PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

186
PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 SERUM SESUDAH TINDAKAN AKUPUNKTUR PADA LI11 QUCHI DAN KORELASINYA DENGAN PERUBAHAN SKALA PRURITUS PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS DISERTASI DEDI ARDINATA NIM 168102007 PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2021 Universitas Sumatera Utara

Transcript of PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

Page 1: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 SERUM

SESUDAH TINDAKAN AKUPUNKTUR PADA LI11 QUCHI DAN KORELASINYA DENGAN PERUBAHAN SKALA PRURITUS

PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS

DISERTASI

DEDI ARDINATA

NIM 168102007

PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

Universitas Sumatera Utara

Page 2: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

i

LEMBAR PRASYARAT GELAR

PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 SERUM

SESUDAH TINDAKAN AKUPUNKTUR PADA LI11 QUCHI DAN KORELASINYA DENGAN PERUBAHAN SKALA PRURITUS

PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

dalam Program Studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

untuk dipertahankan di hadapan Sidang Ujian Terbuka

Program Studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEDI ARDINATA

NIM 168102007

PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

Universitas Sumatera Utara

Page 3: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

ii

LEMBAR PROMOTOR DAN CO-PROMOTOR

PROMOTOR

Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS., Sp.FK.

Guru Besar Tetap Departemen Farmakologi dan Terapeutik.

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Medan.

CO- PROMOTOR

Prof. Dr. dr. Irma D. Mahadi, SpKK(K)., FINSDV., FAADV.

Guru Besar Tetap Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Medan.

CO- PROMOTOR

Dr. dr. Hasan Mihardja, M.Kes., SpAk(K).

Departemen Akupunktur Medis

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Universitas Sumatera Utara

Page 5: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

iv

LEMBAR PENGUJI

Diuji pada Ujian Disertasi Terbuka (Promosi)

Pada Tanggal: 26 April 2021

__________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Pemimpin Sidang :

Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si (Rektor USU)

Ketua : Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS., Sp.FK. USU Medan

Anggota : Prof. Dr. dr. Irma D. Mahadi, Sp.KK(K)., FINSDV., FAADV. USU Medan

Dr. dr. Hasan Mihardja, M.Kes., Sp.Ak(K). UI Jakarta

Prof. Dr. dr. Ratna Akbari Ganie, Sp.PK-KH. USU Medan

Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.T.H.T.K.L(K). USU Medan

Dr. Ir. Erna Mutiara, MKM. USU Medan

Dr. dr. Adiningsih Sri Lestari, M.Kes., M.Epid., Sp.Ak(K). UI Jakarta

Universitas Sumatera Utara

Page 6: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismi-llāhi ar-raḥmāni ar-raḥīmi

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

segala puji hanya milik Allah yang telah melebihkan manusia dengan ilmu dan amal

atas alam semesta. Tak terkira rasa syukur penulis hari ini telah menyelesaikan

sidang promosi doktor dalam bidang Ilmu Kedokteran dari Universitas Sumatera

Utara, Medan. Rasanya sulit mengungkapkan perasaan penulis saat ini dengan kata-

kata. Hanya ucapan Al-ḥamdu l-illāhi rabbi l-ʿālamīn.

“Tidak dikatakan bersyukur pada Allah bagi siapa yang tidak tahu berterima

kasih pada manusia (lain).” (HR. Abu Daud no. 4811 dan At-Tirmidzi no. 1954).

Berbagai pihak telah banyak terlibat langsung maupun tidak langsung

membantu, mengarahkan, membimbing, memotivasi dan mendoakan, yang

semua ini sangat berarti bagi penulis meyelesaikan pendidikan akademik

tertinggi ini, maka pada kesempatan ini, penulis dengan ikhlas dan setulusnya

menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si.,

dan Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor USU

(periode 2016-2021) beserta para Wakil Rektor; Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara (FK USU) Prof. Dr. dr. Aldy S. Rambe, SpS(K) dan

Prof. Dr. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, Dekan FK USU

(periode 2016-2021) beserta para Wakil Dekan; Ketua Program Studi Doktor (S3)

Universitas Sumatera Utara

Page 7: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

vi

Ilmu Kedokteran, FK USU, Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, SpTHT-KL(K).,

Sekretaris program studi doktor (S3) Ilmu Kedokteran, FK USU;

Dr. dr. Iqbal Pahlevi Nst, SpBA(K) dan Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, SpKK

Sekretaris (periode 2016-2021), atas kesempatan, izin dan dukungan moril maupun

materil yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan

pendidikan Program Studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran

di FK USU.

Terima kasih, rasa hormat dan penghargaan yang tulus, penulis kepada

Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS., Sp.FK., dosen dan sekaligus promotor

penulis, yang telah banyak memberikan dukungan yang luar biasa, wawasan,

motivasi, saran, waktu dan segala keikhlasan membimbing mulai dari

pra-usulan penelitian, usulan penelitian sampai kepada penelitian dan

penulisan disertasi sehingga penelitian disertasi ini dapat diselesaikan.

Beliau adalah The Role Model bagi penulis sebagai seorang pengajar.

Demikian pula kepada Co-Promotor; Prof. Dr. dr. Irma D. Mahadi, SpKK(K).,

FINSDV., FAADV dan Dr. dr. Hasan Mihardja, M.Kes., SpAk(K), dengan tulus dan

ikhlas ditengah kesibukannya telah meluangkan waktu dan pikirannya memberikan

bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis. Semoga Allah membalas dengan

ketinggian derajat di dunia dan di akhirat.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih kepada

tim penguji Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.T.H.T.K.L(K);

Prof. Dr. dr. Ratna Akbari Ganie, Sp.PK-KH; Dr. Ir. Erna Mutiara, MKM.

dan Dr. dr. Adiningsih Sri Lestari, M.Kes., M.Epid., Sp.Ak(K).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

vii

yang telah memberikan masukan dan kritikan serta sanggahan yang sangat berguna

sehingga penelitian pada disertasi ini menjadi lebih baik.

Para dosen pemberi kuliah: Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, SpTHT-KL(K);

Prof. dr. Harun Rasyid Lubis. Sp.PD-KGH, SpPD-K; Dr. dr. Imam Budi Putra,

MHA, Sp.KK; Prof. Dr. dr. Nelva K. Jusuf, Sp.KK(K), FINSDV;

dr. Putri Chairani Eyanoer, Ms.Epi, Ph.D; Dr. Ir. Erna Mutiara, MKM;

dr. Adang Bachtiar, MPH, DSc; Prof. Dr. dr. Charles Surjadi, MPH;

Prof. Dr. Ir. Sumono, MS; Dr. Drs. A. Ridwan Siregar, SH, M.Lib;

Prof. Dr. Ir. Harmein Nasution, MSIE; Dr. dr. Rosita Juwita Sembiring, SpPK(K);

Prof. Dr. dr. Hadyanto Lim, M.Kes, SpFK, atas ilmu dan bimbingan yang diberikan

selama penulis mengikuti pendidikan S3 ini. Serta mengucapkan

terima kasih kepada Prof. dr. Amri Amir, SpF(K), DMF, SH., SpAk;

dr. Alwi Thamrin Nasution, Sp.PD-KGH. dan dr. Abdi Kurniawan Purba, SpAk.

yang telah menyediakan waktu untuk berdiskusi dari awal penelitian hingga

pelaksanaan penelitian ini.

Ketua Komisi Etik Penelitian dan Kesehatan Fakultas Kedokteran dan

RSUP. H. Adam Malik Medan, Prof. Sutomo Kasiman, SpPD., SpJP(K) dan seluruh

anggota atas Persetujuan Komisi Etik tantang Pelaksanaan Penelitian Kesehatan yang

diberikan sehingga penulis dapat memulai penelitian ini.

Direktur Utama, para Direktur dan Kepala instalasi Penelitian dan

Pengembangan RSUP H. Adam Malik Medan, Ibu Iing Yuliastuti, SKM. M.Kes.

berserta seluruh staf atas izin pelaksanaan penelitian di lingkungan

RSUP H. Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

viii

Kepala unit Hemodialisa lnstalasi Ginjal dan Hipertensi RSUP H. Adam Malik

Medan, dr. Syafrizal Nasution SpPD-KGH., serta ibu Suryati, S.Kep. Ners,

Raskita Menda, S. Kep. Ners., Kartika Haspitasari, S. Kep. Ners,

Veronica Boang Manalu, S. Kep. Ners, Aan Maydah, S. Kep. Ners, dan

Nciho Arbei Cordiaz Capah, S. Kep. Ners atas perhatian, bantuan dan kerjasama

yang luar biasa dalam pengambilan data penelitian.

Kepala Instalasi Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan, dr. Zulfikar lubis, Sp.PK(K). beserta staf dan kepada ibu Junita yang telah

menyediakan waktu untuk berdiskusi dan membantu pemeriksaan sampel darah

subjek penelitian.

Kepada guru-guru penulis di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

khususnya Prof. Chairuddin Panusunan Lubis, DTM&H., Sp.A(K) Rahimahullah;

Prof. Dr. T. Bahri Anwar, SpJP(K); Prof. dr. Jasmeiny Yazir;

Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp. JP(K); Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.A(K);

Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K), Prof. dr. Abdul Madjid, SpPD-KKV, AIF;

Alm. Prof. Dr. dr. HSRP. Sinaga; dr. Murniati Manik, Sp.KK., Sp.GK. dan

dr. Halomoan Hutagalung yang tak pernah bosan memberikan nasihat, motivasi dan

dukungan kepada penulis sejak diterima sebagai staf pengajar pada Departemen

Fisiologi FK USU dan untuk menyelesaikan pendidikan, mencapai jenjang akademik

tertinggi ini, semoga Allah selalu melimpahkan kasih dan sayangNya.

Ketua Departemen Fisiologi FK USU, dr. Eka Roina Megawati, M.Kes.

dan Sekertaris, dr. Maya Savira, M.Kes. sahabat-sahabat penulis,

dr. Nuraiza Meutia, M.Biomed, PhD; Dr. dr. Yetti Machrina, M.Kes;

dr. Milahayati Daulay, M.Kes; dr. M. Azhari, dr. Yudi Herlambang, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

ix

dr. Selly Azmelia, Sp.M serta bapak Sutiono, Rahmadhani Banurea, S.Si, M.Si;

Fatmawati atas segala dukungan, perhatian, dan kerjasama selama ini.

Tenaga administrasi program studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran FK USU, Petty

Angelia H, SS; Devi Andani, S.Kom; Erna Kusuma, Desyani Miranti Purba, Rizky

Kurniawan Ritonga dan Nabilah yang telah banyak memberikan bantuan dan

dukungan, serta kepada seluruh peserta program studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran

FK USU dan semua sahabat yang telah memberi dukungan dalam proses pendidikan

ini.

Kepada kedua orang tua penulis, ayahanda Sofyan Rahimahullah dan ibunda T.

Anita Noor Rahimahullah yang telah membesarkan, mendidik, dan

mendoakan dengan penuh kasih sayang demikian pula mertua penulis

Prof. dr. Aman Nasution, MPH. dan dr. Farida Auskarani Rahimahullah,

atas segala perhatian dan ketauladanan yang diberikan kepada penulis dan sebagai

ungkapan rasa syukur dan terima kasih maka penulis hanya mampu menyampaikan

doa semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahannya Aamiin.

Kepada istri penulis tercinta dr. Tetty Aman Nasution, M.Med.Sc., yang telah

mendampingi selama ini, penulis sampaikan terima kasih yang tidak terhingga atas

kepercayaan, kesabaran, kasih sayang, pengertian, dan doa yang terus menerus

diberikan kepada penulis hingga proses pendidikan doktor ini bisa penulis selesaikan,

dan kepada kedua ananda dr, M. Fikri Ardinata dan Syifadiani Ardinata, terima kasih

untuk pengertian dan doa yang diberikan. Semoga apa yang telah dan akan ayahanda

lakukan akan memberikan tauladan bagi ananda berdua.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

x

Akhir kata, semoga disertasi ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu

pengetahuan dan bermanfaat bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat

Indonesia dan pada umat manusia.

Medan, 26 April 2021

Penulis

Dedi Ardinata

Universitas Sumatera Utara

Page 12: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Dedi Ardinata 2. Tempat/tanggal lahir : TB. Karimun (Kep.Riau)/ 27 Desember 1968 3. Agama : Islam 4. NIP : 196812271998021002 5. Pangkat/Golongan : Lektor Kepala, Pembina/IVa 6. Pekerjaan : Dosen Departemen Fisiologi FKUSU 7. Alamat : Jl. Pendidikan no. 96, Tegal Rejo, Medan 8. No. telepon/HP : 08116362927 9. Email : [email protected] 10. Alamat kantor : Jl. Dr. Mansur no. 5 P. Bulan, Medan

II. KELUARGA Istri : dr. Tetty Aman Nasution, M.Med.Sc Anak : dr. Muhammad Fikri Ardinata : Syifadiani Ardinata

III. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD : Bhayangkari, Medan 1981 2. SMP : Bhayangkari, Medan 1984 3. SMA : Negeri 7, Yogyakarta 1987 4. Sarjana Kedokteran : Fakultas Kedokteran USU, Medan 1992 5. Profesi Dokter : Fakultas Kedokteran USU, Medan 1994 6. Magister Biomedik : Pascasarjana USU, Medan 2002

IV RIWAYAT PELATIHAN

1. Penelitian Biomedis & Reproduksi Manusia, BKKBN-PPKRM FKUSU, Medan

1999

2. Metodologi Penelitian, Lembaga Penelitian USU, Medan 2001 3. Manajemen dan Desiminasi Informasi Kesehatan dengan

Menggunakan Web-Based CDS/ISIS, Badan LITBANGKES DEPKES RI, Jakarta

2002

4. Pre-congress workshop : “Use of ICT in Teaching and Learning of Physiology and Life Science”, Faculty of Medicine, University Malaya (UM), Kuala Lumpur, Malaysia

2002

Universitas Sumatera Utara

Page 13: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xii

5. Pre-congress workshop : “Problem-based Learning : Processes and Assessment in PBL”, Faculty of Medicine, University Malaya (UM), Kuala Lumpur, Malaysia

2002

6. Telaah Kritis (Critical Appraisal) Makalah Hasil Penelitian Kedokteran/Kesehatan berorientasi pada Evidence-based Medicine (EBM), Unit Pengembangan Riset (UPR) FKUSU, Medan

2002

7. Implementasi Sistem Manajemen Mutu USU untuk Gugus Jaminan Mutu (GJM) & Gugus Kendali Mutu (GKM) USU

2007

8. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran kepada Stakeholders, Konsil Kedokteran Indonesia, Medan

2007

9. Sertifikasi Auditor Penjaminan Mutu Sistem Manajemen Mutu Universitas Sumatera Utara

2007

10. Practical Obesity Management, FK_UI, Jakarta 2010 11. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Penyusunan Buku

Rencana pembelajaran dan Buku Blok Program Studi Ilmu Keperawatan, Berastagi

2012

12. Penggunaan Analisi Medan Kekuatan (Force Fiels Analysis) Sebagai Instrumen Pengambilan Keputusan Dalam Perbaikan Mutu Berkelanjutan (Quality Continuous Improvement) SMM USU Untuk GJM dan GKM Siklus Siklus 5 Periode Februari-Juni 2012

2012

13. Workshop “Menopause and Aging”, Medan 2013 14. Workshop Nasional Penguji Uji Kompetensi-OSCE, Medan 2014 15. Shortcourse Akupuntur Dasar, Medan 2015 16. Seminar dan Workshop ANTI AGING, Medan 2015 17. Kursus Good Clinical Practice (GCP) online

https://gcp.nidatraining.org. 2018

IV. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Kepala Kesehatan Perusahaan PT. Riau Andalan Pulp Paper/P. Kerinci, Riau

1994-1995

2. Dokter Puskesmas Marike, Dinas Kesehatan Kab. Langkat

1995-1998

3. Dosen Fisologi Dep. Fisiologi FKUSU 1998-sakarang 4. Editor Buku Panduan

Prog. Pend. Dokter FKUSU/Medan 1999–2005

5. Direktur RSU. Siti Hajar Medan 2000-2001 6. Redaksi Pelaksana

Majalah Kedokteran Nusantara FKUSU/Medan 2000–2004

7. Sekretaris Bagian Fisiologi FKUSU/Medan 2000–2005 8. Sekretaris Unit Pengembangan

Riset (UPR) FKUSU/Medan 2001–2003

9. Koord. Bid. Pend. Prog. Kelas Internasional/Mandiri

FKUSU/Medan 2002–2005

10. Sekretaris Komisi FKUSU/Medan 2003–2004

Universitas Sumatera Utara

Page 14: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xiii

Pengembangan Lab. Preklinik 11. Anggota Badan Pekerja

PT-BHMN USU USU/Medan 2004–2005

12. Wakil Pimpinan Redaksi Majalah Kedokteran Nusantara

FKUSU/Medan 2004–2006

13. Anggota Koord. Kepaniteraan Klinik Senior

FKUSU/Medan 2004–2006

14. Anggota Koord. Program Pendidikan Profesi Dokter

FKUSU/Medan 2007–2010

15. Pembantu Dekan III (Kemahasiswaan dan Alumni)

FKUSU/Medan 2005–2007

16. Pembantu Dekan III (Kemahasiswaan dan Alumni)

FKUSU/Medan 2007–2009

17. Anggota Senat USU 2009-2016 18. Dekan F. Kep.USU/Medan 2009–2010 19. Dekan F. Kep.USU/Medan 2010–2016 20. Reviewer Open Access

Macedonian Journal of Medical Sciences

https://www.id-press.eu/mjms/

2019-sekarang

V. RIWAYAT ORGANISASI

1. Ikatan Ahli Ilmu Faal/Fisiologi Indonesia (IAIFI) Cabang Medan, Medan 2. Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Medan 3. 4.

Perhimpunan Dokter Pengembang Kesehatan Tradisional Timur (PDPKT), Medan Federation of the Asian and Oceanian Physiological Societies

VI. RIWAYAT PUBLIKASI ILMIAH

1. Perbandingan Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral Pada Pria Terlatih dengan Tidak Terlatih.

Majalah Kedokteran Nusantara Vol .36, No.4 Sept. 2003

2. Pengaruh Latihan Aerobik Terhadap Ambilan Oksigen Maksimum (VO2max) Pada Fase-Fase Menstruasi Wanita Usia 18-24 Tahun yang Tidak Terlatih.

Majalah Kedokteran Nusantara Vol .37, No.5 Des. 2004

4. Multidimensional Nyeri Jurnal Keperwatan Rufaidah Vol. 2. No. 2, November 2007

5. Perubahan Kadar Glukosa darah Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 yang terkontrol setelah mengkonsumsi Kurma

Majalah Kedokteran Nusantara Vol .41, No.1 Maret. 2008

6. Pengaruh Aktivitas Fisik Sedang terhadap Hitung Lekosit dan Hitung Jenis Lekosit pada Orang Tidak Terlatih

Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 41 No. 4 y Desember 2008

7. Efek Monosodium Glutamat terhadap Fungsi Reproduksi

Jurnal Keperwatan Rufaidah Vol. 3. No. 1, November 2009

Universitas Sumatera Utara

Page 15: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xiv

8. Kesiapsiagaan Petugas Kesehatan dan Masyarakat dalam Menanggulangi Bencana

Jurnal Keperwatan Rufaidah Vol. 3. No. 2, November 2009

9. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan Pasien hemodialisis di RSUD. dr. Pirngadi medan

Idea Nursing Journal Vol. VI No. 3, 2015

10. Student perception of interprofessional education application at the Health Sciences University of Sumatera Utara

Enferm Clin. 2017;27 (Suppl. Part I):236-239

11. Effects of red ginger capsule supplementin reducing PGF2α concentrations and pain intensity in primary dysmenorrhea

Earth and Environmental Science 125 (2018) 012193

12. The influence of mutation gene rpoB of Mycobacterium tuberculosis cluster I (507-534) on the elimination 25-desacetyl rifampicin in urine of tuberculosis subjects

Earth and Environmental Science, 125 (2018), 012146

13. Association of ACTN-3 Gen Polymorphism (R577X) and Muscle Explosion in Soccer School Students in Medan

Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol. 30, No. 2, 2018, pp. 121-126

14. The Effect of pncA Gene Mutation of Mycobacterium Tuberculosis to Transaminase and Uric Acid Serum in MDR TB Patient

Jurnal Respirologi Indonesia. 2018; 38: 150-7

15. Teamwork among health sciences student in Universitas Sumatera Utara which exposed in interprofessional education (IPE) learning

Journal of Physics. 2019: Conf. Ser. 1317 012212

16. Correlation of hypoxia-inducible factor-1α level with control glycemic in type 2 mellitus patients with malignancy and without malignancy

Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences, 2020, 8(B), pp. 408–413

17. Relationship between plasma hypoxia inducible factor 1α in type 2 diabetes mellitus with malignancy and without malignancy

Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences, 2020, 8, pp. 602–605

18.

The effect of health education on control glycemic at type 2 diabetes mellitus patients

Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences, 2020, 8(E), pp. 133–137

19. Interleukin-31 Serum And Pruritus Dimension After Acupuncture Treatment In Hemodialysis Patients: A Randomized Clinical Trial

Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences. 2021, 9(B):pp 1-6.

VII. PENGHARGAAN DAN TANDA JASA

1. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Piagam 2010

2. Presiden Republik Indonesia Tanda Kehormatan Satyalencana Karya Satya

2015

Universitas Sumatera Utara

Page 16: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xv

LEMBAR PENGESAHAN ORISINALITAS

PERNYATAAN

Perubahan Kadar Interleukin-2 dan Interleukin-31 Serum Sesudah Tindakan Akupunktur pada LI11 Quchi

dan Korelasinya dengan Perubahan Skala Pruritus pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis

Dengan ini penulis menyatakan bahwa disertasi ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Doktor (S-3) Ilmu Kedokteran

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya

penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian

tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah penulis

cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan

ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian disertasi ini

bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,

penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang

dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 26 April 2021

Dedi Ardinata

Materai 6000

Universitas Sumatera Utara

Page 17: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xvi

SUMMARY

Chronic kidney disease (CKD) patients who undergo hemodialysis show a tendency to experience pruritus with varying prevalence. Some of the largest global cross-sectional studies report Chronic kidney disease–associated pruritus (CKD-aP) undergoing hemodialysis (HD), significantly affecting patients' quality of life, causing sleep disturbances, depressive symptoms and a higher risk of death than those without pruritus. The pathogenesis of CKD-aP is still not fully understood and related to this, at least four hypotheses have been proposed, namely: dermatological disorders, disorders of the immune system resulting in an increased pro-inflammatory state, imbalance of the opioidergic endogenous system, and neuropathic mechanisms. Several other hypotheses such as the xerosis hypothesis, hyperparathyroidism, histamine release, opioid imbalance, uremic toxin, peripheral neuropathy, and immune-mediated, are fundamental to the treatment of pruritus. The systemic microinflammation that causes CKD-aP is based on enhancement T helper (Th) -1, C-reactive protein (CRP), Interleukin (IL) -6, IL-10, IL-2, Tumor Necrotic Factor (TNF) α. In addition, the response imbalance between Th-1 cells that are higher than Th-2 cells such as increased CRP, IL-6, and IL-31 are also shown to play a role, as is the increase in Mast cells that release histamine. Factors such as high creatinine levels and low hemoglobin levels also increase the risk of pruritus. Similarly, dyslipidemia, obesity, and higher levels of CRP were associated with higher pruritus intensity, whereas use of high-flux dialysers was associated with lower pruritus intensity. Factors such as age, gender, ethnicity (ethnicity) and length of undergoing HD were also associated with the occurrence of pruritus in HD patients. Pruritogenic pro-inflammatory cytokine IL-2 which is activated by T lymphocytes is found in the appearance of generalized redness and pruritus in the body after administration of high doses of recombinant IL-2 in cancer treatment, and intradermal injection of IL-2, was found to induce pruritus as well as in psoriasis. In addition, it was also reported that IL-2 levels were significantly higher in patients undergoing HD with pruritus than in patients undergoing HD without pruritus. Pruritogenic anti-inflammatory cytokine IL-31 which is mainly produced by Th-2 cells also acts as a pruritogenic, because after intradermal injection of IL-31, pruritus appears. Likewise in atopic dermatitis, T-cell skin lymphoma, urticaria, psoriasis, and allergic rhinitis. Serum IL-31 levels were significantly higher in patients undergoing HD with pruritus symptoms, and there was a positive exposure-response relationship between serum IL-31 levels and the intensity of pruritus. Dialysis techniques, topical therapy (emollient, aromatherapy, capcaisin cream, tacrolimus, gamma linolenic acid ointment), ultraviolet irradiation, rubdown with japanese dry towels, and systemic therapies such as: µ-opioid receptor antagonists (naltrexone), κ-opioid receptor agonists (nalfurafine, butorphanol), thalidomide,

Universitas Sumatera Utara

Page 18: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xvii

pentoxyfilline, and gabapentin are therapies given to treat pruritus in CKD patients undergoing HD. However, the use of local therapy has side effects on the skin in the form of: burning sensation and redness, whereas in systemic therapy there are: somnolence, difficulty sleeping, constipation, headache, nausea, and heartburn. These side effects may be caused by a decrease in the renal clearance mechanism for drugs and their metabolites. The way acupuncture produces anti-inflammatory effects is by affecting the Th-1 and Th-2 balance. The balance of Th-1 and Th-2 is influenced by the secretion of β endorphins that occur as a result of acupuncture. The anti-inflammatory effect of acupuncture also occurs through inhibition of cytokine synthesis pro-inflammation by acetylcholine adhering to the α7nicotinic acetylcholine receptors of macrophage cells. The anti-inflammatory effect of acupuncture is comparable to that of dexamethasone in lowering proinflammatory cytokine levels without affecting anti-inflammatory cytokine levels. However, the results of other studies suggest that acupuncture can increase levels of anti-inflammatory cytokines without decreasing pro-inflammatory cytokines. The results of previous systemic studies showed that acupuncture had a beneficial effect on CKD-aP who underwent HD. Stimulation of acupuncture points on the large intestine11 (LI11) Quchi and stomach36 (ST36) Zusanli, yielding an effective rate of up to 97%. Stimulation of the LI11 Quchi single acupuncture point for 1 hour, 3 times a week for 1 month, significantly reduced the pruritus score and is an easy and safe treatment for CKD-aP patients undergoing HD, as well as the stimulation of the LI11 Quchi single acupuncture point for 1 hour, Twice a week, 12 times, significantly reduced the pruritus scale in CKD-aP who underwent HD. In addition, other research states that the ability to reduce pruritus resulting from acupuncture, The results of previous studies that have been stated previously stated that there was a positive relationship between IL-2 levels and serum IL-31 levels with the severity of CKD-aP. On the other hand it is stated that acupuncture acts proven to improve the pruritus of patients undergoing HD, but the results of previous studies have not shown changes in levels of IL-2 andserum IL-31 levels after acupuncture were associated with improved pruritus in patients undergoing HD. This research is a purely experimental study by design pretest-posttest followed by a difference test between the two groups, single-blindly randomized to determine changes in serum IL-2 levels and serum IL-31 levels, and their correlation with changes in the pruritus scale between subjects given acupuncture (acupuncture group) and subjects given acupuncture placebo (placebo group) as a control CKD-aP subjects undergoing HD. Sixty subjects who had met the acceptance criteria and did not meet the refusal criteria started the study by taking the sample consecutively, and were randomized into two groups with the help of the online application at https://www.randomizer.org/. 30 subjects in the acupuncture group, and 30 subjects as the placebo group. Each subject in the acupuncture group was given a sterile, sterile, single-use needle stick, and a stainless-steel needle (0.25 mm diameter and 25 mm long, Bai Yi Mei®) perpendicular to the surface of the skin as deep as 1-1.5 cm at the point. LI11 Quchi, adjacent to the needle insertion in the HD procedure and left for 1 hour. Whereas each subject in the placebo group was given a sterile, single-use, and stainless-steel needle attachment (0.25 mm diameter and 25 mm

Universitas Sumatera Utara

Page 19: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xviii

long, Bai Yi Mei®) with the aid of a plaster at point LI11 Quchi and left for 1 hour. Acupuncture and placebo acupuncture measures are given 2 times a week for 6 weeks, Data on age, sex, ethnicity, body mass index after HD, main disease, creatinine levels, Hb levels, CRP, length of time on HD, urea reduction ratio (URR), serum IL-2 levels, serum IL-31 levels, and scale. pruritus, taken prior to acupuncture and acupuncture placebo measures. Then data on serum IL-2 levels, serum IL-31 levels, and pruritus scales, were taken again after 6 weeks of acupuncture and placebo acupuncture, and 4 weeks of evaluation (without acupuncture and placebo acupuncture).

Age, sex, ethnicity, body mass index after HD, the main disease, creatinine levels, Hb levels, CRP, length of undergoing HD, and urea reduction ratio (URR) are characteristics of the subjects that affect pruritus. The statistical test comparing the subject characteristics between the acupuncture group and the placebo group showed that there was no significant difference between the two groups (p> 0.05). This condition proves that the two study groups are matched pairs in influencing pruritus.

Examination of serum IL-2 and IL-31 levels is only used for research purposes and not for routine examinations in the laboratory where until now there has been no established normal values for serum IL-2 and IL-31 levels. Besides that, sometimes the use of placebo acupuncture in acupuncture research has an effect on the variables studied (pruritus) which is a limitation of this study. The results of this study indicate:

1. There was significant decrease in serum IL-2 levels, after 6 weeks of acupuncture LI11 Quchi compared to placebo acupuncture which then increased not significantly, after 4 weeks of evaluation.

2. There was not significant decrease in serum IL-31 levels, after 6 weeks of acupuncture LI11 Quchi compared to placebo acupuncture which then increased insignificantly, after 4 weeks of evaluation.

3. There was significant decrease in the scale of pruritus, after 6 weeks of acupuncture action LI11 Quchi compared to placebo acupuncture which then increased significantly, after 4 weeks of evaluation.

4. There was positive relationship between serum IL-2 levels and pruritus scale with was a significant and weak, after 6 weeks of acupuncture LI11 Quchi, and positive relationship that was not significant and very weak, after 4 weeks of evaluation.

5. There was positive relationship between serum IL-31 levels and pruritus scale with was not significant and very weak, after 6 weeks of acupuncture LI11 Quchi, and negative relationship, which was not significant and weak, after 4 weeks of evaluation.

6. Side effects of acupuncture LI11 Quchi: pain with VAS 2.15 in the acupuncture needle insertion area and bleeding at least 2.50% after acupuncture needle removal.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xix

This research proves that the action of acupuncture LI11 Quchi reduces serum IL-2 levels, and was also positive associated with reduction in the pruritus scale significantly, but weak, so it is necessary to carry out further study regarding:

1. Effect of acupuncture LI11 Quchi on CD4+ Th1 and CD8+ as cells that produce IL-2 in CKD-aP subjects undergoing HD.

2. Effect of acupuncture LI11 Quchi on u and κ-opioid receptors and neuropathy in CKD-aP subjects undergoing HD.

3. Effect of acupuncture LI11 Quchi on serum IL-2 levels and TNFα in CKD-aP subjects undergoing HD.

In addition, this study also proves that the acupuncture LI11 Quchi does not significantly reduce serum IL-31 levels, so it is necessary to carry out further study with regard to:

Effect of acupuncture on LI11 Quchi along with several other acupuncture points on serum IL-31 levels and their relationship to the pruritus scale in patients undergoing HD.

Based on the results of this study it was proven that acupuncture in LI11 Quchi can be applied as an effective and safe palliative pruritus therapy in CKD-aP patients undergoing HD.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xx

RINGKASAN

Pasien penyakit ginjal kronis (PGK) yang menjalani hemodialisis menunjukkan kecenderungan mengalami pruritus dengan prevalensi yang bervariasi. Beberapa penelitian cross-sectional global terbesar melaporkan pruritus terkait dengan penyakit ginjal kronis (Pt-PGK) yang menjalani hemodialisis (HD), secara signifikan memengaruhi kualitas hidup pasien, menyebabkan gangguan tidur, gejala depresi dan risiko kematian lebih tinggi dari yang tidak mengalami pruritus. Patogenesis Pt-PGK masih belum sepenuhnya diketahui dan berkaitan dengan hal ini, setidaknya ada empat hipotesis yang telah diajukan yaitu: kelainan dermatologi, gangguan sistem imun tubuh yang mengakibatkan keadaan peningkatan pro-inflamasi, ketidakseimbangan sistem endogen opioidergik, dan mekanisme neuropatik. Beberapa hipotesis lain seperti hipotesis xerosis, hyperparathyroidism, pengelepasan histamin, opioid imbalance, uremic toxin, peripheral neuropathy, dan immune-mediated, menjadi dasar dalam pengobatan pruritus. Mikroinflamasi sistemik penyebab Pt-PGK didasarkan pada peningkatan T helper (Th)-1, C-reactive protein (CRP), Interleukin (IL)-6, IL-10, IL-2, Tumor Necrotic Factor (TNF)α. Selain itu, ketidakseimbangan respon antara sel Th-1 yang lebih tinggi dari sel Th-2 seperti peningkatan CRP, IL-6, dan IL-31 dinyatakan juga ikut berperan, demikian pula dengan peningkatan sel Mast yang melepas histamin. Faktor-faktor seperti kadar kreatinin yang tinggi dan kadar hemoglobin yang rendah juga meningkatkan risiko pruritus. Demikian pula dengan kondisi dislipidemia, obesitas, dan kadar CRP yang lebih tinggi dikaitkan dengan intensitas pruritus yang lebih tinggi, sedangkan penggunaan dialiser high-flux dikaitkan dengan intensitas pruritus yang lebih rendah. Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, etnik (suku) serta lama menjalani HD juga dihubungkan dengan terjadinya pruritus pada pasien HD. Pruritogenik sitokin pro-inflamasi IL-2 yang diaktivasi oleh sel-sel T limfosit dijumpai pada munculnya kemerahan dan pruritus menyeluruh pada tubuh sesudah pemberian rekombinan IL-2 dosis tinggi pada pengobatan kanker, dan penyuntikan intradermal IL-2, ternyata menginduksi pruritus demikian pula halnya pada psoriasis. Disamping itu, dilaporkan pula bahwa kadar IL-2 lebih tinggi secara signifikan pada pasien yang menjalani HD dengan pruritus dibanding pasien HD tanpa pruritus. Pruritogenik sitokin anti-inflamasi IL-31 yang terutama dihasilkan oleh sel-sel Th-2 juga berperan sebagai pruritogenik, karena sesudah penyuntikan intradermal IL-31, muncul pruritus. Demikian pula pada dermatitis atopik, T-cell limfoma kulit, urtikaria, psoriasis, dan rinitis alergi. Kadar IL-31 serum secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang menjalani HD dengan gejala pruritus, dan adanya hubungan positif paparan-respons antara kadar IL-31 serum dengan intensitas pruritus. Teknik dialisis, terapi topikal (emolien, aromaterapi, krim capcaisin, tacrolimus, gamma linolenic acid ointment), irradiasi ultraviolet, rubdown with japanese dry towels, dan terapi sistemik seperti: antagonis reseptor µ-Opioid (naltrexone), agonis reseptor κ-Opioid (nalfurafine, butorphanol), thalidomide, pentoxyfilline, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xxi

gabapentin merupakan terapi yang diberikan untuk mengatasi pruritus pada pasien PGK yang menjalani HD. Namun penggunaan terapi lokal memiliki efek samping pada kulit berupa: rasa terbakar, rasa pedas/panas, dan memerah, sedangkan pada terapi sistemik terjadi: somnolence, sulit tidur, konstipasi, nyeri kepala, mual, dan nyeri ulu hati. Efek samping ini kemungkinan ditimbulkan oleh penurunan mekanisme bersihan ginjal (renal clearance) terhadap obat-obatan dan metabolitnya, sehingga diperlukan pilihan terapi lain yang memiliki efek samping lebih ringan untuk mengatasi pruritus, seperti akupunktur. Cara kerja akupunktur menghasilkan efek anti-inflamasi adalah dengan memengaruhi keseimbangan Th-1 dan Th-2. Keseimbangan Th-1 dan Th-2 dipengaruhi oleh sekresi β endorfin yang terjadi akibat tindakan akupunktur. Efek anti-inflamasi akupunktur juga terjadi melalui penghambatan sintesis sitokin pro-inflamasi oleh asetilkolin yang menempel pada reseptor α7nikotinikasetilkolin sel makrofag. Efek anti-inflamasi akupunktur sebanding dengan dexamethasone dalam menurunkan kadar sitokin pro-inflamasi tanpa memengaruhi kadar sitokin anti-inflamasi. Namun hasil penelitian lain menyatakan bahwa akupunktur dapat meningkatkan kadar sitokin anti-inflamasi tanpa menurunkan sitokin pro-inflamasi. Hasil dari kajian sistemik terdahulu menunjukkan bahwa akupunktur mempunyai pangaruh yang menguntungkan terhadap Pt-PGK yang menjalani HD. Perangsangan titik akupunktur pada large intestine11 (LI11) Quchi dan stomach36 (ST36) Zusanli, menghasilkan angka efektifitas mencapai 97%. Perangsangan titik akupunktur LI11 Quchi tunggal selama 1 jam, 3 kali seminggu selama 1 bulan, mengurangi skor pruritus secara signifikan dan merupakan tindakan yang mudah dan aman terhadap pasien Pt-PGK yang menjalani HD, demikian pula perangsangan titik akupunktur LI11 Quchi tunggal selama 1 jam, 2 kali seminggu, sebanyak 12 kali, berhasil mengurangi skala pruritus secara signifikan pada Pt-PGK yang menjalani HD. Disamping itu, penelitian lain menyatakan bahwa kemampuan mengurangi pruritus yang dihasilkan dari tindakan akupunktur, dapat bertahan selama 8 minggu pada pasien HD. Hasil penelitian terdahulu yang telah dikemukakan sebelumnya, menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kadar IL-2 dan kadar IL-31 serum dengan keparahan Pt-PGK. Di sisi lain dinyatakan bahwa tindakan akupunktur terbukti memperbaiki keadaan pruritus pasien yang menjalani HD, tetapi hasil penelitian terdahulu belum mengemukakan perubahan kadar IL-2 dan kadar IL-31 serum sesudah tindakan akupunktur yang dihubungkan dengan perbaikan keadaan pruritus pasien yang menjalani HD. Penelitian ini merupakan studi eksperimental murni dengan desain pretest-posttest dilanjutkan dengan test perbedaan antar kedua kelompok, tersamar tunggal dengan randomisasi untuk mengetahui perubahan kadar IL-2 serum dan kadar IL-31 serum, serta korelasinya dengan perubahan skala pruritus antara subjek yang diberikan tindakan akupunktur (kelompok akupunktur) dengan subjek yang diberi tindakan akupunktur plasebo (kelompok plasebo) sebagai kontrol pada subjek Pt-PGK yang menjalani HD. Enam puluh subjek yang telah memenuhi kriteria penerimaan dan tidak memenuhi kriteria penolakan memulai penelitian dengan pengambilan sampel secara konsekutif, dan diacak menjadi dua kelompok dengan bantuan aplikasi online di https://www.randomizer.org/. 30 subjek pada kelompok akupunktur, dan 30 subjek

Universitas Sumatera Utara

Page 23: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xxii

sebagai kelompok plasebo. Setiap subjek pada kelompok akupunktur diberi penusukan jarum steril, steril, sekali pakai, dan jarum baja tahan karat (diameter 0,25 mm dan panjang 25 mm, Bai Yi Mei®) tegak lurus pada permukaan kulit sedalam 1-1,5 cm pada titik LI11 Quchi, yang berdekatan dengan penusukan jarum pada prosedur HD dan dibiarkan selama 1 jam. Sedangkan pada setiap subjek pada kelompok plasebo, diberi tindakan penempelan jarum steril, sekali pakai, dan jarum baja tahan karat (diameter 0,25 mm dan panjang 25 mm, Bai Yi Mei®) dengan bantuan plester pada titik LI11 Quchi dan dibiarkan selama 1 jam. Tindakan akupunktur dan akupunktur plasebo diberikan 2 kali seminggu selama 6 minggu, kemudian dilakukan penilaian terhadap efek samping pada setiap subjek pada kelompok akupunktur dan kelompok plasebo. Data karakteristik usia, jenis kelamin, suku, indeks masa tubuh sesudah HD, penyakit utama, kadar kreatinin, kadar Hb, CRP, lama menjalani HD, urea reduction ratio (URR), kadar IL-2 serum, kadar IL-31 serum, dan skala pruritus, diambil sebelum tindakan akupunktur dan akupunktur plasebo. Kemudian data kadar IL-2 serum, kadar IL-31 serum, dan skala pruritus, diambil lagi setelah 6 minggu tindakan akupunktur dan akupunktur plasebo, serta 4 minggu evaluasi (tanpa tindakan akupunktur dan akupunktur plasebo).

Usia, jenis kelamin, suku, indeks masa tubuh sesudah HD, penyakit utama, kadar kreatinin, kadar Hb, CRP, lama menjalani HD, dan urea reduction ratio (URR) merupakan karakteristik subjek yang memengaruhi pruritus. Uji statistik yang membandingkan karakteristik subjek antara kelompok akupunktur dengan kelompok plasebo menunjukkan adanya perbedaan diantara kedua kelompok yang tidak signifikan (p>0,05). Kondisi ini membuktikan bahwa kedua kelompok penelitian tersebut merupakan kelompok yang matched pairs dalam memengaruhi pruritus.

Pemeriksaan kadar IL-2 dan IL-31 serum hanya digunakan untuk kepentingan penelitian dan bukan untuk pemeriksaan rutin di laboratorium yang hingga saat ini belum ada ketetapan nilai normal kadar IL-2 dan IL-31 serum. Disamping itu adakalanya penggunaan akupuktur plasebo pada penelitian akupunktur memberikan pengaruh terhadap variabel yang diteliti (pruritus) merupakan keterbatasan penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan:

1. Terdapat penurunan kadar IL-2 serum yang signifikan, sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi dibanding akupunktur plasebo yang kemudian meningkat tidak signifikan, sesudah 4 minggu evaluasi.

2. Terdapat penurunan kadar IL-31 serum yang tidak signifikan, sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi dibanding akupunktur plasebo yang kemudian meningkat tidak signifikan, sesudah 4 minggu evaluasi.

3. Terdapat penurunan skala pruritus yang signifikan, sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi dibanding akupunktur plasebo yang kemudian meningkat signifikan, sesudah 4 minggu evaluasi.

4. Terdapat hubungan positif antara kadar IL-2 serum dengan skala pruritus yang signifikan tetapi lemah, sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi, dan hubungan positif yang tidak signifikan dan sangat lemah, sesudah 4 minggu evaluasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xxiii

5. Terdapat hubungan positif, antara kadar IL-31 serum dengan skala pruritus yang tidak signifikan dan sangat lemah, sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi, dan hubungan negatif, yang tidak signifikan dan lemah, sesudah 4 minggu evaluasi.

6. Efek samping tindakan akupunktur LI11 Quchi: rasa nyeri dengan VAS 2,15 pada daerah penusukan jarum akupunktur dan perdarahan minimal 2,50 % setelah pencabutan jarum akupunktur.

Penelitian ini membuktikan tindakan akupunktur LI11 Quchi menurunkan kadar IL-2 serum, dan juga berhubungan dengan penurunan skala pruritus secara signifikan, positif, tetapi lemah, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berkenaan dengan:

1. Pengaruh tindakan akupunktur LI11 Quchi terhadap CD4+ Th1 dan CD8+ sebagai sel-sel yang menghasilkan IL-2 pada subjek Pt-PGK yang menjalani HD.

2. Pengaruh tindakan akupunktur LI11 Quchi terhadap reseptor u dan κ-opioid dan neuropati pada subjek Pt-PGK yang menjalani HD.

3. Pengaruh tindakan akupunktur LI11 Quchi terhadap kadar IL-2 serum dan TNFα pada subjek Pt-PGK yang menjalani HD.

Disamping itu penelitian ini juga membuktikan tindakan akupunktur LI11 Quchi menurunkan kadar IL-31 serum secara tidak signifikan, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berkenaan dengan:

Pengaruh tindakan akupunktur pada LI11 Quchi bersama beberapa titik akupunktur lain terhadap kadar IL-31 serum dan hubungannya terhadap skala pruritus pada pasien yang menjalani HD.

Berdasarkan hasil penelitian ini dibuktikan bahwa tindakan akupunktur pada LI11 Quchi dapat diaplikasikan sebagai terapi paliatif pruritus yang efektif dan aman pada pasien Pt-PGK menjalani HD.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xxiv

ABSTRACT

Background: Serum interleukin 2 (IL-2) and interleukin 31 (IL-31) levels were significantly higher in patients undergoing hemodialysis with pruritus than without pruritus, whereas acupuncture has been shown to reduce pruritus. Changes in serum IL-2 and IL-31 levels correlated with pruritus after acupuncture in patients undergoing hemodialysis have never been known. Objective: to prove changes in serum IL-2 and IL-31 levels, which were correlated with the pruritusscale after acupuncture in patients undergoing hemodialysis. Method: true experimental with a pretest-posttest design followed by a test of differences between the intervention and control groups, single disguised with randomization carried out from July 2018 to November 2018 at H. Adam Malik General Hospital, Medan. Sixty patients met the inclusion criteria and did not meet the exclusion criteria study subjects with consecutive sampling and randomly divided into two groups: one group received acupuncture on LI11 Quchi (acupuncture group) and others received placebo acupuncture (placebo group) as a control. Serum IL-2, IL-31 levels and pruritus scales were measured before and after six weeks of acupuncture and after four weeks of evaluation (without intervention) in both groups.. Results: There was a decrease in serum IL-2 levels and pruritus scale (p = 0.013 and p = 0.028), while the decrease in serum IL-31 levels was not significant (p = 0.931). There was a significant relationship between decreased serum IL-2 levels and decreased pruritus scale (p = 0.031; r = 0.278) after six weeks of acupuncture LI11 Quchi with side effects of pain (VAS 2.15) and minimal bleeding (2.50%). The increase in serum IL-2 levels and serum IL-31 levels was not significant (p = 0.658 and p = 0.974) after four weeks of evaluation. Conclusion: This study proved that the decrease in serum IL-2 levels was associated with a significant reduction in the pruritus scale, while the decrease in serum IL-31 levels was not significant after six weeks of acupuncture LI11 Quchi with minimal side effects. The increase in serum IL-2 leve and, serum IL-31 level was not significant after four weeks of evaluation. Keywords: Acupuncture LI11 Quchi, Interleukin 2, Interleukin 31, Pruritus, Hemodialysis

Universitas Sumatera Utara

Page 26: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xxv

ABSTRAK

Latar belakang: kadar interleukin 2 (IL-2) dan interleukin 31 (IL-31) serum secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang menjalani hemodialisis dengan pruritus dibandingkan tanpa pruritus, sedangkan tindakan akupunktur telah terbukti mengurangi pruritus. Perubahan kadar IL-2 dan IL-31 serum yang dikorelasikan dengan pruritus sesudah akupunktur pada pasien yang menjalani hemodialisis belum pernah diketahui. Tujuan: untuk membuktikan perubahan kadar IL-2 dan IL-31 serum yang dikorelasikan dengan skala pruritus sesudah akupunktur pada pasien menjalani hemodialisis. Metode: eksperimental murni dengan disain pretest-posttest dilanjutkan dengan test perbedaan antar kelompok intervensi dan kontrol, tersamar tunggal dengan randomisasi dilakukan selama Juli 2018 hingga November 2018 di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan. Enam puluh pasien memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi menjadi subjek penelitian dengan konsekutif sampling dan secara acak dibagi menjadi dua kelompok: satu kelompok menerima akupunktur pada LI11 Quchi (kelompok akupunktur) dan yang lainnya menerima akupunktur plasebo (kelompok plasebo) sebagai kontrol. Kadar IL-2, IL-31 serum dan skala pruritus diukur sebelum dan sesudah enam minggu akupunktur dan sesudah empat minggu evaluasi (tanpa tindakan) pada kedua kelompok. Hasil: Terdapat penurunan kadar IL-2 serum dan skala pruritus (p=0,013 dan p=0,028), sedangkan penurunan kadar IL-31 serum tidak signifikan (p=0,931). Ada hubungan yang signifikan antara penurunan kadar IL-2 serum dengan penurunan skala pruritus (p=0,031; r=0,278) setelah enam minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi dengan efek samping nyeri (VAS 2.15) dan perdarahan minimal (2.50%). Peningkatan kadar IL-2 serum dan kadar IL-31 serum tidak signifikan (p=0,658 dan p=0,974), setelah empat minggu evaluasi.. Kesimpulan: Penelitian ini membuktikan penurunan kadar IL-2 serum berhubungan dengan penurunan skala pruritus secara signifikan, sedangkan penurunan kadar IL-31 serum tidak signifikan sesudah enam minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi dengan efek samping minimal. Peningkatan kadar IL-2 serum dan kadar IL-31 serum tidak signifikan sesudah empat minggu evaluasi

Kata kunci: Akupunktur, LI11 Quchi, Interleukin 2, Interleukin 31, Pruritus, Hemodialisis.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xxvi

DAFTAR ISI LEMBAR PRASYARAT GELAR ........................................................................ i LEMBAR PROMOTOR DAN CO-PROMOTOR ............................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii LEMBAR PENGUJI ............................................................................................ iv UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................. v DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. xi LEMBAR PENGESAHAN ORISINALITAS ................................................... xv SUMMARY .......................................................................................................... xvi RINGKASAN ....................................................................................................... xx ABSTRACT ........................................................................................................ xxiv ABSTRAK .......................................................................................................... xxv DAFTAR ISI ..................................................................................................... xxvi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xxviii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xxix DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xxx DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xxxii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 6

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 7

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 8

1.5 Novelitas ............................................................................................ 9

1.6 Potensi Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) ................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 10 2.1 Penyakit Ginjal Kronis (PGK) ........................................................... 10

2.2 Hemodialisis ...................................................................................... 15

2.3 Pruritus ............................................................................................... 19

2.4 Interleukin-2 ...................................................................................... 29

2.5 Interleukin-31 .................................................................................... 31

2.6 Akupunktur ........................................................................................ 33

2.7 Kerangka Teori .................................................................................. 44

2.8 Kerangka Konsep .............................................................................. 45

2.9 Hipotesis ............................................................................................ 45

2.9.1 Hipotesis mayor ..................................................................... 45

2.9.2 Hipotesis minor ...................................................................... 45

Universitas Sumatera Utara

Page 28: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xxvii

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 47 3.1 Desain Penelitian ............................................................................... 47

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 47

3.3 Populasi dan Subjek Penelitian .......................................................... 48

3.4 Kriteria Subjek Penelitian .................................................................. 48

3.5 Jumlah Subjek .................................................................................... 50

3.6 Alur Penelitian ................................................................................... 53

3.7 Variabel dan Definisi Operasional .................................................... 54

3.8 Cara Kerja Penelitian ......................................................................... 55

3.9 Analisis Data .................................................................................... 58

3.10 Etik Penelitian .................................................................................. 60

BAB IV HASIL ..................................................................................................... 61 4.1 Karakteristik Subjek .......................................................................... 64

4.2 Kadar Interleukin 2 Serum ................................................................ 66

4.3 Kadar Interleukin 31 Serum .............................................................. 68

4.4 Skala Pruritus ..................................................................................... 70

4.5 Hubungan Kadar IL-2 Serum dengan Skala Pruritus ........................ 72

4.6 Hubungan Kadar IL-31 Serum dengan Skala Pruritus ...................... 72

4.7 Efek Samping Akupunktur LI11 Quchi ............................................. 73

BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................... 74 5.1 Karakteristik Subjek .......................................................................... 74

5.2 Kadar Interleukin 2 Serum ................................................................ 75

5.3 Kadar Interleukin 31 Serum .............................................................. 78

5.4 Skala Pruritus ..................................................................................... 80

5.5 Hubungan Kadar IL-2 Serum dengan Skala Pruritus ........................ 84

5.6 Hubungan Kadar IL-31 Serum dengan Skala Pruritus ...................... 87

5.7 Efek Samping Akupunktur LI11 Quchi ............................................. 89

5.8 Kekuatan Penelitian ........................................................................... 90

5.9 Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 90

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 91 6.1 Simpulan ........................................................................................... 91

6.2 Saran ................................................................................................. 93

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 94 Lampiran .............................................................................................................. 116

Universitas Sumatera Utara

Page 29: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xxviii

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Tabel 4. 1 Uji normalitas data ........................................................................................... 63

Tabel 4. 2 Karakteristik subjek .......................................................................................... 64

Tabel 4. 3 Kadar IL-2 serum sebelum dan sesudah 6 minggu akupunktur dan plasebo ... 66

Tabel 4. 4 Kadar IL-2 serum sebelum dan sesudah 4 minggu evaluasi ............................ 67

Tabel 4. 5 Kadar IL-31serum sebelum dan sesudah 6 minggu akupunktur dan plasebo .. 68

Tabel 4. 6 Kadar IL-31serum sebelum dan sesudah 4 minggu evaluasi ........................... 69

Tabel 4. 7 Skala pruritus sebelum dan sesudah 6 minggu akupunktur dan plasebo .......... 70

Tabel 4. 8 Skala pruritus sebelum dan sesudah 4 minggu evaluasi ................................... 71

Tabel 4. 9 Hubungan kadar IL-2 serum dengan skala pruritus sesudah 6 minggu akupunktur

dan plasebo dan sesudah 4 minggu evaluasi ..................................................................... 72

Tabel 4. 10 Hubungan kadar IL-31 serum dengan skala pruritus sesudah 6 minggu

akupunktur dan plasebo dan sesudah 4 minggu evaluasi .................................................. 72

Tabel 4. 11 Efek samping akupunktur LI11 Quchi ........................................................... 73

Universitas Sumatera Utara

Page 30: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xxix

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

Gambar 2. 1 Jalur pruritus dari kulit ke otak ......................................................... 20

Gambar 2. 2 Lokasi titik Akupunktur LI11 Quchi (Che-yi et al. 2005) ............... 39

Gambar 2. 3 Anatomi titik Akupunktur LI11 Quchi (Kim et al., 2015) ................ 41

Gambar 2. 3 Anatomi titik Akupunktur LI11 Quchi (Kim et al., 2015) ................ 42

Gambar 2. 4 Kerangka teori ................................................................................... 44

Gambar 2. 5 Kerangka Konsep .............................................................................. 45

Gambar 3. 1 Alur Penelitian .................................................................................. 53

Gambar 3. 2 Kelompok akupunktur ...................................................................... 57

Gambar 3. 3 Kelompok akupunktur plasebo ......................................................... 57

Universitas Sumatera Utara

Page 31: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xxx

DAFTAR SINGKATAN

1,25(OH)2D3 = 1,25-dihydroxyvitamin D 25(OH)D3 = 25-hydroxivitamin D APOL1 = Apolipoprotein L1 AQP3 = Aquaporin 3 CGRP = Calcitonin Gene-Related Peptide CRP = C-reactive protein ELISA = The enzyme-linked immunosorbent assay ESRD = End stage renal disease fMRI = functional Magnetic Resonance Imaging GABA = Gamma-aminobutyric acid GFR = Glumerulo filtration rate HD = Hemodialisis IFNγ = Interferon γ IFSI = The International Forum for the Study of Itch IL = Interleukin IL-2A0 = Rerata kadar IL-2 serum sebelum tindakan

akupunktur IL-2A1 = Rerata kadar IL-2 serum sesudah 6 minggu

tindakan akupunktur IL-2A2 = Rerata kadar IL-2 serum sesudah 4 minggu

evaluasi (tanpa tindakan akupunktur) IL-2P0 = Rerata kadar IL-2 serum sebelum tindakan

akupunktur plasebo IL-2P1 = Rerata kadar IL-2 serum sesudah 6 minggu

tindakan akupunktur plasebo IL-2P2 = Rerata kadar IL-2 serum sesudah 4 minggu

evaluasi (tanpa tindakan akupunktur plasebo) IL-2R = Interleukin-2 receptor IL-31A0 = Rerata kadar IL-31 serum sebelum tindakan

akupunktur IL-31A1 = Rerata kadar IL-31 serum sesudah 6 minggu

tindakan akupunktur IL-31A2 = Rerata kadar IL-31 serum sesudah 4 minggu

evaluasi (tanpa tindakan akupunktur) IL-31P0 = Rerata kadar IL-2 serum sebelum tindakan

akupunktur plasebo IL-31P1 = Rerata kadar IL-2 serum sesudah 6 minggu

tindakan akupunktur plasebo IL-31P2 = Rerata kadar IL-2 serum sesudah 4 minggu

evaluasi (tanpa tindakan akupunktur plasebo) IL-31R = Interleukin-31 Receptor IMT = Indeks masa tubuh ISS = Itch severity scale K/DOQI = Kidney Disease Outcomes Quality Initiative Kt/V = K - Dialyzer clearance of urea, t - dialysis time,

Universitas Sumatera Utara

Page 32: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xxxi

V - volume of distribution of urea. LI = Large Intestine NAU = Neural acupuncture unit NRS = Numeric rating scale PGK = Penyakit ginjal kronis Pt-PGK = Pruritus terkait penyakit ginjal kronis SP = Spleen (Limpa) SPA0 = Rerata skala pruritus sebelum tindakan

akupunktur SPA1 = Rerata skala pruritus sesudah 6 minggu tindakan

akupunktur SPA2 = Rerata skala pruritus sesudah 4 minggu evaluasi

(tanpa tindakan akupunktur) SPP0 = Rerata skala pruritus sebelum tindakan

akupunktur plasebo SPP1 = Rerata skala pruritus sesudah 6 minggu tindakan

akupunktur plasebo SPP2 = Rerata skala pruritus sesudah 4 minggu evaluasi

(tanpa tindakan akupunktur plasebo) ST = Stomach T = Thimus Th-1 = T helper-1 Th-2 = T helper-2 TNFα = Tumor necrotic factor α TRPA-1 = Transient receptor potential ankyrin 1 TRPV1 = Transient receptor potential vanilloid-1 VAS = Visual analog scale VIP = Vasoactive Intestinal Peptide VRS = Verbal rating scale

Universitas Sumatera Utara

Page 33: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

xxxii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

Lampiran 1. Lembar Penjelasan dan informed consent Subjek Penelitian ......... 116

Lampiran 2. Borang Isian Subjek Penelitian ...................................................... 122

Lampiran 3. Penyaringan Subjek Penelitian ....................................................... 124

Lampiran 4. Kuesioner The itch 5-D scale (Elman at al., 2010) ........................ 125

Lampiran 5. Kuesioner Skala Gatal 5 Dimensi (Wulandani et al., 2018) .......... 126

Lampiran 6. Pemeriksaan IL-2 Serum ................................................................ 127

Lampiran 7. Pemeriksaan IL-31 Serum .............................................................. 130

Lampiran 8. Pemeriksaan Pruritus ...................................................................... 134

Lampiran 9. Pemeriksaan nyeri dengan VAS ..................................................... 137

Lampiran 10. Data Subjek Penelitian ................................................................. 139

Lampiran 11. Output SPSS ................................................................................ 143

Lampiran 12. Persetujuan Komisi Etik ............................................................... 153

Universitas Sumatera Utara

Page 34: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasien penyakit ginjal kronis (PGK) yang menjalani hemodialisis menunjukkan

kecenderungan mengalami pruritus dengan prevalensi yang bervariasi. Di seluruh

dunia, prevalensi pruritus terkait dengan penyakit ginjal kronis (Pt-PGK) berkisar 10-

77% (Weisshaar, 2016), sedangkan Narita et al. (2008), menyatakan bahwa pruritus

terjadi pada 15-49% pasien dengan gagal ginjal kronis dan 50-90% pada pasien yang

menjalani dialisis. Selain itu, penelitian prospektif, longitudinal multisenter, yang

dilakukan oleh Itch National Registry Study pada 103 pasien yang menjalani

hemodialisis (HD), melaporkan bahwa pruritus terjadi pada 84% pasien

(Mathur et al., 2010). The Observational Dialysis Outcomes dan Practice Patterns

Study yang mengumpulkan data dari 29.000 pasien yang menjalani HD dari

12 negara menemukan bahwa 42% dari pasien yang menjalani HD, mengalami

pruritus sedang hingga ekstrim (60,3% pada pria), dan 45,4% diantara mereka

terbangun pada malam hari karena pruritus yang dialaminya (Pisoni et al., 2006).

Angka kejadian pruritus pasien HD di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

Medan, diperoleh sebesar 70,5% (Riza, 2011), dan di Klinik Rasyida Medan,

prevalensi pruritus didapatkan sebesar 50% pada pasien HD reguler (Wahyuni,

2014).

Beberapa penelitian cross-sectional global terbesar melaporkan pruritus secara

signifikan memengaruhi kualitas hidup pasien HD, menyebabkan gangguan tidur,

gejala depresi dan risiko kematian 23% lebih tinggi dari yang tidak mengalami

Universitas Sumatera Utara

Page 35: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

2

pruritus (Pisoni et al., 2006; Wikström, 2007; Tentori dan Mapes, 2010; Kimata et

al., 2014; dan Suseł et al., 2014).

Patogenesis Pt-PGK masih belum sepenuhnya diketahui. Berkaitan dengan hal

ini, setidaknya ada empat hipotesis yang telah diajukan yaitu:

kelainan dermatologi, gangguan sistem imun tubuh yang mengakibatkan keadaan

peningkatan pro-inflamasi, ketidakseimbangan sistem endogen opioidergik, dan

mekanisme neuropatik (Aucella dan Gesuete, 2009) sedangkan menurut

Mettang dan Weisshaar (2010) patofisiologi pruritus pada pasien HD merupakan

gabungan dari pruritogenik, neuropatik dan mikroinflamasi, tetapi lebih difokuskan

pada mikroinflamasi.

Beberapa hipotesis lain seperti hipotesis xerosis, hyperparathyroidism, histamin,

opioid imbalance, uremic toxin, peripheral neuropathy, dan hipotesis immune-

mediated, menjadi dasar dalam pengobatan pruritus

(Aramwit dan Supasyndh, 2015; Shirazian et al., 2017).

Mikroinflamasi sistemik penyebab Pt-PGK didasarkan pada peningkatan

T helper (Th)-1, C-reactive protein (CRP), Interleukin (IL)-6, IL-10, IL-2,

Tumor Necrotic Factor (TNF)α (Shirazian et al., 2017). Selain itu,

ketidakseimbangan respon antara sel Th-1 yang lebih tinggi dari sel Th-2 seperti

peningkatan CRP, peningkatan IL-6, IL-31 dinyatakan juga ikut berperan

(Amore dan Coppo, 2002; Mettang et al., 2002) dan demikian pula dengan

peningkatan sel-sel Mast yang melepas histamin (Yosipovitch, 2007).

Faktor-faktor seperti kadar kreatinin yang tinggi dan kadar hemoglobin yang rendah

juga meningkatkan risiko pruritus. Demikian pula dengan kondisi dislipidemia,

obesitas, dan kadar CRP yang lebih tinggi dikaitkan dengan intensitas pruritus yang

Universitas Sumatera Utara

Page 36: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

3

lebih tinggi, sedangkan penggunaan dialser high-flux dikaitkan dengan intensitas

pruritus yang lebih rendah (Pisoni et al., 2006; Ko et al., 2013; Wu et al., 2016;

Gobo-Oliveira et al., 2017).

Pruritogenik sitokin pro-inflamasi IL-2 yang diaktivasi oleh sel-sel T limfosit

dijumpai pada munculnya kemerahan dan pruritus menyeluruh pada tubuh sesudah

pemberian rekombinan IL-2 dosis tinggi pada pengobatan kanker (Gaspari et al.,

1987), dan penyuntikan intradermal IL-2, ternyata menginduksi pruritus (Darsow et

al., 1997) demikian pula halnya pada psoriasis (Reich dan Szepietowski, 2007),

disamping itu, dilaporkan pula bahwa kadar IL-2 lebih tinggi secara signifikan pada

pasien yang menjalani HD dengan pruritus dibanding pasien HD tanpa pruritus

(Fallahzadeh et al., 2011).

Pruritogenik sitokin IL-31 yang terutama dihasilkan oleh sel-sel Th-2 juga

berperan sebagai pruritogenik, yang dibuktikan dengan terjadinya pruritus sesudah

penyuntikan intradermal IL-31, (Arai et al., 2013), demikian pula pada dermatitis

atopik (Kasraie et al., 2010; Ezzat et al., 2011; Nobbe et al., 2012),

T-cell limfoma kulit (Ohmatsu et al., 2012; Singer et al., 2013), urtikaria

(Raap et al., 2010), psoriasis (Narbutt et al., 2013), rinitis alergi

(Baumann et al., 2012). Kadar IL-31 serum secara signifikan lebih tinggi pada pasien

yang menjalani HD dengan gejala pruritus, dan adanya hubungan positif paparan-

respons antara kadar IL-31 serum dengan intensitas pruritus (Ko et al., 2014).

Teknik dialisis, terapi topikal (emolien, aromaterapi, krim capcaisin, tacrolimus,

gamma linolenic acid ointment), irradiasi ultraviolet,

rubdown with japanese dry towels, dan terapi sistemik seperti: antagonis reseptor µ-

Opioid (naltrexone), agonis reseptor κ-Opioid (nalfurafine, butorphanol),

Universitas Sumatera Utara

Page 37: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

4

thalidomide, pentoxyfilline, gabapentin dan difelikefalin (Mettang dan Weisshaar,

2010; Suzuki et al., 2015; Tarikci et al., 2015; Trachtenberg et al., 2020) merupakan

terapi yang diberikan untuk mengatasi pruritus pada pasien PGK yang menjalani HD,

namun penggunaan terapi lokal memiliki efek samping pada

kulit terjadi: rasa terbakar, rasa pedas/panas, dan memerah sedangkan pada

terapi sistemik terjadi: somnolence, sulit tidur, konstipasi, nyeri kepala, mual,

dan nyeri ulu hati (Simonsen et al., 2017). Efek samping ini kemungkinan

ditimbulkan oleh penurunan mekanisme bersihan ginjal (renal clearance) terhadap

obat-obatan dan metabolitnya (Zhang et al., 2009), sehingga diperlukan pilihan terapi

lain yang memiliki efek samping yang lebih ringan untuk mengatasi pruritus seperti

akupunktur.

Tindakan akupunktur selain memiliki efek terapi juga memiliki efek samping

yang terjadi berkisar antara 6,71%-15%, dengan keluhan yang paling sering adalah

nyeri lokal karena penjaruman (1,1%-2,9%), dan perdarahan ringan atau hematom

(2,1%-6,1%). Insiden kejadian yang serius seperti kematian, trauma organ atau harus

di rawat di rumah sakit sekitar 0,024% (Zhang-Jin et al., 2010).

Cara kerja akupunktur menghasilkan efek anti-inflamasi adalah dengan

memengaruhi keseimbangan Th-1 dan Th-2 (Gui et al., 2012; Wang et al., 2017).

Keseimbangan Th-1 dan Th-2 dipengaruhi oleh sekresi β endorfin yang terjadi akibat

tindakan akupunktur (Zijlstra et al., 2003). Efek anti-inflamasi akupunktur juga

terjadi melalui penghambatan sintesis sitokin pro-inflamasi oleh asetilkolin yang

menempel pada reseptor α7nikotinikasetilkolin sel makrofag

(Kavoussi dan Ross, 2007; Pavlov dan Tracey, 2017). Efek anti-inflamasi

akupunktur sebanding dengan dexamethasone dalam menurunkan kadar

Universitas Sumatera Utara

Page 38: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

5

sitokin pro-inflamasi tanpa memengaruhi kadar sitokin anti-inflamasi.

Namun hasil penelitian lain menyatakan bahwa akupunktur dapat meningkatkan

kadar sitokin anti-inflamasi tanpa menurunkan sitokin pro-inflamasi

(Santos et al., 2011; da Silva et al., 2014).

Hasil dari kajian sistemik (systemic review) menunjukkan bahwa akupunktur

mempunyai pangaruh yang menguntungkan terhadap Pt-PGK yang menjalani HD

(Kim et al., 2010). Perangsangan titik akupunktur pada large intestine11 (LI11)

Quchi dan stomach36 (ST36) Zusanli, menghasilkan kesembuhan tanpa pruritus

selama 1 bulan (70,6%) dan membaik (26,5%), sehingga angka efektifitas mencapai

97% (Gao et al., 2002).

Perangsangan titik akupunktur LI11 Quchi tunggal selama 1 jam, 3 kali

seminggu selama 1 bulan, mengurangi skor pruritus secara signifikan

dari 38,2±4,8 menjadi 17,3±5,5 p<0,001 dan merupakan tindakan yang mudah dan

aman terhadap pasien Pt-PGK yang menjalani HD (Che-yi et al., 2005), demikian

pula perangsangan titik akupunktur LI11 Quchi tunggal selama 1 jam,

2 kali seminggu, sebanyak 12 kali, berhasil mengurangi skala pruritus secara

signifikan pada Pt-PGK yang menjalani HD dari 12,0±3,27 menjadi 7,89±0,83,

p<0,003, kemudian menjadi 8,06±1,83 sesudah 4 minggu tanpa tindakan akupunktur

(followup) (Phan et al., 2018). Disamping itu, penelitian lain menyatakan bahwa

kemampuan mengurangi pruritus yang dihasilkan dari tindakan akupunktur, dapat

bertahan selama 8 minggu pada pasien HD (Carlsson dan Wallengren, 2010).

Hasil penelitian terdahulu yang telah dikemukakan sebelumnya, menyatakan

bahwa terdapat hubungan positif antara kadar IL-2 dan kadar IL-31 serum dengan

keparahan Pt-PGK. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa Pt-PGK juga

Universitas Sumatera Utara

Page 39: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

6

dipengaruhi oleh beberapa kondisi antara lain kadar kreatinin serum,

kadar hemoglobin, CRP, dislipidemia dan obesitas, yang juga mungkin secara tidak

langsung memengaruhi variabel yang diteliti pada penelitian ini

(kadar IL-2 dan kadar IL-31 serum). Di sisi lain dinyatakan bahwa tindakan

akupunktur terbukti memperbaiki keadaan pruritus pasien yang menjalani HD,

namun hasil penelitian terdahulu belum mengemukakan perubahan kadar IL-2 dan

kadar IL-31 serum sesudah tindakan akupunktur yang dihubungkan dengan

perbaikan keadaan pruritus pasien yang menjalani HD. Oleh karena itu,

pada penelitian ini, telah diamati perubahan kadar IL-2 dan IL-31 serum sesudah

tindakan akupunktur selama 6 minggu kemudian dilanjutkan dengan tanpa tindakan

akupunktur selama 4 minggu evaluasi (Phan et al., 2018) dan korelasinya dengan

perubahan skala pruritus, sehingga penelitian ini dapat menambah pemahaman

mekanisme kerja akupunktur terhadap pruritus pada pasien penyakit ginjal kronis

yang menjalani HD melalui perubahan kadar IL-2 dan IL-31 serum.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah bagaimanakah perubahan kadar IL-2 dan IL-31 serum sesudah

tindakan akupunktur dan korelasinya dengan perubahan skala pruritus pada pasien

Pt-PGK yang menjalani HD.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

7

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui perubahan kadar IL-2 dan kadar IL-31 serum, sesudah tindakan

akupunktur dan korelasinya dengan perubahan skala pruritus pada subjek Pt-PGK

yang menjalani HD.

1.3.2 Tujuan khusus

Untuk mengetahui:

a. Karakteristik subjek: usia, jenis kelamin, suku, IMT sesudah HD,

penyakit utama, kadar Kreatinin, kadar Hb, CRP, lama menjalani HD, urea

reduction ratio (URR), kadar IL-2 serum, kadar IL-31 serum,

skala pruritus, subjek Pt-PGK yang menjalani HD, sebelum tindakan

akupunktur pada LI11 Quchi dan akupunktur plasebo.

b. Perbandingan rerata kadar IL-2 serum sesudah 6 minggu tindakan akupunktur

pada LI11 Quchi dengan akupunktur plasebo.

c. Perbandingan rerata kadar IL-2 serum kelompok akupunktur dengan

kelompok plasebo sesudah 4 minggu evaluasi (tanpa tindakan akupunktur

LI11 Quchi dan akupunktur plasebo).

d. Perbandingan rerata kadar IL-31 serum sesudah 6 minggu tindakan

akupunktur pada LI11 Quchi dengan akupunktur plasebo.

e. Perbandingan rerata kadar IL-31 serum kelompok akupunktur dengan

kelompok plasebo sesudah 4 minggu evaluasi.

f. Perbandingan rerata skala pruritus sesudah 6 minggu tindakan akupunktur

pada LI11 Quchi dengan akupunktur plasebo.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

8

g. Perbandingan rerata skala pruritus kelompok akupunktur dengan

kelompok plasebo sesudah 4 minggu evaluasi.

h. Hubungan antara kadar IL-2 serum dengan skala pruritus sesudah

6 minggu tindakan akupunktur pada LI11 Quchi.

i. Hubungan antara kadar IL-2 serum dengan skala pruritus sesudah

4 minggu evaluasi.

j. Hubungan antara kadar IL-31 serum dengan skala pruritus sesudah

6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi.

k. Hubungan antara kadar IL-31 serum dengan skala pruritus sesudah

4 minggu evaluasi.

l. Efek samping tindakan akupunktur pada LI11 Quchi.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan diketahui perubahan kadar IL-2 serum dan kadar IL-31 serum sesudah

tindakan akupunktur pada LI11 Quchi dan korelasinya dengan perubahan skala

pruritus pada pasien Pt-PGK yang menjalani HD, diharapkan akan bermanfaat untuk:

1.4.1 Ilmu pengetahuan: dapat menambah pemahaman mengenai mekanisme

kerja akupunktur terhadap pruritus dan efek samping akupunktur pada

pasien Pt-PGK yang menjalani HD.

1.4.2 Aplikasi klinis: dapat menambah pemahaman tentang manfaat

tindakan akupunktur sebagai terapi paliatif pruritus pada pasien Pt-PGK

yang menjalani HD.

1.4.3 Masyarakat: dapat memahami bahwa tindakan akupunktur, merupakan

salah satu pilihan terapi paliatif pada pasien Pt-PGK yang menjalani HD.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

9

1.5 Novelitas

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, belum ditemukan laporan penelitian yang

dipublikasikan secara nasional dan internasional tentang perubahan

kadar IL-2 dan kadar IL-31 serum sesudah tindakan akupunktur pada LI11 Quchi

dan korelasinya dengan perubahan skala pruritus pada subjek Pt-PGK

yang menjalani HD. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat menambah

pemahaman tentang mekanisme kerja akupunktur, dalam penanggulangan pasien Pt-

PGK yang menjalani HD.

1.6 Potensi Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI)

Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dari penelitian ini adalah

diketahuinya:

1.6.1 Perubahan kadar interleukin-2 sesudah tindakan akupunktur pada

LI11 Quchi dan korelasinya dengan perubahan skala pruritus pada pasien

penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.

1.6.2 Perubahan kadar interleukin-31 sesudah tindakan akupunktur pada

LI11 Quchi dan korelasinya dengan perubahan skala pruritus pada pasien

penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Ginjal Kronis (PGK)

2.1.1 Definisi dan epidemiologi

Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau

Glomerulo Filtration Rate (GFR) <60 mL/min/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih,

terlepas dari penyebabnya. Kerusakan ginjal pada sebagian besar penyakit ginjal

dapat dipastikan dengan adanya albuminuria atau rasio albumin-kreatinin

>30 mg/g dalam 2 dari 3 spesimen urin spot (Levey et al., 2005).

Klasifikasi PGK menurut Kidney Disease Outcomes Quality Initiative

(K/DOQI) (Levin, 2013), adalah sebagai berikut: Tahap 1:

GFR >90 mL/min/1,73 m2, fungsi ginjal normal tetapi ditemukan kelainan pada urin

atau struktur genetik yang mengarah ke penyakit ginjal. Tahap 2:

GFR 60-89 mL/min/1,73 m2, fungsi ginjal ringan, dan temuan lainnya

(seperti tahap 1) mengarah ke penyakit ginjal. Tahap 3A:

GFR 45-59 mL/min/1,73 m2, penurunan fungsi ginjal ringan menuju sedang. Tahap

3B; GFR 30-44 mL/min/1,73 m2, penurunan fungsi ginjal sedang menuju berat;

tahap 4: GFR 15-29 mL/min/1,73 m2, penurunan fungsi ginjal berat.

Tahap 5: GFR <15 mL/min/1,73 m2, penurunan fungsi ginjal sangat berat, atau gagal

ginjal tahap akhir.

Prevalensi global PGK diperkirakan 11-13%, sedangkan prevalensi berdasarkan

tahapan PGK adalah tahap 1: 3,5% (2,8–4,2%), tahap 2:

3,9% (2,7– 5,3%), tahap 3: 7,6% (6,4–8,9%), tahap 4: 0,4% (0,3–0,5%) dan

Universitas Sumatera Utara

Page 44: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

11

tahap 5: 0,1% (Hill et al., 2015). Di Indonesia prevalensi PGK berdasarkan diagnosa

dokter sebesar 0,2%, dengan prevalensi tertinggi pada provinsi Aceh, Sulawesi Utara

dan Gorontalo masing-masing 0,4%, sedangkan Sumatera Utara 0,2% (Kemenkes

RI., 2013).

2.1.2 Penyebab

Penyakit ginjal kronis disebabkan oleh banyak penyebab, baik yang sudah

diketahui atau yang masih dalam penelitian, dan menjadi masalah serta beban

kesehatan secara global (Jha et al., 2013). Di negara-negara yang sudah berkembang

dengan penghasilan per kapita relatif tinggi, penyebab PGK

paling sering dikaitkan dengan penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi

dan penyakit ginjal primer. Namun, di negara yang sedang berkembang dengan

penghasilan perkapita relatif rendah, memiliki beberapa tambahan potensi penyebab,

seperti penyakit menular dan racun-racun lingkungan, serta berbagai kondisi yang

belum diketahui dengan pasti (Couser et al., 2011;

Jha et al., 2013; Stanifer et al., 2014).

Di beberapa negara di Asia Selatan dan Amerika Tengah, riwayat keluarga,

penggunaan zat-zat kimia pertanian, paparan logam berat, stres panas, makanan,

ochratoxin A, penggunaan herbal dan gigitan ular, merupakan penyebab PGK

yang sering dilaporkan (Lunyera et al., 2016). Selain itu, mutasi gen uromodulin

protein (UMOD) dikaitkan dengan faktor risiko PGK (Köttgen, 2010).

Hal ini berkaitan dengan uromodulin yang merupakan protein dengan berat molekul

95 kDa dan dikenal sebagai Tamm-Horsfall protein yang dikodekan oleh

gen UMOD, dan terletak di kromosom 16p12.3.1. Protein ini paling banyak

Universitas Sumatera Utara

Page 45: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

12

diproduksi oleh sel-sel thick ascending limb tubulus dan tubulus distal pada manusia

sehat (Devuyst et al., 2005; Serafini-Cessi et al., 2003).

Mutasi berkaitan dengan apolipoprotein L1 (APOL1) memiliki risiko 10 kali

lebih tinggi mengalami ESRD. Mutasi APOL1 ini ditemukan secara eksklusif

di antara individu keturunan Afrika, sehingga mereka lebih rentan terhadap PGK

(Foster et al., 2013).

Keterlibatan gen-gen pada sistem renin-angiotensin juga dinyatakan mempunyai

hubungan dengan PGK. Genotipe angiotensinogen (AGT-M235T, T174M, A-20C);

angiotensin-converting enzyme (ACE-A2350G) dan polimorfisme reseptor tipe 1

angiotensin II (AGTR1-A1166C, C573T, C-521T), dinyatakan berhubungan secara

signifikan dengan PGK (Su et al., 2012).

2.1.3 Inflamasi pada penyakit ginjal kronis

Kelainan fungsi imun pada pasien PGK berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal

dan akumulasi racun uremik. Sitokin merupakan mediator

yang penting pada respon imun dan reaksi inflamasi (Rysz et al., 2006).

Kelainan fungsi imun pada Pt-PGK, dapat berupa peningkatan kadar

C-reactive protein (CRP) serum, ketidakseimbangan respon antara sel Th-1 (IL-2,

IL-6, dan IFNγ) yang lebih tinggi dari sel Th-2 (IL-3, IL-4, IL-10, IL-31) (Amore

dan Coppo, 2002; Dillon et al., 2004) dan disregulasi sistem imun seperti

peningkatan sel-sel Mast, yang menyebabkan peningkatan Histamin

(Yosipovitch, 2007).

Peradangan kronis periodontal dikaitkan dengan tingginya biomarker inflamasi

sistemik pada pasien HD dan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan hidup

Universitas Sumatera Utara

Page 46: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

13

pasien (Kshirsagar et al., 2009). Penyakit periodontal menjadi kontributor terjadinya

inflamasi lokal, sistemik dan kronis pada Pt-PGK.

Kondisi yang mendasari patogenesis periodontitis, melibatkan kuman

gram-negatif yang berinteraksi dengan ekspresi toll-like receptors

pada permukaan neutrofil dan monosit. Ikatan kompleks toll-like receptors dengan

kuman gram-negatif mengaktifkan produksi sitokin pro-inflamasi yang kemudian

mengaktifkan hepatosit untuk menghasilkan CRP (Yazdi et al., 2013).

Pada Pt-PGK terjadi disbiosis mikroflora intestinal, yang dibuktikan dengan

peningkatan flora patogen dibandingkan flora simbiosis. Peningkatan permeabilitas

barier intestinal memungkinkan endotoksin bakteri dan produk lainnya memasuki

sirkulasi darah (Cigarran et al., 2016), dan menimbulkan edema serta hipervolemia

yang sering terjadi pada Pt-PGK, juga pada pelaksanaan HD, atau peritoneal dialisis,

yang makin memperburuk fungsi barier intestinal. Selain itu, ultrafiltrasi berlebihan

dan keadaan hipotensi selama HD, dapat menyebabkan iskemia intestinal yang

meningkatkan permeabilitas barier usus, sehingga memfasilitasi masuknya

endotoksin ke dalam sirkulasi darah (Alegre et al., 2014). Peningkatan endotoksin

yang berasal dari usus mengaktifkan kekebalan bawaan dan mendukung terjadinya

inflamasi (McIntyre et al., 2011).

Defisiensi vitamin D tidak hanya menyebabkan deregulasi sistem imun bawaan

dan adaptif, tetapi juga mendorong terjadinya mikroinflamasi pada PGK

(Peterson dan Heffernan, 2008). Pada imunitas bawaan, vitamin D merangsang

makrofag untuk menghasilkan Cathelicidin dan β-defensin 2 dan meningkatkan

kapasitas untuk autofagi melalui aktivasi toll-like receptor serta memengaruhi

konsentrasi complement (Liu et al., 2015), sedangkan pada imunitas adaptif,

Universitas Sumatera Utara

Page 47: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

14

vitamin D menekan pematangan sel dendritik (DCs) dan melemahkan presentasi

antigen. Vitamin D akan meningkatkan produksi sitokin T helper (Th) 2

dan efisiensi limfosit T regulatory (Treg) (Hewison, 2011).

Vitamin D yang disintesis di kulit atau berasal dari sumber nutrisi, mengalami

hidroksilasi di hati menjadi 25 (OH) D3, yang merupakan bentuk utama vitamin D

pada sirkulasi. Hidroksilasi kedua terjadi pada ginjal oleh enzim 1α-hydroxylase

mengkonversi 25(OH)D3 menjadi 1,25(OH)2D3. Pada Pt-PGK, defisiensi vitamin D

tidak hanya karena hilangnya fungsi ginjal progresif untuk membentuk 1,25(OH)2D3,

tetapi juga hilangnya kemampuan untuk mempertahankan kadar 25(OH)D3 serum

(Bamgbola, 2011)

Inflamasi merupakan kondisi yang paling sering terjadi akibat stres oksidatif.

Reactive Oxygen Species secara langsung atau tidak langsung meningkatkan

inflamasi dan memicu ekspresi sitokin pro-inflamasi dan Chemokines

(Jung et al., 2013). Stres oksidatif kronis meningkatkan oksidasi protein,

yang mengurangi aktivitas enzim, sitokin dan antibodi, berkontribusi pada inflamasi

dan disfungsi imun pada pasien PGK (Weichhart et al., 2012).

Retensi metabolit dengan massa molekul rendah, seperti asam phenylacetic,

homosistein, berbagai sulfat, senyawa guanidin dan banyak senyawa lainnya

yang terjadi pada pasien PGK memiliki efek penghambatan terhadap aktivasi sel-sel

imun, meningkatkan apoptosis lekosit dan menginduksi oksidatif

pada pagosit (Cohen dan Hörl, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 48: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

15

2.2 Hemodialisis 2.2.1 Pengertian

Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal

(Renal Replacement Therapy) selain transplantasi ginjal dan peritoneal dialisis

pada pasien ESRD (Crawford dan Lerma, 2008), demikian pula pada asidosis berat,

keracunan, hiperkalemia atau kelebihan elektrolit lain, serta kelebihan cairan >10%

termasuk indikasi terapi pengganti ginjal (Fleming, 2011).

Konsep dialisis pertama diajukan oleh Graham pada tahun 1861, sebagai cara

untuk memisahkan molekul yang relatif kecil dari yang besar dengan membran

semipermeabel (Kolff et al., 1944) dengan tujuan utama untuk memulihkan

lingkungan cairan intraseluler dan ekstraseluler yang merupakan karakteristik dari

fungsi ginjal normal (Himmelfarb dan Ikizler, 2010).

2.2.2 Prinsip dasar

Dialisis melibatkan gerakan zat terlarut dan air (pelarut) melewati membran

semipermeabel secara difusi dan konveksi. Difusi adalah gerakan zat terlarut

melewati membran semipermeabel menuju gradien konsentrasi yang lebih rendah

(Locatelli et al., 2002).

Difusi zat terlarut tergantung pada berat molekul, muatan listrik, perbedaan

konsentrasi cairan dialisis darah, laju aliran darah dan karakteristik membran

(koefisien difusi). Molekul yang lebih kecil seperti urea (60 Da) dapat melewati

membran sehingga dapat dibersihkan dengan baik, sedangkan molekul yang lebih

besar (60.000 Da) seperti fosfat, β2-mikroglobulin, albumin dan p-cresol,

tidak bisa melewati membran (Locatelli et al., 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 49: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

16

Membran semipermeabel yang terdapat pada dialiser memisahkan darah dan

cairan dialisis yang mengalir di kedua sisi membran, dalam arah yang berlawanan

untuk memaksimalkan difusi. Dialiser diklasifikasikan berdasarkan desain geometri,

komposisi membran, luas permukaan, karakteristik permeabilitas (koefisien difusi

dan ultrafiltrasi) dan karakteristik biokompatibilitas (Wong et al., 2015).

Sirkuit extracorporeal diperlukan untuk mengaliri darah dari sistem vaskular

(melalui akses arteriovenosa) pasien ke ginjal buatan untuk proses dialisis.

Darah yang telah didialisis kemudian kembali ke sistem vaskular pasien.

Darah pada sirkuit extracorporeal dapat mengalami kerusakan pada komponen sel,

koagulasi, atau hilangnya integritas yang dapat mengakibatkan kehilangan

darah atau pencemaran mikroorganisme dari lingkungan eksternal

(Mitra dan Mitsides , 2016).

Adekuasi HD diartikan sebagai jumlah dialisis diperlukan untuk menjaga

kualitas hidup pasien dan relatif asimptomatik (Mehta dan Fenves, 2010).

Untuk mengetahui adekuasi hemodialisis dilakukan penilaian

Urea Reduction Ratio, adekuat jika terdapat kadar ureum darah yang menurun.

Penilaian yang lain dengan mengetahui Kt/V yaitu rasio fraksi urea clearance,

K adalah dialiser urea clearance (dinyatakan dalam liter per jam),

t adalah waktu dialisis (dinyatakan dalam jam), dan V adalah volume distribusi urea

(dinyatakan dalam liter) (Depner, 2005) . Kelompok kerja KDOQI menyarankan

bahwa dosis minimal memadai hemodialisis diberikan 3 kali

per minggu untuk pasien dengan fungsi ginjal kurang dari 2 mL/min/1,73m2,

Kt/V 1,2 setiap dialisis dengan lama HD 5 jam, dosis minimal alternatif

URR >65%. Target dosis untuk hemodialisis diberikan 3 kali per minggu dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 50: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

17

fungsi ginjal kurang dari 2 mL/min/1,73m2 dengan Kt/V 1,4 atau URR 70%.

(Rocco et al., 2015).

2.2.3 Komplikasi

Penelitian retrospektif yang dilakukan terhadap 790 pasien gagal ginjal akut

yang menjalani HD mengalami komplikasi intradialisis yaitu hipotensi (30,4%),

mual dan muntah (26,4%), demam dan menggigil (19,2%), serta sakit kepala

(15,6%) sedangkan pada 1535 pasien gagal ginjal kronik yang menjalani HD

mengalami komplikasi intradialisis yaitu hipotensi (26,1%), mual dan muntah

(14,2%), demam dan menggigil (14,4%), nyeri dada dan nyeri punggung (13,0%),

hipertensi (10,4%) serta sakit kepala (10,4%) (Singh et al., 2015).

Pasien yang menjalani HD selain dapat mengalami komplikasi intradialisis juga

dapat mengalami komplikasi kronis akibat HD berulang dan jangka panjang seperti :

keganasan pada ginjal (Stewart, 2003), gangguan neurologis

(Rizzo et al., 2012), depresi (Teles et al., 2014), penyakit gastrointestinal

(Lee et al., 2015), gangguan tulang dan metabolisme mineral

(Copland et al., 2016), penyakit kardiovaskular (Mavrakanas dan Charytan, 2016),

anemia (Nasouti et al., 2017), infeksi (Nassar dan Ayus, 2001) dan gangguan

pada kulit termasuk diantaranya pruritus (Sanai et al., 2010)

Faktor extracorporeal, seperti kotoran dalam air dialisis,

kualitas mikrobiologi dialisat, dan faktor bioincompatible di sirkuit dialisis berperan

terhadap terjadinya pruritus (Akchurin dan Kaskel, 2015).

Selama HD, paparan darah pada permukaan extracorporeal buatan, termasuk

penggunaan antikoagulasi, aktivasi Monosit oleh senyawa endotoksin dalam cairan

Universitas Sumatera Utara

Page 51: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

18

dialser dan kontak langsung dengan membran dialiser menunjukkan implikasi klinis

pruritus (Rysz et al., 2006; Aucella et al., 2013). Hemodialisis dengan target

Kt/V ≥ 1,5 dan penggunaan dialiser high-flux dapat mengurangi intensitas pruritus

pada pasien HD kronis (Ko et al., 2013).

Pasien yang menjalani HD rentan terhadap infeksi berulang, yang mencetuskan

inflamasi. Komplikasi infeksi akan memengaruhi kondisi pasien, baik secara akut

atau kronis. Infeksi dapat terjadi melalui jenis akses pembuluh darah dialisis,

terutama dengan kateter vena sentral (CVC) (Allon, 2003; Nassar, 2013).

Staphylococcus aureus adalah mikroorganisme paling banyak terlibat dalam infeksi

aliran darah terkait akses pembuluh darah (27,7–50,0%), diikuti oleh

Coagulase-negative staphylococci (Li dan Chow, 2011). Hasil penelitian lain

melaporkan persentase dari isolasi mikroorganisme patogen pada pasien hemodialisis

dengan akses pembuluh darah arteriovenous (AV) fistula, yaitu: Staphylococcus

aureus (10,6%), Escherichia coli (6,4%), Staphylococcus epidermidis (4,3%),

Enterococcus spesies (8,5%), Proteus mirablis (4,3%),

Klebsiella pneumoniae (2,1%), H1N1 (2,1%) dan spesies lainnya dengan frekuensi

yang lebih rendah (Tzanakaki et al., 2014). Eksotoksin Staphylococcal meningkatkan

ekspresi IL-31 receptor alpha (RA) pada monosit dan makrofag, secara signifikan

(Kasraie et al., 2010).

Kadar IL-31 serum secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang

menjalani HD dengan gejala klinis pruritus, dan menunjukkan hubungan positif

paparan-respons antara IL-31 serum dan intensitas pruritus (Ko et al., 2014),

interaksi IL-31–IL-31R mengiduksikan pruritus pada kulit melalui sel-sel saraf

sensoris (Dillon et al., 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 52: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

19

2.3 Pruritus

2.3.1 Definisi dan klasifikasi

Gatal atau pruritus dapat didefinisikan sebagai sensasi tidak menyenangkan

yang membangkitkan keinginan untuk menggaruk (Potenzieri dan Undem, 2012).

The International Forum for the Study of Itch membagi pruritus menjadi akut

(kurang dari 6 minggu) dan kronis (berlangsung 6 minggu atau lebih)

(Ständer et al., 2007). Pruritus kronis berhubungan dengan banyak penyakit.

Penyakit yang paling sering menimbulkan pruritus adalah gagal ginjal kronis,

dermatitis atopik dan penyakit hati kolestatik (Bolier et al., 2012;

Weiss et al., 2015).

Pruritus dikategorikan berdasarkan dua taksonomi komplementer.

Taksonomi pertama didasarkan pada gambaran klinis dan riwayat, yang kemudian

dibagi menjadi (Ständer et al., 2007): Grup I gatal pada penyakit kulit;

Grup II gatal pada bukan penyakit kulit; Grup III gatal pada lesi kulit sekunder

seperti prurigo nodularis; Grup IV gatal pada lesi kulit primer (reaktif terhadap

garukan) seperti dermatitis atopic; Grup V gatal dengan penyebab campuran;

Grup VI gatal yang tidak dapat diidentifikasi penyebabnya atau

“pruritus of undetermined origin”. Taksonomi kedua mengategorikan gatal

berdasarkan etiologi: dermatologi, sistemik (termasuk disebabkan kehamilan dan

obat), neurologis dan psikiatris (Ständer et al., 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 53: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

20

Pruritus berasal dari epidermis dan dermal-epidermal junction dan diteruskan oleh serabut saraf C selektif. Beberapa serat ini sensitive terhadap histamin, tetapi sebagian besar tidak. Interaksi kompleks antara sel-sel T, sel Mast, Neutrofil, Eosinofil, Keratinosit dan sel-sel saraf (bersama peningkatan pelepasan sitokin, protease dan neuropeptida) menyebabkan eksaserbasi pruruitus. Serabut membentuk sinap dengan proyeksi orde kedua di tanduk dorsal dan sinyal pruritus naik di trakstus Spinotalamikus kontralateral, dengan proyeksi ke Thalamus. Dari Thalamus, pruritus ditransmisikan ke beberapa daerah otak yang terlibat dalam sensasi, proses evaluatif, emosi, reward dan memori.

2.3.2 Patofisiologi

Pruritus disebabkan dan diperkuat oleh sejumlah bahan kimia seperti Histamin,

Prostaglandin, Protease, Sitokin, Neuropeptide, termasuk Substansi P dan senyawa

garam dari cairan empedu, beberapa bahan kimia ini langsung bekerja pada ujung

saraf bebas sementara bahan kimia yang lain bekerja secara tidak langsung melalui

mastosit atau sel lainnya. Ketika ujung saraf bebas distimulasi pruritogenik, bagian

dari serabut C yang berada pada kulit superfisial meneruskan impuls ke dorsal horn

pada spinal cord kemudian melalui jalur spinothalamic ke thalamus dan korteks

somatosensoris (Gambar 2.1) (Twycross et al., 2003).

Gambar 2.1 Jalur pruritus dari kulit ke otak

Gambar 2. 1 Jalur pruritus dari kulit ke otak

Universitas Sumatera Utara

Page 54: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

21

2.3.3 Pruritus terkait penyakit ginjal kronis (Pt-PGK)

a. Definis dan epidemiologi

Pruritus terkait penyakit ginjal kronis adalah pruritus pada penyakit gagal ginjal

tahap akhir (end-stage renal disease), dikenal dengan “pruritus uremik”. Namun saat

ini disebut "pruritus terkait penyakit ginjal kronis" (Mettang et al., 2015).

Prevalensi Pt-PGK di seluruh dunia dilaporkan bervariasi berkisar 10-77%

(Weisshaar, 2016). Narita et al. (2008) melaporkan pruritus terjadi pada 15-49%

pasien dengan gagal ginjal kronis dan 50-90% pada pasien yang menjalani dialisis.

Itch National Registry Study melakukan penelitian prospektif, multisenter,

longitudinal terhadap 103 pasien HD, melaporkan pruritus terjadi pada 84% pasien

(Mathur et al., 2010). The Observational Dialysis Outcomes and

Practice Patterns Study mengumpulkan data lebih dari 29.000 pasien HD dari

12 negara dan menemukan bahwa 42% dari pasien mengalami pruritus sedang

hingga ekstrim, 60,3% pada terjadi pria dan 45,4% terbangun pada malam hari

karena pruritus (Pisoni et al., 2006). Penelitian Riza (2011) mendapatkan angka

kejadian pruritus pada pasien HD sebesar 70,5% di Rumah Sakit Umum Pusat

H. Adam Malik Medan dan Wahyuni (2014) pada penelitiannya mendapatkan

prevalensi pruritus pada pasien HD reguler sebesar 50% di Klinik Rasyida Medan.

Pruritus biasanya mulai muncul sekitar 6 bulan sesudah dimulainya dialisis dan

penyebaran ditubuh dimulai lokal dan ringan hingga umum dan parah

(Narita et al., 2006; Tarikci et al., 2015).

Pruritus terkait penyakit ginjal kronis masih menjadi masalah yang sering terjadi

pada pasien ESRD (Weiss et al., 2015). Beberapa penelitian cross-sectional global

terbesar melaporkan bahwa pruritus pada Pt-PGK yang menjalani HD

Universitas Sumatera Utara

Page 55: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

22

akan memengaruhi kualitas hidup secara signifikan, karena menyebabkan gangguan

tidur, gejala depresi dan meningkatkan risiko kematian sebesar 23% (Pisoni et al.,

2006; Braiman-Wiksman et al., 2007; Tentori and Mapes, 2010; Kimata et al., 2014).

b. Patogenesis

Patogenesis pruritus pada Pt-PGK masih belum sepenuhnya diketahui. Menurut

Aucella and Gesuete (2009) setidaknya ada empat hipotesis yang telah diajukan,

yaitu: kelainan dermatologi, gangguan sistem imun tubuh yang mengakibatkan

keadaan pro-inflamasi, ketidakseimbangan sistem endogen opioidergik, dan secara

neuropatik.

Patofisiologi pruritus pada pasien HD menurut Mettang dan Weisshaar (2010)

merupakan gabungan dari pruritogenik, neuropatik dan mikroinflamasi, tetapi lebih

difokuskan pada mikroinflamasi.

Beberapa hipotesis lain seperti hipotesis xerosis, hipotesis hyperparathyroidism,

hipotesis histamin, hipotesis opioid imbalance, hipotesis uremic toxin, hipotesis

peripheral neuropathy, hipotesis immune-mediated, menjadi dasar dalam pengobatan

pruritus (Aramwit dan Supasyndh, 2015; Shirazian et al., 2017).

Faktor-faktor seperti kadar kreatinin yang tinggi dan kadar hemoglobin

yang rendah meningkatkan risiko pruritus. Dislipidemia, obesitas, dan kadar CRP

yang lebih tinggi dikaitkan dengan intensitas pruritus yang lebih tinggi, sedangkan

penggunaan dialser high-flux dikaitkan dengan intensitas pruritus yang lebih rendah

(Pisoni et al., 2006; Ko et al., 2013; Wu et al., 2016; Gobo-Oliveira et al., 2017).

Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, etnik (suku) serta lama menjalani HD juga

dihubungkan dengan terjadinya pruritus pada pasien HD (Hu et al., 2018).

Universitas Sumatera Utara

Page 56: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

23

Xerosis yang umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir,

dapat menyebabkan pruritus (Berger dan Steinhoff, 2011). Etiopatogeniknya

meliputi: penurunan hidrasi stratum corneum; penurunan ukuran kelenjar keringat

dan kelenjar sebaceous bersama dengan fungsi abnormal yang berkaitan dengan

hipervitaminosis A, dan penggunaan diuretik pada pasien dialisis (Markova et al.,

2012). Integritas Stratum corneum yang tidak normal dan rendahnya kadar gliserol

pada penyakit ginjal tahap akhir dapat dikaitkan dengan rendahnya AQP3, di mana

AQP3 berfungsi mengangkut gliserol di kulit (Yosipovitch et al., 2007).

Sedighi et al. (2011) dalam penelitiannya melaporkan hubungan positif

yang signifikan antara hormon paratiroid serum dengan keparahan pruritus

pada pasien HD. Analisis prospektif yang dilakukan pada 1.173 pasien HD

di Jepang, ditemukan bahwa hiperkalsemia dan hiperfosfatemia dihubungkan dengan

pruritus parah, sedangkan kadar kalsium dan hormon paratiroid yang rendah

mengurangi risiko pruritus (Narita et al., 2006). Peningkatan kadar fosfat serum

berhubungan erat dengan peningkatan kadar TNFα pada model tikus uremik

(Yamada et al., 2014).

Histamin yang sebagian besar dihasilkan oleh sel-sel Mast kulit pasien uremik

dan juga dielaborasi oleh basofil merupakan mediator penting untuk terjadinya

pruritus (Dugas-Breit et al., 2005; Sokol et al., 2008). Kadar Histamin serum

meningkat secara signifikan pada pasien HD dan kenaikan yang sangat signifikan

ditemui pada pasien pruritus. Kondisi ini menunjukkan hubungan yang positif antara

tingkat kadar histamin dan keparahan dari pruritus. Selain itu, terdapat hubungan

peningkatan histamin dalam darah dengan peningkatan jumlah basofil

(Al Shafei dan Nour, 2016). Serabut saraf C yang sensitif terhadap histamin

Universitas Sumatera Utara

Page 57: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

24

mempunyai daya hantar yang lebih lambat dari kebanyakan serabut saraf dan tidak

terstimulasi oleh panas atau rangsangan mekanik. Jenis serabut saraf C

mengekspresikan reseptor capsaicin transient receptor potential vanilloid-1

(TRPV1), dan penggunaan yang berulang dari capsaicin mendesensitasi serabut saraf

ini. Desensitisasi yang ditimbulkan dapat mencegah sensasi pruritus yang disebabkan

histamin (Potenzieri dan Undem, 2012; Han dan Dong, 2014).

Reseptor opioid telah diidentifikasi sebagai target dalam pengobatan pruritus.

Reseptor 𝜇 dan κ-opioid diekspresikan pada kulit dan sistem saraf pusat.

Reseptor 𝜇 dan κ-opioid bekerja dengan efek berlawanan, misalnya,

reseptor 𝜇-opioid berperan pada pruritus kronis karena berbagai sebab, sementara

aktivasi reseptor κ opioid menghambat pruritus (Pan, 1998). Sebagian pruritus

uremik terjadi akibat dari ketidakseimbangan dalam sistem opioidergik dengan

hiperaktifnya reseptor 𝜇-opioid dalam sel-sel kulit dan limfosit

(Umeuchi et al., 2003). Opioid endogen meningkat pada keadaan gagal ginjal kronis,

dan menyebabkan pruritus melalui proses degranulasi sel Mast kulit, atau melalui

efek langsung pruritogenik pada pusat dan perifer dengan mengaktifkan reseptor 𝜇-

opioid (Tarikci et al., 2015).

Toksin uremik adalah zat terlarut yang terakumulasi dalam cairan tubuh Pt-PGK

akibat penurunan fungsi ginjal. Menurut “European Uremic Toxin Work Group”

(EUTox), ada 152 jenis zat terlarut yang dijumpai pada serum normal dan patologis

(Vanholder et al., 2003). Klasifikasi toksin uremik berdasarkan

pola pembuangan oleh dialisis, dibagi menjadi komponen halus yang larut dalam air

(small water-soluble compounds), terutama senyawa dimethylarginine

yang asimetrik, creatine, creatinine, asam hialuronat (hyaluronic acid), guanidine,

Universitas Sumatera Utara

Page 58: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

25

guanidinoacetate, guanidinosuccinate, oxalate, dimethylarginine simetrik (simmetric

dimethylarginine), urea dan asam urat; Larger middle molecules termasuk

adiponectin, cystatin C, leptin, Motilin, α1-acid glycoprotein, α1-microglobulin,

endothelin, ghrelin, osteocalcin, atrial natriuretic peptide, prolactin, retinol-binding

protein, β2-microglobulin, cholecystokinin dan vasoactive intestinal peptide; dan

protein bound solutes seperti advanced glycation end products (AGEs), carboxy

methyl propyl furanpropionic acid, sitokin, ILs, TNF-α, dimethylguanidines,

hippuric acid, homocysteine, indole-3-acetic acid, indoxyl glucuronide, indoxyl

sulfate (IS), kynurenic acid, kynurenine, leptin, phenolic compounds, p-cresyl sulfate

(p-CS), p-cresyl glucuronide, phenol sulfate, phenol glucuronide, phenylacetic acid,

quinolinic acid dan retinol-binding protein (Duranton et al., 2012;

Lisowska-Myjak, 2014).

Small water-soluble compounds (berat molekul 500 D) mudah dibuang

oleh dialisis (Eloot et al., 2005), large middle molecules (berat molekul >500 D)

dapat dibuang secara efisien hanya oleh dialiser dengan ukuran pori besar (Locatelli

et al., 2009) sedangkan protein-bound solutes (berat molekul <500 D) tidak mudah

dibuang dengan berbagai strategi dialisis (Meert et al., 2011). Penurunan fungsi

ginjal dan toksisitas uremik menyebabkan peningkatan kadar biomarker inflamasi

plasma (Cohen et al., 2008).

Inflamasi sistemik pada Pt-PGK ditandai dengan peningkatan CRP

dan ketidakseimbangan respon antara sel Th-1 (IL-2, IL-6, IL-31 dan IFNγ)

yang lebih tinggi dari sel Th-2 (IL-4 dan IL-10) (Amore dan Coppo, 2002;

Mettang et al., 2002; Dillon et al., 2004), serta disregulasi sistem imun seperti

peningkatan sel-sel Mast yang melepas histamin (Yosipovitch et al., 2007). Inflamasi

Universitas Sumatera Utara

Page 59: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

26

sistemik yang ditandai dengan peningkatan kadar sel-sel Th-1, CRP, IL-6, dan IL-2,

yang juga dihubungkan dengan jumlah lekosit, albumin yang rendah dan kadar

feritin yang tinggi, menjadi penyebab PGK (Kimmel et al., 2006;

Fallahzadeh et al., 2011).

Pruritus uremik yang berhubungan dengan perubahan inervasi simpatik kulit dan

berkorelasi dengan gangguan konduksi somatosensoris saraf perifer dan penurunan

ambang persepsi, menunjukkan bahwa pruritus uremik adalah manifestasi dari

neuropati uremik (Zakrzewska-Pniewska dan Jȩdras, 2001). Perkembangan klinis

neuropati terjadi sesudah GFR di bawah 12 mL/min/1,73 m2 (Krishnan et al., 2009).

Uremik neuropati terjadi sebagai konsekuensi retensi neurotoksik large middle

molecules, yang dibuang perlahan-lahan melalui membran HD (Arnold et al., 2013).

Perubahan eksitabilitas saraf tepi berhubungan erat dengan hiperkalemia yang

menyebabkan disfungsi axonal pada PGK (Arnold et al., 2014).

c. Diagnosis

Pruritus terkait penyakit ginjal kronis telah ditetapkan sebagai pruritus kronis

yang secara langsung terkait dengan penyakit ginjal kronis, tanpa kondisi

komorbiditas lain seperti komorbiditas hati atau kondisi kulit yang menimbulkan

pruritus. Tingkat keparahan pruritus dapat bervariasi dari waktu ke waktu,

dari hampir tak terlihat hingga menyebabkan kegelisahan yang terus-menerus,

dan gejala dapat terjadi berselang-seling atau menetap. Dalam kaitannya

dengan HD, pruritus juga dapat terjadi setiap waktu, yaitu sebelum, selama, atau

sesudah HD (Mettang et al., 2015). Distribusi pruritus pada tubuh sering simetris,

Universitas Sumatera Utara

Page 60: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

27

dan dapat bersifat lokal (wajah, punggung dan lengan) atau seluruh tubuh

(Mathur et al., 2010).

d. Skala (pengukuran) pruritus terkait penyakit ginjal kronis

Beberapa skala tervalidasi digunakan dalam penelitian untuk menjelaskan

prevalensi, luaran, dan pengobatan Pt-PGK. Skala dapat dibagi menjadi unidimensi

(mengukur hanya keparahan Pt-PGK), multidimensi (mengukur tingkat keparahan

dan karakteristik lain pruritus), dan skala yang berfokus terutama pada kualitas hidup

(Phan et al., 2012).

Skala unidimensi yang umum digunakan adalah Visual Analog Scale (VAS) dan

Numeric Rating Scale (NRS). Skala multidimensi pruritus mengevaluasi keparahan

dan karakteristik lain yang berkaitan dengan pruritus. Dua contoh skala yang umum

digunakan dalam penelitian Pt-PGK, termasuk skala gatal 5-D

dan Itch Severity Scale (Shirazian et al., 2017).

Visual analog scale pada awalnya digunakan untuk mengevaluasi nyeri, tetapi

dapat juga digunakan untuk mengukur keparahan Pt-PGK

(Reich et al., 2012; Furue et al., 2013). VAS adalah gambaran grafis dari garis

horizontal 100 mm dengan ujung kiri ditandai "tidak gatal" dan ujung kanan ditandai

"gatal paling parah". Pasien diminta untuk menggambar garis vertikal

sepanjang skala untuk menunjukkan keparahan gatal yang terletak di sepanjang

spektrum ini. Panjang garis dibuat dari ujung kiri untuk tanda vertikal kemudian

diukur dalam satuan milimeter untuk menunjukkan kuantitas keparahan gatal.

Demikian pula dengan nilai NRS keparahan gatal dari 0 sampai 10;

0 menggambarkan “tidak gatal” dan 10 menggambarkan “gatal paling parah”,

Universitas Sumatera Utara

Page 61: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

28

sedangkan Verbal Rating Scale (VRS) memungkinkan pasien untuk memilih diantara

4 keparahan gatal: tidak gatal, rendah, sedang, atau gatal berat. VAS, NRS dan VRS,

tampaknya memiliki reliabilitas dan validitas yang sama

(Phan et al., 2012).

Penggunaan VAS harus mempertimbangkan karakteristik populasi seperti usia,

kelemahan moril, tingkat melek huruf dan gangguan kognitif, sebagai contoh, jumlah

kesalahan pada VAS sesuai dengan bertambahnya usia dan

gangguan kognitif membuat skala ini kurang digunakan (Hjermstad et al., 2011).

Skala pruritus 5-D telah divalidasi secara luas dan memiliki reliabilitas dan

validitas yang baik (Majeski et al., 2007), digunakan untuk mengukur luaran

dalam uji klinis. Skala ini mengukur intensitas pruritus, berapa lama pruritus

telah berlangsung, apakah menunjukkan perbaikan atau perburukan, efek pruritus

pada kualitas hidup, dan distribusi pruritus. Skala ini berhubungan erat dengan VAS

dan merupakan ukuran perubahan tingkat keparahan pruritus yang dapat diandalkan

(Elman et al., 2010). El et al. (2013) juga melaporkan bahwa skala pruritus 5-D

adalah handal, multidimensi dan lebih spesifik dan sensitif serta telah divalidasi

untuk pengukuran pruritus kronis.

Wulandani et al. (2018), melakukan uji validitas konvergen masing-masing butir

pada kuesioner dan uji reliabilitas menggunakan metode konsistensi internal skala

pruritus 5-D berbahasa Indonesia di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional

Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta; menyimpulkan bahwa skala pruritus 5-D

berbahasa Indonesia atau Skala Gatal 5 Dimensi merupakan alat pengukuran yang

valid dan reliabel untuk menilai keluhan pruritus kronik, pada pasien dewasa dan

lansia di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 62: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

29

e. Terapi

Terapi pruritus pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani HD meliputi:

modifikasi teknik dialisis, terapi topikal (emolien, aromaterapi, capcaisin krim,

tacrolimus, gamma linolenic acid ointment), irradiasi ultraviolet, rubdown with

Japanese dry towels, antagonis reseptor µ-opioid (naltrexone), agonis reseptor

κ-opioid (nalfurafine, butorphanol), thalidomide, pentoxyfilline, gabapentin, dan

akupunktur (Mettang dan Weisshaar, 2010; Suzuki et al., 2015).

2.4 Interleukin-2

Interleukin-2 adalah sitokin berbentuk empat α-helical bundle dengan

ukuran 15,5 kDa, yang terutama diproduksi oleh sel-sel CD4+ Th1 pada

organ-organ limfoid sekunder, sesudah stimulasi antigen (Leonard, 2001).

Namun diproduksi juga oleh sel-sel CD8+, dan sel-sel natural killer

(Malek, 2008), sel-sel Mast (Hershko et al., 2011) dan sel-sel Dendritik (DCs)

(Granucci et al., 2001; Zelante et al., 2012).

Interleukin-2 memiliki IL-2 receptor (R), yang dihasilkan oleh kombinasi

yang berbeda, dari tiga protein yang berbeda, dan sering disebut sebagai "rantai":

α (alpha) (IL-2Rα, CD25, atau Tac antigen), β (beta) (IL-2Rβ, atau CD122), serta γ

(gamma) (juga disebut IL-2Rγ, atau CD132); subunit ini juga merupakan bagian dari

reseptor untuk sitokin lainnya (Liao et al., 2011).

Reseptor IL-2 juga dijumpai pada permukaan keratinosit. Keratinosit adalah sel-

sel yang memiliki beberapa peran penting dalam patogenesis pruritus.

Sel-sel keratinosit menghasilkan beberapa sitokin dan peptida termasuk

Universitas Sumatera Utara

Page 63: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

30

sel Mast kulit dan limfosit T yang langsung atau tidak langsung merangsang reseptor

pruritus pada ujung saraf aferen. Keratinosit memiliki ATP

voltage gated ion channels dan ikatan reseptor (Brennan, 2014).

Dua limfosit utama adalah limfosit Th-1 (menghasilkan: IL-2, IL-6, dan IFNƴ)

dan Th-2 (menghasilkan: IL-3, IL-4, IL-10, dan IL-31). Masing-masing limfosit

menghasilkan sitokin spesifik yang langsung atau tidak langsung berperan dalam

patofisiologi pruritus. Peningkatan kadar CRP dan TNF-α dijumpai pada pasien HD

kronis dengan pruritus sedang atau berat (Chen et al., 2010). TNFα yang diproduksi

oleh sel-sel Mast kulit mendorong pematangan sel dendritik (CD8+), sehingga

menggeser dominasi limfosit Th-2 menjadi limfosit Th-1 yang menghasilkan IL-2

yang pruritogenik (Brennan, 2014; Dudeck et al., 2015). Pada keadaan pruritus

uremik, aktifitas Th-1 limfosit dan kadar IL-2 meningkat secara signifikan

(Fallahzadeh et al., 2011).

Peran IL-2 sebagai pruritogenik juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti.

Hal ini dibuktikan dengan munculnya kemerahan dan pruritus menyeluruh

pada tubuh, sesudah tindakan pemberian rekombinan IL-2 dosis tinggi,

pada pengobatan kanker (Gaspari et al., 1987). Beberapa bukti lain berkenan dengan

peran IL-2 sebagai pruritogenik adalah sebagai berikut: penyuntikan intradermal IL-2

menyebabkan pruritus dan eritema, baik pada orang sehat maupun pasien

dermatitis atopik (Wahlgren et al., 1995), induksi pruritus sesudah penyuntikan

intradermal IL-2 (Darsow et al., 1997), Nakamura et al. (2003) menemukan

peningkatan jumlah sel-sel imunoreaktif IL-2 pada lesi psoriasis yang pruritus

dibanding yang nonpruritus. Tindakan pemberian dosis tinggi IL-2 pada pasien

dengan keganasan tertentu termasuk metastasis sel karsinoma ginjal dan melanoma

Universitas Sumatera Utara

Page 64: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

31

ganas sering menyebabkan pruritus yang intens (Ikoma et al., 2006). Penyuntikan

IL-2 intradermal pada hewan coba (anjing) menginduksi pruritus dan perubahan

histopatologis yang mirip dengan yang terlihat pada biopsi kulit pasien dermatitis

atopik (Carr et al., 2009), demikian pula pada alergi dan penyakit atopik

(Buddenkotte dan Steinhoff, 2010).

2.5 Interleukin-31

Interleukin-31 termasuk keluarga sitokin IL-6, yang juga mencakup IL-6, IL-11,

IL-27, Oncostatin M (OSM), Leukemia Inhibitory Factor,

Ciliary Neurotrophic Factor, Neuropoietin, Cardiotrophin-1

dan Cardiotrophin-like cytokine (Sonkoly et al., 2006; Dillon et al., 2004,

Baumann etal., 2012) dan sinyal melalui reseptor yang kompleks terdiri dari IL-31

Receptor α (Rα) dan reseptor β oncostatin M (Cornelissen et al., 2012). IL-31Rα

adalah reseptor fungsional pada sub-populasi neuron pruritus yang diekspresikan

bersama TRPV-1 dan TRPA-1 dan ditemukan dalam dorsal root ganglia neuron

manusia serta merupakan hubungan penting antara Th-2 limfosit dan sensor neuron

untuk pruritus (Cevikbas et al., 2014). IL-31 juga mengaktifkan reseptor

heterodimeric IL-31Rα dan reseptor oncostatin M pada keratinosit dan ujung saraf

bebas (Heise et al., 2009).

Interleukin-31 terutama dihasilkan oleh sel-sel CD4+ Th2 dan

sel-sel skin-homing CD45R0 CLA+ T (Bilsborough et al., 2006). Sumber seluler

utama yang lain adalah sel-sel Mast yang memainkan peran penting dalam

pengembangan pruritogenesis pada Philadelphia chromosome-negative

myeloproliferative disorders. Sel-sel Mast meningkatkan kadar pruritogenik

Universitas Sumatera Utara

Page 65: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

32

secara signifikan, termasuk histamin dan IL-31, dibandingkan dengan

sel-sel Mast normal. IL-31 juga dihasilkan oleh sel-sel keratinosit dan

limfosit Th-2 (Dillon et al., 2004).

Kadar IL-31 serum secara signifikan lebih tinggi pada pasien HD dengan gejala

pruritus, dan terdapat hubungan positif paparan-respons antara kadar IL-31 serum

dengan intensitas pruritus (Ko et al., 2014).

Peran IL-31 sebagai pruritogenik juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti.

IL-31 memainkan peran penting dalam patogenesis dermatitis atopik. Pruritus yang

parah adalah gejala dermatitis atopik yang utama, dan IL-31 memberikan kontribusi

untuk pruritus tersebut melalui aktivasi IL-31Rα pada sel-sel saraf sensoris

(Kasraie et al., 2010). Ekspresi IL-31 tidak hanya meningkat pada pasien dengan

dermatitis atopik, tetapi juga pada orang-orang dengan dermatitis kontak alergi

(Neis et al., 2006). Pada pasien dengan sel T limfoma kulit, menunjukkan kadar

IL-31 serum yang meningkat dibandingkan dengan kontrol (orang sehat). IL-31

memainkan peran dalam menyebabkan pruritus pada pasien urtikaria spontan kronis

(Ohmatsu et al., 2012). dan pada kondisi ini, kadar IL-31 serum meningkat secara

signifikan dibandingkan dengan non-atopik, meskipun secara signifikan lebih rendah

dibandingkan dengan pasien dermatitis atopik (Raap et al., 2010).

Interleukin-31 sebagai pruritogenik tidak hanya mempunyai peran pada kulit,

tetapi juga berperan penting pada rinitis alergi dan asma. IL-31, terdeteksi terutama

pada jaringan submukosa, dan peningkatan reseptor IL-31Rα terutama di kelenjar

submukosa pasien dengan alergi rinitis (Shah et al., 2013). Kadar IL-31 serum pada

pasien asma meningkat secara signifikan dibandingkan dengan subjek

kontrol normal (Lei et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 66: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

33

2.6 Akupunktur

2.6.1 Cara kerja akupunktur secara umum

Akupunktur didefinisikan sebagai stimulasi titik anatomi tertentu pada tubuh

dengan menggunakan berbagai teknik untuk tujuan terapeutik. Teknik akupunktur

yang paling sering dipelajari secara ilmiah melibatkan penetrasi atau penusukan kulit

dengan jarum logam tipis, padat, yang dimanipulasi oleh tangan atau dengan

stimulasi listrik (Suzuki et al., 2015). Stimulasi titik akupunktur juga dilakukan

dengan laser, ultrasound, magnetik (Jun et al., 2015), farmakopunktur

(Park et al., 2015), dan tanam benang (Cho et al., 2018).

Ilmu akupunktur medik di negara barat disebut Western Medical Acupuncture

(WMA) yaitu adaptasi teknik akupunktur ke dalam ilmu kedokteran konvensional

berbasis anatomi, fisiologi dan patologi dengan paradigma Evidence Based Medicine

(EBM) (White, 2009) dengan tujuan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif

(Xu et al., 2018) dan paliatif (Romeo et al,. 2015).

Akupunktur bekerja secara lokal, segmental dan sentral, serta melalui sistem

saraf (neuron), sistem endokrin dan sistem imun (Carlsson, 2002). Cara kerja lokal

berhubungan dengan inflamasi pada area tempat jarum akupunktur ditusukkan.

Berbagai komponen neuroaktif diaktivasi dan berperan memodulasi Neural

Acupuncture Unit (NAU), yaitu sekumpulan saraf dan komponen neuroaktif yang

teraktifasi, tersebar di kulit, otot, dan jaringan ikat di sekitar area tempat jarum

akupunktur ditusukkan. Komponen NAU terdiri dari ujung saraf bebas,

reseptor-reseptor di kulit, reseptor sensoris dan serabut eferen di otot serta serabut

saraf otonom. Komponen neuroaktif adalah jaringan selain saraf, yang melepaskan

Universitas Sumatera Utara

Page 67: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

34

berbagai jenis mediator, terutama pada sel-sel Mast, pembuluh darah yang kaya saraf

simpatik dan pembuluh limfatik yang kecil. Sel lain seperti makrofag, fibroblas,

limfosit, trombosit, dan keratonosit termasuk mediator neuroaktif, yang terdiri dari

neurotransmiter, modulator, faktor inflamasi, dan faktor imun (Zhang et al., 2012;

Cheng, 2014).

Berdasarkan kerjanya, mediator ada yang menghambat atau menstimulasi. Yang

menghambat misalnya asetilkolin, noradrenalin, GABA, β endorfin, Substansi P,

somatostatin, nitrit oksida, ATP/cGMP dan adenosin. Kebanyakan sitokin,

prostaglandin, bradikinin, dan faktor pro-inflamasi lainnya, merupakan mediator

yang menstimuli, sedangkan serotonin dan xerosis merupakan mediator yang dapat

menghambat atau menstimulasi (Cabýoglu et al., 2006).

Cara kerja lokal ditandai dengan adanya kemerahan atau hiperemis pada

lokasi tempat jarum ditusukkan, hal ini terjadi karena vasodilatasi.

Cara kerja segmental berhubungan dengan segmen spinal yang berbeda

(White, 2009). Sinyal dari NAU ditransmisikan melalui jalur spinal dan supraspinal,

terutama melalui traktus spinotalamikus, traktus spinoretikuler dan traktus lemniscus

medialis kolumna dorsalis. Akupunktur merangsang refleks akson dan komunikasi

antar cabang yang dekat dari saraf tulang belakang yang berbeda segmen, melalui

mediator neuroaktif yang dilepaskan karena stimulasi akupunktur dan akhirnya

memengaruhi organ yang setingkat segmen tersebut. Cara sentral berhubungan

dengan neural-pathway yang diteruskan sampai ke batang otak, subkortikal, dan

bekerja secara sistemik. Cara sentral berhubungan dengan sistem imun dan endokrin

(Zhang et al., 2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 68: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

35

a. Cara kerja akupunktur melalui sistem imun

Penusukan jarum Akupunktur pada titik Akupunktur akan mengeluarkan

berbagai macam mediator neurotransmiter, termasuk β endorfin (Han, 2004).

β endorfin yang dikeluarkan saat akupunktur memengaruhi keseimbangan Th-1 dan

Th-2 (Zijlstra et al., 2003; Gui et al., 2012). Pengaruh akupunktur sebagai anti

inflamasi berlangsung melalui proses keseimbangan Th-1 dan Th-2

(Kılıç Akça dan Taşcı, 2016). Zijlstra et al. (2003) mengemukakan bahwa efek

anti-inflamasi akupunktur, terjadi melalui pelepasanCalcitonin Gene-Related Peptide

(CGRP) yang tergantung pada dosis dan waktu pelepasannya, sehingga menggeser

pembentukan sitokin anti-inflamasi. Sedangkan menurut Kavoussi dan Ross (2007)

efek anti-inflamasi akupunktur terjadi melalui penghambatan sintesis sitokin

pro-inflamasi oleh asetilkolin yang menempel pada reseptor α7nikotinikasetilkolin

sel makrofag; asetilkolin adalah neurotransmiter saraf parasimpatik. Anti-inflamasi

akupunktur sebanding dengan dexametason dalam menurunkan kadar sitokin

pro-inflamasi, tanpa memengaruhi kadar sitokin anti-inflamasi, namun hasil

penelitian lain menyatakan bahwa akupunktur dapat meningkatkan kadar sitokin

anti-inflamasi tanpa menurunkan sitokin pro-inflamasi (Santos et al., 2011;

da Silva et al., 2014).

b. Cara kerja akupunktur melalui sistem opioid

Akupunktur memengaruhi keseimbangan reseptor μ-opioid dan κ-opioid pada

sistem saraf pusat. Sejumlah penelitian akupunktur analgesi dan anestesi

menunjukkan peningkatan aktifitas opioid dengan meningkatkan pelepasan, kadar,

modulasi ekspresi dan fungsi opioid (Chao et al., 2013; Qi et al., 2014).

Universitas Sumatera Utara

Page 69: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

36

Efek akupunktur terhadap β endorfin berlaku dua arah, yaitu meningkat

pada sistem sentral dan menurun pada sistem perifer atau sebaliknya (Han, 2004).

Pelepasan opioid endogen akibat akupunktur, dapat digolongkan sebagai efek sentral

yang memengaruhi hipotalamus, dan efek perifer pada sistem sirkulasi. β endorfin

juga memiliki afinitas yang sama dengan denorfin pada reseptor κ-opioid

(Li et al., 2001). Meskipun penelitian lain menunjukkan bahwa pada terapi uremik

pruritus, antara antagonis reseptor μ-opioid dengan plasebo, memberikan hasil

yang berbeda tidak bermakna secara statistik (Pauli-Magnus et al., 2000).

c. Cara kerja akupunktur memengaruhi neuropatik

Akupunktur telah lama digunakan untuk terapi nyeri neuropatik. Hasil penelitian

klinis menunjukkan bahwa akupunktur memberikan efek analgesi bermakna, pada

neuropati perifer yang menyebabkan nyeri kronik (Zhang et al., 2010). Akupunktur

juga memengaruhi mediator dari asam amino yang menginhibisi GABA dan yang

mengeksitasi glutamat (Li et al., 2013)

Di samping itu, akupunktur juga berperan pada model neuropatik melalui

inhibisi ekspresi COX2 (cyclooxygenase-2) (Kim et al., 2000), menormalkan

ekspresi protein di hipotalamus yang berhubungan dengan proses inflamasi,

metabolisme dan transduksi sinyal (Kim et al., 2003).

Pada tingkat molekuler, akupunktur menormalkan ekspresi 68 gen

yang meningkat lebih dari dua kali, pada model neuropatik, antara lain terhadap gen

yang berpengaruh kepada translasi sinyal, dan gen ekspresi yang berpengaruh

pada jalur nosiseptif (Kim et al., 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 70: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

37

Sampai saat ini, hanya satu penelitian klinis Randomize Control Trial

yang menunjukkan bahwa akupunktur bermanfaat bagi neuropatik akibat kemoterapi.

Meskipun penelitian klinis lain memiliki keterbatasan metodologi, tetapi hasilnya

menunjukkan kemanfaatan akupunktur (Franconi et al., 2013).

2.6.2 Efek samping dan komplikasi akupunktur

Pada buletin yang diterbitkan oleh World Health Organization (WHO),

efek samping akupunktur berkisar antara 6,71%-15%, dengan keluhan yang

paling sering adalah nyeri lokal karena penjaruman (1,1%-2,9%), dan perdarahan

ringan atau hematom (2,1%-6,1%). Insiden kejadian yang serius seperti kematian,

trauma organ atau harus di rawat di rumah sakit sekitar 0,024%

(Zhang-Jin et al., 2010). Efek samping akupunktur dapat berupa: trauma, infeksi dan

kejadian lainnya. Beberapa penelitian lain, melaporkan bahwa keluhan yang paling

sering adalah nyeri penjaruman (1%-4,5%), perdarahan (0,03%-3,8%), sementara

sinkope dan rasa mau pingsan sangat jarang (Ernst dan White, 2001). Sedangkan

Wu et al. (2015) melaporkan bahwa komplikasi utama akupunktur adalah trauma

organ dalam, jaringan atau cedera saraf. Efek samping lain dapat juga terjadi,

termasuk sinkop, infeksi, perdarahan, alergi, luka bakar, afonia, histeria, batuk, haus,

demam, penurunan kesadaran dan jarum yang patah.

2.6.3 Penelitian klinis akupunktur

Kim et al. (2010) melakukan tinjauan sistematik (systematic review) terhadap

penelitian tentang tindakan akupunktur pada uremik pruritus, yang terdiri dari

penelitian uji klinis acak terkontrol (Randomized Control Trial), yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 71: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

38

oleh Che-yi et al. (2005), Gao et al. (2002), dan penelitian observasional

tidak terkontrol (Uncontrolled Observational Studies) oleh Shapiro dan Stockard

(2003). Kim et al. (2011) serta uji klinis terkontrol (Controlled Clinical Trial)

oleh Duo (1987). Hasil dari semua penelitian ini melaporkan efek menguntungkan

dari akupunktur, meskipun kebanyakan penelitian menunjukkan risiko bias

yang tinggi, sehingga laporan ini kurang meyakinkan. Dinyatakan bahwa

tidak cukup bukti kemanfaatan akupunktur, sebagai terapi yang efektif untuk uremik

pruritus karena kurang baiknya metodologi penelitian, sehingga kualitas penelitian

tidak optimal. Pada tinjauan sistematik ini, Kim et al. (2010) menyinggung tentang

hipotesis efek akupunktur akibat pengaruh sistem opioid endogen.

Che-yi et al. (2005) melakukan penelitian terhadap 40 orang pasien pruritus

uremik yang dibagi secara acak menjadi 2 kelompok, 1 kelompok mendapat

perlakuan akupunktur pada titik LI11 Quchi selama 1 jam, 3 kali seminggu

selama 1 bulan, sedangkan pembanding mendapatkan akupunktur plasebo pada titik

yang berjarak 2 cm dari titik LI11 Quchi (Gambar 2.2). Hasil penelitian ini

menujukkan rerata skala pruritus mengalami perubahan dari 38,2±4,8 menjadi

17,3±5,5 sesudah akupunktur (p<0,001), dan 3 bulan kemudian, skala rerata menjadi

16,55±4,9 (p<0,001); sedangkan pada kelompok plasebo, rerata skala pruritus

dari 38,5±3,2 menjadi 37,5±3,2 sesudah akupunktur dan 3 bulan kemudian menjadi

36,5±4,6.

Che-yi et al. (2005) menduga cara kerja akupunktur berhubungan dengan sistem

opioid endogen dan Gate Theory, dimana efektifitas akupunktur

tidak berhubungan dengan perubahan magnesium, iPTH

(intact Parathyroid Hormone), fosfat dan kalsium. Efek samping akupunktur yang

Universitas Sumatera Utara

Page 72: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

39

Gambar 2. 2 Lokasi titik Akupunktur LI11 Quchi (Che-yi et al. 2005)

dilaporkan berupa rasa pegal pada siku (2 orang pada kelompok akupunktur) dan

1 orang pada kelompok plasebo. Keluhan menghilang sesudah satu hari.

Perdarahan minimal ditemukan pada 3 orang di kelompok plasebo sedangkan

di kelompok akupunktur tidak ditemukan.

Gao et al. (2002) melakukan penelitian pada 68 orang dengan uremik pruritus

yang dibagi secara acak menjadi 2 kelompok, 34 orang kelompok akupunktur dengan

titik akupunktur LI11 Quchi dan ST36 Zusanli selama 30 menit,

seminggu 2 kali selama 4 minggu (1 bulan), 34 orang lainnya adalah kelompok yang

mendapat chlortrimeton 4 mg, 3 kali sehari selama 1 bulan dan salep dermatitis

selama 2 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok akupunktur,

Universitas Sumatera Utara

Page 73: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

40

70,6% (24 dari 34 orang) tanpa pruritus selama 1 bulan; 26,5% (9 dari 34 orang)

membaik, kemudian berkurang secara nyata selama 1 bulan. Hanya 1 orang (2,9%)

yang tidak efektif, sehingga angka efektifitas mencapai 97% (24 dari 34 orang).

16 orang tetap merasakan efek sampai 3 bulan dan 18 orang sampai 1 bulan.

Pada kelompok yang mendapat chlortrimeton 4 mg, 2 orang (5,9%) hilang

pruritusnya dalam 2 minggu, 22 orang (64,7%) membaik dan 10 orang (29,4%) tidak

berefek, sehingga angka efektifitasnya 70%. Saat obat dihentikan, seluruhnya

(100%) kembali merasakan pruritus pada kedua kelompok dengan p<0,01.

Gao et al. (2002) menduga bahwa cara kerja akupunktur adalah melalui sistem opioid

endogen dan sistem imun, dengan meningkatnya jumlah lekosit dan kekuatan pagosit

sistem retikuloendotelial.

Phan et al. (2018) melakukan penelitian pada 37 orang dengan uremik pruritus

dibagi secara acak menjadi 2 kelompok, 18 orang di kelompok akupunktur dengan

titik akupunktur tunggal LI11 Quchi selama 1 jam, seminggu 2 kali selama

6 minggu; dan 19 orang lainnya di kelompok plasebo, menunjukkan perbedaan skala

pruritus yang bermakna (p=0.003) sesudah menjalani akupunktur, yaitu 7,89±0,832

(kelompok akupunktur) vs 10,63±3,166 (kelompok plasebo). Sesudah 4 minggu

selesai menjalani akupunktur, masih didapati perbedaan skala pruritus yang

bermakna (p=0,001) di antara kelompok akupunktur dengan akupunktur plasebo

(8,06±1,830 vs 10,95±3,341). Namun sesudah 8 minggu, perbedaan menjadi

tak bermakna. Akupunktur efektif mengurangi keluhan uremik pruritus, tetapi pada

beberapa subjek penelitian ditemukan efek samping perdarahan ringan (6,02%) yang

terkontrol dengan penekanan kapas beralkohol, dan hematom (1,85%).

Universitas Sumatera Utara

Page 74: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

41

Foto-foto menunjukkan hubungan topografi struktur anatomi sekitar jarum Akupunktur disisipkan pada LI11 (panah dalam lingkaran putus-putus). LI11 terletak di ujung radial dari lipatan antecubital, setengah jarak antara tendon bisep dan epicondylus lateralis. (A) Jarum melubangi vena cephalic (ditandai dengan panah). (B) Jarum dimasukkan ke dalam otot extensor carpi radialis longus (ECRL). (C) Jarum sepenuhnya dimasukkan minimal kontak dengan saraf radialis (RN), otot brachioradialis (BR) dan saraf medialis (NM).

Gambar 2. 3 Anatomi titik Akupunktur LI11 Quchi (Kim et al., 2015)

2.6.4 Titik Akupunktur LI11 Quchi

Titik LI11 Quchi terletak pada sisi lateral siku, yaitu pada pertengahan yang

menghubungkan titik Lung (LU5) Chize dengan epicondilus lateraralis humerus.

Jika sendi siku dalam keadaan fleksi maksimal, LI11 Quchi terletak pada ujung

lekukan garis lateral lipat siku (Gambar 2.2). Pada lokasi titik ini terdapat cabang

persarafan n. radialis, n. cutaneus antebrachialis dorsalis dan

n. cutaneus antebrachialis lateralis dengan vaskularisasi dari cabang arteri

radialis rekuren (Gambar 2.3) (Kim et al., 2015).

Universitas Sumatera Utara

Page 75: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

42

Gambar 2. 4 Anatomi titik Akupunktur LI11 Quchi (Kim et al., 2015)

2.6.4 Cara kerja akupunktur LI11 Quchi

Berbagai penelitian pada dekade terakhir secara signifikan telah memberikan

pemahaman tentang mekanisme molekuler interaksi antara sistem saraf dengan

sistem imun. Komunikasi dua arah neuroimun menandai sistem saraf sebagai bagian

penting dari sistem imun dalam mekanisme terjadinya inflamasi termasuk peran saraf

Vagus sebagai regulator fisiologis fungsi imun dan inflamasi

(Pavlov dan Tracey, 2015).

Penyisipan atau penusukan jarum akupunktur pada LI11 Quchi merangsang saraf

radialis, saraf medialis dan otot brachioradialis ekstensor carpi radialis longus.

Perangsangan ini membangkitkan sinyal pada saraf somatik sensori aferen yang

diteruskan ke medula spinalis pada segmen cervical (C) 5, C6 dan C7

(Wu et al., 2015). Pada medula spinalis, sinyal tersebut menginduksi aktivitas saraf

pada Nucleus Tractus Solitarii selanjutnya mengirimkan sinyal ke dorsal motor

nucleus serabut saraf eferen Vagus (Park dan Namgung, 2018).

Sinyal dari serabut saraf eferen Vagus disebarkan ke celiac ganglia pada

celiac plexus dimana saraf splenik berasal. Norepinefrin (NE) dilepaskan

dari saraf splenik yang berinteraksi dengan reseptor β2-adrenergik (β2-AR)

dan menyebabkan pelepasan asetilkolin (ACh) dari sel T yang mengandung

choline acetyltransferase fungsional (sel T-ChAT). ACh berinteraksi dengan

α7nicotinicacetylcholine receptor (α7nAChRs) pada makrofag

(Pavlov dan Tracey, 2017), keratinosit (Zia et al., 2000), limfosit, sel Mast,

sel dendritik dan basofil (Kawashima et al., 2007). Defisiensi atau gangguan sinyal

Universitas Sumatera Utara

Page 76: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

43

pada α7-nAChR menyebabkan produksi sitokin yang berlebih,

dan meningkatkan kerusakan jaringan (Parrish et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 77: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

44

2.7 Kerangka Teori

Gambar 2. 5 Kerangka teori

Universitas Sumatera Utara

Page 78: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

45

Kadar Interleukin-2 serum Kadar Interleukin-31 serum

Skala Pruritus

2.8 Kerangka Konsep

Gambar 2. 6 Kerangka Konsep

2.9 Hipotesis

2.9.1 Hipotesis mayor

Terdapat perubahan kadar IL-2 dan kadar IL-31 serum sesudah tindakan

akupunktur yang berkorelasi dengan skala pruritus pada subjek Pt-PGK yang

menjalani HD.

2.9.2 Hipotesis minor

a. Terdapat penurunan rerata kadar IL-2, sesudah 6 minggu

tindakan akupunktur LI11 Quchi dibanding akupunktur plasebo.

b. Terdapat peningkatan kadar IL-2, sesudah 4 minggu evaluasi

(tanpa tindakan akupunktur dan akupunktur plasebo).

c. Terdapat penurunan kadar IL-31, sesudah 6 minggu tindakan akupunktur

LI11 Quchi dibanding akupunktur plasebo.

d. Terdapat peningkatan kadar IL-31, sesudah 4 minggu evaluasi.

Akupunktur titik LI11 Quchi

Variabel bebas Variabel terikat

Universitas Sumatera Utara

Page 79: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

46

e. Terdapat penurunan skala pruritus, sesudah 6 minggu tindakan akupunktur

LI11 Quchi dibanding akupunktur plasebo.

f. Terdapat peningkatan skala pruritus, sebelum dan sesudah 4 minggu evaluasi.

g. Terdapat hubungan antara penurunan kadar IL-2 serum dengan penurunan

skala pruritus sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi.

h. Terdapat hubungan antara peningkatan kadar IL-2 serum dengan peningkatan

skala pruritus sesudah 4 minggu evaluasi.

i. Terdapat hubungan antara penurunan kadar IL-31 serum dengan penurunan

skala pruritus sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi.

j. Terdapat hubungan antara peningkatan kadar IL-31 serum dengan

peningkatan skala pruritus sesudah 4 minggu evaluasi

Universitas Sumatera Utara

Page 80: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

47

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi eksperimental murni dengan disain

pretest-posttest dilanjutkan dengan test perbedaan antar kedua kelompok, tersamar

tunggal dengan randomisasi untuk mengetahui perubahan kadar IL-2 serum dan

kadar IL-31 serum serta korelasinya dengan perubahan skala pruritus antara

kelompok akupunktur dengan kelompok plasebo (kontrol) pada subjek Pt-PGK yang

menjalani HD.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di unit Hemodialisa lnstalasi Ginjal dan Hipertensi dan

Instalasi Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Rumah sakit ini dipilih karena berperan sebagai rumah sakit pendidikan yang telah

meraih akreditasi bertaraf internasional dari Joint Commission International (JCI)

dan dengan jumlah pasien HD yang memenuhi keperluan besar sampel penelitian.

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga Desember tahun 2018.

Universitas Sumatera Utara

Page 81: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

48

48

3.3 Populasi dan Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi target penelitian adalah seluruh pasien yang menjalani HD, sedangkan

populasi terjangkau adalah pasien Pt-PGK yang menjalani HD di ruang

unit Hemodialisa lnstalasi Ginjal dan Hipertensi Rumah Sakit Umum Pusat

H. Adam Malik Medan.

3.3.2 Subjek

Subjek penelitian adalah pasien Pt-PGK yang menjalani HD di ruang

unit Hemodialisa lnstalasi lnstalasi Ginjal dan Hipertensi Rumah Sakit Umum Pusat

H. Adam Malik Medan, yang memenuhi kriteria penerimaan dan tidak mempunyai

kriteria penolakan yang diambil secara konsekutif. Seluruh subjek penelitian diberi

penjelasan tentang berbagai hal yang berkenaan dengan penelitian ini, secara lisan

dan tertulis. Sesudah benar-benar memahami penjelasan tersebut, subjek penelitian

menyatakan bersedia turut serta dalam penelitian ini, dengan menandatangani

formulir persetujuan sesudah penjelasan (informed consent).

3.4 Kriteria Subjek Penelitian

3.4.1 Kriteria penerimaan:

a. Pria dan wanita dengan usia lebih dari 18 tahun.

b. Menjalani HD rutin 2 kali seminggu selama lebih dari 6 bulan dan

dalam keadaan hemodinamik stabil.

c. Hemodialisis dengan filter polysulfane dan larutan bikarbonat.

Universitas Sumatera Utara

Page 82: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

49

d. Mengalami pruritus setidaknya 6 minggu sebelum dilakukan

tindakan akupunktur dan akupunktur plasebo.

e. Hanya menggunakan obat-obatan yang berhubungan dengan penyakit utama

(PGK) dan tidak memengaruhi pruritus.

f. Menghentikan penggunaan obat-obatan yang memengaruhi pruritus

setidaknya selama periode washout obat.

g. Belum pernah mendapatkan tindakan akupunktur atau setidaknya

8 minggu terakhir tidak mendapatkan tindakan akupunktur.

3.4.2 Kriteria penolakan

a. Menolak atau tidak mengikuti protokol penelitian secara lengkap

oleh karena berbagai alasan.

b. Reaksi alergi terhadap jarum akupunktur.

c. Infeksi pada kulit tempat penusukan jarum akupunktur.

d. Mendapat perawatan di ruang perawatan intensif karena berbagai alasan.

e. Menggunakan obat-obatan yang dapat memengaruhi pruritus

yang diberikan oleh dokter yang merawat selama masa penelitian.

f. Menderita psoriasis dan atau dermatitis atopik selama masa penelitian.

g. Keadaan mental dan atau fisik yang memengaruhi kemampuan menjawab

pertanyaan kuesioner.

Universitas Sumatera Utara

Page 83: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

50

3.5 Jumlah Subjek

Estimasi jumlah subjek untuk mengetahui komparatif rerata kadar IL-2 serum

(skala numerik), rerata kadar IL-31 serum (skala numerik), rerata skala pruritus

(skala numerik) masing-masing antara kelompok akupunktur dengan

kelompok plasebo dihitung dengan menggunakan perangkat lunak

G*Power 3.1.9.2 (Faul et al., 2007):

Dari hasil perhitungan besar sampel dengan menggunakan perangkat lunak G*Power

3.1.9.2 (Faul et al., 2007), diperoleh jumlah subjek kelompok akupunktur dan

kelompok plasebo masing-masing 28 orang.

Universitas Sumatera Utara

Page 84: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

51

Estimasi jumlah subjek untuk mengetahui komparatif rerata kadar IL-2 serum

(skala numerik), rerata kadar IL-31 serum (skala numerik), rerata skala pruritus

(skala numerik) masing-masing sebelum dan sesudah akupunktur LI11 Quchi dan

plasebo dihitung dengan menggunakan perangkat lunak G*Power 3.1.9.2

(Faul et al., 2007):

Dari hasil perhitungan besar sampel dengan menggunakan perangkat lunak

G*Power 3.1.9.2 (Faul et al., 2007), diperoleh jumlah subjek kelompok akupunktur

dan kelompok plasebo masing-masing 15 orang.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

52

Estimasi jumlah subjek untuk mengetahui korelasi kadar IL-2 serum

(skala numerik) dengan skala pruritus (skala numerik) dan kadar IL-31 serum (skala

numerik) dengan skala pruritus (skala numerik) sesudah tindakan akupunktur

digunakan rumus (Dahlan, 2010):

n = besar sampel

α = kesalahan tipe 1, ditetapkan sebesar 5%, hipotesis dua arah, sehingga

Zα=1,96

β = kesalahan tipe 2, ditetapkan sebesar 10%, sehingga Zβ = 1, 28

r = koefisien korelasi minimal antara kadar IL-2 serum dan kadar IL-31

serum dengan skala pruritus yang dianggap bermakna, ditetapkan

sebesar 0,5. Nilai r = 0,5 ditetapkan oleh peneliti.

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus besar sampel di atas, diperoleh

jumlah subjek masing-masing kelompok 19 orang.

Berdasarkan perhitungan estimasi jumlah subjek secara komparatif antara

kelompok dan komparatif dalam kelompok akupunktur dan dalam kelompok plasebo

serta korelasi antara kadar IL-2 serum dan kadar IL-31 serum dengan skala pruritus

maka jumlah subjek kelompok akupunktur dan kelompok plasebo 28 orang. Dengan

mempertimbangkan dropout subjek 10%, maka jumlah subjek masing-masing

kelompok pada penelitian ini 31 orang.

Universitas Sumatera Utara

Page 86: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

53

Pasien hemodialisis dengan pruritus

Informed concent

Penilaian kriteria inklusi

Akup-plasebo n=30

Seminggu 2 kali Selama 6 minggu

(12 kali)

Analisa Data

Akup-LI11 n=30

Seminggu 2 kali Selama 6 minggu

(12 kali)

Penyajian dan Pelaporan

Jenis kelamin Usia Penyakit utama Lama HD URR IL-2 (IL-2P0) IL-31 (IL-31P0) Skor pruritus (SPP0) IMT (IP) Hb (HP0) Kreatinin (KP0) CRP (CP0)

Randomisasi

IL-2 (IL-2P1) IL-31 (IL-31P1) Skor pruritus (SPP1) Efek samping (ESP) 4 minggu

evaluasi

4 minggu evaluasi

IL-2 (IL-2S2) IL-31(IL-31S2) Skor pruritus (SPP2)

Jenis kelamin Usia Penyakit utama Lama HD URR IL-2 (IL-2A0) IL-31 (IL-31A0) Skor pruritus (SPA0) IMT (IA) Hb (HA) Kreatinin (KA) CRP (CA)

IL-2 (IL-2A1) IL-31 (IL-31A1) Skor pruritus (SPA1) Efek samping (ESA)

IL-2 (IL-2A2) IL-31(IL-31A2) Skor pruritus (SPA2)

Gambar 3. 1 Alur Penelitian

3.6 Alur Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 87: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

54

3.7 Variabel dan Definisi Operasional

3.7.1 Variabel bebas: a. Kelompok perlakuan adalah akupunktur yang dilakukan dengan penusukan jarum

tipis melalui kulit secara tegak lurus dengan permukaan kulit

di titik LI11 Quchi sedalam 1-1,5 cm yang berdekatan dengan penusukan jarum

pada prosedur HD, tanpa rangsang selama 1 jam, 2 kali seminggu selama

6 minggu pada pada pasien Pt-PGK yang menjalani HD.

b. Kelompok plasebo (kelompok kontrol) adalah akupunktur plasebo yang dilakukan

dengan penempelan jarum tipis menggunakan plester pada permukaan kulit di

titik LI11 Quchi yang berdekatan dengan penusukan jarum pada prosedur HD,

tanpa rangsang selama 1 jam, 2 kali seminggu selama 6 minggu pada pasien

Pt-PGK yang menjalani HD.

3.7.2 Variabel terikat:

a. Kadar IL-2 serum adalah kadar IL-2 yang berada dalam darah serum Subjek HD

mengalami pruritus.

Cara ukur : Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). (Lampiran 6)

Hasil ukur : dalam satuan pg/ml.

Skala ukur : rasio.

b. Kadar IL-31 serum adalah kadar IL-31 yang berada dalam darah serum Subjek HD

mengalami pruritus.

Cara ukur : Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). (Lampiran 7)

Hasil ukur : dalam satuan pg/ml.

Skala ukur : rasio.

Universitas Sumatera Utara

Page 88: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

55

c. Skala pruritus adalah penilaian kuantitatif multidimensi terhadap pruritus

yang dialami oleh pasien Pt-PGK yang menjalani HD terdiri dari dimensi: durasi,

intensitas, perkembangan, gangguan beraktivitas, dan lokasi rasa gatal yang

diperoleh melalui jawaban kuesioner.

Cara ukur : wawancara dengan menjawab kuesioner Skala Gatal

5 Dimensi (Wilandani, 2017) kemudian menjumlahkan nilai

dari kelima dimensi. (Lampiran 8)

Hasil ukur : skala antara 5 hingga 25.

Skala ukur : rasio.

d. Efek samping akupunktur adalah rasa nyeri yang timbul akibat tindakan

akupunktur.

Cara ukur : Visual Analogue Scale (VAS) (Lampiran 9)

Hasil ukur : skala antara 0 hingga 10.

Skala ukur : interval.

3.8 Cara Kerja Penelitian

3.8.1 Subjek yang berpotensi masuk ke dalam penelitian adalah semua pasien

Pt-PGK yang menjalani HD.

3.8.2 Pada subjek tersebut diberikan penjelasan secara lisan dan tertulis oleh tim

penelitian yang sebelumnya telah dilatih untuk memberikan penjelasan

tentang berbagai hal yang terkait dengan penelitian yang akan dilaksanakan,

diikuti dengan pemberian formulir persetujuan turut serta sebagai subjek

penelitian, untuk ditandatangani (PSP/informed consent).

Universitas Sumatera Utara

Page 89: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

56

3.8.3 Semua pasien Pt-PGK yang menjalani HD yang telah menandatangani

informed consent diambil secara konsekutif, dan dinilai apakah memenuhi

kriteria penerimaan,

3.8.4 Darah vena dari subjek penelitian diambil sebanyak 5 ml dengan

menggunakan vacuette, dan dikirim ke laboratorium klinik

untuk pemeriksaan kadar IL-2 serum, kadar IL-31 serum, kreatinin,

hemoglobin dan CRP. Penilaian skala pruritus dengan menggunakan

kuesioner Skala Gatal 5 Dimensi (Wulandani et al., 2018) dan pengukuran

indeks masa tubuh dilakukan sesudah prosedur HD selesai yang dilakukan

oleh seorang anggota peneliti yang sudah dilatih.

3.8.5 Subjek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang mendapat tindakan

akupunktur dan kelompok yang mendapat tindakan plasebo. Penentuan

kelompok setiap subjek dilakukan secara random dengan bantuan aplikasi

online Research Randomizer pada https://www.randomizer.org/ .

3.8.6 Sesudah subjek menjalani HD selama 1 jam, bila keadaan hemodinamik

stabil maka pada jam ke-2, pada subjek dilakukan tindakan aseptik

dan pemberian antiseptik pada titik LI11 Quchi.

3.8.7 Pada kelompok akupunktur diberi tindakan penusukan jarum steril

(diameter 0,25 mm dan panjang 25 mm, Bai Yi Mei®) tegak lurus

pada permukaan kulit sedalam 1-1,5 cm pada titik LI11 Quchi,

yang berdekatan dengan penusukan jarum pada prosedur HD

(Gambar 3.2) dan dibiarkan selama 1 jam.

Universitas Sumatera Utara

Page 90: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

57

1

Gambar 3. 3 Kelompok akupunktur plasebo

Pada kelompok akupunktur plasebo diberi tindakan penempelan jarum steril

(diameter 0,25 mm dan panjang 25 mm, Bai Yi Mei®) dengan bantuan

plester pada titik LI11 Quchi (Gambar 3.3) dan dibiarkan selama 1 jam.

Tindakan ini dilakukan oleh dokter yang telah tersertifikasi

oleh kolegium Perhimpunan Dokter Akupunktur Indonesia (PDAI) atau

oleh dokter Spesialis Akupunktur Medik (Sp. Ak) dengan pengalaman lebih

dari 2 tahun sebagai praktisi akupunktur.

Gambar 3. 2 Kelompok akupunktur

Penempelan jarum akupunktur

Jarum prosedur HD

Penusukan jarum akupunktur

Jarum prosedur HD

Universitas Sumatera Utara

Page 91: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

58

3.8.8 Tindakan akupunktur dan plasebo diberikan 2 kali seminggu selama

6 minggu (Phan et al., 2018) dan dilakukan penilaian terhadap

efek samping akupunktur dan plasebo.

3.8.9 Sesudah subjek mendapat 12 kali tindakan akupunktur dan plasebo selama

6 minggu, darah vena subjek penelitian diambil sebanyak 5 ml dengan

menggunakan vacuette, dan dikirim ke laboratorium klinik

untuk pemeriksaan kadar IL-2 serum, kadar IL-31 serum.

Sesudah pengambilan darah selesai dilanjutkan dengan penilaian

skala pruritus menggunakan kuesioner Skala Gatal 5 Dimensi

(Wulandani et al., 2018) yang dilakukan oleh seorang anggota peneliti yang

sama pada penilaian pruritus sebelumnya.

3.8.10 Sesudah 4 minggu evaluasi, darah vena diambil sebanyak 5 ml dengan

menggunakan vacuette dan dikirim ke laboratorium klinik

untuk pemeriksaan kadar IL-2 serum, kadar IL-31 serum.

Sesudah pengambilan darah selesai dilanjutkan penilaian skala pruritus

menggunakan Skala Gatal 5 Dimensi (Wulandani et al., 2018) dilakukan

oleh anggota peneliti yang sama pada penilaian pruritus sebelumnya.

3.9 Analisis Data

Data dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS dengan p<0,05 dianggap

bermakna secara statistik.

Universitas Sumatera Utara

Page 92: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

59

3.9.1 Analisis Univariat (deskriptif)

a. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk:

Data terdistribusi normal: lama menjalani HD, hemoglobin,

kadar kreatinin serum, kadar IL-2 serum, kadar IL-31 serum dan

skala pruritus, disajikan dalam rerata ( ) dan simpangan baku (SD).

Data terdistribusi tidak normal (sesudah transformasi log10): CRP dan

IMT sesudah HD, disajikan dalam median (Me) dan minimal-maksimal

(min-maks).

b. Data jenis kelamin, usia, suku, penyakit utama dan efek samping

akupunktur disajikan dalam jumlah (n) dan persentase (%).

3.9.2 Analisis Bivariat

a. Unpaired t test dilakukan untuk mengetahui perbandingan rerata:

lama menjalani HD, hemoglobin, kadar kreatinin serum, kadar IL-2 serum,

kadar IL-31 serum dan skala pruritus, sebelum

tindakan akupunktur LI11 Quchi dan akupunktur plasebo.

b. Uji Mann Whitney dilakukan untuk mengetahui perbandingan median

CRP dan IMT sesudah HD, sebelum tindakan akupunktur LI11 Quchi dan

akupunktur plasebo.

c. Uji Chi square dilakukan untuk mengetahui perbandingan proporsi: usia,

jenis kelamin, suku dan penyakit utama, sebelum tindakan akupunktur

LI11 Quchi dan akupunktur plasebo.

d. Paired t test dilakukan untuk perbandingan mengetahui rerata:

kadar IL-2 serum, kadar IL-31 dan skala pruritus masing-masing:

x

Universitas Sumatera Utara

Page 93: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

60

sebelum dan sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi

dan plasebo serta sesudah 4 minggu evaluasi (tanpa akupunktur dan

akupunktur plasebo).

e. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui hubungan: kadar IL-2

serum dengan skala pruritus dan kadar IL-31 dengan skala pruritus

sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi dan akupunktur

plasebo serta sesudah 4 minggu evaluasi.

3.10 Etik Penelitian

Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, sesudah

melaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian berdasarkan kaidah

Neuremberg dan Deklarasi Helsinki, memberikan Persetujuan Komisi Etik Tentang

Pelaksanaan Penelitian Kesehatan No: 455/TGL/FK USU-RSUP HAM/2018 tanggal

31 Juli 2018 di Medan.

Universitas Sumatera Utara

Page 94: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

61

BAB IV

HASIL

Telah dilakukan penelitian eksperimental murni dengan desain pretest-posttest

dilanjutkan dengan test perbedaan antar kedua kelompok, tersamar tunggal dengan

randomisasi untuk mengetahui perubahan kadar IL-2 serum dan kadar IL-31 serum

serta korelasinya dengan perubahan skala pruritus antara kelompok akupunktur

dengan kelompok plasebo pada subjek Pt-PGK yang menjalani HD.

Penelitian dimulai sejak Agustus 2018 hingga Desember 2018, setelah mendapat

persetujuan Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara dan RSUP. H. Adam Malik Medan. Subjek penelitian

diperoleh dari pasien yang menjalani hemodialisis pada Unit Hemodialisis, Instalasi

Ginjal dan Hipertensi RSUP. H. Adam Malik Medan. Pemeriksaan sampel darah

dilakukan di Instalasi Patologi Klinik RSUP. H. Adam Malik Medan. Pada rentang

waktu penelitian, bulan Agustus hingga Desember 2018. 62 subjek telah memenuhi

kriteria penerimaan menyatakan bersedia turut serta dalam penelitian ini dan telah

menandatangani informed consent, kemudian dibagi secara acak menjadi 31 subjek

pada kelompok akupunktur dan 31 subjek pada kelompok plasebo. Namun 1 subjek

pada kelompok akupunktur dan 1 subjek dari kelompok plasebo memiliki kriteria

penolakan, yaitu mendapat perawatan di ruang rawat inap sehingga tidak mengikuti

prosedur penelitian secara lengkap. Tiga puluh subjek pada masing-masing

kelompok memenuhi kriteria penerimaan dan tidak memiliki kriteria penolakan.

Selama penelitian, tidak ada perubahan terhadap prosedur hemodialisis dan

penggunaan obat-obatan kecuali obat yang memengaruhi pruritus, dihentikan 7 hari

Universitas Sumatera Utara

Page 95: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

62

(washout periode) sebelum penelitian. Antipruritus yang digunakan oleh subjek pada

penelitian ini adalah cetrizine HCl. Karakteristik subjek yang mengikuti penelitian

ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Universitas Sumatera Utara

Page 96: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

63

Uji normalitas Saphiro-Wilk dilakukan untuk menentukan normalitas sebaran data

penelitian. Data yang terdistribusi tidak normal (p<0,05) dilakukan transformasi

log10.

Tabel 4. 1 Uji normalitas data

Data Kelompok Shapiro-Wilk

Sebelum trans. log10 Sesudah trans. log10

Lama HD Akup Plasebo

0,010 0,148

0,114 0,148

IMT Akup Plasebo

0,037 0,009

0,580 0,008*

Hb Akup Plasebo

0,186 0,773

- -

Kreatinin Akup Plasebo

0,937 0,350

- -

CRP Akup Plasebo

0,000 0,000

<0,001* <0,001*

URR Akup Plasebo

0,900 0,086

- -

IL-2 Pre Akup Plasebo

0,000 0,000

0,440 0,128

IL-2 Post 6 mgg Akup Plasebo

0,006 0,000

0,061 0,260

IL-2 Post 4 mgg Akup Plasebo

0,000 0,002

0,438 0,584

IL-31 Pre Akup Plasebo

0,000 0,000

0,225 0,448

IL-31 Post 6 mgg Akup Plasebo

0,000 0,000

0,150 0,870

IL-31 Post 4 mgg Akup Plasebo

0,000 0,000

0,325 0,102

IL-Pru Pre Akup Plasebo

0,074 0,115

- -

IL-Pru Post 6 mgg Akup Plasebo

0,117 0,067

- -

IL-Pru Post 4 mgg Akup Plasebo

0,149 0,082

- -

*Distribusi tidak normal (p<0,05)

Universitas Sumatera Utara

Page 97: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

64

4.1 Karakteristik Subjek Tabel 4. 2 Karakteristik subjek

Karakteristik Akupunktur Plasebo Total p n (%)

30 (50)

30 (50)

60 (100,00)

Jenis kelamin (%): - Laki-laki - Perempuan

22 (36,70) 8 (13,30)

22 (36,70) 8 (13,30)

44 (73,30) 16 (26,70)

1,000a

Usia (tahun) (%)

- 20-29 - 30-38 - 39-47 - 48-56 - 57-65 - 66-74 - 75-83

Suku (%):

- Karo - Toba - Jawa - Mandailing

1 (1,70) 3 (5,00) 4 (6,70) 9 (150)

12 (20,00) 1 (1,70) 0 (0,00)

11 (18,30) 9 (15,00) 7 (11,70) 3 (5,00)

7 (11,70) 1 (1,70) 4 (6,70) 7 (11,70) 7 (11,70) 3 (5,00) 1 (1,70)

13 (21,70) 8 (13,30) 6 (10,00) 3 (5,00)

8 (13,30) 4 (6,70) 8 (13,30) 16 (26,70) 19 (31,70) 4 (6,70) 1 (1,70)

24 (40,00) 17 (28,30) 13 (21,70) 6 (10,00)

0,170a

0,960a

Penyakit utama (%):

- Hipertensi - Diabetes Nefropati - Peny. Ginjal Obst.

Infeksi

15 (25,00) 10 (16,70) 5 (8,30)

11 (18,30) 11 (18,30) 8 (13,30)

26 (43,30) 21 (35,00) 13 (21,70)

0,508a

IMT sesudah HD Median (min-maks)

23,41 (16,44-37,18) 23,54 (17,69-28,13) 0,442b

CRP Kuantitatif (mg/dl) Median (min-maks)

0,35 (0,35-1,40) 0,35 (0,35-2,80) 0,648b

Lama HD (bulan) (rerata±SD) URR (rerata±SD)

38,73±19,98

0,70±0,07

35,63±16,97

0,69±0,7

0,520c

0,780c Hemoglobin (g/dl) (rerata±SD)

9,30±1,50

9,52±1,38

0,551c

Kreatinin (mg/dl) (rerata±SD)

15,22±3,79

15,84±4,19

0,550c

IL-2 (pg/ml) (rerata±SD)

105,66±94,24

99,40±92,55

0,802c

Il-31 (pg/ml) (rerata±SD)

35,88±39,79

36,27±29,31

0,965c

Skala pruritus (rerata±SD)

16,30±4,15

16,83±3,97

0,613c

aChi Square test, bMann-Whitney test, ct test unpaired.

Universitas Sumatera Utara

Page 98: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

65

Tabel 4.2 menunjukkan analisis karakteristik univariat pada kelompok

akupunktur dan plasebo. Sebagian besar subjek dengan jenis kelamin laki-laki

(73,30%), dengan kelompok usia 57-65 tahun (31,70%): 12 subjek (20,00%) pada

kelompok akupunktur dan 7 subjek (11,70%) pada kelompok plasebo. Karo

merupakan suku terbanyak (40,00%): 11 subjek (18,30%) pada kelompok

akupunktur, dan 13 subjek (21,70%) kelompok plasebo. Hipertensi sebagai penyakit

utama terbanyak (43,30%): 15 subjek (25,00%) pada kelompok akupunktur dan

11 subjek (18,30%) kelompok plasebo. Analisis karakteristik bivariat dengan

uji Chi square antar kelompok didapati jenis kelamin (p=1,000), usia (p=0,170),

suku (p=0,960) dan penyakit utama (p=0,508).

Data karakteristik: IMT sesudah HD, CRP, lama HD, URR, Hemoglobin,

kreatinin serum, IL-2 serum, IL-31 serum dan skala pruritus sebagian besar

terdistribusi tidak normal, maka sebelum analisis karakteristik bivariat antara

kelompok akupunktur dengan kelompok plasebo dilakukan transformasi log10,

namun sesudah dilakukan transformasi log10 didapati data IMT sesudah HD dan

CRP tetap terdistribusi tidak normal (Tabel 4.1). Analisis karakteristik bivariat

dengan uji Mann Whitney didapati IMT sesudah HD (p=0,442) dan CRP (p=0,648),

dengan unpaired t test didapati lama HD (p=0,520), URR (p=0,780),

Hemoglobin (p=0,551), kreatinin serum (p=0,550), IL-2 serum (p=0,802),

IL-31 serum (p=0,965) dan skala pruritus (p=0,613). Seluruh hasil analisis

karakteristik bivariat menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p>0,05) antara

kelompok akupunktur dengan kelompok plasebo.

Universitas Sumatera Utara

Page 99: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

66

4.2 Kadar Interleukin 2 Serum

Tabel 4. 3 Kadar IL-2 serum sebelum dan sesudah 6 minggu akupunktur dan plasebo

Kelompok Kadar IL-2 serum (pg/ml)

(rerata±SD) p

Akupunktur Sebelum 105,66±94,24

0,007a

0,013b Sesudah 51,59±37,95

Plasebo Sebelum 99,57±92,55

0,852a Sesudah 104,66±104,59

aPaired t-test, bUnpaired t-test

Tabel 4.3 hasil paired t test, rerata kadar IL-2 serum sebelum dan sesudah

6 minggu pada kelompok akupunktur menunjukkan penurunan yang signifikan

(p=0,007), dan rerata kadar IL-2 serum sebelum dan sesudah 6 minggu pada

kelompok plasebo menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan (p=0,852).

Uji statistik unpaired t test, rerata kadar IL-2 serum kelompok akupunktur dengan

kelompok plasebo sesudah 6 minggu tindakan akupunktur menunjukkan perbedaan

signifikan (p=0,013). Penelitian ini menunjukkan bahwa rerata kadar IL-2 serum

sesudah 6 minggu tindakan akupunktur pada LI11 Quchi, menurun secara signifikan

pada subjek penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 100: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

67

Tabel 4. 4 Kadar IL-2 serum sebelum dan sesudah 4 minggu evaluasi

Kelompok Kadar IL-2 serum (pg/ml)

(rerata±SD) p

Akupunktur Sebelum 51,59±37,95

0,011a

0,658b Sesudah 96,17±88,70

Plasebo Sebelum 104,66±104,59

0,989a Sesudah 104,97±61,95

aPaired t-test, bUnpaired t-test

Tabel 4.4 hasil paired t test, rerata kadar IL-2 serum sebelum dan sesudah

4 minggu evaluasi pada kelompok akupunktur menunjukkan peningkatan yang

signifikan (p=0,011), dan sebelum dan sesudah 4 minggu evaluasi pada kelompok

plasebo menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan (p=0,989). Uji statistik

unpaired t test, rerata kadar IL-2 serum kelompok akupunktur dengan kelompok

plasebo sesudah 4 minggu evaluasi menunjukkan perbedaan tidak signifikan

(p=0,658). Penelitian ini menunjukkan bahwa rerata kadar IL-2 serum sesudah

4 minggu evaluasi, meningkat tidak signifikan pada subjek penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 101: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

68

4.3 Kadar Interleukin 31 Serum

Tabel 4. 5 Kadar IL-31serum sebelum dan sesudah 6 minggu akupunktur dan plasebo

Kelompok Kadar IL-31 serum (pg/ml)

(rerata±SD) p

Akupunktur Sebelum 35,88±39,79

0,916a

0,931b

Sesudah 35,32±32,92

Plasebo

Sebelum 36,27±29,31

0,954a Sesudah 35,99±25,87

aPaired t-test, bUnpaired t-test

Tabel 4.5 hasil paired t test, rerata kadar IL-31 serum sebelum dan sesudah

6 minggu pada kelompok akupunktur menunjukkan penurunan yang tidak signifikan

(p=0,916), dan rerata kadar IL-31 serum sebelum dan sesudah 6 minggu pada

kelompok plasebo menunjukkan penurunan yang tidak signifikan (p=0,954).

Uji statistik unpaired t test, rerata kadar IL-31 serum kelompok akupunktur dengan

kelompok plasebo sesudah 6 minggu tindakan akupunktur menunjukkan perbedaan

tidak signifikan (p=0,931). Penelitian ini menunjukkan bahwa rerata

kadar IL-31 serum sesudah 6 minggu tindakan akupunktur pada LI11 Quchi,

menurun secara tidak signifikan pada subjek penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 102: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

69

Tabel 4. 6 Kadar IL-31serum sebelum dan sesudah 4 minggu evaluasi

Kelompok Kadar IL-31 serum (pg/ml)

(rerata±SD) p

Akupunktur Sebelum 35,32±32,92

0,860a

0,974b Sesudah 36,13±26,81

Plasebo Sebelum 35,99±25,87

0,982a Sesudah 35,86±38,05

aPaired t-test, bUnpaired t-test

Tabel 4.6 hasil paired t test, rerata kadar IL-31 serum sebelum dan sesudah

4 minggu evaluasi pada kelompok akupunktur menunjukkan peningkatan yang tidak

signifikan (p=0,860), sebelum dan sesudah 4 minggu evaluasi pada kelompok

plasebo menunjukkan penurunan yang tidak signifikan (p=0,982). Uji statistik

unpaired t test, rerata kadar IL-31 serum kelompok akupunktur dengan kelompok

plasebo sesudah 4 minggu evaluasi menunjukkan perbedaan tidak signifikan

(p=0,974). Penelitian ini menunjukkan bahwa rerata kadar IL-31 serum sesudah

4 minggu evaluasi, meningkat secara tidak signifikan pada subjek penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 103: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

70

4.4 Skala Pruritus

Tabel 4. 7 Skala pruritus sebelum dan sesudah 6 minggu akupunktur dan plasebo

Kelompok Skala pruritus (rerata±SD)

p

Akupunktur Sebelum 16,30±4,15

<0,001a

0,028b Sesudah 11,43±3,23

Plasebo Sebelum 16,83±3,97

0,023a Sesudah 13,83±4,82

aPaired t-test, bUnpaired t-test

Tabel 4.7 hasil paired t test, rerata skala pruritus sebelum dan sesudah 6 minggu

pada kelompok akupunktur menunjukkan penurunan yang signifikan (p<0,001) dan

rerata skala pruritus sebelum dan sesudah 6 minggu pada kelompok plasebo

menunjukkan penurunan yang signifikan (p=0,023). Uji statistik unpaired t test,

rerata skala pruritus kelompok akupunktur dengan kelompok plasebo sesudah

6 minggu tindakan akupunktur menunjukkan perbedaan yang signifikan (p=0,028).

Penelitian ini menunjukkan bahwa rerata skala pruritus sesudah 6 minggu tindakan

akupunktur pada LI11 Quchi, menurun secara signifikan pada subjek penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 104: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

71

Tabel 4. 8 Skala pruritus sebelum dan sesudah 4 minggu evaluasi

Kelompok Skala pruritus (rerata±SD)

p

Akupunktur Sebelum 11,43±3,23

0,151a

0,030b Sesudah 12,27±3,10

Plasebo Sebelum 13,83±4,82

0,454a Sesudah 14,80±5,35

aPaired t-test, bUnpaired t-test

Tabel 4.8 hasil paired t test, rerata skala pruritus sebelum dan sesudah 4 minggu

evaluasi pada kelompok akupunktur menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan

(p=0,151), sebelum dan sesudah 4 minggu evaluasi pada kelompok plasebo

menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan (p=0,454). Uji statistik

unpaired t test, rerata skala pruritus kelompok akupunktur dengan kelompok plasebo

sesudah 4 minggu evaluasi menunjukkan perbedaan yang signifikan (p=0,030).

Penelitian ini menunjukkan bahwa rerata skala pruritus sesudah 4 minggu evaluasi,

meningkat secara signifikan pada subjek penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 105: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

72

4.5 Hubungan Kadar IL-2 Serum dengan Skala Pruritus

Tabel 4. 9 Hubungan kadar IL-2 serum dengan skala pruritus sesudah 6 minggu akupunktur dan plasebo dan sesudah 4 minggu evaluasi

Hubungan IL-2 serum-skala pruritus r r2 p

Sesudah 6 minggu akupunktur dan plasebo 0,278 0,077 0,031

Sesudah 4 minggu evaluasi 0,130 0,017 0,322

Tabel 4.9 hasil uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan antara kadar IL-2

serum dengan skala pruritus sesudah 6 minggu tindakan akupunktur pada LI11 Quchi

adalah positif dan lemah (r=0,278) (Taylor, 1990) serta signifikan (p=0,031) dengan

koefisien determinasi (r2x100%)=7,73%, dan hubungan antara rerata kadar IL-2

serum dengan rerata skala pruritus sesudah 4 minggu evaluasi adalah positif dan

sangat lemah (r=0,130) (Taylor, 1990) serta tidak signifikan (p=0,322) dengan

koefisien determinasi (r2x100%) =1,73%.

4.6 Hubungan Kadar IL-31 Serum dengan Skala Pruritus

Tabel 4. 10 Hubungan kadar IL-31 serum dengan skala pruritus sesudah 6 minggu akupunktur dan plasebo dan sesudah 4 minggu evaluasi

Hubungan IL-31 serum-skala pruritus r r2 p

Sesudah 6 minggu akupunktur dan plasebo 0,177 0,031 0,176

Sesudah 4 minggu evaluasi -0,216 0,047 0,097

Tabel 4.10 hasil uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan antara kadar IL-31

serum dengan skala pruritus sesudah 6 minggu tindakan akupunktur pada LI11 Quchi

adalah positif dan lemah (r=0,177) (Taylor, 1990) serta tidak signifikan (p=0,176)

Universitas Sumatera Utara

Page 106: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

73

dengan koefisien determinasi (r2x100%)=3,13%, dan hubungan antara rerata kadar

IL-31 serum dengan rerata skala pruritus sesudah 4 minggu evaluasi adalah negatif

dan sangat lemah (r=-0,216) (Taylor, 1990) serta tidak signifikan (p=0,097) dengan

koefisien determinasi (r2x100%) =0,22%.

4.7 Efek Samping Akupunktur LI11 Quchi

Tabel 4. 11 Efek samping akupunktur LI11 Quchi

Efek samping Akupunktur Plasebo

Nyeri - % (persen) - Rerata Visual Analog Scale

3,61 2,15

- -

Perdarahan - % (persen)

2,50

-

Tabel 4.11 menunjukkan efek samping akupunktur LI11 Quchi menyebabkan rasa

nyeri 3,61% dari 360 tindakan (12x pada 30 subjek) dengan nilai rerata VAS 2,15

dan terjadi perdarahan minimal sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi

sebanyak 2,50%.

Universitas Sumatera Utara

Page 107: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

74

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Subjek

Patofisiologi Pt-PGK belum sepenuhnya dipahami, beberapa faktor dianggap

memengaruhi perkembangan pruritus (Aramwit dan Supasyndh, 2015). Penelitian

terdahulu telah membuktikan adanya multifaktor yang memengaruhi pruritus pada

pasien PGK yang menjalani HD.

Karakteristik subjek yang diamati pada penelitian ini meliputi: jenis kelamin,

usia, suku (ras), penyakit utama, IMT, CRP, lama HD, URR (adekuasi), hemoglobin,

dengan IL-2 dan IL-31 serta pruritus sebagai variabel yang dibandingkan diantara

kedua kelompok.

Penelitian multisenter terhadap faktor-faktor terkait pruritus pada 249 pasien HD

yang dilakukan oleh Ozen et al. (2018), mendapatkan pruritus terbanyak pada pria

(54,1%), dengan rerata usia 62,54±12,77, dan hipertensi (27,1%) sebagai penyakit

utama. Disamping itu, skrining ketat terhadap 42 publikasi penelitian pada 11.800

pasien pruritus yang dilakukan oleh Hu et al. (2018), mendapatkan prevalensi pada

laki-laki 56% lebih tinggi.

Adekuasi hemodialisis yang tercermin dari kadar kreatinin, CRP, IMT yang

tinggi dan hemoglobin yang rendah, serta ras kulit hitam, dberhubungan dengan

intensitas pruritus yang lebih tinggi dengan hipertensi (80%) sebagai komorbid

(Gobo-Oliveira et al., 2017; Malekmakan et al., 2015).

Kadar IL-2 lebih tinggi secara signifikan pada pasien yang menjalani HD dengan

pruritus dibanding pasien HD tanpa pruritus (Fallahzadeh et al., 2011),

Universitas Sumatera Utara

Page 108: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

75

dan kadar IL-31 serum secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang menjalani HD

dengan gejala pruritus, dan adanya hubungan positif paparan-respons antara kadar

IL-31 serum dengan intensitas pruritus (Ko et al., 2014).

Karakteristik subjek pada pada penelitian ini (Tabel 4.2) merupakan faktor-

faktor yang memengaruhi pruritus. Uji statistik yang membandingkan karakteristik

subjek antara kelompok akupunktur dengan kelompok plasebo menunjukkan adanya

perbedaan diantara kedua kelompok yang tidak signifikan (p>0,05). Kondisi ini

membuktikan bahwa kedua kelompok penelitian tersebut merupakan kelompok yang

matched pairs dalam memengaruhi pruritus.

5.2 Kadar Interleukin 2 Serum

Interleukin 2 diproduksi oleh sel-sel CD4+ Th1 pada organ-organ limfoid

sekunder, sesudah stimulasi antigen (Leonard, 2001) dan juga oleh sel-sel CD8+ T,

sel-sel Mast (Hershko et al., 2011) dan sel-sel Dendritik (DCs) (Granucci et al.,

2001; Zelante et al., 2012). IL-2 berfungsi mengaktifkan sel-sel Treg untuk

menghasilkan Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α) dan Gamma Interferon (IFN-γ)

serta meningkatkan aktifitas sel-sel Natural killer (NK cells), sehingga berperan

dalam pengendalian respon imun dan patogenesis beberapa keadaan patologis,

seperti kanker, gangguan metabolik, penyakit infeksi, autoimun dan inflamasi

(Capobianco et al., 2016).

Reseptor IL-2 dijumpai pada permukaan keratinosit. Keratinosit adalah

sel-sel yang memiliki beberapa peran penting dalam patogenesis pruritus. Sel-sel

keratinosit menghasilkan beberapa sitokin dan peptida termasuk sel Mast kulit dan

limfosit T yang langsung atau tidak langsung merangsang reseptor pruritus pada

Universitas Sumatera Utara

Page 109: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

76

ujung saraf aferen (Brennan, 2014). Aoki et al. (2013) melaporkan bahwa jumlah sel

Mast kulit penderita uremik pruritus meningkat, sel-sel ini melepas berbagai zat

termasuk histamin, TNF-α dan IL-6, yang merupakan penanda inflamasi.

Peran IL-2 sebagai pruritogenik telah dilaporkan oleh beberapa peneliti.

Hal ini dibuktikan dengan munculnya kemerahan dan pruritus menyeluruh pada

tubuh, sesudah tindakan pemberian rekombinan IL-2 dosis tinggi, pada pengobatan

kanker (Gaspari et al., 1987). Beberapa bukti lain berkenan dengan peran IL-2

sebagai pruritogenik adalah sebagai berikut: penyuntikan intradermal IL-2

menyebabkan pruritus dan eritema, baik pada orang sehat maupun pasien dermatitis

atopik (Wahlgren et al., 1995), induksi pruritus sesudah penyuntikan intradermal

IL-2 (Darsow et al., 1997), Nakamura et al. (2003) menemukan peningkatan jumlah

sel-sel imunoreaktif IL-2 pada lesi psoriasis yang pruritus dibanding yang

nonpruritus. Tindakan pemberian dosis tinggi IL-2 pada pasien dengan keganasan

tertentu termasuk metastasis sel karsinoma ginjal dan melanoma ganas sering

menyebabkan pruritus yang intens (Ikoma et al., 2006). Penyuntikan IL-2

intradermal pada hewan coba (anjing) menginduksi pruritus dan perubahan

histopatologis yang mirip dengan yang terlihat pada biopsi kulit pasien dermatitis

atopik (Carr et al., 2009), demikian pula pada alergi dan penyakit atopik

(Buddenkotte dan Steinhoff, 2010).

Aktivasi CD4+ Th1 limfosit dan jumlah IL-2, IFN-γ dan TNF-α (sitokin

pro-inflamasi) yang berlebihan selama hemodialisis terjadi akibat kontak darah

dengan membran dialisis (Hőrl, 2002; Kimmel et al., 2006), demikian juga

Fallahzadeh et al. (2011) membuktikan Gamma Interferon (IFN-γ) dan kadar IL-2

yang tinggi secara signifikan pada pasien Pt-PGK yang menjalani HD.

Universitas Sumatera Utara

Page 110: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

77

Hasil penelitian ini menunjukkan sesudah 6 minggu akupunktur LI11 Quchi pada

subjek Pt-PGK yang menjalani HD terbukti menurunkan kadar IL-2 serum

(pro-inflamasi) secara signifikan (p=0,011) (Tabel 4.3) dan menurunkan kadar

IL-31 serum (anti-inflamasi) secara tidak signifikan (p=0,931) (Tabel 4.5).

Hasil ini menunjukkan efek anti-inflamasi akupunktur menurunkan kadar sitokin

pro-inflamasi tanpa memengaruhi kadar sitokin anti-inflamasi yang sejalan dengan

hasil penelitian yang diperoleh Santos et al., (2011). Namun hasil penelitian lain

menunjukkan hasil yang tidak sejalan berupa peningkatan kadar sitokin

anti-inflamasi tanpa menurunkan sitokin pro-inflamasi sebagai efek akupunktur

(da Silva et al., 2014).

Penelitian terdahulu yang membuktikan akupunktur LI11 Quchi menurunkan

kadar IL-2 serum pada subjek Pt-PGK yang menjalani HD, tetapi dengan mekanisme

yang belum begitu jelas.

Pada penelitian ini, didapati penurunan kadar IL-2 serum yang signifikan

(p=0,011) sesudah 6 minggu akupunktur pada LI11 Quchi (Tabel 4.3) tetapi terjadi

peningkatan secara tidak signifikan (p=0,658) sesudah 4 minggu evaluasi

(Tabel 4.4), yang kemungkinan dapat dihubungkan dengan sel-sel CD4+ dan CD8+.

Sel-sel CD4+ dan CD8+ merupakan sel yang menghasilkan IL-2 (Leonard, 2001).

Jong et al. (2006) membuktikan penurunan populasi CD4+ dan CD8+ sesudah

akupunktur pada L11 Quchi yang dilakukan pada orang dewasa normal.

Hasil penelitian lain, menunjukkan bahwa IL-2 dapat mengaktifkan sel-sel Treg

untuk menghasilkan Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α) dan Gamma Interferon

(IFN-γ) (Capobianco et al., 2016), sehingga penurunan TNF-𝛼 secara tidak langsung

berhubungan dengan penurunan IL-2.Disamping itu,akupunktur pada LI11 Quchi

Universitas Sumatera Utara

Page 111: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

78

menurunkan TNF-α pada tikus yang diinduksi dengan Carrageenan

(Fang et al., 2007), menghambat ekspresi TNF-𝛼 pada tikus model dermatitis atopik

(Park et al., 2013), menurunkan TNF-α pada tikus yang diinduksi MCAO

(Han et al., 2015), dan menurunkan TNF-α pada kelinci jantan putih yang diinduksi

endotoksin (Wang et al. 2017). Selain itu, stimulasi pada kombinasi titik akupunktur

LI11 Quchi dan ST36 Zusanli, menurunkan TNFα pada tikus model iskemia otak

(Lan et al., 2012).

5.3 Kadar Interleukin 31 Serum

Interleukin-31 terutama dihasilkan oleh sel-sel CD4+ Th2 (anti-inflamasi) dan

sel-sel skin-homing CD45R0 CLA+ T (Bilsborough et al., 2006). Sumber seluler

utama yang lain adalah sel-sel Mast yang memainkan peran penting dalam

pengembangan pruritogenesis pada Philadelphia chromosome-negative

myeloproliferative disorders. Sel-sel Mast meningkatkan kadar pruritogenik secara

signifikan, termasuk histamin dan IL-31. Namun IL-31 juga dihasilkan oleh sel-sel

keratinosit dan limfosit Th-2 (Dillon et al., 2004).

Produksi IL-31 dari sel-sel penghasilnya dipengaruhi oleh IL-4 (Stott et al., 2013)

yang berperan penting dalam polarisasi dan mempertahankan aktifitas Th2

(Sokol et al., 2008). Interleukin-4 bersinergi dengan IL-33 sebagai penginduksi

ampuh sitokin Th2 untuk mensekresikan IL-31 yang berhubungan dengan alergi

(Maier et al., 2014).

Peran IL-31 sebagai pruritogenik juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti.

Interleukin-31 berperan penting dalam patogenesis dermatitis atopik.

Pruritus yang parah adalah gejala dermatitis atopik yang utama, dan IL-31

Universitas Sumatera Utara

Page 112: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

79

memberikan kontribusi untuk pruritus tersebut melalui aktivasi IL-31Rα pada sel-sel

saraf sensoris (Kasraie et al., 2010). Namun ekspresi IL-31 tidak hanya meningkat

pada pasien dengan dermatitis atopik, tetapi juga pada pasien dermatitis kontak alergi

(Neis et al., 2006).

Kadar IL-31 serum juga meningkat pada pasien dengan sel T limfoma kulit,

dibandingkan dengan kontrol (orang sehat), dan berperan dalam menyebabkan

pruritus pada pasien urtikaria spontan kronis (Ohmatsu et al., 2012). Kadar IL-31

serum lebih tinggi pada kondisi non-atopik, meskipun secara signifikan lebih rendah

dibandingkan dengan pasien dermatitis atopik (Raap et al., 2010).

Kadar IL-31 serum juga ditemukan lebih tinggi secara signifikan pada pasien HD

dengan gejala pruritus, dan terdapat hubungan positif paparan-respons antara kadar

IL-31 serum dengan intensitas pruritus (Ko et al., 2014).

Hasil penelitian ini membuktikan tindakan akupunktur pada LI11 Quchi

menurunkan kadar IL-31 serum (anti-inflamasi) secara tidak signifikan (p=0,931)

(Tabel 4.5) tetapi menurunkan kadar IL-2 serum (pro-inflamasi) secara signifikan

(p=0,011) (Tabel 4.3). Hasil ini menunjukkan efek anti-inflamasi akupunktur

menurunkan kadar sitokin pro-inflamasi tanpa memengaruhi kadar sitokin

anti-inflamasi (Santos et al., 2011). Namun hasil penelitian lain menyatakan bahwa

akupunktur dapat meningkatkan kadar sitokin anti-inflamasi tanpa menurunkan

kadar sitokin pro-inflamasi (da Silva et al., 2014).

Hasil penelitian terdahulu yang membuktikan akupunktur LI11 Quchi

menurunkan kadar IL-31 serum pada subjek Pt-PGK yang menjalani HD,

belum ditemukan. Pada penelitian ini, penurunan kadar IL-31 serum yang tidak

signifikan (p=0,931) sesudah 6 minggu akupunktur pada LI11 Quchi (Tabel 4.5)

Universitas Sumatera Utara

Page 113: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

80

dan peningkatan secara tidak signifikan (p=0,974) sesudah 4 minggu evaluasi (Tabel

4.4), membuktikan akupunktur LI11 Quchi berpengaruh secara tidak signifikan

terhadap perubahan kadar IL-31 serum.

Beberapa penelitian lain, yang melakukan stimulasi dengan akupunktur, tekanan,

moksa, atau aplikasi dingin pada titik akupunktur LI11 Quchi menunjukkan

pengurangan sensasi pruritus pada dermatitis atopik (Park et al., 2013;

Tsai et al., 2014). Meskipun penelitian terdahulu menunjukkan hasil positif terhadap

perbaikan pruritus, tetapi mekanisme efek antipruritik akupunktur masih belum

diketahui. Diyakini bahwa, efek antipruritik akupunktur disebabkan oleh mekanisme

perifer dan sentral (Park et al., 2013).

5.4 Skala Pruritus

Pruritus kronis berhubungan dengan berbagai penyakit. Penyakit yang paling

sering menimbulkan pruritus adalah gagal ginjal kronis, dermatitis atopik dan

penyakit hati kolestatik (Bolier et al., 2012; Weiss et al., 2015).

Pruritus terkait penyakit ginjal kronis masih menjadi masalah yang sering terjadi

pada pasien ESRD (Weiss et al., 2015). Beberapa penelitian cross-sectional global

terbesar melaporkan bahwa pruritus pada Pt-PGK yang menjalani HD akan

memengaruhi kualitas hidup secara signifikan, karena menyebabkan gangguan tidur,

gejala depresi dan meningkatkan risiko kematian sebesar 23% (Pisoni et al., 2006;

Braiman-Wiksman et al., 2007; Tentori and Mapes, 2010; Kimata et al., 2014).

Terapi pruritus pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani HD meliputi:

modifikasi teknik dialisis, terapi topikal (emolien, aromaterapi, capcaisin krim,

tacrolimus, gamma linolenic acid ointment), irradiasi ultraviolet,

Universitas Sumatera Utara

Page 114: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

81

rubdown with Japanese dry towels, antagonis reseptor µ-opioid (naltrexone), agonis

reseptor κ-opioid (nalfurafine, butorphanol), thalidomide, pentoxyfilline, gabapentin,

dan akupunktur (Mettang dan Weisshaar, 2010; Suzuki et al., 2015).

Hasil penelitian ini menunjukkan penurunan pruritus secara signifikan (p<0,001)

sesudah 6 minggu tindakan akupunktur pada LI11 Quchi (Tabel 4.7) dan meningkat

secara signifikan (p=0,029) sesudah 4 minggu evaluasi (Tabel 4.8). Penurunan skala

pruritus yang signifikan sesudah 6 minggu akupunktur LI11 Quchi pada penelitian

ini konsisten dengan hasil penelitian Che-yi et al. (2005) yang menunjukkan

penurunan pruritus yang signifikan (p<0,001), sesudah melakukan 12 kali (3 kali

seminggu) selama 4 minggu tindakan akupunktur pada titik LI11 Quchi.

Phan et al. (2018) menunjukkan penurunan secara signifikan pruritus (p<0,003)

sesudah 12 kali (2 kali seminggu) selama 6 minggu tindakan akupunktur pada

LI11 Quchi, demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Nahidi et al. (2018)

menunjukkan penurunan pruritus yang signifikan (p<0,001) sesudah akupunktur

pada LI11 Quchi, SP6 Sanyinjiao, SP10 Xuehai, LR3 Taichong dan LI4 Hegu.

Selain akupunktur, acupressure dan transcutaneous electrical acupoint stimulation

(TEAS) selama 12 kali (3 kali seminggu) pada titik L11 efektif menurunkan pruritus

pada pasien yang menjalani HD (Kılıç Akça dan Taşcı, 2016). Selain LI11 Quchi,

beberapa titik akupunktur yang memengaruhi sistem imun seperti: LI4 Hegu,

ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjiao, LR3 Taichong, ST25 Tianshu, ST37 Shangjuxu,

GB39 Xuanzhong, GV14 Dazhui, BL11 Dazhu, BL20 Pishu, BL23 Shenshu,

BL24 Qihaishu, BL25 Dachangshu, BL26 Guanyuanshu, BL27 Xiaochamgshu,

BL28 Pangguanshu, dan CV4 Guanyuan dan CV12 Zhongwan (Wang et al., 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 115: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

82

Penelitian ini juga menemukan penurunan pruritus yang signifikan (p=0,023)

pada kelompok plasebo, tetapi bila dibandingkan dengan kelompok akupunktur,

penurunan pruritus lebih besar pada kelompok akupunktur secara signifikan

(p=0,027) sesudah 6 minggu (Tabel 4.7). Penelitian Nahidi et al. (2018) dengan

plasebo dan titik akupunktur yang berbeda dengan penelitian ini juga membuktikan

penurunan pruritus pada kelompok plasebo, tetapi bila dibandingkan dengan

kelompok akupunktur, penurunan pruritus lebih besar secara signifikan

pada kelompok akupunktur sesudah 6 minggu.

Pada penelitian ini, penurunan pruritus pada kelompok plasebo disebabkan

beberapa kemungkinan antara lain oleh karena: (1). tindakan akupunktur plasebo

yang dilakukan dengan penempelan jarum tipis menggunakan plester pada

permukaan kulit di titik LI11 Quchi dapat menginduksi reseptor taktil di sekitar titik

akupunktur yang mirip dengan induksi jarum akupunktur. Sensasi sentuhan ini

sendiri bisa menghasilkan reaksi emosi dan hormon (Chae et al., 2018), ketika jarum

akupunktur plasebo menyentuh kulit dan membangkitkan aktivitas saraf aferen kulit,

yang kemudian diteruskan ke otak pada daerah limbik (Lund et al., 2009). Hasil

pencitraan functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) menunjukkan bahwa

rangsangan taktil, yang meniru rangsangan akupunktur, tidak hanya menginduksi

aktivasi di daerah sensorimotor, tetapi juga memodulasi area kognitif yang lebih

tinggi di otak (Napadow et al., 2009). Penelitian yang dilakukan pada manusia sehat

oleh Lee et al. (2014) menyimpulkan bahwa tindakan akupunktur melibatkan tiga

komponen yaitu: komponen stimulasi spesifik somatosensoris, komponen kognitif,

dan komponen pergeseran perhatian yang dihasilkan dari stimulasi visual

ke somatosensoris. Akupunktur pantom tidak melibatkan komponen somatosensoris

Universitas Sumatera Utara

Page 116: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

83

seperti jarum akupunktur. Akupunktur pantom yaitu tidak memberikan rangsang

taktil pada subjek, hanya mendekati tangannya ke titik akupunktur, kemudian

rekaman video klip penusukan jarum akupunktur yang sebenarnya diperlihatkan

kepada subjek, sehingga menciptakan ilusi stimulasi penusukan jarum akupunktur.

Kemungkinan (2), penurunan pruritus pada penelitian ini disebabkan faktor

psikologi. “Harapan”, merupakan komponen penting dari faktor-faktor psikologis

yang memainkan peran penting dalam praktek akupunktur (Salih et al., 2010).

Harapan positif dapat secara signifikan memperkuat efek akupunktur yang

dibuktikan dengan penurunan peringkat sensorik nyeri subjektif serta perubahan

objektif sinyal fMRI (Kong et al., 2009). Harapan untuk sembuh adalah satu-satunya

faktor yang memprediksi hasil dengan baik. Harapan dan keyakinan pasien mengenai

pengobatan yang berpotensi bermanfaat memodulasi aktivitas di area komponen

sistem penghargaan (Linde et al., 2007). White et al. (2012) menunjukkan bahwa

kepercayaan diri subjek terhadap kebenaran pengobatan dan hasil pengobatan

berkaitan secara timbal balik, dan ini memengaruhi subjek, sehingga mempersulit

dan mengacaukan interpretasi penelitian.

Kemungkinan (3), subjek penelitian (kelompok plasebo) kembali mengonsumsi

obat yang memengaruhi pruritus walaupun sebelum penelitian sudah mendapat

penjelasan dan memahami bahwa obat tersebut dapat memengaruhi hasil pengukuran

pruritus.

Penelitian ini mendapatkan peningkatan pruritus sesudah 4 minggu evaluasi

pada kelompok akupunktur lebih tinggi secara signifikan (p=0,029) dibandingkan

dengan kelompok plasebo (Tabel 4.8). Hasil ini konsisten dengan penelitian yang

dilakukan oleh Phan et al. (2018) yang mendapatkan peningkatan pruritus pada

Universitas Sumatera Utara

Page 117: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

84

kelompok akupunktur lebih tinggi dibanding kelompok plasebo (p=0,001), tetapi

pengaruh tindakan akupunktur LI11 Quchi selama 6 minggu terhadap pruritus masih

bertahan hingga 4 minggu sesudah tindakan akupunktur dihentikan, bahkan

Che-yi et al., (2005) mendapatkan pengaruh tindakan akupunktur LI11 Quchi

terhadap pruritus masih bertahan selama 3 bulan.

5.5 Hubungan Kadar IL-2 Serum dengan Skala Pruritus

Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan positif antara rerata kadar IL-2

serum dengan rerata skala pruritus yang signifikan (p=0,031) tetapi lemah, dengan

koefisien determinasi 7,73%. Hasil ini membuktikan bahwa mekanisme kerja

akupunktur LI11 Quchi terhadap penurunan pruritus, 7,73% dipengaruhi oleh

penurunan kadar IL-2 serum, sedangkan 92,27% penurunan pruritus kemungkinan

melalui mekanisme kerja akupunktur memengaruhi keseimbangan reseptor μ-opioid

dan κ-opioid pada sistem saraf pusat (Chao et al., 2013; Qi et al., 2014), dan

neuropatik (Franconi et al., 2013) yang berperan pada patogenesis pruritus pada

pasien yang menjalani hemodialisis.

Penelitian ini juga mendapatkan sesudah 4 minggu evaluasi terjadi

peningkatan kadar IL-2 serum dan peningkatan skala pruritus, hasil uji statistik

menujukkan hubungan positif antara peningkatan kadar IL-2 serum dan peningkatan

skala pruritus yang tidak signifikan serta sangat lemah (Tabel 4.9). Penelitian ini

juga membuktikan bahwa peningkatan pruritus sesudah 4 minggu evaluasi, 1,70%

dipengaruhi oleh peningkatan kadar IL-2 serum, sedangkan 98,30% kemungkinan

oleh pengaruh lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 118: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

85

Temuan ini sesuai dengan hipotesis tentang patofisiologi Pt-PGK yang

berkembang berdasarkan sistem imunologi dan opioid (Biro et al., 2005) dan kerja

akupunktur melalui sistem imun dan opioid.

Hipotesis imunologi menggangap inflamasi sistemik pada Pt-PGK yang ditandai

dengan peningkatan CRP dan ketidakseimbangan respon antara sel Th-1 (IL-2, IL-6,

IL-31 dan IFNγ) yang lebih tinggi dari sel Th-2 (IL-4 dan IL -10) (Amore dan

Coppo, 2002; Mettang et al., 2002; Dillon et al., 2004), serta disregulasi sistem imun

seperti peningkatan sel-sel Mast yang melepas histamin (Yosipovitch et al., 2007).

Inflamasi sistemik yang ditandai dengan peningkatan kadar sel-sel Th-1, CRP, IL-6,

dan IL-2, yang juga dihubungkan dengan jumlah lekosit, albumin yang rendah dan

kadar feritin yang tinggi, akibat PGK (Kimmel et al., 2006; Fallahzadeh et al., 2011).

Mekanisme penurunan kadar IL-2 serum yang dihubungkan dengan penurunan

pruritus sesudah akupunktur LI11 Quchi dimungkinkan melalui mekanisme

molekuler, interaksi antara sistem saraf dengan sistem imun. Komunikasi dua arah

neuroimun menandai sistem saraf sebagai bagian penting dari sistem imun dalam

mekanisme terjadinya inflamasi termasuk peran saraf Vagus sebagai regulator

fisiologis fungsi imun dan inflamasi (Pavlov dan Tracey, 2015).

Penyisipan atau penusukan jarum akupunktur pada LI11 Quchi merangsang

saraf radialis, saraf medialis dan otot brachioradialis ekstensor carpi radialis longus.

Perangsangan ini membangkitkan sinyal pada saraf somatik sensori aferen yang

diteruskan ke medula spinalis pada segmen cervical (C) 5, C6 dan C7

(Wu et al., 2015). Pada medula spinalis, sinyal tersebut menginduksi aktivitas saraf

pada Nucleus Tractus Solitarii selanjutnya mengirimkan sinyal ke Dorsal Motor

Nucleus serabut saraf eferen Vagus (Park dan Namgung, 2018). Sinyal dari serabut

Universitas Sumatera Utara

Page 119: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

86

saraf eferen Vagus disebarkan ke Celiac ganglia pada Celiac plexus dimana saraf

Splenik berasal. Norepinefrin (NE) dilepaskan dari saraf Splenik yang berinteraksi

dengan reseptor β2-adrenergik (β2-AR) dan menyebabkan pelepasan Asetilkolin

(ACh) dari sel T yang mengandung Choline acetyltransferase fungsional

(sel T-ChAT). ACh berinteraksi dengan α7nicotinicacetylcholine receptor

(α7nAChRs) pada makrofag (Pavlov dan Tracey, 2017), Keratinosit (Zia et al.,

2000), Limfosit, sel Mast, sel Dendritik dan sel Basofil (Kawashima et al., 2007)

menyebabkan produksi sitokin yang berkurang (Parrish et al., 2008).

Hipotesis opioid menganggap reseptor 𝜇 dan κ-opioid bekerja dengan efek

berlawanan, reseptor 𝜇-opioid berperan pada pruritus kronis karena berbagai sebab,

sementara aktivasi reseptor κ-opioid menghambat pruritus (Pan, 1998). Sebagian

pruritus uremik terjadi akibat dari ketidakseimbangan dalam sistem opioidergik

dengan hiperaktifnya reseptor 𝜇-opioid dalam sel-sel kulit dan limfosit

(Umeuchi et al., 2003). Opioid endogen meningkat pada keadaan gagal ginjal kronis,

dan menyebabkan pruritus melalui proses degranulasi sel Mast kulit, atau melalui

efek langsung pruritogenik pada pusat dan perifer dengan mengaktifkan reseptor

𝜇-opioid (Tarikci et al., 2015).

Akupunktur memengaruhi keseimbangan reseptor μ-opioid dan κ-opioid pada

sistem saraf pusat. Sejumlah penelitian akupunktur analgesi dan anestesi

menunjukkan peningkatan aktifitas opioid dengan meningkatkan pelepasan, kadar,

modulasi ekspresidan fungsi opioid (Chao et al., 2013; Qi et al., 2014). Efek

akupunktur terhadap β endorfin berlaku dua arah, yaitu meningkat pada sistem

sentral dan menurun pada sistem perifer atau sebaliknya (Han, 2004). Pelepasan

opioid endogen akibat akupunktur, dapat digolongkan sebagai efek sentral yang

Universitas Sumatera Utara

Page 120: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

87

memengaruhi hipotalamus, dan efek perifer pada sistem sirkulasi. β endorfin juga

memiliki afinitas yang sama dengan denorfin pada reseptor κ-opioid

(Li et al., 2001). Meskipun penelitian lain menunjukkan bahwa

pada terapi uremik pruritus, antara antagonis reseptor μ-opioid dengan plasebo,

memberikan hasil yang berbeda tidak bermakna secara statistik

(Pauli-Magnus et al., 2000).

Akupunktur dapat memengaruhi pruritus melalui sistem opioid endogen. Seperti

rasa nyeri dan pruritus memiliki pola aktivasi yang serupa, akupunktur analgesi

diawali dengan stimulasi pada otot, melalui neuron berdiameter kecil dengan ambang

tinggi mengirim impuls ke medula spinalis dan kemudian mengaktifkan saraf-saraf

batang otak dan hipotalamus yang pada gilirannya memicu mekanisme opioid

endogen (Suzuki et al., 2015).

Peran akupunktur terhadap penurunan pruritus juga dihubungkan dengan faktor-

faktor psikologis yang memainkan peran penting dalam praktek akupunktur (Salih et

al., 2010), penurunan respon putamen (motivasi dan perilaku kebiasaan yang

mendasari keinginan untuk menggaruk) (Napadow et al., 2012), peningkatan hormon

Adrenokortikotropik (ACTH) dan kortisol perifer yang terkait dengan

hypothalamus-pituitary-adrenal (HPA) axis (Eshkevari et al., 2013), serta reaksi

emosi dan hormon (Chae et al., 2018).

5.6 Hubungan Kadar IL-31 Serum dengan Skala Pruritus

Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan antara rerata kadar IL-31 serum

dengan rerata skala pruritus yang positif, sangat lemah (r=0,177) dan tidak signifikan

(p=0,176) sesudah 6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi dan

Universitas Sumatera Utara

Page 121: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

88

akupunktur plasebo. Penelitian ini juga menunjukkan hubungan antara rerata kadar

IL-31 serum dengan rerata skala pruritus yang negatif, lemah (r=-0,216), dan tidak

signifikan (p=0,097) sesudah sesudah 4 minggu evaluasi (Tabel 4.10). Hasil ini

membuktikan terdapat hubungan yang tidak signifikan antar perubahan kadar

IL-31 serum dengan perubahan skala pruritus sesudah 6 minggu tindakan akupunktur

pada LI11 Quchi dan sesudah 4 minggu evaluasi.

Hasil ini terjadi karena beberapa faktor yang kemungkinan dapat memengaruhi

efek akupunktur pada LI11 Quchi terhadap kadar IL-31 serum yang dihubungkan

dengan perubahan skala pruritus seperti: (1). Hubungan efek-dosis akupunktur terdiri

dari tiga faktor utama memengaruhi efek akupunktur yaitu: kedalaman, intensitas,

dan interval waktu (Zhao et al., 2012). Pada penelitian ini kedalaman penusukan

jarum akupunktur 1-1,5 cm, rangsang manual selama 60 menit dengan interval waktu

2 kali seminggu memengaruhi perubahan kadar IL-31 serum secara tidak signifikan.

(2). Kombinasi titik akupunktur. Beberapa penelitian membuktikan tindakan

akupunktur LI11 Quchi bersama titik akupunktur lain memengaruhi perbaikan

pruritus secara signifikan. Perangsangan titik akupunktur pada LI11 Quchi dan ST36

Zusanli, menghasilkan kesembuhan tanpa pruritus selama 1 bulan (70,6%) dan

membaik (26,5%), sehingga angka efektifitas mencapai 97% (Gao et al., 2002).

Penurunan pruritus yang signifikan sesudah akupunktur pada LI11 Quchi,

SP6 Sanyinjiao, SP10 Xuehai, LR3 Taichong dan LI4 Hegu (Nahidi et al. 2018).

Pada penelitian ini tindakan akupunktur LI11 Quchi unilateral memengaruhi

perubahan kadar IL-31 serum secara tidak signifikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 122: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

89

5.7 Efek Samping Akupunktur LI11 Quchi

Hasil observasi terhadap efek samping yang terjadi pada penelitian ini,

akupunktur LI11 Quchi yaitu terjadi nyeri 3,61% dengan rerata VAS 2,15. Nyeri

terjadi saat penusukan jarum akupunktur yang kemudian hilang setelah beberapa

saat. Perdarahan yang terjadi sesudah pencabutan jarum akupunktur terjadi sebanyak

2,50 %. Perdarahan yang terjadi dapat dihentikan dengan penekanan pada lokasi

perdarahan dengan kapas selama beberapa saat. Efek samping lain seperti sinkop,

infeksi dan alergi pada tempat penusukan jarum tidak ditemukan.

Beberapa penelitian lain, melaporkan bahwa keluhan yang paling sering adalah

nyeri penjaruman (1%-4,5%), perdarahan (0,03%-3,8%), sementara sinkope dan rasa

mau pingsan sangat jarang (Ernst dan White, 2001). Sedangkan Wu et al. (2015)

melaporkan bahwa komplikasi utama akupunktur adalah trauma organ dalam,

jaringan atau cedera saraf. Efek samping lain dapat juga terjadi, termasuk sinkop,

infeksi, perdarahan, alergi, luka bakar, afonia, histeria, batuk, haus, demam,

penurunan kesadaran dan jarum yang patah.

Pada buletin yang diterbitkan oleh World Health Organization (WHO),

efek samping akupunktur berkisar antara 6,71%-15%, dengan keluhan yang paling

sering adalah nyeri lokal karena penjaruman (1,1%-2,9%), dan perdarahan ringan

atau hematom (2,1%-6,1%). Insiden kejadian yang serius seperti kematian, trauma

organ atau harus di rawat di rumah sakit sekitar 0,024% (Zhang-Jin et al., 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 123: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

90

5.8 Kekuatan Penelitian

5.8.1 Penelitian klinis menggunakan kelompok kontrol, tersamar tunggal

(enumerator) dan randomisasi dalam menentukan kelompok subjek.

5.8.2 Tindakan akupunktur LI11 Quchi secara klinis terbukti menurunkan skala

pruritus secara signifikan.

5.8.3 Tindakan akupunktur LI11 Quchi terbukti menurunkan kadar IL-2 serum

secara signifikan, positif, tetapi lemah terhadap skala pruritus.

Hal ini belum pernah dilaporkan pada penelitian sebelumnya.

5.9 Keterbatasan Penelitian

5.9.1 Berdasarkan insert kit yang dikeluarkan produsen reagen yang digunakan

pada pemeriksaan kadar IL-2 dan IL-31 serum, diketahui bahwa pemeriksaan

ini hanya digunakan untuk kepentingan penelitian dan bukan untuk

pemeriksaan rutin di laboratorium. Hasil pencarian literatur, sampai saat ini

belum ada ketetapan mengenai nilai normal kadar IL-2 dan IL-31 serum.

Karena nilai normal yang belum ada, penelitian ini ditujukan untuk melihat

perubahan kadar kadar IL-2 dan IL-31 serum setelah dilakukan intervensi,

bukan untuk melihat perbandingan kadar IL-2 dan IL-31 serum subjek

dengan nilai normal.

5.9.2 Penggunaan plasebo pada penelitian akupunktur masih memberikan pengaruh

terhadap variabel yang diteliti (pruritus).

5.9.3 Kemungkinan subjek penelitian menggunakan antipruritik selama masa

penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 124: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

91

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

6.1.1 Terdapat penurunan kadar IL-2 serum yang signifikan, sesudah 6 minggu

tindakan akupunktur LI11 Quchi dibanding plasebo.

6.1.2 Terdapat peningkatan kadar IL-2 serum yang tidak signifikan, sesudah

4 minggu evaluasi.

6.1.3 Terdapat penurunan kadar IL-31serum yang tidak signifikan sesudah

6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi dibanding plasebo.

6.1.4 Terdapat peningkatan kadar IL-31 serum yang tidak signifikan, sesudah

4 minggu evaluasi.

6.1.5 Terdapat penurunan skala pruritus yang signifikan, sesudah 6 minggu

tindakan akupunktur LI11 Quchi dibanding plasebo.

6.1.6 Terdapat peningkatan skala pruritus yang signifikan, sesudah 4 minggu

evaluasi

6.1.7 Terdapat hubungan positif, antara penurunan kadar IL-2 serum dengan

penurunan skala pruritus yang signifikan tetapi lemah, sesudah 6 minggu

tindakan akupunktur LI11 Quchi.

6.1.8 Terdapat hubungan positif antara peningkatan kadar IL-2 serum dengan

peningkatan skala pruritus yang tidak signifikan dan sangat lemah, sesudah

4 minggu evaluasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 125: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

92

6.1.9 Terdapat hubungan positif antara penurunan kadar IL-31 serum dengan

penurunan skala pruritus yang tidak signifikan dan sangat lemah, sesudah

6 minggu tindakan akupunktur LI11 Quchi.

6.1.10 Terdapat hubungan negatif antara peningkatan kadar IL-31 serum dengan

peningkatan skala pruritus yang tidak signifikan dan lemah, sesudah

4 minggu evaluasi.

6.1.11 Efek samping tindakan akupunktur LI11 Quchi: rasa nyeri pada daerah

penusukan jarum akupunktur 3,61% dengan rerata VAS 2,15 dan perdarahan

minimal sebanyak 2,50% setelah pencabutan jarum akupunktur.

Universitas Sumatera Utara

Page 126: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

93

6.2 Saran

6.2.1 Penelitian ini membuktikan tindakan akupunktur LI11 Quchi menurunkan

kadar IL-2 serum, dan berhubungan dengan penurunan skala pruritus secara

signifikan, positif tetapi lemah, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut:

a. Pengaruh tindakan akupunktur LI11 Quchi terhadap CD4+ Th1 dan CD8+

sebagai sel-sel yang menghasilkan IL-2 pada subjek Pt-PGK

yang menjalani HD.

b. Pengaruh tindakan akupunktur LI11 Quchi terhadap reseptor 𝜇 dan κ-

opioid

dan neuropati pada subjek Pt-PGK yang menjalani HD.

c. Pengaruh tindakan akupunktur LI11 Quchi terhadap kadar IL-2 serum

dan TNFα pada subjek Pt-PGK yang menjalani HD.

6.2.2 Penelitian ini juga membuktikan tindakan akupunktur LI11 Quchi

menurunkan kadar IL-31 serum secara tidak signifikan sehingga perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut, pengaruh tindakan akupunktur pada LI11

Quchi bersama beberapa titik akupunktur lain terhadap kadar IL-31 serum

dan hubungannya terhadap skala pruritus pada pasien yang menjalani HD

6.2.2 Tindakan akupunktur pada LI11 Quchi dapat diaplikasikan sebagai terapi

paliatif pruritus yang efektif dan aman pada pasien Pt-PGK menjalani HD.

Universitas Sumatera Utara

Page 127: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

94

DAFTAR PUSTAKA

Akchurin, O.M. and Kaskel, F. 2015. Update on inflammation in chronic kidney

disease. Blood Purif. 39(1–3): 84–92.

Al Shafei, N.K., Nour, A. 2016. Observations on the association of serum histamine,

interleukins and other serum biochemical values with severity of pruritus

in chronic hemodialysis patients. J. Nanomed. Nanotechnol. 7(1): 3–8.

Alegre, M.L., Mannon, R.B., Mannon, P.J. 2014. The microbiota, the immune

system and the allograft. Am. J. Transplant. 14(6): 1236–1248.

Allon, M. 2003. Impact of dialysis dose and membrane on infection-related

hospitalization and death: Results of the HEMO study. J. Am. Soc. Nephrol.

14(7): 1863–1870.

Amore, A., Coppo, R. 2002. Immunological basis of inflammation in dialysis.

Nephrol. Dial. Transplant 17 Suppl 8: 16–24.

Aoki, R., Kawamura, T., Goshima, F., Ogawa, Y., Nakae, S., Nakao, A., et al. 2013.

“Mast cells play a key role in host defense against herpes simplex virus infection

through TNF-𝛼 and IL-6 production,” J Invest Dermatol. 133(9): 2170–2179.

Arai, I., Tsuji, M., Takeda, H., Akiyama, N., Saito, S. 2013. A single dose of

interleukin-31 (IL-31) causes continuous itch-associated scratching behavior

in mice. Exp. Dermatol. 22(10): 669–671.

Aramwit, P., Supasyndh, O. 2015. Uremic pruritus; Its prevalence, pathophysiology

and management. Updat. Hemodial. (October): 20-41

Arnold, R., Pussell, B.A., Howells, J., Grinius, V., Kiernan, M.C., Lin, C.S.Y., et al.

2014. Evidence for a causal relationship between hyperkalemia and axonal

dysfunction in end-stage kidney disease. Clin. Neurophysiol. 125(1): 179–185.

Arnold, R., Pussell, B.A., Pianta, T.J., Grinius, V., Lin, C.S.Y., Kiernan, M.C., et al.

2013. Effects of hemodiafiltration and high flux hemodialysis on nerve

excitability in End-Stage Kidney Disease. PLoS One 8(3): e59055

Aucella, F., Gesuete, A. 2009. [Uremic pruritus: an unresolved challenge]. G Ital

Nefrol 26(5): 585–599.

Bamgbola, O.F. 2011. Pattern of resistance to erythropoietin-stimulating agents in

chronic kidney disease. Kidney Int. 80(5): 464–74.

Universitas Sumatera Utara

Page 128: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

95

Baumann, R., Rabaszowski, M., Stenin, I., Gaertner-Akerboom, M., Scheckenbach,

K., Wiltfang, J., et al. 2012. The release of IL-31 and IL-13 after nasal allergen

challenge and their relation to nasal symptoms. Clin. Transl. Allergy 2(1): 13.

Berger, T.G., Steinhoff, M. 2011. Pruritus and renal failure. Semin. Cutan. Med.

Surg. 30(2): 99–100.

Bilsborough, J., Leung, D.Y.M., Maurer, M., Howell, M., Boguniewcz, M., Yao, L.,

et al. 2006. IL-31 is associated with cutaneous lymphocyte antigen-positive skin

homing T cells in patients with atopic dermatitis. J. Allergy Clin. Immunol.

117(2): 418–425.

Biro, T., Ko, M. C., Bromm, B., Wei, E. T., Bigliardi, P., Siebenhaar, F. et al.

2005. How best to fight that nasty itch-from new insights into the

neuroimmunological, neuroendocrine, and neurophysiological bases of pruritus

to novel therapeutic approaches. Exp Dermatol. 14(3): 225–225.

Bolier, A.R., Peri, S., Oude Elferink, R.P.J., Beuers, U. 2012. The challenge of

cholestatic pruritus. Acta Gastroenterol. Belg. 75(4): 399–404.

Braiman-Wiksman, L., Solomonik, I., Spira, R., Tennenbaum, T. 2007. Novel

insights into wound healing sequence of events. Toxicol. Pathol. 35(6): 767–79.

Brennan, F. 2016. The pathophysiology of pruritus – A review for clinicians. Prog.

Palliat. Care (June): 141001083716005.

Buddenkotte, J., Steinhoff, M. 2010. Pathophysiology and therapy of pruritus in

allergic and atopic diseases. Allergy Eur. J. Allergy Clin. Immunol. 65(7): 805–

821.

Cabýoglu, M.T., Ergene, N., Tan, U. 2006. The mechanism of acupuncture and

clinical applications. Int. J. Neurosci. 116(2): 115–125.

Capobianco, M.P., Cassiano, G.C., da Cruz Furini, A.A., Storti de Melo, L.M.,

Domingos, C.R.B., et al. 2016. Human Interleukin 2 (IL-2) promotion of

immune regulation and clinical outcomes: A Review. J Cytokine Biol. 1(2): 1-4.

Carlsson, C. 2002. Acupuncture mechanisms for clinically relevant long-term effects

– reconsideration and a hypothesis. Acupunct Med. 20(2-3):82-99.

Carlsson, C., Wallengren, J. 2010. Therapeutic and experimental therapeutic studies

on acupuncture and itch: Review of the literature. J. Eur. Acad. Dermatology

Venereol. 24(9): 1013–1016.

Universitas Sumatera Utara

Page 129: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

96

Carr, M.N., Torres, S.M.F., Koch, S.N., Reiter, L. V. 2009. Investigation of the

pruritogenic effects of histamine, serotonin, tryptase, substance P and

interleukin-2 in healthy dogs. Vet. Dermatol. 20(2): 105–110.

Cevikbas, F., Wang, X., Akiyama, T., Kempkes, C., Savinko, T., Antal, A., et al.

2014. A sensory neuron-expressed IL-31 receptor mediates T helper cell-

dependent itch: Involvement of TRPV1 and TRPA1. J. Allergy Clin. Immunol.

133(2): 448–460.

Chae, Y., Lee, Y.-S., & Enck, P. 2018. How placebo needles differ from placebo

pills? Front Psychiatry, 9(243): 1-9.

Chao, D., Shen, X., Xia, Y. 2013. From acupuncture to interaction between δ-Opioid

receptors and Na+ channels: A potential pathway to inhibit epileptic

hyperexcitability. Evidence-based Complement. Altern. Med. 2013: 1-19.

Chen, H.Y., Chiu, Y.L., Hsu, S.P., Pai, M.F., Lai, C.F., Yang, J.Y., et al. 2010.

Elevated C-reactive protein level in hemodialysis patients with moderate/severe

uremic pruritus: A potential mediator of high overall mortality. QJM. 103(11):

837–846.

Cheng, K.J. 2014. Neurobiological Mechanisms of acupuncture for some common

illnesses: A clinician’s perspective. J. Acupunct. Meridian Stud. 7(3): 105–114.

Cho, Y., Lee, S., Kim, J., Kang, J.Won, Lee, J. D. 2018. Thread embedding

acupuncture for musculoskeletal pain: A systematic review and meta-analysis

protocol. BMJ Open. 8: 1-5.

Che-yi, C., Wen, C. Y., Min-Tsung, K., Chiu-Ching, H. 2005. Acupuncture in

haemodialysis patients at the Quchi (LI11) acupoint for refractory uraemic

pruritus. Nephrol. Dial. Transplant. 20(9): 1912–1915.

Cigarran Guldris, S., González Parra, E., Cases Amenós, A. 2016. Gut microbiota in

chronic kidney disease. Nefrologia 37(1): 9–19.

Cohen, G., Glorieux, G., Thornalley, P., Schepers, E., Meert, N., Jankowski, J., et al.

2008. Review on uraemic toxins III: Recommendations for handling uraemic

retention solutes in vitro - Towards a standardized approach for research on

uraemia. Nephrol. Dial. Transplant. 23(4): 1468.

Cohen, G., Hörl, W.H. 2012. Immune dysfunction in uremia-An update. Toxins

(Basel). 4(11): 962–990.

Universitas Sumatera Utara

Page 130: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

97

Copland, M., Komenda, P., Weinhandl, E.D., McCullough, P.A., Morfin, J.A. 2016.

Intensive hemodialysis, mineral and bone disorder, and phosphate binder use.

Am. J. Kidney Dis. 68(5): S24–S32.

Cornelissen, C., Lüscher-Firzlaff, J., Baron, J.M., Lüscher, B. 2012. Signaling by

IL-31 and functional consequences. Eur. J. Cell Biol. 91(6–7): 552–566.

Couser, W.G., Remuzzi, G., Mendis, S., Tonelli, M. 2011. The contribution of

chronic kidney disease to the global burden of major noncommunicable

diseases. Kidney Int. 80(12): 1258–1270.

Crawford, P.W., Lerma, E. V. 2008. Treatment options for End Stage Renal Disease.

Prim. Care - Clin. Off. Pract. 35(3): 407–432.

Dahlan, M.S. 2010. Besar Sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian

Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 3. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

Darsow, U., Scharein, E., Bromm, B., Ring, J. 1997. Skin testing of the pruritogenic

activity of histamine and cytokines (interleukin-2 and tumour necrosis factor-

alpha) at the dermal-epidermal junction. Br. J. Dermatol. 137(3): 415–417.

da Silva, M.D., Bobinski, F., Sato, K.L., Kolker, S.J., Sluka, K.A., Santos, A.R.S.

2014. IL-10 cytokine released from M2 macrophages is crucial for analgesic and

anti-inflammatory effects of acupuncture in a model of inflammatory muscle

pain. Mol. Neurobiol. 51(1): 19–31.

Depner, T.A. 2005. Hemodialysis adequacy: Basic essentials and practical points for

the nephrologist in training. Hemodial. Int. 9(3): 241–254.

Devuyst, O., Dahan, K., Pirson, Y. 2005. Tamm-Horsfall protein or uromodulin:

New ideas about an old molecule. Nephrol. Dial. Transplant. 20(7): 1290–1294.

Dillon, S.R., Sprecher, C., Hammond, A., Bilsborough, J., Rosenfeld-Franklin, M.,

Presnell, S.R., et al. 2004. Interleukin 31, a cytokine produced by activated

T cells, induces dermatitis in mice. Nat. Immunol. 5(7): 752–760.

Dudeck, J., Ghouse, S.M., Lehmann, C.H.K., Hoppe, A., Schubert, N., Nedospasov,

S.A., et al. 2015. Mast-Cell-derived TNF amplifies CD8+ Dendritic Cell

functionality and CD8+ T Cell Priming. Cell Rep. 13(2): 399–411.

Dugas-Breit, S., Schöpf, P., Dugas, M., Schiffl, H., Ruëff, F., Przybilla, B. 2005.

Baseline serum levels of mast cell tryptase are raised in hemodialysis patients

Universitas Sumatera Utara

Page 131: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

98

and associated with severity of pruritus. J. Ger. Soc. Dermatology 3(5):

343–347.

Duo, D.J. 1987. Electrical needle therapy of uremic pruritus. Nephron 47(3):

179–184

Duranton, F., Cohen, G., De Smet, R., Rodriguez, M., Jankowski, J., Vanholder, R.,

et al. 2012. Normal and pathologic concentrations of uremic toxins. J. Am. Soc.

Nephrol. 23(7): 1258–1270.

El, A., Mohammed, R., Mohsen, A. 2013. Specificity and sensitivity of 5-D Itch

Scale versus Visual Analogue Scale as a measure of pruritus. Aamj 11(3):

85–95.

Elman, S., Hynan, L.S., Gabriel, V., Mayo, M.J. 2010. The 5-D itch scale: A new

measure of pruritus. Br. J. Dermatol. 162(3): 587–593.

Eloot, S., Torremans, A., De Smet, R., Marescau, B., De Wachter, D., De Deyn, P.P.,

et al. 2005. Kinetic behavior of urea is different from that of other water-soluble

compounds: The case of the guanidino compounds. Kidney Int. 67(4):

1566–1575.

Ernst, E., White, A.R. 2001. Prospective studies of the safety of acupuncture:

A systematic review. Am. J. Med. 110(6): 481–485.

Eshkevari, L., Permaul, E., Mulroney, S. E. 2013. Acupuncture blocks cold

stress-induced increases in the hypothalamus-pituitary-adrenal axis in the rat.

J. Endocrinol. 217(1): 95–104.

Ezzat, M.H.M., Hasan, Z.E., Shaheen, K.Y.A. 2011. Serum measurement of

interleukin-31 (IL-31) in paediatric atopic dermatitis: Elevated levels correlate

with severity scoring. J. Eur. Acad. Dermatology Venereol. 25(3): 334–339.

Fallahzadeh, M.K., Roozbeh, J., Geramizadeh, B., Namazi, M.R. 2011. Interleukin-2

serum levels are elevated in patients with uremic pruritus: A novel finding with

practical implications. Nephrol. Dial. Transplant. 26(10): 3338–3344.

Fang, J. Q., Liu, F., Shao, X.M., Wu, Y.Y. 2007. Effect of electroacupuncture on

carrageenan-induced inflammation, IL-1beta and TNF-alpha concentrations and

their mRNA expressions in toe tissue in rats. Zhen Ci Yan Jiu. 32(4): 224-8.

Universitas Sumatera Utara

Page 132: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

99

Faul, F., Erdfelder, E., Lang A.G., Buchner, A. 2007. G*Power 3: A flexible

statistical power analysis program for the social, behavioral, and biomedical

sciences. Behavior Research Methods. 39 (2): 175-191.

Fleming, G.M. 2011. Renal replacement therapy review. Organogenesis 7(1): 2–12.

Foster, M.C., Coresh, J., Fornage, M., Astor, B.C., Grams, M., Franceschini, N.,

et al. 2013. APOL1 Variants associate with increased risk of CKD among

African Americans. J. Am. Soc. Nephrol. 24(9): 1484–1491.

Franconi, G., Manni, L., Schröder, S., Marchetti, P., Robinson, N. 2013.

A systematic review of experimental and clinical acupuncture in chemotherapy-

induced peripheral neuropathy. Evid. Based. Complement. Alternat. Med. 2013:

516916.

Furue, M., Ebata, T., Ikoma, A., Takeuchi, S., Kataoka, Y., Takamori, K., et al.

2013. Verbalizing extremes of the visual analogue scale for pruritus:

A consensus statement. Acta Derm. Venereol. 93(2): 214–215.

Gao, H.M., Zhang, W.X. and Wang Y. 2002. Acupuncture treatment for 34 cases of

uremic cutaneous pruritus. J Tradit Chin Med. 22(1): 29-30.

Gaspari, A., Lotze, M., Rosenberg, S., Stern, J., Katz, S. 1987. Dermatologic changes

associated with interleukin 2 administration. Jama 258(12): 1624–1629.

Gobo-Oliveira, M., Pigari, V.G., Ogata, M.S.P., Miot, H.A., Ponce, D., Abbade,

L.P.F. 2017. Factors associated with uremic pruritus. Int. Arch. Med. 10: 1–8.

Granucci, F., Vizzardelli, C., Pavelka, N., Feau, S., Persico, M., Virzi, E., et al. 2001.

Inducible IL-2 production by dendritic cells revealed by global gene expression

analysis. Nat. Immunol. 2(9): 882–888.

Gui, J., Xiong, F., Li, J., Huang, G. 2012. Effects of acupuncture on Th1, Th2

cytokines in rats of implantation failure. Evidence-based Complement. Altern.

Med. 2012: 1-10.

Han, B., Lu, Y., Zhao, H., Wang, Y., Li, L., Wang, T. 2015. Electroacupuncture

modulated the inflammatory reaction in MCAO rats via inhibiting the

TLR4/NF-κB signaling pathway in microglia. Int J Clin Exp Pathol. 8(9):

11199-11205.

Han, J.S. 2004. Acupuncture and endorphins. Neurosci. Lett. 361(1–3): 258–261.

Universitas Sumatera Utara

Page 133: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

100

Han, L., Dong, X. 2014. Itch mechanisms and circuits. Annu. Rev. Biophys. 43(1):

331–355.

Heise, R., Neis, M.M., Marquardt, Y., Joussen, S., Heinrich, P.C., Merk, H.F., et al.

2009. IL-31 receptor alpha expression in epidermal keratinocytes is modulated

by cell differentiation and interferon gamma. J. Invest. Dermatol. 129(1): 240–3.

Hershko, A.Y., Suzuki, R., Charles, N., Alvarez-Errico, D., Sargent, J.L., Laurence,

A., et al. 2011. Mast cell Interleukin-2 production contributes to suppression of

chronic allergic dermatitis. Immunity 35(4): 562–571.

Hewison, M. 2011. Vitamin D and innate and adaptive immunity. 1st ed. Elsevier

Inc.

Hill, N.R., Fatoba, S.T., Oke, J.L., Hirst, J.A., Callaghan, A.O., Lasserson, D.S.,

et al. 2015. Global prevalence of Chronic Kidney Disease – A systematic review

and meta-analysis. (3): 1–18.

Himmelfarb, J and Ikizler, T.A. 2010. Hemodialysis. N. Engl. J. Med. 363(19):

1833–45.

Hjermstad, M.J., Fayers, P.M., Haugen, D.F., Caraceni, A., Hanks, G.W., Loge, J.H.,

et al. 2011. Studies comparing Numerical Rating Scales, Verbal Rating Scales,

and Visual Analogue Scales for assessment of pain intensity in adults:

A systematic literature review. J. Pain Symptom Manage. 41(6): 1073–1093.

Hőrl, W.H. 2002. Hemodialysis membranes: interleukins, biocompatibility, and

middle molecules. J Am Soc Nephrol 13: S62–S71.

Hu, X., Sang, Y., Yang, M., Chen, X., Tang, W. 2018. Prevalence of chronic kidney

disease-associated pruritus among adult dialysis patients: A meta-analysis of

cross-sectional studies. Medicine. 97(21): 1-7.

Ikoma, A., Steinhoff, M., Ständer, S., Yosipovitch, G., Schmelz, M. 2006.

The neurobiology of itch. Nat. Rev. Neurosci. 7(7): 535–547.

Jha, V., Garcia-Garcia, G., Iseki, K., Li, Z., Naicker, S., Plattner, B., et al. 2013.

Chronic kidney disease: Global dimension and perspectives. Lancet 382(9888):

260–272.

Jiang, Mei-chi., Liang, Jing., Zhang, Yu-jie., Wang, Jing-rong., Hao, Jin-dong.,

Wang, Mei-kang., Xu, Jian. 2016. Effects of acupuncture stimulation of bilateral

"Hegu" (LI4) and "Taichong" (LR3) on learning-memory ability, hippocampal

Universitas Sumatera Utara

Page 134: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

101

AP42 expression and inflammatory cytokines in rats with Alzheimer's disease.

Zhen ci yan jiu Acupuncture research. 41(2): 113-118.

Jong, M.S., Hwang, S.J., Chen, .FP. 2006. Effects of electro-acupuncture on serum

cytokine level and peripheral blood lymphocyte subpopulation at immune-

related and non-immune-related points. Acupunct Electrother Res. 31(1-2):

45-59.

Jun, M.H., Kim, YM., Kim, J.U. 2015. Modern acupuncture-like stimulation

methods. Integr. Med. Res. 4: 195-219.

Jung, K.J., Kim, D.H., Lee, E.K., Song, C.W., Yu, B.P., Chung, H.Y. 2013.

Oxidative stress induces inactivation of protein phosphatase 2A, promoting

proinflammatory NF-β in aged rat kidney. Free Radic. Biol. Med. 61: 206–217.

Kasraie, S., Niebuhr, M., Werfel, T. 2010. Interleukin (IL)-31 induces pro-

inflammatory cytokines in human monocytes and macrophages following

stimulation with staphylococcal exotoxins. Allergy Eur. J. Allergy Clin.

Immunol. 65(6): 712–721.

Kavoussi, B., Ross, B.E. 2007. The neuroimmune basis of anti-inflammatory

acupuncture. Integr. Cancer Ther. 6(3): 251–257.

Kawashima, K., Yoshikawa, K., Fujii, Y.X., Moriwaki, Y., Misawa, H. 2007.

Expression and function of genes encoding cholinergic components in murine

immune cells. Life Sci. 80(24-25): 2314-2319.

[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Jakarta.

Kim, J.-S., Na, C.S., Hwang, W.J., Lee, B.C., Shin, K.H., Pak, S.C. 2003.

Immunohistochemical localization of cyclooxygenase-2 in pregnant rat uterus

by Sp-6 acupuncture. Am. J. Chin. Med. 31(3): 481–488.

Kim, J., Oh, H.J., Yoon, S.-P. 2015. A cadaveric study of needle insertion at LI11.

Acupunct. Med. 33(6): 497–499.

Kim, J., Shin, K.H., Na, C.S. 2000. Effect of acupuncture treatment on uterine

motility and cyclooxygenase-2 expression in pregnant rats.

Gynecol.Obstet.Invest 50(4): 225–230.

Universitas Sumatera Utara

Page 135: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

102

Kim, J.H., Min, B. Il, Na, H.S., Park, D.S. 2004. Relieving effects of

electroacupuncture on mechanical allodynia in neuropathic pain model of

inferior caudal trunk injury in rat: Mediation by spinal opioid receptors.

Brain Res. 998(2): 230–236.

Kim, K.H., Kim, T.-H., Kang, J.W., Sul, J.-U., Lee, M.S., Kim, J.-I., et al. 2011.

Acupuncture for symptom management in hemodialysis patients: A Prospective,

Observational Pilot Study. J. Altern. Complement. Med. 17(8): 741-748.

Kim, K.H., Lee, M.S., Choi, S.-M., Ernst, E. 2010. Acupuncture for treating uremic

pruritus in patients with End-Stage Renal Disease: A Systematic Review.

J. Pain Symptom Manage. 40(1): 117–125.

Kim, S. K., Lee, Y., Cho, H., Koo, S., Choi, S. M., Shin, M.-K., et al. 2011.

A Parametric Study on the Immunomodulatory Effects of Electroacupuncture in

DNP-KLH Immunized Mice. Evid Based Complement Alternat Med. 2011:

389063.

Kimata, N., Fuller, D.S., Saito, A., Akizawa, T., Fukuhara, S., Pisoni, R.L., et al.

2014. Pruritus in hemodialysis patients: Results from the Japanese Dialysis

Outcomes and Practice Patterns Study (JDOPPS). Hemodial. Int. 18(3):

657–667.

Kimmel, M., Alscher, D.M., Dunst, R., Braun, N., Machleidt, C., Kiefer, T., et al.

2006. The role of micro-inflammation in the pathogenesis of uraemic pruritus in

haemodialysis patients. Nephrol. Dial. Transplant. 21(3): 749–755.

Kılıç Akça, N., Taşcı, S. 2016. Acupressure and transcutaneous electrical acupoint

stimulation for improving uremic pruritus: A Randomized, Controlled Trial .

Altern. Ther. Heal. Med. 22(2): 18–24.

Ko, M.J., Peng, Y. Sen, Chen, H.Y., Hsu, S.P., Pai, M.F., Yang, J.Y., et al. 2014.

Interleukin-31 is associated with uremic pruritus in patients receiving

hemodialysis. J. Am. Acad. Dermatol. 71(6): 1151–1159.

Ko, M.J., Wu, H.Y., Chen, H.Y., Chiu, Y.L., Hsu, S.P., Pai, M.F., et al. 2013.

Uremic pruritus, dialysis adequacy, and metabolic profiles in hemodialysis

patients: a prospective 5-year Cohort Study. PLoS One 8(8): e71404

Universitas Sumatera Utara

Page 136: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

103

Kolff, W.J., Berk, H.T.J., Welle, N.M., van Der Ley, A.J.W., Van Dijk, E.C.,

van Noordwijk, J. 1944. The Artificial Kidney: a dialyser with a great area. Acta

Med. Scand. 117(2): 121–134.

Kong, J., Kaptchuk, T. J., Polich, G., Kirsch, I., Vangel, M., Zyloney, C. 2009.

An fMRI study on the interaction and dissociation between expectation of pain

relief and acupuncture treatment. NeuroImage, 47(3): 1066–1076.

Köttgen, A. 2010. Genome-wide association studies in nephrology research.

Am. J. Kidney Dis. 56(4): 743–758.

Krishnan, A. V., Pussell, B.A., Kiernan, M.C. 2009. Neuromuscular disease in

the dialysis patient: An update for the nephrologist. Semin. Dial. 22(3):

267–278.

Kshirsagar, A. V., Craig, R.G., Moss, K.L., Beck, J.D., Offenbacher, S., Kotanko, P.,

et al. 2009. Periodontal disease adversely affects the survival of patients with

end-stage renal disease. Kidney Int. 75(7): 746–751.

Lan, L., Tao, J., Chen, A., Xie, G., Huang, J., Lin, J., et al. 2012. Electroacupuncture

exerts anti-inflammatory effects in cerebral ischemia-reperfusion injured rats via

suppression of the TLR4/NF-κB pathway. Int J Mol Med. 31(1): 75-80.

Lee, Y.-C., Hung, S.-Y., Wang, H.-H., Wang, H.-K., Lin, C.-W., Chang, M.-Y., et al.

2015. Different risk of common gastrointestinal disease between groups

undergoing hemodialysis or peritoneal dialysis or with Non-End Stage Renal

Disease. Medicine (Baltimore). 94(36): e1482.

Lei, Z., Liu, G., Huang, Q., Lv, M., Zu, R., Zhang, G.M., et al. 2008. SCF and IL-31

rather than IL-17 and BAFF are potential indicators in patients with allergic

asthma. Allergy Eur. J. Allergy Clin. Immunol. 63(3): 327–332.

Leonard, W.J. 2001. Cytokines and immunodeficiency diseases. Nat. Rev. Immunol.

1(3): 200–208.

Levey, A.S., Eckardt, K.U., Tsukamoto, Y., Levin, A., Coresh, J., Rossert, J., et al.

2005. Definition and classification of chronic kidney disease: A position

statement from Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO)z.

Kidney Int. 67(6): 2089–2100.

Levin, A., Stevens, P.E., Bilous, R.W., Coresh, J., De Francisco, A.L.M., De Jong,

P.E. 2013. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work

Universitas Sumatera Utara

Page 137: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

104

Group 2013. KDIGO 2012 Clinical practice guideline for the evaluation and

management of Chronic Kidney Disease. Kidney Int. Suppl. 3(1): 1–150.

Li, P., Tjen-A-Looi, S., Longhurst, J.C. 2001. Rostral ventrolateral medullary opioid

receptor subtypes in the inhibitory effect of electroacupuncture on reflex

autonomic response in cats. Auton. Neurosci. Basic Clin. 89(1–2): 38–47.

Li, Q.-Q., Shi, G.-X., Xu, Q., Wang, J., Liu, C.-Z., Wang, L.-P. 2013. Acupuncture

effect and central autonomic regulation. Evid. Based. Complement. Alternat.

Med. 2013(1): 267959.

Liao, W., Lin, J.X., Leonard, W.J. 2011. IL-2 family cytokines: New insights into the

complex roles of IL-2 as a broad regulator of T helper cell differentiation.

Curr. Opin. Immunol. 23(5): 598–604.

Linde, K., Witt, C. M., Streng, A., Weidenhammer, W., Wagenpfeil, S., Brinkhaus,

2007. The impact of patient expectations on outcomes in four randomized

controlled trials of acupuncture in patients with chronic pain. Pain, 128(3):

264–271.

Lisowska-Myjak, B. 2014. Uremic toxins and their effects on multiple organ

systems. Nephron - Clin. Pract. 128(3-4): 303-311.

Liu, W.-C., Zheng, C.-M., Lu, C.-L., Lin, Y.-F., Shyu, J.-F., Wu, C.-C., et al. 2015.

Vitamin D and immune function in chronic kidney disease. Int. J. Clin. Chem.

450: 135–144.

Locatelli, F., Manzoni, C., Di Filippo, S. 2002. The importance of convective

transport. Kidney Int. Suppl. 61(80): 115–120.

Locatelli, F., Martin-Malo, A., Hannedouche, T., Loureiro, A., Papadimitriou,

M., Wizemann, V., et al. 2009. Effect of membrane permeability on survival of

hemodialysis patients. J Am Soc Nephrol 20(3): 645–654.

Lund, I., Näslund, J., Lundeberg, T. 2009. Minimal acupuncture is not a valid

placebo control in randomised controlled trials of acupuncture: a physiologist’s

perspective. Chin Med. 4(1): 1.

Lunyera, J., Mohottige, D., von Isenburg, M., Jeuland, M., Patel, U.D., Stanifer, J.W.

2016. CKD of uncertain etiology: A systematic review. Clin. J. Am. Soc.

Nephrol. 11(3): 379–385.

Universitas Sumatera Utara

Page 138: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

105

Maier, E., Werner, D., Duschl, A., Bohle, B., & Horejs-Hoeck, J. 2014. Human Th2

but Not Th9 Cells Release IL-31 in a STAT6/NF-κB–Dependent Way.

J Immunol. 193(2): 645–654.

Majeski, C.J., Johnson, J.A., Davison, S.N., Lauzon, G.J. 2007. Itch severity scale:

A self-report instrument for the measurement of pruritus severity.

Br. J. Dermatol. 156(4): 667–673.

Malek, T.R. 2008. The biology of Interleukin-2. Annu. Rev. Immunol. 26(1):

453–479.

Malekmakan, L., Malekmakan, A., Sayadi, M., Pakfetrat, M., Sepaskhah, R. 2015.

Association of high-sensitive C - reactive protein and dialysis adequacy with

uremic pruritus. Saudi J Kidney Dis Transpl. 26(5): 890-895.

Markova, A., Lester, J., Wang, J., Robinson-Bostom, L. 2012. Diagnosis of common

dermopathies in dialysis patients: A review and update. Semin. Dial. 25(4):

408–418.

Mathur, V.S., Lindberg, J., Germain, M., Block, G., Tumlin, J., Smith, M., et al.

2010. A longitudinal study of uremic pruritus in hemodialysis patients.

Clin. J. Am. Soc. Nephrol. 5(8): 1410–1419.

Mavrakanas T.A., Charytan D.M. 2016. Cardiovascular complications in chronic

dialysis patients. Curr. Opin. Nephrol. Hypertens. 25(6): 536–544.

McIntyre, C.W., Harrison, L.E.A., Eldehni, M.T., Jefferies, H.J., Szeto, C.C., John,

S.G., et al. 2011. Circulating endotoxemia: A novel factor in systemic

inflammation and cardiovascular disease in chronic kidney disease.

Clin. J. Am. Soc. Nephrol. 6(1): 133–141.

Meert, N., Eloot, S., Schepers, E., Lemke, H.D., Dhondt, A., Glorieux, G., et al.

2011. Comparison of removal capacity of two consecutive generations of

high-flux dialysers during different treatment modalities. Nephrol. Dial.

Transplant. 26(8): 2624–2630.

Mehta, A.N., Fenves, A.Z. 2010. Hemodialysis adequacy: A review.

Dial. Transplant. 39(1): 20–22.

Mettang, M., Weisshaar, E. 2010. Pruritus: Control of itch in patients undergoing

dialysis. Skin Therapy Lett. 15(2): 1–5.

Universitas Sumatera Utara

Page 139: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

106

Mettang, T., Kremer, A.E., Pisoni, R.L., Wikström, B., Elder, S.J., al., et, et al.

2015. Uremic pruritus. Kidney Int. 87(4): 685–91.

Mettang, T., Pauli-Magnus, C., Alscher, D.M. 2002. Uraemic pruritus--new

perspectives and insights from recent trials. Nephrol. Dial. Transplant 17(9):

1558–63.

Mitra S., and Mitsides N. 2016. Technical Aspects of Hemodialysis. In: Core

Concepts in Dialysis and Continuous Therapies. ed. Magee C., Tucker J., Singh

A. Springer, Boston, MA., pp. 15-26.

Nahidi, Y., Badiee S., Torabi, S., Shaye, A. Z., Nazemian F., Saki, A. 2018.

Acupuncture Effect on Pruritus in Hemodialysis Patients: A Randomized

Clinical Trial, Iran Red Crescent Med J. 20(10): e65521.

Nakamura, M., Toyoda, M., Morohashi, M. 2003. Pruritogenic mediators in psoriasis

vulgaris: Comparative evaluation of itch-associated cutaneous factors.

Br. J. Dermatol. 149(4): 718–730.

Napadow, V., Dhond, R. P., Kim, J., LaCount, L., Vangel, M., Harris, R. E., et al.

2009. Brain encoding of acupuncture sensation-coupling on-line rating with

fMRI. NeuroImage, 47(3): 1055-1065.

Napadow, V., Li, A., Loggia, M. L., Kim, J., Schalock, P. C., Lerner, E., et al.

2012. The Brain Circuitry Mediating Antipruritic Effects of Acupuncture.

Cereb Cortex. 24(4): 873-882.

Narbutt, J., Olejniczak, I., Sobolewska-Sztychny, D., Sysa-Jedrzejowska, A., Słowik-

Kwiatkowska, I., Hawro, T., et al. 2013. Narrow band ultraviolet B irradiations

cause alteration in interleukin-31 serum level in psoriatic patients.

Arch. Dermatol. Res. 305(3): 191–195.

Narita, I., Alchi, B., Omori, K., Sato, F., Ajiro, J., Saga, D., et al. 2006. Etiology and

prognostic significance of severe uremic pruritus in chronic hemodialysis

patients. Kidney Int. 69(9): 1626–1632.

Narita, I., Iguchi, S., Omori, K., Gejyo, F. 2008. Uremic pruritus in chronic

hemodialysis patients. J. Nephrol. 21(2): 161–165.

Nasouti, M.A., Halili, S.A., Mousavi, Z.B., Nasouti, A., Tamadon, R., Scholar, G.

2017. Anemia among hemodialysis patients; an updated. Ann. Res. Dial. 2(1):

17–20.

Universitas Sumatera Utara

Page 140: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

107

Nassar, G.M. 2013. Preventing and treating inflammation: Role of dialysis access

management. Seminars in Dialysis. 26(1): 28–30.

Nassar, G.M., Ayus, J.C. 2001. Infectious complications of the hemodialysis access.

Kidney Int. 60(1): 1–13.

Neis, M.M., Peters, B., Dreuw, A., Wenzel, J., Bieber, T., Mauch, C., et al. 2006.

Enhanced expression levels of IL-31 correlate with IL-4 and IL-13 in atopic and

allergic contact dermatitis. J. Allergy Clin. Immunol. 118(4): 930–937.

Nobbe, S., Dziunycz, P., Mühleisen, B., Bilsborough, J., Dillon, S.R., French, L.E.,

et al. 2012. IL-31 expression by inflammatory cells is preferentially elevated in

atopic dermatitis. Acta Derm. Venereol. 92(1): 24–28.

Ohmatsu, H., Sugaya, M., Suga, H., Morimura, S., Miyagaki, T., Kai, H., et al. 2012.

Serum IL-31 levels are increased in patients with cutaneous T-cell lymphoma.

Acta Derm. Venereol. 92(3): 282–283.

Ozen, N., Cinar, F. I., Askin. Mut, Dilek. 2018. Uremic pruritus and associated

factors in hemodialysis patients: A multi-center study. Kidney Res Clin Pract.

37(2):138-147.

Pan, Z. 1998. mu-Opposing actions of the  kappa-Opioid receptor. Trends

Pharmacol. Sci. 19(3): 94–98.

Parrish, W.R., Rosas-Ballina, M., Gallowitsch-Puerta, M., Ochani, M., Ochani,

K., Yang. L.H., et al. 2008. Modulation of TNF release by choline requires

alpha7 subunit nicotinic acetylcholine receptor-mediated signaling.

Mol Med. 14(9-10): 567-574.

Pauli-Magnus, C., Mikus, G., Alscher, D.M., Kirschner, T., Nagel, W., Gugeler, N.,

et al. 2000. Naltrexone does not relieve uremic pruritus: results of a randomized,

double-blind, plasebo-controlled crossover study. J. Am. Soc. Nephrol. 11(3):

514–519.

Peterson, C.A., Heffernan, M.E. 2008. Serum tumor necrosis factor-alpha

concentrations are negatively correlated with serum 25(OH)D concentrations in

healthy women. J. Inflamm. (Lond). 5: 10.

Petti, F.B., Liquori, A., Ippoliti, F. 2002.Study on cytokines IL2, IL6, IL10 in

patients of chronic allergic rhinitis treated with acupuncture. Journal Traditional

Chinese Medicine. 22(2): 104-111.

Universitas Sumatera Utara

Page 141: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

108

Phan, F.A., Srilestari, A., Mihardja, H., Marbun, M.B.H. 2018. Effects of

acupuncture on uremic pruritus in patients undergoing hemodialysis.

Journal of Physics: Conf. Series 1073(2018): 062049.

Phan, N.Q., Blome, C., Fritz, F., Gerss, J., Reich, A., Ebata, T., et al. 2012.

Assessment of pruritus intensity: Prospective study on validity and reliability of

the Visual Analogue Scale, Numerical Rating Scale and Verbal Rating Scale

in 471 patients with chronic pruritus. Acta Derm. Venereol. 92(5): 502–507.

Park, J., Lee, H., Shin, B. C., Lee, M. S., Kim, B., and Kim, J.I. 2015.

Pharmacopuncture in Korea: A Systematic Review and Meta-Analysis of

Randomized Controlled Trials. Evid Based Complement Alternat Med. 2016:

1-19.

Park, J.Y., Park, H.J., Choi, Y.Y., Kim, M.H., Kim, S.N., Yang, W.M., 2013. Effects

of acupuncture on 1-chloro-2,4-dinitrochlorobenzene-induced atopic dermatitis.

Evidence-based Complement. Altern. Med. 2013: 1-8.

Park, J-Y., Namgung, U. 2018. Electroacupuncture therapy in inflammation

regulation: current perspectives. J Inflamm Res. 2018(11): 227–237.

Park, M.-B., Ko, E., Ahn, C., Choi, H., Rho, S., Shin, M.-K., et al. 2004. Suppression

of IgE production and modulation of Th1/Th2 cell response by

electroacupuncture in DNP-KLH immunized mice. J. Neuroimmunol. 151(1-2):

40–44.

Pavlov, V.A., Tracey, K.J. 2015. Neural circuitry and immunity. Immunol Res. 63(0):

38-57.

Pavlov, V.A., Tracey, K.J. 2017. Neural regulation of immunity: molecular

mechanisms and clinical translation. Nat Neurosci. 20(2): 156-166.

Pisoni, R.L., Wikström, B., Elder, S.J., Akizawa, T., Asano, Y., Keen, M.L., et al.

2006. Pruritus in haemodialysis patients: International results from the Dialysis

Outcomes and Practice Patterns Study (DOPPS). Nephrol. Dial. Transplant.

21(12): 3495–3505.

Potenzieri, C., Undem, B.J. 2012. Basic mechanisms of itch. Clin. Exp. Allergy

42(1): 8–19.

Universitas Sumatera Utara

Page 142: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

109

Qi, Y.C., Xiao, X.J., Duan, R.S., Yue, Y.H., Zhang, X.L., Li, J.T., et al. 2014. Effect

of acupuncture on inflammatory cytokines expression of spastic cerebral palsy

rats. Asian Pac. J. Trop. Med. 7(6): 492–495.

Raap, U., Wieczorek, D., Gehring, M., Pauls, I., Ständer, S., Kapp, A., et al. 2010.

Increased levels of serum IL-31 in chronic spontaneous urticaria.

Exp. Dermatol. 19(5): 464–466.

Reich, A., Heisig, M., Phan, N., Taneda, K., Takamori, K., Takeuchi, S., et al. 2012.

Visual Analogue Scale: Evaluation of the instrument for the assess-ment of

pruritus. Acta Derm. Venereol. 92(5): 497–501.

Reich, A., Szepietowski, J.C. 2007. Mediators of pruritus in psoriasis.

Mediators Inflamm. 2007: 64727.

Riza, D.N., 2012. Prevalensi dan derajat terjadinya piritus pada pasien hemodialisa di

RSUP. Haji Adam Malik Medan. [Karya Tulis Ilmiah]. Medan: Universitas

Sumatera Utara, Fakultas Kedokteran.

Rizzo, M.A., Frediani, F., Granata, A., Ravasi, B., Cusi, D., Gallieni, M. 2012.

Neurological complications of hemodialysis: State of the art. J. Nephrol. 25(2):

170–182.

Rocco, M., Daugirdas, J.T., Depner, T.A., Inrig, J., Mehrotra, R., Rocco, M. V., et al.

2015. KDOQI Clinical practice guideline for hemodialysis adequacy: 2015

Update. Am. J. Kidney Dis. 66(5): 884–930.

Romeo, M.J., Parton, B., Russo, R.A., Hays, L.S., Conboy, L. Acupuncture to treat

the symptoms of patients in a palliative. Explore 11(5): 357-62.

Rysz, J., Banach, M., Cialkowska-rysz 2006. Blood serum levels of IL-2, IL-6, IL-8,

TNF- α and IL-1 β in patients on maintenance hemodialysis.

Cell. Mol. Immunol. Br. 3(2): 151–154.

Salih, N., Bäumler, P. I., Simang, M., Irnich, D. 2010. Deqi sensations without

cutaneous sensory input: results of an RCT. BMC Complement Altern Med.

10: 81.

Sanai, M., Aman, S., Nadeem, M. & Kazmi, A.H. 2010. Dermatologic

manifestations in patients of renal disease on hemodialysis. Jour Pakistan Assoc

Dermatol, 20: 163-168.

Universitas Sumatera Utara

Page 143: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

110

Santos, A.R.S., Da Silva, M.D., Guginski, G., De Paula Werner, M.F., Baggio, C.H.,

Marcon, R. 2011. Involvement of interleukin-10 in the anti-inflammatory effect

of Sanyinjiao (SP6) acupuncture in a mouse model of peritonitis.

Evidence-based Complement. Altern. Med. 2011: 217946.

Sedighi, O., Makhlough, A., Kashi, Z., Zahedi, M. 2011. Relationship between

serum parathyroid hormone and hypertension in hemodialysis patients.

Iran J Kidney Dis. 5(4): 267–70.

Serafini-Cessi, F., Malagolini, N., Cavallone, D. 2003. Tamm-Horsfall glycoprotein:

biology and clinical relevance. Am. J. Kidney Dis. 42(4): 658–76.

Shah, S.A., Ishinaga, H., Hou, B., Okano, M., Takeuchi, K. 2013. Effects of

interleukin-31 on MUC5AC gene expression in nasal allergic inflammation.

Pharmacology 91(3-4): 158–164.

Shapiro, R., Stockard, H. 2003. Successful treatment of uremic pruritus:

The acupuncture approach revisited. Dial. Transplant. 32(5): 257–265.

Shirazian, S., Aina, O., Park, Y., Chowdhury, N., Leger, K., Hou, L., et al. 2017.

Chronic kidney disease-associated pruritus: Impact on quality of life and current

management challenges. Int. J. Nephrol. Renov. Dis. 10: 11–26.

Simonsen, E., Komenda, P., Lerner, B., Askin, N., Bohm, C., Shaw, J., et al. 2017.

Treatment of Uremic Pruritus: A Systematic Review. Am J Kidney Dis. 70(5):

638-655

Singer, E.M., Shin, D.B., Nattkemper, L.A., Benoit, B.M., Klein, R.S., Didigu, C.A.,

et al. 2013. IL-31 Is Produced by the malignant T-Cell population in cutaneous

T-Cell Lymphoma and correlates with CTCL Pruritus. J. Invest. Dermatol.

133(12): 2783–2785.

Singh, R.G., Singh, S., Rathore, S.S., Choudhary, T.A. 2015. Spectrum of

intradialytic complications during hemodialysis and its management:

a single-center experience. Saudi J. Kidney Dis. Transpl. 26(1): 168–172.

Sokol, C.L., Barton, G.M., Farr, A.G., Medzhitov, R. 2008. A mechanism for the

initiation of the Th2 response by an allergen. Nat. Immunol. 9(3): 310–318.

Sonkoly, E., Muller, A., Lauerma, A.I., Pivarcsi, A., Soto, H., Kemeny, L., et al.

2006. IL-31: A new link between T cells and pruritus in atopic skin

inflammation. J. Allergy Clin. Immunol. 117(2): 411–417.

Universitas Sumatera Utara

Page 144: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

111

Ständer, S., Luger, T. 2010. Itch in atopic dermatitis - pathophysiology and

treatment. Acta Dermatovenerol Croat. 18(4): 289–296.

Ständer, S., Weisshaar, E., Mettang, T., Szepietowski, J.C., Carstens, E., Ikoma, A.,

et al. 2007. Clinical classification of itch: A position paper of the international

forum for the study of itch. Acta Derm. Venereol. 87(4): 291–294.

Stanifer, J.W., Jing, B., Tolan, S., Helmke, N., Mukerjee, R., Naicker, S., et al. 2014.

The epidemiology of Chronic Kidney Disease in sub-Saharan Africa:

A systematic review and meta-analysis. Lancet Glob. Heal. 2(3): 174–181.

Stewart, J.H. 2003. Cancers of the kidney and urinary tract in patients on dialysis for

end-stage renal disease: Analysis of data from the United States, Europe, and

Australia and New Zealand. J. Am. Soc. Nephrol. 14(1): 197–207.

Stott, B., Lavender, P., Lehmann, S., Pennino, D., Durham, S., Schmidt-Weber, C. B.

2013. Human IL-31 is induced by IL-4 and promotes TH2-driven inflammation.

J Allergy Clin Immunol, 132(2): 446–454.e5.

Su, S.-L., Lu, K.-C., Lin, Y.-F., Hsu, Y.-J., Lee, P.-Y., Yang, H.-Y., et al. 2012.

Gene polymorphisms of angiotensin-converting enzyme and angiotensin II type

1 receptor among chronic kidney disease patients in a Chinese population.

J. Renin. Angiotensin. Aldosterone. Syst. 13(1): 148–54.

Suseł, J., Batycka-Baran, A., Reich, A., Szepietowski, J.C. 2014. Uraemic pruritus

markedly affects the quality of life and depressive symptoms in haemodialysis

patients with end-stage renal disease. Acta Derm. Venereol. 94(3): 276–281.

Suzuki, H., Omata, H., Kumagai, H. 2015. Recent Advances in Treatment Option for

Uremic Pruritus. Updat. Hemodial. (March), 5(1): 1–13.

Tarikci, N., Kocatürk, E., Güngör, Ş., Topal, I.O., Can, P.Ü., Singer, R. 2015.

Pruritus in Systemic Diseases: A review of etiological factors and new treatment

modalities. ScientificWorldJournal. 2015, 803752.

Taylor, R. 1990. Interpretation of the correlation coefficient: A basic review.

J Diagn Med Sonogr. 6(1), 35–39

Teles, F., de Azevedo, V., Miranda, C., Miranda, M., Teixeira, M., Elias, R. 2014.

Depression in hemodialysis patients: the role of dialysis shift. Clinics 69(3),

198–202.

Universitas Sumatera Utara

Page 145: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

112

Tentori, F., Mapes, D.L. 2010. Health-related quality of life and depression among

participants in the dopps: Predictors and associations with clinical outcomes.

Semin. Dial. 23(1), 14–16.

Trachtenberg AJ., Collister D., Rigatto C. 2020. Recent advances in the treatment of

uremic pruritus. Curr Opin Nephrol Hypertens. 29(5):465-470.

Twycross, R., Greaves, M.W., Handwerker, H., Jones, E.A., Libretto, S.E.,

Szepietowski, J.C., et al. 2003. Itch: Scratching more than the surface.

QJM - Mon. J. Assoc. Physicians 96(1): 7–26.

Tzanakaki, E., Boudouri, V., Stavropoulou, A., Stylianou, K., Rovithis, M. and

Zidianakis, Z. 2014. Causes and complications of chronic kidney disease in

patients on dialysis. Health Sci J.l. 8(3): 343–349.

Umeuchi, H., Togashi, Y., Honda, T., Nakao, K., Okano, K., Tanaka, T., et al. 2003.

Involvement of central  mu-opioid system in the scratching behavior in mice,

and the suppression of it by the activation of  kappa-opioid system.

Eur. J. Pharmacol. 477(1): 29–35.

Vanholder, R., De Smet, R., Glorieux, G., Argilés, A., Baurmeister, U., Brunet, P., et

al. 2003. Review on uremic toxins: Classification, concentration, and

interindividual variability. Kidney Int. 63(5): 1934–1943.

Wahlgren, C., Linder, M., Hagermark, O., Scheynius, A. 1995. Itch and

inflammation induces by intradermally injected interleukin-2 in atopic

dermatitis patients and healthy subjects. Arch Dermatol Res 287(6): 572–80.

Wahyuni, H., 2014. Faktor-faktor yang memengaruhi gejala pruritus pada pasien

hemodialisis reguler. [Karya Tulis Ilmiah]. Medan: Universitas Sumatera Utara,

Fakultas Kedokteran.

Wang, F., Cui, G., Kuai, L., Xu, J., Zhang, T., Cheng, H., Dong, G., et al. 2017. Role

of Acupoint Area Collagen Fibers in Anti-Inflammation of Acupuncture Lifting

and Thrusting Manipulation. Evid Based Complement Alternat Med. 2017: 1–8.

Wang, J., Zhao, H., Cao, X. D. 2010. Neuroimmuno-effect of acupuncture on

immune-mediated disorder Acupuncture Therapy for Neurological Diseases,

a Neurobiological View eds Xia Y, Cao X, Wu G and Cheng J. London:

Springer Heidelberg Dordrecht. pp. 374.

Universitas Sumatera Utara

Page 146: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

113

Wang, Z., Chen, T., Long, M., Chen, L., Wang, L., Yin, N., et al. 2017. Electro-

acupuncture at acupoint ST36 ameliorates inflammation and regulates Th1/Th2

balance in delayed-type hypersensitivity. Inflammation 40(2): 422–434.

Weiss, M., Mettang, T., Tschulena, U., Passlick-deetjen, J., Weisshaar, E. 2015.

Prevalence of chronic itch and associated factors in haemodialysis patients : A

Representative Cross-sectional Study. Acta Derm Venereol. 3: 816–821.

Weisshaar, E. 2016. Epidemiology of uraemic itch: New data. Eur. J. Pain 20(1):

32–36.

Weisshaar, E., Kucenic, M.J., Fleischer, A.B. 2003. Pruritus: A review.

Acta Dermato-Venereologica, Suppl. 213: 5–32.

White, A. 2009. Western medical acupuncture: a definition. Acupunct. Med. 27(1):

33–35.

White, P., Bishop, F. L., Prescott, P., Scott, C., Little, P., Lewith, G. 2012. Practice,

practitioner, or placebo? A multifactorial, mixed-methods randomized

controlled trial of acupuncture. Pain 153(2): 455-462.

Wikström, B. 2007. Itchy skin-A clinical problem for haemodialysis patients.

Nephrol. Dial. Transplant. 22(SUPPL.5): 3–7.

Wong, J., Vilar, E., Farrington, K. 2015. Haemodialysis. Med. 43(8): 478–483.

Wu, H.-Y., Peng, Y.-S., Chen, H.-Y., Tsai, W.-C., Yang, J.-Y., Hsu, S.-P., et al.

2016. A comparison of uremic pruritus in patients receiving peritoneal dialysis

and hemodialysis. Medicine 95(9): e2935

Wu, J., Hu, Y., Zhu, Y., Yin, P., Litscher, G., Xu, S. 2015. Systematic review of

adverse effects: A further step towards modernisation of acupuncture in China.

Evidence-Based Complement. Altern. Med. 2015(Article ID 432467): 1–19.

Wu, M., Cui, J., Xu, D., Zhang, K., Jing, X., Bai, W. 2015. Neuroanatomical

characteristics of deep and superficial needling using LI11 as an example.

Neuroanatomical characteristics of deep and superficial needling using LI11

as an example. Acupunct Med. 2015(33): 472–477.

Wulandani, M,P., Dachlan, A.S., Yusharyahya., Shannaz, N. 2018. Validity and

Reliability of 5-D Itch Scale in Indonesian Language on Adult and Geriatric

Patient at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Adv. Sci. Lett. 24(9): 6994-6998.

Universitas Sumatera Utara

Page 147: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

114

Xu, Y., Guo, Y., Song, Y., Zhang, K., Zhang, Y., Li, Q., et al. 2018. A New Theory

for Acupuncture: Promoting Robust Regulation. J Acupunct Meridian Stud.

11(1): 39-43.

Yamada, S., Tokumoto, M., Tatsumoto, N., Taniguchi, M., Noguchi, H., Nakano, T.,

et al. 2014. Phosphate overload directly induces systemic inflammation and

malnutrition as well as vascular calcification in uremia. AJP Ren. Physiol.

306(12): F1418–F1428.

Yazdi, F.K., Karimi, N., Rasouli, M., Roozbeh, J. 2013. Effect of nonsurgical

periodontal treatment on C - reactive protein levels in maintenance hemodialysis

patients. Ren. Fail. 35(5): 711–7.

Yosipovitch, G. 2007. The pruritus receptor unit: a target for novel therapies.

J. Invest. Dermatol. 127(8): 1857–1859.

Yosipovitch, G., Duque, M.I., Patel, T.S., Ishiuji, Y., Guzman-Sanchez, D.A., Dawn,

A.G., et al. 2007. Skin barrier structure and function and their relationship to

pruritus in end-stage renal disease. Nephrol. Dial. Transplant. 22(11):

3268–3272.

Zakrzewska-Pniewska, B., Jȩdras, M. 2001. Is pruritus in chronic uremic patients

related to peripheral somatic and autonomic neuropathy? Study by R-R interval

variation test (RRIV) and by sympathetic skin response (SSR).

Neurophysiol. Clin. 31(3): 181–193.

Zelante, T., Fric, J., Wong, A.Y.W., Ricciardi-Castagnoli, P. 2012. Interleukin-2

production by dendritic cells and its immuno-regulatory functions.

Front. Immunol. 3(JUN): 1–5.

Zhang, C., Ma, Y.-X., Yan, Y. 2010. Clinical effects of acupuncture for diabetic

peripheral neuropathy. J. Tradit. Chin. Med. 30(1): 13-14.

Zhang, Y., Zhang, L., Abraham, S., Apparaju, S., Wu, T.-C., Strong, J. et al. 2009.

Assessment of the Impact of Renal Impairment on Systemic Exposure of New

Molecular Entities: Evaluation of Recent New Drug Applications.

Clin Pharmacol Ther. 85(3): 305–311.

Zhang, Z.-J., Chen, H.-Y., Yip, K., Ng, R., Wong, V.T. 2010. The effectiveness and

safety of acupuncture therapy in depressive disorders: systematic review and

meta-analysis. J. Affect. Disord. 124(1–2): 9–21.

Universitas Sumatera Utara

Page 148: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

115

Zhang, Z.J., Wang, X.M., McAlonan, G.M. 2012. Neural acupuncture unit: A new

concept for interpreting effects and mechanisms of acupuncture. Evidence-based

Complement. Altern. Med. 2012: 1-23.

Zhao, L., Chen, J., Liu, C.-Z., Li, Y., Cai, D.-J., Tang, Y. et al. 2012. A review of

acupoint specificity research in china: status quo and prospects. J Evid Based

Complementary Altern Med. 2012: 1-16.

Zia, S., Ndoye, A., Lee, T.X., Webber, R.J., Grando, S.A. 2000. Receptor-mediated

inhibition of keratinocyte migration by nicotine involves modulations of calcium

influx and intracellular concentration. J Pharmacol Exp Ther. 293(3): 973-981.

Zijlstra, F.J., van den Berg-de Lange, I., Huygen, F.J.P.M., Klein, J. 2003.

Anti-inflammatory actions of acupuncture. Mediators Inflamm. 12(2): 59–69.

Universitas Sumatera Utara

Page 149: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

116

Lampiran

Lampiran 1. Lembar Penjelasan dan informed consent Subjek Penelitian

RSUP H. Adam Malik- FK USU

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

(FORMULIR INFORMED CONSENT)

Peneliti Utama : dr. Dedi Ardinata, M.Kes

Pemberi Informasi :

Penerima Informasi :

Nama Subyek

Tanggal Lahir (usia)

Jenis Kelamin

Alamat

No. Telp (Hp)

:

:

:

:

JENIS INFORMASI

ISI INFORMASI

(diisi dengan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat awam)

TANDAI

RM.2.11/IC.SPenelitian/20... NRM : Nama : Jenis Kelamin : Tgl. Lahir :

Universitas Sumatera Utara

Page 150: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

117

1 Judul Penelitian

Perubahan Kadar Interleukin-2 dan Interleukin-31 Serum Setelah Tindakan Akupunktur pada Titik Li11 (Quchi) dan Korelasinya dengan Perubahan Skala Pruritus pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis

2 Tujuan penelitian

Mengetahui perubahan kadar IL-2 dan kadar IL-31 serum (zat dalam darah yang menyebabkan rasa gatal) setelah tindakan akupunktur pada titik LI11 (Quchi) dan korelasinya dengan perubahan skala pruritus (rasa gatal) pada subyek pruritus terkait penyakit ginjal kronis (Pt-PGK) yang menjalani hemodialisis (HD).

3 Cara & Prosedur Penelitian

a. Subyek yang berpotensi masuk ke dalam penelitian adalah semua pasien Pt-PGK yang menjalani HD.

b. Pada subyek tersebut diberikan penjelasan secara lisan dan tertulis oleh tim penelitian yang sebelumnya telah dilatih untuk memberikan penjelasan tentang berbagai hal yang terkait dengan penelitian yang akan dilaksanakan, diikuti dengan pemberian formulir persetujuan turut serta sebagai subyek penelitian, untuk ditandatangani (PSP/informed consent).

c. Semua pasien Pt-PGK yang menjalani HD yang telah menandatangani informed consent diambil secara konsekutif, dan dinilai apakah memenuhi kriteria penerimaan.

d. Darah vena dari subyek penelitian diambil sebanyak 15 ml (1 sendok makan) dengan menggunakan vacuette steril dengan terlebih dahulu dilakukan tindakan aseptik dan pemberian antiseptik pada lokasi pengambilan darah. Darah vena dikirim ke laboratorium klinik untuk pemeriksaan kadar IL-2 serum, kadar IL-31 serum, kreatinin, hemoglobin dan CRP. Penilaian skala pruritus dengan menggunakan kuesioner Skala Gatal 5 Dimensi (Wulandani et al., 2018) dan pengukuran indeks masa tubuh dilakukan setelah prosedur HD selesai yang dilakukan oleh seorang anggota peneliti yang sudah dilatih.

e. Subyek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang mendapat tindakan akupunktur pada titik LI11 (Quchi) (A) dan kelompok yang mendapat tindakan akupunktur plasebo (P). Penentuan kelompok setiap subyek dilakukan secara random dengan bantuan aplikasi online pada https://www.randomizer.org/

f. Setelah subyek menjalani HD selama 1 jam, bila keadaan hemodinamik stabil maka pada jam ke-2, pada subyek dilakukan tindakan aseptik dan pemberian antiseptik pada titik LI11 Quchi.

Universitas Sumatera Utara

Page 151: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

118

g. Pada kelompok A diberi tindakan penusukan jarum steril (diameter 0,25 mm dan panjang 25 mm, Bai Yi Mei®) tegak lurus pada permukaan kulit sedalam 1-1,5 cm pada titik LI11 Quchi, yang berdekatan dengan penusukan jarum pada prosedur HD dan dibiarkan selama 1 jam. Pada kelompok P diberi tindakan penempelan jarum steril (diameter 0,25 mm dan panjang 25 mm, Bai Yi Mei®) dengan dengan bantuan plester pada titik LI11 Quchi dan dibiarkan selama 1 jam. Tindakan ini dilakukan oleh dokter yang telah tersertifikasi oleh kolegium Perhimpunan Dokter Akupunktur Indonesia (PDAI) atau oleh dokter Spesialis Akupunktur Medik (Sp.Ak) dengan pengalaman lebih dari 2 tahun sebagai praktisi akupunktur.

h. Tindakan akupunktur dan plasebo diberikan 2 kali seminggu selama 6 minggu (Phan, 2015) dan dilakukan penilaian terhadap efek samping akupunktur dan plasebo.

i. Setelah subyek mendapat 12 kali tindakan akupunktur pada titik LI11 (Quchi) dan plasebo selama 6 minggu, darah vena subyek penelitian diambil sebanyak 5 ml (1 sendok teh) dengan menggunakan vacuette, dan dikirim ke laboratorium klinik untuk pemeriksaan kadar IL-2 serum, kadar IL-31 serum. Setelah pengambilan darah selesai dilanjutkan dengan penilaian skala pruritus menggunakan kuesioner Skala Gatal 5 Dimensi (Wulandani et al., 2018) yang dilakukan oleh seorang anggota peneliti yang sama pada penilaian pruritus sebelumnya.

j. Empat minggu setelah tanpa tindakan A dan P, darah vena diambil sebanyak 5 ml (1 sendok teh) dengan menggunakan vacuette dan dikirim ke laboratorium klinik untuk pemeriksaan kadar IL-2 serum, kadar IL-31 serum. Setelah pengambilan darah selesai dilanjutkan penilaian skala pruritus menggunakan Skala Gatal 5 Dimensi dilakukan oleh anggota peneliti yang sama pada penilaian pruritus sebelumnya.

k. Darah pasien disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu -400 celcius dan apabila darah yang tidak gunakan pada penelitian ini akan digunakan untuk penelitian lain.

4 Jumlah Subyek 62 orang

5 Waktu Penelitian Bulan Agustus 2018 hingga tercapai 64 orang subyek

6 Manfaat penelitian termasuk manfaat

a. Ilmu pengetahuan: dapat menambah pemahaman mengenai mekanisme kerja tindakan akupunktur

Universitas Sumatera Utara

Page 152: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

119

bagi subyek pada titik LI11 (Quchi) terhadap pruritus dan efek samping akupunktur pada pasien Pt-PGK yang menjalani HD.

b. Aplikasi klinis: dapat menambah pemahaman tentang manfaat tindakan akupunktur pada titik LI11 (Quchi) sebagai terapi paliatif pruritus pada pasien Pt-PGK yang menjalani HD.

c. Institusi pendidikan kedokteran: pengembangan akupunktur pada bidang kedokteran berdasarkan Evidence Based Medicine.

d. Masyarakat: dapat memahami bahwa tindakan akupunktur pada titik LI11 (Quchi), merupakan salah satu pilihan untuk pasien Pt-PGK yang menjalani HD.

e. Subyek mendapatkan efek berkurangnya rasa gatal yang dialami.

7 Risiko & efek samping dalam penelitian

a. Reaksi alergi terhadap bahan jarum akupunktur (metal) dan vacuette diberikan antialergi topikal atau sistemik yang mungkin diberikan setelah berkonsultasi dengan dokter yang merawat.

b. Rasa nyeri dan kebas sekitar lokasi penusukan jarum saat setelah penusukan jarum akupunktur yang akan segera menghilang, bila nyeri dan kebas masih terasa sehingga menggangu kenyamanan subjek maka jarum akupunktur segera dicabut dan diberikan kompres hangat atau dingin pada lokasi penusukan.

c. Perdarahan minimal setelah pencabutan jarum akupunktur dan jarum suntik yang dapat diatasi dengan penekanan pada lokasi perdarahan menggunakan kapas mengandung alkohol 70%.

d. Infeksi pada lokasi penusukan jarum diberikan antibiotik topikal atau sistemik yang mungkin diberikan setelah berkonsultasi dengan dokter yang merawat.

8 Ketidak nyamanan subyek penelitian

Pasien merasakan nyeri dan kebas disekitar tempat penusukan yang akan segera menghilang

9 Perlindungan Subyek Rentan

Penelitian didasarkan pada prinsip etik menghormati harkat dan martabat manusia (respect for person), berbuat baik (beneficence), dan keadilan (justice).

10 Kompensasi bila terjadi efek samping

Selama penelitian, peneliti menyiapkan tindakan, perlindungan dan biaya yang diperlukan kepada bapak/ibu/saudara bila terjadi risiko dan efek samping tersebut

11 Alternatif Penanganan bila ada

Tidak ada

12 Penjagaan Semua informasi yang berkaitan dengan identitas bapak/ibu/saudara (subyek penelitian) akan

Universitas Sumatera Utara

Page 153: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

120

kerahasiaan Data dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti dan staf penelitian. Hasil penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas bapak/ibu/saudara (subyek penelitian).

13 Biaya Yang ditanggung oleh subyek

Subyek tidak dikenakan biaya apapun terkait penelitian.

14 Insentif bagi subyek

Bapak/ibu/saudara akan mendapatkan uang Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) sebagai ganti waktu .

15 Nama & alamat peneliti serta nomor telepon yang bisa dihubungi

dr. Dedi Ardinata, M.Kes. Jl. Pendidikan no. 96 Tegal Rejo, Medan Perjuangan. HP no. 08116362927

(bila diperlukan dapat ditambahkan gambar prosedur dan alur prosedur).

Inisial Subyek : …………

Universitas Sumatera Utara

Page 154: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

121

Setelah mendengarkan penjelasan pada halaman 1 hingga 3 mengenai penelitian

yang akan dilakukan oleh: dr. Dedi Ardinata, M.Kes. dengan judul : “Perubahan

Kadar Interleukin-2 dan Interleukin-31 Serum Sesudah Tindakan Akupunktur pada

Titik LI11 Quchi dan Korelasinya dengan Perubahan Skala Pruritus pada Pasien

Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis”. Informasi tersebut sudah saya

pahami dengan baik.

Dengan menandatangani formulir ini saya menyetujui untuk diikutsertakan dalam

penelitian di atas dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun. Apabila suatu

waktu saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak membatalkan

persetujuan ini.

------------------------------------------- ------------------------------------------- Tanda Tangan Subyek atau Cap jempol Tanggal ------------------------------------------- Nama Subyek ------------------------------------------- -------------------------------------------

Tanda Tangan saksi/wali Tanggal ------------------------------------------- Nama saksi/wali Ket : Tanda Tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis, penurunan

Universitas Sumatera Utara

Page 155: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

122

Lampiran 2. Borang Isian Subjek Penelitian

Data Subjek Penelitian

Tanggal : ____/____/_____ No. urut penelitian : ______________ NRM : ______________ Nama : ______________ Alamat : _________________________________________ Identitas : Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan Usia : _______ (tahun) Suku : 1. Jawa 2. Toba 3. Karo 4. Melayu 5. Padang 6. Aceh 7. Tionghoa 8. India Anamnesis Keluhan pruritus : 0. Tidak ada 1. Ada Lama pruritus : ___________ minggu Lama HD : ___________ bulan Penyakit penyebab gagal ginjal kronis

1. Diabetes 2. Hipertensi 3. Penyakit ginjal obstruktif, infeksi.

Penyakit penyerta

1. HIV 0. Tidak ada 1. Ada 2. Penyakit hepatobilier 0. Tidak ada 1. Ada 3. Keganasan/kelainan darah 0. Tidak ada 1. Ada 4. Infeksi kulit 0. Tidak ada 1. Ada

Dialisis rutin Ya/ Tidak Jika ya frekuensi : ___/minggu Obat-obatan yang sedang dikonsumsi 0. Tidak ada 1. Ada Jika ada, nama obat dan dosis __________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Universitas Sumatera Utara

Page 156: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

123

_________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________ Pemeriksaan fisik Tinggi badan : ______ m Tanggal pemeriksaan 1 : ____/____/_____ Pemeriksaan dilakukan 1 jam sesudah prosedur HD. Kesadaran : ____________________ Tekan darah : ______/_____ mmHg Frekuensi denyut nadi : _____ x/ mnt, regular/irregular Frekuensi napas : _____ x/ mnt, regular/irregular Suhu tubuh : _____ 0C Berat badan (sesudah HD) : ______ kg Tanggal pemeriksaan 2 : ____/____/_____ Pemeriksaan dilakukan 1 jam sesudah prosedur HD. Kesadaran : ____________________ Tekan darah : ______/_____ mmHg Frekuensi denyut nadi : _____ x/ mnt, regular/irregular Frekuensi napas : _____ x/ mnt, regular/irregular Suhu tubuh : _____ 0C Berat badan (sesudah HD) : ______ kg Tanggal pemeriksaan 3 : ____/____/_____ Pemeriksaan dilakukan 1 jam sesudah prosedur HD. Kesadaran : ____________________ Tekan darah : ______/_____ mmHg Frekuensi denyut nadi : _____ x/ mnt, regular/irregular Frekuensi napas : _____ x/ mnt, regular/irregular Suhu tubuh : _____ 0C Berat badan (sesudah HD) : ______ kg

Universitas Sumatera Utara

Page 157: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

124

Lampiran 3. Penyaringan Subjek Penelitian

PENYARINGAN SUBJEK PENELITIAN

I. Kriteria penerimaan subjek penelitian ( Beri tanda √ )

Ya Tidak Kriteria Pria atau wanita dengan usia lebih dari 18 tahun. Menjalani HD rutin 2 kali seminggu selama lebih dari 6 bulan dan

dalam keadaan hemodinamik stabil Hemodialisis dengan filter polysulfane dan larutan bikarbonat Mengalami pruritus setidaknya 6 minggu sebelum dilakukan tindakan

tindakan akupunktur. Hanya menggunakan obat-obatan yang berhubungan dengan penyakit

utama (PGK) dan tidak memengaruhi pruritus. Menghentikan penggunaan obat-obatan yang memengaruhi pruritus

setidaknya selama periode washout obat. Belum pernah mendapatkan tindakan akupunktur atau setidaknya

8 minggu terakhir tidak mendapatkan tindakan akupunktur. Jika ada jawaban ”tidak” maka pasien tidak memenuhi kriteria untuk menjadi subjek dalam penelitian.

II. Kriteria penolakan subjek penelitian ( Beri tanda √ )

Ya Tidak Kriteria

Menolak atau tidak mengikuti protokol penelitian secara lengkap oleh karena berbagai alasan

Reaksi alergi terhadap jarum akupunktur. Infeksi pada kulit tempat penusukan jarum akupunktur. Mendapat perawatan di ruang perawatan intensif karena berbagai alasan Menggunakan obat-obatan yang dapat memengaruhi pruritus yang

diberikan oleh dokter yang merawat selama masa penelitian. Menderita psoriasis dan atau dermatitis atopik selama masa penelitian Keadaan mental dan atau fisik yang memengaruhi kemampuan

menjawab pertanyaan kuesioner Jika ada jawaban”ya” maka pasien tidak memenuhi kriteria untuk menjadi subjek dalam penelitian.

III. Kesimpulan ( Beri tanda √ )

( ) Pasien memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian ( ) Pasien tidak memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 158: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

125

Lampiran 4. Kuesioner The itch 5-D scale (Elman at al., 2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 159: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

126

Lampiran 5. Kuesioner Skala Gatal 5 Dimensi (Wulandani et al., 2018)

Universitas Sumatera Utara

Page 160: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

127

Lampiran 6. Pemeriksaan IL-2 Serum

Pemeriksaan IL-2 serum

Pemeriksaan IL-2 serum menggunakan Human IL-2 ELISA kit (Fine Test®, Wuhan

Fine Biological Technology Co., Ltd), katalog no. EH0189, dengan komponen :

Micro ELISA Plate (Dismountable), Lyophilized Standard, Sample/Standard dilution

buffer, Biotin- detection antibody (Concentrated), Antibody dilution buffer, HRP-

Streptavidin Conjugate (SABC), SABC dilution buffer, TMB substrate, Stop

solution, Wash buffer (25X), Plate Sealer.

1. Persiapan serum:

a. Darah vena di ambil sebanyak 2 mL dengan menggunakan vacuette, biarkan

darah membeku dalam waktu 2 jam.

b. Sesudah bekuan terbentuk, dilakukan sentrifus 3.000 rpm selama 20 menit.

c. Cairan serum diambil dan disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu -40

°C sampai jumlah sampel mencukupi untuk dilakukan pemeriksaan IL-2.

2. Persiapan reagen :

a. Wash buffer.

Konsentrat wash buffer sebanyak 30 mL diencerkan dengan 750 mL air

suling. Larutan disimpan pada temperatur kamar sebelum digunakan..

b. Standar.

Universitas Sumatera Utara

Page 161: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

128

i. 1000 pg/mL larutan standar: Tambahkan 1 ml sample/Standard dilution

buffer pada satu standar tabung, biarkan pada suhu kamar selama 10 menit

dan aduk.

ii. 500 pg/mL→15,6 pg/mL solusi standar: 6 tabung Eppendorf dilabel

masing-masing dengan 500 pg/mL, 250 pg/mL, 125 pg/mL, 62,5 pg/mL,

31,25 pg/mL, dan 15,6 pg/mL. Alikuot 0.3 mL sample/Standard dilution

buffer ke setiap tabung. Tambahkan 0,3 mL larutan standar 1000pg/mL di

atas menjadi 1 tabung dan campuran saksama. Pindahkan 0,3 mL dari

tabung 1 untuk tabung 2. Pindahkan 0,3 mL dari tabung 2 ke tabung 3 dan

seterusnya.

c. Streptavidin-HRP.

Streptavidin-HRP konjugat (SABC) diencerkan 1:100 dengan SABC dilution

buffer. (tambahkan 1 μL SABC kedalam 99 μL SABC dilution buffer).

d. Biotin- detection Antibody.

Biotin- detection Antibody diencerkan 1:100 dengan Antibody dilution

buffer. (tambahkan 1 μL Biotin-detection Antibody kedalam 99 μL Antibody

dilution buffer).

3. Prosedur ELISA.

a. Pencucian: Tambahkan 200 ul larutan pencuci setiap sumur. Sedot cairan dari

setiap sumur untuk menghilangkan cairan dan cuci plat 2 kali menggunakan

300 ul larutan pencuci per sumur. Sesudah mencuci selesai, balikkan plat

untuk menghilangkan sisa larutan dan noda dengan handuk kertas

Universitas Sumatera Utara

Page 162: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

129

b. Reaksi: Tambahkan 100 ul standar dan serum untuk setiap sumur. Tutup plat

dengan penutup plat. Diinkubasi selama 90 menit pada suhu 37°C.

c. Deteksi: Tambahakan 100 μL Biotin- detection Antibody yang telah

diencerkan pada tiap sumur dan biarkan selama 60 menit pada suhu 37°C.

d. Sedot cairan setiap sumur dan cuci plat sebanyak 3 kali.

e. Konjugasi: Tambahkan 100 μL SABC yang telah diencerkan pada setiap

sumur kemudian diinkubasi selama 30 menit

f. Sedot cairan setiap sumur dan cuci plat sebanyak 5 kali.

h. Pewarnaan: Tambahkan 90 uL TMB substrate pada setiap sumur kemudian

diinkubasi selama 10-15 menit pada suhu 37°C.

g Tambahkan 50 uL stop solution setiap sumur.

i. Pembacaan: Densitas optik dari setiap sumur dibaca dengan menggunakan

ELISA microplate reader, dengan panjang gelombang 450 nm. Kadar IL-2

selanjutnya dihitung menggunakan kurva standar.

Presisi.

Presisi Intra-assay (presisi dalam satu pengujian): 3 sampel dengan kadar IL-2

rendah, sedang dan tinggi, diuji 20 kali masing-masing pada plat yang sama.

Presisi Inter-assay Precision (presisi antar pengujian): 3 sampel dengan kadar IL-2

rendah, sedang dan tinggi diuji 3 kali pada plat yang berbeda, dengan 8 pengulangan

pada tiap plat.

CV (%) = SD/meanX100

Intra-Assay: CV<8%

Universitas Sumatera Utara

Page 163: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

130

Lampiran 7. Pemeriksaan IL-31 Serum

Pemeriksaan IL-31 serum

Pemeriksaan IL-31 serum menggunakan Human IL-31 ELISA kit (Fine Test®,

Wuhan Fine Biological Technology Co., Ltd), katalog no. EH018, dengan komponen

: Micro ELISA Plate (Dismountable), Lyophilized Standard, Sample/Standard

dilution buffer, Biotin- detection antibody (Concentrated), Antibody dilution buffer,

HRP-Streptavidin Conjugate(SABC), SABC dilution buffer, TMB substrate, Stop

solution, Wash buffer (25X), Plate Sealer.

1. Persiapan serum:

a. Darah vena di ambil sebanyak 2 mL dengan menggunakan vacuette, biarkan

darah membeku dalam waktu 2 jam.

b. Sesudah bekuan terbentuk, dilakukan sentrifus 3.000 rpm selama 20 menit.

c. Cairan serum diambil dan disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu -40

°C sampai jumlah sampel mencukupi untuk dilakukan pemeriksaan IL-31.

2. Persiapan reagen :

a. Wash buffer.

Konsentrat wash buffer sebanyak 30 mL diencerkan dengan 750 mL air

suling. Larutan disimpan pada temperatur kamar sebelum digunakan..

b. Standar.

Universitas Sumatera Utara

Page 164: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

131

i. 500 pg/ml larutan standar: Tambahkan 1 ml sample/Standard dilution

buffer pada satu standar tabung, biarkan pada suhu kamar selama 10

menit dan aduk.

ii. 250 pg/ml→7,813 pg/mL solusi standar: 6 tabung Eppendorf dilabel

masing-masing dengan 250 pg/mL, 125 pg/mL, 62,5 pg/mL, 31,25

pg/mL, 15,625 pg/mL, 7,813 pg/mL. Alikuot 0,3 mL sample/Standard

dilution buffer ke setiap tabung. Tambahkan 0,3 mL larutan standar 500

pg/mL di atas menjadi 1 tabung dan campuran saksama. Pindahkan 0,3

mL dari tabung 1 untuk tabung 2. Pindahkan 0,3 mL dari tabung 2 ke

tabung 3 dan seterusnya.

c. Streptavidin-HRP.

Streptavidin-HRP konjugat (SABC) diencerkan 1:100 dengan SABC

dilution buffer. (tambahkan 1 μL SABC kedalam 99 μL SABC dilution

buffer).

d. Biotin- detection Antibody.

Biotin- detection Antibody diencerkan 1:100 dengan Antibody dilution

buffer. (tambahkan 1 μL Biotin-detection Antibody kedalam 99 μL

Antibody dilution buffer).

3. Prosedur ELISA.

a. Pencucian: Tambahkan 200 ul larutan pencuci setiap sumur. Sedot cairan

dari setiap sumur untuk menghilangkan cairan dan cuci plat 2 kali

menggunakan 300 ul larutan pencuci per sumur. Sesudah mencuci selesai,

Universitas Sumatera Utara

Page 165: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

132

balikkan plat untuk menghilangkan sisa larutan dan noda dengan handuk

kertas

b. Reaksi: Tambahkan 100 ul standar dan serum untuk setiap sumur. Tutup

plat dengan penutup plat. Diinkubasi selama 90 menit pada suhu 37°C.

c. Deteksi: Tambahakan 100 μL Biotin- detection Antibody yang telah

diencerkan pada tiap sumur dan biarkan selama 60 menit pada suhu 37°C.

d. Sedot cairan setiap sumur dan cuci plat sebanyak 3 kali.

e. Konjugasi: Tambahkan 100 μL SABC yang telah diencerkan pada setiap

sumur kemudian diinkubasi selama 30 menit

f. Sedot cairan setiap sumur dan cuci plat sebanyak 5 kali.

h. Pewarnaan: Tambahkan 90 uL TMB substrate pada setiap sumur kemudian

diinkubasi selama 10-15 menit pada suhu 37°C.

g Tambahkan 50 uL stop solution setiap sumur.

i. Pembacaan: Densitas optik dari setiap sumur dibaca dengan menggunakan

ELISA microplate reader, dengan panjang gelombang 450 nm. Kadar IL-31

selanjutnya dihitung menggunakan kurva standar.

Presisi.

Presisi Intra-assay (presisi dalam satu pengujian): 3 sampel dengan kadar IL-31

rendah, sedang dan tinggi, diuji 20 kali masing-masing pada plat yang sama.

Presisi Inter-assay Precision (presisi antar pengujian): 3 sampel dengan kadar IL-31

rendah, sedang dan tinggi diuji 3 kali pada plat yang berbeda, dengan 8 pengulangan

pada tiap plat.

CV (%) = SD/meanX100

Universitas Sumatera Utara

Page 166: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

133

Intra-Assay: CV<8%

Inter-Assay: CV<10%

Universitas Sumatera Utara

Page 167: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

134

Lampiran 8. Pemeriksaan Pruritus

Pemeriksaan Pruritus

Pemeriksaan pruritus dengan menggunakan kuesioner Skala Gatal 5 Dimensi

merupakan jenis wawancara terpimpin dimana pewawancara sudah dibekali dengan

daftar pertanyaan lengkap dan terinci dan dilakukan dengan 3 tahap yaitu:

1. Persiapan pewawancara

a. Pewawancara menyiapkan kuesioner Skala Gatal 5 Dimensi (Wulandani et

al., 2018) dan alat tulis yang diperlukan.

b. Memastikan subjek yang akan diwawancarai sesuai dengan subjek yang

ditetapkan oleh peneliti.

c. Memastikan keadaan mental dan atau fisik dalam keadaan baik sehingga

tidak memengaruhi kemampuan menjawab pertanyaan kuesioner.

2. Wawancara dan pengisian kuesioner

Saat melakukan wawancara, pewawancara harus dapat menciptakan suasana agar

tidak kaku sehingga subjek mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Untuk itu, sikap-sikap yang harus dimiliki seorang pewawancara adalah sebagai

berikut:

Netral; artinya, pewawancara tidak berkomentar untuk tidak setuju terhadap

informasi yang diutarakan oleh subjek karena tugasnya adalah merekam seluruh

keterangan dari subjek, sesuai dengan pilihan jawaban yang tersedia pada

kuesioner.

Universitas Sumatera Utara

Page 168: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

135

Ramah; artinya pewawancara menciptakan suasana yang mampu menarik minat

si subjek.

Adil; artinya pewawancara harus bisa memperlakukan semua subjek dengan

sama. Pewawancara harus tetap hormat dan sopan kepada semua subjek

bagaimanapun keberadaannya.

Hindari ketegangan; artinya, pewawancara harus dapat menghindari ketegangan,

jangan sampai subjek sedang dihakimi atau diuji. Kalau suasana tegang, subjek

berhak membatalkan wawancara tersebut dan meminta pewawancara untuk tidak

menuliskan hasilnya. Pewawancara harus mampu mengendalikan situasi dan

pembicaraan agar terarah.

Pengisian kuesioner:

a. Pewawancara mengajukan pertanyaan sesuai dengan pertanyaan pada

masing-masing dimensi dimulai dengan dimensi durasi rasa gatal hingga

dimensi lokasi rasa gatal.

b. Pewawancara membacakan pilihan-pilihan jawaban pertanyaan yang tersedia

kepada subjek.

c. Pewawancara dapat mengulang dan memberikan penjelasan terhadap

pertanyaan maupun jawaban jika subjek belum memahami.

d. Pewawancara memberikan tanda “√” pada kotak yang tersedia sesuai pilihan

jawaban subjek.

3. Penilaian skala (Elman, 2010)

Penilaian skala pruritus dilakukan sesudah seluruh jawaban dari masing-masing

pertanyaan setiap dimensi telah diberikan tanda “√”.

Universitas Sumatera Utara

Page 169: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

136

a. Skala masing-masing dimensi dinilai secara terpisah dan kemudian seluruh

skala dijumlahkan untuk mendapat Skala Gatal 5 Dimensi antara 5 (tidak gatal)

hingga 25 (gatal paling parah)

b. Skala dimensi durasi, intensitas dan perkembangan rasa gatal dinilai sesuai

dengan pilihan subjek, masing-masing skala antara 1 hingga 5.

c. Skala dimensi gangguan beraktivitas akibat gatal dinilai sebagai dampak

terhadap empat jenis kegiatan sehari-hari: tidur, bersantai/bersosialisasi,

pekerjaan rumah tangga/urusan rumah tangga dan bersekolah/bekerja. Skala

pada dimensi ditentukan oleh skala tertinggi diantara empat jenis kegiatan

sehari-hari yang dipilih oleh subjek, masing-masing skala antara 1 hingga 5.

d. Skala dimensi lokasi rasa gatal dinilai dengan menjumlahkan lokasi bagian

badan yang gatal kemudian ditentukan skalanya sebagai berikut:

Jumlah lokasi bagian badan yang gatal Skala

0-2 1

3-5 2

6-10 3

11-13 4

14-15 5

Universitas Sumatera Utara

Page 170: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

137

Lampiran 9. Pemeriksaan nyeri dengan VAS

Pemeriksaan Nyeri (VAS)

Pemeriksaan nyeri dengan menggunakan visual analog scale (VAS) adalah suatu

instrumen yang digunakan untuk menilai intensitas nyeri dengan menggunakan

sebuah garis 10 cm dengan pembacaan skala 0–10.

Cara penilaiannya adalah subjek menyebut atau menunjukkan angka pada nilai skala

yang sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakannya setelah diberi penjelasan dari

peneliti tentang makna dari setiap skala tersebut. Penentuan skala VAS dilakukan

dengan mengukur jarak antara ujung garis yang menunjukkan tidak nyeri hingga ke

titik yang ditunjukkan subjek.

Persyaratan melakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala VAS:

a. Subjek sadar atau tidak mengalami gangguan mental/kognitif sehingga dapat

berkomunikasi dengan baik.

b. Subjek dapat melihat dengan jelas, sehingga subjek dapat menyebut atau

menunjukkan angka pada skala VAS berkaitan dengan kualitas nyeri yang

dirasakannya.

c. Subjek kooperatif, sehingga pengukuran nyeri dapat terlaksana.

Agar pengukuran dapat berjalan sebagai mestinya, sebelum dilakukan pengukuran

subjek diberi penjelasan mengenai pengukuran yang akan dilakukan beserta

Universitas Sumatera Utara

Page 171: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

138

prosedurnya. Kemudian subjek diminta untuk memilih atau menyebut angka pada

garis sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakan.

Prosedur Pemeriksaan

1. Menjelaskan kepada subjek tentang tujuan pengukuran dilakukan.

2. Menjelaskan kepada subjek bahwa angka “0” berarti tidak nyeri, angka “1”

sampai “3” berarti nyeri ringan, angka “4” sampai “6” berarti nyeri ringan, dan

angka “7” sampai “10” berarti sangat nyeri.

3. Menyuruh subjek menyebut atau menunjukkan angka pada skala nyeri sesuai

dengan intensitas nyeri yang dirasakan saat penusukan jarum akupunktur.

4. Mencatat lalu menginterpretasikan makna nyeri yang dinyatakan oleh subjek

pada alat ukur nyeri yang tersedia.

Universitas Sumatera Utara

Page 172: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

139

Lampiran 10. Data Subjek Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 173: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

140

Universitas Sumatera Utara

Page 174: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

141

Universitas Sumatera Utara

Page 175: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

142

Universitas Sumatera Utara

Page 176: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

143

Lampiran 11. Output SPSS

1. Uji Normalitas

Universitas Sumatera Utara

Page 177: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

144

2. Uji Perbandingan.

Universitas Sumatera Utara

Page 178: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

145

Universitas Sumatera Utara

Page 179: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

146

Universitas Sumatera Utara

Page 180: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

147

Universitas Sumatera Utara

Page 181: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

148

Universitas Sumatera Utara

Page 182: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

149

Universitas Sumatera Utara

Page 183: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

150

Universitas Sumatera Utara

Page 184: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

151

3. Uji Korelasi

Universitas Sumatera Utara

Page 185: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

152

Universitas Sumatera Utara

Page 186: PERUBAHAN KADAR INTERLEUKIN-2 DAN INTERLEUKIN-31 …

153

Lampiran 12. Persetujuan Komisi Etik

Universitas Sumatera Utara