitian terlihat bahwa sangatlah minim fasilitas pendampingan usaha yang diberikan dalam proses belajar mengajar matakuliah kewirausahaan. Terdapat 54% responden yang menyatakan tidak ada dan kurang dalam fasilitas pendampingan usaha. Kegiatan ini meliputi dari menyusun rencana bisnis sampai dengan monitoring usaha yang dijalankan.

Dalam pendidikan kewirausahaan, karena yang akan diubah adalah mindset, jiwa dan motivasi dari peserta didik, maka peranan sarana dan prasarana sangat penting sebagai media atau alat pembelajaran yang mencoba memberikan visualisasi pada peserta didik.

Pendidikan Kewirausahaan dan Kinerja Peserta Didik Perubahan Mindset & Kinerja. Mindset atau cara pandang atau cara nilai sangat

mempengaruhi dalam perilaku pengusaha. Mindset yang dimiliki seseorang akan menuntun seseorang pada apa yang akan dikerjakan dan diperbuat. Dengan arti yang lain, kegagalan dalam berusaha banyak disebabkan oleh mindsetnya yang tetap (fixed mindset). Oleh karena itu, pendidikan kewirausahaan harus berisi mengenai perubahan mindset, dari fixed mindset menjadi growth mindset. Perubahan mindset ini akan menjadi dasar komponen pendidikan kewirausahaan yang lain. Dari hasil penelitian terlihat pada gambar 3, sebagian besar (94%) responden menjawab bahwa dengan adanya pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi telah melatih mahasiswa menjadi kreatif dan inovatif dalam membuat inspirasi bisnis serta kemampuan membuat proposal bisnis. Sebanyak 85% responden menyatakan telah dilatih dengan baik dan sangat baik dalam pendidikan manajemen. Mahasiswa dilatih dalam mengelola keuangan, sumber daya manusia, pemasaran, produksi, dan meningkatkan jejaring bisnis. Dilain pihak, sejumlah 91% responden menyatakan dengan adanya pendidikan kewirausahaan dapat merubah mindset mahasiswa (fixed mindset menjadi growth mindset) .

Page 109: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

100

Gambar 3. Pendidikan Kewirausahaan

Sumber : analisis data primer, 2012

Pendidikan kewirausahaan banyak diharapkan oleh berbagai kalangan untuk bisa menghasilkan lulusan peserta didik menjadi seorang pengusaha yang handal. Banyak teori yang sudah diungkapkan bahwa pendidikan kewirausahaan yang berkualitas akan mampu menghasilkan new entrepreneur.

Berdasarkan fakta yang ada, penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan masih sangat bervariasi. Karena bervariasi, komponennya juga sangat bervariasi sehingga ada banyak sekali komponen mengenai pendidikan kewirausahaan. Dahulu kala, pendidikan kewirausahaan hanya terkait dengan keahlian menjual saja. Namun sekarang ini, komponen pendidikan kewirausahaan sedikitnya terdiri dari perubahan mindset, peningkatan motivasi, keahlian kewirausahaan (entrepreneurial skill) serta kemampuan berbisnis atau business skill.

Menurut Welsch (1993) , pendidikan kewirausahaan yang berkualitas akan menghasilkan kinerja lulusan yang berkualitas pula. Setelah dilakukan kajian dan analisis, ditemukan bahwa variabel pendidikan kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja peserta didik. Ini menunjukkan bahwa hasil pengujian empiris mendukung hipotesis yang telah diajukan sebelumnya.

Dalam riset ini, ditemukan bukti bahwa pendidikan kewirausahaan dengan cara merubah mindset peserta didik, akan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Sebaliknya, pendidikan kewirausahaan yang tidak menyertakan perubahan mindset, biasanya pendidikan kewirausahaan tersebut tidak bisa menghasilkan lulusan yang berkualitas.

Motivasi & Kinerja. Banyak artikel yang menunjukkan peranan penting dari motivasi. Jika seseorang tidak memiliki motivasi, orang tersebut tidak akan memiliki kinerja yang tinggi. Motivasi akan menggerakkan berbagai aspek yang terkait dengan upaya dan usaha untuk menjalankan, mengendalikan dan mencapainya. Dalam teorinya, David McClelland (1961) mengatakan bahwa pengusaha yang sukses diperoleh karena yang bersangkutan memiliki motivasi yang kuat dan tinggi. Seseorang yang memiliki N-Ach (need for achievement) yang tinggi, jiwa kewirausahaan lebih tinggi dan kinerja usahanya akan lebih baik dari yang N-Achnya rendah.

Dalam riset ini diperoleh hasil bahwa motivasi berkorelasi positif dengan kinerja peserta didik. Berarti motivasi ada hubungan yang erat dengan kinerja peserta didik. Motivasi memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja peserta didik. Peserta didik yang memiliki motivasi yang kuat untuk maju dan untuk berusaha. Seperti diungkapkan sebelumnya, nilai-nilai personal seseorang seperti dorongan yang kuat dan untuk maju, motivasi, bakat dan kemampuannya sangat mempengaruhi sesorang dalam proses pengambilan keputusannya, sehingga pengambilan keputusan yang diambil oleh seseorang

Page 110: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

101

bisa tepat. Kepribadian, intelegensia dan motivasi seseorang merupakan faktor penting pembentuk perilaku individu yang akan mempengaruhi seseorang dalam menanggapi perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi termasuk didalamnya adalah menghasilkan kinerja yang tinggi. Itu artinya, hasil riset ini mendukung temua sebelumnya bahwa motivasi berpengaruh terhadap kinerja seseorang.

Entrepreneurial skill dan kinerja. Entrepreneurial skill merupakan keahlian yang dimiliki seseorang yang mampu menghasilkan cipta karsa dalam bisnis. Kemampuan itu, terdiri dari berani mencoba, independen, kreatif & inovatif serta mampu mengkonstruksinya inspirasi bisnis dan akhirnya nantinya mampu merakit sumberdaya yang dimilikinya serta sumberdaya yang ada dilingkungannya.

Dari gambar 4 menunjukkan ketiga indikator kinerja peserta kewirausahaan yang paling terlihat prestasi kerja bagus adalah adanya keinginan memulai usaha yang timbul dari dalam peserta didik yaitu sebesar 96%. Sebanyak 74% responden menyatakan adanya peningkatan jiwa kewirausahaan. Hal ini terbukti bahwa dalam memulai usaha, peserta didik telah memulai menyusun proposal usaha yang diberikan kepada beberapa sumber pendanaan. Sedangkan indikator terakhir yaitu sebanyak 68% menyatakan adanya peningkatan kecakapan kewirausahaan. Indikator ini belum menunjukkan prestasi yang baik seperti dua inkator sebelumnya karena peserta didik baru memulai usaha sehingga kemampuan membuka jejaring usaha masih minimal.

Gambar 4. Kinerja Peserta Kewirausahaan

Sumber : analisis data primer, 2012

Hasil riset menunjukkan bahwa entrepreneurial skill merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kinerja wirausaha. Seseorang yang memiliki kebutuhan untuk terus maju akan dipacu oleh keinginannya tersebut untuk mencapainya. Mereka akan ditarget oleh keinginannya tersebut. Mereka akan terus berupaya untuk mencapainya dan kemudian kalau sudah tercapai akan bermimpi lagi untuk meningkatkan keinginannya. Seseorang yang berani mencoba akan terus berupaya mengalami sesuatu yang berguna bagi dirinya untuk kepuasan rasa keingintahuannya. Berani mencoba akan memungkinkan mereka memiliki kesempatan untuk belajar dan memahami sesuatu yang nantinya akan berguna bagi dirinya. Seseorang yang

Business skill dan kinerja. Business skill merupakan keahlian seseorang untuk mengelola bisnisnya dalam hal perencanaan bisnis, mengorganisasikan usaha tersebut dalam hal siapa yang akan mengelola, lembaga seperti apa yang akan dibentuk, bagaimana pembagiana tugasnya, mengimplemtasikan rencana yang sudah disusun, dan melakukan pengendalian usaha supaya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan atau memperbaiki rencana pada saat melaksanakan rencana tersebut.

Page 111: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

102

Hasil riset ini menunjukkan bahwa business skill berkait erat dengan kinerja peserta didik. Disamping itu, business skill berpengaruh secara positif terhadap kinerja peserta didik. Ini berarti jika business skill seseorang tinggi, kinerja usahanya juga tinggi. Hasil riset ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa kemampuan bisnis yang tinggi akan menghasilkan kinerja kewiraushaaan yang tinggi. Priyanto (2005) mengatakan bahwa kapasitas manajemen usaha atau bisnis sangat berpengaruh siginifikan terhadap kinerja usaha seseorang.

KESIMPULAN1. Pendidik yang berhasil mengembangkan pendidikan kewirausahaan yang

menghasilkan lulusan yang berwirausaha adalah pendidik yang memiliki usaha dahulu atau memiliki kompetensi dibidangnya, memiliki semangat dan motivasi yang dan terlibat aktif sebagai mentor yang baik bagi peserta didiknya untuk menghasilkan wirausaha baru dari perguruan tinggi.

2. Peserta didik tidak mempengaruhi proses belajar mengajar pada pendidikan kewirausahaan, pada umumnya mereka masih senang mencari kerja (job seeker).

3. Kurikulum dan silabus sangat mempengaruhi proses belajar mengajar di program pendidikan kewirausahaan. Entrepreneurial Learning Model telah diterapkan dengan baik dalam proses pembelajaran kewirausahaan

4. Sarana dan prasarana pendidikan tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap pendidikan kewirausahaan. Sarana dan prasarana pendidikan (fasilitas pendanaan, pendampingan usahha, ruang pamer, dan laboratorium) di lembaga pendidikan kondisinya sangat tidak mendukung proses belajar mengajar yang ada.

5. Pendidikan kewirausahaan dengan cara merubah mindset peserta didik, akan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Sebaliknya, pendidikan kewirausahaan yang tidak menyertakan perubahan mindset, biasanya pendidikan kewirausahaan tersebut tidak bisa menghasilkan lulusan yang berkualitas.

REFERENSI

Briga Hynes. (1996), Entrepreneurship education training introducing entrepreneurship into non-business disciplines, Journal of European industrial Training, 20/8, 10-17.

Mc Clelland, David C. (1961), Entrepreneur Behavior and Characteristics of Entrepreneurs. The Achieving Society.

Modjo, M. Ikhsan (2009), Pengangguran Terdidik: Apa, Siapa dan Bagaimana?http://lepmida.com/column.php?id=217&awal=130

Priyanto, Sony Heru (2005) , Kewirausahaan dan Kapasitas Manajemen. Widya Sari Press Salatiga.

Welsch, P.H., (1993), Entrepreneurship education and training infrastructure: External interventions in the classroom. Proceedings of the IntEnt93 Conference Vienna, July 05-07.

Vuuren, Jurie Van And Gideon Nieman (2000), Entrepreneurship Education And Training: A Model For Syllabi/Curriculum Development.

Page 112: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

103

Wei, Yaping dan Wenting Guo (2010), Construction of the Entrepreneurship Education Teachers Based on the Characteristics of Business Education Level. International Education Studies Vol. 3, No. 2; May 2010

Page 113: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

104

MENUMBUHKAN JIWA ENTREPRENEUR MUDA MANDIRI GUNA MENINGKATKAN DAYA SAING PADA UNIVERSITAS SWASTA X DI

JAKARTA UTARA

Novita Wahyu Setyowati, Yustinus Yuniarto

Universitas Bunda Mulia, Jakarta Utara

[email protected]@bundamulia.ac.id

Abstrak

Di Indonesia, pengangguran dan kemiskinan setiap tahun semakin menjamur. Salah satu upaya mengatasi itu di Perguruan Tinggi mulai menanamkan jiwa dan semangat kewirausahaan dengan berbagai metode dan strategi yang membuat mahasiswa tertarik untuk berwirausaha. Hal ini dikarenakan hampir seluruh generasi muda kita, di dalam tujuan sekolah atau kuliah hanya untuk menjadi pekerja (job seeker) pada sebuah institusi atau company. Untuk menangani itu semua harus dicari solusinya, yaitu dengan menumbuhkan dan mengembangkan jiwa-jiwa Entrepreneur di Indonesia khusunya kalangan mahasiswa. Hal ini tentu saja menyebabkan tingkat persaingan tidak lagi berbasis domestic tetapi lebih bersifat global internasional jika suatu lembaga pendidikan ingin survive dan unggul pada bidang pendidikan, maka lembaga atau instansi tersebut harus dapat menciptakan atau meraih keunggulan dalam persaingan (Competitive Advantage) khususnya pada mahasiswanya.

Keywords: Jiwa Entrepreneur Muda Mandiri dan Daya Saing.

PENDAHULUANPeran entrepreneur dalam menentukan kemajuan suatu bangsa atau negara telah

dibuktikan oleh beberapa negara maju seperti amerika, jepang, plus tetangga terdekat kita yaitu singapura dan malaysia. Di amerika sampai saat ini sudah lebih dari 12 persen penduduknya menjadi entrepreneur, dalam setiap 11 detik lahir entrepreneurbaru danData menunjukkan 1 dari 12 orang Amerika terlibat langsung dalam kegiatan entrepreneur. Itulah yang menjadikan amerika sebagai negara adi kuasa dan super power. Selanjutnya Jepang lebih dari 10 persen penduduknya sebagai wirausaha dan lebih dari 240 perusahaan jepang skala kecil, menengah dan besar bercokol dibumi kita ini. Padahal jepang mempunyai luas wilayah yang sangat kecil dan sumber daya alam yang kurang mendukung (kurang subur) namun dengan semangat dan jiwa entrepreneurshipnya menjadikan jepang sebagai negara terkaya di Asia.

Salah satu contoh perguruan tinggi di amerika yaitu MIT (Massachusette Institute Technology) dimana dalam kurun waktu tahun 1980-1996 ditengah pengangguran terdidik yang semakin meluas dan kondisi ekonomi, sosial politik yang kurang stabil, MIT merubah arah kebijakan perguruan tingginya dari high Learning Institute and Research University menjadi Entrepreneurial University. Meskipun banyak pro kontra terhadap kebijakan tersebut namun selama kurun waktu diatas (16 tahun) MIT mampu membuktikan lahirnya 4 ribu perusahaan dari tangan alumni-alumninya dengan menyedot 1.1 juta tenaga kerja dan omset sebesar 232 miliar dolar pertahun. Sungguh prestasi yang amat sangat

Page 114: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

105

spektakuler sehingga merubah kondisi amerika menjadi negara super power. Kebijakan inilah yang selanjutnya ditiru dan diikuti oleh banyak perguruan tinggi sukses didunia ini.

Berkaca pada kesuksesan negara maju seperti amerika dan eropa yang hampir seluruh perguruan tingginya menyisipkan materi entrepreneurship dihampir setiap mata kuliahnya, negara-negara di Asia seperti Jepang, Singapura dan Malaysia juga menerapkan materi-materi entrepreneurship minimal di dua semester. Itulah yang menjadikan negara-negara tetangga kita tersebut menjadi negara maju dan melakukan lompatan panjang dalam meningkatkan pembangunan negaranya.

Di Indonesia, usaha-usaha untuk menanamkan jiwa dan semangat kewirausahaan di Perguruan Tinggi terus digalakan dan ditingkatkan, tentunya dengan berbagai metode dan strategi yang membuat mahasiswa tertarik untuk berwirausaha. Sayangnya dari lebih 2.679 PTS dan 82 PTN di Indonesia hanya sebagian kecil saja (segelintir perguruan tinggi) yang peduli dengan pentingnya kewirausahaan dikampus. Untuk itu bukan sesuatu yang salah jika sampai saat ini tujuan sekolah atau kuliah dari hampir seluruh generasi muda kita hanya untuk menjadi pekerja (job seeker) pada sebuah institusi atau company.

Dewasa ini, institusi pendidikan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Oleh karena itu, intensitas persaingan semakin tajam terutama dengan dibukanya batasan suatu negara, serta adanya perjanjian-perjanjian multilateral yang saling menguntungkan diantara masing-masing negara tersebut, sehingga mengakibatkan masuknya beragam institusi pendidikan, baik yang bersifat formal, maupun informal. Hal ini tentu saja menyebabkan tingkat persaingan tidak lagi berbasis domestic tetapi lebih bersifat global internasional jika suatu lembaga pendidikan ingin survive dan unggul pada bidang pendidikan, maka lembaga atau instansi tersebut harus dapat menciptakan atau meraih keunggulan dalam persaingan (Competitive Advantage).

TUJUAN DAN MANFAATTujuan dari menumbuhkan jiwa kewirausahaan adalah sebagai berikut :

1.Dapat memanfaatkan peluang yang ada disekitarnya.2. Menanamkan dan melatih jiwa kewirausahawan (Entrepreneur) dalam diri mahasiswa.3. Memiliki kemampuan dalam membuat proposal bisnis atau usaha.

Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut :1. Membekali lulusan untuk memiliki keterampilan, keinginan dan kemampuan untuk mengembangkan kewirausahaan2. Mengembangkan sikap dan jiwa entrepreneur3. Memberdayakan potensi kewirausahaan.4. Memungkinkan terjalinnya mitra usaha.

ISI DAN METODEDengan menggunakan pendekatan 3 Learning System.

1. Learing To Know yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman sebanyak-banyaknya kepada mahasiswa mengenai konsep, manajeman, strategi berwirausaha.2. Learning To Do yang bertujuan untuk memberikan pengalaman dan memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam menyusun rancangan usaha, dan menjalankan usaha kecil.3. Learning To Learn and To Live Together yang bertujuan untuk memberikan pemahaman dalam mengidentifikasi peluang-peluang usaha serta menelusuri jejak para pengusaha sukses dengan melakukan observasi (studi lapangan).Berdasarkan pendekatan tersebut, dilakukan melalui 4 tahap dengan menggunakan metode:1. Perkuliahan Tatap Muka Di Kelas

Page 115: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

106

Perkuliahan tatap muka di kelas bertujuan untuk menyampaikan materi kewirausahaan secara konseptual serta stimulasi praktek bagi mahasiswa.2. Praktek Lapangan

HASIL PENELITIANHasil yang telah dicapai dapat dilihat dibawah ini:

1. Mahasiswa memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai kewirausahaan. 2. Mahasiswa yang mengikuti Program Kuliah Entrepreneurship.3. Partisipasi mahasiswa dalam kegiatan perkuliahan sangat antusias, dimana hampir seluruh mahasiswa aktif dalam diskusi dan tanya jawab pada saat kegiatan perkuliahan berlangsung.4. Munculnya motivasi dari maha-siswa untuk mulai berpikir dan memulai usaha sendiri walau-pun masih dalam skala kecil.5. Semangat, motivasi, dan antusiasme mahasiswa dalam merintis dan menemukan pengalaman awal merintis usaha diwujudkan dengan aktivitas mahasiswa dalam memobilisasi anggota kelompok untuk membuat rancangan usaha dan melakukan usaha tersebut dengan modal Rp. 50.000. Kegiatan ini merupakan latihan berwirausaha.6. Mahasiswa mampu menyusun rancangan usaha dan melakukan usaha tersebut.

KESIMPULANBeberapa kesimpulan yang diperoleh yaitu:

1. Membekali mahasiswa untuk melatih jiwa (mental) kewirausahaan.2. Program kuliah ini dapat dikatakan cukup berhasil dalam memberikan pengetahuan, sikap/jiwa, dan keterampilan kewirausahaan mahasiswa yang ditandai dengan aktifnya mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan, serta aktivitas mahasiswa pada saat melakukan usaha kecil.3. Pelaksanaan kewirausahaan dengan menggunakan pendekatan 3 Learning System, yaitu; (1) Learning To Know yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman sebanyak-banyaknya kepada mahasiswa mengenai konsep, manajeman, strategi berwirausaha. (2) Learning To Do yang bertujuan untuk memberikan pengalaman dan memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam menyusun rancangan usaha, membuat kerajinan tangan, dan menjalankan usaha kecil. (3) Learning To Learn and To Live Together yang bertujuan untuk memberi-kan pemahaman dalam mengidentifikasi peluang – peluang usaha serta menelusuri jejak para pengusaha sukses (success strory) dengan melakukan observasi (studi lapangan).

REFERENSI

Alma, Buchori. (2005). Kewirausahaan. Bandung: Penerbit Alfabeta

Astamoen, Moko.P. (2005). Entrepreneurship, dalam Perspektif Kondisi Bangsa Indonesia. Bandung: Alfabeta

Geofrey G. Meredith et al., (1992), Kewirausahaan Teori dan Praktek, seri manajemen No.97, PT. Pustaka Binaman Pressindo

Hasibuan, Malayu, (2000), Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta

Hisrich, Robert., D., Peters M.P, (1995), Entrepreneurship, Irwin, Chicago

Page 116: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

107

Joe Setiawan, (1993), Strategi Efektif Berwirausaha, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sugiyono, (1999), Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung

Page 117: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

108

PENGARUH PERILAKU PENGAMBILAN RISIKO TERHADAP MINAT BERWIRAUSAHA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS TARUMANAGARA DI JAKARTA

Evana SusiloMei Ie

Universitas Tarumanagara, Jakarta

[email protected]

Abstrak

Setiap orang yang memiliki keberanian untuk mengambil keputusan dapat belajar menjadi wirausahawan dan berperilaku wirausaha. Kewirausahaan lebih merupakan perilaku daripada gejala kepribadian dan dasarnya terletak atas konsep dan teori bukan intuisi. Perilaku pengambilan risiko merupakan hal utama yang sangat dibutuhkan dalam kewirausahaan karena kegiatan usaha dan kewirausahaan merupakan tanggapan dan tindakan terhadap peluang yang di dalamnya terdapat situasi dan faktor-faktor ketidakpastian dan berisiko.

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non-probability sampling dengan teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah 48 orang mahasiswa semester gasal tahun akademik 2012/2013.

Data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner yang selanjutnya diolah denganmenggunakan analisis regresi ganda dan uji perbedaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko etika, keuangan, kesehatan/keselamatan secara bersama-sama mempengaruhi minat berwirausaha, risiko etika secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap minat berwirausaha, risiko keuangan secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap minat berwirausaha, risiko kesehatan/keselamatan secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap minat berwirausaha, dan tidak ada perbedaan minat berwirausaha sebelum dan sesudah mengetahui risiko berwirausaha dengan tingkat kepercayaan 95%.

Keywords : minat berwirausaha, perilaku pengambilan risiko, risiko etika, risiko keuangan, risiko kesehatan/keselamatan

PendahuluanPermasalahan utama dari pemerintah Indonesia adalah pengangguran. Berdasarkan

hasil survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pengangguran terbuka di Indonesia pada Agustus 2011 berjumlah 7.700.086 jiwa dari jumlah tenaga kerja di usia produktif (di atas 15 tahun) sebesar 109.670.399 jiwa atau 7,02%. Hal ini juga disebabkan karena banyak lulusan perguruan tinggi yang lebih tergantung pada lapangan pekerjaan di sektor pemerintah dan swasta dan keenganan lulusan perguruan tinggi untuk menciptakan lapangan pekerjaan.

Diungkapkan oleh Murgianto (1991; dalam Rianty, 2007) bahwa rendahnya minat berwirausaha disebabkan oleh tidak adanya keberanian untuk mengambil risiko dalam mencoba atau memulai suatu usaha sendiri karena ada perasaan takut akan kegagalan sehingga mereka cenderung menunggu mendapatkan pekerjaan di sektor pemerintah atau sektor swasta dibanding menciptakannya sendiri. Seseorang yang tidak menyukai pekerjaan yang penuh tantangan, risiko tinggi dan ketidakpastian tidak akan berani mengambil keputusan untuk berwirausaha, Di samping mempertimbangkan risiko bisnis, wirausaha juga menghadapi risiko finansial, selama mereka menginvestasikan sebagian besar atau semua kekayaannya dalam bisnis. Mereka mengambil risiko karir dengan meninggalkan pekerjaan yang aman untuk suatu pekerjaan yang mengandung risiko dengan masa depan yang penuh ketidakpastian. Mereka juga membuat risiko keluarga dan

Page 118: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

109

sosial karena kebutuhan untuk memulai dan mengelola bisnis yang baru hanya menyisakan sedikit waktu untuk memperhatikan keluarga dan teman. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh dari perilaku pengambilan risiko terhadap minat berwirausaha (Rianty, 2007).

Minat berwirausaha yang sangat kecil di kalangan lulusan perguruan tinggi sangat disayangkan. Dengan kenyataan lapangan kerja di sektor pemerintah dan swasta yang tidak mengalami peningkatan, para lulusan perguruan tinggi mulai memilih wirausaha sebagai pilihan karirnya. Upaya untuk mendorong hal ini mulai terlihat dilakukan oleh kalangan institusi pendidikan, termasuk perguruan tinggi, walaupun hasilnya masih belum terlihat. Para lulusan perguruan tinggi masih saja enggan untuk langsung terjun sebagai wirausahawan, dibuktikan dengan angka pengangguran terdidik yang ternyata malah makin meningkat.

Dengan harapan hasil penelitian ini dapat memberikan pengertian mengenai perilaku pengambilan risiko wirausaha, sekaligus memotivasi mahasiswa, agar mereka memiliki kepercayaan diri untuk memulai usaha yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat pengangguran karena bertambahnya lapangan kerja baru.

Mengingat keterbatasan kemampuan dalam melakukan penelitian dan untuk menghindari tidak terarahnya penelitian, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Tingkat pengambilan risiko yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu:

a. Risiko etika.b. Risiko keuangan.c. Risiko kesehatan/keselamatan.

2. Responden juga dibatasi hanya mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara yang masih aktif kuliah dan mengambil mata kuliah seminar kewirausahaan tahun akademik ganjil 2012/2013.

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Apakah risiko etika, risiko keuangan, risiko kesehatan/keselamatan secara bersama-

sama mempengaruhi minat mahasiswa berwirausaha?2. Apakah risiko etika secara pasial mempengaruhi minat mahasiswa berwirausaha?3. Apakah risiko keuangan secara parsial mempengaruhi minat mahasiswa

berwirausaha?4. Apakah risiko kesehatan/keselamatan secara parsial mempengaruhi minat

mahasiswa berwirausaha?5. Apakah ada perubahan minat mahasiswa berwirausaha sebelum dan sesudah

mengetahui risiko berwirausaha?

Berdasarkan permasalahan yang ada, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Untuk mengetahui pengaruh pengambilan risiko etika, risiko keuangan, risiko

kesehatan/keselamatan secara bersama-sama terhadap minat mahasiswa berwirausaha.

2. Untuk mengetahui pengaruh pengambilan risiko etika secara parsial terhadap minat berwirausaha.

3. Untuk mengetahui pengaruh pengambilan risiko keuangan secara parsial terhadap minat berwirausaha.

4. Untuk mengetahui pengaruh pengambilan risiko kesehatan/keselamatan secara parsial terhadap minat berwirausaha.

Page 119: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

110

5. Untuk mengetahui perubahan minat mahasiswa sebelum dan sesudah mengetahui risiko berwirausaha.

Isi dan MetodeTinjauan LiteraturPerilaku Pengambilan Risiko

Levenson (1990; dalam Santosa, 2012) mendefinisikan perilaku pengambilan risiko sebagai segala bentuk aktivitas yang dapat memunculkan masalah atau bahaya yang menimbulkan kecemasan baik bagi individu maupun orang lain.

Yates (1994; dalam Rianty, 2007) menjelaskan bahwa perilaku pengambilan risiko adalah bagaimana seseorang berperilaku dalam situasi berisiko, dimana situasi ini mengandung tingkat ketidakpastian tinggi dan kemungkinan kerugian.

Anna dan Tadeusz (2009; dalam Santosa, 2012) kecenderungan perilaku pengambilan risiko dipengaruhi oleh persepsi terhadap risiko itu sendiri. Ketika menilai risiko dalam situasi tersebut, pengambilan keputusan membentuk suatu keyakinan tentang hasil yang diperoleh.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku pengambilan risiko adalah bagaimana seseorang berperilaku dalam situasi berisiko dimana situasi ini mengandung tingkat ketidakpastian tinggi dan kemungkinan kerugian dan ketika menilai risiko dalam situasi tersebut, pengambilan keputusan membentuk suatu keyakinan tentang hasil yang diperoleh.

Minat BerwirausahaMenurut Katz dan Gartner (1988; dalam Octora, 2012) minat berwirausaha dapat

diartikan sebagai proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembentukan suatu usaha.

Definisi lain dikemukakan oleh Wijaya (2008) yang mendefinisikan minat berwirausaha sebagai tendensi keinginan individu melakukan tindakan wirausaha dengan menciptakan produk baru melalui peluang bisnis dan pengambilan risiko.

Definisi minat berwirausaha menurut Yuwono dan Partini (2008) adalah rasa tertariknya seseorang untuk melakukan kegiatan usaha yang mandiri dengan keberanian mengambil risiko. Minat yang tinggi berarti kesadaran bahwa wirausaha melekat pada dirinya sehingga individu lebih banyak perhatian dan lebih senang melakukan kegiatan wirausaha.

Menurut Santoso (1993), definisi minat berwirausaha adalah keinginan, ketertarikan serta kesediaan untuk bekerja keras atau berkemauan keras untuk berdikari atau berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merasa takut dengan risiko yang akan terjadi, serta senantiasa belajar dari kegagalan yang dialami.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa minat berwirausaha merupakan keinginan, ketertarikan seseorang dalam berwirausaha yang berasal dari lingkungan dengan memiliki kemampuan untuk memulai atau mengoperasikan bisnis tentunya dengan risiko yang telah diperhitungkan sebelumnya dengan tujuan akhirnya untuk mendapatkan keuntungan dan pertumbuhan dari usaha yang dijalankan.

Kerangka TeoriPengaruh Perilaku Pengambilan Risiko terhadap Minat Berwirausaha

Mengacu pada proses terbentuknya minat menurut Winkel (1983; dalam Triawan & Sumaryono, 2008), individu mempunyai persepsi, perasaan dan sikap negatif terhadap hal-hal yang mengandung unsur ketidakpastian dan berisiko, tentu tidak tertarik atau berminat dengan pekerjaan yang mempunyai aspek ketidakpastian dan berisiko tinggi. Baik itu

Page 120: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

111

risiko finansial atau keuangan, risiko hukum, risiko kesehatan dan sebagainya. Mereka lebih menyukai pekerjaan yang menjamin kemapanan dan keamanan dalam pekerjaan dan status sosial mereka.

Hal di atas sesuai dengan pendapat Drucker (1994; dalam Triawan & Sumaryono, 2008), setiap orang yang memiliki keberanian untuk mengambil keputusan dapat belajar menjadi wirausahawan dan berperilaku wirausaha. Kewirausahaan lebih merupakan perilaku daripada gejala kepribadian dan dasarnya terletak atas konsep dan teori bukan intuisi. Dalam bidang kewirausahaan perilaku pengambilan risiko merupakan hal utama yang sangat dibutuhkan karena kegiatan usaha dan kewirausahaan merupakan tanggapan dan tindakan terhadap peluang yang di dalamnya terdapat situasi dan faktor-faktor ketidakpastian dan berisiko.

Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Triawan dan Sumaryono (2008) tentang “Kecenderungan perilaku pengambilan risiko dengan minat berwirausaha”, dengan menggunakan variabel kecenderungan perilaku pengambilan risiko terhadap minat berwirausaha, menunjukkan hasil bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan kecenderungan perilaku pengambilan risiko dengan minat berwirausaha.

Peneletian lain yang dilakukan oleh Riyanti (2007) tentang “Fear of success dan Risk taking pada wirausaha wanita Bali”, dengan menggunakan variabel fear of successdan risk taking pada wirausaha wanita Bali, juga menunjukkan fear of success dan risk taking berpengaruh positif terhadap wirausaha wanita Bali.

Pengaruh Risiko Etika terhadap Minat BerwirausahaMenurut Azhari (2012), etika dalam berbisnis sangatlah dibutuhkan bagi para

wirausaha, namun sayangnya banyak yang tak menganggap etika sebagai suatu hal yang penting dalam berbisnis. Etika ini penting apabila seseorang menjalankan bisnisnya dan akan berpengaruh banyak pada kesuksesan seseorang sebagai seorang wirausaha. Hal ini sejalan dengan pendapat Dalilah (2012) dalam berbisnis, tidak semua orang melakukan dengan seenaknya, tentu terdapat etika-etika tertentu yang mengikatnya dan menuntunnya. Etika-etika ini akan menyertai kita dalam berbisnis dengan baik, maka dari itu kita perlu mempelajarinya dan mengamalkannya dalam kehidupan berbisnis kita sehari-hari. Etika dalam berbisnis ini sangat mempengaruhi prospek kita kedepannya. Semakin jauh bisnis yang kita lakukan semakin besar pula etika yang harus kita pegang atau kita miliki. Karena etika inipun menyangkut kenyamanan kita dalam berbisnis (bagi partner atau rekan bisnis kita dan bagi diri kita sendiri).

Etika bisnis adalah studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi. Tujuan etika bisnis salah satunya yaitu menanamkan dan meningkatkan kesadaran akan adanya dimensi etis dalam bisnis. Prinsip dalam etika bisnis antara lain otonomi, kejujuran, tidak berniat jahat dan adil. Hal ini wajib kita tanamkan dalam diri kita karena hal ini dapat menunjang karir kita dalam berbisnis.Pengaruh Risiko Keuangan terhadap Minat Berwirausaha

Douglas dan Shepherd (1999; dalam Mahesa, 2012) menggunakan risiko yang telah diantisipasi sebagai alat untuk memprediksi keinginan seseorang untuk menjadi wirausaha, dinyatakan “semakin toleran seseorang dalam menyikapi suatu risiko keuangan, semakin besar insentif orang tersebut untuk menjadi wirausaha.” Persepsi terhadap resiko keuangan berbeda-beda tergantung kepada kepercayaan seseorang, kelakuan penilainan dan perasaan juga termasuk faktor-faktor pendukungnya, antara lain latar belakang pendidikan, pengalaman praktis di lapangan, karakteristik individu, kejelasan informasi, dan pengaruh lingkungan sekitar (Akintoye & Macleod, 1996; dalam Mahesa, 2012). Kemauan dan

Page 121: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

112

kemampuan untuk mengambil risiko keuangan merupakan salah satu nilai utama dalam berwirausaha. Wirausaha yang tidak mau mengambil risiko akan sukar memulai atau berinisiatif. Menurut Wirasasmita (2003; dalam Mahesa, 2012) seorang wirausaha yang berani menanggung risiko keuangan adalahorang yang selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik.

Pengaruh Risiko Kesehatan/Keselamatan terhadap Minat BerwirausahaMeskipun keuntungan dalam berwirasuaha menggiurkan, tetapi ada juga biaya

yang berhubungan dengan kepemilikan bisnis tersebut. Memulai dan mengoperasikan bisnis sendiri membutuhkan kerja keras, menyita banyak waktu dan membutuhkan kekuatan emosi. Kemungkinan gagal dalam bisnis adalah ancaman yang selalu ada bagi wirausaha, tidak ada jaminan kesuksesan. Wirausaha harus menerima berbagai risiko berhubungan dengan kegagalan bisnis, seperti contoh tantangan berupa kerja keras, tekanan emosional, stress dan risiko. Hal ini meminta tingkat komitmen dan pengorbanan yang menyebabkan risiko kesehatan/keselamatan timbul).Faktor–faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pengambilan Risiko

Menurut Jessor (dalam Baltimore, 1995) dari prespektif sosial psikologis, perilaku pengambilan risiko dipandang sebagai produk interaksi antara beberapa faktor konseptual domain, yaitu:a. Biologi atau Genetika

Genetika merupakan faktor yang menentukan batas dan kemungkinan apa yang dapat terjadi pada organisme dalama lingkungan kehidupannya dan genetika juga penentu sifat – sifat unik individu. Genetika dapat mempengaruhi perilaku yang berkaitan dengan frekuensi dan kuantitas perilaku pengambilan risiko. Menurut Sunaryo (2004) faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar kelanjutan perkembangan mahkluk hidup. Faktor genetika berasal dari dalam diri individu, yakni : jenis ras, jenis kelamin, dan sifat fisik, sifat kepribadian, bakat pembawaan, dan intelegensi.

b. Lingkungan sosialFaktor – faktor dalam lingkungan sosial seperti kemiskinan dapat mempengaruhi perilaku pengambilanrisiko. Menurut Sunaryo (2004) faktor lingkungan menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik fisik, biologis, maupun sosial.

c. KepribadianIndividu dengan kepribadian yang stabil, dapat menyesuaikan diri dengan baik dalam semua bidang sosial dan merupakan penggerak yang aman untuk semua asset.

d. PerilakuMenurut Sunaryo (2004) perilaku merupakan tanggapan individu terhadap rangsangan berasal dari dalam atau luar individu tersebut. ada banyak hal yang dapat mendorong seseorang melakukan perilaku pengambilan risiko.

Menurut Yates (1994; dalam Rianty, 2007) perilaku berisiko bergantung pada beberapa hal, yaitu tingkat potensi kerugian, konsekuensi yang tidak dikenal atau asing, tingkat risiko yang tidak dapat diramalkan dan adanya sifat dasar individu yang muncul tanpa sengaja ketika individu tersebut berhadapan dengan risiko serta persepsi individu atas situasi berisiko.

Menurut Larasati (1993; dalam Triawan & Sumaryono, 2008) bahwa dalam dunia usaha dengan setting faktor – faktor yang tidak dapat diramalkan atau diprediksikan dengan tepat misalnya; perubahan selera konsumen, perubahan situasi industri. Semua hal tersebut membutuhkan perilaku usaha yang memiliki keberanian dalam mengambil risiko, sehingga dalam memulai suatu usaha, perhitungan risiko merupakan hal yang jamak dilakukan karena dalam dunia usaha pengambilan risiko merupakan jalan untuk

Page 122: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

113

mendapatkan keuntungan. Jadi bagi seorang wirausahawan, keberanian mengambil risiko merupakan hal yang fundamental.

Hal ini sejalan dengan Sitkin & Weingart (1995; dalam Triawan & Sumaryono, 2008) kecenderungan perilaku pengambilan risiko yang dimiliki individu juga berhubungan dengan keyakinan terhadap suatu keberhasilan dari keputusan yang diambil. Hal ini berarti bahwa semakin tingginya kecenderungan perilaku pengambilan risikonya, semakin tinggi keyakinannya terhadap keputusan yang diambilnya.

Dari penjelasan di atas diketahui faktor – faktor yang berperan dalam perilaku pengambilan risiko individu adalah faktor perkembangan, sosial, biologis atau genetika, dan faktor kognitif.

Blais & Weber (2002) membagi perilaku pengambilan risiko dalam lima dimensi, yakni:a. Risiko Etika, kemungkinan dilanggarnya nilai-nilai budaya yang berlaku di masyarakat

untuk ditaati dan dijalankan oleh individub. Risiko Keuangan, kemungkinan suatu investasi keuangan tidak memberikan hasil

seperti yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu.c. Risiko Kesehatan/Keselamatan, kemungkinan seseorang mengalami kerugian akibat

perilaku yang berorientasi kepada hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan/keselamatan individu baik secara fisik maupun kesejahteraan psikologis.

d. Risiko Rekreasi, kemungkinan seseorang mengalami kerugian akibat perilaku yang berorientasi pada kesenangan dan kesejahteraan psikologis

e. Risiko Sosial, kemungkinan terjadinya kerentanan sosial yang ditangguang dari individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat sebagai dampak dari perilaku berisiko seseorang atau kelompok.

HipotesisH1: Risiko etika, keuangan, kesehatan/keselamatan, secara bersama-sama berpengaruh

terhadap minat berwirausaha mahasiswa Universitas Tarumanagara.H2 : Risiko etika berpengaruh secara parsial terhadap minat berwirausaha mahasiswa

Universitas Tarumanagara.H3: Risiko keuangan berpengaruh berpengaruh secara parsial terhadap minat

berwirausaha mahasiswa Universitas Tarumanagara.H4: Risiko kesehatan/keselamatan berpengaruh berpengaruh secara parsial terhadap

minat berwirausaha mahasiswa Universitas Tarumanagara.H5: Minat berwirausaha mahasiswa mengalami penurunan setelah mengetahui risiko

berwirausaha.

Metode PenelitianPengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non-probability sampling dengan teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 48 orang yang mengambil mata kuliah seminar kewirausahaan pada semester gasal tahun akademik 2012/2013.

Metode Pengumpulan DataMetode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

(angket) yang akan disebarkan kepada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara yang masih aktif kuliah dan mengambil mata kuliah seminar kewirausahaan

Page 123: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

114

semester gasal 2012/2013. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert, dengan pilihan jawaban Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju, dan Sangat Setuju.

Analisis DataMetode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji asumsi klasik,

analisis regresi dan uji perbedaan (uji t). Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program SPSS.

Hasil PenelitianBerdasarkan uji validitas dan reliabilitas yang telah yang telah dilakukan, nilai

validitas yang bergerak antara 0,320 sampai 0,714 sedangkan nilai cronbach alpha bergerak antara 0,621 sampai 0,792. Dengan batas minimum validitas 0,3 dan reliabilitas 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner yang digunakan valid dan reliabel untuk digunakan sebagai alat ukur pengumpulan data penelitian.

Subjek dalam penelitian ini merupakan mahasiswa Universitas Tarumanagara Fakultas Ekonomi yang masih aktif kuliah dan mengambil mata kuliah seminar kewirausahaan semester gasal tahun akademik 2012/2013. Adapun deskripsi responden adalah sebagai berikut :1. Sebagian besar responden adalah pria dengan perbandingan 29 responden berjenis

kelamin pria (60,4%) dan 19 responden berjenis kelamin wanita (39,6%).2. Dominasi angkatan responden adalah angkatan 2009 dengan 46 responden (95,8%),

sedangkan angkatan 2008 dan 2010 masing-masing hanya 1 responden (2,1%).3. Mayoritas pekerjaan orang tua responden adalah wirausaha dengan 42 responden

(87,5%), sedangkan 6 responden lainnya (12,5%) memiliki orang tua yang bekerja di bidang lainnya.

Berdasarkan uji asumsi klasik yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal, tidak tejadi gejala multikolininearitas, dan tidak terjadi gejala heterokesdastisitas. Dengan demikian model regresi dapat digunakan untuk menganalisis data.

Hasil analisis regresi linier ganda memberikan persamaan : Y’ (MB) =13,238 + (-0,040)RE + 0,307 RK+ (-0,206)RS + e

Dari hasil uji koefisien determinasi (R2) diketahui nilai R2 sebesar 0,167, hal ini berarti sebesar 16,7% variansi variabel minat berwirausaha dapat dijelaskan oleh ketiga variabel independent yaitu risiko etika, risiko keuangan, dan risiko kesehatan/keselamatan. Sedangkan sisanya 83,3% dapat dijelaskan oleh variabel lainnya di luar model penelitian ini.

Hasil pengujian hipotesis secara simultan memberikan nilai signifikansi sebesar 0,043 lebih kecil dari 0,05 sehingga H01 ditolak, artinya paling sedikit ada satu variabel X yang mempengaruhi Y (minat berwirausaha) dengan tingkat keyakinan 95%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Triawan dan Sumaryono (2008) yang melakukan penelitiaan tentang “Kecenderungan perilaku pengambilan risiko dengan minat berwirausaha”. dengan menggunakan variabel kecenderungan perilaku pengambilan risiko terhadap minat berwirausaha. Hasil dari penelitian tersebut adalah ada pengaruh yang signifikan kencenderungan perilaku pengambilan risiko dengan minat berwirausaha.

Dalam uji hipotesis b1 secara parsial ditemukan bahwa risiko etika tidak berpengaruh terhadap minat berwirausaha. Hal ini dapat disebabkan karena responden yang merupakan mahasiswa cenderung belum berwirausaha ataupun apabila sudah berwirausaha masih dalam skala kecil ataupun dalam dunia maya yang sering dikenal sebagai online shop, sehingga belum memperdulikan hal-hal yang sebenarnya mendasar dan berisiko dalam etika perdagangan seperti surat ijin usaha (SIUP), memiliki nomor

Page 124: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

115

pokok wajib pajak (NPWP), membayar pajak dan memahami tradisi dan budaya masyarakat sekitar. Apabila usaha yang dilakukan mulai berkembang maka pengetahuan tentang etika perdagangan akan diperlukan surat-surat seperti SIUP, NPWP akan diperlukan pada saat wirausaha hendak melakukan pinjaman di bank maupun pada pihak lainnya sebagai bukti bahwa wirausaha mampu melakukan pengembalian pinjaman. Semakim besar usaha semakin tinggi juga risiko etika yang dihadapi. Wirausaha harus mengetahui latar belakang budaya dan tradisi masyarakat agar produk dan jasa yang ditawarkan sesuai dan dapat diterima oleh masyarakat setempat dan memperoleh keuntungan.

Uji hipotesis b2 secara parsial ditemukan bahwa risiko keuangan berpengaruh terhadap minat berwirausaha. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Benedicta Prihatin Dwi Riyanti (2007) tentang “Fear of success dan Risk taking pada wirausaha wanita Bali”. Dengan menggunakan variabel fear of success dan risk taking pada wirausaha wanita Bali. Hasil dari penelitian ini adalah fear of success dan risk taking berpengaruh positif terhadap wirausaha wanita Bali.Alasan wanita Bali berwirausaha beragam seperti ingin membantu ekonomi keluarga, sulit mendapatkan kerja formal, ingin mengisi waktu luang hingga meneruskan usaha keluaraga. Umumnya masyarakat akan cenderung untuk mencari posisi yang aman, untuk meminimalisasi risiko kerugian keuangan seperti kemungkinan investasi yang dilakukan tidak memberikan pengembalian seperti yang diharapakan. Oleh karena itu risiko keuangan mempengaruhi minat berwirausaha. Dalam memulai suatu usaha, perhitungan risiko keuangan merupakan hal yang jamak dilakukan karena dalam dunia usaha pengambilan risiko keuangan merupakanjalan untuk mendapatkan keuntungan. Untuk seorang wirausahawan, keberanian mengambil risiko keuangan merupakan hal yang fundamental.

Uji hipotesis b3 secara parsial ditemukan bahwa risiko kesehatan/keselamatantidak berpengaruh terhadap minat berwirausaha. Hal ini dapat disebabkan karena responden merupakan mahasiswa dalam usia produktif, antara 20-24 tahun dalam keadaan kesehatan prima dan belum berpikirian jauh kedepan. Selain itu perkembangnya teknologi juga menghadirkan berbagai fitur yang dapat memudahkan pekerjaan wirausahawan seperti ipad, tablet dan sebagainya yang juga mendukung aplikasi permainan yang dapat mengurangi kejenuhan dan keletihan yang dapat mengurangi potensi stress. Selain itu juga muncul berbagai asuransi kesehatan yang menawarkan berbagai pilihan menarik untuk menginvestasikan kesehatan, sehingga risiko kesehatan tidak berpengaruh terhadap minat berwirausaha.

Hasil Uji t untuk dua sampel berpasangan menghasilkan kesimpulan bahwa tidak ada perubahan minat yang signifikan setelah mengetahui risiko dalam berwirausaha. Hal ini dapat disebabkan karena pada awalnya minat berwirausaha responden sudah cukup tinggi dibuktikan dengan responden mengambil mata kuliah seminar kewirausahaan yang artinya akan mengambil penjurusan kewirausahaan. Mengetahui risiko bukan berarti menurunkan minat berwirausaha tetapi menjadi pengetahuan akan situasi yang nantinya akan dihadapi apabila akan menjadi wirausahawan.

KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:1. Risiko etika, keuangan, kesehatan/keselamatan secara simultan mempengaruhi minat

berwirausaha (minimal ada satu varibel X yang mempengaruhi Y dengan tingkat kepercayaan 95%).

2. Risiko etika secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap minat berwirausaha (dengan tingkat kepercayaan 95%).

Page 125: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

116

3. Risiko keuangan secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap minat berwirausaha(dengan tingkat kepercayaan 95%).

4. Risiko kesehatan/keselamatan secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap minat berwirausaha (dengan tingkat kepercayaan 95%).

5. Tidak ada perbedaan minat berwirausaha sebelum dan sesudah mengetahui risiko berwirausaha (dengan tingkat kepercayaan 95%).

Referensi

Azhari, F. (2012). Etika bisnis berpengaruh dalam berwirausaha. http://ilerning.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2729%3Aetika-bisnis-berpengaruh-dalam-berwirausaha-edit-mar&catid=44%3Adasar-dasar-kewirausahaan&Itemid=69&showall=1.

Baltimore, M. (1995).Understanding youthful risk taking and driving. Interim report.Blais & Weber. (2002). A domain specific risk-attitude scale: measuring risk preceptions

and risk behaviours. Journal of Behavioral Decision Making, Vol.15, pp. 263-290.Dalilah, H. (2012). Etika bisnis dalam kewirausahaan.

http://ilerning.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2825:haidi-dalilah-1151351-jurnal-ilmiah&catid=44:dasar-dasar-kewirausahaan&Itemid=69.

Ghozali, I. (2006). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Kuncoro, M. (2003). Metode riset untuk bisnis dan ekonomi. Jakarta: Penerbit Erlangga.Mahesa, A. D. (2012). Analisis faktor-faktor motivasi yang mempengaruhi minat

berwirausaha. http://eprints.undip.ac.id/36201/1/MAHESA.pdf.Octora, V. B. (2012). Analisis pengaruh efikasi diri, sikap terhadap pekerjaan, dan

kesempatan promosi terhadap intensi berwirausaha karyawan bank permata area Banten, http://digilib.tarumanagara.ac.id/detailskripsi.aspx?id=16536.

Riyanti, B. P.D, (2007). Fear of success dan risk taking pada wirausaha wanita Bali. Jurnal Penelitian Psikologi, Vol 12.,No.2, pp.109-126.

Santosa, A. (2012). Analisis perbedaan tingkat pengambilan resiko antara wirausaha dengan TNI/Polri, pegawai swasta dan Pegawai Negeri Sipil. http://digilib.tarumanagara.ac.id/detailskripsi.aspx?id=16543.

Santoso, S. & Tjiptono, F. (2001). Riset pemasaran konsep dan aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Santoso. (1993). Lingkungan tempat tinggal dalam menentukan minat berwiraswasta FKIP UNS. Surakarta: UNS.

Sarwono. (2006). Analisis data penelitian menggunakan SPSS, Yogjakarta: Penerbit ANDI.

Sunaryo. (2004). Psikologi untuk keperawatan. Cetakan 1. Jakarta : EGC.Triawan & Sumaryono. (2008). Kecenderungan perilaku pengambilan risiko dengan minat

berwirausaha. Jurnal Psikologika, Edisi 26, Vol.13, pp.22-27.Umar, H. (1999). Metode penelitian aplikasi dan pemasaran. Jakarta: Gramedia Pustaka.Wijaya, T. (2008). Kajian model empiris perilaku berwirausaha UKM DIY dan Jawa

Tengah. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 10, pp. 93-104.Yuwono, S. & Partini. (2008). Pengaruh pelatihan kewirausahaan terhadap tumbuhnya

minat berwirausaha. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol.9, No.2, pp.119-127.

Page 126: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

117

DARI TECHNICAL SKILL TO ENTREPRENEURIAL LEARNING: STUDI KASUS PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DI PENDIDIKAN NON FORMAL

INDONESIA

Sony Heru Priyanto

Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

e-mail: [email protected]

Abstrak

Kewirausahaan juga bisa meningkatkan employment growth, penciptaan nasional identity & leadership dan bersama dengan kapasitas manajemen sangat menentukan kesuksesan usaha (farm performance) (Priyanto, SH, 2005). Schumpeter (1934) bahkan menyatakan bahwa enterprenuership is driving force behind economic growth, formulating new economic combination. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan dan dampaknya pada siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut, akan digunakan pendekatan studi kasus dengan melibatkan 3 Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yaitu SKB Salatiga, Kabupaten Semarang dan Makasar. Teknik analisis yang digunakan adalah narasi dan ilustrasi. Hasil dari studi ini adalah model pendidikan kewirausahaan yang berlangsung di lembaga non formal masihsangat mengedepankan teknik menjalankan usaha dan hanya mengedepankan peningkatan keterampilan, yang tampak dari kurikulum dan silabus pendidikan kewirausahaannya yang lebih banyak teknis produksi dan manajemen usaha. Pengembangan personal sebagai inti dari pendidikan kewirausahaan belum banyak diberikan, belum banyak berisi pendidikan mental untuk berusaha. Sarana dan prasarana dasar pendidikan kewirausahaan juga masih bersifat pengembangan teknologi produksi dan usaha seperti perbengkelan, peralatan dan laboratorium lapangan. Sebagai pendidikan kewirausahaan, sarana dan prasarana ini harus mendukung perubahan mind set dan memampukan peserta didik untuk memiliki entrepreneurial and business competencies sekaligus. Materi pembelajarannya juga masih sangat menonjolkan peningkatan ketrampilan teknologi dan sedikit ketrampilan usaha. Kualifikasi tutor juga belum mendukung pencapaian tujuan pendidikan kewirausahaan. Dampak dari pendidikan kewirausahaan ini belum tampak siginifikan menjadikan seseorang menjadi entrepreneur. Peserta bertambah pengetahuannya, meningkat ketrampilannya, namun mental ability, aptitude dan attitudenya belum banyak berubah.

Kata Kunci: Pendidikan Non Formal, Pendidikan Kewirausahaan, kurikulum, silabus, entrepreneurial learning

PENDAHULUANSalah satu penyebab kegagalan dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan ekonomi suatu negara karena tidak adanya entrepreneurship baik dalam level individu, organisasi dan masyarakat. Peneliti sebelumnya telah mengatakan, kewirausahaan sangat berperan dalam pembangunan ekonomi (Kirzner, 1973); Kewirausahaan merupakan a vital component of productivity and growth (Baumol, 1993),

Meskipun penting, jumlah entrepreneur di Indonesia tidak lebih dari 1%. Padahal beberapa ahli mengatakan bahwa suatu negara akan maju jika terdapat jumlah pengusaha minimal 30%. Berkaitan dengan hal ini, untuk meningkatkan jumlah wirausaha, dibutuhkan pendidikan dan pelatihan. Namun sayangnya format dan struktur pendidikan kewirausahaan yang standar/baku belum ada. Bahkan, Perguruan Tinggi sekalipun belum

Page 127: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

118

memiliki standar baku dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan. Untuk pendidikan non formal dan informal, meskipun ada pendidikan kewirausahaan, bentuknya masih merupakan pendidikan keterampilan, padahal kewirausahaan tidak sama dengan keterampilan.

Entrepreneurship Education were developed to prepare youth and adults to succeed in an entrepreneurial economy (CEE, 2005). in economies in transition, entrepreneurial education has become an integral part of the new curriculum on offer in both private and state sponsored business schools (Li and Matlay, 2005). Interestingly, entrepreneurship education is also promoted as an effective way to facilitate the transition of a growing graduate population from. Despite thewidespread development of entrepreneurship education initiatives in the last decades, a consensus definition about it has not been reached. As a consequence, there is also a lack of consistent classifications of educational activities.

Berdasarkan pada paparan diatas tampak bahwa pendidikan kewirausahaan sangat penting, namun terkait dengan pendidikan dan pembelajarannya masih belum jelas benar. Untuk itu, studi ini bertujuan mengetahui kurikulum dan silabus pendidikan kewirausahaan yang ada di lembaga non formal, mengetahui infrastruktur dasar dan pendukung berkembangnya pendidikan kewirausahaan di lembaga non formal dan mengetahui dampak pendidikan kewirausahaan terhadap peningkatan kompetensi kewirausahaan pesertaSudah banyak pendidikan kewirausahaan yang dilakukan baik yang diselenggarakan oleh lembaga formal maupun formal. Namun, belum ada bentuk baku dan standar mengenai pendidikan kewirausahaan tersebut. Menurut pengamatan awal dari penulis, pada umumnya masih banyak kerancuan dengan pendidikan ketrampilan dan pendidikan jadi pengusaha. Padahal, pendidikan kewirausahaan bukan hanya pendidikan keterampilan dan pengusaha. Studi mengenai hal ini belum banyak dilakukan.

ISI DAN METODEDalam penelitian ini, perlu ditelaah secara mendalam mengenai pelaksanaan

pendidikan kewirausahaan di lembaga non formal. Seluruh aspek dari pendidikan seperti sarana dan prasarana, kurikulum dan silabus, tutor dan peserta didik akan dieksplorasi. Untuk menjelaskan mengenai hal tersebut, digunakan jenis penelitian kualitatif bertipe studi kasus.

Jenis data yang akan diambil berupa data primer dan sekunder, juga dokumen terkait dengan penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan. Data diambil dari 3 Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yaitu SKB Makasar, SKB Salatiga dan SKB Kabupaten Semarangdengan kriteria yang telah melaksanakan pendidikan kewirausahaan. Teknik pengambilan datanya menggunakan metode obervasi natural, interview secara mendalam dan studi dokumen yang biasanya berupa kurikulum dan silabus pembelajaran.

Yang menjadi key informan adalah kepala dan Tutor SKB, dan peserta didik. Pada mereka semua akan ditanyakan mengenai pelaksanaan pendidikan kewirausahaannya, input pembelajarannya, proses pembelajarannya, serta hasil dari pembelajaran tersebut.

Teknik analisis yang digunakan adalah deskriftif kualitatif dengan tahapan seperti penyusunan transkrip data, reduksi data, koding, kategorisasi, pembuatan tema-tema dan kemudian dilakukan konstruksi.

Page 128: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

119

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIKurikulum. Hal utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan pendidikan

kewirausahaan adalah membuat kurikulum. Jika diperhatikan konsep pengembangan pendidikan kewirausahaan di lembaga pendidikan non formal, pada umumnya lembaga-lembaga tersebut tidak memiliki kurikulum yang jelas. Kalaupun sudah ada, masih menitik-beratkan pada aspek keterampilan teknis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis menunjukkan, konsep pendidikan kewirausahaan yang diselenggarakan oleh BPPNFI Makasar berisi pengembangan kompetensi umum, yang terdiri dari Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3), Membangun kerjasama dan komunikasi, Membuat perencanaan kerja dan Menyiapkan peralatan dan wadah. Kompetensi Fungsional/Int terdiri dari Menanam rumput laut, Membibitkan rumput laut, Memanen rumput laut, Mengelola pasca panen rumput laut, Memasarkan bibit rumput laut dan produk rumput laut; Kompetensi Spesifik/Khusus, Prinsip-prinsip kewirausahaan, Memulai bisnis usaha budidaya rumput laut, Menetapkan areal lahan produksi, Menyusun strategi dan rencana pengembangan usaha rumput laut, Pengawasan dan evaluasi usaha rumput laut dan Membangun jaringan usaha dan pemasaran rumput laut

Tutor, Sarana dan Prasarana Belajar. Terkait dengan kurikulum dan silabus, untuk menunjang proses belajar mengajar kewirausahaan, lembaga pendidikan non formal juga menyediakan tenaga pendidik, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan berupa bahan ajar, alat bantu,gedung dan laboratorium. Pada umumnya tutor diambilkan dari orang yang ahli dibidangnya. Karena banyak pembelajaran berupa pelajaran teknik berproduksi barang dan jasa, tutor adalah orang yang memahami betul mengenai bidang keahlian berproduksi tersebut. Misalnya untuk kursus kewirausahaan spa, kompetensi tutot adalah body steam dan body scrub.

Berikut ini akan ditampilkan beberapa kompetensi yang dimiliki oleh tutor dari masing-masing jenis kursus dan pelatihan kewirausahaan.

Tabel 1. Jenis Kompetensi Tutor

No. Nama Kursus/Pelatihan Kompetensi Tutor1. KWK Spa Body steam, Body scrub, Hair spa, Facial

manual spa, Pijat reflesi di spa, Komunikasi dengan pelanggan, Body mask

2. Kursus KWD Produksi Ikan Patin Produksi ikan air tawar, Kewirausahaan/ agribisnis, Manajemen usaha ikan, Diklat budidaya ikan hias tawar, Diklat peningkatan mutu pengolahan hasil, Diklat manajemen perikanan

Tabel 2. Jenis Sarana dan Prasarana Pelatihan

No. Nama Kursus/Pelatihan Kompetensi Tutor1. KWK Spa Sauna, Bath up, Handuk besar & kecil

Tungku aroma terapi, Kimono, Massage oilAneka lulur, Essential oil, Masker badanMilk bath, Rempah mandi

2. Kursus KWD Produksi Ikan Patin Kolam pemijahan, Kolam pembesaran, Peralatan produksi ikan

Page 129: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

120

Kurikulum pendidikan kewirausahaan yang dilakukan pada lembaga pendidikan non formal pada umumnya masih dititik-beratkan pada kompetensi teknologi yang mengarah pada ketrampilan menguasai teknologi tertentu. Aspek bisnisnya juga sudah mulai diajarkan atau diperkenalkan dalam kerangka menjalankan sebuah bisnis. Sementara untuk kewirausahaan sendiri masih belum banyak dieksplorasi. Potensi peserta belum banyak digali yang terkait dengan pengembangan jiwa kewirausahaan.

Jika dilihat dari kasus yang terjadi di BPPNFI Makasar, kurikulum yang menyangkut kewirausahaan hanya berisi menjelaskan tentang ruang arti, ruang lingkup kewirausahan, mengelola potensi diri untuk pembentukan kewirausahaan menentukan faktor-faktor pendukung dalam berwirausaha. Jika dilihat dari kriteria pendidikan kewirausahaan yang ideal, kurikulum yang disusun belumlah memadai untuk menciptakan seorang entrepreneur.

Persoalan utama dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan adalah kesalahan dalam mengartikan kewirausahaan. Pada umumnya kewirausahaan hanya diartikan sebagai kemampuan menjalankan usaha secara mandiri. Karena pemahaman mengenai kewirausahaan hanya sedemikian sempit maka kurikulum dan silabus yang disusun untuk mengembangkan pendidikan kewirausahaan hanya sebatas bagaimana menjalankan usaha, bahkan ada yang hanya diartikan ketrampilan usaha.

Berdasarkan dari definisi diatas, dalam menyusun kurikulum pendidikan kewirausahaan, hal utama yang harus diperhatikan adalah merubah personal seseorang, dari yang tadinya memiliki cara pandang tetap (fixed mind set) menjadi bertumbuh (growth mind set), dari pasif menjadi aktif, dari yang malas menjadi rajin, dari yang pesimis menjadi optimis, dari yang tertutup menjadi terbuka, dari yang takut mencoba menjadi berani mencoba, dari tergantung menjadi mandiri, dari peniru menjadi kreatif, dari stagnan menjadi inovatif.

Dalam kurikulum pendidikan kewirausahaan harus memuat beberapa aspek pendidikan seperti: Business Knowledge and Skills, yang terdiri dari Basic business skills (marketing/sales, finance, accounting, management ofwork), Strategic and analytical thinking, Technical expertise, Opportunity identification, Communications (oral and written), Leadership, Good human and interpersonal relations, Deal-making/negotiation, Goal-setting and Business planning. Personal Traits/Characteristics, terdiri dari Self-motivation and motivation to excel, Risk-taking/risk-bearing, Common-sense, Values, Competitiveness/aggressiveness, Persistence/determination, Responsibility, Self-confidence, Emotional independence, Adaptability, Desire for feedback on achievements, Desire to plan and set goals for future achievement, Strong personal initiative, Strong personal commitment to the venture, Desire to obtain information and learn, Internal locus of control, High value placed on careers in which personal goals, individual accomplishments, and the demands of work itself govern, Creativity and innovation

Oleh karena itu, hal yang pertama yang harus diberikan dalam pendidikan kewirausahaan adalah menanamkan growth mind set dalam diri peserta. Sebagai contoh, model pengembangan pendidikan kewirausahaan yang diungkap oleh Brida Hyhes (1996 yaitu theoretical method atau reading interpretation yang akan menghasilkan personal quality seperti confidence, interpretation, communication and information processing; skill method yang akan menghasilkan knowledge; find method yang akan menghasilkan career.

Model pendidikan kewirausahaan harus juga holistik dan terintegrasi dari mulai persiapan diri, pengembangan diri, persiapan bisnis, menjalankan bisnisnya dan melakukan evaluasi terhadap kinerja bisnisnya. Pendidikan kewirausahaan perlu pengalaman langsung sehingga mereka bisa memiliki kesempatan untuk meningkatkan keberanian mengambil resiko, mengelola hasil dan belajar dari outcome yang diperoleh (Badrawi, 2010).

Page 130: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

121

Sementara itu menurut Mariotti, ada banyak kurikulum pendidikan kewirausahaan yang sangat baik untuk diimplementasikan dalam proses belajar mengajar kewirausahaan. Namun, ada sekitar 12 poin inti dalam pembelajar kewirausahaan yaitu: The importance of Mental and Physical Health, The Joy of Business and the Power of Opportunity Recognition, The Economics of One Unit, The Law of Supply and Demand, The attitude of: Don’t compete, create a Comparative Advantage, The Wealth Creation Process: innovation, opportunity recognition and pursuit, personal savings and investment, home ownership, and small business ownership, Marketing: putting yourself in the customer’s shoes, Leadership, Teamwork, Ethics, Philanthropy, Understanding financial statements (Balance Sheet/Income Statements) and where you fit as an employee and/or owner, and critical concepts such as Return On Investment, Break-Even, and Positive Cash Flow, The Basic Sales Call, How to write a Business Plan, and The Rule of 72: the power of compounding interest.”

Berdasarkan pengalaman lembaga pendidikan di Eropa, ada catatan penting dalam penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan. Tujuan pendidikan kewirausahaan bukan hanya diukur dari jumlah orang yang dididik, namun lebih dari itu, apa dampak (outcome) dari pendidikan itu. Pendidikan kewirausahaan adalah pengembangan sikap, perilaku dan kapasitas pada level individu. Juga dalam penerapan skill dan sikap yang dibentuk selama menjalani karirnya, dan proses interaksi selama dia hidup. Jadi pendidikan kewirausahaan bukan dalam jangka pendek, tapi proses jangka panjang yang berarti.

KESIMPULAN Banyak penulis yang mengatakan bahwa kewirausahaan sangat terkait dengan

pembangunan. Jumlah pengusaha di Indonesia hanya 0.18% sementara Amerika 11%. Jumlah yang sedikit itu terjadi salah satunya karena model pendidikan kewirausahaan yang belum mampu menghasilkan seorang entreprenenur. Produk yang dihasilkan dari pendidikan kewirausahaan di Indonesia adalah “tukang” dan pemikir saja.

Dari kajian dari beberapa kasus yang dterjadi di lembaga pendidikan non formal, dapat disimpulkan beberapa hal terkait dengan model pendidikannya:

1. Model pendidikan kewirausahaan yang berlangsung di lembaga non formal masih sangat mengedepankan teknik menjalankan usaha. Hal ini bisa dilihat dari kurikulum dan silabus pendidikan kewirausahaannya yang lebih banyak teknis produksi dan manajemen usaha. Pengembangan personal sebagai inti dari pendidikan kewirausahaan belum banyak diberikan. Hasil peneltian ini menunjukkan bahwa model pendidikan kewirausaan masih banyak yang dilakukan hanya untuk menambah ketrampilan teknologi yang diharapkan bisa digunakan untuk usaha. Kurikulum yang berisi pendidikan mental untuk berusaha belum banyak dikupas.

2. Sarana dan prasarana dasar pendidikan kewirausahaan juga masih bersifat pengembangan teknologi produksi dan usaha seperti perbengkelan, peralatan dan laboratorium lapangan. Sebagai pendidikan kewirausahaan, sarana dan prasarana ini harus mendukung perubahan mind set dan memampukan peserta didik untuk memiliki entrepreneurial and business competencies sekaligus. Materi pembelajarannya juga masih sangat menonjolkan peningkatan ketrampilan teknologi dan sedikit ketrampilan usaha. Kualifikasi tutor juga belum mendukung pencapaian tujuan pendidikan kewirausahaan

3. Karena kurikulum dan silabus serta sarana dan prasarana pendidikannya belum memadai untuk melaksanakan pendidikan kewirausausahaan, dampak dari pendidikan kewirausahaan ini belum tampak siginifikan menjadikan seseorang menjadi entrepreneur. Peserta bertambah pengetahuannya, meningkat

Page 131: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

122

ketrampilannya, namun mental ability, aptitude dan attitudenya belum banyak berubah.

4. Ada 12 materi kewirausahaan yang sangat baik diberikan dalam pendidkan kewirausahaan. Dalam prakteknya, materi-materi tersebut bisa diringkas dalam empat topik bersar yaitu perubahan mindset, mental ability, business skill dan managerial skill.

Berdasarkan pada temuan diatas, perlu disusun model pendidikan kewirausahaan untuk lembaga pendidikan non formal yang menyangkut aspek pengembangan diri, pengembangan & relasi bisnis dan pengembangan teknologi. Untuk pengembangan diri, materi harus berisi mengenai perubahan mind set dari fixed mind set menjadi growth mindset serta pengembangan karakteristik wirausaha seperti need of achievement, risktaking, independence, creative-innovative.

Untuk pengembangan bisnis, perlu memasukkan materi manajemen seperti produksi, keuangan, SDM, pemasaran dan resiko. Juga perlu dimasukkan materi kemampuan berkomunikasi dengan orang lain dalam rangka membangun relasi bisnis yang bertumbuh.

Materi teknologi perlu diberikan hanya sebagai studi kasus. Yang penting bukan jenis teknologinya, namun bagaimana memanfaatkan teknologi yang ada, mengembangkan dan menghasilkan teknologi yang bisa digunakan untuk pengembangan usaha. Memperhatikan bahwa pelaksanaan kewirausahaan sangat variatif, perlu juga melihat pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di lembaga formal mulai dari SMA, SMK sampai perguruan tinggi (PT).

REFERENSI

………...(2005). “Importance of Entrepreneurship Education”. Consortium Entrepreneurship Education. http://www.marketplaceforkids.org/site/images/pdfs/standards/Importance_of_Entrepreneurship_Education.pdf

Anderson Dennis (2002), “Small – Scale Industry in Developing Countries: A Discussion of the Issue”. World Development 10 (11).

Blaikie, Norman (2000), “Designing Social Research. The Logic of Anticipation”. Polity Press.

Baum, J. Robert, Edwin A. Locke dan Ken G. Smith, 2001, “A Multidimensional Model Of Venture Growth”. Academic Management Journal. Vol. 44. No.2, 292-303.

Briga Hynes. (1996), “Entrepreneurship education training introducing entrepreneurship into non-business disciplines”, Journal of European industrial Training, 20/8, 10-17.

Ghosh, B.C., Tan Wee Liang, Tan Teck Meng, Ben Chan (1998), “The Key Success Factors, Distinctive Capabilities, and Strategis Thrusts of Top SMEs in Singapore”. Journal of Business Research 51, 209-221.

Badrawi, Hossam, (2010), “Entrepreneurship Education”. http://elf2010.org/docs/presentations/Hossan%20Badrawi.pdf

Hisich, RD. and Michael P. Peters. (1992), “Entrepreneurship, Starting, Developing, and Managing a New Enterprise”. 2nd edition. Irwin. USA.

Kirzner, IM, (2001), “Enterprenuership in A Free Market Economy”. Http:/www.cfe.org/english/publi/view18.htm

Page 132: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

123

Lee, Don Y. dan Eric WK Tsang, (2001), “The effect of Entrepreneurial, Background and Network Activities on Venture Growth”. Journal Of Management Studies Vol. 38 No. 4, 583-602.

Martin, Patric, (2004), “ Informal Sector: Seedbed of Industrial entrepreneurship”. Discussion paper No.79, Thiruvananthapuram, Kerala Research Programme on Local Level Development Centre for Development Studies.

Marioti ini YESG (2008), “Advancing Entrepreneurship Education. A Report of the Youth Entrepreneurship Strategy Group”. The Aspen Institute The Aspen Institute One Dupont Circle, NW Washington, DC 20036-1133

Mc Clelland, David C. (1961), “Entrepreneur Behavior and Characteristics of Entrepreneurs”. The Achieving Society.

Priyanto, Sony Heru (2005), “Kewirausahaan dan Kapasitas Manajemen”. Widya Sari Press Salatiga.

-----------------------, dan Iman Sanjoyo (2005), “Relationship between entrepreneurial learning, entrepreneurial competencies and venture success: empirical study on SMEs”. Int. J. of Entrepreneurship and Innovation Management . Vol. 5, No.5/6 pp. 454 - 468

Saint Louis University. Sasser, Sue Lynn. (1994), “Rural economic development and education: The Agar model.” In South Dakota Business Review, vol. 52, no. 3, pp. 1-3. http://www.eweb.slu.edu/Default.htm

Shane, Scott dan Venkataraman, (2000), “Prior Knowledge and the Discovery of Entrepreneurial Opportunities”. Organization Science, Vol. 11, No.4, 448-469

Stevenson, Howard H., (1983), “A Perspective on Entrepreneurship”. Harvard Business School Working Paper #9-384-131, Boston MA, 1983.

Welsch, P.H., (1993), “Entrepreneurship education and training infrastructure: External interventions in the classroom”. Proceedings of the IntEnt93 Conference Vienna, July 05-07.

Vuuren, Jurie Van And Gideon Nieman (2000), “Entrepreneurship Education And Training: A Model For Syllabi/Curriculum Development”.

Page 133: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

124

COINTEGRATION STUDY OF WORLD GOLD PRICES, OIL PRICESAND EXCHANGE RATES AGAINST MARKET INDICES IN INDONESIA

AND MALAYSIA IN THE YEAR 2009 - 2011

Ria Angelia Hardi 1), I.Roni Setyawan 2), 1)Alumnae of Management Department, Faculty of Economics Tarumanagara University (UNTAR), Jakarta2) Lecturer of Management Department, Faculty of Economics Tarumanagara University (UNTAR), Jakarta

e-mail: [email protected]

Abstract

The research objective was to comprehensively examine cointegration world gold prices, oil prices, IDR / USD, and MYR / USD against market indices in Indonesia and Malaysia. The research literature was conducted to obtain secondary data Market Index were processed using Eviews data processing tools to get the results of hypothesis testing on the variables studied. Based on the analysis of market indices in Indonesia, the obtained results show that Ha is received, so it can be concluded that there is cointegration between the price of gold, oil prices, and the exchange rate IDR/ USD against JCI. So is the analysis of the market index in Malaysia showed that Ha is accepted, which means that there is cointegration between the price of gold, oil prices, and the exchange rate MYR / USD to KLSE indices. Advice needs to be done is research should include more market indices as well as to consider other variables in view of

cointegration against market indices.

Keywords: Cointegration, ECM (Error Correction Model), JCI, KLCI

1. INTRODUCTIONGlobal stock markets have been growing rapidly and the main attraction for

investors. Investors began to the opinion that the scope of the company to invest in more risky than investing in the stock market index, the performance can be seen from the condition of the economy, so global investors looked at the market index that shows the movement of the overall stock of a country. The movement of the index value would indicate that the market situation is happening. Current market indicated by the stock price index, while the sluggish increase shown by the decrease in the value of the stock price index.

Many factors can affect the fluctuation of the stock price movement in the stock market. Some argue that the volatility in the financial markets are very sensitive to changes in economic variables such as monetary and fiscal policies, as well as non-economic variables such as political instability and even the nature of mere rumor. In addition to the above factors, the stock price index is also closely linked to the price of commodities, such as gold and crude oil. This attracted the attention of a number of parties to conduct further research [look for Hadi, et.al. (2009) and Rasiah, R. & Ratneswary V. (2010)].

In particular, the research objectives are as follows: (1) To analyze the relation is cointegrated (long-term relationship) between the gold price, oil price, exchange rate IDR/USD and Jakarta Composite Index. (2) To analyze the relation is cointegrated (long-term relationship) between the gold price, oil price, exchange rate MYR / USD and the KLSE index. (3) To analyze the short-term relationship between the variables, the world gold price, oil price, exchange rate IDR/USD and JCI. (4) To analyze the short-term relationship between the variables, the world gold price, oil price, exchange rate MYR / USD and the KLSE index.

Page 134: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

125

Later in this article is divided into five sections. The first section contains an introduction that contains the background of the issues, objectives, and benefits. The second contains a literature review that includes basic theory, previous research, and the research hypothesis. The third variable that explains the research method and data, data collection, and data analysis. The four presents the analysis of research that has been done and discussed. Last is the fifth section contains conclusions.

2. METHODSThe method of analysis using quantitative methods, the method of analysis using

quantitative analysis tools. In these studies used cointegration methods and quantitative methods Error Correction Model (ECM). Using cointegration techniques to analyze long-term relationships while ECM to analyze the short-term relationship between the dependent variable and the independent variable [see to Nachrowi & Usman (2006) and Ariefrianto (2012)].

Below is a regression model is used, to see if the dependent and independent variables are not stationary is cointegrated or not. To test this hypothesis we used least square regression analysis techniques. From the regression results, it is residual series. Thisresidual values are then tested using a test of Engle-Granger (EG).

Regression model for research in Indonesia:Log JCI = b0 + b1 log GOLD + b2 log OIL + b3 log IDR + ε ……........................ (1)

Regression model for research in Malaysia:Log KLSE = b0 + b1 log GOLD + b2 log OIL + b3 log MYR + ε ............................. (2)

ECM (Error Correction Model) is a model used to correct for the regression equation between the variables that individually are not stationary in order to return to equilibrium value in the long term, the main requirement in the form of the existence of cointegration relationships between the constituent variables. The mechanism of error correction model (ECM) was first used by Sargan. Furthermore, the mechanism is more popularized by Engle and Granger. Granger representative theory states that if two variables Y and X cointegrated, the relationship between them can be expressed in the ECM. (Ajija, Shochrul R. et al, 2011). All of the above it can be written ECM equation, namely

Equation model for research in Indonesia:D (Log JCI) t = a + b1 D (Log GOLD) t + b2 D (Log OIL) t + b3 D (log IDR) t

+ b4 Resid ............ (3 )

The model equations to study in Malaysia:D (Log KLSE)t = a + b1 D (Log GOLD) t + b2 D (Log OIL) t + b3 D (Log MYR) t

+ b4 Resid ............ (4)

3. RESULTS ANALYSIS & DISCUSSIONFrom the results of the data collection, development of research variables

throughout the years 2009-2011 can be seen in detail in Table 1, Table 2 and Figure 1 and Figure 4. Here is the development of research variables in general. Judging from the average, the price of gold on average 1254.91 with the highest and lowest 1895 with 810 degrees of deviation of 268.37. Then, oil prices have averaged 78.80 with a highest score of 112.38 and the lowest 34.03 and the standard deviation is 16.43. For rupiah per U.S.

Page 135: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

126

dollar fluctuated on average Rp.9414 per dollar with the highest level of appreciation and depreciation of Rp 8460 high of Rp 12,065 per U.S. dollar. For Composite Stock Price Index averaged a high of 2924.32 and low 1256.11.

Table 1: Descriptive Statistics Variable Research in IndonesiaDescriptive

Statistics Variable GOLD OIL IDR JCIMean 1254.918 78.80009 9414.382 2924.329Median 1208.750 79.75000 9065.000 2939.300Maximum 1895.000 112.3800 12065.00 4193.440Minimum 810.0000 34.03000 8460.000 1256.110Std. Dev. 268.3783 16.43591 864.4625 802.0880Skewness 0.384592 -0.573587 1.544159 -0.461750Kurtosis 2.120435 3.230274 4.690996 2.131200

Jarque-Bera 38.73972 38.84630 351.7699 45.61749Probability 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000

Sum 854599.3 53662.86 6411194. 1991468.Sum Sq. Dev. 48978308 183694.5 5.08E+08 4.37E+08

Observations 681 681 681 681

Sources: Data Analysis ResultsDescription:GOLD: Gold Prices WorldOIL: World oil pricesIDR: Rupiah exchange rate / USDJCI: Jakarta Composite Index

As for the research variables in Malaysia, ringgit per U.S. dollar exchange rate fluctuates on average RM 3.26 per U.S. dollar to the highest level of appreciation and depreciation of RM 2.93 high of RM 3.72 per U.S. dollar. For the Kuala Lumpur Stock Exchange Index averaged 1594.74 1319.78 with the highest and lowest value 838.39. The development is located in a 681-year observations from 2009 to 2011.

Table 2: Descriptive Statistics Variable Research in MalaysiaDescriptive

Statistics Variable GOLD OIL MYR KLSEMean 1254.918 78.80009 3.268355 1319.786Median 1208.750 79.75000 3.202500 1336.050Maximum 1895.000 112.3800 3.728000 1594.740Minimum 810.0000 34.03000 2.938500 838.3900Std. Dev. 268.3783 16.43591 0.211682 204.2192Skewness 0.384592 -0.573587 0.371877 -0.764359Kurtosis 2.120435 3.230274 1.825.613 2.611394

Page 136: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

127

Jarque-Bera 38.73972 38.84630 54.83059 70.59685Probability 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000

Sum 854599.3 53662.86 2225.750 898774.0Sum Sq. Dev. 48978308 183694.5 30.47038 28359719

Observations 681 681 681 681

Sources: Data Analysis ResultsDescription:GOLD: World Gold Prices OIL: World oil pricesMYR: Ringgit Exchange / USDKLSE: Kuala Lumpur Stock Exchange Index

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011

GOLD OIL IDR IHSG

Figure 1.Data world gold price, oil price, exchange rate IDR / USD, and JCI

Source: Supporting secondary data

IDR

IHSG

GOLD

OIL

Page 137: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

128

3

4

5

6

7

8

9

10

I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011

LGOLD LOILLIDR LIHSG

Figure 2.Data logarithm world gold price, oil price, exchange rate of IDR / USD, and JCI

Source: Supporting secondary data

0

400

800

1,200

1,600

2,000

I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011

GOLD OIL MYR KLSE

Figure 3.Data world gold price, oil price, exchange rate MYR / USD, and the KLSE

Source: Supporting secondary data

LIDR

LIHSG

LGOLD

LOIL

KLSE

GOLD

OIL MYR

Page 138: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

129

1

2

3

4

5

6

7

8

I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011

LGOLD LOILLMYR LKLSE

Figure 4.Data logarithm world gold price, oil price, exchange rate MYR/ USD, and the KLSE

IndexSource: Supporting secondary data

From the results of the stationarity tests in Indonesia on the degree or level zero (zero difference) for all variables used in the study, both the dependent variable and the independent variables are not JCI stationary at zero degrees or levels based methods ADF. While the results of testing the degree of integration of each variable with a 95% confidence level is stationary at the first degree of integration. Thus it can proceed to the cointegration test. Cointegration test can be seen as a test of the existence of a long-term relationship, as required by economic theory. The main purpose of this cointegration test is to determine whether the regression residuals cointegration stationary or not. If there exists a variable cointegrated stable relationship in the long run. Conversely, if there is no cointegration between the variables, then the implications of the absence of long-term relations with. Researchers used the test of Engle-Granger (EG). If the value of t-statistic is less than the critical value, then H0 is rejected. This means that there is cointegration. And from the results obtained, the value of t-statistic is -4.057581. The critical value = -3.7552. Means H0 = no cointegration is rejected.

ECM regression results for research in Indonesia can be written into:ΔLJCIt = 0.0007 +0.1047 ΔLGOLDt +0.1346 ΔLOILt - 0.9634 ΔLIDRt - 0.0299 ut-1

The test results showed the p-value of world gold price i.e. 0.0155, p-value of world oil price i.e. 0.0000 and p-value of exchange rate IDR/USD i.e. 0.0000 meaning that all the data was significant at α = 5%.

LKLSE

LGOLD

LOIL

LMYR

Page 139: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

130

As for the research in Malaysia, if the value of t-statistic is less than the critical value, then H0 is rejected. This means that there is cointegration. From the results obtained, the value of t-statistic = -5.262354. The critical value = -3.7552. Means H0 = no cointegration is rejected. ECM regression results can be written intoΔLKLSEt = 0.0004 +0.0008 ΔLGOLDt +0.0357 ΔLOILt - 0.7076 ΔLMYRt - 0.0552 ut-1

Overall our result supports the useful of ECM as conducted by Hardianto (2008) and Achmad (2011).

4. CLOSINGFrom the results of analysis conducted subsequently taken a number of conclusions

fit the original purpose of the study. The conclusion that can be obtained can be expressed as follows. First, there is cointegration or long-term relationship in world gold prices, oil prices, and the exchange rate of IDR/USD with Jakarta Composite Index (JCI). Second, there is cointegration or long-term relationship in world gold prices, oil prices and exchange rates IDR/USD with index Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE). Third, there are significant short-term relationship between gold price, oil price, exchange rate of IDR/USD with Jakarta Composite Index. Fourth, there is a significant short-term relationship between oil prices, exchange rates MYR/USD with index Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE), but no significant relationship between the world gold price and index Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE).

5. REFERENCES

Achmad, Darmawan. (2011),”. The Effect of Oil Price Change and Monetary Variables toward Jakarta Composite Indices Period January 2007 until December 2010 by Using Error Correction Model,” Paper submitted to LPPI UNTAR.

Ajija, Shochrul R (2011), Smart Way To Mastering Eviews. Jakarta: Salemba Empat

Ariefianto, Moch. Doddy. (2012), Basic Econometric and Its Application using EVIEWS. Erlangga: PT Gelora Aksara Pratama.

Hadi, Abdul Razak Abdul., Mohamed Hisham Yahya & Abu Hassan Shaari (2009),”The Effect of Oil Price Fluctuations on the Malaysian and Indonesian Stock Markets,” Asian Journal of Business and Accounting. Vol 2., pp.69-91.

Hardianto, Florentinus Nugro (2008),”The Effect of Monetary Variable toward Indices of Financial Sector Industry In IDX Using Error Correction Model,” Journal of Development Economy. Vol.13, pp. 231-242.

Nachrowi, N.D & Usman H. (2006), Practice & Popular Approach Using SPSS and Eviews. Jakarta: LP FEUI.

Rasiah, R. & Ratneswary V. (2010).”Macroeconomic Activity and the Malaysian Stock Market: Empirical Evidence of Dynamic Relations,” The International Journal of Business and Finance Research. Vol.4, pp. 59-69.

Page 140: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

131

PENGARUH JUMLAH SAHAM, NET SALES DAN TOTAL EQUITY TERHADAP KEUNTUNGAN BERSIH PERUSAHAAN SEKTOR PERDAGANGAN ECERAN

Indra Widjaja

Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstract

This study examined the effect of number of shares, net sales and total equity to net profit companies in the Retail Trade sector listed on the Indonesia Stock Exchange. This study used combined data, which consists of time series and cross section or known as panel data. Research method in this study used multiple linear regression. The final results showed that net sales dan total equity affect net profit companies in the Retail Trade sector listed on the Indonesia Stock Exchange significantly, while number of shares does not affect net profit significantly.

Keywords: number of shares , net sales, total equity , net profit.

PENDAHULUAN Saat ini pemerintah dan masyarakat sedang terus berupaya mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia. Usaha kecil dan menengah (UKM) diperlukan untuk membantu menopang perekonomian Indonesia. Seperti kita ketahui masih banyak usahawan-usahawan di Indonesia yang masih tergolong dalam skala usaha kecil dan menengah (UKM). Banyak pula para usahawan yang tergabung dalam usaha kecil dan menengah menekuni sektor perdagangan eceran. Dalam studi ini, penulis berupaya mengkaji beberapa kinerja keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan pada sektorperdagangan eceran. Untuk itulah penulis akan menjabarkan beberapa pemahaman penting mengenai laporan keuangan dan kinerja keuangan. Suatu laporan keuangan tentu memiliki tujuan, yaitu menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi kalangan pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukan hasil pertanggung jawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi : Aset, Liabilitas, Ekuitas, Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, Kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik; serta Arus kas. Informasi tersebut, beserta informasi lain yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan keuangan dalam memprediksi arus kas masa depan, dan khususnya dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas (Ikatan Akuntan Indonesia , 2009). Fabozzi (1999) mengungkapkan bahwa informasi-informasi penting yang diberikan oleh analis di antaranya adalah meramalkan pendapatan untuk tingkat perusahaan dan pertumbuhannya sehingga dapat diketahui saham perusahaan mana saja yang berpotensi dapat memberikan keuntungan. Sundjaja (2003) mengemukakan bahwa saham sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perseroan terbatas. Fisik saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik sebagian perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Ikatan Akuntan Indonesia (2004) mengungkapkan bahwa saham biasa adalah instrumen ekuitas yang memiliki hak sisa atas kekayaan setelah hak instrumen-instrumen ekuitas lainnya. Saham utama adalah saham

Page 141: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

132

yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima pembagian dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lainnya. Ada beberapa alasan mengapa sebuah perusahaan menjual sahamnya kepada masyarakat sehingga perusahaannya secara otomatis menjadi dimiliki oleh masyarakat pemegang saham sehingga dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kekuasaan pemilik perusahaan atas perusahaannya adalah antara lain: Untuk menghimpun dana yang diperlukan bagi pengembangan perusahaan; Untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan dan pengembangan perusahaan dan Untuk memberikan peluang dalam hal berpartisipasi pengawasan pengelolaan perusahaan (Fabozzi, 1999). Skousen et al (2009) menjelaskan tentang akuntansi bahwa Akuntansi adalah suatu kegiatan pelayanan. Fungsional ini untuk memberikan informasi kuantitatif, terutama aspek keuangan untuk berguna dalam membuat keputusan ekonomi yang mana membuat pilihan diantara tindakan alternative.

Tujuan Penelitian1. Untuk menguji pengaruh dari jumlah saham terhadap keuntungan bersih

perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Untuk menguji pengaruh dari net sales terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3. Untuk menguji pengaruh dari total equity terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

4. Untuk menguji pengaruh dari jumlah saham, net sales dan total equity secara bersama-sama terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Kerangka konseptual. Banyaknya para pemegang saham dapat terlihat diantaranya dari besaran jumlah saham yang dimiliki perusahaan. Peran pemegang saham sangatlah penting dalam memantau dan mengontrol jalannya perusahaan. Salah satu dampak yang diharapkan dari pemegang saham antara lain adalah keuntungan bersih yang dihasilkan oleh perusahaan. Semakin baik pemantauan dari pemegang saham semestinya semakin baik pula keuntungan bersih perusahaan. Net sales dapat dilihat sebagai salah satu keberhasilan penjualan suatu perusahaan. Keberhasilan penjualan dapat memperlancar jalannya perusahaan yang pada akhirnya akan dapat menciptakan keuntungan bersih yang baik pula. Struktur modal yang berasal dari pemegang saham dapat terlihat antara lain melalui besaran total equityperusahaan. Permodalan dari total equity yang memadai pada akhirnya akan mempengaruhi jalannya arus kas dan mendorong keuntungan bersih yang baik.

Berdasarkan teori dan konsep yang ada maka dapat dibangun hipotesis-hipotesis sebagai berikut :H1 : Terdapat pengaruh dari jumlah saham terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.H2 : Terdapat pengaruh dari net sales terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.H3 : Terdapat pengaruh dari total equity terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Page 142: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

133

H4 : Terdapat pengaruh dari jumlah saham, net sales dan total equity secara bersama-sama terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Gambar 1. Bagan Kerangka Konseptual

MATERI DAN METODE Data sekunder diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) Bursa Efek Indonesia dan sumber internet terutama website Bursa Efek. Obyek penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Periode data yang dipakai dalam penelitian ini adalah dari tahun 2008 sampai dengan 2010. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah saham, net sales dan total equity. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Studi ini menggunakan model multifaktor dalam bentuk persamaan regresi multivariat yang terdiri dari sebuah variabel dependen dan beberapa variabel independen. Model persamaannya adalah sebagai berikut :

LASI = b0 + b1 JUSA + b2 PESI + b3 EKAS + e

dimana :LASI = keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran JUSA = jumlah saham perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran PESI = net sales perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran EKAS = total equity perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan

KEUNTUNGAN BERSIH

JUMLAH SAHAM

NET SALES

TOTAL EQUITY

H4

H1

H2

H3

Page 143: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

134

eceran b = koefisien = error term

Penyelesaian regresi ini menggunakan bantuan software SPSS versi 17. Model penelitian dalam studi ini memakai metode estimasi Ordinary Least Square(metode kuadrat terkecil).

Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah data memiliki distribusi normal atau mendekati normal dengan melihat normal probability plot dimana jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2009). Data yang baik adalah data yang mempunyai pola distribusi normal, yang terlihat dari sebaran data yang bergerombol di sekitar garis uji dan tidak ada data yang terletak jauh dari sebaran data (Santoso, 2004), dalam SPSS hal ini terlihat sebagai gambar PP Plots. Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah pada model regresi ditemukan korelasi antar varibel independen. Menurut Ghozali (2009) deteksi adanya multikolinearitas dibuktikan dengan menggunakan besaran VIF (Variance Inflation Factor) kurang dari 10 dan Tolerance mempunyai angka lebih besar dari 0,1. Bila ditemukan kolinearitas yang sempurna maka salah satu dampak yang ditimbulkannya adalah tidak dapat dihitungnya koefisien regresi. Hal tersebut dapat dibuktikan secara matematis (Nachrowi dan Usman, 2006). Bila terjadi multi kolinearitas, maka salah satu cara yang dilakukan adalah membuang salah satu variabel independen (Nachrowi dan Usman, 2006). Pengujian Heteroskedastisitas berguna untuk mengetahui apakah pada model regresi terjadi ketidaksamaan varians. Jika terjadi kesamaan varians dinamakan homokedastisitas. Untuk melihat model regresi terkena heteroskedastisitas atau tidak, dapat dilihat dengan melihat scatter plot pada print outmenggunakan software SPSS (Nachrowi dan Usman, 2006). Pengujian autokorelasi adalah pengujian untuk melihat apakah dalam regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu periode t dengan periode t-1. Uji autokorelasi dilakukan dengan memperhatikan besarnya nilai Durbin Watson, angka Durbin Watson di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif, angka Durbin Watson antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, dan angka Durbin Watson di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif. (Ghozali, 2009). Keberadaan koefisien determinasi (penentu) digunakan untuk mengukur seberapa besar variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen sedangkan sisa variasi yang tidak dapat dijelaskan merupakan bagian yang dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat didalam model regresi yang diuji.(Ghozali, 2009). Koefisien determinasi berada antara nol dan satu. Dalam pengambilan keputusan, nilai koefisien determinasi yang mendekati angka satu berarti variabel bebas memberikan hampir semua informasi untuk memprediksi variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi yang mendekati angka nol berarti kemampuan variabel bebas untuk memprediksi varibel terikat amat terbatas. (Priyatno, 2008). Bila nilai Koefisien Determinasi sama dengan nol (R2 = 0), artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, maka semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi. Dengan demikian, baik buruknya suatu persamaan regresi ditentukan oleh R2-nya yang mempunyai nilai antara nol dan satu (Nachrowi dan Usman, 2006).

Pengujian statistik F digunakan untuk menguji pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat (Ghozali, 2009). Bila hasil uji F menunjukkan nilai probabilitas > 0,05 berarti bahwa semua variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Sebaliknya bila hasil uji F menunjukkan nilai probabilitas < 0,05 berarti bahwa semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh

Page 144: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

135

signifikan terhadap variabel terikat. Pengujian statistik t menunjukkan pengaruh satu variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat (Ghozali, 2009). Uji t dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dengan tingkat α (0,05). Cara pengambilan keputusannya adalah (1) jika hasil uji t menunjukkan nilai probabilitas (Sig.) > α 0,05 berarti masing-masing variabel bebas tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variable terikat dengan tingkat kepercayaan 95% , (2) jika hasil uji t menunjukkan nilai probabilitas (Sig.) < α 0,05 berarti masing-masing variabel bebas mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat dengan tingkat kepercayaan 95%.

Pengujian Hipotesis. Pengaruh jumlah saham terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran H10 : 1 = 0 (jumlah saham tidak mempengaruhi keuntungan bersih)H1a : β1 0 (jumlah saham mempengaruhi keuntungan bersih )Pengaruh net sales terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran H20 : 2 = 0 (net sales tidak mempengaruhi keuntungan bersih )H2a : β2 0 (net sales mempengaruhi keuntungan bersih )Pengaruh total equity terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran H30 : 3 = 0 (total equity tidak mempengaruhi keuntungan bersih )H3a : β3 0 (total equity mempengaruhi keuntungan bersih )Pengaruh dari jumlah saham, net sales dan total equity secara bersama-sama terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.H40 : 1 =2 =3= 0(Tidak terdapat pengaruh dari jumlah saham, net sales dan total equity secara bersama-sama terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)H4a : β1 β2 β3 0(Terdapat pengaruh dari jumlah saham, net sales dan total equity secara bersama-sama terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI Berdasarkan ketersediaan data yang ada, maka jumlah data yang dipakai untuk obyek penelitian berjumlah sebelas perusahaan yang tercatat di BEI selama tiga tahun berjumlah tiga puluh tiga pengamatan.

Tabel 1. Daftar Perusahaan Sampel

No Nama Perusahaan

1 Ace Hardware Indonesia Tbk

2 Sumber Alfaria Trijaya Tbk

3 Centrin Online Tbk

Page 145: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

136

4 Catur Sentosa Adiprana Tbk.

5 Hero Supermarket Tbk

6 Mitra Adiperkasa Tbk

7 Matahari Putra Prima Tbk

8 Ramayana Lestari Sentosa Tbk

9 Sona Topas Tourism Industry Tbk

10 Toko Gunung Agung Tbk

11 Trikomsel Oke Tbk

Diskusi atau pembahasan hasil penelitian akan dimulai dengan hasil pengujian atas validitas data yaitu pengujian asumsi klasik yang meliputi uji normalitas data, uji multikolineritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. Kemudian akan dilanjutkan dengan analisis atas pengujian hipotesis penelitian dengan metode regresi liner berganda. Kemudian dilanjutkan analisis hubungan pengaruh dengan uji koefisien determinasi serta analisis signifikansi pengaruh dengan uji F dan uji t.

Gambar 2 : Hasil Uji Normalitas

Dari hasil uji normalitas diatas diketahui bahwa data ada di sekitar garis diagonal

dan mengikuti arah garis diagonalnya, maka dapat disimpulkan bahwa data memenuhi asumsi normalitas.

Page 146: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

137

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Standardized

Residual

N 33

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation .95197164

Most Extreme Differences Absolute .180

Positive .148

Negative -.180

Kolmogorov-Smirnov Z 1.034

Asymp. Sig. (2-tailed) .235

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Hipotesis :H0=sampel berdistribusi normalH1=sampel tidak berdistribusi normalJika Asymp Sig (2-tailed) > (0,05), maka H0 diterima.Jika Asymp Sig (2-tailed) < (0,05), maka H0 ditolak.Nilai Asymp Sig (2-tailed) > (0,05), maka H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

Tabel 3 : Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -41.461 148.619 -.279 .782

JUSA .056 .518 .011 .109 .914 .919 1.088

PESI -.076 .032 -.291 -2.415 .022 .642 1.557

EKAS .697 .085 .994 8.251 .000 .643 1.554

a. Dependent Variable: LASI

Berdasarkan output SPSS diatas diketahui bahwa seluruh variable independen mempunyai nilai VIF lebih kecil dari 10. Maka tidak terdapat multikolinearitas pada model regresi yang digunakan. Pengujian asumsi klasik autokorelasi dilakukan dengan menggunakan pengujian Durbin-Watson. Angka Durbin-Watson yang didapat adalah sebesar 2,159 Setelah disesuaikan dengan nilai tabel maka tidak terjadi autokorelasi.

Page 147: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

138

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .854a .729 .701 540.24822 2.159

a. Predictors: (Constant), EKAS, JUSA, PESI

b. Dependent Variable: LASI

Hasil analisis dengan menggunakan SPSS pada pilihan menu scatterplot adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Scatter Plot

Berdasarkan grafik scatter-plot di atas, nampak titik-titik tersebar yang berarti tidak mengalami gejala heterokedastisitas.

Tabel 4 :Hasil Uji F

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.278E7 3 7593723.974 26.018 .000a

Residual 8464176.079 29 291868.141

Total 3.125E7 32

a. Predictors: (Constant), EKAS, JUSA, PESI

b. Dependent Variable: LASI

Dari hasil uji F di atas diketahui bahwa nilai signifikansi F sebesar 0,000 < α0,05. yang berarti Terdapat pengaruh dari jumlah saham, net sales dan total equity secara bersama-sama terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran

Page 148: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

139

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Untuk menguji hipotesa dilakukan pengujian secara parsial untuk melihat signifikansi dari pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengasumsikan variabel lain adalah konstan.

Dasar pengambilan keputusan :Jika p-value < α0,05 maka Ho ditolak.Jika p-value > α0,05 maka Ho diterima.

Tabel 5 :Hasil Uji t (Uji Parsial)

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -41.461 148.619 -.279 .782

JUSA .056 .518 .011 .109 .914 .919 1.088

PESI -.076 .032 -.291 -2.415 .022 .642 1.557

EKAS .697 .085 .994 8.251 .000 .643 1.554

a. Dependent Variable: LASI

Persamaan penelitian sebagai hasil regresi adalah:

LASI = -41,461 + 0,056 JUSA - 0,076 PESI + 0,697 EKAS

(-0,279) (0,109) (-2,415)** (8,251)***

Adjusted R2 = 0.701

***Significant at the 0.01 level

**Significant at the 0.05 level

Pengaruh total equity terhadap keuntungan bersih positif dan signifikan yaitu terlihat pada nilai t-statistik = 8,251 dengan nilai probabilitas 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,01 atau tingkat kepercayaan 99%. Pada persamaan hasil regresi menunjukkan pengaruh jumlah saham terhadap keuntungan bersih bersifat positif . Nilai t-statistik 0,109 dengan nilai probabilitas lebih besar dari α = 0,05 atau tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa pengaruh jumlah saham terhadap keuntungan bersih tidak signifikan. Pada persamaan hasil regresi menunjukkan pengaruh net sales terhadap keuntungan bersih bersifat negatif . Nilai t-statistik -2,415 dengan nilai probabilitas lebih kecil dari α = 0,05 atau tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa pengaruh net sales terhadap keuntungan bersih signifikan. Pada persamaan hasil regresi menunjukkan nilai adjustedR2 yaitu 0,701 artinya dengan menggunakan model tersebut keuntungan bersih perusahaan tidak cukup hanya dijelaskan oleh variabel-variabel bebas jumlah saham, net sales dantotal equity.

KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa net sales dan total equity

menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap keuntungan bersih perusahaan-

Page 149: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

140

perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dari hasil penelitian, pengaruh jumlah saham yang memberikan dampak positif, tetapi tidak signifikan terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan temuan-temuan dari penelitian ini, bagi para investor saham di Bursa Efek Indonesia khususnya dalam berinvestasi di sektor perdagangan eceran perlu memperhatikan dan mempertimbangkan factor net sales dan total equity perusahaan sebelum berinvestasi, karena dari studi ini terbukti bahwa net sales dan total equity berpengaruh signifikan terhadap keuntungan bersih perusahaan-perusahaan dalam sektor perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.REFERENSI

Fabozzi, Frank J (1999), Manajemen Investasi. (Terjemahan), Salemba Empat.

Ghozali, Imam (2009), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, BP- Universitas Diponegoro, Semarang.

Ikatan Akuntan Indonesia (2004), Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta, Salemba Empat.

Ikatan Akuntan Indonesia (2009), Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta, salemba Empat.

Nachrowi. Nachrowi. dan Usman, Hardius (2006), Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Universitas Indonesia.

Priyatno, Dwi (2008), Mandiri belajar SPSS. Yogyakarta: Media Kom

Santoso, Singgih (2004), Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat, Elex Media Komputindo.

Skousen, K. Fred, Stice, dan Earl.K (2009), Intermediate Accounting, 14th

Edition, South – Western College Publishing

Sundjaja, Ridwan S. (2003), Manajemen Keuangan, Jakarta, Yayasan Bethel.

Page 150: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

141

FINANCIAL DISTRESS ISSUES IN SECURITIES COMPANIES IN INDONESIAN STOCK EXCHANGE

Trisnawati 1), I.Roni Setyawan 2), 1)Alumnae of Management Department, Faculty of Economics Tarumanagara University (UNTAR), Jakarta 2) Lecturer of Management Department, Faculty of Economics Tarumanagara University (UNTAR), Jakarta

e-mail: [email protected]

Abstract

This study is addressed to answer the issues of financial distress on securities companies in Indonesia Stock Exchange. Based on study of Almilia (2006) and others, financial distress can be predicted by financial ratios such as current ratio, quick ratio, return on assets, return on equity and debt ratio. We use the definition of population is securities companies listed on the Indonesia Stock Exchange with the reason of the survivability of securities companies in IDX that must keep the net-adjusted working capital as the financial authorities order in the Capital Market Act. Based on purposive sampling during 2008-2011 periods, we get 10 foreign securities firms and 10 local securities firms respectively. The data analysis technique used here is logistic regression since the dependent variable is categorized as nominal scale with criterion of 1 is for financial distress condition and otherwise for criterion of 0. The main result is for foreign securities firms, financial distress is not affected by all of the financial ratios. Meanwhile for the local securities firms, financial distress is only affected by the return on equity. Since it will implicate that the local securities firms tend to be more distressed than foreign securities firms. The explanation is the local securities firms must maintain the profitability in order to survive at the tight competition of securities companies in Indonesian Stock Exchange.

Keywords: Financial distress, local & foreign securities companies (firms) and financial ratios

1. BACKGROUNDEvery company really wants the company's success, one of whom is expecting

higher profit and is expanding to the other countries. But the fact that not a few companies that closed due to bankruptcy. So the bankruptcy of symptoms that may be experienced by the company must be known. This phenomenon can be seen from the various companies that do not have a good performance as well as internal factors and external experienced by the company.

Almilia & Kristijadi (2003) explains financial distress occurs prior to the bankruptcy of a company. Knowing the condition of financial distress early company is expected to do the actions to anticipate the conditions that lead to bankruptcy. Financial distress problems can happen to any company at any time therefore when the company experienced financial difficulties should get ready. Because it is not impossible that the company is still able to maintain its existence may also experience failure or bankruptcy if it does not keep the cash flow of a company with a “good” and “prudent” financial management decision.

Financial distress problems are not new issues for any company. Every company must have experienced financial difficulties but the difference is how the company can maintain its existence in order to avoid bankruptcy. It can be concluded that every company must keep the company's performance by looking at the financial statements of the company. One way to pay attention to the financial statements is a way to analyze it. In analyzing the financial statements we can judge from the financial ratios. The function of financial ratios, Brealey & Myers (2006) and also Widarjo & Setiawan (2009) suggested financial ratios can help companies to identify some weaknesses and the financial strength of the company. So the company's financial ratios can be petrified in analyzing the financial condition of the company.

Page 151: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

142

In addition to the factors analyzed financial statements, financial difficulties experienced by the company can also be seen from the management of risks. As you well know risk is often interpreted as an uncertainty. In a company, the risk can cause problems but it can also bring lucrative opportunities for the company. Sometimes certain risks are analyzed and managed in a conscious but sometimes overlooked risk at all, probably because do not realize the consequences that occur as mentioned in Sutaryo & Setiawan (2010).

The purpose of this study, which examined the extent of financial ratios of a company's securities listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) covering the company's liquidity, profitability, and financial leverage to see the impact of the financial distress of a company and anticipate a company defaults. In the other word this study tries to get the proof of the hypothesis: financial ratios have an influence on financial distress in foreign securities firms and local securities companies listed on the Indonesia Stock Exchange.

2. METHODS2.1. Data Collection Techniques

The data used in the form of secondary data that foreign securities firms and securities firms from the local www.idx.co.id and Capital Market Information Center of the Faculty of Economics, Tarumanagara University (UNTAR). Data of local and foreign securities firms use the data period 2008-2011. According to the availability of data, we get 10 foreign securities firms and 10 local securities firms respectively.

2.2. Design Hypothesis TestingTest the effect of financial distress on used by logistic regression analysis. The

method used is logistic method that aims to test hypotheses. The variables used in this study are the financial ratios as independent variables and financial distress probability as dependent variable. Testing in this study using the logit regression (Logistic Distribution Function) to determine the predictive power current ratio, quick ratio, return on assets, return on equity, and the debt ratio to the determination of financial distress. The data analysis technique used here is logistic regression since the dependent variable is categorized as nominal scale with criterion of 1 is for financial distress condition and otherwise for criterion of 0. The firms can be classified as financial distress condition if they have a loss (negative earning) from the income statement during over three years. As mentioned in study of Almilia (2006) and Ramli (2010) the logistic equation in this study is as follow:

Ln [FD / (1-FD)] = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + ε

Description:Ln FD /(1-FD) = Logarithm companies experiencing financial distress probabilityβ0 = constantβn = Regression coefficients for n=1,2,3,4,5Xn = Variables of financial ratios for n=1,2,3,4,5

ε = Error

2.3. Hypothesis TestingThe hypothesis testing was conducted on the feasibility of logistic regression model

using wald-test as kind of partial t-test in OLS. Then the statistical hypothesis is as follow:

Page 152: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

143

H0: Financial ratios have the ability to predict the financial distress at the securities companies listed on the Indonesia Stock Exchange the period 2008-2011.

H1: Financial ratios have the ability to predict the financial distress at the securities companies are listed on the Indonesia Stock Exchange the period 2008-2011.

3. DATA ANALYSIS & DISCUSSIONAs seen in Table 1 below, the 0 indicates the company is not experiencing financial

distress and 1 for firms experiencing financial distress that shows two predictions of the dependent variable, whereas the line shows actual observed values of the variable 0, which indicates the company is not experiencing financial distress and 1 company is experiencing for financial distress.

Table 1Classification Tablea

Observed(step 1)

Predicted PercentageCorrectCondition 0 Condition 1

Condition 0 232 7 97.1Condition 1 7 74 91.4

Total 239 81 95.6a. The cut value is 0.5

Based on the classification accuracy of tests that experienced financial distress and non financial distress results show the column, predicted the company is not experiencing financial distress was 232 observations while 7 observations experiencing financial distress so that the obtained results of 232/239 or 97.1% the same as the prediction column firms experiencing financial distress as many as 74 observations and the remaining 7 observations are not experiencing financial distress so that the results obtained are 74/81 or 91.4%. According to table 2, we can see there is no significant of financial ratio toward financial distress at foreign securities firms. From current ratio (CR), Quick Ratio (QR) until Debt Equity Ratio (DER), the wald-test suggests no variables of financial ratio can predict the financial distress of foreign securities firms. This finding will reject the alternative hypothesis (H1) and it has implication that foreign securities firms do not have a problem of financing constraint in their daily operational activities in Indonesian Stock Exchange. This is because of the supporting fund from their parent companies in abroad.

Table 2Foreign Securities firms

Variables in the EquationVariables B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

CR 1459.834 25480.040 .003 1 .954 .000QR -1457.959 25467.570 .003 1 .954 .000

ROA -6584.811 65544.288 .010 1 .920 .000ROE -.350 5775.490 .000 1 1.000 .705DER 72.835 841.549 .007 1 .931 .428

Constant -40.640 533.813 .006 1 .939 .000

a. Variable(s) entered on step 1: CR, QR, ROA, ROE, DER.

Page 153: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

144

While looking from the table 3 below, we can see the only significant variable of financial ratio toward financial distress in local securities companies is ROE. It has support partially toward H1 and this findings support the result study from Almilia (2006), Fakhrudin (2008), Ramli (2010) and Brahmana (2012), which restate the validity of using financial ratio as predictor from financial distress.

Table 3Local Securities firms

Variables in the Equation

As totally based on the results of data processing on foreign securities firms and local securities companies, the quick ratio has no influence on the conditions of financial distress at the company's securities are listed on the Indonesia Stock Exchange for the period 2008-2011. Based on the results of data processing on foreign securities firms and local securities companies, the ROA has no influence on the conditions of financial distress at the company's securities are listed on the Indonesia Stock Exchange the period 2008-2011. Based on the results of data processing on foreign securities firms, ROE has no influence on the conditions of financial distress at the company's securities are listed on the Indonesia Stock Exchange the period 2008-2011, while the ROE on a local securities firm affects the occurrence of financial distress. Based on the results of data processing on foreign securities firms and local securities companies, the DER has no influence on the conditions of financial distress at the company's securities are listed on the Indonesia Stock Exchange the period 2008-2011.

4. CONCLUSIONThis study aimed to determine whether the company's financial ratios such as

Current Ratio, Quick Ratio, ROA, ROE, and DER can be used to predict the occurrence of financial distress at the company's securities are listed on the Indonesia Stock Exchange (BEI) for the period 2008-2011. Based on the analysis and the results of data processing that has been presented in table 2 and 3, the result of research can be concluded that based on the results of data processing on foreign securities firms and local securities companies, only the return on equity (ROE) has effect the financial condition distress at the local company's securities are listed on the Indonesia Stock Exchange the period 2008-2011. General finding of the table 2 and 3 above is that the local securities firms tend to be more distressed than foreign securities firms. The explanation is the local securities firms must maintain the degree of profitability in order to survive at the tight competition of securities companies in Indonesian Stock Exchange.

Variables B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

CRROAROEDER

Constant

-.537 .204 6.913 1 .09 .58527.243 19.851 1.883 1 .170 .678

-283.337 111.158 6.497 1 .011 .000-9.572 6.777 1.995 1 .158 .0005.287 3.483 2.303 1 .129 197.657

a. Variable(s) entered on step 1: CR, ROA, ROE, DER.

Page 154: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

145

5. SUGGESTIONSRecognizing that research is still many shortcomings, here is a suggestion that can

be given, namely: researchers can predict financial distress of companies listed in the Indonesia Stock Exchange, with only limited use of financial ratios covering, current ratio, quick ratio, ROA, ROE, and DER. Researchers can add to the period used for the study next. Researchers can examine other sectors with a longer period. For investors can better consider buying shares of listed securities companies in Indonesia Stock Exchange (IDX).

6. REFERENCES

Almilia, L.S. (2006), “Prediction of Financial Distress Condition for Listed Firms Using Multinomial Logit,” Journal of Economy & Business, Vol. 12, No.1,pp. 1-26.

Almilia, L. S. & Kristijadi, E (2003), “Analysis of Financial Ratio To Predict Financial Distress of Listed Manufacturing Firms in IDX,“ Journal of Indonesian Accounting & Auditing, Vol. 7. No. 2 pp. 1-27.

Brahmana, R K. (2012),”Identifying Financial Distress Condition in Indonesia Manufacture Industry,” Journal of Business Management Vol.5, No.3, pp. 1-19.

Brealey, M. & Marcus (2006), Principle of Corporate Finance, Sixth Edition, Prentice Hall: New Jersy, NJ.

Fachrudin, K. A.(2008), “The Determinant Factors To Increase the Survivability of Financing Constraint Firms,” Journal of Business Management, Vol.1. No.1, pp. 1-9.

Ramli, I. (2010), “The Effect of Corporate Finance toward Financial Distress,” Journal of Management, Vol 14. No. 2, pp. 154-164.

Sutaryo, S.B. & Setiawan, D.(2010), “Relevant Value of Information in Financial Report Relating to Financial Distress of Regional Government. Paper presented at National Accounting Symposium XIII at UNSOED, Purwokerto, pp. 1-31.

Widarjo.W & Setiawan, D.(2009),”The Effect of Corporate Finance toward Financial Distress of Automotive Firms,” Journal Business & Accountancy, Vol. 11.No. 2, pp. 107-119.

Page 155: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

146

PENGARUH SISTEM INFORMASI AKUNTANSI TERHADAP KINERJA KARYAWAN

(Studi kasus pada PT. Bank Bukopin, Tbk. Area II Jakarta)

Yanuar Ramadhan

Universitas Esa Unggul, Jakarta(Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Ekonomi, Universitas Padjadjaran, Bandung)

[email protected] / [email protected]

Abstrak

Persaingan bisnis, termasuk dalam industri perbankan, yang sangat ketat semakin dirasakan dalam era glabalisasi ini. Tujuan jangka panjang yang umumnya dicita-citakan perusahaan adalah mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan sejenis lainnya dan berusaha terus untuk berkembang. Untuk itu faktor perkembangan teknologi dan sumber daya manusia yang handal merupakan faktor-faktor yang harus senantiasa diikuti agar perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dan dapat bergerak maju.Di dalam dunia perbankan, pelayanan merupakan hal yang utama, terutama pelayanan kepada nasabah. Untuk pelayanan terkait dengan pengelolaan data diperlukan informasi yang akurat dan dapat diandalkan dan oleh sebab itu sistem informasi yang ada pada bank sangat penting untuk digunakan dalam memudahkan nasabah melakukan transaksi, seperti pengambilan uang, transfer, pengecekan saldo, dan lain-lain. Sistem Informasi Akuntansi memiliki peranan yang penting dalam proses bisnis karena dengan sistem informasi akuntansi perusahaan dapat mengidentifikasi, mengukur, dan mencatat proses bisnis tersebut dalam suatu model yang sedemikian rupa sehingga informasi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan guna pengambilan keputusan. Baik buruknya kinerja dari sebuah Sistem Informasi Akuntansi dapat dilihat melalui kepuasan pemakai Sistem Informasi Akuntansi itu sendiri.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem Informasi Akuntansi (Kualitas Sistem, Kualitas Informasi, dan Kepuasan Pengguna) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan.

Kata kunci: sistem informasi akuntansi, kualitas sistem, kualitas informasi, kepuasan pengguna, kinerja karyawan

PENDAHULUANKehidupan di dunia ini seluruhnya merupakan suatu ekosistem kehidupan yang

tidak terlepas dari sistem informasi. Seluruh kehidupan ini adalah suatu transaksi, transaksi dari suatu pilihan yang diputuskan, terlepas dari keputusan itu tepat atau tidak. Keputusan ini dapat dikatakan benar tidaknya setelah proses hasil keputusan itu dijalankan. Sebagai contoh apabila perusahaan membeli properti, seperti misalnya rumah toko (ruko) secara tunai, maka perusahaan akan menerima bukti pembayaran/pelunasan. Dengan demikian perusahaan yang bersangkutan dikatakan menerima informasi akuntansi. Informasi yang merupakan suatu hasil dari suatu proses ini dalam akuntansi dikatakan sebagai sistem informasi akuntansi.

Di dalam dunia perbankan, pelayanan merupakan hal yang sangat penting karena para front liner berhadapan langsung dengan nasabah. Selain memerlukan informasi yang akurat dalam pengelolaan datanya, sistem informasi yang ada pada bank juga digunakan untuk memudahkan nasabah dalam melakukan transaksi, pengambilan uang, pengecekan saldo, dan lain-lain. Sistem Informasi Akuntansi memiliki peranan yang penting dalam proses bisnis karena Sistem Informasi Akuntansi mengidentifikasi, mengukur, dan mencatat proses bisnis tersebut dalam suatu model yang sedemikian rupa sehingga

Page 156: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

147

informasi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan(Diana dan Setiawati, 2010). Baik buruknya kinerja dari sebuah Sistem Informasi Akuntansi dapat dilihat melalui kepuasan pemakai Sistem Informasi Akuntansi itu sendiri.

Beberapa faktor yang berpengaruh pada kinerja Sistem Informasi Akuntansi antara lain keterlibatan pemakai dalam pengembangan sistem, kemampuan teknik personal sistem informasi, ukuran organisasi, dukungan manajemen puncak, formalisasi pengembangan sistem informasi, program pelatihan dan pendidikan pemakai, keberadaan IT yang memantau sistem informasi dan lokasi IT departemen sistem informasi.

Pengalaman banyak perusahaan menunjukkan bahwa dengan penyelenggaraan program pengenalan yang sangat komprehensif sekalipun belum menjamin bahwa para karyawan baru serta merata dalam melaksanakan tugas dengan memuaskan. Dengan demikian keberhasilan suatu organisasi tergantung pada unsur manusia yang ada di dalamnya, karena besarnya kontribusi sumber daya manusia dirasakan jauh melampaui peran yang dapat diberikan sumber-sumber lainnya.

Beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, antara lain:a. Penerapan sistem informasi dalam perusahaan masih

dihadapkan pada kegagalan sistem dalam penggunaannya.b. Pihak bank perlu meningkatkan sistem informasi yang

digunakan, agar sistem tersebut dapat menghasilkan informasi yang lebih akurat.c. Para pegawai belum maksimal dalam bekerja, masih terlihat

pegawai yang malas-malasan. Pegawai belum ada rasa tanggung jawabnya dalam menyelesaikan pekerjaan. Hal ini dapat membawa dampak negatif yang dapat mengganggu produktifitas kerja pegawai itu sendiri.

d. Peran pimpinan perusahaan dalam hal ini untuk lebih memperhatikan lagi para pegawainya dalam bekerja, kurangnya pemberian pelatihan dan kursus kepada para pegawai, sehingga kapasitas bekerja para pegawai tidak memberikan hasil yang memuaskan.

ISI DAN METODEA. Sistem Informasi Akuntansi

Dalam mendefinisikan sistem terdapat dua kelompok pendekatan, ada yang menekankan pada prosedur dan ada pula yang menekankan pada komponennya. Sistem pada dasarnya adalah sekelompok unsur yang erat berhubungan satu dengan lainnya, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyadi, 2008). Menurut Azhar Susanto (2008), sistem adalah kumpulan/group dari subsistem/bagian/ komponen apapunbaik fisik maupun non-fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan tertentu.

Sistem adalah suatu komponen atau variabel yang terorganisir, saling berinteraksi, saling bergantungan, satu sama lainnya dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. “The system is part of a series of interdependent and work together to achieve certain goals” (Diana dan Setiawati, 2010).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah sekelompok unsur yang berhubungan satu dengan lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Suatu sistem mempunyai karakteristik atau sifat-sifat tertentu, yaitu mempunyai komponen-komponen, batas sistem, lingkungan luar sistem, penghubung, masukan, keluaran, pengolah, dan sasaran atau tujuan, yaitu (Mulyadi, 2008): Komponen Sistem (Component System), Batasan Sistem (Boundary System), Lingkungan Luar Sistem (Environtment System), Penghubung Sistem (Interface System), Masukkan Sistem (Input), Keluaran Sistem (output), Pengolahan Sistem (Process), dan Sasaran atau Tujuan Sistem (Objective).

Page 157: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

148

Informasi adalah data yang telah diklasifikasikan atau diolah atau diinterpretasikan untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan (Tata Sutabri, 2008). Sementara itu, “Information is a data set that has been converted into a form meaningful and useful to humans” (Laudon dan Laudon, 2008).

Informasi merupakan fakta atau apapun yang dapat digunakan sebagai input dalam menghasilkan informasi atau yang disebut data. Data dapat berupa bahan untuk diskusi, pengambilan keputusan, perhitungan, atau pengukuran. Data dapat berupa kumpulan huruf, suara, gambar diam dan bergerak, baik dalam bentuk dua atau tiga dimensi.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Informasi merupakan data yangdiolah menjadi keluaran yang berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Sumber dari informasi adalah data. Data berasal dari kata “datum” yang berarti kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan nyata.

Kualitas dari suatu informasi (quality of information) tergantung dari tiga hal (Witarto, 2007), yaitu : Akurat (accurate), sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan harus bebas dari kesalahan-kesalahan; Relevan (relevance), mempunyai manfaat bagi pemakainya, sesuai dengan keperluan para pemakai tersebut; dan Tepat Waktu (timeliness), informasi tersedia pada saat di perlukan, karena informasi yang terlambat tidak berarti lagi. Jadi, suatu informasi akan bermanfaat apabila berkualitas dan dihasilkansecara akurat, relevan, dan tepat waktu.

Dengan perkembangan sistem informasi saat ini, bagi pihak perbankan pun informasi yang dihasilkan harus memenuhi tiga kriteria di atas, yaitu akurat, relevan, dan tetap waktu, sehingga informasi keuangan tersebut sangat berguna bagi nasabah dan stakeholder lainnya.

Akuntansi dapat didefinisikan sebagai proes mengidentifikasian, mengukur dan melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan (Soemarso, 2007). Accounting is an information system that provides reports to stakeholders about the economic activities and condition of the company (Reeve, 2009).

Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa akuntansi adalah suatu sistem informasi yang terintegrasi dalam mengidentifikasi, mengukur, dan melaporkan seluruh kegiatan dan kondisi ekonomi institusi guna menyediakan laporan keuangan yang bermanfaat bagi seluruh pemangku kepentingan.

Azhar Susanto, 2008, mengatakan bahwa sistem informasi adalah kumpulan dari dari sub-subsistem baik fisik maupun non-fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan yaitu mengolah data menjadi informasi yang berguna.

Sistem informasi merupakan seperangkat unsur yang saling terkait (Stair danReynolds, 2009), kombinasi dari orang-orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi (O’Brien, 2006).

Menurut Leitch dan Davis, 2007, Information system is a system within an organization that brings the need for daily transaction processing, support operations, are managerial and strategic activities of the organization and provide outsiders with a certain required reports.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi adalah kumpulan dari sub-sub yang saling berhubungan untuk melaporkan informasi sedemikian rupa untuk mencapai suatu tujuan dalam sebuah organisasi. Dalam sistem informasi yang dihasilkan perbankan harus yang akurat, relevan, tepat waktu, karena nasabah memerlukan informasi tentang keuangannya setiap saat, maka sistem yang digunakan harus

Page 158: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

149

berkembang secara berkala agar sistem informasinya menghasilkan informasi yang berkualitas.

Sistem informasi akuntansi pada dasarnya merupakan suatu sistem yang merupakan integrasi dari berbagai sistem pengolahan transaksi (SPT) atau sub SIA. Mengingat setiap SPT memiliki siklus pengolahan transaksi, maka SIA juga dapat dikatakan sebagai integrasi dari berbagai siklus pengolahan transaksi. Dalam setiap pengolahan transaksi yang dilakukan, SPT menggunakan berbagai komponen yang dimiliki seperti hardware, software, brainware, prosedur, database, dan jaringan komunikasi (Susanto, 2008)

Menurut Hall (2008, p.9), sistem informasi akuntansi terdiri dari tiga subsistem utama, yaitu:

1. Transaction Processing System (TPS), yang mendukung operasi bisnis seharihari dengan berbagai laporan, dokumen, dan pesan untuk pengguna di seluruh organisasi.

2. General Ledger/Financial Reporting System (GL/FRS), yang menghasilkan laporan keuangan, seperti: laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas, dan laporan lainnya yang diperlukan perusahaan.

3. Management Reporting System (MRS), yang menyediakan manajemen internal laporan keuangan dan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan.

Pengertian lainnya, Accounting Information System is a collection of resources, including human and equipment, which is set to transform the data into information to various decision-makers, Accounting Information Systems Realizing this change whether manually or computer (Bodnar dan Hopwood, 2007).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Akuntansi adalah sistem yang diproses untuk menghasilkan informasi yang terkomputerisasi yang berkaitan dengan perencanaan, penendalian, dan pengoperasian suatu bisnis.Sistem informasi akuntansi yang digunakan pada perbankan harus mengalami pengembangan secara berkala hal ini sangat berguna untuk mempermudah para karyawan (pengguna) dalam mengoperasikan sistem tersebut dan sistem yang mereka pakai selalu up date dan sesuai dengan tuntutan kondisi perusahaan.

B. Kinerja KaryawanAda beberapa definisi atau batasan mengenai kinerja atau job performance, job

performance ialah succesfull role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatannya (As’ad, 2007). Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti “unjuk kerja”, atau “prestasi” .

Performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat diciptakan oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan perusahaan bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 2007).

Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan job performance ialah hasil yang dicapai oleh seseorang pada suatu pekerjaannya dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.

Penilaian kinerja atau performance appraisal adalah sangat penting bagi perusahaan untuk menilai prestasi kerja karyawannya. Pentingnya penilaian kinerja karyawan paling tidak ada dua kepentingan yaitu kepentingan karyawan yang bersangkutan dan untuk kepentingan perusahaan.

Penilaian kinerja terdiri dari tiga langkah, yaitu mendefinisikan pekerjaan, menilai kinerja, dan memberikan umpan balik. Mendefinisikan pekerjaan berarti memastikan bahwa pimpinan perusahaan dan karyawan sepakat tentang tugas-tugasnya dan standar

Page 159: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

150

jabatan. Menilai kinerja berarti membandingkan kerja aktual karyawan dengan standar yang telah ditetapkan.

Adapun faktor-faktor yang dinilai, dapat berbeda antara satu jenis pekerjaan dengan jenis pekerjaan lainnya. Hal ini tergantung pada segi apa yang dipandang kritikal dalam mengukur keberhasilan seseorang dan menunaikan kewajibannya, seperti kesetiaan, prakarsa, kerajinan, ketekunan, sikap kerja sama, kepemimpinan, kejujuran, ketelitian, kecermatan dan kerapian.

Penilaian kinerja dilakukan sebagai umpan balik kepada karyawan apa yang diharapkan pimpinan, guna membangun pemahaman yang lebih baik satu sama lain. Penilaian harus sesuai pada prestasi dan membuat rencana untuk meningkatkan kinerja karyawan. Penilaian harus memungkinkan pekerjaan karyawan dapat diperusahaankan dengan baik, dan memberi kepuasan, pencapaian dan pemerkayaan jabatan yang lebih besar. Penilaian kinerja harus mengkaji kinerja karyawan. Sasaran penilaian kinerja adalah untuk membuat pandangan tentang diri mereka (karyawan) sendiri seperti apa adanya.

C. Kerangka Pemikiran TeoritisData tersebut dianalisis dengan menggunakan regresi untuk mengetahui apakah

variabel independen (Sistem Informasi Akuntansi) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Kinerja Karyawan). Analisis pengaruh diharapkan menjadi umpan balik (Feed Back) dalam pengambilan keputusan pihak pemangku kepentingan dalam perusahaan perbankan tersebut.

Hubungan Variabel Independen (X) dengan Variabel Dependen (Y) dalam kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut :

D. Hipotesis Penelitian Hipotesa yang dapat penulis buat adalah sebagai berikut :

H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara Sistem Informasi Akuntansi yang terdiri dari dimensi kualitas sistem, kualitas informasi, dan kepuasan pengguna terhadap kinerja karyawan di PT. Bank Bukopin, Tbk.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Primer, yaitu data mentah yang dikumpulkan dan diolah langsung oleh peneliti. Data ini diperoleh dengan memberikan lembar kuesioner kepada responden individual untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh sistem informasi akuntansi terhadap kinerja karyawan di PT. Bank Bukopin, Tbk. Dalam penelitian ini penulis menggunakan skala likert yaitu digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang ataupun sekelompok orang tentang fenomena sosial. Untuk keperluan analisis kualitatif penelitian maka penulis

Kinerja Karyawan(Y)

Sistem Informasi Akuntansi (X)

Kualitas sistem

Kualitas informasi

Kepuasan pengguna

Page 160: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

151

memberikan tujuh alternatif jawaban kepada responden dengan menggunakan skala 1 sampai 7.

Metode pengambilan data sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan metode purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu yang diharapkan memiliki informasi yang akurat, yaitu jumlah karyawan PT. Bank Bukopin, Tbk. Area Wilayah 2, Jakarta, khususnya yang terkait langsung dengan penggunaan sistem informasi akuntansi.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI

Identitas Responden 1. Identitas berdasarkan Jenis kelamin Tabel 1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Laki-laki 18 37.5 37.5 37.5

Perempuan 30 62.5 62.5 100.0

Total 48 100.0 100.0

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari 48 responden, 18 responden atau 37,5% adalah laki-laki dan 30 responden atau 62,5 adalah perempuan.

2. Identitas berdasarkan UsiaTable 2. Responden Berdasarkan Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

<25 12 25.0 25.0 25.0

25-35 35 72.9 72.9 97.9

>35 1 2.1 2.1 100.0

Total 48 100.0 100.0

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 12 responden atau 25,0% adalah usia <25 tahun, 35 responden atau 72,9% adalah berusia 25-35 thn, dan 1 responden atau 2,1% adalah berusia >35 tahun.

3. Identitas berdasarkan Gelar AkademikTabel 3. Responden Berdasarkan Gelar

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

SMA/D3 3 6.3 6.3 6.3

S1 43 89.6 89.6 95.8

S2 2 4.2 4.2 100.0

Total 48 100.0 100.0

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 3 responden atau 6,3 % adalah berpendidikan lulus SMA/D3, 43 responden atau 89,6% adalah berpendidikan lulus S1, dan 2 responden atau 4,2% adalah berpendidikan lulus S2.

Page 161: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

152

4. Identitas berdasarkan Jabatan Tabel 4. Responden Berdasarkan Jabatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Teller 4 8.3 8.3 8.3CS/CRO 18 37.5 37.5 45.8Staf Funding 12 25.0 25.0 70.8Staf Lending 6 12.5 12.5 83.3Staf Lain 8 16.7 16.7 100.0Total 48 100.0 100.0

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 4 responden atau 8,3% adalah Teller, 18 responden atau 37,5% adalah Customer Service/Customer Relatioship Officer, 12 responden atau 25,5% adalah Staf terkait Funding, 6 responden atau 12,5% adalah Staf terkait Lending, dan 8 responden atau 16,7% adalah Staf Lainnya

5. Identitas berdasarkan Lama JabatanTabel 5. Responden Berdasarkan Lama Menjabat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

<2 12 25.0 25.0 25.02-5 31 64.6 64.6 89.6>5 5 10.4 10.4 100.0Total 48 100.0 100.0

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 12 responden atau 25,0% adalah dengan masa menjabat < 2 tahun, 31 responden atau 64,6% adalah dengan masa menjabat 2 sampai 5 tahun, dan 5 responden atau 10,4% adalah dengan masa menjabat lebih dari 5 tahun.

Metode Analisis Data / Asumsi KlasikBerikut ini adalah metode analisis datanya sebagai berikut :

1. Uji ValiditasUntuk menguji validitas dari masing-masing skala, digunakan confirmatory factor

analysis.

Tabel 6. Correlations

sia1 sia2 sia3 sia4 sia5 sia6 sia7 sia

Sia

Pearson Correlation

.748** .657** .575** .755** .768** .765** .704** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 48 48 48 48 48 48 48 48

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Page 162: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

153

2. Uji ReliabilitasUji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi instrumen penelitian.

Instrumen yang andal dapat bekerja dengan baik pada waktu dan kondisi yang berbeda. Reliabilitas merupakan alat ukur suatu kuesioner yang terdiri dari indikator dari variabel atau konstruk. Reliabilitas masing-masing skala akan diukur dengan nilai koefisien cronbach’s alpha. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,6. Berikut hasil perhitungan reliabilitas:

Tabel 7. Reliabilitas SIAReliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.834 7

Tabel 8. Reliabilitas KinerjaReliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.856 20

3. Uji Statistik DeskriptifStatistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan

cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Tabel 9. Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Sia 48 28.00 45.00 39.0208 4.09197Kinerja 48 80.00 128.00 106.2500 11.17653Valid N (listwise) 48

Analisis :Dari tabel di atas menggambarkan bahwa jumlah observasi (N) pada penelitian ini adalah 48, variabel dependen Kinerja Karyawan memiliki nilai rata-rata 106,25 dengan standar deviasi 11,17653. Sedangkan variabel independen SIA memiliki nilai mean/rata-rata adalah 39,0208 dengan standar deviasi 4,09197.

4. Uji DeterminasiKoefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Tabel 10. Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .412a .170 .152 10.29361

a. Predictors: (Constant), siab. Dependent Variable: kinerja

Analisis : Dari tampilan output Model Summary, besarnya adjusted R square adalah 0,152. Hal ini berarti 15,2% variabel Kinerja karyawan dapat dijelaskan oleh variabel independen SIA yang terdiri dari kualitas sistem, kualitas informasi dan kepuasan pengguna. Sedangkan sebesar 84,8 % dijelaskan oleh faktor-faktor yang lain di luar model. Standard Error of the

Page 163: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

154

Estimate sebesar 10,29361. Makin kecil SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen (Kinerja Karyawan).

5. Uji Asumsi Klasik dalam regresia. Uji Normalitas Data

Analisis :Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Jadi, dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa data tersebut memenuhi asumsi normalitas, karena data tersebut menyebar di sekitar garis diagonal. Jadi, data tersebut berdistribusi normal.

b. Uji HeteroskedastisitasUji Heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan residual pengamatan satu dan yang lainnya. Jika varians itu sama terjadi homoskedastisitas dan jikaberbeda maka terjadi heteroskedastisitas.

Hasil pengujian heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Pada gambar terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), dan tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terdapat heteroskedastisitas pada penelitian ini.

Page 164: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

155

5. Uji Analisis RegresiTabel 11. Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1(Constant) 62.332 14.395 4.330 .000

Sia 1.126 .367 .412 3.067 .004

a. Dependent Variable: kinerja

Dari hasil regresi yang telah dilakukan, maka persamaan regresi yang diperoleh adalah :Kinerja Karyawan = 62,332+ 1,126SIA

Dari persamaan regresi tersebut diatas maka dapat diinterprestasikan sebagai berikut :1. Nilai konstanta (a) sebesar 62,332 memiliki arti jika SIA yang terdiri dari dimensi

kualitas sistem, kualitas informasi, dan kepuasan pengguna sebesar 0 maka nilai beta akan sebesar 62,332.

2. Nilai koefisien regresi SIA sebesar 1,126 menyatakan bahwa jika SIA meningkat 1% maka nilai Kinerja Karyawan akan mengalami peningkatan sebesar 112,6%.

6. Uji Hipotesis (Ha)

Uji Parsial (Uji t) Uji hipotesis parsial (Uji t) dengan perhitungan uji t pada penelitian ini, dihitung dengan menggunakan program statistik. Pengujian ini digunakan untuk membuktikan apakah koefisien regresi tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan atau tidak secara parsial antara variabel independent (X) terhadap variabel dependent (Y). Dasar pengambilan keputusan:a. Jika t hitung > t tabel, maka mempunyai pengaruh yang signifikan.b. Jika t hitung < t tabel, maka tidak mempunyai pengaruh yang signifikan.ataua. Jika Sig. > α (0,05), maka koefisien regresi tidak signifikan.b. Jika Sig.< α (0,05), maka koefisien regresi signifikan.

Uji Hipotesis Ha atau Variabel SIAHipotesis alternatif pertama menyatakan bahwa tingkat SIA berpengaruh pada Kinerja karyawan. Dari hasil uji statistik menentukan thitung sebesar 3,067 > ttabel sebesar 1,655 pada tingkat signifikan 5% atau 0,05. Dengan demikian, maka hipotesis alternatif pertama menerima dan menolak Ho.

Adapun hasil perhitungan uji t dapat di lihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 12. Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1(Constant) 62.332 14.395 4.330 .000

Sia 1.126 .367 .412 3.067 .004

a. Dependent Variable: kinerja

Page 165: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

156

Tabel 13. ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression 996.917 1 996.917 9.409 .004b

Residual 4874.083 46 105.958

Total 5871.000 47

a. Dependent Variable: kinerjab. Predictors: (Constant), sia

Dalam penyusunan penelitian ini, diperoleh data dan informasi yang berasal dari kuesioner yang diberikan secara langsung kepada para responden (para karyawan perbankan) berupa data dimensi pengaruh Sistem Informasi Akuntansi terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Bukopin, Tbk Area II-Jakarta dan hasilnya diolah menggunakan uji statistik dengan uji-uji di atas yang menghasilkan informasi apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara Sistem Informasi Akuntansi terhadap Kinerja Karyawan pada PT.Bank Bukopin, Tbk.

KESIMPULANBerdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terbukti tingkat SIA yang terdiri dari dimensi kualitas sistem, kualitas informasi, dan kepuasan pengguna berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan dengan tingkat signifikan sebesar ( 0,004 < 0,05).

REFERENSIAs’ad, 2007, Definisi Kinerja, PT. Rajawali, JakartaBodnar, G.H., dan Hopwood, W.S., 2007, Sistem Informasi Akuntansi, JakartaBodnar, H George dan Hopwood William, 2006, Accounting Information Systems, Edisi

Bahasa Indonesia, Penerbit: Andi, YogyakartaDessler Gray, 2007, Faktor Penunjang Kinerja, JakartaDeLone, W.H. and E.R.Mc Lean. 1992. ” Information System Success: The Quest for the

Dependent Variable”, Infomation System Research 3 (March)Diana Anastasia dan Setiawati Lilis, Sistem Informasi Akuntansi, Andi Offset, Yogyakarta,

2010Hall, James A., 2011, Introduction to Accounting Information Systems, Penerbit: Cengage

Learning, CanadaLadjamudin, A.B., 2008, Analisis dan Desain Sistem Informasi, Graha Ilmu, Edisi

Pertama, YogyakartaLaudon,K.C., dan Laudon,J.P., 2008, Management Information System, Salemba 4, JakartaLeitch, J.R.A., dan Davis, K.R., 2007, Dalam buku Jogiyanto, Sistem Informasi, JakartaMulyadi, 2008, Sistem Akuntansi, Salemba Empat, JakartaMulyani NS, Sri, 2007, Metode Analisis dan Perancangan Sistem, Penerbit: Abdi

Sistematika, BandungPrawirosentono Suryadi, 2007, Kebijakan Kinerja, JakartaReeve, M.J., 2009, Pengantar Akuntansi, Buku 1, Salemba Empat, JakartaS.R., Soemarso, 2007, Akuntansi Suatu Pengantar, JakartaSugiyono, 2008, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, BandungSusanto, Azhar, 2008, Sistem Informasi Akuntansi – Struktur Pengendalian Risiko

Pengembangan, Penerbit: Lingga Jaya, BandungSutabri, Tata, 2008, Sistem Informasi Akuntansi, YogyakartaWarren Reeve Fess, 2010, Pengantar Akuntansi, Penerbit: Salemba Empat, Jakarta

Page 166: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

157

SISTEM PENGENDALIAN INTERAKTIF, ORIENTASI PASAR, KEWIRAUSAHAAN DAN KINERJA UKM

Tubagus Ismail

Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang-Banten, 42122

E-mail: [email protected]

Abstrak

Sejak krisis ekonomi melanda, perekonomian Indonesia telah berubah, di mana usaha kecil dan menengah (UKM) menjadi penggeraknya, mampu menyerap lebih dari 100 juta tenaga kerja. Akan tetapi, hanya UKM yang memiliki kapabilitas yang tinggi saja yang dapat bertahan dalam kondisi bisnis yang dinamis. Artikel ini memberikan kontribusi peran sistem pengendalian manajemen sebagai bagian dari ilmu akuntansi yang dipercaya dapat berkontribusi meningkatkan kapabilitas yang ada dalam organisasi UKM.

Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara sistem pengendalian interaktif, sebagai salah satu bentuk penggunaan sistem pengendalian manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kapabilitas UKM. Kapabilitas yang digunakan dalam penelitian adalah orientasi pasar dan kewirausahaan. Selanjutnya dua kapabilitas tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja UKM. Responden dalam penelitian ini adalah 150 pemilik dan pengelolaUKM di Propinsi Jawa Barat. Software PLS digunakan untuk memecahkan permaasalahan structural equation model yang berbasis variance.Temuan penelitian ini adalah adanya hubungan yang positif dan signifikan antara sistem pengendalian interaktif dengan orientasi pasar dan kewirausahaan; adanya hubungan positif dan signifikan antara orientasi pasar dan kewirausahaan dengan kinerja UKM.

Keywords: SPM interaktif, Orientasi Pasar, Kewirausahaan, Kinerja UKM

PENDAHULUANSejak krisis ekonomi melanda, perekonomian Indonesia telah berubah, di mana

usaha kecil dan menengah (UKM) menjadi penggeraknya, mampu menyerap lebih dari 100 juta tenaga kerja. Akan tetapi, hanya UKM yang memiliki kapabilitas yang tinggi saja yang dapat bertahan dalam kondisi bisnis yang dinamis. Perkembangan industri dalam negeri dihadapkan pada suatu keadaan yang dilematis di era perdagangan bebas ASEAN China Free Trade Area (ACFTA), yaitu di mana ACFTA bisa menjadi ancaman dan bisa menjadi peluang yang akan mengembangkan industri dalam negeri. Kenyataannya ACFTA pada Januari 2010 menjadi titik awal malapetaka bagi industri-industri yang selama ini mengandalkan pasar dalam negeri untuk memasarkan produk mereka, industri khususnya usaha kecil dan menengah (UKM) dalam negeri yang mengandalkan pasar lokal akan kalah bersaing dengan produk dari China yang membanjiri pasar di Indonesia.

Nilai impor dari Cina masih lebih besar dibanding ekspor Indonesia ke Cina. Nilai ekspor Indonesia ke Cina pada Februari 2010 ini mencapai 986,2 juta dollar AS, turun dari 1,01 miliar dollar AS dari Januari 2010. Sementara data tahun 2008 lalu menunjukkan, impor dari Cina telah mengambil alih 70 persen pangsa pasar domestik yang semula dikuasai sektor usaha kecil dan menengah nasional.

Pada tahun 2002-2010 sektor industri kreatif sebagai bagian dari UKM rata-rata memberikan kontribusi nilai tambah sebesar 7.74% dan kontribusi penyerapan tenaga kerja sebesar 7.76%. Salah satu propinsi di Indonesia yang secara besar-besaran mengembangkan industri kreatif adalah propinsi Jawa Barat. Beberapa industri unggulan di provinsi Jawa Barat diantaranya industri tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki/sepatu, telematika, pengolahan rotan, komponen otomotif, makanan dan minuman.

Page 167: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

158

Berbagai kendala industry kreatif diantaranya adalah desain yang belum berorientasi pasar, serta rendahnya kemampuan kewirausahaan (ismail, 2012).

Orientasi pasar dan kemampuan kewriusahaan merupakan bagian dari strategi dengan pendekatan isi (Chenhall, 2005; Henri, 2006). Sistem pengendalian dibuat secara eksplisit untuk mendukung strategi (Dent, 1990) dan kapabilitas (Henri, 2006). Pada dasarnya tujuan dari sistem pengendalian manajemen (SPM) adalah untuk memberikan informasi yang berguna dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan dan evaluasi (Merchant dan Otley, 2006). Beragam peneliti sudah menjelaskan bahwa hasil temuan yang diberikan oleh alur SPM – strategi dari sudut penelitian masih bersifat ambigu dan kadangkala bertentangan (Langfield-Smith, 2007, Henri, 2006). Hasil yang bersifat ambigu ini dikarenakan beragam definisi yang ada, konseptulisasi dan operasionalisasi dari SPM dan strategi (Langfield-Smith, 2007). Hal ini juga dapat dijelaskan oleh sedikitnya perhatian yang diberikan pada sudut teori berbasis sumber daya (Henri, 2006; Ismail, 2012).

Alasan digunakannya kapabilitas perusahaan dalam penelitian ini adalah : Pertama, pandangan berbasis sumber daya (resource based view/RBV) mengatakan bahwa kemampuan bersaing organisasi merupakan fungsi dari keunikan serta nilai dari sumber daya dan kapabilitas yang dimiliki oleh organisasi (Henri,2006). Kedua, RBV juga memandang bahwa kapabilitas merupakan sumber utama untuk mancapai keunggulan bersaing berkelanjutan (Barney, 2001).

Dapat dikatakan bahwa kapabilitas tidak dapat dipisahkan dari sumber daya. Oleh karena itu, sumber daya dan kapabilitas merupakan suatu ikatan yang tidak dapatdipisahkan. Hal ini akhirnya menjelaskan bahwa RBV menganggap bahwa perusahaan merupakan suatu ikatan dan menunjukan bahwa atribut-atribut tersebut berpengaruh signifikan pada keunggulan kompetitif perusahaan dan akan berdampak pada kinerja perusahaan (Barney, 2001; Peteraf, 1993). Penelitian ini menyelidiki hubungan kausal antara SPM interaktif dan kapabilitas, secara spesifik, kapabilitas yang digunakan dalam penelitian ini orientasi pasar dan kemampuan kewriusahaan yang diharpakan berdampak positif pada peningkatan kinerja UKM

Literature Review dan Pengembangan HipotesisSPM Interaktif

SPM interaktif adalah sebuah sistem formal yang digunakan oleh manajer puncak sebuah perusahaan untuk melibatkan dirinya secara teratur dan secara personal pada aktivitas pengambilan keputusan dari pihak bawahan sebuah perusahaan (Simons, 1995). SPM interaktif digunakan untuk merangsang dialog, tatap muka dan untuk membangun jembatan informasi antar tingkatan hirarkis, departemen fungsional dan pusat laba. Sistem pengendalian diagnostik dapat dibuat bersifat interaktif dengan cara melanjutkan dan secara terus menerus memberikan perhatian dan minat pada pihak manajemen. SPM interaktif digunakan oleh manajemen puncak untuk memandu proses pembentukan strategi secara informal dengan menetapkan kerterlibatan pribadi, intimasi atau kedekatan dengan permasalahan, dan komitmen (Simons, 1995).

Sebuah sistem akan diklasifikasikan sebagai sistem yang interaktif jika manajer puncak melaporkan bahwa sistem tersebut sering digunakan secara personal, teratur dan menjadi prioritas baik bagi dirinya sendiri maupun bagi bawahannya. Sistem ini digunakan pada pertemuan rutin yang dilakukan secara langsung baik dengan bawahan maupun dengan pihak lain untuk meninjau data dan menghasilkan rencana tindakan (Simons, 1995).

SPM interaktif bukan merupakan tipe unik dari sistem pengendalian (Simons, 2000). Setiap sistem pengendalian dapat digunakan secara interaktif oleh senior manajer jika

Page 168: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

159

sistem tersebut cocok dengan tingkat ketidakpastian yang disyaratkan (Simons, 2000;219). Sedangkan pemilihan terhadap SPM interaktif sangat tergantung pada empat faktor yaitu 1) ketergantungan teknologi, 2) regulasi, 3) kompleksitas penciptaan nilai, dan 4) kenyataan dari respon taktis (Simons, 2000). Terdapat beberapa alasan manajer menggunakan SPM interaktif, yaitu 1) ekonomi, perhatian manajemen merupakan sumber daya yang langka dan mahal; 2) kognitif, kemampuan setiap individu untuk memproses informasi dalam jumlah besar bersifat terbatas; dan 3) stratejik, berkaitan dengan pembelajaran aktif mengenai ketidakpastian strategi dan mengumpulkan rencana tindakan baru (Simons, 2000).

Manajer puncak harus memutuskan aspek mana dari sistem pengendalian manajemen yang akan digunakan secara interaktif dan aspek mana yang menjadi programnya (Simons, 1995). Pengendalian manajemen menjadi bentuk pengendalian yang bersifat interaktif ketika manajer bisnis menggunakan prosedur perencanaan dan prosedur pengendalian yang secara aktif memonitor dan melakukan intervensi terhadap akivitas pengambilan keputusan yang sifatnya terjadi secara terus menerus dari pihak bawahan dalam sebuah perusahaan (Simons, 1995). Karena intervensi yang dilakukan akan memberikan peluang bagi tim manajemen puncak untuk memperdebatkan dan menantang berdasarkan data dasar, akuisisi dan rencana tindakan lainnya, maka pengendalian manajemen yang sifatnya interaktif menuntut perhatian yang terus menerus dari pihak bawahan yang beroperasi di semua tingkatan perusahaan (Simons, 1995).

Perusahaan memiliki jenis dan bentuk sistem pengendalian yang berbeda. Manajer puncak akan memilih untuk membuat sistem pengendalian manajemen yang sifatnya interaktif jika sistem yang ada mengumpulkan informasi ketidakpastian strategis. Sistem interaktif terpilih dapat digunakan oleh manajer puncak untuk tiga fungsi berikut: pemberian tanda atau sinyal, tindakan observasi atau pengawasan terhadap keputusan yang telah diambil (Simons, 1995).

Pemberian tanda atau sinyal adalah penggunaan informasi yang ada untuk mengungkapkan adanya preferensi. Pemberian tanda atau sinyal sangat penting karena manajer puncak tidak dapat selalu mengetahui kapan atau dimana momentum yang ada untuk pengambilan keputusan penting yang berasal dari hal tersebut, bagaimana atau mengapa sebuah keputusan akan dibuat, atau untuk siapa keputusan tersebut dibuat. Proses pengambilan keputusan ini akan mengalami difusi atau pembauran saat input yang diterima dari beragam pelaku dalam periode waktu yang panjang.

Dengan menggunakan SPM interaktif yang berfungsi untuk mengawasi atau memonitor ketidakpastian strategis, maka manajemen puncak akan mengungkapkan nilai yang mereka miliki dan referensinya kepada individu organisasi yang memberikan input terhadap proses pengambilan keputusan. Tindakan obervasi atau pengawasan adalah tindakan untuk mencari hal-hal yang terjadi di luar dugaan, pengendalian manajemen interaktif akan memberikan panduan terhadap anggota organisasi dimana mencari hal yang diluar dugaan atau ekspektasi tersebut dan jenis informasi intelegensi apa yang akan dikumpulkan (Simons, 1995). Hal yang terjadi diluar dugaan atau ekspektasi ini kemungkinan bisa saja menjadi alternatif baru, preferensi baru atau perubahan bagi perusahaan. Pengambilan keputusan alternatif baru oleh manajer puncak sangat diperlukan saat keputusan tersebut berkaitan dengan kebijakan strategis dan sumber daya yang dimilikinya. SPM interaktif mengendalikan dan memungkinkan manajer puncak untuk memiliki informasi penuh tentang keputusan yang diambil dan didistribusikan ke seluruh lini perusahaan.

Page 169: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

160

Orientasi PasarOrientasi Pasar mengacu pada tekanan organisasi terhadap kebutuhan konsumen dan

perkembangan pemikiran jangka panjang yang berdasarkan pada kebutuhan laten konsumen (Narver & Slater, 1990). Kohli dan Jaworski (1990) menyebutkan Market Orientation terdiri dari tiga komponen aktivitas: (1) market intelligence organisasi terkait kebutuhan konsumen saat ini dan di masa yang akan datang, (2) penyebaran pengetahuan tentang pasar dan (3) tingkat respon organisasi akan kebutuhan konsumen. Secara spesifik hal ini menghubungkan ketiga komponen perusahaan yaitu orientasi konsumen, orientasi perusahaan pesaing dan koordinasi interfungsional. Orientasi pasar secara efektif dan efisien akan menciptakan perilaku yang diperlukan untuk menciptakan nilai yang superior bagi konsumen sehingga dapat meningkatkan kinerja bisnis secara berkesinambungan (Kohli & Jaworski, 1990; Naver & Slater, 1990).

Kewirausahaan (Entrepreneurship) mengacu pada kemampuan perusahaan untuk terus menerus memperbaharui, melakukan inovasi dan secara konstruktif mengambil resiko dalam pasar dan operasinya (Miller, 1988). Tindakan kewirausahaan menciptakan sumber daya yang terbarukan atau mengkombinasikan sumber daya yang telah ada dengan cara terbaru untuk mengembangkan dan memasarkan produk baru, menuju pasar baru dan atau bentuk layanan jasa terhadap konsumen. Kewirausahaan diidentifikasi sebagai proses organisasi yang bersifat kritis yang memberikan kontribusi pada kinerja dan kelangsungan perusahaan (Miller, 1988).

KewirauhasaanSudah banyak yang mengakui keuntungan potensial dan pentingnya kewirausahaan

(Luke et al, 2010), tetapi dinamika kewirausahaan dan kondisi bisnis yang mudah berubah secara berkelanjutan menghambat suatu bisnis untuk mencari keuntungan tanpa menimbang resiko yang akan dihadapi (Luke et al, 2010). Bertambahnya kekayaan, keunggulan kompetitif, product leadership serta keuntungan financial dan ekonomi merupakan sebagian keuntungan dari banyaknya keuntungan yang bisa didapat pada konteks kewirausahaan. Kewirausahaan juga dihubungan dengan penangkapan peluang, tindakan yang cepat, dan perubahan ekonomi yang cepat (Luke et al, 2010). Aktivitas kewirausahaan secara positif sering dihubungkan dengan keuntungan financial dan ekonomi, namun sangat jelas tidak semua perusahaan mampu mentransformasikan aktivitas kewirausahaannya menjadi keuntungan financial (Lumpkin & Dess, 1996). Luke et al ( 2010) berpendapat semakin terstruktur strategi kewirausahaan, maka akan menimbulkan positif outcome bagi organisasi.

Kinerja UKMKinerja secara umum dan keunggulan kompetitif merupakan tolak ukur tingkat

keberhasilan dan perkembangan perusahaan kecil. Pengukuran terhadap pengembalian investasi, pertumbuhan, volume, laba dan tenaga kerja pada perusahaan umum dilakukan untuk mengeathui kinerja perusahaan (Jeaning & Beaver, 1997). Terdapat beberapa kriteria dalam menilai suatu kinerja perusahaan yang disampaikan dalam berbagai literatur.

Pengukuran kinerja banyak bersal dari teori organisasi dan manajeman stratejik. Dalam teori organisasi, ada tiga pendekatan fundamental untuk mengukur keefektifan organisasional. Pendekatan berbasis tujuan menunjukkan bahwa suatu organisasi dievaluasi melalui tujuan yang ditetapkan bagi dirinya sendiri. Ketiga perfektif teori ini, yang pertama adalah kinerja financial, adalah inti dari bidang keefektifan organisasinal (Venkatraman & Ramanujam, 1986). Diluar inti ini adalah pengukuran kinerja operasional, yang ukurannya dilakukan berdasarkan kualitas produk, dan pangsa pasar, yang menjelaskan konseptualitas yang lebih luas tentang kinerja organisasional dengan

Page 170: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

161

memusatkan pada faktor-faktor yang menyebabkan pada kinerja finansial (Kaplan, 1983). Para peneliti menganjurkan pertumbuhan penjualan (sales growth), pertumbuhan tenaga kerja (employment growth), pertumbuhan pendapatan (income growth) dan pertumbuhan pangsa pasar (market share growth) sebagai pengukuran kinerja perusahaan kecil yang paling penting (Hadjimanolis, 2000)

SPM Interaktif dan kapabilitasHenri (2006) menelaah hubungan yang terjadi antara penggunaan SPM dengan

perspektif yang berbasis sumber daya dan kapabilitas organisasi. Secara spesifik, studi Henri memfokuskan pada penggunaan SPM interaktif dengan empat kapabilitas yang dimiliki perusahaan yang mengarah pada pilihan strategis (orientasi pasar, kewirausahaan, kemampuan berinovasi dan pembelajaran organisasi). Hasil akhir yang diperoleh menjelaskan bahwa penggunaan SPM interaktif akan memfasilitasi keempat kapabilitas yang dimiliki perusahaan, dengan memfokuskan perhatian organisasi akan prioritas strategis dan mendorong terciptanya dialog.

SPM interaktif memberikan alat untuk meningkatkan kemampuan internal yang dimiliki oleh perusahaan untuk menjadi tindakan yang akan dilakukan oleh perusahaan, sehingga memungkinkan perusahaan untuk mengubah strategi yang ada guna memberikan respon atas terjadinya perubahan dalam lingkungan (Bisbe & Otley, 2004). SPM interaktif difokuskan pada dialog dan komunikasi terbuka, penggunaan SPM interaktif akan berperan sebagai alat untuk mengurangi batasan-batasan hirarkis dan batasan fungsional yang akan menghambat arus informasi dalam perusahaan (Abernethy & Brownell, 1999). Dengan menjaga dialog yang terbuka, perdebatan, dan selalu mendorong pertukaran informasi, maka penggunaan SPM secara interaktif akan memberikan kontribusi berupa distribusi pengetahuan, distribusi informasi, komunikasi serta munculnya strategi yang sifatnya spontanitas (Simons, 1995). Dengan cara ini maka penggunaan SPM interaktif dapat memberikan kontribusi pada kapabilitas. Dalam penelitian ini kapabilitas yang digunakan adalah kewirausahaan dan orientasi pasar. Sehingga uraian diatas mengarah pada terbentuknya hipotesa sebagai berikut :H1: Terdapat hubungan positif antara SPM interaktif dengan orientasi pasarH2: Terdapat hubungan positif antara SPM interaktif dengan kewirausahaan

Kapabilitas dan Kinerja UKMOrientasi pasar sebagai salah satu bagian dari kapabilitas perusahaan, sering

dianggap menjadi pemicu meningkatnya kinerja bisnis. Jaworski & Kohli (1993) berargumen bahwa organisasi yang berorientasi pasar, yang melacak dan merespon akan kebutuhan dan pilihan konsumen, dapat lebih baik memuaskan konsumen yang nantinya meningkatkan kinerja pada level yang lebih tinggi. Studi oleh Lusch & Laczniak (1987)memberikan beberapa dukungan untuk hubungan ini. Studi selanjutnya oleh Narver dan Slater (1990) juga memberikan dukungan empiris untuk hubungan antara orientasi pasar dan kinerja bisnis. Jaworski & Kohli (1993) pun menemukan adanya hubungan positif antara market orientation dan kinerja bisnis, dimana mereka menyatakan bahwa semakin tinggi orientasi pasar maka akan semakin tinggi pula kinerja bisnis. Bukti empiris tersebut mengarah pada hipoteiss berikut: H3: Terdapat hubungan positif antara orientasi pasar dengan kinerja unit bisnis pada

organisasi.

Kewirausahaan merupakan stimulus untuk menciptakan kekayaan organisasi dengan memunculkan dan mengembangkan kondisi ekonomi sebagai suatu hasil dari tindakan organisasi. (Peng, 2001; Zahra, et al.,2000). Secara general, pertumbuhan yang efektif

Page 171: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

162

diharapkan dapat membantu perusahaan meciptakan kekayaan dengan membangun skala ekonomi dan kekuatan pasar. Outcome ini memberikian sumber daya tambahan dan berkontribusi untuk mencapai keunggulan kompetitif (Ireland et al, 2003). Hitt et al (2001) menyatakan kewirausahaan dapat memberikan kontribusi pada kinerja dan kelangsungan perusahaan. Sudah banyak pula peneliti yang menginvestigasi adanya hubungan positif antara orientasi kewirausahaan dengan kinerja perusahaan (Zahra et al., 2000; Lumpkin &Dess 2001; Yucel, 2011). Berdasarkan literature-literature di atas, maka peneliti membuat hipotesis sebagai berikut:H4: Terdapat hubungan positif antara kewirausahaan dengan kinerja unit bisnis pada

organisasi saat ini.Hubungan antara SPM interaktif, kewirausahaan, orientasi pasar dan kinerja UKM

lebih ringkas digambarkan pada model penelitian empiris pada gambar 1.

Gambar 1Model Penelitian Empiris

METODE PENELITIANDalam penelitian ini analisis data menggunakan Solfware Smart PLS. PLS adalah

model persamaan struktural (SEM) yang berbasis varian. PLS merupakan metode analisis yang powerfull (Ghozali, 2006) karena tidak didasarkan pada banyak asumsi. Misalnya, data tidak harus terdistribusi normal, sampel tidak harus besar. Selain itu dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten PLS dapat sekaligus menganalisis konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan formatif.

SPM interaktif menggunakan indikator yang dikembangkan oleh Simons (1995), Henri (2006) yaitu : Aktif mengembangkan diskusi (ics1); pengusaha mengembangkan tantangan dan perdebatan berdasarkan data, asumsi dan rencana tindakan (ics2); pengusaha memberikan pandangan umum organisasi kepada karyawannya (ics3); Komitmen pada organsasi (ics4); Fokus pada masalah utama (ics5); Fokus pada faktor sukses (ics6); pengusaha mengembangkan bahasa yang umum dalam organisasi bisnisnya (ics7).

Pengukuran orientasi pasar mengacu pada instrumen yang didasarkan didasarkan penelitian milik Henry (2006) dan Narver & Slater (1990), yaitu (op1) pengusaha mengkomunikasikan informasi tentang pengalaman pelanggan, (op2) Pengukuran kepuasan pelanggan, (op3) Komitmen dan orientasi untuk melayani pelanggan, (op4) Integrasi fungsi untuk memenuhi kebutuhan pasar, (op5) Pelayanan setelah-penjualan, (op6) Berbagi informasi tentang strategi competitor.

Pengukuran entrepreneurship mengacu pada instrumen yang didasarkan pada penelitian Henry (2006), yaitu (k1) Tindakan yang luas diperlukan untuk mencapai tujuan, (k2) Inisiasi tindakan untuk merespon organisasi lain, (k3) Kecenderungan yang kuat untuk proyek yang beresiko tinggi, (k4) Perubahan dramatis di produk, (k5) lini produk baru, (k6) Sikap berhati-hati/sikap “tunggu dan lihat”, (k7) Secara terus menerus mengeksplore lingkungan. Pengukuran kinerja UKM berasal Hadjimanolis (2000) terdiri dari

Page 172: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

163

pertumbuhan penjualan (ku1), pertumbuhan tenaga kerja (ku2), pertumbuhan pendapatan (ku3) dan pertumbuhan pangsa pasar (ku4).

Sampel dan Prosedur Pengumpulan DataSampel dalam penelitian ini adalah pengelola dan pemilik industri kreatif di Propinsi

Jawa Barat dengan pengalaman minimal 2 tahun. Adapun alasan diambilnya propinsi jawa barat berdasarkan pada alasan potensi industri kreatif di Jawa Barat saat ini belum ada yang bisa menandingi, terutama sektor clothing dan kuliner (Diskoperindag Jabar, 2012). Data untuk penelitian ini adalah data primer dalam bentuk persepsi responden dikumpulkan dengan metode diantar langsung kepada responden. Total kuesioner yang dapat digunakan dalam analisis data sebanyak 150 kuesioner.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSITabel 1 menunjukkan hasil setiap konstruk (variable) tersebut memiliki nilai AVE

diatas 0,5 (Ghozali, 2008). Hal ini menunjukan bahwa setiap konstruk memiliki nilai validitas yang baik dari setiap indikatornya atau kuesioner yang digunakan untuk mengetahui hubungan SPM interaktif, orientasi pasar, kewirausahaan dan kinerja UKM dapat dikatakan valid.

Table 1. Output Result

original estimate

mean of subsamples

Standard deviation

T-Statistic Hipotesis

SPM Int -> Orientasi pasar 0.473 0.382 0.127 3.721 diterimaSPM Int -> Kewirausahaan 0.534 0.466 0.132 4.818 diterimaOrientasi pasar -> Kinerja 0.465 0.433 0.143 3.262 diterimaKewirausahaan--> Kinerja 0.525 0.735 0.124 3.585 diterima

AVE √AVE CRSPM Interaktif 0.651 0.8068457 0.942Orientasi Pasar 0.761 0.8723531 0.921Kewirausahaan 0.537 0.7328028 0.924Kinerja UKM 0.625 0.7905694 0.921

Dilihat dari hasil yang ditunjukan pada Tabel 1, dapat dikatakan bahwa setiap konstruk atau variable laten memiliki nilai composite reliabilitycomposite reliability masing-masing di atas 0,8 (Ghozali, 2008) yang menandakan bahwa internal consistency dari antar variable memiliki reliabilitas yang baik. Untuk menguji hipotesis yang diajukan, dapat dilihat besarnya nilai t statistic, dimana batas untuk menolak dan menerima hipotesis dilihat dari t table yang diajukan adalah ± 1,96. Apabila nilai t statistik berada pada rentang nilai -1,96 dan 1,96 maka hipotesis akan ditolak. Sebaliknya, apabila t-statistik lebih besar dari t-tabel 1,96 maka hipotesis akan diterima (Ghozali, 2008). Hasil estimasi t-statistik dapat dilihat dari hasil inner weight pada table 1. Sehingga dari hasil table 1 seluruh hipotesis diterima.

Hasil akhir dari studi ini jelas mendukung pernyataan bahwa penggunaan SPM interaktif akan menjaga bentuk kapabilitas dari orientasi pasar dan kewirausahaan. Dengan memfokuskan perhatian pada prioritas strategi dalam organisasi dan dialog yang mendukung, SPM interaktif memberikan kontribusi pada proses penurunan bakat ilmu pengetahuan dan penyebaran informasi, dan mempertahankan kolaborasi dalam organisasi UKM. Hasil temuan ini mendukung model penelitian milik Simons (1990) yang

Page 173: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

164

memandang SPM lebih dari sekedar alat mekanis yang digunakan untuk mendukung implementasi strategi, tetapi juga menjadi alat yang kuat untuk mendorong dan mengatur munculnya stategi dalam organisasi.

UKM yang menghadapi ketidakpastian lingkungan dan fleksibilitas yang tinggi akibat keadaan dinamis mencerminkan perubahan yang konstan dan persaingan yang makin tinggi, perusahaan memerlukan kemampuan orientasi pasar dan kewirausahaan di seluruh organisasi UKM. Kapabilitas organisasi yang kritis perlu ditingkatkan. SPM interaktif menjadi lebih kuat untuk meningkatkan kapabilitas lebih lanjut, kedua kapabilitas ini akan didukung oleh fleksibilitas yang mencerminkan kendali yang tidak terlalu ketat, komunikasi yang bersifat lateral dan arus komunikasi yang lebih bebas. Konteks ini secara khsusus sudah sesuai untuk penggunaan SPM interaktif yang mendorong nunculnya dialog dengan tetap menjaga kreativitas.

Hubungan yang terjadi antara penggunaan SPM secara interaktif dan kinerja tampaknya bersifat tidak langsung. SPM interaktif menggunakan pengaruhnya terhadap kedua kapabilitas yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja UKM. Temuan ini didukung oleh hasil kerja Henri (2006).

Temuan ini memberikan bukti bahwa UKM harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan bisnis, manajemen harus mengembangkan atau memperbaharui tujuan jangka panjang yang disesuaikan dengan lingkungannya secara terus menerus. Pengusaha harus mengkomunikasikan informasi tentang pengalaman pelanggan kepada seluruh pegawainya; Pengusaha harus selalu mengukur kepuasan pelanggan; pengusaha harus komit dan berorientasi untuk melayani pelanggan; Pegnusaha harus melakukan integrasi fungsi untuk memenuhi kebutuhan pasar; UKM harus memberikan pelayanan setelah-penjualan; pengusaha harus melakukan inisiasi tindakan untuk merespon pesaing lain; pengusaha harus selalu mengeluarkan lini produk baru; bersikap berhati-hati/sikap “tunggu dan lihat”; dan pengusaha harus secara terus menerus mengeksplore lingkungan.

Kesimpulan, Keterbatasan Penelitian dan Agenda Penelitian MendatangHasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa SPM interaktif berpengaruh positif

terhadap kapabilitas dalam hal ini adalah orientasi pasar dan kewirausahaan dan selanjutnya kapabilitas tersebut berpengaruh terhadap kinerja UKM.

Model empiris dalam penelitian ini hanya menyelidiki dua kapabiltias saja. Masih banyak kapabilitas lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja UKM seperti pembelajaran, inovasi dan lain sebagainya. Dengan demikian, keterbatasan penelitian ini memberi peluang bagi penelitian kuantitatif yang akan datang untuk mempertimbangkan hubungan SPM dan kapabilitas lainnya.

REFERENSI

Abernethy, M. A. and Brownell, P. (1997), “Management Control Systems In Research And Development Organizations: the role of accounting, behavior and personnel controls,” Accounting, Organizations and Society, 24, pp. 189–204.

Abernethy, M. A., & Brownell, P. (1999), “The role of budgets in organizations facing strategic change: an exploratory study”, Accounting, Organizations and Society, 24, pp. 189–204

Barney, J. (1991), “Firm resources and sustained competitive advantage. Journal of Management, 17(1), 99–120.

Page 174: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

165

Bisbe, J. and Otley, D. (2004), “The effects of the interactive use of management control systems on product innovation”, Accounting, Organizations and Society, 29, pp. 709–737.

Chenhall, R.H. (2005), “Content and process approaches to studying strategy and management control systems” In C.S. Chapman (ed) Controlling Strategy: Management, Accounting, and Performance Measurement, Oxford University Press, Oxford.

Dent, J.F. (1990), “Strategy, organization and control: some possibilities for accounting research”, Accounting, Organizations and Society, vol 15, no 1/2, pp. 3-25.

Ghozali, Imam, (2006). Structural Equation Modeling: Metode Alternatif dengan Partial Least Square (PLS). Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Ghozali, Imam, (2008). Structural Equation Modelling Metode Alternatif Dengan Partial Least Square. Semarang : UNDIP

Hadjimanolis, Athanasios, 2000, "An Investigation of Innovation Antecedents in Small Firms in the Context of a Small Developing Country”, R & D Management, vol. 30.

Henri, J-F. (2006), “Management control systems and strategy: A resource-based perspective”, Accounting, Organizations and Society, vol. 31, no. 6, pp. 529-558.

Hitt, M. A., Ireland, R. D., Camp, S. M., & Sexton, D. L. (2001). “Guest editors’ introduction to the special issue strategic entrepreneurship: entrepreneurial strategies for wealth creation.” Strategic Management Journal, 22, 479–491.

Ireland, R. D., Hitt, M. A., Camp, M., & Sexton, D. L. (2001), “Integrating entrepreneurship and strategic management actions to create firm wealth”. Academy of Management Executive, 15(1), 49–63.

Ismail, Tubagus (2012), “Interactive Control System dan Strategi Untuk Meningkatkan Pembelajaran Internal Studi Kasus pada Industri Kreatif di Jawa Barat”, Seminar Nasional Optimisme Ekonomi Indonesia 2013; Antara Peluang dan Tantangan,Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka, Tangerang Selatan, 12 Desember 2012

Jeaning. Peter., Graham Beaver (1997), “The Performance and Competitive Advantege of Small Firms: A Management Persfective”, International Small Business journal, 15, 2, pp. 63-75.

Jaworski, Bernard J. and Ajay K. Kohli. (1993). "Market Orientation: Antecedents and Consequences." Journal of Marketing 57 (July): 53-70.

Kaplan, R. S. (1983), “Measuring manufacturing performance: A new challenge for managerial accounting research.” The Accounting Review (October): 686-705

Kohli, Ajay K. and Bernard J. Jaworski. (1990), "Market orientation: The construct, research propositions and managerial implications.” Journal of Marketing. 54 (April): 1-18.

Page 175: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

166

Langfield-Smith, K. (2007), “A rivew of quantitative research in management control system and strategy”, in Handbook of Management Accounting Research: Vol.2. eds Christopher S Chapman, Anthony G Hopwood and Michael D Shields, Elsevier, Oxford UK, pp 753-783.

Luke, B., Kearins, K., Verreynne, M. L. (2010), “A theory of strategic entrepreneurship”. AGSE.

Lumpkin, G. T. & Dess, G. G. (1996). “Clarifying the entrepreneurial orientation construct and linking it to performance” Academy of Management Review, 21 (1): 135-172.

Lusch, R. F., & Laczniak, G. R. (1987), “The evolving marketing concept, competitive intensity, and organizational performance.” Journal of Academy of MarketingScience, 15(Fall), 1-11.

Merchant, K.A. dan Otley, D.T. (2006), “A review of the literature on control and accountability”, In Chapman, C., Hopwood, A. dan Shield, M. (Eds.), The handbook of management accounting research, Elsevier Press.

Miller, D. (1988). Relating Porter’s business strategies to environment and structure: analysis and performance implications. Academy of Management Journal, 31(2), 280–308.

Narver, John C. and Stanley Slater. (1990), "The effect of market orientation on business profitability." Journal of Market-ing. 54 (October): 20-35.

Peng, M.W. (2001), “How entrepreneurs create wealth in transition economies”. Academy of Management Executive, 15(1): 95–108.

Peteraf, Margaret A. (1993), "The cornerstones of competitive advantage: A resource-based view", Strategic Management Journal. 14 (March): 179-191

Simons, R. (1995), Levers of control, Harvard University Press, Boston.

Simons, R. (2000) Performance Measurement and Control Systems for ImplementingStrategy, (UpperSaddle River: Prentice Hall)

Teece, D. J. (1980). “Economies of scope and the scope of the enterprise”, Journal of Economic Behavior and Organization” , pp. 223-247.

Venkatraman, N., & Ramanujam, V. (1986). Measurement of business performance in strategy research: A comparison of approaches. Academy of Management Review, 11, 801-814.

Yucel, Ilhami (2011). Entrepreneurial orientation, executives’ individualism and firm performance: the moderating role of executives’ individualism. Far East Journal of Psychology and Business Vol. 5.

Page 176: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

167

Zahra, S. A., Ireland, R. D., Gutierrez, I., & Hitt, M. A. 2000. Privatization and entrepreneurial transformation: Emerging issues and a future research agenda. Academy of Management Review, 25: 509–524.

Page 177: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

168

PROSPEK DAN TANTANGAN USAHA KECIL MENENGAH SEBAGAI SALAH SATU SOKO GURU PEREKONOMIAN INDONESIA TERHADAP KOMUNITAS

EKONOMI ASEAN

Budianto Tedjasuksmana

Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya

E-mail: [email protected]

Abstract

Indonesia with 250 million people, absolutely is a potential market share for the world. Reaching the vision of people’s welfare and prosperous is not so easy. Indonesia involves in international trading, with ASEAN countries and worldwide. Concerning the opportunities for the non-oil and gas export’s commodities, which are increasing from years to years, the government should empower the Indonesian to be a social entrepreneur joining in Usaha Kecil Menengah (UKM). Finally, UKM should be one of the pillars which support Indonesia’s economy and participate to The Community of ASEAN Economy.

Keywords: social entrepreneur, Usaha Kecil Menengah (UKM), The Community of ASEAN Economy

PENDAHULUANPara pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN di Kuala Lumpur Desember 1997

memutuskan untuk mentransformasikan ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi dengan tingkat pembangunan ekonomi yang merata serta kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan yang semakin berkurang. Pada KTT ASEAN di Bali Oktober 2003, para pemimpin ASEAN memdeklarasikan bahwa Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) merupakan tujuan integrasi ekonomi regional (Bali Concord II) pada tahun 2020. Selain KEA, Komunitas Keamanan ASEAN dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN merupakan dua pilar integral lain dari komunitas ASEAN yang akan dibentuk. Ketiga pilar tersebut diharapkan dapat bekerja secara erat dalam pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2020. Selanjutnya, pertemuan ke-38 Menteri Ekonomi ASEAN, di Kuala Lumpur, Malaysia pada Agustus 2006 sepakat akan menyusun “suatu cetak biru yang terpadu untuk mempercepat pembentukan KEA dengan mengindetifikasi berbagai karakteristik dan elemen KEA pada tahun 2015 sesuai Bali Concord II, dengan sasaran dan kerangka waktu yang jelas dalam mengimplementasikan berbagai langkah serta fleksibilitas yang telah disepakati sebelumnya guna mengkomodir kepentingan seluruh negara anggota ASEAN. Pada KTT ASEAN Ke-12, para pemimpin ASEAN menegaskan komitmen yang kuat untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 sejalan dengan Visi ASEAN 2020 dan BALI CONCORD II, dan menandatangani Cebu Declaration on Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015. Secara khusus, para pemimpin sepakat untuk mempercepat pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan mentranformasikan kawasan ASEAN menjadi suatu kawasan dimana terdapat aliran bebas barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terampil, serta aliran modal yang lebih bebas.

Jadi KEA merupakan realisasi tujuan akhir integrasi ekonomi sesuai visi ASEAN 2020, yang didasarkan pada kepentingan bersama Negara Anggota ASEAN untuk memperdalam dam memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang telah ada dan inisiatif baru dengan kerangka waktu yang jelas. Untuk membentuk KEA, ASEAN harus melaksanakan kewajiban sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi yang terbuka,

Page 178: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

169

berwawasan keluar, inklusif, dan berorientasi pada pasar, sesuai dengan aturan-aturan multilateral serta patuh terhadap sistem berdasarkan aturan hukum agar pemenuhan dan implementasi komitmen-komitmen ekonomi dapat berjalan efektif. KEA akan membentuk ASEAN sebagai suatu pasar tunggal dan basis produksi serta menjadikan ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan langkah-langkah dan mekanisme baru untuk memperkuat implementasi inisiatif-inisiatif ekonomi yang telah ada; mempercepat integrasi kawasan dalam sektor-sektor prioritas; mempermudah pergerakan para pelaku usaha tenaga kerja terampil dan berbakat dan memperkuat mekanisme institusi ASEAN. Berdasarkan hal di atas dan mengingat pentingnya perdagangan ASEAN dengan negara lain diluar kawasan, serta perlunya Komunitas ASEAN untuk tetap berwawasan keluar maka KEA memiliki karakteristik utama sebagai berikut :

(a) Pasar tunggal dan basis produksi, (b) Kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, (c) Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, dan(d) Kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global. Indonesia telah bergabung ke dalam beberapa perjanjian kerjasama regional. Secara

teori, kerjasama tersebut akan memberikan dampak positif terhadap negara-negara anggotanya. Free Trade Arrangement (FTA) diterima karena keuntungan yang diperoleh oleh negara-negara yang terlibat dari perdagangan ini, yang berasal dari konsep keuntungan komparatif. Sebuah negara akan mengkhususkan diri dalam menghasilkan suatu produk memiliki keuntungan komparatif.

Widyasanti, 2010 dalam Andara (2012) menyebutkan bahwa menurut data Asian Development Bank (ADB) hingga tahun 2010 FTA di dunia berjumlah 221, naik sebanyak 152 perjanjian dari tahun 2002, yang hanya berjumlah 69 perjanjian. Jumlah tersebut meningkat dikarenakan baik perjanjian bilateral maupun regional merupakan opsi terbaik kedua bagi FTA selain perjanjian multilateral. Namun karena implementasi dari perjanjian multilateral sulit untuk sepenuhnya diterapkan, banyak negara memilih perjanjian bilateral dan regional untuk memperluas perdagangan dan memperkuat hubungan ekonomi dengan negara lain, tampak pada Gambar 1.

Sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) telah dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia dan ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UKM yang bertahan dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru tumbang oleh krisis. Mudradjad (Harian Bisnis Indonesia, 21 Oktober 2008) mengemukakan bahwa UKM terbukti tahan terhadap krisis dan mampu survive karena, pertama, tidak memiliki utang luar negeri. Kedua, tidak banyak utang ke perbankan karena dianggap unbankable. Ketiga, menggunakan input lokal. Keempat, berorientasi ekspor. Selama 1997-2006, jumlah perusahaan berskala UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia. Sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%. Sumbangan UKM terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 96%. Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor melalui pihak ketiga eksportir atau pedagang perantara. Hanya 8,8% yang berhubungan langsung dengan pembeli atau importir di luar negeri. Dengan melihat data tahun 2007 maka peranan UKM dan UB dalam sektor pertanian, pertambangan dan industri tampak pada Tabel 1.

Page 179: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

170

Gambar 1. Perkembangan FTA di dunia (1991-2010)

Sumber : Andara (2012)

Tabel 1. Nilai Ekspor Nonmigas menurut Sektor Ekonomi Tahun 2007(Miliar Rp)

Sumber : BPS, 2008

Dengan paparan data di atas, maka dapat dipahami bagaimana cara dan upayamendorong UKM menjadi salah satu soko guru perekonomian Indonesia yang berkontribusi terhadap Komunitas Ekonomi Asean.

PERSPEKTIF PELUANG DAN TANTANGAN ATAS PERKEMBANGAN EKSPOR DAN EKSPOR HASIL INDUSTRI INDONESIA

Dengan liberalisasi perdagangan baik yang bersifat internasional maupun regional, hambatan-hambatan dalam perdagangan dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan. Integrasi ekonomi regional adalah suatu proses dimana beberapa ekonomi dalam suatu wilayah bersepakat untuk menghapus hambatan dan mempermudah arus lalu lintas barang, jasa, kapital, dan tenaga kerja. Pengurangan bahkan penghapusan tarif dan hambatan non-tarif akan mempercepat terjadinya integrasi ekonomi regional seiring lancarnya lalu lintas barang, jasa, kapital, dan tenaga kerja tersebut.

Bentuk integrasi ekonomi regional berbeda-beda tergantung dari hasil kesepakatan negara-negara anggota untuk mencapai manfaat yang hendak diperoleh dari kerjasama tersebut. Secara hierarki, dari tingkat terendah hingga tingkat yang paling terintegrasi, integrasi ekonomi regional dapat dikelompokkan menjadi (Wild, Wild dan Han, 2001, 257-258) :

Page 180: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

171

a. Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Area)Kawasan perdagangan bebas adalah integrasi ekonomi dimana negara-negara anggota sepakat untuk menurunkan hambatan-hambatan dalam perdagangan yang ada di antara negara-negara anggota, tetapi negara-negara anggota memiliki kebijakan masing-masing terhadap negara non anggota.

b. Penyeragaman Pabean (Customs Union)Penyeragaman pabean adalah adalah integrasi ekonomi yang menghilangkan segala bentuk hambatan perdagangan sekaligus mewajibkan negara-negara anggota untuk menyeragamkan kebijakan perdagangan mereka terhadap negara-negara non-anggota.

c. Pasar Bersama (Common Market)Pasar bersama adalah integrasi ekonomi yang tidak hanya memberikan kebebasan dalam perdagangan tetapi juga dalam hal perpindahan faktor produksi tenaga kerja dan modal.

d. Uni Ekonomi (Economic Union)Uni ekonomi adalah integrasi ekonomi dimana terdapat harmonisasi antar negara-negara anggota dalam lingkup yang lebih luas sehingga sampai kepada penyeragaman kebijakan moneter dan fiskal.

Deklarasi berdirinya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) lebih diwarmai oleh upaya-upaya membangun rasa saling percaya antar negara anggota guna mengembangkan kerjasama regional yang bersifat kooperatif namun belum bersifat integratif. Tujuan dibentuknya ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi Bangkok (http://ditjenkpi.depdag.go.id/Umum/Setditjen/Buku%20Menuju%20ASEAN%20ECONOMIC%20COMMUNITY%202015.pdf) adalah :

a. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh landasan sebuah masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai.

b. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tata tertib hukum di dalam hubungan antara negara-negara di kawasan ini serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

c. Meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama di bidang-bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi.

d. Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana pelatihan dan penelitian dalam bidang pendidikan, profesi, teknik, dan administrasi.

e. Bekerjasama secara lebih efektif guna meningkatkan pemanfaatan pertanian dan industri mereka, memperluas perdagangan dan pengkajuan masalah-masalah komoditi internasional, memperbaiki sarana-sarana pengangkutan dan komunikasi, serta meningkatkan taraf hidup rakyat mereka.

f. Memajukan pengkajian mengenai Asia Tenggara.g. Memelihara kerjasama yang erat dan berguna dengan berbagai organisasi

internasional dan regional yang mempunyai tujuan serupa, dan untuk menjajaki segala kemungkinan untuk saling bekerjasama secara erat di antara mereka sendiri.

Adapun gambaran perkembangan total ekspor dan ekspor hasil industri selama kurun waktu 2006-2010 dapat dilihat berikut ini.

Page 181: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

172

Tabel 2. Perkembangan Total Ekspor dan Ekspor Hasil IndustriTahun 2006 sampai dengan 2010

(dalam US$ juta)

NO URAIAN 2006 2007 2008 2009 2010 PersentaseTOTAL EKSPOR INDONESIA 100.798,60 114.100,90 137.020,40 116.510,00 157.779,10 100,00%

I MIGAS 21.209,50 22.088,60 29.126,30 19.018,30 28.039,60 19,081 Hasil Minyak 2.843,60 2.878,80 3.547,00 2.262,30 3.967,302 Minyak Mentah 8.168,80 9.226,00 12.418,70 7.820,30 10.402,903 Gas Alam 10.197,10 9.983,80 13.160,50 8.935,70 13.669,50II NON MIGAS 79.589,10 92.012,30 107.894,20 97.491,70 129.739,50 80,92%1 Industri 64.990,30 76.429,60 88.351,70 73.435,80 98.015,02 Pertanian 3.398,50 3.689,00 4.626,40 4.352,80 5.001,903 Pertambangan 11.191,50 11.884,90 14.906,20 19.692,30 26.712,604 Lainnya 8,90 8,80 9,90 10,80 9,90

EKSPOR INDUSTRI NON MIGAS 64.990,30 76.429,60 88.351,70 73.435,80 98.015,10 64,07%1 Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit 6.407,30 10.476,80 16.168,10 12.924,90 17.253,802 Tekstil 9.422,80 9.790,10 10.116,30 9.245,10 11.205,503 Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif 7.712,70 9.606,90 11.815,00 8.701,10 10.840,004 Pengolahan Karet 5.465,20 6.179,90 7.579,70 5.020,20 9.522,605 Elektronika 7.200,20 6.359,70 6.806,70 7.899,60 9.254,606 Pengolahan Tembaga, Timah, dll. 4.134,00 6.156,00 5.660,70 4.241,50 6.506,007 Pulp dan Kertas 3.983,30 4.440,50 5.219,60 4.272,40 5.708,208 Kimia Dasar 3.521,40 4.492,50 3.738,40 3.161,20 4.568,609 Pengolahan Kayu 4,757,60 4.482,10 4.206,10 3.441,50 4.280,30

10 Makanan dan Minuman 1.866,00 2.374,80 3.104,80 2.576,40 3.228,6011 Kulit, Barang Kulit dan Sepatu/Alas Kaki 1.913,20 2.006,60 2.260,50 1.888,10 2.665,6012 Alat-alat Listrik 1.770,90 2.148,90 2.390,20 2.004,60 2.657,9013 Industri Lainnya 6.835,90 7.911,70 9.285,60 8.059,30 10.323,30

Sumber : http://www.kemenperin.go.id/Ind/Statistik/Eksim2011/e1_ind_manufaktur.htm

Tabel 3. Perkembangan Total Impor dan Impor Hasil IndustriTahun 2006 sampai dengan 2010

(dalam US$ juta)

NO URAIAN 2006 2007 2008 2009 2010 PersentaseTOTAL IMPOR INDONESIA 61.065,5 74.473,4 129.197,3 96.829,2 135.663,3 100,00%

I MIGAS 18.962,9 21.392.8 30.552,9 18.980,7 27.412,7 23,70%1 Hasil Minyak 11.080,3 12.786,7 20.230,8 11.129,4 18.018,22 Minyak Mentah 7.852,6 90.56,9 10.061,5 7.362,2 8.531,23 Gas Alam 30,0 89,2 260,6 489,1 863,2II NON MIGAS 42.102,6 52.540,6 98.644,4 77.848,5 108.250,6 76,30%1 Industri 38.624,6 48.084,1 91.800,7 72.398,1 101.115,42 Pertanian 2.919,0 3.891,4 5.612,0 4.752,4 6.187,93 Tambang 555,7 554,8 1.221,7 587,8 934,64 Lainnya 3,3 10,3 10,1 10,2 12,7

IMPOR INDUSTRI NON MIGAS 38.624,6 48.084,1 91.800,7 72.398,1 101.115,4 70,80%1 Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif 17.031,4 20.539,0 39.978,7 31.683,8 43.218,62 Elektronika 2.488,3 4.036,0 13.444,7 10.496,7 14.176,23 Kimia Dasar 6.315,4 7.115,7 10.716,7 8.095,1 11.431,54 Tekstil 1.085,7 1.192,0 3.901,8 3.396,9 5.031,25 Makanan dan Minuman 2.178,2 3.616,1 3.158,0 2.810,6 4.514,26 Alat-alat Listrik 853,0 1.118,3 2.470,8 2.105,8 3.142,87 Pulp dan Kertas 1.392,0 1.692,6 2.518,5 1.883,2 2.731,88 Barang-barang Kimia lainnya 1.170,0 1.293,8 1.845,6 1.661,9 2.199,39 Makanan Ternak 883,5 1.149,5 1.741,6 1.679,1 1.871,6

10 Pengolahan Tembaga, Timah, dll. 671,2 877,6 1.699,1 1.027,1 1.822,111 Plastik 454,8 527,6 1.164,8 1.034,0 1.525,112 Pupuk 624,6 761,8 2.337,6 909,1 1.509,213 Industri Lainnya 3.476,4 4.164,0 6.822,7 5.594,5 7.941,8

Sumber : http://www.kemenperin.go.id/Ind/Statistik/Eksim2011/e1_ind_manufaktur.htm

Dalam tabel 2 tampak bahwa ekspor non migas pada tahun 2010 sebesar 80,92% dari total ekspor. Sedangkan ekspor industri non migas berkontribusi 64,07%. Pada tabel 3 tampak bahwa impor industri non migas sebesar 70,80% dari total impor Indonesia pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara yang terbuka terhadap perdagangan dunia.

Page 182: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

173

Tabel 4. 10 Besar Negara Tujuan Ekspor Hasil Industri Non MigasTahun 2006 sampai dengan 2010

(dalam US$ juta)

NO URAIAN 2006 2007 2008 2009 20101 Amerika Serikat 9.753.8 10.360,6 11.398,5 9.377,1 12.188,82 Jepang 8.202,6 9.655,9 9.352,4 7.034,5 10.020,13 Singapura 7.540,6 8.659,7 9.695,8 7.594,4 9.096,04 Republik Rakyat Cina 4.843,7 5.486,6 6.243,9 6.002,2 8.046,85 Malaysia 3.174,8 3.838,2 4.813,0 4.318,2 5.981,26 India 1.910,3 3.416,0 5.437,2 4.639,7 6.331,17 Belanda 2.260,2 2.646,2 3.603,9 2.636,8/ 3.357,78 Korea Selatan 1.994,5 2.147,9 2.714,0 2.244,6 3.168,69 Thailand 1.758,2 2.216,3 2.542,0 1.973,9 3.249,2

10 Jerman 1.788,0 2.106,8 2.239,9 2.061,2 2.564,9

Sumber : http://www.kemenperin.go.id/Ind/Statistik/Eksim2011/e3_ind_manufaktur.htm

Tabel 5. 10 Besar Negara Tujuan Impor Hasil Industri Non MigasTahun 2006 sampai dengan 2010

(dalam US$ juta)

NO URAIAN 2006 2007 2008 2009 20101 Republik Rakyat Cina 5.102,0 7.305,9 14.176,0 12.739,1 18.722,12 Jepang 5.455,3 6.447,4 14.754,2 9.759,8 16.842,53 Singapura 3.707,3 3.865,7 11.002,9 9.203,5 10.005,94 Amerika Serikat 3.181,1 3.597,6 5.998,6 5.928,4 7.898,55 Thailand 2.829,8 3.998,9 6.050,1 4.333,9 7.221,16 Korea Selatan 1.692,1 1.987,4 4.774,5 3.791,6 5.579,37 Malaysia 1.577,3 2.112,5 3.849,3 3.088,9 4.380,18 Jerman 1.432,5 1.947,9 3.019,3 2.337,2 2.951,49 Australia 1.867,4 2.095,9 2.662,8 2.036,0 2.435,4

10 Taiwan 1.129,3 1.429,7 2.697,3 1.992,1 2.929,9

Sumber : http://www.kemenperin.go.id/Ind/Statistik/Eksim2011/e3_ind_manufaktur.htm

Demikian pula pada tabel 4 dan 5 yang memuat data perkembangan impor dan ekspor Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari perdagangan internasional yang terbuka dengan negara-negara lain. Beberapa data ekspor ke Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Republik Rakyat Cina, Malaysia, dan India merupakan peluang bagi Indonesia di masa mendatang. Kegiatan UKM meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar berbentuk usaha kecil yang bergerak disektor pertanian. Pada tahun 1996 data Biro Pusat Statistik menunjukkan jumlah UKM = 38,9 juta, dimana sektor pertanian berjumlah 22,5 juta (57,9%), sektor industri pengolahan = 2,7 juta (6,9%), sektor perdagangan, rumah makan dan hotel = 9,5 juta (24%) dan sisanya bergerak dibidang lain. Dari segi nilai ekspor nasional (BPS, 1998), nilai ini jauh tertinggal bila dibandingkan ekspor usaha kecil negara-negara lain, seperti Taiwan (65%), Cina 50%), Vietnam (20%), Hongkong (17%), dan Singapura (17%). Oleh karena itu, perlu dibuat kebijakan yang tepat untuk mendukung UKM seperti antara lain: perijinan, teknologi, struktur, manajemen, pelatihan dan pembiayaan. Setelah mengamati perkembangan ekspor dan impor Indonesia maka perlu adanya perhatian dari pemerintah dalam menyikapi peluang dan tantangan yang ada, agar Indonesia dapat membangun tingkat kesejahteraan bangsanya menjadi lebih baik.

Apabila diamati pada tahun 1991 sampai dengan 1997, perkembangan unit Industri Menengah atau Besar dan Industri Kecil, jumlah tenaga yang terserap dapat dilihat berikut.

Page 183: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

174

Tabel 6. Jumlah Unit Industri Menengah/Besar dan Industri Kecil, 1991-1997

Tahun Industri Skala Menengah/Besar Industri Skala Kecil Jumlah Persen (%)

1991 16,494 0.66 2,473,765 99.34 2,490,256 100 1992 17,648 0.71 2,474,235 99.29 2,491,883 100 1993 18,219 0.73 2,478,549 99.27 2,496,768 100 1994 19,017 0.74 2,503,529 99.26 2,522,305 100 1995 21,551 0.80 2,641,339 99.20 2,662,662 100 1996 22,997 0.87 2,679,130 99.13 2,702,595 100 1997 23,386 0.71 3,543,397 99.30 3,566,783 100

Sumber : BPS, 1998

Tabel 7. Jumlah Unit Industri Menengah/Besar dan Industri Kecil

YearIndustri Skala Menengah/Besar Industri Skala Kecil Jumlah Pekerja

Pekerja(orang)

Bagian(%)

Pertumbuhan(%)

Pekerja(orang)

Bagian(%)

Pertumbuhan(%)

Pekerja(orang)

Bagian(%)

1993 3,574,829 33.4 7.93 7,464,011 67.6 6.10 11,038,820 100 1994 3,813,671 33.2 6.68 7,674,687 66.8 2.80 11,458,357 100 1995 4,174,142 34.2 9.45 8,016,397 65.8 4.45 12,190,539 100 1996 4,214,967 33.8 0.98 8,255,747 66.2 2.98 12,470,714 100 1997 4,170,093 33.3 -1.06 8,371,327 66.7 1.40 12,541,420 100

Sumber : BPS, 1997

Jumlah tenaga kerja yang dapat diserap pada Industri Skala Menengah atau Besar berkisar 35% sedangkan pada Industri Skala Kecil berkisar 65%. Suatu jumlah yang sangat berarti sebanyak 12.000.000 orang. Adanya jumlah tenaga kerja yang diserap membuka kesempatan untuk unit-unit industri yang mendukung UKM tersebut untuk berperan serta. Hal ini tentu akan memiliki dampak adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peranan UKM dan koperasi di Indonesia seyogyanya menjadi pertimbangan sebagai bentuk-bentuk usaha yang dapat meningkatkan ekonomi rakyat sebagaimana dicantumkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu menciptakan kemakmuran bagi masyarakat Indonesia.

PEMBERDAYAAN KEWIRAUSAHAAN SOSIALSetelah selang 10 tahun kemudian, tampak bahwa adanya sebaran nilai ekspor non-

migas yang dilakukan oleh Usaha Kecil, Usaha Menengah, Usaha Kecil Menengah, dan Usaha Besar. Dalam hal ini tentu akan membuka jumlah tenaga kerja pada berbagai lapangan-lapangan usaha. Saat ini jumlah wirausaha di Indonesia masih kurang dari 2% padahal wirausaha sangat membantu pencapaian kekuatan ekonomi, karena lebih banyak menyerap lapangan kerja, dan dampaknya tingkat pengangguran akan berkurang serta kesejahteraan masyarakat juga meningkat. Ujung-ujungnya pertumbuhan ekonomi diharapkan meningkat, sehingga daya beli masyarakat pun meningkat pula. Berikut ini disajikan gambaran tetang nilai ekspor non migas yang dilakukan oleh Usaha Kecil, Usaha Menengah, Usaha Kecil Menengah, dan Usaha Besar.

Tempo, Co., (2011) melaporkan bahwa nilai perdagangan Indonesia dengan ASEAN US$ 35 Miliar (Rp 329,56 Triliun) setahun. Rata-rata nilai investasi yang ditanamkan negara anggota ASEAN di Indonesia US$ 6 Miliar (Rp 56,49 Miliar). Wisatawan Singapura 1,3 juta warga, Malaysia 1,2 juta warga, dan wisatawan asing lainnya rata-rata 7 juta warga per tahun. Pemerintah Indonesia sejak menyepakati FTA pada tahun 2010, mempunyai dampak adanya sektor perdagangan yang meningkat sebesar 41% pada periode

Page 184: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

175

2011-2012. Sektor investasi bertumbuh mencapai US$ 43 Miliar selama 10 tahun. Negara anggota ASEAN mulai mempersiapkan diri sebagai destinasi investasi.

Tabel 8. Nilai Ekspor Nonmigas, 2006-2007

* Angka sementara ** Angka sangat sementaraSumber : BPS, 2008

Tabel 9. Investasi menurut Skala Usaha, 2005-2007(Miliar Rp)

* Angka sementara ** Angka sangat sementaraSumber : BPS, 2008

IMPLEMENTASI UKMMelihat adanya peningkatan nilai ekspor non migas, berarti menunjukkan adanya

kebutuhan dari negara-negara lain yang menjatuhkan pilihannya pada negara Indonesia. Dalam hal ini, UMKM ditantang untuk memanfaatkan peluang dan kesempatan tersebut, akan tetapi harus ditunjang dengan memiliki daya saing yang cukup baik dan perlu pembinaan yang lebih serius agar dapat berperan serta dalam Komunitas Ekonomi ASEAN. Berikut adalah contoh social entrepreneur yang telah cukup berhasil (Majalah SWA, Edisi 29 Oktober–7 November 2013).

Melalui Apikri yang berbasis di Yogyakarta, Amir membina UKM-UKM yang memproduksi kerajinan tangan yang banyak terdapat di daerah ini, mulai dari soal standar produksi, penyediaan bahan baku, sampai mencarikan pasar di luar negeri. Apikri telah menjadi eksportir hasil kerajinan dan saat ini sudah mengekspor ke 11 negara, antara lain Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan negara-negara Eropa.

Bank Mandiri telah mendukung program penciptaan wirausahawan baru nelalui program Wirausaha Muda mandiri sejak 2007, berupa workshop, pemberian penghargaan dan beasiswa, serta Kemitraan mandiri yang dimulai pada 1990. Selama 2008 Bank Mandiri telah memberikan penghargaan kepada 1.706 mahasiswa atau alumni yang sudah

Page 185: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

176

berwirausaha, 1.880 beasiswa kepada mahasiswa yang sudah berusaha, dan membina 6.223 mitra.

Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian sehubungan dengan memasyarakatkan UKM menjadi bentuk usaha yang mendukung perekonomian nasional Indonesia adalah :1. Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir

Adanya Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB) perlu melakukan terobosan-terobosan moneter yang lebih dinamis, efisien mencapai sasaran. Usaha kecil dinilai memiliki resiko yang tinggi sehingga dipandang “unbankable”. Pengelompokkan Koperasi dalam peringkat kategori A sampai F menunjukkan upaya-upaya dalam pencegahan kredit macet, sekalipun NPL (Non Performing Loan) dibawah 0,5%, dibandingkan NPL perbankan yang berkisar 5-6% bahkan data Bank Indonesia menyebutkan NPL di lembaga pembiayaan 10% pada tahun 2011 (Majalah Bisnis UMKM, edisi 44/2012). NPL merupakan indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank maupun lembaga pembiayaan. Dengan NPL yang tinggi akan mengindikasikan jika Bank atau lembaga pembiayaan tersebut gagal dalam mengelola usahanya. LPDB yang bertugas mengelola dan bergulir tentu mengelola resiko dan mempelopori menjadikan UKM yang bankable. Berikut data Provinsi dengan realisasi penyerapan dana bergulir :

Tabel 10. Provinsi Dengan Realisasi Penyerapan Dana Bergulir Tertinggi Dan Terendah

Provinsi Dengan Realisasi Penyerapan Dana Bergulir Tertinggi

1. Jawa Tengah (Rp 382.545.353.925/281 mitra)2. DKI Jakarta (Rp 279.434.532.986/58 mitra)3. Jawa Timur (Rp 287.622.873.500/176 mitra)4. Sulawesi Selatan (Rp 254.452.014.200/76 mitra)5. Jawa Barat (Rp 244.445.195.660/186 mitra)Provinsi Dengan Realisasi Penyerapan Dana Bergulir Terendah

1. Papua (Rp 1.700.000.000/4 mitra)2. Kepulauan Riau (Rp 1.716.700.000/3 mitra)3. Gorontalo (Rp 1.725.000.000/7 mitra)4. Kepulauan Bangka Belitung (Rp 2.000.000.000/2 mitra)5. Sulawesi Utara (Rp 3.850.000.000/7 mitra)

Sumber : Majalah Bisnis UMKM, edisi 44/2012

Sebagai contoh, misalnya LPDB memberikan pinjaman Rp 38 Milyar kepada PLN Palangkaraya, Kalimantan, untuk pembangunan pembangkit tenaga listrik yang digunakan untuk penerangan aktivitas UKM.2. Mata rantai Alur Produk Menuju Ritel Modern

Ketidakmampuan bersaing produk akan berdampak pada kesulitan mengangkat branding produk lokal di pasar modern. Salah satu kriteria penilaian produk khususnya produk olahan adalah segi rasa dan tampilan kemasan. Selain komitmen supply, standar produk seperti barcode, sertifikasi halal, nutrition facts, brand kemasan, expire date, dan sebagainya. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah menciptakan alur produk menuju ritel modern. Hal ini sehubungan dengan kesempatan dan peluang dari pasar ekspor.3. Strategi Meningkatkan Rasio Entrepeneur

Page 186: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

177

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,5% pada tahun 2011 menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang maju ekonominya. Rasio entrepreneurpada tahun 2012 meningkat dari 0,18 menjadi 1,56. Berbagai cara usaha yang dapat dilakukan misalnya koperasi yang go international, menghidupkan kegiatan ekonomi kerakyatan lewat usaha koperasi, pendanaan Swadaya UMKM sebagai terobosan baru untuk mengatasi pedagang yang melakukan pinjaman ke rentenir, melahirkan industri kreatif yang bekerjasama dengan BUMN. Yang kesemuanya itu adalah upaya-upaya menekankan pemberdayaan UKM.

PENUTUPDengan melihat uraian-uraian, tabel-tabel, dan data diatas maka diperlukan langkah-

langkah pemberdayaan masyarakat agar supaya banyak tercipta wirausahawan baru. Adapun langkah-langkah pemberdayaan masyarakat yaitu mengubah pola pikir masyarakat, membimbing, membina, serta mendampingi, kemudian membukakan akses pasar dan informasi, membangun infrastruktur untuk membuka akses daerah terisolir, mendirikan lembaga pendidikan formal-informal, mendirikan koperasi, memberikan bantuan atau pinjaman modal dengan bunga rendah, dan melakukan social entrepreneur.

Sebagai pendidik tentu sangat berperan dalam memberikan perhatian kepada mahasiswa untuk menjadi wirausahawan muda, agar meningkatkan rasio kewirusahaan secara nasional. Dengan terciptanya banyak UKM berarti menciptakan lapangan kerja, dan usaha-usaha lain menjadi turut berkembang, yang mana pada akan berakibat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang meningkat, yang semuanya itu mengantarkan UKM dan Koperasi sebagai pilar-pilar perekonomian Indonesia yang diharapkan berkontribusi pada Komunitas Ekonomi ASEAN.

REFERENSI

Afiah, Nunuy Nur. (2009). Peran Kewirausahaan Dalam Memperkuat UKM Indonesia Menghadapi Krisis Finansial Global. Bandung : Department Of Accounting, Padjadjaran University.

Andara, Made Anta Bayu (2012), Pengaruh Penerapan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) Terhadap Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Di Indonesia (Periode Tahun 2001-2010).

Badan Pusat Statistik (2008), Berita Resmi Statistik.

Deklarasi Bangkok.http://ditjenkpi.depdag.go.id/Umum/Setditjen/Buku%20Menuju%20ASEAN%20ECONOMIC%20COMMUNITY%202015.pdf

Http://www.kemenperin.go.id/Ind/Statistik/Eksim2011/e1_ind_manufaktur.htm

Http://www.kemenperin.go.id/Ind/Statistik/Eksim2011/e3_ind_manufaktur.htm

Mudjiarto. 2006. Membangun Karakter dan Kepribadian Kewirausahaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kuncoro, Mudradjad (2008), Harian Bisnis Indonesia.

Page 187: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

178

Majalah Bisnis UMKM. Edisi No. 44/IV/Oktober 2012.

Majalah SWA. Edisi 29 Oktober–7 November 2013.

Tempo, Co. (2011).

Wild, John J., Kenneth L. Wild dan Jerry C. Y. Han. 2001. International Business : and Integrated Approach. New Jersey : Prentince Hall, Inc.

Page 188: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

179

PENGARUH PERTUMBUHAN KREDIT MKM TERHADAP PERTUMBUHAN DOMESTIK BRUTO UMKM INDONESIA

Hendra Wiyanto1), Herlina Budiono2)

1)Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonimi, Universitas Tarumanagara, Jakarta2)Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Tarumanagara, Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah data produk domestik bruto. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Bank sebagai lembaga intermediary bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penghimpunan dana masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pertumbuhan kredit MKM (Mikro, Kecil, dan Menengah) terhadap pertumbuhan produk domestik bruto UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Dalam melakukan penelitian ini digunakan analisis regresi linear sederhana terhadap keseluruhan jenis kredit dan pada masing-masing jenis kredit MKM. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat pengaruh yang signifikan pertumbuhan kredit MKM terhadap pertumbuhan PDB UMKM (secara keseluruhan), begitu pula pada jenis kredit usaha kecil dan menengah, namun pada jenis kredit usaha mikro tidak terdapat pengaruh yang signifikan.

Keywords: Kredit MKM, PDB UMKM.

PENDAHULUANPertumbuhan ekonomi suatu negara erat kaitannya dengan kesejahteraan dan

kemakmuran yang dapat dirasakan oleh penduduk negara tersebut. Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang bila terdapat kenaikan output per kapita. Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara harus lebih besar daripada laju pertumbuhan penduduk di negara tersebut, hal ini bertujuan agar peningkatan pendapatan per kapita dapat tercapai (Tambunan, 2009:44). Salah satu indikator penting yang dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi suatu negara pada periode waktu tertentu adalah data produk domestik bruto (Biro Pusat Statistik, www.bps.go.id, 2010).

Berdasarkan data pada Statistik Perbankan Indonesia yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, pada kurun waktu tahun 2006 hingga tahun 2011 kredit yang disalurkan perbankan umum terus mengalami kenaikan. Di lain pihak, pada periode waktu yang sama, nilai PDB Indonesia yang diperoleh dari Statistik Keuangan dan Ekonomi Indonesia yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia juga mengalami pertumbuhan.

Selain dari data kredit dan PDB yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, terdapat beberapa penelitian empiris yang dilakukan di dalam negeri mengenai pertumbuhan rasio-rasio perbankan yang diikuti dengan pertumbuhan nilai PDB Indonesia. Pertumbuhan pada sektor perbankan lainnya yang terlihat dari perkembangan jumlah kantor operasional perbankan dan pertumbuhan loan to deposit ratio serta pertumbuhan ekspor neto memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan nilai PDB regional suatu propinsi, sementara itu pertumbuhan rasio kredit bermasalah (non performing loan) tidak berdampak pada pertumbuhan nilai PDB regional propinsi (Hasan, 2008).

Sekitar 99 persen dari jumlah unit usaha di Indonesia yang berskala UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), dan tercatat mampu menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak sekitar 99,4 juta tenaga kerja. Sementara, usaha besar menyerap sekitar 2,8 juta

Page 189: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

180

pekerja (data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Tahun 2010). Peneliti Badan Kebijakan Fiskal (BFK) Ragimun pada acara Seminar Nasional “Pemberdayaan UMKM dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Negara” yang berlangsung pada Rabu (19/09) di Hotel Aston Purwokerto, manyampaikan bahwa dengan peran besar UMKM dapat dianggap sangat berpotensi dalam meningkatkan pendapatan Negara melalui pajak. Data penerimaan pajak tahun 2005 sampai tahun 2012 menunjukkan, sebagian besar penerimaan pajak masih didominasi oleh usaha besar. Pada APBN 2012 misalnya, Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas ditargetkan sebesar Rp 445,7 triliun dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditargetkan sebesar Rp 336,1 triliun yang sebagian besar diperoleh dari usaha besar. Dalam kenyataannya, Ragimun menyampaikan bahwa unit usaha besar pada tahun 2010 jumlahnya sekitar 4.800 unit dengan sumbangan terhadap PDB sekitar 43 persen, sedangkan UMKM telah mencapai 53 juta unit dengan sumbangan terhadap PDB sebesar 56 persen.

Menurut Direktur Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM BI, Zainal Abidin pada Kontan, tanggal 26 Maret 2012 menyebutkan bahwa realisasi penyaluran kredit baru (net ekspansi) untuk sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tahun 2011 hanya mencapai 66,8% atau setara Rp 85,6 triliun dari target Rencana Bisnis Bank (RBB) 2011 yang sebesar Rp 128,2 triliun, di mana Bank Indonesia (BI) menilai hal tersebut bukan karena perbankan sulit menyalurkan kredit, tetapi lebih karena masalah kesalahan penyusunan data, khususnya dalam memilah antara kredit UMKM dan MKM. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2008 tentang UMKM, yang termasuk kriteria kredit UMKM adalah jenis kredit produksi (kredit modal kerja dan kredit investasi), sedangkan di MKM terbagi 3 (tiga) jenis plafon kredit, di mana dalam kredit MKM terdapat jenis kredit konsumsi, namun tidak termasuk kartu kredit. Kemudian, angka realisasi kredit MKM per akhir 2011 sebesar Rp 230,2 triliun yang hampir separuh dari kredit MKM merupakan kredit konsumsi. Selain itu, Zainal mengungkapkan pula bahwa tahun 2011 dan 2012 masih merupakan masa transisi pelaporan menggunakan dua angka, yaitu kredit UMKM dan MKM, sehingga ada kantor-kantor cabang yang masih salah memasukkan data atau mencampurkan kredit konsumsi dalam kredit UMKM.

Atas dasar uraian tersebut di atas, maka permasalahan pada penelitian ini yang diangkat adalah apakah terdapat pengaruh pertumbuhan kredit MKM terhadap pertumbuhan PDB UMKM? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan kredit MKM terhadap pertumbuhan PDB.

PENGERTIAN UMKM DAN KREDIT MKMBerdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM), definisi dan kriteria UMKM adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Definisi dan Kriteria UMKM

DEFINISI KRITERIAUSAHA MIKRO Usaha produktif milik orang-

Perorangan yang berskala mikrodan bersifat tradisional yang me-menuhi kriteria kekayaan bersih,atau hasil penjualan tahunan se-bagaimana diatur dalamUndang-Undang ini.

- Memiliki kekayaan bersih palingbanyak Rp 50.000.000,- (lima pu-luh juta rupiah) tidak termasuk ta-nah dan bangunan tempat usaha.

- Memiliki hasil penjualan tahunanpaling banyak Rp 300.000.000,-(tiga ratus juta rupiah).

Page 190: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

181

USAHA KECIL Usaha ekonomi produktif yangberdiri sendiri, yang dilakukanoleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan meru-pakan anak perusahaan ataucabang perusahaan yang memi-liki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupuntidak langsung dari usahamenengah atau usaha besar.

- Memiliki kekayaan bersih lebihdari Rp 50.000.000,- (lima puluhjuta rupiah) sampai dengan palingbanyak Rp 500.000.000,- (limaratus juta rupiah) tidak termasuktanah dan bangunan tempat usaha,atau

- Memiliki hasil penjualan tahunanlebih dari Rp 300.000.000,- (tigaratus juta rupiah) sampai denganpaling banyak Rp 2.500.000.000(dua milyar lima ratus juta rupiah)

USAHAMENENGAH

Usaha ekonomi produktif yangberdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan ataubadan usaha yang buka merupa-kan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimi-liki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupuntidak langsung dengan UsahaKecil atau Usaha Besar.

- Memiliki kekayaan bersih lebihdari Rp 500.000.000,- (limaratus juta rupiah) sampai denganpaling banyak Rp 10.000.000.000(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah atau bangunantempat usaha; atau

- Memiliki hasil penjualan tahunanlebih dari Rp 2.500.000.000 (duamilyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyakRp 50.000.000.000 (lima puluhmilyar rupiah)

Sumber: Undang-undang No 20 Tahun 2008.

Namun demikian, pengertian kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) mengacu pada keperluan statistik Bank Indonesia, yaitu kredit mikro adalah kredit dengan plafonmaksimum Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), kredit kecil adalah kredit dengan plafon antara Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) s.d. Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), dan kredit menengah adalah kredit dengan plafon antara Rp 500.000.000,-(lima ratus juta rupiah) s.d. Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).

PERBANKANPengertian bank menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan pengertian bank menurut Undang-Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.

Tujuan perbankan Indonesia adalah untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak (Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998).

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak

Page 191: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

182

lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998).

Kredit bagi bank merupakan salah satu sumber pendapatan dan juga merupakan media bagi bank untuk ikut memberikan kontribusi terhadap pembangunan. Sedangkan bagi debitur kredit dapat berguna untuk pengembangan usaha dan cara alternatif dalam pembiayaan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, kredit mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian dan pembangunan.

PRODUK DOMESTIK BRUTOUntuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, pertumbuhan PDB merupakan

salah satu tujuan dalam melakukan pembangunan ekonomi (Tambunan, 2009:43).PDB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu (Bank Indonesia, www.bi.go.id, 2010).

Produk domestik bruto dibagi menjadi dua jenis, yaitu:PDB atas dasar harga yang berlaku atau Nominal Gross Domestic Product. Nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam waktu tertentu yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada waktu tersebut.

PDB atas dasar harga konstan atau Riil Gross Domestic Product. Nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam waktu tertentu yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada waktu tertentu sebagai acuan. PDB atas dasar harga yang berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran dan struktur ekonomi suatu negara. Sedangkan PDB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga (Bank Indonesia, www.bi.go.id, 2010).

METODOLOGI PENELITIANObjek yang diteliti adalah pertumbuhan kredit MKM dan pertumbuhan PDB

UMKM data pertumbuhan kredit yang digunakan net ekspansi kredit MKM menurut plafon dimulai dari tahun 2006 – 2011.

Sedangkan data PDB yang digunakan sampai dengan tahun 2011. Hal ini terkait dengan integritas data PDB berdasarkan waktu release data tersebut. Data PDB akan bersifat final setelah dua tahun sejak data yang bersangkutan berakhir (Bank Indonesia, www.bi.go.id, 2010).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan kredit MKM terhadap pertumbuhan PDB. Terdapat 3 hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (1) terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Mikro terhadap pertumbuhan PDB Usaha Mikro, (2) terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Kecil terhadap pertumbuhan PDB Usaha Kecil, (3) terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Menengah terhadap pertumbuhan PDB Usaha Menengah, (4) terdapat pengaruh pertumbuhan kredit MKM terhadap pertumbuhan PDB UMKM.

Variabel bebas pada penelitian ini adalah variabel pertumbuhan kredit MKM sedangkan variabel terikat (tergantung) adalah variabel pertumbuhan PDB UMKM. Karena hanya terdapat satu variabel bebas maka analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi linear sederhana. (Jonathan Sarwono, Herlina Budiono, 2012:166)

Untuk melihat pengaruh pertumbuhan kredit MKM terhadap pertumbuhan PDB UMKM maka digunakan model regresi sebagai berikut: Y’ = a + bX Keterangan mengenai variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:

Y = pertumbuhan PDB UMKM (variabel terikat).a = intersep.

Page 192: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

183

b = slope.X = pertumbuhan kredit MKM (variabel bebas).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANBerikut merupakan data dari masing-masing variabel yang digunakan dalam

penelitian ini yang menunjukkan pergerakan masing-masing variabel penelitian dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2011.

Tabel 2. Data Variabel Kredit MKM Tahun 2006 – 2011

PERKEMBANGAN NET EKSPANSI KREDIT MKM MENURUT PLAFONMKM (milyar rp) 2006 2007 2008 2009 2010 2011

1 Kredit mikro 23,971.20 20,537.80 31,750.80 21,193.20 28,853.30 39,842.20

2 Kredit kecil 14,394.80 38,658.40 66,655.50 62,593.20 111,752.10 119,411.50

3 Kredit Menengah 19,651.70 36,990.90 38,152.40 22,645.60 54,201.90 70,896.60

Total 58,017.60 96,187.10 136,558.60 106,432.00 194,807.30 230,150.30

Sumber: www.bi.go.id

Tabel 3. Data Variabel PDB UMKM Tahun 2006 - 2011

PRODUK DOMESTIK BRUTO (ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000)

PDB (milyar rp) 2006 2007 2008 2009 2010 2011

1 Usaha mikro 588,505.90 620,864.00 655,703.80 682,259.80 719,070.20 761,228.80

2 Usaha Kecil 189,666.70 204,395.40 217,130.20 224,311.00 239,111.40 261,315.80

3 Usaha Menengah 257,442.60 275,411.40 292,919.10 306,028.50 324,390.20 346,781.40

Total 1,035,615.20 1,100,670.80 1,165,753.10 1,212,599.30 1,282,571.80 1,369,326.00

Sumber : www.depkop.go.id

Regresi linear sederhana digunakan untuk mengukur pengaruh kredit Usaha Mikro pada PDB Usaha Mikro.

H0: Tidak terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Mikro terhadappertumbuhan PDB Usaha Mikro.

H1: Terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Mikro terhadap pertumbuhan PDB Usaha Mikro.

Berikut hasil uji regresi sederhana menggunakan SPSS:

Page 193: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

184

Tabel 4. Uji Regresi Linear Sederhana (ANOVA)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1.038E10 1 1.038E10 4.258 .108a

Residual 9.751E9 4 2.438E9

Total 2.013E10 5

a. Predictors: (Constant), Kredit Mikro

b. Dependent Variable: PDB Mikro

Tabel 5. Uji Regresi Linear Sederhana (Coefficients)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta

1 (Constant) 500429.998 85210.660 5.873 .004

Kredit Mikro 6.169 2.990 .718 2.064 .108

a. Dependent Variable: PDB MIkro

Berdasarkan uji regresi linear di atas diperoleh hasil sebagai berikut: Nilai F sebesar 4,258 dan nilai p value sebesar 0,108. Nilai α yang digunakan

sebesar 0,05. Karena nilai p value lebih besar dari nilai α, maka model regresi tidak layak digunakan.

Nilai B sebesar 6,169 dan p value sebesar 0,108 menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Mikro terhadap pertumbuhan PDB Usaha Mikro.

Regresi linear sederhana yang digunakan untuk mengukur pengaruh kredit Usaha Kecil pada PDB Usaha Kecil.

H0: Tidak terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Kecil terhadappertumbuhan PDB Usaha Kecil.

H1: Terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Kecil terhadap pertumbuhan PDB Usaha Kecil.

Berikut hasil uji regresi sederhana menggunakan SPSS:

Page 194: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

185

Tabel 6. Uji Regresi Linear Sederhana (ANOVA)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3.018E9 1 3.018E9 59.600 .002a

Residual 2.025E8 4 50634943.425

Total 3.220E9 5

a. Predictors: (Constant), Kredit Kecil

b. Dependent Variable: PDB Kecil

Tabel 7. Uji Regresi Linear Sederhana (Coefficients)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta

1 (Constant) 181147.337 6111.203 29.642 .000

Kredit Kecil .602 .078 .968 7.720 .002

a. Dependent Variable: PDB Kecil

Berdasarkan uji regresi linear di atas diperoleh hasil sebagai berikut: Nilai F sebesar 59,600 dan nilai p value sebesar 0,002. Nilai α yang digunakan

sebesar 0,05. Karena nilai p value lebih besar dari nilai α, maka model regresi layak digunakan.

Nilai B sebesar 0,602 dan p value sebesar 0,002 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Kecil terhadap pertumbuhan PDB Usaha Kecil.

Regresi linear sederhana yang digunakan untuk mengukur pengaruh kredit Usaha Menengah pada PDB Usaha Menengah adalah:

H0: Tidak terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Menengah terhadap pertumbuhan PDB Usaha Menengah.

H1: Terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Menengah terhadap pertumbuhan PDB Usaha Menengah.

Berikut hasil uji regresi sederhana menggunakan SPSS:

Page 195: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

186

Tabel 8. Uji Regresi Linear Sederhana (ANOVA)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta

1 (Constant) 243841.795 20250.261 12.041 .000

K. Menengah 1.402 .459 .837 3.055 .038

a. Dependent Variable: PDB Menengah

Tabel 9. Uji Regresi Linear Sederhana (Coefficients)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta

1 (Constant) 243841.795 20250.261 12.041 .000

K. Menengah 1.402 .459 .837 3.055 .038

a. Dependent Variable: PDB Menengah

Berdasarkan uji regresi linear di atas diperoleh hasil sebagai berikut: Nilai F sebesar 9,330 dan nilai p value sebesar 0,038. Nilai α yang digunakan

sebesar 0,05. Karena nilai p value lebih besar dari nilai α, maka model regresi layak digunakan.

Nilai B sebesar 1,402 dan p value sebesar 0,000 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Menengah terhadap pertumbuhan PDB Usaha Menengah.

Regresi linear sederhana yang digunakan untuk mengukur pengaruh kredit MKM pada PDB UMKM adalah:

H0: Tidak terdapat pengaruh pertumbuhan kredit MKM terhadap pertumbuhan PDB UMKM.

H1: Terdapat pengaruh pertumbuhan kredit MKM terhadap pertumbuhan PDB UMKM.

Berikut hasil uji regresi sederhana menggunakan SPSS:

Page 196: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

187

Tabel 10. Uji Regresi Linear Sederhana (ANOVA)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 6.640E10 1 6.640E10 37.284 .004a

Residual 7.124E9 4 1.781E9

Total 7.352E10 5

a. Predictors: (Constant), Kredit MKM

b. Dependent Variable: PDB UMKM

Tabel 11. Uji Regresi Linear Sederhana (Coefficients)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta

1 (Constant) 949935.830 43589.351 21.793 .000

Kredit MKM 1.784 .292 .950 6.106 .004

a. Dependent Variable: PDB UMKM

Berdasarkan uji regresi linear di atas diperoleh hasil sebagai berikut: Nilai F sebesar 37,284 dan nilai p value sebesar 0,004. Nilai α yang digunakan

sebesar 0,05. Karena nilai p value lebih besar dari nilai α, maka model regresi layak digunakan.

Nilai B sebesar 1,784 dan p value sebesar 0,004 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pertumbuhan kredit MKM terhadap pertumbuhan PDB UMKM.

KESIMPULANBerdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut:1. Tidak terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Mikro terhadap pertumbuhan

PDB Usaha Mikro.2. Terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Kecil terhadap pertumbuhan PDB

Usaha Kecil.3. Terdapat pengaruh pertumbuhan kredit Usaha Menengah terhadap pertumbuhan

PDB Usaha Menengah.4. Terdapat pengaruh pertumbuhan kredit MKM terhadap pertumbuhan PDB UMKM.

SARANBerdasarkan uraian di atas, berikut beberapa saran yang dapat disampaikan:

1. Memperhatikan tidak terdapatnya pengaruh pertumbuhan usaha Mikro terhadap

Page 197: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

188

pertumbuhan PDB Usaha Mikro, maka perlu adanya dukungan serius dari perbankan nasional untuk terus menumbuhkan wirausahawan baru.

2. Dalam menumbuhkan wirausahawan baru, perlu penjajakan kemungkinan dibentuknya lembaga pendamping untuk UMKM Indonesia.

REFERENSI

Badan Pusat Statistik, (2009), “Produk Domestik Bruto”,http://www.bps.go.id/aboutus.php?id_subyek=11&tabel=1&fl=2, 10 Desember 2010.

Hasan, Hasril (2008), “Kontribusi Bank Umum dan Ekspor Neto Terhadap Pertumbuhan dan Ketimpangan Ekonomi Daerah”, Perbanas Quarterly Review Vol. 1 No. 3(September 2008): 239-253.

Sarwono, Jonathan, Budiono, Herlina (2012), Statistik Terapan: Aplikasi untuk Riset Skripsi, Tesis dan Disertasi, Menggunakan SPSS, AMOS dan Excel, Elex Media, Jakarta.

Tambunan, Tulus T.H. (2009), Perekonomian Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia.

UU No. 20 Tahun 2008

UU Perbankan No. 10 Tahun 1998

http://www.bi.go.id/web/id/UMKMBI/Kredit+Perbankan/Data+Kredit+UMKM/

http://www.depkeu.go.id/ind/Read/?type=ixDaerah&id=24714&thn=2012&name=br_190912_6.htm

http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=file&id=318:data-usaha-mikro-kecil-menengah-umkm-dan-usaha-besar-ub-tahun-2010-2011&Itemid=93

http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=file&id=257:data-usaha-mikro-kecil-menengah-umkm-dan-usaha-besar-ub-tahun-2006-2010&Itemid=93

www.kontan.co.id/http://goo.gl/yWfLE

Page 198: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

189

STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH BERBASIS AGRIBISNIS

Hendro Wibowo

STEI SEBI – School of Islamic Economics

E-mail : [email protected]

Abstrak

Kegiatan perekonomian perdesaan masih didominasi dengan usaha skala mikro dan kecil yang sebagian besar disektor pertanian. Sektor pertanian sangat strategis yakni kontribusi tenaga kerja terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya, namun dihadapkan pada banyak permasalahan terutama lemahnya permodalan. Sehingga pemerintah pada tahun 2008 membuat Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dengan tujuan permasalahan bisa diatasi dan hasil dari program PUAP pada tiga tahun berikutnya dapat menghasilkan suatu lembaga baru yakni Lembaga Keuangan Mikro berbasis Agribisnis. Dengan demikian, tujuan penelitian ini bermaksud untuk mengevaluasi tentang program PUAP yang dijalankan oleh Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) dengan mengambil beberapa sampel GAPOKTAN dengan menggunakan analisis SWOT ditinjau dari faktor internal dan eksternal, dikarenakan program sudah berjalan selama 3 tahun selanjutnya langkah apa yang harus dilakukan dalam membentuk dan mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro berbasis Agrisbisnis berdasarkan prinsip syariah.

Keywords: Lembaga Keuangan Mikro Syariah Agribisnis, Usaha Mikro dan Kecil, Analisis SWOT.

PENDAHULUANTahun 2008 Departemen Pertanian meluncurkan Program Pengembangan Usaha

Agribisnis Perdesaan (PUAP) dari 11.000, tersebar di 389 Kabupaten/Kota di 33 Propinsi, dengan anggaran sebesar Rp 1.1 Triliun. Dari tahun 2008 sampai sekarang dana PUAP terus digulirkan oleh pemerintah guna terus meningkatkan sektor agribisnis. Berikut adalah data perkembangan dana PUAP nasional dari tahun 2008 – 2011:

Perkembangan Dana PUAP tahun 2008 - 2012

Tabel 1

TahunJumlah Kab/Kota

PUAPJumlah Gapoktan penerima PUAP

Jumlah dana PUAP

2008 389 Kab/Kota 10.542 Gapoktan 1,054 triliun2009 421 Kab/Kota 9.884 Gapoktan 988,4 milyar2010 444 Kab/Kota 8.587 Gapoktan 858,7 milyar2011 445 Kab/Kota 9.110 Gapoktan 911 triliun2012 6.050 Gapoktan 605 milyar

Sumber : diolah dari data Gapoktan Deptan

Data di atas menunjukkan bahwa setiap tahunnya alokasi program PUAP mulai berkembang di pelosok negeri, hal ini bisa terlihat dari terus bertambahnya jumlah Kabupaten/Kota yang mendapatkan dana PUAP. Pada tahun 2008 PUAP hanya digulirkan pada 389 Kabupaten/Kota, namun tahun selanjutnya terus mengalami peningkatan yaitu mencapai 421 Kabupaten/Kota pada 2009 dan 444 Kabupaten/Kota pada 2010 dan berkembang hingga tahun 2011. Namun, dari segi penerima GAPOKTAN semakin lama semakin berkurang jumlah penerima bantuan dana PUAP oleh GAPOKTAN.

Page 199: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

190

Program PUAP muncul dikarenakan latar belakang kegiatan perekonomian pedesaan masih didominasi dengan usaha skala mikro dan kecil. Dengan pelaku utama para petani, buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian serta industri rumah tangga.1 Dengan hasil produksi dan produktifitas pertanian kurang begitu termaksimalkan. Faktor diantaranya adalah petani kurang modal karena sistem perbankan yang kurang peduli pada petani, rendahnya pendidikan formal para petani, penguasaan informasi pasar yang lemah sehingga dirugikan oleh para tengkulak, dan masalah-masalah lainnya yang terjadi di sektor tersebut2.

Kredit Mikro Kecil dan Menengah Menurut Sektor Ekonomi (Milyar Rupiah)

Tabel 2

Sektor Ekonomi 2009 2010 2011 2012

Pertanian 3.382,6 -4,915.5 9.506,2 14,840.7

Pertambangan 2.437,9 2,815.4 1.994,6 8,150.9

Perindustrian -1.890,7 11,309.90 15.024,8 10,518.1

Listrik, Gas dan Air 145,5 272.1 361,0 221.2

Konstruksi 2.203,8 2,576.0 4.468,9 5,515.3

Perdagangan, Restoran dan Hotel 31.631,9 7,854.1 40.640,4 61,376.5

Pengangkutan, Pergudangan dan Komunikasi 667,9 3,651.40 -816,6 3,107.9

Jasa Dunia Usaha 3.713,3 9,431.0 21.389,6 3,600.8

Jasa Sosial 1.155,1 21,737.10 58.438,4 -23,005.6

Dan Lain-lain 62.984,6 138,959.90 79.142,9 123,944.6

Total 106.432,0 194,807.3 230,150.3 208,270.3Sumber : Bank Indonesia

Data diatas menjelaskan bahwa permodalan yang diberikan pada perbankan masih sangat minim, dibawah 10%. Bertitik tolak dari kenyataan yang ada berdasarkan data diatas, bahwa petani masih mengalami permasalahan akses pembiayaan dari lembaga keuangan, serta masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Perdesaan akibat dari permasalahan tersebut.

Potensi dan kontribusi sektor pertanian begitu besar dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian Indonesia. Luasnya lahan pertanian Indonesia menjadikansebagian besar masyarakat terutama di daerah pedesaan mengandalkan pertanian sebagai usaha utama pemenuhan kebutuhan hidup. Berdasarkan data BPS tahun Agustus 2012 menunjukan sebanyak 41,2 juta orang (36,52%) Indonesia bekerja sebagai petani dari total penduduk yang bekerja sebanyak 112,8 juta orang, disusul Sektor Perdagangan sebesar 24,0 juta orang (21,30 persen), dan Sektor Jasa Kemasyarakatan sebesar 17,4 juta orang (15,40 persen). Adapun keadaan angkatan kerja Indonesia tiga tahun terakhir ditunjukan pada tabel berikut:

1 Ashari. Potensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan dan Kebijakan Pengembangannya. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Vol. 4 No. 2, Juni 2006.2 Dr. Ir. Anton Apryiantono, MS, Pembangunan Pertanian di Indonesia, Departemen Pertanian, 2006.

Page 200: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

191

Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang BekerjaSelama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, 2010–2012 (juta

orang)

Tabel 3Lapangan Pekerjaan Utama 2010 2011 2012

Pertanian 42.83 42.48 41.2

Industri 13.05 13.70 14.21

Konstruksi 4.84 5.59 6.10

Perdagangan 22.21 23.24 24.02

Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi 5.82 5.58 5.20

Keuangan 1.64 2.06 2.78

Jasa Kemasyarakatan 15.62 17.02 17.37

Lainnya 1.4 1.61 1.92 Sumber : Badan Pusat Statistik

Dari data di atas dapat menunjukkan bahwa sektor pertanian paling dominan dan sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Dari tahun 2010 sampai dengan 2012, jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor pertanian masih tetap pada kisaran 41.2 juta jiwa atau sekitar 36,52 % dari jumlah tenaga kerja berdasarkan lapangan pekerjaan utama. Akan tetapi, jumlah tersebut tidak sebesar sumbangannya terhadap PDB Indonesia. Pada tahun 2010 hingga 2012, sektor pertanian hanya menyumbang sekitar 15% dari jumlah PDB Indonesia yaitu Rp 1.093,5 Triliun ditahun 2011. Informasi tersebut sebagai bukti bahwa pembangunan di Indonesia belum berhasil menjalankan transformasi ekonomiya, kecuali dalam pengurangan nilai PDB pertanian dari PDB total3. Sehingga dampaknya berdasarkan data Badan Pusat Statistik terjadi kemiskinan ditahun 2008 sekitar 30% rumah tangga miskin di daerah perkotaan berasal dari keluarga bermata pencaharian sebagai petani, hal yang sama terjadi di perdesaan, hampir 70% (68,99%) rumah tangga miskin berasal dari keluarga yang bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan di perkotaan + perdesaan lebih dari 50% (58,35%) rumah tangga miskin berasal dari keluarga bermata pencaharian yang sama, yaitu petani.

Gapoktan sebagai kelembagaan tani pelaksana PUAP menjadi salah satu penentu sekaligus indikator bagi keberhasilan PUAP. Diharapkan dengan pelaksanaan program PUAP dalam terbentuk program lanjutan yakni Lembaga Keuangan Mikro berbasis Agribisnis. Sehingga dari permasalahan diatas kegiatan evaluasi ini perlu dilakukan karena merupakan salah satu usaha menuju pembangunan sektor pertanian. Selanjutnya setelah dilakukan evaluasi maka akan bisa diketahui kelemahan dalam pelaksanaan selama ini sehingga akan terdapat kesimpulan tentang perencanaan strategsi pembentukan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis sebagai output dari pelaksanaan PUAP ini. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “STRATEGI PEMBENTUKAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH BERBASIS AGRIBISNIS (LKMS-A)”

3 Namun, hal ini pun masih perlu dicek ulang mengingat peningkatan pangsa dalam sektor industry pada dasarnya adalah kontribusi dari industry pengolahan yang berbasis pertanian, yaitu industry pengolahana pangan (sebagian besar industri kecil, menengah dan rumah tangga) dan tembakau. Jadi, sektor industry dan jasa belum banyak berkembang.

Page 201: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

192

RUMUSAN MASALAHBerdasarkan pada keadaan tersebut, maka pertanyaan rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:1. Bagaimanakah kondisi Gapoktan program PUAP?2. Bagaimanakah strategi pengembangan LKMSA?

TUJUAN PENELITIANDari permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini, tujuan penelitian adalah:1. Untuk mengetahui kondisi Gapoktan program PUAP.2. Untuk membuat strategi pengembangan LKMSA.

LANDASAN TEORIPROGRAM PUAP

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan yang selanjutnya disebut PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani yang tergabung dalam kelompok –kelompok tani, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Gabungan Kelompok Tani yang selanjutnya disebut Gapoktan merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Dalam pelaksanaan program, Gapoktan didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT), sehingga diharapkan Gapoktan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani.4

a. TUJUAN PUAPAda beberapa tujuan dari pengelenggaraan program, di antaranya:

1. Mengurangi kemiskinan dan penganguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis dipedesaan sesuai dengan potensi wilayah;

2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani;

3. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi pedesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis;

4. Menigkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jaringan atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses permodalan;

b. SASARAN PROGRAM1. Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin / tertinggal sesuai dengan

potensi pertanian desa; 2. Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani; 3. Menigkatkannya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan

atau penggarap) skala kecil dan buruh tani; 4. Berkembanganya usaha agribisnis petani yang mempunyai siklus usaha harian,

mingguan maupun musiman;

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO Menurut definisi yang dikeluarkan Micro Credit Summit (1997), Keuangan Mikro

adalah "Program pinjaman uang terhadap keluarga miskin untuk digunakan sebagai usaha yang memberikan hasil dan income dalam memenuhi kebutuhan pribadi dan

4 Departemen Pertanian. Pedoman Umum Program Pengembangan Usaha Agrobisnis Perdesaan, (Jakarta: Departemen Pertanian, 2011).

Page 202: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

193

keluarganya"5. Dalam sumber lain yang menjelaskan tentang microfinance disebutkan bahwa "keuangan mikro (microfinance) meliputi pinjaman, tabungan-tabungan, asuransi, layanan transfer, dan berbagai produk keuangan yang ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (low-income clients)6.

Sedangkan menurut Marguerite R Robinson memberikan definisi lembaga keuangan mikro adalah layanan keuangan skala kecil khususnya kredit dan simpanan, bagi mereka yang bergerak disektor pertanian, perikanan, peternakan; kepada perseorangan atau kelompok baik di pedesaan maupun diperkotaan di Negara – Negara berkembang.7

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS)Menurut Ajaz Ahmed Khan (2008) menjelaskan konsep Islamic Microfinance

sebagai jasa keuangan mikro yang mengimplementasikan prinsip-prinsip keuangan syariah. Definisi lain menurut Segrado (2005) menulis Keuangan Mikro Islam dibentuk oleh berbagai layanan keuangan bagi orang-orang yang secara tradisional dianggap non bankable, terutama karena mereka tidak memiliki jaminan yang dapat melindungi lembaga keuangan terhadap risiko kerugian.8 Sakai dan Marijan (2008) merekomendasikan koperasi BMT dan Islam untuk fokus hanya pada pembiayaan yang kurang dari Rp 50 juta. Dengan kata lain, lembaga-lembaga keuangan mikro syariah hanya harus berkonsentrasi hanya pada usaha mikro dan kecil. Pembiayaan melebihi Rp 50 juta harus disediakan oleh bank syariah termasuk BPR syariah, dan bukan koperasi Islam. Menyadari pentingnya keuangan mikro syariah, Seibel (2008) telah menyarankan dua cara untuk mempromosikan keuangan mikro syariah. Pertama, adalah membantu bank-bank komersial Islam untuk membangun unit dengan produk keuangan mikro syariah. Kedua, menilai kembali dalam proses partisipatif tantangan dan peluang yang realistis BPR syariah dan koperasi, dengan fokus pada pengendalian internal yang efektif, pengawasan eksternal, dan pembentukan asosiasi dengan layanan apex kepada lembaga anggota mereka. Namun, ada definisi lain yang berkaitan tentang lembaga keuangan mikro syariah dan konvensional telah dijelaskan menurut lembaga terkait yakni:

METODOLOGI PENELITIANJENIS DAN OBJEK PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Dengan Objek penelitian yang alamiah adalah objek yang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti sehingga kondisi pada saat peneliti memasuki objek, setelah berada di objek, dan setelah keluar dari objek relatif tidak berubah.9 Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Gapoktan yang berada di Wilayah Jakarta Selatan yang menerima dana PUAP pada tahun 2008, 2009 dan 2010. Jumlahnya adalah 15 Gapoktan yang tersebar di Wilayah Jakarta Selatan. Berikut adalah data Gapoktan beserta tahun penerimaan dana.

5 Ascarya dan Yulizar, Redefine Micro, Smal and Medium Enterprises Classifiation and the potency of Baitul Maal wa Tamwiel as Intermediary Institutions in Indonesia, Paper ini dipresentasikan di First International Conference on Inclusive Islamic Financial Sector Development (University of Brunei Darussalam and IRTI-IDB). 2008. hal 36 “about microfinance and microcredit”, www.yearofmicrocredit.org. diakses tanggal 16 Juni 2011.7 Ahmad Subagyo dan Budi Purnomo. Account Officer for Commercial Microfinance, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm.2.8 Chiara Segrado. Case Study: Islamic Microfinance and Social Responsible Investment. (Paris : University of Torino, 2005). p. 29 Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2005), hlm. 49.

Page 203: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

194

Data Gapoktan PUAP Jakarta Selatan Sampai dengan Tahun 2010

Tabel 4No Nama Gapoktan Tahun Menerima Bantuan1 Tanjung Emas Sejahtera 20082 Indah Lestari 20083 Mamapang Indah 20084 Wijaya Kusuma 20085 Ciganjur Sejahtera 20096 Mawar 20097 Mindy 20098 Marjan 20099 Primatara 200910 Jati Mandiri 200911 Tunas Mandiri 200912 Lebak Bulus Indah 200913 Pesanggrahan Asri 201014 Rosela 201015 Sansivera 2010

Sumber: diolah penulis, 2013

POPULASI DAN SAMPELPopulasi adalah wilayah Generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai kuantitas dan karaketristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.10 Sehingga populasi dalam penelitian ini adalah Gapoktan yang berada di Wilayah Jakarta Selatan yang menerima dana bantuan PUAP pada tahun 2008, 2009 dan 2010.

Sampel dalam penelitian kualitatif juga bukan disebut sebagai sampel statististik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah semua yang terlibat, baik yang sifatnya operasional ataupun pembuat kebijakan yang terkait pelaksanaan program PUAP di wilayah Jakarta Selatan. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling.

DATA PRIMERData primer berupa sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul

data (peneliti) atau data yang diperoleh langsung dari lapangan (objek penelitian).11

Adapun yang merupakan data primer dalam penelitian ini antara lain:1. Data Gapoktan yang berada di wilayah Kota Jakarta Selatan, yaitu Gapoktan yang

menerima dana bantuan PUAP dari tahun 2008 sampai dengan 2010.2. Kondisi masing – masing Gapoktan yang menjadi objek penelitian, terutama operasi

yang dijalankan.3. Kegiatan pengelolaan dana bantuan di masing – masing Gapoktan.Dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara

DATA SEKUNDERData sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data (peneliti) atau data yang diambil peneliti sebagai pendukung atas penelitian dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan

10 Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. (Bandung: CV. Alfabeta, 2008), hlm. 389.11 Ibid., hlm. 62.

Page 204: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

195

secara ilmiah.12 yaitu dengan melakukan studi pustaka (penelusuran melalui buku, artikel, jurnal, majalah, internet, dan sumber lainnya).

TEKNIK ANALISISMetode analisis data yang digunakan adalah menggunakan pendekatan kualitatif

deskriptif, yaitu dengan cara memaparkan informasi-informasi faktual yang diperoleh secara langsung ataupun tidak. Informasi didapat dari pengurus Gapoktan ataupun dari pihak – pihak yang secara tidak langsung berhubungan dengan pengembangan lembaga Gapoktan menjadi lembaga keuangan mikro.

Analisis diawali dengan mengklasifikasikan data yang diperoleh kedalam dua bagian, yaitu data yang bersifat eksternal dan data yang bersifat internal dengan menggunakan matrik faktor strategi.13 Selanjutnya, data yang diperoleh akan dianalisis dengan berbagai teori yang berkaitan dengan pokok masalah dalam penelitian ini. Analisis dilakukan dengan metode SWOT (Strength, weakness, opportunity and trheath). Metode ini akan menerangkan, dalam posisi mana perusahaan atau objek yang diteliti berdasarkan data analisa lingkungan, baik lingkungan eksternal maupun lingkungan internal. Strategi yang dilakukan dengan memakai teknik QSPM selanjutnya adalah proses pembentukan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS-A) berbasis Agribisnis, setelah terbentuk tugas berikutnya adalah bagaimana pengembangan LKMS-A dalam operasional lembaganya.

ANALISIS DAN PEMBAHASANKONDISI GAPOKTAN

Ada tiga jenis bidang usaha unggulan yang teridentifikasi dari masing – masing Gapoktan yang disajikan pada gambar berikut:

Sumber: Diolah penulis, 2013

Adapun jenis usaha Gapoktan dari jumlah sampel yang diambil dimana sebagian besarnya adalah pengolahan hasil pertanian sebesar 40% dari jumlah Gapoktan PUAP Wilayah Jakarta Selatan. Pengolahan hasil pertanian ini lebih banyak pada pengolahan makanan dan pengolahan tanaman obat. Salah satunya adalah pengolahan jahe instan yang ada di anggota Gapoktan Sansivera, Ciganjur Sejahtera, Wijaya Kusuma dan Jati Mandiri. Selain itu, ada bentuk diversifikasi olahan tanaman obat yaitu pengolahan bunga rosela, bir pletok yang menjadi komoditas unggulan pemasaran. Bir pletok sendiri anggota Gapoktan Wijaya Kusuma sudah memasarkan sampai di ekspor ke luar negeri.

TAHAP ANALISISSetelah mengumpulkan semua informasi yang tergambar dalam matriks IFE dan

EFE, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut sebagai alternatif

12 Ibid.13 Freddy Rangkuti. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm. 22.

Page 205: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

196

strategi yang akan menjadi arahan organisasi. Pada tahap ini, analisis SWOT dipakai untuk melihat strategi apa saja yang bisa dipakai dengan keadaan internal dan eksternal yang tergambarkan saat ini.

Matriks SWOT Gapoktan PUAP Jakarta Selatan

Tabel 5Internal

Eksternal

Kekuatan (Strength)

a. Gapoktan merupakan wadah yang dikelola langsung oleh anggota kelompok tani, sehingga lebih mampu menilai apa yang dibutuhkan petani.

b. Soliditas antara sesama pengurus terjaga dengan baik karena para pengurus masih berada dalam satu wilayah, paing tidak ada dalam satu kecamatan.

c. Gapoktan hadir sebagai penyedia pinjaman yang prosesnya tidak susah dan hanya menggunakan ketua kelompoknya untuk agunan pada kasus pinjaman di bawah Rp 1.000.000.

d. Bagi hasil dari pinjaman adalah 1 % lebih menarik dari pada meminjam dari rentenir atau lembaga keuangan mikro lainnya.

Kelemahan (Weakness)

a.Masih minimnya pemupukan modal Gapoktan yang hanya mengandalkan iuran anggota saja dan dana PUAP.

b. Pengelolaan keuangan masih bersifat tradisional dan manual sehingga menyulitkan dalam proses pembuatan laporan keuangan.

c.Struktur kepengurusan yang masih minim, hanya mengandalkan ketua, sekertaris dan bendahara saja, belum mengembangkan bidang lain yang harusnya menjadi bagian dari keberadaan Gapoktan.

d. Lemahnya interaksi antara pengurus Gapoktan dengan anggota sehingga kesadaran beroganisasi masih terbatas pada pengurus, padahal rapat anggota menjadi ujung tombak kerja – kerja Gapoktan.

Peluang (opportunity)a. Dukungan pemerintah dalam

menumbuhkembangkan kelembagaan petani sebagai lembaga ekonomi mandiri yang dimilki dan dikelola oleh petani.

b. Jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat menjadi peluang pemasaran hasil pertanian baik hasil tani segar ataupun hasil olahan.

c. Sektor pertanian masih memberikan kontribusi penting terhadap PDB Indonesia disebabkan hampir 40% tenaga kerja Indonesia terserap pada sektor pertanian.

d. Mayoritas masyarakat petani kecil membutuhkan permodalan, dimana tidak

Strategi SOa. Mengembangkan usaha tani

melalui pemaksimalan basis kelembagaan tani dengan teknologi terbarukan yang efisien.

b. Membuka peluang pemasaran hasil dengan segmen yang beragam dengan membentuk unit usaha gapoktan yang dikelola oleh petani – petani yang memiliki usaha sejenis.

c. Menumbuhkan unit lembaga keuangan mikro berbasis modal dari petani dengan meningkatkan peran modal petani dalam pemupukan modal Gapoktan.

Strategi WOa. Memahami secara utuh tentang

fungsi Gapoktan bagi petanib. Menyediakan pinjaman bagi

anggota Gapoktan untuk peningkatan usaha tani.

c. Penyadaran kembali kepada anggota kelompok tani yang belum tergabung dalam Gapoktan.

d. Memperkauat kompetensi inti sebagai penyedia keuangan bagi petani kecil sekaligus merapikan pelaporan sesuai dengan standar laporan keuangan.

e. Membangun interaksi dengan asosiasi petani lain yang sudah terlebih dahulu eksis.

f. Memanfaatkan teknologi dalam proses penumbuhan

Page 206: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

197

mampu mengakses pembiayaan perbankan.

e. Teknologi pengembangan cara bertani baik untuk on farmataupun of farm sudah sangat beragam dan modern.

f. Belum adanya lembaga keuangan yang bergerak khusus untuk pertanian.

Gapoktan.

Ancaman (Threat)

a. Masih rendahnya nilai tukar petani dimana tahun 2009 menunjukan angka 100 yang artinya jumlah yang dibelanjakan petani masih lebih besar dengan yang didapatkan.

b. Terbatasnya modal petani untuk alih teknologi pertanian dimana masih dianggap belum bisa merubah pendapatan petani.

c. Paradigma berfikir terhadap keberadaan dana bantuan pemerintah yang masih berkutat dana hibah yang tidak wajib di bayar.

d. Masuknya lembaga keuangan mikro baru yang melirik usaha anggota yang sudah berkembang dan mempunyai segmentasi yang terarah.

Strategi ST

a. Memaksimalkan dana PUAP untuk penguatan usaha anggota melaui fasilitas pinjaman dengan system bagi hasil yang kompetitif.

b. Memaksimalkan peran ketua kelompok tani untuk memobilisasi anggotanya yan belum menjadi anggota Gapoktan.

c. Mengenalkan Gapoktan sebagai lembaga kerjasama antar petani dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani.

d. Memenuhi kebutuhan petani anggota tentang informasi eksternal dalam rangka peningkatan kemampuan .

e. Menguatkan posisi Gapoktan sebagai bagian dari permodalan petani anggota.

Strategi WT

a. Memperbaiki sistem pengelolaan Gapoktan dengan mengikuti pelatihan –pelatihan kelembagaan baik dari pihak suku dinas pertanian ataupun dengan mengikuti pelatihan diluar binaan penyuluh.

b. Memperkuat posisi Gapoktan sebagai lembaga petani yang salah satunya menyalurkan dana PUAP dalam bentuk pinjaman yang harus dikembalikan beserta bagi hasilnya.

c. Menghindari berkurangnya anggota yang telah tergabung.

d. Memperkuat struktur kepengurusan dengan memaksimalkan peran masing – masing

Sumber: data sekunder dan hasil wawancara dengan Gapoktan, Penyelia Mitra Tani yang telah di oleh penulis.

Tahap Pengambilan KeputusanDalam tahap analisis, sudah diketahui posisi pemberdayaan organisasi ada pada

kuadran I yang didapat dari hasil analisis SWOT. ini menandakan organisasi kuat dan memiliki peluang besar. Pada matriks SWOT telah di dapat beberapa alternatif strategi SO (Stength - opportunity). Adapun alternatif strateginya adalah sebagai berikut:1. Mengembangkan usaha tani melalui pemaksimalan basis kelembagaan tani dengan

teknologi terbarukan yang efisien.2. Membuka peluang pemasaran hasil dengan segmen yang beragam dengan membentuk

unit usaha Gapoktan yang dikelola oleh petani – petani yang memiliki usaha sejenis.2. Menumbuhkan unit lembaga keuangan mikro berbasis modal dari petani dengan

meningkatkan peran modal petani dalam pemupukan modal Gapoktan.Tahap selanjutnya adalah mengambil keputusan tentang strategi pemberdayaan

Gapoktan yang akan diambil di Wilayah Jakarta Selatan dengan menggunakan Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif atau dikenal dengan QSPM. Berikut di sajikan tebel matriks QSPM pada tabel 6.

Page 207: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

198

Quantitative Strategic Plannning Matrix (QSPM)

Tabel 6

Faktor – Faktor Strategis BobotALTERNATIF STRATEGI

SO 1 SO 2 SO 3AS TAS AS TAS AS TAS

Peluang (Opportunity)a. Dukungan pemerintah dalam

menumbuhkembangkan kelembagaan petani sebagai lembaga ekonomi mandiri yang dimilki dan dikelola oleh petani.

b. Jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat menjadi peluang pemasaran hasil pertanian baik hasil tani segar ataupun hasil olahan.

c. Sektor pertanian masih memberikan kontribusi penting terhadap PDB Indonesia disebabkan hampir 40% tenaga kerja Indonesia terserap pada sektor pertanian.

d. Mayoritas masyarakat petani kecil membutuhkan permodalan, dimana tidak mampu mengakses pembiayaan perbankan.

e. Teknologi pengembangan cara bertani baik untuk on farm ataupun of farm sudah sangat beragam dan modern.

f. Belum adanya lembaga keuangan yang bergerak khusus untuk pertanian.

Ancaman (threat )a. Masih rendahnya nilai tukar petani dimana

tahun 2009 menunjukan angka 100 yang artinya jumlah yang dibelanjakan petani masih lebih besar dengan yang didapatkan.

b. Terbatasnya modal petani untuk alih teknologi pertanian dimana masih dianggap belum bisa merubah pendapatan petani.

c. Paradigma berfikir terhadap keberadaan dana bantuan pemerintah yang masih berkutat dana hibah yang tidak wajib di bayar.

d. Masuknya lembaga keuangan mikro baru yang melirik usaha anggota yang sudah berkembang dan mempunyai segmentasi yang terarah.

Kekuatan (strength)a. Gapoktan merupakan wadah yang dikelola

langsung oleh anggota kelompok tani, sehingga lebih mampu menilai apa yang dibutuhkan petani.

b. Soliditas antara � sset� pengurus terjaga dengan baik karena para pengurus masih berada dalam satu wilayah, paing tidak ada dalam satu kecamatan.

25%

20%

15%

20%

20%

10%

15%

20%

30%

25%

30%

20%

4

3

1

2

4

3

3

3

4

3

4

4

0,5

0,3

0,08

0,2

0,4

0,05

0,23

0,3

0,6

0,38

0,6

0,04

3

4

-

-

4

4

2

3

3

1

4

4

0,38

0,4

-

-

0,4

0,2

0,15

0,3

0,45

0,13

0,6

0,4

-

-

-

4

3

4

2

3

4

2

4

4

-

-

-

0,4

0,3

0,2

0,15

0,3

0,6

0,25

0,6

0,4

Page 208: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

199

c. Gapoktan hadir sebagai penyedia pinjaman yang prosesnya tidak susah dan hanya menggunakan ketua kelompoknya untuk agunan pada kasus pinjaman di bawah Rp 1.000.000.

d. Bagi hasil dari pinjaman adalah 1 % lebih menarik dari pada meminjam dari rentenir atau lembaga keuangan mikro lainnya.

Kelemahan (Weakness)a. Masih minimnya pemupukan modal

Gapoktan yang hanya mengandalkan iuran anggota saja dan dana PUAP.

b. Pengelolaan keuangan masih bersifat tradisional dan manual sehingga menyulitkan dalam proses pembuatan laporan keuangan.

c. Struktur kepengurusan yang masih minim, hanya mengandalkan ketua, sekertaris dan bendahara saja, belum mengembangkan bidang lain yang harusnya menjadi bagian dari keberadaan Gapoktan.

d. Lemahnya interaksi antara pengurus Gapoktan dengan anggota sehingga kesadaran beroganisasi masih terbatas pada pengurus, padahal rapat anggota menjadi ujung tombak kerja – kerja Gapoktan.

30%

20%

30%

20%

20%

30%

4

4

3

1

3

4

0,6

0,4

0,45

0,1

0,3

0,6

3

3

3

1

-

4

0,45

0,3

0,45

0,1

-

0,6

3

2

4

2

2

4

0,45

0,2

0,6

0,2

0,2

0,6

Total 6,49 5,31 5,45AS= nilai daya tarik, TAS = Total Nilai Daya TarikNilai Daya Tarik 1=tidak diterima, 2= ada pelung diterima, 3=mungkin diterima, 4= pada umumnya diterima

Dari matriks QSPM di atas, dapat dilihat bahwa total kemenarikan relatif dari beberapa alternatif secara berurutan adalah:1. Mengembangkan usaha tani melalui pemaksimalan basis kelembagaan tani dengan

teknologi yang efisien dengan total nilai daya tarik sebesar 6,49.2. Menumbuhkan unit lembaga keuangan mikro berbasis modal dari petani dengan

meningkatkan peran modal petani dalam pemupukan modal Gapoktan dengan total nilai daya tarik sebesar 5,45.

3. Membuka peluang pemasaran hasil dengan segmen yang beragam dengan membentuk unit usaha Gapoktan yang dikelola oleh petani – petani yang memiliki usaha sejenis dengan total nilai daya tarik sebesar 5,31.

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH AGRIBISNISBank Indonesia (2012) menyampaikan dalam kajian model bisnis perbankan,

bahwa bank pertanian adalah salah satu Development Financial Institution (DFIs) yang ditunjuk atau dimandatkan oleh pemerintah untuk memberikan pinjaman/pendanaan sektor pertanian guna mendukung ketahanan pangan nasional. Di Indonesia belum ada kajian khusus terkait konsep agricultural banking sendiri. Mengingat bank pertanian Indonesia masih dalam ambang wacana. Maka diperlukan strategi untuk implementasi pengembangan program PUAP sehingga dapat berhasil sebagaimana dalam petunjuk pelaksanaannya dengan tujuan tahun ketiga terbentuk lembaga keuangan mikro.

Page 209: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

200

Tahun I Tahun II Tahun III

Dalam evaluasi faktor internal didapatkan strategi SO yakni menumbuhkan unit lembaga keuangan mikro berbasis modal dari petani dengan meningkatkan peran modal petani dalam pemupukan modal Gapoktan. Dengan membentuk Lembaga Keuangan Mikro berbasis Agribisnis (LKM-A) yang merupakan lembaga keuangan mikro yang ditumbuhkan dari gabungan kelompok tani (gapoktan) dalam pengembangan program PUAP dengan fungsi utamanya adalah untuk mengelola asset dasar dari dana PUAP dan dana keswadayaan angggota kelompok tani. Sehingga tahapan berawal dari kegiatan usaha ekonomi produktif yang ditumbuh kembangkan gapoktan melalui progam komunitas yang berbasis pada agribisnis. Secara teknis pelaksanaan program dapat dilakukan sebagai berikut :

Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif

Usaha Simpan Pinjam

LKMS-A

Page 210: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

201

Pembentukan Lembaga Keuangan Mikro

Gambar 2

Lembaga Keuangan Mikro yang dibentuk adalah pada umumnya berbadan hukum Koperasi dimana modal awal untuk mendirikan LKM berasal dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi dari para anggota berdasarkan UU No. 17 tahun 2012 tentang Koperasi yang terbaru notabene adalah Kelompok Tani (POKTAN). Hasil evaluasi swot didapatkan strategi faktor ST adalah Memaksimalkan dana PUAP untuk penguatan usaha anggota melaui fasilitas pinjaman dengan sistem bagi hasil yang kompetitif. Sehingga dalam penelitian ini, penulis lebih memilih LKM dalam bentuk prinsip syariah sehingga menjadi LKMS. Salah satu yang menjadi alasan penulis memilih LKM berbasis prinsip syariah adalah:

Perbandingan Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah

Tabel 6Keterangan Lembaga Keuangan

KonvensionalLembaga Keuangan

SyariahPerhitungan perolehan usaha Berdasarkan suku bunga

pinjamanBerdasarkan prinsip bagi hasil dan risiko

Cara penghitungan persentasi peroleh

Berdasar negosiasi antara lembaga pembiayaan dengan pengusaha

Tergantung pada persentase komponen penyertaan yang digabungkan dengan bobot risiko

Nilai hasil usaha Pasti dan tertentu berdasarkan investasi

Tidak pasti dan tidak tentu bergantung dari laba usaha

Perhitungan hasil Suku bunga x besar pinjaman Nisbah bagi hasil x laba usahaBagi risiko Tidak ada risiko baik usaha

untung atau rugiAda risiko bila usaha rugi

Orientasi tujuan Profit oriented Profit dan social orientedPrinsip investasi Kurang memperhatikan

prinsip halalan thoyyibahMengutamakan usaha halalan thoyyibah

Sumber : berbagai sumberMaka dana yang dihimpun dari POKTAN, kemudian dikelola dikelola LKMS

berdasarkan prinsip syariah, sehingga sumber dana sebagai modal awal adalah Simpanan Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi berdasarkan prinsip syariah dengan akad mudharabah untuk terbentuknya LKMS, kemudian dimanfaatkan secara maksimal untuk infrastuktur LKMS dan membiayai usaha agribisnis anggota. Setelah LKMS terbentuk maka penghimpunan dana bisa dari internal POKTAN atau pihak eksternal. Investasi pihak lain, dalam operasionalnya LKMS selalu membutuhkan dana segar untuk bisa mengembangkan usahanya secara maksimal, sementara simpanan anggotanya masih sedikit dan terbatas. Oleh karena itu, LKMS diharapkan bekerjasama dengan bank syariah maupun program-program pemerintah. Investasi pihak lain ini menggunakan prinsip mudharabah (mekanisme atau prinsip bagi hasil) maupun prinsip musyarakah (suatu perkongsian atau kerjasama antara dua orang atau lebih yang masing-masing pihak memberikan

KEUNTUNGANGAPOKTAN

LKMS

KEUNTUNGANGAPOKTAN

KEUNTUNGANGAPOKTAN

SIMPANAN GAPOKTAN

SIMPANAN GAPOKTAN

SIMPANAN GAPOKTAN

MODAL

Page 211: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

202

kontribusinya baik sebagian modal maupun keterampilan usaha, dengan batasan waktu yang ditentukan dan disepakati oleh kedua pihak).

Dana dari pihak eksternal tersebut dapat dikelola LKMS dalam bentuk pembiayaan yang berskim syariah, sehingga kelompok tani mendapat modal untuk mengembangkan usahanya dengan tujuan hasil tani bisa mencapai maksimal dan masyarakat yang membeli dengan nilai tinggi sesuai dengan kualitas yang diproduksi.

Operasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Gambar 3

Oleh karena itu ada beberapa akad/kontrak yang dapat dijadikan dasar dalam melakukan pembiayaan dibidang agroindustri, akad tersebut adalah jual beli dan bagi hasil.

a. Konsep Jual BeliAda tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok

sebagai pembiayaan modal kerja dan investasi pada agribisnis oleh LKMS, jual beli tersebut adalah jual beli salam, jual beli istishna’ dan jual beli murabahah.

b. Konsep Bagi HasilSelain dari konsep jual beli, konsep bagi hasil (profit and loss sharing) merupakan

kontak yang paling lazim dalam sebuah bisnis perkongsian, kontrak ini memadukan antara pemilik modal dan pengelola yang memiliki peran masing-masing. Diantaranya musyarakah, mudharabah, muzara’ah dan musaqah.

c. Konsep Sewa Konsep dengan akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa

dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.Dari beberapa akad diatas dapat dimaksimalkan peran LKMS dalam mendorong peningkatan peran pertanian dengan memberikan pembiayaan yang berbasis syariah. Untuk lebih jelas bagaimana peran dan keuntungan serta risiko apa saja yang akan dihadapi kedua belah pihak baik bagi LKMS maupun petani, berdasarkan tabel dibawah ini:

Penghimpunan Dana

Sumber : diolah oleh penulis

Modal DasarSetoran Pokok

Sertifikat Modal Koperasi

Hibah

Modal Penyertaan

Pinjaman

Prinsip Bagi HasilMudharabahMusyarakahMuzara’ah

P

O

O

L

I

N

G

F

U

N

D

Prinsip Jual BeliSalamIstishna

Prinsip SewaIjarah

Penyaluran Dana

Hak Pihak Ketiga

POOL

PENDAPATAN

Overhead Cost/Operational CostCost of fund

SHU (Selisih Hasil Usaha)

Page 212: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

203

Akad Pembiayaan & Ketentuan

Tabel 7Kontrak Gambaran Bentuk

TransaksiPengguna Keuangan

Keuntungan dan Resiko dari Pemasok /

Pemodal

Keuntungan dan Resiko dari Pembeli

/ PengelolaMurabahah Harga pokok

ditambah margin

Objek dari penjualan

Pemasok Keuntungan: MAR, FIN

Risiko:CE

Keuntungan: ASRisiko: DD, PF, SS

Salam Harga dibayar diawal,

pengiriman barang

belakangan

Objek dari penjualan

Pemasok Keuntungan:MAR,FINRisiko:CE

Keuntungan:ASRisiko:DD,PF,SS

Istishna’ Pembayaran menyertai

dengan pemesanan

Objek dari penjualan

Pemasok Keuntungan: MAR,FINRisiko:CE

Keuntungan:ASRisiko: DD,PF,SS

Ju’alah Pembayaran menyertai

dengan pemesanan

Harga Pemasok Keuntungan:MAR,FINRisiko:NONE

Keuntungan:ASRisiko: DD,PF,SS

Ijarah Sewa dibayar dimuka

Jasa Barang Pemasok Keuntungan:MAR,FINRisiko:AR

Keuntungan:ASRisiko:DD,PF,CE

Ijarah Muntahiya bittamlik

Pembayaran sewa

memerlukan waktu setelah jasa dilakukan

Sewa Pembeli Keuntungan:MARRisiko:AR, DD

Keuntungan:AS,FINRisiko:None

Mudharabah Modal disetor Usaha Pengelola usaha

Keuntungan (B):FINRisiko:DD, TR

Keuntungan (B):MAR, HP

Risiko:PFMusyarakah Modal dan

tenaga disetorUsaha Pengelola

usahaKeuntungan (B): FIN

Risiko:DD, TRKeuntungan

(B):MAR, HP Risiko:PF

Keterangan: B: Benefits R: Risks MAR: Markets FIN: Finance PF: Production Failure CE: Contract Enforceability TRR: Trade Related Risks DD: Debt Default SS: Specifications TR: Transfer Risks (risks involved in the transfer of profit earnings from one country to another) AR: Asset Related AS: Acquisition of Supply HP: Higher Price

REFERENSI

Agus Pakpahan. (2009). Transformasi Pertanian, Mengapa Memerlukan Bank Pertanian. Makalah singkat disampaikan pada seminar “Menuju Pendirian Bank Pertanian” kerjasama IPB, Bank Indonesia dan Departemen Pertanian.

Admin. (2011, Agustus 4). BI Masih kaji pembentukan bank pertanian. Retrieved October 25, 2012 25 2:12:16 PM, 2012, from http:/www./keuangan.kontan.co.id/news/bi-masih-kaji-pembentukan-bank-pertanian

Admin. (2011, Oktober 19). Rasionalitas Bank Pertanian. Retrieved Oktober 25, 1:59:26 PM, 2012, from http://www.businessnews.co.id/headline/Rasionalitas-bank-pertanian

Arikunto, Suharsimi. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 213: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

204

Ashari. (2009). Peran Perbankan Nasional dalam pembiayaan sektor pertanian di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 27 No. 1 Juli, 13-27.

Badan Pusat Statistik. (2013). Data Sosial Ekonomi, Jakarta: Badan pusat Statistik.

BIBLIOGRAPHY \l 1033 Ashari, S. (2006). Perspektif Pendirian Bank Pertanian di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 24 No 2, Desember, 107-122.

BIBLIOGRAPHY \l 1033 Ritonga, J. t. (2008). Pernanan Bank dalam mendukung kredit ketahanan pangan dan energi di Sumatera utara. Jurnal Litbang Pertanian Vol 21 No 2

BIBLIOGRAPHY \l 1033 Indonesia, B. (2013). Outlook Perbankan Syariah tahun 2013.

BIBLIOGRAPHY \l 1033 Ashari. (2010). Pendirian Bank pertanian di indonesia, apakah agenda mendesak? Analisis Kebijakan Pertanian , Volume. 8 No . 1, 13-27.

Beik, I. S. (2013). Mudahnya Mensejahterakan Petani. Jakarta: Majalah Sharing Edisi 75 Thn VII Maret 2013.

Farizal, Dewi, & Nugroho (2012), Pembentukan Bank Syariah Pertanian untuk Pemberdayaan Masyarakat Desa. Diajukan pada Call for Papers, Forum Riset Perbankan Syariah 2012.

Hendayana, Rahman dan Syahrul Bustaman. (2007). Fenomena Lembaga Keuangan Mikro dalam Persfektif Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Jurnal, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian tahun.

Indonesia, B. (2012). Kajian Model Bisnis Perbankan Syariah. Direktorat Perbankan Syariah, Jakarta.

ISMPI. (2009). Kondisi pertanian indonesia saat ini berdasarkan pandangan mahasiswa indonesia. Retrieved November 14, 2012, from www.paskomnas.com/kondisi-pertanian-indonesia-saat-ini-berdasarkan-pandangan-mahasiswa-pertanian-indonesia/

Maulana Mukhlis, Suwondo dan Ahmad Saleh. (2010). Sosialisasi Strategi penguatan Lembaga Keuangan Mikro dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Desa di Desa Pesawaran Indah kec. Padang Cermin. Jurnal Penelitan. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Pakpahan, A. (2009). Transformasi Pertanian Mengapa memerlukan Bank Pertanian. Makalah singkat disampaikan pada Seminar “Menuju Pendirian Bank Pertanian”, kerjasama IPB, Bank Indonesia dan Departemen Pertanian, Bogor, 11 Mei 2009.

Peraturan menteri pertanian nomor 273/kpts/OT.160/4/2007, tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani.

Peluang usaha pengembangan Agrobisnis. (2002). Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Page 214: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

205

Pedoman umum Pengembangan Agrobisnis Pedesaan. (2009). Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Pedoman Umum Program Pengembangan Usaha Agrobisnis Perdesaan. (2011). Jakarta: Departemen Pertanian Republika Indonesia.

Petunjuk teknis pemeringkatan (rating) gapoktan PUAP menuju LKM- A. 2010. Jakarta: Kementrian Pertanian.

Rancangan Undang – Undang Lembaga Keuangan Mikro. Tahun 2006.

Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2010 – 2014. Jakarta: Kementrian Pertanian, 2010.

Sharing. (2012, Februari). Bank Syariah Petani dari Minang. Edisi : 62 Thn VI, p. 17.

Sharing. (2012, April). Tikus Mati di lumbung Padi. Edisi : 64 Thn VI, p. 29.Soekartawi. (2010). Agribisnis Teori dan Prakteknya. Jakarta: Rajawali Pers.

Subagyo, Ahmad dan Budi Purnomo. 2009. Account Officer for Commercial Microfinance. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.

Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

. (2008). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Tahlim sudaryanto, dkk. (2009). Penentuan Lokasi dan Evaluasi Kinerja serta Dampak Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Jurnal. Jakarta: Pusat analisis social ekonomi dan kebijakan pertanian.

Undang – Undang no. 25 tahun 1992 tentang Koperasi.

Yani, Endang Ahmad. (2009). Revitalisasi Lembaga Keuangan Syariah: Reoptimalisasi Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3) Deptan- Bank Syariah. Jurnal Islamic Economics & Finance Journal. Vol. 02. Jakarta: STEI SEBI.

Yekti, A. (2010). Peran Lembaga Keuangan formal dan informal bagi masyarakat pertanian di pedesaan. Jurnal-Jurnal ilmu pertanian Vol. 6 No 02 Desember.

Yunus, M. (2009). Wacana Bank Pertanian Hingga Kredit Mikro Syariah bagi Petani di Pedesaab. Retrieved Januari 2, 2013, from http//www.ppnsi.org.

Zuhaili, W. (1999). Fiqh Muamalah Perbankan syari'ah (Al Fiqhu Al Islam wa adillatuhu).Jakarta.

Page 215: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

206

ANALISIS PERTUMBUHAN USAHA PADA UKMDI KOTA MAGELANG

Wawan Sadtyo Nugroho dan Hamron Zubadi

Universitas Muhammadiyah Magelang

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan usaha pada UKM di Kota Magelang. Variabel atau faktor yang digunakan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan usaha adalah internasionalisasi kegiatan usaha, legalitas usaha, fasilitas kredit, ukuran usaha, umur perusahaan dan tingkat pendidikan pemilik usaha. Pertumbuhan usaha diukur dari besarnya pertumbuhan nilai penjualan (%) yang diperoleh suatu unit usaha UKM dalam periode waktu tertentu yaitu satu tahun. Hasil dari penelitian ini menujukkan bahwa hanya variable internasionalisasi usaha dan umur perusahaan saja yang berpengaruh signifikan terhapat pertumbuhan usaha. Semakin lama umur perusahaan sudah melakukan kegiatan internasionalisasi usaha berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha.

Keywords: Internasionalisasi, Legalitas, Kredit, Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan, Tingkat dan Pertumbuhan Usaha

PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah

Kendati studi telah banyak dilakukan, namun tetap saja relevan untuk diteliti. Alasan logisnya adalah bahwa UKM di berbagai daerah mempunyai karakteristik yang tidak sama, meskipun secara umum profil mereka tidak berbeda. Di Kota Magelang UKM yang memiliki potensi besar dalam penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).

Khusus untuk riset ini, maka identifikasi dan analisis terhadap variabel atau faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usaha UKM sangat penting. Hasil riset ini dapat digunakan dasar pijakan untuk menyusun strategi dan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan UKM. Penelitian akan dilakukan pada Industri Kerajinan di Pemerintah Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah. Variabel atau faktor yang digunakan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan usaha industry adalah internasionalisasi kegiatan usaha, legalitas usaha, fasilitas kredit, ukuran usaha, umur perusahaan dan tingkat pendidikan pemilik usaha.

Berdasarkan uraian diatas maka tema penelitian ini “Analisis Pertumbuhan Usaha Pada UKM Di Kota Magelang”.B. Perumusan MasalahPerumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pengaruh internasionalisasi kegiatan usaha terhadap pertumbuhan usaha

pada UKM di Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah? 2. Bagaimana pengaruh legalitas usaha terhadap pertumbuhan usaha pada UKM di Kota

Magelang Propinsi Jawa Tengah?3. Bagaimana pengaruh fasilitas kredit terhadap pertumbuhan usaha pada UKM di Kota

Magelang Propinsi Jawa Tengah?4. Bagaimana pengaruh ukuran usaha terhadap pertumbuhan usaha pada UKM di Kota

Magelang Propinsi Jawa Tengah?

Page 216: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

207

5. Bagaimana pengaruh umur perusahaan terhadap pertumbuhan usaha pada UKM Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah?

6. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan pengusaha terhadap pertumbuhan usaha pada UKM di Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah?

7. Variabel manakah diantara internasionalisasi kegiatan usaha, legalitas usaha, fasilitas kredit, ukuran usaha, umur perusahaan dan tingkat pendidikan pengusaha yang berpengaruh dominan terhadap pertumbuhan usaha pada UKM di Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah?

C. Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah untuk :1. Untuk mengetahui pengaruh internasionalisasi kegiatan usaha terhadap pertumbuhan

usaha pada UKM di Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah. 2. Untuk mengetahui pengaruh legalitas usaha terhadap pertumbuhan usaha pada UKM

di Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah. 3. Untuk mengetahui pengaruh fasilitas kredit terhadap pertumbuhan usaha pada UKM di

Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah.4. Untuk mengetahui pengaruh internasionalisasi ukuran usaha terhadap pertumbuhan

usaha pada UKM di Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah.5. Untuk mengetahui pengaruh umur perusahaan terhadap pertumbuhan usaha pada

UKM di Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah.6. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan pengusaha terhadap pertumbuhan

usaha pada UKM di Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah.7. Untuk mengetahui variabel yang berpengaruh dominan terhadap pertumbuhan usaha

pada UKM di Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah.D. Konstribusi PenelitianManfaat penelitian ini adalah untuk:a. Bagi Industri Kerajinan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang praktis sebagai bahan pertimbangan faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pertumbuhan industri kecil.

b. Bagi PemerintahHasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan dan mengembangkan industri kecil dan menengah secara umum dan khususnya industri kerajinan.

c. Bagi Akademisi Hasil penelitian diharapkan dapat sebagai referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya, terutama dalam kaitanya dengan penelitian UKM.

ISI DAN METODEA. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Kota Magelang. Pemilihan UKM karena industri ini mempunyai potensi yang besar dalam peningkatan PAD dan jumlah tenaga kerja, selain itu industri dapat menjangkau daerah pemasaran yang lebih luas seperti ke luar negeri (ekspor) yang dapat meningkatkan devisa negara. Penelitian ini direncanakan memakan waktu penelitian kurang lebih selama enam bulan.B. Definisi Operasional dan Identifikasi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variable dependen dan variable independen. 1. Variabel independen

Page 217: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

208

a. Internasionalisasi kegiatan usaha, diukur dengan variabel dummy yaitu: D = 1 untuk unit usaha yang sebagian / seluruhnya produknya diekspor dan D = 0 yang belum/tidak diekspor.

b. Legalitas usaha, diukur dengan variabel dummy yaitu D = 1 untuk unit usaha yang berbada hukum dan D = 0 untuk unit usaha yang belum/tidak berbadan hukum.

c. Fasilitas kredit, merupakan kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan, pengukuran variabel ini menggunakan pendekatan Dummy yaitu, D = 1 untuk unit usaha yang memperoleh fasilitas kredit dan D = 0 untuk unit usaha yang belum/tidak memperoleh fasilitas kredit.

d. Ukuran usaha, ukuran usaha merupakan ukuran besar kecilnya usaha yang diukur dari jumlah tenaga kerja (orang)

e. Umur perusahaan, merupakan umur perusahan sejak tahun berdirinya sampai penelitian ini dilakukan. Umur perusahaan diukur berdasarkan tahun.

f. Tingkat pendidikan, merupakan pendidikan terakhir yang ditempuh oleh pengusaha UKM, diukur dengan:1) Pendidikan Dasar (SD dan SLTP)2) Pendidikan menengah (SLTA dan SMK)3) Pendidikan tinggi (Akademi, Sarjana dan Pascasarjana)

2. Variabel dependenVariabel dependen dalam penelitian ini adalah pertumbuhan usaha yang diukur dari besarnya pertumbuhan nilai penjualan (%) yang diperoleh suatu unit usaha UKM dalam periode waktu tertentu yaitu satu tahun.C. Jenis dan Sumber Data1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hipodeduktif (hypodeductive research) yaitu jenis penelitian yang menggunakan analisis statistik untuk membuktikan dugaan penelitian terhadap masalah yang akan diteliti. Metode dalam penelitian ini adalah metode survey.

2. Sumber DataSumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data PrimerWawancara mendalam ini dilakukan untuk lebih mendalami informasi atau menggali informasi lain untuk mendukung temuan dari wawancara melalui kuesioner.

b. Data SekunderData sekunder diperlukan sebagai pendukung data primer hasil survei lapangan. Data sekunder termaksud bersumber pada data terbitan Kantor Dinas dan Instansi terkait di wilayah Kota Magelang dan Propinsi Jawa Tengah, serta publikasi lain yang bersumber dari internet.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Dalam penelitian ini populasinya adalah pemilik/pengelola UKM di Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah yang berjumlah 149 orang.

2. SampelDalam penelitian ini sampel yang diambil adalah pemilik/pengelola industri kerajinan di Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah. Adapun teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan secara acak. Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus :

Page 218: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

209

21 dN

Nn

205.01491

149

n

n = 109 respondenketerangan :

n : besarnya sampleN : tingkat kepercayaan atau ketepatan yang di gunakan yaitu 95 % (populasi)d : estimasi penyimpangan 0,05 (Umar, 2008 ).

E. Metode Pengumpulan Data1. Survey

Diperlukan untuk memperoleh gambaran yang sesungguhnya dari obyek penelitian.2. Observasi atau pengamatan

Yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan dan pencatatan secara langsung kepada obyek penelitian untuk mendapatkan gambaran yang nyata tentang industri.

3. Wawancara atau interviewYaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung kepada para pemilik industri, berupa outline daftar pertanyaan atau pedoman wawancara agar tidak menyimpang dari permasalahan yang diteliti untuk mendapatkan data-data tentang variabel penelitian.

4. DokumentasiYaitu pengumpulan data dengan cara melihat dan menggunakan catatan-catatan yang berhubungan dengan perkembangan usaha industri.

5. Studi PustakaYaitu pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku, literatur-literatur dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

F. Teknik Analisis DataModel analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan teknik analisa regresi linier berganda.1. Uji Asumsi Klasik

a. Uji MultikolinieritasMultikolinearitas merupakan pengujian apakah pada model regresi Untuk menguji adanya multikolinearitas yaitu dengan melihat pada Tolerance Value atau Variance Inflation Factor (VIF). Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah mempunyai VIF disekitar angka 1, sedangkan batas VIF adalah 10 dan mempunyai angka tolerance mendekati 1(Ghozali, 2001 : 57).

b. Uji AutokorelasiJika antar residual tidak terhadap hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Kriteria pengujiannya adalah :

Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolakJika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.

c. Uji HeteroskedastisitasUntuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas di dalam penelitian ini menggunakan uji Glejser yaitu dengan cara mengregresikan nilai absolute residualterhadap variabel independen. Ada tidaknya heteroskedastisitas diketahui dengan melihat probabilitasnya terhadap derajat kepercayaan 5%. Jika nilai probabilitas > 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2001 : 72).

Page 219: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

210

d. Uji Normalitas DataMetode yang digunakan untuk menguji normalitas adalah one sample Kolmogorov-Smirnov test. Dasar pengambilan keputusan dengan melihat angka probabilitas, dengan ketentuan :

Jika probabilitas 0,05 maka distribusi data normal.Jika probabilitas < 0,05 maka distribusi data tidak normal.

2. Analisis regresi linier bergandaAdapun rumus untuk regresi linier berganda adalah sebagai berikut:Dimana :

Y = + 1X1 + 2 X2 + 3 X3 + 4 X4 + 5 X5 + 6 X6 + eY = Pertumbuhan usahaX1 = Internasionalisasi kegiatan usahaX2 = Legalitas usahaX3 = Fasilitas KreditX4 = Ukuran UsahaX5 = Umur PerusahaanX6 = Tingkat pendidikana = koefisien konstanta1... 6 = koefisien variabel independen ei = error terms/ variabel pengganggu

3. Uji Hipotesisa. Uji t

Pengujian koefisiensi regresi secara parsial disimpulkan melalui nilai p-value yaitu apabila nilai signifikan penelitian menunjukkan <0,05 terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Perhitungan data dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS versi 12. Secara manual rumus uji t sebagai berikut:

t = )( s

s

se

( Manurung, 2005 : 71)

Dimana ;s : Koefisien regresi ke-jS.e : Standard error b ke-j

b. Uji FPengujian regresi secara bersama-sama disimpulkan melalui nilai p-value yaitu apabila nilai signifikan penilaian menunjukkan < 0,05 maka terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS versi 12. Secara manual uji F dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

F = )/()1(

)1/(2

2

kNR

kR

(Manurung, 2005 : 72)Dimana :R2 : Koefisien DeterminasiN : jumlah pengamatank : Treatment (variabel independen)

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)Nilai dari Adjust (R2) menentukan nilai, seberapa besar himpunan variabel bebas mempengaruhi atau menjelaskan variabel terikat dan dapat dinyatakan dalam

Page 220: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

211

desimal atau persentase. Secara manual rumus koefisien determinasi yang disesuaikan sebagai berikut:

2R = 1-(1-R2)

kN

N

1

(Manurung, 2005 : 69)Dimana :R2 : Nilai Koefisien determinasi disesuaikanN : Jumlah sampelk : banyaknya parameter

TSS

ESSR 2

= TSS

RSS1

= 2i

2i

y1

Keterangan:R² : Koefisien DeterminasiESS : Jumlah kuadrat yang dijelaskanTSS: Jumlah total kuadrat yang merupakan penjumlahan dari ESS dan RSS terhadap variabel dependen. Untuk memperoleh nilai R² dipergunakan bantuan SPSS.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIA. Hasil Penelitian

1. Pengujian HipotesisBerdasarkan hasil analisis data untuk pengujian hipotesis dapat dilihat

sebagai berikut.Tabel 1

Rangkuman Hasil Regresi Linear BergandaVariabel Koef.

Regresi Std.

Error

t-hitung Sign

Konstanta Internasionalisasi usahaLegalitas usahaFasilitas kreditUkuran usahaUmur perusahaanPendidikan

18,70817,931-4,515-3,194-0,6970,4821,548

8,7674,1445,4970,4750,2162,811

2,045-1,089-0,581-1,4662,2330,551

0,0450,2800,5630,1480,0290,584

R 0,456R-Squared 0,208Adj. R-Squared 0,132F-Hitung 2,719Probabilitas F 0,021

Keterangan : Data primer yang diolah

Page 221: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

212

a. Analisis Regresi Linier BergandaHasil pengolahan data untuk regresi linier berganda dengan

menggunakan program SPSS 12.0 dapat dilihat pada tabel 1 di atas. Berdasarkan tabel tersebut dapat disusun persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :Y = 18,708 + 17,931 X1 - 4,515 X2 - 3,194 X3 - 0,697 X4 + 0,482 X5 + 1,548 X4

Berdasarkan persamaan regresi linier berganda di atas dapat diuraikan sebagai berikut:1) Konstanta sebesar 18,708 artinya jika internasionalisasi usaha, legalitas

usaha, fasilitas kredit, ukuran usaha, umur perusahaan dan pendidikan dianggap konstan, maka pertumbuhan usaha meningkat.

2) Koefisien regresi variabel internasionalisasi usaha terhadap pertumbuhan usaha sebesar 17,931.

3) Koefisien regresi variabel legalitas usaha terhadap pertumbuhan usaha sebesar -4,515.

4) Koefisien regresi variabel fasilitas kredit terhadap pertumbuhan usaha sebesar -3,194.

5) Koefisien regresi variabel ukuran usaha terhadap pertumbuhan usaha sebesar -0,697.

6) Koefisien regresi variabel umur perusahaan terhadap pertumbuhan usaha sebesar 0,482.

7) Koefisien regresi variabel pendidikan terhadap pertumbuhan usaha sebesar 1,548.

b. Uji tPengujian regresi digunakan pengujian dua arah (two tailed test) dengan

menggunakan α = 5% yang berarti bahwa tingkat keyakinan adalah sebesar 95%. Hasil uji t dengan menggunakan program SPSS 12.0 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2Hasil Uji t

Variabel t-hitung Sign KesimpulanInternasionalisasi usahaLegalitas usahaFasilitas kreditUkuran usahaUmur perusahaanPendidikan

2,045-1,089-0,581-1,4662,2330,551

0,0450,2800,5630,1480,0290,584

SignifikanTidak SignifikanTidak SignifikanTidak Signifikan

SignifikanTidak Signifikan

Berdasarkan hasil uji t seperti terlihat pada tabel di atas dapat dinterpretasikan sebagai berikut:1) Variabel internasionalisasi usaha mempunyai t hitung sebesar 2,045 dengan

signifikansi sebesar 0,045 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel internasionalisasi usaha berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha.

2) Variabel legalitas usaha mempunyai t hitung sebesar -1,089 dengan signifikansi sebesar 0,280 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel legalitas usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha.

3) Variabel fasilitas kredit mempunyai t hitung sebesar -0,581 dengan signifikansi sebesar 0,563 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel fasilitas kredit tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha.

Page 222: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

213

4) Variabel ukuran usaha mempunyai t hitung sebesar -1,466 dengan signifikansi sebesar 0,148 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha.

5) Variabel umur perusahaan mempunyai t hitung sebesar 2,233 dengan signifikansi sebesar 0,029 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran usaha berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha.

6) Variabel pendidikan mempunyai t hitung sebesar 0,551 dengan signifikansi sebesar 0,584 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha.

c. Uji FUji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen

secara bersama-sama. Berdasarkan hasil analisis uji F diperoleh nilai F hitung sebesar 2,719 dengan probabilitas sebesar 0,021 (P < 0,01), hal ini berarti variabel internasionalisasi usaha, legalitas usaha fasilitas kredit, ukuran usaha, umur perusahaan, dan pendidikan secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan usaha. Dengan kata lain semakin baik internasionalisasi usaha, legalitas usaha, fasilitas kredit, ukuran usaha, umur perusahaan dan pendidikan maka semakin baik pula pertumbuhan usaha pada UKM di Kota Magelang Propinsi Jawa Tengah.

d. Uji R2

Hasil perhitungan untuk nilai R2 dengan bantuan program SPSS 12.0, dalam analisis regresi berganda diperoleh angka koefisien determinasi atau adjusted R2 sebesar 0,132. Hal ini berarti 13,2% variasi perubahan pertumbuhan usaha dijelaskan oleh variasi perubahan faktor-faktor internasionalisasi usaha, legalitas usaha, fasilitas kredit, ukuran usaha, umur perusahaan dan pendidikan. Sementara sisanya sebesar 86,8% pertumbuhan usaha dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

2. Uji Asumsi Klasika. Uji Normalitas

Uji normalitas menggunakan metode grafik. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: Pertumbuhan usaha

Observed Cum Prob

1.00.75.50.250.00

Exp

ecte

d C

um P

rob

1.00

.75

.50

.25

0.00

Gambar 1. Uji Normalitas

Berdasarkan grafik normal probability plots di atas terlihat titik-titik menyebar berhimpit di sekitar garis diagonal dan hal ini menunjukkan bahwa residual terdistribusi secara normal.

b. Uji MultikolinieritasMultikolinearitas merupakan pengujian apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independen, jika terjadi korelasi maka terdapat problem multikolinearitas. Model regresi yang baik tidak terjadi

Page 223: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

214

korelasi diantara variabel. Untuk menguji adanya multikolinearitas yaitu dengan melihat pada Tolerance Value atau Variance Inflation Factor (VIF). Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah mempunyai VIF disekitar angka 1, sedangkan batas VIF adalah 10 dan mempunyai angka tolerance mendekati 1. Hasil pengujian multikolinearitas dengan SPSS 12.0 diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Tolerance VIF Kesimpulan

Internasionalisasi usaha

Legalitas usaha

Fasilitas kredit

Ukuran usaha

Umur perusahaan

Pendidikan

0,874

0,854

0,845

0,780

0,842

0,824

1,144

1,170

1,184

1,282

1,187

1,213

Bebas Multikolinearitas

Bebas Multikolinearitas

Bebas Multikolinearitas

Bebas Multikolinearitas

Bebas Multikolinearitas

Bebas Multikolinearitas

Sumber : Hasil pengolahan data

Pada tabel IV.13 diketahui bahwa nilai VIF masing-masing variabel bebas internasionalisasi usaha, legalitas usaha, fasilitas kredit, ukuran usaha, umur perusahaan dan pendidikan terhadap variabel bebas yang lain lebih kecil dari 10, hal ini menunjukkan bahwa variabel internasionalisasi usaha, legalitas usaha, fasilitas kredit, ukuran usaha, umur perusahaan dan pendidikan bebas dari masalah multikolinearitas.

c. Uji HeterokedastisitasHeteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas di dalam penelitian ini menggunakan uji grafik. Hasil pengujian heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Scatterplot

Dependent Variable: Pertumbuhan usaha

Regression Standardized Predicted Value

43210-1-2-3

Reg

ress

ion

Stu

dent

ized

Res

idua

l

3

2

1

0

-1

-2

-3

Gambar 2. Uji HeteroskedastisitasPada grafik scatterplots di atas terlihat titik-titik menyebar secara acak (random) baik diatas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.

B. Diskusi1. Internasionalisasi usaha terbukti berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan

usaha. Internasionalisasi usaha merupakan kegiatan ekspor yang dilakukan oleh pengusaha. Kondisi perekonomian yang semakin membaik dan permintaan pasar

Page 224: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

215

internasional terhadap produk kerajinan Indonesia khususnya dari Magelang meningkatkan pertumbuhan usaha para pengrajin di Magelang. Hal ini harus menjadi perhatian bagi para pengusaha untuk memperbaiki penjualannya dan bagi pemerintah untuk memberikan bantuan teknik maupun non teknis bagi para pengrajin untuk meningkatkan usaha yaitu dengan melakukan ekspansi usaha atau ekspor.

2. Legalitas usaha tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha. Legalitas usaha merupakan bentuk formil usaha para pengusaha di Magelang. Adanya legalitas usaha memungkinkan bagi para pengusaha untuk menata usahanya dengan lebih baik dan untuk menumbuhkan kepercayaan bagi para konsumennya. Tidak signifikannya legalitas usaha dapat disebabkan kurang termanfaatkan dengan baik legalitas usaha yang dimiliki oleh para pengusaha sehingga kurang menunjang perkembangan penjualannya.

3. Fasilitas kredit tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha. Fasilitas kredit merupakan fasilitas yang dinUKMati oleh para pengusaha atas pinjaman dari bank. Adanya fasilitas kredit dapat meningkatkan modal perusahaan untuk operasional usaha. Tidak signifikannya fasilitas kredit dapat disebabkan kurangnya pengetahuan pengusaha kecil ini dalam memanfaatkan modal yang dimilikinya sehingga fasilitas kredit yang diterima tidak dapat menghasilkan laba yang optimal.

4. Ukuran usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha. Ukuran usaha diukur dari banyaknya tenaga kerja yang dimiliki perusahaan. Tidak signifikannya ukuran usaha dapat disebabkan bahwa tenaga kerja yang dimiliki perusahaan kurang memberikan manfaat yang optimal atau dengan kata lain semakin banyak jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan akan berdampak pada ketidakefisienan usaha kecil dan menengah di Magelang.

5. Umur perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan usaha. Hal ini menunjukkan semakin tua usia perusahaan semakin banyak pengalaman yang diperolehnya dari usaha tersebut, sehingga perusahaan sudah mengetahui seluk beluk usaha, hal ini memungkinkan bagi perusahaan untuk meningkatkan usaha atau penjualannya.

6. Pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan perusahaan tidak dapat ditentukan oleh tingkat pendidikan pengusahanya. Namun lebih ditentukan oleh pengalaman usahanya.

KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:1. Internasionalisasi usaha terbukti berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha.2. Legalitas usaha tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha. 3. Fasilitas kredit tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha. 4. Ukuran usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha. 5. Umur perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan usaha. 6. Pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha.

REFERENSIArikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian, Edisi Ketujuh, Bina Aksara, Jakarta.

Page 225: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

216

Becchetti, L., dan Trovato, G., (2002), “The Determinants of Growth for Small andMedium Sized Firms: The Role of the Availability of External Finance”, Small Business Economics, 19 (2) , pp. 291 – 306

Davidsson, P., Kirchhoff, B., Hatemi-J, A., dan Gustavsson, H., (2002), “Empirical of Business Growth Factors Using Swedish Data”, Journal of Small Business Management, 40 (4), pp. 332 – 349

Glancey, K., (1998), “Determinants of Growth and Profitability in Small Entrepreneurial Firms”, International Journal of Entrepreneurial Behaviour & Research, 4 (1), pp. 18 – 27

Handrimurtjahyo, Susilo, Soeroso, 2007, Faktor-Faktor Penentu Pertumbuhan Usaha Industri Kecil: Kasus Pada Industri Gerabah dan Keramik Kasongan, Bantul, Yogyakarta. Parallel sesion III A: Agriculture & Rural Ekonomy, Wisma Makara, Kampus UI-Depok.

Hasan, Iqbal, 2003, Statistik 2. Edisi Kedua, Bumi Aksara, Jakarta.

Husein Umar, 2008, Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Imam, Ghozali., 2001, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, BP UNDIP, Semarang.

Irawan dan M. Suparmoko. 1992. Ekonomika Pembangunan. BPFE, Yogyakarta.

ISBRC – PUPUK, (2003), Usaha Kecil Indonesia: Tinjauan Tahun 2002 dan Prospek Tahun 2003, ISRBC – PUPUK dan LP3E Kadin Indonesia, Jakarta.

Jonni J Manurung, Adler Haymans Manurung, dan Ferdinand Dehoutman Saragih, 2005, Ekonometrika : Teori dan Aplikasi. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Kuncoro, M., (2003), Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi: Bagaimana Meneliti & Menulis Tesis?, Cetakan 1, Erlangga, Jakarta.

Kuncoro, M., dan Supomo, I.A., (2003), “Analisis Formasi Keterkaitan, Pola Kluster, dan Orientasi Pasar: Studi Kasus Sentra Industri Keramik di Kasongan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta”, Jurnal Empirika, Volume 16 No. 1 Juni 2003, diakses dari http://www.mudrajad.com pada tanggal 11 April 2005.

Roper, S., (1999), “Modeling Small Business Growth and Profitability”, Small Business Economics, 13, pp. 235 - 252

Shanmugam, K.R., dan Bhaduri, S.N., (2002), “Size, Age and Firm Growth in the Indian Manufacturing Sector”, Applied Economics Letters, 9, pp. 607 - 613

Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Edisi 3. CV Alfa Beta, Bandung.

www. dprin.go.id.Regulasi/2006

Page 226: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

217

MODEL PENDAMPINGAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN PEMBERDAYAAN USAHA KECIL MENENGAH

Khairina Natsir1) ,Yusbardini1)

1)Fakultas Ekonomi-Universitas Tarumanagara , Jakarta

E-mail: [email protected] : [email protected]

Abstrak

Pembangunan dan pertumbuhan usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan sektor yang sangat penting dalam menunjang struktur ekonomi nasional yang kuat.Penguatan UKM selalu mendapatkan perhatian pemerintah.Meskipun besarnya jumlah UKM yang ada cukup menggembirakan, banyaknya permasalahan UKM yang ada juga merupakan persoalan yang harus mendapatkan prioritas penanganan yang tepat.Dalam beberapa tahun belakangan ini, UKM telah menarik perhatian obyek diskusi dan penelitian yang sangat menarik dan tidak habis-habisnya.di masa krisis 1997 lalu UKM memang telah mampu membuktikan dirinya mampu bertahan diterpa badai krisis perekonomian nasional

Hasil penelitian yang dilakukan oleh berbagai kalangan di berbagai daerah di Indonesia pada akhirnya ada satu kesimpulan yang relatif sama, bahwa sebenarnyalah terdapat 3 aspek umum yang menjadi problematika UKM selama ini, yaitu: Aspek permodalan, aspek pasar, dan manajerial. Apapun bentuk skim atau pola pembiayaan untuk UKM, tanpa disertai pembenahan manajerial dan pendampingan pasar, hanya akan menambah deretan cerita kegagalan berbagai program pemberdayaan UKM. Berbagai kelemahan dan kegagalan program pemberdayaan UKM di masa lalu tersebut telah mendorong munculnya program pendampingan terintegrasi sebagai pendekatan alternatif lain yang dinilai lebih baik dan tepat sasaran. Program /Model pendampingan UKM dianggap dan dinilai banyak kalangan sebagai solusi yang layak untuk dicoba dan dikembangkan.

Tulisan ini mencoba untuk menawarkan suatu model pendampingan terhadap UKM dalam rangka memberdayakan UKM

Keywords: UKM, aspek permodalan, aspek pasar, manajerial, program pendampingan

PENDAHULUANUsaha kecil dan menengah (UKM) merupakan sektor yang sangat penting dalam menunjang

struktur ekonomi nasional yang kuat.Penguatan UKM selalu mendapatkan perhatian pemerintah.Meskipun besarnya jumlah UKM yang ada cukup menggembirakan, banyaknya permasalahan UKM yang ada juga merupakan persoalan yang harus mendapatkan prioritas penanganan yang tepat.Dalam beberapa tahun belakangan ini, UKMtelah menarik perhatian obyek diskusi dan penelitian yang sangat menarik dan tidak habis-habisnya.di masa krisis 1997 lalu UKM memang telah mampu membuktikan dirinya mampu bertahan diterpa badai krisis perekonomian nasional. Selain sejumlah devisa yang mampu disumbangkan kepada negara, sektor ini secara signifikan telah mampu mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran sebagai akibat krisis moneter. Kegagalan sektor korporasi dalam perannya sebagai unggulan perekonomian nasional di tahun 1997 sampai awal tahun 2000-an mau tidak mau, telah menjadikan UKM sebagai primadona baru yang pantas dijadikan isu sentral oleh berbagai kalangan dan pusat penelitian.UKM diharapkan mampu menjadi tulang punggung perekonomian nasional, yang berarti mengambil peran yang pada kurun waktu lalu dipegang oleh sektor korporasi itu.

Namun demikian, tidak berarti saat ini pun UKM tidak menghadapi kendala dalam perkembangannya. Setelah lebih dari satu dasawarsa melewati masa krisis, masih ada banyak kendala dihadapi oleh 48 juta pengusaha UKM dan mikro di tengah berbagai sanjungan dan pujian yang mereka terima selama ini.

Perumusan Masalah1. Apa saja masalah yang dihadapi oleh UKM2. Apakah program pendampingan UKM tersebut ?

Page 227: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

218

3. Bagaimana ruang lingkup kerja konsultan pendampingan UKM ?4. Bagaimana model pendampingan UKM dalam rangka meningkatkan pemberdayaan usaha kecil

menengah?

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Karakteristik Usaha Mikro Kecil Dan Menengah

Ada dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi usaha kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta (Sudisman & Sari, 1996:5). Kedua, menurut kategori Badan Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; dan (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih (BPS, 1999: 250)

UMKM di Indonesia memiliki karakteristik yang hampir seragam. Menurut Kuncoro (2007) ada empat karakteristik yang dimiliki oleh kebanyakan UMKM di Indonesia. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan yang memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Kedua, rendahnya akses terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang, perantara, bahkan rentenir. Ketiga, sebagian besar usaha ini belum memiliki status badan hukum. Keempat, hampir sepertiga UMKM bergerak pada kelompok usaha makanan, minuman, dan tembakau, barang galian bukan logam, tekstil, dan industri kayu, bambu, rotan, rumput, dan sejenisnya termasuk perabot rumah tangga.

Trend UMKM Di Indonesia

Program pengembangan industri rumah tangga, industri kecil dan menengah diarahkan pelaksanaannya untuk menumbuh kembangkan kegiatan usaha ekonomi skala kecil yang produktif, serta untuk mendukung perluasan kesempatan kerja dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Pengembangan industri kecil telah dilaksanakan melalui pola pengembangan sentra industri yang tersebar di 33 propinsi, khususnya industri kecil kerajinan dan rumah tangga yang berlokasi di perdesaan. Pendekatan ini diharapkan membuat berkembangnya industri kecil menjadi lebih efektif, karena selain para perajin tidak perlu disediakan lokasi khusus, juga pengadaan bahan baku, penyediaan informasi, bantuan teknologi, serta pembinaan kelembagaan usaha, dapat berlangsung lebih efisien, terarah dan terpadu. Jumlah sentra industri yang telah dibina terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Sampai tahun 1997/98, sentra industri yang telah dibina secara kumulatif berjumlah sekitar 10.500 sentra.Pengembangan industri kecil yang dilaksanakan melalui sentra industri memberikan dampak positif terhadap penumbuhan unit usaha baru dan wirausaha baru, terutama di perdesaan. Dengan dukungan iklim usaha yang makin membaik, jumlah unit usaha industri kecil memperlihatkan peningkatan dari tahun ke tahun. Ditinjau dari persebarannya, sebagian besar unit usaha industri kecil masih terkonsentrasi di wilayah kawasan barat Indonesia (KBI) yaitu sekitar 84,7 persen. Sebaliknya, ditinjau dari laju pertumbuhannya, kenaikan rata-rata per tahun jumlah unit industri kecil di KTI sejak tahun 1993 sampai tahun 1996 adalah sebesar 4,7 persen, yang berarti lebih tinggi dibanding kenaikan rata-rata per tahun industri di KBI yang sebesar 2,0 persen per tahun.Konsentrasi UMKM kecenderungannya berada di luar kota utama dan pusat industri. share UMKM dalam output industri di Jakarta adalah di bawah rata-rata nasional, meskipun sedikit di bawah kasus ketenagakerjaan. Sebagian dari provinsi yang mempunyai suatu tradisi yang kuat tentang usaha skala kecil, yaitu pengusaha kecil pedesaan di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Bali memiliki share UMKM yang lebih tinggi, seperti halnya sebagian provinsi yang lebih terpencil seperti Nusa Tenggara dan beberapa bagian dari Sulawesi. Tetapi di beberapa provinsi yang lebih mudah terindustrialisasi, seperti yang ada di Kalimantan, juga mempunyai share UMKM yang rendah. Bagian dari penjelasan untuk pola yang tak diduga ini adalah bahwa sejumlah kecil industri di mana perusahaan besar lebih dominan seperti pupuk dan plywood mencatat sebagian besar nilai tambah industri regional. Jika industri ini tidak dimasukkan, atau jika sejumlah kecil konsentrasi regional di mana mereka dikeluarkan, suatu pola UMKM yang dominan akan muncul.

Page 228: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

219

Perkembangan peran UMKM yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Tabel-1 berikut ini memperlihatkan perkembangan data usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dan usaha besar (UB) tahun 2006 – 2010. Dari tabel tersebut sangat jelas terlihat peran UMKM sangat dominan sekali baik dari sisi jumlah unit usaha, penyerapan tenaga kerja maupun kontribusinya pada PDB jika dibandingkan dengan usaha besar.

Tabel-1: Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2006 - 2010

Aspek Permasalahan dalam pengembangan UKM

Hasil penelitian yang dilakukan oleh berbagai kalangan di berbagai daerah di Indonesia pada akhirnya mengerucut pada satu kesimpulan yang relatif sama, bahwa sebenarnyalah terdapat 3 aspek umum yang menjadi problematika UKM selama ini, yaitu: Aspek permodalan, aspek pasar, dan manajerial.

a. Masalah yang banyak ditemui (37,5 persen) adalah belum dimilikinya sistem administrasi atau akuntansi yang baik disebabkan belum adanya pemisahan kekayaan usaha dengan kekayaan pribadi.

b. Masalah permodalan merupakan masalah lain yang sering ditemui (25 persen). Bilamana UKM mencoba menggunakan kredit perbankan, mereka tidak memahami pembuatan proposal permohonan kredit yang layak, disamping itu juga sering tidak terpenuhinya masalah kewajiban penyerahan agunan.

c. Masalah menyusun perencanaan bisnis juga dirasa mendesak untuk dipecahkan (8,3 persen). Pengusaha kecil menyadari pentingnya menyusun perencanaan bisnis guna mensiasati persaingan yang semakin ketat.

d. Masalah peningkatan efisiensi operasi yang biasanya disebabkan: (1) tenaga kerja yang ada sudah relatif tua dan tidak ada regenerasi, (2) sulitnya mencari tenaga kerja baru yang ahli dan terampil, (3) teknologi usaha yang relatif masih sederhana.

e. Masalah perbaikan sistem manajemen mengingat banyak UKM yang cenderung menerapkan manajemen seadanya dengan ciri-ciri: (1) gaya manajemen “one man show”, (2) kurang memperhatikan pertimbangan rasional, (3) struktur dan deskripsi pekerjaan tidak jelas, dan (4) tidak terdapat suatu sistem penilaian prestasi kerja karyawan.

Paparan hasil penelitian tersebut secara serta merta menjelaskan kepada kita bahwa aspek permodalan, bukanlah satu-satunya kendala yang dihadapi UKM, seperti yang selama ini diperkirakan oleh banyak kalangan. Ada banyak kendala non-modal yang justru menjadi problematika krusial.

Page 229: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

220

Tidaklah heran ketika berbagai pendekatan keuangan (permodalan) yang telah dilakukan oleh pemerintah, baik dalam bentuk penyaluran dana bergulir melalui departemen atau instansi terkait maupun dana bergulir BUMN dengan maksud untuk memberdayakan UKM selama ini lebih sering berakhir dengan banyaknya kredit macet dan biasnya dampak program bagi peningkatan kinerja UKM. Pola pembiayaan yang diharapkan mampu memunculkan efek bola salju (snowball effect ) dan bersifat abadi itu, pada kenyataannya justru hanya melahirkan efek kembang gula (candy effect), yang menyusut dari waktu ke waktu hingga akhirnya habis tak tersisa.

Apapun bentuk pola pembiayaan untuk UKM, tanpa disertai pembenahan manajerial dan pendampingan pasar, hanya akan menambah deretan cerita kegagalan berbagai program pemberdayaan UKM. Sebesar apapun UKM mendapatkan stimulan pembiayaan, tidak akan menghasilkan manfaat yang signifikan, selama tidak diikuti oleh perbaikan sistem organisasi dan manajemen UKM itu sendiri. Pendampingan UKM ini menjadi sangat penting karena kebanyakan entrepreneur memiliki keterbatasan dalam knowledge, skill dan attitude. Pendampingan UKM sangat dibutuhkan mereka agar bisnis mereka terus meningkat. Pola pendampingan dalam kegiatan usaha dan bisnis Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi salah satu upaya yang amat potensial untuk menurunkan kredit macet atau kredit bermasalah (NPL/Non Performance Loan).

Program Pendampingan UKM

Program pendampingan UKM adalah model pengembangan UKM yang menitikberatkan pada upaya perbaikan sistem kelembagaan (capasity building) dan aspek manajerial UKM, dilakukan secara intensif dan berkelanjutan, dengan melibatkan secara aktif konsultan-konsultan UKM profesional. Konsultan-konsultan tersebut bertugas memberikan nasehat (advisory) dan konsultansi, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan operasional UKM sehari-hari.Program pendampingan UKM yang dipandang cukup berhasil oleh banyak kalangan ini memiliki paling tidak 3 keunggulan dibanding model lain, yaitu:

1. Bersifat proaktif dan intensif, artinya konsultan-konsultan pelaksana program secara aktif, day to day, terjun ke lapangan membantu pengusaha UKM. Bersama-sama mencari dan menemukan solusi dari setiap permasalahan UKM di lapangan. Terkadang konsultan harus turut ke luar kota mendampingipengusaha untuk kepentingan lobby atau penyelesaian masalah dengan mitra usahanya.

2. Pendekatan praktis dan aplikatif, artinya berbagai strategi dan kebijakan konsultan secara langsung diujicobakan pada tataran praktis. Sehingga dapat diukur seberapa efektif ide atau problem solvingkonsultan bagi kemajuan UKM. Tidak lagi sebatas konsep atau wacana yang bersifat mengawang.

3. Menekankan pada keberhasilan pendekatan personil, artinya program ini amat sangat membutuhkan kemampuan konsultan dalam mengambil hati pengusaha UKM. Bagaimana pengusaha bisa percaya dan mau mengikuti berbagai saran dan masukan konsultan tanpa terkesan menggurui.

HASIL DAN DISKUSI

Evaluasi Kegagalan pola pelatihan terhadap UKM

Kondisi tersebut diatas lambat laun telah disadari pula oleh pemerintah dan berbagai pihak terkait lain. Hal ini dibuktikan dengan menjamurnya berbagai program pembiayaan yang disertai bimbingan teknis (technical assistance) secara bersamaan, atau dengan istilah pola pendampingan UKM.

Pola pendampingan UKM tersebut oleh sebagian kalangan dipandang cukup memberikan hasil yang positif. UKM-UKM yang memperoleh pembiayaan, serta merta akan mendapatkan bimbingan manajerial day to day dari konsultan-konsultan yang ditunjuk. Selain bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan alokasi dana yang berakibat pada kredit macet, pola pendampingan ini juga bertujuan untuk membantu UKM dalam menciptakan sistem kelembagaan (capasity building) guna melahirkan added value bagi usahanya di masa yang akan datang.

Sebenarnya sejak beberapa dekade lalu, pemerintah melalui departemen-departemen terkait seperti: Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Koperasi, Departemen Tenaga Kerja, dan lain-lain, telah mengembangkan berbagai program pelatihan (pendidikan dan latihan) untuk meningkatkan skillmanajerial dan kemampuan teknis produksi untuk para pengusaha UKM. Namun berdasarkan pengamatan dan hasil evaluasi dari berbagai program pelatihan tersebut, ternyata hasilnya dianggap kurang sesuai harapan..

Page 230: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

221

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab kegagalan pola atau model pelatihan (in house training) yang dikembangkan oleh pemerintah ini, yaitu:

a. Pelatihan terlalu teoritis. Hal ini disinyalir karena sebagian instruktur berasal dari kalangan akademisi yang mempunyai pola pikir yang “tak terjangkau” oleh UKM-UKM peserta pelatihan. Dan yang mendasar, terdapat jurang pola pikir yang cukup lebar antara kalangan wirausahawan yang cenderung menganggap resiko sebagai suatu keniscayaan dan harus dihadapi, dengan instruktur dari kalangan konsultan yang bersemangatkan menghindar dari resiko itu.

b. Tema atau pokok bahasan yang kurang relevan dengan kebutuhan UKM.Tema-tema yang dimunculkan berasal dari asumsi atau persepsi sepihak para pengamat ataupun pejabat (top down model), tanpa melibatkan proses dialog antara penyusun program dengan pengusaha UKM sebagai subjek pelaku yang disasarnya. Sehingga banyak berbagai kegiatan pelatihan kurang mendatangkan manfaat bagi pengembangan usaha UKM.

c. Tidak ada program lanjutan yang lebih bersifat praktis; Karena pola yang dikembangkan bersifat project based, sering kali berbagai acara pelatihan selesai begitu saja tanpa disertai program lanjutan yang benar-benar dibutuhkan secara konkrit oleh pengusaha UKM. Bahkan ada kecenderungan instansi/BUMN tersebut justru menghindari model proyek yang bersifat jangka panjang karena akan menyulitkan proses penyusunan dan pelaporan anggaran di dinas atau departemen terkait..

d. Pelatihan lebih sering hanya diikuti oleh level karyawan, bukan decision maker, sehingga ketikakaryawan tersebut kembali dari acara pelatihan, akan sulit untuk mengimplementasi hasil pelatihan itu dalam perusahaan, karena mereka bukanlah seorang decision maker.

Berbagai kelemahan dan kegagalan program pemberdayaan UKM di masa lalu tersebut telah mendorong munculnya program pendampingan terintegrasi sebagai pendekatan alternatif lain yang dinilai lebih baik dan tepat sasaran. Program pendampingan UKM dianggap dan dinilai banyak kalangan sebagai solusi yang layak untuk dicoba dan dikembangkan.Kalau pun pola pelatihan atau training masih terus dijalankan, hal itu lebih merupakan aktivitas pembuka dari program pendampingan berkelanjutan.

Model Pendampingan UKMProgram pendampingan UKM adalah model pengembangan UKM yang meitikberatkan pada upaya

perbaikan sistem kelembagaan (capacity building) dan aspek manajerial UKM, dilakukan secara intensif dan berkelanjutan, dengan melibatkan secara aktif konsultan-konsultan UKM profesional.Konsultan-konsultan tersebut bertugas memberikan advisory dan konsultansi, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan operasional UKM sehari-hari.

Lingkup kerja konsultan pendamping tersebut diharapkan, dan setidaknya meliputi, pertama: perencanaan, yakni membantu pengusaha UKM dalam menyusun rencana (action plan) dan target usaha ke depan secara terukur, terarah, dan wajar. Kedua: implementasi: yakni turut mendampingi pengusaha UKM dalam menjalankan rencana yang telah disusunnya, membantu mencarikan solusi ketika pengusaha menghadapi kendala dan permasalahan. Ketiga: Evaluasi, yaitu turut memberikan penilaian atas kinerja yang dicapai perusahaan, dan membantu pengusaha dalam menemukan penyebab terjadinya penyimpangan dari target yang telah dibuat. Keempat: Pengembangan, yakni turut membantu pengusaha UKM dalam menyusun rencana pengembangan dari hasil yang telah dicapai selama ini.

Atas berbagai kendala yang dihadapi oleh UKM selama ini, kami mengusulkan dibentuk suatu model pendampingan sebagai saran atau solusi yang mungkin dapat dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan, yaitu:

1. Pembentukan sebuah lembaga inkubator bisnis yang secara hirarkis bernaung dibawah departemen/dinas UKM atau joint venture/joint operational antara Pemda dan swasta /profesional, dengan badan hukum BUMD, PT, atau Koperasi, serta memiliki jaringan hingga ke daerah-daerah. Lembaga ini diharapkan mampu menyajikan berbagai solusi komprehensif atas kendala yang banyak dihadapi oleh UKMK selama ini, yaitu: aspek Permodalan dan Jasa Manajemen.

2. Perguruan tinggi dan lembaga profesi (konsultan manajemen dan bisnis), idealnya harus berperan sebagai agent of expertise bagi UKM, yakni mencetak para lulusannya untuk dididik dan dibekali tentang ilmu dan pengetahuan manajerial UKM. Mereka mungkin minim pengalaman kewirausahaan, namun dengan diadakannya program magang, pelatihan pendampingan, dan pembekalan melalui training-training soft skill, akan mampu meningkatkan kompetensi mereka sebagai konsultan yunior. Di beberapa perguruan tinggi, khususnya di UGM Yogyakarta, selama beberapa tahun terakhir telah mengembangkan pola Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik, yang memberikan peluang kepada mahasiswa tingkat akhir untuk terjun mendampingi pengusaha UKM

Page 231: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

222

dan mencoba mengimplementasikan ilmu yang dimilikinya untuk membantu UKM, sebagai pengganti dari KKN reguler yang selama ini kita kenal.

3. Memberikan pendampingan untuk memastikan fasilitas finansial yang diperoleh digunakan pada posnya. Yang sering kita lihat bantuan dari untuk UKM menguap begitu saja, karena dibagi-bagi diantara pelakunya bukan untuk untuk pengembangan bisnis. Atau untuk membeli barang-barang konsumsi yang sebetulnya tidak diperlukan. Ini fenomena yang sering kita lihat (dengan belbagai modus).

4. Lembaga pendamping UKM ini akan mengawal para pengusaha atau perusahaan UKM ini mengajukan pinjaman kredit sekaligus mengawal pengembalian dana/kredit sesuai jatuh tempo yang ditentukan. Kejadian di lapangan yang sering terjadi adalah tidak ada control akan hal itu. Karena dianggap kucurannya dananya “kecil”, kegagalan mengembalian dana pinjaman dianggap “hibah” sehingga sektor UKM tidak pernah tumbuh “dewasa” dan punya daya saing dengan UKM luar negeri.

5. Lembaga pendamping berfungsi sebagai bahan rujukan sekaligus tempat problem solver untuk sederetan usaha kecil dan riuh macam usahanya. Lebih ideal lagi nantinya tiap corak usaha bisnis ada tim problem solver-nya sekaligus menyusun pemeringkatan kemampuan usahanya. Sehingga kinerja UKM tiap corak usaha nantinya terpantau kinerjanya dan lebih terukur.

6. Melakukan pendampingan bagi UMK dengan pencanangan program capacity building. Program tersebut memberikan akses pasar, dukungan promosi, evaluasi berkelanjutan dan 'capacity building' bagi pengembangan kapasias UKM.

7. Memberikan peningkatkan pengetahuan bisnis UKM, penguatan skala usaha yang sudah berjalan, perluasan jaringan.

8. Kesempatan mendapat akses mikro-kredit dan pengembangan usaha dengan dukungan teknologi infromasi.

9. Membangun kordinasi, konsolidasi, dan integrasi antara departemen, pemerintah daerah, korporat, BUMN, perguruan tinggi, dan LSM penggiat pemberdayaan untuk menyusun dan mengimplementasikan program pemberdayaan UKM yang terintegrasi, komprehensif, dan visioner.

Gambar-1 : Model Pendampingan UKM

KESIMPULANPemberdayaan UKM tidaklah cukup hanya berdasarkan pendekatan permodalan saja,

tapi yang terpenting bagaimana meningkatkan dan membangun UKM sehingga secara sistem dan kelembagaan, UKM mampu tumbuh dan melewati semua problematika yang dihadapinya. Diperlukan kerjasama semua pihak terkait (stakeholders); Pemda, korporat swasta, BUMN, Perguruan Tinggi, LSM, dan masyarakat umum untuk terwujudnya

Page 232: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

223

berbagai program pemberdayaan yang senyatanya mampu membuat peningkatan dalam kinerja UKM.

REFERENSI

Berry, Albert et al. 2001. Small and Medium Enterprise Dynamics in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 37, No. 3, pp.363-384

BPS. 1999. Statistical Yearbook of Indonesia 1998. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

Hill, Hal. 2001. Small and Medium Enterprises in Indonesia. Asian Survey, Vol. 41, No. 2, pp.248-270

Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Industri Indonesia : Menuju Negara Industri Baru 2030? Penerbit Andi. Yogyakarta.

Sato, Yuri. 2000. Linkage Formation by Small Firms: The Case of a Rural Kluster in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 36, Vol.1, pp.137-166

Sudisman, U. Dan A. Sari. 1996. Undang-Undang Usaha kecil 1995 dan Peraturan Perkoperasian. Mitrainfo. Jakarta

Sugema, Imam. 2002. Restrukturisasi Utang UKM. Jurnal Bisnis & Ekonomi Politik – INDEF, Jakarta, Vol. 5 No. 2 Juli hal. 35 – 44

Thee Kian Wie. 1993. Industrialisasi di Indonesia: Beberapa Kajian. LP3ES. Jakarta

Weijland, Hermine. 1999. Microenterprise Klusters in Rural Indonesia: Industrial Seedbed and Policy Target. World Development, Vol.27, No.9, pp.15

Page 233: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

224

OPTIMISME PELUANG USAHA KULINER DENGAN BERKEMBANGNYA MAKANAN TRADISIONAL INDONESIA

Selvi Ester Suwu

Universitas Pelita Harapan, Tangerang-Banten

E-mail: [email protected]

Abstrak

Lain ladang lain belalang lain lubuk lain pula ikannya inilah yang tercermin dari keberagaman makanan di Indonesia. Banyaknya suku bangsa, kebudayaan dan daerah menjadikan makanan Indonesia berpotensi untuk berkembang. Maksudnya adalah adanya keberagaman membuat banyaknya hasil kreasi makanan tradisional. Kemajuan zaman dan teknologi tidak menghalangi berkembangnya makanan tradisional. Hal ini menjadi menarik dikala makanan-makanan dari Barat dan atau dari Asia lainnya masuk ke Indonesia. Bersaingnya makanan tradisional dengan makanan dari daerah barat dan Asia membuat pengusaha makanan tradisional lebih lagi kreatif dalam menonjolkan pemilihan menu hingga mendesain gerai/ restauran. Adanya keunikan penyajian dan desain yang menarik menjadikan makanan trasional memiliki nilai tambah tersendiri. Kesadaran untuk hidup sehat juga menjadikan makanan tradisional sebagai pilihan yang tepat dikarenakan pada dasarnya makanan tradisional Indonesia menggunakan bahan makanan yang sehat, walaupun porsi makanan harus tetap diperhatikan. Kerjasama pemerintah dengan masyarakat secara umum dan pengusaha secara khusus diperlukan dalam perkembangan makanan tradisional ini, dan diharapkan bisa berjalan baik sehingga kita boleh optimis dengan adanya peluang dibidang kuliner, yaitu usaha makanan tradisional.

Keywords: Makanan, Tradisional, Usaha

PENDAHULUANUsaha Seperti ada pepatah Lain ladang lain belalang lain lubuk lain pula ikannya

inilah yang tercermin dari keberagaman makanan di Indonesia. Bila kita bahas satu persatu dari pulau Sumatera hingga Papua akan lebih jelas terlihat keberagamannya. Ciri khas makanan Sumatera adalah kaya rempah, bersantan dan pedas. Ada beberapa makanan dari Sumatera yang terkenal seperti rendang, gulai dan balado. Bumbu rempah yang banyak membuat makanan dari Sumatera banyak disukai, dikarenakan Indonesia penghasil rempah.Lain lagi pulau jawa yang terkenal dengan makanan dengan rasa manis yang dominan terutama daerah Jawa tengah. Walaupun manis tidak mengurangi pemakaian rempah dalam bumbu. Contohnya adalah gudeg, gado-gado, pecel, soto. Ciri khas pedas dan berbumbu banyak juga dapat kita temui pada makanan khas dari Bali dan Nusa Tenggara Barat (Lombok). Seperti bebek Betutu, satai lilit dan lawar jenis makanan dari Bali, sedangkan dari Lombok adalah plecing sayur dan ayam taliwang.Mengunjungi Pulau kalimantan makanan berbahan dasar seafood akan banyak mendominasi. Di Pulau sulawesi penggunaan rempah yang banyak juga terlihat tetapi dengan ragam makanan yang berbeda dari Bali dan Sumatera, pemakaian santan tidak terlalu banyak. Sedangkan Maluku, kepulauan Timor dan Papua makanan berbahan dasar ikan menjadi primadona. Jakarta sebagai ibukota Indonesia menyediakan ragam makanan dari tiap-tiap daerah walaupun harus ada usaha untuk mencari makanan makanan tersebut. Berangkat dari kondisi ini saya tertarik untuk membahas usaha makanan tradisional dalam melihat peluang dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN 2015.

Page 234: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

225

ISI DAN METODEDalam paper ini saya buat berdasarkan pemaparan ide saya sendiri dengan dukungan

informasi dari internet dan studi kepustakaan, dimana saya melihat bahwa usaha makanan terutama usaha makanan tradisional Indonesia masih kurang berkembang padahal potensinya bagus. Di karenakan adanya keterbatasan waktu maka saya hanya bisa melakukan hal ini, jika ada waktu mungkin saya akan mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai usaha makanan tradisional.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIBila kita menonton acara televisi nasional banyak acara mengenai makanan mulai

dari acara demo masak , wisata kuliner hingga perlombaan memasak. Hal ini baik karena dapat menambah pengetahuan tentang makanan terutama makanan tradisional. Tetapi bila kita menonton televisi ”luar” ( TV kabel) makanan tradisional Indonesia sedikit sekali ditayangkan, bahkan hampir tidak ada. Hal ini cukup mengecewakan dilihat dari sisi marketing yaitu pengenalan dan promosi makanan Indonesia secara khusus dan negara Indonesia secara umum . padahal rendang, nasi goreng dan satai termasuk makanan terenak didunia, yang mana rendang dan nasi goreng menduduki peringkat satu dan dua dari 50 makanan terenak di dunia versi CNN. http://metro.news.viva.co.idIni menjadi bukti bahwa makanan Indonesia dapat diterima di Internasional bahkan bisa jadi yang terenak. Seandainya ada promosi yang maksimal mungkin akan lebih mengenalkan lagi tentang makanan Indonesia.Salah satu usaha untuk memperkenalkan makanan tradisional yang dapat dilakukan ialah membuka usaha makanan tradisional . Hal ini bagus dan perlu dilakukan karena sekarang banyak anak muda yang tidak kenal dengan makanan tradisional. Kalau bangsa sendiri saja tidak kenal bagaimana dunia luar bisa tahu? Peluang usaha makanan tradisional ini dapat menjadi pilihan yang ”inovatif” dalam arti berbeda dari usaha makanan yang ada sekarang.Memang sudah ada beberapa usaha makanan tradisional yang ada seperti restoran Lembur Kuring khas Sunda, rumah makan yang menjual gudeg atau soto, tetapi ini saja belum cukup. Dibanding dengan usaha makanan dari ”barat” seperti junkfood yaitu Mc Donald, KFC, Pizza Hut yang mana hampir di tiap daerah di Indonesia dengan mudah dapat di cari. Selain itu saat ini tren makanan ke arah korea dan makanan Jepang. Ada baiknya makanan tradisonal Indonesia menjadi tuan rumah di Indonesia. Melihat beragamnya makanan Indonesia membuat peluang usaha makanan Indonesia lebih menarik. Apalagi dibarengi dengan desain ruang yang menarik. Misalnya usaha rumah makan pecel dengan dekorasi open kitchen dimana ada bakul dan tampah untuk nasi dan sayur mayur dan ketika memesan makanan, pecel di racik langsung di depan pelanggan . Bisa juga suasana ruangan rumah makan dibuat sedemikian rupa hingga para pelanggan merasa nyaman dan serasa ada di daerah dari mana makanan yang disajikan berasal, mungkin lewat gambar-gambar, wallpaper, desain bangku dan meja restoran atau lewat penata cahayaan yang menarik. Hal ini sesuai dengan pendapat Berman dan Revans dalamAlma Buchari, 2004 hal.60 tentang unsur-unsur atmosfir toko yaitu :

Suasana toko dan lingkungan sekitarnya sangat besar pengaruhnya dalam persepsi konsumen. Oleh sebab itu jangan lalai memeperhatikan dekorasi dan keteraturan bagian depan toko, bagian depan inilah yang menjadi titik perhatian pertama dari konsumen. Kemudian bagian dalam toko berupa layouts, display, wall dan floor colors, lighting, scents, music and the kind of sales personel also contribute to store image.

Bisa juga dengan mengembangkan makanan tradisional yang selama ini kurang dikenal seperti kue talam dan atau makanan tradisional lainnya seperti ketoprak, yang satu ini sudah ada yang mencoba menaikan pamor ketoprak dari makanan tradisional

Page 235: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

226

gerobakan/ pinggir jalan, sekarang sudah ada rumah makannya yaitu ketoprak Juragan, ada websitenya yaitu http://ketoprak-juragan.blogspot.com. Contoh lain yaitu warung mbah jingkrak yang juga ada websitenya http://www.mbah-jingkrak.com yang mengusung konsep masakan jawa. Usaha lain yaitu dengan cara mengikuti acara-acara festival makanan tradisional. Seperti festival makanan tradisional yang dibuat oleh kecap Bango dengan mengadakan tur di empat kota besar. (http://www.detikfood.com) Dimana Marieska Widhiana selaku Señor Brand Manager menuturkan kepada DetikFood “Tujuan acara ini lebih ke misi sosial yaitu melestarikan kuliner nusantara. Dengan acara ini membuat orang sadar keberagaman kuliner Indonesia dan hal ini membuat masyarakat senang.”

Makanan tradisional Indonesia juga terkenal dengan makanan sehat asalkan mengkonsumsinya dalam porsi yang wajar. Dimana sekarang pandangan tentang gaya hidup sehat terus berkembang dan makanan menjadi isu utama dalam gaya hidup sehat. Pemakaian bahan makanan alami dan segar (tanpa pengawet) menjadi Indikator makanan sehat.

Usaha makanan tradisional ini akan lebih maju dengan adanya dukungan dari pemerintah. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melalui menterinya Mari Pangestu menyatakan bahwa pemilihan 30 ikon kuliner tradisional Indonesia adalah langkah awal untuk mengembangkan dan memfokuskan pengembangan kuliner Indonesia. “Langkah ini perlu didukung oleh berbagai pihak agar kuliner Indonesia maju bersama, dikenal, mendapat pengakuan, dan mampu bersaing di level internasional.” Dalam SIARAN PERS: Nasi Tumpeng Dipilih Menjadi Andalan Ikon Kuliner Tradisional Indonesia, 2012.

Dari pernyataan diatas jelas pemerintah mendukung usaha makanan tradisional. Selain itu usaha makanan tradisional merupakan salah satu cara untuk melestarikan kebudayaan bangsa. Sejalan dengan ini Katryn berpendapat :Culturally based food habits are often one of the last traditions people change through acculturation. Unlikely speaking a foreign language or wearing traditional clothing, eating is usually done in the privacy of the home, hidden from observation by majority culture members.( Katryn, p.7,2000) bahwa kebiasaan makan bisa berubah melalui akuturasi maka itu kita harus menjaga agar makanan daerah tetap ada bahkan dapat terus berkembang. Sebagai bangsa yang besar Indonesia harus mampu mempertahankan kebudayaannya, salah satunya melalui pelestarian makanan tradisional.

KESIMPULANIndonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan kebudayaan yang

mempunyai beragam kreasi makanan daerah. Dalam melihat peluang UKM INDONESIA menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN 2015, kita dapat optimis bahwa usaha makanan tradisional Indonesia mampu membuat UKM lebih maju lagi. Hal ini dibarengi dengan memperhatikan pilihan menu makanan tradisional, desain rumah makan atau bahkan dengan mengikuti acara-acara festival makanan. Semua ini akan lengkap dengan adanya dukungan dari pemerintah.

REFERENSI

http://metro.news.viva.co.id (Rabu, 14 November 2012) 3 Makanan Indonesia MasukDaftar Terlezat di Dunia

Alma, Buchari (2004), Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, CV ALFABETA: Bandung.

Page 236: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

227

http://ketoprak-juragan.blogspot.com

http://www.mbah-jingkrak.com

http://www.detikfood.com ( Senin, 15/04/2013) 10 Legenda Kuliner Nusantara Meriahkan Festival Jajanan Bango 2013

http://www.budpar.go.id (14 desember 2012)Dalam SIARAN PERS: Nasi Tumpeng Dipilih Menjadi Andalan Ikon Kuliner Tradisional Indonesia.

Sucher, Kathryn P, Goyan, Kittler Pamela (2000), Cultural Foods, Wadsworth.Thomson Learning:Belvon CA.USA

Page 237: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

228

SEPAK TERJANG UKM JAMU TRADITIONAL BERBAHAN DASAR KIMIA BERBAHAYA

Kurniawati, Meike

Universitas Tarumanagara, Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Jamu merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang sangat dikenal di mancanegara. Jamu yang awalnya hanya diproduksi dan dikonsumsi dalam kapasitas rumah tangga, semakin lama semakin berkembang. Jamu kini tidak hanya dinikmati kalangan terbatas di dalam negeri tetapi juga mancanegara. Khasiat jamu Indonesia cukup diakui keunggulannya dan tidak kalah bersaing dengan jamu atau obat-obatan tradisional dari negara lain.

Namun sayangnya, beberapa tahun belakangan ini, jamu tradisional Indonesia sempat mengalami penolakan di pasar mancanegara dikarenakan adanya sejumlah jamu berbahan dasar kimia berbahaya yang beredar di masyarakat. Jamu tersebut sangat membahayakan terutama bila dikonsumsi dalam jangka panjang. Bagaimana cara kerja UKM jamu berbahan dasar kimia berbahaya ini, serta mengapa produk jamu berbahaya ini bisa bertahan di masyarakat merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Melalui studi literature dan wawancara dengan sejumlah distributor dan konsumen jamu maka diharapkan akan ada jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Keywords: Jamu tradisional, bahan dasar kimia berbahaya

PENDAHULUANIndonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang berlimpah, salah satunya

kekayaan akan tumbuh-tumbuhan. Kekayaan hayati tumbuhan inilah yang dimanfaatkan untuk diolah menjadi obat tradisional (atau dalam bahasa jawa disebut jamu). Jamu Indonesia memiliki kekhasan dibandingkan dengan jamu India dan China. Falsafah jamu India dan China melibatkan bahan-bahan hewani dan mineral dalam ramuan mereka, sedangkan jamu Indonesia sejak semula lebih murni bertumpu pada ramuan yang terdiri dari tanaman berkhasiat obat (Suprana, 2000).

Jamu pada awal mulanya tidak diproduksi dalam sebuah industri seperti sekarang ini. Jamu awalnya diberikan para orang tua kepada anak-anak demi menjaga kesehatan, para istri kepada para suami, dan digunakan sendiri oleh para istri untuk menjaga kecantikan dan kesehatan dan kebahagiaan rumah tangga. Jamu pada mulanya dibuat secara individu dalam setiap rumah tangga sebagai produk do – it – by – yourself (Suprana, 2000).

Pada masa kini, jamu mengalami perkembangan pesat. Jamu tidak lagi dibuat dan dikonsumsi sebatas oleh keluarga tetapi mulai diproduksi secara massal dalam industri baik berskala besar maupun menengah bahkan kecil. Penelitian dan pengembangan jamu juga dilakukan melalui jalur farmasi. Sehingga lahirlah jenis obat baru yaitu fitofarmaka.

Suprana (2000) menyatakan bahwa masa depan dan perkembangan jamu sebenarnya cukup cerah. Ada beberapa faktor pendukung berkembangnya jamu di Indonesia: (1). Gerakan kembali ke alam. Adanya kesadaran bahwa Tuhan telah menciptakan obat-obatan alami bagi setiap penyakit, (2). Kesadaran akan efek samping dan keterbatasan obat-obatan farmasi kimia, (3). Kesadaran masyarakat dunia akan potensi budaya Timur dalam bidang perawatan kesehatan manusia, (4). Sumber daya alam yang berlimpah sebagai bahan baku pembuatan jamu.

Namun, dibalik faktor pendukung tersebut terdapat pula sejumlah kendala yang mampu menghambat perkembangan industri jamu Indonesia (Suprana, 2000), antara lain:

Page 238: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

229

(1). Persaingan dengan industri farmasi dengan sumber dana yang besar, (2). Persaingan internal para pengusahan jamu dalam negeri, (3). Persaingan ekstrernal dengan industri obat-obatan tradisional asing, (4). Kecenderungan masyarakat Indonesia yang lebih meyakini bahwa produk luar negeri lebih baik daripada produk dalam negeri, (5). Kandungan jamu yang terkadang sulit dibuktikan secara ilmiah Barat terkadang merapuhkan kepercayaan masyarakat terutama yang dididik secara budaya “ilmiah” Barat, (6). Sistem pelayanan kesehatan formal di Indonesia yang lebih bertumpu pada farmasi Barat, (7). Sumber daya alam tumbuhan yang meskipun tersedia cukup banyak namun apabila dieksploitasi secara tidak benar dapat memusnakan persediaan tanaman berkhasiat bahkan bisa merusak ekosistem lingkungan.

Hambatan perkembangan jamu Indonesia, ternyata tidak hanya sampai pada ketujuh hal yang disebutkan diatas, dalam beberapa tahun terakhir muncul permasalahan baru dimana munculnya jamu tradisional BKO (Bahan Kimia Obat) dan BKOK (Bahan Kimia Obat Keras) telah menyebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat global yang sudah mulai menerima keberadaan jamu tradisional Indonesia.

Jamu BKO dan BKOK adalah jamu yang dibuat dari aneka bahan kimia obat, dimana obat-obat kimia tersebut termasuk dalam obat-obat yang hanya boleh dikonsumsi dengan resep dokter. Keberadaan jamu ini sudah cukup lama dan sudah cukup banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk memberantas keberadaan jamu BKO dan BKOK, tetapi sampai saat ini jamu BKO dan BKOK masih banyak beredar dan banyak dikonsumsi masyarakat. Bagaimana sepak terjang UKM jamu BKO dan BKOK serta mengapa jamu jenis ini bisa bertahan di masyarakat merupakan hal yang menarik untuk diteliti.

ISI DAN METODESubjek dalam penelitian ini adalah distributor jamu tradisional yang menjual jamu

tradisional berbahan kimia obat (BKO) dan Bahan Kimia Obat Keras (BKOK), dan konsumen produk jamu BKO dan BKOK.

Jamu adalah ramuan akar-akaran, daun-daunan, dan sebagainya yang berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit tertentu (Salim & Salim,1991). Jamu direkayasa melalui ramuan berbagai jenis tanaman berkhasiat (Suprana, 2000). Jamu menggunakan bagian dari tanaman seperti daun, bunga, biji, batang, ranting, akar, umbi, rimpang, dan kulit kayu. Jamu BKO dan BKOK adalah jamu yang dibuat dari aneka bahan kimia obat. Bahan kimiayang dipakai dalam BKO dan BKOK adalah bahan-bahan obat yang hanya boleh diberikan kepada pasien dengan resep dokter (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2008).

Mengkonsumsi jamu BKO dan BKOK membahayakan kesehatan bahkan dapat mematikan (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2008). Beberapa BKO dan BKOK yang terdapat dalam jamu tradisional BKO dan BKOK dan efek sampingnya bagi kesehatan apabila digunakan dalam jangka panjang dan dosis berlebihan. Tjay & Rahardja (2002) menjelaskan efek obat berikut ini: - Fenillbutazon, merupakan obat anti inflamasi yang kandungan anti radangnya lebih kuat daripada daya kerja analgetisnya. Jika obat diminum tanpa mencantumkan kadarnya, hal buruk seperti rusaknya sel darah maupun rusaknya lambung bisa saja terjadi. Biasanya diresepkan dalam bentuk krim encok bukan diminum. - Parasetamol, penggunaan terus-menerus dalam jangka panjang dapat menyebabkan rusaknya ginjal dan saluran pencernaan, serta resiko serangan jantung.- Asam mefenamat. Asam mefenamat seringkali dijumpai pada obat-obat penghilang

nyeri. Jamu yang dicampu bahan ini akan hilang khasiatnya dan akan berujung pada sakit ginjal.- Metampiron,diklofenak, piroksikam, dan siproheptadin. Efek jangka pendek adalah

Page 239: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

230

ginjal dan jantung.- Sibutramine, dapat menyebabkan ritme jantung yang tidak beraturan, mulut kering, mual, sakit perut, sering mengantuk, sakit yang parah ketika menstruasi, pendarahan, sakit kulit, nyeri dada, gangguan paru, stroke, dan gangguan otak.- Sildenafil Sitrat, dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, dispepsia, mual, nyeri perut, gangguan penglihatan, radang hidung, nyeri dada, denyut jantung cepat dan bahkan kematian.- Taladafil, bersifat melebarkan pembuluh darah yang menyebabkan tekanan darah menurun, pasokan oksigen dan darah ke dalam otot jantung menurun, nyeri dada yang tidak stabil, irama jantung tidak normal, stroke, fotosensitivitas (kulit menjadi peka terhadap cahaya, menjadi kemerah-merahan, gatal, dan sebagainya) bahkan kehilangan fungsi sexual secara permanen.

Metode penelitian adalah kualitatif dengan melakukan wawancara kepada para subjek terpilih. Untuk subjek distributor diberikan 7 pertanyaan terkait dengan peredaran jamu BKO dan BKOK, sedangkan untuk konsumen diberikan 3 pertanyaan.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIDari hasil wawancara dengan para distributor diketahui bahwa para distributor

mengetahui bahwa jamu yang mereka jual mengandung BKO dan BKOK. Para distibutor memiliki pengetahuan yang cukup akan hal tersebut dikarenakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) seringkali mengadakan seminar yang melibatkan para distributor, dan mengirim dokumen-dokumen yang berkaitan dengan jamu BKO dan BKOK.

Distributor yang mendapat banyak informasi tentang betapa berbahayanya jamu tradisional BKO dan BKOK juga berupaya melakukan edukasi kepada konsumen berkaitan dengan bahaya penggunaan jamu BKO dan BKOK baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Konsumen jamu BKO dan BKOK yang sebagian besar adalah masyarakat menengah kebawah cenderung tidak perduli akan dampak yang akan muncul berkaitan dengan penggunaan jamu BKO dan BKOK.

Permintaan akan jamu BKO dan BKOK masih cukup tinggi meskipun sudah banyak informasi, pemberitaan baik media cetak, elektronik tentang bahaya pemakaian jamu-jamu tersebut. Tingginya permintaan dan keuntungan penjualan yang cukup signifikan membuat para distributor tetap menjual jamu BKO & BKOK pada konsumen yang membutuhkan.

Keuntungan penjualan jamu BKO dan BKOK sangat signifikan dikarenakan harga membeli dari UKM jamu tradisional yang memproduksi jamu BKO dan BKOK bisa dikatakan sangat murah. Harga yang sangat murah disebabkan karena rendahnya ongkos produksi. Untuk memproduksi jamu BKO dan BKOK tidak diperlukan laboratorium, quality control, riset-riset, mesin-mesin, dan tenaga kerja yang steril seperti yang diwajibkan oleh pemerintah pada industri jamu tradisional non BKO dan BKOK berskala besar.

Dari sudut pandang konsumen jamu tradisional BKO dan BKOK kelebihan kedua jamu jenis ini adalah dengan harga yang sama dengan jamu tradisional tetapi memberikan efek seketika. Berbeda dengan jamu tradisional yang sifat penyembuhannya jangka panjang. Hal ini sesuai dengan survey yang dilakukan Wirawan (2010) yang menyatakan bahwa konsumen Indonesia cenderung berpikir jangka pendek dan lebih berfokus pada konteks daripada contenct (isi). Konsumen jamu BKO dan BKOK cenderung memikirkan efek saat ini. Beberapa konsumen bahkan mengatakan bahwa yang penting hari ini mereka sembuh, apabila dikemudian hari ada efek berbahaya yang muncul biarlah itu dipikirkan kemudian hari. Konsumen juga mengetahui bahwa kandungan dalam jamu BKO dan BKOK adalah bahan-bahan berbahaya bagi tubuh tetapi yang terpenting bagi mereka adalah kesembuhan jangka pendek.

Page 240: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

231

Hal lain yang menarik adalah pada setiap jamu BKO dan BKOK tercantum tanda registrasi (TR) sehingga terkesan bahwa produk mereka telah diregistrasi di BPOM. Bagaimana mungkin BPOM meloloskan TR untuk jamu BKO dan BKOK? Dari hasil studi literature pada sejumlah artikel dan surat edaran dari BPOM Indonesia, diketahui bahwa ada beberapa cara yang dilakukan UKM jamu BKO dan BKOK untuk mendapatkan TR. Cara tersebut antara lain: (1). Mencantumkan nomor TR fiktif, (2). Tetap mencantumkan nomor TR meskipun nomor pendaftarannya sudah dibatalkan oleh BPOM, (3). Mengajukan nomor TR dengan membawa sampel produk jamu tanpa BKO dan BKOK namun setelah nomor didapat mereka memasukkan BKO dan BKOK dalam produk tersebut.

BPOM dan aparat terkait sudah melakukan beberapa cara untuk mencegah masyarakat menggunakan jamu BKO dan BKOK seperti: (1). Melakukan razia pada para pedagang / distributor yang menjual jamu BKO dan BKOK, (2). Mengadakan seminar dan memberikan informasi dalam bentuk cetak kepada para distributor, (3). Menyebarluaskan informasi mengenai bahaya BKO dan BKOK kepada masyarakat luas melalui media massa.

Berkaitan dengan razia yang dilakukan oleh BPOM, para distributor mengatakan bahwa razia harusnya tidak dilakukan pada mereka tetapi pada UKM yang memproduksi jamu BKO dan BKOK. Menurut distributor selama UKM yang memproduksi jamu BKO dan BKOK masih tetap ada, maka akan sulit menghentikan peredaran jamu BKO dan BKOK. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian didapat bahwa UKM jamu BKO dan BKOK dapat bertahan dikarenakan masih tingginya permintaan akan produk tersebut. Harga yang murah dengan efek kesembuhan seketika merupakan daya tarik jamu BKO dan BKOK bagi konsumen yang sebagian besar merupakan masyarakat kelas menengah kebawah.

Para distributor sebagai salah satu mata rantai pemasaran jamu BKO dan BKOK jugamasih tetap menjual produk jamu BKO dan BKOK dikarenakan tingginya permintaan yang diimbangi dengan keuntungan yang besar.

BPOM dan aparat terkait perlu berupaya memberantas keberadaan jamu BKO dan BKOK dengan memotong aliran hulu. Dalam arti melakukan pemberantasan tidak hanya pada distributor atau penjual melainkan pada UKM “nakal” produsen jamu BKO dan BKOK.

Pemerintah melalui BPOM dan aparat terkait perlu serius memperhatikan masalah ini terutama untuk membantu mengembalikan kepercayaan negara-negara lain akan produk jamu Indonesia.

REFERENSISalim, P & Salim, Y. (1991). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern

English Pres

Suprana, J. (2000). Seribu Tahu Nusantara. Jakarta: Harian Kompas

Tjay, T. H & Rahardja, K. (2002), Obat-Obat Penting: Khasiat Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Wirawan, H. E. (2010). 10 Karakter Unik Konsumen Indonesia. Majalah Marketing

Page 241: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

232

---------------- (2008). Public Warning / Peringatan Tentang Obat Tradisional dan SuplemenMakanan Berkhasiat Penambah Stamina Pria Mengandung Bahan Kimia Obat. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Page 242: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

233

PELUANG KEWIRAUSAHAAN DAN FAKTOR PENGHAMBAT UKM HANDYCRAFT BERBAHAN DASAR KERANG

(Studi Kasus pada UKM di Bekasi)

Rahmah Hastuti

Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Usaha kecil adalah salah satu bagian penting dari perekonomian daerah. Usaha kecil juga memiliki fleksibilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan usaha yang berkapasitas lebih besar. Salah satu usaha kecil yang disoroti adalah usaha kecil handycraft berbahan dasar kerang, cangkang (bivalvia) dan kulit yang kemudian melalui inovasi produk melalui banyak variasi dan desain ukuran, juga warna menjadi aksesoris rumah, kantor, hotel, restoran, apartemen, peralatan makan, perhiasan mewah, panel/tile, souvenir/gift items, dan sebagainya. Produk yang dihasilkan memiliki kekhasan, karena kerajinan tangan yang berasal dari kulitkerang, sehingga tidak umum. Studi kasus dilakukan melalui wawancara yang dilakukan pada bulan Maret 2013. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap dua owner usaha kecil, diperoleh hasil bahwa peluang kewirausahaan dari sektor usaha kecil handycraft berhubungan dengan daya serap tenaga kerja. Sedangkan, faktor-faktor yang menghambat usaha kecil handycraft berbahan dasar kerang ialah faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang menjadi penghambat dari usaha kecil handycraft terkait dengan sumberdaya manusia, gaya manajemen yang tradisional, ketiadaan sumberdaya desainer produk serta faktor eksternal meliputi kurangnya regulasi pemerintah, kendala pemasaran atau promosi, serta keterbatasan dalam hal ketersediaan bahan baku yang sangat ditentukan oleh keadaan alam dan geografis.

Keywords: usaha kecil, kerajinan tangan, internal, eksternal

PENDAHULUAN

Sektor UMKM sangat berperan dalam menanggulangi masalah sosial di daerah dengan penyerapan tenaga kerja yang sangat tinggi. Sumber daya alam dan sumber daya manusia serta pasar dunia yang semakin terbuka pada era global merupakan potensi besar jika desain dan strategi replikasi yang meliputi kerjasama jaringan (network) pemerintah, LSM, lembaga swasta dan individu maupun kelompok dikelola secara efektif dalam bentuk kemitraan. Usaha yang dipilih sebagai kajian dalam penelitian ini yaitu usaha kecil berbahan dasar kerang dari bahan baku kerang simping ini termasuk unik dimulai dari proses pengerjaannya. Proses produksi dimulai dengan menyortir cangkang kerang. Yang digunakannya hanya cangkang kerang yang berukuran lebar. Setelah disortir, biasanya hanya 1/3 bagian saja yang dapat digunakan untuk bahan baku produksi. Selanjutnya, cangkang kerang yang lolos sortir lalu dicuci dan dikeringkan sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam oven dan ditambahkan zat kimia tertentu agar cangkang kerang mudah dibentuk dan dipotong. Setelah proses pengovenan selesai, kemudian cangkang kerang dipotong sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Hasil potongan cangkang kerang kemudian ditempelkan pada media berbahan fiberglass atau logam yang sebelumnya telah dicetak menjadi kap lampu atau bentuk kerajinan lainnya. Proses berikutnya yaitu menempelkan cangkang kerang hingga menutupi seluruh cetakan yang ditentukan. Terakhir, dilapisi produk kerajinan dengan coating agar produk yang dibuat terlihat mengkilat dan lebih keras. Produk yang dihasilkan berupa vas bunga, kotak tisu, tempat lampu, alas piring dan cangkir, pajangan dinding dan sebagainya. Bentuknya unik, menarik dan WM menjualnya

Page 243: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

234

dengan harga yang terjangkau dari Rp 5.000 hingga ratusan ribu. Hingga saat ini tidak kurang dari 400 jenis kerajinan yang menjadi varian sebagai hasil olahan dari limbah kulit kerang simping. Produk hasil kerajinan tersebut mendapat perhatian dan diminati di pasar Eropa dan Amerika yakni vas bunga, piring, dan lampu hias. Jenis limbah kerang simping lebih banyak digunakan didasarkan atas alasan kemudahan proses pengerjaan dan murahnya harga bahan baku.

ISI DAN MATERI

Kerajinan adalah hal yang berkaitan dengan buatan tangan atau kegiatan yang berkaitan dengan barang yang dihasilkan melalui keterampilan tangan (kerajinan tangan). Kerajinan yang dibuat biasanya terbuat dari berbagai bahan. Dari kerajinan ini menghasilkan hiasan atau benda seni maupun barang pakai. Biasanya istilah ini diterapkan untuk cara tradisional dalam membuat barang-barang (“Kerajinan”, 2012). Usaha kecil adalah salah satu bagian penting dari perekonomian daerah. Usaha kecil juga memiliki fleksibilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan usaha yang berkapasitas lebih besar. Usaha berskala mikro, kecil dan menengah dalam arti yang sempit seringkali dipahami sebagai suatu kegiatan usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja dan atau aset yang relatif kecil. Usaha kecil, yaitu suatu badan atau perorangan yang mempunyai total aset maksimal Rp. 600 juta tidak termasuk rumah dan tanah yang ditempati (“Definisi UKM”, 2013). Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) biasanya diiringi dengan kebutuhan modal. UMKM yang semakin berkembang, disebabkan karena semakin besarnya pula peluang usaha yang dapat diakses. Salah satu peluang usaha dapat berasal dari komoditas laut, dan salah satu yang memiliki potensi bisnis cukup tinggi adalah kerang. Selain dagingnya banyak dinikmati penggemar seafood (makanan laut), cangkang kerang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pembuatan aneka kerajinan. Berdasarkan definisi atau klasifikasi Biro Pusat Statistik (BPS), perbedaan antara industri kecil dan industri rumah tangga adalah pada jumlah pekerja. Industri rumah tangga adalah unit usaha (establishment) dengan jumlah pekerja satu hingga empat orang, yang kebanyakan adalah anggota-anggota keluarga (family workers) yang tidak dibayar dari pemilik usaha atau pengusaha itu sendiri. Kegiatan industri tanpa tenaga kerja, yang disebut self-employment, juga termasuk dalam kelompok industri rumah tangga. Sedangkan, indutri kecil adalah unit usaha dengan jumlah pekerja antara lima hingga sembilan orang yang sebagian besar adalah pekerja yang dibayar (wage labourers). Perbedaan-perbedaan lainnya antara industri kecil dan industri rumah tangga adalah terutama pada aspek-aspek seperti sistem manajemen, pola organisasi usaha, termasuk pembagian kerja (labour division), jenis teknologi yang digunakan atau metode produksi yang diterapkan dan jenis produksi yang dibuat. Pada umumnya industri rumah tangga sangat tradisional atau primitif dalam aspek-aspek tersebut (Machfoedz & Machfoedz, 2004). Menurut Kwik Kian Gie, dalam “Ensiklopedia Ekonomi, Bisnis dan Manajemen” (1997), secara aspek sosial dan politik, sektor industri kecil adalah sektor yang terdiri atas orang-orang berpenghasilan rendah yang cenderung dilupakan, tetapi mampu memberi stabilitas untuk ketenangan usaha bagi sektor usaha skala besar, karena antara lain kemampuan menampung tenaga kerja dan pengangguran. Sektor ini juga merupakan sektor paling merana kemakmuran dan kesejahteraan hidupnya, tetapi bagi bangsa secara keseluruhan, mereka adalah sektor yang mampu berfungsi sebagai peredam, penampung dan penangkal letupan dan ledakan yang secara potensial dapat terjadi dengan meningkatnya pengangguran dari waktu ke waktu. Mengetahui karakteristik atau sifat

Page 244: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

235

utama daripada industri kecil dan indutri rumah tangga di pedesaan, yang sangat padat karya, pemerintah dan kalangan masyarakat beranggapan bahwa pengembangan industri-industri tersebut sangat urgen diupayakan terus agar menjadi suatu kelompok industri yang kuat dan sehat. Usaha untuk mengembangkan industri kecil dan industri rumah tangga di pedesaan merupakan langkah yang tepat sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi dan sosial yang dihadapi Indonesia pada saat ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif melalui studi kasus dengan teknik wawancara yang dilakukan pada bulan Maret 2013. Subjek dalam penelitian ini yaitu dua orang produsen atau pengusaha dengan inisialWM dan IB, dengan objek usaha sea shell handycraft berbahan dasar kerang/capiz sea shell/placuna placenta/simping, cangkang (bivalvia) dan kulit yang kemudian melalui inovasi produk melalui banyak variasi dan desain ukuran, juga warna menjadi aksesoris interior rumah, kantor, hotel, restoran, apartemen, dan peralatan makan, perhiasan mewah, panel/tile, souvenir/gift items, dan sebagainya.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIDua subjek dalam penelitian ini yaitu WM dan IB. WM merupakan seorang ayah

dari tiga anak yang berasal dari Purwokerto, Jawa Tengah dan saat ini tinggal di Bekasi. Ia menekuni usaha yang telah dirintis selama 21 tahun. WM telah menjadi pengusaha handycraft berbahan kerang simping, yang semula digeluti bersama keluarganya lalu terjadi ekspansi jumlah tenaga kerjanya menjadi 50 orang. WM beraktivitas di rumah yang juga ia jadikan sebagai tempat untuk produksi berukuran sekitar 20 x 20 meter persegi. Hasil usahanya pernah diekspor ke mancanegara. Negara tujuan biasanya kawasan Asia dan Amerika. WM mengubah limbah yang semula tidak bernilai itu menjadi aksesoris yang cukup diminati pasar Asia dan Amerika. Di rumah sekaligus tempat produksi, WM dibantu oleh pekerja yang tugasnya berbeda-beda, ada yang membersihkan kulit kerang, kemudian yang sedang membuat pola atau mencetak bentuk kerajinan yang akan dibuat, serta pekerja yang menempelkan satu per satu kulit kerang di sebuah pola. Kendala yang dihadapi WM karena pemasaran yang kurang, sehingga pada akhirnya jumlah pekerja yang bertahan hanya sepuluh orang dan setelah mendapat ilmu dari menjadi pekerja di tempat usahanya kemudian membuka usaha di tempat lain.

Menurut WM, peluang usaha kerajinan sejenis masih baik, karena untuk membuatnya tidaklah sulit, hanya dibutuhkan keuletan dan ketelatenan. Untuk memenuhi produksi kerajinan tangan tersebut, setiap harinya tidak kurang dari bahan baku 200 cangkang kerang simping yang ia pesan minimal lima ton cangkang kerang. Kerang simping tersebut didatangkan dari Banten, Jakarta Utara dan Cirebon. WM mengakui kesulitan untuk memasarkan hasil kerajinan tangannya, karena banyak kompetitor perajin kerang yang serupa. Namun, WM tidak pernah putus asa, hingga saat ini masih ada beberapa pelanggan yang setia membeli hasil kerajinan tangannya untuk dijual di sejumlah negara di Eropa, seperti Jerman, Perancis dan Italia.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap owner usaha kecil berikutnya yaitu IB, yang menjalani usaha sejak tahun 2000, diperoleh keterangan dan penjelasan bahwa faktor-faktor yang menghambat perkembangan usaha kecil handycraft berbahan dasar kerang ialah faktor internal dan eksternal. Faktor internal terkait dengan sumberdaya manusia, gaya manajemen yang tradisional, masalah permodalan, ketiadaan sumberdaya desainer produk serta faktor eksternal meliputi kendala pemasaran serta promosi, ketersediaan bahan baku yang sangat ditentukan oleh keadaan alam dan geografis. Hal ini sesuai dengan kajian dari Machfoedz dan Machfoed (2004), bahwa salah satu faktor penghambat dalam usaha ataupun kewirausahaan antara lain dalam mengembangkan usaha

Page 245: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

236

kecil, pengusaha atau khususnya perajin mengalami kesulitan dalam perputaran modal. UMKM tidak dapat mengembangkan usahanya lebih jauh lagi, karena kurangnya dukungan dana. Oleh karena itu, pentingnya lembaga pemberi modal memainkan peranannya, sekaligus melalukan pendampingan. Sejumlah mekanisme dapat dilakukan sesuai dengan keragaman kondisi yang dihadapi UMKM berkaitan dengan akses finansial. Untuk pembiayaan usaha mikro biasanya memerlukan pengembangan lembaga keuangan mikro dan ketersediaan kredit yang dapat diakses mereka. Lembaga keuangan mikro dapat berbentuk bank atau non bank, termasuk koperasi (Alma, 2005).

Menurut IB, kendala perkembangan kerajinan laminasi karena barang yang dipasarkan eksklusif, biasanya untuk yang peminat atau pecinta seni. Jadi, pemasaran produknya bukan di pasar tradisional tetapi galeri seni, pasar seni yang jumlahnya terbatas oleh karena itu memiliki kesan sebagai barang eksklusif. IB menyatakan bahwa kendala dalam mengembangkan usaha kerajinan tersebut karena faktor pemasaran dan promosi. Hal ini karena jangka waktu pameran kesenian dan kerajinan tangan terbatas waktuny sehingga kesulitan dalam pemasaran. IB menjelaskan bahwa untuk mengembangkan kerajinan tersebut dibutuhkan marketing serta modal besar untuk mencapai pasar lokal maupun internasional. Jika menginginkan promosi yang besar untuk usaha tersebut, pengusaha atau perajin harus rutin mengikuti pameran atau memiliki galeri (showroom). IB menambahkan bahwa kesulitan yang dihadapi para perajin berhubungan dengan pemutaran uang (uang seharusnya diputar untuk keperluan membeli bahan baku, barang, dan stock, tetapi kemudian tidak tercukupi). Pedagang besar seharusnya mempunyai gudang, sehingga mampu menyimpan barang tetapi yang belum terjual, sedangkan pedagang kecil sebaliknya. Kendala lainnya yang dihadapi oleh pelaku usaha kecil yaitu ketidakmampuan bersaing dengan pebisnis besar. Perajin tidak memiliki pilihan, karena kalau menunggu konsumen akhir yang membeli satu persatu akan memakan waktu lama, dan pada akhirnya memilih bekerjasama dengan trader. Kendala lainnya terkait dengan tidak adanya desainer produk yang khusus mendesain produk handycraft berbahan dasar kerang sehingga untuk inovasi dari bentuk biasanya hanya melihat hasil karya handycraft yang telah ada dan dibuat oleh perajin sebelumnya kemudian ditiru atau dimodifikasi secara otodidak oleh antar perajin. Umumnya terjadi di saat pameran. Kendala lainnya dapat bersumber dari nelayan sebagai pemasok bahan baku. Permasalahan ini dirasakan oleh IB sebagai suatu kendala yang mengganggu proses produksi.

Kendala berikutnya yang akan dijelaskan yaitu mengenai bahan baku, karena bahan dasar pembuatan handycraft berbahan dasar kerang tersebut sangat ditentukan oleh bahan baku yang berasal dari alam, oleh karena itu alamlah yang memproduksi. Namun, ada kalanya pada siklus tertentu terjadi masa paceklik bahan baku sehingga harga untuk pembelian kebutuhan bahan baku menjadi tinggi. Namun demikian, walaupun memiliki factory atau pabrik tetapi manajeman untuk marketing atau upaya pemasaran juga mengalami kesulitan sehingga menjadi kendala untuk memajukan usaha sejenis. Yang juga menjadi kendala adalah bahwa pecinta karya seni biasanya konsumen dari luar negeri atau konsumen asing, yang berminat atau tertarik dengan karya seni, sedangkan untuk konsumen lokal kurang berminat, terutama konsumen yang berasal dari segmen atau status sosial ekonomi menengah ke bawah yang lebih mengutamakan membeli kebutuhan pokok. Ditambah lagi, Indonesia pernah mengalami krisis moneter pada tahun 1998 yang pada saat itu berdampak terhadap perkembangan bisnis handycraft, salah satunya yang berbahan dasar kerang. IB menjelaskan bahkan ia harus menunggu tersedianya bahan baku yang ia peroleh di luar tempat usahanya.

Hal yang dikemukakan oleh subjek penelitian terkait dengan kendala yang dihadapi oleh pengusaha kerajinan kerang sesuai dengan kendala yang sering dihadapi oleh pengusaha industri kecil adalah: a) Keterbatasan Dana dalam Pengembangan Usaha. Pada

Page 246: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

237

umumnya pengusaha industri kecil berasal dari golongan ekonomi lemah dengan latar belakang pendidikan terbatas. Banyak di antara mereka yang memilih menjadi wirausahawan kecil karena sulit mencari pekerjaan di sektor formal dan karena memiliki sedikit keterampilan yang diwarisi dari orang tuanya. Keterbatasan dana membuat usaha mereka sulit berkembang dan tidak mampu melayani permintaan pasar. Bahkan, tidak sedikit pengusaha yang modalnya habis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari; b) Keterbatasan Kemampuan Teknis. Keterbatasan kemampuan teknis yang meliputi pengadaan bahan baku dan peralatan standar, desain dan mutu produk. Kurangnya pengetahuan mengenai bahan baku yang diperlukan, teknologi mutakhir serta pengembangan mode di pasar menyebabkan penampilan produk-produk industri kecil umumnya kurang menarik, kurang rapi dan kualitasnya tidak standar, sehingga kurang mampu bersaing dengan produk pabrik besar yang dihasilkan dengan pelatan otomatis dan bahan baku standar; c) Keterbatasan Kemampuan Memasarkan. Keterbatasan kemampuan memasarkan menyebabkan banyak produk industri kecil yang meskipun mutunya tinggi tetapi tidak dikenal dan tidak mampu menerobos pasar. Akibat lain yang banyak diderita pengusaha kecil adalah dipermainkan para pedagang yang menguasai mata rantai distribusi, sehingga harga ditekan serendah mungkin dan seringkali pembayaran tertunda (Gie, 1997).

Menurut IB, bahwa jenis usaha kerajinan tersebut menggeliat dan maju di era sekitar tahun 90-an sampai dengan awal tahun 2000, sedangkan belakangan ini mulai mengalami kemunduran, hal tersebut didasari oleh kurangnya marketing plan yang baik. Dalam kajian eknomi, marketing plan menurut Bygrave (dikutip dalam Alma, 2005), “The marketing plan includes a situation analysis that in large part comprises a market opportunity analysis and an assessment of the existing or potential businesses’ strength, weaknesses, threats, and opportunities in the marketplace”. Dengan demikian, rencana pemasaranmeliputi analisis situasi yang sebagian besar terdiri dari analisis pasar peluang dan penilaian dari kekuatan bisnis yang ada atau potensial juga terkait dengan analisis terhadap kelemahan, ancaman, dan peluang di pasar sangat dibutuhkan. Kebijakan seperti ini dapat mencegah hilangnya nilai budaya dan sejarah karena dampak globalisasi. Produk dari industri budaya lokal merupakan ekspresi budaya dan seni, yang biasanya banyak menarik bagi pembeli asing dan memiliki potensi ekspor tinggi. Walaupun secara umum, sebagian dari industri ini adalah usaha mikro yang kesulitan pemasaran di luar negeri. Pengembangan e-commerce merupakan strategi yang dapat membantu memasarkan produknya keluar negeri dengan biaya yang murah. Sebelum itu, memperkecil kesenjangan digital perlu dilakukan dan sekaligus pembangunan infrastruktur internet. Untuk mengatasi keterbatasan ukuran dan sumber daya, pebisnis budaya lokal dapat menerapkan strategi pembangunan kerjasama, seperti kerja sama pemasaran dengan pebisnis di industri budaya lokal dan bisnis lain yang saling menguntungkan. Para pasangan bisnis ini dapat bekerja sama untuk membangun asosiasi atau jejaring untuk mempromosikan produk (Alma, 2005).

Selain faktor penghambat, ada pula pandangan mengenai kelebihan dari produk yang dihasilkan oleh para pengusaha kecil tersebut. Kelebihan usaha kecil berbahan dasar kerang ini menurut IB karena melalui limbah kerang sebagai bahan baku kemudian ketika dikombinasikan dengan dengan berbagai media seperti material kayu, kaca, batok kelapa, ataupun tembokdapat menjadi kerajinan bernilai ekonomis yang tinggi. Sedangkan, WM menjelaskan bahwa kelebihan dari usaha kerajinan berbahan dasar kerang ini dapat dilihat dari ragam atau jenis kerang yang digunakan. Pada awalnya hanya kerang simping, akhirnya berkembang menggunakan kerang teratai, macan, putri salju, sumpil, oyong dan lain-lain.

Page 247: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

238

Dengan demikian, selain memiliki hambatan dalam pemasaran dan lain sebagainya terkait dengan bisnis atau usaha kerajinan berbahan dasar kerang sebagai salah satu sektor usaha kecil, namun tetap mampu menciptakan inovasi produk untuk pengembangan usaha sejenis di kemudian hari dengan memperkecil hambatan atau kendala.

KESIMPULANBerdasarkan hasil analisis dan diskusi terhadap subjek dan objek penelitian diperoleh

kesimpulan bahwa masalah strategi pemasaran menjadi perhatian utama, khususnya untuk produk yang dihasilkan oleh pengusaha kerajinan industri kecil berbahan dasar limbah kerang simping. Industri kecil yang menjadi objek penelitian ini masih menggunakan metode pemasaran dengan cara lama sehingga membuat usaha kecil ini mengalami penurunan. Tetapi, upaya mengembangkan usaha kecil ini melalui pemasaran inovatif dan modern dapat membantu meraih kembali keuntungan pasar. Temuan dalam penelitian ini yaitu kesesuaian dengan kajian marketing plan atau pentingnya perencanaan pemasaran yang baik dan pengelolaan pemasaran dalam menjalankan usaha kecil. Sebelum menyusun marketing plan maka wirausahawan atau perajin usaha kecil seharusnya telah mengetahui seluk beluk atau konsep-konsep pemasaran dan segala informasi yang dibutuhkan. Usaha mikro atau kecil dan menengah salah satunya usaha kecil memiliki posisi penting, tidak hanya dalam penyerapan tenaga kerja tetapi juga terkait dengan kesejahteraan masyarakat. Dalam banyak hal dapat menjadi perekat dan menstabilkan masalah kesenjangan sosial.

REFERENSI

Alma, B. (2005). Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta.

Definisi UKM. (2013). Diunduh dari http://www.ukmkecil.com/ukm/definisi-ukm

Gie, K. K. (1997). Ensiklopedi ekonomi, bisnis dan manajemen. Jakarta: Delta Panangkal.

Kasmir. (2003). Bank dan lembaga keuangan lainnya (edisi keenam). Jakarta:RajaGrafindo Persada.

Kerajinan. (2012). Diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajinan

Machfoedz, M., & Machfoedz, M. (2004). Kewirausahaan: Suatu pendekatan kontemporer. Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.

Page 248: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

239

PENINGKATAN KINERJA USAHA KUE DAN MAKANAN RINGAN DI PERUMNAS BELIMBING KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG

Whyosi septrizola

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang

E-mail: [email protected]

Abstrak

Pengembangan dan pemberdayaan UKM merupakan langkah yang dapat dilakukan masyarakat dan pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional yang memegang peranan strategis. Selain itu, terjadinya proses belajar dari pengalaman UKM yang mampu bertahan dalam keadaan ekonomi yang serba sulit tersebut, maka sangat penting dilakukan upaya pengembangan dan pemberdayaan UKM, terutama dalam rangka meningkatkan daya saing produknya. Selama ini UKM banyak mengalami kendala karena beberapa faktor antara lain keterbatasan permodalan, terbatasnya sumberdaya manusia yang berkualitas, kurangnya kemampuan dan pemahaman dalam sains dan teknologi, serta kurangnya kemampuan manajemen terutama manajemen produksi dan pemasaran. Di samping itu, sebagian besar usaha kecil mendapatkan modal dari dananya sendiri, tanpa tergantung pada pihak lain. Pemecahan alternatif yang dapat dilakukan saat ini salah satunya adalah dengan adanya proses pendampingan bagi industri mitra, yaitu dengan menjadikan pihak perguruan tinggi sebagai mitra strategis untuk berkolaborasi dengan UKM tersebut. Demikian juga halnya dengan UKM yang diamati dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini. UKM tersebut bergerak di bidang usaha kue dan makanan ringan di Perumnas Belimbing Kecamatan Kuranji Kota Padang, yaitu: Ruby’s Cake, Serundeng D5, dan Jagung Manis Thailand. Hasil observasi yang diperoleh di lapangan menjelaskan bahwa gambaran kinerja usaha kue dan makanan ringan di Perumnas Belimbing Kecamatan Kuranji Kota Padang belum maksimal. Bank Nagari Cabang Pembantu Belimbing sebagai salah satu mitra yang bisa memberikan bantuan dana sebagai modal penambah bagi ketiga UKM tersebut harus mempunyai hubungan yang baik dan ikut bekerja sama untuk membantu peningkatan kinerja yang ada. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kredit macet nantinya, ketika UKM tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pembayaran atas kredit yang dipinjamnya. Agar usaha mitra kerja UKM berjalan lancar, maka kinerja mitra kerjanya perlu ditingkatkan. Peningkatan kinerja mitra kerja tersebut dapat dilakukan antara lain dengan cara meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan keterampilan mitra kerja dalam pengelolaan usaha melalui pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja mitra kerja.

Keywords: Kinerja usaha serta peningkatan pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan keterampilan mitra kerja.

PENDAHULUANKetika krisis ekonomi yang berkepanjangan terjadi sejak pertengahan tahun 1997

diikuti dengan krisis multidimensi melanda Indonesia. Hal ini mengakibatkan banyak perusahaan yang collaps, terutama perusahaan besar dan menengah. Oleh karena mereka sangat tergantung sekali pada lembaga keuangan. Namun sebaliknya, perusahaan kecil atau Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak begitu merasakan dampak krisis tersebut, mereka masih bisa bertahan hidup, walaupun selama ini mereka kurang mendapat perhatian dari pemerintah.

Hal inilah yang menyebabkan pemerintah mengharapkan banyaknya bermunculan para wirausahawan dalam rangka menggeliatkan kembali perekonomian Negara. Jiwa kewirausahaan yang hendak ditumbuhkan itu memang tidak mudah. Hal tersebut membutuhkan keberanian, kecekatan, ketanggapan, dan faktor-faktor lain yang bisa dijadikan modal dasar bagi calon wirausahawan.

Menurut Suryana (2003:1), “Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif & inovatif yang dijadikan dasar, kiat, & sumber daya untuk mencari peluang menjadi sukses.” Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah dengan cara-cara baru dan berbeda

Page 249: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

240

agar dapat bersaing. Sedangkan wirausaha menurut Longenecker (2000:4) adalah “Seseorang yang memulai dan atau mengoperasikan bisnis.”

Selanjutnya wirausaha menurut Zimmerer (2008:4) adalah “ Seseorang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil risiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang yang signifikan dan menggabungkan sumber-sumber daya yang diperlukan sehingga sumber-sumber daya itu bisa dikapitalisasikan. Sedangkan Hisrich (2008:6) menyatakan bahwa pengusaha adalah “Seseorang yang mengambil risiko dan memulai sesuatu yang baru.”

Tidak dapat dipungkiri bahwa sebetulnya pemerintah juga telah ikut berupaya untuk memberikan pinjaman kepada para pengusaha kecil dan menengah tersebut. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp. 1 triliun dalam APBN Perubahan 2010. Tambahan anggaran ini dibutuhkan untuk menguatkan kualitas produk dan kemampuan sumber daya manusia Koperasi dan usaha mikro kecil menengah (KUM KM) (www.depkop.go.id, 15 Februari 2010). Selanjutnya Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kemenneg KUKM, Chairul Djamhari di Jakarta, “Dalam APBN Perubahan 2010, Kementerian Negara Koperasi dan UKM (Kemenneg KUKM) mengajukan dana Rp. 76,2 miliar untuk melakukan sosialisasi program Kredit Usaha Rakyat (KUR).” Rencananya sebagian besar dana tersebut akan digunakan untuk melakukan sosialisasi KUR, di mana nantinya para pengusaha dapat meminjam dana untuk menambah modal dan mengembangkan usahanya (www.depkop.go.id, 28 Februari 2010).

Pengembangan dan pemberdayaan UKM juga merupakan langkah yang dapat dilakukan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional memegang peranan yang strategis. Hal ini dapat dilihat dari jumlah usaha kecil secara keseluruhan sebesar 42 juta pada tahun 2002 dengan jumlah tenaga kerja sebesar 88% serta kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto adalah sebesar 38,9%. Selain itu, terjadinya proses belajar dari pengalaman UKM yang mampu bertahan dalam keadaan ekonomi yang serba sulit tersebut, maka sangat penting dilakukan upaya pengembangan dan pemberdayaan UKM, terutama dalam rangka meningkatkan daya saing produknya. Selama ini UKM banyak mengalami kendala karena beberapa faktor antara lain keterbatasan permodalan, terbatasnya sumberdaya manusia yang berkualitas, kurangnya kemampuan dan pemahaman dalam sains dan teknologi, serta kurangnya kemampuan manajemen terutama manajemen produksi dan pemasaran.

Menurut Gunawan (2002), “Bila dicermati, kesulitan yang dialami industri kecil di Indonesia terutama pada permodalan sebesar 36,63%, serta teknik produksi dan manajemen sebesar 26, 89%. Di samping itu, sebagian besar usaha kecil mendapatkan modal dari dananya sendiri, tanpa tergantung pada pihak lain.” Dengan kata lain bahwa sebagian besar pengusaha kecil memulai usaha dengan modal sendiri. Kalaupun ada beberapa pengusaha yang meminjam, mereka mendapatkan pinjaman tersebut dari sumber dana informal seperti rentenir dan sanak saudaranya. Kelemahannya, para pengusaha kecil ini memperoleh pinjaman dengan bunga yang sangat tinggi, bahkan mencapai 50% per bulan. Walaupun demikian, para pengusaha kecil tersebut lebih suka berhubungan dengan rentenir atau saudaranya karena prosesnya sangat mudah sekali dan tidak memerlukan berbagai persyaratan yang memberatkan, seperti jaminan dan proposal usulan untuk mendapatkan dana pinjaman. Persoalan utama yang dihadapi oleh UKM ini disebabkan karena ketidaksanggupan mereka membangun networking atau hubungan kerja dengan lembaga keuangan formal yang ada di daerah usahanya.

Pemecahan alternatif yang dapat dilakukan saat ini salah satunya adalah dengan adanya proses pendampingan bagi industri mitra, yaitu dengan menjadikan pihak perguruan tinggi sebagai mitra strategis untuk berkolaborasi dengan UKM tersebut.

Page 250: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

241

Dengan demikian, ilmu dan teori yang dimiliki oleh perguruan tinggi dapat diberikan dan digunakan UKM nantinya untuk pengembangan dan peningkatan kinerja mereka.

Berdasarkan pengamatan di lapangan tentang kegiatan UKM yang belum maksimal, disebabkan oleh menurunnya kinerja usaha mitra kerja. Penurunan ini ditandai antara lain oleh: 1) menurunnya permintaan terhadap produk UKM, 2) sulit bagi produk UKM untuk bersaing di pasar, 3) tidak jelasnya laporan keuangan UKM, sehingga sulit memisahkan antara laba dan harga pokok produksi, 4) rendahnya kemampuan manajerial mitra kerja, dan 5) tidak adanya jaringan pemasaran strategis yang dimiliki para mitra kerja.

Agar usaha mitra kerja UKM berjalan lancar, maka kinerja mitra kerjanya perlu ditingkatkan. Peningkatan kinerja mitra kerja tersebut dapat dilakukan antara lain dengan cara meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan keterampilan mitra kerja dalam pengelolaan usaha melalui pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja mitra kerja. Peningkatan kinerja mitra kerja dalam melaksanakan usaha diharapkan mampu mendorong peningkatan omset yang pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan akan berpengaruh positif pada peningkatan penghasilan yang didapat oleh UKM.

Salah satu lembaga perbankan yang memberikan pelayanan kredit dalam rangkameningkatkan kinerja UKM ini adalah Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat. Bank ini secara resmi berdiri pada tanggal 12 Maret 1962 dengan nama “PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat” yang disahkan melalui akta notaris Hasan Qalbi di Padang. Pendirian tersebut dipelopori oleh Pemerintah Daerah beserta tokoh masyarakat dan tokoh pengusaha swasta di Sumatera Barat atas dasar pemikiran perlunya suatu lembaga keuangan yang berbentuk Bank, yang secara khusus membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di daerah. Disahkan melalui Surat Keputusan Wakil Menteri Pertama Bidang Keuangan Republik Indonesia No. BUM/9-44/II tentang izin usaha PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat, dan dimulailah operasional PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat dengan kedudukan di Padang.

Berdasarkan Undang-Undang No.13 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, maka dasar hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat diganti dengan Peraturan Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Barat No. 4. Sehingga PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat dirubah menjadi “Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat.” Dalam perjalanannya tahun 1996 melalui Perda No. 2/1996 disahkan penyebutan nama (Call Name) sebagai ”Bank Nagari” dengan maksud untuk lebih dikenal, membangun brand image sekaligus mengimpresikan tatanan sistem pemerintahan di Sumatera Barat.

Sesuai dengan perkembangan dan untuk lebih leluasa dalam menjalankan bisnis, tanggal 16 Agustus 2006 berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera barat No. 3 Tahun 2006, bentuk badan hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat berubah dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas, yang didirikan berdasarkan akta Pendirian Perseroan Nomor 1 Tanggal 1 Februari 2007 dihadapan Notaris H. Hendri Final, S.H. dan disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia dengan Keputusan Nomor W3-00074 HT.01.01-TH.2007 tanggal 4 April 2007 Saat ini Bank Nagari telah berstatus sebagai Bank Devisa serta telah memiliki Unit Usaha Syariah. Bank Nagari juga merupakan Bank Pembangunan Daerah pertama yang membuka Kantor Cabang di Luar Daerah.

Salah satu cabang Bank Nagari yang ada di Kecamatan Kuranji Kota Padang adalah Bank Nagari Cabang Pembantu Belimbing. Bank ini mulai berkantor di Perumnas Belimbing pada tahun 2008. Kemudian mulai memberikan kredit kepada nasabah sejak bulan Agustus 2011 melalui KUR (Kredit Usaha Rakyat). KUR telah diberikan kepada 47 orang nasabah yang bergerak di sektor perdagangan, industri, dan jasa dengan jumlah

Page 251: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

242

kredit yang diberikan secara keseluruhan sebesar Rp. 931.000.000,-. Selain itu, ada juga kredit yang dinamakan Rekening Koran yang telah diberikan kepada 3 orang nasabah dengan sektor usaha perdagangan dengan jumlah keseluruhan pemberian kredit ini adalah Rp. 950.000.000,-. Kredit lain yang juga diberikan oleh Bank Nagari Cabang Pembantu Belimbing adalah kredit yang bernama Kredit Modal Kerja Multi Guna. Kredit ini juga sudah diberikan kepada 3 orang nasabah yang menggeluti sektor perdagangan, dengan jumlah kredit keseluruhan sebesar Rp. 254.000.000,-. Dengan demikian, Bank Nagari Cabang Pembantu Belimbing telah memberikan kredit secara total sebesar Rp. 2.135.000.000,-.

Mengetahui kondisi nasabah bagi Bank Nagari Cabang Pembantu Belimbing merupakan langkah awal yang penting untuk mengidentifikasi kemungkinan kredit bermasalah agar tidak terjadi kredit macet di kemudian hari. Dengan adanya data penting bagi, Bank Nagari Cabang Pembantu Belimbing melakukan penanggulangan kredit macet dengan cara meningkatkan kinerja usaha para nasabahnya. Peningkatan kinerja dapat dilakukan dengan cara peningkatan pengetahuan dan keterampilan.

Belajar dari keberhasilan para UKM luar negeri yang bekerja sama dengan komunitas akademi di negara setempat dalam meningkat kualitas pekerja UKM, maka tidak ada salahnya kalau pola kerjasama UKM dengan komunitas akademik khususnya antara UNP dengan nasabah Bank Nagari Cabang Pembantu Belimbing (yaitu pengusaha UKM) terus dibina dalam rangka meningkat kinerja usaha mereka. Sehingga dapat memperlancar permasalahan kredit macet yang selama ini menjadi kendala kemitraan usaha UKM dengan Bank Nagari Cabang Pembantu Belimbing.

ISI DAN METODETiap orang terus-menerus mencari kesempatan untuk memulai suatu bisnis. Pada

waktu mereka mencari pasar dan mampu menjalankan bisnis, mereka bertindak sebagai seorang wirausaha yang berpotensi, entah hal itu disadari oleh mereka atau tidak. Kewirausahaan ditandai dengan keanekaragaman, yaitu adanya penggantian besar pada masyarakat dan perusahaan yang berterminologi wirausaha.

Menurut Suryana (2003:1), “Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif & inovatif yang dijadikan dasar, kiat, & sumber daya untuk mencari peluang menjadi sukses.” Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Sedangkan wirausaha menurut Longenecker (2000:4) adalah “Seseorang yang memulai dan atau mengoperasikan bisnis.”

Selanjutnya wirausaha menurut Zimmerer (2008:4) adalah “Seseorang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil risiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang yang signifikan dan menggabungkan sumber-sumber daya yang diperlukan sehingga sumber-sumber daya itu bisa dikapitalisasikan. Sedangkan Hisrich (2008:6) menyatakan bahwa pengusaha adalah “Seseorang yang mengambil risiko dan memulai sesuatu yang baru.”

Ciri-ciri kewirausahaan dari berbagai macam versi menurut para ahli dalam Suryana (2003:15) di antaranya adalah:1. Vernon A Musselman (1989:155)

a. Keinginan yang kuat untuk berdiri sendiri. b. Kemauan untuk mengambil risiko. c. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman. d. Memotivasi diri sendiri. e. Semangat untuk bersaing. f. Orientasi pada kerja keras. g. Percaya pada diri sendiri.

Page 252: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

243

h. Dorongan untuk berprestasi. i. Tingkat energi yang tinggi. j. Tegas. k. Yakin pada kemampuan sendiri.

2. Wasty Sumanto (1989:5)a. Tidak suka uluran tangan dari pmerintah/pihak lain di masyarakat.b. Tidak tergantung pada alam dan berusaha untuk tidak menyerah pada alam.

3. Geoffrey Meredith (1989:5)a. Kepemimpinan. b. Keorisinilan.c. Berorientasi ke masa depan dan penuh gagasan.

4. Enterpreneurship and Small Enterprise Development Report (1986) yang dikutip oleh M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993:5)a. Proaktif.b. Berorientasi pada prestasi.c. Komitmen kepada orang lain.

d. Dan Steinhoff dan John F Burgess (1993:38)a. Memiliki visi dan tujuan usaha yang jelas.b. Bersedia menanggung risiko waktu dan uang.c. Berencana, mengorganisir.d. Kerja keras sesuai dengan tingkat kepentingannya.e. Mengembangkan hubungan dengan pelanggan, pemasok, pekerja, dan yang

lainnya.f. Bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan.

Selanjutnya Suryana (2003:20) menyatakan bahwa dari beberapa cirri kewirausahaan di atas, ada beberapa nilai hakiki penting dari kewirausahaan, yaitu: 1. Percaya diri (self-confidence).2. Berorientasi tugas dan hasil.3. Keberanian mengambil risiko.4. Kepemimpinan.5. Berorientasi ke masa depan.6. Keorisinilan: kreativitas dan inovasi.

Materi yang digunakan dalam program penerapan ipteks ini adalah tentang:1. Peningkatan permintaan terhadap produk UKM (yaitu produk kue dan makanan

ringan).2. Persaingan produk UKM (yaitu produk kue dan makanan ringan) untuk bersaing di

pasar.3. Laporan keuangan UKM (yaitu produk kue dan makanan ringan) yang memisahkan

antara laba dan harga pokok produksi.4. Kemampuan manajerial mitra kerja.5. Jaringan pemasaran strategis yang dimiliki para mitra kerja.

Penelitian ini menggunakan metode observasi lapangan tentang pengelolaan usaha mitra kerja dengan melihat: 1. Rancangan strategi bisnis dan pemasaran yang kompetitif.2. Pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien untuk usaha penganan dan makanan

ringan.3. Manajemen kualitas usaha penganan dan makanan ringan yang kompetitif.4. Perspektif perilaku konsumen usaha penganan dan makanan ringan.5. Pengelolaan merek produk usaha penganan dan makanan ringan.6. Desain, penciptaan, dan pengembangan produk (motif) baru yang prospektif.

Page 253: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

244

7. Pengelolaan Hubungan Bisnis dengan Pihak Terkait.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIPengembangan dan pemberdayaan UKM merupakan langkah yang dapat dilakukan

masyarakat dan pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional yang memegang peranan strategis. Hal ini dapat dilihat dari jumlah usaha kecil secara keseluruhan yang menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang cukup besar serta kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto. Selain itu, terjadinya proses belajar dari pengalaman UKM yang mampu bertahan dalam keadaan ekonomi yang serba sulit tersebut, maka sangat penting dilakukan upaya pengembangan dan pemberdayaan UKM, terutama dalam rangka meningkatkan daya saing produknya.

Selama ini UKM banyak mengalami kendala karena beberapa faktor antara lain keterbatasan permodalan, terbatasnya sumberdaya manusia yang berkualitas, kurangnya kemampuan dan pemahaman dalam sains dan teknologi, serta kurangnya kemampuan manajemen terutama manajemen produksi dan pemasaran. Bila dicermati, kesulitan yang dialami industri kecil di Indonesia terutama pada permodalan, teknik produksi, dan manajemen. Di samping itu, sebagian besar usaha kecil mendapatkan modal dari dananya sendiri, tanpa tergantung pada pihak lain. Dengan kata lain bahwa sebagian besar pengusaha kecil memulai usaha dengan modal sendiri. Kalaupun ada beberapa pengusaha yang meminjam, mereka mendapatkan pinjaman tersebut dari sumber dana informal seperti rentenir dan sanak saudaranya. Kelemahannya, para pengusaha kecil ini memperoleh pinjaman dengan bunga yang sangat tinggi, bahkan mencapai 50% per bulan.

Walaupun demikian, para pengusaha kecil tersebut lebih suka berhubungan dengan rentenir atau saudaranya karena prosesnya sangat mudah sekali dan tidak memerlukan berbagai persyaratan yang memberatkan, seperti jaminan dan proposal usulan untuk mendapatkan dana pinjaman. Persoalan utama yang dihadapi oleh UKM ini disebabkan karena ketidaksanggupan mereka membangun networking atau hubungan kerja dengan lembaga keuangan formal yang ada di daerah usahanya.

Pemecahan alternatif yang dapat dilakukan saat ini salah satunya adalah dengan adanya proses pendampingan bagi industri mitra, yaitu dengan menjadikan pihak perguruan tinggi sebagai mitra strategis untuk berkolaborasi dengan UKM tersebut. Dengan demikian, ilmu dan teori yang dimiliki oleh perguruan tinggi dapat diberikan dan digunakan UKM nantinya untuk pengembangan dan peningkatan kinerja mereka.

Demikian juga halnya dengan UKM yang diamati dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini. UKM tersebut bergerak di bidang usaha kue dan makanan ringan di Perumnas Belimbing Kecamatan Kuranji Kota Padang, yaitu:1. Ruby’s Cake

Usaha kue dan makanan ringan milik Pak Ismed ini terletak di Jl. Apel Raya No. 71 Perumnas Belimbing Kecamatan Kuranji Kota Padang. UKM ini memiliki 4 orang karyawan. Produk yang dihasilkan beraneka ragam, mulai dari cake untuk acara pernikahan, ulang tahun, ataupun untuk makanan dan cemilan sehari-hari, juga ada berbagai jenis kue dan makanan ringan lain, seperti: brownies, kue sus, wafel, kue bawang, dan lain sebagainya. Harga yang ditawarkan untuk sepotong kue atau makanan ringan beraneka ragam, mulai dari Rp. 1.000,- sampai dengan Rp. 2.000,-. Sedangkan untuk satu buah cake berkisar antara Rp. 26.000,- sampai dengan Rp. 250.000,- atau lebih, tergatung dari tingkat kesulitan pembuatan cake beserta toppingnya.

2. Serundeng D5Usaha makanan ringan ini beralamat di Jl. Delima 13 No. 426 Perumnas Belimbing Kecamatan Kuranji Kota Padang. Usaha milik Ibu Eti yang sudah berjalan kurang lebih

Page 254: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

245

satu tahun ini telah memiliki kerja sama dengan beberapa toko kue, seperti: Citra Swalayan Cabang Belimbing, Toko Uwan, cafe yang ada di beberapa Perguruan Tinggi di Kota Padang, sampai kepada warung-warung kecil yang tersebar di beberapa tempat di Kota Padang. Harga yang dipatok oelh Ibu Eti adalah Rp. 1.000,- untuk kemasan kecil, Rp. 5.000,- untuk kemasan 1 ons, Rp. 10.000,- untuk kemasan ¼ kg, dan beragam harga untuk kemasan pesanan lainnya.

3. Jagung Manis ThailandUsaha makanan ringan yang berlokasi di Simpang Rimbo Tarok Perumnas Belimbing Kecamatan Kuranji Kota Padang ini adalah milik Ibu Desi. Produk ini dijual dengan harga Rp. 2000,- dan Rp. 2500,- per buah. Usaha ini mulai buka sejak sore pukul 16.00 WIB sampai malam tiba dan Jagung Manis Thailand telah terjual habis. Hampir tidak pernah Ibu Desi mengalami kerugian dengan tidak terjualnya jagung tersebut.

Ketiga usaha kue dan makanan ringan ini memiliki kapasitas kinerja yang berbeda-beda. Ruby’s Cake telah cukup lama merintis usahanya hingga berkembang sampai saat ini. UKM ini tidak memiliki kendala yang berarti terutama dalam hal keuangan, hanya perlu sedikit suntikan dana dari pihak terkait untuk lebih mengembangkan usahanya lagi, misalnya membuka cabang di beberapa daerah di Sumatera Barat dan daerah lainnya. Namun demikian, masih diperlukan pembenahan dalam peningkatan permintaan, persaingan, dan lain sebagainya.

Lain halnya dengan Serundeng D5 dan Jagung Manis Thailand. Kedua usaha kue dan makanan ringan ini masih tergolong baru dalam beroperasi. Usaha-usaha ini masih membutuhkan banyak pengetahuan tentang bagaimana meningkatkan permintaan terhadap produk, bersaing di pasar, membuat laporan keuangan agar tidak mengalami kesulitan dalam memisahkan antara laba dan harga pokok produksi, meningkatkan kemampuan manajerial mitra kerja, dan menciptakan jaringan pemasaran strategis yang dimiliki para mitra kerja.

Hasil observasi yang diperoleh di lapangan menjelaskan bahwa gambaran kinerja usaha kue dan makanan ringan di Perumnas Belimbing Kecamatan Kuranji Kota Padang belum maksimal. Bank Nagari Cabang Pembantu Belimbing sebagai salah satu mitra yang bisa memberikan bantuan dana sebagai modal penambah bagi ketiga UKM tersebut harus mempunyai hubungan yang baik dan ikut bekerja sama untuk membantu peningkatan kinerja yang ada. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kredit macet nantinya, ketika UKM tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pembayaran atas kredit yang dipinjamnya.

Agar usaha mitra kerja UKM berjalan lancar, maka kinerja mitra kerjanya perlu ditingkatkan. Peningkatan kinerja mitra kerja tersebut dapat dilakukan antara lain dengan cara meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan keterampilan mitra kerja dalam pengelolaan usaha melalui pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja mitra kerja. Peningkatan kinerja mitra kerja dalam melaksanakan usaha diharapkan mampu mendorong peningkatan omset yang pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan akan berpengaruh positif pada peningkatan penghasilan yang didapat oleh UKM. Hal inilah yang dilakukan oleh pelaksana kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Negeri Padang beserta anggota pendamping lainnya untuk memberikan pengetahuan tentang:1. Peningkatan permintaan terhadap produk UKM (yaitu produk kue dan makanan

ringan).2. Persaingan produk UKM (yaitu produk kue dan makanan ringan) untuk bersaing di

pasar.

Page 255: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

246

3. Laporan keuangan UKM (yaitu produk kue dan makanan ringan) yang memisahkan antara laba dan harga pokok produksi.

4. Kemampuan manajerial mitra kerja.5. Jaringan pemasaran strategis yang dimiliki para mitra kerja.

KESIMPULANKesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana

memberikan pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan ketermpilan mitra kerja dalam mengelola usaha kue dan makanan ringan melalui:1. Peningkatan permintaan terhadap produk UKM (yaitu produk kue dan makanan

ringan).2. Persaingan produk UKM (yaitu produk kue dan makanan ringan) untuk bersaing di

pasar.3. Laporan keuangan UKM (yaitu produk kue dan makanan ringan) yang memisahkan

antara laba dan harga pokok produksi.4. Kemampuan manajerial mitra kerja.5. Jaringan pemasaran strategis yang dimiliki para mitra kerja.

REFERENSI

Arial Anas. (1990). Pengelolaan Kredit Bermasalah, Bank dan Manajemen, Nomor 2, Edisi Januari/Febuari, Jakarta: Bank Indonesia.

Bank Indonesia (2001), Himpunan Ketentuan Paket, Kebijakan Keuangan Maneter dan Perbankan yang Berkaitan dengan Bank Rakyat, Jakarta: Bank Indonesia.

Hisrich, Robert D, Michael P. Peters, & Dean A. Sheperd. (2008). Entrepreneurship (Kewirausahaan). Terjemahan. Jakarta: Salemba Empat.

Longenecker, Justin G, Carlos W Moore & J William Petty. (2001). Kewirausahaan. Terjemahan. Jakarta: Salemba Empat.

Fernald, Jr. Lloyd, Geoge Solomon & Don Bradley. (1999). “Small Business training and Development in the United States”. Journal of Small Business and Enterprise Development, 310-325.

Gunawan, Hery. (2002). Problematika Pengembangan Usaha Kecil dan Jalan Keluarnya: Masukan bagi Revisi Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Manajemen Usahawan Indonesia, No. 12/Th XXX1, Desember, 2002.

Kashmir, S.E.,M.M. (1998). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi 2001, PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta.

Suryana. (2003). Kewirausahaan. Jakarta: PT. Index.

Suyatno, Thomas. 1995. Dasar-dasar Perkreditan, Edisi IV, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Page 256: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

247

Zemmerer, dkk. (2001). Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil Menengah. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Index.

________. (2009). Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

www.depkop.go.id, 15 Februari 2010. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM).

www.depkop.go.id, 28 Februari 2010. Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kemenneg KUKM.

Gibb, A.A. (1987), “Enterprise culture – its meaning and implication for education and training”, Journal of European Industrial Training, Vol 11, No. 2, pp. 1-38.

Tavris, C (1992), The Mismeasure of Women, Simon and Schuster: New York, NY.

Page 257: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

248

PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO BERBASIS JAMU SEBAGAI BENTUK KETAHANAN EKONOMI MASYARAKAT

Kartika Nuringsih

Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Artikel ini mengkaji pemberdayaan usaha mikro/kecil berbasis jamu sebagai upaya meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Usaha jamu gendong sebagai salah satu bentuk usaha perseorangan menggunakan bahan obat tradisonal dijajakan langsung kepada konsumen. Kelompok ini tidak memerlukan perijinan Depkes. & BPOM seperti industri obat tradisional maupun usaha mikro/kecil obat tradisional. Prakteknya pedagang jamu gendong sedikit memperhatikan faktor higienis, disebabkan karena mereka kurang memahami konsep kualitas. Di Indonesia sektor ini sangat spesifik, karena telah memiliki tata kelola teritori bagus, sehingga tidak ditemukan persaingan tajam dalam menjalankan usaha. Tahun 2011 sektor ini menghasilkan omset sebesar Rp. 1,3 trilyun, membuktikan jamu gendong memiliki kontribusi terhadap perekonomian nasional. Artikel ini mengangkat model manajemen mutu terpadu untuk memecahkan masalah seputar kualitas jamu gendong. Manfaat yang diharapkan adalah: untuk mengangkat citra jamu gendong semakin bagus serta melestarikan warisan budaya nasional di masa mendatang.

Keywords: Jamu gendong, tata kelola teritori, manajemen mutu terpadu

PENDAHULUANIndonesia sebagai negara agraris memiliki aneka ragam tanaman obat tradisional

dengan khasiat untuk perawatan kesehatan & kecantikan, seperti: jahe, kencur, kunyit, temulawak, kapulaga, temukunci dan lainnya. Menurut LIPI Indonesia memiliki 30.000 dari 40.000 tanaman herbal dunia, sehingga menduduki urutan ketiga dunia negara kaya tanaman herbal setelah Brazil dan Zaire. Data BPS periode 1997-2011 mengindikasikan peningkatan jumlah produksi tanaman obat, dengan jumlah terbesar tahun 2011 pada provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat dan Banten. Keaneragaman tanaman herbal berkaitan erat dengan budaya masyarakat Indonesia, khususnya kultur Jawa biasa dengan jamu sebagai obat menjaga kesehatan/kebugaran. Riset Kementrian Kesehatan tahun 2010 menyimpulkan sebanyak ±59,12% penduduk Indonesia pernah mengkonsumsi jamu dan ±95,60% merasakan kasiat jamu. Potensi alam & kebiasaan masyarakat Indonesia sebagai peluang bisnis perusahaan jamu di Indonesia sekapasitas Jamu Jago, Nyonya Meneer, Sido Muncul dan Air Mancur. Perusahaan keluarga tersebut berinovasi memproduksi aneka jamu kemasan dengan teknologi modern serta menggunakan cara pembuatan obat tradisional yang benar. Kreativitas tersebut membawa produk jamu Indonesia seperti: Jamu Jago atau Sido Muncul diterima oleh pasar lokal maupun luar negeri. Misalnya Tolak Angin Sido Muncul menembus pasar Asian, Arab Saudi dan Australia. Produk Jamu Jago menembus Malaysia, Vietnam dan Jepang, mengindikasikan industri obat herbal Indonesia memiliki daya saing tingkat Asean, sehingga dipastikan siap kompetisi dalam Asean Free Trade Agreement (AFTA) tahun 2015.

Kondisi sebaliknya terlihat pada industri kecil menengah, dimana menurut catatan BPS tahun 2011 teridentifikasi pada kelompok industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional sebesar 21,64% tidak mengalami kesulitan, sebaliknya sebesar 63,23% mengalami kesulitan di luar bahan baku, sisanya menghadapi masalah bahan baku. Masalah bahan baku disebabkan oleh faktor kelangkaan, harga mahal atau kesulitan

Page 258: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

249

menjangkau bahan baku tersebut. BPOM merekomendasi 13 jenis tanaman obat tradisional yaitu: jahe, lengkuas, kencur, kunyit, tempuyung, temulawak, kejibeling, dlingo, kapulaga, mengkudu, sambiloto, temukunci dan temuiring. Jumlah pasokan bahan baku tersebut terkadang berkurang karena terserap pada industri farmasi, industri obat tradisional, industri kosmetik, bumbu dapur dan jamu gendong. Kekurangan pasokan bahan jamu sebagian dicukupi import, walaupun demikian Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromaterapi memfokuskan riset tanaman obat varietas unggul, budidaya tanaman obat, domestikasi tanaman herbal hutan, identifikasi penyakit tanaman herbal, (Ekwasita, 2009) dan teknologi pengelolaan benih tanaman obat. (Hasanah dan Rusmia, 2006) Permasalahan bahan baku dapat mempengaruhi stabilitas pasokan bahan jamu, sehingga berimbas pada kualitas jamu di Indonesia. Untuk itu perlu sinergi antara balai penelitian tanaman dengan pelaku agro bisnis, agar memenuhi kecukupan bahan baku obat tradisional. Selain itu perlu sinergi dengan lembaga perbankan maupun pengembangan teknologi agar industri ini mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang bagus.

Berkaitan dengan model distribusi industri jamu, Indonesia memiliki keunikan dengan adanya peran jamu gendong dalam penyaluran jamu kemasan. MURI memperkirakan 2012 jumlah wanita penjual jamu gendong minimal 50.000 pedagang. Di tahun 2011 omset obat tradisional Indonesia mencapai Rp. 11,5 trilyun, dimana jamu gendong memberi kontribusi sebesar Rp. 1,3 trilyun dalam memasarkan jamu. Cara distribusi ini menunjukan sinergi positif antara kelompok industri besar dengan usaha mikro, sehingga usaha jamu gendong bertahan sampai saat ini. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 006 Tahun 2012, pasal 1 mendefinisikan usaha jamu gendong adalah:

”Usaha yang dilakukan oleh perseorangan dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan dijajakan langsung kepada konsumen”.

Usaha jamu merupakan usaha rumahan dikenal luas oleh masyarakat, khususnya Jawa Tengah & Yogyakarta sebagai minuman suplemen menjaga stamina tubuh. Penjual jamu gendong selain meracik jamu dalam bentuk segar, mereka juga menjual jamu hasil industri jamu seperti: Jamu Jago, Nyonya Meneer, Sido Muncul dan Air Mancur. Pedagang jamu disebut “Mbak Jamu” mayoritas berasal sekitar Sukoharjo-Wonogiri Jawa Tengah. Daerah asal jamu gendong merupakan sentral industri jamu, sebagai contoh: Nguter Sukoharjo menjadi sentral usaha jamu rumahan skala besar, kecil dan jamu gendong. Ketersediaan aneka rempah jamu di lingkungan sekitar serta kreativitas/keahlian meracik bahan jamu, mereka mampu mengolah bahan obat tradisional bernilai ekonomi tinggi.Faktor pendukung lain adalah keuletan merantau membuat wanita daerah ini mampu menjajakan jamu gendong hampir penjuru Indonesia. Bukti menunjukkan kekuatan kemandirian ekonomi kelompok masyarakat tersebut. Apabila mereka dibekali dengan pengetahuan, teknologi dan pendanaan yang cukup oleh instansi terkait, maka mata rantai usaha jamu akan menjadi model “herbal entrepreneurship” tangguh di Indonesia.

Terfokus pada jamu gendong, teridentifikasi banyak permasalahan pengelolaan kualitas jamu. Masalah berhubungan dengan kualitas bahan jamu, cara pengolahan, penyajian jamu, cara penyimpanan bahan baku/peralatan pengolahan jamu atau pasokan bahan baku. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 006 Th. 2012, pasal 2 ayat 3 mengklasifikasikan jenis UKM jamu tradisional yaitu: Usaha kecil obat tradisional (UKOT), Usaha mikro obat tradisional (UMOT), usaha jamu racikan dan jamu gendong. Usaha jamu racikan dan jamu gendong tidak perlu perijinan dari Dep.Kes atau BPOM, sehingga memungkinkan usaha jamu gendong tidak terpantau oleh aturan kedua lembaga pemerintah. Atas dasar kondisi tersebut perlu pembinaan dari banyak pihak termasuk perguruan tinggi, sehingga proses pembuatan jamu menjadi semakin higienis.

Page 259: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

250

Mengacu pada pengelolaan kualitas, pendekatan total quality sebagai pendekatan menjalankan usaha untuk meningkatkan daya saing melalui peningkatan kualitas secara kontinyu baik pada produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. (Goetsch dan Davis, 1997) Untuk mencapai pendekatan tersebut diperlukan kharakter penting, yaitu: customer focus, obsession with quality, use of the scientific approach in decision making & problem solving, long term commitment, team work, continual process improvement, botton up education & trainning, freedom through control, unity of purpose, employee involvement and empowerment. (Goetsch dan Davis, 1997; Nasution, 2005) Aplikasi model ini untuk skala bisnis tertentu banyak menghadapi kendala. Penerapan total quality SMEs di Inggris banyak hambatan disebabkan oleh kultur pemilik bisnis, keterbatasan tim/ahli, motivasi/komitmen rendah, skeptis terhadap kualitas, kendala biaya training. (Ghobadian dan Gallear, 1996) Riset pada UKM Malaysia disimpulkan penerapan total quality pada 23 SMEs di Selanggor terkendala faktor: pengetahuan (knowledge), keterbatasan finansial & SDM, keterbatasan kapasitas pengembangan & desain produk, keterbatasan infrastruktur training dan networking. (Sahran, Zeinalnezhad dan Mukhtar, 2010) Untuk tingkatan kualitas lebih tinggi dari TQM, riset di India mengidentifikasi penjajakan implementasi konsep Green Supply Chain Management (GSCM). Aplikasi pada industri menghasilkan efisiensi produksi, namun biaya menjadi mahal karena semua proses mengacu green purchasing, green manufacturing, green marketing, green logistic, reducing inventory (JIT), recycle raw material. (Dheeraj dan Vishal, 2012) Pada UKM di Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh kompetensi SDM menyebabkan kendala pencapaian kinerja UKM di Surabaya. (Ardiana et.al., 2010) Kajian UKM tersebut menyimpulkan banyak kendala implementasi TQM, tidak luput dengan masalah UMKM dan industri perusahaan besar di Indonesia.

Kajian menfokuskan pada kelompok jamu gendong. Alasan mengapa perlu membina jamu gendong adalah: Pertama: Banyak referensi ilmiah menyimpulkan cara pengolahan jamu kurang memperhatikan faktor higienis, sehingga memungkinkan tercemar mikroba. Kontaminasi bakteri patogen seperti: salmonella sangat berpengaruh pada kesehatan pencernakan atau diare. (Wahyuni, 1999) Masalah ini terkait dengan kebersihan sumber air, kondisi ruang pengolahan, kondisi bahan baku, penyimpanan bahan baku, pengelolaan sampah, limbah & sanitasi, kondisi & penyimpanan alat-alat pengolahan. Zulaikhah (2005), menemukan hubungan signifikan antara kualitas bahan baku, cara pengolahan dan penyajian jamu dengan pencemaran mikroba jamu gendong di kota Semarang. Masalah seperti ini banyak ditemukan dalam riset jamu gendong di beberapa kota besar seperti: Yogyakarta, Surabaya, Malang. Di samping referensi, hasil observasi langsung di pedagang jamu gendong ditemukan permasalahan yang sama.

Kedua: Konsumen jamu gendong sebagian besar awam terhadap masalah higienitasseputar jamu atau mikro biologi. Proses pembelian/konsumsi jamu bersifat spontan dan mereka beranggapan jamu sebagai produk herbal dipastikan aman bagi kesehatan. Penilaian konsumen terfokus pada tampilan fisik jamu & service quality misalnya: kasiat, aroma, warna, rasa, vareasi, kemudahan, harga, kebersihan alat penyajian (gelas, botol, lap, air, bakul), kandungan jamu, ketrampilan menjual, kecepatan melayani keluhan, keramahan, penampilan, kebersihan serta kemampuan komunikasi penjual jamu. (Djamaludin et.al,2009) Konsumen sebagian besar tidak memerlukan informasi tentang proses pengolahan jamu, sehingga berpotensi menghadapi masalah dengan higienitas jamu.

Berdasarkan keterbatasan jamu gendong, artikel ini mengkaji pemberdayakan komunitas jamu gendong ditinjau melalui pengembangan model manajemen mutu jamu gendong. Alasan pengangkatan topik tersebut berlandaskan pada upaya membangun kesadaran pentingnya menjaga higienitas jamu secara mandiri mulai pemilihan bahan baku sampai s/d menjaga hubungan dengan lingkungan/komunitas. Tujuan utama kajian untuk

Page 260: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

251

membuka celah baru bagi pihak peduli dengan jamu gendong, sehingga dapat menerapkan model atau panduan manajemen mutu secara sederhana. Kelompok usaha ini diharapkan mampu mengelola kualitas jamu secara mandiri serta membuka kesadaran konsisten terhadap kualitas.

Kepedulian terhadap komunitas jamu gendong sangat perlu karena latar belakang pendidikan terbatas menyebabkan cara pandang terhadap kualitas relatif sederhana. Mereka menilai kualitas jamu dari sisi alamiah, sehingga menjadi kurang memperhatikan faktor pendukung lainya. Jika kita menilai suatu kualitas, maka kualitas diharapkan oleh penggunanya melekat pada produk, jasa, proses, manusia dan lingkungan. Saat ini masyarakat mulai terbuka dengan jamu, sehingga tuntutan terhadap kualitas jamu semakin tinggi. Jamu diolah dengan proses relatif sama pada kondisi lingkungan tempat tinggal atau sanitasi cenderung buruk. Panduan manajemen mutu perlu untuk memperbaiki secara kontinyu, sehingga dapat mengangkat citra jamu gendong menjadi lebih baik.

ISI DAN METODETerkait masalah jamu gendong kebanyakan terjadi, perlu dilakukan langkah

Pertama: Mengaktifkan penyuluhan/pembinaan oleh Dinas Kesehatan & BPOM kepada penjaja jamu gendong secara periodik. Di samping instansi pemerintah diperlukan keterlibatan Lembaga Riset/Laboratorium/Perguruan Tinggi, Puskesmas dan PKK aktif sebagai pendamping & pengawasan kualitas jamu gendong. Kelompok eksternal (stakeholder) memberi pelatihan l kepada komunitas jamu gendong tentang standart higienis jamu, teknik perebusan yang benar, penyimpanan bahan baku, kemungkinan pencemaran mikroba patogen, menunjukkan sampel jamu tercemar mikroba misalnya: kapang, jamur, salmonella, escherichia coli, menjelaskan risiko konsumsi jamu mengandung mikroba, serta menginformasikan kriteria air bersih dan syarat & pengawasan air bersih sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 416/Men.Kes./PER/IX/1990 dan Kep. Men. Kes. RI no. 907/MenKes/SK/VII/2002. Kedua: Pemberian informasi/kampanye sadar higienis kepada konsumen oleh lembaga konsumen, media massa, gerakan ibu-ibu PKK, puskesmas. Aktivitas ini perlu digiatkan untuk mengimbangi kesadaran membangun kualitas sisi konsumen, bukan sekedar mempertimbangkan harga murah & tampilan fisik.

Terlepas dari dua aktivitas, apabila tidak tertanam kesadaran menjaga kualitas, maka setelah program pembinaan berakhir mereka cenderung mengabaikan masalah higienitas jamu. Untuk itu perlu panduan membangun kesadaran pentingnya menjaga higienitas jamu secara mandiri. Model dikenalkan kepada komunitas jamu gendong adalah: panduan manajemen mutu pada pengolahan jamu gendong. Alasan menelaah kualitas, karena kualitas bersifat dinamis, sehingga cenderung mengalami perubahan seiring dengan perubahan waktu dan lingkungan. Konsumen jamu pada era sebelumnya mayoritas mungkin sudah merasa puas atau bisa menerima kualitas jamu gendong. Namun seiring dengan perubahan lingkungan seperti: gaya hidup, pengetahuan, sumber informasi dan teknologi menyebabkan perubahan ekpektasi terhadap kualitas jamu gendong. Konsumen bukan sekedar mengkonsumsi jamu dengan rasa, aroma, warna dan khasiat jamu, tetapi mempertimbangkan pada proses pembuatan jamu, penampilan/higienitas pribadi penjual jamu, serta kondisi lingkungan atau sanitasi komunitas jamu gendong. Contoh: dahulu mereka tidak sensitif dengan gelas digunakan untuk minum jamu, tetapi untuk sekarang masyarakat menjadi kritis terhadap masalah tersebut. Untuk itu agar lebih mengena atau memenuhi harapan pelanggan, perlu adanya penyempurnaan dari sisi pengelolaan kualitas pada produk jamu tersebut.

Langkah persiapan penyusunan model tersebut dengan cara observasi langsung dan diskusi dengan komunitas jamu gendong di Beji Timur Depok. Komunitas ini terdapat 30 penjual jamu gendong dengan masa terlama 35 tahun. Kelompok baru banyak bermunculan

Page 261: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

252

dengan cara menggunakan sepeda. Selain itu dilakukan kunjungan melihat proses pembuatan jamu di perusahaan jamu modern Tai Ping San kawasan industri Jatake Tangerang. Informasi diperoleh dari komunitas jamu gendong, referensi tata cara pengolahan jamu dari apoteker Tai Ping San, serta berbagai studi literatur dikembangkan menjadi sebuah panduan sederhana terhadap pengelolaan kualitas jamu gendong.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSILangkah pertama mendasain panduan manajemen jamu gendong dengan

mengidentifikasi rantai pasokan proses jamu gendong. Rantai ini merupakan rangkaian proses produksi suatu produk dari bahan baku/input sampai dengan distribusi output kepada konsumen. Dalam pelaksanaanya harus memberikan nilai positif bagi konsumen/stakeholder atau rantai nilai. Bagan 1 mengidentifikasi 4 titik nilai harus dikaji oleh jamu gendong, meliputi: input, proses, output dan nilai bagi konsumen, yang mana setiap aktivitas diperlukan kontrol serta feedback.

Bagan 1: Rantai Pasokan Jamu Gendong

Dalam TQM berlaku perbaikan secara kontiyu, sehingga setiap feedback akan dianalisis sebagai dasar perbaikan pada proses produksi berikutnya atau berkelanjutan. Usaha jamu gendong perlu pemahaman rantai nilai agar setiap proses jamu dihasilkan mengacu pada higienitas jamu dan tidak memberi efek negatif terhadap kesehatan. Pada dasarnya kualitas input yang baik, diproses secara baik, mampu menghasilkan output jamu sesuai standart kesehatan, sehingga memberi nilai bagi konsumen/stakeholder. Lingkungan eksternal bersinggungan dengan jamu gendong antara lain: masyarakat sekitar, konsumen, instansi terkait seperti: PKK, puskesmas, dinas kesehatan, BPOM, perguruan tinggi, paguyuban jamu, koperasi jamu, suplyer bahan baku jamu dan industri jamu. Lingkungan tersebut sebagai pihak pengontrol aktivitas jamu gendong, sehingga menghasilkan jamu dengan cara higienis dan berkasiat terhadap kesehatan.

Kelompok jamu gendong sangat menguasai skill, suplyer, manajemen teritorial serta menguasai pasar, tetapi untuk menjaga proses produksi ditemukan keterbatasan. Efek selanjutnya berdampak pada output atau gagal menciptakan nilai bagi stakeholder. Jamu gendong tidak pernah uji sampel, sehingga mereka tidak paham tentang efek mikroba dalam jamu. Kelompok jamu gendong menghadapi keterbatasan proses pengolahan disebabkan oleh tingkat pendidikan, pengetahuan, arus informasi, kebiasaan serta kondisi lingkungan kelompok jamu gendong. Rata-rata pendidikan SD-SMP sehingga tanpa asupan informasi, mereka menganggap sepele pengolahan jamu gendong. Mereka membuat jamu belasan tahun dengan proses sama, sementara kondisi lingkungan cenderung berubah

INPUT - UMKM jamu- Petani herbal- Industri jamu- PDAM/air bersih- SDM- Industri mesin/alat- Sumber dana- Agen

PROSESMengolah bahan jamu dengan air bersih secara higienis, menjaga kebersihan bahan baku & peralatan produksi, mengemas output jamu secara higienis.

OUTPUTMemasarkan jamu gendong berkasiat bagus, rasa, warna & aroma sesuaistandart higeinis jamu gendong, tanpa bahan tambahan, harga terjangkau.

NILAI KONSUMENKonsumen merasa puas/loyal dengan kualitas jamu gendong, Melestarikan budaya bangsa,Stakeholder satisfaction

Umpan balik Umpan balik Umpan balik Umpan balik

Page 262: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

253

seperti: kondisi air sumur, pengelolaan sampah yang buruk, sanitasi lingkungan yang jelek, kelembapan udara, keberadaan binatang seperti: tikus, kucing, kecoa & binatang peliharaan. Kondisi ini berpengaruh pada kualitas air bersih, sehingga berimbas pada kualitas akhir jamu gendong. Nilai atau manfaat akhir yang ingin diberikan kepada konsumen/stakeholder adalah:

1. Konsumen merasa puas karena terpenuhi kebutuhan jamu untuk menjaga stamina tubuh, dengan harga terjangkau.

2. Melestarikan budaya bangsa tentang resep jamu tradisional, sehingga budaya ini menjadi aset bangsa di masa mendatang.

3. Mempertahankan kearifan lokal bangsa Indonesia dengan mempertahan profile jamu gendong yang asli.

4. Memberi kepuasan kepada seluruh stakeholder jamu gendong, karena membuat jamu sesuai standar kesehatan. Kondisi ini meningkatkan peran jamu gendong dalam menyehatkan bangsa.

5. Sebagai teladan/model kesetaraan gender masyarakat urban dalam memperkuat ekonomi keluarga atau konsisten dengan harapan MDG’s Indonesia 2015.

6. Pada akhirnya semua manfaat positif akan kembali pada penjual jamu gendong, sehingga secara finansial mampu sebagai penopang ketahanan ekonomi rakyat.

Setelah mengidentifikasi rantai pasokan, selanjutnya dikembangkan menjadi siklus lima aktivitas perbaikan kualitas jamu gendong. Siklus Bagan 2 menggambarkan keterkaitan aliran kualitas dimulai dari menjaga kualitas bahan baku, kualitas proses & penyajian, kualitas layanan, kualitas lingkungan dan kualitas hubungan dengan industri, dimana proses tersebut terjadi secara berkelanjutan (sustainable). Siklus tersebut kemudian dibreakdown menjadi panduan aktivitas manajemen mutu seperti pada Bagan 3.

Bagan 2: Siklus Perbaikan Kualitas Jamu Gendong

2 1 3

5 4

feed back

Model atau panduan ini menjelaskan urutan tindakan semestinya dilakukan oleh usaha jamu gendong agar mendekati standart manajeman kualitas. Penanganan/pemilihan bahan baku secara baik, pemrosesan secara higienis, akan dihasilkan output jamu berkasiat tinggi, aroma, rasa dan warna natural selayaknya jamu tradisional. Dengan memperhatikan servis kualitas serta higienis pribadi membuat pembeli makin loyal terhadap jamu gendong. Pada akhirnya memperhatikan faktor lingkungan & stakeholder akan semakin mengangkat citra jamu gendong dan mendapat tempat di seluruh lapisan masyarakat. Pedagang tidak semata berorientasi pada keuntungan, tetapi bertanggung jawab secara mandiri mengedepankan nilai atau value untuk masyarakat Dengan demikian tanpa harus dipantau

Kualitas & keaslianbahan baku Jamu Gendong

Kualitas ouput &layanan secara positif kepada pelanggan

Kualitas & kebersihanproses pembuatan &penyajian Jamu Gendong

Kualitas lingkungan usaha & penanganan limbah jamu

Kualitas hubungan dengan industri jamu, supplier, paguyuban, koperasi Jamu Gendong

Page 263: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

254

secara ketat, perilaku mereka tetap berorientasi pada kualitas. Referensi dikembangkan dari riset Zulaikhah (2005), Goetsch dan Davis (1997),Nasution (2005), Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 416/Men.Kes./PER/IX/1990 dan Kep. Men. Kes. RI no. 907/MenKes/SK/VII/2002.

Bagan 333::: Model Manajemen Mutu Jamu Gendong Indonesia

1. Sisi Input Jamu : Mensortir bahan baku untuk membuang kotoran binatang, sisa tanah, rumput atau bagian

membusuk. Memilih bahan baku dalam kondisi segar, dicuci menggunakan sumber air bersih, sumur,

PDAM. Jika bahan baku dalam bentuk ramuan kering dalam kondisi tidak berjamur, tidak dimakan

serangga dan dicuci sebelum digunakan dengan air sumur, PDAM, sumber air bersih. Mengidentifikasi bahan jamu secara teliti agar tidak keliru dengan bahan lain hampir serupa. Menguji kelayakan air sumur di laboratorium secara berkala. Mengeringkan bahan baku jamu untuk menghindari pembusukan dan kontaminasi mikroba

patogen. Jika akan menyimpan bahan baku pastikan tidak busuk, tidak rusak dan tidak berjamur. Menghindari bahan kimia obat/obat kuat/pewarna/pemanis buatan/pengawet dalam bahan jamu. Menggunakan alat masak dari tanah liat/periuk/panci berlapis email untuk merebus bahan jamu. Menggunakan botol beling bukan botol plastik untuk menghindari unsur kimia plastik. Menyimpan peralatan jamu di tempat bersih untuk menghindari kontak langsung dengan

binatang pengerat, kucing, kecoa, ayam dan binatang peliharaan lainnya. Menjaga kebersihan ruangan/tempat pengolahan/penyimpanan bahan jamu. Menjalin kerja sama dengan IOT, IEBA, UKOT, UMOT serta agen jamu yang bertanggung

jawab terhadap kualitas & higienis bahan jamu. Memperhatikan masa kadaluarsa apabila menggunakan bahan baku/jamu kemasan hasil produksi

IOT, IEBA, UKOT dan UMOT.

2. Sisi Proses Pembuatan Jamu : Mencuci tangan dengan sabun sampai bersih sebelum menyiapkan bahan jamu. Menjaga kebersihan badan & mulut saat membuat jamu Menyiapkan semua bahan baku jamu ditempat yang bersih. Mencuci bahan jamu dengan air besih, air matang dan masak untuk menghindari mikroba

penyebab diare. Menakar bahan jamu sesuai dengan resep. Mencuci peralatan (periuk, kain lap, saringan, pengaduk, cobek) dengan sabun sampai bersih. Mencuci, mengeringkan dan mensterilkan botol dengan cara direbus pada air mendidik selama

20 menit. Merebus semua bahan jamu menggunakan air bersih sampai matang. Menggunakan gula pasir/gula merah sebagai pemanis jamu. Menutup kepala & menggunakan celemek saat membuat jamu. Memasukan jamu dalam botol beling dan menutup botol secara rapat.

3. Sisi Penyajian Output Jamu : Menyajikan/menjual jamu gendong dalam kondisi segar atau fresh. Menjaga kebersihan alat penyajian berupa : bakul, kain untuk mengendong, gelas, kain lap,

ember serta air pencuci gelas. Mengganti air cucian dalam ember secara periodik sebelum kotor. Memperhatikan komposisi/takaran setiap penyajian jamu gendong agar mencapai konsistensi

kualitas dalam kasiat, rasa, warna dan aroma jamu gendong. Menghindari sisa jamu, jamu rebusan bertahan maksimal 12 jam sedangkan jamu perasan

bertahan maksimal 6 jam.

Page 264: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

255

Kualitas suatu barang dinilai bukan sebatas pada elemen produk atau jasa tersebut, tetapi melekat pada banyak elemen yaitu: product, service, people, process, and environments. Seiring dengan perubahan lingkungan, maka ekspektasi pengguna terhadap kualitas barang cenderung berubah. Konsumen menjadi semakin kritis dengan kelima elemen tersebut, sehingga memiliki karakter dinamis. Berdasarkan pada filosofi tersebut, jamu gendong juga mengalami metamorfosa secara dinamis dalam memaknai sebuah perubahan lingkungan. Agar usaha ini tidak tergerus oleh dinamika perubahan atau jamu gendong tidak dinilai marginal oleh kebanyakan orang, maka sangat diperlukan usaha memperbaiki kualitas. Jika diapresiasi dari sudut pandang pendekatan Deming, jamu gendong sudah memiliki beberapa kharakter mengarah pada konsep kualitas total, yaitu: customer focus, long term commitment, team work, unity of purpose, botton up education & trainning, freedom through control, empowerment. Aspek dinilai kurang dari jamu gendong adalah: obsession with quality dan continous improvement. Sementara aspek belum digunakan jamu gendong adalah: use of the scientific approach in decision making & problem solving. Model atau panduan pengelolaan kualitas jamu gendong diharapkan mampu memperbaiki proses pengolahan jamu mendekati dengan konsep kualitas total. Tujuan terakhir mengarah pada pencapaian kinerja/produktivitas yang bagus pada komunitas jamu gendong.

Mengacu model Mathis dan Jackson (2001) pada Ardiana et.al. (2010), kinerja/produktivitas individu sebagai fungsi dari: kemampuan (ability), usaha (effort) dan dukungan (suport). Jika dikaji dari sisi kemampuan, maka komunitas jamu gendong sudah terakui memiliki keahlian, bakat dan ketertarikan untuk mengeluti usaha jamu gendong. Sebagai contoh Ibu Wanto telah memulai jamu gendong selama 35 tahun di seputar Beji

4. Sisi Kualitas Pelayanan/Servise Kepada Konsumen Jamu : Membiasakan cuci tangan dengan sabun sampai bersih. Menawarkan jamu secara ramah & sopan kepada pelanggan. Menjaga penampilan busana, sikap & perilaku untuk menjaga kepercayaan konsumen. Menjaga kebersihan pribadi seperti: memelihara tangan, ramput, kulit, wajah, bau badan dan

rajin memotong kuku. Memberi informasi positif kepada konsumen tentang jamu legal maupun jamu tidak legal. Mampu sebagai filter bagi kelompok pabrik jamu yang tidak bertanggung jawab. Memberi respon secara cepat terhadap keluhan konsumen jamu. Mengikuti informasi dari media masa tentang perkembangan jamu agar menjadi pedagang jamu

gendong yang cerdas (smart). Menghindari banyak bicara saat menuang jamu dalam gelas.

5. Sisi Pelayanan & Penjalinan Relasi Dengan Masyarakat Jamu : Menjaga kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal/usaha jamu. Menangani limbah cair secara benar dan membuang sampah pada tempatnya. Menjaga sanitasi lingkungan usaha/tempat tinggal. Menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar tempat tinggal/usaha jamu Karena biasanya berkelompok, maka harus menjaga kerukunan sesama pedagang jamu serta

membagi terirotial pasar secara adil & bijaksana. Membagi informasi dengan kelompok jamu gendong. Menjaga reputasi industri jamu yang bertanggung jawab. Menjalin kerjasama dengan koperasi jamu atau mengaktifkan peran koperasi. Membuka diri untuk kerja sama & berkomunikasi dengan perguruan tinggi, lembaga riset, NGO,

puskesmas, PKK untuk menangani masalah kualitas jamu gendong. Melakukan uji sampel secara periodik ke BPOM setempat, Dinas kesehatan atau Puskesmas.

Page 265: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

256

Timur Depok. Dikaji dari sisi usaha, penjual jamu gendong memiliki keuletan dan motivasi kuat di perantauan. Sinergi dua aspek tersebut akan menghasilkan produktivitas yang tinggi, apabila didukung oleh suport pihak eksternal seperti: perguruan tinggi, CSR perusahaan jamu, pemerintah dan pihak lainya. Model manajemen mutu jamu gendong sebagai suport perguruan tinggi dalam memberikan pembinaan, pelatihan atau teknologi tepat guna kepada komunitas jamu gendong.

Pemberdayaan komunitas jamu gendong memberi kontribusi berbagai aspek kehidupan, seperti: ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup. 1). Sebagai usaha meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat bawah, sehingga memiliki kemandirian ekonomi di perantauan. 2). Sebagai kesempatan meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi. Pemberdayaan jamu gendong semakin meningkatkan keserataan gender konsisten dengan MDG’s Indonesia 2015. 3). Jamu Gendong sebagai bagian mata rantai industri jamu sekapasitas: Air Mancur, Sido Muncul, Jamu Jago, Nyonya Meneer dan mitra UMKM obat tradisional. Aktivitas ini membuktikan peran cukup signifikan memajukan industri jamu di Indonesia. 4). Sebagai cara melestarikan warisan budaya bangsa, sehingga resep jamu masih dikenal oleh generasi mendatang. 5). Berkaitan dengan pemeliharaan keaneragaman hayati, pengembangan ekosistem hutan, agro wisata/desa wisata. 6). Kehebatan jamu gendong terakui dalam pengelolaan teritorialnya, membuktikan kultur kebersamaan/gotong royong.

KESIMPULANIndonesia kaya dengan tanaman obat dapat dikembangkan menjadi banyak peluang

bisnis yang menguntungkan bagi masyarakat, mulai dari: kluster agrobisnis tanaman obat, UMKM jamu, usaha kosmetik atau klinik herbal/spa tradisional, cafe jamu (contoh: Raminten di Yogyakarta), usaha racikan jamu, sampai jamu gendong. Terkait usaha jamu gendong perlu pengawasan agar proses pengolahan jamu menjadi lebih higienis. Sebagai bentuk kepedulian terhadap komunitas jamu gendong, maka dibuat sebuah model atau panduan sederhana dalam pengelolaan kualitas. Model ini diharapkan menjadi panduan untuk mengingatkan komunitas agar senantiasa menjaga kualitas jamu mulai pemilihan bahan baku, proses pengolahan, penyajian jamu, layanan kepada konsumen, hubungan dengan masyarakat atau komunitas jamu. Tujuan akhir aktivitas ini adalah: meningkatkan pemberdayaan jamu gendong, semakin meningkatkan citra jamu gendong, dan pada akhirnya berperan dalam melestarikan budaya bangsa. Kendati demikian tergambar masalah dalam proses pengenalan model atau panduan manajemen mutu. Ada kemungkinan mereka tidak dapat menjalankan atau mengabaikan karena faktor kultur. Mereka beranggapan cara produksi jamu alamiah, dari dulu sampai sekarang cara membuat & menjualnya sama, serta tetap laku sampai sekarang. Namun pendekatan interpersonal dengan komunitas akan memudahkan dalam pengenalan model manajemen kualitas pada komunitas jamu gendong.

Page 266: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

257

REFERENSI

Ardiana. I.D.K.R., Brahmayanti. I.A. dan Subaedi. (2010), Kompetensi SDM UKM dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja UKM di Surabaya. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan. Vol. 12. No. 1 Maret. Hlm: 42-55.

BPS. (2011), Profil Industri Mikro Dan Kecil. Badan Pusat Statatistik Triwulan I.

Dheeraj. N., and Vishal. N. (2012), On Overview of Green Supply Chain Management in India. Research Journal of Recent Sciences. Vol. 1 (6). Pp: 77-82.

Djamaludin. M.J., Ujang Sumarwan. dan G.N.A. Mahardikawati. (2009), Analisis Kepuasan Dan Loyalitas Konsumen Jamu Gendong di Sukabumi. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. No.2. Vol.2. Agustus. Hlm: 175-185.

Ekwasita. R.P. (2009), Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia Serta Arah Penelitian dan Pengambangannya. Perspektif. Vol 8. No. 1. Juni. Hlm: 52-64.

Ghobadian. A. And Gallear. D.N. (1996), Total Quality Management in SMEs. Omega International Journal Management Sci. Vol. 24. No. 1. Pp: 83-106.

Goetsch. D. L., and Davis. S.B. (1997), Introduction to Total Quality. Second Ed. Prentice-Hall Inc. New Jersey.

Hasanah. M. dan Devi Rusmia. (2006), Teknologi Pengelolaan Benih Beberapa Tanaman Obat Di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. No. 25 (2). Hlm: 68-72.

Nasution. M.N. (2004), Manajemen Mutu Terpadu. Cetakan Ketiga. Galia Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 416/MEN.KES/PER/IX/1990. Tentang Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air. Industri Dan Obat Tradisional.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 006 Tahun 2012. Tentang Industri Dan Obat Tradisional.

Sahran. S., Zeinalnezhad., and Mukhtar. M. (2010), Quality Managements in Small and Medium Enterprises: Experiance From a Developing Country. International Review of Business Research Papers. Pp: 164-173.

Zulaikhah. S.T. (2005), Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pencemaran Mikroba Pada Jamu Gendong Di Kota Semarang. Thesis. Magister Kesehatan Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Page 267: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

258

Zuhriah. (2012), Model penciptaan Lapangan Kerja Bagi Masyarakat Miskin Melalui Pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal – Local Economic Development Di Kota Samarinda. Jurnal Eksis Vol 8. No. 1. Maret. Hlm: 2066-2079.

Page 268: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

259

PERAN HUMAN CAPITAL DALAM KEWIRAUSAHAAN

Asep Kurniawan

Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi

E-mail: [email protected]

Abstract

Scientific writing is organized with the aim to find out the role of human capital in Small and Medium Enterprises in particular entrepreneurial. Small and medium enterprises (SME) are the driving force of economy in Indonesia. One of the causes of the slow pace of economic growth in Indonesia is caused is still the least amount of entrepreneur. In 1990 the entrepreneurial issues talked about in discharge of PRESIDENTIAL INSTRUCTION No. 4/1995 of the national movement promoted entrepreneurship and movement is still on going due to the development of the growth of SME which have not been fullest.According to the experts declared a state experiencing prosperity when citizen’s self-described entrepreneur should be at least 2 percent as trade from the population of the country concerned. Human Capital directly affects entrepreneurship because the concept of human capital related to human potential. The concept of human capital is an individual's ability to interact with others who are committed to improving the quality ofperformance in an organization where the human is an important part in the process of innovation. The existence of authorized capital in man, which is an investment is expected to bring up the various characters as well as the belief that an entrepreneur. Thus, human capital is a long-term investment in human resources development to increase the number of young entrepreneur. The method used in this paper using a study of the theory. The expected result from this post is that human capital can give through a new concept in the development of entrepreneurship in Indonesia.

Keywords: human capital, entrepreneurship, entrepreneur

PENDAHULUANBanyak para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) sulit untuk mempertahankan

usahanya. Seringkali masalah ketersediaan modal menjadi suatu halangan padahal halangan yang terbesar terletak pada kemauan dan kemampuan seseorang (SDM) atau niat seseoranglah yang akan memulai usaha. Niat menjadi entrepreneur didefinisikan sebagai keinginan seseorang untuk bekerja mandiri (self employed) atau menjalankan usahanya sendiri (Li, 2006). Thun dan Kelloway (2006) mengartikan niat entrepreneur sebagai keinginan individu untuk menjalankan bisnisnya sendiri serta keinginan individu untuk mempertimbangkan entrepreneur sebagai kariernya. Jackson dan Rodkey (1994) dalam Akmaliah dan Hisyamuddin (2009) beragurmen bahwa sikap terhadap entrepreneurshipadalah aspek penting dalam memprediksi potensi entrepreneur dimasa mendatang. Untuk itu pemberian bantuan pada UKM sebaiknya tidak terbatas pada pemberian modal akan tetapi juga pembinaan melalui sumber daya manusia sampai usahanya dapat berjalan dengan baik. Pengembangan sumber daya manusia bagi pelaku usaha akan menuntun pada fakta bahwa pelaku usaha akan membutuhkan pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang berkembang supaya bekerja dengan baik dalam posisi yang dijalani selama karirnya.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengemukakan saat ini jumlah pelaku usaha kecil dan menengah di Indonesia baru mencapai 1,5% dari total jumlah penduduk. Jika perekonomian Indonesia ingin menjadi lebih kuat lagi dibutuhkan 1% lagi pelaku UKM. Pentingnya posisi UKM dalam menopang pertumbuhan ekonomi di Indonesia membuat pihak BUMN akan terus membina kemitraan dan menjalin komitmen dengan UKM. Salah satu bentuk kerja sama BUMN dengan UKM berupa bantuan modal.

Page 269: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

260

Dahlan meminta BUMN tidak memanjakan UKM. Pengusaha tidak boleh manja karena mencerminkan seorang wirausahawan. Di sisi lain, Dahlan mengingatkan modal bukan hal yang utama dalam menjalankan bisnis. Modal merupakah salah satu faktor yang mampu menunjang seorang pengusaha. Yang terpenting adalah kesungguhan untuk berwirausaha. (http://www.bisnis-jabar.com).

Dari data BPS dan Kementerian dari seluruh kelas usaha menunjukkan bahwa usaha skala kecil di Indonesia menempati porsi sekitar 99%, artinya hampir seluruh usaha di Indonesia merupakan usaha kecil, dan hanya 1% saja usaha menengah dan besar. Maka pemerintah secara serius dan memberikan perhatian khusus di sektor usaha ini, bahkan menekankan pada pemberdayaan Usaha Kecil Mikro (UKM ) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), sebab perkembangan dan pertumbuhan usaha ini cukup bagus dari tahun ke tahun. Maka tidak heran kalau pemerintah secara serius dan memberikan perhatian lebih pada sektor usaha ini, sebab sektor usaha ini bisa di jadikan tulang punggung penyediaan tenaga kerja, dan mampu menjadi stabilisator dan dinamisator perekonomian, sebab bisa menciptakan masyarakat yang produktif dan mampu hidup di sela-sela usaha besar. Selain meningkatkan taraf hidup masyarakat, usaha kecil bisa dan mampu menopang usaha besar, seperti menyediakan bahan mentah, suku cadang, dan bahan pendukung lainnya. (http://www.tataruangindonesia.com)

Hadiyati (2010) menyatakan bahwa survey dari BPS mengidentifikasi berbagai kelemahan dan permasalahan yang dihadapi UMKM berdasarkan prioritasnya yaitu meliputi : (a) kurangnya permodalan, (b) kesulitan dalam pemasaran, (c) persaingan usaha yang ketat, (d) kesulitan bahan baku, (e) kurang teknis produksi dan keahlian, (f) kurangnya ketrampilan manajerial (SDM) dan (g) kurangnya pengetahuan dalam masalah manajemen khususnya bidang keuangan dan akuntansi.

Pengembangan kewirausahaan melalui konsep human capital dapat menjadi cara dalam peningkatan daya saing tetapi yang lebih penting dengan pengembangan kewirausahaan dapat mengurangi jumlah pengangguran. Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan wirausaha dapat dijadikan landasan dasar dalam efisiensi terhadap penggunaan pengorbanan atau input dalam rangka untuk pengembangan daya saing.

Konsep human capital digunakan secara implisit. Peluang survival sebuah perusahaan (terutama usaha mikro dan kecil) dapat tergantung pada hasil (return) relatif atas human capital yang diperoleh dari pasar tenaga kerja dan dari kewirausahaan (bekerja mandiri) (Brudel, Preisendorfer & Zieger, 1992; Nafziger & Terrell, 1996)HUMAN CAPITAL

Menurut Nafukho, Hairston & Brooks (2004) menelusuri definisi human capital secara kronologis.Empat diantaranya meliputi:

1. “Pengetahuan dan ketrampilan yang didapatkan seseorang melalui pendidikan dan pelatihan sebagai produk investasi terencana yang menghasilkan return” (Schultz, 1961, dikutip Nafukho, Hairston & Brooks ,2004, p.547)

2. “Bentuk investasi seseorang dalam pendidikan yang menghasilkan return dalam penghasilan ekstra setara dengan biaya menempuh pendidikan” (Becker, 1964, dikutip Nafukho, Hairston & Brooks,2004, p. 547)

3. “Investasi dalam pendidikan dan pelatihan formal maupun informal yang meningkatkan produktivitas individual melalui penyediaan pengetahuan,ketrampilan, sikap dan motivasi yang dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi dan sosial” (Psacharopoulos & Woodhall, 1985, dikutip Nafukho, Hairston & Brooks, 2004, p.547)

4. “Investasi dalam pendidikan dan pelatihan yang memiliki return pribadi dan sosial” (Cohn & Geske, 1990, dikutip Nafukho, Hairston & Brooks,2004, p.548)

Page 270: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

261

Inti dari definisi di atas pada dasarnya menekankan pada aspek investasi dalam pendidikan dan pelatihan serta return yang akan diharapkan dari investasi yang telah dilakukan. Menurut Schultz dalam Fitz-enz (2009, human capital merupakan kombinasi antara sifat (intelijensi, energi, sikap politik, reliabilitas, dan komitmen), kemampuan belajar (bakat, imajinasi, kreativitas, kecerdikan) dan motivasi untuk berbagi informasi dan pengetahuan (semangat bekerja dalam tim dan orientasi pada tujuan).

Human capital dapat diklasifikasikan menjadi general human capital (seperti pendidikan formal, pengalaman manajerial sebelumnya, dan pengalaman kepenyeliaan) dan specific human capital (contohnya, firm-specific training dan pengetahuan pendiri atau wirausahawan/wati tentang pelanggan, pemasok, produk dan layanan dalam konteks bisnis yang digelutinya. (Becker, 1975)

Selanjutnya menurut Unger, et al (2009) bahwa dalam meta analisisnya terhadap 70 studi tentang hubungan antara human capital dan kesuksesan bisnis telah teridentifikasi lima indikator investasi human capital dan tiga outcomes investasi human capital, dan tiga ukuran kesuksesan yang paling banyak dijumpai dalam riset-riset terdahulu

Tabel 1 Operasionalisasi Human Capital dan Kesuksesan Bisnis

Indikator Investasi Human Capital Outcomes Investasi Human

Capital

Ukuran Kesuksesan

1. Task-related human capital start-up experiences industry-specific experiences pengalaman manajemen

2. Nontask-related human capital Pendidikan Pengalaman kerja

KetrampilanPengetahuanKompetensi

ProfitabilitasPertumbuhanUkuran Bisnis

Sumber: Unger, et al (2009)

ENTREPRENEUR Pengertian wirausaha menurut The American Heritage Dictionary dalam Nitisusastro

(2009:5), didefinisikan dengan seseorang yang mengorganisasikan, mengoperasikan dan memperhitungkan resiko untuk sebuah usaha yang mendatangkan laba. Meredith et al (2002:20) menyatakan bahwa menjadi seorang wirausaha lebih dari pada sebuah pekerjaan atau karir. Berwirausaha adalah suatu gaya hidup dan prinsip – prinsip tertentu akan mempengaruhi strategi karir anda. Sehingga dalam nilai faktor berpikir kreatif dan inovatifmenjadi penting. Hal ini bila dikaitkan dengan pendapat para pakar ekonomi akan tampak selaras pemahaman akan pengertian entrepreneur. Selanjutnya pengertian di atas didukung oleh pendapat Zimmerer (2008:56), bahwa sukses kewirausahaan akan tercapai apabila berpikir dan melakukan sesuatu yang baru atau sesuatu yang lama dengan cara-cara baru (thing and doing new things or old thing in new way). Dengan demikian pengertian wirausaha bervariasi tergantung pada sudut pandang, seperti yang dikemukakan oleh Hisrich, Peters & Shephead (2005:8), wirausaha bagi seorang ekonom (economist) adalah seseorang yang membawa sumber-sumber, tenaga kerja, bahan-bahan dan aset-aset lainnya dalam suatu kombinasi yang membuat nilainya lebih tinggi dibandingkan, dengan nilai sebelumnya; dan juga memperkenalkan perubahan, inovasi dan pesanan baru. Bagi seorang psikolog (psychologist), wirausaha adalah seseorang yang dikendalikan oleh kekuatan tertentu, kebutuhan akan mendapatkan sesuatu, melakukan percobaan, melakukan penyempurnaan, atau mungkin melepaskan diri dari kekuasaan orang lain. Bagi seorang usahawan (businessman), wirausaha muncul sebagai suatu ancaman atau pesaing yang

Page 271: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

262

agresif, sedangkan bagi usahawan lainnya, wirausaha yang sama dapat menjadi sekutu, sumber penawaran, langganan, atau seorang yang menciptakan kekayaan bagi yang lainnya, yang menemukan cara yang lebih baik dalam menggunakan sumber-sumber, mengurangi pemborosan, dan seseorang yang menciptakan pekerjaan bagi orang lain. Wirausaha (entrepreneur) adalah seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem ekonomi perusahaan yang bebas. Sebagian besar mereka mendorong terjadinya perubahan, menciptakan inovasi, dan kemajuan perekonomian bangsa diciptakan dari para wirausaha. Mereka memiliki kemampuan untuk mengambil risiko dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. (Longenecker, 2001:4)

Menurut Cantillon dalam Casson (2010:33), entrepreneur adalah spesialis dalammengambil resiko. Entrepreneur menjamin pekerja dengan membeli output mereka untuk dijual kembali sebelum konsumen menunjukkan betapa mereka bersedia membayar untuk itu. Pekerja menerima pendapatan terjamin (dalam jangka pendek, setidaknya), sedangkanpengusaha menanggung risiko yang disebabkan oleh fluktuasi harga di pasar konsumen. Pengusaha berinovasi dengan melakukan kombinasi, bukan peran hidup seorang penemumurni, karena pengusaha mengadopsi penemuan yang dibuat oleh orang lain, atau bahwadari ahli keuangan, karena ketergantungan pada investasi dana bankir. Pengusahamengambil keputusan penting untuk melakukan sumber daya untuk eksploitasi ide-ide baru. Sebuah elemen perhitungan yang terlibat, tetapi tidak perhitungan murni, karena tidak semua faktor yang relevan dapat diukur secara akurat

Setiap kewirausahaan meliputi keterbukaan, kebebasan, pandangan yang luas, berorientasi pada masa datang, berencana, berkeyakinan, sadar, dan menghormati orang lain dan pendapat orang lain. Dalam mencapai keberhasilannya seorang wirausaha memiliki ciri-ciri tertentu pula. Zimmerer dan Scarborough (2005:5), mengutip dari ”Entrepreneurship and Small Enterprise Development Report” mengemukakan beberapa karakteristik kewirausahaan yang berhasil, diantaranya memiliki ciri-ciri: 1).Proaktif, yaitu berinisiatif dan tegas (assertive); 2).Berorientasi pada prestasi, yang tercermin dalam pandangan dan bertindak (sees and acts) terhadap peluang, orientasi efisiensi, mengutamakan kualitas pekerjaan, berencana, dan mengutamakan monitoring; 3).Komitmen kepada orang lain, misalnya dalam mengadakan kontak dan hubungan bisnis.

Menggabungkan pandangan Timmons dan McClelland, Zimmerer dalam Suryana (2003:16), memperluas karakteristik sikap dan perilaku kewirausahaan yang berhasil sebagai berikut: Commitment and determination, Desire for responsibility, Opportunity obsession, Tolerance for risk, ambiguity, and uncertainty, Self confidence, Creativity and flexibility, Desire for immediate feedback,High level of energy, Motivation to excel, Orientation to the future, Willingness to learn from failure, Leadership ability.

PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN Awal tahun 1990 isu kewirausahaan banyak dibicarakan di Indonesia. Terlebih

dikeluarkannya INPRES No.4/1995 yang berisi tentang gerakan nasional untuk memasyarakatkan kewirausahaan. Ini menunjukkan bahwa pemerintah sudah mulai fokus pada kewirausahaan. Selanjutnya gerakan nasional tersebut masih terus dilaksanakan mengingat perkembangan jumlah UKM belum sesuai pada jumlah yang diinginkan oleh pemerintah.

Selanjutnya Timmons (2007) menyatakan bahwa kecenderungan wirausaha sukses adalah yang mempunyai pengalaman, pengetahuan dan ketrampilan yang nantinya menjadi value added bagi investor terhadap perusahaan pemula yang mempunyai potensi yang tinggi. Faktor pendorong melalui tiga faktor yang meliputi peluang usaha, sumber daya dan tim yang saling berinteraksi serta mampu menciptakan keseimbangan diilustrasikan sebagai berikut:

Page 272: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

263

Communication

Creativity Leadership

Founder

Gambar 1. The Timmons Model of The Entrepreneurial ProcessSumber: Timmons, 2007

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwasanya proses kewirausahaan akan diawali dengan adanya peluang usaha (menemukan uang), strategi, jaringan, tim atau adanya rencana bisnis. Selanjutnya munculnya peluang usaha terjadi diluar kontrol siapapun. Adapun tugas wirausaha dengan kelompoknya adalah mengkombinasikan semua faktor-faktor yang ada untuk mendapatkan suatu keseimbangan.

Peluang usaha, merupakan suatu inti dari proses kewirausahaan. Peluang usaha dikatakan baik bila marjinnya besar. Dengan kata lain peluang memiliki kekuatan apabila investor mendapatkan kembali modalnya. Sumber daya, merupakan suatu potensi dankompetensi dengan dukungan kreativitas dan juga penghematan. Seorang wirausaha yang sukses adalah yang dapat melakukan penghematan penggunaan modal dengan memanfaatkan secara cerdik. Kelompok kewirausahaan, merupakan kelompok yang dipimpin oleh seorang wirausaha yang sukses yang telah memiliki banyak pengalaman kesuksesan. Mampu menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat, dapat menghargai yang berhasil dan membantu yang gagal. Mampu menerapkan standar perilaku dan performa tinggi pada tim. Sehingga adanya hubungan ketiganya menurut Timmons diwarnai oleh suatu konsep yaitu konsep kesesuaian dan keseimbangan. Dengan demikian seorang wirausaha harus mampu menguasai keadaan untuk mencapi tingkat keberhasilan usahanya dengan mengkombinasikan faktor-faktor yang ada dengan prinsip keseimbangan.

Wirausaha yang tangguh dan sukses yang melalui inovasi sebaiknya menerapkan untuk : 1) mampu berpikir dengan kreatif untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. 2) dapat membaca arah perkembangan dunia usaha. 3) mampu menunjukkan kelebihan dari produk yang dibuatnya sehingga konsumen tetap berpikir bahwa produk yang ditawarkan

Opportunity Resources

Team

Page 273: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

264

tetap pada harga yang terjangkau. 4) mampu bekerja tim work, mempunyai sikap kepemimpinan serta membangun network dengan karyawan yang disertai dengan rasa kebersamaan. 5) mampu melakukan pendekatan personal dengan lingkungan disekitarnya dan tidak berpuas diri dengan hasil yang telah dicapainya. 6) mampu memperbaharui pengetahuan yang dimilikinya untuk menunjang peningkatan usahanya. 7) mampu menjawab tantangan-tantangan di masa depan dengan menjalankan suatu konsep yang berbasis teknologi informasi dan manajemen.

Selanjutnya National Centre for Entrepreneur Resource dalam penelitiannya mampu menemukan perilaku-perilaku yang berkembang dalam menujang kesuksesan suatu perusahaan. Adapun perilaku-perilaku tersebut dikelompokkan pada perilaku pemasaran, perilaku keuangan dan perilaku manajemen dan perilaku perencanaan. Selanjutnya dalam pelaksanaan kewirausahaan menemukan tiga faktor yang menunjukkan peran yang besar dalam kesuksesan wirausaha meliputi :

a) Kepribadian, seorang wirausaha harus mempunyai ketrampilan dalam mengambil keputusan dengan penuh keyakinan, mempunyai kemampuan manajerial, ketrampilan bisnis juga relasi yang baik disamping memiliki sifat yang kreatif serta inovatif.

b) Pengalaman, seorang wirausaha harus mampu mengumpulkan informasi dan dapat menggunakan informasi tersebut untuk bertindak. Kesuksesan akan ditunjang dengan pengalaman akan persiapan dan perencanaan yang matang

c) Pembimbing, seorang wirausaha harus memiliki panutan baik itu orang tua atau wirausaha yang telah sukses.

PERAN HUMAN CAPITAL PADA KEWIRAUSAHAANEntrepreneur ditinjau dari sisi peran (role) adalah individu yang mengambil

tanggung jawab dan kepemilikan dalam membuat sesuatu, terbuka dan mampu menciptakan kebaruan, yang mengelola resiko yang melekat pada proses dan yang memiliki keteguhan, kegigihan dan ketekunan (persistence) untuk mengidentifikasi tujuan, meskipun menghadapi rintangan-rintangan dan kesulitan – kesulitan (Johnson, 2001 dalam Nasurdin, et al , 2009). Dari persepektif manajemen, entrepreneur adalah individu yang mengorganisasi, memiliki, mengelola, dan mengambil resiko (Cuningham dan Lishcheron, 1991 dalam Nasurdin, et al, 2009). Entrepreneur adalah seorang yang bekerja mandiri dan menjalankan, mengorganisasi dan mengelola serta bertanggung jawab atas usahanya (Thun dan Kelloway, 2006)

Menurut Becker (1964) menyatakan bahwa pada dasarnya konsep pada human capital adalah memperkirakan dari distribusi pendapatan dari investasi pada human capital. Dari studi literatur menunjukkan bahwa human capital dapat meningkatkan keberhasilan dalam kewirausahaan. Menurut Venkatraman (1997) menyatakan bahwa human capital dapat meningkatkan kemampuan pelaku usaha dengan mampu melakukan tugas dalam kewirausahaan secara umum untuk dapat menemukan dan mengekplorasi berbagai peluang dalam bisnis. Sanchez & Sanchez (2005) menyatakan studi dan penjelasan daya saing usaha merupakan tema yang sudah berulang kali diuji oleh paraakademisi, konsultan, dan para praktisi. Internasionalisasi ekonomi, perubahan yang terus terjadi dan tidak pasti, meningkatnya penggunaan teknologi informasi mendorong perusahaan untuk menghadapi tantangan untuk meningkatkan daya saing mereka. Kesulitan-kesulitan tersebut lebih banyak dihadapi oleh usaha kecil dan menengah (UKM) karena skala ekonomis dan sumber daya yang mereka miliki lebih sedikit daripada perusahaan besar. Namun demikian UKM memiliki fleksibilitas yang cukup tinggi untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut karena organisasi internal yang mereka miliki lebih sederhana, lebih cepat dalam melakukan adaptasi dan merespon perubahan.

Page 274: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

265

Pelaku UKM dengan tingginya ketrampilan serta pendidikan yang relatif tinggi tentunya akan memiliki kapasitas dalam meningkatkan tingkat upah juga produktivitasnya serta kapasitasnya sendiri. Dengan demikian kesejahteraan tenaga kerja pada dasarnya dapat dicapai dengan adanya sinergi antara skill, produktivitas, kapasitas diri serta tingkat upah. Sehingga dapat dibuktikan bahwa semakin tinggi pendidikan akan searah dengan pendapatan yang semakin baik karena orang yang berpendidikan bila dibandingkan dengan yang kurang berpendidikan maka tingkat produktifnya akan berbeda. Peningkatan produktivitas dikarenakan adanya peningkatan ketrampilan , dimana ketrampilan tersebut didapatkan dari pendidikan maupun pelatihan.

Human capital konsep dasarnya adalah terkait dengan kemampuan seseorang untuk dapat berinteraksi dengan orang lain dalam usaha untuk lebih meningkatkan performance suatu organisasi. Dalam proses inovasi manusia merupakan satu hal yang sangat penting. Kemampuan-kemampuan yang dimiliki manusia digunakan untuk menghasilkan performa organisasi yang terus membaik. Berkaitan dengan pengembangan kewirausahaan yang diakibatkan oleh human capital adalah sebagai berikut:

1. Modal IntelektualUntuk mendapatkan peluang dan menghadapi berbagai ancaman dalam dimensi kehidupan diperlukan pemahaman intellectual capital yang baik. Berbagai pakar menyatakan bahwa modal intelektual akan menambah value added suatu kegiatan. Banyak perusahaan untuk menjadi unggul dan banyak keuntungannya dikarenakan sebagai akibat dalam pengembangan sumber daya manusianya yang nantinya terjadi pengembangan kewirausahaannya. Adanya berbagai perubahan lingkungan dalam kehidupan yang semakin cepat dibutuhkan pelaku usaha yang inovatif serta proaktif dengan memperluas pengetahuan dan mengembangkan kreativitasnya untuk selalu berinovasi.

2. Modal EmosionalUntuk menjalani kehidupan ini dibutuhkan modal emosional yang tinggi dengan ditunjukkannya adanya suatu sikap yang positif. Sikap positif artinya di dukung dengan suatu pemikiran positif dalam melihat suatu fenomena dalam kehidupan ini. Terlebih untuk menyikapinya adanya perbedaan pendapat perlu disikapi secara positif agar didapatkan manfaat yang lebih besar akan pengembangan sebuah konsep ataupun pengembangan diri para pelaku usaha. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa modal emosional menunjukkan kemampuan untuk mengenalinya dan melakukan pengelolaan emosi diri pelaku usaha serta dapat memahami emosi yang dimiliki orang lain sehingga tindakan yang diambil pelaku usaha akan sesuai dalam melakukan interaksi dengan orang lain. Empat dimensi dari kecerdasan emosional meliputi :a) Self-Awareness, merupakan suatu kemampuan untuk memahami secara tepat juga

akurat secara konsisten pada berbagai situasi terkait dengan emosi pada diri sendiri.b) Self Management, merupakan pengelolaan emosi baik yang positif maupun negatif

sehingga nantinya akan diperoleh suatu kebahagiaan yang maksimal dengan melakukan pemahaman dalam memahami suatu emosi yang sedang dirasakan.

c) Social Awareness, merupakan kemampuan untuk dapat memahami emosi dengan berempati dan merasakan perasaan orang lain dengan akurat. Dengan demikian individu dituntut memiliki kesiapan untuk menanggapi situasi tingkat emosional orang lain dengan positif.

d) Relationship Management, merupakan kemampuan dalam mengelola suatu hubungan secara positif dengan orang lain yang merupakan hasil dari self awareness, self management dan social awareness dari suatu kecerdasan ekonomi.

Page 275: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

266

3. Modal SosialPerlu diketahui terdapat banyak kontribusi dari modal sosial untuk tercapainya keberhasilan dalam masyarakat. Modal sosial merupakan bagian dari modal maya yang sangat penting peranannya ditengah – tengah era informasi ini. Selanjutnya banyak pakar mengkategorikan konsep modal sosial dalam kategori yang menekankan pada adanya jaringan hubungan sosial atau yang lebih dikenal dengan social networkdan yang selanjutnya adalah yang lebih menekankan kepada adanya suatu karakteristik yang melekat pada diri individu manusia yang terlibat dengan adanya interaksi sosial. Adanya hubungan kerjasama dalam internal organisasi maupun antar organisasi dapat menunjukkan terjadinya modal sosial yang kuat. Dengan demikian modal sosial merupakan dasar untuk membentuk suatu sinergi dalam upaya melaksanakan tugas organisasi dengan baik. Dan modal sosial dapat dimanifestasikan kemampuan untuk dapat hidup dengan adanya perbedaan terlebih dapat menghargai suatu perbedaan. Selanjutnya adanya pertumbuhan kreativitas dan sinergi merupakan hasil dari adanya suatu pengakuan dan penghargaan atas suatu perbedaan.

4. Modal Ketabahan, merupakan kemampuan dalam menghadapi suatu situasi yang sulit dengan adanya kesulitan maupun tantangan yang berat akibat adanya perubahan lingkungan yang mengakibatkan cara-cara kerja lama dianggap tidak sesuai lagi. Kesuksesan dalam menghadapi kehidupan sangatlah diperlukan suatu ketabahan dari pelaku usaha.

5. Modal Moral, merupakan prinsip atau kaidah etik yang mengatur dalam melakukan kegiatan bisnis dengan mengedepankan moral untuk tidak melanggar etik. Untuk itu diperlukan berbagai perangkat pendukung etik agar nantinya mempunyai manusia-manusia yang memiliki moral.

6. Modal Kesehatan, merupakan modal manusia untuk dapat berpikir maupun bekerja secara produktif. Dengan demikian pengembangan kewirausahaan dapat dilihat dari berbagai dimensi.

Menurut Wright, et al (2005) lima dimensi tersebut adalah kompensasi pekerja, kualitas hasil, penyusutan, produktivitas dan biaya. Berkarier sebagai entrepreneur memberikan sejumlah peluang bagi individual untuk mencapai independensi finansial serta memberikan manfaat bagi ekonomi melalui kontribusinya pada penciptaan lapangan kerja, inovatif, dan pertumbuhan ekonomi (Basu dan Virick, 2008; Nasurdin, et al , 2009)

KESIMPULANPengembangan kewirausahaan melalui konsep human capital dapat menjadi cara

dalam peningkatan daya saing tetapi yang lebih penting dengan pengembangan kewirausahaan dapat mengurangi jumlah pengangguran. Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan wirausaha dapat dijadikan landasan dasar dalam efisiensi terhadap penggunaan pengorbanan atau input dalam rangka untuk pengembangan daya saing. Inti dari human capital pada dasarnya menekankan pada aspek investasi dalam pendidikan dan pelatihan serta return yang akan diharapkan dari investasi yang telah dilakukan. Setiap kewirausahaan meliputi keterbukaan, kebebasan, pandangan yang luas, berorientasi pada masa datang, berencana, berkeyakinan, sadar, dan menghormati orang lain dan pendapat orang lain. Adapun tugas wirausaha dengan kelompoknya adalah mengkombinasikan semua faktor-faktor yang ada untuk mendapatkan suatu keseimbangan. Pelaku UKM dengan tingginya ketrampilan serta pendidikan yang relatif tinggi tentunya akan memiliki kapasitas dalam meningkatkan tingkat upah juga produktivitasnya serta kapasitasnya sendiri. Dengan demikian kesejahteraan tenaga kerja pada dasarnya dapat dicapai dengan adanya sinergi antara skill, produktivitas, kapasitas

Page 276: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

267

diri serta tingkat upah. Sehingga dapat dibuktikan bahwa semakin tinggi pendidikan akan searah dengan pendapatan yang semakin baik karena orang yang berpendidikan bila dibandingkan dengan yang kurang berpendidikan maka tingkat produktifnya akan berbeda. Peningkatan produktivitas dikarenakan adanya peningkatan ketrampilan , dimana ketrampilan tersebut didapatkan dari pendidikan maupun pelatihan. Human capital konsep dasarnya adalah terkait dengan kemampuan seseorang untuk dapat berinteraksi dengan orang lain dalam usaha untuk lebih meningkatkan performance suatu organisasi. Dalam proses inovasi manusia merupakan satu hal yang sangat penting. Kemampuan-kemampuan yang dimiliki manusia digunakan untuk menghasilkan performa organisasi yang terus membaik

REFERENSI

Akmaliah, Z, dan H. Hisyamuddin. (2009),”Choice of Self-Employment Intentions Among Secondary School Student”, The Journal of International Social Research, Vol 2(9),pp.539-549

Becker,G.S; (1975), Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis With Special Reference to Education. Universitas of Chicago Press, Chicago

_________, (1964), Human Capital: A theoretical and Empirical Analysis, With Special Reference to Education. New York: National Bureau of Economic Research

Bruderl,J; Preisendorfer,P;Ziegler,R; (1992), Survival Chances of Newly Founded Business Organization. American Sociological Review 57 (2), 227-242

Casson, Mark. (2010), Entrepreneurship Theory, Networks, History.UK:Edward Elgar Publishing Limited

Fitz-enz, J;(2009), The ROI of Human Capital. New York: Amacom

Hadiyati, (2010), Pemasaran Untuk UMKM (Teori dan Aplikasi), Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit : Bayumedia Publising, Malang

Hills, Gerald, (2008), Marketing and Entrepreneurship, Research Ideas and Opportunities. Journal SMEs of Research Marketing and Entreneurship, Vol.2 No.4

Li, W. (2006), “Entrepreneurial Intention among International Students: Testing a Model of Entrepreneurial Intention”, http://usasbe.org/knowledge/proceedings/proceedingsDocs/USABE2006proceedings-Li%20-%20Internet.pdf

Longenecker, Justin G. et al, (2001), Kewirausahaan Manajemen Usaha Kecil. Jakarta:Salemba Empat

Meredith, Geoffrey G, et al, (2002), Kewirausahaan Teori & Praktek. Jakarta: PPM

Nafziger,E.W; Terrell,D; (1996), Entrepreneurial Human Capital and The Long-run Survival of Firms in India. World Development 24 (4),689-696

Page 277: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

268

Nafukho, F.M;Hairston, N.R; Brooks, K; (2004), Human Capital Theory: Implications for Human Resource Development. Human Resource Development International 7 (4),545-551

Nasurdin, AM; N.H. Ahmad, dan C.E.Lin, (2009), “Examining a Model of Entrepreneurial Intentions among Malaysians Using SEM Procedure”,European Journal of Scientific Research, Vol.33 (2),pp.365-373

Nitisusastro, Mulyadi, (2009), Kewirausahaan & Manajemen Usaha Kecil.Bandung:Alfabeta

Sanchez, Antonio Aragon and Marin, Gregorio Sanchez. (2005), Strategic Orientation Management Characteristics, and Performance: A Study of Spanish SMEs.Journal of Small Business Management, 43 (3),pp.287-308

Suryana (2003), Kewirausahaan, Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses. Edisi Revisi, Penerbit: Salemba Empat, Jakarta

Thun, B, dan E.K.Kelloway (2006),”Subjective Norms and Lemonade Stands: The Effects of Early Socialization and Childhood Work Experiences Intent”, ASAC, pp.110-122

Timmons, Jeffry A and Spinelli, Stephen (2007), New Venture Creation Entrepreneurship for the 21st century.Seventh Edition:McGraw-Hill International Editions Companies.Inc

Unger,J.M; et al; (2009), Human Capital and Entrepreneurial Succes: A Meta-Analytical Review, Journal of Business Venturing DOI:10.1016/j.jbusvent.2009.04.004,pp.1-18

Venkatraman, (1997). The Distinctiveness Domain of Entrepreneurship Research: An Editor’s Perspective. In:Katz,J. Brockhaus, R (Eds), Advances

Zimmerer, Thomas , Scarborough, Norman M. (2008), Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil.Jakarta: Salemba Empat

______, Thomas W and Scarborough, Norman M, (2005), Essentials of Entrepreneurshipand Small Business Management, fourth Edition, Pearson Prentice Hall.

---------, http://www.tataruangindonesia.com

---------, http://www.bisnis.com

Page 278: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

269

KELANGGENGAN BISNIS SEBAGAI KRITERIA KINERJA KEWIRAUSAHAAN

Fandy Tjiptono

1) Fakultas Ekonomi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta

E-mail: [email protected]

Abstract

Entrepreneurship has emerged as an exciting field of study, research subject, and business practice for the last two decades. However, existing literature has been limited to (or dominated by) the context of establishing new businesses. This narrow viewpoint could not provide a comprehensive understanding of the entrepreneurship phenomenon. Entrepreneurial process does not stop with the creation of new ventures. The more challenging task is growing and sustaining the businesses.

This paper aims to systematically review previous studies’ findings on business longevity measured by firm and brand survival rates. It also tries to identify key determinants of business longevity across different countries. The focus is on the economic, organizational ecology and strategic management perspectives. Therefore, the main data sources are relevant international academic journals in the perspectives used.

In general, studies in a number of countries, such as the U.S., the U.K., Japan, Portugal, Germany, and Indonesia, reported that the survival rates of firms and brands are low. It was found that the determinants of business longevity include industry characteristics, firm-specific attributes, industry life cycle, technological activity/innovation, environmental factors, and the order of market entry. The implication of these findings is that business survival or longevity has to be one of the main entrepreneurship performance criteria. It is argued that longevity is both a basic goal for a business organization and a precondition for success in other performance measures, such as growth, market share, and profitability.

Keywords: kelanggengan bisnis (business longevity), tingkat survival, kewirausahaan.

“A company’s life has to go beyond a man’s life”[Ken Sudarto, dikutip dalam Winarno, 2008]

PENDAHULUANDi salah satu tayangan The Oprah Winfrey Show, sang pembawa acara terkenal

itu pernah berbagi pengalaman sukses berwirausaha. Ia menceritakan bahwa menjadi wirausahawan/wati dan mendirikan sebuah bisnis baru bisa diibaratkan membesarkan anak (Hisrich, et al., 2008). Butuh waktu, perhatian, usaha, dan komitmen yang seringkali lebih besar daripada yang kita bayangkan! Sayangnya, tidak banyak pebisnis yang menyadarinya.

Di tengah hingar-bingar penelitian, pembelajaran, dan praktik kewirausahaan, masih banyak kalangan yang meyakini bahwa seorang wirausahawan/wati dinilai berhasil apabila telah mampu membuka sebuah usaha baru sendiri. Terlebih-lebih jika diawali dengan ‘modal dengkul’. Jangan heran bila menjumpai orang yang memiliki banyak kartu nama dengan posisi bos atau pemilik sejumlah usaha yang ‘nyaris tak terdengar’ ataupun ‘hidup segan, mati tak mau’.

Yang amat penting untuk dipahami adalah bahwa mendirikan bisnis baru bukanlah tujuan akhir. It’s just the beginning. Kelangsungan hidup jangka panjang (kelanggengan bisnis) dan pertumbuhan usaha seringkali justru jadi tantangan yang paling sulit. Bukankah seorang bayi tidak mungkin ditinggalkan sendiri dan diharapkan mampu berkembang dewasa sendiri? Temuan-temuan empiris riset

Page 279: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

270

kewirausahaan dan manajemen strategik di berbagai belahan dunia menyimpulkan bahwa tingkat kematian organisasi bisnis paling banyak terjadi pada tiga tahun pertama berdirinya (Bygrave & Zacharakis, 2008). Dalam sebuah survei yang dikutip de Geus (1997), ditemukan bahwa tingkat harapan hidup perusahaan rata-rata (average corporate life expectancy) di Jepang dan Eropa adalah 12,5 tahun. Tingkat harapan hidup perusahaan bahkan mengalami penurunan di sejumlah negara: dari 45 tahun menjadi 18 tahun di Jerman, dari 13 tahun menjadi 9 tahun di Perancis, dan dari 10 tahun menjadi 4 tahun di Inggris. Sejumlah faktor diidentifikasi sebagai penyebab fenomena ‘dying young’ ini, di antaranya kinerja buruk yang tidak sesuai harapan, ketidakselarasan strategik, lemahnya corporate governance, management incompetence, dan perubahan lingkungan bisnis (Jevons, et al., 2007; Decker & Mellewigt, 2007).

Tulisan ini bertujuan untuk menelaah secara sistematis temuan-temuan riset empiris terdahulu tentang kelanggengan bisnis (business longevity), yang diukur dengan tingkat survival perusahaan dan merek. Selain itu, tulisan ini juga dimaksudkan untuk mengidentifikasi determinan utama kelanggengan bisnis di berbagai negara berdasarkan perspektif ekonomika, ekologi organisasional, dan manajemen strategik. Sumber data yang digunakan adalah jurnal akademik internasional yang relevan dengan perspektif yang diacu.

MENGAPA KELANGGENGAN BISNIS?Secara sederhana, perjalanan hidup sebuah bisnis bisa diilustrasikan dalam

tahap 5S (lihat Gambar 1). Tahap pertama adalah start-up, yakni saat didirikan atau dimulainya usaha bersangkutan. Setelah itu tahap struggle yang merupakan fase kritis karena umumnya usaha baru masih berusaha mencari bentuk yang tepat dan meraih konsumen. Sebagai perusahaan baru yang umumnya masih berukuran kecil, tantangan terberat yang dihadapi adalah liability of newness dan liability of smallness. Kalau itu berhasil dilewati dengan baik, masuklah bisnis itu pada tahap survival. Dalam tahap ini, bila usaha bisa ditingkatkan dengan baik, maka akan tercapai tahap ideal, yakni supremacy. Perusahaan mendominasi pasar di tahap ini. Namun, bila gagal mempertahankan survival, sebuah perusahaan bakal mengalami RIP (rest in peace) alias gulung tikar.

Gambar 1. Lima Tahap Perjalanan Hidup Sebuah Bisnis (Model 5S)

Menariknya, empat tahap (struggle, survival, supremacy dan sayonara) saling berhubungan. Tidak ada jaminan bahwa sebuah perusahaan yang berada pada tahap supremacy, misalnya, bakal selalu di posisi itu. Bila tidak mampu menyelaraskan diri

Start-Up Struggle

Sayonara

Survival

SupremacySumber: Tjiptono (2009)

Page 280: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

271

dengan dinamika lingkungan bisnis yang berubah cepat, sangat mungkin perusahaan bakal mengalami kemunduran yang selanjutnya berpotensi berujung pada kebangkrutan.

Kelanggengan bisnis (business longevity atau long-term business survival) merupakan isu strategik bagi setiap organisasi bisnis. Istilah kelanggengan mengacu pada durasi eksistensi yang panjang (Oxford English Dictionary, www.oed.com). Dalam konteks kelanggengan bisnis, maknanya adalah keberlanjutan eksistensi sebuah organisasi bisnis di pasar relevan yang dilayaninya (Banbury & Mitchell, 1995). Ukuran yang digunakan mencakup durasi survival maupun peluang survival.

Setidaknya ada tiga alasan utama mengapa kelanggengan bisnis perlu dijadikan kriteria kinerja kewirausahaan. Pertama, survival merupakan ukuran minimum kesuksesan perusahaan dan prasyarat bagi indikator kinerja bisnis lainnya, seperti pertumbuhan, profitabilitas, pangsa pasar, dan lain-lain (Drucker, 1954). Sebagai ilustrasi, bagaimana perusahaan bisa tumbuh bila tidak survive? Kedua, prinsip ‘going concern’ dalam bisnis, terutama akuntansi, menyatakan bahwa sebuah organisasi bisnis didirikan dengan maksud untuk hidup selamanya (Kieso, et al., 2010). Implikasinya, kelanggengan perusahaan merupakan hal esensial bagi investor, kreditor, pemilik, manajer, karyawan, pelanggan, pemerintah, dan stakeholder lainnya. Ketiga, fakta empiris menunjukkan bahwa terjun ke sebuah bisnis tampaknya relatif gampang, namun bukanlah hal mudah untuk bertahan hidup (survive) (Geroski, 1995).

PERSPEKTIF STUDI KELANGGENGAN BISNISSelama ini isu kelanggengan bisnis diteliti menggunakan sejumlah konstruk dan

perspektif. Konstruk yang sering dijumpai dalam literatur meliputi kelanggengan, survival, kebangkrutan, kematian, mortalitas, likuidasi, divestasi, exit, distress, failure, demise, dissolution, closure, dan seterusnya. Sementara itu, tiga perspektif yang paling dominan adalah ekonomika (evolutionary economics dan industrial organization economics), ekologi organisasional, dan manajemen strategik (Tjiptono, 2011). Tabel 1 menyajikan rangkuman hasil sejumlah riset terdahulu dalam ketiga perspektif tersebut.

Tabel 1. Rangkuman Hasil Riset Kelanggengan Bisnis Berdasarkan Perspektif Ekonomika,Ekologi Organisasional, dan Manajemen Strategik

No. Peneliti Konteks Prediktor Utama*/DeskripsiPerspektif Ekonomika

1. Behrman & Deolalikar (1989)

Perusahaan menengah dan besar Indonesia selama periode 1975-1985.

Konsentrasi industri () Usia perusahaan () Ukuran perusahaan () % kepemilikan asing () Proporsi family workers (-)

2. Dunne & Hughes (1994)

2.149 perusahaan Inggris selama periode 1975-1985.

Ukuran perusahaan ()

3. Mata & Portugal (1994)

3.169 perusahaan baru di Portugal pada tahun 1983 dan kondisinya di tahun 1987.

Entry rate (-) Tingkat pertumbuhan

industri () Ukuran perusahaan ()

4. Audretsch & Mahmood (1995)

12.251 perusahaan manufaktur baru di Amerika yang didirikan pada tahun 1976.

Skala ekonomis (-) Ukuran perusahaan ()

5. Agarwal & Gort 25 produk baru di pasar Entry rate (tergantung pada

Page 281: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

272

No. Peneliti Konteks Prediktor Utama*/Deskripsi(1996) Amerika Serikat sejak masing-

masing produk tersebut pertama kali diperkenalkan secara komersial hingga tahun 1991.

tahap perkembangan pasar dalam siklus hidup produk)

Usia perusahaan ()

6. Agarwal (1998) 33 pasar produk dan 2.213 perusahaan.

Ukuran perusahaan (-) (pada tahap aktivitas teknologi tinggi dan untuk produk teknis).

7. Honjo (2000) Perusahaan manufaktur baru di Jepang selama periode 1986-1994.

Entry rate (-) Ukuran perusahaan ()

8. Segarra & Callejon (2002)

Perusahaan-perusahaan manufaktur Spanyol yang berdiri pada tahun 1994 dan nasibnya pada tahun 1998.

Tingkat pertumbuhan industri ()

Intensitas riset dan pengembangan (-)

Ukuran perusahaan ()9. Disney, Haskel &

Heden (2003)Perusahaan manufaktur Inggris selama periode 1986-1991.

Entry rate (-)

Perspektif Ekologi Organisasional10. Carroll & Delacroix

(1982)Industri media massa Argentina di abad 19 dan industri media massa Irlandia pada abad 19 dan 20.

Usia perusahaan () Kondisi ekonomi () Stabilitas politik ()

11. Carroll & Hannan (1989)

Serikat pekerja Amerika (1836-1985), surat kabar Argentina (1800-1900), surat kabar Irlandia (1800-1970), penerbit surat kabar di kawasan San Francisco (1840-1975), dan produsen bir Amerika (1633-1988)

Densitas kompetitif saat berdiri (-)

12. Bruderl & Schussler (1990)

171.502 perusahaan di kawasan Munich dan Upper Bavaria (Jerman Barat) selama periode 1 Januari 1980 dan 31 Maret 1989.

Usia perusahaan (, tetapi mengikuti pola ‘liability of adolescence’)

13. Bruderl, Preisendorfer & Ziegler (1992)

1.849 pendaftar bisnis teregistrasi di Jerman selama periode 1985-1986.

Ukuran perusahaan ()

14. Barron, West & Hannan (1994)

Credit union di New York City pada periode 1914-1990.

Usia perusahaan (-) Ukuran perusahaan ()

15. Ranger-Moore (1997) Perusahaan asuransi jiwa di New York selama periode 1813-1985.

Usia perusahaan (-) Ukuran perusahaan ()

16. Barron (1999) Credit union di New York City pada periode 1914-1990.

Ukuran perusahaan ()

17. Strotmann (2007) Perusahaan manufaktur di Baden-Wuerttemberg (Jerman) pada periode 1981-1994.

Usia perusahaan (-) Ukuran perusahaan ()

Perspektif Manajemen Strategik18. Whitten (1979) 7 sub-kategori produk rokok di

Amerika Serikat selama periode Semua pionir survive.

Page 282: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

273

No. Peneliti Konteks Prediktor Utama*/Deskripsi1913-1974.

19. Shaw & Shaw (1984) 13 perusahaan utama dalam industri synthetic fibers(acrylics, nylon dan polyester) di Eropa Barat.

Early entrant memiliki durasi survival lebih lama dibandingkan late entrant.

20. Glazer (1985) Suratkabar Iowa selama periode 1836-1976.

Tidak ada perbedaan signifikan antara tingkat survival bagi first entrant dan second entrant.

21. Olleros (1986) Industri baru dan teknologi baru radikal, mulai dari semikonduktor dan TV hingga mesin ketik dan mobil.

Pionir mengalami fenomena ‘pioneer burnout’.

22. Mitchell (1991) 225 perusahaan dalam 5 sub-bidang teknis industri diagnostic imaging di Amerika Serikat yang muncul setelah tahun 1952.

Later entrant memiliki durasi survival lebih lama dibandingkan pionir.

23. Mascarenhas (1992) 143 perusahaan pengeboran minyak yang memasuki 46 pasar internasional selama periode 1962-1984.

First entrant memiliki durasi survival lebih lama dibandingkan early followers.

24. Sullivan (1992) 95 merek dalam 11 kategori non-durable consumer goods.

New-name branding strategymemiliki first-mover advantage, sementara brand extension strategy memiliki late-moveradvantage.

25. Golder & Tellis (1993) 500 merek dalam 50 kategori produk di pasar Amerika Serikat.

Tidak ada perbedaan signifikan antara tingkat survival bagi pionir dan later entrant.

26. Bryman (1997) Industri animasi Amerika Serikat.

Tak satupun di antara enam pionir (antara tahun 1913 dan awal 1920-an) yang survivesetelah Perang Dunia II usai. Later entrant memiliki peluang survival lebih besar dibandingkan pionir.

27. Mascarenhas (1997) 187 perusahaan yang memasuki 68 pasar internasional untuk produk off-shore drilling selama periode 1962-1984.

First entry berdampak pada market survival yang lebih lama.

28. Robinson & Min (2002)

167 first-entrant pionir pasar dan 267 early follower dalam 167 pasar.

Pionir pasar memiliki tingkat survival lebih tinggi dibandingkan early followers.

29. Srinivasan, Lilien & Rangaswamy (2004)

45 office products dan consumerdurables.

Tidak ada perbedaan durasi survival antara pionir dan later entrant.

30. Min, Kalwani & Robinson (2006)

264 pasar-produk industrial baru.

Pionir memiliki tingkat survivallebih besar dalam incrementally new product market dibandingkan dalam really newproduct market.

Catatan: () berarti berpengaruh positif terhadap peluang atau durasi survival (kelanggengan bisnis); sedangkan (-) berarti pengaruhnya negatif.

Page 283: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

274

DETERMINAN KELANGGENGAN BISNISTemuan empiris sebagaimana terangkum dalam Tabel 1 mengungkap beberapa hal

menarik, terutama menyangkut determinan kelanggengan bisnis. Berikut ini adalah deskripsi pokok-pokok temuan tersebut.

Perspektif EkonomikaStudi kelanggengan bisnis dalam perspektif ekonomika terbagi dalam dua aliran

pokok, yakni ekonomika organisasi industrial dan ekonomika evolusioner. Fokus keduanya adalah mengidentifikasi karakteristik atau faktor yang dapat memprediksi peluang survivalperusahaan baru (bisnis, pabrik, atau unit bisnis baru).

Riset empiris dalam aliran ekonomika organisasi industrial mengidentifikasi dua prediktor paling signifikan bagi business survival, yakni karakteristik industri dan atribut perusahaan (Caves, 1998). Beberapa variabel karakteristik industri yang sering dijumpai antara lain: tingkat konsentrasi industri, tingkat pertumbuhan industri, skala ekonomis, dan entry rates. Hingga saat ini tampaknya belum ada konsensus menyangkut pola dampak tingkat konsentrasi industri terhadap peluang survival bisnis baru. Ada yang menemukan pengaruh positif (contohnya, Behrman & Deolalikar, 1989), pengaruh negatif (misalnya, Audretsch & Mahmood, 1995), maupun tidak berpengaruh signifikan (di antaranya, Mata & Portugal, 1994). Semakin besar tingkat pertumbuhan industri, semakin besar pula peluang survival perusahaan-perusahaan baru (Segarra & Callejon, 2002). Peluang survivalakan lebih kecil bagi perusahaan-perusahaan yang berkecimpung dalam industri yang mengutamakan skala ekonomis (Audretsch & Mahmood, 1995). Sementara itu, industri yang tingkat masuknya (entry rate) tinggi biasanya juga memiliki tingkat keluar (exit rate) yang tinggi (Disney, Haskel & Heden, 2003; Honjo, 2000).

Dalam hal atribut atau karakteristik perusahaan, ukuran dan usia perusahaan merupakan dua faktor yang paling signifikan dalam memprediksi peluang survival. Mayoritas riset ekonomika organisasi industrial menyimpulkan bahwa perusahaan yang lebih besar dan lebih tua memiliki kemungkinan survival lebih besar dibandingkan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil dan lebih muda (Behrman & Deolalikar, 1989; Honjo, 2000; Mata & Portugal, 1994). Hal ini menyiratkan fenomena “survival of the fittest”, di mana perusahaan yang kinerja ekonominya paling rendah biasanya paling rentan kelangsungan hidupnya.

Studi kelanggengan bisnis dalam tradisi ekonomika evolusioner menelaah siklus hidup industri, menganalisis industri-industri yang berada dalam tahap penurunan, dan meneliti inovasi pada level perusahaan. Dua prediktor peluang survival yang diidentifikasi dalam aliran ini adalah siklus hidup industri (biasanya siklus hidup produk digunakan sebagai proxy) dan aktivitas/inovasi teknologi. Perusahaan yang masuk pada tahap pertumbuhan evolusi industri memiliki peluang survival besar (Agarwal & Gort, 1996). Di samping itu, peluang survival akan lebih besar jika perusahaan masuk pada tahap aktivitas teknologi tinggi dibandingkan masuk pada tahap pasar produk telah mapan (Agarwal, 1996; Audretsch & Mahmood, 1995).

Perspektif Ekologi OrganisasionalEkologi organisasional memiliki tradisi kuat dalam hal riset kelanggengan organisasi

atau perusahaan. Pionirnya adalah Hannan & Freeman (1977) dan Aldrich (1979). Perspektif ini berasumsi bahwa organisasi tidak mampu mengendalikan sepenuhnya survival atau failure-nya dan faktor-faktor inertial menghambat kemampuan organisasiuntuk mengubah bentuknya dalam rangka lebih menyesuaikan diri dengan lingkungan (Kalleberg & Leicht, 1991). Peneliti beraliran ekologi organisasional cenderung lebih

Page 284: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

275

berfokus pada tingkat mortalitas organisasi (Henderson, 1999). Secara umum, empat determinan utama kelanggengan bisnis yang sering dijumpai dalam hasil riset berbasis ekologi organisasional adalah: 1. Densitas kompetitif. Jumlah perusahaan dalam sebuah populasi pada saat pendirian

perusahaan berdampak positif jangka panjang terhadap tingkat mortalitas perusahaan (Carroll & Hannan, 1989).

2. Stabilitas politik dan ekonomi. Perusahaan yang lahir saat situasi politik dan ekonomi stabil cenderung memiliki tingkat survival lebih besar dibandingkan perusahaan yang lahir saat kondisi politik dan ekonomi bergejolak (Carroll & Delacroix, 1982).

3. Usia perusahaan. Umumnya ditemukan tiga pola sistematis hubungan antara usia organisasi dan tingkat kematian perusahaan. Pertama, liability of newness, artinya perusahaan baru memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang lebih tua (Freeman, Carroll & Hannan, 1983; Hannan & Freeman, 1984; Stinchcombe, 1965). Kedua, liability of adolescence, dimana tingkat mortalitas perusahaan memiliki pola hubungan seperti huruf U terbalik dengan usia perusahaan (Bruderl & Schussler, 1990; Strotmann, 2007). Ketiga, liability of aging, yakni situasi tingkat mortalitas meningkat seiring dengan bertambahnya usia perusahaan (Barron, West & Hannan, 1994; Ranger-Moore, 1997).

4. Ukuran perusahaan. Tingkat mortalitas menurun seiring dengan meningkatnya ukuran perusahaan. Situasi yang disebut liability of smallness ini ditemukan dalam sejumlah riset empiris (di antaranya, Barron, 1999; Barron, West & Hannan, 1994; Bruderl, Preisendorfer & Ziegler, 1992).

Perspektif Manajemen StrategikPengaruh urutan memasuki pasar (order of market entry) terhadap kinerja bisnis

(pangsa pasar dan laba) banyak diteliti, di antaranya dalam konteks produk konsumen, produk industrial, bisnis online, waralaba, dan seterusnya. Namun sayangnya, belum banyak riset yang menguji secara spesifik tingkat survival berbagai timing memasuki pasar. Dari yang sedikit itu pun, temuannya cenderung kontradiktif satu sama lain. Ada yang menemukan hubungan positif antara urutan memasuki pasar dan tingkat survival jangka panjang (Min, Kalwani & Robinson, 2006; Mitchell, 1994), ada yang menemukan hubungan negatif (Mascarenhas, 1997; Robinson & Min, 2002), serta ada pula yang mengungkap bahwa pola hubungannya tidak signifikan (Golder & Tellis, 1993; Srinivasan, Lilien & Rangaswamy, 2004). Implikasinya, masih diperlukan riset empiris lebih lanjut dalam perspektif ini untuk mengklarifikasi keterkaitan kedua faktor tersebut.

PENUTUPSelama ini literatur kewirausahaan berfokus pada upaya pendirian usaha atau

perusahaan baru. Proses pembelajaran di kuliah-kuliah kewirausahaan cenderung amat terpusat pada penyusunan rencana bisnis atau pengembangan produk baru (terutama produk kuliner, aksesoris, dan barang/jasa yang terkait dengan kebutuhan mahasiswa pada umumnya). Di satu sisi, mungkin ini menunjukkan tahap perkembangan pemikiran dan pengembangan kewirausahaan yang masih berlangsung saat ini di Indonesia. Di sisi lain, dibutuhkan pula langkah dan pemikiran lebih lanjut untuk menghindari persepsi sempit bahwa seakan-akan tugas seorang wirausahawan/wati berhenti pada telah berdirinya unit usaha yang dibentuk.

Telaah sistematis terhadap literatur kelanggengan bisnis di sejumlah negara (di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Portugal, Jerman, dan Indonesia) mengungkap bahwa tingkat survival perusahaan dan merek tergolong rendah. Selain itu, determinan utama kelangsungan bisnis meliputi karakteristik industri, atribut

Page 285: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

276

spesifik perusahaan, siklus hidup industri, aktivitas/inovasi teknologi, faktor lingkungan, dan urutan memasuki pasar. Implikasinya adalah bahwa kelanggengan bisnis harus menjadi salah satu kriteria kinerja kewirausahaan yang patut dicermati dalam pengembangan rencana bisnis. Bagaimanapun juga, kelanggengan atau survivabilitas jangka panjang merupakan ukuran minimum kesuksesan perusahaan dan prasyarat bagi indikator kinerja bisnis lainnya.

REFERENSI

Agarwal, R. (1996), “Technological activity and survival of firms”, Economics Letters, Vol. 52, No. 1, pp. 101-108.

Agarwal, R. (1998), “Small firm survival and technological activity”, Small Business Economics, Vol. 11, pp. 215-224.

Agarwal, R. and Gort, M. (1996), “The evolution of markets and entry, exit and survival of firms”, the Review of Economics and Statistics, Vol. 78, pp. 489-498.

Aldrich, H. (1979), Organizations and Environments. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall.

Audretsch, D.B. and Mahmood, T. (1995), “New firm survival: New results using a hazard function”, the Review of Economics and Statistics, Vol. 77, pp. 97-103.

Banbury, C.M. and W. Mitchell (1995), “The effect of introducing important incremental innovations on market share and business survival”, Strategic Management Journal, Vol. 16, Special Issue (Technological Transformation and the New Competitive Landscape), pp. 161-182.

Barron, D.N. (1999), “The structuring of organizational populations”, American Sociological Review, Vol. 64, No. 3 (June), pp. 421-445.

Barron, D.N., West, E. and Hannan, M.T. (1994), “A time to grow and a time to die: Growth and mortality of credit unions in New York city, 1914-1990”, American Journal of Sociology, Vol. 100, No. 2 (September), pp. 381-421.

Behrman, J.R. and Deolalikar, A.B. (1989), “… Of the fittest? Duration of survival of manufacturing establishments in a developing country”, Journal of Industrial Economics, Vol. XXXVIII, No. 2 (December), pp. 215-226.

Bruderl, J. and Schussler, R. (1990), “Organizational mortality: The liabilities of newness and adolescence”, Administrative Science Quarterly, Vol. 35, pp. 530-547.

Bruderl, J., Preisendorfer, P. and Ziegler, R. (1992), “Survival chances of newly founded business organizations”, the American Sociological Review, Vol. 57, No. 2 (April), pp. 227-242.

Bryman, A. (1997), “Animating the pioneer versus late entrant debate: An historical case study”, Journal of Management Studies, Vol. 34, No. 3 (May), pp. 415-438.

Page 286: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

277

Bygrave, W. and Zacharakis, A. (2008), Entrepreneurship. Hoboken, N.J.: John Wiley & Sons, Inc.

Carroll, G.R. and Delacroix, J. (1982), “Organizational mortality in the newspaper industries of Argentina and Ireland: An ecological approach”, Administrative Science Quarterly, Vol. 27, pp. 169-198.

Carroll, G.R. and Hannan, M.T. (1989), “Density delay in the evolution of organizational populations: A model and five empirical tests”, Administrative Science Quarterly, Vol. 34, No. 3 (September), pp. 411-430.

Caves, R.E. (1998), “Industrial organization and new findings on the turnover and mobility of firms”, Journal of Economics Literature, Vol. 36, pp. 1947-1982.

de Geus, A. (1997), The Living Company: Growth, Learning, and Longevity in Business. London: Nicholas Brealey Publishing.

Decker, C. and Mellewigt, T. (2007), “Thirty years after Michael E. Porter: What do we know about business exit?”, Academy of Management Perspectives, May, pp. 41-55.

Disney, R., Haskel, J. and Heden, Y. (2003), “Entry, exit and establishment survival in UK manufacturing”, the Journal of Industrial Economics, Vol. LI, No. 1 (March), pp. 91-112.

Drucker, P.F. (1954), The Practice of Management. New York: Harper and Row Publishers, Inc.

Dunne, P. and Hughes, A. (1994), “Age, size, growth and survival: UK companies in the 1980s”, Journal of Industrial Economics, Vol. XLII, No. 2 (June), pp. 115-140.

Freeman, J., Carroll, G.R. and Hannan, M.T. (1983), “The liability of newness: Age dependence in organizational death rates”, the American Sociological Review, Vol. 48, No. 5 (October), pp. 692-710.

Geroski, P.A. (1995), “What do we know about entry?”, International Journal of Industrial Organization, Vol. 13, pp. 421-440.

Glazer, A. (1985), “The advantages of being first”, American Economic Review, Vol. 75, No. 3 (June), pp. 473-480.

Golder, P.N. and Tellis, G.J. (1993), “Pioneer advantage: Marketing logic or marketing legend?”, Journal of Marketing Research, Vol. XXX (May), pp. 158-170.

Hannan, M.T. and Freeman, J. (1977), “The population ecology of organizations”, the American Journal of Sociology, Vol. 82, No. 5 (March), pp. 929-964.

Hannan, M.T. and Freeman, J. (1984), “Structural inertia and organizational change”, American Sociological Review, Vol. 49, No. 2 (April), pp. 149-164.

Page 287: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

278

Henderson, A.D. (1999), “Firm strategy and age dependence: A contingent view of the liabilities of newness, adolescence, and obsolescence”, Administrative Science Quarterly, Vol. 44, pp. 281-314.

Hisrich, R.D., Peters, M.P. and Shepherd, D.A. (2008), Entrepreneurship, 7th ed. Boston: McGraw-Hill/Irwin.

Honjo, Y. (2000), “Business failure of new firms: An empirical analysis using a multiplicative hazards model”, International Journal of Industrial Organization, Vol. 18, pp. 557-574.

Jevons, C., et al. (2007), “Managing brand demise”, Journal of General Management, Vol. 32, No. 4 (Summer), pp. 73-81.

Kalleberg, A.L. and Leicht, K.T. (1991), “Gender and organizational performance: Determinants of small business survival and success”, Academy of Management Journal, Vol. 34, No. 1 (March), pp. 136-161.

Kieso, D.E., Weygandt, J.J. and Warfield, T.D. (2010), Intermediate Accounting, 13th ed. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Mascarenhas, B. (1992), “Order of entry and performance in international markets”, Strategic Management Journal, Vol. 13, No. 7 (October), pp. 499-510.

Mascarenhas, B. (1997), “The order and size of entry into international markets”, Journal of Business Venturing, Vol. 12, No. 4 (July), pp. 287-299.

Mata, J. and Portugal, P. (1994), “Life duration of new firms”, Journal of Industrial Economics, Vol. XLII, No. 3 (September), pp. 227-245.

Min, S., Kalwani, M.U. and Robinson, W.T. (2006), “Market pioneer and early follower survival risks: A contingency analysis of really new versus incrementally new product-markets”, Journal of Marketing, Vol. 70, No. 1 (January), pp. 15-33.

Mitchell, W. (1991), “Dual clocks: Entry order influences on incumbent and newcomer market share and survival when specialized assets retain their value”, Strategic Management Journal, Vol. 12, No. 2 (February), pp. 85-100.

Olleros, F.J. (1986), “Emerging industries and the burnout of pioneers”, Journal of Product Innovation Management, Vol. 3, No. 1 (March), pp. 5-18.

Ranger-Moore, J. (1997), “Bigger may be better, but is older wiser? Organizational age and size in the New York life insurance industry”, American Sociological Review, Vol. 62, No. 6 (December), pp. 903-920.

Robinson, W.T. and Min, S. (2002), “Is the first to market the first to fail? Empirical evidence for industrial goods businesses”, Journal of Marketing Research, Vol. XXXIX (February), pp. 120-128.

Page 288: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

279

Segarra, A. and Callejon, M. (2002), “New firms’ survival and market turbulence: New evidence from Spain”, Review of Industrial Organization, Vol. 20, No. 1, pp. 1-14.

Shaw, R.W. and Shaw, S.A. (1984), “Late entry, market shares and competitive survival: The case of synthetic fibers”, Managerial and Decision Economics, Vol. 5, No. 2 (June), pp. 72-79.

Srinivasan, R., Lilien, G.L. and Rangaswamy, A. (2004), “First in, first out? The effects of network externalities on pioneer survival”, Journal of Marketing, Vol. 68 (January), pp. 41-58.

Stinchcombe, A.L. (1965), “Social structure and organizations”, in March, J.G. (ed.), Handbook of Organizations. Chicago: Rand McNally & Company.

Strotmann, H. (2007), “Entrepreneurial survival”, Small Business Economics, Vol. 28, pp. 87-104.

Sullivan, M.W. (1992), “Brand extensions: When to use them”, Management Science, Vol. 38, No. 6 (June), pp. 793-806.

Tjiptono, F. (2009), “Manajemen strategik”, makalah pada Pelatihan Pengembangan Bisnis, Pusat Studi Kewirausahaan UAJY, 3 Juli.

Tjiptono, F. (2011), Brand registration and usage in selected FMCG markets in Indonesia 1914 to 2007: A study of brands and branding in a transitional economy, Ph.D Dissertation, School of Marketing, Australian School of Business, The University of New South Wales, Sydney, Australia.

Whitten, I.T. (1979), “Brand performance in the cigarette industry and the advantage to early entry, 1913-1974”, staff report to the Federal Trade Commission.

Winarno, B. (2008), Rumah Iklan. Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS.

Page 289: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

280

ANALISIS DAMPAK SOSIAL EKONOMI REVITALISASI PASAR TRADISIONAL : STUDI PADA PASAR NUSUKAN DAN PASAR SIDODADI

Siti Fatimah Nurhayati dan Sujadi

Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah SurakartaFakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta

[email protected]@gmail.com

Abstrak

Akhir-akhir ini, bisnis ritel di Indonesia tumbuh pesat, baik secara kuantitas maupun kualitas. Kondisi ini didukung dengan digulirkannya Perpres No. 112 Tahun 2007 (perpres pasar modern) pada 27 Desember 2007. Pada sisi lain, pasar tradisional sepertinya telah diabaikan. Akibatnya, terjadi pertarungan sengit diantara keduanya, padahal pasar tradisional memiliki kontribusi yang besar bagi perekonomian di wilayahnya.

Pada tahun 2010 Pemerintah Pusat melalui menteri perdagangan merevitalisasi 120 pasar tradisional di Indonesia dengan anggaran Rp. 505 miliar yang bersumber dari APBN. Tujuannya mengembangkan pasar tradisional agar tidak mati dan kalah bersaing. Demikian pula yang terjadi di Surakarta. Sejumlah pasar telah direvitalisasi, diantaranya adalah pasar Sidodadi dan Nusukan. Anehnya setelah revitalisasi, kondisinya justru malah sepi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dampak sosial ekonomi revitalisasi pasar Sidodadi dan Nusukan di Surakarta pada Juni 2012.

Metodenya adalah dengan menggunakan analisis kualitatif dengan data primer (dikumpulkan melalui observasi dan wawancara tidak terstruktur) dan sekunder. Populasi di pasar Nusukan berjumlah 813 pedagang sementara di pasar Sidodadi (Kleco) berjumlah 480 orang.

Hasilnya menunjukkan bahwa secara umum lay out kedua pasar belum maksimal. demikian pula dengan kerjasama dan koordinasi antar pihak-pihak yang terkait. Ada keterbatasan modal, pengetahuan manajemen berdagang dan akses lembaga keuangan maupun koperasi. Setelah revitalisasi rata-rata pendapatan mereka turun dibanding sebelumnya. Pasar tradisional mempunyai potensi yang cukup bagus sebagai sumber pendapatan daerah. Dengan demikian program revitalisasi pasar tradisional yang semula diharapkan akan mampu mensejajarkan posisi pasar tradisional dengan pasar modern, ternyata tidak dengan serta merta terjadi.

Keywords : revitalisasi, pasar tradisional, pasar modern, lay out.

PENDAHULUAN Akhir-akhir ini, usaha (bisnis) ritel di Indonesia mengalami perkembangan yang

pesat, tidak hanya dari jumlah dan angka penjualan tetapi juga dari pertumbuhana pasar. Hal ini terjadi akibat perkembangan usaha manufaktur dan peluang pasar yang terbuka. Kondisi ini didukung dengan digulirkannya Peraturan Presiden (Perpres) No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, serta Toko Modern (biasa disebut Perpres Pasar Modern), yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 27 Desember 2007.

Pada sisi lain, pasar tradisional sepertinya telah diabaikan. Tak ada perhatian dan niat untuk memperbaiki nasib pedagang pasar tradisional. Padahal pasar tradisional memiliki kontribusi yang besar bagi roda ekonomi di wilayahnya, mampu menghidupi keluarga dan karyawannya serta memberikan keuntungan yang besar bagi pengusaha besar dari penjualan produk-produknya.

Pasar modern harusnya lebih peka terhadap nasib pasar dan pedagang pasar tradisional. Biar bagaimanapun, kekuatan modal yang dimiliki pasar modern tidak bisa dikalahkan oleh pedagang. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Majelis Pertimbangan

Page 290: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

281

Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DPW DKI Jakarta Hasan Basri,”Keberadaan pasar modern telah menyebabkan merosotnya jumlah pedagang di pasar tradisional. Sepuluh tahun lalu, ada sekitar 120.000 pedagang dan saat ini hanya ada sekitar 80.000 orang pedagang saja.” Pedagang yang tidak kuat bertahan akhirnya memilih untuk tidak berjualan lagi. Sebagian dari mereka bahkan beralih menjadi pedagang keliling.Hal ini juga diakui Ketua Dewan Pengawas Federasi Organisasi Pedagang Pasar Indonesia (FOPPI) Irfan Melayu (Kompas, 1 Februari 2012). Sudah seharusnya pemerintah memberikan berbagai perhatian yang serius dalam bentuk program-program yang mampu memperbaiki kualitas pasar tradisional dan langkah strategis untuk mengantisipasi hilangnya pasar-pasar tradisional di negeri ini.

PERUMUSAN MASALAHPerkembangan pasar modern yang pesat, bisa jadi akan menekan keberadaan pasar

tradisional sampai pada titik terendah. Pasar modern yang notabene dimiliki oleh peritel asing dan konglomerat lokal akan menggantikan peran pasar tradisional yang mayoritas dimiliki oleh masyarakat kecil dan sebelumnya menguasai bisnis ritel.

Keberadaan pasar tradisional sejatinya masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Selama ini pasar tradisional selalu identik dengan tempat belanja yang kumuh, becek serta bau dan karenanya hanya didatangi oleh kelompok masyarakat kelas bawah. Gambaran pasar seperti di atas harus diubah. Dengan demikian masyarakat dari semua kalangan akan tertarik untuk datang dan melakukan transaksi di pasar tradisional.

Pada tahun 2010 Pemerintah Pusat melalui menteri perdagangan mengeluarkan biaya revitalisasi 120 pasar tradisional di Indonesia sebanyak Rp. 505 miliar yang bersumber dari APBNdengan tujuan untuk mengembangkan pasar tradisional agar tidak mati dan kalah bersaing. Demikian pula yang terjadi di Surakarta. Sejumlah pasar telah direvitalisasi, diantaranya adalah pasar Sidodadi dan Nusukan. Permasalahannya adalah “Apa Dampak Sosial Ekonomi Revitalisasi Pasar Sidodadi dan Nusukan di Surakarta?”

TUJUAN PENELITIANRevitalisasi pasar yang dilakukan dengan cara merenovasi bangunan pasar

diharapkan mampu meningkatkan daya tarik pasar tradisional agar mampu bersaing secara dinamis, sehingga dapat meningkatkan aktivitas pasar tradisional dan memperbaiki taraf hidup pedaganganya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dampak sosial ekonomi revitalisasi pasar Sidodadi dan Nusukan di Surakarta.

MANFAAT PENELITIANHasil penelitian mengenai dampak sosial ekonomi revitalisasi pasar tradisional

diharapkan dapat memberi manfaat kepada beberapa pihak, diantaranya:1. Memberi masukan kepada pemerintah kotamadya Surakarta dalam menentukan arah

dan strategi pembangunan ekonomi kotamadya Surakarta, terutama dalam penataan dan pembinaan pasar tradisional dan pusat perbelanjaan modern

2. Memberi masukan kepada dinas – dinas yang terkait dalam pengembangan pasar-pasar tradisional guna melindungi pelaku-pelaku ekonomi kelas bawah sehingga tidak semakin memperlebar gap yang ada.

3. Memberi wacana kepada pedagang pasar tradisional agar dapat mengelola usahanya secara profesional agar dapat eksis dengan segala keunikannya.

4. Menjadi referensi bagi penelitian yang terkait di masa yang akan datang.

Page 291: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

282

TINJAUAN PUSTAKADalam ilmu ekonomi, konsep pasar adalah setiap struktur yang memungkinkan

pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi barang, jasa dan informasi. Pasar bervariasi dalam ukuran, jangkauan, skala geografis, lokasi, jenis dan berbagai komunitas manusia, serta jenis barang dan jasa yang diperdagangkan (diunduh dari id.wikipedia.org tanggal 11 Februari 2012).

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi antara penjual dan pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia dan umumnya terletak dekat kawasan pemukiman. Beberapa pasar tradisional yang "legendaris" dan menjadi icon antara lain adalah pasar Beringharjo di Yogyakarta, pasar Klewer di Solo, pasar Johar di Semarang.

Pasar tradisional sejatinya memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki oleh pasar modern. Diantaranya adalah lokasi yang strategis, area penjualan yang luas, keragaman barang yang lengkap, harga yang rendah dan sistem tawar menawar yang menunjukkan keakraban antara penjual dan pembeli. Selain itu, pasar tradisional juga memiliki berbagai kelemahan yang telah menjadi karakter dasar, seperti desain dan tampilan pasar, atmosfir, tata ruang, tata letak, keragaman dan kualitas barang, promosi penjualan dan jam operasional pasar yang terbatas. Ketika konsumen menuntut “nilai lebih” atas setiap uang yang dibelanjakannya, maka kondisi pasar tradisional dengan segala kekurangannya, tidak mampu mengakomodasi semua ini. Faktor inilah yang menjadi salah satu alasan konsumen untuk beralih dari pasar tradisional ke pasar modern. Artinya, dengan nilai uang yang relatif sama, pasar modern memberikan kenyamanan, keamanan, dan keleluasaan berbelanja yang tidak dapat diberikan pasar tradisional. Kondisi ini diperparah dengan citra negatif pasar tradisional seperti maraknya produk yang menggunakan zat kimia berbahaya, praktik penjualan daging oplosan, kecurangan dalam menimbang serta kecurangan-kecurangan lain dalam aktifitas penjualan dan perdagangan yang telah meruntuhkan kepercayaan konsumen terhadap pasar tradisional (Daryanto,2009).

Persaingan sengit antara pasar tradisional dengan peritel raksasa merupakan fenomena yang umum terjadi di era globalisasi. Keberadaan pasar modern dewasa ini sudah menjadi tuntutan dan konsekuensi dari gaya hidup modern masyarakat, tidak hanya di kota metropolitan tetapi sudah merambah sampai kota kecil di tanah air.

Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulu pernah vital atau hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran atau degradasi. Dengan demikian revitalisasi pasar adalah merupakan suatu usaha untuk mencoba memvitalkan kembali fungsi pasar tradisional yang semakin menurun. Skala revitalisasi bisa terjadi pada tingkatan mikro maupun makro. Proses revitalisasi melalui beberapa tahapan, yaitu aspek fisik, ekonomi dan aspek sosial atau institusional (diunduh dari www.scribd.com pada Juni 2012).

Menurut Devi (2012), untuk melakukan revitalisasi tidaklah mudah. Ada sejumlah kendala yaitu: Pertama, menyangkut problem tata ruang. Kedua, kecenderungan sosiologis pedagang berupa kecurigaan berlebihan (over curiosity) terhadap segala bentuk pembangunan. Pembangunan identik dengan penggusuran. Prasangka yang berkembang, setiap ada pembangunan berarti sewa atau pembelian stan menjadi lebih mahal. Hal ini dipandang merugikan pedagang.

Penelitian Rokhmat Slamet (2012) yang berjudul “Analisis Daya Tarik dan Strategi Manajemen Pasar Tradisional” dengan menggunakan analisis matriks, hasilnya menunjukkan:

Page 292: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

283

1. Keberadaaan pasar tradisional masih dibutuhkan2. Pasar tradisional bersifat statis.3. Upaya revitalisasi pasar harus memperhatikan faktor manajemen pasar dan distribuasi

yang berdampak pada berbagai aspek tata kelola4. Pemerintah harus lebih responsif terhap kelangsungan hidup pasar tradisional5. Pasar tradisional dengan konsep manajemen modern merupakan solusi untuk

mensejajarkan diri dengan pasar modernPenelitian Anak Agung Ketut Ayuningsari (2012) yang berjudul “Analisis

Pendapatan Pedagang Sebelum dan Sesudah Program Revitalisasi Pasar Tradisional di Kota Denpasar” dengan menggunakan uji beda menunjukkan bahwa pendapatan pedagang setelah program revitalisasi semakin menurun. Peningkatan pengunjung pasar hanya mempercepat lakunya barang dan tidak meningkatkan pendapatan pedagang.

METODE PENELITIANDipilihnya pasar Nusukan dan Kleco sebagai obyek penelitian karena di kedua

pasar tersebut setelah dilakukan revitalisasi pasar, kondisinya justru malah sepi dengan kasus yang berbeda. Revitalisasi pasar tradisional yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah ternyata yang terjadi adalah sebaliknya. Hal ini menarik untuk diteliti.

Penelitian kualitatif terdiri dari serangkaian teknik interpretasi yang akan mentransformasikan, menerjemahkan dan menjelaskan makna. Ukuran sampel untuk penelitian kualitatif umumnya relatif kecil untuk wawancara mendalam. Penelitian kualitatif ditujukan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam akan suatu situasi (Cooper and Schinder, 2006). Teknik kualitatif digunakan dalam penelitian ini, pada pengumpulan data (melalui observasi, dan wawancara tidak terstruktur) dan analisis data. Dalam analisis data, peneliti menggunakan analisis isi dan materi yang dicatat atau direkam yang diperoleh dari ungkapan pribadi peserta, observasi perilaku dan tanya jawab tidak terstruktur serta penelusuran bukti dari lingkungan fisik.

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder periode April sampai dengan Juni 2012. Data sekunder diperoleh dari kantor dinas pengelolaan pasar, kantor pasar, serta dinas-dinas pemerintah lain yang terkait di kotamadya Surakarta. Sementara data primer diperoleh dari dinas-dinas terkait, pedagang, pembeli, masyarakat sekitar pasar dan kantor desa di wilayah pasar.

Penentuan responden berdasarkan purposive sampling dan convenience sampling. Responden di pasar Nusukan berjumlah 1077 namun yang ditempati hanya 813 yang terdiri dari pedagang oprokan 160 orang, 563 los dan 90 kios dengan jenis dagangan yang bervariasi. Informan yang terlibat di pasar Nusukan ada 52 terdiri dari dari 10 penjual sayur, 5 penjual buah, 5 penjual beras dan bumbu, 2 orang penjahit pakaian, 3 toko pakaian, 2 toko sepatu dan sandal serta tas, 2 toko jam dan aneka kebutuhan, 2 orang tukang parkir, 5 orang penjual makanan (kuliner), 3 orang staf koperasi, 4 orang pembeli, 2 orang penduduk sekitar, kepala pasar beserta 5 orang pegawai pasar serta ketua dan pengurus papatsuta (pasamuan pasar tradisional Surakarta). Sementara di pasar Sidodadi (Kleco) responden (pedagang yang terdaftar pada dinas pasar) berjumlah 480 orang terdiri dari 29 kios, 195 los dan 256 pedagang oprokan. Informan yang terlibat di pasar Kleco ada 46 terdiri dari dari 15 penjual sayur, 5 penjual buah, 3 penjual beras dan bumbu, 2 toko pakaian, 2 toko sepatu dan sandal, 2 orang tukang parkir, 1 orang penyapu pasar, 3 orang penjual makanan (kuliner), 2 orang rentenir, 4 orang pembeli, 4 orang penduduk sekitar, ketua paguyuban pedagang, kepala pasar beserta 2 orang pegawai pasar serta lurah Sidodadi.

Page 293: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

284

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANKota Surakarta atau dikenal sebagai Kota Solo, merupakan sebuah dataran rendah

di cekungan lereng pegunungan Lawu dan Pegunungan Merapi dengan ketinggian sekitar 92 m diatas permukaan laut. Pasar kota Surakarta ada 41 pasar yang tersebar di seluruh kota Surakarta (lihat gambar 4-1).

Gambar 4-1 Peta Pasar di Surakarta

Sumber : Dinas Pengelolaan Pasar SurakartaDalam program revitalisasi pasar tradisional terdapat sekitar 3.366 pedagang kios,

7.415 pedagang los dan 4.949 pedagang pelataran di 38 pasar tradisional. Pasar yang sudah direvitalisasi antara lain pasar Nusukan, pasar Kembang, pasar Sidodadi, pasar Gading, dan pasar Windujenar. HASIL ANALISIS PENELITIAN PASAR NUSUKANa. Aspek fisik

Berdiri tahun 1958 terletak dijalan Kapten Piere Tendean, Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Tahun 1986 ada perubahan luas lahan hasil pembebasan tanah kantor Kelurahan dan Gedung Bioskop Nusukan. Tahun 2004 pasar Nusukan mengalami kebakaran dan dibangun kembali pada tahun 2006 yang terdiri dari dua lantai dan cukup luas dengan area parkir yang memadai (tertata baik). Pasar Nusukan menyediakan berbagai macam kebutuhan sehari-hari. Aktivitas dimulai dari dini hari hingga malam. Pedagang sayur-mayur kebanyakan datang dari luar kota Solo seperti Boyolali, Sragen, Purwodadi dan Karanganyar.

b. Aspek sosialDi pasar Nusukan ada paguyuban pedagang dengan anggota aktif sebanyak 60%. Mereka terlibat secara aktif dalam penataan lay out pasar dan memberi masukan kepada pemkot dan dinas pasar demi kemajuan usaha dan pembangunan daerah pada umumnya. Kegiatan lainnya adalah mengorganisir pekan seni, promo serta membuat event-event dan pembinaan-pembinaan tertentu.Semua ini dimungkinkan karena

Page 294: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

285

beberapa pedagang pasar Nusukan merupakan pengurus papatsuta (pasamuan pasar tradisional Surakarta)

c. Aspek ekonomiSetelah revitalisasi pasar terjadi penurunan pendapatan pedagang yang cukup signifikan, bahkan ada yang merugi. Penyebabnya bisa dikatakan komplek. Pertama,terkait dengan lay out los yang dibuat tertutup. Kedua, terkait dengan pengalihan rute jalur bus umum yang tidak lagi lewat di depan pasar. Ketiga, terkait dengan maraknya pasar modern yang merambah sampai wilayah pinggiran (minimal berjarak 500 m dari psar tradisional) dan mereka juga melayani eceran dengan harga grosir. Keempat, faktor persaingan antar pedagang yang jumlahnya terus bertambah. Kelima kondisi ekonomi yang lagi lesu. Banyak usaha dilakukan untuk mensiasati kondisi ini, diantaranya pembinaan manajemen dagang, di sore hari di depan pasar diadakan pasar kuliner dengan nama “selera nusantara” oleh penduduk sekitar pasar dengan harapan agar pasar lebih ramai lagi.Koperasi sebenarnya telah ada sejak tahun 1999 tetapi tidak aktif. Pada tahun 2009 dicoba untuk diaktifkan kembali dengan jumlah anggota sebanyak 49 orang dan usahanya di bidang simpan pinjam. Adapun besarnya simpanan pokok sebesar Rp. 25.000,- dan simpanan wajib sebesar Rp. 5.000,- per bulan. Kenyataannya, banyak pedagang yang lebih memilih meminjam uang ke rentenir untuk modal usaha dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

d. Aspek kerjasamaAda kerjasama dan koordinasi yang baik antara para pedagang, paguyuban pedagang dan dinas pemerintah. Mereka sering duduk bersama untuk membahas persoalan-persoalan yang ada dan mencari solusi terbaik demi kebaikan dan kemajuan bersama. Sikap mereka cukup terbuka terhadap kritikan dan masukan.

e. Kontribusi kepada daerahPasar Nusukan mempunyai potensi yang bagus untuk memberikan pendapatan kepada daerah. Perolehan retribusi kebersihan pasar per hari sekitar Rp. 800.000,- belum misalnya ditambah dari hasil lainnya seperti parkir, dan lain-lain. Berdasar data yang diperoleh dari dinas pengelolaan pasar nampak bahwa dari januari 2012 sampai pertengahan Juni 2012 pasar Nusukan memberikan masukan pendapatan asli daerahsebesar Rp. 403.820.990,- padahal targetnya hanya Rp. 400.925.000,-

HASIL ANALISIS PENELITIAN PASAR SIDODADI (KLECO)a. Aspek fisik

Berlokasi di Jalan Slamet Riyadi, Kalurahan Karangasem, Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Setelah adanya pembebasan tanah makam Kleco, pada tahun 2007, Pasar Sidodadi dibangun kembali menjadi dua lantai dimana lokasi baru di sebelah timur, sementara pasar lama (lokasi sebelah baratnya) dibiarkan seperti aslinya sehingga tidak terawat dan sepi, hanya ada sedikit los yang dipakai usaha dan sebagian besar difungsikan sebagai gudang. Pedagang lebih memilih tempat di pinggir jalan kampung yang ada di pasar.Aktivitas pasar dimulai dari dini hari hingga siang hari. Pedagang sayur-mayur kebanyakan datang dari luar kota Solo seperti Boyolali dan Karanganyar. Lay out pasar tidak tertata dengan baik. Jumlah kios lebih sedikit dibanding jumlah pedagang pasar sehingga mereka pindah dan mencari tempat yang lebih strategis yaitu di pinggir jalan kampung sepanjang pasar dengan cara mengontrak emperan rumah penduduk. Harga sewa perhari rata-rata cukup mahal, tergantung lokasi dan luas areal tempat usaha. Dengan demikian mereka “aman” apabila ada operasi penertiban. Kondisi ini sangat mengganggu lalu lintas dan ketertiban umum. Dinas pasar tidak dapat berbuat banyak, yaitu hanya melarang kendaraan roda empat lewat pasar sebelum jam 11 siang.

Page 295: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

286

b. Aspek sosialDi pasar Sidodadi ada paguyuban pedagang namun tidak produktif. Dengan demikian para pedagang harus berusaha sendiri-sendiri untuk memajukan usahanya. Bahkan ada indikasi terjadi persaingan yang tidak sehat antara kelompok pedagang pasar dengan pedagang berlokasi di luar pasar (di sepanjang jalan pasar) yang mempunyai “bergaining power” lebih besar karena ada yang mengkoordinasi.

c. Aspek ekonomiSetelah revitalisasi secara umum terjadi penurunan pendapatan pedagang yang cukup signifikan. Penyebabnya. Pertama, terkait dengan lay out. Kedua, Percaya atau tidak, ada korelasi positif yang signifikan antara kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dengan pasar Sidodadi. Apabila jumlah mahasiswa UMS cukup banyak dan kuliah tidak libur maka pasar Sidodadi rame dan sebaliknya. Ketiga, terkait dengan maraknya pasar modern yang merambah wilayah pinggiran. Pasar Sidodadi dikelilingi sejumlah retail besar yang terletak di sebelah barat dan timurnya. Keempat, faktor persaingan antar pedagang. Kelima, kondisi ekonomi yang lesu.Tidak ada koperasi meskipun di situ ada berdiri bank BRI. Banyak pedagang yang jatuh ke rentenir untuk memenuhi kebutuhan modal usaha dan hidup sehari-hari.

d. Aspek kerjasamaDi pasar Sidodadi kerjasama dan koordinasi antara para pedagang, paguyuban pedagang dan dinas pemerintah bisa dikatakan “dingin-dingin saja.” Bahkan lurah Sidodadi mengaku belum pernah diajak duduk bersama membahas persoalan ketertiban lalu lintas dan ketertiban umum sepanjang lokasi pasar.

e. Kontribusi kepada daerahPasar Sidodadi memberikan perolehan retribusi (kebersihan) pasar dalam sehari sekitar Rp. 400.000,- Berdasar data dari dinas pengelolaan pasar nampak bahwa dari Januari 2012 sampai pertengahan Juni 2012 pasar Sidodadi memberikan masukan pendapatan asli daerah sebesar Rp. 137.332.430,- jauh di bawah target yang besarnya Rp. 200.481.000,-

Gagalnya revitalisasi dalam merubah nasib pedagang menunjukkan lemahnya manajemen pasar yang disebabkan karena pengelola pasar belum menjalankan fungsinya secara optimal dan tidak didukung dengan standard operation procedure (SOP) yang jelas.Revitalisasi seharusnya dapat mensinergikan sumberdaya potensial pasar tradisional dengan semua aspek secara komprehensif, terintegrasi dan holistik. Oleh karena itu sebelum dilakukan revitalisasi hendaknya direncanakan secara baik dan matang dengan melibatkan semua unsur terkait dengan berpihak kepada kebutuhan pedagang dan konsumen.Guna mewujudkan itu semua langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah (Daryanto, 2012):1. Pembangunan fisik pasar yang berorientasi pada lingkungan dengan berpihak pada

kepentingan internal pasar (development sustainability)2. Pemerintah harus giat mempromosikan dan memposisikan pasar tradisional sebagai

magnet pertumbuhan ekonomi kota sekaligus inkubasi peningkatan kesejahteraan masyarakat ekonomi lemah.

3. Pembinaan manajemen berdagang yang profesional serta menjamin keamanan dan keselamatan pemakaian produk

4. Bekerjasama dengan korporat dalam program corporate social responsibily (CSR)dalam membina pedagang

5. Menciptakan iklim usaha yang kondusif

SIMPULAN DAN IMLPIKASIBerdasar hasil penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik simpulan :

Page 296: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

287

1. Aspek fisikSetelah revitalisasi umumnya bangunan pasar dibuat dua lantai, dimana lantai dua digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dengan harapan menjadi lebih ramai ternyata yang terjadi sebaliknya. Lantai dua sepi dari pengunjung dan mendorong pedagang untuk pindah tempat. Akibatnya lay out pasar menjadi tidak rapi lagi.

2. Aspek sosialPeran paguyuban pedagang sebagai mediator kepentingan antara pemerintah (dinas pasar) dengan para pedagang belum dilakukan secara optimal.

3. Aspek ekonomiSetelah revitalisasi umumnya pendapatan pedagang mengalami penurunan yang disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya lay out yang tidak baik, persaingan antar pedagang sendiri, persaingan dengan pasar modern. Para pedagang juga membutuhkan tambahan modal dengan biaya yang murah sementara mereka memiliki akses yang terbatas terhadap lembaga keuangan maupun koperasi. Selain itu, ketrampilan manajemen berdagang para pedagang juga terbatas.

4. Aspek kerjasamaKerjasama dan koordinasi antara para pedagang, paguyuban pedagang dan dinas pemerintah yang terkait belum berjalan secara optimal. Masing-masing bisa dikatakan berjalan sendiri-sendiri sesuai kepentingannya.

5. Aspek kontribusi kepada daerahPasar tradisional merupakan sumber pendapatan daerah yang sangat potensial. Terutama dari retribusi pasar dan retribusi parkir

Dengan mempertimbangkan hasil penelitian maka implikasinya adalah:1. Sebelum melakukan revitalisasi hendaknya dilakukan penelitian yang mendalam akan

kebutuhan revitalisasi sehingga revitalisasi yang dilakukan berdayaguna2. Dalam pengelolaan pasar tradisional hendaknya melibatkan semua pihak yang terkait

dan dilakukan secara sungguh-sungguh sehingga dapat tercipta iklim yang kondusif, karena hanya kepada pemerintahlah pedagang pasar bisa berharap

3. Perlu pembinaan pedagang secara berkelanjutan baik dari segi ketrampilan, manajemen maupun modal agar mereka piawi dalam berbisnis.

Page 297: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

288

REFERENSI

Andreas Yuniman Tjandra dan Marinus Wahjudi. (2006), Analisa Perkembangan Pasar Tradisional Studi Komparatif Terhadap Pengguna Ruang Komersial di Pasar Atum, Pasar Turi, dan Pasar Wonokromo. URL: www.bibsonomy.org.

Anonim. 2007. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. URL : www.bpkp.go.id.

Ayuningsari, Anak.AK. (2012), Analisis Pendapatan Sebelum dan Sesudah Program Revitalisasi Pasar Tradisional di Kota Denpasar.

Cristina Whidya Utami. (2006), Manajemen Ritel: Strategi dan Implementasi Ritel Modern. Jakarta: Salemba Empat.

Daryanto, Arief. (2009), Revitalisasi Pasar Tradisional. Jurnal Manajemen Bisnis. Vol. 2 No. 1.

Devi, Ratna. 17 April 2012. Revitalisasi Pasar Tradisional pada Masyarakat Modern.Makalah diskusi bulanan FISIP UNS.

Donald R. Cooper dan C. William Emory. (1996), Metode Penelitian Bisnis Jakarta: Erlangga.

Donald R. Cooper dan Pamela S. Schinder. (2006), Metode Riset Bisnis, volume satu. Irwin : Mc Graw – Hill.

www.surakarta.go.id Kota Surakarta : Clean Air For Smaller Cities Programme

Pemerintah kota Surakarta, (2008), Bahan Presentasi Penataan PKL Kota Solo

Scumpeter Joseph A dalam Simitro Djojohadikusumo. (1981), Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta

Slamet, Rokhmad. (2012), Analisis Daya Tarik dan Strategi Manajemen Pasar Tradisional. Jurnal Ilmiah Ekonomi Akuntansi Manajemen Pelita Ilmu.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/15/03185351/pasar.tradisional.terjepit

http://www.jakarta.go.id/en/pemerintahan/perusahaan_pemda/pasar_jaya/pasar3a.

http://hilmiarifin.com/pasar-tradisional-vs-pasar-modern/pasar

Page 298: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

289

PENTINGNYA KNOWLEDGE MANAGEMENTPADA USAHA KECIL MENENGAH (UKM)

Dian Indiyati

Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi

E-mail : [email protected]

Abstrak

Knowledge Management dipandang sebagai suatu cara atau metoda untuk mengelola pengetahuan di dalam organisasi dan bahkan mayoritas pengelola organisasi perusahaan bisnis, pengelolaan pengetahuan ini telah menjadi aktivitas utama untuk memulai keberhasilan bisnisnya. Dengan penerapan knowledge management system, usaha kecil menengah (UKM) dapat menciptakan, menyebarkan, menyimpan, meng-update dan menyempurnakan terus menerus secara rinci tentang pengetahuan praktis dari semua anggota organisasi. Melalui knowledge management, semua pengelola, pemilik dan pegawai UKM tidak hanya berbagi pengalaman dan pengetahuan, tetapi membuat sesuatu menjadi lebih kreatif dan inovatif, dimana semua anggota organisasi UKM akan selalu menularkan cara berpikir kepada orang lain dengan ide-ide nya.Tulisan ilmiah ini merupakan kajian teori, dimana tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran dengan lebih jelas tentang pentingnya penerapan knowledge management pada UKM, sehingga UKM dapat mengelola pengetahuan dengan lebih baik, dimana semua anggota organisasi UKM dapat lebih produktif, lebih kreatif dan inovatif, sistem organisasi lebih terkelola dengan efektif dan efisien, sehingga UKM mempunyai keunggulan bersaing karena dapat menciptakan produk yang lebih inovatif dan dibutuhkan oleh konsumen.

Keywords : knowledge management, knowledge sharing

PENDAHULUANUNDP dalam Human Development Report tahun 2012, melaporkan bahwa Indeks

Pengembangan Manusia (IPM) Indonesia berada pada kategori medium human development, menempati peringkat ke 124 dari 187 negara di dunia, keadaan ini dianggap mengkawatirkan, karena peringkat ini menurun dari tahun ke tahun. Hasil survey dari sebuah lembaga riset dari Swiss, yaitu IMD-World Competitiveness Year Book tahun 2012, menyebutkan bahwa soal kualitas dan produktivitas, tenaga kerja Indonesia berada di peringkat 42 dari 59 negara di dunia (IMD world.com:2012).

Berdasarkan data dari Kemenakertrans (Tempo : 2012), rendahnya kualitas tenaga kerja di Indonesia, ditandai dengan tingkat pendidikan SDM Indonesia yang masih rendah, yaitu 50% berpendidikan SD dan di bawahnya, serta produktivitas yang rendah, yang ditandai dengan pengangguran tenaga kerja terdidik yang relatif tinggi, yaitu sekitar 6,17% dan minimnya penemuan atau hasil riset terapan dalam bidang Iptek. Hal ini mempengaruhi kinerja perekonomian (economic performance) Indonesia, yaitu berada di urutan 42 dari 59 negara dunia.

UKM dianggap sebagai salah satu bagian penting dari suatu negara, yang mempunyai peranan yang penting dalam lajunya perekonomian masyarakat, karena UKM sangat membantu negara dalam hal penciptaan lapangan kerja. Sejak lama, UKM telah dipercaya sebagai salah satu pengaman perekonomian nasional, telah terbukti bahwa UKM merupakan jenis usaha yang mempunyai daya tahan kuat terhadap krisis (lebih bersifat fleksibel dibandingkan dengan usaha berkapasitas lebih besar), sebagian besar usahanya merupakan kegiatan padat karya yang banyak memanfaatkan sumberdaya lokal, selang waktu produksi (time lag) relatif singkat atau produksi dilakukan secara cepat, nilai ICOR

Page 299: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

290

UKM relatif rendah (Suarja : 2007). Fenomena yang tampak adalah UKM telah menyerap 91% tenaga kerja dan sebagian besar UKM tersebut merupakan usaha yang bergerak di sektor pertanian, mencapai 54% (Kemenkop dan UKM : 2006; Suarja : 2007). UKM merupakan salah satu langkah strategis dalam kebijakan industri untuk meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan (Riani : 2011). Berdasarkan hal tersebut, UKM diharapkan dapat segera menanggulangi masalah pengangguran dan kemiskinan negara.

Walaupun demikian, UKM juga mempunyai beberapa permasalahan, antara lain minimnya modal, sulitnya akses pasar, kualitas SDM/rendahnya pengetahuan SDM, penerapan sistem manajemen perusahaan yang kurang efektif dan efisien, kurangnya dalam membaca peluang pasar, sistem produksi yang masih belum memenuhi standar, teknologi informasi (Suarja : 2007; Ryandi : 2011).

Sistem manajemen dalam perusahaan dianggap menjadi hal yang penting, karena dapat digunakan sebagai pedoman/panduan bagi semua bagian untuk mencapai tujuan perusahaan. Dengan adanya pedoman ini, maka proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi perusahaan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Saat ini, sebagian besar menganggap sebagai era pengetahuan, dimana hanya organisasi yang mampu mengelola pengetahuannya secara optimal saja yang dapat dan mampu bertahan di lingkungan yang kompetitif (Chauhan dan Bontis : 2005; Zhou dan Dieter Fink : 2003).

Berdasarkan beberapa fenomena yang diuraikan tersebut, permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada UKM, oleh karena itu penulis mencoba untuk mengkaji dan menganalisis tentang penerapan manajemen pengetahuan pada UKM, sehingga tampak lebih jelas pentingnya penerapan knowledge management pada UKM. Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk memberikan gambaran dengan lebih jelas tentang pentingnya penerapan knowledge management pada UKM.

KNOWLEDGE MANAGEMENTMenurut De Long and Fahey (2000), the purpose of knowledge management (KM) is

to enhance organizational performance by explicitly designing and implementing tools, processes, systems, structures, and cultures to improve the creation, sharing and use of different types of knowledge (human, social, structural) that are critical for decision-making. Sedangkan, pengertian yang disampaikan oleh Noe et al (2003), manajemen pengetahuan merupakan kegiatan yang melibatkan pengembangan sistem untuk mengumpulkan dan memelihara data, informasi, pengalaman, pelajaran, serta pemahaman untuk memfasilitasi interaksi sosial, sehingga pengetahuan eksplisit dan tacit dikembangkan dan dipertukarkan. Berikutnya, menurut Riset Delphi Group (2007), manajemen pengetahuan merupakan proses dalam organisasi, yang dapat menghasilkan nilai dari modal intelektualdan asset berbisnis pengetahuan. Manajemen pengetahuan melibatkan penciptaan, penyebarluasan dan pemanfaatan pengetahuan. Selanjutnya pendapat dari Sveiby (2001), menyatakan bahwa manajemen pengetahuan sebagai suatu pendekatan dinamis untuk mengelola pengetahuan bisnis kritis secara optimal yang dimaksudkan untuk membangkitkan nilai dari sebuah intangible assets perusahaan.

Berarti, manajemen pengetahuan merupakan suatu proses manajemen yang berbasiskan pengetahuan, yang mempunyai tujuan untuk menciptakan sarana dan lingkungan yang mendukung terhadap proses penciptaan, penyimpanan, penyebaran, aplikasi dan perlindungan pengetahuan di dalam suatu organisasi. Manajemen pengetahuan merupakan upaya sistematis untuk mendorong dan memfasilitasi aliran pengetahuan antar elemen di dalam suatu organisasi sehingga dapat mempercepat proses pembelajaran organisasi, yang akhirnya dapat meningkatkan kinerja organisasi.

Page 300: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

291

Berdasarkan pengertian manajemen pengetahuan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa manajemen pengetahuan merupakan suatu proses. WP2 Partners (2002) menyatakan bahwa proses manajemen pengetahuan merupakan upaya untuk menghasilkan output yang diperoleh melalui interaksi dari berbagai elemen pengetahuan yang berbeda. Proses manajemen pengetahuan merupakan urutan yang spesifik dari aktivitas kerja yang lintas tempat dan waktu, dimana memiliki tindakan yang terstruktur dan teridentifikasi dengan jelas. Berikut ini diuraikan proses manajemen pengetahuan yang dapat diterapkan pada suatu organisasi.

WP2 Partners (2002) mengemukakan langkah-langkah dalam proses manajemen pengetahuan, yaitu knowledge generation, knowledge representation, knowledge storage, knowledge access dan knowledge transfer. Berikutnya, Nguyen, et al (2009) dan Hsu (2006) mengemukakan pendapatnya tentang proses manajemen pengetahuan yang terdiri dari : knowledge acquisition (mencari pengetahuan baru, mengumpulkan pengetahuan dan mendesain ulang pengetahuan); knowledge conversion (kemampuan untuk mendeteksi pengetahuan agar menjadi lebih berguna); knowledge application (penyimpanan yang efektif dan mengakses pengetahuan dengan cepat); knowledge protection (perlindungan terhadap pengetahuan dari tindakan ilegal). Selanjutnya, terdapat tiga unsur dalam proses pelaksanaan manajemen pengetahuan, yaitu : (Dalkir : 2005; Indiyati : 2012)1. Knowledge Creation.

Knowledge creation dapat dilakukan dengan menciptakan produk baru dan layanan baru, menciptakan prosedur baru, proses baru, pekerjaan baru, sistem baru dan peraturan-peraturan baru, juga mendaur ulang, seperti memperbaiki proses (Hsu:2006 dan Birkinsaw:2002). Penciptaan pengetahuan dapat difasilitasi melalui desain pekerjaan, antara lain dengan memberikan tugas-tugas kepada tim-tim kerja, bukan kepada individu (Moharman:2003; Nonaka dan Takeuchi:1995). 2. Knowledge Sharing / Knowledge Transfer

Knowledge transfer is the process through which an individual, team, departement or division is affected by the experience of an other (Argote, Ingram, Levine dan Moreland, dalam Noe et al : 2003). Kegiatan knowledge sharing dapat berupa workshop, seminar, town meeting dan mentoring sessions, dimana semuanya itu dapat memperbaiki kinerja organisasi (Szulanski:2003).

Dalam menjalankan proses knowledge sharing, berdasarkan pada empat tahap, yaitu : Socialization, Externalization, Combination dan Internalization/SECI, dimana SECI merupakan continuous process, yang dapat mendorong penciptaan pengetahuan melalui interaksi secara vertikal dan horizontal, melalui pertukaran antar individu, antar bagian, antar departemen dan bahkan antar organisasi. (Nonaka : 2007 dan Noe : 2003). Penjelasan secara rinci tentang SECI, diuraikan berikut ini :a. Socialization : sharing tacit knowledge antar individu, merupakan konversi dari tacit knowledge ke tacit knowledge, atau gagasan baru suatu karyawan (tacit) disosialisasi atau dicoba manfaatnya dengan pengalaman karyawan lain (tacit). Sharing dapat dilakukan dengan cara pertemuan formal dan informal untuk saling bertukar gagasan, pengalaman dan keahlian karyawan, dapat dilakukan melalui direct experience seperti menghabiskan waktu bersama dalam menyelesaikan pekerjaan, magang, day to day social interaction, coaching.b. Externalization : konversi dari tacit knowledge ke explicit knowledge dimana keberhasilan tacit knowledge sebelumnya dikonversikan menjadi explicit knowledge ataupengetahuan mengalami kristalisasi sehingga dapat dibagikan kepada orang lain. Externalization merupakan proses mengartikulasikan tacit knowledge dengan menggunakan bahasa simbolik, menterjemahkan tacit knowledge ke dalam konsep atau prototype dan selanjutnya didokumentasikan untuk disebarkan. Pariokh et al (dalam

Page 301: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

292

Aulawi : 2009) menambahkan bahwa proses menkonversikan tacit knowledge menjadi explicit knowledge, dapat dijalankan melalui proses pendokumentasian, seperti menuangkan ide dan atau keahlian SDM ke dalam bentuk tulisan. c. Combination : konversi atau integrasi dari explicit knowledge tadi dengan explicit knowledge lain dari praktik terpadu atau terkait dalam perusahaan. New knowledge yang siap pakai disebarkan diantara warga dari organisasi. Combination merupakan pertukaran explicit knowledge melalui sharing dokumen, prosedur atau kebijakan.d. Internalization : konversi dari explicit knowledge ke tacit knowledge, dimana explicit knowledge yang siap pakai tadi disebarkankan ke seluruh bagian organisasi dan dikonversi menjadi tacit knowledge oleh semua individu untuk dipakai secara rutin serta diaplikasikan ke dalam pekerjaannya. Internalization dilakukan melalui penerapan dan penggunaan explicit knowledge ke dalam practical situations, yang bertujuan agar explicit knowledge dapat dipahami secara praktis, hal ini merupakan proses implementasi explicit knowledge yang dilakukan karyawan secara bersama-sama. Dalam internalization, mengubah explicit knowledge menjadi tacit knowledge dapat dilakukan melalui simulasi, pembelajaran tindakan dan pengalaman di tempat kerja. Menurut Noe (2003), sebagian besar pengetahuan baik tacit maupun explicit, disebarkan melalui pengalaman kerja dan hubungan rekan kerja sejawat, pelanggan, manajer dan mentor, saat pernyataan diajukan dan saat pengalaman, cerita atau narasi disebarkan.3. Knowledge Utilization

Menurut Saito dan Umemoto (dalam Syaiful : 2007), knowledge utilization dapat diartikan juga sebagai knowledge application, dapat berupa document management, groupware dan E-Learning.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka dapat dinyatakan bahwa proses manajemen pengetahuan dapat dilakukan melalui proses penciptaan, penyebaran, penyimpanan dan penerapan, serta perlindungan pengetahuan.

Tujuan utama dari implementasi manajemen pengetahuan adalah untuk meningkatkan kemampuan inovasi perusahaan melalui optimalisasi pengelolaan pengetahuan di dalam organisasi, agar orang-orang yang ada dalam organisasi dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengumpulkan informasi dan sharing mengenai apa yang mereka ketahui, sehingga pada akhirnya akan mendorong peningkatan servicesdan outcomes (Cong dan Pandya:2003; Anantatmula:2005; Hall:2005; Liao etal:2007; Petrides dalam Aulawi:2009). Menurut Pasaribu (2009 : 162), manajemen pengetahuan berfungsi : untuk membangun mental anggota organisasi dalam peningkatan jiwa kewirausahaan dengan pengetahuan ber inovasi dan menguasai masalah dan solusi tuntutan pelayanan pelanggan; serta untuk meningkatkan kualitas kerja dan gaya hidup karyawan menuju knowledge worker.

Metode penulisan yang digunakan pada tulisan ilmiah ini adalah menganalisis dan mengkaji secara teoritis tentang knowledge management yang dapat diaplikasikan pada UKM.

PEMBAHASAN / DISKUSIBerdasarkan konsep dan teori yang sudah dijelaskan, berikut ini proses manajemen

pengetahuan yang dapat diaplikasikan pada UKM.

1. Knowledge Creation.Knowledge creation dapat dilakukan oleh UKM dengan memperoleh, menciptakan

dan mendesain ulang pengetahuan, semuanya ini dilakukan dengan tujuan agar UKM dapat lebih kreatif dan lebih inovatif dalam menciptakan produk, sehingga dapat menciptakan produk yang unggul dan dibutuhkan oleh konsumen. Dalam memperoleh pengetahuan,

Page 302: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

293

UKM dapat membagikan kuesioner kepada konsumen dan atau calon konsumen, kepada pelanggan dan atau pelanggan, yang bertujuan untuk mendengarkan kata pelanggan, untuk mendapat masukan dan saran tentang produk yang dihasilkan. Kemudian, UKM dapat juga melakukan studi banding/benchmarking ke UKM sejenis. Selanjutnya, UKM pun dapat melakukan diskusi dengan ahli yang berkompeten di bidang yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh UKM yang bersangkutan. Dari hasil memperoleh pengetahuan tersebut, UKM dapat menciptakan prosedur baru, proses baru, pekerjaan baru, sistem baru dan peraturan-peraturan baru, juga mendaur ulang, seperti memperbaiki proses, sehingga UKM dapat menciptakan produk baru dan atau mendesain ulang produk baru yang lebih unggul dibandingkan dengan pesaing. 2. Knowledge Sharing / Knowledge Transfer

UKM dapat melakukan sharing dengan cara pertemuan formal dan informal untuk saling bertukar gagasan, pengalaman dan keahlian karyawan, dapat dilakukan secara internal maupun eksternal. UKM sebaiknya memprogramkan kegiatan pertemuan formal seperti rapat, pelatihan, pemagangan. Hasil pelatihan dari pegawai, pemimpin dan pemilik, disebarkan (sharing) kepada semua anggota UKM melalui pertemuan formal. Pemikiran, ide dari para anggota UKM dapat dituangkan dalam bentuk tulisan, dan disebarkan secara internal melalui media cetak maupun media elektronik, sehingga dapat dibaca dan dipelajari oleh semua anggota UKM. UKM pun dapat melakukan sharing dengan pihak eksternal melalui media cetak dan media elektronik.Semua “hasil pengetahuan” tersebut di atas, seperti hasil yang didiskusikan dalam suatu pertemuan formal seperti pelatihan, rapat, selanjutnya didokumentasikan atau disimpan baik dalam bentuk hardcopy maupun dalam bentuk softcopy , yang dapat dikatakan juga sebagai proses penyimpanan data, informasi dan pengetahuan. Dokumen dalam bentuk hardcopy sebaiknya didistribusikan ke semua bagian agar dapat dibaca dan dipelajari oleh semua anggota UKM, begitu pula penyimpanan pengetahuan (storage) dalam bentuk softcopy, dapat dilakukan oleh UKM dalam bentuk sistem informasi/teknologi informasi.

Secara internal, UKM dapat melakukan pertemuan informal untuk saling bertukar gagasan, pengalaman dan keahlian antara semua anggota UKM, bisa dilakukan melalui coffee morning, olahraga bersama, rekreasi bersama. Kegiatan sharing pada pertemuan informal dilakukan oleh UKM, dengan tujuan untuk mempererat silaturahmi antara anggota organisasi UKM, dapat juga berguna untuk memberikan informasi-informasi penting, untuk meningkatkan komitmen dan loyalitas setiap anggota UKM. UKM dapat melakukan sharing pengetahuan melalui direct experience seperti menghabiskan waktu bersama dalam menyelesaikan pekerjaan, magang, day to day social interaction, coaching, melalui simulasi. Lebih lengkap lagi, UKM dapat juga melakukan sharing secara eksternal, melalui pembelajaran tindakan dan berbagi pengalaman dengan UKM lain sejenis, disebarkan melalui pengalaman kerja dan hubungan rekan kerja sejawat, selanjutnya UKM dapat melakukan sharing pengetahuan kepada pihak eksternal baik konsumen maupun pelanggan, melalui media cetak seperti brosur, pamflet, juga melalui media elektronik, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan promosi tentang produk-produk UKM yang bersangkutan. Dengan media elektronik, UKM dapat melakukan sharing dengan UKM lain, baik nasional maupun internasional, dengan pemerintah, dengan perbankan, dan lembaga lainnya yang berhubungan.3. Knowledge Utilization

Setelah UKM menjalankan proses manajemen pengetahuan mulai dari memperoleh pengetahuan sampai dengan mendokumentasikan/menyimpan semua pengetahuan, maka semua anggota UKM dapat mengakses dengan mudah dan dapat diaplikasikan ke dalam pekerjaannya. Semua pengetahuan yang telah disimpan oleh UKM dapat berupa document management, groupware dan E-Learning.

Page 303: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

294

4. Knowledge ProtectionUKM sebaiknya melakukan perlindungan terhadap semua pengetahuannya dari

tindakan ilegal dan atau pencurian, dapat dilakukan dengan cara menerbitkan merk dagang, hak cipta, royalty, hak paten, yang merupakan hak atas kekayaan intelektual.

Dalam hal UKM menjalankan kegiatan knowledge management, maka diharapkan UKM memperoleh kerjasama yang baik dengan asosiasi profesi, pemerintah, perbankan dan UKM lainnya, sehingga semuanya itu dapat memperlancar proses UKM dalam menciptakan produk yang unggul dan dibutuhkan oleh masyarakat (pelanggan). Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Noe (2010), Zhou dan Dieter Fink (2003); Nonaka (2007) dan Quink (2008), yang menyatakan bahwa secara umum, pengembangan dan pengelolaan transfer knowledge sangat penting untuk menciptakan modal intelektual. Begitu pula, dengan adanya pelaksanaan manajemen pengetahuan pada UKM, seperti kegiatan pertemuan informal yang bertujuan untuk kebersamaan, dalam bentuk olah raga bersama, coffee morning, hal ini dapat digunakan untuk meningkatkan komitmen para pegawainya, dimana pegawai akan merasa nyaman karena merasa diakui dan dihargai serta semua kebutuhan untuk meningkatkan kinerjanya, difasilitasi atau didukung oleh UKM. Dengan adanya kegiatan pelatihan bagi anggota UKM, kompetensi anggota UKM baik skill, personal attributs dapat meningkat. UKM pun dapat melakukan penyimpanan data dengan sistematis, menyediakan fasilitas teknologi informasi agar dapat diakses dengan mudah oleh semua pegawai, kemudian melakukan perlindungan pengetahuannya, dengan lisensi, hak cipta, royalty, sehingga semua hal tersebut dapat meningkatkan modal intelektual UKM, yang terlihat dari modal manusia meningkat, modal struktural juga meningkat serta meningkat pula modal pelanggannya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hsu (2006) yang menyatakan bahwa dengan adanya pelaksanaan manajemen pengetahuan yang efektif, menunjukkan adanya peningkatan komitmen sumberdaya manusianya.

KESIMPULANDari penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa :

1. UKM perlu melakukan proses manajemen pengetahuan, yang dimulai dari mengkreasi pengetahuan (knowledge creation), melalui kegiatan memperoleh, menciptakan dan mendesain ulang pengetahuan; kemudian membagikan pengetahuan (sharing knowledge); yang dapat dilakukan dengan cara socialization, externalization, combination dan internalization; selanjutnya mengaplikasikan pengetahuan (knowledge application) dan akhirnya melakukan perlindungan terhadap pengetahuan yang dimiliki oleh UKM (knowledge protection), dengan cara menciptakan hak merk, hak dagang, atau hak paten.

2. Pentingnya UKM menjalankan proses manajemen pengetahuan (knowledge management), yaitu UKM dapat menjalankan sistem organisasinya secara efektif dan efisien, kemudian dapat meningkatkan modal intelektual UKM, dimana semua anggota UKM menjadi lebih produktif, lebih kreatif dan lebih inovatif, karena kompetensi dan komitmen anggota UKM menjadi lebih meningkat, modal struktural meningkat, begitu pula modal pelanggannya juga meningkat, karena banyaknya kerjasama yang bisa dilakukan oleh UKM, sehingga akhirnya UKM dapat menciptakan atau menghasilkan produk yang unggul yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Page 304: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

295

REFERENSI

Anantatmula, V (2005). Outcomes of Knowledge Management Initiative, InternationalJournal of Knowledge Management, Vol. 1, No. 2, 50-67

Aulawi, Hilmi (2009). Pengembangan Infrastruktur Knowledge Untuk Meningkatkan Innovation Capability; Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

Birkinsaw, J. & Sheehan, T (2002). Managing The Knowledge Life Cycle. Sloan Management Review, 44(1), 75-84

Chauhan, N. and Bontis, N (2005). Organizational learning via groupware: a path to discovery or disaster?, Int. J. Technology Management, Vol. 27, pp.591–610

Cong, X., dan Pandya, K., V (2003). Issues of Knowledge Management in The Public Sector, Electronic Journal of Knowledge Management, Vol. 1, No. 2, 25-33

Dalkir, K (2005). Knowledge Management in Theory and Practice, United Kingdom, Elsevier Butterworth-Heinemann

De Long, D. W., & Fahey, L (2000). Diagnosing Cultural Barriers to Knowledge Management; Academy of Management Executive, 14(4), 113-127

Hall, R. H (2005). Organizations, Structures, Processes, and Outcomes, 8th Editions, Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey

Hsu, Hsiu Yueh (2006). Knowledge Management and Intellectual Capital, A Dissertation Submitted in Partial Fulfillment of the Requirement for the Doctoral og Philosophy, UMI Microform 321502

Indiyati, Dian (2012). Pengaruh Budaya Organisasi dan Manajemen Pengetahuan terhadap Modal Intelektual serta Dampaknya terhadap Keunggulan Bersaing (Survey pada PTS Kopertis Wilayah IV), Disertasi.

Liao, S.H., Fei, W.C. & Chen, C.C (2007). Knowledge Sharing, Absorptive Capacity and Innovation Capability; An Empirical Study of Taiwans Knowledge-Intensive Industries, Journal of Information Science, Vol. 20, No. 10, 1-20

Moharman, Susan A (2003). Designing Work for Knowledge-Based Competition, Managing Knowledge for Sustained Competitive Advantage. Published by Jossey-Bass A Wiley Imprint, San Francisco, CA

Nguyen, Que Thi Nguyet, Philip A Neck, Thanh Hai Nguyen (2009). The Critical Role of Knowledge Management in Achieving and Sustaining Organisational Competitive Advantage; International Business Research

Noe, Raymond A, John R. Hollenbeck, Barry Gerhart & Patrck M. Wright (2010). Human Resources Management: Gaining a Competitive Advantage, 4th edition, McGraw-

Page 305: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

296

Hill/Irwin, New York

Noe, Raymond A, Jason A. Colquitt, Marcia J. Simmering, & Sharon A. Alvarez (2003). Knowledge Management Developing Intellectual and Social Capital; Managing Knowledge for Sustained Competitive Advantage

Nonaka, Ikujiro & Hirotaka Takeuchi (1995). The Knowledge Creating Company, New York Oxford University, Inc.

Nonaka, Ikujiro & Konno, N (2007). The Concept of Ba: Building a Foundation for Knowledge Creation. California Management Review, Vol. 40, No. 3, 40-54

Pasaribu, Manerep (2009). Knowledge Sharing Meningkatkan Kinerja Layanan Perusahaan; PT Elex Media Komputindo

Quink, Ute (2008). An Exploration of Knowledge Management and Intellectual Capital in a Nonprofit Organization Context, Thesis, Queensland University of Technology (QUT).

Riani, Novya Zulva (2011). Identifikasi Permasalahan dan Kerangka Pengembangan Kluster UMKM Sandang di Bukit Tinggi Sumatra Barat, Tingkap, Vol. VII No 1 Th. 2011.

Riset Delphi Group. 2007. htttp://www.commerce-database.com.

Ryandi, Yusuf Eka (2011). Masalah Utama UKM, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma

Suarja AR, Wayan (2007). Kebijakan Pemberdayaan UKM dan Koperasi Guna Menggerakkan Ekonomi Rakyat dan Menanggulangi Kemiskinan, Disampaikan dalam Acara Bimbingan Teknis Pengembangan UMKM dalam Rangka Meningkatkan Perekonomian Daerah dan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, LPPM-IPB-Bogor.

Sveiby, K.E (2001). Method For Measuring Intangible Assets, Available online at: www.sveiby.com/articles

Syaiful (2007). Analisis Faktor-Faktor Utama Yang Mempengaruhi Keinginan Untuk Sharing Pengetahuan (Studi Kasus: PT. Telekomunikasi Indonesia, TBK), Institut Teknologi Bandung

Szulanski, G (2003). Sticky Knowledge: Barriers to Knowing in The Firm, Great Britain: Sage Publications

WP2 Partners. 2002. Analysbis of The State of The Art, Deliverable D 2.1. “State-Of-The-Art of Knowledge Management”, http://rocket.vub.ac.be/ public_drafts/rocket-d2.1-final-v1.pdf

Zhou, Albert Z & Dieter Fink (2003). The Intellectual Capital Web A Systematic Linking of Intellectual Capital and Knowledge Management: Journal of Intellectual Capital

Page 306: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

297

IMD world.com (2012)

Kemenkop dan UKM (2006)

Tempo (2012)

Page 307: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

298

PENGEMBANGAN USAHA MELALUI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PELAKU BISNIS DENGAN PENDEKATAN VALUE CHAIN ANALYSIS

( STUDI PADA USAHA KOPI DI KABUPATEN SOLOK SUMATERA BARAT)

Rodhiah1), Zahrida Wiryawan2)

1)Fakultas Ekonomi- Universitas tarumanagara- Jakarta

E-mail: [email protected] [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai perkembangan usaha kopi serta kekuatan dan kelemahannya bagi pengembangan ekonomi daerah, Menganalisis hubungan dan transaksi antar pelaku yang melingkupi aliran produk dan pelaku, aliran informasi serta alira uang pada usaha kecil agrobisnis kopi di kabupaten Solok Sumatera Barat yang memiliki merek biority. Diteliti pelaku-pelaku yang terkait untuk kesuksesan bisnis tersebut melalui wawancara mendalam. Analisis dilakukan dengan value chain untuk menghasilkan konsep desain pengembangan kerjasama antar pelaku usaha dalam rantai aliran produk, lebih jauh analisis dilakukan dalam rangka meningkatkan kompetitif advantage dari produk yang dipasarkan pebisnis kopi biority yang dipilih sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan produk memiliki keunikan yang perlu dikembangkan yaitu menghasilkan kopi alami tanpa bahan campuran dan memilki lesehan kopi dengan ramuan tradisional untuk kesehatan masyarakat, distribusi /segmen pasar yang memadai, serta memiliki kemasan yang menarik. Namun permasalahan utama muncul adalah perizinan pemerintah setempat yang terlalu lama, adanya toke / pemborong biji kopi ke petani sehingga harga biji yang dijual ke pebisnis kopi lebih mahal. Untuk itu perlu kebijakan bagi pemerintah sebagai dewan pembina daerah setempat untuk turut membantu dalam pembinaan pengembangan knowledge antar pelaku bisnis, sehingga usaha kecil dapat menjadi prototype produktivitas pendapatan masyarakat dan pemerintah setempat.

Keywords: kopi biority,home industry, metode rantai nilai

PENDAHULUAN Suatu usaha muncul karena berbagai transaksi bisnis antar beberapa pelaku usaha yang disebut rantai bisnis, dimana antar pelaku usaha saling berkaitan. Pelaku usaha pertama selain melakukan transaksi bisnis dengan pelaku usaha kedua juga melakukan transaksi bisnis dengan pelaku usaha ketiga. Demikian juga pelaku usaha kedua dan pelaku usaha ketiga ternyata membuat transaksi bisnis untuk produk yang masih berkaitan dengan pelaku pertama. Keterkaitan antar pelaku satu dengan pelaku usaha yang lain akan membentuk jaringan usaha dan memunculkan rantai bisnis suatu produk yang utuh. Permasalahan yang dihadapi usaha mikro dan kecil seringkali melibatkan banyak pihak atau pelaku sehingga perlu pendekatan menyeluruh. Suatu usaha paling tidak melibatkan tiga pelaku usaha yang berperan sebagai pemasok, pengolah dan pemasar. Masalah yang dihadapi usaha mikro dan kecil juga bervariasi meliputi ketersediaan bahan baku, penentuan harga, inovasi produksi sampai masalah pemasaran produk. Oleh karena itu untuk mengembangkan usaha mikro dan kecil memerlukan informasi yang menyeluruh (holistic) dan serba cakup (integratif) sebagai acuan (referensi) untuk melihat secara mendalam kondisi dan perilaku dari suatu sektor sehingga dapat ditentukan langkah kebijakan atau pembinaan yang akan diterapkan terhadap sektor tersebut (Zabidi, 2001). Untuk mendapatkan informasi di atas, maka pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatana analisis value chain. Analisis value chain bukan hanya menghasilkan konsep

Page 308: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

299

desain pengembangan kerjasama antar pelaku usaha dalam rantai aliran barang/jasa, tetapi lebih jauh lagi menghasilkan analisis dalam rangka peningkatan kompetitif advantage dari produk/jasa yang dipasarkan terutama di pasar global. Kopi biority merupakan salah satu komoditas di Propinsi SUMBAR kabupaten Solok. Daerah sentra kopi ini berada di Kecamatan limo puluh koto, mengingat masih tahap pengembangan produk maka perlu teliti, karena dalam membangun bisnis ini setidaknya ada 3 (tiga) aliran yang digunakan yaitu aliran produk, pendapatan (income), dan informasi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:1. Memberikan informasi mengenai perkembangan usaha kopi serta kekuatan dan

kelemahannya bagi pengembangan ekonomi daerah.2. Mengidentifikasi penggiat usaha kopi, keterkaiatan satu sama lain serta pelaku usaha

yang dominan.3. Menganalisis hubungan dan transaksi antar pelaku yang melingkupi aliran produk dan

pelaku, aliran informasi serta alira uang.

ISI DAN METODEPenelitian ini dilakukan dengan mengambil sebuah contoh industry / pengelola kopi

yang bermerek biority, dimana subyek yang dipilih atas dasar memilki kriteria kemasan yang menarik, produksinya masih terbatas,masih tergolong produk baru, wilayah distribusi yang masih terbatas, memiliki prospek untuk berkembang, dikelola secara tradisional sedangkan Secara keseluruhan untuk suatu mata rantai, responden adalah pelaku usaha yang secara umum berperan sebagai berikut:Pemasok Bahan baku & Bahan penolong, Petani, Pengepul, Pedagang, Pengusaha Pengolahan, Pemasar Produk, Distributor, Agen, Toko dan Konsumen

Pengumpulan Data yang diperlukan diperoleh melalui wawancara mendalam dengan responden.Data sekunder juga diperlukan untuk memperkuat dan mendukung penelitian, yakni berupa:hasil-hasil penelitian atau studi lainnya mengenai analisis value chain, Pelaku usaha kecil sebagai responden diverifikasi melalui sejumlah pertanyaan yang menyangkut beberapa varibel yaitu:Aliran Produk dan Pelaku,Aliran uang, Aliran informasi,Lembaga Pendukung termasuk informasi dari konsumen.

Alat Analisis Nilai tambah dapat diukur secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis Kualitatifmengukur nilai transaksi antar pelaku melalui nilai tambah yang diperoleh. Nilai tambah adalah besarnya peningkatan kegunaan dan kepentingan akibat dilakukannya satu atau lebih proses pada suatu produk (Christopher 2005). Beberapa tahapan dalam analisis: dimana tahapan pertama menjadi masukan tahapan berikutnya (Kaplinsky and Moris, 2000; Reichert, 2005) : (1) Menjelaskan profil usaha yaitu menggambarkan potensi usaha di suatu daerah. Bagian ini mendeskripsikan perkembangan suatu komoditas dalam dua tahun terakhir,batasan dan komoditas, variasi olahan produk akhir. (2) Penentuan entry point. Setiap usaha mempunyai masalah yang unik yang mendorong dilakukan pengkajian lebih lanjut. Oleh karena itu berbagai pelaku dan instansi terkait menjadi pintu masuk (gateway) untuk menggali informasi lebih lanjut.(3) Pemetaan value chain yang merupakan inti dari analisis rantai nilai. Tahapan ketiga ini terdiri dari tiga analisis yaitu penentukan aliran produk, aliran income dan aliran informasi.(4) Analisis struktur dominansi (governance structure) yang menjelaskan kekuatan setiap pelaku dalam mengendalikan aliran produk baik melalui pengendalikan harga maupun informasi.(5) Penentuan critical succes factor (CSF) yaitu menguraikan faktor keberhasilan suatu

Page 309: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

300

komoditas agar bisa berkembang. CSF menjadi perhatian berbagai pihak karena menjadi pengarah berbagai kebijakan yang berkaitan dengan revitalisasi komoditas tertentu.(6) Pembahasan hasil penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIAnalisis Profil Perusahan Industry kopi biority adalah perusahaan produsen kopi yang berpusat di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Produk utama mereka yang bermerek “Biority” dapat dijumpai di toko-toko, dan pasar tradisional di seluruh kecamatan Kubung .Status usaha kopi ini masih dalam proses perizinan, belum mendapat surat resmi dari pemerintah daerah setempat. Perizinan sudah dilakukan kurang lebih selama sepuluh bulan , karena usaha ini pun baru berdiri dua tahun kurang , bermula dari adanya inspirasi dari beberapa orang yang ingin merubah taraf kesejahteraan keluarganya . Batasan komoditas Produk kopi biority masih sangat terbatas, diawali dengan membuat kopi dalan satu macam kemasan dengan ukuran 50 gram dengan harga berkisar Rp. 2850 sampai Rp.3000 perbungkus, Pangsa pasarnya melayani pengiriman lokal ke pasar-pasar tradisional dan toko kelontong didaerah Solok dan sekitarnya. Belum ada ukuran lainnya. Jenis lain yang dilakukan adalah membuat lesehan kopi kesehatan dengan ramuan kopi yang dicampur dengan bahan bahan alami atau tumbuhan, lesehan ini hanya dapat langsung diseduh/diminum dan dibuat ditempat masyarakat daerah sekitarnya sehingga tidak dapat dikemas. Analisis Entry Point. Visi dan misi usaha visi yaitu menegaskan bahwa para karyawan yang bekerja merupakan orang-orang bisnis yang melayani pelanggan dengan menyajikan kopi, memberikan pelayanan yang terbaik dalam menyajikan kopi. Disamping itu dalam usaha ini adalah menciptakan kopi murni tanapa bahan pengawet dan lebih menyehatkan bagi yang mengkonsumsinya denagn kualitas yang tidak kalah dengan kopi merek lainnya.Sedangkan misinya adalah: a. Memenuhi kebutuhan konsumen akan produk minuman kopi yang berkualitas dan halal dengan bahan yang alami.b. Menjalin jaringan kerja sama yang saling menguntungkan dengan seluruh rekan bisnis.c. Melayani distribusi secara mandiri ke seluruh wilayah Indonesia.d. Menjadikan brand produk biority dan brand perusahaan dikenal luas oleh seluruh

masyarakat Indonesia. Moto dari usaha kopi biority adalah “Selalu sehat dengan minum kopi”.

Struktur organisasi usaha

Sumber: pimpinan home industry kopi biority Gambar. 1. Bagan Organisasi Kopi Biority

Pimpinan utama

Kabag, produksi Kabag, keuangan Kabag, pemasaran

Staff pemasaranStaff keuanganStaff produksi

Page 310: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

301

Kemasan Dalam usahanya kopi ini memiliki kemasan yang menarik, adapun bentuk kemasan dapat dilihat di bawah ini:

Gambar 2. Kemasan Kopi Biority

Keunikan lain dengan membuka menyajikan lesehan kopi kesehatan seperti kopi seduh air sirih, dan rempah-rempah lainnya ,melalui suara konsumen diambil sebanyak 50 responden , sebagia besar konsumen menyatakan sangat setuju atas cita rasa produk, kualitas, kemasan dan harga seperti yang tertera pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.Survei Tanggapan Konsumen

Sumber: jawaban responden yang diolah dari PemilikAnalisis Value Chain Merupakan inti dari analisis rantai nilai, terdiri dari tiga analisis yaitu penentukan aliran produk, aliran income dan aliran informasi. Pada aliran produka. Jenis produk yang dihasilkan Bisnis pembuatan bubuk kopi ini meliputi dari proses gradekopi ,sangrai kopi, penggilingan menjadi bubuk kemudian dari gudang produksi di bungkus dengan kemasan, disimpan diruang pajangan untuk diambil pemesan yang sudah mengorder maupun disebarkan ke pasar. Segmen pasar yang tuju adalah semua elemen pasar. Pasar yang ingin dicapai merupakan pasar tingkat daerah mulai dari ekonomi menengah kebawah ataupun menengah keatas. Evaluasi produk ini juga harus mengikuti trend pasar saat ini dengan cara membuat kemasaan produk yang menarik pembeli dengan motto usaha kopi ini merupakan kopi murni tanpa campuranb. Kemudahan memperoleh barang Pada proses produksi kopi membutuhkan bahan baku utama yaitu biji kopi yang diperoleh dari petani kopi sebagai pemasok utama, namun kendala yang terjadi ketersediaan biji kopi dengan kualitas terbaik kadang kala sudah direbut pesaing yang

Produk Sangat Setuju SetujuCita Rasa 80 % 20%Kualitas 50% 50%Kemasan 85% 15%Harga 90% 10%

Page 311: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

302

sudah lebih modern dan bersakala besar,sementara usaha ini masih tergolong kecil dan produksi juga masih terbatas sesuai dengan kapasitas mesin yang dimilki. Adapun system aliran bahan baku di daerah ini sangat menyulitkan usaha kecil karena petani sebelum panen sudah memborongkan hasil panennya kepada toke dengan harga murah sementra para pengusaha kopi tidak kebagian lagi dan terpaksa membeli dari toke dengan harga yang lebih mahal dengan kualitas yang di bawah standar atau tidak terjamin. c. Ketergantungan waktu Usaha ini sangat tergantung dari petani kopi yang kadang kala menaikkan harga biji kopi , hal ini akan menimbulkan efek pada harga jual kopi . Sementara ini Gagal panen akan juga berpengaruh pada kelangsungan hidup usaha ini, sehingga untuk mengatasi hal ini perlu menimbun stock karena panen kopi tidak sepanjang waktu. Sirkulasi dari petani ke gudang tidak teratur akibat dari cuaca , suhu mempengaruhi karena alat yang tidak lengkap, tempat penjemuran yang kurang.d. Kemudahan menjual barang Strategi pemasaran dilakukan dengan mendistribusikan produk tersebut ke berbagai daerah terutama daerah dengan suhu udara dingin karena minuman kopi sangat cocok didaerah tersebut. Selain itu perlu dipasang sebuah iklan di media masa seperti Koran dan radio supaya produk ini dikenal banyak orang. Dalam menjual produk ada yang datang langsung ke lokasi sebagai toko pengecer kopi ada juga yang dipasarkan ke toko –toko tradional disamping itu dipasarkan ke komunitas kelompok pengajian yang tersebar di tiga lokasi di daerah Sumatera. Aliran produk dapat digambarkan sebagai berikut:

Petani

Sumber: Diolah dari hasil survei Gambar 3. Aliran Produk Kopi Biority

Pada aliran uanga. Harga jual produk kopi bioriy mengikuti harga pesaing dan dapat dikatakan cukup bersaing dengan produk kopi lainnya yaitu dengan harga Rp 46.000 per kg atau Rp 11.500 untuk ¼ kg .Jika dengan sasetan dihitung kurang dari Rp.3000 per sasetnya .Jika harga jual sesuai dengan yang tertera di atas Rp.23.000,00 per 500g/ pack maka total keuntungan = Rp. 23.000,00 x 750 pack = Rp. 17.250.000,00 dikurang dengan total biaya per bulan Rp. 12.591.700,00, maka akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 4.658.300,00 / bulan. c. Sistem pembayaran Aliran uang baik dari pengadaan bahan baku samapi produk siap dipasarkan system pembatyaran dilakukan secra tunai atau kas, Petani atau pengepul tidak mau secara hutang, tetapi pada saat dipasarkan ke pasar tradisional ada beberapa kios yang menginginkan

Pengepul/Toke

Pengusaha/ Industri Kopi

Toko tradisional

Datang langsung

Kelompok / Komunitas

Page 312: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

303

dibayar setelah proses penjualan ke konsumen akhir, ini juga dilakukan pada agen tertentu saja yang kadangkala tidak tunai,dan dikenal oleh pemilikd. Metode pembayaran Cara pembayaran yang dilakukan selama ini langsung di setor kepada bagian keuangan tidak melalui pihak perbankan ataupun melalui kartu kredit. Namun hasil penjualan perhari bagi pemilik membuka tabungan milik perusahaan yang masih menggunakan nama pribadi. 3. Pada aliran informasi Keinginan/standar produk yang disukai konsumen atau keinginan/standar produk yang ditetapkan pedagang terakhir yang langsung berhubungan dengan konsumen. Hal yang sudah dilakukan kopi biority melakukan riset pasar, mencari informasi mengenai selera pasar tentang apa yang diinginkan konsumen, rasa dan bentuk yang seperti apa sesuai dengan keinginan konsumen .Keterlibatan berbagai lembaga dalam pengembangan komoditas ini secara umum belum memberikan bantuan kepada usaha kopi biority masalah perizinan dari pemerintah setempat terlalu lama dan sangat memakan waktu, pemerintah di daerah ini sudah memperketat soal perizinan makanan dan minuman harus melewati pelatihan dulu, setelah pelatihan baru dikasih sertifikat, sertifikat pelatihan salah satu syarat untuk mengeluarkan izin (pirt) dan depkes tetapi untuk pelatihan harus ada 20 calon industry rumah tangga yang mendaftar sehingga mesti menunggu kuota penuh dahulu baru diadakan pelatihan, Hal ini merugikan warga yang ingin cepat berwirausaha dan mematikan kreatifitas masyarakat. Terlalui lamanya perizinan juga menghambat permodalan dari pihak lain seperti melalui pinjaman bank maupun koperasi, hal ini sulit untuk pengembangan usaha yang lebih luas.

Analisis struktur dominansi (governance structure ) Kekuatan setiap pelaku dalam mengendalikan aliran produk baik melalui pengendalian harga maupun informasi. Harga merupakan unsur yang memberikan pendapatan bagi suksesnya suatu usaha. Penawaran harga pada kopi biority mengikuti harga pesaing, namun kadang kala kelangkaan biji kopi membuat harga jadi tidak menentu.Persediaan biji kopi yang kurang akibat dari keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga harus membeli biji kopi dari toke yang harganya lebih mahal dan ini akan berpengaruh pada penetapan harga jual kopi biority.sedangakan melalui informasi kelompok ini memiliki jaringan pertemuan sekali tiga minggu melalaui silaturrahmi melalui arisan,pengajian,dan inovasi pengembangan kelompok Analisis critical succes factor (CSF) Menguraikan faktor keberhasilan suatu komoditas agar bisa berkembang. a.. Kopi di daerah adalah resources bagi pendapatan pemerintah daerah. Kopi biority memiliki kekuatan karena didominasi melalui anggota dan kelompok tertentu di tiga sampai empat desa yaitu desa Terusan Sumbar, , Muara Bulian Jambi, Muara Labu Sumbar, Pasar di kota Solok sekitar .Kekuatan kelompok ini merupakan pasar yang potensial untuk konsumen kopi minimal rata rata kelompok ini membeli kopi tidak lagi kemasyarakat lain sehingga penjualan terpenuhi untuk menutupi biaya rata rata. Demikian halnya siklus kopi sudah memiliki keraturan manajemen yang lebih professional.b. Prediksi Biority akan mampu mengangkat pendapatan pemerintah. Jika dikembangkan melalui system antar petani dengan masyarakat perkopiannya, diwadahi dengan koperasi bimbingan pemerintah daerah setempat, memungkinkan pengembangan produk kopi dengan siklus ekonomi yang tepat guna akan berkembang untuk ekspor impor.Pembahasan hasil penelitian. Permasalahan yang dihadapi bagi setiap usaha sangat unik atau berbeda antara satu usaha dengan usaha yang lain. Setiap usaha mempunyai kekuatan dan kelemahan sehingga

Page 313: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

304

perlu pemahaman mendalam tentang potensi yang bisa dikembangkan. Selain itu suatu usaha juga mempunyai tantangan-tantangan sendiri yang perlu dicermati sebagai masukan upaya perbaikan . Adapun permasalahan yang dihadapi pada usaha kopi biority ini antara lain:a. Sulit sekali mendapatkan dana segar untuk pengembangan peningkatan produksi terutama disaat permintaan tinggi . b. Daya saing dengan pedagang dari luar kota yang telah lebih dahulu dikenal sebagai pedagang ( perintis bisnis kopi ), didaerah ini ada sebanyak 20-25 pebisnis kopi antaa lain: cap timbangan, cap gelas tangkai,matahari, bunga kopi dan lainnya.c. Adanya petani yang menerima pembayaran di muka dari para toke dengan memborong biji kopi dengan harga murahd. Pembelian biji kopi melalui pihak kedua akan lebih mahal dengan kualitas yang lebih rendahe. Perizinan pemerintah yang lambat sehingga menghambat kemajuan bisnis ini.Potensi yang dapat dikembangkan:a. Cita rasa yang berbeda dari kopi merek lain , berdasatkan hasil surve kelompok ini dibuat suatu tabulasi data tentang rasa enak, kemasan menarik, harga terjangkau, b. Ada lesehan tempat minum kopi, dengan moto menyehatkan tubuhc . Memiliki komunitas yang rutin dalam pertemuan anggota pengajiand . Tempat /lokasi usaha yang strategise. Potensi pasar yang mendukungKekuatan : a. Mampu mencapai target dalam dua tahun kembali modal b. Memiliki potensi pasar yang dapat dikembangkanKelemahan: Tenaga kerja yang kurang setia, Sering mereka yang sudah pinter tidak mau bergabung lagi sehingga perlu biaya lagi dalam pengadaan karyawan baru. Teknologi yang digunakan yang masih sangat sederhana dan sumber modal yang terbatas.Tantangan: Pelaku bisnis di desa tidak memahami struktur manajemen dalam pembinaan masyarakat perkopian termasuk petani kopi, masyarakat pemerintah sebagai Pembina, maupun pelaku bisnis lainnya sehingga kelompok ini perlu didampingi dalam pengembangan bisnisnya.

Rekomendasi:Melalui hasil survai membuktikan kopi ini layak dimajukan sebagai usaha kecil

dengan pendampingan dari berbagai pihak,seperti pemerintah setempat, pihak swasta misalnya perbankan dan lainnya. Hasil survai juga membuktikan kelompok bisnis ini layak dijadikan sarana pembinaan sebagai salah satu perwujutan untuk mengangkat harkat dan martabaat pegusaha kecil di daerah sehingga menjadi prototype produktivitas pendapatan masyarakat dan pemerintah daerah setempat, Melalui sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan usaha kopi ini seperti, undang-undang dan peraturan pemerintah dalam mengatur arus bahan baku petani agar tidak dimonopoli pihak tertentu saja, pemanfaatan teknologi, pemanfaatan lahan pertanian yang tidak terurus dengan kerja sama petani, kerjasama pemerintah setempat dengan industry kecil . Dapat juga melalui pembinaan pengembangan knowledge melalui dewan pemerintah dapat memberikan pembinaan knowledge yang dapat dilakukan berdasarkan structural, functional, danbehavioural knowledge yang ada dalam antar pelaku usaha. Dimana analisis structural knowledge dapat dilakukan berdasarkan struktur dari perusahaan, analisa functionalknowledge dapat dilakukan berdasarkan operasi fungsional dalam perusahaan, dan analisa behavioural knowledge dapat dilakukan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan para

Page 314: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

305

antar pelaku. Adapun peran pemerintah dapat melibatkan dewan pembina terhadap pembinaan masing-masing pelaku yang terlibat dalam pengembangan usaha kopi seperti yang tertera dalam gambar rekomondasi value chain.Secara sistematika value chain yang direkomendasikam dapat dijelaskan pada gambar berikut ini:

Secara sistematika value chain yang direkomendasikam dapat dijelaskan pada gambar berikut ini:

Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah

Sumber: Diolah dari hasil survei

Gambar 4: Value Chain KopiKESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada usaha kopi biority maka dapat dibuat beberapa kesimpulan yaitu:1. Perkembangan secara umum usaha kopi meliputi: a) prospek usaha, cukup berpotensi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pada akhirnya meningkatkan ekonomi daerah, b). kekuatan yang ada kepercayaan masyarakat tentang minuman kopi yang sehat , alami tanpa bahan pengawet dan campuran, serta rasa yang sesui dengan cirri masyarat Indonesia. dan c). kelemahan bisnis. Karena pihak pengepul/ toke, lemahnya permodalan maupun dukungan pemerintah setempat , masalah perizinan yang berbelit-belit2. Penggiat usaha kopi meliputi petani kopi sebagai bahan penopang bahan baku utama yang ada kalanya sulit untuk diajak kerja sama akibat adanya toke-toke yang bermodal besar, sehingga mengharuskan usaha kecil membeli bahan baku dari para toke tersebut dengan harga yang lebih tinggi.3. Toko-toko tradisional yang langsung menjual ke konsumen akhir adakalanya tidak membayar secara kas, hal ini membuat perputaran aliran kas kurang cepat, sedangkan modal yang dimiliki terbatas. Sementara itu lembaga terkait Pemerintah kurang memberikan dukungan pelaku usaha yang dominan belum menunjukkan hasil yang baik.

3. Melalui analisis antar pelaku bisnis memiliki keterkaitan yamg satu sama lain akan mendukung kesuksesan usaha kopi biority yaitu : dimulai dari petani kopi , pengepul, peran pemerintah, pasar dan baru pada akhirnya ke konsumen akhir.4. Melihat kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan usaha kopi biority ini maka rekomendasi bagi pelaku bisnis kopi biority dalam mengembangkan usahanya dapat meliputi peran pemerintah yang dalam hal ini dewan pemerintah daerah memberikan knowledge pada setiap pelaku , perundang-undangan yang jelas agar petani maupun

Dewan pembina usaha home industri

Pengusaha Kopi

Petani Kopi dan lahan pertanian yang tidak terawat

Inbound Logistics

Operation ServicesMarketing and sales

Outbound Logistics

Margin

Page 315: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

306

pengusaha tidak mearasa dirugikan, kerja sama antara petani yang memiliki lahan yang tidak terurus dengan pengusaha.

REFERENSI

Campbell, Robert, Peter Brewer and Tina Mills, (1997) : Designing an information sistem using activity-based costing and Theory of constraint, Journal of Cost Management.

Christopher, M. & Towill, D. (2000). Supply Chain migration from lean and functional to agile and customised, Supply Chain Management: An international Journal, Vol. 5, No. 4, pp. 206-213.

Kaplinsky, Raphael and Morris, Mike (2000). A Handbook For Value Chain Research Centre for Research in Innovation Management, University of Brighton.

Richter, Peter (2005). Value chain Promotion and Business Environtment Reform –Experinces from Sri Lanka, Asia Regional Consultative Conference, Donor Committee for Enterprise Development, December 2006.

Zabidi, Yasrin (2001). Supply Chain Management : Teknik Terbaru dalam Mengelola Aliran Material/Produk dan Informasi dalam Memenangkan Persaingan. UsahawanNo.02 Th. XXX Februari 2001.

Page 316: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

307

ANALISIS MODAL UNTUK BISNIS USAHA KECIL MENENGAH DI INDONESIA

Kazia Laturette

Universitas Ciputra, Surabaya

[email protected]

ABSTRAK

Wirausaha merupakan keahlian seseorang menghadapi risiko di masa mendatang dan bertumbuh untuk mendapatkan profit dengan menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki, sehingga mengalami peningkatan terhadap usaha tersebut. Wirausaha lewat Usaha Kecil Menengah merupakan salah satu pemecahan bagi pemerintah untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran.Sebelum memulai bisnis, salah satu pertanyaan yang paling sering diajukan berbagai pihak bila ingin berusaha, dari mana dana untuk memulai usaha. Modal Usaha diartikan sebagai dana yang digunakan untuk menjalankan usaha agar dapat berlangsung umurnya. Modal usaha dalam penelitian ini merupakan modal usaha untuk pertama kali membuka usaha. Pilihan dalam memilih modal usaha dari pihak ketiga, dapat berasal dari Perum Pegadaian. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dan Perbankan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pilihan modal dari pihak ketiga kepada wirausaha di Indonesia, kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pilihan modal, dan pilihan modal yang paling disukai oleh wirausaha di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu dokumen-dokumen dari lembaga yang memberikan bantuan modal dan data yang diambil selama 2 periode, yaitu dari tahun 2010 sampai dengan 2011.

Keywords: : Modal Usaha, Perum Pergadaian, Progran Kemitraan dan Bina Lingkungan dan Perbankan

PENDAHULUANMemulai wirausaha memang bukan hal yang mudah. Berbagai tantangan dan masalah pasti akan terus membayangi Anda ketika berniat mengawalinya. "Sebaiknya, mulailah untuk berwirausaha dengan bidang yang di kuasai, dengan sumber daya yang ada di sekitar Anda," (Santi Mia Sipan, 2011). Terdapat tiga tantangan besar dalam berwirausaha yaitu kurangnya pengetahuan, keterbatasan dalam budaya, dan kurangnya akses ke layanan pinjaman. UMKM ini sangat berpotensi, Selain itu Kelompok ini terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisi ekonomi karena suport dana yang dilakukan oleh pemerintah. Maka sudah menjadi keharusan penguatan kelompok usaha mikro, kecil dan menengah yang melibatkan banyak kelompok, karena tidak mudah goncang dalam krisis ekonomi UMKM pun menjadi pilihan anternatif untuk membuka usaha. Persoalan lain yang menjadi perhatian agar UKM (Usaha Kecil Menegah) dapat berkembang dengan cepat, maka pembiayaannya harus dipikirkan oleh pengambil kebijakan. UKM sudah selayaknya mendapat dana melalui pasar modal bukan hanya dari bank atau rentenir. Teknik yang terbaik dalam mendapatkan dana adalah melalui penerbitan obligasi secara bersama UKM.

ISI Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah (UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefinisikan Pengertian dan kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Page 317: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

308

Tabel 1 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Usaha Mikro Kriteria kelompok Usaha Mikro usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro

Usaha KecilKriteria Usaha Kecil Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

Usaha MenengahKriteria Usaha Menengah Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan

Ciri-ciri usaha mikro :Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti;

Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat;

Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha

Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai;

Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;

Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;

Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.

Ciri-ciri usaha kecil.

Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah

Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah

Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha

Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP

Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha

Page 318: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

309

Modal usaha diartikan dana yang digunakan untuk menjalankan usaha agar dapat berlangsung umurnya. Modal usaha dapat juga diartikan dari berbagai segi yaitu modal pertama kali membuka usaha, modal untuk melakukan perluasan usaha dan modal untuk menjalankan usaha sehari-hari.Modal usaha dapat diperoleh dari berbagai macam cara yaitu :

1. Pertama, dari dana yang dimiliki sendiri 2. Kedua, menggadaikan barang yang dimiliki baik ke lembaga nonformal dan

lembaga formal.3. Melakukan pinjaman kepada lembaga nonformal. 4. Modal dengan menggunakan kekuatan pemasok 5. Modal dengan bergabung dengan pihak lain atau dikenal dengan mitra6. Mendapatkan ,modal dengan melakukan pinjaman ke perbankan 7. Mendapatkan dana dengan cara modern yang dikenal dengan pasar modal.

Perum Pegadaian sangat aktif memberikan pinjaman kepada kelompok masyarakat kecil baik yang berusaha maupun untuk kepentingan sehari-hari. Total Penyaluran pinjaman dikelompokkan menjadi usaha gadai, usaha syariah, usaha kecil mikro dan kredit lainnya. Pegadaian Kreasi atau Kredit Angsuran Fidusia dan Pegadaian Krasida atau Kredit Angsuran Sistem Gadai merupakan produk pegadaian merupakan produk pegadaian yang aktif memberikan pinjaman kepada pengusaha kecil dengan total pinjaman sleama tahun 2010 dan tahun 2011 sebesar Rp. 2.019.746.000.000,- dan Rp. 1.315.607.000.000,-

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan merupakan bagian dari tanggung jawab social Perusahaan. Pelaksanaan PKBL telah diamanatkan dalam Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Progrm Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan usaha Kecil Program Bina Lingkungan. Program Kemitraan merupakan program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh melalui pemanfaatan dana dari penyisihan Laba Perusahaan. Program Kemitraan membantu pengusaha kecil yang feasible tetapi belum bankable untuk mendapatkan fasilitas pinjaman sehingga dapat mengembangkan usahanya. Program Kemitraan diimplementasikan dalam bentuk penyaluran pinjaman kemitraan dan dana pembinaan. Penyaluran dana pembianaan untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi dan lain-lain sebagainya yang bermafaat untuk peningkatan produktivitas Mitra Binaan. Dana Penyaluran Pinajamn PT Jamkrindo pada tahun 2010 dan 2011 Rp. 4.497.112.618,-dan Rp.6.047.529.945,-

Bank merupakan jantung negara, karena dana yang dibutuhkan parekonomian sebuah Negara, karena dana yang dibutuhkan para pengusaha menglir dari bank tersebut. Semua pengusaha selalu berpikir bahwa bank merupakan tempat untuk mendapatkan dana, baik untuk memulai maupun pengembangan usaha kelihatannya hamper smeua bank menggeluti penyaluran kredit kepada pengusaha. Pengusaha yang diberikannya juga sangat bervariasi dan termasuk kredit kepada UKM. Manfaat :Mendukung berbagai keperluan pembiayaan semua jenis usaha dengan memenuhi kebutuhan modal kerja dan pembiayaan pendidikan, perbaikan rumah, pembelian kendaraan, dsb. berlaku untuk semua sektor usaha, meliputi pertanian, perdagangan, perindustrian, maupun jasa lainnya. Kredit dengan bunga bersaing yang bersifat umum untuk semua sektor ekonomi, ditujukan untuk individual (badan usaha maupun perorangan) yang memenuhi persyaratan dan dilayani di seluruh BRI Unit dan Teras BRI.)

Page 319: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

310

METODEPenelitian ini merupakan Penelitian Deskriptif. Penelitian Deskriptif adalah Salah

satu jenis metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterprestasikan objek sesuai dengan apa adanya (Best,1982). Tujuan utama dari Penelitian Deskriptif ini adalah menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat. Objek Penelitian ini adalah Perusahaan atau Lembaga yang melakukan atau memberikan Pinjaman sebagai modal usaha kepada Usaha Kecil Menengah di Indonesia. Penelitian ini mengambil sample Pegadaian, PKBL Jamkrindo, dan PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) dikarenakan 3 lembaga tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda dan milik pemerintah. Pemerintah Indonesia sangat mendukung Kewirausahaan. Dalam Penelitian ini Pengambilan Sampel dilakukan secara non probability sample dengan pendekatan Purposive Sampling. Tahun Penelitian dalam Penelitian ini adalah tahun 2010 dan 2011, pemilihan tahun penelitian tersebut dikarenakan ketersediaan data yang terbaru. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data Primer didapatkan dari wawancara dan interview yang ada di media. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah berupa Annual Report PKBL Jamkrindo tahun 2010-2011, Annual Report Pegadaian 2010-2011, dan Annual Report PT. Bank Rakyat Indonesia. 2010-201; dan Website dari PKBL Jamkrindo (www.pkbl-jamkrindo.go.id), Pegadaian (www.pegadaian.go.id) dan PT Bank Rakyat Indonesia (www.BRI.co.id).

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI Dalam Tabel 2 dibawah dapat dilihat bahwa pendanaan dari pegadaian menurun

dari tahun 2010 ke tahun 2011 sebesar 34%, dibandingkan dengan jumlah kantor cabang pegadaian yang ada di seluruh Indonesia, seharusnya diikuti dengan kenaikan pinjaman. Hal ini menunjukan kurangnya minat usaha kecil menengah dalam meminjam dana di Pegadaian. Pendanaan dari PKBL Jamkrindo meningkat sebesar 28% dari tahun 2010 ke tahun 2011. Hal ini merupakan indikator yang baik bagi PKBL agar dapat dengan agresif meminjamkan dana pada usaha kecil menengah, hal ini didukung juga dengan adanya suku bunga kredit paling kecil. Pendanaan dari PT. Bank Rakyat Indonesia kepada Usaha Kecil Menengah naik sebesar 17%, hal ini menunjukkan minat usaha kecil menengah untuk memulai bisnis. Pendanaan PT. Bank Rakyat Indonesia lewat Kredit Usaha Rakyat sangat dikenal oleh banyak Usaha Kecil Menengah di Seluruh Indonesia. (Wardhani;2010). Berdasarkan prosentase kenaikan penyaluran pinjaman PT. Bank Rakyat Indonesia merupakan saluran pemberi pinjaman yang diminati oleh Usaha Kecil Menengah.

Page 320: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

311

Tabel 2 Pegadaian, Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Jamkrindo, dan

PT Bank Rakyat Indonesia

KET PEGADAIAN Program Kemitraan dan

Bina Lingkungan (PKBL) Jamkrindo

PT Bank Rakyat Indonesia

Tahun Berdiri 1 Januari 1961 tahun 2007

5 November tahun 2007

Kantor Pusat dan Cabang

1 Kantor Pusat, 13 Kantor wilayah di seluruh Indonesia , 4.338 unit kantor operasional konvensional dan kantor operasional syariah sebanyak 582 unitdengan jumlah kantor diseluruh indonesia sebanyak 4.920 kantor pegadaian.

1 Kantor Pusat, 18 Kantor Cabang

7.004 Kantor, Head office, Regional Office, Regional audit Office, Branch, Sub Branch, Cash Outlet, BRI, Teras BRI

Program Pemberian

Kredit UKM

1. Pegadaian Kreasi atau Kredit Angsuran Fidusia

Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil adalah program untuk meningkatkan kompetensi usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.

Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit Modal Kerja dan atau Kredit Investasi dengan plafon kredit sampai dengan Rp 500 juta yang diberikan kepada usaha mikro, kecil dan koperasi yang memiliki usaha produktif

2. Pegadaian Krasida atau Kredit Angsuran Sistem Gadai

Tujuan Kredit

1. Pegadaian Kreasi , mempunyai tujuan memberikan pnjaman kepada pengusaha mikro (dalam rangka pengembangn usaha) dengan skim penjaminan secara fidusia 2. Pegadaian Krasida, mempunyai tujuan memberikan pinjaman kepada para pengusaha

a. Tercapainya pengelolaan dana PKBL secara tepat jumlah, tepat waktu dan tepat sasaran.b. Tercapainya penyaluran dana PKBL kepada usaha kecil secara tepat jumlah, tepat waktu, tepat sasaran dan tepat pembinaan.c. Tercapainya penggunaan dana PKBL kepada usaha

Meningkatkan akses pembiayaan UMKM & K kepada Bank. Pembelajaran UMKM untuk menjadi debitur yang bankable sehingga dapat dilayani sesuai ketentuan

Page 321: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

312

mikro kecil (dalam rangka pengembangan usaha) atas dasar gadai.

kecil secara tepat jumlah, tepat waktu, tepat sasaran dan tepat pembinaan.

komersial perbankan pada umumnya (Sebagai embrio debitur komersial).

Waktu Pelayanan Senin - Jumat Senin - Jumat Senin - Jumat

Tarif Sewa Modal

0.9 % per bulan flat. 6%-8% per tahun atau setara dengan 0.05% per bulan

14% per tahun atau setara dengan 1.17% per bulan

Platfon Pinjaman

maksimal total pinjaman sebesar Rp. 200.000.000

Rp. 10.000.000 sampai dengan Rp. 200.000.000

Rp. 20.000.000 sampai dengan Rp. 500.000.000

Jangka Waktu Kredit 12 bulan s.d 36 bulan Maksimal 3 tahun,

Maksimal 10 tahun

Cara Peluanasan

Membayar cicilan per bulan. Membayar cicilan Per bulan

Membayar cicilan per bulan

Syarat Peminjaman

1. KTP atau Kartu Identitas

1. Memiliki Kriteria sebagai usaha kecil2. Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan 3. Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 tahun 4. Belum memenuhi persyaratan perbankan

1. Surat Pengukuhan dari Instansi terkait atau Surat Keterangan dari Kepala Desa / Kelurahan atau Akte Notaris. 2. Sesuai ketentuan yang berlaku. Lama usaha minimal 6 bulan

2. Barang Jaminan bergerak : a. Perhiasan Emas, Berlian b. Kendaraan Bermotor c. Barang Elektronik

Tata cara / Persyaratan Peminjaman : 1. Mengajukan Proposal Permohonan Pinjaman yang memuat : a. Data Pribadi sesuai KTP b. Data Usaha (bentuk usaha, alamat usaha, mulai mendirikan usaha, jumlah tenaga kerja, dsb) c. Data Keuangan meliputi Laporan Keuangan/Catatan

3. Plafond kredit s/d Rp. 100 juta : SIUP, TDP & SITU arau Surat Keterangan Usaha dari Lurah/Kepala Desa.4. Plafond kredit > Rp. 100 juta : Minimal SIUP atau sesuai ketentuan yang

Page 322: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

313

Keuangan d. Rencana Penggunaan Dana Pinjaman

berlaku.

Jenis Barang Jaminan

a. Perhiasan Emas, Berlian

Jaminan Tambahan Lain (bila ada)

Tidak ada jaminan

b. Kendaraan Bermotor c. Barang Elektronik

Dana Penyaluran Pinjaman

Tahun 2010 sebesar tahun 2010 dan tahun 2011 sebesar Rp. 2.019.746.000.000,- dan Rp. 1.315.607.000.000,-

Tahun 2010 dan 2011 Rp. 4.497.112.618,-dan Rp.6.047.529.945,-

Tahun 2010 Rp. 78 triliun dan tahun 2011 Rp. 95.30 triliun

KESIMPULAN Dari hasil pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Keterangan PT Pegadaian Persero

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Jamkrindo

PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI)

Kelebihan Dalam hal pemberian pinjaman kepada Usaha Kecil Menengah dan Mikro, Pegadaian telah berdiri sejak tahun 1961 dan mempunyai 4.338 unit kantor operasional, sehingga usaha kecil menengah dapat dengan mudah menjumpai PT Pegadaian dalam melakukan pinjaman modal usaha. PT Pegadaian juga memberikan bunga yang flat sebesar 0.9% per bulan, sehingga peminjam dapat dengan mudah menghitung dan

Pengenaan bunga kredit yang relatif kecil dibandingkan lembaga keuangan lainnya yaitu sebesar 0.05% per bulan, sangat menguntungkan bagi usaha kecil menengah. Pinjaman sebesar Rp. 10.000.000 sampai dengan Rp. 200.000.000 juga menguntungkan bagi usaha kecil menengah karena untuk pemula yang tidak berani mengambil resiko dan belum bankable dalam hal peminjaman dapat memulai usahanya.

PT. Bank Rakyat Indonesia mempunyai cabang sebanyak 7.004 kantor diseluruh Indonesia, sehingga dapat dengan mudah ditemui oleh Usaha Kecil Menengah. Masyarakat umum mengenal bank sebagai tempat simpan pinjam uang

Page 323: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

314

membayar dengan jumlah yang tetap setiap bulannya.

Dalam hal administrasi PKBL sangat membantu, dapat dilihat dari persyaratan yang diminta.

Kekurangan Bagi Peminjam atau Usaha kecil menengah, pemberian jaminan dalam pinjaman modal kurang menguntungkan dikarenakan Usaha Kecil masih kekurangan dana,

PKBL Jamkrindo, mempunyai 18 cabang di seluruh kota Indonesia, sehingga akses seluruh Usaha Kecil Menengah masih terbatas,

Bunga kredit yang diberikan oleh PT Bank Rakyat Indonesia sebesar 1.17% per bulan, bunga ini lebih besar dibandingkan bunga yang dikenakan oleh lembaga peminjaman uang bukan bank. Adanya prasyarat yang cukup banyak dan detail dalam administrasi peminjaman dana, sehingga kurang memungkinkan bagi pemula usaha kecil dan menengah

Pada tahun 2011 saluran kredit pinjaman yang diminati oleh Usaha Kecil Menengah adalah PT. Bank Rakyat Indonesia, dengan kenaikan penyaluran pinjaman sebesar 28% . Hal ini didukung juga oleh aktifnya PT. Bank Rakyat Indonesia memberikan pinjaman, layanan dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kewirausahaan. Permintaan KUR Mikro yang cukup tinggi terjadi kariena aksesnya yang semakin mudah sehingga menjadi pilihan utama bagi para pelaku usaha pemula.“Salah satu penyebabnya, akses nasabah makin mudah baik secara infrastruktur maupun administratif. BRI sudah masuk ke jantungnya pengusaha mikro melalui Teras BRI di sentra-sentra perdagangan dan bisnis”. (Muhammad Ali, 2013).Bank merupakan Lembaga keuangan yang paling dikenal oleh masyarakat dalam hal simpan pinjam uang.

Berdasarkan kelebihan dalam penyaluran modal usaha, PKBL Jamkrindo sangat membantu Usaha Kecil Menengah dalam memberikan pinjaman, disisi lain PKBL Jamkrindo tidak mempunyai cabang diseluruh Indonesia. PKBL Jamkrindo selain memberikan pinjaman berupa dana, juga memberikan pelatihan kepada usaha kecil menengah berkaitan dengan operasional, keuangan, dan pemasaran dari Usaha tersebut. Sehingga hal ini sangat memberikan keuntungan bagi Usaha kecil menengah pemula.

Page 324: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

315

REFERENSI

Anggraini. D & Nasution. H.S. (2013). “Peranan Kredit Usaha Rakyat (UKR) bagi Pengembangan UMKM di Kota Medan (Studi Kasus Bank BRI).”.Jurnal Ekonomi dan Keuangan vol.1. No.3 Februari 2013, hal. 105-116.

Annual Report (2010), Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Jamkrindo

Annual Report (2010), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk

Annual Report (2011), Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Jamkrindo

Annual Report (2011), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk

Annual Report (2011), PT Pegadaian (Persero)

Audretsch.D & Monsen .E. “Entrepreneurship Capital: A Regional, Organiztional, Team and Individual Phenomenoitn”. Max Planck Inn UMKM di Kota Medan (Studi Kasus Bank BRI)stitute of Economic. Germany

http://www.infobanknews.com/2013/02/bri-kucurkan-kur-rp4825-triliun-kepada-72-juta-debitor/

Manurung, A.H (2008). “ Modal Untuk Binis UKM”, PT. Kompas Media Nusantara : Jakarta.

Tobari, A. (2010). “ Pemberdayaan Usaha Kecil Melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)”. Universits Pembangunan Nasional Veteran. Surabaya

Wardani. N. (2010). “Pelaksanaan Pemberiaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada Bank Rakyat Indonesia Unit Kuwarasan Cabang Gombong”. Universitas Sebelas Maret. Fakultas Hukum. Surakarta

Page 325: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

316

PERTUMBUHAN EKONOMI YANG BAIK, DAPAT MENJADI LANDASAN PEMBINAAN KUALITAS UKM, SELAIN UNTUK BENAH DIRI DAN SINERGI

DENGAN LEMBAGA-LEMBAGA TERKAIT LAINNYA MENJELANG AEC 2015 MENDATANG

Drs. Robert Gunardi Haliman, M.Si., Ak.

FE UNTAR Jakarta

e-mail: [email protected]

Abstrak

Pada suatu kesempatan Bapak Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pernah berpesan bahwa pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata perlu diupayakan, dan ini perlu pelaku ekonomi meningkatkan sinergi, baik dengan pemerintah maupun masyarakat luas. Dalam pesan ini melibatkan unsur-unsur agar program dan kegiatan tercapai dengan baik, dan kesejahteraan tercapai.

Pertumbuhan ekonomi yang terakhir mencapai 6,2% dalam tahun 2012 yang merupakan peringkat kedua di Asia dicapai karena meningkatnya Produk Domestik Bruto (PDB) dari tahun sebelumnya. Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2011 (audited), dalam Catatan Laporan Keuangan tertera GDP tahun 2011 sebesar Rp. 7.427,1 triliun, naik 15,6% dibandingkan tahun 2010 yang mencapai Rp. 6.422,8 triliun atau PDB per kapita 2011 (PDB dibagi jumlah penduduk) sebesar Rp. 30,8 juta (USD 3,542.8). Tetapi menurut catatan peran UKM belum berperan sehingga diprediksi paling rentan menghadapi ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015.

Sebenarnya kalau dilihat terbentuknya GDB, yaitu dari aktivitas ekonomi atau penggunaan didukung oleh Konsumsi Rumah Tangga (54,8%) dan Konsumsi Pemerintah (9%). Pembentukan modal tetap bruto/investasi (32%), dan net ekspor (2,6%), sedangkan dari sisi produksi (9 sektor), pertumbuhan sektor pertanian dan sektor industri pengolahan tumbuh cukup tinggi dan yang tertinggi sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor-sektor ini UKM dapat berperan hanya perlu ditingkatkan kualitasnya.

Kata kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Produk Domestik Bruto (PDB), Usaha Kecil Menengah (UKM), kualitas UKM, dan pembinaan UKM.

PENDAHULUANGuna melihat keadaan perekonomian dari suatu negara, maka pertumbuhan

ekonomi dipakai sebagai indikator. Dari pertumbuhan ekonomi ini tersirat kesempatan kerja yang tercipta biasa sebesar 1% dari pertumbuhan ekonomi ini dapat membuka 500.000 kesempatan kerja, agar kesejahteraan dapat tercapai.

Untuk pertumbuhan ekonomi ini, pada suatu kesempatan Bapak Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pernah berpesan bahwa pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata perlu diupayakan dan ini perlu pelaku ekonomi meningkatkan sinergi, baik dengan pemerintah maupun masyarakat luas. Dalam pesan ini tersirat bahwa jangan terjadi yang kaya bertambah kaya, sedangkan yang miskin lebih baik (the riches get richer, the poor get better) tapi semua program dan kebijakan pemerintah diarahkan ke kesejahteraan yang merata bagi seluruh masyarakat. Walaupun pertumbuhan ekonomi sebesar 6.2% pada tahun 2012, kedua terbaik di Asia, tapi masih perlu dijaga dan ditingkatkan, terutama mengatasi penyakit ekonomi yaitu pengangguran dan kemiskinan. Di samping itu perlu juga ditingkatkan sinergi yang berkenaan dengan pertumbuhan ekonomi ini, apalagi menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) 2015 nanti, terutama bidang Usaha Kecil Menengah (UKM). Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, kesempatan yang baik untuk meningkatkan kualitas UKM, baik

Page 326: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

317

membenahi manajemennya, maupun mengikuti beberapa program dari Pemerintah dan Perguruan Tinggi.

Lebih lanjut peran Pertumbuhan ekonomi dan kaitan dengan UKMPertumbuhan ekonomi perlu terdapat hal-hal yang diperbaiki agar pertumbuhan

ekonomi ini dapat bertahan malah meningkat. Untuk itu memang perlu banyak yang diamati, karena masih banyak Negara yang belum bebas benar dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun-tahun terakhir ini, seperti Negara-negara GIISP (Greece, Ireland, Italy, Spain, and Portugal). Walau Uni Eropa dan IMF telah berusaha mengatasinya.

Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perlu juga melihat Produk Domestik Bruto (PDB), karena pertumbuhan ekonomi terjadi kalau PDB tahun ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2011 (audited), dalam Catatan Laporan Keuangan tertera PDB tahun 2011 sebesar Rp. 7.427,1 triliun, naik 15,6% dibandingkan tahun 2010 yang mencapai Rp. 6.422,8 triliun atas PDB per kapita 2011 (PDB dibagi jumlah penduduk) sebesar Rp. 30,8 juta (USD 3,542.8), tapi peran Usaha Kecil Menengah (UKM) belum berperan sehingga diprediksi paling rentan menghadapi Asean Economic Community (AEC) 2015 nanti, menurut Kementerian Koperasi dan UKM, jumlahnya 55,2 juta unit usaha, namun kualitasnya masih kurang, terutama menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau Pasar Bebas ASEAN 2015 mendatang.

Sementara itu bila dilihat dari struktur PDB menurut penggunaan atau dari aktivitas ekonomi, 1. Konsumsi Rumah Tangga merupakan penyumbang terbesar 54,6%, 2. Konsumsi Pemerintah sebesar 9%, 3. Pembentukan Modal Tetap Bruto / Investasi 32 %, 4. Net Ekspor sebesar 2,6%. Peran UKM cukup besar sebesar 58,4% lebih besar daripada sumbangan usaha besar sebesar 41,5% pada konsumsi rumah tangga (atau disebut dalam text book Income dari sektor swasta). Lalu bila dilihat dari lapangan usaha, terdiri dari pertambangan dan penggalian (3,5%); pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan (2,5%); industri, pengolahan (4,5%); konstruksi (7%), jasa-jasa (6%); keuangan, real estate dan perumahan (5,75%); listrik, gas, dan air bersih (6,3%); perdagangan, hotel, dan restaurant (8,7%); pengangkutan dan komunikasi (13,6%) (sumber dari Badan Pusat Statistik), dapat dilihat bahwa sektor pertanian dan sektor industri, pengelolaan tumbuh cukup tinggi dan yang tertinggi sektor pengangkutan dan komunikasi (termasuk juga handphone dan gadget yang dalam tahun 2012 diimpor sebesar 52 juta unit). Sektor-sektor ini UKM dapat berperan, hanya perlu ditingkatkan kualitasnya.

Sumbangan UKM ke PDB sebesar 58,4% dibandingkan usaha besar sebesar 41,53%, walau jumlah pengusaha UKM sekitar 55,2 juta dibandingkan pengusaha besar sebesar 4952 pengusaha. Tapi menjelang MEA 2015, banyak gejala-gejala yang perlu diawasi, terutama segi sinergi antar pemerintah dan pelaku ekonomi (terutama UKM).

Peningkatan Kualitas UKM Melalui Pengelolaan ManajemenPada pengelolaan UKM, maka pemerintah melalui Kementrian Koperasi dan UKM

telah melakukan selain regulasi, terdapat juga Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LP Dana Bergulir). Lembaga ini selain membantu pembiayaan, sekaligus memonitor lembaga usaha UKM yang memanfaatkan lembaga ini.

Yang disalurkan melalui LP Dana Bergulir, baik untuk modal kerja (berbunga sekitar 6%) maupun Investasi (berbunga sekitar 3,5%), perlu diberikan laporan berkala baik berupa Laporan Keuangan, maupun Laporan Lain sesuai kebutuhan pemberi kredit dalam mengevaluasi jalannya usaha. Di sini perlu dilakukan akuntansi yang sudah diterapkan dalam bentuk standar akuntansi keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP).

Page 327: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

318

Di samping ini, UKM sendiri perlu meningkatkan kinerjanya, antara lain mengikuti prinsip-prinsip pada manajemen pemasaran (marketing management), maupun manajemen keuangan (financial management).

Prinsip-Prinsip Manajemen Pemasaran yang Perlu DiperhatikanDalam melakukan pemasaran yang pertama perlu diperhatikan yang dipasarkan

termasuk komoditi yang mana, 1. apakah convenience goods, yang berupa barang-barang kebutuhan pokok termasuk juga makanan dan minuman (food and beverage). Komoditi ini harus dekat pada konsumen, berupa warung atau toko-toko kecil, walaupun sekarang dengan adanya supermarket/pasar swalayan yang letaknya tidak boleh kurang 500 meter dari pasar traditional. 2. Kemudian golongan shopping goods, yang berupa toko-toko pada pertokoan ini, tergantung jenis barang yang diperdagangkan dan selanjutnya 3. golongan speciality goods yang memerlukan spesifikasi tertentu termasuk perhiasan, jam tangan m ewah, mobil-mobil mewah atau biasa dibeli konsumen bukan untuk dipakai semata-mata, tetapi untuk dipakai attribute atau untuk prestige, sebagian dari komoditi tergolong specialty, ini terdapat pada pusat perbelanjaan tertentu seperti mal.

Lalu perlu juga diperhatikan cara penjualan komoditi ini , bisa terdiri 1. Penjualan tunai termasuk juga dengan kartu kredit atau kartu debet, kemudian 2. Penjualan secara kredit sales on account ( terdapat tenggang waktu tertentu untuk melunasinya), kemudian 3. Penjualan cicilan (Installment Sales). Mula-mula timbul penjualan cicilan/installment sales karena untuk menampung customer yang mempuyai daya beli tetap (dalam hal ini penghasilannya berupa gaji) tetapi kebutuhan banyak (seperti pada waktu persiapan pernikahan bagi muda–mudi), maka jalan keluarnya dengan penjualan cicilan ini. Di sini terdapat down payment/uang muka, yaitu untuk menhitung kerugian turunnya status barang baru/new ke barang seken/used, lalu lama cicilan dilihat dari status baru ke old (setelah 5 tahun dalam halnya mobil), maka lama masa cicilan tidak lebih dari 5 tahun ini (biasanya 3 tahun) jatuh tempoh tiap cicilan biasanya disesuaikan penerimaan pendapatan (seperti gaji pada akhir bulan). Dalam penjualan cicilan ini termasuk bunga (dihitung dari jumlah terhutang, disebut add-on atau dapat juga dari jumlah setelah dikurangi pembayaran).

Karena penjualan cicilan bagi penjual diperlukan dana yang cukup besar, maka timbul leasing company, yang menampung penjualan cicilan ini, yang biasanya disebut finance company, suatu lembaga keuangan di luar bank.

Lalu terdapat cara yang ke 4, yaitu Multi Level Marketing ( MLM ), dan 5. Franchise dan 6. Penjualan Atas Pesanan (delivery), bisa pada rumah makan atau restoran.

Yang ke 7, yaitu Penjualan Online atau Online Business, yang memanfaatkan teknologi World Wide Web atau internet. Biasa digunakan Facebook, sebuah web jaringan sosial yang didirikan oleh Mark Zuckerberg bersama teman-temannya dan diluncurkan pertama kali pada bulan Februari 2004. Pada saat ini banyak sekali masyarakat yang melakukan bisnis di Facebook seperti di antaranya menjual pakaian, parfum, handphone, gadget bahkan barang elektronik melalui media Facebook dengan cara meletakkan foto barang dagangan mereka di album account Facebook.

Bagi yang ingin memesan dapat melalui personal Message di account Facebook atau penjual meletakkan nama dan nomor handphone yang dapat dihubungi oleh customer, terdapat satu lagi. Jadi yang ke 8, yaitu ekspor, bukan saja bahan baku, juga hasil manufaktur seperti alat-alat elektronik.

Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan (Financial Management) yang Perlu DiperbaikiYang perlu dicermati dalam managen keuangan terdapat beberapa ketentuan yang

perlu dijaga, yaitu Likuiditas, Solvabilitas dan Ketentuan keuangan (financial flexibility)

Page 328: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

319

Likuiditas yaitu dapat menghimpun dana untuk melunasi kewajiban/hutang Solvabilitas yaitu mendapatkan dana untuk mendanai operasi/kegiatan perusahaan terutama saat hutang/kewajiban jatuh tempo dsn kelenturan keuangan (financial flexibility), yaitu tersedia dana pada saat cek tak terduga terutama bencana (seperti tsunami dan gunung meletus) dan mendanai investasi yang menguntungkan.

Untuk Likuiditas dan Solvabilitas, biasa dijaga karena biasa dimasukkan dalam rencana keuangan seperti Cash Flow, yang Ketentuan keuangan bisa diabaikan karena tidak sering terjadi. Ketentuan keuangan dibentuk dari dana yang disisihkan (restricted fund) seperti sinking fund atau debt service fund yaitu Dana yang dihimpun untuk melunasi kredit bank waktu jatuh tempo. Sinking Fund ini belum merupakan kewajiban karena belum terdapat regulasi/ketetapan dari pemerintah lain halnya di Jepang, Sinking Fund ini wajib diselenggarakan karena terdapat ketentuannya yaitu 20% dari laba perusahaan setelah Pajak Penghasilan, selain Sinking Fund, juga baik untuk Construction Fund (karena kredit investasi hanya 70% dari bank lembaga keuangan lainnya, 30% harus disediakan oleh perusahaan), juga dana pensiun sebagai penambah dari PT. Jamsostek

Peranan Perguruan Tinggi Dalam Membina UKM, Terutama UKM PemulaPembina UKM selain diuraikan dibagian dahulu, juga dapat lebih intensif oleh

Pemerintah terutama UKM baru atau meningkat UKM baru atau yang meningkatkan kapasitasnya dalam hal ini dengan membentuk Indikator Bisnis Teknologi ( IBT ).

Beberapa Negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia dan Singapura mendorong kegiatan IBT ini, terutama menghadapi MEA 2015, Inkubator ini sekarang berbasis Perguruan tinggi, setiap UKM yang masuk IBT milik perguruan tinggi dapat dana senilai Sing$ 50,000. Mereka yakin ide-ide bisnis dari mahasiswa dapat menjadi usaha yang menguntungkan di Thailand terdapat 63 IBT yang menyalurkan UKM baru bagi mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi., syarat lulusan yang boleh menerima dana adalah lulus dari universitas maksimum lima tahun.

Thailand, Singapura dan Malaysia berani memberi pembiayaan kepada inkubator perguruan tinggi, karena dampak positif peningkatan kapasitas UKM dalam jangka panjang, bila UKM mampu bertahan dan membesar, pemerintah dapat manfaatnya yang besar.

UKM mampu mengurangi pengangguran dan menyerap tenaga kerja, menggerakkan industri lain. Akhirnya UKM kita dapat bersaing dengan UKM ASEAN lainnya.

Peran Lembaga dan Perguruan Tinggi dalam Membina UKM di IndonesiaPemerintah sudah cukup memperhatikan UKM ini dengan terdapatnya

Kementerian Koperasi dan UKM, selain mengeluarkan regulasi terutama pengawasan berjalannya UKM ini, juga lebih konkrit dengan pemberian dana berupa Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LP Dana Bergulir) yang diuraikan di bagian atas. Di samping ini juga Perguruan Tinggi telah berpartisipasi cukup baik, antara lain melalui Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI), walaupun belum seintensif seperti negara ASEAN tetangga kita.

Salah satu contoh bahwa mahasiswa Universitas Tarumanagara pernah mengikuti program UKM ini, walaupun belum berkembang seperti program IBT di negara ASEAN tetangga kita.

Peran serta perguruan tinggi dan mahasiswa kita cukup berarti sebagai salah satu kekuatan kita bersaing dengan negara ASEAN nantinya dikarenakan kekurangan menguasai bahasa Inggris, namun dengan turut sertanya mahasiswa diharapkan kekurangan ini dapat diminimalisirkan.

Page 329: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

320

KESIMPULANPertumbuhan ekonomi sebagai indikator perekonomian, yang tahun 2012 mencapai

6,2%, tertinggi kedua di Asia tidak terlepas dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang naik sedangkan PDB antara lain dari aktivitas ekonomi yang terbesar adalah Konsumsi Rumah Tangga (54,8%). Pada konsumsi rumah tangga ini peran UKM sekitar 55,2 juta UKM adalah 58,4 % disbanding Usaha Besar (4.952 pengusaha) sebesar 41,53 %, namun kualitasnya masih kurang terutama menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 nanti.

Untuk ini perlu peningkatan kualitas UKM sendiri dan sinergi dengan Pemerintah dan masyarakat. Untuk UKM sendiri perlu di tingkatkan pengelolaan pemasaran dan keuangan. Dengan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM melalui Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir dan akhirnya dengan Perguruan Tinggi baik dari pemerintah dan swasta terutama melalui Inkubator Bisnis Teknologi (IBT).

Dengan adanya program dan kegiatan di atas UKM telah siap menghadapi MEA 2015 mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2011 (audited), Kementerian Keuangan RI.

Brighardt, Eugene F. and Michael C. Ehrhardt (2008). Financial Management, Theory and Practice, Twelve Edition. Thomas South-Western.

Kohler, Philip and Gary Amstrong (2010). Principles of Marketing. Thirteenth Edition. Pearson.

Kurnia, Ari. Dian Nafi, Afin Murtie, Kiki Han dan Wuri Nugraeni (2012). 101 Bisnis Online yang Paling Laris. Gramedia Pustaka Utama.

Perry, Martin (1998). Mengembangkan Usaha Kecil. Murai Kencana.Radebaugh, Lee H. , Sidney J. Grey (2002). International Accounting Multinational

Enterprises, Fourth Edition. John Wiley and Sons.Schroeder, Richard G., Myrthe W. Clark and Jack M. Caltrey (2009). Financial

Acoounting Theory and Analysis, Nineth Edition. John Wiley and Sons.Majalah:Kontan, No. 24. XVII, 2013. Darurat UKM: Pasar Bebas ASEAN, 11-17 Maret 2013.Kontan, Edisi Khusus Januari 2013, Optimis Memulai Bisnis. Kompas Gramedia.

Page 330: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

321

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA BERKELANJUTAN UMKM INDONESIA MENGHADAPI INTEGRASI EKONOMI REGIONAL/DUNIA

Dra. Maria Lucia Kho Giok Song, MM., Ph.D.

Unika De La Salle, Manado

email: [email protected]

Abstrak

Wacana masyarakat ekonomi ASEAN pada tahun 2015 serta ragam integrasi ekonomi dunia lainnya mengundang banyak pertanyaan terhadap kesiapan UMKM Indonesia. Makalah ini mengkaji kesiapan UMKM Indonesia melalui pengembangan sumber daya berkelanjutan. Metode penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka dengan lingkup UMKM Indonesia dan internasional. Sedangkan pengembangan sumber daya mencakup multi aspek antara lain kompetensi kewirausahaan, inovasi produk dan/atau proses, penggunaan teknologi informasi, strategi pemberdayaan UMKM, dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan, pengembangan sumber daya UMKM Indonesia bukan hanya berhasil menghadapi integrasi ekonomi regional ASEAN pada tahun 2015, tapi juga mampu bersaing di tingkat dunia.

Kata kunci: pengembangan sumber daya (berkelanjutan), UMKM Indonesia, integrasi ekonomi (regional/dunia)

PENDAHULUAN

Ragam kajian UMKM telah dilakukan menurut spesifik wilayah, industri, perilaku wirausaha, dan sebagainya. Berbagai kajian tersebut membuktikan peran dan kontribusi signifikan dari UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi lokal/nasional melalui pengembangan inovasi produk dan proses, transfer pengetahuan, peningkatan kapabilitas sumber daya, dan penyediaan lapangan kerja (Rofiaty, 2010; Sriyana, 2010). Di lain pihak, pengembangan UMKM terutama di Indonesia menghadapi aneka tantangan dan kendala terutama berhubungan dengan kualitas dan diversifikasi produk, supply-chain, pemasaran, jaringan usaha, skala usaha, pesaing domestik dan luar negeri (Sriyana, 2010; Tambunan, 2012a; Tambunan, 2012b). Makalah ini mencoba menggabungkan beberapa hasil penelitian UMKM di Indonesia maupun mancanegara terutama dalam hal pengembangan UMKM berkelanjutan. Pengembangan UMKM seperti disebutkan di atas diharapkan dapat mempersiapkan pengembangan sumber daya berkelanjutan menghadapi integrasi ekonomi regional maupun dunia. Dalam hal ini, klasifikasi UMKM yang dimaksud mengikuti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

METODE

Penulisan makalah ini dilakukan dengan mengkaji studi pustaka dan empiris dengan menggunakan metode analisis deskriptif untuk menjelaskan hubungan antara multi aspek UMKM (Afiah,2009; Chiliya & Roberts-Lombard, 2012; Sriyana,2010) yaitu kompetensi kewirausahaan, inovasi produk dan/atau proses, penggunaan teknologi informasi, strategi pemberdayaan serta pengembangan sumber daya berkelanjutan dalam menghadapi integrasi ekonomi regional ASEAN pada tahun 2015 dan persaingan ekonomi dunia., & Sudjono; 2011; Rahmana, Iriani, & Oktarina, 2012Sarwoko, et.al., 2013). Secara khusus,

Page 331: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

322

pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan frasa “peluang dan/atau tantangan” “UMKM” atau “SME” (small medium enterprise) dan “Indonesia” atau “integrasi ekonomi regional/dunia” dengan asumsi “keberhasilan UMKM” sebagai ciri UMKM berkelanjutan. Sekalipun pencarian literatur telah mencakup ragam industri/bisnis UMKM di Indonesia dan mancanegara (Chiliya & Roberts-Lombard, 2012; Chittithaworn, et.al., 2011; Hamisi, 2011; Islam, et.al., 2011; Khan & Khan, 2012; Kuswantoro, 2012; Kuswantoro, Rosli, & Kader, 2012; Lim, et.al., 2006; Lin & Chen, 2007; Moorthy, et.al., 2012; Parker & Castleman, 2007; Philip, 2010; Rahab, Sulistyandari), tapi perbedaan-perbedaan diantaranya agak menyulitkan dilakukannya generalisasi yang lebih rinci.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI

Kompetensi kewirausahaanStrategi pemberdayaan tercermin dari karakteristik UMKM dan pemilik UMKM.

Karakteristik UMKM (Philip, 2010; Islam, et.al., 2011) yang ditentukan oleh asal-mula bisnis, lamanya berusaha, skala usaha, dan sumber dana ternyata kurang berpengaruh terhadap pengembangan UMKM kecuali lamanya berusaha yang berdampak pada pembelajaran ketrampilan baru dalam strategi pemberdayaan dan pengembangan sumber daya berkelanjutan. Namun karakteristik pemilik UMKM (Chiliya & Roberts-Lombard, 2012; Chittithaworn, et.al., 2011; Islam, et.al., 2011; Lin & Chen, 2007; Philip,2010; Sarwoko, et.al., 2013) sangat mempengaruhi keberhasilan UMKM. Karakteristik pemilik UMKM terdiri dari karakteristik pribadi dan orientasi berwirausaha. Karakteristik pribadi termasuk faktor-faktor demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman) dan sifat-sifat pribadi (percaya-diri, ketekunan) yang ikut mendorong orientasi berwirausaha. Orientasi berusaha yang mempengaruhi kesiapan berwirausaha mencakup sikap otonomi, proaktif, inovatif, risk-taking, bersaing, dan motivasi sehingga menguasai manajemen dan pengetahuan know-how seperti di Bangladesh, pasar konsumen dan sumber daya di Thailand, serta kemampuan dan ketrampilan (konseptual, relasi, belajar) dalam konteks Indonesia.

Inovasi produk dan/atau prosesInovasi produk dan/atau proses terdiri dari inovasi produk dan jasa (di Bangladesh)

serta spesifikasi inovasi organisasi, manajerial, teknikal/teknologi, pemasaran, administratif, dan stratejik baik secara incremental (bertahap) maupun radikal. Sedangkan inovasi administratif mencakup perubahan sistim inovasi kepemimpinan, komunikasi, kebijakan dan prosedur yang menghasilkan penjualan (Lin & Chen,2007; Philip,2010; Rofiaty, 2010; Sriyana, 2010). Inovasi juga dapat berbentuk efisiensi jaringan distribusi yaitu: ragam jaringan distribusi, persediaan barang, sharing informasi, kemasan, layanan pesanan, pergudangan, koordinasi transportasi yang terjadi di Yogyakarta, Indonesia (Kuswantoro, Rosli, & Kader, 2012).

Penggunaan teknologi informasiPenggunaan teknologi informasi yang dimaksudkan termasuk strategi e-bisnis dan

informasi pemasaran di Malaysia yang dapat dihasilkan oleh aliansi atau kerja-sama antar UMKM (Chittithaworn,et.al.,2011; Moorthy,et.al.,2012; Parker & Castleman, 2007; Philip,2010; Sriyana, 2010).

Page 332: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

323

Strategi pemberdayaanStrategi pemberdayaan pada umumnya difasilitasi oleh pemerintah, lembaga

pendidikan, jaringan sosial dan profesional, serta aliansi atau kolaborasi antar UMKM (di Bangladesh, Thailand, Taiwan, dan Afrika Selatan). Aliansi atau kolaborasi antar UMKM sendiri berdampak pada perluasan pasar domestik dan internasional, pembelajaran ketrampilan baru, inovasi, dan penentuan strategi bisnis inti di samping mempertahankan kemandirian usaha. Di samping itu, strategi pemberdayaan dapat menfungsikan model cluster, outsourcing, dan supply chain seperti di Indonesia, Singapura, dan Tanzania (Chiliya & Roberts-Lombard, 2012; Chittithaworn, et.al., 2011; Hamisi, 2011; Islam, et.al., 2011; Kuswantoro, 2012; Kuswantoro, Rosli, & Kader, 2012; Lim, et.al., 2006; Lin & Chen, 2007; Philip, 2010; Rahab, Sulistyandari, & Sudjono; 2011; Rahmana, Iriani, & Oktarina, 2012; Sriyana, 2010).

Pengembangan sumber daya berkelanjutan Berdasarkan kajian literatur, pengembangan sumber daya berkelanjutan antara lain

dapat dihasilkan oleh pengembangan keempat aspek kompetensi kewirausahaan, inovasi produk dan/atau proses, penggunaan teknologi informasi, dan strategi pemberdayaantersebut di atas. Di lain pihak, ciri pengembangan sumber daya berkelanjutan dapat diidentifikasi dari hasil kinerja sumber daya manusia berupa peningkatan keuangan atau non-keuangan misalnya penjualan, laba, dan modal dalam kinerja bisnis. Pada umumnya, pengembangan sumber daya berkelanjutan dapat dipercepat dengan fasilitas permodalan, teknologi, sarana dan prasarana, dan iklim persaingan yang sehat. Selain itu, kesempatan benchmarking efisiensi, produktivitas, daya saing, orientasi ekspor dan lain-lain dari UMKM Newly Industrializing Countires seperti Korea Selatan, Singapura, dan Taiwanjuga dapat mempercepat kesiapan UMKM Indonesia dalam menghadapi integrasi ekonomi regional/dunia ( (Khan & Khan, 2012; Moorthy, et.al., 2012; . Rofiaty; 2010; Sarwoko, et.al., 2013; Sriyana, 2010; Tambunan, 2012a; Tambunan, 2012b).

KESIMPULANDalam menghadapi integrasi ekonomi regional (ASEAN 2015) dan dunia, makalah

ini menawarkan empat (4) aspek pengembangan sumber daya berkelanjutan. Pertama, pengembangan kompetensi karakteristik kewirausahaan terutama karakteristik pribadi dan orientasi berwirausaha dari pemilik UMKM. Kedua, inovasi produk dan/atau prosesbahkan fungsi-fungsi manajemen dan bauran pemasaran secara bertahap dan radikal. Ketiga, penggunaan teknologi informasi termasuk strategi e-bisnis. Keempat, strategi pemberdayaan dengan model cluster, outsourcing, dan supply chain, dan sebagainya dengan dukungan sarana dan prasarana dari pemerintah, lembaga pendidikan, jaringan sosial dan profesional, aliansi atau kolaborasi antar UMKM, dan benchmarking.

REFERENSI (39)

--- (2008), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Afiah, N.N. (2009), “Peran Kewirausahaan dalam memperkuat UKM Indonesia menghadapi Krisis Finansial Global”, Working Paper In Accounting and Finance. October 2009 Research Days, Faculty of Economics - Padjadjaran University, Bandung.

Page 333: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

324

As’ad, I., F.Ahmad, and I.Sentosa (2012), “An Empirical Study of E-Commerce Implementation among SME in Indonesia”, International Journal of Independent Research and Studies Vol. 1, No.1, Jan 2012. www.aiars.org/ijirs

Bhasin, B.B. and S.Venkataramany (2010), “Globalization Of Entrepreneurship: Policy Considerations For SME Development In Indonesia”, International Business & Economics Research Journal Volume 9, Number 4, April 2010.

Chiliya, N. and Prof. M.Roberts-Lombard (2012), “Impact of Level of Education and Experience on Profitability of Small Grocery Shops in South Africa”, Int.J.Buss.Mgt.Eco.Res., Vol 3(1), 462-470. www.ijbmer.com

Chittithaworn, C., M.A.Islam, T.Keawchana, and D.H.M.Yusuf (2011), “Factors Affecting Business Success of Small & Medium Enterprises (SMEs) in Thailand”, Asian Social Science Vol. 7, No. 5, pp.180-190, May 2011. www.ccsenet.org/ass

Hamisi, S. (2011), “Challenges and opportunities of Tanzanian SMEs in adapting supply chain management”, African Journal of Business Management Vol. 5(4), 18 Feb. 2011, pp. 1266-1276. Available online at http://www.academicjournals.org/AJBM

Islam, M.A., M.A.Khan, A.Z.M.Obaidullah, and M.S.Alam (2011), “Effect of Entrepreneur and Firm Characteristics on the Business Success of Small and Medium Enterprises (SMEs) in Bangladesh”, International Journal of Business and Management Vol. 6, No. 3; March 2011. www.ccsenet.org/ijbm

Khan, N.R. and M.R. Khan. (2012), “Human Resource Practices in SME Sector: An Exploratory Case Study of Pakistan”, Euro Economica Issue 3(31). ISSN: 1582-8859

Kuswantoro, F., Ph.D. Candidate and M.M. Rosli (2012), “Logistics Efficiency and Firm Performance: Evidence from Indonesian Small and Medium Enterprises”, American International Journal of Contemporary Research Vol. 2 No. 6, June 2012

Kuswantoro, F., M. M. Rosli, R. Abdul, and H. Ghorbani (2012), “ Impact of Distribution Channel Innovation on the Performance of Small and Medium Enterprises”, International Business and Management Vol. 5, No. 1, pp. 52-61.DOI:10.3968/j.ibm.1923842820120501.1025. ISSN 1923-841X [Print]. ISSN 1923-8428 [Online]. www.cscanada.net. www.cscanada.org

Kuswantoro, F., M.M.Rosli, and R.A.Kader, (2012), “The Effects of Distribution Channel Innovation and Efficiency of Indonesian Small and Medium Enterprise’s Performance”, 3rd ICBER 2012 (International Conference on Business and Economic Reseach) Proceeding. 12 - 13 March 2012. Bandung, Indonesia. ISBN: 978-967-5705-05-2. WEBSITE: www.internationalconference.com.my

Lim, R.Y.G., T.Baines, B.Tjahjono, and W.Chandraprakaikul (2006), “Integrated Strategic Supply Chain Positioning for SMEs: An Empirical Study”, The International Journal of Logistics Management Vol.17. Iss.2, pp.260-276.

Lin, C.Y. and M.Y.Chen (2007), “Does innovation lead to performance? An empirical study of SMEs in Taiwan”, Management Research News Vol. 30 No. 2, pp. 115-132.

Page 334: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

325

Mohamad, R. and N.A.Ismail, Ph.D., CMA. (2009), “Electronic Commerce Adoption in SME: The Trend of Prior Studies”, Journal of Internet Banking and Commerce, vol. 14, no.2, August 2009. Retrieved from http://www.arraydev.com/commerce/jibc/

Moorthy, M.K., A.Tan, C.Choo, S.W.Chang, J.Y.Tan, and K.L.Tan (2012), “A Study on Factors Affecting the Performance of SMEs in Malaysia”, International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences April 2012, Vol. 2, No. 4. ISSN: 2222-6990. www.hrmars.com/journals

Najib, M., A.Kiminami, and H.Yagi (2011), “Competitiveness of Indonesian Small and Medium Food Processing Industry: Does the Location Matter?” International Journal of Business and Management Vol. 6, No. 9, September 2011.www.ccsenet.org/ijbm

Parker, C.M. and T. Castleman (2007), “New directions for research on SME-eBusiness: insights from an analysis of journal articles from 2003 to 2006”, Journal of Information Systems and Small Business vol. 1, no. 1-2, pp. 21-40

Philip, M., Dr. (2010), “Factors Affecting Business Success of Small & Medium Enterprises (SMEs)”, APJRBM Volume 1, Issue 2, Nov. 2010. ISSN 2229-4104. Sri Krishna International Research & Educational Consortium http://www.skirec.com

Rahab, Sulistyandari, and Sudjono (2011), “The Development of Innovation Capability of Small Medium Enyterprises Through Knowledge sharing Process: An Empirical Study of Indonesian Creative Industry”, International Journal of Business and Social Science Vol. 2 No. 21, November 201. [Special Issue]

Rahmana, A., Y. Iriani, dan R. Oktarina (2012), “Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah Sektor Industri Pengolahan”, Jurnal Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Februari 2012: 14–21.

Rofiaty (2010), “Pengaruh Turbulensi Lingkungan, Knowledge Sharing Behavior, dan Strategi Inovasi terhadap Kinerja Usaha Kecil Menengah Kerajinan Sepatu Kulit di Mojokerto”, Ekonomika-Bisnis, Vol. 02 No. 02, Juni 2010, Hal. 385 – 394.

Sarwoko, E., Surachman, Armanu, and D.Hadiwidjojo (2013), “Entrepreneurial Characteristics and Competency as Determinants of Business Performance in SMEs”, IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM. e-ISSN: 2278-487X. Volume 7, Issue 3 (Jan. - Feb. 2013), pp. 31-38. www.iosrjournals.org

Sriyana, J. (2010), “Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM): Studi Kasis di Kabupaten Bantul”, Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif, hal. 79-103.

Tambunan, T.T.H. (2012a), “Peluang, Tantangan dan Ancaman bagi UMKM Indonesia dalam Era CAFTA dan ME-ADEAN 2015”, Prosiding Seminar & Konferensi Nasional Manajemen Bisnis, 26 Mei 2012

Tambunan, T.T.H. (2012b), “Pasar Bebas ASEAN: Peluang, Tantangan dan Ancaman bagi UMKM Indonesia”, INFOKOP Volume 21, hal.13-35, Oktober 2012. ISSN: 0216-

Page 335: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

326

813X. Diunduh dari http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/VOL_21_2012/Infokop%2021.pdf

Wijaya, T. (2008), “Kajian Model Empiris Perilaku Berwirausaha UKM DIY dan Jawa Tengah”, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol.10, No.2, September 2008, hal. 93-104.

Page 336: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

327

DESAIN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN

Mahjudin

Universitas 45 Surabaya

[email protected]

ABSTRAK

Latar belakang yang mendasari pengamatan ini adalah bahwa UKM telah memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi, yang ditunjukkan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 99,74% dari total serapan nasional dan memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 1.013,5 triliun atau 56,73%. Namun demikian, dalam pengembangannya menghadapi beberapa masalah di antaranya adalah kurang permodalan, kesulitan dalam pemasaran, struktur organisasi sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku, kualitas manajemen rendah, SDM terbatas dan kualitasnya rendah, kebanyakan tidak mempunyai laporan keuangan, aspek legalitas lemah, dan rendahnya kualitas teknologi. Berdasarkan hal ini, diperlukan strategi yang komprehensif agar UKM berkembang lebih cepat, permasalahan yang dihadapi dapat direduksi, dan memiliki keunggulan kompetitif. Rumusan strategi pengembangan yang diusulkan adalah menggunakan integrasi pendekatan location quotient (LQ), diamond cluster model, dan analisis SWOT. Hasil penelitian yang dilakukan pada periode Agustus 2012 sampai dengan Desember 2012 menunjukkan bahwa UKM yang mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan adalah sektor Industri Pengolahan karena memiliki nilai indeks LQ terbesar yaitu 4,277. Selanjutnya strategi pengembangan UKM adalah strategi ST, yaitu strategi menggunakan kekuatan (strength) untuk mengatasi ancaman (threat). Dengan strategi ini, sebaiknya UKM melakukan diversifikasi produk presisi dengan menggunakan teknologi CNC, CAD, dan CAM, meningkatkan kualitas produk, dan membina kerja sama yang intensif dengan para supplier untuk memperoleh pasokan bahan baku yang memadai.

Kata kunci : UKM, industri pengolahan, location quotient, analisis SWOT

PENDAHULUANPengembangan UKM menjadi suatu hal yang krusial mengingat UKM mempunyai

peranan yang demikian penting untuk pertumbuhan ekonomi sebuah negara termasuk di negara Indonesia (Husband and Purnendu, 1999; Tambunan, 2005). Sebagai ilustrasi, UKM di Indonesia telah memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 99,74% dari total serapan nasional dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp 1.013,5 triliun atau 56,73%. Besarnya kontribusi ini, menunjukkan bahwa UKM mempunyai kemampuan untuk memperkuat struktur perekonomian nasional (Prawirokusumo, 2001). Meskipun secara ekonomi UKM mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, namun dalam pengembangnnya menghadapi berbagai permasalahan. Menurut penelitian Winarni (2006) dan Situmorang (2008) permasalahan yang dihadapi UKM, disarikan sebagai berikut: (a) kurang permodalan, (b) kesulitan dalam pemasaran, (c) struktur organisasi sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku, (d) kualitas manajemen rendah, (e) SDM terbatas dan kualitasnya rendah, (g) kebanyakan tidak mempunyai laporan keuangan, (h) aspek legalitas lemah, dan (j) rendahnya kualitas teknologi. Permasalahan ini mengakibatkan lemahnya jaringan usaha, keterbatasan kemampuan penetrasi pasar dan diversifikasi pasar, skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya, margin keuntungan sangat kecil, dan lebih jauh lagi UKM tidak memiliki keunggulan kompetitif.

Page 337: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

328

Melihat berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan UKM, maka dibutuhkan suatu strategi pengembangan UKM agar perkembangan UKM di Indonesia berjalan dengan cepat, permasalahan yang dihadapi UKM dapat direduksi, dan UKM mempunyai keunggulan yang lebih kompetitif (Hafsah, 2004).

Penelitian ini mencoba membuat suatu strategi pengembangan UKM yang mengintegrasikan keunggulan atau potensi lokal UKM dengan peluang- peluang eksternal yang ada. Secara makro, strategi yang dirumuskan dalam penelitian ini diawali dengan melakukan analisis potensi dan masalah terhadap setiap sektor UKM yang ada, sehingga mampu mengidentifikasi sektor UKM mana yang lebih berpotensi dan tepat untuk dikembangkan, kemudian dirumuskan strategi pengembangannya berdasarkan pada pendekatan kualitatif dan kuantitatif.

Dengan adanya strategi pengembangan yang terintegrasi diharapkan UKM menjadi kegiatan ekonomi yang memiliki nilai tambah dan berdaya saing tinggi, tidak hanya memiliki keunggulan komparatif melainkan keunggulan kompetitif. Menurut Tambunan (2002) karakteristik UKM yang memiliki keunggulan kompetitif adalah sebagai berikut: (a) memiliki kualitas SDM yang baik, (b) pemanfaatan teknologi yang optimal, (c) mampu melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas, (d) mampu meningkatkan kualitas produk, (e) memiliki akses promosi yang luas, (f) memiliki sistem manajemen kualitas yang terstruktur, (g) sumber daya modal yang memadai, (h) memiliki jaringan bisnis yang luas, dan (i) memiliki jiwa kewirausahaan.

ISI DAN METODEPenelitian ini menggunakan strategi penelitian studi kasus (case study). Studi kasus

ini dilaksanakan di beberapa UKM yang secara spasial berada di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. UKM yang dipilih menjadi sampel adalah UKM yang sudah mampu ekspor, subkontraktor Usaha Besar, dan memiliki nilai penjualan yang cenderung meningkat. Pengumpulan data dilakukan dari bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Desember 2012, dengan menggunakan multiple source of evidence, yaitu wawancara, studi arsip dan observasi langsung. Wawancara digunakan sebagai sumber data utama. Para stakeholders yang menjadi responden untuk pemerolehan data penelitian adalah perwakilan dari Dinas Koperasi dan UMKM Propinsi Jawa Timur, pemilik, manajer, dan para karyawan UKM. Pendekatan yang digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan UKM adalah (1) location quotient, (2) diamond cluster model, dan (3) Analisis SWOT. Ketiga pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:

Location QuotientMiller dan Wright (1991), Isserman (1997), dan Hood (1998) mengemukakan

bahwa metode Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan di suatu wilayah. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. Teknik ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diselidiki dengan kemampuan yang sama pada daerah yang lebih luas. Satuan yang digunakan sebagai ukuran untuk menghasilkan koefisien LQ adalah jumlah tenaga kerja, hasil produksi, atau satuan lain yang bisa digunakan sebagai kriteria.

Jika memakai nilai produksi sebagai bahan pertimbangan dalam perhitungan LQ, LQ lebih besar daripada 1 (LQ > 1), mempunyai arti komoditas tersebut merupakan sektor basis. LQ lebih kecil daripada 1 (LQ < 1), mempunyai arti produksi komoditas tersebut belum mencukupi kebutuhan konsumsi di daerah yang bersangkutan dan pemenuhannya didatangkan dari daerah lain. LQ sama dengan 1 (LQ = 1), mempunyai arti produksi

Page 338: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

329

komoditas yang bersangkutan hanya cukup untuk kebutuhan daerah setempat. Rumus LQ dengan PDRB adalah sebagai berikut :

VxR

VR

LQ = ......................................................................(1) Vx

R

VN

VxR

= Jumlah PRDB pada suatu sektor x di daerah R

VR = Jumlah PRDB seluruh sektor di daerah R

VxR = Jumlah PRDB pada sektor x di daerah referensi N

VN = Jumlah PRDB seluruh sektor di daerah N

Diamond Cluster ModelPorter (1990) mengemukakan bahwa cluster diartikan sebagai "geographic

concentrations of firms, suppliers, related industries, and specialized institutions that occure in a particular field in a nation, state or city." Definisi yang lain mengenai clusters adalah "geographical concentration of industries that gain performance advantages through co-location". Clusters menunjukkan hubungan antara perusahaan yang juga menyediakan complementary service, termasuk jasa konsultan, penyedia jasa pendidikan dan training, lembaga-lembaga keuangan, professional associations dan institusi-institusi pemerintah.

Gambar 1Diamond Cluster Model

Dari Diamond Cluster Model seperti yang tersaji pada Gambar 1, dapat diidentifikasi terdapat 4 (empat) komponen, yaitu: pertama, faktor input (input factor) yang merupakan variabel-variabel yang sudah ada dalam cluster industri seperti sumber daya manusia (human resource), sumber daya modal (capital resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur informasi (information infrastructure), infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi (scientific and technology infrastructure), infrastruktur administrasi (administrative infrastructure), dan sumber daya alam (natural resource).Kedua, kondisi permintaan (demand condition) yang berkaitan dengan sophisticated and demanding local customer. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demandingpelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal yang tinggi. Ketiga, industri pendukung dan terkait (related and supporting industries) untuk efisiensi dan sinergitas dalam clusters, terutama dalam hal transaction cost, sharing teknologi,

Page 339: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

330

informasi, dan keahlian tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnnya, yaitu untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas. Keempat, strategi perusahaan dan pesaing (context for firm, strategy, and rivalry) yang dapat mendorong perusahaan untuk melakukan peningkatan kualitas produk dan inovasi. Dengan adanya persaingan yang sehat dan ketat, perusahaan akan mencari strategi yang cocok dan berupaya untuk meningkatkan efisiensi.

Analisis SWOTAnalisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) biasa digunakan

untuk mengevaluasi kesempatan dan tantangan di lingkungan bisnis maupun pada lingkungan internal perusahaan (Kuncoro, 2005). Untuk memudahkan dalam implementasi analisis SWOT diperlukan konstruksi matriks SWOT, dengan mengkombinasikan faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Matriks SWOT disajikan pada Tabel 1

Analisis SWOTTabel 1

Faktor Internal

Faktor Eksternal

STRENGTHS (S)(Daftar semua kekuatan

yang dimiliki)

WEAKNESSES (W)(Daftar semua kekuatan

yang dimiliki)OPPORTUNITIES (O)

(Daftar semua peluang yang dapat diidentifikasi)

Strategi SO(Growth)

Strategi WO(Stability)

THREATS (T)(Daftar semua ancaman yang

dapat diidentifikasi)

Strategi ST(Diversification)

Strategi WT(Defend)

Sumber : Kuncoro (2005)

Dari matriks analisis SWOT seperti yang tersaji pada Tabel 1, dapat diidentifikasi terdapat 4 (empat) strategi, yaitu: Pertama, strategi SO yang merupakan strategi untuk menggunakan semua kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Kedua, strategi WO yang merupakan strategi mengatasi semua kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Ketiga, strategi ST yang merupakan strategi menggunakan semua kekuatan untuk menghindari dari semua ancaman. Keempat, strategi WT yang merupakan strategi menekan semua kelemahan dan mencegah semua ancaman.

Dengan menggunakan tiga pendekatan tersebut, maka tahapan penelitian yang dikembangkan adalah sebagai berikut: (a) menginisiasi sektor UKM unggulan yang paling berpotensi untuk dikembangkan. Indeks LQ akan dijadikan pedoman untuk menginisasi sektor unggulan UKM tersebut, (b) mengidentifikasi keunggulan bersaing UKM berdasarkan pendekatan diamond cluster model. Keunggulan bersaing ini akan mencakup faktor input, kondisi permintaan, industri pendukung dan terkait, dan strategi perusahaan dan pesaing, (c) mengklasifikasikan keunggulan bersaing UKM menjadi faktor internal dan eksternal, (d) menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threats), yang selanjutnya disajikan dalam matrik SWOT, (e) merumuskan strategi berdasarkan kombinasi dari kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threats), dan (f) penetapan prioritas strategi pengembangan UKM, dan (g) implementasi strategi terpilih.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIAda 9 (sembilan) sektor ekonomi UKM yang akan dikembangkan, yaitu: (a)

pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (b) pertambangan dan penggalian, (c)

Page 340: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

331

industri pengolahan, (d) listrik, gas dan air bersih, (e) bangunan, (f) perdagangan, hotel dan restoran, (g) pengangkutan dan komunikasi, (h) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan (i) jasa lainnya. Untuk menentukan sektor UKM unggulan dari 9 sektor tersebut digunakan indeks LQ. Perhitungan dan analisis LQ didasarkan dengan membandingkan data PDRB setiap sektor UKM dengan akumulasi data PDRB untuk semua sektor di Kabupaten Sidoarjo. Nilai PDRB yang menjadi dasar perhitungan digunakan nilai PDRB atas dasar harga konstan. Hasil hitungan nilai LQ yang berupa nilai indeks tersaji pada Tabel 2. Berdasarkan hasil hitungan yang tersaji pada Tabel 2, sektor UKM yang menjadi unggulan untuk dikembangkan adalah sektor industri pengolahan (sebut IKM) dengan besarnya nilai indeks LQ adalah 4,277. Nilai indeks LQ UKM sektor industri pengolahan merupakan nilai terbesar di antara indeks sektor-sektor lainnya. Dengan demikian, berdasarkan nilai indeks LQ ini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa UKM sektor Industri Pengolahan yang paling memiliki potensi untuk terus dikembangkan.

Indek LQ sektor UKMTabel 2

Sektor Indek LQPertanian, Peternakan, Kehutanan dan PerikananPertambangan dan penggalianIndustri PengolahanListrik, Gas Dan Air BersihBangunanPerdagangan, Hotel dan RestoranPengangkutan dan KomunikasiKeuangan, Persewaan dan Jasa PerusahaanJasa Lainnya

1,0830,0004,2770,8290,6170,5270,2350,8010,616

Sumber : Rahmana dkk. (2012)

Identifikasi Keunggulan Bersaing UKMBerdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rahmana dkk. (2012), keunggulan

bersaing UKM sektor industri pengolahan berdasarkan Diamond Cluster Model yang meliputi faktor input, kondisi permintaan, industri pendukung dan terkait, dan strategi perusahaan dan pesaing. Faktor input atau kondisi terdiri atas teknologi proses produksi yang relatif modern, tingkat penjualan yang terus meningkat, mengandalkan modal sendiri, dan adanya gap kemampuan antara pimpinan dan karyawan. Faktor kondisi permintaan terdiri atas industri-industri besar sebagai konsumen utama dan permintaan produk presisi, sparepart mesin industri, semakin meningkat. Faktor strategi perusahaan dan pesaing terdiri atas pengembangan sistem penjaminan kualitas (ISO), pembuatan produk presisi berbasis CNC-CAD-CAM, kerja sama dengan lembaga pendidikan terkemuka (ITB dan Polman), dan pelayanan konsumen 24 jam. Sementara itu, faktor industri pendukung dan terkait terdiri atas subkontraktor industri-industri besar, ketersediaan bahan baku, dan outsourching pekerjaan. Keempat faktor keunggulan bersaing beserta komponen-komponennya divisualisasikan pada Gambar 2.

Keunggulan bersaing UKM diklasifikasikan menjadi faktor internal yang meliputi faktor kekuatan dan kelemahan, serta faktor eksternal yang meliputi faktor peluang, dan ancaman. Pertama, faktor kekuatan UKM sektor industri pengolahan adalah: UKM mampu membuat produk yang presisi, UKM telah menjadi subkontraktor industri-industri besar, UKM memiliki alat produksi yang modern, seperti mesin CNC, Omzet UKM dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan, UKM mengandalkan kekuatan modal sendiri, dan UKM memiliki orientasi dan motivasi untuk sertifikasi sistem manajemen kualitas ISO. Kedua, faktor-faktor kelemahan UKM sektor industri pengolahan adalah:

Page 341: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

332

UKM belum belum tersertifikasi ISO, terdapat kesenjangan kemampuan antara pimpinan dan karyawan UKM dalam hal teknis operasional dan manajerial, setiap keputusan yang harus diambil masih bertumpu pada direktur, dan Awareness terhadap kualitas produk dan proses belum sepenuhnya dipahami oleh anggota organisasi UKM. Ketiga, faktor-faktor peluang bagi UKM sektor industri pengolahan adalah: beberapa industri besar telah menjadi konsumen utama UKM, adanya pengakuan yang positif dari industri besar terhadap kualitas produk yang dibuat UKM, bekerja sama dengan lembaga pendidikan terkemuka, seperti ITB dan Politeknik Manufaktur Sidoarjo, dan permintaan produk presisi, sebagai sparepart mesin industri semakin meningkat. Keempat, faktor-faktor yang menjadi ancaman bagi UKM sektor industri pengolahan adalah: produk impor lebih berkualitas, ketersediaan baku menurun, konsumen utama akan beralih ke industri lain jika UKM belum tersertifikasi ISO, dan diberlakukannya pasar bebas.

Strategi Pengembangan UKMHasil identifikasi terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman di UKM

sektor industri pengolahan, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan matrik SWOT untuk menentukan alternatif strategi.

Pengembangan sistempenjaminan kualitas (ISO)

Pembuatan produk presisiberbasis CNC,CAD, CAM

Kerjasama dengan lembagapendidikan terkemuka ( ITB danPolman

Pelayanan Konsumen 24 Jam

Teknologi proses - Industri Besar sebagaiproduksi Modern (+) konsumen Utama

Tingkat Penjualan - Permintaan Produk Presisimeningkat (+) sebagai sparepart mesin

Mengandalkan modal industri, semakinSendiri (+) meningkat

Gap kemampuan antarapemimpin dan karyawan

Telah terjadi sub kontraktorindustri besar

Ketersediaan bahan bakumenurun

Outsourching pekerjaan

Strategi Perusahaan dan Pesaing

Faktor Kondisi KondisiPermintaan

Industri Pendukung dan terkait

Gambar 2Keunggulan Bersaing Berdasar Diamond Cluster

Strategi SO adalah strategi untuk menggunakan semua kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Berdasarkan hasil kajian, strategi SO yang dirumuskan adalah sebagai berikut: menjaga dan meningkatkan kualitas produk, peningkatan sistem manajemen kualitas ke arah sertifikasi penjaminan kualitas (ISO), peningkatan kemitraan dengan industri-industri besar, melakukan Research dan Development dalam rangka pengembangan produk. Strategi WO adalah strategi untuk mengatasi semua kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Berdasarkan hasil kajian, strategi WO yang dirumuskan adalah sebagai berikut: peningkatan sistem manajemen kualitas ke arah sertifikasi penjaminan kualitas (ISO), peningkatan kompetensi karyawan, peningkatan tingkat pendidikan karyawan, peningkatan kesadaran terhadap pentingnya kualitas produk dan proses.

Strategi ST adalah strategi yang menggunakan semua kekuatan untuk menghindari dari semua ancaman. Berdasarkan hasil kajian, strategi ST yang dirumuskan adalah sebagai berikut: meningkatkan kualitas produk, peningkatan sistem manajemen kualitas ke

Page 342: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

333

arah sertifikasi penjaminan kualitas (ISO), optimalisasi penggunaan teknologi produksi CAD, CAM, dan CNC, peningkataan kerja sama dengan supplier bahan baku, dan diversifikasi produk. Strategi WT adalah strategi yang menekan semua kelemahan dan mencegah semua ancaman Berdasarkan hasil kajian, strategi WT yang dirumuskan adalah sebagai berikut: peningkatan sistem manajemen kualitas ke arah sertifikasi penjaminan kualitas (ISO), peningkatan kesadaran terhadap pentingnya kualitas produk dan proses, dan Peningkataan kerja sama dengan supplier bahan baku.

Penetapan Prioritas Strategi Pengembangan UKMPemetakan prioritas strategi pengembangn UKM Sektor Pengolahan di Propinsi

Jawa Timur dilakukan menggunakan analisis terhadap Faktor Internal dan Eksternal, yaitu Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Eksternal Factor Analysis Summary(EFAS). Tahapan dalam menyusun tabel Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS) adalah (a) menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman UKM, (b) memberikan bobot masing-masing faktor dari skala 0,0 (tidak penting) sampai dengan 1,0 (sangat penting), di mana semua bobot tersebut jumlahnya tidak melebih skor total 1,00, (c) menghitung ratinguntuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 1 (di bawah rata-rata) sampai dengan 4 (sangat baik), dan (d) menghitung nilai skor yang merupakan perkalian antara bobot dan rating. Nilai rating kekuatan dan kelemahan selalu bertolak belakang, begitu juga nilai rating peluang dan ancaman. Penentuan nilai bobot dan rating tersebut didasarkan pendapat pakar UKM dan para pimpinan UKM. Hasil pembobotan, rating, dan nilai skor untuk masing-masing faktor internal dan eksternal disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Internal Faktor AnalisisTabel 3

Faktor faktor internal Bobot Rating Nilai skor

Kekuatan1) UKM telah menjadi subkontraktor industr industri besar2) UKM mampu membuat produk yang presisi3) UKM sektor pengolahan memiliki alat produksi yang modern, seperti CNC4) Omset UKM sektor pengolahandari tahun ke tahun mengalami peningkatan

yang signifikan5) UKM sektor pengolahan mengandalkan kekuatan modal sendiri (tidak

memiliki pinjaman ke bank)6) UKM sektor pengolahan memilikin orientasi dan motivasi untuk sertifikasi

sistem manajemen kualitas ISO

0,200,10

0,0250,05

0,05

0,20

4433

3

4

0,800,400,0750,15

0,15

0,80

Sub Total 0,625 2,375Kelemahan1) UKM sektor pengolahan belum tersertifikasi ISO2) Terdapat kesenjangan kemampuan antara pimpinan dan karyawan UKM

sektor pengolahan dalam hal teknis operasional dan manajerial3) Setiap keputusan yang harus diambil bertumpu pada direktur4) Awareness terdapat kualitas produk dan proses belum sepenuhnya di pahami

oleh anggota organisasi UKM sektor pengolahan

0,150,075

0,050,10

21

11

0,300,075

0,05010

Sub Total 0,375 0,525Total 1,00 2,90

Dari tabel 3 diperoleh hasil bahwa nilai skor untuk faktor kekuatan adalah 2,375 dan nilai skor untuk faktor kelemahan adalah 0,525. Sementara itu, dari Tabel 4 diperoleh hasil bahwa nilai skor untuk faktor peluang adalah 0,810 dan nilai skor untuk faktor ancaman

Page 343: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

334

adalah 1,070. Nilai skor kekuatan ternyata di atas nilai skor kelemahan dengan selisih nilai (+) 1,850, sedangkan nilai skor peluang ternyata di bawah nilai skor ancaman dengan selisih nilai (-) 0,260.

Dari hasil identifikasi faktor-faktor tersebut dan penentuan selisih skor, kemudian digambarkan dalam diagram SWOT, di mana faktor kekuatan dan peluang diberi nilai positif (+), sedangkan faktor kelemahan dan ancaman diberi nilai (-). Diagram SWOT tersebut disajikan pada Gambar 3. Dari nilai total masing-masing faktor, selain dapat digambarkan dalam diagram SWOT juga disajikan dalam rumusan matrik SWOT, yang akan menggambarkan nilai skor dari masing-masing kombinasi strategi seperti yang disajikan pada Tabel 5.

Eksternal Faktor AnalisisTabel 4

Faktor faktor Eksternal Bobot Rating Nilai skor

Peluang1) beberapa industri besar telah menjadi konsumen utama UKM sektor

pengolahan2) Adanya pengakuan yang positif dari industri besar terhadap kualitas

produk yang di buat UKM sektor pengolahan3) Bekerja sama dengan lembaga pendidikan terkemuka, seperti ITB dan

Politeknik Manufaktur Bandung4) Permintaan produk presisi, sebagai sparepart mesin industri semakin

meningkat

0,15

0,015

0,025

0,075

3

4

3

3

0,45

0,06

0,075

0,225

Sub Total 0,265 0,810Ancaman1) Produk import lebih berkualitas2) Ketersediaan bahan baku menurun3) Konsumen utama akan beralih ke industri lain jika UKM sektor

pengolahan belum tersertifikasi ISO4) Diberlakukannya pasar bebas

0,250,150,25

0,085

112

2

0,250,150,50

0,17Sub Total 0,735 1,070Total 1,00 1,880

Berdasarkan diagram kartesius SWOT yang disajikan pada Gambar 3 dihasilkan bahwa UKM berada pada kuadran IV artinya bahwa strategi pengembangan UKM adalah strategi ST, yaitu strategi menggunakan kekuatan (strength) untuk mengatasi ancaman (threat).Strategi ini dikenal pula dengan istilah strategi diversifikasi (diversification). Jika mengacu pada strategi ini, maka sebaiknya UKM melakukan diversifikasi produk presisi dengan menggunakan teknologi CNC, CAD, dan CAM. Dengan dipercayanya sebagai subkontraktor industri-industri besar, membuka kesempatan yang sangat luas untuk mengembangkan dan memberikan penawaran kepada industri besar untuk mengerjakan spare part mesin-mesin industri, dengan kualitas yang tidak kalah bersaing dengan produk impor.

Page 344: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

335

Peluang (+0,810)

II. Stability I. Growth

(+) 1,850Kelemahan Kekuatan(-0,525) (+2,375) (-) 0,260

III. Defend IV. Diversificatio

Ancaman (- 1,070 )

Matrik IFAS dan EFASTabel 5

IFASEFAS

Kekuatan(Strength)- S

Kelemahan(Weakness)-W

Peluang(Opportunity)- O

Strategi SO= 2,375 + 0,810= 3,185

Strategi WO= 0,525 + 0,810=1,335

Ancaman(Threat)- T

Strategi ST= 2,375 + 1,070= 3,445

Strategi WT= 0,525 + 1,070= 1,595

Berdasarkan Tabel 5 tersebut, maka UKM sebaiknya memanfaatkan strategi ST karena mempunyai nilai skor tertinggi jika dibandingkan dengan yang lain yaitu sebesar 3,445. Selanjutnya diikuti dengan strategi ST dengan nilai 3,185, WT dengan nilai 1,595, dan WO dengan nilai 1,335. Mendasari pada hasil analisis matrik SWOT dengan analisis model kuantitatif untuk mendapatkan perumusan yang efektif, yaitu strategi ST yaitu strategi strategi menggunakan kekuatan (strength) untuk mengatasi ancaman (threat), maka implementasi strategi ST adalah (1) meningkatkan kualitas produk melalui peningkatan kualitas proses dengan memanfaatkan (a) penggunaan teknologi canggih, (b) kemampuan karyawan UKM dalam membuat produk presisi, (c) pengembangan program-program quality improvement, seperti program Gugus Kendali Mutu, dan (d) pengembangan Sistem Manajemen Mutu berbasis ISO, dan (2) membina kerja sama yang intensif dengan para supplier untuk memperoleh pasokan bahan baku yang secara kuantitas dan kualitas sangat memadai.

KESIMPULANRumusan strategi pengembangan UKM didasarkan pada 2 (dua) pendekatan, yaitu

strategi berdasarkan analisis diagram kartesius SWOT dan kombinasi strategi matrik SWOT. Pertama, berdasarkan diagram kartesius SWOT diperoleh hasil bahwa UKM berada pada kuadran IV dengan strategi diversifikasi. Implementasi strategi diversifikasi ini caranya adalah UKM melakukan diversifikasi produk-produk presisi dengan menggunakan teknologi CNC, CAD, dan CAM untuk spare part mesin-mesin industri besar dengan kualitas yang tidak kalah bersaing dengan produk-produk impor. Kedua, berdasarkan analisis kombinasi strategi kuantitatif diperoleh hasil bahwa prioritas strategi

Page 345: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

336

yang sebaiknya diterapkan oleh UKM adalah strategi ST, yaitu strategi strategi menggunakan kekuatan (strength) untuk mengatasi ancaman (threat). Implementasi strategi ini adalah dengan meningkatkan kualitas produk melalui peningkatan kualitas proses dan membina kerja sama yang intensif dengan para supplier untuk memperoleh pasokan bahan baku yang secara kuantitas dan kualitas sangat memadai bagi UKM.

REFERENSI

Anon, 2005. Promoting Small and Medium Enterprises with a Clustering Approach: A Policy Experience from Indonesia, Journal of Small Business Management, Vol 43 No. 2, pp. 138–154.

Hafsah, M.J., 2004. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Infokop, Nomor 25 Tahun XX, hal 40–44.

Hood, 1998. Economic Analysis: A Location Quotient, Primer, Principal Sun Region Associates, Inc. Husband, S. and Purnendu, M., 1999. A Conceptual Model for Quality Inetgrated Management in Small and Medium Size Enterprise, International Journal of Quality & Reliability Management, Vol. 16 No. 7, pp. 699–713.

Isserman, Andrew, M., 1997. The Location Quotient Approach for Estimating Regional Economic Impacts, AIP Journal.

Kuncoro, M., 2005. Strategi: Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif ?, Erlangga, Jakarta. Miller, M.M, and Wright, G.N., 1991. Location Quotient

Basic Tool for Economic Development Analysis, Economic Development Riview, 9(2), 65.Porter, 1990. Keunggulan Bersaing: Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul, Binarupa

Aksara, Jakarta.Prawirokusumo, S., 2001. Ekonomi Rakyat: Konsep, Kebijakan, dan Strategi, BPPE, Yogyakarta. Rahmana, A., dkk. 2012. Strategi UKM Sektor Manufaktur Propinsi Jawa Timur dalam Meningkatkan Daya Saing Berdasarkan Diamond Cluster Model, Penelitian yang tidak Dipublikasikan, BPPM,

Tambunan, T., 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia: Beberapa Isu Penting, Salemba, Jakarta.

Tambunan, T., 2005. Promoting Small and MediumEnterprises with a Clustering Approach: A Policy Experience from Indonesia, Journal of Small Business Management, Vol 43 No. 2, pp. 138–154.

Winarni, E.S., 2006. Strategi Pengembangan Usaha Kecil melalui Peningkatan Aksesibilitas Kredit Perbankan, Infokop Nomor 29, Tahun XXII.

Page 346: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

337

INOVASI DESAIN MEREK UNTUK MENINGKATKAN EKUITAS MEREK DARI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TARUMANAGARA

Ian Nurpatria Suryawan1), Richard Andrew2)

1)Trisakti School of Management, Jakarta2)Universitas Tarumanagara, Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Semua perguruan tinggi sudah pasti menginginkan calon mahasiswa yang berkualitas masuk ke perguruan tinggi tersebut. Salah satu faktor yang seringkali dipandang sebelah mata adalah desain merek dari suatu organisasi. Padahal setiap organisasi memilih desain tersebut berdasarkan suatu kepercayaan bahwa desain merek tersebut memiliki ekuitas merek. Adapun indikator dari ekuitas merek yang digunakan oleh peneliti adalah loyalitas terhadap merek, kepekaan terhadap merek, asosiasi terhadap merek dan persepsi terhadap kualitas. Keempat indikator tersebut kemudian diteliti pada salah satu organisasi yang menjadi subyek penelitian penulis adalah Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara yang sedang melakukan inovasi pada desain merek. Untuk itu peneliti menyebarkan kuisioner kepada 100 orang Civitas Akademika Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara pada tahun 2013 untuk menemukan bukti empiris bahwa inovasi pada desain merek memiliki pengaruh terhadap ekuitas merek dari Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. Dari hasil penelitian yang dilakukan, dengan menggunakan SPSS sebagai alat analisis, ditemukan bahwa inovasi pada desain merek memiliki pengaruh terhadap ekuitas merek dari Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara.

Keywords: inovasi, ekuitas merek

PENDAHULUANDewasa ini, jumlah perguruan tinggi yang ada di Indonesia cukup banyak. Untuk

menjaring banyak mahasiswa, perguruan tinggi perlu untuk menciptakan salah satu keunggulan bersaing. Salah satu cara untuk menciptakan keunggulan bersaing tersebut adalah dengan menciptakan suatu merek yang istimewa. Del Rio, Vesques dan Igle (2001) menyatakan bahwa keunggulan persaingan yang didasarkan pada fungsi merek dapat menghasilkan citra merek yang positif serta menciptakan keunggulan kinerja, profitabilitas perusahaan, laba jangka panjang dan potensi pertumbuhan. Apalagi merek menurut Onkvisit dan Shaw (1989) lebih berperan pada bidang jasa karena merek merupakan suatu komoditas bagi konsumen. Salah satu keunggulan merek dapat dilihat dari desain merek. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara menyadari hal tersebut bisa digunakan untuk meningkatkan ekuitas merek pada Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. Untuk itulah beliau mulai tahun ajar 2012/2013 menambahkan kata “Entrepreneur and Professional Creator” dibawah logo Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara.

Dengan inovasi ini, diharapkan merek Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara mampu menjaring banyak calon mahasiswa unggulan yang baru dalam jumlah yang lebih besar. Apalagi hal ini ditunjang dengan banyak hal seperti terdapat lulusan yang berhasil di dunia kerja sebagai seorang wirausahawan / profesional handal serta akreditasi program studi yang baik khususnya S1 Manajemen Bisnis dan S1 Akuntansi Bisnis yang memiliki akreditasi A. Berkaitan dengan semua hal di atas maka peneliti melakukan penelitian dengan judul: “Inovasi Desain Merek untuk meningkatkan Ekuitas Merek dari Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara.”

Page 347: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

338

ISI DAN METODEMerek, sesuai dengan UU RI nomor 15 tahun 2001, adalah tanda yang berupa

gambar, nama, kata, huruf – huruf, angka – angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur – unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Untuk membuat merek ini tidaklah mudah karena, menurut Knox dan Bickerton (2003), ada 6 hal yang harus diperhatikan yakni konteks, konstruksi, konfirmasi, konsistensi, kontinuitas dan kondisi. Adapun Kapferer (1997) menambahkan bahwa merek memiliki banyak fungsi yang diantaranya adalah untuk mengidentifikasi, membuat jadi praktis, menggaransi, mengoptimalisasi, mengkarakterisasi, melanjutkan, mengkomunikasikan dan mempertanggungjawabkan secara etis.

Berkaitan dengan merek tersebut, ada 2 variabel yang digunakan pada penelitian ini yakni ekuitas merek dan desain merek. Menurut Kotler dan Keller (2009) ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan suatu merek kepada produk atau jasa. Hal ini selaras dengan pernyataan Lassar, Mittal dan Arun (1995), yang menyatakan bahwa ekuitas merek adalah peningkatan persepsi akan kegunaan dan hasrat memiliki produk karena adanya merek. Lebih lanjut lagi Aaker (1991) menjelaskan bahwa ekuitas merek dapat dilihat dari loyalitas terhadap merek, kesadaran terhadap merek, kesan yang muncul terhadap merek, dan persepsi terhadap kualitas merek. Dalam penelitian ini ekuitas merek adalah variabel dependen.

Berbeda dengan ekuitas merek, desain merek dijelaskan oleh McWilliam dan Dumas (1997) sebagai suatu bagian dari merek yang harus diperhatikan proses pembentukannya untuk bisa mewakili nilai dari organisasi atau perusahaan tersebut. Pagirik (2011) menjelaskan bahwa desain merek dapat dilihat dari gambar merek, kesesuaian warna dengan gambar merek, kesesuaian warna dengan tulisan pada merek, tulisan pada merek. Dalam penelitian ini desain merek adalah variabel independen. Berdasarkan kedua variabel tersebut maka dapat dibentuk hipotesis yang akan diuji secara empiris mengenai pengaruh desain merek terhadap ekuitas merek seperti pada gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1: Kerangka Pemikiran

Desain Merk (X)Ekuitas Merk (Y)Subyek pada penelitian ini adalah Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara.

Sedangkan obyek pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. Adapun jumlah mahasiswa responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang dengan metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yang dijelaskan oleh J. Supranto (2007) sebagai suatu teknik pengambilan sampel yang merupakan bagian dari sampel non probabilitas secara tidak acak. Sampel ini kemudian diringkas dalam suatu deskripsi statistik yang kemudian diperiksa validitas dan reliabilitas dari data yang digunakan. Data yang sudah reliabel dan valid inilah yang kemudian dianalisis oleh peneliti dengan menggunakan metode regresi. Adapun hasil metode regresi ini kemudian akan diuji secara empiris dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%. Dari semua hal tersebut maka dapat disederhanakan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan bukti empiris bahwa desain merek mempengaruhi ekuitas merek.

Page 348: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

339

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIBerikut adalah tabel 1 yang menjelaskan tentang deskripsi dari hasil pembagian

kuisioner yang sudah diolah oleh peneliti:

Tabel 1: Statistik Deskriptif

Keterangan N Rentang Minimum Maksimum JumlahRata –Rata

Standar Deviasi

Gambar Merek 100 3 2 5 394 3.94 .983

Tulisan pada Merek 100 4 1 5 397 3.97 .989

Kesesuaian Gambar dan Warna 100 4 1 5 404 4.04 .953

Kesesuaian Tulisan dan Warna 100 4 1 5 378 3.78 1.011

Loyalitas pada Merek 100 4 1 5 393 3.93 1.094

Kesadaran pada Merek 100 4 1 5 379 3.79 1.122

Kesan Menarik pada Merek 100 4 1 5 397 3.97 .969

Persepsi Kualitas pada Merek 100 4 1 5 378 3.78 1.124

Valid N (listwise) 100

Sumber : Output SPSS dan diolah oleh peneliti

Dari data diatas dapat diketahui bahwa responden memiliki kecenderungan untuk setuju dengan pernyataan pada kuisioner baik mengenai desain merek maupun ekuitas merek dari Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. Berikut ini adalah Tabel 2 menunjukkan validitas setiap elemen pernyataan pada kuisioner:

Tabel 2: Validitas Data

KeteranganScale Mean

if Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Gambar Merek 27.26 20.841 .451 .743

Tulisan pada Merek 27.23 21.270 .396 .752

Kesesuaian Gambar dan Warna 27.16 21.105 .439 .745

Kesesuaian Tulisan dan Warna 27.42 20.145 .517 .732

Loyalitas pada Merek 27.27 19.936 .484 .737

Kesadaran pada Merek 27.41 19.557 .508 .733

Kesan Menarik pada Merek 27.23 20.947 .448 .744

Persepsi Kualitas pada Merek 27.42 19.882 .470 .740

Sumber : Output SPSS dan diolah oleh peneliti

Dari tabel di atas tersebut, dijelaskan bahwa semua pernyataan yang digunakan dalam kuisioner penelitian valid. Hal ini sejalan dengan pernyataan Cronbach dalam Aritonang (2007) yakni nilai Corrected Item total Correlation dapat dinyatakan valid jika lebih dari 0,2. Adapun hasil dari uji realibilitas juga membuktikan bahwa kuisioner yang digunakan reliabel karena koefisien Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6.

Page 349: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

340

Tabel 3: Korelasi, Determinasi dan Otokorelasi

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 .676a .457 .452 2.184 1.508

Sumber : Output SPSS dan diolah oleh peneliti

Tabel 3 menunjukkan bahwa hubungan antara desain merek dengan ekuitas merek kuat dan sebesar 45,7% variasi variabel desain merek mampu menjelaskan variasi variabel ekuitas merek sedangkan sisanya 55,3% dijelaskan oleh variasi variabel lain. Adapun dari tabel yang sama diketahui bahwa tidak terdapat otokorelasi karena nilai D-W mendekati 2. Adapun hal ini selaras dengan metode asumsi klasik yang dicetus oleh Nachrowi dan Usman (2006).

Tabel 4: ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 393.676 1 393.676 82.572 .000a

Residual 467.234 98 4.768

Total 860.910 99

Sumber : Output SPSS dan diolah oleh peneliti

Tabel 5: Koefisien

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 4.057 1.275 3.182 .002

Desain Merek .728 .080 .676 9.087 .000 1.000 1.000

Sumber : Output SPSS dan dioleh oleh peneliti

Hasil pengolahan SPSS pada tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari desain merek terhadap ekuitas merek dalam sebuah persamaan regresi sederhana: Ekuitas Merek = 4,057 + (0,728 x Desain Merek). Hal ini diperkuat dengan tidak adanya unsur multikolinearitas, heteroskedastisitas dan normalitas sehingga hasil dari pengolahan secara keseluruhan lolos dari asumsi klasik.

KESIMPULANHasil penelitian ini menunjukkan bahwa desain merek secara empiris mempengaruhi

ekuitas merek pada Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. Ini berarti inovasi desain merek yang dilakukan oleh Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara baik dan memiliki pengaruh positif terhadap ekuitas merek. Walaupun demikian, Fakultas Ekonomi tetap perlu memperhatikan variabel – variabel lain untuk diteliti sehingga mampu meningkatkan ekuitas merek karena nilai yang bisa dijelaskan oleh desain merek kurang dari setengah.

Page 350: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

341

REFERENSI

Aaker, David. (1991), “Managing Brand Equity”, The Free Press: New York.

Aritonang, Lerbin R. (2007), “Riset Pemasaran”, Ghalia Indonesia: Jakarta.

Del Rio, A.B., R. Vesques dan V. Igle. (2001), “The Effects of Brand Associations on Consumer Response”, The Journal of Consumer Marketing, Vol. 18, pp.410-426.

Knox, Simon dan David Bickerton. (2003), “The Six Conventions of Corporate Branding”, European Journal of Marketing”, Vol. 37, pp.998-1016.

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. (2009), “Marketing Management: 13th edition”, Pearson Education: New Jersey.

Lassar, Walfried, Banwari Mittal dan Sharma Arun. (1995), “Measuring Customer-based Brand Equity”, Journal of Consumer Marketing, Vol. 12, pp.11-19.

McWilliam, Gil dan Angela Dumas. (1997), “Using Metaphors in New Brand Design”, Journal of Marketing Management, Vol. 13, pp.265-284.

Nachrowi, Nachrowi D. dan Hardius Usman (2006), “Pendekatan populer dan praktis: Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan” LPFE-UI: Jakarta.

Onkvisit, S dan J.J. Shaw. (1989), “Service Marketing: Image, Branding and Competition”, Business Horizons, Vol. 32, pp.13-18.

Pagirik, Arthur. (2011), “The Impact of House Brand Products to Consumer Loyalty in Yomart Mini Market”, UNIKOM: Bandung.

Supranto, Johannes. (2007), “Statistik untuk pemimpin berwawasan global: edisi kedua”, Salemba Empat: Jakarta.

Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2011 tentang Merek.

Page 351: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

342

NILAI, KEBUTUHAN DAN PERILAKU KONSUMEN:STUDI PADA PEMBELIAN PRODUK PAKAIAN

Malvin Indra1), Franky Slamet2)

1)Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta 2) Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah nilai berpengaruh terhadap jenis kebutuhan yang ingin dipenuhi konsumen ketika membeli pakaian. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh jenis kebutuhan terhadap perilaku pembelian konsumen. Nilai meliputi nilai internal dan eksternal. Kebutuhan meliputi kebutuhan fungsional, kebutuhan sosial, dan kebutuhan pengalaman.

Populasi penelitian adalah pengunjung pusat perbelanjaan di wilayah Jakarta Utara dan Selatan. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode non probability sampling dengan teknik judgement sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 120 orang responden. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi ganda.

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai internal dan eksternal konsumen di Jakarta Utara berpengaruh terhadap semua jenis kebutuhan. Sementara itu nilai internal konsumen di Jakarta Selatan berpengaruh terhadap kebutuhan sosial dan kebutuhan pengalaman sedangkan nilai eksternal berpengaruh terhadap kebutuhan fungsional. Perilaku pembelian di Jakarta Utara dipengaruhi oleh kebutuhan sosial dan fungsional. Perilaku pembelian di Jakarta Selatan dipengaruhi oleh kebutuhan fungsional dan pengalaman. Keywords: nilai, kebutuhan, perilaku konsumen

PENDAHULUANPersaingan antar pemasar semakin kompetitif. Banyak tantangan yang harus dihadapi

pemasar. Salah satunya adalah memenuhi kebutuhan konsumen yang beragam. Konsumen saat ini memiliki kebutuhan dan selera yang selalu berubah. Saat ini konsumen tidak hanya membeli produk untuk memenuhi kebutuhan fungsional saja. Konsumen juga mencari produk yang dapat memenuhi kebutuhan sosial mereka. Selain itu konsumen juga mencari kebutuhan akan pengalaman yang berbeda saat menggunakan suatu produk. Secara umum terdapat tiga macam kebutuhan yang ingin dipenuhi konsumen yaitu kebutuhan fungsional, kebutuhan sosial, dan kebutuhan pengalaman.

Perilaku pembelian konsumen juga penting untuk diperhatikan. Ada konsumen yang loyal akan suatu brand. Ada pula yang senang mencoba brand baru pada suatu produk. Produk dengan brand tertentu yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen pasti akan membuat konsumen loyal. Di samping itu juga ada konsumen yang senang membeli produk dalam jumlah banyak. Ada pula yang membeli dalam jumlah sedikit. Konsumen yang membeli dalam jumlah banyak karena yakin terhadap produk yang mereka beli. Produk yang dibeli dapat memenuhi kebutuhan mereka. Mereka yang membeli dalam jumlah sedikit adalah mereka yang mencoba produk baru. Dengan demikian setiap konsumen memiliki perilaku yang berbeda-beda dalam membeli suatu produk.

Pada suatu produk, brand memiliki peran penting yang mempengaruhi konsumen. Konsumen yang ingin menunjukkan status sosialnya akan membeli produk dengan brandterkenal. Bagi konsumen yang mementingkan fungsi dari produk, brand menjadi tidak berpengaruh. Pengalaman dalam menggunakan produk juga dicari konsumen. Dalam hal ini kategori konsumen yang dimaksud ialah mereka yang mementingkan fashion. Konsumen tersebut selalu mencari produk-produk baru untuk memuaskan kebutuhan akan

Page 352: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

343

pengalaman. Pemasar harus mencari trend baru agar konsumen pada kategori tersebut mau membeli produknya. Kebutuhan konsumen mempengaruhi perilaku pembelian konsumen.

Pemasar juga perlu meneliti nilai konsumen pada daerah tertentu. Nilai konsumen ini selalu berbeda di setiap daerah. Hal tersebut juga mempermudah pemasar menentukan t pasar sasaran. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kim, dkk. (2002) dikemukakan bahwa tipologi LOV (list of values) secara luas membedakan nilai-nilai. Nilai-nilai ini dibagi ke dalam dua dimensi yaitu eksternal (nilai-nilai afiliasi sosial) dan nilai internal (aktualisasi diri). Konsumen dengan nilai internal rendah akan mencari produk untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Kebutuhan fungsional juga dicari oleh konsumen dengan nilai internal rendah. Konsumen dengan nilai internal tinggi akan mencari produk untuk memenuhi kebutuhan pengalaman.

Hubungan antara nilai, kebutuhan dan perilaku pembelian konsumen terlihat dalam produk pakaian. Pakaian umumnya dianggap sebagai barang belanjaan yang sering dibeli konsumen untuk makna simbolis, memperkuat image seseorang atau kepuasan psikologis. Menurut Kaiser (1990 dalam Kim, dkk 2002), pakaian dapat bermanifestasi status sosial pemakai, citra diri dan karakteristik kepribadian lain yang dihasilkan dari pengaruh sosial yang kompleks.

Banyaknya budaya serta adanya perbedaan kondisi sosial konsumen semakin menyulitkan pemasar. Apalagi trend yang ada dalam berpakaian juga selalu berubah dengan cepat. Hal tersebut membuat pemasar sulit dalam menetapkan strategi pemasaran yang tepat. Kondisi seperti ini biasanya ada di kota metropolitan ataupun kota-kota besar, salah satunya ialah Jakarta. Di Jakarta, banyak konsumen dari beragam kondisi sosial ekonomi maupun budaya.

Masing-masing wilayah Jakarta juga memiliki karakteristik yang berbeda. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2011, disebutkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto per kapita untuk wilayah Jakarta Utara sebesar Rp.109.847.090,-. Sementara itu untuk wilayah Jakarta Selatan sebesar Rp.103.614.757,-. Adapula tingkat kemiskinan di Jakarta Utara sebesar 5,62 % sedangkan di Jakarta Selatan sebesar 3,80 %. Dari data yang ada, dapat dimungkinkan adanya perbedaan kondisi sosial ekonomi di kedua wilayah tersebut.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:1. Apakah terdapat pengaruh dari nilai konsumen baik internal dan eksternal terhadap

kebutuhan yang akan dipenuhi konsumen dalam produk pakaian di Jakarta Utara dan Selatan?

2. Apakah terdapat pengaruh dari kebutuhan konsumen terhadap perilaku pembelian konsumen dalam produk pakaian di Jakarta Utara dan Selatan?

KAJIAN PUSTAKANilai

Menurut Parashar, S. Dhar dan U. Dhar (2004:143), nilai ialah keyakinan dasar bahwa perilaku tertentu atau keberadaan keadaan akhir dipengaruhi secara pribadi atau sosial. Kahle dan Homer (1988:638) mengemukakan bahwa nilai merupakan kesadaran sosial paling abstrak dan nilai merefleksikan karakteristik lingkungan paling dasar. Sementara Mullins dan Walker (2010:11) mendefinisikan nilai sebagai fungsi dari fitur produk intrinsik, layanan serta harga dan itu berarti hal yang berbeda untuk orang yang berbeda

Dengan demikian nilai merupakan kesadaran yang abstrak atau keyakinan akan sebuah tipe perilaku tertentu atau keadaan akhir yang dipilih secara pribadi maupun sosial dan juga merefleksikan karakteristik lingkungan serta fitur atas produk yang digunakan oleh seseorang.

Page 353: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

344

Nilai dibagi menjadi dua, yaitu:1. Nilai Internal

Menurut Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007:28), nilai internal didefinisikan sebagai persepsi yang ada dalam diri seseorang berupa motivasi, kepribadian serta emosi seseorang.

Kahle (1983), mendefinisikan nilai internal sebagai nilai yang dimiliki konsumen yang berkaitan dengan individu setiap orang atau disebut juga terminal values

Hal yang sama diungkapkan oleh Svee, Giannoulis dan Zdravkovic (2011), nilai internal didefinisikan sebagai nilai yang mempengaruhi konsumsi dan untuk kepentingan individu baik terlihat egois maupun tidak.

Dengan demikian nilai internal merupakan nilai yang dimiliki seseorang yang berkaitan dengan persepsi yang ada dalam diri masing-masing individu tentang konsumsi.

2. Nilai EksternalHawkins, Mothersbaugh dan Best (2007:27) mendefinisikan nilai eksternal sebagai

nilai yang dimiliki seseorang berdasarkan budaya serta kondisi sosial ekonomi yang ada di sekitarnya.

Menurut Rath dan kawan-kawan (2008) nilai eksternal adalah unsur motivasi perilaku konsumen yang berasal dari sumber-sumber luar.

Hal yang sama diungkapkan Kahle (1983), bahwa nilai eksternal adalah nilai yang dimiliki konsumen yang berkaitan dengan lingkungan di luar individu tersebut. Nilai ini berkaitan dengan lingkungan sosial konsumen. Nilai eksternal disebut juga instrumental values.

Dengan demikian nilai eksternal merupakan nilai yang dimiliki seseorang yang berasal dari luar individu. Nilai eksternal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial seseorang.

Kebutuhan Menurut Sheth, Newman dan Mittal (1999), kebutuhan dapat didefinisikan sebagai

kondisi yang tidak memuaskan dan akan membawa kita untuk mengambil tindakan agar memperbaiki situasi

Kotler dan Armstrong (1997:7) mendefinisikan kebutuhan sebagai pernyataan dari rasa kehilangan.

Lain halnya menurut Kaufman dan English (1979:8), kebutuhan ialah kesenjangan antara hasil atau keluaran yang ada saat ini dengan hasil atau keluaran yang diinginkan.

Dengan demikian kebutuhan merupakan sesuatu kondisi yang diinginkan oleh konsumen karena rasa kehilangan dari konsumen tersebut akibat adanya kesenjangan antara apa yang dinginkan dengan kondisi yang ada saat ini sehingga konsumen mengambil suatu tindakan untuk memperbaiki atau memenuhinya.

Terdapat tiga macam kebutuhan yaitu: 1. Kebutuhan Fungsional

Menurut Park dan kawan-kawan (1986:136), kebutuhan fungsional didefinisikan sebagai sesuatu yang memotivasi orang-orang mencari produk yang memecahkan masalah terkait konsumsi.

Lain halnya menurut Levy and Weitz (2004:112-113), kebutuhan fungsional (functional needs) didefinisikan sebagai kebutuhan yang berhubungan langsung bentuk atau penampilan (performance) dari produk.

Moenaert dan Robben (2008:37) mendefinisikan kebutuhan fungsional sebagai kebutuhan paling dasar dari manusia.

Page 354: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

345

Dengan demikian kebutuhan fungsional merupakan kebutuhan paling dasar manusia yang membuat konsumen ingin mencari produk tersebut serta kebutuhan ini dilihat langsung dari fungsi dan bentuk dari produk yang dibutuhkan konsumen.

2. Kebutuhan Simbolis (Sosial) Park dan kawan-kawan (1986:136) mendefinisikan kebutuhan simbolis atau sosial

sebagai keinginan untuk memenuhi kebutuhan internal dari produk yang dihasilkan untuk peningkatan diri, posisi peran, keanggotaan kelompok atau identifikasi ego.

Hal yang sama diungkapkan oleh Maslow (dalam Schiffman dan Kanuk, 2009:118), kebutuhan sosial didefinisikan sebagai kebutuhan yang menyangkut kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, kebutuhan akan perasaan dihormati, kebutuhan berprestasi dan kebutuhan untuk ikut serta berprestasi.

Menurut Moenaert dan Robben (2008:37), kebutuhan simbolis atau sosial merupakan kebutuhan akan hasrat untuk terlihat sukses maupun terlihat peduli akan lingkungan sekitar.

Dengan demikian kebutuhan simbolis atau sosial merupakan kebutuhan yang ingin dipenuhi konsumen berkaitan dengan peningkatan citra diri di hadapan lingkungan masyarakat, meningkatkan status sosial maupun kebutuhan untuk berprestasi.

3. Kebutuhan Pengalaman Menurut Park dan kawan-kawan (1986:136), kebutuhan pengalaman didefinisikan

sebagai keinginan untuk produk yang memberikan kesenangan indra, variasi dan stimulasi kognitif.

Moenaert dan Robben (2008:37) mendefinisikan kebutuhan pengalaman sebagai kebutuhan untuk merasakan sesuatu produk atau barang yang sedang digunakan oleh konsumen.

Sementara itu Shimp (2010:134) mengartikan kebutuhan pengalaman sebagai kebutuhan yang mewakili keinginan mereka untuk produk yang memberikan kesenangan indra, dan dalam berbagai situasi produk serta stimulasi kognitif.

Dengan demikian kebutuhan pengalaman merupakan kebutuhan yang ingin dipenuhi konsumen agar dapat memberikan kesenangan indra, variasi serta stimulasi kognitif atas sebuah produk yang dikonsumsi oleh konsumen.

Perilaku KonsumenMenurut Kotler dan Armstrong (1997:143), perilaku pembelian konsumen adalah

perilaku pembelian konsumen akhir (individu dan rumah tangga) yang membeli barang atau jasa untuk konsumsi pribadi.

Sementara itu menurut Tiangsoongnern (2011:226), perilaku pembelian didefinisikan sebagai perilaku pembeli terhadap strategi produk, strategi harga dan strategi tempat yang digunakan oleh penjual.

Hal yang sama diungkapkan Schiffman dan Kanuk (2009:23), perilaku pembelian konsumen didefinisikan sebagai perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam membeli produk atau jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka.

Dengan demikian perilaku pembelian merupakan perilaku konsumen akhir dalam membeli produk atau jasa yang ditawarkan penjual agar dapat memuaskan kebutuhan konsumen itu sendiri.

Menurut Kim, dan kawan-kawan. (2002:491), terdapat dua macam perilaku pembelian. Yang pertama ialah loyalitas terhadap merek dan jumlah pembelian. Jumlah pembelian digunakan untuk menguji dampak dari kebutuhan terhadap perilaku pembelian secara kuantitatif.

Page 355: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

346

1. Loyalitas MerekMenurut Dick dan Basu (1994), loyalitas merek merupakan hubungan kuat antara

sikap individu terhadap merek dan kecenderungan untuk mengulangi.Aaker (1991:39) menyebutkan loyalitas merek merupakan keterkaitan anatra

konsumen dengan suatu merek.Berdasarkan definisi tersebut, maka loyalitas merek merupakan sikap konsumen

terhadap merek tertentu yang ditunjukkan dengan adanya pembelian yang berulang dari konsumen.

2. Jumlah PembelianKim, dan kawan-kawan. (2002) mengatakan jumlah pembelian merupakan jumlah

produk yang dibeli konsumen dalam jangka waktu tertentu.Menurut Schiffman dan Kanuk (2009), jumlah pembelian merupakan jumlah produk

yang dibeli konsumen biasanya berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap merek.Kotler dan Armstrong (2008:146), mendefinisikan jumlah pembelian sebagai

seberapa banyak dan seberapa banyak konsumen membeli suatu produk serta frekuensi konsumen dalam membeli produk.

Berdasarkan definisi tersebut, maka jumlah pembelian merupakan jumlah produk yang dibeli konsumen serta frekuensi konsumen dalam membeli produk tersebut yang berkaitan dengan kepercayaan konsumen akan suatu merek.

Pengaruh Nilai terhadap KebutuhanMenurut Schwartz (1992), nilai merupakan representasi kognitif dari tiga tipe

persyaratan hidup manusia yang universal yang salah satunya merupakan kebutuhan individu sebagai organisme biologis.

Menurut Kahle (1980 dalam Humayun dan Hasnu, 2011), nilai-nilai memiliki efek tidak langsung pada perilaku konsumen melalui faktor mediasi kurang abstrak seperti sikap domain yang spesifik dan kebutuhan.

Tse, Belk dan Zhou (1989) menyebutkan bahwa nilai dianggap sebagai salah satu faktor yang paling berpengaruh yang mempengaruhi jenis kebutuhan konsumen.

Dalam teori yang dikemukakan oleh Murphy dan Enis (1985:154), disebutkan bahwa nilai internal maupun eksternal mempengaruhi kebutuhan konsumen. Hal ini terlihat dalam model proses membuat keputusan oleh konsumen.

Hal yang sama diungkapkan oleh Dalrymple dan Parsons (1995:125), nilai yang dimiliki konsumen baik internal maupun eksternal memiliki pengaruh terhadap kebutuhan konsumen itu sendiri.

Menurut Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007:26), dikatakan bahwa faktor-faktor internal dan eksternal akan membuat suatu konsep diri serta gaya hidup dari konsumen yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu kebutuhan yang diinginkan konsumen.

Pengaruh Kebutuhan terhadap Perilaku PembelianMenurut Zenz (1994:10), disebutkan bahwa semua transaksi pembelian dimulai

dengan pengakuan akan kebutuhan oleh seseorang. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa kebutuhan seseorang atau konsumen akan mempengaruhi perilaku pembelian konsumen itu sendiri.

Menurut Dalrymple dan Parsons (1995:127), dikatakan bahwa kebutuhan yang dimiliki konsumen dapat menjelaskan keputusan pembelian yang dilakukan konsumen. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kebutuhan berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen.

Page 356: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

347

Dalam teori yang dikemukakan oleh Murphy dan Enis (1985:170), dikatakan bahwakeputusan konsumen membeli suatu produk bermula pada individu itu yang merasa membutuhkan akan sesuatu produk. Hal ini mengakibatkan akan adanya motivasi untuk memuaskan kebutuhan dari konsumen itu sendiri.

Menurut Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007:27), dikatakan sudut pandang akan diri sendiri serta cara hidup seseorang dan kebutuhan yang ada dalam situasi kehidupan sehari-hari akan membuat konsumen akan mempertimbangkan untuk membeli suatu produk.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2009:37), input eksternal dari tahap masukan mempengaruhi pengakuan konsumen dari kebutuhan, mencari informasi sebelum membeli, dan evaluasi alternatif. Tahap output dari model pengambilan keputusan konsumen terdiri dari dua kegiatan pasca keputusan yang terkait erat yaitu perilaku pembelian dan evaluasi pasca pembelian. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kebutuhan dengan perilaku pembelian.

Penelitian RelevanDalam penelitian yang dilakukan oleh Roth (1995), dikatakan bahwa konsumen

dengan nilai individu tinggi akan berhubungan positif dengan kebutuhan pengalaman dan kebutuhan fungsional. Sementara itu jika nilai individu rendah maka kebutuhan sosial menjadi lebih tinggi. Pada penelitian tersebut juga disebutkan pada lingkungan dengan nilai sosial rendah maka kebutuhan fungsional menjadi lebih tinggi. Pada lingkungan dengan nilai sosial tinggi, kebutuhan sosial dan pengalaman akan lebih tinggi.

Sementara itu Kim dan kawan-kawan (2002) menguji hubungan antara nilai, kebutuhan dan perilaku pembelian konsumen di Korea dan China. Penelitian tersebut dilakukan pada konsumen produk pakaian. Dari hasil penelitian tersebut, nilai yang berpengaruh di Korea dan China berbeda. Konsumen China tidak memandang “excitement in life” sebagai salah satu nilai sosial yang penting. Hal ini berbeda dengan konsumen Korea yang memandang “excitement in life” sebagai sesuatu yang penting. Konsumen China menganggap kebutuhan sosial lebih penting. Sementara bagi warga Korea yang lebih penting ialah kebutuhan pengalaman. Bagi konsumen China, nilai internal berhubungan dengan kebutuhan pengalaman. Di Korea nilai internal berhubungan dengan kebutuhan pengalaman dan kebutuhan fungsional. Sementara itu tipe kebutuhan berhubungan kuat dengan perilaku pembelian konsumen di China dan Korea. Kebutuhan pengalaman memiliki hubungan yang kuat dengan jumlah pembelian. Konsumen yang memiliki kebutuhan pengalaman tinggi akan menghabiskan uang lebih banyak dalam membeli pakaian. Kebutuhan fungsional tidak berpengaruh signifikan terhadap perilakupembelian di Korea. Dari hasil penelitian tersebut juga menunjukkan konsumen di China maupun Korea memiliki loyalitas merek. Konsumen yang loyal akan suatu merek juga menghabiskan uang lebih banyak untuk pakaian.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Humayun dan Hasnu (2011), diuji hubungan antara nilai, kebutuhan dan perilaku konsumen. Penelitian dilakukan pada konsumen produk susu cair di Pakistan. Dari hasil penelitian tersebut disebutkan terdapat hubungan antara nilai personal konsumen dengan kesadaran kesehatan (kebutuhan fungsional) dengan nilai koefisien 0,716. Nilai personal konsumen juga memiliki hubungan yang positif dengan kebutuhan pengalaman konsumen (taste consciousness) dengan nilai koefisien 0,707. Nilai personal konsumen juga memiliki hubungan yang positif dengan kebutuhan sosial konsumen (environmental consciousness) dengan nilai koefisien 0,683. Nilai apersonal berhubungan negatif dengan kebutuhan sosial. Hubungan paling kuat terlihat pada hubungan antara kebutuhan fungsional dengan perilaku konsumen. Sementara di peringkat kedua yang mempengaruhi perilaku konsumen ialah kebutuhan pengalaman.

Page 357: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

348

Penelitian yang dilakukan oleh Vinson, Scott dan Lamont (1977), disebutkan bahwa nilai yang dimiliki konsumen berbeda di dua wilayah Amerika Serikat dengan karakteristik budaya yang berbeda. Penelitian ini dilakukan pada konsumen produk mobil. Dari penelitian tersebut dihasilkan bahwa konsumen yang memiliki nilai tertentu akan memiliki spesifikasi mobil tertentu yang ingin dibeli.

HIPOTESIS

H1a: Nilai internal berpengaruh terhadap kebutuhan fungsional konsumen pakaian di Jakarta Utara.

H1b: Nilai eksternal berpengaruh terhadap kebutuhan fungsional konsumen pakaian di Jakarta Utara.

H2a: Nilai internal berpengaruh terhadap kebutuhan fungsional konsumen di Jakarta Selatan.

H2b: Nilai eksternal berpengaruh terhadap kebutuhan fungsional konsumen pakaian di Jakarta Selatan.

H3a: Nilai internal berpengaruh terhadap kebutuhan sosial konsumen pakaian di Jakarta Utara.

H3b: Nilai eksternal berpengaruh terhadap kebutuhan sosial konsumen pakaian di Jakarta Utara.

H4a: Nilai internal berpengaruh terhadap kebutuhan sosial konsumen pakaian di Jakarta Selatan.

H4b: Nilai eksternal berpengaruh terhadap kebutuhan sosial konsumen pakaian di Jakarta Selatan.

H5a: Nilai internal berpengaruh terhadap kebutuhan pengalaman konsumen pakaian di Jakarta Utara.

H5b: Nilai eksternal berpengaruh terhadap kebutuhan pengalaman konsumen pakaian di Jakarta Utara.

H6a: Nilai internal berpengaruh terhadap kebutuhan pengalaman konsumen pakaian di Jakarta Selatan.

H6b: Nilai eksternal berpengaruh terhadap kebutuhan pengalaman konsumen pakaian di Jakarta Selatan.

H7a: Kebutuhan fungsional berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen pakaian di Jakarta Utara.

H7b: Kebutuhan sosial berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen pakaian di Jakarta Utara.

H7c: Kebutuhan pengalaman berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen pakaian di Jakarta Utara.

H8a: Kebutuhan fungsional berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen pakaian di Jakarta Selatan.

H8b: Kebutuhan sosial berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen pakaian di Jakarta Selatan.

H8c: Kebutuhan pengalaman berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen pakaian di Jakarta Selatan.

Page 358: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

349

MODEL PENELITIAN

Model dalam penelitian ini disajikan pada gambar berikut:

Gambar 1. Model Penelitian

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah pengunjung pusat perbelanjaan di Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah non-probability sampling yang artinya tidak semua pengunjung pusat perbelanjaan di Jakarta Utara dan Selatan memperoleh kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Teknik yang digunakan adalah judgement sampling di mana sampel yang dipilih berdasarkan ekspektasi peneliti bahwa sampel yang dipilih dapat mewakili populasi.

Berdasarkan pendapat Hair, Jr., dkk. (1995), jumlah sampel yang dapat digunakan dalam penelitian multivariat yaitu jumlah sampel minimal 5 subjek untuk setiap indikator pada variabel independen yang di analisis. Jadi dalam penelitian ini digunakan sampel sebanyak 120 sampel.

Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui pandangan responden terhadap nilai, kebutuhan dan perilaku pembelian produk pakaian. Pengukuran tanggapan responden diukur dengan skala Likert 1 sampai 5, di mana 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = setuju dan 5 = sangat setuju.

Variabel nilai terdiri atas dua dimensi yaitu nilai internal dan eksternal. Untuk mengukur variabel nilai, digunakan instrumen yang dikembangkan oleh Kim dkk (2002) seperti yang disajikan pada tabel 1 berikut ini:

NilaiInternal

KebutuhanFungsional

Kebutuhan Sosial

KebutuhanPengalamann

PerilakuPembelian

Nilai Eksternal

Page 359: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

350

Tabel 1 Nilai

Variabel Dimensi IndikatorNilai Nilai Internal 1. Menghargai diri sendiri.

2. Ingin dihargai dengan baik.3. Rasa aman penting bagi saya4. Kesenangan dan kenikmatan

dalam hidup penting bagi saya.Nilai Eksternal 1. Rasa memiliki.

2. Memiliki hubungan baik dengan orang lain.

Variabel kebutuhan terdiri dari tiga dimensi yaitu kebutuhan fungsional, kebutuhan sosial dan kebutuhan pengalaman. Untuk mengukur variabel kebutuhan, digunakan instrumen yang dikembangkan oleh Kim dkk (2002) seperti yang disajikan pada tabel 2 berikut ini:

Tabel 2Kebutuhan

Variabel Dimensi Indikator

Kebutuhan Kebutuhan Pengalaman

1. Saya menyadari tren fashion dan ingin menjadi salah satu yang pertama untuk mencoba mereka.

2. Saya yang pertama untuk mencoba mode baru.

3. Penting bagi saya untuk menjadi pemimpin mode.

4. Saya selalu membeli setidaknya satu busana dari fashion terbaru.

KebutuhanSosial

1. Mengenakan pakaian merek terkenal meningkatkan gengsi.

2. Mengenakan pakaian desainer memberikan satu status khusus.

Kebutuhan Fungsional

1. Saya memakai pakaian sesuai fungsinya.

2. Kenyamanan dalam berpakaian penting untuk saya.

Untuk mengukur variabel perilaku pembelian digunakan instrumen yang diadaptasi dari Osman, Fah dan Soon (2011), seperti yang disajikan pada tabel 3 berikut ini:

Page 360: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

351

Tabel 3Perilaku Pembelian

Variabel IndikatorPerilaku Pembelian

1. Secara umum, saya mencoba untuk mendapatkan kualitas pakaian terbaik.

2. Saya biasanya membeli pakaian merek terkenal.

3. Saya memilih membeli merek yang laris dijual.

4. Ada kesenangan untuk membeli pakaian baru dan menarik.

5. Saya hati-hati untuk mencari pakaian dengan harga terbaik.

6. Saya sebisa mungkin membeli pakaian saat ada potongan harga.

7. Untuk mendapatkan pakaian yang bervariasi, saya berbelanja di beberapa toko berbeda dan membeli merek yang berbeda.

8. Saya meluangkan waktu lebih untuk menentukan pakaian serta merek yang akan saya beli.

9. Saya biasanya berbelanja cepat, membeli pakaian yang saya cari yang terlihat cukup baik.

10. Saya dengan hati-hati dalam menggunakan uang dalam berbelanja pakaian.

Pada uji validitas dan reliabilitas diperoleh nilai item total correlation untuk semua indikator lebih besar daripada 0,3 dan nilai Cronbach Alpha untuk masing-masing variabel lebih besar daripada 0,6 seperti disajikan pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4Reliabilitas

Reliability StatisticsVariabel Cronbach’s Alpha Keterangan

Nilai Internal 0,691 ReliabelNilai Eksternal 0,858 Reliabel

Kebutuhan Pengalaman 0,781 ReliabelKebutuhan Sosial 0,823 Reliabel

Kebutuhan Fungsional 0,641 ReliabelPerilaku Pembelian 0,853 Reliabel

Dengan demikian kuesioner yang digunakan telah valid dan reliabel. Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear ganda dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi 16. Sebelum analisis regresi linear ganda dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari multikolinearitas, homoskedastisitas dan normalitas. Setelah asumsi terpenuhi, dilakukan analisis regresi untuk menguji hipotesis.

Page 361: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

352

HASIL PENELITIAN Subyek penelitian ini adalah konsumen pakaian yang ada di pusat perbelanjaan di

Jakarta Utara dan Jakarta Selatan. Dari 120 kuesioner yang disebarkan kepada responden, 60 diantaranya disebarkan kepada responden yang berdomisili di Jakarta Utara sedangkan sisanya disebarkan kepada responden yang berdomisili di Jakarta Selatan. Dari 120 responden, sebagian besar yaitu 57% (68 orang) merupakan pria dan sisanya yaitu 43% (52 orang) adalah wanita. Karakteristik usia responden disajikan pada tabel 5 berikut ini:

Tabel 5Usia

Sebagian besar responden yaitu 39,2% berusia antara 17-25 tahun. Hanya 4,2 persen yang berusia lebih dari 55 tahun. Sementara pekerjaan dari para responden disajikan pada tabel 6 berikut ini:

Tabel 6Pekerjaan

Sebagian besar responden yaitu 72,5% berprofesi sebagai mahasiswa, karyawan swasta dan ibu rumah tangga.

Pengaruh Nilai Internal dan Eksternal terhadap Kebutuhan FungsionalHasil analisis yang tersaji pada tabel 7 menunjukkan bahwa nilai internal dan

eksternal mempengaruhi kebutuhan fungsional konsumen di Jakarta Utara. Dengan demikian H1a dan H1b diterima.

Usia Jumlah Responden Persentase< 17 13 10,8%

17 – 25 47 39,2%26 – 39 36 30%40 – 55 19 15,8%> 55 5 4,2%Total 120 100%

Pekerjaan Jumlah Responden PersentaseMahasiswa/i 34 28,3%

Karyawan swasta 24 20%Ibu rumah tangga 29 24,2%

Pegawai negeri 4 3,3%Wiraswasta 16 13,3%

Pelajar 13 10,9%Total 120 100%

Page 362: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

353

Pada tabel 8 yang disajikan berikut ini menunjukkan bahwa untuk konsumen di Jakarta Selatan, nilai internal tidak mempengaruhi kebutuhan fungsional secara signifikan (sig=0,097 > α=0,05) sehingga H2a ditolak. Nilai eksternal mempengaruhi kebutuhan fungsional secara signifikan, sehingga H2b diterima.

Tabel 8Uji t (Jakarta Selatan)

Pengaruh Nilai Internal dan Eksternal terhadap Kebutuhan SosialHasil analisis yang tersaji pada tabel 9 menunjukkan bahwa nilai internal dan

eksternal mempengaruhi kebutuhan sosial secara signifikan konsumen di Jakarta Utara, maka H3a dan H3b diterima.

Tabel 9Uji t (Jakarta Utara)

Pada tabel 10 yang disajikan berikut ini, untuk konsumen di Jakarta Selatan, hanya nilai internal yang mempengaruhi kebutuhan sosial, sementara nilai eksternal tidak

Tabel 7Uji t (Jakarta Utara)

Coefficientsa

Model

Unstandardized CoefficientsStandardized Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) -1,117 1,978 -,565 ,574

Nilai Internal ,408 ,098 ,467 4,159 ,000

Nilai Eksternal ,350 ,138 ,285 2,538 ,014

a. Dependent Variable: Kebutuhan Fungsional

Coefficientsa

Model

Unstandardized CoefficientsStandardized Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) ,201 1,135 ,177 ,860

Nilai Internal ,166 ,099 ,204 1,686 ,097Nilai Eksternal ,624 ,132 ,571 4,719 ,000

a. Dependent Variable: Kebutuhan Fungsional

Coefficientsa

Model

Unstandardized CoefficientsStandardized Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) 1,165 1,588 ,733 ,466

Nilai Internal ,273 ,079 ,395 3,464 ,001Nilai Eksternal ,339 ,111 ,349 3,060 ,003

a. Dependent Variable: Kebutuhan Sosial

Page 363: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

354

mempengaruhi kebutuhan sosial secara signifikan (sig=0,749 > α=0,05). Dengan demikian H4a diterima dan H4b ditolak.

Tabel 10Uji t (Jakarta Selatan)

Pengaruh Nilai Internal dan Eksternal terhadap Kebutuhan PengalamanHasil analisis yang tersaji pada tabel 11, memperlihatkan bahwa nilai internal dan

eksternal mempengaruhi kebutuhan pengalaman konsumen di Jakarta Utara, dengan demikian H5a dan H5b diterima.

Tabel 11Uji t (Jakarta Utara)

Sementara untuk konsumen di Jakarta Selatan, seperti yang ditunjukkan pada tabel 12, hanya nilai internal yang mempengaruhi kebutuhan pengalaman, sedangkan nilai eksternal tidak mempengaruhi kebutuhan pengalaman secara signifikan (sig=0,184 > α=0,05), maka H6a diterima dan H6b ditolak.

Tabel 12Uji t (Jakarta Selatan)

Coefficientsa

Model

Unstandardized CoefficientsStandardized Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) ,868 1,944 ,446 ,657

Nilai Internal ,396 ,169 ,374 2,350 ,022Nilai Eksternal ,073 ,227 ,051 ,322 ,749

a. Dependent Variable: Kebutuhan Sosial

Coefficientsa

Model

Unstandardized CoefficientsStandardized Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) 5,942 2,633 2,256 ,028

Nilai Internal ,350 ,131 ,315 2,678 ,010Nilai Eksternal ,564 ,184 ,361 3,073 ,003

a. Dependent Variable: Kebutuhan Pengalaman

Coefficientsa

Model

Unstandardized CoefficientsStandardized Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) 3,454 2,341 1,476 ,146

Nilai Internal ,549 ,203 ,395 2,704 ,009Nilai Eksternal ,367 ,273 ,197 1,346 ,184

a. Dependent Variable: Kebutuhan Pengalaman

Page 364: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

355

Pengaruh Kebutuhan Fungsional, Kebutuhan Sosial dan Kebutuhan Pengalaman terhadap Perilaku Pembelian

Hasil analisis seperti yang ditunjukkan pada tabel 13 memperlihatkan bahwa kebutuhan sosial dan fungsional mempengaruhi perilaku pembelian di Jakarta Utara. Maka H7a dan H7b diterima. Sementara kebutuhan pengalaman tidak mempengaruhi secara signifikan perilaku pembelian (sig=0,537 > α=0,05), sehingga H7c ditolak.

Tabel 13Uji t (Jakarta Utara)

Pada tabel 14, untuk konsumen di Jakarta Utara, kebutuhan pengalaman dan fungsional secara signifikan mempengaruhi perilaku pembelian konsumen di Jakarta Utara sehingga H8a dan H8c diterima. Sementara kebutuhan sosial tidak mempengaruhi perilaku pembelian (sig=0,52 > α=0,05), dengan demikian H8b ditolak.

Tabel 14Uji t (Jakarta Selatan)

DISKUSIPengujian pada penelitian ini memperlihatkan hasil yang berbeda antara wilayah

Jakarta Utara dengan Jakarta Selatan. Ada 13 hipotesis yang diterima dan 5 hipotesis ditolak. Untuk pengujian di wilayah Jakarta Utara terdapat satu hipotesis yang ditolak sementara itu di wilayah Jakarta Selatan terdapat empat hipotesis yang ditolak.

Pada pengujian hipotesis 1a dan 1b, hasil hipotesis diterima karena terdapat pengaruh yang signifikan dari nilai internal maupun nilai eksternal terhadap kebutuhan fungsional di Jakarta Utara. Hasil tersebut mendukung teori yang dikemukakan oleh Dalrymple dan Parsons (1995), bahwa nilai dianggap salah satu faktor paling berpengaruh terhadap jenis kebutuhan konsumen.

Coefficientsa

ModelUnstandardized

CoefficientsStandardized Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta1(Constant) 19,341 4,415 4,381 ,000

Kebutuhan Pengalaman ,163 ,262 ,073 ,622 ,537Kebutuhan Sosial ,970 ,410 ,270 2,365 ,022Kebutuhan Fungsional 1,205 ,339 ,424 3,555 ,001

a. Dependent Variable: Perilaku Pembelian

Coefficientsa

ModelUnstandardized

CoefficientsStandardized Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) 20,048 3,298 6,079 ,000

Kebutuhan Pengalaman ,619 ,246 ,338 2,517 ,015Kebutuhan Sosial ,199 ,307 ,083 ,647 ,520Kebutuhan Fungsional ,935 ,375 ,299 2,497 ,015

a. Dependent Variable: Perilaku Pembelian

Page 365: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

356

Sementara itu pada pengujian hipotesis 2a, hipotesis ditolak karena tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari nilai internal terhadap kebutuhan fungsional di Jakarta Selatan. Hasil tersebut berbeda dengan hasil pengujian hipotesis 2b. Hipotesis 2b diterima karena terdapat pengaruh yang signifikan dari nilai eksternal terhadap kebutuhan fungsional di Jakarta Selatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Kim, dan kawan-kawan. (2002) bahwa tidak semua nilai yang dimiliki konsumen pada suatu wilayah tertentu berpengaruh terhadap jenis kebutuhan.

Hasil pada pengujian hipotesis 3a serta 3b menunjukkan kedua hipotesis diterima. Hipotesis 3a dan 3b diterima karena terdapat pengaruh yang signifikan dari nilai internal maupun nilai eksternal terhadap kebutuhan sosial konsumen di Jakarta Utara. Hasil ini juga mendukung teori yang dikemukakan oleh Murphy dan Enis (1995), bahwa nilai internal maupun nilai eksternal mempengaruhi kebutuhan konsumen.

Hipotesis 4a ditolak karena tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari nilai internal terhadap kebutuhan sosial. Sementara itu hipotesis 4b diterima karena nilai eksternal berpengaruh signifikan terhadap kebutuhan sosial di Jakarta Selatan. Hasil tersebut mendukung hasil pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Roth (1995) bahwa jika nilai individu rendah maka kebutuhan sosial menjadi lebih tinggi.

Hasil pengujian hipotesis 5a dan 5b diterima. Nilai internal maupun nilai eksternal berpengaruh secara signifikan terhadap kebutuhan pengalaman di Jakarta Utara. Hal tersebut mendukung teori yang dikemukakan oleh Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007), faktor-faktor internal dan eksternal akan menghasilkan suatu kebutuhan yang diinginkan konsumen.

Pada hasil pengujian pengaruh nilai internal terhadap kebutuhan pengalaman di Jakarta Selatan, disebutkan pengaruhnya signifikan sehingga hipotesis 6a diterima. Hal yang berbeda dengan nilai eksternal yang tidak berpengaruh signifikan sehingga hipotesis 6b ditolak. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Humayun dan Hasnu (2011), tidak semua nilai dapat berpengaruh terhadap jenis kebutuhan konsumen.

Pada pengujian pengaruh jenis kebutuhan terhadap perilaku pembelian pada konsumen di Jakarta Utara, hipotesis 7a dan hipotesis 7b diterima. Hipotesis 7a dan 7b diterima karena kebutuhan fungsional serta kebutuhan sosial berpengaruh signifikan. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Zenz (1994) bahwa setiap transaksi pembelian dimulai dengan pengakuan akan kebutuhan oleh seseorang.

Sementara itu hipotesis 7c ditolak karena kebutuhan pengalaman tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian di Jakarta Utara. Hasil ini sesuai dengan hasil pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Kim dan kawan-kawan (2002) bahwa tidak semua jenis kebutuhan dapat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen.

Hasil pengujian lainnya menunjukkan hipotesis 8a serta 8c diterima. Hal ini disebabkan kebutuhan fungsional serta kebutuhan pengalaman berpengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian di Jakarta Selatan. Sementara itu hipotesis 8b ditolak karena pengaruh kebutuhan sosial tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian di Jakarta Selatan. Hasil ini relevan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kim, dkk. (2002), tidak semua kebutuhan dapat berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen.

Penelitian ini juga menunjukkan perbedaan hasil antara konsumen di Jakarta Utara dan Jakarta Selatan. Pengaruh nilai internal terhadap kebutuhan pengalaman yang lebih besar ada pada konsumen pakaian di Jakarta Selatan dibandingkan konsumen di Jakarta Utara. Sementara itu nilai eksternal hanya berpengaruh terhadap kebutuhan pengalaman di Jakarta Utara.

Selain itu pengaruh nilai internal terhadap kebutuhan sosial yang lebih besar ada pada konsumen di Jakarta Utara daripada konsumen di Jakarta Selatan. Sementara itu

Page 366: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

357

untuk pengaruh nilai eksternal terhadap kebutuhan sosial hanya ada pada konsumen di Jakarta Utara. Hal ini dikarenakan pengaruh nilai eksternal yang ada di Jakarta Selatan tidak signifikan.

Perbedaan juga terdapat pada pengaruh nilai internal dan nilai eksternal terhadap kebutuhan fungsional di Jakarta Utara dan Jakarta Selatan. Nilai internal hanya berpengaruh pada konsumen di Jakarta Utara karena pengaruh pada konsumen di Jakarta Selatan tidak signifikan. Sementara itu untuk nilai eksternal pengaruhnya lebih besar pada konsumen di Jakarta Selatan.

Di samping itu konsumen di Jakarta Utara lebih peduli akan prestige (kebutuhan sosial) saat berpakaian sedangkan konsumen di Jakarta Selatan tidak terlalu menganggap prestige penting. Sementara itu konsumen di Jakarta Selatan lebih peduli fashion(kebutuhan pengalaman) sedangkan konsumen di Jakarta Utara kurang peduli fashion. Untuk konsumen Jakarta Utara maupun Jakarta Selatan sama-sama membutuhkan kenyamanan (kebutuhan fungsional) saat berpakaian tetapi pada konsumen di Jakarta Utara, kebutuhan fungsional ini berpengaruh lebih besar daripada konsumen di Jakarta Selatan.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:1. Nilai internal dan nilai eksternal berpengaruh terhadap semua jenis kebutuhan yang

akan dipenuhi konsumen dalam produk pakaian di Jakarta Utara. 2. Nilai internal berpengaruh terhadap kebutuhan sosial serta pengalaman yang akan

dipenuhi konsumen di Jakarta Selatan sedangkan nilai eksternal tidak berpengaruh. Nilai eksternal berpengaruh terhadap kebutuhan fungsional yang akan dipenuhi konsumen di Jakarta Selatan sedangkan nilai internal tidak berpengaruh.

3. Kebutuhan fungsional dan sosial berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen dalam produk pakaian di Jakarta Utara.

4. Kebutuhan fungsional dan pengalaman berpengaruh terhadap perilaku pembelian di Jakarta Selatan.

IMPLIKASI AKADEMIS DAN PRAKTIS

Implikasi AkademisSecara akademis penelitian ini memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai

keterkaitan antara nilai yang dimiliki konsumen dengan kebutuhan dan perilaku belanja. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara nilai, kebutuhan dan perilaku belanja konsumen, meski secara parsial tingkat keterkaitan tersebut dapat berbeda antar wilayah geografis konsumen yang berbeda.

Implikasi Praktis1. Peritel di Jakarta Utara sebaiknya menjual pakaian untuk memuaskan kebutuhan sosial

dan kebutuhan pengalaman. Hal tersebut karena konsumen di Jakarta Utara cenderung membeli pakaian untuk memenuhi kebutuhan sosial serta kebutuhan fungsional.

2. Peritel di Jakarta Selatan sebaiknya menjual pakaian untuk memuaskan kebutuhan pengalaman dan kebutuhan fungsional.

Page 367: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

358

PENELITIAN MENDATANG1. Sebaiknya obyek penelitian dapat dikembangkan untuk jenis produk selain pakaian.2. Ukuran sampel sebaiknya diperbesar serta cakupan wilayah diperluas, tidak hanya

Jakarta Utara dan Selatan tetapi juga wilayah Jakarta lainnya.

REFERENSI

Aaker, David A. (1991), Managing Brand Equity. New York: The Free Press

Dalrymple, Douglas J. dan Parsons, Leonard J. (1995), Marketing Management Text and Cases. 6th Edition. New York: John Wiley & Sons

Dick, A.S. dan Basu, K. (1994), Customer Loyalty: Toward an Integrated Conceptual Framework. Journal of the Academy of Marketing Science. Vol. 22. hal. 99-113

Hair, J.F.Jr. et. al. (1995), Multivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice Hall. Inc

Hawkins, Del I., Mothersbaugh, David L. dan Best, Roger J. (2007), Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. 10th Edition. Boston: McGraw-Hill

Humayun, K dan Hasnu, S.A.F. (2011), “An Analysis of Consumer Values, Needs and Behavior for Liquid Milk in Hazara, Pakistan”. The Journal of the International Professional Managers Association. Vol. 2

Kahle, Lynn R. (1983), Social Values and Social Change: Adaptation to Life in America. New York : Praeger Publishers

Kahle, Lynn R.; Beatty. Sharon E. dan Homer, Pamela. (1986), “Alternative measurement approaches to consumer values: the list of values (LOV) dan values and life style (VALS)”, The Journal of Consumer Research. Vol 13. Issue 3. hal. 405-409

Kaufman, R. dan English, F.W. (1979), Needs Assessment: Concept and Application. Englewood Cliffs, NJ: Educational Technology Publications.

Kim, J.O et. al. (2002), “Cross Culture Consumer Values, Needs and Purchase Behavior”, Journal of Consumer Marketing. Vol. 19. No.6. hal. 481-502

Kotler, Philip dan Armstrong, Gary. (1997), Principles of Marketing.7th Edition. New Jersey: Prentice Hall International. Inc

_____. (2008), Prinsip-Prinsip Pemasaran. Edisi 12. Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Levy. Michael dan Weitz, Barton A. (2004), Retailing Management. Boston: McGraw-Hill

Moenaert, Rudy K.; Robben, Henry S.J. dan Gouw, Peter H. (2008), Visionary Marketing: Building Sustainable Business. Leuven: Lannoo Campus

Mullins, John W. Dan Walker, Orville C. Jr. (2010), Marketing Management: A Strategic Decision-Making Approach. Boston: McGraw-Hill

Page 368: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

359

Murphy, Patrick E. dan Enis, Ben M. (1985), Marketing. 1st Edition. Addison Wesley School

Parashar, Sapna.; Dhar, Santosh. dan Dhar, Upinder. (2004), “Perception of Values : A Study of Future Professionals”, Journal of Human Values. Vol. 10. hal. 143-151

Park, C.W.; Jaworski, B.J. dan MacInnis, D.J. (1986), “Strategic Brand Concept-Image Management”, Journal of Marketing. Vol. 50. hal. 135-145

Rath, P et. al. (2008), The Why of The Buy: Consumer Behavior and Fashion Marketing. New York: Fairchild Books, Inc.

Roth, Martin S. (1995), “The Effect of Culture and Socioeconomics on The Performance of Global Brand Image Strategies”. Journal of Marketing Research. Vol. 32. hal. 163-175

Schiffman, Leon dan Kanuk, Leslie. (2009), Consumer Behavior. 10th Edition. Prentice Hall

Schwartz, S.H. (1992), “Universals in The Content and Syructure of Values: Theotretical Advances and Empirical Tests in 20 Countries”. Advances in Experimental Social Psychology. Vol. 25. Hal. 1-65

Sheth, J.; Mittal, B. dan Newman, B. (1999), Customer Behavior: Consumer Behavior and Beyond. Mason, OH: Thomson South-Western.

Shimp, T.A. (2010), Integrated Marketing Communications in Advertising and Promotion. 8th International Edition. South Western Cengage Learning

Svee, Eric O.; Giannoulis, Constantinos. dan Zdravkovic, Jelena. (2011), “Modeling Business Strategy : A Consumer Value Perspective”. The Practice of Enterprise Modeling Lecture Notes in Business Information Processing. Vol. 92. hal. 67-81

Tiangsoongnerm, Leela. (2011), “Purchasing Behavior An Attitudes Organizational Buyers” International Review of Business Research Papers. Vol. 7. No. 6. hal. 225-239

Tse, D.K.; Belk, R.W. dan Zhou, N. (1989), “Becoming A Consumer Society: A Longitudinal And Cross Cultural Content Analysis of Print Advertisement from Hong Kong, People’s Republic of China and Taiwan”, Journal of Consumer Research. Vol. 15. hal. 457-472

Vinson, David.E.; Jerome, Scott.E. dan Lamont, L. (1977), “The Role of Personal Values in Marketing and Consumer Behavior”. Journal of Marketing. Vol. 41. hal. 44-50

Zenz, Gary J. (1994), Purchasing and The Management of Materials. 7th Edition. New York: John Wiley & Sons

Page 369: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

360

MEMBANGUN HUBUNGAN PELANGGAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA PERUSAHAAN (STUDI KASUS PADA UMKM INDUSTRI PAKAIAN

JADI DI PROVINSI DKI JAKARTA)

Sri Lestari Prasilowati

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IPWIJA, Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Studi ini meneliti keterkaitan variabel-variabel Orientasi Kewirausahaan, Aset Stratejik, Hubungan Pelanggan dengan Kinerja Perusahaan. Pengaruh langsung dan tidak langsung dari variabel-variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) yang dieksekusi dengan software AMOS (Analysis of Moment Structure) v 6. Subyek penelitian ini adalah pemilik/ pengelola dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Industri Pakaian Jadi di Wilayah DKI Jakarta. Unit analisis adalah individu pemilik/ pengelola usaha tersebut. Ada tujuh hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini.

Hasil dari penelitian ini adalah Orientasi Kewirausahaan tidak berpengaruh langsung terhadap Kinerja Perusahaan dan Aset Stratejik tidak berpengaruh langsung terhadap Kinerja Perusahaan. Sementara itu, Orientasi Kewirausahaan dan Aset Stratejik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Hubungan Pelanggan, sedangkan Hubungan Pelanggan memiliki pengaruh signifikan terhadap Kinerja Perusahaan.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pemilik/ pengelola UKM perlu lebih meningkatkan kemahirannya dalam menciptakan hubungan pelanggan yang lebih kuat. Hal ini diperlukan sebab penelitian ini membuktikan bahwa Orientasi Kewirausahaan dan Aset Stratejik memberikan pengaruh terhadap Kinerja Perusahaan melalui Hubungan Pelanggan. Pengaruh Aset Stratejik terhadap Hubungan Pelanggan (0.558) ternyata lebih besar dibandingkan pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Hubungan Pelanggan (0.169).

Keywords: Orientasi Kewirausahaan, Aset Stratejik, Hubungan Pelanggan dan Kinerja Perusahaan.

A. PendahuluanJumlah UMKM di Indonesia di awal dekade tahun 2000 mencapai 99,98 persen dari

48,9 juta unit usaha yang ada di Indonesia, dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 54 persen. Sedangkan usaha skala besar yang jumlahnya 0,01 persen mampu memberikan kontribusi terhadap PDB sekitar 46 persen (BPS, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia ada dana yang beredar (atau penguasaan modal) dengan jumlah nilai sangat kecil pada kelompok yang sangat besar, sedangkan jumlah dana (modal) yang nilainya relatif besar beredar hanya pada sekelompok pengusaha dengan jumlah yang sangat kecil. Dengan demikian telah terjadi jarak yang lebar akan kontribusi pendapatan pada perekonomian Indonesia. Untuk mempersempit jarak yang ada, kemampuan UMKM perlu senantiasa ditingkatkan guna mengejar ketertinggalan dengan usaha yang lebih besar. Dengan meningkatkan peran, posisi dan fungsi UMKM dalam perekonomian nasional, maka UMKM akan menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan perekonomian nasional.

Industri produk-produk pakaian jadi dalam lingkup UMKM di Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan, dengan terus tumbuhnya dunia fashion yang ditandai dengan semakin banyaknya gerai-gerai pakaian jadi di berbagai tempat belanja terkemuka. Dengan semakin ketatnya persaingan karena banyaknya pemain-pemain baru di industri yang sama, pengusaha dituntut untuk selalu kreatif, inovatif dan melakukan tindakan-tindakan yang tepat dalam mengikuti arus perubahan. Pengusaha dengan orientasi kewirausahaan yang tinggi akan berusaha mendapatkan aset stratejik yang mampu

Page 370: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

361

meningkatkan hubungan pelanggan. Demikian juga pengusaha dengan orientasi kewirausahaan yang tinggi diharapkan mampu meningkatkan kinerja perusahaan.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membangun model empirikal hubungan-hubungan antara orientasi kewirausahaan, aset stratejik dan hubungan pelanggan dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Untuk ini, secara spesifik penelitian bertujuan untuk:

1. Menganalisis kontribusi indikator-indikator pada variabel kinerja perusahaan, hubungan pelanggan, orientasi kewirausahaan dan aset stratejik

2. Membangun hubungan pelanggan untuk meningkatkan kinerja perusahaan denganvariabel variabel orientasi kewirausahaan dan aset stratejik

B. Materi dan MetodeB.1. Kinerja Perusahaan

Ada berbagai ukuran kinerja untuk mengukur keberhasilan yang dicapai perusahaan. Terutama pada penelitian yang berkaitan dengan kewirausahaan, indikator pengukuran yang digunakan juga berbeda-beda. Wiklund (1999: 7) dan Persen (2000: 59) mengemukakan bahwa pertumbuhan penjualan merupakan indikator kinerja yang lazim dan telah menjadi konsensus sebagai ukuran pertumbuhan yang baik. Dimensi kinerja pengukuran yang lain adalah kemampulabaan. Ahangar (2011: 89) dalam penelitiannya tentang modal intelektual dan kinerja perusahaan pada perusahaan di negara Iran juga mengukur kinerja dengan kemampulabaan, produktivitas karyawan dan pertumbuhan penjualan. Sementara itu, menurut Miles et al. (1998: 547), pengukuran kinerja pada perusahaan kecil sebaiknya menggunakan pendekatan pertumbuhan karena perusahaan kecil pada umumnya memiliki laporan keuangan yang tidak transparan dan tidak teratur. Ada empat perspektif dalam pengukuran kinerja yang diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton (2004:7-8), yaitu (1) perspektif finansial (2) perspektif konsumen, (3) perspektif bisnis internal, dan (4) perspektif proses belajar dan pertumbuhan.

B.2. Hubungan pelangganSalah satu strategi perusahaan dalam mempertahankan pelanggan dan menjadikan

pelanggan tersebut sebagai poros kekuatan perusahaan (customer centric) guna meningkatkan pendapatan dan keuntungan adalah dengan strategi yang dinamakan Manajemen Hubungan Pelanggan atau disebut Customer Relationship Management (CRM) (Day, 2000 : 1034).. CRM didefinisikan sebagai upaya manajerial untuk mengelola perusahaan yang berhubungan pelanggan, dengan menggabungkan proses bisnis dan teknologi dalam rangka memahami keinginan pelanggan (Wilson et al., 2002:193; Kim et al., 2003:8; Harrigan et al., 2011: 1).

Dalam hal hubungan pelanggan, Mc.Kenna (1991:43) menyatakan bahwa segala kegiatan perusahaan dipusatkan pada pelanggan termasuk dalam bidang pemasaran. Pemasaran yang dirancang untuk menciptakan (create), mempertahankan (maintain), dan meningkatkan (enhance) hubungan (relationship) yang kuat dengan pelanggan dan pemangku kepentingan (stakeholders) lain merupakan relationship marketing bagi perusahaan. Kehilangan salah satu pelanggan merupakan kerugian besar bagi perusahaan, karena mencari pelanggan baru memerlukan biaya lima kali lipat daripada mempertahankan pelanggan yang ada.

Dalam manajemen hubungan pelanggan, perlu dibangun adanya kepercayaan konsumen sehingga kepuasan konsumen tetap berkelanjutan. Sekali kepercayaan konsumen dikhianati sehingga menjadikan konsumen tidak puas, maka loyalitas konsumen akan dipertanyakan. Konsumen akan mudah beralih ke produk lain atau memberikan word of mouth (WOM) yang negatif sehingga menimbulkan kerugian perusahaan. Pemasaran yang berhasil selalu menjaga hubungan baik dengan konsumen, menjaga kualitas produk

Page 371: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

362

dan selalu berkomitmen tinggi dalam memberikan kepuasan kepada konsumennya. Customer relationship dipandang sebagai faktor yang sangat penting. Beberapa peneliti telah membuktikan hal tersebut (Anderson dan Narus; 1990; Doney dan Cannon, 1997; Dwyer, Schurr, dan Ob, 1998; Day, 2000). Ada beberapa ukuran yang dapat dipakai untuk mengetahui kedekatan hubungan pelanggan, seperti kelancaran komunikasi dan keakraban, sikap dan penerimaan perusahaan oleh pelanggan, kepercayaan, loyalitas dan komitmen pelanggan (Siguaw et al., 1994:107).

Dalam industri usaha mikro, kecil dan menengah, penerapan manajemen hubungan pelanggan sangat dimungkinkan karena usaha yang cenderung mempunyai pegawai yang loyal, hubungan pengusaha dan pelanggan yang lebih dekat, fleksibel, kecepatan respon terhadap keluhan, fokus pada kesempatan dan kemudahan mendapatkan akses informasi (Harrigan et al., 2011: 4). Kedekatan dengan pelanggan memungkinkan hubungan antar personal yang lebih baik dan merupakan kiat yang terdapat pada relationship marketing, khususnya dalam teori Customer Relationship Management (CRM), dan merupakan salah satu cara bagi pengusaha mikro, kecil dan menengah dalam mengelola dan mempertahankan bisnis.

B.3. Orientasi KewirausahaanPendekatan mengenai kewirausahaan telah dimulai sejak Schumpeter menyatakan

kewirausahaan sebagai ilmu yang membedakan antara pemilik bisnis dan manajer. Schumpeter menggambarkan kewirausahaan sebagai individu-individu yang berfungsi untuk melaksanakan berbagai alat produksi yang baru (Carland et al., 1984:354). Dengan demikian, perusahaan yang berkewirausahaan adalah perusahaan yang inovatif untuk dapat mempengaruhi pasar (Wiklund, 2005:39). Ada dua pendekatan mengenai definisi kewirausahaan. Pendekatan pertama adalah studi-studi yang fokus pada kepribadian dan pengalaman awal atau biasa disebut dengan personalities and early experience (Carland, Hoy, Boulton dan Carland, 1984 : 355). Pendekatan yang kedua adalah pendekatan yang berfokus pada aspek perilaku dari wirausahawan (Lumpkin dan Dess, 1996: 136). Steven dan Jarillo (1990:17), yang berada dalam pandangan perilaku ini, memberikan definisi kewirausahaan proses dimana seseorang baik di dalam maupun di luar organisasi berusaha mengejar peluang tanpa memperhatikan sumber daya yang sedang dikuasai. Menurut Wiklund (2005:39) dan definisi Schumpeter (Carland et al., 1984:354) adalah saling melengkapi dan ketika digabungkan definisi kewirausahaan adalah pengambilan manfaat atau keuntungan dari peluang yang ada dimana sejumlah kombinasi sumber daya memiliki pengaruh terhadap pasar. Definisi yang lebih baru disampaikan oleh Shane dan Venkataraman (2000:218), yang menyatakan bahwa kewirausahaan adalah berkaitan dengan bagaimana peluang untuk menciptakan barang dan jasa mendatang diketemukan, dievaluasi dan dieksploitasi.

Perkembangan utama dari literatur adalah pada model konseptual dari kewirausahaan sebagai perilaku perusahaan. Miller (1993:770) memberikan titik awal yang bermanfaat, dengan melihat Orientasi Kewirausahaan sebagai gabungan dari risk-taking, innovationdan proactiveness. Dikatakan bahwa perusahaan berkewirausahaan adalah perusahaan yang berkaitan dengan inovasi pasar produk, yang mengambil risiko usaha dan kemudian membentuk inovasi proaktif yang mampu mengalahkan pesaing di pasar. Demikian juga Covin dan Slevin (1991:37) juga menggunakan risk taking, innovation dan proactiveness sebagai kunci dimensi dari kewirausahaan. Covin dan Slevin menamakan tiga hal tersebut sebagai bentuk kewirausahaan dan percaya bahwa perusahaan dengan bentuk kewirausahaan seperti ini memiliki kemauan untuk mengambil proyek yang berisiko tinggi dengan kesempatan memperoleh hasil keuntungan (returns) yang sangat tinggi dan yakin serta agresif dalam mengejar peluang. Sedangkan Zahra (1998 : 10) juga berpendapat

Page 372: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

363

bahwa orientasi wirausaha dapat diukur dari tiga dimensi yakni proactiveness, risk takingdan innovativeness.

Lumpkin dan Dess (1996:138) menambahkan karakteristik kewirausahaan untuk membentuk framework dari Orientasi Kewirausahaan dengan membangun dimensi-dimensi yang sudah disebutkan Covin dan Slevin (1991:8) yaitu proactiveness, risk takingdan innovativeness menjadi lima dimensi. Kedua dimensi lainnya adalah autonomy dan competitive aggressiveness. Mereka membedakan antara Kewirausahaan dan Orientasi Kewirausahaan dan berpendapat bahwa tindakan utama dari kewirausahaan adalah seperti pintu masuk baru (new entry) dan orientasi kewirausahaan menggambarkan bagaimana pintu masuk tersebut dipilih masukan baru (Lumpkin dan Dess, 1996:138) serta Loos dan Coulthard, 2005:14).

Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju kesuksesan. Beberapa literatur manajemen memberikan tiga landasan dimensi-dimensi dari kecenderungan operasional untuk proses manajemen kewirausahaan, yakni kemampuan inovasi, kemampuan mengambil risiko dan sifat proaktif (Weerawardeenam, 2003:408 serta Matsuno, Mentzer dan Ozsomer, 2002:19).

B.4. Aset StratejikAset stratejik adalah sumber daya yang menjadi sumber dari keunggulan bersaing

yang berkelanjutan dan merupakan keuntungan superior (Barney, 1991:99; Michalisin, 1994:361; Amit & Schoemaker, 1994:33). Aset stratejik ini merupakan sumber daya dan kapabilitas yang bersifat langka, tidak mudah diperdagangkan, sulit untuk ditiru oleh pesaing, tahan lama, dapat digunakan untuk mengkonversi value menjadi profit (Michalisin: 1994). Aset-aset stratejik ini dapat dikategorikan dalam sebuah kumpulan yang lebih besar seperti aset keuangan, aset fisik, aset manusia, aset teknologi yang merupakan tangible asset atau aset wujud dan intagible asset atau aset tak wujud(Michalisin, 1997:360). Dengan demikian aset wujud adalah aktiva-aktiva yang dapat dilihat dan diukur, sedang aset tak wujud berupa aktiva yang tertanam dalam sejarah perusahaan dan telah terakumulasi sepanjang waktu (Hitt et al., 2001:5)

Pada era perekonomian konvensional, aset wujud yang berupa tenaga kerja dan modal dianggap sebagai aset berharga di perusahaan yang menjadi penentu kinerja perusahaan dalam kegiatan ekonomi. Namun, dengan adanya ekspansi teknologi dan struktur dalam sistem produksi, maka aset tak wujud seperti teknologi, ilmu pengetahuan, keahlian dan hubungan dengan stakeholders menjadi pendorong peningkatan kinerja perusahaan dan merupakan modal intelektual perusahaan (Ahangar, 2011: 89). Modal intelektual ini mencakup penemuan, ide, pengetahuan umum, konseptualisasi model (design approaches), program-program komputer dan publikasi. Berkaitan dengan modal intelektual ini, Ahangar (2011:89) merangkum berbagai pendapat, misalnya pendapat Thomas Stewart (1997) yang menyatakan bahwa modal intelektual adalah sesuatu yang tidak bisa disentuh tetapi lambat laun akan membuat perusahaan menjadi kaya, dan diistilahkan sebagai “a packaged useful knowledge” (serangkaian pengetahuan yang bermanfaat).

Menurut studi Hall et al.(1992: 135; 1993: 607), aset stratejik yang berupa intangible asset pada perusahaan dapat diranking, yaitu company reputation, product reputation, employee knowhow, corporate culture, networks, specialist physical resources, data bases, supplier knowhow, distributor knowhow, public knowledge, contacts, intellectual property rights dan trade secrets. Berdasarkan studi Hall tersebut, maka Michalisin (1997:361) mengambil empat variabel aset stratejik dari ranking satu sampai empat, yaitu reputasi perusahaan, reputasi produk, pengetahuan karyawan, dan budaya perusahaan dalam

Page 373: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

364

penelitiannya mengenai aset stratejik. Hall (1992:136) menyajikan komponen urutan ranking asset strategic. Dalam penelitian yang dilakukan komponen reputasi perusahaan dan reputasi produk menempati posisi pertama dan kedua. Disusul employee knowhow di posisi ketiga. Sedangkan networks (jejaring) dan culture (budaya) mendudukui posisi 4 dan 5 secara bergantian di tahun yang berbeda.

Reputasi perusahaan merupakan persepsi publik mengenai kemampuan manajerial perusahaan, strategi, kesehatan keuangan, dan tanggung jawab sosial. Reputasi ini merupakan aset yang perlu mendapat perhatian manajemen karena dibangun bertahun-tahun sebagai hasil dari kemampuan perusahaan membangun trademark (citra perusahaan). Oleh karenanya, reputasi perusahaan perlu dipertahankan baik oleh pimpinan perusahaan maupun karyawan, karena rentan untuk rusak apabila tidak dijaga.

Reputasi memberikan standar persepsi kualitas yang tinggi, dan memberi standar persepsi pelayanan terhadap pelanggan yang tinggi. Adanya reputasi yang positif tentunya akan menggiring pelanggan untuk menjalin hubungan secara lebih kuat. Michalisin et al.(1997:367) bahkan secara tegas menyimpulkan bahwa aset stratejik berupa reputasi perusahaan dan reputasi produk memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Reputasi perusahaan dapat berupa persepsi kolektif dari pelanggan maupun pesaing maupun pihak terkait yang berkait dengan kualitas produk, keinovatifan, dan atribut lain sebagai daya tarik. Adanya reputasi yang tinggi inilah yang akhirnya menimbulkan kebanggaan tersendiri pada para pelanggan. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa reputasi pada akhirnya berpengaruh pada hubungan pelanggan.

B.5. Hipotesis PenelitianH1 : Orientasi kewirausahaan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Semakin

tinggi orientasi kewirausahaan maka semakin tinggi kinerja perusahaan.H2: Aset stratejik berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.

Semakin tinggi aset stratejik maka semakin tinggi kinerja perusahaan.H3: Orientasi kewirausahaan berpengaruh positif terhadap hubungan pelanggan.

Semakin tinggi orientasi kewirausahaan maka semakin tinggi hubungan pelanggan.H4: Aset stratejik berpengaruh positif terhadap hubungan pelanggan. Semakin tinggi

aset stratejik perusahaan semakin tinggi hubungan pelangganH5: Hubungan pelanggan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Semakin

tinggi hubungan pelanggan maka semakin tinggi kinerja perusahaan.H6: Orientasi kewirausahaan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan melalui

hubungan pelanggan.H7: Aset stratejik berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan melalui hubungan

pelanggan.

C. Metode PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan data primer dalam rangka

menguji model yang dikembangkan. Menurut tingkat eksplanasinya, penelitian ini termasuk penelitian kausal, karena bertujuan untuk menguji hipotesis mengenai hubungan kausal satu variabel dengan variabel lainnya. Penelitian ini menggali data cross sectiondengan menggunakan alat analisis SEM.

C.1. Populasi, Sampel, Ukuran Sampel dan Teknik Pengambilan SampelPopulasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Provinsi DKI Jakarta sebesar

1.124.680 unit usaha, populasi UMKM industri pakaian jadi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 4.773unit usaha (BPS, 2008). Jenis produk yang dihasilkan meliputi keseluruhan jenis pakaian jadi, seperti: kemeja, kaos, celana, pakaian dalam, seragam, jaket, pakaian

Page 374: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

365

peribadatan(busana muslim) dan asesoris yang menggunakan bahan kain. Sampel dari penelitian ini adalah para pengelola atau pemilik usaha pakaian jadi yang jumlahnya dipilih dengan menggunakan purposive sampling.Subyek penelitian ini adalah manajer atau pemilik perusahaan UMKM industri pakaian jadi. Kuesioner yang memenuhi syarat sebesar 113. Teknik Pengambilan Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling dengan kriteria usaha sudah berumur lebih dari 3 tahun. Sedangkan data sekunder yang digunakan bersumber dari BPS, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi DKI Jakarta, dan Kementrian Perindustrian Direktorat IKM.

Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang diedarkan ke responden dengan metode people assisted administration. Alat pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran data interval. Kuesioner yang dipakai dalam penelitianini menggunakan tujuh skala pengukuran dari satu sampai dengan tujuh yaitu skala1 untuk pengisian responden sangat tidak setuju atas statemen yang ada, sebaliknya skala 7 jika responden sangat setuju.

D. Hasil Penelitian dan DiskusiD.1. Analisis Data Deskriptif Responden

Analisis data deskriptif responden dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu analisis deskriptif profil responden dan analisis deskriptif jawaban responden. Analisis deskriptif profil responden menggunakan tabulasi profil responden, sedangkan untuk analisis deskriptif jawaban responden menggunakan tabulasi jawaban responden dan tabulasi pandangan responden mengenai apa yang ditanyakan peneliti dalam kuesioner.

D.1.1. Analisis Deskriptif Profil RespondenSecara umum, berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa deskripsi

dan karakteristik pelaku UMKM pakaian jadi yang diteliti adalah laki-laki berusia muda (kurang dari 45 tahun) dengan lama berusaha kurang dari 20 tahun dan berpendidikan SMA ke bawah dengan tenaga kerja yang dimiliki rata-rata 4 karyawan yang memproduksi baju dewasa dengan wilayah pemasaran Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

D.1.2. Analisis Deskriptif Jawaban Responden1) Variabel Orientasi Kewirausahaan

Nilai mean variabel Orientasi Kewirausahaan (OK) adalah 5.3864. Variabel orientasi kewirausahaan terdiri dari sembilan indikator penelitian yang diukur dengan menggunakan tujuh skala pengukuran dari satu sampai dengan tujuh. Berdasarkan nilai mean di atas dapat diperoleh informasi bahwa jawaban responden pada variabel orientasi kewirausahaan terbanyak berkisar antara 5 sampai dengan 7 dengan nilai standar deviasi sekitar satu (yaitu 0.78625). Ini menunjukkan jawaban responden relatif beragam. Rata-rata jawaban responden dalam variabel ini sebesar 5.386 berkisar antara 5.354 sampai dengan 5.416 atau memiliki jawaban yang cenderung ke kanan. Berdasarkan jawaban responden tersebut dapat diperoleh informasi bahwa responden memiliki tingkat orientasi kewirausahaan yang tinggi. Persetujuan responden yang tinggi terhadap ketiga indikator yaitu kreatif inovatif, proaktif dan keberanian mengambil risiko menyatakan bahwa para pengusaha sepenuhnya mendukung perlunya pengusaha menjadi kreatif inovatif, proaktif dan berani mengambil risiko untuk bisa bertahan dalam persaingan global.

Nilai mean yang paling tinggi adalah pada indikator keberanian mengambil risiko. Hal ini disebabkan karena pada umumnya keberanian para pengusaha mengambil risiko bisnis meskipun sebatas pada satu atau dua kegiatan saja, namun dalam situasi perekonomian dan ancaman pemasaran global, keberanian tersebut perlu untuk diapresiasi.

Page 375: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

366

2) Variabel Hubungan pelangganNilai mean variabel hubungan pelanggan (HP) adalah 5.7286. Variabel hubungan

pelanggan terdiri dari sepuluh instrumen penelitian yang diukur dengan menggunakan tujuh skala pengukuran dari satu sampai dengan tujuh. Berdasarkan tabel di atas dapat diperoleh informasi bahwa jawaban responden pada variabel hubungan pelanggan terbanyak berkisar antara 5 sampai dengan 7, Dengan nilai standar deviasi sekitar satu (yaitu 0.65700). Ini menunjukkan jawaban responden relatif beragam. Rata-rata jawaban responden dalam variabel ini adalah 5.7286 berkisar antara 5.673 sampai dengan 5.823 atau memiliki jawaban yang cenderung ke kanan. Berdasarkan jawaban responden tersebut dapat diperoleh informasi bahwa responden memiliki tingkat hubungan pelanggan yang cenderung sangat tinggi dan tinggi.

Diantara ketiga indikator dari variabel hubungan pelanggan, nilai mean program penciptaan WOM paling tinggi, karena pada umumnya pelanggan yang berani berpromosi adalah pelanggan yang benar-benar sudah tahu kualitas produk perusahaan tersebut. Dari segi program penciptaan WOM perusahaan maupun pelanggan sama-sama memperoleh keuntungan, diantaranya perusahaan memperoleh keuntungan berupa keuntungan usaha, sedangkan pelanggan terpenuhi kebutuhan dan keinginannya sehingga dengan sukarela melakukan promosi kepada saudara, atasan di kantor maupun teman sejawatnya. Dengan nilai mean yang paling tinggi, menunjukkan bahwa apabila program penciptaan WOM berhasil, maka perusahaan dapat menghemat biaya promosi, karena promosi dilakukan dengan sukarela oleh para pelanggan.

3) Variabel Aset StratejikNilai mean variabel Aset Stratejik (AS) adalah 5.0826. Variabel aset stratejik terdiri

dari 10 indikator penelitian yang diukur dengan menggunakan 7 skala pengukuran dari satu sampai dengan tujuh. Berdasarkan nilai mean di atas dapat diperoleh informasi bahwa jawaban responden pada variabel aset stratejik terbanyak berkisar antara 5 sampai dengan 7 dengan nilai standard deviasi sekitar satu (yaitu 0.79996). Ini menunjukkan jawaban responden relatif beragam. Rata-rata jawaban responden dalam variabel ini berkisar antara 5.035 sampai dengan 5.124 atau memiliki jawaban yang cenderung ke kanan. Persetujuan responden yang tinggi terhadap ketiga indikator yaitu program berkaitan dengan reputasi perusahaan, kualitas jejaring dan kemampuan melayani pasar menyatakan bahwa para pengusaha sepenuhnya mendukung perlu adanya program-program yang berkaitan dengan reputasi perusahaan dengan membuat jaringan seluas mungkin dan meningkatkan kemampuan internal sehingga mampu melayani kebutuhan pelanggan.

4) Variabel Kinerja PerusahaanVariabel Kinerja Perusahaan memiliki tiga indikator yaitu (1) peningkatan modal

(kp1), volume penjualan (kp2) pertumbuhan penjualan (kp3) dan pertambahan tenaga kerja (kp4). Setiap indikator kemudian memiliki beberapa instrumen pertanyaan penelitian tersendiri.

Nilai mean variabel Kinerja Perusahaan (KP) adalah 5.1792. Variabel kinerja perusahaan terdiri dari 4 indikator penelitian yang diukur dengan menggunakan 7 skala pengukuran dari satu sampai dengan tujuh. Berdasarkan nilai mean di atas dapat diperoleh informasi bahwa jawaban responden pada variabel kinerja perusahaan terbanyak berkisar antara 5 sampai dengan 7 dengan nilai standar deviasi lebih dari nol yang menunjukkan jawaban responden relatif beragam. Rata-rata jawaban responden dalam variabel ini

Page 376: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

367

berkisar antara 5.0885 sampai dengan 5.2301 atau memiliki jawaban yang cenderung ke arah setuju. Berdasarkan jawaban responden tersebut dapat diperoleh informasi bahwa responden memiliki tingkat kinerja perusahaan yang tinggi.

D.2. Analisis Structural Equation Model (SEM)Setelah model dianalisis melalui confirmatory factor analysis dan dapat dilihat

bahwa masing-masing indikator dapat didefinisikan konstruk laten, maka sebuah full model Structural Equation Modeling (SEM) dapat dianalisis. Hasil pengolahan dengan bantuan software AMOS 6.0 ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar : 1

Hasil Structural Equation Modeling (SEM) Model Empiris (Unstandardized Estimates)

Sumber : Data primer diolah

D.3. Pengujian Hipotesis Model Empiris Tabel 1

Regresion Weight Structural Equation Modelling (SEM) Model Empiris (Standardized Estimates)

Hubungan Kausal Estimate SE CR P KesimpulanOKKP 0,022 0.091 0,242 0,809 Tidak

SignifikanASKP 0,047 0,131 0,358 0,702 Tidak

SignifikanOKHP 0,169 0,058 2,902 0,004 SignifikanASHP 0,558 0.090 6,185 0,000 SignifikanHPKP 0,270 0,079 3,418 0,000 SignifikanSumber :hasil print out AMOS diolah (disusun berdasarkan urutan hipotesis)

.69

OK

ok3

.35

e3

1.001

ok2

.50

e2.811

ok1

.55

e1.63

HP

.45

AS

as3

.53

e6

1.00

1

as2

.49

e5.971

as1

.49

e41

hp3

.32

e9

1.001

hp2

.30

e81.001

hp1

.15

e7 1.501

KP

kp1

.43

e10

1.00

1

kp2

.37

e11

.86

1

kp3

.37

e12

.93

1

1.09

.21

z11

.35

z2

1

1

.14

.24

.29.23

.12kp4

.49

e13

.88

1

.11

chisquare=72.342prob=.114gfi=.915agfi=.869tli=.955rmsea=.045

Page 377: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

368

Adapun pembahasan hipotesis pada Tabel 1 adalah sebagai berikut:

D.3.1. Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja PerusahaanHasil pengujian statistik terhadap hipotesis kesatu menunjukkan nilai parameter

estimasi sebesar 0,022, dengan standard error estimasi paremeter sebesar 0,091, nilai critical ratio sebesar 0,242, dengan nilai probabilitas tingkat kesalahan sebesar 0,809. Dengan menggunakan tingkat signifikansi alpha sebesar 0,05 maka dapat disimpulkan hipotesis kesatu yang menyatakan bahwa orientasi kewirausahaan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, semakin tinggi orientasi kewirausahaan maka semakin tinggi kinerja perusahaan, tidak dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik variabel orientasi kewirausahaan tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan.

D.3.2. Pengaruh Aset Stratejik terhadap Kinerja Perusahaan.Hasil pengujian statistik terhadap hipotesis kedua menunjukkan nilai parameter

estimasi sebesar 0,047, dengan standard error estimasi paremeter sebesar 0,131, nilai critical ratio sebesar 0,358, dengan nilai probabilitas tingkat kesalahan sebesar 0,702. Dengan menggunakan tingkat signifikansi alpha sebesar 0,05 maka dapat disimpulkan hipotesis kedua yang menyatakan bahwa aset stratejik berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, semakin tinggi aset stratejik maka semakin tinggi kinerja perusahaan, tidak dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik, variabel aset stratejik tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan.

D3.3. Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Hubungan PelangganHasil pengujian statistik terhadap hipotesis ketiga menunjukkan nilai parameter

estimasi sebesar 0,169, dengan standard error estimasi parameter sebesar 0,058, nilai critical ratio sebesar 2,902, dengan nilai probabilitas tingkat kesalahan sebesar 0,004. Dengan menggunakan tingkat signifikansi alpha sebesar 0,05 maka dapat disimpulkan hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa orientasi kewirausahaan berpengaruh positif terhadap hubungan pelanggan, semakin tinggi orientasi kewirausahaan maka semakin tinggi hubungan pelanggan, dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa variabel orientasi kewirausahaan dapat meningkatkan hubungan pelanggan pada Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM).

D.3.4. Pengaruh Aset Stratejik terhadap Hubungan PelangganHasil pengujian statistik terhadap hipotesis keempat menunjukkan nilai parameter

estimasi sebesar 0,558, dengan standard error estimasi parameter sebesar 0,090, nilai critical ratio sebesar 6,185, dengan nilai probabilitas tingkat kesalahan sebesar 0,000. Dengan menggunakan tingkat signifikansi alpha sebesar 0,05 maka dapat disimpulkan hipotesis keempat yang menyatakah bahwa aset stratejik berpengaruh positif terhadap hubungan, semakin tinggi aset stratejik maka semakin tinggi hubungan pelanggan, dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa variabel aset stratejik dapat meningkatkan hubungan pelanggan pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

D.3.5. Pengaruh Hubungan Pelanggan terhadap Kinerja PerusahaanHasil pengujian statistik terhadap hipotesis kelima menunjukkan nilai parameter

estimasi sebesar 0,270 dengan standard error estimasi parameter sebesar 0,079, nilai critical ratio sebesar 3,418 , dengan nilai probabilitas tingkat kesalahan sebesar 0,000. Dengan menggunakan tingkat signifikansi alpha sebesar 0,05 maka dapat disimpulkan hipotesis kelima yang menyatakan bahwa hubungan pelanggan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, semakin tinggi hubungan pelanggan maka semakin tinggi

Page 378: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

369

kinerja perusahaan, dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa variabel hubungan pelanggan dapat meningkatkan kinerja perusahaan pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Dari pengujian hipotesis satu sampai dengan lima dapat dinyatakan bahwa pengaruh langsung Orientasi Kewirausahaan dan Aset Stratejik terhadap Kinerja Perusahaan tidak signifikan karena nilai Critical Ratio 0,242 dengan Probability 0,809 untuk Orientasi Kewirausahaan dan nilai Critical Ratio 0,350 dengan Probability 0,702 untuk Aset Stratejik. Ini menunjukkan bahwa dalam dunia usaha mikro, kecil dan menengah, Orientasi Kewirausahaan dan Aset Stratejik tidak memiliki pengaruh langsung terhadap Kinerja Perusahaan. Dalam praktek sehari-hari, para pengusaha UMKM memang akan menghadapi kesulitan untuk dapat secara langsung meningkatkan kinerja perusahaannya jika hanya mengandalkan kreativitas berusaha dan popularitas tanpa adanya bantuan dari kolega maupun jejaring bisnisnya. Sementara itu, Orientasi Kewirausahaan dan Aset Stratejik berpengaruh positif dan signifikan terhadap Hubungan Pelanggan karena nilai Critical Ratio 2,902 dengan Probability 0,004 untuk Orientasi Kewirausahaan dan nilai Critical Ratio 6,185 dengan Probability 0,000 untuk Aset Stratejik. Sedangkan Hubungan Pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Perusahaan karena nilai Critical Ratio 3,418 dengan Probability 0,000. Ini berarti bahwa pengaruh Orientasi Kewirausahaan dan Aset Stratejik terhadap Kinerja Perusahaan adalah melalui Hubungan Pelanggan.

Tabel 2Tabel Direct dan Indirect Effect

Orientasi Kewirausahaan

Aset Stratejik

Hubungan Pelanggan

Direct Effect

Hubungan pelanggan

0.123 0.235 0

Kinerja Perusahaan

0.141 0.287 0.243

Indirect Effect

Hubungan

Pelanggan

0 0 0

Kinerja Perusahaan

0.03 0.057 0

Total Effect

Hubungan

Pelanggan

0.123 0.235 0

Kinerja Perusahaan

0.171 0.344 0.243

Sumber: data primer yang diolah, tahun 2011

Tabel 2 menunjukkan bahwa pengaruh variabel orientasi kewirausahaan terhadap variabel kinerja perusahaan adalah lebih besar apabila melalui variabel hubungan pelanggan yaitu sebesar 0.171, sedangkan pengaruh variabel orientasi kewirausahaan secara langsung terhadap variabel kinerja perusahaan hanya sebesar 0.123. Selain itu, Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pengaruh variabel aset stratejik terhadap variabel kinerja perusahaan akan lebih besar apabila variabel melalui hubungan pelanggan yaitu sebesar 0.344, sedangkan pengaruh variabel aset stratejik secara langsung terhadap kinerja perusahaan hanya sebesar 0.235.

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam penelitian ini orientasi kewirausahaan dan aset stratejik tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan.

Page 379: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

370

Pengaruh kedua variabel tersebut ternyata melalui hubungan pelanggan terlebih dahulu baru kemudian terhadap kinerja perusahaan. Kondisi ini sebenarnya menunjukkan bahwa para pengelola UMKM perlu meningkatkan jaringan silaturahmi jika menginginkan kinerja perusahaan yang semakin baik.

E. Kesimpulan

1. Kontribusi indikator terhadap pembentukan variabel pada variabel Kinerja Perusahaan yang paling besar adalah peningkatan modal dan pertumbuhan penjualan dengan nilai yang sama, sedangkan volume penjualan dan penambahan tenaga kerja memberikan kontribusi ketiga dan keempat. 2. Kontribusi indikator terhadap pembentukan variabel pada variabel Hubungan Pelanggan yang paling besar program penciptaan WOM kemudian disusul derajat komitmen dan program menjalin kepercayaan. 3. Kontribusi indikator terhadap pembentukan variabel pada variabel Orientasi Kewirausahaan yang paling besar adalah indikator keberanian mengambil risiko, kemudian disusul indikator kreatif inovatif dan indikator proaktif.4. Kontribusi indikator terhadap pembentukan variabel Aset Stratejik yang paling besar adalah indikator program yang berkaitan dengan reputasi perusahaan, kemudian disusul indikator kualitas jejaring dan kemampuan melayani pasar. 5. Berdasarkan temuan di atas, secara statistik pengaruh Orientasi Kewirausahaan dan Aset Stratejik terhadap Kinerja Perusahaan adalah melalui Hubungan Pelanggan. Hal ini disebabkan karena besarnya pengaruh tidak langsung ini adalah lebih besar dibandingkan pengaruh langsung Orientasi Kewirausahaan dan Aset Stratejik terhadap Kinerja Perusahaan.

F. Referensi

Ahangar, Reza Gharole (2011), “The Relationship between intellectual capital and financial performance : An empirical investigation in an Iranian company”, African Journal of Business Management, Vol 5, No. 1, pp. 88-95.

Anderson & Narus (1990). ”A Model of Distribution Firm and Manufacturer Firm Working Partnerships” , Journal of Marketing. 54, pp. 23-45.

Amit, R., dan P.J.H. Schoemaker (1993), ”Strategic Asset and Organizational Rent”,Strategic Management Journal, Vol. 14, No. 1, pp. 33-46

Barney, J.B. (1991), ”Firm Resources and Sustained Competitive Advantages”, Journal of Management, Vol. 17, pp. 99-120.

_________ (1999), “How A Firm’s Capabilities Effect Boundary Decision”, SloanManagement Review, pp. 137-145.

_________ (2000), “Is Resource-based View A Useful Perspective for Strategic Management Research? Yes”, Academy of Management Review, vol 26, pp. 41-56.

Carland, JW, Frank Hoy, WR Boulton, Jo Ann C. Carland (1984), “Differentiating Entrepreneurs from Small Business Owners : A Conceptualization”, Academy of Management Review , Vol.9, No.2, pp. 354-359.

Page 380: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

371

Covin, Jeffrey G., dan Dennis P. Slevin (1989), “Strategic Management of Small Firms in Hostile and Benign Environment”, Strategic Management Journal, Vol. 10, pp. 75-87.

________________________________ (1990), “Competitive Aggresiveness, Environmental Context and Small Firm Performance”. Entrepreneurship Theory and Practise, 14, No. 4, pp.35-50.

Day, J. (2000), “Commentary : The Value and Importance of the Small Firm to the World Economy”, European Journal of Marketing, Vol. 34, No. 9/10, pp. 1033-1037.

______(2000). “Managing Market Relationships”, Journal of the Academy of Marketing Science, 28 (Winter)\, pp. 24-30.

Doney, Patricia M., dan Joseph P. Cannon (1997). ”An Examination of the Nature of Trust in Buyer-Seller Relationships”, Journal of Marketing, Vol.61, pp. 35-51.

Dwiyer F. Robert, Paul H. Schumm, dan Ob Sejo (1987), ”Developing Buyer-Seller Relationship”, Journal of Marketing, Vol. 56. No.1, pp. 11-27

Ferdinand, Augusty (2006), Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen: aplikasi model-model rumit dalam penelitian untuk thesis magister dan disertasi doktor, edisi 4, BP UNDIP.

Hall, Richard (1992), “The Strategic Analysis of Intangible Resources”. Strategic Management Journal, Vol. 13, pp. 135-144

------------- (1993), “A Framework Linking Intangible Resources and Capabilities to Sustainable Competitive Advantage”, Strategic Management Journal (1986-1998); Nov; 14,8: 607

Harrigan, Paul, Ramsy E., dan Ibbotson, P. (2011). “Entrepreneurial Marketing in SME’s : The Key Capabilities of e-CRM”, Journal of Research in Marketing and Entrepreneurship (submitted March 2011).

Hunt, S.D., dan R.M. Morgan (1995), “The Comparative Advantage Theory of Competition, Journal of Marketing”, Vol. 59, No.2, pp. 1-15.

___________, ___________ (1997), “Resource Advantage Theory: An Evolutionary Theory of Competitive Firm Behaviour”, Journal of Economic Issues, Vol 31, pp. 59-75.

Kaplan, R.S., dan D.P. Norton (1992), “The Balance Scorecard Measures that Drives Performance”, Harvard Business Review, January-February Edition.

______________________ (2004), Strategy Maps: Converting Intagible Assets into Tangible Outcomes, Harvard Business School Publishing.

Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2007. Statistik Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Tahun 2006-2007.

Page 381: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

372

Kim, Jonghyeok, Euiho Suh dan Nyunseok Hwang (2003), “A Model for Evaluating Effectiveness of CRM Using the Balanced Scorecard”, Journal of Interactive Marketing, Vol.17, No. 2, pp. 5-19.

Loos, Justin AA dan Max Coulthard (2005), The Impact of Entrepreneurial Orientation on the Australian Automotive Components Industry, Working Paper 17/05, Monash University Business and Economics.

Lumpkin, G.T. dan G.G. Dess (1996), “Clarifying the Entreprenurial Orientation Construct and Linking it to Performance. Academy of Management Review, Vol.21 No 1:135-171

__________________________ (1998), Do New Entrants Have an Entrepreneurial Orientation, paper presented at the 1998. Academy of Management Meeting, San Diego, C.A.

Matsuno, Ken, Mentzer, John T. Ozsomer, Aysegul (2002), “The Effects of Entrepreneurial Proclivity and Market Orientation on Business Performance”, Journal of Marketing, Vol.66, pp. 18-32

Mc.Kenna, Regis (1991), Relationship Marketing: Succesful Strategies for the Age of the Customer, Addison-Wesley Publishing Company.

Messeghem, Karim (2003) “Strategic Entrepreneurship and Managerial Activities in SMEs”. International Small Business Journal, Vol. 21 No. 2, pp. 197-212

Michalisin, Michael D, Smith D Robert, M. Douglas Kline (1997), “In Search of Strategic Assets”. International Journal of Organizational Analysis. Bowling Green : Oct 1997, Vo.l.5 pp. 360-388.

Miles, Henry J., Raymond E. Snow;Charles C. Meyer., dan Alan D. Coleman (1998), “Organizational Strategy, Structure and Process”. The Academy of Review, pp. 546-562.

Schoemaker, Paul J.H., dan Raphael Amit (1994), “ Investment in Strategic Assets : Industry and Firm-Level Perspectives”, Advances in Strategic Management, Volume 10A, pp. 3-33.

Shane, Scott, dan S. Venkataraman (2000). “The Promise of Entrepreneurship As A Field of Research”, Academy of Management, The Academy of Management Review, Vol.25, No. 1, pp.217-227.

Sigauw, Judy A. , G. Brown, dan RE Widing, RE (1994), “The Influence of The Market Orientation of The Firm on Sales Force Behaviour and Attitudes”, Journal of Marketing. Vol. 31, No. 1, pp. 106-16

Slater, S.F., dan J.C. Narver (1990), “The Effect of A Market Orientation On Business Profitability”, Journal of Marketing, pp. 20-35.

Venkatraman, N. (1989), “The Concept of Fit in Strategy Research: Toward Verbal and Statistical Correspondence”, Academy of Management Review, No. 3, pp. 423-444

Page 382: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

373

Wiklund, J. (1998), Small Firm Growth and Performance : Entrepreneurship and Beyond.JIBS Dissertation Series No. 003. Jonkoping, Sweden : Jonkoping International Business School.

_________ (2005), “The sustainability of the Entrepreneurial Orientation-Performance Relationship”, Entrepreneurship Theory and Practice, Vol.24, No.1, pp. 37-48.

Zahra, Shaker A (1993) “A Conceptual Model of Entrepreneurship as Firm Behaviour: A Critique and Extension”. Entrepreneurship Theory and Practice, 18: 37-48

Page 383: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

374

IDENTIFIKASI PRAKTEK ENTREPRENEURIAL MARKETINGPADA PERGURUAN TINGGI

(KASUS: UNIVERSITAS TARUMANAGARA)

Stella Tania 1), Chairy 2)

1)Universitas Tarumanagara, Jakarta2)Universitas Tarumanagara, Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Pemasaran merupakan salah satu kunci eksistensi suatu perguruan tinggi. Melalui teknik pemasaran yang tepat, dapat ditarik lebih banyak mahasiswa baru yang selanjutnya akan memberikan kontribusi pada kelangsungan hidup perguruan tinggi. Karena itu, diperlukan teknik pemasaran yang entrepreneurial yang berbeda dengan teknik pemasaran tradisional. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi praktek entrepreneurial marketing yang dilakukan oleh Universitas Tarumanagara. Metode yang digunakan adalah pengamatan langsung terhadap praktek pemasaran yang dilakukan oleh Universitas Tarumanagara saat ini dan wawancara mendalam terhadap mahasiswa Universitas Tarumanagara. Hasil penelitian memperlihatkan adanya praktek entrepreneurial marketing selain traditional marketing tidak ditinggalkan sepenuhnya. Artikel ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengelola perguruan tinggi dalam menerapkan teknik pemasaran yang sesuai dengan kondisi saat ini.

Keywords: entrepreneurial marketing, traditional marketing, perguruan tinggi.

PENDAHULUANDalam mempertahankan eksistensi, suatu perguruan tinggi perlu memiliki jumlah

mahasiswa yang cukup banyak. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu perguruan tinggi dalam memperoleh jumlah mahasiswa yang memadai adalah penerapan teknik pemasaran yang sesuai dengan kondisi dan situasi. Oleh karena itu, teknik pemasaran menjadi hal yang sangat krusial bagi setiap perguruan tinggi. Teknik pemasaran yang baik perlu menonjolkan keunggulan masing-masing perguruan tinggi. Selain itu, juga dibutuhkan inovasi dalam pemasaran agar pemasaran itu sendiri dapat efektif (Stokes, 2000). Dasar pemikiran ini merupakan salah titik awal perlunya suatu pendekatan teknik pemasaran yang bermuatan inovasi yang dikenal dengan entrepreneurial marketing (Collinson & Shaw, 2001).

Entrepreneurial marketing merupakan sebuah konsep yang dikembangkan dengan memperhatikan kaitan antara dua dsiplin yang berbeda yaitu pemasaran dan kewirausahaan (entrepreneurship). Entrepreneurial marketing pada awalnya merupakan dua bidang disiplin yang berbeda, namun karena marketing membutuhkan muatan entrepreneurshipdan sebaliknya entrepreneurship membutuhkan marketing untuk suksesnya seorang entrepreneur, maka munculnya konsep baru yang memperhatikan kedua aspek ini yang dikenal dengan entrepreneurial marketing (Hills, Hultman, & Miles, 2008). Entrepreneurial marketing kemudian mejadi semakin populer dan dipraktekan pada berbagai bidang bisnis. Akhirnya, entrepreneurial marketing bahkan diakui menjadi salah satu faktor yang menentukan keunggulan bersaing (Morrish, 2011)

Penelitian ini mencoba mengidentifikasi praktek entrepreneurial marketing yang dilakukan oleh salah satu perguruan tinggi swasta yaitu Universitas Tarumanagara. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan salah satu referensi dalam penyusunan taktik pemasaran untuk perguruan tinggi.

Page 384: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

375

ISI DAN METODEEntrepreneurial Marketing

Dalam sejarahnya, entrepreneurial marketing muncul pada 1982 dalam sebuah konferensi di University of Illinois, Chocago yang disponsori oleh International Council for Small Business and American Marketing Association, suatu asosiasi profesional and akademis (Hills, et al, 2008). Konsep entrepreneurial marketing merupakan penggabungan antara entrepreneurship dan marketing yang dipandang sebagai dua disiplin yang berbeda. Jika kita berbicara tentang konsep entrepreneurship, maka kita dihadapkan pada isu-isu seperti penciptaan nilai, pertumbuhan, dan inovasi. Sedangkan kalau kita membahas tentang pemasaran, maka menurut The American Marketing Association (AMA) kita berbicara tentang sebuah fungsi organisasional dan sebuah proses menciptakan, mengkomunikasikan dan menyalurkan nilai kepada para konsumen dan mengelola hubungan dengan mereka dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat bagi organisasi maupun stakeholdernya. Zinkhan dan Williams (2007) mengatakan bahwa pemasaran dapat diinterpretasikan sebagai kegiatan pemasaran masing-masing individu, atau pemasaran tidak hanya sebagai sebuah fungsi dari organisasi tetapi lebih pada sebuah orientasi budaya.

Dari kedua pengertian tersebut, maka jelas bahwa terdapat perbedaan antara pengertian entrepreneurship dan marketing. Namun kedua istilah tersebut dapat berhubungan satu dengan yang lainnya. Morris, Schindehutte, dan LaForge (2002) mendefinisikan entrepreneurial marketing sebagai sebuah sikap proaktif dalam mengidentifikasi dan mengeksploitasi berbagai peluang dalam rangka mendapatkan dan mempertahankan pelanggan yang menguntungkan melalui berbagai pendekatan yang inovatif untuk mengelola resiko, mengoptimalkan sumberdaya dan menciptakan nilai. Konsep entrepreneurial marketing ini dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan kewirausahaan dalam menjalankan fungsi-fungsi pemasaran. Dapat dikatakan juga bahwa entrepreneurial marketing merupakan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai, diarahkan oleh logika dan digunakan dalam lingkungan bisnis yang sangat tidak pasti.

Selanjutnya perlu diketahui perbedaan antara entrepreneurial marketing dan traditional marketing. Stokes (2010) merangkum perbedaan utama antara entrepreneurial marketing dan traditional marketing dari segi konsep, strategi, metode, dan intelegensi pasar. Hasilnya disajikan di bawah ini:

Traditional Marketing vs. Entrepreneurial Marketing

Prinsip Pemasaran Traditional Marketing Entrepreneurial MarketingKonsep Berorientasi pada konsumen

(market driven)Berorientasi pada inovasi (idea driven)

Strategi Pendekatan top-down :- segmentation- targeting- positioning

Pendekatan bottom-up:

Metode Marketing mix (4/7 P’s) Metode pemasaran interaktif, word-of mouth, penjualan langsung, arahan

Intelijen pasar Penelitian formal dan sistem intelijen

Jaringan informal dan mengumpulkan informasi

Page 385: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

376

Berdasarkan tabel di atas, terlihat adanya perbedaan pendekatan yang mendasar antara traditional marketing dengan entrepreneurial marketing. Apa yang dilakukan entrepreneurial marketing cenderung berbeda dengan traditional marketing dan bahkan dapat dikatakan bahwa entrepreneurial marketing cenderung mempraktekan dengan cara sebaliknya pendekatan yang dilakukan oleh traditional marketing. Selain itu terdapat berbagai perbedaan dalam implementasi entrepreneurial marketing. Salah satunya adalah entrepreneurial marketing mix yang berbeda dengan traditional marketing. Pada traditional marketing mix, kita berbicara tentang product, price, promotion, dan place. Entrepreneurial marketing mix menawarkan people, process, purpose, dan practicedengan dukungan teknik komunikasi dan jejaring yang kuat (Martin, 2009).

Metode PenelitianMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan langsung terhadap

praktek pemasaran yang dilakukan oleh Universitas Tarumanagara dan wawancaramendalam (in-dept interview) kepada para mahasiswa. Pengamatan dilakukan terhadap apa yang dilakukan oleh Kantor Admisi Universitas Tarumanagara selama periode pengamatan. Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. Kegiatan ini dilakukan terhadap sekelompok mahasiswa yang bersedia menjadi responden penelitian ini

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIBerdasarkan pengamatan, Kantor Admisi melaksanakan beberapa kegiatan

pemasaran seperti mengikuti pameran di sekolah-sekolah, memasang iklan di harian terkemuka ibukota dan daerah, memasarkan Universitas Tarumanagara melalui temu alumni, membina hubungan dengan pejabat kunci di sekolah-sekolah target, mengadakan talkshow di radio, menyelenggarakan lomba dan seminar yang melibatkan para siswa sekolah menengah atas, mengundang para siswa sekolah untuk berkunjung ke Universitas Tarumanagara, dan memberikan seminar dan pelatihan di sekolha-sekolah target.

Berdasarkan wawancara terhadap sekelompok mahasiswa, mereka mengaku bahwa alasan utama untuk bergabung dengan Universitas Tarumanagara antara lain adalah banyaknya kerabat mereka yang telah kuliah terlebih dahulu di Universitas Tarumanagara, ajakan teman sekolah, anjuran guru dan atau kepala sekolah, tertarik dengan iklan Universitas Tarumanagara, kemungkian memperoleh pekerjaan yang besar termasuk direkrut oleh para alumni, lingkungan kampus yang nyaman dan aman, kemungkinan memperoleh pasangan hidup yang pas.

Alasan yang disampaikan oleh para mahasiswa memperlihatkan adanya kesesuaian anatara apa yang dilakukan oleh Universitas Tarumanagara dan hasilnya. Selanjutnya akan diidentifikasi, kegiatan pemasaran manakah yang dapat dikategorikan sebagai entrepreneurial marketing.

Jejaring yang KuatSalah satu pendekatan entrepreneurial marketing yang membuahkan hasil adalah

dibangunnya jaringan yang kuat dengan alumni melalui kegiatan rutin temu alumni. Kegiatan ini selain secara umum memperkuat hubungan antara Universitas Tarumanagara dengan para alumninya, juga membuka peluang para alumni yang telah sukses untuk mengajak para lulusan baru maupun mahasiswa yang hampir lulus untuk bergabung

Page 386: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

377

dengan mereka. Alumni ini terdiri dari baik para professional, top management perusahaan besar, dan pengusaha (entrepreneur).

Word of MouthSalah satu ciri entrepreneurial marketing adalah dominanya word of mouth. Para

responden mengakui bahwa mereka bergabung dengan Universitas Tarumanagara diantaranya karena adanya informasi dari mulut ke mulut tentang keunggulan dan aspek positif berkuliah di Universitas Tarumanagra. Informasi ini beredar dianatara kerabat mereka, baik kakak kandung maupun saudara lainnya yang bukan dari keluarga inti. Informasi dari mulut ke mulut juga terjadi di lingkungan sekolah baik dari kakak kelas maupun guru.

Tatap Muka LangsungPara mahasiswa juga mengatakan mereka memperoleh informasi lengkap tentang

Universitas Tarumanagara dari para dosen dan mahasiswa yang berkunjung ke sekolah meraka. Dengan tatap muka langsung, mereka mengaku memperolah informasi langsung dari sumbernya dan dapat melakukan tanya jawab langsung (interaktif). Situasi ini sangat membantu mereka dalam memilih universitas yang tepat.

Alasan LainnyaYang juga menarik adalah cukup banyak mahasiswa yang mengaku memilih

Universitas Tarumanagara agar dapat memperoleh psangan hidup yang setara dan identik dengan dirinya. Bauran etnis dan keyakinan di Universitas Tarumanaga ternyata juga menjadi pertimbanga para calin mahasiswa dalam memilih Universitas Tarumanagara.

KESIMPULANHasil penelitian ini memperlihatkan adanya beberapa praktek entrepreneurial

marketing di Universitas Tarumanagara. Beberapa praktek yang teridentifikasi adalah pembangunan jejaring yang kuat dengan para alumni dan berbagai pihak lainnya, adanya efek positif dari word of mouth, adanya tatap muka langsung Universitas Tarumanagara dengan para siswa. Yang menarik dan di luar dugaan, para mahasiswa memilih Universitas Tarumanagara juga karena adanya keinginan memperoleh pasangan hidup yang identik dengan diri mereka.

REFERENSI

Collinson, E and Shaw, E. (2001), “Entrepreneurial markeitng – a historical perspective on development and practice”, Management Decision, Vol.39, No. 9, pp. 761-766

Hills, G.E., Hultman, C.M., & Miles, M.P, (2008), :The evolution and development of entrepreneurial marketing”, Journal of Small Business Management, Vol 46, No. 1, pp. 99 - 112

Martin, D.M. (2009),"The entrepreneurial marketing mix", Qualitative Market Research: An International Journal, Vol. 12 Iss: 4 pp. 391 – 403

Morrish, S.C. (2011),"Entrepreneurial marketing: a strategy for the twenty-first century?", Journal of Research in Marketing and Entrepreneurship, Vol. 13 Iss: 2 pp. 110 –119

Page 387: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

378

Morris, M., Schindehutte, M. and LaForge, R. (2002), “The emergence of entrepreneurial marketing: nature and meaning”, Journal of Marketing Theory and Practice, Vol. 10 No. 4, pp. 1-19

Stokes, D. (2000), “Putting entrepreneurship into marketing”, Journal of Research in Marketing and Entrepreneurship, Vol. 2 No. 1, pp. 1-16.

Zinkhan, G.M. and Willams, B.C. (2007) “The new American Marketing Association definition of marketing: An alternative assessment”, Journal of Public Policy and Marketing, Vol. 26, No. 2, pp.284-288.

Page 388: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

379

SOSIAL MEDIA DALAM PERANANNYA MEMBANGUN KEWIRAUSAHAAN DI INDONESIA

Oktafalia Marisa1), Janny Rowena2)

Universitas Bunda Mulia, JakartaUniversitas Tarumanagara, Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Indonesia adalah negara dengan jumlah pemakai jejaring sosial yang signifikan. Masyarakat Indonesia membuktikan dirinya sebagai pemakai sosial media yang aktif dengan diberikannya gelar Republic of Facebook pada 2009 yang lalu. Tidak hanya facebook, sosial media lainnya, seperti twitter, Path, Instagram dan sebagainya juga berkembang dengan amat pesat di Indonesia Fenomena ini merupakan peluang potensial untuk dunia kewirausahaan apabila mampu dimanfaatkan dengan baik. Sosial Media dapat memberikan dukungan signifikan bagi dunia wirausaha karena sifatnya yang menyenangkan, mudah digunakan, dan berbiaya rendah. Dengan Jumlah penduduk yang besar dan potensi kreatifitas wirausaha muda di Indonesia hal ini menjadi suatu kombinasi yang mumpuni bagi perekonomian Indonesia. Inovasi dengan memanfaatkan sosial media sudah berulangkali ditemukan diterapkan oleh wirausaha muda di Indonesia, sebut saja produsen mak Icih sebagai contoh pelaku bisnis pengguna sosial media di Indonesia.. Wirausaha muda di Indonesia memiliki peluang memanfaatkan hal tersebut dengan menciptakan inovasi yang sesuai, salah satunya adalah dengan menekan biaya dengan dengan penggunaan sosial media saat ini terutana untuk kepentingan promosi dan operasional. Paper ini bertujuan untuk mengeksplorasi aspek-aspek apa saja dari sosial media yang bisa di kembangkan untuk menyesuaikan target pasar oleh wirausahawan di Indonesia

Keywords: Wirausahawan, sosial media, promosi

PENDAHULUANSejak beberapa tahun terakhir wirausaha muda di Indonesia telah memasuki era

kebangkitannya. Ini ditunjang dengan semakin kuatnya masyarakat kelas menengah Indonesia yang pertumbuhannya bertengger pada urutan ketiga di Asia. Kesadaran masyarakat untuk memperbaiki perekonomian rumah taingga melalui kegiatan wirausaha menjadi titik cerah bagi perekonomian negara. Menjadi wirausaha yang mandiri akan menjadikan fondasi yang kuat bagi perekonomian negara. Persentase wirausaha Indonesia yang sebanyak 1,9% per tahun 2012 yang lalu memang belum dapat dikatakan ideal apabila dibandingkan dengan singapura yang mencapai 7% dan bahkan Jepang yang mencapai 10% dari total jumlah penduduk masing-masing negara. Namun perkembangan wirausaha muda di Indonesia jelas menuju arah perbaikan yang menjanjikan

Dari hasil penelitian beberapa waktu yang lalu diketahui bahwa modal menjadi salah satu faktor penghambat kegiatan wirausaha di Indonesia, dengan demikian diperlukan cara-cara kreatif bagi pengembangan wirausaha di Indonesia. Salah satu alternatif mengembangkan bisnis kecil adalah dengan memanfaatkan sosial media sebagai alat promosi dan memasarkan barang atau jasa dengan biaya yang relatif lebih efisien bila dibandingkan dengan alat promosi dan pemasaran konvesional lainnya. Perkembangan sosial media adalah suatu fenomena nyata di dunia. Ungkapan ini tidak bisa dikatakan sebagai suatu ungkapan yang mengada-ada terutama bila melihat perkembangannya dalam 2-3 tahun terakhir. Media Jejaring sosial, semacam Twitter, Facebook dan bahkan yang terbaru foursquare yaitu, suatu situs jejaring sosial berbasis lokasi telah menyedot perhatian massa secara luas, hal ini dibuktikan dengan bercokolnya facebook di urutan ke lima daftar situs yang paling banyak dikunjungi sepanjang tahun 2009 yang lalu.

Page 389: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

380

Berangkat dari fakta ini, facebook kemudian terpilih menjadi salah satu topik yang menarik dalam penelitian kali ini. Pada sebuah artikel bahkan dikatakan, “Indonesia saat ini telah menjadi “the Republic of the Facebook” (Putra, 2009). Itulah headlines menarik yang ditulis oleh Budi Putra mantan editor Harian Tempo yang dirilis oleh CNET Asia portal IT terkemuka di Asia pada awal bulan Januari 2009 lalu untuk menggambarkan betapa besarnya jumlah pengguna akun facebook di Indonesia (Linkedin.com; 2009).

Ungkapan ini terinspirasi oleh perkembangan penggunaan Facebook oleh masyarakat Indonesia yang mencapai pertumbuhan 645% pada tahun 2008. Pencapaian yang luar biasa sejak facebook diperkenalkan pertama kali oleh Mark Zuckeberg. “Prestasi” ini menjadikan Indonesia sebagai “the fastest growing country on Facebook in Southeast Asia”. Bahkan, angka ini mengalahkan pertumbuhan pengguna Facebook di China dan India yang merupakan peringkat teratas populasi penduduk di dunia. Situs yang awalnya berupa jejaring sosial di ruang lingkup Harvard University ini telah berkembang sedemikian rupa untuk kemudian menghubungkan orang-orang dari brlahan dunia manapun. Kemudahan membuat akun di situs ini, free charge account, akses langsung dari mobile phone, dan berbagai fasilitas situs kian mendorong perkembangan situs ini di Indonesia. Seiring waktu kegunaan facebook kian melebar, dari yang tadinya hanya untuk keperluan sosial, seperti update status, mengirim comment atau chatt antar sesama pemilik akun kemudian berkembang menjadi sebuah ajang promosi bisnis, mulai dari iklan baris sampai dengan toko online.

Tidak hanya media facebook saja, fenomena transformasi sosial media menjadi ajang bisnis seperti ini juga terjadi pada twitter, instagram dan sebagainya. Bisnis menjadi lebih mudah untuk dijalankan, lebih murah, tidak mengenal batas dan waktu. Melihat fenomena menarik seperti ini maka penulis ingin mengulik lebih jauh lagi mengenal peran serta sosial media dalam membangun kewirausahaan di Indonesia dan sampai sejauh mana para pelaku wirausaha di Indonesia mampu memanfaatkan sosial media dalam mengembangkan bisnis mereka dengan lebih efisien.

ISI DAN METODEKewirausahaan sendiri adalah suatu sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau

kreatif yang berkarya dan berdaya dalam usaha meningkatkan pendapatan bagi kegiatan usahanya atau kiprahnya. Wirausaha muda biasanya memiliki jiwa dan sikap yang tidak pernah puas atas pencapaiannya Seorang yang memiliki jiwa dan sikap wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya.

Dari beberapa konsep yang ada ada 6 hakekat penting kewirausahaan sebagai berikut( Suryana, 2003:13), yaitu :1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan

dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis (AcmadSanusi, 1994).

2. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different) (Drucker, 1959).

3. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalammemecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan(Zimmerer. 1996).

4. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (start-up phase) dan perkembangan usaha (venture growth) (Soeharto Prawiro, 1997).

5. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (creative), dan sesuatu yang berbeda (inovative) yang bermanfaat memberi nilai lebih.

6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melaui cara-cara baru dan berbeda untuk

Page 390: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

381

memenangkan persaingan

Wirausahawan adalah orang yang melakukan aktivitas wirausaha dicirikan dengan pandai atau berbakat mengenaliproduk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.Wirausahawan menciptakan sebuah bisnis baru dalam menghadapi risiko dan ketidakpastian untuk tujuan mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan mengidentifikasi peluang signifikan dan sumber daya yang diperlukan. Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI) mendefinisikan wirausahawan sebagai "orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menyusun cara baru dalam berproduksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, mengatur permodalan operasinya, serta memasarkannya

Pengertian Wirausaha Menurut Para ahli:

Peter F Drucker:Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different) .

Thomas W Zimmerer:Kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya memanfaatkan peluang-peluang yang dihadapi orang setiap hari.

Andrew J Dubrin:Seseorang yang mendirikan dan menjalankan sebuah usaha yang inovatif (Entrepreneurship is a person who founds and operates an innovative business).

Richard Cantillon (1775) :Kewirausahaan berarti bekerja sendiri (self-employement). Definisi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang menghadapi risiko atau ketidakpastian.

Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai "sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 , dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content"

Perkembangan media sosialPerkembangan dari Media Sosial itu sendiri sebagai berikut :

1. 1978 Awal dari penemuan Sistem papan buletin yang memungkinkan untuk dapat berhubungan dengan orang lain menggunakansurat elektronik , ataupun mengunggah dan mengunduh Perangkat lunak , semua ini dilakukan masih dengan menggunakan saluran telepon yang terhubung dengaan modem

2. 1995 Kelahiran dari situs GeoCities, situs ini melayani Web Hosting yaitu layanan penyewaan penyimpanan data - data website agar halaman website tersebut bisa di akses dari mana saja, dan kemunculan GeoCities ini menjadi tonggak dari berdirinya website - website lain.

Page 391: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

382

3. 1997 Muncul situs jejaring sosial pertama yaitu Sixdegree.com walaupun sebenarnya pada tahun 1995 terdapat situsClassmates.com yang juga merupakan situs jejaring sosial namun, Sixdegree.com di anggap lebih menawarkan sebuah situs jejaring sosial di banding Classmates.com

4. 1999 Muncul situs untuk membuat blog pribadi, yaitu Blogger. situs ini menawarkan penggunanya untuk bisa membuat halaman situsnya sendiri. sehingga pengguna dari Blogger ini bisa memuat hal tentang apapun. termasuk hal pribadi ataupun untuk mengkritisi pemerintah. sehingga bisa di katakan blogger ini menjadi tonggak berkembangnya sebuah Media sosial.

5. 2002 Berdirinya Friendster, situs jejaring sosial yang pada saat itu menjadi booming, dan keberadaan sebuah media sosialmenjadi fenomenal.

6. 2003 Berdirinya LinkedIn, tak hanya berguna untuk bersosial, LinkedIn juga berguna untuk mencari pekerjaan, sehingga fungsi dari sebuah Media Sosial makin berkembang.

7. 2003 Berdirinya MySpace, MySpace menawarkan kemudahan dalam menggunakannya,sehingga myspace di katakan situs jejaring sosial yang user friendly.

8. 2004 Lahirnya Facebook, situs jejaring sosial yang terkenal hingga sampai saat ini, merupakan salah satu situs jejaring sosial yang memiliki anggota terbanyak.

9. 2006 Lahirnya Twitter, situs jejaring sosial yang berbeda dengan yang lainnya, karena pengguna dari Twitter hanya bisa mengupdate status atau yang bernama Tweet ini yang hanya di batasi 140 karakter.

10. 2007 Lahirnya Wiser, situs jejaring social pertama sekali diluncurkan bertepatan dengan peringatan Hari Bumi (22 April) 2007. Situs ini diharapkan bisa menjadi sebuah direktori online organisasi lingkungan seluruh dunia termasuk pergerakan lingkungan baik dilakukan individu maupun kelompok.

11. 2011 Lahirnya Google+, google meluncurkan situs jejaring sosialnya yang bernama google+, namun pada awal peluncuran. google+ hanya sebatas pada orang yang telah di invite oleh google. Setelah itu google+ di luncurkan secara umum.

Pertumbuhan media sosialPesatnya perkembangan sosial media kini dikarenakan semua orang seperti bisa

memiliki media sendiri. Jika untuk memiliki media tradisional seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media. Seorang pengguna media sosial bisa mengakses menggunakan media sosial dengan jaringan internet bahkan yang aksesnya lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan dilakukan sendiri tanpa karyawan. Pengguna media sosial dengan bebas bisa mengedit, menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis, dan berbagai model content lainnya.

Menurut Antony Mayfield dari iCrossing, media sosial adalah mengenai menjadi manusia biasa. Manusia biasa yang saling membagi ide, bekerjasama, dan berkolaborasi untuk menciptakan kreasi, berfikir, berdebat, menemukan orang yang bisa menjadi teman baik, menemukan pasangan, dan membangun sebuah komunitas. Intinya, menggunakan media sosial menjadikan kita sebagai diri sendiri. Selain kecepatan informasi yang bisa diakses dalam hitungan detik, menjadi diri sendiri dalam media sosial adalah alasan mengapa media sosial berkembang pesat. Tak terkecuali, keinginan untuk aktualisasi diri dan kebutuhan menciptakan personal branding.

Perkembangan dari media sosial ini sungguh pesat, ini bisa di lihat dari banyaknya jumlah anggota yang di miliki masing - masing situs jejaring sosial ini, berikut tabel

Page 392: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

383

jumlah anggota dari masing - masing situs yang di kutip dari (August E. Grant:297) pada 1 mei 2010 :

Tabel 1Jumlah Pengguna Sosial Media

No Nama situs Jumlah member1 Facebook 250.000.0002 Myspace 122.000.0003 Twitter 80.500.0004 Linkedin 50.000.0005 Ning 42.000.000

Sementara jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang bisa membuat web page pribadi, kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi. Jejaring sosial terbesar antara lain Facebook, Myspace, Plurk, dan Twitter. Jika media tradisional menggunakan media cetak dan media broadcast, maka media sosial menggunakan internet. Media sosial mengajak siapa saja yang tertarik untuk berpertisipasi dengan memberi kontribusi dan feedback secara terbuka, memberi komentar, serta membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas.

Saat teknologi internet dan mobile phone makin maju maka media sosial pun ikut tumbuh dengan pesat. Kini untuk mengakses facebook atau twitter misalnya, bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja hanya dengan menggunakan sebuah mobile phone. Demikian cepatnya orang bisa mengakses media sosial mengakibatkan terjadinya fenomena besar terhadap arus informasi tidak hanya di negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia. Karena kecepatannya media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan media massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita.

Kelebihan Promosi melalui sosial mediaPromosi yang dilakukan melalui situs sosial media memang sangat efektik dilakukan saat ini mengingat sudah banyak sekali orang yang memiliki akun di berbagai sosial media Beberapa kelebihan yang ditawarkan adalah:1. Tidak terikat tempat dan waktu. Promosi lewat sosial media bisa dilakukan dan dilihat di mana saja dan kapan saja selama server dan koneksi internet dapat berjalan dengan baik dimana hal ini berarti efisiensi bagi pelaku wirausaha2. Lebih mudah menerima feedback. Salah satu kelebihan sosial media adalah feedback yang diberikan dapat dilihat secara live dan mudah dalam memberikan tanggapan. Selain itu, ketika grup itu menerima tanggapan, maka semua orang yang pernah berkomentar walaupun bukan anggota grup itu sekalipun akan menerima notifikasi sehingga memancing perhatiannya untuk melihat tanggapan terbaru dan apabila sebagian besar tanggapan bernada positif maka akan menjadi ajang promosi yang baik bagi pelaku bisnis melalui sosial media3. Lebih mudah menarik perhatian Banyaknya orang yang memiliki akun sosial media akan memudahkan proses publikasi dari promosi itu sendiri. Ketika kita membuat grup, otomatis akan mengundang semua teman kita, dan teman dari teman kita akan mendapat notifikasi bahwa temannya telah gabung di grup tertentu sehingga ia tertarik untuk bergabung, begitu seterusnya mengalir

.Kelebihan- kelebihan itulah yang kemudian menyebabkan para pengguna sosial media menjadi sangat aktif dalam penggunaan fasilitas sosial media sehingga apapun

Page 393: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

384

informasi yang ingin disampaikan akan lebih mudah untuk disampaikan melalui media yang satu ini. Kembali ke permasalahan pokok dalam penelitian ini, dengan adanya fakta bahwa pelaku sosial media di tanah air memiliki potensi yang baik, dari sisi jumlah pemakai, sosial media di Indonesia memiliki pengguna yang tidak sedikit dan berbiaya relatif lebih murah sehinga para wirausaha muda dapat memanfaatkan fasilitas media sosialuntuk mengenalkan, mempromosikan dan bahkan memasarkan produknya pada para pengguna sosial media di tengah masyarakat.

Gambar 1Paradigma penelitian

Sumber: Diolah oleh penulis

Penelitian kali ini dilakukan dengan mengambil sampel pada pengunjung dan peserta pameran kerajinan Indonesia terbesar yang diselenggarakan setiap tahun sejak 1999, yakni Inacraft, Inacraft kali ini digelar pada 24 April s.d 28 April 2013 di Balai Sidang Jakarta atau JCC dengan mengangkat tema “From Smart Village to Global Market” dimaksudkan untuk memfasilitasi produk kerajinan agar dapat naik ke jenjang yang lebih tinggi serta mengangkat produk kerajinan Indonesia yang memiliki nilai jual.

Inacraft 2013 diselenggarakan oleh Asosiasi Eksportir dan Produsen Kerajinan Indonesia (Asephi) bekerja sama dengan PT Mediatama Binakreasi dan didukung beberapa kementerian dan BUMN yang terkait dengan pembinaan pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) dan koperasi. Inacraft 2013 diikuti sekitar 1.300 peserta perusahaan kerajinan, baik produsen maupun eksportir dari 33 provinsi di Indonesia. Peserta luar negeri yang bergabung, di antaranya Thailand, Iran, dan Malaysia.

Pemilihan sampel ini dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang lebih jelas mengenai pemanfaatan sosial media oleh para pengusaha dan pengunjung inacraft yang disinyalir mampu mewakili wirausaha dan konsumen yang ada di Indonesia saat ini.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIDari hasil penelitian terhadap peserta pameran inacraft 2013 di dapat bahwa

sebanyak 67% dari sampel adalah wirausaha muda dengan gender wanita dan selebihnya adalah pria. 75% dari seluruh sampel mengenyam pendidikan tingkat strata 1 (satu) sisanya berpendidikan minimal SMU dan sederajat. Sedangkan untuk pengunjung pameran inacraft 2013 yang dijadikan sampel, 63% adalah wanita dengan tingkat pendidikan terakhir Strata 1 sebanyak 55%.

Peluang bisnis yang lebih efisien

Sosial Media

Wirausaha

Page 394: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

385

Dari sampel peserta pameran inacraft 2013 yang di teliti diketahui bahwa sebanyak 70% memiliki akun sosial media. Sedangkan untuk pengujung pameran inacraft 2013 di diketahui bahwa sebanyak 85% memiliki akun sosial media.

Dari hasil kuesioner dan wawancara kepada peserta pameran inacraft 2013 disimpulkan bahwa:

1. Sebagian besar sampel menjawab (68%) mereka pada awalnya memiliki akun sosial media hanya untuk kepentingan sosial saja baru beranjak ke bisnis secara professional.

2. Sebagian besar sampel menjawab (72%) mereka setuju bahwa masyarakat di Indonesia sudah ‘sadar’ sosial media sehingga hal ini memudahkan mereka dalam berbisnis melalui sosial media

3. Sebagian besar sampel (56%) menjawab bahwa mengawali bisnis melalui sosial media secara tidak sengaja dengan menawarkan produk mereka kepada kenalan yang ada di list teman mereka saja, dan lalu dari jaring pertemanan dalam sosial media maka tercipta word of mouth

4. Sebagian besar sampel (53%) menjawab mereka mengelola akun sosial media mereka secara professional artinya mereka mengola dengan menggunakan admin khusus dan memisahkan akun sosial media untuk bisnis dan pribadi

5. Sampel yang menjawab mereka memisahkan akun pribadi dan bisnis dengan alasan mereka ingin terlihat lebih professional, sedangkan yang belum mengatakan bahwa pelanggan mereka kebanyakan adalah teman, sehingga akan lebih mudah untuk berinteraksi jika menggunakan akun pribadi saja

6. Sebagian sampel yang diteliti (35%) mengatakan mereka memiliki pengalaman buruk dengan pelanggan melalui media sosial antara lain, pembatalan sepihak, komplain yang berlebihan dan hal-hal lain sulitnya mempromosikan barang dan jasa dengan tanpa menunjukkan secara langsung produk buatan mereka

7. Sebagian besar sampel yang diteliti (52%) mengatakan umpan balik dari para konsumen lebih mudah di terima oleh mereka melalui akun sosial media daripada dengan menggunakan contact person lainnya

8. Sebagian besar sampel mengatakan (61%) bahwa informasi dan promosi lebih cepat diterima oleh konsumen dengan penyampaian melalui akun sosial media

9. Sebagian besar sampel (65%) setuju bahwa mereka memiliki keuntungan dari segi biaya dan fleksibilitas dalam pengelolaan bisnis melalui akun sosial media namun kekhawatiran terbesar mereka adalah konsumen tidak merasakan shopping experience dan hal itu mengurangi nilai dari produk yang mereka tawarkan

10. Sebagian besar sampel (55%) mengatakan bahwa dimasa yang akan datang mereka akan tetap menggunakan akun sosial media untuk berinteraksi dan melakukan kegiatan jual beli dengan nasabah

Dari hasil kuesioner dan wawancara kepada pengunjung pameran inacraft 2013 disimpulkan bahwa:

1. Sebagian besar sampel menjawab (85%) mereka memiliki akun sosial media dan secara aktif menggunakannya

2. Sebagian besar sampel menjawab (76%) pernah melakukan pembelian melalui sosial media

Page 395: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

386

3. Sebagian besar sampel (54%) menjawab bahwa mereka pada akun sosial media mereka memiliki relasi dengan para pelaku bisnis melalui sosial media dan menyatakan bahwa akun tersebut awalnya dikenal secara personal

4. Sebagian besar sampel (58%) menjawab mereka percaya melakukan pembelian melalui sosial media tanpa melihat secara langsung terlebih dahulu produk yang ditawarkan

5. Sebagian sampel yang diteliti menjawab mereka (66%) mendapat kemudahan dengan berbelanja melalui akun sosial media dan mereka percaya informasi yang diberikan adalah benar meski mereka belum mengenal secara langsung pelaku bisnis sosial media tersebut

6. Sebagian sampel yang diteliti menjawab (45%) hal yang membuat mereka memilih belanja melalui sosial media adalah karena menghemat waktu, (22%) karena mudah melihat promosi nya dan sisanya karena lebih murah harganya dibandingkan berbelanja di toko fisik

7. Sebagian sampel yang diteliti (51%) mengatakan mereka memiliki pengalaman buruk dengan penjual melalui media sosial antara lain, barang yang lama sampai dengan tidak kunjung datang, produk yang tidak sesuai gambar secara kualitas, ukuran sampai dengan warna yang ditampilkan di akun sosial media yang bersangkutan.

8. Sebagian besar sampel yang diteliti (62%) mengatakan mereka lebih suka menulis kritik dan saran bagi penjual melalui sosial media karena lebih cepat mendapatkan umpan balik dan lebih di dengar oleh calon pembeli lainnya sehingga diharapkan akan menjadi informasi yang lebih berguna untuk sesama pembeli.

9. Sebagian besar sampel (57%) mengatakan meskipun mereka menyenangi belanja melalui sosial media mereka akan tetap mengunjungi toko fisik karena memiliki experience yang berbeda.

10. Sebagian besar sampel (55%) mengatakan bahwa dimasa yang akan datang mereka akan tetap menggunakan akun sosial media untuk berinteraksi dan melakukan kegiatan jual beli dengan nasabah

KESIMPULANDari hasil kuesioner dan wawancara dengan pengunjung dan peserta inacraft 20133

dapat disimpulkan bahwa sosial media terbukti akrab dan digunakan secara aktif bagi masyarakat Indonesia. Sosial media sendiri mampu mempengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan pembelian. Hal ini sudah seharusnya dimanfaatkan secara maksimal oleh para wirausahawan muda di Indonesia, sebagai contoh produsen Mak Icih, misalnya merek keripik ini secara sukses memanfaatkan sosial media dengan baik, bagaimana cara produsen Mak Icih menciptkan word of mouth yang baik melalui sosial media telah mengikis tanggapan bahwa untuk memasarkan barang kita memerlukan biaya tinggi untuk promosi dan tempat. Produsen Mak Icih mampu memanfaatkan rasa ingin tahu masyarakat yang di tiupkan melalui sosial media. Dengan demikian, masyarakat yang kemudian mencari produk tersebut dan para distributor kemudian malah berbondong-bondong menyediakan tempat bagi produk Mak Icih tersebut. Potensi masyarakat Indonesia dalam menggunakan sosial media tidak perlu diragukan lagi, tiada hari tanpa sosial media merupakan peluang untuk para wirausaha dalam memasarkan produk mereka dengan melibatkan para pengguna sosial media tersebut untuk berperan serta lebih atau yang kita kenal juga dengan istilah experiential marketing. Beberapa produsen besar seperti Red mango beberapa waktu yang lalu pernah memanfaatkan sosial media untuk peluncuran produk barunya, tidak hanya mengabarkan ada varian rasa yang baru yang akan

Page 396: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

387

diluncurkan, namun red mango mengajak followernya di sosial media untuk bermain menebak varian baru apa yang akan diluncurkan. Berbagai kuis disertai dengan petunjuk-petunjuk mengenai produk tersebut sampai kemudian peluncuruan produk tersebut menjadi sesuatu yang dinanti-nantikan oleh konsumen. Hal ini tentunya dapat ditiru oleh wirausaha muda di Indonesia dengan tentunya memanfaatkan rasa ingin tahu dan kemelekatan pengguna sosial media dengan menciptakan produk yang inovatif dan kreatif. Contoh pemanfaat akun sosial media adalah produsen baju bojo, yang dengan cerdasnya memilih endorser yang popular (Arief Muhamaad, dengan akun @poconggg) di sosial media yang terbukti mampu menggerakkan jutaan followernya untuk berbondong-bondong memiliki produk tersebut

Sosial media juga memiliki kekhawatiran yang harus di waspadai bagi para wirausaha, faktor kepercayaan dan keamanan bertransaksi harus di tangani dengan baik mengingat fasilitas ini memiliki kecepatan dalam menuai word of mouth dikalangan konsumennya. Hal lain adalah, meskipun murah dan efisien namun sosial media tidak dapat melenyapkan secara keselurahan keunggulan shopping experience yang di miliki toko fisik hal ini bisa di minimalkan dengan melibatkan faktor experience marketing lainnya bagi konsumen yang disasar.

REFERENSI

Kaplan, Andreas M.; Michael Haenlein (2010) "Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social Media". Business Horizons 53(1): 59–68.

Kaplan, Andreas M.; Michael Haenlein (2010) "Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social Media". Business Horizons 53(1): 59–68.

Gamble, Teri and Michael. Communication works. Seventh edition.

Grant, August E & Meadows, Jennifer H. (eds.) (2010).Communication Technology Update and Fundamental.12th Edition.Boston: Focal Press

Kietzmann, Jan H.; Kris Hermkens, Ian P. McCarthy, and Bruno S. Silvestre (2011). "Social media? Get serious! Understanding the functional building blocks of social media". Business Horizons 54 (3): 241-251. doi:10.1016/j.bushor.2011.01.005. ISSN 0007-6813. Retrieved 2011-08-23.

Rhenald Kasali. (2010). “Wirausaha Muda Mandiri”, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Zimmerer. (2005)“Pengantar Kewirausahaan & Manaj. Bisnis Kecil”, Edisi 4, Gudang Penerbit. Jakarta

http://www.mediabistro.com/alltwitter/history-social-media_b12770

Page 397: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

388

PRAKTIK ENTREPRENEURIAL MARKETING DALAM USAHA KECIL MENENGAH (UKM)

Eka Saputra Wijaya1)

1)Universitas Tarumanagara, Jakarta Barat

e-mail: [email protected]

Abstrak

Penulisan penelitian ini mengenai praktik entrepreneurial marketing dalam usaha kecil menengah atau UKM yang merupakan suatu hasil observasi secara langsung oleh penulis dimana dilakukan penelitian pada usaha kecil menengah atau UKM yang berlokasi di sisi luar Universitas Tarumanagara kampus dua yang hampir seluruhnya adalah pedagang makanan dan minuman. Dalam penelitian ini penulis langsung mengambil data dengan cara wawancara singkat secara serta merta pada konsumen yang langsung mengunjungi tempat-tempat makan yang mereka minati. Penulis mengambil beberapa sampel dari para pengunjung yang datang khususnya adalah mahasiswa mahasiswi Universitas Tarumanagara. Penelitian ini merupakan suatu karya tulis yang membuktikan bahwa praktik entrepreneurial marketing dalam usaha kecil menengah sudah mulai diterapkan dan diminati untuk keberlangsungan usaha mereka.

Keywords: Usaha Kecil Menengah (UKM), Marketing, Inovasi, Strategi, Unik

PENDAHULUANEntrepreneurial Marketing dicetuskan pada tahun 1982 dalam sebuah konferensi

di Universitas Illinois, Chicago (University of Illinois) yang disponsori oleh dewan bisnis kecil dan asosiasi pemasaran Amerika. Dua dari sekian banyak asosiasi profesional dan pendidikan yang terbesar dalam cakupannya (Hills, Hultman et al., 2010).

Entrepreneurial Marketing adalah sebuah konsep yang mengembangkan antara dua ilmu, yaitu marketing dengan entrepreneurship (Ionita, 2012). Dalam praktiknya, setiap model usaha, baik usaha bisnis besar, menengah, maupun kecil tentu memerlukan konsumen untuk produk mereka baik produk jasa maupun barang. Oleh karena itu dalam mempertahankan eksistensi usaha, mereka membutuhkan suatu teknik atau strategi dalam memasarkan produk mereka agar konsumen tertarik mengkonsumsi produk dan jasa yang ditawarkan dengan melakukan suatu inovasi dan kreatifitas (Collingson and Shaw 2001). Tindakan ini cenderung dapat meningkatkan nilai yang didapat oleh konsumen (Carson 2000, 1999) dan bersifat konstan secara terus menerus atau jangka waktu yang lama (Hultman 1999) Strategi dapat berupa strategi produksi, strategi keuangan, strategi pemasaran dan masih banyak lagi sesuai dengan kebutuhan usaha masing-masing.

Entrepreneurial Marketing ini menggunakan suatu dasar inovasi, produk, proses, dan strategi untuk menciptakan suatu posisi dan nilai untuk konsumen dimana ditimbulkan dalam bentuk keunggulan kompetitif yang dialami oleh unit usaha tersebut (Covin and Miles 1999).

Dalam kesempatan ini akan diambil topik mengenai strategi yang berhubungan dengan pemasaran, karena pemasaran merupakan suatu aspek yang krusial dalam mempertahankan eksistensi usaha yang ada. Suatu teknik pemasaran yang dilakukan tentu ada yang unik, ada yang biasa saja. Hal tersebut dilihat pula dari keefektifan dan

Page 398: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

389

produk apa yang akan dipasarkan. Teknik pemasaran yang biasa-biasa saja dapat kita sebut sebagai traditional Marketing. Namun dalam beberapa usaha, mereka menggunakan suatu teknik inovasi dan pembaharuan dalam pemasaran agar terkesan unik dan mencolok dibanding para pesaingnya, kita dapat menyebut hal ini dengan Entrepreneurial Marketing.

ISI DAN METODEEntrepreneurial marketing merupakan suatu hasil perubahan yang kreatif dan

improvisasi dengan teknik pemasaran sebelumnya yang kita kenal dengan traditional marketing. Perbedaan ini dapat dilihat dari segi orientasi strategi, strategi yang digunakan, metode, dan penelusuran pasar yang digunakan.

Tabel 1Traditional Marketing VS Entrepreneurial Marketing

Marketing Principles

Traditional Marketing Entrepreneurial Marketing

Orientasi Strategi

Orientasi pada Konsumen(Market Driven)

Orientasi pada Inovasi(Idea Driven)

Strategi Top-down approach:- Segmentation

- Targeting

- Positioning

Bottom-up Approach:- Target pasar yang lebih

terbatas atau fokus.

- Ekspansi yang lebih luas

Metode Marketing Mix (4/7 P’s) Pemasaran yang interaktif, Word of mouth (WOM)

Penelusuran pasar

Sistem penelitian secara formal Jaringan non-formal dan pengumpulan informasi

Dalam Usaha Kecil Menengah teknik Entrepreneurial Marketing ini adalah salah satu upaya dalam mengembangkan usaha dengan memanfaatkan celah peluang yang ada (Kirzner 1973) dan digunakan untuk menarik perhatian konsumen. Sering kali bentuk yang favorit digunakan adalah inovasi dalam nama-nama yang unik. Sehingga konsumen akan merasa tertarik, minimal merasa ingin mengetahui lebih lagi karena rasa penasaran yang timbul akibat nama yang unik tersebut. Teknik ini seringkali jitu karena membuat konsumen ingin mencoba. Hal ini merupakan salah satu sebab Entrepreneurial marketingmulai menarik untuk dijajaki oleh Unit Usaha Kecil Menengah.

Dalam penelitian ini, peneliti merupakan seorang mahasiswa aktif Universitas

Page 399: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

390

Tarumanagara yang melakukan penelitian mengenai penggunaan entrepreneurial marketing dalam proses perdagangan usaha kecil menengah atau UKM yang berlokasi di sisi luar Universitas Tarumanagara kampus dua.

Peneliti menggunakan metode observasi secara langsung dengan melakukan wawancara singkat para konsumen yang langsung mengkonsumsi produk makanan dan minuman di tempat. Dengan cara mendatangi dan mengunjungi lokasi perdagangan secara langsung. Hal ini menjadi pilihan penulis karena wawancara singkat secara langsung diharapkan dapat mewakili sumber-sumber data yang menjadi bahan penelitian. Dalam penelitian ini cenderung bersifat subjektif, namun secara keseluruhan dapat mewakili data-data yang dibutuhkan untuk penelitian penulis.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIDalam penelitian ini, penulis melakukan suatu observasi dalam skala unit usaha kecil

menengah yang beraktifitas di sisi luar Universitas Tarumanagara kampus dua, dalam proses ini peneliti terlebih dahulu mendata nama-nama unit usaha yang ada untuk data penelitian. Peneliti melakukan observasi pengumpulan data berupa nama-nama kegiatan usaha tersebut dan didapatkan data berupa informasi sebagai berikut.

Tabel 2Nama UKM yang diteliti

NAMA UKMGreen Cafe Royal SteakBaso Super Podomoro Frutti JuiceNasi Goreng Nasahan Sate Madiun Pak HerryTahu Tipong Cita Rasa Ketoprak + Gado-gado Baso MalangPulsa Nasi Goreng + SotoWarkop Kabita Bubur AyamWarung Lamongan Batagor Lembur KuringWarung Rokok Nasgor GilaBaso + Mie Ayam Mie Ayam Gajah MungkurMaster Baso Kinasih Gorengan Kang AanWarung Ibu Rica (Ayam Penyet) Nasgor Goyang PedasPodo Mampir (Jus Buah) Warkop GaulAyam Penyet Cabe Ijo Warung Rokok Bang AgusAyam Penyet Kalasan Warung Nasi Dua SaudaraBubur Ayam Nasi Rames Dua SaudaraAneka Es Warung KuringPadang Surya Angkasa Surya Ayam Bakar HassanSiomay Sop Buah Aneka JusSinyo Nasi Goreng Gudeg JogjaSoto Ayam Betawi Nasi Soto AyamNasi Goreng Rejeki Baso WonogiriKedai Kopi Tora Bika Warkop Setia KawanHappy Resto Ayam Warung JamuGado-gado Cendana Kedai Nasi Simpang GambirPondok Selera Chinesse Food Kelapa MudaCafe Ropang Soto Aing BabatWarung Minum Warung Barokah

Dari hasil observasi yang diteliti, data observasi dapat dipisahkan menjadi beberapa kategori berdasar produk yang ditawarkan kepada konsumen, dalam hal ini peneliti

Page 400: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

391

membagi menjadi empat kategori, yaitu produk makanan saja, minuman saja, produk keduanya (makanan dan minuman) dan produk lain-lain, dalam artian dapat berupa camilan kecil, roti, rokok, kopi sachet, pulsa, dan sebagainya .

Tabel 3Kategori produk makanan saja

UKM MakananBaso Super Podomoro Sate Madiun Pak HerryNasi Goreng Nasahan Ketoprak + Gado-gado Baso MalangTahu Tipong Cita Rasa Nasi Goreng + SotoWarung Lamongan Bubur AyamBaso + Mie Ayam Batagor Lembur KuringMaster Baso Kinasih Nasgor GilaWarung Ibu Rica (Ayam Penyet) Mie Ayam Gajah MungkurAyam Penyet Cabe Ijo Gorengan Kang AanAyam Penyet Kalasan Nasgor Goyang PedasBubur Ayam Warung Nasi Dua SaudaraPadang Surya Angkasa Nasi Rames Dua SaudaraSiomay Warung KuringSinyo Nasi Goreng Surya Ayam Bakar HassanSoto Ayam Betawi Gudeg JogjaNasi Goreng Rejeki Nasi Soto AyamHappy Resto Ayam Baso WonogiriGado-gado Cendana Kedai Nasi Simpang GambirPondok Selera Chinesse Food Soto Aing BabatRoyal Steak

Tabel 4Kategori produk minuman Saja

UKM MinunamGreen Cafe Fruty JuicePodo Mampir Sop Buah Aneka JuiceAneka Es Warung JamuKedai Kopi Tora Bika Kelapa MudaWarung Minum

Tabel 5Kategori produk makanan ringan dan minuman

UKM Makanan ringan dan minumanWarkop Kabita Warkop Setia KawanCafe Ropang Warkop BarokahWarkop Gaul

Tabel 6Kategori lain-lain

UKM Lain-lainPulsa Warung Rokok Bang AgusWarung Rokok

Page 401: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

392

Dalam melakukan observasi ini, penulis menggunakan metode wawancara langsung di lokasi penelitian dimana penulis menanyakan alasan para konsumen mengunjungi tempat tersebut, dan alasan apa yang mendasari saat pertama kali mereka datang ketempat tersebut.

Dari sekian banyak narasumber yang memberikan informasi, didapatlah hasil wawancara sebagian besar mengatakan bahwa mereka mencoba saat pertama kali mereka datang adalah dengan alasan nama yang unik yang mendasari keinginan mereka untuk datang dan mencoba karena rasa penasaran. Hasil ini tertuju pada dua tempat makan yang memiliki nama, “ Happy Resto Ayam” dan kedua adalah , “ Surya Ayam Bakar Hassan”. Tempat makan pertama didukung oleh nama yang unik dan dianggap menarik perhatian serta rasa penasaran. Tersirat bahwa sugesti atau perasaan senang akan timbul apabila secara psikologis nama tersebut menjurus pada suatu perasaan tertentu (Seligman, M., and Csikszentmihalyi, M (2000), “Positive Psychology”). Sedangkan yang kedua adalah nama menu makanan “Ayam Diet” yang cenderung belakangan ini sedang gencar-gencarnya tren body-building dan fitness yang cenderung harus didukug oleh pola makan yang sehat (rendah lemak, garam, gula, namun tinggi akan protein dan serat). Menu “Ayam Diet” ini menyajikan ayam yang digoreng ataupun dibakar namun tanpa bumbu apapun, dan disajikan dengan beras merah yang menjadi pusat perhatian konsumen untuk mencoba dan menjadi konsumen tempat tersebut.

KESIMPULANDengan demikian, sesuai dengan kriteria entrepreneurial marketing, didapati adanya

praktik entrepreneurial marketing dalam UKM meski hanya sebagian kecil dari unit usaha kecil menengah yang menerapkan entrepreneurial marketing dalam keberlangsungan usahanya. Nama-nama yang unik akan menjadi sugesti bagi konsumen untuk tertarik mencobanya, terutama apabila berkaitan dengan tren yang sedang berlangsung.

REFERENSIAremu, M.A,. and Bamiduro, J.A (2012), “Marketing Mix Practice as a Determinant of

Entrepreneurial Business Performance”, International Journal of Business and Management, Vol. 7, No. 1; January 2012.

Carson, D. (1999), “An Inagural Commentary for the Journal of Research in Marketing and Entrepreneurship”, Journal of Research in Marketing & Entrepreneurship, Vol. 1, No. 1, pp. 1-4

Carson, D. and Gilmore, A. (2000), “SME marketing management competencies”, International Business Review, Vol. 9, pp. 363-382

Collinson, E.M. and Shaw, E. (2001), “Entrepreneurial marketing : a historical perspective on development and practice”, Management Decision, 39 (2), pp. 761-767.

Covin, J, G., and M. P. Miles (1999). “Corporate Entrepreneurship and the Pursuit of Competitive Advantage,” Entrepreneurship Theory and Practice 23(3), 47-63.

Gautam, R.K., and Singh, R (2011), “Marketing Mix Strategies of Small Manufacturers of India: Punjab Experience”, Management & Marketing, Vol 9, issue 2/2011.

Hills, G.E., Hultmant, C, and Miles, M.P (2008), “The Evolution and Development of Entrepreneurial Marketing”, Journal of Small Business Management 2008 46(1), pp.

Page 402: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

393

99-112.

Ionita, D (ND), “Entrepreneurial Marketing: A New Approach for Challenging Times”, Management & Marketing Challenges for the Knowledge Society (2012), Vol. 7, No 1, pp. 131-150.

Kirzner, I. M. (1973). Competition and Entrepreneurship. Chicago: Uiniversity of Chicago Press.

Kraus, S,. O’Dwyer, M., & Gilmore, A (2009), “Entrepreneurial Marketing”. For theInternational Council for Small Business.

Kraus, S., Harms, R., and Fink, M (2010), “Entrepreneurial Marketing: Moving beyond Marketing in New Ventures”, Int. J. Entrepreneurship and Innovation Management , Vol. 11, No. 1, pp. 19-34

Leonard, J., and Dewanti, R (ND), “Entrepreneurial Marketing untuk memperkuat Brand Image (Studi Kasus Coffe Toffe Radio Dalam)”.

Martin, D.M (2009), “The entrepreneurial marketing mix”, International journal, Vol. 12, No. 4, 2009, pp. 391-403.

Mayasari, I., Maharani, A., and Wiyadi, I. (2009), “Entrepreneurial Marketing for Small and Medium Entreprises Business”, Jurnal Manajemen Bisnis, Vol. 2, No. 1, April -Juli 2009 (1 - 12).

Morrish, S.C,. and Deacon, J.H (ND), “Entrepreneurial Marketing: A Comparative CaseStudy of 42Below Vodka and Penderyn Whisky”.

Morris, M.H., Schindehutte, M. and LaForge, R.W. (2002), “Entrepreneurial marketing: A construct for integrating emerging entrepreneurship and marketing perspectives”, Journal of Marketing Theory & Practice, Vol. 10, No. 4, pp.1-19.

Seligman, M., and Csikszentmihalyi, M (2000), “Positive Psychology: An introduction”. American Psychologist, 55, 5-14.

Suwarno, H.L, “Entrepreneurial marketing: Konsep dan Praktek Pemasaran Baru Dalam Membujuk, Mendapatkan dan Mempertahankan Pelanggan”.

Westerlund, M., and Leminen, S., “In Praise of Entrepreneurial Marketing: A Study on Entrepreneur-led Firms”.

Page 403: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

394

PENGARUH CITRA MALL TERHADAP INTENSI BELANJA

1) Nathaniel Anindhyta Suryadinata 2) Dr. Ir. Chairy, S.E., M.M

1) Universitas Tarumanagara, Jakarta2) Universitas Tarumanaraga, Jakarta

e-mail: [email protected]

AbstractAkhir-akhir ini perkembangan jumlah mall di Indonesia sungguh pesat. Kondisi ini menyebabkan perlunya penelitian yang mencari tahu apa saja variabel yang dapat meningkatkan intesi seseorang dalam belanja di mall, antara lain service quality, quality of retail, accessibility, environment, crowding dan reward. Menyadari fakta-fakta yang mempengaruhi intensi belanja, penelitian dilakukan dengan responden pengunjung Mall Central Park dengan menggunakan analisis regresi berganda. Pengumpulan data sampling dilakukan dengan metode nonprobability sampling dengan teknik pemilihan sample convenience digunakan untuk mengambil data dari 200 responden. Dengan menggunakan analisis regresi, diketahui bahwa accessibility, environment dan reward memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi belanja di mall. Sedangkan service quality, quality of retail dan crowding tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi belanja. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar oleh pemilik mall dalam menyusun strategi pemasaran.

Keyword: Intensitas belanja, Mall Image

PENDAHULUANSeiring dengan berkembangnya ekonomi dan selalu adanya perubahan dari minat

konsumen, shopping mall di Indonesia sudah menggeser pasar tradisional dan retail outlet dan telah menjadi tempat yang paling diminati semua orang untuk dituju. Industri dari shopping mall secara menyeluruh berjalan di lingkungan yang stabil. Dulu shopping mall hanya digunakan untuk menarik para turis dan kalangan atas saja, namun melihat bahwa perkembangan jaman dan mall yang semakin baik, banyak penjual dan pengecer menggunakan mall sebagai strategi mereka untuk mendapatkan pelanggan serta keuntungan yang lebih besar. Namun tidak hanya itu saja, dengan perkembangan shopping mall yang begitu pesat, ekonomi negara juga dapat ikut melesat lebih baik karena permintaan atas produk dan jasa yang juga ikut naik dengan tajamnya. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk melihat: adanya pengaruh enam variabel shopping mall terhadap citra sebuah mall dan pengaruh citra mall terhadap intensitas berbelanja.

ISI DAN METODEDalam sebuah mall banyak atribut serta variabel-vareabel yang dapat

mempengaruhinya. Dalam studi ini akan dikemukakan enam variable tersebut yang menjadi dasar dari citra sebuah mall dan yang dapat mempengaruhi tingkat intensitas berbelanja konsumen di mall tersebut.Service Quality sebagai produksi dari intensi belanja

Berbicara mengenai kualitas pelayanan (Barata, 2003), ukurannya bukan hanya ditentukan oleh pihak yang melayani saja tetapi lebih banyak ditentukan oleh pihak yang dilayani, karena merekalah yang menikmati layanan sehingga dapat mengukur kualitas pelayanan berdasarkan harapan-harapan mereka dalam memenuhi kepuasannya. Menurut Goestch dan Davin (dalam Widyaningrum, 1997), kualitas didefinisikan sebagai kondisi dinamis dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Hal tersebut berarti bahwa:1. Kualitas dimaksudkan untuk memenuhi atau melebihi harapan.2. Meliputi produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.

Page 404: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

395

3. Kualitas adalah kondisi dinamis yang selalu berubah.Pada masyarakat moderen saat ini tuntutan konsumen semakin tinggi terhadap kualitas

pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Kebutuhan akan pelayanan terhadap konsumen merupakan faktor penting dalam proses jual beli. Hal ini sesuai dengan pendapat Moestadjab (dalam Bhakti, 2000) yang mengatakan bahwa penjual sebagai perantara produsen berperan tidak hanya sebagai pelaksana penjualan, tetapi juga sebagai pendorong, pembangkit serta mengarahkan konsumen untuk membeli baik itu untuk keperluan konsumtif maupun produktif. Berdasarkan yang disebutkan di atas, maka hipotesis pertama dapat dihipotesiskan:H1: Semakin tinggi tingkat kualitas pelayanan, semakin tinggi tingkat intensi belanja.

Quality of retailer sebagai produksi dari intensi belanjaPentingnya kualitas dari retailer dalam hal keputusan konsumen untuk membeli telah dilihat

dalam kasus barang yang dijual tahan lama (Brucks at el., 2000). Parasuraman et al. (1994) dan Cronin et al (2000) menyarankan untuk melakukan penelitain selanjutnya perlu memasukan juga pertimbangan atas kualitas retailer, dengan demikian menekanka pentingnya kualitas retailer dalam proses keputusan pembelian konsumen. Berdasarkan yang disebutkan di atas, maka hipotesis kedua dapat dihipotesiskan: H2: Semakin tinggi tingkat kualitas retailer, semakin tinggi tingkat intensi belanja.

Accessibility sebagai produksi dari intensi belanjaAksesibilitas dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu mikro aksesibilitas dak makro

aksesibilitas. Makro aksesibilitas melihat dari sudut pandang kondisi akses dan jalur mall menuju ke tempat kerja atau tempat tinggal konsumen. Sementara mikro aksesibilitas lebih melihat dari segi fasilitas parker dan kemudahan navigasi di dalam shopping mall (Fin and Louvire, 1996; Bell 1999; Frasquet et al, 2001). Berdasarkan yang disebutkan di atas, maka hipotesis ketiga dapat dihipotesiskan:H3: Semakin tinggi tingkat aksesibilitas, semakin tinggi tingkat intensi belanja.

Environment sebagai produksi dari intensi belanjaLingkungan dapat membentuk dan membuat pengetahuan serta mood dari pembeli, dan juga

dapat mempengaruhi perilaku, serta meningkatkan citra mall untuk bisa menjadi berbeda dari yang lainnya (Yiu dan Yu, 2006). Wakefield dan Baker (1998) mengemukakan bahwa design arsitektur memiliki pengaruh positif yang kuat kegembiraan yang dihasilkan dari sebuah mall, ketika adanya dekorasi interior yang yang dapat memberikan efek positif yang kuat agar merasa tetap betah untuk tinggal disana. Studi ini mengungkapkan bahwa music dan layout dari mall memberikan hubungan yang positif untuk membuat merasa betah untuk tinggal disana. Berdasarkan yang disebutkan di atas, maka hipotesis keempat dapat dihipotesiskan:H4: semakin tinggi tingkat lingkungan, seakin tinggi intensi belanja.

Crowding sebagai produksi dari intensi belanjaTimbulnya perasaan crowd atau kepadatan disebabkan karena hasil dari faktor fisik, sosial

dan pribadi yang peka yang menyebabkan timbulnya masalah secara actual dan potensial di ruang yang terlalu sempit (Stockols, 1972). Tingkat kepadatan manusia dan ruang dirasakan oleh pembelanja dapat menimbulkan emosi negatif dan stres yang berhubungan dengan kurangnya kontrol dirasakan (Hui & Bateson, 1991; Nagar & Pandey, 1987). Hasil ini tidak diinginkan terutama ketika tingkat kepadatan yang sedang tinggi dengan seseorang yang tidak mentoleransi adanya kesesakan atau kepadatan. Mengingat hubungan ditunjukkan antara emosi dan kepuasan (Oliver, 1993), ada kemungkinan bahwa sifat dan tingkat emosi dihasut oleh kepadatan juga bisa berperan dalam membentuk hubungan antara persepsi pelanggan berkerumun dan kepuasan mereka dengan pengalaman belanja. Berdasarkan yang disebutkan di atas, maka hipotesis kelima

Page 405: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

396

dapat dihipotesiskan:H5: Semakin tinggi tingkat kepadatan, semakin tinggi pula intensi belanja.

Reward sebagai produksi dari intensi belanjaMelihat lebih spesifik lagi dari perbedaan komponen dari loyalist dan pengaruh dari

pembelian yang cepat, Kendrick (1998) mengemukakan bahwa konsumen yang menerima keuntungan seperti hadiah atau potongan harga akan lebih loyal ketimbang mereka yang hanya menerima ucapan terima kasih. Sebagai tambahan juga, konsumen yang menerima hadiah yang bermerek terkenal akan jauh lebih loyal ketimbang yang hanya mendapatkan potongan harga dari harga yang sama. Berdasarkan yang disebutkan di atas, maka hipotesis keenamdapat dihipotesiskan:H6: Semakin tinggi tingkat reward, semakin tinggi pula intensi belanja.

ISI DAN METODEDesign kuesioner

Survey kuesioner dipergunakan sebagai instrument pengumpulan data. Versi terakhir dari kuesioner diujicobakan terlebih dahulu untuk melihat kelayakan dari kata-kata atas pernyataan, format dan juga strukturnya dengan menyebarkannya terlebih dahulu kepada 30 responden pengunjung Mall Central Park yang diambil dengan teknik convenience sampling. Para responden diundang untuk mengisi kuesioner tersebut dan bisa juga memberikan komentar atas kuesioner uji coba tersebut sebagai koreksi yang perlu direvisi, misalnya kesalahan dalam pengetikan atau penggunaan kalimat yang tidak mudah dipahami. Sebagai hasilnya dipilih 29 item digunakan untuk pengukuran pengaruh atribut belanja di mall terhadap niat berbelanja.

Langkah-langkahSecara umum konstruk yang digunakan menggunakan metode skala likert dengan

catatan, 1=sangat tidak setuju; 2=tidak setuju; 3=netral; 4=setuju; 5=sangat setuju. Nilai rata-rata dari setiap konstruk dihitung. Table 1 dibawah merupakan operasional variabel.

Tabel 1: Operasional VariabelNo Variabel Indikator Skala1 Service Quality

Adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam rangka memenuhi harapan konsumen (Kotler, 2002)

1. Memberikan pelayanan yang baik

2. Memberikan informasi yang lengkap

3. Staf pelayanan yang responsif dan ramah

4. Staf pelayanan yang sudah terlatih

5. Memberikanperalatan yang baik untuk berbelanja

2 Quality of RetailAdalah kepribadian toko yang menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan oleh konsumen ke toko (Sopiah dan Syihabuddin, 2008)

1. Menjual produk berkualitas tinggi

2. Menyediakan pelayanan pembelian yang baik

3. Retail memiliki reputasi yang baik

Page 406: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

397

4. Menyediakan produk pilihan

5. Nilai barang jual sesuai dengan nilai harga

3 AccessibilityAdalah ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tataguna lahan berinteraksi dengan orang lain, dan mudah atau kesulotan mencapai lokasi tersebut melalui transportasi (Black, 1981)

1. Mudah dicapai2. Terakses dengan

transportasi umum3. Tidak di tengah

kemacetan4. Dekat dengan

kawasan tempat tinggal

4 EnvironmentAdalah sifat nyata situasi kunsumen termasuk lokasi geografis, pemandangan, suara, pencahayaan, cuaca dan konfigurasi yang terlihat dari barang atau benda lain di sekitarnya yang stimulus (Russel W. Belk, 2003)

1. Lingkungannya luas2. Design yang trendi3. Rapi dan bersih4. Pengaturan tata ruang

yang tidak rumit5. Lingkungan yang

tidak membosankan

5 CrowdingAdalah mengacu pada respon psikologis kepadatan masyarakat, yaitu perasaan yang menjadi ramai, memilii kurangnya privasi atau peningkatan interaksi yang tidak diinginkan atau tekanan psikologis (Crothers et al, 1993; Gove et al, 1979; Jazwinski, 1998)

1. Mall penuh dengan pengunjung

2. Mall memiliki lorong yang luas

3. Memliki jalan yang luas bagi pejalan kaki

6 RewardMerupakan program pemasaran yang dirancang untuk meningkatkan nilai seumur hidup pelanggan melalui hubungan interaktif jangka panjang (Johnson, 1998)

1. Menyediakan diskon2. Menyediakan gift

voucher3. Menyediakan kupon

tunai4. Menediakan produk

gratis5. Menyediakan cash

back7 Shopping Intention

Adalah kemungkinan pelanggan untuk membeli suatu produk dan semakin tinggi niat pembelian, keinginan konsumen yang lebih tinggi yaitu membeli produk (Dodol et al, 1991; Schifman dan Kanuk, 2000)

1. Suka berbelanja di mall

2. Ketika ingin membeli produk akan pergi ke mall

3. Berencana untuk ke mall dalam waktu dekat

Page 407: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

398

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIPartisipasi dalam pengisian survei adalah volentir. Survey yang dilakukan terhadap

masyarakat diambil pada tanggal 17 april 2012 sampai 19 april 2012. Data yang sudah diambil tersebut berasal dari 200 pengunjung Mall central Park. Responden yang mengisi kuesioner berumur sekitar 19 hingga 22 tahun, dan pendapatan rata-rata berkisar Rp 500.000 hingga Rp 1.000.000 per bulan.

Analisis penelitian menggunakan metode analisis regresi berganda dengan menggunakan program SPSS versi 16. Analisis yang dilakukan terdiri dari dari uji asumsi klasik, uji t dan uji F.

Tabel 2: Coeficient

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

95% Confidence

Interval for B

Collinearity

Statistics

B

Std.

Error Beta

Lower

Bound

Upper

Bound

Toleran

ce VIF

1 (Constant) -.836 1.254 -.667 .506 -3.309 1.637

ServiceQuality .043 .064 .055 .670 .503 -.084 .170 .460 2.176

QualityOfRetail .023 .059 .032 .389 .697 -.093 .139 .473 2.115

Accessibility .287 .057 .323 5.022 .000 .174 .400 .756 1.323

Environment .170 .068 .192 2.509 .013 .036 .304 .534 1.873

Crowding .073 .102 .045 .718 .474 -.128 .274 .809 1.236

Reward .145 .042 .221 3.493 .001 .063 .227 .784 1.276

a. Dependent Variable: ShoppingIntention

Tabel 3: ANOVA

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 464.979 6 77.496 21.138 .000a

Residual 707.576 193 3.666

Total 1172.555 199

a. Predictors: (Constant), Reward, Crowding, Accessibility, Environment,

QualityOfRetail, ServiceQuality

b. Dependent Variable: ShoppingIntention

Hasil uji asumsi klasik menyatakan bahwa tidak terdapat multikolinieritas, heterokedastisitas dan memenuhi asumsi asumsi normalitas. Hasil uji F pada variabel service quality, quality of retail, accessibility, environment, crowding dan reward memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi belanja di mall. Sedangkan dari hasil uji t hanya variabel accessibility, environment dan reward yang memiliki hubungan yang signifikan dan

Page 408: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

399

positif terhadap intensi belanja, sedangkan variabel service quality, quality of retail dan crowding tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap intensi belanja.

KESIMPULANKesimpulan dari penelitian ini mengatakan bahwa hanya variabel accessibility,

environment dan reward yang bisa mempengaruhi intesi belanja seseorang di mall, sedangkan variabel accessibility, environment dan reward tidak begitu mempengaruhi intensi belanja seseorang di mall. Jadi pada pemilik mall perlu melihat lebih memperhatikan dalam lagi tentang accessibility, environment dan reward dalam mallnya untuk peningkatan dalam menyusun strategi pemasaran.

Pada penelitian selanjutnya perlu menambah jumlah sample data baik jumlah responden maupun jumlah mall mengingat terbatasnya waktu dan biaya yang digunakan dalam penelitian ini.

REFRENSIBarata, A.A. (2003). Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media

Komputindo Kelompok Gramedia.Bell, S. (1999). “Image and consumer attraction to intraurban retail areas: an

environmental psychology approach. Journal of Retailning and Consumer Services,vol. 6, pp. 67-78.

Bhakti, A.S. (2000). Kualitas Pelayanan, Kepuasan dan Citra RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Brucks M. Zeithaml, VA & Naylor, G (2000). “Price and brand name as indicators of quality dimensions for consumer durables’, Journal of Academy of Marketing Science, vol. 28, no. 3, pp. 359-374.

Cronin, JJ, Brady, MK, & Hult, GTM (2000). “Assessing the effects of quality, value and customer statisfaction on consumer behavioural intentions in service environments”, Journal of Retailing,vol. 76, no. 2, pp. 193-218.

Finn, A., & Louviere, J (1996). “Shopping center image, consideration and choise: anchor store contribution. Journal of Business Research, vol. 35, pp 241-51

Frasquet, M., Gil, I., & Molla, A (2001). “Shopping-centre selection modeling: a segmentation approach”. International Review of Retail, Distribution and Consumer Research, vol. 11, no. 1, 23-38

Hui, M. K., & Bateson, J. E. G. (1991). “Perceived control and the effects of crowding and consumer choice on the service experience”. Journal of Consumer Research, Vol.18, pp. 174–184.

Oliver, R. L. (1993). “Cognitive, affective and attribute bases of the satisfaction response”. Journal of Consumer Research, vol. 20,pp. 418–430.

Stokols, D. (1972). On the distinction between density and crowding. Psychological Review, vol. 79, pp. 275–277.

Widyaningrum, L.F. (1997). Hubungan antara Persepsi terhadap Brand Image dan Kualitas Pelayanan terhadap Perilaku Ulang Pengambilan Kredit pada Perum Pegadaian. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Page 409: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

400

PENGARUH ORIENTASI BELANJA MAHASISWA UNTAR DAN GREEN IMAGE TERHADAP INTENSI BELANJA DI MALL CENTRAL PARK

Reynold Andika 1), Chairy2)

1)Universitas Tarumanagara, Jakarta2)Universitas Tarumanagara, Jakarta

Email : [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh orientasi berbelanja konsumen yang terdiri dari Role Enactment, Escape, Exploration, Aesthetic, Social, Convenience, dan Flow, serta Green Image terhadap Intensi Belanja. Penelitian ini dilakukan di Mall Central Park. Pengambilan data dengan metode convenience sebanyak 210 konsumen. Dengan uji anova serta uji-t, ditemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari Role Enactment, Escape, Exploration, Aesthetic, Social, Convenience, serta Green Image terhadap intensi belanja. Sedangkan variabel flow tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi intensi belanja. Hasil ini memberikan penemuan penting bagi para peneliti dan praktisi serta dapat membantu untuk penelitian selanjutnya di bidang retail marketing.

Keywords: Mall, Shopping Intention, Retail Marketing, Shopping Orientation, Green Image.

PENDAHULUANPerilaku berbelanja adalah sebuah bentuk khas dari perilaku konsumen (Assael, 1987). Salah satu konteks yang umum dalam berbelanja adalah belanja untuk bahan makanan, rumah tangga, item, pakaian, dan hadiah. Perilaku berbelanja terbagi dalam beberapa konteks yang spesifik; contohnya, motivasi dan perilaku seorang konsumen saat berbelanja untuk mencari hadiah sangat berbeda dengan motivasi dan perilaku yang dialami konsumen yang sedang berbelanja kebutuhan makanan sehari – hari (Dholokia, 1999). Selain itu, motivasi dan perilaku tiap individual dalam berbelanja juga sangat bervariasi.

Untuk beberapa orang, berbelanja memberikan mereka kesempatan untuk tawar –menawar dan mendapatkan barang murah; untuk orang lainnya, berbelanja memberikan mereka kesempatan untuk melakukan interaksi sosial atau untuk lepas dari kegiatan rutin mereka sehari – hari. Contoh lainnya, dalam toko yang sama, dua orang pembelanja pergi berbelanja di toko tersebut karena menyukai interior, serta pelayanan yang ramah dari sales toko, namun kedua orang tersebut belum tentu memiliki perilaku atau sifat yang sama dalam berbelanja di toko tersebut. Konsumen yang satu bisa saja menganggap berbelanja merupakan kegiatan yang melelahkan dan ingin menyelesaikan kegiatan belanjanya dengan cepat. Namun konsumen yang lainnya menganggap belanja merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan eksploratif sehingga mau untuk memperhatikan detail dan membanding-bandingkan.

Menurut Underhill (1999), belanja tidak hanya sekedar kegiatan yang sederhana dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Belanja lebih dari sekedar “ambil dan pergi”. Ketika anda membutuhkan cereal, anda akan mencari cereal tersebut, mengambil cereal tersebut, membayar cereal tersebut, lalu pergi. Belanja pada saat ini melibatkan banyak panca indra kita – melihat, merasakan, menyentuh, mencium, serta mendengar – sebagai dasar dalam memilih produk, merek, dan secara umum, lingkungan toko. Underhill (1999) menekankan bahwa hampir semua pembelian yang tidak direncanakan – termasuk banyak yang direncanakan, terjadi karena hasil dari proses melihat, menyentuh, mencium, mendengar, atau mencicipi sesuatu yang menjanjikan kenikmatan, atau memenuhi

Page 410: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

401

kebutuhan secara maksimal. Oleh karena itu, disamping tren dari online shopping yang terus berkembang dewasa ini, mall akan selalu ada dan tidak akan hilang dalam waktu dekat dan akan tetap menjadi tujuan dari banyak orang, termasuk remaja dan anak muda lainnya. Para pengecer (toko) juga terus melakukan inovasi dalam desain, serta stimulus stimulus lainnya untuk terus meningkatkan dan menarik perhatian konsumen untuk berbelanja di toko mereka.

Menurut Solomon (1994), ada beberapa jenis pembelanja yaitu :1. The Economic Shopper : seorang pembelanja yang rasional dimana tujuan utama dari

kegiatan belanjanya adalah untuk memaksimalkan nilai dari uang yang dikeluarkannya.2. The Personalized Shopper : adalah seorang pembelanja yang memiliki ikatan yang kuat

dengan sebuah toko.3. The Ethical Shopper : adalah pembelanja yang suka membantu toko kecil atau toko

lokal disbanding toko besar.4. The Apathetic Shopper : adalah tipe pembelanja yang tidak menyukai kegiatan

berbelanja, melihatnya seperti sebuah kegiatan yang diperlukan namun tidak menyenangkan.

5. The Recretional Shopper : adalah tipe pembelanja yang menganggap belanja sebagai kegiatan yang menyenangkan dan cenderung menghabiskan waktu untuk berbelanja.

Dari kelima tipe pembelanja diatas, recretional shopper cenderung terlibat dalam pembelian yang tidak terencana serta cenderung terus berbelanja setelah melakukan pembelian. Selain itu para recretional shopper cenderung lebih menghargai nilai dari jasa yang diberikan, menghabiskan waktu berbelanja dengan teman dan keluarga, menyukai tempat yang nyaman untuk berbelanja terlepas dari jarak yang jauh, serta tidak terpatok untuk mencari harga murah atau variasi barang. Tipe pembelanja ini cenderung lebih konsumtif dibandingkan dengan tipe pembelanja lainnya. Mereka memakai baju tren terbaru, menyukai belanja, melakukan pembelian yang tidak terencana, serta lebih sering melakukan kegiatan belanja dibanding pembelanja lainnya.

Bisa dikatakan, salah satu tempat tujuan para recretional shopper adalah mall. Mall menyediakan lingkungan belanja yang unik dan menyenangkan. Selain itu mall jugamenjadi tempat tujuan orang – orang dalam melakukan interaksi social seperti bertemu teman, jalan – jalan dengan keluarga, dan lainnya.

Orientasi belanja dari konsumen dapat memberikan kita gambaran tentang mengapa dia (pria/wanita) berbelanja, atau lebih spesifiknya, mengapa dia (pria / wanita) mengunjungi toko tertentu atau mall tertentu. Dengan mengetahui apa yang konsumen cari dalam mengunjungi mall tertentu, akan membantu manajemen mall serta para pemasar untuk membangun suasana berbelanja yang lebih baik yang sesuai dengan target konsumen, sehingga dapat meningkatkan kepuasan, kunjungan yang berulang – ulang serta rekomendasi positif.

Melihat pentingnya hal ini dalam membantu membangun lingkungan dan suasana mall yang kondusif, serta penelitian – penelitian terdahulu yang seringkali dilakukan di Negara barat, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi intentsi belanja di Mall Central Park dengan cakupan responden mahasiswa – mahasiswi UNTAR.

ISI DAN METODEMenurut Bloch et al. (1994), ada tujuh dimensi dari mall yang menjadi faktor yang

memotivasi konsumen untuk berbelanja di mall. Ketujuh dimensi itu adalah dimensi : role enactment, escape, exploration, aesthetics, social, convenience, dan flow. Selain itu,

Page 411: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

402

peneliti juga meneliti satu variabel tambahan yaitu green image dalam pengaruhnya terhadap intensi belanja di mall.1. Role EnactmentBanyak aktifitas kita yang berasal dari kebiasaan yang diulang – ulang, secara alamiah diterima atau dituntut sebagai bagian dari peran yang diemban dalam masyarakat seperti ibu rumah tangga, pelajar, suami, dan lainnya. Seseorang secara tidak sadar menganggap perannya sebagai sesuatu yang harus dilakukan dan termotivasi untuk memenuhi perannya dalam masyarakat. Role Enactment itu sendiri memiliki definisi ekspresi dari peran yang diemban dan posisi sosial. (Baker and Faulkner 1991, 283). Bagi para pembelanja, pergi ke mall untuk berbelanja memberikan mereka kesempatan untuk memenuhi perannya yang menggambarkan identitas mereka.2. EscapeKehidupan di kota besar termasuk Jakarta saat ini sering kali memberikan tekanan dan kejenuhan atas aktifitas rutin yang dijalani oleh masyarakat. Masyarakat sering kali dihadapkan pada kondisi jenuh atau bosan sehingga membutuhkan tempat untuk refreshingatau pergi dari rutinitas tersebut. Escape didefinisikan sebagai sebuah penghindaran atau pembebasan dari sesuatu yang membatasi, mempersempit, menahan. (John, 2002)

Mall merupakan salah satu tujuan yang cocok untuk melepaskan kejenuhan tersebut. Stimulasi sensorik yang dihasilkan dari atmosfer mall sering kali menarik perhatian pembelanja dengan menawarkan “pembebasan” dari kebosanan mereka sehari –hari. Kunjungan ke mall dapat memberikan kesempatan bagi konsumen untuk lepas dari keseharian mereka serta membentuk citra baru seperti perjalanan rekreasi. Dalam mengunjungi mall pun, tidak dibutuhkan biaya yang besar serta perencanaan yang terlalu formal sehingga mudah untuk dilakukan.

3. ExplorationExploration adalah sebuah investigasi yang sistematis, mencari penemuan / hal yang spesifik, dan pembelajaran tentang sesuatu. (Smith-Autard, 2010, p. 80). Kegiatan eksploratif atau mempelajari tentang tren baru juga dapat menarik perhatian konsumen ke mall. Salah satu keunggulan mall adalah tersedianya berbagai macam toko dan merk dalam satu fasilitas shopping yang lengkap. Hal ini jelas sangat membantu konsumen yang ingin melakukan kegiatan eksploratif atau sedang ingin mencari sesuatu / tren baru. Dengan memiliki bauran toko yang dapat berkolaborasi dengan baik dalam memenuhi kebutuhan konsumen, dapat secara signifikan meningkatkan performa dari mall tersebut. Menejemen mall harus dapat menemukan kombinasi dari tenant – tenant yang sesuai agar dapat memenuhi kebutuhan dari target konsumen.

4. AestheticEstetika diartikan sebagai menarik di pandang, menarik perhatian dibawah sadar, menyampaikan pesan secara jelas dan cepat (Tullis 1983). Nilai estetika dari mall merupakan salah satu nilai jual tersendiri yang diberikan oleh mall disamping produk dan layanan yang tersedia didalam mall tersebut. Banyak orang menyukai mengunjungi mall tertentu atau ingat atas kunjungannya ke suatu mall tertentu karena mall tersebut memiliki nilai estetika yang unik atau berkesan.

Menurut Lui (1997), mall sekarang ini telah berevolusi dari hanya sekedar nyaman menjadi kaya akan arsitektur, dengan material berkelas dan desain. Interior desain dari mall justru ikut membantu dalam membentuk image mall tersebut (Loudon dan Bitta, 1993). Hal – hal seperti desain yang cantik, atap yang tinggi, lift, karpet / marmer, memiliki penilaian tersendiri di mata konsumen dalam menilai mall.

Page 412: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

403

Salah satu studi terbaru menunjukan bahwa desain arsitektur memiliki pengaruh yang paling positif dalam mempengaruhi kesenangan di dalam mall. Studi tersebut juga menjelaskan bahwa musik dan layout dari mall juga ikut mempengaruhi kesenangan di dalam mall. Maka nilai estetika dari mall bukan hanya dinilai dari interior desain, tapi juga dari sisi warna, lingkungan, penggunaan tempat, suara, dan lainnya. Dengan memiliki nilai estetika yang baik, mall bukan hanya dapat menarik konsumen, tapi juga dapat membedakan mall serta toko – toko di dalamnya dengan toko lain di luar.

5. SocialBelanja di mall dapat memberikan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman bersosialisasi di luar rumah seperti bertemu teman, keluarga, dan lainnya. Ketika berbelanja, orang - orang sering kali secara sengaja atau tidak sengaja bertemu dengan kerabat mereka. Kemungkinan untuk melakukan kegiatan sosial inilah yang membuat kunjungan ke mall merupakan salah satu pilihan yang menarik. Para peneliti juga mengemukakan bahwa salah satu aspek penting yang mengakibatkan kegiatan belanja menjadi menyenangkan adalah adanya kemungkinan untuk melakukan interaksi sosial dengan teman, keluarga, atau bahkan orang asing yang belum dikenal. Selain itu, konsumen juga sering kali menyukai berbelanja di toko yang memiliki staff yang ramah, informatif, serta membantu mereka dalam berbelanja. Orang - orang akan berbelanja di tempat dimana mereka merasa diinginkan dan dihargai, bahkan rela membayar lebih untuk mendapatkan keistimrwaan tersebut (Underhill, 1999).

Dari sisi sosiologi, mall juga merupakan salah satu pusat komunitas tempat orang -orang melakukan kegiatan sosial mereka. Mall menyediakan tempat rekreasi umum seperti menonton film, mendengar lagu, makan malam, dan lainnya. Mall juga sering menjadi tempat pertemuan seperti reuni, acara - acara khusus.6. ConvenienceMenurut Kaufman (1996), banyak pembelanja memilih tempat berbelanja berdasarkan waktu operasional dan waktu transportasi. Dengan masalah transportasi seperti kemacetan, kurang nyamannya transportasi umum, juga mengakibatkan konsumen menyukai tempat berbelanja yang mudah dicapai. Mall yang berada dekat tempat kerja atau rumah atau diantara tempat kerja dan rumah seringkali menjadi tujuan orang - orang berbelanja. Loudon dan Bitta (1993) mengemukakan konsumen yang berorientasi pada kemudahan berbelanja tidak menyukai tempat yang sulit mencari parkir dan harus mencari toko dengan mengelilingi mall tersebut.

Convinience juga sangat penting untuk orang - orang yang tidak menikmati kegiatan belanja agar mereka dapat menyelesaikan kegiatan belanja secepat mungkin (Loudon dan Bitta, 1993). Para anti-shopper ini menyukai mall dimana mereka dapat masuk dan keluar dengan cepat. Kemudahan dari lokasi toko dan susunan toko dalam mall merupakan hal penting bagi para konsumen ini. Selain itu, convinience itu sendiri merupakan salah satu point penting yang menjadi keunggulan dari mall. Convinience adalah sebuah penilaian yang dibuat oleh konsumen sesuai dengan kemampuan masing - masing dalam mengatur, menggunakan, dan mengkonversi waktu dan usaha mereka untuk mencapai tujuan mereka terkait dengan akses dan kegunaan jasa (Farquhar dan Rowly, 2009).

Para pembelanja saat ini cenderung menyukai tempat berbelanja dimana mereka dapat memenuhi segala aspek dan kebutuhan berbelanja mereka yang terpudat di sebuah lokasi (Kaufman, 1999). Para pengelola mall harus mengoptimalkan aspek ini dengan menyediakan bauran tenant yang cocok untuk memenuhi kebutuhan konsumen.7. FlowFlow didefinisikan sebagai sebuah keadaan terbawa suasana yang menyenangkan yang berkaitan dengan hilangnya jejak waktu / lupa waktu (Bloch et al, 1994; Lui, 1997. Dalam

Page 413: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

404

beberapa kasus, mall bisa menyerupai kasino Las Vegas dimana orang - orang cenderung lupa waktu ketika berada di dalamnya. Flow juga dideskripsikan sebagai sebuah tahapan yang langka dan diinginkan. Beberapa peneliti berspekulasi bahwa situasi dimana para pengunjung terbawa suasana di dalam mall dapat meningkatkan kepuasan serta keinginan untuk terus berbelanja. Selain itu, lingkungan mall yang tertutup juga menjadi faktor yang mengakibatkan orang sering kali lupa waktu dan tidak merasakan kondisi luar. Dengan semakin terbawa suasana, pengunjung akan lebih lama berada di dalam mall dan terus berbelanja.8. Green ImageGreen image adalah persepsi yang timbul dari interaksi antara institusi, personal, pelanggan, dan komunitas yang terhubung dengan komitmen terhadap lingkungan dan kepedulian terhadap lingkungan (Walter, 1978; Chen, 2008). Aspek lingkungan dari sebuah toko merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam usaha memenuhi Consumer Social Responsibility. Selain itu, dengan meningkatnya kesadaran masyarakat serta meningkatnya green consumerism, serta regulasi pemerintah juga mendorong korporasi untuk memasukan kepentingan lingkungan di agenda mereka.

Menurut Chen (2008), perusahaan, atau lembaga berinvestasi dalam usahanya berkontribusi terhadap lingkungan dapat meningkatkan citranya di masyarakat serta memiliki keunggulan komparatif dibandingkan perusahaan atau lembaga lainnya. Dalam hal ini, mall yang memiliki konsep green atau ramah lingkungan, dapat membedakan dirinya dengan mall lain serta memiliki nilai lebih serta keunggulan dari mall lain.

Dalam meneliti masalah lingkungan sebagai alat pemasaran terhadap perilaku konsumen, Rahbad dan Abdul Wahid (2011) menemui bahwa konsumen mempercayai label ramah lingkungan atau merek yang mengusung konsep ramah lingkungan, serta terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dalam mempengaruhi pembelian aktual konsumen. Dalam studi lainnya, green image dari suatu toko juga memiliki pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan. Melihat tren saat ini dimana konsumen semakin sadar akan pentingnya menjaga lingkungan, peneliti merasa ada efek positif dari green image suatu mall terhadap intensi konsumen untuk berbelanja di mall tersebut.9. Shopping Intention to MallShopping Intention adalah Sebuah keadaan kognitif yang mencerminkan rencana atau keinginan seorang konsumen untuk membeli suatu produk dan jasa pada waktu tertentu (Howard and Sheth, 1969). Dengan mengetahui intensi / keinginan berbelanja di sebuah mall, peneliti dapat mengetahui seberapa besar mall tersebut disukai oleh para pengunjungnya. Shopping Intention di mall dapat menjadi tolak ukur keberhasilan sebuah mall dalam menarik banyaknya pengunjung yang dipengaruhi dari atribut – atribut mall seperti convenience, aesthetic, dan variabel lainnya diatas.

Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Tarumanagara yang pernah berbelanja di Mall Central Park. Pengumpulan data menggunakan kuisioner yang dibagikan ke masing – masing responden. Kuisioner terdiri dari pernyataan – pernyataan yang diukur dengan skala likert berdasarkan dari tingkat kesetujuan mereka terhadap pernyataan yang diberikan. Kuisioner tersebut menggambarkan seluruh dimensi yang dijelaskan diatas tentang apa yang menjadi motivasi / orientasi mereka saat berbelanja di mall. Kuisioner yang digunakan telah melalui uji validitas dan reliabilitas.

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti akan mengambil teknik pemilihan sampel nonprobabilitas, yakni teknik pemilihan sampel convenience. Teknik pemilihan sampel convenience adalah gabungan informasi dari anggota-anggota populasi yang bersedia dengan senang hati memberikan informasi yang dibutuhkan (Sekaran & Bougie, 2010).Sebanyak 210 mahasiswa diambil menjadi responden dalam penelitian ini.

Page 414: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

405

SPSS versi 20 digunakan untuk menganalisa data. Analisa data yang digunakan adalah untuk memperkirakan besarnya pengaruh secara kuantitatif dari beberapa variabel terhadap variabel lainnya dalam hal ini pengaruh antara orientasi – orientasi konsumen dalam berbelanja terhadap intensi belanja di mall. Penelitian ini menggunakan analisa regresi ganda, dan koeifisien determinasi untuk meneliti pengaruh dari tiap variabel independen terhadap variabel dependen. Terdapat uji – F dan uji- t untuk meneliti apakah terdapat pengaruh setidaknya satu variabel independen terhadap variabel dependen serta meneliti variabel independen mana yang memiliki pengaruh paling kuat terhadap variabel dependen. Untuk memenuhi syarat analis regresi, data yang digunakan telah memenuhi segala persyaratan dalam uji asumsi klasik.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSIDari penelitian atas 210 responden, terkumpul data dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Uji –f / ANOVA

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 3009.396 8 376.175 163.884 .000b

Residual 461.370 201 2.295

Total 3470.767 209

a. Dependent Variabel: INTENTION

b. Predictors: (Constant), GREEN, FLOW, ROLE, SOCIAL, EXPLORATION, AESTHETIC,

ESCAPE, CONVENIENCE

Dari Tabel 1 diatas, dapat disimpulkan setidaknya ada satu variabel independen yang memiliki pengaruh terhadap variabel dependen yaitu intensi belanja di mall. Tabel selanjutnya menjelaskan tentang pengaruh antara variabel – variabel tersebut satu persatu dengan variabel dependen.

Page 415: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

406

Tabel 2. Uji-t

Melihat Tabel 2 di atas, terlihat bahwa ada satu variabel yang tidak signifikan dalam

mempengaruhi shopping intention to mall yaitu flow. Variabel yang paling berpengaruh

dilihat dari hasil diatas adalah convenience diikuti oleh green image. Hal ini terlihat dari

kecenderungan saat ini di mana kemacetan sangat tinggi sehingga konsumen dalam hal ini

mahasiswa Universitas Tarumanagara sangat mementingkan faktor convenience. Saat ini

sedang populer fenomena green termasuk green mall sehingga aspek ini berpengaruh

positif terhadap intensi belanja di mall.

Membandingkan dengan penelitian sebelumnya, penelitian sebelumnya menunjukan

tingkat pengaruh tertinggi adalah pada variabel estetika serta explorasi. Namun secara garis

besar, terdapat persamaan dalam faktor – faktor yang mempengaruhi mahasiswa untuk

berbelanja di mall. Selain itu tingkat preferensi yang tinggi terhadap aspek social juga

terlihat dalam penelitian di atas menandakan mahasiswa Universitas Tarumanagara suka

melakukan kegiatan interaksi social di mall.

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. 95.0% Confidence

Interval for B

B Std. Error Beta Lower

Bound

Upper

Bound

(Constant)-

4.152.532 -7.801 .000 -5.202 -3.102

ROLE .106 .030 .094 3.475 .001 .046 .166

ESCAPE .091 .018 .168 4.972 .000 .055 .127

EXPLORATION .069 .027 .083 2.547 .012 .016 .122

AESTHETIC .131 .022 .203 5.993 .000 .088 .174

SOCIAL .216 .034 .203 6.360 .000 .149 .283

CONVENIENCE .185 .027 .284 6.950 .000 .133 .238

FLOW .050 .030 .044 1.658 .099 -.009 .109

GREEN .217 .040 .209 5.471 .000 .139 .296

a. Dependent Variabel: INTENTION

Page 416: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

407

KESIMPULANHasil penelitian menunjukan bahwa role enactment, escape, exploration, aesthetic,

social, convenience, serta green image berpengaruh positif terhadap intensi belanja. Selain itu, terdapat satu variabel yang pengaruhnya tidak signifikan terhadap intensi belanja yaitu flow.

Hasil penelitian ini memperlihatkan faktor convenience dan green image sangat penting di mata mahasiswa untar. Oleh karena itu para menejemen mall sebaiknya mendesain mallnya agar lebih mudah dijangkau dan memberikan kemudahan dalam berbelanja. Konsep mall yang mengandung nuansa green juga penting untuk memberikan nilai lebih di mata pengunjung serta menjadi keunggulan kompetitif dibanding mall lainnya. Desain estetika yang menarik serta tenant – tenant yang mendukung untuk kegiatan interaksi sosial juga diperlukan mengingat hal ini juga memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap intensi belanja.

REFERENSI

Assael, H. (1987), Consumer Behavior and Marketing Action, 3rd ed, Kent Publishing Company: Boston, MA.

Bloch, P.H., Ridgway, N.M. and Dawson, S.A. (1994), “The consumer mall as shopping habitat”, Journal of Retailing, pp. 23-42.

Baker, Wayne E. and Robert R. Faulkner, 1991, ‘‘Role As Resource in the Hollywood Film Industry.’’ The American Journal of Sociology, 97 (2): 279_309.

Chettharmrongchai, P. and Davies, G. (2000),”Segmenting the market for food shoppers using attitudes to shopping and to time”, British Food Journal, vol. 102 No. 2, pp.81-101.

Chen, Y.-S. (2008), “The driver of green innovation and green image - green core competence”, Journal of Business Ethics, 81(3), 531-543.

Dholokia, R.R. (1999), “Going shopping: key determinants of shopping behaviors and motivations”, International Journal of Retail & Distribution Management, Vol. 27 No. 4, pp. 154-65.

Farqhuar, J.D. and Rowley, J. (2009), “Convenience: a services perspective”, Marketing Theory, 434p.

Howard, J.A. & J.N. Sheth, 1969, The theory of buyer behavior, John Wiley: New York.

John H. Mathias, Jr., Shurgue, J.D. and Marrinson, T.A. (1996), “Insurance Coverage Dispute”, Law Journal Press, pp.10-43.

Kaufman, C.F. (1996), ‘‘A new look at one-stop shopping: a TIMES model approach to matching store hours and shopper schedules’’, Journal of ConsumerMarketing, Vol. 13 No. 1, pp. 4-52.

Page 417: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang

Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis III 2013 (SNKIB III 2013)Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Mei 2013

ISSN NO: 2089-1040

408

Loudon, D.L. and Bitta, A.J.D. (1993), Consumer Behavior: Concepts and Applications, 4th ed., McGraw-Hill: New York, NY.

Lui, K. F. (1997), ‘‘Shopping behavior in Kuala Lumpur shoppingmalls‘‘, Universiti Putra Malaysia.

Rahbar, E. & Abdul Wahid, N. (2011). “Investigation of green marketing tools’ effect on consumers’ purchase behavior”. Business Strategy Series, 12(2), 73-83.

Smith-Autard, J.M. (2010), Dance Composition: A practical guide to creative success in dance makin, A&C Black Publishers: London.

Solomon, M.R. (1994), Consumer Behavior, 2nd ed., Allyn Bacon.

Sekaran, Uma & Bougie, Roger, 2010, Research Methods for Business: A Skill Building Approach. 5th Ed., John Willey & Son Ltd.

Tullis, T.S. (1983), Predicting the usability of alphanumeric displays, Ph.D. diss., Rice University, 172p.

Underhill, P. (1999), Why We Buy? The Science of Shopping, Simon Schuster: New York, NY.

Underhill, P. (2005), Call of the Mall. Simon Schuster: New York, NY.

Walters, C.G. (1978), Consumer behavior: an integrated framework, Richard D. Irwin: New York.

Page 418: SEMINAR NASIONAL KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI BISNISperpus.univpancasila.ac.id/repository/EPROUPT180011.pdf · 2018. 8. 31. · Buku prosiding ini disusun berdasarkan lima topik yang