VALIDITAS DIAGNOSTIK SKOR BLUNT ABDOMINAL TRAUMA …
Transcript of VALIDITAS DIAGNOSTIK SKOR BLUNT ABDOMINAL TRAUMA …
VALIDITAS DIAGNOSTIK SKOR BLUNT ABDOMINAL
TRAUMA SCORING SYSTEM (BATSS) PADA TRAUMA
TUMPUL ABDOMEN DI RSUP SANGLAH DENPASAR, BALI
I KETUT WIARGITHA ADITYAS SUKMADI KARJOSUKARSO
PROGRAM STUDI ILMU BEDAH PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
2017
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya, sehingga
tesis ini dapat di selesaikan. Tesis ini di susun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
rangka menyelesaikan pendidikan Dokter Spesialis Bedah Umum. Tesis ini berjudul : Validitas Diagnostik Skor Blunt Abdominal Trauma Scoring System (BATSS) Pada Trauma
Tumpul Abdomen Di RSUP Sanglah Denpasar, Bali.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan petunjuk-petunjuk,
serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik dari institusi maupun di luar institusi.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat : 1. Prof. Dr. dr. Sri Maliawan, Sp.BS (K) selaku Kepala Bagian Bedah Fakultas Kedokteran
universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar, atas kesempatan penulis dapat mengikuti
Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah. 2. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, atas kesempatan penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis
Ilmu Bedah pada fakultas yang beliau pimpin. 3. Seluruh staf pengajar Departemen / SMF Bedah Fakultas Kedokteran unirversitas Udayana /
RSUP Sanglah Denpasar, atas didikannya dan sebagai teladan penulis yang dengan penuh
dedikasi dan kesabaran dalam memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis selama
mengikuti pendidikan.
8. Residen atas nama dr. Adityas Sukmadi Karjosukarso yang telah membantu saya dalam
pembuatan penelitian ini. 9. Seluruh peserta didik pada PPDS I Ilmu Bedah atas kerjasama, dukungan, dan bantuannya
dalam proses
penelitian serta selama proses pendidikan.
Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan
memberikan manfaat bagi masyarakat.
Denpasar, September 2017
I Ketut Wiargitha
VALIDITAS DIAGNOSTIK SKOR BLUNT ABDOMINAL TRAUMA SCORING
SYSTEM (BATSS) PADA TRAUMA TUMPUL ABDOMEN DI RSUP SANGLAH
DENPASAR, BALI
I Ketut Wiargitha *, Adityas Sukmadi Karjosukarso **
* Kepala Sub Divisi Bedah Trauma, Fakultas Kedokteran Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
**Residen Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
ABSTRAK
Latar belakang : Trauma abdomen merupakan salah satu penyebab kematian ke-3 pada pasien
trauma dan dapat ditemukan sekitar 7–10% dari jumlah seluruh kasus trauma. Blunt Abdominal
Trauma Scoring System memberikan sistem skor dengan akurasi tinggi dalam mendiagnosis cedera organ intra-abdomen pada pasien trauma tumpul abdomen berdasarkan gambaran klinis
seperti riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan FAST. Metode penelitian : Penelitian ini merupakan suatu penelitian uji diagnostik untuk mengetahui
validitas nilai diagnostik skor BATSS pada kasus trauma tumpul abdomen. Desain penelitian cross sectional. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 44 penderita.
Hasil penelitian : Dari 44 penderita, skor BATSS 12 terdapat pada 34 (77, 3%) dan skor
BATTS < 12 sebanyak 10 (22, 7%). Untuk kelompok dengan skor BATSS 12, terdapat 32
(94,11%) penderita. Sedangkan untuk kelompok dengan skor BATSS 12, sebanyak 3 (30%)
penderita dengan ruptur organ. Uji validitas yang dilakukan terhadap skor BATSS didapatkan
sensitivitas 91,4%, spesifisitas 77,77%, nilai prediksi positif 94,1%, angka prediksi negatif 70%
dan akurasi 88,63%. Kesimpulan : Skor BATSS dapat membantu sebagai alat identifikasi awal dan stratifikasi pasien
yang beresiko tinggi terjadinya cedera organ intra-abdomen akibat trauma tumpul abdomen
Kata kunci : trauma tumpul abdomen, cedera intra-abdomen, skor trauma tumpul abdomen
DIAGNOSTIC VALIDITY OF BLUNT ABDOMINAL TRAUMA SCORING SYSTEM
(BATSS) ON ABDOMINAL BLUNT TRAUMA IN SANGLAH GENERAL HOSPITAL
DENPASAR, BALI
I Ketut Wiargitha *, Adityas Sukmadi Karjosukarso **,
* Trauma Division, Udayana Medical Faculty / Sanglah General Hospital Denpasar
**General Surgeon resident, Udayana Medical Faculty / Sanglah General Hospital Denpasar
ABSTRACT
Background : Abdominal trauma is one of the third causes of death in trauma patients and can
be found in about 7-10% of the total number of trauma cases. The Abdominal Blunt Trauma
Scoring System provides a high-accuracy score system for diagnosing injury to intra-abdominal
organs in abdominal blunt trauma patients based on clinical features such as patient history, physical examination and FAST. Method : This study is a diagnostic test study to determine the validity of diagnostic value of BATSS score in cases of blunt abdominal trauma. Cross sectional study design. The number of
samples used are 44 patients.
Result : Of the 44 patients, BATSS score 12 was found at 34 (77, 3%) and BATTS <12 scores
of 10 (22, 7%). For groups with BATSS score 12, there were 32 (94.11%) patients. As for the
group with BATSS score < 12, as many as 3 (30%) patients with organ rupture. Validity test of
BATSS score obtained 91.4% sensitivity, 77.77% specificity, positive predictive value 94.1%,
negative predictive value 70% and 88.63% accuracy. Conclusion : BATSS can be a tool of early identification and stratification of patients at high
risk of the occurrence of intra-abdominal organ injury due to blunt abdominal trauma.
Keyword : abdominal blunt trauma, intra-abdominal injury , abdominal blunt trauma score
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ..……………………………………………………….. i
PRASYARAT GELAR ……………………………………………………. ii
LEMBAR PENGESAHAN ….…………………………………………….. iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN ……………………………… iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ……………………………... v
UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………………. vi
ABSTRAK …………………………………………………………………. viii
ABSTRACT ………………………………………………………………... ix
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. x
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. xii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xiii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ……………………………… xiv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xv
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………… 6
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………. 7
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 9
2.1Trauma Tumpul Abdomen…………………………………….. 9
2.1.1 Definisi ………………………………………………….... 9
2.1.2 Epidemiologi ……………………………………………... 9
2.1.3 Mekanisme trauma tumpul abdomen…………………. 10
2.1.4 Diagnosis………………………………………………….. 11
2.2 Penggunaan Skor Blunt Abdominal Trauma Scoring System (BATSS) 18
pada Pasien Trauma Tumpul Abdomen……………...
2.3 Trauma pada Kehamilan ........………………………………….. 20
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 21
3.1 Kerangka Berpikir ……………………………………………… 21
3.2 Kerangka Konsep ………………………………………………. 23
3.3 Hipotesis Penelitian …………………………………………….. 24
BAB IV METODE PENELITIAN 25
4.1 Rancangan Penelitian …………………………………………. 25
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………….......................... 25
4.3 Populasi dan Sampel ………………………………………….. 26
4.4 Variabel ……………………………………………………….. 27
4.5 Alat Penelitian ……………………………………………........ 29
4.6 Instrumen Penelitian …………………………………………. 30
4.7 Prosedur Penelitian …………………………………………… 30
4.8 Alur Penelitian ………………………………………………... 32
4.9 Analisis Data ……………………………………..................... 32
4.10 Kelaikan Etik ………………………………………………….. 33
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Subyek dan Variabel Penelitian ………………... 34
5.2 Uji Validitas skor BATSS dalam memprediksi pasien dengan trauma 36
tumpul abdomen terhadap kejadian rupture organ intra-
abdomen............................................................................
5.3 Hasil analisis statistikdengan kurva ROC dalam memprediksi pasien 36
dengan trauma tumpul abdomen terhadap kejadian rupture organ intra-
abdomen………………………………..…..
BAB VI PEMBAHASAN 38
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan …,……………........................................................ 42
7.2 Saran…………............................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 44
LAMPIRAN ………………………………………………………………... 47
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3.1 Kerangka Berpikir …………………………………………………................... 22
3.2 Kerangka Konsep ……………………………………………………………….. 23
4.1 Skema dasar penelitian uji diagnosis …………………………………............... 25
4.2 Alur Penelitian …………………………………………………………………... 32
5.1 Kurva ROC skor BATTS terhadap hasil CT Scan ………………….................. 37
DAFTAR TABEL
Halaman
5.1 Karakteristik Subyek dan Varibel …………………………...……................... 34
5.2 Tabel Silang 2 x 2 ………………...……………………………………………. 36
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
RSUP
FAST
CT BATSS
GCS
DPL
RL
ml
µl
NGT
WHO US
MSCT
: Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah : Focus Assesment with Sonography for Trauma
: Computed Tomograpghy
: Blunt Abdominal Trauma Scoring System
: Glasgow Coma Scale
: Diagnostic Peritoneal Lavage
: Ringer Laktat
: Mililiter
: Mikroliter
: Naso-Gastric Tube
: World Health Organization : Ultrasound
: Multi Slice Computed Tomography
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lembar Pengumpulan Data ………………………………………………………… 46
2. Perkiraan Biaya Penelitian ……………………………………………................... 47
3. Hasil Analisis Data …………………………………………………………………. 48
4. Rekapan Data …………………………………………………………................... 60
5. Surat Ijin Penelitian ………………………………………………………………… 62
6. Keterangan Kelaikan Etik ………………………………………………………….. 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma merupakan suatu masalah kesehatan yang cukup serius karena terjadi pada subjek usia
muda (Guillon, 2011). Angka korban akibat trauma di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 57
juta setiap tahun, yang menyebabkan sekitar 2 juta jiwa harus dirawat inap dan 150.000 kematian
(Elliot, Rodriguez, 1996). Dengan beban ekonomi yang disebabkan oleh trauma cukup
bermakna, diperkirakan trauma mengakibatkan hilangnya angka kehidupan sebesar 26% dan
lebih dari separuhnya kehilangan usia produktifnya (Tentillier, Mason, 2000).
Trauma merupakan penyebab kematian ke-3 di dunia, setelah penyakit kardiovaskular
dan kanker dan merupakan penyebab utama kematian pada individu dengan usia prduktif yaitu
usia dibawah 40 tahun (Tentillier, Mason, 2000). Trauma abdomen merupakan salah satu
penyebab kematian ke-3 pada pasien trauma dan dapat ditemukan sekitar 7–10% dari jumlah
seluruh kasus trauma (Costa et al, 2010). Klasifikasi trauma abdomen yaitu trauma tajam
(penetrans) dan trauma tumpul (non penetrans) (Umboh, Sapan, Lampus, 2016). Angka kejadian
trauma tumpul abdomen didapatkan sekitar 80% dari keseluruhan trauma abdomen (Guillon,
2011).
Seiring dengan perkembangan teknologi dan status ekonomi populasi di dunia. Penyebab
tersering trauma tumpul abdomen adalah kecelakaan lalu lintas sebanyak ¾ kasus dan penyebab
berikutnya disebabkan oleh jatuh. Di Indonesia, penyebab cedera secara umum disebabkan oleh
kecelakaan sepeda motor dan jatuh dengan prevalensi cedera tertinggi didapatkan pada
kelompok usia 15 – 24 tahun. Sehingga hal ini menempatkan trauma tumpul abdomen sebagai
2
salah satu masalah yang akan dihadapi oleh seluruh tenaga kesehatan pada umumnya dan dokter
bedah pada khususnya (Riskesdas, 2013). Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah (RSUP),
penyebab kematian terbanyak oleh karena kecelakaan adalah multiple trauma (16%), trauma
kepala (4%), trauma abdomen (1%), dan trauma thorak (1%) (Yuniarti, 2013). Data tahun 2015
menyatakan dari total 2755 tindakan di ruang operasi IRD RS Sanglah, 720 kasus berkaitan
cedera kepala, 455 kasus berkaitan dengan fraktur ekstremitas, 64 kasus berkaitan trauma
abdomen sisanya berkaitan dengan kegawatdaruratan bedah non trauma (Anonim,2015)
Adanya luka penetrasi saja sudah menekankan akan kemungkinan terjadi trauma pada
organ intra-abdomen, sedangkan trauma tumpul biasanya terjadi multisistem trauma yang
menyebabkan diagnosis lebih sulit ditegakkan (Umboh, Sapan, Lampus, 2016). Diagnosis
trauma tumpul abdomen lebih awal disertai penatalaksanaan yang cepat dan tepat maka dapat
menurunkan mortalitas hingga 50% (Guillon, 2011).
Diagnosis yang cepat pada cedera abdomen merupakan langkah yang penting untuk
penatalaksanaan selanjutnya untuk mencegah morbiditas dan mortalitas kasus trauma tumpul
abdomen (Boutros, Nassef, & Ghany, 2015). Trauma tumpul menghasilkan spektrum cedera
yang luas, mulai dari cedera minor, sistem tunggal sampai pada multi-sistem trauma. Hal ini
memberikan tantangan dalam mendiagnostik trauma tumpul abdomen bagi para dokter bedah,
dimana mereka harus memiliki kemampuan untuk medeteksi adanya cedera organ intra-
abdominal secara keseluruhan (Afifi, 2008). Kecepatan keputusan tindakan laparotomi sangat
penting, terutama pertimbangan pada kondisi hemodinamik tidak stabil untuk menghindari
tindakan invasif yang tidak perlu dan komplikasi yang akan ditimbulkan (Boutros, Nassef, &
Ghany, 2015).
3
Kesulitan untuk mendiagnosis trauma tumpul abdomen adalah dalam hal menilai apakah
terjadi cedera organ intra-abdomen akibat trauma tumpul atau tidak. Beberapa penelitian
menekankan pemeriksaan fisik pada trauma tumpul abdomen yang tidak akurat terutama pada
keadaan penurunan kesadaran akibat cedera kepala, terkadang disepelekan atau tidak terdeteksi
sama sekali (Afifi, 2008). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Schurink et al pada tahun 1997
menunjukkan bahwa pemeriksaan abdomen memberikan hasil yang sama pada hampir separuh
pasien dengan pasien multi trauma. Sehingga membutuhkan pemeriksaan lanjutan untuk
memberikan penatalaksanaan yang lebih baik (Schurink, Bode, Luijt, & Vugt, 1997).
Sistem skoring yang ada saat ini yaitu Clinical Abdominal Scoring System (CASS)
sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan perlunya tindakan laparotomi segera,
dan juga meminimalisir penggunaan pemeriksaan lanjutan pada pasien trauma tumpul abdomen.
Selain itu mengurangi waktu dan biaya yang tidak perlu (Afifi, 2008). Hal ini juga didukung oleh
Avini et al., dimana skoring tersebut memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang baik dalam
penentuan laparotomi (Avini, Nejad, Chardoli, & Movaghar, 2011).
Sistem skoring CASS ini disusun dengan menggunakan sampel dengan rentang usia yang
luas termasuk anak usia 2 tahun pada penelitian Afifi et al. Dimana angka hipotensi pada rentang
usia anak dan dewasa berbeda. Pemeriksaan fisik atau ultrasound sendiri tidak dapat
menggambarkan kondisi pasien. Tetapi kombinasi gambaran klinis dan hasil Focus Assesment
with Sonography in Trauma (FAST), memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang sama dengan
CT scan untuk mendiagnosis cedera organ intra-abdomen (Shojaee et al, 2014).
Pemeriksaan penunjang berupa FAST merupakan alat diagnostik yang digunakan untuk
mendeteksi cairan intra-abdomen. Sensitivitas pemeriksaan ini hampir 100%. Penemuan cairan
bebas intraperitoneal pada pasien dengan hipotensi dapat memperingatkan dokter bahwa pasien
4
memerlukan tindakan laparotomi emengensi. Penggunaan FAST telah menggantikan Deep
Peritoneal Lavage (DPL) dalam mendeteksi perdarahan intraperitoneal pada sebagian besar
kasus (Radwan, Zidan, 2006).
Computed Tomography (CT) scan merupakan baku emas modalitas radiografik dalam
evaluasi trauma tumpul abdomen. Pada kasus dengan hemodinamik stabil CT scan merupakan
modalitas pilihan. Pemeriksaan ini memiliki akurasi yang tinggi mencapai 95%. Pemeriksaan CT
abdomen juga memiliki batasan yaitu diperlukan petugas yang ahli untuk melakukannya dan
dokter spesialis radiologi untuk membuat interpretasi hasil. Pemeriksaan CT abdomen walaupun
sangat sensitif terhadap organ padat, tetapi tidak menunjukkan adanya robekan pada
mesenterium, cedera pada usus terutama robekan yang kecil, cedera diafragma bila rekonstruksi
sagital dan coronal tidak dilakukan, dan cedera pankreas bila dilakukan segera setelah trauma.
(Radwan & Zidan, 2006).
Beberapa pertanyaan sering dihadapi saat menangani pasien yang mengalami trauma
tumpul abdomen di unit gawat darurat, yaitu (Shojaee et al, 2014) :
- Apakah ada cedera organ intraabdomen?
- Seberapa dalamkah kerusakan yang ditimbulkan?
- Apa resiko yang berhubungan dengan kerusakan ini?
- Bagaimana mendiagnosis dan menanganinya?
Beberapa pertanyaan tersebut menjadi permasalahan pada kasus trauma tumpul abdomen,
serta seriusnya dampak yang ditimbulkan oleh kejadian trauma tumpul abdomen, sementara
pemeriksaan penunjang seperti CT abdomen memerlukan biaya yang besar serta belum tersedia
di beberapa rumah sakit maka penelitian ini berusaha menggunakan Blunt Abdominal Trauma
Scoring System (BATSS) untuk memprediksi trauma intra-abdomen pada trauma tumpul
5
abdomen. Blunt Abdominal Trauma Scoring System (BATSS) merupakan suatu skor yang
diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Shojaee et al (2014) di Rumah Sakit Imam Hussain
dan Shohadaye Hafte Tir, Tehran, Iran (Shojaee et al, 2014).
Blunt Abdominal Trauma Scoring System memberikan sistem skor dengan akurasi tinggi
dalam mendiagnosis cedera organ intra-abdomen pada pasien trauma tumpul abdomen
berdasarkan gambaran klinis seperti riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan FAST. Hal-hal yang
dinilai dalam BATTS antara lain (Shojaee et al, 2014).:
Nyeri abdomen, nilai skor 2
Nyeri tekan abdomen, nilai skor 3
Jejas pada dinding dada, nilai skor 1
Fraktur pelvis, nilai skor 5
Focus Assesment Sonography for Trauma, nilai skor 8
Tekanan darah sistolik <100 mmHg, nilai skor 4
Denyut Nadi >100 kali/menit, nilai skor 1
Berdasarkan sistem skoring BATSS, pasien dibagi menjadi 3 kelompok yaitu resiko
rendah yaitu jika jumlah skor BATSS kurang dari 8, resiko sedang jumlah skor BATSS 8-12,
resiko tinggi jumlah skor BATSS lebih dari 12. Pada kelompok pasien dengan risiko sedang
diperlukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis yang tepat.
Diagnosis yang ditegakkan berdasarkan sistem skoring ini sangat mirip dengan hasil yang
didapatkan dari CT scan. Sehingga dapat mencegah penggunaan CT Scan yang tidak perlu pada
pasien yang dicurigai mengalami cedera organ intra-abdomen akibat trauma tumpul abdomen
(Shojaee et al, 2014).
6
Sebagai dasar diagnosis yang akurat, BATSS dapat memprediksi kapan CT scan
diperlukan untuk mendiagnosis cedera organ intra-abdomen akibat trauma tumpul abdomen.
Sistem ini juga dapat menekan biaya operasional kesehatan, mengurangi paparan radiasi yang
tidak perlu terhadap pasien, mengurangi waktu dalam mendiagnosis, dan mencegah penumpukan
pasien di ruang emergensi. Sehingga dapat membantu dokter emergensi untuk menegakkan
diagnosis cedera organ intra-abdomen secara cepat dan akurat (Shojaee et al, 2014).
Pengalaman penulis selama menjalani pendidikan di RSUP Sanglah, jumlah kejadian
trauma tumpul abdomen cukup tinggi dan melibatkan pasien dengan usia produktif. Dalam
mendiagnosis pasien dengan trauma tumpul abdomen hanya menggunakan pedoman
pemeriksaan klinis dan radiologis. Belum ada sistem skoring yang digunakan sebagai pedoman
dalam memprediksi cedera organ intra-abdomen. Masih banyak rumah sakit yang belum
dilengkapi fasilitas CT scan, sehingga sistem skoring ini dapat membantu dokter di ruang
emergensi dalam mendiagnosis cedera organ intra-abdomen secara cepat dan menjadi pedoman
dalam penatalaksanaan pasien.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai
berikut :
1. Apakah skor BATSS mempunyai sensitivitas yang baik dalam mengetahui cedera organ
intra-abdomen pada penderita trauma tumpul abdomen di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali?
2. Apakah skor BATSS mempunyai spesifisitas yang baik dalam mengetahui cedera organ
intra-abdomen pada penderita trauma tumpul abdomen di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali?
7
3. Apakah skor BATSS mempunyai nilai prediktif positif yang baik dalam mengetahui cedera
organ intra-abdomen pada penderita trauma tumpul abdomen di RSUP Sanglah, Denpasar,
Bali?
4. Apakah skor BATSS mempunyai nilai prediktif negatif yang baik dalam mengetahui cedera
organ intra-abdomen pada penderita trauma tumpul abdomen di RSUP Sanglah, Denpasar,
Bali?
5. Apakah skor BATSS mempunyai akurasi yang baik dalam mengetahui cedera organ intra-
abdomen pada penderita trauma tumpul abdomen di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Membuktikan validitas diagnosis skor BATSS pada penderita trauma tumpul abdomen di
RSUP Sanglah Denpasar, Bali
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui sensitivitas skor BATSS pada trauma tumpul abdomen
2. Mengetahui spesifisitas skor BATSS pada trauma tumpul abdomen
3. Mengetahui nilai prediktif positif skor BATSS pada trauma tumpul abdomen
4. Mengetahui nilai prediktif negatif skor BATSS pada trauma tumpul abdomen
5. Mengetahui akurasi skor BATSS pada trauma tumpul abdomen
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat akademis
8
Penelitian ini secara akademik bermanfaat untuk menambah wawasan keilmuan mengenai
skor BATSS untuk memprediksi cedera organ intra-abdomen akibat trauma tumpul abdomen
serta dapat dijadikan sumbangan pemikiran penelitian lebih lanjut terutama tentang upaya
peningkatan akurasi diagnosis trauma tumpul abdomen.
1.4.2 Manfaat praktis
Skor BATSS dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis cedera organ intra-abdomen
akibat trauma tumpul abdomen secara bermakna di RSUP Sanglah Denpasar Bali sehingga
tatalaksana pasien dapat dipertanggung jawabkan.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Trauma Tumpul Abdomen
2.1.1 Definisi
Trauma abdomen adalah trauma yang melibatkan daerah antara diafragma pada bagian
atas dan pelvis pada bagian bawah. Trauma abdomen dibagi menjadi dua tipe yaitu trauma
tumpul abdomen dan trauma tembus abdomen. (Guillion, 2011)
2.1.2 Epidemiologi
Trauma merupakan penyebab kematian tersering ketiga pada populasi umum setelah
penyakit kardiovaskular dan kanker. Pada subgrup pasien usia dibawah 40 tahun, trauma
merupakan penyebab kematian utama (Guillion, 2011). Di Amerika Serikat, angka korban akibat
trauma diperkirakan sekitar 57 juta setiap tahunnya, yang mengakibatkan sekitar 2 juta jiwa
harus dirawat inap dan 150.000 kematian (Elliot dan Rodriguez, 1996). Dengan beban ekonomi
yang disebabkan oleh trauma cukup signifikan, diperkirakan trauma mengakibatkan hilangnya
angka kehidupan sebesar 26% dan lebih dari separuhnya kehilangan usia produtifnya (Tentillier
dan Mason, 2000).
Trauma abdomen, merupakan penyebab kematian yang cukup sering, ditemukan sekitar 7
– 10% dari pasien trauma (Costa, 2010). Di Eropa, trauma tumpul abdomen sering terjadi, sekitar
80% dari keseluruhan trauma abdomen. Pada tigaperempat kasus trauma tumpul abdomen,
kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab tersering dan sering ditemukan pada pasien
10
politrauma. Diikuti oleh jatuh sebagai penyebab kedua tersering. Hal ini seringnya berhubungan
dengan tindakan percobaan bunuh diri, kecelakaan kerja, dan kecelakaan saat olahraga (Guillion,
2011).
Di Indonesia, didapatkan bahwa prevalensi cedera secara nasional adalah sebesar 8,2%,
dimana prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi
(4,5%). Penyebab cedera secara umum yang terbanyak adalah jatuh (40,9%) dan kecelakaan
sepeda motor (40,6%), selanjutnya penyebab cedera karena terkena benda tajam/tumpul (7,3%),
transportasi darat lain (7,1%) dan kejatuhan (2,5%). Penyebab cedera transportasi sepeda motor
tertinggi ditemukan di Bengkulu (56,4 persen) dan terendah di Papua (19,4%) (Riskesdas 2013).
Pada trauma tumpul abdomen, cedera organ intra abdomen yang didapatkan umumnya
merupakan organ solid, terutama lien dan hepar dimana kedua organ ini dapat menyebabkan
perdarahan intra abdomen. Sedangkan untuk organ berongga cukup jarang terjadi, dan seringnya
dihubungkan dengan seat-belt atau deselerasi kecepatan tinggi (Guillion, 2009; Demetrios,
2011).
2.1.3 Mekanisme trauma tumpul abdomen
Pada trauma tumpul abdomen, cedera pada organ intraabdomen bergantung pada
mekanisme cedera dan organ yang terlibat. Organ yang terlibat contohnya organ berhubungan
dengan lokasi anatomis, organ padat atau organ berongga, terfiksir atau mobile. Berbagai macam
mekanisme cedera dapat dikaitkan dengan trauma tumpul, tetapi sebagian besar disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas dan jatuh (Guillion, 2009).
11
Ada beberapa mekanisme cedera pada trauma tumpul abdomen yang dapat menyebabkan
cedera organ intraabdomen, yaitu :
Benturan langsung terhadap organ intraabdomen diantara dinding abdomen anterior dan
posterior (Demetrios, 2011).
Cedera avulsi yang diakibatkan oleh gaya deselerasi pada kecelakaan dengan kecepatan
tinggi atau jatuh dari ketinggian. Gaya deselerasi dibagi menjadi deselerasi horizontal dan
deselerasi vertikal. Pada mekanisme ini terjadi peregangan pada struktur-struktur organ yang
terfiksir seperti pedikel dan ligament yang dapat menyebabkan perdarahan atau iskemik
(Guillion, 2009).
Terjadinya closed bowel loop pada disertai dengan peningkatan tekanan intraluminal yang
dapat menyebabkan rupture organ berongga (Demetrios,2011).
Laserasi organ intraabdomen yang disebabkan oleh fragmen tulang (fraktur pelvis, fraktur
costa) (Demetrios, 2011).
Peningkatan tekanan intraabdomen yang masif dan mendadak dapat menyebabkan ruptur
diafragma bahkan ruptur kardiak (Demetrios,2011).
2.1.4 Diagnosis
2.1.4.1 Anamnesis
Pada evaluasi trauma tumpul abdomen, anamnesis yang detil dan akurat sangat
diperlukan untuk memastikan kemungkinan terjadinya cedera organ intraabdomen akibat trauma
tumpul abdomen (Sugrue, 2000). Informasi diperoleh dari paramedis, polisi atau yang
mendampingi pasien saat transportasi dan juga dari pasien sendiri jika pasien sadar baik (Richard
et al, 2007). Saat melakukan anamnesis, digunakan sistem MIST, yaitu :
12
Mekanisme cedera
Injury (cedera yang didapat)
Signs (tanda atau gejala yang dialami)
Treatment (penanganan yang telah diberikan) (Sugrue, 2000).
2.1.4.2 Pemeriksaan fisis
Penilaian klinis terhadap pasien yang mengalami trauma tumpul abdomen terkadang sulit
dilakukan dan tidak akurat, dan dapat ditemukan pada sekitar 50% pasien yang mengalami
trauma tumpul abdomen (Legome dan Geibel, 2016; Sugrue, 2000). Selain penurunan kesadaran,
efek hemoperitoneum dan variasi cedera dari berbagai variasi gejala cedera organ padat atau
berongga membuat interpretasi yang sulit dilakukan. Adanya cedera lainnya pada pasien multi
trauma memberikan tantangan tambahan (Sugrue, 2000).
Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada pasien yang sadar baik yaitu :
Nyeri perut
Nyeri tekan pada abdomen
Perdarahan gastrointestinal
Hipovolemik
Tanda-tanda peritonitis (Legome dan Geibel, 2016)
Bagaimanapun, akumulasi darah dalam jumlah yang banyak di intraperitoneum dan
rongga pelvis dapat memberikan perubahan pemeriksaan fisik yang tidak signifikan. (Legome,
Geibel. 2016) Keluhan nyeri perut maupun nyeri tekan pada abdomen memiliki sensitifitas yang
baik untuk mengidentifikasi cedera organ intraabdomen, tetapi sensitifitas tersebut dapat
menurun bila didapatkan penurunan skor Glasgow Coma Scale (GCS) (Adelgais, 2014).
13
Evaluasi terhadap cedera penyerta yang berhubungan sangat diperlukan pada pasien yang
mengalami trauma tumpul abdomen (Sugrue, 2000). Pada pemeriksaan fisis, ada beberapa tanda
yang dapat membantu untuk memprediksi kemungkinan cedera organ intraabdomen, yaitu :
Lap belt marks : berhubungan dengan ruptur usus halus
Kontusio dengan steering wheel shaped
Ekimosis pada daerah panggul (Grey Turner sign) atau umbilicus (Cullen sign) :
mengindikasikan perdarahan retroperitoneal tetapi biasanya timbul setelah beberapa jam
sampai beberapa hari
Distensi abdomen
Terdengar bising usus pada daerah thorak : mengindikasikan cedera pada diafragma
Bruit pada abdomen : mengindikasikan adanya penyakit vaskuler yang mendasari atau
adanya fistel arteriovenous fistula.
Nyeri tekan lokal atau difus, disertai rigiditas : kemungkinan cedera peritoneum
Krepitasi atau thoracic cage yang tidak stabil mengindikasikan kemungkinan cedera lien atau
hepar (Legome dan Geibel, 2016).
2.1.4.3 Pemeriksaan penunjang
Pasien dengan trauma tumpul abdomen yang berat, organ intra-abdomen harus dievaluasi
dengan menggunakan pemeriksaan yang objektif dibandingkan hanya dengan pemeriksaan fisis
sendiri bila didapatkan nyeri yang signifikan dan disertai dengan penurunan kesadaran.
Pemeriksaan yang umum digunakan untuk evaluasi abdomen adalah
1. Computed Tomography (CT) abdomen
Computed Tomography abdomen merupakan baku emas untuk diagnostik cedera organ intra-
abdomen dengan hemodinamik stabil. Pemeriksaan ini menggunakan kontras intravena, sehingga
14
pemeriksaan ini sensitif terhadap darah dan dapat mengevaluasi masing-masing organ, termasuk
struktur organ retroperitoneal (Boffard, 2012). Helical CT Scan sagital dan koronal rekonstruksi
berguna untuk mendeteksi cedera diafragma. Selain itu, juga dapat meningkatkan diagnosis
cedera gastrointestinal (Radwan dan Zidan, 2006).
Computed Tomography abdomen memiliki akurasi yang tinggi, mencapai 95% dan memiliki
negative predictive value yang sangat tinggi yaitu hamper 100%. Tetapi pasien dengan
kecurigaan trauma tumpul abdomen harus dirawat di rumah sakit selama paling sedikit 24 jam
untuk observasi meskipun hasil CT abdomen negatif. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menentukan derajat cedera organ padat dan menjadi penuntun untuk penatalaksanaan non-
operatif dan juga keputusan untuk dilakukan tindakan pembedahan (Radwan dan Zidan, 2006).
Pemeriksaan CT abdomen juga memiliki batasan yaitu diperlukan petugas yang ahli untuk
melakukannya dan dokter spesialis radiologi untuk membuat interpretasi hasil. Pemeriksaan CT
abdomen walaupun sangat sensitif terhadap organ padat, tetapi tidak menunjukkan adanya
robekan pada mesenterium, cedera pada usus terutama robekan yang kecil, cedera diafragma bila
rekonstruksi sagital dan coronal tidak dilakukan, dan cedera pankreas bila dilakukan segera
setelah trauma. Adanya cairan bebas intraperitoneal pada keadaan tidak adanya cedera pada
organ padat dapat menyebabkan keraguan dimana terdapat 25% lesi pada usus tidak terdeteksi.
Sehingga disarankan untuk dilakukan pemeriksaan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) bila
disepakati untuk tatalaksana konservatif (Radwan dan Zidan, 2006).
Kerugian CT abdomen yaitu perlunya mentransfer pasien ke unit CT scan, bahaya radiasi
yang didaptkan, pasien dapat tidak koperatif atau mengambil posisi yang baik bila kesakitan atau
dengan penurunan kesadaran. Gagal ginjal atau riwayat syok anafilaktik sebelumnya dapat
menghalangi penggunaan CT abdomen. Pemeriksaan tanpa menggunakan kontras dapat
15
menurunkan sensitifitas CT abdomen dalam mendiagnosis cedera organ padat. (boutros, Nassef,
Ghany, 2015)
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pemeriksaan CT
abdomen, yaitu :
Tidak boleh dilakukan pada pasien dengan status hemodinamik tidak stabil
Jika dari mekanisme cedera dicurigai cedera pada duodenum, maka pemberian kontras
peroral dapat membantu diagnosis.
Jika dicurigai cedera pada rektum dan kolon distal dengan adanya darah pada pemeriksaan
rektum, pemberian kontras melalui rektum dapat membantu (Boffard, 2002).
2. Focused Assessment Sonography for Trauma (FAST)
Focus Assesment Sonography for Trauma awalnya dilakukan di Eropa dan Jepang pada
tahun 80-an yang kemudian diadopsi oleh Amerika Utara pada tahun 90-an, yang kemudian
berkembang ke seluruh dunia. Kuwait merupakan salah satu negara di Timur Tengah yang
pertama kali menggunakan FAST di unit gawat darurat (Radwan, Zidan, 2006).
Focus Assesment Sonography for Trauma merupakan suatu pemeriksaan yang mendeteksi
ada tidaknya cairan intraperitoeneal. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang aman dan
cepat serta dapat dengan mudah untuk dipelajari. Pemeriksaan FAST juga sangat berguna bagi
pasien dengan hemodinamik tidak stabil dan tidak dapat dibawa ke ruang CT abdomen, bahkan
dapat dilakukan disamping pasien selama dilakukan resusitasi tanpa harus dipindahkan dari
ruangan resusitasi (Radwan, Zidan, 2006). Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pemeriksaan ini memiliki sensitifitas 79 – 100% dan spesifitas 95 – 100%, terutama pada pasien
dengan hemodinamik tidak stabil (Boutros, Nassef, Ghany, 2015).
16
Pada pemeriksaan FAST difokuskan pada 6 area, yaitu perikardium, hepatorenal,
splenorenal, parakolik gutter kanan dan kiri, dan rongga pertioneaum di daerah pelvis (Boffard,
2002). Pada evaluasi trauma tumpul abdomen, FAST menurunkan angka penggunaan CT Scan
dari 56% menjadi 26% tanpa meningkatkan resiko kepada pasien. (Branney dkk., 1997).
Pemeriksaan ini akurat untuk mendeteksi darah sebanyak >100 mililiter, namun hasil
pemeriksaan sangat bergantung pada operator yang mengerjakan dan akan terutama pada pasien
obesitas atau usus-usus terisi udara. Cedera organ berongga sangat sulit untuk didiagnosis dan
memiliki sensitivitas yang rendah sekitar 29–35% pada cedera organ tanpa hemoperitoneum
(Boffard, 2002)
Keterbatasan ultrasound harus dipahami ketika menggunakan FAST. Ultrasound tidak akurat
pada pasien obesitas akibat kurangnya kemampuan penetrasi gelombang sonografi. Selanjutnya,
akan sulit juga untuk memvisualisasi struktur organ intra-abdomen pada keadaan ileus atau
elfisema subkutis. USG sangat akurat untuk mendeteksi cairan intraperitoneal tetapi tidak dapat
membedakan antara darah, urin, cairan empedu atau ascites. Organ retroperitoneal juga sulit
untuk dievaluasi (Radwan dan Zidan, 2006).
Pemeriksaan FAST ini dapat dipertimbangkan sebagai modalitas awal pada evaluasi trauma
tumpul abdomen, tidak invasive, tersedia dengan mudah, dan membutuhkan waktu persiapan
yang singkat. Ultrasonografi berulang pada pasien trauma tumpul abdomen yang mendapat
observasi ketat meningkakan sensitifitas dan spesifisitas mendekati 100% (Boutros, Nassef,
Ghany, 2015).
3. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Diagnostic Peritoneal Lavage adalah suatu pemeriksaan yang digunakan untuk menilai
adanya darah di dalam abdomen. Gastric tube dipasang untuk mengosongkan lambung dan
17
pemasangan kateter urin untuk pengosongan kandung kemih. Sebuah kanul dimasukkan di
bawah umbilicus, diarahkan ke kaudal dan posterior. Jika saat aspirasi didapatkan darah (>10ml
dianggap positif) dan selanjutnya dimasukkan cairan ringer laktat (RL) hangat sebanyak 1000
mililiter (ml) dan kemudian dialirkan keluar. Jika didapatkan sel darah merah >100.000
sel/mikroliter(μL) atau leukosit >500 sel/μL maka pemeriksaan tersebut dianggap positif. Jika
terdapat keterbatasan laboratorium, dapat menggunakan urine dipstick. Jika didapatkan drainage
cairan lavage melalui chest tube mengindikasikan penetrasi diafragma (Boffard, 2002).
Bila hemodinamik stabil, dilakukan pemeriksaan FAST dan CT abdomen. Apabila dengan
hemodinamik tidak stabil, dilakukan pemeriksaan FAST atau DPL (Richard et al., 2007). FAST
sangat berguna sebagai alat diagnostic untuk mendeteksi cairan intra-abdomen, sehingga indikasi
DPL menjadi lebih terbatas. Ketiga modalitas diagnostic ini saling melengkapi dan tidak
kompetitif. Kegunaan masing-masing dapat dimaksimalkan ketika digunakan secara tepat
(Radwan, Zidan, 2006)
4. Laparotomi eksplorasi
Laparotomi eksplorasi merupakan modalitas diagnostik paling akhir. Indikasi dilakukan
laparotomi eksplorasi adalah :
- Hipotensi atau syok yang tidak jelas sumbernya
- Perdarahan tidak terkontrol
- Tanda – tanda peritonitis
- Luka tembak pada abdomen
- Ruptur diafragma
- Pneumoperitoneum
- Eviserasi usus atau omentum.
18
- Indikasi tambahan : perdarahan signifikan dari naso-gastric tube (NGT) atau rectum,
perdarahan dari sumber yang tidak jelas, luka tusuk dengan cedera vascular, bilier, dan usus
(Richard dkk., 2007).
Prioritas pembedahan pada saat laparotomi adalah :
- Menemukan dan mengontrol perdarahan
- Menemukan cedera usus untuk mengontrol kontaminasi feses
- Identifikasi cedera ogan abdomen dan struktur lainnya
- Memperbaiki kerusakan organ dan strukturnya (Richard dkk., 2007)
2.2 Penggunaan Skor Blunt Abdominal Trauma Scoring System (BATSS) pada Pasien
Trauma Tumpul Abdomen (Shojaee dkk., 2014)
Blunt Abdominal Trauma Scoring System (BATSS) adalah suatu sistem skoring yang
digunakan untuk mendeteksi pasien yang dicurigai mengalami cedera organ intra-abdomen
akibat trauma tumpul abdomen. Dimana sistem skoring ini dapat menghemat waktu, mengurangi
penggunaan CT abdomen yang tidak perlu, paparan radiasi, dan biaya yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis dan penatalaksanaannya. Hal-hal yang dinilai dalam BATTS antara lain :
Nyeri abdomen, nilai skor 2
Nyeri tekan abdomen, nilai skor 3
Jejas pada dinding dada, nilai skor 1
Fraktur pelvis, nilai skor 5
Focus Assesment Sonography for Trauma, nilai skor 8
Tekanan darah sistolik <100 mmHg, nilai skor 4
Denyut Nadi >100 kali/menit, nilai skor 1
19
Berdasarkan sistem skoring BATSS, pasien dibagi menjadi 3 kelompok yaitu resiko
rendah yaitu jika jumlah skor BATSS kurang dari 8, resiko sedang jumlah skor BATSS 8-12,
resiko tinggi jumlah skor BATSS lebih dari 12. Pada kelompok pasien dengan risiko sedang
diperlukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis yang tepat.
Sistem skoring yang ada saat ini yaitu Clinical Abdominal Scoring System (CASS)
sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan perlunya tindakan laparotomi segera,
dan juga meminimalisir penggunaan pemeriksaan lanjutan pada pasien trauma tumpul abdomen.
Selain itu mengurangi waktu dan biaya yang tidak perlu (Afifi, 2008). Hal ini juga didukung oleh
Avini et al, dimana skoring tersebut memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang baik dalam
penentuan laparotomi (Avini, Nejad, Chardoli, & Movaghar, 2011).
Sistem skoring CASS ini disusun dengan menggunakan sampel dengan rentang usia yang
luas termasuk anak usia 2 tahun pada penelitian Afifi et al. Dimana angka hipotensi pada rentang
usia anak dan dewasa berbeda. Pemeriksaan fisik atau ultrasound sendiri tidak dapat
menggambarkan kondisi pasien. Tetapi kombinasi gambaran klinis dan hasil Focus Assesment
with Sonography in Trauma (FAST), memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang sama dengan
CT scan untuk mendiagnosis cedera organ intra-abdomen (Shojaee et al, 2014).
Blunt Abdominal Trauma Scoring System memberikan sistem skor dengan akurasi tinggi
dalam mendiagnosis cedera organ intra-abdomen pada pasien trauma tumpul abdomen
berdasarkan gambaran klinis seperti riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan FAST. Diagnosis
yang ditegakkan berdasarkan sistem skoring ini sangat mirip dengan hasil yang didapatkan dari
CT scan.
20
2.3 Trauma Pada Kehamilan
Trauma diperkirakan terjadi sekitar 1 dari setiap 12 kehamilan dan merupakan penyebab
kematian maternal nonobstetrik. Dampak pada fetus akibat trauma meningkatkan terjadinya
abortus spontan, persalinan prematur, rupture uterin (Figueroa et al., 2013)
Meskipun penilaian awal dan tatalaksana pada pasien hamil prioritas untuk resusitasi sama
dengan pasien pada umumya, terdapat beberapa perubahan anatomi, fisiologi selama kehamilan
yang dapat menurunkan respon terhadap cedera (Knudson dan Yeh, 2013).
Terjadi perubahan kardiovakular yang normal pada kehamilan yang dapat menurunkan gejala
dan tanda syok. Tekanan darah akan menurun pada trimester pertama sampai trimester kedua dan
kembali ke keadaan sebelum hamil pada trimester ketiga. Denyut jantung juga meningkat 10 –
15 kali per menit diatas nilai normal. Kontributor hipotensi maternal adalah sindrom hipotensi
supine, dimana saat usia gestasi 20 minggu, uterus telah mencapai level vena cava inferior yang
mengakibakan kompresi saat ibu posisi supine. Obstruksi ini akan menurunkan cardiac output
sebesar 28%, sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 30%. Volume
darah meningkat perlahan sejak usia 6-8 minggu sebanyak 45% diatas normal. Dengan
meningkatnya volume darah ini, tanda klinis dari hipotensi maternal akibat perdarahan dapat
terlambat (Bathia dan Cranmer, 2010)
Beberapa perubahan juga pada sistem respirasi selama kehamilan. Saat terjadi pembesaran
uterus, diafragma akan naik 4 cm dan diameter dada bertambah 2 cm, meningkatkan sudut
substrenal sebanyak 50%. Hal ini harus diperhatikan saat melakukan prosedur thorakostomi atau
thorakosintesis (Knudson dan Yeh, 2013).
21
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Diagnosis trauma tumpul abdomen dilakukan melalui beberapa tahap yaitu anamnesis,
pemeriksaan fisis. Trauma tumpul abdomen dipengaruhi oleh mekanisme cedera yang
terjadi. Kejadian trauma tumpul abdomen dapat menyebabkan cedera intrabdomen. Cedera
intraabdomen tersebut dapat diketahui dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis serta
diperlukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang dasar yang mudah dilakukan
serta alatnya tersedia di hampir semua pusat kesehatan adalah FAST, namun pemeriksaan
ini bukan merupakan pemeriksaan baku emas untuk mengetahui cedera intraabdomen.
Pemeriksaan baku emas adalah CT abdomen dengan kontras untuk penderita dengan
hemodinamik stabil, sedangkan untuk penderita dengan hemodinamik tidak stabil dilakukan
laparotomi eksplorasi. Kedua pemeriksaan baku emas tersebut memiliki keterbatasan karena
tidak tersedia tidak semua pusat kesehatan, serta membutuhkan waktu dan biaya yang
mahal. Oleh karena itulah diperlukan adanya sistem skor untuk dapat menggantikan
pemeriksaan baku emas tersebut. Skor BATSS dapat digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya cedera intra-abdomen pada trauma tumpul abdomen. Skor BATSS terdiri dari
beberapa poin yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang FAST.
Trauma tumpul Diagnosis
abdomen
Mekanisme cedera
Cedera organ Pemeriksaan penunjang
intra-abdomen
Keterbatasan atau kelemahan
Skor BATSS
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
22
Anamnesis
Pemeriksaan fisis
Hemodinamik stabil : CT abdomen
Hemodinamik tidak stabil :
laparotomi eksplorasi
<8 : risiko rendah
8-11 : risiko sedang
≥12 : risiko tinggi
23
3.2 Kerangka Konsep
Trauma tumpul abdomen
Skor BATSS
- Penurunan kesadaran (GCS <15) Usia
- Kehamilan
Laparotomi
Eksplorasi
Ya Tidak
Gambar 3.2 Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel bebas
: Variabel tergantung
: Variabel perancu dikendalikan dengan desain
: Variabel perancu dikendalikan dengan analisis
24
3.3 Hipotesis
1. Sensitifitas skor BATSS dalam memprediksi terjadinya cedera intra-abdomen pada
pasien trauma tumpul abdomen ≥ 90%.
2. Spesifisitas skor BATSS dalam memprediksi terjadinya cedera intra-abdomen pada
pasien trauma tumpul abdomen ≥ 90%.
3. Nilai prediktif positif skor BATSS dalam memprediksi terjadinya cedera intra-abdomen
pada pasien trauma tumpul abdomen ≥ 90%.
4. Nilai prediktif negatif skor BATSS dalam memprediksi terjadinya cedera intra-abdomen
pada pasien trauma tumpul abdomen ≥ 90%.
5. Akurasi skor BATSS dalam memprediksi terjadinya cedera intra-abdomen pada pasien
trauma tumpul abdomen ≥ 90%.
25
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian uji diagnostik untuk mengetahui validitas nilai
diagnosis skor BATSS pada kasus trauma tumpul abdomen. Desain penelitian yang digunakan
adalah cross sectional. Pada kelompok subyek penelitian yaitu pasien trauma tumpul abdomen
dilakukan penilaian dengan skor BATSS kemudian dilakukan pemeriksaan baku emas yaitu CT
abdomen dengan kontras pada pasien dengan hemodinamik stabil, sedangkan pasien dengan
hemodinamik tidak stabil dilakukan laparotomi eksplorasi.
Laparotomi eksplorasi (+)
Skor BATSS ≥ 12
Laparotomi eksplorasi (+)
Pasien trauma tumpul abdomen
Laparotomi eksplorasi (+)
Skor BATSS < 12
Laparotomi eksplorasi (-)
Gambar 4.1 Skema dasar penelitian uji diagnosis
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Lab/SMF Ilmu Bedah divisi bedah trauma dan instalasi
rekam medis RSUP Sanglah Denpasar. Waktu penelitian dimulai bulan Februari 2017 sampai
Juni 2017
26
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi target
Populasi target adalah semua penderita trauma tumpul abdomen.
4.3.2 Populasi terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah penderita berumur >18 tahun yang menderita
trauma tumpul abdomen yang datang ke RSUP Sanglah, Denpasar.
4.3.3 Sampel penelitian
Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Sampel penelitian dipilih dengan cara consecutive sampling.
4.3.4 Kriteria penelitian
4.3.4.1 Kriteria inklusi
1. Penderita trauma tumpul abdomen yang datang di RSUP Sanglah Denpasar Bali
2. Usia diatas 18 tahun.
3. Penderita / orangtua / wali penderita bersedia mengikuti penelitian dan telah menandatangani
informed consent.
4.3.4.2 Kriteria eksklusi
1. Penderita dengan penurunan kesadaran (GCS <15).
2. Penderita perempuan yang sedang mengalami kehamilan.
3. Penderita menolak dilakukan tindakan laparotomi eksplorasi.
4. Penderita menolak dilakukan pemeriksaan CT abdomen dengan kontras.
4.3.5 Besar sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus berdasarkan Sopiyudin (2009):
n 2 Sen(1
Sen) d 2 P
27
Keterangan :
n = besar sampel minimal untuk perkiraan sensitifitas
Zα = derivat baku alpha = 1,96 (tingkat kepercayaan sebesar 95%)
Sen = sensitifitas alat yang diinginkan, pada penelitian ini 90%
d = penyimpangan (deviasi) nilai p yang dapat diterima (d) sebesar 10%
P = prevalensi penyakit = 0,79 (Shojaee dkk,2014)
Maka besar sampel untuk penelitian ini adalah:
1,962 x0,9(1 0,9)
n
0,12 x0,79
Jadi jumlah sampel minimal adalah 44 sampel.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Klasifikasi variabel
-
-
Variabel bebas
Variabel tergantung
: skor BATTS
: cedera organ intra-abdomen
4.4.2 Definisi operasional variabel
1. Trauma tumpul abdomen adalah trauma yang melibatkan daerah antara diafragma pada
bagian atas dan pelvis pada bagian bawah tanpa diserta adanya trauma penetrans.
Skala pengukuran nominal.
2. Umur ditentukan berdasarkan umur kronologis (tanggal lahir) yang didapatkan dari penderita
atau orang tua atau wali. Dinyatakan dalam tahun. Perhitungan umur dengan cara
pengurangan tanggal pemeriksaan dengan tanggal lahir. Batasan umur yang dipakai adalah
penderita dewasa berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO) yaitu >18 tahun.
Skala pengukuran ratio
28
3. Anamnesis adalah pengambilan data dari seorang pasien atau wali yang mengetahui dengan
proses kejadian trauma dan data-data mengenai penyakit, kehidupan dan kejadian sekarang
atau di waktu yang lampau.
Skala pengukuran nominal.
4. Pemeriksaan fisis adalah pemeriksaan fisis terdiri dari primary survey meliputi airway,
breathing, circulation, disability, dan exposure , serta secondary survey meliputi
pemeriksaan dari kepala hingga kaki.
Skala pengukuran nominal.
5. Focused Assessment with Sonography for Trauma adalah suatu pemeriksaan dengan
menggunakan ultrasound (US) untuk mendeteksi ada tidaknya cairan intraperitoeneal,
dilakukan oleh dokter peneliti atau residen bedah jaga 2 yang bertanggung jawab terhadap
penderita.
Skala pengukuran nominal.
6. Computed tomography abdomen adalah pencitraan rongga perut dan organ-organ didalamnya
dengan menyuntikan / memasukan bahan kontras melalui intravena dengan menggunakan
alat Multi Slice Computed Tomography (MSCT) scan, yang berfungsi untuk mengetahui
anatomi dan kelainan pada rongga perut dan organ-organ yang terdapat didalamnya.
Skala pengukuran nominal.
7. Laparotomi eksplorasi adalah suatu tindakan pembedahan yang dilakukan dengan membuka
rongga abdomen dan mengevaluasi organ intra-abdomen yang mengalami trauma
Skala pengukuran nominal
8. Skor BATSS adalah adalah suatu sistem skoring yang digunakan untuk mendeteksi adanya
cedera intraabdomen pada trauma tumpul abdomen, terdiri dari beberapa poin yaitu : nyeri
29
abdomen (nilai skor 2), nyeri tekan abdomen (nilai skor 3), jejas pada dinding dada (nilai
skor 1), fraktur pelvis (nilai skor 5), FAST (nilai skor 8), tekanan darah sistolik <100 mmHg
(nilai skor 4), dan denyut Nadi >100 kali/menit (nilai skor 1). Skor ini dibagi menjadi 3
kelompok yaitu resiko rendah yaitu jika jumlah skor BATSS kurang dari 8, resiko sedang
jumlah skor BATSS 8-11, resiko tinggi jumlah skor BATSS lebih dari atau sama dengan 12.
Skala pengukuran interval.
9. Cedera intraabdomen adalah kerusakan struktur organ intra-abdomen yang disebabkan oleh
trauma eksternal yang dialami oleh penderita. Cedera intra-abdomen dapat melibatkan organ
intraperitoneal dan retroperitoneal.
Skala pengukuran nominal
10. Kehamilan adalah adanya janin intrauterine yang telah dibuktikan dengan adanya bukti yang
dinyatakan oleh dokter sepsialis obstetric ginekologi atau bidan atau adanya bukti
ditemukannya janin intrauterine berdasarkan pemeriksaan US.
Skala pengukuran nominal.
4.5 Alat Penelitian
a. Kuesioner
b. Tensimeter
c. Saturasi oksigen
d. Lembar skor BATSS
e. Form persetujuan Informed Consent
30
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data adalah formulir untuk kriteria seleksi subyek penelitian dan
informed concent.
Lampiran 1 : Formulir penjelasan penelitian. Berisi penjelasan penelitian, identitas
penderita dan, nomor subyek penelitian, penjelasan tentang penelitian, manfaat penelitian, risiko
penelitian, prosedur penelitian, serta kerahasiaan dan hak subjek penelitian.
Lampiran 2 : Formulir persetujuan setelah penjelasan. Berisi persetujuan ikut serta dalam
penelitian, serta tanggal ditandatangani persetujuan. Formulir ini ditandatangani oleh
penderita/keluarga penderita, saksi dan peneliti. Formulir ini juga berguna sebagai bukti
pengakuan dari komite etik bahwa penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan kode etik
penelitian.
Lampiran 3 : Formulir seleksi subyek penelitian. Berisi tanggal pemeriksaan, nomor urut
subyek penelitian, identitas subyek secara lengkap, pertanyaan mengenai kriteria penerimaan dan
penolakan, anamnesis, pemeriksaan fisis, diagnosis, dan data-data karakteristik umum subjek
penelitian.
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Pengambilan sampel
Setiap subjek dalam populasi terjangkau akan diberikan penjelasan akan tujuan dari
penelitian ini, jika subyek/keluarga telah setuju dan menandatangani informed consent. Subyek
akan dicatat identitas,anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang berupa FAST.
Setelah subyek ditetapkan menderita trauma tumpul abdomen selanjutnya diseleksi berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi.
31
Selanjutnya kepada penderita atau keluarga penderita atau kerabat yang memenuhi
kriteria menjadi sampel penelitian, diberikan penjelasan mengenai penelitian ini dan kemudian
diminta persetujuannya untuk ikut dalam penelitian dengan menandatangani surat persetujuan
(informed consent). Selanjutnya pada subyek dengan klinis stabil dilakukan pemeriksaan CT
abdomen dengan kontras sedangkan subyek dengan klinis tidak stabil dilakukan laparotomi
eksplorasi. Setelah data terkumpul dilakukan analisis statistik.
4.7.2 Pengisian lembar skor BATSS
Pengisian lembar skor BATSS dilakukan oleh peneliti setelah dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan FAST.
32
4.8 Alur Penelitian
Pasien usia > 18 tahun yang datang ke RSUP Sanglah Denpasar Bali
Anamnesis, pemeriksaan fisis
Trauma tumpul abdomen
Kriteria Ekslusi Kriteria Inklusi
FAST
Skor BATSS
Laparotomi eksplorasi
atau
CT Scan Abdomen
Ruptur organ
Ya
Tidak
Analisis Statistik
Gambar 4.2 Alur Penelitian
4.9 Analisis Data
Data dianalisis menggunakan komputer dengan program SPSS dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Karakteristik sampel disajikan secara deskriptif, dengan menggunakan grafik dan tabel.
2. Analisis untuk uji diagnostik
33
Analisis bertujuan untuk mencari sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai
prediksi negative, dan akurasi dengan cara membuat tabel siku 2x2 dengan baku emas
terletak dikolom, dan uji terletak di baris.
3. Analisis statistik untuk membandingkan validitas antar skor secara keseluruhan
menggunakan ROC analisis dan kemaknaan secara statistic dinilai menggunakan nilai p
pada batas kemaknaan 0,05.
4.10 Kelaikan Etik
Penelitian ini telah mendapatkan kelaikan etik penelitian dari Komite Etik Fakultas
Kedokteran Unud/RSUP Sanglah Denpasar.
34
BAB V
HASIL PENELITIAN
a. Karakteristik Subyek dan Variabel Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian uji diagnostik untuk mengetahui validitas nilai
diagnostik skor BATSS pada kasus trauma tumpul abdomen. Desain penelitian yang digunakan
adalah cross sectional. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 44
penderita yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Rasio laki-laki dan perempuan
adalah 3 : 1. Rentang usia sampel berkisar dari usia 19 tahun sampai 69 tahun dengan rata-rata
usia 33,61tahun (SD 12,96).
Tabel 5.1
Karakteristik Subyek dan Variabel Penelitian
Variable Total responden p-value
(n = 44)
Usia (tahun) 33,61± 12,96 0,744
Jenis kelamin
Laki-laki 33 (75%) 0,829 Perempuan 11 (25%)
Nyeri abdomen
Ada 33 (75%) 0,018 Tidak ada 11 (25%)
Nyeri tekan abdomen
Ada 34 (77,3%) 0,008 Tidak ada 10 (22,7)
Jejas dinding dada
Ada 10 (22,7%) 0,968 Tidak ada 34 (77,3%)
Fraktur pelvis
Ada 39 (88,6%) 0,979 Tidak ada 5 (11,4%)
FAST
Positif 38 (86,4%) 0,054 Negatif 6 (13,6%)
Tekanan darah sistolik
> 100 mmHg 23 (52,3%) 0,332 < 100 mmHg 21 (47,7%)
Denyut nadi
> 100 kali/mnt 22 (50%) 0,709 < 100 kali/mnt 22 (50%)
Skor BATTS
≥ 12 34 (77, 3%) 0,000 < 12 10 (22, 7%)
CT Scan Abdomen/
Laparatomy 35 (79, 5%) 0,000 Ruptur organ (+) 9 (20, 5%)
Ruptur organ (-)
35
Pada kolom jenis kelamin didapatkan penderita laki-laki sebanyak 33 (75%) dan
penderita perempuan sebanyak 11 (25%) Kolom nyeri abdomen didapatkan penderita dengan
nyeri abdomen sebanyak 33 (75%) dan penderita tanpa nyeri abdomen sebanyak 11 (25%)
Kolom nyeri tekan abdomen didapatkan penderita dengan nyeri tekan abdomen sebanyak 34
(77,3%) dan penderita tanpa nyeri tekan abdomen sebanyak 10 (22,7%). Kolom jejas pada
dinding dada didapatkan penderita dengan ada jejas sebanyak 10 (22,7%) dan penderita tanpa
jejas sebanyak 34 (77,3%). Kolom fraktur pelvis didapatkan penderita dengan fraktur pelvis
sebanyak 5 (11,4%) dan penderita tanpa fraktur pelvis sebanyak 39 (88,6%) Kolom hasil FAST
didapatkan penderita dengan hasil FAST positif sebanyak 38 (86,4%) dan penderita hasil FAST
negatif sebanyak 6 (13,6%). Kolom hasil tekanan darah sistolik didapatkan penderita dengan
tekanan darah > 100 mmHg sebanyak 23 (52,3%) dan penderita dengan tekanan darah sistolik <
100 mmHg sebanyak 21 (47,7%). Kolom denyut nadi didapatkan penderita dengan denyut nadi >
100 kali/menit sebanyak 22 (50%) dan penderita dengan denyut nadi < 100 kali/menit sebanyak
22 (50%).
Pada kolom skor BATTS didapatkan data skor BATTS ≥ 12 sebanyak 34 (77, 3%) dan
skor BATTS < 12 sebanyak 10 (22, 7%). Pada kolom hasil CT Scan Abdomen/Laparatomy
didapatkan data ruptur organ (+) sebanyak 35 (79, 5%) dan ruptur organ (-) sebanyak 9 (20, 5%)
.
36
b. Uji validitas skor BATSS dalam memprediksi pasien dengan trauma tumpul
abdomen terhadap kejadian rupture organ intra-abdomen
Tabel 5.2
Tabel silang 2x2 Ct Scan
Variable Abdomen/Laparatomy Sensitifitas Spesifisitas Nilai Nilai
prediktif prediktif Akurasi
Ruptur Ruptur organ
organ (+) (-) positif negatif
Skor BATTS
≥ 12 32(a) 2(b) 91,4 77,77 94,1 70 86.3
< 12 3 (c) 7(d)
Dari 44 penderita yang diteliti, skor BATSS 12 terdapat pada 34 (77, 3%) dan skor BATTS
< 12 sebanyak 10 (22, 7%). Untuk kelompok dengan skor BATSS 12, terdapat 32
(94,11%) penderita dengan ruptur organ dan 2 (5,89%) penderita tanpa ruptur organ.
Sedangkan untuk kelompok dengan skor BATSS 12, sebanyak 3 (30%) penderita dengan
ruptur organ dan 7 (70%) tanpa tuptur organ. Uji validitas yang dilakukan terhadap skor
BATSS dalam memprediksi kejadian rupture organ pada trauma tumpul abdomen,
didapatkan sensitivitas 91,4%, spesifisitas 77,77%, nilai prediksi positif 94,1%, angka
prediksi negatif 70% dan akurasi 88,63% (Tabel 5.2.).
c. Hasil analisis statistik dengan kurva ROC dalam memprediksi pasien dengan trauma
tumpul abdomen terhadap kejadian rupture organ intra-abdomen
Pada gambar 5.1 didapatkan data Nilai AUC sebesar 84,6% (95%IK 67,6%-1%), secara
statistic nilai AUC sebesar 84,6% tergolong tinggi. Artinya apabila skor BATTS digunakan
untuk mendiagnosa ada tidaknya ruptur organ pada 44 orang maka kesimpulan yang tepat
diperoleh pada 37 orang pasien.
37
Gambar 5.1 kurva ROC skor BATTS terhadap hasil CT Scan
Abdomen/Laparatomy
38
BAB VI
PEMBAHASAN
Trauma merupakan penyebab kematian tersering ketiga pada populasi umum setelah
penyakit kardiovaskular dan kanker. Pada subgrup pasien usia dibawah 40 tahun, trauma
merupakan penyebab kematian utama (Guillion, 2011). Trauma abdomen, merupakan penyebab
kematian yang cukup sering, ditemukan sekitar 7 – 10% dari pasien trauma (Costa, 2010).
Dimana trauma tumpul abdomen terjadi sekitar 80% dari keseluruhan trauma abdomen.
(Guillion, 2011). Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan suatu metode skrining yang cepat, tepat
dan memiliki tingkat akurasi cukup tinggi dalam penilaian awal dan memilah pasien yang
beresiko tinggi, yang berdampak pada penatalaksaan pasien secara adekuat dan pada akhirnya
dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh cedera organ intra-andomen
akibat trauma tumpul abdomen. Selain itu dapat sebagai bahan edukasi kepada pihak keluarga
mengenai kondisi pasien dan rencana perawatan, dapat diberikan sejak dini melalui metode
skrining ini.
Skor BATTS ini merupakan suatu system skoring yang diperkenalkan oleh Shojaee,dkk
(2014) yang berfungsi sebagai skrining awal untuk mendeteksi pasien yang dicurigai mengalami
cedera organ intra-abdomen akibat trauma tumpul abdomen. Sistem skor ini dapat sebagai dasar
acuan dalam mendiagnosis suatu cedera organ intra-abdomen sehingga dapat membantu
menekan biaya operasional kesehatan, dan membantu dokter emergensi untuk menegakkan
diagnosis cedera organ intra-abdomen secara cepat dan akurat. Variabel skor yang digunakan
cukup sederhana karena hanya menggunakan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang sederhana.
39
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 44 penderita dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 3 : 1 dan rentang usia sampel berkisar dari usia 19
tahun sampai 69 tahun dengan rata-rata usia 33,61tahun (SD 12,96). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mehta, dkk. (2014) dimana penderita yang mengalami trauma
tumpul abdomen lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dibanding perempuan dengan
perbandingan 3,7 : 1 dengan usia terbanyak di kelompok usia 21-30 tahun. Begitu juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Reddy, dkk.(2014) dan Behboodi (2016) yang menyatakan bahwa
laki-laki lebih sering mengalami trauma dibandingkan dengan perempuan. Ini menggambarkan
bahwa laki-laki memiliki mobilitas yang lebih tinggi terutama pada usia produktif
Nyeri abdomen merupakan keluhan yang dominan dirasakan oleh pasien, dimana pada
penelitian ini didapatkan sebanyak 75% penderita mengeluh nyeri abdomen dan nyeri tekan
abdomen sebanyak 77,3% . Hal ini didukung oleh Mehta, dkk. (2014), dimana dalam
penelitiannya mayoritas mengalami nyeri abdomen, sebanyak 66 penderita. Hasil yang sama
juga didapatkan pada penelitian Pareira, dkk. (2015), dimana penderita trauma tumpul abdomen
hanya 34,5% yang tidak mengalami nyeri abdomen. Nyeri tekan abdomen juga mayoritas
dialami oleh responden pada penelitian Holmes, dkk (2009), 45% responden tidak mengalami
nyeri tekan abdomen. Adelgais, dkk (2014) menyatakan nyeri abdomen dan nyeri tekan abdomen
sensitivitasnya akan menurun apabila didapatkan penurunan kesadaran. Selain penurunan
kesadaran, efek hemoperitoneum dan variasi cedera dari berbagai variasi gejala cedera organ
padat atau berongga membuat interpretasi yang sulit dilakukan. Adanya cedera lainnya pada
pasien multi trauma memberikan tantangan tambahan (Sugrue, 2000).
Penderita dengan jejas pada dinding dada didapatkan sebanyak 22,7%. Pada penderita
dengan fraktur kosta kanan, terutama yang dibawah sering disertai cedera organ dibawahnya
40
yaitu hepar. Evaluasi hepar sangat diperlukan jika menemukan pasien dengan fraktur kosta
kanan bawah. Ditemukanya kontusio di midepigastrium menandakan kemungkinan cedera organ
dibawahnya seperti duodenum dan pancreas. (Van der Vlies et al., 2011).
Penderita trauma tumpul abdomen yang disertai dengan fraktur pelvis sebanyak 5
(11,4%) penderita dan responden tanpa fraktur pelvis sebanyak 39 (88,6%). Data ini didukung
oleh penelitian Demetriades, dkk. (2002) dimana didapatkan 16,5% penderita yang mengalami
trauma tumpul abdomen yang berhubungan dengan fraktur pelvis.
Hasil FAST didapatkan penderita dengan hasil FAST positif sebanyak 38 (86,4%) dan
hasil FAST negatif sebanyak 6 (13,6%) penderita dengan p-value 0,054 yang berarti tidak ada
hubungan yang signifikan dari hasil FAST terhadap hasil CT Scan Abdomen/Laparatomy. Hasil
tersebut menunjukkan sensitivitas FAST yang cukup rendah. Hasil yang berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Boutros, Nassef, Ghany (2015) dimana pemeriksaan ini memiliki
sensitifitas 79 – 100% dan spesifitas 95 – 100%, terutama pada pasien dengan hemodinamik
tidak stabil. Akurasi dari pemeriksaan FAST ini kemungkinan dipengaruhi oleh kemampuan
operator FAST, dalam hal ini operator adalah residen bedah, dimana belum memiliki
pengalaman yang cukup dalam memberikan interpretasi hasil FAST.
Tanda vital seperti denyut nadi dan tekanan darah tidak menunjukkan hubungan yang
signifikan dengan kejadian cedera organ intra-abdomen akibat trauma tumpul abdomen.
Pada penelitian ini Skor BATSS memiliki nilai ”cut-off” 12, sesuai dengan yang
digunakan oleh Shojaee, dkk. Nilai 12 atau lebih menunjukkan penderita memiliki resiko tinggi
untuk terjadiya cedera organ intra-abdomen. Pada penelitian ini didapatkan skor BATSS ≥12
pada 77,3% penderita, dengan 72,72% penderita yang mengalami cedera organ intra-abdomen.
41
Nilai p yang didapatkan adalah 0,000, yang menunjukkan bahwa p < 0,05, yang berarti ada
hubungan yang signifikan dari skor BATTS dengan hasil CT Scan Abdomen/Laparatomy
Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan nilai sensitivitas sebesar 91,4% dan akurasi
88,63%,yang berarti sistem skor BATSS ini dapat digunakan sebagai skrining awal untuk
mencurigai adanya cedera organ intra-abdomen dan dapat menjadi dasar penatalaksanaan pada
penderita yang mengalami trauma tumpul abdomen. Skor ini juga dapat membantu dalam
memberikan edukasi pada pasien dan keluarga pasien.
Pada penelitian ini didapatkan 3 sampel dengan skor BATSS ≥ 12dan hasil CT Scan
normal tetapi selama observasi didapatkan adanya peritonitis dan pada tindakan laparotomy
ditemukan ruptur organ berrongga. Pemeriksaan CT abdomen walaupun sangat sensitif terhadap
organ padat, tetapi tidak dapat menunjukkan adanya robekan pada mesenterium, cedera pada
usus terutama robekan yang kecil, cedera diafragma bila rekonstruksi sagital dan coronal tidak
dilakukan, dan cedera pankreas bila dilakukan segera setelah trauma. Adanya cairan bebas
intraperitoneal pada keadaan tidak adanya cedera pada organ padat dapat menyebabkan keraguan
dimana terdapat 25% lesi pada usus tidak terdeteksi. (Radwan dan Zidan, 2006)
42
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Dari hasil uji validitas diagnostik skor BATSS pada pasien dengan trauma tumpul
abdomen untuk memprediksi kejadian cedera organ intra-abdomen pada penelitian ini, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sensitivitas skor BATSS pada pasien dengan trauma tumpul abdomen untuk
memprediksi kejadian cedera organ intra-abdomen adalah 91,4%.
2. Spesifisitas skor BATSS pada pasien dengan trauma tumpul abdomen untuk
memprediksi kejadian cedera organ intra-abdomen adalah 77,77%.
3. Nilai prediksi positif skor BATSS pada pasien dengan trauma tumpul abdomen untuk
memprediksi kejadian cedera organ intra-abdomen adalah 94,11%.
4. Nilai prediksi negatif skor BATSS pada pasien dengan trauma tumpul abdomen
untuk memprediksi kejadian cedera organ intra-abdomen adalah 70%.
5. Akurasi skor BATSS pada pasien dengan trauma tumpul abdomen untuk
memprediksi kejadian cedera organ intra-abdomen adalah 88,63%.
Dari hasil di atas didapatkan sensitivitas dan nilai prediksi positif yang lebih tinggi
dibandingkan nilai spesifisitas, nilai prediktif negatif dan akurasi. Sehingga dapat disimpulkan
skor BATSS ini dapat digunakan sebagai alat skrining dalam mendeteksi cedera organ intra-
abdomen pada penderita trauma tumpul abdomen
43
7.2 Saran
Skor BATSS dapat digunakan sebagai alat untuk identifikasi awal dan stratifikasi
pasien yang beresiko tinggi terjadinya cedera organ intra-abdomen akibat trauma
tumpul abdomen
Penelitian ini dapat sebagai acuan untuk penelitian berikutnya dalam rangka
pengembangan sistem skor pada pasien dengan trauma tumpul abdomen.
44
DAFTAR PUSTAKA
Adelgais, K.M, Kupperman, N., Kooistra, J., Garcia, M., Monroe, D. J., Mahajan, P., Menaker,
J., Ehrlich, P., Atabaki, S., Page, K., Kwok, M., Holmes, J. F. 2014. Accuracy of the
abdominal examination for identifiying children with blunt intra-abdominal injuries. The
Journal of Pediatrics, 165(6), 1230-1235
Afifi, R. Y. 2008. Blunt abdominal trauma: Back to clinical judgement in the era of modern
technology. International Journal of Surgery, 6:91-95.
Anonim. 2015. Rekapitulasi Tindakan Operasi OK IRD RS Sanglah tahun 2015. Avini, P. E., Nejad, N. H., Chardoli, M., & Movaghar, V. R. 2011. Evaluating clinical abdominal
scoring system in predicting of necessity of laparotomy in blunt abdominal trauma. Chinese
Journal of Traumatology, 13:156-160.
Behboodi, F., Amiri, Z.M., Masjedi, N., Shojaie, R., Sadri, P. 2016. Outcome of Blunt
Abdominal Traumas with Stable Hemodynamic and Positive FAST Findings. Emergency,
4(3) : 136-139
Boffard, K. 2012. Torso Trauma. In N. S. Williams, C. J. Bulstrode, & P. R. O'Connel, Bailey & Love's Short Practice of Surgery 26th ed. London: CRC Press. p. 351-363
Boutros, S. M., Nassef, M. A., & Ghany, A. F. 2015. Blunt abdominal trauma: The role of
focused abdominal sonography in assessment of organ injury and reducing the need for CT.
Alexandria Journal of Medicine, 52, 35-41. Bhatia, K., Cranmer, H.H. 2013. Trauma in Pregnancy. In J. Marx, R. Walls, & R. Hockberger,
Rosen‟s Emergency Medicine, Concepts and Clinical Practice 8th
ed. Elsivier Health Sciences. p. 296-304
Costa, G., Tierno, S.M., Tomassini, F., Venturini, L., Frezza,B., Cancrini,G., Stella,F. 2010. The epidemiology and clinical evaluation of abdominal trauma. Ann. Ital Chir, 81, 95-102
Elliot,D.C, Rodriguez,A. 1996. Cost Effectiveness in Trauma Care. Surgical Clinics of North America, 76:47-62
Demetriades, D., Karaikakis, M., Toutouzas, K., Alo, K., Velmahos, G., Chan, L., 2002. Pelvic
Fractures: Epidemiology and Predictors of Associated Abdominal Injuries and Outcomes.
Journal of American College of Surgeon, 195, 1-10 Figueroa, H. M., Dahlke, J. D., Vrees, R. A., & Rouse, D. J. 2013. Trauma in pregnancy: an
updated systematic review. American Journal of Obstetrics & Gynecology, p.1-10. Guillon, F. 2011. Epidemiology of Abdominal Trauma. CT of the Acute Abdomen, Medical
Radiology. Diagnostic Imaging. Berlin: Springer-Verlag p.15-26 Holmes, J.F., Wisner, D.H., McGahan, J.P., Mower, W.R., Kupperman, N. 2009. Clinical
Prediction Rules for Identifying Adults at Very Low Risk For Intra-abdominal Injuries After Blunt Trauma. Annals of Emergency Medicine, 54(4), p.575-84
Knudson, M. M., & Yeh, D. D. 2013. Trauma in Pregnancy. In K. L. Mattox, E. E. Moore, & D. Y. Feliciano, Trauma. New York: McGraw-Hill. p. 709-724
Legome, E. L., & Geibel, J. 2016. Blunt Abdominal Trauma. Medscape. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1980980-overview. January 12, 2016.
45
Mehta, N., Babu, S., Venugopal, K. 2014. An experience with blunt abdominal trauma:
evaluation, management and outcome. Clinics and Practice. 599(4), p.34-39
Parreira, J.G., Malpaga, J.M.D, Olliari, C.B., Perlingeiro, J.A.G., Solda, S.C., Assef, J.C.
Predictors of “occult” intra-abdominal injuries in blunt trauma patients. Rev. Col. Bras. Cir.,
42(5): p. 311-317
Radwan,M.M., Zidan,F.M.A. 2006. Focused Assessment Sonography Trauma (FAST) and CT
scan in blunt abdominal trauma: surgeon‟s perspective. African Health Sciences, 6(3): 187-
190
Reddy, N.B., Hanumantha, Madithati, P., Reddy, N.N, Reddy, C.S. 2014. An epidemiological
study on pattern of thoraco-abdominal injuries sustained in fatal road traffic accidents of
Bangalore: Autopsy-based study. Journal of Emergency, Trauma, and Shock, 7(2), p. 116-
120
Richard, J. R., Acosta, J. A., & Wilson, W. C. 2007. Abdominal Trauma. In W. C. Wilson, C. M.
Grande, & D. B. Hoyt, Trauma. New York: Informa Healthcare. p. 517-531
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Schurink, G., Bode, P., Luijt, P., & Vugt, A. 1997. The value of physical examination in the
diagnosis of patient with blunt abdominal trauma : a retrospective study. Injury, 261-265. Shojaee,M., Faridaalaee,G., Yousefifard,M., Yaseri,M., Dolatabadi,A.A., Sabzghabaei,A.,
Malekirastekenari,A. 2014. New Scoring System for Intra-abdominal Injury Diagnosis After
Blunt Trauma. Chinese Journal of Traumatology, 17(1):19-24 Sugrue,M. 2000. Evaluation of Blunt Abdominal Trauma. In D. Demetriades, & J.A. Asensio,
Trauma Management. Texas: Landes Bioscience, p.281-292 Tentilier,E., Masson,F. 2000. Epidemiology of Trauma. In: Beydon, L., Carli, P. and Riou, B.,
Eds., Severe trauma, Arnette, Paris,p.1-15. Umboh,I.J., Sapan,H.B., Lampus, H. 2016. Hubungan penatalaksanaan operatif trauma abdomen
dan kejadian laparotomy negatif di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Journal
Biomedik. Manado, p. 52-57 Yuniarti, N. 2013. Epidemiologi trauma secara global. Denpasar: Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. Van der Vlies, C. H., Olthof, D. C., Gaakeer, M., Ponsen, K. J., van Delden, O. M. and Goslings,
J. C. (2011) „Changing patterns in diagnostic strategies and the treatment of blunt injury to
solid abdominal organs.‟, International journal of emergency medicine. Springer Open Ltd,
4(1), p. 47. doi: 10.1186/1865-1380-4-47
46
LAMPIRAN 1 LEMBAR PENGUMPULAN DATA
JUDUL PENELITIAN
VALIDITAS DIAGNOSTIK SKOR BATSS PADA TRAUMA TUMPUL ABDOMEN DI
RSUP SANGLAH DENPASAR, BALI
Identitas
Nama
Umur
Alamat
No. CM
:
:
:
:
Skor BATSS
Nyeri abdomen
(2) : (___)
47
Nyeri tekan abdomen (3) : (___)
Jejas pada dinding dada (1) : (___)
Fraktur pelvis (5) : (___)
FAST (8) : (___)
Tekanan darah sistolik <100 mmHg (4) : (___)
Denyut Nadi >100 kali/menit (1) : (___)
Hasil CT Scan Abdomen / temuan durante operasi :
LAMPIRAN 2 PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN
Perkiraan pengeluaran
Kertas A4 70gram 3 rim @ Rp 35.000,00 Rp. 105.000,00
Fotocopy + jilid proposal penelitian 14 rangkap Rp. 200.000,00
Fotocopy lembaran pengumpulan data Rp. 10.000,00
Biaya presentasi proposal penelitian Rp. 820.000,00
Biaya peminjaman status rekam medis Rp. 100.000,00
Biaya presentasi hasil penelitian Rp. 820.000,00
Biaya fotocopy + jilid hasil penelitian Rp. 500.000,00
TOTAL Rp. 2.555.000,00
48
LAMPIRAN 3 HASIL ANALISIS DATA
Statistics
CT Scan
jenis kelamin Abdomen/
responden umur responden skor BATTS laparatomy
N Valid 44 44 44 44
Missing 0 0 0 0
Mean 1.2500 33.6136 1.3409 1.2045
Std. Deviation .43802 12.96366 .47949 .40803
jenis kelamin responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid laki-laki 33 75.0 75.0 75.0
perempuan 11 25.0 25.0 100.0
Total 44 100.0 100.0
49
nyeri abdomen
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Validtidak ada nyeri abdomen 11 25.0 25.0 25.0
ada nyeri abdomen 33 75.0 75.0 100.0
Total 44 100.0 100.0
nyeri tekan daerah abdomen
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak ada nyeri tekan 10 22.7 22.7 22.7
ada nyeri tekan 34 77.3 77.3 100.0
Total 44 100.0 100.0
jejas dinding abdomen
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak ada jejas 34 77.3 77.3 77.3
ada jejas pd abdomen 10 22.7 22.7 100.0
Total 44 100.0 100.0
fraktur pelvis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak ada fraktur pelvis 39 88.6 88.6 88.6
ada fraktur pelvis 5 11.4 11.4 100.0
Total 44 100.0 100.0
hasil FAST
50
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid negatif 6 13.6 13.6 13.6
positif 38 86.4 86.4 100.0
Total 44 100.0 100.0
tekanan darah sistolik
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid > 100 mmhg 23 52.3 52.3 52.3
< 100 mmhg 21 47.7 47.7 100.0
Total 44 100.0 100.0
denyut nadi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 100 kali/mnt 22 50.0 50.0 50.0
> 100 kali/mnt 22 50.0 50.0 100.0
Total 44 100.0 100.0
skor BATTS
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid >/=12 34 77.3 77.3 77.3
< 12 10 22.7 22.7 100.0
Total 44 100.0 100.0
CT Scan Abdomen/ laparatomy
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ruptur organ (+) 35 79.5 79.5 79.5
ruptur organ (-) 9 20.5 20.5 100.0
51
CT Scan Abdomen/ laparatomy
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ruptur organ (+) 35 79.5 79.5 79.5
ruptur organ (-) 9 20.5 20.5 100.0
Total 44 100.0 100.0
Crosstab
Count
CT Scan Abdomen/ laparatomy
ruptur organ (+) ruptur organ (-) Total
umur responden 19.00 4 0 4
20.00 4 2 6
21.00 1 0 1
22.00 1 1 2
23.00 2 1 3
29.00 1 1 2
30.00 1 0 1
31.00 2 0 2
32.00 0 1 1
33.00 1 0 1
34.00 1 0 1
35.00 3 1 4
36.00 2 0 2
38.00 0 1 1
39.00 1 0 1
42.00 1 0 1
43.00 1 0 1
44.00 0 1 1
45.00 1 0 1
46.00 1 0 1
47.00 1 0 1
49.00 1 0 1
52.00 1 0 1
55.00 1 0 1
52
59.00 1 0 1
60.00 1 0 1
69.00 1 0 1
Total 35 9 44
Chi-Square Tests (umur)
Asymp. Sig. (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 20.952a 26 .744
Likelihood Ratio 23.083 26 .628
Linear-by-Linear Association 1.298 1 .255
N of Valid Cases 44 a. 54 cells (100.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .20.
Crosstab Count
CT Scan Abdomen/ laparatomy
ruptur organ (+) ruptur organ (-) Total
jenis kelamin responden laki-laki 26 7 33
Perempuan 9 2 11
Total 35 9 44
Chi-Square Tests (jenis kelamin)
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .047a 1 .829
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .047 1 .828
Fisher's Exact Test 1.000 .601
Linear-by-Linear Association .046 1 .831
N of Valid Cases 44
53
Chi-Square Tests (jenis kelamin)
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .047a 1 .829
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .047 1 .828
Fisher's Exact Test 1.000 .601
Linear-by-Linear Association .046 1 .831
N of Valid Cases 44 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.25.
b. Computed only for a 2x2 table
nyeri abdomen * CT Scan Abdomen/ laparatomy Crosstabulation
Count
CT Scan Abdomen/ laparatomy
ruptur organ (+) ruptur organ (-) Total
nyeri abdomen tidak ada nyeri abdomen 6 5 11
ada nyeri abdomen 29 4 33
Total 35 9 44
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.634a 1 .018
Continuity Correctionb 3.771 1 .052
Likelihood Ratio 5.050 1 .025
Fisher's Exact Test .030 .030
Linear-by-Linear Association 5.506 1 .019
N of Valid Cases 44 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.25.
b. Computed only for a 2x2 table
nyeri tekan daerah abdomen * CT Scan Abdomen/ laparatomy Crosstabulation
54
Count
CT Scan Abdomen/ laparatomy
ruptur organ (+) ruptur organ (-) Total
nyeri tekan daerah abdomen tidak ada nyeri tekan 5 5 10
ada nyeri tekan 30 4 34
Total 35 9 44
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.943a 1 .008
Continuity Correctionb 4.792 1 .029
Likelihood Ratio 6.091 1 .014
Fisher's Exact Test .018 .018
Linear-by-Linear Association 6.785 1 .009
N of Valid Cases 44 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.05.
b. Computed only for a 2x2 table
jejas dinding abdomen * CT Scan Abdomen/ laparatomy Crosstabulation Count
CT Scan Abdomen/ laparatomy
ruptur organ (+) ruptur organ (-) Total
jejas dinding abdomen tidak ada jejas 27 7 34
ada jejas pd abdomen 8 2 10
Total 35 9 44
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .002a 1 .968
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .002 1 .968
55
Fisher's Exact Test 1.000 .672
Linear-by-Linear Association .002 1 .968
N of Valid Cases 44 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.05.
b. Computed only for a 2x2 table
fraktur pelvis * CT Scan Abdomen/ laparatomy Crosstabulation
Count
CT Scan Abdomen/ laparatomy
ruptur organ (+) ruptur organ (-) Total
fraktur pelvistidak ada fraktur pelvis 31 8 39
ada fraktur pelvis 4 1 5
Total 35 9 44
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .001a 1 .979
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .001 1 .979
Fisher's Exact Test 1.000 .733
Linear-by-Linear Association .001 1 .979
N of Valid Cases 44 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.02.
b. Computed only for a 2x2 table
hasil FAST * CT Scan Abdomen/ laparatomy Crosstabulation
Count
CT Scan Abdomen/ laparatomy
ruptur organ (+) ruptur organ (-) Total
hasil FASTnegatif 3 3 6
positif 32 6 38
56
hasil FAST * CT Scan Abdomen/ laparatomy Crosstabulation
Count
CT Scan Abdomen/ laparatomy
ruptur organ (+) ruptur organ (-) Total
hasil FASTnegatif 3 3 6
positif 32 6 38
Total 35 9 44
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 3.727a 1 .054
Continuity Correctionb 1.921 1 .166
Likelihood Ratio 3.118 1 .077
Fisher's Exact Test .089 .089
Linear-by-Linear Association 3.643 1 .056
N of Valid Cases 44 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.23.
b. Computed only for a 2x2 table
tekanan darah sistolik * CT Scan Abdomen/ laparatomy Crosstabulation Count
CT Scan Abdomen/ laparatomy
ruptur organ (+) ruptur organ (-) Total
tekanan darah sistolik > 100 mmhg 17 6 23
< 100 mmhg 18 3 21
Total 35 9 44
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .940a 1 .332
Continuity Correctionb .354 1 .552
57
Likelihood Ratio .957 1 .328
Fisher's Exact Test .462 .278
Linear-by-Linear Association .918 1 .338
N of Valid Cases 44 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.30.
b. Computed only for a 2x2 table
denyut nadi * CT Scan Abdomen/ laparatomy Crosstabulation Count
CT Scan Abdomen/ laparatomy
ruptur organ (+) ruptur organ (-) Total
denyut nadi< 100 kali/mnt 17 5 22
> 100 kali/mnt 18 4 22
Total 35 9 44
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .140a 1 .709
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .140 1 .708
Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear Association .137 1 .712
N of Valid Cases 44 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
58
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
skor BATTS * CT Scan 44 100.0% 0 .0% 44 100.0%
Abdomen/ laparotomy
Crosstab
Count
CT Scan Abdomen/ laparatomy
ruptur organ (+) ruptur organ (-) Total
skor BATTS>/=12 32 2 34
< 12 3 7 10
Total 35 9 44
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square 19.524a 1 .000
Continuity Correctionb 15.782 1 .000
Likelihood Ratio 17.154 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 19.081 1 .000
N of Valid Cases 44 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.05.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for skor BATTS 37.333 5.221 266.968
(>/=12 / < 12)
59
For cohort CT Scan 3.137 1.213 8.116
Abdomen/ laparatomy =
ruptur organ (+)
For cohort CT Scan .084 .021 .342
Abdomen/ laparatomy =
ruptur organ (-)
N of Valid Cases 44
Case Processing Summary
CT Scan Abdomen/ Valid N
laparatomy (listwise)
Positivea 35
Negatif 9 Smaller values of the test result
variable(s) indicate stronger evidence for
a positive actual state.
a. The positive actual state is ruptur
organ (+).
60
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):skor BATTS
Asymptotic 95% Confidence
Interval
Area Std. Errora Asymptotic Sig.b Lower Bound Upper Bound
.846 .087 .002 .676 1.000
The test result variable(s): skor BATTS has at least one tie between the positive
actual state group and the negatif actual state group. Statistics may be biased.
a. Under the nonparametric assumption
b. Null hypothesis: true area = 0.5
Coordinates of the Curve
Test Result Variable(s):skor BATTS
Positive if Less
Than or Equal
Toa Sensitivity 1 - Specificity
.0000 .000 .000
1.5000 .914 .222
3.0000 1.000 1.000
61
LAMPIRAN 4 REKAPAN DATA
REKAP SAMPEL PENELITIAN VALIDITAS SKOR BATSS ADITYAS
No
Nama
Usi
Nyeri
NT
Jejas
Fr.
TD
Nadi
Low/
Ruptur
JK CM dinding FAST sistolik moderate/ organ
.
(Inisial)
a
abdomen abdomen
Pelvis
> 100
dada < 100 high risk + / -
1603837
1 IWS 1 19 1 1 1 0 0 1 1 1 HIGH 1 1604557
2 INS 1 42 6 1 1 0 0 0 0 0 LOW 1
1604452
3 B 2 33 2 1 1 0 0 1 1 1 HIGH 1 1604359
4 INJ 1 55 6 1 1 1 0 1 0 0 HIGH 1
1604353
5 LPSG 2 19 6 1 1 1 0 1 0 0 HIGH 1 1605648
6 IPJ 1 35 3 1 1 0 0 1 1 1 HIGH 1
1605479
7 KW 1 31 2 1 1 0 0 1 0 0 HIGH 1 1605255
8 IBH 1 20 6 1 1 0 0 1 0 0 HIGH 1
1700700
9 SP 1 23 4 1 1 0 0 1 1 1 HIGH 1 1600274
10 S 1 22 4 1 1 0 0 0 0 0 LOW 0
1600823
11 IWPY 1 29 5 1 1 0 0 0 0 0 LOW 0 1504384
12 NPS 2 38 8 0 0 1 0 0 1 1 LOW 0
62
1700296
13 IGPA 1 20 9 1 1 0 0 1 1 1 HIGH 0
1700258
14 NKS 2 35 3 1 1 0 0 1 1 0 HIGH 1
1600586
15 RG 1 20 8 1 1 0 0 1 0 0 HIGH 1 1601050
16 IWF 1 21 5 1 1 0 0 1 0 0 HIGH 1
1700694
17 MN 1 30 3 1 1 1 0 1 0 1 HIGH 1
1702304
18 IGD 1 49 8 1 1 0 0 1 1 0 HIGH 1
1701399
19 IKL 1 59 5 1 1 0 0 1 1 1 HIGH 1
1700915
20 DNYS 1 34 0 0 1 1 0 1 1 1 HIGH 1
1700893
21 SJG 1 47 1 1 1 1 0 1 1 1 HIGH 1 1700456
22 S 1 39 2 1 1 0 1 1 1 1 HIGH 1
1700305
23 SM 2 36 0 1 1 1 0 1 1 1 HIGH 1 1700511
24 IWR 1 60 0 1 1 0 0 1 0 1 HIGH 1
1700097
25 EZT 1 19 9 0 0 0 1 1 1 0 HIGH 1 1605149
26 IM 1 46 5 0 0 0 0 1 1 1 HIGH 1
1702276
27
INS
1
52
6
0
1
0
0
1
1
1
HIGH
1
28 NWS 2 43 1506456 1 1 1 0 1 1 1 HIGH 1
63
2
1602437
29 NA 1 29 1 1 1 0 0 1 1 1 HIGH 1
1602750
30 NKTU 2 20 8 0 0 1 1 1 1 1 HIGH 1
1702346
31 IMA 1 22 9 1 1 0 0 0 0 1 LOW 1 1701744
32 IPY 1 23 5 1 0 0 0 1 0 0 MODERATE 0
1701073
33 IGADP 2 23 0 1 1 0 0 1 0 0 HIGH 1 1701047
34 NS 1 20 5 0 0 0 1 1 1 1 HIGH 0
1700236
35 IWA 1 32 3 0 0 0 0 1 0 0 MODERATE 0 1702066
36 MA 1 45 6 1 1 0 0 1 0 0 HIGH 1
1700199
37
NKK
2
31
9
0
0
0
0
1
0
0
MODERATE
1
1604882
38 M 1 35 9 1 0 0 0 1 0 0 MODEATE 1
1605367
39 IWS 1 36 9 1 1 0 0 1 0 0 HIGH 1 1402038
40 GPD 1 69 2 1 1 0 1 0 0 0 HIGH 1
1601605
41 NWS 2 44 0 0 0 0 0 1 0 1 MODERTAE 0 1702348
42 NMR 2 20 3 1 1 0 0 1 0 0 HIGH 1 43 IPA 1 35 1636229 0 1 1 0 1 0 0 MODERATE 0
44 ASK 1 19 1700615 1 1 0 0 1 1 1 HIGH 1
64
7
1700092
45 JH 2 33 2 1 1 0 0 1 1 1 HIGH 1 1700013
46 IKAS 1 34 6 0 0 0 0 1 1 1 HIGH 1
1700002
47 INAW 1 19 0 1 0 0 0 1 1 1 HIGH 1
65
LAMPIRAN 5 SURAT IJIN PENELITIAN
66
LAMPIRAN 6 KETERANGAN KELAIKAN ETIK
67