Hirschsprung Disease
-
Upload
mahruzamurdani -
Category
Documents
-
view
68 -
download
1
description
Transcript of Hirschsprung Disease
HIRSCHSPRUNG DISEASE
Marhami FahrianiM.Barsyahdi Putra
Pembimbing: Dr.Muntadhar.Sp.B,Sp.BA
PENDAHULUAN
Hirschprung pertama kali dilaporkan (1961) oleh Frederick Ruysch
Harold Hirschprung (1886) yang mempublikasikan penjelasan klasik mengenai megakolon kongenital ini.
Megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion.(Robertson dan Kernohan, 1938)
kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, terutama Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%).
DEFINISIPenyakit Hirschprung dikarakteristikan
sebagai tidak adanya sel ganglion di pleksus myenterikus (auerbach’s) dan submukosa (meissner’s).
Indonesia 1 : 5000, diprediksikan setiap tahun akan lahir sekitar 1400 bayi dengan penyakit Hirschprung.
Penyakit Hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5 % dari kembaran pasien mengalami aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson).
INSIDENSI
ETIOLOGI
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu tidak ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi ke proksimal.
ANATOMI USUS BESAR
VASKULARISASI
INERVASI
KLASIFIKASI PENYAKIT HIRSCHSPRUNG
1. Hirschsprung segmen pendek2. Hirschsprung segmen panjang3. Hirschsprung kolon aganglionik total4. Hirschsprung kolon aganglionik universal
DIAGNOSIS
Anamnesis
Trias pada bayi: mekonium yang terlambat muntah hijau distensi abdomen
Gejala anak yang lebih besar:kesulitan makandistensi abdomen yang kronisriwayat konstipasigangguan pertumbuhan
PEMERIKSAAN FISIK
Pada neonatus :Inspeksi abdomen: perut kembung didapatkan perut lunak
hingga tegang pada palpasi, bising usus melemah atau jarang.
RT: terasa ujung jari terjepit lumen rektum yang sempit dan sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan kemudian kembung pada perut menghilang untuk sementara.
DISTENSI ABDOMEN PADA PASIEN HIRSCHSPRUNG
PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto Polos Abdomen
Dilatasi kolon pada pasien Hirschsprung
BARIUM ENEMA
Barium enema pada pasien HirschsprungZona dilatasi, b. Zona Transisi, c. Zona aganglionik
ANORECTAL MANOMETRY
RECTAL BIOPSY
Kolon asenden (40×), pleksus Meissner's (kiri) dan Auerbach's (kanan)
Ileum terminal: tidak tampak adanya ganglion pleksus Meissner's dan Auerbach's
Ileum Proximal tampak adanya ganglion pleksus Aurebach.
(Sathyaprasad Burjonrappa,Linda Rankin:Hop the skip’ with extended segment intestinal biopsy in Hirschsprung's disease on Elsivier International Journal of Surgery Case Reports 3 (2012) 186– 189)
DIAGNOSIS BANDING Meconium plug syndrome
Riwayatnya sama seperti permulaan penyakit Hirscprung pada neonatus, tapi setelah colok dubur dan mekonium bisa keluar, defekasi selanjutnya normal.
Akalasia rectiKeadaan dimana sfingter tidak bisa relaksasi sehingga gejalanya mirip dengan Hirschprung tetapi pada pemeriksaan mikroskopis tampak adanya ganglion Meissner dan Aurbach.
Konstipasi psikogenik
Pada anak-anak berusia 4-5 tahun dimana mereka malas defekasi (sering 1 minggu sekali) sehingga perut tampak kembung dan pertumbuhan tubuh buruk.
PENATALAKSANAAN1. Tindakan Non Bedah pemasangan pipa nasogastrik dekompresi dengan menggunakan NaCl 0,9
% 100cc/kgBB pemberian antibiotik koreksi elektrolit
2. TINDAKAN DEFINITIF BEDAH
PROSEDUR SWENSON Diperkenalkan pertama kali oleh Swenson
dan Bill pada tahun 1948. Prosedur Swenson dimulai dengan approach
ke intra abdomen, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya telah direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran anal.
GAMBAR PROSEDUR SWENSON
METODE DUHAMEL Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun
1956. Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side.3
PROSEDUR DUHAMEL
MODIFIKASI PROSEDUR DUHAMEL a. Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan
pemasangan 2 buah klem melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah inkontinensia;
b. Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk melakukan anastomose side to side yang panjang;
c. Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian;
d. Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan pada hari ke-7-14 pasca bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua klem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititikberatkan pada fungsi hemostasis.
METODE SOAVE
Soave (1966) memperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung.
Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.3
PROSEDUR SOAVE
PROSEDUR BEDAH DEFINITIF MELALUI LAPAROSKOPIK Kelebihan Laparoscopic-assisted transanal
pull-through (LATEP) adalah biopsi dilakukan via abdomen untuk menentukan level kolon yang berganglion khususnya bila secara enema zona transisional sulit ditentukan dan dapat membebaskan pedikel bila segmen aganglionik melibatkan kolon kiri dan memastikan anastomisis koloanal berlangsung baik tanpa tegangan dan segmen intraabdomen tidak terpuntir (twisting).
Kontra indikasi untuk melakukan LATEP adalah enterokolitis berat, dilatasi masif kolon proksimal dan kesulitan menentukan zona transisi.
TINDAKAN PADA HIRSCHSPRUNG MENGGUNAKAN LAPAROSKOPIK
POSISI PASIEN PADA METODE TRANSANAL PULL-THROUGH PERLAPAROSKOPIK
METODE TRANSANAL ENDORECTAL PULL-THROUGH
Teknik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan dilatasi anus dan pembersihan rongga anorektal dengan povidone-iodine, mukosa rektum diinsisi melingkar 1-1,5 cm diatas linea dentata. Dengan diseksi tumpul rongga submukosa yang terjadi diperluas hingga 6-7 cm ke arah proximal. Mukosa yang terlepas dari muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus sehingga terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa.
POSISI PASIEN PADA METODE TRANSANAL ENDORECTAL PULL-THROUGH
METODE TRANSANAL ENDORECTAL PULL-THROUGH
KOMPLIKASI1. Enterocolitis
Enterocolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus halus.Enterokolitis terjadi pada 10-30% pasien penyakit Hirschprung terutama jika segmen usus yang terkena panjang. Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
a. Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit,
b. Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi, c. Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-
3 kali perhari d. Pemberian antibiotika yang tepat.
2. Kebocoran AnastomoseKebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.
3. StenosisStenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang dipergunakan.
4. Gangguan Fungsi SfinkterFecal soiling atau kecipirit merupakan parameter yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering.
PROGNOSISSecara umum prognosisnya baik, 90% pasien dengan penyakit hirschprung yang mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien yang masih mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%.1
Terima Kasih