PENGARUH METABOLIT SEKUNDER Trichoderma spp. DAN FUNGISIDA …

10
dx.doi.org/10.21082/jtidp.v6n3.2019.p109-118 P-ISSN : 2356-1297 E-ISSN : 2528-7222 Volume 6, Nomor 3, November 2019 109 PENGARUH METABOLIT SEKUNDER Trichoderma spp. DAN FUNGISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT VSD PADA TANAMAN KAKAO EFFECT OF Trichoderma spp. SECONDARY METABOLITES AND BOTANICAL FUNGICIDE TO CONTROL VSD DISEASE IN CACAO * Rita Harni 1) , Widi Amaria 1) , Anis Herliyati Mahsunah 2) , dan Irwan Lakani 3) 1) Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Jalan Raya Pakuwon Km 2 Parungkuda, Sukabumi 43357 Indonesia 2) Balai Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kawasan PUSPITEK Serpong Gedung 630, Tangerang Selatan 15314 Indonesia 3) Universitas Tadulako Jalan Soekarno-Hatta Tondo, Palu, Indonesia * [email protected] (Tanggal diterima: 7 Juli 2019, direvisi: 7 November 2019, disetujui terbit: 30 November 2019) ABSTRAK Vascular streak dieback (VSD) yang disebabkan oleh Ceratobasidium theobromae merupakan penyakit utama pada tanaman kakao yang mengakibatkan kerugian sampai 45%. Pengendalian VSD dengan metabolit sekunder dan fungisida nabati diharapkan dapat menekan serangan penyakit karena metabolit sekunder mengandung antibiotik, enzim, dan toksin yang berperan dalam pengendalian penyakit serta fungisida nabati yang bersifat anti jamur. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh metabolit sekunder Trichoderma spp. dan fungisida nabati untuk mengendalikan VSD pada tanaman kakao. Penelitian dilakukan di laboratorium Terpadu Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar, Sukabumi, laboratorium Bioteknologi BPPT Serpong, dan kebun petani di Desa Rahmat, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, mulai bulan Maret sampai Desember 2017. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok 7 perlakuan dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 10 tanaman. Perlakuan yang digunakan adalah: (1) metabolit sekunder Trichoderma virens LP1, (2) metabolit sekunder T. amazonicum LP3, (3) fungisida nabati, (4) metabolit sekunder T. virens LP1 + fungisida nabati, (5) metabolit sekunder T. amazonicum LP3 + fungisida nabati, (6) fungisida kimia (Mankozeb sebagai pembanding), (7) kontrol (tanpa aplikasi). Pengamatan dilakukan terhadap gejala serangan, perkembangan dan keparahan penyakit, serta produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metabolit sekunder Trichoderma spp. dapat menekan keparahan penyakit VSD dan meningkatkan produksi pada tanaman kakao sebesar 33,97%–61,34%, baik diberikan dalam bentuk tunggal maupun kombinasi dengan fungisida nabati. Metabolit sekunder T. virens LP1 menekan keparahan penyakit tertinggi sebesar 54,18%, selanjutnya kombinasi T. virens LP1 + fungisida nabati (47,64%) jauh lebih baik dari fungisida kimia (30,89%). Dengan demikian, metabolit sekunder Trichoderma spp. dapat digunakan sebagai teknologi pengendalian VSD. Kata kunci: Fungisida nabati, kakao, metabolit sekunder, Trichoderma spp., VSD

Transcript of PENGARUH METABOLIT SEKUNDER Trichoderma spp. DAN FUNGISIDA …

Page 1: PENGARUH METABOLIT SEKUNDER Trichoderma spp. DAN FUNGISIDA …

dx.doi.org/10.21082/jtidp.v6n3.2019.p109-118 P-ISSN : 2356-1297 E-ISSN : 2528-7222

Volume 6, Nomor 3, November 2019

109

PENGARUH METABOLIT SEKUNDER Trichoderma spp. DAN FUNGISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT VSD PADA TANAMAN KAKAO

EFFECT OF Trichoderma spp. SECONDARY METABOLITES AND BOTANICAL FUNGICIDE TO

CONTROL VSD DISEASE IN CACAO

* Rita Harni1), Widi Amaria1), Anis Herliyati Mahsunah2), dan Irwan Lakani3)

1) Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Jalan Raya Pakuwon Km 2 Parungkuda, Sukabumi 43357 Indonesia

2) Balai Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kawasan PUSPITEK Serpong Gedung 630, Tangerang Selatan 15314 Indonesia

3) Universitas Tadulako Jalan Soekarno-Hatta Tondo, Palu, Indonesia

* [email protected]

(Tanggal diterima: 7 Juli 2019, direvisi: 7 November 2019, disetujui terbit: 30 November 2019)

ABSTRAK

Vascular streak dieback (VSD) yang disebabkan oleh Ceratobasidium theobromae merupakan penyakit utama pada tanaman kakao yang mengakibatkan kerugian sampai 45%. Pengendalian VSD dengan metabolit sekunder dan fungisida nabati diharapkan dapat menekan serangan penyakit karena metabolit sekunder mengandung antibiotik, enzim, dan toksin yang berperan dalam pengendalian penyakit serta fungisida nabati yang bersifat anti jamur. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh metabolit sekunder Trichoderma spp. dan fungisida nabati untuk mengendalikan VSD pada tanaman kakao. Penelitian dilakukan di laboratorium Terpadu Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar, Sukabumi, laboratorium Bioteknologi BPPT Serpong, dan kebun petani di Desa Rahmat, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, mulai bulan Maret sampai Desember 2017. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok 7 perlakuan dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 10 tanaman. Perlakuan yang digunakan adalah: (1) metabolit sekunder Trichoderma virens LP1, (2) metabolit sekunder T. amazonicum LP3, (3) fungisida nabati, (4) metabolit sekunder T. virens LP1 + fungisida nabati, (5) metabolit sekunder T. amazonicum LP3 + fungisida nabati, (6) fungisida kimia (Mankozeb sebagai pembanding), (7) kontrol (tanpa aplikasi). Pengamatan dilakukan terhadap gejala serangan, perkembangan dan keparahan penyakit, serta produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metabolit sekunder Trichoderma spp. dapat menekan keparahan penyakit VSD dan meningkatkan produksi pada tanaman kakao sebesar 33,97%–61,34%, baik diberikan dalam bentuk tunggal maupun kombinasi dengan fungisida nabati. Metabolit sekunder T. virens LP1 menekan keparahan penyakit tertinggi sebesar 54,18%, selanjutnya kombinasi T. virens LP1 + fungisida nabati (47,64%) jauh lebih baik dari fungisida kimia (30,89%). Dengan demikian, metabolit sekunder Trichoderma spp. dapat digunakan sebagai teknologi pengendalian VSD.

Kata kunci: Fungisida nabati, kakao, metabolit sekunder, Trichoderma spp., VSD

Page 2: PENGARUH METABOLIT SEKUNDER Trichoderma spp. DAN FUNGISIDA …

J. TIDP 6(3), 109-118 November 2019 dx.doi.org/10.21082/jtidp.v6n3.2019.p109-118

110

ABSTRACT

Vascular streak dieback (VSD) caused by Ceratobasidium theobromae is a major disease in cacao which results in yield losses up to 45%. Controlling VSD using secondary metabolites and botanical fungicide is expected to reduce disease attacks because secondary metabolites contain antibiotics, enzymes, and toxins that can control the disease and botanical fungicide that are antifungal. The research aimed to determine the effect of Trichoderma spp. secondary metabolites and botanical fungicide to control VSD in cacao. The research was conducted in the Integrated Laboratory, IIBCRI, Sukabumi, Biotechnology Laboratory, BPPT, Serpong and farmer gardens in Rahmat Village, Palolo District, Sigi Regency, Central Sulawesi, from March to December 2017. The research used a randomized block design of 7 treatments with 3 replications; each replication consists of 10 plants. The treatments were: (1) Trichoderma virens LP1, (2) T. amazonicum LP3, (3) botanical fungicide, (4) T. virens LP1 + botanical fungicide, (5) T. amazonicum LP3 + botanical fungicide, (6) chemical fungicide (for comparison), (7) control (without application). Variables observed were the symptoms of the attack, severity and disease progression, and production. The results showed that Trichoderma spp. secondary metabolites suppress VSD disease severity and increase cacao production up to 33.97%–61.34%, either in a single form or in combination with botanical fungicide. T. virens LP1 secondary metabolite showed the highest suppression of VSD disease (54.18%), followed by the combination of T. virens LP1 + botanical fungicide (47.64%), better than chemical fungicide (30.89%). Thus, Trichoderma spp. secondary metabolites can be used as a VSD control technology.

Keywords: Botanical fungicide, cacao, secondary metabolite, Trichoderma spp., VSD

PENDAHULUAN

Vascular streak dieback (VSD) adalah penyakit pembuluh kayu pada tanaman kakao yang disebabkan oleh Ceratobasidium theobromae (Samuels et al., 2012). Penyakit VSD sudah tersebar hampir di seluruh sentra produksi kakao di Indonesia (Harni & Baharudin, 2014) dengan kerugian ekonomi yang besar. Menurut Halimah & Sri-Sukamto (2007) kehilangan hasil akibat penyakit VSD diperkirakan mencapai 100% pada klon-klon yang rentan dan 15% pada klon-klon tahan, sedangkan menurut Anita-Sari & Susilo (2013) penyakit VSD dapat menurunkan produksi 30%–45%. Kebutuhan akan adanya cara pengendalian yang efektif semakin mendesak seiring dengan meningkatnya kerugian yang disebabkan oleh penyakit ini dari tahun ke tahun. Namun, teknologi pengendalian penyakit VSD yang efektif belum ditemukan. Penggunaan fungisida sintetik, disertai pemotongan ranting dan batang yang terserang belum memberikan hasil memuaskan karena patogen berada dalam jaringan pembuluh tanaman. Oleh karena itu, perlu dicari teknologi lain, salah satunya menggunakan metabolit sekunder Trichoderma spp.

Keunggulan metabolit sekunder Trichoderma spp. adalah mempunyai kandungan senyawa cukup banyak seperti antibiotik, enzim, hormon, dan toksin (Vinale et al., 2014). Senyawa-senyawa tersebut dapat terangkut melalui jaringan pembuluh dan dapat tersebar di seluruh bagian tanaman (Soesanto, 2013). Senyawa yang dihasilkan Trichoderma spp. dalam bentuk antibiotik di antaranya adalah 6-pentil pirol, viridins, harzianum A, harzianic acid, gliotoksin, kininginins, cytosperone, dan trichodermol (Vinale et al., 2014; Zeilinger, Gruber, Bansal, & Mukherjee, 2016). Senyawa dalam bentuk enzim adalah protease, selulase, selobiase, kitinase, dan 1,3-ß-glukanase (Dubey, Tripathi, Dureja,

& Grover, 2011; Soesanto, 2013), yang berperan dalam mendegradasi dinding sel jamur patogen (Druzhinina et al., 2011). Vinale et al. (2014) melaporkan bahwa kultur filtrat dari T. harzianum dapat menginduksi ketahanan tanaman tomat, serta menghambat pertumbuhan dari hifa Sclerotinia sclerotiorum dan Rhizoctonia solani. Harni, Amaria, Syafaruddin, & Mahsunah (2017) melaporkan metabolit sekunder T. amazonicum dan T. virens dapat menekan intensitas penyakit VSD pada bibit kakao.

Bahan alami seperti minyak cengkeh dan serai wangi telah banyak dimanfaatkan untuk mengendalikan penyakit tanaman karena bersifat fungisida dan mudah didapat oleh petani (Deng, Li, Peng, & Hao, 2013; El-Zemiti & Ahmed, 2005; Harni et al., 2014; Nakahara, Alzoreky, Yoshihashi, Nguyen, & Trakoontivakom, 2003). Harni & Khaerati (2013) telah memanfaatkan minyak serai wangi dan cengkeh untuk mengendalikan penyakit VSD pada benih kakao, selanjutnya Harni & Baharudin (2014) menguji kedua fungisida nabati tersebut pada tanaman kakao yang terserang VSD di lapangan. Minyak serai wangi dan cengkeh terbukti mampu menekan intensitas serangan tetapi belum dapat mengendalikan penyakit tersebut. Oleh karena itu, penggunaan metabolit sekunder Trichoderma spp. dan fungisida nabati minyak serai wangi diharapkan dapat mengendalikan penyakit VSD pada tanaman kakao.

Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh metabolit sekunder Trichoderma spp. dan fungisida nabati untuk mengendalikan VSD pada tanaman kakao.

Page 3: PENGARUH METABOLIT SEKUNDER Trichoderma spp. DAN FUNGISIDA …

Pengaruh Metabolit Sekunder Trichoderma spp. dan Fungisida Nabati untuk Mengendalikan Penyakit VSD pada Tanaman Kakao (Rita Harni, Widi Amaria, Anis Herliyati Mahsunah, dan Irwan Lakani)

111

BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di laboratorium dan

rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri), Sukabumi, Balai Bioteknologi BPPT, Serpong, dan kebun petani di Desa Rahmat, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, mulai bulan Maret sampai Desember 2017. Perbanyakan Massal Metabolit Sekunder Trichoderma spp.

Isolat Trichoderma virens LP1 dan T. amazonicum LP3 yang digunakan merupakan isolat potensial yang telah diuji keefektifannya terhadap C. theobromae di laboratorium dan rumah kaca (Harni et al., 2017). T. virens LP1 dan T. amazonicum LP3 diremajakan dan diperbanyak pada medium potato dextrose agar (PDA). Isolat diambil dari kultur stok ampul yang diinokulasikan ke media PDA untuk mendapatkan koloni tunggal, selanjutnya diregenerasikan pada medium PDA agar miring dan diinkubasi pada suhu 25°C selama 5–7 hari.

Proses perbanyakan metabolit sekunder Trichoderma spp. dimulai dari tahap vegetatif. Komposisi media vegetatif adalah glukosa 20 g; kentang 100 g; Na2HPO4 3,4 g; NaH2PO4 1,99 g; Urea 1 g, KCl 0,2 g; MgSO4 0,2 g; Thiamin HCl 1 mg; MnSO4 0,002 g; ZnSO4 0,002 g; FeSO4 0,002 g; akuades 1.000 ml. Starter dibuat dengan cara menambahkan 2 ml larutan NaCl fisiologis steril ke dalam agar miring (10 ml) Trichoderma spp. Selanjutnya, 1 ml suspensi [1% (v/v)] dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml yang telah berisi media tahap vegetatif 100 ml, dan diinkubasi pada suhu 28°C menggunakan orbital shaker (200 rpm; 48 jam) (Harni et al., 2017).

Setelah tahap vegetatif selesai, dilanjutkan dengan tahap fermentatif yang bertujuan menghasilkan metabolit sekunder T. virens LP1 dan T. amazonicum LP3. Komposisi bahan-bahan medium fermentatif adalah molase 5% yang dibuat pada galon berisi 10 liter. Selanjutnya, ditambahkan inokulum Trichoderma spp. sebanyak 2% [v/v] dan gliserol 2%, kemudian diinkubasi (28°C; 10 hari). Tahap fermentatif dibuat menggunakan fermentor sederhana yang terdiri dari rangkaian aerator, glasswool, dan KMN04 yang dimodifikasi (Nurhayatiningsih, 2013). Setelah 10 hari, populasi Trichoderma spp. dan metabolit sekunder diamati, apabila populasi Trichoderma spp. sudah mencapai 108 cfu/ml maka biakan sudah dapat digunakan. Metabolit sekunder didapatkan dengan melakukan penyaringan cairan sel Trichoderma. Pada penelitian ini metabolit sekunder tidak dipisahkan dengan sel Trichoderma.

Formulasi Fungisida Nabati Bahan utama fungisida nabati yang digunakan

adalah minyak serai wangi. Formula minyak serai wangi dibuat mengikuti metode Harni et al. (2014), yaitu menambahkan bahan pembawa, pengemulsi, dan perekat dengan perbandingan 3:5:1:1. Formula dibuat dalam bentuk emulsified concentrate (EC) dengan konsentrasi 5 ml/l air. Aplikasi Metabolit Sekunder dan Fungisida Nabati

Penelitian dilaksanakan di Desa Rahmat, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) 7 perlakuan dengan 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 10 tanaman. Perlakuan yang diuji terdiri dari: (1) metabolit sekunder T. virens LP1, (2) metabolit sekunder T. amazonicum LP3, (3) fungisida nabati, (4) metabolit sekunder T. virens LP1 + fungisida nabati, (5) metabolit sekunder T. amazonicum LP3 + fungisida nabati, (6) fungisida kimia (Mankozeb) sebagai pembanding, dan (7) kontrol (tanpa aplikasi). Tanaman kakao yang terdapat di lokasi adalah varietas Sulawesi 1 dan Sulawesi 2 yang telah disambung samping, berumur kira-kira 10 tahun dalam kondisi terserang berat oleh penyakit VSD.

Aplikasi metabolit sekunder Trichoderma spp. dilakukan setiap bulan, melalui infus akar dengan cara memotong akar tanaman kakao (diameter ±1 mm) pada 2 titik, yaitu Utara dan Selatan. Selanjutnya, akar dimasukkan ke dalam kantong plastik yang sudah diberi suspensi metabolit sekunder masing-masing 1 liter/kantong plastik dengan konsentrasi 1:10 (1 liter suspensi metabolit : 10 liter air). Aplikasi fungisida nabati dilakukan dengan interval satu bulan melalui penyemprotan pada seluruh bagian tanaman, masing-masing dengan konsentrasi 5 ml/l dan volume ±250 ml/pohon (Harni & Baharudin, 2014). Pemeliharaan tanaman kakao sesuai dengan standard operating procedure (SOP) budidaya tanaman kakao, seperti penyiangan, pemangkasan, pemupukan, dan pemeliharaan drainase (Karmawati et al., 2010) Pengamatan dan Analisis Data

Pengamatan dilakukan terhadap gejala serangan, perkembangan dan keparahan penyakit, serta produksi. Pengamatan keparahan penyakit dilakukan setiap bulan sampai 4 bulan setelah aplikasi (BSA) pada setiap pohon dengan menghitung jumlah daun dan ranting yang terserang berdasarkan kategori serangan (Tabel 1). Keparahan penyakit dihitung dengan rumus (Strange, 2003):

Page 4: PENGARUH METABOLIT SEKUNDER Trichoderma spp. DAN FUNGISIDA …

J. TIDP 6(3), 109-118 November 2019 dx.doi.org/10.21082/jtidp.v6n3.2019.p109-118

112

100%N)(Z

vi)(niI

Keterangan : I = keparahan penyakit ni = jumlah tanaman pada setiap kategori serangan vi = nilai skala dari setiap kategori serangan Z = nilai skala dari kategori serangan tertinggi N = jumlah tanaman yang diamati Tabel 1. Skor gejala, kategori serangan, dan deskripsi gejala

VSD pada tanaman kakao Table 1. Symptom scores, attack categories, and symptom

descriptions of VSD in cacao

Skor Kategori serangan

Keterangan

0 Sehat 0% terinfeksi 1 Ringan 1%–10% daun terinfeksi 2 Sedang 11%–50% daun terinfeksi, klorosis,

nekrosis, daun gugur, sudah ada pembengkakan lentisel

3 Berat 51%–75% daun terinfeksi, klorosis, nekrosis, daun gugur, lentisel membengkak

4 Sangat berat >75% daun terinfeksi, klorosis, nekrosis, daun gugur, lentisel membengkak, dan ranting ada yang mati

Sumber: Susilo & Anita-Sari (2011) dimodifikasi

Pengamatan produksi dilakukan dengan cara menghitung jumlah buah dan mengambil sampel buah kakao pada 10 pohon yang diamati dari tiap ulangan. Selanjutnya, ditimbang berat basah dan kering biji. Data yang diperoleh dianalisis ragam, dan apabila hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Serangan VSD

Hasil pengamatan penyakit VSD pada kebun kakao di Desa Rahmat, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, menunjukkan keparahan penyakit VSD cukup tinggi, yaitu 47,50%–60,83%. Gejala serangan yang ditemukan adalah tanaman meranggas (Gambar 1A), daun mengalami klorotik, yaitu berwarna kuning dengan bercak hijau (Gambar 1B), nekrotik (tepi daun mengering) (Gambar 1C), ranting yang terinfeksi kulit batang menjadi kasar (Gambar 1D), ditemukan tiga noktah berwarna cokelat pada bagian tangkai daun, kadang-kadang ditemukan koloni jamur pada bekas tangkai daun yang terinfeksi (Gambar 1E), sehingga ranting yang terserang mengering dan mati.

Gambar 1. Gejala serangan VSD pada tanaman kakao di Desa Rahmat, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah: (A) tanaman

meranggas, (B) klorotik, (C) nekrotik, (D) tiga noktah berwarna cokelat dan kulit batang kasar dan (E) koloni C. theobromae pada bekas tangkai daun

Figure 1. Symptom of VSD found in Rahmat Village, Palolo District, Sigi Regency, Central Sulawesi: (A) molt plants, (B) chlorotic, (C) necrotic, (D) three brown spots and rough bark and (E) C. theobromae colonies on leaf stalks

A B C

D E

Page 5: PENGARUH METABOLIT SEKUNDER Trichoderma spp. DAN FUNGISIDA …

Pengaruh Metabolit Sekunder Trichoderma spp. dan Fungisida Nabati untuk Mengendalikan Penyakit VSD pada Tanaman Kakao (Rita Harni, Widi Amaria, Anis Herliyati Mahsunah, dan Irwan Lakani)

113

Gejala yang ditemukan hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Guest & Keane (2007) dan Samuels et al. (2012) bahwa C. theobromae menginfeksi tanaman kakao pada daun muda, kemudian daun mengalami klorotik. Pada tangkai daun bila dipatahkan akan ditemukan tiga noktah berwarna cokelat. Serangan berat menyebabkan daun gugur dan ranting akan mati. Berbeda dengan hasil penelitian Guest & Keane (2007), pada penelitian ini yang banyak ditemukan adalah daun bergejala nekrotik (Gambar 1C). Hal ini serupa dengan yang dilaporkan (McMahon & Purwantara, 2016) bahwa gejala yang banyak ditemukan saat ini di sentra produksi kakao adalah daun mengalami bercak nekrotik pada ujung dan pinggir daun yang terinfeksi. Hal ini mungkin disebabkan oleh perubahan ras/strain patogen atau ketahanan tanaman terhadap infeksi C. theobromae semakin menurun. Pengaruh Metabolit Sekunder dan Fungisida Nabati terhadap Perkembangan Penyakit VSD

Perkembangan penyakit VSD dari awal pengamatan sampai 4 bulan setelah aplikasi (BSA) menunjukkan penurunan keparahan penyakit

dibandingkan dengan kontrol (Gambar 2). Pada awal pengamatan dan 1 BSA, perkembangan penyakit tetap, selanjutnya pada 2 BSA terlihat keparahan penyakit disemua perlakuan mengalami penurunan dan semakin menurun pada 3 dan 4 BSA. Pengaruh aplikasi metabolit sekunder dan fungisida nabati, baik tunggal maupun kombinasi, nyata menekan penyakit dibanding kontrol, begitu juga dengan fungisida kimia. Pada perlakuan kontrol perkembangan penyakit meningkat 15%, sedangkan pada perlakuan metabolit sekunder dan fungisida nabati terjadi penurunan keparahan penyakit 6%–21,17%. Penurunan laju keparahan penyakit VSD tertinggi terdapat pada perlakuan AC (metabolit T. virens LP1 + fungisida nabati), yang diikuti dengan perlakuan BC (metabolit T. amazonicum LP3 + fungisida nabati), yaitu 21,17% dan 18,34%, sedangkan fungisida nabati hanya menurun 6,00%. Perlakuan metabolit sekunder T. virens LP1 dan T. amazonicum LP3 dikombinasikan dengan fungisida nabati menurunkan laju keparahan penyakit VSD lebih besar dibandingkan dengan penggunaan metabolit sekunder T. virens LP1 dan T. amazonicum LP3 serta fungisida nabati secara tunggal (Gambar 2).

Gambar 2. Perkembangan penyakit VSD sampai 4 bulan setelah aplikasi Figure 2. Development of VSD disease up to 4 months after application

Page 6: PENGARUH METABOLIT SEKUNDER Trichoderma spp. DAN FUNGISIDA …

J. TIDP 6(3), 109-118 November 2019 dx.doi.org/10.21082/jtidp.v6n3.2019.p109-118

114

Tabel 2. Pengaruh metabolit sekunder dan fungisida nabati terhadap keparahan penyakit VSD pada tanaman kakao 4 bulan setelah aplikasi (BSA)

Table 2. The effect of secondary metabolites and botanical fungicide on the severity of VSD disease 4 months after application (BSA)

Perlakuan Keparahan penyakit (%) Penekanan

penyakit (%) 4 BSA awal 1 BSA 2 BSA 3 BSA 4 BSA

A (metabolit T. virens LP1) 47,50 a 47,50 a 40,83 a 39,16 b 30,83 c 54,18 a B (metabolit T. amazonicum LP3) 54,17 a 54,17 a 50,00 a 45,83 ab 37,50 bc 44,35 ab C (fungisida nabati) 56,67 a 56,67 a 55,83 a 54,17 ab 50,83 ab 24,34 b AC (metabolit LP1 + fungisida nabati) 56,67 a 54,17 a 50,83 a 45,83 ab 35,00 bc 47,64 ab BC (metabolit LP3 + fungisida nabati) 54,17 a 51,67 a 45,00 a 41,67 b 35,83 bc 46,45 ab D (fungisida kimia) 60,83 a 60,00 a 58,33 a 51,67 ab 46,67 bc 30,89 ab K (kontrol) 52,50 a 57,50 a 60,83 a 61,67 a 67,50 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey taraf 5%; BSA = bulan setelah aplikasi

Notes : Numbers followed by the same letter in the same column are not significantly different at Tukey test 5% level; BSA = month after application

Penurunan keparahan penyakit pada perlakuan

metabolit sekunder dan fungisida nabati diduga disebabkan oleh senyawa yang terdapat pada metabolit sekunder bersifat antibiotik, enzim, toksin, dan hormon. Senyawa-senyawa tersebut dapat menekan perkembangan patogen dan menginduksi ketahanan serta meningkatkan pertumbuhan tanaman (Soesanto, 2013; Vinale et al., 2014). Menurut Harni et al. (2018) metabolit sekunder T. virens LP1 mengandung 19 senyawa aktif dan T. amazonicum LP3 sebanyak 18 senyawa aktif yang kemungkinan dapat menekan patogen. Beberapa peneliti juga telah melaporkan bahwa metabolit sekunder T. virens dapat digunakan sebagai pengendalian biologi dengan mekanisme menginduksi ketahanan (Howell, 2003), sedangkan metabolit sekunder T. harzianum bersifat antagonistik terhadap R. solani (Vinale et al., 2006). Metabolit T. viride dapat menekan pertumbuhan Candida albicans, Fusarium solani, F. oxysporium, Rhizoctonia solani, dan Pythium ultimum (Awad et al., 2018). Di samping itu, fungisida nabati serai wangi berbahan aktif citronella yang bersifat fungisidal juga dapat menghambat pertumbuhan jamur patogen seperti P. palmivora (Harni et al., 2014) dan C. theobromae (Harni & Baharudin, 2014; Noveriza et al., 2018).

Hasil penelitian pengaruh metabolit sekunder Trichoderma spp. dan fungisida nabati terhadap persentase keparahan penyakit VSD pada tanaman kakao nyata lebih rendah pada perlakuan metabolit sekunder baik tunggal maupun kombinasi dengan fungisida nabati, dibandingkan dengan perlakuan fungisida kimia (Mankozeb), fungisida nabati tunggal, dan kontrol (tanpa aplikasi) (Tabel 2). Penggunaan metabolit sekunder dan fungisida nabati pada 1 dan 2 BSA belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap keparahan penyakit VSD. Pada 3 BSA, perlakuan metabolit

sekunder dan fungisida nabati baru menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap keparahan penyakit VSD terutama pada perlakuan metabolit T. virens LP1 dan kombinasi metabolit T. amazonicum LP3 dengan fungisida nabati, yaitu 39,16%–41,67%. Sementara, pada perlakuan kontrol keparahan penyakit VSD meningkat menjadi 61,67%. Penggunaan metabolit sekunder dan fungisida nabati pengaruhnya lebih nyata dalam menekan keparahan penyakit VSD pada 4 BSA dibandingkan dengan kontrol untuk semua perlakuan.

Pada 4 BSA, aplikasi metabolit sekunder Trichoderma spp. secara tunggal maupun dikombinasikan dengan fungisida nabati dapat menekan keparahan penyakit VSD 44,35%–54,18%, tidak berbeda dengan fungisida kimia, yaitu 30,89%. Penekanan keparahan penyakit tertinggi pada perlakuan metabolit T. virens LP1 (54,18%) tidak berbeda nyata dengan perlakuan lain, kecuali perlakuan fungisida nabati (tunggal), yaitu 24,34%. Dengan demikian, penggunaan fungisida nabati lebih baik jika dikombinasikan dengan metabolit sekunder Trichoderma spp. Sementara, metabolit sekunder dapat diaplikasikan secara tunggal maupun kombinasi dengan fungisida nabati karena terbukti mampu menekan keparahan penyakit VSD sampai 54,18%.

Pengaruh Metabolit Sekunder dan Fungisida Nabati terhadap Produksi Kakao

Perlakuan metabolit sekunder Trichoderma spp. dan fungisida nabati secara tunggal maupun kombinasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi kakao dibandingkan dengan kontrol (Tabel 3). Metabolit sekunder Trichoderma spp. dan fungisida nabati dapat meningkatkan jumlah buah, berat basah, dan kering biji, kecuali perlakuan tunggal fungisida nabati. Peningkatan jumlah buah terbanyak ditunjukkan

Page 7: PENGARUH METABOLIT SEKUNDER Trichoderma spp. DAN FUNGISIDA …

Pengaruh Metabolit Sekunder Trichoderma spp. dan Fungisida Nabati untuk Mengendalikan Penyakit VSD pada Tanaman Kakao (Rita Harni, Widi Amaria, Anis Herliyati Mahsunah, dan Irwan Lakani)

115

Tabel 3. Pengaruh metabolit sekunder Trichoderma spp. dan fungisida nabati terhadap jumlah buah, berat basah dan kering biji Table 3. The effect of Trichoderma spp. secondary metabolites and botanical fungicide on the number of pods, wet and dry weight of seeds

Perlakuan Jumlah buah (10 pohon)

Berat basah biji/10 pohon (kg)

Berat kering biji/10 pohon (kg)

A (metabolit T. virens LP1) 387,33 ab 25,82 ab 15,49 ab B (metabolit T. amazonicum LP3) 419,67 a 27,98 a 16,79 a C (fungisida nabati) 245,67 c 16,37 c 9,83c AC (metabolit LP1 + fungisida nabati) 364,67 ab 24,31 ab 14,59 ab BC (metabolit LP3 + fungisida nabati) 371,33 ab 24,75 ab 14,85ab D (fungisida kimia, mankozeb) 362,00 b 24,13 b 14,48b K (kontrol) 162,33 d 10,82 d 6,49d

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey taraf 5% Notes : Numbers followed by the same letter in the same column are not significantly different at Tukey test 5% level oleh perlakuan metabolit T. amazonicum LP3, yaitu 419 buah/10 pohon dengan berat basah biji 27,98 kg dan berat kering sebesar 16,79 kg. Selanjutnya, perlakuan metabolit T. virens LP1 dengan jumlah buah 387,33 buah/10 pohon, berat basah biji 27,98 kg dan berat kering 15,49 kg. Jumlah buah pada perlakuan AC (metabolit T. virens LP1 + fungisida nabati) adalah 364,67 buah /10 pohon, berat basah biji 24,31 kg dan berat kering 14,59 kg, hampir sama dengan perlakuan BC (metabolit T. amazonicum LP3 + fungisida nabati) dan fungisida kimia.

Sejalan dengan hasil pengamatan intensitas penyakit (Tabel 2) yang menunjukkan bahwa perlakuan tunggal metabolit sekunder dan kombinasi dengan fungisida nabati dapat menekan keparahan penyakit VSD sehingga berdampak terhadap peningkatan produksi kakao. Penekanan keparahan penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan tunggal metabolit sekunder T. amazonicum LP3 yang mampu meningkatkan produksi kakao sebanyak 419 buah/10 pohon. Berbeda dengan perlakuan fungisida nabati yang mempunyai produksi terendah karena tingkat keparahan penyakitnya mencapai 50,83% dan penekanan penyakit hanya 24,34%. Oleh karena itu, penggunaan fungisida nabati secara tunggal belum mampu menurunkan keparahan penyakit dan meningkatkan produksi kakao.

Metabolit sekunder Trichoderma spp. yang diaplikasikan terbukti dapat digunakan sebagai agens biokontrol yang diduga mampu menghasilkan senyawa antijamur. Metabolit sekunder yang diaplikasikan pada akar tanaman kakao dapat terbawa ke dalam jaringan pembuluh (tempat berkembangnya koloni jamur C. theobromae) sehingga dapat menghambat pertumbuhan jamur patogen. Di samping itu, isolat Trichoderma spp. yang berasal dari rizosfer dan endofit tanaman secara tidak langsung dapat bermanfaat dalam mendukung kesehatan tanaman.

Penyakit VSD merupakan penyakit pembuluh yang menyerang pembuluh xilem dan menyebabkan

metabolisme tanaman terganggu. Jika translokasi hara dan air melalui jaringan pembuluh terganggu maka akan berpengaruh terhadap proses fisiologis, yaitu terhambatnya penyaluran air dan zat hara dari bagian bawah ke bagian atas tanaman (McMahon & Purwantara, 2016). Hal ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman akan terganggu sehingga produksi kakao juga akan berkurang seperti pada kontrol. Keberhasilan metabolit sekunder Trichoderma spp. sebagai agens biokontrol yang mampu menghambat perkembangan infeksi patogen dapat memperlancar transportasi air dan hara. Dengan demikian, dapat memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Harni et al. (2017) bahwa T. virens LP1 dan T. amazonicum LP3 dapat menekan keparahan penyakit VSD pada bibit kakao masing-masing sebesar 81,80% dan 63,20% dan dapat memicu pertumbuhan benih kakao.

KESIMPULAN

Metabolit sekunder Trichoderma spp. dapat menekan keparahan penyakit VSD pada tanaman kakao, baik diberikan dalam bentuk tunggal maupun kombinasi dengan fungisida nabati. Metabolit sekunder T. virens LP1 menekan keparahan penyakit tertinggi sebesar 54,18% diikuti dengan kombinasi T. virens LP1 dengan fungisida nabati (47,64%), jauh lebih baik dari fungisida kimia (30,89%), serta dapat meningkatkan produksi 33,97%–61,34%. Dengan demikian, penggunaan metabolit sekunder Trichoderma spp. terbukti efektif dalam mengendalikan penyakit VSD pada tanaman kakao.

Page 8: PENGARUH METABOLIT SEKUNDER Trichoderma spp. DAN FUNGISIDA …

J. TIDP 6(3), 109-118 November 2019 dx.doi.org/10.21082/jtidp.v6n3.2019.p109-118

116

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah memberikan dana penelitian melalui program Kerja sama Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Pertanian Strategis (KP4S) tahun 2017. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Muhajir yang telah menyediakan fasilitas kebun untuk digunakan penelitian dan Bapak Sumantri yang telah membantu kegiatan penelitian di laboratorium dan lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Anita-Sari, I., & Susilo, A. W. (2013). Investigation of

different characters of stomata on three cocoa clones with resistance level difference to VSD (vascular streak dieback) diseases. Journal of Agriculture Science and Technology, 3(9A), 703.

Deng, J., Li, W., Peng, X. L., & Hao, X. H. (2013). Study

on the potential of antifungal activity of essential oils against fungal pathogens of fruits and vegetables. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 5(12), 443–446.

Druzhinina, I. S., Seidl-Seiboth, V., Herrera-Estrella, A.,

Horwitz, B. A., Kenerley, C. M., Monte, E., … Kubicek, C. P. (2011). Trichoderma: The genomics of opportunistic success. Nature Reviews Microbiology, 9(10), 749–759. doi:10.1038/nrmicro2637

Dubey, S. C., Tripathi, A., Dureja, P., & Grover, A. (2011).

Characterization of secondary metabolites and enzymes produced by Trichoderma species and their efficacy against plant pathogenic fungi. Indian Journal of Agricultural Sciences, 81(5), 455–461.

El-Zemiti, S. R., & Ahmed, S. M. (2005). Antifungal activity

of some essential oils and their major chemical constituents against some phytopathogenic fungi. J. Pest. & Environ. Sci., 13(1), 61–72.

Guest, D., & Keane, P. (2007). Vascular-Streak dieback: A

new encounter disease of cacao in Papua New Guinea and Southeast Asia caused by the obligate basidiomycete Oncobasidium theobromae. Phytopathology, 97(12), 1654–1657. doi:10.1094/PHYTO-97-12-1654

Halimah, & Sri-Sukamto. (2007). Intensitas penyakit vascular

streak dieback pada sejumlah klon kakao koleksi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Pelita Perkebunan, 23, 118–128.

Harni, R., Amaria, W., Syafaruddin, & Mahsunah, H. (2017). Potensi metabolit sekunder Trichoderma spp . untuk mengendalikan penyakit vascular streak dieback (VSD) pada bibit kakao. Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar, 4(2), 57–66. doi: http://dx.doi.org/10.21082/jtidp.v4n2.2017.p57-66

Harni, R., & Baharudin. (2014). Keefektifan minyak

cengkeh, serai wangi, dan ekstrak bawang putih terhadap penyakit vascular streak dieback (Ceratobasidium theobromae) pada kakao. Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar, 1(3), 167–174. doi: http://dx.doi.org/10.21082/jtidp.v1n3.2014.p167-174

Harni, R., & Khaerati. (2013). Potensi beberapa fungisida

nabati untuk mengendalikan penyakit vascular streak dieback (VSD) pada bibit kakao. In Seminar dan Kongres PFI XXIII. Padang.

Harni, R., Taufiq, E., & Amaria, W. (2014). Pengaruh

formula fungisida nabati minyak cengkeh dan serai wangi terhadap penyakit busuk buah kakao. Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar, 1(1), 41–48. doi:http://dx.doi.org/10.21082/jtidp.v1n1.2014.p41-48

Howell, C. R. (2003). Mechanisms employed by Trichoderma

species in the biological control of plant diseases: The history and evolution of current concepts. Plant Disease, 87. doi:10.1094/PDIS.2003.87.1.4

Karmawati, E., Mahmud, Z., Syakir, M., Ardana, I. K.,

Munarso, J., & Rubiyo. (2010). Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Bogor: Badan Litbang Pertanian.

McMahon, P., & Purwantara, A. (2016). Vascular streak

dieback (Ceratobasidium theobromae): History and Biology. In B. A. Bailey & L. W. Meinhardt (Eds.), Cacao diseases. A history of old enemies and new encounters (pp. 307–336). Springers. doi:10.1007/978-3-319-24789-2_9

Nakahara, K., Alzoreky, N. S., Yoshihashi, T., Nguyen, H.

T. T., & Trakoontivakom, G. (2003). Chemical composition and antifungal activity of essential oil from Cymbopogon narduse. JARQ, 37(4), 249–252.

Noveriza, R., Trisno, J., Rahma, H., Yuliani, S., Reflin, &

Martinius. (2018). Effectiveness of several dosage formula of oil and nano emulsion of citronella against vascular streak dieback (VSD) disease on cocoa. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 122, 0–8. doi:10.1088/1755-1315/122/1/012028

Page 9: PENGARUH METABOLIT SEKUNDER Trichoderma spp. DAN FUNGISIDA …

Pengaruh Metabolit Sekunder Trichoderma spp. dan Fungisida Nabati untuk Mengendalikan Penyakit VSD pada Tanaman Kakao (Rita Harni, Widi Amaria, Anis Herliyati Mahsunah, dan Irwan Lakani)

117

Samuels, G. J., Ismaiel, A., Rosmana, A., Junaid, M., Guest, D., Mcmahon, P., … Cubeta, M. A. (2012). Vascular streak dieback of cacao in Southeast Asia and Melanesia: In planta detection of the pathogen and a new taxonomy. Fungal Biology, 116(1), 11–23. doi:10.1016/j.funbio.2011.07.009

Soesanto, L. (2013). Pengendalian hayati penyakit tanaman.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Strange, R. N. (2003). Introduction to plant pathology. New

York.

Vinale, F., Marra, R., Scala, F., Ghisalberti, E. L., Lorito, M., & Sivasithamparam, K. (2006). Major secondary metabolites produced by two commercial Trichoderma strains active against different phytopathogens. Letters in Applied Microbiology, 43(2), 143–148. doi:10.1111/j.1472-765X.2006.01939.x

Vinale, F., Sivasithamparam, K., Ghisalberti, E. L., Woo, S.

L., Nigro, M., Marra, R., … Lorito, M. (2014). Trichoderma secondary metabolites active on plants and fungal pathogens. The Open Mycology Journal, 8(1), 127–139. doi:10.2174/1874437001408010127

Zeilinger, S., Gruber, S., Bansal, R., & Mukherjee, P. K.

(2016). Secondary metabolism in Trichoderma - Chemistry meets genomics. Fungal Biology Reviews, 30(2), 74–90. doi:10.1016/j.fbr.2016.05.001

Page 10: PENGARUH METABOLIT SEKUNDER Trichoderma spp. DAN FUNGISIDA …

J. TIDP 6(3), 109-118 November 2019 dx.doi.org/10.21082/jtidp.v6n3.2019.p109-118

118